Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Bagian 12
benar?" "Aku cuma patuh kepada pesan Suhu untuk menjaganya, pula hatinya
sebenarnya bajik, segala sesuatu kebusukannya hanya fitnah orang kangouw
padanya," kata Lamkiong peng dengan nada gusar.
"Wah, tampaknya berita hubunganmu dengan dia memang tidak salah,"
dengus Giok-he. "Selaku kakak gurumu sekarang kuperintahkan agar engkau
membiarkan Yim-taihiap membawa pergi Bwe Kim soat."
"Memangnya engkau dapat memerintahku lagi?" jawab Lamkiong Peng dengan
tertawa. "Kenapa tidak?" seru Giok-he dengan gusar.
'Engkau menhianati guru dan mengacau dunia persilatan, nama baik Suhu
telah kau cemarkan, hubungan kita sudah putus, berdasarkan apa berani
kauberi perintah padaku?" jawab Lamkiong Peng.
"Kurangajar, kauberani melawan kakak guru sendiri"!" bentak Giok-he.
"Biarlah hari ini kuwakili guru melaksana haknya menumpas murid murtad."
Habis bicara segera ia melancarkan pukulan.
Gusar dan benci Lamkiong Peng, meski tetap mengawasi Yim Hong-peng,
sebelah tangan lantas digunakan menangkis.
Kwe Giok-he tidak menyangka Iwekang sang Sute sekarang sedemikian lihai,
begitu kedua tangan beradu, kontan ia tergetar sempoyongan.
Kejut dan gusar Giok-he, selagi hendak menerjang maju lagi, sekonyongkonyong
sesosok bayangan orang melayang masuk, kiranya Ciok Tim adanya.
"Jangan takut, Go-te, kudatang membantumu!" seru Ciok Tim, berbareng ia
terjang Kwe Giok he.
Keruan Giok-he terkejut bentaknya, "Hei, Ciok Tim, apa engkau sudah gila"!"
"Aku tidak gila," jawab Ciok Tim. "Sudah sekian lama aku mimpi, sekarang aku
sadar. Kausendiri telah membuat malu Sin-liong-bun, Toako tidak berada di
sini, sebagai wakilnya kugantikan Suhu memberi hajaran padamu."
Sembari bicara ia terus melancarkan pu-kalan, Terpaksa Giok-he menangkis
dan balas menyerang.
Dalam sekejap saja kedua orang sudah bergebrak belasan jurus, Ciok Tim
menyerang serupa harimau gila, semua jurus serangan mematikan tanpa
kenal ampun. Giok-he terdesak hingga mundur ke pojok.
Pada saat gawat itulah mendadak seorang kakek berbaju hitam di sebelah
kanan membentak serentak menubruk ke arah Ciok Tim,
Menyusul kedua kakek seragam hitam yang lain juga menerjang Lamkiong
Peng, Lamkiong Peng tahu menghadapi lawan tangguh, cepat ia melompat ke
samping, berbareng tangan kanan menghantam Yim Hong-Peng.
Yim Hong-peng tertawa terkekeh, segera angkat Bwe Kim-soat dan
ditangkiskan pada serangan Lamkiong Peng itu.
Tentu saja Lamkiong Peng terkejut dan gusar, cepat ia menarik kembali
serangannya dan menggeser ke samping, secepat kilat ia hantam lagi kedua
kakek. Kesempatan itu segera digunakan Yim Hong-peng untuk melompat ke pintu,
baru saja ia hendak kabur, dengan kalap Lamkiong Peng memburu maju dan
meraih pinggangnya.
Yim Hong-peng mendengus, sedikit berputar, kembali ia sodorkan tubuh Bwe
Kim-soat sebagai tameng.
Karena berulang dijadikan alat penangkis, luka Kim-soat tambah parah,
seketika ia tak sadarkan diri.
Dengan sendirinya Lamkiong Peng rada repot menghadapi lawan yang licik itu.
Pada saat itu kedua kedua kakek baju hitam pun sudah menubruk tiba dari
kanan dan kiri.
Terpaksa Lamkiong Peng putar balik untuk melayani mereka dan kesempatan
itu segera digunakan Yim Hong peng untuk kabur keluar.
"Lari ke mana"!" bentak Lamkiong Peng dengan murka, kedua tangan
menghantam sekaligus, kedua kakek dipaksa melompat mundur. Namun
kakek itu memang bukan jago rendahan, begitu menyurut mundur segera
menubruk maju lagi sehingga Lamkiong Peng sukar melepaskan diri.
Mendadak terdengar Kwe Giok-he juga membentak, ia pun meninggalkan Ciok
Tim dan lari keluar.
"Jangah kuatir, Lamkiong Peng, akan kurampas kembali nona Bwe." seru Sun
Tiongsiok, berbareng ia pimpin Ko Sat dan si kakek tinggi besar mengejar ke
sana. Saking gemasnya Lamkiong Peng melancarkan serangan maut To-mo-cappeksik dilontarkan, keruan kedua Kakek itu kaget. Kakek sebelah kiri belum
sempat melancarkan pukulan sepenuhnya sudah tersodok lebih dulu iganya
oleh lamkong Peng, ia hanya bersuara tertahan dan roboh binasa.
Kakek yang lain bermaksud menarik diri, namun Lamkiong Peng lantas
membentak pula dan mendssak maju, sekali tutuk ia pun bikin lawan
terguling. Mendadak terdengar bentakan Ciok Tim, waktu Lamkiong Peng berpaling,
dilihatnya kakek baju hitam di sebelah sana tergetar mundur sempoyongan,
baju Ciok Tim juga robek dan muka pucat, jelas Suhengnya juga terluka.
Tanpa pikir Lamkiong Peng memburu maju dan menghantam. Setelah
mengalami berbagai kejadian ini, watak Lamkiong Peng yang biasanya halus
itu berubah menjadi ganas pula. Kakek itu tidak sempat menghindar, kontan
terjungkal dan binasa.
Waktu Lamkiong Peng memandang ke depan, cahaya matahari senja kelihatan
indah menyilaukan mata, mana ada lagi bayangan Yim Hong peng dan Kwe
Giok-he" Lamkiong Peng memandang mayat Liong po-si dan Suma Tiong-thian sekejap,
lalu mendekati tempat tidur Lamkiong Eng-lok, waktu diperiksa, orang tua ini
ternyata sudah kaku, rupanya sejak tadi sang paman juga sudah
mengembuskan napas terakhir.
Pantas orang tua ini tidak memberi rcaksi apa-apa meski di sektiarnya terjadi
kegemparan. Meski tidak banyak kenal pribadi sang paman, namun apapun masih hubungan
keluarga sedarah. Memandangi jenazah orang tua yang hidupnya merana di
pulau terpencil dan akhirnya meninggal di tanah air. Gurunya juga meninggal,
sahabat karib ayah dan gurunya, yaitu Suma Tieng-thian juga tewas Hanya
da-lam satu hari tiga orang tua yang paling erat hubungannya telah meninggal
seluruhnya, betapapun tidak tahan oleh pukulan batin ini. Kalau saja hatinya
tidak dibakar oleh rasa gusar dan dendam tentu sejak tadi ia runtuh.
Melihat anak muda itu diam saja, Ciok Tim coba mendekatinya, ia tidak kenal
Lamkiong Eng-lok, terlebih tidak tahu bahwa orang tua inilah Cu-sin-tocu yang
termasyhur dan disegani itu.
Melihat Ciok Tim, tiba-tiba timbul pikiran Lamkiong Peng mengenai Tik Yang
dan istrinya serta Yap Man-jing yang dibawa lari ke Lam-san oloh Yim Hongpeng
itu. Apalagi Bwe Kim soat tadi juga digondol oleh orang she Yim itu,
sangat mungkin juga akan dibawa ke Lam san, bilamana sekarang juga menyusul
ke sana, rasanya masih belum terlambat. Karena itu segera ia berkata
kepada Ciok Tim dengan menahan rasa dukanya, "Sam-suheng, masih ada
sesuatu urusan penting yang harus kuselesaikan, bilamana esok malam Siaute
tidak kembali ke sini, mohon Samsuheng membawa pulang dulu jenazah
Suhu ke Ci-hau-ian-ceng."
Ciok Tim mengiakan dengan sedih sambil memandang jenazah sang guru.
Habis bicara Lamkiong Peng lantas mohon diri lebih dulu.
__o0O0o" Apa yang dimaksudkan Lam-san itu adalah sebuah perkampungan yang
dibangun di lereng bukit yang dikelilingi dengan pepohouan yang rindang,
kalau diperhatikan dengan cermat, setiap pohon yang ditanam itu seakan akan
diatur menurut perhitungan barisan tertentu.
Saat itu bulan sudah menghiasi langit, di bawah cahaya remang bulan
kelihatan belasan sosok bayangan orang berlompatan di antara pepohonan
yang teratur itu.
Dari gerak tubuh mereka yang cepat dan enteng itu, jelas semuanya
menguasai ginkang yang amat tinggi, lamat-lamat kelihatan semuanya
berdandan sebagai kaum pengemis. Dua orang yang di depan membawa
tongkat bambu hijau. Kiranya mereka adalah Kiong-sin Ih Hong dan Ok-kui
Song Cing, si arwah rudin dan si setan jahat.
Tidak perlu dijelaskan lagi, kawanan pengemis ini adalah Yu-leng-kun-kai atau
kawanan jembel arwah halus.
Suasana perkampungan yang megah itu kelihatan sunyi senyap. namun dapat
dirasakan ketegangan yang segera akan terjadi sesuatu.
Ih Hong mengamat amati keadaan sejenak, habis itu ia memberi tanda dan
segera mendahului melintasi pagar bambu yang mengelilingi perkampungan
itu. Sejenak kemudian mereka sudah berada di halaman yang luas, namun
bangunan yang terlihat di depan semuanya dalam keadaan gelap gulita.
Ih Hong dan Song Cing merasa sangsi, suasana terasa seram.
"Sekali sudah datang, masa kita mundur lagi?" kata Song Cing dengan
tertawa. "Memangnya Yu-leng-kun-kai kita pernah gentar kepada siapa" Ayo
kawan, biarpun neraka juga akan kita terjang."
Belum lenyap suaranya, sekonyong-konyong cahaya lampu menyala serentak
dengan terang benderang, keruan kawanan pengemis seketika merasa silau.
Tertampak bayangan orang berkelebat di ruangan tengah, pintu lantas
terbuka, seorang setengah umur bertubuh jangkung dan bermuka putih
dengan jubah hitam melangkah keluar. Sungguh kontras sekali muka orang
yang putih dan berjubah hitam.
Setelah keluar. dengan angkuh orang ini lantas menegur, Tengah malam buta
kalian berkunjung kemari, entah apa keperluan kalian?"
Dia bicara dengan lembut serupa orang perempuan, kawanan pengemis itu
lama melenggong, segera Ih Hong berseru, "Apakah Anda tuan rumah di sini?"
"Ah, cayhe cuma Congkoan dan perkampungan ini, Bi Pek-hiang adanya,"
jawab orang itu.
"Kami ingin bicara dengan majikanmu," seru Ih Hong.
"Tengah malam buta tuan rumah tidak menerima tamu, ada urusan apa coba
bicara saja denganku," kata Bi Pek-hiang.
"Hm, orang terang tidak perlu berbuat gelap," jengek Song Cing. "Kukira
kaupun tidak perlu berlagak pilon, kedatangan kami tiada lain adalah ingin
minta orang. Adik Ih-pangcu dan Tik Yang suami-isteri telah diculik kalian dan
dibawa ke sini, kedatangan kami sekarang justru ingin minta kembali kedua
orang ini."
Selagi Bi Pek-hiang hendak menjawab, mendadak dari ruangan dalam
bergema suara seorang, "Bi-congkoan, ada tamu datang dari jauh, kenapa
tidak kausilakan masuk ke dalam, kan kurang hormat meladeni tamu di luar?"
Kawanan jembel sama melengak, sebaliknya tikap Bi Pek-hiang lantas
berubah, cepat ia berkata sambil membungkuk tubuh, "Majikan menyilakan
para tamu masuk ke dalam!"
Ih Hong saling pandang sekejap dengan Song Cing, mereka merasa orang
yang bersuara di dalam itu seperti sudah dikenalnya.
Namun mereka tidak gentar, segera mereka ikut Bi Pek-hiang masuk ke
ruangan tamu. Cahaya lampu di dalam ruangan terang benderang, pada kursi besar yang
terletak di tengah ruangaa berduduk seorang yang bertubuh sedang dengan
muka pakai kedok sutera hitam.
Serentak orang berkedok itu berbangkit demi nampak rombongan Ih Hong
masuk, katanya, "Silakan duduk untuk bicara. Sungguh beruntung atas
kunjungan kalian dari kejauhan, cuma sudah jauh malam sehingga tidak dapat
memberi pelayanan yang layak."
"Ah, kukira tidak perlu bicara bertele-tele," ucap Ih Hong. "Biarlah kukatakan
langsung saja, kedatangan kami ini adalah minta orang padamu."
"Haha, Ih-heng sungguh orang yang tak sabar," kata orang berkedok itu
dengan tertawa. "Padahal setelah sekian lama berpisah dan sekarang dapat
berkumpul pula, seharusnya kita bercengkerama mengenang masa lalu."
Kawanan jembel Yu-leng-kun-kai sama melengak, dari nada ucapan orang
berkedok ini, agaknya mereka adalah kenalan lama, tapi karena tertutup oleh
kain kedok sehingga tidak kelihatan wajah aslinya.
Hati Song Cing tergerak, ia pun tertawa dan berseru, "Aha, jika kita memang
kenalan lama, kenapa Anda tidak menanggalkan kedok supaya kami dapat
melihat jelas kawan lama yang mana?"
"Apa susahnya membuka kendok, soalnya belum tiba waktunya," kata orang
berkedok dengan tertawa.
Mendadak Ih Hong menjengek, "Hm, hanya orang yang berdosa saja selalu
menutupi wajah aslinya, mangkin Anda pun berlumuran dosa, makn harus
manutupi muka sendiri untuk mengelabui mata orang."
Orang berkedok memandangnya sekejap, mendadak ia berpaling dan
membentak ke dalam, "Tamu agung sudah tiba, kenapa santapan belum
disiapkan?"
Ih Hong dan Song Cing sama melengak, mereka tidak tahu apa maksud tuan
rumah, dengan tergelak Song Cing lantas berkata, "Ka-lau tidak menerima
berarti kurang hormat, lebih dulu kami mengucapkan terima kasih atas
pelayanan Anda."
Orang berkedok itu tertawa dan mendahului masuk ke ruangan tamu, segera
Ih Hong dan iringannya ikut masuk ke dalam.
Ruangan tamu sudah berderet meja dengan hidangan dan arak.
Orang berkedok terus duduk di tempat tuan rumah dan menyilakan duduk
para tamunya. Kawanan pengemis itu pun tidak sungkan, cuma mereka menjadi ragu-ragu
jangan jangan di dalam makanan dan arak itu diberi obat racun.
Terdengar oraug berkedok mengangkat ca-wan araknya dan berseru,
"Sungguh beruntung malam ini dapat minum bersama dengan para ksatria
Kai-pang, sebagai penghormatanku, marilah kita habiskan satu cawan!"
"Nanti dulu," kata Ih Hong tiba-tiba. "Kedatangan kami ini bukan cari makan
dan minum, akan tetapi ingin kutanya di mana adik perempuanku yang
ditawan anak buah Swe-siansing, bilamana nasib adikku dan Tik Yang sudah
jelas belum lagi terlambat untuk mengiringi makan minum denganmu."
"Maksud Ih-heng hendak mengajak pulang nona Ih?" tanya orang berkedok.
"Memang begitulah," jawab Ih Hong.
Sembari menuang arak lagi orang berkedok berkata, "Dan bila nona Ih tidak
mau?" "Omong kosong!" bentak Ih Hong aseran. "Sebelum berhadapan, dari mana
kautahu adikku tidak mau pulang."
Orang berkedok memandangnya sekejap, mendadak ia terbahak-bahak,
"Haha, kukira ksatria Kai-pang adalah tokoh gagah perwira, namun hidangan
yang sengaja kusiapkan ternyata belum lagi disentuh. sebaliknya urusan kecil
yang dipersoalkan."
Tiba-tiba Song Cing terkekeh, katanya, "Hehe, memangnya kaukira kami tidak
berani makan minum suguhanmu?"
Segera ia angkat cawan dan menenggak habis isinya. Melihat pemimpinnya
sudah minum, jago pengemis yang lain segera ikut minum.
Hanya Ih Hong saja berseru pula, "Bagiku yang penting harus segera
kaubebaskan adikku, sebelum itu aku tidak ada selera untuk makan minum."
"Apa susahnya jika ingin melihat adikmu?" ujar orang berkedok. Mendadak ia
tepuk tangan dan berseru, "Silakan nona Ih menemui tamu!"
Bi Pek-hiang mengiakan dengan hormat dan menuju ke ruangan belakang.
Sejenak kemudian terdengarlah suara gemerincing perhiasan orang
perempuan, Ih Loh tampak me-langkah keluar dengan lemah gemulai.
Wajahnya kelihatan cantik bercahaya, sedikit pun tidak ada tanda tersiksa
sebagai tawanan.
Lega hati Ih Hong, segera.ia menyapa, "Adik Loh!"
Ih Loh mengerlingnya sekejap, namun tidak memperlihatkan rasa girang
sebagaimana layaknya kalau kakak bertemu dengan adik setelah lama
berpisah, ia malah mendekat ke samping si orang berkedok dan tersenyum
manis padanya. Kawanan pengemis lama melengok, Ih Hong juga terkejut, katanya dengan
suara ge-metar, "Adik Loh, masa tidak . . . tidak kau-kenal lagi kakak sendiri?"
"Mana mungkin aku tidak kenal kakak lagi," ucap Ih Loh dengan tertawa.
Rada lega hati Ih Hong, "Sekarang kakak datang untuk membawamu pulang."
"Aku cukup senang tinggal di sini, tidak perlu lagi kakak susah payah
membawaku pulang jauh ke utara sana." ujar Ih Loh,
"Hah. apa engkau sudah gila" Masa engkau tidak ingat lagi kepada rumah dan
keluarga kita sendiri"' seru Ih Hong dengan k-rang senang. ,
"Siapa bilang aku gila?" jawab Ih Loh. " Ai, sudahlah, aku masih ada
pekerjaan, tak-dapat kutemui kakak lagi."
Mendadak Ih Hong membentak, "Adik Loh"!"
Namun Ih Loh terus melangkah pergi tanpa berpaling.
Ih Hong hendak menyusulnya, namun keburu ditahan oleh Song Cing,
Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
katanya, "Sabar dulu, adik Hong, tampaknya urusan ini tidak beres, tentu ada
sesuatu yang tidak benar."
Ih Hong kelihatan lesu, ia tuding orang berkedok dan mendamperat, "Dengan .
. . dengan obat apa kaucekoki dia sehingga dia kehilangan kesadaran aslinya?"
"Pikirannya cukup jernih, masa terpengaruh obat apa segala?" jawab orang
berkedok itu dengan tertawa.
Mendadak Song Cing berseru, "Sungguh orang she Song sangat kagum
caramu mengerjai orang sehingga dapat membuat mereka ka-kak beradik
serupa orang asing yang tidak saling kenal lagi. Cuma, orang terang tidak
perlu berbuat gelap, bilamana Anda seorang kesatria, kenapa tidak membuka
kedokmu supaya kami dapat melihat wajah aslimu yang terhormat." "Jika
kalian berkeras ingin tahu, apa salahnya jika kuperlihatkan," ucap orang
berkedok itu sambil menarik kain kedoknya.
Ketika kawanan pengemis itu melihat jelas wajah orang, mereka sama
terkejut. "Hah, jadi engkau ini Tik . . . Tik Yang!" seru Song Cing kaget.
"Betul, memang akulah Tik Yang," jawab orang berkedok itu dengan tertawa.
"Bangsat, kiranya kau manusia berhati binatang ini, kembalikan adik
perempuanku!" teriak Ih Hong dengan kalap, serentak ia menubruk maju dan
menyerang. "Pantas kaupakai kedok segala, kiranya kau bangsat ini," teriak Song Cing
sambil menerjang maju pula.
Akan tetapi Tik Yang tidak menghindar, mendadak kedua tangan menahan
permukaan meja, segera terdengar suara gemuruh, orangnya berikut kursi
sama anjlok ke bawah sehingga serangan Ih Hong berdua mengenai tempat
kosong. Selagi Ih Hong hendak menubruk maju lagi, tahu-tahu bagian yang ambles ke
bawah tadi menjeblak ke atas lagi sehingga permukaan lantai rata kembali.
Segera Ih Hong mengangkat sebelah kaki dan mengentak sekuatnya, namun
lantai tidak bergeming sedikit pun.
Malahan lantas terdengar suara keriat-keriut, waktu mendongak, tertampak
dari atas menurun jaring baja serupa kurungan, tahu -tahu tnereka sudah
terkurung. "Celaka, kita terjebak," seru Song Cing.
Ia coba mendobrak kurungan baja itu, namun percuma, biarpun senjata tajam
pun sukar membobolnya, apalagi bertangan kosong.
Bulan sudah condong ke barat, sesosok bayangan tampak menyelinap ke
dalam perkampungan di lereng Lam-san itu, hanya se-kejap saja ia sudah
melintasi beberapa deret rumah dan hinggap di wuwungan gedung induk. Di
bawah cahaya bulan kelihatan perawakannya yang keras dan wajahnya yang
cakap. Siapa lagi dia kalau bukan Lamkiong Peng.
Selagi anak muda itu mengawasi sekeliling-nya untuk bertindak lebih lanjut,
tiba-tiba terdengar suara desir angin, tahu-tahu di belakangnya sudsh berdiri
seorang lelaki setengah umur berwajah putih, tapi berjubah hitam mulus.
Dengan tersenyum orang ini menegur, "Tengah malam buta Anda berkunjung
kemari, barangkali ada keperluan yang mendesak?"
'Caihe Lamkiong Peng adanya, Anda sendiri siapa?" tanya Lamkiong Peng.
Orang bermuka putih itu tampak melengak, "Aha, kiranya Lamkiong-kongcu,
caihe Bi Pek-hiang, congkoan perkampungan ini,sudah lama caihe menunggu
kedatanganmu di sini atas perintah majikan."
"Siapa majikanmu?" tanya Lamkiong Peng. "Setelah bertemu tentu Lamkiongkongcu
tahu sendiri." jawab Bi Pek-hiang. "Marilah ikut!"
Lamkiong Peng sudah bertekad akan menyelidiki keadaan perkampungan ini,
maka tanpa pikir ia ikut melayang turun ke sebuah ruangan besar yang
megah. "Harap Lamkiong-kongcu menunggu seben-tar, segera caihe memberi lapor ke
dalam " kata Bi Pek-hiang setelah menyilakan Lem-kiong Peng duduk, lalu
masuk ke belakang melalui pintu samping.
Tidak lama kemudian muncul Tik Yang yang berkedok sutera hitam itu.
"Aha, Lamkiong-heng, selamat bertemu kembali," seru Tik Yang dengan
tertawa. Lamkiong Peng merasa sudah kenal suara orang, tapi tidak tahu siapa,
jawabnya dengan bingung, '"Siapakah Anda?"
"Hah, baru berpisah beberapa hari masa Lamkinng-heng sudah tidak kenal
diriku lagi?" sembari bicara Tik yang terus menanggalkan kedoknya.
Sungguh mimpi pun Lamkiong Peng tidak menyangka orang berkedok ini
adalah Tik Yang, tentu saja ia kaget dan juga girang, ia memburu maju dan
menjabat tangan Tik Yang sambil berseru, "Ah, Tik-heng, kiranya engkau
adanya!" Tik Yang menepuk bahu Lamkiong Peng, "Tak kauduga bukan?"
"Ya, sungguh mimpi pun tak terpikir oleh-ku," kata Lamkiong Peng. "Tapi ... ai,
ada yang tidak benar."
"Ada apa?" tanya Tik Yang.
Dengan kening bekerenyit Lamkiong Peng berkata, "Bukankah Tik-heng
bersama nona Ih ditawan Yim Hong-peng" Mengapa mendadak bisa menjadi
majikan perkampungan Lam-san ini?"
Tik Yang tersenyum tanpa bicara.
"Dan di manakah nona Ih dan nona Yap"' tanya Lamkiong Peng.
"Sesungguhnya apa yang terjadi?"
"Kedua nona itu sedang tidar nyenyak." jawab Tik Yang dengan tertawa.
"Perkampungan lam-san ini sudah menjadi milikku, kedatangan Lamkiong
heng ini sungguh kebetulan, marilah kita bekerja sama untuk membangun
pekerjaan besar."
"Pekerjaan besar apa?" tanya Lamkiong Peng.
"Yaitu melaksanakan rencana sesuai apa yang digariskan oleh Swe-siansing,
cara bagaimana merajai dunia bersilatan ini," tutur Tik Yang.
"Apakah engkau sudah gila, Tik-heng" Betul sudah kau masuk ke dalam
organisasi Swe Thian-bang?" tanya Lamkieng Perg dengan cmosi.
"Kautahu aku tidak pernah berdusta," seru Tik Yang.
"Dan bagaimana dengan nona Ih dan nona Yap"' tanya Lamkiong Peng.
"Mereka berdua juga sudah mengikuti jejakku."
"Omong kosong!' bentak Lamkiong Peng. Tapi segera terpikir olehnya jika
orang semacam Tik Yang saja juga rela bekerja bagi Swe Thian-bang. maka
anak perempuan semacam Ih Loh dan Yap Man-jing tentu juga sangat mudah
mengikuti jejaknya.
Selagi merasa bimbang, tiba-tiba terdengar orang bergelak tertawa, di
ruangan tamu sudah tambah seseorang.
Waktu Lamkiong Peng mengawasi, terlihat orang ini berperawakan pendek
kecil, muka penuh berewok, tapi kepalanya sebesar gantang sehingga sangat
tidak seimbang dengan tubuhnya yang pendek kecil.
Dia memakai baju warna kelabu gelap, sinar matanya meneorong, usianya
antara 40-an. Begitu melihat orang ini, air muka Tik Yang dan Bi Pek-hiang sama berubah
dan segera mereka memberi hormat sambil menyapa "Tong-toako!'
Sikap orang yang dipangil Tong-toako itu sangat angkuh, ia hanya
mengangguk saja, lalu mendekati Lamkiong Peng.
Melihat sikap angkuh orang dan Tik Yang berdua sedemikian hormat padanya,
Lamkiong Peng menduga orang tentu tokoh yang berkedudukan tinggi dan
berkepandaian lihai.
Didengarnya orang telah menegurnya, "Apa-kah kau ini Lamkiong Peng?"
"Betul, dan siapa nama Anda yang terhormat" jawab Lamkiong Peng dengan
hambar. "Namaku Tong Goan, sahabat kangouw memberi julukan Soan-hong-tui-hunkiam
(si angin lesus dan padang pengejar sukma) padaku," jawab orang she
Tong itu. Diam diam Lamkiong Peng heran apa yang terjadi sehingga Swe Thian-bang
mengerahkan tokoh-tokoh andalannya seperti Ko Tiong-hai, Yim Hong Peng
dan Tong Goan ini ke daerah Kanglam.
Terdengar Tong Goan berucap pula, "Atas perintah Swe-siansing, Lamkiongkongcu
diharap ikut berkunjung ke markas pusat kami."
"Maaf. Lamkiong Peng merasa terlampau hormat menerima undangan
tersebut," jawab anak muda itu dengan tidak kalah angkuhnya.
Tong Goan tampak kurang senang, katanya, "Dengan maksud baik Swesiansing
mengundangmu, memangnya engkau berani menolaknya?"
Sambil membentak Tong Goan melangkah maju, sebelah tangannya terus
mencengkeram. Dengan gesit Lamkiong Peng mengegos ke samping dan balas menghantam.
Ketika Tong Goan menangkis, "blang", terjadi adu tenaga pukulan dan
keduanya sama tergetar mundur.
"Boleh juga anak muda," seru Tong Goan.
"Coba sekali lagi!"
Kedua tangan sekaligus didorong ke depan.
Lamkiong Peng tahu tenaga dalam orang sangat lihai, ia tidak berani gegabah,
ia pun mengerahkan tenaga dan menangkis.
"Blang", kembali terjadi adu tenaga dengan dahsyat dan keduanya sama
tergetar mundur lagi.
Pertarungsn ini membuktikan tenaga dalam kedua orang ternyata sama kuat.
Keruan Tong Goan terkesiap, sama sekali tak terduga olehnya seorang anak
muda memiliki kekuatan sehebat ini.
"Hm, ternyata Soan-hong-tui-hun-kiam yang termashur tidak lebih cuma
begini saja," jengek Lamkiong Peng,
"Baik, sekarang boleh kita coba senjata," kata Tong Goan.
"Silakan," jawab Lamkiang Peng sambil melolos pedang.
Dengan prihatin Tong Goan mengeluarkan sebatang pedang lemas yang
panjang dan sempit, batang pedang berwarna putih, sedang ujung pedang
berwarna hitam gelap.
Lamkiong Peng tidak berani ayal. ia siap menghadapi musuh dengan penuh
perhatian. Mendadak Tong Goan membentak, pedang disendal sehingga lurus dan
langsung ia menusuk lawan.
Lamkiong Peng mengegos ke samping, berbareng pedang pusaka Yap-siang
jiu-loh balas menusuk tiga hiat-to penting di bagian dada Tong Goan.
Terdengar Tong Goan mendengus sambil mendak ke bawah, pedang berputar
dan kembali ia menusuk Koh-cing hiat di bahu kiri Lamkiong Peng.
Dan begitulah serang menyerang terus berlangsung dengan sama lihainya.
Keduanya sama tahu menghadapi lawan tangguh sehingga tidak berani lengah
sedikit pun. Mendadak Tong Goan membentak tertahan, seecpat kilat pedang lemas
menusuk lagi. Tapi pada saat yang sama Lamkiong Peng juga membentak,
sama cepatnya ia pun menusuk. Terdengar suara "ering" sekali, kedua pedang
seakan-akan lengket menjadi satu.
Tong Goan kelihatan bergirang, sedikit diangkat, ujung pedang yang hitam
gilap tepat mengarah muka Lamkiong Peng.
Keruan anak muda itu terkejut, ia bermaksud menarik kembali pedangnya,
tetapi lantaran tenaga kedua orang sembabat sehingga seketika Yap-siang-jiuloh
sukar ditarik, Sambil menyeringai senang Tong Goan membentak, "Lepas pedang!"
"Belum tentu bisa!" jawab Lamkiong Peng dengan angkuh.
Tapi baru saja ia berucap, ujung pedang lawan yang hitam gilap itu mendadak
meletus dan menyambar ke muka Lamkiong Peng, berbareng ada cairan warna
biru dan berbau amis muncrat ke mukanya.
HAN BU KONG Jilid 21 (tamat)
Begitu cepat serangan itu sehingga dalam sekejap saja ujung pedang dan
cairan berbisa itu sudah berhambur sampai di depan mata Lamkiong Peng.
Di sinilah Lamkiong Peng memperlihatkan kemahirannya, secepat kilat ia
mendoyong ke belakang, bahkan kedua kaki beruntun menendang
pergelangan tangan lawan.
Cairan berbisa munerat lewat ke sana, terpaksa juga Tong Goan menarik
kembali pedangnya. Sambil menggeliat ke samping dapatlah Lamkiong Peng
menegak kembali.
Tong Goan hanya tercengang sejenak, serentak ia membentak dan menubruk
maju lagi, pedangnya yang berbentuk aneh segera membacok lagi.
Mendadak terdengar Bi Pek-hiang dan Tik Yang juga membentak sambil
menerjang maju, serentak mereka pun menyerang.
Dikerubut tiga lawan tangguh, seketika Lamkiong Peng merasa kerepotan,
hanya beberapa jurus saja keringat sudah memenuhi dahinya.
Lamkiong Peng menjadi nekat, sambil menggertak, tangan kiri menghantam Bi
Pek-hiang, pedang di tangan kanan terus menyabat sehingga ketiga lawan
terdesak mundur.
Selagi ketiga orang jtu melenggong, Lammkiong Peng lantas mengangkat
tinggi pedangnya dengan kedua tangan, dengan sikap tegak beringas ia
berteriak. "Keparat, biarlah hari ini kubereskan kalian"
Walaupun tidak gentar melihat sikap kalap anak muda itu, tapi Tong Goan
terus menerjang maju lagi, begitu pula Tik Yang dan Bi Pek hiang serentak
juga menyerang.
Dengan kedua tangan memegang pedang. sekali bergerak tiga jurus, ia tahan
serbuan ketiga lawan, menyusul lagi sekaligus menyerang tiga kali, ia
keluarkan ilmu pedang Sin-Liong cap-pek-sik yang lihai, mau-tak-mau ketiga
lawan terdesak mundur lagi dua tindak.
Pada saat itulah mendadak terdengar lagi suara bentakan nyaring orang
perempuan, tertampak Yap Man-jing dan Ih Loh menerjang tiba, sesudah
berhadapan, tanpa bicara lagi mereka terus mengerubuti Lamkiong Peng.
"He, nona Yap dan nona Ih, masa kalian tidak kenal lagi padaku" seru
Lamkiong Peng. "Peduli siapa kau, sekarang kami adalah majikan di Lam san-piat-yap
(perkampungan gunung selatan) sini. siapa pun dilarang main gila di sini,"
seru Ih Loh. Sembari bicara ia terus menghantam pula, Lamkiong Peng menangkis
serangannya sambil berkata, "Kenapa kalian tidak terima penjelasanku?"
"Tidak perlu penjelasan, serahkan nyawamu!" teriak Yap Man-jing sambil
menyerang terlebih gencar.
Tik Yang juga tidak tinggal diam, ia pun menubruk maju dan ikut bertempur.
Di bawah kerubutan orang banyak, apalagi oleh kedua nona yang dikenalnya
dengan baik, setika ia tidak dapat balas menyerang secara ganas, ingin
melepaskan diri pun sulit. Terpaksa ia keluarkan kepandaiannya untuk
bertahan melulu.
Pada saat itu Tong Goan bertiga sudah mengundurkan diri ke dalam, terdengar
suara tertawanya yang menusuk telinga.
Sejenak kemudian, Lamkiong Peng kembali terdesak ke tengah ruangan,
setelah bertempur sekian lamanya. betapa kuat tenaganya juga mulai lemas,
ia mdah mandi keringat dan lelah, gerak-geriknya mulai lamban, jelas tidak
tahan lagi ....
Didalam kamar tahanan berlapis baja sana kawanan pengemis Yu-leng-kun-kai
sedang berdaya untuk meloloskan diri, namun tetap tidak menemukan sesuatu
jalan, semuanya cemas dan gelisah.
Sekonyong konyong atap kamar tahanan itu berbunyi keriat-keriut. kawanan
pengemis saling pandang dengan bingung dan mendongak.
Tertampak sepotong papan besi pada langit-langit kamar sedang tersingkap
pelahan, dari situ terjulur seutas tali.
Song Ciong terkejut dan bergirang, cepat ia berseru, "Ayo cepat!"
Segera ia mendahului melompat ke atas, tali itu dipegangnya terus merambat
ke atas sehingga menerobos keluar.
Setiba di atas, segera dilihatnya di samping ruang berdiri seorang setengah
umur berwajah putih dan berperawakan sedang, mukanya kaku dingin.
Song Giong tidak kenal orang ini, tapi dapat diketahuinya tentu orang inilah
yang menolongnya keluar, segera ia memberi hormat dan menyapa, "Banyak
terima kasih atas pertolongan Anda, budi kebaikan ini takkan kami lupakan."
Sementara itu kawanan pengemit berturut-turut sudah melompat keluar dan
berdiri di gamping Song Ciong.
Ih Hong melangkah maju dan memberi hormat kepada orang itu, lerunya,
"Sungguh Kaipang utang budi atas pertolongan Anda, entah bolehkah
mengetahui nama Anda yang mulia . . . . "
Dengan kaku orang itu menjawab, "Aku cuma diminta oleh Thian-ah Totiang
untuk menolong kalian, bilamana kalian mau berterima kasih boleh katakan
saja kepada dia,"
"Thian-ah Totiang," Ih Hong bergumam dengan heran. "Rasanya kami tidak
kenal padanya?"
"Aku tidak urus" kalian kenal dia atau tidak, tujuanku menolong kalian keluar
Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga ada suatu permintaan," kata orang itu.
"Silakan bicara saja, asalkan kami sanggup tentu akan kami laksanakan,"
jawab Song Ciong.
"Kalian kenal Lamkiong Peng?"
Song Ciong menggeleng, tapi Ih Hong lantas berkata, "Rasanya pemah
kukenal dia."
"Saat ini dia juga terancam bahaya, hubungannya denganku sangat erat, tapi
lantaran kedudukanku pribadi tidak leluasa untuk tampil menolongnya
sehingga terpaksa kuminta bantuan tenaga kalian," tutur orang itu. "Mungkin
kalian tidak tahu siapa diriku."
"Kami tidak tahu," kata Song Ciong.
"Aku adalah majikan yang sesungguhnya dari Lam-san piat-yap ini," kata
orang itu. Kejut dan heran kawanan psngemis itu, seketika mereka tidak bersuara.
Dengan serius lelaki setengah umnr itu berkata pula, "Aku masih ada urusan
penting lain dan tidak dapat tinggal lama di sini, kuharap kalian tidak lupa
pada janji kalian."
"Lamkiong Peng berada di mana sekarang?" tanya Ih Hong
Orang itu mengeluarkan sepucuk surat dan diserahkan kepada Song Ciong,
katanya, "Saat ini dia sedang bertempur mati matian di ruangan depan sana,
silakan kalian menyusul ke sana dan berikan surat ini kepadanya. Sesudah
surat ini dibacanya hendaknya kalian melindungi dia meninggalkan tempat ini.
Hanya sekian saja pesanku, urusan selanjutnya diharapkan bantuan kalian
sepenuh tenaga."
Habis berkata ia lantas melayang pergi.
Song Ciong dan Ih Hong saling pandang sskejap, segera Ih Hong berseru, "Ayo
berangkat!"
Segera ia mendahului berlari ke ruangan depan.
Dalam pada itu pertarungan di ruangan depan masih berlangsung dengan
sengit. Lamkiong Peng sudah mandi keringat dan terdesak ke pojok oleh ketiga
pengerubutnya. Sambil membentak Ih Hong terus menerjang ke tengah kalangan
pertempuran, dengan jurus "Hing-sau jian-kun" atau menyapu seribu
perajurit, langsung ia serampang pinggang Tik Yang dengan tongkatnya.
Melihat munculnya kawanan pengemis Tik Yang terkejut dan bingung, tahutahu
tongkat bambu Ih Hong sudah menyerampang tiba dengan dahiyatnya,
terpaksa ia melompat mundur.
Saat itu Song Ciong juga sudah memburu maju, kontan ia pun serang Yap
Man-jing. Seketika daya tekan terhadap Lamkiong Peng menjadi ringan, begitu
mendesak mundur Yap Man-jing, Song Ciong lantai menyodorkan surat itu
kepada Lamkiong Peng lambil berseru, "Surat untukmu, terimalah!"
Lamkiong Peng melenggong bingung, tapi diterima juga surat itu,
Pada saat itu kawanan pengemis juga sudah menyerbu ke dalam, dua di
antaranya menerjang Ih Loh, tapi bagian yang diserang mereka hanya tempat
yang tidak fatal, paling-paling hanya untuk membuatnya pingsan.
Tong Goan dan Bi Pek-hiang yang telah mengundurkan diri juga kaget demi
melihat datangnya kawanan pengemis, cepat mereka memburu maju lagi
menyambut serbuan para pengemis,
Pertempuran sengit seketika terjadi diruangan besar itu. Sejenak kemudian
dari luar membanjir tiba juga kawanan lelaki berseragam hitam.
Melihat keadaan tidak menguntungkan, cepat Song Ciong mendesak mundur
Tik Yang, berbareng is berteriak kepada Lamkiong Peng, "Lekas buka dan baca
surat itu!"
Meski di tengah ruangan terjadi pertempuran gaduh, namun sementara ini
Lamkiong Peng malah tidak mendapatkan lawan, cepat ia membuka sampul
dan membaca suratnya, ternyata isinya berbunyi: "Jiwa ibumu terancam
bahaya, lekas pergi ke tepi timur Thay-oh dan mencarinya di Liu-im ceng,
kalau terlambat mungkin bisa gawat, lekas berangkat."
Peenanda tangan surat itu ialah Ban Tat.
Lamkiong Peng merasa sangsi, tapi tulisannya memang dikenalnya tebagai
tulisan tangan Ban Tat. Seketika ia terkesima dan tidak tabu apa yang harus
dilakukannya. Melihat anak muda itu bardiri mematung, Song Ciong teringat kepada pesan
lelaki setengah umur sebelum pergi itu, segera ia membentak, "Apa yang
tertulis dalam surat itu, kenapa engkau merasa sangsi" Inilah saatnya jika
harus pergi dari sini!
"Sia . . . siapa yang menyerahkan surat ini kepadamu?" taaya Lamkiong Peng.
Sekaligus Song Ciong menyerang tiga kali sehingga Yap Man-jing terdesek
mundur, berbareng ia menjawab, "Kuterima dari seorang lelaki setengah umur
yang berwajah kaku dingin."
"Siapa namanya"' tanya Lamkiong Peng pula dengan kening bekerenyit.
"Aku tidak tahu, ia cuma bilang surat itu berasal dari Thian-ah Totiang," jawab
Song Ciong. Mendengar nama Thian-ah Totiang atau imam gagak, seketika berubah air
muka Lamkiong Peng, sebab Thian-ah Totiang memang betul Ban Tat adanya.
Seketika Lamkiong Peng merasa sedih dan gelisah, teriaknya, "Terima kasih
atas bantuan kalian, budi kalian takkan kulupakan gelama hidap. Karena ada
urusan penting, maaf kutinggal pergi dulu!"
"Mau pergi lekas pergi, tidak perlu banyak omong," seru Song Ciong
mendongkol. Tanpa ayal lagi Lamkiong Peng berlari keluar.
Namun Tong Goan tidak tinggal diam, segera ia hendak menubruk maju untuk
mencegat. Tapi kawanan pengemis juga serentak menyerangnya sehingga dia
terpaksa melompat mundur lagi.
Tampaknya segera Lamkiong Peng akan lari keluar ruangan itu, cepat Tik Yang
ber teriak memberi perintah, "Cegat orang itu!"
Serentak kawanan lelaki berseragam hitam merintangi jalan lari Lamkiong
Peng. Namun anak muda itu tidak sabar lagi, pedang berputar dan menyerang
tanpa kenal ampun, terdengar suara jeritan ngeri di sana-sini, seketika
beberapa orang dirobohkan, ia terjang keluar meninggalkan pertempuran
sengit yang masih berlangsung ....
Sang surya sudah hampir terbenam, cahaya senja indah menghias langit.
Di restoran merangkap hotel Hong an-lo-tiam di kota Oheiu yang terlelak di
utara propinsi Ciatkang, di sebuah meja yang dekat pin-tu masuk saat itu
berduduk seorang pemuda cakap dan gagah didampingi dua orang kacung
berusia 15 an. Pemuda cakap itu berdandan ringkai dan menyandang pedang. mata besar
dan alis tebal, di antara kegagahannya kelihatan rada murung.
Meski dihadapannya sudah siap santapan lezat dan arak sedap namun
tampaknya dia tidak bemafsu makan dan kelihatan menangung rasa sedih.
Dia bukan lain daripada Cian Tong-lai, murid Kun-lun-pai yang baru saja mulai
Terjun ke dunia kang-auw. Kedua kacung yang mengiringi dia adalah Pek-ji
dan Giok-ji. Cian Tong-lai memegangi cawan arak dan lupa minum, sebentar-sebentar
menghela napas.
Kiranya dia sedang rindu kepada Bwe Kim-soat yang sekali pandang telah
menawan hatinya.
Sudah hampir setahun mereka berpisah, meski ketika bertemu dulu Bwe Kimsoat
tidak menyatakan perasaannya, tapi juga tidak bersikap jemu kepadanya.
Cian Tong-lai yakin dengan tampang sendiri dan kungfunya yang tinggi cukup
memenuhi syarat untuk merebut hati si nona: Akan tetapi Bwe Kim-soat justru
tak acuh kepadanya
Hal ini membuyarkan impiannya yang pemah dibayangkannya dengan mulukmuluk.
Melihat majikannya mengelamun dengan murung, Giok-ji dan Pek-ji ikat
cemas. Pada laat itulah tiba-tiba datang seorang sastrawan setengah baya berbaju
panjang wama putih, pada bahu kanan berpegangan seorang gadis jelita
dengan rambut terurai.
Di siang hari dan di depan umum seorang gadis menggemblok di pundak
seorang lelaki dan masuk ke hotel yang banyak tamu ini, tentu saja membuat
setiap orang yang melihatnya lama gempar membicarakannya.
Waktu Cian Tong-lai berpaling, serentak ia berdiri dan menyapa, "Aha, Yimheng
kiranya, selamat bertemu pula!"
Kiranya saitrawan setengah umur ini adalah Yim Hong-peng yang membawa
lari Bwe Kim-soat itu, ia menoleh dan menyengir setelah mengenali Cian Tonglai,
jawabnya hambar, "Eh, kiranya Cian-heng, selamat bertemu."
"Kenapa Yim-heng membawa "
Belum lanjut ucapan Cian Tong-lai segera Yim Hong-peng memotong, "Ah, dia
saudara misanku, badan lagi kurang sehat dan harus kuantar pulang. maka
terpaksa tidak kupikirkan sopan santun lagi."
Dengan sorot mata yang agak buram karena banyak minum arak, Cian Tonglai
coba mengamat-amati Bwe Kim-soat yang tertutup oleh rambutnya yang
panjang itu. Walaupun tidak terlihat jelas wajahnya, tapi dari garis tubuhnya dapat
diketahui pasti seorang gadis cantik, malahan terasa sudah dikenalnya.
Dengan kening bekemyit Cian Tong-lai berkata, "Eh, sanak taudara Yim ini
rasanya seperti pemah kulihat."
Berdebar hati Yim Hong-peng, ia sengaja menjawab dengan tak acuh.
"Saudara ini memang sering juga berkelana di dunia kangauw, bisa jadi pemah
kaulihat. Pada saat itulah tiba tiba Bwe Kim-soat mengigau, "Peng . . . Peng cilik . . . . "
Meski Lirih suaranya tapi cukup jelas terdengar oleh Cian Tong-lai, walaupun
sangsi, namun tak terpikir olehnya bahwa justru gadis inilah Bwe Kim-soat
yang dirindukannya itu.
Cepat Yim Hong-peng mencari alasan akan mengantar pulang saudaranya dan
langsung masuk ke kamamya.
Dengan sangsi Cian Tong-lai berkomat-kamit pula, "Aneh, seperti pemah
Lulihat dia, juga suaranya . . . . "
Tiba tiba Pek-ji berkata, "Kongcu, tidakkah kaulihat nona yang sakit itu seperti
nona Bwe?"
"Hus, jangan sembarangan omong," ujar Giok-ji sambil menarik kawannya.
Tapi Pek-ji lantai mengemel, "Memang betul kulihat dia serupa nona Bwe."
Hati Cian Tong-lai tergetar, mendadak ia pegang pundak Pek-ji dan menegas,
"Kau-bilang apa" Coba ulangi!"
Pek-ji menjadi takut, jawabnya dengan tergagap, "Hamba .. . hamba bilang
nona tadi seperti .. . seperti nona Bwe."
"Ah, pintar juga kau," se.ru Cian Tong-lai. Tapi ia lantas menggeleng kepala,
"Namun bukan, bukan dia."
'Ken .. . kenapa Kongcu tidak coba menjenguknya ke sana?"' ujar Pek-ji.
Ucapan ini menyadarkan Cian Tong-lai, katanya, "Betul, kenapa tidak kulihat
dia lagi"!"
Tanpa pikir lagi ia terus berlari menuju ke kamar Yim Hong-peng dan
mengetuk pintu.
Waktu pintu dibuka dan melihat pendatang adalah Ciann Tong-lai, seketika air
muka Yim Hong-peng berubah, ia coba tanya, "Ada urusan apa Cian-heng?"
"O, baru saja teringat olehku tentang penyakit sanak keluarga Yim-heng,
jelek-jelek Siaute pemah belajar ilmu pengobatan, kalau mau dapat kubantu .
. . . " "Ah, mana berani kubikin repot Gian heng," sela Yim Hong-peng sebelum habis
ucapan orang. "Piaumoayku ini hanya masuk angin saja, sebentar lagi juga
sembuh." Pada saat itulah kebetulan Bwe Kim-soat membalik tubuh dan mengigau pula,
"Peng... Peng cilik .... "
Walaupun mukanya sebagaian tertutup oleh rambut namun sekilas Cian Tong
Lai dapat melihatnya memang mirip benar dengan Bwe Kim-soat. Tentu saja ia
tambah sangsi, bentaknya, "Dia menyebut Pang siapa?"
'Dari mana kutahu siapa yang dimaksudkannya?" ujar Yim Hong-peng dengan
tertawa. "Tentu Lamkiong Peng yang dimaksudkannya, ah, betul, dia memang nona
Bwe adanya," seru Cian Tong-lai sambil menyelinap ke dalam kamar dan
bermaksud mendekati nona yang berbaring di tempat tidur itu.
Tentu taja Yim Hong-peng tidak tinggal diam, cepat ia mendorong dengan
kedua tangannya sambil membentak. "Hendaknya tahu aturan sedikit, Cianheng"!"
'Hm, apa maksudmu menawan nona Bwe ke sini?" damperat Cian Tong-lai
lambil mengelak, menyusul sebelah kaki lantas menendang.
Dan begitulah kedua orang lantas taling gebrak, baru belasan jurus, mulailah
Yim Hong-peng merasa kewalahan, dahi sudah penuh keringat, napas pun
tersengal. Cian Tong-lai menyerang terlebih gencar dan ganas.
Mendadak Yim Hong-peng mengeluarkan kipasnya dan balas menyerang.
"Hm. memangnya bisa apa dengan kipasmu itu" ejek Cian Tong-lai.
Yim Hong-peng diam saja, kipasnya terbentang dan merapat Ingi, "jret",
mendadak ia menutuk.
"Hahaah!" Cian Tong lai tertawa ejek, "Dalam 20 jurus akan kubikin kipasmu
terlepas dari tanganmu!"
Habis bicara mendadak kedua kakinya menendang secara berantai, Yim Hongpeng
terkejut, cepat ia tarik kembali kipasnya sambil melompat mundur.
Dengan tertawa dingin segera Cian Tong -lai hendak menubruk maju tapi pada
saat itulah leorang telah menibentak, "Berhenti!"
Pintu terbuka dan masuktah tiga orang.
Cian Tong-lai tidak kenal ketiga pen datang ini, tapi air muka Yim Hong-peng
seketika berubah dan diam-diam mengeluh.
Kiranya mereka ini adalah Sun Tiong-giok dari Kun-mo-to beserta kedua kakek
dari kesepuluh jago pengawalnya yang masih tersisa, yaitu Ko Sat dan Wi Gan.
Sambil tertawa Sun Tiong-giok mendekati Yim Hong-peng dan menegur, ' Nah,
coba sekali ini apakah dapat kaukabur lagi?"
Cian Tong-lai tinggi hati dan angkuh, ia tidak tuka terhadap sikap Sun Tionggiok
itu, segera ia membentak, "Kalian main terobos ke sini, bahkan bicara
dengan kasar, sesungguhnya apa kshendakmu?"
"Hm, memangnya mau apa" Ingin campur urusanku?" jawab Sun Tiong-giok
tidak kalah angkuhnya.
"Eeh, jangan ribut dulu. rasanya urusan ini semuanya punya andil," seru Yim
Hong-peng mendadak.
Tentu saja Cian Tong-lai tidak mengerti, "Apa artinya ucapanmu?"
Yim Hong-peng menyeringai, jawabnya "Kan kita bertiga satu tujuan,
kauminta Bwe Kim-soat, dia juga mengincar Bwe Kim-ioat, apalagi aku. Nah,
bukankah kita sama-sama punya andil?"
Dengan gusar Cian Tong lai segera hendak menyerang.
Tapi Sun Tiong-giok lantas mencegahnyn, ' Nanti dulu! Sebagian besar
kesepuluh anak buahku telah menjadi korban keganasannya, utang darah
ingin kutagih langsang dari dia, mana boleh tembarangan kaubunuh dia begitu
saja." "Hai, kau ini kutu apa, berani memerintahku?" tetiak Cian Tong-lai dengan
gusar. Mendadak terdengar si kakek Wi Gaa membentak, "Huh, mau lari?"
Berbareng itu ia menubruk ke sana terus menghantam.
Kiranya pada waktu Cian Tong-lai ber-tengkar dengan Sun Tion-giok, diamdiam
Yim Hong-peng hendak mengeluyur pergi. tapi keburu dilihat Wi Gan.
Karena pukulan kakek itu, terpaksa Yim Hong peng menyurut mundur ke
tempatnya semuia.
Waktu Sun Tiong-giok memandang ke sana, dilihatnya Bwe Kim-soat berbaring
ditempat tidur. meski berselimut, tapi jelas kelihatan dada dan perutnya
bergerak lemah, napasnya seperti sesak. Segera ia hendak mendekat ke sana
Akan tetapi Cian Tong-lai lantas merintanginya.
"Memangnya kaumau apa?" teriak Sun-Tiong-giok dsngaa gusar. "Lekas
menyingkir, memangnya dia apamu?"
Dengan angkuh Gian Tong-lai menjawab, "Pokoknya berani kaumaju lagi,
jagan menyeial jika pedangku tidak kenal ampun."
"Hm hanya dirimu juga mampu merintangiku?" jengek Sun Tiong-giok.
"Boleh kaucoba," jawab Gian Tong-lai ketus.
Agar tidak membuang waktu, terpaksa Sun Tiong-giok menahan perasaannya
dan berkata pula, "Kautahu nona Bwe terluka dan keadaannya cukup
menguatirkan?"
"Nona Bwe terluka atau tidak, apa sangkut pautnya denganmu?" tanya Cian
Tong-lai. "Soalnya aku telah berjanji kepada Lam-kiong peng akan menyembuhkan
nona Bwe dan akan kuserahkan kembali kepadanya," ujar Tiong-giok.
Mendingan tidak tahu, demi mendengar bwe Kim-soat akan diserahkan
kembali kepada Lamkiong Peng, seketika Cian Tong-lai menjadi murka, "Hm
Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jadi maksudmu hendak membela Lamkiong Peng, rasakan dulu pukulanku ini!"
Tanpa pikir ia menghantam dengan dahsyat.
Sejak tadi Sun Tiong giok bersabar, sekarang lawan mendahului menyerang,
maka ia pun tidak sungkan lagi, ia sambut pukulan lawan dengan sepenuh
tenaga. "Plak", kedua tangan beradu, Sun Tiong Giok tetap tegak di tempatnya,
sebaliknya wajah Cian Tong-lai tampak pucat dan tergetar mundur selangkah.
"Ini, kaupun rasakan pukulanku," tanpa ayal Sun Tong giok melancarkan
pukulan sama dahsyatnya.
Dengan beringas terpaksa Cian Tong-lai menahan serangan lawan, ia pun
menangkis sekuatnya.
"Brak," kembali kedua tangan beradu, air muka Cian Tong-lai tambah pucat
dan tergetar mundar lagi.
"Ini pukulan ketiga!" bentak Sun Tiong-Giok pula dan menghantam sepenuh
tenaga. Keadaan Gian Tong-lai sudah payah, mata berkunang-kunang. namun
terpaksa ia menangkis lagi.
"Blang," wajah Sun Tiong giok kelihatan pucat dan tergetar mundur dengan
dahi berkeringat.
Sebaliknya Cian Tong lai mencelat dan terbanting di tanah dengan mata
terpejam. Dengan kulit muka berkerut tersembul senyuman kemenangan Sun Tionggiok,
pelahan ia mendekati tempat tidur dan mengangkat Bwe Kim-soat,
katanya kepada kedua kakek, "Ayo berangkat!"
Segera ia meadahului keluar. Baru saja melangkah keluar kamar, mendadak
darah segar tersembur keluar dari mulutnya ia pun terluka dalam cukup parah
setelah tiga kali mengadu pukulan dengan Cian Tong-lai.
Merasa bukan tandingan orang, terutama kedua kakek Ko Sat dan Wi Gan,
terpaksa Yim Hong-peng hanya diam saja.
"Sementara jiwamu diampuni, bilamana Siau tocu sudah sembuh tentu kami
bikin perhitungan lagi padamu," jengek Wi Gan terhadap Yim Hong-peng, lalu
mereka pun ikut pergi.
Waktu sennja pula, di suatu perkampungan yang dikelilingi pepohonan yangliu
yang rindang dengan pagar tembok yang kurang terawat, suasana sunyi
senyap seperti sudah lama perkampungan itu ditinggaikan penghuniya.
Sekonyong-konyong terdengar derap kuda lari, seekor kuda tampak membedal
tiba, dari peluh yang memenuhi tubuh binatang itu dapat diduga kuda itu telah
dilarikan dengan ce pat dan menempuh perjalanan jauh.
Begitu sampai di depan perkampungan itu, penunggang kuda lantas melompat
turun dan pada saat itu juga kuda lantas roboh terkulai dengan lemas.
Tanpa menghiraukan kudanya orang itu terus berlari ke dalam perkampungan.
Kiranya dia adalah Lamkiong Peng yang diberitahu tentang keadaan gawat
ayah-bunda-nya dan segera menuju ke Liu-im-ceng ini.
Langsung ia menggedor pintu gerbang perkampungan itu. Sejenak kemudian
baru terdengar suara orang bertanya di dalam.
Suaranya begitu berat dan parau, tapi bagi pendengaran Lamkiong Peng suara
itu tidak asing lagi, jelas itulah luara yang sudah lebih setahun tak pemah
didengamya. Suara sang ayah.
Segera ia berseru, "Ayah, ayah! Aku anak Peng, anak Peng sudah pulang!"
Tak terduga karena jawabannya, ini, keadaan di dalam rumah lantas sunyi
kembali. Tentu laja ia ragu dan kuatir, tanpa pikir lagi ia mendorong pintu sehingga
terpentang ierta berlari ke dalam, sekilas pandang dapatlah la menghela napas
lega. Dilihatnya ayah-bundanya duduk bersila berjajar di atas sebuah dipan di dalam
ruangan sana, sorot mata mereka yang mancorong sedang menatapnya
dengan terkesima, melihat gelagatnya keadaan kedua orang tua ini tidak
seburuk berita yang diterimanya.
Setelah pikiran agak tenang, segera Lam?kiong Peng memburu maju dan
memberi sembah, katanya," Anak Peng yang tidak berbakti menyampaikan
hormat kepada ayah dan ibu."
Mendadak Lamkiong Siang-ju menatap Lamkiong Peng dengan tajam,
ucapnya, "Anak Peng, apakah kaupulang dari Cu-sin-tian sana?"
"Betul," Lamkiong Peng mengangguk, "anak memang pulang dari sana, cuma .
. . . " "Apakah Cu-sin-tiancu yang membebaskanmu pulang kemari" potong sang
ayah. "Bukan . . . ."
Belum lanjut ucapan Lamkiong Peng tang ayah lantas memotong lagi,
"Binatang cilik yang tidak bisa pegang janji, memangnya sudah kaulupakan
peraturan keluarga yang sudah turun temurunT"
Lamkiong Peng tidak tahu sebab apa ayahnya mendadak marah marah,
dengan menunduk ia menjawab, "Anak selalu mentaati psraturan keluarga dan
mengutamakan setia kawan dan keluhuran budi,"
"Jika begitu mengapa kautinggalkan Cu-lin to dan pulang ke sini sehingga
mengingkari janji keluarga kita yang sudah turun temurun?" damprat
Lamkiong Siang-ju.
Baru sekarang Lamkiong Peng tahu sebabnya sang ayah marah. Namun
kejadian selama setahun ini terlampau banyak, seketika sukar untuk
diceritakan seluruhnya. 1a pun bingung harus bertutur mulai dari bagian
mana, sejenak ia gelagapan.
"Anak Peng," lekas Lamkiong-hujin menyela dengan suara lembut,
"sesungguhnya apa yang terjadi, bolehlah kau ceritakan dengan pelahan."
Lamkiong Peng memandang sekejap terhadap sang ibu yang lembut itu
sesudah menenangkan diri barulah ia bercerita sejak berlayar sehingga
pengalamannya di Cu-sin-to serta kejadian selanjutnya.
Setelah mengikuti pengalaman Lamkiong Peng itu, sejenak Lamkiong Siang-ju
termenung. akhimya ia menghela napas dan berkata, "Nak. jika begitu ayah
telah salah mengomeli dirimu. Tak tersangka dalam waktu setahun yang
pendek ini telah kaualami berbagai kesukaran itu, sungguh kejadian di dunia
fana ini memang sukar dibayangkan . . . ..
Akhimya Lamkiong Peng berkata pula, "Setelah anak menerima surat paman
Ban yang memberitahukan ayah ibu terancam bahaya, maka cepat anak
datang kemari. Tampaknya paman Ban hanya menakuti anak saja."
Tiba-tiba wajah Lamkiong Siang-ju ber-ubah muram, ia pandang istrinya
sekejap, lalu berucap, "Nak, memang betul keselamatan ayah dan ibumu
dalam bahaya, paling . . , paling lama kami hanya bertahan hidup dua-tiga
hari lagi."
'Hah, mengapa bisa begitut" teriak Lam-Hong Peng dengan kaget dan pucat.
"Tidak, tidak mungkin! Bukankah ayah dan ibu baik-baik begini, mana bisa . , .
. " Dengan pandangan tenang Lamkiong Siang-iu berucap. 'Meski dari luar ayah
dan ibu kelihatan sehat walafiat. tapi sebenamya kami keracunan berat dan
terluka dalam yang parah. Untuk sementara kami dapat bertahan berkat
Iwekang yang terlatih selama berpuluh tahun, harapan kami justru ingin
bertemu denganmu untuk terakhir kali, mungkin lusa atau esok pagi kami
akan . . akan . . . . "
"Tidak, kenapa bisa jadi begini!" Jeriak Lamkiong Peng sambil memburu maju
dan memeluk lutut sang ibu, ratapnya, "O, ibu, kenapa bisa terjadi begini,
tidak .... anak tidak parcaya . . . . "
"Anak bodoh." ucap Lamkiong-hujin dengan menyesal, "masa ayah dusta
padamu." "Jika begitu, mohon . . . mohon diberi-tahu siapakah yang turun tangan keji
terhadap ayah dan ibu"' tanya Lamkiong Peng dengan mendelik.
"Siapa lagi kecuali Swe Thian-bang yang sudah kausebut hendak merajai dunia
persilatan itu," ucap Lamkiong Siang-ju dengan sorot mata mengandung
dendam. "Swe Thian-bang, kembali dia!" terii?k Lamkiong Peng sambil berbangkit.
"Sesungguhnya ada permusuhan apa antara dia dengan kita, mengapa dia
bertindak sekeji ini?"
"Entah cara bagaimana keparat itu dapat menyelidiki seluk-beluk urusanku
dengan ibu, maka ia sendiri menemui kita agar mau ikut dalam organisasinya,"
tutur Lamkiong Siang-ju dengan gemas. 'Dengan sendirinya ayah-ibu tidak
sudi bekerja sama dengan dia sehingga kedua pihak bertengkar. Tak terduga
bangsat itu telah berbuat licik, pada waktu datang mereka sudah menyebarkan
racun yang tak berwujud di luar tahuku, ketika ayah dan ibu bergebrak dengan
dia baru merasakan ke-racunan, dengan sendirinya tenaga terganggu dan
akhimya terpukul luka olehnya . . . . "
Darah dalam tubuh Lamkiong Peng serasa mendidih, tangan terkepal kencang,
teriaknya murka, "Bangsat, kalau tidak kucincang dirimu hingga hancur lebur
aku bersumpah takkan menjadi manusia . . . . "
Belum Ienyap luaranya tiba-tiba terdengar juara orang mendengus, sesosok
bayangan menyelinap ke dalam rumah.
Di bawah keremangan senja Lamkiong Peng melihat pendatang ini seorang
cendekia setengah baya, bermuka halus tanpa jenggot, perawakan jangkung.
Agaknya Lamkiong Siang-ju dan istrinya sudah menduga akan kedatangan
orang sehingga mereka tidak terkejut dan tetap tenang saja.
Tapi Lamkiong Peng tidak dapat menahan emosi lagi, serentak ia membentak.
"Siapa kau" Ada keperluan apa?"
Orang itu memberi salam, jawabnya dengan tertawa. 'Gaihe Siau Bong-wan,
kudatang menjenguk Lamkiong kongcu, sekalian untuk mengantar
mangkatnya ayah ibumu."
'Keparat, jadi kau ini begundal Swe Thian-bang," teriak Lamkiong peng murka.
"Ah, Caihe tidak lebih hanya tangan kanan-kiri Swe-siansing saja," ucap orang
yang mengaku bemama Siau Bong-wan itu.
"Creng" segera Lamkiong Peng melolos pedang pusaka Yap-siang-jiu-loh dan
mem-bentak. "Bedebah! Ayolah maju untuk terima kematian habis itu baru
kubikin pehitungan dengan Swe Thian-bang.'
Siau Borg-wan terkekeh, "Hehe, garang amat Lamkiong-kongcu terhadap
tamu. Apa kah mampu kaubunuh diriku atau tidak masih tanda tanya. Hanya
ingin kutanya apakah keselamatan orang tua sudah tidak kaupikirkan lagi"
Padahal jiwa ayah ibumu tinggal satu-dua hari saja, bagaimana nasibnya
bergantung kepada keputusanmu sekarang."
Seketika Lamkiong Peng takdapat bicara. Betapapun keselamatan orang tua
memang membuatnya sangsi untuk bertindak.
Siau Bong-wan tertawa licik, katanya pula, "Keluarga Lamkiong kaya raya
turun temurun sekian lamanya, ayah-bundamu juga pemah mengguncangkan
dunia kangouw, jika sekarang mereka mengalami nasib seperti ini, memangnya
atas perbuatan siapa" Kongcu masih muda dan gagah perkasa, engkau
tidak berusaha membangun kembali keluarga Lamkiong dan mengembalikan
kehormatannya dan menuntut balas pada sumbemya yang membuat runtuhnya
keluarga Lamkiong kalian, tapi sekarang Kongcu cuma memikirkan sakit
hati pribadi tanpa menghiraukan keselamatan orang tua, pikiran sempit
demikian sungguh sukar untuk dimengerti."
Lamkiong Peng menjadi ragu dan bingung.Ucapan Siau Bong-wan memang
juga betul, sebabnya keluarga Lamkiong sampai runtuh seperti ini adalah
berkat tindakan Cu sin-tocu. namun jayanya keluarga Lamkiong juga boleh
dikatakan berkat Cu-sin-to.
Apaiagi sekarang Cu-sin-to sudah runtuh dan bubar, Cu-sin-to-cu Lamkiong
Eng-lok juga sudah mening;gsl dunia, ke mana lagi dia harus menuntut balas"
la menjadi bingung siapakah misuhnya yang sebenamya, apakah Swe Thianbang"
Memang sekarang terbukti juga Swe Thian-bang telah membikin celaka
orang tuanya, tapi umpama Swe Thian-bang dibunubnya apakah mungkin
dapat memulihkan marga Lamkiong yang telah runtuh.
Selagi kusut dan bingung pikiran Lam?kiong Peng, tiba-tiba Lamkiong Siang-ju
bergelak iertawa, "Haha, jangan kaupercaya ocehannya, Anak Peng. Apa pun
yang akan terjadi adalah kewajibanku sebagai ahliwaris marga Lamkiong. Swe
Thiaa-bang adalah manusia culas dan keji, secara kejam dunia kangouw
hendak ditaklukkannya, adalah kewajibanmu untuk menumpas kebatilan demi
keamanan umum, apa yang kauragukan lagi, anak Peng"'
Semangat Lamkiong Peng tergugah oleh seruan gang ayah, serentak ia
membentak, "Ayo, bangsat. majulah untuk menerima kematianmu!"
"Hehehe," Siau Bong-wan terkekeh. "Orang bilang Lamkiong-kongcu ahli waris
marga terkemuka dan murid Sin-liong tak terkalahkan, tampaknya memang
gagah perkasa tapi apakah tidak kaupikirkan lagi nyawa kedua orang tua yang
terletak dalam genggamanku?"
Karena ancaman ini, kembali Lamkiong Peng merasa sangsi.
"Maju anak Peng, mampuskan bangsat itu!" teriak Lamkiong Siang-ju.
Segera Lamkiong Peng hendak menubruk maju.
Tapi Siau Bong-wan lantas berseru pula, "Haha, obat penawamya berada
padaku, apakah benar engkau tidak peduli lagi akan mati-hidup ayah-ibumu"
Baru saja Lamkiong Peng kelihatan ragu, cepat Lamkiong Liang-ju berteriak,
"Tidak anak Peng, jangan kaulupakan amanat leluhur kita. Bila benar engkau
taat kepada ajaran marga, lekas kaumampuskan bangsat ita tanpa
menghiraukan kami."
Perasaan Lamkiong Peng seraia disayat sayat ia paham kebesaran jiwa sang
ayah, tapi sebagai anak masa dia lega menyaksikan orang tua mati begitu saja
"Tidak ayah, tak dapat ku . ... " Belum lanjut ucapan Lamkiong Peng,
mendadak Lamkiong Siang-ju mengangkat sebelah tangannya dan
mengancam" Anak Peng, jika kausangsi lagi segera kuhancurkan kepala ibumu
din segera kubunuh diri pula. Daripada menyaksikan anak tak berbakti yang
tidak tegas, lebih baik kami mendahului mangkat!"
"Jangan ayah, jangan ..." ratap Lam?kiong Pong. Segera ia menambahkan
dengan beringas," Baik, ayah, anak siap melaksanakan perintahmu dan
bersumpah membalaskan sakit hatimu!"
Habis berkata, serentak ia menubruk maju sambil membentak, "Bangsat,
serahkan nyawamu!"
Melihat sikap beringas anak muda itu, segera Siau Bong-wan meraba sakunya
dan bermaksud menghamburkan racun asap yang telah disiapkannya.
Akan tetapi sebelum dia bertindak, sekonyong-konyong sesosok bayangan
melayang tiba secepat terbang, baru saja Sian Bong-wan berpaling, tahu-tahu
pinggang terasa kesakitan dan roboh terkulai tanpa bisa berkutik lagi.
Kejut dan girang Lamkiong Peng, ia urung menubruk maju serunya setelah
melihat jelas penolong ini, "Hah kiranya engkau orang tua!"
Kiranya penolong yang datang tepat waktunya ini adalah seorang kakek botak
dengan perawakan kecil dan bermuka jelek, dia bukan lain daripada Leh Ihsian,
salah seorang "Hong-tim-sam-yu" atau tiga sekawan pengelana.
"Maaf kedatangan paman agak terlambat sehingga membuat susah kalian,"
kata Loh Ih-sian terhadap Lamkiong Peng.
Seketika timbul rasa duka anak muda itu demi teringat kepada nasib ayah
bundanya, ucapnya dengan air mata berlinang, "Ayah dan ibu mungkin . . . ."
"Jangan kuatir, Hiantit (kemenakan yang baik)," ucap Loh Ih-sian dengan
tertawa. "Urusan ini kujamin beres . . . . "
Tengah bicara, dari luar sana kembali melayang tiba sesosok bayangan orang,
sesudah berhadapan, kiranya seorang kakek pendek gemuk berdandan
sebagai tabib kelilingan.
"Bagaimana, sudah beres semua" tanya Loh Ih-sian terhadap kakek gemuk
itu. Tanpa bersuara kakek pendek gemuk itu hanya mengangguk aaja.
"Hiantit, inilah Toat-beng-long-tiong (si tabib pencabut nyawa) Cui Beng-kui
yang termashur itu," segera Loh Ih-sian memperkenalkan kawannya kepada
Lamkiong Peng. Sudah lama Lamkiong Peng kenal nama si tabib sakti itu, keruan ia
kegirangan, cepat ia memberi hormat.
Sikup Cui Beng-kui tetap dingin saja, ia cuma mengangguk pelahan tanpa
bersuara. Lamkiong Peng tahu tabiat orang yang nyentrik, ia pun tidak tanya lebih
lanjut, katanya terhadap Loh Ih-sian, "Sungguh beruntung atas kedatangan
paman, namun . . . . "
"Nanti dulu, biar kuperiksa saja ayah-bundamu," sela Loh Ih-sian, diseretnya
Siau Bong-wan, benama Cui Beng-kui mereka lantas masuk ke dalam.
Tatkala itu Lamkiong Siang-ju dan istrinya sudah tambah payah dengan napas
terkembang kempis, tentu saja Lamkiong Peng sangat sedih
Setelah menaruh Siau Bong-wan, kata Loh Ih-sian kepada Cui Beng-kui, "Nah,
sekarang giliranmu untuk memperlihatkan kemahiranmu,"
Tanpa bicara Cui Beng-kui mendekati Lamkiong Siang-ju, diperiksanya nadi
suami-istri itu, lalu berucap. "Tidak beralangan!"
Ia Santas mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, diambil sebuah botol hitam
kecil dan menuang dua biji pil serta dijejalkan ke mulut Lamkiong Siang-ju dan
istrinya. lalu berkata pula, "Selang setengah jam racun dalam tubuh mereka
Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan punah, habis itu baru akan kuobati luka mereka."
Habis bicara ia terus menyingkir ke samping dan duduk bersila sambil
memejamkan mata.
Lamkiong Peng bergirang dan juga ragu, namun tidak enak untuk bertanya,
terpaksa ia hanya memandang Loh Ih-sian.
"Jangan kuatir, Hiantit," ucap Loh Ih -sian, '"Obat setan tua she Cui ini
biasanya cespleng, kita percaya penuh kepada kemahiranya. Kuterima berita
dari Ban Tat teatang keadaan ayah bundamu ini, cepat kuajak setan tua Cui
Beng-kui kemari, kalau bukan teralang beberapa kroco di luar kampung tentu
sejak tadi sudah berada di sini,"
Ia berhenti sejenak, lalu bertanya, "Eh, bukankah kaupergi ke Cu sin-to,
kenapa pulang kemari?"
Lamkiong Peng menghela napas panjang, lalu diceritakannya pengalaman
selama setahun i ni.
Loh Ih sian menggeleng kepala deagan gegetun, katanya, 'Sungguh tak
tersangka dalam waktu sesingkatnya ini bisa terjadi hal-hal seperti ini, nanti
kalau ayah-ibumu sudah sembuh boleh kita berunding tentang cara bagaimana
membangun kembali marga Lamkiong kalian yang jaya . . . . "
Tengah bicara, terdengar Lamkiong Siang-ju dan istrinya menarik napat
panjang, rupanya sudah siuman.
Dengan girang Lamkiong Peng memburu maju sambil berseru, "Ayah. Ibu . . .
, " Lamkiong Siang-ju membuka mata dan memandang sekelilingnya sekejap, ia
tersenyum dan berkata dengan lemah, "Kutahu tidak perlu kaujelaskan. tentu
kedua saudaraku inilah yang telah menyelamatkan jiwa kami . . . ."
"Bukan jasaku, jika mau berterima kasih harus leautujukan kepada setan tua
she Cui itu," ucap Loh Ih-sian.
"Tidak perlu terima kasih segala, adalah tugasku menyembuhkan saudara
sendiri," seru Gui Beng-kui sambil berbangkit. "Sekarang masih harus kuobati
luka dalam kalian."
Sambil berkata la lantas mengeluarkan pula sebuah botol putih kecil dan
menuang lagi dua biji pil putih serta disuruh minum Siang ju dan istrinya. Lalu
ia bantu menyalurkan tenaga dalam kepada Siang-ju berdua.
Tidak seberapa, lama, keluar keringat Siang ju dan badan terasa segar
kembali Cui Beng-kui tersenyum puas dan menyudahi pekerjaannya, ia beri
lagi dua biji pil putih kepada suami-istri itu dan suruh mereka istirahat
sebentar. "Bangsat Swe Thian-bang itu sungguh keji," kata Loh Ih-sian kemudian, "Demi
keamanan dunis persilatan Tionggoan umumnya, kita perlu menyiapkan siasat
untuk menghadapi rencana kejinya."
Siang-ju menghela napas, ucapnya, "Setelah kuberangkatkan anak Peng,
mestinya kami bermaksud mengasingkan diri untuk menghabiskan hari tua,
siapa tahu kami tetap tidak terlepas dari incaran gembong iblis semacam Swe
Thian-bang itu. Bagaimana Loh dan Cui-hiante, dari pengamatan kalian,
dapatkah kalian memberi pendapat tentang kegiatan dan ambisi Swc Thianbang?"
"Kami hanya tahu dia mempengaruhi tokoh dunia kangouw Tionggoan dengan
obat racunnya serta cara-cara kotor dan rendah yang lain, kini ketujuh aliran
dan golongan besar sudah terpengaruh olehnya dan tidak lama lagi akan
mengadakan pertemuan besar untuk memilih ketua porserikatan dunia
persilatan, hanya waktu dan tempatnya belum ditentukan. Apa Toako sendiri
sudah mendapat keterangan lebih banyak tentang iblis itu?"
Siang-ju menggeleng kepala, tutumya, "Aku pun tidak banyak mengetahui
gembong iblis itu. Jika orang she Siau ini mengaku sebagai tangan kantin Swe
Thian-bang, barangkali dari dia bisa kita peroleh informasi seperlunya."
"Betui juga pendapat Toako," seru Loh Ih-xian, segera ia menepuk dua kali di
pinggang Siau Bong-wan sehingga dapatlah orang itu bergerak, lalu ditanyai,
"Nah, sekarang kauingin hidup atau mati, coba jawab dulu."
Siau Bong-wan bermaksud berdiri, tapi baru saja badan terangkat, kontan ia
roboh terguling pula dengan lemas Baru sekarang ia sadar tenaga sendiri
belum dapat dikerahkan. Namun dia tetap bandel. dengan menyeringai ia
menjawab, "Hm tidak perlu kauperas diriku. Jika kauingin keteranganku, lebih
dulu kalian harus berjanji akan bekerja bagi Swe-siansing."
"Hm, mati sudah di depan mata, masih berani kepala batu," jengek Loh Ihsian.
"Tampaknya kaupilih mati daripada hidup. Baik, boleh coba kaurasakan Bangicoan sim hoat yang sudah lama tidak pernah kugunakan."
Sembari bicara ia terus berjongkok dan menutuk beberapa hiat-to tertentu di
tubuh Siau Bong-wan. Dalam sekejap laja Siau Bong-wan lantas bergeliat dan
melolong. Namun dia memang bandel, meski menahan sakit ia tidak minta ampun sama
sekali. Loh Ih-sian terkesiap juga, "Hah, boleh juga kau!"
Sambi menjengek ia tambahi lagi dua kali depakan, seketika Siau Bong wan
berkelojotan. "Nah, waktunya tidak banyak lagi, hendaknya jawab pertanyaanku, kapan dan
di mana Swe Thian bang akan menyelenggarakan pertemuan besar tokoh
dunia penilatan?" tanya Loh Ih-sian.
Sorot mala Siau Bong-wan yang semula beringas akhimya berubah guram dan
menunjuk rasa mohon kasihan, akhimya tercetus juga dari mulutnya, "Ci-hau
.... " Tapi cuma satu kata saja ucapannya, mendadak darah tersembur dari
mulutnya, lalu roboh telentang dan tidak bergerak pula.
Loh Ih-iian melompat maju dan memeriksa pemapasan orang, ternyata sudab
tak bernyawa lagi, ia menggeleng kepala dan ber-ucap "Swe Thian-bang keji,
anak buahnya juga nekat,"
"Ai, lantas bagaimana sekarang, sumber keteranganku sudah buntu. adakah
jalan lain?" kata Lamkiong Siang-ju dengan menyesal.
Loh Ih-sian garuk garuk kepals tanpa bersuara.
Mendadak Lamkiong Peng berseru, "Dia menyebut Ci-hau, jangan-jangan
maksudnya Ci-hau-san-ceng tempat guruku. Biar segera kuberangkat ke
sana." Loh Ih-sian manggut-manggut, "Ya.meski Put-si-sin-liong sudah mati, tapi
pengaruhnya belum lagi surut, bukan mustahil Swe Thian-bang sengaja
memilih tempat itu untuk menyelenggarakan pertemuan besar itu."
la berhenti dan mengeluarkan satu bungkus kecil obat dan diserahaan kepada
Lamkiong Peng, katanya, "Jika Hiantit mau berangkat, bawalah obat berasal
dari Cui-heng ini yang khusus dibuatnya untuk menghadapi racun andalan Swe
Thian-bang, setiap korban racunnya dapat disembuhkan dengan obat ini."
Dengan senang hati Lamkiong Peng menerima obat itu, segera ia mohon diri
kepada kedua orang tua dan bebenah seperlunya, lalu berangkat ke Ci-hausanceng. Malam sunyi senyap, angin meniup santar.Ci-hau-san-ceng yang termashur itu
juga tenggelam dalam keheningan, hanya pada ruang tengah yang luas itu
kelihatan ada cahaya lampu yang agak guram. Di tengah ruangan berjajar tiga
buah peti mati, di dalamnya berbaring untuk selamnnya Put-si-sin-liong Liong
Po-si, Thi-cian-ang-ki Suma Tiong-thian dan Cu-sin-tocu Lamkiong Eng-lok
Di kedua samping sebuah meja panjang di depan ketiga peti mati itu berduduk
Liong Hui, Koh Ih-hong dan Ciok Tim.
Ketiga orang itu sama duduk diam dengan khidmat. Akhimya terdengar Liong
Hui menghela napas dan berkata, "Adakah pendapat kalian, apa tindakan kita
sekarang!"
Koh Ih-hong dan Ciok Tim saling pandang sekejap, mendadak Ciok Tim
menggebrak meja dan berseru, "Apa pun yang akan terjadi, Ci-hau-san-ceng
tetap harus kita pertahankan, tidak boleh kita bikin malu nama baik
perguruan."
"Tentu saja aku setuju atas sikap Samko ini," kata Koh Ih-hong. "Namun
melulu tenaga kita bertiga mungkin sukar menghadapi lawan."
"Biarpun tidak mampu melawan juga harus kita pertahankan mati-matian,"
teriak Ciok Tim.
Ketiga orang lantas bungkam dan termenung pula. "Akimya Liong Hui
bergumam, ''Alangkah baiknya jika saat ini Gote hadir di sini . . . . "
Belum selesai ucapannya tiba-tiba terdengar orang berseru di luar, "Toako,
Samko dan Sici, inilah aku sudah pulang!"
Serentak Liong Hui bertiga berpaling, semuanya melonjak girang sambil
berseru, "Hah, Gote, sungguh sangat kebetulan!"
Pondatang ini memang Lamkiong Peng adanya. Sesudah berada di ruang
besar, seketika mukanya berubah menghadapi peti mati itu.
"Inilah layau Suhu, paman Suma dan paman Lamkiong, Samte yang
mengusungnya pulang kemari," tutur Liong Hui.
Dengan air mata berlinang Lamkiong Peng menyembah kepada masing-masing
peti mati itu, habis itu barulah ia memberi salam hormat kepada para Suheng,
katanya, "Siaute menerima kabar ada kemungkinan Swe Thian-bang akan
berbuat sesuatu tsrhadap Ci-hau-san-ceng, maka cepat kudatang kemari,
entah Toako sudah menerima kabar atau belum?"
"Kenapa tidak," jawab Liong Hui sambil menunjuk sepucuk surat di atas meja.
Temyata di atas meja ada sepucuk surat bersampul hitam, cepat Lamkiong
Peng mengambil dan membacanya. seketika ia murka, "Bangsat, sungguh
terlalu menghina Ci-hau-san-ceng kita. Dan bagaimana tindakan Toako?"
"Justru kuharapkan kedatangan Gote untuk berunding dan cari jalan yang
baik," jawab Liong Hui.
"Menurut pendapatku, kekuatan nyata kita memang bukan tandingan
gembong iblis itu bersama begundalnya," ucap Lamkiong Peng. "Akan tetapi
perkembangan kekuatannya hanya mengandalkan pengaruh racun dan
caranya yang kotor, jika dapat kita sadarkan orang yang terbius oleh racunnya
dan membongkar kedoknya yang keji itu, tentu kekuatannya akan me mereteli
sehingga tidak sulit untuk menghancurkan dia. Dan yang utama, tokoh ketujuh
aliran dan golongan besar yang terpengaruh. mereka itu harus kita rebut
kembali lebih dulu."
Malam tambah larut, tengah bicara, tiba-tiba terdengar suara tetabuhan yang
nyaring menggema angkasa malam sunyi, makin lama makin mendekat suara
musik itu. "HM, tampaknya kawanan iblis itu sudah datang, harap Toako jugs siap
menghadapi mereka," kata Lamkiong Peng. "Suruh membuka pintu, lihat saja
apa yang akan dilakukan mereka."
Segera Liong Hui memberi perintah agar pintu gerbang dibuka. Tidak lama
kemudian di tengah kegelapan malam sana muncul berpuluh titik cahaya
lentera yang terbagi menjadi dua baris dan beriring-iring masuk ke Ci-hausanceng, Di bawah cahaya lampu kelihatan di de-pan adalah delapan anak pemain
musik diikuti serombongan orang yang berdandan berbeda-beda, di
belakangnya lagi kembali dua pembawa lentera kerudung mendampingi
sebuah tandu berhias di bawah iringan sekawanan lelaki berbaju hitam.
Setiba di haiaman depan ruang tamu. rombongan orang yang berdandan
berbeda itu lantas berdiri tegak dan hormat di kedua samping.
Hampir sebagian besar dari rombongan orang ini dikenal Lamkiong Peng,
mereka ialah Yim Hong-peng, keempat tokoh Tui-bun-si-kiam, Bin san.-ji-yu,
Ko Hong dan jago Ngo-hou-toan to Pang Liat dan Iain-Iain.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah di antara rombongan ini terdapat juga Yap
Man-jing, Tik Yang. Ih Lob dan Kwe Giok-he, dengan sendirinya mereka sama
kelihatan linglung, sudah kehilangan pikiran warasnya dan rela diperalat
musuh. Diam-diam Lamkiong Peng pikir bilamana obat pemberian Cui Beng-kui nanti
kehilangan khasiatnya, maka akibatnya sukar dibayangkan.
Dalam pada itu tandu tadi diusung ke de-pan, waktu kedua kacung itu
menyingkap tabir, keluarlah seorang lelaki setengah baya dengan wajah putih
tapi berwibawa.
Lamkiong Peng dan Iain-lain sama heran, sungguh tak terduga gembong iblis
yang disegani ini ternyata belum lanjut usia, bahkan tidak mirip orang
kangouw umumnya.
Begitu menampakkan diri, dengan suara lantang Swe Thian-bang berseru,
"Sungguh sayang waktu hidupnya belum sempat berjumpa dengan Liong-tai
hiap, sesudah beliau wafat baru dapat aku berkunjung kemari. Adalah pantas
jika sekarang kuberi penghormatan kepadanya."
la lantas memberi hormat kepada Layon Liong Po ti, lalu ia beneru, "Put-si-sinliong
sudah mati seterusnya Ci-hau-san-ceng harus dicoret dari dunia
persilatan, kukira setiap orang yang hadir di sini sependapat denganku?"
Serentak terdengar anak buahnya bersorak setuju.
"Diam!" bentak Liong Hui dengan melotot. "Gi-hau-san-ceng bersejarah
ratusan tahun dan merupakan bintang kejora di dunia persilatan Tionggoan,
memangnya kaum lblis semacam kalian ini ingin mengaduk di depan kaum
ksa-tria yang hadir di sini, jangan mimpi!"
"Hehe, kematian sudah di depan mata, masih berani bicara besar," jenget Swe
Thian-bang. "Hm, anak murid Sin-Hong, memangnya takut digertak?" jawab Liong Hui
tegas "Ayo siap, anak murid Ci-hau-san-ceng!"
Serentak terdengar suara gemuruh beratui orang di luar ruangan, berbareng
berpuluh obor pun dinyalakan sehingga terang ben-derang.
"Huh, hanya ratusan orang saja juga berani pamer kekuatan padaku" Cukup
sekali tanganku bergerak saja ratusan orang kalian akan menjadi setan!" ejek
Swe Thian-bang.
Baru lenyap suaranya, tiba-tiba dari luar ruangan seorang menanggapi, "Haha.
begus, bagus! Justru kawanan pengemis yang kelaparan ini sudah bosan
hidup, kebetulan jika ada yang pandai membuat orang menjadi setan!"
Dari suaranya yang serak itu segera Lamkiong Peng mengenalnya sebagai Ih
Hong, tentu saja ia sangat girang.
"Haha bagus jika kalian minta menjadi setan daripada hidup selalu kurang
makan!" seru Swe Thian-bang. Segera ia pun memberi tanda sehingga para
pengiringnya lama siap tempur.
Melihat gelagatnya, jelas pertarungan sengit sukar lagi dihindarkan, diam diam
ia gelisah karena sejauh ini rombongan ayah-bunda-nya belum kelihatan
muncul, padahal tenaga mereka sangat diperlukan.
Dalam pada itu Liong Hui juga sudah memberi tanda, terdengar suara barisan
pemanah memasang panah dan membentang busur di sekeliling ruangan.
Diam-diam Yim Hong-peng mendekati Swe Thian-bang dan mengisiki apa yang
didengamya di luar itu. Tampak air muka Swe Thian-bang sedikit berubah,
segera ia pun memberi pesan kepada Yim Hong-peng agar menempati posisi
yang sudah ditentukan dan siap bertindak.
Selagi ketegangan memuncak dan segera akan terjadi banjir darah, tiba-tiba
ada anak buah Kai-pang berseru di luar. "Hong-tim-sam-hiap datang!"
Girang sekali Lamkiong Peng mendengar kedatangan rombongan ayahnya,
Dilihatnya Swe Thian- bang juga tersenyum senang,
Sejenak kemudian tertampak Lamkiong Siaog-ju dan istrinya serta Loh Ih-sian
masuk ke ruangan, segera Swe Thian-bang menyapa "Memang sudah kuduga
kalian akan tiba tepat pada waktunya, kenapa Bong-wan tidak kelihatan ikut
datang?" Lamkiong Sian-ju memberi hormat, jawabnya, "Kami suami-istri perlu
mengajak bersama Lamte sehingga agak terlambat datang, harap dimaafkan.
Mengenai Siau-siansing, dia ternyatakan ada sedikit urusan lain dan segera
akan menyusul tiba."
Swe Thian bang tampak heran dan sangsi, tapi tidak tanya lebih lanjut,
katanya, "Syukurlah Lamkiong-taihiap sudah datang, sesungguhnya
kuharapkan adanya persepakatan antara sesama orang persilatan dan tidak
perlu menimbulkan sengketa berdarah. Untuk ini mungkin sekali Lamkiongtaihiap
mempunyai gagasan sesuai dengan rencana kita semula?"
Lamkiong Siang-ju tersenyum, ucapnya, "Kami berterima kasih atas
penghargaan Swe siaming terhadapku, adapun urusan sekarang sedapatnya
akan kuselesaikan secara damai."
Lalu ia berpaling, katanya kepada Lamkiong Peng yang berdiri tercengang di
sana, "Anak Peng, coba maju sini!"
Meski ragu, namun Lamkiong Peng yakin sang ayah pasti mempunyai maksud
tertentu maka pelahan ia mengisiki Liong Hui dan Iain-lain agar siap tempur,
lalu mendekat ke depan sang ayah, ucapnya, "Anak mohon petunjuk ayah!"
Dengan kereng Lamkiong Siang-ju berkata* "Anak masih muda, seharusnya
belajar dari pengalaman orang itu. Bahwa Swe - siansing bermaksud
mempersatukan dunia penilatan demi kesejahteraan kaum kita, kebijaksanaan
yang luhur ini harus kita dukung. Lekas memberi hormat kepada Swe-siansing
dan beri penjelasan lebih lanjut kepada kawan dan saudara seperguruanmu
yang lain, sebentar lagi kita masih akan bermusyawarah lebih lanjut."
Mestinya Lamkiong Peng bermaktud menyatakan pendapatnya, tapi segera ia
paham di balik ucapan tang ayah tentu mengandung makna lain, maka ia
Han Bu Kong Karya Tak Diketahui di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hanya mengiakan saja, ia memberi hormat sekadarnya kepada Swe Thianbang,
lalu mengundurkan diri ke dekat rombongan Yap Man-jing, Tik Yang, Ih
Loh dan Kwe Giok-he.
Tak terduga mendadak Liong Hui berteriak dengan mendelik, "Nanti dulu!
Paman Lamkiong adalah tokoh pujaanku, sungguh sayang engkau bisa
mengemukakan gagasan seperti ini. Bagi anak murid Sin-liong, lebih baik
gugur sebagai ratna daripada hidup mengekor krpada kaum durjana?"
"Liong hiantit, kenapa kaubicara ceperti ini," kata Lamkiong Siang ju dengan
kereng. "Bahwa Ci-hau-lan-ceng kini berada di bavvah pimpinanmu, tapi
apakah tidak kaupikirkan kepentingan orang banyak dan lebih suka menjadi
orang berdosa bagi dunia persilatan umumnya?"
"Paman Lamkiong." teriak Liong Hui, "Swe Thian-bang manusia berhati
binatang, biarpun kita berdamai dengan dia akhimya pasti akan dicaploknya
juga." "Kurang ajar!" bentak Swe Thian bang dengan gusar. "Antara Lamkiongtaihiap
dengan pihak kami sudah ada persetujuan, dengan hak apa kauberani
ikut bicara, bahkan menghasut, apakah kautahu apa hukumannya bagi
dosamu ini."
"Sabar dulu, Swe-siansing," sela Lamkiong Siang-ju. "Seorang pemimpin,
bilamana ingin orang lain tunduk lahir batin hendaknya berlaku bijaksana. Tapi
melihat tindak tanduk Swe siansing sekarang, aku menjadi sangsi apakah
pergerakanmu akan berhasil."
Seketika berubah hebat air muka Swe Thian-bang, bentaknya. '"Hah, kaupun
berani bicara demikian, apakah tidak kaupikirkan lagi keselamatanmu,
tidakkah kautahu apa akibatnya pembangkanganmu ini, Siau Bong-wan tidak
pemah bicara padamu?"
"Haha," Siang ju tertawa. "Siau Bong-wan jangan kau singgung lagi, dia
takkan datang lagi untuk selamanya. Semula kusangka Swe-Siansing pasti ada
kelebihan daripada orang lain, siapa tahu engkau cuma mengandalkan obat
racun saja untuk mengelabui mata telinga orang, baru sekarang terlihat jelas
ke pribadianmu yang sesungguhnya, sungguh menertawakan dan pantas
dikasihani."
Merah padam muka Swe Thian-bang saking geramya, teriaknya, "Memangnya
kaukira tanpa obat takdapat kutaklukkan kalian?"
"Itu perlu dibuktikan dulu," jawab Lamkiong Siang-ju.
"Baik," jengek Swa Thian-bang. Lalu ia herteriak, "Mana Su-tai kim kong
(empat jago utama)."
Serentak terdengar Yap Man-jing, Tik Yang, Ih Loh dan Kwe Giok-he
mengiakan sambi! melangkah ke depan Swe Thian-bang.
Dengan tatapan tajam Swe Thian-bang berseru, ' Su-tai-kim-kong terima
perintah, segera penggal kepala Lamkiong Siang-ju dan begandalnya yang
membangkang!"
Tik Yang berempat kelihatan kaku, serupa terpengaruh obat bius. Terdengar
mereka mengiakan dan membalik tubuh, serentak mereka melolos pedang.
Akan tetapi mendadak mereka membalik tubuh pula, empat pedang menutuk
sekaligus, bukan Lamkiong Siang-ju yang diserang melainkan Swe Thian-bung
sendiri. Sudah tentu kejadian ini lama sekali tak terduga oleh Swe Thian-bang, tanpa
ampun dada dan perutnya tertusuk keempat pedang. Namun dia memang
tokoh maha tangkas, sebelah kakinya masih sempat balas menendang dan
tepat mengenai bawah perut Kwe Giok-he.
Kontan Giok-he menjerit dan roboh terguling. Swe Thian-bang juga tidak
tahan lagi, sambil meraung ia pun roboh terjungkal dengan tangan memegang
dada dan perutnya yang mengucurkan darah.
Kiranya tadi waktu Lamkiong Peng disuruh berdamai dengan bekas sahabat
dan saudara seperguruannya oleh sang ayah, kesempatan itu telah digunakan
olehnya untuk memberi obat penawar racun kepada Tik Yang berempat.
Sesudah pikiran sehat mereka jemih kembali, diain-diam Tik Yang berempat
merencanakan tindakan balasan terhadap Swe Thian bang, terutama Kwe
Giok-he yang merasa telah tersesat dan malu terhadap suami dan para adik
seperguruan, ia menyerang paling ganas dan akibatnya ia sendiri pun tewas
kena tendangan Swe Thian-bang
Kejadian tak terduga ini seketika membuat begundal Swe Thian-bang menjadi
panik mereka bingung dan tidak tahu apa yang harus berbuat serupa ular
tanpa kepala. Segera, Lamkiong Peng beneru, "Ayo kawan, sikat kawanan durjana ini!"
Serentak orang banyak bersorak ramai dan menerjang maju.
Dengan sendirinya Yim Hong-peng dan kawannya tidak tinggal diam,
mendadak ia menyebarkan kabut putih, hanya sekejap saja kabut tebal telah
memenuhi seluruh ruangan. Lamkiong Peng pemah melihat kabut berbisa ini
dan tahu berbahayanya, cepat ia berteriak, "Awas kabut beracun, tahan napas
dan mundur keluar!"
Karena tebalnya kabut itu, Lamkiong Siang-ju suami-istri dan jago lain tidak
sempat lagi menerjang begundal Swe Thian-bang. beramai mereka berusaha
menyingkir. Hanya sekejap saja anak buah Swe Thian-bang sudah terlindung di tengah
kabut dan bermaksud kabur.
Dengan menyesal Lamkiong Peng berucap, "Sungguh sayang, meski biang
keladinya sudah binasa, namun antek-anteknya sempat lolos!" Belum lenyap
suaranya, sekonyong-konyong terdengar gelak tertawa orang, sesosok
bayangan melayang tiba dari luar didahului oleh cahaya bunga api wama biru
yang gemerlapan di tengah kabut tadi, menyusul pendatang itu lantas
membentak, "Kawanan tikus semuanya perlihatan diri!"
Aneh juga, begitu kabut tebal itu berbaur dengan cahaya biru itu, seketika
kabut menipis dan buyar serupa kabut pagi tertimpa sinar sang surya.
Di bawah cahaya lampu terlihat Yim Hong-peng bersama begundalnya sudah
mundur sampai di ambang pintu perkampungan.
"Panah!" bentak Liong Hui mendadak.
Serentak terjadi hujan panah bagaikan belalang terbang, pintu gerbang
perkampungan teralang dan sukar ditembus, anak buah Swe Thian-bang yang
lari paling depan sana menjerit terkena panah dan roboh binasa, hanya
sekejap saja 20-30 orang sudah terkapar.
Melihat gelagat jelek, cepat Yim Hong-peng memberi tanda agar begundalnya
meenyerbu kembali ke tengah ruangan.
Dengan membentak gusar segera mereka disambut Liong Hui, Koh Ih-hong,
Ciok Tim dan anak buah Ci-hau-san-ceng.
Dengan sendirinya Lamkiong Peng dan lain-lain juga lantas ikut bertempur,
juga kawanan pengemis pimpinan Ih Hong lantas menyerbu dari luar
Maka terjadilah pertempuran sengit di perkampungan termashur ini. Lamkiong
Peng berhadapan dengan Tong Goan satu lawan satu hanya beberapa gebrak
saja, anak muda itu membentak, pedang pusaka Yap-siang-jiu-loh berkelebat,
kontan kepala Tong Goan terbelah menjadi dua tanpa sempat menjerit.
Yim Hong-peng dikerubut Ih Loh dan Tik Yang, juga cuma beberapa jurus taja
tubuh Yim Hong-peng sudah terkacip menjadi tiga bagian oleh kedua pedang
Tik Yang dan Ih Loh.
Melihat gelagat tidak enak, Pang Liat dan Iain-lain yang masih tersisa cepat
mencari jalan untuk kabur, begitu pula anak buahnya.
Karena biang keladi sudah binasa, Lamkiong Siang ju lantas memberi tanda
agar pertempuran dihentikan supaya tidak lebih banyak menimbulkan
jatuhnya korban.
Setelah semuanya tenang kembali, dengan terharu Lamkiong Peng berpegang
tangan dengan Yap Man-jing. Liong Hui pun sedang men-cucurkan air mata
dan memandangi jenazah tang istri yang terkapar di lantai itu.
Sejenak kemudian barulah Lamkiong Siang ju teringat kepada pendatang
terakhir yang menghamburkan cahaya biru penghapus kabut berbisa tadi.
Waktu ia memandang ke sana, ketahuanlah siapa gerangannya. Kiranya Cak
lain-tak-bukan adalah orang yang dulu menumpang makan di rumahnya, yaitu
Ban Tat adanya.
Sagera ia mendekati orang dan mengucapkan terima kasih, "Syukurlah
kaudatang tepat pada waktunya, kalau tidak sungguh sukar di-bayangkan
bagaimana jadinya."
"Ah, itu pun kewajibanku yang tidak berarti," kata Ban Tat. "Malahan di tengah
perjalanan aku bertemu dengan nona Bwe dan mendapat titipan sepucuk
turat." Lalu ia mengeluarkan sepucuk surat kepada Lamkiong Peng.
Tergetar hati anak muda itu, cepat ia tanya, "Ke mana dia?"
Ban Tat menghela napas, katanya dengan menyesal, "Dia .... dia sudah ikut ke
Kun-mo-to bersnma Sun-siau tocu."
Seketika kepala Lamkiong Peng mendengung, hampir saja ia jatuh pingsan.
"Nona Bwe sungguh perempuan hebat," kata Ben Tat pula. "Justru dia rela
berkorban demi kesejahteraan dunia persilatan umumnya. Dia yang minta
pimpinan Kun-mo-to itu mencegah bargabungnya tokoh ketujuh aliran besar
dengan Swe Thian-bang, Kukira sukar bagimu untuk membalas jasanya ini."
Baru sekarang Lamkiong Peng paham apa sebabnya tokoh ketujuh aliran itu
tidak muncul membela Swe Thian-bang, kiranya telah mendapat perintah
pimpianan Kun-mo-to untuk mengundurkan diri atas permintaan Bwe Kimsoat.
Dengan berlinang air mata ia membaca surat Bwe Kim-soat yang antara lain
tertulis: '". . . hendaknya kaujaga adik Jing dengan baik, aku ini perempuan
yang teramat jelek, semoga mengikat jodoh pada. jelmaan yang akan datang .
. . . " "Semoga . . . . " Laaikiong Peng mengulang kalimat itu, mendadak tercetus
dari mulutnya, "Tidak, tidak, biarpun ke ujung tangit juga akan kutemukan
dikau . . . . "
Tiba-tiba sebuah tangan halus memegang lengannya dan suara lembut
mendesis di tepi telinganya, "Engkoh Peng!"
Pelahan Lamkiong Peng berpaling, dilihat-nya Yap Man-jing sedang
menatapnya dengan sorot mata yang penuh rasa kasih sayang, tanpa terasa ia
pegang tangan si nona ....
Malam sudah hampir lalu, cahaya subuh mulai menerangi bumi raya ini
--- TAMAT --- Kilas Balik Merah Salju 1 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Amanat Marga 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama