Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen Bagian 20
Ih Thian-heng tertawa, "Leng Kong-siau, Nyo Bun-giau dan Ca Cu-jing boleh maju
sekalian!" ia ulurkan tangan mencengkeram bahu kanan Ting Yan-san.
Walaupun dalam hati agak gentar terhadap Ih Thian-heng, tetapi karena saat itu
terdesak. terpaksa Ting Yan " san gunakan gerak Kuda-besi " melonjak, untuk menangkis.
Entah karena Ih Thian-heng hendak mempamerkan kepandaiannya atau karena kuatir
Ca Cu-jing akan mengeroyoknya, maka ia gunakan serangan kilat. Sambil menggembor
keras, ia balikkan tangan untuk mencengkeram pergelangan tangan Ting Yan " san.
Serangan itu dilakukan secepat kilat dan dengan gerak yang tak terduga-duga. Ting
Yan " san terkejut dan hendak endapkan tangannya tetapi sudah terlambat. Seketika ia
rasakan pergelangan tangannya kesemutan dan seluruh tenaganya hilang.
Serangan pertama berhasil, Ih Thian-heng hendak menyusuli dengan hantaman di
dada. Ting Yan " san miringkan tubuh untuk menghindar. Tetapi di luar dugaan tangan kiri Ih
Thian-heng itu diserempaki dengan gerakan kaki kanannya untuk menendang lutut orang.
Pruk".terdengar dengus orang tertahan dari Ting Yan " san. Lututnya termakan
tendangan dan ia terhuyung " huyung mundur 5 " 6 langkah baru dapat berdiri tegak.
Ternyata setelah dapat menendang lutut, Ih Thian-heng lepaskan cengkeramannya
sebingga Ting Yan " san dapat terhuyung mundur.
Menyaksikan itu, diam " diam Han Ping kerutkan dahi ; "Ih, mengapa Ting Yan " san
begitu tak berguna" Pukulan dan tendangan itu kecuali hanya mengutamakan kecepatan,
tiada hal yang luar biasa lagi. Mengapa menghadapi serangan begitu saja Ting Yan " san
sudah kalah."
Kiranya pada saat diserang Ih Thian-heng itu, dalam hati Ting Yan " san sudah
mempunyai rasa takut. Begitu lengannya dapat dicengkeram, hatinya makin panik,
nyalinya pecah. Karena tekanan " tekanan moril itu maka tangannyapun lentuk kaku.
Jika saat itu Ih Thian-heng mau turun tangan sungguh-sungguh, Ting Yan " San tentu
terluka parah tetapi setelah menendang, Ih Thian-heng tak mau menyusuli serangan lagi.
Dengan demikian sekalian orang yang berada disitu mendapat kesan bahwa orang she Ih
itu memang berlaku murah hati.
Melihat dalam satu gebrak saja Ih Thian-heng dapat melukai Ting Yan " san, Leng
Kong " siau menggigil. Memang seperti Ting Yan " san, iapun sudah gentar terhadap Ih
Thian-heng. Terdengar Ih Thian-heng tertawa, "Lama kudengar bahwa marga Ca itu termasyhur
dengan ilmu pukulan Peh " poh " sin " kun dan jarum maut Hong " wi " ciam. Hari ini aku
hendak minta pelajaran ilmu itu!"
Di hadapan sekian banyak orang, sesungguhnya Ca Cu " jing tak mau bertempur
dengan Ih Thian-heng. Tetapi karena terdesak dan apalagi Ih Thian-heng terang-terangan
menantang, maka ia bersikap tenang, serunya tertawa, "Bagus, bagus! Akupun memang
lama mengagumi nama saudara Ih. Sungguh beruntung sekali hari ini bisa menerima
pelajaran!" ia melirik ke arah Leng Kong " siau.
Leng Kong " siau dapat menangkap isyarat mata itu. Ca Cu " jing mengundangnya
untuk bersama " sama mengeroyok Ih Thian-heng. Maka majulah ia ke muka.
"Bagus!" seru Ih Thian-heng, "kalian berdua boleh maju serempak agar dapat
menghemat tenagaku!"
Dalam pada itu Ting Yan " san tetap pejamkan mata tak mau menyatakan apa-apa.
Sedang Pengemis " sakti Cong To sambil mengurut urat2 Ting Ling, memperhatikan
keadaan disekelilingnya. Diam-diam ia heran melihat sikap Ih Thian-heng yang begitu
garang. Pikirnya, "Hm, apakah orang " orang itu sungguh takut kepada Ih Thian-heng?"
Ih Thian " hong tertawa nyaring sehingga kumandangnya sampai menembus jauh ke
hutan. Kemudian serunya, "Harap kalian lekas bersiap karena akupun segera akan mulai!"
Ca Cu " jing dan Lang Kong " siau saling bertukar pandang dan berdiri berjajar. Tibatiba
Nyo Bun-giaupun rentangkan matanya yang meram tadi. Berkilat " kilat memandang
Ih Thian-heng. Sebenarnya saat itu Ih Thian-heng sudah melangkah pelahan tetapi melihat mata Nyo
Bun-giau berkilat, timbullah pemikiran lalu. Pikirnya, "Menilik sinar matanya yang begitu
tajam, masakan dia menderita luka. Apakah orang-orang itu memiliki ilmu kepandaian
yang istimewa?"
Tiba-tiba ia hentikan langkah, serunya nyaring ; "Nyo Bun " giau!"
Nyo Bun " giau mendengus dingin. Serunya, "Bagaimana?"
Ih Thian-heng tersenyum. "Engkau pandai sekali bersandiwara" habis menjawab Nyo
Bun-giau, sekonyong " konyong Ih Thian-heng melangkah maju dan menghantam Ca Cu "
jing dengan jurus Mendorong " gunung " menimbun " laut.
"Hati-hati saudara Leng!" Ca Cu " jing berseru pelahan seraya menggerakkan tangan
kanan menangkis.
Leng Kong " siaupun segera bergerak. Ia condongkan tubuh dan menghantam
punggung Ih Thian-heng dengan jurus Angin-kisaran-meniup.
Ih Thian-heng tak mengira kalau Ca Cu-jing berani menangkis. Ia hendak menambahi
tenaga pukulannya tetapi sudah terlambat. Krak" secepat beradu tinju, Ih Thian-heng
terus loncat beberapa langkah ke samping untuk menghindari pukulan Leng Kong " siau.
"Sin-ciu-it-kun, hanya begitu saja!" teriak Ca Cu-jing seraya menghantam ke udara.
Itulah pukulan Peh-poh-sin-kun atau Pukulan-sakti-seratus-langkah dari marga Ca yang
termasyhur di dunia persilatan. Setiup angin dahsyat berhamburan melanda.
Ih Thian-heng kenyang pengalaman. Setelah mengetahui Nyo Bun-giau, ternyata tak
menderita luka, ia tak mau menghamburkan tenaga untuk melayani Ca Cu-jing dan Leng
Kong-siau. Ia tetap hendak mempertahankan tenaga dalam untuk menghadapi Ca Cu-jing.
Pada saat Ca Cu-jing lepaskan pukulan Peh-poh-sin-kun, tiba-tiba Ih Thian-heng
mendapat siasat. Ia cepat melesat menghindar dua langkah ke samping lalu balas
menghantam dari jauh.
Tokoh-tokoh itu telah mencapai tataran yang tinggi dalam ilmu pengerahan tenaga
dalam. Maka dapatlah mereka menghantam menurut saat dan jarak yang dikehendakinya.
Setelah adu pukulan dengan Ih Thian-heng, Ca Cu-jing merasa bahwa Ting Yan-san
dan Long Kong-siau takut terhadap Ih Thian-heng, Maka ia bersikap gagah dan garang,
menangkis pukulan lawan dengan tangan kiri. Semula ia hendak mengembalikan nyali
kedua kawannya yang sudah runtuh itu agar bangkit kembali. Dan ternyata ia dapatkan
pukulan orang she Ih itu tidaklah biasa hebatnya. Nyalinya makin besar. Cepat ia susuli
lagi dengan pukulan Peh " poh " sin " kun.
Ih Thian " hong berlincahan menghindar, lalu ayunkan kedua tangannya menghantam
Leng Kong-siau dan Ca Cu-jing.
Melihat Ca Cu -jing berani menangkis pukulan Ih Thian-heng. Leng Kong " siaupun
kerahkan tenaga-dalam dan menangkis sekuat-kuatnya. ia membentur tempat kosong
sehingga tubuh menjorok ke muka.
Ia telah tertipu Ih Thian-heng, Ih Thian-heng banya menggunakan tenaga sedikit
sekali. Kebalikannya Long Kong-siau menumpahkan seluruh tenaganya. Akibatnya ia
kehilangan keseimbangan tubuh.
Pada saat itu Ca Cu " jing kembali lepaskan sebuah pukulan Peh-poh-sin-kun. Tetapi
kali ini Ih Thian-heng diam-diam telah kerahkan tenaga dalam untuk menghalau.
Ca Cu " jing rasakan lengannya tergetar. Serentak ia menggembor keras dan lontarkan
sebuah Peh-poh-sin-kun pula.
Oleh karena ia menduga Ih Thian-heng pasti akan kerahkan tenaga untuk menangkis,
maka kali ini Ca Cu-jing gunakan sembilan bagian tenaganya.
Tetapi di luar dugaan, Ih Thian-heng tak mau adu kekerasan. Mendadak ia melesat
menghindar ke samping. Wut" angin pukulan Ca Cu-jing yang dahsyat itu melanda ke
arah Nyo Bun " giau!
Memang Ih Thian-heng selalu sakti pun pintar sekali. Ia memperhitungkan arah
sambaran angin pukulan dari Ca Cu " jing serta tempat kepala marga Ca itu berdiri.
ternyata tetap menjurus ke arah Nyo Bun " giau. Dengan begin], asal ia menghindar ke
samping, angin pukulan Ca Cu-jing itu pasti akan mendampar ke tempat Nyo Bun " giau.
Ca Cu " jing menggunakan tenaga penuh dan pukulan Peh " poh " sin " kun itu
merupakan pemusatan dari tenaga dalam. lalu dari pukulan biasa. Begitu dilepas, sukar
untuk ditarik secara mendadak.
Ca Cu " jing terkejut dan cepat-cepat berteriak, "Saudara Nyo, awas angin pukulanku!"
Sesungguhnya walaupun tak diteriaki, Nyo Bun " giaupun sudah waspada. Cepat ia
loncat menghindar ke samping.
Celaka! Pada saat Ca Cu " jing tumpahkan perhatian untuk memberi peringatan kepada
Nyo Bun " giau, Ih Thian-heng menggunakan kesempatan kosong itu untuk menyerang.
Dalam beberapa kejab saja ia sudah lancarkan lima buah pukulan dan empat buah tutukan
jari. Kesemuanya merupakan pukulan dan tutukan yang mengandung tenaga " dalam
hebat. Ca Cu " jing berlincahan menghindar mundur sampai delapan sembilan langkah.
Untunglah saat itu Leng Kong " siau segera menyerang Ih Thian-heng dari belakang.
Dengan demikian dapatlah Ca Cu " jing terlepas dari taburan serangan.
Ih Thian-heng tertawa lepas. "Nyo Bun " giau, mengapa engkau tak ikut maju?"
Nyo Bun " giau melirik Ca Cu-jing lalu menyahut dingin, "Yang melakukan kejahatan
memang tak pantas hidup. Mengapa saudara Ih mendesak kami bertiga supaya
mengeroyok" Kalau nanti saudara terluka, itu berarti saudara cari penyakit sendiri!"
Ih Thian-heng merobah pukulannya. Setelah berturut " turut melancarkan empat
pukulan untuk mengundurkan Leng Kong " siau, ia tertawa, "Jika saudara Nyo tak ikut,
mereka berdua tentu tak mampu melayani aku sampai 100 jurus!"
Melihat Nyo Bun " giau ternyata tak menderita luka, semangat Ca Cu " jing makin
besar. Berteriaklah ia sekerasnya, "Tak perlulah kiranya saudara Nyo omong ceng " li
(nalar) kepada orang semacam dia! Dia berulang kali menantang kita bertiga supaya
mengeroyoknya. Saudara Cong menjadi saksinya. Jika hari ini kita tak dapat
mengalahkannya, sungguh kita bakal tak punya muka lagi ketemu dengan sahabat "
sahabat persilatan."
Dengan kata-kata itu, Ca Cu " jing hendak menganjurkan kepada Nyo Bun " giau dan
Leng Kong-siau, supaya bertempur dengan sepenuh tenaga untuk menghancurkan Ih
Thian-heng. Tiba-tiba Nyo Bun " giau tertawa nyaring, serunya, "Saudara Ca memang benar. Bila
hari ini tak memberinya sedikit hajaran, tentulah Tiga Marga dan Dua Lembah akan
menjadi buah tertawaan orang persilatan."
Rupanya Leng Kong " siau tergugah semangatnya mendengar pembicaraan itu. Ia
tertawa nyaring, "Saudara berdua benar.JiAka hari ini Ih Thian-heng tak dilenyapkan, Dua
Lembah dan Tiga Marga tentu takkan hidup tenang!"
Ih Thian " hang tertawa congkak ; "dalam berkelahi, mata dan kaki tak kenal kasihan.
Harap kalian bertiga hati-hati!" ia terus loncat menyerang Nyo Bun " giau.
Ca Cu " jing dan Leng Kong " siau serempak menggembor dan maju menyongsong.
Pertempuran saat itu benar-benar merupakan sebuab peristiwa yang jarang terjadi
dalam dunia persilatan. Beberapa tokoh terusama telah terlibat dalam pertempuran yang
dahsyat. Dalam tahuran pukulan tiga orang tokoh tangguh, Ih Thian-heng berlincahan
menghindar dan setiap kalipun balas menyerang.
Dalam sekejab mata, mereka berempat sudah bertempur sampai 20 jurus lebih.
Sambil menyerang, Nyo Bun " giau tak henti-hentinya berseru, "Saudara Ca dan Leng,
harap pertahankan kedudukan, aku hendak mencobanya dengan beberapa jurus!"
Ca Cu " jing dan Leng Kong " siau makin lama makin bersemangat, seru mereka
serempak, "Silahkan saudara Nyo turun tangan!"
Mendadak Nyo Bun " giau merobah serangannya. Ia mengeluarkan ilmu pukulan Kim "
sat-san-jiu atau Pukulan Pasir Emas yang termasyhur. Ditingkah sinar matahari, gerakan
tangan Nyo Bun " giau itu memancarkan sinar berkilat dan deru angin yang tajam.
Gerakan pukulan itu tak berapa cepat tetapi dahsyatnya bukan main. Getarannya
sampai meliputi seluas beberapa meter.
Ca Cu " jing dan Leng Kong " siau diam-diam terkejut, pikirnya, "Orang ini benar-benar
memiliki kepandaian yang hebat tetapi dunia persilatan tak pernah mendengarnya!"
Rupanya Ih Thian " hang juga terkesiap menyaksikan kehebatan pukulan Pasir Emas
itu. Ia tak berani menangkis dan tiba-tiba menghindar kesamping.
Arah penghindarannya itu tepat menuju kemana penjagaan Ca Cu- jing. Sambil
memukul, Ih Thian-heng berseru pelahan, "Pulanglah!"
Setelah menangkis pukulan Ca Cu -jing, Ih Thian-heng mundur selangkah.
Tepat pada saat itu, pukulan Nyo Bun " giau mengancam kepala orang she Ih itu.
Sedangkan Leng Kong " siau tanpa bicara apa-apa terus maju menghampiri dan
menghantam punggung Ih Thian-heng.
Wajah Ih Thian-heng berobah tegang. Ia merapatkan kedua tangan untuk menyambut
pukulan Nyo Bun " giau.
Melihat Ih Thian-heng tumpahkan seluruh perhatiannya ke arah pukulan Nyo Bun "
giau, dam seolah " olah tak mengacuhkan dirinya, diam-diam Leng Kong " siau girang. Ia
percepat pukulan ke punggung Ih Thian-heng.
Bum". terdengar bunyi macam kulit tambur terpukul. Ih Thian-heng pelahan-lahan
menyurut mundur selangkah. Leng Kong-siau mendengus dingin dan menyurut mundur.
"Bagaimana saudara Leng?" seru Ca Cu-jing terkejut.
Leng Kong " siau tak menjawab melainkan mundur sampai tujuh delapan langkah baru
ia berdiri tegak.
Saat itu terjadilah benturan pukulan Nyo Bun " giau dengan Ih Thian-heng. Di luar
dugaan, pukulan Nyo Run " giau yang begitu dahsyat ternyata ketika beradu dengan
lengan Ih Thian-heng yang digerakkan pelahan " lahan itu, keduanya sama melangkah
mundur. Peristiwa Leng Kong-siau memukul punggung Ih Thian-heng lalu menyurut mundur dan
adu pukulan antara Ih Thian-heng dengan Nyo Bun-giau walaupun berlangsung susul
menyusul tetapi tampaknya seperti terjadi pada waktu berbareng.
"Saudara Nyo, apakah engkau terluka?" teriak Ca Cu " jing tertegun.
Nyo Bun " giau deliki mata dan berseru, "Luka Ih Thian-hengpun tak lebih ringan dari
aku!" Ca Cu " jing tergerak hatinya. Ia tertawa nyaring, "Lihatlah, aku hendak
melampiaskan dendam saudara Leng dan saudara Nyo!"
Wut" ia terus menghantam Ih Thian-heng.
Saat itu wajah Ih Thian-heng tampak pucat.
Tiba-tiba ia membuka mata dan secepat kilat dorongkan tangannya untuk menangkis
pukulan Leng Kong " siau.
Benturan itu telah menimbulkan angin keras Ca Cu " jing mendengus pelahan-lahan
mundur dua langkah. Walau pun tubuh Ih Thian-heng tak bergoyang tetapi wajahnya
makin pucat. Keringat bercucuran deras.
Cong To yang memperhatikan keadaan jago2 itu menghela napas, "Mereka berempat
telah menderita luka berat. Menilik gelagatnya, mereka sudah tak mampu bertempur lagi!"
Ca Giok yang sejak tadi berdiri di pinggir berdiam diri, saat itu menyelutuk, "Benarkah
itu Cong lo-ciaupwe?"
Cong To tersenyum, "Mengapa" Apakah engkau hendak memungut keuntungan?"
"Ah, tidak. Aku hanya memikirkan keadaan ayahku," sahut Ca Giok.
Cong To tertawa, "Tak jadi apa. Mereka berempat walaupun menderita luka " dalam
tetapi tak sampai membahayakan jiwanya. Sekalipun begitu apabila sekarang ini ada
orang yang hendak menyerang mereka, memang gampang sekali untuk membunuhnya."
Sambil kerahkan tenaga " dalam, Ca Giok berkata, "Bagaimana kalau kuperiksa luka
ayah?" Saat itu Ting Lingpun sudah tersadar. Tetapi ia pura-pura masih pingsan dan rebahkan
diri di haribaan Cong To. Begitu melihat Ca Giok hendak menghampiri ke tempat ayahnya,
Ting Ling berbisik ; "Yah, Ca Giok hendak menyerang Ih Thian-heng"."
Cong To kerutkan dahi lalu berteriak, "Ca Giok, lekas kembali! Ilmu Thay kek-gi-kang
dari Ih Thian-heng, tiada yang menandingi. Kalau engkau hendak menyerangnya secara
diam-diam, engkau akan cari penyakit buat diri sendiri!"
Ca Giok hentikan larinya dan berpaling. "Urusan apa?" tanyanya pura-pura tak
mengerti. Cong To mendengus, "Binatang merayap seratus kaki, matipun masih bergeliatan.
Sekalipun saat ini Ih Thian-heng sudah tak mempunyai kemampuan untuk bertempur
tetapi dengan modal kepandaianmu yang hanya begitu itu, sukar untuk melukainya.
Pengemis tua memberi tahu kepadamu agar menghapus saja pikiran untuk mencelakainya
agar engkau jangan cari penyakit buat diri sendiri!"
Ca Giok tersenyum kecil, "Kebaikan lo-cianpwe pasti kuingat selamanya!" " ia terus
lanjutkan langkah ke muka.
Sekonyong-konyong terdengar derap langkah orang. Sesaat kemudian muncullah Hud
Hoa Kongcu berlari " lari mendatangi dengan pakaian kusut dan berlumuran debu.
"Yah, apakah Hud Hoa kongcu itu dapat membuka jalandarahnya yang tertutuk itu?"
bisik Ting Ling kepada Cong To.
Sepanjang hidupnya, Cong To berkelana tiada empat menetap yang tertentu. Kecuali
hanya dengan sumoaynya, seumur hidup ia belum pernah bergaul dengan anak
perempuran. Tak pernah ia mengenyam kebahagiaan menjadi ayah. Pada saat itu ia
benar-benar tersentuh perasaannya karena dipanggil "ayah" oleh Ting Ling.
"Ha, ha, jangan kuatir," katanya tertawa riang, "kalau pengemis tua disini, siapapun
jangan harap dapat mengganggumu!"
Kiranya dengan membopong Ting Ling, Hud hoa kongcu membawanya lari melintasi
beberapa gunduk kuburan lalu berhenti. Dia bagaikan seekor harimau yang kelaparan.
Menggondol seorang mangsa yang cantik, ia benar-benar lupa daratan. Darahnya mengalir
deras, nafsunya menyala keras. 3egitu meletakkan Ting Ling, ia terus hendak
nelampiaskan nafsunya. Tetapi Cong To dapat nengejar dan menutuk jalandarah pemuda
yang gemar wanita itu.
Karena sedang dibakar api kenafsuan, maka dengan mudah dapatlah Hud Hoa kongcu
tertutuk jalandarahnya.
Setelah tertolong oleh Cong To, Ting Ling marah sekali. Ia menghajar pemuda itu
sepuasnya. Karena tertutuk jalandarahnya, Hud Hoa kongcu tak dapat berbuat apa-apa.
Mukanya bengap2, pakaian compang camping tak keruan.
Walaupun mulut Cong To menghibur Ting Ling begitu, tetapi diam-diam hatinya
terkejut mengetahui pemuda itu mampu membuka jalandarahnya yang tertutuk itu.
"Hm, boleh juga pemuda itu. Sungguh seorang lawan yang tak boleh dipandang
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ringan," pikirnya.
Dengan dua kali loncatan, tibalah Hud Hoa kongcu di samping Ih Thian-heng, serunya,
"Saudara Ih," tiba-tiba ia hentikan kata-katanya karena melihat Ih Thian-heng pejamkan
mata dan pucat wajahnya.
Tiba-tiba Ih Thian-heng membuka mata dan tersenyum ; "Aku terluka!"
Sesungguhnya Hud Hoa kongcu geram sekali karena Ih Thian-heng tak memberi
pertolongan kepadanya. Tetapi demi melihat orang itu terluka, lenyaplah kemarahannya.
Memandang ke muka, Hud Hoa kongcu melihat Ca Giok sedang berjalan mendatangi.
Seketika kemarahan yang tersumbat tadi ditumpahkan kepada Ca Giok. Dengan
menggembor keras ia lampiaskan kemarahan yang tersumbat tadi, ditumpahkan
menghantam pemuda itu.
Ca Giok terkejut. Ia hendak menghindar tetapi kuatir Hud Hoa kongcu akan menyerang
ayahnya. Diam-diam ia kerahkan tenaga-dalam dan lepaskan pukulan Peh-poh-sin-kun.
Ketika kedua pukulan itu saling beradu, timbullah angin kisaran yang deras. Hud Hoa
kongcu tetap tegak tak bergetar. Kebalikannya Ca Giok tersurut mundur selangkah.
Nyo Bun-giau dan Ca Cu-jing serentak memandang ke arah Ca Giok tanpa berkata apaapa.
Saat itu, tokoh-tokoh yang habis bertempur itu sedang berusaha untuk menyembuhkan
lukanya. Mereka seolah-olah berlomba. Siapa yang sembuh lebih dulu, dialah yang bakal
memenangkan pertempuran itu. Maka setiap detik, sangat berharga sekali bagi mereka.
Setelah lepaskan hantaman tadi, tiba-tiba telinga Hud Hoa kongcu terngiang oleh suara
Ih Thian-heng dalam ilmu Menyusup-suara, "Harap saudara Siong jangan turun tangan
lagi. Cepat tinggalkan tempat ini. Pergilah ke arah barat, lima li jauhnya, segeralah engkau
lepaskan obat pasang yang kuberikan kepada saudara itu, untuk memanggil orang-orang
kita. Jika mereka datang tepat pada waktunya, tentu dapat menyelesaikan orang-orang ini
sampai ludas!"
Hud Hoa kongcu terkesiap. Dengan geram ia deliki mata kepada Cong To lalu cepat
berputar tubuh dan melakukan perintah Ih Thian-heng.
Jika dia tak deliki mata begitu rupa kepada Cong To, mungkin takkan menimbulkan
kecurigaan Ting Ling. Tetapi karena ia tak dapat menahan getaran perasaannya, Ting Ling
cepat menduga jelek.
Sambil memandang pemuda yang tergopoh-gopoh lari itu; Ting Ling membisiki Cong
To, "Yah, lekas suruhlah Ji siangkong mengejar dan menangkapnya. Kukuatir pemuda itu
akan melakukan siasat jahat kepada kita."
Cong To tertegun. Cepat ia berpaling ke arah Han Ping. ternyata saat itu Han Ping
tengah menengadah memandang langit. Seolah-olah ia sedang memikirkan sesuatu yang
penting. Sejenak bersangsi, berserulah Cong To memanggilnya, "Han Ping!"
Han Ping cepat mengiakan dan menghampiri, "Apakah lo-cianpwe memanggil aku?"
"Lekas kejar dan bawa kemari Hud Hoa kongcu itu!"
Memandang ke muka ternyata bayangan Hud Hoa kongcu sudah tak kelihatan. Han
Ping terkesiap, serunya, "Kemanakah dia?"
Ting Ling menghela napas perlahan; "Ah, terlambat!"
"Apakah yang terlambat?" seru Cong To.
"Tempat ini sebuah belantara yang dapat menembus ka seluruh penjuru. Entah
kemanakah larinya Hud Hoa kongcu itu. Untuk mengejarnya memang tak mudah!" kata
Ting Ling. Nona itu berhenti sejenak lalu melanjutkan lagi, "Tetapi masih ada akal. Tanyakan pada
Ih Thian-heng mungkin dapat kita ketahui tujuan pemuda itu."
Cong To lepaskan tubuh Ting Ling, katanya, "Engkau tunggu di sini, aku hendak
bertanya kepada Ih Thian- heng."
Rupanya pengemis sakti itu menyadari gentingnya suasana saat itu. Cepat-cepat ia lari
menghampiri dan berseru nyaring, "Ih Thian-heng!"
Ih Thian-heng membuka mata dan menjawab, "Saudara Cong perlu apa?"
"Kemanakah perginya Hud Hoa kongcu tadi?"
Jawab Ih Thian-heng, "Mungkin karena mengetahui aku terluka herat, ia tak mau
tinggal lebih lama di sini dan terus pergi!"
Diam-diam Cong To mengakui jawaban itu memang beralasan. Maka bertanyalah ia
pula, "Apakah ia hendak pulang ke Kwan gwa?"
"Entahlah, aku kurang jelas!" kata Ih Thian-heng. Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan,
"Jika sekiranya saudara Cong tak bermaksud mencelakai. Harap jangan tanya apa-apa lagi
kepadaku. Karena apabila Nyo Bun- giau dan Ca Cu-jing dapat sembuh lebih dulu," aku
tentu sukar mempertahankan jiwaku."
Cong To tertegun lalu mundur. Diam-diam ia menimang, "Mereka sama menderita luka
parah. Jika pengemis tua turun tangan, mereka tentu akan remuk binasa semua. Tetapi
apakah aku dapat berbuat begitu?"
Tengah ia merenung tiba-tiba terdengar letusan hebat. Sebagai seorang persilatan yang
kenyang makan asam garam dalam dunia persilatan, tahulah ia bahwa letusan itu berasal
dari obat pasang yang disulut orang. Ia kerutkan dahi.
Nyo Bun giau tiba-tiba membuka mata dan berseru nyaring, "Saudara Ting, apakah
engkau terluka berat?"
Sejenak Ting Yan-san merenung. Seketika ia dapat menangkap apa maksud pertanyaan
Nyo Bun-giau itu. Secepat kilat ia loncat bangun dan menghampiri Ih Thian heng seraya
menjawab Nyo Bun giau, "Tenaga-murniku sudah pulih kembali."
Diantara tokoh-tokoh yang berada di situ, kecuali Ih Thian-heng, Nyo Bun-giaulah yang
paling cerdas dan licin. Begitu melihat Hud Hoa kongcu pergi dan tak berapa lama
kemudian terdengar letusan, cepat ia dapat menduga bahwa Ih Thian-heng sedang
melakukan rencana jahat. Seketika meluaplah nafsu pembunuhannya. Maka cepat Ting
Yan-san diberi isyarat agar menggunakan ke-sempatan selagi Ih Thian-heng sedang
melakukan pernapasan itu, segera turun tangan.
Ih Thian-heng deliki mata dan berseru nyaring, "Kim loji, aku takkan mengurus lebih
lanjut tentang penghianatanmu. Tetapi kuminta engkau suka membantuku untuk yang
terakhir kalinya. Layanilah Ting Yan-san sampai 50 jurus!"
Kim loji merenung sejenak lalu menyahut, "Jika engkau mau mencabut jarum beracun
pada tulangku, aku tentu akan membantumu!"
Ih Thian- heng tersenyum, "Baiklah, engkau mau tawar menawar dengan aku"."
Pada saat itu Ting Yan-san sudah melesat ke samping Ih Thian-heng dan
menghantamnya. Ih Thian-heng mengempos semangat dan loncat menghindar seraya berseru kepada
Kim loji, "Baiklah, tetapi jika engkau tak mampu menahan Ting Yan-san sampai 50 jurus.
jangan sesalkan aku akan menarik kembali janjiku!"
Kim loji mengiakan lalu loncat menghantam punggung Ting Yan-san.
Ca Giok tiba-tiba melangkah maju merintangi, "Kim lo-cianpwe, harap pelahan dulu.
Maukah mendengarkan sepatah kataku dulu?"
Dalam pada itu, Ting Yan-san sudah lancarkan serangan sampai belasan jurus sehingga
Ih Thian-heng yang menderita luka itu harus berlincahan menghindar. Tubuhnya bermandi
keringat. Kim loji ayunkan tangan membentak Ca Giok, "Menyingkirlah, kalau mau omong nanti
saja!" Tetapi Ca Giok tak mau menyingkir malah menangkis seraya berseru, "Urusan ini
menyangkut soal mati hidup. Tak boleh ditunda lagi. Asal lo-cianpwe suka menunggu
sebentar saja, urusan yang akan kukatakan tentu sudah selesai!"
Kim loji sudah kenyang pengalaman. Ia tahu bahwa Ca Giok hendak memperpanjang
waktu agar Ting Yan-san mempunyai kesempatan untuk melukai Ih Thian-heng.
Han Ping yang menyaksikan peristiwa itu, menjadi bingung. Ia anggap orang-orang itu
tak layak ditolong. Ia tak tahu siapa di antara mereka yang baik dan yang buruk. Akhirnya
ia berpaling ke arah Cong To, "Cong lo cianpwe, kita perlu turun tangan atau tidak?"
"Lebih baik jangan membantu siapa saja dan hanya menonton bagaimana
kesudahannya nanti," sahut Cong To.
Ketika Han Ping berpaling ke muka lagi, dilihatnya Kim loji sedang bertempur matimatian
melawan Ca Giok.
Dengan lengannya yang tinggal satu, Kim loji menyerang dengan seru. Setiap
serangannya ditujukan pada jalandarah berbahaya di tubuh lawan. Sedang Ca Giok
tampaknya tak mau melukainya. Kecuali untuk menghindari serangan yang berbahaya,
barulah ia mau menggunakan tenaga keras.
Ting Ling menghampiri ke samping Han Ping, bisiknya, "Engkau sudah dipandang
sebagai tokoh persilatan yang ternama."
"Mengapa?" Han Ping tertegun heran.
"Kim loji masih belum biasa bertempur dengan sebuah tangan. Gerakannya masih kaku.
Jika Ca Giok sungguh-sungguh mau menyerang keras seperti lawannya, mungkin Kim loji
tak dapat bertahan lagi!" kata si nona.
Han Ping mengangguk, "Benar!"
"Tahukah engkau apa sebab Ca Giok tak mau menyerang sungguh-sungguh?" tanya si
nona pula. Tiba-tiba Han Ping seperti tersadar. Ia tersenyum tetapi tak menyahut.
Ting Lingpun tertawa juga, "Kalau sampai melukai Kim loji, dia takut kepadamu. Itu
masih belum mengherankan. Tahukah engkau pula bahwa Ih Thian-heng juga takut
kepadamu?"
Tiba-tiba saja ia merasa ucapannya itu kurang tepat maka buru-buru ia batuk-batuk
lalu menambahi lagi, "Juga terhadap ayah-angkatku"."
Cong To tertawa gelak-gelak, "Kalau takut kepadanya itu benar tetapi kalau takut
kepada pengemis tua ini, ah belum tentu!"
"Sekalipun ayah belum tentu mampu menandingi Ih Thian-heng, tetapi ayah memiliki
peribadi yang tulus jujur. Dalam hati, sesungguhnya Ih Thian-heng sudah gentar tiga
bagian dan tiga bagian jerih terhadap keberanian ayah. Dengan beberapa ketakutan itu,
turunlah moril Ih Thian-heng dan berkuranglah gaya permainan silatnya. Itulah sebabnya
mengapa Ih Thian-heng berani memandang rendah Tiga Marga dan Dua Lembah tetapi
tak berani memandang rendah kepada ayah."
Cong To tertawa meloroh, "Bagus, ho engkau memberi topi kebesaran kepada kepala
ayah-angkatmu ini!"
"Apa yang kukatakan itu memang suatu kenyataan. Namun kalau ayah tak percaya
akupun tak dapat berbuat apa-apa," kata Ting Ling.
Han Pingpun membenarkan pernyataan nona itU.
"Keadaan saat ini hanyalah suatu ketenangan sementara dari datangnya suatu
prahara," kata Cong To, "dalam waktu sejam lagi tentu akan terjadi perobahan besar. Jika
dalam saat2 mereka belum sembuh dari lukanya, pengemis tua turun tangan, jangan
harap mereka dapat hidup. Ai, tetapi dalam hidup pengemis tua, tak pernah mencelakai
orang yang sedang menderita!"
"Ayah, aku menyangsikan sebuah hal"." tiba-tiba Ting Ling berkata.
"Soal apa?"
"Sekalipun dari kerut wajah Ih Thian-heng belum dapat kuketahui jelas apakah dia
benar " benar terluka atau tidak, tetapi kurasa tenaganya masih belum habis, masih
menyimpan tipu muslihat!"
Cong To menghela napas, "Ih Thian-heng memang manusia hebat. Tiada seorangpun
yang dapat menduga setiap gerak geriknya. Tetapi apa yang terjadi saat ini, memang tak
mungkin selesai begitu saja. Pengemis tua pun mempunyai perasaan begitu juga."
"Entah apa yang sedang dirancang Ih Thian-heng tetapi kita lebih baik berjaga " jaga.
Lebih baik kalau ayah dapat berusaha untuk memperoleh sedikit pegangan darinya, agar
jangan sampai"."
Cong To gelengkan kepala tertawa, "Penge-mis tua dapat membunuhnya, demi
melenyapkan sebuah bencana besar dalam dunia persilatan ."
"Kalau begitu harap segera turun tangan saja! Malam panjang impian berobah,
dikuatirkan akan terjadi perobahan lagi!" kata Ting Ling.
"Tak perlu engkau mendesak," kata Cong To, "sekalipun kutahu bahwa apabila
kesempatan saat ini sampai hilang, tentu sukar untuk membunuh Ih Thian-heng. Tetapi
pengemis tua tiba-tiba menyadari bahwa apabila tak ada Ih Thian-heng, tentulah dunia
persilatan takkan timbul peristiwa seperti sekarang ini. It " kiong. Si -Loh dan Sam " poh
tentu tetap akan menjagoi dan memperluas pengaruhnya. Keadaan dunia persilatan tentu
lebih banyak kesulitan lagi. Memang dalam soal keganasan, Ih Thian-heng lebih unggul
dari Dua Lembah dan Tiga Marga. Tetapi Ih Thian-heng dapat dijadikan imbangan
kekuatan yang bagus. Dengan adanya orang itu dapatlah Dua Lembah, Tiga Marga dan
Sembilan partaipartai persilatan tak sampai saling bermusuhan. Dalam hal itu memang ada
juga jasa Ih Thian-heng."
Ting Ling tertawa hambar, "Sekalipun ucapan ayah benar, tetapi dengan racun
mengobati racun, bukanlah cara yang benar. Sekali imbangan kekuatan itu hilang, maka
timbullah kekacauan, pembunuhan dan pertikaian!"
"Tetapi dewasa ini dalam dunia persilatan belum terdapat lain orang yang mampu
menggantikan kedudukan Ih Thian-heng sebagai imbangan kekuatan," bantah Cong To.
Han Ping hanya berdiri di samping mendengari pembicaraan kedua orang itu. Diam "
diam ia termakan oleh ucapan Cong To yang mengatakan bahwa dalam dunia persilatan
dewasa itu tiada tokoh yang dapat menggantikan peranan Ih Thian-heng.
Tiba-tiba terdengar suara dengusan tertahan menukas pembicaraan Cong To dan Ting
Ling. Ketika Han Ping mengangkat muka tampak Kim Loji berturut " turut mundur sampai
empat lima langkah. Han Ping kerutkan kening dan cepat loncat ke samping pamannya itu,
tanyanya, "Apakah paman terluka?"
Belum Kim Loji menjawab, Ca Giok sudah mendahului. "Maaf, aku telah kelepasan
tangan memukul Kim lo-cianpwe," serta merta ia menjura memberi hormat.
Han Ping goyangkan tangan sebagai balas hormat. Dipandangnya Kim Loji dengan
cermat, lalu katanya, "Apakah paman terluka berat?"
"Tak apa-apa?" kata Kim Loji lalu tiba-tiba berseru nyaring, "Ih Thian-heng, kalau
kuminta lain orang untuk menahan Ting Yan-san sampai 20 jurus, engkau anggap atau
tidak?" Saat itu memang Ih Thian-heng sudah kalang kabut menghadapi serangan Ting Yan "
san. Tetapi ia tetap rangkapkan kedua tangannya tak mau balas menyerang. Mendengar
seruan Kim Loji, ia tersenyum, "engkau berani memanggil namaku begitu saja"."
Tiba " tiba ia menghindari dua buah pukulan Ting Yan- san lalu berseru, "Baiklah!
Kerena aku memang bermaksud hendak memberi kebebasan kepadamu, maka siapa saja
yang mewakilimu, boleh juga. Asal yang penting dapat menahan serangan Ting Yan " san
ini sampai 50 jurus!"
"Anak Ping, lekas engkau tahan Ting Yan-san sampai 50 jurus saja," kata Kim Loji
kepada Han Ping.
Han Ping tertegun, "Apa" Apakah paman suruh aku membantu Ih Thian-heng?"
"Bukan suruh engkau membantunya. Tetapi mewakili aku menahan serangan Ting Yan
" san sampai 50 jurus dan segeralah engkau mundur!"
Melihat wajah sang paman begitu ketakutan, Han Ping tak mau mendesak lebih lanjut.
Ia terus loncat ke samping Ih Thian-heng seraya ayunkan tangan kiri untuk menangkis
serangan Ting Yan " san.
"Huh, engkau hendak menempur aku?" Ting Yan " san marah sekali.
"Aku hendak menahan seranganmu hanya untuk 50 jurus saja," jawab Han Ping.
"Cobalah saja!" seru Ting Yan san Liu menahan hatinya.
Han Ping menangkis. Setelah pukulan orang tersiak, ia tak mau balas menyerang.
Bemula Ting Yan " san masih kuatir kalau pemuda itu akan balas menyerang. Tetapi
setelah berlangsung beberapa jurus, barulab ia yakin kalau pemuda itu takkan membalas.
Segera ia lancarkan pukulan yang ganas.
Han Ping gunakan ilmu mengerat jalandarah dan memukul urat. Dengan ilmu itu ia
dapat memaksa Ting Yan " san menarik pulang setengah jalan serangannya. Tetapi ia
tetap tak mau meneruskan gerakannya itu untuk balas menyerang Ting Yan-san.
Tigapuluh jurus Ting Yan-san menyerang, tiba-tiba timbullah rasa takutnya kepada
pemuda itu. Ia hentikan serangan dan loncat mundur. Serunya dingin, "Mengapa engkau
tak balas menyerang?"
Ternyata sebagai orang tokoh persilatan ia cepat dapat mengetahui bahwa gerak
tangkisan pemuda itu sesungguhnya, apabila dilanjutkan, merupakan suatu jurus serangan
yang berhahaya sekali. Walaupun setiap kali pemuda itu selalu menarik kembali gerakan
tangannya. tetapi Ting Yansan tetap kuatir kemungkinan pada suatu saat pemuda itu akan
berobah pendiriannya dan benar-benar mau menyerangnya.
Itulah maka ia loncat mundur untuk mengatur langkah lagi bagaimana harus
menghadapi pemuda itu.
"Telah kukatakan tadi, bahwa aku hanya akan menyambut seranganmu sampai 50
jurus," sahut Han Ping tawar.
"Huh, engkau anggap aku ini orang apa mau menerima kemurahan dari seorang bocah
ingusan seperti engkau."
Han Ping kerutkan dahi lalu membentak marah, "Habiskan sisa 20 jurus itu, baru aku
nanti mau membalas!"
Diam-diam saat itu Ting Yan-san kerahkan tenaga-dalam Han-im-gi-kang. Ia hendak
lancarkan ilmu cakar setan Hian-im-kui-cau yang terdiri dari 24 jurus. Ia hendak
menghajar Han Ping.
Melihat wajah Ting Yan-san berobah seperti warna besi dan tulang belulangnya berderak2
sena kulitnya menyusut kerut, diam-diam Han Pingpun meningkatkan
kewaspadaannya dan siap menjaga setiap kemungkinan.
Setelah mempersiapkan tenaga-dalam Han-im- gi- kang, Ting Yan-sanpun tertawa
seram, "Engkau sendiri yang tak mau balas menyerang. Jika sampai terluka, janganlah
engkau sesalkan aku l"
Selama beberapa bulan ini memang makin bertambah luas pengalaman Han Ping
tentang seluk beluk dunia persilatan. Ia tertawa dingin, "Tak usah engkau membakar
hatiku. Sekali kukatakan tak mau balas menyerang, ilmu apapun yang hendak engkau
gunakan untuk menyerang diriku, aka tetap takkan membalas!"
Diam-diam bersoraklah hati Ting Yan-san, pikirnya, "Tenaga- dalam Han-im gi-kang
dan ke 24 jurus cakar setan Hian-im kui cau itu, merupakan ilmu simpanan dari Lembah
Raja Setan. Kecuali kalau didahului musuh sehingga aku tak herdaya menggunakan ilmu
itu, sekali mendapat kesempatan melancarkan, musuh yang bagaimana saktinyapun tak
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mungkin mampu menghadapinya. Hm, budak gila engkau cari sakit sendiri!"
Ting Ling yang berada di belakang, cepat dapat menyadari keadaan yang berbahaya
itu. Ia tahu bahwa pamannya sudah mempersiapkan Han-im- gi-kang dan hendak
menyerang dengan Hian-im-kui-cau. Diam-diam nona itu gelisah dan cepat berseru
pelahan, "Paman"."
Ting Yan-san mendengus dingin. "Mengapa?"
"Apakah paman hendak menggunakan Hian-im-kui-cau dari kaum kita?"
"Siapa suruh engkau banyak mulut" Lekas menyingkir!"
Tetapi Ting Ling tetap tak gentar, ujarnya pula, "Tetapi ayah pernah menandaskan
bahwa kecuali menghadapi bahaya maut, barulah boleh menggunakannya. Hal itu demi
menjaga agar jangan sampai ilmu kebanggaan kaum Lembah Raja Setan itu diketahui
orang. Apabila ayah tahu paman hendak menggunakan ilmu itu saat ini, kemungkinan
beliau tentu tak senang"."
Ting Yan-san bahwa anak kemenakannya itu sengaja hendak memperdengarkan
pembicaraan itu kepada Han Ping. agar pemuda itu dapat berjaga-jaga. Maka bukan
mainlah marahnya ia. Ia tertawa dingin, "Bagus, pamanmu sendiripun hendak engkau jual.
Benar-benar engkau memang bosan hidup!"
"Aku berkata dengan sunggguh hati dan maksud baik. Jika paman tak mau percaya,
aku-pun tak dapat berbuat apa-apa!"
Ting Yan-san tahu bahwa apabila ia melayani bicara dengan anak perempuan itu tentu
makin banyak rahasia yang akan dibocorkan. Maka cepat ia berpaling muka dan tak
menghiraukan Ting Ling lagi. Serunya nyaring kepada Han Ping, "I1mu Hian-im-kui-cau
dari Lembah Raja Setan jarang sekali orang persilatan yang mampu menahan. Sebelum
turun tangan, aku hendak memberimu kesempatan. Jika sekarang engkau mengatakan
mau balas menyerang, masih belum terlambat!"
Dengan garang Han Ping tertawa, "Jika sampai terluka ditanganmu, salahku sendiri
karena kepandaianku yang masih dangkal. Tetapi setelah 24 jurus itu, aku bebas dari
janjiku ini!"
"Jika engkau mampu bertahan pada 24 jurus seranganku itu, akupun akan menyatakan
kalah dengan ikhlas hati!" sahut Ting Yan-san.
"Baiklah, kita setujui perjanjian itu. Tetapi apabila nanti engkau kalah, engkau harus
meluluskan sebuah permintaanku!" kata Han Ping.
Tanpa banyak pikir lagi karena yakin pemuda itu tentu kalah, Ting Yan-san cepat
menyahut, "Jika aku kalah denganmu, aku rela melakukan perintahmu."
"Baik, silahkan mulai!" seru Han Ping.
Ting Ling memandang ke arah pemuda itu dengan sebuah helaan napas, pikirnya ; "Ah,
apakah engkau bukannya mencari kematian sendiri" Sekalipun engkau bebas menangkis,
belum tentu dapat menahan ilmu istimewa dari Lembah Raja Setan. Apalagi engkau tak
balas menyerang"."
Rupanya pengemis sakti Cong To tahu apa yang diresahkan nona itu. Ia tertawa gelakgelak,
"Tak usah engkau mencemaskan dia, kembalilah kemari. Dengan kepandaian yang
tak berarti dari Lembah Raja Setan, tak nanti dapat melukainyal"
Sejak terjeblus dalam penjara " air bersama Han Ping, barulah ia mengetahui bahwa
pemuda itu memang memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa.
Memastikan bahwa dalam 10 jurus saja pemuda itu pasti terluka atau mati, Ting Yan "
san tertawa garang; "Hati " hatilah, aku segera turun tangan!"
Han Ping mengempos semangat, mengerahkan tenaga murni dan menyahut,
"Silahkan!"
Ting Yan " san mengangkat tangan kirinya, jarinya setengah ditekuk lalu cepat-cepat
mencengkeram dada Han Ping.
Han Ping dapatkan bahwa kelima jari tokoh Lembah Raja Setan itu mengandung hawa
Im-han atau hawa dingin " jahat. Diam-diam tergetarlah hatinya. Cepat ia menghindar
kesamping. Ting Yan-san tertawa dingin lalu mencengkeram dengan tangan kanan. Cengkeraman
itu lebih ganas. Seketika Han Ping rasakan dirinya dilanda oleh hawa dingin. Terpaksa ia
putar tangan kanannya untuk menghalau serangan ganas itu. Pikirnya Karena aku terikat
janji tak boleh balas menyerang maka dia menyerang seganas-ganasnya dengan bebas."
Dalam pada itu Ting Yan " sanpun sudah lan-carkan ke 24 jurus Hian " im " kui " cau.
Udara disekelilingnya seolah " olah penuh dengan tahuran jari dan hamburan angin
dingin. Han Ping cepat dapat menyadari bahwa saat itu ia sedang berhadapan dengan sebuah
ilmu kepandaian istimewa yang amat ganas. Apalagi hamburan jari yang sukar ditangkis
itu, sedangkan hawa dingin yang berhamburan itu saja sudah membuat orang tak kuat
bertahan. Saat itu Ting Ling dan Cong To sudah merasa sesuatu yang tak lancar. Kiranya saat itu
Han Ping kena terkurung oleh bayang-bayang dari Ting Yan " san.
Sejenak memandang Cong To, berkatalah Ting Ling dengan geram, "Kubilang dia tak
dapat bertahan tetapi engkau tetap tak percaya! Sekarang, bagaimana, percaya atau
tidak!" Jawab Cong To seenaknya. "Ting Yan- san sudah menyerang 10 jurus, asal dia dapat
bertahan 10 jurus lagi, tentu boleh balas menyerang!"
"Sekalipun tak dapat menggunakan ilmu Hian " im " kui " cau itu tetapi kutahu
bagaimana kehebatan ilmu itu. Apabila pamanku tak mau berhenti setelah 10 jurus lagi,
lalu bagaimana?"
"Kedua tangan pengemis tua ini belum pernah memutus tahu. Jika Ting Yan " san
melanggar janji, pengemis tua segera akan turun tangan!"
Walaupun mulut mengatakan begitu tetapi datam hati pengemis sakti itu sudah
menyadari. Kalau Han Ping saja sampai terluka dari serangan Hian " im " kui " cau, sia2
saja ia akan maju.
Tiba-tiba terdengar Han Ping menggembor keras, "Duapuluh jurus sudah lewat, aku
hendak balas menyerang sekarang!" ia menutup kata-katanya dengan sebuah hantaman.
Serangkum hawa dahsyat melanda dan membobol lingkaran bayangan jari. Han
Pingpun cepat loncat keluar sampai setombak jauhnya.
Rupanya Ting Yan " san tergetar nyalinya. Ia tak berani mengejar lawan.
"Ting losam, ke 24 jurus Hian " im " kui " cau itu memang hebat. Hanya saja penuh
dengan hawa setan. Semestinya tak layak digunakan oleh manusia hidup!" seru Cong To
lalu berpaling memandang ke arah Han Ping.
Dilihatnya wajah pemuda itu pucat lesi, bibirnya agak biru seperti orang yang habis
mandi dari sungai es. Diam-diam pengemis sakti itu terkejut, pikirnya, "Tak kira kalau Hian
" im " kui " cau begitu hebatnya!"
Sejenak memandang ke arah pamannya, Ting Ling berpaling memandang Han Ping lalu
berbisik kepada Cong To, "Yah, bolehkah aku minta tolong kepadamu."
Cong To terkesiap, sahutnya, "Ah, tentu soal yang sulit sekali. Kalau tidak masakan
engkau mau minta tolong kepada pengemis tua!"
Ting Ling tertawa rawan, katanya dengan berbisik, "Sekalipun paman memperlakukan
aku tidak baik tetapi bagaimanapun dia adalah orangtuaku."
Cong To tersenyum, "Bukankah engkau hendak minta pada pengemis tua supaya
menasehati Han Ping jangan sampai melukai pamanmu?"
"Dia dan Ji siangkong sama-sama terluka!" seru Ting Ling.
"Apa?" Cong To terkejut, "Ting Yan " san juga terluka?"
"Benar," Ting Ling mengiakan, "tetapi karena tenaga " dalam Han " im " gi " kangnya
masih belum buyar, sukar untuk diketahui bagaimana lukanya itu."
"Ah, sungguh tak nyana bahwa pengemis tua yang sudah berkecimpung dalam dunia
persilatan selama berpuluh " puluh tahun ini, ternyata masih kabur matanya. Apakah
pamanmu terluka berat?"
"Tak mungkin lebih ringan dari Ji siangkong," sahut Ting Ling.
Tiba-tiba Kim loji berseru keras, "Ih Thian-heng, aku sudah memenuhi janji untuk
menahan 50 jurus serangan dari Ting Yan-san. Setelah itu engkau berjanji hendak
mengambil jarum beracun yang melekat pada tulangku. Entah apakah engkau mau
memenuhi janji itu atau tidak?"
Ih Thian-heng tersenyum, "Sudah tentu aku akan memenuhi perjanjian itu. Kemarilah
engkau!" Kim loji menghampiri dengan pelahan. Ditingkah cahaya matahari tampaklah kepalanya
bercucuran keringat. Rupanya ia tegang sekali.
Dalam pada itu karena jalandarah vital yang disebut Seng-si-hian-kwan dalam tubuh
Han Ping sudah tembus, maka cepatlah ia dapat memulihkan tenaganya. Setelah
beristirahat beberapa saat, wajahnya yang pucat tadi menebar merah lagi.
Begitu membuka mata dan melihat pamannya menghampiri Ih Thian-heng, diam-diam
Han Ping terkejut. cepat ia loncat memburunya dan mengikuti di belakangnya.
Makin dekat pada Ih Thian-heng, makin teganglah hati Kim loji. Keringat di kepalanya
makin berhamburan seperti banjir. Dua tiga langkah di muka Ih Thian-heng, ia berhenti.
Ih Thian-heng tersenyum. Dengan nada ramah ia berkata, "Jika menghendaki kuambil
jarum2 beracun pada tulangmu, engkau harus menekuk kedua lututmu. Di hadapan
beberapa tokoh persilatan. mungkin"."
"Sudah berpuluh tahun aku menjadi orang bawahanmu. Sekalipun dilihat orang banyak
aku memberi hormat kepadamu, juga bukan suatu hal yang menghilangkan mukaku!" "
habis berkata ia benar-benar berlutut di hadapan Ih Thian-heng.
Han Ping yang berada di belakangnya, kerutkan dahi. Ia hendak mencegah tetapi tibatiba
ia mendapat pikiran, "Hm, hendak kulihat bagaimana dia hendak mencabut jarum
beracun itu."
Sejenak memandang Han Ping, pelahan-lahan Ih Thian-heng menaangkat tangan
kanannya dan menampar tubuh Kim loji.
Saat itu mata Han Ping berkilat mengawasi perobahan muka Ih Thian-heng. Sekali
diketahuinya Ih Tnian-heng hendak main curang, ia segera akan turun tangan.
Setelah menampar jalandarah Kim loji, Ih Thian-heng pun tertawa, "Sudah kututup tiga
buah jalandarah- tubuhmu. Harus menunggu satu jam lagi, baru dapat kucabut jarum itu.
Silahkan engkau kembali ke tempatmu semula dan beristirahat.
Han Ping tertawa dingin, "Ih Thian-heng, apakah kata-katamu itu boleh dipercaya?"
"Selamanya aku tak pernah bohong!" Ih Thian-heng tertawa hambar.
"Dalam waktu sejam itu, engkaupun juga harus beristirahat memulihkan tenagamu"."
Ih Thian-heng tertawa, "Terus terang saja, saat ini tenagaku sudah pulih delapan
bagian." "Akan kututuk jalandarahmu. Jika engkau sampai mencelakai pamanku, jangan harap
engkau bisa hidup juga!" kata Han Ping.
Wajah Ih Thian- heng mengerut tegang, sahutnya, "Jika hendak membunuh Kim loji,
perlu apa aku harus banyak acara seperti ini?"
Jawab Han Ping, "Hati orang sukar diduga. Bagaimana aku dapat menaruh
kepercayaan?"
"Tetapi kalau engkau gagal menutuk jalan-darahku, jarum beracun pada tulang Kim loji
itupun sukar keluar selama-lamanya!"
Han Ping terkesiap, pikirnya, "Omongannya itu memang benar"."
Tengah ia merenung tiba-tiba terdengar derap orang berlari gopoh, Han Ping cepat
mengangkat muka. Belasan sosok tubuh tengah berlari lari mendatangi. Cepat sekali
mereka sudah tiba di tempat itu. Yang paling depan ternyata Hud Hoa kongcu sendiri. Dan
di belakangnya terdapat belasan orang, tua muda, tinggi pendek, semua sama membekal
senjata. "Anak Ping, lekas menyingkir, jangan mengurusi aku!" seru Kim loji kepada Han Ping.
Saat itu Cong Topun mengetahui bahwa situasi telah berobah buruk. Segera ia maju ke
muka. Sedaugkan Ih thian-heng sejenak berpaling ke arah rombongan Hud Hoa kongcu
lalu berpaling lagi memandang ke arah tokoh-tokoh yang berada disitu. Mulutnya tak
berkata apa-apa kecuali tersenyum simpul.
Begitu tiba di lapangan situ, Hud Hoa kongcu dan rombongannya segera berdiri tegak
seperti menunggu komando.
Kembali Kim loji melambaikan tangan dan berteriak keras, "Saudara-saudara, lekas
tinggalkan tempat ini. Kalau terlambat, tentu sukar"."
Oleh karena tiga buah jalandarahnya tertutuk, Kim loji tak dapat bergerak lagi. Maka ia
hanya dapat gunakan tangan memberi isyarat.
Tepat pada saat itu dari empat penjuru terdengar derap kaki orang berhamburan
mendatangi. Han Ping keliarkan pandang matanya ke sekeliling. Tampak empat penjuru tempat itu
bermunculan berpuluh-puluh orang.
Yang di sebelah utara, 6 orang berbaju dan mencekal pedang pandak. Di belakang
mereka terdapat 4 orang tua yang masing-masing mencekal batang tongkat berkepala
ular-ularan. Di sebelah timur, selatan dan barat masing-masing dijaga oleh 12 orang aneh yang
berpakaian serba hitam dan mukanya ditutupi dengan kain kerudung warna hitam.
Munculnya berpuluh-puluh prang aneh itu makin menambah suasana tanah lapang di
hutan itu menjadi seram.
Tiba-tiba Ting Ling berseru nyaring kepada Cong To, "Yah. harap lekas bantu Nyo Bungiau
dan kawan2nya supaya lekas pulih tenaganya .."
Cong To terkesiap. cepat ia lekatkan telapak tangannya ke punggung Nyo Bun-giau lalu
menyalurinya dengan tenaga-murni. Seketika jalandarah di pusar Nyo Bun-giau terasa
hangat. Sebetulnya Nyo Bun-giau memang sudah cukup lama beristirahat. Apalagi mendapat
bantuan dari Cong To. Cepat sekali tenaga-murninya memancar ke kaki tangan dan
seluruh tubuhnya. Begitu membuka mata ia segera mengucap terima kasih kepada Cong
To. Cong To hanya mendengus dingin lalu menghampiri ke tempat Leng Kong-siau.
Ting Ling melihat Han Ping diam saja, cepat memberi perintah, "Jangan keenakan
menganggur! Lekas bantu Ca Cu-jing dan pamanku untuk memulihkan tenaga. Lebih pulih
tenaga mereka, lebih banyak kita mempunyai kesemapatan untuk menyelamatkan diri!"
Sebenarnya dalam hati Han Ping merasa segan. Tetapi ia juga tak enak hati menolak
perintah nona itu. Dengan kerutkan kening, ia melangkah pelahan-lahan lalu lekatkan
tangannya ke pusar Ting Yan-san.
Sebenarnya tadi Ting Yan-san hendak melukai Han Ping dengan ilmu Hian-im-kui-cau.
Tetapi di luar dugaan, pemuda itu ternyata memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Setelah
jalandarahnya Seng-si-hian-kwan tembus, dengan mudah ia dapat melakukan pernapasan
menurut ajaran mendiang Hui Gong siansu. Dan selama satu btdan dijebluskan dalam
penjara air itu, ia bahkan mempunyai kesempatan untuk memperdalam mempelajari ilmu
yang diturunkan Hui Gong siansu. Baik tangan kosong, tenaga-dalam, ia telah memperoleh
kemajuan yang menakjubkan orang.
Pada saat Ting Yan-san menyerang dengan tenaga-jahat Han-im-gi-kang, karena tak
kuat bertahan, Han Ping telah mengerahkan tenaga-murninya untuk melawan. Dan
celakanya, pengerahan tenaga-murni itu selain untuk bertahanpun mengandung daya
mengembalikan serangan tenaga lawan.
Setelah 24 jurus selesai, barulah Ting Yan-san menyadari kalau dirinya menderita lukadalam
yang berat. Han Ping juga menderita luka tetapi setelah beristirahat beberapa saat, dapatlah ia
memulihkan tenaga-murninya lagi. Kebalikannya, Ting Yan-san tetap terluka parah.
Karena tenaga-murninya sudah pulih, sekali lekatkan tangan, Han Ping segera dapat
menyalurkan tenaga-murninva itu. Ting Yan-san menyadari bahwa bantuan pemuda itu
merupakan satu-satunya jalan dimana ia akan pulih tenaga-dalamnya dalam waktu yang
singkat. Maka ia tak mau memberi reaksi apa-apa kecuali segera kerahkan tenaga dalam
untuk menyambutnya.
Setelah sepeminuman teh lamanya, barulah ia dapat mempersatukan tenaga-murninya
dengan tenaga-murni Han Ping.
Han Ping memang kurang pengalaman. Merasa Ting Yan-san tak memberi reaksi suatu
apa, ia terus giat menyalurkan tenaga-murni. Tetapi pada saat Ting Yan-san dapat
menyatukan tenaga-murninya, Han Ping merasa lelah sekali!
Dalam pada itu Cong To pun masih giat membantu Leng Kong-siau dan Ca Cu-jing
untuk memulihkan tenaganya.
Ih Thian-heng hanya melihati dengan tak acuh. Beberapa kali Hud Hoa kongcu hendak
menggunakan kesempatan turun tangan tetapi selalu dicegah Ih Thian-heng.
Setelah Nyo Bun-giau, Ca Cu-jing, Ting Yan-san Leng Kong-siau pulih tenaganya, Ih
Thian-heng tampak tersenyum.
"Apakah tenaga saudara-saudara sudah pulih" Siapa ang belum harap bilang. Aku
masih dapat menunggu lagi."
Saat itu Han Ping dan Cong To amat letih sekali. Badannya mandi keringat. Keduanya
berdiri di samping memulangkan napas.
Nyo Bun- giau pelahan-lahan ayunkan langkah. Wajahnya tenang sekali seperti tak
terjadi suatu apa. Ia memandang ke sekeliling. Begitu tiba di samping Kim loji, tiba-tiba ia
ayunkan tangan kanan untuk membuka jalandarah Kim loji.
Ih Thian-heng kerutkan alis. Dari jauh ia segera lepaskan hantaman.
Entah bagaimana, tiba-tiba saja Nyo Bun-giau merasa sayang kepada Kim loji. Ia maju
dua langkah, menjaga di muka Kim loji. Ia gunakan tangan kanan untuk menangkis
pukulan Biat-gong-ciang dari Ih Thian-heng seraya menyuruh Kim loji, "Saudara Kim, lekas
mundur ke tempat saudara Cong saja!"
Kim loji menurut. Ifa lari ke samping Cong To. ternyata Ih Thian- heng tak mau
menyusuli pukulan yang kedua lagi. Nyo Bun-giaupun juga mundur kembali.
Ca Cu jing, Leng Kong-siau Ting Yan-san-pun mundur ke sebelah kiri Cong To. Mereka
tegak berjajar dan siap bertempur.
Beberapa tokoh itu membentuk diri dalam formasi bundar dan menempatkan Cong To
di tengah sebagai poros barisan.
Hanya Han Ping yang berdiri kira2 dua tombak jauhnya dari rombongan tokoh-tokoh
itu. Seorang diri ia berdiri tegak sambil pejamkan mata.
Ting Ling memandang ke sekeliling. Dilihatnya berpuluh musuh yang mengepung
itupun sudah menghunus senjatanya masing-masing. Mereka hanya menunggu komando
dari Ih Thian-heng untuk se- Cap scat meneijang maju. Melihat Han Ping berdiri seorang
diri, diam-diam Ting Ling kuatir. Apalagi pensuda itu masih melakukan pernapasan.
Bertanya Nyo Bun-giau kepada Kim loji. "Apakah saudara Kim tahu siapa kawanan
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang baju hitam itu" Tabung emas pada pinggang mereka itu?"
Memang kawanan baju hitam yang berbaris pada empat penjuru itu, sama menyanggul
bungkusan hitam di punggungnya. Dari bungkusan itu mereka mengambil sebatang
tahung emas yang panjangnya setengah meter dan besarnya sama dengan langan orang.
Dengan nada gemetar Kim loji menjawab, "Tahung emas itu bukan senjata"."
"Senjata rahasia?" tanya Nyo Bun-giau.
"Juga bukan," jawab Kim loji, "kemungkinan mereka adalah 36 macam barisan Thiankongtin yang telah dilatih dengan susah payah oleh Ih Thian-heng."
Nyo Bun-giau tertegnm, "Apakah barisan Thian-kong-tin itu?"
"Kabarnya mereka dapat bergabung diri dalam sebuah bentuk barisan yang disebut
Thian-kong-tin."
"Segala macam barisan, kiranya tiada yang menandingi kehebatannya dari barisan Lohantin partai Siau-lim-si. Aku rasa Thian-kong-tin itu tak perlu digentarkan!" kata Ca Cujing.
"Anehnya anakbuah barisan itu sama memegang tahung emas. Jika dalam tabung itu
tersimpan senjata rahasia beracun yang dapat ditembakkan. Tigapuluh enam buah tabung
menghambur dalam waktu berbareng, tentu bukan olah-olah hebat-nya!" kata Nyo Bungiau.
Kata Ca Cu-jing, "Jika Ih Thian-heng menggunakan cara sekeji itu, rasanya kitapun tak
usah sungkan lagi dan balas menggunakan senjata rahasia untuk menghadapi mereka!"
Nyo Bun-giau tertawa, "Ah, benarlah. Alt] sampai tuelupakan jarum beracun Hong-wiciam
dari saudara Ca. Jarum itu terkenal sebagai alat pengantar ke Akhirat yang ampuh!"
Sementara itu tampak Ih Thian-heng masih tegak berdiri diam. Setelah mendengar
pembicaraan beberapa tokoh sampai pada soal jarum Hong wi-ciam, barulah ia tertawa
dingin, serunya, "Tak usah saudara Nyo bersusah-susah menduga. Jib engkau memang
berani, silahkan maju dua tombak untuk mencoba tabung emas itu!"
Saat itu tiba-tiba Han Ping membuka mata dan memandang kepada Ih Thian-heng,
serunya, "Bagaimana kalau aku yang mencoba" " ia terus melangkah maju satu setengah
meter. Ih Thian-heng tersenyum, ujarnya, "Baiklah, saudara-saudara yang berada disini,
mungkin tiada seorangpun yang dapat hidup lagi. Cepat mati atau lambat mati, hanya
terpaut tak lama. Kalau engkau ingin mencoba, akupun tak keberatan."
Pelahan-lahan Ih Thian-heng alihkan pandang matanya ke arah salah seorang baju
hitam yang berbaris disebelah barat, serunya, "Pakailah tahung emasmu untuk melayani
pendekar muda Ji ini!"
Orang berpakaian hitam itu mengiakan seraya maju menghampiri Han Ping.
Nyo Bun-giau, Ca Cu-jing, Ting Yan-san dan kawan2 mencurahkan perhatian kepada
Han Ping dan orang baju hitam itu. Sikap mereka seperti penonton yang sedang
menunggu situkang sulap membuka benda yang ditutupi.
Tiada seorangpun yang tahu apakah isi tabung emas itu. Tetapi mereka hanya dapat
men-duga, isinya tentu benda yang berbahaya.
Ting Lingpun gelisah resah. Ia menghela napas panjang. Nadanya penuh kerawanan.
Nyo Bun-giaupun menghela napas. Diam-diam ia menyadari bahwa kalah menangnya
Han Ping akan membawa akibat besar pada rombongan tokoh itu.
Maka diam-diam ia bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan.
Ditingkah sinar bulan remang, tiba-tiba matanya tertumbuk akan tiga batang pohon jati
tua yang menjulang tinggi. Tiba-tiba terlintas sesuatu dalam benaknya. Cepat ia membisiki
Ca Cu-jing, "Saudara Ca, apabila tabung emas itu benar-benar berisi serjata rahasia yang
amat ganas, kita harus cepat-cepat menerjang ke timur untuk berlindung pada tiga batang
pohon jati tua itu!"
Ca Cu jing memandang ke arah pohon jati yang dikatakan Nyo Bun-giau. Ia anggukkan
kepala lalu mengeluarkan serangkum jarum Hong-wi clam.
Saat itu sibaju hitampun sudah berhenti satu meter di hadapan Han Ping. Tiba-tiba ia
mengangkat tahung emas terus ditutukkan ke dada Han Ping".
Jilid 26 : Pengurungan pasukan barisan dari Ih Thian Heng
Pertempuran dahsyat.
Diam-diam Han Pingpun sudah siap. Sesaat menyadari bahwa tabung emas itu tentu
mengandung alat berbahaya, ia tak mau sembarang menempuh bahaya. Cepat ia
menghindar ke samping.
Gerakan orang baju hitam itu tak cepat. Begitu Han Ping menghindar, iapun pelahanlahan
baru menarik kembali tabung emasnya.
Han Ping kerutkan dahi lalu mengangkat tangan dan lepaskan pukulan dari jauh.
Serangkum hawa berisi tenaga dahsyat, segera berhamburan melanda orang itu.
Tiba-tiba orang baju hitam itu mengisar 2 langkah ke kanan, setelah menghindari
pukulan, cepat ia meluncur ke samping Han Ping. Kali ini gerakannya amat cepat, lain dari
yang tadi. Han Ping agak terkesiap lalu balikkan tangan menghantamnya.
Orang baju hitam itu berputar tubuh dan melangkah setengah meter ke samping kiri,
lalu dorongkan tabung emas kemuka. Segumpal asap te-bat menghambur keluar.
Tetapi karena Han Ping sudah berjaga-jaga, begitu melihat sesuatu yang tak wajar,
cepat ia loncat melambung ke udara.
Asap yang menyembur keluar itu amat kuat sekali gerakannya. Sesaat Han Ping
melambung ke atas, tempat ia berdiri tadipun sudah dihambur oleh semburan asap tebal
itu. "Apakah asap itu?" tanya Nyo Bun-giau kepada Kim Loji.
Kim Loji gelengkan kepala, "Entahlah, tetapi sudah 10-an tahun yang lalu Ih Thianheng
melatih barisan Sa-cap-lak-kong. Dia melatih dengan giat sekali. Maka dapat diduga
kalau barisan itu tentu sukar dihadapi."
Melihat semburan asap tak mendapat hasil, si Baju Hitam cepat menarik tabung emas
lalu tangan kirinya memutar bawah tabung dan diarahkan kepada tubuh Han Ping.
Ditingkah sinar matahari tampak belasan utas benang putih meluncur ke arah Han Ping.
Kecepatannya melebihi segala senjata rahasia yang manapun juga. Demikian pula dengan
jarak yang dapat dicapai, juga lebih jauh dari senjata rahasia lainnya.
Melihat itu gentarlah hati Ca Cu- cing. Diam-diam ia menimbang, "Menilik bentuknya
yang begitu halus dan kecil, teranglah kalau benda itu sejenis jarum beracun. Kecepatan
dan jaraknya yang dapat dicapai, tak mungkin jarum Hong-wi-ciam dari marga Ca dapat
menang. Menilik naga2nya, jarum Hong-ci-cin yang menggetarkan dunia persilatan itu
bakal diganti dengan senjata tabung emas itu".."
Han Ping pun terkejut. Baru setombak menghambur, benar-benar warna perak dari
tabung itu sudah berhamburan semeter luasnya sehingga sukar dilihat lagi. Maka dengan
mengempos semangat, Han Ping rentangkan kedua tangan dan tiba-tiba melambung
setombak tingginya lagi.
Ia tak tahu apakah gerakan melambung lebih tinggi itu dapat terhindar dari sasaran
senjata rahasia yang aneh itu. Maka setelah mencapai ketinggian setombak itu, cepat ia
berjumpalitan dua kali dan meluncur turun sampai 4 " 5 tombak jauhhya.
Ilmu meringankan tubuh yang diunjukkan Han Ping, melambung keatas lalu diudara
melambung lagi setombak tingginya, kemudian berjumpalitan sampai dua kali dan
meluncur empat lima tombak, benar suatu kepandaian yang jarang terdapat di dunia
persilatan. Bahkan Ih Thian-heng sendiripun terkesiap heran.
Sedangkan Nyo Bun-giau, Ca Cu -jing, Ting Yan " san, Leng Kong- siau, wajahnya
berubah. Sebentar gelisah resah, sebentar cerah gembira tak menentu.
Dalam hati mereka kecuali mengagumi kepandaian Han Ping, pun terkejut melihat
tabung emas yang menghamburkan asap tebal itu. Diam-diam mereka bersyukur bahwa
bukan merekalah yang menghadapi senjata rahasia istimewa itu. Kalau saja salah seorang
diantara mereka yang lebih dulu menghadapi tabung emas itu, tentulah akan berbahaya
akibatnya. Kalau tidak tertahur asap tentu akan termakan ber-untai2 benang halus yang
berbahaya itu. Setelah menghambur setombak luasnya, asap tebal itupun berhenti bergerak cepat.
Gumpal asap itu rupanya menghambur pelahan sekali. Tak ubah seperti gumpal awan
yang berarak diatas langit.
Dua kali serangannya gagal. si Baju Hitam tampak terkejut dan tegak terlongong.
Beberapa kejab kemudian baru ia loncat ke tempat Han Ping.
Tetapi kali ini Han Ping tak mau memberi kesempatan pada orang itu untuk
menyemburkan senjata asap itu lagi. Dengan mengempos semangat, ia siap menunggu
kedatangan orang itu.
Selekas si Baju Hitam itu menyerbu ia terus menggembor keras dan ayunkan pukulan.
Segelombang angin pukulan dahsyat, segera melanda Han Ping.
Begitu melihat si Baju Hitam menyerbu, cepat sekali Han Ping menggembor keras dan
menyongsongnya dengan sebuah pukulan dahsyat.
Gelombang angin pukulan dahsyat, segera melanda orang itu. Karena dia masih dalam
melayang diudara, maka sukarlah untuk menghindari pukulan Han Ping. Seketika dadanya
terasa sesak, pandang matanya gelap. Dan tubuhnyapun terpental jatuh dua tiga meter ke
belakang. Pukulan Biat- gong- ciang atau Pembelah Angkasa yang dilancarkan Han Ping itu dapat
mencapai jarak sampai 2 tombak jauhnya. Dan masih mempunyai sisa tenaga yang cukup
keras. Seluruh jago2 yang hadir disitu, terperanjat benar-benar, Ih Thian-heng kerutkan alis
lalu mengangkat tangan menyapu ubun-ubun kepalanya. Melihat itu kawanan baju hitam
yang mengepung lapangan itu, segera cepat-cepat menyingkir untuk menduduki posnya
masing-masing. Mereka serempak mengacungkan tabung emas, siap hendak maju
menyerbu. Si Baju Hitam yang terpukul rubuh oleh Han Ping tadi muntah darah. Ia bergeliatan
bangun lalu songsongkan tabung emasnya ke arah Han Ping. Dua butir pelor warna biru
segera meluncur ke arah Han Ping.
Han Ping sudah menyadari bahwa tabung emas itu tentu berisi ber-macam2 senjata
rahasia yang amat lihay sekali. Oleh karena tak keburu menghantam dengan pukulan,
terpaksa ia loncat melambung keudara lagi dan melayang dua tombak jauhnya.
Bum". terdengar letupan kecil ketika kedua butir pelor biru itu meledak berbareng dan
pecah menjadi dua lingkaran asap biru sebesar roda kereta. Begitu tiba di tanah, berkobar
lagi menjadi api dan menghamburkan asap yang berhamburan sampai dua tombak
luasnya. Sekitar tanah pekuburan ita walaupun penuh ditumbuhi rumput tetapi karena api itu
panas luar biasa maka rumput dan batu2pun ikut terbakar.
Diam-diam Han Ping bersyukur, pikirannya, "Jika tadi kutangkis dengan tangan, tentu
celakalah diriku. Aku tentu akan mau terbakar. Tabung emas itu ternyata penuh berisi
dengan beberapa macam senjata rahasia yang ganas. Itu kalau hanya seorang yang
membawa. Padahal ada 36 orang yang membekal senjata semacam itu. Tentulah mereka
mampu mengacau dunia persilatan!"
Dalam pada berpikir itu dilihatnya si Baju Hitam lawannya tadi tiba-tiba lepaskan tabung
emas dan terkulai rubuh mati di tanah.
Tiba-tiba Nyo Bun-giau loncat melayang ke tempat si Baju Hitam itu. Tepat pada saat
itu, keenam bocah baju putihpun juga loncat menghampiri. Tetapi Nyo Pun-giau lebih
cepat. Begitu tiba ia terus menyambar tabung emas itu.
"Hai, Nyo Bun-giau, apakah engkau sudah bosan akan jiwamu?"
Mendengar itu Nyo Bun-giau tertegun. Tepat pada saat itu keenam bocah baju putih
sudah tiba dan mengepung Nyo Bun-giau. Mereka mengacungkan pedang, siap
menyerang apabila Nyo Bun-giau bergerak.
Tetapi Nyo Bun-giau hanya memadang keenam bocah itu dengan tenang lalu tertawa
dingin, "Hm, kiranja hanya 6 bocah yang masih ingusan!"
Tetapi sekalipun mulut mengucap begitu, dalam hati, Nyo Bun-giau tergetar juga.
Dilihatnya pedang pendak ditangan kawanan bocah itu memancar sinar ber-kilat2 yang
menyilaukan mata. Ia menyadari bahwa pedang mereka itu tentu bukan senjata biasa.
Bahwa Ih Titian heng telah memperlengkapi dengan senjata pedang pusaka begitu, tentu
dikarenakan kawanan bocah itu tentu memiliki kepandaian yang tinggi.
Keenam bocah itu kecuali sama memiliki alis dan mata yang bagus, pun pakaiannya
hampir sama semua, Begitu pula kerut wajah mereka tampak garang dan bengis.
Nyo Bun-giau tak berani lengah. Diam-diam ia kerahkan tenaga dalam dan ber-siap2.
Kiranya dengan cepat Nyo Bun-giau dapat mengetahui bahwa keenam bocah yang
mengepungnya itu memiliki ilmupedang yang hebat. Tandanya, sikap dan gerak-gerik
mereka diwaktu mencekal pedang itu amat serius sekali.
Diam-diam Nyo Bun giaupun terkejut. Ia tak menyangka bahwa anakbuah Nyo Bun
giau, bahkan yang masih bocahpun, ternyata lihay semua,
Tiba-tiba Ih Thian-heng tertawa nyaring. Nadanya berkumandang jauh sampai ke
hutan. Rupanya dia tengah menghamburkan tenaga murni sehingga Leng Kong-siau, Ting
Yan-san dan lain-lain tergetar hatinya.
Tenaga-dalam yang dipancarkan dalam tertawa Ih Thian-heng itu ternyata amat tinggi
dan kuat sekali. Bukan seperti orang yang sedang menderita luka dalam. Tokoh-tokoh itu
mengkeret nyalinya karena mereka merasa tak dapat menandingi tenagadalam Ih Thianheng.
Dari nada tertawa itu, mereka menarik kesimpulan bahwa tadi Ih Thian-heng hanya
pura-pura terluka. Dia sengaja bersikap seperti orang terluka hanya untuk menjalankan
siasat mengulur waktu saja untuk memikat perhatian sekalian musuh2nya supaya tetap
tinggal disitu. Kemudian diam-diam ia memanggil seluruh anakbuah-datang mengepung
dan membasmi sekalian orang gagah itu.
Sekonyong-konyong ia hentikan tertawa, Sisa kumandang tertawanya masih
menggema diangkasa.
"Saudara-saudara tentu sudah menyaksikan apa yang terisi dalam tabung emas itu.
Tetapi itupun masih hanya sebagian saja, belum semua yang berada dalam tabung emas
itu digerakkan keluar. Maka siapa saja diantara saudara yang yakin mampu lolos dari
serangan ke 36 tabung emas itu, silahkan tampil ke muka mencObanya!" tiba-tiba Ih
Thian-heng berseru nyaring.
Sunyi senyap, tiada seorangpun yang berani memberi jawaban. Rupanya tiada yang
merasa mampu menghadapi ke 36 tabung maut itu.
Ih Thian-heng menghela napas. ujarnya pula, "Apabila saudara sudah menyadari
takkan mampu meloloskan diri, apakah saudara-saudara tetap hendak menunggu
kedatangan maut?"
Kata-kata itu menyadarkan sekalian orang. Pikiran mereka, "Ya, memang benar.
Apakah kita ini hanya berdiam diri menunggu maut datang merenggut?"
Tiba-tiba Pengemis-sakti Cong To merentang mata memandang Ih Thian-heng tajam,
serunya, "Sepanjang hidup entah sudah berapa banyak kali pengemis tua ini menghadapi
bahaya maut. Tetapi toh sampai sekarang masih segar bugar seperti saat ini. Soal mati
hidup, masakan tergantung pada gertakan orang?"
Mendengar ucapan yang gagah dari pengemis itu, Ih Thian-heng tertegun. Tetapi cepat
sekali ia sudah tenangkan diri lalu tertawa nyaring, serunya, "Ucapan saudara Cong
memang tepat sekali. Tetapi bagi kaum persilatan seperti kita ini, siapakah dan berapakah
jumlah tokoh-tokoh yang masih hidup dari bahaya maut dalam peristiwa2 yang pernah
dihadapinya" Bahwa saudara Cong termasuk salah seorang yang beruntung dapat selamat
dari sekian banyak bahaya, memang jarang terdapat. Tetapi hendaknya hal tak boleh
dibanggakan"."
Berhenti sejenak tersenyum, ia melanjutkan berkata, "Mungkin diantara para hadirin,
banyak juga yang mempunyai pengalaman lebih berbahaya dari saudara Cong?"
Cong To tertawa dingin, "Apakah saudara Ih sudah memastikan bahwa hari ini pasti
dapat membasmi kami semua?"
Ih Thian-heng tertawa, "Hal itu sukar kujawab, Terserahkan bagaimana kepercayaan
saudara-saudara. Bila saudara percaya mampu menghadapi. silahkan saja mencobanya!"
Sepasang mata pengemis sakti yang bundar ber-kilat2 memancar sinar, mencurah pada
Ih Thian-heng. Ia tertawa nyaring lalu berseru, "Soal mati hidup, pengemis tua tak pernah
menaruh dihati. Silahkan saudara Ih memberi perintah anakbuah saudara untuk turun
tangan!" " habis berkata ia terus melangkah keluar.
Ih Thian-heng tersenyum, serunya, "Keberanian saudara Cong, sungguh
mengagumkan!"
Tiba-tiba wajahnya berobah dan berkatalah ia dengan nada dingin kepada Ca Cu-jing,
"Rupanya saudara Cong hendak coba2 membobolkan barisan Thian kong tin yang
kusiapkan. Entah bagaimana pendapat saudara Ca, saudara Leng, dan Ting dan lainlainnya?"
Ketiga prang itu walaupun termasuk tokoh-tokoh persilatan yang ternama. Tetapi
diantara mereka bertiga, Ca Cu-jing merasa lebih tinggi kedudukannya karena ia seorang
ketua Marga. Maka setelah memandang ke kanan kiri, ia segera berseru, "Saudara memang seorang
yang luar biasa cerdasnya sehingga dapat menciptakan senjata rahasia yang begitu luar
biasa hebatnya. Turut apa yang kusaksikan tadi, memang sukar untuk menghadapi
hamburan ke 36 tabung emas itu. Tetapi sekalipun begitu, akupun tetap ingin
mencobanya. Soal mati hidup atau kalah menang, itu di luar perhitunganku. Tetapi ada
sebuah permintaan yang hendak kuajukan, entah apakah saudara Ih dapat
meluluskannya?"
"Harap saudara Ce mengatakan lebih dulu. Setelah kupertimbangkan barulah aku dapat
menjawab," kata Ih Thian heng.
"Puteraku itu masih belum cukup kepandaiannya," kata Ca Cu jing, "sudah tentu tak
mungkin mampu lolos dari senjata saudara yang istimewa itu. Aku hendak mohon saudara
Ih".."
"Bukankah saudara Ca hendak minta supaya aku memberi kelonggaran untuk
melepaskannya pergi lebih dulu?"tukas Ih Thian heng tersenyum.
Wajah Ca Cu jing berobah. Ia hendak bieara tetapi hatinya menimbang. Soal itu
menyangkut nasib Ca Giok. Ia harus dapat menahan diri agar puteranya selamat. Maka ia
menghela napas panjang, ujarnya, "Betapapun saudara Ih hendak mengejek dan
menghina aku, tetapi kuharap saudara suka lepaskan puteraku lebih dulu!"
Ih Thian-heng merenung sejenak lalu menjawab tersendat, "Ini".." " ia menghela
napas, "Dalam dunia persilatan terdapat sepatah ujar2 termasyhur. Entah apakah saudara
Ca masih ingat?"
"Pepatah yang mana?"
Kata Ih Thian-heng dengan tak ragu2, "Memotong rumput harus sampai akarnya.
Karena kalau tidak, begitu angin musim semi bertiup, rumput itu pasti tumbuh lagi". Pada
masa akhir2 ini, dalam dunia persilatan telah berkembang luas sekali. Dua lembah, Tiga
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Marga kabarnya hendak berserikat untuk menghadapi aku. Entah kabar itu benar atau
tidak?" "Aku sendiri belum pernah mendengar berita itu. Tetapi dari mana saudara Ih
mendenganya?" Ca Cu-jing balas bertanya.
Ih Thian-heng tertawa hambar, "Tetapi tak peduli saudara mendengar atau tidak
namun ada api tentu ada asap, Maka dalam tempat pekuburan yang terpencil seperti ini,
dapat melukai seorang berarti mengurangi seorang lawan kuat. Oleh karena sudah
terlanjur berhadapan sebagai dua kekuatan yang harus hancur salah satu. maka sukarlah
untuk menghindari suatu pertempuran mengadu jiwa."
Mendengar ucapan itu, Ca Cu -jing menyadari bahwa maksudnya hendak
menyelamatkan puteranya sia2 saja, jika ia memohon lagi pasti akan mendapat hinaan
yang lebih besar. Seketika berubahlah wajah ketua marga Ca itu dan menyahut dengan
dingin, "Memang keadaan saat ini, belum dapat dipastikan dalam tangan siapakah rusa itu
akan mati. Harap saudara Ih jangan buru-buru mengucap terlalu penuh harapan dulu!"
"Baik, mari kita coba saja!" " ia melambaikan tangan kanan dan berseru nyaring,
"Lawan yang berada disini, satupun tak boleh diberi kebebasan!"
Kawanan Baju hitam yang mengepung di empat peniuru itu segera berputaran untuk
menjaga pos masing-masing. Dalam beberapa kejap mereka telah menyusun diri dalam
sebuah barisan dan mengepung tokoh-tokoh itu di tengah. Melihat kawan2nya terkepung
dan ia sendiripun masih dikepung oleh keenam anak baju butih, Nyo Bun -giau mulai
gelisah. Ia anggap keadaan dirinya lebih berbahaya dari kawan2nya maka ia harus
berusaha secepatnya untuk menerobos kepungan kawanan bocah itu. Seketika hawa
pembunuhan timbul pada kerut wajahnya. Diam-diam ia menimang, "Oleh karena jelas Ih
Thian-heng sudah merencanakan untuk membasmi sekalian yang gagah, maka ia harus
bertempur mati2an, ia harus bertindak cepat dan ganas untuk melukai seorang orang
bocah agar mengurangi kekuatan mereka."
Setelah mengambil keputusan, tiba-tiba ia melambung keudara seraya lontarkan
pukulan Air terjun-berhamburan-ke ember, ke arah bocah yang mengepung disebelah
selatan. Dia gunakan delapan bagian tenaganya. Pikirnya, betapa tinggi kepandaian bocah itu,
tenth tetap sukar lolos dari serangannya itu.
Tetapi apa yang disaksikan, benar-benar di luar dugaannya. Tepat pada saat Nyo Bungiau
loncat keatas. keenam bocah baju putih itupun bergerak dengan serempak juga.
Bocah yang berkedudukan di selatan tadi, cepat menghindar ke samping. Bocah yang
disebelah timur dan barat, secepat kilatpun sudah menyerbu Nyo Bun-giau dengan
menabaskan pedangnya yang ber-kilat2 memancarkan hawa dingin. Belum pukulan Nyo
Bun-giau mengena, barisan bocah itupun sudah bergerak. Bukan kepalang marahnya.
Dengan menggembor keras ia membentak, "Hanya setengah lusin bocah yang masih
ingusan masakan dapat mengepung aku?".!"
Belum selesai ia mengucap, secercah sinar pedang menusuknya dari muka. Belum
pedang tiba, anginnya yang dingin sudah menyambar.
Nyo Bun-giau menggembor keras seraya lontarkan pukulan.
Bocah baju putih itu tiba-tiba condongkan pedang diikuti dengan gerakan tubuhnya,
melesat ke samping. Dan bocah yang berdiri di sebelah barat diam-diam segera menusuk
ke lambung Nyo Bun-giau
Gerakan bocah itu teramat cepat sekali.
Nyo Bun-giau kaya pengalaman dan tak berani memandang rendah lawan. Setelah
meneliti keadaan barisan musuh, tahulah ia bahwa keenam bocah itu memang lihay. Maka
sangatlah ia ber-hati-hati menghadapi mereka. Sekalipun begitu gerakan bocah yang
nyelonong menyerang kesamping itu, benar-benar tak di-duga2. Untung ia memang sudah
waspada. Secepat berpaling ke belakang dan melihat ujung pedang hampir menyentuh
tubuhnya, tetapi tetap kalah cepat dengan bocah itu. Lengan bajunya tetap terpapas
ujung pedang sehingga menimbulkan lubang sepanjang 3 dim. Kemudian darahnya
mencucur keluar".
Nyo Bun-giau terkejut tetapi secepat itu berkobarlah amarahnya. Dengan menggembor
keras ia segera lontarkan hantaman. Hampir sembilan bagian tenaganya yang digunakan
karena sekali pukul ia ingin membunuh anak itu.
Tetapi bocah disebelah barat yang menusuknya itu, setelah berhasil melukai, terus
berkisar ke selatan sehingga pukulan Nyo Bun-giau tak mendapat sasarannya. Dalam pada
itu bocah yang berada diutara dan baratlaut, cepat maju menyerang. Oleh karena Nyo
Bun-giau diburu nafsu hendak menghancurkan bocah yang melukainya tadi, ia telah
memukul dengan lepas sehingga kehilangan posisi pertahanan diri. Cepat sekali ia dapat
didesak oleh keenam bocah itu. Dia dikurung dalam lingkaran sinar pedang kawanan
bocah itu. Betapapun lihay kepandaian Nyo Bun-giau tetapi begitu terdesak dibawah angin, ia
menjadi kelabakan. Terpaksa ia tumpahkan semangat dan perhatiannya, berlaku tenang
untuk menghadapi barisan pedang keenam bocah yang mencurah sederas hujan. Tetapi ia
tetap tak dapat mencari lubang kelemahan lawan, Terpaksa ia tak mau gegabah
menyerang melainkan memperketat penjagaan saja dengan mengeluarkan ilmu istimewa
Kim-sat-san-jiu atau Tangan Pasir-emas.
Belasan jurus kemudian barulah ia berhasil mengimbangi permainan lawan.
Keenam bocah itu karena tak berhasil mengalahkan lawan, merekapun tenangkan diri
tak mau mendesak keras. Dengan ilmu permainan pedang yang aneh, mereka mengepung
Nyo Bun-giau untuk menunggu kesempatan melukainya lagi.
Terdengar Ih Thian-heng tertawa, "Sandara Nyo, engkau benar-benar tak bernama
kosong! Dapat bertahan sampai begitu lama menghadapi kepungan barisan pedang Liokhaptin!" Ca Cu-jing, Ting Yan-san dan Leng Kong-siau diam-diam mencemaskan Nyo Bun-giau.
Kalau tak lekas menolong orang she Nyo itu dari kepungan keenam bocah, tentu mereka
akan kehilangan seorang tenaga yang berharga.
Karena mempunyai pikiran sama, setelah saling bertukar pandang sejenak, Ca Cu-jing
berseru, "Kita harus berusaha untuk menolong saudara Nyo keluar dari barisan anak itu!"
"Ya, akupun mempunyai pikiran begitu juga," sahut Leng Kong slaw
"Tidak! Jangan bersikap sok-pintar?" Ting Ling menyeletuk dingin.
"Siapa suruh engkau campur mulut, budak setan!" bentak Ting Yan-san marah.
Cong To yang berdiri beberapa meter dari tempat mereka kedengaran mendengus
dingin, serunya, "Ting losam, mungkin selamanya engkau gemar menghina anak
keponakanmu saja. Telinga pengemis tua gatal juga. Karena Ting Ling sudah menjadi
puteri angkatku, kelak janganlah engkau sembarangan menghinanya didepanku"."
Juga Ca Cu-jing menyeletuk, "Keponakanmu itu amat cerdas sekali. Karena ia
mencegah, tentu mempunyai alasan yang kuat!"
Ting Yan-san berpaling memadang Ting Ling tetapi tak bicara apa-apa. Hanya dalam
hati ia menimang, "Kalau begitu, nama budak perempuan itu tak kalah tenar dengan aku!"
Berkata Ca Cu-jing kepada Ting Ling, "Nama nona yang termashyur, sudah lama
kudengar. ."
Ting Ling tertawa hambar. "Ah, pujian yang terlalu tinggi. Toh kita semua takkan dapat
tinggalkan tempat pekuburan ini dengan selamat. Mati sekarang atau nanti, sama saja.
Sekalipun kalian mau mendengar kata-kataku dan menolong Nyo Bun-giau, tetapi
waktupun sudah terlambat."
Ih Thian-heng tertawa nyaring, "Kedua nona dari lembah Raja Setan itu memang tak
bernama kosong. Sayang mereka kawanan manusia yang tak mengerti maksud nona.
Silahkan engkau memberi penjelasan kepada mereka!"
Ca Cu-jing, Leng Kong siau, Ting Yan-san dan lain-lain tak mengerti apa yang dikatakan
Ih Thian-heng. Serempak mereka berpaling dan menegas, "Apa yang dikatakan Ih Thian
heng itu?"
Ting Ling tertawa tawar, "Aku tak percaya kalau dia sungguh-sungguh tahu apa yang
kupikirkan maka dia pura-pura suruh aku mengatakan ..
Ih Thian-heng tertawa, "Kalau engkau tak percaya, bagaimana kalau kuterangkan?"
"Silahkan!" sambut Ting Ling.
Ih Thian-heng mengusap jenggot seraya tertawa. Pelahan-lahan ia sapukan pandang
mata memandang ke arah Ca Cu-jing dan kawan2nya, lalu berkata, " Aku sungguh merasa
kasihan terhadap kalian ini. Karena dalam kepandaian dan kecerdasan otak ternyata tak
dapat menyamai seorang anak perempuan."
Tiba-tiba ia mengangkat kedua tangannya dan menampar dua kali. Teriaknya kepada
keenam bocah, "Hai, kalian mundur semua!"
Barisan keenam bocah itupun segera menyurut mundur. Tetapi kawanan Baju Hitam
yang meajaga diempat penjuru itu cepat mengisi tempat yang ditinggalkan keenam bocah
tadi. Berkata Ih Thian-heng pula, "Walaupun karena Nyo Bun-giau terkepung dalam barisan
Liokhap-tin kalian telah berkurang seorang tenaga yang hehat, tetapi dalam barisan Thiankongtin ini pun tetapi kutinggalkan sebuah lubang tabung emas yang berisi bermacam
senjata rahasia yang ganas pun tak mampu untuk menyerang. Jika kalian dapat menyerbu
ke Liok hap tin pada waktu yang tepat. bukan saja dapat menolong Nyo Bun- giau, pun
akan lobos juga dari kepungan ini. Jika dalam keadaan begitu, akupun sukar untuk
mengepung kalian lagi!"
Ih Thian-heng tersenyum lalu memandang Ting Ling, "Jika nona mau berlaku jujur,
nona tentu mau mengakui bahwa kata-kata itu adalah merupakan isi hati nona, bukan?"
"Engkau menduga tepat," Ting Ling mengangguk. Ih Thian-heng tertawa. "Akupun
harus berterima-kasih atas peringatan nona."
"Ah, jangan keliwat sungkan."
Sekalian orang gagah yang mendengar percakapan kedua orang itu hanya ter-longong2
tak dapat bicara.
Kemudian Nyo Bun-giau pe-lahan2 menghampiri ke tempat rombongan orang gagah
dan berkata dengan berbisik, "Baiklah kita berpencar diri untuk menghadapi musuh.
Sebaliknya setiap orang mencari sebuah kuburan untuk melindungi diri dari taburan
senjata rahasia musuh!"
Ca Cu jing memaudang kesekeliling penjuru. Ternyata tempat mereka berada diantara
gunduk2 kuburan yang tak jauh satu sama lalu. Segera ia mengangguk, "Cara itupun baik
sekali. Asal kita dapat menghindari tahuran senjata rahasia mereka, tentu kita tak sampai
kalah dalam pertempuran ini"." " tiba-tiba ia lantangkan suara berteriak, "Ih Thian-heng
mempunyai rencana untuk membasmi habis kita semua. Sekalian orang yang hadir disini,
sebaiknya bersatu padu, menghapuskan segala dendam permusuhan. Karena yang kita
hadapi saat ini adalah suatu pertempuran mati hidup. Hanya dengan bersatu-padu,
barulah kita dapat menghadapi musuh. Jika kita masih terpecah-belah mengandung
dendam sendiri-sendiri, tentulah akhinya kita akan mati satu demi satu ."
Kembali ia batuk-batuk, lalu bertanya, "Entah bagaimana pendapat saudara Cong
kepada usulku itu?"
Cong To tersenyum, "Dalam sepanjang hidupku. pengemis tua ini hanya membedakan
garis2 yang salah dan yang benar. Dan aku selalu berdiri di tempat yang penuh Kebajikan
dan Keluhuran. Sekalipun tulang belulangku hancur lebur, aku tetap tak sayang. Soal mati
atau hidup, sudah tak kupikirkan lagi"."
Ih Thian-heng tertawa panjang untuk memutus kata-kata Cong To yang belum selesai
itu, "Dalam dunia persilatan dewasa ini, memang saudara Conglah yang paling kukagumi
sendiri. Sebenarnya tak layaklah kalau saudara harus mati bersama mereka. Kalau saudara
Cong ingin meninggalkan tempat ini, akupun takkan merintangi."
Cong To menyahut dingin, "Bahwa pertolongan yang kulakukan kepadamu tadi. sama
sekali bukan bermaksud untuk mengikat persahabatan dengan engkau. Melainkan karena
kupikir engkau belum mengunjukkan seluruh kejahatanmu belum waktunya harus
ditumpas"."
"Betapapun saudara Cong mengandung pikiran macam2 kepadaku, tetapi aku tetap
berterimakasih. Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk membalas budi, namun kalau
saudara tetap berkeras kepala, apa boleh buat, akupun terpaksa harus meluluskan
keinginan saudara itu"."
Chong To tertawa gelak-gelak, serunya, "Jangan buru-buru bermulut besar dulu! Saat
ini belum dapat diketahui siapa yang menang dan siapa kalah. Walaupun pengemis tua tak
puas akan orang-orang Dua Lembah dan Tiga Marga itu namun dalam saat dan tepat
seperti ini, pengemis tua pun tak dapat meninggalkan mereka"."
"Karena saudara Cong berkeras hendak menentang aku, akupun tak dapat berbuat
apa-apa. Nah, barisan Thian-kong-tin sudah akan bergerak, harap saudara Cong ber-hatihati!"
" sekali tangan diangkat, maka kawanan orang Baju Hitam yang mengepung di
empat penjuru itu segera maju merapat dalam bentuk lingkaran.
Nyo Bun-giau cepat miringkan tubuh dan terus menyurut di balik sebuah kuburan. Ca
Cu-jing, Leng Kong-siau, Ting Yan san dan beberapa orangpun segera meniru langkah itu.
Hanya Cong To dan Han Ping yang tetap tak bergerak dari tempat dan tak mau
bersembunyi dibalik makam Saat itu barisan Thian-kong tin sudah bergerak. Kawanan
Baju Hitam diempat penjuru pun sudah maju merapat.
Cong Co ber-kilat2 matanya. Tiba-tiba ia ulurkan tangan menjemput sebatang ranting
kering di tanah. Sambil di-putar2 ia tertawa "Sudah sejak ber-puluh2 tahun pengemis tua
tak menggunakan senjata"."
Melihat itu Ih Thian-hengpun berseru, "Bah."
"Bahwa hari ini saudara Cong mau mempertunjukkan kepandaian ranting kering untuk
mengganti pedang, itu berarti memandang tinggi terhadap diriku."
"Berhenti! Berani melangkah maju lagi, aku tentu turuntangan!" tiba-tiba Han Ping
membentak keras. Oleh karena dia yang paling dekat jaraknya maka ketika kawanan Baju
Hitam itu menghampiri, ia cepat membentak mereka.
Baju Hitam yang maju menghampiri itu dari kaki sampai ke ujung kepala, dibungkus
dengan kain hitam. Hanya pada bagian mata yang diberi berlubang. Tangannyapun
memakai sarung tangan istimewa. Bentakan Han Ping itu tak dihiraukan. Mereka tetap
melangkah maju.
Pada tempat kuburan yang sunyi senyap, tampak kawanan Baju Hitam bergerak maju
pelahan2. Benar-benar menimbulkan suatu pemandangan yang seram sekali. Se-konyong2
sesosok tubuh muncul dari balik segunduk makam terus lari menghampiri Han Ping.
Saat itu sebenarnya Cong To sudah ber-siap2 hendak membantu Han Ping. Karena
munculnya orang itu dengan lengking teriakan yang nyaring, membuat pengemis tua
terkesiap kaget. Begitu mengetahui siapa orang itu, iapun cepat membentaknya ; "Ling-ji,
lekas mundur kembali!"
Pendatang yang bukan lain Ting Ling, menyahut, "Yah, jangan menguatirkan diriku. aku
toh takkan hidup lama!"
Tergopoh Han Ping berseru, "Tidak, racun pada lukamu itu sudah disembuhkan oleh
ular berbisa. Jangan bicara yang bukan2"."
Belum ia selesai bicara, Ting Lingpun sudah tiba disampingnya dan berkata dengan
lembut, "Menghadapi musuh yang begitu tangguh, mengapa engkau tak menggunakan
pedang?" Han Ping tertegun., "Aku tak punya senjata." tiba-tiba ia teringat akan Pedang Pemutus
Asmara yang disimpan dalam bajunya.
Maka tersenyumlah ia. "Ya, aku menyimpan pedang dalam baju, silahkan engkau
kembali ke tempatmu lagi."
Ting Ling sejenak memandang keempat penjuru, serunya, "Ah, terlambat".aku sudah
tak dapat kembali lagi!"
Ketika Han Ping berpaling, dilihatnya kawanan Baju Hitam itu sudah tiba dua meter
didekatnya. Mereka berhenti lalu pe- lahan2 mengambil kuda2 untuk menyerang.
Ting Ling bersikap tenang-tenang saja. Sambil mengulum senyum, ia menghampiri
kesamping Han Ping.
Saat itu Han Ping sedang mencurahkan semangat dan perhatiannya kepada kawanan
Baju Hitam. Tiba-tiba hidungnya terbaur angin wangi.
Cepat ia berpaling dan membentak, "Mengapa engkau masih berada disini?"
Ting Ling tertawa rawan, "Kupercaya engkau tentu mampu melindungi keselamatanku.
Makin dekat kepadamu, nyaliku makin besar.!"
Han Ping tertegun. Tiba-tiba ia menengadah ke langit dan tertawa nyaring, "Baiklah"
Jika aku tak dapat melindungimu, biarlah kuburan ini menjadi tempatku bunuh diri!"
Kiranya memang Ting Ling hendak mempunyai rencana untuk mati disamping Han
Ping. Beberapa patah ucapannya tadi telah membangkitkan kegagahan hati Han Ping.
Dan jauh terdengar Kim Loji berseru, "Ping-ji, mati hidup itu soal besar. Bukan barang
permainan anak2. Engkau harus hati-hati!"
Han Ping cepat mengelurkan pedang pusaka Pemutus Asmara dari dalam bajunya lalu
berseru nyaring, "Harap paman jangan kuatir. Jika aku sampai mati disini, Ih Thianhengpun
jangan harap dapat pergi hidup dari sini!"
Walaupun tak keras tetapi karena menggunakan tenaga dalam, kata-kata Han Ping itu
bagai dering paku dihantam pukul besi. Telinga sekalian orang mendengar jelas setiap
patah yang diucapkan.
Ih Thian heng terbeliak. Ia berhenti lalu mengangkat tangan dan bertepuk tiga kali.
Kawanan Baju Hitam itupun segera melolos tabung emas dan siap menyerang. Tetapi
ketika mendengar tepuk tangan Ih Thian-heng, merekapun serempak berhenti.
Memandang ke arah pedang Pemutus Asmara di tangan Han Ping, Ih Thian-hengpun
tersenyum, serunya, "Pedang yang engkau cekal itu, berkilau-kilauan sinarnya. Tentulah
pedang pusaka Pemutus Asmara, bukan?"
Han Ping terawa dingin, "Benar, jika hari ini engkau dapat membunuhlcu, hari ini juga
pedang pusaka ini tentu engkau miliki"."
Ia berhenti sejenak lalu berseru lantang, "Tetapi kupercaya sekalipun engkau
beruntung mendapatkan pedang pusaka ini tetapi engkaupun harus membayar dengan
pengorbanan besar!"
"Benar," sahut Ih Thian-heng, "tokoh-tokoh yang berada disini telah dianggap sebagai
tokoh-tokoh kelas satu. Tetapi yang kupandang benar-benar sebagai lawan berat hanya
engkau seorang!"
Ting Ling tertawa hambar, "Kiranya tak mudah bagi seorang persilatan yang sakti untuk
mendapatkan lawan yang seimbang. Oleh karena engkau menganggapnya sebagai lawan
setimpal, mengapa mumpung di hadapan sekian banyak tokoh-tokoh persilatan, engkau
tak mau bertanding satu lawan satu dengan dia" Dengan begitu, biarlah sekalian tokohtokoh
menyaksikan kepandaian yang tiada lawannya itu!"
Ih Thian-heng tertawa tawar. "Boleh dikata setiap orang persilatan tentu ingin
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menantang aku. Jika setiap kali harus melayani sendiri, bukankah takkan habis2nya
kubunuh mereka?"
Ting Ling tertawa dingin, "Bukankah engkau mempunyai perasaan takut dalam
hatimu?" "Hm, tak mudah engkau membakar hatiku!" dengus Ih Thian heng.
Setelah memandang ke sekeliling, Ting Ling lalu membisiki ke dekat telinga Han Ping,
"Tak perlu engkau memperhatikan aku. Lekas engkau menyelinap kesamping Ih Thianheng
dan terus melibatnya, jangan sampai ia sempat lolos. Walaupun kawanan Baju Hitam
itu membekal senjata rahasia yang lihay, tetapi mereka tak dapat bergerak tanpa
mendapat perintah!"
Han Ping tersenyum, "Siasat itu memang tepat, tetapi siapakah yang akan melindungi
dirimu?" Ting Ling menghela napas. "Tak perlu memikirkan Aku hanya seorang anak perempuan
yang lemah, selemah burung seriti di bawah " dahan pohon yang-liu itu. Asal melihat
pohon yang-liu tentu akan melihat burung itu. Lain dengan engkau seorang pemuda yang
gagah perwira. Seorang pendekar yang cemerlang dalam jaman ini. Mungkin keadilan,
kebenaran dan ketenteraman dalam dunia persilatan, akan terletak dibahumu. Janganlah
engkau karena aku"."
Berkata Han Ping dengan serius, "Jangan berkata begitu. Aku sudah berjanji hendak
melindungi dirimu. Janji itu terpateri dalam hatiku. Kecuali mati, tak nanti aku ingkar pada
janji itu. .."
Ia menghela papas pelahan, "Akupun juga menyadari bahwa kali ini tipis
kemungkinannya kita dapat keluar dari tanah kuburan sini. Namun aku percaya dalam
pertempuran kali ini barisan Thian-kong-tin yang diandalkan Ih Thian-heng itu tentu juga
hancur"."
Tiba-tiba pengemis-sakti Cong To tertawa gelak-gelak, "Benar, benar! Dengan
hancurkan barisan Thian-kong-tin yang dibanggakan Thian-heng itu, juga merupakan
suatu langkah untuk membasmi bahaya dalam dunia persilatan. Kiranya untuk itu, matipun
kita tak menyesal!"
Rupanya ucapan yang gagah dari Han Ping dan Cong To itu telah membangkit nyali Ca
Cu jing, Nyo Bun-giau dan lain-lain. Tampak dari balik gunduk tanah2 makam itu, mereka
serempak berdiri.
Berserulah Nyo Bun-giau, "Ucapan saudara Cong memang tepat. Tetapi kita tak boleh
hanya mengandalkan kegagahan dan memburu ambisi untuk menghadapi senjata mereka
." Diam-diam Ih Thian-heng terkejut mengetahui keadaan tokoh-tokoh itu. Dalam saat2
berbahaya, mereka telah bersatu. Jika dibiarkan mereka berunding lebih lanjut, tentu Han
Ping dan Cong To akan sadar bahwa mereka tak boleh mengandalkan kegagahan saja.
Untuk mencegah terjadinya perobahan yang tak menguntungkan, cepat Ih Thian-heng
mengangkat tangan kanannya dan berseru nyaring, "Karena sekalian saudara hendak
menjual jiwa untuk kepentingan dunia persilatan, akupun terpaksa akan membantu
keinginan saudara-saudara itu!"
Sekali tangannya melambai, dari empat penjuru, kawanan Baju Hitam itupun segera
maju menerjang. Han Ping menggembor keras sambil menghantam dengan tangan kiri.
Seorang Baju Hitam yang berada paling depan, tersurut mundur dua langkah.
Barisan Thian-kong-tin itu merupakan barisan yang bergerak ber-putar2, bergantian
tempat. Karena salah seorang anggotanya menderita luka, maka gerakan barisan itupun
agak lambat jalannya, Han Ping cepat mendorong tubuh Ting Ling, serunya, "Lekas
engkau bersembunyi agar jangan sampai berkorban sia2 ." " habis berkata pemuda itu
terus melambung ke udara dan menerjang ke tengah barisan.
Tempat persembunyian Ca Cu jing paling dekat dengan tempat Han Ping menyerbu.
Diam-diam Ca Cu-jing kerahkan tenaga-dalam dan lepaskan pukulan Peh-poh- sin kun dari
tempatnya. Pukulan Peh-poh-sin-kun atau Pukulan-sakti seratus-langkah dari marga Ca, merupakan
ilmu sakti yang tiada keduanya dalam dunia persilatan. Apabila sudah mencapai tataran
tinggi, dari jarak seratus langkah, pukulan itu dapat membunuh korban. Peh-poh-sin-kun
jauh lebih hebat dari pukulan jarak jauh Biat-gong-ciang.
Ca Cu-jing mempelajari ilmu pukulan itu ber-puluh2 tahun. Tenaga-dalamnya mencapai
tataran yang tinggi. Dan pukulan Peh-poh-sin-kun yang dilontarkan saat itu, dilambari
dengan tenaga penuh. Dapat dibayangkan betapa kedahsyatannya.
Segera terdengar seorang Baju Hitam menjerit ngeri. Dia termakan dadanya oleh
pukulan maut itu. Setelah beberapa kali muntah darah, orang itupun rubuh ke tanah.
Nyo Bun-giau tertawa nyaring, "Ilmu pukulan Peh-poh-sin-kun, benar-benar tak
bernama kosong. Aku sungguh kagum sekali"." " tiba-tiba segulung asap tebal melanda
dari arah betakang. Cepat ia berjongkok lalu menyelinap ke balik makam dan lontarkan
sebuah pukulan.
Terlanda pukulan Nyo Bun- giau, gulungan asap tebal itu segera berhamburan buyar.
Pada saat itu terdengar beberapa jeritan ngeri.
Ketika Nyo Bun giau berpaling dilihatnya Han Ping sedang mengamuk dengan pedang
pusaka. Tiga orang Baju Hitam terkapar mati.
Melihat Han Ping menerjang kedalam barisan dan unjuk kegagahan, Ih Thian-heng
terkejut. Pemuda itu mengamuk tanpa dapat ditahan. Dan karena jaraknya amat dekat,
kawanan Baju Hitam itupun tak dapat menggunakan tabungnya. Jika beberapa anggota
Baju Hitam terluka lagi, barisan kong-tin tentu akan kacau balau.
Belum Ih Thian-heng sempat membuat rencana. Pengemis-sakti Cong To sudah loncat
menyerangnya dengan batang bambu. Ih Thian-heng tertawa dingin seraya kebutkan
lengan baju menamparnya. Setelah sambaran angin mdanda, menyusul baru pukulannya.
Cong To terpaksa menarik pulang bambu untuk melindungi diri dan mundur selangkah.
Cong To merasa bahwa tenaga pukulan Ih Thian-heng hebat bukan kepalang. Diamdiam
ia membenarkan kata-kata Ting Ling tadi bahwa Ih Thian-heng itu hanya pura-pura
terluka. Ia memutuskan, sekalipun tak dapat mengalahkan tetapi se-kurang2nya ia pasti
dapat melayani Ih Thian-heng sampai empat lima ratus jurus.
Dengan keputusan itu, mantaplah hatinya. Ia kerahkan semangat untuk menempurnya.
Kebalikannya, Ih Thian- heng tak begitu menghiraukan tingkah laku Cong To.
Memandang ke sekeliling, ia berseru lantang, "Hai, jangan mendesak maju lagi. Lekas
gunakan senjata rahasia. Baik mati atau hidup, dengan cara apa saja, yang penting harus
melukai musuh!"
Ternyata, bermula Ih Thian-heng sudah mempunyai rencana tertentu. Ia hendak
gunakan kewibawaan barisan Thian-kong-tin untuk memaksa sekalian tokoh-tokoh gagah
itu menyerah padanya.
Setelah mendapat tambahan tenaga mereka, barulah ia akan menghadapi fihak Lamhaybun. Oleh karena itu maka ia memberi pesan rahasia kepada barisan Thian-kong-tin,
sedapat mungkin supaya menghindari pembunuhan. Jika tak terpaksa karena terdesak,
jangan sampai melukai mereka.
Tetapi ternyata situasi saat itu berobah.
Turunnya Han Ping ke gelanggang dan matinya beberapa anggota barisan Thian- kongtin
telah mengacaukan rencananya. Dalam kebingungan, Ih Thian heng telah merobah
rencana. Ia menyerukan kepada. kawanan Baju Hitam dari barisan Thian-kong-tin, bahwa
larangannya melukai musuh sudah dihapus.
Setelah mendapat perintah itu, kawanan Baju Hitam tak mau berkukuh menjaga pos
kedudukannya lagi. Mereka segera berpencar mundur kesamping. Adalah Ting Ling yang
cepat merasakan sesuatu yang tak wajar pada gerakan musuh. ia segera memanggil Han
Ping, "Ji siangkong,lekas tendanglah gundukan tanah itu!"
Han Ping percaya apa yang diperintah nona itu. Cepat ia menendang gundukan tanah
merah di sebelahnya. Bluk".. tanah muncrat berhamburan sampai tiga tombak tingginya
sehingga mengaburkan pandang mata orang.
"Ji siangkong, cepatlah kemari?" tiba-tiba Ting Ling berseru pula.
Han Ping terkejut. Ia duga nona itu tentu menghadapi bahaya. Maka cepat ia loncat
melambung ketempat sinona.
Untung arah yang dituju itu tepat. Ketika meluncur ketanah, ia hanya terpisah semeter
dari tempat Ting Ling.
Begitu pemuda itu tiba, Ting Lingpun cepat meraih tangannya dan berseru. "Lekas
rebahkan diri"."
Han Ping memberi reaksi yang cepat sekali.
Begitu Ting Ling berkata, ia sudah cepat memeluk nona itu terus bergelundungan di
tanah untuk menghindari taburan jarum yang sehalus rambut. Setelah itu, ia loncat
bangun lalu membawa loncat nona itu ke sebuah makam. Dalam saat2 yang berbahaya
itu, ia kerahkan seluruh tenaganya, Maka walaupun membawa tubuh Ting Ling tetap ia
dapat melesat dengan pesat.
Se-konyong2 terdengar bunyi mendesis di udara. Belasan benda ber-kilat2.
berhamburan ke tempatnya. Kiranya benda2 berkilat itu adalah pelor perak beracun yang
dilepas oleh dua orang Baju Hitam. Oleh karena gerakan Han Ping sedemikian pesatnya,
mereka tak dapat mengejar, maka menggunakan senjata rahasia itu untuk menyerangnya.
Han Pingpun cepat taburkan Pedang Pemutus Asmara. Terdengar bunyi
bergemerincingan. Pelor2 beracun itu berhamburan tersapu bersih.
Saat itu Ting Ling tetap memeluk pinggang Han Ping. Sepasang mata nona itu meram2
melek, pipinya ditempelkan lekat2 kedada Han Ping. Mulutnya menyungging senyum
bahagia. Rupanya ia sudah tak menghiraukan soal mati atau hidup lagi.
Setelah menyapu pelor2 beracun, Han Ping lanjutkan gerakannya meluncur ke belakang
makam itu. Dengan memanggul Ting Ling, Han Ping loncat keudara untuk menghindari taburan
jarum beracun dari kedua orang Baju Hitam . .
Saat itu Cong To yang sudah kerahkan tenaga-dalam, tiba-tiba ayunkan batang bambu
menyabat kepala Ih Thian-heng.
Saat itu Ih Thian-heng sedang gelisab karena melihat Han Ping membawa Ting Ling ke
balik gundukan makam. Pikirnya, "Jika mereka dapat menggunakan siasat berlindung
dibalik makam, tentu sukar untuk melukai mereka"."
Belum sempat mencari akal, tiba-tiba Cong To sudah menyerangnya. Ih Thian-heng
marah dan kebutkan lengan bajunya menangkis lalu lanjutkan menampar dada Cong To,
seraya berseru, "Selama berpuluh tahun ini, aku selalu mengalah terhadap saudara. Tetapi
rupanya saudara Cong selalu hendak memusuhi aku saja. Dalam pertempuran hari ini,
kalau bukan aku yang terluka ditangan saudara Cong, tentu saudara Cong yang terluka
ditanganku."
Cong To lintangkan bambunya untuk menghalau pukulan Ih Thian- heng, "Bagus,
bagus, hari ini kita dapat menyelesaikan budi dan dendam yang sudah ber-tumpuk2.
Suatu peristiwa yang menggembirakan dalam kehidupan kita. Hanya saja pengemis tua
mengharap agar dalam menentukan siapa yang berhak hidup dalam dunia supaya
menggunakan ilmu kepandaian yang sesungguhnya. jangan memakai tipu muslihat untuk
menyerang secara gelap!"
Dalam pada berkata-kata. itu, Cong To pun bolang balingkan bambu dan lancarkan
empat jurus serangan. Ih Thian-heng menangkis dengan kedna tangannya, serunya,
"saudara Cong mempunyai selera, aku tentu senang untuk menemani." " Lima jurus
serangan ber-turut2 dilancarkan kepada lawan. Kelima jurus itu cepat dan dahsyat sekali
sehingga memaksa Cong To mundur dua langkah.
Tiba-tiba Nyo Bun- giau berteriak nyaring, "Ih Thian-heng berhati ganas, kata-katanya
tak dapat dipercaya. Harap saudara Cong jangan kena dikelabuinya. Lekas saudara
mundur ke balik makam. Kalau kita masing-masing menduduki sebuah makam dan saling
bantu membantu, kita tentu dapat bertahan lama. Setelah malam tiba, barulah kita daya
untuk menghancurkan barisan Thian-kong-tin mereka!"
Dalam pada Nyo Bun-giau ber-kata-kata itu, Ih Thian-heng dan Cong To sudah
bertempur sampai 20 jurus lebih. Pukulan Ih Thian-heng makin lama makin keras dan
yang diarah selalu jalan darah yang berbahaya. Dalam keadaan seperti itu, Cong To tak
berdaya untuk menghindar mundur lagi.
Barisan Baju Hitampun tak mau mendesak main lagi. Mareka berpencar diri dan
menempati tempat2 tersendiri untuk menunggu kesempatan menyerang
Sementara itu Han Ping dan Ting Lingpun sudah selamat menyelinap kebalik sebuah
makam, Ting Ling tetap memeluknya erat2.
Han Ping kerutkan alis dan berkata, "Harap nona suka lepaskan diriku, aku hendak
menghadapi musuh!"
Ting Ling pe-lahan2 membuka mata dan tertawa kecut. "Apa" Apakah kita masih
hidup?" Han Ping tertegun. Pada saat ia hendak bicara, Ting Ling tertawa dan beranjak bangun,
ujarnya, "Pedang Pemutus Asmara yang engkau pegang itu, benar-benar tak bernama
kosong Sekali dimainkan, dapat menghambur hawa dingin yang menyeramkan."
Melihat nona itu tertawa riang seperti biasanya, tahulah Han Ping bahwa nona itu tidak
menderita ketakutan. Dan jelas kalau tadi memang sengaja hendak memeluknya. Karena
mendongkol, Han Ping palingkan muka tak mau melihat nona itu lagi. Begitu berpaling, ia
melihat Cong To dan Ih Thian-heng sedang bertempur seru sekali.
Walaupun Cong To membawa sebatang bambu tetapi jelas masih terdesak oleh lawan.
Pertempuran itu benar-benar dahsyat sekali. Setiap gerak serangan dan tangkisan,
selalu dilakukan dengan cepat dan keras serta membawa maut,
Tiba-tiba Ting Ling berteriak dan timpukkan sebutir batu.
Saat itu Han Ping tengah mencurahkan perhatiannya untuk mengikuti pertempuran
dahsyat dari Cong To lawan Ih Thian-heng. Pada saat mendengar jeritan Ting Ling ia
tersadar. Ketika berpaling ternyata ketiga Baju Hitam itu tengah arahkan tabung emasnya
kepadanya dan Ting Ling. Kejut Han Ping tak terkira. Diam-diam ia bersyukur kepada Ting
Ling. Jika nona itu tak menjerit, tentu saat itu ia sudah termakan senjata rahasia dari Baju
Hitam yang ganas dan tak bersuara.
Han Pingpun cepat menarik Ting Ling, loncat menghindar kesamping. Tiba-tiba salah
seorang Baju Hitam itu tersurut mundur dua langkah seperti terkena timpukan suatu
benda. Begitupun tabung emasnnya juga jatuh ketanah.
"Orang itu terkena pukulan Peh-poh-sin-kun dari Ca Cu-jing!" bisik Ting Ling.
Walau makam tempat Han Ping dan Ting Ling bersembunyi itu cukup besar. tetapi
empat penjuru sudah dikepung oleh kawanan Baju hitam yang siap dengan tabung
emasnya. Hendak bersembunyi kemanapun tetap dapat ditahur mereka. Han Ping
menghela napas, "Melihat keadaan saat ini, jika kita tak menggabungkan diri pada Nyo
Bun-giau untuk melawan mereka, kita tentu sukar lolos dari ancaman Baju Hitam!"
"Benar," sahut Ting.Ling, "Pendekar besar, pahlawan besar, tidak hanya mengandalkan
kegagahannya saja. Tetapi harus dapat mengetahui kekuatan lawan dan dirinya sendiri,
mengenal situasi dan kondisi, baru dapat mengatasi setiap kesulitan yang dihadapi. Bahwa
engkau telah mempunyai pertimbangan itu tadi, sudah".." " tiba-tiba nona itu merasa
bahwa ucapannya itu bernada seperti mengajari orang, maka buru-buru ia beralih nada,
"Harap jangan marah, aku . .."
Han Ping cepat menukas, "Kecerdasan dan kepandaianmu memang telah termasyhur
didunia persilatan. Walaupun ada beberapa pandanganmu yang masih berbau aliran
Hitam, tetapi pada umumnya memang tepat dengan keadaan."
Ting Ling tertawa, "Jika lain orang memuji aku, aku hanya ganda tertawa. Tetapi
karena engkau juga memuji begitu, benar-benar aku merasa gembira sekali . .."
Tiba-tiba terdengar Nyo Bun-giau berseru, "Keadaan saat ini, sukar diketahui
bagaimana kesudahannya. Harap saudara Ca tak perlu memikirkan soal budi lagi".."
Mungkin karena diserang musuh, maka Nyo Bun-giau tak melanjutkan kata-katanya.
Ting Ling kerutkan alis tertawa, "Rupanya Nyo Bun-giau itu memperingatkan Ca Cu-jing
supaya menggunakan jarum beracun Hong wi-ciam untuk menghadap barisan Thian-kongtin.
Tiba-tiba Han Ping menggembor keras dan beranjak keatas seraya taburkan pedang
Pemutus Asmara. Terdengar beberapa suara mendering halus dari beberapa batang jarum
yang berhamburan jatuh ke tanah. Tiba-tiba Ting Ling juga mendapat pikiran. Segera ia
melolos sabuk pinggangnya lalu dilipat dua dan dipegang dalam tangannya.
Tetapi serempak dengan itu, serangkum angin menyambar belakang kepalanya. Buruburu
ia mengendap dan condongkan tubuh kesamping.
Tring".dua butir pelor perak menyambar di sisi rambutnya dan terhantam pedang Han
Ping. Dalam pada itu dari jauh terdengar bentakan Leng Kong-siau dan Ting Yan-san.
Rupanya kedua orang itu juga sedang menghadapi serangan musuh.
Menyusul Ca Cu-jingpun membentak keras, "Giok-ji, lekas mengendap kebawah. Biar
ayah yang menahan serangan musuh!"
Dari balik segunduk makam, muncullah ketua marga Ca itu. Tangan kanan
menghantam dengan Peh-poh-sin-ciang. Tangan kiri menabur serangkum jarum Hong-wiciam.
Seruling Perak Sepasang Walet 5 Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Bentrok Rimba Persilatan 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama