Ceritasilat Novel Online

Istana Kumala Putih 15

Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 15


"Coba kau perlihatkan sekali lagi," ia berkata pula.
Co Seng agaknya sudah yakin benar terhadap kepandaiannya sendiri, tanpa ragu-ragu ia
melemparkan senjatanya kepada Peng Peng, Setelah menyambuti senjata tersebut, Peng Pang
sudah lantas siap sedia, matanya terus mengawasi Co Seng dengan tidak berkedip. Ia ingin tahu
dengan cara bagaimana Co Seng dapat mengambil senjatanya.
Setelah senjata itu berada dalam tangan Peng Peng, Co Seng lantas mengitari dirinya Peng
Peng dengan perlahan.
Peng Peng memasang mata dan telinganya betul-betul mengikuti setiap gerakan Co Seng.
Baru saja "memutar" beberapa putaran, mendadak Co Seng lompat melesat ke depan,
kemudian balik mundur secara jungkir balik.
Baru saja Peng Peng hendak menepok dengan tangannya. Co Seng sudah mundur lagi,
tetapi, ketika tangan Peng Peng belum ditarik kembali, dua jari tangan kanan Co Seng sudah
mengancam di depan mukanya Peng Peng.
Peng Peng sudah tidak keburu menangkis, terpaksa ia mengayunkan senjatanya untuk
menyerang mundur dirinya Co Seng. Siapa nyana, senjatanya itu baru saja diangkat, pergelangan
tangannya mendadak dirasakan kesemutan dan senjata itu sudah terlepas dari tangannya.
Peng Peng tercengang, ia seperti telah kena dikibuli oleh anak kecil yang baru belajar dalam
waktu hanya tiga hari saja. Hal ini sebenarnya sulit untuk dipercaya kebenarannya.
Mendadak ia mendengar suaranya Co Seng yang tidak tegas:
"Siang-liong... Chio-cu."
Sehabis berkata, kembali ia melemparkan senjatanya. Peng Peng sebenarnya tidak ingin
menyambuti lagi, sebab dalam percobaan tadi, ia telah mengetahui bahwa Co Seng bukan saja
sudah matang benar, tetapi juga gerakannya sudah sempurna.
Tetapi kemudian ia berpikir: Bocah ini adalah muridnya Kim Houw dan ia sendiri adalah
istrinya, kalau ia sendiri coba-coba memberi petunjuk-petunjuk beberapa jurus toh tidak ada
halangannya. Maka ia lalu menyambuti lagi senjata itu dan selanjutnya sampai empat lima kali. Peng Peng
masih belum berhasil melindungi senjatanya, maka ia lantas berkata kepada Co Seng:
"Sudah! Sudah! Aku ingin tidur."
Setelah Peng Peng berlalu, mendadak terdengar suara halus. Co Seng agaknya sudah kenali
suara itu, dengan tidak melihat terlebih dahulu, ia sudah menjatuhkan dirinya dan berlutut di atas
kepala perahu. Selanjutnya, di atas perahu itu lantas muncul Kim Houw, ia berkata dengan sikap keren:
"Jangan kau suka mengagulkan diri, kau harus mengetahui bahwa gunung tinggi masih ada
yang lebih tinggi lagi dan orang kuat masih ada yang lebih kuat lagi. Pepatah ini kau harus dapat
menyimpan baik-baik dalam hatimu, tidak boleh kau lupakan, mengerti?"
"Meng .... nger .... ti," jawab Co eng dengan tidak begitu jelas.
"Sekarang sudah, lekas tidur! Besok akan kuajari ilmu lwee-kang."
Esok harinya, perahu itu tiba di Bu Ciang. Oleh karena pusat Ceng-hong-kauw ada dalam kota
ini, maka Ho Su Yam minta Kim Houw dan kawan-kawannya untuk mendarat dan mengaso
beberapa hari. Oleh karena permintaan itu diucapkan dengan hati tulus dan mengingat bahwa
waktu yang dijanjikan masih terlalu jauh, maka Kim Houw bersama Peng Peng, Tiong chiu-khek
dan Co Seng, ikut Ho Su Yam mendarat di Bu-ciang.
Ceng hong kauw siang-siang sudah menyambut ketuanya dipelabuhan, menyediakan kuda
dua tandu. Tetapi Kim Houw dan Peng Peng tidak mau naik kuda atau duduk di atas tandu, maka
terpaksa Ho Su Yam berjalan mengikuti ke empat orang itu.
Ho Su Yam, sebagai kauwcu dari Ceng hong kauw dikota Bu ciang banyak orang yang kenal
padanya. Melihat sikapnya Ho Su Yam yang begitu menghormat terhadap empat orang itu,
semuanya merasa heran, mereka tidak mengetahui Kim Houw dan kawan-kawannya itu
sebenarnya dari golongan mana.
Setelah melewati dua jalan tikungan. Ho Su Yam lantas berkata kepada Kim Houw:
"Pusat Ceng hong kauw masih jauh dari kota. Harap Siaohiap bermalam dalam kota dulu."
Lalu ia ajak tetamunya memasuki sebuah rumah yang besar.
Kim Houw dapat lihat dikedua sisinya rumah itu sudah berdiri beberapa puluh orang laki laki
berpakaian hitam, agaknya sedang menantikan kedatangan mereka dengan sikap yang
menghormat sekali.
Ruang gedung itu ada sangat luas, diperlengkapi dengan perabotan amat mewah-mewah.
Sebentar kemudian hidangan untuk perjamuan sudah disediakan. Ho Su Yam minta Kim Houw
duduk dibagian atas, tetapi Kim Houw menolak. Akhirnya Tiong-ciu-khek yang duduk dibagian
atas. Kim Houw dan Peng Peng duduk dikedua sisinya, Co Seng dan Ho Su Yam duduk dibagian
bawah. Baru saja Kim Houw duduk, di luar jendela mendadak terlihat berkelebatnya bayangan orang.
Dari gerak-geriknya, orang itu agaknya tidak mengandung maksud baik. Kim Houw diam-diam
merasa geli, ia menganggap itu adalah perbuatan Ho Su Yam yang hendak coba-coba main gila
terhadap dirinya, maka diam-diam sudah waspada dan siap sedia.
Belum lama perjamuan berlangsung, tiba-tiba Tiong-ciu-khek kerutkan alisnya. Celaka baru
saja ia hendak membuka mulutnya, tiba-tiba sudah rubuh dari atas kursinya.
Kemudian disusul oleh Co Seng yang juga rubuh di bawah kursinya.
Peng Peng yang barusan minum satu cawan arak pemberian Ho SU Yam, lantas melihat
Tiong-ciu-khek dan Co Seng pada rubuh. Dalam kagetnya, baru saja hendak berseru: "Bangsat"
lantas rubuh tidak ingat orang.
Bagaimana dengan Kim Houw" Ia juga turut minum arak maka juga rubuh hampir berbareng
dengan rubuhnya Peng Peng.
Pada saat itu, mungkin Ho Su Yam tidak akan mengalami apa-apa, tetapi tidak demikian
halnya. Ketika melihat ke empat orang itu pada rubuh, baru saja tangannya menepok meja ia juga
rubuh di tanah.
Tiba-tiba terdengar orang ketawa. Dari ruangan dalam telah muncul Ho Leng Than, dengan
wajah puas ia berkata kepada dirinya sendiri: "Aku kira kau ada mempunyai tiga kepala dan enam
tangan tidak nyana terhadap sedikit obat pulas saja kau sudah tidak tahan dan tokh masih ingin ke
Istana Panjang Umur, untuk mencari setori dengan Tiancu."
"Hai, orang-orang! Ikat mereka dengan rantai besi. Putuskan urat-urat di kakinya dan
hancurkan tulang-tulang pipenya begitu pula sepuluh jari tangannya juga harus di potong
semuanya. Dengan demikian, walaupun mereka mempunyai kepandaian dapat terbang ke langit
juga tidak mampu lolos dari tanganku Ho Leng Than. Ha, ha,ha..."
Sebentar kemudian dari luar lantas lari mendatangi empat puluh orang laki-laki yang masingmasing
membawa rantai besi, golok dan palu yang kelihatannya sudah disediakan sedari siangsiang.
Mendadak Ho Leng Than ulapkan tangannya seraya berkata: "Tunggu dulu! Perempuan ini
cantik sekali. Agaknya lebih cantik dari pada Kie Yong Yong. Aku suka padanya. Bawa dia ke
kamar belakang dan ikat padanya di atas kursi kemudian beritahu aku lagi."
Belum sampai mulutnya tertutup, tiba-tiba ada sebutir pasir halus yang terbang memasuki
mulutnya. Meskipun pasir itu halus tetapi ketika mengenai lidahnya, dirasakan sakit sekali. Ho
Leng Than kaget, ia mencari celingukan, tetapi kecuali lima orang yang rubuh dan beberapa
orangnya sendiri, tidak terlihat bayangan orang lain.
Ho Leng Than yang telah berbuat kesalahan, telah merasa takut sendirinya.
Karena tidak dapat menemukan apa yang dicari, lantas ia tumpahkan kesalahannya kepada
orangnya sendiri." "Bocah, bocah, bocah! Kalian masih menunggu apa lagi" Kenapa tidak lekas
turun tangan?"
Orang-orang itu mendengar bentakan, lantas pada bergerak untuk turun tangan.
Mendadak terdengar suara bentakan keras: "Siapa berani sembarangan turun tangan?"
Laki-laki berbaju hitam itu mengetahui bahwa suara itu adalah suaranya Kauwcunya sendiri
yang sudah siuman, bukan main rasa kagetnya, maka semuanya lantas pada berlutut.
Ho Leng Than mula-mula juga merasa kaget, tetapi kemudian berkata sambil ketawa:
"Ayah, ini apa salahnya" Ikat mereka dan serahkan kepada Tiancu. Bukankah kedudukan Hutiancu
nanti akan jatuhnya pada dirimu"... "
"Kau masih mengenali ayahmu!" bentak Ho Su Yam. "Ahh... ini benar-benar penasaran,
bagaimana aku tidak mengenali ayahku sendiri" Aku tohk bukannya binatang?"
"Hmm... Potong urat kaki, hancurkan tulang pipe dan potong jari tangan, apa itu tidak ada
bagianku?"
"Ini aku tujukan kepada mereka, tidak termasuk ayah."
"Apa bedanya dengan aku" Kalau aku mati, bukankah kedudukan Hu-taincu dari Istana
Panjang Umur dan Kauwcu dari Ceng-hong-kauw akan jatuh pada dirimu?"
"Ayah, ayah, kau jangan salahkan aku dulu. Bagaimanapun tidak berbaktinya, aku juga tidak
akan mencelakakan dirinya ayahku sendiri."
Sehabis berkata ia lalu jatuhkan diri untuk berlutut di hadapan ayahnya.
Ho Su Yam agaknya sudah sangat jengkel: "Bangun! Kalau memang tidak ada itu hati ya
sudah. Dan sekarang maksudmu... ?"
Ho Leng Than seperti baru lolos dari tali penggantungan, dengan badan penuh keringat dingin
ia berdiri pula.
"Maksud anak, serahkan mereka pada Tiancu si Istana Panjang Umur untuk menerima
hadiah." "Kau tahu, betapa tingginya kepandaian mereka?"
"Anak sudah tahu, maka hendak memotong urat kaki mereka supaya mereka tidak dapat
lompat tinggi. Kutungi jari tangan mereka supaya mereka tidak dapat memukul orang dan
hancurkan lagi tulang pipe mereka sehingga musnahlah seluruh kepandaiannya."
"Sungguh bagus pikiranmu!"
Ho Leng Than yang mendengar pujian ayahnya, kelihatannya sangat bangga.
"Anak memikirkan siasat ini sudah tiga hari lamanya. Kalau tidak sempurna, percuma saja."
"Rencanamu itu meskipun cukup sempurna tetapi aku masih belum merasa lega. Kau panggil
empat anggota pelindung tata hukum gereja. ketua gereja dan orang-orang yang berkepandaian
tinggi. Aku hendak memberi pesanan kepada mereka!"
Ho Leng Than yang mendengar perintah itu, mengira bahwa ayahnya akan bergerak secara
besar-besaran, maka dalam hatinya merasa sangat girang.
Tetapi mendadak dari ruangan belakang dan depan kedengaran suara riuh:
"Picit sudah lama menunggu perintah!"
Berbareng dengan itu, dari depan dan belakang telah muncul dua puluh orang lebih yang
usianya lima puluh atau enam puluh tahunan. Setiap orang, menunjukkan sikapnya yang gagah,
matanya bersinar tajam, dapat diduga bahwa mereka adalah orang-orang kuat yang mempunyai
kepandaian cukup tinggi.
Ho Su Yam lantas ketawa bergelak-gelak seraya berkata:
"Bagus, bagus! Aku Ho Su Yam meskipun seorang berhati jahat dan kejam, ternyata masih
ada orang yang setia padaku."
Berbicara sampai di sini, orang tua itu lantas mengurut jenggotnya dan dengan tiba-tiba ia
berseru dengan suara keras.
"Algojo Lao Thie Pan ada dimana?"
Dari rombongan orang itu lantas muncul seorang tua yang wajahnya hitam berbentuk persegi,
tetapi sikapnya dingin kaku, maka ia mendapat julukan Lao Thie Pan.
"Picit ada disini."
Ketika Ho Su Yam melihat orang tua itu, ia lantas membentak dengan suara keras.
"Bukan lekas bawa anak durhaka ini, tunggu kapan lagi?"
Ho Leng Than yang mendengar perkataan ayahnya itu, ketakutan setengah mati,
semangatnya sudah terbang. Tidak dinyana bahwa keterangannya itu masih tidak dipercaya, oleh
ayahnya. "Ayah, kau kenapa" Kalau tidak setuju, ya sudah saja. perlu apa......" Belum habis
perkataannya, lehernya sudah merasa dicengkeram oleh satu tangan yang kuat.
Kemudian badannya diangkat tinggi-tinggi.
Dalam kagetnya ia lantas berseru : "Hei, kau siapa " Sungguh besar nyalimu !" "Algojo Lao
Thien Pan yang telah mendapat perintah untuk menangkap kau." demikian ia mendengar suatu
suara yang menyahut.
Ho Leng Than yang mendengar suaranya Lao Thie Pan telah mengerti bahwa
pengharapannya sudah tidak ada lagi, terpaksa ia minta ampun lagi pada ayahnya.
"Ayah, ayah, apa kau tega " Kau tokh hanya mempunyai aku seorang anak. Apa pesan ibu
ketika hendak meninggal dunia, bukankah minta kau supaya baik baik menjaga diriku " Tidak
nyana anak yang setiap hari mainkan golok dan pedang tetapi tidak binasa ditangan orang lain,
sebaliknya binasa ditanganmu sendiri. ibu, oh, ibu, mengapa kau tidak menunjukkan dirimu " Ayah
hendak membunuh aku . . . . . . . . "
Ho Su Yan sejak istrinya meninggal dunia, hidup dengan anaknya yang hanya satu satunya
itu, maka agak dimanja, tidak nyana anak durhaka hendak membinasakan ayahnya dan hendak
merebut kedudukannya. Anak demikian buat apa dipertahankan jiwanya "
"Bawa keluar dan penggal kepalanya."
Demikian Ho Su Yam mengeluarkan perintah sambil kertak gigi
Tetapi baru saja perintah dikeluarkan, mendadak terdengar satu suara : "Tahan dulu."
Suara itu seperti dari bawah tanah datangnya, sehingga membuat heran semua orang yang
ada di situ. Ketika semua mata ditujukan ke arah dari mana datangnya suara tadi, baru diketahui
bahwa suara itu adalah suaranya Kim Houw yang barusan sudah dibikin mabuk oleh Ho Leng
Than. Bersambung ke Jilid 31
Apa yang membuat heran, adalah pemuda itu belum diberikan pertolongan oleh siapapun
juga.mengapa bisa siuman sendiri " Bahkan sudah lama siuman, tapi tidak ada seorangpun yang
mengetahui. Ho Su Yam pertama-tama yang menghampiri padanya untuk meminta maaf, sembari berkata :
"Anakku yang durhaka ini telah berani berbuat yang tidak patut terhadap siauhiap, aku sudah
perintahkan orang untuk menghukum mati dengan segera ... !"
"Sabar dulu ! sabar dulu !" demikian Kim Houw mencegah orang tua itu, yang seketika itu
lantas berbangkit, "Ho Kauwcu, bukankah kau cuma mempunyai seorang anak itu saja ?"
Ho Su Yam tercengang, ia menghela napas.
"Dengan sebenarnya ia berkata. "Isteriku sudah lama meninggal dunia, dia cuma
meninggalkan seorang anak ini saja. Tapi, anak yang tidak baik kelakuannya, tidak berbakti, apa
gunanya " Adalah lebih baik kau hidup sendiri dengan tenang."
Kim Houw tertawa bergelak-gelak. "Biarlah aku yang mintakan ampun untuknya, harap supaya
kauwcu suka berikan keampunan dosanya kali ini"
Ho Su Yam juga tertawa bergelak-gelak.
"Siaohiap sungguh seorang sangat budiman! Dia hendak menangkap kau untuk
dipersembahkan kepada Istana Panjang Umur supaya mendapat pahala dan hadiah, sebaliknya
sekarang kau mintakan ampun untuk jiwanya, bukankah itu hanya suatu lelucon besar ?" Ia
mendadak berubah bengis.
"Hukuman mati aku dapat ampuni, tapi hukuman hidup tidak bisa. Lao Thie Pan dengar,
potong urat-urat kakinya, kutungi jari tangannya, hancurkan tulang pipeya, semuanya ini adalah
usulnya dia sendiri sedangkan konco-konconya semua juga dihukum demikian... "
"Kauwcu," menyelak Kim Houw, "Aku memintakan satu ampunan lagi padamu. Urat kakinya
boleh dipotong, tulang pipenya juga boleh dihancurkan, tapi jari tangannya harap jangan dikutungi.
Diganti dengan hukuman kurungan lama tahun. Dalam tempo mana, aku akan menghadiahkan
padanya serupa kepandaian ilmu kekuatan tenaga dalam. Lima tahun kemudian setelah dia
menjalani habis hukumannya, ilmu kekuatan tenaga dalam juga sudah dapat digunakan.
Bukankah ada baiknya bagi dirinya ?"
Ho Leng Than yang semula sudah terbang semangatnya, ketika Kim Houw memintakan
ampun untuk dirinya, hatinya lantas tergerak. Dengan tiba-tiba ia berotak dan melepaskan dirinya
dari cekalan Lo Thie Pan, kemudian ia berlutut di depannya Kim Houw sembari berkata :
"Budi Siaohiap yang sebesar gunung ini, aku tidak cukup hanya dengan mengucapkan terima
kasih saja. Asal aku masih hidup apa saja yang Hiaohiap perintahkan, sekalipun harus terjun ke
lautan api, tidak nanti aku menolak. Selanjutnya jika aku berani berbuat yang tidak patut lagi,
biarlah Tuhan yang akan mengutuk padaku !"
Lo Thie Pan tidak menduga akan tindakan Ho Leng Than itu, sehingga membuat ia terlepas
dari cekalannya. Semula ia hendak turun tangan menghajar, tapi setelah mendengar perkataan
tersebut, ia lantas urungkan maksudnya.
Ho Leng Than setelah berkata, tiba-tiba menghunus sebilah pisau belati. Semua orang
terkejut, mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan anak muda itu.
Lo Thie Pan sudah siap menantikan perbuatan apa yang akan dilakukan oleh Ho Leng Than,
Jika anak muda itu hendak membunuh diri, ia segera akan turun tangan untuk mencegahnya.
Tidak nyana Ho Leng Than setelah menghunus belatinya tanpa ragu-ragu lagi lantas
dikerjakan pada kakinya sendiri, sehingga sebentar saja urat-urat dikedua kakinya sudah dipotong
sendiri olehnya.
Setelah urat-urat kakinya pada putus, Ho Leng Than juga lantas jatuh roboh tidak ingat dirinya
lagi. "Bagus ! itu namanya baru satu laki-laki. Kalau begitu Ceng-how-kauw di kemudian hari akan
merupakan salah satu perkumpulan agama besar yang sangat bermanfaat bagi umat manusia"
demikian Kim Houw memberikan pujiannya, sambil acungkan jari jempolnya.
Ho Su Yam juga merasa bangga, lantas perintahkan orang-orangnya supaya puteranya lekas
diobati sebagaimana mestinya.
Satu pertanyaan apa sebabnya Kim Houw yang sudah makan obat mabuknya Ho Leng Than
bisa siuman sendiri" Apa ia mempunyai obat pemunah racunnya" Tidak! sebabnya ialah karena ia
telah dapat lihat berkelebatnya bayangan orang di luar jendela, dalam kecurigaannya, ia siangsiang
sudah waspada. Lain halnya dengan Ho Su Yan, ia mengetahui orang main gila dari lain sudut, Lihay obat
mabuk itu, buktinya Tiong-ciu-khek sendiri yang sudah kenyang makan asam garamnya dunia juga
tidak mendusin akan obat mabuknya itu.
Itulah karena obat mabuk yang digunakan oleh Ho Leng Than, ada merupakan obat mabuk
spesial dari Ceng-hong-kauw, yang diturunkan dari suhunya Ho Su Yam. Tidak berwarna, tidak
ada baunya dan juga tidak ada rasanya, tapi bukan main lihaynya. Kalau si korban bisa berlaku
tenang masih tidak apa, tapi apabila terjejut atau ketakutan, bekerjanya obat itu semakin keras !
Ho Su Yam tahu benar-benar ciri cirinya obat mabuk itu. Ketika menyaksikan Tiong-ciu-khek
roboh, segera mengetahuinya kalau ada orang main gila, maka dengan cepat ia sudah menelan
obat pemunahnya. Cuma oleh karena ia belum tahu siapa orangnya yang main gila itu, untuk
dapat menangkap basah orang tersangkut, ia juga berlagak jatuh pingsan. Ho Leng Than yang
melihat rencananya berjalan dengan licin dalam kegirangannya ia tidak menjaga reaksi dari
ayahnya. Kim Houw sebetulnya sudah ingin bertindak, tapi kemudian berpikir lain, ia kepingin tahu apa
yang akan dilakukan selanjutnya oleh Ho Leng Than terhadap diri para korbannya " Oleh karena
adanya pikiran itu, maka ia juga berlagak mabuk.
Perbuatan Ho Su Yam yang menelan obat pemunah, juga sudah diketahui oleh Kim Houw. Ia


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengira bahwa orang tua itu berlagak berbuat demikian untuk mengelabui matanya orang banyak,
maka diam-diam ia merasa geli sendiri.
Kejadian selanjutnya benar-benar di luar dugaan Kim Houw, ia merasa kaget bercampur
heran. Ketika Ho Su Yam mengumpulkan orang orangnya yang berkepandaian tinggi. Kim Houw
sudah siap sedia untuk turun tangan. Tapi perubahan yang telah terjadi selanjutnya, ia baru
mengetahui bahwa pemimpin Ceng hong kauw itu benar-benar sudah berubah menjadi orang
baik, maka ia tidak segan-segan mintakan ampun bagi anaknya.
Ketika Tiong-ciu-khek dan Peng Peng mendusin, kembali diadakan perjamuan untuk kedua
kalinya dan pada saat itulah Kim Houw baru berani makan dan minum sepuas-puasnya.
Di kota Bu-ciang Kim Houw dan kawan kawannya cuma berdiam dua hari, Kim Houw ingin
melanjutkan perjalanannya. Ho Su Yam coba menahan seberapa bisa, tapi tidak berhasil, maka
akhirnya ia peringatkan orang orangnya menyediakan perahu besar untuk mengantar, tapi juga
ditolak oleh Kim Houw.
Beberapa hari kemudian, Kim Houw sudah meninggalkan Ouw pak, dengan melalui jalan air,
ia memasuki pedusunan yang banyak menghasilkan beras dan ikan, ialah Sin yang ouw di
propinsi Kang see.
Di sepanjang jalan meski orang-orang yang dapat perintah dari Kauwcunya pada menyambut
dengan meriah kedatangan rombongan Kim Houw, tapi semuanya itu dicegah oleh Kim Houw.
Maksudnya ialah supaya perjalanan mereka jangan sampai menimbulkan perhatian banyak orang
datang ke tepi telaga. Setelah mencari tempat yang agak sepi, ia mulai melatih ilmu silatnya Thianliong
Pat-sek. Itu memang merupakan kebiasaannya yang suka melatih ilmu silat dengan seorang diri
diwaktu tengah malam.
Sekalipun diwaktu siang hari habis melakukan perjalanan jauh, kebiasaannya melatih ilmu silat
itu tidak pernah dilupakan, Oleh karena ia belum bisa bicara dengan lancar maka setiap kali ada
waktu terluang, ia lantas tidur, supaya diwaktu malam bisa melakukan latihannya dengan baik.
Malam itu, ia juga tidak kecualikan. Baru saja ia mencabut senjata Bak-tha Liong-kin nya ia
telah mengetahui bahwa di dekat situ ada orang. Ia memang ada satu bocah yang tidak kenal apa
artinya takut, cuma sayang ia tidak bisa bicara dengan lancar seperti manusia biasa.
Ia berdiri dengan otak penuh keheranan, matanya terus ditujukan ke tempat sembunyinya
orang tersebut. Ia sebetulnya ingin mengatakan siang-siang aku sudah mengetahui tempat
sembunyimu, mengapa kau masih belum mau keluar.!
Betulkah itu ada orang " Memang benar. Ia ada seorang muda belia, ketika pemuda itu melihat
Co Seng mengawasi padanya dengan mata tidak berkesip, lantas mengetahui bahwa dirinya
sudah kepergok oleh bocah cilik itu. Dengan perasaan tidak enak ia berjalan keluar dari tempat
persembunyiannya, kemudian berkata kepada Co seng.
"Bocah cilik, pecutmu ini kau dapat curi dari mana ?"
Co seng meski masih kanak-kanak, tapi paling sebal kalau orang memanggil padanya bocah
cilik. Apalagi pemuda itu begitu membuka mulut lantas mengatakan padanya pencuri meski ia
tidak mengerti betul apa artinya mencuri, tapi nada suaranya kedengarannya kurang sedap dalam
telinganya. Cuma sayang ia kurang pandai bicara, maka tidak dapat berbantahan !
Mendadak ia sodorkan pecutnya, dengan gerakannya yang seenaknya, Agaknya ia tidak mau
mengatakan. Ambillah jangan malu-malu deh .!
Jawabnya yang merupakan gerakan tanpa bicara itu sebaliknya telah membuat tercengang
anak muda tadi.
Siapakah anak muda itu " Ia adalah Sun Cu Hoa, cucu murid dari ketua partai sepatu rumput,
Cu Su. Sudah tentu ia mengenali senjata Bak-tha Liong-kin nya Kim Houw.
Sebab senjata Bak-tha Liong-kin itu merupakan senjata pusaka yang jarang ada dalam dunia
dan belum pernah terpisah dari dirinya Kim Houw. Tetapi kenapa sekarang berada dalam
tangannya bocah cilik ini " Maka ia lantas menanyakan kepada Co seng, dari mana ia mencuri
senjata tersebut.
Dan ketika melihat Co Seng menyodorkan pecutnya tanpa bicara, dalam hatinya bertambah
heran. jikalau orang itu adalah satu manusia yang lihai, mungkin ia dapat menganggap bahwa Kim
Houw sudah dapat dicelakakannya. Tetapi bocah yang usianya belum cukup sepuluh tahun, biar
bagaimana orang tidak akan percaya, kalau Kim Houw dapat celaka di tangannya.
Ketika menyaksikan bocah itu meluruskan tangannya tanpa menunjukkan gerakan apa-apa,
betapapun kecilnya nyali Sun Cu Hoa, juga ia tentu ingin mencoba dan juga ingin mengetahui apa
yang akan dilakukan oleh bocah itu.
Maka Sun Cu Hoa diam-diam telah waspada, dengan gerakan kaki sewajarnya ia maju ke
muka beberapa tindak, kemudian mengulurkan tangannya untuk menyambuti senjata Bak-tha
Liong-kin. Ketika tangannya sudah dapat menyentuh pecut dan baru kelima jarinya hendak
menjambret, tiba-tiba matanya dirasakan kabur, tangannya ternyata telah menyambar tempat
kosong, kemudian disusul oleh bunyi suara "Plak" yang amat nyaring, pipinya mendadak sudah
ditampar mentah-mentah, Untung Co seng yang usianya masih terlalu muda, masih belum berapa
kuat tenaganya. Kalau tidak, tamparannya itu sudah pasti akan membikin rontok giginya.
Perbuatan Co Seng telah membuat Sun Cu Hoa murka benar-benar. Ia lalu mencabut
pedangnya, tetapi baru saja pedang keluar dari sarungnya, di bawah sinar bintang yang
berkeredepan, ia telah dapat melihat bahwa pecut ditangan bocah cilik itu sudah berkelebatan di
depan matanya. Sun Cu Hoa terperanjat ! Ia terpaksa menggunakan pedangnya untuk menahan dan
menangkis, tetapi pecut itu masih terus saja berkisar di depan dan belakang dirinya, sehingga
terpaksa ia harus mundur sampai tujuh atau delapan tindak jauhnya, barulah ia berhasil
menyingkirkan dirinya dari ancaman pecut. Tetapi berbareng dengan itu hati Sun Cu Hoa sudah
merasa jerih. Terpaksa ia mundur berulang-ulang, barulah dapat terlepas dari ancaman pecut.
Tetapi ketika ia mengawasi Co Seng, bocah itu ternyata sudah berdiri jauh-jauh sambil
memegangi senjatanya. Sikapnya tenang sekali, seolah-olah tidak pernah ada kejadian apa-apa.
Kejadian tersebut benar-benar diluar dugaan Sun Cu Hoa, ia sungguh-sungguh tidak
menyangka bahwa bocah yang usianya masih begitu muda sudah mempunyai kepandaian begitu
tinggi. Diam-diam ia telah kuatirkan dirinya Kim Houw, ia sangsikan kalau-kalau Kim Houw sudah
dibikin celaka oleh bocah ini.
Ia mana tahu, bahwa ilmu silat yang dipelajari oleh Co Seng itu sebetulnya hanya ilmu silat
"Hiang mo Pian hoat" dan "Thian liong Pat sek" Ilmu silat "Hiang mo Pian hoat" ini, seorang ahli
pedang yang sudah terkenal ulungnya seperti Tiong ciu khek, ketika menghadapi Kim Houw
dengan ilmu silatnya itu, juga tidak sanggup melawan sampai tiga puluh jurus, Maka dapat diduga
sendiri sampai dimana kelihayan ilmu silat tersebut.
Dalam kaget dan gusarnya Sun Cu Hoa lantas mengeluarkan bentakan keras :
"Bocah cilik, siapa sebetulnya kau ini " Jika kau tidak mau bicara terus terang, kau jangan
sesalkan pedangku ini tidak mengenal kasihan"
Co Seng belum dapat mempelajari bahasa dengan baik, tetapi ia dapat meniru suara
ketawanya Kim Houw dengan baik sekali. Saat itu ia meniru lagaknya Kim Houw waktu sedang
ketawa dingin, Bak-tha Liong-kin nya kembali disodorkan.
Kali ini maksudnya hendak mengatakan, Apa kau masih berani "
Sun Cu Hoa benar-benar sudah tidak dapat mengendalikan marahnya lagi. Sikap bocah cilik
itu sungguh keterlaluan. Sebagai seorang laki-laki dia lebih suka binasa daripada dihina. Maka
setelah membentak keras ia lantas mulai dengan serangannya. Serangannya itu hebat sekali,
sebentar saja ia sudah melancarkan serangan berantai sampai tujuh kali, setiap kalinya ada begitu
ganas dan hebat.
Sun Cu Hoa yang berasal dari keturunan keluarga ahli silat, ditambah lagi dengan didikan Cu
Su, sudah tentu bukannya orang sembarangan. Hanya saja sekali ini ia telah bertemu dengan
seorang bocah yang mempunyai kepandaian ilmu mengentengi tubuh yang luar biasa.
Apalagi Co Seng baru saja mempelajari ilmu silatnya "Thian liong Pat sek" yang luar biasa
lihaynya dan justru tidak menemukan lawan untuk mencoba coba, maka ketika melihat Sun Cu
Hoa menyerang dengan pedangnya, ia lantas melesat tinggi. Di tengah udara ia berputar putaran
sambil memutar senjatanya, bukan saja sudah berhasil menghindarkan serangannya Sun Cu Hoa
yang sangat hebat itu, sebaliknya malah membuat Sun Cu Hoa terkurung di bawah ancaman
pecutnya. Gerakan Co Seng itu ada cepat dan hebat sekali. Sun Cu Hoa sampai kelabakan. Sehingga ia
mundur secara teratur, tiba-tiba ia melihat sesosok bayangan hijau yang melesat menerjang ke
arah Co Seng. Begitu melihat bayangan hijau itu Sun Cu Hoa lantas mengetahui bahwa kawannya telah tiba.
Kawannya itu adalah seorang tinggi kurus yang bernama Kam Tiauw, tetapi orang orang suka
memanggil padanya Hie Kong kong. Usianya kira-kira enam puluh tahun. Ia merupakan salah satu
orang kuat dalam kawanan partai Sepatu rumput yang menyembunyikan diri di suatu desa di tepi
telaga Sin yang ouw. Sekali ini Sun Cu Hoa telah mendapat perintah dari Cu Su untuk mendatangi
tempat itu dan mencari Kauw cu dan malam itu mereka sedang merundingkan persoalan Istana
Panjang Umur di gunung Kuo cong san.
Mendadak terlihat gerakannya Co Seng, Sun Cu Hoa tidak mengetahui apa yang akan
diperbuat bocah itu, maka sengaja ia mengintai sambil menyembunyikan diri.
Siapa nyana, Co Seng begitu tiba ditempat tersebut langsung mengeluarkan senjatanya Baktha
Liong-kin yang benar benar telah mengejutkan Sun Cu Hoa, maka ia mencoba untuk
mendekati sehingga akhirnya ia telah kepergok oleh Co Seng.
Ketika Sun Cu Hoa sudah mundur dan terhindar dari serangan Co Seng, Hie kong kong juga
sudah melayang turun sambil membawa Bak-tha Liong-kin di tangannya.
Sun Cu Hoa ketika melihat senjata tersebut dapat dirampas, bukan main girangnya :
"Hie kong kong, jangan sampai bocah itu kabur begitu saja."
"Jangan kuatir. ia tidak dapat kabur. hanya aku merasa heran, mengapa ia mempunyai senjata
pusaka ini " Apa kau kenal "
Sun Cu Hoa pernah membicarakan halnya Kim Houw dengan orang tua itu, selagi ia hendak
memberitahukan bahwa itu ada senjatanya Kim Houw yang dibawanya dari Istana Panjang Umur,
tetapi entah bagaimana telah berada di tangannya bocah tersebut, belum sampai ia membuka
mulutnya, mendadak ia melihat berkelebatnya satu bayangan orang, kemudian disusul oleh jeritan
kagetnya Hie kong kong.
Ternyata tangannya Hie kong kong pada saat itu sudah kosong. Ia berdiri seperti terpaku,
wajahnya sebentar merah dan sebentar pucat, agaknya ia merasa sangat malu.
Ketika Sun Cu Hoa berpaling ke arah Co Seng, bocah itu tengah berdiri dengan bangga sambil
memegangi senjatanya yang baru saja direbutnya kembali dari tangannya Hie kong kong.
Wajahnya menunjukkan ketawanya yang mengandung arti. Orang tidak mengetahui apa yang
sedang dipikirkan oleh bocah nakal itu.
Sun Cu Hoa kali ini bukan hanya kaget saja, perasaan takut dalam hatinya sungguh tak dapat
dilukiskan. Kalau senjata itu dapat direbut dari tangannya, masih tidak begitu mengherankan.
Tetapi Hie kong kong yang merupakan salah satu orang kuat dari partai Sepatu Rumput,
bagaimana senjata yang sudah berhasil direbut dari tangan lawannya, dalam waktu sekejap saja
telah dapat dirampas kembali, apalagi lawannya itu hanya merupakan seorang bocah saja.
Bukankah kejadian itu merupakan kejadian yang sangat langka "
Bocah itu kelihatannya masih belum mau kabur, agaknya ada orang yang dibuat andalan,
maka sedikitpun ia tidak merasa kuatir.
Sun Cu Hoa lantas berseru:
"Jangan biarkan ia kabur ! itu adalah senjata Bak-tha Liong-kin, senjatanya Kim Siaohiap yang
didapatkan dari Istana Panjang Umur.
Hie kong kong pada saat itu sudah mulai tenang pikirannya, ia mengangguk anggukkan
kepalanya, kemudian berpaling dan memandang Co Seng agak lama, baru ia berkata :
"Adik kecil, kau bernama apa " Siapakah suhumu ?"
Co Seng mengerti maksud pertanyaan orang tua itu, namanya sendiri dan nama Kim Houw
juga dapat disebutnya. Seandainya pertanyaan itu diajukan oleh Sun Cu Hoa sejak tadi mereka
saling bertemu, mungkin ia sudah menjawab dan tidak menimbulkan urusan.
Tetapi sekarang Co Seng sengaja tidak mau menjawab, sebab bocah itu adatnya keras dan
aneh. Dalam alam pikirannya sudah menganggap bahwa mereka itu adalah kawanan orang-orang
jahat yang hendak merampas senjatanya. maka perlu apa diberitahukan namanya "
Ia sengaja menutup rapat mulutnya, tetap berdiri seperti orang linglung, wajahnya
menunjukkan ketawa aneh.
Kelakuan Co Seng itu benar-benar membuat gusar Hie kong kong. Biar bagaimana mereka
tidak mau percaya bahwa anak yang sudah demikian besarnya tidak mengerti perkataan orang.
Hie kong kong menganggap bocah itu terlalu sombong, hingga tidak ada gunanya bicara
banyak-banyak dengannya. Masih bocah sudah begitu jumawa dan kurang ajar, bagaimana nanti
kalau sudah dewasa.
Maka, seketika itu wajah Hie kong kong lantas berubah, mendadak timbul pikirannya untuk
menyingkirkan jiwa bocah itu. Dengan mata bengis dan tangan diluruskan setindak demi setindak
ia menghampiri Co Seng.
Co Seng yang tidak kenal takut, sudah tentu tidak mengerti apa artinya lihay. Menampak Hie
kong kong menghampiri dengan sikapnya yang demikian, ia juga tidak bersedia untuk lari, bahkan
semakin brutal ia menunjukkan ketawanya cengar cengir. Ia tidak tahu bahwa bahaya sedang
mengancam dirinya.
Hie kong kong berada kira-kira lima kaki jauhnya dari diri Co Seng, jarak itu sudah cukup
dengan seuluran tangan saja. Tapi Co Seng masih belum memikirkan untuk kabur. Andaikata ia
hendak kabur juga sudah tidak keburu !
Hie kong kong sambil melonjorkan tangannya, ia menanya pula kepada Co Seng :
"Siapa sebetulnya suhumu " Kalau tidak mau memberitahukan, jangan sesalkan aku orang tua
berlaku telengas terhadap dirimu !"
Tapi Co Seng yang melihat sikapnya Hie kong kong dengan kedua tangan menggeleser ke
bawah serta bajunya warna hijau yang kedombrongan, mirip seorang malaikat di akherat, dalam
hati merasa geli, dan kemudian benar-benar ia sudah tertawa terpingkal pingkal. Terhadap
perkataan Hie kong kong sepatahpun tidak ada yang masuk dalam telinganya.
Hie kong kong semakin gusar, dengan mendadak ia mengangkat kedua tangannya, lalu
digunakan untuk menyerang dengan berbareng.
Serangannya itu ia lakukan dengan tenaga sepenuhnya, sebentar saja suatu kekuatan yang
sangat hebat telah menyambar ke arah badan Co Seng.
Co Seng sejak kanak-kanak sudah melatih ilmu mengentengi tubuh yang luar biasa, ditambah
lagi dengan pelajaran dua rupa ilmu silat luar biasa pula dari Kim Houw, tapi kekuatan tenaga
dalamnya dan kekuatan luarnya masih belum mempunyai dasar yang sempurna.
Begitu melihat sambaran angin yang begitu dasyat, ia sudah tidak keburu untuk menyingkirkan
diri. Pada saat itu mendadak ada semacam tenaga lunak, telah menjambret dirinya Co Seng,
sehingga terhindar dari bahaya.
Co Seng tercengang, ketika ia menengok ke belakang, ternyata . . .
Dari pihaknya Hie kong kong sudah bertekad hendak menyingkirkan dirinya Co seng, maka
kalau serangannya mengenai dirinya si bocah binal, tidak ampun lagi jiwanya Co Seng pasti
melayang. Siapa nyana dengan mendadak . . .
Semacam kekuatan tenaga yang tidak kelihatan, seolah olah tembok dinding yang kokoh kuat
telah membendung tenaga serangan Hie kong kong hingga bocah binal itu bisa lolos dari
kurungan kekuatan sambaran anginnya.
Kepandaian tersebut telah membuat Hie Kong-kong terkejut dan terheran-heran. ketika ia
menegasi, di bawahnya sinar bintang, entah sejak kapan telah berdiri seorang pemuda cakap
yang sedang mengawasi padanya sambil bersenyum.
Hie Kong Kong masih belum hilang rasa kagetnya, mendadak terdengar seruannya Cu Hoa
yang berada di belakang dirinya.
"Haa, Kim Siaohiap, kiranya adalah kau!"
Memang benar pemuda cakap yang baru datang itu adalah Kim Houw.
Apa ia datang tepat pada waktunya " Tidak! Ia sebetulnya siang-siang sudah tiba di tempat itu.
Sebab setiap malam jika Co Seng pergi melatih ilmu silatnya secara diam-diam, ia selalu
mengikutinya secara diam-diam juga.
Sudah tentu ia tidak dapat melepaskan dirinya bocah nakal itu begitu saja. Anak yang masih
baru berusia tujuh tahunan dan membawa senjata pusakanya yang sangat berharga itu.
Tetapi mengapa ia tidak mau menunjukkan dirinya siang-siang " Itu disebabkan karena ia ingin
menguji kekuatan dan ketabahan Co Seng.
Dan apa yang disaksikannya malam itu telah membuat Kim Houw merasa cukup puas, kalau
tidak karena Co Seng terancam bahaya, ia masih belum mau menunjukkan dirinya.
Sampai di sini Sun Cu Hoa lalu memperkenalkan Kim Houw dengan Hie Kong-kong.
Kim Houw segera minta maaf kepada Hie Kong-kong serta menerangkan bahwa Co Seng
adalah muridnya yang baru saja di pungutnya meskipun usianya sudah tujuh tahun, tetapi masih
belum pandai bicara.
Murid baru serta masih berbau pupuk bawang sudah mempunyai kepandaian begitu hebat,
apalagi suhunya. Terutama kepandaian Kim Houw yang baru saja diunjukkan tadi yang dipakai
membendung serangannya, betul-betul merupakan suatu kepandaian yang istimewa, sehingga
Hie Kong-kong merasa sangat kagum sekali.
Kepada Sun Cu Hoa, Kim Houw lalu menanyakan tentang dirinya Cu Su.
"Suhu sedang melakukan perjalanan ke Bin-kang untuk menemui sahabatnya, nanti pada
permulaan bukan tujuh pasti ia datang. Siaote sendiri juga ingin pulang ke Shoe-tang Selatan lebih
dahulu, juga akan balik pada permulaan bulan tujuh itu. Entah Kim-Siaohiap ada mempunyai
pesanan apa ?" demikian jawabnya Sun Cu Hoa.
"Tidak, tidak ada apa-apa, aku hanya ingin menanyakan saja. Sebab aku sudah berjanji
dengan Sin-hoa Locianpwe bahwa pada tanggal tujuh bulan tujuh kita nanti akan berkumpul di
Istana Panjang Umur. Mudah-mudahan kita nanti berhasil membasmi Kow-low Sin-ciam dan
kambrat-kambratnya untuk menjamin keamanan di dunia rimba persilatan."
Pada saat itu Hie Kong-kong juga lantas menyeletuk :
"Kim Siaohiap, bagaimana kalau kita beromong-omong di dalam perahumu?"
"Ahh, tidak usah. Kalau Hie Kong-kong berperahu, aku mohon supaya besok pagi membawa
aku dan kawan-kawanku untuk menyeberangi telaga ini." jawab Kim Houw merendah.
"Itu mudah sekali, besok aku pasti akan menunggu di tempat ini." sahut Hie kong kong sambil
tertawa bergelak-gelak.
Setelah berpamitan dengan Hie kong kong dan Sun Cu Hoa, Kim houw lalu mengajak Co
Seng pulang. Keesokan harinya, Kim Houw lantas memberitahukan kejadian yang dialaminya tadi malam
kepada Tiong-ciu-khek dan Peng Peng. Tentang dirinya Hie kong kong ternyata Tiong ciu khek
sudah lama pernah mendengar namanya. Ketika mendengar keterangan Kim Houw bahwa Co
Seng dapat merebut kembali senjatanya dari tangan Hie kong kong, ia agaknya tak mau percaya.
Apalagi tentang Sun Cu Hoa yang katanya juga tidak dapat menandingi Co Seng ia lebih-lebih
tidak mau percaya. Meskipun Sun Cu Hoa juga berusia tujuh belas tahunan, tetapi tentang
kepandaian anak muda itu Tiong ciu khek juga sudah pernah melihatnya. Kalau tidak karena
kekuatan tenaganya yang masih agak kurang sempurna, ia sudah termasuk salah satu orang kuat
dalam rimba persilatan. Cara bagaimana ia tidak mampu menandingi seorang bocah cilik seperti


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Co Seng " Tetapi kalau tidak percaya, mau apalagi "
Kim Houw tokh tidak ada untungnya mengagulkan dirinya Co Seng. Apalagi sebentar tokh
akan bertemu dengan Hie kong kong sendiri, dari mulutnya orang tua nanti tentu akan mendapat
keterangan yang lebih jelas tentang kejadian malam itu.
Setelah semuanya siap sedia, rombongan Kim Houw lalu berjalan menuju ketepi telaga, di
sana sudah menunggu Hie kong kong dengan perahunya. Dengan lakunya yang hormat sekali Hie
kong kong mengajak Kim Houw dan kawan kawannya naik ke ats perahunya. Terhadap Co Seng,
kelihatannya ia suka sekali ia mengelus elus kepalanya sambil tertawa tawa, mulutnya memuji
muji tiada henti hentinya.
Kim Houw lalu memperkenalkan Tiong ciu khek dan Peng Peng pada Hie kong kong, masingmasing
pada menyatakan kekagumannya.
Tetapi ketika Hie kong kong mendengar pujiannya Tiong ciu khek, ia lantas bertanya sambil
menggeleng gelengkan kepalanya :
"Ah, aku sudah tua, sudah tidak ada gunanya lagi. Sekarang kita harus mengandalkan tenaga
orang-orang dari angkatan muda umpama Kim Siaohiap yang mendapat pelajaran ilmu silat dari
istana panjang umur di gunung Tiang pek san, sampai dimana tingginya kepandaian itu, tidak
perlu dibicarakan lagi. Hanya melihat dari kepandaian si bocah cilik itu saja, sudah cukup
membuat aku si tua bangka merasa kagum dan takluk benar-benar . . . "
Karena perahu itu tidak besar, maka setelah semua orang duduk, sisa tempat yanng terluang
tidak seberapa lagi.
Selagi Hie kong kong hendak mendayung perahunya, tiba-tiba ia mendengar suara tindakan
kaki yang sangat tergopoh-gopoh. Sebentar kemudian, ditepi telaga itu telah muncul seorang
hwesio tinggi besar, tangannya membawa tongkat, dibelakang gegernya menggemblok sebuah
Bok-hie besar, begitu tiba, ia lantas berteriak dengan suaranya yang seperti geledek: "Tunggu
dulu! Hudyamu juga ingin menyeberang kesana!"
Semua orang terkejut melihat kedatangan hwesio yang romannya bengis itu, kepalanya besar,
badannya tinggi besar, dengan sikapnya yang sangat jumawa.
Hie Kong-kong tetap memegang galahnya dan hendak melanjutkan usahanya untuk
mendayung perahunya, tetapi mulutnya lantas menyahut: "Tay-suhu, harap kau suka memaafkan
banyak-banyak. Karena perahuku ini kecil dan orangnya banyak, ditambah lagi di telaga ini angin
dan ombaknya besar. Jika terjadi sesuatu hal yang tidak diingini, bukan saja berarti mencelakakan
diri orang lain, tetapi diri kita sendiripun akan mendapat susah. Tay-suhu adalah seorang
beribadat, harap..."
Hwesio itu menyaksikan Hie Kong kong hendak meninggalkan padanya, hatinya semakin
mendongkol. Ia tidak menantikan habisnya keterangan Hie Kong kong, tongkatnya sudah
digerakkan untuk menahan perahu yang hendak berangkat itu.
Tenaga hwesio itu ternyata kuat sekali, karena perahu yang ditahan oleh tongkatnya tadi
lantas tidak dapat bergerak lagi.
"Orang banyak tohk bisa disuruh turun semua, karena hudya-mu ada urusan penting maka
mau tidak mau kau harus seberangkan aku dulu." demikian kata hweeshio itu sambil ketawa
besar. Orang-orang yang berada di atas perahu itu semuanya merupakan orang-orang yang tidak
suka menerima hinaan begitu saja. Melihat sikapnya yang jumawa serta romannya yang jahat dari
hwesio itu, dapat diketahui bahwa hwesio itu bukan dari golongan orang baik-baik. Tetapi dari
gerakannya yang diunjukkan tadi, telah terlihat bahwa si hwesio mempunyai kekuatan tenaga
dalam yang tinggi dan mungkin masih ada diatasnya Hie Kong kong.
Meskipun Hie Kong-kong mengetahui bahwa dirinya sendiri bukan tandingan hweeshio itu,
tetapi karena didalam perahu itu masih ada Tiong-chiu-khek dan Kim Houw, maka dengan tidak
perdulikan apa akibatnya lagi ia hendak terus mendayung perahunya ke tengah telaga.
Menurut perhitungannya , asalkan perahu itu sudah bergerak meninggalkan tepian, jika hwesio
itu berani menggunakan kekerasan, masa ia berani terbang kedalam perahu, apalagi disitu masih
ada Kim Houw dan lain-lainnya.
Siapa nyana, galah bambu yang dipakai untuk mendorong perahunya itu mendadak patah
menjadi dua dan perahu itu sedikitpun tidak bergerak.
Hie Kong-kong mati kutunya, dalam keadaan demikian, amarahnya lantas meluap.
Tiba-tiba terdengar suaranya hwesio itu yang berkata sambil ketawa dingin : "jikalau kau tidak
mau menyeberangkan Hudya-mu kesana, hari ini jangan harap perahumu dapat bergerak, Hai,
bagaimana" apa kalian semuanya bangkai hidup, mengapa tidak lekas-lekas turun, ke darat"
Kalau Hudya-mu nanti sudah gusar, jangan harap nanti bisa hidup."
Pada saat itu, tiba-tiba Kim Houw berbisik-bisik di telinganya Co Seng, entah apa yang
dibicarakan. Si Hwesio yang menyaksikan keadaan demikian, lantas berteriak-teriak saking gusarnya :
"Bagus sekali. Kiranya kalian hendak main gila! Nanti Hudya-mu suruh kalian menerima
siksaan dulu sebelum mati..."
Siapa nyana, belum habis ucapannya itu, mendadak dirasakan matanya kabur, sesosok
bayangan orang sudah menyerang di depan matanya.
Si hwesio semakin gusar. Ia lalu mementang lengan bajunya, di depan dadanya lalu terkurung
oleh kekuatan tenaganya. Tetapi ketika ia baru saja mengangkat jubahnya, orang di depannya tadi
sudah menghilang.
Kemudian disusul oleh perasaan dingin yang di belakang punggungnya yang terus meresep ke
belakang pinggangnya, sehingga pinggangnya, sehingga pinggang itu dirasakan sakit meskipun
rasa sakitnya itu tidak hebat, tetapi masih dibarengi oleh rasa ngilu dan gatal.
Bukan kepalang kagetnya hwesio itu, ia tidak mengetahui senjata rahasia apa itu yang dapat
merayap dan dapat juga menggigit "
Maka cepat-cepat ia menurunkan Bok-hie-nya dan mengendorkan jubahnya untuk memeriksa.
Tetapi ketika ia sudah menyaksikan sepasang matanya lantas mendelik, mulutnya berteriakteriak.
Apa sebetulnya yang telah terjadi" Kiranya itu hanya dua ekor udang hidup yang benar-benar
yang tadi malam didapat oleh Hie Kong-kong dari dalam telaga itu dan akan digunakan untuk
santapan tengah hari untuk para tamunya. Tidak nyana udang itu telah digunakan oleh Kim Houw
untuk mempermainkan dirinya si hweeshio.
Hwesio yang dipermainkan demikian rupa itu sudah tentu tidak mau mengerti. Tetapi ketika ia
membuka matanya lebar-lebar untuk mencari orangnya yang berani berbuat begitu jahil terhadap
dirinya, ternyata perahunya Hie Kong-kong sudah berada jauh ditengah telaga, meninggalkan
hwesio itu dalam keadaan kalap sendiri.
Perahu itu, di bawah kekuasaannya Hie kong-kong, dapat berjalan sangat laju dan sebentar
saja mereka sudah menghilang dari pemandangan si kepala gundul.
Pada waktu senja hari itu perahu yang ditumpangi Kim Houw dan kawan-kawannya sudah tiba
di kota Jiauw ciu. Karena Hie Kong-kong masih sedang menantikan kedatangan salah seorang
kawannya, maka Kim houw setelah berpisah dengan Hie Kong-kong bersama kawan-kawannya
melanjutkan perjalanannya melalui darat.
Malam itu mereka menginap disalah satu penginapan dalam kota tersebut.
Tengah malamnya, kembali Co Seng hendak keluar dari rumah itu untuk melatih ilmu silatnya.
Tetapi baru saja ia bergerak, tiba-tiba ia mendengar suara Kim Houw yang berkata:
"Co Seng, kita telah kedatangan tetamu malam yang tidak seberapa. Kau pergi gusur
kepalanya kemari, nanti aku yang periksa padanya.
Co Seng girang sekali mendapatkan tugas itu dengan cepat ia sudah melompat melesat
melalui lubang jendela.
Baru saja Co Seng berada di atas genteng, benar saja dari jauh ia sudah melihat sesosok
bayangan hitam yang lari mendatangi laksana terbang.
Co Seng maju menghampiri dan menghadang perjalanan orang tersebut.
Tetamu malam itu ternyata adalah satu pemuda yang berusia kira-kira dua puluh tahun.
Karena Co Seng tidak pandai bicara, maka ia mengenakan tangannya menunjuk ke dalam
ruangan, seolah-olah hendak berkata: Silahkan turun, kita sudah menantikan kedatanganmu.
Tetapi pemuda tersebut, ketika dengan secara mendadak dirinya dipegat oleb satu satu bocah
cilik, agaknya memandang enteng sekali. Sambil miringkan badannya, ia hendak meneruskan
perjalanannya sambil memutar di sampig Co Seng.
Tidak dinyana, baru saja badannya bergerak, kembali jalannya sudah dirintangi oleh Co Seng
dengan satu tangannya yang lain tetap digunakan untuk menunjuk ke ruang bawah. Bagi Co
Seng, perbuatan demikian itu dianggapnya sudah sangat hormat terhadap tetamunya.
Tetapi pemuda itu agaknya mempunyai urusan yang sangat penting, maka ia tidak mau
meladeni Co Seng. Beberapa kalipun ia sudah berusaha untuk menyingkirkan diri dari bocah itu,
selalu tidak berhasil menyingkir dari depannya Co Seng, maka ia lantas menjadi gusar.
"Anak busuk, kau mau apa?" demikian tegurnya. Co Seng hanya mengganda ketawa,
tangannya kembali menunjuk ke arah ruangan, mulutnya hanya mengeluarkan perkataan:
"Silahkan... silahkan....."
Pemuda itu dibikin bingung oleh lakunya, tetapi kegusarannya tetap memuncak. Dengan tibatiba
ia mengayun tangannya untuk menyerang Co Seng. Meskipun serangannya itu tidak dibarengi
oleh kekuatan sambaran angin, tetapi juga tidak lemah.
Tetapi yang diserang ternyata sudah tidak kelihatan lagi bayangannya sekalipun. Selagi
berada dalam keadaan kaget dan terheran-heran, mendadak kedua pergelangan tangannya
dirasakan kesemutan semuanya kemudian pundak kanannya dirasakan seperti terdorong oleh
tangan orang, sehingga badannya jatuh meluncur kebawah.
Co Seng setelah berhasil mendorong turun pemuda tersebut, di belakang dirinya kembali telah
muncul satu bayangan orang, dengan gerakannya yang gesit sekali.
Co Seng lalu menghunus senjata Bak-tha Liong kin-nya, dengan gerak tipu "Thian-liong Patsek"
badannya melompat tinggi keatas.
Kemudian memutar ditengah udara dan menyerang sambil menukik. Pikirnya ia hendak
menggusur orang itu seperti caranya menghadapi pemuda tadi.
Tiba-tiba ia mendengar suaranya Tiong ciu-khek yang berkata:
"Co Seng! Aku..."
Dalam kagetnya Co Seng buru-buru tarik kembali serangannya, ditengah udara ia
berjumpalitan sampai tiga kali baru menjelang turun. Ia buru-buru memberi hormat sambil minta
maaf kepada Tiong ciu khek.
"Apa hanya satu orang saja?" tanya Tiong ciu khek.
Co Seng mengangguk anggukkan kepalanya, lantas lompat turun ke bawah.
Tiong ciu khek merasa kagum sekali atas kecerdasan Co Seng, dalam usia yang demikian
mudanya ia sudah mempunyai daya perasaan yang begitu tajam. Ia sendiri yang baru
menginjakkan kakinya di atas genteng, lantas mau diserang dengan senjatanya Bak-tha Liong kin.
Kegesitan untuk bergerak, mungkin tidak kalah dengan orang-orang yang tergolong kuat dalam
kalangan persilatan. Hanya sayang tenaganya masih kurang. Seandainya ia mendapatkan secara
mujijat seperti halnya dengan Kim Houw yang mendapatkan kekuatan tenaga di luar batas
kekuatan manusia biasa, maka kedatangannya ke Istana Panjang Umur kali ini, pasti ia akan
merupakan seorang pembantu yang sangat berharga.
Tiong chiu khek begitu turun dari atas genteng, segera dapat melihat Kim Houw di dalam
kamarnya lampunya sudah dinyalakan dan Peng Peng juga turut serta dalam kamar tersebut,
maka ia lantas menghampiri mereka.
Di dalam kamar itu, Kim Houw sedang memeriksa apa-apa dibawahnya penerangan lampu.
Ketika Tiong ciu khek sudah berada di dekat sisinya, barulah ia mengetahui bahwa apa yang
diperiksa oleh Kim Houw tadi ternyata adalah suratnya Siao Pek Sin yang dikirim untuk kauwcu
Ceng hong kauw.
Dalam surat itu diterangkan bahwa Hay lam Siang koay tiba tiba telah pulang dan bersedia
membantu padanya memulihkan kembali kewibawaan Istana Panjang Umur. Disamping itu, masih
ada lagi Kow low Sin ciam, Thie Bok Taysu, Ho pak am Sian dan lain lainnya yaitu orang orang
kelas satu dari golongan hitam yang bersedia untuk menghadapi Kim Houw, maka diminta supaya
kauwcu itu supaya dengan segera datang ke Kua-chong-san untuk mengadakan perundingan
bersama sama. Sehabis membaca surat itu, bukan main kagetnya Tiong ciu khek. Sebab seorang seperti Kow
low Sin ciam saja sudah cukup menakutkan, apalagi sekarang dibantu oleh Hay lam Siang koay
yang mempunyai kepandaian istimewa. Karena Tiong ciu khek belum pernah bertemu dengan
mereka maka ia belum mengetahui sampai dimana tingginya kepandaian mereka. Tetapi Thie Bok
Taysu dan Hoa pak Sam sian merupakan kawanan manusia iblis yang namanya sama terkenal
dengan Kow low Sin ciam dan Liok cie Tianmo. Meskipun belum pernah bertemu, tetapi
keganasan mereka hampir diketahui oleh setiap orang dalam kalangan persilatan. Anehnya orang
orang ini semuanya yang tadinya sudah lama tidak muncul-muncul didepan umum, mengapa tibatiba
sekarang muncul lagi dan membuat keonaran dalam kalangan Kang-ouw lagi dengan
berbareng. Kekuatiran Tiong-cui-khek ini sudah tentu tidak diketahui oleh Kim Houw dna Peng Peng,
sebab kecuali Kow-low Sin-ciam dan Liok-cie Thian-mo, mereka belum pernah mengetahui nama
yang lain-lainnya itu.
Hay Lam Siang koay,meskipun sudah lama berkumpul dengan Kim Houw didalam Istana
Panjang Umur, tidak diketahui kepandaiannya berapa tingi" Sebab ketika itu semua orang yang
berada dalam istana tersebut, siapapun tidak pernah membicarakan soal kepandaian ilmu silat.
Keadaan Kim Houw pada saat itu, sekalipun orang-orang pada membicarakan soal yang
berhubungan dengan ilmu silat, ia sendiripun tidak akan mengerti.
Akhirnya Kim Houw seperti mengingat pada sesuatu hal, maka ia lantas menanya kepada
Tiong-ciu-khek : "Ya, orang-orang ini terdiri dari golongan apa saja" Apakah mereka semuanya
lihay?" "Mungkin dunia akan kiamat, maka pengaruhnya iblis merajalela. Kawanan manusia iblis
ini sudah lama namanya tidak terdengar lagi, bagaimana secara mendadak dapat muncul lagi"
Dalam kalangan persilatan semua pada menduga bahwa mereka semuanya sudah pada
mampus. Tetapi siapa nyana..." bicara sampai di sini, Tiong-ciu-khek tiba-tiba berseru kaget,
kemudian berkata pula : "jikalau begitu ia, bangsat kepala gundul yang kemarin kita ketemukan di
tepi telaga kiranya adalah dia."
"Dia siapa"... " tanya Kim Houw dan Peng Peng berbareng.
"Kemungkinan besar adalah dia, kalau bukan dia, bagaimana bisa mempunyai kekuatan begitu
hebat?" "Maksud yaya apakah bukan mau mengatakan bahwa sikepala gundul itu adalah Thian Bok
Taysu" Dengan sejujurnya, kalau dilihat dari keadaan kemarin itu, tidak ada apa-apanya yang
hebat pada dirinya. Co Seng saja sudah membuat ia berteriak-teriak kelabakan." nyeletuk Kim
Houw. "Itu hanya kebetulan saja, bagaimana dapat dibuat ukuran" Bok-hie dan tongkatnya Thie Bok
Taysu sudah lama merupakan senjata yang terkenal hebatnya.
Disamping itu masih ada lagi sebuah golok Kayto yang direndam dalam racun, merupakan
senjata yang sangat jahat, senjata itu dapat digunakan secara leluasa dan dapat pula digunakan
untuk menyerang sasarannya yang berada sejauh tiga tombak. Tentang Co Seng memang ada
satu tenaga bantuan yang sangat baik, hanya sayang. lihaynya masih kurang, apa lagi tenaga
dalamnya, ia tidak nanti dapat menghadapi kawanan iblis itu.
Kim Houw yang mendengar keterangan itu, agak lama ia berpikir, kemudian berkata:
"Begini saja, waktunya tokh masih ada setengah bulan lebih. Selama beberapa hari ini aku
ingin mengorbankan sedikit kekuatan untuk disalurkan ke dalam tubuhnya Co Seng supaya
bertambah. Taruh kata tidak digunakan untuk menyerang orang, untuk melindungi dirinya sendiri
rasanya sudah lebih dari cukup"
Sehabis berkata demikian Kim Houw lantas buktikan apa yang dipikir. Sementara itu pemuda
yang tergeletak di tanah itu oleh Tiong-ciu-khek dibawa keluar dan diletakkan di luar kota.
Suratnya dikembalikan ke dalam sakunya.
Pemuda itu, ketika terjatuh dari atas genteng, ingatannya sudah kabur, sehingga ia tidak lagi
mengetahui apa yang telah terjadi pada dirinya. Tatkala ia siuman kembali dari pingsannya, ia
telah mendapatkan kenyataan bahwa dirinya sekarang sudah ada di luar kota. Ia memikir bulak
balikpun tidak mengerti, bagaimana caranya ia bisa berada di situ. Tetapi karena barangbarangnya
tidak ada yang hilang, maka dengan terbirit-birit ia melanjutkan perjalanannya.
Sudah tentu, karena perhubungannya dengan Kim Houw, Ceng-hong-kauw tidak mau masuk
dalam persekutuan Siao Pek Sin lagi, maka Kim Houw tidak perlu menahan surat undangan
tersebut supaya pemuda itu tidak terlalu bercuriga.
Sekarang kita balik lagi kepada Kim Houw yang sedang menyalurkan kekuatan tenaga ke
dalam tubuh Co Seng.
Semula Co Seng masih sangat gembira. Ia menurut perintahnya Kim Houw disuruh duduk,
disuruh tidur, ia juga disuruh memejamkan mata ia juga memejamkan matanya. Pendek kata
disuruh apa saja ia terus menurut.
Tetapi ketika Kim Houw Han-bun-cao-khie masuk ke dalam badan Co Seng, hawa dingin itu
telah membuat Co Seng menggigil tidak berhenti-hentinya. Perasaan gembiranya lenyap seketika
itu juga dan diganti dengan penderitaan, badannya seluruhnya dirasakan dingin.
Bersambung Jilid ke 32
Oleh karena ingin mendapatkan kekuatan dalam waktu singkat, Co Seng terus menahan rasa
sakitnya sambil kertek gigi, sedikitpun tidak mengeluh.
Tapi hawa dingin itu makin lama makin hebat, sehingga semua anggauta badannya seperti
sudah beku seluruhnya. Akhirnya, matanya dirasakan gelap dan sebentar kemudian sudah tidak
ingat apa-apa lagi.
Ketika ia siuman kembali, keadaan di sekitarnya sudah gelap, ia sendiri tidak mengetahui hari
sudah jam berapa.
Sebetulnya ia sudah pingsan satu hari satu malam lamanya dan saat itu adalah jam satu
tengah malam Co Seng membuka matanya dan memandang keadaan sekitarnya, akhirnya dalam
keadaan yang gelap gulita itu, samar-samar matanya dapat melihat hanya Tiong-ciu-khek seorang
yang tidur di atas pembaringannya, Kim Houw dan Peng Peng tidak kelihatan.
Pada saat itu, Co Seng merasa sangat dahaga sekali. Perut lapar masih tidak menjadi soal
baginya, tetapi mulut kering merupakan suatu siksaan yang sangat hebat.
Maka ia ingin mencari air minum. Siapa tahu baru saja badannya bergerak, tulang-tulangnya
mendadak dirasakan sakit sekali, hampir saja ia jatuh pingsan lagi.
Terpaksa ia membuka mulut, maksudnya hendak minta pertolongan Tiong-ciu-khek untuk
mendapatkan sedikit air.
Tetapi perkataan belum sampai keluar dari mulutnya, matanya mendadak dapat melihat, di
pembaringan Tiong-ciu-khek terdapat beberapa buah buli-buli besar dan kecil berderet-deret. Bulibuli
itu setiap hati dibawa-bawa oleh Tiong-ciu-khek. Sebenarnnya Co Seng menganggap bahwa
buli-buli itu ada araknya. Sudah beberapa kali ia ingin mencoba mencurinya untuk meminum
isinya. Tetapi tidak berani karena melihat Tiong-ciu-khek sendiri menyayangi barang itu seperti
mustika dan setiap hari tidak pernah terpisah dari badannya.
Andaikata benar ada araknya, tentunya merupakan arak mahal. Sayang Co Seng selalu tidak
pernah mendapat kesempatan untuk mengambilnya.
Malam itu, sungguh kebetulan sekali. Dalam keadaan sangat dahaga, ia telah lama
menemukan buli-buli yang sudah lama diincarnya itu. maka Co Seng lantas menahan sakitnya
seberapa dapat, ia menggerakkan badan dan kakinya perlahan lahan untuk mengambil buli-buli


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut. Meskipun Co Seng belum banyak mengerti urusan tetapi kegemarannya terhadap arak
merupakan pembawaan dari kodrat. Mengingat bahwa dalam buli-buli itu ada arak wanginya
segala penderitaannya lantas lenyap seketika itu juga.
Akhirnya tanganya dapat menjambret buli-buli itu. Apa mau yang diambil itu justru buli-buli
yang paling besar.
Dengan susah payah ia baru berhasil membuka tutupnya dan segera diminum isinya.
Siapa nyana, begitu diminum, baru diketahuinya bahwa isinya itu hanya air tawar biasa saja,
sehingga hati Co Seng merasa sangat kecewa.
Tetapi dalam keadaan sangat dahaga pada saat itu, air tawar serupa itu merupakan barang
yang sangat berharga baginya.
Co Seng terus menenggak isinya, rasa sakit di sekujur badannya tadi mendadak lenyap. Hawa
dingin yang semula dirasakan mengeram didalam pusarnya, saat itu juga lenyap.
Dalam hati Co Seng merasa heran. Sambil menuangkan buli-buli itu, ia terus menenggak
isinya. Air sebuli besar itu sekejap saja telah habis diminumnya.
Perut Co Seng yang begitu kecil ternyata dapat mengisi air sebuli besar. Ia masih belum
mengetahui bahwa air itu adalah airnya kerbau hijau yang sangat mujijat. Karena sehabis minum
airnya, sekujur badannya dirasakan segar maka terus saja ia minum lagi dan buli-buli yang lainlainnya.
Sebentar saja ia sudah menghabiskan isinya tujuh atau delapan buli-buli. Ada ketinggalan
dua buli-buli berisi yang belum diminumnya.
Sampai di sini, kekuatan tenaga Co Seng telah bertambah dengan tiba-tiba. Sedangkan
didalam perutnya ia merasakan hawa panas yang menyusuri seluruh badannya.
Co Seng terperanjat, ia tidak minum sisanya lagi. Buru-buru ia duduk bersila untuk melatih ilmu
tenaga dalam seperti apa yang diajarkan oleh Kim Houw.
Tetapi latihannya itu telah membuat dia merasakan dirinya ringan sekali, seolah-olah akan
melayang diudara, sedangkan hawa panas ditengah perutnya dirasakan seperti bergolak.
Co Seng yang belum pernah melatih ilmu lweekang, ia tidak mengetahui bahwa keadaan yang
beritu itu baik atau jelek. Dalam kagetnya, kembali ia jatuh pingsan.
Ketika ia siuman untuk kedua kalinya, cuaca sudah terang, Kim Houw, Peng Peng dan Tiongciukhek bertiga berdiri di hadapannya.
Kim Houw memandang padanya dengan perasan terheran heran kemudian bertanya
kepadanya : "Co Seng, kau kenapa " kalau kedatanganku terlambat sedikit saja, apa kau kira
jiwamu masih ada " Apa yang telah kau lakukan dan kau mendapat mestika apa ?"
Dengan perasaan bingung, Co Seng hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, mulutnya
hanya dapat mengatakan : "Aku... air..."
Kim Houw yang mendengar itu, agaknya tidak percaya.
"Aku tahu kalau kau ingin minum air, aku sudah memesan pada yaya supaya kau tak diberikan
air. Darimana kau mendapatkan air " Apalagi keadaanmu ini tidak mirim dengan seorang yang
habis minum air saja, pasti masih ada lain sebab . . . "
Kim Houw masih ingin mengatakan apa-apa lagi, mendadak didengarnya Tiong Ciu Khek
berseru : "Aya . . . ada maling !" Kim Houw dan Peng Peng terperanjat, lalu menanya berbareng:
"Yaya, kau kehilangan apa ?" "Tadi malam ketika kalian berdua keluar berlatih, aku telah
kepulasan dan tertidur, sampai-sampai aku tidak mengetahui kalau ada maling masuk ke kamarku
dan mencuri habis air mujizatku yang kubawa bawa dengan susah payah . . . "
Mendengar perkataan Tiong ciu khek itu, wajah Co Seng pucat seketika, badannya menggigil.
Dengan suara gemetar ia berkata :
"Aku . . . aku . . . "
Ia sebetulnya ingin mengatakan bahwa dialah yang minum air dalam buli-buli itu, karena ia
tidak mengetahui bahwa dalam buli-buli itu terdapat air mujizat, maka minta agar supaya Tiong ciu
khek memberi maaf. Tetapi dalam keadaan gugup, ditambah lagi karena ia tidak pandai bicara,
maka ia hanya dapat mengatakan "aku, aku" saja.
Tetapi Kim Houw yang menyaksikan keadaan Co Seng itu, lantas mengerti apa yang telah
terjadi. "Yaya tidak usah cemas. Aku sudah menemukan itu orang yang mencuri air mujizatmu itu,
cuma saja yaya tidak dapat membunuhnya, sebab dia adalah orang kita sendiri." kata Kim Houw
sambil ketawa. Kemudian ia berpaling dan berkata kepada Co Seng :
"Co Seng, kau juga tidak perlu ketakutan sedemikian rupa. Sebagai seorang laki-laki, berani
berbuat harus pula berani tanggung jawab. Kau berani mencuri minum barangnya orang lain,
seharusnya kau berani pula mengakui terus terang. Apa kau kira dengan ketakutan saja, perkara
dapat habis begitu saja "
Aku tadinya sedang merasa heran, mengapa kekuatanmu mendadak sontak bertambah,
kiranya adalah karena kau mencuri minum air mujizat itu."
Tiong ciu khek lalu mengerti akan duduk perkara, tetapi dia masih belum mau percaya, dengan
cara bagaimana Co Seng dapat menghabiskan air yang begitu banyak " Ia lantas berkata :
"Hal ini aku sungguh-sungguh tidak habis mengerti. Air sampai tujuh atau delapan buli-buli,
bagaimana dapat masuk semuanya dalam perutnya yang begitu kecil " Sedangkan air itu kalau
diminum sewajarnya, mungkin tidak akan habis setengah bulan. Bagaimana ia dapat meminum
habis dalam waktu semalaman saja ?"
Kim Houw yang mendapat keterangan juga merasa terkejut, memang itu merupakan suatu
soal yang aneh . . . "
Co Seng yang sudah mendengar perkataan Kim Houw, nyalinya mendadak menjadi besar. Ia
mengeluarkan dua buli-buli yang belum diminum isinya, lalu diberikan kepada Tiong ciu khek
sembari berkata :
"Masih ada, masih ada ! Aku . . . aku . . . "
Tiong-chiu-khek menyambuti buli-bulinya itu, memang benar masih ada isinya, sedangkan
yang lain-lainnya sudah kosong.
Karena Co Seng mengakui dia yang meminumnya, maka Tiong-chiu-khek yang semula tidak
percaya, harus percaya juga.
Kim Houw lantas menyuruh Co Seng duduk di atas pembaringan, ia sendiri lantas berduduk di
atas pembaringan, ia sendiri lantas berduduk di depannya sambil menyodorkan kedua tangannya.
Ia juga menyuruh Co Seng menyodorkan kedua tangannya, dengan demikian empat tangan lalu
saling menempel satu sama lain untuk melatih ilmunya.
Sekali ini, Co Seng bukan saja sedikitpun tidak merasakan gangguan dari ilmu Han bun cao
kie Kim Houw, malah sebaliknya, daya kekuatan perlawanannya sangat kuat.
Lewat kira-kira satu jam lamanya, Kim Houw melompat turun dari atas pembaringan dan
berseru dengan suara girang:
"Sudah, sekarang kekuatanmu sudah melampaui batas kekuatan manusia biasa. Dua atau tiga
tahun lagi kau sudah dapat menandingi kekuatanku. Sungguh tidak nyana, air kerbau hijau yang
sangat mujizat itu, khasiatnya terhadap kekuatan tenaga manusia ada demikian gaib, Hanya
sayang sekali..."
Mendengar Kim Houw mengatakan sayang Tiong chiu khek dan Peng Peng telah menyerah.
Kalau dulu mereka telah mengetahui bahwa air busa itu ada mempunyai khasiat yang begitu
mujizat, sudah tentu merekapun akan minum lebih banyak lagi.
Kemudian sisa air dalam dua buli-buli itu diletakkan dihadapan Tiong chiu khek dan Peng Peng
seraya berkata: "Yaya dan Peng Peng masing-masing boleh minum satu buli-buli. Aku percaya,
sedikit banyak pasti akan ada faedahnya. Tentang obat luka, lain hari kita bicarakan lagi. Apakah
orang-orang dari golongan Sepatu Rumput tidak ada satu juga yang membawa obat-obatan?"
Peng Peng yang mendengar itu lantas hendak membuka tutupnya dan hendak menengguk
isinya... Tiba-tiba TIong Chiu Khek berseru :
"Aku sendiri tahu, bahwa latihan ilmu silat setiap orang ada batasnya, betapapun tingginya
kekuatan tenaga manusia aku percaya tidak ada yang dapat melampaui batas ukuran. Bakat
seseorang adalah karena pembawaan alam. Tidak dapat diperoleh secara paksa. Houw-jie. kau
tadi bukan mengatakan bahwa kekuatannya Co Seng itu masih memerlukan dua tiga tahun lagi
baru sempurna betul. Sekarang biarlah sisanya dua buah buli-buli ini kuberikan padanya, sebab
menolong orang tidak boleh tanggung-tanggung."
Peng Peng yang mendengar keterangan itu juga sadar. Mengapa ia yang mengikuti Kim Houw
dan belajar ilmu silat Thian Liong Pat sek sebegitu jauh masih tidak dapatkan hasil yang
sempurna, sebaliknya Co Seng yang belum lama belajarnya, hasilnya hampir menyerupai dengna
Kim Houw" Ini benar-benar karena bakat seseorang yang berlain-lainan, maka ia juga rela
menyerahkan buli-bulinya kepada Co Seng sambil berkata:
"Co Seng, nah ambillah. Semua untukmu Tetapi kau harus mengeluarkan tenaga lebih banyak
untuk membantu kami nanti."
Mulanya Co seng tidak berani menerima, tetapi setelah disuruh oleh Kim Houw, ia tak berani
menampik lagi. Ia lantas turun dari pembaringan dan berlutut sambil mengangguk-anggukkan
kepalanya di hadapan Tiong chiu-khek dan Peng Peng. Meskipun itu ada merupakan untuk kedua
kalinya Co Seng menjalankan peradatan menghormat sejak ia dilahirkan, tetapi ia melakukan
perbuatan itu secara sujud dan jujur, bukannya berpura-pura saja.
Kim Houw lantas menyuruh Co Seng supaya minum airnya dan lantas diajak berlatih lagi
supaya kekuatannya menjadi sempurna betul-betul dan nanti dalam pertempuran menghadapi
kawanan manusia iblis supaya dapat dilepaskan untuk menghadapi lawan yang tangguh-tangguh.
Tiong-chiu-khek dan Peng Peng yang berdiri menyaksikan disamping, mendadak merasakan
hawa dingin yang mulai meluas dari badannya Kim Houw dan Co Seng.
Tiong chiu khek dan Peng Peng meskipun terhitung orang-orang kuat, tetapi kalau
dibandingkan dengan Kim Houw dan Co Seng yang sekarang, sudah jauh sekali bedanya, maka
mereka tidak tahan terhadap serangan hawa dingin tersebut.
Akhirnya seluruh kamar itu terkurung oleh hawa dingin, sehingga Tiong-chiu-khek dan Peng
Peng terpaksa menyingkir keluar.
Lewat kira-kita satu jam, Kim Houw memanggil Tiong-chiu-khek dan Peng Peng supaya masuk
kembali. Ketika Kim Houw yang sedikitpun tidak menunjukkan tanda-tanda keletihan, dalam hati
mereka merasa heran.
Kim Houw melihat air muka mereka yang keheranan, sambil tersenyum ia berkata:
"Tadi ketika aku membantu padanya membuka urat-urat nadi bagian "Jin" dan "Tok"
sebetulnya sudah merasa sangat letih, siapa nyana dia dapat menggunakan kekuatan dari dalam
untuk membantu aku. Maka sekejap saja keletihanku sudah pulih kembali seperti sedia kala. Ini
benar-benar ada di luar dugaanku."
Sehabis bicara. Kim Houw lalu mengeluarkan tangannya untuk menotok jalan darah "Kian kin
hiat" Co Seng.
"Kian kin hiat" ini merupakan salah satu jalan darah penting anggota badan manusia jika
terkena totokan, orang tersangkut akan jatuh pingsan.
Sebab Co Seng sendiri masih belum mengerti dimana adanya jalan darah penting, maka Kim
Houw kuatirkan jika dalam pertempuran nanti ia terpedaya oleh musuhnya. Sengaja ia mencoba
ada reaksi apa dari bocah itu, serta daya perlawanannya bagaimana, baru nanti Co Seng
diberikan petunjuk sebagaimana mestinya.
Daya perasaan Co Seng memang luar biasa, ditambah lagi dengan kekuatannya yang
sekarang sudah bertambah secara mendadak sudah tentu ia mengerti bagaimana caranya
menghindarkan suatu serangan. Hanya saja karena Kim Houw adalah suhunya sendiri, juga ia
tidak mengetahui kalau sang guru sedang mencoba dirinya, maka ia tidak berani menyingkirkan
diri. Dengan demikian, maka jari Kim Houw tadi telah dapat mengenakan jalan darah "Kian kin hiat"
nya Co Seng. Cuma jari itu seperti mengenakan barang yang licin, telah meleset.
Pertama kali Kim houw mencoba menotok, sudah tentu ia tidak menggunakan kekuatan
banyak-banyak dan setelah kini mengetahui demikian, ketika untuk kedua kalinya ia menotok lagi,
ia telah menggunakan kekuatan secukupnya. Ia ingin mengetahui sampai dimana kekuatan daya
perlawanan Co Seng.
Sebentar saja, jari tangan Kim Houw sudah menotok bagian jalan darah di badannya Co Seng.
Tetapi kesudahannya sama seperti yang pertama. Kim Houw disini baru merasa heran, dalam hati
bertanya-tanya kepada diri sendiri: Muhngkinkah Co Seng mempunyai kekuatan Khun goan
pembawaan dari alam" Mengapa sampai hari ini baru diketahuinya"
Memang benar dalam diri Co Seng terdapat kekuatan Khun goan Khie kang pemberian alam,
hanya saja kekuatan itu tersimpan didalam dirinya dan kini setelah urat nadi Jin dan Tok terbuka,
maka kekuatan Khun goan Khie kang-nya itu lantas tersebar di seluruh badannya kekuatan itu
lebih jauh lebih hebat dari pada segala ilmu kebal, Kim ciong cao umpamanya yang di dapat dari
tenaga latihan.
Tiong Ciu khek dan Peng Peng yang menyaksikan kelakuan Kim Houw, mereka menganggap
mungkin masih ada apa-apa yang masih belum selesai dari latihan tadi.
Siapa nyana, Kim Houw sehabisnya menotok diri Co Seng, mendadak lantas berdiri bingung,
matanya memandang ke atas, agaknya ada suatu soal sulit yang susah ditutup.
Peng Peng yang selalu memperhatikan Kim Houw melihat keadaan demikian buru-buru maju
menanya. Engko Houw, engkau kenapa?"
Tindakan Peng Peng tadi berbareng juga mengejutkan Co Seng. Dengan wajah ketakutan Co
seng kembali berlutut di hadapan Kim Houw ia mengira bahwa dirinya telah berbuat kesalahan.
Kim Houw yang ditegur oleh Peng Peng seketika itu menjadi kaget, kemudian menjawab
sambil tersenyum:
"Tidak apa-apa, aku cuma menguatirkan di kemudian hari murid ini kepandaiannya nanti akan
melebihi dari suhunya sendiri sebab dalam badannya terdapat kekuatan Khun goan Khie kang.
Dengan demikian kalau murid ini nanti menjadi seorang berandalan sang suhu pasti akan merasa
kewalahan."
Co Seng yang masih berlutut, ketika mendengar perkataan Kim Houw tadi, hatinya merasa
kebat-kebit. Sayang karena ia masih belum pandai bicara, terpaksa ia hanya dapat
menganggukkan kepalanya sambil menangis.
"Bangunlah! Asal kau nanti tidak berani melawan suhumu saja sudah cukup," kata Kim Houw
bersenyum. Co Seng masih belum berani berdiri, dengan susah payah ia baru dapat
mengeluarkan perkataan:
"Ak...aku...tidak berani!"
Di kota Jiauw ciu itu mereka berdiam tiga hari lamanya. Pada hari ke empat pagi-pagi Kim
Houw berempat melanjutkan perjalanannya menuju ke gunung Kua chong san. Dalam beberapa
hari saja mereka sudah tiba di daerah pegunungan tersebut.
Malam itu, ketika ke empat orang itu baru saja masuk di kota Cho ciu di kaki gunung Kua
chong san, Kim Houw sudah mengetahui bahwa ada seseorang yang sedang mengintai gerakgerik
mereka. Pada saat itu, Co Seng dengan disengaja atau tidak telah bertubrukan dengan seorang lakilaki
yang sedang berjalan mendatangi. Orang itu mungkin karena kesakitan, mulutnya lantas
memaki-maki, tangannya bergerak memukul Co Seng. Co Seng berlagak ketakutan, ia lantas
membalikkan badannya untuk kabur. Orang itu rupanya tidak mau mengerti, ia terus mengejar.
Mereka kejar mengejar sampai didepan pintu sebuah toko obat.
Di situ ada berdiri berendeng dua orang laki-laki yang berpakaian ringkas.
Co Seng yang lari-larian kesana kemari, lantas menubruk tengah-tengah diantara kedua orang
laki-laki tadi.
Karena cepatnya Co Seng bergerak. kedua orang laki-laki tadi meskipun sudah mengetahui
bahwa diri mereka akan bertabrakan, tetapi mereka tetap tidak mau menyingkir, sehingga akhirnya
ketabrak jatuh oleh Co Seng.
Sekali ini, mungkin tabrakannya terlalu keras, sehingga kedua orang laki-laki itu tidak dapat
segera berbangkit. Tetapi orang yang sedang mengejar Co Seng tadi sudah keburu sampai.
Ketika melihat kedua orang ketabrak jatuh, diam-diam ia memaki bahwa kedua orang laki-laki
itu tidak ada gunanya, atau sengaja berpura-pura. Sebab terhadap satu bocah yang usianya baru
kira-kira tujuh tahun saja, ada mempunyai berapa kekuatannya sampai dapat menubruk jatuh dua
orang tua. Justru ketika ia berpaling mencari Co Seng lagi, bocah binal itu ternyata sudah tidak
kelihatan lagi bayangan.
Kiranya Co Seng yang masih kecil itu tidak pandai bicara, ternyata banyak sekali akal
muslihatnya. Ia lebih dahulu sudah mengetahui bahwa kedua orang itu sedang mengintai rombongannya
sendiri. Meskipun orangnya kecil, tetapi kecerdasan luar biasa. Selama mengikuti Yayanya, si
padri aneh itu, meskipun waktunya sangat pendek, tetapi segala tingkah laku dan akal muslihatnya
padri yang gila-gilan itu Sudah dapat ditirunya semuanva, maka terjadilah peristiwa yang agak lucu
tadi. Mereka berempat, setelah berdiam dirumah penginapan, dari sakunya Co Seng mengeluarkan
dua buah "plat papan" sambil mengoceh dengan caranya sendiri.
Kim Houw baru mengetahui bahwa dua buah plat papan itu telah didapati oleh Co Seng dari
kedua orang laki-laki yang ditabrak jatuh tadi.
Plat papan itu berukirkan sebuah lukisan istana yang mentereng. Dilain mukanya terdapat
tanda capnya "Istana Panjang Umur", ternyata plat papan itu adalah tanda dari Istana Panjang
Umur yang dikuasai oleh Siao Pek Sin.
"Mereka rupa-rupanya ingin bergerak secara besar-besaran, maka sengaja menggunakan
segala macam pertandaan. Apakah di gunung Kua-chong-san itu terdapat banyak rintangannya?"
kata Tiong chiu-khek sambil ketawa.
"Hal ini juga sudah dikatakan, nanti kita tangkap mereka dan coba menanyakan keadaannya."
jawab Kim Houw.
Tetapi di dalam kota, Kim Houw telah mencari ubek-ubekan, ternyata kedua orang itu sudah
tidak kelihatan lagi bayangannya.
Oleh karena dari situ terus sampai ke gunung Kua chong-san semuanya merupakan daerah
pegunungan yang panjang, sekalipun ada uang, orang juga tidak dapat membeli makanan, maka
di kota Chio-chiu itu Kim Houw sengaja memborong banyak rangsum kering untuk persediaannya
di sepanjang jalan.
Hawa udara pada bulan enam, sebetulnya amat panas, tetapi begitu memasuki daerah
pegunungan Kua chong san, hawanya dirasakan segar nyaman, terutama di daerah hutannya.
Kim Houw berempat sudah empat hari masuk di daerah pegunungan itu. Disepanjang jalan
mereka tidak menemukan kejadian apa-apa. Hari itu mereka berjalan sampai tengah hari dan
sudah waktunya untuk bersantap siang.
Mendadak Co Seng dengan gerakannya yang gesit telah melesat balik dari perjalanannya, Kim
Houw mengira ia telah dapat melihat apa-apa, maka ketika Co Seng berdiri, ia menanyakan apa
yang telah dilihatnya.
Siapa nyana, Co Seng dengan wajah cengar cengir dan tangan menunjuk-nunjuk, mulutnya
hanya dapat mengatakan:
"Di sana.... di sana...."


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oleh karena mereka tidak mengerti apa yang dimaksudkan dengan kata "di sana" itu, terpaksa
Kim Houw menengok kearah yang ditunjuk oleh Co Seng.
Di sana, di bawah salah sebuah bukit, ternyata terdapat satu lembah yang sangat indah
pemandangannya, terang di situ terdapat banyak tanaman bunga-bunga beraneka warna. Selain
dari pada itu, juga terdapat saluran air kecil dan airnya bening sekali, sehingga tempat itu
merupakan suatu tempat yang cocok sekali untuk melepaskan lelah.
Tetapi heran sungguh, lembah itu ternyata merupakan sebuah lembah mati, sebab tidak ada
jalan yang dapat digunakan untuk mencapai lembah tersebut. Meskipun tidak terlalu dalam, tetapi
untuk dapat mencapai tempat itu, satu-satunya jalan ialah dengan jalan merangkak perlahanlahan.
Selagi Tiong-chiu-khek dan Kim Houw masih merasa ragu-ragu, Co Seng rupa-rupanya sudah
tidak sabaran lagi, sehingga ia berjalan terlebih dahulu dengan menggunakan kaki dan tangannya,
ia merambat turun.
Peng Peng mengikuti jejaknya Co Seng, mulutnya tidak henti-hentinya berseru:
"Engko Houw, engko Houw, lekas turun. Aku mau itu binatang rusa kecil."
Kim Houw memandang Tiong chiu-khek sejenak orang tua itu lalu berkata:
"Kesunyian selama beberapa hari ini sedikit mencurigakan aku. Seharusnya kita berlaku
sedikit waspada, apa lagi ditempat yang semacam ini, kita harus lebih berhati-hati. Cuma saja,
disekitar tempat ini kelihatannya tidak ada apa apanya yang mencurigakan, bisa dilihat untuk
sampai ke lembah itu tidak terdapat jalanan hidup. Andaikata lembah itu merupakan suatu jebakan
tentu ada jalanannya supaya kita dapat berjalan kesana, maka menurut pikiranku, boleh juga kita
mengaso di situ sebentar."
Karena ucapannya itu keluar dari mulutnya Tiong chiu khek, seorang tua yang sudah
mempunyai banyak pengalaman, maka Kim Houw juga tidak mau membantah.
Dengan enak saja ia melompat, sebentar saja sudah berada di bawah. Co Seng yang
menyaksikan gerakan Kim Houw tadi, rupanya merasa sangat kagum.
Ia sendiri sebetulnya juga mempunyai kepandaian serupa itu, tetapi karena ia belum dapat
menggunakannya, maka ia hanya dapat merasa kagum.
Ketika Tiong-ciu-khek sudah berada di bawah lembah, Co Seng kembali naik ke atas, sebab ia
ingin meniru gerakan Kim Houw tadi ia melompat melesat dari atas. Baru saja Co Seng lompat
turun mendadak matanya dapat melihat berkelebatnya bayangan orang, Co Seng terperanjat,
tetapi badannya sudah melayang turun.
Mungkin ini sudah merupakan suatu takdir. Jikalau Co Seng dapat mendengar perkataannya
Tiong ciu khek tadi, pasti ia dapat memanggil Kim Houw, sehingga mereka terhindar dari ancaman
bahaya. Apa mau dikata, ia tidak saja tidak segera memberitahukan setelah melihat bayangan orang
tadi, sebaliknya malah menggunakan caranya Kim Houw sehingga ketika berada dalam lembah
baru ia mengingat orang itu.
Tetapi karena hanya melihat bayangannya dan tidak kelihatan orangnya, malah ia kuatirkan
matanya yang salah lihat, maka untuk kedua kalinya ia melesat naik ke mulut lembah dan sekali ini
yang disaksikannya bukan hanya bayangan satu orang saja, tetapi di situ sudah terdapat ratusan
manusia yang datang menyerbu dari beberapa penjuru.
Co Seng terperanjat, sambil berseru kaget ia melayang turun lagi ke bawah lembah. Oleh
karena ia masih belum mempunyai pengalaman menghadapi musuh kuat, sehingga ia tidak
mengerti bagaimana caranya menghadapi keadaan gawat. Sehingga ia berani menghadapi
seorang diri saja lebih dulu, Kim Houw tentu keburu siap sedia. Sehingga ada kemungkinan
mereka akan terhindar dari bencana.
Kim Houw sendiri karena pendengarannya terhalang oleh suaranya dua ekor rusa yang
ditangkap oleh Peng Peng, ia tidak dapat mendengar suara di atas lembah. Ketika belakangan
mendengar seruannya Co Seng. ia masih mengira bahwa Co Seng terpeleset kakinya dan tidak
memikirkan hal gerakannya musuh.
Ketika Co Seng sudah berada di bawah, dengan mulutnya mengatakan:
"Orang...orang...." tidak henti-hentinya Kim Houw baru sadar, tetapi sudah terlambat.
Selagi Kim Houw mengeluarkan perintah "Co Seng. mari kita menerobos keluar..." dari atas
lembah terdengar suara orang tertawa menyeramkan yang dapat membuat bulu roma berdiri.
Sesudah ketawa yang menyeramkan itu lewat, lalu disusul dengan suara orang berkata:
"Bocah she Kim, ini adalah tempat untuk mengubur dirimu... Bagaimana" Apa kau masih ingin
coba melawan" Mundur! Pasang api! Bocah she Kim kalau berani kau boleh naik!"
Selama orang tadi berbicara, Kim Houw dan Co Seng sudah hampir tiba di atas dan tepat
pada saat itu juga mendadak terdengar suara ledakan hebat yang saling susul Sebentar saja debu
pada berhamburan disekitar mulut lembah, tidak hentinya batu-batu kecil meluruk turun ke bawah
lembah. Kiranya musuh itu siang-siang sudah menanam obat peledak dimulut lembah, maka ketika
obat itu meledak dinding batu disekitar lembah lantas hancur berhamburan ke bawah.
Menyaksikan keadaan demikian, semangatnya Kim Houw terbang seketika. Ia tidak kuatirkan
dirinya sendiri dan dirinya Co Seng, ia hanya memikirkan keselamatannya Peng Peng dan Tiong
ciu khek yang masih berada dibawah lembah. Ia percaya ia sendiri dan Co Seng pasti dapat
melindungi diri, tetapi Tiong ciu khek dan Peng Peng masih merupakan pertanyaan.
Suara ledakan tadi akhirnya berhenti sendiri, berbareng dengan itu, Kim Houw dan Co Seng
juga sudah berada di bawah lembah ketika mereka mencari kesana sini, Peng Peng sudah tidak
kelihatan bayangannya lagi, sedang Tiong ciu khek kelihatan rubuh pingsan, kedua kakinya
tertindih oleh reruntuhan batu.
Dalam keadaan gusar, Kim Houw lalu mengajukan tangannya menyingkirkan batu besar yang
menindih kaki Tiong ciu khek. Benar saja batu besar itu lantas terbang melayang, tetapi lain batu
turun mendatang hendak menimpah kepalanya Tiong ciu khek. Karena batu itu bentuknya
beberapa kali lipat lebih besar dari pada yang duluan, Kim Houw juga mengetahui bahwa dengan
kekuatannya sendiri susah untuk membikin terpental batu sebesar itu. Dalam keadaan yang
sangat berbahaya itu dengan gerakan yang gesit sekali Co Seng sudah berhasil menyambar
dirinya Tiong chiu khek, sehingga orang tua itu terhindar dari bahaya maut. Kim Houw sangat
girang, lalu menarik tangannya Co Seng dan diajak bersembunyi ke tempat yang lebih aman.
Kim Houw ingat dirinya Peng Peng, lalu berseru:
"Peng Peng...Peng Peng....!"
"Engko Houw, lekas kemari! Di sini ada tempat bersembunyi yang sangat baik..." terdengar
jawaban si nona.
Kim Houw mendengar suara Peng Peng hatinya mulai lega, maka ia lantas mengajak Co Seng
menuju ke arah suara Peng Peng tadi.
Di situ telah menemukan suatu tempat yang menonjol dan air mengalir tadi itu justru mengalir
di sebelahnya tempat itu. Pada saat itu, dari atas kembali terdengar suara orang berkata:
"Bocah she Kim, apa kau sudah memilih kuburanmu" Sekalipun kau ada suatu titisan binatang
macan putih dari langit, kini sudah tiba waktunya untuk kembali. Untuk kau aku sudah
mengundang dua padri yang akan mintakan doa untuk arwahmu."
Kim Houw tidak menggubris ocehan orang itu. Melihat Peng Peng tidak kurang suatu apa
hatinya merasa lega. Tetapi kemudian ia lihat wajahnya Peng Peng ketakutan, apa lagi setelah
dapat melihat yayanya terluka, matanya lantas melotot, keadaannya jadi seperti orang gendeng.
Kim Houw terkejut, lalu menjambret tangannya.
"Peng Peng, Peng Peng, kau kenapa?" tanyanya gugup.
Perbuatan Kim Houw itu agaknya telah menyadarkan Peng Peng yang berada dalam keadaan
setengah pingsan. Ia lantas jatuhkan dirinya dalam pelukan Kim Houw dan menangis tersedu-sedu
sambil berkata:
"Yaya, dia...Engko Houw, kau..."
"Yaya tidak apa-apa, cuma terluka pahanya perkara kecil. Sekarang Co Seng sedang
menyadarkan dirinya, sebentar lagi yaya tentu akan sadar. Dan aku sendiri, juga tidak kenapanapa."
si pemuda menghibur.
Dengan erat Kim Houw memeluk Peng Peng supaya nona itu dapat menenangkan pikirannya.
Siapa nyana, belum berhenti suara tangisannya, mendadak Kim Houw dikejutkannya oleh
seruannya: "Engko Houw, kau lihat dibelakangmu!"
Kim Houw tercengang, dengan cepat ia menengok. Didinding batu dibelakang dirinya ternyata
ada sebuah batu yang diukir dengan tulisan yang berbunyi: "Gunung ini adalah gunung jiwa
Melayang dan lembah ini adalah lembah Putus Asmara.
Kalau Kim Houw datang kemari, itu berarti kalau Kim Houw putus asmaranya dan terbang
melayang jiwanya.
Kim Houw gusar, ia sudah mengulurkan tangannya untuk menghancurkan batu tersebut, tetapi
kemudian ia berpikir lain lagi, sehingga tangannya yang akan digunakan untuk menepok batu
dinding, dengan perlahan diletakkan di belakang gegernya Peng Peng.
Gerakkan yang dilakukan secara tidak terduga itu, hanya untuk membuat pingsan Peng Peng.
Saat itu sinona seperti rohnya melayang jauh, dalam keadaan samar-samar ia mendengar suara
Kim Houw: "Peng Peng, Peng Peng, sadarlah."
Peng Peng membuka matanya, ia merasa seperti habis menangis dalam kesedihannya, air
matanya kembali mengalir keluar.
Tiba-tiba ia mendengar Kim Houw berbisik ditelinganya:
"Peng Peng, apa yang kau suruh lihat tadi" Bukankah ada sebuah batu yang diukir dengan
tulisan yang sangat indah" Kenapa kau harus bersusah hati!"
Peng Peng melengak. Ia cepat melepaskan diri dari pelukannya Kim Houw dan menengok ke
belakang, ternyata tulisan itu bunyinya sudah berubah menjadi:
"Gunung ini adalah gunung Panjang Umur, lembah ini adalah Lembah Asmara. Kalau Kim
Houw tiba disini, akan mendapat kurnia panjang umur?"(tm).
Peng Peng yang menyaksikan itu, merasa heran sekali, sebab apa yang dilihat duluan, bukan
demikian bunyinya. Ia mengucek-ngucek matanya, tetapi tulisan itu bentuknya sama, sedikitpun
tidak berbeda. Andaikata berubah, bagaimana dapat berubah begitu cepat! Maka ia menganggap
bahwa apa yang dilihatnya duluan adalah yang salah, maka hatinya seketika, itu menjadi gembira.
Tetapi ia tidak memperhatikan bahwa di bawah batu itu ada kedapatan hancuran bubuk batu
bekas perbuatannya Kim Houw. Selagi Peng Peng masih pulas, dalam waktu sependek itu Kim
Houw sudah berhasil merubah tulisan tersebut.
Pada saat itu, kembali Peng Peng ingat akan diri Yayanya. Kebetulan Tiong chiu-khek juga
sudah mendusin pada saat yang bersamaan.
Masih untung luka Tiong-chiu-kbek tidak seberapa berat. Setelah dibikin sadar oleh Co Seng
dan diberikan sedikit obat, mungkin dapat lekas sembuh. Tetapi dimana mereka dapat
memperoleh obat"
Sekarang Kim Houw baru agak menyesal, kenapa sisa air mujizat itu dikasih Co Seng minum
semuanya. Kalau masih ada, bukankah dapat digunakan"
Si kakek lihat air muka menyesal cucu mantunya, lalu dari badannya ia mengeluarkan sebuah
buli-buli batu giok sebesar kepalan tangan. Ia menunjukkan itu pada Kim HouW seraya berkata:
"Kau tidak usah menyesal. Disini aku masih menyimpan sedikit. Kau jangan artikan selingkuh,
itu hanya untuk menjaga-jaga dikala perlu. Sedangkan buli-buli batu giok kepunyaanku ini juga
merupakan suatu benda pusaka keturunan dari keluargaku....."
Mendengar keterangan itu, semuanya merasa gembira. sebab dengan adanya air mujizat
lukanya Tiong-ciu-khek sudah tidak menjadi soal lagi.
Selama setengah hari dan satu malam, ke empat orang itu tidak dapat keluar dari dalam
lembah, sedangkan diatas lembah terus terdengar suara gemuruh tidak henti-hentinya, batu-batu
gunung yang besar pada jatuh bergelundungan dari atas, sehingga Kim Houw tidak mendapat
kesempatan untuk naik keatas.
Tiga hari telah berlalu. Batu-batu gunung yang besar-besar kelihatan berserakan, didalam
lembah, sehingga lembah yang tadinya indah itu sekarang sudah berubah merupakan tumpukan
batu-batu. Hari ke empatnya, suara gemuruh dan ledakan sudah mulai mereda, tetapi kadang-kadang
masih ada menggelinding beberapa buah batu besar turun ke dalam lembah.
Kim Houw mengetahui bahwa dinding batu dimulut lembah, mungkin sudah diledakkan semua
oleh mereka. Tiong-chiu-khek tiba-tiba berkata:
"Malam ini seharusnya sudah masuk tanggal satu bulan tujuh. Bulan sabit jam dua belas
malam mungkin sudah tidak kelihatan. Kira-kira jam empat pagi, kita boleh siap untuk menerjang.
Kalau kita tidak lekas berdaya naik ke atas, kita nanti bisa keputusan rangsum.
Siapa nyana, hari masih belum terlalu gelap, mendadak ada timbul hujan disertai angin ribut.
Inilah suatu kesempatan yang paling baik untuk Kim Houw dan kawan-kawannya naik ke atas
lembah. Dalam keadaan hujan dan angin yang demikian lebatnya, keadaan cuaca kelihatannya
bertambah gelap. Kim Houw yang mempunyai mata terang dan dapat melihat benda diwaktu
malam, keadaan demikian sangat menguntungkan baginya, maka ia lantas menggendong Peng
Peng, sambil menggandeng Co Seng dan Liong chiu-khek meninggalkan lembah celaka itu.
Lampu lentera yang dipasang dimulut lembah, ternyata tidak padam meskipun dibawah hujan
lebat dan angin kencang.
Mereka setelah berada di atas, Kim Houw mulai lega hatinya, karena sekalipun dipegat oleh
beberapa ribu orang, ia percaya dengan kekuatan empat orang itu pasti dapat menerjang keluar.
Di luar dugaan, sudah kira-kira tiga lie mereka berjalan, ternyata tidak seorangpun yang
merintangi perjalanan mereka.
Kim Houw bersenyum, ia mencari tempat untuk meneduh, kemudian menyuruh Tiong-chiu
khek dan Peng Peng beristirahat dulu. Ia sendiri bersama Co Seng balik lagi kearah lembah tadi.
Kim Houw dan Co Seng yang mempunyai kepandaian luar biasa, sebentar saja sudab berada
di atas lembah kembali.
Kelihatannya mereka mencari sesuatu. Tiba tiba terdengar suara orang bicara, keluar dari
dalam sebuah goa, tetapi orang-orang itu ternyata hanya merupakan golongan orang biasa, tidak
ada satupun yang mempunyai kepandaian cukup berarti.
Kim Houw pasang kuping. Tiba-tiba terdengar suara orang yang mengatakan:
"Pemimpin pasukan, dengar! Komandan kita telah mengancam, barang siapa yang melalaikan
tugasnya menjaga mulut lembah. sehingga tawanan bisa lolos, batok kepala akan dibikin
terpisah!"
Kim Houw berpikir. menaklukkan rombongan harus menangkap kepalanya, maka ia lalu
mencari komandan yang disebutkan tadi.
Suara tadi datangnya dari sebelah kiri, maka lantas mengajak Co Seng lompat melesat ke
jurusan itu. Dengan beberapa kali lompatan saja Kim Houw sudah dapat menemukan tempat
kediamannya sang komandan.
Belum sampai memasuki tenda, Kim Houw sudah mendengar suara bentakan dan makian
yang bengis Kim Houw rasa-rasanya sudah pernah mendengar suara itu, diam-diam terperanjat.
Ia lantas lompat naik ke atas tenda. Karena pada saat itu hujan angin masih mengamuk, maka
orang-orang yang berada dalam tenda tidak seorangpun yang mengetahui bahwa ada orang yang
menyatroni. Kim Houw mengintai dari atas tenda, telah melihat dalam tenda itu ada duduk berkumpul tujuh
orang. Diantaranya ada tiga orang yang dikenalnya. Satu, yang duduk dikursi perlama ialah si
hwesio tinggi besar yang diduganya adalah Thio Bok Taysu, yang lain adalah Ciok Goan Hong
dan Pek Kauwnya dari Pek-liong-po.
Sedangkan empat orang lagi usianya sudah kira-kira empat puluh tahun ke atas. Dua dari
antara mereka terdiri dari kawanan padri.
Apa yang membuat kaget Kim Houw, ialah dilain sudut tenda itu terlihat rebah terikat empat
orang yang dikenal baik semuanya. Ke empat itu adalah si pengemis sakti Sam-hoa Tok-kai
dengan muridnya dan Hui Thian Gouw-kang Teng Kie Liang serta cucunya Peng Sin.
Si pengemis sakti dan si botak masih dapat dimengerti tertangkapnya, tetapi Teng Kie Liang
dan cucunya ada di situ, sungguh di luar dugaan Kim Houw, apa lagi kedatangannya itu berbareng
dengan si pengemis sakti.
Selagi Kim Hauw memikirkan caranya untuk memberikan pertolongan, tiba-tiba didengarnya
suara bentakan keras, kemudian disusul oleh berkelebatnya sinar hijau dan kain tenda itu sudah
berlubang. Ujung golok yang tajam kelihatan dari luar tenda.
Kim Houw tercengang, sungguh hebat sekali kepandaian orang itu. Itu barangkali goloknya
Thie Bok Taysu yang disebut Kayto.
Karena ia mengetahui bahwa dirinya sudah dipergoki orang, Kim Houw pikir tidak perlu
bersembunyi lagi. Tetapi baru saja ia hendak bergerak, didalam tenda tiba-tiba terdengar suara
orang tertawa, ternyata adalah Co Seng yang sudah masuk ke dalam tenda itu.
Sebetulnya Co Seng ada di atas tenda tidak ada yang mengetahui, kalau ia sudah
mengunjukkan diri adalah hendak mengacaukan perhatian mereka karena Thie Bok Taysu sudah
memergoki tempat sembunyinya Kim Houw.
Meskipun Co Seng belum pernah sekolah, tetapi ia sangat setia kepada gurunya. Dalam usia
yang demikian mudanya ia sudah mengerti bagaimana harus membela suhunya.
Oleh karena Co Seng sudah mendahului mengunjukkan diri, Kim Houw lalu berpikir hendak
menolong empat orang kawannya lebih dulu, baru membuat perhitungan dengan Thie Bok Taysu.
Maka Kim Houw menunda gerakannya. Sekali lagi ia melongok ke bawah, ia hendak melihat
bagaimana cara Co Seng menghadapi musuh-musuhnya yang tangguh itu. Dan apa yang
disaksikan, sungguh menggelikan sekali, sebab pada saat itu seKujur badan Co Seng berlepotan
lumpur. Karena badannya penuh lumpur, maka ketika tangannya diobat-abitkan, lumpur itu
berceceran kemana-mana, sehinngga membuat gusar orang-orang yang dibikin kotor pakaiannya.
Seorang hwesio yang berpakaian jubah putih, pertama-tama, yang membentak dengan suara
keras. "Dari mana datangnya anak haram ini" berani main gila di depan kita" Biarlah aku bikin
mampus kau!"
Co Seng yang melihat datangnya serangan, dari sambaran anginnya ia sudah mengetahui
bahwa kekuatan hwesio itu sangat terbatas, maka sengaja ia tidak menyingkir, juga tidak berkelit.
Ia hendak menyambuti dengan kekerasan. Tatkala serangan itu mengenakan pundaknya. Co
Seng berlagak jumpalitan beberapa kali sambil menjerit lalu menggelinding ke arah empat orang
yang diikat ditanah tadi.
Thie Bok Taysu yang menyaksikan hal itu, tertawa bergelak-gelak ia terus meneguk araknya
kemudian berpaling ke belakang sembari berkata:
"Anak manis, ada pertunjukan sangat menarik. Apa kau tidak ingin menonton?"
Kim Houw semula tidak memperhatikan kalau di belakang hwesio itu masih ada orang lain.
Ketika ia mendengar perkataannya si hwesio, barulah ditujukan matanya ke arah belakang dirinya
Thie Bok Taysu. Memang benar, di belakang hwesio itu ada kedapatan terlentang seorang
perempuan muda yang sudah dibikin telanjang bulat.
Perempuan muda itu badannya kelihatan lemas, agaknya tidak dapat bergerak, kiranya ia
sudah ditotok jalan darahnya.
Ketika Kim Houw menegasi, ia mengenali perempuan muda itu adalah cucu perempuannya
Teng Kie Liang, Teng Ceng Ceng. Kegusarannya Kim Houw seketika lantas meluap! Tetapi baru


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja ia hendak membentak, tiba-tiba di belakangnya terdengar suara orang berlari-lari. Kim Houw
menoleh, ia melihat dua bayangan orang sedang lari mendatangi, maka ia segera urungkan
maksudnya, untuk mengetahui dulu siapa orang-orang yang sedang mendatangi itu.
Orang-orang itu ternyata adalah Cu Su bersama muridnya.
Kim Houw sangat girang, ia buru-buru unjukkan diri menemui mereka.
Semula Cu Su kelihatan kaget, tetapi setelah mengetahui siapa yang berada di depannya, ia
lantas merasa sangat girang.
Mereka bertiga lantas berunding sebentar, lalu menyerbu ke dalam tenda.
Sekarang kita balik lagi kepada Co Seng yang menggelinding ke arah empat orang yang
sedang rebah terikat di tanah tadi. Ia sebetulnya berniat untuk memberi pertolongan kepada empat
orang itu, tetapi karena tali yang dipakai untuk mengikat ke empat orang itu terdiri dari urat macan
yang sudah direndam dengan minyak, maka ia tidak dapat memutuskannya, terpaksa ia
menggelinding keluar lagi.
Hwesio yang menyerang Co Seng, melihat serangannya gagal, hal ini baginya merupakan
suatu penghinaan besar, sebab orang-orang diserang itu justru hanya seorang bocah cilik saja.
Dalam gusarnya, ia lantas lompat melesat dari tempat duduknya untuk menyambar dirinya Co
Seng. Co Seng sangat jail, karena barusan dibikin jatuh oleh hwesio itu, maka ia juga sekarang ingin
membalas. Ia sengaja tidak berkelit, ketika tangannya hwesio itu menyambar pundaknya, dengan
tiba-tiba ia mengeluarkan ilmunya "Kin-na-shiu-hoat", dengan secara enak saja ia sudah membikin
si hwesio itu jatuh terlentang, sehingga jejeritan seperti babi yang disembelih.
Semua orang yang menyaksikan itu, pada merasa sangat heran, wajah mereka berubah
seketika. Diantara mereka, hanya itu hwesio tinggi besar yang bukan saja tidak bergerak sama
sekali, bahkan keluarkan seruannya yang mengandung pujian:
"Bagusss, suatu gerakan Kin-na-chiu yang bagus sekali..."
Seorang hwesio lainnya dengan hwesio yang dirubuhkan oleh Co Seng itu merupakan saudara
seperguruan. Gelarannya sang suheng ialah Gwat Khong, sedangkan sang sute bernama Gwat
Seng. Mereka berdua ada sepasang padri cabul. Sebetulnya mereka masih terhitung anak murid
dari Siau-lim-pay, gurunya telah membangun gereja di atas gunung Kua-chong-san. Sepuluh
tahun berselang, ketika gurunya meninggal dunia, kelakuan mereka bertambah tidak karuan.
Setelah Siao Pek Sin mendirikan Istana Panjang Umur, Gwat Khong dan Gwat Seng lantas
menggabungkan diri dan inilah untuk pertama kalinya ia diperintahkan untuk memegat musuhnya.
Sungguh tidak dinyana, baru saja turun tangan mereka sudah dibikin tergelincir oleh serangan
anak kecil saja.
Gwat Khong yang melihat sutenya dibikin jatuh, lalu mencabut goloknya dan dengan tidak
memberikan peringatan terlebih dahulu, ia lantas membabat dirinya Co Seng. Thie Bok Taysu
yang menyaksikan kejadian itu, lantas ketawa dingin, karena gerakan Co Seng tadi telah membuat
senang hatinya dan ia tidak suka melihat perbuatan Gwat Khing itu. Terhadap seorang bocah saja
yang tidak membawa senjata apa apa ia sudah menggunakan golok, ini benar-benar suatu
perbuatan yang memalukan bagi golongan hwesio.
Co Seng yang melihat hwesio itu yang agakanya lebih galak dari yang duluan, apalagi dengna
golok telanjang hendak menghadapi dirinya, maka dalam hati merasa gemas. Ia meniru caranya
Kim Houw, menghadapi hwesio itu sambil ketawa dingin, mungkin ia hendak mengatakan: Kau
terlalu galak, aku nanti akan membuat dirimu terluka terlebih hebat!
Melihat golok sudah mendekati batok kepalanya, Co Seng masih tidak berkelit sama sekali.
Gwat Khong diam-diam berpikir: Ini adalah kau sendiri yang mencari mampus, jangan sesalkan
aku terlalu telengas.
Tetapi belum lenyap pikirannya itu, mendadak matanya berkunang-kunang, pergelangan
tangannya yang digunakan untuk memegang golok dirasakan kesemutan sehingga goloknya itu
terlepas dari tangannya. Bukan kepalang kagetnya Gwat Khong saat itu, karena dalam
segebrakan saja, golok ditangannya sudah dapat dirampas oleh musuhnya. Dalam ketakutannya,
ia lantas tidak memperdulikan apa artinya malu lagi, cepat cepat ia menggelindingkan dirinya di
tanah... Thie Bok Taysu tiba-tiba berseru : "Aaa, celaka! Itu adalah gerakan "Hun-kheng Cho-Kut-chiu",
bagus sekali dia menggunakannya"
Gwat Khong terus menggelinding sampai satu tombak lebih jauhnya baru berhenti. Selagi
hendak lompat mendadak dilihatnya berkelebatan sinar perak, pahanya lantas dirasakan sakit, ia
lalu menjerit dan roboh pingsan.
Semua orang baru mengetahui ada senjata makan tuan, golok yang digunakan oleh Gwat
Khong tadi sudah menancap di paha kirinya sehingga pahanya terpapas sepotong.
Dan dimana Co Seng " Ia ternyata masih belum berlalu dari dalam tenda, golok itu hanya
disambitkan seenaknya saja, tetapi ternyata berkelebat begitu hebat, sampai Thie Bok Taysu
sendiri juga merasa juga merasa kagum.
Pada saat itu, Ciok Goan Hong lantas turun dari atas kursinya. Ia menghampiri Co Seng,
dengan sorot mata yang tajam ia mengawasi bocah binal itu.
Tiba-tiba ia mendengar suaranya Thie Bok Taysu :
"Ciok-heng, jangan bikin kaget dia. Bocah itu sangat menyenangkan hatiku, aku Thie Bok
Taysu sampai sekarang ini masih belum mempunyai murid yang benar-benar. Tanyakan padanya,
apakah dia suka menjadi muridku ?"
"Taysu sungguh tajam penglihatannya. Bocah ini memang mempunyai bentuk badan yang luar
biasa. Besar sekali rejekinya bocah ini, dapat menjadi muridnya Taysu, masakan dia tidak suka ?"
jawab Ciok Goan Hong sambil ketawa dan kemidian berkata kepada Co Seng :
"Bocah, kau dengarlah Thie Bok Taysu seorang terkuat dari golongan Buddha, ingin
mengambil kau sebagai muridnya. Lekas-lekas mengucapkan terima kasih. Nanti setelah kembali
ke Istana Panjang Umur baru kau melakukan upacara pengangkatan guru lagi. Co Seng
memangnya sudah mengenal Thie Bok Taysu, malah pernah digodanya dengan memasukkan dua
ekor udang besar kedalam badannya, ketika tempo hari ia bertemu padanya ditepi telaga "Sinyangouw". Sungguh tidak nyana hwesio itu masih ada muka untuk pungut ia menjadi muridnya.
(Bersambung jilid ke 33)
Jilid 33 Cuma sayang ia tidak pandai bicara, maka ia tidak dapat menjawab, hanya mengawasi Ciok
Goan Hong dengan badan tidak bergerak, tidak memberikan jawaban menerima juga tidak
mengatakan kalau ia tidak suka.
Ciok Goan Hong yang menyaksikan itu, hatinya sudah panas. Kalau tidak karena Thie Bok
Taysu suka pada bocah itu, barangkali ia sudah mengemplang kepalanya Co Seng sampai binasa.
Tapi tidak mengetahui kalau perkataannya Thie Bok Taysu tadi justru sudah menolong dirinya
tidak sampai dibikin malu di depan orang banyak. Sebab bila diukur kekuatan Co Seng pada waktu
itu, sekalipun Ciok Goan Hong menganggap dirinya ada suatu ahli pedang ternama, masih bukan
tandingannya Co Seng.
Thie Bok Taysu yang melihat Co Seng tidak memberikan jawaban, lalu maju sendiri di
depannya Co Seng seraya berkata :
"Bocah, kau barangkali tidak kenal aku ini siapa " Biarlah aku perlihatkan padamu...."
Tiba-tiba ia mengambil Bok-hie-nya yang digendong di gegernya dan dilemparkan di tanah.
Gerakannya itu kelihatan seenaknya saja, tetapi ternyata Bok-hie yang terbikin dari bahan besi itu
sudah melesak ke dalam tanah.
Thie Bok Taysu ketawa bergelak-gelak.
"Kalau kau ada mempunyai sedikit kekuatan dan kepandaian, kau boleh coba-coba dengan
Bok-hie-ku." katanya jumawa.
Co Seng pura-pura seperti tidak mengerti, dengan perlahan ia menghampiri Bok-hie. Ketika
sudah berada dekat sekali tiba-tiba kakinya menendang dan Bok-hie itu lantas melesat melayang
ke perut Thie Bok Taysu.
Kejadian yang di luar dugaan itu telah mengejutkan semua orang.
Mereka sungguh tidak mengira, bahwa Co Seng yang masih kanak-kanak, dengan sekali
tendang saja sudah membikin terbang Bok-hie-nya Thie Bok Taysu yang membuat ia mendapat
nama baik. Jika tidak mempunyai kepandaian yang berarti, mana ia berani berbuat demikian "
Selagi semua orang pada kaget terheran-heran, sebaliknya Thie Bok Taysu malah ketawa
bergelak-gelak. Ia tidak menyingkir ataupun berkelit, bahkan tangannya juga tidak bergerak,
dengan gelembungkan perutnya ia membikin Bok-hie-nya itu menempel di perutnya.
"Bagusss, bagus ! Mari kita main-main lagi." demikian mulutnya mengoceh.
Tetapi belum habis perkataannya, mendadak Co Seng sudah melesat ke belakangnya Bokhie,
tangannya digerakkan menghajar benda itu.
Ia tidak menghajar orangnya sebaliknya memukul Bok-hie nya, Ini memang benar-benar aneh.
Thie Bok Taysu ketawa bergelak-gelak. Ia tidak takut oleh Co Seng, apalagi dipukul Bok-hienya.
Siapa nyana, selagi mulutnya masih ketawa, Hawa dingin tiba-tiba menyusup ke dalam
perutnya sehingga sekujur badannya menggigil. Bok-hie-nya tidak dapat dipertahankan lagi
dan...... jatuh di tanah.
Thie Bok Taysu terperanjat ! Keinginannya hendak memungut murid telah musnah seperti
asap tertiup angin. Sambil berseru aneh tangannya menyambar dirinya Co Seng dan mulutnya
memaki-maki. "Bocah busuk! Dari mana kau dapatkan pelajaran ilmu setan" Hari ini kalau Hudya-mu tidak
dapat membunuh mati kau, benar-benar tidak akan merasa puas!"
Karena terpisahnya antara Thie Bok dan Co Seng ada demikian dekatnya dan gerakan yagn
dilakukan oleh Thie Bok Taysu secepat kilat itu, maka Co Seng sudah tidak keburu menyingkirkan
diri, badannya sudah kena disambar.
Thie Bok Taysu adalah seorang padri yang sudah terkenal kejahatannya di dunia Kang ouw
dan kepandaiannya sangat tinggi. Beberapa hari berselang, ketika Sin-hoa Tok Kai dan muridnya
bertemu padanya, belum sampai lima puluh jurus si pengemis sakti dan muridnya itu sudah
tertangkap olehnya dan pagi tadi ketika Hui-thian Go-kang bersama dua cucunya hendak
menolong Sin-hoa Tok-kai, ketika berhadapan dengan Thie Bok Taysu, meskipun dikerubuti tiga
akhirnya ketiga-tiganya ditangkap hidup-hidup oleh Thie Bok dalam waktu tiga ratus jurus.
Sekarang menghadapi bocah yang baru berusia tujuh tahunan saja, ia pandang enteng. Siapa
nyana ketika tangannya mengenai tangan Co Seng yang kecil ada sangat licin, seolah-olah ikan
belut sehingga terlepas dari cekalannya secara tiba-tiba, kemudian lengan kirinya dirasakan sakit
Kesatria Berandalan 3 Cinta Bernoda Darah Serial Bu Kek Sian Su 3 Karya Kho Ping Hoo Pendekar Panji Sakti 5

Cari Blog Ini