Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 7
kamar itu segera terbuka. Dia melesat masuk ke dalam.
Di dalam kamar tidak ada penerangan. Hanya cahaya
rembulan yang menerobos lewat jendela. Bagi Wan Fei Yang,
sinar ini saja sudah cukup. Biasanya dia berlatih silat di
lembah yang terpencil. Di sana juga tidak ada penerangan.
Dia hanya mengandalkan penerangan cahaya rembulan saja.
Sepasang matanya sudah terbiasa dengan kegelapan.
Fu Giok Su terjatuh di atas tanah. Lun Wan Ji meringkuk di
sudut. Dua manusia berpakaian hitam memegang pedang
yang tajam berkilaian. Mereka sudah siap menusukkan
pedang tersebut ke tubuh Lun Wan Ji dan Fu Giok Su. Namun
tampaknya mereka terkejut oleh suara dobrakan pintu. Mereka
menolehkan kepalanya serentak.
516 "Siapa" Berani benar menyerbu Bu Tong san?" teriaknya
lantang. Kedua manusia berpakaian hitam itu tidak menyahut. Pedang
mereka bergerak dan meluncur ke arah Wan Fei Yang. Anak
muda itu tidak berani ayal. Telapak tangannya segera terulur
dan menyerang kedua manusia berpakaian hitam tadi. Dalam
waktu yang bersamaan, tubuhnya juga bergeser ke samping.
Tampaknya kedua manusia berpakaian hitam itu cukup
memahami ilmu pedang. Serangan kedua orang itu tidak
main-main. Wan Fei Yang terpaksa mengerahkan segenap
kemampuannya untuk melawan. Dia juga tidak memberi
kesempatan kepada musuh. Tangannya dengan gesit
berubah-ubah. Salah satu dari manusia berpakaian hitam itu
terpaksa mundur beberapa langkah, sedangkan yang satunya
lagi bergulingan di tanah.
Mereka langsung meloncat bangun dan menyerang Wan Fei
Yang kembali. Beberapa kali serangan mereka tidak berhasil.
Sedangkan Wan Fei Yang juga mulai panas. Dia tidak boleh
membiarkan pertarungan ini berlarut-larut. Telapak tangannya
segera terulur dan dengan tiba-tiba menjambret bagian depan
pakaian salah seorang manusia berpakaian hitam tadi.
"Berani-beraninya. Ingin kulihat siapa kau sebenarnya,"
cengkeraman tangan Wan Fei Yang bergerak bersamaan
dengan ucapannya. Dia menarik kain yang menutupi wajah
orang itu. Wajah yang ada di balik kain penutup itu ternyata wajah Gi
517 song. Wan Fei Yang terkejut setengah mati. Tangannya
terlepas dari cengkeramannya. Kakinya mundur sejauh tujuh
langkah. Gi song malah mendesak maju. Manusia berpakaian hitam
lainnya segera menghampiri. Dia adalah Cang song. Orang
tua itu menerjang ke arahnya. "Kali ini kau benar-benar
tertangkap basah!" bentaknya.
Sekarang Wan Fei Yang baru sadar bahwa semua itu hanya
perangkap untuknya. Dia menatap ke arah Lun Wan Ji.
Matanya menyiratkan hatinya yang luka. Lun Wan Ji tidak
bersuara. Dia terkejut sekali mengetahui ilmu Wan Fei Yang
yang demikian tinggi.
Fu Giok Su juga segera bangkit. Wajahnya tidak menampilkan
perasaan apa-apa. Gi song dan Cang song tidak
memperdulikan mereka. Kedua orang itu terus mendesak Wan
Fei Yang. Hal pertama yang melintas di benak Wan Fei Yang
pada saat itu adalah lari!
"Jangan lari!" bentak Gi song sambil mengejar.
Ketika Fu Giok Su menyusul ke halaman, bayangan ketiga
orang itu sudah tidak tampak lagi. Suara teriakan Gi song dan
Cang song masih terdengar. Fu Giok Su menoleh ke arah Lun
Wan Ji. "Sumoay, aku akan membantu kedua susiok. Kau kembali dan
panggil semua suheng kita," katanya.
Hati Lun Wan Ji sekali. Dia mengiakan saja. Setelah sejenak,
dia baru membalikkan tubuhnya kembali ke arah sebelumnya.
518 Fu Giok Su berlari beberapa langkah, setelah melihat
bayangan Lun Wan Ji tidak tampak lagi. Dia membelok ke
arah yang lain. Sekarang dia sudah berhasil membongkar
rahasia Wan Fei Yang. Rencana keji lainnya sudah menanti di
depan mata. *** Malam sudah larut. Penerangan remang-rmang. Ci Siong to jin
belum tidur. Tangannya menggenggam belahan giok.
Segelungan firasat yang tidak enak menggelayuti
perasaannya. Tanpa sadar Ci Siong to jin berdiri. Dia
membuka gembok dan membuka laci lemarinya. Di dalamnya
terdapat seperangkat pakaian berwarna hitam.
Tiba-tiba jendela bagian timur terbuka, tiga batang piau
melayang masuk. Telinga Ci Siong to jin menangkap suara
angin. Tubuhnya bergeser. Ketiga batang piau tersebut lewat
dan menancap di atas tembok. Terlintas bayangan hitam
melintas lewat jendela.
Dengan tergesa-gesa Ci Siong tojin meletakkan belahan giok
di atas pakaian hitamnya. Laci tadi ditutup kembali. Tubuhnya
berkelebat menerobos lewat jendela. Di bagian luar terdapat
pohon-pohon bambu. Bayangan hitam tadi melintas rumpunan
bambu. Ci Siong to jin mengikuti dengan ketat.
Semakin dalam batang-batang bambu, semakin banyak.
Tanpa memperdulikan Ci Siong to jin terus menerobos
519 mengikuti kibasan lengan baju orang itu. Keluar dari rumpun
bambu, bayangan tadi menuju bagian belakang gunung. Dari
bentuk tubuhnya tidak salah dia pasti manusia tanpa wajah.
Tentu saja Ci Siong to jin tidak mengenalnya.
Meskipun ginkang manusia tanpa wajah cukup tinggi, tapi
tidak dapat menandingin Ci Siong tojin. Sayangnya Ci Siong to
jin belum sembuh secara keseluruhan dari luka yang
dideritanya. Oleh karena itu, jaraknya dengan manusia tanpa
wajah semakin lama semakin jauh. Kedua orang itu berlari
secepat kilat. *** Wan Fei Yang juga berlari di depan Gi Song dan Cang song.
Sebenarnya kalau dia mau melepaskan diri dari kedua orang
itu, baginya mudah sekali. Tapi dia tidak melakukannya.
Pikirannya kacau sekali. Lambat sedikit saja, dia sudah
dihadang oleh Gi song dan Cang song yang mengambil jalan
pintas. "Masih lari" Hayo ikut aku temui Ciang bun jin!" bentak Gi
song. "Budak busuk! Kau benar-benar licik. Pura-pura tidak mengerti
ilmu silat. Hayo katakan, darimana kau mempelajarinya?"
bentak Cang song tak mau kalah gertak.
Wan Fei Yang tidak berkata apa-apa.
"Jangan perduli yang lainnya dulu. Ringkus dia dan bawa ke
520 hadapan Ciang bun suheng!" kata Gi song.
"Aku". Aku tidak bisa me" menemui"." Wan Fei Yang
merasa serba salah. Suaranya jadi gagap gugup."Kau tidak
mau pergi, kami menyeretmu ke sana!" kata Gi song sambil
mengulurkan tangan mencengkeram.
Wan Fei Yang menggeser tubuhnya menghindar. "Aku mana
mengerti ilmu" ilmu silat" Kalau aku mengerti.. buat" apa
aku masih di sini?"
"Kaulah pembunuh itu!" Tangannya menuding Wan Fei Yang.
"Kau diam di sini untuk membunuh orang."
"Aku tidak membunuh siapa-siapa!" teriak Wan Fei Yang
semakin kebingungan.
"Kalau bukan kau siapa lagi?" teriak Cang song sambil
mengulurkan tangannya sekali lagi. Tapi Wan Fei Yang masih
juga berhasil menghindarkan diri. Gi song tertawa dingin.
"masih tidak mau mengaku kalau kau mengerti ilmu silat"
Kalau tidak mengerti bagaimana kau bisa menghindar dari
cengkeramanku?"
"Cepat katakan! Siapa yang mengajari ilmu silat kepadamu"
Katakan!" bentak Cang song dengan lagak galak.
"Aku" aku menciptanya sendiri?" kata Wan Fei Yang
semakin tidak karuan.
"Kau bisa mencipta ilmu silat" Mengapa buka mengatakan
kami saja yang menciptanya" Tampaknya kau memang tidak
bersedia mengaku!" tgeriak Cang song lantang. Dia langsung
521 menerjang ke depan.
Wan Fei Yang menghentakkan kakinya dan melesat melalui
kepala Gi song. Dia mengambil langkah seribu dan lari terbiritbirit. Gi song dan Cang song langsung mengejar.
*** Akhirnya manusia tanpa wajah menghentikan langkah kakinya
juga. Ternyata dia berhenti di tanah kosong dekat lembah
terpencil di mana Ci Siong to jin selalu mengajarkan ilmu silat kepada Wan Fei Yang.
Semakin mengejar, hati Ci Siong to jin semakin curiga.
Akhirnya dia tidak dapat menahan diri lagi.
"Siapa kau sebetulnya?"
"Sama dengan engkau. Manusia berpakaian hitam yang
misterius."
Hati Ci Siong tergetar. Namun dia berusaha menenangkan
perasaannya. "Apakah kau tidak tahu bahwa menerobos Bu
Tong san hanya ada satu jalan yakni kematian" Tanyanya
penuh wibawa. "Tentu saja tahu!"
"Sudah tahu tapi masih dilanggar juga."
"Tidak berbeda denganmu. Melanggar peraturan Bu Tong pai,
522 secara diam-diam mengajarkan ilmu silat kepada Wan Fei
Yang!" Wajah Ci Siong to jin semakin kelam. "Apa yang kau
inginkan?"
"Hanya ingin meminta pelajaran dari Ciang bun jin mengenai
ilmu Bu Tong pai yang terkenal di kolong langit."
"Kau yang membunuh anak murid kami?"
"Bukan."
"Masih tidak berani mengaku?"
"Aku sudah menjawab terus terang, tapi mau masih tidak
percaya juga. Terserah!"
"Aku tidak percaya maksud kedatanganmu demikian
sederhana."
"Sederhana" Sama sekali tidak!" Manusia tanpa wajah tertawa
dingin. "Kalau kau kalah di bawah pedangku malam ini, hanya
jalan kematian yang dapat kau pilih."
Ci Siong mencibirkan bibirnya. "Kau mempergunakan
pedang" Seberapa dalam pengertianmu tentang pedang?"
Manusia tanpa wajah tidak menyahut. Pergelangan tangannya
memutar. Pedangnya yang panjang sudah dihunus.
"Silahkan!"
"Lepaskan dulu penutup wajahmu!"
523 "Apa perlu?" Manusia tanpa wajah tertawa dingin berulang
kali. "Punco mempunyai satu kebiasaan. Tidak akan membunuh
turunan tikus yang tidak berani memperlihatkan mukanya."
"Aku juga mempunyai suatu kebiasaan. Aku ingin lawan mati
penasaran. Tidak tahu siapa yang membunuhnya dan mati
pun tidak meram!" Kata-katanya selesai diucapkan, manusia
tanpa wajah melesat. Tubuh dan pedangnya seperti sebuah
garis panjang yang menerjang ke arah Ci Siong to jin. Sekali
tikam tiga belas jurus berturut-turut, tidak satu pun dari jurus itu yang tidak mematikan.
Pedang Ci Siong to jin juga sudah dikeluarkan. Liong gi kiam
hoat dikerahkan. Tubuhnya dalam sekjap menghilang tertutup
bayangan pedang. Kedua pedang berdentang berbenturan.
Hanya dalam waktu sesaat, mereka sudah saling menyerang
dua ratus tiga puluh tujuh kali. Ci Siong tiba-tiba tertawa
dingin. "Ilmu pedangmu tidak bagus sama sekali!" katanya tajam.
Manusia berpakaian hitam itu tertawa sumbang. "Di kolong
langit ini memang hanya Liang gi kiam hoat yang paling
termasyur. Ilmu pedang cakar ayam seperti yang aku pelajari
ini mana masuk hitungan?"
"Tapi kau justru berani mengusik aku."
"Itu karena aku tahu kau menderita luka. Meskipun Liang gi
kiam hoat sangat hebat. Sekarang kau tidak bisa
524 sembarangan mengerahkan jurus yang mematikan."
Wajah Ci Siong to jin beku seperti es. Pedangnya tidak henti
bergerak. Dia sudah mengambil keputusan untuk melukai
manusia berpakaian hitam itu secepatnya. Sayang sekarang
tenaga dalamnya tinggal lima bagian. Apa yang dikatakan
lawannya memang benar. Dia tidak bisa mengerahkan tenaga
sepenuhnya. Apalagi jurus mematikan dari Liang gi kiam hoat.
Ada beberapa jurus yang seharusnya bisa membunuh
manusia berpakaian hitam itu, tapi karena tenaganya sudah
jauh berkurang, dia tidak berhasil melakukannya.
Oleh karena itu, hatinya semakin tertekan. Apabila seseorang
menjalankan jurus Liong gi kiam hoat yang tidak sempurna
lagi, pasti dapat terlihat titik kelemahannya. Namun manusia
berpakaian hitam ini masih belum menemukannya. Fu Giok
Su lah yang sudah melihat kelemahan itu. Sekarang dia
bersembunyi dalam hutan yang lebat dan menunggu
kesempatan baik untuk menampilkan diri.
Kalau saja dia sampai turun tangan dan bergabung dengan
manusia berpakaian hitam, tidak diragukan lagi kekalahan
pasti ada di pihak Ci Siong to jin. Tapi dia tetap menunggu.
Menunggu kesempatan agar sekali serang langsung berhasil.
*** Sehari-harinya Wan Fei Yang sudah terbiasa diperlakukan
secara semena-mena. Ini merupakan salah satu penyebab
525 mengapa dia masih mengalah terus.
"Liong wi tianglo, lepaskan saja aku, boleh kan?" kata Wan Fei
Yang dengan suara memohon.
Gi song dan Cang song mana mungkin terharu oleh sikapnya.
"Tidak bisa. Bagaimanapun kami harus meringkus engkau!"
"Kalau begitu, aku terpaksa"."
"Terpaksa apa?" Tanpa sadar serangkum hawa dingin
menyerang tubuh Gi song.
Wan Fei Yang sama sekali tidak memancarkan serangan atas
diri kedua orang tua itu. Hanya tubuhnya yang tiba-tiba
menghentak. Gerakannya persis seekor kupu-kupu yang
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melintas di depan mata Gi song dan Cang song. Tubuhnya
seperti tumbuh sayap tiba-tiba dan terbang menjauh.
Gi song dan Cang song saling melirik sekilas. Kemudian
keduanya menggerakkan kaki mengejar. Semakin lama Wan
Fei Yang berlari semakin cepat. Juga semakin jauh. Dalam
sekejap saja, dia sudah berhasil melepaskan diri dari kedua
tianglo tersebut.
*** Malam ini rembulan bercahaya, bintang berkilauan. Setelah
melintasi bukit-bukit, Wan Fei Yang mendongakkan
kepalanya. Kakinya terhenti.
526 "Celaka! Hampir kentungan ketiga," katanya dalam hati.
Tubuhnya berkelebat secepat kilat ke depan. Di sebelah sana,
Ci Siong to jin dan manusia berpakaian hitam sedang
bertarung dengan seru. Tampaknya Ci Siong to jin mulai
kewalahan. Dia sudah terdesak mundur beberapa kali.
Fu Giok Su dapat melihat semuanya dengan jelas. Dia
mengambil sehelai kain hitam dari balik pakaiannya dan
digunakannya untuk menutup wajahnya. Orang ini benarbenar musuh dalam selimut.
*** Setelah menyerang lagi beberapa jurus, manusia tanpa wajah
berhasil mendesak Ci Siong to jin mundur sejauh dua depa.
Pedangnya bergerak lagi tujuh kali berturut-turut.
*** Punggung Ci Siong to jin sudah menyentuh ranting pohon
yang kering. Manusia tanpa wajah tidak ingin kehilangan
kesempatan baik itu. Dengan cepat pedangnya meluncur ke
depan. Ci Siong to jin tidak melihat jalan lain kecuali mengacu
kekerasan. Kedua pedang berbenturan. Bagian dalam tubuh
Ci Siong to jin tergetar hebat. Darahnya menggelegak dan
langsung muncrat dari mulutnya. Manusia tanpa wajah tidak
527 ingin menunda waktu pedangnya meluncur lagi ke depan.
Sekali lagi kedua batang pedang saling menangkis.
"Trang!"
Pergelangan tangan Ci Siong to jin tergetar. Pedangnya
melayang di udara. Dengan menahan diri dia mencelat ke
atas. Rasa sakit menyerang seketika. Kakinya terhenti.
Manusia tanpa wajah segera menghentikan kakinya. Ternayta
pedangnya juga terlepas oleh getaran benturan tadi. Karena
dia tidak mengalami luka apa-apa, secepat kilat dia berhasil
menyambut pedangnya kembali dan langsung ditikamkan ke
depan. Pedang itu bagai secarik sinar yang berkilauan. Ci Siong to jin sudah nekat. Kedua telapak tangannya dirangkapkan. Dia
menyambut pedang manusia tanpa wajah dengan menjepit
pedang tersebut pada kedua telapak tangannya.
Jarak pedang tersebut hanya tinggal tiga cun dari tenggorokan
Ci Siong to jin. Manusia tanpa wajah berteriak lantang,
tenaganya dikerahkan dan mendorong perang itu sekuatnya.
Namun kedua telapak tangan Ci Siong to jin ternayta bagai
jerat laba-laba. Juga ibarat besi sembrani yang menyedot
pedang itu. Manusia tanpa wajah tidak berhasil mendorong
pedang itu untuk melukai tenggorokan Ci Siong to jin. Kedua
orang itu saling berkutat. Mata manusia berpakaian hitam itu
menyorotkan hawa pembunuhan yang tebal, sedangkan
keringat dingin sudah membasahi kening Ci Siong to jin.
Ci Siong to jin meraung murka. Telapak tangannya didorong
ke depan. Tubuh dan pedang manusia tanpa wajah terangkat
528 ke udara dan berputaran. Tepat pada saat itu juga, Fu Giok Su
melesat keluar dari tempat persembunyian. Kedua telapak
tangannya meluncur dan menghantam tepat di punggung Ci
Siong to jin. Ketika Tosu tua itu mendengar hembusan angin di
belakangnya dan bermaksud menghindar, dia tidak keburu
lagi. Isi perutnya tergetar. Tubuhnya tergetar hingga mencelat
sejauh satu depa. Mulutnya terbuka dan kembali dia muntah
darah. Pada saat itu manusia tanpa wajah sudah melayang turun.
Pedangnya langsung meluncur dan menikam jantung Ci Siong
to jin. Sebelum berhasil, telapak tangan tosu tua itu kembali
dirangkapkan dan menjepit pedang manusia tanpa wajah
seperti sebelumnya. Fu Giok Su tidak membuang
kesempatan. Kedua telapak tangannya segera maju dan
menghantam Ci Siong to jin sekali lagi.
"Plak! Plak!"
Dua kali berturut-turut. Juga di tempat yang sama. Wajahnya
pucat seperti kertas. Sepasang tangannya tidak kuat lagi
menjepit pedang manusia tanpa wajah. Begitu merasa jepitan
tosu tua itu mengendur, pedang manusia tanpa wajah tanpa
ampun lagi menusuk jantung Ci Siong to jin.
Tanpa dapat menahan diri lagi, Ci Siong to jin menjerit ngeri.
Tubuhnya terhuyung-huyung kemudian rubuh di atas tanah!
Tanpa sadar Fu Giok Su dan manusia tanpa wajah samasama menarik nafas panjang.
Tiba-tiba terdengar suara kibasan lengan baju. Fu Giok Su
529 dan manusia tanpa wajah saling mengerling sekilas. Tubuh
mereka berkelebat melesat ke dalam hutan yang lebat. Baru
saja mereka menghilang di dalam hutan itu, Wan Fei Yang
sudah melayang turun. Melihat apa yang terpampang di depan
matanya, dia berdiri tertegun. Sesaat kemudian dia bagai
tersadar dan menghambur ke depan. Dia memeluk tubuh Cfi
Siong to jin. Ciang bun jin! Ciang bun jin!" teriaknya panik.
Ci Siong to jin memaksa diri membuka sepasang matanya.
"Ciang bun jin, bagaimana keadaanmu?"
Ujung bibir Ci Siong to jin menyunggingkan senyuman tipis.
Mulutnhya bergerak-gerak. Dia seakan ingin mengatakan
sesuatu. Wan Fei Yang gugup sekali.
"Ciang bun jin, siapa yang turun tangan melukaimu dengan
cara sekeji ini?" desaknya.
*** Meskipun Wan Fei Yang belum tahu bahwa yang ada di
hadapannya saat itu adalah ayah kandungnya sendiri, juga
tidak tahu bahwa Ci Siong to jin adalah manusia berpakaian
hitam yang setiap malam mengajarkan ilmu silat kepadanya,
namun dia merasakan kehangatan yang tidak terkirakan. Juga
kesedihan yang amat dalam.
"Fei Yang". " akhirnya dengan susah payah Ci Siong to jin
530 berhasil membuka mulutnya. "Di kamarku"."
"Ada apa di kamarmu?"
"Belahan batu". Batu giok."
"Belahan batu giok?" Wan Fei Yang benar-benar tidak
mengerti. "Ada". Ada" di da" lam".. laci"." Ci Siong to jin seakan
memaksakan tenaganya yang terakhir untuk menyelesaikan
kata-katanya. "Fei" Yang, kau" harus" ber".. latih lebih
gi".at lagi."
Suaranay tiba-tiba meninggi. Kepala Ci Siong to jin terkulai.
Akhirnya dia menghembuskan nafas terakhirnya di dalam
pangkuan Wan Fei Yang.
"Ciang bun jin! Ciang bun jin!" teriak Wan Fei Yang kalap.
Setelah beberapa kali berteriak dan tidak mendengar jawaban
dari Ci Siong to jin, akhirnya dia terpaku di tempat itu. Tepat pada saat yang sama, dari arah mana dia datang tadi
terdengar suara langkah kaki orang banyak yang mendatangi
dengan tergesa-gesa. Wan Fei Yang mendengar dengan jela,
namun dia tak memberikan reaksi apa-apa.
Kalau hari biasa, tentu dia akan segera mengambil langkah
seribu. Tapi apa yang terjadi malam ini memang terlalu
banyak. Perasaannya tidak tenang. Dan kematian Ci Siong to
jin semakin membuat batinnya terpukul.
Suara langkah kaki semakin mendekat. Setitik demi setitik
531 cahaya lentera mulai menerangi tempat itu. Wan Fei Yang
sama sekali tidak memperdulikan. Dia hanya meletakkan
mayat Ci Siong to jin di atas tanah lalu berdiri. Dengan pikiran melayang-layang dia mundur dua langkah. Bajunya sudah
penuh noda darah. Pada saat itulah lentera mengelilinginya.
Serombongan murid Bu Tong menghambur ke depannya.
Yang paling depan adalah Lun Wan Ji, Kim Ciok dan Giok
Ciok. "Siau Fei, apa yang kau lakukan di tempat ini?" Lun Wan Ji
yang pertama-tama membuka suara.
Mendengar suara itu, Wan Fei Yang baru menolehkan
kepalanya. Mulutnya terbuka tapi tidak sepatah katapun keluar
dari bibirnya. Mata Lun Wan Ji mengedar dan berhenti pada
masat Ci Siong to jin. Tanpa sadar dia menjerit ngeri. Para
murid Bu Tong mengikuti pandangannya. Semuanya terkejut
dan suasana menjadi gempar seketika.
"Ciang bun jin! Ciang bun jin!"
"Suhu! Suhu!"
Suara sahutan terdengar susul menyusul. Suasana bising
sekali. Lun Wan Ji menjatuhkan diri berlutut di tanah. Matanya
mendelik ke arah Wan Fei Yang. "Siau Fei, bagaimana kau
bisa turun tangan sekeji ini?" tanyanya dengan suara bergetar.
Mata setiap orang ebrtumpu pada diri Wan Fei Yang. Untuk
sesaat Wan Fei Yang tidak tahu bagaimana harus
menjelaskan. Tanpa sadar sepasang tangannya meraba
bagian depan pakaiannya. Tangannya berlumuran darah.
Pakaiannya pun bertambah banyak noda darah.
532 Perlahan-lahan Lun Wan Ji bangkit. Tangannya menuding
Wan Fei Yang. "Kau benar-benar membuat aku kecewa,"
katanya. "Ini". Tidak ada hubungannya dengan aku," Wan Fei Yang
mundur satu langkah. Dia menggoyang-goyangkan
tangannya. "Wan Fei Yang! Hal sekeji ini pun dapat kau lakukan!" bentak
Kim Ciok. "Ringkus saja dia! Hukum sesuai peraturan!" teriak murid Bu
Tong lainnya. Suara teriakan mereka memekakkan telinga.
Wan Fei Yang mengibas-ngibaskan tangannya dengan kalang
kabut. "Kalian dengarkan dulu penjelasanku!"
"Tidak usah dijelaskan lagi. Ikut kami kembali!" tukas Lun Wan
Ji. Wan Fei Yang masih bimbang. Dua orang murid Bu Tong
sudah menerjang ke arahnya. Fu Giok Su menyusul dari balik
hutan yang lebat.
"Apa yang terjadi?" tanyanya.
Belum sempat para hadirin menjawab pertanyaannya, mata
anak muda itu sudah melihat mayat Ci Siong to jin yang
tergeletak di atas tanah. Dia segera menjatuhkan diri berlutut.
"Suhu!" teriaknya sedih.
533 Kain hitam penutup wajahnya sudah dilepas. Pakaiannya
masih yang tadi juga. Ci Siong to jin sudah mati. Siapa lagi
yang tahu apa yang terjadi barusan. Wajahnya sendi.
Kepalanya malah menyusup di dada Ci Siong to jin. Para
murid yang melihat keadaannya menjadi terharu sekali.
Gi song dan Cang song yang melihat sinar terang, segera
berlari mendatangani. Mata mereka terpusat apda mayat Ci
Siong to jin. Keduanya tertegun.
"Siapa yang membunuh suhu" Siapa?" teriak Fu Giok Su
kalap. Sinar mata dan jari telunjuk semua orang tertuju ke arah Wan
Fei Yang. Anak muda itu mundur dua langkah. Tangannya
terus digoyang-goyangkan.
"Bukan" bukan aku. Aku hanya kebetulan menemukannya,"
sahutnya gugup.
Fu Giok Su meloncat berdiri. Dia sudah siap-siap menerjang,
namun langkah kakinya terhenti lagi.
"Tidak" tidak mungkin dia! Ilmu Suhu demikian tinggi,
bagaimana mungkin dia sanggup membunuhnya?" katanya
pura-pura. Jilid 12 Cang song langsung mencak-mencak. "Mengapa tidak" Kami
berdua juga memiliki ilmu yang tinggi. Tadi saja kami hampir
mati di tangannya!" teriaknya amrah.
534 Mendengar akta-katanya, mata setiap orang mengandung
rasa curiga. Mereka setengah percaya setengah tidak. Fu
Giok Su berlagak tersadar.
"Tidak salah. Ilmu bocah ini memang sangat tinggi!" katanya.
Cang song menuding ke arah Wan Fei Yang. "Tidak heran kau
tadi tidak bersedia menemui Ciang bun jin. Ternyata sejak
semula kau sudah merencanakan perangkap, kemudian
melarikan diri dari kejaran kami."
"Tidak" tidak pernah ada rencana apa-apa!"
Tadinya Wan Fei Yang ingin menjelaskan. Tapi sekarang
karena gugup, dia malah tidak sanggup berbicara.
"Kau benar-benar murid sesat!" teriak Cang song.
Gi song mengibaskan tangannya. "Maju! Lumatkan tubuh
pemberontak ini menjadi ribuan keping!" katanya.
Para hadirin memang sudah bersiap-siap. Mendapat perintah
Gi song mereka segera menyerbu. Senjata masing-masing
telah tergenggam di tangan. Wan Fei Yang menghindar
dengan kalang kabut.
"Jangan kalian paksa aku bvertindak!" teriaknya gugup.
Para hadirin yang mendengar ucapannya seperti ancaman
jadi tambah marah. Semuanya menerjang ke arah Wan Fei
Yang. Anak muda itu segera menangkap keadaan yang tidak
menguntungkan. Dia menangkis golok dan pedang yang
535 menyerangnya dengan sebatang ranting kayu yang
ditemukannya di atas tanah. Dia tidak membaalas menyerang.
Dia tahu makin lama suasananya makin gawat. Tiba-tiba
kakinya menutul dan tubuhnya melesat ke arah sebatang
pohon. Tidak ada seorang pun yang sanggup mencegah.
Wan Fei Yang juga tidak menyia-nyiakan kesemaptan itu.
Sekali lagi dia menghentakkan kakinya dan melesat pergi.
Tubuhnya menghilang dalam kegelapan malam.
"Kejar!" teriak Gi song sambil mendahului.
Cahaya lentera segera berpencar. Berbondong-bondong
mereka berlari ke arah Wan Fei Yang menghilang. Meliaht
keadaan itu, ujung bibir Fu Giok Su menyunggingkan
senyuman. Dia juga mempercepat langkah kakinya. Boleh
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibilang, rencananya sudah berhasil. Pek Ciok dan Cia Peng
sudah mati, demikian pula Ci Siong to jin. Ciang bun jin
generasi mendatang pasti menjadi bagiannya. Dan Tian can
kiat juga tentu akan terjatuh ke tangannya.
*** Yan Cong Tian selalu memberikan kesan kepada orang-orang
bahwa dia adalah manusia yang mudah marah. Tapi kalau
dibandingkan dengan malam ini, boleh dikatakan bahwa hari
sebelumnya dia sudah cukup lembut.
Rambutnya ebrdiri semua karena amrah. Wajahnya berubah
jadi ungu. Matanya menyorotkan warna merah. Urat-urat di
keningnya menonjol. Aliran darahnya seakan dua kali lebih
536 cepat dari baisanya.Giginya digertakkan erat-erat. Sepasang
tinjunya mengepa. Dadanya terasa hampir meledak.
"Benar-benar kesialan bagi partai kita!" Bibirnya bergetar.
Hatinya sakit sekali. Dia menghantamkan tinjunya ke tembok
ruangan sehingga retak di bagian tengah. Debu-debu
beterbangan. Hari seakan hampuir kiamat.
Lun Wan Ji yang masih menangis tersedu-sedu tergetar
mundur sejauh dua langkah. Yan Cong Tian malah menjadi
tenang kembali. Setidaknya kesedihan dalam hatinya sudah
terlampiaskan sedikit.
"Tidak disangka-sangka begini banyak musibah yang
menimpa Bu Tong. Dua puluh tahun yang lalu seorang tokoh
sesat menyelinap dalam partai kita dengan menyamar sebagai
tukang bakar api di dapur. Dua puluh tahun kemudian partai
kita kecolongan lagi oleh seorang anak haram," gumamnya
seorang diri. "Suhu, tolong katakan apa yang harus kita perbuat sekarang?"
Lun Wan Ji baru berani bertanya.
"Di mana Wan Fei Yang sekarang?" Yan Cong Tian malah
balik bertanya.
"Rasanya masih di sekitar Bu Tong san." Lun Wan Ji menarik nafas panjang. "Kami sudah mengutus beberapa orang untuk
memeriksa."
"Bagus!" Sepasang tinju Yan Cong Tian mengepal kencang.
"Wan Fei Yang! Tidak disangka sama sekali bahwa kau
537 adalah manusia semacam itu! Aku pasti akan meringkus murid
murtad sepertimu!" Habis berkata, tubuh Yan Cong Tian
melayang. "Brak!" Atap genteng pecah seketika diterobosnya.
Ketika pecahan genteng mendarat di tanah, tubuh Yan Cong
Tian sudah menghilang dalam kegelapan malam. Lun Wan Ji
mengejar dengan panik.
*** Malam panjang belum berakhir. Langit gelap, awan kelabu. Di
depan kamar Ci Siong to jin terlihat empat orang murid Bu
Tong lewat dengan lentera di tangan. Baru saja mereka
berlalu, Wan Fei Yang melayang turun dari atas sebatang
pohon. Tubuhnya berkelebat. Kedua tangannya mengambang dan
menguak daun jendela. Tubuhnya dengan ringan laksana
seekor kucing menyelinap masuk. Kemudian dia merapatkan
jendela kembali.
Penerangan di dalam kamar itu remang-remang. Tidak ada
seorang pun. Wan Fei Yang langsung masuk ke kamar CI
Siong to jin. Situasi kamar itu dikenalnya dengan sangat baik
ibarat mengenali telapak tangannya sendiri. Oleh karena itu
dia tidak perlu membuang waktu banyak.
538 Dia membuka laci pertama. Di dalamnya terdapat beberapa
perangkat pakaian yang biasa dipakai Ci Siong to jin.
Kemudian dia menarik laci kedua. Di dalamnya juga tidak
terdapat belahan giok yang dicarinya. Akhirnya dia membuka
laci ketiga. K ali ini dia tidak perlu membongkarnya. Belahan
giok langsung tergeletak di atas seperangkat pakaian
berwarna hitam.
"Tidak ada yang istimewa pada belahan giok ini," pikir Wan Fei Yang dalam hati. Dia membolak-balikkan belahan giok
tersebut dan memperhatikannya dengan seksama. "Mengapa
menjelang kematiannya Ciang bun jin terus menyebut batu
giok ini?"
Perlahan-lahan dia memasukkan belahan giok itu ke dalam
dadanya. Pada saat itulah, matanya menatap perangkat
pakaian hitam itu.
"Rasanya aku pernah melihat pakaian hitam seperti ini?"
Tanpa sadar dia mengeluarkan pakaian hitam itu dan
membeberkannya.
Wan Fei Yang langsung tertegun. Mulutnya hampir
mengeluarkan suara jeritan.
"Bukankah ini pakaian yang selalu dikenakan oleh Suhu?"
gumamnya seorang diri. "Apakah Ciang bun jin adalah suhu
yang selama ini mengajari aku ilmu silat?"
Dia menempelkan wajah wajahnya pada pakaian tersebut.
Segelombang rasa haru menyelinap di hatinya. Banyak hal
yang tidak dimengertinya apda masa lalu. Sekarang mulai
terang sedikit demi sedikit. Tanpa sadar Wan Fei Yang
539 menjatuhkan diri berlutut. Air matanya mengalir dengen deras.
"Ciang bun jin! Suhu! Aku salah mendugamu!" ratapnya sedih.
Baru saja perkataannya selesai,
"Blam!"
Pintu didorong dari luar. Yan Cong Tian di ringi Fu Giok Su
dan Lun Wan Ji menerjang masuk. Wan Fei Yang terkejut
sekali. Yan Cong Tian bertiga juga terpana. Mereka sudah
mencari kemana-mana. Tidak disangka akan menemui Wan
Fei Yang di tempat ini.
"Tepat sekali kata pepatah. Bagaimana pun asap tidak dapat ditutupi. Yang jahat, cepat atau lambat pasti akan ditemukan!"
kata Yan Cong Tian sambil tertawa terbahak-bahak.
Perlahan-lahan Wan Fei Yang berdiri.
"Susiok". Aku" aku"."
"Siapa yang kesudian menjadi susiokmu?" teriak Yan Cong Tian. Telapak tangannya menghantam ke depan. Sebuah
meja tempat pot kembang hancur berkeping-keping.
Wan Fei Yang menggeser tubuhnya menghinda, kemudian dia
bergulingan di lantai. Lalu secepat kilat meloncat bangunj dan
menerobos lewat jendela. Kejadian itu begitu cepat. Tidak ada
seorang pun yang sempat mencegahnya.
"Kejar!"
540 Bagai sebatang anak panah tubuhnya meluncur dan mengejar
Wan Fei Yang. *8* Ilalang melambai-lambai. Angin bertiup, rumput bergoyang.
Menimbulkan suara menderu-deru. Wan Fei Yang sendiri
persis seekor kelinci yang dikejar oleh harimau. Dia lari terbirit-birit melintasi padang ilalang.
Suara kibasan lengan baju terdengar. Kim Ciok, Giok Ciok dan
Yo Hong menyeruak ke luar dari rimbunan ilalang. Gerakan
mereka sangat gesit. Sekejap mata Wan Fei yang sudah
terkurung. "Sam wi suheng?" Wan Fei Yang terpaksa menghentikan
langkah kakinya.
Kim Ciok tertawa dingin. "Wan Fei Yang, mengingat hubungan kita sekian tahun, apabila kau bersedia menyerah, maka untuk
sementara jiwamu akan diampuni," katanya.
Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya. Ketiga orang itu
segera mencabut senjata masing-masing.
"Sam wi suheng, aku tidak bermaksud mencelakai kalian.
Mengapa kalian terus mendesak aku?" kata Wan Fei Yang
dengan nada sendu.
"Dasar murid murtad! Masih ebrani kau berbicara
sembarangan?" teriak Kim Ciok marah. Jurus Kui sua to
541 segera dikerahkan. Goloknya meluncur ke arah kening Wan
Fei Yang. Terpaksa Wan Fei Yang mundur dua langkah. Tubuhnya
berputar dan menghindari serangan Kim Ciok.
"Serrr!"
Suara toya di tangah Giok Ciok segera ditangkap oleh
telinganya. Pada saat yang sama tubuh Yo Hong mencelat ke
atas. Tujuh macam senjata rahasia ditimpukkan dalam waktu
yang bersamaan. Gerakan yang digunakan tidak lain adalah
"Hun fei cong".
Wan Fei Yang berjungkir balik di udara. Kakinya melangkah
cepat dengan gerakan bersilang. Yo Hong sampai terpana.
Gerakan yang digunakan anak muda itu juga "Hun fei cong".
Andalannya. Tangan Wan Fei Yang terangkat ke atas. Tujuh
macam senjata rahasia yang dilemparkan oleh Yo Hong
disambutnya sekaligus. Tubuhnya berkelebat kembali. Dalam
sekejap dia sudah berada sejauh tiga depa.
Kim Ciok, Giok Ciok dan Yo Hong cepat mengejar. Kedua
tangan Wan Fei Yang terangkat ke atas kemudian mengibas.
Tujuh macam senjata rahasia yang disambutnya tadi
mengarah kembali kepada ketiga orang itu. Namun tidak lupa
dia memperingatkan.
"Hati-hati senjata rahasia!" Dia memang tidak berniat melukai ketiga orang suhengnya.
Dia hanya ingin menunda langkah kaki mereka agar dia dapat
melarikan diri.
542 Sejak semula Kim Ciok, Giok Ciok dan Yo Hong memang
sudah berhati-hati. Kui sua to dikerahkan, dua buah senjata
rahasia tersampok jatuh. Toya Giok Ciok juga berputar, tiga
buah senjata rahasia berhasil ditangkis. Sisa dua macam
senjata rahasia lagi langsung disambut oleh Yo Hong.
"Bukankah ilmu yang digunakan sama dengan Jit amgi (tujuh
macam senjata rahasia) yang kau pelajari" Tanya Kim Ciok
terkejut. Wajah Yo Hong sedingin es. "Tidak salah!" katanya sambil mengejar ke depan.
Pada saat itu, Wan Fei Yang sudah melesat sejauh delapan
depa menuju sebuah hutan yang lebat. Ketika Yo Hong
bertiga sampai di luar hutan, bayangan Wan Fei Yang sudah
tidak terlihat lagi. Mereka ebrtiga sedang kebingungan dan
tidak tahu apa yang harus diperbuatnya, ketika Yan Cong Tian
melayang turun seperti seekor burung elang.
"Apakah kalian melihat Wan Fei Yang?" tanyanya segera.
"Dia lari ke dalam hutan," sahut Yo Hong.
"Dia mengerti Hui hun cong dan jit amgi," tukas Kim Ciok menerangkan.
"Bu Tong liok kiat dia mengerti semuanya," kata Yan Cong Tian tertawa dingin. "Kalau tidak, bagaimana Pek Ciok dan Cia Peng mati di bawah ilmu Liong gi kiam hoat dan Pik Lok
Ciang?" 543 Menilik dari ucapannya, Yan Cong Tian seakan sudah yakin
bahwa yang membunuh Pek Ciok, Cia Peng, Ci Siong to jin
dan melukai Fu Giok Su adalah Wan Fei Yang. Yo Hong, Kim
Ciok dan Giok Ciok terpana. Sedangkan Wan Fei Yang yang
bersembunyi di dalam hutan dapat mendengar kata-kata Yan
Cong Tian dengan jelas. Hatinya tergetar.
Fu Giok Su, Lun Wan Ji dan sejumlah murid Bu Tong
berdatangan dengan mambawa lentera di tangan. Yan Cong
Tian mengambil sebuah lentera dari salah seorang murid Bu
Tong. "Periksa semuanya!" katanya memberi perintah.
Suaranya menggelegar memecahkan keheningan malam.
Tidak seperti guntur yang bergemuruh tapi lebih mirip bom
yang meledak. Ternyata memang benar-benar ada bom yang meledak.
Cahaya api berpijar-pijar. Suara menggelegar memekakkan
telinga. Batu-batu yang menyambung dengan rantai kaki
makhluk tua di Telaga Dingin itu hancur berhamburan.
Pecahan batu berjatuhan ke dalam telaga dan menimbulkan
butiran air yang memercik-mercik. Debu-debu beterbangan.
Makhluk tua menjerit keras. Tubuhnya melesat ke udara.
Laksana iblis yang menari-nari di tengah telaga. Lalu dia
mengeluarkan suara tawa yang menyeramkan. Dia sudah
terkurung di dalam telaga itu selama dua puluh tahun. Hari ini
ternyata dia bisa bebas kembali.
*** 544 "Suara apa itu?" Tentu Fu Giok Su paham sekali dalam hati.
Namun dia pula yang pertama-tama mengajukan pertanyaan
itu. Hal ini membuktikan betapa licik manusia yang satu ini.
Yan Cong Tian mengedarkan matanya. "Jangan perdulikan
yang lainnya. Cari dulu Wan Fei Yang sampai dapat," katanya.
Tangannya menggerakkan lentera. Dia brjalan di depan. Para
murid Bu Tong yang lainnya terpaksa mengikuti dari belakang.
*** Rantai berputaran, ranting pohon tersibak patah. Makhluk tua
menggerakkan rantai tangannya bagai angin topan. Begitu
keluar dari telaga dingin, pohon dan batang bambu sejarak
sepuruh depa dikibas rata bersatu dengan tanah. Akhirnya
makhluk tua menghentikan gerakannya. Dia mendongakkan
wajahnya ke langit dan tertawa terbahak-bahak.
Tepat pada saat itu, manusia tanpa wajah keluar dari balik
pepohonan yang lebat.
"Siapa?" bentak makhluk tua langsung mengedarkan
pandangannya. Kepalanya menoleh. Matanya tajam bagai
elang. "Budak Han Cong, menemui Lao cu cung (kakek moyang),"
Manusia tanpa wajah berlutut di atas tanah.
545 "Han Cong?" Makhluk tua merenung sejenak.
"Apakah Giok Su yang menyuruh kau kemari untuk
menyambut aku?"
"Betul!"
"Giok Su pernah mengatakan bahwa kau adalah putra ketiga
dari Han Cang, Congkoan (Kepala Bagian) kita!"
"Ayah sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Kedudukan
congkoan sekarang dijabat oleh budak," sahut manusia tanpa wajah sambil terus berlutut.
"Bagus! Bagus sekali!" seru makhluk tua itu sambil bertepuk tangan senang. "Mari temani aku. Kita bunuh habis seluruh
murid Bu Tong!"
"Lao cu cung, tuia bangka Yan Cong Tian sudah keluar dari
persemayamannya. Lebih baik kita segera tinggalkan tempat
ini," kata si manusia tanpa wajah.
"Setelah membunuh habis seluruh murid Bu Tong, dengan
sendirinya aku akan meninggalkan tempat ini!" Begitu
senangnya hati makhluk tua sehingga dia lupa diri. Juga
seperti sudah lupa akan ketakutannya terhadap Yan Cong
Tian. "Urusan kecil jangan diperbesar. Lao cu cung?"
"Omong kosong!" bentak makhluk tua itu sambil terus
melangkah ke depan.
546 Tujuh orang murid Bu Tong kebetulan sedang memeriksa
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekitar tempat itu. Mereka juga mendengar suara ledakan.
Oelh akrena itu, mereka segera mencari sumber suara dan
ingin menyelidiki apa yang terjadi. Begitu melihat kemunculan
si makhluk tua, mereka semua terkejut setengah mati.
Makhluk tua itu menghentikan langkah seketika. Sinar
matanya menyeramkan, seolah memandang para murid Bu
Tong itu seperti makanan yang lezat.
"Makhluk tua!" teriak salah seorang murid Bu Tong tanpa sadar.
Makhluk tua itu tertawa terbahak-bahak. Tubuh dan rantainya
mencelat ke udara! Dua orang anak murid Bu Tong segera
menghunus pedangnya. Mereka menerjang ke arah makhluk
tua. Rantai di tangan makhluk tua itu segera berputar dan
membelit pedang kedua murid Bu Tong tersebut. Malang
sekali mereka. Tubuh keduanya ikut terangkat dan berputaran
satu kali. Kemudian makhluk tua mengerahkan tenaganya dan
melemparkan kedua orang itu ke arah sebuah batu gunung
yang besar dengan bagian kepala di ujung sana.
Tidak pelak lagi, kedua batok kepala anak murid Bu Tong itu
hancur berantakan. Otak mereka berceceran ke mana-mana.
Salah seorang murid lainnya dengan nekat menyerang. Dia
menggunakan sebatang golok. Bagi makhluk tua, serangan
murid Bu Tong itu seperti mainan anak-anak yang tidak
dipandang sebelah mata olehnya. Kepalanya menggeser,
tangannya terulur dan mencengkeram dada anak murid Bu
Tong tadi. Jantung orang itu remuk seketika terkena remasan
tangannya. 547 Sisa beberapa murid lainnya terkejut sekali. Mata mereka
membelalak. Dengan lutut gemetar mereka berusaha
melarikan diri.
"Lari kemana kalian?" teriak makhluk tua itu sambil tertawa terkekeh-kekeh. Sekali rantainya menyabet, sekaligus tiga
nyawa melayang karena leher mereka terjerat menjadi satu.
Manusia tanpa wajah sadar tak ada gunanya mencegah
kemauan si makhluk tua. Dia terpaksa mengiringi dari
belakang. *8* Cahaya api bergerak-gerak di dalam hutan. Yan Cong Tian
memimpin pencarian tersebut. Wan Fei Yang bersembunyi di
dalam gerombolan semak-semak dapat melihat orang ramai
mendatangi. Dia masih belum tahu apa yang harus
diperbuatnya. Sebetulnya sejak tadi dia sudah harus meninggalkan tempat
itu. Tapi hatinya penasaran. Dia ingin tahu apa yang akan
dilakukan para murid Bu Tong. Sekarang dia sudah melihat
dengan jelas. Dan dia baru menyadari bahaya yang tampak di
depan mata. Meskipun ilmu silatnya sudah tergolong nomor
satu, tapi pengalamannya masih cetek sekali.
Baru saja hatinya memperingatkan bahwa sejenak lagi
jejaknya pasti akan ketahuan, tiba-tiba dari gedung utama
terdengar lonceng berdentang ebrkali-kali. Lun Wan Ji segera
548 menarik tangan Yan Cong Tian.
"Suhu". Itu tanda bahaya dari atas gun7ung," katanya.
"Entah apalagi yang terjadi?" Yan Cong Tian merasa
kepalanya hampir pecah.
Seorang murid Bu Tong berlari-lari mendatangi. Wajahnya
pucat pasi. "Celaka! Celaka! Puncak gunung kebakaran!"
teriaknya panik.
"Bagaimana bisa kebakaran?" Tiba-tiba Yan Cong Tian
mendapat firasat yang tidak enak. Pada saat itu dia menjadi
bimbang. Mundur salah, maju salah.
Justru pada saat dia ragu dan tidak tahu harus mengambil
keputusan bagaimana, seorang murid Bu Tong lainnya lari
terbirit-birit memberi laporan.
"Makhluk tua berhasil melarikan diri dari telaga dingin!"
teriaknay dengan nafas tersengal-sengal.
"Apa?" Yan Cong Tian bagai disambar kilat.
"Sekarang makhluk tua itu ada di puncak gunung. Dia sibuk
membakar dan membunuh anak murid partai kita. Keadaaan
kacau balau!" lapor orang itu selanjutnya.
Wajah Yan Cong Tian berubah hebat. Dia meraung murka.
Tinjunya menghantam sebatang pohon yang ada di
sampingnya dan "Krakkkk" Pohon itu tumbang seketika.
Tubuh Yan Cong Tian berkelebat pada saat yang ebrsamaan.
Cara menggerakkan tubuhnya lebih mirip orang yang sudah
549 kalap. Semua murid Bu Tong mengikuti dari belakang. Wajah
mereka tegang sekali. Fu Giok Su juga tidak berbeda. Dia
sudah berpesan kepada manusia tanpa wajah untuk
menyambut kakeknya. Makhluk tua itu sekarang malah
mengamuk di Bu Tong san. Bagaimana hatinya tidak cepas"
Wan Fei Yang juga sama cemasnya. Pohon yang tumbang
tadi jatuh tepat di sampingnya. Tia tidak berani bergerak,
apalagi bersuara. Dia juga tidak ikut menyusul ke puncak
gunung. Sekarang dia benar-benar tidak tahu harus kemana
dan apa yang harus dilakukan.
*** Asap api naik ke angkasa. Langit menjadi merah kehitaman.
Mayat-mayat bergelimpangan. Rantai makhluk tua masih
berputaran. Setiap murid Bu Tong yang ada di dekatnya
segera menjadi sasaran. Dia mendesak terus tanpa memberi
ampun. Dari luar pendopo ke dalamnya. Dari ruangan dalam
mendesak ke luar.
"Cep!" Rantainya menembus tulang iga salah seorang murid Bu Tong. Tubuh orang itu seperti gasing berputaran. Darah
memercik kemana-mana. Makhluk tua itu malah tertawa
terkekeh-kekeh. Hatinya senang sekali. Sekarang murid Bu
Tong yang malang itu malah menjadi senjata bagi si makhluk
tua. Tiba-tiba terdengar suara menggelegar.
550 "Berhenti!"
Mendengar suara yang memekakkan telinga itu, tubuh
makhluk tua bergetar. Perlahan dia membalikkan tubuhnya.
Lalu dia melihat Yan Cong Tian. Orang inila yang dulu
meringkusnya kemudian mengurungnya dalam telaga dingin
selama dua puluh tahun. Tanpa sadar kakinya mundur satu
langkah. Dua pasang amta abgai kilat saling menyambar di tengah
udara. Kedua orang itu bagai dua ekor singa marah yang
saling ebrhadapan. Fu Giok Su yang berdiri di samping Yan
Cong Tian mengedipkan matanya beberapa kali, sebagai
isyarat agar si makhluk tua segera meninggalkan temapt ini.
Melihat tingkat laku cucunya, makhluk tua malah maju satu
tindak. Tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak. "Tua bangka she Yan, boleh juga kan murid yang aku ajarkan?" katanya.
Kata-kata ini mengandung arti yang dalam. Tapi Yan Cong
Thian salah tanggap. Dia mengira Wan Fei Yang lah murid
makhluk tua tersebut. Matanya menyorot hawa amarah.
"Ambilkan pedang!" teriaknya.
Lun Wan Ji yang berdiri di sisi satunya segera menyodorkan
pedangnya kepada Yan Cong Tian. Fu Giok Su semakin
tegang. Yan Cong Tian menyambut pedang itu. Tapi dia tidak
langsung menyerang. Pada saat itu, tiba-tiba saja dia merasa
hawa murninya buyar dan tenaganya hilang sama sekali.
Makhluk tua maju lagi satu tindak. Sepasang tangannya
menggenggam rantai yang membelenggunya erat-erat. Dia
551 berdiri menanti, Yan Cong Tian mendelik ke arah makhluk tua.
Tangannya sudah basah oleh keringat dingin. Dia tidak berani
membayangkan akibatnya apabila makhluk tua ini
menyerangnya secara mendadak.
Tidak seorang pun yang meliaht ada sesuatu yang tidak beres
pada Yan Cong Tian. Demikian juga si makhluk tua. Kalau
tidak sejak tadi dia sudah turun tangan. Dua musuh
berhadapan. Mata masing-masing menyorotkan kemarahan.
Begitu bencinya si makhluk tua kepada Yan Cong Tian
sehingga dia tidak sabar untuk menghancurkan tubuh orang
itu hingga berkeping-keping. Tapi begitu mengingat tingginya
ilmu yang dimiliki Yan Cong Tian, hatinya tergetar kembali.
Sebetulnya dia masih penasaran. Kakinya maju lagi satu
tindak. Perlahan-lahan hawa murni Yan Cong Tian mulai
terkumpul kembali dia meraung murka. "Murid murtad!"
bentaknya nyaring. Suaranya menggelegar. Angin dan awan
pun bergeser. Debu-debu beterbangan.
Makhluk tua itu mengeluarkan suara jeritan keras. Tubuhnya
bergulingan di tanah kemudian mencelat dan melesat pergi.
Yan Cong Tian tidak mengejar. Tenaganya baru pulih
sebagian. Nafasnya tersengal-senga. Dengan langkah lebar
dia menuju ruangan pendopo. Darah mengalir di mana-mana.
Mayat bergelimpangan. Suara rintihan dari murid yang terluka
tidak putus-putusnya memenuhi ruangan. Keadaan di Bu Tong
san saat itu benar-benar mengenaskan. Bangku dan meja
terbolak-balik. Tidaka da sedikit pun bagian yang utuh. Barang
yang mudah pecah berserakan. Kepingan kayu-kayu juga
tidak kurang banyaknya.
Yan Cong Tian menarik jenggotnya sendiri. Dia membuang
552 pedangnya ke tanah. Tubuhnya jatuh terduduk di atas lantai.
*** Tengah hari belum menjelang. Matahari bersinar dengan terik.
Sebuah rumah makan kecil yang terletak di pinggir jalan mulai
dipenuhi pengunjung. Sambil makan, mereka berbincang0bincang. Yang menjadi topik pembicaraan tidak lain adalah
kejadian yang dialami Bu Tong san kemarin malam.
Wan Fei Yang menyeret kakinya yang letih melangkah ke
dalam rumah makan tersebut. Tidak ada yang
memperdulikannya. Para pelayan dan ciang kui jin
berkerumun di tengah-tengah roang banyak.
"Kalau tidak salah, menurut keterangan orang-orang, yang
mati kurang lebih tiga ratus jiwa."
Baru saja Wan Fei Yang duduk, telinganya menangkap
perkataan ini. Dengan sendirinya langsung menaruh
perhatian. Tepat pada saat itu, seorang laki-laki dengan
dandanan penarik pedati melangkah ke dalam.
Para tamu terkejut mendengar keterangan itu.
"Tentu makan waktu yang cukup lama untuk membunuh orang
sebanyak itu?" tanya seorang pelayan dengan nada heran.
"Tentu lama bagi orang biasa semacam kita. Tapi bagi Wan
Fei Yang cukup sepeminuman the saja. Ternyata dia adalah
seorang tokoh berilmu tinggi dari bulim."
553 Mendengar nama sendiri disebut, Wan Fei Yang terkejut
setengah mati. Cepat-cepat dia memalingkan wajahnya ke
arah lain. "Kabarnya tinggi tubuh orang itu kurang lebih delapan cun.
Pedangnya sepanjang satu depa," tuaks penarik pedati yang
baru masuk tadi.
"Mana ada orang setinggi itu dan pedang sepanjang itu pula?"
tanya seorang tamu kurang percaya.
"itu karena pengetahuanmu kurang luas. Justru karena dia
menggunakan pedang yang begitu panjang, maka dia hanya
memerlukan waktu sebentar untuk membunuh sekian banyak
orang. Bayangkan saja, sekali berkelebat, pedangnya
langsung membunuh sepurluh orang sekaligus."
"Kalau di ngat kembali, pada tahun yang lalu aku sudah
pernah naik ke Bu Tong san untuk menemui Ci Siong totiang
dan memperingatkan agar dia berhati-hati terhadap Wan Fei
Yang," tukas seorang laki-laki berusia setengah baya dengan dandanan seorang peramal.
Mata setiap orang beralih pada peramal tersebut. Melihat
ceritanya menarik perhatian para tamu, dia segera
melanjutkan. "Sayangnya waktu itu Ci Siong totiang tidak percaya."
"Apakah kau mengenal Ci Siong to jin?" tanya pelayan tadi.
Peramal itu menganggukkan kepalanya.
554 "Waktu itu kau naik ke Bu Tong san, apa kau sudah melihat
ada yang tidak beres dan akan terjadi sesuatu?" tanya salah seorang tamu.
"Sekali melihat Wan Fei Yang itu, aku sudah merasakan ada
sesuatu yang tidak beres. Bagian belakang kepalanya pipih ke
dalam, hal ini menandakan bahwa sejak lahir orang ini sudah
berbakat mengkhianat." Peramal itu menarik nafas panjang.
"Kemudian aku menasehati Ci Siong totiang. Membiarkan
orang seperti dia tinggal di Bu Tong san pasti akan terjadi
bencana nantinya. Sekarang semuanya menjadi kenyataan.
Apa yang aku ramalkan memang tidak slah."
Mata setiap orang memandangnya dengan kagum.
"Ada lagi, kedatanganku kali ini ke Bu Tong san adlaah untuk memperingatkan CI Siong to jin kembali. Sayang sekali aku
terlambat. Takdir" takdir," kata peramal itu selanjutnya.
Para hadirin semakin terpesona. Mereka langsung percaya
penuh dan memandanya dengan hormat. Sebagian besar dari
tamu tersebut malah tidak henti-hentinya mengeluarkan pujian
setinggi langit. Ada juga beberapa yang langsung
mengeluarkan uang dan meminta peramal tersebut
menghitung nasibnya di kemudian hari.
Kalau saja bathin Wan Fei Yang tidak sedang tertekan, tentu
dia sudah tertawa terpingkal-pingkal mendengar kisah
peramal tersebut. Akhirnya dia memanggil seorang pelayan
dan membeli dua buah bakpao. Dia tidak berhasrat duduk
lama-lama lagi. Diletakkannya uang di atas meja dan
dilangkahkannya kaki keluar rumah makan itu.
555 Seseorang mengikutinya dari belakang. Dia adalah seorang
gadis. Sianya paling banyak enam belas atau tujuh belas
tahun. Pakaian berwarna hijau. Wajahnya cantik rupawan.
Sejak tadi dia duduk di sudut ruangan rumah makan. Di
hadapannya tersedia berbagai macam hidangan, tapi
tampaknya dia tidak berselera sama sekali. Dia bahkan tidak
menyentuh makanan itu.
Ketika Wan Fei Yang melangkah masuk ke dalam rumah
makan, dia sudah menaruh perhatian. Sekarang justru dia
terus mengintil di belakang Wan Fei Yang.
*** Sampai di dan sebuah kuil tua dan hampir roboh, Wan Fei
Yang menghentikan langkah kakinya. Dia tidak masuk ke
dalam. Dengan punggung bersandar di tembok, dia duduk di
luar kuil itu. Dikelaurkannya bakpao yang dibelinya tadi dan
digigitnya satu kali. Pada saat itulah dia merasa ada orang
yang mengintainya.
Dia mendongakkan kepalanya, lalu menolehkan kepalanya ke
sekitar. Akhirnya dia melihat gadis yang mengenakan pakaian
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berwarna hijau itu. Gadis itu juga meliaht Wan Fei Yang
sedang menengok kepadanya. Tanpa sadar dia memalingkan
wajahnya. Wan Fei Yang merenung sejanak. Tidak ada kesan
apa-apa di hatinya. Kepalanya tertuntuk kembali dan dia terus
memakan bakpaonya perlahan-lahan. Meskipun dia merasa
ada yang tidak ebres, namun dia pura-pura tidak
menyadarinya. 556 Gadis itu menoleh kembali kepada Wan Fei Yang. Mulutnya
terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, namun
dibatalkannya. Akhirnya dia keluar juga dari temapt
persembunyiannya dan berjalan mendekati Wan Fei Yang.
Wan FeiYang pun mendongakkan kepalanya sekali lagi. Gadis
itu memperhatikannya sejenak. Dan akhirnya membuka suara.
"Bolehkah aku meminta sedikit makananmu?"
Wan Fei Yang tertegun. Gadis yang berdiri di hadapannya ini
berpakaian mewah dan cantik rupawan. Sekarang dia
meminta bakpaonya. Bagaimana dia tidak menjadi heran"
Apa yang diaktakan gadis itu selanjutnya membuat Wan Fei
Yang semakin termangu-mangu kebingungan.
"Aku sudah tiga hari tidak makan apa-apa."
Wan Fei Yang menyodorkan juga bakpaonya yang satu lagi.
Gadis berpakaian hijau itu menerimanya dan menggigitnya
dengan mulut terbuka lebar. Setengah buah bakpao langsung
amblas ke dalam perutnya. Tampaknya dia memang sudah
kelaparan. Wan Fei Yang memperhatikan gadis itu menghabiskan
bakpao pemberiannya.
"Apakah kau kabur dari rumah dan kelupaan membawa
uang?" tanyanya.
Gadis itu menggelengkan kepalanya. Dia mengeluarkan
sebuah pundi-pundi dan membukanya. Di dalamnya ternayta
penuh dengan uang emas.
557 Wan Fei Yang tertawa getir melihatnya. "Ternyata kau malah jauh lebih kaya dari aku," katanya.
Tapi aku justru tidak bisa membeli makanan sepreti orang
lain." "Mengapa" Memangnya uang itu palsu?"
Kembali gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Oh" Aku mengerti. Tentunya kau seorang budak belian?"
"Sembarangan!" bentak gadis itu dengan wajah bersungut-sungut.
"Kalau ini tidak, itu tidak, apalagi" Aku sungguh tidak
mengerti."
"Aku berbuat kesalahan kepada seseorang. Oleh karena itu,
setiap kali aku makan apa saja, dia selalu mencari akal
meracuni makanan itu. Pokoknya sampai aku mati kelaparan,"
sahut gadis berpakaian hijau itu dengan suara polos.
"Siapa orangnya yang mempunyai kepandaian sehebat itu?"
"Namanya Ban tok sian ong. Salah satu huhoat dari Bu ti bun."
"Oh?" Wan Fei Yang menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Cara menggunakan racun orang ini hampir tidak ada
tandingannya lagi. Racun yang dipakainya tidak berbau dan
558 tidak berwarna pula. Membuat orang sulit menghindarinya."
"Lalu bagaimana kau sampai menyalahinya?"
"Aku menolong dua orang bocah cilik. Seorang bocah laki-laki dan seorang bocah perempuan. Dia menculik kedua bocah itu
untuk melatih ilmu "Ci wu li fen sang" (Ilmu memisahkan sukma). Karena aku menolong kedua bocah itu, dia tidak
berhasil melatih ilmu sesat tersebut. Dia marah sekali dan
bersumpah akan meracuni aku sampai mati dalam batas
waktu tujuh hari," sahut gadis itu menjelaskan.
Akhirnya Wan Fei Yang mengerti juga persoalannya. Dia
memandang bakpao yang sudah digigitnya tad, kemudian
disodorkannya bakpao itu pada si gadis berpakaian hijau.
"Ini untukmu," katanya.
Gadis itu memandang Wan Fei Yang dengan pandangan
terharu. "Gternyata kau benar-benar percaya pada apa yang
kukatakan,"
Wan Fei Yang menganggukkan kepalanya. Dia mencuil
bagian yang sudah digigitnya tadi baru menyodorkan kembali
bakpao itu kepada sang gadis.
Rupanya gadis itu juga tidak menolak menerimanya dengan
pandangan penuh terima kasih. "Padahal dia sendiri juga
kerepotan. Sepanjang perjalanan, makanan apa pun yang
ingin kubeli, dia selalu harus berada di depan dan menaruh
racun di makanan itu."
"Oleh karena itulah, kau terpaksa menggunakan cara ini."
559 Gadis itu menganggukkan kepalanya sambil mengunyah
bakpao tersebut. Memang hanya ini satu-satunya jalan bagiku
sekarang."
"Apakah kau tidak khawatir kalau aku sekomplotan
dengannya?" tanya Wan Fei Yang.
"Tidak takut." Kemudian gadis itu tertawa terkekeh-kekeh.
Tampangmu juga tidak mirip," sahutnya.
"Mirip apa aku ini?" tanya Wan Fei Yang penasaran.
"Mirip orang tua yang baik hati," kata gadis itu sambil menatap Wan Fei Yang lekat-lekat. Makanya aku tidak khawatir."
Seorang gadis yang baru berkenalan dengan aku saja sudah
demikian percaya kepadaku. Sedangkan para murid Bu Tong
". Tanpa sadar Wan Fei Yang menarik nafas panjang.
"Kenapa kau?" tanya gadis itu heran.
Wan Fei Yang mengusap wajahnya sendiri. Apakah
tampangku benar-benar dapat dipercaya?"
Gadis itu menganggukkan kepalanya sekali lagi. Dengan aneh
dia memperhatikan Wan Fei Yang daria tas kepala sampai ke
ujung kaki. "Apakah kau menerima hinaan dari seseorang ?"
tanyanya. Wan Fei Yang tidak menyahut. Dia merenung sekian lama.
560 Tiba-tiba dia bertanya. "Mengapa kau berkelana seorang diri?"
"Bukankah tadi kau mengatakan bahwa aku kabur dari
rumah?" "Sekarang tidak lagi."
"Aku berkelana kemana-mana untuk mencari tabib yang
pandai. Lalu aku belajar sedikit-sedikit dari mereka. Juga cara membuat obat-obatan."
Sekali lagi Wan Fei Yang tertegun.
"Sejak kecil aku menyukai ilmu ketabiban dan obat-obatan."
"Apakah orang rumahmu tidak ada yang menentang?"
"Tidak," Wajah gadis itu berubah murung seketika. "Mereka tidak pernah memperdulikan aku."
"Buat apa kau belajar cara pengobatan?"
"Aku selalu mengira bahwa apa yang telah kupelajari sudah
cukup. Tapi begitu bertemu dengan Ban tok sian ong, aku
benar0benar bagai katak dalam tempurung. Jenis racun apa
yang dia pakai, aku tidak tahu. Apalagi mengobati diriku
sendiri apabila terkena racunnya."
"Orang yang menggunakan racun untuk melukai orang bukan
orang baik-baik."
"Kalau kau pasti orang baik-baik."
561 "Aku?" Wan Fei Yang terpana. "Aku sendiri tidak tahu jenis manusia apa aku ini. Tapi kalau melihat sesuatu yang tidak
sepantasnya, aku pasti tidak akan berdiam diri
menyaksikannya."
"Itulah tingkah laku seorang laki-laki sejati," kata gadis itu.
Wan Fei Yang hanya tertawa getir.
"Kemana tujuanmu?" tanya gadis itu kemudian.
"Tidak tahu." Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar tidak tahu harus kemana. "Bagaimana
denganmu, kouwnio?"
"Berjalan sampai di mana, di sanalah tujuanku."
"Bagaimana caramu menghadapi Ban tok sian ong itu?"
"Lihat saja perkembangannya nanti."
"Ini bukan cara yang baik," kata Wan Fei Yang terus
merenung. "Apakah kau mempunyai gagasan yang lebih baik?"
"Sekarang belum ada," kata Wan Fei Yang sambil merabaraba hidungnya. "Aku rasa yang paling penting justru
bagaimana kau bisa mendapat makanan tanpa khawatir
diracuni olehnya". Dia merandek sejenak. "Begini saja, beberapa hari ini aku akan menemanimu. Biar aku yang
membeli makanan."
562 "Tapi kau"."
"Toh aku tidak ada pekerjaan apa-apa." Wan Fei Yang
memasukkan bakpao yang dicuilnya tadi ke dalam mulut. "Kau sudah tiga ahri tidak makan. Satu setengah bakpao mana
cukup. Kita beli beberapa buah bakpao lagi baru melanjutkan
perjalanan."
"Baik." Gadis itu mengedarkan pandangannya. "Tidak bisa, kalau Ban tok sian ong tahu dia akan marah sekali
kepadamu," katanya kemudian.
"Jangan urus yang lainnya." Wan Fei Yang berjalan beberapa langkah. Kemudian dia berhenti lagi. "Aku jalan dulu di muka, kau menyusul dari belakang. Jangan sampai dia mendahului
dan menaruh racun di dalam bakpao yang akan kita beli."
Setelah berpesan beberapa aptah kata itu, dia baru
meneruskan langkahnya.
"Ternyata orang ini sanagt teliti juga," pikir gadis itu dalam hati.
Dia tertawa terkekeh-kekeh sendirian.
Tidak jauh darinya, dalam gerombolan pohon-pohon yang
lebat juga ada seseorang yang sedang tertawa dingin. Orang
itu sudah akan tua. Jenggotnya sudah putrih semua.
Pakaiannya kusu, persis seperti seekor ular kembang.
Wajahnya pucat tanpa rona. Juga tidak berbeda dengan
daging ular. Pucatnya demikian menyeramkan. Suara
tertawanya belum sirap, orangnya sudah menghilang.
563 *** Bakpao yang dijual tidak berbeda dengan bakpao yang tadi.
Dilihat dari sudut manapun tidak tampak mencurigakan. Wan
Fei Yang membeli sepuluh butir. Selain itu dia juga membeli
seteko the. Dengan hati gembira dia berjalan ke depan.
Meskipun dia baru ebrkenalan dengan gadis itu, tapi
tampaknya sudah ada kecocokan di antara mereka. Dia dapat
melihat bahwa gadis itu bukan orang jahat. Dapat
membantunya saja, hati Wan Fei Yang sudah bangga.
Gadis itu menunggu di bawah sebatang pohon yang jaraknya
tidak begitu jauh. Di sampingnya ada sebuah batu besar
berbentuk persegi. Wan Fei Yang meletakkan bakpao-bakpao
itu di atas batu besar tersebut.
Gadis itu memperhatikan bakpao di atas batu dengan
seksama. "Kouwnio jangan malu-malu," kata Wan Fei Yang.
"Aku justru merasa ada sesuatu yang tidak benar."
"Apa?" tanya Wan Fei Yang sambil mengedarkan
pandangannya. "Tidak mungkin Ban tok sian ong demikian baik hati
membiarkan kita memakan bakpao ini," sahut gadis itu.
Wan Fei Yang mengambil sebutir bakpao dan ditatapnya
dengan teliti. 564 "Aku rasa bakpao ini tidak mungkin beracun," katanya sambil bermaksud memasukkannya ke mulut.
Gadis itu mengulurkan tangannya mencegah.
"Tunggu dulu," Dari bungkusannya yang tersandang di bahu, dia mengeluarkan sebuah kotak. Kemudian dia membukanya
dan ternayta di dalamnya terdapat berbagai macam jarum
dengan ukuran besar kecil. Gadis itu mengambil sebatang
jarum lalu menusukkannya ke dalam bakpao.
Ketika jarum dicabut kembali, warnanya sudah berubah
menjadi ungu kehitaman. Wan Fei Yang terkejut setengah
mati meliahtnya. Gadis itu malah hanya tertawa getir.
"Ban tok sian ong ini benar-benar keji!" kata Wan Fei Yang kesal. Dia edarkan pandangannya. Di balik pepohonan yang
lebat tampaknya ada yang yang melintas. Gadis itu tidak
merasakannya, dia mengangkat teko berisi the yang dibeli
Wan Fei Yang dan dituangkannya ke atas tanah.
"Wesss!" Terdengar suara gemerisik, segumpal asap
mengepul berwarna kehijauan dari the yang dituangkannya
tadi. Rumput-rumput yang tumbuh liar di atas tanah itu layu
seketika. "Tampaknya racun yang terdapat dalam the lebih keji lagi,"
kata Wan Fei Yang sambil mengusap keringat dingin yang
membasahi keningnya. "Untung saja aku tidak meminum
seteguk." "Akulah yang tidak baik. Membawa kesulitan bagimu," sahut gadis itu dengan wajah sendu.
565 "Tidak apa-apa." Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya.
"Justru kau yang sudah kelaparan tiga ahri. Kalau begini terus, biar tidak mati keracunan juga bisamati kelaparan.
Mereka berdiam diri sekian lama.
"Kita harus menemukan akal untuk menghadapinya." Kepala Wan Fei Yang seakan berubah menjadi dua karena pusing
memikirkan persoalan ini.
Tidak diragukan lagi bahwa Wan Fei Yang seorang anak
muda yang cerdas, tapi justru pengalamannya di dunia
kangouw patut dikasihani. Sedangkan pengalaman gadis itu
juga sama kurangnya. Orang seperti mereka berdua terancam
racun Ban tok sian ong, apa tidak lebih banyak kemungkinan
matinya dariapda hidupnya" Tapi toh mereka masih hidup
segar bugar. *** Tiga ahri sudah berlalu, Wan Fei Yang dan gadis itu paling
tidak sudah mondar-mandir tiga belas kali di ambing pintu
neraka. Hampir saja kaki mereka melangkah ke dalamnya.
Racun muncul di mana-mana. Di makanan mereka, minuman
mareka. Seperti tertiup angin dan menempel begitu saja.
Baik dalam perjalanan maupun penginapan, tidaka da satu
pu8n tempat yang aman. Wan Fei Yang dan gadis itu tidak
diberikan sedikit pun kesempatan untuk menenangkan diri.
Namun mereka toh bisa menghindari satu demi satu ancaman
566 yang datang. Sampai pada batas hari terakhir, kedua orang itu sudah
kehausan dankelapan setengah mati. Dengan kepala
tertunduk dan tubuh lemas, mereka menyeret kakinya ke
aldang perkebunan. Ban tok sian ong belum muncul.
Semangat mereka hampir padam. Tepat pada saat itu, Wan
Fei Yang melihat seekor ayam betina lewat di depannya. Juga
dalam waktu yang ebrsamaan, entah ingatan apa yang
terlintas dalam otaknya, tiba-tiba dia bersorak gembira.
Gadis itu sampai terkejut melihat keadaannya. "Ada apa?"
tanyanya panik.
Wan Fei Yang tidak menjelaskan.
"Kau tunggu saja di sini." Dia hanya berpeswan demikian lalu berjalan dengan langkah lebar.
Gadis itu tidak dapat menduga jalan pikiran Wan Fei Yang.
Demikian pula Ban tok sian ong. Ternyata sekejap saja Wan
Fei Yang sudah kembali lagi. Tangannya meraup berpuluhpuluh butir telur, senyumnya persis seekor ayam betina yang
mendapatkan makanan bagi anaknya.
"Ini semua telur segar. Aku tidak percaya kalau Ban tok sian ong sanggup memasukkan racun ke dalam telur ayam ini,"
kata Wan Fei Yang.
"Aku juga tidak percaya," sahut si gadis sambil tersenyum manis.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wan Fei Yang meletakkan telur-telur itu di atas tanah. Mereka
567 melahapnya dengan nikmat. Daripada perut tidak terisi, telur
mentahpun jadilah. Sambil makan, mereka tertawa terus.
Seakan-akan saat itu adalah saat yang paling bahagia dalam
hidup mereka. Kenyataannya mereka memang sudah terlalu
lapar. Tiba-tiba".
"Nessss!!!" Segumpal asap merah memenuhi sekitar mereka.
Untung saja mata Wan Fei Yang sangat awas, tangannya juga
sangat cekatan. Dia menarik gadis itu dan mencelat sejauh
satu depa. Asap merah perlahan membuyar. Orang yang berjenggot
putih, berpakaian kembang-kembang dan berwajah pucat
muncul di hadapan mereka.
"Ban tok sian ong!" seru gadis itu tanpa sadar.
"Budak perempuan?" Ban tok sian ong tertawa terkekehkekeh. Suaranya menyeramkan sekali. Panjang sekali
umurmu"." Katanya.
Gadis itu menenangkan perasaannya. "Aku harus
mengucapkan terima kasih atas kemruahan hari kau
orangtua," sahutnya.
Wajah Ban tok sian ong berubah keunguan seketika.
"Oh?" Mulut Wan Fei Yang sampai panjang mengucapkan
sepatah kata 'oh' saja. "Rupanya kau yang bernama Ban tok
sian ong. Tampangmu saja sudah seperti seekor ular. Kalau
tidak berbisa, rasanya orang juga tidak akan percaya."
568 Mata Ban tok sian ong beralih kepada Wan Fei Yang. Sinar
kebencian memenuhi wajahnya. "Bocah bagus! Nyalimu
sungguh besar. Urusan Lohu pun kau berani ikut campur."
Wan Fei Yang tertawa lebar. "Sekarang adalah hari ketujuh.
Ternyata kau tidak sanggup meracuni kouwnio ini.
Seharusnya kau lepas tangan saat ini juga," katanya.
"Hari ketujuh, ini baru permulaan," sahut Ban tok sian ong sambil menyeringai menakutkan.
"Selama tujuh hari, enam hari sebelumnya kau roang tua tidak pernah menampakkan diri?"
"Lohu senang kapan menampakkan diri adalah urusan lohu
sendiri!" "Apakah kau orang tua tiba-tiba punya niat turun tangan
sendiri?" Ban tok sian ong hanya tersenyum-senyum. Tiba-tiba
tubuhnya bergerak. Sepasang telapak tangannya
menghantam ke arah Wan Fei Yang. Serangannya juga sama
keji seperti orangnya sendiri.
Wan Fei Yang menggerakkan kakinya sesuai ilmu langkah
ajaib yang pernah diturunkan manusia berpakaian hitam alias
Ci Siong to jin. Dia menghindar dari tiga serangan Ban tok
sian ong. Baru saja tubuhnya berkelit menghindar, serangan
yang lain sudah menyusul tiba. Wan Fei Yang tahu siapa yang
dihadapinya. Orang yang dapat menduduki jabatan hu hoat
sebuah perguruan seperti Bu ti bun tentu tidak dapat
569 dipandang ringan ilmunya. Kepalanya menggeser, telapak
tangan Ban tok sian ong meluncur lewat sisi lehernya dan
menghantam sebatang pohon.
"Blam!" Terdengar suara menggelegar. Hati Wan Fei Yang masih tergetar ketika sebuah suara yang tidak kalah keras
lainnya terdengar kembali.
"Prakkk!" Asap putih mengepul. Sebuah telapak tertera di batang pohon dan pohon itu langsung tumbang dan menjadi
kering. Tampaknya Ban tok sian ong memang pantas disebut
Raja racun. Seluruh tubuhnya juga penuh dengan racun yang
keji. Gadis itu terkejut sekali. Dia segera maju ke depan. Sehelai
sapu tangan berwarna merah jambu dikibaskan ke arah Ban
tok sian ong. Manusia beracun itu hanya tertawa dingin.
Kepalanya dimiringkan untuk menghindar. Dan dalam waktu
yang bersamaan, tangannya terangkat. Beberapa batang
jarum beracun dilemparkan kepada gadis itu.
"Cret! Sret! Sret!" Jarum beracun itu tertusuk dalam sebutir telur ayam. Tangan kanan Wan Fei Yang yagn
menyambutnya. Di saat itu juga tangan kanannya yang
menggenggam sebutir telur ayam yang lain dilemparkan ke
arah Ban tok sian ong.
"Plok!" Telur itu tepat menemplok di dahi Ban tok sian ong dan pecah mengotori pakaiannya.
"Kouwnio, minggir!" seru Wan Fei Yang sambil mengibaskan tangannya.
570 Pada saat itu, sang gadis baru menyadari bahwa ilmu silat
Wan Fei Yang ternyata jauh lebih tinggi dariapdanya.
Seandainya dia tidak minggir, bukan saja tidak dapat
memberikan bantuan apa-apa, tapi malah membuat gerakan
Wan Fei Yang tidak leluasa. Dia segera bergeser ke tepi dan
menyimpan kembali sapu tangannya.
"Jangan khawatir, telur ayamku itu tidak ada racunnya," sindir Wan Fei Yang.
An tok sian ong bukan saja terkejut. Dia juga marah sekali.
Terang-terangan dia melihat telur ayam tadi meluncur ke
arahnya namun dia tetap tidak sempat menghindar.
Kecepatan tangan dalam meluncurkan senjata rahasia seperti
bukan belum pernah ditemuinya. Namun bagaimanapun dia
tidak pernah berpikir bahwa ilmu setinggi itu sudah dikuasai
bocah ingusan seperti Wan Fei Yang.
Kenyataannya, Wan Fei Yang yang menggunakan telur ayam
sebagai senjata rahasia benar-benar di luar dugaannya.
Dengan menggunakan sebutir telur saha kecepatannya sudah
luar biasa, apalagi menggunakan senjata rahasia lainnya,
misalnya pisau terbang, tentu Ban tok sian ong sudah terkapar
di tanah. Mengingat hal ini, Ban tok sian ong menjadi
termangu-mangu.
"Eh! Apakah kau kesakitan?" tanya Wan Fei Yang sekali lagi.
Ban tok sian ong semakin marah. Dia meraung keras. Tangan
kiirinya mengeluarkan segenggam jarum beracun, tangan
kanannya menggenggam sebutir obat yang apabiloa
dilemparkan mengeluarkan asap beracun. Dengan sekali
ayun, kedua tangannya melemparkan racun dan jarum
571 tersebut ke arah Wan Fei Yang.
Tubuh Wan Fei Yang segera mencelat ke tengah udara. Ban
tok sian ong menggerakaan pinggangnya dan sekumpulan
jarum beracun meluncur lagi ke arah si anak muda. Dia
mengira tubuh Wan Fei Yang masih melayang di tengah
udara, pasti tidak sempat menghindar. Tapi apa yang
dilihatnya benar-benar mengejutkan. Tubuh Wan Fei Yang
yang sudah hampir mencapai tanah, tiba-tiba bisa melesat lagi
ke udara. Itulah keistimewaan "Te hun cong" dari Bu Tong pai.
Ban tok sian ong semakin terkejut. Telapak tangannya segera
dikembangkan. Dalam waktu sekejap, tiba-tiba saja tangannya
berubah menjadi hitam seperti arang. Dari suaranya yang
menderu-deru saja, Wan Fei Yang sudah dapat
membayangkan kehebatan hantaman telapak itu.
"Hati-hati telapak beracunnya!" teriak si gadis
memperingatkan.
Baru saja kata-katanya selesai diucapkan, tubuh Wan Fei
Yang sudah melayang melewati kepala Ban tok sian ong.
Dalam detik yang menegangkan itu, ternyata dia berhasil
menghindari serangan telapak beracun Ban tok sian ong.
Manusia beracun tidak lambat juga, tubuhnya membalik.
Telapak tangannya mengarah ke punggung Wan Fei Yang.
Dia cepat, tapi Wan Fei Yang lebih cepat lagi.
Kembali tubuhnya berjungkir balik di udara dan mendarat di
belakang Ban tok sian ong. Pada saat itu juga, telapak
tangannya dikerahkan dan dihantamkan ke punggung
manusia beracun tersebut.
572 Tubuh Ban tok sian ong yang terhantam pukulan ini langsung
mencelat sejauh setengah depa. Tentu saja telapak tangan
beracunnya juga tidak mengenai sasaran. Hantaman telapak
tangan Wan Fei Yang tadi tidak terlalu keras, tapi sudah
sanggup menggetarkan onderdil dalam tubuh Ban tok sian
ong. Manusia ebracun itu terkejut setengah mati. Ilmunya tentang
racun memagn sudah terkenal. Ilmu silatnya malah biasabiasa saja. Namun pengalamannya dalam dunia kangouw luas
sekali. Dari beberapa gebrakan tadi saja dia sudah menyadari
siapa dirinya bukan tandingan Wan Fei Yang.
Pikirannya tergerak. Sepasang tangannya telah menyiapkan
jarum beracun dan asap beracun. Tubuhnya mencelat mundur
beberapa langkah. Wan Fei Yang sudah dapat membaca
maksud hatinya. Sekali lagi dia mengerahkan jurus "te hu
cong". Kakinya dihentakkan dan berjungkir balik dua kali. Dia menghadang jalan pergi Ban tok sian ong. Saati itu juga
telapak tangannya meluncur ke depan menyerang manusia
beracun itu. Pergelangan tangan ban tok sian ong memuta. Tangan
kanannya sudah menggenggam sebilah pisau kecil. Pisau itu
memancarkan cahaya kebiruan. Sudah diapstikan bahwa
pisau itu pun telah dilumuri racun yang jahat.
Tubuh Wan Fei Yangt berkelebat. Gayanya seperti seekor
kupu-kupu beterbangan di udara. Sekaligus dia menghidnari
beberapa tikaman pisau kecil ban tok sian ong. Kemudian dia
membalikkan tubuhnya dan telapaknya secepat kilat
menghantam dada manusia beracun itu.
573 Ban tok sian ong sedang memusatkan perhatiannya untuk
menikam Wan Fei Yang. Dia sama sekali tidak menyangka
anak mudaitu akan berjungkir balik dan menghantam
dadanya. Oleh karena itulah, dia tidak sempat menghindar
dan tubuhnya mencelat sejauh dua depa.
Urat nadinya tidak tergetar putus, namun isi perutnya sudah
hancur terpukul hantaman Wan Fei Yang. Salah satu dari ilmu
Bu Tong liok koat yakni Pik lek ciang memang bukan
sembarang ilmu.
Setelah hantaman tangannya berhasil melukai musuh, Wan
Fei Yang malah berdiri tertegun. Sampai saat ini, dia baru
membayangkan kehebatan tenaga Pik lek ciang yang
dikerahkannya. Langkah kaki ban tok sian ong terhuyung-huyung. Kemudian,
segumpal darah segar muncrat dari mulutnya. Tubuhnya jatuh
terduduk di atas tanah. Wajahnya yang pucat perlahan
berubah menjadi merah. Sedemikian merahnya sehingga
tampak menyeramkan. Matanya mandelik ke arah Wan Fei
Yang. Bibirnya bergetar. Seakan-akan ada sesuatu yang ingin
diucapkannya. Tapi belum lagi dia sempat bersuara, nafasnya
telah putus. Wan Fei yang yang melihat tubuh Ban tok sian ong terkulai di
atas tanah, tubuhnya menggigil. Dia menatap sepasang
tangannya dengan terkesima. Selama hidupnya, baru pertama
kali inilah dia membunuh orang.
Gadis berpakaian hijau segera menghampirinya. "Apakah kau
terluka?" tanyanya khawatir.
574 "Tidak," sahut Wan Fei Yang dengan nada bergetar. Sekali lagi dia menatap sepasang telapak tangannya.
"Apa yang terjadi dengan tanganmu!" tanya gadis itu. Tanpa sadar dia menarik tangan Wan Fei Yang dan
memperhatikannya dengan seksama.
Wan Fei Yang tertawa getir. "Aku sama sekali tidak
menyangka telapak tanganku ini dapat mengerahkan tenaga
sehebat itu," sahutnya.
"Ilmu silatmu tinggi sekali." Mata gadis itu mengerling sekilas.
"Ban tok sian ong adalah salah satu dari keempat hu hoat Bu ti bun. Tidak tersangka dia masih bukan tandinganmu."
"Apakah orang ini jahat sekali?" tanya Wan Fei Yang tiba-tiba.
"Apakah kau takut salah membunuh orang baik-baik?"
Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya dengan tersipusipu. "Orang baik pasti tak akan menggunakan racun
mencelakai sesamanya. Tapi, kalau dia belum terlalu jahat,
aku juga tidak bermaksud membunuhnya."
Mata adis itu memandang tubuh Ban tok sian ong sekilas.
"Dia"."
"Sudah mati." Wan Fei Yang tertawa lebar. "Mungkin dia memang sudah ditakdirkan harus matu, maka tanpa sadar aku
mengerahkan sepuluh bagian tenaga ketika menghantamnya."
Gadis itu tertawa terkekeh-kekeh. Kemudian dia tersadar
bahwa sejak tadi dia masih memegangi Wan Fei Yang. Cepat575 cepat dia melepaskannya. Wajahnya merah padam.
Wan Fei Yang tidak memperhatikan. Dia masih tersenyum.
"Sekarang kita boleh mencari rumah makan dan menikmati
berbagai hidangan sepuas-puasnya."
Gadis itu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
Tampaknya dia gembira sekali.
*** Senja hari, Wan Fei Yang dan gadis berpakaian hijau itu
keluar dari sebuah rumah makan. Kali ini mereka memang
makan sekenyang-kenyangnya. Namun biar bagaimanapun,
waktu makan pasti ada akhirnya. Perut mereka juga tidak
mungkin menerima makanan terus menerus.
Oleh karena itu, ketika mereka melangkah di sebuah jalan
kecil, wajah gadis itu agak sendu. Dia berdiam diri. Wan Fei
Yang juga tidak berkata apa-apa. Kedua orang itu melangkah
dengan mulut membisu. Sampai di sebuah persimpangan,
langkah keduanya terhenti sejenak.
Setelah saling lirik sekilas, gadis itu membuka suara. "Apakah kau benar-benar hendak pergi?"
Wan Fei Yang menganggukkan kepalanya.
"Di mana rumahmu?" tanya gadis itu kembali.
576 Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya. Dia tidak
menyahut. "Aku tidak boleh tahu?" Wajah gadis itu semakin sendu.
"Bukan." Wan Fei Yang tertawa getir. "Aku tidak punya rumah," katanya.
"Kalau begitu, kemana tujuanmu sekarang?" tanya gadis itu penuh perhatian.
"Aku masih belum tahu."
"Kelak apabila kita ingin bertemu lagi?"
"Kalau memang ada jodoh, suatu hari kita pasti akan bertemu lagi," sahut Wan Fei Yang.
"Oh ya" kau belum memberi tahu siapa namamu."
"Kita hanya betemus ecara kebetulan, buat apa menanyakan
nama segala."
"Tapi budi pertolonganmu?"
"Jangan disimpan di hati. Aku pergi?" sahut Wan Fei Yang sambil menggerakkan kakinya melangkah.
Gadis itu bermaksud memanggil, namun tidak jadi. Lagipula
dia tidak tahu harus menyebut apa pada Wan Fei Yang.
Namanya saja dia tidaktahu. Matanya memandangi kepergian
Wan Fei Yang. Air matanya menetes.
577 Wan Fei Yang juga tidak menolehkan kepalanya. Kakinya
terus melangkah ke depan. Di bawah cahaya matahari, terlihat
betapa sunyinya hidup anak muda itu.
***
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di bawah cahaya matahari, Yan Cong Tian masih berdiri di
atas batu berbentuk persegi. Rambutnya beriap-riap tertiup
angin. Hatinya masih tertekan. Berbagai kejadian yang
menimpa Bu Tong san menggelayuti bathinnya. Tampangnya
tiba-tiba saja menjadi lebih tua sepuluh tahun.
Memandang pemandangan gedung-gedung Bu Tong san, hati
Yan Cong Tian semakin terharu. Matahari mulai tengelam,
malam mulai menjelang. Lun Wan Ji sejak tadi menemani di
sampingnya. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Wajahnya murung sekali. Seakan banyak pikiran yang
menggelayuti hatinya.
Entah berapa lama telah berlalu, akhirnya Yan Cong Tian
menarik nafas panjang. "Wan Ji, apakah masih ada akta-kata yang ingin kau ucapkan?" tanyanya tiba-tiba.
"Apa yang ingin kukatakan, telah aku keluarkan semuanya."
Lun Wan Ji mendongakkan kepalanya. Air matanya mengalir
deras. "Suhu, ini untuk pertama kalinya Wan Ji memohon.
"Kau ingin aku mencegah Fu Giok Su mensucikan diri dan
melepaskan jabatan Ciang bun jin?" tanya Yan Cong Tian
garang. 578 Lun Wan Ji mengangguk kecil.
"Suhu sama sekali tidak memaksa Giok Su. Sebelum
susiokmu Ci Siong to jin meninggal, Giok Su sudah
menyatakan isi hatinya. Demi Bu Tong pai, dia bersedia
mengorbankan segalanya."
"Dia"."
"Anak ini berbudi luhur. Kalau kau memang benar-benar
mencintainya, kau malah harus mewujudkan cita-citanya."
Lun Wan Ji menggelengkan kepalanya. "Bukan hanya
masalah membatalkan pernikahan saja. Seluruh keluarga Fu
terbunuh oleh Bu ti bun. Yang tersisa hanya Giok Su seorang.
Kalau dia mensucikan diri, bukankah keturunan keluarga Fu
akan terputus sampai di sini saja?"
Yan Cong Tian tertegun seketika.
"Seandainya Suhu tidak berpikir demi Wan Ji, Suhu juga harus berpikir demi keluarga Fu." Kata Wan Ji selanjutnya.
"Seandainya Giok Su benar-benar mensucikan diri dan
menjadi pendeta, Wan Ji pun tidak akan menikah seumur
hidup." Yan Cong Tian menatap Wan Ji lekat-lekat. Dia menarik nafas
panjang kembali.
"Biar suhu pertimbangkan kembali masalah ini," katanya.
Lun Wan Ji mengangkat tangannya dan mengusap air
matanya perlahan. Dia mengundurkan diri dari tempat itu.
579 *** Pagi-pagi sekali. Lonceng di Bu Tong berdentang nyaring.
Para murid Bu Tong pai berkumpul di ruangan pendopo dan
menanti Yan Cong Tian mengumumkan siapa yang akan
menjadi Ciang bun jin generasi mendatang dan sekaligus
meresmikannya. Lonceng berbunyi kurang lebih setengah pembakaran dupa.
Tiba-tiba seseorang berlari keluar dari dalam ruangan
pendopo. Dia adalah Lun Wan Ji.
Air matanya berlinang bagai serenceng mutiara berjatuhan,
lalu pecah berurai di tanah. Hatinya juga hancur berkepingkeping. *** Suara lonceng sudah lama berhenti. Air mata belum kering
juga. Wajah Lun Wan Ji menghadap ke kolam. Dia duduk sendiri di
sebuah batu yang terletak di samping kolam itu. Kelopak
matanya sama sekali tidak bergera, seperti sebuah patung
yang tidak bernyawa.
Meskipun matanya terbuka, tapi sebetulnya tidak ada
580 sesuatupun yang masuk dalam pandangannya. Perasaannya
sudah kebal. Jantungnya seakan berhenti berdeta. Suara
langkah kaki terdengar dari belakang tubuhnya. Tapi dia tidak
merasa. Sampai Fu Giok Su berdiri di sampingnya, dia juga
masih belum sadar. Tangan Fu Giok Su menyentuh bahunya
dengan lembut. Lun Wan Ji masih tidak bergerak juga.
"Wan Ji"." Suara Fu Giok Su bergetar.
Perlahan Lun Wan Ji menolehkan kepalanya. Dia memandang
Giok Su. Tapi sinar matanya seakan melihat seorang asing.
Tetap tidak bersuara sama sekali.
?"Wan Ji"." Giok Su menarik nafas panjang.
"Ciang bun suheng!" Akhirnya Wan Ji membuka mulut.
Suaranya datar dan kaku. Seakan menyapa seorang yang
baru dikenalnya.
"Antara laki-laki dan perempuan ada batasnya, harap kau
mengerti sendiri," kata gadis itu selanjutnya.
Giok Su tertegun. Tangannya tidak ditarik kembali. Wan Ji
mendorong tangan itu. Malah jari tangannya digenggam oleh
Fu Giok SU. "Wan Ji.... Kau akan menyalahkan aku?" katanya pilu.
Wan Ji tidak dapat menahan dirinya. Air matanya mengalir
semakin deras. Giok Su menarik nafas sekali lagi.
581 "Aku menerima jabatan Ciang bun jin adalah demi Bu tong pai sendiri. Demi kepentingan umum."
"Lalu bagaimana tanggung jawabmu terhadap diriku?" Wan Ji menangis terisak-isak. "Kau pernah mengatakan?"
"Apa yang pernah aku katakan, semuanya kusimpan baik-baik
dalam hati." Fu Giok Su menggenggam tangan Wan Ji eraterat. "Tapi, bagaimana aku dapat melihat Bu tong pai yang
telah berdiri selama ratusan tahun hancur begitu saja?"
"Murid Bu tong pai kan bukan hanya engkau seorang."
"Namun musuh kuat sudah di depan mata, batas perjanjian
tidak lama lagi sampai. Toa suheng Pek Ciok yang ilmunya
paling tinggi sudah tiada. Demikian juga Ji suheng Cia Peng.
Yang tersisa hanya aku seorang."
Wan Ji mau tidak mau harus mengakui bahwa apa yang
dikatakan Fu Giok Su memang kenyataan.
"Aku memang bersalah kepadamu." Fu Giok Su kembali
menarik nafas panjang. "Kalau tidak begini saja, aku akan
mengajak kau melarikan diri. Kita cari sebuah tempat yang
teprencil dan tidak mencampuri urusan duniawi lagi untuk
selamanya."
Mendengar kata-katanya, tubuh Wan Ji bergetar seketika. Dia
mendongakkan wajahnya.
"Bagaimana pendapatmu?" tanya Fu Giok Su dengan penuh semangat. Sama sekali tidak kentara kalau dia sedang
berdusta. 582 Lun Wan Ji memandang Fu Giok Su dengan termangumangu. Setelah sekian lama, dia menggelengkan kepalanya.
"Tida. Kalau kau pergi, bagaimana dengan Bu tong pai?"
Perasaan Fu Giok Su menjadi tenang seketika. "Kalau begitu, tolong katakan. Apa yang harus aku lakukan?"
"Terpaksa mengikuti keadaan sekarang saja," sahut Lun Wan Ji dengan wajah sendu.
"Bagaimana dengan engkau?" Pelupuk Fu Giok Su
mengembang air mata.
"Aku hanya dapat menyalahkan nasibku yang buruk," Lun Wan Ji menangis terisak-isak. Dia menelusupkan kepalanya
ke dalam dada Fu Giok SU.
Air mata membasahi pakaian anak muda itu.
*** Tiga hari kemudian, Fu Giok Su menerima serah jabatan. Dia
mengenakan pakaian berwarna putih. Para murid Bu tong pai
berlutut di hadapannya. Dia berjalan menuju kamar penyucian
diri. "Antar Ciang bun jin menuju kamar penyucian!" Suara Yan Cong Tian bergema berwibawa.
583 Jilid 13 Para murid Bu tong pai menyembah dengan kepala
membentur lantai. Lun Wan Ji juga ada dalam kerumunan
orang banyak. Dia tidak bersuara. Air matanya masih
menetes. Setelah masuk ke dalam kamar persucian, tidak ada
alas an lagi untuk menyesal. Tujuh hari kemudian, resmilah Fu
Giok Su menjadi Ciangbun jin Bu tong pai yang baru.
*** Daun-daun di Lian, san belum berubah warna menjadi merah.
Air terjun masih menunjukkan keperkasaanya. Butiran air
laksana butiran mutiara yang berpercikan di udara.
Dua orang laki-laki berpakaian merah berdiri di kiri kanan
daratan dekat tepi air terjun.
Tangan masing-masing menggengam sebatang seruling.
Mereka seperti sedang menunggu sesuatu.
"Blam?" Tiba-tiba terdengar suara mengelegar. Air terjun
terkuak. Seseorang menerobos kelaur lewat air terjun
tersebut. Tubuhnya melesat bagai anak panah dan melayang
di atas sebuah batu besar berbentuk persegi.
Dia adalah makhluk tua yang terkurung dalam telaga dingin
selama dua puluh tahun Rantai di pergelangan tanganya
sudah terlepas. Pakaianya sudah diganti dengan sehelei
mantel panjang yang mewah. Hanya rambut saja yang masih
panjang terurai.
584 Saura seruling terdengar melengking tinggi memecahkan
kesunyian. Wajah makhluk tua berseri-seri. Dia sedang
gembira sekali. Tanpak dapat menahan diri lagi, dia
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Sekali lagi air terjun terkuak. Manusia tanpa wajah menerobos
kelaur dan mendarat di sampingnya. Dia menjura dalamdalam keapda dekat sebuah jalan setapak. Empat orang
membungkuk hormat ke arahnya.
Pakaian hitam, bertubuh kurus seakan kapan waktu saja akan
terhempas oleh angin kencang. Namun dialah "angin"
kencang itu. Pakaian merah, tangan menggenggam sebilah golok, dialah
yang dipanggil "Geledek". Pakaian putih, menyandang pedang
panjang, wajah kaku dan sedingin es. Dialah si "Kilat".
Pakaian warna wanri, bibir selalu tersenyum, ahli dalam jurus
Man tiang hewe ho" (langit penuh hujan bunga), senjatanya
Pek hwe cian (Jarum bunga putih) dan sempat
mengemparkan orang Bu tibun karena membunuh Han ciang
tiau siu. Siapa lagi kalau bukan "Hujan".
Mereka adalah Angin, Geledek, Kilat dan Hujan yang menajdi
buah bibir orang dunia kangouw dan berasal dari Pik lok Cik
yang mana kemudian melarikan diri ke Siau yau kok. Mereka
juga disebut sebagai organsiasi miterius di dunia bulim.
Pedang kilat, Hujan jarum, Golok Geledek, beserta ginkan
angin. Dua puluh tahun yang lalu, nama mereka
menggetarkan dunia kangouw. Sedangkan makhluk tua yang
menjadi pemimpin mereka lebih mengerikan lagi.
585 Nama asli makhluk tua sebetulnya Fu Thian Wi. Dialah
pemimpin Pit lok Cik Orang-orang dunia kangouw memberi
julukan Thian ti (Raja langit) pit lok cik sudah berdiri sejak
ratusan tahun yang lalu. Tadinya merupakan sebuah partai
beraliran lurus. Tapi generasi demi generasi mulai berubah.
Akhirnya Pit lok di menjadi sebuah organisasi beraliran sesat.
Mereka ingin menguasai dunia. Sayangnya nafsu besar
tenaga kurang. Di dunia kangouw selain Bu tong pai masih
ada Bu ti bun. Bu tongpai dikalahkan oleh Bu ti bun. Pada saat
yang sama orang "orang Pit lok cik mucnul kembali di dunia
kangouw. Mereka ingin bersaing dengan Bu ti bun.
Dalam suatu pertarungan, kalah menang segera terlihat. Mit
kip sing kang dari Bu ti baun masih menang setingkat. Pit lok
cik berhasil dikalahkan. Dan mungkin karena memang sedang
apes, tokoh-tokoh dunia kangouw lainya menyerbu. Mereka
terdesak sehingga melarikan diri ke sebuah lembah bernama
Siau yang kok. Thian ti merasa ilmu Pit lokcik masih jauh untuk menguasai
dunia. Maka dia tidak segan-segan menyamar sebagai
seorang tukang bakar kayu api didapur agar dapat mencuri
pelajaran Bu ton liok kiat yang terkenal.
Kecerdasannya di atas orang biasa. Sayangnya terlalu terburu
nafsu. Setelah berhasil mempelajari Bu tong liok kiat, dia
masih kurang puas.Dengan berani dia berusaha mencari ilmu
Tian Cankiat. Pada saat itulah, rahasianya terbongkar. Dia
diringkus oleh Yan Cong Tian dan dikurung dalam telaga
dingin selama dua puluh tahun. Sebetulnya ada sedikit rahasia
yang terselip disini. Sebelum sempat diringkus oleh Yan Cong
Tian. Thian ti pernah melakukan apa yang dilakukan oleh Fu
586 Giok Su sekarang, yaitu membokong ciang bun jin generasi
pendahulu. Ciang bun jin Bu tong pai itu juga mati oleh
bokonganya. Namun Yan Cong Tian keburu dating dan
menyaksikan kejadian itu.Itulah sebabnya Yan Cong Tian
marah sekali dan berusaha segenap kemampuan untuk
menangkapnya dan menghukum Thian ti sekejam itu. Tapi
dengan nama baik Butong pai sendiri, berita ini tidak
disebarkan di luar. Dunia kangowu hanya tahu Ciang bun jin
Bu tong pai mati terserang penyakti yang tidak terobati.
Angin Geledek, Hujan dan Kialt yang tidak mendapatkan
kabar lagi dari Thian ti segrea tahu sesuatu yang tidak beres
telah terjadi pada diri pemimpin mereka. Beberapa kali mereka
mengira orang menyelinap ke Bu tong san untuk mencari
kabarnya. Akhirnya mereka mendapat keterangan bahwa
Thian ti telah dikurung dalam telaga dingin karena rahasianya
telah bocor. Dalam keadaan putus asa mereka hanya dapat berdiam diri.
Mereka menetap di Siau yau kok dan melatih ilmu silat dengan
giat dan tanpa kenal lelah. Tapi kemajuan mereka tidak
menggembirakan. Sedangkan Fu gik Su sudah mulai
meningkat dewasa. Dia cerdas pula. Mereka memutuskan
untuk menyeludupkan Fu Giok su ke dalam Bu tong san.
Tujuannya tidak lain untuk mencuri belajar Bu tong jit kiat dan sekalgis menolong pemimpin mereka.
Seluruh rencana diatur dengan rapi. Tidak segan-segan
mereka menyamar sebagai anggota Bu ti bun dan
mengorbankan sekian banyak anak buah mereka untuk
mendapatkan kepercayaan Ci Siong to jin. Merka sudah
memperkirakan dengan matang bawha Ci Siong tu jin pasti
akan mengajak Fu Giok Su ke Bu tong san setelah musibah
587 yang menimpa dugaan merka yaitu demikian pintarnaya. Fu
Giok Su sampai diteriam murid oleh Ci Siong to jin sehinga
mempermudah segala rencana mereka.
Padahal mereka hanya berharap Fu Giok Su dapat
mengulangi sejarah yang sama dengan thian ti, yaitu mencuri
belajar Bu tong liok kiat. Siapa tahu Fu giok Su yang cerdas itu malah bias menyelamatkan Thian ti kelaur dari kurunganya.
Hal ini malah menambah semangat mereka berbuat lebih keji
lagi.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan disambut oleh manusa tanpa wajah. Thian ti akhirnya
kelaur dari Bu tong san dalam keadaan selamat. Sejak dini
Angin. Geledek, Kialt dan Hujan sudah menerima berita. Itulah
sebanbya mereka segera menyusul dan mengajak Thian ti
kembali ke Siau yau kok.
*** Di belakang hutan terdapat banyak bebatuan yang bentuknya
aneh. Rumah-rumah yang bentuknya juga lain pada yang lain
dibangun di tengah bebatuan. Pohon dan bunga tumbuh
subur. Menampilkan pemandangan yang indah tapi juga
menegangkan bulu roma, ibarat pemukiman kaum siluman.
Mata Thian ti beredar. Sambil mengelus jenggot dia
tersenyum-senyum." Berapa puluh tahun ini tanmpaknya
kalian sudah menggunakan segala jerih payah untuk
membereskan tempat ini. Apalagi kalian sudah menggunakan
segala jerih payah untuk membereskan tempat ini. Apakah
kalian sudah memutuskan untuk tinggal di sini seumur hidup,"
tanyanya. 588 Hujan Angin, Geledek dan Kilat maju selangkah. Setelah
membungkuk hormat, mereka menggelengkan kepala
serentak. Hujan malah tertawa dingin."Ini semua hasil jerih
payah kaum ibu di lembah Siau yau kok," sahutnya
menjelaskan. "Mereka tergolong orang yang tidak berbakat dalam ilmu silat,"
tukas Angin. "Oh" Thian ti agak heran. "Bagaimana dengan yang lain?"
"Di bawah pengawasan kami mereka selalu giat berlatih.
Kalau dibandingkan dengan orang kangouw yang biasa-biasa
saja, mereka boleh dicoba." Kali ini Geledek yang
mempertanyakan itu.
Thian ti menganggukkan kepalanya berulang kali.
"Bagus sekali!"
Kilat maju selangkah dan menjura dalam dalam.
Tadi kami menerima berita dari kongcu lewat merpati pos,"
katanya melaporkan.
"Apa katanya?" Tanya thian ti dengan alis berkerut.
"Urusan Ciang bun jin sudah berhasil dilaksanakanya. Kongcu
juga meminta kita menyelidiki Wan Fei Yang. Bila bertemu
harus dibunuh langsung?"
Thian ti mengembangkan senyuman bangga.
589 "Lalu, apakah kalian ada yang tahu di mana Wan Fei yang
Sekarang?"
"Masih belum ada kabar."
"Jsutru ini hal yang paling penting sekarang. Perbanyak lagi
orang-orang kita, suruh mereka memasang mata dan telinga.
Segera temukan jejak Wan Fei Yang?"
Hujan,Angin, Geledek dan Kilat menganguk serentak.
"Di tempat gwakong Wan Fei Yang harus lebih diawasi lagi,"
gumam Kilat dengan nada berat.
Tidak salah! Sahut Hujan setuju. "Bukankah selama ini ada
orang yang selalu mengawasi tempat itu?"
Orang yang diutus Siau yau kok itu memang tidak pernah
meninggalkan temapt tersebut. Oleh karena itu, baru saja Wan
Fei yang melangkahkan kakinya ke dalam batas desa jejaknya
sudah ketahuan.
Gambar wajahnya memang sudah dibagi-bagikan antara
orang-orang Siau yau kok. Apalagi kedai arak di mana dia
menanyakan jalan juga merupakan samaran orang Siau yang
kok. Tapi tentu saja Wan fei Yang tidak curiga sama sekali.,
Pengelamanya dalam dunia kangouw memang masih terlalu
sedikit lagi pula pikirannya digelayuti bermacam beban.
Meskipun sewaktu dia meninggalkan desa itu usianya masih
keci, tapi setelah melihatnya kembali sekarang, banyak hal
yang masih berkesan di hatinya. Ada beberapa penduduk
yang seakan dikenalnya. Para penduduk itu sendiri malah
590 yang menatapnya dengan perasaan heran.
Beberapa gadis desa mengikuti dari belakang, tangan mereka
sibuk menunjuk. Tampaknya merak sangat antusais terhadap
kehadiran orang orang asing. Dia sama sekali tidak
memperdulikan. Sambil merenung dia melangkah terus.
Sebelum kiri terdapat tiga batang pohon Tan kui. Sebelah
kanan terdapat serumpun besar pohon bamboo.
*** Angin bertiup menggoyangkan batang pohon bamboo.
Segelombang demi segelombang. Semacam kesepian yang
sulit diutarakan memenuhi bumi.
Di bawah pohon Tan kui ada sebuah batu besar berbentuk
pipih persegi. Dia sana duduk bersandar seorang laki-laki
lanjut usia. Tangannya memegang sebuah cangklong. Asap
mengepul dari mulut laki-laki tua itu. Matanya menatap
batang-batang bamboo yang tertiup angin. Ada sesuatu yang
menggelayuti pikirannya.
Wan Fei Yang melangkah perlahan menghampiri. Matanya
menatap orang tua itu lekat-lekat. Sepasang alisnya tanpa
sadar terjungkit. Orang tua itu tidak menyadari
kedatangannya. Wen Fei Yang berdiri di hadapan orang tua
itu. Setelah tertegun sejenak, dia berjongkok.
Akhirnya orang tua itu sadar juga akan kehadiran Wan Fei
Yang. Dia mengerling sekilas, kemudian menghembuskan
segulungan asap tembakaunya ke wajah anak muda itu. Wan
Fei Yang merasa matanya agak perih. Dia terbatuk0-batuk
beberapa kali. 591 "Maaf.." kata orang tua itu gugup.
"Tidak apa-apa," Wan Fei yang mengucek-ucek matanya. Dia
tertawa sumbang.
Orang tua itu jgua tersenyum lembut "datang dari luar?"
Wen Fei yang menggelengkan kepalanya orang tua itu juga
menggelengkan kepalanya.
"orang muda sudah belajar tidak jujur, sama sekali bukan hal
yang baik," katanya.
"Aku tidak berdusta!"
"Kalau begitu, kau tentu tahu siapa aku"
"Kau."
Baru saja sapatah kata yagn diucapkan Wan Fei yang, orang
tua itu sudah menukas perkataannya.
"Kau tentu tidak tahu. Tapi orang di seluruh desa ini, mana
ada yang tidak mengenali "Aku Wan lo tau (Tua Bangka Wan."
Wan Fei yang diam saja.
"Aku juga mengenai semua penduduk di desa ini. Tapi aku
belum pernah melihatmu kata orang tua itu selanjutnya.
"Sejak kapan mereka merubah panggilanmu menjadi Wan lo
tau?" Tanya Wan Fei yang yang tiba-tiba.
592 Orang tua itu tertegun mendengar pertanyaan itu.
"Aku tua itu tertegun mendengar pertanyaan itu.
"Aku ingat ketika meninggalkan desa ini, seluruh penduduk
mengikuti Yo cici memang ilmu Wan siangkong," kata Wan Fei
Yang. Wan lo tau memandang WanFei Yang dengan rasa terkejut.
"Sudah berapa lama kau meninggalkan desa ini?"
"Kurang lebih tiga belas tahun." Wan Fei Yang tertawa-tawa."
Aku meninggalkan desa ini tiga belas tahun yang lalu pada
hari Cengbeng (hari sembahyang orang yang sudah
meningal)."
Tiga belas tahu yang lalu" Hari cengbeng," gumam Wan lo tau
beberapa kali "Apakah kau benar-beanr tidak mengenali Siau fei lagi?"
"Siau fei?" Tiba-tiba orang tua itu melonjak sendiri." Kau
adalah Siau fei?"
Wan Fei Yang segera berlutut. Gwa kong?" panggilnya lirih.
Panggilannya itu membuat air mata orang tua itu berderai.
Sepasang tangannya mendekap wajah Wan Fei Yang dan
memperhatikannya dengan seksama. Air mata Wan Fei Yang
sendiri hampir menetes.
"Gwa kong, kain bungkusan merah yang kau buatkan untukku
593 tidak sempat aku bawa, kalau tidak?"
"Kau memang Siau fei! Kau benar-benar Suau fei!" teriak Wan
lo tau dengan terharu. Sepasang tangannya yang memegangi
wajah Wan Fei Yang bergetar. Demikian juga suaranya. "Mari!
Kita masuk ke dalam!" ajaknya.
Tangannya segera menarik Wan Fei Yang masuk ke dalam
rumah. Baru memasuki pintu depan, kaki orang tua itu terhenti
lagi. Tangan Wan Fei yang dilepaskan.
"Kau sudah tinggi sekali. Aku ingat ketika kau pergi?"
"Baru setinggi ini," sahut Wan Fei Yang sambil menunjuk ke
arah guratan pisau di pintu itu.
Wan lo tau tertawa terbahak-bahak.
"Kau masih ingat saja guratan pisau yang aku buat ketika kau
hendak meninggalkan desa ini?"
Wan Fei Yang menganggukkan kepalanya.
"Sudah tiga belas tahun," kata Wan Lo tau terharu. Sembari
mengajak Wan Fei Yang melangkah ke dalam, dia bertanya:
"Ilmu silatmu pasti sudah tinggi sekali."
Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya, "Aku juga tidak
tahu." "Kalau begitu kau pasti ada urusan turun gunung, dan sekalian
menjenguk gwa kong?" tanya Wan lo tau.
594 Sekali lagi Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya.
"Kau datang secara diam-diam?"
"Aku melarikan diri," sahut Wan Fei Yang dengan kepala
tertunduk. "Apa" Melarikan diri?" Wan lo tau terkejut sekali. "Apa
sebetulnya yang terjadi?" tanyanya penasaran.
"Terjadi perubahan besar di Bu tong san. Ciang bun jin
dibunuh orang. Trapi seluruh murid Bu Tong menganggap
akulah si pembunuh. Coba gwa kong katakan, bagaimana aku
tidak melarikan diri secepatnya?"
"Apa" Mereka menuduhmu membunuh Ciang bun jin?" Wan lo
tau menggelengkan kepalanya keras-keras. "Mengapa kau
tidak menjelaskan kepada mereka?"
"Mereka tidak memberi kesempatan sama sekali." Wan Fei
Yang tertawa getir. "Gwa kong, aku benar-benar tidak
mengerti!"
"Tidak mengerti".?"
"Aku diajak oleh Ciang bun jin sendiri naik ke Bu Tong. Tapi
bagaimana pun dia tidak mau menerima aku sebagai murid,
juga tidak mau mengajarkan ilmu silat kepadaku. Dia hanya
memberikan pekerjaan kasar kepadaku. Biar bagaimana aku
memohonnya, dia tetap tak terpengaruh sedikitpun. Tapi, dia
malah menyamar dengan pakaian hitam dan wajah tertutup di
tempat yang terpencil dan tidak ditinggali oleh seorang pun,
serta menurunkan Bu Tong liok kiat kepadaku setiap malam.
595 Kalau bukan menjelang kematiannya, dia menyuruh aku
mengambil sebilah giok di laci kamarnya, dan melihat pakaian
hitam yang biasa dipakainya, sampai sekarang aku masih
belum tahu kalau Ciang bun jin adalah suhu."
Orang tua itu hanya mendengarkan. Dia tidak mengatakan
apa-apa. Wajahnya semakin lama semakin kelam. Akhirnya
malah Wan Fei Yang merasa heran.
"Gwa kong, apa yang kau pikirkan?" tanyanya.
Wan lo tau bagai tersadar dari mimpi panjang. "Benarkah Ci
Siong tidak pernah mengatakan apa-apa kepadamu?"
"Mengatakan tentang apa?" Wan Fei Yang semakin bingung.
Wan lo tau tidak segera menyahut. Dia membelok ke dalam
kamar sebelah kanan. "Kemarilah!"
Wan Fei Yang mengikutinya. "Ini dulu kamar ibu," katanya.
"Bagus kalau kau masih ingat!" Wan lo tau mendorong pintu
kamar dan masuk ke dalam.
*** Kamar itu sangat kecil. Perabotannya juga sederhana sekali.
Tapi tataan setiap benda sangat sesuai sehingga enak
dipandang. Wan Fei Yang memperhatikan sekelilingnya
sejenak. "Rasanya tidak berbeda dengan ketika aku tinggalkan dulu."
596 "Memang sama," sahut Wan lo tau. Dia berhenti di depan
tembok sebelah kiri.
Di atas tembok tergantung sebuah lukisan. Meskipun sudah
pudar warnanya, namun masih terlihat jelas bahwa yang
dilukis sepasang pria dan wanita yang duduk berdampingan.
Yang laki tampan dan gagah, sedangkan yang perempuan
cantik rupawan. Serasi sekali.
Jari Wan lo tau menunjuk ke arah perempuan dalam lukisan.
"Siau fei" masih ingatkah kau saiapa"."
"Ibu!" sahut Wan Fei Yang spontan. Tiba-tiba sinar matanya
terpaku pada pria yang ada dalam lukisan.
"Bagaimana dengan yang ini?" Jari tangan Wan lo tau beralih
pada laki-laki.
"Mirip Ciang bun jin!"
"Tidak salah. Dia memang Ci Siong ketika muda," Wan lo tau
merandek sejenak. "Dia adalah ayahmu Gi Ban Li!"
"Ayahku?" Wan Fei Yang terbelalak.
"Selama tidak belas tahun ayah dan anak setiap hari bertemu
tapi tidak bisa saling mengakui. Sebetulnya dia juga sangat
menderita." Wan lo tau menarik nafas panjang.
Wan Fei Yang mendengarkan dengan terlongong-longong.
"Ibumu adalah putri tunggalku. Sejak kecil aku sangat
menyayanginya. Dia juga terhitung cukup berbhakti. Pada saat
597 usianya menjelang tujuh belas tahun, ayahmu datang
mengunjungi aku. Dan tinggal pula di sini. Dia dan ibumu
merupakan saudara sepupu. Sejak kecil memang sering main
bersama. Karena sudah lama tidak bertemu dan berjumpa
kembali, hubungan mereka semakin dekat. Pada saat itu aku
juga pernah menasehati ibumu bahwa dia sudah mulai
dewasa. Tidak boleh seperti anak kecil lagi. Harus ada
batasnya. Tapi ibumu tidak mendengar. Akhirnya setelah
ayahmu meninggalkan tempat ini belum lama, aku baru tahu
bahwa dia sudah hamil. Kami tidak tahu kemana perginya
ayahmu. Setiap hari ibumu menangis. Mungkin karena terlalu
sedih, setelah melahirkan engkau beberapa bulan, dia jatuh
sakit dan tidak tertolong lagi."
Wan Fei Yang mendengarkan semua itu dengan terpaku.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Enam tahun kemudian, akhirnya ayahmu kembali juga.
Setelah mengetahui kejadian ini, dia sedih sekali. Dia berlutut di depan makam ibumu tidak hari tiga malam. Kemudian dia
memohon padaku agar mengijinkan dia membawamu ke Bu
Tong san."
Akhirnya Wan Fei Yang tahu riwayat hidupnya. Dia
memandangi lukisan Ci Siong to jin dengan mata menyorot
kebencian. "Mengapa dia tidak pernah mau mengatakannya" Dia malam
mendiamkan saja aku dihina oleh para suheng dan diejek
sebagai anak haram!"
Wan lo tau menarik nafas panjang.
"Pada saat itu dia sudah menjadi Ciang bun jin Bu Tong pai.
598 Demi nama baik Bu Tong pai mau tidak mau dia harus
mengeraskan hatinya. Kalau kau dipermainkan dan diejek
orang lain sebagai anak haram, hatinya juga pasti sakit sekali
mendengarnya."
Wan Fei Yang menundukkan kepalanya. Dalam hatinya, dia
mengakui bahwa dia memang jarang melihat Ci Siong to jin
tersenyum. Sepanjang tahun wajahnya selalu bermuram durja.
Wna lo tau maju beberapa langkah. Dia mengusap-usap
kepala Wan Fei Yang.
"Bagaimanapun, urusan ini telah menjadi masa lampau. Kau
juga sebaiknya melupakan saja," katanya menasehati.
"Tidak!" Sepasang tinju Wan Fei Yang mengepal. "Aku harus
menemukan pembunuhnya. Mencuci bersih namaku sendiri
dan membalaskan dendam bagi Ciang bun" ayah!" katakatanya tegas sekali. Hatinya pun sudah mantap.
"Balas dendam?" gumam Wan lo tau dengan kening berkerut.
*** Angin bertiup kencang.
Sesosok bayangan melintas menjauh beberapa depa
mengikuti hembusan angin. Seperti segumpal awan meluncur
ke arah tenggorokan Thian ti. Dia adalah Angin. Di dalam Siau
yau kok hanya Angin yang dapat melintas secepat itu. Juga
hanya dia seorang yang dapat menggerakkan pisau terbang
dalam sekejap mata.
Tubuh Thian ti berkelebat untuk menghindar. Kakinya menutul
599 beberapa kali. Jurus yang digunakannya tidak lain tidak bukan
"Te hun cong" yang merupakan salah satu dari Bu Tong Liok
kiat. Mereka sedang berlatih bersama. Masing-masing menguji
Thian ti yang sudah sekian lama terkurung di telaga dingin.
Pertamanya, memang agak kaku, namun lama kelamaan
terbiaa kembali. Bu Tong liok kiat hasil curian dilatih lagi agar matang. Hujan, Angin, Geledek maupun Kilat diamanatkan
untuk bersungguh-sungguh. Sama sekali tidak boleh ragu.
Thian ti berhadapan dengan masing-masing dari mereka
seperti musuh yang sesungguhnya. Dengan demikian baru
dapat diketahui apakah Thian ti sudah boleh diandalkan untuk
menghadapi lawan yang tangguh.
Tubuh saling berkelebat. Angin menderu-deru. Golok
mengeluarkan suara bergemuruh setiap kali mengincar
sasarannya. Hujan jarum memenuhi angkasa. Pedang kilat
menyambar-nyambar. Thian ti puas sekali. Berkali-kali dia
tertawa terbahak-bahak. Akhirnya dia mengibaskan tangan
dan meminta agar mereka berhenti.
"Bagus sekali! Tampaknya ilmu silat kalian tidak mundur
malah maju pesat," katanya dengan wajah berseri-seri.
Hujan tertawa merdu. "Masih jauh kalau dibandingkan dengan
kau orang tua."
Thian ti semakin gembira. Tawanya semakin keras.
"bagaimana kalau dibandingksan dengan Bu Tong liok kiat?"
tanya Geledek tiba-tiba.
600 "Masih kalah satu tingkat." Suara tawa Thian ti sirap seketika.
"Lebih jauh lagi kalau dibandingkan dengan Tian can kiat."
Geledek merasa kesal sekali.
"Pernahkah kalian bergabung menjadi satu barisan dan
menghadapi lawan sekaligus?" tanya Thian ti.
Angin menggelengkan kepalanya.
"Belum pernah. Ilmu yang kami pelajari berasal dari aliran
yang berbeda, bagaimana dapat digabungkan menjadi suatu
barisan?" "Tidak salah," tukas Hujan. "Apalagi kalau aku melemparkan
senjata rahasia, yang lain langsung menyingkir."
Thian ti tersenyum lebar. "Apakah senjata rahasiamu itu
diharuskan jatuh seperti hujan dan memercik kemana-mana?"
tanyanya tenang.
Hujan semakin merenungi sesuatu. "Angin pernah
mengatakan bahwa aku boleh menggunakan Jit amgi dari Bu
Tong pai lalu digabungkan dengan ilmu senjata rahasia yang
kupelajari untuk menutupi kekuranganku selama ini,"
sahutnya. "Apa yang dikatakan olehnya memang benar!"
Hujan tersenyum simpul. "Kalau begitu aku harus meminta
petunjuk dari kau roang tua."
Thian ti mengelus jenggotnya sambil tersenyum.
601 "Mulai besok aku akan menurunkan Bu Tong liok kiat kepada
kalian. Dan cari cara untuk membentuk sebuah abrisan yang
terdiri dari Hujan, Angin, Geledek dan Kilat. Dengan demikian
kita mempunyai kekuatan tersendiri dalam menghadapi
musuh," katanya dengan bangga.
Angin menganggukkan kepalanya. "Tampaknya kau orang tua
sudah mempunyai rencana yang bagus. Bukan hanya sekedar
berkata saja."
Thian ti tertawa terbahak-bahak. "Selama dua puluh tahun di
telaga dingin, aku selalu memikirkan cara untuk mengalahkan
Bu Tong dan Bu Ti. Juga memikirkan cara untuk
membangkitkan kembali Pit lok cik kita!"
Hujan menarik nafas panjang. "Kami malah baru dua tahun
yang lalu teringat untuk menyelundupkan Fu Giok Su ke
dalam Bu Tong pai."
"Percaya diri bukan suatu hal yang buruk. Tapi terlalu banyak
pertimbangan juga merugikan diri sendiri." Thian ti mengelus
jenggotnya. "Meskipun agak terlambat, tapi malah
menguntungkan pihak kita. Bukan saja dibutuhkan keberanian
juga peruntungan baik."
"Kami sama sekali tidak menyangka bahwa kau orang tua
masih disekap di Bu Tong san."
Wajah Thian ti berubah kelam seketika.
"Kalau aku tidak dapat menggempur Bu Tong dan
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 10 Suling Emas Dan Naga Siluman Bu Kek Sian Su 11 Karya Kho Ping Hoo Lencana Pembunuh Naga 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama