Ceritasilat Novel Online

Imam Tanpa Bayangan 6

Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D Bagian 6


itu panjang lagi hitam, bagaikan air terjun terurai diatas
pundaknya. "Aaaah...... kau..... kau adalah seorang wanita?" jeritnya
terperanjat. Mimpipun Pek In Hoei tidak pernah menyangka kalau
orang yang memalsukan namanya dan berkelana dalam
dunia persilatan sehingga mendapatkan julukan sebagai
sijago pedang berdarah dingin bukan lain adalah seorang
wanita, bahkan seorang gadis yang cantik jelita.
Dikala Pek in Hoei sedang menikmati kecantikan
wajahnya dengan sinar mata tertegun gadis itu berseru
tertahan kemudian sambil menutupi wajahnya putar badan
dan melarikan diri lorong tersebut.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benak si anak
muda itu. bagaikan disambar petir disiang hari bolong ia
memandang bayangan punggung gadis yang sedang berlalu
itu dengan mata mendelong, suatu bayangan yang serasa
pernah dikenal muncut dalam matanya.
"Aaaaah. dia adalah Wie Chin Siang," akhirnya ia
berseru tertahan. "Hey....... Wie Chin Siang tunggu
sebentar."
Suaranya memantul dalam lorong yang panjang itu,
namun tak kedengaran suara jawaban dari gadis itu,
Dalam sekejap mata pelbagai persoalan yang memusingkan kepala memenuhi benaknya.
"Bukankah dia adalah putri kesayangan dari Gubernur"
darimana bisa memiliki ilmu silat."
"Kenapa ia berkelana didalam dunia persilatan dengan
memalsukan namaku?"
"Kenapa ia bisa muncul didalam perkampungan Tay Bie
San Cung dan muncul didalam lorong rahasia dibawah
dasar telaga?"
"Kenapa ia hendak mencari Cian Hoan Lanh Koen" dan
darimana pula bisa tahu kalau aku terkurung disini?"
Pelbagai persoalan itu bagaikan benang ruwet menyelimuti benaknya, membuat ia bingung dan tidak
habis mengerti.
Ia menghembuskan napas panjang, angkat kepalanya
memandang mutiara Pek Swie Coe didinding gua dan
akhirnya berkelebat keluar dari lorong itu.
Lorong tertebut amat panjang sekali, bukan saja gelap
gulita bahkan lembab dan bau busuk sekali.
"Wie Chin Sang." teriak Pek In Hoei keras keras.
Suaranya memantul kembali dari tempat kejauhan
kemudian bergema dan mengalun , tiada hentinya dalam
lorong tadi. Mendadak.. badannya yang sedang bergerak cepat itu
merandek ditengah jalan kemudian miringkan badan dan
menoleh kekanan.
Ternyata dari kedua belah dinding lorong yang gelap dan
luasnya mencapai delapan depa itu memancarkan cahaya
terang berwarna hijau, warna itulah yang membuat si anak
muda she Pek ini jadi melengak.
Ia tidak mengerti apa sebabnya dalam lorong yang
panjang dan pada dinding bagian tanah dipelesi dengan
bubuk belerang.
Ia tak bisa memecahkan teka teki ini namun ia bisa
memahami sampai dimanakah kegunaan benda itu sebagai
bangunan yang dibangun sendiri oleh Hoa Pek Tuo untuk
mengurung si lelaki tampan berwajah seribu, tentu dia
sudah bikin persiapan persiapan seperlunya untuk
mencegah orang Itu melarikan diri.
Dalam hati pikirnya:
"Entah bagaimana Wie Chin Siang bisa berlalu dari
lorong ini dengan gampang dan leluasa disekitar tempat ini
tentu ada lorong rahasia lain......."
Ia tidak berhenti lebih lama lagi disitu, badannya
bergerak dan segera lari menuju ketempat yang terang
didepan sana. Di kala ia sedang berderak itulah. ditemui di dinding
lorong yang telah ditaburi dengan bubuk belerang itu
menindak bergerak keatas akhinya kini miring kesamping,
samentara sebuah pintu batu muncul diujung lorong, dari
balik pintu tadi memancar masuk cahaya yang amat terang.
Hatinya jadi girang. cepat cepat dia lari maju kedepan
pintu batu tersebut.
Seluruh pintu batu itu tersebut dari batu granit, diantara
keripan sinar posfor tampak empat huruf besar yang
berwarna merah terpancang disana.
Pek In Hoei mendongak, terbaca olehnya tulisan itu
berbunyi demikian.
"Jangan sentuh pintu ini."
Segera pikirnya:
"Entah benar tidak peringatan itu" apakah bencana aneh
segera akan kutemui bila kusentuh pintu itu?".
Ia gigit bibirnya menahan emosi. kembali pikirnva lebih
jauh. "Asalkan, pintu batu itu kutarik maka badannya dengan
cepat dapat loncat keluar, sekalipun didalam loteng ini
benar benar sudah dipasang alat rahasia yang sangat lihay,
rasanya tidak nanti bisa lukai badanku!",
Suatu keinginan yang meluap luap berkobar dalam
dadanya membuat si anak m uda kita beberapa kali hendak
membuka pintu baja itu, namun setiap kali pula ia berhasil
menahas keinginannya yang berkobar kobar tadi.
Walaupun begitu ingatan tersebut selalu berkecambuk
dalam benaknya, baru saja ia mundur selangkah dengan
hati sangsi kembali badannya maju satu langkah kedepan.
"Apakah aku harus mengundurkan diri hanya disebabkan oleh empat huruf yang terpancang diatas pintu
itu" kalau cuma h
karena soal kecil aku lantas lari, apa gunanya aku jadi
keturunan keluarga Pek yang gagah perkasa" buat apa aku
jadi seorang lelaki sejati yang berhati jantan"......"
Secara tiba tiba ingatan itu berkelebat dalam benaknya,
pemandangan tatkala ia digandeng oleh ayahnya berangkat
kegunung Tiam cong pun segera terbayang kembali didepan
mata. "Aku sama sekali tidak suka belajar silat tetapi sekarang
aku telah terjerumus ke dalam kancah masalah dunia
kangouw, sudah sepantasnya kalau aku harus melupakan
kesukaan serta ketidaksenangan diri pribadi!" gumamnya
seorang diri, Ayah apa yang kulakukan sekarang semua
adalah demi dirimu, demi partai Tiam cong dan kini aku
harus memikirkan pula bagi keselamatan seluruh umat Bu
lim yang ada dikolong langit."
Ia merasa tanggung jawab yang berada dipundaknya
kian lama kian bertambah berat, saking beratnya sampai dia
harus bertindak dengan hati hati dalam menghadapi segala
persoalan, dia harus waspada dan teliti agar dirinya tidak
sampai terluka lebih dahulu.
Sambil termenung ia tarik napas dalam dalam, telapak
kanannya mendadak diulur kedepan tiap mendorong pintu
itu, Tetapi baru sampai ditengah jalan, mendadak satu
ingatan berkelebat dalam benaknya.
"Mungkinkah diatas piutu batu ini telah diolesi dengan
racun keji dengan bubuk belirang itu sebagai kamuflase"
tetapi karena takut orang tak berani meraba bubuk belirang
itu maka ditulisnya empat huruf besar itu untuk memancing
rasa ingin menang bagi yang melihat hingga terjerumus
kedalam perangkapnya ?"
Setelah berpikir demikian maka tungannyapun cepat
cepat ditarik balik, pedang muitika pecghancur sang surya
yang berada dipunggungnya dicabut keluar, dengan
memakai ujung senjata itulah ia siap membuka pintu batu
itu. Mendadak...... terdengar suara jeritan kaget berkumandang datang dari belakang tububnya.
Dengan menengok ia menoleh kebelakang, terlihat
olehnya entah sejak kapan Wie Chin Siang telah berdiri
kurang lebih setombak dibelakangnya, wsktu itu ia sedang
menutupi mulutnya dengan tangan kanan dan memandang
kearahnya dengan mata penuh rasa kaget.
"Ooooh, ternyata kau belum pergi dari sini." tegurnya
dengan nada tercengang.
"jangan tarik pintu itu..." teriak gadis itu sambil
menuding kearahnya.
"Ooouw. aku masih menduga karena urusan apakah
sehingga membuat dia terperanjat dan kaget, kiranya dia
takut aku mendorong pintu batu ini." pikir Pek In Hoei,
sambil tersenyum segera jengeknya:
"Apakah kau takut aku mendorong pintu besi itu
sehingga membuat semua yang ada didalam perkampungan
Tay bie San Chung pada tahu kalau dikolong langit masih
ada juga orang yang memalsukan nama Pek In Hoei...?"
Wie Chin Siang tidak menggubris sindiran sianak muda
itu, ujarnya dengan wajah berkerut:
"jangan sekali kali kau sentuh pintu batu itu, kalau tidak
maka selama lamanya kita tak akan bisa keluar lagi dari
sini." Pek in Hoei tertegun dari sikap serta wajahnya yang
menunjukkan keseriusan ia yakin bahwasanya gadis itu
bukan sedang berbohong, pedang sakti penghancur sang
surya yang teiah berada didalam celah pintu baru itupun
segera dicabut keluar.
"Haaaah..... haaaaah...... haaaaah......sungguh tak nyana
kau sebagai anak murid seng sut hay ternyata takut
terkurung disini, sungguh menggelikan masa terhadap
orang sendiripun mereka tega turun tangan keji.
Wie Chin Siang gigit bibitnya kencang kencang, dari
wajahnya jelas terlihat bahwa ada meksud meninggalkan
tempat itu. "Suhuku berkata bahwa pintu batu itu merupakan kunci
penggerak yang mengunakan selutuh alat rahasia dalam
lorong ini, jangan sekali kali pintu itu disentuh atau digeser.
terdengar ia berkata.
"Siapakah suhumu itu" darimana dia bisa tahu akan
rahasia lorong dalam perkampungan Tay bie San cung
ini?". "Sudah amat lama suhuku mencari dirimu nssi itu tidak
tahu siapakah dia?"
"Siapakah suhumu itu ?" dengan tercengang dan tidak
habis mengerti Pek in Hoei bertanya,
"Kenapa aku harus bcritahukan kepadamu ?",
Pek In Hoei tertegun, sebenarnya diapun ingin buka
suara menegur gadis itu. apa sebabnya berkelana dalam
dunia persilatan dengan menggunakan namanya, tatapi
sebelum ucapannya sempat diutarakan keluar, mendadak
dari balik pintu gua itu berkumandang datang suara tertawa
dingin yang seram dan mengerikan.
Sekalipun kalian hendak andalkan bantuan dewa atau
malaikat, jangan harap bisa lolos dari sini dalam keadaan
selamat." "Siapa disitu?" hardik pemuda she Pek sambil berpaling.
Dari balik celah pintu batu munculah seorang kakek tua
berbadan kurut kering dengan jenggot kambing menghiasi
jenggotnya. ketika itu dia sedang memandang kearah
mereke berdua demgan wajah penuh nafsu membunuh.
"Tak seorang manusiapun dapat melarikan diri dari
Lorong Pengurung naga ini." terdengar kakek itu
menjengek dengan suara seram Sekalipun kau tahu akan
namaku juga percuma. tak ada artinya."
Ia bergeser kedapan empat langkah. mendadak telapak
kanannya diangkat tinggi tinggi sehingga tampaklah kulit
telapaknya perlahan lahan berubah jadi putih keperak
perakan. Tatkala menyaksikan orang inipun menggunakan ilmu
golok perontok rembulan yang sangat lihay, bahkan cahaya
perak yang terpancar kelaur dari telakpak yang jauh lebih
cemerlang dan tajam daripada sewaktu Ku Loei yang
menggunakan, hatinya bergetar keras, tanpa sadar serunya:
"Kau adalah sigolok perontok rembulan Ke Hong."
"Haaa.... haaaa.... haaaa... sedikitpun tidak salah, akulah
Ke Hong". "Sungguh aneh sekali," diam diam Pek in Hoei berpikir.
Bukankah Ke Hong adalah murid dari Ku Loei si Raiul
Pembenci langit dari laut Seng Sut Hay" kenapa ilmunya
jauh melebihi suhunya sendiri?".
Desiran angin tajam berkelebat lewat disisi. tubuhnya,
tahu tabu Wie Chia Siang telah loncat kesisi tubuhnya
sambil bertanya dengan suara kaget
"Siapa yang ada disana?".
Pek In Hoei merasakan bau harum semerbak yang aneh
berhembus lewat. ketika ia menoleh maka tampaklah Wie
Chin Siang yang cantik dengan biji mata yang jeli telah
berdiri disisi tubuhnya, jantungnya kontan berdebar keras,
beberapa saat kemudian dia baru menjawab serius:
"Sigolok perontok rembulan Ke Hong." Rupanya Ke
Hong tidak menyangka kalau dalam gua itu masih ada


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang lain mul mula ia tampak melengak diikuti segera
tertawa seram. "Hemm tak kunyana orang yang hendak mengantar
kematiannya bukan hanya seorang saja"
Ia meraung rendah, telapak tangannya dengan membawa
desiran angin tajam disapu keatas pintu batu itu.
"Jangan biarkan dia mendorong pintu." jerit Wie Chin
Siang dengan suara lengking
Pek In Hoei tertegun, menyaksikan wajahnya yang
gelisah den penuh diliputi rasa ngeri dan takut, tanpa
berpikir panjang ia membentak nyaring, pedangnya bergetar
dan segera mengirim satu tusukan kilat menutul celah celah
diatas pintu, Messs... pintu batu terhantam hingga berbunyi gemericikan perlahan lahan bergeser kesamping,
Pek in Hoei tidak menyangka kalau Ke hong
mengundurkan diri eetelah melancarkan serangan tadi,
dengan sendirinya tusukan pedsngnya segera mengenai
sasaran yang kosong.
Mendadak pintu batu itu terbentang lebar, ia tarik napas
dalam dalam, badannya melengkung dan siap loncat keluar.
"Pek In Hoei..." tiba tiba Wie Chin Siang berteriak keras
sambil menarik tangan kenannya." Kau tak boleh keluar."
Belum habis dia berkata, mendadak dari kedua belah
dinding diluar pintu batu itu meluncur keluar dua baris
tombak yang amat tajam, bagaikan pagar besi dengan
rapatnya saling menancap pada dinding dihadapanya,
Diam diam sianak muda itu
bergidik setelah menyaksikan kekejian lawan, pikirnya :
"Seandainya tubuhku melayang keluar pintu ini dikala
terbuka tadi, tentu dadaku sudah berlubang tertusuk oleh
dua baris tombak yang amat tajam itu, kendati dengan cara
apapun rasanya sukar untuk menghindarkan diri....."
Sementars itu Wie Chin Siang pun sedang memandang
dua bsris tombak tajam diluar dinding batu dengan wajah
termangu mangu, air mukanya mendadak berubah hebat
seakan akan teringat akan sesuatu sambil menarik tangan
Pek In Hoei teriaknya,
"Cepat mundur kebelakang....."
Sianak muda itu tidak bersiap sedia, kena ditarik kuda
kudanya segera tergempur dan mundur selangkah
kebelakang. Dengan alis berkerut ia segera menoleh
"Kau......."
Namun ketika sinar matanya membentur alitnya yang
tebal, hidungnya yang mancung, bibirnya yang kecil
merekah serta biji matanya yang jeli dan memancarkan rasa
kaget itu, jantungnya kontan berdebar kerss, untuk beberapa
saat lamanya sepatah katapun tak sanggup diutarakan
keluar. Karena tak terdengar susra sianak muda itu Wie Chin
Siang segera mendongak, namun ketika ditemuinya sianak
muda itu sedang memendang kearahnya dengan terkesime,
merah padam selembar wajahnya buru buru ia melengos
kesamping. "Nona...." Pek In Hoei merasa jantungnya berdebar
semakin keras, hatinya terasa semakin tertarik dengan gadis
ini hingga tanpa terasa ia memanggil.
Wie Chin Siang menoleh, kali ini wajahnya telah
berubah serius, katanya:
"Hoa Pek Tuo telah memasang alat jebakan yang lihay
diatas pintu batu itu.........."
Belum selesai dia berkata terdengar suara gemerutukan
yang nyaring menggema diangkasa, pintu batu yang sangat
berat tadi seakan akan didorong oieh seseorang, dengan
cepatnya telah menutup kembali.
Setelah piatu tersebut menutup rapat dengan sendirinya,
tiba tiba dari atas dinding batu diatas lorong tersebut
membentang lebar sebuah lubang diikuti sebuah lampu
gantung terbuat dari tembaga kuning perlahan lahan
dikerek kebawah seketika itu juga cahaya yang terang
benderang menerangi seluruh ruangan.
"Aaah... lihat api itu..." tiba tiba Wie Chin Siang
menjerit dengan wajah terkesiap.
"Aduuuh celaka." pikir Pek In Hoei dia sadar seandainya
letupan api di dalam lampu gantung tembaga kuning yang
diturunkan dari atas itu mencapai permukaan bumi, maka
bubuk belerang yang telah dipoleskan disekeliling dinding
lorong itu pasti akan terbakar, jika demikian keadaannya
niscaya dia akan mati dipanggang hidup hidup dalam
lorong tersebut.
Dengan cepat dia membentak keras, pedangnya diputar
kencang kemudian menyambitnya kearah depan.
Sekilas cahaya pelang menyambar lewat laksana bintang
yang meluncur diangkasa ...Creeeet...
menghantam tembaga tadi dan menembusinya...
Sungguh hebat tenaga serangan yang terhimpun didalam
sambitan pedang itu, seketika itu juga tembaga kuning tadi
tersampuk miring kesamping, letupan api di dalamnya
beterbangan seakan akan mau terlempar keluar dari
Mangkuk tembaga tersebut.
Pek In Hoei tarik napas dalam dalam, sepasang
telapaknya sekuat tenaga dihantamkan kemuka dengan
jurus "Yang-Kong Pau-Cau" atau Cahaya sang surya
memancar terang.
Dalam sekejap mata terlihatlah telapak tangannya yang
putih seketika berubah jadi merah darah, segulung hawa
panas yang sangat menyengat badan memancar keluar dari
tubuhnya, seketika itu juga suhu dalam lorong tersebut
berubah jadi sangat panas.
Sungguh luar biasa dahsyatnya tiga jurus ilmu sakti
Surya Kencananya ini, terdengar suara gemerincingan yang
amat nyaring rantai baja yang menggantung mangkuk
tembaga tadi seketika merekah dan patah jadi beberapa
bagian, mangkuk tembaga tadi terbakar hancur hingga
meleleh dan menggumpal jadi satu, dengan membawa
pedang sakti penghancur sang suryanya rontok keatas
tanah. Selama hidup belum pernah Wie
Chin Siang menyaksikan kepandaian silat yeng demikian saktinya,
seketika itu juga air mukanya berubah hebat saking
kagetnya, sepasang matanya melotot bulat bulat sementara
dengan mulut melongo diawasi telapak tangan sianak muda
yang merah itu tanpa herkedip.
Pek In Hoei sendiripun berdiri kaku ditempat semula,
diawasinya belahan mangkuk tembega yang sedang
melayang kearah lorong kemudian perlahan lahan ia tarik
kembali sepasang telapaknya.
Bruuuk.... mangkuk tembaga itu terjatuh keatas tanah,
setitik gumpalan api meloncat keluar dari lelehan tembaga
tersebut dan seketika itu juga sekeliling tempat tadi terjilat
api dan berkobar dengan hebatnya....
"Aduuuh celaka!" teriak Pek In Hoei terperanjat
"Sungguh tak kusangka isi mangkuk lembaga itu adalah
minyak." Dalam keadaan seperti ini tak sempat lagi baginya untuk
berpikir panjang, sepasang lengannya bekerja cepat,
disambarnya pinggang Wie Chin Siang kemudian sekali
jejak laksana anak panah terlepas dari busurnya meluncur
ke muka melewati dinding atap kolong itu.
Pada detik terakhir itulah seluruh dinding bata tersebut
telah terbakar hebat jilatan api bagaikan ular menyapa
bubut belerang yang memolesi dialas dinding tersebut.
kebakaran hebatpun terjadi dalam lorong tersebut.
Suhu udara dalam lotong yang panas menyengat badan
serta jilaten api yang menari kian kemari mengagetkan Wie
Chin Siang, dia menjerit keras, matanya dipejamkan rapat
rapat, seluruh wajahnya disusupkan kedalam dada Pek In
Hoei tanpa berani berkutik.
Sungguh hebat Pek In Hoei, dalam sekejap mata dia
sudah berhasil melewati lautan api yang telah menjalar
sampai tiga tombak jauhnya itu, setibanya ditepi tiang batu
yang dihantam roboh olehnya tadi baru berhenti dan
beristirahat. Ditaruhnya Wie Chin Siang keatas batu, lalu
menghembuskan napas panjang panjang dan gumamnya:
"Aaaaah.... nyaris benar kejadian yang baru saja
berlangsung, satu langkah aku terlambat bertindak niscaya
diriku bakal terkurung didalam lautan api itu." Wie Chin
Siang sendiri sementara itu sudah hilang rasa kagetnya, ia
periksa tubuh sendiri, dijumpainya kecuali celananya reda
hangus terbakar badannya sama sekali tidak terluka, tanpa
sadar ia hembuskan napas panjang.
"Kau tidak sampai terluka bukan?" terdengar Pek In
Hoei menegur. "Bila aku salah setindak lancang barusan
harap...." Merah padam selembar wajah Wie Chin Siang,
teringat dirinya yang telah bersandar didada orang, rasa
jengah yang muncul dari lubuk hatinya sungguh sukar
dilukiskan dengan kata2.
-ooo0dw0ooo- JILID 14 JANTUNGNYA berdebar keras, cepat cepat ia tarik
kembali rasa malunya, sambil mundur dua langkah
kebelakang ujarnya dengan nada dingin :
"Seandainya kau tidak berdiam terlalu lama didepan
pintu batu tadi, tidak nanti Ke Hong berhasil menemukan
jejak kita yang ada didalam lorong..... dan akupun pasti
berhasil lolos dari lorong rahasia ini....semuanya ini gara
gara kau yang ceroboh."
Pek in Hoei tak menyangka kalau si gadis cantik jelita
macam Wie Chin Siang bisa berubah ubah dalam waktu
yang amat singkat, dia jadi melongo dan terkesima
ditatapnya raut wajah yeng dingin kaku itu beberapa saat
lamanya. Kemudian timbul rasa sedih dalam hatinya. dia lantas
mendengus dingin dan menyahut:
"Hmm ! apa aku yang suruh kau berlarian didalam
lorong rahasia ini" kalau memang kau hendak salahkan
diriku, lebih baik masuklah kembali sendirian."
Wie Chin Siang sebagai seorang putri Gubernur yang
sepanjang masa selalu disayang, dimanja dan dihormati,
belum pernah ia dimaki orang lain dengan cara yang begitu
kasar. sekarang terbentur batunya ditangan Pek In Hoei
maka dapat dlbayangkan betapa sedih hatinya, hampir saja
titik air mata jatuh berlinang.
Namun ia berusaha menahan lelehan air mata itu,
bibirnya gemetar keras. lama sekali.... akhirnya ia berseru
"Kau.... kau...."
Pek In Hoei mendengus, ia berpaling memandang jilatan
api yang berkobar tiada hentinya dalam lorong itu, bibirnya
terkatup rapat sementara dalam hati pikirnya: "Begini
hebatnya kobaran api yang membakar lorong tersebut, aku
rasa dalam waktu yang singkat tak mungkin dapat padam
Aaaaai.... entah bagaimana nasib pedang mustika Si-JietKiam ku sekarang?"
"Pek In Hoei, bagus sekati perbuatanmu...." mendadak
terdengar Wie Chin Siang berteriak dengan suara gemetar,
bibirnya yang merah digigit kencang2,
Pek In Hoei kaget. la rasakan nada suaranya yang penuh
dengan kesedihan kegusaran serta kebenciannya itu seakan
akan martil besar yang menghantam lubuk hatinya,
membuat jantungnya berdebar keras sukar ditahan.
Dengan cepat ia berpaling, ditatapnya wajah sang gadis
yang penuh penderitaan itu dengan sinar mata sayu.
Sekujur badan Wte Chin Siang gemetar keras, ujarnya
lagi dengan suara berat :
"Kau adalah manusia yang paling sombong kau anggap
eemua gadis yang ada dikolong langit bakal tundukkan
kepala semua dengan dirimu" sekalipun Ilmu silat yang kau
miliki sangat lihay, wajahmu ganteng dan menawan hati
tetapi kau tidak mempunyai kelebihan lain yang patut kau
sombongkan, jangan dikata keselamatanmu berada didalam
genggaman orang, untuk menjaga dan merawat jenasah
ayahmu sendiripun kau tidak mampu...."
"Kau.... kau adalah....." jerit Pek in Hoei sangat
terperanjat, sekilas ingatan berkelebat dalam benaknya,
teriaknya lagi dengan suara keras :
"Kau tahu dimanakah jenasah ayahku berada....?"
Wie Chin Siang tartawa dingin.
"Walaupun saat ini kau tahu dimanakah jenasah ayahmu
berada, tapi apa gunanya" sebentar lagi kita bakal modar
semua di tempat ini?"
"Apa" apa maksud ucapanmu itu"
Selapis hawa dingin yang membakukan hati terlintas
diatas wajah dara ayu itu, jawabnya dingin!
"Diatas dinding batu ini telah dilapis dengan bubuk
racun rumput penghancur hati "Coen Sim Tok Cau" yang
dihasilkan disamudra Seng Sut Hay, bila bubuk belerang itu
telah terbakar habis maka suhu panas yang menyengat
badan akan menyebarkan daya kerja racun Coen Sim Tok
Ciu itu keseluruh ruangan kita berada didalam lorong yang
tersumbat. Hmm, kau anggap dalam keadaan begitu kita
masih dapat hidup dalam keadaan segar bugar....
"Kau.... darimana kau bisa tahu kesemuanya ini...."
"Kenapa aku tidak mengetahui kesemuanya ini" suhuku
adalah putri angkat dari Hoa Pek Touw?"
Pek In Hoei dibikin semakin bingung,


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapakah suhumu " kenapa dia suruh kau memasuki
lorong rahasia ini ?"
"Hmm, suhu perintahkan aku berkelana didalam dunia
persilatan dengan menggunakan namamu, maksud tujuannya bukan lain untuk berusaha mencari tahu
dimanakah kau berada siapa sangka kau malah tidak tahu
siapakah dia orang tua?"
Gadis itu angkat kepalanya memandang mutiara
pemisah air yang ada diatas dinding batu lalu menghela
napas. sambungnya!
"Oooh suhu.... suhu..... dengan susah payah dan tidak
kenal marabahaya kau orang tua melindungi keselamatan
Pek in Hoei, siapa tahu orang yang kau lindungi dengan
mati matian bukan lain adalah seorang manusia yang tidak
kena budi, membuat jiwa muridmupun harus berkorban
ditangannya. Aaai ! kalau dia kenal siapakah suhu masih
mendingan. siapa sangka ia tak tahu siapakah kau dan siapa
pula namamu, buat apa melindungi keselamatannya lagi"
manusia yang tak kenal budi dan berhati kejam seperti dia
tidak sepantasnya kalau cepat2 mati..."
Sungguh hebat mskian dari dara ayu itu hingga membuat
anak muda kita jadi mendelik dan kerutkan alisnya rapat
rapat namun ia tidak membantah sebab ia tidak tahu
siapakah suhu dari dari Wie Chin Siang.
Pelbagai pertanyaan yang membingungkan hati berkelebat dalam benaknya, ia merasa dirinya toh tak
pernah kenal dengan putri angkat dari Hoa Pek Touw.
maka sesudah putar otak beberapa saat lamanya kambali
dia bertanya: "Coba tebaklah sendiri!" jawab Wie Chin Siang tanpa
berpaling, matanya masih tetap menatap mutiara diatas
dinding itu. "Suruh aku menebaknya sendiri?" diam2 Pek In Hoei
tertaws getir. "Berada dalam keadaan yang begini
bahayanya kau masih punya kegembiraan untuk mengajak
aku main tebak tebakan. bukankah hal ini sama artinya
menggunakan jiwa kita sebagai bahan gurauan?".
Ia gigit bibirnya kencang lalu memaki di dalam hati
kecilnya : "Huuu. dasar oreng perempaan. Sedikitpun tak mengerti
akan berat entengnya persoalan, yang diketahui cuma
berpura pura manja den jual mahal... Hmmm sialan."
Biji matanya berputar, dipandangnya jilatan api yang
kini telah berubah jadi hijau gelap, rupanya sebentar lagi api
bakal padam hawa panas yeng menyengat badan mulai
berkurang dan tak begitu menyiksa lagi.
Sepasang kepalannya digenggam kencang hingga
berbunyi gemerutukan, dengan hati cemas pikirnya:
"Seandainya ia bukan sedang membohongi aku. maka
aku harus berusaha secepatnya meninggalkan tempat ini
kalau tidak seandainya rumput racun penghancur hati itu
sampai lerbakar maka aku bisa kehabisan akal dan mati
konyol disini."
Dalam pada itu tatkala Wte Chin Siang mendengar suara
gemerutuknya jari tangan tanpa sadar telah melirik sekejap
kearah Pek In Hoei.
Tatkala dijumpainva sianak muda itu sedang berdiri
dengan wajah cemas dan tidak tenang, dalam hati diam2 ia
tertawa dingin, dengan wajah yang kaku ejeknya:
"Katanya saja seorang lelaki sejati tidak takut langit dan
bumi, tak tahunya punya nyali sekecil tikus Hmm, manusia
macam kau bisa mengaku sebagai cucu muridnya Tiam
Cong Siu Kiam, sungguh memalukan.".
Dengan pandangan dingin Pek in Hoei melirik sekejap
gadis itu. ia tidak gusar sebaliknya menyahut dengan suara
berat: "Katau kau tidak takut mati berdiri saja disitu dan jangan
bergerak, aku sih harus mencari akal untuk keluar dari sini
karena aku tak ingin mati konyol dengan cara yang bodoh,
tentu saja bagi manusia goblok yang setiap harinya makan
kenyang tak ada kerjaan dan tahunya cuma bersenang
senang belaka, kematian merupakan tempat tinggalnya
yang tarakhir."
Air muka Wie Chin Siang berubah beberapa kali,
mendadak ia menoleh dan membentak:
"Siapa yang sedang kau maki?".
"Aku memaki manusia2 ymg goblok seperti telur busuk
itu." ia merandek sejenak, kemudian sambil tersenyum
penuh arti balik tanyanya.
"Apakah kau mengakui bahwa dirimu adalah seorang
manusia goblok seperti telur busuk?".
Dapat dibayangkan betapa gusar dan mendongkolnya
hati Wie Chin Siang mendengar pertanyaan yang
mengandung makian itu, untuk beberapa saat lamanya dia
tak tahu bagaimana harus menjawab, sementara sekujur
badannya gemetar keras menahan emosi.
"Bagus." teriaknya sambil nendepakkan kekinyi keatas
tanah. "Akan kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri,
bagaimana caranya manusia yang mengaku cerdik itu
menemukan hidupnya".
Selesai berkata itu sambil menggigit bibir dia putar badan
dan lari menuju kearah lorong.
Sementara itu kobaran api yang maha dahsyat tadi sudah
mulai padam, yang tersisa diatas kedua belah dinding
lorong itu hanyalah cahaya lampu yang berwarna kehijau
hijauan, membuat lorong tadi kelihatan bertambah seram
dan mengerikan.
Memandang bayangan punggung Wie Chin Siang yang
sedang berlari menjauh, pelbagai ingatan berkelebat
didalam benaknya, tiba2 sekilas ingatan terang berkelabat
dalam otaknya. Segera pikirnya:
"Asalkan kucabut mutiara penampik air itu dari atas
dinding. maka air telaga diatas gua ini akan segera
membanjiri lorong api. dalam keadaan begitu, kendati Hoa
Pek Tou masih mempunyai pelbagai jebakan pun juga
percuma saja. setelah digenangi air jebakan tersebut tidak
nanti bisa tunjukkan kelihaiyannya. pada saat itu bukankah
aku bisa berusaha meloloskan diri dari sini?".
Ingatan itu laksana kilat berkelebat didalam benaknya, ia
segera tepuk kepala sendiri sambil berpikir lebih jauh:
"Kenapa tidak kupikirkan hal ini sejak tadi" sebaliknya
malah buang waktu dengan perempuan untuk cekcok
dengan dia, aaaai.... kalau dipikir kembali, apa sebabnya
ribut dengan gadis binal seperti dia itu"."
Ia menertawakan kebodohannya sendiri lalu barpalirg
kearah lorong, dimana sianak muda ini ada maksud melihat
apakah gadis itu sudah lenyap dari situ atau belum.
Tetapi sewaktu dia angkat kepala, kebetulan sekali
dilihatnya Wie Chin Siang entah dengan cara apa meraba
dingin lorong sehingga muncullah sebuah lubang besar
diatas dinding itu.
Sembari melangkah masuk kedalam gua tadi, mendadak
dara itu berpaling dan menjerit lengking :
"Kalau aku tidak takut mati, ayoh masuklah lewat gua
ini." "Kalau kau hendak pergi berangkatlah seorang diri
jangan kau perdulikan diriku.? Wie Chin siang tertawa
dingin. "Disamping itu aku hendak memberitahukan sesuatu
kepadamu, suhuku adalah Kim In eng..."
"Si Dewi Khiem berjari sembilan Kim In Eng?" Sekarang
pahamlah sudah Pek In Hoei. "Kenapa tidak kuingat diri
Kim loocianpwee sejak tadi..."
Sementara dia sedang menyesal dan berduka, terdengar
Wie Chin Siang kembali menjerit lengking. Kali ini
suaranya penuh dengan penderitaan serta rasa sakit yang
luar biasa. "Rumput racun penghancur hati...."
Pek In Hoei terperanjat, dilihatnya Wie Chin Siang
sedang memegangi tenggorokan sendiri dengan penuh
penderitaan, kemudian badannya terjengkang kebawah dan
robob tak berkutik lagi.
Sadarlah sianak muda ini bahwa marabahaya sedang
mengancam jiwanya, sebelum dia sempat bertindak sesuatu
mendadak hidungnya mencium bau harum yang tawar
diikuti segumpal hawa uap berwarna merah menyebar
kesegala pelosok ruangan.
Sewaktu untuk pertama kalinya dia berjumpa dengan
Hee Siok Peng tempo dulu, pernah dilakukan olehnya
dengan mata kepala sendiri pelbagai macam makhluk
beracun yang aneh aneh bentuknya serta lihaynya bubuk
racun serta ilmu pukulan beracun.
Oleh karena Itu tatkala hidungnya mengendus bau
harum yang tersiar keluar dari balik gua tadi, cepat cepat
dia tutup semua pernapasannya.
Meskipun dia cukup waspada namun sayang tindakannya terlambat satu langkah.
Terasa bau harum semerbak tadi menyerang kedalam
paru parunya membuat dia merasakan kepalanya jadi
pening dan berkunang kunang, sekujur badannya jadi lemas
dan hampir saja ingin pejamkan matanya untuk tidur
nyenyak. Ia mendengus berat, lima jadinya baru dipantangkan
keluar, dengan segenap tenaga dia melawan keinginannya
untuk tidur itu, kemudian sekali jambret dicengkeramnya
mutiara penampik air tadi dari atas dinding batu.
Cahaya mutiara berkilat memenuhi angkasa, sambil
membawa mutiara tersebut badannya meluncur kearah
lorong. Suara air telaga terdengar menggulung dibelakang
tubuhnya, bagaikan bendungan yang ambrol air telaga
menyapu tiba dan seketika memenuhi seluruh lorong
tersebut. Dengan sempoyongan dia lari tujuh delapan langkah
kedepan, seraya membungkuk kebawah disambarnya
pedang penghancur sang surya yang menggeletak diatas
tanah itu. Air telaga menerjang kebawah laksana air terjun, seluruh
lorong dipenuhi dengan air bagaikan selaksa prajurit
berkuda meluncur datang dengan hebatnya membuntuti
dibelakang sianak muda itu.
Da!am pada itu sewaktu Pek In Hoei memegang pedang
Sie Jiet Kiamnya tadi, dia merasakan matanya jadi berat
dan sukar dipentangkan lebar2. rasa mengantuk semakin
menyerang dirinya membuat dia merasa ogah untuk
bergerak dari tempat semula.
Sekalipun begitu dia masih sadar akan mara bahaya yang
mengancam keselamatan jiwanya, asal ia tak kuat menahan
diri dan roboh keatas tanah maka Wie Chin Siang pasti ikut
mati tenggelam didasar telaga itu.
Oleh sebab itulah dia meraung keras bibirnya digigit
kencang kencang sehingga terluka den darah segar
mengucur keluar membasahi bajunya Rasa sakit yang menyengat hati membuat rasa
ngantuknya jadi berkurang. sekuat tenaga ia genggam
mutiara itu dan lari secepat cepatnya meninggalkan tempat
itu. Beruntun puluhan langkah berlalu dilewati dan tibalah
dia dipintu masuk lorong rahasia itu. ia sambar tubuh Wie
Chin Siang lalu dengan mati matian ia lari kencang didalam
lorong tadi. Disaat kesadarannya semakin kabur dan ingatannya
makin menghilang, secara lapat2 ia dengar dari dinding
batu dibelakang tubuhnnya secera otomatis menutup sendiri
suara air tenaga yang menghantam dinding meniggalkan
dengungan yang keras, apa yang terjadi selanjutnya dia
tidak tahu. Sebab pada saat itulah badannya terjungkal dan roboh
keatas tanah kesadaran punah sama sekali dan diapun jatuh
pingsan.... -odwo- Kegelapan yang mencekam malam hari kian lama
bertambah luntur, sinar sang surya yang terang perlahan2
muncul sebelah timur, beberapa butir bintang masih
tertinggal disebelah barat dan menyorotkan sinarnya yang
lemah. Permukaan air telaga Leng Gwat Ouw tenang bagaikan
cermin angin pagi berhembus sepoi meninggalkan reak kecil
diatas permukaan... suasana amat sunyi dan sepi
Pada saat itulah dari telaga melayang datang seorang
kakek tua berperawakan kurus kering, badannya bergerak
bagaikan terbang. seolah mengitari pepohonan ditengah
telaga sampailah orang itu ditep1 jembatan batu .
Memandang sang surya yang muncul di ufuk Timur dia
tarik napas dalam2, kemudian teriaknya dengan suara
keras: "Sisa Rembulan mengampungkan golok perak. Sisa
bintang membuatkan badik emas!"
Ditengah kesunyian pagi hari yang mencekam seluruh
jagad, seruan itu berkumandang hingga ditempat kejauhan,
dari balik pendopo air yang ada ditengah telaga segera
terdengar suara sahutan disusul seorang dengan suara yang
serak tua menegur.
"Siapa yang ada diluar?"
"Tecu Ke Hong".
Suara batuk berkumandang keluar dari pendopo air,


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diikuti pintu depan terbuka dan muncullah Ku Loei dari
balik ruangan tersebut.
Sepasang alisnye yang putih, panjang dan lebat itu
nampak berkerut, kemudian terdengar ia menegur.
"Apakah Hong jie yang berada disitu" kenapa sampai
sekarang baru kembali" apakah dipihak Siauw lim telah
terjadi perubahan?"
Dengan penuh rasa hormat Ke Hong si golok perontok
rembulan menjura dalam2:
"Lapor suhu, kemari malam tecu baru saja pulang dari
gunung Siong-san ,baru saja hendak melaporkan kejadian
didalam partai Siauw lim kepada suhu, mendadak di dalam
lorong rahasia sebelah Selatan kutemui ada orang terjebak
disitu" "Ouw. disana ada orang?"
"Benar eubu, didalam lorong itu terkurung dua orang
manusia, satu pria dan satu wanita, namun tecu telah
menggerakkan alat rahasia yang dipasang disitu, tecu rasa
mereka pasti sudah mati terbakar disana".
Sebelum Ku Loei sempal menjawab terdengar Hoa Pek
Tou yang ada didalam ruangan telah menyela :
"Panggil dia masuk kadalam !"
Ku Loei mengiakan: "Masuklah kedalam!".
Ke Hong mengangguk, dia melayang melewati jembatan
mengapung kemudian meluncur kearah pendopo air.
Ke Hong segera masuk kedalam ruangan, baru saja
kakinya melangkah masuk hidungnya segera mendengus
bau obat yang sangat tebal, diikuti tampaklah Chin Tiong
menggeletak dialas pembaringan, dia jadi terperanjat dsn
segera tanyanya;
"Apa yang telah terjadi dengan diri susiok?"
"Tidak mengapa. dia cuma menderita sedikit luka"
Sekilas rasa kaget dan curiga terlintas diatas wajah Ke
Hong. naenun ia tak berani bertanya maka sinar matanya
lantas berputar memandang seluruh ruangan itu, disatu
sudut disisi hioloo besar ditemuinya seorang manusia aneh
berkerudung hitam berjubah lebar duduk bersila disana.
Belum lagi ia menanyakan asal usul orang itu, kembali
Ku Loei telah berseru, dengan suara berat :
"Coba ceritakanlah hasil dari perjalananmu menuju
kepartai Siauw-lim..."
"Sejak ciangbun Hong-tiang pertai Siauw ]im yang
lampau lenyap secara misterius, ciangbunjin yang sekarang
Hoei Kok Taysu telah melarang anak muridnya
mencampuri pelbagai persoalan yang menyangkut urusan
dunia persilatan, tetapi sejak dua puluh orang anak murid
pertai Siauw lim kembali lenyap secara misterius pada
tahun berselang, pihak Siauw-lim mulai mengirim orang
orangnya terjun keutara dunia kangouw untuk menyelidiki
peristiwa tersebut..."
"Aku sudah mengetahui akan kejadian itu karena
semuanya itu adalah hasil karya dari susiokmu, coba kau
ceritakan peristiwa apa lagi yang telah terjadi disitu baru2
ini?" Sekilas ras ragu dan curiga berkelebat diatas wajah Ke
Hong, namun ia tak berani bertanya, ujarnya lebih jauh:
"Belum lama berselang, ketua dari perkumpulan Kaypang yang telah lama lenyap dari keramaian dunia
kangouw dan bernama Hong jie Kong dengan gelar Loo Ie
Koay Kie atau pengemis aneh berbaju dekil secara tiba tiba
telah muncul diatas gunung Siong san seorang diri,
beruntun selama tiga hari tidak nampak ia turun dari
gunung tersebut dan pada hari keempat tiba tiba partai
Siauw lim telah mengutus keempat belas Loo Hannya
dengan menyebarkan tanda perintah Giokr im Leng Pay
telah mengundang para ciangbunjin dari pelbagai partai
untuk berkumpul digunung Siong san."
"Aaah! benarkah telah terjadi peristiwa seperti ini?" seru
Ku Loei amat terperanjat.
"Coba ceritakan kisah yang sejelasnya kepadaku."
Terdengar kakek berkerudung hitam itu menyela.
Dengan hati kaget bercampur tercengang Ke Hong
menoleh kearah Ku Loei, lalu bertanya :
"Tecu rasa dia adalah..."
"Dia edalah susiok cuowmu."
Dengan pandangan kaget dan tercengang Ke Hong
berpaling memandang sekejap kearah Hoa Pek Touw.
rupanva dia tidak menyangka kalau SUCOUWnya si Iblis
sakti berkaki telanjang Cia Ku sin masih mempunyai
seorang adik seperguruan, buru buru dia maju memberi
hormat seraya sapanya :
"Susiokcouw...." "Duduklah lebih dahulu, aku hendak menanyakan
sesuatu kepadamu!" ujar manusia berkerudung itu sambil
memandang Ke Hong dengan sinar mata tajam, "Setelah
pengemis aneh berbaju dekil Hong jie Kong naik keatas
Siauw lim apakah dia tidak turun gunung lagi?"
Ke Hong mengangguk,
"Sebelum cucu murid berangkat pulang, tidak kulihat
pengemis aneh berbaju dekil turun dari gunung siong san".
"Ehm aku sudah memahami peristiwa itu" mendadak
terdengar Hoa Pek Touw menimbrung setelah sejenak.
"Coba kau ceritakan dahulu kejadian apa yang telah. kau
alami didalam lorong rahasia daerah terlarang kita"
"Pada malam hari itu juga cucu murid berangkat dari
Sauw lim langsung pulang kerumah, siapa sangka suasana
didalam perkampungan sunyi senyap hingga sedikit
suarapun tak kedengaran" bicara sampai disitu dengan mata
sangsi ia melirik sekejap kearah Ku Loei.
Buru buru orang she Ku itu mendehem dan
menyambung; "Berhubung tujuh dewa dari luar lautan telah mengutus
muridnya untuk datang kemari dan aku takut terjadi
peristiwa yang ada diluar dugaan, maka kuperintahkan
semua orang yang ada didalam perkampungan untuk
menyembunyikan diri didalam ruang bawah tanah..."
"Ooouw tidak aneh kalau susiok terluka...."
"Perkataan yang tak berguna lebih baik tak usah
dibicarakan" tukas Hoa Pek Touw sambil melototkan
matanya. "Cepat katakan peristiwa apa yang sudah terjadi
didalam lorong bawah tanah".
Ke Hong berpaling. tatkala dilihatnya sorot mata Hoa
Pek Touw yang memancar keluar dari balik kain kerudung
hitamnya begitu sadis dan mengerikan dia jadi bergidik,
buru buru sambungnya :
"Berhubung suasana dalam perkampungan sunyi senyap
tak kedengaran sedikit suarapun dan tidak kujumpai sosok
bayangan manusia yang ada disitu maka aku merasa
keheranan setengah mati. segera kuperiksa sekeliling
perkampungan dengan teliti dan seksama. Tatkala aku tiba
didaerah terlarang sebelah selatan mendadak kusaksikan
sekilas cahaya merah yang sangat tajam berkelebat lewat
dimulut lorong, dibawah sorotan sinar rembulan secara
lapat lapat kurasakan cahaya itu mirip dengan sebilah
pedang." "Ooouw" Ku Loei berseru tertahan. dia lantas berpaling
kearah Hoa Pek Touw dan berseru :
"Jangan jangan cahaya merah itu adalah pedang
penghancur sang surya dari Pek In Hoei?"
Hoe Pek Touw mengangguk.
"Biarlah dia lanjutkan kembali kata katanya?"
Ke Hong tidak berani banyak bertanya, ia lanjutkan
kembali kisahnya :
"Karena curiga maka cucu murid segera menerobos
masuk kedalam daerah terlarang disebelab selatan itu, saat
itulah aku baru merasakan bahwa orang itu menghubungkan tempat luar dengan lorong rahasia dimana
kita kurung Cian Hoan Long koen. Pada saat itu bisa
dibayangkan betapa kaget dan herannya hatiku karena
selama tiga puluh tabun belakangan kecuali penghantar nasi
yang masuk melewat lorong rahasia balum pernah ada
orang lain yang pergi kesitu. tapi kali ini telah muncul
seieorang disana... hatiku makin curiga...
Dia merendek sejenak, kemudian tambahnya:
"Sewaktu aku tiba didepan lorong rahasia itulah,
kujumpai seorang pemuda yang sangat ganteng dengan
mencekal sebilah pedang mustika sedang berdiri dibalik
pintu, pedang yang berada ditangannya radaan mirip
dengan pedaDg mustika penghancur sang suryu dari partai
Tiam cong".
"Nah, itulah dia. tak bakal salah lagi" saru Ku Loei
sambil bertepuk tangan. "Orang itu pastilah Pek in Hoei,
sungguh tak nyana dia berhasil meloloskan diri dari tekanan
air yang berpusar didasar telaga Lok Gwat Ouw serta
dinginnya air telaga yang membekukan darah...
"Ucapan suhu sedikitpun tidak salah, jurus serangan
yang dia gunakan bukan lain adalah jurus pedang partai
Hoa san. disamping itu tecupun mendengar ada seorang
gadis sedang memanggil dirinya dari dalam dengan sebutan
Pek In Hoei tiga patah kata!".
"Apakah kau tidak salah mendengar?" Sela Hoa Pek
Touw mendadak sambil menegakkan badannya. "Benarkah
orang itu bernama Pek In Hoei"...
Ke Hong berpikir sejenak kemudian mengangguk.
"Sadikitpun tidak salah, orang itu memang dipanggil
dengan sebuian Pek In Hoei tiga patah kata".
"Hmm, suugguh tak kusangka ternyata ada orang
berhasil meloloskan diri dari dasar telaga Lok Gwat ouw.
sungguh membuat orang merasa tidak percaya.".
Ke Hong sendiri diam2 merasa tercengang dan tidak
habis mengerti siapakah sebenar sih manusia yang bernama
Pek In Hoei itu, semakin tak dapat menebak pula mengapa
Susiok couwnya yang dingin dan sadis itu sekarang bisa
menunjukkan emosinya yang meluap luap sehingga kini
kerudung hitamnya pun gemetar keras
Dengan hati sangsi dan diliputi tanda tanda pikirnya.
"Sekalipun pedang yang berada ditangan Pek In Hoei
benar benar adalah pedang mustika penghancur sang surya,
toh belum tentu dia adalah anak murid partai Tiam cong.
aaasach jangan jangan dia adalah anak murid dari Hay
Gwa Sam Sian tiga dewa diri luar lautan?".
Berpikir sampai disitu tak tahan lagi segera tanyanya.
"Walaupun Pek In Hoei sangat lihay dan luar biasa,
namun setelah terjebak didalam lorong pengurung naga,
tecu rasa dia pasti telah mati terbakar hangus disitu!"
Hoa Pek Touw tarik napas dalam dalam, sekuat tenaga
dia berusaha menekan golakan perasaan dalam hatinya,
setelah itu perlahan lahan ujarnya :
"Dia berhasil menembusi gua didasar telaga Lok Gwat
0uw. hal ini menunjukkan bahwa dia memiliki mutiara
penolak air dalam sakunya, kalau tidak air telaga tentu
sudah memenuhi lorong pengurung naga sejak tadi,
mungkinkah dia akan menunggu sampai kau menggerakkan
alat alat rahasia tersebut."
Dia bangun bardiri dan menambahkan;
"Aku rasa pastilah gadis itu sudah mengetahui rahasia
jalan lorong dibawah tanah itu, kalau tidak, tak nanti dia
berhasil memasuki lorong pengurung naga itu tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun" Dia menghela napas
panjang, terusnya ;
"Aku cuma berharap Cian Hoan Long Koen telah modar
lebih dahulu sebelum mereka berhasil memasuki gua
tersebut kalau tidak maka rencanaku terpaksa batal
dilaksanakan sebelum saat yang telah ditetapkan"
"Tapi bukankah didalam lorong pengurung naga telah
kita pasang pelbagai alat rahasia " seru Ku Loei tercengang
"Apakah mereka sanggup melarikan diri dari situ..."
"Aku sendiripun berharap agar mereka tak sanggup
melepaskan diri dari jilatan api serta serangan racun, tapi
serangan api dan air tak dapat bekerja sama. seandainya dia
lepaskan air telaga sehingga memenuhi lorong, bukankah
semua alat rahasia yang telah kupersiapkan disitu tak akan
sanggup menunjukkan daya kerjanya?".
"Aneh... sungguh aneh..." gumam Ku Loei sambil
menggaruk garuk rambutnya "Kenapa dia sanggup
melawan dinginnya air telaga bahkan sanggup pula
melubangi dasar telaga..."
"Apakah kau lupa bahwa dia memiliki pedang mustika
penghacur sang surya?" Seru Hoa Pak Touw. Ia merandek
sejenak untuk melirik sekejap Chin Tiong yang berbaring
diatas pembaringan, lalu tambahnya "Kalian tunggulah disini merawat dia, aku mau pergi
kelorong rahasia untuk melakukan pemeriksaan."
Perlahan lahan ia berjalan keluar dari pendopo air itu
melalui jembatan gantung, selangkah demi selangkah
berangkat menuju ketepi telaga diseberang sana.
Memandang langkahnya yang terpincang pincang,
dengan perasaan heran dan tercengang Ke Hong barkata :
"Suhu, mengapa selama tiga puluh tahun belakangan ini
aku belum pernah mengetahui kalau masih mempunyai
seorang susiok couw macam dia. kalau dipandang rupa
serta keadaannya seakan akan orang yang sama sekali tidak
mengerti akan ilmu silat."
Ku Loei mendelik hardiknya
"Tutup mulutmu, jangan kau membicarakab soal dia
orang tua dibelakangnya. Haruslah kau ketahui bahwa
kecerdasan serta kapintarannya tiada tandingan dikolong
langit dan semua orang mengenali dirinya
serta mengaguminya, jangan dikata suhumu meski sucouwmu
pun menaruh beberapa bagian rasa hormat kepadanya,


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hmmm kau manusia macam apa,
berani benar membicarakan soal dia orang tua dibelakangnya."
Merah jengah selembar wajah Ke Hong dia tidak
menyangka setelah berusia lima puluh tahun dan selama
berkelana dalam dunia persilatan telah memperoleh nama
besar sehingga bernama sipedang penghancur sang surya
serta bintang kejora manuding langit disebut Tionggoan
Sam Sut kiam kini harus ditegur pedas oleh gurunya
Ku Loei melirik sekejap kearah muridnya meyaksikan air
muka Ke Hong menampilkan rasa malu bercampur gusar
kembali dia mendengus dingin;
"Hmm ! mungkin kau mesih belum puas, haruslah kau
ketahui bahwa perkampungan Tay Bie San-cung serta
Banteng Bintang Kejora adalah hasil karya dirinya, sedang
sidewa kate dari negeri Thian Tok serta Sin-Koen bertenaga
raksasa sudi menggabungkan diri dengan Liuw Sah Boen
kita adalah berkat undangan dari dia orang tua. Hmm !
dikolong laneit dewasa ini masih ada manusia manakah
yang sanggup mengundang kehadiran "Kioe Boen Toh Sin
Wa" sidukun sakti berwajah seram dari propinsi Lam
Ciang" hanya dia orang saja yang mampu melakukan
kesemuanya itu, cukup layangkan sepucuk surat mereka
segera berangkat kemari, Hmm kau berani pandang hina
dirinya" dalam waktu singkat seluruh dunia persilatan bakal
terjatuh didalam cengkeramannya!"
Ke Hong melongo dan berdiri terbelalak, mimpipun dia
tidak menyangka selama puluhan tahun dia harus berkelana
ditempat luar maksud tujuannya bukan lain adalah berjuang
agar perguruannya menjagoi dunia persilatan, semakin tak
menduga lagi kalau semua rencana tersebut bukan lain
adalah hasil pemikiran dari sikakek pincang tadi.
Dengan rasa kaget segera tanyanya;
"Suhu, kau perintahkan kami sekalian menyusup
kedalam pelbagai partai besar, ternyata maksudnya bukan
lain adalah untuk menjagoi seluruh dunia kangouw?"
Ku Loei mengangguk penuh kegirangan.
"Tidak lama kemudian segenap dunia kangouw bakal
terjatuh didalam cengkraman perguruan Liuw Sah Boen
kita, segenap jago yang ada didalam dunia persilatan bakal
jadi anak buah perguruan kita. kesemuanya ini bukan lain
adalah cita cita yang selalu diimpi impikan sucouw mu dan
kini apa yang dahulu selalu diimpi impikan sekarang
hampir terlaksana didepan mata"
Ia merandek sejenak, lalu dengan serius tambahnya;
"Sebenarnya rahasia besar ini tak boleh kukatakan
kepadamu, tetapi berhubung saat yang dinanti nantikan
selama ini sudah hampir terlaksana maka rasanya tiada
halangan bagiku untuk memberitahukan kepadamu'.
'Kalau begitu, apakah lenyapnya para ciangbunjien dari
sembilan partai besar pada dua puluh tahun berselang juga
merupakan hasil karya dari rencana besar susiok cuow kita
ini?" tanya Ke Hong sambil menggigit bibirnya.
"Sedikitpun tidak salah, itulah rencana bersama dari
sucouw serta susiok-couw mU sewaktu ada di gunung Cing
shia." Belum selesai dia berbicara tiba tiba terdengar suara
bentakan yang amat dahsyat. berkumandang datang
memecahkan kesunyian disusul jeritan kaget seorang gadis.
"Ada orang menyerang perkampungan kita.." teriak Ke
Hong sambil melompat bangun.
Ku Loei tidak banyak bicara tangannya segera mendekati
punggung kursi kemudian laksana panah yang terlepas dari
busurnya meluncur kedepan, ujung kakinya menutul
dijembatan gantung dan dalam dua tiga kali loncatan dia
sudah tiba ditepi telaga.
Ke Hong tak berani banyak buang tempo lagi, dia tarik
napas dalam dalam. badannya berputar loncat keluar dari
pendopo air, setelah menutup pintu depan diapun loncat
ketepi telaga menyusul dibelakang subunya Ku Loei.
Berada ditapi telaga Ku Loei merandek sajenak.
kemudian badannya langsung menerobosi hutan lebat dan
berlari menuju kearah barat daya, sambil berlarian pikirnya,
"Kalau didengan dari suara bentakan keras tadi rupanya
mirip sekal dengan suara dari Hoa Loo jie. jangan jangan
dia telah berjumpa dengan musuh tangguh"'
Satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, dangan
amat terperanjat pikirnya lebih jauh:
"MungkinIt Boen Pit Giok telah datang lagi?"
Baru saja ingatan itu berkelebat lewat, terdengar jeritan
kaget dari It Boen Pit Giok berkumandang datang lagi :
"Hey setan tua, benarkah kau berasal dari perguruan
Liuw sah Boen"..."
Hoa Pek Touw tertawa seram.
"Heee... heee.... heee.... janganlah kau anggap setelah
mempelajari permainan kucing kaki tiga dari Hoo Beng jien
lantas bisa berbuat sewenag wenang dihadapanku. Ini hari
sengaja kulepaskan dirimu pulang agar kau bisa beritahu
kepada suhumu si setan tua itu bahwa sahabat lamanya
tempo dulu hingga kini masih belum mati. Cepat atau
lambat aku pasti akan datang mencari balas kepadanya"
Ku Loei terparanjat, badannya dengan cepat berkelebat
menyembunyikan diri dibelakang pohon besar, meminjam
dahaan pohon yang lebat dia mengintip kearah muka.
Tampaklah Hoa Pek Touw dengan seram berdiri tegak
ditengah kalangan, kurang lebib satu tombak dihadapannya
berdiri seorang dara cantik yang menutupi dadanya dengan
tangan, rasa kejut dan tercegang dengan jelas masih tertera
diatas wajahnya.
Dalam sekilas pandang saja ia dapat melihat dengan jelas
bahwa dara cantik yang berada disitu bukan lain adalah it
Boen Pit Giok yeng telah dijumpainya kemarin malam,
entah sejak kapun dia telah menyusup kembali kedalam
perkampungan Tay Bie San Cung.
Perawakan tubuh Hoa Pek Touw yang tinggi besar itu
tiba tiba memanjang satu kali lipat, dia mendongak dan
tertawa seram. "Haaah... haaah... haaah... Hoo Bong Jien... Hoo Bong
Jien meskipun kau telah mensucikan diri jadi pendeta,
namun aku tetap akan membikin malu dirimu sehingga kau
tak punya muka lalu mati penasaran..."
Mendengar ocehan itu air muka It Boen pit Giok
seketika berubah hebat, dengan darab yang meluap luap
bentaknya: "Kurang ajar, bajingan kau herani menghina dan
memaki maki suhuku" rupanya kau sudah bosan hidup?"
"Heeh... heeeeh... heeh... seandainya aku tidak ingin
berjumpa dengan Hoo Bong Jien, ini hari juga akan
kusuruh kau mati kelejetan diatas genangan darah!".
Dalam mengutarakan kata kata tersebut kerudung hitam
yang dikenakan Hoa Pek Touw nampak bergetar keras,
sorot matanya yang tajam dan menggidikkan hati
memancar keluar.
Kiranya didalam perjumpaannya dengan Hoa Pek Touw
tadi, dalam sekali gebrakan saja It Boen Pit Giok telah kena
dihantam sehingga darah panas dalam rongga dadanya
bergolak keras, nadinya berdenyut cepat dan dan hampir
saja muntahkan darah segar.
Mimpipun dia tak pernah meagira kalau didalam
perkampungan Tay Bie san Cung masih terdapat seorang
jagoan lihay yang memiliki ilmu silat sedemikian tingginya,
oleh karena dia tidak percaya kalau Hoa Pek Touw adalah
anggota perguruan Liuw Sah Boen.
Sebab sebelum dia menyebrang lautan Timur berangkat
menuju kedaratan Tionggoan. Thiat Tie Sin Nie sitabib
sakti seruling baja telah memberitahukan kepadanya Bahwa
sapasang iblis dari samudra Seng 5ut Hay telah binasa
semua dan didaratan Tionggosn tak nanti akan tardapat
manusia yang dapat menendingi kepandaian silatnya.
Namun sekarang fakta membuktikan lain, bukan saja
didalam dunia persilatan masih terdapat manuaia yang
berkepandaian jauh melebihi dirinya, bahkan kakek
berkerudung hitam yang kini berdiri dihadapannya dapat
memukul mundur dirinya hanya dalam sekali gebrakan
saja. bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kepandaian silat
yang dimiliki orang itu".
Hal lain yang lebih mengherankan hatinya adalah
kenapa dia bisa tahu akan nama asli suhunya sebelum
mencukur rembut jadi nikouw " apa sebenarnya hubungan
antara suhunya dengan kakek tua ini"
It Boen Pit Gok termenung berpikir sejenak, lalu
tanyanya kembali :
"Sebenarnya kau adalah si iblis sakti berkaki telanjang
dari samudra Seng Sut Hay atau bukan?"
-odwo- 10 HOA Pek Touw tertawa dingin.
"Apa matamu buta Hee budak dungu" coba periksa
apakah kakiku telanjang ataukah memakai sepatu
"Kalau kau memang bukan iblis itu lalu apa sebabnya
wajahmu kau kerudungi dengan kain hitam" apakah
Wajahmu jelek hidungmu hilang atau mungkin bibirku
sumbing?" Dengan seramnya Hoa Pek Touw mendengus.
"Hmm tak ada artinya kau menggunakan cara tersebut
untuk memanasi hatiku, cepat pulang kesarangmu sana dan
katakan kepada Hoo Bong Jien, sahabat karibnya yang
telah dia usir dari istana Hoei Coei Kiong pada waktu yang
silam, kini telah hidup kembali.
"Hidup kembali?" Rupanya It Boen pit Giok tidak habis
mengerti akan penggunaan satu patah kata itu, tidak sempat
berpikir panjang lagi dia segera tertawa dingin dan
mengejek."
"Ooouw rupanya kau pernah diusir dari istana Hoei Coei
Kiong bagaikan seekor anjing budukan. Hmm! tidak aneh
kalau kau tak berani menjumpai diriku dengan wajah
aslimu. Huuu sialan tak tahu malu"
Hoa Pek Touw mendengus dingin, dia tetap berdiri tegak
ditempat semula tanpa kerkutik. hanya saja dengan suara
yang dingin dan menyeramkan ancaman.
"Rupanya kau ingin dilukiskan sebuah tato diatas
wajahmu itu, kau harus tahu bahwa loohu adalah ahli Tato
yang paling lihay dikolong langit dewasa ini".
Ancaman ini sungguh manjur sekali, seketika itu juga it
Boen Pit Giok dibikin ketakutan setengah mati, sampai
sampai air mukanya berubah jadi pucat pias bagaikan
mayat. Mula mula dia memang ada maksud untuk
mengundurkan diri dari perkampungan Tay Bie San Cung,
namun setelah teringat kembali akan msksud tujuannya
mendatangi perkampungan tersebut dengan menempuh
perjalanan siang malam, diam-diam dia lantas gertak
giginya dan berpikir.
"Karena persoalanku Dia telah menyusup masuk
kedalam perkampungan Tay Bie San Cung, hingga kini
kabar beritanya lenyap tak berbekas kutanyakan kepada
sisetan tua ini namun dia tak mau bicara, mana boleh
kutinggalkan tempat ini demikian saja" baik atau buruk aku
harus lawan bajingan tua ini!".
Berpikir demikian maka hatinya jadi mantap, tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun dia cabut keluar seruling
berlubang sembilannya dari dalam saku, kemudian dendan
serius katanya;
"Apabila kau sanggup menandingi sembilan jurus
seruling bajaku serta dua belas jurus ilmu penunjuk iblisku,
maka saat itulah kau baru berhak untuk mengusir aku dari
daratan Tionggoan untuk kembali kegunung tiga dewa
diluar lautan"
Menyaksikan It Boen Pit Giok mengeluarkan seruling
baja berlubang sembilannya dari saku, Hoa Pek Touw
segera mendongak dan tertawa seram, seraya mengepal
sepasang tinjunya kencang kenoang selangkah demi
selangkah dia maju kedepan,
Diam diam It Boen Pit Giok terkejut dan jeri
menyaksikan sikap sang kakek yang amat menyeramkan
itu. terutama sekali sinar matanya yang berubah jadi merah
dan begaikan seekor binatang liar, tanpa sadar dia mundur
selangkah kebelakang
"Seruling bsja berlubang sembilan"... seruling baja
berlubang sembilan..." Gumam Hoa Pek Touw kembali dia
tertawa seram. "Haah... Haaaah... haah.... sungguh tak kusangka
seruling yang kubuat dengan susah payah hingga
membuang banyak tenaga dan pikiran, kini malahan
mengangkat nama Hoo Bong Jien sehingga berkibar
didalam dunia persilatan. Haah... haaah... haah... haaah....
Thiat Tie Sin Nie....?"
Mendadak matanya malotot gusar, dengan suara
setengah meraung teriaknya:
"Ciiss... Nikouw sakti seruling baja macam apakah dia...
Hmm tidak lebih cuma seorang lonte busuk,"
It Boen Pit Giok benar benar tak perneh menyangka
kalau pihak lawan bisa memaki suhunya dengan kata kata
yang demikian kotor, tanpa sadar jantungnya berdebar
debar keras, merah padam selembar wajahnya.
Dia membentak nyaring, tidak sampai menantikan Hoa
Pek Touw menubruk. datang lengannya telah dipentangkan
lebar, badannya secara beruntun maju tiga langkah
kedepan, seruling baja berlubang sembilannya diputar
kencang dan mengirim satu serangan dahsyat dengan jurus
"Thian Gwa Lay Hong" atau Belibis sakti luar langit.
Seruling panjang yang berwarna hitam pekat dengan
memancarkan serentetan cahaya tajam berwarna hitam
bagaikan air bah menggiring keluar, irame seruling yang
tajsm dan tinggi melengking hingga menembusi awan
bagaikan hendak merobek robek jantung manusia
mengiringi dibelakang gulungan angin serangan tersebut.
Tubuh Hoa Pek Touw yang tinggi besar bergerak


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengigos kesamping bagaikan selembar daun kering
mengikuti datangnya sambaran seruling baja itu melayang
kedepan kemudian bergerak seolah olah menempel diantara
cahaya hitam tadi.
Dengan hati bergidik It Boen Pit Giok menggeser
badannya kesamping, tiba tiba serulingnya menikung
kesamping lalu menekan kebawah. laksana kilat menotok
jalan darah Hoe Ciat serta Hiat Hay" dibawah lambung
Hoa Pek Touw. Sungguh cepat dan lincah perubahan jurus yang dia
lakukan barusan ini, irama aeruling seketika lenyap dan
tahu tahu suara tajam tadi telah menotok keatas lambung
Hoa Pea Touw dan nampaknya perut siorang tua itu segera
akan tertembusi,
Siapa sangka disaat yarg paling kritis dan detik yang
terakhir itulah sekonyong konyong Hoa Pek Touw tertawa
dingin mendadak badannya berputar kencang bagaikan
sebuah gangsingan, dengan cepat dan lincah dia telah
berputar kalian arah.
Mengikuti pergesekan jubah bajunya dikala berputar
itulah seruling baja tadi kehilangan arah sasaran dan gagal
menotok jalan darahnya.
Air muka It boan Pit Giok berubah hebat, seruling
bajanya diayun kembali kedepan, jar! telunjuk dan jari
tengah lengan kirinya dijulurkan kedepan, sesudah berputar
satu lingkaran dia sentil kemuka teriaknya:
"Aku tidak percaya kalau kau betul betul telah berhasil
melatih Ilmu khie-kang pelindung badan".
Oooo-dw-oooO Jilid 15 SERENTETAN angin serangan yang tajam laksana
titiran air hujan meluncur kedepan langsung menyodok
jalan darah Thian Toh Hiat diatas tenggorokan kakek
berkerudung hitam itu.
Sentilan jari yang diiringi dengan babatan seruling baja
ini bukan lain adalah jurus "Ngo Hoed Ci Pay" atau
Buddha sakti maha pengasih, suatu jurus serangan yang
maha sakti. Tampaklah beribu-ribu buah jalur bayangan seruling
segera mengepung dan membabat batok kepala lawan.
Gerakan perputaran tubuh Hoa Pek Touw yang gencar
laksana ganjsingan itu mendadak berhenti kemudian
badannya roboh kearah belakang, kembali dia berhasil
meloloskan diri dari dua buah ancaman lawan yang tajam
dan maha ampuh tadi.
Dia meraung rendah, seluruh badannya bagaikan
sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur
keangkasa, berada ditengah udara badannya kembali
berputar, sepasang lengannya diputar keda!am dan
melayang turun keatas permukaan dalam sikap yang lurus.
Kendati kakinya pincang tetapi beberapa jurus serangan
itu dapat dilakukan dengan sempurna, badannya bagaikan
seekor naga sakti menari dan menerobos kesana kemari antara kurungan beribu-ribu buah bayangan seruling.
Tatkala menyaksikan dua buah jurus serangannya
mengenai sasaran yang kosong, It boen Pit Giok segera
tarik kembali serulingnya untuk melindungi badan, setelah
itu badannya loncat mundur tiga langkah kebelakang takut
musuhnya dengan menggunakan kesempatan yang sangat
baik itu melancarkan bokongan lagi kepadanya.
Namun Hoa Pek Touw tidak berbuat demikian, dia tetap
berdiri serius ditempat semula sambil melingkarkan
lengannya. Air muka gadis cantik dari luar lautan berubah hebat,
diam-diam pikirnya dengan hati terperanjat :
"Mana mungkin"... darimana dia bisa menguasai pula
ilmu sakti Pouw Giok Cioe?"
"Heeeh.... heeeeh..... heeeh.... apakah kau ingin menjajal
pula bagaimana lihaynya tujuh jurus Pouw Giok Chiet Sin
ku ini?" terdengar kakek itu menjengek sambil tertawa
seram. "Sebetulnya siapakah kau" kenapa kaupun bisa
menguasai ilmu Pouw Giok Chiet Sih dari Ko Supek ku?"
Hoa Pek Touw cuma mendengus dingin tanpa
menjawab, mendadak sepasang lengannya diputar, tangan
kiri mengayunkan satu pukulan keluar sementara telapak
kanan menekan kedalam, satu berputar yang lain membalik
dalam sekejap mata munculkan satu tenaga pukulan yang
maha dahsyat menggulung kearah depan.
It-boen Pit Giok tarik napas dalam2, seruling baja
ditangan kanannya digetar sejajar dengan dada, dengan
menciptakan beribu-ribu bayangan seruling yang menggabung jadi satu lapisan cahaya, dia berusaha
melindungi dada sendiri.
"Bruuuuk!" tubuh It-boen Pit Giok mundur dengan
sempoyongan, angin pukulan yang maha dahsyat laksana
gulungan ombak ditengah samudra itu dengan telak
mengenai senjata seruling bajanya hingga seketika ia
mundur dua langkah kebelakang.
Hoa Pek Touw mendengus dingin, sepasang telapaknya
berpisah kedua belah samping, laksana kilat mencengkeram
senjata seruling itu.
Belum sempat It boen Pit Giok berdiri tegak, kesepuluh
jari lawan telah tiba didepan mata, seketika itu juga tak
sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri, senjata
seruling baja dalam genggamannya kena dicengkeram oleh
lawan. Dalam keadaan gelisah bercampur gusar gadis ayu ini
jadi nekad, mendadak ia lancarkan satu tendangan kilat
dengan kaki kanannya.
Hoa Pek Touw membuang tubuh bagian atasnya
kebelakang, kaki kanan maju menyilang satu langkah
kedepan, setelah menghindarkan diri dari datangnya
tendangan tersebut sikut kanan bekerja cepat, dalam satu
gerakan yang manis tahu-tahu dia sudah berhasil merampas
seruling tersebut dari tangan lawan.
Langkah kaki It-boen Pit Giok jadi mengambang, kena
dibetot oleh tenaga musuh yang lebih besar daripadanya
tanpa dikuasai lagi dia ikut maju dua langkah kedepan.
"Lepas tangan!" bentak Hoa Pek Touw ketus.
Sikut kanannya disodokan kebelakang diikuti dengkulnya ikui bekerja, mengiringi satu desiran dahsyat
dihajarnya lengan kiri It boen pit Giok keras keras
Kreeetak..! sungguh jitu datangnya sodokan sikut
tersebut, belum sempat gadis dari luar lautaun ini
melancarkan serangan balasan, tahu tahu persendian tulang
tangan kirinya telah patah.
Rasa sakit yang tak terhingga segera menyerang kedalam
ulu hatinya membuat sekujur badan gadis ini gemetar keras,
keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh
jubahnya, buru buru ia lepas tangan dan loncat mundur
kebelakang. Hoa Pek Touw mendengus dingin.
"Hmm ! Loohu sanggup menciptakan seruling ini, maka
kini akupun sanggup pula untuk memusnahkan senjata
terkutuk ini dari mula bumi"
Sepasang telapaknya diremas, perlahan-lahan menpgencet dan merapatkan bagaikan mesin pres.
Diantara menonjolnya otot o!ot tangan yang berwarna
hijau, seluruh badan senjata seruling itu bagaikan dibuang
kedalam tungku yang berapi dahsyat segera berubah jadi
merah padam, asap hijau membumbung ketengah udara
dan perlahan lahan besi tadi meleleh dan membengkok.
Dalam waktu singkat seruling baja berlubang sembilan
tadi telah ditekuknya hingga jadi satu lingkaran gelang,
diikuti tangan kanannya diayun kemuka kakek tua she Hoa
ini menyodorkan senjata yang sudah berubah bentuknva itu
kepada diri It boen Pit Giok, ujarnya:
"Bawalah lingkaran baja ini pulang ke istana Hoei Coei
kiong mu dipulau Bong Lay To, aetelah melihat benda ini
Hoo Bong Jien akan segera mengetahui siapakah diriku"
It boen Pit Giok menerima seruling bajanya yang kini
telah bernbah jadi gelang lingkaran itu, teringat akan
musnahnya senjata mustika kesayangannya ini tanpa sadar
air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya yang ayu.
Dengan termangu mangu dia pandang wajah Hoa Pek
Touw tanpa berkedip, beberapa saat kemudian dia baru
berkata: "Seandainya kau manguasai ilmu Pouw Giok Chiet Sah
maka ilmu Poh Giok Kang pun pasti telah kau kuasai.
Kalau tidak maka kau tak akan bisa menandingi supekku
dan pada saat itu suhuku pun tak usah turun tangan sendiri
untuk membereskan kau"
Mendengar ucapan itu Hoa Pek Touw mendongak dan
tertawa terbahak bahak.
"Haah... haaah... haaah.... apa hebatnya Ko Ek" Hmm !
ilmu Poh Giok Kang..."
Tiba tiba tangannya diluruskan kemuka, sambil
menggenggam kepalanya kencang kencang dia ayunkan
satu pukulan ketengah udara.
Terdengar suar ledakan yang amat dahsyat dan
memekikkan telinga berkumandang memecahkan kesunyian, sebuah pohon besar yang berada kurang lebih
empat tombak dihadapannya tahu tahu tumbang dan roboh
keatas tanah. Pasir dan debu segera beterbangan memenuhi angkasa,
suara patahnya ranting dan dahan mengiringi gemerisiknya
dedaunan yang mencium tanah.
Ilmu pukulan yang maha dahsyat ini bukan saja
mengejutkan It boen Pit Giok sidara ayu dari luar Lautan
ini, bahkan Ku Loei yang bersembunyi dibelakang
pohonpun dibikin terkesiap sehingga untuk beberapa saat
lamanya dia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun,
matanya terbelalak lebar dan mulutnya melongo.
Mimpipun tidak menyangka kalau Hoa Pek Touw yang
selamanya tak pernah membicarakan soal ilmu silat dan
seharian penuh selalu menyelidiki soal pertabiban. ilmu
barisan, ilmu alat rahasia serta ilmu jebakan itu sebetulnya
bukan lain adalah seorang jagoan Bulim yang maha sakti
dan maha lihay.
Terdengar Ke Hong yang bertiarap dibelakang tubuhnya
berseru dengan nada kaget bercampur ngeri.
"Suhu, bukankah ilmu yang barusan merupakan ilmu
Khie kang tingkat tinggi dari aliran Hian Boen" sungguh tak
nyana tenaga lwekangnya sedemikian dahsyat dan
hebatnya..."
"Akupun tak pernah menyangka kalau Hoa Loo jie
sebetulnya berasal dari luar lautan dan berasal dari satu
perguruan dengan "Poh Giok cu" Ko Ek sang Loo jie dari
tiga dewa bahkan semakin tak mengira kalau dia masih
mempunyai ikatan dendam dengan Thiat Tie Sin Nie!" seru
Ku Loei pula dengan suara lirih.
Belum habis dia berkata, tampaklah batang pohon besar
yang tumbang keatas tanah dan tersisa satu batang dahan
sepanjang tiga depa itu tatkala terhembus angin, ternyata
bagaikan bubuk tepung saja segera tersebar kemana mana
dan dalam sekejap mata lenyap tak berbekas.
Air mukanya berubah semakin hebat, dengan hati
terkesiap dia melototi dahan pohon yang lenyap bagaikan
bubuk tepung itu, meski ia sendiri adalah seorang jagoan
lihay dari perguruan Seng Sut Hay namun sepanjang
hidupnya belum pernah ia jumpai kepandaian sedahsyat ini.
Tampaklah It Boen Pit Giok tertawa sedih.
"Aku tak pernah mengira kalau kau berasal dari
perguruan Hian It Boen di luar lautan dan merupakan
saudara seprguruan dari Ko supek, Hmm demikianpun
boleh juga, dengan begitu akupun bisa memberikan
pertanggungan jawab dihadapan guruku nanti."
Ia merandek sejenak, kemudian sambil menahan rasa
sakit tambahnya lagi:
"Dalam tiga bulan mendatang, tiga dewa dari luar lautan
pasti akan muncul kembali didaratan Tionggoan. aku harap
kau masih tetap menanti kedatangan kami disini"
"Selama tiga puluh tahun terakhir belum pernah loohu
merasa gembira dan puas seperti hari ini. Nah pergilah dari
sini, sebelum aku berubah ingatan untuk membinasakan
dirimu, lebih haik kau sedikit mengerti gelagat"
It boen Pit Giok tidak banyak bicara lagi, sambil
memegangi lengan kirinya yang terasa amat sakit dia putar
badan dan berjalan menuju keluar hutan,
Mendadak.. Satu bentakan nyaring berkumandang datang, Ku Loei
dengan langkah lebar munculkan diri dari balik pepohonan.
"Tunggu sebentar!" serunya. "Kau anggap aku bisa
memberikan peluang baik bagimu untuk meninggakan
tempat ini?"
"Ku Loei!" sela Hoa Pek Touw sambil menegur. "Apa
yang kau katakan?"
Kena ditegur Ku Loei terperanjat dan segera berpaling,
tampaklah Hoa Pek Touw dengan sepasang mata yang
merah .membara bagaikan binatang membara bagaikan
binatang liar sedang mengawati wajahnya dengan buas dan
menyeramkan. Dia jadi ngeri, pikirnya :
"Selama lima puluh tahun belakangan belum pernah
kujumpai dirinya menunjukkan sikap gusar, kenapa pada


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hari ini dia bisa berubah dari keadaan biasanya Aach!
rupanya kalau aku tetap membangkang maksud hatinya,
dia pasti akan menyusahkan diriku! lebih baik aku sedikit
tahu diri..."
Ingatan tersebut dengan cepatnya berkelebat didalam
benaknya, dia segera tertawa jengah dan berseru.
"Baiklah akan kuturuti maksud hati dari Hoa Loo jie.
Nah! pergilah dari sini!"
"Ku Loei, apakah kau masih mempunyai pesan lain?"
jcngek It boen Pit Giok dingin.
"Cepat enyah dari sini!" Sekilas rasa sakit hati, pedih dan
sedih terlintas diatas wajah It boen Pit Giok yang cantik, dia
angkat tangannya untuk menyeka air mata yang membasahi
wajahnya, lalu sambil gertak gigi serunya. "Didalam tiga
bulan aku pasti akan menghancur leburkan perkampungan
Tay Bie San cung jadi rata dengan tanah,"
"Hmm... Hum... akan kunantikan kedatangan kalian"
sahut Hoa Pek Touw dingin.
Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa seram
katanya lagi. "Hoo Bong jien... Hoo Bong Jien... akan kulihat kau bisa
hidup sampai kapan lagi?"
Diiringi tertawanya yang serem, dengan tubuh sempoyongan dia berjalan menuju kearah tanah rerumputan disebelah selatan.
It Boen Pit Giok bungkam dalam seribu bahasa, diapun
putar badan dan masuk kedalam hutan.
Melihat gadis itu hendak berlalu, Ku Loei sgera
mengerling memberi tenda kepada Ke Hong, setelah itu
diapun ikut berlalu mengintil dibelakang Hoa Pek Touw.
Ke Hong tidak segera bertindak,ditunggunya lebih dahulu
sehingga bayangan tubuh Ku Loei serta Hoa Pek Touw
lenyap dibalik pepohonan, setelah itu dia baru enjotkan
badannya berkelebat mengejar kearah mana perginya It
boen Pit Giok tadi.
Baru saja badannya membumbung tinggi ketengah udara
terdengar Hoa pek Touw telah membentak dengan nada
menyeramkan. "Ke Hong, kau pingin modar?".
Air muka Ke Hong berubah hebat, buru2 dia melayang
turun keatas permukaan dan tidak berani mengejar lagi.
"Kau cepat kembali ketelaga Lok Gwat Ouw, mungkin
Chin Tiong telah siuman dari pingsannya!".
Kemudian terdengar gelak tertawa Hoa pek Touw yang
menyeramkan bergema keluar dari balik pohon, diiringi
suara senandung yang nyaring dan lantang mendengungkan
diangkasa tiada hentinya.
"Dilautan Timur ada gugusan pulau,
Bong Lay namanya
Ditengah gugusan pulau dewa Bong Lay.
terdapat satu gunung.
Puncak gunung tinggi menjulang keangkasa.
istana dewa berdiri disana,
Kumala sebagai tiangnya,
jamrud sebagai atapnya,
emas sebagai penglarinya
dan kumala putih sebagai ubinnya.
Dalam istana hidup seorang gadis cantik,
Bong jien namanya
Bening matanya manis senyumnya cantik
melebihi seluruh negeri
Aku sayang aku kagum kepadanya,
kuingat kurindukan siang dan malam
Kian lama suara senandung itu kian menjauh hingga
akhirnya hanya alunan euara yang lirih saja masih
mengalun ditengah udara terbawa hembusan angin.
Cahaya sang surya yang berwarna keemas2an menembusi awan diangkasa menyoroti seluruh permukaan
telaga Lok Gwat Ouw yang tenang, riak kecil menggulung
kian kemari mengiringi hembusan angin yang sepoi sepoi
basah Lorong Koen Liong To didasar telaga tetap gelap gulita
dan lembab, tiada sinar terang yang memancar keluar lagi
dari bilik dinding batu yeng berdiri kokoh di situ.
Air telaga perlahan lahan mengalir masuk lewat celah
dinding yang retak, air membanjiri lorong dan memenuhi
lorong rahasia disekelilingnya.
Pek In Hoei yang menggeletak diatas tanah mulai basah
tergenang air, lengan kirinya masih merangkul tubuh Wie
Chin Siang erat erat sementara pedang penghancur Sang
surya berada ditangan kanannya,
Sebiji mutiara yang memancarksn cahaya hijau
menerangi seluruh lorong. Benda itu berada didalam
genggaman pemuda tadi bukan lain adalah mutiara penolak
air. Entah berapa saat lamanya telah lewat, mendadak
tubuhnya bergetar keras diikuti dia menghembuskan napas
panjang. "Aaaach !" dia rasakan seluruh tubuhnya panas seperti
dibakar sementara punggungnya dingin membekukan
darah, panas dan dingin yang bersamaan ini membuat
badannya seperti disiksa. sangat tidak enak dirasakan.
Baru saja badannya meronta, dia temukan sesosok tubuh
manusia menindihi badannya membuat separuh tubuhnya
bagian kanan jadi linu dan kaku.
Dibawah sorot cahaya mutiara yang suram, Pek in Hoei
melihat jelas bahwa saja orang itu bukan lain adalah Wie
Chin Siang. bulu matanya yang panjang, hidungnya yang
mancung, bibirnya yang kecil serta rambatnya yang hitam
menambah kecantikan wajah gadis itu,
Perlahan lahan dia menghembuskan napas panjang, bau
harum semerbak tersiar keluar dari tubuh dara itu
menyerang lubang hidungnya, lama sekali akhirnya ia gigit
bibir dan berpikir :
"Bagaimanapun juga aku tak boleh tidur terus ditempat
ini sambil memeluk tubuhnya. kalau dia sampai mendusin
dan melihat keadaan ini tentu hatinya akan jadi malu. dan
akupun jadi merasa tidak enak hati terhadap dirinya.....
Sementara dia masih melamun tidak keruan, mendadak
terdengar suara senandung yang tinggi melengking
berkumandang datang dari luar lorong rahasia itu,
Meskisun tidak begitu jeias senandung tadi mengalun
datang, namun ia dapat merasakan betapa dalamnya kasih
sayang serta perasaan cinta yang terkandung dibalik
senandung tersebut.
Sepasang alisnya berkerut, diam diam pikirnya:
"Sangguh aneh... kenapa didalam satu baik syair
senandung tersebut bisa mengandung begitu banyak
perasaan" bukan saja mengandung perasaan sedih, gembira,
penderitaan dan siksaan batin bahkan secara lapat lapat
terkandung pula ejekan terhadap diri sendiri.
Rasa ingin tahu membuat sianak tanda itu pusatkan
segenap perhatiannya untuk mendengarkan irama nyanyian
yang kian lama kian bertambah dekat itu, setelah suara itu
semakin dekat maka tiap bait syair itupun dapat
didengarnya dengan sangat nyata.
Akhirnya dia pejamkan, mata dan menghapalkan bait
nyanyian tersebut,
Dilaut Timur ada Gugusan Pulau,
Bong Lay namanya
Ditengah gugusan pulau Bong Lay,
terdapat satu gunung
Puncak gua yang tinggi menjulang
keangkasa, istana dewa berdiri disana
Kumala sebagai tiang, jamrud sebagai atap, emas sebagai
penglari dan kumala putih sebagai ubin
Dalam istana hidup seorang gadis cantik, Bong Jien
namanya Bening matanya manis senyumnya,
cantik melebihi seluruh negeri
Aku sayang, aku kagum kepadanya,
kuingat, kurindukan siang dan malam
Namun semuanya tinggal kenangan,
Ooh betapa pedih dan sedih hatiku"
"Aaaah, kiranya sebuah lagu cinta...." gumam pemuda
she Pek itu. Untung aku tak pernah merindukan seorang
gadis hingga menyerupai orang itu,
Suatu ingatan mendadak berkelebat diatas benaknya, ia
berpikir lebih jauh:
"Kalau ditinjau dari bait syair nyanyian rupanya dia
sedang membayangkan pulau dewa Bong lay dilautan
Timur, bukankah It Been Pit Giok pun berasal dari situ luar
lautan" lalu siapakah gadis yang bernama Bong Jien itu"
tapi aku rasa dara itu tentu cantik jelita bagaikan bidadari,
kalau tidak tak nanti orang itu demikian kagum dan cinta
kepadanya... Ia buka matanya menatap wajah Wie Chin Siang
kemudian pejamkan matanya kembali membayangkan
wajah It boen Pit Giok, namun untuk sesaat sukar baginya
untuk membedakan mana yang lebih cantik diantara kedua
orang gadis itu. Kembali dia berpikir:
"Entah bagaimanakah kalau kedua orang gadis ini
dibandingkan dengan gadis yang hidup distana Hoei Coei
Kiong itu" siapa yang lebih cantik diantara mereka,"
Baru saja ingatan itu berkelebat didalam benaknya,
segera terdengarlah suara langkah kaki manusia yang berat
berkumandang dari dalam lorong rahasia itu.
Langkah kaki tersebut yang sebelah terdengar berat
sedang yang lain ringan, seakan akan seorang pincang
sedang berjalan perlaban lahan.
"Tidak salah, jelas orsng itu pincang kaki sebelahnya"
pikir Pek In Hoei dengan hati terkesiap. "Jangan jangan
Hoa pek Tonw sirase tea yeng licik dan lihay itu telah
datang" Cepat cepat dia genggam mutiara penolak air semakin
semakin kencang, dia berusaha agar cahaya mutiara itu
Jangan sampai memancar keluar namun usahanya percuma
sebab cahaya hijau itu masih sempat menerobo5 keluar dari
celah celah jari tangannya dan menerangi seluruh ruangan.
Dalam keadaaan gugup dan gelisah pemuda kita tak
sempat untuk berpikir panjang segera dia susupkan mutiara
mutiara tadi kedalam tubuh Wie Chin Siang.
Baru saja tangannya disusupkan kedalam tubub gadis itu,
terdengar Wie Chin Siang merintih lirih, putar badan dan
menyandarkan kepadanya diatas dadanya yang bidang.
Pek In Hoei jadi gugup, tanpa sengaja tangannya yang
berada di dalam baju gadie itu menekan diatas sebuah
gumpalan daging yang empuk dan mengkal, rasa hangat
dan halus segera menyerang batinnya lewat permukaan
telapak tangan.
Pikirannya jadi kacau dan jantung berdebar semakin
keras, hampir hampir saja dia peluk tubub Wie Chin Siang
semakin kencang,
Namun, bagaimanapun juga Pek In Hoei bukanlah
seorang pemuda yang rendah martabatnya sekalipun dia
merasakan birahi yang melonjak lonjak namun imannya
masih cukup teguh untuk mempertanhankan kesadarannya,
dia angkat kepala dan tarik napas dalam dalam, ingatan
menuju kebirahi dihilangkan dan segenap perhatiannya
dipusatkan untus mencari akal bagaimana caranya
melepaskan diri dari pencarian Hoa Pek Touw.
"Aach, bukankah ditempat ini terdapat banyak sekali
pintu pintu lorong akupun aku tidak mengerti apa kegunaan
dari pada pintu yang demikian banyak jumlahnya itu
namun asalkan aku menerobos kedalam salah satu diantara
pintu pintu itu maka untuk menemukan jejakku dia harus
membuang waktu yang sangat banyak. Bukankah ketika
yang sangat baik ini dapat kugunakan untuk meloloskan
diri dari sisi?"
Setelah ingatan tersebut laksana kilat berkelebat dalam
benaknya, tanpa berpikir panjang lagi dia putar badan
memasuki kembali pedang Si Jiet Kiamnya kedalam sarung
kemudian memeluk tubuh Wie Chin Siang dan berlalu dari
situ. Suara langkah kaki yang berat dan datang itu secara tiba
tiba berhenti bergerak diikuti terdengar suara pintu yang
dibuka orang: Diintipnya kearah lorong rahasia itu, secara lapat lapat
tampaklah bayangan tubuh Hoa Pek Touw yang tinggi
besar sedang bergerak dibawah sorot cahaya lampu.
Dengan cepat ia barkelebat kesamping sambil bersandar
diatas dinding tangan kanannya meraba pintu disekitar sana
lama sekali akhirnya tombol pintu teraba juga olehnya,
menggunakan ketempatan dikala Hoa Pek Touw menutup
pintunya hingga mengeluarkan senjata karas, dia menerobos kedalam pintu tadi dan menyelinap masuk.
Sekilas cahaya yang lembut mengikuti gerakan tubuhnya
yang menyelinap kedalam ruangan berkelebat didepan
matanya. Ia menghembuskan napas panjang setelah debaran
jantung agak berkurang matanya mulai memeriksa keadaan


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di sekeliling tempat itu.
Terlihatlah dimana ia berada saat ini merupakan sebuah
ruang besar, didalam ruangan itu terdapat beberapa buah
meja yang terbuat dari kayu cendana, tetapi sangat aneh
ternyata disitu tidak nampak sebuah kursipun.
Tepat ditengah ruangan tergantung sebuah tempat lilin
yang sangat besar, ditengah tempat lilin tadi terletak tiga
buah mutiara yang memancarkan cahaya menerangi
permadani merah diatas lantai, cahaya yang suram tadi
menambah cantik serta semaraknya tempat itu.
Kembali sinar mata pek in Hoei berputar dari permadani
merah ia mulai gerakan pandangannya menatap sebuah
pintu kecil yang setengah terbuka disebelah kiri ruangan itu.
Pikirnya didalam hati:
"Entah didalam tanah ada penghuni atau tidak"
seandainya disitu ada orang hingga kini Wie Chin Siang
belum sadar sedang aku sendiripun harus berusaha keras
menahan daya kerja racun yang membakar tubuhku, tak
nanti aku bisa bertahan terlalu lama".
Beberapa saat dia sangsi, tetapi akhirnya Pek In Hoei
mengambil kepuutusan untuk masuk kedalam ruangan itu.
Dalam pada itu suara laugkah kaki dari Hoa Pek Touw
telah tiba didepan pintu, rupanya sebentar lagi dia akan
masuk kesitu. Keadaan yang semakin mendesak dirinya itu membuat
Pek In Hoei tak dapat berpikir lebih jauh, bagaikan
hembusan angin dia peluk tabuh Wie Chin Siang kemudian
menerobos masuk kedalam ruangan tadi.
"Aaaaah... " mendadak pemuda itu menjerit kaget,
sepasang matanya terbelalak lebar dan menatap diatas
dinding dalam ruangan itu tak berkedip.
Sorot matanya yang terpancar keluar dari balik matanya
menunjukkan kekaguman rasa tegang dan kaget yang tak
terhingga sepasang kakinya seolah olah terpantek diatas
tanah. badannya sedikinpun tidak berkutik.
Lama sekali.... dia baru dapat menghembuskan napas
panjang dan pujinya.
"Oooh sungguh cantik wajahnya..."
Sambil membopong Wie Chin Siang selangkah demi
selangkah dia berjalan mendekati lukisan yang tergantung
diatas dinding tembok itu, kurang lebih delapan langkah
kemudian ia baru berhenti dsn kembali memuji :
"Sungguh cantik wajah oreng itu! sungguh cantik lukisan
tersebut...."
Rupanya ruangan tersebut adalah kamar tidur seorang
gadis, tepat diatas ruangan itu kecuali sebuah toilet, sebuah
pembaringan besar serta beberapa buah kursi. seluruh
dinding dipenuhi dengan gantungan lukisan,
Tetapi diantara lukisan lukisan tersebut hanya sebuah
lukisan yang tergantung di atas pembaringan itu saja yang
terbesar, maka dari itu setiap orang yang masuk ke dalam
ruangan segera akan melihat lebih dahulu lukisan gadis
cantik itu. "Aaai benar benar sangat indah" kembali Pek In Hoei
bergumam seorang diri "Entah siapakah yang melukis
lukisan ini",
Dia melangkah dua tindak lebih kedepan, terlihatlah
disebelah kiri lukisan tersebut tsrtera sebuah cap nama
sipelukis, cuma warna merah cap tadi sudah hampir luntur,
sekalipun begitu tulisan yang tertera masih kelihatan nyata
sekali. "Aaaah. Hoa pek Touw yang melukis lukisan ini?"
dengan segera ia membatin. "Sungguh lihay orang itu,
kepandaian apapun berhasil dia kuasai"
Dalam sekejap mata otaknya telah dipenuhi dengan
pelbagai pikiran:
"Manusia yang berbakat seni den memiliki banyak
macam ilma, macam dia itu sebenarnya merupakan seorang
yang sangat cerdik, entah apa sebabnya telah bersekongkol
dengan sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay untuk
menaklukkan dunia persilatan"
Ia mendongak memandang kembali lukisan gadis cantik
diatas dinding, lalu pikirnya lebih jauh:
"Rupanya lukisan gadis ini bukan lain adalah gambar
dari gadis bernama Bong Jien yang dipuja dan dicintainya
itu. tidak aneh kalau dia bisa begitu kegila gilaan serta
merindukannya siang dan malam. kecantikan wajah dara
ini memang luar biasa sekali."
Ia geleng2 kepala dan menghela napas panjang.
"Asaai entah apa sebabnya dia telah melepaskan diri dari
cinta kasih sang gadis yang begitu mendalam, sebaliknya
malah melakukan perbuatan perbuatan sadis dan terkutuk
terhadap umat Bulim"
Sepasang alisnya berkerut, pikirnya lebih jauh:
"Atau mungkin gadis itu telah terbunuh oleh jago Bulim
dari daratan Tioaggoan maka sekarang Hoa Pek Touw akan
membalaskan dendam berdarah itu dan disebabkan
peristiwa inilah muncul keinginannya untuk mempersatukan seluruh dunia kangouw dibawah kekuasaannya?"
Pelbagai ingatan tersebut dengan cepatnya memenuhi
banek sianak muda itu. sementara dia masih berusaha
mencari sebab sebab yang mengakibatkan Hoa Pek Touw
hendak menguasai seluruh Bulim dengan andalkan
kecerdikannya, mendadak terdengar pintu besar didorong
orang. Diikuti terdengar suara langkah yeng sempoyongan
bergerak menuju keruang tidur tersebut, langkahnya berat
dan kedengarannya seolah olah hendak menerjang masuk
kedalam. Pek In Hoei terperanjat, ia mendusin dari lamunannya,
dengan cepat sinar matanya bergerak memeriksa keadaan
disekitar ruangan itu untuk coba mencari tempat yang dapat
digunakan untuk menyembunyikan diri.
Suara teriakan keras Hoa Pek Touw yang berada diluar
ruangan kedengaran semakin nyata, dan apa yang
diteriakan pun hanya beberapa patah kata yang sama
"Bong Jien.... Ooooh, Bong Jien..."
Pek in Hoei makin terkesiap, ia sadar bahwa sejenak lagi
kekek she Hoa itu pasti akan tiba didalam ruangan itu.
maka akhirnya tanpa berpikir panjang lagi menerobos
masuk kebawah pembaringan.
"Braaaak...!" pintu kayu terbentang lebar kena dorongan
yang keras, Hoa Pek Touw dengan langkah sempoyongan
menerjang masuk kedalam ruangan.
Dia lari terus hingga tiba ditepi pembaringan. disana
badannya kembali sempoyongan dan akhirnya jatuh
berlutut keatas tanah, serunya berulang kali
"Bong Jien.... Oooh Bong Jien ku sayang...!"
Suaranya rendah dan mendatar penuh diliputi rasa cinta
yang meluap-luap, seakan akan kekasihnya berdiri
dihadapannya dan ia sedang memeluk gadis pujaan hatinya
itu. "Bong Jien... Oooh... Bong Jienku sayang!" serunya
dengan suara gemetar. lni hari aku telah berjumpa dengan
anak murid perempuan rendah itu, meskipun selama
puluhan tahun ini aku telah bersumpah untuk tidak
berjumpa kembali dengan parempuan rendah itu dan aku
tak akan menggunakan ilmu silatku lagi, tetapi... tetapi...
akhirnya aku tak dapat menahan diri..."
ia terbatuk batuk, setelah merandek sejenak terusnya :
"Aku telah melukai dirinya, aku suruh dia kembali kelaut
Timur den beritahu kepada Ho Bong Jien siperempuan
rendah itu. Bahwa didalam tiga bulan mendatang mereka
pasti akan tinggalkan luar lautan untuk datang kedaratan
Tionggoan. Bong jien sukmamu berada tidak jauh dari sini,
sampai waktunya kau dapat menyaksikan sendiri bagaimana kubalaskan dendam sakit hatimu itu..."
Beberapa patah perkataannya ini segera membuat Pek In
Hoei yang bersembunyi dibawah kolong pembaringan jadi
bingung setengah mati, dengan rasa tercengang dia tidak
habis mengerti pikirnya:
"Kalau didengar dari teriakannya Bong Jien, Bong Jien
terus terusan aku masih mengira dia rindu dan sayang
terhadap kekasihnya, sekarang.... kembali dia sebut sebut
Hoo Bong jien dari lautan Timur... Huuu...! sebenarnya dia
mau mengangkangi dunia persilatan dan memperbudak
jago jago kangouw adalah disebabkan dia mencintai Bong
jien ataukah benci terhadap gadis yang bernama Bon Jien"
Pertanyaan itu merupakan satu tanda tanya yang sangat
besar baginya, dan untuk sesaat dia tak sanggup
memecahkan teka teki ini.
Suara gumaman Hoa Pek touw yang samar dan rendah
lapat lapat masih kedengaran berkumandang disisi
telinganya, namun apa yang sedang diucapkan sianak muda
ini tak dapat memahaminya.
Pek In Hoei yang berada dikolong pembaringan hanya
dapat saksikan sepasang lutut Hoa Pek Touw yang berlutut
diatas tanah. dan sama sekali tak dapat menyaksikan
perubahan air mukanya, oleh sebab itu diapun tidak tahu
apa yang sedang dia lakukan pada saat ini.
Nsmun hal yang paling menyiksa batin Pek In Hoei
adalah tubuh Wie Chin Siang yang masih dipeluknya
dengan kencang itu, bau harum semerbak tubuh seorang
gadis perawan tiada hentinya menusuk lubang hidung
pemuda ini ditambah lagi dengan tubuhnya yang panas dan
bersandar rapat ditubuhnya, dadanya yang empuk dan
menempel didada sendiri membuat darah panas dalam
tubuhnya bergolak hebat, denyutan nadinya bermbah lebih
cepat dan lapat lapat napsu birahi mulai bangkit.
Sianak muda ini sadar akan saat ini dia tak kuasa
menahan diri maka satu peristiwa yang hebat pssti akan
berlangsung, maka dari itu dia berusaha untuk membuang
jauh pikiran yang menunjukkan bahwa tubuh Wie Chin
Siang yang halus, empuk dan merangsang itu berada
didalam pelukannya.
Tetapi tubuhnya yang panas tetap menggetarkan hatinya.
bahkan napasnyapun terasa kian lama kian bertambah
panas. Ia basahi bibirnya yang kering dengan lidah, terasa
kobaran api dalam tubuhnya semakin membara, keringat
sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya
membasahi pipinya dan jatuh ketanah...
Dengan hati gelisah pikirnya:
"Rumput racun penghancur hati itu entah termasuk
dalam jenis apa" walaupun hawa racun yang kuhisap tidak
banyak ditambah pula dengan pengerahan hawa murni
untuk mencegah perluasan racun itu kedalam tubuh, tetapi
rasanya tubuhku seakan akan dibakar hangus Sebaliknya
dia berada sangat dekat dengan tempat kejadian, hawa
racun yang dihisapnya tentu jauh lebih banyak daripada
diriku, kobaran hawa panas dalam tubuhnya pasti sukar
ditahan, kalau tidak cepat kuperiksa keadaannya sehingga
racun itu menyusup kcdalam jantung... waah bisa jadi
jiwanya tak akan tertolong lagi..."
Saking cemasnya, hampir saja ia cabut pedangnya untuk
menerjang keluar..
Mendadak....terdengar Hoa Pek Touw menangis tersedu
sedu, bagaikan orang edan teriaknya dengan suara setengah
menjerit : "Kalau aku tidak membinasakan tiga orang setan tua dari
lautan timur, dan seandainya aku tidak membunuh serta
menginjak injak semua orang kangouw yang pandai bersilat
dibawah kakiku, aku bersumpah tidak mau jadi orang"
Teriakan itu menggidikkan hati Pek in Hoei, terasa bulu
kuduknya pada bangun berdiri, sekujur badannya gemetar
keras, segera pikirnya:
"Latah benar orang ini dan benar besar ambisinya, belum
pernah didalam dunia persilatan terdapat manusia
sesombong dan sepongah dia. seandainya dia adalah
seorang manusia biasa masih mendingan, tetapi kecerdikannya melebihi orang lain, kepandaian silatnya luar
biasa... Aaaaai tampaknya pembunuhan besar besaren tak
akan terhindar dari dunia persilatan."
Dua rentetan cahsya mata yang sangat tajam memancar
keluar dari balik matanya, bekas merah darah diantara,
jidatnya kelihatan semakin nyata, mengikuti golakkan
hatinya yang berkobar kobar hampir saja dia merangkak
keluar dari tempat pensembunyiannya
untuk membinasakan Hoa Pek Touw sikakek tua itu.
Tetapi ketika itulah bagaikan seguluag hembuean angin
puyuh, Hoe Pek Touw telah menerjang keluar dari pintu
ruangan, diiringi dengan suara raungannya yang keras dia
berlalu dari pintu.
Dalam sekejap mata suara raungan itu telah menjauh
dan akhirnya tak kedengaran lagi. yang tertinggal hanyalah
kesunyian serta kesepian yang mencekam seluruh ruangan,
membuat keadaan disitu seolah olah kosong dan hampa....


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Satelah dia yakin bahwa Hoa Pek Touw tak bakal balik
lagi Pek In Hoei menghembuskan napas panjang, sambil
mengendorksu hatinya yang tegang perlahan lahan dia
merangkak keluar dari tempat persembunyiannya.
Saat inilah dia baru merasakan betapa bahayanya
keadaan yang mencekam dirinya barusan, karena pada
detik itulah ia telah teringat kembali akan perkataan dari
Cian Hoan Lang Koen silelaki tampan berwajah seribu
yang berkata: "Hoa Pek Touw adalah manusia yang paling licik, paling
berbahaya dan paling kejam dikolong langit dewasa ini,
kecerdasannya, kelihayannya mengatasi lawan serta
kehebatannya menggunakan racun tiada tandingannya
didalam jaged..."
Sambil membaringkan tubuh Wie Chin Siang diatas
pembaringan, pikirnya lebih lanjut:
"Apa yang dilakukannya tadi siapa tahu kalau cuma
sandiwara belaka" terhadap manusia yang berakal licik dan
sukar diraba perasaan hatinya macam dia harus dihadapi
pula dengan kecerdasan serta sikap yang waspada dan hati
hati. Kini setelah dia berlalu dari sini, aku rasa tak nanti dia
balik lagi kemari"
Ia besut keringat yang membasahi tubuhnya, tundukkan
kepala memandang Wie Chin Siang yang sedang tidur
dengan nyenyak terasalah betapa cantik wajah gadis itu
pipinya yang merah, hidungnya yang mancung serta
bibirnya yang mungil membuat jantung terasa berdebar
keras. Tenaga tekanan atau golakan hatinya tadi, saat ini
seakan akan bendungan yang ambrol sukar dipertahankan
lagi, golakan hawa panas dalam dadanya bagaikan
gulungan ombak segera mempengaruhi seluruh pikiran.
Suatu keinginan untuk menubruk keatas pembaringan,
menindih tubuh gadis itu dan melampiaskan napsu
birahinya meluap dalam benaknya, tetapi ia masih coba
mempertahankan diri. digigitnya ujung bibir keras keras
sehingga terasa amat sakit sekali ingin dia berhasil menekan
golakkan nafsu birahi tersebut
Hingga darah segar menetes keluar dari mulut luka
diatas bibirnya ia baru sadar kembali, pandangan matanya
segera coba dialihkan ketempat, lain dan sebiasanya
menghindari bentrokan dengan tubuh gadis yang padat
berisi dan menawan hati itu.
Menahan napsu birahi adalah suatu perbuatan yang
amat sulit dilaksanakan, dan juga merupakan suatu
pekerjaan yang amat menyiksa batin, suatu penderitaan
yang benar benar luar biasa.
"Akhirnya eku berhasil juga menguasai golakkan nafsu
dalam tubuhku..." gumam peronda itu sambil tertawa getir,
"Tapi dengan demikian aku tak sanggup melakukan
pemeriksaan ditubuhnya umuk mencari tahu dibagian
manakah dari tubuhnya yang keracunan...."
Sementara dia merasa serba salah, mendadak terdengar
Wie Chin Siang berseru
"Air .... aku minta air".
Pek In Hoei jadi sangat girang, cepat cepat dia berpaling
sambil bertanya:
"Nona Wie, apa yang kau minta?"
"Air... aku minta air..."
"Air" Pek Ia Hoei celingukan kesana kemari dan
akhirnya tertawa getir. "Disini mana ada air?".
Rupanya Wie Chin Siang merasa sangat tersiksa
sepasang tangannya mengurut urut dada sendiri, bibirnya
yang terus bergerak tiada hentinya.
Pek In Hoei mengerti pastilah seluruh tubuh gadis itu
terasa panas bagaikan dibakar karena daya kerja dari racun
rumput penghancur hati yang mengeram ditubuhnya karena
kekeringan maka dia ingin minum air, tetapi... darimana ia
bisa dapatkan air"
Sementara dia merasa serba salah, mendadak sepasang
tangan Wie Chin Siang yang sedang mengurut dadanya itu
mencengkeram pakaian yang dikenakan dan kemudian
ditariknya hingga robek.
"Breeet..." baju luarnya terkoyak koyak sehingga
tampaklah pakaian dalamnya yang berwarna merah.
Pek In Hoei terperanjat, terlihatlah olehnya dibalik
pakaian dalamnya yang berwarna merah nampak kulit
tubuhnya yang putih bersih bagaikan salju.. getaran
tubuhnya yang menawan membuat pikiran orang terasa
melayang entah kemana.
Perasaan hatinya kembali bergolak. buru buru dia
melengos kesamping, namun satu ingatan dengan cepat
berkelebat dalam benaknya, bila ia selain berbuat demikian
maka gadis itu pasti akan msti keracunan, oleh sebab itu
dengan berat hati dia berpaling kembali.
Sambil gigit bibirnya kencang kencang, tangan kanannya
segera ditempelkan keatas pusar gadis itu, maksudnya ia
hendak mengucurkan hawa lweekangnya untuk memaksa
keluar racun yang mengeram didalam tubuhnya.
Tetapi baru saja telapaknya menempel dibawah pusar
gadis itu, mendadak sekujai badan Wie Chin Siang gemetar
keras, sepasang lengannya bagaikan dua ekor ular dengan
cepat merangkul tubuhnya, segulung bau harum ysng
memabukkan memancar keluar dari mulutnya dan
menusuk lubang hidung pemuda kita.
Rangsagan ini betul betul luar biasa, goncangan hati
sianak muda itu sukar dipertahankan lagi, sepasang
lengannya segera balas memeluk tubuh gadis itu diikutinya
tubuhnya pun menubruk keatas pembaringan dan
menindihi tubuh gadis she Wie itu. Terutama sekali
bibirnya yang panas segera saling menempel dengan bibir
gadis tadi, diciumnya tubuh dara itu. dihisapnya. digigit
dan ditempelkannya dengen penuh bernapsu.
Suatu perasaan aneh muncul didalam tubuhnya, ia
rasakan bibir Wie Cbin Siang begitu lunak, empuk dan
merangsang hingga membuat Pek in Hoei seolah olah
sedang menghirup isi cawan arak yang lezat dan menawan
hatinya.... Makin lama lengannya yeng memeluk tubuh gadis itu
semakin kencang, seakan akan dia hendak peras seluruh isi
madu ditubuh dara itu dan dihisapnya hingga habis....
"Ehmmm...." Wie Chin Siang perdengarkan rintihannya
yang lirih dan rendah tubuhnya yang halus dan lunak
bagaikan seekor ular menggeliat kesana kemari dalam
pelukannya, sang badan ikut bergerak kesana kemari
menggesekkan setiap pori tubuhnya diatas tubuh pemuda
itu.., Pak In Hoei menghembuskan napas panjang, ia
kendorkan lengannya yang memeluk tabuh dara ayu itu,
bibirnya pun meninggalkan bibir lawan yang lembut, dari
alam impian dia telah balik lagi kealam kenyataan.
Matanya dipantang kembali memandang bulu matanya
yang halus, hidungnya yang mancung serta bibirnya yang
merekah bagaikan bunga mawar, jantungnya terasa
berdebar keras.
Kobaran hawa panas dalam tubuhnya membakar isi
perutnya semakin hebat, ia hembuskan napas panjang,
terasa olehnya api dalam badannya seakan akan hendak
melumerkan seluruh tubuhnya.
"Kalau mau melumer, biarkanlah kami melumer
bersama!" gumamnya seorang diri.
Rupanya pemuda ini sudah tak dapat menguasai diri
lagi, dia angkat wajah gadis itu kemudian dicium bibirnya
seakan akan lebah yang sedang menghisap madu diatas
bunga mawar... Rangsangan yang bangun membuat sekujur badan Wie
Chin Siang gemetar keras, ia merintih rintih kegirangan
sepasang lengannya memeluk leher Pek in Hoei kencang
kemudian perlahan lahan bergeser meraba punggungnya...
Gerakan yang seperti sengaja dan seperti pula tidak
disengaja ini memancing golakkan napsu birahi yang
semakin hebat dari Pek in Hoei. darah panas bergolak
makin kencang dan ia rasakan tububnya seakan akan
semakin menggelembung besar...
Napasnya makin berat, sepasang tangannya dengan
kasar mencengkeram rambutnya...
"Ehmm..." Wie Chin Siang goyangkan kepalanya
memperdengarkan rintihan sakit, lengannya ditekuk dan
coba mendorong tubuh sang pemuda yang menindih
tubuhnya itu Tetapi Pek In hoei sedang berada dalam kekuasaan
birahi, dia sama sekali tidak merasakan akan dorongan
tersebut Kembali Wie Chin Siang gerakkan kepalannya.
melepaskan bibirnya dari hisapan lawan.
Bibir Pek in Hoei yang panas berkobar tergeser dari
bibirnya keatas pipi, diapun menciumi leher dan tengkuk
gadis itu. Wie Chin Siang merintih semakin menjadi, tiba2 ia buka
mulutnya dan menggigit telinga pemuda itu...
"Aduuh..." Pek In Hoei menjerit kesakitan. cepat ia
lepaskan pelukannya dan meloncat bangun.
Birahinya seketika berkurang beberapa bagian, dengan
pandangan bingung diawasinya wajah gadis itu, dalam hati
dia tak mengerti apa yang telah terjadi.
Senyuman manis menghiasi bibir Wie Chin Siang yang
basah, wajahnya bersemu merah dadu, sambil pejamkan
matanya gadis Itu berseru tiada hentinya :
"In Hoei... Oooh, in Hoei..."
Ooo-dw-ooO Jilid 16 "Kau . . kau . . . mengapa k"u gigit telingaku ?" tanya
?"k In Hoei tertegun sambil meraba telinganya yang sakit.
Bulu mata Wie Chin Siang yang tebal berkedip, bibirnya
yang merekah membuka sedang napasnya berhembus
perlahan, sambil membuka matanya dia pandang wajah ?"k
In Hoei termangu-mangu.
Dari balik biji matanya yang hitam seolab-olah terdapat
kobaran api yang sedang membakar hatinya, meminjam
cahaya mutiara yang tajam menyorot masuk kelubuk hati
sianak muda ltu.
"Kau . . . . . kau . . . . . mengapa kau gigit diriku ?""
kembali terdengar ?"k In Hoei berseru sambil pegang
telinganya. Wie Chin Siaog tidak menjawab, bibirnya bergetar terus
menggumam seorang diri :
"In Hoei . . . . In Hoei . . . . "
Suaranya serak lagi rendah dan berat dibalik kerendahan
tadi mengandung tenaga rangsangan yang membetot hati.
Mendengar seruan itu sekujur badan ?"k In Hoei
mengembang, darah panas mengalir semakin deras,
tenggorokannya terasa kering, bibirnya merekah, sambil
menggigit bibirnya ia balas berseru dengan suara bergetar :
"Chin Siang . . . . kau . . sedang memanggil aku . ..."
Wie Chin Siang menggeliat hebat, seraya menjulurkan
tangannya yang putih keataa bisiknya lembut
"In Hoei, . . kau . . . kau . . . kemari lah, aku . . aku
minta kau datanglah kemari ...."
Panggilan itu bagaikan seruan malaikat ?"n?"but nyawa
membuat sukmanya serasa melayang tinggalkan raganya,
tanpa sadar dia maju dua langkah kemuka, matanya dengan
tajam tanpa berkedip melototi pakaian dalam sang gadis
yang merah serta tubuh dibalik celana dalamnya yang
menonjol keluar .
Gerakan tangan Wie Chin Siang yang balus makin lama
semakin kencang, napasnyapun ikut tersengkal-sengkal.......
"In Hoei . . In Hoei ?"k In Hoei ...... '
Seruan yang berkumandang tiada hentinya ini bagaikan
besi sembrani yang menghisap tubuhnya bergerak makin
dekat dengan pembaringan, bajunya hampir saja kena di
renggut tangan Wie Chin Siang yang telah berada didepan
mata itu. Namun pada detik yang terakbir pikirannya yang kacau
sedikit menjadi jernih, tiba tiba dia mundur kembali
setengah langkah kebelakang.
Satu ingatan berkelebat dalam benaknya hingga tanpa
terasa ia berseru tertahn :
"Aaaah! ?"" yang sedang kulakukan ?"" kenapa pula
dengan nona Wie ?" jangan2 didalam rumput racun
penghancur hati itu
( Halaman 7-12 Hilang )
Ketika itu ?"k In Hoei sedang membenamkan wajahnya
diatas dada Wie Chin Siang, bibimya sedang mengisap
puting gadis itu dengan penuh bernapsu, namun setelah
mendengar panggilan itu gerak geriknya yang sadis dan
kasar itupun reda merandek sejenak.
Dari luar ruangan terdengar suara pintu dibuka orang,
disusul suara Hoa Pek Touw yang rendah berat
berkumandang datang.
"In Eng, kenapa kau tidak mau menpercayai perkataan
ayahmu ?"".
Pek In Hoei melengak, dengan wajah bimbang dia
angkat kepala. "In Eng" dua patah kata seakan akan
geledek yang menyambar disiang hari bolong mendengung
tiada hentinya dalam benak pemuda itu.
"In Eng?".... . . In Eng?"" - ? " gumamnya dengan suara
lirih, sepasang alisnya berkerut kencang "Kenapa tak dapat
mengingat-ingat siapakah sebenarnya In Eng itu?"".
Bau harum seorang gadis perawan mengalir keluar
mangikuti cucuran keringat ditubuh Wie Chin Siang,
seketika membuat Pek In Hoei tercekam kembali dalam
angkara birahi, sekali lagi la benamkan kepalanya didada
gadis itu dan menghisap puting susunya.
"Braaaaak . . . . ! " pintu besar diluar ruangan didorong
orang, diikuti suara langkah kaki yang santar menggema
memecahkan kesunyian.
"In Eng ! " suara Hoa Pek Touw berkumandang lagi
dengan berat. "Telah kukatakan berulang kali, di dalam ruangan ini tak
ada orang yang sedang kau cari!"


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suaranya rendah dan berat namun nyaring dan jelas
didengar, seakan akan menggema disisi telinga pemuda itu,
sekujur badan Pek in Hoei bergetar keras. dengan cepat
kesadarannya jernih kembali.
Sekilas memandang tubuh Wie Chin Siang yang
telanjang bulat, merah padam selembar pipinya. buru buru
dia melengos dan memandang kearah lain.
"Gie hu!" jeritan lengking bergema di luar pintu.
"Dengan mata kepala sendiri kusaksikan orang itu
membawa muridku datang kedalam perkampungan ini,
kenapa setelah berada disini mendadak bisa lenyap tak
berbekas ...... ?"?"
"Tiada seorang manusiapun akan berhasil menyusup
masuk kedalam perkampungan ini tanpa diketahui penjaga.
mana mungkin orang itu bisa sampai disini " coba
katakanlah siapakah manusia yang telah menculik muridmu
?tu " "
"Eeeii ...... sungguh aneh ! " dengan perasaan kaget dan
tercengang Pek In Hoei membatin. "Mengapa jeritan
lengking perempuan itu terasa sangat kukenal " suara Itu
mirip sekali dengan suara Kim In Eng loocianpwee .... "
Sementara itu Kim In Eng yang ada di ruang tengah
telah berseru kembali dengan suara keras :
"Orang itu muda sekali usianya, kalau didengar dari
pengakuannya mungkin dialah sijagoan pedang berdarah
dingin Pek In Hoei yang pada beberapa saat belakangan ini
amat tersobor didalam dunia persilatan!"
Mendergar perkataan itu ?"k ln Hoei terperanjat kembali
dia berpikir ; "Kapan sih aku telah menculik muridnya dan kubawa
masuk kedalam perkampungan ini ?""
Belum lenyap ingatan tersebut dari dalam benaknya, Wie
Tiga Mutiara Mustika 2 Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Jodoh Si Mata Keranjang 4

Cari Blog Ini