Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 1

Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 1


"Pendekar Sakti Sulung Pualam
Giok Siauw Sin Hiap
Lanjutan Pek Ih Sin hiap
(Kesatria Berbaju Putih)
Karya : Chin Yung
Jilid : 1 PENDAHULUAN Setelah Bu Lim Sam Mo mati di tangan Pek Ih Sin Hiap. Tio
Cie Hiong, maka para ketua tujuh partai besar dan kaum
rimba persilatan lainnya, yakin bahwa dunia persilatan pasti
aman, tentram dan damai.
Sedangkan Tio Cie Hiong, Lim Ceng im, Lie Man Chiu dan
Tio Hong Hoa melangsungkan pernikahan di pulau Hong
Hoang To. Para ketua tujuh partai besar dan para jago silat lainnya
hadir semua dalam pesta pernikahan itu, sehingga pesta
pernikahan tersebut menjadi meriah dan semarak.Sejak itu,
Tio Cie Hiong sama sekali tidak mencampuri urusan rimba
persilatan lagi. ia hidup tenang, damai dan bahagia sepanjang
masa bersama Lim Ceng Im di pulau itu.
Bagaimana keadaan rimba persilatan setelah Tio Cie Hiong
menetap di pulau Hong Hoang To" Betulkah kematian Bu Lim
Sam Mo membawa kedamaian dalam rimba persilatan"
Justru sungguh di luar dugaan. Karena di saat Tao Cie
Hiong hidup tenang, damai dan bahagia di pulau itu, di rimba
persilatan telah muncui Hiat Ih Hwe (Perkumpulan Baju
Berdarah). Siapa ketua perkumpulan itu tiada seorangpun yang
mengetahuinya, sebab perkumpulan tersebut sangat
misterius, lagi pula para anggotanya rata-rata berkepandaian
tinggi Dimana Hiat ih Huie muncul, di situ pasti banjir darah,
Semula Hiat Ih Huie cuma membantai para pembesar yang
jujur dan setia, juga membasmi para pemberontak- Akan
tetapi, lambat laun perkumpulan tersebut mulai mengarah
pada kaum rimba persilatan golongan putihTak lama setetah itu, muncul pula Tiong Ngie Pay (Partai
Keadilan) dan Seng Huiee Kauw (Agama Api Suci), sebingga
timbul pula berbagai pertikaian dan bencana dalam rimba
persilatan. ---ooo0dw0ooo--Bagian Kesatu Penyakit Aneh yang mencemaskan
Pulau Hong Hoang To (Pulau Burung Phoenix) terletak di
Pak Hai (Laut Utara). Panorama di pulau tersebut sangat indah
menakjubkan, tampak pula belasan ekor burung phoenix
berterbangan, bunga-bunga liar pun memekar segar
menambah keindahan pulau tersebut,
Pagi ini, terlihat seorang bocah laki-laki sedang berlatih
ilmu pukulan dan ilmu pedang di tempat terbuka. Bocah lakilaki
itu berusia sepuluh tahun, bukan main tampannya, siapa
yang melihatnya pasti akan timbul rasa suka kepadanya.
Siapa bocah laki-laki itu" Ternyata putra Tio Cie Hiong dan
Lim Ceng Im bernama Tio Bun Yang. Sejak anak itu berusia
tiga tahun, Tio Cie Hiong mulai mengajarnya pan Yok Hian
Thian Sin Kang (Tenaga Sakti Pelindung Badan) dan Kan Kun
Taylo Sin Kang (Tenaga Sakti Alam Semesta).
Setelah Tio Bun Yang berusia tujuh tahun, mulailah Tio Cie
Hiong mengajarnya Tujuh Jurus Giok Siauui Bit Ciat Kang Khi
(Ilmu Suling Kumala Pemusnah Kepandaian), Tujuh Jurus Bit
Ciat Sin Ci (Ilmu Jan Sakti pemusnah Kepandaian) dan Kan
Kun Taylo Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Alam Semesta).
Kini Tio Bun Yang telah menguasai semua ilmu itu, hanya
saja luieekangnya masih belum begitu tinggi. Sedangkan
monyet bulu putih pun tidak mau ketinggalan. Monyet sakti itu
juga mengajarnya berbagai ilmu pukulan, Di saat Tio Bun
Yang berlatih, monyet bulu putih terus memperhatikannya
bagaikan seorang guru.
Berselang beberapa saat, muncullah Tio Cie Hiong bersama
Lim Ceng Im. Mereka berdua lalu duduk di bawah sebuah
Pohon sambil memperhatikan latihan Putra mereka.
"Adik Im," Ujar Tio Cie hong sambil tersenyum, "Aku tidak
menyangka, Bun Yang baru berusia sepuluh tahun tapi telah
dapat menguasai semua ilmu yang kita turunkan kepadanya. "
"Benar, memang sungguh di luar dugaan," sahut Lim Ceng
Im dengan tersenyum, namun kemudian wajahnya berubah
murung. "Adik Im____" Tio Cie Hiong menatapnya seraya berkata,
"Engkau tidak perlu cemas."
"Kakak Hioong...." Lim Ceng Im menghela nafas panjang,
"Dia mengidap penyakit. "
"Tidak Perlu cemas," ujar Tio Cie Hiong. "Itu memang
Penyakit aneh, tapi engkau tidak Perlu cemas. "
"Bagaimana mungkin aku tidak cemas?" Lim Ceng Im
menggeleng-gelengkan kepala "Penyakit itu mungkin akan
mempengaruhi dirinya."
"Tidak mungkin," sahut Tio Cie Hiong "Aku mahir ilmu
Pengobatan, tentunya tahu jelas akan penyakit itu."
"Kakak Hiong, kenapa dia bisa mengidap penyakit itu?"
"Yaaah" Tio Cie Hiong menghela nafas panjang, "Mungkin
sudah nasibnya."
"Hingga saat ini engkau tidak mampu mengobatinya?"
"Aku telah berusaha mengobatinya, namun belum
menemukan obat mujarab untuk menyembuhkan penyakitnya"
"Apakah selamanya dia akan begitu?"
"Menurutku, kalau sudah waktunya penyakit itu akan
lenyap dengan sendirinya. "
"Bagaimana mungkin?"
"Percayalah!" Tio Cie Hiong menggenggam tangan isterinya
dengan penuh cinta kasih.
"Adik Im, sejak dia berusia tiga tahun, aku telah
mengajarnya pula dengan pendidikan moral, akal budi
wejangan dan lain sebagainya. Karena itu, aku yakin, dia pasti
seperti diriku. Tidak mau membunuh dan berbuat dosa
maupun melakukan hal-hal yang cenderung jahat. Lagi pula
Pada dasarnya dia berhati bajik dan berwatak luhur, jadi aku
tidak begitu cemas. "
"Tapi____" Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala,
"Aku... aku khawatir dia akan sembarangan membunuh orang.
" "Tidak mungkin." Tio Cie Hiong tersenyum dan
menjelaskan, "penyakitnya timbul hanya di saat ia marah
besar, sehingga peredaran darahnya berjalan lebih cepat
menerjang ke arah syaraf otak, maka kesadarannya akan
tertutup. Apabila ia masih dapat menekan hawa amarahnya,
tidak akan terjadi apa-apa. Seandainya tidak bisa, Ia pasti
mengamuk atau akan membunuh orang yang membuatnya
marah besar itu."
"Itulah yang kukhawatirkan." Lim Ceng Im menghela nafas
panjang, "Kakak Hiong, sebetulnya penyakit apa itu" "
"Semacam tekanan darah tinggi." Tio Cie Hiong
memberitahukan, "Akan tetapi, kasih sayang dan kelembutan
dapat menjernihkan pikirannya disaat kesadarannya tertutup
oleh hawa kemarahan. Oleh karena itu, penyakitnya tersebut
dapat disembuhkan dengan kasih sayang dan kelembutan."
"Ngmmml" Lim Ceng Im manggut-manggut dan
melanjutkan, "Aku masih ingat, setahun lalu ketika ia dipagut
ular, seketika itu juga ia membunuh ular itu saking marahnya,
bahkan mencincang-cincangnya pula. "
"Itu dikarenakan ia merasa dirinya disakiti, padahal Ia tidak
mengganggu ular. Karena itu. Maka, timbullah kemarahannya
hingga ular itu dibunuhnya sekaligus dicincangnya."
"Bagaimana kelak kalau ada orang menyakiti bukankah ia
akan langsung membunuh orang itu?"
"Maka, aku memberikannya pelajaran moral, akal budi dan
lain sebagainya agar pikirannya selalu terbuka, tidak
terpengaruh oleh hawa kemarahannya," ujar Tio Cie Hiong
dan menambahkan, " Aku pun akan mulai mengajarnya ilmu
pengobatan dan Ilmu Penakiuk Iblis. Sebab Ilmu Penakiuk
Iblis dapat memperkuat imannya, bahkan tidak akan
terpengaruh oleh ilmu hitam dan ilmu sihir lainnya."
"Kakak Hiong!" Lim Ceng Im menatapnya, "Anak kita itu...
tidak akan berubah jadi penjahat, kan" "
"Aku yakin tidak," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum,
"Karena watakku yang baik pasti menurun padanya, "
"Ooohl" Lim Ceng im manggut-manggut.
Sementara Tio Bun Yang yang telah usai berlatih, ketika
melihat kedua orang tuanya, ia langsung mengkampiri sambil
tersenyum. "Ayah, Ibu!" panggilnya sambil duduk,
"Nak!" Lim Ceng Im tersenyum lembut, "Masih pagi kok
sudah berlatih?"
"Ibu, Ayah bilang berlatih ilmu silat pagi-pagi, akan
menyegarkan tubuh kita," jawab Tio Bun Yang.
"Benar, Nak." Tio Cie hong membelainya.
"Oh ya, tahukah engkau apa tujuan seseorang belajar ilmu
silat?" "Untuk memperkuat tubuh, membela diri dan untuk
menolong sesama manusia. itu tujuan utama belajar ilmu
silat," jawab Tio Bun Yang
"Nak," tanya Lim ceng Im " Setelah engkau berkepandaian
tinggi, bolehkah engkau membunuh orang di saat engkau
disakiti orang"a"
"Ibu!" Tio Bun Yang menatapnya dengan mata bening,
"Kita tidak menyakiti orang, kenapa orang lain akan menyakiti
kita?" "Karena orang lain itu berhati jahat, maka suka menyakiti
orang," jawab Lim Ceng Im menjelaskan, "Di saat engkau
disakiti orang, haruslah tetap bersabar, tidak boleh marah
sama sekali. "
"Ibu, bagaimana kalau ada orang ingin membunuh Bun
Yang?" tanya anak itu mendadak.
"Engkau harus mengampuninya, tidak boleh
membunuhnya," sahut Lim Ceng im dengan tersenyum lembut
" Cukup memusnahkan kepandaiannya saja?"
"Ibu...." Tio Bun Yang tampak berpikir keras, kemudian
bertanya, "Kalau orang itu jahat sekali, apakah Bun Yang
boleh membunuhnya?"
"Tidak boleh." Lim Ceng Im menggelengkan kepala, "Biar
bagaimanapun engkau harus mengampuninya. Namun engkau
boleh memusnahkan kepandaiannya agar dia tidak bisa
melakukan kejahatan lagi?"
Tio Bun Yang mengerutkan kening "Ibu, kenapa orang
jahat tidak boleh dibunuh?"
"Nak," sahut Tio Cie Hiong sambil menatapnya lembut,
"Membunuh orang adalah perbuatan yang sangat berdosa.
Sebagai orang yang berhati bajik, luhur dan mulia, tidak boleh
membunuh orang. Siapa yang pernah membunuh orang, kelak
dia sendiri atau anak cucunya pasti dibunuh orang pula. Sebab
merupakan hukum karma yang tak dapat dielakkan, jadi
engkau harus ingat baik-baik!"
"Ya, Ayah" Tio Bun Yang mengangguk.
"Nak!" Tio Cie hong tersenyum sambil mengalihkan
pembicaraan "Engkau masih mempunyai paman Toan dan
paman Lam Kiong di Tayii. Kalau mereka punya anak,
tentunya telah sebesar engkau."
"Oh?" Tio Bun Yang tertawa kecil "Kenapa ayah dan ibu
tidak pernah mengajak Bun Yang ke Tayli menemui mereka?"
"Tayli sangat jauh, lagi Pula ayah dan ibu telah bersumpah
tidak akan meninggalkan pulau ini," sahut Tio Cie Hiong dan
menambahkan, "Tapi kelak engkau boleh pergi seorang diri ke
Tayli." Tio Bun Yang tampak girang sekali, "Kapan Bun Yang boleh
berangkat ke Tayli?"
"Tentunya harus menunggu engkau dewasa dulu," ujar Lim
Ceng Im dan melanjutkan, "Jadi sekarang engkau harus giat
berlatih, agar memiliki kepandaian tinggi kelak."
"Ibu, kalau Bun Yang sudah besar, bolehkah Bun Yang
pergi mengembara?" tanya anak itu.
"Tentu boleh. Tapi----" Lim Ceng im melirik Tio Cie Hiong
"Kalau engkau pergi mengembara, sudah barang tentu
akan berkecimpung dalam rimba persilatan," ujar Tio Cie
Hiong cepat " Engkau harus tahu, bahwa banyak orang jahat
dalam rimba persilatan. Orang jahat pasti berhati licik, busuk
dan tak segan membunuh orang. Karena itu, engkau harus
berhati-hati dan harus bersabar menghadapi urusan apa Pun.
ingat, engkau tidak boleh marah agar tidak sembarangan
membunuh orang."
"Ya, Ayah." Tio Bun Yang mengangguk, "Bun Yang pasti
selalu ingat akan semua nasihat Ayah."
"Bagus!" Tio Cie hong membelainya, "Bun Yang adalah
anak baik, penuh kesabaran, pengertian dan berhati bajik,
luhur serta mulia."
"Ayah!" Tio Bun Yang tersenyum, "Bun Yang tidak akan
mengecewakan Ayah dan ibu."
"Bagus, bagus!" Lim Ceng Im tertawa gembira dan
sekaligus memeluknya erat-erat dengan penuh kasih sayang.
"Kakak Bun Yang! Kakak Bun Yang!" Terdengar suara
seruan merdu, kemudian muncul seorang anak gadis berusia
sekitar sembilan tahun, cantik, manis dan lincah. Siapa anak
gadis itu" Tidak lain Lie Ai Ling, putri Lie Man Chiu dan Tio
Hong Hoa. "Adik Ai Ling!" sahut Tio Bun Yang tersenyum, "Paman,
Bibi!" panggit Lie Ai Ling.
"Ai Ling, di mana ayah dan ibumu?" tanya Tio Cie Hiong.
"Mereka sedang sarapan," jawab Lie Ai Ling dan
memberitahukan, "Kakek dan kakek pengemis telah mulai
main catur."
"Ooohl" Tio Cie hong manggut-manggut.
"Kauw heng!" Lie Ai Ling membelai monyet bulu putih, "Ai
Ling mencari ke sana ke mari, ternyata kauw heng berada di
sini!" Monyet bulu putih bercuit-cuit kemudian sepasang
tangannya bergerak-gerak seakan memberitahukan sesuatu.
"Oh, kauw heng berlatih di sini bersama Kakak Bun Yang!"
Lie Ai Ling tersenyum, "Kakak Bun Yang, mari kita berlatih!"
"Baik, Adik Ai Ling!" Tio Bun Yang mengangguk. Mereka
berdua lalu mulai benlatih.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im menyaksikannya dengan
penuh perhatian, kemudian manggut-manggut.


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kakak Hiong," bisik Lim Ceng Im. "Kelihatannya
kecerdasan Bun Yang tidak di bawah kecerdasanmu. "
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk sambil tersenyum,
"Menurutku, dia lebih cerdas dariku. Itu sungguh di luar
dugaan, lagi pula----"
"Kenapa?"
"Adik im!" Tio Cie Hiong serius. "Tahukah engkau suatu hal
mengenai diri Bun Yang?"
"Hal apa?"
"Dia pun kebal terhadap berbagai macam racun sepertiku"
"Oh?" Terbetalak Lim Ceng Im. "Kok bisa begitu?"
"Dua kali aku makan buah Kiu Yap Ling Che, sedangkan dia
darah dagingku, maka dia pun kebal terhadap racun apa pun."
Tio Cie Hiong memberitahukan,
"Syukurlah!" ucap Lim Ceng Im dengan wajah berseri,
"Bun Yang memang anak, yang luar biasa. Walau baru
berusia sepuluh tahun, tapi telah menguasai semua ilmuku,
termasuk ginkang (Ilmu Meringankan Badan)."
"Memang." Lim Ceng Im manggut-manggut. "Hanya saja
lweekangnya masih dangkali
"Kalau dia terus berlatih, pasti Iweekangnya akan
bertambah tinggi"
"Kakak Hiong!" Lim ceng Im menatapnya, "Engkau akan
memperbolehkannya pergi berkelana kelak?"
"Itu memang sudah harus, tidak mungkin dia terus diam di
pulau ini. Dia barus pergi mencari Pengalaman"
"Tapi----" Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala,
"Otomatis dia akan berkecimpung dalam rimba persilatan, dan
itu akan membahayakan dirinya."
"Adik Im!" Tio Cie hong tersenyum lembut. Satu bahaya
justru akan menambah pengalamannya, sekaligus
menggembleng ketabahan hatinya. Kita pun tidak usah
mengkhawatirkannya, sebab dia telah berbekal kepandaian
tinggi yang kita turunkan kepadanya."
"Ya." Lim Ceng im manggut-manggut.
"Yang kusayangkan...." Tio Cie Hiong menghela nafas
panjang, "Nenek telah wafat dua tahun yang lalu----"
"Nenek memang sudah tua, sebelumnya nenek pun telah
menurunkan kepandaiannya kepada Kakak Suan Hiang."
"Sudah sepuluh tahun lebih Adik Suan Hiang belajar ilmu
silat di pulau ini, mungkin tidak lama lagi dia akan ke
Tionggoan untuk menuntut balas kematian ayahnya."
"Kasihan dia----" Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan
kepala, "Kini usianya sudah tiga puluh lebih, namun belum
menikah!" "Mudah-mudahan dia akan bertemu lelaki yang baik, jadi
dia pun akan hidup bahagia!"
"Kelihatannya dia sudah tiada niat untuk menikah, hanya
ingin menuntut balas kematian ayahnya saja".
"Ngmm!" Tio Cie hong manggut-manggut.
"Oh ya, belum lama ini Man Chiu kelihatan agak aneh"
"Oh?" Lim Ceng Im menatapnya. "Bagaimana anehnya?"
"Dia seling melamun, bahkan hatinya seakan terganjel
sesuatu" Tio Cie Hiong mengerutkan kening, "Aku khawatir
suatu yang buruk akan terjadi...."
Lim Ceng Im juga mengerutkan kening, "Menurutmu apa
yang akan terjadi atas dirinya?"
"Entah?" Tio Cie Hbong menggelengkan kepala, "Pokoknya
suatu yang buruk, sebab dia kelihatan sedang
mempertimbangkan suatu kePutusan. Terus terang, aku
cemas akan itu."
"Kalau begitu, engkau harus memberitahukan kepada
Kakak Hong Hoa." ujar Lim Ceng Im mengusulkan.
"Tidak bisa." Tio Cie Hiong menghela nafas, "Karena aku
tidak tahu jelas, melainkan cuma berfirasat dan juga itu kan
urusan Man Chiu dengan Kakak Hong Hoa, aku tidak boleh
turut campur."
"Ya" Lim Ceng Im mengangguk, "Oh ya, Kakak Hiong!
Setelah Bu Lim Sam Mo mati, apakah rimba persilatan sudah
aman, tenang dan damai?"
"Adik Im!" Tio cie Hbong menghela nafas panjang, "Rimba
persilatan bagaikan laut yang selalu bergelombang, hanya bisa
tenang sejenak lalu bergelombang lagi."
"Maksudmu rimba persilatan tidak bisa tenang selamaiamanya?"
tanya Lim Ceng Im sambil menatapnya.
"Adakah laut yang tenang selama-lamanya?" Cie Hiong
balik bertanya, "Tidak ada." Lim Ceng Im menggelengkan
"Nah begitu Pula rimba persilatan," ujar Tio Cie Hiong
sambil tersenyum getir, "Sebab kaum rimba persilatan tidak
terlepas dan keserakahan, kelicikan dan lain sebagainya.
Karena itu, bagaimana mungkin rimba persilatan bisa tenang
seiama-iamanya?"
"Kalau begitu----" Lim Ceng im mengerutkan kening, "Bun
Yang berkelana kelak...."
"Adik Im!" Tio Cie Hiong tersenyum sambil membelainya,
"Engkau Pun pernah berkecimpung dalam rimba persilatan,
jadi jangan terlampau mengkhawatirkan Bun Yang!"
"Kakak Hiong...," tanya Lim Ceng im dengan suara rendah,
"Perlukah kita menemaninya berkelana?"
"Adik Im!" Tio Cie Hiong tertawa, "Dia pergi berkelana
berarti dia telah dewasa, kenapa kita masih harus
menemaninya" Bukankah engkau pernah mengembara
seorang diri kemudian bertemu aku yang sedang mandi
telanjang di sungai"!"
"Kakak Hiong...." Wajah Lim Ceng im langsung kemerahmerahan,
"Kenapa kau ungkit lagi kejadian itu, bahkan sering
pula memberitahukan kepada Bun Yang, sehingga
membuatnya tertawa geii?"
"Adik Im!" Tio Cie Hiong membelainya dengan penuh cinta
kasih, "Itu merupakan kenangan yang sangat indah dan manis
lho!" "Dasar...." Lim Ceng Im cemberut "Kakak Hiong, kita...
selamanya tidak akan ke Tionggoan iagi?"
"Tentu harus ke sana, sebab kita harus mengunjungi
ayahmu," jawab Tio Cie Hiong. "Sudah dua tahun ayahmu
tidak ke mari."
"Kakak Hiong, kapan kita akan ke markas pusat Kay Pang
mengunjungi ayahku?" tanya Lim Ceng Im mendadak.
"Setelah Bun Yang besar"
"Yaahi" Lim Ceng Im menarik nafas dalam-dalam, "Itu
masih lama! Bagaimana kalau tahun depan kita ke markas
pusat Kau Pang?"
"Lihat saja nanti!" Tio Cie thong tersenyum.
"Oh ya, entah bagaimana keadaan Toan Wie Kie, Lam
Kiong Bie Liong dan isteri mereka" Sudah sepuluh tahun lebih
kita berpisah dengan mereka, apakah mereka sudah
mempunyai anak?"
"Aku yakin mereka sudah mempunyai anak," sahut Lim
Ceng Im sambil tersenyum" Kakak Hiong, yang kupikirkan
adalah Kim Siau Suseng dan Kou Hun Bijin- Sudah sepuluh
tahun lebih mereka menjadi suami isteri, mungkinkah mereka
bisa mempunyai anak?"
"Mereka pasti bisa mempunyai anak?"
"Apakah mereka akan tetap awet muda?"
"Tidak bisa" Tio Cie Hiong menjelaskan "Setelah menikah,
mereka pun akan tua. Karena melakukan hubungan intim,
sehingga mempengaruhi tubuh mereka. "
"Kakak Hiong!" Lim Ceng Im tersenyum. Entah bagaimana
anak mereka?"
"Kalau anak mereka laki-laki, tentunya tampan luar biasa.
Kalau perempuan, otomatis cantik bukan main," sahut Tio cie
Hiong sambil tertawa,
"Eh" Kakak Hiong!" Wajah Lim Ceng im serius, "Kalau
mereka mempunyai anak perempuan yang cantik bukan main,
kelak entah berapa banyak kaum pemuda akan bertekuk lutut
dihadapannya. Ibunya adalah Kou Hun Bijin (Wanita Cantik
Pembetot Sukma), maka anak perempuannya"
"Tidak akan seperti ibunya," sambung Cie Hiong. "Kalau
mereka mempunyai anak perempuan, aku yakin anak
perempuan itu pasti lemah lembut dan kalem"
Lim Ceng Im tersenyum, "Kakak Hiong, entah gadis mana
yang akan menjadi jodoh Bun Yang!"
"Adik im!" Tio Cie Hiong tertawa, " un Yang belum dewasa,
kenapa engkau telah memikirkan jodohnya?"
"Kita adalah orang tuanya, tentunya harus memikirkannya,
bukan?" "Benar," Tio Cie Hiong mengangguk, " Pokoknya iyu
terserah dia, yang penting adalah gadis yang baik."
"Betul!" Lim Ceng Im manggut-manggut dan berbisik,
"Harus seperti kita berdua."
"Ha ha ha!" Tio Cie Hiong tertawa gembira.
"Saling mencinta dengan penuh kasih sayang Selamalamanya!"
--ooo0dw0ooo-- Seusai berlatih ilmu pedang Hong Hoang Kiam Hoat (Ilmu
Pedang Burung Phoenix) dan Lui Tian Kiam Hoat (Ilmu Pedang
Petir Kilat), Yo Suan Hiang lalu duduk di bawah sebuah pohon,
Berselang sesaat, wajah gadis itu tampak berubah murung.
Ternyata ia teringat akan kematian ayahnya. Mendadak
sepasang matanya memancarkan sinar berapi~api, kemudian
bergumam sambil mengepalkan tinju, "Aku harus menuntut
balas! Aku harus menuntut balas.... "
"Suan Hiang!" Muncul Tio Tay Seng, majikan pulau Hong
Hoang To menatapnya lembut,
"Guru!" Yo Suan Hiang segera bangkit berdiri, sekaligus
memberi hormat,
"Guru tahu bagaimana perasaanmu." Tio Tay Seng
mengheia nafas panjang seraya berkata, "Sudah sepuluh
tahun lebih engkau belajar ilmu silat di sini, dan kini ilmu
silatmu boleh dikatakan sudah tinggi. Kalau ingin menuntut
balas kematian ayahmu, engkau boleh berangkat ke
Tionggoan."
"Guru. ." Yo suan Hiang menundukkan kepala.
Tio Tay Seng tersenyum, "Memang sudah waktunya
engkau ke Tionggoan, karena kepandaianmu sudah tinggi.
Tapi biar bagaimanapun engkau harus berhati~hati"
"Guru, kapan aku boleh ke Tionggoan?"
"Besok pun boleh. "
"Guru.." Yo Suan Hiang mulai terisak-isak
"Guru tahu. . ." Tio Tay Seng menatapnya dalam-dalam,
"Engkau merasa berat meninggalkan guru dan pulau ini. Tapi
biar bagaimanapun engkau harus ke Tionggoan. Karena itu,
guru izinkan engkau berangkat esok"
"Ya, Guru" Yo Suan Hiang mengangguk,
"Kakak Suan Hiang!" Muncul Lim Ceng Im dan Tio Cie
Hiong. "Paman, Adik Suan Hiang!" panggil Tio Cien Hiong, yang
kemudian memandang Yo Suan Hiang. "Engkau akan ke
Tionggoan esok?"
"Ya, Kakak Cie Hiong?" Yo Suan Hiang mengangguk.
"Kepandaianmu memang sudah cukup tinggi, namun aku
pernah menyaksikan lweekang ketua perkumpulan Hiat Ih
Huie. Kelihatannya dia memiliki iweekang yang sangat tinggi.
Engkau harus berhati-hati menghadapinya, jangan berlaku
ceroboh!" "Ya, Kakak Cie Hiong." Yo Suan Hiang mengangguk,
"Begini..." Tio Cie Hiong menatapnya serius seraya berkata,
"Berhubung ketua Hiat Ih Huie berkepandaian sangat tinggi,
maka alangkah baiknya engkau kuajari Kiu Kiong San Tian Pou
(Ilmu Langkah Kilat). Apabila engkau bertemu ketua itu dan
tidak sanggup melawannya, engkau masih bisa meloloskan diri
dengan ilmu Kiu Kiong San Tian Pou."
"Betul," ujar Tio Tay Seng. "Cie Hiong, ajarkan kepadanya
Ilmu Langkah Kilat! Setelah itu, barulah dia pergi ke
Tionggoan."
"Ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk lalu berkata
kepada Yo SUan Hiang. "Adik Suan Hiang, aku akan mulai
mengajarmu Kiu Kiong San Tian Pou."
"Terima kasih, Kakak Cie Hiong!" Yo Suan Hiang girang
bukan main. "Tio Tocu!" Terdengar suara seruan dan kejauhan, yang
tidak lain suara seruan Sam Gan Sin Kay (Pengemis Sakti Mata
Tiga), Tetua Kay Pang. "Cepat kemari main catur!"
"Baik! Hari ini engkau pasti kalah!" sahut Tio Tay seng lalu
sekaligus melesat Pergi.
Sedangkan Tio Cie hong telah mulai mengajarkan Hiang Kiu
Kiong San Tian Pou kepada Yo Suan Hiang. Gadis itu
mempelajari ilmu tersebut dengan penuh semangat dan
bersungguh. Dua hari kemudian, barulah Yo Suan Hiang dapat
menguasai ilmu itu. Tio Cie hong manggut-manggut gembira,
sedangkan Yo Suan Hiang tak henti-hentinya mengucapkan
terima kasih. "Kakak Cie Hiong, terima kasih! Terima kasih.... "
"Tidak perlu berterima kasih," sahut Tio cie Hiong lembut,
"Kita boleh dikatakan sebagai kakak adik"
"Kakak Hiong." sela Lim Ceng Im mendadak, "lebih baik
engkau mengajarnya semacam ilmu pedang untuk melindungi
diri, karena engkau bilang ketua perkumpulan Hiat Ih Huie
berkepandaian sangat tinggi, Aku khawatir----"
"Adik Im, ilmu pedang Hong Hoang Kiam Hoat dan Lui Tian
Kiam Hoat merupakan ilmu Pedang tingkat tinggi yang amat
lihay." "Tapi belum tentu dapat mengalahkan ketua perkumpulan.
Jadi alangkah baiknya engkau mengajar Kakak Suan Hiang
semacam ilmu pedang," usul Lim Ceng Im.
Tio Cie hong berpikir lama sekali, kemudian barulah
mengangguk. "Baiklah. Aku akan ajarkan adik Suan Hiang semacam ilmu
pedang," ujar Tio cie Hiong sungguh-sungguh, "Kebetulan aku
baru menciptakan ilmu pedang tersebut."
"Terima kasih, Kakak Cie Hiong!" ucap Yo Suan Hiang
terharu "Terima kasih adik Ceng Im!"
"Kakak Suan Hiang, engkau tidak usah mengucapkan
terima kasih." Lim Ceng im tersenyum lembut lalu bertanya
pada Tio Cie Hiong. " Ilmu pedang apa yang akan engkau
ajarkan kepada Kakak Suan Hiang?"
"Adik Im!" Tio Cie Hiong memberitahukan, "Selama berada
di pulau ini, aku terus memikirkan ilmu pedang Im sie Hong
Mo-Ku Tek Cun dan ilmu pedang Pek Ih Hong Li-Yap In Nio.
itu membuat kepalaku menjadi pusing sekali, namun akhirnya


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku berhasil menciptakan semacam ilmu pedang berdasarkan
ilmu pedang mereka"
"Oh?" Lim ceng im terbelalak, "Engkau menciptakan ilmu
pedang apa?"
"Cit Loan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Fusing Tujuh Keliling),"
Tio Cie Hiong memberitahukan
"Apa?" Lim Ceng Im, tertegun, lalu tertawa geli seraya
berkata, "itu pasti ilmu pedang yang kacau balaul "
"Benar?" Tio Cie Hiong mengangguk dan berkata kepada
Yo Suan Hiang. "Engkau harus ingat, bahwa ilmu pedang
tersebut sangat lihay, dahsyat dan ganas, dan setiap jurusnya
Pasti memutuskan urat di tubuh lawan. Karena itu, kalau tidak
terpaksa, janganlah engkau mengeluarkan ilmu pedang
tersebut!"
"Ya." Yo Suan hang mengangguk
"Cit Loan Kiam Hoat terdiri dan tujuh jurus." Tio Cie Hiong
memberitahukan, "Setiap jurusnya mempunyai tujuh
perubahan, jadi tujuh jupus berarti mempunyai empat puluh
sembilan perubahan, yang tak terduga. Oleh karena itu, ilmu
Pedang tersebut sangat lihay. Engkau harus belajar dengan
segenap hati, kalau tidak, sulit bagimu menguasainya,"
"Kakak Cie Hiong!" ujar Yo Suan Hiang berjanji, "Aku pasti
belajar dengan segenap hati, pokoknya tidak akan
mengecewakanmu"
"Bagus!" Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian
meminjam pedang yang di tangan Yo Suan Hiang. "Aku akan
memperlihatkan ilmu pedang itu."
Tio Cie Hiong mulai memainkan ilmu pedang cit Loan Kiam
Hoat. Yo suan Hiang dan Lim Ceng Im menyaksikannya
dengan penuh perhatian. Tak seberapa lama kemudian,
mereka berdua merasa berkunang-kunang dan kepala mereka
pun menjadi pusing sekali,
Ketika Tio Cie Hiong berhenti, Yo Suan Hiang dan Lim Ceng
Im jatuh terduduk dengan wajah pucat pias.
"Adik Im, Adik Suan Hiang!" panggil Tio Cie Hiong dengan
tersenyum, "Kenapa kalian?"
"Tidak tahan, Pusing sekali," sahut mereka berdua
serentak, "Sungguh dan luar biasa sekali ilmu pedang itu!
Pantas dinamai Ilmu Pedang Pusing Tujuh Keliling!"
"Karena itu...." Tio Cie Hiong mengingatkan, "Jangan
sembarangan mengeluarkan ilmu pedang tersebut!"
"Kakak Cie Hiong, mampukah aku mempelajari ilmu pedang
itu?" tanya Yo Suan Hiang mendadak.
"Adik Suan Hiang!" Tio Cie Hiong tersenyum, "Kalau ada
kemauan keras, tentu akan berhasil"
"Ya." Yo Suan hang mengangguk
"Nah, kini aku akan mulai mengajarmu," ujar Tio Cie Hiong
dan mulai mengajar Yo Suan Hiang.
Walau hanya tujuh jurus, tapi yo Suan Hiang
mempelajarinya membutuhkan waktu sebulan lebih, barulah
dapat menguasai ilmu pedang tersebut. Setelah itu, ia mohon
pamit kepada Tio Tay Seng, Sam Gan Sin Kay, Tio Cie hong,
Lim Ceng Im dan lainnya,
"Bibi, kapan kita akan berjumpa lagi?" tanya Tio Bun Yang
dengan mata bersimbah air.
"Bun Yang!" Yo Suan Hiang membelainya, "Kita akan
berjumpa dalam rimba persilatan kelak,"
"Bibi," sahut Tio Bun Yang sungguh-sungguh, "Bun Yang
tidak mau berkecimpung dalam rimba persilatan."
"Kenapa?" tanya Yo Suan Hiang heran.
"Kata ayah, banyak orang jahat dalam rimba silatan." Tio
Bun Yang memberitahukan, "Jadi Bun Yang lebih senang
tinggal di pulau ini."
"Bun Yang____" Yo Suan Hiang tersenyum lembut "Kalau
bisa, memang lebih baik tidak berkecimpung dalam rimba
persilatan."
"Ya, Bibi" Tio Bun Yang mengangguk"Bibi," tanya Lie Ai Ling, putri Lie Man Chiu dan Tio Hong
Hoa sambil terisak-isak. "Kapan
Bibi akan kemari menengok Ai Ling dan Kakak Bun Yang" A
"Ai Ling!" Yo Suan Hiang membelainya, "Kalau urusan bibi
sudah beres, bibi pasti kemari menengok kalian. Nah, selamat
tinggal!" "Adik Suan Hiang, selamat jalan!" ucap Tio Cie Hiong.
"Kakak Cie Hiong____" Mata Yo Suan Hiang sudah basah,
kemudian berlutut di hadapan
Tio Tay Seng "Guru, aku mohon pamit."
"Berangkatlah!" Tio Tay Seng menatapnya lembut dan
melanjutkan, "Kapan pun engkau boleh kemari."
"Ya, Guru." Yo Suan Hiang mengangguk lalu bertutut di
hadapan Sam Gan Sin Kay.
"Kakek, aku mohon pamit!"
"Ha ha ha! Suan Hiang!" Sam Gan Sin Kay tertawa getak.
"Jangan cengeng, hapusiah air matamu!"
"Kakek.." Yo Suan Hiang terisak-isak.
"Suan Hiang!" Tio Tay Seng tersenyum, "Bangunlah, jangan
terus berlutut! Engkau boleh berangkat sekarang."
"Ya, Guru" Yo Suan Hiang bangkit berdiri
"Adik Ceng Im, sampai jumpa!"
"Sampai jumpa, Kakak Suan Hiang!" sahut Lim Ceng im
dengan mata bersimbah air. "Hati-hati setelah sampai di
Tionggoan!"
Yo Suan Hiang mengangguk, kemudian mendadak melesat
pergi. Tio Tay Seng dan Sam Gan Sin Kay saling memandang
sambil menghela nafas Panjang, setelah itu Sam Gan Sin Kay
tertawa. "Tio Tocu, mari kita main catur!"
"Baik. Hari ini engkau Pasti kalah!" sahut Tio Tay Seng
sambil tersenyum dan menambahkan.
"Pokoknya sepuluh kosong..."
Mereka berdua melesat pergi, Lie Man Chiu, Tio Hong Hoa
dan Lie Ai Ling juga meninggalkan tempat itu Sedangkan Tio
Cie Hiong dan Lim Ceng im saling memandang, kemudian
mereka menggeleng-gelengkan kepala,
"Kakak Hiong, dia mulai bergelut dengan bahaya," ujar Lim
Ceng Im sambil menghela nafas.
"Mudah-mudahan dia berhasil menuntut balas! Kalau
tidak...." Tio Cie Hiong diam, berselang sesaat baru
melanjutkan, "Dia pula yang akan celaka."
"Ayah, bibi mau pergi menuntut balas apa?" tanya Tio Bun
Yang mendadak. "Nak!" Tio Cie Hiong membelainya. "Ayah bibimu itu
dibunuh orang jahat, maka dia mau pergi menuntut balas."
"Jadi... bibi mau pergi membunuh orang jahat?" tanya Tio
Bun Yang lagi. "Ya" Tio Cie Hiong mengangguk.
"Ayah...." Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Kata ayah
harus mengampuni orang, kenapa bibi tidak mau mengampuni
orang, yang memhunuh ayahnya?"
"Nak," Tio cie Hiong tersenyum. "Sifat, watak dan hati
orang tidak akan sama. Ada yang pendendam dan pembenci,
ada pula yang uielas asih dan mau mengampuni orang lain.
Jadi, bibi itu masih tercekam oleh rasa dendam dan benci,
maka dia tidak bisa mengampuni pembunuh ayahnya."
"Ayah," ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Seandainya
Ayah dan ibu dibunuh orang, Bun yang juga pasti membalas
dendam, paling tidak harus memusnahkan kepadaian penjahat
itu." "Nak!" Tio Cie hong tersenyum lembut " Engkau memang
tidak salah, namun cukup memusnahkan kepandaian penjahat
itu saja."
"Kalau begitu bibi. . ."
"Dia pun akan memusnahkan kepandaian pembunuh
ayahnya," sahut Lim Ceng Im. sambil membelainya,
"Membunuh itu tidak perlu, cukup memusnahkan kepandaian
para penjahat saja"
"Ya, Ibu." Tio Bun Yang mengangguk. "Bun Yang pasti
selalu ingat akan nasihat Ibu."
"Engkau memang anakku yang baik" Lim Ceng Im
memeluknya erat-erat dengan penuh kasih sayang, "Anakku,
engkau tidak boleh membunuh siapa pun kelak. Jangan
membuat suatu karma yang buruk untuk dirimu sendirit
Camkanlah baik-baik nasihat ibu!"
"Ya, Ibu!" Tio Bun Yang mengangguk, "Bun Yang pasti
menurut semua nasihat Ayab dan Ibu, Bun Yang tidak mau
jadi anak durhaka, dan tidak mau jadi penjahat. Bun Yang
berjanji kepada Ayah dan Ibu!"
"Nak!" Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im membelai-beiainya
dengan penuh kasih sayang.
-ooo0dw0ooo- Bagian Kedua Kejadian yang tak terduga.
Lie Man Chiu, suami Tio Hong Hoa duduk diatas sebuah
batu. Sepasang matanya terus mengarah ke laut yang
membiru itu- Sayup-sayup terdengar suara deruan ombak,
diiringi pula oleh suara desiran angin laut.
Kelihatannya ia sedang mempertimbangkan suatu
keputusan. Hal itu dapat diketahui dan keningnya yang terus
menerus berkerutTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Benar." gumamnya dengan suara rendah, "Aku harus
mengambil keputusan itu, tidak boleh ragu lagi"
Pada waktu bersamaan, Ia mendengar suara langkah di
belakangnya. Tanpa menoleh ia sudah tahu, bahwa itu suara
langkah Tio Hong Hoa, isterinya.
"Kakak Chiu..." panggil Tio Hong Hoa, kemudian duduk di
sisinya, "Kenapa engkau duduk melamun di sini?"
"Adik Hoa," sahut Lie Man Chiu sambil tersenyum, " Aku
sedang menikmati keindahan laut."
"Oh?" Tio Hong boa menatapnya dalam-dalam, " Tapi
kelihatannya engkau sedang memikirkan sesuatu. Apa yang
engkau pikirkan" Bolehkah aku tahu?"
"Adik Hoa!" Lie Man Chiu mengambil sebuah batu kecil, lalu
dilemparkannya ke laut seraya berkata, "Aku tidak memikirkan
apa-apa, percayalah!"
"Kalau begitu, legalah hatiku!" Tio Hong Hoa tersenyum
dan menambahkan, "Aku justru khawatir, ada sesuatu yang
terganjel dalam hatimu."
"Tentu tidak" Lie Man Chiu juga tersenyum.
"Oh ya, Yo Suan Hiang telah pergi ke Tionggoan. Entah
bagaimana dia, berhasilkah dia menuntut balas?"
"Kasihan dia!" Tio Hong Hooa menghela nafas." Mudahmudahan
dia akan berbasil membalas dendam!"
"Adik HoaI " Lie Man Chiu menatapnya dalam-dalam.
"Engkau tidak berniat sama sekali pergi ke Tionggoan?"
"Kakak Chiu!" Tio Hong Hoa tersenyum lembut "Bukankah
lebih tenang hidup di pulau ini Kita sudah mempunyai anak
dan hidup bahagia, jadi untuk apa pergi ke Tionggoan?"
"Tapi anak kita " Lie Man Chiu memandang jauh ke depan,
"Apakah dia juga harus terus tinggal di sini?"
"Setelah dia dewasa kelak, tentunya dia harus pergi
mengembara mencari pengalaman. Engkau tidak
mengijinkannya mengembara dalam rimba persilatan?"
"Mengembara cari pengalaman memang harus, namun
dunia persilatan penuh berbagai kejahatan dan kelicikan,
maka aku kuatir...."
"Ai Ling memiliki sifat baik dan periang Lagi pula____" Tio
Hong Hoa memandang lurus ke depan dan melanjutkan, "Dia
memang harus mencari pengalaman di luar"
"Ngmmm!" Lie Man Chiu mengangguk "Oh ya, Cie Hiong
begitu terkenal dalam rimba persilatan, namun dia malah
hidup menyendiri di pulau ini bersama anak isterinya.
Bukankah itu sayang sekali?"
"Cie Hiong dan Ceng im memang telah bersumpah tidak
akan mencampuri urusan rimba persilatan lagi Namun Ceng
Im pernah memberitahukan kepadaku, bahwa mereka
memperbolehkan Bun Yang berkelana untuk cari
pengalaman."
Lie Man Chiu manggut-manggut dan berkata. "Bun Yang
memang sangat cerdas dan baik, aku yakin dia akan menjadi
seorang Pendekar gagah kelak"
"Benar." Tio Hong Hoa manggut-manggUt. "Aku sangat
menyukainya, dan Ai Ling pun cocok sekali dengan dia"
"Oh?" Lie Man Chiu tertawa, "Aku yakin ada sesuatu di
batik ucapanmu itu," bukanya
"Ya?" Tio Hong boa tersenyum, "Kakak Chiu, alangkah
baiknya kita menjodohkan mereka."
"Adik Hoa!" Lie Man Chiu menggeleng-gelengkan kepala,
"Kita tidak boleh menjodohkan mereka",
"Kenapa?"
"Mereka berdua memang sangat cocok dan akur, namun
hubungan mereka kini merupakan hubungan kakak adik. Oleh
karena itu, kita tidak boleh menjodohkan mereka. Lagi pula
mereka masih kecil, belum mengenal cinta. Apabila mereka
saling mencinta kelak, barulah kita menjodohkan mereka"
"Baiklah." Tio Hong Hoa mengangguk, "Aku mengusulkan
begitu karena aku sangat menyukai Bun Yang."
"Engkau boleh menyukainya, tapi jangan dikaitkan dengan
perjodohannya." ujar Lie Man Chiu sungguh-sungguh "Mereka
masih kecil, maka jangan membuat suatu beban yang
menekan pikiran mereka."
"Ya" Tio Hong Hoa mengangguk, kemudian tersenyum
seraya berkata, "Kakak Chiu, mungkin Lam Kiong Bie Liong
dan Toan Wie Kie sudah mempunyai anak. Bagaimana kalau
suatu hari nanti kita ajak Ai Ling ke Tayli?"
"Boleh." Lie Man Chiu mengangguk, "Tapi harus menunggu
Ai Ling dewasa dulu."
"Tunggu dia dewasa?" Tio Hong Hoa terbelajak. "Bukankah
itu masih lama sekali?"
"Tidak apa-apa, kan?" Lie Man Chiu tersenyum.
Tio Hong Hoa menghela nafas panjang. "Baiklah."
Pada waktu bersamaan, muncuj Lie Ai Ling menghampiri
mereka dengan wajah cerah ceria, Ayah dan ibu ternyata
berada di sini! Ai Ling tadi mencari ke mana-mana tapi tidak
ada Tidak tahunya ayah dan Ibu mengobrol di sini" ujar Lie
AiLing sambil duduk.
"Nak!" Tio Hong Hoa membelainya, " Di mana Bun Yang?"
"Kakak Bun Yang sedang berlatih ilmu pedang." Lie Ai Ling
memberitahukan, "Ibu, kepandaian Kakak Bun Yang semakin
tinggi lho!"


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oh, ya?" Tio Hong Hoa menatapnya lembut.
"Kenapa engkau tidak berlatih bersamanya?"
"Ai Ling ingin menemani Ayah dan Ibu," sahut Lie Ai Ling
lalu menatap Lie Man Chiu. "Ayah dari tadi duduk di sini?"
"Ya." Lie Man Chiu manggut-manggut.
"Ayah...." Lie Ai Ling menundukkan kepala seraya bertanya,
"Kenapa Ayah sering melamun" Ada sesuatu terganjel di
dalam hati Ayah?"
"Tidak." Lie Man Chiu tersenyum sambil membelainya, "Oh
ya, paman Cie hong berkepandaian sangat tinggi, engkau
harus banyak belajar kepadanya."
"Ya." Lie Ai Ling mengangguk,
Lie Man Chiu bangkit berdiri, Ia memandang Tio Hong Hoa
sepaya berkata, "Adik Hoa. aku mau ke rumah, Engkau mau
menemani Ai Ling berlatih bersama Bun Yang?"
"Baiklah." Tio Hong Hoa mengangguk.
"Ai Ling!" Lie Man Chiu menatapnya lembut. "Engkau boleh
pergi menemui Bun Yang, ayah ingin pergi beristirahat."
"Ya, Ayah." Lie Ai Ling tersenyum.
Lie Man Chiu melangkah Pergi, sedangkan Tio Bong Hoa
menggandeng putrinya ke tempat latihan Tio Bun Yang.
Tio Cie Hiong terus memberi petunjuk kepada putranya
mengenai Cit Loan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pusing Tujuh
Keliling). Setelah itu, Tio Bun Yang mulai berlatih. Anak itu
tidak menggunakan Pedang, melainkan menggunakan suling
kumala, pemberian ayahnya.
"Lweekangnya masih agak dangkal, maka kalau
menghadapi lawan yang memiliki tenaga dalam yang tinggi,
maka dia akan kewalahan."
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im menyaksikannya dengan
penuh perhatian, kemudian mereka saling memandang
dengan penuh rasa kagum.
"Kakak Hiong...," bisik Lim Ceng Im. "Anak kita memang
luar biasa, baru tiga hari telah menguasai Cit Loan Kiam
Hoat." "Dia memiliki daya ingat yang kuat sekali," ujar Tio Cie
Hiong sambil tersenyum, "Bahkan juga memiliki bakat alam,
maka tidak sulit baginya untuk mempelajari ilmu silat tingkat
tinggi." "Ng!" Lim Ceng Im mengangguk, "Kakak Hiong, kita harus
menjadikannya seorang pendekar berkepandaian tinggi,
berhati bajik, bijaksana dan adil"
"Benar." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Hanya saja...."
"Kenapa?"
"Kini dia telah memiliki Pan Yak Hian Thian Sin Kang, Kan
Kun Taylo Sin Kang, Giok Li Sin Kang dan Kiu Yang Sin Kang.
Apabila dia terus bersemedi, beberapa tahun kemudian,
lweekangnya pasti tinggi."
"Benar." Tio Cie Hiong manggut-manggut sambil
tersenyum, "Dia memang harus menjadi pendekar gagah,
berhati bajik, bijaksana dan adil"
"Oh, ya, kupikir. . ."
"Adik Im?" Tio Cie Hiong menatapnya mesra.
"Apa yang engkau pikirkan?"
"Entah siapa jodohnya kelak?" sahut Lim Ceng Im sambil
tersenyum, "Yang jelas harus gadis yang bersifat iemah lembut dengan
tatapan sejuk, itu dapat menyejukkan hatinya," ujar Tio Cie
Hiong sungguh-sungguh,
"Ooohl" Lim Ceng im manggut-manggut. "Aku tahu,
tatapan sejuk itu dapat menghilangkan rasa emosinya di saat
marah, bukan?"
"Betul." Tio Cie hong mengangguk,
"Adik cie Hiong!" panggil Tio Hong Hoa dengan tersenyum.
"Oh, Kakak!" sahut Tio Cie Hiong. Kemudian ia membelai
Lie Ai Ling. "Engkau ke mana" Kok tidak berlatih bersama Bun
Yang?" "Ai Ling pergi mencari Ayah dan Ibu." Lie Ai Ling
memberitahukan, "Ternyata Ayah Ibu mengobrol dekat
pantai." "Oh!" Tio cie hong tersenyum sambil memandang Tio Hong
Hoa. "Apa yang kalian obrolkan di sana?"
"Tidak mengobrol apa-apa," jawab Tio Hong Hoa dan
menghela nafas panjang, "Aku melihat dia duduk melamun di
dekat pantai, maka aku mendekatinya..."
"Man Chiu duduk melamun dekat pantai?" Tio Cie Hiong
mengerutkan kening, "Apakah dia sedang memikirkan
sesuatu?" "Katanya tidak, tapi...." Tio Hong Hoa menundukkan
kepala, "Kelihatannya dia memang sedang memikirkan
sesuatu." "Engkau tidak bertanya kepadanya apa yang sedang
dipikirkannya?" tanya Lim Ceng Im.
"Aku sudah bertanya kepadanya, namun dia menjawab
tidak. Kemudian kami mengalihkan pembicaraan.... "
"Mengenai apa?" tanya Tio Cie Hiong.
"Itu..." Tio Hong Hoa tersenyum. "Mengenai Ai Ling dan
Bun Yang."
"Kenapa mereka berdua?" tanya Lim Ceng im.
"Aku suka sekali kepada Bun Yang, maka ingin
menjodohkan Ai Ling padanya."Tio Hong Hoa
memberitahukan, "Tapi Man Chiu bilang jangan."
"Kenapa?" Lim Ceng Im menatapnya.
"Man Chiu bilang, mereka masih kecil, jadi belum tahu
tentang cinta, Karena itu, tidak boleh membebani pikiran
mereka dengan suatu urusan," ujar Tio Hong Hoa
memberitahukan.
"Benar apa yang dikatakan Man Chiu" Tio Cie Hiong
manggut-manggut. "Kita sebagai orang tua, tidak boleh
menjodohkan anak, Namun boleh menjodohkan pilihan
mereka, jadi orang tua tidak akan dipersalahkan oleh anak,"
"Ya." Tio Hong Hoa mengangguk, "Oh ya, Adik Cie Hiong!
Entah bagaimana keadaan Lam Kiong Bie Liong dan Toan Ulie
Kie, mungkin mereka pun sudah mempunyai anak. Entah
kapan kita akan ke sana atau mereka akan ke mari" Aku ingin
mengajak Man Chiu ke Tayli, tapi dia bilang harus menunggu
Ai Ling dewasa dulu."
"Kakak!" Tio Cie Hiong tersenyum, "Kami juga rindu sekali
kepada mereka, karena sudah sepuluh tahun lebih tidak
bertemu" "Oh, ya!" Mendadak Tio Hong Hoa tertawa geli. "Entah
bagaimana dengan Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin"
Mungkinkah mereka telah dikaruniai anak?"
"Tentu mungkin.g Tio Cie Hiong mengangguk dan
menambahkan, "Bahkan aku Pun yakin anak mereka pasti
tampan atau cantik."
"Yaaah!" Tio Hong Hoa menghela nafas. Entah kapan kita
akan bertemu mereka lagi!"
"Sudah sepuluh tahun lebih tiada kabar berita mengenaj
mereka, yang di Tayli dan yang di Kwan Gwa (Luar
Perbatasan)!" ujar Tio Cie Hiong sambil menggelengTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
gelengkan kepala, " Rasanya gembira sekali apabila bisa
berkumpul kembali!"
"Benar." Tio Hong Hoa mengangguk, "Oh, ya, bagaimana
kepandaian Bun Yang" Apakah telah mengalami kemajuan?"
"Memang mengalami kemajuan pesat, hanya saja
lweekangnya masih belum begitu tinggi." Tio Cie hong
memberitahukan "Kini aku sedang mengajarnya Cit Loan Kiam
Hoat." "Cit Loan Kiam Hoat?" Tio Hong Hoa tertegun, "Setahuku,
engkau tidak memiliki ilmu pedang itu."
"Baru kuciptakan belum lama ini," ujar Tio Cie Hiong. "Dan
telah kuajarkan kepada Suan Hiang."
"Oooh!" Tio Hong Hoa manggut-manggut kagum, "Pasti
lihay sekali ilmu pedang itu!"
"Memang lihay sekali sebab kuciptakan berdasarkan ilmu
pedang, yang dimiliki Im Sie Hong Mo dan Pek Ih Hong Li.
Namun tidak mudah mempelajarinya"
"Eeeeh?" Tio Hong Hoa terbelalak ketika menyaksikan Tio
Bun Yang sedang berlatih, dan kemudian ia pun merasa
pusing "Ilmu itu. ..."
"Itu adalah Cit Loan Kiam Hoat." Tio Cie Hiong
memberitahukan "Tapi Bun Yang menggunakan seruling
kumala" "Bukan main!" Tio Hong Hoa menghela nafas saking
kagumnya "aku jadi pusing menyaksikan ilmu Pedang itu!"
"Maka ilmu pedang Itu dinamai Ilmu Pedang Pusingng
Tujuh Keliling," sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum.
"Adik Cie Hiong!" Tio Hong Hoa menatapnya, "Maukah
engkau mengajarkan ilmu pedang itu kepada Ai Ling?"
"Tentu boleh" Tio Cie Hiong tersenyum. "Mulai hari ini aku
akan mengajarkan kepadanya."
"Terimakasih, Adik Cie Hiong" ucap Tio Hong Hoa.
"Eh?" Tio Cie Hiong tersenyum geli "Kok kakak jadi berlaku
sungkan kepadaku sih" Tidak usah mengucapkan terima
kasih" "Oh, ya" sela Lim Ceng Im mendadak "Aku pun akan
menurunkan Giok Li Sin Kang kepada Ai Ling"
"Bagus!" Tio Cie Hiong manggut-manggut setuju "Ai Ling
memang harus belajar Sin Kang itu, sebab sangat bermanfaat
bagi dirinya."
"Adik Ceng Im," ucap Tio Hong Hoa. "Aku berterima kasih
kepadamu!"
"Kakak Hong Hoa....." Lim Ceng Im tertawa geli. "Kok jadi
begitu sungkan" Kita bukan orang lain, lho."
"Terus terang..." Tio Hong Hoa menghela nafas panjang,
"Kalian berdua memang sangat baik terhadapku, maka aku...."
"Kak!' Tio Cie Hiong menggenggam tangan Tio Hong Hoa
erat-erat. "Engkau kakakku, tentunya kami harus baik
terhadapmu."
"Terima kasih!" ucap Tio Cie Hiong terharu, "Oh, ya,
apakah kalian memperbolehkan Bun Yang berkelana kelak?"
"Itu memang harus," sahut Tio Cie Hiong. "Tidak mungkin
Bun Yang terus tinggal di pulau ini sampai tua, karena dia
harus ke Tionggoan mencari Pengalaman"
"Adik Cie Hiong, bagaimana kalau Ai Ling ikut Bun Yang
berkelana kelak?" tanya Tio Hong Hoa mendadak.
"Itu tidak jadi masalah," sahut Tio Cie Hiong. "Tapi harus
ada persetujuan dan Man Chiu dulu."
"Ya." Tio Hong Hoa mengangguk, "Oh, ya, entah
bagaimana keadaan Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin di
Tayli" "
"Mereka pasti segar bugar," ujar Tio Cie Hiong sambil
tersenyum, a Paman Gouw Han Tiong telah lama bergabung
dengan Kay Pang, mungkin kini sudah menjadi Tetua di sana"
"Mungkin." Tio Hong Hoa manggut-manggut, "Yang paling
senang adalah Sam Gan Sin Kay, setiap hari main catur
dengan ayah"
"Memang menggelikan," ujar Lim Ceng Im dengan
tersenyum, "Dulu kakek sering ribut dan saling mencaci
dengan Kim Siauw Suseng. Kinipun begitu, sering ribut dan
sating mencaci dengan ayahmu."
"Itu pertanda mereka akrab sekali." Tio Hong Hoa
memberitahukan, "Rupanya kakekmu tidak mau meninggalkan
pulau ini."
"Benar." Lim Ceng Im mengangguk, "Kakek sudah tua
sekali, bagaimana mungkin akan meninggalkan pulau ini."
"Adik Im!" Tio Cie Hiong menatapnya lembut seraya
bertanya, "Entah bagaimana keadaan Kay Pang sekarang?"
"Aku yakin bertambah maju," sahut Lim Ceng Im. "Sebab
Paman Gouw Han Tiong berada disana"
"Adik Cie Hiong," ujar Tio Hong Hoa. "Aku mau pulang
dulu, karena Man Chiu berada dirumah."
"Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk.
Tio Hong Hoa melangkah Pergi. Tio Cie Hiong dan Lim
Ceng im memandang punggung wanita itu sambil menghela
nafas panjang. "Adik im," ujar Tio Cie Hiong dengan kening berkerut,
"Kakak Hong Hoa bilang, bahwa tadi Man Chiu duduk
melamun di dekat pantai, Aku yakin dia sedang memikirkan
sesuatu," "Kira-kira apa yang dipikirkannya?"
"Entahlah Tio Cie Hiong" menggelengkan kepala "Mudahmudahan
dia memikirkan yang baik jadi tidak akan terjadi
sesuatu" --ooo0dw0ooo-- Pagi ini, mendadak Tio Hong Hoa berlari kesana ke mari
sambil berteriak-teriak. tangannya menggenggam sepucuk
surat. "Kakak chiu Kakak chiu. . . ."
"Ayah Ayah. . . ." Lie Ai Ling juga ikut berlari ke sana ke
mari sambil berteriak-teriak memanggil ayahnya.
"Ada apa, ada apa?" Betapa terkejutnya Tio Tay Seng. "Apa
yang terjadi?"
"Ayah. . . "Tio Hong Hoa menangis "Kakak chiu. . . ."
"Kenapa dia?" Wajah Tio Tay Seng berubah pucat
"Beritahukan kepada ayah, kenapa dia?"
"Dia... dia... telah pergi." Tio Hong Hoa memberitahukan
sambil menangis "Dia meninggalkan sepucuk surat."
"Coba ayah baca" Tio Tay seng menyambar surat dan
tangan putrinya, lalu membacanya dengan kening berkerutkerut.
Adik Hoa: Sebelumnya aku minta maaf karena meninggalkanmu dan
Ai Ling, aku terpaksa. Telah lama kupertimbangkan, akhirnya
aku mengambil keputusan untuk meninggalkan kalian, sebab
aku ingin prgi berkelana demi mengorbitkan namaku. Maka
dalam hal ini, sekali lagi aku mohon maaf kepadamu, juga
mohon maaf kepada ayahmu.
Adik Hoa, tentunya engkau tahu. setelah aku memiliki
kepandaian tinggi, aku tidak pernah berkelana. Begitu , mulai
berkecimpung dalam rimba persilatan, aku bertemu denganmu
lalu kita menikah di pulau Hong Hoang To. sejak itu aku tidak
pernah kemana-mana. Terus terang, itu sungguh menyiksa
hati dan perasaanku. Akhirnya aku mengambil keputusan
meninggalkan kalian, demi mengorbitkan namaku dalam rimba
persilatan. Aku harap engkau maklum dan bersedia
memaafkan diriku, kita pasti berjumpa kembali kelak selamat
tinggal dan jagalah Ai Ling baik-baik
Lie Man chiu

Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurang ajar. Dasar tak tahu diri" Caci Tio Tay seng setelah
membaca surat itu, "Dia betul-betul menyusahkan anak isteri"
Lim Tocu sam Gan sin Kay menepuk bahunya. "Tenang lah.
Jangan terus emosi"
"Pengemis bau" sahut Tin Tay Seng. "Mantuku itu sungguh
kejam, dia meninggalkan anak isteri hanya demi mengorbitkan
namanya dalam rimba persilatan Aku tidak menyangka murid
Tayli Lo Ceng akan berubah jadi begitu"
"Kakak...." Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im dan Tio Bun Yang
menghampiri mereka dengan perasaan tercekam. "Apa yang
terjadi, Kak?"
"Man chiu telah pergi," sahut Tio Hong Hoa dengan air
mata berderai-derai. "Dia hanya meninggalkan sepucuk surat."
"Oh?" Kening Tio Cie Hiong berkerut-kerut.
"Cie Hiong, bacalah suratnya ini" Tio Tay seng
menyerahkan surat tersebut kepada Tio Cie Hiong.
Setelah membaca surat itu, Tio Cie Hiong langsung melesat
pergi seraya berseru, "Aku akan mencoba mencari dia"
Sementara Lie Ai Ling terus menangis dengan air mata
bercucuran, dan Tio Bun Yang memegang bahunya.
"Adik Ai Ling, jangan terus menangis Engkau akan sakit
nanti...."
Kakak Bun Yang Lie Ai Ling memeluknya.
"Ayahku begitu tega meninggalkan kami, dia... dia kejam"
"Adik Ai Ling, tenang lah" Tin Bun Yang membelainya.
"Ayahku sudab pergi mencari ayahmu, mudah-mudahan
ayahmu akan pulang bersama ayahku Kakak Bun Yang...." Lie
Ai Ling terus menangis.
"Ayoh mari kita ke ruang depan menunggu Cie Hiong" ajak
Tio Tay seng, yang wajahnya masih tampak merah padam
saking gusarnya.
Mereka semua menuju ruang depan. Tio Hong Hoa dan Lie
Ai Ling masih terus menangis. Berselang beberapa saat
kemudian, Tio Cie Hiong pulang dengan wajah muram.
"Bagaimana?" tanya Tio Hong Hoa kepada Tio Cie Hiong.
"Tiada jejaknya," sahut Tio Cie Hiong sambil menggeleng
gelengkan kepala. "Aku yakin dia
telah berlayar ke Tionggoan."
"Lie Man chiu" suara Tio Tay seng mengguntur. "Binatang
kau. Demi mencari nama dirimba persilatan engkau tega
meninggalkan anak isteri"
"Tio Tocu" ujar sam Gan sin Kay. "Dia pergi tidak akan
lama, mungkin sebulan dua bulan dia akan pulang."
"Tidak mungkin." Tio Tay seng menggeleng kepala,
kemudian memandang Tio Hong Hoa seraya bertanya,
"Apakah kalian pernah ribut baru-baru ini?"
"Tidak pernah sama sekali," sahut Tio Hong Hoa dan
menambahkan, "Tapi belum lama ini dia sering melamun
seorang diri"
Tio Tay seng mengerutkan kening. "Engkau tidak bertanya
kepadanya kenapa melamun?"
"Aku sudah bertanya, tapi dia menjawab tidak..." Tio Hong
Hoa terisak-isak.
"Aaaakh,., keluh Tio Tay seng. "Kalau memang dia ingin
mencari nama di rimba persilatan, tidak seharusnya dia
menikah denganku sepuluh tahun yang lalu Dia... telah
membuat kalian menderita kini heran, kenapa Tayli La ceng
tidak bisa meramalkan tentang ini?"
"Ayah," ujar Tia Hong Hoa mendadak. "Aku mau
menyusulnya ke Tionggoan."
"Hoa ji...." Tio Tay seng menghela napas panjang.
Kak Tio Cie Hiong menatapnya. "Percuma engkau
menyusulnya, sebab dia telah mengambil keputusan itu Lagi
pula dia pasti tidak akan menemuimu, maka lebih baik engkau
tetap tenang di pulau ini"
"Adik Cie Hiong..." Tio Hong Hoa menatapnya penuh harap.
"Bersediakah engkau pergi menyusulnya?"
"Sebetulnya tidak jadi masalah. Tapi.... "Tio Cie Hiong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa?"
"Kalaupun aku berhasil menyusul, dia pasti tidak mau ikut
aku pulang." Tio Cie Hiong menjelaskan. "sebab dia telah
membulatkan tekadnya. seandainya dia mau ikut pulang,
tentunya dia tidak akan meninggalkan kalian. Kakak harus
mengerti itu".
"Lalu bagaimana aku dan Ai Ling?" Tio Hong Hoa mulai
menangis lagi. "Masih ada aku, Adik Ceng im, Paman dan Kakek pengemis
di sisimu Jadi engkau tidak usah terlampau berduka." sahut
Tio Cie Hiong terus menasihatinya.
Sam Gan Sin Kay dan Tio Tay seng saling memandang,
kemudian manggut-manggut seakan saling memberi isyarat.
"Cie Hiong, hiburlah dia Paman dan pengemis bau mau
pergi main catur," ujar Tio Tay seng, dan mereka berdua lalu
pergi. "Aaaakh..." keluh Tio Hong Hoa. "Aku tidak menyangka"
"Ibu.." Lie Ai Ling memandangnya dengan air mata
bercucuran. "Ayah tidak akan pulang lagi?"
"Ai Ling," sahut Lim Ceng Im cepat. "Ayahmu pasti pulang,
engkau tidak usah terus bertanya kepada ibumu."
"Ya." Lie Ai Ling mengangguk.
"Adik Cie hong, maaf" ucap Tio Hong Hoa. "Aku mau ke
kamar untuk beristirahat."
"Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk.
Tio Hong Hoa berjalan ke dalam, dan Lie Ai Ling segera
mengikutinya. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im memandang
mereka sambil menghela nafas panjang.
"Bun Yang," ujar Tio Cie Hiong berpesan. "engkau harus
sering-sering menghibur Ai Ling, tidak boleh membuatnya
kesal" "Ya, Ayah." Tio Bun Yang mengangguk. kemudian menatap
Tio Cie Hiong seraya bertanya, "Ayah, kenapa Paman Man
chiu begitu tega meninggalkan Bibi dan Ai Ling?"
"Karena Paman Man Chiu masih punya suatu ambisi." Tio
Cie Hiong menjelaskan. "Dia tidak memikirkan anak isteri,
sebaliknya malah ingin mengorbitkan namanya di rimba
persilatan."
"Ayah, kalau begitu Paman Man chiu berhati kejam, karena
sudah tidak sayang Bibi dan Ling," ujar Tio Bun Yang dan
menambahkan, "Bahkan Paman Man chiu pun tidak
mempunyai perasaan, begitu tega meninggalkan Ai Ling yang
masih kecil. padahal Ai Ling sangat membutuhkan kasih
sayangnya."
"Nak" Lim Ceng Im membelainya. "Engkau telah melihat
itu, maka kelak engkau tidak boleh seperti Paman Man chiu.
Ingat baik-baik itu"
"Ibu.." Tio Bun Yang tersenyum. "Ayah tidak seperti itu,
dan Bun Yang pun tidak akan seperti itu pula. Ayah
merupakan contoh yang baik bagi Bun Yang, lagipula Bun
Yang tidak berhati kejam."
"Bagus, Nak." Lim CengIm membelainya lagi. "ibu merasa
puas dan bangga padamu, engkau memang anak baik"
"Bun Yang harus menjadi anak baik, tidak mau
mengecewakan Ayah dan ibu," ujar anak itu sungguh-sungguh
. "Nak. ayah gembira sekali." Tio Cie Hiong membelainya.
"Nah, sekarang engkau harus mengajak Ai Ling main, agar dia
tidak terus menangis memikirkan ayahnya"
"Ya, Ayah". Tio Bun Yang berjalan ke dalam. Tio Cie Hiong
dan Lim Ceng im manggut-manggut sambil tersenyum.
Sam Gan sin Kay dan Tio Tay seng duduk di bawah sebuah
pohon. Mereka tidak main catur, melainkan terus
memperbincangkan tentang kepergian Lie Man chiu, wajah Tio
Tay seng tampak muram sekali.
"Yaaah" sam Gan sin Kay menarik nafas. "Memang tidak
disangka sama sekali mengenai kejadian ini. Man chiu begitu
tega meninggalkan anak isteri hanya demi mengejar nama di
rimba persilatan."
"Padahal dia adalah murid kesayangan Tayli Lo Ceng, tapi
kenapa...." Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku yakin Tayli Lo Ceng tahu, namun dia diam saja?"
"Kalau Lo Ceng tua itu tahu, tidak mungkin tidak
memperdulikannya. Kukira..." Tio Tay seng mengerutkan
kening dan melanjutkan," Lo Ceng itu tidak mengetahui watak
asli muridnya itu."
"Menurutku, itu tidak mungkin. Lo Ceng itu pasti tahu,
hanya saja... mungkin ada sebab lain," ujar sam Gan sin Kay
dan menambahkan, "Kita tidak tahu berada di mana Lo Ceng
itu.." "Yah, sudahlah" Tio Tay seng menggeleng-gelengkan
kepala. "Mungkin sudah nasib putriku".
Pada waktu bersamaan, muncullah Tio Cie Hiong dan Lim
Ceng im menghampiri mereka, lalu duduk dengan kening
berkerut-kerut.
"Kakek pengemis, Paman" panggil Tio Cie Hiong. Cie Hiong,
"bagaimana Hong Hoa?" tanya Tio Tay seng. Dia masih terus
menangis?"
"Biarlah dia menangis, karena bisa membuat hatinya lega,"
jawab Tio Cie Hiong. "Bun Yang berusaha menghibur Ai Ling."
"Aaakh...." Keluh Tio Tay seng. "Paman tidak menyangka
akan terjadi itu, padahal Hong Hoa
dan Man chiu saling mencinta"
"Ambisi "ujar Tio Cie hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Ambisi telah menutup rasa sayang dan cintanya terhadap
Kakak Hoa serta anaknya."
Cie Hiong Tio Tay seng menatapnya seraya bertanya.
"Bagaimana menurut pendapatmu, apakah Man chiu akan
pulang" "Dia pasti pulang, tapi... tidak begitu cepat," sahut Tio Cie
Hiong. "sebab dia ingin membuat dirinya terkenal."
"Aku justru mengkhawatirkan itu," sela sam Gan sin Kay
sambil menghela nafas panjang. "Dia begitu tega
meninggalkan anak isteri, pertanda hatinya sangat kejam dan
tak berperasaan. Kemungkinan besar... dia pun akan berubah
jahat. Kakek." ujar Lim Ceng im. "Mungkin tidak serius tentang
itu." "Dia ingin mengorbitkan namanya, sudah barang tentu
harus melakukan sesuatu yang menggemparkan rimba
persilatan. Menggemparkan dengan perbuatan baik memang
tidak masalah, sebaliknya apabila dia...." sam Gan sin Kay
menghela nafas.
Kakek pengemis Tio Cie Hiong tersenyum. "Tidak mungkin
dia akan melakukan kejahatan, sebab dia pasti masih ingat
kepada gurunya."
"Hm" dengus Tio Tay seng dingin. "Kalau dia masih ingat
kepada gurunya, tentunya dia tidak berani meninggalkan anak
isterinya dengan cara begitu seharusnYa dia berunding
dengan kita."
Tio Tocu sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau dia berunding dengan kita, tentunya kita tidak
mengijinkannya pergi. Karena itu, dia pergi secara diamdiam."
"Yaah, tidak disangka nasib putriku menjadi begini" Wajah
Tio Tay seng bertambah murung, kemudian melanjutkan,
"Kalau dia memang ingin mencari nama dalam rimba
persilatan, bukankah dia boleh mengajak putriku?"
Tio Tocu sam Gan sin Kay tersenyum getir. "Engkau pasti
tidak memperbolehkan mereka pergi berkelana, maka dia
tidak mau mengajak Hong Hoa."
"Takdir" gumam Tio Tay seng. "Mungkin ini merupakan
suatu takdir bagi putriku Aaaakh..."
--ooo0dw0ooo-- Lie Ai Ling duduk melamun di bawah sebuah pohon. Tanpa
sadar tangannya terus mencabut rumput-rumput di
sekitarnya. "Adik Ai Ling "Tio Bun Yang menghampirinya sambil
tersenyum lembut. "Aku mencarimu ke mana-mana, ternyata
engkau duduk melamun di sini Kakak Bun Yang...." Mata Lie Ai
Ling mulai basah.
"Adik Ai Ling" Tio Bun Yang memegang bahunya lalu
duduk."Jangan terus berduka, beberapa hari ini engkau
tampak agak kurus, lho"
"Kakak Bun Yang...." Lie Ai Ling mulai menangis terisakisak.
"Ai Ling tidak menyangka, ayah begitu kejam."
"Adik Ai Ling" Tio Bun Yang menghapus air matanya.
"sesungguhnya ayahmu tidak kejam, hanya saja dia tidak bisa
menekan ambisinya, sehingga meninggalkan engkau dan bibi."
"Kakak Bun Yang, bolehkah seorang ayah meninggalkan
anak isterinya hanya demi suatu ambisi" tanya Lie Ai Ling
mendadak."
"Seharusnya tidak boleh," jawab Tio Bun Yang. "Ayah yang
baik harus bertanggung jawab, dan ada apa-apa harus
berunding dengan yang bersangkutan. Tapi. kesadaran
ayahmu telah tertutup oleh ambisinya, sehingga membuatnya
tidak berpikir panjang lagi."
Bukan main Padahal Tio Bun Yang baru berusia sepuluh
tahun, sedangkan Lie Ai Ling baru sembilan tahun, namun
mereka berdua justru bisa saling tukar pikiran dan
memperbincangkan suatu masalah. Bukankah itu luar biasa
sekali" "Kakak Bun Yang sungguh beruntung, mempunyai ayah
yang begitu baik. sebaliknya Ai Ling.." Air mata Lie Ai Ling
mulai meleleh. "Adik Ai Ling" Tio Bun Yang menatapnya lembut. "Ayahku
dan ibumu adalah kakak beradik, maka ayahku boleh
dikatakan ayahmu juga. sedangkan Bun Yang adalah
kakakmu. Ya, kan?"
"Ng.." Lie Ai Ling menganggu. "Terima kasih Kakak Bun
Yang selalu menghibur Ai Ling"
"Bun Yang memang harus menghiburmu, sebab engkau
adikku." Tio Bun Yang tersenyum.
"Kakak Bun Yang...." Lie Ai Ling menatapnya seraya
bertanya. "Kenapa ayah Ai Ling tidak seperti ayahmu?"
"Adik Ai Ling," jawab Tio Bun Yang menjelaskan." itu
tergantung pada sifat dan watak. karena semua orang tidak
memiliki sifat dan watak yang sama. Karena itu, terdapatlah
orang baik dan orang jahat."
"Oooh" Lie Ai Ling manggut-manggut." Kalau begitu, ayah
Ai Ling termasuk orang jahat, kan?"
"Tidak juga." Tio Bun Yang tersenyum. "Ayah mu
terlampau berambisi, sehingga membuatnya jadi begitu"


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kakak Bun Yang" Mendadak Lie Ai Ling menatapnya
dalam-dalam. "Apakah kelak Kakak Bun Yang akan seperti
ayah Ai Ling?"
"Tentu tidak." ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Bun
Yang harus seperti ayah, tidak mau membunuh dan tidak mau
menyakiti orang lain. Bun Yang harus menjadi orang baik,
bijaksana dan adil,"
"Bagus" Lie Ai Ling tertawa. Ai Ling gembira dan bangga
memcunyai kakak yang begini.
Di saat mereka berdua bercakap-cakap, tampak sepasang
mata mengintip ke arah mereka. Ternyata Tio Cie Hiong dan
Lim Ceng Im. Betapa kagum dan gembiranya hati mereka
ketika mendengar percakapan itu, dan mereka pun saling
memandang sambil manggut-manggut.
"Ayah, ibu" seru Tio Bun Yang mendadak."Jangan terus
bersembunyi di balik pohon, tidak baik mencuri dengar
pembicaraan orang"
Seketika juga Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im melesat ke
hadapan mereka, tentunya Lie Ai Ling terkejut sekali.
"Paman, Bibi" panggilnya.
"Ai Ling" Lim Ceng Im membelainya dengan penuh kasih
sayang. "Nak" Tio Cie Hiong menatap putranya. "Bagaimana engkau
tahu bahwa kami bersembunyi dibalik pohon?"
"Karena kaki ibu menimbulkan suara, maka Bun Yang tahu
kehadiran ibu dan Ayah," jawab Tio Bun Yang sambil
tersenyum. "Kalau kaki ibu tidak menimbulkan suara, Bun
Yang pasti tidak akan mengetahuinya"
"Nak" Tio Cie Hiong menatapnya kagum. "sungguh tajam
pendengaranmu, ayah kagum kepadamu"
"Nak" Lim Ceng im tersenyum-senyum. "Padahal kaki ibu
hanya bergerak sedikit, tapi engkau dapat mendengarnya.
Lagipula... engkau sedang bercakap-cakap dengan Ai Ling,
kenapa...."
"ibu" Tio Bun Yang tersenyum. "Ayah pernah pesan, di
mana pun kita berada, harus waspada terhadap tempat
sekelilingnya".
"oooh" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Tapi ini adalah
pulau Hong Hoang To, tidak mungking akan muncul musuh."
"ibu, Bun Yang harus membiasakan begini.Kalau sudah
terbiasa, tentu tidak akann melalaikannya " .
"Bagus, bagus "Tio Cie Hiong tertawa gembira. "Itu
merupakan kebiasaan yang baik, di manapun kita berada,
haruslah waspada. ini sangat penting dan berlaku dalam rimba
persilatan"
"Ya, Ayah." Tio Bun Yang mengangguk.
"Nak" Lim Ceng im menatapnya sambil tersenyum. "sudah
lama ibu tidak mendengar suara sulingmu, sekarang ibu ingin
mendengarnya."
"Ya, ibu." Tio Bun Yang mengangguk lagi, lalu mulai
meniup suling pualam pemberian ayahnya. Terdengarlah
suara suling yang sangat menyentuh hati dan menggetarkan
kalbu. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im saling memandang sambil
tersenyum-senyum, sedangkan Lie Ai Ling terus menatap Tio
Bun Yang dengan mata berbinar-binar.
--ooo0dw0ooo-- Bagian ketiga Kehadiran padri tua
Dua bulan telah berlalu, namun Lie Man chiu tidak pernah
kembali ke pulau Hong Hoang To, tentunya membuat Tio
Hong Hoa jadi putus asa dan stress, sehingga badannya
bertambah kurus.
Hari ini mereka semua berkumpul di ruang depan. wajah
Tio Tay seng tampak murung sekali, sedangkan sam Gan sin
Kay terus menerus menghela nafas panjang.
Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Tio Hong Hoa, Tio Bun Yang
dan Lie Ai Ling duduk diam ditempat.
"Aku harus pergi ke Tionggoan mencari Man Chiu," ujar Tio
Tay seng penuh kegusaran. "Kalau dia tidak mau ikut aku
pulang, apa boleh buat Aku harus membunuhnya Ayah...." Tio
Hong Hoa mulai terisak-isak.
"Hoaji" TioTay seng menghela nafas panjang "jangan kau
pikirkan dia lagi, anggaplah dia telah mati suami yang begitu
macam buat apa dipikirkan"
"Ayah, kasihan Ai Ling." Air mata Tio Hong Hoa meleleh.
"ibu," ujar Lie Ai Ling cepat menghiburnya. "Ai Ling baikbaik
saja. ibu yang harus menjaga diri, karena badan ibu
bertambah kurus."
"Nak...." Tio Hong Hoa menatap putrinya sambil
menggeleng-gejengkan kepala.
"ibu," ujar Lie Ai Ling memberitahukan. "KakakBun Yang
bilang, bahwa kita harus tabah menghadapi kejadian apa
pun." "Hidup memang banyak cobaan, maka kita harus tabah.
Nak.... "Tio Hong Hoa terisak-isak.
"Bibi," ujar Tio Bun Yang. "Paman Man chiu telah
melupakan Bibi dan Adik Ai Ling, namun Bibi masih terus
memikirkannya hingga badan Bibi menjadi kurus. Apakah itu
berharga bagi Bibi?"
"Bun Yang.... "Tio Hong Hoa menggeleng-gelengkan
kepala. "Engkau masih kecil, jadi belum tahu bagaimana cinta
dan sayangnya seorang isteri kepada suaminya."
"Bun Yang tahu itu," ujar Tio Bun Yang. "Namun Paman
Man chiu begitu tega meninggalkan Bibi dan Adik Ai Ling, lalu
apa gunanya bibi terus memikirkannya" Itu sama juga
menyiksa diri sendiri, bahkan akan membuat Adik Ai Ling
berduka pula. Apakah Bibi tidak memikirkan Adik Ai Ling,
padahal dia sangat membutuhkan kasih sayang Bibi?"
"Bagus, bagus Masih kecil sudah bisa menasihati orang"
ujar sam Gan sin Kay mendadak dan menambahkan, "Hong
Hoa, sadarlah Yang harus engkau pikirkan sekarang justru Ai
Ling, putrimu. Bukan Man Chiu, yang tak punya perasaan itu.
Apa yang dikatakan Bun Yang memang benar. Dia masih
begitu kecil, tapi cara berpikirnya malah begitu jauh dan luas."
"Kakek pengemis, aku.... "Tio Hong Hoa menundukkan
kepala. Di saat bersamaan, tampak Tio Lo Toa bergegas-gegas
berjalan ke dalam dengan wajah serius.
"Tocu Lapor Tio Lo Toa. Tayli Lo Ceng berkunjung."
"oh" Cepat undang beliau masuk "sahut Tio Tay seng.
"Ya" Tio Lo Toa segera pergi.
Tak seberapa lama, terdengarlah suara seseorang, yang
amat halus. "omitohud Maaf, kedatanganku telah mengganggu kalin
semua" Kemudian muncul seorang padri tua, dan memang
benar Tayli Lo Ceng.
"selamat datang Lo Ceng" ucap Tio Tay seng sambil
memberi hormat. "silakan duduk"
"Terima kasih" Tayli Lo Ceng duduk.
Lo Ceng sam Gan sin Kay memberi hormat. selamat
bertemu "omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum. sin Kay, engkau
semakin sehat saja tinggal di sini Ha ha ha" sam Gan sin Kay
tertawa gelak. "lo Ceng pun semakin segar bugar lho
omitohud.."
"Lo Ceng" Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im memberi hormat.
selamat bertemu
"Ha ha ha" TayliLo ceng lertawa. "Kalau masih hidup, kita
pasti akan bertemu. Kelihatannya kalian bahagia sekali."
"Lo Ceng" Mendadak Tio Hong Hoa bersujud di
hadapannya. "Hong Hoa memberi hormat...."
"omitobud" Tayli Lo Ceng menatapnya lembut. semua Itu
adalah takdir, juga merupakan nasibmu. Tabahkanlah hatimu
demi anak. jangan tercekam oleh rasa keputusasaan Lo
Ceng...." Air mata Tio Hong Hoa berderai-derai.
"omitohud" ucap Tayli Lo Ceng. "Bangunlah"
Tio Hong Hoa bangkit berdiri, dan di saat bersamaan
mendadak Tio Bun Yang bersujud dihadapan Tayli Lo Ceng.
Bun Yang memberi hormat kepada Lo Ceng
"omitohud" Tayli Lo Ceng menatapnya, kemudian tertawa
gelak. "Bagus, bagus Engkau pasti putra Tio Cie Hiong"
"Betul, Lo Ceng. Tio Bun Yang mengangguk. lalu berkata
kepada Lie Ai Ling. "Adik Ai Ling, cepatlah bertutut memberi
hormat kepada Lo Ceng"
"Ya". Lie Ai Ling segera berlutut di hadapan Tayli Lo Ceng.
"Ai Ling memberi hormat kepada Lo Ceng"
"omitobud" Tayli Lo Ceng menatapnya dalam-dalam.
"Engkau pasti putri Lie Man Chiu omitohud semua itu memang
takdir, siapa yang melawan takdir" Kecuali dengan perbuatan
yang baik"
"Lo Ceng," tanya Tio Bun Yang mendadak "Paman Man
Chiu meninggalkan Bibi dan Adik Ai Ling, apakah itu
merupakan suatu takdir?"
"omitohud Itu boleh dikatakan karma," sahut Tayli La Ceng
"Anak baik, kalian bangunlah"
"Terima kasih, Lo Ceng" ucap Tio Bun Yang lalu bangkit
berdiri Lie Ai Ling juga ikut berdiri dan duduk di tempat
masing-masing. Lo Ceng Tio Tay seng menatapnya Tentunya Lo Ceng
sudah tahu akan kejadian di sini
"omitohud" sahut Tayli Lo Ceng Tio Tocu, "itu boleh d
ikatkan suatu karma. Dalam hal tersebut, jangan
mempersalahkan siapa pun"
"Lo Ceng" sela sam Gan sin Kay "Lie Man chiu
meninggalkan anak isterinya hanya demi mengejar nama,
itulah kesalahannya Kenapa Lo Ceng malah bilang jangan
mempersalahkan siapa pun?"
"Aku ke mari justru ingin menjelaskan tentang itu," ujar
Tayli Lo Ceng "Hidup tidak akan terlepas dari takdir, nasib,
peruntungan, jodoh, musibah dan karma Berhubung dulu Tio
Po Thian pernah meninggalkan isterinya, maka karma itu jatuh
pada Tio Hong lion oleh karena itu, harap Tio Tocu harus
paham akan hal tersebut"
"Jadi.... "Tio Tay seng mengernyitkan kening. "Yang
bersalah dalam hal tersebut adalah almarhum ayahku?"
"omitobud "Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang. "suatu
karma yang diperbuat seseorang, ituakan jatuh pada anak
cucunya." "Yaah" Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau
kejadian itu merupakan suatu karma, akujuga tidak bisa bilang
apa-apa lagi."
"Lo Ceng," tanya sam Gan sin Kay mendadak. "selama ini
Tio Cie Hiong tidak pernah membunuh dan melakukan suatu
kejahatan, maka tentu tiada karma buruk bagi dirinya."
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum. "itu memang tidak
salah." Lo Ceng Tio Cie Hiong tersenyum. "Bagaimana perjalanan
hidup anakku kelak" Tentunya tidak akan terlepas dan suatu
cobaan." Tayli Lo Ceng menatap Tio Bun Yang. "Hatinya bajik,
imannya kuat dan tidak mudah tergoda maupun terpengaruh.
Mengenai penyakitnya itu, kelak akan sembuh dengan
sendirinya."
"Terima kasih, Lo ceng" ucap Tio Cie Hiong.
Lo Ceng, tanya Tio Hong Hoa mendadak. "Apakah Man chiu
akan pulang ke mari?"
"omitohud Kelak engkau akan mengetahui," sahut Tayli Lo
Ceng. "Yang pasti putrinya akan hidup bahagia kelak."
"Lo Ceng...." Tio Hong Hoa menghela nafas panjang.
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum lembut dan
menambahkan, "suatu karma buruk harus dihabiskan dengan
perbuatan baik, agar tidak membuat sengsara turunan."
"Lo Ceng," tanya Lim Ceng Im. "Bolehkah putraku pergi
berkelana kelak?"
"Boleh. Tayli Lo Ceng mengangguk. "sebab kelak rimba
persilatan sangat membutuhkan kehadirannya."
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im saling memandang, mereka
tahu bahwa apa yang diucapkan Tayli Lo Ceng mengandung
arti yang dalam. "Maksud Lo Ceng?" tanya Tio Cie Hiong.
"omitohud "sahut Tayli Lo Ceng. "Itu merupakan suatu
rahasia, yang jelas dia tidak akan terjadi apa pun."
"Terima kasih, Lo Ceng" ucap Tio Cie hong.
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum sambil bangkit berdiri.
"Aku mau mohon pamit, karena harus berangkat ke Tayli"
"Lo Ceng," pesan Tio Cie Hiong. "Tolong sampaikan
salamku pada Toa n wie Kie, La m Kiong Bie Liong dan
lainnya" "omitohud Pasti kusampaikan," sahut Tayli Lo Ceng
sekaligus melesat pergi. "sampai jumpa"
"Karma Betulkah itu merupakan suatu karma?" gumam Tio
Tay seng sambil menghela nafas panjang. "Yaah, sudahlah"
"Ayah," ujar Tio Hong Hoa dengan wajah murung. "Kini aku
telah sadar, bahwa segala sesuatu itu memang merupakan
takdir atau karma.Jadi mulai sekarang aku tidak akan
memikirkan Man chiu lagi, dan akan baik-baik mendidik Ai
Ling?" "Benar, Hoa ji. "Tio Tay seng manggut-manggut. "Memang
harus begitu dan legalah hatiku kin"i
"Kakak "Tio Cie hong memandangnya sambil tersenyum.
"Aku gembira mendengar ucapanmu."
"Adik Cie Hiong..." Tio Hong Hoa juga tersenyum, namun
senyumnya masih tampak getir. "Mulai sekarang, aku akan
baik-baik mendidik Ai Ling."
---ooo0dw0ooo--Di halaman istana Tayli, tampak beberapa orang sedang
duduk sambil bercakap-cakap. Di sana terlihat pula dua orang
anak sedang berlatih ilmu silat. Mereka adalah Toan wie Kie,
Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Liansedangkan
kedua anak itu adalah Toan Beng Kiat, putra Toan
wie Kie, dan yang satu lagi adalah putri Lam Kiong Bie Liong,
yang bernama Lam Kiong Soat Lan.
"Mereka berdua telah mengalami banyak kemajuan," ujar
Toan wie Kie sambil menunjuk kedua anak itu. "Hanya saja...."
"Kenapa?" tanya Gouw sian Eng.
"Kepandaian kita terbatas sekali, maka tidak bisa
menurunkan kepandaian tinggi kepada mereka," jawab Toan
wie Kie sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Ya." Gouw sian Eng manggut-manggut. "oh ya, sudah
hampir sebelas tahun kita berpisah dengan Tio Cie Hiong,


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

entah bagaimana keadaan mereka di pulau Hong Hoang To?"
"Ha ha" Lam Kiong Bie Liong tertawa. "Mereka pasti hidup
bahagia di sana."
"Entah mereka sudah mempunyai anak atau belum?" ujar
Toan pit Lian mendadak.
"Aku yakin mereka pasti sudah mempunyai anak." sahut
Lam Kiong Bie Liong dan menambah kan, "Aku... aku rindu
sekali pada mereka."
"sama," ujar Toan wie Kie. "Entah kapan kita akan
berjumpa mereka lagi"
"Bagaimana kalau kita ke sana?" tanya Lam Kiong Bie Liong
mendadak. "Tidak bisa. Toan wie Kie menggelengkan kepala. sebab
ayah pasti tidak memperbolehkan.
"Yaah Kalau begitu...." Lam Kiong Bie Liong menghelakan
nafas panjang. "oh ya" Tiba-tiba Gouw sian Eng tertawa geli. Tentunya
kalian masih ingat kepada Kim siauw suseng dan Kou HHun
Bijin, bukan" Entah mereka sudah mempunyai anak atau
belum?" "Ha ha ha" Lam Kiong Bie Liong tertawa gelak. "suami isteri
yang awet muda itu, mungkin sudah mempunyai anak."
"Usia Kou Hun Bijin seratus lebih, dan usia Kim Siauw
suseng hampir seratus. Apakah mereka masih bisa
mempunyai anak?" ujar Toan pit Lian.
"Aku yakin mereka masih bisa mempunyai anak." sahut
Gouw sian Eng dan melanjutkan, "Kalau anak mereka
perempuan pasti cantik sekali, dan kalau lelaki, pasti tampan
luar biasa."
"Benar." Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "sebab
mereka awet muda, tentunya anak mereka pasti cantik atau
tampan." "setelah mereka mempunyai anak, apakah mereka akan
tetap awet muda?" tanya Toan pit Lian
"Entahlah." Lam Kiong Bie Liong menggelengkan kepala.
"Menurutku..." ujar Toan Wie Kie setelah berpikir sejenak.
"Kemungkinan besar mereka tidak akan tetap awet muda".
"Kenapa?" tanya Gouw sian Eng heran.
"Maaf, Adik sian Eng" jawab Toan wie Kie sambil
tersenyum. "Aku tidak bisa menjelaskan, karena cuma
menduga saja."
Ayah Toan Beng Kiat menghampiri mereka. "Bagaimana
ilmu silat Beng Kiat" Apakah sudah ada kemajuan?"
"sudah maju pesat, Nak", sahut Toan wie Kie sambil
tersenyum. Ayah Lam Kiong Soat Lan menghampiri mereka dengan
wajah berseri. " ilmu silat Soat Lan" sudah ada kemajuan
seperti Kakak Beng Kiat?"
"Tentu", sahut Lam Kiong Bie Liong sambil tertawa. "Ilmu
silatmu telah maju pesat".
"Ayah", tanya Toan B eng Kiat mendadak. "Kalau kami
sudah dewasa kelak. bolehkah kami berkelana ke Tionggoan?"
"Itu urusan kelak jadi harus dibicarakan kelak pula", jawab
Toan wie Kie. "Ibu" Toan Beng Kiat menatap Gouw sian Eng. "Kata ibu
kepandaian Paman Cie Hiong tinggi sekali, benarkah itu?"
"Benar, Nak". Gouw sian Eng mengangguk.
"Kalau begitu, Beng Kiat ingin belajar kepada Paman Cie
Hiong", ujar Toan B eng Kiat sungguh-sungguh. "Jadi Beng
Kiat bisa berkepandaian tinggi."
"Paman Cie Hiong tinggal di pulau Hong Hoang To, sangat
jauh sekali." Toan wie Kie memberitahukan
"Ayah, kapan kita pergi menemui Paman Cie Hiong" setelah
engkau dewasa kelak."
"Yaah" Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kemala. "Itu
masih lama sekali".
"Nak" Gouw sian Eng menatapnya dalam-dalam. "Kenapa
engkau ingin belajar ilmu silat tingkat tinggi?"
"Ibu" Toan Beng Kiat tersenyum. "Beng Kiat ingin menjadi
pendekar, yang selalu menolong orang, maka harus memiliki
kepandaian tinggi".
"Ha ha ha" Tiba-tiba muncul Tui Hun Lojin sambil tertawa
gelak. "Usiamu baru sepuluh tahun,kok sudah ingin jadi
pendekar?"
"Bukan sekarang, Kakek Tua", ujar Toan Beng Kiat.
"Melainkan kelak setelah Beng Kiat dewasa, Beng Kiat ingin
berkelana ke Tionggoan"
"oh?" Tui Hun Lojin tersenyum. "Kalau begitu, engkau
harus giat belajar".
"Ya, Kakek Tua". Toan Beng Kiat mengangguk.
"Bagus, bagus" Tiba-tiba muncul pula Lam Kiong hujin
sambil tertawa-tawa. "Mau menjadi pendekar harus berhati
bajik lho"
"Ya, Nek". Toan Beng Kiat mengangguk.
Nenek Lam Kiong Soat Lan menghampirinya. "Soat Lan
juga ingin menjadi pendekar wanita, boleh kan?"
"Tentu boleh". Lam Kiong hujin membelainya. "oh ya,
engkau sudah berlatih ilmu tongkat yang nenek ajarkan itu?"
"Nenek" Lam Kiong Soat Lan memberitahukan. "Setiap hari
Soat Lan pasti berlatih ilmu tongkat dan ilmu selendang."
"Bagus, bagus" Lam Kiong hujin tertawa gembira,
kemudian memandang Lam Kiong Bie Liong seraya bertanya.
"Engkau sudah ajarkan dia Thay Yang Kiam Hoat (Ilmu
Pedang surya)?"
"sudah Lam Kiong Bie Liong mengangguk dengan wajah
berseri, "Soat Lan telah menguasai ilmu pedang itu."
"Bagus" Lam Kiong hujin manggutmanggut.
Di saat bersamaan, mendadak melayang turun seorang
padri tua, membuat mereka girang bukan main.
"omitohud?" Padri tua itu ternyata Tayli Lo Ceng.
Toan wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan
Toan pit Lian segera bersujud dihadapan padri tua itu, "Kami
memberi hormat kepada Lo Ceng"
"Ha ha "Tayli Lo Ceng tertawa. "Kalian bangunlah"
Mereka bangkit berdiri, kemudian menyuruh Toan Beng
Kiat dan Lam Kiong Soat Lan memberi hormat kepada padri
tua itu. Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan langsung
menjatuhkan diri di hadapan Tayli Lo Ceng.
"Beng Kiat memberi hormat kepada Lo Ceng Soat Lan
memberi hormat kepada Lo Ceng"
" omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum lembut, kemudian
menatap kedua anak itu dengan tajam dan manggutmanggut.
"Kalian bangunlah"
"Terima kasih", Lo Ceng Toan Beng Kiat dan Lam Kiong
Soat Lan bangkit berdiri
Tui Hun Lojin dan Lam Kiong hujin memberi hormat kepada
Tayli Lo Ceng Padri tua itu memandang mereka sambil
tertawa. "omitohud"
"selamat datang, Lo Ceng" ucap Tui Hun Lojin- "Angin apa
yang membawa Lo Ceng kemari?"
"Ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa." Bukan angin yang
membawaku ke mari, melainkan atas kemauanku sendiri"
"Lo Ceng" Toan wie Kie memandangnya" Apakah ada
sesuatu penting?"
"Penting dan tidak". sahutnya sambil memandang Toan
Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan-"Terus terang, aku ingin
memanfaatkan sisa hidupku untuk kedua anak ini."
"oh?" Toan wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong girang bukan
main- "Maksud Lo Ceng ingin menerima mereka sebagai
murid?" "omitohud Memang begitulah maksudku".
"Terima kasih", Lo Ceng ucap Toan wie Kie dan Lam Kiong
Bie Liong serentak dengan wajah berseri-seri.
"Tapi masih harus kubicarakan dengan Toan Hong Ya,
ayahmu?" Tayli Lo Ceng memberitahukan- "sebab aku akan
membawa kedua anak itu ke gunung Thay san, dan akan
menggembleng mereka berdua di sana"
Toan wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong, Toan
pit Lian, Tui HHun Lojin dan Lam Kiong hujin saling
memandang, lama sekali barulah Toan wie Kie membuka
mulut. "Lo Ceng, bukankah lebih baik Lo Ceng tinggal di sini?"
"Kalian berkeberatan?" tanya Tayli Lo Ceng sambil
tersenyum. "Berkeberatan sih tidak, tapi...." Toan pit Lian
menundukkan kepala dan melanjutkan, "Jelas kami akan
berpisah dengan anak,"
"Tujuh atau delapan tahun kemudian, mereka pasti kembali
ke sini", ujar Tayli Lo Ceng dan menambahkan, "Apabila kalian
merasa berat berpisah dengan anak, berarti kalian telah
menyia-nyiakan kesempatan."
"Itu...", ujar Toan wie Kie, "Bagaimana keputusan ayah
kami saja".
"Ngmm" Tayli Lo Ceng manggut-manggUt, kemudian
mengalihkan pembicaraan. "oh ya, aku ke mari dari pulau
Hong Hoang To. Tio Cie Hiong mengirim salam untuk kalian,"
"oh, ya?" Toan Wie Kie gembira sekali. "Bagaimana
keadaan Cie Hiong dan isterinya, apakah mereka sudah
mempunyai anak?"
"Ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa. "Mereka berdua akan hidup
rukun dan bahagia hingga di akhir hayat nanti. Mereka pun
sudah mempunyai seorang putra bernama Tio Bun Yang".
"syukurlah" ucap Toan wie Kie.
"Lo Ceng", tanya Toan pit Lian. "Bagaimana anak itu,
apakah seperti ayahnya?"
"Anak itu lebih tampan dan cerdas dibandingkan dengan
Cie hong". Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Bahkan berhati
bajik, mulia dan bijaksana. Kelak dia pasti menjadi seorang
pendekar yang luar biasa."
"oh?" Lam Kiong Bie Liong tersenyum. "Lo Ceng,
bagaimana dengan putri kami ini?"
"omitohud" Tayli Lo Ceng tertawa. "Aku tahu maksudmu,
tapi putrimu buka n jodoh anak itu."
"Lo Ceng...." Lam Kiong Bie Liong menghela nafas panjang.
"Aku memang bermaksud menjodohkan putriku kepada anak
itu, namun...."
"Kelak putrimu akan ketemu jodohnya sendiri" Tayli Lo
Ceng tersenyum dan menambahkan, "Begitu pula Toan Beng
Kiat". "Terima kasih", Lo Ceng ucap Toan wie Kie.
Mendadak muncul Toan Hong Ya dan isterinya. Ternyata
salah seorang dayang melihat Tayli Lo Ceng, lalu cepat-cepat
melapor. "selamat datang", Lo Ceng ucap Toan Hong Ya, dan
kemudian isterinya bersujud di hadapan padri tua itu.
"omitohud Kalian bangunlah"
Toan Hong Ya dan isterinya bangkit berdiri, kemudian Toan
Hong Ya mempersilakan Tayli Lo Ceng masuk ke dalam.
"Tidak usah ke dalam" tolak Tayli Lo Ceng. "Kita bercakapcakap
di sini saja"
"Baiklah." Toan Hong Ya mengangguk.
"Ayah" Toan wie Kie memberitahukan. "Lo Ceng dari pulau
Hong Hoang To".
"oh" Bagaimana keadaan mereka di sana, Lo Ceng?" tanya
Toan Hong Ya. "Mereka baik-baik saja". Tayli Lo Ceng memberitahukan.
"Tio Cie Hiong pun sudah mempunyai seorang putra, bernama
Tio Bun Yang."
"syukurlah" Toan Hong Ya tampak girang sekali, kemudian
bertanya, "Murid Lo Ceng dan Tio Hong Hoa juga sudah punya
anak?" "Mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama Lie
Ai Ling. Tapi...." Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa?" tanya Toan Hong Ya heran"Lie Man chiu telah meninggalkan pulau Hong Hoang To",
jawab Tayli Lo Ceng sambil menghela nafas. "omitohud "Itu
memang sudah merupakan takdir, maka Tio Hong Hoa harus
menerimanya ."
"Lo Ceng," tanya Gouw sian Eng. "Lie Man chiu pergi ke
mana?" "Dia pergi ke Tionggoan untuk mencari nama. omitohud itu
adalah takdirnya, maka aku pun tidak bisa melarangnya.
Karena aku tidak boleh melawan takdir itu, kalau aku melawan
takdir itu, kelak akan menimbulkan suatu karma lagi bagi
mereka." "Ituu...." sebetulnya Lam Kiong Bie Liong ingin
menanyakan sesuatu, namun tadi Tayli Lo Ceng telah
mengatakan bahwa itu sudah merupakan takdir, maka Ia
tidakjadi bertanya.
"omitohud" Tayli Lo Ceng menghela nafas. "Kejadian itu
pun boleh dikatakan merupakan suatu karma. oleh karena itu,
janganlah kalian melakukan sesuatu yang akan menimbulkan
karma buruk."
"Ya." Toan wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
Hong Ya Tayli Lo Ceng menatapnya seraya berkata. "Aku
berniat menerima Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan
sebagai murid".
"oh?" Wajah loan Hong Ya berseri. "Terima kasih, Lo Ceng"
"Tapi mereka berdua harus kubawa ke Gunung Thay San,
aku akan menggembleng mereka di sana. Hong Ya
berkeberatan mengenai itu?"
"Tentu tidak."
"Bagus" Tayli Lo Ceng manggut-manggut, kemudian
menatap Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan seraya
bertanya, "Kalian berdua mau menjadi muridku?"
"Mau". sahut kedua anak itu serentak. Namun mendadak
Toan Beng Kiat bertanya, "Apakah kepandaian Lo Ceng tinggi
sekali?" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Di atas gunung masih ada
gunung, di atas langit masih ada langit. Artinya kepandaian itu
tiada batasnya, engkau harus tahu itu". katanya.
"Ya", Lo Ceng. Toan Beng Kiat mengangguk. kemudian
menarik Lam Kiong Soat Lan diajak berlutut di hadapan Tayli
Lo Ceng. "Guru, terimalah hormat kami berdua"
"omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum lembut." Kalian
berdua bersedia ikut aku ke Gunung Thay san?"
"Bersedia", sahut Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan
serentak, "Kalian harus tahu". Tayli Lo Ceng memandang mereka.


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentunya kalian harus berpisah dengan orang tua, apakah
kalian merasa berkeberatan"
"sebetulnya Beng Kiat merasa berkeberatan sekali, tapi
demi menuntut ilmu, berpisah sementara dengan orang tua
tidak jadi masalah."
" omitohud" Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Soat Lan,
bagaimana engkau?"
"seperti Kakak Beng Kiat", jawab Lam Kiong Soat Lan"Kalian berdua pun harus tahu, bahwa tujuh atau delapan
tahun kemudian, barulah kalian akan berjumpa orang tua."
"Tidak apa-apa", ujar Toan Beng Kiat seakan telah
mengambil keputusan- "Kami berdua pergi menuntut ilmu,
jadi orang tua kami pun pasti merasa girang."
"omitohud" Tayli Lo ceng tersenyum lembut. "Bagus, mulai
sekarang kalian berdua resmi jadi muridku."
"Terima kasih, Lo Ceng" ucap Toan Beng Kiat dan Lam
Kiong Soat Lan serentak dengan wajah berseri.
"sekarang kalian boleh bangun-"
"Ya, Guru". Toan Beng Kiat menarik Lam Kiong Soat Lan
untuk diajak bangun.
"Lo Ceng", tanya Toan wie Kie. "Kapan Lo Ceng akan
membawa mereka ke Gunung Thay san?"
"Besok pagi", sahut Tayli Lo Ceng memberitahukan"Beng Kiat", pesan Toan wie Kie. "Ayah harap engkau
belajar dengan sungguh-sungguh, Jangan mengecewakan Lo
ceng" "Ya, Ayah". Toan Beng Kiat mengangguk.
"Soat Lan", pesan Lam Kiong Bie Liong. "Engkau pun harus
belajar dengap giat, jangan mengecewakan kedua orang
tuamu" "Ya, Ayah". Lam Kiong Soat Lan tersenyum.
Tujuh atau delapan tahun kemudian, Soat Lan akan
menjadi seorang pendekar wanita.
---ooo0dw0ooo--Bagian Keempat Suara suling mengalun di lembah
Di Kwan Gwa (Luar Perbatasan) terdapat sebuah lembah,
yang sangat indah menakjubkan. Bunga-bunga liar
bermekaran segar dan sayup,sayup terdengar pula suara air
terjun yang diiringi oleh kicauan burung.
Mendadak terdengarlah suara suling, yang sangat merdu,
dan siapa yang mendengar suara suling itu, pasti akan
terbuai. siapa yang meniup suling di lembah yang sepi itu" Ternyata
seorang anak gadis berusia sembilan tahun duduk di atas
sebuab batu sambil meniup suling.
Bukan main cantiknya gadis itu Wajahnya mulus kemerahmerahan,
hidung mancung dan mulut kecil mungil, sepasang
matanya bersinar terang, lembut dan sejuk.
sebetulnya siapa anak gadis yang begitu cantik" Tidak lain
putri kesayangan Kim siauw suseng dan Kou Hun Bijin, yang
bernama siang Koan Goat Nio.
Pagi ini setelah berlatih Giok Li Kiam (Ilmu Pedang Gadis
Murni) dengan mempergunakan suling emas pemberian
ayahnya, siang Koan Goat Nio lalu duduk di atas batu sambil
meniup suling. Di saat sedang asyik meniup suling, mendadak gadis itu
melihat sesuatu terjatuh dan atas pohon.
segeralah ia melesat ke sana, sekaligus menyambut benda
yang jatuh itu, yang ternyata seekor anak burung.
"ciit ciiiit Anak burung itu mencicit.
"Ciauji (Anak Burung)" siang Koan Goat Nio membelainya
seraya berkata, "Kenapa engkau tidak berhati-hati Kalau
tubuhmu membentur tanah, bukankah engkau akan terluka"
Lain kali engkau harus hati-hati. sekarang aku akan
menaruhmu kembali ke sarang."
siang Koan Goat Nio melesat ke atas pohon, lalu menaruh
anak burung itu ke dalam sarangnya.
setelah itu, barulah ia meloncat turun dan kembali duduk di
atas batu, dan mulai meniup suling lagi.
Di saat Ia berhenti meniup sulingnya, Kim siauw suseng
dan Kou Hun Bijin muncul sambil tertawa-tawa.
"Bagus, Nak ujar Kim siauw suseng. Engkau telah
menguasai Toh Hun Mi Im (Suara Pembetot sukma) "
"Ayah, ibu" siang Koan Goat Nio tersenyum. Bukan main
lembutnYa senyuman anak gadis
"Nak" Kou Hun Bijin membelainya dengan penuh kasih
sayang. "Engkau tidak melatih Giok Li Ciang Hoat (Ilmu
Pukulan Gadis Murni) dan Giok Li Kiam Hoat (Ilmu Pedang
Gadis Murni)?"
"ibu, Goat Nio sudah berlatih tadi". siang Koan Goat Nio
memberitahukan- "setelah itu, barulah Goat Nio meniup
suling". "oooh" Kou Hun Bijin manggut-nanggut.
"Nak" Kim siauw suseng menatapnya lembut. "Engkau tidak
berlatih Cap Pwee Kim siauw Ciat bat (Delapan BelasJurus
Maut suling emas)?"
"sudah, Ayah". siang Koan Goat Nio mengangguk. "Goat
Nio telah menguasai ilmu itu".
"Bagus" Kim siauw suseng tertawa gembira. "Engkau harus
terus berlatih agar berkepandaian tinggi, jadi kami tidak akan
khawatir kalau kelak engkau pergi berkelana".
"Ayah" siang Koan Goat Nio tersenyum. "Kalau tidak salah,
Ayah dan ibu pernah memberitahukan pada Goat Nio, bahwa
kepandaian Paman Cie Hiong sangat tinggi sekali. Apakah
Paman Cie Hiong sudah tiada tanding di kolong langit?"
"Kira-kira begitulah" Kim siauw suseng mengangguk. Tapi...
dia sering mengalami cobaan-"
"Ayah pernah menceritakan itu. Goat Nio sangat kagum
dan salut kepada Paman Cie hong, sebab dia begitu setia
kepada Bibi Lim Ceng im."
"Dia pun berhati bajik, luhur dan mulia", tambah Kou Hun
Bijin "lbu sayang sekali kepadanya."
"Ayah, ibu," tanya siang Koan Goat Nio. "sudah berapa
lama tidak bertemu mereka?"
"Hampir sebelas tahun", jawab Kou Hun Bijin- "Entah
mereka sudah mempunyai anak atau belum?"
Kim siauw suseng tersenyum. "Aku yakin mereka sudah
mempunyai anak. mungkin sebesar Goat Nio."
suseng Kou Hun Bijin menatapnya. "Terus terang, aku
berharap dia mempunyai anak laki-laki"
"Kenapa engkau berharap begitu?" tanya Kim siauw
suseng. "Kalau mereka mempunyai anak laki-laki, aku percaya
merupakan anak yang baik seperti ayahnya," ujar Kou Hun
Bijin sambil tertawa cekikikan. "Maksudku ingin menjodohkan
Goat Nio pada anak mereka itu"
"Eh" Bijin Kim siauw suseng tertawa geli. "Putri kita baru
berusia sembilan tahun, kenapa engkau sudah kalut tentang
jodohnya?"
"Bukan kalut, melainkan memikirkannya", sahut Kou Hun
Bijin sambil tertawa nyaring. Itu sudah merupakan
kebiasaannya, namun siang Koan Goat Nio justru tidak
ketularan kebiasaan ibunya itu.
"Aku sih setuju saja," ujar Kim siauw suseng sambil melirik
putrinya. "Tapi itu juga harus tergantung pada mereka.
Apabila mereka saling mencinta, memang tidak ada salahnya
kita menjodohkan mereka."
"Ayah, ibu" siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan
kepala. "Usia Goat Nio baru sembilan tahun, kenapa sudah
membicarakan perjodohan Goat Nio?"
"Kami adalah orang tuamu, sudah barang tentu harus
memikirkan dan membicarakan mengenai perjodohanmu. Ya,
kan?" sahut Kou Hun Bijin"Terima kasih, ibu" ucap siang Koan Goat Nio sambil
tertawa kecil. "Namun terlampau dini membicarakannya".
"Nak" Kou Hun Bijin menatapnya dalam-dalam. "Engkau
menyukai anak laki-laki yang bagaimana?"
"ibu...." Wajah siang Koan Goat Nio kemerah-merahan"Tidak apa-apa", desak Kou Hun Bijin "jawab sajaGoat
Nio...." Gadis itu menundukkan kepala sambil melanjutkan,
"Menyukai anak laki-laki yang lemah lembut, berhati bajik dan
luhur, alim, kalem dan tidak ceriwis. Harus setia dan
mencintaiku selama-lamanya."
"Nah, itu" Kou Hun Bijin tertawa gembira.
"ibu...." siang Koan Goat Nio tercengang. "Apa itu?"
"Tio Cie hong berhati bajik, luhur, dan... pokoknya dia
serba baik. Begitu pula Lim Ceng Im isterinya, begitu setia dan
sangat mencintai suaminya. Kalau mereka mempunyai anak
laki-laki, tentunya akan seperti Tio Cie Hiong," sahut Kou Hun
Bijin dan menambahkan, "Maka...."
Bijin Kim siauw suseng tertawa gelak. "Kenapa engkau
begitu kalut?"
"Aku tidak kalut, tapi menghendaki mantu yang baik. Ingat,
Goat Nio adalah anak kita satu-satunya, maka kita harus
menaruh perhatian pada perjodohannya."
"Benar. Kim siauw suseng manggut-manggut. "Namun itu
juga tergantung dan pilihannya kelak."
"Nak" Kou Hun Bijin memandang putrinya sambil
tersenyum. "Tentunya kami tidak akan memaksa, bagaimana
engkau saja kelak."
"ibu" siang Koan Goat Nio tersenyum. "Goat Nio tidak
pernah berjumpa dengan mereka, lagi pula belum tentu
Paman Cie Hiong mempunyai anak laki-laki. seandainya
Paman Cie Hiong mempunyai anak perempuan" itu
bagaimana?"
"Tidak apa-apa". Kou Hun Bijin tertawa. "Namun ibu yakin
mereka mempunyai anak laki-laki, yang sangat tampan"
---ooo0dw0ooo--"Ibu...." Siang Koan Goat Nio tertawa geli. "Ayah tidak
salah, ibu meniang kalut sekali."
"Ibu memang harus kalut." Kou Hun Bijin tertawa geli. "Oh
ya, masih ada Paman Toan dan Paman Lam Kiong. Mereka
semua tinggal di Tayli, mungkin mereka juga sudah
mempunyai anak."
"Ibu, kalau berjumpa semua, kita pasti ramai dan gembira
sekali," ujar Siang Koan Goat Nio.
"Benar. Entah kapan kita akan berjumpa mereka!" ujar Kim
Siauw Suseng dan menambahkan,
"Sam Gan Sin Kay tinggal di pulau Hong Hoang To, Tui Hun
Lojin dan Lam Kiong hujin tinggal di Tayli, sedangkan Gouw
Han Tiong telah bergabung dengan Kay Pang. Kita sudah
sepuluh tahun lebih tidak menginjak daerah Tionggoan, entah
bagaimana keadaan rimba persilatan disana?"
"Ayah, bukankah di Tionggoan terdapat tujuh partai
besar?" tanya Siang Koan Goat Nio mendadak. "Partai mana
yang paling terkenal?"
"Siauw Lim Pay," sahut Kim Siauw Suseng.
"Selain Paman Cie Hiong, apakah masih ada orang lain
berkepandaian tinggi sekali?"
"Ada." Kou Hun Bijin memberitahukan. "Tayli Lo Ceng dan
It Sim Sin Ni, nenek Paman Cie Hiong!"
"Kepandaian siapa yang paling tinggi?"
"Tio Cie Hiong," sahut Kim Siauw Suseng.
"Dia memang luar biasa, ilmu silat aliran manapun dapat
dipahaminya hanya sekali pandang!"
"Oh?" Siang Koan Goat Nio semakin kagum. "Ayah, ingin
sekali rasanya Goat Nio bertemu Paman Cie Hiong."
"Ha ha!" Kim Siauw Suseng tertawa. "Kalau dia mempunyai
anak laki-laki, bukankah lebih baik engkau menemui
anaknya?" "Ayah..." Wajah Siang Koan Goat Nio kemerah-merahan.
"Heran! Kelihatannya Ayah dan Ibu yakin sekali, bahwa Goat
Nio akan berjodoh dengan anak mereka!"
"Kami memang berharap begitu?"
"Bagaimana seandainya anak itu buruk rupa" Apakah Goat
Nio juga harus berjodoh dengan dia?"
"Anak mereka tidak mungkin buruk rupa," ujar Kou Hun
Bijin sambil tertawa. "Sebab Tio Cie Hiong sangat tampan, dan
isterinya cantik jelita. Tidak mungkin akan menghasilkan anak
yang buruk rupa."
"Seandainya buruk rupa?"
"Itu...." Kou Hun Bijin dan Kim Siauw Suseng saling
memandang. "Itu terserah padamu."
"Ayah dan Ibu setuju kalau Goat Nio menikah dengan
orang yang buruk rupa?" tanya anak gadis itu mendadak.
"Tentunya tidak setuju;" sahut Kou Hun Bijin.
"Namun kalau dia itu adalah anak Tio Cie Hiong, ibu masih
menerimanya."
"Kalau Goat Nio tidak mau," sambung Siang Koan Goat Nio
dengan tersenyum.
"Itu terserah engkau saja." Kou Hun Bijin tertawa dan
melanjutkan. "Seandainya anak mereka itu tampan, berhati
bajik, luhur dan mulia, itu pun terserah engkau, sebab kami
sebagai orang tua hanya merestui, tidak bisa memaksa."
"Terima kasih atas pengertian Ibu dan Ayah!" ucap Siang
Koan Goat Nio. "Oh ya, Ayah! Kapan kita akan ke pulau Hong
Hoang To?"
"Setelah engkau dewasa nanti," jawab Kim Siauw Suseng.
"Ayah...." Siang Koan Goat Nio tercengang. "Kenapa harus
menunggu Goat Nio dewasa?"
"Karena sekarang engkau harus giat belajar, untuk bekalmu
berkelana kelak." Kim Siauw Suseng memberitahukan. "Dulu
ayah dan Sam Gan Sin Kay dikenal sebagai Bu Lim Ji Khie,
ayah awet muda, begitu pula ibumu."
"Tapi...." Siang Koan Goat Nio menatap mereka. "Kenapa
kini Ayah dan Ibu tampak agak tua?"
"Karena kami telah menikah, lagi pula sudah mempunyai
anak." Kim Siauw Suseng menjelaskan. "Setelah menikah,
kami tidak akan awet muda lagi."
"Oooh!" Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.
"Nak!" Kou Hun Bijin memandangnya seraya berkata,
"Kelak engkau pasti berkecimpung didalam rimba persilatan.
Perlu engkau ketabui, bahwa banyak kelicikan, kebusukan dan
berbagai kejahatan dalam rimba persilatan. Maka, engkau
harus berhati-hati, jangan gampang tergoda dan terpengaruh
oleh rayuan manis. Sifat lelaki berbeda-beda, ada yang pandai
bermuka-muka dan merayu, bahkan pandai berdusta dan lain
sebagainya. Engkau harus menjauhi leiaki yang begitu


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

macam." "Ya, Ibu." Siang Koan Goat Nio mengangguk.
"Oh ya!" Kim Siauw Suseng teringat sesuatu. "Bijin, aku
mempunyai suatu ide, entah engkau setuju atau tidak?"
"Apa idemu?" tanya Kou Hun Bijin heran.
"Putri kita memang cantik sekali, tentu banyak pemuda
yang berusaha mendekatinya," jawab Kim Siauw Suseng
sambil tersenyum. "Bagaimana kalau kelak Goat Nio
berdandan sebagal anak laki-laki?"
"Itu...." Kou Hun Bijin memandang putrinya.
"ide yang bagus, Ayah." ujar Siang Koan Goat Nio sambil
tertawa kecil. "Goat Nio akan berdandan sebagai anak lelaki,
bahkan berpakaian kumal dan wajahnya pun dibikin kotor.
Setelah bertemu pemuda idaman hati, barulah Goat Nio
berdandan biasa."
"Ngmm!" Kim Siauw Suseng manggut-manggut. "Bagus,
bagus! Jadi engkau pun bisa menyelami hati anak laki-laki."
"Benar." Kou Hun Bijin tertawa gembira. "Ibu akan
mengajarmu cara merias wajah, sehingga wajahmu tampak
tidak karuan."
"Terima kasih, Ibu!" ucap Siang Koan Goat Nio.
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan.
Kim Siauw Suseng menatapnya sambil menggelenggelengkan
kepala. "Untung sifat burukmu ini tidak menurun kepada Goat Nio!"
ujarnya. "Maklum," sahut Kou Hun Bijin dan tertawa lagi. "Itulah ciri
khasku, maka aku dijuluki Kou Hun Bijin. Hi hi hi...!"
-oo0dw0oo- Kini Siang Koan Goat Nio bertambah giat berlatih. Hari ini
Ia berlatih Giok Li Ciang Hoat, Kiam Hoat, Cap Pwee Kim
Siauw Ciat bat dan ilmu pukulan lain, ajaran Kwan Gwa Siang
Koay dan Lak Kui.
Di saat anak gadis itu sedang berlatih, muncullah Kwan
Gwa Siang Koay dan Lak Kui, dan mereka menyaksikannya
dengan penub perhatian, kemudian manggut-manggut.
"Paman, Paman!" seru Siang Koan Goat Nio ketika berhenti
berlatih. "Nona Goat Nio," sahut mereka sambil tertawa gembira.
"Kepandaianmu sudah maju pesat."
"Oh?" Siang Koan Goat Nio tersenyum lalu duduk di bawah
sebuah pohon. "Paman semua sudah tiada kepandaian lain
untuk diajarkan pada Goat Nio?"
"Sebetulnya masih ada, tapi...." Siluman Kurus
menggelengkan kepala. "Tidak sesuai untuk diajarkan
kepadamu."
"Kenapa?" Siang Koan Goat Nio tercengang.
"Ilmu andalan kami berdua adalah Tok Im Ciang (Ilmu
Pukulan Dingin Beracun), yang akan merusak sepasang
tanganmu yang putih halus, jadi tidak boleh diajarkan
kepadamu," Siluman Kurus memberitahukan.
"Apa lagi ilmu andalan kami berenam," sambung Kwan Gwa
Lak Kui. "Itu adalah Ku Lu Ciang-hoat (Ilmu Pukulan
Tengkorak), juga tidak boleh diajarkan kepadamu."
"Oooh!" Siang Koan Goat Nio manggut-manggut. "Paman
semua, Goat Nio ingin menanyakan sesuatu, boleh kan?"
"Tentu boleh," sahut Siluman Gemuk. "Tanyalah!"
"Betulkah Paman Cie Hiong berkepandaian tinggi sekali?"
Ternyata ini yang ditanyakan Siang Koan Goat Nio
"Betul." Kwan Gwa Siang Koay mengangguk. "Walau kami
semua mengeroyoknya, mungkin kami hanya bisa bertahan
sampai lima puluh jurus.
"Haaah...?" Siang Koan Goat Nio terbelalak.
"Paman Cie Hiong begitu hebat sekali?"
"Tidak salah." Siluman Gemuk manggut-manggut dan
memberitahukan "Bu Lim Sam Mo, yang sangat terkenal itu,
malah mati karena menyerangnya.
"Apa"!" Siang Koan Goat Nio tertegun. "Kenapa bisa
begitu?" "Karena Cie Hiong memiliki Kan Kun Taylo Sin Kang."
Siluman Gemuk menjelaskan. "Kan Kun Taylo Sin Kang dapat
membalikkan lweekang orang yang menyerangnya.
Sebetulnya pada waktu itu Cie Hiong tidak berniat membunuh
Bu Lim Sam Mo, namun Bu Lim Sam Mo yang cari mati karena
menyerangnya dengan Iweekang sepenuhnya. Maka lweekang
itu balik menyerang diri mereka sendiri, sehingga membuat
mereka bertiga luka parah, dan akhirnya mati."
"Kalau begitu, Paman Cie Hiong boleh dikatakan tiada
tanding di kolong lagit, bukan?"
"Benar." Siluman Gemuk mengangguk. "Namun Tio Cie
Hiong tidak pernah memamerkan kepandaiannya bahkan tidak
mau mencampuri urusan rimba persilatan mereka tinggal di
pulau Hong Hoang To."
"Goat Nio sudah tahu itu," ujar anak gadis itu. "Ayah dan
ibu yang memberitahukan."
"Nona Goat Nio," ujar Kwan Gwa Siang Koay sungguhsungguh.
"Tio Cie Hiong memang berhati bajik, luhur dan
mulia. Kami sangat kagum, salut dan menghormatinya. Lagi
pula dia sangat setia terhadap cinta, tidak pernah tergoda oleh
gadis lain. Padahal banyak sekali anak gadis jatuh cinta
kepadanya, namun dia hanya mencintai Lim Ceng Im."
"Paman tahu mereka sudah mempunyai anak belum?"
tanya Siang Koan Goat Nio mendadak.
"Ha ha!" Kwan Gwa Siang Koay tertawa. "Selama ini kami
semua tidak pernah meninggalkan lembah ini, bagaimana
mungkin kami mengetahuinya?"
"Aku yakin mereka sudah mempunyai anak," ujar Tiau Am
Kui. "Hanya saja tidak tahu anak laki-laki atau per?mpuan."
"Kalau anak laki-laki, pasti seperti Tio Cie Hiong," sambung
Siluman Gemuk dengan tertawa. "Apabila anak perempuan,
pasti cantik jelita."
"Oh ya?" Siang Koan Goat Nio tersenyum.
"Kalau anak mereka laki-laki, mungkin berusia sekitar
sepuluh tahun, seusia denganmu," ujar
Siluman Kurus dan menambahkan, "Nona Goat Nio, mudahmudahan
engkau berjodoh dengan dia!"
"Heran!" Wajah Siang Koan Goat Nio kemerah-merahan.
"Ayah dan Ibu berharap begitu, kalian pun sama! Kenapa sih
begitu?" "Nona Goat Nio," ujar Siluman Gemuk sungguh-sungguh.
"Engkau harus tahu, Tio Cie Hiong berhati bajik, luhur dan
mulia, maka anaknya pasti juga begitu. Tio Cie Hiong tampan
dan isterinya cantik jelita, tentunya anaknya pasti ganteng,
bahkan... mungkin juga dia menggunakan suling pualam.
Sedangkan engkau menggunakan suling emas. Bukankah
cocok sekali?"
"Paman semua juga harus tahu, bahwa belum tentu
mereka mempunyai anak laki-laki. Seandainya mereka
mempunyai anak perempuan, sudah barang tentU Goat Nio
akan jadi kecewa."
"Benar." Siluman Gemuk manggut-manggut. "Mudah2an
mereka mempunyai anak laki-laki yang ganteng, berhati bajik,
luhur dan mulia!"
"Oh ya," ujar Siluman Kurus sungguh-sungguh. "Kelak
engkau berkecimpung dalam rimba persilatan harus berhatihati,
jauhilah pemuda yang pandai bermuka-mUka dan pandai
merayu! Pemud? yang bertipe semacam itu, kebanyakan suka
mempermainkan kaum gadis. Nah, engkau harus hati-hati."
"Terima kaSih atas nasihat Paman!" ucap Siang Koan Goat
Nio dan memberitahukan. "Ayah Goat Nio mempunyai suatu
ide...." "Ide apa?"
"Kelak di saat Goat Nio berkelana, Goat Nio akan
berdandan sebagai anak laki-laki...."
"Menurut aku, itu tidak perlu," potong Siluman Kurus.
"Kenapa?" tanya Siang Koan Goat Nio.
"Kalau engkau berdandan seperti itu, otomatis engkau tidak
bisa menyelami hati kaum pemuda," jawab Siluman Kurus.
"Namun apabila engkau berdandan seperti kaum gadis
umumnya, tentu banyak pemuda akan mendekatimu. Nah,
engkau dapat menyelami hati mereka, sekaligus tahu pula
sifat, watak dan gerak-gerik mereka, bukan?"
"Benar juga." Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.
"Tentang ini akan dirundingkan kelak?"
"Ha ha ha!" Mendadak terdengar suara tawa, kemudian
muncullah Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin.
Kwan Gwa Siang Koay dan Lak Kui segera memberi hormat,
lalu melangkah ke belakang.
"Kami telah mendengar pembicaraan kalian," ujar Kou Hun
Bijin sambil tertawa nyaring. "Tidak disangka, kalian bisa
memberi nasihat kepada Goat Nio!"
"Bijin," sahut Kwan Gwa Siang Koay. "Terus terang, kami
sangat menyayangi Goat Nio. Karena itu, kami harus memberi
nasibat kepadanya."
"Bagus, bagus!" Kou Hun Bijin tertawa gembira. "Terima
kasih atas kasih sayang kalian terhadap Goat Nio!"
"Sama-Sama," ucap Kwan Gwa Siang Koay.
"Ilmu andalan kalian adalah Tok Im Ciang dan Ku Lu Ciang
Hoat, itu memang tidak bisa diturunkan kepada Goat Nio,"
ujar Kou Hun Bijin sungguh.sungguh. "Namun setahuku,
kalian memiliki ginkang yang cukup tinggi. Nah, ajarkan
ginkang kalian kepada Goat Nio!"
"Benar." kwan Gwa Siang Koay tertawa gembira. "kenapa
kami tidak memikirkan itu?"
"Terima kaSih, Paman!" ucap Siang Koan Goat Nio.
"Ha ha ha!" Kwan Gwa Siang Koay dan Lak Kui tertawa
gelak, "Kalau begitu, mulai besok kami akan mengajarmu
ginkang tingkat tinggi."
"Terima kasih!" ucap Siang Koan Goat Nio lagi.
"Goat Nio!" Kou Hun Bijin menatapnYa sambil tersenyum.
"Mereka juga setuju jodohmu adalah anak Tio Cie Hiong."
"Ibu...." Siang Koan Goat Nio cemberut. "Kenapa Ibu terus
kalut karena urusan itu?"
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa nyaring. "Orang tua mana
yang tidak kalut akan perjodohan anaknya?"
"Ibu," ujar Siang Koan Goat Nio sungguh-sungguh. "Kalau
berjodoh, pasti ketemu. Tidak berjodoh, di depan mata pun
tidak akan ketemu."
"Ha ha ha!" Kim Siauw Suseng tertawa gelak. "Kami akan
mempertemukan kalian."
"Maksud Ayah?"
"Setelab engkau dewasa kelak, akan kami ajak ke pulau
Peristiwa Burung Kenari 4 Kilas Balik Merah Salju Karya Gu Long Pendekar Sejagat 2

Cari Blog Ini