Ceritasilat Novel Online

Memanah Burung Rajawali 26

Memanah Burung Rajawali Karya Jin Yong Bagian 26


Melihat merintangnya dua orang itu, laki-laki baju hitam itu lantas berkata: "Kami dari Tiat Ciang Pang dengan pihak Kay Pang adalah seumpama air kali tidak bertemu air sumur, oleh karena itu kenapa tuan-tuan sekarang memaksa maju sendiri membelai lain orang?"
Lee Seng memberi hormat.
"Bocah ini belum tahu apa-apa, maka itu aku si pengemis tua memohon muka, sudilah dia diberi ampun," sahutnya.
Si hitam itu melihat Lee Seng menggondol delapan kantung goni, ia tahu orang ada dari angkatan tinggi, tetapi ia tertawa dingin dan lantas menanya: "Jikalau kau tidak memberi ampun, habis tuan mau bikin apa?"
Ie Tiauw Hin masih muda, ia tidak sabaran. Dia berseru: "Kamu berbuat jahat dan kejam, kami telah mempergokinya, mana pula kami tidak campur tahu"!"
Si hitam tertawa menghina pula. Dia kata: "Aku mendengar kabar kamu kaum Kay Pang, besok kamu bakal mengadakan rapat besar di Gak Yang Lauw, di mana akan hadir semua pemimpin dari partaimu dari pelbagai penjuru, apakah kau pengemis cilik mau menghina orang dengan mengandali jumlahmu yang banyak" Hm! Aku khawatir tidak gampang-gampang kamu dapat berbuat demikian! Kamu katanya kaum yang pandai menangkap ular, coba aku lihat, apa kamu pandai menangkap ular kami ini?"
Ie Tiauw Hin panas hatinya. Ia lantas berlompat maju, kedua tangannya menyambar masing-masing seekor ular. Ia memegang ekor ular, segera digentak kaget. Tulang ular bersambung bagaikan rantai, karena dihentak kaget, tulang-tulang itu jadi seperti terlepas, maka itu, meski tidak segera mati, kedua ular itu lantas tidak mampu menggeraki tubuh mereka. Itulah ilmu kepandaian menangkap ular dari bangsa pengemis.
Si hitam menjadi murka luar biasa, lantas ia bersiul keras, maka itu ribuan ularnya lantas melesat maju, untuk menerjang.
Ie Tiauw Hin boleh pandai menangkap ular tetapi menghadapi ular demikian banyak, ia kewalahan, maka itu, ia lompat ke garisan bubuk belerangnya.
Lee Seng lantas berteriak, menanya she dan nama besar si hitam. Dia ini sendiri tidak menyahutinya, dia cuma tertawa dingin. Setelah ia melihat ularnya tidak berani maju, lagi sekali ia bersiul.
Kali ini terjadilah pemandangan yang luar biasa.
Seekor ular menggigit ekor kawannya, kawan digigit pula ekornya oleh kawannya yang lain, demikian seterusnya, hingga mereka merupakan beberapa puluh potong rantai yang panjang, habis itu, ketika si hitam berteriak, mereka berlompat ke arah kedua pengemis itu, yang mereka terus kurung, hingga si bocah terkurung bersama.
"Pengemis busuk, tangkaplah ular itu!" kata si hitam menantang. "Kenapa kau diam saja"!"
Semua ular itu dongak mengawasi, siap untuk menerjang.
Muka Lee Seng dan Tiauw Hin pucat. Mereka rupanya menginsyafi ancaman bahaya.
Si hitam lantas berkata dengan jumawa, "Kami kaum Tiat Ciang Pang tidak suka mencelakai orang tanpa sebab, maka itu asal kamu berjanji untuk selama-lamanya tidak akan menangkap ular kami pula, asal kamu memberikan buktinya - hm! Kami tentu suka memberi ampun!"
Lee Seng tahu bukti apa yang diminta Tiat Ciang Pang. Ialah mereka harus merusak tangan mereka sendiri. Tentu sekali, mereka tidak suka menyerah, tidak peduli keadaan ada sangat berbahaya. Mereka berdiri tegak dan gagah.
Si hitam mementang kedua tangannya. Ia kata: "Asal aku merangkap kedua tanganku ini maka di tubuh kamu masing-masing bakal tambah beberapa ratus gigi yang beracun! Apa kamu masih tidak mau bertekuk lutut untuk memohon ampun?"
"Susiok, jangan kita mendatangkan malu!" kata Tiauw Hin.
Lee Seng tertawa. "Untuk apa mengatakan itu pula?" sahutnya. Ia lantas perkeras suaranya, berbicara kepada orang Tiat Ciang Pang itu: "Terima kasih banyak saudara hendak mengantar kami pulang ke Langit Barat, hanya aku masih belum mengetahui nama saudara yang besar!"
"Benarlah kamu, sampai mati kamu tidak mau memeramkan mata!" kata si hitam itu. "Aku murid ketiga dari Kiu Tiat Ciang, yang orang menyebutnya Hian-pwee-bong Kiauw Thay si Ular Naga Abu-abu!"
Belum berhenti suara jumawa si hitam ini, lantas terdengar suara tertawa halus nyaring disusuli ini kata-kata terang halus: "Aha! Aku mengira siapa, tak tahunya segala murid dan cucu muridnya si tua bangka she Kiu!"
Suara itu segera disusul oleh orangnya, maka semua orang melihat seorang nona cantik manis yang rambutnya dijepit dengan gelang emas. Dialah Oey Yong kita. Maka heranlah Kiauw Thay.
Oey Yong tidak menanti orang sadar dari herannya, ia kata pula: "Tiat Ciang Sui-siang-piauw she Kiu yang tua itu memanggil aku kouw-nay-nay, maka itu kenapa kau tidak segera memanggil aku couw kouw-nay-nay?" Dia minta dirinya dipanggil bibi dan bibi tua.
"Hai, bocah kau ngaco belo!" membentak si hitam. Di dalam hatinya, tapinya ia heran sekali kenapa bocah ini mengetahui nama besar gurunya.
Oey Yong tertawa dan berkata pula: "Anak-anak menerbitkan onar di luaran, inilah aku kouw-nay-nay kamu paling tidak senang melihatnya! Bukankah kamu pun ada kawannya itu anak yang memangku pangkat camat di Bu-leng" Beberapa hari yang lalu, sambil lewat di mana, kouw-nay-nay telah membereskan dia! Nah, apa katamu?"
Camat she Kiauw di Bu-leng itu memang ada saudaranya Kiauw Thay ini, dia menerima kabar halnya kantor camat dibakar dan camatnya mati baru tadi pagi, maka itu ia lantas melirik si nona dengan hati sangat panas. Dia berduka berbareng gusar tetapi dia bersangsi apa nona ini benar membunuh saudaranya itu yang ia tahu gagah. Ia lantas memberi tanda, maka ratusan ularnya mengurung si nona.
"Siapakah yang membinasakan camat Bu-leng?" Kiauw Thay membentak, "Lekas bilang!"
Oey Yong tertawa manis.
"Dengan sebenarnya akulah yang membinasakan dia!" dia menyahuti, berani. "Dia melawan aku dengan menggunai Tok see-ciang, tangan beracunnya itu! Siapakah tidak mengenalnya jurusnya, seperti jurus 'Jarum tawan' dan 'Mengangkat obor membakar langit'" Ketika aku menotok jalan darahnya, jalan darah kiok-tie-hiat, pecahlah kepandaiannya itu, maka setelah aku menotok pula kedua jalan darahnya, kie-bun dan kin-ceng, aku menyuruh dia duduk di kursinya, duduk tak bergeming lagi, mirip lagaknya diwaktu hari-hari biasa dia dengan bengis memeriksa rakyat negeri. Kemudian ketika aku membakar gedung camat dan kantornya sampai ludas menjadi abu, entah kena, dia tetap tidak keluar lagi dari kantornya itu!"
Kiauw Thay tetap heran. Kenapa orang begitu berani bicara seperti lagi mendongeng saja, demikian tenang, lancar dan rapi" Meski dia masih bersangsi, dia toh memikir untuk membekuknya, guna mendengar keterangan orang terlebih jauh. Maka ia lantas berseru: "Loo Sam, Loo Su, bekuklah budak ini!"
Dua orang lantas maju, dengan goloknya mereka menyingkirkan ular-ular yang mengurung itu, setelah datang dekat dengan empat tangan, mereka menjambret pundaknya si nona.
Oey Yong tertawa melihat lagak orang, "Loo Sam, Loo Su, kau rebahlah!" ia kata. Sebat luar biasa, ia mendak, lalu tubuhnya melesat ke belakang orang. Belum dua orang itu tahu apa-apa, punggung mereka sudah dicekal, lalu dtitolak keras satu sama lain, maka di antara suara beradu keras, kepala mereka bentrok hingga tubuh mereka terhuyung, lalu roboh di tanah!
Orang-orang tani itu sebenarnya lagi ketakutan akan tetapi menyaksikan robohnya dua jago itu, mereka heran dan kagum hingga mereka tertawa.
Kiauw Thay murka bukan main, ia lantas mengangkat tangan kanannya dan memasuki dua jerijinya ke dalam mulutnya. Ia hendak bersuit, guna mengasih perintah kepada ularnya untuk menyerbu. Atau dia didahuli dengan suara kuk-kuk-kuk tiga kali, lalu di tangannya Oey Yong terlihat seekor burung merah, sebab burung apinya itu ia telah masuki ke dalam tangan bajunya.
Dengan mengasih dengar suaranya, burung api itu pun lantas mengasih keluar bau harumnya, yang segera seperti memenuhi ladang itu, kapan semua ular dapat mencium bau itu, semuanya menjadi bergerak dengan kacau, akan akhirnya pada rebah diam saja, sejumlah di antaranya lantas terlentang, mengasihkan perutnya untuknya untuk di patuk!
Hiat-niauw pun tidak sungkan-sungkan, dia berlompat maju, dia mematuk setiap perut, hingga sebentar saja dia sudah makan nyalinya tujuh ekor ular. Dia sudah kenyang tetapi dia masih mematuki perut ular lainnya!
Kiauw Thay kaget dan gusar, habislah sabarnya. Ia mengeluarkan tiga batang kong-piauw, dua batang ia timpuki kepada burung api itu dan satunya kepada si nona!
Oey Yong memakai baju lapisnya, ia tidak memperdulikan datangnya senjata rahasia itu ke tubuhnya, sedang hiat-niauw, melihat datangnya serangan itu, berlompat untuk menyampok hingga kedua kong-paiuw jatuh di tanah, kemudian ia terbang gesit menyampok jatuh piauw yang mengarah si nona.
Bukan main girangnya Oey Yong mendapatkan burungnya itu mengerti dan dapat membela majikan. Ia lantas menuding si hitam itu serta kawan-kawannya, ia berkata: "Mereka itu orang-orang jahat, patuklah biji mata mereka!"
Burung api itu terbang meleset, tubuhnya yang merah berkelebat mirip api, atau segera satu orang menjerit kesakitan, lantas diturut oleh beberapa orang yang lain. Sebab seperti tanpa merasa lagi, mata mereka telah kena dipatuk burung itu!
Saking takutnya, semua orang itu lari serabutan, sedang yang matanya terpatuk pada menjatuhkan diri, untuk merayap atau bergulingan, guna melarikan diri. Hingga dilain saat, habislah mereka, tinggal kodok dan ular mereka, maka kedua binatang itu lantas diserbu ramai-ramai oleh kawanan orang tani itu. Ketika kemudian mereka hendak menghanturkan terima kasih kepada Oey Yong dan Kwee Ceng, muda-mudi itu dengan tidak banyak omong telah pergi jauh.
Juga Lee Seng dan Ie Tiauw Hin hendak menemui sepasang anak muda itu tetapi mereka telah ditinggal kabur kuda merah yang larinya pesat.
Oey Yong girang bukan main atas kesudahannya perbuatannya itu, maka itu malam, selagi singgah, ia menyalakan api, ia membiarkan hiat-niauw mandi dengan gembira.
Besoknya pagi, tibalah mereka di Gakciu. Mereka berjalan kaki, kuda mereka dituntun. Langsung mereka menuju ke lauwteng Gak Yang Lauw. Mereka memandangi keindahan telaga Tong Teng Ouw di tepi mana lauwteng itu dibnagun. Luas tenaga itu, jernih airnya. Di sekitarnya adalah rentetan gunung, keindahan dan keangkeran telaga itu beda lagi dengan keindahan dan keangkeran telaga See Ouw. Masakan Ouwlam kurang cocok bagi lidah mereka, sudah rasanya pedas, juga mangkoknya lebih besar dan sumpitnya lebih panjan.. Di empat penjuru tembok mereka melihat banyak tulisan orang-orang pandai, yang pernah naik di lauwteng ini untuk bersantap atau minum. Di antaranya ada syairnya Hoan Tiong Am tentang kedukaan dan kegirangan, yang datangnya duluan dan belakangan.
Mereka lantas membicarakan Hoan Tiong Am itu, yang pintar dan gagah, yang pernah menjagoi di See Hee, tetapi semasa kecilnya dia miskin, ayahnya mati muda, hingga ibunya menikah lagi pula, hidupnya sengsara, maka setelah hidup berpangkat dan berbahagia, dia tetap memperhatikan nasib rakyat jelata. Itu pula sebabnya mengapa ia menulis syairnya itu lebih dulu menderita, lalu bergembira.
"Demikian juga dengan bangsa orang gagah!" kata Kwee Ceng kemudian seraya menenggak araknya.
"Dia memang orang baik," kata Oey Yong tertawa. "Cumalah di dalam dunia ini, kedukaan lebih banyak, daripada kegembiraan. Aku tidak mau hidup seperti dia!"
Kwee Ceng tersenyum, dia diam saja.
"Engko Ceng, aku tidak pedulikan kedukaan atau kesenangan itu!" kata si nona kemudian. "Hanya kalau kau tidak gembira, hatiku pun tidak senang?" Kata-kata ini dikeluarkan perlahan, alisnya pun mengkerut.
Kwee Ceng ingat nona itu tentulah mengingat hubungan di antara mereka, maka dia pun masgul, dia tidak dapat menghibur, dia tunduk dan berdiam saja.
Tiba-tiba si nona mengangkat kepalanya dan tertawa.
"Sudahlah, engko Ceng!" katanya. "Eh, ya, tahukah kau syair Hoan Tiong Am yang berjudul 'Mencukil lampu perak'?"
"Aku tidak tahu. Cobalah kau membacakannya untuk aku dengar?"
Oey Yong membacakan bagian bawah syair itu: "Orang hidup tidak seratus tahun, maka jangan tolol, kalau tua, lantas layu. Hanya di bagian usia pertengahan, itu sedikit tahun, harus dapat menahan hati. Kedudukan tinggi, banyak uang dan rambut putih, bagaimana itu dapat dihalaunya?"
"Kalau begitu," kata Kwee Ceng nyaring, "Itulah nasehatnya supaya orang jangan menyia-nyiakan waktu, jangan cuma mengejar nama besar, kenaikan pangkat dan harta!"
Oey Yong pun berkata pula, perlahan: "Arak masuk ke dalam usus berduka, berubah menjadi air mata kenangan"."
"Apakah itu pun syair Hoan Tiong Am?" tanya Kwee Ceng, mengawasi si nona.
"Ya. Orang besar dan orang gagah bukannya tidak mempunyai perasaan," kata si nona, yang terus tertawa. Ia menanya: "Engko Ceng, bagaimana kau lihat caranya aku menghadapi murid-murid jahat dari Tiat Ciang Pang itu" Tidakkah itu memuaskan?"
"Memang!" jawab Kwee Ceng bertepuk tangan.
Demikian mereka bersantap, minum dan bicara dengan asyik dan merdeka, seperti di situ tidak ada lainnya orang lagi. Kemudian Oey Yong menyapu kelilingnya. Ia melihat di arah timur ada tiga orang tua dengan dandanan sebagai pengemis, bajunya banyak tambalannya tetapi berseih. Tentulah mereka orang penting dari Kay Pang, yang hendak menghadari rapat besar kaumnya. Yang lainnya ialah orang dagang atau orang biasa saja.
"Sebenarnya Tiat Ciang Pang itu kumpulan apa?" kemudian kata si nona perlahan. "Kenapa mereka itu sama dengan See Tok paman dan keponakan, mereka memelihara ular?"
"Entahlah," sahut Kwee Ceng. "Kalau mereka semua sama dengan Kiu Cian Jin si tua bangka, mereka tentu tidak bisa membangun apa-apa yang besar?"
Kata-kata itu belum habis dikeluarkan ketika si atasan kepala mereka terdengar suara orang tertawa terbahak sambil berkata dengan suara angker: "Sungguh mulut besar! Sampai pun 'Tiat Ciang Sui-siang-piauw, si orang she Kiu tua', tidak dilihat mata!"
Oey Yong terkejut, ia lompat mundur beberapa tindak, baru dia dongak.
Di atas penglari ada duduk nagkring seorang pengemis tua yang kulitnya hitam legam, bajunya sangat butut, tetapi dia mengaawasi dengan tertawa haha-hihi.
Kwee Ceng telah menduga kepada orang Tiat Ciang Pang, setelah melihat ia berhadapan sama pengemis, hatinya menjadi sedikit lega, apapula orang nampaknya tidak mengandung maksud jahat. Ia lantas memberi hormat seraya berkata: "Locianpwee, silahkan turun untuk minum barang tiga gelas arak" Sudikah?"
"Baik!" menyahut pengemis itu, yang lantas menjatuhkan diri, hingga ia mendeprok di papan lauwteng yang debunya mengepul. Setelah menepuk-nepuk kempolannya ia merayap bangun.
Kwee Ceng dan Oey Yong heran bukan main. Orang bisa ada di atas mereka tanpa bersuara, mereka menduga orang berkepandaian tinggi, tetapi orang jatuh terbanting begitu rupa, agaknya sangat berat tubuh orang, itulah bukan tandanya orang lihay.
"Silahkan minum!" Oey Yong mengundang. Ia menyuruhnya pelayan menambahkan cangkir arak, mangkok dan sumpit. Ia pun mengisikan cangkir.
"Pengemis tua tak tepat duduk di kursi," kata pengemis itu, yang lantas duduk mendeprok di lantai, sedang dari kantungnya ia mengeluarkan sebuah mangkok jonges serta sepasang sumpit bambu. Ia pun kata: "Sisa arak dan sayur yang kamu telah makan, kasihlah itu padaku!"
"Itulah perbuatan tak hormat dari kami, locianpwee," berkata Kwee Ceng. "Apa yang locianpwee hendak dahar, bilang saja, suruh pelayan menambahkan!"
"Pengemis ada macamnya si pengemis," kata orang tua itu, "Kalau pengemis cuma nama tapi tak tepat sama artinya, cuma berpura-pura saja, buat apa dia menjadi pengemis" Jikalau kamu sudi mengamal, nah, kasihlah, jikalau tidak, aku bisa pergi mengemis ke lain tempat?"
Dua-dua muda-mudi itu heran tetapi Oey Yong melirik kawannya, lalu ia berkata sambil tertawa: "Locianpwee benar!" Maka ia lantas sisihkan sisa sayur mereka, ia menuangnya ke mangkok butut itu.
Si pengemis merogoh ke dalam sakunya, untuk mengeluarkan nasi dingin, yang mana ia campur sama sisa sayur, terus ia dahar, nampaknya ia bernafsu sekali.
Oey Yong yang cerdik diam-diam menghitung kantung di punggug orang, semuanya susun tiga, setiap susunnya terdiri dari tiga buah, maka itu ada sembilan kantung. Ketika ia berpaling kepada ketiga pengemis lain, mereka pun mempunyai masing-masing sembilan kantung. Yang beda ialah mereka itu bertiga di depannya tersajikan banyak macam sayur pilihan. Mereka itu agaknya tidak memperdulikan pengemis yang satu ini, mereka tidak sudi berpaling atau melirik, cuma pada paras mereka tampak samar-samar roman tak puas.
Tengah si pengemis bersantap dengan bernafsu, di tangga lauwteng terdengar tindakan kaki. Kwee Ceng lantas berpaling. Maka terlihat olehnya naiknya dua pengemis, ialah pengemis kurus dan gemuk yang di Gu-kee-cun, Lim-an menemani Yo Kang. Bahkan di belakang mereka terlihat Yo Kang sendiri. Hanya dia itu, begitu dia melihat si orang she Kwee, dia melongo, lekas dia turun pula. Entah dia berbicara apa sama si pengemis gemuk, maka di gemuk itu ikut dia turun. Si pengemis kurus maju terus, ia menghampirkan pengemis yang tiga itu yang makannya royal, dia bicara berbisik-bisik. Atas itu, ketiga pengemis itu berbangkit, mereka membayar uang makan, lantas mereka berlalu bersama si kurus itu.
Si pengemis yang dahar sambil duduk mendeprok dan makan sisa, terus tidak menghiraukan sepak terjang beberapa rekannya itu.
Oey Yong berjalan ke jendela, untuk melongok ke bawah. Ia melihat belasan pengemis mengikuti Yo Kang ke barat. Jalan belum jauh, pemuda she Yo itu menoleh ke belakang. Maka tepat sinar matanya bentrok sama sinar matanya Oey Yong. Dia agaknya terkejut, segera ia mempercepat tindakannya, selanjutnya dia tidak berpaling lagi.
Pengemis tua itu lantas dahar habis. Ia menjilati mangkoknya san sumpitnya disusuti kepada bajunya, semua itu lantas dimasuki ke dalam kantungnya. Diam-diam Oey Yong mengawasi. Ia melihat sinar kedukaan pada kulit muka orang yang berkeriputan. Aneh adalah tangannya, yang jauh lebih besar daripada tangan kebanyakan orang lain, sedang belakang tangannya penuh dengan otot-otot besar, suatu tanda dari penghidupan besart.
"Cianpwee, silahkan duduk!" berkata Kwee Ceng seraya memberi hormat. "Dengan berduduk, leluasalah kita berbicara."
Pengemis itu tertawa.
"Aku tidak biasa duduk di bangku!" katanya. "Kamu berdua ada murid-muridnya Ang Pangcu, meskipun usia kamu lebih muda, kita adalah sama derajatnya, cuma aku lebih tua beberapa puluh tahun, kau panggilah aku toako. Aku she Lou, namaku Yoe Kiak."
Oey Yong tertawa.
"Toako, namamu menarik hati!" katanya. Yoe Kiak itu berarti "ada kaki"
Pengemis itu berkata: "Orang biasa membilang, orang miskin hidup tanpa tongkat dia diperhina anjing, tetapi aku tidak mempunyai pentung, aku mempunyai sepasang kakiku yang bau ini, kalau anjing berani menghina aku, akan aku mendupak dia pada kepalanya, supaya dia terkuwing-kuwing dan kabur sambil menggoyang-goyang ekornya."
Oey Yong bertepuk tangan. "Bagus, bagus!" serunya, "Kalau anjing mengetahui namamu, tentulah siang-siang dia sudah lari jauh-jauh!"
"Tadi pagi aku telah bertemu sama saudara Lee Seng," berkata Yoe Kiak, yang lantas bicara secara sungguh-sungguh, "Dari dia aku mendapat ketahui perbuatan kamu di Poo-eng dan Gakciu. Maka benarlah orang bilang, kalau ada semangat, bukan cuma karena usia tinggi, siapa tanpa semangat, percuma usianya lanjut!"
Kwee Ceng berbangkit untuk merendahkan diri untuk mengucapkan terima kasih atas pujian itu.
"Barusan kamu bicara tentang Tiat Ciang Pang," berkata Lou Yoe Kiak, "Agaknya mengenai mereka itu, kamu belum mengetahui jelas."
"Benar. Justru itu, aku mohon petunjuk," sahut Oey Yong.
"Tiat Ciang Pang itu, untuk Ouwlam dan Ouwpak dan Sucoan, pengaruhnya sangat besar," menerangkan si pengemis tua, "Anggota-anggotanya suka membunuh orang dan merampok, tak ada kejahatan yang tak dilakukan mereka. Mulanya mereka cuma bersekongkol sama pembesar negeri setempat, kemudian mereka jadi semakin berani, kecuali bersekongkol mereka pun menempel pembesar berpangkat tinggi dan main sogok hingga ada diantaranya yang memangku pangkat. Yang paling menyebalkan ialah mereka bersekongkol sama negeri Kim, mereka melakukan perbuatan hina sebagai pengkhianat. Maka tepatlah hajaran kamu kepada mereka itu."
"Kabarnya kepala Tiat Ciang Pang ialah Kiu Cian Jin," berkata Oey Yong. "Tua bangka itu paling pandai memperdayakan orang. Kenapa dia jadi demikian berpengaruh?"
"Kiu Cian Jin itu sangat lihay, nona," berkata Yoe Kiak, "Aku harap kau tidak memandang enteng kepadanya."
Oey Yong tertawa. "Apakah kau pernah bertemu dengannya?" dia menanya
"Bertemu, itulah belum. Aku mendapat kabar dia tinggal bersembunyi di atas gunung, di mana dia meyakinkan tangan beracun yang dinamakan Ngo-tok Sin-ciang. Sudah sepuluh tahun lamanya dia tidak turun gunung"."
"Kau terpedayakan!" kata Oey Yong tertawa. "Aku telah bertemu dengannya beberapa kali, bahkan kita pernah bertempur juga. Kau bilang ia meyakinkan Ngo-tok Sin-ciang" Ha ha ha"!" Dan dia tertawa geli mengingat ngacirnya Kiu Cian Jin, sambil tertawa ia mengawasi Kwee Ceng.
"Apakah yang disandiwarakan itu Kiu Cian Jin itu," kata pula Yoe Kiak, tetap sungguh-sungguh, "Aku tidak tahu, tetapi benar sekali selama beberapa tahun kemarinkan Tiat Ciang pang maju sangat pesat, dia tidak dapat dipandang enteng."
"Lou Toako benar," kata Kwee Ceng. Yang khawatir pengemis itu menjadi tidak senang, "Memang Yong-jie gemar bergurau?"
"Ah, kapannya aku bergurau?" berkata si nona tertawa, "Aduh, aduh! Perutku sakit"!" dan dia beraksi mirip dengan tingkah lakunya Kiu Cian Jin baru-baru ini, ketika ia berpura-pura sakit perut untuk lari membuang air besar tetapi akhirnya kabur dengan tipu tonggeret meloloskan kulit.
Mau tidak mau, Kwee Ceng tertawa menyaksikan nona itu menekan-nekan perutnya.
Melihat kawannya tertawa, Oey Yong berhenti tertawa. Ia pun mengubah sikap.
"Loa Toako," tanyanya, "Apakah kau kenal ketiga tuan tadi yang bersantap di meja itu?"
Ditanya begitu, Yoe Kiak menghela napas.
"Kamu bukan orang luar, hendak aku bicara dengan sebenar-benarnya," sahutnya kemudian. "Pernahkah kamu mendengar keterangan Ang Pangcu bahwa partai kita terbagi dalam dua cabang, ialah cabang Pakaian Bersih dan Pakaian Dekil?"
"Belum, belum pernah kita mendengar keterangan itu," sahut kedua muda-mudi itu.
"Suatu partai terpecah dalam dua cabang, itulah sebenarnya tidak bagus," kata pula Yoe Kiak. "Mengenai itu, Pangcu tidak puas, akan tetapi dia telah berdaya sekuatnya untuk mempersatukan, dia tidak berhasil juga. Kay Pang dibawah Ang Pangcu mempunyai empat tiangloo."
"Ya, tentang itu pernah aku mendengarnya. Suhu pernah bercerita."
Meski masih muda, karena Ang Cit Kong masih hidup, Oey Yong tidak segera menjelaskan bahwa ia telah ditugaskan Pak Kay untuk menjadi pangcu.
Lou Yoe Kiak mengangguk perlahan.
"Akulah tiangloo yang kedua," dia berkata. "Tiga orang tadi juga berkedudukan sebagai tiangloo."
"Aku mengerti," kata Oey Yong lekas, "Kau dari cabang Pakaian Dekil, mereka dari Pakaian Bersih."
"Eh, mengapa kau ketahui itu?"
"Lihat saja pakaianmu, Lou Toako! Pakaianmu kotor tetapi pakaian mereka bersih sekali. Lou Toako, hendak aku omong terus terang, bajunya cabang Pakaian Dekil itu hitam dan bau, pasti tidak menyenangkan, maka kalau kau mencuci bersih pakaianmu, bukankah kedua cabang lantas menjadi satu?"
"Kaulah anaknya orang hartawan, pasti kau jemu terhadap pengemis," kata Yoe Kiak sambil ia berjingkrak bangun berdiri.
Kwee Ceng hendak menghanturkan maaf tetapi orang lantas ngeloyor pergi, kelihatannya ia mendongkol sekali.
Oey Yong mengulur lidahnya.
"Engko Ceng, jangan kau menegur aku," katanya.
Kwee Ceng tertawa.
"Sebenarnya aku berkhawatir," kata Oey Yong.
"Kenapa?" pemuda itu tanya.
"Aku berkhawatir Lou Yoe Kiak nanti mendupak padamu."
"Tidak karu-karuan dia mendupak aku, kenapa?"
Si nona memainkan mulutnya, ia tertawa, ia tidak menjawab.
Kwee Ceng menjadi berpikir. Ia benar tidak mengerti.
Oey Yong menghela napas.
"Ah, engko tolol," katanya. "Kenapa kau tidak hendak memikirkan namanya itu?"
Sekarang Kwee Ceng sadar.
"Bagus ya!" katanya. "Dengan memutar kau memaki aku bagaikan anjing!" Ia lantas berbangkit, tangannya diulur, untuk mengitik, atas mana, Oey Yong tertawa dan berkelit.
Tengah muda-mudi ini bergurau, di tangga lauwteng terdengar pula suara tindakan kaki. Segera terlihat munculnya ketiga tiangloo yang tadi pergi mengikuti Yo Kang. Mereka menghampirkan untuk terus memberi hormat. Tiangloo yang ditengah, yang mukanya putih dan tubuhnya gemuk, yang kumisnya gompiok, sudah lantas tertawa sebelum ia berbicara. Coba ia tidak berpakaian banyak tambalannya, tentulah orang menyangka dia itu seorang hartawan. Dengan manis ia berkata: "Jiewi, si pengemis tua she Lou tadi telah dengan diam-diam menurunkan tangan jahat. Kami tidak senang melihat kelakuannya itu maka datang untuk memberikan pertolongan kami."
Kwee Ceng dan Oey Yong terkejut.
"Bagaimana itu?" mereka tanya.
"Bukankah dia tidak sudi dahar bersama jiewi tadi?"
"Ya! Apakah dia telah meracuni kami?"
Pengemis itu menghela napas.
"Inilah gara-garanya partai kami lagi malang," ia berkata, romannya berduka. "Di luar keinginan kami, di antara kami boleh ada banyak orang buruk semacam dia. Dia itu lihay, asal tangannya menyentil, racun yang disimpan di kuku tangannya bisa tanpa diketahui lagi masuk nyampur ke dalam barang makanan atau arak. Jiewi telah terkena racun itu dan hebat, tidak lewat sampai setengah jam, maka jiewi sukar ditolongi lagi?"."
Oey Yong terkejut tetapi ia bersangsi. "Kami tidak bermusuh dengannya, kenapa dia boleh menurunkan tangan jahat?" tanyannya.
"Jiewi telah keracunan berbahaya sekali, baik jiewi lekas makan obat ini, baru jiewi bisa dapat ditolong!" kata si pengemis tanpa menyahuti dulu pertanyaan orang. Ia lantas mengeluarkan satu bungkusan obat bubuk warna kuning, obat itu ia masuki ke dalam dua cangkir arak, "Lekas minum, jiewi!" katanya pula.
Oey Yong melihat tadi Yo Kang, ia curiga, maka itu, mana mau ia minum arak itu. Maka ia berkata: "Tadi tuan Yo itu kenal kami, tolong samwie ajak dia datang menemui kami."
"Memang jiewi harus bertemu dengannya," berkata si pengemis. "Tetapi racun jahanam itu berbahaya sekali, baik jiewi minum dulu obat ini. Kalau ayal-ayalan, nanti susah buat diobatinya."
"Samwie baik sekali, terima kasih," berkata Oey Yong. "Nah, marilah duduk untuk kita minum bersama! Sebenarnya kami kagum sekali kepada Kay Pang sebab kami ingat tahun dulu itu pangcu dari genarai yang kesebelas, di Pak Kouw San dia seorang diri telah melayani banyak lawan yang gagah dengan sepasang tongkatnya, dengan sepasang tangannya, dia telah membinasakan lima jago dari Lok-yang! Sungguh gagah!"
Tiga pengemis itu nampak heran sebab mendadak mendengar orang bicara perihal partainya, maka mereka lantas saling melirik. Heran mereka, kenapa nona begini muda ketahui peristiwa dulu hari itu.
"Ang Pangcu itu lihay sekali ilmu silatnya yang bernama Hang Liong Sip-pat Ciang," berkata pula Oey Yong. "Kepandaiannya itu tak ada bandingannya di kolong langit ini, maka entahlah samwie telah dapat memperlajari beberapa jurus dari ilmu silat itu?"
Mendengar ini, tiga pengemis itu lantas menduga tentulah orang curiga dan tak sudi minum arak campur obat itu. Maka yang beroman mirip hartawan itu berkata sambil tertawa: "Kalau nona bercuriga, tentu sekali kami tidak berani memaksa, tetapi marilah nona melihat suatu bukti nanti nona percaya. Sekarang jiewi lihat dimataku ada apa yang luar biasa?"
Kwee Ceng dan Oey Yong mengawasi, mereka mendapatkan mata orang bercahaya tajam sekali. Oey Yong melihat tidak ada apa-apa yang aneh, maka ia memikirnya itulah tak lebih tak kurang sepasang mata babi?""
Tetapi si pengemis itu sudah berkata pula: "Jiewi awasi mataku, jangan sekali jiewi memecah perhatianmu. Lihatlah, sekarang jiewi mulai merasa kulit matamu berat dan kepala pusing, seluruh tubuh jiewi tidak ada tenaganya. Nah, itulah alamat terkena racun. Lekas jiewi menutup mata dan tidur!"
Kata-kata itu menarik dan berpengaruh. Kwee Ceng dan Oey Yong benar-benar lantas merasa matanya ingin dirapatkan dan lesu, benar-benar seluruh tenaganya habis.
"Tempat ini menghadap telaga besar," berkata pula si pengemis. "Hawanya pun adem sekali, maka itu jiewi silahkan kamu berangin dan tidur di sini! Tidur, tiudrlah!"
Makin lama kata-kata itu terdengar makin perlahan, kata-kata itu sangat manis dan menarik hati, maka tanpa merasa sepasang muda-mudi itu menguap, lalu tidur pulas dengan mendekam di meja. Beberapa lama sang tempo telah lewat, inilah mereka tak tahu, hanya mereka merasa ada hawa sejuk yang menyampok muka mereka, samar-samar pun kuping mereka mendengar suara gelombang. Mereka lantas membuka mata mereka. Maka tampaklah di antara mega munculnya sang rembulan, yang baru mulai naik di gunung timur. Mereka terkejut. Tadi toh mereka tengah bersantap dan minum arak di Gak Yang Lauw, kenapa sekarang sudah malam" Mereka mau berbangkit, atau mereka merasakan kaki dan tangan mereka telah diringkus. Mereka mau berseru, ataupun mereka merasakan mulut mereka telah disumpal biji bebuahan, hingga mereka merasakan mulut mereka sakit.
Sebagai seorang cerdik Oey Yong lantas mengerti bahwa ia telah kena dipermainkan di pengemis gemuk itu, hanya ia belum bisa menerka, orang menggunai ilmu apa membuat dia dan Kwee Ceng menjadi mengantuk dan lemas dan akhirnya tidur lupa daratan. Ia mengerti, maka ia tidak mau banyak berpikir. Ia segera melihat ke sekitarnya. Ia nampak Kwee Ceng di sisinya, kelihatannya kawan itu lagi mau meronta, maka hatinya lega sebagian.
Kwee Ceng pun mendusin karena ia merasakan sampokan hawa dingin. Ia kaget untuk belungguan yang kuat sekali, hingga ia tidak mampu berontak untuk memutuskannya. Kiranya itulah tambang yang dipakai mengikatnya ialah tali kulit kerbau campur kawat. Ketika ia hendak mencoba buat berontak lagi, tiba-tiba ia merasa dingin di pipinya, dua kali pipinya disampok pedang. Ketika ia mengawasi, ia dapatkan empat pengemis muda menjagai dia dengan senjata di tangan.
Oey Yong lantas berpikir terus. Satu hal yang membuatnya kaget. Ia mendapat kenyataan mereka berada di atas sebuah puncak, di sekitarnya telaga dengan airnya yang jernih. Di antara sinar rembulan, ai sekarang melihat tegas ke sekitarnya itu. Ia menjadi heran sekali kenapa ia tidak merasa orang telah mengangkutnya ke atas puncak itu, ialah puncak dari gunung Kun San di tengah telaga Tong Teng itu.
Di depan ia terlihat sebuah panggung tinggi belasan tombak. Di sekitarnya itu duduk beberapa ratus pengemis. Semua duduk dengan diam. Itulah sebabnya kepana mereka mulanya tak nampak, tak ketahuan. Segera setelah ia ingat, hatinya girang. Pikirnya: "Benarlah! Hari ini Cit gwee Capgouw, hari Rapat Besar Kaum Kay Pang! Biarlah aku bersabar, sebentar aku memperdengarkan titah suhu, mustahil mereka tidak akan menaati"."
Lewat sekian lama, segala apa masih diam saja. Nona ini mulai habis sabarnya. Karena tak dapat bergerak, ia merasakan kaki tangannya baal. Sang waktu pun berjalan terus. Kemudian sinar rembulan menjojoh pinggiran panggung di mana ada tiga huruf besar: "Hian Wan Tay", artinya panggung "Kaisar Hian Wan". Maka ingatlah Oey Yong akan cerita dongeng, katanya dulu hari Oey Tee, ialah Kaisar Hian Wan itu, telah membuat perapian kaki tiga di sini, setelah perapian itu rampung, dia menunggang naga naik ke langit. Jadi inilah panggung yang berhikayat itu.
Lagi sekian lama, di waktu sinar rembulan telah memenuhi seluruh panggung, maka terdengarlah suara yang tiga-tiga kali, suara itu sebentar cepat dan sebentar perlahan, sebentar tinggi, sebentar rendah, ada iramanya. Kemudian ternyata semua pengemis memegang tongkat kecil, dengan itu mereka mengetuk batu hingga berlagu.
Oey Yong menghitung, setelah terdengar sampai delapanpuluh satu kali, suara itu berhenti serentak. Lalu kelihatan berbangkitnya empat pengemis yang usianya tinggi, ialah keempat tiangloo, Lou Yoe Kiak serta tiga tiangloo lainnya yang Oey Yong mengenalinya dengan baik. Mereka itu berdiri di empat penjuru panggung. Semua pengemis pada berbangkit, dengan membawa tongkat ke depan dadanya, mereka memberi hormat sambil menjura.
Si tiangloo putih dan terokmok setelah menanti semua pengemis berduduk pula, lantas berkata dengan nyaring: "Saudara-saudara, Thian telah melimpahkan bahaya untuk Kay Pang kita, ialah Ang Pangcu kami telah berpulang ke langit di Lim-an!"
Mendengar warta itu, semua pengemis berdiam, hanya seorang yang kemudian berteriak keras, terus ia roboh ke tanah, setelah mana semua pengemis pada menumbuki dadanya, semua menangis sedih, ada yang menggerung-gerung, ada yang mambanting-banting kaki. Tangisan mereka itu berkumandang jauh.
Kwee Ceng kaget sekali. "Aku tidak dapat mencari suhu, kiranya ia telah menutup mata?" pikirnya. Ia pun menangis, hanya tidak dapat bersuara sebab mulutnya tersumbat.
Oey Yong bercuriga. Ia pikir: "Kami tidak dapat mencari suhu, musathil mereka bisa! Mungkin kawanan manusia jahat ini lagi mengelabui orang banyak?"
Tengah orang sangat bersedih itu, Lou Yoe Kiak bertanya: "Pheng Tiangloo, ketika Pangcu berpulang ke dunia baka, adakah tiangloo melihatnya sendiri?"
Si tiangloo putih dan gemuk itu menyahuti: "Lou Tiangloo, jikalau Pangcu masih hidup, siapa yang berani makan nyali macam tutul dan hati harimau untuk menjumpai padanya" Orang yang melihat sendiri Pangcu meninggal dunia berada di sini. Yo Siangkong, silahkan kau memberi keterangan kepada orang banyak!"
Seorang lantas muncul di antara orang banyak. Dialah Yo Kang. Dengan memegang tongkat bambu, ia naik ke panggung. Semua pengemis berdiam, untuk memasang kuping.
Yo Kang berbatuk satu kali, baru ia mulai bicara. Ia kata: "Kejadian ialah baru satu bulan yang lalu. Kejadiannya di kota Lim-an. pangcu telah berkelahi dan orang kesalahan memukul ia hingga ia mati."
Mendengar itu, suara orang banyak menjadi riuh.
"Siapakah musuh itu"!" tanya mereka. Nyata mereka murka. "Lekas bilang, lekas! Pangcu demikian lihay, mungkinkah dia jatuh" Pastilah Pangcu telah dikepung ramai-ramai maka ia roboh!"
Kwee Ceng mendongkol mendengar keterangan Yo Kang itu. "Pada satu bulan yang lalu, suhu ada bersama aku! Ha, kiranya dia lagi main lagi!"
Yo Kang mengangkat kedua tangannya, ia menunggu sampai suara orang reda, baru ia berkata pula: "Orang yang mencelakai hingga Pangcu mati ialah Tong Shia Oey Yok Su, pemilik dari Pulau Tho Hoa To, bersama tujuh imam bangsat dari Coan Cin Pay!"
Oey Yok Su sudah lama tidak meninggalkan pulaunya, antara kaum pengemis ini, dalam sepuluh, sembilan tidak ada yang mengenal dia, hanya Coan Cin Cit Cu sangat kesohor maka mereka mengenalnya. Mereka mau percaya ketua mereka kalah karena dikeroyok, maka itu mereka mencaci dan mengutuk, ada yang mau lantas pergi untuk menuntut balas. Tentu sekali mereka tidak tahu bahwa mereka lagi dipermainkan Yo Kang, yang mau mengadu mereka dengan Tong Shia dan Coan Cin Cit Cu. Tentang Kanlamg Liok Koay, ia tidak takut. Yo Kang bertindak begini karena Ang Cit Kong terluka parah hajaran Kuntauw Kodok dari Auwyang Hong sedang Kwee Ceng, ia menyangka telah mati tertikam olehnya di dalam istana, siapa tahu kemarin ia menemui Kwee Ceng dan Oey Yong di Gak Yang Lauw, karena itu sudah kepalang, ia minta Pheng Tiangloo membekuk kedua orang itu dengan tipu, dengan liap-sim-hoat, yang mirip dengan ilmu sihir. Ia mengharap Tong Shia, Coan Cin Kauw dan Kay Pang nanti ludas bersama kerana bentroknya mereka bertiga?".
Bab 57. Tiat Ciang Sin-kang Kiu Cian Jin
Bab ke-57 cersil Memanah Burung Rajawali, karya Jin Yong.
Selagi suara orang berisik itu maka bangkitlah salah satu dari tiga tiangloo itu, ialah Kan Tiangloo. "Saudara-saudara, mari dengar perkataanku!" ia kata. Ia telah putih kumis dan alisnya, tubuhnya tegar, di dalam partainya dia disegani. Maka semua orang lantas berdiam.
"Sekarang ini kita lagi menghadapi dua urusan sangat penting," ia berkata. "Kesatu untuk menuruti pesan Pangcu, yaitu untuk memilih pangcu generasi kesembilanbelas. Kedua guna berdaya mencari balas untuk pangcu kita itu."
"Benar!" menyahut semua pengemis.
"Tapi kita mesti bersembahyang dulu untuk pangcu," berkata Lou Yoe Kiak. Ia menjumput lumpur, yang ia lalu bikin menjadi patung, mirip dengan patung Ang Cit Kong, ia meletaki itu di atas panggung, terus ia mendekam di tanah dan menangis sedih. Semua pengemis turut menangis pula.
Oey Yong sendiri berpikir: "Hm, kamu gila! Suhu toh baik-baik saja, dia tidak mati, kenapa kamu tangisi" Kamu gila sudah mengikat aku dan engko Ceng, sampai kita tidak bisa bicara! Inilah kamu yang cari penyakit sendiri, sia-sia belaka kamu bersedih".."
Setelah orang menangis sekian lama, Kan Tiangloo menepuk tangannya tiga kali. Lantas semua orang berhenti menangis. Tiangloo ini berkata: "Kita sekarang berapat di sini, kita sebenarnya harus mengangkat pangcu baru menurut petunjuk Ang Pangcu, karena Ang Pangcu telah menutup nmata, kita harus menuruti pesannya saja, dan kalau pesannya tak ada, kita harus menaati pemilihan oleh keempat tiangloo. Inilah aturan kita turun-temurun. Benar begitu, saudara-saudara?"
Semua pengemis menyahuti membenarkan.
Kang Tiangloo lantas berkata pula: "Yo Siangkong, silahkan kau menyampaikan pesan dari Ang Pangcu itu!"
Dalam Kay Pang, pengangkatan pangcu baru adalah urusan paling besar dan penting. Pada itu tergantung makmur dan runtuhnya partai. Maka pangcu adalah yang memegang peranan paling penting. Pernah terjadi pangcu mereka yang ketujuhbelas, yaitu Cian Pangcu, meski dia gagah, dia lemah, pimpinannya tidak tepat, maka terjadilah bentrokan di antara kedua golongan Pakaian Bersih dan Pakaian Dekil hingga partai menjadi lemah. Ang Pangcu kemudian menguasai keadaan, dia melarang bentrokan. Dengan begitu, Kay Pang maju pula. Maka itu sekarang, selagi menaruh perhatian besar, orang berdiam menanti perkembangan.
Yo Kang memegang Lek-tiok-thung dengan kedua tangannya, ia angkat itu tinggi di atasan kepalanya, lalu ia berkata: "Ang Pangcu kena dikeroyok oleh orang jahat, dia mendapat luka parah hingga jiwanya terancam bahaya. Kebetulan itu waktu aku yang rendah lewat di tempat kejadian, cepat-cepat aku menyembunyikan dia di rumahku, setelah dapat menipu musuh-musuh itu pergi, aku lantas mengundang tabib. Sayang, karena parahnya luka, pangcu tidak dapat ditolongi lagi?"."
Mendengar itu, terdengar banyak keluhan.
Yo Kang berhenti sebentar, baru ia melanjuti: "Ketika Ang Pangcu hendak menghembuskan napasnya yang terakhir, ia menyerahkan tongkat suci ini kepadaku dan dia menugaskan aku yang rendah untuk menerima tanggung jawab yang berat sebagai pangcu yang kesembilanbelas?"
Orang banyak menjadi heran. Tidak disangka, pangcu yang baru adalah ini pemuda yang mirip seorang sastrawan.
Yo Kang itu cerdik sekali. Setelah mendapatkan tongkat Lek-tiong-thung di rumahnya Sa Kouw di Gu-kee-cun, ia mendapat kenyataan kedua pengemis gemuk dan kurus itu sangat menghormat padanya, segera ia mendapat pikiran. Lantas di sepanjang jalan ia menanya ini dan itu kepada mereka tentang tongkat itu. Kedua pengemis itu melihat orang memegang tongkat partainya, mereka menjawab segala pertanyaan. Dengan begitu tahulah Yo Kang tentang tongkat itu serta pengaruhnya. Maka ia pikir, selagi Kay Pang sangat besar dan berpengaruh, kenapa dia tidak mau mengangkanginya" Bukankah Ang Pangcu telah mati dan tentang kematiannya itu tidak ada saksinya" Bagaimana besar faedahnya kalau ia yang menggantikan memegang pimpinan" Ia lantas mengambil keputusan, maka itu dengan mempengaruhi ketiga tiangloo, hendak ia mewujudkan cita-citanya menjadi pangcu dari Kay Pang.
Kan Tiangloo, Pheng Tiangloo dan Nio Tiangloo percaya obrolannya Yo Kang itu. Ini pun kebetulan sekali untuk mereka. Sebenarnya mereka ingin sekali diangkat menjadi pangcu, cuma di dalam hal ini, mereka malang sama Lou Tiangloo. Di bawah pimpinan Ang Pangcu, mereka menerima keadaan. Ang Pangcu dapat bertindak bijaksana, dia bisa mengimbangi keadaan, dia bersedia mengenakan baju bersih dan baju kotor bergantian. Hanya diantara keempat tiangloo, dia sebenarnya menghargai Lou Yoe Kiak, cuma Yoe Kiak ini, cacatnya ialah tabiatnya keras dan terburu nafsu, beberapa kali pernah ia hampir menerbitkan onar, kalau tidak, pasti siang-siang ia sudah diangkat menjadi pangcu. Untuk rapat besar di Gakciu ini, pihak Pakaian Bersih sebenarnya berkhawatir Lou Yoe Kiak yang nanti kepilih, ketiga tiangloo itu pernah memikir daya untuk mencegahnya, tetapi karena takut kepada Ang Cit Kong, mereka tidak berani bergerak. Maka mereka tidak sangka, sekarang muncul Yo Kang dengan tongkat suci mereka dan katanya Ang Pangcu telah terbinasa. Mereka berduka tetapi mereka tak melupai urusan besar mereka. Mereka berlaku sangat hormat kepada Yo Kang. Mereka heran Yo Kang tidak mau menerangkan pesan pangcu mereka. Mereka tidak tahu pemuda ini sangat licin. Baru tiba disaat rapat ini, Yo Kang menyebutkan pesan itu - pesan karangan otaknya sendiri. Mereka menyesal, yang mereka tidak terpilih, akan tetapi mereka dapat menghiburkan diri, sebab Yoe Kiak tidak terpilih juga. Maka, sambil memikir, mungkin di belakang hari mereka dapat mempengaruhi Yo Kang ini, mereka mengangguk tandanya mereka suka menerima si anak muda sebagai ketua mereka yang baru.
Kan Tiangloo lantas berkata: "Tongkat yang di pegang Yo Siangkong ialah tongkat sejati dari partai kita, tetapi kalau ada saudara yang menyangsikan, silahkan maju untuk memeriksa.
Lou Yoe Kiak melirik Yo Kang. Ia sangsi pemuda ini dapat memimpin Kay Pang. Maka ia maju, akan memeriksa tongkat suci itu. Ia mendapat kenyataan kesejatian nya tongkat itu. Maka berpikirlah ia: "Tentulah Pangcu mengingat vudi maka pangcu mewariskan tongkat suci ini kepadanya. Karena pangcu telah memesannya, mana dapat aku membantahnya?" Karena itu ia pun mempercayainya. Ia angkat tongkat ke atas kepalanya, dengan hormat ia menyerahkan kembali kepada Kan Tiangloo, yang tadi menyambuti itu dari tangan Yo Kang. Ia kata: "Kami menurut kepada pesan Ang Pangcu, kami menjunjung Yo Siangkong sebagai pangcu kami yang kesembilanbelas!"
Mendengar ini semua pengemis berseru memperdengarkan persetujuan mereka.
Kwee Ceng dan Oey Yong tidak bisa bicara, juga mereka tidak bisa bergerak, bukan main mendongkol dan masgulnya mereka.
"Benar dugaannya Yong-jie, Yo Kang ini bernyali besar, berani dia main gila seperti ini," pikir si anak muda. "Dia tentunya bakal mendatangkan onar besar."
Oey Yong sebaliknya lagi memikirkan, tindakan apa yang Yo Kang bakal mengambil terhadap mereka berdua, sebab tentulah mereka tidak bakal dilepaskan dengan begitu saja.
Yo Kang mengasih dengar suaranya: "Aku yang rendah, muda usiaku dan cupat pengetahuanku, tidak berani aku menerimanya ini tugas yang berat."
"Pesan Ang Pangcu demikian rupa, janganlah Yo Siangkong merendahkan diri," kata Pheng Tiangloo.
"Benar!" berkata Lou Yoe Kiak, yang lantas batuk satu kali, lalu ia berteriak dan meludah ke muka si anak muda.
Yo Kang tidak menyangka, tidak dapat ia berkelit, reak si pengemis tua nemplok di pipi kanannya. Ia menjadi kaget. Baru ia mau menanyakan ketiga tiangloo lainnya atau mereka itu pun bergantian telah lantas meludah kepadanya, setelah mana keempat tiangloo itu, dengan menyilang tangan, mereka lantas memberi hormat sambil berlutut dan mendekam. Yo Kang masih tidak mengerti, ia tetap berdiri tercengang.
Perbuatannya keempat tiangloo ini disusul oleh semua pengemis lainnya, dengan mengikuti runtunannya, mereka itu menghampirkan untuk menludahkan, saban habis berludah, baru memberi hormat.
"Adalah ini cara meludah tanda hormat kepadaku?" Yo Kang tanya dirinya sendiri. Ia tidak tahu, demikianlah aturan yang dihormati Kay Pang, setiap pangcu baru mesti diperhina, sebab pengemis, mereka mesti bersedia menerima penghinaan khalayak ramai. Ia tidak tahu itulah semacam latihan kebathinan.
Selang sekian lama barulah semua pengemis memberi hormatnya, lalu ramailah suara mereka: "Yo Pangcu, silahkan naik ke panggung Hian Wan Tay!"
Yo Kang melihat panggung tidak terlalu tinggi, hendak ia membanggakan kepandaiannya. Lantas ia menjejak kedua kakinya, untuk mengapungi diri, berlompat naik. Bagus caranya ia berlompat naik itu, karena ia mempunyai ilmu ringan tubuh yang baik. Hanya di matanya keempat tiangloo, terlihatlah kepandaiannya itu masih rendah, tetapi mengingat usianya yang muda, ia tidak dapat dicela. Keempat tiangloo itu percaya ialah murid seorang yang pandai.
Begitu lekas berada di atas panggung, Yo Kang mengasih dengar suaranya yang nyaring: " Penjahat yang mencelakai Ang Pancu masih belum dapat dibinasakan tetapi dua pembantunya telah aku berhasil membekuknya!"
Mendengar itu, berisiklah semua pengemis itu, segera terdengar teriakan mereka: "Di mana" Di mana" Lekas cincang padanya! Jangan lantas dihukum mati, hukum picis dulu padanya biar dia tahu rasa!"
Kwee Ceng tidak mendiga jelek, maka ia kata di dalam hatinya: "Aku hendak lihat siapa pembantunya pembunuh itu"."
Yo kang lantas berseru: "Bawa mereka ke depan panggung!"
Pheng Tiangloo lantas bertindak cepat kepada Kwee Ceng dan Oey Yong, dengan masing-masing sebelah tangannya, ia memegang dan mengangkat tubuh orang, buat dibawa ke depan panggung di mana ia menggabruki dua muda-mudi itu.
Sekarang baru Kwee Ceng mendusin.
"Ha, binatang, kiranya kau maksudkan kami!" ia mendamprat di dalam hatinya.
Lou Yoe Kiak terperanjat kapan ia melihat Kwee Ceng dan Oey Yong, yang ia kenali, maka ia lantas mengingat kepada keterangannya Lee Seng. Ia lantas berkata: "Pangcu, dua orang ini ialah murid-muridnya Ang Pangcu! Cara bagaimana mereka dapat mencelakai guru mereka?"
"Justru itulah sebabnya, yang membuat orang semakin gemas!" berkata Yo Kang.
Pheng Tiangloo pun berkata: "Pangcu melihatnya sendiri, mana bisa salah?"
Lee Seng dan Ie Tiauw Hian hadir di dalam rapat ini, keduanya lantas maju dan berkata: "Harap pangcu ketahui, dua orang itu adalah orang-orang gagah, untuk mereka, kami berdua bersedia menanggungnya dengan jiwa kami. Pasti sekali kebinasaan Ang Pangcu tidak ada hubungannya sama mereka ini!"
"Kalau bicara, biarlah tiangloo kamu yang bicara!" Nio Tiangloo membentak. "Apa di sini dapat kamu campur mulut"!"
Kedua pengemis ini ada dari golongan Pakaian Kotor dan berada di bawah pimpinan Lou Yoe Kiak, derajat mereka pun rendah, tidak berani mereka berbicara lebih lanjut pula. Mereka mengundurkan diri dengan sangat penasaran.
"Di dalam hal ini bukannya aku yang rendah tidak mempercayai Pangcu," berkata Lou Yoe Kiak kemudian, " Akan tetapi mengingat urusan membalas sakit hati ialah urusan sangat besar, aku mohon Pangcu nanti memeriksanya denagn seksama."
Yo Kang memang telah memikir, maka lantas ia menyahuti: "Baiklah, nanti aku periksa." Kemudian ia mengawasi Kwee Ceng dan Oey Yong serta berkata: "Aku hendak menanya kamu, tidak usah kamu membuka mulutmu. Jikalau apa yang aku katakan benar, kamu mengangguk, kalau tidak, kamu menggoyang kepala. Jikalau kamu mendusta, sedikit saja, ingat golok dan pedang tidak mengenal kasihan!"
Pangcu ini mengibaskan tangannya, maka Pheng Tiangloo dan Nio Tiangloo lantas menghunus senjata mereka, dipasang di punggung Kwee Ceng dan Oey Yong. Pheng Tiangloo memegang pedang, dan Nio Tiangloo mencekal golok.
Oey Yong gusar sekali hingga mukanya menjadi pucat. Ia lantas mengingat peristiwa di Gu-kee-cun, tempo dari lain kamar ia mendengari Liok Koan Eng berbicara sama Thia Yauw Kee, bicara hal lamaran sambil main mengangguk-angguk. Ia tidak menyangka, sekarang ia mesti mengalami kejadian itu.
Yo Kang tahu Kwee Ceng jujur dan polos dan dapat dipermainkan, maka ia memegang tubuh orang, untuk diangkat ke samping. Segera ia menanya dengan suaranya yang bengis: "Bukankah anak perempuan ini anak kandung dari Oey Yok Su?"
Kwee Ceng menutup matanya, ia tidak mengambil mumat pertanyaan itu.
Nio Tiangloo menekan dengan ujung goloknya.
"Benar atau tidak!" dia menanya. "Mengangguk atau menggoyang kepala?"
Kwee Ceng sebenarnya tidak niat membuka mulutnya, ketika ia berpikir, biarnya ia tidak dapat membuka, toh perkara akan menjadi terang juga. Maka ia lantas mengangguk.
Begitu melihat orang mengangguk, banyak pengemis lantas berteriak-teriak: "Buat apa ditanyakan terlebih jauh! Lekas bunuh! Lekas bunuh padanya!" Mereka itu mau percaya benarlah pangcu mereka telah terbinasa di tangan Oey Yok Su. Ada pula yang berteriak: "Lekas bunuh dia! Mari kita cari si tua bangka pembunuh itu!"
"Saudara-saudara, jangan berisik!" Yo Kang berkata. "Tunggu sampai aku sudah menanyakan dia terlebih jauh!"
Mendengar begitu, rapat menjadi sunyi pula.
"Oey Yok Su telah tunangkan gadisnya kepada kau, benarkah?" Yo Kang menanya pula. Ia telah memikir matang runtun pertanyaannya itu.
Kwee Ceng anggap itu benar, ia mengangguk pula.
Yo Kang meraba pinggang orang, dari situ ia menarik keluar pisau belati yang tajam sekali.
"Inilah pisau yang dikasihkan kepadamu oleh Khu Cie Kee, salah seorang dari Coan Cin Pay, dan imam tua she Khu itu mengukir namamu di sini, benar?" Yo Kang tanya.
Kwee Ceng mengangguk.
"Ma Giok dan Coan Cin Cit Cu telah mengajari kau ilmu silat dan Ong Cie It, salah satu anggota lain dari Coan Cin Pay itu pernah menolongi jiwamu! Bukankah kau tidak dapat menyangkal itu?"
"Perlu apa aku menyangkal?" pikir si anak pemuda yang polos itu. Dan ia mengangguk.
"Pangcu Ang Cit Kong menganggap kamu berdua orang baik-baik dan dia pernah mengajari ilmu silatnya yang istimewa kepada kamu, benar tidak?"
Kwee Ceng mengangguk.
"Ang Cit Kong telah dibokong musuhnya hingga dia terluka parah. Kamu berdua berada di samping orang tua itu, benarkah?"
Untuk sekian kalinya, Kwee Ceng mengangguk.
Semua pengemis menyaksikan dan mendengari pemeriksaan itu, selagi suaranya Yo Kang semakin bengis, Kwee Ceng terus mengangguk saja, dari itu mereka menyangka Kwee Ceng itu mengakui kesalahannya, mereka tidak memikir bahwa semua pertanyaan itu tidak ada hubungannya sama urusan Ang Cit Kong. Yo Kang tengah memainkan peranannya yang teratur. Mendengar itu, Lou Yoe Kiak pun kena terpengaruhi hingga ia menjadi sangat membenci Kwee Ceng dan Oey Yong itu. Ia bertindak mendekati dan menendang Kwee Ceng beberapa kali.
Yo Kang tidak mencegah, ia berkata pula: "Saudara-saudara! Nyata dua bangsat ini berlaku terus terang, maka itu baiklah mereka dibebaskan dari siksaan terlebih jauh. Pheng Tiangloo, Nio Tiangloo, silahkan kamu turun tangan!"
Mendengar begitu, Kwee Ceng dan Oey Yong saling mengawasi sambil tersenyum sedih, hanya kemudian Oey Yong mendadak tertawa. Sebab ia ingat: "Aku yang mati bersama-sama engko Ceng, bukannya putri Gochin Baki itu!"
Kwee Ceng lantas memandang ke langit, ia ingat ibunya yang berada jauh di gurun pasir. Ia mengawasi ke langit di mana tampak bintang-bintang bersinar. Maka ingatlah ia akan pertempuran hebat di antara Coan Cin Cit Cu dan Bwee Tiauw Hong dan Oey Yok Su. Siapa bakal mati, pikirannya menjadi jernih, demikian Kwee Ceng, ia menjadi ingat jelas barisan Thian Kong Pak Tuaw Tin dari Coan Cin Cit Cu itu.
Sedang begitu, kedua tiangloo sudah siap untuk bekerja, Kwee Ceng pun telah dihampirkan.
"Tunggu dulu!" mendadak terdengar cegahannya Lou Yoe Kiak. Ia lantas mendekati Kwee Ceng, dari mulut siapa ia keluarkan biji yang menyumpal mulut anak muda itu. Ia lantas menanya: "Bagaimana caranya pangcu kami telah orang bikin celaka, kau tururkanlah biar jelas!"
"Tak usah tanya, aku tahu semua!" berkata Yo Kang yang terkejut untuk perbuatan Tiangloo itu.
"Pangcu," berkata Yoe Kiak, "Lebih jelas kita menanya dia lebih baik. Di dalam hal yang mengenai pangcu kita itu, siapa pun tidak dapat dilepaskan!"
Yo Kang berdiam. Permintaan Yoe Kiak ini pantas, tidak dapat ia melarangnya.
Kwee Ceng telah dibebaskan dari sumbatannya, ia masih tidak mau bicara, ia terus mengawasi langit di utara itu. Ia menjublak, hingga beberapa kali Yoe Kiak mengulangi pertanyaannya, ia seperti tiadak mendengarnya. Karena sekarang ia lagi memahamkan keletakan bintang-bintang itu, tujuh bintang Pak-tauw, yang tepat sama barisannya rahasianya Coan Cin Cit Cu. Ia tengah memperoleh kemajuan, maka ia tidak memperdulikan si tiangloo.
Oey Yong dan Yo Kang melihat orang tidak hendak menggunai ketika yang baik itu untuk membela diri, yang satu berduka, yang lainnya bergirang. Tapi Yo kang tidak sudi menyia-nyiakan ketikanya lagi, maka itu, ia mengibasi tangannya, memberi tanda kepada kedua tiangloo Pheng dan Nio untuk tidak menunda pula dijalankannya hukuman mati itu.
Tepat ketika kedua tiangloo itu hendak mengayunkan senjatanya masing-masing, di situ terdengar satu suara yang diberikuti berkelebatnya sinar merah tua melintas di permukaan telaga. Kedua tiangloo itu heran, mereka mengawasi. Lalu terlihat pula dua sinar biru meluncur ke udara, berpisah dari Kun San jauhnya beberapa lie. Terang sinar itu muncul dari tengah telaga.
Kan Tiangloo lantas berkata: "Pangcu, ada tetamu agung!"


Memanah Burung Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yo Kang terperanjat. "Siapakah?" tanya dia.
"Pangcu dari Tiat Ciang Pang!" sahut Kan Tiangloo.
"Tiat Ciang Pang?" Yo Kang menegasi. Ia tidak tahu halnya partai Tangan Besi itu.
"Itulah sebuah partai besar di sekitar Su-coan dan Ouwlam," Kan Tiangloo menerangkan, "Pangcu mereka telah datang, dia harus disambut dengan hormat. Maka dua jahanam ini, baik sebentar kita menghukumnya."
"Baiklah," sahut Yo Kang. "Silahkan tiangloo menyambut tetamu terhormat itu."
Kan Tiangloo lantas memberikan titahnya. Maka di atas sebuah gunung Kun San terlihat meluncurnya tiga buah panah api, yang warnanya merah.
Tidak lama dari itu terlihatlah datangnya perahu, yang terus mendekati tepian. Pihak Kay Pang memasang obor, mereka menyambut.
Panggung Hian Wan Tay ada di atas puncak Kun San, dari kaki gunung ke puncak, perjalanannya cukup jauh, maka itu meski tetamu lihay ilmunya ringan tubuh, masih diperlukan waktu untuk mendakinya.
Kwee Ceng dan Oey Yong telah dibawa ke dalam rombongan orang banyak, mereka dijagai murid-murid Pheng Tiangloo.
Oey Yong mengawasi Kwee Ceng, ia heran sekali. Pemuda itu, seperti orang tolol, masih berdiam saja, dari mulutnya terdengar suara sangat perlahan, entah apa yang dikatakannya.
Tengah nona ini heran, ia melihatnya tetamu telah tiba. Obor ada sangat terang, maka terlihatlah tegas-tegas tetamu itu, yang diiringi beberapa puluh orang dengan pakaian hitam. Dia mengenakan baju kuning yang pendek, tangannya membawa kipas.
Siapakah dia kalau bukannya Khiu Cian Jin"
Kan Tiangloo maju menyambut, ia bicara dengan ramah tamah, sikapnya sangat menghormati. Setelah itu ia memperkenalkannya kepada Yo Kang. Ia kata: "Inilah Tiat Ciang Sui-siang-piauw Khiu Pangcu, yang kepalan saktinya tak ada tandingan, yang namanya menggetarkan dunia."
Yo Kang tidak memandang mata kepada tetamunya ini. Selama di Kwie-in-chung, Thay Ouw, ia telah menyaksikan orang turun merek. Ia tidak menyangka orang adalah pangcu dari suatu partai besar. Tapi karena orang telah datang berkunjung dan ia tuan rumah, ia berpura-pura pilon.
"Sungguh aku girang dengan pertemuan kita ini!" katanya, tertawa. Dengan mengulur tangannya untuk berjabatan tangan. Ia lantas mengerahkan tenaganya berniat membikin orang kesakitan dan menjerit karenanya. Di dalam hatinya ia kata: "Semua orang percaya kau lihay tetapi di sini hendak aku merobohkanmu! Inilah ketika yang baik sekali! Tua bangka, hendak aku meminjam kau untuk aku memamerkan kepandaianku di antara semua pengemis ini!"
Begitu lekas Yo Kang menggunai tenaganya, begitu lekas ia merasa telapakan tangannya panas, seperti terkena bara, maka lekas-lekas ia menarik pulang tangannya, akan tetapi tangannya itu seperti kena kecantol, tak dapat dilepaskan, sedang hawa panasnya jadi semakin hebat. Tanpa merasa ia menjerit: "Aduh! Mati aku!" Mukanya lantas menjadi pucat, air matanya mengucur, saking sakitnya, pinggangnya menjadi lengkung, hampir dia pingsan.
Keempat tiangloo kaget, semua berlompat maju. Kan Tiangloo sebagai tertua di antaranya, dengan tongkat baja di tangannya menggetok batu gunung, hingga terdengar suara nyaring dan lelatu apinya muncrat, lalu ia menanya: "Khiu Pangcu, Yo Pangcu kami masih sangat muda sekali, mengapa kau menguji kepandaiannya?"
Pangcu she Khiu ini menyahuti dengan dingin: "Aku berjabat tangan dengan baik-baik dengannya, adalah pangcu kamu yang telah mencoba aku. Yo Pangcu telah berminat meremas hancur beberapa tulangku yang tua!"
Sambil mulut mengatakan demikian, Khiu Pangcu tidak melepaskan tangannya, maka itu Yo Kang terus berteriak teraduh-aduh, suaranya makin perlahan. Rupanya ia tidak dapat bertahan leboh lama pula, lantas dia pingsan.
Baru sekarang Khiu Cian Jin melepaskan tangannya, dengan disemperkan, maka Yo Kang yang sudah tak sadarkan diri, lantas terguling tubuhnya. Syukur Lou Yoe Kiak keburu lompat untuk memegangi.
Kan Tiangloo menjadi gusar.
"Khiu Pangcu apakah artinya ini?" ia menegur.
"Hm!" ketua Tiat Ciang Pang itu mengasih dengar suaranya sedang tangan kirinya menyambar kemuka orang.
Kan Tiangloo mengangkat tongkatnya, untuk menangkis atau - dengan kesebatannya yang luar biasa - Khiu Cian Jin telah dapat menangkap tongkat orang, hanya belum sempat ia merampasnya, Kan Tiangloo sudah menarik keras sekali. Karena itu ia lantas mengayunkan tangan kanannya ke kiri, tepat mengenai tongkat itu. Kali ini Kan Tiangloo merasakan tangannya sakit, bahkan telapakan tangannya itu pecah dan mengucurkan darah, hingga dia tidak dapat memegang lebih lama pula dan senjatanya itu kena juga dirampas. Bahkan dengan tongkatnya itu, tetamu ini lantas berhasil menangkis golok dan pedang Pheng Tiangloo dan Nio Tiangloo, yang telah segera menyerang sebab mereka ini menyaksikan rekan mereka sudah bertempur.
Khiu Pangcu lihay sekali hampir berbareng dengan itu, ia juga menyikut mukanya Lou Yoe Kiak, hingga dia ini mesti mundur juga.
Semua pengemis menjadi kaget, semua lantas menghunus senjata mereka, bersiap untuk menyerbu asal ada titah dari ketua mereka.
Khiu Cian Jin mencekal tongkat dengan tangan kiri dan tangan kanannya, ia tertawa lebar dan panjang, sambil berbuat begitu ia mengerahkan tenaganya, sembari berteriak ia hendak membikin patah tongkat itu, tetapi ia tidak berhasil, karena tongkat itu terbuat dari baja pilihan, maka itu sesudah terus ia mengerahkan tenaganya, ia cuma bisa menekuk melengkung bundar beberapa lipat. Baru sekarang ia mengendorkan tenaganya, ia melemparkan tongkat dengan tangan kirinya, hingga tongkat terlempat mengenai batu gunung, keras suaranya, batu gunung itu pada meletik lelatunya, ujungnya tongkat nancap.
Menyaksikan semua itu, kaum Kay Pang jagi kaget dan kagum.
Yang lebih kaget dan heran adalah Oey Yong. Nona ini kata dalam hatinya: "Tua bangka ini terang satu penipu besar yang tidak mempunyai guna, sekarang kenapa dia menjadi begini lihay" Sungguh aneh!"
Rembulan sedang bersinar terang sekali. Oey Yong memandang tajam kepada orang tua itu. Tidak salah, dialah Khiu Cian Jin si penipu yang dula kali ia ketemukan di Kwie-in-chung dan Gu-kee-cun. Maka ia jadi mau berpikir, apakah juga penipuan belaka ilmu kepandaiannya orang ini"
Kemudian si nona menoleh pula kepada Kwee Ceng, ia mendapat kenyataan pemuda itu masih saja mengawasi bintang-bintang di langit, hingga ia menjadi bingung. Ia tidak tahu, apa yang sebenarnya lagi dikerjakan kawannya itu.
Khiu Cian Jin dengan suaranya yang dingin, terdengar berkata: "Tiat Ciang Pang serta partai tuan-tuan tidak ada hubungannya satu dengan lain, karena aku mendengar hari ini ada harian Rapat Besar kamu, aku sengaja datang berkunjung, karena itu kenapakah pangcu kamu dengan tidak karu-karuan hendak merobohkan aku?"
Kan Tiangloo telah menjadi jeri, sekarang mendengar suara orang bukannya suara bermusuh, maka ia lantas memberikan penyahutannya. Ia kata: "Khiu Pangcu salah paham! Pangcu kesohor di empat penjuru negeri, kami biasa sangat menhargainya, maka dengan kunjungan pangcu ini, bagi kami itulah suatu kehormatan besar."
Khiu Cian Jin mengangkat kepalanya, ia tidak menyahuti, sikapnya jumawa. Hanya sejenak kemudian, baru ia membuka pula mulutnya. Ia kata: "Aku mendengar kabar Ang Pangcu telah berpulang ke dunia baka, maka dengan begitu di kolong langit ini berkurang pula satu orang gagah, sungguh sayang! Sekarang partai kamu mengangkat satu pangcu yang baru seperti ini, ini pun sayang, sayang!"
Ketika itu Yo Kang sudah mendusin, ia mendengar suara yang sangat menghina itu, akan tetapi ia tidak berani membuka mulutnya. Ia masih merasakan tangannya sakit, tangan itu bengkak berikut lima jejirinya.
Keempat tiangloo juga tidak tahu meski mengucap apa, maka terdengarlah Khiu Cian Jin berkata pula: "Aku yang rendah hari ini datang berkunjung, ada dua maksudku untuk mana aku ingin memohon sesuatu. Untuk itu aku pun hendak menghadiahkan apa-apa."
"Tolong Khiu Pangcu memberi petunjuk," kata Kan Tiangloo yang belum tahu orang menghendaki apa.
Khiu Cian Jin tidak langsung menjawab, ia hanya menyapu dengan matanya kepada semua hadirin di seputarnya itu. Ketika ia telah melihat Kwee Ceng dan Oey Yong, lantas sinar matanya menjadi tajam sekali.
Oey Yong tidak takut, ia membalas mengawasi dengan tajam juga. Bahkan ia mengasih lihat senyuman memandang enteng. Ia telah pikir: "Buat kau beraksi bagaimana juga, aku tentu menganggapmu satu penipu besar!"
Khiu Cian Jin berpaling kepada Kan Tiangloo.
"Nona kecil itu serta kawannya si bocah telah mencelakai beberapa muridku," katanya. "Maka itu dengan membesarkan nyali aku hendak minta mereka untuk aku menghukumnya."
Kan Tiangloo tidak berani mengambil keputusan.
"Yo Pangcu, bagaimana?" ia menanya ketuanya itu.
"Dua orang ini sebenarnya ada musuh-musuh besar partai kami," berkata Yo Kang, "Maka aku tidak menyangka, mereka juga telah berdosa terhadap Khiu Pangcu. Kalau begitu mari kita menghukumnya bersama-sama!"
Khiu Cian Jin mengangguk.
"Itu boleh!" katanya. "Sekarang permintaan yang keduanya. Kemarin ini ada beberapa muridku yang lagi bekerja atas titahku, entah kenapa mereka itu menyebabkan kemurkaannya dua anggota dari partai kamu, mata mereka telah dibikin buta!" Dia lantas menuding Kwee Ceng berdua dan menambahkan: "Kabarnya kedua bangsat itu telah membantui menurunkan tangan. Orang-orangku itu tidak punya guna, aku tidak bisa membilang suatu apa, hanya kalau kejadian ini sampai teruwar, tentulah kami Tiat Ciang Pang menjadi hilang mukanya, maka itu, aku si orang tua menjadi tidak kenal gelagat, aku ingin sekali belajar kenal dengan kepandaiannya kedua sahabat itu!"
Yo Kang tidak mencintai orang-orang Kay Pang, tidak ada niatnya untuk melindungi mereka, maka itu mana ia mau berbuat salah lagi hanya untuk dua orang" Maka ia lantas menanya: "Siapakah sudah lancang menerbitkan onar, yang telah bentrok dengan sahabat-sahabat dari Tiat Pangcu" Lekas kamu keluar untuk memohon maaf dari Khiu Pangcu ini!"
Kay Pang itu semenjak dipimpin Ang Cit Kong belum pernah hilang muka, maka itu bukan main mendongkolnya semua anggotanya mendengar ini pangcu baru bersikap demikian lemah. Lee Seng dan Ie Tiauw Hin lantas maju ke depan. Lee Seng kata dengan nyaring: "Harap dimaklumi pangcu. Peraturan partai kami yang nomor empat berbunyi menganjurkan kami berlaku mulia, kami mesti bisa menolong sesamanya yang berkesusahan. Kemarin ini kebetulan saja kami menyaksikan sahabat-sahabat dari Tiat Ciang Pang membikin celaka rakyat jelata dengan mereka mengumbar ular mereka, sebab kami tidak dapat menahan sabar lagi, kami lantas mencegah perbuatan mereka itu. Kebetulan di situ ada ini dua sahabat kecil, jikalau tidak ada mereka yang membantu, pastilah kami berdua pun terbinasa oleh ular-ular berbisa itu!"
"Tidak peduli bagaimana, kamu mesti menghanturkan maaf kepada Khiu Pangcu!" berkata Yo Kang bengis.
Lee Seng dan Ie Tiauw Hin saling mengawasi. Mereka menghadapi kesukaran, hati mereka panas sekali. Kalau mereka tidak menghanturkan maaf, mereka menentang titah pangcu; kalau mereka menurut, mereka sangat penasaran. Tapi tak lama Lee Seng bersangsi, ia lantas berseru kepada semua anggota partainya: "Saudara-saudara, jikalau Ang Pangcu masih hidup, tidak nanti kami dibiarkan hilang muka, maka itu sekarang, Siauwtee sekarang lebih suka terbinasa, tidak nanti Siauwtee menerima penghinaan!"
Sembari berkata begitu, Lee Seng mencabut pisau belati dari betisnya, dengan itu ia lantas menikam dadanya, ulu hatinya, maka di situ juga ia roboh dengan jiwanya melayang.
Menampak demikian, Ie Tiauw Hin menubruk saudaranya itu, untuk merampas pisau belatinya, dengan apa ia pun menikam dirinya, maka ia juga roboh dengan jiwanya melayang.
Semua pengemis terbangun semangatnya. Kejadian ini sangat hebat untuk mereka. Tapi mereka masih berdiam, tanpa ada titah pangcu, mereka tidak berani lancang.
Setelah menyaksikan semua itu, Khiu Cian Jin tertawa tawar.
"Permintaanku yang kedua ini sudah beres," katanya. "Maka sekarang kami hendak menghanturkan bingkisan kepada partai tuan-tuan!" Habis berkata, ia memberi tanda dengan tangan kirinya. Maka beberapa puluh orang bertubuh besar yang mengenakan pakaian hitam lantas maju bersama kopor mereka yang besar, yang lantas dibuka tutupnya, dari situ mereka mengambil masing-masing sebuah tetampan untuk diletaki di samping Yo Kang. Itulah uang emas dan perak dan permata yang sinarnya berkeredepan!
Semua pengemis heran melihat orang mengeluarkan harta sebesar itu.
"Tiat Ciang Pang kami," berkata Khiu Cian Jin, "Meski kami masih dapat makan, tidak nanti kami sanggup mengeluarkan bingkisan begini berharga, maka itu baiklah tuan-tuan ketahui, ini adalah hadiah dari Chao Wang dari negera Kim, yang meminta kami tolong menyampaikannya."
Mendengar keterangan ini, Yo Kang heran dan girang.
"Di mana adanya Chao Wang?" ia menanya lekas. "Aku ingin bertemu dengannya!"
"Inilah kejadian pada beberapa bulan yang lalu," menyahut Khiu Cian Jin, menyahuti apa yang tidak ditanya. Karena ia memberikan keterangannya. "Itu waktu Chao Wang telah mengirimkan utusannya kepadaku membawa bingkisannya ini dan dia minta partaiku yang tolong menyampaikannya."
Mendengar itu, Yo Kang tahu bahwa hal itu terjadi sebelum ayahnya - ilaga Chao Wang - berangkat ke Selatan. Hanya ia belum tahu maksudnya mengapa Kay Pang dikirimkan harta sebesar ini.
Khiu Cian Jin masih meneruskan keterangannya: "Chao Wang mengagumi partai tuan-tuan, maka itu ia memerintahkan istimewa untuk aku sendiri yang menyampaikan bingkisan ini."
"Jikalau begitu kami membuat capai saja kepada pangcu!" berkata Yo Kang girang.
Khiu Cian Jin tertawa.
"Yo Pangcu muda tetapi nyata kau luas pandangannya, kamu menang jauh daripada Ang Pangcu!" ia memuji.
Yo Kang masih belum tahu maksud ayahnya berhubungan sama Kay Pang, maka ia menanya pula: "Entah ada titah apakah dari Chao Wang untuk perkumpulan kami" Tolong pangcu menitahkannya saja!"
"Menitahkan, itulah tak dapat disebutkan," berkata Khiu Cian Jin. "Hanya Chao Wang memesan untuk memberitahukan bahwa wilayah utara ini tanahnya miskin dan rakyatnya melarat, jadi sukar untuk".."
Yo Kang cerdas, segera ia dapat menduga.
"Jadinya Chao Wang menghendaki kami pergi ke Selatan?" katanya.
"Sungguh Yo Pangcu cerdas sekali!" berkata Khiu Cian Jin, memuji. "Maaf untuk sikapku tadi. Chao Wang membilang bahwa propinsi-propinsi Kwietang dan Kwiesay serta Hokkien, tanahnya subur, rakyatnya makmur, maka itu ia bertanya kenapa saudara-saudara dari Kay Pang tidak mau pergi ke Selatan untuk menaruh kaki di sana" Wilayah Selatan jauh lebih menang daripada wilayah Utara ini."
"Terima kasih untuk petunjuk Chao Wang serta pangcu sendiri," berkata Yo Kang tertawa. "Percayalah, aku yang rendah pasti bakal menurutinya."
Khiu Cian Jin heran orang dengan gampang saja menerima hadiah itu, tetapi karena ia khawatir Kay Pang nanti menyesal, ia lantas berkata: "Kata-katanya seorang laki-laki cukup dengan sepatah kata! Dengan semua saudara dari Kay Pang berangkat ke Selatan, bukankah itu berarti bahwa kamu tidak bakal kembali ke Utara ini?"
Yo Kang hendak memberikan jawabannya ketika Lou Yoe Kiak memotong: "Harap pangcu mengetahuinya! Kami semua hidup dari mengemis, maka itu, apa perlunya kami dengan uang emas dan barang permata" Laginya partai kita berada di seluruh negeri, kami merdeka, maka kapannya kami pernah dipengaruhi lain orang" Oleh karena itu aku memohon pangcu memikirkan dengan seksama!"
Sekarang ini Yo Kang telah dapat menerka maksudnya Wanyen Lieh. Di Kangpak ini, yaitu utara Sungai Besar, Kay Pang menjadi musuh bangsa Kim, sering terjadi, kalau pihak Kim jauh ke utara, Kay Pang suka mengganggu mengacau bagian belakang, baik dengan membunuh punggawa perangnya maupun dengan membakar rangsum, maka kalau Kay Pang dipindah ke Selatan, jadi gampanglah usaha bangsa Kim itu. Maka itu atas cegahannya Lou Yoe Kiak, ia berkata: "Ini adalah maksud baik dari Khiu Pangcu, jikalau kita tidak menerima, itu tandanya kita berlaku tidak hormat. Uang emas dan perak dan permata ini, aku sendiri tidak membutuhkannya, maka itu Suwie Tiangloo, sebentar sebubarnya rapat, silahkan kamu membagi-bagikannya kepada semua saudara!"
Tapi Yoe Kiak tidak memperdulikan perkataannya ini pangcu baru. Ia berkata pula: "Ang Pangcu kami yang tua dikenal sebagai Pak Kay, maka itu usaha kita di Utara ini mana dapat gampang-gampang ditinggalkan secara begini" Laginya partai kita bercita-cita bersetia dan membela negera sedang dengan bangsa Kim, kita adalah musuh turunan, dari itu tidak dapat bingkisannya ini diterima! maka itu tidak dapat kita pindah ke Kanglam!"
Yo Kang menjadi tidak senang, air mukanya menunjuki itu. Tapi belum lagi ia membuka mulutnya, Pheng Tiangloo sambil tertawa mendahului padanya. Kata ini Tiangloo; "Lou Tiangloo, urusan besar dari partai kita diputuskan oleh pangcu, bukan diputuskan kau seorang diri, bukankah?"
Yoe Kiak tetapi tetap sama sikapnya. Ia kata keras: "Jikalau mesti melupakan kesetiaan dan kejujuran, biarnya mati, aku tidak suka menurut!"
"Ketiga tiangloo Kan, Pheng dan Nio, bagaimana pikiran kalian?" Yo Kang tanya ketiga tetua itu.
"Kami bersedia untuk titah pangcu!" menyahut ketiga tiangloo itu serentak.
"Bagus!" berseru Yo Kang. "Mulai tanggal satu bulan delapan, kita pergi menyeberangi Sungai Besar!"
Atas perkataan itu, sebagian besar orang Kay Pang menjadi gaduh.
Di dalam Kay Pang ini, perbedaan di antara golongan Pakaian Bersih dan Pakaian Kotor nyata sekali. Golongan Pakaian Bersih, meski pakaian mereka banyak tambalannya, tetapi pakaian itu bersih seperti pakaian orang kebanyakan dan cara hidupnya sama dengan khalayak ramai, tidak demikian dengan golongan Pakaian Kotor yang teguh sama cita-citanya, sudah pakaiannya butut dan dekil, mereka tidak menggunai uang untuk membeli barang, bahkan mereka tidak duduk bersantap bersama-sama dengan lain orang, mereka tidak nanti bertempur bersama orang yang tidak mengerti ilmu silat. Benar di antara empat Tiangloo, tiga ada dari golongan Pakaian Bersih, walaupun demikian, jumlah pengemis Pakaian Kotor terlebih banyak. Mereka inilah yang sekarang memberi suara setuju kepada Lou Yoe Kiak.
Melihat sikapnya sebagaian pengemis itu, Yo Kang menajdi bingung juga. Ketiga tiangloo she Kan, Pheng dan Nio lantas mengasih dengar suara nyaring mereka, untuk meminta orang jangan gaduh, suaranya itu tidak diambil mumat. Kan Tiangloo menjadi habis sabar, maka ia memandang Lou Yoe Kiak.
"Lou Tiangloo, adakah kau hendak memberontak kepada pangcu?" dia tanya bengis.
"Biarnya aku dihukum picis, tidak nanti aku berani melawan yang tua!" menyahut Yoe Kiak keren. "Apapula untuk memberontak terhadap pangcu, pasti aku lebih-lebih tak berani. Akan tetapi anjing Kim itu adalah musuh besar dari Kerajaan Song kita! Apakah katanya Ang Pangcu kepada kita?"
Kan Tiangloo bertiga kena terdesak, mereka lantas tunudk. Mereka mulai menyesal.
Khiu Cian Jin melihat suasana itu, maka ia pikir usahanya bakal gagal kalau Lou Yoe Kiak tidak dipengaruhi, maka itu dengan tertawa dingin, ia berkata kepada Yo Kang: "Yo Pangcu, hebat Lou Tiangloo ini!" Lalu menyusuli penutup perkataannya itu, dengan kedua tangannya diulur ke arah pundak si tiangloo.
Ketika mendengar orang tertawa dingin, Lou Yoe Kiak sudah bercuriga, ia telah siap sedia, maka itu, ketika ia diserang, dengan cepat ia berkelit sambil menunduk untuk nelusup masuk ke selangkangan orang. Sebab ia mengerti dengan baik, tidak bisa ia melawan dengan kekerasan. Sembari nelusup itu, tanpa menanti lempangnya pinggangnya, kakinya sudah menendang ke kempolan pangcu dari Tiat Ciang Pang. Dia bernama Lou Yoe Kiak, Lou si Mempunyai Kaki, dari itu bisa dimengerti ilmu dupakan itu.
Khiu Cian Jin heran untuk caranya orang berkelit itu, Guna melindungi diri, ia lantas mengayun tangannya ke belakang, guna menghajar kakinya si pengemis.
Yoe Kiak tahu tangan lawan itu hebat, ia menarik pulang dupakannya ketiga. Ia khawatir kakinya nanti terluka. Sambil lompat ke samping, ia meludah kepada lawannya itu!
Khiu Cian Jin boleh gagah dan luas pengalamannya, akan tetapi serangan semacam itu ia tidak menyangka sama sekali, maka itu, belum sempat ia berkelit, mukanya sudah kena diludahi. Ludah itu tidak mendatangkan rasa sakit atau gatal, toh itu membuatnya tercengang.
"Lou Tiangloo, jangan kurang ajar kepada tetamu agung!" Yo Kang membentak.
Yoe Kiak masih taat kepada ketuanya, tetapi justru ia hendak merubah sikapnya, Khiu Cian Jin yang gusar sudah lantas menyerang padanya, kedua tangannya yang kuat seperti kepit sudah menyambar ke arah tenggorakan. Ia kaget, maka ia berlompat jumpalitan untuk menghindarkan diri dari bahaya. Tapi ia terlambat, selagi kupingnya mendengar ejekan, "Hm!" kedua tangannya kena disambar lawan itu. Dalam kagetnya ia berontak, tetapi sia-sia saja. Ia sudah banyak pengalamannya, ia tidak menjadi bingung atau ketakutan, maka ia berdaya pula. Dengan tiba-tiba ia menyeruduk dengan kepalanya!
Semenjak masih kecil, Yoe Kiak sudah melatih kepalanya itu, maka itu, serudukannya dapat menggempur tembok hingga bolong. Pernah ia bertaruh sama saudara-saudara separtai dengan ia melawan banteng, mengadu kepala, kepalanya sendiri tidak kurang suatu apa, si kerbau sendiri roboh kelenger. Hanya kali ini, ketika kepalanya mengenai perut, ia merasa membentur benda lunak seperti kapas. Ia kaget, ia mengerti bahaya, dengan lekas ia menarik pulang kepalanya itu. Untuk kagetnya lagi, perut orang itu mengikuti kepalanya itu. Ia lantas mengerahkan tenaganya, untuk membebaskan kepalanya itu. Sebagai kesudahan dari pergulatannya itu, ia merasa kepalanya mulai panas sedang kedua tangannya yang terus dicekal menjadi panas sekali, seperti tangan itu dimasuki ke dalam perapian marong".
"Kau takluk atau tidak"!" tanya Khiu Cian Jin membentak.
"Bangsat busuk, takluk apa!" menjawab Yoe Kiak membentak juga.
Khiu Cian Jin mengerahkan tangan kirinya, maka lima jari Lou Tiangloo mengasih dengar suara meretak, kelima jarinya kena dipencet patah.
"Kau takluk atau tidak"!" tanya pula ketua Tiat Ciang Pang itu.
"Bangsat busuk, takluk apa!" Yoe Kiak membandel.
Khiu Cian Jin memencat pula, maka sekarang kelima jari kiri dari Lou Yoe Kiak yang pada patah. Ia merasakan sakit bukan main, ia sampai menjadi was-was, tetapi ia bernyali besar dan besar kepala, ia terus masih mencaci.
"Jikalau aku menggeraki perutku, kepalamu pun bakal remuk!" Khiu Cian in mengancam. "Aku maun lihat, kau masih dapat mencaci atau tidak".."
Disaat Lou Yoe Kiak menghadapi waktu kematiannya itu, dari antara rombongan pengemis mendadak terlihat seorang berlompat maju - seorang yang tubuhnya tinggi dan dadanya lebar. Dialah si bocah Kwee Ceng!
Dengan tindakan lebar, Kwee Ceng ini segera menghampirkan Lou Yoe Kiak, terus ia mengangkat tangannya yang kanan, dengan itu tiga kali beruntun ia menghajar kempolan si pengemis. Dia menghajar Yoe Kiak akan tetapi tenaganya itu tersalur, dari kempolan terus ke kepala, terus juga ke perutnya ketua Tiat Ciang pang itu, hingga tiga kali Khiu Cian Jin merasakan benturan yang kuat, hingga sekejap itu juga, buyarlah kekuatannya menempel dan menyedot.
Begitu lekas ia merasakan kepalanya merdeka, Yoe Kiak lantas mengangkat bangun tubuhnya, hanya kedua tangannya, yang masih belum dilepaskan.
"Kau bukannya lawan dari Khiu Cianpwee, kau minggir!" berkata Kwee Ceng, yang sembari berkata telah menggenjot tubuhnya untuk berlompat, maka juga sebelah kakinya bisa mendupak pundak si pengemis.
Tendangan ini sama pengaruhnya seperti hajaran pada kempolan tadi. Tenaga si anak muda tersalurkan ke kedua tangannya Khiu Cian Jin, tidak peduli tadi tangannya panas, ia ini merasakan sakit pada telapakan tangannya itu, maka tanpa merasa, cekalannya menajdi kendor dan terlepas sendirinya.
Loe You Kiak pun merasakan ia tak terpegang keras lagi, ia lantas menggunai tenaganya membarengi berontak sambil berlompat mundur. Tapi karena ia telah tercekal keras dan kepalanya masih terasakan pusing, kedua kakinya seperti tidak bertenaga, ia roboh sendirinya.
Khiu Cian Jin terperanjat menyaksikan kepandaian Kwee Ceng itu. Ia mengetahui ilmu yang disebutkan "Kek san ta gu", atau " Memukul kerbau diantara gunung". Ilmu itu ia cuma mendapat dengar, sekarang ia membuktikannya sendiri. Ia pun heran akan melihat seorang bocah, yang ia tidak kenal. Karena ini ia menyiapkan tenaga di kedua tangannya, ia mengawasi pemuda itu. ia tidak berani sembarang menyerang meski sebenarnya ia mendongkol.
Sementara itu kegaduhan terbit di antara kaum pengemis. Mereka itu tidak tahu apa yang terjadi dengan Lou Yoe Kiak, mereka menyangka Kwee Ceng menyerang orang hingga roboh, pingsan atau terbinasa, maka itu dengan suara riuh mereka maju dengan niatan menyerang si anak muda. Mereka juga heran yang anak muda itu yang teringkus sekian lama, mendadak dapat membebaskan diri.
Semenjak ia melihat bintang Pak Tauw, Kwee Ceng telah mengumpul semangatnya. Ia memperhatikan gerak-geriknya rahasia dari Coan Cin Cit Cu, ia gabung dengan sarinya Kiu Im Cin-keng, yang ia telah paham betul, maka itu, ia tidak memperdulikan segala apa yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak mengambil mumat Oey Yong, ia tidak menggubris segala pembicaraan terutama diantara Loe Yoe Kiak dan Khiu Cian Jin. Hebat ia memusatkan pikirannya itu. Selagi Yoe Kiak terancam bahaya, ia sendiri lagi memecahkan suatu ilmu dari Kitab Bawah dari Kiu Im Cin-keng itu, bagian ilmu "Menyimpan otot dan meringkaskan tulang". Siapa yang paham ini, ia bisa membikin tubuhnya ciut menjadi kecil. Di dalam hal ini, ia memperoleh banyak sekali bantuan dari ilmu yang diwariskan Ang Cit Kong kepadanya, ialah "Ie Kin Toan Kut Pian", atau ilmu "Menukar otot dan melatih tulang". Dengan mempunyai dasar itu, ia berhasil dengan lekas sekali. Demikian tanpa ia merasa, ia dapat pulang tenaganya dan tubuhnya mengkerat kecil hingga ia lolos dari belungguannya. Sebab Yoe Kiak terancam bahaya, ia segera menghampirkan tiangloo itu, untuk memberikan pertolongannya.
Pheng Tiangloo yang ditugaskan menjaga Kwee Ceng pun heran dan kaget ketika mendadak ia mendapatkan bocah itu bebas. Ia menjambret, ia gagal, ia cuma bisa menyambar tambang ringkasannya itu. Ia sadar dengan lekas, hendak ia menyusul si anak muda, tapi ia terlambat, Kwee Ceng sudah mendahului melemahkan tenaga dalam dari Khiu Cian Jin hingga Lou Yoe Kiak dapat ditolong. Tapi ia licik. Begitu melihat suasana, ia berteriak: "Tangkap penjahat licik itu!" Ia sendiri tidak bergerak dari tempatnya berdiri, karena ia merasa, majunya toh bakal sia-sia belaka.
Kwee Ceng menyesal menyaksikan aksinya kaum pengemis itu, tetapi karena ia justru ingin mencoba lebih jauh hasil latihannya barusan, ia kata dalam hatinya: "Kalau hari ini aku tidak memberi ajaran adat kepada kamu, kemendongkolanku tidak dapat dilampiaskan...." Maka ia mementang kedua tangannya sambil kakinya memasang kuda-kuda "Thian Koan".
Bab 58. Nona manis menjadi raja pengemis
Bab ke-58 cersil Memanah Burung Rajawali, karya Jin Yong.
Tujuh pengemis maju paling dulu, dari depan dan belakang, dari kedua samping. Kwee Ceng membiarkan mereka maju, dengan kuda-kuda tidak begeming, ia menyambut mereka dengan kedua tangannya. Di belakang mereka itu, ada lagi beberapa lagi pengemis yang merapatkan diri. Mereka pun disambut serupa, dengan tangkisan atau sikut, kalau perlu barulah dengan dupakan. Maka saling susul mereka itu berteriak kesakitan, saling susul juga mereka roboh terguling. Dengan cara ini Kwee Ceng pun mengundurkan yang lainnya lagi. Kemudian ia memikir untuk menerkam Yo Kang, atau ia melihat dua pengemis berlompat ke arah Oey Yong. Jarak diantara mereka cukup jauh, sulit untuk berlompat menolongi nona itu. Tidak ada jalan lain, ia lantas menarik copot kedua sepatunya, dengan itu ia menimpuk ke arah kedua penyerang itu.
Dua pengemis itu adalah orang-orang yang kukuh, mereka hendak membunug si nona, ke satu untuk membikin si nona tidak keburu lolos, kedua untuk membalaskan sakit hati ketua mereka. Nyata ilmu silat mereka sudah cukup sempurna, mereka mendengar ada angin menyambar di belakang mereka, hanya ketika yang satu segeran menoleh untuk melihat dan menangkis, tahu-tahu sepatu sudah menghajar dadanya sedang yang lain kena terhajar punggungnya. Sebenarnya sepatu itu barang lembek tetapi ditimpuki Kwee Ceng, tenaganya besar luar biasa. Sambil menjerit, mereka itu roboh terjengkang dan tengkurap, dan untuk sementara mereka tak dapat merayap bangun.
Pheng Tiangloo berada dekat dua pengemis itu, ia kaget menyaksikan lihaynya Kwee Ceng itu.
Kwee Ceng sendiri, habis menimpuk, lantas mementang sayapnya, mengahalang beberapa pengemis yang merangsak pula, terus ia berlompat menghampirkan Oey Yong, untuk membuka belunggu si noa.
Selama itu, kawanan pengemis menyerbu pula. Mereka tidak menjadi takut melihat sejumlah kawannya kena dirobohkan dengan gampang.
Sekarang Kwee Ceng tidak melayani seperti tadi. Dengan lantas menjatuhkan diri, untuk duduk mendeprok di tanah, lalu sambil berduduk, ia meniru gerak-geriknya Khu Cie Kee dan Ong Cie It beramai ketika Coan Cin Cit Cu menggeraki tangan kanannya, sebab tangan kirinya dipakai membuka ikatannya Oey Yong, sedang tubuh si nona ia pangku di atas kedua pahanya. Ia dapat berbuat demikian karena sekarang ia menggunai tipu ajarannya Ciu Pek Thong. Ialah ilmu memecah pemusatan perhatian, kedua tangan bisa dipakai berkelahi satu sama lain.
Rombongan pengepung pengemis itu jadi semakin banyak. Tetapi Kwee Ceng membela diri dengan tangan kanannya, tetap tangan kirinya membuka belungguan si nona. Ketika kemudian ia berhasil membuka semua ikatan, ia lantas mengeluarkan biji sumbatan dari mulut nona itu, sambil berbuat demikian, ia tanya: "Yong-jie, apakah kau terluka?"
"Tidak, cuma aku merasa sekujur tubuhku kesemutan," menyahut si nona, yang terus merebahkan diri.
"Bagus!" berkata si anak muda. "Kau boleh beristirahat, kau lihat bagaimana aku melampiaskan kemendongkolan kita!"
Oey Yong menurut, ia beristirahat. Kuat sekali kepercayaannya kepada Kwee Ceng. Ia cuma memesan sambil tertawa: "Kau hajarlah mereka, asal mereka jangan sampai terluka parah!"
"Aku mengerti," menyahut si anak muda. "Kau lihat!"
Dengan tangan kirinya, Kwee Ceng mengusap-usap rambut yang bagus dari si nona, dengan tangan kanannya ia mengibas. Kontan tiga orang pengemis kena dibikin terlempar, habis mana menyusul empat pengemis lainnya, semuanya ialah yang merangsak rapat.
Pertempuran kacau itu menyebabkan terdengar satu suara nyaring: "Saudara-saudara, lekas mundur! Biarlah saudara dari generasi delapan yang melayani dua bangsat cilik ini!"
Suara itu ialah suaranya Kan Tiangloo. Suara itu ditaati, maka lekas juga semua pengemis itu mengundurkan diri, hingga tinggal delapan pengemis, yang masing-masing punggungnya menggendol delapan buah kantung goni. Karena ada dari generasi ke delapan, kedudukan mereka ini cuma ada di sebawahan keempat tiangloo. Di antara mereka itu ada si kurus dan si gemuk yang menyambut Yo Kang. Sebenarnya jumlah mereka semua sembilan orang akan tetapi dengan Lee Seng membunuh diri, mereka tinggal delapan.
Kwee Ceng tahu ia bakal melayani delapan musuh tangguh, sebenarnya ia hendak bangun berdiri tetapi Oey Yong berbisik kepadanya: "Kau duduk saja! Layani mereka dengan sabar!"
Kwee Ceng suka menurut, akan tetapi ia segera berpikir: "Baiklah aku lantas merobohkan beberapa di antaranya supaya hati mereka kecil!" Maka sambil mata mengawasi delapan pengemis itu, tangannya memegang tambang yang dipakai mengikat si nona, Ia memperhatikan si gemuk dan si kurus itu, segera ia menyerang mereka dengan tambangnya itu. Ia menggunai satu jurus dari Kim Liong Pian-hoat, atau ilmu silat cambuk Naga Emas, pengajarannya Ma Ong Sin Han Po Kie. Tambang itu lemas tetapi di tangannya pemuda ini lantas menjadi kaku.
Melihat datangnya serangan, kedua pengemis itu berlompat untuk berkelit, setelah itu mereka maju merapatkan diri. Enam saudara mereka tapinya terpegat oleh ujung tambang, hingga mereka tak dapat lantas maju karena tertahan.
"Jangan menyerang!" Kan Tiangloo mencegah, tetapi sia-sia saja cegahannya ini, si kurus dan si gemuk yang penasaran, sudah maju terus. Mereka ingin sekali bisa merobohkan si bocah. Maka mereka disambut Kwee Ceng. Sia-sia mereka menangkis, pundak mereka kena dihajar bergantian. Saking kerasnya hajaran itu, tubuh mereka terpental mundur, hanya ada perbedaannya, ialah si gemuk terpendal lebih dekat, si kurus terlebih jauh. Bagusnya untuk mereka, tubuh mereka kena membentur orang-orangnya Khiu Cian Jin.
Mulanya ketua dari Tiat Ciang Pang tidak memperdulikan orang terpenta?l, hanya setelah terjadi benturan, baru ia kaget, lagi-lagi Kwee Ceng menggunai tipu silatnya "Kek san ta gu" itu. Ia kaget karena ia menginsyafi hebatnya hajaran semacam itu.
Untuk menolongi orangnya, Khiu Cian in lantas berlompat, tetapi ia terlambat, kedua pengemis itu sudah berlompat bangun tanpa mereka terluka. Adalah dua orang Tiat Ciang Pang, yang dibentur mereka yang menjadi korban, malah mereka ini pada putus ototnya dan patah tulangnya, hingga mereka mesti rebah terus di tanah. Ketika si ketua kaget, ia terkejut pula karena kupingnya mendengar angin menyambar. Segera ia menoleh, maka segera ia melihat terlemparnya tubuh dua pengemis lain! Itulah hebat! Lagi-lagi orangnya yang bakal menjadi korban. Tidak ayal lagi, ia lompat maju. Pengemis yang satu ia sampok, membikin ia terlempar ke tempat kosong, dan pengemis yang kedua, ia hajar punggungnya. Syukur untuk pengemis yang kedua ini, tenaga Khiu Cian Jin berimbang sama tenaga Kwee Ceng, dai tiadk terluka, dia jatuh dengan perlahan, lantas ia lari pula ke arah si anak muda.
Empat tiangloo dan Oey Yong heran. Keempat pengemis ini tidak mengerti kenapa bocah itu demikian lihay dapat bertahan terhadap ketua Tiat Ciang Pang yang sangat lihay itu. Oey Yong heran, ia berpikir: "Penipu besar ini biasa saja kepandaiannya, mengapa ia dapat menandingi engko Ceng" Inilah aneh!"
Sampai di situ, Khiu Cian Jin mengipas tangannya, memberi tanda untuk orang-orangnya jangan bergerak. Ia menginsyafinya, kekuatannya berimbang sama kekuatan si anak muda, jadi percuma orang-orangnya menerjang. Ia tahu mereka itu bergusar karena robohnya dua saudaranya. Ia berdiri diam saja menontong.
Empat pengemis generasi ke delapan itu heran untuk ketangguhan si anak muda, tetapi mereka melawan terus. Mereka dibantu oleh saudaranya, yang tadi dihajar punggungnya oleh Khiun Cian Jin. Berlima mereka mengepung, tapi hasilnya tak ada. Coba Kwee Ceng tidak berlaku murah, siang-siang tentulah mereka sudah mendapat hajaran. Kemudian Kwee Ceng merobohkan lagi dua orang lawan. Baru sekarang tiga yang lainnya jeri dan mau mundur, tetapi mereka terlambat. Dengan menggunai tambangnya, Kwee Ceng menyambar dan melilit kakinya dua pengemis, terus ia menariknya orang ke sisinya, terus ia meringkus mereka.
Oey Yong gembira sekali menyaksikan kemenangan dari engko Cengnya itu. Ia lantas ingat kepada Pheng Tiangloo, si pengemis yang wajahnya berseri-seri, yang menangkap dia berdua dengan Kwee Ceng dengan caranya yang aneh itu. Ia sekarang ingat akan halnya ayahnya pernah bicara tentang Liam-sim-hoat, semacam ilmu sihir dengan apa orang dapat dengan tiba-tiba dibikin tidur dan dipermainkan tanpa berdaya. Maka ia lantas tanya Kwee Ceng apa di dalam Kiu Im Cin-keng ada disebut tentang itu macam ilmu gaib. Ia percaya betul Pheng Tiangloo telah menggunai ilmu itu.
"Tidak," Kwee Ceng menyahut.
Mendapat jawaban ini, si nona menyesal. Tapi segera ia memberi peringatan: "Hati-hati dengan pengemis jahat yang gemar berseri-seri itu, jangan mengadu sinar mata dengannya!"
Kwee Ceng mengangguk. "Aku justru hendak memberi hajaran kepadanya," katanya perlahan. Karena sekarang pertempuran sudah berhenti, ia memegang punggung si nona, untuk dikasih bangun, ia sendiri berbareng berbangkit. Lalu dengan mengawasi Yo Kang, ia bertindak kepada si anak muda.
Yo Kang sendiri telah berdebaran hatinya semenjak tadi. Ia jeri untuk lihaynya si anak muda, maka ia mengharap-harapkan kemenangan pihkanya sendiri, ialah pihak pengemis. Maka kesudahannya itu membuatnya takut, lebih-lebih ia melihat anak muda itu mendatangi ke arahnya dengan matanya tajam.
"Su-wie Tiangloo!" ia lantas berteriak. "Kita di sini ada mempunyai banyak orang gagah, apakah dapat bangsat kecil ini dibiarkan banyak bertingkah"!" Ia berteriak tetapi ia mundur ke belakangnya Kan Tiangloo.
"Tabahkan hati, Pangcu," kata Kan Tioangloo dengan perlahan. "Biarnya bangsat kecil itu gagah, dia tidak nanti sanggup melawan kita yang berjumlah besar. Mari kita lawan dia dengan bergantian!" Dan lantas dia berteriak: "Murid-murid kantong delapan aturlah Barisan Tembok!"
Titah itu ditaati, dengan lantas muncul seorang pengemis dengan kantung delapan. Majunya dia ini diturut oleh belasan pengemis lain, yang mengatur diri dengan rapi, ialah mereka yang bergandengan tangan, jumlah semua enam atau tujuhbelas orang. Mereka lantas maju untuk menerjang Kwee Ceng, majunya sambil berseru nyaring.
Oey Yong berseru heran, ia berkelit ke kiri, sedang Kwee Ceng ke kanan. Segera di arah kiri dan kanan itu, atau timur dan barat, muncul masing-masing satu barisan seperti yang pertama itu, yang menyerang dengan hebat.
Menampak cara penyerangan yang aneh dan teratur itu, Kwee Ceng tidak berkelit lagi, ia mencoba mengajukan kedua tangannya, guna menahan mereka. Segera ternyata, barisan itu berat sekali, mereka itu dapat ditolak mundur. Sebaliknya, selagi mereka ditolak, dua barisan yang lain lantas maju pula. Karena terlambat sedikit, si anak muda kena dibikin terhuyung. Terpaksa ia berlompat tinggi, melewati kepala mereka itu. Baru ia menaruh kaki di tanah atau telah datang pula pasukan yang keempat. Lagi-lagi ia berlompat pergi. Lagi-lagi ia diserang barisan yang serupa. Maka, ke mana ia menyingkir, di sana ia dipegat dan diserbu apa yang dinamakan Barisan Tembok itu.
Juga Oey Yong mengalami serbuan yang serupa. Ia lebih gesit daripada Kwee Ceng tetapi ia kewalahan. Akhirnya ia lompat kepada si anak muda, untuk mempersatukan diri. Karena ini, bersama-sama mereka kena didesak mundur. Mereka mundur terus hingga di pojok batu gunung.
"Engko Ceng, mundur ke jurang!" Oey Yong berkata.
Kwee Ceng belum bisa menerka maksud si nona tetapi ia menurut, ia mundur ke arah jurang seperti si nona. Ketika mereka akan sampai di tepian, lagi lima atau enam kaki, mendadak pihak penyerang menghentikan desakannya. Ia lantas berpaling ke belakang. Baru sekarang ia mengerti. Ia kata dalam hatinya: "Di sini ada jurang, kalau mereka mendesak tanpa sanggup mempertahankan kakinya, tentu mereka bakal terjerunuk ke dalam jurang!"
Pemuda ini lantas memandang ke Oey Yong, hendak ia memuji ke cerdikan orang, atau ia tak jadi memuji. Roma bergembira dari si nona lekas berubah menjadi guram. Ia menoleh lagi ke arah musuh. Sekarang ia mendapatkan musuh maju dengan perlahan-lahan, musuh itu berlapis-lapis. Inilah benar-benar berbahaya. Berdua mereka bisa dipaksa jatuh sendiri ke dalam jurang, sedang untuk berlompat di atasan kepala dari selapis dairi seratus orang, itulah tak dapat.
Selama di gurun pasir, Kwee Ceng pernah mengikuti Ma Giok berlari-lari di tepian jurang, maka itu, ia lantas memperhatikan jurang itu. Ia mendapat kenyataan keadaan jurang kalah daripada jurang di gurun pasir itu. Maka ia lantas mendapat pikiran.
"Yong-jie!" ia berkata. "Lekas kau naik ke punggungku. Mari kita pergi!"
"Tidak dapat!" kata si nona menghela napas. "Mereka bisa menyerang kita dengan batu"!"
Kwee Ceng pikir itulah benar juga. Ia menjadi bingung. Tapi justru itu, ia ingat suatu bagian dari Kiu Im Cin-keng.
"Yong-jie," ia berkata. "Aku ingat di dalam Kiu Im Cin-keng, ada ilmu yang disebut Ilmu memindah Arwah, mungkin itu sama dengan ilmu Liam-sim-hoat yang kau tanyakan tadi. Baik, mari kita mencoba-coba"."
Tetapi si nona masih berduka.
"Mereka semua ada murid yang dicintai suhu, apa gunanya untuk membinasakan mereka apa pula di dalam jumlah yang banyak?"
Tetapi Kwee Ceng tidak memperdulikan lagi si nona. Mendadak ia memeluk tubuh orang sambil ia berbisik: "Lekas lari!" Menyusul itu, ia mencium pipi si nona yang nempel sama hidungnya itu selagi ia berbisik, lalu dengan mengerahkan tenaganya, ia melemparkan nona itu ke atas panggung Hian Wan Tay!"
Oey Yong telah membikin tubuhnya enteng, maka tubuhnya itu melayang ke arah punggung. Ia mengerti maksudnya Kwee Ceng itu, yang mau melawan sendiri kepada semua lawannya, agar ia menyingkir terlebih dahulu. Ketika ia sampai di panggung, dengan enteng ia menaruh kakinya. Sesaat itu, ia menjadi tidak karuan rasanya. Tapi ia segera melihat Yo Kang di satu pojok panggung itu, dengan tangan memegang Lek-tiok-thung, orang she Yo itu lagi memegang pimpinan pada barisan pengemis itu. Ia lantas mendapat pikiran. Terus ia menjejak lantai, akan berlompat kepada anak muda itu, tangannya diulur untuk menyambar tongkat suci kaum Kay Pang itu.
Yo Kang terkejut melihat tahu-tahu si nona berada di atas panggung itu, ketika tubuh orang hampir sampai, ia hendak menghajarnya dengan tongkatnya, atau tangan kanan si nona, dengan dua jari terbuka, meluncur ke arah kedua matanya. Juga kaki kiri si nona dipakai menjejak tongkatnya itu.
Dalam kagetnya, saking takutnya, Yo Kang melepaskan tongkatnya dan ia sendiri lompat turun dari panggung. Meski begitu, ia masih kalah sebat oleh si nona, matanya toh kebentur juga jari si nona itu, hingga ia merasakan sangat sakit, kedua matanya menjadi gelap.
Oey Yong telah mengeluarkan jurus "Dari mulut anjing galak merampas tongkat". Itulah salah satu jurus terlihai dari ilmu tongkat "Ta Kauw Pang-hoat" Jangan kata baru orang dengan ilmu silat seperti Yo Kang itu, biar yang terlebih pandai, sukar untuk dia meloloskan diri.
Oey Yong segera mengangkat tinggi tongkat sucinya itu, ia berseru:" Saudara-saudara Kay Pang, lekas kamu menghentikan pertempuran! Ketahuilah oleh kamu, Ang Pangcu masih belum meninggal dunia! Semua-semua adalah bisanya ini manusia jahat!"
Suara itu terang terdengar, semua pengemis menjadi heran. Dengan serempak, mereka menghentikan aksi mereka. Semua orang lantas mengawasi ke arah panggung, hati mereka ragu-ragu. Benarkah kabar girang itu - artinya pangcu mereka yang she Ang itu belum menutup mata"
"Saudara-saudara, mari!" Oey Yong memanggil. "Mari dengar aku bicara dari hal Ang Pangcu!"
Yo Kang mendengar suara nona itu, tetapi ia tidak dapat membuka matanya. Maka dari bawah panggung, ia berteriak: "Akulah pangcu! Saudara-saudara dengar perintahku! Lebih dulu dorong itu bangsat laki-laki katuh ke dalam jurang, baru bekuk ini bangsat perempuan yang ngaco-belo!"
Titahnya Yo Kang ini besar pengaruhnya. Walaupun di daam ragu-ragu, bangsa pengemis itu tetap taat kepada ketuanya. Maka itu mereka maju sambil berseru-seru.
"Saudara-saudara, dengarlah!" Oey Yong berteriak pula. "Tongkat Kay Pang ada di tanganku, akulah pangcu dari Kay Pang kamu!"
Semua pengemis itu melengak, tindakan kaki mereka berhenti sendirinya. Memang belum pernah mereka mengalami peristiwa tongkat suci mereka kena dirampas orang.
Oey Yong berkata pula: "Kay Pang kita telah malang melintang di kolong langit ini tetapi hari ini kita telah diperhina, dibuat permainan oleh orang luar, bahkan dua saudara Lee Seng dan Ie Tiauw Hin dipaksa membuang jiwanya dengan cuma-cuma! Dan Lou Tiangloo pun telah terluka parah! Kenapakah itu" Apakah sebabnya itu?"
Kata-kata itu berpengaruh juga, maka ada separuh dari orang Kay Pang itu suka mengawasi si nona untuk mendengar pembicaraan terlebih jauh.
"Sebabnya ialah karena itu manusia licin she Yo telah bersekongkol sama pihak Tiat Ciang Pang!" berkata pula Oey Yong nyaring. "Orang she Yo itu telah menyiarkan cerita burung bahwa Ang Apngcu telah meninggal dunia! Tahukah saudara-saudara siapakah orang she Yo ini?"
"Siapakah dia" Siapakah dia?" banyak suara bertanya. "Lekas bilang, lekas!"
Tapi ada juga yang berseru. "Jangan dengar ocehannya bangsat perempuan ini, dia lagi mengacau pikiran kita!"
Maka itu, suara mereka itu menjadi berisik.
Oey Yong tidak menghiraukannya. Ia berkata pula: "Dia bukan orang she Yo, dia sebenarnya she Wanyen! Dialah putra dari Pangeran Chao Wang dari negara Kim! Dia tengah beraksi untuk merumpas Kerajaan Song kita!"
Kawanan pengemis itu melengak tetapi mereka tidak berani lantas mempercayai.
Oey Yong berpikir cepat. Ia pun mengerti, sukar untuk lantas merebut kepercayaan orang banyak itu. Maka ia membutuhkan bukti. Ia lantas merogoh ke dalam sakunya. Ia merasa syukur yang barang-barangnya tidak terampas semua. Di situ masih ada tangan besi yang Cu Cong curi dari tubuhnya Khiu Cian Jin. Dia lantas mengangkatnya tinggi-tinggi. Ia lantas berkata nyaring: "Lihatlah kamu, barang ini barang apa! Baru saja aku merampas ini dari tangannya si orang she Yo itu! Lihatlah, semua saudara!"
Semua orang merangsak maju. Mereka terpisah cukup jauh dari panggung. Mereka ingin melihat tegas, barang apa itu. Lantas juga di antaranya ada yang berseru, "Itulah tangan besi! Kenapa barang itu ada padanya?"
"Nah, inilah dianya!" berseru Oey Yong. "Dialah mata-mata dari Tiat Ciang Pang! Tentu saja dia membawa-bawa barang pertandaan dari partainya!"
Yo Kang kaget dan takut sekali. Segera ia mengayunkan sebelah tangannya, maka dua biji pusutnya menyambar ke arah si nona. Ia tidak bisa melihat tetapi ia bisa menduga orang berada di mana dengan mendengar suaranya saja. ia pun terpisah paling dekat dengan nona itu.
Oe Yong mendapat lihat menyambarnya senjata rahasia, yang mengeluarkan sinar berkeredepan, ia membiarkan saja. Adalah diantara pengemis ada yang berteriak-teriak: "Senjata rahasia! Awas!" Ada pula yang menjerit: "Celaka!"
Dua batang senjata rahasia itu mengenai tubuh Oey Yong, terdengar suaranya yang nyaring, lekas keduanya jatuh ke panggung, si nona tidak kurang suatu apa.
"Eh, orang she Yo!" Oey Yong menegur. "Jikalau kau bukannya orang jahat, kenapa kau membokong aku dengan senjata rahasiamu!"
Orang Kay Pang itu menjadi heran, mereka jadi sangat bersangsi. Rata-rata mereka bertanya, siapa nona itu, dan apa benar perkataannya. Ada juga yang menanya, apa pangcu mereka - Ang Pangcu - belum mati. Maka itu, banyak mata lantas ditujukan kepada keempat tiangloo mereka. Agaknya mereka ingin minta keempat tertua itu mengeluarkan pikirannya.
Karena kejadian ini, Barisan Tembok dari kaum Kay Pang itu pecah sendirinya, dengan begitu ketika Kwee Ceng pergi ke pinggiran panggung, tidak ada orang yang mengambil peduli.
Ketika itu Lou Yoe Kiak sudah mendusin, maka keempat tiangloo lantas berbicara.
"Sekarang ini belum bisa didapat kepastian," berkata Yoe Kiak. "Maka itu baiklah kedua pihak itu ditanya jelas-jelas. Yang paling penting ialah mencari tahu dulu benar atau tidak Ang Pangcu telah meninggal dunia"."
"Tetapi kita sudah mengangkat pangcu baru, mana dapat kita mengubahnya dengan sembarangan?" kata Kan Tiangloo bertiga. "Aturan kita turun-temurun, titah pangcu tidak dapat dibantah!"
Maka itu, keempat tiangloo itu pun menjadi terpecah dua.
Kemudian ketiga tiangloo golongan Pakaian Bersih saling mengasih isyarat, terus mereka mendekati Yo Kang, terus Kan Tiangloo berseru: "Kami cuma mempercayai perkataannya Yo Pangcu! Entah darimana datangnya ini dukun perempuan, dia mengacau pikiran orang! Jangan dengarkan dia! Saudara-saudara bekuk dia! Bawa dia turun untuk dihajar!"
Tapi Kwee Ceng di bawah panggung berseru dengan bengis: "Siapa berani turun tangan"!"
Melihat orang bersikap garang, tidak ada pengemis yang berani naik ke panggung.
Sementara itu Khiu Cian Jin bersama orang-orangnya semua berdiri diam di samping, jauh dari mereka itu. Ia senang menyaksikan peristiwa itu. Bukankah orang seperti lagi saling membunuh"
Oey Yong berkata pula: "Sekarang ini Ang Pangcu masih hidup, ia berada dengan tidak kurang suatu apa di dalam istana di Lim-an! Pangcu kelewat gemar dahar barang santapan raja, ia tidak dapat membagi tempo untuk datang ke mari, maka itu ia mewakilkan aku. Kalau nanti Ang Pangcu sudah cukup dahar, ia pasti akan datang menemui saudara-saudara!"
Keempat tiangloo serta kedelapan pengemis kantung delapan itu tahu kegemarannya pangcu mereka akan bersantap, keterangannya Oey Yong ini dapat juga menarik kepercayaan mereka itu, maka pikiran mereka guncang pula.
Kembali Oey Yong berkata: "Orang she Yo ini sudah bersekongkol sama Tiat Ciang Pang, dia sengaja hendak mencelakai aku. Dia telah mencuri tongkatnya Pangcu untuk mengakali orang. Kenapa kamu tidak dapat membedakan apa yang benar dan apa yang salah dan kamu main percaya saja" Keempat tiangloo dari partai kita adalah orang-orang yang banyak penglihatannya dan luas pengetahuannya, mengapa kamu tidak dapat melihat ini suatu akal yang kecil sekali?"
Pendekar Laknat 2 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Pendekar Satu Jurus 12

Cari Blog Ini