Ceritasilat Novel Online

Riwayat Lie Bouw Pek 4

Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Bagian 4


Pakkhia dengan tidak punya satu sobat pun. Aku membilang
terima kasih pada kau Ngo-ya, yang sudah suka bersobat
dengan aku, selanjutnya aku mengharap betul segala
pengunjukan kau."
"Apakah yang aku mesti unjukkan pada kau Saudara Lie?"
orang Boan itu tertawa "Paling juga aku bisa ajarkan kau
berjudi dan long-longse ! Tapi, kendati begini, jangan kau
anggap aku sebagai se?orang tak keruan! Aku berlaku begini
melulu buat main2 saja, sebenarnya..." Perkataan ini berhenti
setengah jalan, karena Yo Cun Jie telah balik lagi bersama
Siauw Sian, kekasihnya.
Bie Hie sedari tadi diam saja sebab Tek Siauw Hong sedang
bicara dengan tamu baru itu, tetapi sekarang, melihat ada
kawan, dia lantas tegor Cun Jie dan sobatnya itu.
Cun Jie dapat kenyataan Bouw Pek muda tetapi alim, dia
anggap pemuda ini putranya hartawan maka dia ingin sekali
baiki kenalan baru ini. Begitulah dia ajaki pemuda kita, akan
"cari kenalan".
Bouw Pek hendak tampik "kebaikan" orang itu, tatkala Tek
Siauw Hong usap2 kan tangan seraya terus berkata:
"Buat carikan kawan saudara Lie, jangan kau berlaku
sembarangan ! Menurut penglihatanku, dibeberapa gang
sebelah selatan ini semua nona2 adalah sisa2 atau sebangsa
siluman melulu." Yo Cun Jie goyang2 kepalanya yang besar.
"Kau dengar atau tidak?" tanya dia pada Siauw Sian dan
Bie Hie "Lihatlah Tek Ngoya bilang kau adalah segala
siluman!."
Kedua nona itu pandang Tek Siauw Hong mereka
mendongkol berbareng tersenyum, karena mereka tahu
hartawan Boan itu pun sedang main . Tapi mereka kata:
"Ngo-ya, kenapa kau katakan bangsa siluman" Bukankah
kami tidak biasanya ma?kan manusia" Hajolah bilang!"
"Kau memang tidak gegares orang, tapi sudah terang kau
paling pandai bikin orang lupa daratan," Tek Siauw Hong
jawab sambil tertawa "Kau benar2 siluman atau bukan, itulah
bukan soal tetapi yang sudah terang adalah Yo si Gemuk dan
aku ada?lah orang2 yang suka gegares siluman!"
Setelah kata begitu dia tertawa ber-gelak2 hingga Yo Cun
Jie turut tertawa berkakakan, hingga kedua nona itu pun turut
pentang bacotnya, sehingga mereka mesti gunai saputangan
akan tutup mulutnya.
Tek Siauw Hong tidak gubris orang tertawa, dia tepok
pundaknya Bouw Pek seraya menoleh pada Yo Cun Jie.
"Dengan sebenarnya," dia berkata pula. "pasangan buat
saudara Lie ini pilihanku cuma satu, dan aku percaya dia pasti
akan setuju!."
Cun Jie dan kedua nona berdiam, tetapi dengan berpikir
men-duga2 siapa yang Siauw Hong maksudkan.
"Tek Ngo-ya, apakah kau pilih Yan Toh!" tanya Bie Hie
akhirnya, dengan ro?man yang menandakan jelus.
"Ini bukannya orang dari tempat kau disini" Siauw Hong
bilang, sambil goyang kepala.
"Aku bisa tebak !" berkata Cun Jie. "Bukankah kau
maksudkan Siauw Bwee dari Hong Cun Kee.
"Siauw Bwee?" siorang Boan menjebikan bibir "Sekalipun
aku tidak ketarik olehnya!"
"Siapa toh?" tanya Cun Jie, yang kewalahan setelah dia
sebutkan beberapa nama lagi, yang semua tidak cocok.
Masih saja Tek Siauw Hong goyang kepala, sampai
akhirnya, meskipun dia diam saja Lie Bouw Pek juga jadi
ketarik hati, karena ingin tahu siapa pilihannya si orang Boan
itu. dia tidak menanya, diam2 dia menunggui
Siauw Hong tetap belum mau mengatakan, dia tertawa
ketika dia berkata :
"Buat sekarang, sekalipun saudara Lie, aku tidak akan
memberitahukan ! Saudara Lie baru saja sampai, dia perlu
mengaso, sedikitnya buat dua hari ! Nanti, selewatnya
beberapa hari, apabila dia sudah dapat tempo senggang, aku
nanti ajak dia pergi melihat" Lantas dia sedot pula hun-cweenya,
ber- ulang2. Yo Cun Jie tahu adat sobatnya dan dia tahu juga matanya
sobat ini beda dari pada matanya orang kebanyakan, hingga
See Sie bisa disamakan dengan Bu Yam, maka itu dia tidak
mau menduga-duga lebih jauh, dia hanya berganda tertawa.
Lie Bouw Pek tahu bahwa orang tahan harga, dia juga tak
ingin menunggu lagi, dia lalu nyatakan, bahwa dia ingin pergi.
"Sekarang baru jam delapan, kenapa begitu terburu?" Tek
Siauw Hong ber?kata. "Apa kau tidak bisa tunggu sebentar
lagi saudara Lie, supaja kita bisa be?rangkat sama-sama?"
Bouw Pek goyang kepalanya.
"Tidak bisa," dia jawab, "aku punya urusan."
Siauw Hong bisa menduga yang sobatnya ini benar-benar
bukannya tukang mogor atau tidak biasanya keluar masuk
rumah2 pelesiran, maka dia lalu kata :
"Kalau kau mau pulang, saudara, baik?lah. Nanti aku
perintah keretaku antarkan kau."
"Tidak usah, terima kasih," Bouw Pek menampik. "Hotelku
tak jauh dari sini, aku bisa pulang dengan jalan kaki"
Tapi Siauw Hong mencegah, dia perin?tah orang panggil
kusirnya. "Kau antarkan Lie Siauwya ini pulang kehotel Goan Hong di
Seeho-yan," dia memberi tahu tukang keretanya itu.
Kemudi?an, bersama-sama Yo Cun Jie dan ke?dua nona
manis, dia antar sobatnya sampai diluar.
"Sampai besok, saudara" kata orang Boan ini.
"Sampai besok !" sahut Bouw Pek, yang hatinya lega bukan
main, karena dia sudah berada diluar kalangan pecombetan
dia sudah lantas naik kereta menuju keutara.
Beberapa gang telah dilewati, semuanya ramai dengan
kereta dan orang.
,Daerah ini tempat pelesirannya segala pemuda hartawan
dan bangsawan, lain kali aku tidak boleh datang pula kemari,"
pikir anak muda kita. "Tek Siauw Hong mung?kin undang aku
pula pesiar ketempat macam begini, aku mesti bisa imbangi
dia." Berpikir lebih jauh, Bouw Pek jadi hilang kegembiraannya,
maka dia girang juga kapan sebentar kemudian dia telah
sampai di Seeho-yan, didepan hotelnya.
Begitu kereta berhenti, dia lompat turun. dia rogoh sakunya
buat memberi persen pada kusir, tapi tukang kereta itu
me?nampik. "Terima kasih, Siauwya, dia kata. dia tahu pemuda ini sobat
baru dari majikannya, dia tak berani berlaku kurang ajar, biar
dipaksa dia tidak mau terima persen.
Bouw Pek tidak memaksa, dia bertindak masuk kehotel.
terus kekamarnya. dia nyala kan api dan duduk sebentar,
tetapi karena nyamuk mengganggu, dia padamkan api buat
naik keatas pembaringannya dan rebahkan diri. Selama belum
pulas, dia berpikir,
"Tek Siauw Hong adalah seorang yang boleh dijadikan
sobat," demikian dia ber pikir. "Ia suka pergi kerumah
pelesiran, kelihatannya itu melulu untuk senangi diri
sementara waktu, la gelarkan Thie-ciang, si Tangan Besi,
entah bagaimana dengan bugeenya. Tentang Yo Cun Jie
rupanya satu gentong kosong, cuma dia tidak terlalu menyolok
mata " Lantas dia ingat Bie Hie dan Siauw Sian, kedua
bunga raya. "Mereka ini benar-benar mirip dengan iblis jejadian, seperti
katanya Tek Siauw Hong," dia pikir lebih jauh. "Cuma, ka?lau
dipikir lebih dalam, mereka adalah orang-orang perempuan
yang harus dikasihani. Pasti ada sebabnya kenapa mereka jadi
sudi tuntut penghidupan yang hina dina itu, hingga untuk
mendapatkan uang mereka sudi layani sembarang lelaki.
Adalah karena dia memikir banyak, sam?pai tengah malam
barulah Bouw Pek bisa pulas. Ketika esoknya pagi dia
mendusin dia merasa kurang gembira. dia tidak punya
pekerjaan atau urusan, dia juga tidak niat pergi kerumah
pamannya, maka itu dia du?duk seorang diri dalam kamarnya,
hingga dia jadi masgul. Diwaktu tengah hari, hawa udara
panas, anak muda ini jadi bertambah lesu, maka dia terus saja
hampirkan pembaringan akan rebah kan diri. dia tidak punya
kegembiraan buat pergi ke luar, umpama kata buat berangin
saja. Adalah diwaktu dia layap-layap, ketika dia dengar orang
panggil namanya : "Bouw Pek !"
Itu adalah suaranya Siauw Hong, yang dia sudah kenal
baik. dia segera turun dari pembaringan dan rapikan
pakaiannya. Justru itu jongos datang menolak pintu kamar
dan masuk. "Lie Toaya, diluar ada Tek Toalooya mencari kau," kata
jongos ini. ,,Ya, silahkan masuk," sahut Bouw Pek seraya pakai
sepatunya. Siauw Hong tidak berlaku seejie lagi tidak tunggu sampai
diundang atau tuan rumah keluar menyambut, dia sudah
bertin?dak terus masuk kedalam kamar. dia pakai baju yang
gerombongan, tangannya me?ngipas-ngipas. dia sudah lantas
memandang kesekitarnya dan dapat kenyataan sobatnya itu
tidak punya banyak bekalan.
"Aku datang melulu buat ganggu tidurmu tengah hari !"
katanya. "Tidak, Ngoya" Bouw Pek lekas ber?kata. "Aku tidak
punya kerjaan, lantaran itu aku rebah2an. Silahkan minum !"
dia samperi meja akan tuangkan teh.
"Jangan repot, saudara," Tiauw Hong mencegah. "Aku
memang sengaja datang mengunjungi kau. Apa kau telah
ketemu sanakmu " Apa kau sudah dapat kabar apa2?"
Bouw Pek menghela napas.
"Buat omong terus-terang, aku belum peroleh harapan,"
dia menjawab. dia tutur?kan tentang pertemuannya dengan
paman?nya. "Kau jangan sibuk, saudara," Tek Siauw Hong membujuk.
"Sabar saja, pelahan2 kita akan kerja. Diwaktu senggang, aku
nanti selalu kunjungi kau, atau kau datang cari aku. Kita akan
lewatkan sang tempo dengan main catur atau nonton wayang
atau kita pesiar ke-gang2. disini kita punya banyak tempat
untuk melewatkan waktu, semuanya itu kau boleh pilih.
Dengan jalan ini kita bisa bikin terbuka pikiran yang pepat.
Kau harus ketahui, apabila orang tetap tungkuli
kemasgulannya, biar dia punya tulang besi, kesehatannya bisa
lekas terganggu!"
Bouw Pek berterima kasih pada sobat ini, ucapan siapa
benar adanya. la telah rasakan sendiri, baru saja satu
malaman dia sudah hilang kegembiraan hingga dia jadi sangat
lesu. Kalau keadaannya terus demi?kian, tak mustahil sang
penyakit akan serang dia.
"Tidak, Ngo-ya, aku tidak akan masgul," berkata ia.
"Dengan sebenarnya, tidak ada alasan buat kau masgul
saja," Siauw Hong bilang. Sekarang kau belum peroleh
pekerjaan, kau masih bisa bersabar. Satu kuncu mesti bisa
tahan hati dan menunggu waktu, ini adalah syaratnya bagi
orang yang dibelakang hari bisa bekerja besar. Siapa belum
men?derita, dia tidak akan kenal artinya penghi?dupan sejati.
Tentang keuangan, jangan kau buat pikiran. Apa yang aku
bisa pakai kau boleh pakai seperti kepunyaanmu sen?diri !
Bukankah tidak lagi ada urusan yang harus diberatkan ?"
Bouw Pek tertawa buat sikap orang yang polos itu.
"Toako, kau benar sekali"' berkata ia. "Aku sebenarnya
tidak berduka"
"Loo-hiantee, kau jangan dustakan aku." Siauw Hong pun
tertawa. "Apa yang sekarang berada dalam hatimu, itu telah
terunjuk nyata oleh paras muka kau ! Apa kah kau kira aku
tidak bisa pandang tam?pangmu ?" Diam2 Bouw Pek mesti
aku mata tajam sobat itu.
"Sekarang, saudara, hayo kau dandan !" Siauw Hong
mendesak. "Mari kita pergi nonton wayang !" Bouw Pek
menurut, dia pakai thungsha-nya.
Siauw Hong juga lantas pakai thungsha-nya yang dia bekal,
maka setelah itu ber-sama2 mereka keluar dari hotel.
Kusir, bernama Hok Cu, yang menunggu dimuka hotel,
mengasi hormat pada pe?muda kita, yang dia perlakukan
dengan hormat, yang mana menandakan dia tahu aturan dan
manis-budi. Kedua sobat itu lantas naik kereta.
"Ke Yan Hie Tong !' Tek Siauw Hong memberi perintahnya
pada Hok Cu Kereta dijalankan menuju ketimur masuk ke Jioksie, gang
Pasar Daging, maka sebentar kemudian mereka sudah sampai
didepan Yan Hie Tong.
"Sudah sampai," kata Tek Siauw Hong, yang terus turun
dari kereta, disusul oleh sobatnya. "Mari ikut aku, saudara
Lie." Orang Boan itu jalan didepan, masuk kedalam gedung
komidi. Dipekarangan di?muka pintu berjongkok beberapa
orang yang berpakaian celana pendek warna abu2 dan hidung
mereka ditutupi pie-yan, yang mereka sedot ber-ulang2.
Kelihatannya me?reka bangsa buaya darat dari Pakkhia. Tapi
menampak Siauw Hong mereka semua ber?bangkit, buat
menegor sambil unjuk hormat.
"Oh, Tek Ngo-ya, apakah kau baik?"
Tek Siauw Hong tertawa pada mereka itu, tetapi dia tidak
kata apa2, lalu ajak Bouw Pek jalan terus kedalam.
Segera juga terdengar suara tetabuhan : tambur,
gembreng dan ouwkim.
Dengan langsung Siauw Hong naik dan masuk ke hie-lauw,
pertunjukan nyata sedang mulai dan lelakon yang diambil
adalah cerita "Hoat Bun Sie". Beberapa penjaga kursi atau
penjual karcis sudah lantas sambut kedua tamu ini.
"Selama beberapa hari kau tidak pernah datang menonton,
Tek Ngo-ya ?" mereka itu tanya sambil tertawa.
Siauw Hong tidak jawab pertanyaan itu, hanya pada salah
seorang penjual karcis itu dia kata : "Tolong kau pergi
kekeretaku ambilkan cui-hunku."
Perintah itu dijalankan dengan lantas.
"Kau she apa, tuan?" tanya penjual karcis pada Lie Bouw
Pek. "Ini saudaraku, Lie Jieya," Siauw Hong wakilkan sobatnya
menjawab. Tukang karcis itu lantas unjuk hormat-nya pada tamu baru
ini.

Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

,kAku nanti carikan tempat duduk untuk jiewie," kata dia
kemudian, yang membuka jalan akan pimpin dua orang itu ke
tie-cu, kelas istimewa.
Sesampai mereka ditie-cu, disana kelihatan belasan orang
lain, yang semua dan?dan dengan rapi. Menampak si orang
Boan, semua penonton itu lantas saja berbang?kit unjuk
hormat, mereka menjura sambil tersenyum. Siauw Hong balas
hormat dengan menjura dan tersenyum juga.
"Kelihatannya Tek Siauw Hong benar2 salah seorang
ternama di Pakkhia" pikir Bouw Pek, sebagaimana orang telah
harga kan orang Boan ini.
Penjual karcis telah sediakan sebuah meja untuk kedua
tamunya. Meja itu tepat menghadapi muka panggung wayang,
tempat yang paling terbuka. Maka melihat tempat itu Siauw
Hong bersenyum puas. Bersama-sama Bouw Pek dia buka
baju Luarnya dan berduduk. Penjual karcis suguhkan teh
pada mereka. Tek Siauw Hong sudah lantas ngelepus dengan cui-hunnya
sedang lain tangannya goyang2 kipasnya.
Pertunjukan lelakon "Hoat Bun Sie" sudah berakhir dan
ditukar dengan "Peh Cui Thoa", yalah diwaktu Sip It Long dan
Chee Bian Houw bertarung dengan seru, sedang tambur dan
gembreng membikin kuping ketulian.
Tek Siauw Hong hendak ajak sobatnya bicara, niatan itu
mesti dibatalkan. Di?waktu demikian riuh, sukar buat orang
bicara. Dipihak lain. Lie Bouw Pek juga sedang menonton
dengan asyik, sebab pertunjukan itu menarik perhatiannya.
Adalah diwaktu itu. datang dua orang pada Tek Siauw
Hong buat bicara. Mere?ka bawa cuihun dan kipas. Mereka
menonton sambil bicara, ketika pertunjukan sampai akhirnya,
kedua mereka berlalu duluan.
Lelakon sekarang diganti dengan ,,Ie Ciu Hong", yang
dipandangannya Bouw Pek kurang menarik, hingga dia jadi
sebal. "Saudara, apa dikampung mu ada wayang macam ini?"
tanya Tek Siauw Hong sete?lah dia sedot pula cuihun
beberapa kali. "Kami di Lamkiong tidak punya gedung bangsawan seperti
ini," Bouw Pek memberi tahu, "ada juga pertunjukan wayang,
yaitu dua hari dimusim Ciu, diadakan untuk hatur?kan terima
kasih pada Thian dan malaekat pertanian, yang telah berikan
kami hasil panen. Aku sendiri tidak begitu suka me?nonton
wayang." "Pantas, kalau begitu dirumahmu kau tidak terlalu
bergembira!" kata si sobat sambil tertawa. Bouw Pek
manggut. "Benar," dia aku. "Dirumahku, sobat se?perti kau juga aku
tidak punyai. Setiap hari, selain membaca buku dan berlatih
ilmu silat, tidak ada apa2 lagi yang aku lakukan."
,,Kau" punya berapa anak! saudara?" Ditanya begitu Bouw
Pek melongo. "Aku belum punya anak," akhirnya dia jawab. dia tadinya
mau beritahukan, bahwa dia belum beristeri, akan tetapi
mengetahui sobat ini "usilan" dia kuatir sobat ini nanti ganggu
dia dalam urusan isteri boleh jadi sobat ini nanti berdaja akan
carikan dia pasangan maka dia anggap baik dia berikan
penyahutan sembarangan saja.
Benar saja! penyahutan itu bikin Tek Siauw Hong bungkam.
Berdua mereka berdiam, mata mereka di tujukan ke
panggung. Belum terlalu lama, disebelah belakang terdengar suara
ramai seperti orang sedang bercidera, kemudian ternyata
betul ada orang yang lagi adu mulut dan beberapa orang lain
maju sama tengah, antaranya terdengar nyata ada yang kata:
"Jangan riuh, jangan ramai! Lihat disana, Thie-ciang Tek
Ngo-ya sedang me?nonton bersama kawannya!"
Atas nasehat itu, segera terdengar satu suara nyaring sekali
suaranya orang bukan orang Pakkhia. Katanya:
"Siapa itu Tek ngo-ya" Aku perduli apa! Andaikata Kiu-bun
Tee-tok juga da?tang kemari, dia mesii berlaku pakai
atur?an!" Suara itu membikin semua mata ditujukan pada Tek Siauw
Hong, mereka kuatir orang Boan ini dapat dengar suara katak
itu. Tapi Siauw Hong benar2 mendapat de?ngar, malah
nampaknya dia jadi tidak se?nang, sebagaimana air mukanya
lantas saja berolah, dengan Setaki cuihun diatas meja, orang
Boan ini segera menghampirkan.
"Lihat Tek Ngo-ya datang!" berseru beberapa orang,
diantaranya ada yang hampirkan orang Boan ini.
Siauw Hong lihat, yang bercidera adalah enam orang,
diantaranya ada yang ia kenal, yalah In Po, salah seorang
pegawai dari Gudang Sutera. dia ini terkenal suka main gila,
maka orang banyak itu memberi dia gelaran Geng-twie In-cu,
si Kaki Keras. Lima yang lain, yang bertubuh kasar, dengan
telanjangkan dada dan lengan, nampaknya gusar sekali. Si
Kaki Keras sendiri, yang terkenal didaerah timur-daja Pakkhia,
agak nya juga tidak mau mengerti, sebagaimana dia telah
tepok2 dada. Kapan dia lihat Tek Siauw Hong menghampiri,
dia segera mendului membuka suara.
"Tek Ngo-ya, marilah, tolong adili ka?mi!" demikian
suaranya, yang nyaring. "Mereka ini duduk disebelah depan,
aku disebelah belakang, diluar tahuku, huncweeku kena
membakar salah seorang dari mereka. Buat itu aku telah
haturkan maafku. Ti?dakkah dengan begitu urusan sudah
habis" Tapi, apa mau, mereka ini tidak mau mengerti, perkara
hendak ditarik panjang!"
Satu diantara lima orang itu, yang tubuhnya tinggi besar,
dengan muka merah-padam, majukan diri.
"Tidakkah tuan2 telah dengar apa yang dia bilang
barusan?" berseru ia, dengan urat2nya pada bangun berdiri.
"Bukankah tadi dia telah damprat kami" Kami tidak caci dia,
kenapa dia justeru caci kami" Oleh karena sikapnya kasar,
bagaimana kami mau gampang2 mengerti?"
"Sudah, sudahlah, tuan2!" Tek Siauw Hong kata untuk
mendamaikan. dia tahu In Po memang paling suka hinakan
dan ganggu orang asing, dia percaya hun-cwee itu mengenai
orang bukannya tanpa disengaja. "Urusan kecil sekali, aku
harap urusan begini jangan menyebabkan gangguan pada
orang lain yang sedang menonton. Aku tidak ingin
persalahkan siapa juga, aku minta urusan dibikin habis saja!"
Sudah biasanya dalam segala hal, kalau Tek Siauw Hong
buka mulut, urusan bisa lantas dibikin beres. Juga kali ini In
Po lantas saja bungkam. Tapi si orang asing telah mengambil
sikap lain. dia tidak kenal Tek Siauw Fong, dia tidak tahu
pengaruhnya orang Boan ini, dia hanya heran juga melihat
banyak orang begitu taruh hormat pada Tek Ngoya ini.
Dengan air muka merah, dia pandang orang baru ini.
"Aku tidak kenal kau !" berkata dia de?ngan kasar. "Apa
yang kau buat andalan, maka urusan ini kau mau bikin habis
dengan begini saja" Kau sebenarnya mahluk apa?"
Ucapan kasar itu membikin tampang mukanya Tek Siauw
Hong menjadi berobah, itu adalah jawaban yang dia tidak
pernah sangka. Orang2 lain disekitarnyapun terkejut heran.
"Kutu busuk !" Tek Siauw Hong mem?bentak dengan biji
matanya berputar. "Dengan maksud baik aku mengasi muka,
kenapa tidak mau terima " Kenapa sudah kau pentang
mulutmu memaki sembarangan " Pergilah kau !"
Tapi sambutan si orang tinggi besar adalah melayangnya
tangannya, yang dipakai menyambar teekoan-teh dan
sambitkan itu pada Tek Siauw Hong !
Tek Siauw Hong berkelit dengan lekas, teekoan melayang
terus, menyambar seorang yang kebetulan berada disatu
jurusan de?ngan dia, tidak heran kalau orang ini menjerit
bahna kasakitan, maka sekejap sa?ja suara jadi bertambah
ramai. Tek ngo-ya ulur tangannya. bukannya buat menyerang,
hanya pegang tangan orang buat ditarik.
"Marilah kita keluar !" dia mengajaki. "Ditempat ini kita
tidak boleh ganggu orang banyak! Kalau kau sobat sejati, mari
ikut aku !"
Orang tinggi besar itu terima tantangan itu.
"Marilah !" dia jawab dengan tingkahnya yang katak sekali.
Tek Siauw Hong bertindak keluar, di?ikuti orang kasar ini,
dibelakang siapa mengekor empat lawannya. Lie Bouw Pek
lantas menyusul, dibelakang dia ada in Po si Kaki Keras, biang
keladi dari kerusuhan. Paling belakang sekali ikut penonton
lain karena mereka sekarang tidak gubris lagi pertunjukan
wayang. Kapan mereka sampai diluar, beberapa orang yang tadi
pada jongkok didepan pin?tu pekarangan sudah lantas
menghampirkan, mereka unjuk sikap sebagai tukang2 pukul.
"Tek Ngo-ya, janganlah kau gusar," kata mereka itu. "Asal
kau ucapkan perkataan mu, kami bersedia akan turun
tangan." "Tolong kau sekalian mundur sedikit, ti?dak usah kamu
campur urusan ini." kata Siauw Hong, yang tampik tawaran
bantuan orang. Kemudian dia hadapi si orang tinggi besar
seraya berkata : "Aku ingin penjelasan ! Kau orang berlima,
aku sendirian, tetapi bila perlu, limapuluh orang juga segera
akan berdiri difihakku ! Kau seka?rang mesti terangkan, kita
bertempur secara rombongan atau satu dengan satu, Hajolah
bilang !" Baru sekarang hati lima orang itu menjadi kuncup, karena
baru sekarang me?reka dapat kenyataan, orang yang
dipanggil Tek Ngo-ya ini ternyata seorang yang ber pengaruh,
sebagaimana terbukti orang ba?nyak hormatkan padanya dan
beberapa buaya darat itu bersedia menjadi tukang pukul
dengan tidak diperintah lagi. Nyata mereka sudah dapat satu
datuk ! Tapi, karena sudah terlanjur, si orang tinggi besar
tidak mau mundur dengan begitu saja dia buka baju luarnya,
yang dia serahkan pada satu kawannya, kemudian dia maju
seraya tepok dada.
"Yang berselisih adalah kita berdua, disini tidak ada
urusannya orang lain mesti campur tahu" berkata dia dengan
nyaring. "Mari kita main2 satu sama satu!"
"Bagus!" menyambut Tek Siauw Hong, yang segera bikin
singsat bajunya dan lengan bajunya digulung naik.
"Toako, coba kau mundur," Lie Bouw Pek menyelak
"Biarlah aku yang melayani orang ini !" Tapi Siauw Hong
menampik sambil ter?tawa.
"Saudara, jangan kau campur urusan ku," dia bilang, "Lihat
saja, aku akan memberi dia lihat siapa adanya aku !" Lalu dia
berkata kepada si orang tinggi besar. "Sobat, kau boleh siap !"
Ucapan ini dibarengkan dengan gerakan tangan kiri.
Orang asing itu sambut ucapan dengan tangan kiri dipakai
menangkis sambil di putar, buat coba pegang tangan kiri
orang, yang kanan dipakai menyerang kearah muka.
Diluar dugaan, gerakannya Tek Siauw Hong sebat sekali
Tangan kirinya, yang di pakai menyerang bukannya
menyerang terus dengan sungguhan, hanya setengah jalan
berbalik memegang tangan kanan lawan, yang dipakai
memukulnya, berbareng dengan mana secara kilat tangan
kanannya tahu2 telah mampir pada dada orang yang tadi di
tepok2 diagul-agulkan !
Berbareng dengan satu suara nyaring, orang tinggi besar
itu keluarkan jeritan tertahan, karena mendadak dia kerutkan
alis dan kepalanya pusing, sebelum bisa berbuat apa lagi dia
jatuh duduk dengan tiba2. Empat kawannya menjadi kaget,
mereka maju menolongi, ketika dia dibangunkan mukanya
pucat seperti kertas, baru saja dia berdiri dia sudah menjerit
pula, sekarang berbareng dengan muntah darah !
"Bagus !" berseru orang banyak. "Sudah tidak kecewa yang
Tek Ngo-ya dipanggil Thie-ciang si Tangan Besi !"
Tek Siauw Hong bersenyum ia unjuk roman puas.
"Kepandaianku tidak berarti," katanya "Kendati juga dia
seorang dengan kepala baiu, aku toh akan hajar dia sampai
hancur !" Waktu itu, siapa yang memandang dada nya si orang tinggi
besar, tentu menjadi kaget dan ngeri, sebab disitu bertapak
kepalannya Tek Ngo-ya, dalam rupa merah matang, sedang
romannya orang itu sendiri menakutkan, karena dia telah
berlumuran darah, dari mulut sampai kecelananya yang pulih.
Dua orang masih pepayang dia yang seperti hilang tenaga dan
semangat dengan berbareng. Kendati demikian, dia bisa juga
angkat kepalanya dan kata pada musuhnya.
"Sobat, aku menyerah kalah ! Apakah nama kau ?"
Tek Ngo-ya belum menjawab ketika beberapa buaja darat
itu talangi dia katanya:
"Sampaipun namanyaThie-CiangTek Ngoya kau tidak
ketahui, bagaimana kau berani datang kekota raja buat unjuk
tingkah sengit begini macam ! Benar2 kurangajar! Hajo lekas
pulang, pergi kau cari nyonya mantu kau seterusnya kau
jangan keluar pintu lagi mencari malu !"
Lima orang itu agaknya mendongkol, te?tapi meski
demikian mereka tidak berani lagi banyak lagak, sambil
dukung kawannya yang luka mereka lantas ngelojor pergi.
Tek Siauw Hong antapkan orang angkat kaki, sebaliknya,
sambil unjuk hormat pada orang banyak, dia kata dengan
merendah dan manis :
"Tuan-tuan, silahkan nonton pula ! Semua orang itu
bersenyum, diantaranya ada yang ngoceh, katanya :
"Orang itu betul2 tidak tahu diri !" Kenapa dia datang
melulu buat cari penyakit" Tek Ngo-ya sudah memberi muka
padanya, kenapa dia tidak mau terima budi kebaikan orang"
Kenapa dia menyebabkan Tek Ngo-ya menjadi gusar" Sukur
buat ia, Tek Ngo ya masih berlaku murah, jiwanya ti?dak
diantarkan sampai kedunia lain "
Sementara itu In Po telah hampirkan si Tangan Besi,
"Ngo-ya, terima kasih buat bantuan kau ini," kata dia
dengan bersenyum manis. Aku menyesal, untuk urusanku kau
sampai tu?rut-turutan menjadi gusar ."
"Aku tidak gusar," Siauw Hong jawab. "Apa yang aku harap
adalah kau selanjutnya janganlah gunai huncwee buat terbit
kan onar pula !"
Mendengar itu, orang banyak pada ter?tawa, hingga In Po
jadi jengah sendiri-nya.
Siauw Hong tidak gubris si Kaki Keras, dia hanya tarik Bouw
Pek. "Mari, loo-hiatee, kau jangan pikirkan pertunjukan aku


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barusan, mari kita non?ton pula!" dia kata.
Benar2 Siauw Hong ajak kawannya pergi pula menonton
wayang, sebagaimana orang2 lainpun pada kembali ketempat
duduknya. Oleh karena penonton telah kumpul pula, wayang juga
lantas mulai lagi dengan pertunjukannya, yang tadi terpaksa
ditunda. "Toako, ilmu pukulanmu betul2 liehay," Bouw Pek puji
sobatnya itu. "Kie-kang kau sempurna !"
"Sudahlah, loo-hiatee, sudah," sahut Tek Siauw Hong
sambil tertawa. "Dimata orang lain, apa yang aku perlihatkan
boleh juga, tetapi didepan kau, aku cuma jadi buah tertawaan
kau !" "Tetapi aku tidak puji" kau, toako," anak muda itu
terangkan. "Daripada puji pukulan dan kiekangku, lebih baik kau puji
liehaynya pemandangan mataku," Siauw Hong baliki pada
sobat nya ini. "Ketika di Seehu aku saksikan kau piebu dengan
Say Lu Pou Gui Hong Siang, aku mengerti yang kepandaian
kau adalah buah pendidikannya ahli silat yang ternama. Aku
percaya, saudaraku, kecuali ilmu pedang, kepandaianmu
lompat tinggi dan lari keras juga mestinya sempurna sekali.
Malah aku percaya, sedikitnya kau sudah merantau dua tahun
lamanya ! "
Bouw Pek terperanjat buat ucapannya sobat itu, dia kuatir
orang Boan ini nanti sangka dia adalah seperti orang dari
kalangan Sungai Telaga yang kebanyakan. Sangkaan ini dia
tak dapat terima. Tapi, buat cegah terbitnya sangkaan terlebih
jauh, dia tertawa.
"Tek Toako, pembilanganmu lucu," dia bilang. "Aku
bukannya seorang pengembara, apa yang benar adalah aku
pernah dua kali pergi ke Kielok, dan sekarang ini aku da?lam
perjalanan dari Soanhoa terus ke Pakkhia " Tek Siauw Hong
tertawa. "Sudahlah, loo-hiatee, tidak usah kau merendahkan diri,"
dia kata. "Ketika kau tempur Gui Hong Siang, aku telah lihat
betul gerak gerakan lompat naik panggung ini mudah sekali !
Juga melihat caranya pedangmu ber-gerak2, sukar aku
percaya bahwa itu melulu buah-peryakinan didalam rumah,
hanya kau mestinya sedikitnya su?dah pernah beberapa kali
lakukan pertempuran dengan orang2 lain lagi!"
Diam2 "Bouw Pek mesti akui tajamnya mata dari orang
Boan ini Tapi, supaya tidak ada orang lain yang dengar
pembicaraan mereka dan akan taruh perhatian, dia lantas
simpangkan pembicaraan itu kejurusan lain.
Pertunjukan "Ie Cu Hong" telah sampai diakhirnya, telah
ditukar dengan. Wan See Kee" dan "Gie Tiang Kiam", akan
kemudian dilanjukan dengan,,Hoai Lay Tian" dan "Leng Jin
Sie." Pada lelakon yang belakangan ini, Lie Bouw Pek
saksi?kan aksi dari nona yang pegang peranan sebagai Sip
Sam Moay, maka berbareng dengan itu didepan matanya lalu
berbayang Jie Siu Lian. Tidakkah si nona manis dan gagah
seperii nona didalam cerita itu " Dan ingat si nona itu hatinya
jadi ber-debar2 dia jadi ingat semua halnya sinona yang
lelakon perkenalannya yang luar biasa persobatan dalam
tempo begitu pendek tetapi akhirnya jadi begitu kekal ! Tek
Siauw Hong sedot terus huncwee-nya.
,,Kau pemuda yang gagah, saudaraku, kau mestinya dapat
pasangan yang mirip dengan Sip Sam Moay," kata pula sobat
ini sambil tertawa ,,Aku tidak tahu, saudara, bagaimana
sebenarnya bugee isteri kau itu?" Pertanyaan itu diluar
dugaannya Bouw Pek, maka dia terkejut. dia tidak menjawab,
hanya menghela napas.
"Jangan berduka, sobatku," Siauw Hong lalu menghibur.
,Barusan aku telah lakukan perkelahian, aku jadi sangat
gembira. Sebentar, sehabis nonton wayang ini, kita pergi ke
Gang Yang Lauw akan bersantap, kemudian sehabisnya dahar
aku akan ajak kau pergi kesuatu tempat, disana aku nanti ajar
kenal kau dengan satu hiap-kie, yaitu nona bunga berjiwa
yang gagah semangat nya. Nona itu tidak mengerti ilmu silat
atau ilmu menggunai golok dan pedang, tetapi dia berhati
murah dan mulia, sedang bicara tentang keelokannya,
kecantikannya itu bisa membikin negeri rubuh dan kota
runtuh! Sungguh, melainkan orang muda dan gagah sebagai
kau adalah yang semba?bat buat menjadi pasangannya"
Bagaimana juga, Bouw Pek toh ketarik sekali dengan
ucapannya sobat ini. dia memang sedang banyak pikir, ia
memang te?lah duga2, si nona siapa yang sobat itu mau ajar
dia kenal, sekarang sobat itu unjuk si nona adalah bunga raya
yang elok dan hatinya mulia, hatinya jadi tergerak bukan
main. dia bukannya tukang mogor, lapi dia toh ingin tengok
nona itu! Begitulah dia jadi diam saja mengawasi sobat itu.
Siauw Hong tertawa dengan tiba2, apa?bila dia pun telah
pandang sobatnya itu.
"Buat pergi bersantap, itulah boleh," kata Bouw Pek
kemudian, sambil tertawa, "tetapi buat pergi ketempat yang
kebelakangan, aku pikir tidak usah "
"Tapi orang itu kau tidak boleh tidak lihat," Siauw Hong
mendesak. "Dalam kalangan rumah pelesiran di Pakkhia, dia
adalah bunga yang paling cantik, malah dia bisa dianggap
nona paling luar biasa! baiklah aku sebutkan dua hal pada
kau, agar kau dapat pengertian lebih dalam tentang dia.
Pada satu waktu kawannya pe?rempuan, karena
penghidupannya yang terlalu royal, telah tinggalkan banyak
hutang, diakhir tahun waktu tuan uang menagih padanya, dia
tidak sanggup bayar, hingga dia jadi sangat malu dan duka.
la bunga raya, dengan apa dia bisa membayar, jalan apa dia
bisa dapat buat cari uang dalam tempo begitu pendek" Tidak
ada jalan lain, diam2 dia masuk kedalam kamarnya dan
gantung diri! Apa mau, perbuatannya yang nekat ini ada yang
lihat, dia lantas di tolongi. Kendati begitu, karena sudah
pu?tus asa, pikirannya yang pendek tidak bisa jadi panjang,
dia masih saja cari ketika, buat bunuh diri. Kapan si nona luar
biasa ketahui kesukaran sobatnya, dengan lantas dia
keluarkan dua ratus tail uang simpanannya, yang mana dia
bayarkan hutangnya bu?nga berjiwa itu, sedang kemudian dia
pun dayakan sampai bunga itu dapat jodohnya dan menikah,
hingga selanjutnya dia bebas dari lautan kesengsaraan."
Benar Bouw Pek merasa heran, maka dia berdiam saja dan
dengarkan penuturan Siauw Hong lebih jauh.
"Bertetangga menyebelah dengan dia ada seorang yang
piara tiga bunga raya, yang dijadikan pohon emas," demikian
sobat Boan itu. "Tuan rumah ini bengis dan tiga bunga berjiwa
itu dia perlakukan dengan kejam, seumpama "babi saja. Si
nona tidak senang atas perlakuan itu, de?ngan melupai
bahaya dia ajak dua-tiga te?tangga lainnya dan pergi
majukan dakwaan pada kantor Giesu. Sebagai kesudahannya
dari dakwaan itu, tuan rumah itu telah dihukum dan tiga nona
bunga raya dibebas?kan dan kemudian dicarikan majikan buat
menjadi budak." Bouw Pek manggut2.
"Ia seorang bunga raya, dari mana dia punya begitu
banyak uang?" dia tanya.
"Itulah sebab dia beda dari nona bunga berjiwa lainnya,"
Tek Siauw Hong terang kan. "Nona lain dipiara oleh satu
majikan, kalau mereka dapat uang, semua penghasilannya
diserahkan pada si majikan. Begitu kita bisa lihat bunga2
berjiwa de?ngan pakaian rebo, dengan senyuman ma?nis,
agaknya mereka hidup senang, tetapi sebenarnya uang satu
potongpun mereka tidak punya dan hatinya sangat gaduh.
Ti?dakkah nona-nona begitu, sekalipun soal tubuhnya sendiri,
tidak merdeka" Tapi nona yang aku bicarakan ini merdeka
betul dirumahnya, dia cuma diikuti oleh ibunya sendiri. Kalau
dia dapat uang, kecuali yang dipakai membayar pada rumah
pelesiran semua uangnya dia serahkan pada ibunya. Disebelah
itu dia juga pegang kehormatan diri. dia tidak mau terima
sembarang tamu, tidak perduli orang bayar berapa, apabila
orang itu dia tidak sukai, tidak nanti dia mau layani, dengan
begitu tidak sembarang orang bisa dekati dia. Menurut apa
yang aku dengar, nona itu belum pernah ijinkan tamunya
menginap padanya. Di Pakkhia ini ada hartawan yang
dipanggil Cie Sie-ong, dia telah gunai banyak uang buat ber
sobat sama si nona dia katanya sudah hamburkan lebih dari
sepuluh ribu tail toh hingga sekarang masih tetap belum
mampu dapatkan dirinya si nona."
"Ia orang berpangkat, dia bisa gunai be?gitu banyak uang,
apa tidak kualir nanti ada giesu yang dakwa?" Bouw Pek
tannya. Siauw Hong tertawa.
"Takut aku tidak, aku tidak ketahui," dia menyahut, "aku
hanya duga, dia tentu punya daya-upaya buat hindarkan
dirinya dari dakwaan, hingga tidak ada giesu yang sanggup
cekuk dia!" "itulah bisa jadi," kata Bouw Pek, yang turut
tertawa. Ketika itu tiba waktunya buat kepala tukang jual karcis
lakukan pemilihan pada sekalian penonton buat ketahui
se?mua penonton sudah membayar atau belum,, kapan dia
itu sampai kedepannya Tek Siauw Hong, dia lalu unjuk hormat
sambil menanyakan kesehatan orang. Orang Boan ini sudah
membayar, tetapi dia gunai waktu itu, buat mengasi persen,
maka semua tukang jual karcis jadi girang sekali, semua pada
menghaturkan terima kasih.
"Siapakah orang2 itu yang tadi kebentrok dengan aku "
Siauw Hong tanya se?orang tukang karcis.
"Mereka itu jarang datang kemari", ka?mi tidak kenal,"
sahut orang yang ditanya. "Menurut kabar, mereka piauwsu
dari Cun Goan Piauw-tiam. Sudah terang me?reka bukannya
orang sini dan mereka ti?dak tahu siapa adanya Ngo Looya,
maka tadi mereka telah ketemu batunya"
Setelah memberikan keterangannya itu, tukang karcis itu
pergi tempat lain akan lakukan kewajibannya.
Siauw Hong melengak juga kapan, dia dengar fihak lawan
nya adalah dari Cun Goan Piauwtiam.
"Sekarang sudah siang, mari kita pergi bersantap," dia lalu
ajak Bouw Pek, de?ngan tidak tunggu pertunjukan wayang
terakhir. dia berbangkit dan terus pakai baju luarnya.
Anak muda kita menurut, maka itu me?reka bertindak
bersama-sama. Baru saat sampai didepan pintu, Siauw Hong
telah lihat kendaraan sudah siap, menantikan. Akan tetapi
didepan pintu ada Siu Jie pengikut nya, siapa terus saja unjuk
hormat padanya.
"Looya, apa sekarang looya mau terus pulang " pengikut
itu tanya. "Apakah ada urusan dirumah ?" Siauw Hong baliki.
"Tidak. Melainkan nona besar telah pulang."
"Kalau nona besar datang, dia mesti di?minta berdiam
sedikitnya dua hari. Aku punya janji, kau boleh pulang
duluan." Siu Jie manggut, dia memberi hormatnya, pula dan lantas
berlalu. Dengan keretanya, Siauw Hong ajak Bouw Pek menuju
keselatan, tidak antara lama mereka sudah sampai di Ceng
Yang Lauw, turun dari keretanya mereka ber?tindak masuk.
Pengurus rumah makan dan orang-orangnya, melihat orang
Boan ini, telah menyambut dengan hormat dan manis.
"Ngo Looya, sudah beberapa hari ini kami tidak lihat kau "'
mereka itu menegor.
"Ya," sahut Siauw Hong yang ganda ber?senyum.
Seorang jongos sudah lantas pimpin dua tamunya masuk
kesebuah kamar yang besar.
"Lekas sediakan barang santapan," Siauw Hong minta.
Kemudian berdua mereka bersantap dengan tidak mensiasiakan
tempo lagi setelah dahar cukup mereka berlalu dari
rumah makan itu, terus pergi kerumah pelesiran, dimana
menurut katanya Siauw Hong, ada hiap-kie, yalah nona
bunga raya yang luar biasa.
CUl SlAN ADALAH SI NONA MANIS yang Siauw Hong buat
sebutan, ia adalah bunga dari rumah pelesiran Po Hoa Poan di
Han kee-thoa. la mengerti ilmu lukis dan kegembiraan nya
adalah melukis pohon bambu dan bunga lan, maka itu
beberapa kenalan baiknya dengan mudah panggil dia Siam
Nio. Telah dua tahun dia datang ke Pakkhia, dimana dia
segera menjagoi dalam hal keelokan, hingga dia tersohor.
Kendati demikian, sobatnya tidak banyak tadinya banyak
tetapi kemudian menjadi kurang. Sebabnya adalah adatnya
yang aneh, hingga tidak perduli dia cantik banyak orang jadi
tidak mau dekati ia. Iapun tidak membawa sikap seperti bunga
raya lain, yang suka gunai kecantikannya, tingkahnya yang
dibikin - bikin, untuk menarik dan memikat orang-orang lelaki
yang menjadi tamunya. dia hanya mau layani dan bersobat
dengan tamu-tamu yang mau perlakukan dia sebagai
manusia. Malam itu Tek Siauw Hong telah ajak Lie Bouw Pek pergi
kunjungi si nona Siam Nio ini. Oleh karena pemuda she Lie itu
mau menurut, dengan sendirinya dia telah menjadi tamu
rumah pelesiran, atau kasarnya, pemogor ! Tapi ini melulu
telah terjadi karena dia ingin sangat melihat si nona, yang
Siauw Tiong begitu sohorkan. Dengan tindakan lebar dia telad
si orang Boan, yang oleh jongos dipimpin naik kelauwteng.
Malah kemudian dia jalan di-sebelah depannya sobat itu.
Mereka masuk dalam sebuah kamar yang indah dan bersih,
disitu mereka disambut oleh seorang nyonya umur lima-puluh
lebih, siapa unjuk air muka berseri-seri.
Silahkan duduk, jie looya," kata nyonya ini. "Siam Nio
sedang tukar pakaian, segera juga dia akan keluar."
Siauw Hong dan Bouw Pek duduk di-kursi yang terbikin dari
kaju merah, diantara alingan kere, disebelah dalam, mereka
tampak cahaya api yang bergoyang-goyang diantara
bayangan, entah bayangan apa. Si nona sendiri tidak lekas
muncul, sebagai?mana kata si nyonya tua.
Nyonya itu telah tawarkan cui-hun pada Tek Siauw Hong
dan suguhkan teh pada kedua tamunya, mereka tanyakan she
dan namanya dua tamu itu.
,.Aku orang she Tek dan ini sobatku orang she Lie," Siauw
Hong memberi tahu. ,,Kami datang kemari, karena Lie Looya
ingin ketemu dengan Siam Nio."
Selagi kawannya itu bicara, Bouw Pek memandang
kesekitar ruangan. dia tampak beberapa gambar serta tulisan
huruf-huruf, diantaranya yang paling menarik perhatian adalah
lukisan ,,Hong Tim Sam Hiap" dengan sepasang liannya.
Bunyinya lian adalah :
"Cui tiok cian kan, su keng hiap kut-Siam in su kian, touw


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ngo liang siauw."
Artinya : ,,Hijau adalah bambu beribu batang,
Aku pikirkan itu sebagai keng punya "tulang",
Halus adalah awan empat gumpalan,
Yang melewatkan malam penuh dengan keindahan."
Dengan "tulang" atau ,,hiap-kut" diarti?kan semangatnya
Cui Siam, atau Siam Nio, sebagaimana nama "Cui Siam" telah
di?dapatkan sebagai huruf-huruf pertama dari kedua pasang
lian itu. Penulis dari lian itu adalah "Yan San Siauw In", atau Siauw
In dari Yan San.
Siauw In berarti "orang kecil yang umpat kan diri". Sedang
modelnya huruf2 diambil dari tulisan "Thio Hek Lie Cie" atau
"Catatan dari Thio Hek Lie" dari jaman Gui.
"Ia benar beda daripada kebanyakan bunga raya lainnya,"
pikir anak muda ini.
"Kau lihat, bagaimana tinggi harga diri nya," Siauw Hong
berbisik pada sobatnya. Karena mereka dibikin mesti
menunggu sampai sekian lama.
Juga Bouw Pek telah mulai jadi tidak sabaran.
"Inilah yang dibilang, dipanggil beribu kali, berlaksa kali,
baru dia datang," kata ia. Kendati begitu, dia pun tidak
menjadi tidak senang.
Siauw Hong kipaskan dirinya, dia berse?nyum.
Adalah liwat pula sekian saat, baru ter?tampak kere
disingkap dan dari situ muncul si cantik yang diharap harap,
tindakan nya lambat, tetapi bebauannya yang harum sudah
mendului menyerang hidung.
Cui Siam berusia kuranglebih dua-puluh tahun, tubuhnya
ceking, mukanya potong?an kwacie, sepasang alisnya kecil
dan panjang, mulut engtohnya berbibir merah sebagaimana
kedua belah pipinya. dia begitu cantik, mirip dengan bunga
souwyoh yang baru mekar. Pakaiannya baju merah dengan
celana hijau dengan angkin hijau juga. Kendati demikian,
keelokannya bukannya keelokan mentereng, hanya ayu dan
agung, karena sederhananya dandanannya.
Selagi mendatangi, Siam Nio telah awasi Bouw Pek, kapan
dia sudah datang dekat dia unjuk hormat pada kedua
tamunya. "Tuan ini she apa?" dia kemudian tanya anak muda kita,
suaranya pelahan dan halus. Sepasang biji matanya bersinar
jernih dan hidup sekali.
"Aku she Lie," sahut Bouw Pek, yang untuk sesaat
terguguh, mukanya jadi merah, karena dia tidak tahu
bagaimana harus menjawab.
"Oh, tuan Lie," kata si nona, yang lalu tertawa, sedang
sinar matanya selalu ditujukan pada muka orang.
Menampak demikian, Tek Siauw Hong bersenyum. Tapi dia
diam saja. Kemudian si nona tanya tamunya orang Boan itu.
"Aku she Tek," Siauw Hong jawab, "hari ini Kami datang
kemari, oleh karena Lie Looya hendak kunjungi kau."
"Tek Looya, inilah kehormatan yang aku tidak sanggup
terima," kata Cui Siam sembari tertawa "Kedatangan jiewie
adalah kehormatan besar bagiku."
"Ini Lie Looya, kata pula Siauw Hong, seraya tunjuk Bouw
Pek, "baru saja da?tang ke Pakkhia, dalam kunjungannya ini,
sebagai orang asing, dia merasa kesepian, maka itu dia
berniat cari suatu tempat, di mana dia bisa tungkulkan diri.
Tentu se?kali aku tidak berani antarkan dia ketem?pat
sembarangan, karena aku ketahui si?apa adanya dia,
sekarang aku ajak dia da?tang kemari, aku harap kau tidak
nanti sia sia padanya "
Siam Nio tertawa.
"Yang benar, Tek Looya, adalah ucapan mu ini yang mensia2
kan aku." katanya.
"Nona kita adalah seorang yang baik budi bahasanya", si
nyonya tua turut bi?cara.
"Karena ketahui dia berbudi bahasa baik, dari itu aku telah
perkenalkan mereka berdua !" kata Siauw Hong sembari
tertawa. Siam Nio sudah lantas suluti cuihun dari Siauw Hong dan
tuangkan tehnya anak muda kita, kemudian dia duduk
dibangku didamping mereka menemani tamunya bi?cara. dia
bicara dengan manis dan saban2 tersenyum, sedikitpun tidak
bawa tingkah yang centil.
Sejak pertemuannya di Tiang Cun Sie, Kielok, dimatanya
Lie Bouw Pek adalah Jie Siu Lian nona elok manis satu2nya,
tetapi setelah mengetahui keadaannya si nona, hilanglah
pengharapannya, dia seperti terjerumus kedalam gelap gulita,
kegembiraannya seperti telah runtuh, adalah di?luar
sangkaannya sekarang ada Siam Nio yang elok dan manis,
malah dimatanya nona ini jauh lebih menggiurkan daripa?da
nona Jie. Nyata, kalau Siu Lian manis dan gagah, adalah
bunga berjiwa ini manis dan ayu, romannya senantiasa
menyebabkan orang merasa kasihan.
Mula2 kedua fihak masih likat, lebih2 Bouw Pek, bila tidak
ditanya dia tidak buka mulutnya, tetapi lekas juga anak muda
inipun berani bicara, berani tanya ini dan itu.
,,Kau she apa, nona ?" "Aku she Cia."
"Berapakah usia nona sekarang dan kau sebenarnya asal
mana "' "Aku berusia sembilan-belas tahun. Aku asal Hoay-im. Baru
dua tahun aku datang: kekota raja ini."
Tadinya Bouw Pek hendak menanya le?bih jauh, tapi Siauw
Hong dengan kedipan mata telah mencegahnya, maka mereka
lantas bicarakan hal2 lain.
Ketika itu diluar kamar terdengar suara nya jongos : "Nona
Cui Siam !"
"Coba lihat, mama, siapa itu diluar.'"
Cia Lo-mama bertindak keluar, tetapi lekas juga dia
kembali, dengan sebelah tangannya memegang sepotong
kertas me?rah. "Cie Toa looya panggil kau," kata dia sembari
menghampirkan anaknya.
Siam Nio sambuti kertas merah itu, buat di baca. Justru itu,
Tek Siauw Hong berbangkit.
"Sekarang sudah waktunya kita berlalu," dia kata pada
Bouw Pek. Anak muda itu belum menyahut, Sam Nio telah mendahului
berbangkit seraya berkata :
"Tidak, aku tidak mau pergi ! Jiewie, sukalah duduk lagi
sebentar."
"Kami ingin pergi ketempat lain, besok saja kami datang
pula," Siauw Hong bilang.
Bouw Pek sudah berbangkit dan terus ikut sobatnya, yang
sudah lantas bertindak keluar.
"Tek Looya, Lie Loya, harap pasti kau datang pula besok!"
kata dia yang meng?antar tamunya.
"Andai-kata aku tidak datang sobatku ini tentu !" kata si
orang Boan sambil tertawa. dia jalan terus disebelah depan.
Mereka turun ditangga lauwteng, sesampainya dibawah
mereka menoleh dan dongak me?mandang keatas lauwteng,
disana, menyender pada lankan, mereka tampak Cui Siam
mengawasi mereka sambil unjuk senyumannya yang manis.
Begitu lekas sampai diluar, Siauw Hong kata pada Hok Cu,
kusirnya : "Pergi antarkan Lie Toaya pulang ke-hotelnya."
Kemudian ber-sama2 mereka naik ke-atas kereta.
Hok Cu bawa kendaraannya ke Seeho-yan, dimana dia
berhenti didepan hotel Goan Kong. Bouw Pek sudah lantas
lompat turun. "Aku tidak mampir lagi." kata Tek Siauw Hong. "Nah,
sampai besok !"
"Sampai besok !" sahut Bauw Pek.
Selagi roda2 kereta menggelinding per?gi, anak muda ini
masuk kedalam kamarnya. dia nyalakan api, sedang jongos
bawa kan dia teh. dia lantas duduk dengan pikiran bekerja,
seperti si elok berbayang di depan matanya.
"Tadi aku hendak tanya hal-ihwalnya si nona, Siauw Hong
mencegah, kenapakah ?" ia pikir, apabila dia ingat kedipan
mata dari sobatnya itu. ,,Ya, aku baru ingat sekarang. Pasti
sekali, seperti kebanyakan bunga berjiwa, dia tentu punya
lelakon penghidupan yang menyedihkan, apabila aku tanya,
lukanya bisa kambuh, hingga dia bisa menangis didepan tamu,
sedang tamu datang ingin dilayani dengan manis. Tentu Siam
Nio tidak ketahui aku bukannya tamu rumah pelesiran yang
kebanyakan, yang datangnya melulu untuk pelesiran. Nona,
penghidupan kita se?benarnya sama, cocok dengan syairnya
Pek Lok Thian yang bilang : Sama2 orang perantauan, diwaktu
saling bertemu, kenapa kita mesti selamanya saling kenal lebih
dulu "' Memikir demikian, Bouw Pek menghela napas. Ketika dia
angkat kepalanya, memandang ketembok, disana tergantung
pedang nya, yang rupanya kesepian. Lantas dia ber?bangkit.
"Tolong bawakan aku setengah kati arak," katanya pada
jongos, yang datang padanya.
Dan dia tenggak susu macan, sampai dia rasai tubuhnya
panas, kepalanja pusing. Se telah itu dia tiup padam lampu
dan lantas naik tidur.
Esoknya, setelah bersantap tengah hari, dia dandan dan
pergi ke Poancay Hootong selatan, akan tengok piauwceknya.
Ketika dia sampai, sang paman sedang tidur, dari itu dia mesti
duduk menunggu sampai jam tiga, baru paman itu bangun
tidur. Kie Cu-su sudah lantas bicara tentang tulisan
keponakannya itu.
"Tulisan kau itu tidak bisa dicela," katanya. "Siapa saja lihat
tulisanmu, dia akan lantas ketahui yang kau menelad tulisan
huruf Gui. Tulisan semacam ini biasanya dipahamkan oleh
orang2 terpelajar, untuk mencari nama dan gelaran. Buat
kerja dikantor, tulisan semacam kau itu tidak terpakai, muka
tidak heran kalau dua kalinya kau gagal. Kau harus ketahui,
sekarang ini yang terpakai adalah huruf2 Tio. Kau punya
contohnya huruf huruf ini atau tidak " Kalau kau tidak punya,
pergi?lah kau beli di Liu-lie-ciang. Kau beli Tio Cu Geng punya
"Liong Hin Sie", kemudian contoh itu kau telad semua, pilih
yang paling banyak dipakai, aku percaya, dalam tempo duatiga
bulan kau akan sudah bisa menulis dengan baik. Dalam
segala hal, tulisan yang bagus adalah yang paling perlu.
Tulisan kau bisa dipakai untuk menulis lian umpamanya, tapi
buat cari uang tidak mudah !". Lie Bouw Pek merasa sangat
tertusuk oleh sesuatu ucapan sang paman, yang telah bicara
secara terus-terang terhadapnya, maka kapan sebentar
kemudian dia pamitan, dia masgul sekali berbareng
men?dongkol. "Aku satu laki-laki, mustahil tanpa pit aku tidak bisa cari
makan ?" pikir dia akhirnya.
Oleh karena dia sangat mendongkol, dalam perjalanan
pulang dia tidak mampir lagi ke Liu-lie-ciang buat beli buku,
hanya dia langsung pulang kehotel, baru saja dia bertindak
masuk, dari dalam kantor pe?ngurus telah keluar seorang
yang papaki ia.
"Lie Toaya, looya kita kirim sepucuk surat ini untuk kau,"
kata orang itu seraya memberi hormat. Bouw Pek awasi orang
itu dan segera kenali Siu Jie, dia terimakan surat yang
disodorkan padanya dengan merasa heran.
"Tek Siauw Hong sampai menulis surat padaku, apakah
yang dia tulis "' dia men?duga-duga.
"Sekarang kau boleh pulang, memberi tahu bahwa surat
majikanmu aku telah terima," dia berkata pada hamba itu.
"Bilang juga, se?bentar aku harap bisa pergi kunjungi
majikanmu itu." Siu Jie mengasi hormat pula, lantas berlalu.
Bouw Pek masuk terus kedalam kamarnya, disini baru dia
buka suratnya Siauw Hong, buat dibaca :
Saudara Bouw Pek, Ketika kemarin aku pulang, aku lantas
merasa tubuhku panas dan sampai sekarang aku masih
merasa kurang sehat, aku kuatir sebentar aku tidak bisa tidur.
Saudara, kau masih muda, kau berkepandaian , benar
sekarang maksud-hatimu belum kesampaian, tetapi kau tidak
boleh putus-asa, jangan kau berduka. Kau berada sendirian,
kau kesepian, maka harap kau bisa bawa diri, kau perlu cari
kesenangan. Janganlah karena ke?dukaan, kau sia2kan
tubuhmu yang berharga.
Saudara, kau sedang berusaha dan belum berhasil, aku
percaya dalam hal keuangan kau niscaya kurang leluasa,
karena itu harap kau terima kirimanku selembar dari seratus
tail perak ini untuk kau pakai. Aku bukan hartawan, jumlah ini
kecil, tetapi aku percaya kau tidak akan tampik.
Saudara, biarlah besok aku kunjungi kau, supaya kita bisa
pasang omong pula.
Sekian, dari saudaramu,
Siauw Hong. Membaca surat itu, Bouw Pek merasa malu berbareng
bersukur. Siauw Hong sobat baru, tetapi bagai?mana dia
perhatikan diriku," dia pikir. ,,Uang ini aku mesti terima,
jikalau tidak dia bisa jadi kurang senang. dia sekarang lagi
sakit, aku perlu tengok dia. Tapi, dimanakah dia tinggal, di Supaylauw "." Ia ternyata lupa alamat sobatnya itu.
"Biarlah aku tunggu sampai besok," dia putuskan akhirnya.
"Kalau dia tetap tidak sembuh, biar bagaimana juga aku mesti
cari dia.'"
Karena ini selanjutnya dia tidak pergi kemana mana.
Sorenya, sehabis bersantap dia pergi keluar akan cari cian
chong, tempat tukar uang, buat tukar uang kertas nya dengan
uang perak. Dengan bawa seratus tail uang receh dia lalu
berjalan pulang.
Baru saja sampai dimulut utara dari Po-cusie, dia dapat
lihat sebuah kereta besar sedang mendatangi dari jurusan
utara, kapan kereta itu sudah datang lebih dekat, dari dalam
kereta dia dengar orang panggil padanya: "Lie Toalooya!"
Dengan merasa heran anak muda kita tahan tindakannya.
Kereta mendatangi terus dan berhenti di depannya anak
muda ini. "Lie Toalooya," kata pula suara tadi. Baru sekarang Bouw
Pek lihat dan ke?nali Cia Mama, sedang Siam Nio sudah lantas
muncul diantara tersingkapnya kere.
"Lie Looya, kau tinggal dimana?" tanya nona itu, sembari
tertawa.

Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mukanya anak muda kita menjadi merah.
"Disana, di Seeho-yan," dia jawab, ta?ngannya menunjuk
kejurusan barat.
"Sebentar malam aku harap kau ajak Tek Toalooya datang
pada kami," kata pula si nona. "Jangan salah, Ya!"
"Tek Toalooya kurang sehat, malam ini dia tidak bisa pergi
kemana-mana," Bouw Pek memberi tahu.
"Bagaimana jikalau kau sendiri, toaloo-ya?" si nona
mendesak. Bouw Pek manggut.
"Baiklah," dia menyahut. Siam Nio manggut sambil tertawa
manis "Baik, Lie Toalooya! sampai sebentar malam!"
Nona itu tersenyum, sujennya memain tetapi kapan dia
lepaskan tangannya, ber?bareng dengan tertutupnya tenda
kereta ia lenyap dari pandangannya Bouw Pek, se?dang roda2
kereta sudah lantas mengge?linding pergi.
Bouw Pek masih berdiri menjublek kendatipun kereta sudah
pergi jauh. "Kenapa aku terima undangannya?" pi?kir dia dengan
menyesal. dia jadi masgul, sampai sudah pulang ke hotel
pikirannya masih ruwet. Tapi ketika dia lihat suratnya Siauw
Hong, dia lantas ingat bunyinya surat itu: ,.Bukankah Siauw
Hong suruh aku jangan berduka dan dia telah anjurkan aku
cari kesenangan" Kenapa aku mesti siksa diri". Minum arak
saja juga tidak ada gunanya! Bukankah lebih baik aku ke?luar
jalan2, buat cari "kutu masyarakat yang harus dikasihani",
buat ajak dia pa?sang omong akan gembirakan diri?"
Maka setelah cuaca mulai menjadi gelap, Bouw Pek lantas
ganti pakaian, dia keluar dari hotelnya menuju ke Po Hoa Pan.
Sementara itu Cui Siam juga merasa hatinya tidak
tenteram, ada tamu datang tetapi dia seperti merasa masih
menunggui orang lain. dia tidak mengerti, kenapa si orang she
Lie, yang baru datang, seperti membanduli hatinya.
"Tadi aku ketemu dia dijalanan, dia telah berjanji mau
datang, apakah bisa dia penuhkan janjinya itu?" demikian dia
ter?ganggu dengan kesangsiannya sendiri. "Aku lihat dia
bukannya hartawan, apakah dia mau hamburkan uangnya
ditempatku ini"."
Oleh karena berpikir keras, dia jadi du?duk terpekur saja.
Sekarang dia bayangkan romannya anak muda kita yang
kurus, pakaiannya menyatakan kemiskinan, tetapi sepasang
matanya celi dan hidup.
"Ia seorang yang harus dikasihani, yang juga harus
disayangi " dia ngelamun le?bih jauh, hingga dia ingat dirinya
sendiri." Bukankah iapun seorang yang hidup tidak keruan
juntrungannya" Bagaimana nanti jadinya hari kemudiannya"
Pengharapan apa dia punya?"
Mengingat sampai disitu, mendadak air matanya turun
meleleh dipipinya. Tapi lekas2 dia susut air kesucian hatinya
itu, karena dia kuatir ibunya nanti dapat lihat. Kapan dia
mengawasi api, dia dapatkan pemandangannya kurang
terang, karena bulu matanya masih basa dengan air matanya,
maka lekas2 dia tepas pula matanya itu. Dalam kesunyian
itu dia dengar suara tertawa riuh dari kamar2 lain dimana
berada ,.saudara2nya" yang rupanya sedang bergembira la
duduk seorang diri sekian lama, tidak ada tamu yang datang
padanya. dia jadi lesu.
"Baiklah aku rebahkan diri," dia pikir. dia berbangkit balik
kekamamja, tapi ber?bareng dengan itu dibawah lauwteng
ter?dengar suaranya Mo Ho, si jongos:
"Ada tamu untuk nona Cui Siam!"
Teriakannya Mo Ho disusul dengan munculnya Cia Loo
mama, yang singkap kere.
Segera juga ditangga terdengar tindakan kaki yang sedang
naik, akan kemudian terdengar suaranya Cia Loo-mama sambil
ter tawa: "Lie toalooya datang!"
Baru saja dengar nama itu disebut, semangatnya Cui Siam
jadi terbangun, hingga dia lekas2 lari kekaca buat beres?kan
rambut dan rapikan pakaiannya, kemudian dia bertindak
kepintu. Bouw Pek bertindak dengan tangan me?megang kipas,
bajunya thungsha biru.
"Lie Toalooya janji mau datang, be?nar-benar sekarang
kau datang!" Siam Nio memapak sambil tertawa.
"Aku memang biasanya tidak suka salah janji!" sahut Bouw
Pek yang juga ter?tawa.
"Duduklah toalooya," Siam Nio me?ngundang.
Bouw Pek buka baju luarnya dan lantas duduk, Cia Loomama
sudah lantas suguh?kan teh.
"Jikalau toalooya tidak inginkan teh panas, kami disini
punya soan-bwee-thung," Cui Siam menawarkan.
"Sembarang saja, apapun boleh," kata Bouw Pek.
Siam Nio bersenyum, lantas dia undurkan diri. Sebagai
gantinya, Cia Loo-mama dekati tamunya.
"Looya, nona kita sungguh berjodoh dengan kau !" berkata
nyonya tua ini sem?bari bersenyum. "Biasanya. jikalau orang
lain yang dalang, dia tidak pernah menjadi bergembira seperti
ini kali '"
Bouw Pek tidak kata apa apa, dia melain?kan bersenyum.
Lekas juga Cui Siam telah kembali, tangannya memegang
sebuah nenampan perak yang kecil diatasnya ada satu
mangkok teh yang berkembang, mangkok mana buatan jaman
kaisar Kong Hie. Dengan kedua tangannya dia angsurkan itu
pada tamunya. "Silahkan minum, looya," kata si nona.
Dengan kedua tangannya Bouw Pek menyambuti, dia lalu
menghirup, satu cegukan, hingga dia merasai minuman yang
wangi dan sejuk.
"Bagaimana looya rasakan soan-bwee-thung bikinanku ini
!" tanya Cui Siam sambil bersenyum "Apakah boleh juga ?"
Ia berlaku manis, tetapi tidak genit, tidak dibikin-bikin.
,,Bagus, bagus !" sahut si anak muda, seraya angkat
kepalanya, hingga sekarang dia bisa pandang nona
dihadapannya. Siam Nio telah Kisar model kondenya, hingga kelihatan
bertambah cantik, ken?dati demikian, pipinya kalah merah
dari kemarin, tanda dia tidak obral yancie. Ba?junya putih
telor, begitupun celananya, semua dipakaikan pinggiran
berkembang. Pakaian itu tidak longgar dan juga tidak sepan.
Sesudah letakkan nenampan, Siam Nio ambil tempat duduk
didepannya pemuda kita. Sikapnya sewajarnya saja.
"Lie Looya, apa kau memang tinggal di Seeho yan ?" dia
tanya. "Ya, di Seeho-yan, dalam hotel Goan Hong," Bouw Pek
manggut. "Apakah thaythay tidak turut datang?" si nona tanya pula,
matanya memain dengan bagus. Bouw Pek bersenyum.
"Aku masih belum menikah," dia menyahut
Cia Loo-mama, yang mengerti keharusannya, telah permisi
buat undurkan diri.
"Looya, kau bekerja dikantor mana ?" kemudian Cui Siam
tanya pula. "Aku datang kemari belum lama, aku belum dapat
pekerjaan," Bouw Pek aku.
Alisnya si nona lantas saja dikerutkan.
,.Turut pendengaranku, sekarang ini sukar buat cari
kerjaan," dia bilang. "Ada be?berapa looya melulu menjadi
calon, calon tiehu, calon tootay, tapi kedudukan yang pasti
belum ada." Bouw Pek sebaliknya bersenyum.
"Aku tidak pikir buat pangku pangkat, dia memberi tahu.
"Tadinya aku datang ke Pakkhia ini dengan niatan mencari
peker?jaan, akan tetapi setelah sampai disini aku rubah
niatanku itu. Ternyata, bukan saja pekerjaan sukar di cari,
juga pang?kat aku tidak ingin pangku. Begitulah, sekarang
aku nganggur saja. Sukur aku ketemu Tek Toalooya, yang
kemarin dulu telah datang kemari, dia sobat yang baik dengan
siapa aku suka berada bersama dengan adanya dia itu aku
tidak sampai jadi kesepian."
Sesudah bicara begitu jauh, Siam Nio percaya tamunya
adalah seorang yang ju?jur, yang berbeda daripada tamutamunya
yang sudah-sudah, yang datangnya melulu untuk
bersenang senang, habis pelesiran lantas ngeloyor pulang.
Lagian, tamu-tamu yang duluan itu semua pandai
mengumpak-umpak, supaya bisa dapati hatinya.
"Tapi dia bukannya seorang yang berun?tung, seharusnya
tidak boleh aku minta dia sering-sering datang kemari," dia
pikir ke?mudian. dia lalu kata : "Lie Looya, kau masih muda,
aku percaya, meskipun se?karang peruntunganmu belum
terbuka, dibelakang hari kau toh akan peroleh kemajuan. Aku
bunga raya, aku punya mata dan bisa bedakan orang yang
busuk dan yang baik, maka juga kemarin begitu bertemu
dengan kau, aku bisa lantas hargakan kau !."
Setelah kata begitu, Cui Siam tunduk, karena dia malu
sendirinya sudah puji-puji orang muda itu. Bouw Pek tergerak
hatinya karena ucapannya si nona.
"Kau terlalu puji aku, nona," dia kata. "Dari Tek Looya
akupun dengar bahwa kau seorang yang jujur dan
berambekan, beda dari yang kebanyakan. Ini juga sebabnya,
kenapa aku suka datang pada kau. Kalau tidak, tidak nanti aku
kesudian datang ketempat semacam ini." Siam Nio angkat
kapalanya, dia menghela napas.
"Memang, biar bagaimana juga jarang datang ketempat
begini lebih baik bagi kau," dia kata. "Melulu terhadap kau,
looya, aku suka bicara begini, apabila terhadap orang lain,
tidak nanti. Aku jadi bunga raya, akan tetapi didalam diriku
ada hati manusia, maka aku tidak inginkan seorang yang
bersemangat mesti siasiakan ketikanya yang muda dan
berpengharapan secara begini!." Sehabis kata begitu, Siam
Nio tepas ujung matanya.
Bouw Pek awasi nona itu, dari mulut siapa dia tidak sangka
akan keluar ucapan semacam itu. dia baru mau buka
mulutnya, waktu si nona sambung kata-katanya :
"Aku, dengan sesungguhnya, aku suka sekali pasang
omong dengan kau."
Sembari kata begitu, Cui Siam curi lihat anak muda kita,
roman siapa agaknya kurang puas, sedang alisnya mengkerut,
maka lekas lekas dia berbangkit.
"Cukup, looya, cukup!" dia kata sambil tertawa, suaranya
nyaring. "Sudah cukup, kita jangan ngelamun saja ! Mari kita cari
kegembiraan!"
Ia menoleh keluar jendela, dia tarik tangan orang.
"Lihat disana! Lihat, malam ini rembulan indah' dia kata
pula. Bouw Pek memandang keluar jendela, si Puteri Malam
benar bercahaya terang sekali. Tapi didekatnya sekarang ada
puteri lain, tangan siapa yang putih dan halus justru masih
pegangi tangannya sendiri. Tanpa merasa, hatinya
bergoncang secara pelahan-pelahan"
, Kau benar," kata dia sambil manggut2 dan tersenyum.
Pembicaraan mereka terganggu oleh masuknya Cia Lomama.
"Besok kembali Capgouw !" berkata si nyonya tua. "Lagi
dua bulan, lantas datang harian Tiong Ciu !" Bouw Pek
kembali ketempat duduknya, Cui Siam terus temani ia.
Tidak lama kemudian, karena datang tamu lain, anak muda
kita pamitan pulang. dia sampai dihotel buat terus rebahkan
diri, dia memandang kejendela dan awasi sang
Puteri Malam. Kembali pikirannya kusut, hingga
kesudahannya dia tidak bisa tidur pulas. Sampai fajar, selagi
burung2 cecowetan, barulah dia bisa meramkan mata dan
tidak ingat apa-apa lagi. Ketika dia mendusin sudah jauh
siang, maka dia lalu dandan dan duduk bersantap. Sehabis
dahar dia duduk pula dengan pikiran belum terbuka. Banyak
pikiran mengganggunya, tapi yang dia kualirkan adalah
kesehatannya Tek Siauw Hong, dari siapa dia tidak dengar
kabar apa-apa. JILID 7 "AKU lupa alamatnya, tetapi lupa atau tidak, aku sekarang
perlu kunjungi dia," dia pikir akhirnya. "Ia seorang yang
ternama, dia mestinya mudah dicari."
Ia tukar pakaian, sambar kipasnya. lantas keluar. Didepan
pintu dia teriaki sebuah kereta kaldai, yang bawa dia menuju
ketimur. Hawa udara panas, maka duduk didalam kereta, anak
muda ini tidak berhentinya goyang2 kipasnya. Si tukang
kereta telah mandi keringat.
Selagi mendekati Su pay lauw, tukang kereta tanya
penyewanya kegang mana ia hendak pergi, kesebelah barat
atau sebelah timur.
Aku tidak tahu mesti pergi kemana, aku hendak tengok
seorang sobat baru' sahut anak muda ini, yang berada dalam
kesangsian. "Siapa itu sobatmu,tuan." la orang she apa?" tanya tukang
kereta pula. "Ia orang she Tek. la seorang Boan," Bouw Pek kasi tahu.
Tukang kereta itu menoleh akan awasi penumpangnya Nyata
perhatiannya sangat tertarik.
"Apakah tuan mencari Thie ciang Tek Ngo ya ?"
"Betul," sahut Bouw pek seraya memanggutkan kepala.
"Aku tahu rumahnya Tek Ngo Ya," kata tukang kereta itu. ,Ia
tinggal di jalan sebelah utara ditengah antara tiga jalanan, dia
seorang yang baik hati. Di pintu timur ini, diantara orang yang
paling ternama, adalah ia bersama Sioe bieto Oey Soe Ya !"
Setelah kata begitu, dengan gembira tukang kereta itu
cambuk keledainya, buat kasi binatang itu lari keras. Maka
tidak lama kemudian kendaraan itu sudah keluar dari mulut
barat dari tiga jalanan antara timur dan barat, terus berhenti
didepan rumahnya Tek Siauw Hong. Di depan pintu ada dua
orang dengan dandanan sebagai bujang sedang belanja
membeli kembang.
Bouw Pek samperkan dua orang itu dan tanya apa. Tek
Siauw Hong ada di rumah.
Lebih dulu dari pada itu dia telah perhatikan rumahnya
orang, yang pintunya dicat merah, dikiri dan kanan ada dua
singa2an batu, sedang di sebelah timur ada pintu buat
masuknya kereta. Dua orang itu rapi dandanannya.
"Kau siapa, tuan?" tanya dua orang itu, yang telah balik
mengawasi. "Aku she lie, dari Seebo Yan," Bouw Pek jawab.
Mendengar jawaban itu, salah satu hamba itu lantas saja
tertawa.

Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah tuan bukannya Lie Toaya dari hotel Goan Hong?" dia
kata. "Silahkan masuk silahkan masuk, toaya !"
Hamba ini telah dengar dari Sioe Jie. bahwa majikan mereka
punya kenalan baru yang berdiam dihotel di Seehoyan, sedang
Hok-Coe pun pernah omong hal sobat itu, bahwa majikan
mereka selama dua hari ini hampir tidak bisa berpisah dari
sobat baru itu.
Bouw Pek bertindak masuk, dua orang itu pimpin ia.
Dipekarangan dalam Sioe Jie tertampak sedang siram
kembang, kapan dia dapat lihat tamu itu, dia lepaskan corong
airnya dan lari menghampirkan.
"Oh, Lie Toaya datang !" dia berseru. "Toaya. selamat
datang !" Dan dia lalu unjuk hormatnya
Bouw Pek sambut hamba itu sambil manggut dan
tersenyum. Sioe Jie bersama hamba itu dari luar lantas antar tamunya
masuk sampai dikamar tamu. Ruangan besar, yang kelihatan
saja disitu enam kamar yang besar2, sedang kursi meja dari
kayu wangi. Ditembok digantung banyak gambar pigura yang
muat tulisan huruf2 yang indah. Diatas meja kedapatan
banyak barang barang dari kuningan dan perunggu. Segala
apa disitu indah dan bersih.
"Duduk dulu, toaya, aku nanti kabarkan," kata Sioe Jie,
yang terus masuk kedalam.
Bouw Pek duduk, oleh hamba dari luar tadi dia disuguhkan
teh. Belum terlalu lama, Tek Siauw Hong kelihatan bertindak
keluar, air mukanya ramai dengan senyuman.
"Lauwtee, kau benar2 datang cari aku !" kata dia dengan
gembira Bouw Pek berbangkit buat unjuk hormatnya
"Bagaimana dengan kesehatanmu, toako?" dia tanya. "Apa
kau baik"'
"Aku baik, terima kasih. Kemarin ini aku terkena hawa
panas, aku mesti pergi kebelakang sampai dua kali,
kemarinpun aku sudah sembuh,' sahut tuan rumah.
"Duduklah !" sembari kata begitu dia ambil kursi didepan
sobatnya itu. Bujang tadi bawakan pula teh dan Sioe Jie
muncul dengan ini hoencwee.
"Toako, kau........"
"Jangan sebut itu ! Siauw Hong mencegah seraya goyang2
tangannya, hingga perkataan sobatnya jadi terpotong. "Sama
sekali tidak ada artinya, kau jangan buat pikiran, kalau kau
pikirkan itu, kau pasti anggap aku sebagai orang luar. Malah
kalau kau perlu apa apa, kau mesti kasi tahu padaku, aku
selama nya bersedia buat bantu kau. Kau telah ketahui
rumahku ini, lain kali harap kau sering2 datang. Setiap hari
pada jam sepuluh aku sudah senggang dan berada dirumah,
waktu itu kau boleh datang, jangan malu2. Dirumahku ini
semua orangku kau boleh perintah, siapa saja diantaranya
tidak boleh berlaku ayal !" Bouw pek manggut2.
"Baik, toako, lain kali aku akan sering2 datang," dia bilang.
Siauw Hong sedot hoencweenya dua kali, lantas dia tertawa.
"Kau pergi ke Cui Siam atau tidak?" dia tanya.
Ditanya begitu, mukanya Bouw pek menyadi merah.
"Kemarin lohor aku ketemu dia ditengah jalan, dia bersama
ibunya," dia jawab. "Ia teriaki aku dan kami jadi bicara
ditengah jalan,
Jadi bicara ditengah jalan, dia undang aku datang
malamnya, aku terima undangan itu. jadinya aku terima
undangan secara sembarargan saja, tapi belakangan aku pikir,
pada orang sebangsa dia aku tidak boleh hilangkan
kepercayaan, maka malamnya aku telah pergi memenuhi
janyi. Aku berdiam satu jam lebih di sana."
Siauw Hong tertawa tidak berhentinya apabila dia dengar
jawaban itu. "Lauwtee, kenapa sih kau omong dengan berputar putar ?"
dia menegor. "Aku kasi tahu kau, buat kau pergi kesana tidak
ada halangannya sembarang waktu kau boleh pergi, toh
melulu untuk main main saja ! Daripada berdiam sendirian
saja dihotel, lebih baik kau keluar pesiar, diluaran kau tidak
akan hadapi kemasgulan seperti menyekap diri di dalam
kamar. Tidakkah kita hanya cari kesenangan " kita boleh pergi
atau tidak, semua menurut kehendak kita sendiri."
Bouw Pek manggut sambil bersenyum. dia mesti akui
benarnya orang Boan ini. Kenapa dia tidak bisa longgarkan
pikiran seperti sobat nya ini "
Siauw Hong tertawa dan kata pula :
"Saudaraku, mari aku kasi tahu. Coei Siam sebenarnya
berjodoh dengan kau. dia adalah bunga berjiwa yang paling
tahan harga, ada beberapa orang yang pernah rogoh saku
dalam dalam buat ketemui dia, terhadap orang2 itu sepatah
kata juga dia tidak mau ucapkan. Tapi terhadap kau, kau lihat
sendiri. Bagaimana manis dia perlakukan kau, walau ditengah
jalan dia sudi teriaki kau. dia mau undang kau buat datang
padanya ! Tidakkah ini aneh " Orang lain datang, dia tolak,
atau dia tidak layani, kau yang tidak datang, dia undang
dengan hormat ! Coba undangan terjadi pada orang lain,
orang itu barangkali akan menjadi gila dengan mendadak
bahna kegirangan yang melewati batas atau dia akan gotong
uangnya supaya dia bisa segera ketemu dengan si nona manis
!" "Kendati demikian ketempat demikian, aku tak sudi sering2
pergi," Bouw Pek kata.
"Tidak sering2 pergi juga ada baiknya," Siauw Hong akui.
"Dengan jarang pergi, kita jadi tidak terpincuk. Siapa sudah
satu kali kena terikat, meski dia gagah perkasa, dia akan
rubuh sebagai pecundang. sukar dibelakang hari dia angkat
kakinya yang sudah kejeblos ! Tapi Coei Siam beda dari yang
lain, dia tidak biasanya pegangi tamu sampai dia tidak mau
lepas2, sedang dia juga tidak punya sifat sekekar, tidak jemu
pada si miskin atau kemaruk pada si hartawan. dia sudah ke
temu banyak orang, tidak ada satu yang dia sukai, apa mau,
baru ketemu kau, dia sudah jatuh hati apakah ini tidak aneh ?"
Bouw Pek tertawa.
"Cukup. toako, cukup ! Sudahlah, kita jangan omongkan
hal Coei Siam saja !"
"Nah, apa lagi?" Siauw Hong tanya. saudaraku sudah dahar
?" "Aku telah dahar dulu di hotel, baru aku datang kemari.
Bagaimana dengan toako ?"
"Aku baru saja bersantap. Hari ini kau tentu senggang,
bagaimana jikalau kita pergi main2 ke Jie kap ?"
"Jie kap" Dimana itu letaknya ?"
"Sampaipun Jie kap kau tidak tahu !" Siauw Hong
tertawakan sobatnya. "Bila orang lain dengar pembicaraan
kita, pasti dia akan tertawakan kau ! Sudah, mari kita pergi.
Kita akan naik kereta, menuju ke Coe hoa moei, dari sana kita
nanti naik perahu buat pergi ke Ji Kap, sesudah main perahu,
dengan perahu juga kita menuju ke Boen-lian. Kereta kita
boleh diperintah menunggu di Boen lian. Sepulangnya dari
sana, kau mesti turut aku kesini, disini kita nanti bersama
sama bersantap malam."
Bouw Pek terima ajakan itu.
"Baik, toako. Sekarang silahkan kau dandan," dia kata.
Siauw Hong girang sekali, sebelumnya masuk kedalam dia
telah berikan perintahnya, ke satu supaya Hok Jie siap dengan
keretanya, kedua supaya sebentar malam Sioe Jie sedia
barang barang hidangan yang istimewa. Siauw Hong ketemui
isterinya didalam.
"Lie Bouw Pek telah datang," dia kata pada isterinya itu
Didalam rumahnya, dia tinggal ber sama isterinya itu serta
ibunya yang sudah tua. Anggota keluarga lainnya adalah dua
anaknya. "Kenapa kau tidak undang dia masuk ?" kata Tek Nay Nay.
"Ia seorang yang pemaluan !' kata sang suami. "Ia duduk
menunggui diluar, aku mau ajak dia pesiar ke Jie kap"
Lantas orarg Boan ini dandan, dengan bawa kipasnya dia
keluar pula dengan cepat.
"Mari kita berangkat, saudara Lie !" katanya pada Bouw Pek
setelah berada didepannya sobat baru itu.
Bouw Pek berbangkit, dia ikut tuan rumah bertindak keluar.
Sioe Jie mengikut dengan bawa coeihoen sang majikan. Diluar
Hok Jie sudah siap dengan keretanya.
"Sebentar jam empat kau mesti perintah koki siap," Siauw
Hong pesan Sioe Jie selagi kereta mau berangkat.
Sioe Jie berikan jawabannya, maka Hok Jie kasi keretanya
berangkat. Kendaraan itu menuju ke Cee hoa moei dan keluar dari
pintu kota itu. Tek Siauw Hong ajak Bouw Pek turun dari
kendaraan nya, pada Hok Jie dia pesan :
"Sekarang kau boleh pulang, tapi ingat, sebentar jam
empat kau datang pula kemari akan sambut kami."
Orang Boan ini dan sobatnya pergi ketepi sungai, dimana
mereka naik atas sebuah perahu, dimana sudah ada belasan
orang, lelaki dan perempuan, rupanya mereka semua juga
mau pergi ke Jie kap akan pelesir.
Dimuka air, yang penuh rumput hijau, perahu sudah lantas
melaju menuju ke selatan. Dikedua tepi, disepanjang jalan,
pohon yang lioe mengasi pemandangan indah. Angin ber
kesiur2 dengan pelahan. mendatangkan perasaan yang
nyaman. Dari situ pun tertampak tembok kota, yang
nampaknya agung disepanjang sungai itu.
Matahari sudah naik tinggi, hawa sebenar nya panas, akan
tetapi ditempat yang rindang seperti itu dimana air
memberikan hawa dingin, orang tak sampai menjadi
korbannya pergaruh Batara Surya yang lihay.
Siauw Hong dan Bouw Pek duduk dibagian payon gubuk
perahu, mereka tidak kerja apa apa selain memandang kedua
tepi, tetapi karena didalam perahu ada anak wayang yang
menyanyi, kuping mereka juga bisa dengar kan nyanyian itu.
Lagu yang diperdengarkan adalah "Ong Jie Cia kenangkan
suaminya "
Anak wayang itu piara kumis hitam, thungshanya sudah
jelek sekali, kendati begitu sembari nyanyi dia toh masih bawa
aksinya, bikin gerak gerakannya lemas seperti orang
perempuan. Diantara sekalian penumpang perahu, jang paling tertarik
perhatiannya adalah orang2 perempuan, yang memakai
pakaian cara Han dan Boan menurut kesukaan hati mereka,
mereka ini pada tertawa tawa tersenyum, tetapi ada juga
yang mukanya jadi bersemu merah.
Sebagai seorang asing Bouw Pek tidak mengerti wayang
Pakkhia, maka itu dia lebih banyak mengawasi kemuka air,
dimana terdapat itik dalam rombongan sedang berenang ke
sana kemari sambil berbareng mencari makanan. Binatang itu
tubuhnya bersih, gerakannya gesit, nampaknya gembira
sekali, diantaranya ada juga yang berbunyi kowak kowek.
Memandang semua itu, Bouw Pek lalu ingat masa dia masih
kecil. Tempo dia baru berusia delapan tahun, oleh ayah dan
ibunya, bersama sama Kang Lam Ho dia telah di ajak pesiar
ketelaga Po Yang. Ilmu berenang dan selulup Kang Lam Ho
liehay. dia bisa selulup timbul seperti juga ikan, adalah
katanya di dalam air dia bisa melihat seperti di darat. Lie Hong
Kiat, ayahnya, juga telah belajar Ilmu berenang dari Kang Lam
Ho. Tapi sekarang ini ayahnya telah merupakan tulang2
didalam tanah. Dan Kang Lam Ho, Entah jago itu masih hidup
atau sudah mati " usianya ditaksir sudah enampuluh lebih.
Makin perahu maju, bebek2 kelihatan makin banyak dan
pepohonan nampaknya makin lebat. Juga kelihatan rumah2
ditepi sungai. Maka pemandangan itu adalah laksana lukisan
saja. Tidak lama mereka sudah mendekati jembatan si anak
wayang telah berhenti menyanyi. dia hampirkan sesuatu
penumpang perahu seraya sodorkan tangannya akan minta
persen. "Sudah sampai," kata Tek Siauw Hong seraya tarik tangan
kawannya. Lebih dulu dari pada itu dia telah rogoh sakunya
akan kasikan beberapa chie pada anak wayang itu. Bouw Pek
berbangkit ikut sobatnya.
Cepat sekali perahu telah dipinggirkan dan ditambat, maka
dua sobat ini lantas bisa mendarat. Maka lagi sekali Bouw Pek
bisa lihat banyak orang, yang sedang pesiar seperti mereka
berdua. Orang dari Lamkiong ini bisa saksikan keindahan alam
dari Jie kap. Orang jang pesiar banyak sekali, air sungai jernih
laksana kaca. Disepanjang tepi pohon pohon lioe tetap banyak
dan bagus. Di-bawah pohon2 itu ditaruh meja2, jamuan orang
menjual teh dan kue kue, diantaranya ada yang mendirikan
gubuk2. Orang orang yang telah pesiar ada yang duduk
minum dan makan kue. Pedagang pedagang kecil lainnya juga
terdapat disitu, begitupun anak anak wayang yang ngamen
jual suara dan aksi.
Orang orang yang pesiar itu adalah lelaki dan perempuan
dan dari berbagai tingkatan, tua dan muda, kaya dan miskin.
yang paling menarik perhatian adalah nyonya nyonya muda
dengan pakaian cara Boan dan nona nona dengan kuncirnya
yang panjan dan meroyot turun dibelakangnya.
Lantas ada apa, yang menyolok dimatanya Bouw Pek,
karena itu adalah pemandangan yang dia tidak sangka sangka
akan tampak di kota raja. yalah beberapa orang pasti bangsa
hidung belang atau luntang lantung yang telah nyelak sini
diantara orang orang perempuan muda, dengan maksud tak
lain dari pada berlaku jail.
"Pakkhia adalah kota raja, kenapa orang orang ini bersikap
begitu tidak tahu aturan?" dia berpikir.
Tapi dia tidak sempat berpikir banyak, Siauw Hong telah
betot tangannya.
"Mari kita nyelak antara orang banyak, buat cari gubuk
teh," berkata sobat orang Boan ini.
Anak muda kita menurut dengan tidak kata apa apa.
Sebentar kemudian mereka telah sampai disebuah gubuk
dimana pelayannya, kapan lihat orang Boan ini, segera
menghampiri buat menyambut sambil mengunjuk hormat.
"Oh, Tek Ngo-ya?" berkata dia. "Tidak di duga duga hari ini
Ngo ya senggang dan bisa datang pesiar kemari !"
Siauw Hong kenal pelayan ini, ialah Siauw Thio atau Thio si
Kecil dari Cee hoa moei maka sembari tertawa dia kata :
"Tolong carikan kami tempat yang baik!"
Dengan cepat Siauw Thio telah carikan meja yang diingini,
dengan lebih dulu bawa kan air buat kedua tamunya bersihkan
muka.

Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sembari mengipas diri Bouw Pek minum teh nya, sedang
Siauw Hong repot dengan hoencweenya sambil matanya terus
memandang keluar gubuk mengawasi orang orang yang
sedang pesiar. Tidak antara lama, dari jurusan timur Bouw Pek lihat
mendatangi tiga orang dengan baju tay-kwa buat musim
panas, tetapi yang menarik perhatian adalah yang jalan di
tengah tengah, orang mana tubuhnya tidak tinggi, mukanya
hitam, tetapi sikapnya bukan sikap orang kebanyakan. Dua
orang lagi, yang jalan dibelakangnya, yang menjadi bujang
atau budak, berjalan mengikutinya sambil tangan mereka
mesing2 membawa sebuah kantong uang. Dibelakang mereka
ini mengikuti dua atau tiga puluh pengemis lelaki perempuan,
yang ber ulang2 minta2 uang. Saban2 dua bujang itu
merogoh kantongnya dan memberikan sejumlah uang, tidak
heran bila pengemis pengemis, yang tak kenal batas, yang
jumlahnya memang banyak. jadi makin banyak yang
mengikuti, hingga dua budak itu jadi repot.
Simuka hitam kelihatannya tidak perdulikan pekerjaannya dua
bujang itu, dia jalan terus dengan diapit oleh kedua
kawannya. Beberapa buaya darat atau hidung belang yang
bergelandangan, apabila mereka berpapasan dengan orang
muka hitam ini, semua menegor dengan laku yang hormat,
seperti juga orang ini orang bangsawan atau raja muda. Tapi
orang yang di kasi hormat itu tidak ambil peduli, dia bertindak
terus dengan agung2an, tangannya saban2 goyang kipas nya.
"Siapa orang Ini, yang romannya agung2an?" anak muda
kita men duga2.
Adalah justru saat itu, Tek Siauw Hong kutik sobatnya
seraya berkata,
"Lekas lihat ! itu dia Sioe bie to Oey Kie Pak.
Sembari kata begitu, orang Boan ini sudah lantas berbangkit,
dengan air muka penuh senyuman dia bertindak menyabut
Oey Kie Pak, yang sudah mendatangi dekat gubuk teh itu.
Sioe bie to, si Bie to kurus, juga telah dapat lihat Tek Siauw
Hong, maka dia pun menghadapi orang dengan unjuk
senyuman, tubuhnya sedikit dibongkokkan.
"Oey Soe ko, hari ini kau senggang"' menegor Siauw Hong.
Orang she Oey itu manggut sambil bersenyum, tetapi teguran
orang seperti juga dia tidak dengar, karena dia lanjutkan
perjalannannya tanpa menoleh lagi.
Mukanya Siauw Hong menyadi merah. Dihadapannya Lie
Bouw Pek orang perlakukan dia demikian tawar, sedang dia
telah berlaku manis dan hormat, sekalipun tidak usah malu,
dia toh menjadi jengah dia menyesal yang Sioe bie to sudah
tidak singgah di situ akan beromong kendati satu dua kata.
Maka itu lalu dia duduk dengan diam saja, karena masgul.
Lie Bouw Pek bukannya seorang tolol, tentu sekali dia
mengerti kemasgulannya sobat itu, malah la merasa turut
mendongkol karena sikap agul2an orang itu.
"Kiranya begitu saja Sioe Bie to yang orang sohorkan"
katanya. "Dimataku, biar dia tidak katak, sikapnya terlalu
jumawa !" "Ia bukan nya terlalu jumawa," kata Siauw Hong, yang bisa
mengerti maksud sobatnya itu. "Yang benar adalah
persahabatan kami biasa saja dan diantara kami jarang sekali
ada pergaulan yang rapat .......malah, buat bilang terus
terang, di antara kami bahkan ada sedikit ganjalan ! ......."
"Apakah itu?" tanya Bouw Pek, yang agak nya sangat
tertarik "Ganjalan apa itu toako?"
"Ganjalan kecil," Siauw Hong ulangi. "Aku punya keponakan
perempuan, yang dikasi menikah pada seorang she Hong dari
Pak Siu Kio, dirumah suaminya keponakan itu dapat perlakuan
kejam dari ipar2nya, bahna jengkel dia telah menutup mata.
Buruk nasibnya keponakan itu, sudah mayatnya telah tidak
diurus sebagaimana mestinya, malah dia telah dibicarakan
jelek di muka orang lain. Ketika aku kesitu hal itu. aku jadi
tidak senang, aku lalu kirim beberapa orang pada keluarga
Hong itu akan menegor. Kapan Oey Kie Pok dapat tahu halnya
aku kirim orang itu, dia jadi tidak puas. dia katakan bahwa aku
tidak pandang mata padanya Inilah sebabnya kenapa dia jadi
berlaku tinggi terhadap aku."
"Kalau begitu, dia seorang yang tidak bisa diajak bergaul !"
kata Bouw Pek yang menjadi tidak senang "Kenapa tidak dari
tadi tadi nya ia campur tangan, buat bikin akur kedua
keluarga" Kenapa dia tidak mau berlaku terus terang terhadap
toako?" "Kau tidak tahu adatnya orang Pakkhia, saudara Lie." kata
Siauw Hong dengan sabar "Kami dikota ini adalah orang yang
sering dan mudah merasa tersinggung. Oey Kie Pok adalah
hartawan besar dan tersohor buat Pakkhia, dia juga terkenal
ilmu silatnya. Di kota sebelah timur tidak ada satu orang yang
tidak junjung dia, kecuali aku seorang she Tek. Aku tidak kaya
sepertinya. boegee pun aku kalah terkenal, akan tetapi diluar
dan dalam kota aku punya banyak sekali kenalan, maka itu
kapan satu waktu aku bepergian, aku selamanya mandapat
muka lebih terang dari padanya. Ini adalah salah satu sebab
lain kenapa dia jadi berdengki terhadap aku. Begitu lah,
kendati kami kenal satu sama lain sudah belasan tahun, kami
tidak pernah duduk bicara lama2. "
"Menurut kau, toako, terang Oey Kie Pok seorang dengan
pikiran cupat !" kata Bouw-Pek yang tetap tidak puas.
"percaya, toako, satu waktu aku nanti hadapi dia, buat
lenyapkan kemendongkolan toako."
Siauw liong tidak nyana sobatnya ini gusar dan penasaran
untuk dia sampai begitu rupa.
"Jangan, saudara, jangan! ia segera mencegah. "Biarlah dia
berdengki terhadap aku. aku sendiri tidak mau berbuat salah
terhadap dia. Bagaimana juga, dalam keadaan sekarang,
diantara kami masih tetap ada perkenalan tetapi satu kali kami
bentrok, lantas selanjutnya kami akan jadi musuh."
"Disebelah itu, Oey Kie Pok bersobat sangat rapat dengan Gin
chio Khoe Siauw Houw maka aku tidak ingin bentrok terhadap
mereka berdua melulu sebab menuruti adat di satu waktu."
Lie Bouw Pek tersenyum.
"Aku juga tidak mau mendapat salah dari mereka," dia
bilang. "Aku hanya ingin cari tahu, sampai dimana boegee mereka.
Umpama kata kejadian aku pieboe dengan mereka, toako,
tidak nanti aku kasi tahu mereka bahwa aku sobat toako."
Tek Siauw Hong juga tertawa mendengar perkataannya sobat
ini. "Saudara, kau benar bicara sebagai seorang muda yang
berdarah panas" katanya. "Kau belum ketahui bagaimana
besar pengaruhnya Oey Kie Pok , kau belum tahu yang dia
punya banyak kuping dan mata, yang setiap saat bisa
menyampaikan segala macam kabar padanya. Persobatan kita
bisa dibilang masih baru, akan tetapi aku percaja dia tentu
telah ketahui adanya pergaulan rapat diantara kita. Apa yang
dia belum ketahui pasti adalah keadaan diri saudara. Ganjalan
diantara dia dan aku, saudara, tidak boleh menyebabkan kami
bentrok hebat. Aku percaya, dia pun tidak akan mau satrukan
aku, tapi satu kali kau cari dia. lantas urusan berobah menjadi
keonaran. Umpama kata dia hinakan kau, saudaraku, urusan
masih bisa diurus, celakanya adalah kapan kejadian sampai
kau hajar dia, apa juga ke sudahannya sudah terang dia akan
bikin kau tidak akan mampu injak kota Pakkhia ini lebih lama
pula ! Saudara, kau masih muda kau bertenaga besar dimana
saja, asal kau mau, kau bisa taruh kakimu, tapi kendati
demikian aku minta kau bisa berpikir panjang. Bintangmu
belum terbuka, saudara, itu artinya kau perlu bersabar. kau
mesti menunggu waktu. Aku percaya betul satu waktu kau
akan ke sampaian cita citamu ! Kenapa mesti turuti adat
disatu waktu" Kenapa, dengan tidak ada perlunya, kau cari
musuh dengan orang semacam dia itu" baiklah saudara
mengerti, Oey Kie Pok itu bukannya berandal atau okpa."
Bouw Pek bisa mengerti kejujurannya sobat ini, yang sangat
tidak inginkan dia mencari perkara. Tentu saja dia mesti
hargakan kebaikan orang.
"Baik tetapkan hatimu, toako, tidak nanti aku terbitkan onar
untuk kau, dia kata.
"Aku bukannya kuatir terbit onar untuk diriku, aku hanya
kuatirkan kau, saudara," kata Pek Siauw Hong, yang berlaku
terus terang. "Aku memikir untuk kau.
Bouw Pek manggut.
"Aku tahu, toako memang sangat perhati kan aku,"
katanya, yang lalu menghela napas.
Siauw Hong merasa tidak enak sendirinya menampak sobat
itu jadi berduka.
"Mari kita jalan jalan lagi sebentar, lantas kita pulang," kata
dia setelah hirup cawan tehnya yang penghabisan. "Sebentar
aku akan undang kau bersantap, buat rasai barang makanan
se hari2 dari kota Pakkhia, aku ingin ketahui bagaimana
anggapanmu tentang makanan rumahan itu."
"Kalau aku telah kebiasaan makan cara Utara, bagaimana
bila nanti aku pulang kekampungku" tanya Bouw Pek sembari
tertawa, satu tanda dia sedang main2.
"Itulah bukan soal !' Siauw Hong pun tertawa. Kapan
sampai terjadi kau kegilaan masakan Pakkhia, kau boleh ajak
anak istrimu pindah kemari, kita nanti tinggal sama2. Asal saja
kau suka memandang aku, saudara, itulah yang aku harap
betul.' "Aku mana punya anak isteri !" tertawa Bouw Pek. "Diriku
sendiri adalah keluargaku !"
Siauw Hong awaskan sobatnya, dia merasa heran bukan
main. dia isikan coeihoen nya lalu tiup coa-liannya buat sedot
huncweenya. "Berlakulah terus terang, saudaraku, kau sebenarnya sudah
menikah atau belum?" akhir nya dia menegasi.
Lie Bouw Pek goyang goyang kepala. "Belum !' dia jawab
dengan pendek. Kembali Siauw Hong awasi sobat itu, agak nya dia tidak
mau percaya. "Bukankah kebiasaan orang dikampungan dalam umur dua
atau tiga belas tahun sudah menikah"'' dia menegasi pula.
Anak muda kita manggut.
"Betul." dia menyawab. "betul begitu adat kebiasaan di
kampung, muda muda orang telah dinikahkan. Tapi aku, aku
terkecuali." Kendati demikian. dia toh menghela napas. Lekas
lekas dia tambahkan.
"Marilah kita pasiar pula, lantas kita pulang. Dirumah,
sembari bersantap malam, aku nanti tuturkan tentang diriku
semua dengan jelas. Kau adalah sobatku satu2nya. yang kenal
diriku toako, maka pada kau aku hendak ceritera semua."
Setelah berkata demikian lagi lagi Bouw Pek menghela napas.
"Baik, baiklah," dia berkata. "Hari ini kita pesiar sehabis
bersantap malam aku nanti temani kau keluar pula, keluar
kota, sebab kita mesti pergi tengok Coei Siam !"
Bouw Pek tertawa mendengar sobatnya ini.
Tek Siauw Hong lantas bayar uang teh dan ajak sobatnya
pergi akan jalan lebih jauh di Jie-kap ini, sesudah merasa
cukup dengan naik perahu mereka kembali ke Cee-hoa-moei.
Nyata Hok Jie sudah menantikan dengan keretanya, maka
bersama sama lantas naik kereta dan terus berangkat pulang.
Sekali ini. setiba di rumah lekas Siauw Hong ajak sobatnya
masuk terus kepedalaman, disini dia ajar kenal sobat itu pada
ibu dan isterinya, kemudian mereka baru kembali kekamar
tamu buat duduk sambil makan kwaci, sampai kemudian Sioe
Jie datang memberi tahu. bahwa barang santapan sudah sedia
dan mereka diundang duduk bersantap.
Oleh karena tidak ada orarg lain lagi, mereka bersantap
berdua saja. Mareka minum arak. Adalah disini Lie Bouw Pek
gunai ketika akan tuturkan hal ihwalnya sendiri, oleh karena
ingin nikah isteri yang cantik dan gagah berbareng,
pernikahannya jadi tertunda. Dia ceritakan hal pertemuannya
dengan Jie Soe Lian. Menutur tentang Keng Lam hoo dan Kie
Kong Kiat, dia unjuk semangatnya, tetapi ceritera tentang
dirinya, yang muda muda kehilargan ajah serta ibu, dia
berduka sampai air matanya meleleh keluar. Di waktu
ceritakan tentang pie boe dengan Sioe Lan, bagaimana dia
tolongi keluarga si nona, Dia kelihatan gembira, tetapi di
waktu mengasi tahu bahwa nona itu sudah punya tunangan,
dia lesu, akan akhir sehabis tenggak araknya dia jatuhkan
kepalanya di meja seperti orang yang sedang tidur pulas.....
Siauw Hong juga bergirang dan masgul dengan berbareng
mendengari penuturan itu dia tidak nyana, masih begitu muda
pengalaman nya sobat ini ternyata sudah cukup banyak dan
luas. "Mendengar kau, saudara, nyata sekali pemandangan
mataku tidak salah," akhirnya dia bilang. "Dengan
sesungguhnya, kau orang gagah, juga luar biasa. Tentang
pernikahanmu, saudara, kau baik jangan buat pikiran.
Tunangan Sioe Lian telah pergi tidak karuan parannya, karena
itu tidak bisa jadi dia akan mau tetap tinggal menumpang
pada mertua nya, jadi janda bukan janda, menunggu tak
ketentuan yang ditunggu. Satu waktu aku nanti pergi ke
Soanhoa, di sana aku nanti ke temukan beng Loo-piauwtauw
dan Jie Loo thaythay aku akan angkat diriku menjadi orang
perantaraan, akan recoki jodohmu dengan jodohnya nona Sioe
Lian. Oleh karena nona Jie belum menikah, tidak bisa dibilang
bahwa dia menikah pula. Juga tidak seharus nya buat Beng
Piauwsoa "ikat" terus si nona, hingga dia bisa bikin gagal
penghidupannya . ." Bouw Pek goyang goyang tangannya.
"Taruh kata benar tunangannya nona Sioe Lian telah menutup
mata, andaikata nona Sioe Lian juga mau menikah denganku,
aku sendiri pasti tidak bisa kawin dia!" dia kata dengan
sungguh sungguh "coba toako pikir. jikalau terjadi aku
menikah dia, tidakkah orang nanti katakan aku seorang yang
kemaruk dengan paras elok dan melupakan kebajikan " Terus
terang aku bilang, kendati betul aku kagumi nona Sioe Lian,
terhadap dia aku tidak kandung pikiran lain. Umpama kata
bisa kejadian aku suka pandang dia sebagai adik angkat, tidak
nanti aku nikah dia sebagai isteriku. Aku mesti merasa malu
terhadap Jie Lao-piauwtauw, apabila aku mesti nikah gadisnya
itu ! ......"
Siauw Hong menghela napas. Perkataannya sobat ini
membikin dia ketahui lebih dalam sifat dan tabiatnya sobat ini


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang utamakan kebajikan, yang suka korbankan segala apa
untuk menjaga nama baiknya. dia menjadi kagum.
"Saudara, aku mengerti kau," dia kata, "Sekarang baik kita
jangan sebut sebut pula tentang nona Jie itu. Karena aku telah
ambil sikapmu, aku harap kejadian itu tidak lagi membikin kau
berduka. Tunggulah sampai aku dapatkan nona yang cocok,
nanti baru kita bicarakan pula tentang pernikahanmu.
Tidakkah sekarang soal pernikahan bukannya hal yang penting
?" "Toako benar," sahut Bouw Pek seraya mamggut.
Mereka dahar dan minum dengan pelahan, mereka masih
bicarakan hal2 lain lagi, sampai cuaca mulai gelap.
Bouw Pek telah tungkuli diri dengan arak, tidak heran waktu
berhenti bersantap dia rasa kepalannya pusing, tubuhnya
panas, pikirannya pepat, hingga dia jadi seperti orang yang
mungsang mangsing.
"Toako, mari kita lihat Siam Nio !" kata ia akhirnya.
"Kau sudah pusing, Saudara, lebih baik kau mengaso," kata
Siauw Hong, yang bisa lihat orang mulai sinting.
"Hari ini aku tidak pikir buat keluar kota, aku nanti perintah
Sioe Jie sediakan kereta buat antar kau pulang......... "
Bouw Pek tidak dengar nyata ucapannya sobat itu, tetapi dia
manggut. Siauw Hong perintah Sioe Jie pergi sedia kan kereta, dia
sendiri lalu berbangkit akan bantu sobatnya pakai baju
luarnya, kemudian sama sama mereka bertindak keluar.
Karena kereta sudah lantas siap, sesampainya diluar, tuan
rumah lantas pimpin tamu nya naik kereta, setelah mana dia
masuk kedalam. Bouw Pek duduk didalam kereta dengan kepala pusing.
Dalam gelapnya sang malam Hok Jie kendarai keretanya
menuju kehotel.
"Sudah sampai di Cian-moei atau belum?" tanya Bouw Pek
pada si kusir, sesudah dia rasai telah duduk lama juga didalam
kereta. "Kita akan segera keluar dari kota," Hok Jie jawab.
"Bawa aku ke Han-kee-thoa," Bouw Pek kasi tahu. "Aku tidak
niat pulang dulu."
Hok Jie menurut, tetapi didalam hatinya la tertawakan anak
muda ini, "Sudah sinting tetapi masih mau mogor !" pikir si kusir. "Oh,
sobat majikanku ini ternyata setan pemogoran !'
Bouw Pek terus merasakan tubuhnya tidak enak, pikirannya
kusut. dia dapat perasaan ingin ketemui Siam Nio.
Tidak lama kemudian kereta berhenti.
"Sudah sampai," demikian suaranya Hok Jie. Bouw Pek segera
lompat turun dari kendaraan itu.
"Lie Toaya, apakah kau tidak mau pergi ke tempat2 lain "'
Hok Jie tanya : "Apa kah aku boleh pulang sekarang ?"
"Ya, kau boleh pulang," sahut anak muda kita. yang berikan
jawabannya dengan sembarangan kemudian dengan tindakan
berat dia menuju kedalam rumah pelesiran.
"Oh, tamunya nona Cui Siam ! Lie Looya datang?" berseru
jongos yang kita kenal.
CUI SIAM sedang duduk didalam kamarnya, pikirannya lagi
bekerja, oleh karena dia masgul memikirkan tentang dirinya,
yang tidak tahu bagaimana akan jadi nya. dia pikirkan hari
kemudiannya. Tapi kapan dia dengar teriakannya Mo Ho, si
jongos, dia terperanjat, lekas lekas dia berbangkit. Ibunya
telah mendahului keluar akan sambut tamu.
Bouw Pek naik ditangga lauw teng dengan tindakan limbung,
begitu lekas dia masuk ke dalam kamarnya Siam Nio, si nona
sudah lantas bau arak, yang menyerang keras pada hidung.
Di mana kau minum, looya, sampai kau begini sinting ?"
menyambut Cui Siam sambil tertawa.
"Apakah Tek Siauw Hong tidak datang ?" tanya si anak
muda, yang tidak jawab pertanyaan orang, atau pertanyaan
itu tidak di dengar.
"Tidak, Tek Looya tidak datang," sahut Cia Loo-ma-ma
Jawaban itu rupanya bikin anak muda ini sadar sedikit, ia
manggut. "Benar." dia bilang. "Aku justeru baru dari rumahnya."
"Lihat, looya, kau benar benar sudah lupa daratan !' Coei Siam
kata sambil tertawa.
"Tidak, aku tidak mabok, aku hanya sedang berduka !
menyangkal si anak muda, yang otaknya lagi dipengaruhi susu
macan. dia jatuhkan dirinya dikursi, sampai hampir rubuh bersama2
kursi itu, baiknya Siam Nio keburu jambret dia.
Nona ini lalu kerutkan alis.
"Kau duduk, looya, duduk baik baik, nanti aku ambilkan
soan-bwee-chung," katanya ke mudian. "Mama, tolong kau
ambilkan satu mangkok supaya looya bisa minum."
Kelihatannya Cia Lo ma ma tidak puas akan tetapi dia toh
berlalu akan ambil soan-bwee-thung Ketika dia balik lagi, Coei
Siam sambuti minuman itu buat dibawa kemulutnya Bouw
Pek, yang telah pentang mulutnya dan irup itu.
Baru saja dua ceglukan, anak muda ini telah geleng
kepalanya, goyang tangannya.
"Sudah cukup, aku tidak haus !" dia berkata.
Siam Nio tarik pulang mangkok, dia berdiri menunggui,
matanya mengawasi anak muda itu, yang dia anggap lucu,
tadinya dia mau menggodai, apamau si anak muda telah dului
dia : "Siam Nio, aku harap kau mengerti aku," kata Bouw Pek
setelah menghela napas panjang, "aku harap kau mengerti,
aku datang pada kau bukannya buat mogor...... Kita berdua
sebenarnya orang orang yang harus di kasihani ! .. . "
Siam Nio tersenyum. dia lihat Bouw Pek kepal tangannya,
agaknya anak muda ini lagi murka.
"Aku gagah, kau cantik, toh segala apa telah tidak berjalan
menurut kehendak kita !" kata pemuda dari Lamkiong itu,
suaranya keras. "Apa celaka, kita telah menjadi barang barang
permainannya segala orang tidak karuan "____
Siam Nio terharu, sampai dia mesti tepas air matanya. Siapa
nyana, selagi ia berduka, anak muda itu seperti telah tusuk
lukanya, tapi dia tertawa.
Lie Looya, kau benar benar sedang mabok," dia kata. "Apa
yang kau bilang, semua aku tidak mengerti .... "
Baru saja mereka bicara sampai disitu, diluar kamar terdenger
pula suaranya Mo Ho yang telah naik kelauwteng.
Nona Siam Nio ada surat undangan untuk kau !"
Cia Mama buka pintu akan terima surat undangan itu,
selembar kertas merah, sembari bertindak masuk, dia kata :
"Cie Tayjin bersama Louw Sam ya sedang menunggui di Kong
Hoo Kie, anak, kau baik lah lekas pergi !"
"Siam Nio sambuti karcis nama itu, setelah baca itu, sepasang
alisnya berkerut.
.Ah, kenapa begini waktu mereka baru duduk bersantap ?"
katanya, yang tampaknya masgul, hingga suaranya pun tidak
lampias. "Lie Looya, mari aku antar kau kepembaronganku,
kau boleh rebah rebahan atau tidur disana, aku mau keluar
sebentar, aku akan segera kembali . . .."
Bouw Pek dapat ingatan buat pulang saja kehotel, apamau
pengaruh arak sedang ber-kuasa atas dirinya, hingga dia
seperti tidak mampu geraki tubuhnya.
"Baiklah. kau boleh pergi" dia menyahut. Siam Nio lantas
bukai baju luar anak muda ini, lalu dia dukung dikasi bangun
buat di antar kepembaringan, disitu dia rebahkan tubuh orang,
yang dia tutupi dengan selimut merah, kemudian dia tutup
kelambunya dia pun bakar dupa nyamuk. Kemudian lekaslekas
dia dandan dan ajak ibunya pergi.
Bouw Pek rebah dengan tidak karuan rasa, kepalanya pusing,
dia gulak gulik beberapa kali, tidak juga pulas, maka akhirnya
dia ber bangkit dan duduk diatas pembaringan. Mendadak dia
enek dan muntah muntah, hingga keluarlah semua makanan
dan arak yang dia gasak dirumahnya Tek Siauw Hong. dia
muntah beberapa kali, sampai rasai perutnya kosong, hingga
tubuhnya menjadi enteng dan lega. Tentu sekali karena itu
otaknya juga menjadi sedikit jernih.
Dari kamar2 lain, diatas dan di bawah lauw teng, saban2
terdengar suara bicara dan tertawa riuh, yang keluar dari
mulutnya nona nona lain dan tamu2. Diantara itu ada juga
suara nyanyian, antaranya : ,Sejak kau pergi kongcu,
pikiranku jadi kalut, minum teh tidak bisa. dahar nasi tak beri
napsu, aku rasanya telah seperti kehilangan semangatku ...."
Baru sekarang Bouw Pek ingat bahwa dia berada dikamarnya
Siam Nio. "Celaka, kenapa aku muntah muntah disini "' kata dia
seorang diri dengan terkejut. Ia berbangkit buat bikin api lebih
terang, maka dia bisa lihat kotoran bekas muntahan baunya
telah mengalir dilantai, diatas kasur, membikin kotor seprei
dan selimut yang Indah "
"Benar benar celaka !" kata dia pula setelah melongo
sekian lama. Sekarang dia dapat kenyataan baju dan
celananya juga kena kotoran !, ia masgul, karena menyesal
telah bikin kotor kamar orang. Lalu dia keluar dari kamar,
pergi ambil teh buat berkumur. Adalah selagi dia berkumur,
dia dengar tindakan kaki ditangga lauw teng kapan dia
menoleh dia lihat Siam Nio sudah pulang ber sama ibunya. dia
merasa malu, tetapi dia segera pegat si nona.
"Jangan masuk kekamarmu, kasur dan sprei kau aku telah
kena bikin kotor!" dia kasi tahu. Si nona memandang anak
muda kita. lantas ia bisa menduga.
"Kau telah muntah muntah, Lie Looya," dia kata. "Tidak
apa, aku nanti suruh orang bikin bersih." dia masuk kedalam
kamarnya akan lihat pembaringannya, akhirnya dia tertawa.
"Lie Looya," katanya, "kau rupanya telah keluarkan isi
perutmu !"
Mukanya Bouw Pek menjadi merah. dia jengah buat dua
hal. yalah muntah2 itu dan tadi dia telah beber rahasia hati
nya pada si nona. Tapi Walau merasa malu dia paksakan diri
buat tertawa. Ketika itu Mo Ho telah masuk kekamar, karena
Siam Nio telah titahkan dia bikin bersih pembaringan, si nona
sendiri dipihak lain telah tuangkan teh untuk anak muda itu.
"Bagaimana sekarang"' tanya nona ini "Pakaian kau telah
kotor semua dan kami di sini tidak punya pakaian buat kau
tukar! Apa tidak baik kirim orang kehotel-mu akan ambil
pakaian kau?"
"Tidak usah," sahut Bouw Pek, "Pintu kamarku aku yang
kunci sendiri orang-orang hotel niscaya tidak bisa ambilkan
pakaianku."
Ia lantas minta baju luarnya, yang dia lalu pakai untuk
kerobongi diri. dia keluarkan lima lembar uang kertas dari satu
tail selembar nya, uang itu dia letakkan di atas meja.
"Aku telah bikin kotor seprei dan selimut kau, kau tidak bisa
pakai lagi itu, kau tukar saja dengan yang baru, dia bilang,
"Pakailah uang ini untuk membelinya."
Siam Nio jumput uang itu, dia periksa jumlahnya, lantas dia
ambil salembar, empat yang lain dia serahkan kembali pada
tamunya. "Aku tidak bisa terima semua uangmu," kata dia
dengan roman sungguh2. "Apa artinya barang kotor" Kenapa
itu mesti diganti" Apakah kau tidak pandang mata padaku?"
Lagi lagi mukanya Bouw Pek menjadi merah, dia ulur
tangannya akan ambil kembali uangnya. dia tidak tahu apa dia
mesti bilang. Siam Nio menoleh kelampu, tubuhnya
membelakangi si anak muda, sebentar saja dia berpaling lagi
dan tertawa: dia sambar tangan tamunya.
"Aku minta janganlah kau pikirkan urusan kecil ini !" dia
minta. dia menoleh kedalam kamarnya dia lihat ibunya dan Mo
Ho sedang repot membersihkan pembaringan, dia tersenyum.
dia lalu tambahkan: Aku yang minta kau tidur
dipembaringanku, aku tidak takut pembaringanku itu kau
muntahkan !' Sampai waktu itu masih saja Bouw Pek tidak tahu mesti
bilang apa. "Sekarang baiklah aku pulang.........." kata dia akhir nya.
Nyata Coei Siam nampak nya berat berpisah, ia telah
bersangsi. "Nah, baiklah !" ia kata sesaat kemudian. "Sampai besok !"
Dan dia tertawa.
"Sampai besok !' kata Bouw Pek, yang terus saja turun dari
lauwteng. Sinona manis berdiri menggelendot di lankan, mengawasi
kebawah pada pemuda itu, sampai tamu itu sudah menghilang
di pintu baru dia tinggalkan lankan.
Sekeluarnya dari Po Hoa Pan, Bouw Pek jalan terus, dia
tidak sewa kereta, dia pulang dengan jalan kaki, ketika sampai
dihotel Goan Hong, didalam kamarnya dia lantas buka
pakaian, dia minta air akan bersihkan diri, kemudian salin
pakaian baru. dia menyesal mengingat perbuatannya "gila" itu
selagi sinting.
"Selanjutnya aku mesti jaga diri akan tidak minum terlalu
banyak," la janji pada dirinya sendiri. Ia Ingat, bahwa
kelakuan nya sampai sebegitu jauh tidak ada artinya, bahwa
selanjutnya dia mesti robah sikap.
"Aku mesti pegang derajat dan bangun!" dia ambil
kepastian. Sampai disitu, Bouw Pek naik kepembaringannya dan tidur.
Esoknya, selewatnya tengah hari, sehabis dandan dia pergi ke
Poan cay Hoo-tong selatan akan tengok pamannya.
"kenapa sudah dua hari kau tidak datang datang?" Kie Thian
Sin tanya keponakannya.
"Aku terserang hawa panas dan aku rasai tubuhku tidak
sehat," dia menyawab, tetapi dengan muka berobah sedikit
didalam hati dia malu sekali, karena terpaksa mesti men-justa.
Paman itu mengawasi.
"Ya, aku lihat kau sedikit kurus," dia bilang. "Ada satu hal
yang aku hendak beritahukan pada kau." Anak muda itu
terkejut dalam hatinya. entah urusan apa yang sang paman
hendak beritahukan.
"Aku lihat bukan daya yang sempurna untuk kau tetap
tinggal dihotel, Kie Coesu bilang. "Dengan tinggal dihotel
kesatu kamar kecil kedua keadaan ramai, hingga kau tentu
tidak bisa tinggal dan belajar dengan tenteram Ketiga, ini yang
paling penting, dengan tinggal di hotel kau juga jadi
hamburkan uang terlalu banyak. Kalau kau berdiam di hotel
setengah atau satu bulan lamanya dan kerjanya masih belum
dapat, bisa2 uang bekalanwu nanti habis dipakai ongkos
sehari-hari. Begitulah, tentang ini aku telah pikirkan. Kemarin
aku telah bicara dengan Loo hong-tiang Kong Goan dari gereja


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hoat Beng Sie di Tongpian Sinsiang Hootong, buat pinjam
salah satu kamarnya. Aku kasi tahu. bahwa itu untuk salah
satu anakku, yang datang ke kota raja buat cari pekerjaan,
bahwa sanak itu mengerti surat. Nyata dia bersedia luluskan
permintaanku, nampaknya dia girang sekali. Dia telah unjuk
satu kamarnya sebelah barat Karena sudah ada kepastian,
tinggal kau pilih hari-hari apa saja buat kau pindah tinggal
disana, kau pun bisa bantu Kong Goan Soohoe salin kitab atau
surat2, dalam hal ini dia bisa mengasi sedikit uang kerugian
pada kau. Ruangan gereja besar dan keadaannya sunyi, dengan
tinggal disana. kecuali ringan ongkos, kau jadi dapat banyak
faedah, buat dahar setiap hari bisa beli makanan di warung
nasi yang berdekatan, dengan ini kau juga bisa hematkan lagi
sejumlah uang."
Mendengar begitu, hatinya anak muda kita menjadi lega.
dia manggut. "Baiklah," dia bilang. "Sebentar aku pulang dan berbenah,
besok aku bisa lantas pindah" Ia ambil putusan dengan lantas,
terutama, bikin paman itu tidak kecil hati.
"Aku nanti perintah opas pergi antar kau ke gereja, ' Kie
coe-soe kata pula "Disana kau boleh periksa dulu kamar dan
gereja itu andaikata kamarnya bocor atau demak hawanya,
kau tentu tidak bisa tinggal disana. Bouw Pek manggut, dia
nyatakan setuju.
Kie Coe Soe lantas panggil opasnya. Lay Sin, sambil kasikan
karcis namanya dia suruh hamba ini antarkan kemenakannya
pergi ke Hoat Beng Sie. Lay Sin terima perintah, supaya dia
lantas ajak Bouw Pek pergi ke gereja nya Kong-Goan Hwee
shio. Ternyata paderi itu sudah tua. usianya sudah enam
puluh lebih, orangnya kurus, romannya menundukkan dia
seorang paderi sejati. dia perintah muridnya, yang bernama
Tie Tong akan antarkan anak muda ini kekamar yang dia
unjuk. Hoat Beng Sie besar, tapi sudah tua dan kelihatannya
kurang rawatan rupanya gereja ini tidak punya sawah kebun
yang besar dan kekurangan dermawan2 yang mau jadi
penunjang. Hweeshionya pun sama sekali cuma ada belasan
Kesatria Berandalan 2 Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen Hati Budha Tangan Berbisa 9

Cari Blog Ini