Perguruan Sejati Karya Khu Lung Bagian 9
Tampaknya seperti makhluk aneh, tak heran membuat Ceng Ceng ketakutan.
Tiong Giok memberanikan diri maju kedepan sambil memberikan hormat : "Lo Cianpwee, sebenarnya engkau siapa, dan kenapa bisa berada disini ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
313 Dengan kedua matanya yang tajam, orang tua itu memandang Tiong Giok penuh perhatian.
"Ini adalah tempat persembunyianku ! Engkau sangat gegabah masuk kesini, dengan tujuan apa ?"
"Aku hanya kebetulan saja menemukan gua dilereng gunung ini, sekali-kali tidak mengetahui bahwa tempat ini adalah tempat pertapaan Lo Cianpwee !"
"Hm, kenapa engkau tidak mengatakan, kedatanganmu kesini atas petunjuk pengemis itu ?"
In Tiong Giok menjadi melengak, tapi dengan cepat ia menganggukkan kepala. "Benar !
Semua ini adalah Cu Lo Cianpwee yang memberi tahu, tapi ia tidak mengatakan tempat ini didiami orang !"
Jilid 16 ..... "Pengemis itu entah bagaimana bisa datang menemuiku tiga hari yang lalu, sejak itu kutahu akan banyak kerepotan yang harus kuhadapi, nyatanya benar saja engkau telah datang atas petunjuknya. Pengemis itu benar-benar membuatku dongkol !"
"Kedatanganku kesini tidak berniat mengganggu Lo Cianpwee, bilamana Lo Cianpwee
merasa terganggu, sekarang juga aku keluar !" kata In Tiong Giok.
"Hm, sekeluarnya engkau dari sini, tentu akan menceritakan kepada orang lain, mereka pasti datang dan membuatku pusing bukan ?"
"Aku bersumpah tidak akan mengatakan hal ini kepada siapapun !"
"Aku sudah bosan mendengar sumpah-sumpah itu ! Semuanya tidak ada yang manjur !"
"Habis dengan cara apa Lo Cianpwee baru percaya ?"
"Hm, didunia ini penuh dengan manusia-manusia rendah yang berhati keji, pokoknya aku tak bisa mempercayai lagi apapun yang dinamai orang !"
"Aku sudah datang dan melihat Lo Cianpwee, habis harus bagaimana ?" tanyanya.
"Hm kau kira dengan ilmu Hiat cie lengmu tadi itu, tak bisa aku membunuhmu ?" kata si orang tua dengan mendelik. "Usiamu masih muda tapi begitu sombong bilamana tidak dihajar mungkin tidak tahu kalau diluar dunia masih ada dunia." Sehabis berkata, lengannya menepak baju, tubuhnya segera merapung ke atas, tapi dengan cepat pula ia jatuh ke ranjangnya sambil merintih, wajahnya menjadi pucat keringatnya mengucur dengan deras tampaknya dia kesakitan sekali.
Tiong Giok segera mendekati, "Lo Cianpwee engkau kenapa ?" tanyanya.
"Habis, Selama empat puluh tahun aku melatih diri, tapi tak membawa hasil barang sedikitpun ! bangsat itu benar-benar jahat, aku dibuatnya tidak berdaya".aku tak bisa mengatakan apa-apa lagi, bunuhlah aku !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
314 Sebelum Tiong Giok membuka mulut, dari luar kamar terdengar suara Ceng Ceng : "Siau cu jin, adakah engkau melihat makhluk gaib itu " Perlukah bantuanku ?"
"Engkau membawa teman juga " Suruh mereka masuk ! Aku lebih senang mati dari pada memberikan ilmu Liap hun sim hoat (ilmu hipnotis).
"Lo Cianpwee jangan salah mengerti, kedatanganku kesini sekali-kali tidak menginginkan apa yang kau sebut Liap hun sim hoat itu !"
"Jangan berdusta ! Tiga hari yang lalu pengemis itu menggedeng terus padaku, dan kutolak mentah-mentah permintaannya, kini dengan cara halus engkau mau ngelecehin aku, jangan harap !"
"Lo Cianpwee jangan kuatir, aku tak berbiat membohongimu, kedatanganku kemari bukan menghendaki sesuatu darimu !" kata In Tiong Giok. "Sebenarnya sekarangpun aku bisa berlalu dari sini, tapi kulihat Lo Cianpwee sedang menderita sekali, selayaknya sesama manusia tolong menolong bukan " Jika Lo Cianpwee percaya, bolehkah kubebeaskan dirimu dari penderitaan ini ?"
"Engkau siapa " Dan apa hubunganmu dengan pengemis itu ?"
"Cu Lo Cianpwee itu adalah sahabat baikku," kata In Tiong Giok seraya memperkenalkan diri dan menerangkan pula kedudukannya sebagai Ciang bun jin dari Thian liong bun.
"Muda-muda sudah jadi Ciang bun jin " Bagaimana dengan Pek King Hong ?"
"Beliau telah meninggal dunia !"
"Ya lebih enak meninggal dunia tidak memusingkan lagi soal dunia yang kotor ini !"
"Ya memang demikian ! Tapi alangkah baiknya dalam hidup ini kita bisa membereskan diri dari dunia yang kotor bukan " Dengan begitu kita mendapat kestabilan hidup yang abadi, dan lebih menang dari pada mati dengan begitu saja !"
"Engkau masih muda tapi berpandangan sangat dalam," kata orang tua itu. "apa yang engkau katakana memang benar, tidak sepertiku ini biarpun menyendiri selama empat puluh tahun di dalam gua yang sunyi, tidak memeproleh kestabilan hidup itu, semua ini dikarenakan terkena tenaga jahat manusia iblis yang berhati binatang. Jalan darahku ini terkena totokan berat darinya, aku berusaha membebaskan diri dari siksaan ini selama empat puluh tahun, nyatanya sia-sia saja !"
"Siapakah yang mencelakakan Lo Cianpwee ?"
"Soal yang telah lama tak usah kau tanyakan ! Semua penderitaan yang kualami ini berdasarkan diri ketamakan diri, maka itu aku tak menyesal menderita seperti ini !"
"Dapatkah kutahu nama Lo Cianpwee ?"
"Biar kusebutkan engkau tak bakal tahu soal diriku !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
315 "Sekedar ingin tahu toh boleh bukan ?"
"Pernah engkau mendengar Tiga pendekar daari Perguruan Sejati atau Kong bun sam kiat ?"
"Tidak !"
"Akupun menganggap engkau tak bakalan tahu," kata orang tua itu, "sewaktu kami
mengembara di dunia Kang Ouw mungkin engkau belum lahir di dunia ! Kejadian ini sudah empat puluh tahun, Kong bun sam kiat sudah dilupakan orang?"."
"Kalau begitu Lo Cianpwee pastilah salah seorang dari Kong bun sam kiat bukan ?"
Orang tua itu tidak menjawab, ia hanya tersenyum : "yang dinamai tiga pendekar dari perguruan sejati terdiri dari seorang Hwesio, seorang Nikouw dan seorang Tojin. Kesemuanya bukan dari Tionggoan, Hwesio itu adalah Kouwcu dari Tibet bergelar It Piau Taysu, Tojin itu bernama Fut In Ciu dari Lamhay, dan bergelar Lie hwee Cinjin, sedangkan Nikouw itu dari Thian san bergelar Houw gee Suthay. Ketiga dari mereka ini jarang berhubungan satu sama lain, karena tempat tinggal mereka sangat jauh-jauh."
"Entah bagaimana pada suatu hari ketiga-tiganya bisa bertemu diperjalanan. Kesempatan berkumpul ini tidak dilewatkan begitu saja, dipergunakan berdiskusi soal ilmu silat, masing-masing mengagumi satu sama lain, dan saling hormat menghormati. Disamping itu kamipun bersama-sama mengunjungi berbagai tempat yang kenamaan di Tiong Goan. Sewaktu kami sampai di telaga See Ouw mendapat dengar dari orang-orang Kang Ouw juga ada dua bilah pedang mustika, satu bernama Hong hiat berkhasiat mencegah segala kejahatan, dan satu lagi bernama Lie hwee berkhasiat mencegah api. Menurut cerita pedang itu jelmaan dari binatang air dan api, bukan saja sangat tajam juga bisa mencegah banjir maupun kebakaran. Tak kira pedang yang maha hebat itu mendatangkan bencana bagi Kong bun sam kiat".." Orang tua itu diam saja tidak meneruskan lagi ceritanya.
"Kenapa bisa mendatangkan bencana ?"
"Ah jangan ngomong saja, bisakah engkau mengambilkan aku sedikit makanan ?"
"Oh bisa saja, nantikanlah sebentar, aku bisa menyuruh Ceng Ceng mengambil keluar"."
"Tak usah keluar !" kata orang tua itu, ambil saja salju dan tanah itu, aduk-aduk biar halus sudah cukup ! Selama empat puluh tahun aku sudah biasa makan dengan begini. Engkau jangan menganggap kotor, itu adalah akar dari pohon-pohonan yang mengandung khasiat menguatkan tubuh, sekali kumakan cukup untuk sepuluh hari !"
Tiong Giok menurut permintaan orang tua itu. "Kenapa Lo Cianpwee tidak mau
meninggalkan gua ini ?"
"Aku menderita luka hebat, jika tidak tinggal diranjang es ini siang-siang jiwaku sudah melayang !"
Tiong Giok menganggukkan kepala. Lalu bertanya lagi : "Kong bun sam kiat adalah orang-orang yang menyucikan diri bukan, kenapa bisa menderita bencana pedang wasiat itu ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
316 "Walaupun mereka sebagai orang yang menempuh kehidupan sebagai orang suci, kalau pikirannya masih "tamak" tidak akan terluput dari penderitaan ! Pikirlah pedang itu hanya dua, sedangkan mereka bertiga, bagaimana cara membaginya ?"
"Oh kalau begitu mereka memperebutkan pedang itu ?"
"Benar !" kata orang tua itu. "Mula pertama mereka bergirang hati, memperoleh pedang itu, belakangan menjadi pusing sendiri untuk membaginya ! Karena itu masing-masing diam saja tidak memberi usul untuk membagi pedang itu, lama kelamaan Houw Gee Suthay jadi tak sabaran, ia mengajak It Piau Thaysu keatas gunung Hong hong san dan menegurnya : "Kita bertiga sedangkan pedang itu hanya dua, harus bagaimana membaginya dengan cara yang adil
?" It Piau Thaysu tidak bisa menjawab, iapun sedang pusing mencari daya untuk membagi pedang itu secara adil.
"Pikir Suthay bagaimana baiknya ?" It Piau Thaysu berbalik bertanya.
"Tidak ada jalan lain untuk membaginya, kecuali salah satu dari kita ini ada yang mati," kata Houw Gee Suthay.
"O Mie To Hud," kata It Piau Thaysu, "sebagai orang suci mana boleh Suthay mengeluarkan perkataan itu ?"
"Oh, kalau begitu Thaysu mau mengalah dan menyerahkan pedang itu pada kami ?"
"Tidak?""
"Jika begitu kita harus bertanding untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan pedang itu bukan ?"
"Jika begitu Suthay menginginkan terjadinya perkelahian bukan ?"
"Ini bukan saranku, tapi kehendak dari Fut In Cu !"
"Kenapa ia menghendaki begitu, apa alasannya ?"
"Ia mengatakan Lie Hwee Kiam cocok dengan gelarnya Lie hwee cinjin, maka pedang itu sudah harus jadi miliknya, sedangkan Hong hiat kiam harus dibagi antara Thaysu dan aku !"
Mendengar ini It Piau Thaysu menjadi guasr : "Pedang itu dapat bertiga seharusnya cara membaginya dirundingkan betiga juga, kenapa ia berani memutuskan seorang diri " Dan apa kebiasaannya sampai berani mengambil langkah ini " Pokoknya aku tak setuju !"
"Akupun tidak setuju sarannya itu, maka mengajak Thaysu kemari untuk berunding".."
"Tak ada perundingan lagi, mari kita temukan dia, dan tanyakan langsung apa maunya kalau kita tak setuju atas sarannya !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
317 "Kita sama-sama sebagai pemeluk agama Buddha, bilamana dilihatnya kita bekerja sama dianggapnya memusuhi dia yang berlainan agama bukan " Dia bisa mengatakan kita orang sentimen agama !"
"Semua ini karena kesalahan dia, tidak ada sangkut pautnya dengan agama !"
"Jika Thaysu menganggap dia salah, apakah salahnya kalau kita singkirkan " Agar tak ada bencana dihari kemudian ?"
Mendengar ini It Piau Thaysu menggigil ketakutan. "O Mie To Hud !" serunya.
"Dalam keadaan terpaksa apa salahnya kita membunuh, jika tidak demikian kita akan dibunuhnya !"
It Piau Thaysu masih diam saja, sedangkan Houw Gee Suthay menghasut terus membuat It Piau Thaysu menurut juga perkataan Nikouw itu. Dengan cepat mereka kembali ketempat bermalam untuk menyingkirkan Fut In Cu. Tak kira yang disebut belakangan telah
mendengari apa yang dikatakan mereka dengan jelas. Maka itu dengan tak pikir panjang lagi, sudah mendahului pulang dan membawa kabut kedua pedang pusaka. Hal ini membuat Houw Gee maupun It Piau menubruk angin, mereka semakin gusar bersama-sama melakukan
pengejaran. Sesampainya di dekat gunung Hoay Giok San baru berhasil mencandaknya, saat itu terjadi perkelahian hebat?"."
"Akhirnya bagaimana ?" tanya Tiong Giok.
"Diantara tiga jago itu kepandaiannya berimbang, tapi dengan satu lawan dua sudah pasti yang satu tidak akan menang !" kata si orang tua, "tapi dengan mengandalkan kedua bilah pedang pusaka itu, It Piau dan Houw Gee kena dilukai juga dam membuat Fut In Cu berhasil keluar dari kepungan dan kabur ! Mereka tak berhasil merampas pedang itu?"?""
Setelah mereka mengaso terus berputar-putar disekitar pegunungan itu selama tiga hari tiga malam untuk mencari jejak dari Tojin itu, tapi selama itu juga usaha mereka tidak membawa hasil. Fut In Cu tidak diketemui."
"Thaysu sebaiknya kita cari berpencar".."
"Dengan sendiri-sendiri jika bertemu mana bisa menundukkannya, buktinya dalam kepungan kita berdua bisa meloloskan diri," kata It Piau mengingatkan kejadian baru lalu.
"Ia hanya mengandalkan pedang pusaka itu, andaikata mengandalkan kepandaiannya saja, satu lawan satu belum tentu ia bisa menang !"
"Benaar !" jawab It Piau Thaysu. "Tapi pedang itu masih berada ditangannya !"
"Untuk inilah kita harus menyatukan keduakepandaian kita untuk mengalahkannya."
"Maksudmu bagaimana ?"
"Kita saling tukar ilmu !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
318 It Piau tidak segera menjawab, ia termenung sejenak, akhirnya dengan berat ia
menganggukkan kepala juga, "untuk menghilangkan bencana dikemudian hari aku bersedia saling menukar ilmu ! Akan tetapi?""
"Dalam hal ini Thaysu tak perlu ragu-ragu, aku bersedia memberikan dahulu ilmu yang aku miliki?""
It Piau Thaysu menjadi malu hati sendirinya, "Tak usah begitu, aku sebagai laki-laki sepatutnya memberikan dulu kepadamu, menerima barulah belakangan."
Houw Gee Suthay tak mau menerima tawaran itu, ia pura-pura adil dan jujur. "Aku tak mau menerima caramu itu, untuk keadilan, baiklah kita main tebak-tebakan, yang menang boleh menerima dulu pelajaran dan yang kalah itu harus belakangan."
It Piau Thaysu menganggukkan kepala.
Houw Gee segera memungut batu dan mengepalnya, lalu meminta kawannya menebak batu yang digengam itu ganjil atau genap. Tanpa banyak pikir It Piau Taysu menebak ganjil tapi ternyata genap, satu nol keadaan buat Houw Gee.
Waktu giliran It Piau yang menggengam batu Houw Gee dapat menebak, kemenangan ada pada Houw Gee.
"It Piau tahu bahwa dirinya dicurangi, tapi ia tak perduli, dengan patuh ia memberikan pelajaran kepada kawannya itu sejujurnya?""
"Kenapa curang ?" tanya In Tiong Giok.
"Ya, sebab waktu It Piau berhasil menerka batu yang digengam itu, Houw Gee menggunakan ilmu dalamnya memecahkan batu itu, sehingga jadi ganjil !"
"Mula pertama It Piau membiarkan atas kecurangannya, dengan jujur menurunkan ilmunya itu kepada kawan itu, dan sewaktu tiba giliran Houw Gee memberikan pelajaran, terbukalah kedok kejahatannya. Waktu itu It Piau disuruh bersemedi, ia menurut saja tanpa curiga, saat inilah dengan tiba-tiba Houw Gee menurunkan tangan jahat".."
"Ha, sekarang kutahu Lo Cianpweelah salah satu dari Kong bun sam kiat yang bernama It Piau Thaysu bukan ?"
"Engkau benar !"
"Lalu kenapa Lo Cianpwee bisa berada didalam gua ini ?"
"Waktu ia menotok diriku, aku menggunakan ilmu dalam, menghentikan aliran napas, tubuhku menjadi dingin, dan dikiranya sudah mati. Ditinggalkan olehnya begitu saja. Aku berusaha memulihkan lagi tenagaku, dan berhasil mendapatkan gua ini, aku diam disini sambil menyembuhkan luka yang diderita akibat totokan mautnya itu"..Kecuali itu dengan cara yang kebetulan aku mendapat dua serangka pedang".nah ambillah, kusimpan dibawah balai-balai itu."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
319 Dengan cepat In Tiong Giok mendapatkan kedua benda itu.
"Coba masukkan pedangnya kedalam serangka ini, cocok atau tidak !"
"Bukan saja cocok, memang serangkanya kedua pedang ini," kata In Tiong Giok.
"Ya mereka telah berpisah selama empat puluh tahun dan baru bertemu kembali," kata It Piau Thaysu. "Bolehkah engkau menuturkannya, bagaimana pedang-pedang ini didapat ?"
Dengan singkat In Tiong Giok menceritakan jalannya mendapatkan pedang-pedang itu. It Piau mengangguk-anggukkan kepala sambil mengeluh perlahan : "Seperti dugaanku semula, ia mati juga".."
"Siapa dia ?"
"Fut In Cu," kata It Piau Thaysu. "Karena luka-lukanya itulah ia menemui ajal ! Tapi ia tidak segera mati, melainkan menyembunyikan diri dulu didalam gua ini, karena kedua serangka kudapat disini, setelah itu pasti ia tahu bahwa jiwa tidak akan tertolong lagi, lalu membunuh diri di dalam danau itu."
"Karena pedang-pedang ini Fut In Cu meninggal dunia dan Thaysu sendiri menderita selama empat puluh tahun bukan " Kesemua ini adalah kerjaan Houw Gee yang dengki itu !"
"Pikirku semua itu karena nasib !" kata It Piau Thaysu, "kini aku bisa bertemu denganmu, karena nasib juga bukan " Kedua serangka pedang ini kuhadiahkan kepadamu. Aku
mengharapkan dengan kedua pedang ini engkau bisa membasmi orang-orang jahat dan
menegakkan keadilan demi kesejahteraan rakyat banyak."
"Atas pemberian Lo Cianpwee ini kuhaturkan banyak-banyak terima kasih," kata In Tiong Giok, "disamping itu dapatkah aku melakukan sesuatu untuk dirimu sendiri ?"
"Apa yang bisa kau lakukan pada diriku ?"
"Mengobati luka Cianpwee !"
"Kurasa luka ini sangat parah sekali, sia-sia saja diapakan juga, buktinya selama empat puluh tahun ku obati, sedikitpun tak membawa hasil !"
"Segalanya tergantung nasib bukan " Apa salahnya kalau mencobanya ?"
"Apa yang kau miliki, sampai berani berkat begitu ?"
"Aku pernah mempelajari ilmu Hiat Cie leng dan lain-lainnya !"
"Apa ?" tanya It Piau dengan kaget, "sudah taraf apa kepandaianmu itu ?"
"Lebih kurang tujuh puluh persen !"
"Coba kau mundur beberapa langkah, dan gunakan ilmu itu pada balai-balai es ini."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
320 Tiong Giok mundur beberapa langkah, lalu mengangkat tangan melancarkan Hiat cie lengnya kearah balai-balai es. "Sreeet" terdengar bunyi keras memenuhi gua itu, balai-balai es itu menjadi hancur dibuatnya, "Kini kuminta Thaysu mengendurkan tulang-tulangmu, dan pencarkan hawa didarah, aku akan mulai dengan pengobatan."
Orang tua itu baru mau menurut setelah menyaksikan kehebatan pemuda kita, Tiong Giok segera melakukan pengobatan dengan cepat, mula-mula ia menotok dulu tiga puluh dua jalan darah Thaysu itu, lalu dengan telapak tangannya ia menyalurkan tenaga dalam kepunggung sang Thaysu.
Tak selang lama, Tiong Giok menjadi mandi keringat, disusul dengan terlihatnya uap putih mengepul dari ubun-ubunnya, ia bekerja dengan sekuat tenaga. Sedangkan It Piau yang pucat mulai terlihat segaran, mukanya menjadi merah seperti darah, napasnyapun memburu keras.
Tapi sekejap kemudian warna merah itu hilang dan menjadi dadu napasnyapun tenang kembali. Sedangkan Tiong Giok melepaskan kedua tangannya, seolah-olah tubuhnya menjadi kosong dan lemas, ia duduk memulihkan tenaganya yang hilang dengan bersemadhi.
Sedangkan It Piau menjadi pulas dengan nyenyaknya.
Suasana di dalam gua itu menjadi sunyi, hanya napas mereka yang terdengar. Satu jam kemudian, tampak It Piau Thaysu bangun terlebih dulu, sedangkan Tiong Giok masih tetap memeramkan matanya. Hweesio itu menggerak-gerakkan tubuhnya, segala sakitnya tidak terasa lagi, dengan girang ia tesenyum kepada pemuda kita. Lalu mengangkat tangannya dan menepuk kearah ubun-ubun Tiong Giok, sesudah itu dari salah satu sudut gua ia
mengeluarkan sebuah buntelan, itulah pakaian kuningnya. Disamping itu terlihat pula sejilid buku kecil. Ia mengenakan pakaiannya itu dan menyelipkan buku kecil itu kedalam saku Tiong Giok.
Dengan perasaan berat ia meninggalkan gua itu. Ciu Ceng Ceng sedang cemas menantikan dimulut gua, tiba-tiba ia melihat berkelebat sesosok bayangan, dikiranya In Tiong Giok, maka ia menyapa, "Siau cu jin, engkau?"" Sesudah tegas, ia menjadi heran, kaena yang berada didepannya adalah seorang Hweesio tua berjubah kuning. Ia menjadi kaget dan segera membentak. "Hweesio tua, siapa engkau ?"
"Coba saja engkau perhatikan, siapa aku ?" kata It Piau sambil tersenyum.
Ciu Ceng Ceng mengawasi dengan kedua matanya, tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu yang tidak beres setelah pandangan matanya bentrok dengan sinar mata tajam It Piau. Anehnya ia menjadi limbung, dan hampir-hampir tak kuat berdiri, tubuhnya terhuyung-huyung beberapa langkah kebelakang.
Pancaran mata It Piau yang tajam mencecer kearah Ceng Ceng, begitu kuat dan tajam membuat Ceng Ceng linglung dan tak sadar.
Ceng Ceng terpengaruh sinar gaib pancaran mata It Piau, membuatnya tak berdaya sama sekali, karena dirinya sudah terpengaruh kebaiban itu. It Piau mendekati dan menepuk pundaknya sambil berkata dengan perlahan: "Apakah engkau kenal denganku ?"
Ceng Ceng menganggukkan kepala "Ya aku kenal !"
"Bagus kalau kenal, dan siapa namamu ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
321 "Namaku Ciu Ceng Ceng !"
"Engkau anak yang baik," kata It Piau, "kemarikan tangan kananmu nak !"
Ceng Ceng segera menjulurkan tangan kanannya. Dan It Piau memeriksanya dengan teliti.
"Engkau adalah orang pertama yang kutemukan sejak bebas dari penderitaan selama empat puluh tahun ! Maka itu akan kuberikan sedikit tanda mata padamu, sayang aku tak memiliki apa-apa saat ini. Dilihat dari tanganmu, biarpun masih muda, engkau berbakat besar dan berjiwa setia"." Setelah berdiam sejenak, ia mencopoti sebuah kancing dari jubahnya yang terbuat dari batu kumala. "Benda ini tidak berarti apa-apa, hanya merupakan tanda mata dariku ! Soal Siau cu jinmu tak usah engkau risaukan, ia sedang mengaso, sebentar lagi ia bangun, diam-diamlah disini menantikannya !"
"Ya aku mengerti," jawab Ciu Ceng Ceng.
"Nah, duduklah disana," kata It Piau Thaysu.
Apa yang diperintahkan It Piau selalu dituruti Ceng Ceng, karena hweesio itu dengan kekuatan mata gaibnya yang mengandung daya hipnotis, sudah menundukkan si gadis itu.
"Ilmu sejatiku masih ampuh, sayang diriku sudah begini tua !" kata It Piau dan terus melangkah keluar.
Tak selang lama Ceng Ceng sadar dari mabuk ia celingukan keempat penjuru tapi keadaan tetap seperti semula, bayangan It Piau Thaysu sudah hilang dari pandangan matanya. Ia diam sejenak, mengkonsentrasikan pikirannya, mengingat-ingat apa yang dialaminya tadi. Ia jadi ragu, apakah kejadian tadi merupakan kenyataan ataukah impian " Tapi kancing kumala yang berada ditangannya masih tetap ada ! Semua itu adalah kejadian benar-benar. Tapi kemana perginya Hweesio itu " Dan kenapa ia tidak bisa mencegahnya " Kini ia ingat sedang mengawal In Tiong Giok ! Hatinya menjadi kaget, mengingat keselamatan Siau cu jin itu, cepat-cepat ia masuk kedalam. Keadaan di dalam tetap tenang seperti tadi. Hatinya menjadi lega setelah melihat Tiong Giok yang sedang semedhi, tanpa kurang suatu apa. Ia diam disampingnya tanpa bergerak-gerak.
Tak selang lama, Tiong Giok telah selesai melakukan semedhinya, ia membuka mata dan melihat Ceng Ceng berada disampingnya. Segera ia bertanya dengan nada heran : "Apakah engkau melihat seorang Hweesio tua ?"
"Hweesio tua yang kurus itu ?"
"Benar ! Kemana dia pergi ?"
"Dia sudah pergi !"
"Ah, Lo Cianpwee itu kenapa bergegas-gegas meninggalkan tempat ini ?" kat Tiong Giok.
Ciu Ceng Ceng memperlihatkan kancing kumala pemberian Hweesio itu, sambil menuturkan apa yang dialaminya tadi secara jelas.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
322 "Oh, tentu ia menggunakan ilmu Liap hun tay hoat (semacam ilmu hipnotis tingkat atas) mengawasi dirimu ! Diluar masih ada Yauw Lo Cianpwee dan ayahmu yang menjaga gua, kukuatir terjadi slah paham dengan Hweesio itu, mari kita tengok !" Segera ia mencelat bangun dan berlari keluar diikuti Ceng Ceng dari belakang.
Begitu mereka sampai diluar, mata mereka melihat Yauw Kian Cee dan Ciu Kong sedang asyik mendengkur-dengkur dengan nyenyaknya.
Disamping itu tampak juga tujuh delapan mayat yang berserakan di depan gua, dari pakaian mereka dapat dikenali, itulah pengawal-pengawal dari Pok Thian Pang.
Toa Gu sedikitpun tidak menderita luka, hanya saja tertotok urat pulasnya. Tiong Giok segera membebaskannya. Begitu ia bangun Toa Gu segera menanya. "Mana Hweesio tua itu ?"
"Justru aku mau menanya, apa yang sudah terjaadi disini ?" tanya Tiong Giok.
"Oh, tidak apa-apa, hanya beberapa kurcaci ini datang kemaari, mereka berkelahi denganku, sedang asyiknya, tiba-tiba tampak seorang Hweesio tua, muncul dari dalam gua ! Entah bagaimana kedua orang tua ini dibuatnya menjaddi penurut sekali, sedangkan aku segera merintangi jalannya. Hweesio itu tersenyum kepadaku, aku tak memperdulikan, segera menusuknya dengan pedang. Ia sangat luar biasa, hanya sekali kebut, senjat ini jadi buntung".Hweesio itu tidak menyerang, ia hanya tersenyum terus dan menatap dengan matanya. Akupun mendelik terus"." Engkau adalah manusia pertama yang berhati polos, hingga Liap hun tay hoat tak mempan pada dirimu ! Maukah kau menjadi muridku ?"
"Engkau sangat beruntung !" kata Tiong Giok.
"Hm, apanya yang beruntung !" kata Toa Gu, "kau kira aku mau menjadi muridnya " Tidak !
Sedikitpun tidak mau !"
"Memang kenapa " Ia adalah seorang luar biasa yang berilmu tinggi !"
"Sudah tentu aku tak mau ! Kenapa ia mengatakan polos ! Kata ini sangat kubenci ! Dulu ibuku memberikan pakaian polos untukku, sedangkan ibunya Asam membelikan pakaian berkembang pada anaknya, nyatanya pakaian berkembang lebih bagus dari yang polos ! Maka itu, begitu ia mengatakan polos padaku, aku membalas mengatakan dia bodoh. Hweesio itu tidak marah, ia tersenyum terus dan mendesak terus kepadaku, mau tidak mau menjadi muridnya, aku tetap tak mau !"
"Sayang," kata Tiong Giok.
"Ya, sayang kesempatan ini sudah sia-sia !"
"Andaikata mau mempelajari ilmu itu, aku tak mau belajar darinya, aku lebih senang belajar darimu !"
"Ilmu Liap hun tay hoat adalah ilmu kepandaian tunggalnya, aku tak bisa memberikan ilmu itu kepadamu !"
"Tapi Hweesio itu mengatakan engkau pandai ilmu itu !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
323 "Ia mengatakan begitu "..?"
"Ya, waktu ia berlalu berkata begini padaku. "Jika engkau tak mau menjadi muridku, aku tak memaksa, mungkin bukan jodoh, untung Siau cu jinmu sudah memiliki ilmu ini, dan engkau bisa belajar darinya !"
"Benar-benar ia berkata begitu ?"
"Lailah, mas bohong ! Sebab percaya omongannya itu, aku menjadi lengah dan ditotok olehnya, selanjutnya apa yang terjadi aku tak tahu !"
Tiong Giok menjadi bingung memikirkan perkataan Toa Gu, tapi dengan cepat ia menjadi sadar, cepat ia merogo sakunya, dan benar saja ia mendapatkan buku kecil. Dengan judul
"Ilmu Liap hun tay hoat."
"Ah, Lo Cianpwee itu, seolah-olah tidak mau menerima budi dariku, ia membalas
memberikan ilmu pusakanya kepadaku."
Tengah hari teriknya matahari bukan buatan dijalan raya tampak empat laki-laki tua dan muda beserta seorang gadis, dengan kudanya yang sudah letih sedang melanjutkan perjalanan dengan perlahan. Rombongan ini bukan lain dari pada In Tiong Giok dan kawan-kawannya.
Sewaktu mereka memasuki perjalanan gunung, segera berhenti dan membawa kuda meeka mengaso ditempat teduh. Dengan matanya yang tajam In Tiong Giok mengawasi keatas gunung. "Lihatlah diatas itu ada sebuah solokan kecil, kalau kita menyusuri solokan itu dan terus memutar kesebelah timur, akan tiba dikampung halamanku."
Dengan mata tunggalnya yang tajam Ciu Kong menatap kearah yang ditunjuk. "Ya,
kelihatannya sangat dekat, tapi kalau dijalani cukup jauh ! Sebaiknya kita istirahat agak lama
!" "Sebenarnya aku tak sabar lagi, ingin sekali sampai dirumah tapi kalau yang lain sudah letih, lebih baik istirahat dulu."
"Kami tidak letih !" kata Yauw Kian Cee, "yang letih adalah kuda-kuda ini !"
"Ya, kutahu. Kuda-kuda ini sudah lemas sekali !" kata In Tiong Giok.
Toa Gu memberi minum kuda-kuda itu, sedangkan Tiong Giok mengobrol dengan Ceng
Ceng. Ciu Kong berjalan-jalan keatas bukit mengawasi keadaan sekeliling dengan cermatnya.
Tampak wajahnya sangat serius sekali, seolah-olah ada sesuatu yang dianggapnya tidak baik sedang membayangi rombongan mereka. Waktu ia turun Yauw Kian Cee segera menegurnya dengan kedipan mata. Ciu Kong tidak menjawab, ia mengeluarkan tiga jari dan terus duduk dirumput.
"Tambah dua lagi !" tanya Yauw Kian Cee.
"Ya," jawab Ciu Kong, "keduanya adalah wanita muda !"
"Adakah mereka mengikuti kemari ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
324 "Mereka telah memotong jalan dan sudah berada didepan kita, agaknya mereka sudah tahu tempat tujuan kita !"
"Manusia tak tahu mati ini bandel, kita harus membasminya sampai habis ! Kalau begitu baiknya aku pergi duluan, menghajar mereka".." kata Yauw Kian Cee minta pendapat Ciu Kong.
"Tak usah repot-repot," tiba-tiba saja Tiong Giok bersuara. "Segala kurcaci begituan tak perlu diladeni !"
"Oh, kiranya Siau cu jin sudah tahu !" kata Ciu Kong dengan kaget.
"Sejak kita meninggalkan gua, mereka telah membuntuti kita ! Hanya saja tak kuhiraukan."
"Kami tidak menguatirkan mereka menyerang kita, yang kupikir adalah keselamatan orang tuamu !" kata Ciu Kong.
"Aku mengerti keselamatan Lo Cianpwee, tapi kuyakin mereka tidak menurunkan tangan pada saat ini !" kata Tiong Giok. "Selama tiga tahun aku mengembara didunia Kang Ouw, ras rindu pada kampung halaman besar sekali, ingin secepatnya sampai disana, disamping rindu yang meluap-luap, rasa cemaspun sangat mengganggu perasaan hatiku ! Pikirlah, andai kata aku sampai di rumah, kedua orang tuaku, misalnya sudah dianiaya kaum Pok Thian Pang semua ini merupakan hukuman bathin untuk seumur hidupku?".ai?"semua tak dapat
ditutup-tutupi dengan omongan maupun senyuman."
"Jika kaum Pok Thian Pang berani mencelakakan kedua orang tuamu yang tak berdosa itu, segera kita satroni markas besarnya dan kita basmi sampai keakar-akarnya," kata Ceng Ceng.
"Ah engkau anak kecil tahu apa ! Andaikata apa yang telah dipikirkan Siau cu jin menjadi kenyataan, biarpun semua kaum Pok Thian Pang dibasmi habis, rasa duka itu tetap takkan hilang, kita hanya berdoa janganlah itu terjadi !"
"Baik buruknya belum bisa ditentukan ! Setibanya dirumah baru bisa kita ketahui dengan jelas ! Sebaiknya marilah kita lanjutkan perjalanan !"
Toa Gu segera menuntun kuda, Yauw Kian Cee mendahului yang lain, menjeplak
tunggangannya. "Aku jalan dulu," sebelum Tiong Giok menjawab, ia telah melarikan kudanya dengan cepat.
Tiong Giok menggelengkan kepala, dan terus mengajak yang lain melanjutkan perjalanan.
Setelah melalui belasan lie, mereka segera melihat sebuah sungai dan sebuah gedung.
Jembatan kecil yang menghunungi kedua tepian masih tetap seperti dulu, demikian juga singa-singaan batu masih tetap berada ditempatnya, keadaan kampung halaman Tiong Giok ini masih seperti dulu, sedikitpun tidak mengalami perubahan. Bedanya, kalau dulu disungai ini banyak anak-anak nakal yang mandi dan menangkap ikan, kini sunyi sepi tak terlihat barang seorangpun.
Dengan air mata mengambang, Tiong Giok mengawasi rumahnya, kudanya dibedal kearah pekarangan rumahnya. Setibanya dijembatan kecil dirinya disosong Yauw Kian Cee dan Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
325 seorang tua. Begitu ia mengawasi, Tiong Giok segera mengenali orang tua itu In Hok adanya.
Sekejap itu, membuatnya tak tahu girang entah sedih, segera ia lompat dari kudanya dan berlari kecil, menubruk orang tua itu. Dengan suara bergetar menahan sedih berkata : "In Hok, masih kenalkah denganku ?"
In Hok mengucak-ucak matanya. "Oh"..Kongcu".kongcu sudah kembali, tiga tahun telah berlalu, akhirnya engkau kembali dengan selamat !"
"Bagaimana keadaan ayah dan ibuku ?"
"Engkau telah terlambat"."
Belum habis mendengar perkataan yang diucapkan In Hok, wajah Tiong Giok telah menjadi pucat pasi, tubuhnya menggigil tidak keruan dan hampir-hampir ia jatuh duduk. Untung Ciu Kong dan Ciu Ceng Ceng berlaku tangkas, mereka segra memayang Siau cu jin dengan serentak.
"Tenanglah, tenanglah Siau cu jin," kata Yauw Kian Cee.
In Tiong Giok menguatkan diri, air matanya berderai turun, dengan suara parau ia berkata :
"Sudah lamakah " Dan apa sebabnya ?"
"Sejak kongcu meninggalkan rumah, kedua orang tuamu menjadi sedih, mereka memikirkan terus dirimu siang dan malam, akibat ini mereka menjadi sakit, dan berpulang ke alam baka susul menyusul."
"Kenapa tidak digantung teng putih tanda berduka cita ?" tegur Tiong Giok.
"Loya memesan jangan memasang teng itu !"
"Apa sebabnya, dapatkah kau tahu ?"
"Sebelum meninggal Loya membubarkan pengawal-pengawal, lalu meminta jenasahnya
Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dikubur bersama-sama Hujin menghadap kejalan gunung. Artinya mereka menantikan
kedatangan kongcu kembali !"
Tiong Giok menangis dengan sedih, demikian juga yang lain tak bisa menghibur Siau cu jinnya, mereka malahan turut meneteskan air mata.
"Sudahlah jangan terlalu bersedih, kedua orang tuamu sudah berusia lanjut lambat laun akan meninggalkan dunia ini. Sebaiknya Kongcu berjiarah kemakam mereka sekarang juga !"
Toa Gu menuntun kuda-kuda kedalam pekarangan, lalu mengikuti jalan lain menuju
kekuburan orang tuanya In Tiong Giok. Kuburan itu letaknya dibelakang bukit, menghadap kejalan gunung. Dikedua sisinya terdapat dua kupel, dari sini bisa melihat setiap orang yang mau datang kerumah. Tiong Giok mengawasi kuburan orang tuanya dengan sedih, sedangkan In Hok menyiapkan peralatan sembahyang.
Bentuk kuburan itu membuat Tiong Giok heran, karena lain dari kuburan biasa, sebab kuburan itu mempunyai pintu disebelah sampingnya, hal ini membuatnya tak habis mengerti.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
326 Sehabis selesai sembahyang ditanyanya In Hok, kenapa kuburan itu berpintu " Dan siapa yang membuatnya ?"
"Kuburan ini aku sendiri yang membuatnya dikarenakan belum dilakukan upacara
penguburan secara layaknya, maka kubuatkan pintu agar mudah memindahkan peti itu, jika kongcu mau melakukan upacara penguburan !"
Pikir Tiong Giok apa yang dikatakan In Hok memang masuk akal, maka ia tidak bertanya lagi. Sekembalinya dirumah, cuaca telah menjelang senja, dua pelayan datang menemui In Tiong Giok. Yang satu dikenalinya sebagai pelayan ibunya yang bernama Tio Ma, sedangkan yang satu lagi tidak dikenalnya.
Pelayan baru itu memperkenalkan diri sebagai Lie Ma dan baru masuk kerja menemani Tio Ma setelah tuan dan nyonya rumah meninggal dunia.
In Tiong Giok tidak menyelidiki terlebih dulu, sehabis makan ia memanggil In Hok datang kekamarnya. "In Hok katakanlah dengan sejujurnya, apakah kematian kedua orang tuaku itu benar-benar dikarenakan sedih dan sakit ?"
"Apa yang kukatakan adalah benar !"
"Setelah menderita sakit tidakkah mereka berobat ?"
"Sudah tentu mereka beobat, aku sendiri yang memanggil tabib Oey dari kota, menurutnya penyakit mereka tidak bisa baik lagi, nyatanya benar juga, berbungkus-bungkus obat diminum mereka, tapi tak membawa hasil."
"Siapa dulu diantara mereka yang meninggal dunia ?"
"Hujin dulu yang meninggal, semalam kenudian baru Loya, begitu berdekatan akan waktunya itu."
"Sejak aku pergi, pernahkah orang-orang Ngo liu cung datang kesini ?"
In Hok menjadi kaget : "Ini".ini".."
"Dikamar ini hanya kita berdua, katakanlah jangan ragu-ragu !"
"Sejak kita berpisah disana, pernah ada yang datang kemari, kejadian ini membuat kedua orang tuamu sangat cemas dan kuatir sekali."
In Hok tidak melanjutkan perkataannya.
Telinga Tiong Giok yang tajam, mendengar tarikan napas halus dari jendela, ia mengerutkan alis : "Siapa ?" bentaknya.
Tidak terdengar jawaban.
Tiong Giok membuka jendela mengawasi keluar, ia tidak melihat sesuatu apa-apa.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
327 Tiong Giok membuka kursinya. "In Hok tak usah takut, tuturkanlah terus apa yang terjadi !"
"Sejak saat itu tidak terjadi apa-apa lagi, maksudku selagi toya dan Hujin belum meninggal?"
"Setelah mereka meninggal ?"
"Terus terang orang-orang Pok Thian Pang pernah?"
Perkataan In Hok menjadi putus dengan terjadinya kegaduhan diluar kamar, seolah-olah ada yang berkelahi. "Engkau diam-diam saja disini, aku mau melihat apa yang terjadi diluar !"
Begitu ia berkata tubuhnyapun telah mencelat keluar melalui jendela. Sebelum ia memijak bumi kedua matanya telah menyapu keadaan sekelilingnya. Dan tampak dibagian timur taman bunga sesosok tubuh orang ia mengenali itulah Ciu Kong.
"Aku mendengar napas orang diluar jendela tapi waktu kutegur tidak ada jawaban, apakah Lo Cianpwee melihat orang itu ?"
"Ya kulihat seseorang sedang mengintai kedalam kamarmu, maka kuhajar orang itu,
akibatnya membuat Siau cu jin kaget saja !"
"Siapa orang itu " Kenapa tidak diciduk ?"
"Orang itu mengenakan topeng, sukar dikenali. Waktu kuserang ia melarikan diri keluar tembok."
Saat inilah terdengar teriakan tertahan dari arah kamar : "Kongcu"."
Tiong Giok jadi kaget, dengan cepat ia kembali kedalam kamar, begitu ia masuk, tubuhnya bersamplokan dengan tubuh seseorang yang mau keluar dari kamar. Dengan satu gerakan, Menangkap naga, orang itu dicekalnya. Tapi lengannya meresakan benda lunak, seolah-olah bantal guling adanya. Ia menjadi kaget, sebelum tahu apa yang terjadi, kembali sesosok tubuh mencelat pergi. Tiong Giok tahu dirinya tertipu musuh, sebelum ia sempat mengejar musuh sudah kabur keluar kamar. Ia bisa lolos dari tangan In Tiong Giok, tapi tak berpikir masih ada Ciu Kong. Tubuhnya disambut pikilan maut simata satu dengan telak. "Lo Cianpwee, tangkap hidup-hidup !" teriak Tiong Giok. Tapi sudah terlambat, orang itu telah terjungkal dan tak berkutik lagi. Tiong Giok menghampiri, orang itu berseragam hitam dan bertopeng. Begitu diperiksa nyatanya sudah mati. Topengnya diangkat, dan orang itu bukan lain dari pada yang mengaku sebagai Lie Ma, seorang pelayan baru tadi.
"Sayang ia sudah mati," kata in Tiong Giok.
Mereka cepat-cepat memeriksa keadaan In Hok.
Orang tua itu menggeletak dilantai, punggungnya tertancap sebilah belati, napasnya begitu lemah. Tiong Giok buru-buru menutup jalan darah punggung In Hok dengan satu totokan.
Waktu mau mencabut belati Ciu Kong cepat-cepat mencegahnya : "Jangan !" serunya.
"Kenapa ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
328 "Lihatlah tempat yang terluka berwarna hitam, sedikitpun tidak mengeluarkan darah, menandakan belati ini sangat beracun. Bilamana dicabut jiwa segera melayang sedangkan kita memerlukan sesuatu keterangan darinya !"
"Apakah jiwanya tak dapat ditolong ?"
Ciu Kong menggoyangkan kepala sambil mengeluh : "Ia sudah tua , lukanya begini berat, susah menolongnya !"
"Semua ini akibat kelalaianku, ai"."
"Cepat-cepatlah tanyakan kepadanya apa yang ingin kau tahu !"
Tiong Giok menotok jalan darah kesadaran ditubuh jongos tua itu, dalam sekejap In Hok bisa membuka matanya, ditatapnya majikannya dengan mata sayu. Air mata tuanya tampak
tergenang, mulutnya kemak kemik tapi tidak mengeluarkan suara sepatahpun. Melihat ini Ciu Kong cepat-cepat melakukan totokan disebelah kiri dadanya. Dan membuat In Hok bisa berkata-kata dengan perlahan. "Kongcu".lekaslah"."
"Berkatalah perlahan-lahan, penjahat itu sudah dibunuh, jangan kuatir lagi !"
In Hok menganggukkan kepala. "Aku tahu Lie Ma itu adalah utusan Pok Thian Pang yang sengaja dikirim kesini untuk mengawasi kita."
"Loya," kata Ciu Kong, "waktu sangat sempit lekaslah katakana yang perlu saja !"
"Pergilah kekuburan, dan masuk kekupel kiri, ditiang ketiganya bagian bawah, terdapat sebuah gelang kecil?" Tariklah tiga kali panjang sekali pendek?" Suaranya segera hilang tak terdengar lagi.
"Siau cu jin lekaslah kesana, soal disini serahkan kepadaku !" desak Ciu Kong.
"In Hok adalah jongos yang setia, kuharapkan Lo Cianpwee bisa menolongnya"."
"Legakan hatimu akan kuusahakan sedapat mungkin !"
Dengan menyeka air mata, In Tiong Giok meninggalkan tempat itu, menuju ke perkuburan.
Dengan cepat ia telah sampai ditempat tujuan segera ia memeriksa tiang-tiang yang berada di kupel itu, semuanya ada lima, dan benar saja disalah satu tiang itu terdapat sebuah gelang-gelangan. Ia menurut apa yang dikatakan In Hok, tiga kali menarik panjang dan sekali menarik pendek. Baru pula ia melepaskan gelang-gelang itu, dibelakang tubuhnya
berkesiurlah angin dingin. Tapi secara reflek ia melakukan tangkisan dengan pedang Hong hiat kiam. Begitu senjatanya bentrok dengan senjata sipembokong, tubuhnya sudah berbalik.
Nampaklah musuh membengong mengawasi senjatanya yang telah buntung. Sedangkan ia sendiripun menjadi terbengong. "Engkau"..ah"." katanya tanpa disadari.
Kiranya entah sedari kapan pintu yang terdapat disamping kuburan telah terbuka, pembokong itu keluar dari situ. Ia adalah seorang gadis berbaju merah, yang selalu menjadi buah pikiran In Tiong Giok, yakni bukan lain dari Wan Jie adanya.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
329 Wan Jie pun terperanjat melihat kekasihnya berada didepan mata, tanpa sadar ia mundur-mundur beberapa langkah "Engkau".engkau".."
"Ya aku In Tiong Giok, Wan Jie lupakah kepadaku ?"
Setelah terpukau beberapa saat, Wan Jie segera sadar, pedangnya yang buntung dilemparkan, tubuhnya maju melompat, masuk kedalam pelukan Tiong Giok, sedu sedannya segera
terdengar, "Kutahu engkau pasti pulang, dan benar saja dugaanku ini"." Suaranya terputus-putus isak tangisnya, ia tidak sedih melainkan rasa haru dan girang, membuatnya hujan air mata.
Tiong Giok merasakan bahagia disaat itu, penuh omongan yang akan dikatakan, tapi tak tahu harus dari bagian mana mulai pembicaraan. Sejenak mereka terbenam dalam kehangatan jiwa remaja, tanpa berkata-kata.
"Wan Jie, baik-baikkah selama berpisah ?" akhirnya Tiong Giok membuka mulut.
Wan Jie tidak menjawab, ia lebih senang membenamkan dirinya semakin keras kedalam pelukan kekasihnya.
"Wan Jie kenapa engkau berada disini ?"
"Aku sudah setahun tinggal disini, menantikan kedatanganmu !"
"Setahun lebih diam didalam kuburan ?"
Wan Jie menganggukkan kepala, "Bagaimana kau tahu aku disini, tentu In Hok yang
memberitahu bukan ?"
"Hanya memberitahu soal menarik gelang-gelangan itu, dan tidak mengatakan engkau berada disini !"
"Pantasan kudengar bel berbunyi tiga kali panjang sekali pendek, tapi waktu kubuka pintu kuburan bukan In Hok yang menarik bel, hampir-hampir aku melukaimu !" kata Wan Jie.
"Apa lagi yang dikatakan In Hok ?"
"Tidak ada lagi, hanya mengatakan itu saja" jawab In Tiong Giok. "Senja ini aku baru sampai dirumah, tak kira beberapa jam dirumah, In Hok sudah dilukai kaum Pok Thian Pang, didalam keadaan luka parah itu ia menyuruhku cepat-cepat kemari."
"Jika begitu jangan mengobrol saja disini, kemarilah kuperlihatkan seseorang padamu."
"Siapakah dia ?"
"Setelah bertemu engkau akan tahu sendiri," jawab Wan Jie seraya melepaskan diri dari pelukan kekasihnya dan cepat-cepat menuntun Tiong Giok kepintu kuburan. Biarpun diliputi rasa herannya, Tiong Giok tidak menanya ini dan itu, ia mengikuti saja kehendak kekasihnya itu. Saat mereka mau masuk, tiba-tiba terdengar suara dari belakang. Mereka kaget dan berpaling dengan berbareng. Tampak dua gadis berbaju kuning dan seorang lelaki berbaju Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
330 hijau menghampiri mereka. Gadis-gadis itu segera memberi hormat kepada Wan Jie dan bertekuk lutut.
"Oooh"..kiranya engkau berdua !" seru In Tiong Giok tanpa terasa.
"Ya," jawab gadis-gadis itu, "kami ini adalah Siau Hong dan Siau Eng !"
Sedangkan lelaki itu dengan sedekap tangan memberi hormat. "Wan Kounio, kenalkah aku ?"
Wan Jie dengan wajah tak senang berkata acuh, "kiranya Lie Cit Long, melihat dandananmu ini agaknya engkau naik pangkat bukan ?"
"Berkat rejeki dari Wan Kounio, aku dijadikan ketua ranting di Ngo Liu Cung !"
"Apa maksud kedatanganmu kesini " Mau memaksaku pulang ?"
"Kami tak berani menyuruh Kounio pulang," kata Siau Hong, "tapi sedang menjalankan tugas dari Lo Cucong agar Kounio kembali !"
"Ya, persoalan memang tak seberapa," sambung Lie Cit Long. "Bilamana Wan Kounio tidak mau menikah dengan Siau Pangcu, apa salahnya memberi tahu pada Lo Cucong dan tidak usah kabur-kaburan bukan ?"
"Engkau memberi nasehat atau ngejek ?"
"Aku mana berani memberi nasehat ataupun mengejek, aku mengatakan apa yang terkandung didalam hatiku," kata Lie Cit Long, "Karena Wan Kounio sangat disayang oleh Lo Cucong maupun Pangcu, segala kesalahan kecil itu tentu bisa dimaafkan dan tak usah Kounio kabur dari sana !"
"Memang benar, sejak kecil aku dibesarkan oleh mereka, andaikata mereka menyuruh aku mati akupun tak membangkang, tetapi kalu menyuruh kawin dengan orang yang tidak kusukai akibatnya begini, kutinggalkan mereka !"
"Kini Lo Cucong sudah menyesal, menghendaki Kounio pulang !"
"Kukenal betul watak Lo Cucong, tak ada menyesal, maka tak perlu kau membujukku !"
"Kounio".!" Seru Siau Eng dan Siau Hong dengan berbareng.
"Sudahlah jangan mendesakku," kata Wan Jie, "antara aku dan kalian namanya saja nona dan pelayan, sebenarnya melebihi saudara kandung sendiri. Aku tak mau menyusahkan kalian dan kumohon kalian pun jangan mendesakku."
"Kounio memperlakukan kami begitu baik, maka ada beberapa patah yang bagaimanapun harus kami katakana. Yakni Lo Cucong telah mengeluarkan pengumuman, jika Kounio tidak mau pulang lagi, akan dianggap sebagai pengkhianat ! Coba pikirkan."
"Maksud kalian bila aku tidak ingin pulang akan dilakukan dengan kekerasan ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
331 "Kami ini mana berani !" kata Siau Eng dan Siau Hong seraya mundur beberapa langkah dan bertekuk lutut, "kami mohon Kounio diharap kembali. Hanya itu."
Wan Jie jadi melongo menghadapi kedua pelayan yang setia itu.
"Kenapa Lo Cucong mengetahui aku disini ?"
"Sejujurnya tidak ada seorang anggota Pok Thian Pang yang tahu Kounio berada disini," kata Siau Eng. "Tapi orang-orang Ngo Liu Cung selalu memasang mata, begitu In kongcu masuk kedaerah Ek ciu mereka segera memberi laporan kepusat. Pangcu beserta kami segera menyusul kemari."
"Apakah suhukupun datang ?"
"Benar," jawab Lie Cit Long,"beliau berada di Ngo Liu Cung !"
Wan Jie menarik napas, wajahnya berubah pucat, dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Matanya memandang pada In Tiong Giok dan pintu kuburan, begitu sayu dan berkaca-kaca.
Sesaat telah berlalu ia baru membuka mulut, "Jika suhuku sudah datang, segera kutemuinya, sekarang kuminta kalian pulang dulu, besok baru kutemuinya !"
"Terima kasih atas kesediaan Kounio," kata Siau Hong dan Siau Eng sambil bertekuk lutut.
"Pergilah !" seru Wan Jie. Kedua pelayan itu bangkit dari tanah dan memberi hormat lagi, Lie Cit Long pun mengucapkan terima kasih baru berlalu.
"Wan Jie apakah benar engkau akan kembali ke Pok Thian Pang ?" tanya In Tiong Giok.
"Sungguhpun aku tak mau, dalam keadaan begini harus mau juga !"
"Bagaimana aku akan mencegah engkau kembali kesana !"
"Baiklah," kata Wan Jie, "setahun lebih kutunggu engkau kembali, banyak soal yang akan dibicarakan, marilah turut denganku !" Terus diajaknya Tiong Giok masuk kedalam kuburan.
Begitu pintu ditutup lagi, keadaan sangat gelap gulita.
Wan Jie menyalakan lampu pelita dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Jangan bersuara dan jalan perlahan-lahan, orang tua itu entah sudah bangun entah belum, tak baik
mengganggunya."
"Siapa orang itu ?"
Wan Jie tak menjawab, ia menuntun Tiong Giok menghampiri dua peti mati. Kuburan ini cukup luas, bagi mereka cukup leluasa untuk bergerak. Wan Jie menghampiri kesalah satu peti, dan mengangkat tutupnya dengan mudah. Tiong Giok melongok kedalamnya, ia tidak mendapatkan jenazah orang tuanya, peti itu kosong melompong. Dan merupakan sebuah jalan rahasia yang berbentuk terowongan dibawah tanah.
"Apakah peti yang satu ini kosong juga ?" tanya Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
332 "Tidak !" jawab Wan Jie, "itu peti ayahmu !"
"Lalu kemanakah jenazah ibuku ?"
"Sebenarnya inilah peti ibumu, kini sudah dipindahkan kekamar rahasia yang berada didalam tanah."
"Kenapa engkau memindahkan jenazah ibuku ?"
Wan Jie tidak menjawab, ia melangkah masuk kedalam peeti itu, Tiong Giok mengikuti dari belakang. Terowongan itu, bertangga yang menurun kedalam tanah. Setelah melalui tangga itu, mereka harus melalui terowongan pendek, dari sini masuk kesebelah pelita kecil. Wan Jie menggantungkan pelitanya. Mendapatkan bahwa kamar itu terdiri dari dua ruangan, depan dan belakang. Ruangan depan dijadikan sebagai ruang tamu, sedang ruang belakang
berhorden dan dijadikan kamar tidur.
"Duduk dulu," kata Wan Jie dengan perlahan.
"Wan Jie siapa yang sedang tidur itu ?"
"Kecuali ibumu, ada siapa lagi ?"
"Tidakkah ibuku sudah meninggal dunia ?"
"Kuminta jangan keras-keras, nanti ibumu kaget !"
"Aku ingin melihatnya, apakah ibuku itu masih hidup atau sudah mati ! Kuminta engkau jangan bergurau !"
"Wan Jie siapa yang bicara ?" tiba-tiba dari kamar tidur itu terdengar suara parau.
"Ini gara-garamu membuatnya terbangun !" kata Wan Jie, "Ibu sudah bangun ?"
Tiong Giok tidak bisa menahan emosi lagi, ia mendahului Wan Jie masuk kekamar dan terus memanggil-manggil. "Ibu ! Ibu, aku sudah kembali !"
Dikamar itu terdapat sebuah balai, yang dibaringi seorang tua berambut putih, "Oh Tiong Giok?" engkau telah kembali?"!"
Tiong Giok segera merangkul ibunya. "Ya bu anakmu yang berdosa dan tak berbakti ini telah kembali."
"Akhirnya engkau kembali juga nak," kata orang tua itu sambil mengusap-usap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Bu, kenapa dengan matamu ini ?" tegur Tiong Giok dengan kaget, karena melihat ibunya seperti tidak melihat dirinya saja.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
333 Pertanyaan ini membuat orang tua itu tersenyum sambil menangis, "Tidak kenapa-napa !
Tadinya memang sudah berpenyakitan, ditambah menangis saja pad hari-hari belakangan ini, sehingga tidak melihat lagi !"
Tiong Giok menjadi sedih, dirangkulnya ibunya erat-erat sambil menangis dengan kerasnya.
Ibu dan anak bertangis-tangisan menjadi satu membuat Wan Jie turut menangis"..mereka menangis sepuas-puasnya ! Akhirnya Wan Jie juga yang sadar terlebih dahulu, didorongnya Tiong Giok dengan perlahan dan dibisikinya. "Jangan menangis, tak baik membuat ibu bersedih, kita harus membuatnya senang !"
"Tiga tahun kutinggalkan rumah tak kusangka keadaan yang tenang dan tenteram jadi berantakan begini tragis ! Untung Tuhan masih mengasihani, masih dapat bertemu dengan ibu, kalau tidak, entah bagaimana perasaan hatiku ini ! Aku anak durhaka dan berdosa pada orang tua !"
"Karena Wan Jie aku bisa hidup sampai sekarang".ketahuilah dia telah kujadikan anak angkat !"
"Kebaikan dari Wan Jie takkan kulupakan untuk selama-lamanya !" kata Tiong Giok. "Ibu dapatkah menceritakan apa yang telah terjadi, sewaktu aku tak dirumah ?"
"Sejak engkau meninggalkan rumah dan pergi ke markas Pok Thian Pang, siang dan malam membuat kami bersedih dan kuatir, ayahmu sampai sakit dan tak bisa bangun dari ranjang.
Sewaktu akan meninggal dunia, Wan Jie datang kemari, darinya kami mengetahui bahwa engkau telah meloloskan diri dari sarang Pok Thian Pang. Hal ini membuat kami bersuka tapi membuat kami cemas juga, karena orang-orang Pok Thian Pang datang kesini untuk
mencelakakan kami. Untung Wan Jie sangat pandai, ia memberikan aku obat pulas selama lima hari lima malam dan mennyuruh In Hok membuat kuburan istimewa. Waktu ayahmu meninggal, ia mengatakan akupun meninggal dunia sehingga orang-orang Pok Thian Pang kena dikelabui. Sungguhpun begitu waktu jenazah kami dimasukkan kedalam peti, orang-orang Pok Thian Pang pada banyak yang datang untuk mencek benar tidaknya tentang kematian kami ini. Untunglah mereka kena ditipu. Dan sejak itu kami bersembunyi didalam kuburan ini, sedangkan soal makan dan lain-lain, In Hok yang melakukan dengan diam-diam.
Disamping melewatkan hari, kamipun sangat mengharapkan engkau kembali, nyatanya
harapan kami tidak sia-sia, kau benar-benar kembali. Andaikata tiada Wan Jie mungkin aku sudah mati, atas ini engkau harus berterima kasih kepadanya."
"Ibu untuk apa mengatakan begitu, membuat aku malu saja !" kata Wan Jie.
"Kuingat waktu berada dimarkas Pok Thian Pang jika tidak ada Wan Jie akupun mungkin sudah mati ! Budi ini sangat besar sekali dan belum bisa kubalas, kini ditambah lagi dengan soal ibu, budi itu bertambah tebal dan entah bagaimana harus kubalas".."
"Engkau jangan mengatakan begitu, sejak aku meninggalkan markas Pok Thian Pang tidak mempunyai rumah, untung ibumu mau mengaku anak kepadaku dan membuat aku
mempunyai tempat tinggal, atas ini seharusnya akulah yang menghaturkan terima kasih kepada keluargamu !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
334 "Jika tidak kau sebutkan aku sampai lupa bertanya"." Kata In Tiong Giok sendiri tersenyum meringis. "Dengar-dengar engkau telah menikah dengan Pek Suhengmu bukan " Kemudian kenapa engkau melarikan diri dari sana ?"
"Hm untuk apa bertanya soal itu ?"
"Ingin tahu saja memang kenapa " Katanya Pek Kiam Hong pun turut kabur bersamamu bukan ?"
"Untukku " Memang kenapa ?"
"Pek Suheng adalah orang aneh, sejak kecil tidak mempunyai seorang sahabatpun ! Tapi sejak kenal denganmu tabiatnya banyak berubah dan menganggap engkaulah satu-satunya sahabat yang mengerti keadaan dirinya. Karena inilah waktu kami dinikahkan, bukan saja tak setuju ia pun menentangnya dengan keras, karena ia tahu bahwa aku. Untuk inilah kami minggat dari sana !"
"Kini dimana ia berada ?"
"Entahlah ! Kami sudah lama berpisah satu sama lain, gara-gara ketemu tong teng cit kiam ditelaga See Ouw !"
Sebenarnya ia anak yang baik, dikarenakan suasana yang menekan, membuatnya menjadi manusia aneh ! Bilamana bertemu lagi aku harus bergaul terlebih rapat dengannya."
Wan Jie menarik napas perlahan, penuh kedukaan. "Kupikir, sebaiknya engkau jangan bergaul terlalu rapat dengannya."
"Memang kenapa ?"
"Apakah engkau lupa dengan tanda luka dipunggungmu ?"
"Didunia ini banyak yang mempunyai tanda luka dipunggungnya, kebetulan akupun memiliki tanda ini, mana boleh ditentukan begitu saja sebagai musuhnya ?"
"Ini bukan kebetulan ! Dirimu pasti bersangkutan dengan kematian ayahnya Pek Suheng."
"Kudengar sendiri Pek Kiam Hong mengatakan ayahnya dibunuh seorang jago silat;
sedangkan ayahku bukan ahli silat, jika tidak percaya, tanyakanlah pada ibuku".."
"Justru karena sudah menanyakan hal ini kepada ibumu, aku baru berani mengatakan begitu
!" In Tiong Giok menoleh kepada ibunya dengan wajah bertanya-tanya. Sebelum ia menanya, ibunya telah menganggukkan kepala membenarkan Wan Jie. "Sedikitpun tidak salah," kata orang tua itu.
Tiong Giok semakin heran, seolah-olah ia tak percaya pada pendengarannya sendiri. "Apakah ayah pandai bersilat ?" tegurnya dengan heran.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
335 "Tidak !"
"Lalu kenapa ayah bisa membunuh orang Kang Ouw ?"
Sang ibu tidak menjawab, ia menyuruh Wan Jie mengambil sesuatu benda dari lemari. Sang gadis dengan cepat telah mengambil suatu kas kecil dari lemari. Orang tua itu menyambut kas itu dengan lengan bergetar, air matanyapun entah bagaimana menetes turun. "Tiong Giok dengarkan baik-baik ceritaku, jangan kaget, jangan pula sedih, kejadian ini lambat laun harus engkau ketahui juga?""
"Apakah yang ibu akan katakana " Dan apa pula isinya kas ini ?"
"Kas ini berisi suatu rahasia besar tentang dirimu ! Selama belasan tahun kurahasiakan, kini kurasa sudah tiba saatnya untuk kau ketahui semua itu ! Tapi sebelum kubuka rahasia ini, sebaiknya engkau perhatikan isinya kas ini !" Segera ia membuka kas itu. Dengan cepat Tiong Giok melongok kedalamnya, ia melihat kerudung bayi yang sudah lapuk dan bernoda darah serta pakaian anak kecil yang berdarah juga. "Apa artinya benda-benda ini bu ?"
"Coba kau jembreng dan kau perhatikan baju kecil ini !"
Tiong Giok membuka baju kecil itu, tampak digabian pundak kirinya robek, dan dibagian dalamnya tersulam dua huruf kecil berbunyi Sian Gan.
"Baju kecil ini satu-satunya bukti yang menyangkut tentang rahasia dirimu, sedangkan dua huruf Sian Gan itu, dapat dijadikan unsure untuk engkau mencari ibu kandungmu?"."
"Ibu, maksudmu aku ini?""
"Ya, engkau bukan she In, engkau hanya sebagai anak pungut kami !"
"Ibu?"?" seru Tiong Giok dengan nada gemetar.
"Tiong Giok tenanglah !" pinta Wan Jie.
Tiong Giok menggeleng-gelengkan kepalanya, air matanya mengembang dikelopak matanya.
"Tidak ! Semua ini bohong ! Bohong !"
Jilid 17 ..... Sang Ibu dengan lengan tuanya mengusap-usap pipi anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Anakku semua ini benar adanya ! Selama belasan tahun engkau kami rawat, dengan rasa penuh kasih sayang. Disamping itu kami berdoa agar kelak engkau bisa menemukan orang tuamu yang sejati"..engkau mungkin belum mengerti apa yang terjadi akan dirimu
ini?"baiklah kututurkan bagaimana aku menemuimu. Tujuh belas tahun yang lalu, diawal musim semi, air sungai yang beku mulai berair, sedangkan tanggul-tanggul sungai banyak yang rusak, akibatnya akan timbul bahaya banjir. Penduduk kampung bergotong royong dan bermusyawarah untuk mengatasi bencana yang tidak diinginkan itu, demikian pula dengan ayahmu sering pergi bermusyawarah ke kabupaten. Pada suatu hari, diperjalanan pulang. Ia melihat sebuah kas kayu yang terumbang ambing di atas sungai. Entah bagaimana
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
336 perhatiannya sangat tertarik dengan kas itu, dan disuruhnya tukang perahu mengambilnya.
Begitu dibuka kas itu, ia menjadi melongo, karena didalamnya terlihat anak kecil berusia setahun lebih, penuh dengan darah. Mula pertama orang-orang yang melihat kejadian ini, menganggap anak itu sudah mati. Tapi setelah dipeeriksa dengan cermat, nyatanya anak itu masih bernyawa. Ayahmu segera membawa pulang, dan memanggil tabib mengobati anak kecil yang malang itu. Sebulan kemudian anak itu sudah sehat walafiat. Ia sangat mungil dan manis, siapapun senang kepadanya. Lagi pula kami yang berusia hampir setengah baya belum dikaruniakan barang seorang anak, begitu mandapatkan anak ini, bukan buatan girangnya dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tiong Giok seperti mimpi mendengar perkataan ibunya itu, sedangkan air matanya mengalir terus tanpa dirasa.
"Kecuali keredong dan pakaian yang menempel ditubuhmu di dalam kas itu tidak terdapat benda lainnya lagi, sehingga kami hanya bisa menduga bahwa keluargamu ketemu perampok dan teraniaya".."
"Bilamana orang tuaku itu mati, siapa pula yang menaruhku kedalam kas itu ?"
"Sukar diketahui !" jawab ibunya. "Untuk menyelidiki siapa sebenarnya engkau ini, ayahmu telah pergi menyusuri sungai ratusan lie jauhnya, menanyakan kepada penduduk disekitar situ, kalau-kalau mengetahui siapa yang menghanyutkan anak itu. Tapi tidak ada seorangpun yang tahu ! Memang sangat aneh dan sukar dimengerti, bilamana ayahmu terbunuh kaum perampok, siapa yang menghanyutkan engkau kekali " Bilamana ayahmu tidak terampok, kenapa engkau kecil-kecil sudah luka parah " Dan yang mengherankan, disekitar situ tidak terdengar adanya perampokan maupun pembunuhan"."
"Ibu, atas pertolongan ayah dan rawatanmu aku menjadi dewasa, tapi aku tidak bisa membalas guna, meninggalkan rumah, membuat ayah dan ibu bersedih; bahkan
mendatangkan bencana dari kaum Pok Thian Pang, semua adalah dosa ! Oh"..ibu ampunilah anakmu yang tidak berbakti ini !"
"Anak yang baik, janganlah berkata sedungu itu ! Soal umur ada ditangan yang maha kuasa, ayahmu sudah tua, sudah seharusnya kembali kedunia baka. Tak perlu engkau sesalkan !
Yang membuat kami sedih, selama ini belum bisa melihat engkau berkumpul dengan orang tua kandungmu !"
"Ibu kenapa mengatakan soal yang menyedihkan saja ," Wan Jie turut bersuara. "Kini Tiong Giok sudah kembali soal orang tuanya itu mudah diketahui ! Lagi pula bilamana ia kembali kepangkuan orang tuanya ibu tak perlu berkecil hati, masih ada aku yang bisa merawatmu."
Orang tua itu tersenyum meringis. "Engkau salah mengartikan kata-kataku, aku bukannya sombong, pikiranku tidak sesempit itu. Bukan saja bersedih jika Tiong Giok kembali kepangkuan ibu kandungnya malahan girang !"
"Cuma saja kemana harus mencari orang tuanya itu ?"
"Kupikir soalnya mudah sekali," kata Wan Jie. "Soalnya ialah ditanda luka itu, kuyakin betul berhubungan dengan dendam Pek Suheng. Soal ini dapat kuketahui dari Suhuku atau Lo Cucong."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
337 "Andaikata benar begitu, mungkin kita menanyakan pada mereka ?" kata Tiong Giok.
"Tak usah menanyakan pada mereka, kita bisa menanyakan pada orang lain !"
"Makdusmu menanyakan pada Pek Kiam Hong ?"
"Bukan ! Coba kau pikir, banyak jago-jago Bulim yang mengetahui rahasia Pek Suheng bukan " Coba-coba kau pikir?""
"Benar ! Dari dirinya Pek Kiam Hong banyak soal aneh-aneh !" kata Tiong Giok. "Tong Cian Lie mengasingkan diri, orang-orang Tiat Po tak berani berbuat apa-apa pada Pok Thian Pang?"semuanya ini menyangkut dengan Pek Kiam Hong."
"Heran bukan " Sampai jago-jago itu rela tunduk pada Pok Thian Pang, karena soal Pek Suheng " Bukan itu saja merekapun tutup mulut tak berani mengatakan apa-apa kepada siapapun."
"Jika kuminta Tong Cian Lie akan menuturkan soal ini."
"Engkau yakin betul pada dirimu ?"
"Aku bersahabat baik dengannya, dan ia telah memberikan buku Lui tiap padaku, kuyakin ia akan memberi tahu. Bagaimana kalau besok kita bawa ibu ke Kiu Yang Shia, selanjutnya tak kuatir orang-orang Pok Thian Pang mengganggunya lagi."
"Cara ini memang baik, tapi perjalanan sangat jauh, sedangkan kedua mata ibumu sudah tak bisa melihat, banyak berabenya."
"Hal ini tak perlu dikuatirkan"."
"Kalau begitu soal ibu ini kuserahkan padamu"."
"Apakah dengan penyerahan ini, engkau mau pulang ke Pok Thian Pang ?"
"Aku hanya ingin menemukan guruku saja, dan tidak pergi ke markas pusat Pok Thian Pang
!" "Kuharapkan engkau bisa mengurungkan niatmu itu," bujuk In Tiong Giok. "Sekali engkau berada ditangan mereka, pasti akan memaksamu kembali ke pusat."
"Guruku sangat sayang padaku, kuyakin ia tak mau mendesakku kembali ke pusat."
"Tapi engkau lupa, bahwa gurumu biarpun menjadi Pangcu, tidak berkuasa ! Yang berkuasa adalah Lo Cucong."
"Sejak kecil aku dirawat dan dibesarkan Pek Cin Nio, namanya guru dan murid, padahal hubungan kami tak ubahnya seperti anak dan ibu"..Tambahan aku sudah menjanjikan
mereka untuk ke Ngo Liu Cung. Dalam hal ini kuminta engkau mengerti kesulitanku."
Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
338 "biar bagaimanapun aku melarangmu kembali kemulut macan ! Jika engkau mau pergi juga kesana, baiklah akupun turut serta !"
"Hm ! Engkau rela meninggalkan ibumu ?"
"Soal ibu dapat kuminta Ciu dan Yauw Lo Cianpwee yang mengurus sampai ke Kiu Yang Shia, kita menyusul belakangan !"
"Engkau tidak mengerti, Lie Cit Long sudah mengetahui diriku berada disini, sudah pasti tak gampang pergi begitu saja ! Kuyakin sekitar ini sudah penuh dengan jago-jago Pok Thian Pang, bilamana aku berkeras tak pergi menemui guruku, bisa-bisa membuat kalian susah sendiri. Mengertikah maksudku ?"
"Ha ha ha, engkau jangan menyamakan In Tiong Giok yang dulu dengan sekarang ! Baru beberapa jago-jago begitu, sedikitpun tidak kupandang sebelah mata !"
"Mungkin selama berpisah ini, engkau memperoleh ilmu yang luar biasa ?"
"Bukan sombong, selama satu tahun telah kupelajari Thian liong dengan baik, kukira ilmu itu cukup kuat untuk melindungi engkau dan ibuku !"
"Oh".benar ! Kupercaya keteranganmu, karena waktu kuserang tadi, engkau bisa menangkis dan mematahkan pedangku !"
"Kepatahan pedangmu, bukan disebabkan kelihayan ilmuku."
"Habis karena apa ?"
"Karena pedang pusaka ini !" jawab Tiong Giok. "Wan Jie, sekarang engkau percaya akan ketangguhanku bukan ?"
"Ya kupercaya sepenuhnya, karena bukan saja kepandaianmu sudah tinggi, juga memiliki pedang pusaka !"
"Kalau begitu niatmu ke Ngo Liu Cung menjadi batal bukan ?"
"Aku bisa membatalkan niatku, tapi sebelum itu engkau harus meluluskan dua
permintaanku."
"Katakanlah apa permintaanmu itu !"
"Kesatu engkau harus memaklumi, bahwa diriku ini dibesarkan oleh orang-orang Pok Thian Pang, bagaimanapun aku tak bisa berkhianat pada mereka."
"Engkau seorang yang mengenal budi, sudah tentu permintaanmu ini kululusi, dan yang satu lagi ?"
"Yang kedua, kuharap engkau berlaku murah jika berkelahi dengan guruku !"
"Itu mudah ! Nah bersiap-siaplah untuk berangkat !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
339 Dikamar itu memang tak ada perabotan yang bisa dibawa, Wan Jie hanya membundel pakaian sehari-hari. "Hayolah kita berangkat !"
"Ibu tak bisa berjalan sendiri, marilah kugendong !" kata Tiong Giok.
"Sebaiknya aku yang menggendong ! Dengan begini kalau ketemu musuh engkau bisa
melawannya !" Tanpa menunggu jawaban dari Tiong Giok, Wan Jie segera menggendong orang tua itu. Baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar bel berbunyi, tiga kali panjang sekali pendek, "Siapa yang mengebel ?" tanya Wan Jie.
"Mungkin Ciu Lo Cianpwee, biar kubukakan pintu, dan kau tunggu dulu disini !" kata Tiong Giok yang terus berlari keluar. Begitu ia membuka pintu kuburan, tampak seseorang sedang langak longok di pintu kuburan, orang itu adalah Toa Gu adanya, tentu saja membuat Tiong Giok heran. "Toa Gu ada keperluan apa kau kemari ?" Toa Gu menjadi kaget, tapi begitu mengenali yang menanya itu Tiong Giok adanya, ia tersenyum-senyum sambil menepak-nepak dada. "Aduh, membuatku kaget saja ! Siau cu jin apa-apaan bersembunyi didalam kuburan ?"
Tiong Giok tak menjelaskan atas keheranan sitolol, malahan lantas bertanya : "Siapa yang menyuruhmu kesini ?"
"Ciu Lo Cianpwee yang menyuruh !" jawab Toa Gu. "Katanya disekitar rumah penuh dengan musuh-musuh, apakah perlu dihajar atay bagaimana itu terserah pada Siau cu jin !"
"Berapa banyak musuh-musuh itu ?"
"Keadaan gelap tak bisa melihat tegas, pokoknya banyak !"
"Apakah mereka sudah masuk kerumah ?"
"Buh".kalau sudah masuk kerumah sih sudah beres, dan tak perlu menanya Siau cu jin lagi
!" "Baiklah, beri tahu Ciu Lo Cianpwee jangan ladeni musuh-musuh itu. Dan minta semuanya datang kemari !"
Toa Gu segera berlalu.
Saat ini Wan Jie yang menggendong ibunya Tiong Giok telah sampai diluar kuburan.
"Bagaimana ada apa ?" tanyanya.
"Gurumu sudah mengepalai anak buahnya melakukan pengepungan pada rumahku, biar
bagaimana perkelahian tak bisa dihindarkan lagi !"
"Ah, kenapa guruku berlaku begini ?"
"Sedapat mungkin kita hindarkan eprkelahian, kalau terpaksa baru melawan !" jawab Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
340 "Sebaiknya sabarlah dan jangan membunuh orang," kata ibunya Tiong Giok.
Tak selang lama Ciu Ceng Ceng tampak datang, ia menggendong Tio Ma, disusul oleh Ciu Kong yang membawa tubuh In Hok.
"Aku berusaha sedapat-dapatnya, tapi racun ini telah membuatnya mati".." kata Ciu Kong.
Tiong Giok mengulapkan tangan, jangan sampai Ciu Kong berkata terus dan didengar ibunya.
Ia mengangkat tubuh In Hok dan membawanya kedalam kuburan. Dan diletakkan pada peti kosong, setelah itu ia bertekuk lutut sambil berdoa : "Semoga arwahmu diterima dialam baka dalam ketenangan, dan kuhaturkan hormatku yang terakhir sebagai tanda terima kasihku yang tak terhingga. Kini dalam keadaan bahaya aku tak bisa melakukan upacara penguburan sebagaimana layaknya, tapi setelah segala urusan beres, jenazahmu akan dikebumikan secara wajar."
Ia bangun dan keluar darai kuburan, diliputi kesedihan yang tak alang kepalang.
"Keadaan sangat genting sekali, Siau cu jin menitahkan kami meninggalkan rumah,
selanjutnya langkah apa yang harus kutempuh ?" tanya Ciu Kong.
"Untuk meninggalkan tempat ini, kita harus menjadi dua rombongan yang berpisah. Satu mengambil jalan biasa untuk memancing musuh pergi, satu rombongan lagi mengambil jalan pegunungan yang bisa sampai diluar daerah Ek Ciu. Tujuh hari kemudian kita bisa berkumpul lagi dikota Lam Ciong dan terus ke Kiu Yang Shia.
"Nah sekarang saja Siau cu jin atur orang-orang kita ini !"
In Tiong Giok berpikir sejenak. "Wan Jie dan Ceng Ceng ikut denganku mengambil jalan gunung, sedangkan Lo Cianpwee dan Toa Gu mengambil jalan besar !"
Tiong Giok sengaja menempatkan kedua gadis itu turut dengannya, kesatu Wan Jie tidak bisa terang-terangan menghadapi kaum Pok Thian Pang, kedua gadis itu dibutuhkan menggendong Tio Ma dan ibunya sendiri. Ketiga Ciu Kong yang ditugaskan memancing musuh, tanpa dibebani kaum lemah, bisa bergerak bebas.
Sebaliknya Ciu Kong menguatirkan keselamatan Siau cu jin, maka itu mendengar keputusan ini, alisnya jadi berkerut : "Siau cu jin sebagai Ciang bun jin dari Thian liong pay, bilamana memisahkan diri dari kami, rasa kuatir itu tak bisa hilang, sebaiknya salah satu diantara aku atau Yauw heng, mengikuti Siau cu jin."
"Tidak usah !" kata Tiong Giok. "Tujuanku mengambil jalan kecil ini, untuk menghindarkan mata-mata musuh, bilamana terlalu banyak orang mudah diketahui mereka. Dan andaikata masih juga dipergoki musuh, kepandaianku masih cukup menghadapi mereka !"
Ciu Kong tidak mengatakan apa-apa lagi, ia melirik pada anaknya sambil memesan dengan wanti-wanti : "Berlaku rangkas dan cermatlah di perjalanan, bila terjadi apa-apa pada diri Siau cu jin , jangan harap bertemu muka lagi."
"Idih ! Tia tia bisanya memarahi aku saja," kata Ceng Ceng.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
341 Tiong Giok tersenyum dan mengangkat tangan, menyetop pembicaraan antara Ceng Ceng dan ayahnya. "Sekarang sudah eaktunya kita berpisahan !"
Ciu Kong dan Yauw Kian Cee masing-masing memegang sebelah tangan Toa Gu terus
berlalu di dalam kegelapan malam.
Belum selang lama berangkat, dari balik gunung terlihat panah api menerangi jagat raya.
Tiong Giok tahu itulah tanda rahasia orang-orang Pok Thian Pang. Dengan padamnya panah api itu terdengar pekikan di empat penjuru memburu kearah Ciu Kong dan kawan-kawannya melarikan diri.
Tiong Giok tersenyum melihat siasatnya memancing musuh berhasil dengan baik. Cepat-cepat diajaknya Wan Jie yang menggendong ibunya dan Ciu Ceng Ceng yang menggendong Tio Ma meninggalkan tempat itu. Kedua orang tua itu masing-masing tidur dengan
nyenyaknya diatas gendongan. Karena sudah ditotok urat tidurnya. Mereka mengambil jalan gunung yang berliku-liku.
"Jalanan ini bisa menembus kedaerah Tong San tanpa melalui Ek Ciu atau Ngo Liu Cung, jika kita berhasil sampai disana, tidak kuatir lagi terkejar orang Pok Thian Pang !" kata Tiong Giok.
Setelah mereka melalui belasan lie jauhnya, jalanan gunung semakin menanjak, dan memasuki sebuah jalanan sempit yang dihimpit tebing kiri kanannya. "Jalanan ini hanya satu lie panjangnya, tapi merupakan tempat yang paling berbahaya, maka itu aku minta kalian mengaso sulu sebelum melalui kalan ini !" kata Tiong Giok.
"Aku tak merasa letih," kata Ciu Ceng Ceng, "aku pikir sebaiknya kita lekas lalui jalan ini lebih baik bukan ?"
"Wan Jie bagaimana denganmu, letihkah ?" tanya Tiong Giok.
"Tidak !" jawab Wan Jie.
"Baiklah kalau begitu tidak usah kita beristirahat lagi !" kata Tiong Giok. Ia memberikan pedang Lie hwee kiam pada Ceng Ceng, "Engkau berjaga di paling belakang, Wan Jie ditengah, aku didepan !"
Padahal Wan Jie sudah letih sekali, tetapi ia tak mau kalah oleh Ceng Ceng. Biarpun di dalam hatinya mengetahui anak gadis yang sebaya dengannya itu memiliki kepandaian yang bila dibandingkan lebih tinggi darinya. Ia memaksakan diri mengikuti Tiong Giok masuk kejalan sempit yang berbahaya itu dengan termegap-megap. Disamping itu ia sangat memperhatikan bahwa Tiong Giok begitu telaten sekali pada Ceng Ceng, mau tak mau perasaan cemburu timbul didalam hatinya. Sehingga tanpa disadari lagi, mendatangkan duka pada dirinya.
Sedangkan Ceng Ceng yang sejak kecil dibesarkan oleh Ciu Kong sudah biasa berjalan dipegunungan, tambahan ilmunyapun cukup tinggi, perjalanan itu memang benar-benar tidak membuatnya letih barang sedikitpun. Wan Jie yang sejak kecil mempelajari silat dibawah asuhan Pek Cin Nio, biar terhitung seorang jago, tetap belum bisa menandingi Ceng Ceng.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
342 Belum lama mereka berjalan, Wan Jie sudah kepayahan, Ceng Ceng yang berada
dibelakangnya mengetahui kesemua ini. "Wan Kounio bagaimana " Sudah letihkah " Mari kubantu !"
Nyatanya Wan Jie sudah lemas sekali, sebelum mendapat bantuan dari Ceng Ceng, tubuhnya telah limbung dan jatuh duduk dengan mendadak.
"Wan Jie engkau kenapa ?" tanya Tiong Giok.
"Wan Kounio kecapaian sehingga jatuh," jawab Ceng Ceng dari belakang.
"Kalau begitu kita beristirahat dulu disini," kata Tiong Giok.
Ciu Ceng Ceng yang tidak tahu apa-apa membuka mulut lagi. "Mana boleh kita beristirahat ditempat berbahaya ini, biar bagaimana kita harus keluar dulu dari sini baru istirahat."
Tanpa memperdulikan orang, Wan Jie melepaskan ibu angkatnya dari punggungnya.
"Tiong Giok lekaslah engkau bawa ibu keluar dari jalan berbahaya ini. Dan biarkan aku disini"."
"Wan Jie memang kenapa " Bagaimanapun kita harus sama-sama senang dan sama-sama
menderita !"
"Sebenarnya tak pantas aku turut denganmu karena merupakan beban saja?"" kata Wan Jie sambil menangis.
"Aku tidak menyalahkan dirimu".."
"Aku menyesalkan diriku sendiri, aku menyesal ! Aku lebih senang kembali lagi ke Pok Thian Pang dari pada turut denganmu !"
"Hei, kenapa jadi marah-marah " Aku salah apa ?"
Wan Jie tidak menjawab, ia mengangis semakin keras.
"Sebaiknya jangan bicara disini, kalau orang-orang Pok Thian Pang kemari bisa celaka !"
Mendengar ini Wan Jie jadi gusar, ia berhenti menangis, dan cepat-cepat menyerahkan ibunya dan buntalan pada Tiong Giok. "Kuharapkan baik-baiklah menjaga diri"..kuucapkan selamat berpisah"." Sambil menangis ia melompat melalui Ceng Ceng dan terus berlari ketempat tadi.
"Wan Jie ! Wan Jie !" teriak In Tiong Giok.
Wan Jie tidak memperdulikan, ia berlari terus dengan terhuyung-huyung.
Tiong Giok menjadi bingung dan panik.
"Sedang enak-enaknya berjalan, kenapa kembali lagi ?" kata Ceng Ceng.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
343 "Jangan banyak bicara lagi, lekas buntuti !" bentak In Tiong Giok.
Waktu mereka berhasil mencandak Wan Jie tiba-tiba melihat sinar api menerangi tebing.
"Hi hi hi".nyatanya kalian tetap tak lepas dari tanganku !" terdengar suara dingin yang menyeramkan.
Tiong Giok memandang kearah suara tampak beberapa orang Pok Thian Pang dibawah
pimpinan Soat Kouw menghadang perjalanan mereka.
Tiong Giok menjadi kaget, cepat-cepat menyuruh kedua gadis diam dibelakangnya. Ia sendiri dengan pedang ditangan maju menghadapi musuh dengan gagah. "Kutanya kalian mau apa ?"
"Oh, kiranya pedang mustika inipun jatuh ditangan In Kongcu, tak kukira orang bertopeng yang berhasil mendapatkan pedang ini engkau adanya".saat itu benar-benar tidak
kukenali"." Kata Soat Kouw, ia pun melirik kearah Wan Jie, "Hm, Wan Jie nyalimu sangat besar, sudah melihat Soat Kouw masih pura-pura bodoh !"
"Kou kou terima hormatku !" kata Wan Jie.
"Wan Jie sekarang tak ubahnya seperti harimau tumbuh sayap, aku tak berani menerima hormatmu !"
Wan Jie menundukkan kepala tanpa menjawab.
"Kemarilah !" Atau diseret dulu baru datang ?"
Dengan perasaan sedih Wan Jie memandang In Tiong Giok, lalu menggerakkan kaki
perlahan"lahan.
"Wan Jie, engkau gila !" bentak In Tiong Giok sambil menghalang-halangi.
"In Kongcu sebagai lelaki sejati, tak pantas berbuat begitu pada gadis baik-baik bukan ?"
"Memang dia kuapakan !" bentak In Tiong Giok.
"Kuminta kemurahanmu, ijinkanlah aku kembali !" kata Wan Jie.
"Sampai matipun tidak kuijinkan !" kata In Tiong Giok.
Wan Jie menangis, air matanya turun seperti hujan, membuat Soat Kouw heran sendiri. "Wan Jie, jika engkau menyesal masih ada kesempatan untuk kembali, jangan sampai gurumu datang !"
Wan Jie dalam keadaan terdesak, mengeraskan hati dan berlari kearah Soat Kouw. Tiong Giok menggendong ibunya, sebelah tangan lagi mencekal pedang. Cepat ia meletakkan ibunya, dan menyuruh Ceng Ceng menjaga. Setelah itu baru memburu kearah Wan Jie, gerakannya sangat cepat sekali. Wan Jie kena dijambretnya dan dibawa kembali kedalam tebing. Beberapa anggota Pok Thian Pang mencoba merintangi, tapi dalam beberapa gebrakan Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
344 saja telah dibikin terjungkel. Tiong Giok melewati Ceng Ceng kembali kedalam tebing. "Wan Jie ! Wan Jie !" kata Tiong Giok sambil meletakkan kekasih itu. "Andaikata aku bersalah jelaskanlah baru kuijinkan engkau pergi, bilamana tidak matipun tidak kuijinkan !"
"Tiong Giok lupakanlah aku ! Anggaplah antara kita belum pernah berkenalan satu sama lain".atau anggaplah aku sudah mati".sulit untuk kujelaskan kandungan hatiku, anggaplah aku sudah tiada."
"Tapi kita sudah berkenalan," jawab Tiong Giok. "Dan engkau masih hidup disunia ini".ini fakta".mana bisa kulupakan " Aku tak mengerti mengapa cintamu begitu kejam ?"
"Aku tak tahu ! Jangan desak diriku?"
"Kudengar dari mulutmu sendiri, akan turut denganku selama-lamanya"."
"Itu soal dulu".siapa tak tahu bisa menghadapi hari ini"."
"Dulu dan sekarang apa bedanya " Engkau telah berubah !"
"Tidak ! Sedikitpun aku tidak berubah ! Tapi waktu dan keadaan bisa membuat kehidupan orang menjadi berubah"."
"Perkataan dungu apa gunanya diucapkan," selak Tiong Giok ddengan gemas. "Jika tidak berubah".kenapa mau meninggalkan aku " Kini kuminta kesediaanmu turut bersamaku
untuk selama-lamanya !"
"Engkau mau kemana ?"
"Kemana saja, keujung langit kek, engkau harus besertaku !"
"Tapi antara engkau dan aku tak bisa?"
"Kenapa tidak ?"
Wan Jie menangis semakin sedih.
Mereka berkata dan berkata, sedangkan dimulut tebing, sangat rusuh sekali oleh orang-orang Pok Thian Pang. Tiong Giok segera mencelat, menghampiri Ceng Ceng. "Bagaimana keadaan sekarang ?"
"Mereka semakin banyak !" jawab Ceng Ceng.
"Sebaiknya kita berusaha meninggalkan tempat ini sebelum terang tanah !"
"Hm jangan bermimpi !" tiba-tiba terdengar suara ejekan dari sebelah luar. "Engkau kira kami bodoh, ketahuilah jalan keluar disebelah sana sudah kami jaga, pokoknya tidak ada jalan lagi untuk kalian, kecuali bunuh diri !"
Suara ini membuat Wan Jie berkat seorang diri : "Ah".suhu sudah datang !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
345 "Hm sudah tahu aku datang, kenapa tidak lekas-lekas keluar ?"
Wan Jie menghampiri Tiong Giok, "Bagaimana sekarang ?"
"Jangan takut, ada aku !" jawab Tiong Giok. Sungguhpun begitu, dihatinya ia pun
memikirkan keadaan yang sulit ini. Mereka hanya berlima sedangkan dua orang tua
disamping tidak bisa membantu mereka, juga cukup merepotkan. Untuk mereka meloloskan diri dari jalan itu sulitnya bukan main. Tapi ia seorang anak muda yang tidak lekas putus asa.
Dihiburnya Wan Jie dengan lemah lembut : "Jangan kuatir, asalkan kita bisa berlaku tenang segala kesusahan ini bisa kita atasi."
"Biarkan aku keluar menemui guruku, kuyakin dengan permohonanku yang sangat, beliau akan mengabulkan untuk membebaskan kalian pergi."
"Saat ini belum waktunya minta belas kasihannya," jawab Tiong Giok.
"Habis apa yang harus kuperbuat ?"
"Kuinginkan kita bisa sehidup semati menghadapi bahaya yang bagaimana besarpun"."
Wan Jie membekap mulut Tiong Giok : "Aku tak berharga dibela mati-matian macam itu !"
"Jangan berkata begitu !" kata Tiong Giok. "Sejak kita bertemu entah berapa banyak kami menerima budi darimu, jika dikatakan dirimu tak berharga, itu salah yang tak berharga adalah aku."
"Jangan mengungkit-ungkit masa lalu, yang lalu biarlah berlalu !" ratap Wan Jie. "Aku hanya menyesal, kenapa keduakaan selalu membayangi diriku terus " Kini hanya memohon belas kasihan dari guruku tak ada jalan lain lagi untuk hidup bukan ?"
"Pokonya asal engkau bertekad tak kembali lagi ke Pok Thian Pang, aku masih berdaya untuk meloloskan diri dari bahaya ini !"
"Keyakinanmu berlebih-lebihan, lihatlah kenyataannya"."
"Keyakinanlah modal utama untuk menanggulangi segala kesulitan."
"Baiklah kusanggupi kehendakmu, tapi luluskan juga sebuah permintaanku."
"Katakanlah sayang," kata Tiong Giok.
"Engkau tahu antara dendam dan budi terpisah satu sama lain, budi yang kuterima dari guruku, tujuh belas tahun dididik dan dibesarkan dengan kasih sayangnya, kini ia berada didepanku, sepatutnya aku menemuinya bukan " Andaikata ia mendesakku sampai matipun aku tak mau kembali ke Pok Thian Pang, tetapi yang kujalankan hanya kewajiban seorang murid pada gurunya?""
"Baiklah, mari kutemani menemuinya."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
346 "Baik ! Untuk menjaga mukaku janganlah engkau turun tangan kepadanya."
Tiong Giok menganggukkan kepala dan segera memerintahkan Ceng Ceng untuk menjaga kedua orang tua, lalu menemani Wan Jie keluar dari tebing itu.
Cahaya api terang benderang, Pek Cin Nio dan Soat Kouw berdampingan satu sama lain diluar tebing itu. Dikiri kanannya tampak Thian Lam Sam Kui, Lie Cit Liong, Siau Hong dan Siau Eng. Sedang pengawal yang berjumlah seratus lebih, berada disekelilingnya, siap dengan senjata terhunus.
Setibanya dimulut tebing, Wan Jie bertekuk lutut sambil berkata : "Suhu, terimalah hormat dariku."
In Tiong Giok pun maju bersoja memberi hormat tanpa berkata.
Sepasang mata Pek Cin Nio, memandang dengan tajam menatap pemuda kita, kepalanya mengangguk perlahan membalas hormat itu, lalu melirik kearah muridnya dan berkata dengan dingin : "Budak, nyatanya engkau masih punya pikiran, mengakui aku sebagai guru !"
"Seumur hidupku tak pernah mengandung pikiran membalik membelakangi guru," jawab Wan Jie, "dibalik ini banyak kesulitanku, harap suhu maklum adanya."
"Apa kesulitanmu ?" ejek Pek Cin Nio. "Engkau mencuri Leng pay untuk meninggalkan markas pusat. Hal ini masih dapat kumaklumi, tapi begitu lama bahkan sampai aku sendiri yang datang kemari engkau belum mau kembali " Inikah kesulitanmu " Bukankah ini terang-terangan membelakangi seorang guru ?"
Wan Jie terisak-isak tanpa menjawab.
"Sejak dari gendongan kurawat engkau sampai dewasa, kuurus dan kudidik siang maupun malam. Waktu sakit, siang kudampingi malam kugadangi kucurahkan kasih sayang lebih dari seorang ibu. Setelah dewasa, kujodohkan dengan Kiam Hong, karena kuingat anakku itu dalam hal potongan, kepandaian dan lain-lain cukup sepadan denganmu, tapi kenapa engkau tak mau " Apa alasanmu " Dan kenapa engkau tidak mengatakan keberatanmu bilamana tidak setuju " Kau pikir beginikah caranya engkau membalas budi pada seorang guru " Pikirlah".."
Pek Cin Nio semakin berkata suaranya itu semakin parau, dan begitu juga dia akhirnya tak bisa melanjutkan kata-katanya kareana terhalang isak tangis yang ditahan-tahan.
"Suhu?".memang aku salah".tapi Pek Suheng pun menentang perjodohan ini".karena
inilah kami kabur," kata Wan Jie sambil menangis.
"Biarpun kalian tidak setuju satu sama lain, tak sepatutnya berlaku demikian," kata Pek Cin Nio, "Satu adalah muridku, satu adalah anakku, begitu tak mengenal budi dan kasih sayang, pikirlah kalau begini semua, siapa yang mau menjadi orang tua dibumi ini ?"
"Segala kasih sayang yang dicurahkan suhu tak bisa kulupakan seujung rambutpun, untuk ini aku bersedia mati menurut kehendak suhu. Tapi kalau dijodohkan dengan orang yang tak kusetujui, berarti menyiksa bahtin dan ragaku seumur hidup bukan " Apakah kasih sayang suhu dan membesarkan diriku untuk itu ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
347 "Kata-katamu ini berarti ingin mendurhakai seorang guru bukan ?"
"Murid tidak berani?""
"Kalau begitu, serahkan dirimu untuk menunggu hukuman"." Kata Pek Cin Nio perlahan.
"Lekas ! Apakah menunggu aku turun tangan ?"
"Suhu?"..!" Wan Jie melelehkan air mata sambil menangis.
Tiong Giok segera tampil kedepan, sebelum berkata ia memberi hormat lagi. "Pek Paangcu bolehkah aku mengemukakan beberapa kata ?"
"In Kongcu engkau seorang terpelajar tinggi yang maha pintar, harus tahu urusanku dengannya adalah soal peribadi dan interen."
"Karena soal interen inilah, membuatku mau berkata-kata."
"Engkau mau mengurus soal orang lain ?"
"Namanya interen yakni soal kekeluargaan."
"Engkau sebagai apanya ?"
"Sebagai kakaknya !"
"Apa"..?" Pek Cin Nio jadi melengak dan memandang tajam kepada Tiong Giok penuh
perhatian. Tiong Giok menegaskannya serius : "Pangcu mungkin tidak tahu bahwa Wan Jie telah dijadikan anak angkat ibuku. Karena inilah aku berhak mengurus soal interen ini."
"Oh"..begitu !" kata Pek Cin Nio setelah melongo sesaat lamanya. "Maafkanlah aku yang kurang pendengaran dan pengetahuan. Sejak kapankah ia menjadi adik angkatmu ?"
"Setahun lebih !" jawab Tiong Giok.
"Baik langkah apa yang hendak kau ambil sebagai seorang kakak ?"
"Ingin kuberi tahu pada Pangcu, bahwasannya soal pernikahan itu adalah soal seumur hidup.
Disamping saling mencintai satu sama lain, juga harus mendapat restu satu sama lain kan "
Kini ingin kuketahui, pernikahan Wan Jie ini apa mendapat persetujuan dari orang tuanya ?"
"Sejak kecil ia telah yatim piatu, dapat dikatakan aku sebagai ibunya"."
"Itu urusan lama,"potong Tiong Giok. "Pangcu jangan lupa sekarang ini ia mempunyai ibu dan kakak. Pangcu telah menikahkannya dengan anak sendiri, sama dengan menjadi orang tua dari dua rumah, dimana ada peraturan semacam ini ?"
"Boleh engkau mengatakan aku tak berwenang mengurus soal pernikahannya, tapi ia sebagai murid yang murtad, tentu berhak untuk mengurusnya bukan ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
348 "Benar, tapi sampai detik ini Wan Jie tidak mendurhaka oada gurunya maupun berkhianat pada perserikatannya bukan ?"
"Hmm, engkau pandai memutar lidah, apa alasannya ?"
"Bilamana ia mendurhaka pada guru maupun perserikatannya, tentu telah melakukan
perlawanan dengan senjata, dan tak mungkin mau bertekuk lutut semacam ini !"
"Apa yang dilakukannya ini karena sudah putus asa bukan ?"
"Hmm, putus asa " Sejujurnya dengan ilmu kepandaian yang kumiliki ditambah dua pedang wasiatku, belum tentu pihakmu yang menang !"
"Ha ha ha, andaikata bnar, bahwa dirinya tidak mendurhakai guru dan perserikatan, kuminta sekarang juga kembali kemarkas pusat !"
"Wan Jie pasti akan pulang, tapi bukan sekarang !"
"Kapan ia mau pulang ?"
"Dimana dunia Bulim telah menjadi aman, dan Pok Thian Pang telah menjadi perserikatan baik, Wan Jie pasti kembali kesana untuk berbakti pada gurunya."
"Hmm, nyatanya engkau bukan saja pandai bahasa Sangsekerta, juga pandai berdebat."
"Apa yang kukatakan semata-mata membela diri," kata Tiong Giok, "tak bisa diartikan sebagai tukang debat bukan ?"
"Apa urusan ini kau pikir bisa selesai dengan perkataanmu itu " Tidak ! Sekali-kali tidak.
Pokoknya biarpun ditubuhmu tumbuh sayap, jangan harap bisa meloloskan diri dari kepungan ini, sebaiknya berlaku tahu dirilah dan menyerahlah siang-siang !"
"Kalau kami tidak menyerah ?"
"Mudah saja, asal engkau bisa meloloskan diri dari kepungan ini berarti selamat !"
"Kutahu betul Pangcu bukan seorang yang senang membunuh," kata Tiong Giok, "tapi bila mana terjadi perkelahian pasti banyak yang luka-luka terbunuh, juga yang kalah tentu pihak kami."
"Hmm, dalam perkelahian sifatnya bunuh membunuh, tapi engkau harus ingat juga dengan keselamatan ibumu !"
Tiong Giok tidak menjawab, ia menoleh pada Wan Jie. "Engkau sudah mendengar semua kecuali menyerah kita harus berkelahi bukan, mari kita kembali !"
"Suhu tidakkah engkau bisa membebaskan kami sekali ini saja ?" mohon Wan Jie sambil menangis.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
349 "Engkau seorang murid yang murtad, sejak hari ini hubungan antara guru dan murid sudah putus, siapapun berhak menciduk dirimu !"
Wan Jie tahu tidak ada pengampunan bagi dirinya, ia memberi hormat lagi, dan terus bangun mengikuti In Tiong Giok kembali kedalam tebing.
Dengan air mata berlinang-linang Pek Cin Nio memandang kepergian muridnya dengan hati hancur, ia memaksakan mengeluarkan perintah. "Serang !" Sedang tubuhnya melengos kearah lain, tidak mau menyaksikan anak buahnya yang berduyun-duyun mengerepuk muridnya sendiri.
In Tiong Giok dan Wan Jie baru saja masuk kedalam cela-cela tebing, orang-orang Pok Thian Pang telah sampai. Ciu Ceng Ceng yang menjaga dimulut tebing tidak tinggal diam, diserangnya musuh-musuh itu dengan pedang wasiat, sinar pedang berkeredepan dibawah sinar api, diiringi jeritan-jeritan yang mendirikan bulu roma. Jangan dianggap Ceng Ceng si gadis dusun tak berkepandaian, ilmu Thian liong kiamnya yang lihay ditambah dengan Hwee lie kiam ditangannya, cukup membuat orang-orang Pok Thian Pang kalang kabut, dalam sekejap sua puluh orang kena dilukai dan terbunuh.
Jalanan tebing itu bermulut kecil, membuat orang-orang Pok Thian Pang tak bisa mengurung dari empat penjuru, maka menguntungkan benar pihak Tiong Giok. Biarpun begitu, Ceng Ceng dibuat kewalahan juga, karena yang menyerang itu bergelombang adanya, satu mati datang dua, dua mati datang empat dan seterusnya.
"Ceng Ceng bagaimana ?" tegur Tiong Giok.
"Saat ini belum apa-apa, tapi mereka banyak sekali dan tak habis-habisnya, lama-lama bisa mendatangkan kesulitan juga !"
"Kuharap engkau bertahan sekuat-kuatnya, aku mau melihat keadaan dibelakang, kalau-kalau ada musuh yang membokong !" kata Tiong Giok. Ia memesan pula pada Wan Jie. "Jangan kuatir aku pergi hanya sejenak dan jagalah keselamatan dua orang tua ini ."
Wan Jie menganggukkan kepala. "Tapi".lekas kembali"."
Tiong Giok berlari kearah belakang, tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar suara aneh. Ia jadi heran dan maju terus, kini ia baru tahu bahwa jalan keluar dari tebing itu telah disumbat ranting kayu kering. Yang masih terus dilempari dari atas tebing kedalam jalan kecil itu.
Jatuhnya kayu-kayu itu menerbitkan suara krak krek krok yang didengar Tiong Giok tadi.
Perbuatan orang-orang Pok Thian Pang benar-benar kejam sekali, pikirlah bilamana kayu-kayu itu dibakar orang yang berada dibawah celah-celah tebing itu bukankah bisa mati tertembus hidup-hidup.
Kayu-kayu masih dilempari terus ke dalam tebing itu, Tiong Giok tahu jalan maju dan mundur sudah dikuasai musuh, ia menjadi cemas sendiri. Tapi sudah menjadi kebiasaan, seseorang bisa menjadi pintar dan cerdas dalam keadaan terjepit. Demikian pula dengannya, tiba-tiba kayu-kayu itu menarik perhatiannya sekali. Alangkah baiknya kalau kayu-kayu itu kujadikan tangga sebelum dibakar. Dengan ini kami bisa meloloskan diri ! Tapi kayu-kayu itu pendek, bisa dijadikan anak tangga, tapi tidak ada yang panjang untuk dijadikan ibunya. Tapi Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
350
Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hanya sekejap kesulitan itu hilang".cepat-cepat diambilnya beberapa puluh batang kayu itu, ujungnya cepat-cepat diruncingi. Karena ia memakai pedang mustika, maka soal itu dapat dikerjakan cepat dan mudah. Setelah itu dengan kekuatan tenaganya kayu itu ditancapkan di tebing, sebatang menyusul yang kedua dan seterusnya?"
Dengan pertolongan patok-patok yang berupa tangga ini, Tiong Giok bisa sampai diatas tebing itu. Disini ia melihat lima puluh orang-orang Pok Thian Pang dibawah pimpinan Kam Kong masih terus menjatuhkan kayu-kayu kedalam tebing. Ia tahu bila mana harus bertindak, mesti menggunakan gerak kilat yang luar biasa sekali, kalau tidak, cukup salah seorang diantara mereka melemparkan obornya kebawah, untuk menjadikan lautan api celah-celah tebing yang sempit itu. Dengan begitu Wan Jie berempat tak bisa meloloskan diri lagi.
Ia merayap mendekati musuh, sepasang matanya memandang tajam, siap-siap mencari
kesempatan untuk turun tangan".
Nyatanya bukan In Tiong Giok saja yang sedang mengawasi Kam Hong, masih ada dua orang muda mudi yang mengawasi seperti dia. Dua anak muda ini mengenakan topeng hitam, bersembunyi di dalam pepohonan sudah sekian lamanya.
"Hei, sebenarnya apa yang sedang diperbuat mereka ?" bisik yang perempuan pada
kawannya. "Oh, mereka sedang siap-siap menantikan isyarat untuk menyalakan api?"
"Kutahu mereka mau menyalakan api, tapi untuk apa ?"
"Tentu membakar musuh mereka?"
"Siapa yang menjadi musuh mereka ?"
"Mana kutahu?"
"Oh".yang bermusuhan dengan kaum Pok Thian Pang kebanyakan dari golongan benar !"
Mari kita tolong mereka !"
"Engkau jangan sembarangan bergerak, Kam Hong bukan lawan empuk !"
"Kalau kita kalah, buka saja topengmu, pasti ia takut !"
"Ngomong memang enak, kalau mau membuka topeng ini, untuk apa sembunyi-sembunyi
sekian lamanya ?"
"Lambat laun kau toh harus membuka topeng itu bukan " Jangan kuatir biar dia lihay, akan kulawan terus !" kata sigadis dengan bernafsu dan segera keluar dari persembunyiannya.
Sipemuda berusaha mencegahnya, tapi tak keburu, bukan saja si gadis telah keluar, juga suara mereka telah didengar musuh.
"Hei, kalian siapa ?" bentak Kam Kong. Sekalian anak buahnyapun menghunus senjata dengan berbareng, dan memandang sua muda mudi itu dengan bengis.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
351 "Aku !" seru si gadis dengan lantang. Si pemuda dengan terpaksa mengikuti kawannya dari belakang.
Kam Kong merasa tak betah melihat orang bertopeng, dengan didahului tersenyum sinis ia berkata : "Hm, kalian bernyali besar beetul ya, berani datang kemari dengan bertopeng, lekas buka perlihatkan tampang kalian yang tulen !"
Gadis itu berani sekali, perkataan Kam Kong dianggap sepi. Ia bertolak pinggang seenaknya dengan lagak menantang. "Topeng ini mau dipakai atau tidak bergantung pada kami, emangnya kau jadi apa, main perintah saja !"
"Hei budak ! Engkau siapa ?"
"Aku pengembara yang kebetulan lewat disini," jawab si gadis. "Kulihat kalian mengangkut kayu-kayu kering dan melemparkan kedalam tebing, apa maksud perbuatan demikian " Mau mencelakakan orang barangkali ya ?"
"Ha ha ha, apa urusannya denganmu " Mau membakar gunung kek, orang kek, siapa yang berani larang ?"
"Nih aku yang melarang !"
"Engkau bisa apa, berani melarang-larang aku ?" kata Kam Kong dengan tergelak-gelak dengan jumawa. "Yang penting sebutkan dulu namamu, jangan sampai aku salah tangan !"
"Apa perlunya nanya-nanya namaku ?"
"Ha ha ha, sudah kukatakan takut salah tangan, akibatnya mencelakakan orang sendiri. Nah katakanlah namamu dan nama orang tuamu sekalian"."
"Hm, orang tuaku pasti tak mempunyai hubungan dengan iblis semacam tampangmu !"
"Memang, akulah salah satu iblis yang bergelar Thian lam sam kui, rupanya kau kenal denganku ?"
"Kenal tidak kenal memang kenapa ?"
"Soalnya engkau telah melakukan suatu kesalahan besar !"
"Kesalahan apa ?"
"Yakni datang kemari mencampuri urusan kami ! Kalau kau kenal denganku masih bisa kumaafkan, kalau tidak"."
"Kalau tidak, memang kenapa ?"
"Akan kubunuh !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
352 "Hi hi hi, engkau si Kam Kong yang bergelar Kui cie bu siang atau si iblis berjari sembilan, boleh menakut-nakuti orang lain, tapi jangan harap membuatku takut !"
"Engkau terlalu kurang ajar ! Bagaimanapun harus diajar adat !"
"Boleh saja, silahkan"..silahkan !"
"Tangkap budak ini !" perintah Kam Kong pada anak buahnya. Dua pengawalnya segera menyergap gadis itu dari kiri dan kanan.
"Hm, tak tahu diri !" bentak si gadis sambil menggerakkan pedangnya. Dua pengawal itu dalam waktu hampir bersamaan terjungkal dengan jiwa melayang. Gerakan si gadis begitu cepat dan luar biasa, membuat Kam Kong terkejut juga.
Sedangkan si pemuda hanya menarik napas saja, melihat perbuatan kawannya.
Pengawal-pengawal yang lain menjadi murka melihat kawannya terbunuh mati, mereka berteriak-teriak dan maju berduyun-duyun dengan berbareng.
"Mundur !" teriak Kam Kong, yang terus mendahului sekalian pengawalnya menghampiri si gadis seorang diri. "Ilmu pedang keng thian cit su yang kau lancarkan cukup baik sekali, kini sekali lagi kutanya, sebenarnya engkau siapa ?"
"Rupanya engkau ingin tahu benar soal diriku, baiklah !" kata si gadis dengan tersenyum-senyum. "Tapi sebelum itu kau harus menerangkan sulu siapa yang hendak kalian celakakan itu !"
"Oh, kiranya kedatangan kalian kesini untuk orang-orang dibawah itu ?"
"Mungkin benar, mungkin salah," kata si gadis. "Terangkanlah siapa orang itu !"
"Jika ingin tahu juga baiklah, mereka berjumlah lima orang, antaranya terdapat seorang muda bernama In Tiong Giok dan seorang gadis bernama Wan Jie"."
"Benarkah ?" potong si gadis.
"Seratus persen benar !"
Sigadis memandang kepada kawannya. "Tidakkah kau mendengar " Tunggu kapan lagi ?"
katanya sambil membalik tubuh dan menikam kepada Kam Kong secara mendadak.
Kam Kong cukup berpengalaman, ia sudah menduga si gadis bisa menyerang dengan
mendadak, maka dengan tenang ia menyampok badan pedang dengan lengan kirinya,
sedangkan lengan kanannya menyerang pergelangan tangan si gadis. Berbareng dengan ini iapun berseru keras : "Bocah, lepaskan pedangmu !"
Gerakan kedua belah pihak begitu cepat dan mendadak, sigadis sudah keterlanjuran menikamkan pedangnya dan tak bisa menarik pulang lagi. Dengan begini pergelangan tangannya terancam bahaya, ia menjadi nekad dan menikamkan terus pedangnya kedepan, dengan perhitungan luka bersama.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
353 Kam Kong dibuatnya mendelik dan membentak keras : "Bocah, kau kira gila-gilaan begini bisa berhasil ?" Berbareng dengan itu, tubuhnya mengengos kesamping, lengan kanannya menepuk badan pedang, lengan kirinya menyabet kearah kerongkongan, perubahan dari gerak silatnya cepat dan tangkas, dalam beberapa setik saja, jiwa sigadis terancam maut.
Untuk menolong kawannya, sipemuda tidak menghunus senjata, ia hanya berteriak keras :
"Kam Futhoat tahan !"
Seruan si pemuda membuat Kam Kong kaget, serangannya ditarik dalam sedetik,
tubuhnyapun mencelat kesamping, dalam sekejap ia telah keluar dari gelanggang:
"Engkau".engkau".."
"Ya aku !" jawab sipemuda sambil mencopot topengnya, "aku Pek Kiam Hong."
Kam Kong dan sekalian anak buahnya jadi melengak, cepat mereka memberi hormat :
"Kiranya Siau Pangcu, maafkanlah perbuatan kami barusan !"
"Kam Futhoat tak usah melakukan banyak penghormatan," kata Pek Kiam Hong. "Aku ingin tahu juga, betulkah diantara yang mau dibakar itu terdapat In Tiong Giok dan Wan Jie ?"
"Benar !"
"Kenapa mereka " Dan atas perintah siapa, membakar mereka ?"
"Pertanyaan Siau Pangcu, sukar kujawabnya !" kata Kam Kong.
"Jangan kuatir, katakanlah apa yang sudah terjadi secara blak-blakan."
"Soal ini In Tiong Giok melarikan diri dari markas pusat, tentu Siau Pangcu sudah tahu bukan
?" kata Kam Kong. "Demikian pula soal Wan Jie berkhianat pada guru dan
perserikatan".eh".seharusnya Siau Pangcu mengetahui lebih jelas dariku bukan ?"
Wajah Pek Kiam Hong menjadi merah. "Engkau sudah salah mengartikan perkataanku !
Maksudku kenapa mereka dikurung didalam tebing ini ?"
"Jelasnya akupun tidak tahu," kata Kam Kong. "Aku hanya mendengar bahwa Lo Cucong mendapat info, bahwa In Tiong Giok pulang ke kampung halamannya. Dan segera
memerintahkan kami dan lain-lain untuk menciduk pemuda itu. Sungguh diluar dugaan, kamipun menemukan Wan Jie berada dirumah pemuda itu".waktu ditangkap mereka
melarikan diri dan terkurung di sini !"
"Sudah lamakah mereka terkepung di dalam tebing ini ?"
"Lebih kurang setengah malam lebih !" jawab Kam Kong.
"Siapa saja dari anggota kita yang melakukan pengepungan atas mereka ?"
"Pangcu sendiri, Hu Pangcu dan lain-lainnya."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
354 Pek Kiam Hong jadi tertegun mendengar ibunya sampai turun tangan sendiri. "Kam Futhoat tentu tahu bahwa Wan Jie meninggalkan rumah bersama-sama denganku, dan berani kujamin ia tidak punya pikiran berkhianat pada guru maupun perserikatan".bisakah Kam Futhoat mempercayai omonganku ini ?"
"Kalau Siau Pangcu yang berkata, mau tak mau aku percaya juga !"
"Mengenai In Tiong Giok akupun berani menjamin bahwa ia tidak bermusuhan dengan pihak kita barang sedikitpun !" kata Pek Kiam Hong dengan tegas. "Soal ia meninggalkan markas pusat, bukan atas kehendak sendiri, tapi dilarikan Liok Jie Hui, maka tak boleh
menyalahkannya bukan ?"
"Apa maksud Siau Pangcu mengemukakan soal ini kepadaku ?"
"Oh"." Pek Kiam Hong diam jadi tertegun. "Aku".aku hendak membersihkan nama
mereka dari segala tuduhan itu dan memohon pada Kam Futhoat untuk membebaskan mereka dari kesulitan sekarang !"
"Sebelumnya kuminta maaf terlebih dahulu," kata Kam Kong. "Dalam soal ini aku tak berwenang, tak berani ambil keputusan sendiri, harus kulapor dulu pada Pangcu !"
Bentrok Para Pendekar 5 Raja Naga 7 Bintang Karya Khu Lung Sepasang Pedang Iblis 25
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama