Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar 2

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Bagian 2


Tan Li-ceng sedikit tersenyum, lalu duduk disisinya:
"Walau pun pura-pura menjadi suami istri, melaksanakan kewajiban suami istri juga tidak halangan, mengapa kau harus begitu sungkan?"
"Tidak." Kata Pek Soh-ciu dengan tegas, "ini adalah siasat yang terpaksa dilakukan sementara, kita bukan saja tidak boleh melakukan kewajiban suami istri, orang lain
juga tidak boleh tahu, jika tidak, di kemudian hari nanti, meski kita menjelaskan bagaimana pun suamimu tidak akan bisa mempercayainya!"
Tan Li-ceng sudah bertekad, katanya:
"Liu Ti-kie berhati kejam, sampai ibu yang sudah tua hampir mati pun ditinggalkan dan tidak dipeduli-kan, mana mungkin bisa dia ingat aku orang yang sial ini, Siauya jika tidak merasa......"
Pek Soh-ciu dengan wajah serius berkata:
"Hujin salah, orang she Pek bukanlah seorang yang suka merebut istri orang!" dia bangkit meloncat, mengambil bungkusan dan pedang yang digantung di dinding, langsung berlari keluar pintu.
Dia sudah mengampil keputusan, ini adalah tindakan yang pintar, dia tidak mau melupakan dendam tanpa membalasnya, dia tidak mau ditempat ini mendapatkan nama buruk, maka dia memilih jalan yang benar, berlari ke arah selatan, menelusuri Leng-hun, kota Keng, langsung menuju Song-ciu
0-0dw0-0 Sinar pagi yang indah, diam-diam merayap naik keatas puncak bukit Siau-su, di dalam kuil Siau-iim yang namanya menggemparkan dunia persilatan, terdengar suara sembahyang.
Suara lonceng yang damai dan agung terdengar]
berdentangan, menyebar ke segala arah tanpa bisa dihentikan, membuat orang terhadap gunung dengan ternama kuil bersejarah ini, timbul satu perasaan yang memujanya.
Namun suara sembahyang itu, mendadak terhenti di tengah, di depan kuil yang terhormat dan tenang ini, keluar sekelompok hweesjo dengan wajah gelisah, mereka mengangkat kepala melihat jauh ke atas langit, sepertinya di puncak bukit gunung yang ternama ini, terjadi sesuatu hal yang aneh.
Memang tidak salah, diatas puncak bukit Siau-su muncul seekor kuda putih, yang meringkik sambil mengangkat kepalanya, penampilannya sangat gagah, sepertinya sedang menantang para hweesio Siau-lim.
Dan diatas kuda putih, duduk seorang remaja berbaju putih, bajunya berkibar-kibar ditiup angin di bawah sinar mentari yang menerangi seluruh gunung, lampak gagah seperti dewa, para hweesio Siau-lim yang melihatnya hatinya berdebar-debar, wajah menjadi tegang.
Tiba-tiba, satu suara siulan nyaring, terdengar dari kejauhan di puncak bukit Siau-su, tubuh remaja berbaju putih sudah melayang dari atas kuda, di bawah sinar pagi yang cerah persis seperti dewa terbang di siang hari.
Di udara dia melakukan satu belokan, sepasang lengannya sedikit dibuka, menggetarkan pelan lengan baju yang besar, rubuhnya bergerak cepat laksana kilat menyambar, dalam sekejap seperti segumpal kapas, melayang ringan turun di depan para hweesio yang wajahnya sedang tegang itu.
Hweesio kuil Siau-lim yang mempunyai kepandaian hebat banyak sekali, namun, ilmu meringankan tubuh sehebat remaja berbaju putih ini, mereka baru pertama kali menyaksikannya, maka dalam ketakutannya, mereka menambah kewaspadaannya.
Mata remaja baju putih seperti kilat menyambar, dengan angkuh melirik pada para hweesio Siau-lim berkata:
"Siapa yang menjadi ketua perguruan Siau-lim, aku ada hal ingin bertanya padanya."
"O-mi-to-hud" sebuah ucapan Budha terdengar, lalu keluar seorang hweesio tua yang wajahnya bulat seperti bulan purnama, dia menegakan telapak tangannya memberi hormat:
"Pinceng Pek Hui, sebagai ketua Siau-lim, Sicu kecil ingin bertanya apa?"
Remaja berbaju putih melihat pada Pek Hui taysu, wajahnya jadi dingin, lalu berkata:
"Aku tidak bermaksud membunuh orang, asalkan hweesio mau menjawab dengan jujur beberapa
pertanyaanku."
Pek Hui taysu berkata:
"Seorang hweesio tidak akan berkata tidak jujur, yang aku tahu pasti aku katakan."
"Bagus, mohon tanya, ketua kuil terdahulu anda Pek Leng taysu mengapa bisa menghilang?"
"Sicu kecil ada hubungan apa dengan Sin-ciu-sam-coat?"
"Harap hweesio jawab dulu pertanyaanku."
"Kakak sepergumanku diundang orang untuk mengunjungi Sin-ciu-sam-coat, tapi begitu pergi lalu..."
"Ha ha ha... berkunjung! Dengan memakai topeng, berkomplot melakukan pembunuhan, kunjungan apa yang dikatakan oleh hweesio?"
Wajah Pek Hui taysu berubah: "Hong-thio Siau-lim terdahulu, kedudukannya sangat tinggi, Sicu kecil bagaimana bisa sembarangan menuduh orang!"
Remaja berbaju putih dengan sinis mendengus dingin:
"Aku masih belum mengatakan masalah mereka menggunakan Ngo-tok-cian, dan secara sembunyi-sembunyi menyerang, terhadap kuil anda aku sudah memberi muka."
"Lalu dimana Suhengku sekarang?"
"Walau Sin-ciu-sam-coat, tidak bisa lolos dari serangan keroyokan hina ini, tapi para penyerang gelap ini, tidak satu pun bisa menyelamatkan jiwanya......"
"Apa Sicu kecil keturunan Sin-ciu-sam-coat" Kalau begitu Suhengku pasti dibunuh oleh Sin-ciu-sam-coat!"
"Apakah aku keturunan Sin-ciu-sam-coat atau bukan, aku tidak bisa memberitahukan sekarang, tapi Suhengmu, Pek Leng taysu bukan mati di tangan Sin-ciu-sam-coat."
"Siapa yang telah membunuh kakak Suhengku?"
"Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw."
"Sicu kecil menyaksikan dengan mata kepala sendiri?"
"Percaya atau tidak terserah."
"Sicu kecil masih ada urusan apa?"
"Aku ingin tahu, dulu Suhengmu sebenarnya diundang oleh siapa ?"
"Aku tidak mengetahuinya."
"Kalau begitu terpaksa aku menggunakan kekerasan!"
"Sicu kecil ingin bagaimana?"
"Gigi dibalas gigi, mencuci kuil Siau-lim dengan darah......"
"O-mi-to-hud, Siau-lim bukan tempatnya untuk sicu kecil membuat onar!"
"Ha ha ha, tujuh puluh dua jenis ilmu hebat dari kuil Siau-lim, tidak satu pun yang tidak mengejutkan dunia, jika aku tidak mencobanya sendiri, mungkin seumur hidup aku akan menyesal! Hweesio bersiaplah." perkataannya belum habis, sepasang telapaknya telah melancar-kan serangan, dua tenaga tersembunyi, satu keras satu lembut, seperti gelombang samudra menerjang kearah dada Pek Hui taysu.
Pek Hui taysu mendengus, lalu mengibaskan lengan bajunya, pukulannya remaja berbaju putih yang keras dan dahsyat, seperti kerbau tanah, sungai masuk ke laut, segera menghilang tidak berbekas, tapi tenaga yang lembut malah menerobos masuk di antara tenaga dalam Pek Hui taysu, tenaga yang sangat lembut tapi bergelombang itu, tetap menerjang kearah Pek Hui taysu.
Pek Hui taysu diam-diam terkejut, tubuhnya tidak goyah Kim-Kong-cu-tee (Kim-kong menancap di tanah.) segera bereaksi, walau demikian tubuhnya bergoyang dua kali, baru dapat menghilangkan tenaga lembut yang dahsyat itu.
Seorang ketua perguruan yang begitu agung
kedudukannya, ilmu silatnya bisa di bayangkan tinggi apa, tapi hanya dalam satu jurus, telah diungguli oleh seorang remaja yang tidak ternama, kejadian ini membuat wajah para hweesio Siau-lim yang kaku tanpa ekspresi, segera menunjukkan wajah terkejut dan gentar.
Wajah tampan remaja berbaju putih yang dingin seperti es, jadi menambah rasa dinginnya, dia memutar telapak tangan kanannya, akan kembali menyerang, tiba-tiba penyambut tamu Siau-lim Pek Kuo taysu meloncat keluar berteriak:
"Sicu kecil tunggu dulu, aku masih ada hal yang ingin ditanyakan."
Remaja baju putih menarik kembali lengan kanannya, berkata dingin: "Silahkan katakan."
"Tadi ketua kami pernah menanyakan apa hubungannya Sicu kecil dengan Sin-ciu-sam-coat, Sicu kecil masih belum menjawabnya!"
"Apa hweesio merasa ini sangat penting?"
"Betul, Sicu kecil mengapa mencari perguruan kami untuk balas dendam, pasti ada satu alasan yang sangat penting?"
"Apakah tidak bisa karena di dorong oleh rasa ingin tahu?"
"Hanya karena rasa ingin tahu, lalu Sicu kecil melakukan pembunuhan besar-besaran?"
"Ini harus melihat bagaimana sikap kuil anda, jika kuil anda bisa menjawab dengan jujur pertanyaanku, Pek Soh-ciu tidak ada minat melakukan pembunuhan besar-besaran."
Wajah Pek Kuo taysu berubah, katanya: "Keturunan Sin-ciu-sam-coat, pasti punya ilmu silat yang mengejutkan orang, aku ingin mencoba ilmu silatnya Sicu dengan Lo-han-tin (Barisan Budha suci), tidak tahu Sicu kecil berani tidak?"
Pek Soh-ciu mengangkat alis, matanya mengeluarkan hawa membunuh:
"Bagus sekali, aku sudah datang ke Siau-lim, jika tidak mencoba Lo-han-tin yang terkenal di dunia persilatan, aku akan menyesal seumur hidup! Hweesio silahkan......"
Pek Kuo taysu mengambil satu tongkat hweesio lain seorang murid yang ada di belakangnya, lalu tongkatnya di
angkat dan di ayunkan, satu persatu bayangan yang seperti naga meluncur, dan muncul di depan kuil.
Dengan ilmu terhebat yang dimiliki perguruan silat yang sangat ternama di dunia persilatan, menghadapi angkatan yang masih sangat muda, tindakan Pek Kuo taysu ini, bukan saja tidak pantas, malah belum pernah terjadi dalam sejarah, tentu saja, ketua Siau-lim Pek Hui taysu bisa mencegahnya, tapi baru saja bibirnya terbuka ingin berkata tapi tidak ada suara yang keluar, akhirnya terjadi peristiwa yang membuat perguruan Siau-lim mendapat malu.
Pek Soh-ciu sedikit pun tidak gentar menghadapi Lo-han-tin yang terkenal di dunia persilatan ini, setelah bersiul panjang yang nyaring, tampak baju putihnya melayang miring, tubuhnya menerjang seperti anak panah, dalam sekejap, sudah masuk ke dalam barisan yang penuh bayangan golok dan tongkat.
Bayangan tongkat dan golok berputaran, di sekelilingnya terdengar suara shaa... shaa... para murid Budha yang seharusnya penuh welas asih, telah berubah menjadi penjagal yang penuh hawa membunuh, mereka membuat barisan menjatukan tenaga dalam di antara mereka secara aneh. Lalu suara shaa... shaa... yang keluar semakin cepat, dalam barisan Lo-han-tin sudah menggulung angin kencang. Angin kencang itu berputar putar, makin lama makin bertambah kencang, jika orang yang di kurung di dalan Lo-han-tin itu tidak dapat menahannya, hanya dengan tekanan angin kencang ini saja, sudah bisa membuat orang binasa.
Pek Soh-ciu jadi terkejut, sekarang dia baru tahu Lo-han-tin yang ternama di seluruh dunia persilatan, memang benar-benar hebat bukan nama kosong belaka, tapi dia tidak rela mengaku kalah begitu saja, keturunannya Sin-ciu-sam-coat bukan orang yang takut akan mati! Dia berteriak
nyaring, dengan cepat mengayunkan tangan kanannya, memukul dengan sebuah tenaga keras yang amat dahsyat.
"Paak!" terdengar suara keras, ternyata pukulannya malah terpental kembali dengan satu tekanan yang sebesar gunung ikut datang menekannya, dia tidak bisa bertahan terpaksa mundur beberapa langkah ke belakang.
Sebuah sinar pembunuhan muncul di antara alisnya, mendadak tubuhnya berputar, sepasang lengan diayunkan, keturunan Sin-ciu-sam-coat yang wajahnya dingin, dalam sekejap berturut-turut memukul delapan kali, hawa yang dalam seperti lautan, diikuti dengan suara siulan yang menggetarkan hati dari arah berbeda beda menggulung keluar cepat seperti kilat.
Serangan cepat beruntun yang menakutkan orang mi, tidak bisa diikuti mata manusia, barisan Lo-han-tin yang amat kuat, menghadapi serangan beruntun yang icpat dan keras, dipaksa berhenti berputar.
Hati Pek Kuo taysu tergetar, dia tidak menyangka anak yang masih remaja, bisa memiliki ilmu silat sehebat ini, tanpa sadar dia mengerutkan alis, timbul niat membunuhnya, mulutnya berteriak melancarkan jurus Hud-bun-cu-sai-houw (Auman singa dari aliran Budha), dalam Lo-han-tin pun terjadi perubahan yang drastis.
Sengatan mengalir awan berputar, sinar golok menyilaukan mata, gulungan hawa yang tidak tampak mendadak seperti muncul dari bawah tanah, dengan dahsyat gelombang pasang, dari segala arah menerjang kepada Pek Soh-ciu, sepertinya di lapangan seluas sepuluh tombak, di dalam barisan Lo-han-tin tidak bisa ditemukan sedikit celah pun.
Barisan ini bergerak semakin cepat, begitu berputar satu putaran, gulungan senjata yang dingin menusuk tulang,
menyerang berturut-turut sembilan jurus. Pek Soh-ciu menghunus Im-cu-kiam, juga mengeluarkan jurus Im-cu-kiam yang terhebat, tapi setiap menerima satu jurus serangan golok, dia harus mengerahkan delapan puluh persen lebih tenaga dalamnya.
Waktu terus berlalu, tenaga Pek Soh-ciu juga semakin melemah, keringat bercucuran, menetes ke tanah yang keras.
Dia tahu keadaannya sangat tidak menguntungkan, bertarung dengan cara keras lawan keras, dia sendiri pasti sulit bisa menahan sampai seratus jurus lebih, dalam keadaan tidak dapat berbuat apa-apa, terpaksa dia bertarung sekuat tenaga, segera dia memasukkan Im-cu-kiam kedalam sarungnya, dari dalam dadanya dia mengeluarkan senjata Pouw-long-tui, mulutnya berteriak dengan nyaring, Pouw-long-tui yang bersinar hitam, dengan kecepatan kilat dipukulkan kepada sinar golok dan bayangan tongkat yang ada di depannya.
Inilah jurus pertama Ciauw-jit-hui-tui (Bor terbang matahari muncul) dari jurus pembuka Pouw-long-kiu-hoat (Sembilan jurus bor membuka dan membelah), baru saja bor menerjang, angin dan geledek seperti bergerak, senjata itu seperti batang besi dibakar sampai merah, mendadak ditancapkan ke air yang dingin, terdengar suara sss... sss...
yang mengerikan bagi yang mendengarnya, begitu sinar hitam sampai, darah dan daging berterbangan, Lo-han-tin yang amat sangat kuat, di dalam serangan Pouw-long-tui, jadi seperti kayu lapuk, tidak tahan satu pukulan pun.
Hantaman bor besi yang menggetarkan bumi dan langit ini, membuat Lo-han-tin hancur tercerai berai, wajahnya Pek Soh-ciu juga telah berubah penuh senyum, bagaimana pun juga perguruan Siau-lim adalah salah satu perguruan aliran putih, asalkan mau memberitahu siapa otak yang
secara menggelap menyerang Sin-ciu-sam-coat, dia tidak akan tega membunuh semuanya.
Tapi, tiba-tiba terdengar suara 'traang' yang pelan, senyuman di wajah Pek Soh-ciu mendadak lenyap, dengan mendengus tertahan tubuhnya maju dua langkah, akhirnya jatuh keatas tanah.
Perubahan yang tiba-tiba terjadi ini, buat kuil Siau-lim mulai dari ketua sampai ke bawah, semua wajahnya berubah menjadi pucat, tentu saja, ilmu silat Pek Soh-ciu telah membuat nama besar kuil Siau-lim jatuh, walau pun demikian para penganut Budha ini sama sekali tidak mau menyerang secara menggelap terhadap Pek Soh-ciu.
Tapi, anak muda tampan yang berilmu tinggi ini, bukan saja telah terkena sebuah serangan menggelap, diatas pundaknya juga sudah tertancap sebatang anak panah yang samar-samar bersinar biru, sedang bergetar.
Para murid Siau-lim yang memimpin dunia persilatan, yang mengaku pembela kebenaran penyapu kejahatan ini, malah menggunakan Ngo-tok-tui-hun-cian (Tanah lima racun mengejar roh) yang dipandang hina di dunia persilatan, sungguh ini merupakan satu aib bagi Siau-lim yang sulit dibersihkan. Seluruh lapangan menjadi hening, ratusan sorot mata yang memandang hina, melotot marah pada Pek Kuo taysu yang sedang memegang kotak besi berwarna hitam.
Matahari tidak begitu terik, tapi diatas kepala botaknya para murid Siau-lim, semua bercucuran keringat, sampai Pek Hui taysu yang sudah tinggi ajarannya hampir tidak bisa mengatasi keadaan yang memalukan ini.
Lama, Pek Soh-ciu memaksakan diri berdiri, sepasang matanya yang merah darah, seperti dua panah tanpa perasaan, dengan kebencian yang amat sangat, menyapu
keseluruh lapangan, lalu dia berteriak nyaring, mencabut keluar anak panah di atas bahu kirinya, sebelah tangannya dengan kuat diayunkan, satu sinar biru melesat menerjang menuju dada Pek Kuo taysu.
Pek Kuo taysu termasuk salah satu dari lima Tianglo Siau-lim, lemparan Pek Soh-ciu ini seharusnya sulit bisa berhasil melukai dia, tapi dibawah sorotan mata orang-orang yang memandang hina padanya, telinga dan matanya seperti kehilangan ketajaman, saat angin tajam mengenai tubuhnya, ingin menghindar sudah tidak keburu, terdengar suara 'bluuuk', anak panah beracun itu langsung menancap masuk seluruh-nya di jalan darah Kie-kan-hiat di dadanya.
Dalam teriakan marah, terdengar satu suara tertawa yang keras yang memekakan telinga, sinar putih berkelebat, ringan seperti asap, Pek Soh-ciu yang membuat kekacauan yang belum pernah terjadi sebelum nya pada kuil yang bersejarah ini, seperti kilat berkelebat menghilang masuk ke dalam hutan yang lebat.
Namun, racun Toan-hun-cauw yang bisa menghilangkan nyawa, adalah racun yang tiada duanya di dunia, walau dia bisa menutup jalan darah supaya racunnya tidak menjalar, tapi di dalam sikapnya, dia sudah kehilangan ketenangannya, sampai tenaga dalamnya juga sudah berkurang banyak.
Dia berlari pontang-panting berjalan di antara hutan pegunungan, terhadap harapan hidupnya, dia hampir kehilangan kepercayaannya, sebab pamannya yang ilmu silatnya begitu tinggi, setelah terkena panah Ngo-tok-tui-hun-cian, tetap harus menjelajah ke seluruh pegunungan, untuk mencari obat penawarnya, ilmu silat dia tidak setinggi pamannya, dia juga tidak tahu harus mencari obat penawar apa, untuk menawarkan racun iban-hun-cauw.
Jadi dia bertekad, jika dia seperti hidup tidak, mati pun tidak, lebih baik sekalian mati saja.
Sebentar dia berlari sebentar berhenti, akhirnya sampai di tepi selatan Huang-ho.
Gelombang air sungai yang keruh mengalir deras, sekali melaju seribu li, tidak pedulikan sedih atau senang, berkumpul atau berpisahnya manusia, juga tidak mengurusi perseteruannya di dunia persilatan, tapi ombak itu, putaran air itu, seperti ada semacam kegembiraan yang sulit dirasakan manusia.
"Haai... pejabat ombak, biarkan aku berteman denganmu saja!" Pek Soh-ciu yang telah kehilangan semangat hidup, meloncat masuk ke dalam gelombang kisaran besaritu.
Setelah itu, tidak tahu berapa lama dia jatuh pingsan dia kembali sadar lagi. Saat dia telah sadar benar, dia menemukan dirinya berada diatas sebuah perahu besar bertiang layar ganda, suara gemercik air sangat jelas terdengar, perahu berlayar dengan cepat, kelihatannya dia telah ditolong orang.
"Sahabat kau beruntung sekali, air Huang-ho yang berasal dari langit, tapi tidak bisa membuatmu tenggelam!"
Pek Soh-ciu melihat pada laki-laki besar dengan berewok hitam yang bicara, dia menekan tubuhnya dengan entengnya meloncat melayang, katanya:
"Aku memang meloncat kesungai untuk bunuh diri, buat apa anda menolongku!"
"Ha, ha ha!" Laki-laki berewok hitam tertawa, lalu berkata, "Huang-ho tidak bertuan, silahkan saja kalau kau mau terjun lagi."
Satu hawa amarah naik dari perutnya Pek Soh-ciu, dia mengangkat alis, berkata dingin:
"Sekarang ini aku malah tidak mau mati..."
Laki-laki berewok hitam dengan nada dalam berkata:
"Di mata orang pintar tidak bisa ada pasir, sahabat jika pura-pura jatuh ke dalam air... he he he, itu namanya cari mati sendiri!"
"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata angkuh, "kalau begitu, aku terpaksa menerima tantanganmu!"
Mendadak... "Tuan Tan, mengapa kau ingin mempersulit orang!
Nona menyuruh kau siapkan makanan buat Siauya itu."
Pek Soh-ciu mendengar suara itu membalikkan kepala, melihat seorang gadis berbaju hijau berlengan baju ketat, dengan pinggang langsing sedang berdiri menatap Pek Soh-ciu dengan malu-malu penuh rasa cinta.
Di dalam hati Pek Soh-ciu sedikit pun tidak ada perasaan khusus pada wanita itu, tapi saat ini di dalam perutnya, malah seperti ada gulungan hawa panas yang sulit ditahan, di dalam hati dia terkejut sekali, bagaimana pun juga dia tidak mengerti dari mana datangnya bara ini. Dia mengepalkan tangannya, matanya melotot, menggunakan gigi yang putih bersih menggigit bibirnya, dia ingin menggunakan kekuatan-nya memadamkan gulungan hawa panas itu.
Tapi laki-laki berewok hitam itu mengira sikapnya seperti melecehkan, mulutnya berteriak marah langsung menyerang dada Pek Soh-ciu dengan telapak tangannya.
Pek Soh-ciu sama sekali tidak menaruh hati pada laki-laki berewok hitam ini, telapak tangan kanannya dengan
enteng dibalikan, dan berhasil mengunci pergelangan tangan Laki-laki berewok hitam itu, telapak tangan kirinya bersamaan dipukulkan ke depan, laki-laki berewok hitam itu menjerit ngeri, dan roboh mati di tengah sungai.
Terdengar suara teriakan terkejut, berturut-turut keluar tiga orang laki-laki besar berbaju ringkas sambil mengayunkan senjatanya, menyerang ke bagian tubuh Pek Soh-ciu.
Pek Soh-ciu seperti telah dikendalikan oleh gulungan hawa panas itu, sepasang matanya seperti mengeluarkan api, ingatannya setengah sadar dia mengeluarkan jurusnya, semua adalah jurus-jurus dahsyat yang mematikan.
Para pesilat yang ilmunya biasa-biasa ini, mana bisa menahan serangan yang begitu hebat, hanya dalam waktu sekejap, para lelaki yang ada di atas perahu besar ini semuanya sudah menjadi mayat, tidak satu pun yang tinggal, perahu besar itu jadi tidak ada orang yang mengemudikan, hingga perahu itu akhirnya terdampar diatas satu pulau pasir.
Pembunuhan ini sangat keji, tapi dia seperti masih belum puas, sekali bersiul panjang seperti naga, dia berkelebat menerjang masuk ke ruang perahu.
Mendadak dua buah pedang tajam dari kiri kanan pintu ruangan menyerangnya, Pek Soh-ciu tertawa keras, sepasang telapak tangannya di ayunkan kearah kiri dan kanan, dua orang remaja putri yang memegang pedang, sudah ditotok roboh olehnya.
Di dalam ruangan perahu, ada satu ruangan yang diatur dengan mewah, di atas ranjang mewah di sebelah kanan, duduk seorang wanita cantik berbaju kuning yang seperti telah mengenal nya.
Wajahnya berbentuk kwaci, bemulut kecil munggil, sepasang alis yang melengkung di hiasi dengan sepasang mata yang penuh dengan kepintaran.
Tubuhnya kecil munggil, seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah, hampir tidak ada saru bagian pun yang tidak indah, kecantikannya bisa membuat orang tergila-gila, saking cantiknya membuat orang tidak berani menatapnya.
Apa lagi penampilan dia yang menampilkan keanggunan alami, samar-samar mengandung keanggunan yang tidak bisa dilecehkan. Walau Pek Soh-ciu sedang tersiksa oleh gulungan hawa panas yang membakarnya, tetap saja tertahan oleh keadaan yang tidak ada bentuknya ini, dia dipaksa menghentikan langkah-nya dalam jarak beberapa kaki.
Nona baju kuning yang seperti pernah dikenal itu, dalam matanya tampak satu perasaan cinta yang besar, menatap Pek Soh-ciu beberapa saat, lalu berkata:
"Orang yang membunuh harus mati, hukum tidak pandang famili, walau kau ada kesulitan yang tidak bisa diutarakan, juga tidak bisa sembarangan membunuh orang yang tidak berdosa!"
Beberapa kata-kata ini, suaranya seperti suara kicauan burung Huang-eng, malah ada tekanan seperti seberat puluhan ribu kati, dalam sisa kesadaran yang belum hilang, membuat hati Pek Soh-ciu tergetar. Tapi begitu sorot matanya kembali menatap pada tubuh yang menggiurkan itu, gulungan hawa panas di perutnya seketika membakar habis pertahanannya, seperti gunung meletus langsung membakar seluruh wilayah yang terlanda oleh hawa panas yang bergolak, membuat seluruh kesadarannya hilang, sehingga tenggorokannya mengeluarkan satu auman seperti
binatang liar, dia meloncat menerkam tubuh yang menggiurkan diatas ranjang itu.
Bersamaan itu suara geledek yang sangat keras mendadak terdengar di atas langit, hujan angin, tanpa ampun menyapu pulau pasir yang tenang ini...
Perahu besar bertiang layar ganda ini, sepertinya lulak bisa menahan hujan angin ini, perahunya bergetar dengan kerasnya, diiringi suara rintihan terputus-putus vang membuat darah orang yang mendengar jadi bergolak.
Akhirnya, angin berhenti hujan pun reda, dunia kembali hidup, tapi, di pulau pasir ini, di perahu besar ini, inilah tampak berantakan seperti terkena mala petaka, dan di atas ranjang mewah itu, ada noda darah dimana-mana, membuat orang sekali melihatnya akan terkejut.
Di atas ranjang tergeletak satu tubuh telanjang yang putih seperti susu kambing, tusuk kondenya terlepas membuat rambutnya jadi berantakan, wajahnya pucat putih, hujan angin yang tanpa perasaan sudah membuat bunga yang cantik ini, mendapatkan luka yang tidak ringan, tapi sikapnya, malah begitu tenang, sepasang mata cantik yang berlinang air mata masih menyorot kasih yang tidak terhingga.
Pek Soh-ciu telah mengeluarkan gulungan hawa panas di dalam perutnya, dia sudah kembali menjadi tenang, tapi juga merasakan keletihan yang tiada taranya, lama... dia kembali sadar, setelah melihat dengan jelas kenyataan yang telah dia perbuat, kenyataan ini begitu keji, hampir membuat dia tidak percaya alas kenyataan yang sudah terjadi, namun kenyataan tetap adalah kenyataan yang tidak bisa dihapus, dia terkejut, marah, merasa bersalah, seperti gelombang-gelombang senjata tajam, tidak henti-hentinya menyerang kearah dada-nya...
Dia tidak bisa membela dirinya, juga tidak ingin memaafkan perbuatannya yang sangat kejam, dia mengangkat kepalanya bersiul panjang, menyatukan dua jari seperti pisau, ditotokan pada jalan darah kematian di atas kepalanya.
Tapi tiba-tiba.....
"Berhenti." Sebuah teriakan merdu terdengar, laksana bedug malam lonceng pagi, yang mengandung tenaga getaran yang tidak bisa dibayangkan, Pek Soh-ciu merasakan hatinya tertegun, tanpa sadar menurunkan tangannya.
Mulut munggil suara itu sedikit mencibir sepasang matanya melotot, dengan sangat tenang dia berkata:
"Kau ingin mati?"
"Benar, aku sudah tidak ada muka lagi hidup dunia."
"Kau kira dengan demikian akan membersihkan dosa-dosamu?"
"Aku seratus kali mati pun tidak akan bisa menebusnya....."
"Hm... tidak salah kata-katamu, jika kau tidak membunuhku, aku akan memberi satu balasan yang sangat keji padamu."
"Balasan apa pun, aku rela menerimanya."
"Apa perkataan ini sungguh-sungguh?"
"Aku tidak pernah berkata main-main."
"Hm...!" setelah tertawa sinis dia melanjut-kan, "Seorang penjahat yang sembarangan membunuh orang tidak berdosa, memperkosa wanita yang lemah, juga berani mengatakan tidak pernah berkata main-main!"
Pek Soh-ciu mengeluh panjang sekali:
"Kesalahan besar sudah terjadi, seratus mulut pun tidak bisa membelanya, aku hanya berharap nona dengan cepat bisa memberikan kematian padaku....."
"Hm... tidak semudah itu, aku ingin membuatmu bersemangat dan mendapatkan siksaan keji yang tidak bisa diterima oleh manusia, hingga akhir hayatmu."
Hati Pek Soh-ciu tergetar, dia tidak menduga wanita ini bisa mempunyai hati sekejam ini, tapi dia memang telah menghancurkan hidupnya, dia ingin membalas dengan cara apa, sepertinya juga tidak keterlaluan.
Dia masih berpikir, telinganya mendengar lagi satu bentakan:
"Balikan tubuhmu."
Dia menurut, dia menghadap ke sungai yang mengalir deras, tidak tahan di dalam hati timbul perasaan sedih melihat air sungai mengalir ke timur, melihat manusia mati, tentu saja, dengan ilmu silat yang dimilikinya, tidak sulit untuk dia untuk pergi begitu saja, kalau ingin membunuh orang menutup mulut, juga dia bisa dengan mudah melakukannya. Namun sebagai keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, harga diri, semangat berjuang, walau mengalami seratus kali mati, juga tidak bisa melakukan hal seperti yang tidak ada perikemanusiaan. Berpikir sampai disini, tidak tahan dia mengeluh panjang.
Mendadak, satu bayangan hitam mendatangi, terbang menuju dia, dengan tanpa perasaan dia menangkapnya, ini adalah bungkusan kain berwarna hitam, dia membukanya dan melihatnya, terlihat di dalamnya ada satu baju panjang putih seputih salju, dan satu stel kaos kaki putih sepatu merah, tidak sadar dia jadi tertawa pahit tanpa suara.
Baru saja selesai mengganti baju lamanya yang robek dan kotor, gorden sudah ada yang membuka, masuk seorang wanita berbaju kuning dengan rok panjang sampai menyentuh tanah, wajahnya dingin seperti salju, sepasang matanya bersinar seterang bulan, hidung sedikit diangkat, mengeluarkan satu suara dengusan dingin berkata:
"Seorang Siauya yang tampan sekali, hanya sayang adalah seorang yang berbaju..."
"Prajurit boleh dibunuh tidak boleh dihina, Pek Soh-ciu walau telah berbuat salah pada nona, tapi diriku sendiri juga seorang korban!"
"Ooo, kalau begitu, aku telah salah menuduhmu!"
"Hai..."
"Kau telah mendapat kecelakaan apa" Coba kau katakan.""Aku dilukai orang dengan Ngo-tok-tui-hun-cian......"
"Dengan kami......ada hubungan apa?"
"Ngo-tok-tui-hun-cian telah dilapisi dengan racun Toan-hun-cauw, karena sudah putus harapan, maka aku terjun ke sungai untuk bunuh diri, tidak diduga ditolong oleh nona keatas air......"
"Ternyata..... hai..." Si nona mengeluh, lalu melanjutkan perkataannya, "Toan-hun-cauw termasuk racun negatif, orang yang terkena racun ini, jika menekannya dengan tenaga dalam, dan berada di dalam suhu yang lebih rendah dari suhu tubuhnya, maka dia akan menyusup masuk ke jalur air, melalui Ci-tang, lalu masuk ke dalam Tan-tian, dan membuat nafsu birahi yang tidak bisa dikendalikan, haai... mungkin ini adalah takdir...."
"Nona, kau...." Pek Soh-ciu tidak menduga wanita lemah ini, malah mengetahui begitu banyak rahasia ilmu silat. Dia membuka mulut ingin bertanya, akhirnya menahan diri tidak menanyakan.
Mendadak wajah Nona baju kuning menjadi dingin lagi katanya:
"Tidak peduli kau mengatakan apa, bagaimana pun aku adalah korban yang tidak berdosa......"
"Benar, selama aku hidup aku pasti akan membayarnya."
"Mengapa! Kau ingin membatalkan janjimu untuk menerima balasan?"
Pek Soh-ciu sejenak merasa tidak ada harapan berkata:
"Aku tidak bermaksud begitu."
"Hm... kecuali kau segera membunuh aku, jika tidak kau akan menerima balasan tanpa batas waktu."
"Benar, nona......"
"Kau tahu siapa aku?"
"Harap nona memberi tahukannya."
"Ayahku Su Cong-pit, pejabat istana di ibu kota, kakakku bernama Su Yi, panglima yang berjaga di Tong-koan, namaku Su Lam-ceng, baru kembali dari melancong dengan sepuluh lebih pengawal yang kubawa, tapi semuanya telah habis dibunuh olehmu, walau aku tidak berniat membalas dendam, empat lautan yang begini luas, di mana ada tempat kau bisa berdiri.'"
Pek Soh-ciu menekan perasaan marah dan tidak bisa berbuat apa-apa, katanya:
"Pembunuh harus mati, itu ada didalam hukum, aku tidak ada niat menghindarnya."
Su Lam-ceng mengeluh:
"Dua pelayanku itu, juga tidak lolos dari kekejamanmu."
Pek Soh-ciu berkata:
"Mereka hanya ditotok jalan darahnya, jiwanya tidak terancam." Habis bicara, dari kejauhan dia mengibaskan telapak tangannya dua kali, tubuh dua pelayan itu bergetar pelan, lalu keduanya bangkit berdiri, ketika mereka melihat Pek Soh-ciu, mereka bersamaan mengeluarkan suara terkejut, dan meloncat kesisinya Su Lam-ceng, melotot sambil mengangkat alis, bersikap seperti akan bertarung mati-matian.
Mendadak, terdengar suara derap kuda seperti geledek, debu berterbangan keatas, sepasukan kuda berbaju seragam, dalam sekejap sudah sampai di pulau pasir.
Su Lam-ceng sedikit tertegun, dia membalikkan kepala berkata pada seorang pelayan yang ada disisinya:
"Su-sik, pergilah lihat apakah kakakku yang datang, katakan saja aku ada disini."
Su-sik melirik sekali pada Pek Soh-ciu, saat akan meloncat keluar dari ruang perahu, Su Lam-ceng dengan wajah serius berkata:
"Sebelum ada izin dari aku, tidak boleh sembarangan berkata pada kakakku, pergilah."
Su-sik mengiyakan lalu lari keluar, dalam waktu sekejap sudah membawa masuk seorang laki-laki berperawakan besar, memakai baju panjang membawa pedang, orangnya sangat gagah, memang tidak salah menjadi seorang yang berbakat sebagai panglima, dia mengangkat alis tebalnya, mata macannya menyapu kesekeliling berkata:
"Ceng-moi, ada masalah apa ini?"
"Hm...!" Su Lam-ceng berkata, "Kau punya berpuluh ribu tentara yang langsung dipimpin sendiri, disekitar Tong-koan muncul perampok yang merampok dan membunuh orang, kau juga sama sekali tidak tahu, malah masih ada muka bertanya padaku!"
Pek Soh-ciu tidak bisa menahan diri lagi, dia mendadak melangkah maju dua langkah, mengepalkan sepasang telapak berkata:
"Aku......"
"Yaa!" Su Lam-ceng bersuara sekali, mengulurkan tangan mencegah Pek Soh-ciu berkata:
"Toako, aku perkenalkan padamu, ini adalah Pek Soh-ciu Siauhiap, jika bukan dia datang tepat pada waktunya, kau ini sebagai panglima Tong-koan, juga akan terpaksa mengundurkan diri."
Su Yi tertawa keras:
"Topi hitam Toako ini tidak penting, hanya saja Li Cukat (Wanita pintar) banyak siasatnya, perhitungannya tidak pernah gagal, mengapa bisa kehilangan tentaranya, dan terkurung di pulau pasir, ini sungguh diluar dugaan kakak."
Dia menghentikan bicaranya sejenak, sepasang matanya, mendadak menyorot tajam, pada Pek Soh-ciu membungkuk memberi hormat:
"Su Yi dengan tulus sangat berterima kasih atas pertolongan anda, tidak tahu saudara Pek berasal dari mana, datang ke Tong-koan ada keperluan apa?"
Wajah Pek Soh-ciu sedikit berubah, di dalam hati berpikir orang-orang pemerintahan, memang matanya seperti senter, dia mungkin sudah melihat sedikit keganjilan
dari tingkah lakunya Sursik dan Hu-cen dua pelayan wanita, maka dengan tertawa terbuka, dia berkata:
"Aku tidak bermaksud menutupi kesalahan sebaliknya melaporkan jasa..."
Wajah Su Lam-ceng jadi dingin, dia memotong dengari berteriak pelan:
"Kau ini mengapa, Pek Siauhiap......"
Pek Soh-ciu melihat wajah Su Lam-ceng dingin seperti salju, di dalam hati dia tahu, dia tidak ingin dirinya bisa mati dengan tenang, jika dia telah menyanggupi menerima segala balas dendamnya, terpaksa dia menghentikan pembica-raan yang belum selesai.
Saat itu juga Su Lam-ceng telah membalikkan tubuh berkata pada Su Yi:
"Pek Siauhiap orangnya bertanggung jawab sekali, karena tidak bisa menyelamatkan orang yang mengawal aku jadi merasa bersalah, tapi Toako menanyakan dia sampai keakar-akarnya, apa tidak takut dianggap tidak sopan?"
Su Yi dengan hati terbuka, tertawa sebentar:
"Baik, baik, semuanya salah Toako, Pek-heng! Mari, kita kembali ke Tong-koan dulu baru bicara panjang lebar." Dia menuntun tangannya Pek Soh-ciu, segera meninggalkan perahu naik kedarat, berangkat menuju Tong-koan.
Di Tong-kuan, di istananya jendral muda ini
mengadakan pesta, tapi di dalam obrolannya Su Yi terus memancing, berharap terhadap masalah kecelakaan di pulau pasir, bisa mendapatkan kabar yang lebih jelas lagi, tapi Pek Soh-ciu demi menerima balas dendam Su Lam-ceng, selalu dengan aa ee, tidak mau menjelaskannya, buat
Su Yi terhadap adik kecilnya yang pintar, setiap bertemu masalah dia bisa mengetahui lebih dulu, sudah menjadi kebiasaannya dia sangat percaya pada adiknya, saat ini pakaian yang dikenakan oleh Pek Soh-ciu, semuanya pakaian laki laki yang disukai oleh Su Lam-ceng, tentu saja dia tidak berani kurang ajar terhadapnya, jika Pek Soh-ciu tidak mau mengatakannya, maka dia juga dengan tertawa menyudahinya.
0-0dw0-0 Waktu cepat berlalu, dalam sekejap sudah tiba musim gugur yang menyebarkan harum wangi buah Kwi-ci, istana jenderal di dekor meriah, tamu memenuhi ruangan, dibawah genderang tambur musik, tiba sepasang pengantin baru.
Setelah dua orang pelayan, Su-sik dan Hu-cen memberi hormat pada sepasang pengantin mereka mengundurkan diri, di kamar pengatin yang ditata mewah ini, hanya tinggal sepasang pengantin remaja yang berpakaian pengantin.
Orang yang melakukan tebak-tebakan yang salah dihukum minum arak, teriakan gembira meme-nuhi setiap pelosok ruangan, di kamar pengantin dengan lilin merah menyala, malah sunyi tidak terdengar suara sedikit pun.
Lama... baru terdengar suara keluhan panjang: "Kau tidak mau mempersunting aku?"
"Aku tidak ada maksud itu."
"Kalau begitu mengapa kau tidak membuka tutup diwajahku?"
Tanpa perasaan Pek Soh-ciu membuka tutup merah yang menutupi wajah istrinya, matanya sedikit melirik, tidak sadar dia jadi tertegun oleh sebuah wajah cantik yang muncul dibalik tutup merah itu. Setelah melakukan kesalahan besar di pulau pasir di Huang-ho, dia selalu menyalahkan dirinya, selalu tidak berani memandang langsung pada Su Lam-ceng, saat dia melihat lagi wajah yang begitu cantik, dia hampir tidak tahu kaki dan tangannya dimana harus ditaruh. Su Lam-ceng dengan genit tersenyum: "Mengapa, sebab pernah mengalami jadi wajah orang baru kalah oleh orang lama, betulkan?"
Wajah Pek Soh-ciu jadi merah, katanya: "Nona secantik dewi, sulit bisa melihat wajah secantik ini di dunia, mana bisa dibandingkan, tapi......"
"Tapi wanita lemah yang selalu berada di dalam kamar, tidak bisa mendampingi pendekar besar dunia persilatan?"
"Bukan, hanya saja cara nona seperti ini membalas dendam, membuat aku jadi bingung."
"Terhadap kehidupan sekarang ini, apakah kau merasa puas?"
"Kehidupan seperti ini, memakai baju mewah makanan enak, aku seperti duduk diatas karpet jarum."
"Tidak salah, baju mewah makanan enak, seperti duduk diatas karpet jarum, ini hanyalah pembukaan balas dendam."
Hati Pek Soh-ciu tergetar:
"Tujuan nona adalah menghilangkan tujuan besar hidupku, menjadi budakmu?"
"Kau menyesal?"
"Harga yang harus dibayar nona membalas dendam dengan cara seperti ini, bukankah terlalu mahal?"
"Hm..., wanita mengikuti seorang sampai akhir hayatnya, kau ingin aku menikah dengan orang lain?"
"Ini..."
"Sudahlah, kita tidak usah membicarakan ini, aku malah ingin mendengarkan rencanamu, tidak ingin kau kehilangan tujuan besar dan semangat hidup."
"Seluruh keadaan diriku, sudah diberi tahukan dengan jujur......"
"Terjun ke dalam balas dendam saling membunuh di dunia persilatan, membersihkan dan membalas dendam mengangkat nama baik keluarga, itulah tujuan besar semangat hidupmu!"
"Dendam pembunuh ayah, tidak bisa tidak harus dibalas, apa lagi aku berada di dunia persilatan, bagaimana bisa tidak mempedulikan kekacauan dan mala petaka yang terjadi di dunia persilatan?"
"Kau merasa seorang diri kau mampu menyelamatkan keributan dunia persilatan?"
"Manusia berusaha, langit yang menentukan, aku hanya berusaha melakukan semampu diriku."
"Hm..., Cukat Liang seumur hidupnya berhati-hati, juga tidak luput mengalami kegagalan di Kie-teng, keberanian seorang manusia biasa, mana bisa selalu berhasil!"
"Maksud nona adalah......"
"Aku ingin kau memperdalam dulu ilmu silatmu, setelah rencananya matang, baru bergerak."
"Apa nona tidak ingin membalas dendam lagi?" Tanya Pek Soh-ciu
"Siapa bilang" Ini juga salah satu cara membalas dendam."
Terhadap nona bangsawan yang kelihatannya lemah sampai menangkap ayam juga tidak bisa, sungguh dia tidak bisa menebak dengan betul tujuan isi hatinya, terpaksa dengan sedih mengeluh:


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah, tidak peduli apa tujuan nona, aku hanya bisa menuruti apa maumu saja."
"Itu baru betul."
Pelan-pelan Su Lam-ceng bangkit berdiri, dari satu peti kayu merah bunga, dia mengeluarkan satu dus sutra yang indah, setelah membuka tutup dus dengan jari munggilnya, menjepit keluar satu botol kecil giok warna putih, dia memberikan botol kecil itu pada Pek Soh-ciu berkata:
"Bukalah, lalu makan."
Pek Soh-ciu merasa aneh berkata:
"Apa isi didalam ini" Nona."
Alisnya diangkat, mata melotot memberi dia satu pandangan mata putih yang menggiurkan berkata:
"Obat racun."
"Asalkan perintah nona, walau pun naik ke gunung pisau, turun ke dalam katel minyak, aku juga wajib melakukan, tidak bisa menolak, apa lagi hanya sebotol obat racun." Dia membuka tutup botol giok, tidak peduli itu adalah racun yang bisa menembus usus merobek perut, langsung dihirupnya sampai habis, tapi baru saja masuk ke mulut terasa ada bau wangi, jelas itu adalah obat, mana mungkin racun! Dia jadi bingung berkata:
"Sebenarnya apa ini" Nona."
Su Lam-ceng tersenyum menekan bibir:
"Ini adalah sari Leng-san-giok-ki (Giok susu dari gunung kepintaran) dari See-ih (Tiongkok barat), kalau iiiang biasa yang memakannya bisa memperpanjang umur, kalau orang yang berlatih silat jika memakannya, bisa melancarkan jalan darah bagian bawah dan atas, membuat jalan darah Jin dan Tok tembus......"
Pek Soh-ciu terbengong berkata: "Benda yang sangat berharga ini, mengapa nona ingin aku memakannya?"
"Balas dendam!"
"Kek, kek, ini jadi membuat aku seperti berada di kabut sepanjang lima lie, sungguh tidak tahu di mana timur, barat, selatan, utara."
Wajah Su Lam-ceng mendadak berubah kembali, dengan wajah serius berkata:
"Dengar, pertama, kuberi waktu sepuluh hari untukmu, melancarkan jalan darah atas dan bawah, menembus jalan darah Jin dan Tok."
Pek Soh-ciu tertegun berkata:
"Ini juga balas dendam?"
"Bagaimana kau tahu ini bukan?"
"Baiklah, aku akan berusaha sebisanya."
"Kedua, mulai dari sekarang, tidak boleh lagi memanggil aku nona, kau sendiri juga tidak boleh menyebut diri hamba."
"La......lalu panggil apa?"
"Kapan kau pernah mendengar suami memanggil istrinya nona, dan menyebut diri sendiri hamba?"
"Ini hanya cara no......kau balas dendam, bagaimana bisa dihitung benar-benar suami istri?"
"Hm... tidak peduli benar atau tidak balas dendam, bagaimana pun kita telah melalui perintah orang tua, dihubungkan oleh mak comblang dan lalu menjadi suami istri, tentu saja harus dianggap benar-benar suami istri."
"Perintah orang tua......"
"Walau ayahku jauh ada di ibu kota, dengan pos kilat, kurang lebih sebulan sudah bisa sampai, apa kau tidak percaya?"
"Ini......"
"Masih ada, ketiga, seluruh keluargaku semuanya orang terpelajar, atas kedudukannya tidak satupun yang buta huruf, mulai hari ini kau harus masuk sekolah giat belajar, musim semi tahun depan pergi ke ibu kota ambil ujian."
"Apa" Kau ingin aku belajar menulis, mengambil ujian?"
"Tidak salah" Apa ini tidak bagus?"
"Kek, no......Lam-ceng, aku tidak ada niat duduk di pemerintahan, buat apa kau mempersulit orang!"
Su Lam-ceng memelototkan mata cantiknya:
"Di bawah sinar bulan membaca puisi, naik kuda sambil baca buku, wanita cantik menemani minum arak, sambil mendengarkan musik minum minum, begitulah hidup yang menyenangkan, kau malah ingin makan ditempat terbuka kalau hujan kehujanan, berkelana di dunia persilatan, seharian berada di dalam situasi berbahaya balas membalas dendam saling membunuh, haai... kalian ini para orang dunia persilatan, sungguh membuat orang tidak mengerti."
Pek Soh-ciu mendengarnya sampai hati tergetar, di dalam hatinya berkata, 'benar saja di dunia ini yang paling beracun adalah hati wanita', malah akan menguning aku di dalam sangkar mas, jadi boneka permainan dia, tidak tahan dengan mendengus berkata:
"Aku memang orang bertulang hina, tidak pantas menjadi boneka hidup jadi permainan yang
menggembirakan orang."
Su Lam-ceng mengeluh sedih, melangkah maju,
menggunakan tusuk konde membuang sumbu lilin merah, sesaat dia mengangkat alis hitam, menatap Pek Soh-ciu, katanya:
"Menikah dengan ayam turut ayam, menikah dengan anjing turut anjing, baik, aku ikut kau pergi."
Pek Soh-ciu mendengarnya jadi tertegun, hampir tidak percaya pada telinga sendiri, lama, baru menggelengkan kepala berkata:
"Dunia persilatan adalah tempat yang sangat berbahaya, bukanlah tempat baik untuk wanita lemah sepertimu yang selalu tinggal di dalam kamar!"
Su Lam-ceng mencibirkan bibir:
"Mengapa" Lupa lagi janji yang telah kau sanggupi?"
"Apakah ini juga dianggap balas dendam?"
"Bisa dikatakan begitu."
Satu keluhan panjang tanpa berucap, mengakhiri perbincangan panjang di malam ini, sepuluh hari kemudian, di jalan raya Koan-lok, berlari datang empat kuda besar, yang memimpin adalah seorang remaja berbaju putih dengan alis tebal naik keatas, sepasang mata bersorot seperti kilat, angin jmusim gugur yang bertiup kencang, meniup
jubah putih peraknya, melarikan kuda melawan angin, tampak gagah sekali.
Disisi dia adalah nyonya muda yang masih remaja dengan sanggul rambut tinggi, penampilannya anggun sekali, memakai baju berwarna kuning angsa, menutupi tubuhnya yang langsing seksi, kelihatannya sedikit lemah lembut, tapi dia berkuda beriringan dengan remaja berbaju putih, tetap bisa dengan santai mengendalikannya, apa lagi di dalam tingkah lakunya, sangat alami tampak sangat anggun, bisa membuat orang tanpa sadar, langsung timbul perasaan menghormatinya.
Di belakang mereka berdua, adalah sepasang pelayan kecil berbaju putih alami, di punggungnya terselip pedang panjang, ikut melarikan kuda, gerakannya tampak sangat cekatan.
Sinar mentari sore, menyorot miring wajah cantik wanita berbaju kuning, diantara alis dia, tampak sedikit warna lelah, dia melihat sebentar ke langit, membalikan kepala berkata pada remaja berbaju putih disisinya:
"Soh-ciu, sebentar lagi matahari terbenam waktu nya masak nasi, gunung dikejauhan seperti hitam semua, pemandangan sore hari di musim gugur, sungguh memikat orang."
Remaja berbaju putih adalah Pek Soh-ciu, sedang remaja wanita baju kuning tentu saja adalah Su Lam-ceng. Suasana sore ini bagi Pek Soh-ciu seperti tidak ada gairah untuk menikmati nya, dia hanya sedikit mengerutkan alis, di hidungnya mengeluarkan suara pelan.
Su Lam-ceng tersenyum pada dia berkata: "Hatimu seperti penuh dengan kesedihan, tampaknya belum sampai kau menentukan arah, mungkin kau sudah terjerumus kedalam lumpur dan tidak bisa bangkit lagi."
Pek Soh-ciu dengan tawar berkata:
"Pek Soh-ciu berdosa dan sedang menerima hukuman, ada keputusan apa yang perlu dipikirkan, tapi dunia persilatan ini banyak jebakannya, hati manusia seperti musang, jika kalian majikan dan pelayan sampai terjadi kecelakaan, Soh-ciu semakin malu hidup didunia."
Su Lam-ceng dengan wajah serius berkata: "Kalau demikian, demi menerima hukuman, kau tidak peduli lagi pada balas dendam orang tua, dan tidak peduli lagi atas gejolak dunia persilatan?"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Apakah mungkin kau bisa......"
"Tidak salah, aku izinkan kau membalas dendam, tapi tidak boleh melibatkan diri pada gejolak dunia persilatan lainnya."
"Apa kata-katamu sungguh sungguh?"
"Walau pun bukan seorang laki-laki, tapi terhadap menepati janji dan kepercayaan, tidak akan sampai kalah oleh laki-laki sejati."
Perkataannya berhenti sebentar: "Tapi di jalan raya Koan-lok ini, halangan sudah tersebar dimana-mana, walau kau berilmu tinggi, mungkin juga sulit bisa
menghadapinya."
Pek Soh-ciu mendadak menengadahkan kepalanya, tertawa keras:
"Jika Pek Soh-ciu bisa membalaskan dendam keluarga, di atas jalan raya Koan-lok walau sudah disiapkan gunung golok, pohon pedang, aku juga akan berusaha melabraknya, tapi......"
"Kau curiga aku yang lemah ini, bagaimana bisa tahu masalah dunia persilatan?"
"Pek Soh-ciu memang ada pikiran ini."
"Apakah kau tahu manusianya tidak bersalah, salahnya memiliki pusaka?"
"Orang she Pek kecuali punya satu bor, satu pedang, bisa dikatakan tidak ada barang lainnya yang berharga."
"Im-cu-kiam, salah satu pedang pusaka, Pouw-long-tui, lebih-lebih adalah pusaka tiada duanya, di dunia persilatan lebih banyak orang yang melihat keuntungan, lupa akan kesetia kawanan, lebih baik kau tingkatkan
kewaspadaanmu."
Terhadap analisa Su Lam-ceng, walau dia merasa masuk akal, tapi dengan sifatnya yang tidak mau mengalah, mana mungkin bisa memperhatikan masalah ini! Hanya dengan mendengus pelan dia berkata:
"Orang tidak mengganggu aku, aku tidak mengganggu orang, jika ada siapa yang tidak mempunyai mata......"
Perkataannya mendadak berhenti, tiba-tiba dia membalikan tangannya, satu tenaga sekuat geledek, dipukulkan pada satu pohon besar yang berada dua tombak lebih disisinya.
Semenjak berhasil melancarkan jalan darah Jin dan Tok, ini adalah pukulan pertamanya, walau dia hanya menggunakan tenaga sebesar tujuh puluh persen, tapi kekuatan tenaga telapaknya, seperti merobek langit, di dalam gulungan angin, melayang satu bayangan orang berwarna abu-abu, tubuhnya jatuh ke bawah, sempoyongan mundur beberapa langkah, baru bisa berdiri memantapkan diri.
Su Lam-ceng melihat pada orang itu, tidak tahan hatinya jadi ciut, dengan ketakutan berdiri disisi Pek Soh-ciu, kepalanya menunduk rendah, tidak berani mengangkat kepala lagi.
Ternyata orang ini sepasang matanya berlubang, hanya dua lubang yang tidak ada bola mata, malah pipi tajam hidung bengkok, sepasang bibir terbalik keluar, menampakan dua buah taring besar berwarna kuning hitam, wajahnya bengis, jelek sekali, walau Su Lam-ceng berpengetahuan tinggi, orangnya pintar sekali, seluruh tempat ternama di dalam negeri, sering dikunjunginya, tapi mana dia pernah bertemu dengan orang berwajah sebengis ini.
Orang aneh berbaju abu-abu itu mendadak mengangkat tangannya yang kurus kering seperti cakar burung, dengan suara aneh yang tidak enak didengar berteriak aneh:
"Bocah! Orang tidak mengganggu aku, aku tidak mengganggu orang, kata-kata ini kau yang ucapkan" Aku beristirahat diatas pohon, tidak mengganggu jalan kudamu, tapi pukulan telapakmu hampir saja mencabut nyawa aku orang buta ini, orang yang tidak mempunyai mata, sudah tersiksa oleh cacatnya, malah masih mendapat pandangan rendah dimana-mana, coba kau katakan, tidakkah kau seharusnya bertanggung jawab atas tindakanmu tadi."
Pek Soh-ciu melihat torang buta berwajah buruk ini, malah tingkahnya anggun, wajah jujur, tadi dirinya tanpa alasan memukul dia, sungguh merasa salah sendiri, sehingga dengan perasaan bersalah dia meng-hormat:
"Tadi aku sembarangan memukul, harap anda memaafkan."
"Hm... setelah memukul, lalu minta maaf padaku, ini sungguh bisnis yang menguntungkan, tidak ada cara lain,
aku juga menurut resep mengambil obat, terima pukulanku."
Si buta mengatakan pukulan langsung memukul, cepatnya sulit dibayangkan, bayangan abu-abu berkelebat, angin keras mendadak timbul, cakarnya sudah datang menotok jalan darah Im-ku di kakinya Pek Soh-ciu, kecepatan serangannya, ketepatan mengarah jalan darah, sangat di luar dugaan Pek Soh-ciu.
Untung saja dalam sepuluh hari di Tong-koan, dengan bantuan khasiat Leng-san-giok-ki, tenaga dalam Pek Soh-ciu sudah mencapai tingkat kesempurnaan, jika tidak terhadap cakarnya si buta ini, dia pasti tidak bisa mengelaknya.
Di saat angin telunjuk menyentuh tubuh, mendadak dia menjejakkan kaki, jubahnya melayang-layang, tubuhnya sudah terbang ke atas meninggalkan pelana kuda, lalu sepasang kaki mengayun, diatas udara menendang dengan kuat ke jalan darah di pundak sibuta.
Si buta adalah seorang pendekar aneh yang sudah ternama di dunia persilatan, saat di tendang oleh Pek Soh-im dari udara, timbul rasa ingin menangnya, dia cepat menurunkan pundaknya, tangan ditekan meloloskan diri dari tendangan Pek Soh-ciu, lalu dia membalikkan telapak kanan, dipukulkan ke jalan darah Cau-hai di kaki Pek Soli-ciu.
Pek Soh-ciu berputar di udara, tubuhnya melayang turun satu tombak lebih diluar jangkauan si buta, lalu mengepal sepasang tangan, sedikit membungkuk berkata:
"Sekarang kita sudah tidak punya hutang piutang, anda bisa kembali keatas pohon beristirahat."
"Ha ha ha!" si buta tertawa keras, "Boleh tahu, apakah saudara kecil adalah Pek Siauhiap yang membuat ribut di kuil Siau-lim, dan bertarung melawan Lo-han-tin?"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Benar aku adalah Pek Soh-ciu, tidak tahu anda ada urusan apa?"
"Aku Ku-bok-it-kai (Pengemis buta), mendapat perintah dari Pangcu perkumpulan kami Sangguan Ceng-hun, untuk menyelidik sekelompok murid penghianat, tiga bulan lalu disekitar Lam-yang, bertemu dengan seorang nona......"
"Ooo, apakah nona ini ada hubungannya dengan aku?"
"Ada kemungkinan."
"Bisakah Cianpwee menceritakan sedikit lebih jelas?"
Sepasang lubang matanya Ku-bok-it-kai mendadak membalik, dua sinar tajam menyorot keluar, dia melirik pada Su Lam-ceng, tampak sedikit ragu.
Pek Soh-ciu sudah tahu maksudnya, dia tertawa tawar berkata:
"Ini adalah istriku Su Lam-ceng, kelakuan aku tidak ada yang perlu disesalkan, Cianpwee ada perkataan apa silahkan katakan saja, tidak apa-apa."
"Si buta telah bertemu dengan seorang nona, namanya Siau Yam, dia melanglang buana puluhan ribu lie, hai...
seperti terbelit oleh cinta..."
"Dia......" Pek Soh-ciu wajahnya tertegun, tidak salah, dia terpikir hari itu karena salah menginap. terjadilah hal yang tidak mengenakan, teringat nona yang ingin menang sendiri itu... tapi masa lalu biasanya tidak enak diingat kembali, dia sendiri hampir saja tewas dibawah telapaknya,
lalu dengan batuk sekali dia berkata: "Aku memang kenal dengan nona ini, tapi kami hanyalah bertemu sekali saja."
Ku-bok-it-kai tertawa keras lagi berkata: "Kata-kata Siauhiap, si buta bisa percaya, nona Siau itu mungkin seperti ulat membungkus diri sendiri dengan seratnya, hanya saja dia mencari Siauhiap kemana-mana, si buta akan memberitahukannya sebab sudah bertemu dengan Siauhiap, sudahlah, kita bertemu lagi dilain hari."
Perkataannya baru saja habis, tubuhnya sudah meloncat, bayangan abu-abu seperti anak panah, di rerumputan pinggir jalan sekelebat menghilang.
Su Lam-ceng melihat kearah menghilangnya bayangan, dia mengeluh:
"Benar saja, dunia persilatan yang besar, penuh dengan segala keanehannya, orang ini malah seorang yang pura-pura buta."
Karena tadi Sia-kai menceritakan masalah Siau Yam, didalam hati Pek Soh-ciu jadi merasa sedikit tidak tenang, saat ini dia tidak berani banyak bicara, ujung kaki sedikit dihentakan, maka dia naik lagi diatas kuda, sepasang kaki menjepit perut kuda, mendahului dan menuju jalan raya.
Begitu terhambat oleh peristiwa ini, hari sudah jadi gelap, di dalam hati Pek Soh-ciu sudah tahu tidak mungkin mereka bisa sampai ke Han-ku-koan, jadi terpaksa hanya mencapai yang ada tempat menginap di depan sana.
Dengan Su Lam-ceng walau sudah menjadi suami istri yang resmi, tapi dia menganggap ini hanyalah cara Su Lam-ceng membalas dendam, maka dia selalu hanya berpura pura jadi suami, tidak pernah ada pikiran untuk mencumbunya.
Tampat yang menjadi tempat mereka istirahat
sementara, adalah tempat istirahatnya para pesuruh dan para pedagang kecil, peralatannya tentu saja sangat sederhana, Pek Soh-ciu dan Su Lam-ceng, Su-sik dengan Hu-cen, masing masing tinggal di satu kamar, di dalam kamar kecuali satu meja dua kursi, dan satu ranjang papan keras yang sempit, tidak ada barang lain lagi, bagusnya Su Lam-ceng walaupun seorang putri bangsawan, tapi terhadap kehidupan berkelana yang situasinya tidak menentu, malah bisa menerimanya dengan tulus.
Saat ini sinar bulan menerangi halaman, lampu kamar seperti kacang, angin malam bertiup dingin, sering terdengar suara merintih, keadaannya sungguh menyedihkan.
Terhadap ini semua Su Lam-ceng seperti tidak mempedulikan, dia mengganti pakaian dengan pakaian malam, rambut panjangnya yang hitam bersinar, menutup diatas bahunya yang mulus yang seperti minyak kambing, rok panjangnya sampai ke tanah, wajahnya cerah tampak anggun dan sederhana.
Dengan wajahnya yang, anggun, cantik seperti dewi, walau pun orang yang pantang terhadap enam nafsu, mungkin juga tidak akan tahan, seperti sumur tua jadi bergelombang, hatinya bergerak, apa lagi sesudah seharian berdampingan dengan dia, demikian juga buat seorang remaja tampan yang gairahnya sedang tinggi! Di antara alis Pek Soh-ciu, sering tampak wajah yang susah menahan diri.
Saat ini Su Lam-ceng seperti sengaja memutar tubuhnya, sepasang tangannya memainkan rambut panjangnya, pada Pek Soh-ciu yang sedang bengong dia tertawa pelan dan memikat:
"Soh-ciu, sinar bulan menyinari jendela, suara musim gugur mengejutkan kamar, keadaan ini dan pemandangan ini, tidak heran orang dulu bersemangat sekali membawa lilin melancong di malam hari."
"Aaa...! Pek Soh-ciu bersuara, "Ini......kek, benar......"
Su Lam-ceng menatap dia dengan tajam, melangkah pelan, mengaet tangan dia duduk berdampingan di sisi ranjang, lalu berkata:
"Soh-ciu, suatu kejadian semuanya sudah takdir, kita sudah menjadi suami istri, mengapa kau masih begitu asing terhadapku?"
Pek Soh-ciu bengong sesaat dan berkata:
"Orang she Pek berhadapan dengan nona cantik seperti dewi, sungguh merasa rendah diri sendiri, apalagi......"
Wajah Su Lam-ceng menjadi merah, dengan serius berkata:
"Dengan penampilanmu yang tampan dan gagah ini, jika berada di dalam ruangan kuil, bukankah mengambil hio merah semudah mengambil rumput. Mengenai jalan hidup seseorang semua sudah takdir, balas dendamku, juga hanya supaya kau mau jadi seorang suami yang setia."
Pek Soh-ciu menatap bengong Su Lam-ceng beberapa saat, mendadak dia tertawa keras, tangannya dengan erat merangkul, dua-duanya berguling di atas ranjang papan, angin kencang masih tetap bertiup, bulan musim gugur menyinari ruangan, di dalam kamar yang sederhana ini, malah terdengar suara-suara yang menggairahkan, yang memabukkan orang.
Lama sekali......akhirnya Su Lam-ceng menghela nafas panjang, terengah-engah berkata:
"Ciu koko......"
"Ada apa" Adik Ceng."
"Kau tahu...... kita...... sebenarnya sudah dua kalinya bertemu?"
"Dua kali?"
"Kau sudah lupa" Di vihara......"
"Ooo! Tidak aneh aku seperti merasa pernah kenal dengan kau, tapi, mengapa kau bisa....."
"Gadis telah dewasa tidak bisa tinggal di rumah, seorang gadis jika tumbuh dewasa, harus menikah, betulkan?"
"Tentu saja."
"Aku belajar buku peramalan, sementara tinggal di vihara hweesio, berlayar di Huang-ho, semuanya berdasarkan dari ramalan di buku peramalan, benar saja dua kali bisa bertemu dergan kau......"
Mereka berdua sedang asyik berbincang romantis, di dalam halaman rumput kering itu, terdengar satu suara pelan yang aneh, dengan ilmu silat Pek Soh-ciu seperti sekarang, dalam keadaan bagaimana pun, daun gugur bunga terbang dalam jarak sepuluh tombah, juga sulit lolos dari pendengaran dia, sehingga, dia berbisik pada Su Lam-ceng:
"Adik Ceng! Diluar kedatangan orang jahat, mungkin ditujukan pada kita, kau istirahat disini, biar aku keluar melihatnya."
"Mmm." Su Lam-ceng menyahut sekali: "Ciu koko! Kau jangan pergi terlalu jauh, hati-hati penjahat menggunakan siasat menggiring macan meninggalkan gunung."
Pek Soh-ciu berpikir di dalam hati, kata kata ini tidak salah, Su Lam-ceng tidak bisa silat, jika dia sembarangan meninggalkan, bukankah akan memberi kesempatan pada musuh! Maka, dia dengan Su Lam-ceng selesai memakai baju dan sepatu, sambil menuntun tangan dia berkata:
"Adik Ceng! Kau takut tidak, kita bersama sama keluar melihatnya, baik tidak?"
Dia baru saja selesai bicara, di luar pintu sudah terdengar tawa dingin mengerikan berkata:
"Gadis kecil! Jangan takut, Sun Tay-ya akan melindungimu."
Pek Soh-ciu mengangkat alisnya, sebuah tendangannya menerbangkan daun pintu, lalu menuntun Su Lam-eeng meloncat dan berdiri di tengah halaman, tapi ketika matanya menyapu ke sekeliling, dia tidak bisa melihat sekelilingnya.
Di dalam halaman yang penuh dengan rumput liar ini, berdiri puluhan orang persilatan yang berpakaian macam-macam, dua pelayan Su-sik dan Hu-cen, telah berada dalam cengkraman mereka, Pek Soh-ciu yang belum lama menginjakkan kaki ke dunia persilatan, tidak kenal pada kawanan orang persilatan ini, walau pun mereka adalah penguasa setempat, dia sedikit pun tidak takut, hanya saja dengan ditawannya Su-sik dan Hu-cen, dia jadi tidak bisa bebas bertindak.
Saat ini seorang sastrawan setengah baya yang tubuhnya tinggi kurus, berwajah dingin licik, melenggang kehadapan Pek Soh-ciu, berkata: "Apakah kau orang she Pek?"
"Betul, kalian ada urusan apa?"
"Heh......hanya ingin berunding saja."
"Dengan cara apa berundingnya" Aku ingin mendengar penjelasannya."
"Mudah sekali, asalkan anda mengeluarkan Pouw-long-tui, biar kami semua melihatnya."
"Benar, memang mudah sekali, tapi kita belum pernah kenal, jika ingin berhubungan, anda juga harus memperkenalkan diri dulu pada aku orang she Pek."
"He he......betul juga, lo......" Dia pertama menunjuk hidungnya sendiri berkata, "aku......he he, Pek-san-han-tiok (Gunung putih bambu dingin) Sun San-yat, yang itu adalah ketua perkumpulan Ci-yan Oh-siucay (Sastrawan jelek) Liu Giauw-kun, Giam-ong-leng (Perintah raja neraka) Sai Hong, Sai Tayhiap, Kau-gick-hoan (Gelang cantik giok) nona Ku Cu, pendeta To Cu-koan dari gunung Ceng-seng...... silahkan kalian berakrab-akrab."
Pek Soh-ciu mendengar dia melaporkan begitu banyak orang, dia merasa sangat tidak sabar, katanya:
"Sepasang pendekar dari Say-gwa (luar perbatasan), satu pendeta To dari Ceng-seng, ditambah satu raja neraka, seekor walet ungu, komposisinya memang sangat besar, hanya sayang kalian tikus-tikus satu sarang ini, masih belum pantas melihat Pouw-Iong-tuiku!"
Pek-san-han-tiok Sun San-yat membentak marah katanya:
"Bocah, aku sudah memberi muka, kau masih tidak mau, Tay-ya terpaksa menghabisimu."
Orang ini adalah Sun San-yat, dengan Kau-giok-hoan Ku Cu, disebut sebagai Say-gwa-siang-hiap, ilmu silatnya memang tidak bisa dianggap enteng, baru saja selesai membentak, tubuhnya mendadak seperti elang putih menerjang langit, sebatang Han-tiok berwarna hijau
membentuk bayangan tongkat memenuhi langit, dengan kekuatan seperti Tay-san menindih telur bergerak memukul ke arah kepala.
"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata tawar, "Kau tadi menghina istriku, harus menerima hukuman putus tangan......" Sinar putih mendadak keluar memancar, Im-cu-kiamnya bergerak secepat angin kencang, begitu menerjang langsung sudah kembali, cepat laksana kilat, terlihat Sun San-yat menjerit ngeri, tubuhnya yang seperti bambu dengan bercucuran darah melayang jatuh satu tombak lebih.
Gerakan Pek Soh-ciu begitu cepat, jago-jago silat dari aliran putih mau pun hitam di lapangan sampai tidak sempat melihat jelas, bagaimana jurus pedang Pek Soh-ciu menerjang, tahu-tahu sudah kembali. Sun San-yat yang namanya sangat termasyur dikalangan aliran hitam, sudah menjerit kehilangan tangannya, darah bertebaran di rumput liar.
Jurus pek Soh-ciu ini menimbulkan pengaruh besar, ibarat membunuh ayam memperingati monyet, para pesilat tinggi dunia persilatan yang berniat tidak baik, warna wajahnya langsung berubah, tapi ketua perkumpulan Ci-yan Oh-siucay Liu Giauw-kun malah melangkah maju dua langkah, dengan wajah licik dia tertawa:
"Ilmu silat Siauhiap hebat sekali, aku... sangat mengaguminya he he he, tapi, sepasang kepalan sulit melawan empat tangan, pesilat tinggi tidak bisa menahan orang banyak, jika istri anda mendapat sedikit saja kejutan, bukankah Pek Siauhiap akan menyesal seumur hidup!"
Sungguh Liu Giauw-kun licik seperti musang, hanya dengan beberapa kata, dia sudah menunjukan
kelemahannya Pek Soh-ciu, membuat warna wajahnya
bembah beberapa kali, dalam waktu sesaat, merasa sudah maju mau pun mundur.
Giam-ong-leng Sai Hong juga dengan dingin
melanjutkan: "Tidak salah, walau kami tidak bisa mengalah-kanmu, kau juga mungkin sulit melindungi istrimu yang cantik, jika ada orang dengan kasar meraba dia. He he he, kau merasa sakit juga sudah tidak berdaya."
Mata Pek Soh-ciu menyorot sinar sadis dengan kesal berkata:
"Tadinya aku tidak ada niat membunuh orang, jika kalian terus memaksa......"
Semenjak Su Lam-ceng mengikuti Pek Soh-ciu meloncat ke halaman, dia selalu bersembunyi di belakang tubuh Pek Soh-ciu, hatinya tidak tenang melihat pada para pesilat tinggi dunia persilatan ini, tapi saat ini mendadak dia berdiri tegak disisi Pek Soh-ciu, sepasang matanya yang seterang bulan di musim gugur menyapu ke sekeliling, sikapnya tampak tenang sekali.
Dia seperti bulan terang di langit yang sinarnya menyorot ke segala arah menerangi seluruh lapangan lebih-lebih sepasang matanya yang hitam putihnya terlihat jelas seperti lautan yang dalam dan matahari musim dingin di dalam awan, membuat orang yang melihat sorot matanya tidak bisa dialihkan lagi.
Dalam kelompok para pesilat tinggi dunia persilatan, pendeta To Cu-koan dari Ceng-seng yang ilmu silatnya paling tinggi, ketabahan dan pendidikan-nya juga lebih dari pada orang biasa, tapi saat matanya menatap pada matanya Su Lam-ceng, tetap saja tidak tahan, matanya terasa silau, hatinya bergejolak, tidak berani melihat lagi.
Ini adalah situasi yang sulit bisa dipercaya orang, puluhan pesilat tinggi dari kedua aliran, aliran putih dan aliran hitam, semuanya terpesona oleh kecantikannya Su l.am-ceng, seluruh lapangan hening, hampir tidak ada seorang pun mau menghela nafas.
Sorot mata Su Lam-ceng menyapu lagi ke sekeliling lapangan, akhirnya berhenti dan menatap pada seorang ketua cabang perkumpulan Ci-yan yang menawan Su-sik dan Hu-cen berkata:
"Dua pelayan wanitaku, sekali pun tidak pernah bertemu dengan kalian, kalian adalah orang-orang yang ternama, mana boleh melakukan tindakan menghina orang lemah seperti ini!"
Dia mengatakannya dengan santai saja, tapi seperti ada kekuatan gaib yang besar sekali, siapa pun orangnya setelah mendengarkan, semua merasa melepaskan dua pelayan wanita itu adalah hal yang pantas, tentu saja dua orang kepala cabang itu dengan tanpa ragu menepuk membebas kan jalan darah dua pelayan wanita itu, masih berkata:
"Silahkan nona." Lalu membiarkan mereka berdua dengan tenang pergi meninggalkannya.
Su Lam-ceng tertawa ringan, dia membalikkan tubuh berkata pada Pek Soh-ciu:
"Qiu koko! Mari kita pergi."
Tapi begitu dia memanggil Qiu koko, seperti satu suara guntur menggelegar, semua para pesilat tinggi dilapangan hatinya bergetar, mereka segera sadar kembali, dan timbul amarah yang tidak tahu ujung pangkalnya, dengan cepat menyebar ke seluruh lapangan, semuanya berteriak, bersamaan maju men-desak mereka.
Yang pertama berteriak adalah Giam-ong-leng Sai Hong berkata:
"Mau pergi boleh, tapi harus tinggalkan barang!"
Su Lam-ceng memutar tubuhnya berkata: "Kau mau apa?"
Begitu mata Sai Hong bertatapan, amarahnya segera menghilang entah kemana, sesaat baru berkata:
"Kami sudah mencari puluhan ribu lie, tujuan-nya adalah melihat pusaka dunia persilatan......Pouw-Iong-tui......"
"Kalian ingin lihat Pouw-long-tui?"
"Pusaka alam, siapa pun tentu ingin sekali melihatnya."
"Tapi pusaka alam, jugg paling mudah menyesatkan pikiran orang, menambah nafsu serakahnya, kalian lebih baik jangan melihatnya."
"Ini......"
Mendadak terdengar satu suara aneh dari kaki langit di kejauhan, seluruh pesilat tinggi di lapangan, semua merasakan hatinya bergetar, situasi yang ribut ini, segera menjadi tenang.
Suara aneh itu mendadak berhenti, di pintu halaman muncul seorang gadis bertopeng hitam, sambil melenggok dalam sekejap dia sudah berdiri di depan Pek Soh-ciu kurang lebih lima kaki.
Mata cantik di belakang topeng hitam berputar, menyapa pada para pesilat di sekeliling, lalu menatap pada Pek Soh-ciu, lalu berkata:
"Apa kau muridnya Sin-ciu-sam-coat, Pek Soh-ciu?"
"Hm...!" Kata Pek Soh-ciu, "Tidak salah."
"Aku ingin meminjam Pouw-long-tui."
"Maaf, aku belum ada minat meminjamkan pada orang lain."
"Hm... sebagai ketua perkumpulan kata-kataku adalah perintah, sekarang ini belum ada seorang pun yang berani membantah perintah aku!"
"Yaaw...." Su Lam-ceng berteriak, lalu mengulurkan tangannya, menunjuk ke lapangan:
"Kau sombong benar, apakah semua orang-orang mi juga harus mendengar perintahmu?"
Wanita berbaju hitam itu tertawa dingin seperti es, pelan-pelan mengulurkan tangan yang berwarna putih seperti giok, mendadak menjentik-kan jarinya, seorang pesilat tinggi dari perkum-pulan Ci-yan yang berdiri satu tombak lebih, langsung berteriak ngeri, roboh terlentang jadi mayat di atas rumput, seluruh pesilat tinggi di lapangan, walau wajahnya berubah, tapi semua diam ketakutan, siapa pun tidak berani mencari gara-gara pada wanita berbaju hitam.
Su Lam-ceng memutar matanya, tertawa tawar lalu berkata:
"Tidak di duga, di dalam dunia persilatan, kebanyakan adalah orang hanya berani menghina yang lemah, takut pada yang kuat, orang-orang yang takut mati......"
Orang yang dibunuh oleh wanita baju hitam adalah anak buahnya perkumpulan Ci-yan, Oh-siucay Liu Giauw-kun masih belum bereaksi, malah Giam-ong-leng Sai Hong yang berteriak lebih dulu, maju beberapa langkah, gada mas di tangannya di angkat sambil berkata:
"Membunuh orang bayar nyawa, hutang uang bayar uang, Sai Hong ingin minta keadilan pada ketua perkumpulan Cu."
Wanita baju hitam mendengus sekali:
"Bagus, bagus, pemberani." Mendadak dia melayangkan tangan kebelakang, "keluarkan satu matanya, putuskan satu lengannya, sebagai peringatan menentang aku."
Di belakang tubuhnya entah kapan, sudah berdiri 4
orang bertopeng hitam, seorang bertopeng hitam yang tubuhnya kurus kecil menyahut lalu meloncat keluar, mengulurkan sebelah tangan menangkap pada gada mas Sai Hong.
Orang ini menyerang laksana kilat, begitu tubuhnya bergerak, lima jari seperti kail sudah menyentuh pinggir gada mas.
Sai Hong terkejut, lengan kanannya cepat diturunkan, ujung kaki dihentakan, tubuhnya terbang mundur kebelakang, baru lolos dari cakaran ringan si orang topeng hitam. Tapi Orang bertopeng hitam gerakannya cepat sekali, sebelum Sai Hong berdiri mantap, orang bertopeng hitam sudah seberti bayangan datang menerkam kembali. 6
0-0dw0-0 BAB 2 Putra-putri dunia persilatan
Sai Hong terkejut, dia tidak menduga dalam satu jurus saja, dia sudah tertekan tidak bisa membalas menyerang oleh orang bertopeng hitam, dalam keadaan marah sekali
dan menggigit gigi, gada emasnya segera dilemparkan olehnya, lemparannya menggunakan seluruh tenaganya, terlihat sinar mas berputar-putar cepat, mengeluarkan siulan yang membelah udara, dan dahsyat sekali.
Orang bertopeng itu tidak menduga Sai Hong bisa melemparkan senjata andalannya, sesaat dia dibuat kalang kabut, tapi ilmu silat orang ini memang hebat, dalam waktu yang sempit, dia merendahkan tubuhnya, tangannya memukul, meski tergesa-gesa memukul dengan sebelah tangan, terdengar satu suara keras, senjata tunggal Sai Hong yang menggemparkan dunia persilatan itu, sudah terpukul terbang sejauh tiga tombak lebih.
"Sobat, masih ada ini." Tiga titik bayangan hitam melesat, seperti meteor mengejar rembulan, menuju dada orang bertopeng, dan titik yang dituju bayangan hitam itu, semuanya jalan darah penting yang begitu terkena paling sedikit akan terluka parah atau mati.
Hati orang bertopeng itu tergetar, dia tahu bayangan hitam itu adalah senjata gelap Giam-ong-leng andalannya Sai Hong yang telah mem-buat dirinya ternama di dunia persilatan, walau pun ilmu silat dia hebat, tapi dia tidak berani bertindak sembrono, dia memutar tubuhnya, melangkah ke samping, menghindarkan tiga buah Giam-ong-leng.
Begitu lemparannya tidak mengenai sasaran, Sai Hong mulai merasa ketakutan, dia langsung melayangkan tangan kanan lagi, tiga buah Giam-ong-leng dengan garis melengkung dan kecepatan tinggi, membelah angin menerjang, diikuti dengan ayunan tangan kirinya, enam titik hitam seperti hujan menyebar, mengikuti tiga buah Giam-ong-leng, mengeluarkan suitan, datang menyerang.
Sai Hong bisa ternama di dunia persilatan, memang bukan secara beruntung, cara dia menyerang seperti ini, tiga terbang enam memukul, memang punya kehebatan tersendiri, walau orang bertopeng itu berilmu tinggi, tetap saja tidak bisa menghindar dari serangan Ciam-ong-leng, setelah mengeluarkan satu suara tertahan, dia langsung roboh di atas tanah rumput.
Wanita berbaju hitam itu sedikit terkejut, dia tidak mempedulikan hidup mati anak buahnya, sorot matanya malah menyapu pada Sai-wa-siang-sat yang berdiri paling dekat dengan Sai Hong, pendeta To Cu-koan yang mengeluarkan suara dengusan, lalu membalikkan kepala pada tiga orang bertopeng yang berdiri dibelakangnya, dia berkata:
"Tiga orang ini berani melihat orang mati tidak menolong, habisi mereka!"
Tiga orang bertopeng itu menyahut lalu maju menerjang, mereka sedikit pun tidak bersuara, masing-masing langsung menyerang Sai-wa-siang-sat bertiga, pendeta To Cu-koan tentu saja memandang sebelah mata orang bertopeng itu, tapi Pek-san-han-tiok Sun San-yat lukanya belum pulih, mana bisa melawan orang bertopeng, walau pun sudah sekuat tenaga bertahan, tetap saja dia kewalahan.
Wanita baju hitam melihat keseluruh lapangan, mulutnya mengeluarkan tawa dingin, tidak terlihat bagaimana dia bergerak, tahu-tahu tubuhnya seperti roh melayang datang di depan Giam-ong-leng Sai Hong, pelan-pelan mengulurkan sebelah tangannya yang putih seperti giok, memukul ke arah dadanya Sai Hong, bersamaan waktunya dia membentak:
"Kau berani membunuh pengawalku, kau sangat lancang, apakah kau tahu bagaimana caraku menghukum musuhku?"
Terhadap ketua perkumpulan misterius yang bertopeng ini, Sai Hong sudah wanti-wanti dari tadi, saat ini dia berturut-turut mengeluarkan lima jurus serangan, dia sudah merubah gerakan tiga kali, tapi tangan cantik yang mulus itu, tetap seperti belatung menempel di tulang, bagaimana pun caranya, dia tidak bisa melepaskan diri.
Wajahnya jadi dingin, seperti seorang terhukum menunggu eksekusi, baju emasnya yang berkilauan, sudah basah kuyup oleh keringat, kaki melangkah dengan terpaksa sambil sempoyongan menghindarkan diri, tapi semua sudah kacau tidak teratur, dia tahu tangan mulus yang terus menempel dekat dadanya itu, asalkan dihentakan sekali, atau jari mufps yang seperti giok itu, jika memukul kedepan dengan tenaga dalam, maka raja neraka dunia yang namanya termasyur di dunia persilatan, akan langsung melapor kehadirannya di istana neraka.
Tapi wanita baju hitam tidak buru-buru mengambil nyawanya, seperti kucing mempermain kan tikus sesukanya, lama... dia dengan sekali bersuara hm... dingin berkata:
"Pertama aku ingin kau merasakan seramnya menemui ajal, aku akan mencongkel mata, memutuskan lengan, memotong lidah menghancur kan tulang, setelah aku puas, he he he, baru aku membunuhmu......"
Giam-ong-leng Sai Hong tahu keadaannya tidak bisa dihindarkan, supaya tidak disiksa lawan, dia malah menggigit gigi, tubuhnya maju menyam-but ujung jari dia.
"Hi hi hi!" wanita baju hitam tertawa berkata, "Kau ingin mati" Tidak akan begitu gampang, siapa pun yang berani
melawan aku, akibatnya harus merasakan, mau mati atau hidup pun sulit, kau juga tentu tidak terkecuali! Tapi, kau tenang saja, bagaimana pun akhirnya kau pasti mati, buat apa terburu-buru sekarang!"
Pek Soh-ciu menonton di pinggir cukup lama, dia tidak menduga wanita baju hitam itu, mempunyai ilmu silat yang begitu tinggi, tapi kekejaman hatinya, juga seumur hidup baru dilihatnya, memang Giam-ong-leng Sai Hong juga bukan orang baik, hanya saja cara kejamnya wanita baju hitam ini, sungguh membuat dia tidak bisa menerimanya.
Su Lam-ceng sudah tahu maksud hatinya, lengannya dijulurkan, menggait tangan dia berkata:
"Kelompok orang ini tidak satu pun yang bertujuan baik pada kita, dengan susah payah aku sudah membuat mereka seperti anjing berkelahi dengan anjing, menghibur sedikit kekesalan hati kita, jadi kau jangan memisahkan mereka, itu tidak boleh, apa lagi jika permusuhan mereka semakin dalam, itu akan lebih menguntungkan kita, Ciu koko, kau jangan bertindak lemah seperti seorang wanita."
Habis bicara dia memelotot genit pada Pek Soh-ciu, lalu memanggil Su-sik dan Hu-cen ke depan dirinya, membisikan beberapa kata di telinga mereka, dua pelayan wanita itu langsung membalikkan tubuh dengan cepat berlari pergi.
Pertarungan ditengah lapangan, keadaannya sudah jadi berat sebelah, kecuali pendeta To Cu-koan masih menggerakan pedangnya dengan lincah, bertarung imbang dengan seorang bertopeng, Say-gwa-siang-hiap yang lainnya sudah dalam posisi berbahaya.
Mendadak... "Berhenti semua!" sepuluh lebih pesilat tinggi Kai-pang dengan baju compang-camping ratusan tambalan, diringi teriakan menerjang masuk lapangan, yang memimpin adalah seorang laki-laki besar dengan wajah bersemangat, kening seperti burung walet, wajahnya berewokan berusia setengah baya, dari penampilannya yang gagah, tampak sangat disegani orang.
Begitu wanita baju hitam melihat laki-laki besar setengah baya, wajahnya sedikit bengong, Giam-ong-leng Sai Hong menggunakan lawannya sedang bengong dia berguling, akhirnya dia terlepas dari kendali wanita baju hitam itu.
Saat ini pertarungan yang terjadi di lapangan jadi berhenti, laki-laki besar berewokan dengan sepasang mata bersinar seperti kilat, menatap wanita baju hitam dengan nada dalam berkata:
"Cu Kwan-cing, kau melakukan kejahatan lagi..."
Wanita baju hitam mengangkat tangan, membetulkan rambut yang ada di keningnya, gerakannya membuat orang terpesona, mulutnya bersuara "Yow...!" lalu berkata, "Ada apa" Sute! Kau malah mengurusi urusan Suci?"
Laki-laki besar berewokan berkata dingin: "Siapa Sutemu" Hm... aku sebagai Kai-pang Pangcu, sudah mengejarmu puluhan ribu lie demi membalaskan dendam perguruan....."
"Yaaw... Sangguan Sute, mengapa kau begitu galak, ada masalah apa, bicaralah baik-baik, Suci tidak akan mengecewakanmu."
Laki-laki besar brewokan mengangkat kepalanya, sambil tertawa keras berkata:
"Perbuatan membunuh guru dan mengkhianati perkumpulan akan membuat nama busuk tersebar kemanamana, para murid Kai-pang dan semua orang mgin sekali menangkapmu, kau masih berani bertebal muka dan tidak tahu malu, mengaku dirimu Sucinya k etua perkumpulan"'


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cu Kwan-cing tampak marah oleh tingkah laki-laki berewokan itu, bajunya jadi bergerak-gerak meskipun Inlak ada angin, sepasang telapaknya pelan-pelan diangkat sambil memusatkan tenaga dalamnya siap menyerang.
Para pesilat tinggi yang ada di lapangan, melihat tenaga dalam Cu Kwan-cing sangat hebat, wajah semua orang berubah, laki-laki berewokan itu sedapat mungkin bersikap tenang, diam-diam dia juga memusatkan tenaga dalamnya, bersiap menyambut serangan dari Cu Kwan-Kedua belah pihak tampak bersitegang, pertarungan berdarah tampaknya akan berlangsung sebentar lagi, tapi Cu Kwan-cing tiba-tiba mengeluh panjang dan sedih, sepasang telapaknya yang mulus pelan-pelan diturunkan lagi dan berkata:
"Sangguan Ceng-hun, Cu Kwan-cing sudah menjelajahi seluruh dunia persilatan, dan tidak pernah terkalahkan, sampai detik ini belum pernah melihat orang yang berani bicara lantang dihadapanku, hai... mengingat hubungan kita di masa lalu, kau pergilah......"
"Ha ha ha!" Sangguan Ceng-hun tertawa keras, "Pergi..."
Boleh, tapi aku harus meminjam sebuah benda darimu untuk sembahyang guru."
"Hm.....!" Cu Kwan-cing berkata dengan dingin,
"kau ingin pinjam apa?"
"Kepala murid pengkhianat yang membunuh guru."
"Bagus, jika kau bersikeras ingin mati, Cu Kwan-cing akan mengabulkan, hayo kita bertarung di luar."
Habis berkata begitu, tubuhnya sudah meloncat setinggi dua tombak lebih, pinggangnya di putar, seperti seekor burung hitam yang amat besar, hanya sekelebat, sudah keluar seperti menembus langit.
Para pesilat tinggi di lapangan, seperti tidak mau ketinggalan menyaksikan pertarungan yang amat jarang terjadi ini, mereka semua melontat berlari mengikuti para murid Kai-pang, dalam sekejap, halaman tempat bertarung para pesilat tinggi ini, sudah menjadi tenang kembali.
Melihat para pesilat tinggi sudah menghilang Su Lam-ceng cepat menarik lengan baju Pek Soh-ciu berkata:
"Ciu koko, biarkan mereka saling membunuh, kita pergi saja."
Pek Soh-ciu menggelengkan kepala:
"Beberapa orang bertopeng hitam itu, mungkin ada hubungannya dengan peristiwa berdarah di perumahan Leng-in, apa tujuan kita berkelana di dunia persilatan"
Mana bisa melepaskan kesempatan yang baik ini di lewatkan begitu saja?"
"Kelompok orang ini kebanyakan datang untuk Pouw-long-tui, jika saat ini kita tidak pergi, pasti akan mendatangkan kerepotan yang tidak ada habis-habisnya."
Pek Soh-ciu tertawa:
"Jika takut kerepotan, lebih baik jangan ber-kelana di dunia persilatan, apa lagi... walau pun kita sekarang bisa pergi, belum tentu bisa lolos dari pengejaran mereka."
"Kek!" Su Lam-ceng batuk sekali, "baiklah, tapi ingat, jika kita menemukan bahaya, kau harus ingat mundur kearah tenggara."
Pek Soh-ciu tidak mengerti:
"Mengapa harus mundur kearah tenggara?"
Su Lam-ceng mengalengkan tangannya berjalan keluar dari pos persinggahan, katanya:
"Jangan tanya dulu, sampai waktunya kau akan tahu sendiri."
Terhadap keberanian dan kepintarannya Su Lam-ceng, Pek Soh-ciu sudah cukup hapal, jadi dia tidak banyak bertanya lagi, dua orang itu bertuntunan tangan, berlari menuju lapangan yang berada di luar pos persinggahan.
Saat itu Cu Kwan-cing dengan Sangguan Ceng-hun sedang bertarung sengit, kedua orang itu sama-sama pesilat tinggi dunia persilatan yang paling tinggi kedudukannya, setiap gerakan tangan atau kakinya, semua adalah serangan yang mematikan, hampir semua orang menjulurkan lidah dan mengagumi tontonan yang berbahaya ini.
Pek Soh-ciu juga tertarik oleh kehebatan ilmu silat kedua orang ini, angin pukulan mereka yang keras meniup baju putihnya sampai berkibar-kibar, dia memperhatikan dengan seksama dan di dalam hati mengerti bagaimana gerak dan tujuan jurusnya, tapi dia sudah bisa melihat, walau dua orang ini dari satu perguruan, jelas tenaga dalamnya Sangguan Ceng-hun masih kalah satu urat, di dalam lima ratus jurus, dia pasti akan dikalahkan oleh Cu Kwan-cing, terhadap Kai-pang Pangcu yang berkharisma ini, dia mempunyai perasaan dan pandangan baik, mungkin karena orang tuanya mati oleh orang bertopeng, jadi dia merasa sebal, sehingga, diam-diam dia sudah memusatkan tenaga
dalamnya, di saat perlu dia sudah memutuskan akan bergerak membantu.
Kepandaian Cu Kwan-cing memang sudah sampai pada tingkat yang mengejutkan orang, setelah lewat tiga puluh jurus, dia sudah sepenuhnya menguasai pertarungan, di antara serangan jari dan telapaknya, semua mengarah pada jalan darah mematikan pada Sangguan Ceng-hun, jurusnya dahsyat dan kejam.
Suatu ketika sebuah pukulan Sangguan Ceng-hun tidak berhasil mengenai lawannya, tubuhnya sedikit doyong ke depan, Cu Kwan-cing tidak menyia-nyiakan kesempatan bagus ini, berturut-turut dia melancarkan tiga pukulan telapak tangannya, setiap jurusnya mengandung tenaga yang bisa menghancurkan batu dan besi, membuat Sangguan Ceng-hun harus bertahan sekuat tenaga, tubuhnya sampai terhuyung-huyung menyelamatkan diri.
Melihat kemenangan sudah diatas tangannya, Cu Kwancing tidak tahan lalu bersiul panjang, mendadak dia menyatukan jari seperti tombak, dengan tenaga sepenuhnya ditonjokkan pada jalan darah Hian-ki di dada Sangguan Ceng-hun, jurus ini di lancarkan dengan mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, walau tubuh Sangguan Ceng-hun terbuat dari besi, tampaknya sulit bisa menahan totokan mematikan yang akan menembus dadanya.
Tapi... tiba-tiba sebuah sinar putih menyilaukan mata, bertenaga tidak terlihat seperti gelombang membawa angin aneh yang amat dahsyat, seperti datang dari langit luar menghadang serangan Cu Kwan-cing, hadangan ini membuat tubuh Cu Kwan-cing yang langsing seperti batang pohon Liu yang lemah bergoyang goyang, serangan jarinya yang tidak bisa ditahan, jadi menotok ke tempat yang kosong.
Ini kejadian aneh yang sulit bisa dipercaya orang, Cu Kwan-cing juga jadi berhenti bergerak karena terkejut, dia melihat Pek Soh-ciu yang berada didepan satu tombak lebih, wajahnya jadi terbengong-bengong.
Pek Soh-ciu dengan santai, berkata tawar: "Pertarungan antara kalian memang masalah Internal perkumpulan anda, tidak ada hubungannya dengan aku, tapi aku ada satu masalah ingin nona Cu memberi jawaban yang jelas, sehingga, terpaksa mempersilahkan kalian beristirahat sebentar!"
"Hm...!" Cu Kwan-cing berkata, "Anda ada masalah apa, apakah tidak bisa menunggu sampai kami selesai bertarung?"
"Tidak bisa, jika Shang Goan Pangcu tidak memberi kesempatan kau bicara, bukankah aku akan menyesal kehilangan kesempatan bagus ini!"
"Hm...!" dengan dingin Cu Kwan-cing berkata,
"maksudmu aku bisa mati ditangan dia?"
"Dalam pertarungan perubahannya sulit diduga, jadi sulit bisa dikatakan."
"He... mundurlah, lihat saja dalam seratus jurus aku akan mengambil nyawanya."
"Jika nona yakin bisa menang, setiap saat pun bisa memenangkannya, kita membicarakan lebih dulu masalah aku juga tidak apa-apa kan?"
"Baik, katakanlah, aku ingin lihat kau ada siasat apa."
"Aku dengar nona mengaku sebagai ketua perkumpulan apa itu Oh Kai-pang."
"Sembarangan bicara, aku adalah ketua Kai-pang, siapa yang memberitahu jahat atau tidak jahat?"
"Aku mendengar dari jalanan, jahat atau tidak jahat memang tidak ada hubungan denganku, tapi aku dengar nona mempunyai sebuah senjata gelap yang amat keji, yang disebut Ngo-tok-tui-hun-cian, apa betul?"
Cu Kwan-cing sepertinya! sudah tidak sabaran, dia berkata:
"Tidak salah, perkumpulanku memang punya senjata rahasia ini, tapi tidak pernah meminjamkan pada orang lain, saudara kecil jika perlu senjata ini, kita bisa membicarakannya."
Wajah Pek Soh-ciu menjadi dingin, katanya:
"Ngo-tok-tui-hun-cian perkumpulanmu tidak pernah dipinjamkan pada orang lain, kalau begitu orang yang secara menggelap menyerang Sin-ciu-sam-coat, perkumpulanmu pasti ikut terlibat didalamnya."
Cu Kwan-cing sedikit terbengong:
"Apa kau putranya Thian-yat-it-kiam Pek Tayhiap, salah satu dari Sin-ciu-sam-coat" Kau ingin menyelidiki pembunuh ayahmu?"
"Betul."
"Aku dengar saat itu perguruan yang terlibat di dalamnya tidak sedikit!"
"Orang she Pek tidak akan segan-segan, mencuci dunia persilatan dengan darah."
Cu Kwan-cing tertawa genit seperti mutiara berjalan di piring giok, katanya:
"Di dunia persilatan banyak sekali orang pintar yang berkemampuan hebat dan berilmu tinggi, saudara kecil bicara seperti ini, tidakkah merasa terlalu menyombongkan diri?"
Pek Soh-ciu mengangkat alis pedangnya: "Maksudmu, kau mengaku telah terlibat dalam peristiwa berdarah itu."
Cu Kwan-cing membuka lebar sepasang matanya:
"Kapan aku pernah mengatakan demikian, kau jangan salah paham."
Satu hawa pembunuhan menghiasi wajah Pek Soh-ciu, dia tidak mau lagi berbicara panjang lebar, kakinya dihentakkan, sebelah tangannya diulurkan, lima jarinya mengeluarkan suitan tajam yang mengerikan, secepat kilat menangkap pergelangan Cu Kwan-cing.
Dia seperti sembarangan menyerang, tapi akibatnya sangat dahsyat sekali, Cu Kwan-cing berteriak terkejut, sepasang kakinya dijejakkan, tubuhnya terbang mundur, kecepatan reaksinya, sudah mencapai taraf sekali terlintas niat langsung bergerak, tapi ssst... suara robek kain terdengar, lengan baju Cu Kwan-cing, tetap terkoyak sebagian.
Dengan kepandaian Cu Kwan-cing yang begitu hebat hanya dalam satu jurus lengan bajunya telah robek, para pesilat tinggi yang melihat di lapangan tidak satu pun tidak mengeluarkan keringat dingin dan wajah terkesima, dalam hati Cu Kwan-cing sendiri diam-diam mengeluarkan keringat dingin, tapi dia juga merasa ini adalah sebuah penghinaan yang besar, maka dia pelan-pelan mengulurkan jari yang seperti bawang muda, putih bagaikan giok, terdengar suara perlahan, dia malah membuka sendiri topeng hitam yang menutupi wajahnya.
Seluruh pesilat tinggi di lapangan baik dari aliran lurus maupun sesat, semua terperangah oleh tindakannya yang mengejutkan ini, entah apa maksudnya" Tidak ada seorang pun yang bisa menjawabnya, satu-satunya alasan yang bisa
dihubung-kan, mungkin dia ingin memperlihatkan bahwa kecantikannya melebihi kecantikan Su Lam-ceng.
Dengan menghilangnya topeng, wajah yang ditampilkan adalah wajah yang membuat orang tergila-gila, wajah yang sedikit terasa putih pucat, dihiasi oleh sepasang mata yang menggiurkan orang, hidung yang mancung lurus, serasi dengan mulut munggil dan bibir tipis, dua alis panjang yang melengkung hingga ke pelipis, cantiknya hingga ahli perias wajah juga tidak bisa menandinginya.
Sebenarnya, dari pada mengatakan dia cantik, lebih tepat mengatakan dia cabul, melihat alisnya diangkat miring, sudut mata melirik penuh arti, pipi tersenyum menantang, dan masih ada dua lesung pipi yang membuat orang mabuk, pinggangnya yang langsing berputar, bokong besarnya ikut bergoyang, seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah, hampir tidak satu tempat pun mengeluarkan daya magis yang membuat tulang orang menjadi lemas, hati menjadi gemas.
Tapi ini adalah iblis yang menggoda, tidak bisa dibandingkan dengan keanggunannya Su Lam-ceng, buat laki-laki di seluruh dunia kebanyakan mempunyai sifat rendah yang suka mengejar bau busuk, wanita seperti Cu Kwan-cing adalah wanita yang cantik yang tiada taranya, genit menggiurkan, setiap gerakan dan senyumnya, semua membuat orang jadi lupa diri, sehingga, tidak sedikit orang tidak segan membuang nyawa, Cuma hanya ingin mendapatkan tubuhnya.
Dua orang wanita cantik yang tiada duanya ini, seperti bunga di musim semi, bulan di musim gugur, masing-masing ada keunggulannya, mereka bersamaan iampil di pos persinggahan, di lapangan yang sepi yang tidak banyak orang, para pesilat tinggi dunia persilatan yang berada di
lapangan, matanya berkunang-kunang, hatinya berdebar-debar, bengong dan seperti mabuk.
Mata Cu Kwan-cing melihat kesekeliling, dia tertawa genit dengan bangga, lalu menghadap pada Pek Soh-ciu, berkata:
"Saat terjadi peristiwa berdarah di perumahan Leng-in, ratusan pesilat yang berilmu tinggi terlibat didalamnya, tidak satu pun ada yang selamat, jika aku ikut terlibat dalam penyerangan itu, tidak mungkin aku masih hidup sampai sekarang, jadi ikut tidaknya aku dalam serangan gelap pada Sin-ciu-sam-coat, dengan sendirinya tidak perlu ditanyakan."
Pek Soh-ciu tertegun sebentar, dengan tetap dingin berkata:
"Walau benar kau tidak ikut dalam penyerangan, tapi tidak bisa lolos dari dugaan ikut merencanakan, tapi jika kau bisa mengatakan otak yang menjadi penyerang perumahan Leng-in, aku bisa memberi satu jalan hidup buatmu."
Wajah Cu Kwan-cing berubah, dia berkata: "Saudara kecil bagaimana bisa memaksa orang seperti ini, dengan terpaksa Cu Kwan-cing ingin melihat kehebatan ilmu silat Sin-ciu-sam-coat."
Baru saja habis berkata, sepasang tangannya seperti kilat datang menotok, baru saja bergerak setengah jalan, mendadak sepasang tangannya pecah menjadi dua arah, ke atas menyerang kepala, ke bawah menyerang perut, satu jurus dua serangan, kecepatannya tidak bisa di bayangkan.
Pek Soh-ciu mendengus, dia berdiri memasang kuda-kuda, saat sepasang telapaknya menangkis, dia berturut turut balas menyerang tiga kali...semenjak dia telah berhasil
melancarkan jalan darah atas dan bawahnya, menembus jalan darah Jin dan Tok, kehebatan tenaga dalamnya sudah tidak bisa dibayang-kan, saat ini begitu dia mengerahkan tenaga dalamnya, dia merasakan tenaga dalamnya seperti mata air mengalir seperti gelombang, walau jurus Cu Kwan-cing aneh dan banyak tipuan, tapi begitu bertemu dengan tekanan yang sangat besar ini, dia tidak bisa leluasa melancarkan keunggulan jurusnya.
Sebentar saja mereka sudah bergebrak hampir mencapai seratus jurus, Cu Kwan-cing menyerang mengandalkan gerakan lincahnya, mencari celah menempuh bahaya, sekuat tenaga dia bertahan, wajahnya yang putih bersih, sudah berkeringat, dia tahu jika keadaan terus begitu, dia sendiri pasti akan mendapat malu, dalam hatinya, dia merasa sangat gelisah sekali.
Tiba-tiba... datang bergulung-gulung asap merah dari arah Tong-koan, dalam sekejap seluruh lapangan sudah tertutup oleh asap merah itu, Pek Soh-ciu dan seluruh pesilat tinggi di lapangan, semua terkurung oleh asap merah, semerah darah itu.
Kejadian mendadak ini, membuat seluruh pesilat tinggi di lapangan menjadi terkejut ketakutan, Pek Soh-ciu khawatir Su Lam-ceng terancam bahaya, buru-buru dia mengayunkan telapaknya membuat Cu Kwan-cing mundur, lalu berkelebat meloncat ke samping Su Lam-Ceng, dia tetap sambil memusatkan tenaga dalamnya, dengan tenang menunggu perubahan yang terjadi.
Di lapangan sangat hening, hanya di dalam asap merah terdengar suara ssst... ssst... belum lagi suara aneh Itu berhenti, tiga orang aneh berbaju merah telah muncul dari dalam asap merah. Yang memimpin adalah seorang ini bertubuh besar dan tegap, wajahnya putih dengan jenggot perak, di sebelah kirinya berdiri seorang tua berwajah mirip
kuda tidak berjenggot, tubuhnya kurus kering, matanya menggantung bertangan satu, di sebelah kanannya ada seorang kerdil berbaju merah, berwajah seperti wajah bayi, berkepala sangat besar.
Di antara para pesilat tinggi di lapangan, walau pun terdapat tidak sedikit ketua ditempatnya dan namanya termasyur di dunia persilatan, tapi begitu melihat tiga orang aneh berbaju merah ini, semua wajahnya berubah hebat, tubuhnya tidak tahan jadi gemetar, ternyata tiga orang itu adalah pembunuh dunia persilatan yang berjuluk Cu-lay-sam-koay (Tiga aneh misterius) dari perguruan Thian-ho, mereka tadinya adalah tiga orang gembong penjahat yang bergerak sendiri-sendiri. Entah sejak kapan sudah bergabung dengan perguruan Thian-ho.
Perguruan Thian-ho adalah sebuah organisasi misterius bagi setiap orang yang begitu mendengar namanya saja sudah merinding ketakutan.
Di dunia persilatan memang banyak orang yang berbakat, mereka memiliki kepandaian lebih dari orang lain, tapi terhadap perguruan Thian-ho mereka hanya tahu sedikit, tidak tahu seberapa besar kekuatannya, saat ini, mereka melihat Cu-lay-sam-koay sekaligus dengan ratusan anak buah pesilat tinggi dari Thian-kong-ti-sam-tin (Barisan inti tiga bintang dari tujuh bintang), mereka mau tidak mau jadi menarik nafas dalam-dalam!
Orang tua berjenggot perak, adalah Toakonya Cu-lay-sam-koay, namanya Keng lt-ci, saat ini matanya yang seperti elang menyapu ke sekeliling lapangan, Kemudian mengeluarkan suara siulan panjang yang memekakan telinga, lalu berkata:
"Bertarung di tempat persinggahan, di bukit terlantar ini membicarakan ilmu silat, kalian sungguh bisa menikmati hidup!"
Oh-siucay Liu Giauw-kun dengan tertawa terpaksa, mengepal tangan membungkuk:
"Keng-heng sudah lama kita tidak bertemu, hari ini kebetulan aku lewat disini, jadi sekalian menonton keramaian, jika Keng-heng merasa terganggu, aku akan segera pamit pergi."
Keng It-ci membelalakan sepasang matanya, dia tertawa aneh, katanya:
"Ketua Ling adalah orang yang banyak pengalamannya, apakah lupa aturan perguruan Thian-bo?"
Tubuh Liu Giauw-kun bergetar:
"Aku dengan kalian bersaudara sudah bertemu beberapa kali, Keng-heng......kau tidak seharusnya membuat aku malu."
"Ha ha ha!" Keng It-ci tertawa terbahak katanya, Ketua Ci-yan yang namanya sangat termasyur di dunia persilatan, ternyata seorang pengecut yang takut mati, sungguh membuat orang she Keng kecewa sekali."
Perkataannya berhenti sejenak, lalu melanjutkan lagi
"Siapa pun orang yang terkurung didalam Thian-kong-ti-sam-tin, jika bukan menyerah maka bagiannya adalah mati, ini adalah aturan keras perkumpulan kami, nah saudara Ling kenal dengan ketua cabang kami, orang she keng juga tidak bisa mengecualikannya."
Cu Kwan-cing melihat Keng It-ci tidak memberi jalan padanya, dia jadi tidak tahan maju ke depan, berkata:
"Cu-lay-sam-koay jangan menganggap tiap orang yang bisa ditekan, Thian-kong-ti-sam-tin, belum tentu bisa menahan orang yang berada di lapangan ini, aku lihat saudara Keng lebih baik tarik saja keinginanmu, supaya tidak merusak hubungan diantara kita!"
Keng It-ci berkata dingin:
"Cu-lay-sam-koay tentu saja tidak bisa di bandingkan dengan ketua Kai-pang yang sahabatnya ada dimana-mana, tapi aturan perguruan Thian-ho sangat tegas, walau orang she keng ada niat membantu, tapi takut tidak ada gunanya bagi kalian."
Cu Kwan-cing membentak:
"Keng It-ci, kau benar-benar tidak tahu arti persahabatan!" sambil dia membentak, dia sudah melangkah maju dua langkah, mengulurkan lengannya yang telah robek lengan bajunya, berlagak genit, sorot matanya menyorot sinar cabul, penampilannya membuat orang terangsang.
Sorot mata Keng It-ci jadi membara, dia melotot pada tubuh Cu Kwan-cing dengan penuh gairah, otot diwajahnya bergerak-gerak, sikapnya gelisah, dia seperti sudah terpengaruh oleh lagak cabul Cu Kwan-cing, tapi masih tidak berani melanggar aturan perguruan, sehingga wajahnya penuh dengan keraguan.
Seluruh pesilat tinggi di lapangan, tidak ada satu pun yang tidak pernah mengalami keadaan bahaya,
pengalamannya sudah banyak, mereka melihat lagak Cu Kwan-cing, mereka tidak melepaskan kesempatan bagus yang sulit didapat ini, sehingga dibawah bentakan Cu Kwan-cing, Say-gwa-siang-hiap pertama-tama bergerak, pendeta To Cu-koan, Oh Kai-pang, perkumpulan Ci-yan, murid-murid Kai-pang, dan juga Giam-ong-leng Sai Hong
dan kawan-kawan, seperti harimau ganas terlepas dari kurungan, semuanya menerjang keluar, sesaat pertarungan pun terjadi, masing-masing aliran berlari seperti serigala mengejar mangsanya, membuat keadaannya menjadi kacau balau.
Tapi Thian-kong-ti-sam-tin, memang punya kekuatan yang tidak bisa di perkirakan orang, baru saja para pesilat tinggi bergerak, terlihat asap merah bergulung-gulung, dalam sekejap api berterbangan ke segala arah, para anak buah dari masing-masing aliran, tidak sedikit yang roboh dan tewas di bawah ayunan senjata dan panah beracun tanpa ampun.
Suara jeritan mengerikan terdengar ramai, satu persatu tubuh yang menyemburkan darah, dari atas jatuh ke tanah, di lapangan terjadi penjagalan yang sadis dan mengerikan, tapi keinginan untuk hidup yang besar, membuat mereka menerjang tanpa berhenti, walau pun sadar ini seperti telur menghantam batu, mereka tetap mencari celah kehidupan yang mungkin bisa didapat, di dalam pertarungan berdarah yang sengit ini, hanya ada dua orang yang tidak ikut dalam pertarungan gila ini, mereka berdampingan dengan eratnya, kadang saling memandang dan mengeluarkan tawa pahit yang perlahan.
Lama... sepasang mata Su Lam-ceng sedikit ditutup, dengan mengeluh sedih berkata:
"Orang-orang ini jika tidak tahu ilmu barisan, mengapa masih bersikeras maju mengantarkan nyawa?"
Dalam hati Pek Soh-ciu tergerak berkata: "Toakomu mengatakan ilmu pengetahuanmu amat luas, apakah kau tahu cara menghancurkan Thian-long-ti-sam-tin ini?"
Su Lam-ceng tertawa kecil, berkata: "Kau jangan dengar, dia sembarangan bicara, aku hanya sedikit belajar ilmu barisan." Perkataannya terhenti sejanak lalu berkata lagi:
"Ini adalah Su-hiang-ho-tu-tin (Barisan empat lukisan peta sungai), diluar dipecah empat gambar, di dalam ada sembilan perubahan, api datang gali lubang, air penuh tinggalkan perahu, sayang pintunya tidak jelas, gerakannya masih kurang lancar, untuk memecah-kannya semudah membalikan telapak tangan."
Dalam hati Pek Soh-ciu merasa senang, saat akan menanyakan cara memecahkannya, para murid dari masing-masing aliran, semuanya sudah mundur kembali, satu persatu wajahnya pucat pasi, wajahnya penuh dengan warna kecewa.
Sorot mata Keng It-ci menyapu kesekeliling:
"He......he......he!" tertawa dingin, "Thian-ho muncul, semua perkumpulan menyembah, kalian jika tahu diri, lebih baik menyerah saja!"
Walau para pesilat tinggi dilapangan merasa marah, tapi tidak ada satu pun yang berani tampil keluar, membiarkan angin sedih hujan pahit, menutupi lapangan yang dipenuhi oleh asap merah ini.
Cu Kwan-cing tidak salah disebut sebagai setan wanita sepanjang masa, dalarn keadaan berbahaya seperti ini, dia tetap masih bisa memperhatikan sepasang suami istri remaja yang berdiri dengan tenang. Terhadap kejadian di depan mata, mereka seperti tidak melihatnya, saat ini tidak ada seorang pun berani menjawab kata-kata Keng It-ci, dia malah memberi satu senyuman genit pada Pek Soh-ciu berkata:
"Anggota tubuh berterbangan, bau amis darah menyebar keseluruh lapangan, saudara kecil! Kau malah sedikit pun tidak merasa terganggu?"
Pek Soh-ciu belum sempat menjawab, Su Lam-ceng sudah melanjutkan berkata:
"Cici, apakah mereka semua mau mendengarkan kata-katamu?"
Cu Kwan-cing bengong katanya:
"Siapa yang kau maksud akan mendengar kata-kataku?"
Su Lam-ceng menunjuk pada para pesilat tinggi dilapangan berkata:
"Jika mereka mau menuruti kata-katamu, aku bisa membawa kalian keluar dari barisan ini."
Sejenak Cu Kwan-cing tertawa genit:
"Adik kecil! Apa kata-katamu sungguh-sungguh?"
Pembicaraan mereka berdua, tidak bedanya seperti sebuah obor yang menerangi kegelapan, membuat orang-orang yang sudah putus harapan, seperti mendapat kehidupan baru, Oh-siucay Liu Giauw-kun perama-tama yang maju ke depan Su Lam-ceng, berkata:
"Jika nona bisa memimpin kami keluar dari barisan ini, perkumpulan Ci-yan akan menuruti perintah."
Ketua Kai-pang Sangguan Ceng-hun, juga dengan suara lantang berkata:
"Jika nona ada perintah apa, Kai-pang akan berada di depan."
Su Lam-ceng melihat para pesilat tinggi ini semua mau perintah, maka dia menyuruh Cu Kwan-cing
menyampaikan kepada masing masing perkumpulan
caranya keluar dari barisan, sesudah itu dia tertawa pada Pek Soh-ciu. Kepada pendeta To Cu-koan, dan Say-gwa-siang-hiap berkata:
"Kalian di pecah jadi tiga grup menahan Cu-lay-sam-koay, perkumpulan lainnya, menurut cara yang telah disampaikan, segera membongkar barisan keluar dari kepungan."
Pek Soh-ciu melihat dia memberi tugas pada dirinya untuk bertarung dengan Cu-lay-sam-koay, tidak tahan dia jadi merasa kebingungan, tapi Su Lam-ceng sambil tersenyum berkata:
"Ciu koko! Kita jalan." Habis bicara, langsung melangkah jalan, menuju ke depan Keng It-ci.
Pek Soh-ciu terkejut, sepasang kakinya dihentakan, secepat anak panah terlepas dari busurnya, tubuhnya seperti kuda terbang, melewati Su Lam-ceng, berdiri didepan Keng It-ci.
Ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dia, saat ini digerakan dengan sepenuh tenaga, gerakannya seperti segaris asap tipis, sampai penjahat seperti Keng It-ci, juga hatinya tidak tahan bergetar keras, ketika sepasang matanya melihat wajah Pek Soh-ciu, kembali langkahnya seperti dipaksa melangkah mundur dua langkah oleh karismanya, setelah dia menenangkan hati, dengan dingin dia berteriak:
"Bocah kau cari mati?"
Pek Soh-ciu menegakan telapaknya seperti pisau, di dorong ke depan sejajar dengan dada, jurus Hong-han-wie-lau (Angin jahat menggoyang gedung) dengan cepat dilancarkan, mulutnya membentak:
"Aku masih ingin hidup."
Dalam hati Keng It-ci sadar walau Pek Soh ciu masih berusia muda, tapi ilmu silatnya sudah mencapai taraf yang mengejutkan orang, buru-buru dia memiringkan tubuh, menghindarkan jurus yang bisa menghancurkan batu ini, di ikuti sebelah tangannya diayunkan, menotok ke jalan darah Ki-bun yang berada d ibawah dadanya.
Pek Soh-ciu tidak mau menyia-nyiakan waktu, begitu menyerang dia langsung mengeluarkan jurus hebat Sin-ciu-sam-coat. Karena dua jalan darah Jin dan Toknya sudah tembus, setiap jurusnya yang dilancarkan hebatnya jadi berlipat-lipat, laksana angin topan, badai salju yang menerjang.
Keng It-ci terkejut bukan kepalang, dia tidak menduga di tempat yang terpencil ini, bisa bertemu dengan seorang pesilat muda yang ilmu silatnya tidak bisa di ukur dan sangat hebat. Kelihatannya gelombang belakang sungai Tiang-kang mendorong gelombang didepan, generasi baru menggantikan generasi lama, mungkin sudah waktunya dia mengundurkan diri.
Tapi buat Cu-lay-sam-koay yang orang-orangnya berhati keji dan kejam, saat dia loncat menghindar, dia pelihat Su Lam-ceng sedang berdiri satu tombak lebih darinya, sepasang matanya dengan jernih sedang bergerak-gerak, menatap pada Pek Soh-ciu dengan rasa cinta yang besar, hati Keng It-ci jadi tergerak melihat itu, mendadak dia memutar pinggangnya meloncat miring, sekali meloncat jauhnya satu tombak lebih, lima jari dijulurkan, dengan kecepatan laksana kilat, dengan kuat mencengkram bahu Su Lam-ceng.
Perubahan besar ini diluar dugaan Pek Soh-ciu, ketika dia berteriak keras maju mengejar, tapi lima jari Keng It-ci seperti baja, sudah hampir menyentuh bahunya Su Lam-ceng, didalam hati Pek Soh-ciu diam-diam teriak
"Habislah", jika Su Lam-ceng jatuh ke tangan lawan, seluruh persoalannya akan jadi sia-sia!
Tetapi, kejadian di dunia sering timbul hal yang tidak diduga, di luar perkiraan orang. Terlihat bayangan orang berkelebat, tahu-tahu tangkapan Keng It-ci telah menemui tempat kosong.
Pek Soh-ciu jadi melotot bengong tidak mengerti, bagaimana pun berpikir dia tidak bisa mendapatkan jawabannya, Su Lam-ceng ternyata bisa meloloskan diri dari cengkraman lawan, Keng It-ci lebih-lebih terkejut, mulutnya sampai menge-luarkan suara liih... hatinya jadi menciut.
Di dalam hati dia tahu jika dia tidak bisa segera menangkap Su Lam-ceng, hari ini mungkin dia akan mengalami kekalahan, maka dia segera menggerakan sepasang tangan, cepat laksana angin ribut, segera mengurung Su Lam-ceng dalam bayangan telapaknya, tapi... keinginan dia tetap saja tidak membuahkan hasil, terlihat baju berkibar dan tubuh Su Lam-ceng seperti melayang layang, persis seperti ikan bermain didalam air, sia-sia saja dia mempunyai ilmu silat tinggi, malah sampai ujung bajunya Su Lam-ceng juga tidak bisa menyentuhnya.
Pek Soh-ciu juga terpesona oleh gerakan kaki Su Lam-ceng yang teratur melangkah, malah dengan pikiran takjub dia melihatnya, hingga lupa maju menyelamatkan dia dari bahaya.
Mendadak terdengar satu teriakan:
"Ciu koko! Kau mengapa" Cepat usir dia!"
Pek Soh-ciu terkejut dan sadar, diam-diam berkata, "Aku pantas mati!", Pek Soh-ciu tahu walau pun langkahnya hebat, tapi Su Lam-ceng adalah seorang wanita lemah yang
tidak bisa silat, mengapa dia malah jadi penonton! Di barengi rasa gelisah, mendadak dia mengulurkan lengan kanannya, lima jari yang mulus, segera berubah jadi putih bersih, lalu dengan membentak, "Heh!", satu garis sinar hitam meluncur seperti kilat dan, 'tak' terdengar suara pelan, Keng It-ci langsung roboh terlentang tidak bisa bangun lagi.
Segera Pek Soh-ciu melangkah maju beberapa langkah, mengulurkan tangannya memeluk pinggang Su lam-ceng dengan lembut, Su Lam-ceng menyandar ke dadanya yang berotot sambil sedikit terngengah-engah berkata:
"Ciu koko! Apakah orang ini mati?"
Pek Soh-ciu dengan perasaan sesal berkata: "Karena terus menikmati langkah adik Ceng, hampir saja membuat kau celaka, orang jahat yang hatinya busuk seperti dia, di biarkan hidup, dia membahayakan dunia!"
Pedang Pusaka Buntung 1 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Pendekar Panji Sakti 13

Cari Blog Ini