Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Bagian 15
"Letaknya tempat jauh ribuan lie, aku juga tidak leluasa
pergi kesana," ia menyahuti, menelad suara orang. "Untuk
menyuruh aku meninggalkan tempatku ini juga masih
memerlukan tempo beberapa hari guna mengatur sesuatu."
Memang semenjak dua tahun, In Hong sering berhadapan
sama tentara negeri yang hendak menumpas padanya, ia
telah dipandang sebagai satu berandal yang berbahaya, maka
itu, kalau ia pergi meninggalkan gunungnya, itulah sungguh
berbahaya untuk Huyong San. Ia pun tidak ikhlas
meninggalkan tentaranya dengan siapa ia telah hidup
bersama, senang dan susah, sebagai encie dan adik.
"Kalau begitu, benar sukar," Hek In Tay berkata pula.
"Thian Touw menanya kau, apakah kau masih ingat akan janji
lama?" "Habis kenapa?"
"Sekarang ini dunia kacau, sekarang ini waktunya untuk
menyendiri meyakinkan ilmu pedang. Thian Touw
menanyakan kau, apakah kau masih menyimpan itu kitab ilmu
pedang?" 976 In Hong melirik. "Adakah ini kata-katanya Thian Touw
sendiri?" "Dia mempunyakan surat yang dia tulis sendiri di sini.
Silahkan kau lihat sendiri."
Hek In Tay menyerahkan surat yang ia sebutkan itu.
Sin Cu melihat wajahnya In Hong ramai hingga dia menjadi
terlebih cantik dan manis. Maka maulah ia menduga tentang
hati si nona. Maka berkatalah ia di dalam hatinya: "Ini nona
gagah berpelangi merah, melihat surat kekasihnya, dia likat
bagaikan nona pengantin..."
Tangan In Hong bergemetaran sedikit ketika ia memegang
surat, untuk dibuka dengan perlahan-perlahan. Begitu ia
melihat, ia membaca dengan perlahan:
"Adik Hong, terimalah suratku ini seperti kita bertemu
sendiri... Adik Hong, terimalah suratku ini seperti kita bertemu
sendiri...bertemu sendiri..."
Mendengar itu, hampir Sin Cu tertawa. Bukankah lucu In
Hong ini, yang membacanya berulang-ulang surat kekasihnya
itu bagian pertama"
In Hong tidak membaca terus. Mendadak air mukanya
berubah menjadi sungguh-sungguh dan dengan mendadak
juga ia tertawa lebar.
"Benar saja Thian Touw telah menduga bahwa aku tidak
dapat segera berangkat maka dia telah mengutus kamu
beberapa tuan-tuan yang ilmu silatnya tinggi untuk datang
mengambil kitab ilmu silat itu untuk dibawa kepadanya. Ha,
sungguh sukar dicari orang yang demikian matang
pikirannya!"
977 "Sebenarnya ilmu silat kami biasa saja," berkata Hak In
Tay, "akan tetapi kami telah menerima baik permintaannya
saudara Thian Touw, terpaksa kami mesti melakukan
kewajiban kami, biarnya mesti membuang jiwa, tentu kami
akan antarkan kitab itu kepada saudara Thian Touw."
In Hong melirik, ia tertawa pula.
"Sungguh sahabat-sahabat yang baik!" ia berkata. "Kitab
pedang itu asalnya ada kepunyaan Keluarga Hok, sekarang
Thian Touw menghendaki itu, tidak dapat aku tidak
mengembalikannya, dan sekarang kamu yang mengantarkan,
itulah bagus sekali. In Tay, mari!"
Hek In Tay tercengang, ia mengawasi.
"Apakah kitab itu kau senantiasa bawa-bawa, Nona Leng?"
tanyanya. "Ya," menyahut si nona, yang merogo ke dalam sakunya.
In Tay maju dua tindak. Sekonyong-konyong si nona
tertawa, berbareng dengan mana pedangnya terhunus, terus
dipakai menikam orang di depannya itu. Berbareng dengan
itu, tangan kirinya terayun, menerbangkan tiga biji Ouwtiap
piauw. Sebab dia bukannya mengeluarkan kitab hanya
menjumput senjata rahasianya itu.
In Tay kaget tetapi ia masih dapat berkelit, hanya ia kalah
sebat, pundaknya kena juga tertikam, syukur tulang piepeenya
tak sampai kena dibikin tembus.
"Kami bermaksud baik, kenapa kau menurunkan tangan
jahat?" In Tay berteriak.
978 In Hong berlompat, untuk menikam pula, hingga dua kali
beruntun. "Ya, sungguh baik hatimu!" dia berkata, dingin. "Hm! hm!
Apakah kamu menyangka aku sebagai bocah enam tahun
yang lampau ketika aku masih belum mengarti apa-apa" Lekas
bilang, sebenarnya apakah kamu perbuat terhadap Thian
Touw" Kamu meniru tulisannya itu! Mana dapat kamu
mengelabui aku?"
In Tay berkelit terus.
"Kau lihatlah biar terang!" ia masih berkata. "Surat itu
tulisan tangannya Thian Touw sendiri! Mengapa kau bilang
surat tiruan?"
In Hong tertawa dingin.
"Kau masih mendustai" bentaknya. "Nanti aku bikin picak
matamu!" Kali ini si nona menyerang dengan empat biji senjata
rahasianya. Menyusul itu terdengarlah suara "traang!" beberapa kali
dan ke empat senjata rahasia itu terhajar hancur, oleh
seorang Uighur sahabatnya Hek In Tay. In Tay sendiri
menghunus senjatanya, sepasang poankoan pit, senjata mirip
alat tulis, dengan apa ia menangkis Cengkong kiam. Ia
menangkis dengan tangan kirinya sebab dengan tangan kanan
ia membalas menyerang, menotok ke arah buah dada. Ia
murka, karena ia pun berseru: "Sebenarnya kami memandang
kepada saudara Thian Touw! Apakah kau sangka kami jeri
terhadapmu" Perempuan ini tidak tahu aturan, mari kita
bereskan dia dulu!"
979 Dan ia menyerang pula. Kawannya In Tay ada tiga, dua di
antaranya orang-orang Uighur, yang masing-masing
bergegaman gembolan kuningan serta golok bulan sabit,
sedang yang ketiga bersenjatakan sepotong kongpian panjang
setombak, ketika dia menyerang, merabuh ke bawah, cambuk
itu memperdengarkan siu-ran angin keras. Yang terliehay
adalah In Tay sendiri, walaupun dia sudah terluka pundaknya,
sepasang pit-nya hebat sekali, senantiasa mencari jalan darah.
In Hong melayani dengan tabah, bahkan ia tertawa
panjang. Ia tidak mengambil mumat yang ia dikepung
berempat, ia bergerak ke segala penjuru dengan gesit sekali.
Kedua orang Uighur itu mengandal betul kepada senjatanya
masing-masing, yang berat, mereka berdaya akan membentur
pedang si nona, tetapi nona itu memperlihatkan
kelincahannya, jangan kata pedangnya, ujung bajunya pun tak
dapat dilanggar, bahkan pedangnya berkelebatan di muka
orang. Demikian ketika si nona berseru, si orang Uighur yang
memegang gembolan kena tertikam.
"Jangan mengadu jiwa!" In Tay berteriak. "Kurung saja
padanya!" Ia pun mendesak terlebih hebat, sepasang pit-nya
bergerak gesit ke kiri dan kanan.
Orang yang memegang kongpian berkelahi secara
renggang, ia menjauhkan diri kira-kira satu tombak. Cuma In
Tay yang mendesak rapat. Kedua orang Uighur itu pun tidak
merapatkan diri, mereka bersikap hendak meme-gat jalan
mundur lawannya.
Sin Cu menonton sejak tadi, kemudian ia menjadi tak
sabaran. "Encie Leng, apakah kau hendak bikin picak si kurus ini?" ia
menanya. "Benarkah?"
980 "Benar!" In Hong memberikan penyahu-tannya.
"Baik!" berkata Sin Cu. "Tidak usah encie turun tangan,
nanti aku lebih dulu membikin buta mata kirinya!"
In Tay telah berjaga-jaga terhadap nona itu, hanya melihat
usia orang lebih muda daripada In Hong, ia tidak memandang
mata. Maka juga ia tertawa berkakak ketika ia mendengar
nona itu memperdengarkan suaranya, yang ia anggap omong
besar belaka. "He, budak cilik!" ia membentak. "Tuan besarmu ini semua
ada ahli senjata rahasda, maka lihatlah siapa yang terlebih
dulu matanya picak!"
Dengan melindungi mukanya dengan sebelah senjatanya,
orang she Hek itu mendahulukan menyerang dengan panah
tangannya, yang dia sembunyikan di dalam tangan bajunya.
Sin Cu menyingkir dari penyerangan itu, sambil menyingkir
ia membalas, maka meluncurlah bunga emasnya, yang
cahayanya berkilauan.
Hek In Tay menangkis dengan poankoan pit, tetapi bunga
emas itu luar bisa, setelah tertangkis lalu berbalik menyambar
pula. Kaget In Tay, hendak ia menangkis pula seraya
bertindak mundur.
Justeru itu, In Hong maju mendesak, dengan jurus "Mega
melintang di gunung Cin Nia," dia membuatnya sepasang
poankoan pit musuh kena tertutup. Maka kimhoa menyambar
tanpa rintangan, dan benar saja, bunga itu menancap di mata
kiri orang! 981 Bukan main In Tay merasakan sakit, sambil menjerit keras,
ia menyerang dengan menimpuk dengan sepasang
senjatanya, atas mana In Hong berlompat mundur.
Nona ini masih dapat melihat tubuh orang roboh dan
menggelinding. "Ini aku kembalikan panah tanganmu!" berseru Sin Cu
seraya menimpuk. Sebab tadi sambil berkelit, ia menanggapi
panah tangan orang she Hek itu.
Sebab In Tay bergulingan, panah tangannya itu gagal
mengenai tubuhnya. Kedua orang Uighur itu melihat bahaya,
mereka juga menyerang dengan senjata mereka seperti
caranya In Tay, habis mana mereka menjatuhkan diri untuk
menyingkir sambil menggulingkan diri juga.
Tinggallah satu musuh, yang bersenjatakan kongpian. Dia
pun hendak menyingkir tetapi dia kena dihalangi Sin Cu. Dia
adalah Ouw Hong, satu berandal kuda di tapal batas. Dia
gagah, melihat si nona masih sangat muda dan senjatanya
pun pedang, ia tidak memandang mata. Di lain pihak,
cambuknya panjang.
Maka itu, dengan berkelahi renggang, ia menyerang
bertubi-tubi. Hebat desiran cambuknya itu. Dia mengharap si
nona terluka, atau sedikitnya orang membuka jalan untuknya.
Sin Cu tidak mengasi dirinya dipermainkan. Melayani musuh
itu, ia keluarkan ilmu silatnya "Menembusi bunga mengitarkan
pohon," dengan lincah ia bergerak-gerak menyingkir dari
setiap ujung cambuk.
Akhirnya, Ouw Hong bercekat sendirinya. Ia tidak
menyangka si nona ada demikian liehay. Karena ini ia memikir
untuk mengangkat kaki saja. Ia mau segera mengundurkan
982 diri. Tapi untuknya sudah kasep. Sin Cu dengan berani
mendesak rapat, hanya dengan dua kali berkelebat
pedangnya, pedang Cengbeng kiam itu telah memapas kutung
cambuk orang hingga menjadi tiga potong, sesudah mana
dengan tikaman "Ular putih memuntahkan bisa," ia menikam
tenggorokan musuh itu.
"Tahan, enciel" berseru In Hong seraya tertawa. "Kasilah
dia hidup, hendak aku menanyakan keterangannya!" Sembari
berkata begitu, ia lompat akan menotok jalan darahnya Ouw
Hong. "Suratnya Hok Thian Touw itu, bukankah kamu yang
memalsukannya?" Nona Leng menanya dengan bengis.
"Itu bukan urusanku," sahut Ouw Hong. "Itulah pekerjaan
Hek Toako."
"Kenapa kamu dapat meniru tulisannya Thian Touw," In
Hong menanya pula.
"Hek Toako telah memancing seorang bekas suya dari
Liang-ciu, dengan menggunakan tempo satu bulan, bisalah si
suya meniru tulisan tangan orang," Ouw Hong menerangkan.
In Hong tertawa dingin.
"Sungguh hebat kamu berpikir," katanya. "Bagaimana
dengan Thian Touw" Dia sebenarnya ada di mana" Cara
bagaimana kamu dapat mencuri suratnya untuk ditiru
tulisannya itu?"
"Hok Thian Touw..." kata si berandal kuda perlahan, "Hok
Thian Touw sudah mati..."
In Hong kaget hingga mukanya menjadi pucat.
983 "Mati!" teriaknya. "Kenapa dia mati?"
"Dia dibunuh Hek In Tay," Ouw Hong menjawab pula.
Kembali In Hong tertawa dingin.
"Dengan kepandaiannya itu In Tay dapat membinasakan
Thian Touw!" katanya. "Hm! Kau ngaco belo" Apakah
maksudmu dengan mendusta?"
Bergeraklah dua jari tangan si nona, mengancam ke kedua
biji mata si berandal.
"Tahan, ceecul" menjerit Ouw Hong. "Nanti aku omong
terus terang!"
"Kau bicaralah!" si nona berkata dengan mata mendelik.
"Asal kau mendusta, akan aku kutungi lidahmu!"
"Pada suatu hari Hok Thian Touw itu di kaki bukit Hoasan
telah bertemu sama Taybok Sinlong Hamutu," menerangkan
Ouw Hong. "Hamutu hendak merampas kitab ilmu pedang.
Keduanya jadi bertempur, keduanya sama-sama mendapat
luka. Menggunai saat orang terluka, Hek In Tay mengusir
Taybok Sinlong, kemudian dia meminta kitab pedang kepada
Thian Touw, katanya sebagai pembalasan budi. Thian Touw
menolak. Karena ini, mereka jadi berkelahi. Karena
keterlepasan tangan, Hek Toako dapat menotok Hok Thian
Touw, kemudian hendak ia menolongi tetapi, sudah kasep. Ia
menyesal pun tidak berguna."
Taybok Sinlong Hamutu itu si Srigala Sakti Dari Gurun Pasir
adalah satu hantu di tapal batas, dan keterangannya Ouw
984 Hong itu agaknya masuk di akal. Mendengar itu, In Hong
kaget bukan main. Mendadak ia memuntahkan darah.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin Cu kaget, ia menubruk untuk pepa-yang sahabatnya
itu. "Encie Leng, sabar!" ia berkata, menghibur. "Mari kita
menanya dulu biar jelas."
Baru Nona Ie berkata demikian, atau mendadak kupingnya
mendengar suara tubuh roboh, tatkala ia menoleh, ia
menampak Ouw Hong bergulingan ke bawah gunung. Sebab
berandal ini, yang dapat membebaskan dirinya sendiri, sudah
lantas melarikan diri.
Dalam kagetnya Sin Cu hendak mengejar musuh itu, tetapi
In Hong, yang mandi air mata, telah berseru: "Thian Touw
mati! Tidak, aku tidak percaya!"
"Memang, tidak seharusnya kau percaya!" Sin Cu bilang.
"Ya, pikiranku kalut, otakku tidak mau dengar kata!" kata
si Nona Leng. "Aku akan mendengar kau, encie yang baik, kau
bicaralah."
Sin Cu tahu bagaimana harus memperlakukan orang.
"Encie, kau tutur-kanlah," ia berkata, halus.
In Hong mengangkat kepalanya, ia memandang salju di
puncak gunung, yang ia menganggapnya seperti gunung
Thian San, dan di dalam sinarnya salju itu seperti berbayang
tubuhnya Thian Touw...
"Kita kedua keluarga Leng dan Hok bersahabat turun
temurun," ia berkata, memulai. "Kita sama-sama berasal dari
985 Kanglam dan bertetangga juga. Kira-kira seratus tahun yang
lampau, ialah di akhir kerajaan Goan atau di permulaan
kerajaan Beng, selagi jago-jago berbangkit bangun
memperebuti kota-kota dan daerah, hingga Tionggoan
menjadi kacau sekali dan rakyat menderita, kita kedua
keluarga mengungsi ke Hweekiang yang jauh itu. Kita kedua
keluarga lalu diikat dengan pernikahan satu dengan lain.
Sampai kepada ayahku dan pamanku, ayah mempunyai cuma
aku seorang anak perempuan dan engku Hok Heng Tiong juga
mempunyai Thian Touw yang menjadi kakak misanku itu.
Ayah menutup mata siang-siang, dari itu aku menumpang
tinggal pada engku, yang merawatku hingga besar. Kedua
keluarga kita memang keluarga yang mengarti ilmu silat,
maka juga engku Heng Tiong berhasil mewariskan ilmu silat
kedua keluarga. Dia gagah dan berani, di masa mudanya
pernah dia merantau ke Tionggoan, untuk mengumpulkan
ilmu silat pedang dari pelbagai partai. Ketika dia mendapat
kenyataan Tionggoan masih diganggu peperangan, dia pulang
ke Thian San untuk hidup menyendiri. Di sini dia membangun
partai persilatan Thian San Pay. Dia sudah mencoba
mengumpulkan pelbagai ilmu silat, hingga rambutnya putih,
dia masih belum puas, tapi dia tidak putus asa, dia bekerja
terus. Rupanya dia terlalu bekerja keras, belum berumur lima
puluh tahun, dia menutup mata. Dia memesan Thian Touw
untuk melanjuti usahanya itu, memesan juga untuk semua
turunannya meyakinkan terus, supaya Thian San Pay berdiri
sebagai pengumpul ilmu silatnya pelbagai partai."
Ketarik hati Sin Cu mendengar keterangan itu.
"Hebat semangatnya Hok Heng Tiong," pikirnya, "Dia dapat
disamakan Gie Kong yang hendak memindahkan gunung.
Kalau Thian Touw masih hidup, aku nanti minta suhu
membantu hingga dia mencapai cita-cita leluhurnya itu."
986 Habis hening sebentar, In Hong melanjuti ceritanya: "Ketika
engku menutup mata, usiaku baru dua belas tahun. Thian
Touw lebih tua empat tahun. Dasarnya ilmu silatku adalah
engku yang menanamnya, tetapi ilmu silat pedangnya aku
dapatkan dari Thian Touw. Kita sama-sama tidak
mempunyakan orang tua, kita hidup bersama melebihkan
rapatnya saudara-saudara kandung. Thian Touw itu bagus
segala apanya, dia polos dan sederhana seperti kau punya Yap
Toako itu, cuma semangatnya rada besar, dia tidak sudi untuk
selama-lamanya mendekam di Thian San. Sama sekali engku
telah mengumpul kitab ilmu silat dua belas partai, sedang
sebenarnya, semua partai ada tiga puluh enam, maka itu, ia
baru mendapatkan satu per tiga bagian. Thian Touw hendak
pesiar, untuk mewujudkan cita-cita ayahnya itu. Kalau
sebegitu jauh dia belum juga pergi merantau, itulah
disebabkan usiaku masih terlalu muda. Empat tahun telah
lewat tatkala pangeran dari Watzu memimpin tentara
menyerang Hweekiang hingga bagian selatan dan utara dari
Thian San menjadi tidak aman. Karena itu pada suatu hari
Thian Touw mengajak aku pulang ke Tionggoan, tempat asal
kita. Ketika itu aku ingat keindahannya Tionggoan.
Sebenarnya ayahku memberi nama Bok Hoa kepadaku,
maksudnya supaya aku jangan melupakan Tionggoan. Karena
itu, aku setuju ajakan itu."
"Oh, begitu..." kata Sin Cu perlahan.
"Sekarang kau tahu, encie, kenapa begitu melihat surat
Thian Touw aku ketahui kepalsuannya," berkata pula In Hong.
"Nama In Hong aku pakai semenjak aku tiba di Tionggoan ini,
Thian Touw tidak ketahui namaku ini. Ia selalu memanggil aku
Adik Hoa, Adik Hoa..."
"Encie berjalan berdua, kenapa encie berpisah
daripadanya?" Sin Cu menanya.
987 "Kamu orang Tionggoan mana kenal hebatnya gurun pasir,"
menyahut In Hong. "Gurun itu luas seperti tak ada ujung
pangkalnya. Kita jalan sepuluh hari atau setengah bulan,
kadang-kadang kita belum sampai kepada tujuan kita.
Demikian kita terpisah di tengah-tengah gurun. Itu hari kita
kehabisan air, lantas Thian Touw pergi ke sebuah gunung kecil
akan mencari sumber air. Hari itu langit terang, bukit pun
terletak dekat. Aku letih, aku membiarkan dia pergi seorang
diri. Apa lacur, seperginya dia, datanglah angin besar,
membuat pasir beterbangan. Di jarak sepuluh tindak, tidak
dapat kita melihat satu pada lain. Aku kaget, aku lari-larian
untuk menyusul Thian Touw, tetapi aku salah jalan, makin
lama aku nyasar makin jauh. Akhirnya aku roboh terdampar
angin. Ketika aku sadar sendirinya, aku lihat hanya pasir
bertumpuk-tumpuk bagaikan bukit-bukit kecil. Bukit yang
dipergikan Thian Touw tidak nampak pula. Masih untung
untukku, aku bertemu sama rombongan saudagar gurun pasir,
aku ikut mereka keluar dari gurun pasir itu. Thian Touw
hendak pergi ke Tionggoan, aku lantas menuju ke mari. Sejak
itu beberapa tahun sudah lewat, tidak pernah aku mendengar
halnya Thian Touw, sampai datanglah hari ini. Inilah warta
pertama untukku. Aku menyaksikan kabar ini, aku tidak tahu
ia benar sudah mati atau masih hidup..."
Sin Cu mendengeri dengan pikiran bekerja keras.
"Aku lihat dia gagah dan bersemangat, siapa tahu, hatinya
pun lemah juga," ia berpikir. "Dia mempunyakan Thian Touw
yang gagah, yang dia buat andalkan, yang dapat dia
memikirkannya, umpama kata toh terjadi hal tidak beruntung
bagi Thian Touw itu, tidaklah kecewa hidupnya. Tapi aku..." Ia
menjadi berduka sendirinya. Ia pun hidup sebatang kara,
ayahnya terfitnah dan terbinasa, sekarang ia hidup sendirian,
belum mempunyai andalan... Maka ia mengasihani In Hong
berbareng ia memikirkan nasib sendiri..."
988 In Hong melanjuti ceritanya: "Ketika kita berangkat
bersama dari Hweekiang, Thian Touw titipkan kitab ilmu silat
engku, yang terdiri dari dua belas jilid, katanya untuk aku
yang menyimpannya. Pernah secara bergurau ia bilang,
umpama kata satu hari kita ngalami malang dan berpisahan,
ia pesan untuk aku meyakinkannya sendiri. Ia sendiri,
bilangnya, sudah paham semua. Ia kata juga bahwa aku
dapat melangsungkan cita-cita engku. Siapa nyana,
berguraunya itu sekarang menjadi kenyataan. Ia kata ia sudah
paham isi kitab, ini pun salah satu sebab kenapa aku lantas
ketahui kedustaannya surat dari In Tay. Bukankah Thian Touw
tak membutuhkan lagi kitab ilmu pedang itu" Kemudian,
ketika aku tiba di Tionggoan, aku mendapatkan keamanan
tetap terganggu, di sini rakyat bersengsara melebihkan
penduduk Hweekiang. Seorang diri aku merantau, tanpa
merasa aku menjadi seorang kasar. Aku telah tolongi sejumlah
anak-anak perempuan yang bercelaka itu, tetapi itu bukan
cara yang baik, maka akhirnya aku membangun sarangku ini,
angkat diriku menjadi ceecu. Aku percaya, jikalau Thian Touw
mengetahui sepak terjangku, dia pasti menyetujuinya. Ah,
sayang aku tidak bakal bertemu pula dengannya..."
"Hatimu mulia, encie, Thian pasti akan melindungi kau dan
akan membuat kamu nanti bertemu pula satu sama lain," Sin
Cu menghibur. "Itulah pengharapanku," In Hong tertawa sedih, "Hanya
aneh rombongan In Tay itu. Kenapa mereka ketahui kitab
berada di tanganku" Kenapa mereka ketahui tulisannya Thian
Touw. Maka itu aku kuatir benar-benar Thian Touw terancam
bahaya..."
Tanpa merasa, air mata si nona mengalir turun. Sin Cu
bingung. Sukar untuk menghiburnya.
989 "Kedukaan dapat membuat orang celaka," katanya
kemudian. "Di depan matamu, encie, ada satu usaha besar,
maka itu baik kau tenangkan diri dan ingat usahamu ini. Aku
harap encie bisa menjaga kesehatanmu."
Kembali In Hong tertawa sedih. Habis itu, benar ia nampak
tenang. "Aku mengarti, encie ," katanya, sungguh-sungguh. "Kau
baik sekali! Kaulah yang mengetahui hatiku. Aku tidak punya
kakak atau adik, aku anggap Thian Touw sebagai kakakku,
maka itu sekarang dan selanjutnya, aku pun ingin pandang
kau sebagai saudaraku!"
"Inilah yang mengharapnya pun aku tidak berani!" sahut
Sin Cu, yang menjadi girang sekali.
Mereka lantas saling mengasi tahu umur mereka. Nyata In
Hong lebih tua dua tahun, maka ia menjadi kakak. Untuk
mengangkat saudara, mereka gunai tanah sebagai gantinya
hio. Lalu Sin Cu memanggil "Encie1." dan In Hong memanggil
"Adik!" Upacara sangat sederhana itu ditutup dengan
bercucurannya air mata mereka saking terharunya hati mereka
itu, saking girang di akhirnya.
Tidak lama setelah itu, mereka melihat Seng Lim
mendatangi, keluar dari antara pohon bwee yang lebat.
"Apakah tidak terjadi sesuatu?" anak muda itu menanya.
"Tentara-mu tidak melihat kau, nona, dan mereka mendengar
banyak tindakan kaki, mereka jadi ribut sendirinya."
"Tidak apa-apa!" menyahut In Hong sambil tertawa. Siangsiang
ia sudah menepas kering air matanya. "Malam ini indah,
bersama Nona Ie ini aku jalan-jalan ke sini. Kalau mereka
990 bingung, baik aku lantas pulang. Karena malam permai, kau
sendiri baiklah menemani nona ini menggadanginya sebentar."
Ia berkata seraya terus bertindak pergi. Sin Cu hendak
mencegah tetapi sudah tidak keburu. Sejenak itu, hati nona
ini berdenyutan.
"Sungguh kamu gembira sekali!" berkata Seng Lim tertawa.
Sin Cu berdiam, ia ingat kebaikannya In Hong. Ia juga
mengagumi nona itu, yang hatinya kuat, yang dapat
mengatasi penderitaannya.
Seng Lim bertindak mendekati. Ia melihat orang tunduk,
samar-samar ia mendapatkan orang sering melirik kepadanya,
maka mukanya menjadi merah sendirinya. Ia mundur dua
tindak. "Nona Ie, kau tengah memikirkan apa?" ia menanya.
Tiba-tiba si nona mengangkat kepalanya.
"Yap Toako," katanya, "bagaimana kau lihat ceecu ini?"
Seng Lim melengak, lalu ia tertawa.
"Dia gagah dan pintar," ia menyahut. "Dialah wanita sejati,
wanita jantan!"
Hati si nona tergerak. Ia membuat main cabang dan daun
bwee. "Apa katanya Leng Ceecu kepadamu?" Seng Lim menanya.
"Tidak apa-apa. Eh, Yap Toako, aku ingin tanya kau satu
hal." 991 "Silahkan."
"Orang dulu bilang, dua perasaan saling suka, keras emas
atau batu, benarkah itu?"
Air mukanya Seng Lim merah hatinya goncang.
"Begitulah katanya orang dulu. Umpama Ciok Eng Tay,
yang sesudah mati menjadi kupu-kupu, atau Beng Kiang Lie
yang menangiskan Tembok Besar. Perasaan atau cinta mereka
itu dapat menggeraki langit dan bumi. Itu dia yang dibilang
keras seperti emas dan batu. Kau baca lebih banyak buku dari
aku, nona, kau mengarti lebih banyak lagi."
"Orang dulu demikian, bagaimana orang jaman sekarang?"
Seng Lim bersenyum.
"Aku lihat, dulu dan sekarang sama saja."
"Tapi toh ada bedanya dengan perbuatan orang yang
bersangkutan sendiri..."
"Memang, siapa cocok satu pada lain, di antara mereka
baru ada cinta."
Sin Cu berpikir.
"Diumpamakan orang menyinta satu kepada lain, lalu satu
sebab membikin mereka berpisahan, terpisahnya jauh, kabar
ceritanya tidak ada, tak tahu juga sampai kapan mereka bakal
bertemu pula, kalau begitu, pantas atau tidak apabila hati
Selagi mengangkat saudara, Leng In Hong dan Ie Sin Cu
melihat Seng Lim mendatangi, keluar dari pohon bwee yang
lebat. mereka tak berubah sampai di akhirnya?"
992 Seng Lim heran. Ia tidak ketahui hal ikhwalnya In Hong. Ia
pikir: "Kiranya si nona sangat jatuh hati kepada Keng Sim,
kalau begitu tak boleh aku lancang... Maka sambil tertawa
tawar ia menyahut: "Itulah bukan soal pantas atau tidak,
itulah soal cintanya. Menurut aku, setelah mereka saling
menyintai, pasti hati mereka tidak berubah."
"Bagaimana kalau salah satu pihak telah menutup mata?"
"Mana orang muda demikian gampang mati" Kau bicara
dari hal siapa?"
Pemuda ini menjadi heran.
"Aku lagi bicara saja, Yap Toako. Adat peradatan kita
membilang, wanita itu wajib mengikuti suaminya sampai
di hari akhirnya, tetapi kalau mereka belum menikah dan bakal
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suaminya sudah mati lebih dulu, apakah dia mesti tetap
bersetia pada bakal suaminya itu?"
Melihat orang bicara dengan sungguh-sungguh, Seng Lim
tidak berani omong sembarangan.
"Ini pun terserah kepada orang yang bersangkutan sendiri.
Kalau dia mau bersetia, dia setia terus, kalau tidak, dia boleh
berubah hatinya."
"Menurut kau, toako, mana lebih baik, tetap setia atau
berubah?" "Kalau orang itu diumpamakan aku, setelah aku mati dan
aku ketahui halnya, aku pasti mengharap kekasihku itu
mendapatkan orang yang lebih baik daripada aku," sahut Seng
Lim. "Inilah untuk menjaga jangan dia menjadi sebatang kara
993 dan kesepihan hidupnya. Eh, mengapa malam ini kau
menanyakan urusan seaneh ini?"
Si nona tertawa.
"Terima kasih untuk keteranganmu ini," katanya. "Kau
membuatnya hatiku terbuka. Benar, dia tak dapat dibikin
sebatang kara dan sepih hidupnya!..."
Seng Lim menjadi terlebih heran.
"Eh, kau bicara dari hal siapa?" ia mananya.
"Dari halnya satu encie-ku yang baik. Nanti kau ketahui
sendiri." Seng Lim tidak usilan, meskipun ia heran, ia tidak menanya
lebih jauh. Ia hanya mengawasi si nona, yang memandang ke
arah jauh, agaknya nona itu berduka berbareng girang.
"Ah, di sini dingin, dingin sekali..." kata si nona kemudian.
"Memang hawa udara di sini tak dapat dibanding dengan
hawa udara di Kunbeng," berkata Seng Lim.
"Coba bilang," mendadak si nona kata, "Tiat Keng Sim itu
bakal kembali atau tidak?"
Seng Lim heran. Itulah pertanyaannya kepada si nona,
sekarang di pakai untuk menanya padanya. Ia menyesal,
tetapi ia menjawab: "Tentang Tiat Kongcu, kau mengetahui
lebih dalam daripada aku. Benar, hawa dingin sekali, mari kita
pulang." Pemuda ini tidak ketahui hati si nona, ia menyangka orang
tak dapat melupakan pemuda she Tiat itu, Sin Cu dapat
994 menerka Seng Lim menduga tetapi sesaat itu ia tidak hendak
memberikan penjelasannya.
Besoknya, setelah Tiauw Im Hweeshio memperoleh obat
pemunah dari Han Cin Ie dan ia berhasil mengobati semua
orang Kaypang yang terluka, ia mendaki gunung, untuk
bertemu sama Leng In Hong dan lainnya. Di situ dilakukan
pembicaraan soal keberangkatan tentara wanita dari Huyong
San ini untuk menggabungkan diri dengan tentara rakyat di
bawah pimpinan Yap Cong Liu.
In Hong berduka, halnya itu cuma Sin Cu seorang yang
mendapat tahu, tetapi ia dapat menguati hati, ia tidak
memberi kentara dari kedukaannya itu. Ia mencoba bersikap
seperti biasa. Di tengah jalan, Sin Cu sengaja mengatur
dengan diam-diam agar nona itu berjalan sama-sama Seng
Lim. Keduanya bicara secara umum, karena keduanya tidak
mengetahui akalnya Nona Ie. Bicara dari hal ilmu perang,
keduanya cocok sekali satu dengan lain. Kapan Sin Cu
memandang mereka berdua, mendadak ia membayangi pula
impiannya. Ia dapat merasa Seng Lim dan In Hong adalah
orang-orang mirip pohon tayceng. Ia girang dan masgul,
masgul seorang diri, tanpa In Hong dan Seng Lim
mengetahuinya. Setengah bulan kemudian rombongan tentara suka rela ini
tiba di pusat tentara rakyat di Ciatkang. Sin Cu berduka kapan
ia mengingat jauh ke depan, ingat hari-hari yang telah lalu.
"Dulu hari di Tay-ciu," berkata Seng Lim tertawa, "kaulah
satu-satunya pendekar wanita, sekarang kau dikawani oleh
Leng Ceecu serta tentara-nya, maka itu lain kali kau tidak
usah menyamar lagi sebagai seorang pemuda!"
Sin Cu bersenyum walaupun hatinya pepat.
995 Itu waktu terlihat satu pasukan tentara mendatangi ke arah
mereka, yang menjadi pemimpin masing-masing ada seorang
pria dan seorang wanita. Mereka itu ialah Seng Hay San dan
Cio Bun Wan. Heran Seng Lim, hingga ia berkata: "Aneh, kenapa mereka
sudah lantas mendapat kabar hingga mereka dapat ketahui
hari ini kita bakal tiba di sini?" Ia berkata begitu karena
menyangka Pit Keng Thian mengutus pasukan untuk
menyambut mereka.
Dari jauh-jauh Cio Bun Wan sudah lantas mengenali Sin Cu,
maka itu ia kaburkan kudanya, hingga ia lantas sampai kepada
Nona Ie, tangan siapa ia jabat keras-keras.
"Encie Sin Cu, kau pulang asalmu, kau bertambah cantik!"
memuji Nona Cio itu. "Apakah kau bertemu sama aku punya
Tiat Suko?"
Nona Ie mengangguk.
"Panjang untuk menutur," sahutnya, "tetapi sekarang ia
berbahagia berdiam di istana Bhok Kokkong di Kunbeng,
hingga tak usah kau menguatirkan-nya, tak usah kau
memikirkannya lagi. Bagaimana ayahmu?"
"Semenjak peristiwa itu malam, sampai sekarang ayah
belum pulang," menyahut Bun Wan.
Sin Cu berdiam, air mukanya guram. Ketika kemudian ia
mengangkat kepala, ia lihat Seng Hay San dan Seng Lim
tengah bicara dengan tangan dan kakinya bergerak-gerak,
melihat wajahnya, dia tidak puas. Ia pun mengawasi Bun
Wan, yang dari kerutan alisnya nyata dia berduka.
996 "Apakah Yap Tongnia baik?" Sin Cu menanya. Ia ingat
suatu apa. "Bukankah kamu datang ke mari untuk menyambut
kami?" "Kami dititahkan Pit Toaliongtauw untuk pergi berperang,"
menjawab Nona Cio. "Hm! Hm! Jikalau kami tidak memandang
kepada Yap Tongnia, tidak nanti kami suka mentaati titahnya!"
*** Ie Sin Cu tertawa.
"Tentara rakyat sudah bergerak, mana dapat kita luput dari
peperangan?" kata ia.
"Kita bukannya takut berperang, hanya medan perangnya
tak terpilih tepat," berkata Cio Bun Wan.
"Bagaimana?"
"Tentara kita terdiri dari kaum nelayan," Seng Hay
menjelaskan, "dari Tayciu kita dipindahkan ke Un-ciu, selama
setahun lebih kita berperang di air, saban-saban kita beroleh
kemenangan, sekarang kita harus berkelahi di tanah datar,
kita pun mencil sendiri dan masuk ke perdalaman. Kita
dititahkan maju ke Sianggiauw, Kangsee. Bukankah itu tak
tepat, bahkan melanggar pantangan ilmu perang?"
"Laginya dengan ke-barangkatan kita. Unciu menjadi
kosong?" menambahkan Bun Wan. "Umpama kata tentara
negeri menyerang dengan ambil jalan air, berbahayalah kota
itu." Seng Lim mengerutkan kening.
997 "Pit Kheng Thian mengarti baik ilmu perang," ia berkata,
"tempo dulu ia masih menjadi berandal di Shoatang, tak
kurang daripada seratus kali ia bertempur sama tentara
negeri, baik pertempuran kecil maupun pertempuran besar, ia
selalu menang, maka kenapa ia mengatur begini rupa"
Pernahkah kamu bicarakan ini dengan pamanku?"
"Sudah. Tapi Pit Kheng Thian telah mengeluarkan titahnya,
tak mau ia menarik pulang. Dua kali Yap Tongnia bicara, tidak
ada hasilnya, akhirnya ia menasihati kami untuk menurut saja,
guna mencegah bentrokan. Yap Toako, sekarang kau pulang,
coba kau tolong omongkan. Sebenarnya kami tidak ingin
meninggalkan kampung halaman kami..."
"Baik, nanti aku menemui Pit Kheng Thian," menyahut
Seng Lim. "Cuma titah telah dikeluarkan, dalam ketentaraan,
aturan yang dimuliakan, maka baiklah kamu bekerja terus.
Jikalau aku berhasil bicara dengan Pit Kheng Thian, nanti aku
mengirim warta cepat untuk menarik pulang pada kamu."
Seng Lim bersama Sin Cu pulang ke markas besar. Di sana
Pit Kheng Thian dan Yap Cong Liu lagi berunding, kapan ia
mendengar kabar kembalinya mereka, lekas-lekas ia keluar
menyambut. "Yap Laotee, banyak capai!" katanya, tertawa. "Pergi kau
beristirahat dulu! Ah, Nona Ie, kau pun pulang! Aku memang
lagi memikir untuk membangun satu pasukan wanita,
pulangmu ini bagus sekali." Matanya lantas melihat semua
orang. Pek Beng Coan lantas mengajar kenal: "Inilah ceecu Leng
In Hong dari gunung Huyong San di Kangsee!"
Kheng Thian mengangkat tangannya, akan memberi
hormat pada In Hong.
998 "Sudah lama aku mendengar nama besar dari Leng Ceecu."
katanya. In Hong tertawa.
"Aku pun telah mendengar namamu!" sahutnya. "Kau telah
mengirim orang merampas piauwnya Han Cin Ie, cara yang
kau pakai hebat sekali, hingga aku tak dapat menerkanya
bahwa itulah perbuatannya Toaliongtauw dari delapan belas
propinsi yang namanya kesohor di kolong langit ini!"
Selagi mereka berbicara, mereka telah sampai di dalam.
Yap Cong Liu mendapat dengar perkataannya Nona Leng itu.
"Apa?" tanyanya. "Siapakah yang merampas piauw-nya
Han Cin Ie?"
Parasnya Kheng Thian berubah, tetapi ia menyahuti, secara
tawar. "Akulah yang mengirim orang untuk merampasnya," ia
mengakui. "Piauw itu ada keperluannya tentara negeri di
Ouwpak. Ah, Goan Kiong, berhasilkah kau merampas piauw
itu?" "Pit Toaliongtauw, siauwtee datang untuk memohon maaf!"
Seng Lim mendahului Pit Goan Kiong menyahut.
Kheng Thian heran. Ia menentang kedua matanya.
"Untuk apakah?" ia tanya.
"Oleh karena siauwtee telah membayar pulang piauw itu."
Seng Lim menjelaskan.
999 "Sepuluh laksa serdadu negeri itu, tanpa rangsum, bakal
mencelakai rakyat jelata. Karena kita menyebut diri tentara
rakyat, maka untuk bertindak kita harus melihat salatan."
"Sungguh murah hatimu!" kata Kheng Thian yang tertawa
dingin. "Pembilangannya Seng Lim beralasan," berkata Cong Liu.
"Kita ada rakyat jelata, kita berperang untuk rakyat jelata,
sudah tentu paling dulu kita mesti melindungi kepentingan
rakyat jelata juga. Laginya piauwsu tua itu seorang laki-laki
sejati, tak tega hatiku kalau karena piauw itu ia mesti
mengurbankan rumah tangga dan mungkin jiwanya juga."
Wajahnya Kheng Thian menjadi gelap sejenak, kemudian ia
tertawa lebar. "Yap Laoteel" katanya, "kau muda dan gagah,
pandanganmu pun jauh, aku kagum untukmu! Tentang piauw
itu, aku tidak hendak menarik panjang, sudah dilepaskan,
sudah saja. Bagaimana tentang kepergianmu ke Tali,
dapatkah kau bertemu dengan Thio Tan Hong" Apa katanya
dia" Dan mana itu peta, sudah didapat atau belum?"
"Thio Tayhiap pun menyampaikan hormatnya untuk
paman," berkata Seng Lim, menyahuti. "Peta itu ada di sini."
Tidak puas Kheng Thian mengetahui Tan Hong cuma
memperhatikan Cong Liu, tetapi ia tidak membilang suatu apa,
hanya ia mengulurkan tangannya guna menyambuti peta dari
tangan Seng Lim itu.
Justeru tangan orang diulur, Sin Cu berkata dengan cepat:
"Peta guruku ini ada untuk Yap Tongnia."
1000 Seng Lim tercengang, akan tetapi hanya sejenak, ia terus
berpaling kepada pamannya kepada siapa ia serahkan peta
itu. Parasnya Kheng Thian menjadi bermuram durja, saking
mendongkolnya. Ia baru hendak mengasi dengar suaranya,
ketika Cong Liu menoleh kepadanya.
"Pit Laotee, kau terimalah ini!" katanya sambil tertawa. Ia
pun mengangsurkan peta itu, yang ia baru terima dari
keponakannya. Kheng Thian segera membeber peta itu.
"Kenapa ini hanya peta lima propinsi di Kanglam?" ia
bertanya. "Karena maksudnya Thio Tayhiap supaya kita jangan
terburu napsu untuk maju," Seng Lim menerangkan. "Kalau
kita dapat melindungi wilayah Kanglam dan hidup bersama
rakyat sambil beristirahat, itu artinya kita membangun dasar
untuk tak dapat dikalahkan."
Kembali wajahnya Kheng Thian menjadi suram. Ia sangat
tak setujui sikap menanti itu. Sebelum ia sempat membuka
mulut, Seng Lim sudah berkata pula.
"Barusan di luar tangsi aku bertemu sama Seng Hay San,
katanya Pit Toaliongtauw mengirim ia ke Sianggiauw.
Benarkah itu?" '
"Habis kenapa?"
"Pasukannya Seng Hay San itu terlatih untuk peperangan di
air, sekarang ia di kirim ke tanah pegunungan, aku lihat itu
kurang tepat," menjawab Seng Lim.
1001 "Laginya menurut pandangannya Thio Tayhiap,
memperkuat Kanglam ada tindakan paling utama, kalau kita
memecah tenaga, untuk merampas daerah, Tayhiap kuatir kita
nanti diserbu musuh!"
"Hm!" Kheng Thian mengasi dengar suaranya yang dingin.
"Thio Tayhiap, Thio Tayhiap. Kedudukan Toaliongtauw ini
toh bukannya Thio Tan Hong yang mendudukinya!"
Sin Cu gusar mendengar itu.
"Pit Kheng Thian, apa kau bilang?" ia menanya. Tidak bisa
si nona mengendalikan diri lagi. Tidakkah gurunya, yang ia
puja itu, telah diperhina"
Kheng Thian memandang si nona dengan mata mendelik,
setelah itu ia menoleh kepada Yap Seng Lim.
"Thio Tan Hong banyak sekali pendapatnya!" katanya.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kenapa dia tidak datang sendiri ke mari?"
"Karena sekarang ini Thio Tayhiap lagi mengantar puteri
Iran ke kota raja," si anak muda menjawab.
Kembali Kheng Thian mengasi dengar tertawanya yang
dingin. "Pada sepuluh tahun dulu Thio Tan Hong pergi menyambut
kaisar dari negera Watzu," katanya, "dan sekarang ia pergi
pula ke kota raja menghadap sri baginda! Ha, tentulah
bagiannya ada pangkat tinggi dan kebahagiaan!"
Sin Cu murka sekali hingga ia merabah gagang pedangnya.
1002 "Jikalau guruku kemaruk sama kedudukan tinggi, negara
Beng ini siang-siang sudah menjadi kepunyaannya Keluarga
Thio!" ia berkata keras. "Mana ada bagianmu si orang she
Pit!" Menampak demikian, Cong Liu segera maju sama tengah.
"Thio Tayhiap bekerja untuk rakyat jelata, pasti dia
bukannya seorang yang kemaruk sama kedudukan agung!" ia
menerangkan. "Ah, nona Ie, kau kurang sabar..."
Pit Kheng Thian tertawa.
"Nona Ie masih sangat muda, mustahil aku hendak
menentangi dia"..."
Hatinya Sin Cu masih panas tetapi ia ingat Kheng Thian
pernah melepas budi sudah mengubur jenazah ayahnya, maka
ia berdiam. Cuma di dalam hatinya, ia kata: "Karena budimu
itu, baiklah, aku tidak akan melayani padamu!"
"Thio Tan Hong memang seorang pandai," berkata pula Pit
Kheng Thian, "akan tetapi ia berada jauh di Inlam Selatan,
mana dia ketahui urusan dalam pasukan perang" Tentara
negeri seratus lipat lebih besar daripada pasukan perang kita,
jikalau kita tidak menyerang untuk merampas tempat atau
kota, untuk lebih dulu mendapatkan beberapa kemenangan,
mana dapat semangat rakyat dibuatnya terbangun" Mana bisa
kita membikin seluruh negara menyambut gerakan kita"
Dengan mengirim Seng Hay San ke Sianggiauw maksudku
ialah kita menyerang untuk membuat perlindungan diri sendiri,
guna membataskan pengaruh musuh yang tangguh. Tentara
memang mesti pelajarkan ilmu perang di air, tetapi mesti
dipelajari juga ilmu perang di darat, kalau tidak, dia cuma bisa
menjagoi di laut."
1003 Sebenarnya Seng Lim hendak membantah, tetapi
menampak orang sudah mulai bergusar, ia terpaksa
menyabarkan diri.
"Tentang mengatur siasat, akulah seorang kasar, aku tak
dapat membilang suatu apa," berkata Cong Liu tertawa,
"tetapi apa yang dibilang Toaliongtauw dan Thio Tayhiap,
masing-masing ada alasannya sendiri, maka itu sekarang ini
baiklah kita bersabar sampai lagi beberapa hari, kita nanti
minta pertimbangan dari semua pemimpin kita. Pepatah pun
membilangnya, seorang pikirannya pendek, dua orang
pikirannya panjang. Singkatnya biarlah kita beramai samasama
memikirkan suatu daya yang sampurna."
Dengan kata-katanya Cong Liu itu, mukanya Kheng Thian
menjadi terang pula. Karena itu, urusannya Seng Hay San jadi
tak dibicarakan lagi.
Ketika malam itu orang bersantap, rata-rata mereka tidak
bergembira. Setelah lagi dua hari, Pit Kheng Thian sudah
mengirim lagi dua pasukan untuk pergi berperang. Dua-dua
pasukan itu ada pasukan-pasukan seba-wahannya Yap Cong
Liu. Menampak begitu, Leng In Hong berkata kepada Sin Cu.
"Aku lihat urusan rada aneh. Kenapa yang di kirim selalu
pasukannya Yap Tongnia ?" Nona Leng tanya.
Sin Cu tidak bisa bilang suatu apa. Ia heran tetapi ia tidak
bercuriga. Ia hanya percaya Keng Thian berbuat demikian
karena dia kemaruk sama pahala.
Syukur tentara yang di kirim itu dapat berkelahi dengan
baik. Tentara negeri dapat ditolak hingga ke luar batas
gunung Sianhee Nia. Dua propinsi Kangsouw dan Ciatkang
1004 serta Hokkian Utara telah kena diduduki. Karena itu Kheng
Thian saban-saban dapat mengadakan pesta kemenangan.
Pula ada saja orang-orang Rimba Hijau yang datang
mempersatukan diri, semua mereka ini memuji Toaliongtauw
itu, si "kepala naga," hingga dia menjadi besar hati.
Dengan lewatnya sang waktu tibalah musim semi dengan
bunga-bunganya yang mekar. Itu waktu sepuluh laksa
serdadu di Ouwpak, yang telah memperoleh rangsum, benar
saja berangkat ke timur, barisan depannya sudah lantas
sampai di Tunkee. Kheng Thian lantas mengirim Seng Lim
untukmenahan lajunya tentara pemerintah itu.
Kembali yang di kirim ini, sejumlah selaksa jiwa,
pasukannya Yap Cong Liu, hingga hampir habislah tentaranya
si pemimpin rakyat ini.
Di harian keberangkatan Seng Lim, Kheng Thian sendiri
pergi mengantar, Sin Cu dan In Hong turut bersama. Sampai
jauhnya lima lie, Seng Lim minta pemimpin itu suka kembali
saja. "Aku akan menantikan kabar baik dari kau, hiantee."
berkata Kheng Thian. "Kali ini musuh berjumlah besar dan kita
sedikit, aku mengandal kepada kepan-daianmu. Kalau nanti
tentara rakyat dari pelbagai daerah sudah berkumpul, akan
aku mengirimkan bala bantuan untukmu."
"Tempat ini ada pokok dasar kita, sudah seharusnya
persiapan diperkokoh," berkata Seng Lim, "maka itu tak
usahlah aku di kirimkan bala bantuan. Karena musuh besar
dan kita sedikit, aku tidak berniat segera menempur musuh,
hendak aku melihat dahulu keadaan tempat, guna membela
diri saja, guna menggempur semangat mereka, supaya
walaupun jumlah mereka banyak, tak ada niat mereka untuk
1005 berkelahi. Aku harap mereka bubar sendiri karena sang
waktu." Kheng Thian bertepuk tangan memuji pemuda she Yap ini.
"Kau pintar, hiantee, kau pasti bakal menang!" katanya.
"Setelah kau peroleh kemenangan nanti, akan aku
ganjarkan kau sebagai pangeran Icie Pengkin Ong"
Seng Lim mengerutkan kening.
"Mana kita mengharapi ganjaran raja muda..." katanya. Ia
belum bicara terus, atau Kheng Thian telah memotong:
"Benar, kita memang berkelahi untuk menolongi rakyat jelata
dari marah bahaya!"
Coba kata-kata itu keluar dari mulut Seng Lim, itulah tidak
aneh, tetapi sekarang keluarnya dari mulut Kheng Thian,
untuk kupingnya Sin Cu dan In Hong, itu tak sedap
didengarnya. "Pit Toako, silahkan kembali!" berkata Seng Lim sambil
mengangkat kedua tangannya.
"Untukku tak usah kau menambah bantuan, asal sudilah
kau menerima satu permintaanku."
"Silahkan sebutkan, hiantee."
"Peperangan kali ini mungkin tak bakal selesai di dalam
tempo yang pendek, karena itu aku minta rangsum untuk
tentara nanti di kirim berangsur-angsur dengan tetap."
Kheng Thian tertawa lebar.
1006 "Tentang itu tak usah hiantee pesan lagi!" katanya Kheng
Thian gembira. "Belum lagi tentara berangkat, rangsum sudah
di kirim. Sekalipun rangsum tentara negeri hiantee telah
lepaskan, mustahil aku nanti menahan rangsum untukmu?"
Sampai di situ, Seng Lim berangkat. Tiba-tiba Sin Cu
merasakan sesuatu.
"Encie Leng, mari kita mengantar satu rintasan lebih jauh!"
ia mengajak In Hong.
Nona Leng setuju, maka mereka jalankan kuda mereka
berendeng. Tapi mendadak nona ini kata: "Ah, aku lupa satu hal, maka
pergilah kau sendiri yang mengantarnya!"
Sin Cu merasakan mukanya merah, akan tetapi, ia jalan
terus. Karena ini, ia jadi mengantar sampai sepuluh lie lebih.
"Nona Ie, silahkan kembali!" kemudian Seng Lim minta.
Sin Cu berduka melihat sikap orang tawar, tetapi di lain
pihak, inilah yang ia harap. Maka ia menyesal In Hong tidak
berada bersama.
Seng Lim heran. Ia melihat si nona berdiam saja.
"Nona Ie, kau hendak omong apa?" ia menanya, mendugaduga.
"Yap Toako, dengan kepergian kau ini baiklah kau berhatihati!"
akhirnya Sin Cu bisa juga mengeluarkan perkataannya.
"Terima kasih, nona. Tentang itu, dapat aku memikir,
jangan nona buat kuatir."
1007 "Bukannya begitu, kuatir..."
"Kau kuatirkan apa, nona?"
"Kau lihat Pit Kheng Thian itu orang macam apa?" Sin Cu
tanya. "Kenapa?" Seng Lim membaliki.
"Aku lihat hatinya Kheng Thian terlalu besar,"
mengutarakan si nona. "Bukankah di dalam sebuah gunung
tak seharusnya ada dua ekor harimau" Aku kuatir dia sirik
terhadap kau dan pamanmu."
Seng Lim tertawa.
"Tak mungkin, kurasa. Aku toh tidak berebutan
dengannya?"
"Meski begitu, berhati-hati ada terlebih baik," kata pula si
nona. "Kita mesti berjaga-jaga untuk akal muslihatnya.
Seumpama di dalam urusan rangsum..."
"Tentang ini telah ada rencanaku," Seng Lim bilang.
"Umpama kata dia lambat mengirimnya, akan aku mengatur
diri di setempat. Karena kita berperang untuk rakyat, aku
percaya rakyat jelata tidak nanti membuatnya kita mati
kelaparan. Kita adalah orang sendiri, aku minta kau jangan
bercuriga, terutama jangan kau kentarakan itu supaya di
antara kita tak terjadi keretakan."
Di dalam hatinya, Sin Cu menghela napas. Di dalam hatinya
juga ia berkata, "Aku hanya kuatir di kolong langit ini lain
orang tak sebagai kamu paman dan keponakan berdua..."
Karena ia tidak dapat membilang lainnya lagi, ia berdiam saja,
1008 ia cuma memberi selamat jalan. Ketika ia mengasi jalan
kudanya, ia lesuh sekali.
Belum jauh, ia mendengar suara larinya kuda. Ia
mengawasi ke depan. Untuk herannya, ia melihat Pit Kheng
Thian kabur mendatangi.
"Pit Toaliongtauw, Yap Seng Lim sudah pergi jauh," kata si
nona memapaki. "Kau ada punya urusan penting apa" Kudaku
keras larinya, nanti aku tolong mewakilkan kau."
Kheng Thian tertawa.
"Aku bukannya menyusul dia, aku menyambut kau!"
katanya. Mukanya si nona menjadi padam.
"Aku tidak berani membikin Toaliongtauw capai," ia bilang.
Kembali Kheng Thian tertawa.
"Aku lihat erat sekali hubungan kau dengan Yap Seng Lim,"
katanya. "Kali ini kau mengantarkan dia, agaknya kau terlebih
berduka daripada waktu mengantarkan Tiat Keng Sim."
Mukanya si nona menjadi merah. Ia gusar.
"Pit Toaliongtauw, hargakanlah dirimu!" ia berkata.
"Apakah kau tengah mempermainkan aku?"
Kheng Thian melarikan kudanya mundur.
1009 "Tidak, tidak!" katanya tertawa. "Aku bicara untuk
kebaikanmu!"
Sin Cu tertawa dingin.
"Sungguh kau baik, toaliongtauw!" katanya. "Untuk
kebaikan apakah itu?"
"Jikalau aku tidak memikirkan kau, nona," menyahut
pemimpin itu, "dulu hari tidak nanti aku menerjang bahaya
besar menyelundup ke kota raja untuk mengurus jenazah
ayahmu." Nona Ie mengasi lihat sikapnya yang dingin.
"Budimu itu sangat besar, tidak nanti aku dapat
melupakannya," ia berkata, "maka itu tak usahlah kau
menimbulkannya berulang-ulang. Dengan perlahan-perlahan
pastilah aku akan membalasnya."
Kheng Thian jengah, ia menghela napas.
"Aku si orang she Pit mana mengharapi balasan?" katanya,
untuk menutupi diri. "Tak lain tak bukan, aku melainkan
mengutarakan utarakan apa yang aku pikir..."
"Baiklah, aku mengarti!" ujar Sin Cu. "Nah, Toaliongtauw,
silahkan!"
Kheng Thian masih menahan kudanya.
"Aku lagi memikir untuk kebaikan kau, nona," ia berkata
pula. "Untukku tidak habis dengan aku mengurus saja jenazah
ayahmu, aku bahkan hendak membantu kau membalaskan
sakit hatimu yang besar itu!"
1010 "Sakit hati apakah yang besar itu?" Sin Cu tanya.
"Ayahmu telah dibunuh oleh kaisar, maka aku menggeraki
angkatan perang buat merobohkan pemerintah, guna
memusnahkan kerajaan Beng! Bukankah itu untuk
membalaskan sakit hatimu yang besar itu?"
"Tidak salah!" kata si nona dingin. "Kau merobohkan
pemerintah, lantas kau menggantikannya menjadi raja!
Adakah itu cuma untuk membalaskan sakit hatiku?"
"Kau ketahui itu, itulah terlebih baik lagi. Aku berpikir untuk
kebaikanmu. Yap Seng Lim itu di belakang hari paling juga
menjadi satu menteri yang membantu membangun negara,
mana dia mempunyai pengharapan sebagai aku yang bakal
menjadi junjungan yang maha agung" Mengapa kau begitu
memandang tinggi terhadapnya?"
Hampir Sin Cu mendamprat orang
"Tidak tahu malu!" Sekarang tahulah ia maksud orang,
karena tanpa diminta, orang telah membuka rahasia hatinya.
Ia jadi hendak dibujuk dengan kedudukan tinggi, dengan
kemuliaan. Maka ia merasa sangat muak. Ia lantas
mencambuk kudanya.
"Aku minta calon baginda raja membagi jalan padaku!"
katanya keras. "Apakah kau menghendaki aku memaksa
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menerjang?"
Mukanya Kheng Thian menjadi merah, ia malu sekali.
Tengah ketegangan itu, mendadak terdengar tindakan kaki
kuda kabur mendatangi, yang mana disusul sama suara
tertawa yang nyaring serta kata-kata yang tegas sekali: "Ah,
Toaliongtauw. Kau masih ada di sini?"
1011 Kheng Thian mengeprak kudanya. Ia menyeringai ketika ia
menjawab: "Aku melihat Nona Ie belum juga kembali, aku kira
ia masih mempunyai urusan apa-apa dengan Yap Seng Lim,
maka itu aku memapak dia. Leng Ceecu, kau pun datang?"
In Hong tertawa.
"Aku kira ada urusan penting bagaimana yang lagi
dibicarakan, sampai hampir aku tidak berani datang karena
kuatir aku nanti mengganggu kamu!" sahut si nona.
"Memang ada urusan besar yang sangat penting!" kata Sin
Cu dengan dingin. "Pit Toaliongtauw tengah memikir
bagaimana harus mengganjari menteri-menteri besarnya bila
nanti ia sudah naik atas singgasana kerajaan!"
Leng In Hong tertawa pula dengan nyaring, di atas
kudanya ia memegang pedangnya untuk memberi hormat.
"Siauwlie menghadap kepada Sri Baginda!" katanya.
"Siauwlie minta Sri Baginda sudi apalah mengganjarkannya!"
Dengan "siauwlie" ia menyebutkan dirinya "perempuan
yang rendah."
In Hong sangat polos, begitulah ia perlihatkan
kepolosannya itu. Inilah hebat untuk Kheng Thian, karena
gusar tak dapat ia bergusar, tertawa tak bisa ia tertawa,
terpaksa ia membalas hormat seraya berkata, "Ah, ceecu bisa
saja..." Ia lantas membaliki kudanya untuk berlalu.
In Hong tidak membilang apa-apa lagi, kecuali ia tertawa
bergelak. Setibanya di tangsi, Sin Cu tuturkan kawannya apa
yang dikatakan Kheng Thian tadi, mendengar mana, Nona
Leng tak dapat tertawa lebih jauh.
1012 "Habis, bagaimana sekarang?" ia tanya.
"Aku benar-benar tidak menyangka beginilah sifatnya Pit
Kheng Thian," menyahut Sin Cu. "Aku pikir untuk berlalu
saja." "Menurut aku, kita justeru tidak dapat berlalu," kata In
Hong. "Bagaimana, eh?" Sin Cu heran.
"Begitu kita pergi, Yap Tongnia bakal mencil sendirian," In
Hong mengutarakan pikirannya. "Aku kuatir nanti terjadi halhal
di luar sangkaan kita."
Sebenarnya Sin Cu telah melihat bahwa secara diam-diam
Pit Kheng Thian sedang mencoba merebut pengaruh, ia hanya
belum pikirkan kepada bahaya yang mengancam, sekarang
setelah mendengar In Hong, ia terkejut. Dengan lantas ia
menginsafi bahaya itu. Karena ini segera juga ia mengubah
pikirannya. Maka batallah ia mengangkat kaki.
Sang hari berlalu dengan cepat. Sebentar saja sudah lewat
sebulan lebih. Selama itu, Kheng Thian tidak berani lagi main
gila terhadap Sin Cu. Dengan begini amanlah markas besar
tentara rakyat itu. Tidak demikian dengan keadaan di medan
perang lain. Kecuali di pihak Seng Lim, yang mengambil sikap
saling bertahan di Tunkee, pelbagai pihak lainnya mengalami
kesukaran lebih-lebih pasukannya Seng Hay San. Dua kali dia
sudah bertempur dengan musuh, dua-dua kalinya ia kena
dikalahkan hingga kerugiannya kira-kira separuh. Sebagai
tentara air, sulit untuk mereka bertempur di darat, di tanah
pegunungan. 1013 Pada suatu hari selagi In Hong dan Sin Cu berada di dalam
tangsi mereka, mereka mendengar suara berisik dari luar
tangsi. In Hong perintah seorang serdadu wanitanya, untuk
melihat. Tidak lama serdadu itu kembali dengan laporannya
bahwa di tangsi kiri "serdadu-serdadu tengah memaki-maki
Toaliongtauw."
"Apakah katanya mereka?" Sin Cu tanya. "Apakah
sebabnya?"
"Mereka mengatakan Pit Toaliongtauw tidak suka mengirim
rangsum untuk Yap Seng Lim," serdadu itu menerangkan.
Nona Ie kaget. "Begitu?" katanya.
"Katanya Yap Seng Lim telah tiga kali mengirim utusan,
Toaliongtauw selalu menggunai alasan untuk menampik. Yang
terang The Tongnia ketahui kita masih mempunyai persediaan
rangsum selaksa pikul, ketika Toaliongtauw ditanyakan, dia
bilang untuk markas besar disediakan lima ribu dan lima ribu
lagi untuk tentara di Unciu. Sebenarnya keadaan di Unciu
tidak berbahaya. Nyata sekali Pit Toaliongtauw tidak suka
membantu. Maka itu ketika The Tongnia pulang ke tangsinya,
ia menangis menggerung-gerung..."
Yang dipanggil The Tongnia itu ialah Teng Gie Cit, orang
sebawahannya Yap Cong Liu yang menjadi kepala dari
pasukan tangsi kiri. Karena itu, serdadu-serdadu di situ
menjadi mendongkol dan mengumbar napsu amarahnya.
"Benarlah dugaanku!" kata Leng In Hong dingin.
Sin Cu pun mendongkol sekali.
1014 "Mari kita ketemukan toaliong tauw" ia mengajak,
In Hong berpikir sebentar, lalu ia memberikan pesan pada
komandan barisannya, habis mana dengan membawa
pedangnya, ia turut Sin Cu pergi ke markas besar. Penjagaan
di markas besar keras sekali, beda dengan hari-hari biasa.
Ketika baru sampai di muka tangsi besar, Sin Cu dan In Hong
dicegah oleh tente-ranya Pit Kheng Thian. Tiongkun, yang
menjadi orang kepercayaan Kheng Thian, memberikan
keterangan: "Pit Toaliongtauw tengah merundingkan urusan
tentara bersama Yap Tongnia, tanpa ijin atau panggilan, siapa
juga dilarang lancang masuk ke dalam markas besar."
In Hong gusar hingga sepasang alisnya berdiri.
"Kami ada punya urusan penting hendak didamaikan!" ia
berseru. "Siapa berani rintangi kami?"
Tiongkun itu mundur keberapa tindak.
"Kami mau masuk menghadap Pit Toaliong tauw" berkata
Sin Cu. "Kalau dia mau menegur, biar dia menegur kami,
dengan kamu tidak ada sangkutannya!"
Tiongkun itu beserta belasan kawannya memang tahu
Toaliongtauw mereka sangat menghargai Nona Ie, melihat
demikian, mereka tidak berani mencegah terlebih jauh.
In Hong bersama Sin Cu lantas lompat turun dari kuda
mereka, dengan cepat mereka bertindak ke markas besar.
Segera juga mereka dapat dengar suara berisik dari dalam
markas, lalu terdengar bentakannya Teng Gie Cit: "Pit Kheng
Thian, sebenarnya kau menghendaki apa?"
1015 "Berbahaya!" berseru Sin Cu di dalam hatinya. Dengan
segera ia menyingkap tenda, maka terlihatlah apa yang terjadi
di dalam markas itu.
Pit Theng Thian bersama Pek Beng Coan dan Pit Goan
Kiong dan yang lainnya, berjumlah belasan orang, lagi
mengurung Yap Cong Liu dan Teng Gie Cit. Cong Liu tidak
membawa pengiring kecuali Gie Cit seorang.
Dengan mengangkat kedua tangannya, untuk memberi
hormat, Pit Kheng Thian menjawab Gie Cit. Ia kata: "Yap
Tongnia telah bekerja berat bertahun-tahun dan tahun ini
usianya sudah tinggi, aku tidak tega melihat ia bekerja berat
terlebih jauh, dari itu untuknya aku telah sediakan satu tempat
yang tenang untuk ia tinggal sambil beristirahat hingga di hari
tuanya. Mana aku memikir niat yang tidak baik?"
"Kedudukan Toaliongtauw adalah Yap Toako yang
mengalah dan menyerahkannya kepada kau, sekarang kau
hendak merampas kekuasaan orang!" berkata Gie Cit, tetap
keras. "Sekarang kau hendak menahan Yap Toako secara
halus! Hm! Yap Toako baru masuk usia lima puluh tahun,
sekarang dia disuruh beristirahat, bukankah ini lucu?"
Cong Liu sendiri tidak gusar, bahkan sambil tertawa ia kata:
"Pit Hiantee gagah dan pintar, dia menang seratus kali
daripada aku, maka itu kalau Pit Hiantee dapat memberikan
tenaga lebih, suka aku menyerahkan tanggung jawabku yang
berat kepadanya. Ini memang baik sekali. Saudara Teng,
untuk urusan ini kau menarik urat, orang lain tidak tahu
duduknya hal yang benar, bisa-bisa mereka mengatakan aku
berebut kekuasaan dengan Pit Hiantee. Bukankah itu bakal
membikin kita ditertawai orang?"
"Yap Toako, kau... kau..." kata Gie Cit masih mendongkol,
"kau tega membiarkan usaha kita banyak tahun, yang telah
1016 teguh kokoh dasarnya, dirusak di tangan dia satu orang"
Kau... kau tidak perdulikan dirimu, apakah kau juga tidak
memperdulikan semua saudara kita?"
Kata-kata ini dibarengi dengan air mata yang meleleh
turun. Yap Cong Liu hendak menjawab orang sebawahannya itu
tatkala ia mendengar suara sangat berisik dari luar tangsi,
suaranya terompet.
"Pit Toaliongtauw, apakah itu?" ia tanya Kheng Thian.
Toaliongtauw itu agaknya likat, tetapi ia mengeraskan hati.
Ia menjawab dengan suara dalam: "Tentara di tangsi kiri
tidak mau menurut perintah untuk diperbaiki, aku menitahkan
mereka dilucuti senjatanya!"
Mendengar ini, habis sabarnya Cong Liu.
"Pit Kheng Thian, dalam hal ini kau tidak benar!" ia berkata
nyaring. "Kau menghendaki aku menyerahkan kekuasaan atas
tentara, itulah urusan gampang. Kenapa kau menerbitkan
perang saudara?"
"Aku kuatir saudara-saudara di tangsi kiri itu tak
sependapat dengan kau, Yap Toako," kata ia dengan raguragu,
"maka itu..." Ia mau mengatakannya, "lebih baik kau
menasihati mereka untuk menyerah padaku..." tetapi belum
sempat ia meneruskannya, Teng Gie Cit sudah membentak:
"Bagus! Hari ini baru aku kenal kau, bangsat yang berhati
serigala berpeparu anjing!"
Pit Kheng Thian menjadi gusar.
1017 "Bekuk ini bangsat pengacau yang berani melawan orang
atasannya!" ia memberi perintah.
"Jangan bergerak!" Yap Cong Liu berseru.
Di dalam tangsi itu semua ada orang-orang
kepercayaannya Pit Kheng Thian, meski begitu, Cong Liu
dapat penghargaan mereka, maka itu, atas seruan itu, mereka
jadi saling mengawasi.
Kheng Thian menjadi bertambah gusar, ia mengawasi Pek
Beng Coan, ia mengedipi seraya berkata: "Perlu apa aku
dengan adanya kau?"
Beng Coan lantas saja mengasi dengar tertawa dornanya.
"Yap Toako, jangan gusar!" ia berkata. "Baik toako jaga
dirimu baik-baik! Mari kau pergi beristirahat di Unciu!"
Kata ini ditutup sama lompatannya orang she Pek ini, untuk
mencekuk Cong Liu. Justeru itu terdengarlah satu suara
nyaring. Leng In Hong telah melayangkan sebuah Ouwtiap
piauw, piauw kupu-kupunya, yang mengenakan jitu jidat Beng
Coan hingga dia ini mengeluarkan darah.
Sampai di situ, hebatlah keadaan. Beberapa orangnya Pit
Kheng Thian lantas maju untuk menawan Cong Liu. In Hong
yang bersama Sin Cu telah menyaksikan itu semua, lantas
berseru: "Sin Cu, kau pegat kawanan pendurhaka itu, aku
akan melindungi Yap Tongnia keluar dari sini!"
Kheng Thian melihat datangnya dua nona itu, ia kaget.
"Sin Cu!" ia berseru, "kenapa kau memusuhkan aku?"
1018 "Kau sendiri, mengapa kau memusuhkan Paman Yap?" Sin
Cu balik menanya.
"Oh, begini lekas kau melupakan budiku sudah mengurus
jenazah ayahmu?" Toaliongtauw itu menegur, mengejek.
"Dan kau sendiri, begini lekas kau melupakan budi Paman
Yap sudah menunjang padamu?" Sin Cu kembali membaliki.
Kheng Thian berdiam, bahkan dia mundur dua tindak.
"Kau merdekakan atau tidak Yap Tongnia ?" tanya Sin Cu
seraya ia memegang pedangnya.
Sepasang matanya Pit Kheng Thian menjadi menyala. Ia
mengangkat toyanya, toya longgee pang.
"Tangkap ini dua bocah wanita yang tak tahu urusan?" ia
berteriak menitahkan.
Sin Cu tertawa dingin, segera ia menikam. Kheng Thian
menangkis dengan toyanya itu. Nona Ie ketahui orang
bertenaga besar, ia lantas menarik pulang pedangnya, untuk
dengan sebat dipakai membabat ke samping.
Kheng Thian terperanjat.
"Baru satu tahun aku tidak lihat dia, begini cepat majunya
ilmu pedangnya," ia berpikir. Karena ini ia putar toyanya,
untuk membela diri.
Sin Cu merebut kedudukan, bertubi-tubi ia menyerang,
hingga ia memaksa Pit Kheng Thian main mundur, meski
begitu, karena Toaliongtauw ini menang tenaga dalam,
walaupun terdesak, dia tidak dapat segera dikalahkan, tak
dapat si nona lantas merampas kemenangan.
1019 Leng In Hong pun sudah menyerang hebat, ia berhasil
merobohkan tiga pahlawannya Kheng Thian, akan tetapi tidak
lama kemudian, ia dan Yap Cong Liu kena didesak ke suatu
pojok, sebab di antara orang-orangnya Kheng Thian banyak
orang Rimba Hijau kelas satu.
Dalam kekacauan itu mendadak terdengar jeritannya Teng
Gie Cit, yang menteriakan Cong Liu: "Yap Toako, aku
berangkat lebih dulu! Jangan lepaskan usaha kita!"
Gie Cit kena dihajar cambuknya Pek Beng Coan, ketika dia
roboh, dia disusuli dua bacokan, hingga dia tak dapat
bertahan lagi. Kebinasaan ini sahabat dan kawan seperjuangan
membuatnya Yap Cong Liu yang sabar dan memuja kerukunan
menjadi gusar sekali, sambil berteriak ia merampas sebatang
golok besar, lalu dengan itu ia membacok pahlawannya Kheng
Thian yang merampas jiwanya Gie Cit. Ia menabas hingga
tubuh pahlawan itu terkutung dua.
"Pit Kheng Thian, kau dengar aku!" ia berteriak.
Kheng Thian menangkis serangannya Sin Cu, lalu sambil
tertawa lebar ia berkata: "Setelah sampai di sini, tidak ada
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kata-kata yang dapat diomongkan lagi!"
Kemudian ia berseru "Maju semua!"
Inilah seruan untuk orang-orangnya, yang tadi dibikin
merandak oleh pengaruhnya Cong Liu. Kali ini mereka maju
pula. Cong Liu putus asa, karena perdamaian tak bakal
didapatkan pula. Ia menjadi berkelahi dengan hebat. Ia telah
berhasil merobohkan dua musuh tetapi ia sendiri kena terluka
pundaknya. 1020 Ie Sin Cu yang mencoba untuk menawan atau merobohkan
Pit Kheng Thian, sebaliknya ialah yang kena dirintangi oleh
Toaliongtauw itu, ia menjadi gusar dan bingung. Ia telah
dipaksa terpisah dari In Hong dan Cong Liu. Maka dalam
murkanya, ia berkelahi mati-matian.
Pit Kheng Thian melihat orang kalap, dia melawan sambil
mundur. Dengan begitu si nona seperti diberikan ketika untuk
bernapas. Tidak ayal lagi, ia meraup bunga emasnya, lalu
sambil berseru ia menyerang kalang kabutan.
Beberapa orang lantas saja terluka. Maka si nona terus
maju, untuk membuka jalan.
Kheng Thian maju pula, untuk kembali merintangi. Tapi ia
disambut si nona dengan tiga buah bunga emasnya. Ia liehay,
ia dapat menyampok jatuh bunga emas itu. Karena ini ia tidak
berani merangsak lebih jauh.
Pek Beng Coan maju, untuk membantui ketuanya itu. Ia
berlompat. Justeru itu, Sin Cu menimpuk pula. Tepat sekali
bunga emas mengenai jalan darah yongcoan di kakinya orang
she Pek ini, hingga tak ampun pula, dia terguling roboh.
Ketika itu Cong Liu dan In Hong dapat mempersatukan diri
dengan Nona Ie, dan Cong Liu dengan bengis membacok
tihang tenda hingga tenda itu roboh me-nungkrap Kheng
Thian semua, dengan begitu bertiga mereka nerobos keluar.
Akan tetapi di luar markas telah menanti berlapis-lapis
barisannya Kheng Thian.
Cong Liu menjadi putus asa.
"Untuk seorang, mengapa kamu berbuat begini?" katanya
menghela napas, habis mana dia berseru: "Saudara-saudara,
1021 dengar! Tentara negeri lagi mendesak dari segala penjuru, kita
sudah kena dikurung, karena itu tidak dapat kita saling bunuh!
Aku tahu aku kurang bijaksana dan tak berpengartian, tidak
dapat aku membantu Toaliongtauw kamu untuk bekerja sama,
aku malu sekali, maka sekarang aku beritahu kepada kamu,
hendak aku mengundurkan diri! Kamu sendiri, aku harap
kamu dapat membawa dirimu masing-masing! Karena di
dalam tangsi sudah tidak ada kerjaan apa-apa, baiklah kamu
bubar!" Semua serdadu itu ada orang-orangnya Pit Kheng Thian
dan mereka tahu Toaliongtauw mereka hendak merampas
kekuasaannya Cong Liu, akan tetapi sekarang, mendengar
putusannya ini pemimpin, hati mereka tergerak, hampir tanpa
berpikir lagi, delapan atau sembilan dari sepuluh, lantas
berseru-seru dan bubaran!
Sin Cu mengasi dengar siulannya yang nyaring dan
panjang, atas mana kuda Ciauwya Saycu ma lari datang
padanya. "Paman Yap, lekas naik atas kuda!" Nona Ie teriaki Cong
Liu. "Mari kita pergi ke Tunkee untuk berkumpul sama Seng
Lim." Cong Ciu tidak lantas lompat naik ke atas kuda, sebaliknya,
dengan roman keren ia berkata: "Pergi kamu kepada Seng
Lim, suruh dia melawan tentara negeri tetapi jangan bentrok
sama Kheng Thian!"
Sin Cu terperanjat.
"Kau sendiri, paman?" ia menanya.
"Aku hendak pergi ke tangsi kiri!"
1022 "Jangan!" berseru In Hong.
Tapi nona ini tak sempat berkata lebih jauh, terlihat Kheng
Thian beramai telah keluar dari tendanya, mereke lari kepada
kuda mereka masing-masing untuk memburu.
Cong Liu lompat naik atas kudanya Sin Cu. Binatang itu,
tanpa menanti perintah lagi, sudah lantas lari kabur. Sin Cu
bersama In Hong merampas dua ekor kuda, untuk lari
bersama. Cong Liu kabur tanpa rintangan, semua serdadu membuka
jalan, tidak ada seorang jua yang melepaskan panah
kepadanya. Cuma Pit Kheng Thian yang mengejar bersama
beberapa ratus serdadu pengiringnya.
Sin Cu merintangi dengan menimpuk dengan dua bunga
emasnya, ia membikin kuda Kheng Thian roboh terjungkal,
maka tempo Toaliongtauw itu mengambil ketika akan naik
atas seekor kuda lain, kedua nona itu sudah pergi jauh.
Dalam tempo yang pendek, Ciauwya Say-cu ma telah
melalui beberapa lie.
"Pit Kheng Thian mempunyai banyak tentara, dengan pergi
ke tangsi kiri, Yap Tongnia seperti membunuh diri," kata In
Hong pada Sin Cu. "Mari kita susul
Ie Sin Cu bersama-sama Leng In Hong, yang hendak
melindungi Yap Cong Liu dan Teng Gie Cit dari kepungannya
Pit Kheng Thian dan orang-orangnya, telah bertempur dengan
mati-matian. padanya!"
Nona Ie menurut, maka mereka pun kabur ke arah tangsi
kiri. 1023 Tangsi itu berada di tempat enam atau tujuh lie, sebentar
saja Cong Liu sudah sampai di sana di mana seorang diri ia
menerjang masuk. Ia segera disambut oleh tentara tangsi kiri
itu ialah barisannya Teng Gie Cit.
Di saat sangat genting itu, Cong Liu mengasi dengar
suaranya yang nyaring: "Tidak ada terjadi sesuatu! Saudarasaudara
tangsi kiri, silahkan kamu kembali ke tangsimu! Aku
hendak mengundurkan diri, buat hidup bertani di kampung
halamanku, maka itu baik-baik saja kamu mendengar titahnya
Pit Toaliongtauw. Sekarang ini bukan saatnya untu kita saling
bunuh diri!"
Mendengar itu, semua serdadu tangsi kiri itu pada
menangis, mereka membuatnya bengong barisannya Kheng
Than yang mengurung, tidak ada yang berani turun tangan.
Cong Liu tidak berdiam lama di situ, ia larikan kudanya
keluar dari kurungan. Menampak demikian, In Hong dan Sin
Cu terus menyusul. Ada banyak serdadu rakyat, yang untuk
banyak tahun mengikuti Cong Liu, menyaksikan pemimpin
mereka pergi, mereka tak sudi ditinggal pergi, mereka pun lari
menyusul. Ketika Pit Kheng Thian tiba bersama barisannya, Cong Liu
sudah kabur jauh. Semua serdadu Kheng Thian, yang tadi
mengurung tangsi kiri, telah berpencaran untuk membuka
jalan, maka itu, untuk mengumpulkan mereka, Kheng Thian
mesti menggunai waktu sekian lama.
Kuda Sin Cu dan In Hong lari keras, Ciauwya Saycu ma
tidak dapat disusul, meski begitu di belakang mereka, musuh
telah ketinggalan jauh. Mereka kabur terus, hingga mereka
menampak pesisir laut di mana terlihat sebuah perahu kecil
mendatangi ke tepian.
1024 Sin Cu menteriaki berulang-ulang kepada Cong Liu tetapi
paman itu seperti tidak mendengarnya, dia lompat turun dari
kudanya, untuk naik ke perahu kecil itu, ketika kemudian Nona
Ie dan In Hong tiba, dia sudah berlalu dengan perahunya itu.
Dari atas perahunya, dengan mengulapkan tangannya,
pemimpin tentara rakyat itu berkata nyaring: "Pergi kamu
menaiki kuda putih, pergi ke Tunkee!"
"Paman Yap, kenapa kau tidak hendak kembali?" Sin Cu
menanya. "Aku sudah menduga akan kejadian hari ini," menyahut
Cong Liu, "apabila aku tidak pergi, keadaan bakal menjadi
terlebih buruk pula! Biarlah Pit Kheng Thian berkuasa sendiri,
itulah terlebih baik daripada kita saling bunuh! Dengan saling
bunuh, kita bakal terbinasa dua-duanya! Kheng Thian buruk
hatinya tetapi dia gagah dan pandai, pergilah kamu membantu
dia, umpama kata kamu tidak dapat bekerja sama,
tinggalkanlah tetapi jangan menyaterukan padanya!"
Dengan habisnya kata-kata itu, perahupun berlayar terus,
akan di lain saat menjadi kecil dan akhirhja nampak hanya
sebagai satu bayangan!
In Hong menepas air mata.
"Setelah berpisah dari Thian Touw, inilah yang pertama kali
aku menangis," berkata Nona Leng. "Yap Tongnia barulah
satu orang besar, satu penyinta negara sejati!"
Sin Cu menghela napas, ia tak dapat membilang suatu apa.
Ia ada sangat menyesal dan terharu.
"Mari kita cari Pit Kheng Thian!" In Hong berseru kemudian.
1025 "Aku memang sangat membenci dia, ingin aku menikam
padanya, tapi paman Yap telah memesannya..." menyahut
Nona Ie. "Tapi adik Cu, aku ingin kau membantui aku..."
Sin Cu heran. "Apakah itu?"
"Aku bukan hendak membunuh dia, aku hanya hendak
merampas kekuasaannya!"
Nona Ie berpikir dengan cepat. "Untuk diserahkan pada
Seng Lim?" ia menanya.
In Hong tertawa.
"Benar! Mustahilkah kau tidak memikirkan dia!"
Ketika itu terlihat pasukan pengejar mendatangi.
In Hong menarik Sin Cu untuk menaiki kuda putih, sambil
tertawa ia pun berkata: "Pada saat ini pasukan wanitaku
sudah berada di Unciu di mana mereka menyiapkan rangsum,
maka itu marilah malam ini kita merampas tanda
kekuasaannya Pit Kheng Thian! Kita mainkan itu sandiwara Sin
Leng Kun menolongi negara Tio!"
Sampai di situ, Sin Cu tidak bersangsi lagi. Dengan
perginya Cong Liu, tentara tangsi kiri, yang tetap tidak mau
dilucutkan senjatanya, tidak melawan lebih jauh. Atas sikap
mereka itu, Pit Kheng Thian tidak terus mengambil
tindakannya yang bengis. Ia pun puas karena maksudnya
merampas kekuasaan sudah kesampaian. Ia melainkan
menyesal tidak bisa mendapatkan pasukannya In Hong.
1026 Karena ia tahu, Sin Cu tentu turut In Hong, ia kehilangan
kegembiraannya, sebab ia sebenarnya mengharapi nona yang
gagah itu. Malam itu Kheng Thian mengadakan pesta besar, untuk
merayakan kemenangannya itu. Ketika ia kembali ke
markasnya, ia sudah rada-rada sinting. Justeru ia hendak
beristirahat, satu serdadu pengawalnya melaporkan "Nona Ie
datang untuk mohon menghadap Toaliongtauw." Ia heran
hingga ia melengak.
"Dia datang untuk menghadap aku?" ia menegaskan. Tapi
ia tidak berlaku ayal. Ia memberikan perintahnya: "Suruh dia
menghadap dengan meloloskan dulu pedangnya!"
Serdadu pengawal itu berkata dengan perlahan: "Nona Ie
datang dengan sikapnya yang damai, ia pun tidak membawa
pedang, maka itu juga hamba berani datang melaporkannya."
Mendengar itu, Kheng Thian tertawa.
"Kiranya dia tahu aturan!" katanya.
"Baiklah, kau suruh dia masuk!"
Selagi pengawalnya itu mengundurkan diri, Kheng Thian
berpikir. Ia menghendaki Sin Cu tetapi berbareng ia merasa
jeri. Ia menduga-duga, "Yap Cong Liu sudah pergi,
mungkinkah dia telah berubah pikirannya?" Kemudian ia
menetapkan hatinya. Dengan si nona tidak membekal senjata,
ia percaya bila perlu ia dapat melayaninya.
Sebentar kemudian nampak Sin Cu bertindak masuk
dengan perlahan dan sabar, cuma ketika ia mengasi dengar
suaranya, suara itu mirip ejekan. Ia kata: "Perempuan yang
rendah Ie Sin Cu menghadap Toaliong-tauwl"
1027 Kheng Thian tertawa. Ia berkata: "Syukur tadi aku tidak
sampai kena ditikam olehmu! Bagaimana sebenarnya"
Aku menyangkanya kau turut Yap Cong Liu pergi!"
Ketika ia menyahuti, Sin Cu berkata sambil tertawa: "Yap
Tongnia rela mengalah padamu, kau tentunya puas, bukan?"
Kheng Thian mengerutkan kening.
"Agaknya kau tidak puas terhadapku. Benarkah?" tanyanya.
"Peristiwa telah terjadi, perlu apa kau memperdulikan
orang puas tidak?" menyahuti si nona. "Bukankah kedudukan
Toaliongtauw kau ini sudah pasti sekarang" Hm! Kalau
bukannya Yap Tongnia lapang hati dan ia berulang kali
menasihati aku, dia melarang kami saling bunuh, sungguh aku
penasaran, ingin aku menikam tembus dadamu!"
Kheng Thian tertawa berkakak.
"Benar!" katanya gembira. "Sekarang segala apa sudah
pasti! Siapa mengenal sala-tan, dialah seorang gagah, dan
kaulah wanita yang gagah, tak usah aku menyebutnya lagi.
Sekarang kau datang ke mari, apakah kehendakmu?"
"Kau sendiri, apakah kau hendak perbuat?"
Dengan bangga Kheng Thian menjawab: "Aku akan maju
ke Utara! Aku akan memerintah dunia, merampas negara! Sin
Cu, kau berdiam di sini, kau membangun pasukan wanita, aku
akan tidak ingat lagi perselisihan kita!"
Sin Cu masih tertawa dingin ketika ia memberikan
jawabannya: "Taruh kata di lain hari kau naik atas singgasana
kerajaan, aku kuatir belum tentu aku dapat menghamba
1028 kepadamu! Tapi..." ia meneruskan, suaranya tenang, "jikalau
benar kau hendak mendapatkan dunia ini, suka aku
menghaturkan kau suatu barang supaya tercapailah citacitamu!"
"Apakah itu?"
Kheng Thian ketarik hatinya.
"Itulah petanya Pheng Hweeshio." sahut si nona. "yang kau
telah dapati itu adalah peta untuk wilayah Kanglam saja, dan
yang aku bawa ini ialah yang lengkap."
Inilah Kheng Thian tidak sangka. Ia memang sangat
menginginkan peta itu. Ia telah mengharap-harap itu entah
buat beberapa banyak bulan dan tahun. Sekarang Sin Cu
hendak menghadiahkannya kepadanya. Hampir-hampir ia
tidak percaya kupingnya sendiri.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sin Cu berkata pula dengan dingin: "Kalau bukan Yap
Tongnia dipaksa angkat kaki olehmu, hingga tanpa kau
tentara rakyat ini bakal kehilangan pemimpinnya, tidak nanti
peta ini jatuh dalam tanganmu!"
Kheng Thian percaya ia kenal baik tabiatnya Nona Ie. Ia
tidak percaya si nona hendak mengambil hatinya. Tapi nona
itu bersikap demikian macam, suka damai tetapi ia pun ditegur
dan disindir berulang-ulang, ia mau percaya orang benarbenar
hendak menyerahkan peta bumi kepadanya.
Tengah pemimpin ini menanti tindakan lebih jauh dari si
nona, di atas tenda terdengar suara sangat perlahan. Kecuali
oleh Kheng Thian dan Sin Cu, suara itu tidak nanti dapat
didengar. Kheng Thian lantas saja mengangkat kepadanya,
berdongak. Sin Cu sebaliknya dengan sabar mengeluarkan
peta, untuk dibeber dengan perlahan-perlahan.
1029 "Peta ini harus diperhatikan secara saksama," berkata si
nona, suaranya dingin. "Mari kau lihat! Aku tidak sabaran
untuk berdiam lama-lama di sini!"
"Tak usah aku kuatir," pikir Kheng Thian selagi otaknya
rada sinting. Ia tahu di luar tangsi ada Pit Goan Kiong serta
banyak pahlawannya yang gagah, sedang tentara-nya berlapis
tiga. Maka itu ia bertindak menghampirkan.
Selagi Sin Cu membeber lepitan terakhir dari peta itu, di
situ terlihat pisau belati yang tajam mengkilap menyilaukan
mata. Nyata nona ini mau memerankan lelakonnya Kheng Ko di
jaman dulu, selagi Kheng Ko hendak membunuh raja Cin. Peta
itu ialah palsu. Ia menggunai itu sebagai alasan untuk dapat
mendekati Toaliongtauw itu.
Sebat luar biasa, pisau belati itu telah mengancam
tenggorokannya Kheng Thian. Tapi juga Toaliongtauw itu
sangat gesit. Dengan berani ia bergerak untuk menggigit
tangan si nona. Sin Cu menarik pulang tangannya, terus ia
menikam, tapi sementara itu, tangannya Kheng Thian sudah
menyambar, maka tangan si nona kena digempur dan pisau
belatinya terlepas, jatuh di tanah.
Kepandaianmu macam begini tak dapat dipakai
terhadapku!" kata Kheng Thian dingin.
Belum berhenti suaranya Toaliongtauw ini, tenda di atasan
kepalanya terdengar memberebet dan berlobang besar, dan
belum sempat dia mengangkat kepalanya untuk melihat,
ujung pedang sudah mengancam punggungnya. Cepat luar
biasa Leng In Hong, yang sudah menanti di atas tenda,
1030 berlompat turun. Ia pun menggunai pedang mustika
Cengbeng kiam kepunyaan Sin Cu.
*** Di bawah ancaman In Hong itu, Kheng Thian nampaknya
putus asa. "Kau mau apa?" ia menanya.
"Serahkan penghu !" menitah In Hong. Nona ini
menghendak tanda kekuasaan atas tentara, yaitu penghu
yang berupa kimpay.
"Baik!" jawab Kheng Thian. "Penghu itu ada di sakuku,
nanti aku keluarkan!"
Kata-kata ini disusul sama diangkatnya tangannya, untuk
dikasi masuk ke dalam saku, tetapi gesit luar biasa, sikutnya
bekerja, membentur pedang, disusul sama gerakan tipu silat
"Membuka jubah meloloskan baju lapis."
Inilah In Hong tidak menyangka, pedangnya terlepas dari
tangannya jatuh ke tanah. Setelah itu, Kheng Thian hendak
berteriak memanggil orang. Ia sebat tetapi Sin Cu tak kalah
sehatnya, selagi dia menyerang In Hong, guna menjatuhkan
pedang, nona Ie pun menyerang padanya, menotok jalan
darahnya tanpa dia dapat mengelakkannya lagi. Maka
berdiamlah dia, habis tenaganya.
"Dia sangat licin!" kata In Hong tertawa dingin, sedang
sebelah tangannya melayang ke kuping orang.
Matanya Kheng Thian mendelik, hatinya sangat panas,
tetapi ia tidak dapat membuka mulutnya.
1031 In Hong terus bekerja, menggeledah saku orang. Di situ
tidak ada penghu yang dicari. Ia kata: "Adik Cu, penghu tidak
ada, tentu ada di mejanya, tunggu dia, pergi kau cari di sana!"
Sin Cu lantas bekerja. Ia memeriksa meja. Penghu itu tidak
ada. Ia menjadi bingung. Justeru itu di luar terdengar suara
berisik disusul sama ini kata-kata: "Pit Kheng Thian, kau
sangat bertingkah! Kenapa kau berani tidak menemui aku"
Nona Ie, akulah yang datang, lekas kau keluar!"
Itulah suaranya Tiat Keng Sim. Sin Cu tercengang.
Sungguh tidak disangka-sangka, Keng Sim muncul di tengah
malam seperti itu.
"Lekas cari!" In Hong menyadarkan kawannya. "Lekas!"
Sin Cu sadar, bahkan ia terus berpikir. Ia ingat, walaupun
romannya kasar, Kheng Thian sebenarnya terliti. Penghu tidak
ada di tubuhnya, sedang baju luarnya telah diloloskannya.
Segera ia merabah ke bawah bantal, yang menindih baju
luarnya itu. Di situ ia kena bentur kimpay1.
"Sudah dapat!" berseru si nona kegirangan.
Kembali di luar terdengar bentakannya Keng Sim: "Pit
Kheng Thian, kalau kau tetap tidak hendak memerdekakan
Nona Ie, aku akan menerjang masuk!"
Hampir itu waktu terdengar dua orang jatuh roboh, tetapi
di lain pihak, tenda terpentang dan pemimpin barisan
pengawalnya Kheng Thian muncul!
Sebenarnya aturan ketentaraan Kheng Thian sangat keras,
tanpa ijinnya, siapa juga tidak dapat lancang memasuki
tendanya, tetapi pemimpin ini adalah lain. Ia bernama Kouw
Beng Ciang. Ia satu penjahat di Shoatang, yang sama
1032 terkenalnya dengan Kheng Thian, dan Kheng Thian percaya
betul. Ia pun cerdik, maka ia heran, Keng Sim berteriak-teriak
tapi Kheng Thian diam saja, tidak ada jawabannya. Karena
curiga, ia jadi berani melanggar aturan. Tapi ia pun memakai
alasan. Katanya: "Tiat Keng Sim mohon mengadap, harap
toaliong tau w..." Ia baru berkata begitu atau ia kaget, sebab
ia melihat Kheng Thian diam saja dan In Hong tengah
mengawasi padanya. Tengah ia terheran-heran, Nona Leng
menyerang padanya. Ia terkejut, tetapi ia berkelit. Ia memang
liehay. Segera ia membalas menyerang, sekalipun ia
bertangan kosong. Ke kiri ia menyerang In Hong, ke kanan
kepada Sin Cu. Kedua nona itu tidak mempunyai keinginan untuk
bertempur di dalam tenda itu. In Hong berkelit untuk segera
menyontek tenda, untuk mengangkat kaki, sedang Sin Cu
menyebar seraup bunga emasnya, untuk membuka jalan
sambil merintangi musuh. Selekasnya musuh pada menyingkir
atau menjaga diri, kedua nona lari keluar. Hanya setibanya di
luar, mereka mendapatkan Keng Sim lagi dikurung beberapa
pahlawannya Kheng Thian, karena mana, pemuda itu
berkelahi mati-matian.
Menampak demikian, mencelos hatinya Nona Ie. Ia kata di
dalam hatinya, "Aku menyangka ia hidup bersenang-senang di
Bhok Kokkonghu, kiranya dia tetap masih memikirkanku..."
Karena ini, tak dapat ia ingat kemuakannya pemuda itu,
terpaksa ia maju untuk mencoba memecahkan kurungan.
Bukankah pemuda itu menempuh bahaya untuk menolongi
mereka" Melihat Sin Cu, sembari berkelahi Keng Sim berseru: "Nona
Ie, aku datang! Mari kita berlalu dari ini tempat tidak keruan!
Jangan kita perdulikan lagi Pit Kheng Thian!..."
1033 Sedangkan ia berseru, Keng Sim alpa, maka toya lawannya
mengenai pundaknya. Ketika itu Kouw Beng Ciang pun
berlompat keluar sambil berseru: " Toaliong tauw telah
dibokong tiga orang ini, jangan kasi mereka lolos!" Dengan
cambuknya, ia terus menyabet punggung Sin Cu.
Sin Cu tahu orang liehay, ia memutar diri untuk membuat
perlawanan. Benar-benar Beng Ciang liehay. Ia hanya
menggunai siasat. Belum lagi Nona Ie melayani ia, ujung
cambuknya sudah menyambar lebih jauh, kepada Keng Sim,
justeru anak muda itu lompat guna membantui Nona Ie. Maka
terlibatlah ia, dan begitu cambuk digentak, ia roboh terguling,
atas mana beberapa orang lompat menubruk, membekuk
padanya. Sin Cu kaget berbareng guear, maka ia menyerang. Ia tidak
perdulikan musuh liehay, tidak jeri ia untuk cambuk lawan itu.
Di pihak lain, Beng Ciang memang hendak merintangi nona
ini, ia melayani dengan sungguh-sungguh, ia mencoba
menutup jalan mundur orang.
"Adik Cu, kau bikin apa?" In Hong menegur. "Kenapa kau
tidak menyingkir?"
Sin Cu terkejut. Ia ingat bahwa, ia datang untuk penghu.
Tapi, dapatkah ia meninggalkan Keng Sim"
In Hong melihat orang ragu-ragu, ia maju menyerang.
Dengan lantas ia membabat kutung goloknya seorang
pahlawan, akan di lain pihak, memapas kutung ujung
cambuknya Beng Ciang. Sebab pedangnya ialah Cengbeng
kiam dari Sin Cu.
Ilmu pedang In Hong kalah daripada Sin Cu tetapi ia cerdik
dan banyak tipu-tipunya, dari itu ia liehay sekali, sedang
pedangnya pun pedang mustika. Begitu, kecuali Beng Ciang,
1034 tiga pahlawan itu kena ia lantas lukakan, hingga mereka roboh
terguling untuk tak dapat merayap bangun pula. Dalam tempo
yang pendek, kedua nona ini dapat meloloskan diri, ketika Sin
Cu menoleh ke belakang, kembali hatinya mencelos. Ia
melihat Keng Sim tengah digiring masuk ke dalam tendanya
Kheng Thian... Sekeluarnya dari kalangan tentara musuh, kedua nona
kabur dengan Ciauwya Saycu ma, maka di dalam tempo yang
pendek sekali, mereka sudah berada jauh lima puluh lie.
In Hong menghela napas lega tapi ketika ia menoleh pada
Sin Cu, ia menjadi heran, Nona Ie itu berlinang air mata.
"Eh, adik Cu, kau kenapa?" ia tanya.
"Tidak," menyahut orang yang ditanya.
"Siapa pemuda tadi?" In Hong menanya pula.
"Tiat Keng Sim."
"Oh, puteranya Tiat Giesu. Pernah aku mendengar
namanya, ia benar tampan!"
Mukanya Sin Cu merah, dd dalam hatinya tapi ia berkata
"Sayang Keng Sim kosong seperti kantung kulit besar, dia
mana dapat melawan keponakannya paman Yap"..."
In Hong heran melihat orang diam saja.
"Adikku, kau memikirkan sesuatu?" ia menanya pula.
Sin Cu tidak menjawab, hanya ia mengeluarkan penghu
seraya berkata: "Encie, pergi kau memegat rangsum, terus
1035 kau antar kepada Yap Seng Lim di Tunkee! Aku tidak jadi
pergi ke sana!"
"Apakah kau tidak pergi menemui Seng Lim?"
"Dengan adanya penghu ini, ponggawa yang membawa
rangsum tidak nanti membantah kau," kata pula Nona Ie.
"Kau naiki Ciauwya Saycu ma, kau, memegat di Unciu, lalu
terus kau pergi ke Tunkee. Umpma kata Kheng Thian
menyusul, ia bakal terlambat. Aku tidak dapat membantu kau
pula!" In Hong heran tetapi ia dapat menduga.
"Kau hendak kembali untuk menolongi Tiat Keng Sim itu?"
ia menanya. "Benar. Dia datang untukku, mana dapat aku membiarkan
dia terjatuh di dalam tangan Kheng Thian" Aku ada
mempunyai daya untuk menolongi dia, dari itu encie jangan
kuatirkan aku."
Sudah selayaknya saja Sin Cu menolongi Keng Sim, hanya
air matanya, dan matanya, yang mengandung sinar
kekuatiran, membikin In Hong heran. Nona ini berpikir: "Aku
menduga ia dan Seng Lim ada satu pasangan yang setimpal,
adakah dugaanku keliru" Mungkinkah orang yang ia cintai
bukan Seng Lim hanya Keng Sim?"
Ia anggap sayang kalau Sin Cu melepaskan Seng Lim.
"Seng Lim mencil sendirian, ia berada dalam kedudukan
sulit. Apakah kau tidak kuatirkan dia, adikku?" ia menanya,
untuk mencoba hatinya nona itu.
1036 "Dalam keadaan seperti ini, tidak dapat aku memecah diri,"
menjawab Sin Cu. "Kita terpaksa mesti berpencaran. Encie,
kau pergi ke Tunkee, aku balik ke tangsi Kheng Thian. Seng
Lim dibantu encie, hatiku lega."
Habis berkata begitu, merah matanya nona ini. Dengan
lantas ia lompat turun dari kudanya, untuk lari balik.
Di dalam keadaan biasa, pasti In Hong akan menyusul
Nona Ie, tetapi sekarang, ia tidak bisa berbuat lain. Bukankah
ia perlu menolongi Seng Lim"
Di dalam markasnya, Kheng Thian tengah berkuatir. Ia
telah mahir tenaga dalamnya, setelah lewat satu malam, ia
bisa membebaskan sendiri tiga jalan darahnya, karena itu, ia
sudah bisa bicara, bisa menggeraki kaki tangannya. Tinggal
empat lagi jalan darahnya, yaitu soankie, tionghu, thiankwat
dan teekhong, yang belum bebas. Untuk ini, yang
membebaskan mesti ahli. Sebab Sin Cu menotok menurut
ajaran Hian Kong Yauwkoat. Kheng Thian menjadi kecil hati, ia
tahu ia bakal bercacad. Percuma ia menjadi raja apabila
tubuhnya tidak sampurna. Mengingat begitu, hatinya
mencelos. Semua orang bingung mendapatkan Toaliongtauw mereka
lain daripada biasanya. Mereka datang untuk menanyakan
keselamatannya pemimpin itu, di luar dugaan, si pemimpin
agaknya menjadi berangasan.
Pit Goan Kiong dan Kouw Beng Ciang tahu pemimpin itu
mendongkol karena dia telah dipermainkan kedua nona
terutama Sin Cu, dalam hal itu, mereka tidak berani
menanyakan, mereka kuatir Kheng Thian malu dan gusar.
Maka itu, mereka berkumpul saja sambil merundingkan soal
peperangan. 1037 Setelah terselang sekian lama, Beng Ciang menjadi curiga,
tapi ketika ia hendak mengutarakan dugaannya, satu serdadu
datang melaporkan: "Nona Ie datang pula..."
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng Ciang terperanjat. Ia lantas menoleh kepada
pemimpinnya, wajah siapa menjadi bermuram durja. Hanya
sebentaran, Toaliongtauw itu menjadi tenang pula, bahkan
waktu ia memberi titahnya, ia omong dengan sabar sekali:
"Suruh dia masuk..."
Sin Cu bertindak masuk dengan perlahan, ia tidak
mengambil mumat puluhan pasang mata mengawasi ia
dengan tajam. "Ha, nona Ie, sungguh besar nyalimu!" kata Kheng Thian
nyaring. "Hm!" Nona itu tertawa dingin.
"Kau hendak meminta sesuatu dari aku, aku takut apa?" ia
menjawab. Kheng Thian tertawa terbahak.
"Aku kuatir kaulah yang hendak meminta sesuatu dari aku!"
ia membaliki. "Baiklah, mar i kita bicara dengan mementang jendela!"
berkata si nona. Ia tak mau membuang tempo. "Mari kita jual
beli dengan cara pantas!"
"Kau bicaralah!"
"Mana Keng Sim?"
"Ah, kiranya kau datang untuk bocah itu!"
1038 Kheng Thian ketahui maksud kedatangan si nona, akan
tetapi mendengar nona itu menyebut nama si anak muda,
timbul iri hatinya, ia bercemburuan seorang diri.
"Memang, aku datang untuk Keng Sim!" kata si nona terus
terang. "Tapi aku datang untuk Toaliongtauw juga!"
"Bagaimana itu?"
"Cuma Tiat Keng Sim yang dapat membebaskan kau dari
totokanku, untuk memulihkan kesehatanmu. Jikalau kau tidak
merdekakan dia, maka kau bersedialah untuk nanti menjadi
raja yang bercacad anggauta tubuhnya!"
Mendengar itu, semua punggawa baru tahu hal yang
sebenarnya. Maka Kheng Thian pun menjadi merah.
"Baik, pergi merdekakan Keng Sim!" kata Toaliongtauw itu.
"Tunggu dulu. Kau biarkan aku bertemu dulu dengannya!"
Kheng Thian memberi ijinnya. Ia dapat menduga, Sin Cu
mau mengajari Keng Sim ilmu membebaskan totokan. Sin Cu
tentu malu untuk menyentuh tubuhnya, beda daripada waktu
dia menotoknya. Hal ini membuat hatinya panas tetapi ia tak
bisa bilang suatu apa. Pit Goan Kiong diperintah mengantari si
nona. Keng Sim ditahan di belakang tenda, di dalam sebuah
rumah kayu. Tiba di muka kamar tahanan itu, Goan Kiong
menggoda Sin Cu. Ia tertawa.
"Nona, mengapa kau menentang Toaliongtauw kami?"
1039 "Dan kau, kenapa kau turut-turutan Toaliongtauw
memusuhkan Yap Toako ?" si nona membaliki.
Goan Kiong jengah, hingga tak dapat ia tertawa pula.
"Baik, nona, aku takut padamu..." katanya, kembali
mengejek. "Ini kunci untuk membukai borgolan Keng Sim, kau
masuklah sendiri!"
Di dalam kamar tahanannya itu, Keng Sim mendongkol
bukan main, ketika ia dapat dengar orang bicara, lantas ia
pentang mulutnya: "Pit Kheng Thian, kau makhluk apa" Aku
Tiat Keng Sim, aku laki-laki sejati, mana aku kesudian takluk
padamu" Kau pergilah!"
"Keng Sim, inilah aku..." kata Sin Cu seraya bertindak
masuk. Keng Sim heran. Sekian lama, belum pernah ia mendengar
suara si nona demikian halus. Ia angkat kepalanya, ia
mengawasi si nona sambil bersenyum.
Sin Cu lantas membukai borgolan orang.
Keng Sim menghela napas.
"Apakah aku bukan lagi bermimpi?" katanya perlahan.
"Kenapa Kheng Thian mengijinkan kau datang ke mari?" Lalu
ia kaget tiba-tiba, maka cepat ia menanya pula: "Adakah kau
takluk kepada Kheng Thian?"
Sin Cu memandang tajam.
"Apakah kau lihat aku wanita demikian hina?" ia balik
menanya. "Cis"
1040 "Habis, bagaima- na kau dapat datang ke mari?" tanya si
anak muda. Ia girang mendapat itu jawaban, tidak perduli itu
ada satu teguran. Ia senang akan mendapatkan Kheng Thian
tidak dapat dibandingkan dengannya.
"Aku datang ke mari untuk kau menolongi Kheng Thian."
Anak muda itu heran.
"Menolongi Kheng Thian?" tegaskannya.
"Benar, supaya kau menolongi dia!"
Nona ini lantas memberitahukan yang Kheng Thian telah
kena ia totok, maka Keng Sim mesti membebaskannya,
dengan jalan tukar dengan kemerdekaannya. Ia kata ia nanti
ajari ilmu totok pembebasan itu.
Mendengar itu, lega hati Keng Sim, hingga ia menjadi
girang sekali. "Memang juga, aku datang ke mari untukmu, supaya kau
bisa menyingkir dari ini tempat buruk. Secara begini,
kesampaianlah maksud hatiku!"
"Sebenarnya, kenapa kau datang ke mari?" si nona
menanya. "Kau tidak tahu bagaimana aku sangat memikirkan kau,"
menyahut si anak muda. "Aku minta perkenan dari Bhok
Kongya untuk pergi dari Kunbeng, lantas langsung aku
menuju ke mari."
"Kau dititahkan untuk apa?"
1041 "Aku ditugaskan pergi ke kota raja, guna menyampaikan
laporan Bhok Kokkong dalam urusan di Tali."
Keng Sim mengatakan demikian tanpa ia ketahui maksud
hati dari Bhok Kongya. Sebetulnya utusan sudah di kirim, tapi
sengaja Keng Sim di kirim pula. Itulah guna puterinya, yang ia
tahu menyukai pemuda itu dan ia pun setujui si pemuda. Keng
Sim pintar dan gagah tetapi belum punya kedudukan, maka
itu di dalam laporannya, ia pujikan pemuda itu pada raja
dengan pengharapan raja nanti memberikan pangkat
padanya. Keng Sim ketahui samar-samar maksudnya Bhok
Kokkong, tentang itu tidak berani dia menjelaskan pada Sin
Cu. "Dan mana guruku?" si nona tanya pula kemudian.
"Thio Tayhiap suami isteri juga telah pergi ke kota raja.
Mereka mengantar puteri Iran. Ia berangkat lebih dulu
sepuluh hari, maka mungkin sekarang mereka sudah tiba di
sana." "Apakah kau sudah ketahui bagaimana Pit Kheng Thian
mendesak Yap Cong Liu?"
"Itulah sebabnya kenapa aku datang mencari kau. Sedari
siang-siang aku sudah melihatnya Kheng Thian makhluk
busuk. Yap Cong Liu benar pandai berperang tetapi dia tetap
asal kuli tambang yang tolol, mana dia dapat melawan Kheng
Thian yang licin" Pantas kalau dia kena didesak! Sayang kau
bercam-puran dengan dia itu, hingga aku jadi berkuatir, maka
aku datang ke mari untuk mengadu jiwa. Biar bagaimana, aku
ingin kau menyingkir dari tempat ini!"
"Benarkah itu?" tanya si nona, tawar.
"Ah, mengapa kau masih belum ketahui hatiku?"
1042 "Mendengar suara kau, rupanya di kolong langit ini kaulah
satu-satunya satu enghiong!" kata Sin Cu dingin. "Aku ada
seorang wanita biasa, mana aku mengarti apa yang kau pikir
itu?" "Ah, segala-galanya aku lakukan untuk kau. Kau perlakukan
aku tawar masih tidak apa, kenapa kau lantas menyindir aku?"
tanya pemuda itu. "Kaulah seorang dengan tulang kumala dan
hati es, kau bercampur sama segala orang kasar, apakah itu
tidak mengotorkan dirimu" Setelah kita berlalu dari sini, kita
dapat tinggal bersama, di Hangciu atau di Kunbeng di mana
kita dapat membangun sebuah rumah indah, di mana juga
kita dapat meyakinkan kitab atau ilmu pedang, untuk
melewatkan hari-hari yang tenang dan berbahagia. Dengan
begitu, sekalipun dewa-dewi bakal mengagumi kita..."
"Aku tidak tepat untuk menjadi dewi, aku juga tidak sudi
menjadi dewi itu!" berkata Sin Cu, romannya sungguhsungguh.
"Aku hanya memikir, untuk sementara ini janganlah
kau pergi ke kota raja. Guruku sudah berangkat ke sana,
dengan begitu apakah kau masih kuatirkan raja bakal tak
ketahui urusan di Tali itu?"
Mendengar itu, Keng Sim girang sekali.
"Asal kita dapat tinggal bersama, tidak usah pergi ke kota
raja ya tidak usah!" ia berkata.
"Ah, mengapa kau masih belum mengarti jelas?" ujar si
nona. "Aku menasihati kau untuk sementara waktu jangan
pergi ke kota raja, maksudku supaya kau pergi ke Tunkee."
Keng Sim heran.
"Untuk apakah aku pergi ke Tunkee?" ia menanya.
1043 "Yap Seng Lim di sana seorang diri menghadapi sepuluh
laksa serdadu pemerintah, dia membutuhkan bantuan!"
menjelaskan Sin Cu.
Pemuda itu menjadi putus harapan.
"Yap Seng Lim, itu bocah, berharga untuk kau pikirkan
sampai begini?" katanya. "Apa itu Yap Seng Lim" Apa itu Pit
Kheng Thian" Mana dapat mereka bekerja besar hingga
mereka berharga untuk aku pergi membantunya" Terhadap
mereka itu, aku muak sekali! Sin Cu, mengapa kau jadi
semakin berubah?"
Keng Sim putus asa, ia tak tahu, Sin Cu terlebih putus asa
pula. Ia menyesali Sin Cu semakin berubah, si nona sebaliknya
menyesali dia pun tak berubah sama sekali, bahwa dia tidak
memikirkan lain orang kecuali diri sendiri. Sebenarnya Sin Cu
sudah mengambil putusan untuk melepaskan Yap Seng Lim,
supaya Seng Lim itu diserahkan kepada Leng In Hong, siapa
tahu sekarang kembali ia menghadapi sikap Keng Sim yang
hanya mementingkan diri sendiri ini. Maka tanpa merasa di
depan matanya berbayang pula Seng Lim yang demikian polos
dan jujur, bayangan yang mengalingi Keng Sim di depannya
ini. Akhirnya nona ini menghela napas dan berkata dengan
masgul: "Sesuatu orang ada cita-citanya sendiri, tidak dapat
aku memaksakan kau. Baiklah, kita tak usah bicara panjangpanjang
lagi." Sendirinya Keng Sim menggigil.
"Sin Cu, Sin Cu, kau... kau dengarlah aku!" katanya.
1044 "Tak usah," menjawab si nona, dingin. "Kalau kau ingin
berlalu dari sini, lekas kau mempelajari ilmu membebaskan
totokanku. Aku kuatir Pit Kheng Thian juga sudah tidak
sabaran menantikanmu!"
Keng Sim mengawasi itu nona, sinar matanya bentrok sama
sinar mata orang, pada sinar mata si nona ia mendapat suatu
pengaruh hingga ia tidak berani banyak omong lagi. Ia lantas
menerima pengajaran si nona. Ilmu membebaskan totokan itu
bukan sembarang ilmu tetapi Keng Sim sudah punya dasar
tenaga dalam dan ia pun berotak terang sekali, ia dapat
mempelajari itu dalam tempo yang pendek sekali.
Benar-benar Pit Kheng Thian sudah tidak sabaran, ia
melihat munculnya pemuda dan pemudi itu, ia girang sekali,
tetapi ia sengaja bersikap keren.
"Keng Sim!" katanya, nyaring. "Dengan memandang Nona
Ie, hari ini hendak aku memerdekakan kau, maka itu jikalau
kau main gila, hm! Jangan kau nanti sesalkan aku!"
Keng Sim tidak takut diancam, bahkan ia tertawa sambil
berlengak. "Kau kuatir aku nanti mempermainkanmu dengan
totokanku?" dia tanya. "Aku justeru kuatirkan kata-katamu
tidak berarti! Sebenarnya kau manusia macam apa hingga kau
ada harganya untuk aku permainkan" Apakah, kau kira aku
ada sehina kau" Baiklah, mari di depan banyak orang ini kita
omong biar jelas! Aku akan menotok bebas padamu, kau
merdekakan aku pergi, siapa yang salah janji dialah si telur
anjing!" Mendengar itu, Pit Kheng Thian menyeringai saking
jengahnya. Kouw Beng Ciang semua turut merasa tidak enak
hati yang pemimpin mereka diperlakukan demikian macam.
1045 Wajah Kheng Thian seperti mateng biru, wajah itu
bermuram durja saking murkanya, akan tetapi kendati semua
itu, ia tidak dapat berbuat suatu apa. Ia masih mengharapi
kebebasannya, agar ia tidak jadi bercacad seumur hidup...
"Bagaimana?" Keng Sim mendesak. Pemuda ini tidak sudi
melepaskan ketikanya yang baik itu.
Kheng Thian mengertak gigi.
"Baik, aku berjanji!" sahutnya nyaring.
Keng Sim gembira sekali.
"Kamu semua telah dengar!" ia berkata pada orang banyak.
"Hendak aku membebaskan totokan atas diri Toaliongtauw
kamu, kalau sebentar aku berlalu dari sini, siapa pun di
antara kamu tidak dapat merintangi aku! Benarkah begitu,
Pit Kheng Thian?"
"Benar begitu," Kheng Thian terpaksa mengangguk.
Keng Sim tertawa lebar. Ia mau percaya, biar bagaimana,
Kheng Thian tidak bakal menarik pulang kata-katanya, maka
lantas ia menotok Toaliongtauw itu.
Kheng Thian sempurna tenaga dalamnya, selagi Keng Sim
menotok, ia membantu dengan tenaga dalamnya itu, maka
tidak lama, ia merasakan napasnya jalan dengan lurus, jalan
darahnya tak tertutup pula, kecuali jalan darah teekhong, tiga
yang lain, ialah soankie, tionghu dan Thiank-wat, semua pulih
dengan lantas. Justeru itu, mendadak terdengar suara berisik
di luar tangsi, yang mana disusul dengan lari masuknya Pit
Goan Kiong dengan tergesa-gesa, romannya gelisah.
1046 "Tiauw Im Taysu datang ke mari, dia mau lantas masuk,
dengan membabi buta dia main mendamprat dan menghajar
orang!" ia melaporkan.
Kheng Thian terkejut, ia mengerutkan alisnya.
"Beng Ciang, pergi kau menahan dia serintasan!" titahnya.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baru pahlawan itu pergi, mendadak Keng Sim menghajar
Kheng Thian hingga dia ini, menyusuli jeritannya, roboh.
Semua orangnya Kheng Thian kaget, lantas mereka semua
maju. Keng Sim, sebaliknya, tertawa terbahak-bahak.
"Selesai sudah!" berkata dia. "Sekarang kau sudah bebas
betul-betul, Keng Thian! Apakah kau tidak sudi memegang
janjimu?" Kheng Thian berdiam sejenak, lantas dia mengasi dengar
suaranya: "Biarkan mereka pergi! Goan Kiong, Ciang Cin,
kamu semua keluar membantui Beng Ciang merintangi si
hweeshio edan!"
"Mana dapat kamu merintangi paman kakek guruku?"
berkata Sin Cu, yang tidak lantas mengangkat kaki. "Nanti aku
berbuat baik terhadap kamu, untuk membujuki dia pergi!"
Tanpa menanti jawaban, dengan tertawa manis, nona ini
bertindak keluar. Keng Sim sudah lantas membuka tindakan
lebar, untuk mengintil di belakang orang.
Setibanya mereka di luar tenda, terlihat Tiauw Im
Hweeshio, yang bersenjata tongkatnya, tengah mengamuk
dengan senjatanya itu, ia menghajar roboh sejumlah
1047 pahlawan yang maju mengepungnya. Di situ pun dua ekor
kuda putih, satu di antaranya ialah Ciauwya Saycu ma.
Beng Ciang bersama Ciang Cin lantas maju. Ciang Cin itu
pemimpin pasukan pengawal pribadi dari Pit Kheng Thian. Dia
menggunakan sepasang kampak besar, suatu tanda dari
tangannya yang besar juga. Begitu datang dekat, dia lantas
menyerang. Di pihak sana, Tiauw Im adalah jago ahli luar, tempo dia
mengadu kepandaian sama Kiupoanpo di gunung Thiamkhong
San, nyonya yang bertenaga raksasa itu masih tidak dapat
melawannya, maka itu dia mana memandang mata kepada
musuh ini. "Bagus!" dia berseru seraya dia menggeraki tongkatnya
menyambut kampak.
Keras sekali ketiga senjata bentrok, sampai kuping ketulian.
Sebagai kesudahan dari itu, kedua kampak mental terbang
dan Ciang Cin merasakan kedua telapakan tangannya sakit
sekali, sebab telapakan tangan itu pecah dan tubuhnya pun
terhuyung-huyung.
Beng Ciang gusar, ia maju. Tiauw Im berkelit, terus ia
membalas menyerang. Tiga kali ia menyapu. Orang she Kouw
itu terus dapat menghindarkan diri. Ia menjadi sangat
mendongkol. Maka ia lantas maju, memapaki satu cambukan,
hingga cambuk Beng Ciang melibat lengannya.
Justeru itu ia berseru, ia mengerahkan tenaganya, waktu ia
mengibas, cambuk itu putus menjadi dua potong.
"Kelihatannya kau seorang gagah, aku tidak hendak
membunuh kau!" berkata Tiauw Im selagi orang tercengang.
"Lekas kau suruh Kheng Thian keluar untuk bicara denganku!"
1048 Sampai di situ, Sin Cu maju ke depan.
"Supeecouw, kau baik!" ia menegur seraya memberi
hormat dengan liamjim, dengan merangkap kedua tangannya.
"Ha, kiranya kau semua ada di sini!" berkata paderi itu
tertawa lebar. "Bagus! Aku toh tidak salah, bukan" Yang salah
ialah Pit Kheng Thian! Eh, binatang, kenapa kau masih tidak
hendak menyuruh Pit Kheng Thian keluar menemui aku?"
Bentakan itu ditujukan kepada Kouw Beng Ciang.
"Untuk apa supeecouw hendak menemui Kheng Thian?" Sin
Cu menanya. "Sebegitu jauh aku menganggap dia satu enghiong!"
menjawab paman kakek-guru itu. "Tapi hari ini, setelah aku
kembali dari Unciu dan bertemu Nona Leng di tengah jalan,
baru aku dapat ketahui dialah seorang busuk. Hm! Kenapa dia
memaksa Yap Cong Liu mengangkat kaki" Kenapa dia
membinasakan Teng Gie Cit" Benarkah telah terjadi
demikian?"
"Semua benar!" menyahut Sin Cu.
"Bagus!" berseru Tiauw Im. "Untuk dua hal ini aku hendak
menegur kedosaannya!"
"Jikalau dia tidak mau menerima salah?" si nona menanya.
"Aku akan hajar dia mampus dengan tongkatku ini!"
Sin Cu tertawa.
1049 "Gampang untuk menghajar dia mampus!" ia berkata.
"Habis, siapa nanti mengurus tugasnya" Apakah supeecouw
yang bakal menggantikan dia menjadi Toaliongtauw?"
Paderi itu mementang lebar matanya.
"Siapa kesudian kedudukan Toaliongtauw ini?" katanya.
"Aku pun tidak sanggup!"
"Memang begitu!" kata pula si nona, tetap tertawa.
"Dengan didesaknya Yap Toako hingga dia mengangkat kaki,
hati tentara rakyat sudah tidak tenang kalau sekarang Pit
Kheng Thian dihajar mampus, apakah tidak dikuatir nanti
mereka menjadi kacau sendirinya" Tidakkah beberapa laksa
serdadu rakyat ini nanti bubar tidak keruan paran" Ketika Yap
Toako mau pergi, dia memesan wanti-wanti supaya kami
memandang kepada kepentingan umum, jangan kita saling
bunuh. Supeecouw bertemu sama Encie Leng di tengah jalan,
dalam keadaan kesusu itu, tentulah Encie Leng belum sempat
menuturkan pesan Yap Toako itu. Benarkah begitu?"
Tiauw Im melengak.
"Ya, kau benar juga," katanya sesaat kemudian.
Sin Cu tertawa, ia menyimpangi pembicaraan.
"Supeecouw, terima kasih banyak yang kau telah
membawakan kudaku ini," katanya. "Nah, marilah kita pergi!"
Melihat kesudahan itu, Beng Ciang beramai senang juga
hatinya. Tidak dinyana, hanya dengan sedikit kata-kata, Sin
Cu dapat meredahkan kemarahannya paderi itu. Di lain pihak,
memahamkan kata-kata si nona, mereka malu juga yang
mereka sudah membantu Toaliongtauw mereka yang
1050 pandangannya cupat itu, yang hanya mementingkan diri
sendiri. Tiauw Im tidak kata apa-apa lagi, ia putar kudanya untuk
berlalu. Keng Sim merampas seekor kuda, dengan itu ia
menyusul si nona dan si paderi hingga belasan lie, di situ baru
ia melihat mereka mengasi jalan kuda mereka dengan
perlahan-perlahan. Ketika ia sudah menyandak, ia dengar
suaranya si nona.
"Supeecouw, kau hendak pergi ke mana?" demikian Sin Cu.
"Entahlah!" sahut Tiauw Im.
"Yang terang tidak dapat aku berdiam di sini!"
Pedang Darah Bunga Iblis 9 Amarah Pedang Bunga Iblis Karya Gu Long Kisah Pedang Di Sungai Es 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama