Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D Bagian 2
merogoh kedalam sakunya ambil keluar sebuah benda
berwarna perak pada sianak muda itu serunya: "Hey bocah,
cepat kenakan tameng kulit emas berwarna perak ini
Pek In Hui sambut benda tersebut yang terbentuk kaus
singlet tapi lunak dan berwarna perak sementara ia masih
ragu ragu untuk mengenakannya dibadan, terdengar Hee
Giong Lam sudah membentak keras:
"Bajingan asep tua Kau berani mencuri mustika
pelindung badanku ?"'
Ouw-yang Gong tertawa mengejek, ia putar huncweenya
melindungi sekeliling tubuhnya, sedang kepada In Hoei
kembali ia berteriak "
"Bocah cilik, ayo cepat kenakan pakaian pelindung itu,
kalau tidak kau akan mati tergigit binatang beracun itu"
Pek In Hoei tidak berani membangkang lagi, cepat cepat
ia kenakan mustika pelindung badan itu keatas badannya.
Melihat sianak muda itu sudah mengena kan mustika
tadi dengan peouh rasa bangga Ouw-yang Gong berseru
lagi: "Aku telah membuat sebuah lorong bawah tanah yang
menghubungkan ruangan itu dengan gudang hartamu,
semua barang sang paiing berharga dan paling bagus dalam
gudang itu sudah kuambil semua I
"Hmmm...... coba kau lihat, hioloo kecil dari ahala
Toan, piring porselen dari jaman dinasti Han .... "
Sambil berbicara satu demi satu ia ambil keluar barang
barang antik yang tak ternilai harganya itu, setelah
ditunjukkan segera dimasukkan kembali kedalam saku.
Hee Gioag Lam sebagai ketua perguruan seratus racun
memiliki ilmu menggunakan racun yang sangat lihay
sehingga disebut orang sebagai Rasul bisa, selama hidup
belum pernah ia dihina dan dibikin malu orang seperti ini
hari, setelah tadi dibikin jungkir balik dan sekarang diejek
pula dengan kenyataan yang memalukan, darah panasnya
kontan bergolak, hampir hampir saja ia muntah darah.
Mimpipun si Rasul bisa tidak pernah menyangka kalau
Ouw yang Gong bisa menggali sebuah terusan dibawah
tanah yang menghubungkan tempat dimana ia dikurung
dengan gudang harta bahkan mencuri barang barang antik
kesayangannya, untuk sesaat saking dongkolnya tak sepatah
katapun bisa diucapkan keluar.
Melihat musuhnya dibikin keki Ouw-yang Gong
semakin kegirangan, kembali ia mengejek:
"Kita sudah hidup bersama hampir tujuh belas tahun
lamanya, menurut peraturan sudah sepantasnya kalau kau
beri sedikit hadiah kepadaku sebagai tanda mata atau
kenangan dari peristiwa ini, karena berpikir begitu maka
aku lantas memilih sendiri barang barang yang kusenangi
untuk dijadikan sebagai tanda mata. "
"Heei tua bangka beracun, perbuatanku ini tentu saja
tidak salah bukan dan aku kira tidak sampa melanggar tata
kesopanan bukan?".
"Kentut nenekmu yang busuk !" desis Hee Giong Lam,
dengan wajah merah membara
ayun tangannya kebawah dan teriaknya :
"Tongcu laba laba hitam Liong Cay Thian, Tongcu ular
hijau Gi Peng, Tongcu kelabang emas Ku Hong, Tongcu
kadal biru Bong Ci Pauw, dengarkan perintah"
Empat orang kakek tua yang memakai empat macam
warna baju berbeda dan berdiri di belakangnya segera sama
sama menjura. "Menanti titah dari Boen-cu"
Cincin besar berukirkan kepala setan yang dikenakan
pada jari tengah tangan kanannya segera digetarkan
kesamping hingga memancarkan cahaya kebiru biruan,
dengan wajah berkerut menahan emosi, teriaknya dengan
suara dalam : "Atur Barisan besar selaksa racun "
. Si Tongcu laba-laba hitam Liong Cay Thian bersuit
panjang, dengan cepat badannya berjumpalitan kearah
sebelah utara, disusul Si Tongcu ular hijau Ci Peng
mendengus dingin, badannya bergeser kearah Timur, Si
Tongcu kelabang emas Ku Hong bersuit aneh, ia loncat
kearah Selatan, sedang si Tongku kadal biru tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun bergeser kearah Barat.
Gerak gerik mereka dilakukan sangat cepat, dalam
sekejap mata segenap anak murid perguruan seratus racun
telah berdiri pada posisinya masing masing, semua
perhatian dicurahkan ketengah kalangan dimana Ouw yang
Gong berdiri sambil cengar cengir.
Ini hari, aku akan membuat mayat kalian tidak utuh,
akan kuhancurkan kamu berdua hingga jadi abu...." jerit
Hee Giong Lam sambil gigit bibir.
"Tua bangka beracun yang keji, kau sudah kurung diriku
begitu lama, membuat aku merasa kesepian dan tersiksa
seorang diri, ini hari aku tidak membunuh kau sudah
untung, masa sekarang malahan
kan yang mau menghancurkan kami otakmu sebenarnya ada dimana?".
Hee Giong Lam tidak ambil perdulikan, ia membentak
keras. Dalam sekejap mata irama seruling yang lembut dan
merdu merayu berkumandang diangkasa, mengikuti itu ular
ular yang ada disekeliling sanapun sama-sama angkat
kepala dnn merangkak kedepan.
Suara dengungan memenuhi angkasa, kelabang emas
yang jumlahnya entah berapa itiupun sama-sama mulai
melancarkan serangan udara yang luar biasa bebatnya.
Ouw yang Gong membentak keras, telapak kiri diputar
satu lingkaran besar lalu menghantam keluar, angin
pukulan tajam bagaikan babatan golok seketika itu juga
berpuluh puluh ekor kelabang emas jatuh berhamburan
keatas tanah. Sementara itu tangan yang !ain dengan cepat merogoh
kedalam saku ambil keluar sebuah botol porselen berwarna
hijau. "Setan asep tua apa yang kau keluarkan?" Bentak Hee
Giong Lam gusar.
"Hmmm I dupa wangi liur naga dari Lam Hay".
Sambil berkata dengan cepat ia buka tutup botol porselen
itu kemudian menuangkan sejenis bubuk kedalam pipa
huncweenya. "Cepat tarik semua kelabang emas yang ada diudara "
Dengan hati cemas Rasul bisa berteriak,
"Heeeeeeeeb..... heeeeeeeh...... heeeeh....... Sayang sekali
peringatanmu sedikit rada terra bat
Sambil menjengek batu api yang telah disiapkaa segera
menyulut bubuk putih tersebut segulung asap berbau wangi
seketika yebar keempat penjuru....
Tercium bau wangi itu, kelabang kelabang yang sedang
mempersiapkan serangan lari secara besar besaran itu
mendadak gaduh lalu kacau balau, sayapnya sama sama
terkatup dan satu demi satu jatuh rontok diatas tanah.
Pek In Hoei sendiri seketika merasakan dadanya jadi
lapang begitu mencium bau wangi
yang amat tebal itu, tanpa terasa ia menghisap bau wangi
tadi dalam dalam
Sinar mata Ouw yang Gong berkilat, menyaksikan Pek
In Hoei sedang menghirup udara dalam dalam, dengan
gusar ia memaki telapaknya langsung diayun menggampar
pip sianak muda itu.
"Ploocoook! tubuh Peh In Hoei mencelat kebelakang dan
hampir saja jatuh terjengkang, alisnya kontan berkerut.
"Eeeeei..... kenapa kau goblok aku?"
"Nenekmu cucu kura kura ! kau ingin modar" kau
anggap bau dupa liur naga ini boleh dihisap dalam dalam"
apa kau tidak lihat bagaimana nasib kelabang kelabang itu"
Dengan hati kaget Pek In Hoei mendongak ia lihat
kelabang emas semula memenuhi
angkasa sekarang sudah tinggal separuh, sekian besar
diantara mereka jatuh rontok ketanah sedang sisanya
tercerai berai keempat ujuru berusaha untuk melarikan diri,
namun terlihat bahwa sayap mereka kelihatan daya
kerjanya begitu lemah dan tak
bertenaga. "Aaaaaai....dupa..... dupa..... ini"
Dupa liur naga dari Lam Hay merupakan benda yang
terutama untuk melawan binatang binatang racun semacam
itu, meski demikian manusiapun tak boleh terlalu banyak
menghirup, sebab kalau tidak urat urat nadi akan mengerut
dan akhirnya mati binasa.
Dalam pada itu sambil menggigit bibir merasa gusar Hee
Giong Lam menyaksikan binatang kelabangnya rontok
ketanah persatu, ia makin mendongkol lagi setelah
menjumpai ular ular beracunnya pada melingkar ditanah
tak berani berkutik.
Seluruh badannya jadi gemetar, matanya melotot besar,
mulutnya menggetar dan kepalannya diremas remas
menahan keros Ouw yang Gong melirik sekejap kearah lawannya, lalu
ejeknya : "Hey tua bangka beracun kau tidak akan menyangka
bukan kalau aku berhasil mendapatkan dupa liur naga ini
dari dalan gua hartamu" haaasah .... haaaa....... haaaaah ....
inilah yang dinamakan membalas dendam dengar cara
seperti apa yang pernah kau lakukan kepadaku"
Hee Giong Lam berteriak keras, ia tak kuat menahan
diri, darah segar muncrat keluar dari mulutnya.
Tongcu kelabang emas Ku Hong menyaksikan kejadian
itu berseru tertahan, cepat cepat ia loncat kesisi tubuh
ketuanya. Boencoe, kenapa kau ?" tegurnya cemas.
Hee Giong Lara menggeleng, sambil membesut noda
darah dari bibirnya ia berseru:
"Kalian cepat kembali kepos!sinya masing masing, ini
hari aku bersumpah akan membinasakan dirinya dengan
tanganku sendiri, kalau tidak rasa dendam dan sakit hatiku
sukar ditahan lagi!"
Tongcu kelabang emas melirik sekejap kearah Ouw-yang
Gong lalu berbisik :
"Boen-cu, apakah kau hendak mengeluarkan ilmu Racun
sakti tanpa bayangan mu 7"."
"Kau cepat menyingkir kebelakang !" bentak Hee Giong
Lam. Ia segera bersuit aneh, mengikuti suitan tadi segenap
anggota perguruan seratus racun sama-sama mengundurkan
diri dari sana, dalam sekejap mata bukan saja semua orang
sudah berlalu bahkan ular2 beracun yang masih mengeram
dialas tanshpun pada menyembunyikan diri kedalam balik
rerumputan. Kini hanya tinggal empat orang kakek tua dengan berdiri
delapan tombak dibelakang kalangan saja memperhatikan
situasi disitu dengan wajah keren dan serius.
Ouw-yang Gong sendiripun menunjukkan sikap yang
waspada, ia cekal huncweenya erat erat lalu bergumam:
Racun sakti tanpa bayangan .... " Dia angkat kepala dan
bertanya; Hey tua bacgka beracun, permainan setan apa yang
sedang kau persiapkan Apakah kau hendak menggertak aku
dengan perkataanmu itu?"
Hee Giong Lam tidak menjawab, ia kepal telapaknya
kencang kencang, dengan sinar mata bengis diawasinya
wajah Ouw-yang Gong tajam tajam sementara badannya
selangkah demi selangkah maju kemuka.
Sedikit banyak Ouw-yang Gong keder juga dibikinnya,
dengan cepat ia dorong Pek In Hoei kebelakang.
"Cepat menyingkir kesamping, rupanya tua bangka
beracun ini akan ajak aku beradu jiwa !"
Mendadak terdengar Hee Giong Lam membentak keras,
badannya berputar cepat bersamaan dengan bergetarnya
jubah hitam yang ia kenakan, badannya mencelat keteagah
udara. Cepat cepat Onw-yang Gong geser kakinya sehingga
berhadapan dengan Rasul bisa Hee Giong Lam, tatkala
menjumpai jubah hitam yang dikenakan lawannya berkibar,
kencang, suatu ingatan dengan tepat berkelebat dalam
benaknya: "Aduuuh celaka !" serunya tertahan. "Rupanya cucu
setan keturunan kunyuk ini hendak menyebarkan bubuk
beracun dengan meminjam kekuatan hembusan angin .... "
Ia segera membentak pula, badannya mencelat keatas,
huneweenya berputar dan dalam sekejap mata mengirim
delapan buah serangan kilat.
Angin pukulan menderu deru, bagaikan hembusan
topan, menggulung dan menyapu kedepan laksana ombak
ditengah samudra hebat dan mengerikan sekali.
Hee Giong Lam mendengus dingin, kesepuluh jarinya
disentil kedepan dan sepuluh jalur desiran angin tajam
segera meluncur kemuka.
Ouw yang Gong bersuit nyaring, berada ditengah udara
badannya bergeser enam depa kesampiog berusaha
meloloskan diri dari damparan angin serangan.
Hee Giong Lam mengebaskan jubah lebarnya, segulung
angin halus dengan cepat menggulung kemuka membawa
bau harum semerbak ....
Begitu tercium bau harum tadi kontan Ouw-yang Gong
merasakan dadanya jadi sesak seluruh badannya jadi gatal
gatal. IA MENJERIT keras, huncweenya segera diayun
kemuka dengan cepat, dengan sebuah gerakan yang aneh
tapi lihay ia balas menghajar badan musuh. Kraak .... bruuk
.' Huncweenya berbasil menghajar robek jubah hitam Hee I
Giong Lam dan menghantam jalan darah Kie-tong-biat
dibawah ketiaknya.
Hee Giong Lam mendengus berat, badannya yang masih
berada dltengah udara . tak dapat dikuasai lagi, hingga ia
Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terbanting keras keras keatas permukaan tanah.
Dalam pada itu Ouw-yang Gong dengan suatu gerakan
yang amat manis pun sudah bersalto diudara dan melayang
keatas tanah. Dalam waktu yang amat singkat itulah Pek In Hoei
menyaksikan seluruh wajah Ouw yang Gong berubah jadi
hitam pekat sehingga kelihatan amat menyeramkan.
"Cianpwee. Kau keracunan" serunya tergagap.
Ouw-yang Gong mendengus berat, dengan cepat ia
berjongkok keatas tanah dan memungut beberapa ekor
bangkai kalabang emas, kemudian tanpa memandang
barang sekejappun segera dijejalkan kedalam mulut.
Menyaksikan tingkah laku yang sangat aneh itu Pek In
Hoei melongo, matanya terbelalak besar namun tak sepatab
katapun yang bisa ia ucapkan keluar.
Demikianlah secara beruntun Ouw-yang Gong menelan
empat ekor bangkai kelabang emas, kemudian ia baru
pejamkan mata dan roboh keatas tanah.
Sementara itu empat orang kakek tua yang berdiri
terpencar diempat penjuru sama sama berteriak kaget,
mereka sama sama meloncat kedipan menghampiri
ketuanya. Tongcu kelabang emas berjongkok dan memayang
bangun Hee Giong Lam terlihat olehnya air muka sang
ketuanya ini telah berubah jadi pucat pias bagaikan mayat
napasnya lemah dan tinggal satu satu Dengan cepat ia
membentak keras:
"Boen-cu telah terluka parah, jangan lepaskan setan tua
itu dalam keadaan hidup aku akan segera antar Boen-cu
pergi beristirahat"
Tongcu laba laba hitam tertawa dingin.
Heeh..... heeeh .... heeeh....... ilmu silat yang dimiliki
setan tua ini memang sangat !ihay, tapi sayang ia sudah
terkena hantaman Racun Sakti Tanpa Bayangan dari Boencu kita kalau toh sudah begitu apa lagi yang perlu kita takuti
Sambil berkata badannya loncat kemuka telapak tangan
diayun dan segera mencengkeram urat nadi Pek In Hoei,
Kita jagal dulu keparat cilik ini jerit Kadal Biru Song Ci
Piauw penuh kebencian.
Betul Suruh dia rasakan bagaimana enaknya lima racun
menyerang hati!" sambung Tongcu Ular hijau Ci Peng. Jari
kelingking tangan kanannya lantas diayun kemuka.
kukunya yang panjang dan runcing berkelebat diatas nadi
sianak muda itu dan meninggalkan sebuah guratan panjang
diikuti tangannya berputar memerseni sebuah tempelengan
yang amat keras.
Sekuat tenaga Pek In Hoei meronta, namun ia tak
berhasil melepaskan diri dari cengkeraman musuh,
mulutnya segera di pentang dan meludahi wajah Ci Peng
dengan air ludah penuh darah.
Kena diludahi mukanya, Tongcu ular hijau Ci Peng
semakin gusar, ia bergeser lebih kemuka, tangannya
menyambar kemuka dan sekali lagi ia hajar muka Pek In
Hoei dengan gaplokkan jauh lebih keras.
"Anak jadah ! Kubunuh dirimu' teriak nya marah.
Percuma kau hajar badannya" mendadak Tongcu laba
laba hitam Liong Cay Thian menghalangi niat rekannya, "la
memakai tameng mustika yang tahan bacokan sekalipun
kau hajar habis habisan dirinya belum tentu ia merasa sakit
atau terluka, buat apa kau buang tenaga dengan percuma
cepat kita lepaskan baju tameng mustika yang ia kenakan
Tongcu kadal Biru Song Ci Piauw melirik sekejap kearah
Ouw-yang Gong yaag masih duduk mendeprok diatas
tanah. "Bagaimana dengan siasep tua itu ?"
"Biar aku saja yang kasih hadiah sebuah jotosan kepada
bangsat tua itu agar jiwanya cepat melayang" seru Tongcu
Ular Hijau. Dalam pada itu Tongcu Laba laba hitam Liong Cay
Thian sudah tertawa seram.
"Keparat cilik, coba kau lihat binatang apakah ini ?"
Pek In Hoei berpaling, ia lihat ditangan kanan Liong Cay
Thian hinggap seekor laba laba raksasa yang besarnya
melebihi telapak tangan, waktu itu binatang besar tadi
sedang menggerakkan kedelaapan buah kakinya yang
panjang untuk merambat maju ke muka.
Hatinya berdesir, rasa ngeri berkelebat dalam benaknya,
namun sianak muda ini tetap mempertahankan diri. ia tidak
ingin menunjukkan sikap jeri seorang lelaki pengecut.
Liong Cay Thian bungkam tidak mengucapkan kata kata
lagi, tangan kananuya segera digetarkan kemuka, laba2
raksasa tadipun dengan meninggalkan selembar serat tipis
loncat kearah leher Pek Sn Hoei, kemudian pentang
bacotnya mulai menggigit.
Sajak urat nadi Pek In Hoei kena tergurat kuku jari dari
Ci Peng tadi, bubuk racun yang menempel di atas tubuhnya
sudah mulai menyerang kedalam membuat separoh
badanya jadi kaku dan hilang rasa, meski demikian tatkala
laba2 hitam itu loncat keatas lehernya dan mulai menggigit
ia masih dapat merasakan betapa sakitnya daerah sekitar
leher yang kena tergigit oleh binatang berbisa itu. Dengan
penuh rasa sakit ia merintih, pancaran matanya sayu dan
wajahnya jadi amat kusut. Dengan pandangan kabur ia
awasi telapak kanan Ci Peng yang sudah diangkat lagi dan
selangkah demi selangkah mendekati Ouw-yang Gong.
Dalam saat serta keadaan seperti isi selagi ia merasakan
bagaimanakah penderitaan serta siksaan dari seseorang
yang tidak mengerti akan ilmu silat ia merasakan betapa
jiwa serta keselamatannya gantung ditangan orang lain.
Diam diam didaiam hati ia bersumpah
"Seandainya beruntung aku tidak mati pasti akau
mencari ayahku dan minta belajar silat darinya, karena
pada saat aku hidup dijagat yang tidak mengutamakan
cengli melainkan menggantungkan kekuatan ..."
Sianak muda ini sama sekali tidak tahu bukan kekuatan
atau kepandaian silat yang penting untuk hidup dikolong
langit pada jaman itu dalam dunia persilatan penuh dengan
penipuan, akal licik busuk, bau amis darah serta perbuatan
saling bunuh membunuh. Sutu kali ia terjunkan diri
kedalam dunia kangouw, tak akan terhindar dari
kesemuanya maka dari itu disamping belajar silat dia, harus
mulai memahami hal hal tersebut diatas sebab kalau tidak
dia pun tak akan bisa dengan tenang didalam jagad ini.
sementara itu terdengar Tongcu Kadal tertawa seram.
Banssat cilik!" jengeknya sinis.
Coba kau rasakan lagi bagaimana enaknya darahmu
dihisap oleh kadal biru
Dari dalam sebuah tabung yang disimpan dibawah
ketiaknya ia ambil keluar seekor kadal besar sepanjang
beberapa depa, lalu usap usapkan keatas wajah Pek In Hoei
Sungguh besar bentuk kadal biru itu, diatas badannya
yang gede terlihat dua garis yang berwarna biru tua,
ekornya yang gede terlihat dua garis panjang bergoyang
goyang tiada hentinya, bau amis yang memuakan tersiar
dari badannya membuat Pek In Hoei merasa mual dan mau
muntah "Hey bajingan cilik !" seru Tongcu kadal biru lagi dengan
nada bengis dan mengerikan, "Pernahkah kau merasakan
dijilati oleh lidah panjang sang kadal yang merah lagi basah
basah kering itu" Hmmm ! Akan kusuruh kau rasakan
bagaimana enaknya kulit badanmu kaku dijilat olehnya
dandarah segarmu perlahan lahan dihisap olehnya"
Sepatah demi sepatah perkataan itu utarakan keluar, hal
ini semakin menambah kegeraman serta kengerian dalam
hati In Hoei, sepasang matanya terbe!a!ak besar tanpa
berkedip ia perhatikan terus kadal besar itu.
Berhadapan dengan mara bahaya yang tiap saat bisa
mencabut jiwanya, timbul kembali bayangan tatkala ia
melarikan dari gunung Tiam cong yang terkubur dalam
lautan api, tanpa sadar ia bergumam seorang diri :
"Aku tak boleh mati, aku tak boleh mati
"Siapa bilaog kau tak boleh mati?" jengek Sang Torigcu
kadal biru dengan suara seram, "Aku mau suruh rasakan
penderitaan dikala menjelang kematian yang lambat sekali
kehadirannya "Heeeeeeeh....... heeeeeeh...... heeeh..... orang tua itu
sudah mulai sinting, otaknya mulai berubah dan tidak
sadar" Seru tongcu laba laba hitam Liong Cay Thian sambil
tertawa dingin. "Racun yang menyerang badannya sudah
mulai menerjang otak serta syaraf syaraf dalam benaknya,
ia akan jadi edan kemudian perlahan-lahan keracunan dan
modar1". Pek In Hoei terkesiap, dengan paksakan diri ia pentang
matanya yang terasa mulai jadi berat dan mau terkatup
terus itu dari dasar hatinya timbul perasaan aneh.
keinginannya uutuk mencari hidup amat basar tiba tiba ia
berteriak keras :
"Aku tidak akan mati 'f! aku tidak akan mati!!!".
Mendadak dari baiik kadal raksasa berwarna biru yang
bergerak gerai dihadapan matanya itu, ia saksikan Tongcu
ular Hijau Ci Peng telah angkat telapak tangannya tinggi
tinggi kemudian d!ayun kebawah menghatam Ouw yang
Gong. Aaaaaaaahtak tahan ia menjerit , buru buru kepalanya
berpaling kelain arah.
Tongcu Kadal biru Song Ci Piauw membentak rendah,
kadalnya segera ditempelkan keatas jidat Pek In Hoei.
Begitu menempel diatas jidat, kadal biru itu mulai
menjularkan lidahnya yang merah menjilat jilat kulit sianak
muda itu, diikuti darahnya mulai dihisap keras.
Rasa desiran angin dingin menyambar alisnya Pek In
Hoei jadi kaget dan menjerit tertahan.
Disaat yang bersamaan itulah, dengan penuh kebencian
Tongcu ular hijau Ci Peng telah membentak :
Aku tidak percaya kalau tak dapat membinasakan
dirimu". Telapak kanannya dibabat dengan santa
Buuuuuuk ! dengan telak hautaman itu bersarang
ditubuh lawan. Oaw yang Gong merintih, tiba tiba ia me nyemburkan
darah yang berwarna hitam pekat dari mulutnya, begitu
mendadak semburan darah tadi membuat Ci Peng tak
sempat untuk menghindar lagi mukanya kotor kena
semburan tadi membuat dia terhuyung mundur selangkah
kebelakang. Setelah menyemburkan darah hitam itu. Oaw yang Gong
segera membuka matanya lebar lebar dan loncat bangun
dari atas tanah, serunya sambil tarik napas dalam2
"Neneknya .... cucu kunyuk bagus dan tepat sekali
hantamanmu barusan . . .
Laksana kilat ia menerjang kedepan telapak kirinya
berputar, lima jari tangannya laksana
kilat menyambar kemuka mecengkeram lengan kanan Ci
Peng. "Hey...... anak bisa cucu racun... kamu semua tentu
tidak tahu bukan bahwa aku siorang tua baru saja lolos dari
kematlan" Hmmm...... Hmmm
justru pukulanmu barusan telah
menolong aku untuk memuntahkan darah racun yang
menyumbat di Jantung . . . coba darah racun itu tidak bisa
ditumpakan keluar . . . entahlah
Tongcu ular hijau Ci Peng meraung keras, bahk
badannya sambil putar tangan kanan. jari dipentang lebar
lebar, dengan kuku yang panjang dan tajam bagaikan
pedang kecil laksana kilat menusuk dada Ouw yang Gong,
Cucu monyet keturunan kunyuk kau ingini jiwaku maki
orang tua aneh dengan gusarnya
Sang lengan digetarkan dengan keras, seketika itu juga
badan Ci Peng terangkat keatas, setelah berputar satu
lingkaran besar ditengab udara tubuh orang itu meluncur
kebavvah dan mencium tanah keras keras.
Buuuuuk...... ! seluruh batok kepala Ci Peng terbenam d
dalam tanah bagaikan tancapan sebarang anak panah,
darah segar segera muncrat keempat penjuru membasahi
permukaan tanah jiwanya pun melayang!
Ouw yang Gong tidak berhenti sampai disitu saja. ia
bersuit panjang, berada ditengah udara badannya melesat
makin kedepan, sambil mencekal huncweenya ia melabrak
musuh musuhnya yang lain dengan dahsyat.
Tongcu laba-laba hitam Liong Cay Thian bersuit keras,
cepat cepat tangannya diatur kemuka tiga ekor laba-laba
berwarna hitam yang besarnya melebihi telapak tangan
dengan disertai serat yang mengkilap meluncur kemuka.
Ouw yang Gong meraung keras. "Kalian keturunan
kunyuk yang harus dibunuh semua sampai habis!"
Teriaknya. Pergelangannya segera diputar, tatkala ligap cahaya
terang itu sudah tiba dihadapan mukanya, huncwee yang
sudah dipersiapkan segera menyambar kemuka... Taaaak. !
Taak .! tiga ekor laba laba hitam itu terhantam telak dan
rontok keatas tanah dengan badan hancur.
Setelah membinasakan binatang berbisa itu laksana kilat
badannya memburu kedepan, sekali lagi huncweenya
berkelebat cepat, dalam suatu gerakan menggetar dan
membalik Liong Cay Thian menjerit kaget, badannya
jungkir balik sebanyak tiga belas kali ditengah udara lalu
terbanting keras keras diatas tanah.
Dengan rasa terperanjat Tongcu Kadal Biru Song Ci
Piauw berpaling, belum sempat ia melakukan sesuatu Ouw
yang Gong sudab berjumpalitan di tengah udara mendekati
tubuhnya, sementara senjata huncweenya laksana titiran
angin puyuh membabat kabawah.
JILID 4 SADAR bahwa Ouw-yang Gong adalah seorang
manusia yang paling aneh dikolcng langit, serangan
lancarkan dalam keadaan gusar tentu luar biasa hebatnya.
Suatu ingatan berkelebat dalam benaknya tanpa berpikir
panjang lagi ia sambar tubuh Pek In Hoei dan bagaikan
sebuah tameng lempar tubuh sianak muda itu untuk
menghalangi terjangan Ouw-yang Gong lebih jauh.
Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cucu kunyuk! begitu kejam hatimu manusia semacam
kau tak boleh dibiarkan hidup lebih lama !"
Sambil membentak orang tua she Ouw yang ini
menerjang kemuka semakin cepat.
Song Ci Hauw terdesak mundur kebelakang, setelah
melemparkan tubuh Pek In Hoei tadi, sepasang telapaknya
berputar kemuka, segenggam jarum lembut berwarna biru
segera disambit kedepan sedang badannya loncat mundur
lagi sejauh beberapa tombak.
Ouw-yang Gong menjerit lengking, lima jari tangan
kirinya dipeotang lebar-lebar, setelah merandek kebawah ia
mumbul keatas, mengikuti gerakan tersebut tangannya yang
lain menyambar tubuh Pek In Hoei.
Pada detik yang bersamaan pula serangan senjata rahasia
telah tiba dihadapan mukanya
la bersuit panjang, sepasang kakinya menjejak tanah
keras-keras lalu mencelat lama depa ketengah udara,
badannya miring kesamping meloloskan diri dari ancaman
Senjata rahasia kemudian berkelebat mengejar kearah Song
Ci Piauw. Tongcu Kadal Biru terdesak terus kebelakang, begitu
kakinya menginjak tanah dengan cepat tangannya merogoh
kedalam saku dan ambil keluar sebatang seruling kecil
berwarna perak, benda itu segera ditiupnya keras-keras.
Serentetan suara lengkingan yang tinggi dan tajam
berkumandang diangkasa, anak murid perguruan Seratus
Racun yang bersembunyi dibalik semak belukar segera pada
munculkan diri.
Ouw-yang Gong membentak keras, jenggotnya berkibar
kencang bagaikan terembus angin puyuh, huncweenya
diputar dengan gerakan menjungkir balikkan jagad ia hajar
lengan kanan Song Ci Piauw.
Tongcu kadal biru yang sedang meniup seruling
peraknya sama sekali tidak mengira kalau serangan
huncwee dari Ouw-yang Gong bisa datang dengan begitu
cepatnya, tergopoh-gopoh ia miring kesamping meloloskan
diri dari ancaman.
Hmmm! kau ingin lari kemana!" jengek Ouw-yang
Gong. Huncweenya ditekan kebawah, dari dasar ia tusuk
keatas dau dengan telak menghantam persendian lengan
kiri Song Ci Piauw.
Aduuuuh .... Tongcu Kadal Biru menjerit ngeri, darah
segar muncrat keempat penjuru, seketika itu juga lengan
kirinya batas siku patah jadi dua bagian. Setelah berhasil
membereskan musuhnya, Ouw-yang Gong baru dapat
menyaksikan bahwasanya diatas jidat Pek ln Hoei terdapat
seekor kadal besar yang sedang menghisap darah, hatinya
terperanjat, buru-buru jari tangannya disentil kemuka.
Sreeeeet......... ! Segulung desiran angin tajam segera
menyambar kemuka menghanpiri kadal tersebut hingga
mencelat beberapa .ombak jauhnya.
Meski binatang terkutuk itu berhasil dihajar mati, namun
diatas jidat Pek In Hoei tepatnya diatas alis si ana k muda
itu terti.nggal sebuah bekas darah yang segar dan amat
nyata. Di bawah serotan sinar sang surya, bekas darah itu
kelihatan begitu nyata aneh dan bersinar tajam, membuat
wajahnya yang ganteng berubah jadi mengerikan.
Ouw-yang Gong tertegun, lama sekali dia berdiri
termangu-mangu . . . mendadak sinar matanya terbentur
dengan seekor laba-laba hitam yang masib menggigit leher
sianak muda itu.
Ia menjerit keras, telapaknya menyambar kemuka
mencengkeram laba-laba tersebut kemudian digenggamnya
kencang-kencang sehingga dalam sekejap mata binatang
berbisa itu hancur lebur.
Setelah menyaksikan pelbagai peristiwa kejam yang
diperlihatkan orang-orang perguruan seratus Racun, Ouwyang Gong. sedang marah semakin naik pitam, napsu
membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya.
"Keturunan kunyuk yang harus dibunuh
Dan betul-betul berhati kejam dan tidak punya
perikemanusiaan" Teriaknya dengan bengis. "Kalian toh
sudah tahu kalau bocan ini sama sekali tidak mengerti ilmu
silat, kenapa kamu semua menyiksa dirinya dengan
perbuatan begitu keji" Hmmm! ini hari kalau aku tidak
ledakkan sarang burung kalian ini hingga rata dengau tanah
tidak akan kutinggalkan tempat ini!"
Sambil mencaci maki dengan kata-kata ang kotor,
laksana kilat tangannya bekerja keras menotok jalan darah
penting ditubuh Pek In Hoei kemudian membarigkannya
diatas tanah! Cahaya bengis dan buas yang mengerikan memancar
keluar dari balik sepasang matanya yang sipit, wajah yang
dasarnya sudah merah kini berubah makin gelap sehingga
mengerikan sekali.
la tarik napas panjang panjang, dari dalam sakunya
ambil keluar sebuah kotak sempit lagi panjang, lalu sambil
memandang anak murid pergurun seratus racun yang
menyerbu datang sambil berteriak-teriak, serunya gemas :
"Mulai hari ini, aku siorang tua akan membuka lagi
pantangan membunuhku
Semenjak lengannya dipatahkas oleh ketukan huncwee
Ouw-yang Gong, Tongcu Kadal Biru tidak berani
mendekati manusia aneh itu lagi, ia segera menjatuhkan diri
berguling diatas tanah dan ngeloyor pergi kebawah bukit,
dia takut kaiau-kalau musuh nya melancarkan serangan lagi
dan mencabut jiwanya.
Dalam pada itu Ouw-yang Gong telah tertawa terbahakbahak dengan seramnya, ia selipkan huncwee gedenya
kesisi pinggang lalu membuka ketak kayu ilu dan ambil
keluar biji kelereng sebesar buah kelengkeng yang berwarna
hitam pekat. "Selama tujuh belas tahun aku selalu simpan peluru Pek
Lek Cu secara baik2 ! aku rasa kini sudah saatnya bagiku
untuk menggunakan benda tersebut Gumamnya sambil
mengawasi anak murid perguruan Seratus racun yang
makin mendekat.
Bersamaan dengan suatu bentakan keras, tangannya
diayun kemuka .... biji kelereng berwarna hitam pekai
itupun laksana kilat meluncur tiga tombak kemuka.
Blmuuummm......... ! suara ledakan dahsyat menggema
di seluruh angkasa, bumi bergoncang pasir dan batu
beterbangan keudara, hampir separuh bukit itu rontok dan
hancur, hancuran bangkai manusia, cipratan darah segar
bertebaran dimana-mana membuat suasana berubah jadi
ngeri dan menyeramkan.
Ditengah jeritan jeritan ngeri yang menyayatkan hati,
anak murid perguruan Seratus Racun yang beruntung tidak
mati sama-sama berteriak ketakutan dan melarikan diri
terbirit-birit.
Ouw-yang Gong tertawa seram, tangan kanannya
kembali ambil keluar sebiji peluru Pek Lek Cu
Matanya berubah jadi merah darah, wajahnya hitam
menyeramkan, sambil bersuit nyaring ia loncat lima tombak
keangkasa dan melesat kedepan, rupanya simanusia aneh
ini siap2 melemparkan pelurunya kembali uniuk meledakkan bangunan-bangunan rumah dibawah bukit.
Sekonyong-konyong....
sesosok bayangan manusia berwarna kuning emas berkelebat lewat, disusul teriakan
keras berkumandang diangkasa :
"Ouw-yang Thayhiap, harap kau jangan turun tangan
keji1" "Haaaaahh . . . haaaaaah... haa ... sekarang kalian
baru suruh aku jangaa turun tangan keji1" Jerit Ouw-yang
Gong sambi! loncat turun keatas tanah. Kalian cucu monyet
keturunan kunvuk jika tidak dikasi sedikit kelihaian, teatu
kiranya aku siorang tua bisa dihina dan permainkan
seenaknya!" "Ouw-yaug Thayhiap!" pinta Tongcu kelabang
Emas Ku Hong dengan wajah ngeri "Harap kau jangan
turun tangan keji terhadap kami . "
"Kentut busuk makmu ! Kalian toh tega Turun tangan
keji terhadap seorang bocah yang lemah tak bertenaga serta
tidak mengerti akan ilmu silat, kenapa aku siorang tua harus
berlaku sungkan-sungkan terhadap kalian?"
Begitu terbentur dengan sepasang mata lawon yang
bengis, buas dan penuh diliputi napsu membunuh, sekujur
badan Ku Hong gemetar keras. Ia meraung dahsyat
badannya laksana harimau teriuka menubruk kedepan
dengan maksud merampas peluru Pit Leng cu yang ada
ditangan Ouw-yang Gong.
Melihat datangnya tubrukan, Ouw-yang Gong genjotkan
badanrnya melengos kesamping, diikuti kakinya melancarkan satu tendangan kilat menghantam jalan darahi
Hiat Cong ditubuh musuh.
Gerakan badan Ku Hong merancu tangan kanannya
dengan gerakan yang tidak berubah meneruskan sambarannya ketangan Ouw-yang Gong, sementara telapak
kirinya menghantam berubah jadi babatan menghajar kaki
lawan yang mengancam dirinya.
Merasakan adanya babatan lawan Ouw-yang Gong putar
badannya cepat2 diikut tangan kanannya meraup dengan
gerakan setengah busur kemudian menghantam tekuk dan
kaki kiri Ku Hong. "Enyah dari sini teriaknya.
Bruuuk . . . . .! sepasang kaki Ku Hong jadi lemas dan
tidak ampun lagi ia jatuh berlutut keatas tanah,
menggunakan kesemutan itu Ouw-yang Gong menambahi
lagi dengan sebuah sapuan kilat, badan orang she Ku yang
sudah terjatuh, kena ditendang lagi dengan dahsyatnya
membuat ia menjerit kemudian terbanting ketanah dan
tidak bangun lagi.
O uw-yang Gong ayun tangannya, peluru Pek Lek cong
kembali hendak dilempari, kedepan.
Tiba tiba Thian Go suatu jeritan laitang menggema
datang. Seluruh tubuh Ouw-yang Gong bergetar keras, dengan
cepat sinar matanya dialih kearah berasalnya suara tadi.
Tampak seorang nyonya setengah bs dengan memakai
jubah abu abu dan membawa tasbeh perlahan-lahan
munculkan diri dari balik bukit, meskipun. rambutnya telah
beruban dan wajahnya penuh keriput namun kecantikan
wajahnya dikala masih muda masih jelas membekas.
Siauw Hong" gumam Ouw-yang Gong dengan bibir
gemetar. Perlahan-lahan nyonya setengah baya itu berjalan
mendekat, tatkala menyaksikan hancuran mayat serta noda
darah yang meyelimuti permukaan bumi, ia segera berang
tangannya berseru :
"Omitohud ! siancay... siancay...!"'. "Siauw Hong, kau...
kau., Nyonya setengah baya itu mendongak, dipandangnya
wajah Ouw yang Gong tajam tajam lalu menghela napas
panjang. Thian Go, mengapa sifotmu berubah di berangasan dan
kejam?" tegurnya.
Siauw Hong, benarkah kau?"
matanya terbelalak lebar-lebar. , Kau belum mati" kau . .
kau masih hidup dan..... dan sudah cukur rambut jadi
nikouw" Nyonya setengah baya itu tertawa getir Aku memang
belum mati, tapi . . . hati sudah lama mati . . . Kurang-ajar,
cucu monyet manusia kunyuk kalau begitu dia sudah
membohongi aku, dia bilang kau sudah mati!
dia... dia... mengapa dia biarkan kau cukur rambut jadi nikouw"
kenapa... kenapa Siok Peng pun berkata bahwa kau sudah
mati?". "Aaaaaaaai... peristiwa masa silam telat berlalu bagaikan
asap dilangit, apa gunanya kita ungkap kembali" Thian Go
kau sudah tua, tapi watakmu yang berangasan dan suka
marah masih tetap saja seperti sedia kala, bahkan
makianmu yang kotorpun tidak berubah juga.
Kena ditegur Ouw yang Gong tertawa jengah.
Bukit dan sungai bisa dirubah, tabiat ma nusia mana bisa
diganti" selama hidup beginilah keadaanku, tapi kau . . kau
"Aku sudah cukur rambut jadi nikouw persoalan
keduniawian telah lama tak kupikirkan lagi didalam bati.
Ouw yang Gong tertawa pahit.
Siauw Hong! tahukah kau mengapa waktu itu aku
mengganti namaku jadi Gong" hlal ini tidak lain karena aku
sudah ogah mememikirkan berbagai urusan lain, semua
kejadian kurasakan hampa dan kosong semua
sinar matanya berkilat" dan lebih lebih aku tidak mengira
kalau perempuan tercantik dari Tionggoan, Kwee Siauw
Hong Siauw Hong sudah mati" tukas nyonya itu dengan cepat
"Gelarku sekarang adalah Ko In, harap kau sebut aku
dengan gelar ini aja".
Ia tarik napas panjang, setelah merandek sejenak
tambahnya : Dengan membawa peluruh Pek Lek-cu dari Dewa Peluru
Hong Loei kau telah menciptakan pembunuhan yang sadis
dan kejam, apakah Giong Lam dia "
Hmmm ! sejak aku mendapatkan tiga butir peluru Pek
Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lek-cu dan Hong Loei pada tiga puluh tahun berselang,
belum pernah sekalipun kugunakan benda tersebut, tapi
sekarang akan kugunakan peluru sakti ini untuk
meledakkan seluruh lembah seratus racun hingga rata
dengan tanah, aku hendak membalas dendam bagi sakit
hatiku, Siauw Hong! harap kau jangau nasehati diriku
lagi!". Ia berhenti sejenak, kemudian pentang mulutnya lagi dan
mulai memaki : Bukan saja semua cucu buyut kunyuk kunyuk itu yang
kubunuh sampai ludus, terutama sekali Giong Lam bangsat
tua, bajingan tengik dan anak haram itu akan kuremas
badannya hingga gepeng bagaikan perkedel
Sepasang alis Ko In Nikouw kontan berkc rut kencang.
"Baiklah, kita jangan bicarakan soal Giong Lam. Aku
mau tanya kepadamu dendam permusuhan apakah yaug
telah terikat antara kau dengan anggota anggota perguruan
seratus racun" apa sebabnya kau hendak mem basmi
mereka semua ?".
,Coba kau pikir, toh mereka sudah tahu kalau bocah itu
tidak mengerti akan ilmu silat" Teriak Ouw yang Gong
sambil menuding Pek In Hoei yang menggeletak diatas
tanah"Tapi apa yang mereka lakukan" mereka siksa bocah
itu, aniaya bacah itu dengan kejam. apakah perbuatanmu
semacam ini tidak patut dibasmi" apakah manusia keji
seperti itu tak boleh dibunuh"
"Aaaaaaaai! dari dulu aku sudah tahu, jika angkat nama
dengan andalkan makhluk "makhluk beracun, tentu tidak
akan terhindar banyak korban berjatuhan ditangannya,
maka diri itu sering aku perintahkan Siok Peng untuk pergi
mencari bahan obat obatan dan membuat pilpenawar racun
sebanyakbanyaknya .
Dari dalam saku nikouw itu ambil keluar sebuah botol
porselen kemudian lambat2 maju kedepaa terusnya
"Thian Go, maukah kau memandang diatas perhubungan kita pada masa silam untuk simpan kembali
peluru Pek Lek-cu itu dan berlalu dari selat Seratus
Racun?". Ouw yang Gong mengerutkan sepasang alis nya dalam
benaknya terbayang kembali kenangan kenangan pada
masa yang silam, lama sekali ia termenung kemudian
sambil menghela napas kakek aneh ini mengangguk.
"Aaaaaaaai baiklah! Memandang diatas wajibmu, kau
kuampuni jiwa cucu buyut kunyuk ini".
Omitohod siancay... siancay! Dimana bisa mengampuni
jiwa manusia, ampunilah sebanyak banyaknya mari,
akupun akan coba menyembuhkan luka yang diderita bocah
itu !'. Perlahan-lahan Ko In Nikouw berjalan men dekati Pek
ln Hoei lalu berjongkok dan ambil keluar sebutir pil Leng
Botan dari da lam saku.
Tapi sebelum ia sempat masukkan pil tadi kedalam
mulut sianak muda itu, mendadak sinar mukanya berubah
hebat, dengan cepat dia bangun berdiri.
Apa yang sudah terjadi?" tanya Ouw yang Gong dengan
nada terperanjat.
Apakah orang itu adalah muridmu?".
Ouw yang Gong menggeleng.
Bukan ! apakah itu keracunan hebat dan tidak terlolong
lagikah jiwanya "
Aaaaaaai... mimpipun aku tak peroh menyangka kalau
di kolong langit bisa terdapat seorang mauusia yang begini
aneh gumam Ko In Nikouw sambil menghela napas
panjang, ia melirik sekejap kearah Ouw yang Gong dan
tambahnya. Dipandang dari garis wajahnya. orang ini
mempunyai napsu membunuh yang sangat tebal namun
banyak pula terlihat garis garis budiman, sepintas lalu
kelihatannya dia punya kecerdasan yang luar biasa tapi
tampak juga sangat bodoh sungguh aneh
"Soal itukah yang mengejutkan hatimu"
"Coba kau lihat bekas merah yang terlihat diatas alisnya,
sungguh menakutkan sekali sambung Ko ln Nikouw lagi."
Dengan adanya bekas merah diatas jidatnya itu, membuat
napsu membunuhnya bertambah tebal, kecerdasan otaknya
yang .luar biasa akan melebihi semua orang pun tertera
semakin nyata, dikemndian hari dia pasti akan jadi seoraog
gembong iblis yang paling kejam, membunuh orang paling
banyak dan menjadi penerbit keonaran didalam dunia
persilatan"
"Bekas merah itu bukan bskas alami yang dibawa sejak
dia lahir, barusan jidatnya digigit oleh seekor kadal beracun,
hisapan binatang terkutuk itulah yang meninggalkan bekas
tersebut, apa yang kau kageti dan takuti" apalagi kejadiankejadian yang akan datang, darimana kau bisa tahu ?"
Sekali lagi Ko In Nikouw memperhatikan wajah Pek In
Hoei tajam-tajam, namun dengan cepat ia geleng kepala
kembali. "Omintohud! aku tidak dapat meoyaksikan dunia
persilatan dilanda lagi oleh bencana hebat tanpa bisa
mencegah, aku tidak ingin banyak manusia menemui
ajalnya diujung golok dan melihat darah manusia
berceceran diatas permukaan tanah.
"Tadi maksudmu kau tidak sudi menyelamatkan
jiwanya?" Dengan wajah serius ko In Nikouw mengangguk ia
masukkan kembali kotak porselennya kedalam saku
kemudian angkat kepala dan memandang angkasa yang
penuh berawan. Siauw Hong, jadi kau benar-benar tidak sudi menolong
jiwanya dan kau ingin menyaksikan dia mati konyo! " teriak
Ouw-yang Gong dengan nada tertegun.
Ko In Nikouw tidak ambil perduli omongan orang, ia
lepaskan tasbehnya dari atas leher dan mulai membaca doa.
Melihat perkataannya tidak digubris, Ouw yang Gong
mendongak dan tertawa seram.
"Aku tertalu dipengaruhi oleh kejadian masa silam,
sedang kau kesemsem oieh kejadian yang akan datang,
rupanya kita berdua memang tidak bisa bekerja sama!"
Ia merandek sejenak, lalu teriaknya: "Bagus, kau tidak
sudi menolong jiwanya akupun akan mulai turun tangan
lagi untuk meledakkan lembah kunyuk ini hingga rata
dengan bumi"
"Kau boleh meratakan lembah ini dengan tanah, tapi
pertama-tama bunuhlah aku terlebih dulu"
"Siauw Hong, tindakanmu ini bukankah berarti ada
maksud memusuhi diriku?" maki Ouw-yang Gong penuh
kegusaran setelah ia dibikin melengak oleh jawaban lawan.
"Thian Go kalau kau hendak bertindak melawan
perintah Thian, aku akan berusaha menghalangi2mu terus .
"Haaah .... haaaaah .... haaaah . . . berbuat melawan
perintah Thian" justru aku hendak berbuat kejam, bertindak
kejam bertindak jahat, kau mau apa"
Wajahnya berubah jadi serius. "Memandang diatas
wajahmu, untuk kali ini aku bisa memberi jalan bidup buat
mereka, tapi ingat lima tahun kemudian aku pasti akan
kembali lagi kesini untuk menuntut balas bagi sakit hati ini,
waktu itu aku akan bssmi semua orang yang ada disini,
meledakkan seluruh bukit hingga rata dengan tanah"
"Omintohtid"
Dengan gemas dan dongkol Ouw-yang Gong yang mulai
lenyap dibalik bukit, Ko In Nikouw angkat kepalanya
perlahan-lahan dan menghela napas panjang.
Aaaaaai............ rupanya dunia persilatan tidak akan
aman lagi, lebih baik aku kembali dulu kedalam kuil"
Dia putar badan dan berlalu dari situ dengan langkah
lambat cahaya sang sarya menyoroti tubuhnya meninggalkan bayangan yang suram.....
Angin berhembus lewat....... bau amis darah tersebar
kemana mana membuat suasana jadi seram dan
meugerikan. Senja telah menjelang tiba, cahaya matahari yang lemah
mulai redup dan bergeser kebalik gunung, bunyi cengkerik
bargema disegala penjuru menambah kejemuan di suasana
yang tidak sedap itu....
Bangsat cengkerik cengkerik itu betul-betul terkutuk,
bunyinya sudah tidak enak, gerak terus tiada hentinya....
Hmmmm1 kalau kegusaran aku sioraug tua sudah
memuncak, akan kubakar seluruh bukit ini hingga jadi abu
Ouw-yang Gong sambil berdiri disebuab lekukan !embah
mencaci maki kalang kabut dengan gusarnya, begitu
mendongkol hati siorang tua itu akhirnya semua
kemangkelan dihatinya disalurkan keluar dengan menghantam sebuah batu cadas disisinya.
Dibelakang batu cadas tadi terbentang sebuah selokan
kecil dengan air gunung yang jernih gan segar, bunyi aliran
air yang tiada hentinya menambah kejemuan hati siorang
tua itu. Sekujur badan Pek In Hoei telah dibenam kau kedalam
air, kini hanya tinggal wajahnya yang pucat pias dengan
bekas merah darah diatas jidatnya saja yang tertinggal
diluar, hawa hitam mulai menyelimuti wajahnya..........
"Aaaaii . . . kalau aku sendiri yang terluka, aku bisa
menggunakan racun lain memunahkan racun yang
mengeram dalam tubuhku." Gumam Ouw-yang Gong
sambil menghisap
huncweenya dalam dalam lalu menyemburkan segumpal asap tebal "Tapi bocah ini... dia
sama sekali tidak mengerti akan ilmu silat, obatpun tak ada
disekkar sini, bagaimana aku bisa punahkan racun yang
mengeram dalam badannya?"
Dengan alis berkerut tangan kirinya garuk garuk kepala
yang tidak gatal, lama sekal ia gigit bibir dau akhirnya
berseru "Baiklah, satu-satunya jalan yang bisa kutempuh pada
saat ini adalah mengerahkan tenaga murni untuk menotok
keseratus delapan buah jalan darahnya dan coba paksa
racun itu mengalir keluar. Seandainya dia punya nasib yang
mujur mungkin saja Jien dan tok dua urat pentingin bisa
sekalian kutembusi, sebaliknya kalau dia nasib jelek....
yaaah sudahlah, paling-paling jiwanya tidak tertolong!"
Ia hembuskan asap huncwee-nya keras-keras, kemudian
putar badan tarik napas dalam-dalam dan mulai duduk
bersila. Badan Pek In Hoei yang masih terbenam didskm air
selokan diseretnya keatas darat tangannya bekerja cepat
melepaskan baju tameng mustika yang masih dikenakan
pemuda itu, hawa murnipun dipersiapkan guna mengusir
racun dari tubuh sianak muda tadi Belum sempat ia turun
tangan, tiba-tiba
"Disirii Disini " terdengar merdu lagi nyaring
berkumandang datang dari arah depan.
Mendengar suara itu Ouw-yang Gong segera mendongak, tampaklah diatas sebuah tonjolan balu cadas
pada tebing seberang berdiri seekor burung beo berwarna
putih dengan paruhnya berwarna merah darah waktu itu
burung tadi meoggerakan sayap tiada hentinya sehingga
menggerakan genta kecil yang tergantung diatas leher
burung itu. Ia be seru tertahan laksana kilat tangannya berkelebat
menyambar, burung beo tadi segera berseru lagi :
"Nona tolong aku"
nona, tolong aku
" "Burung cilik cerdik betul kau ! puji Ouw-yang Gong
sambil tertawa.
Dalam pada itu burung beo tadi tiada hentinya
menggerakkan sepasang sayap sehingga genta kecil itu
berbunyi terus dengan nyaring
"Nona, tolong aku nona tolong aku."
"Heeeh . heeeeh aku kan tidak melukai dirimu, buat apa
kau panggil nonamu untuk datang menolong"
Hei sihuncwee gede jangan lukai Pek Leng kesayanganku!" mendadak terdengar teguran nyaring
berkumandang dari belakang.
Begitu mendengar teguran tersebut Ouw yang Gong
segera mengerti siapakah yang telah datang, dengan cepat ia
berpaling. Heei setan cilik yang pintar, darimana kau bisa datang
kesini?" ,,Heeei huncwee gede, jangan kau lukai Pek Leng
kesayanganku !" kembali gadis .u berseru.
Ouw-yang Gong tidak membangkang lagi ia lepaskan
burung beo tadi yang mana segera terbang keudara dan
Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hinggap dibahu Hee Siok Peng.
"Setan cilik yang pintar, sejak kapan kau pelihara burung
beo itu " Kenapa aku tak pernah menjumpai burung beo
itu?" Selamanya Pek Leng ada didaiam kuil suhuku" jawab
Hee Siok Peng sambil membelai burung beo tadi dengan
penuh kasih sayang. Kalau tidak ada urusan penting dia
jarang diajak keluar. Ooh yaah! Suhu perintahkan aku
datang kemari untuk menyerahkan lima butir pil Leng Wutan kepadamu". "Suhumu adalah Ko In nikouw" Hee Siok
Peng mengangguk biji matanya berputar, tiba tiba ia jumpai
Pek In Hoei menggeletak diatas tanah, air mukanya kontan
berubah hebat "In Hoei....... Pek Ia Hoei " teriaknya sambil memburu
dalang lebih dekat.
Tatkala menjumpai air muka Pek In Hoei pucat pias
bagaikan mayat, hatinya semakin terkesiap buru buru
teriaknya: "Huncwee gede, kenapa dia?" "Dia dicelakai
oleh beberapa tongcu perguruan Seiatus Racun sehingga
keracunan hebat" jawab Ouw-yang Gong,
"Justru karena itulah suhumu perintahkan kau datang
menghantar pil Leng-wu tan untuk menyelamatkan
jiwanya." Buru buru Hee Siok Pcug berjongkok ia menjejalkan pil
Leng wu-tan tadi kedalam bibir Pek In Hoei, kemudian
dengan -pasang tangannya ia ambil air selokan untuk
diminumkan kepada sianak muda itu. Setelah menelan pil
tadi, dengan penuh kasih sayang kembali ia belai
rambutnya dan menggosok bekas merah diatas jidat In
Hoei, tetapi sekalipun digosok ber ang kali, bekas itu tetap
tertampak jdas.
Sekarang kau boleh pulang dan lapor kejadian ini kepada
suhumu .... ujar Ouw yang Gong dengan serius sambil
melepaskan serangan untuk menepuk bebas jalan darah Pek
In Hoei yang tertotok. "Katakan padanya bahwa aku
mengerti apa yang ia harapkan, sejak hari ini aku pasti akan
menjagaa diri Pek In Hoei baik baik dan tidak membiarkan
dia melakukan perbuatan yang keliwat batas
Ia merandek sejenak lalu tambahnya: "Lima tabun
kemudian dia pasti kcmbali lagi kelembah Pek-tok-kok. . ."
Dengan hati sedih Hee Siok Peng tundukkan kepala
rendah rendah. "Benarkah kau hendak suruh dia datang kemari untuk
menuntut balas" Tali permusuhan apakah yang terikat
antara dia dengan a yahku?"
,,Aku sendiripun tidak kenal asal usulnya tapi kau tak
usah kuatir, sebelum dia mendatangi lembah seratus racun,
aku pasti akan suruh dia pergi menemui gurumu terlebih
dahulu Dengan pandangan termangu mangu Hee Siok Peng
memperhatikan wajah Pek In Hoei, lama sekali ia baru
menghela napas panjang.
"Pertama kali aku tolong jiwanya, fajar baru ssja
menyingsing dan sinar matahari baru saja memancarkan
cahaya keemas emasannya, waktu itu rambutnya kusut dan
badannya penuh dengan lumpur dan dia keracunan hebat.
Sekarang senja baru menjelang tiba, keadaannyapun tiada
berbeda, bajunya basah kuyup daa badannya keracunan
pula. Aaaai" perlahan lahan ia berjalan kemuka, terusnya.
"Benarkah antara dia dengan perguruan Seratus Racun
terikat dendam sakit hati sedalam lautan" Benarkah ah dia
adalah anak murid Tiam-cong-pay"
Dengan pandangan sayu dan pikiran bimbang Ouw-yang
Gong memandang wajah Siok Peng tajam tajam, diapun
sedang memikirkan banyak persoaian, peristiwa yang elah
dialaminya pada masa silam ....
Dalam benaknya terbayang kembali senyuman kegembiraannya dikala masih muda kekesalan hati yang
sedih dikala dewasa dan kehampaan dikala tua, diam diam
ia mengbela napas panjang, pikirnya:
..Gadis cilik ini mirip sekali dengan Siauw Hong dikala
masih muda, kelembutan hatinya, kecantikan keramahan
seita perhatiannya terhadap orang lain tak satupun yang
berbeda tapi semua orang yang dicintainya ternyata punya
dendam sakit hati dengan keluarganya .... aaaai sungguh
jelek nasib mereka ...
Dalam pada itu terdengar Hee Siok Peng sedang
bergumam seorang diri:
"kenapa antara dia dengan aku terkait dendam
permusuhan" Kenapa begitu" Kenapa?"
Pek Leng siburung beo ygog bertengger diatas bahu
majikannya segera ikut menirukan pula kata-kata itu :
"Kenapa antara dia dengan aku terikat dendam permusuhan" kenapa begitu" kenapa"...."
Ouw-yang Gong mendongak dan menjawab :
Dalam kehidupan setiap manusia didalam jagad, ada
dendam tentu ada cinta, dendam pada suatu saat bisa
lenyap, namun cinta tak akan bisa bersemi lagi. Dendam
bisa lenyap, cinta sukar bersemi lagi" bisik Hee Siok Peng
dengan wajah tertegun.
Mendadak sinar matanya berkilat, dengan perasaan
terima kasih ia pandang wajah Ouw-yang Gong, namun
sejenak kemudian butiran air mata sudah mengucur keluar
membasahi wajahnya.
"Aku tidak tnfau apa yang harus kuperbuat " bisiknya
lirih. "Kalau kau tidah coba berbuat sesuatu, darimana bisa
tahu bisa diperbuat atau tidak?"
Hee Siok Peng mengerdipkan matanya, titik air mata
meaetes keluar dari balik alis matanya yang tebal.
Tatkala suasana diliputi kesedihan itulah mendadak Pek
In Hoei merintih dan membalikkan badannya.
Cepat-cepat Hee Siok Peng membesut airmata yang
membasahi pipinya dengan ujung baju.
Dipandangnya wajah Pek In Hoei dengan penuh rasa
cinta, lalu bisiknya sedia:
Sebelum dia sadar kembali, lebih baik aku pulang dulu
untuk melaporkan kejadian ini kepada suhu!"
Dimanakah suhumu tinggal" dalam kuil apa ?". Kuil Ko
In io disebelah barat selat!" Sekali lagi ia pandang wajah
Pek In Hoei dengan sinar mata yang lembut dan penuh rasa
cinta, kemudian putar badan, menghela napas panjang dan
berjalan pergi Memandang bayangan punggungnya yang langsing dan
menawan hati itu, Ouw-yang Gong ikut menghela napas
sedih. Perlahan-lahan Hee Siok Peng menjulurkan jari
tangannya yang runcing dan halus lalu membelai bulu
burung beonya yaug berwarna putih, bisiknya lembut :
,,Pek Leng, hari sudah malam, mari kita pulang!"
"Hari sudah malam, nona mari kita pulang!" sahut
burung beo putih itu seraya mengebaskan sayapnya.
Bunyi keliningan kian lama kian menjauh bayangan
tubuh Hee Siok Peng yang tinggi semampai itupun lenyap
dibalik tebing yang terbentang jauh disana.
"Aaaaaai..... !" Ouw-yang Gong menghela napas
panjang. ..Seorang gadis yang lincah dan polos, satu kali
terjerumus dalam lembah percintaan sikap maupun gerak
geriknya telah berubah jadi begitu murung, kesa! dan sayu
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya: "Dia telah
dewasa... dia memang telah dewasa."
Suasana jadi sunyi.... sepi... tak kedengaran sedikit suara
pun kecuali tetesan air gunung yang mengalir didalam
selokan Angin gunung berhembus sepoi tiba-tiba Pek In Hoei
merintih diikuti ia pentang mulutnya lebar-lebar dan
muntahkan cairan kuning kehitam-hitaman yang bau dan
amis. Seketika itu juga keadaan disekeliling tempat itu berubah
jadi memuakkan, bau amis yang menusuk hidung
berhembus lewat tidak hentinya membuat orang jadi ikut
mual. Ouw yang Gong tersadar kembali dari lamunannya, ia
berseru tertahan kemudian mendorong tubuh Pek In Hoei
masuk kedalam selokan Sesudah direndam beberapa saat
badan sianak muda itu baru diseret kembali keatas daratan.
"Aku tidak mau mati.... aku tidak mau mati....."
Terdengar Pek In Hoei menjerit-jerit sambil meronta kesana
kemari. "Hey bocah cilik! kau belum mati, coba bukalah
sepasang matamn dao perhatikanlah keadaan disekelilingmu!"
Dengan perasaan kaget dan tercengang- Pek In Hoei
mementangkan sepasang matanya lebar-lebar
"Kau belum mati ?" tegurnya bimbang.
Bocah keparat, bau betul kentut yang kau lepaskan" maki
Ouw-yang Gong gusar "Ayoh cepat bangun, coba kau teliti
apakah aku sikambing tua sudah modar atau belum" kurang
ajar! rupanya kau harap kao aku cepat-cepat mati konyol?"
Kena ditegur Pek In Hoei melengak, akhirnv? ia tertawa
geli dan merangkak bangun.
"Cianpwee, kau yang telah menolong jiwaku?"
"Bocah edan, sudahlah, jangan terus-terusan mengucapkan kata-kata yang tak berguna.
Kau sudah lepaskan aku dari kurungan, masa aku tega
menyaksikau kau mati konyol tanpa menolong?"
Ia merandek sejecak, kemudian tambahnya :
"Ooouw yaah, aku mau beritahu sesuatu kepadamu,
mulai sekarang kau tidak boleh sebut aku dengan panggilan
cianpwee... cianpwee segala, lain kali kau harus panggil aku
si huncwee gede atau sisetan asep tua mengerti?"
Pek In Hoei membesut air yang membasahi wajahnya
lalu tertawa getir.
"Cianpweekah yang membenamkan badan ku kedalam
air selokan" coba kau lihat bajuku sekarang basah kuyup
dan aku tidak punya pakaian lain apa yang harus
kuperbuat?"
"Eeeeei.... bukankah aku suruh kau jangan banyak
omong yang fak berguna siapa suruh kau sengaja ngoceh
terus?" Bentak Ouw-yang Gong dengan sepasang mata
melotot besar. "Bocah keparat ! seandainya aku tidak
membenamkan badanmu kedalam air, darimana kau bisa
mendusin dari pingsan"
Ia tabok paha sendiri, sambil bangkit berair" terusnya .
"Aku siorang tua sudah mulai merasa lapar, biasanya
pada waktu sekarang putra bisa cucu racun itu sudah
menghantarkan nasi dan sayur buatku. Aaaaai ... kini
setelah bebas, waaah malah tambah susah, perut
keroncongan tak ada yang memberi makan, agaknya aku
harus melanjutkan perjalanan sambil menahan perut yang
kosong" Mengungkap soal makan, Pek In Hoei seketika itu juga
merasakan perutnya ikut jadi lapar, segera tanyanya :
"Cian... eeeeei... si ular asep tua, masih jauhkah jarak
dqri sini sampai kekota yang terdekat" perut cayhepun
terasa agak lapar
"Tempat ini masih terletak diatas gunung, paling sedikit
kita harus berlarian selama satu jam untuk mendapatkan
makanan untuk menangsal perut. Tapi... bocah cilik! jangan
keburu kita bicarakan soal makanan, kau harus jawab
beberapa buah pertanyaanku lebih dahulu ".
Seraya menatap sianak muda itu tajam2 tegurnya :
"Apakah kau adalah anak murid partai Tiam-cong?".
Cayhe belum pernah belajar ilmu silat, tapi ayahku
memang anak murid dari partai TIam-cong ...
Teringat akan kemusnahan partai Tiam-cong ditelan
lautan api yang berkobar dengan dahsyatnya, dengan sedih
ia berbisik : Tapi sayang......... sejak kini partai Tiam-cong sudah tak
dapat menancapkan kakinya lagi didalam dunia persilatan"
"Bocah cilik apakah kau ingin belajar ilmu silat dan aku
siorang tua lalu beruaha menuntut balas bagi kemusnahan
partai Tiam cong?"
Dengan cepat Pek In Hoei menggeleng.
Aku ingin belajar ilmu silat darimu, aku hendak
menemukan ayahku terlebih dahulu
Hmrnai l Saking kekinya Ouw yang Gong mendengus
berat "Banyak orang ingin
belajar silat dengan diriku, tapi kutolak semua
permohonan mereka, sedang kau sekarang mendapat
tawaran dariku bahkan telah mengalami bencana besar
yang berubah penghidupanmu, sebaliknya kau tolak
tawaranku untuk belajar silat. Hmmm... Hmmm... rupanya
gelar si manusia aneh dari daratan Tionggoan yang kumiliki
terpaksa harus dihadiahkan kepadamu"
Maksud cayhe bukan begitu, aku ingin menemukan
ayahku lebih dahulu kemudian minta diajari ilmu pedang
Tiam-cong Kiam Hoat
Dengan nada kukuh dan gagah tambah nya :
Aku bersumpah hendak membalas dendam sakit hati
segenap anggota partai Tiam-cong dengan ilmu pedang
Tiam-cong Kiam Hoat
Punya semangat" puji Ouw yang Gong sambil acungkan
jempolnya, tapi dengan alis berkerut segera terusnya. "Tapi
dengan adanya kejadian itu bukankah kesanggupanku
Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk mengabulkan tiga buah keinginanmu tak bisa
dijadikan kenyataan untuk selama nya" tidak... tidak bisa!
kau harus belajar ilmu silat dariku.
Ia harus ulapkan tangannya mencegah Pek In Hoei
berbicara, lalu terusnya :
"Bocah cilik! sekalipun kau belajar ilmu silat dengan aku
siasep tua, namun kau tak usah panggil aku dengan sebutan
suhu. sebab aku mengajari ilmu silat kepadamu hanyalah
untuk menenteramkan hatiku belaka, kalau kau tidak
menyanggupi penawaranku ini mungkin untuk makanan
aku merasa tidak enak
"Uler asep tua kau tak usah berbuat begitu!
bagaimanapun juga aku tidak nanti di belajar ilmu silatmu
Tetapi kau boleh nenghantar aku pergi kepuncak gunung
Cing sia, anggap saja inilah permintaanku yang pertama".
Mendengar perkataan itu Ouw yang Gong di sangat
mendongkol, dia mencak mencak dan berteriak keras :
Baik! malam ini juga akan kuhantar kau kepuncak
gunung Cing Shia, akupun tak mau tahu apa sebabnya kau
hendak ke..... begitu cukup bukan?"
Aku Tak usah banyak bicara lagi" tukas Ouw yang Gong
goyang tangannya. "Cepat kenakan baju tameng mustika itu
didalam jubahmu kita segera lanjutkan perjalanan".
Tanpa banyak bicara lagi ia lantas berjalan I keluar dari
balik tebing curam.
Pek ln Hoei tak berani banyak bicara, ia kenakan baju
tameng mustika tadi dan ikut menyusul dibelekang siorang
tua itu. Sang surya telah lenyap dibalik gunung, kegelapan
malam mulai mencekam seluruh jagad bintang bintang
bertaburan diangkasa memancarkan cahayanya yang redup.
Ditengah kegelapan malam, Ouw yang Gong tarik
tangan sianak muda itu loncat turun ke bawah gunung dan
dalam sekejap mata telah lenyap dibalik hutan yang lebat
Sehari lewat dengan cepatnya, kini senja menjelang
kembali, sinar mata hari yang sudah condong kebarat
memancarkan sisa cahayanya menerangi gunung Cing-shia
yang sunyi. (Oo-dwkz-oO) 3 "OOOOOO senja yang sangat Indah puji Pek In Hoei
sambil menghela napas panjang
Ouw yang Gong menggeleng.
"Orang bilang gunung Go-bie adalah puncak vang
Iembut, sedang gunung Cing Shia adalah puncak yang
indah, ucapan ini sedikitpun tidak salah setelah penuhi
semua permintaanmu, seorang diri akan kujelajahi seluruh
tempat yang indah dikolong langit, aku tak sudi
mencampuri persoalan dunia persilatan lag !".
"Aaaaaasaai
kau bisa melepaskan diri dari keramaian dunia kangouw, tapi sebaliknya aku, sejak kini
aku sudah terjerumus ke kancah dunia persilatan, sejak kini
aku ikut terombang ambing diantara perbuatan bunuh
membunuh yang memuakkan
Ouw yang Gong melirik sekejap kearah Pek Ia Hoei,
tampaklah dari sinar mata si anak muda itu memancar
keluar cahaya tajam yang menggidikan bati setiap orang,
begitu keren dan berwibawa cahaya matanya sehingga ia
jadi tertegun dan berdiri melongo.
Suatu ingatan berkelebat daiam benaknya ia teringat
kembali akan ucapan yang pernah diutarakan Ko In
Nikouw, tanpa sadar ia perhatikan bekas merah darah
diatas jidat Pek In Hoei tajam-tajam.
Mendadak matanya terasa jadi kabur, ia merasa seolah
olah bekas merah darah yang ada dijidat pemuda itu kian
lama berkembang kian meluas, segera gumamnya:
"Aaaaaah......... tidak salah dalam dunia persilatan bakal
dilanda kembali oleh badai pembunuhan yang luar biasa,
banjir darah akan mengenangi seluruh jagat dan mayat
bergelimpangan dimana mana
Dengan perlahan Pek In Hoei melirik sekejap kearah
orang tua itu, menyaksikan cahaya matanya diliputi rasa
ngeri dan ketakutan, dengan perasaan tercengang segera
tegurnya: "Kenapa kau ?"
"Aaah, tidak mengapa !" buru buru Ouw yang Gong
menenteramkan hatinya, ia alihkan sinar mata yang sayu
keatas puncak nun jauh disana, sambungnya:
"Ayoh cepat naik keatas gunung, hari sudah mulai gelap
Sambil mengempit tubuh Pek In Hoei ia lari menaiki
undak undakan batu dan berkelebat menuju keatas puncak.
Baru beberapa puluh tombak mereka berjalan tiba tiba
sinar mata kedua orang itu terbentur dengan noda darah
yang berceceran diatas undak undakan batu, bau amis
darah tercium amat menusuk hidung, tanpa sadar Ouwyang Gong berseru tertahan:
"Aaaaaah ! Mungkin disini ada orang" Beberapa sosok
mayat tampak bergelimpangan dipinggir jalan, sepintas
pandang terlihatlah bahwa mayat mayat itu roboh karena
bacokan pedang yang tajam, bahkan letak luka dari mayat
mayat itupun tak ada bedanya, yaitu bagian dada terbacok
dalam dalam sehingga menembusi tulang iga
Alisnya langsung berkerut serunya: "Suatu ilmu pedang
yang sangat lihai, pembunuhan yang rapi dan sempurna,
hanya seorang jago pedang kelas utama saja yang sanggup
mencabut jiwa seseorang dalam sekali bacokan"
Mungkinkah orang orang itu mati ditangan ayahku"
suatu ingatan berkelebat dalam benak Pek In Hoei, segera
serunya: "Aku ingat segenap serangan yang menggunakan jurus
sang surya kehilangan cahayanya letak lukanya pasti ada
diatas dada!"
"Oooow! Kalau begitu ayahmu pasti sudah diserang
orang banyak, ayoh lekas berangkat, kita segera naik keatas
gunung!" Laksana kilat ia loncat naik keatas, tampak pada undak
undakan batu sebelah atas menggeletak mayat yang jauh
lebih banyak sekilas pandang semua mayat itu menggeletak
mati karena iganya tertusuk, jelas semua itu hasil perbuatan
satu orang. Dalam hati dia lantas berpikir:
"Sejak kapan partai Tiam-cong muncul seorang jago
pedang yang begini Ubinnya bukan saja cara menyerangnya
sangat istimewa bahkan lihaynya luar biasa, tapi apa
sebabnya dia dikerubuti oleh orang yang begitu banyak
musuh" Mungkin orang itu ada sangkut pautnya dengan si
Pedang sakti dari Tiam-cong yang lenyap pada beberapa
puluh tahun berselang"
la teringat kembali kepada si pedang sakti dari Tiamcong yang berangkat ke gunung Cing-shia pada beberapa
tahun berselang untuk menghadiri suatu penemuan besar
ciangbunjien delapan partai besar, akhirnya mereka semua
lenyap tak berbekas.
Selama puluhan tahun peristiwa ini telah menjadi suatu
peristiwa Bulim yang tiada akhirnya, anak murid partai
partai besar yang kehilangan ketuanya sama sama
mengutus orang untuk menemukan jejak ketua mereka,
namun hasil mereka tetap nihil.
Akhirnya setelah lewat empat puluh tahun lamanya,
karena latar belakang peristiwa ini tak berhasil juga
diungkap maka orangpun mulai melupakannya.
Dalam pada itu meski dalam hati Ouw yang Gong coba
menghubung hubungkan peristiwa yang disaksikannya
dengan mata kepala sendiri saat itu dengan kejadian
puluhan tahun berselang, namun gerakan tubuhnya sama
sekali tidak berhenti, malahan ia semakin mempercepat
gerakannya menuju keatas puncak. Rupanya dia ada
maksud membuktikan jalan pikirannya dia ingin menyaksikan sandiri sampai dimanakah rahasia yang
menyelimuti ilmu pedang penghancur sang surya dari partai
Tiam-cong. Sebaliknya Pek In Hoei sendiri jauh lsbih gelisah hatinya
setelah tercium bau amis darah yang menusuk hidung serta
mayat mayat orang Bu-lim yang bergelimpang an distsi
jalan, ia ingin cepat cepat tiba di atas puncak untuk melihat
nasib ayahnya. Sepanjang perjalanan tumpukan mayat yang bergelimpangan disisi jalan makin lama semakin banyak,
potongan baju yang dikenakan mayat2 itu pun makin
campur aduk, bahkan diantara mereka terdapat pula kaum
hweeshio serta toosu.
Darah manusia berceceran dimana mana diatas undakan
batu diatas rumput dibawab lembah maupun d atas teoing
... . merah nya darah membuat rumput yang hijau beruban
warna suasana amat mengerikan sekali.
Kian keatas mayat yang mereka jumpai makin banyak,
dengan sinar mata Ouw-yang Gong yang tajam. Ia dapat
saksikan bahwa sebab kenapa orang orang ini tidak terbatas
pada bagian dada saja, banyak di antaranya terluka pada
bagian lain, lagipula kacau dan tidak menentu. Jelas orang
yang menggunakan pedang itu sudah terluka parah
sehingga seranganya makin ngawur.
Diam diam makinya didalam hati:
"Nenek maknya.. keturunan monyet semua! Masa tiga
puluh orang banyaknya mengerubuti satu orang, bahkan
menyediakan pula jebakan jebakan yang begitu banyak.
Hmmm ! Rupanya bajingan bajingan itu berasal dari
berbagai partai besar atau mungkin peristiwa besar yaivg
pernah terjadi puluhan tahun berselang telah terulang
kembali Ia mengempas tenaga lalu loncai naik keatas dahan
pohon, meminjam daya pental ranting tadi badannya
melesat enam tombak kemuka.
Batu cadas dilaluinya dengan cepat, angin gunung
berhembus kencang, dalam sekejap mata Ouw yang Gong
sudah melewati sebuah tanah rerumputan yang luasnya tiga
tombak dan berdiri diatas sebuah batu adas, dari situ ia
dapat menangkap suara beradunya senjata tajam . . .
(Oo-dwkz-oO) JILID 5 DENGAN CEPAT sinar matanya dipasang tajam tajam,
nun jauh depan sana, dialas sebidang tanah datar melihat
tiga sosok bayangan manusia sedang adu tenaga dalam
dengan serunya. Ouw-yang Gong ingin loncat kearah situ
tapi sacara tiba tiba terdengar jeritan ngeri yang
menyayatkan hati berkumandang diangkasa, ketiga sosok
bayangan manusia itu segera saling berpisah.
Satu diantara ketiga orang itu terdengar menjerit keras
lalu berteriak :
"Hoei-jie, aku tak dapat berjumpa lagi dengan dirimu,
kau harus balaskan dendam sakit hati ini !"
Orang itu meraung keras, sebilah pedang panjang dengan
berubah jali sekilas cahaya tajam segera meluncur kearah
dinding tebing dihadapan mukanya.
Dua sosok ba>angan manusia yang ada disisinya
mendadak bergabung jadi satu dan tertawa seram.
".Pek Tian Hong akhirnya kau modar jugal"
"Aduh cetaki !" seru Ouw ycng Gong didaiam hati.
Rupanya kedatanganku terlambat satu langkah" Segera ia
turunkan Pek Ia Hoei keatas tanah. Huncweenya
digetarkan, sambil membentak keras badannya meluncur
kedepan. Dua sosok bayangan manusia tadi kelihatan rada
tertegun tatkala menjumpai ada orang lalu berkelebat maju
kearah barat. Dua orang itu segera memencarkan diri dan
lenyap di balik kegelapan.
Pek In Hoei menjerit keras, tanpa memperdulikan
keadaan disekelilingnya lagi ia lari kedepan, sementara air
mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Raga manusia yang tertinggal tadi masih berdiri tenang
ditempat semula, sedikitpun tidak berkutik, menanti Pek In
Hoei menghampirinya, perlahan lahan roboh di atas tanah
tak jauh Pek In Hoei sudah dapat mengenali bahwasanya
bayangan manusia itu bukan lain adalah ayahnya yang
tercinta sipedang Penghancur sang surya Pek Tian Hong,
ketika itu seluruh badannya bermandikan darah segar,
mulut luka bekas bacokan senjata tersebar dimana mana,
bajunya compang camping tidak keruan dia mati dengan
mata tidak meram
Menjumpai ayahnya mati dalam keadaan mengenaskan
Pek In Hoei tak dapat menahan diri lagi, ia menjerit keras
dan menangis tersedu sedu
"Ayah ! Ooooh . . . . !"
Air mata bagaikan bendungan yang jebol mengalir keluar
dengan derasnya membasahi seluruh wajah.
Rembulan telah muncul diatas awan, bintang bertaburan
dimana mana menambah semaraknya suasana dimalam
yang sunyi, angin gunung berhembus sepoi sepoi
menerbangkan rangkai daun serta rerumputan.
Pek In Hoei masih berlutut dihadapan jenasah ayahnya
ia tidak bergerak maupun berkutik, seakan akan dia sudah
melupakan segala sesuatu yang ada didaiam jagad ia tak
mau tahu lagi dengan kejadian kejadian disekeliling
tubuhnya. Bibirnya terkancing amat rapat, air muka nya berubah
Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jadi keren dan serius.
Lama .... lama sekali .... akhirnya bibir yang terkancing
rapat mulai bergetar ia mulai berbicara ... ia bergumam
seorang diri : "Aku harus membalas dendam sakit hati. Aku harus
membasmi orang orang jahanam itu . tapi ... tapi..... aku
tidak tega membunuh orang
Suaranya serak tapi dingin sedih seolah olah baru datang
dari kutup yang dingin dan kaku membuat samudra
disekeliling sana seakan akan ikut membeku.
Sekujur badannya bergetar keras, hampir saja ia tidak
percaya kalau suara itu berasal dari mulutnya, tapi tatkala
teringat olehnya bahwa disini hanya dia seorang diri maka
mau tak mau dia harus percaya juga
Aaaaaai........... ! Sianak muda itu menghela napas
panjang, sinar matanya yaog sayu perlahan-lahan dialihkan
ke tubuh Pek Tian Hong yang telah berubah jadi mayat.
Sekali lagi ia memperhatikan ayahnya yang mau dengan
mata tidak meram, memperhatikan sekujur badan ayahnya
yang penuh dentan mulut luka . . .
Tanpa terasa ia bergumam kembali dengan nada lirih.
"Dia adalah ayahku, ayahku yang selalu sayang kepadaku,
memanjakan aku tapi selalu memberi pelajaran dan
peringatan keras kepadaku. Dia suruh aku balajar silat luk
melindungi diri sendiri, tapi dia sendiri ... akhirnya mati
dikerubuti Aaaaai .... siapa yang belajar silat ia akhirnya mati juga
diujing golok..."
Rasa sedih berkelebat dalam benaknya, perubahan yang
menimpa dirinya telah merubah sianak muda ini jadi
bertambah murung
"Barang siapa belajar silat pada akhirnya ia mati juga
diujung senjata" pikiran tersebut beberapa kali berkelebat
dalam benaknya dengan rasa sedih la berpikir lebih
"Selama hidup aku paling benci belajar silat, aku tidak
ingin menyaksikan peristiwa saling bunuh membunuh yang
mengerikan tapi selama dua hari aku harus bergelimpangan
terus diantara bau amisnya darah segenap anggota partai
Tiam-cong dibasmi sampai mati
." Ia gigit bibir dan meneruskan berpikir: "Dendam
berdarah partai Tiam cong harus dituntut balas, dan kini
ayahku sudah mati, semua tanggung jawab dan tugas berat
ini terjatuh keatas pundakku, aku harus menuntutnya satu
demi satu, maka aku tak bisa menghindarkan diri lagi dari
tugas pembunuhan ini"
Wataknya yang halus, ramah, welas kasih dan budiman
saling berbentrokan dengan sakit hati yang berkobar kobar,
hal ini mem buat hatinya terasa amat tersiksa, seakan akan
dua bilah pisau belati yang menusuk hatinya.
Sejenak kemudian ia mulai menjerit keras teriaknya :
"Akan kubunuh semua orang orang itu, akan
memoleskan darah segar mereka diatas tanah."
Sepasang tangannya dikepal kencang kencang, air mata
bercucuran bagaikan hujan gerimis, membasahi peluruh
pipinya. Dia mendongak memandang rembulan yang
tergantung jauh diawan, serunya dengsn rasa amat sedih:
"Aku bersumpah akan mempelajari ilmu silat yang
paling jempolan dikolong langit lu harus menjadi jagoan
yang paling lihai didalam jagat, kemudian akan kubunuh
semua orang yang belajar silat.......". "Akan kubinasakan
mereka semua dibawah pedangku ...."
Dari balik air mata yang mengembang dimatanya
terpancar keluar sorot mata yang kukuh dan keras hati,
membuat sianak muda ini kelihatan sangat menyeramkan.
Angin malam berhembus lewat disisinya tubuhnya,
mengibarkan rambutnya yang kusut dan awut-awutan,
perlahan-lahan dia angkat tangan kanannya membesut air
mata yang menggenangi pipinya, kemudian berjongkok
untuk membopong mayat ayahnya. Setelah itu bangun
berdiri dan berjalan turun gunung.
Setelah melewati tanah rerumputan setinggi pinggang, ia
berjalan masuk kedalam sebuah hutan.
Malam semakin larut, narnun pemuda itu berjalan
berjalan terus tidak berhentinya, gemerciknya daun kering
terpijak kaki kedengaran begitu nyaring ditengah kesunyian
yang mencekam. Tiba tiba ia berhenti dan berdiri tertegun ditengah
kesunyian telinganya secara lapat lapat menangkap
tetabuhan suara khiem yang merdu merayu.
Begitu merdu suara itu sampai ia terpesona, kepedihan
yang telah terpendam dalam hatipun kini terungkap
kembali dia merasa kesedihan yang sedang dirasakan
seirama dengan suara khiem tersebut ...
Lama sekaii Pek In Hoei berdiri termangu-mangu disini,
entah sejak kapan dua baris air mata membasahi pipinya,
tanpa sadar kakinya bergerak menuju kearah mana
berasalnya suara khiem itu, sebab dia ingin tahu siapakah
yang sudah memainkan irama lagu yang begitu sedih
sehingga membangkitkan kedukaan orang
Makin jauh berjalan makin jauh ia meninggalkan hutan,
suara khiem tadipun kedengaran makin dekat, kini ia sudah
memutari sebuah tebing curam yang menjulang keangkasa
dan tiba di depan sebuah gua batu berbentuk aneh
Mendadak ia berhenti, dengan sinar mata ragu ragu
ditatapnya sebuah batu besar disebelah kiri.
Batu itu datar lagi licin bagaikan sebuah cermin, diatas
batu tadi duduk seorang perempuan berambut panjang yang
memakai baju serba hitam. Dibawah sorotan sinar
rembulan tampak gadis itu seakan akan duduk ditengah
kabut, potongan badannya yang ramping dan menggiurkan
menandakan bahwa dia adalah seorang dara yang cantik
jelita. Dihadapan gadis itu terletak sebuah khiem, angin malam
berhembus lewat menggoyangkan jubahnya yang hitam
menambah kecantikan serta keagungan orang itu.
Dengan termangu mangu Pek In Hoei awasi jubah hitam
sang gadis yang berkibar tiada hentinya, tanpa terasa ia
bergumam seorang diri:
"Gadis berbaju hitam duduk dibawah cahaya rembulan
yang cerah, kesedihan yang mencekam serta irama khicm
yang lembut merupakan suatu perpaduan yang sangat serasi
Tiba2 gadis berbaju hitam itu angkat kelima jarinya
membentuk gerakan setengah lingkaran diudara kemudian
menghentikan permainan khiem nya ia tertunduk dan
menghela napas panjang.
Berat sekali helaan napas itu seolah olah nembentur hati
Pek In Hoei yang mana segera ikut menghela napas tanpa
sadar. Setelah msnghela napas tadi, gadis ua mulai menangis
terisak, bahunya goncarg keras, rambutnya yang panjang
bergetar dan mengombak, hal ini mempertandakan bahwa
ia menangis sejadi jadinya karena sesuatu yang amat
menyedihkan hatinya.
"Persoalan sedih apakah yang menimpa gadis itu"
Kenapa ia menangis tcrsedu-sedu begitu dukanya?" pikir
Pek In Hoei didala, hati. "Apakah dikolong langit yang luas
ini benar benar tiada sedikit kegembiraanpun" Benarkah
segala penjuru dunia hanya ada kepedihan serta kedukaan
belaka?" Belum habis ia termenung, mendadak hatinya dikagetkan kembali oleh suara suitan yang amat nyaring.
Dia cepat cepat angkat kepala, begitu . gadis berbaju
hitam yang sedang menangis terisak itu, kapalanya
didongakkan keatas dan memandang kearah Barat-laut.
Mengikuti arah sorotan mata gadis tadi, Tampak sesosok
bayangan manusia berwarna abu abu laksana sambaran
kilat berkelebat datang.
Dikala sianak muda itu masih terperanjat dan berdiri
melengak, bayangan manusia tadi akan2 sehelai daun
kering tahu tahu sudah layang turun dihadapan perempuan
itu. "Hmmmm!" gadis berbaju hitam itu segera mendengus
dingin "Apa maksudmu datang kemari?"
Orang yang barusan datang tadi adalah seorang pemuda
berpakaian ringkas warna abu dengan sebilah pedang
tersoreng diatas punggungnya. Mendengar teguran tadi, ia
segera menjura dan menjawab :
Keponakan murid Pay Boen Hay mendapat perintah dari
suhu untuk datang kemari mengundang sukouw
Tutup mulut" hardik gadis berbaju hitam itu dengan
suara keras, ia lantas duduk dan melanjutkan :
"Suhumukah yang suruh kau mengucapkan kata kata
semacam itu. Hmmm. Perguruan Seng Sut Hay kami tidak
terdapat murid macam kau ! ayoh cepat berlutut
Pay Boen Hay tertegun, segera bantahnya :
"Suhu dia orang tua segera akan.........
"Berlutut" tukas gadis berbaju hitam itu.
Pay Coen Hay kelihatan ragu ragu. namun akhinya ia
jatuhkan diri berlutut
Gadis beibaju hitam itu segera mendengus.
Hmmmm! pantangan pertama dari perguruan kita adalah
dilarang bersikap kurang hormat terhadap angkatan yang
lebih tua, apa berani melanggar dia harus dihukum mati.
Kau anggap setelah mempelajari ilmu ilat perguruan lantas
boleh malang melintang dengan sombong dan jumawa"
"Keponakan murid tidak berani" sahut Pay Boen Hay
dengan serius, keangkuhannya ketika lenyap tak berbekas.
"Ehmm..! pergilah kau dari sini". "Sukouw, suhu dia
orang tua sudah datang perkampungan Thay Bie san cung
harap sukouw Aku mengerti, kau boleh segera pergi dari sini!"
Perlahan lahan Pay Boen Hay bangun berdiri kemudian
sekali lagi memberi hormat dengan penuh sungguh
sungguh, tapi tatkala dia putar badan sinar matanya segera
terbentur dengan tubuh Pek In Hoei yang sedang berdiri
kurang lebih tiga tombak dari situ.
Pek In Hoei sendiri pun merasa kaget sewaktu
berbenturan dengan sinar mata orang itu ia rasakan betapa
tajam dan bengisnya Orang tadi sebelumnya ia sempat
bertindak sesuatu terasa angin tajam berhembus lewat tahu
tahu orang she-pay tadi satu sudah berdiri dihadapannya.
"Siapa kau?" hardik orang itu dengan suara dingin,
tatkala sinar matanya terbentur dengan mayat yang ada di
tangan Pek In Hoei ia kelihatan kaget bercampur
tercengang. Pek In Hoei bungkam dalam seribu bahasa, ia merasa
pemuda ini bukan saja ganteng dan gagah perkasa, sayang
bibirnya terlalu tebal dan senyumannya terlalu menghina,
hal membuat dia sungkan untuk berhubungan denganl
orang tadi. Melihat Pek In Hoei tidak menjawab Pay Boen Hay
mendengus dingin lalu maju selangkah kedepan, tangannya
bergetar kencang, pedang berkelebat lewat membentuk
kuntum bunga pedang, ujung pedangnya menyambar robek
baju yang dikenakan sianak muda itu.
Sungguh dahsyat serangan orang ini, hawa pedang yang
tajam merasa menyayat badan membuat Pek In Hoei tidak
tahan dan mundur selangkah kebelakang. Pay Boen Hay
putar pedangnya masukkan kembali senjata itu kedalam
sarung lalu jengeknya sinis :
"Hmmmm kiranya kau adalah manusia bisu"
Sewaktu menyaksikan dari balik pakaian Pek In Hoei
yang robek tersambar pedang
sama sekali tidak mengucurkan darah, kembali orang itu berseru tertahan.
Ia tercengang sebab tadi ia merasa bahwa ujung
pedangnya sudah menembusi badan lawan sedalam dua
coen lebih, namun pihak lawan sama sekali tidak
mengeluarkan suara sebaliknya hanya mundur sambil
membuka sedikit mulutnya, dia lantas mengira Pek In Hoei
adalah bisu. Tapi kini setelah menemukan pemuda itu tidak terluka,
air mukanya kontan beiubah hebat
"Siapa kau?" segera bentaknya.
"Pek In Hoei!" sahut pemuda itu hambar mendadak
suatu ingatan aneh berkelebat dalam benaknya, segera
serunya dengan nada berat:
"Pek In Hoei dari partai Tiam-cong"
Pek In Hoei dari partai Tiam-cong" diantara partai Tiamcong masih ada orang?"".
Partai Tiam-cong tidak akan musnah dari muka bumi
untuk selamanya partai Tiam-cong selalu ada orang"
Sepasang biji mata Psy Boen Hay berputar, seraya
memandang mayat yang ada ditangan anakk muda itu
tegurnya: "Siapakah mayat yang ada ditanganmu"
Tatkala menjumpai begitu banyak mulut luka yang
membekas diatas tubuh Pek Tian Hong serta kematiannya
yang mengerikan, terasa ia kerutkan sepasang alisnya, Pek
In Hoei dapat melihat semua perubahan orang itu dengan
cepat, ia melirik sekejap kearahnya dengan pandangan
benci, mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
"Keparat cilik aku dengar dari partai Tiam-cong terdapat
seorang jago yang disebut orang si pedang sakti penghancur
sang surya Pek Tian Hong..." ia maju kemuka. "Apakah
mayat yang ada ditarganmu adalah mayatnya?"
Sekujur badan Pek In Hoei gemetar keras tiba tiba ia
teringat kembali akan perkataan ayahnya yang mengatakan
ia diundang sigolok perontok rembulan Ke Hong serta si
Bintang kejora menuding langit Boen Thian Bong untuk
Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menaiki gunung Cing Shia.
Teringat pula akan ucapan Pay Boen Hay yang
mengungkap soal perkampungan Tay Bie san-cung, tanpa
terasa segara tanya nya :
Perkampungan Thay Bie San cung yang maksudkan tadi,
apakah tempat tinggal sigolok perontok rembulan Ke
Hong?" Dengan sinar mata bengis dan sinis Pay Boen Hay
memandang wajah Pek In Hoei, jengeknya berat :
"Sungguh tak nyana sipedang sakti penghancur sang
surya telah menemui kematiannya dengan begitu mengenaskan sampai sampai mayatnya tak ada tempat
untuk mengubur!"
"Tutup mulutmu aku mau bertanya kepadamu, apakah
Ke Hong pada hari ini anak gunung bersama-sama kau?"
Bajingan cilik yang tak tabu tingginya langit tebalnya
bumi, Ke suheng sedang murung karena takut tak bisa
membasmi rumput sampai seakan akarnya, aku lihai
terpaksa cayhe harus mewakili dirinya untuk turun tangan
melenyapkan dirimu !"
"Oooooouw..... jadi ini hari merekalah yang sudah
menyusun rencana husuk untuk mancelakai ayahku disini!"
raung Pek In Hoei dengan amarah yang berkobarz.
Dengan pandangan dingin Pay Boen Hiy melirik sekejap
Pek In Hoei. "Bocah keparat, tak ada gunanya kau mengetahui
kejadian itu terlalu banyak, sebab kau bakal modar diujung
pedangku" Sambil tarik napas dalam dalam pedangnya dicabut
keluar dari dalam sarung, diikuti cahaya tajam meluncur
kedepan laksana sambaran kilat, tahu tahu ia tusuk
tenggorokan Pek In Hoei.
Dalam pada itu pemuda she Pek tadi sedang bersiap siap
menanyakan kejadian yang telahh menimpa ayahnya,
mendadak pandangan matanya jadi kabur, cahaya pedang
lawan telah menyambar tiba dengan hebatnya.
Tidak sempat melihat jelas datangnya, ancaman, dengan
tergopoh gopoh pemuda itu menggerakkan badannya
kesamping dengan maksud menghindari cahaya pedang
yang menyorotinya.
Pay Boen Hay yang melibat pihak lawan buang
badannya kesamping sehingga bagian iga sebelah kanannya
terbuka sebuah lubang kelemahan tak mau membuang
kesempatan ini dengan sia sia. pergelangan secara ditekan
bawah, ujung pedang berkilat membentuk sebuah jaiur yang
sangat indah menusuk jalan darah Suo-sim-hiat ditubuh
lawan. "Bieeeeet..... diiringi suara robekan baju, ujung pedang
itu dengan telak menusuk kedada Pek In Hoei.
Pemuda she-Pek itu mendengus dingin, ia merasakan
dadanya amat sakit sehingga badannya terdorong satu
langkah kebelakang oleh tenaga dorongan lawan.
"Aaaaaaa......I" Pay Boen Hay berseru kaget, dalam
sangkaannya pihak musuh pasti akan mati terkapar keatas
tanah setelah termakan tusukan kilat itu, siapa sangka Pek
In Hoei hanya mundur selangkah kebelakang tanpa
menunjukkan perubahan apapun jua.
Dengan hati terperanjat, pedangnya kembali didorong
kemuka dengan gerakan kota genting terlanda salju, ujung
pedang dengan berubah jadi serentetan cahaya tajam
langsung menusuk kembali dada musuh.
Breeeeet....... sekali lagi baju Pek In Hoei robek
tersambar senjata musuh dan bef kibaran tertiup angin.
Dengan adanya serangan terakhir, badannya tak kuasa
menahan diri lagi, ia jatuh terjengkang keatas tanah dan
mayat Pek Tian Hong yang berada dalam pelukanyapun
ikut terlempar jatuh.
Sinar mata Pay Boen Hay berkilat tiba2 ia mendongak
dan tertawa terbahak-bahak:
Haaah...haaah...haaaah... semula ake mengira kau telah
berhasil melatih ilmu weduk yang tidak mempan terhadap
bacokan senjata, sehingga hawa pedang serta tusukanku
tidak berhasil membinasakan dirimu, kiranya kau telah
memakai tameng mustika. balik bajumu
Air mukanya kontan berubah hebat, pedangnya diayun
kembali siap membabat batok kepala sianak muda itu
Mendadak. "Criiiing.. criiing... dua sentilan irama khiem menggema
diangkasa, sentilan khiem itu nyaring bagaikan pukulan
martil yang mengena dalam lubuk hatinya, seketika itu juga
seluruh tubuh Pay Boen Hay gemetar keras, jantungnya
berdebar dan peredaran darah dalam nadinya bergolak,
hampir hampir saja ia muntahkan darah segar.
Bukan begitu saja, bahkan pedangnya yang telah
dipersiapkan untuk melancarkan babatan ikut bergetar dan
akhirnya rontok ketanah.
Air mukanya segera berubah hebat, dengan cepat ia
angkat kepala. Tampaklah bibi gurunya Kioe Thian Jien
Sian atan sidewi Khiem bertangan sembilan Kim In Eng
telah mempersiapkan kembali kelima jari tangan kanannya.
"Kau masib coba ingin turun tangan?" tegur gadis itu
sambil menoleh.
Pay Boon Hay tarik napas dalam dalam.
Toa suheng mendapat perintah dari suhu untuk
membinasakan sipedang penghancur surya Pek Tian Hong,
sedang keparat ini adalah putra dari Pek Tian Hong!".
"Perduli siapakah dia, kau sudah tak dapat membinasakgn dirinya lagi",
"Kenapa?".
Kalau kau adalah anak murid yang berasal dari
perguruan Seng Sut Hay dalam tiga buah tusukan jika tak
bisa mencabut nyawanya terutama sekali terhadap
seieorang yang sama sekali tidak mengerti ilmu silat apakah
kau tidak merasa malu"
Dengan hati mendongkol Pay Boen Haj menyimpan
kembali pedangnya kedalam sarung, lalu ujarnya kepada
diri Pek In Hoei.
"Bajingan c.lik! hitung hitung anggap saja nasibmu masih
mujur, malam ini kuampuni selembar jiwa anjingmu.
Hmmm apabila lain kali kau sampai berjumpa lagi dengan
diriku, aku pasti akan mencabut jiwa anjingmul"
"Kalau kau punya nyali, ayoh laporkan namamu!"
Teriah Pek ln Hoei pula dengan penuh kebencian, hawa
nalsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya.
"Apabila dikemudian hari aku berjumpa pula dengan
dirimu, aku tidak akan lupa untuk menghadiahkan pula
beberapa bacokan keatas tubuhmu".
"Haaaah...... haaaah.......... . Haaah.........".
Setan cilik, dengarkan baik baik. Sam-ya adalah
sipemuda ganteng berpedang sakti Pay Boen Hay"
Pek In Hoei mendengus dingin, tiba-tiba merah darah
yang ada diaias jidatnya memancarkan cahaya darah yang
tajam dan gerikan sekali.
Gelak tertawanya kontan sirap, dengan pandangan
terbelalak dan penuh rasa takut ia awasi bekas merah darah
diatas jidatnya.
Hendak . . . suara tetabuhan irama khiem berbunyi
kembali, begitu tajam suara itu sampai serasa menusuk
kedalam tulang sum sum
"Kau masih belum pergi juga dari sini" hardik Kim In
Fng dengan penuh kegusaran. Kau masih punya muka
untuk tetap beradadisini" perguruan Seng Sut Hay tidak
terdapat anak murid yang tidak tahu malu macam kau"
Pay Boen Hay jadi jeri, dengan sikap menghormat buruburu ia menjura.
"Terima kasih atas nasebat serta petunjuk dari Sukouw !"
"Hmmm ! kau merasa tidsk puas?"
"Sutit tidak berani !"
Kim In Eng mendengus dingin, jari tangannya menyentil
diatas khiem dan berkumandanglah serentetan suara yang
tajam dan nyaring
"Aaaaah !...." Pay Boen Hay menjerit kesakitan urat
nadinya tergetar keras seakan-akan tertumbuk oleh irama
khiem yaug tak berwujud tidak ampun lagi muntah darah
segar. "Sungguh tak kunyana ilmu permainan yang sukouw
miliki telah mencapai yang begitu tinggi" Serunya
kemudian berhasil menenangkan golakan darah dadanya.
"Sutit merasa sangat beruntung bisa memperoleh pelajaran
darimu!" "Hmmm! jadi kau anggap aku sudah membela orang lain
dan memusuhi anggota perguruan sendiri?"
"Tentang soal ini aku rasa dalam hatimu sudah merasa
jelas sekali, tak usah diungkap lagi !"
"Haah... haaaah.... haaah....." menadak Kim In Eng
tertawa seram." pun aku sudah membantu pihak partai
Tiam-cong, suhumu bisa berbuat apa terhadap diriku?"
Ia tarik kembali gelak tertawanya yang sedap didengar
itu, dan terusnya :
"Dua puluh tahun berselang, karena persoalan sipedang
sakti dari gunung Tiam-cong Cia Ceng Gak dia sudah tidak
memperdu!ikan lagi hubungan persaudaraan diantara kita,
apakah sekarang aku tidak boleh. melindungi anak murid
partai Tiam-cong?" Kembali ia merandek, setelah tukar
napas. terusnya dengan nada dingin :
"Keponakan muridnya telah kalian celak, sampai mati,
cucu muridnya sudah sepantasnya kalau kulindungi
keselamatannya, katakan saja kepada suhumu, barang siapa
yang berani mengganggu Pek In Hoei, dia harus mencari
aku lebih dahulu"
Pay Boen Hay tidak berani membangkan. Ia memberi
hormat kemudian dengan mulut membungkam berlalu dari
situ. Dengan termangu-mangu Pek In Hoei awasi bayangan
punggung Pay Boen Hay yang lenyap dibalik kegelapan, ia
lantas memberi hormat dan berkata
"Cianpwee, terima kasih atas budi pertolonganmu
kepada diri boanpwee! budi ini takkan kulupakan untuk
selamanya!" Dewi Khiem bertangan sembilan Kim In Eng
bungkam dalam seribu bahasa, ia tak menjawab maupun
berpaling, dengan pandangan dan sayu berdiri diatas tebing
sambil awasi rembulan nun jauh diawang2. Lama sekali
baru kedengaran ia menghela napas panjang dan bergumam
seorang diri: "Aiiiiiii Cia-lang, dapatkah kau mendengar jeritanku"
dapatkah kau baca pikiran serta kepedihan hatiku" nafanya
sedih dan penuh kepiluan membuat Pek in Hoei tidak tega
untuk meninggalkan gadis itu seorang diri. dengan bimbang
dan pikiran kosong ia ikut berdiri tertegun disitu, matanya
awasi tubuh Kim In Eng dengan sinar mendelong.
Perlahan-lahan Kim In Eng tundukkan kepalknya, lima
jari mulai menari kembali memainkan tali senar khiem
dalam pangkuannya.
Irama merdu berkumandang keangkasa, lagu yang
dimainkan bernadakan sedih...... seolah-olah ia sedang
menumpahkan segala isi hatinya kedalam irama lagu itu
Lama ......... lama sekali ia mainkan lagu itu, Pek In
Hoei yang ikut mendengarkan lagu tadi tanpa terasa ikut
meogucurkan air mata, ia ikut merasa sedih dan bayangan
ayahnya yang tercintapun ikut muncul dalam benaknya
"Aaaaaaai!" ditenggah helaan napas yang panjang,
permainan khiem berhenti dan suasana pun kembali diliputi
oleh kesunyian.
Pek In Hoei makin tertagun, dalam benaknyaa masih
terbayang kembali irama lagu sedih yang baru saja
dimainkan gadis itu, lama sekali akhirnya ia ikut menghela
napas. "Kau masih belum pergi?" terdengar gadis she Kim
itu menegur. "Cayhe terpengaruh oleh irama khiem
Cianpwee yang begitu merdu menawan hati, sampai sampai
aku lupa keadaan sekelilingku, apabila ada hal-hal yang
kurang harap cianpwee suka memaafkan"
"Aku tidak merapunyai banyak waktu untuk bicara tak
berguna dengan dirimu, ayoh cepat enyah dari sini"
Pek In Hoei melengak, ucapan yang amat kasar itu
kontan menimbulkan perasaan kurang senang didaiam
hatinya, segera ia berpikir :
"Hmmm! berhubung kau saling mengenal dengan supekcouw-ku lagi pula sudah menolong jiwaku maka aku
bersikap sangat menghormat kepadamu. Siapa kira
sekarang kau bersikap becitu sinis kepadaku, dianggapnya
aku lantas merengek-rengek ?"
Sambil tundukkan kepalanya Pek In Hoei melepaskan
jubah luar yang dikenakan-, lalu membungkus jenasah
ayahnya baik-baik dan berlalu dari tempat itu.
Baru saja ia berjalan empat langkah dari sana tiba-tiba
Kim In Eng berteriak kembali!"
In Hoei melengak dan segera putar dengan sorot mata
keheranan diawasinya gadis tadi.
"Apakah kau anak murid partai Tiam-Cong?" tegur Kim
In Eng sambil bangkit, perlahan-lahan ia bereskan
rambutnya yang panjang. "Tentu kau kenal bukan pedang
sakti dari partai Tiam Cong, Cia Ceng Gak?"
"Cio Ceng Cak adalah supek ayahku, telah lenyap sejak
dua puluh tahun."
"Aku mengerti bahkan tahu juga kalau Dia sudah lenyap
tak berbekas. Aaaaa.... diatas gunung Cing Shia Inilah
mereka lenyapkan diri hingga sekarang"
Gadis itu merandek sejenak nenghela napas, lalu
terusnya: "Kalau didengar dari ucapanmu barusan seolah olah kau
Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maksudkan bahwa dirimu bukanlah anak murid partai
Tiam-cong?"
"Cayhe sama sekali tidak mengerti akan ilmu silat, tentu
saja tak bisa dianggap sebagai anak murid partai Tiam-cong
sebetulnya, namun"
Dengan sedih ia menghela napas. "Partai Tiam-cong
sudah lenyap dari muka bumi sejak kini nama besarnya
terhapus dala. dunia persilatan"
"Aaaaaah......!" rupanya Kim In Eng merasa amat
terperanjat dengan kabar tadi sehingga dia berseru kaget,
sesudah termenung beberapa saat ujarnya :
"Sedikit ilmu silatpun tidak kau miliki, mana mungkin
kau bisa balaskan dendam sakit hati partai Tiam-cong?"
"Dengan andalkan semangat serta kemauan yang
kumiliki, aku bersumpah akan belajar ilmu silat nomor
Wahid dikolong langit, aku pasti akan membalaskan sakit
hati dari anak murid partai Tiam-Cong"
"Punya semangat....jenasah
yang berada dalam pangkuanmu?"
In Hoei tundukkan kepalanya dengan sedih:
"Ini adalah jenasah ayahku tercinta, menemui ajalnya
ksrena dikerubuti kurang lebih tiga puiuh orang jago
Buliml" "Aaaaai dendam serta budi yang ditinggalkan generasi
berselang rupanya telah dituntut balas oleh generasi akan
datang, saling dendam mendendam saling bunuh membunuh entah sampai kapan baru akan berakhir"
"Aku tahu, kesemuanya ini adalah hasil karya dari
sigolok perontok rembulan Ke Hong yang bercokol
diperkampungan Tay Bie San-cung"
Kim In Eng termenung sebentar lalu katanya :
"Kau naiklah kemari, aku ada perkata yang hendak
disempaikan kepadamu"
Pek In Hoei rada sangsi, namun akhirnya sambil
membopong jenasah ayahnya ia bertindak naik keatas
tonjolan batu dati tadi dengan langkah lebar. Baru saja ia
maju dua tombak jauhnya terdengar Kim In Eng
nembentak : "Hati-hati"
Bersamaan dengan ucapan tadi seutas ikat pinggang
berwarna hitam meluncur datang laksana kilat, kemudian
bagaikan ekor ular membelilit pinggang sianak muda
kencang-kencang.
(Oo-dwkz-oO) 4 DALAM pada itu Pek In Hoes merasakan pinggangnya
mengencang, diikuti sisi telingnnya mendengar deruan
angin kencang, tahu tahu sekujur badannya sudah ditarik
naik keatas batu oleh tarikan ikat pinggang berwarna hitami
tadi. Begitu tiba diatas batu, sianak muda itu merasa kaget,
dalam hati pikirnya :
"Dia adalah kcnalan dari Supek-couw, nengapa usianya
masih begitu muda?"
Kiranya perempuan yang berdiri dihadapanya saat itu
bukan saja berwajah cantik, bahkan masih muda belia.
Alisnya yang tipis lagi panjang, bibirnya yang kecil
mungil serta hidungnya yang mancung merupakan suatu
perpaduan yang sangat serasi, mencerminkan kecantikan
wajah seorang bidadari.
Dengan termangu-mangu pemuda itu berdiri melongo
disana, untuk beberapa saat lamanya tak sepatah katapun
yang berhasil diutarakan.
Menjumpai keadaan sianak muda itu, Kim In Eng
meraba wajah sendiri dan menghela napas.
"Asaaaai ..... I aku makin bertambah tua"
"Tidak! Cianpwee..... kau masih tampak muda '
Kim In Eng geleng kepala dan menghela oapaj kembali.
"Pada usia lima belas tahun aku telah berjumpa dengan
dirinya, hingga kini dua puluh tiga tahun sudah lewat,
setiap hari tiap malam aku selalu memikirkan dia,
menangisi nasibnya yang jelek dan terjerumus dalam
lembah kedukaan, siapa bilang aku tidak bertambah tua"
"Cianpwee, aku tidak bohong, kau benar-benar masih
kelihatan sangat muda." seru Pek In Hoei dengan wajah
merah padam, "Ulat sutera akan berhenti mengeluarkan seratnya bila
dia sudah mati, api lilin akan padam setelah sumbunya
habis, aka tetap mempertahankan selembar jiwaku tidak
lebih untuk perlahan2 mengenang kembali ke masa silam!
Aaaaai . . . makin kini hatiku terasa makin pedih....." Ia
melirik sekejap kearah Pek In Hoei katanya :
"Kau duduklah nak"
Pek In Hoei mengiakan dan duduk keatas tanah.
Perlahan-lahan Kim In Eng pun duduk diatas tanah,
dengan tangan kanan ia peluk dan tangan lain menyentil
senarnya" Rentetan irama merdu menggema diangkasa.
la berpaling memandang sianak muda itu, tegurnya :
Apakah kau ingin belajar ilmu silat?" Anak muda itu
mengangguk, aku ingin belajar silat, sebab aku harus
memmbalas dendam sakit hati ini"
"Maukah kau belajar ilmu silat dengan diriku " Jadi anak
muridku" "Cianpwee,
tolong tanya apakah ilmu silatmu merupakan ilmu silat yang paling lihay dikolong langit?"
Kim ln Eng tertegun, dengan cepat ia menggeleng.
Dalam kolong langit tidak akan ada ilmu silat yang
paling lihay, siapa berani berkata bahwa ilmu silatnya
nomor satu di dalam jagat?"
Kalau begitu aku tidak ingin belajar silat darimu !"
Aku adalah anak murid dari perguruan Seng Sut Hay,
kepandaian silat partai kami mengutamakan kelunakan,
kelincahan serta bersumber pada tenaga lunak, meskipun
belum bisa disebut sebagai ilmu silat nomor satu dida!am
dunia, tapi jarang sekali ada jago didaratan Tionggoan
yang dapat menandingi, kenapa kau tidak ingin belajar
kepadaku?"
Aku telah tersumpah mempelajari ilmu silat yang paling
lihay dikolong langit kalau tidak maka aku harus belajar
ilmu penghancur sang surya dari partai Tiam-cong
mengutamakan kekerasan, setiap digunakan hawa pedang
menjelimuti rasa, kekuatannya luar biasa " mendadak sinar
matanya redup bisiknya dengan suara lirih:
Ketika untuk pertama kalinya aku berjumpa dengan Cialang, dimana menggunakan ilmu pedang penghancur sang
surya beradu kepandaian dengan toa suhengku Ku Loei,
waktu itu dia berusia tiga puluh dua tahun, bukan saja
ganteng dan gagah iapun berhasil mendapatkan gelar
sebagai sipedang sakti.
Sinar matanya terang kembal ia menyapu sekejap
sekeliling tempat itu lalu terusnya :
Aku dengan cinta kasih yang paling suci dari seorang
gadis mencintai dirinya, kelembutanku akhirnya memperoleh balasan cinta yang setimpal darinya, setelah ia
berhasil menangkan ilmu pedang Liuw Sah Kiam-hoat dari
perguruan kami, aku lantas diajak berpesiar kemana-mana,
kami berdua melewatkan suatu musim gugur yang amat
panjang. Waktu itu merupakan musim gugur yang tak
terlupakan selama hidupku, kami sama-sama menghitung
daun kering yang gugur, bersama-sama menangkap
kunang2, waktu malam membicarakan impian indah
dimasa mendatang.
Wajahnya bersemu merah, dengan halus manja ia belai
rambut sendiri yang panjang dan hitam, sambungnya :
Ketika itu dia paling suka dengan rambutku yang hitam
dan panjang terurai ini, ia bilang dibalik rambutku yang
panjang tersembunyi suatu rahasia yang dalam membuat
dalam hatinya timbul banyak lamunan dan kenangan
Dari perubahan sikap serta air muka yangg diperlihatkan
Kim ln Eng, pemuda kita bisa membayangkan betapa
bahagianya perempuan ini bersama sipedang sakti Cia Ceng
Gak dikala muda dahulu, waktu itu mereka berdua tentu
saling sayang menyayangi dan melewatkan suatu hidup
yang penuh kebahagiaan sehingga membuat Cia Ceng Gak
akhirnya merasa berat untuk kembali ke Tiam cong .
Tiba tiba nada ucapan Kim In Eng berubah jadi gelisah
ia meneruskan :
"Pada bulan ssembilan musim gugur tahun itu juga,
delapan partai besar dari daratan Tionggoan dengan
dipelopori oleh partai Sauw lim, Bu-tong, Hoa son serta Go
bie mengundang jago jago dari lima partai lainnya untuk
mengadakan pertemuan dipuncak gunung Cing-shia pada
saat itula dengan menggembol pedangnya pergi"
"Sebenarnya dia berkata kepadaku bahwa besok sorenya
dia akan balik lagi, tapi sampai musim salju yang amat
dingin dan panjang itu sudah berakhirpun dia belum juga
kembali hingga sekarang?"
air mata mulai membasahi matanya
Dengan sedih ia menyambung sejak dia pergi, aku
merasakan kekosongan kehampaaa serta kesunyian yang
tak terkira, setiap malam telah tiba dan aku pejamkan mata,
bayangan tubuhnya selalu muncul didepan mata dia datang
sambil membawa kegembiraan serta kebahagiaan yang tak
terkirakan bagiku. Setiap kali kubuka mataku dia lenyap tak
berbekas. Sambil meninggalkan kehampaan serta kesunyian
yang makin menebal mata jatuh berlinang makin deras
membasahi wajahnya dan menetes diatas wajahnya.
Malam semakin kelam embun makin tebal. . Aaaai
Kabut telah tiba, bergerak mengikuti hembusan angin
gunung." In Hoei berdiri termangu mangu bagaikan patung
arca, ia awasi Kim In Eng dengan sorot mala melongo,
dalam hatinya timbul pula rasa duka yang tebal
Diam-diam ia berpikir :
Seandainya suatu hari aku berhasil pula menemukan
gadis yang benar-benar mencintai diriku, aku tidak nanti
meninggalkan dirinya sehingga mendatangkan kesedihan
serta kepedihan yang tak terhingga baginya
Tiba-tiba..... serentetan suara dengusan yang berat lagi
nyaring hingga menggetarkan telinganya berkumandang
datang. Dengan terperanjat dia mendongak, sementara air muka
Kim In Eng pun berubah hebat, ia awasi tempat kejauhan
dengan wajah serius.
"Siapa yang telah datang?" sianak muda itu segera
bertanya. "Toa suhengku". " Couw suhunya Pay Boen"
"Benar" Kim In Eng mengangguk dengan wajah berat.
"Dia adalah si Rasul pembenci Langit Ku Loei"
"Rasul Pembenci Langit...... Rasul Pembenci Langit ?"
"Haaa --- haaaah .... haaaaah.... "
Suara tertawa yang amat mengerikan berkumandang
keluar dari balik kabut menggetar seluruh lembah bukii
tersebut. Bocah, cepat bersembunyilah dibelakang tubuhku seru
Kim ln Eng seraya menghampiri sianak muda itu. "Watak
Toa suheng kurang baik, bukan saja ia kasar bahkan
berangasan sekali, hati hati terhadap dirinya jangan sampai
isi perutmu terluka oleh alunan irama harpanya
Kendati didalam hati Pek In Hoei merasa tidak begitu
jelas apa sebabnya irama suara yang diperdengarkan dapat
melukai orang, namun mau tak mau dia harus mem
percayai akan kenyataan dari kejadian itu.
Sebab tadi, dengan mata kepala sendu ia saksikan isi
perut Pay Boen Hay diluka oleh irama khiem sehingga
muntah darah maka diapun percaya bahwa irama harpa
dari sirasul pembenci langit bisa meluka puia isi perutnya.
Meski begitu, pemuda kita masih keliha an sangsi, untuk
beberapa saat dia masih berdiri ditempat semula.
"Cepat bopong jenasah ayahmu dan se bunyikan
kebelakang tubuhku" seru Kim In En g dengan nada cemas.
"Sekarang dia masih berada lebih duapuluhtombak dari si
kalau dia sudah ada tiga tombak jauhnya maka kau pasti
akan teriuka ditangannya"
Pek ln Hoei tidak ragu ragu lagi, ia bowa jenasah
ayahnya dan berjalan kebelakang Kim In Eng lalu duduk
keatas tanah. "Bocah, kenapa kau tidak mengubur saja
jenasah ayahmu disini" Daripada kau kerepotan sendiri?"
tegur perempuan itu sen alis berkerut.
"Tidak, ayahku mati diatas gunung Cing-Shia aku tidak
ingin mengebumikan jenasah ditempat ini."
"Aaaai bocah, kenapa kau ingin cari susah buat dirimu
sendiri?" "Ih dimanapun saja, apa bedanya dikubur disini atau
ditempat lain ?"
"Sumoay! bentakan keras laksana guntur disiang hari
bolong bergetar diseluruh angkasa, dibalik buyarnya kabut
muncul seorang kakek tua berjubah merah yang penuh
cambang diwajahnya, matanya bulat gede seperti mata
harimau perawakannya tinggi besar bagai raksasa.
Begitu tiba ditempat itu, dia lantas mengawasi baju
hitam yang dikenakan Kim In Fng kemudian sambil
menghela napas tegurnya:
Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sumoay, hingga kini kau masih berkabung untuk
kematiannya?"
"Selama hidup aku cuma mencintai dia seorang, dia
telah mati dicelakai kalian semua tentu saja aku harus
terkabung baginya. Sepanjang hidupku tak nanti kukenakan
pakaian dengan warna lain. Selama hidupku akan selalu
berkabung bagi kematiannya"
"Sumoay, bukankah pandanganmu itu sempit bagaikan
pandangan seorang bocah cilik" Coba katakan, apa sangkut
pautnya antara lenyapnya Cia Ceng Gak beserta ketua
delapan partai besar dengan diriku" Apakah kau anggap aku
benar benar mempunyai kekuatan yang begitu besar untuk
membinasakan mereka semua?"
"Diam. Kau jangan menganggap aku , seperti bocah cilik
lagi, tahun ini umurku sudah hampir mendekati empat
puluh, kau anggap aku masih sudi mempercayai obrolanmu
itu. Ku Lui mengerutkan alisnya "Coba kau lihat, selama
banyak tahun kau telah ngambek dan tidak mau pulang ke
Seng Sut-Hay, tidak mau mengikuti aku sebagai toa
sukomu, bahkan mengecat khiem kuno hadiah suhu dengan
warna hitam, apakah tingkah lakumu tidak mirip buatan
seorang bocah cilik?"
"Hmmmm I Sejak dulu kan aku sudah bilang, aku sudah
bukan anggota perguruan Seng Sut Hay lagi, kenapa aku
harus kembali kesana ?"
"Perbuatanmu benar benar keterlaluan sekali, selama
enam belas tahun kau selalu menghindari pertemuan
diantara kita. Hay-jie yang kuutus untuk mencari dirimu,
kau usir pergi bahkan ketika aku perintahkan Hay jie untuk
mengundang kau mendatangi perkampungan Tay Bie San
cung, isi perutnya kau lukai dengan irama khiem sehingga
muntah darah"
"Dia tidak menghormati angkatan yang lebih tua, apa
salahnya kalau kuberikan kepahitan buat dirinya ?"
"Tapi tidak seharusnya kau lindungi orang lain "
seru Ku Loei lalu tarik napas dalam dalam.
Sinar matanya beralih dari wajah Kim ln Eng menyorot
Pek In Hoei yang bersembunyi dibelakang.
Tatkala matanya terbentur dengan tameng mustika diatas
badan sianak muda itu, kakek berewok ini menunjukkan
sikap tercengang dengan cepat perhatiannya dikumpulkan
keatas wajah pemuda itu.
))00oodwoo00(( JILID 6 SUNGGUH tebal napsu membunuh bajingan cilik ini!"
Pedang Dan Kitab Suci 19 Panji Wulung Karya Opa Misteri Bayangan Setan 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama