Ceritasilat Novel Online

Istana Yang Suram 16

Istana Yang Suram Karya S H Mintardja Bagian 16


Wajah-wajah di halaman dan di pendapa nampak
menjadi semakin tegang, namun tidak seorangpun yang
berbuat sesuatu.
Halaman dan pendapa istana kecil itu menjadi
semakin tegang, setiap jantung rasa-rasanya berdebar
semakin keras. Dalam pada itu, ternyata Sangkan telah memecahkan
ketegangan itu, sambil mengangkat senjatanya ia
berkata "Aku akan mematuhi perintah Pangeran Bondan
Lamatan, tetapi aku mohon perlindungan, bahwa
lawanku tidak menusuk dadaku dengan serta merta jika
aku meletakkan senjata bersama kawanku"
Pangeran Bondan Lamatan memandang anak muda
itu sejenak" kemudian katanya "Aku lindungi
keselamatanmu, kemarilah, setiap orang yang
menghalangimu akan mengalami nasib yang paling
buruk" Sangkan kemudian memandang kawan-kawannya
sejenak, kemudian katanya "Kita akan mematuhi
perintahnya, kita sudah melihat tanda-tanda kebesaran
prajurit Demak, dan kita tidak akan melawan mereka"
Kiai Rancangbandang yang terlukam Ki Ajar Respati
yang sudah menitikkan darah pula dan Ki Reksabahu
saling berpandangan sejenak, namun semakinp tidak
terucapkan, agaknya mereka bersepakat, bahwa mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
akan mematuhi perintah itu pula seperti yang
dikehendaki Sangkan.
Sangkan tidak perlu bertanya kepada Pinten, ia tahu,
adiknya itu Tentu akan mematuhi perintah itu pula.
Demikianlah, Sangkanpun kemudian maju beberapa
langkah, hampir diluar sadar, orang-orang yang
mengepungnya itupun menyibak, sehingga Sangkan dan
kawan-kawannya kemudian keluar dari kepungan itu dan
turun ke halaman, beberapa langkah di hadapan
Pangeran Bondan Lamatan. Sangkan melemparkan
senjatanya diikuti oleh kawan-kawannya.
Bahkan dengan serta merta Ki Wirit berbuat hal
serupa pula sambil berkata "Aku menyerahkan nasibku
kepada Pangeran Bondan Lamatan bersama anakku"
Panon termangu-mangu sejenak, namun iapun
kemudian meletakkan senjata pula.
"Kemarilah" berkata Pangeran Bondan Lamatan
"Berdirilah disisi sebelahku"
Sangkan dan kawan-kawannya kemudian bergeser
dan berdiri di sebelah pasukan Demak yang berada di
halaman itu. "Nah" berkata Pangeran Bondan Lamatan kemudian
"Apakah kalian anak-anak perguruan Cengkir Pitu dan
Kumbang Kuning masih akan berkeras mempertahankan
diri?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Pengecut?" geram Sora Raksa Pati sambil memandang Ki Wirit "Kenapa kau tidak bertahan melawan orang-orang Demak itu?"
"Tidak, aku tahu bahwa mereka tidak akan berbuat apa-apa" jawab Ki Wirit "Apalagi mereka Tentu tidak akan dengan tamak mencari pusaka itu untuk mereka sendiri"
Sangkan mengerutkan keningnya, jika masih ada sedikit kecurigaan di dalam hatinya terhadap Ki Wirit, maka lambat laun kecurigaannya itupun semakin cair.
Bab 50 Dalam pada itu, Pangeran Bondan Lamatan sekali lagi berkata "Aku memberikan kesempatan terakhir, letakkan senjata kalian, atau kami harus bertindak dengan kekerasan"
Tidak ada yang dapat mereka lakukan selain mematuhi perintah itu.
Betapapun kemarahan membakar jantung, namun mereka tidak dapat melawan perintah Pangeran Bondan Lamatan, karena mereka tahu Pangeran Bondan Lamatan membawa pasukan yang kuat dengan beberapa orang senapati pilihan.
Dalam pada itu, Raden Kuda Rupaka dan Kidang Alitlah orang yang pertama-tama melangkah turun dari pendapa dan meletakkan senjatanya, sementara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pangeran Sora Raksa Pati dan Sora Raksa Pati
memandangnya dengan sorot mata yang bagaikan
menyala. Tetapi merekapun akhirnya harus menerima
kenyataan itu, merekapun kemudian terpaksa
meletakkan senjata mereka satu demi satu.
Beberapa orang senapati dan pasukan Demak itupun
kemudian mendesak maju, mereka turun dari kuda
mereka dan menyerahkan kuda mereka kepada beberapa
orang prajurit, sementara mereka mengatur orang-orang
yang telah meletakkan senjata mereka.
"Maaf Pangeran" berkata seorang senapati muda
"Kami mohon Pangeran bertiga bersama Sora Raksa Pati
untuk berdiri di sudut sana, demikian pula Raden Kuda
Rupaka dan kawan-kawannya"
Pangeran Sora Raksa Pati, Pangeran Cemara Kuning
dan Pangeran Sendang Prapat tidak dapat membantah,
demikian pula Pangeran Sora Raksa Pati, bagaimanapun
juga ternyata kebesaran tunggul dan tanda-tanda
keprajuritan Demak mempunyai pengaruh atas mereka.
Sejenak Pangeran Bondan Lamatan masih tetap
diatas punggung kudanya, sambil memandang berkeliling
ia bertanya "Dimanakah Gusti Puteri Raden Ayu Kuda
Narpada?" Sejenak mereka termangu-mangu, namun kemudian
Sangkanlah yang menjawab "Gusti Puteri aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sembunyikan diatas atap bersama Puteri Inten Prawesti
dan biyung"
"Siapa kau" bertanya Pangeran Bondan Lamatan.
"Aku adalah Sangkan, anak Nyi Upih, abdi setia dari
Gusti Puteri"
Pangeran Bondan Lamatan memandang Sangkan
dengan tajamnya, sejenak ia termangu-mangu, namun
kemudian katanya "He, kau anak nakal, jadi kau sebut
dirimu Sangkan?"
Semua orang terkejut mendengar sapaan itu, apalagi
ketika Pangeran Bondan Lamatan segera turun dari
kudanya, perlahan-lahan ia mendekati Sangkan sambil
memandanginya dari atas kepala sampai ke ujung
kakinya. "Kau memang pandai menyamar, aku tidak segera
dapat mengenalmu" ia termangu, lalu dipandanginya
gadis yang berdiri di belakang Sangkan, sejenak
Pangeran Bondan Lamatan berdiri tegak, namun
kemudian ia melangkah maju, sambil menggapai kepala
Pinten dam kemudian menariknya sambil mengusap
rambut gadis itu ia berkata "Raksi Padmasari,
keluargamu menangisi kepergianmu, kau memang anak
nakal, meskipun mereka tahu bahwa kau tidak mau
terpisah dari kakakmu, tetapi kepergianmu membuat
seisi rumahmu berprihatin"
Pinten tidak menyahut, tetapi terasa matanya menjadi
panas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Aku sudah menasehatinya" berkata Sangkan " tetapi ia memaksa untuk mengikuti kepergianku, meskipun ia tahu bahwa yang aku tuju adalah Pegunungan Sewu yang penuh dengan kesulitan dan bahaya"
"Burungmu sampai dengan selamat bersama dengan secarik rontalmu" desis Pangeran Bondan Lamatan.
Semua perhatian telah tertuju kepada Sangkan, bahkan Ki Wirit telah bertanya "Jadi kau melepaskan seekor burung?"
"Burung merpati, burung itu kembali ke kandangnya sambil membawa sehelai rontal" jawab Sangkan.
"Sebuah perintah bagi kami" sahut Pangeran Bondan Lamatan "Dan ternyata kami sampai pada saatnya"
Ki Wirit mengangguk-angguk, sementara Pangeran Sora Raksa Pati menggeretakkan giginya sambil bergumam "Kau anak gila, siapa kau sebenarnya, he?"
Sangkan memandang Pangeran Sora Raksa Pati, katanya "Pangeran, kita mempunyai jalur keturunan yang berbeda meskipun yang satu tidak akan dapat terlepas dari yang lain, itulah sebabnya ada diantara kita yang tidak saling mengenal, keturunan Kediri, Singasari dan Majapahit sendiri telah melahirkan banyak kesatria dalam sikapnya masing-masing, bahkan beberapa orang yang lahir dari jalur yang lain masih terlibat dalam persoalan lahirnya Demak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi siapa kau?"
Sangkan menarik nafas dalam-dalam, dipandanginya wajah Pangeran Bondan Lamatan sejenak, namun tiba-tiba ia berkata lantang "Gusti Puteri ada diatap rumah itu, Pinten tolonglah mereka agar mereka menyaksikan kehadiran Pangeran Bondan Lamatan"
Pinten termangu-mangu sejenak, namun kemudian iapun melangkah pergi ke sisi istana kecil itu untuk mengambil sebuah tangga bambu yang bersandar pada sebatang pohon kemiri.
Tetapi hampir diluar sadarnya, Panon dengan tergesa-gesa mendahuluinya untuk mengambil tangga itu.
"Nah" desis Sangkan "Nah, bukankah aku tidak perlu membantumu"
"Ah" wajah Pinten menjadi merah, hampir saja ia meloncat mengejar kakaknya, tetapi ketika terpandang olehnya Pangeran Bondan Lamatan dan beberapa orang yang berdiri tegang di halaman itu, maka maksudnyapun diurungkannya.
Meskipun demikian, ia masih bergumam "Jika kau tidak mau membantu, aku juga tidak akan mengambil Gusti Puteri"
Sangkan tersenyum, iapun kemudian membantu Panon membawa tangga bambu yang panjang itu, dam menyandarkannya tepat pada talang batang pucang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Naiklah" desis Sangkan.
"Bodoh, kau yang naik, aku akan menolong dan menurunkannya lewat tangga"
Demikianlah, maka Raden Ayu Kuda Narpada dan Inten Prawesti dengan susah payah telah diturunkan dari tempat persembunyiannya, demikian pula pelayannya yang setia, meskipun masih juga gemetar.
"Di halaman hadir Pangeran Bondan Lamatan" desis Sangkan.
"Pangeran Bondan Lamatan" suara Raden Ayu Kuda Narpada gemetar oleh berbagai perasaan yang saling berbenturan.
"Ya Gusti, bersama dengan sepasukan prajurit Demak, mereka telah menguasai setiap orang yang bermaksud jahat di istana ini"
Sejenak Raden Ayu Kuda Narpada termangu-mangu, ia melihat beberapa orang prajurit di halaman itu, tetapi ia masih belum melihat, siapakah orang yang memegang pimpinan.
Dengan diikuti oleh Sangkan, Pinten dan Panon, Raden Ayu Kuda Narpada, Inten Prawesti dan Nyi Upihpun kemudian pergi ke halaman depan, seperti yang dikatakan oleh Sangkan, maka iapun kemudian melihat Pangeran Bondan Lamatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ketika melihat Raden Ayu Kuda Narpada yang pucat bersama puterinya, maka Pangeran Bondan Lamatanpun segera berlari mendapatkannya, sambil mengangguk dalam-dalam ia berkata "Aku mohon maaf, mungkin kedatanganku agak terlambat, tetapi kini semuanya sudah berlalu"
Setitik air mengambang di pelupuk mata Raden Ayu Kuda Narpada, dengan suara yang tersendat-sendat ia berkata "Adimas Pangeran Bondan Lamatan, kedatanganmu membuat hatiku seperti tersiram air setelah kering di panasnya api ketamkan beberapa orang saudara kita sendiri, meskipun dari jalur keturunan yang lain"
"Ya, kakangmbok, aku mengerti, untunglah ada beberapa orang yang dengan suka rela telah mendahului perjalananku dan menahan arus ketamakan itu"
"Kenapa kau tidak datang saja lebih cepat adimas?"
Pangeran Bondan Lamatan menarik nafas dalam-dalam, katanya "Ada beberapa alasan kakangmbok, tetapi diantaranya adalah bahwa dengan demikian kami dapat melihat apakah yang telah terjadi, kita dapat melihat, manakah yang emas dan manakah yang loyang.
Kedua Pangeran yang berdiri di pihak perguruan Kumbang Kuning yang ada sekarang, Tentu akan dapat bercerita banyak tentang kakangmas Pangeran Kuda Narpada yang hilang beberapa tahun yang lampau"
Raden Ayu Kuda Narpada memandang beberapa orang yang berdiri dipinggir halaman, beberapa orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
bangsawan yang dengan tamak telah berusaha
mendapatkan pusaka-pusaka yang mereka anggap dapat
mengantarkan mereka ke jenjang tahta kerajaan
Majapahit yang sudah lebur itu.
Beberapa orang Pangeran yang sudah tidak berdaya
itu menjadi berdebar-debar, wajah mereka menjadi
merah padam dan jantung mereka serasa berdetak
semakin cepat. "Aku berterima kasih kepada anak-anak muda yang
telah memperpanjang umurku sehingga saatnya kau
datang" berkata Raden Ayu Kuda Narpada.
Pangeran Bondan Lamatan berpaling kearah Sangkan
dan Pinten, dengan suara yang patah-patah ia berkata
"Kakangmbok, apakah kakangmbok mengenal gadis itu?"
"Pinten, ya. Ia adalah gadis yang sangat
mengagumkan, ia telah ikut menyelamatkan kami, ia
mengaku anak Nyi Upih, meskipun aku agak
meragukannya, karena kemampuannya yang berlebihan"
Pangeran Bondan Lamatan menarik nafas dalamdalam, sementara wajah Pinten yang kemerah-merahan
nampak menunduk.
"Nyai" bertanya Pangeran Bondan Lamatan "Kaukah
yang bernama Nyi Upih?"
"Ya, Pangeran"
"Apakah Pinten memang anakmu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Nyi Upih menjadi bingung, namun tiba-tiba saja ia
berlari kearah Pinten dan berlutut di hadapannya "Ampun
Puteri, apakah yang harus aku katakan?"
Raden Ayu Kuda Narpada dan Inten Prawesti terkejut,
hampir bersamaan mereka bertanya "Nyai, siapakah
sebenarnya gadis itu?"
Nyi Upih mengusap matanya, perlahan-lahan ia
berpaling memandang Gusti Puteri Kuda Narpada dan
Puteri Inten Prawesti, kemudian sambil memandang
wajah Pinten ia berkata "Katakanlah Puteri, katakanlah.
sudah terlalu lama aku menahan diri untuk memendam
rahasia ini, sehingga rasa-rasanya dadaku akan pecah"
Pintenpun mengusap matanya, kemudian sambil
berpaling kepada Pangeran Bondan Lamatan ia berkata
"Terserahlah kepada Pangeran"
Pangeran Bondan Lamatan tersenyum, katanya "Ia
adalah Raksi Padmasari"
"He?" kedua orang Puteri itu terbelalak, sementara
Nyi Upih mengusap matanya yang basah, dengan raguragu ia mendekati Raden Ayu Kuda Narpada, kemudian
berjongkok pula di hadapannya sambil berkata "Ampun
Gusti, Puteri Raksi Padmasarilah yang minta agar aku
merahasiakan kehadirannya"
Raden Ayu Kuda Narpada menarik nafas dalamdalam, namun ia masih nampak keragu-raguan di
wajahnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sementara itu, Nyi Upihpun kemudian berkata
"Pangeran Bondan Lamatan telah menyebut nama Puteri Raksi Padmasari, dan jika Gusti masih belum dapat mengingatnya, maka biarlah Inten Prawesti mulai mengingat kembali, sebuah istana yang halamannya ditumbuhi sebatang pohon beringin ditengahnya dan enam batang pohon beringin di sekelilingnya, tiga sangkar bekisar dan beberapa ekor binatang buas"
"Istana pamanda Pangeran Sargola Manik" Inten hampir berteriak.
"Gadis kecil yang pernah tinggal di istana itu adalah Puteri Raksi Padmasari meskipun hanya sebentar"
"O" rupa-rupanya ingatan Inten mulai membayangkan gadis kecil hampir sebaya dengan dirinya, dan terpekik ia berkata "Ya, Puteri Raksi Padmasari, aku ingat, namanya Raksi, aku tidak ingat lagi kelanjutannya"
"Itulah gadis kecil yang nakal itu"
Inten termangu-mangu sejenak, namun hampir diluar sadarnya, tiba-tiba saja ia berlari memeluk Pinten yang kemudian memeluknya pula.
"Aku sudah pernah memikirkannya, bahkan aku pernah menyebutnya, tetapi Nyi Upih berbohong waktu itu" desis Inten disela-sela isaknya.
Pinten yang sebenarnya bernama Raksi Padmasari itupun menitikkan air mata, sudah lama ia bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
perasaan untuk tetap dalam penyamarannya, tiba-tiba
terasa dadanya bagaikan terlepas dari himpitan yang
paling berat. "Ya, diajeng" desis Raksi Padmasari "Akulah yang
memaksa Nyi Upih untuk berbohong, aku tidak dapat
mengganggu tugas kakangmas untuk menyelamatkan
pusaka pamanda Pangeran Kuda Narpada"
"Tetapi" suara Inten terputus, perlahan-lahan ia
melepaskan Raksi Padmasari sambil memandang Raden
Kuda Rupaka di kejauhan.
"Aku memang datang bersama kakangmas Kuda
Rupaka" desis Raksi.
Inten menjadi tegang, sekilas ia memandang Sangkan
yang tegak disamping Pangeran Bondan Lamatan,
seolah-olah ia ingin bertanya "Siapakah laki-laki yang
telah datang bersama Pinten itu, jika ia benar datang
bersama Pinten itu, jika ia benar datang bersama Kuda
Rupaka. Namun dalam pada itu, Pangeran Sora Raksa Pati
telah berteriak dari tempatnya "Ketahuilah, lebih baik aku
yang mengatakannya daripada orang lain, Kuda Rupaka
yang bersamaku sekarang, bukan Kuda Rupaka yang
sebenarnya, kami telah memanfaatkan namanya, karena
ia adalah anak Linggar Watang, jika gadis itu menyebut
dirinya adik Raden Kuda Rupaka, maka anak muda yang
dungu itulah Tentu Raden Kuda Rupaka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan terkejut mendengar kata-kata Pangeran Sora Raksa Pati itu, namun Pangeran Bondan Lamatan menyahut "Pangeran Sora Raksa Pati berkata sebenarnya, Raden Kuda Rupaka, putera Pangeran Linggar Watang yang pernah berada di Majapahit, di istana Pangeran Sargola Manik, adalah anak muda itu, ia telah lama hilang dari kalangan kebangsawanan dan tinggal jauh bersama ayahandanya di padepokan kecil"
Semua orang memandang Sangkan dengan hati yang berdebar-debar, bahkan rasa-rasanya wajah Puteri Inten Prawesti menjadi merah dan panas.
Namun dalam pada itu, terdengar Kidang Alit bertanya "Jadi siapakah Raden Kuda Rupaka yang bukan sebenarnya itu?"
"Raden Johar patitis, ia adalah Johar Patitis, memang berasal dari perguruan Cengkir Pitu, tidak ada gunanya kita bersembunyi lagi, semuanya sudah terbuka. Nah, sebutlah siapa nama Kidang Alit yang sebenarnya. Ia tentu pengikut setia Pangeran Sendang Prapat atau Pangeran Cemara Kuning di perguruan Sora Raksa Pati"
Yang menjawab adalah Kidang Alit sendiri, ia masih saja diwarnai oleh sifat-sifatnya, tertawanya yang licik dan suaranya yang bernada tinggi "Apakah ada gunanya aku memperkanalkan diri disini", baiklah, jika perlu, aku adalah Waruju, Raden Waruju, putera Pangeran Windupati yang berdarah Kediri"
Pangeran Bondan Lamatan menarik nafas dalam-dalam, dengan nada tinggi ia berkata "Itupula sebabnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
setiap orang merasa dirinya terpisah karena darah
ketutunan, dengan demikian kita masing-masing tidak


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan pernah merasa satu. Meskipun dalam tubuh kita
mengalir darah dari sumber yang sama yang bercampur
dengan darah yang berbeda, kita masing-masing merasa
keturunan Jenggala, Kediri, Singasari di timur dan
Mataram, Pajajaran, Sriwijaya di di bagian barat yang
berbeda-beda dan kita pertentangkan di dalam hati,
sehingga dengan demikian kita masing-masing akan
berjuang dengan sekuat tenaga bagi kejelasan dari
perbedaan-perbedaan itu. kita akan bangga jika kita
yang berdiri pada jalur tertentu menemukan kelebihan
dari yang lain, seperti yang kita lihat sekarang, kita
masing-masing berjuang untuk mendapatkan pusaka
yang kita anggap dapat menjadi persemayaman wahyu
keraton, dengan demikian kita masing-masing yang
berhasil akan berdiri sambil menepuk dada dan berkata
"Inilah darah keturunan Kediri, Singasari atau Majapahit,
yang telah berhasil menegakkan kembali pemerintahan di
tanah ini"
kata-kata Pangeran Bondan Lamatan itu ternyata
telah menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya,
sementara itu Pangeran Bondan Lamatan berkata
seterusnya "Kenapa kita tidak justru mengaburkan
perbedaan-perbedaan yang ada di dalam diri kita
masing-masing dan memantapkan persamaan yang
memang ada dalam diri kita. Bukankah dengan demikian
kita semuanya akan menjadi tulang punggung yang
kokoh dan tidak tergoyahkan bagi Demak, selama Demak
masih merupakan tumpuan harapan, maka kita akan
menegakkannya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tidak seorangpun yang menyahut kata-kata itu yang bagaikan bergema di setiap dada.
Namun dalam pada itu, selagi semua perhatian tercurah pada Pangeran Bondan Lamatan, tiba-tiba mereka terkejut, seseorang dengan tergesa-gesa telah memasuki halaman, dengan keris dalam genggamannya ia berdiri tegak di depan regol, sambil memandang berkeliling ia berteriak "Siapa yang telah memperlakukanku dengan curang"
Semua orang justru menjadi termangu-mangu, yang pertama-tama menyebutnya adalah Sangkan "Ki Buyut"
Ki Buyut memandang Sangkan sambil berkata "Ya aku datang untuk membantu apa saja, aku ingin membalas budi pada penghuni istana ini, jika aku harus bertempur aku akan bertempur dan jika aku harus mati, aku bersedia untuk mati"
"Tidak ada pertempuran disini Ki Buyut" jawab Sangkan.
"Jangan bohongi aku, kau sudah terluka, aku tahu kalian telah bertempur, tunjukkan padaku manakah yang harus aku lawan"
Sangkan tidak menjawab, sementara Ki Buyut seolah-olah masih mencari diantara orang-orang yang berdiri di halaman istana kecil itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tiba-tiba saja pandangan matanya terbentur pada satu wajah, wajah Ki Wirit, yang telah menghentikannya dan tiba-tiba saja ia menjadi tidak sadarkan diri.
Dengan tegang Ki Buyut Ki Buyut memandang orang itu, dan tiba-tiba saja dengan suara nyaring ia berkata
"Itulah orangnya, dialah yang telah menyihirku, dia sudah berusaha membunuh aku, tetapi ternyata aku masih hidup"
Semua orang berpaling kearah Ki Wirit, namun tiba-tiba Sangkanlah yang berteriak "Masih ada satu teka-teki di halaman ini"
Kini semua wajah berpaling kepada Sangkan, sementara Sangkan berkata selanjutnya "Apakah arti pisau-pisau belati yang pada tangkainya dilukisi seekor kuda dengan sepasang sayap terkembang?"
Halaman itu menjadi tegang, Pangeran Bondan Lamatan melangkah maju sambil berkata, Pangeran Sora Raksa Pati, apakah kau dapat menyebutnya?"
Pangeran Sora Raksa Pati termangu-mangu, yang terdengar adalah pekik Puteri Inten Prawesti "Itu adalah pertanda kebesaran ayahanda"
"Ya" sahut Pangeran Sora Raksa Pati "Itu adalah ciri Pangeran Kuda Narpada"
Dengan tergesa-gesa Ki Wirit menyahut "Aku minta maaf bahwa aku telah mempergunakannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Suara Ki Wirit itu telah menarik perhatian Inten Prawesti, diluar sadarnya ia melangkah mendekati Ki Wirit, namun justru Ki Wirit surut selangkah sambil berkata "Ampun Gusti Puteri, aku tidak sengaja merendahkan martabat Pangeran Kuda Narpada, aku hanya menemukan pisau-pisau itu di lereng yang terjal di kaki gunung Merbabu"
Namun Inten melangkah semakin dekat sambil bergumam seakan-akan ditujukan kepada dirinya sendiri
"Aku pernah mengenal suara itu"
"Tidak, Puteri belum pernah mengeal suaraku"
Langkah Inten Prawesti tertegun, ia berpaling kepada ibundanya, seolah-olah minta pertimbangan.
Dalam pada itu Gusti Puteri Kuda Narpada berdiri dengan gemetar, diluar sadarnya ia memandang sebuah cincin dijarinya. Dengan suara yang gemetar pula ia berkata "Aku mendapatkan cincin ini dari anak muda yang menyebut dirinya Panon, anak muda yang cakap melagukan kidung kenangan"
"Ia adalah muridku" berkata Ki Wirit "Akulah yang menyuruhnya datang kemari untuk menyerahkan cincin itu, karena setiap orang tahu bahwa cincin itu adalah amanat perintah Maha Raja Majapahit disamping cincin kerajaan"
"Kenapa kau serahkan cincin itu kemari?" bertanya Gusti Puteri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Menurut lagu pedagang di sepanjang bulak-bulak panjang diatas sebuah bukit di pegunungan Sewu terdapat sebuah istana kecil dari seorang Pangeran yang berasal dari Majapahit. Aku ketemukan cincin itu tidak jauh dari pisau-pisau belati kecil yang pada tangkainya dilukisi gambar seekor kuda bersayap yang terkembang.
Aku tidak tahu bahwa muridku telah terlibat dalam persoalan yang jauh tentang pusaka yang sedang diperebutkan oleh beberapa pihak"
Halaman itu menjadi semakin tegang, wajah Raden Ayu Kuda Narpada menjadi merah, sementara Puteri Inten Prawesti menjadi ragu-ragu meskipun ia masih berdiri di tempatnya.
Diluar sadarnya ia memandang wajah Ki Wirit dengan seksama, meskipun ada beberapa gores bekas luka dan kerut memrut umur yang semakin dalam, tetapi wajah itu dapat dikenalnya hampir seperti wajah yang selalu di tunggu-tunggunya.
Rambut yang beberapa helai terurai dibahwah ikat kepalanya yang kumal, beberapa helai kumis dan janggut yang memutih tanpa terpelihara, memang dapat mensamarkan bentuk wajah itu, tetapi Puteri Inten Prawesti merasa bahwa wajah itu adalah wajah yang selalu terpateri di dalam hatinya.
Namun sekali lagi orang itu bergeser sambil melangkah surut, katanya dengan nada tersendat-sendat
"Aku mohon maaf, kedatanganku kemari adalah sekedar menjemput muridku yang terlalu lama pergi dari padepokan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Inten Prawesti menjadi sangat bingung, dan tiba-tiba saja ia berlari memeluk ibundanya sambil menangis, namun ternyata bahwa ibundanya tidak dapat menahan air matanya pula.
Di seberang halaman, di sebelah Pangeran Sora Raksa Pati berdiri Pangeran Sendang Prapat dan Pangeran Cemara Kuning, dengan tajamnya ia mencoba mengenal orang timpang yang berdiri di sebelah orang-orang yang telah bertempur mempertahankan istana kecil itu, dengan seksama mereka mencoba
mengenalinya, namun sejenak kemudian terdengar suara Pangeran Cemara Kuning lantang "Orang itu berkata sebenarnya, justru jika ia mengaku seseorang yang mempunyai sangkut paut dengan lukisan seekor kuda dengan sepasang sayap yang terkembang, maka ia adalah seorang pembohong besar"
"Aku memang tidak tahu menahu tentang lukisan itu"
sahut Ki Wirit.
Namun dalam pada itu, dengan wajah yang merah membara tiba-tiba saja Raden Ayu Kuda Narpada bertanya "Pangeran Cemara Kuning, jika kau meyakinkan hal itu, aku ingin bertanya kepadamu, dimanakah kakanda Pangeran Kuda Narpada"
Pangeran Cemara Kuning mengerutkan keningnya, wajahnya menjadi tegang, sejenak ia justru bagaikan terbungkam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun yang menjawab lantang adalah Pangeran Sendang Prapat "Tidak ada gunanya pula aku mengingkari saat ini, semuanya Tentu akan terbuka pula pada akhirnya" ia berhenti sejenak untuk mengumpulkan kekuatan hatinya, lalu terdengar suaranya menyentak
"Kami berdua telah membunuhnya"
"O" Inten memekik, dan tiba-tiba saja tubuhnya menjadi lemah, hampir saja ia terjatuh jika Sangkan tidak menangkap dan menahannya.
"Jangan disesali" desis Pangeran Sendang Prapat
"Semuanya sudah terjadi"
Raden Ayu Kuda Narpadapun tidak dapat menahan air matanya.
Jika kedatangan Panon dengan cincin di jarinya itu memberikan sedikit pengharapan, maka harapan itu kini sudah punah sama sekali.
Apalagi ketika Ki Wirit kemudian berkata
"Sebenarnyalah Gusti Puteri. Saat aku menemukan seikat pisau-pisau kecil dan cincin kerajaan, aku memang menemukan sesosok mayat, tetapi agaknya aku terlambat mengenalinya, sehingga aku tidak dapat mengatakan kepada siapapun juga, bahwa seorang Pangeran telah gugur karena dibunuh orang"
"Tetapi kenapa kau mengirimkan cincin itu tanpa menyebutnya sama sekali?" tiba-tiba saja disela-sela isak yang menyentak Gusti Puteri Kuda Narpada bertanya terbata-bata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ampun Gusti, sebenarnyalah aku tidak ingin
membuat Puteri semakin sedih"
"O" Raden Ayu Kuda Narpada menutup wajahnya
dengan kedua tangannya, sementara Pangeran Bondan
Lamatan menarik nafas dalam-dalam sambil berkata
"Pangeran Sendang Prapat dan Pangeran Cemara
Kuning, ternyata banyak persoalan yang harus kalian
selesaikan di hadapan tahta Demak nanti pada saatnya"
Tetapi Pangeran Sendang Prapat justru tertawa,
katanya "Mati atau mukti, keduanya adalah akibat yang
sudah aku perhitungkan sebelumnya, apakah salahnya
jika kami jatuh ke dalam salah satu akibat yang memang
sudah sewajarnya terjadi?"
Pangeran Bondan Lamatan menarik nafas dalamdalam, katanya "Kau memang seorang jantan, tetapi
kejantanan itu adalah pertanda betapa gelapnya hatimu"
"Pangeran Bondan Lamatan" tiba-tiba saja Pangeran
Cemara Kuning memotong, "Bukan tugasmu mengadili
kami disini, tugasmu adalah menangkap kami, dan
sekarang kami sudah tertangkap"
"Terima kasih atas peringatan itu Pangeran" berkata
Pangeran Bondan Lamatan, agaknya ia masih akan
berbicara lebih banyak lagi, tetapi tiba-tiba semuanya
terkejut ketika mereka mendengar sesuatu terjatuh di
sebelah istana kecil itu, sehingga dengan serta merta
Pinten berlari memburu disusul oleh Panon.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Di samping istana mereka melihat Panji Sura Wilaga terkapar di bawah teritisan, agaknya ia berusaha untuk melepaskan diri sambil bergeser dari tempat, namun ternyata ia telah terjatuh, meskipun demikian, ikatan tubuhnya sama sekali tidak berhasil dilepaskannya.
"Gila" geram Pinten "Tetapi baiklah, marilah ikut ke halaman, permainan ini sudah selesai. Dan kau akan mendapat pelayanan yang lebih baik daripada di simpan diatas talang.
Mata Panji Sura Wilaga memancarkan kemarahan yang luar biasa, tetapi ia tidak mampu berbuat apa-apa, tubuhnya masih terikat dan punggungnya serasa patah, karena ia telah terbanting jatuh di tanah.
Panon yang mendekati Panji Sura Wilaga yang terbaring di tanah itupun termangu-mangu sejenak, sambil memandang Pinten ia bertanya "Pinten, apakah ikatan ini harus dilepaskan, eh maksudku puteri?"?"
"Ah kau" potong Pinten, lalu "Lepas sajalah tali itu, dan. Panji Sura Wilaga kita hadapkan kepada Pangeran Bondan Lamatan"
Kata-kata itu membuat Panji Sura Wilaga semakin menyala, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa.
Panonpun kemudian melepaskan ikatan yang mula-mula menyumbat mulut Panji Sura Wilaga. Demikian mulutnya terbuka, Panji Sura Wilaga itu mengumpat dengan kasar "Aku bunuh kau anak-anak gila"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon menarik nafas dalam-dalam, katanya "Jangan kasar Raden Panji, kita sudah selesai memainkan peran sandiwara kita masing-masing, kecuali aku, karena aku adalah aku sendiri. Raden Kuda Rupaka yang kau ikuti itupun telah membuka kedoknya. Katakan, apakah kau benar-benar tidak tahu bahwa ia adalah Raden Johar Patitis?"
Wajah Panji Sura Wilaga menjadi merah padam, namun ia masih membentak "Omong kosong"
"Apakah kau juga ingin menyebut dirimu sendiri?"
"Aku adalah aku seperti yang kau lihat"
"Memang tidak ada gunanya, Panon" berkata Pinten
"Orang seperti Panji Sura Wilaga tidak menentukan apapun juga disini, siapapun sebenarnya orang itu, sama sekali tidak penting bagi kita, nah, lepas saja tali pengikatnya. Ikat pinggangku itu tidak akan dapat diputuskan dengan kekuatan apapun juga, karena bengang jangetnya, kecuali dengan tajamnya pisau bertangkai dengan lukisan kuda bersayap"
Panon mengerutkan keningnya, ia sadar, bahwa sentuhan itu bukannya tidak ada maksudnya, karena Ki Wirit yang kebetulan membawa pisau-pisau itu adalah gurunya.
Tetapi Panon tidak menanggapinya, iapun kemudian berjongkok dan melepas ikatan pada tubuh Panji Sura Wilaga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun ternyata bahwa Panji Sura Wilaga memang orang yang keras kepala, demikian ikatan itu terbuka, maka dengan serta merta ia telah menyerang Panon.
Tetapi agaknya Panon sama sekali tidak lengah, ia memang sudah menduga, bahwa orang yang keras kepala itu Tentu akan berbuat sesuatu yang mengejutkan.
Karena itulah, maka serangan yang tiba-tiba itu masih dapat dihindari oleh Panon, bahkan sambil merendahkan diri, ia masih sempat memutar sebelah kakinya, sehingga tumitnya telah menyentuh Panji Sura Wilaga yang gagal mengenainya.
Panji Sura Wilaga menghindar surut, namun terasa perutnya menjadi mual karena sentuhan serangan Panon.
Tetapi Panji Sura Wilaga tidak menyerah, ia segera bersiap untuk mengulangi serangannya atas Panon yang telah berdiri tegak menghadapinya.
Tetapi sebelum ia sempat bergerak, tiba-tiba saja terasa tengkuknya bagaikan dihantam oleh sebongkah batu, ternyata Pinten tidak membiarkan kegilaan Panji Sura Wilaga, kemarahannya tidak lagi dapat ditahannya, sehingga tiba-tiba saja ia telah meloncat sambil memukul tengkuk Panji Sura Wilaga yang perhatiannya telah terpusat kepada Panon.
Panji Sura Wilaga terhuyung-huyung, tetapi ia tidak terjatuh, namun Panon sempat menangkap kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tangannya. Dan kemudian memutarnya, sebelum Panji
Sura Wilaga sempat berbuat sesuatu, Panon telah
bergumam "Jika kau berbuat sesuatu, maka aku akan
memukul kepalamu dari belakang sehingga isi kepalamu
akan bererakan disini"
"Persetan" geram Panji Sura Wilaga.
"Kalau kau tidak percaya, lakukanlah, dan Raksi
Padmasari akan mengikatmu lagi dengan ikat
pinggangnya, kemudian aku masih sanggup menyeretmu
ke halaman" Panon berhenti sejenak, lalu "Nah, pikirkan,
bukankah masih lebih terhormat bagimu untuk berjalan
sendiri daripada aku yang menyeretmu?"
Wajah Panji Sura Wilaga menjadi merah, tetapi
sesuatu telah menarik perhatiannya, sehingga ia
bertanya "Kau menyebut nama Puteri Raksi Padmasari?"
"Ya, ia adik Raden Kuda Rupaka, tetapi bukan Raden
Kuda Rupaka yang kau buat-buat. Nah, bukankah kau
termasuk salah seorang dalang tentang penyamaran
Raden Kuda Rupaka?"
"Ya, tetapi siapakah yang kau sebut Puteri Raksi?"
"Gadis yang ada disisimu"
"He" wajah Panji Sura Wilaga menjadi merah.
"Akulah Raksi Padmasari, karena itu permainanmu
sudah aku ketahui sejak semula"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Dan Raden Kuda Rupaka?"
"Kau sudah dapat menerka, ayo, berjalanlah, jangan ribut dengan setiap tokoh dalam permainan yang mengasikkan ini"
Panji Sura Wilaga terpaksa harus berjalan, tetapi sebenarnyalah bahwa ia sudah dapat menduga, bahwa Sangkan adalah Raden Kuda Rupaka yang sebenarnya.
"Bodoh sekali" gumamnya sambil melangkah ke halaman depan.
Di sudut istana ia terkejut, ia melihat sepasukan prajurit Demak, ia melihat beberapa orang yang dijaga dengan senjata terhunus termasuk Raden Johar Patitis, Kidang Alit dan beberapa orang Pangeran.
"Aku disini paman" tiba-tiba saja Johar Patitis berteriak.
Panji Sura Wilaga menarik nafas dalam-dalam, ia memang tidak dapat berbuat apa-apa lagi oleh kenyataan yang dihadapinya, apalagi ketika dilihatnya Pangeran Bondan Lamatan yang agaknya memegang kendali perintah.
"Pergilah ke tempatmu" desis Panon "Kau tahu, dimana kau harus berdiri"
Bab 51 Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panji Sura Wilaga memandang Raden Johar Patitis sejenak, kemudian ia juga memandang Pangeran Sora Raksa Pati yang berdiri di sebelahnya, sambil menarik nafas dalam-dalam ia kemudian melangkah mendekati keduanya.
"Perhitunganmu kurang cermat Panji" berkata Pangeran Sora Raksa Pati "Ternyata bahwa Raden Kuda Rupaka itu tidak hilang tanpa bekas, meskipun ia berada di padepokan terpencil, tetapi saat namanya kau pasang pada nama Raden Johar Patitis, tiba-tiba saja ia telah hadir di tempat yang sama"
"Tentu atas nasehat dan petunjuk orang lain, aku kira ada penghianat diantara kita"
Tetapi Raden Johar Patitis sendiri justru tertawa
"Sudahlah paman, akulah yang paling kehilangan, aku tidak tahu apakah diajeng Inten Prawesti masih akan bersikap sama kepadaku, setelah ia menyadari bahwa aku bukan Raden Kuda Rupaka, tetapi Raden Johar Patitis, meskipun menurut pendapatku, aku masih tetap dalam arus darah yang lebih tua daripadanya"
Panji Sura Wilaga menggeram, ia sudah semakin dekat dengan Pangeran Sora Raksa Pati, namun ia masih menyahut "Itulah salah satu sebab kegagalan kita, kita tidak bekerja dengan cepat, justru karena ada Puteri Inten Prawesti"
Raden Johar Patitis masih tertawa sambil berpaling kepada Kidang Alit, ia berkata "He, Raden Waruju yang berdarah Kediri, bagaimana pendapatmu tentang Puteri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Inten Prawesti dan Puteri Raksi Padmasari yang kau
sangka anak pelayan itu?"
Kidang Alit tertawa pula, jawabnya "Lebih baik kita
segera pergi, aku tidak berani lagi memandang tatapan
mata Ki Buyut, meskipun aku pernah berjasa
mengawinkan beberapa pasang pengantin selama aku di
padukuhan ini"
Ki Buyut memandang Kidang Alit dengan kebencian
yang tertahan, namun ia berdiri saja tanpa berbuat apaapa, karena kadang-kadang masih juga terkilas, bekas
tangan Kidang Alit atas Kasdu, sehingga anak muda itu
telah terbebas dari kutuk yang paling mengerikan,
lumpuh, bisu, buta dan tuli.
Dalam pada itu, agaknya, Pangeran Bondan Lamatan
merasa tugasnya telah cukup, karena itu, maka katanya
"Kini semua sudah selesai, kami harus membawa
saudara-saudara kami kembali ke Demak,
menghadapkan mereka kepada Sultan. aku tidak tahu,
keputusan apakah yang akan dijatuhkan atas mereka,
namun masih ada tugas yang harus aku lakukan.
Membawa keluarga kecil ini kembali ke Demak beserta
pusaka yang telah menimbulkan persoalan di daerah
terpencil ini"
Raden Ayu Kuda Narpada termangu-mangu, namun
kemudian katanya "Marilah, aku ingin mempersilahkan
semuanya duduk, kita akan berbicara dengan sareh dan
mapan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pangeran Bondan Lamatan mengerutkan keningnya, namun kemudian katanya "Baiklah, biarlah senopati utamaku membawa para tawanan mendahului ke Demak, aku akan tinggal untuk membicarakan persoalan yang masih belum selesai"
Dalam pada itu, maka Pangeran Bondan Lamatanpun segera mengatur pasukannya, dan menyuruh mereka memasuki halaman.
"Pangeran-Pangeran yang ada di dalam pengamatan kami" berkata Pangeran Bondan Lamatan "Aku mohon maaf, bahwa kalian akan tetap aku perlakukan sebagai tawanan, agar kalian tidak membahayakan pengawalan yang akan membawa kalian menempuh jarak yang panjang, maka kalian akan mengalami perlakuan yang barangkali tidak menyenangkan, tetapi aku tidak akan mengingkari martabat kalian sebagai bangsawan-bangsawan tertinggi di Demak, tanpa memperhitungkan dari darah yang manakah yang telah tercampur dalam aliran di tubuh kalian masing-masing, sebagai pertanda bahwa kalian adalah tawanan, maka pada tubuh kalian akan disangkutkan sehelai cinde yang memang sudah aku persiapkan"
Raden Kuda Rupaka yang sebenarnya adalah Raden Johar Patitis mengerutkan keningnya, namun kemudian katanya "Jelasnya, tangan kami akan diikat, apakah pengikatnya itu cinde berwarna cerah atau seutas tutus kulit melinjo, agaknya tidak banyak bedanya, kecuali sekedar penghormatan atas martabat kami, tetapi jika tali gantungan telah melilit di leher, maka tali cinde sutera sekalipun tidak akan menolong nyawa kami"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pangeran Bondan Lamatan memandang anak muda
itu sejenak, lalu katanya "Baiklah, tetapi aku tidak dapat
melepaskan ketentuan yang berlaku, dan aku akan
melaksanakan sesuai dengan tugasku"
Tidak seorangpun yang membantah lagi, ketika
beberapa orang senopati pilihan kemudian mengikat
mereka dengan cinde berwarna kuning, maka merekapun
hanya dapat mengulurkan kedua tangan mereka,
sementara para pengikut dari perguruan Cengkir Pitu dan
Kumbang Kuningpun telah diikat dengan kain berwarna
merah yang kasar.
Sejenak kemudian, maka para tawanan itupun telah
diletakkan di punggung kuda masing-masing, mereka
akan segera menempuh perjalanan yang jauh dengan
cinde di tangan mereka.
Kidang Alit masih sempat berkata dengan nada tinggi
"He, kami akan menjadi acara pertunjukan yang menarik
di sepanjang jalan"
"Diam kau anak gila" geram Pangeran Sendang
Prapat. Kidang Alit memandang Pangeran Sendang Prapat
sejenak, namun iapun tertawa sambil berkata "Kita tidak
akan sempat mengeluh paman, akulah yang seharusnya
mengangis, karena aku masih terlalu muda untuk
digantung, tetapi aku berharap, bahwa aku masih akan
panjang umur"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pangeran Sendang Prapat menggeram, tetapi ia tidak mengatakan sesuatu lagi.
Demikianlah, maka dibawah pengamatan para senopati terpilih, para tawanan itu dibawa langsung ke Demak, diantara mereka terdapat seorang ajar yang selalu menundukkan kepalanya.
Sepeninggal pasukan Demak yang membawa para tawanan itu, maka Gusti Puteri Kuda Narpada telah mempersilahkan orang-orang yang masih ada di halaman istana kecilnya untuk naik ke pendapa, meskipun hatinya sudah menjadi tenteram dan ketakutan sudah tidak ada lagi, namun agaknya masih juga ada sesuatu yang tersangkut di hatinya.
Pangeran Bondan Lamatam ternyata memenuhi permintaan Raden Ayu Kuda Narpada untuk tinggal di istana itu, beberapa orang pengawal pilihan telah tingal pula menungguinya untuk mengawal Pangeran itu kembali ke Demak pada saatnya sambil membawa pusaka yang sedang diperebutkan itu.
Namun semuanya seolah-olah telah diliputi oleh kecerahan, Pangeran Bondan Lamatan yang telah menunaikan tugasnya, nampak duduk tersenyum di samping Sangkan, sementara Inten Prawesti duduk sambil menundukkan kepalanya disisi ibundanya.
"Hanya kepada Sultan pusaka itu akan kami serahkan" berkata Pangeran Bondan Lamatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Raden Ayu Kuda Narpada menarik nafas dalam-dalam, ia sadar bahwa pusaka itu telah menimbulkan persoalan yang sangat gawat di istana kecilnya, sehingga beberapa orang telah datang untuk memperebutkannya.
Tetapi agaknya Pangeran Bondan Lamatan tidak tergesa-gesa, apalagi setelah para tawanan yang terikat itu dibawa ke Demak oleh para senapati pilihan dan sepasukan pengawal yang kuat.
Karena itulah, maka Pangeran Bondan Lamatan sempat mendengarkan kisah yang menarik dari istana kecil itu sejak awal sampai saatnya ia datang setelah burung merpati yang ditempatkan di salah satu pemusatan pasukan Demak di daerah selatan itu membawa kabar dari Raden Kuda Rupaka.
"Aku memang mendapat tugas itu" berkata Raden Kuda Rupaka "Tetapi ketika aku mendengar bahwa sudah ada orang lain yang mempergunakan namaku, maka akupun segera berganti nama, aku berhasil menghubungi Nyi Upih sebelum aku datang istana ini dengan namaku yang baru bersama diajeng Raksi Padmasari sebagai anak Nyi Upih"


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Inten memandang Nyi Upih sambil memberengut, tiba-tiba saja ia mencubit pelayannya yang ikut duduk di belakangnya sambil berkata "Kau membohongi kami"
"Nyi Upih bergeser sambil menahan nyeri, katanya
"Ampun Puteri, aku tidak bermaksud berbohong"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan yang sebenarnya bernama Raden Kuda Rupaka itu tertawa, ia sadar, bahwa justru karena ia tidak berada di Demak, maka seseorang telah mempergunakan namanya, yang menguntungkan adalah karena Raden Kuda Rupaka termasuk keluarga dekat dari Pangeran Kuda Narpada.
"Nyi Upih" berkata Raden Ayu kemudian "Baiklah kami tidak menyalahkanmu, tetapi lebih baik lagi, apabila kau sempat merebus air buat tamu kita"
Nyi Upih mengerutkan keningnya, katanya "Ampun Puteri, aku akan merebus air, tetapi?"?"
Raden Ayu Kuda Narpada memandang Nyi Upih dengan kerut merut di keningnya.
"Tetapi, tetapi aku takut Gusti, mungkin masih ada orang-orang jahat yang meloncat lewat dinding belakang"
Raden Ayu Kuda Narpada menarik nafas dalam-dalam, namun dalam pada, Panonlah yang menyahut
"Baiklah aku akan mengawani Nyi Upih"
Nyi Upih memandang Panon sejenak, namun
kemudian sambil menggeleng ia berkata "Seharusnya kau duduk saja disitu, kau sekarang menjadi tamu dari Gusti Puteri"
"Ah" Panon telah bergeser dan kemudian berdiri sambil melangkah turun dari pendapa menduhului Nyi Upih "Marilah Nyai"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Nyi Upihpun kemudian minta diri untuk pergi ke
belakang merebus air bagi tamu-tamunya.
Namun pada itu, Pinten menjadi gelisah, hampir diluar
sadarnya ia berkata "Kasihan Nyi Upih, aku sudah
terbiasa membantunya, baiklah aku pergi ke dapur"
"Jangan" cegah Raden Ayu Kuda Narpada "Kau bukan
lagi Pinten anak Nyi Upih, tetapi kau adalah Puteri Raksi
Padmasari"
"Tidak apa bibi, apakah bedanya aku kemarin dan
sekarang", silahkan duduk menemui pamanda Pangeran
Bondan Lamatan aku akan pergi ke dapur"
Raden Kuda Rupakalah yang tertawa sambil
menjawab "Nyi Upih yang selama ini menjadi biyung
Pinten, sekarang tidak penting lagi baginya, ada orang
lain yang lebih menarik di dapur itu"
Tiba-tiba saja Pinten yang sebenarnya bernama Raksi
Padmasari itu meloncat menerkam Raden Kuda Rupaka
yang tidak sempat mengelak, dengan geramnya jarijarinya telah mencubit lengan kakaknya dan diputarnya
sehingga Raden Kuda Rupaka menyeringai sambil
berdesis "Raksi, jangan!"
"Jika kau tidak jera menggangguku, aku akan
mengelupas kulitmu"
"Jangan, aku berjanji untuk tidak mengatakan sekali
lagi" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
perlahan-lahan raksi melepaskan tangannya, sejenak ia masih memandang kakaknya dengan geramnya.
"Tanganmu seperti besi, cepatlah kau ke dapur, katanya kau ingin membantu Nyi Upih"
"Tidak, aku tidak mau" jawabnya aku akan tetap disini"
Inten Prawesti sudah terbiasa melihat keduanya bertengkar, tetapi kali ini ia sadar, bahwa keduanya bukanlah anak-anak yang dungu"
Dalam pada itu untuk beberapa lamanya mereka duduk di pendapa itu saling berbincang tentang keadaan, kemudian merambat pada pusaka yang menjadi pusat persoalan.
Ketika mereka mulai berbincang tentang pusaka yang sedang menjadi rebutan itu, maka wajah Raden Ayu Kuda Narpada menjadi pucat, dengan suara yang tersendat ia berkata "Adimas Pangeran Bondan Lamatan, sebenarnyalah aku tidak tahu, dimanakah Pangeran Kuda Narpada meletakkan bahkan mungkin menyembunyikan pusaka yang menjadi rebutan itu. Sebenarnya terhadap utusan Sultan aku tidak akan dapat mengatakan demikian, tetapi aku tidak dapat berbuat lain"
Pangeran Bondan Lamatan memandang wajah Raden Ayu Kuda Narpada sejenak, seolah-olah ia ingin melihat pusat jantung Puteri itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun kemudian katanya "Sebenarnyalah, hanya Pangeran Kuda Narpada sajalah yang mengetahui dimanakah letak pusaka itu, aku percaya, menilik wajah kakangmbok, aku tidak akan dapat ingkar, bahwa sebenarnyalah bahwa kakangmbok tidak mengetahui dimanakah letak pusaka itu"
"Jadi?" desis Raden Ayu Kuda Narpada.
"Kita harus minta tolong kepada seseorang yang dapat mempergunakan penglihatan batinnya untuk mencari pusaka di dalam halaman istana ini, aku kira pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang sangat sulit, namun agaknya ada orang yang dapat melakukannya.
Mungkin Ki Buyut dapat menunjukkan seorang yang dapat berbuat demikian, mungkin Kiai Rancangbandang atau Ki Ajar Respati"
Ki Buyut menggelengkan kepalanya, sementara Ki Ajar Respati berkata sambil tersenyum "Pangeran, aku mohon ampun, aku adalah orang yang paling sombong yang berani menyebut diriku Ajar Respati, tetapi sebenarnyalah aku adalah orang yang paling dungu sehingga aku tidak akan mempu melihat dengan mata hati, dimana letak pusaka yang menjadi rebutan itu"
Pangeran Bondan Lamatan menarik nafas dalam-dalam, sekilas ia memandang Ki Wirit yang tegang, namun karena Ki Wirit tidak berkata sepatah katapun, maka Pangeran Bondan Lamatan berkata selanjutnya
"Baiklah, jika tidak seorangpun yang dapat berusaha menemukan seseorang yang dapat mencari pusaka itu di halaman ini dengan penglihatan batinnya, maka aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
akan berusaha mendapatkannya di Kota Raja, jika di
Kota Rajapun tidak ada, maka biarlah pusaka itu tetap
berada dipersembunyiannya"
Nampak Ki Wirit semakin gelisah, ketika ia tidak dapat
menahan diri lagi, maka katanya "Tetapi Pangeran,
bukankah dengan demikian berarti bahwa disaat
mendatang masih mungkin timbul persoalan tentang
pusaka itu, mungkin ada orang-orang lain lagi yang
berusaha saling memperebutkannya, tidak besok atau
lusa, tetapi mungkin setahun atau dua tahun
mendatang"
"Mungkin, mungkin sekali" jawab Pangeran Bondan
Lamatan. Ki Wirit menarik nafas dalam-dalam, sementara
Pangeran Bondan Lamatan melanjutkannya
"Kakangmbok, agaknya yang terjadi memang berada
diluar kemampuan kita semuanya. Karena itu, kita masih
wajib berusaha, namun sementara itu, apabila
kakangmbok tidak berkebaratan, kami akan membawa
kakangmbok ke Demak"
Raden Ayu Kuda Narpada menarik nafas dalamdalam, sejenak ia termangu-mangu, namun kemudian
katanya "Adimas, rumah ini telah dibuat oleh kakangmas
Kuda Narpada, rasa-rasanya aku tidak akan sampati hati
meninggalkannya"
"Tetapi tempat ini berbahaya bagi Kakangmbok dan
Inten" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Aku akan tetap tinggal disini"
"Tetapi pusaka itu" sahut Pangeran Bondan Lamatan
"Selama pusaka itu masih ada disini, maka selama itu pula, istana akan tetap merupakan sarang kegelisahan dan bahkan mungkin bahaya yang sebenarnya bagi Kakangmbok dan Inten. Kali ini, kami masih sempat melepaskan Kakangmbok dari malapetaka, tetapi mungkin lain kali, peristiwa itu terjadi diluar pengamatan kami"
Raden Ayu Kuda Narpada termangu-mangu, namun ia tetap menggeleng "Aku tetap tinggal disini. Apalagi ternyata bahwa pusaka itu masih ada disini pula"
Sejenak pendapa itu dicengkam oleh ketegangan, namun tiba-tiba saja Ki Wirit yang gelisah berkata
"Ampun Pangeran. Aku mohon ampun bahwa aku berani menyatakan diri betapapun aku seorang yang dungu, jika Pangeran tidak keberatan, apakah aku diperkenankan untuk mencoba melihat dengan penglihatan batin untuk menemukan pusaka itu, mungkin aku berhasil tetapi mungkin pula tidak"
"He" Pangeran Bondan Lamatan mengerutkan keningnya "Ki Wirit, jika kau akan mencoba, aku akan sangat berterima kasih, berhasil atau tidak, biarlah kita pikirkan kelak, karena hal itu juga berada diluar kemampuan daya capai budi dan nalar kita, tetapi cobalah melihat, mungkin kau memerlukan waktu semalam, dua malam atau berapapun, aku akan menunggumu disini, jika kau berhasil, aku akan dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
membawanya ke Demak, karena pusaka itu adalah
pusaka yang bernilai tinggi bagi kesejahteraan Demak"
"Jika aku tidak berhasil?"
"Itu bukan salahmu, tentu Kakangmbok tidak
berkeberatan jika aku bersamanya beberapa orang yang
memang sudah berada di istana ini serta pengawalpengawalku untuk tinggal barang sehari atau lebih"
"O, terima kasih, aku akan merasa tenang sekali jika
adimas berada di rumah ini" ia berhenti sejenak, lalu
"Tetapi bagaimanakah Ki Wirit dapat mengetahui tentang
pusaka itu?"
"Aku belum tahu Puteri, tetapi aku akan mencoba,
aku pernah nayuh sebuah pusaka, dan aku menemukan
petunjuk tentang kekuatannya, dan kini aku akan nayuh
pusaka yang hilang itu, meskipun aku belum
menyentuhnya. Mungkin aku akan mendapat petunjuk
pula, sehingga aku dapat menemukannya"
Gusti Ayu Kuda Narpada memandang wajah Ki Wirit
dengan tajamnya, seolah-olah ia ingin melihat sorot
matanya yang sejuk, tetapi Ki Wirit selalu menundukkan
kepalanya. Dalam-dalam.
"Baiklah Kakangmbok" berkata Pangeran Bondan
Lamatan "Kita akan mencoba, Ki Wirit akan berada di
istana ini untuk mencoba menemukan pusaka yang tidak
seorangpun mengetahui dimana letaknya itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Raden Ayu Kuda Narpada menarik nafas dalam-dalam, namun dengan nada dalam ia berkata "Aku senang sekali menerima siapapun di dalam rumah ini" ia berhenti sejenak, wajahnya menjadi gelisah, dari bibirnya yang bergerak-gerak tdr suaranya lirih "Tetapi, tetapi?".."
Pangeran Bondan Lamatan mengerutkan keningnya, tetapi seperti orang tua yang lain, mereka segera dapat menangkap bahwa Raden Ayu Kuda Narpada tidak akan dapat memberikan suguhan apapun juga selama mereka berada di istana itu, karena memang tidak ada persediaan apapun juga yang dapat disuguhinya.
Ki Buyut yang hadir di pendapa itu mengerti juga kesulitan itu, hampir diluar sadarnya ia berkata terang
"Ampun Gusti, jika gusti tidak berkeberatan, biarlah semuanya menjadi tamuku, meskipun mereka berada di istana ini, itulah yang dapat aku lakukan untuk membantu para petugas dari Demak, karena sebenarnyalah aku memang tidak dapat berbuat apa2"
"O" suara Raden Ayu Kuda Narpada seakan-akan terputus di kerongkongan, namun dipaksakannya berkata betapapun beratnya "Terima kasih Ki Buyut aku, aku tidak dapat mengatakan yang lain meskipun sebenarnya aku tidak ingin mengganggu Ki Buyut"
"Sama sekali gusti Puteri tidak mengganggu aku, kehadiran keluarga Pangeran Kuda Narpada sudah memberikan kesegaran batu bagi padukuhan yang semula kering gersang ini. panenan kami disetiap tahun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menjadi berlipat-lipat dari tahun berikutnya" jawab Ki
Buyut dengan sungguh-sungguh.
Pelupuk mata Raden Ayu Kuda Narpada menjadi
panas, tetapi ia mencoba bertahan agar titik air tidak
mengembun di matanya, meskipun demikian sekali-sekali
ia mengusapnya dengan ujung jari.
"Jika demikian" berkata Pangeran Bondan Lamatan
"Kami semuanya mengucapkan terima kasih kepada Ki
Buyut, kami merasa senang sekali menjadi tamu Ki
Buyut, meskipun kami akan berada di halaman istana
kecil ini"
"Silahkan Pangeran, jika Pangeran ingin tinggal di
padukuhan, kami tidak akan berkeberatan.
"Tentu tidak Ki Buyut, karena kami masih harus
menemukan pusaka yang akan kita bawa kembali ke
Demak" Ki Buyut hanya mengangguk-angguk, ia tidak dapat
mencampuri persoalan pusaka yang sedang dicari dan
bahkan yang telah menimbulkan persoalan yang gawat,
yang hampir saja menghancurkan istana kecil yang
suram itu. Dengan demikian, maka tidak ada persoalan lagi yang
dapat mengganggu usaha Ki Wirit untuk berusaha
mencari pusaka yang tersimpan di istana itu dengan
mata hatinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Untuk melakukan tugasnya, Ki Wirit minta agar ia diperkenankan untuk berada dimana saja di dalam halaman itu.
"Jika aku berada di sudut halaman belakang, atau dimanapun, adalah dalam rangka usahaku menemukan pusaka itu" berkata Ki Wirit kemudian.
Demikianlah, maka istana kecil itu menjadi semakin bertambah penghuninya, selain Pangeran Bondan Lamatan, beberapa orang pengawal telah berada di halaman itu pula.
Namun demikian, istana itu masih tetap dapat menampung mereka, jika malam tiba, maka pendapa yang cukup luas itu merupakan ruang tidur yang dapat diisi oleh beberapa orang sekaligus.
"Aku akan mengirimkan tikar kemari" berkata Ki Buyut ketika ia minta diri"
"Terima kasih Ki Buyut" jawab Pangeran Bondan Lamatan.
"Aku berharap, Pangeran singgah di rumahku atau di banjar yang pernah dihuni oleh beberapa orang yang membuat orang-orang di padukuhan Karangmaja menjadi ketakutan" berkata Ki Buyut mempersilahkan.
"Tentu Ki Buyut. Jika semua tugasku telah selesai, aku akan singgah di rumah Ki Buyut"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Buyut yang berbesar hati atas kehadiran para petugas dari Demak dan sekaligus menyelamatkan istana kecil itupun kemudian meninggalkan halaman istana itu dan kembali ke padukuhan, ia terkejut ketika beberapa puluh langkah di luar padukuhannya, ia telah melihat beberapa orang berkumpul di mulut lorong, bahkan agaknya ketika orang-orang itu melihatnya, beberapa diantara anak-anak muda telah berlari-lari menyongsongnya.
"Ki Buyut selamat?" bertanya salah seorang dari mereka
"Seperti yang kau lihat, aku tidak cidera sama sekali, meskipun yang hadir dan bertempur di halaman istana itu banyak orang-orang sakti" jawab Ki Buyut.
"O, luar biasa, apakah pusaka Ki Buyut itu yang telah melindungi dan menjadi perisai bagi Ki Buyut dari penjahat-penjahat itu" bertanya orang yang lain.
Ki Buyut tersenyum, jawabnya "Nanti aku akan bercerita panjang sekali, tetapi seperti yang kalian lihat, aku telah kembali dengan selamat, kulitku tidak terluka segorespun"
"Luar biasa, ternyata Ki Buyut mampu mengimbangi orang-orang sakti yang selama ini kita takuti" desis anak muda yang bertubuh tinggi.
Ki Buyut tertawa, katanya "Aku telah tidur nyenyak sekali di luar istana itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidur?"
"Sudahlah, nanti aku akan bercerita panjang, tetapi masih ada tugas yang belum terselesaikan, pusaka yang diperebutkan di dalam istana itu masih belum diketemukan" berkata Ki Buyut dengan sungguh-sungguh.
Anak-anak muda dari padukuhan Karangmaja itu termangu-mangu, mereka menjadi cemas, bahwa pusaka itu masih belum dapat diketemukan, bukankah dengan demikian berarti bahwa pergolakan masih akan terjadi, dan kematian demi kematian masih akan menyusul.
Tetapi mereka menunggu sampai saatnya Ki Buyut di Karangmaja akan berterita panjang tentang peristiwa yang terjadi di halaman ia1 itu"
Akhir jilid 12 Awal jilid 13 Ketika Ki Buyut sampai di rumahnya, maka yang pertama-tama dilakukannya adalah menyiapkan makan dan minum bagi orang-orang yang berada di istana kecil itu, dengan lantang ia berkata kepada pembantunya
"Sekarang kalian dapat menyembelih kambing dengan ikhlas, aku akan menjamu orang-orang yang berada di istana itu sebagai orang-orang terhormat dan yang telah menyelamatkan istana itu dari bencana"
"Siapakah mereka Ki Buyut?" bertanya seorang anak muda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ternyata istana itu penuh dengan teka-teki yang mengejutkan"
"Kenapa?"
"Sembelih dahulu seeor kambing yang sehat dan gemuk, nanti aku akan bercerita"
rumah Ki Buyut segera menjadi sibuk, beberapa orang perempuan telah dipanggil untuk membantu memasak, tidak seperti saat mereka menyiapkan manakanan bagi orang-orang Guntur Geni dan orang-orang Kumbang Kuning yang berada di banjar atau orang-orang Cengkir Pitu, tetapi kali ini orang-orang Karangmaja bekerja dengan penuh gairah dan kegembiraan hati.
Sementara itu mereka yang berada di istana kecil itu telah mempunyai keksibukan tersendiri, mereka yang terluka sedang sibuk mengobati luka-lukanya, sementara yang lain sedang berbincang tentang pusaka yang masih belum diketemukan.
Namun dalam pada itu, di dalam istana kecil itu telah terjadi tata hubungan yang agak ganjil, Sangkan yang ternyata adalah Raden Kuda Rupaka kadang-kadang masih bersikap sebagaimana selalu dilakukan, sementara Panon sama sekali tidak merubah sikapnya, meskipun ternyata ia memiliki kemampuan yang mengagumkan, tetapi ia adalah seorang yang rendah diri dan mengerti akan martabatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Meskipun demikian, sesuatu yang belum pernah dimengerti telah meraba hatinya, gadis yang mula-mula dikenalnya bernama Pinten itu mempunyai sentuhan tersendiri bagi perasaannya.
"Gila" Panon menggeram "Ia ternyata seorang Puteri, ia anak seorang Pangeran, dan itulah yang gila, jika saja aku mengetahui sejak semula"
Tetapi diluar sadarnya, ternyata gadis yang sebenarnya adalah Puteri Raksi Padmasari itu telah menaruh perhatian pula kepadanya, sikap Panon yang lugu, rendah hati tetapi menyimpan kemampuan yang tidak terduga itu, telah menarik perhatiannya.
Meskipun Puteri Raksi Padmasari menyadari, bahwa Panon bukannya seorang keturunan bangsawan, namun sebagai seorang gadis yang lebih banyak tinggal di padepokan yang jauh dari kehidupan seorang bangawan, ia dapat menyesuaikan diri dengan sikap dan tingkah laku anak muda yang berasal dari lereng Gunung Merbabu itu.
Puteri Raksi Padmasari yang kadang-kadang juga berada di Kota Raja, justru kurang sesuai bergaul dengan saudara-saudaranya dalam lingkungan kebangsawanan, meskipun ia mempunyai beberapa kelebihan dari gadis-gadis sebayanya.
Namun rasa-rasanya masih ada jarak diantara keduanya. Dalam keadaan yang masih diliputi oleh kabut rahasia tentang pusaka yang sedang dicari, maka mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
masih memusatkan segenap perhatian mereka kepada
penemuan pusaka itu.
Demikian juga Puteri Inten Prawesti, sejak anak muda
yang mengaku bernama Sangkan itu masih menjadi anak
Nyi Upih, anak muda itu telah menimbulkan berbagai
macam pertanyaan di dalam hatinya, sejak Kidang Alit
tidak mampu lagi mengikatnya dengan ilmu gendam, dan
apalagi sejak Raden Kuda Rupaka yang sebenarnya
adalah orang lain, yang bernama Raden Johar Patitis
agak mengecewakannya, maka perhatiannya telah
tercurah kepada anak Nyi Upih yang aneh itu.
Namun seperti kebanyakan gadis, maka semuanya itu
hanya tersimpan saja di dalam hatinya.
Namun semuanya itu tidak terlepas dari perhatian Nyi
Upih, ia melihat kerling mata momongannya, tetapi ia
melihat juga tangkapan cahaya mata Puteri Raksi
Padmasari. Itulah sebabnya ia merasa berkewajiban
untuk mengungkapkan semua yang masih terpendam itu
pada saatnya. "Jika pusaka itu telah dapat diketemukan, maka aku
akan berterus, maka aku akan berterus-terang kepada
Pangeran Bondan Lamatan, bahwa putera dan Puteri
telah tersentuh oleh perasaan lain yang mungkin akan
dapat memperngaruhi masa depannya.
Dalam pada itu, orang-orang yang berada di halaman
istana merasa sangat berterima kasih ketika beberapa
orang padukuhan Karangmaja telah datang membawa
makanan dan minuman bagi mereka, bukan sekedar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
makan dan minum, tetapi seakan-akan Ki Buyut sedang
mengadakan jamuan yang sangat besar untuk
menghormati kemenangan Para Prajurit Demak bersama
para penghuni istana kecil itu.
"Luar biasa" berkata Pangeran Bondan Lamatan.
"Hanya sekedarnya" berkata Ki Buyut "Kami
menghidangkan apa yang ada pada kami"
Wajah-wajah yang menjadi cerah itupun kemudian
sibuk menyuapi mulut mereka masing-masing, sudah
lama mereka tidak sempat menikmati hidangan semacam
itu, terlebih-lebih mereka yang tinggal di dalam istana
kecil yang suram itu.
Namun dalam pada itu, wajah Ki Wirit yang masih
nampak suram, karena ia masih mempunyai tugas yang
cukup berat. Panon sekali-sekali memandang wajah gurunya, ia
sadar, tugas gurunya bukannya tugas yang ringan, ia
harus mencari pusaka itu di halaman istana dengan
penglihatan batinnya.
"Jika guru tidak menemukan, mungkin akan timbul
prasangka buruk" berkata Panon di dalam hatinya.
Tetapi Panon tidak berani mengatakan sesuatu, ia
sadar, bahwa ia adalah sekedar murid yang tentu masih
banyak kekurangannya dibanding dengan gurunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Guru mempunyai kebijaksanaan yang cukup" ia mencoba menenangkan hatinya sendiri.
Dalam pada itu, ketika langit menjadi gelap dan lampu minyak sudah menyala, di pendapa istana kecil itu telah terbentang beberapa helai tikar yang dibawa oleh orang-orang Karangmaja. Pangeran Bondan Lamatan menolak ketika ia diperpsilahkan untuk tidur di ruang dalam. Ia lebih senang berada diantara para pengawalnya. Bukan karena hatinya yang kecut, tetapi justru sebagai seorang prajurit, ia memilih berada bersama anak buahnya.
Sangkan tidak lagi tidur di ruang belakang, ia berada di pendapa pula bersama Pangeran Bondan Lamatan, namun sementara itu Kiai Rancangbandang masih memilih tidur di biliknya bersama Panon meskipun Ki Ajar Respati berada di pendapa pula.


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Rasa-rasanya masih ada yang harus dijaga di belakang" berkata Kiai Rancangbandang.
"Silahkan" Pangeran Bondan Lamatan tersenyum, namun iapun sependapat, bahwa rasa-rasanya masih ada yang perlu diawasi.
Sementara itu Pinten masih harus tetap berada di bilik Raden Ayu Kuda Narpada bersama Inten dan Nyi Upih, meskipun orang-orang yang selama ini mengganggu ketenangan istana kecil itu sudah tertangkap, namun mereka masih juga merasa ngeri, bahwa bencana masih akan berkepanjangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sebenarnyalah, bahwa orang-orang yang memiliki ketajaman penglihatan untuk berjaga-jaga, mereka yang sedang mendapat giliran harus mengawasi seluruh halaman dan regol yang sudah tidak mempunyai pintu lagi, karena pintunya sudah dirusak.
"Jika kau melihat sesuatu yang mencurigakan, panggil aku meskipun kau tidak yakin bahwa yang kau hadapi adalah bahaya yang sebenarnya, tetapi bagi kita di dalam keadaan seperti ini, lebih baik terlalu hati-hati daripada lengah"
Bab 52 Sementara itu, Ki Wirit telah minta ijin kepada Pangeran Bondan Lamatan untuk berada dimana saja yang sesuai dengan usahanya menemukan pusaka yang telah disimpan oleh Pangeran Kuda Narpada tanpa diketahui oleh orang-orang, bahkan Raden Ayu Kuda Narpada tidak mengetahuinya pula.
Panon yang berada di bilik belakang, bangkit dari pembaringannya ketika ia mendengar langkah mendekat, kemudian di dengarnya gurunya mendehem beberapa kali diluar pintu biliknya.
"Guru" desis Panon, lalu katanya kepada Kiai Rancangbandang "Mungkin guru memerlukan aku"
Kiai Rancangbandang mengangguk-angguk kecil, sementara Panonpun kemudian pergi keluar biliknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi ketika pintu biliknya terbuka, ia sudah melihat gurunya berdiri tidak terlalu jauh dari pintu itu, sehingga karena itu, maka beberapa langkah kecil telah membawanya berdiri di hadapan gurunya.
"Panon" berkata gurunya "Aku akan mulai dengan usahaku mencari pusaka itu, cobalah kau membantu aku, mohon kepada Yang Maha Kuasa agar kita mendapat petunjuk, dimanakah pusaka itu tersimpan"
"Apakah yang harus aku lakukan guru?" bertanya Panon.
"Kau tidak usah berbuat apa-apa, kau dapat berada di dalam bilikmu, tetapi cobalah mengurangi tidur dan memanjatkan permohonan dengan sungguh-sungguh"
"Panon mengangguk, jawabnya "Aku akan
melakukannya guru"
"Hati-hatilah, agaknya bukan saja pusaka itu yang masih tetap menggelisahkan hati kita, tetapi aku juga masih digelisahkan oleh dugaan, bahwa belum semua kekuatan yang ingin memiliki pusaka itu kita singkirkan, aku masih mencemaskan kekuatan orang-orang Guntur Geni, selama ini agaknya orang-orang mengabaikan orang-orang Guntur Geni itu datang dengan seluruh kekuatannya bersama dengan perguruan kembarnya Guntur Prahara, yang meskipun terletak di tempat yang agak jauh, meskipun agaknya tidak berpepentingan sama sekali, namun kekuatan mereka akan menjadi berbahaya.
Guntur Prahara yang semula tidak menghiraukan itu akan dapat digelitik oleh orang-orang Guntur Geni
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sehingga merekapun akan bangkit dengan amarah,
terutama sekedar mempertahankan harga diri mereka
sebagai dua perguruan yang seakan-akan merupakan
anak kembar"
Panon mengerutkan keningnya, katanya "Apakah
Guntur Geni dan Guntur Prahara itu benar-benar akan
datang" "Mudah-mudahan tidak, aku hanya menduga, tetapi
jika dugaanku benar, maka tugas kita masih cukup berat"
"Baik guru. Aku akan berjaga-jaga, mudah-mudahan
Kiai Rancangbandang akan bersedia membantu aku,
bergantian mengawasi keadaan selain para pengawal
yang bertugas di depan istana."
"Baiklah, aku akan berada di bawah pohon gayam
yang sudah semakin rimbun daunnya itu. nampaknya
pohon itu masih muda, tetapi sebentar lagi tentu akan
segera berubah"
"Baik guru, aku akan selalu hati-hati, setiap saat aku
akan menyampaikan kepada guru jika ada sesuatu yang
mencurigakan"
Ki Wiritpun kemudian meninggalkan muridnya dan
pergi ke sudut halaman belakang dan duduk di bawah
pohon gayam. Sementara itu Panonpun telah kembali ke dalam
biliknya, tanpa menyembunyikan sesuatu, Panonpun
mengatakan apa saja yang dikatakan oleh gurunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Mudah-mudahan gurumu berhasil Panon" desis Kiai
Rancangbandang.
"Mudah-mudahan Kiai, tetapi ada semacam keyakinan
bahwa guru akan berhasil"
Kiai Rancangbandang mengangguk-angguk, katanya
pula "Nah bantulah, dengan doa, kau dapat membantu
gurumu, mohonlah kepada Yang Maha Kuasa"
Panon mengangguk, iapun kemudian duduk disisi
pembaringan, namun ia sama sekali tidak ingin
berbaring, ia ingin memenuhi permintaan gurunya, dan
dengan caranya, maka iapun berusaha untuk
berhubungan dengan Yang Maha Kuasa, menyampaikan
permohonannya. "Jika pusaka itu dapat diketemukan, maka istana ini
akan terhindar dari malapetaka untuk selanjutnya.
Orang-orang yang tampak itu tidak akan saling
bertentangan dan bertempur. Dengan demikian maka
padukuhan ini akan menjadi tenang dan damai" berkata
Panon di dalam hatinya.
Sementara itu Ki Wirit duduk merenung dibawah
pohon gayam yang berdaun rimbun, ia sama sekali tidak
duduk sambil menyilangkan tangannya di dadanya sambil
memejamkan matanya untuk melepaskan penglihatan
batinnya, tetapi yang dilakukannya adalah duduk
merenungi istana kecil yang suram itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sejenak ia termangu-mangu, namun kemudian diluar sadarnya ia berdesis "Pusaka itu memang harus diketemukan, semuanya akan segera selesai, berita penemuan pusaka itu harus segera tersebar sehingga orang-orang Guntur Geni tidak akan bernafsu lagi untuk datang kemari"
Dalam pada itu, malampun menjadi semakin larut, pengawal yang bertugas di pendapa duduk di tangga bersandar tiang, namun ia tetap waspada, diawasinya seluruh halaman dan regol yang terbuka.
Sementara itu, Ki Wiritpun kemudian bergeser dari tempatnya, dengan ragu-ragu ia berdiri, diperhatikannya istana itu dengan seksama, ternyata ia sudah tidak mendengar seseorang bergumam lagi.
Ki Wirit menarik nafas dalam-dalam, perlahan-lahan iapun kemudian bergeser, langkah-langkah kecil telah membawanya menyusuri dinding di bagian belakang halaman istana yang suram itu.
Ketika ia sampai di sudut halaman, maka iapun berhenti sejenak, sekali lagi ia mengamati keadaan dengan seksama, baru setelah ia yakin, bahwa tidak ada seorangpun yang melihatnya, maka iapun kemudian duduk di sudut bersandar dinding.
Dengan tangannya ia menyentuh batu-batu yang bersusun, namun kemudian ia telah bergeser beberapa langkah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Wirit menarik nafas dalam-dalam, dengan dada yang berdebar-debar ia menghitung celah-celah batu dinding halaman, ketika ia menemukan celah-celah yang dicarinya, maka dadanya menjadi berdebar-debar, perlahan-lahan ia meraba celah-celah batu itu, kemudian dengan hati-hati pula ia mendorong salah satu batu itu dengan kekuatan yang sangat kuat.
Perlahan-lahan batu itu bergerak, hanya sedikit sekali, dan Ki Wiritpun menghentikan tekanannya atas batu itu.
Agaknya ia telah benar-benar menemukan yang dicarinya, karena itu maka iapun kemudian menarik nafas dalam-dalam, sekali lagi ia memandang berkeliling, seolah-olah ia masih curiga kalau-kalau ada mata yang memandangnya.
Tetapi telinga Ki Wirit cukup tajam untuk mengetahui, bahwa tidak ada seorangpun yang ada di sekitarnya.
Sejenak kemudian Ki Wirit duduk bersandar dinding batu itu, seolah-olah ia sedang mengatur perasaannya yang bergejolak.
Namun tiba-tiba saja ia telah bangkit berdiri, dengan lincahnya iapun kemudian meloncati dinding dan sekejap kemudian ia sudah berdiri diluar dinding istana itu.
Setelah mengamat-amati keadaan sejenak, maka ipun kemudian berjongkok sambil meraba sebongkah batu besar yang terletak tepat diluar dinding.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Beberapa kali ia mengusap batu itu, namun kemudian dengan kekuatan yang luar biasa, ia mengungkit batu besar itu, sehingga batu itu bergeser beberapa tapak kaki.
Nafas Ki Wiritpun menjadi terengah-engah, betapapun besar kekuatannya, namun mengangkat batu yang sangat besar itu, agaknya ia telah mengerahkan segenap kemampuan yang ada.
Sejenak Ki Wirit berdiri tegak sambil mengatur pernafasannya, baru kemudian ia berjongkok dan meraba tanah dibawah batu yang telah bergeser itu, Ki Wirit menarik nafas dalam-dalam, tangannya menyentuh sesuatu yang keras yang ternyata adalah sebuah peti yang terbuat dari kepingan besi baja.
Dengan hati-hati ia mengungkit peti itu, dengan sekali sentak, maka peti besi itu telah berada ditangannya.
Peti besi itu tidak besar, tetapi agak memanjang, dengan hati-hati ia membuka peti itu, kemudian Ki Wirit menarik nafas dalam-dalam, ketika ternyata di dalam peti kecil yang panjang itu masih tergolek sebilah keris yang sudah tidak berada di dalam sarungnya.
Dengan tangan gemetar Ki Wirit mengambil keris itu, kemudian dengan hati-hati diangkatnya keris itu diatas kepalanya.
"Kiai Sangkelat" ia bergumam "Sudah saatnya Kangjeng Kiai kembali ke gedung perbendaharaan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Suara Ki Wirit yang lemah itu seolah-olah bagaikan
satu dengan desahnya angin malam yang dingin, ketika
ia mengadahkan wajahnya, dilihatnya bintang
berhamburan di langit yang biru hitam.
Terdengar desah lembut dari mulut Ki Wirit, perlahanlahan ia meletakkan peti kecil itu kembali ke tempatnya
dan menimbuninya lagi dengan tanah, kemudian,
diletakkannya pusaka itu diatas batu padas, ketika ia
mengerahkan tenaganya sekali lagi untuk
mengembalikan batu yang telah digesernya.
Sekali lagi Ki Wirit terengah-engah, batu itu memang
berat sekali, hanya orang-orang yang memiliki kekuatan
yang khusus sajalah yang akan mampu berbuat seperti
yang dilakukan oleh Ki Wirit itu.
Setelah ia melenyapkan bekas-bekas yang akan dapat
menimbulkan kecurigaan, maka diambilnya keris itu dan
sekali lagi diangkatnya diatas kepalanya, dengan tergesagesa iapun kemudian meloncat kembali memasuki
halaman istana kecil itu.
Sejenak ia menunggu, ternyata halaman belakang
istana itu masih tetap sepi, dengan hati-hati iapun
bergeser dan kembali ke bawah pohon gatam yang
rimbun. Dalam pada itu bintang di langitpun bergeser semakin
ke barat, angin malam yang dingin bertiup lemah,
dikejauhan terdengar suara cengkerik berderik disela-sela
desir daun ilalang yang tergetar oleh angin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Lewat tengah malam Ki Wiritpun meninggalkan
tempatnya, dengan keris ditangan ia berjalan dengan
hati-hati, di depan bilik Panon ia berhenti sejenak, ia
masih mendengar nafas yang gelisah di dalam bilik itu,
sehingga ia mengetahui, bahwa yang berada di dalam
bilik itu masih belum tertidur.
Perlahan-lahan ia mengetuk pintu bilik itu, yang
dengan serta merta telah didengarnya sebuah loncatan
sampai ke depan pintu sambil menyapa "Siapa?"
"Aku" sahut Ki Wirit.
"Guru?" terdengar suara Panon
"Ya" jawab Ki Wirit.
Sejenak kemudian pintu itupun telah berderit, bukan
saja Panon yang berdiri di muka pintu, tetapi ternyata
bahwa Kiai Rancangbandang telah berdiri di belakang
Panon pula. "Guru" Panon segera meloncat keluar diikuti oleh Kiai
Rancangbandang "Apakah guru berhasil?"
Ki Wirit termangu-mangu, diacungkannya keris
ditangannya sambil menjawab "Aku telah mendapatkan
sebuah keris, tetapi aku tidak dapat menyebut apakah
pusaka inilah yang sedang dicari oleh Pangeran Bondan
Lamatan" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"O" Panon termangu-mangu, di dalam kegelapan ia melihat keris yang tergenggam ditangan Ki Wirit, keris yang meskipun nampak tidak terpelihara, namun seolah-olah di dalam gelapnya malam, maka tajamnya bagaikan membara.
"Tentu keris itu" desis Panon "Nampaknya keris itu memiliki perbawa yang sangat kuat"
"Apakah Kiai Rancangbandang dapat menyebut"
bertanya Ki Wirit.
Kiai Rancangbandang menerima keris itu, seperti yang dilakukan oleh Ki Wirit, maka iapun mengangkat keris itu diatas kepalanya, kemudian dengan seksama ia memandang keris yang sudah tidak berwrangka lagi itu.
Perlahan-lahan ia menggeleng kepala, katanya "Aku belum pernah mengenal pusaka-pusaka tertinggi di istana Majapahit, karena itu, aku tidak berani menyebutnya, apakah pusaka ini pusaka yang sedang diperebutkan, tetapi aku kira Pangeran Bondan Lamatan akan mengetahuinya"
Ki Wirit termangu-mangu sejenak, kemudian katanya
"Baiklah, aku akan menghadap Pangeran Bondan Lamatan, mudah-mudahan keris ini adalah keris yang dicarinya"
Ki Wiritpun kemudian pergi ke pendapa sambil membawa pusaka itu diikuti oleh Kiai Rancangbandang dan Panon, dengan dada yang berdebar-debar Panon mencoba untuk menebak, apa yang telah terjadi setelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
pusaka itu diserahkan kepada Pangeran Bondan
Lamatan. Jika benar pusaka itu yang dicarinya, maka Pangeran
Bondan Lamatan tentu akan berterima kasih kepada
gurunya. "Tetapi apakah sekedar ucapan terima kasih", atau
justru akan timbul kecurigaan atau tindakan yang lain?"
bertanya Panon kepada diri sendiri.
Tetapi Panon yakin, bahwa gurunya bukan termasuk
orang-orang tamak yang mempunyai pamrih pribadi atas
keris itu, jika ia melakukan semua usaha itu, justru untuk
kepentingan Demak yang sedang berusaha untuk berdiri
tegak, setelah Majapahit runtuh karena persoalan yang
seharusnyanya dapat dicegah, namun ketamakan dan
kesombongan telah mengguncang kejayaan Majapahit
sehingga akhirnya kerajaan yang kokoh kuat itu
perlahan-lahan mengalami kemunduran, sehingga
akhirnya runtuh sama sekali.
Ketika Pangeran Bondan Lamatan mendengar
kehadiran Ki Wirit di pendapa, dengan tergesa-gesa
iapun bangkit, bahkan iapun kemudian meloncat
mendekati Ki Wirit di tangga pendapa dengan keris di
tangan. Dalam cahaya lampu obor yang kemerahmerahan, maka keris itu benar-benar bagaikan bara yang
menyala. "Ki Wirit, kau berhasil?" bertanya Pangeran Bondan
Lamatan yang ternyata bahwa pertanyaan itu telah
membangunkan setiap orang, bahkan Puteri Raksi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Padmasari yang ada di dalam bilik gusti Puteripun segera
meloncat dan dengan serta merta mendorong daun pintu
langsung menghambur ke pendapa.
Orang-orang yang ada di pendapa itupun telah
mengerumuni Ki Wirit yang kemudian naik ke pendapa,
dengan tangan gemetar ia mengangkat keris itu sambil
bertanya "Ampun Pangeran, aku tidak dapat
mengatakan, apakah benar pusaka inilah yang sedang
dicari dan bahkan diperebutkan dengan mempertaruhkan
nyawa" Pangeran Bondan Lamatan memandang keris itu
dengan tajamnya, sejenak ia mematung, nafasnya
seakan-akan terputus oleh perhatiannya yang terpusat
kepada keris ditangan Ki Wirit itu.
Dengan suara bergetar Pangeran Bondan Lamatan itu
berkata "Ki Wirit, apakah aku boleh melihat keris itu?"
"Silahkan Pangeran, bukankah ini memang tugas
Pangeran", aku hanya sekedar membantu mencari letak
pusaka itu dengan penglihatan batin, menurut isyarat
dari penglihatan batinku, aku telah menemukan pusaka
itu, namun aku tidak dapat mengatakan, apakah pusaka
itu memang pusaka yang sedang dicari" jawab Ki Wirit
sambil menyerahkan keris itu.
Pangeran Bondan Lamatan menerima pusaka itu dan
mengangkatnya diatas kepala, dengan seksama iapun
memandang keris ditangannya, keris yang sudah tidak
berada di dalam sarungnya lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Keris itu adalah keris luk tigabelas, lengkap dengan sekar kacang. Lambe Gajah yang hanya sebuah, grenengan dengan Eri Pandan.
Menilik cahaya yang seakan-akan membara serta ciri yang dapat dilihat, terlebih-lebih lagi seakan-akan getaran yang merambat dari hulu eris itu menjalar di urat darahnya, maka dengan suara yang gemetar Pangeran Bondan Lamatan berkata "Kiai Sangkelat, Kangjeng Kiai Sangkelat"
Ki Wirit termangu-mangu, dengan nada berat ia mengulang "Kangjeng Kiai Sangkelat"
"Ya" jawab Pangeran Bondan Lamatan, sesaat ia memandang wajah Ki Wirit, namun kemudian sambil menarik nafas dalam-dalam ia berkata "Kau akhirnya berhasil Ki Wirit, kau telah dapat meraba dengan tangan batinmu, dimanakah letaknya pusaka yang tersembunyi itu?"
"Hamba mohon kebijaksanaan, meskipun hanya sesaat kepada Yang Maha Kuasa, ternyata hamba dapat menemukan pusaka itu"
Pangeran Bondan Lamatan termangu-mangu sejenak, kemudian diedarkannya tatapan matanya
kesekelilingnya, ketika terpandang olehnya Raden Ayu Kuda Narpada, tiba-tiba saja ia menarik nafas dalam-dalam.
Namun tiba-tiba saja diluar dugaan setiap orang, maka Pangeran Bondan Lamatan berkata ;Ki Wirit,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
pusaka itu telah ada ditanganku, namun demikian, kau
akan tetap berada bersamaku disini"
Ki Wirit tidak begitu mengerti maksud Pangeran
Bondan Lamatan sehingga iapun bertanya "Apakah
maksud Pangeran Bondan Lamatan yang sebenarnya"
Aku kira tugas kita semuanya sudah selesai, demikian
pula tugasku, karena itu, aku ingin mohon diri, kembali
ke pertapaanku di lereng gunung Merbabu bersama
dengan muridku yang ternyata telah selamat"
Pangeran Bondan Lamatan mengerutkan keningnya,
namun yang bergeser dari tempatnya adalah Puteri Raksi
Padmasari, tetapi ia tertegun ketika kakaknya
menggamitnya sambil berbisik "Jangan tergesa-gesa, kau
adalah seorang gadis"
Raksi Padmasari memandang wajah kakaknya, tetapi
saat itu ternyata bahwa kakaknya bersungguh-sungguh,
namun justru karena itu, maka wajahnyapun menjadi
merah, tetapi ia tidak marah dan tidak mencubit lengan
kakaknya. Sementara itu Pangeran Bondan Lamatan
memandang Ki Wirit dengan kerut merut dikening,
seperti saat ia menahan Ki Wirit untuk tetap tinggal,
kata-katanya juga mengejutkannya "Ki Wirit, aku
berterima kasih bahwa kau telah menyerahkan pusaka
yang diperebutkan banyak orang, bahkan dengan


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengorbankan jiwa, karena itu, yang dilakukan oleh Ki
Wirit justru telah menimbulkan kecurigaan. Aku sangsi,
apakah Ki Wirit benar-benar dengan ikhlas menyerahkan
pusaka ini kepada-ku, kepada Demak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kenapa tidak" Ki Wirit menjadi heran "Jika aku
menginginkannya, maka aku dapat menyembunyikan
pusaka itu di tempatnya lagi, tempat yang tidak diketahui
oleh siapapun juga"
"Tetapi aku belum mengenal Ki Wirit sebaik-baiknya,
karena itu aku aku harap Ki Wirit tetap tinggal
bersamaku, kemudian pergi ke Demak bersama-sama
untuk menyerahkan pusaka ini, setelah pusaka ini
diterima oleh Sultan, terserahlah, apakah yang akan Ki
Wirit lakukan, bahkan mungkin Ki Wirit akan mendapat
hadiah dari Sultan"
Ki Wirit menarik nafas dlam-dalam, jawabnya "Terima
kasih, aku tidak memerlukan hadiah apapun, yang aku
lakukan adalah semata-mata karena aku ingin
membantu, agar Demak tidak diganggu oleh persoalan
pusaka itu lagi"
"Atau karena kau mempunyai rencana lain?"
"Rencana lain?" Ki Wirit menjadi heran.
"Kiai yakin sekarang, pusaka itu sudah berada di
tanganku. Justru Kangjeng Kiai Sangkelat, maka kau
akan segera pergi memberitahukan kepada orangorangmu, bahwa waktunya telah datang untuk memasuki
istana ini dan merampas pusaka itu dari tanganku"
"Pangeran" wajah Ki Wirit menjadi tegang, sementara
Panon bergeser setapak, dengan suara ragu-ragu Ki Wirit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
berkata "Aku tidak tahu apakah yang sebenarnya tuan
pikirkan?"
"Ki Wirit, jika kau tidak mempunyai niat apapun juga,
kau tentu tidak akan berkeberatan, jika kau selalu berada
diantara kami, kita akan berangkat besok menuju ke
Demak, kau akan menghadap Sultan dan menceritakan
apa yang sudah kau lakukan disini"
Sejenak Ki Wirit berdiri termangu-mangu, sekilas
ditatapnya wajah muridnya, dari sorot matanya ia
melihat bahwa hati muridnya itu sudah terbakar.
"Pangeran" berkata Ki Wirit, suaranya masih tetap
lembut dan sareh, "Aku tidak ingin menghadap Sultan
untuk menyombongkan diri, seakan-akan akulah yang
telah berjasa menemukan pusaka itu. biarlah aku mohon
diri, aku akan kembali ke lereng Gunung Merbabu, aku
merasa bahwa aku tidak berkepentingan lagi dengan
pusaka itu, apalagi berbuat sesuatu yang bermimpipun
tidak dapat aku lakukan"
"Menilik sorot matamu, kau adalah orang yang cerdik
Ki Wirit" berkata Pangeran Bondan Lamatan kemudian.
Kata-kata Pangeran Bondan Lamatan itu benar-benar
telah menusuk hati Ki Wirit, namun ia masih tetap
nampak sareh dan tenang, yang digelisahkan kemudian
adalah justru sikap Panon yang mulai goyah.
"Pangeran" berkata Ki Wirit "Kita masing-masing baru
saja menyelesaikan tugas yang berat, kita telah
mengalami ketegangan dan ketakutan lahir dan batin,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
karena itu, aku memohon agar kita masing-masing dapat
menahan diri, kecuali jika maksud Pangeran hanyalah
sekedar untuk bergurau saja"
Tetapi jawaban Pangeran Bondan Lamatan benarbenar membuat dada Ki Wirit bergejolak "Ki Wirit, kita
sudah cukup tua, dan seperti yang kau katakan, kita
masih tegang dan lelah lahir dan batin, karena itu, bukan
masanya kita bergurau sekarang"
"Jadi maksud Pangeran, bahwa Pangeran
bersungguh-sungguh?"
"Ya, aku bersungguh-sungguh, aku mengharap kau
tetap berada diantara kami, aku mencurigaimu, kau
dapat berbuat curang dan berkhianat, bahkan mungkin
sudah kau perhitungkan lebih dahulu"
Wajah Ki Wirit nampal menegang, tetapi ia masih
tetap berusaha untuk mengendalikan dirinya, karena itu,
ia masih tetap sareh "Pangeran, aku mohon Pangeran
dapat menahan hati, Pangeran dapat meniliti kembali,
apa yang sudah aku lakukan bersama muridku disini"
"Ki Wirit, berhadapan dengan seorang seperti kau,
dengan tubuh yang tinggi, kaki timpang dan sorot mamta
yang redup, aku memang harus hati-hati"
Dada Ki Wirit terguncang mendengar kata-kata itu,
tetapi yang dicemaskan itupun terjadi, Panon agaknya
tidak dapat menahan diri lagi, dengan wajah yang merah
padam ia meloncat maju sambil berkata "Pangeran, kami
hormati Pangeran karena Pangeran adalah utusan Sultan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
di Demak, tetapi penghinaan itu benar-benar tidak
pantas diucapkan oleh seorang ksatria"
"Memang tidak pantas" jawab Pangeran Bondan
Lamatan "Kata-kata itu tidak pantas diucapkan oleh
seorang kesatria untuk seorang ksatria, tetapi bagi orang
lereng Gunung Merbabu seperti Ki Wirit, aku kira tidak
akan ada salahnya, ia adalah orang yang tidak berarti
sama sekali bagi lingkungan ksatria seperti aku dan
bahkan pengawal-pengawalku"
Panon menjadi gemetar, ditatapnya wajah gurunya
sejenak, tetapi ternyata Ki Wirit masih tetap diam,
sehingga Panonpun berteriak "Pangeran Bondan
Lamatan, gurulah yang telah menemukan pusaka itu.
Tidak seorangpun yang dapat melakukannya, tetapi guru
dapat, sehingga apakah sikap ini sebagai pertanda terima
kasih Pangeran kepada guru"
"Tutup mulutmu anak muda" bentak Pangeran
Bondan Lamatan "Aku sedang berbicara dengan seorang
pidak pedarakan yang tidak lebih berharga daripada
debu, jika ia sedikit saja dapat menyebut asal-usulnya,
barangkali aku akan bersikap lain"
Panon tidak dapat menahan diri lagi, setapak ia
melangkah maju dengan wajah yang merah padam.
"Pangeran" suara Panon menjadi parau dan bergetar,
bahkan seolah-olah tidak ada kata-katanya lagi yang
dapat diucapkan. Namun menilik wajah dan sikapnya,
maka ia telah siap menghadapi segala kemungkinan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi dalam pada itu, Ki Wirit justru menarik nafas dalam-dalam, bahkan kemudian ia mendekati muridnya sambil menepuk bahunya, katanya "Panon, kita adalah orang-orang pidak pedarakan, kita adalah debu yang tidak berharga, apapun yang pernah kita lakukan, tentu tidak akan berarti apa-apa, karena itu, jangan marah, jangan membiarkan perasaanmu melonjak-lonjak, kita harus menerima keadaan kita dengan ikhlas"
"Juga atas penghinaan itu guru?"
"Ya, apapun yang akan dilakukan oleh Pangeran Bondan Lamatan, biarlah dilakukannya, ia adalah seorang pemimpin yang mendapat kekuasaan tertinggi, karena itu, ia dapat berbuat apa saja atas kita"
Wajah Pangeran Bondan Lamatanlah yang menjadi tegang, dengan ragu-ragu ia memandang Ki Wirit dan Panon berganti-ganti, namun kemudian ia membentak
"Ki Wirit, sebut apakah ada nilainya pada darah keturunanmu, supaya aku dapat mempertimbangkan sikapku, jika tidak, maka kau tidak akan lebih dari seorang budak yang akan aku seret menghadap Sultan di Demak"
"Apapun yang akan Pangeran lakukan, silahkan"
jawab Ki Wirit.
"Tetapi guru itu tidak adil"
Ki Wirit memandang Panon sejenak, lalu katanya "Adil atau tidak adil"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidak aku tidak dapat membiarkan guru diperlakukan seperti itu, meskipun kita adalah debu dimata para bangsawan, tetapi kita juga mempunyai harga diri"
"Cukup" bentak Pangeran Bondan Lamatan "Kaupun akan kami ikat di belakang kaki kuda dan aku seret pula ke Demak"
Suasana menjadi tegang, Panon adalah anak muda yang mempunyai arus darah yang masih panas, itulah sebabnya iapun segera bersikap menghadapi segala kemungkinan, seandainya yang paling pahit sekalipun.
Kiai Rancangbandang, Ki Ajar Respati dan beberapa orang yang lain menjadi bingung, mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan, namun sementara itu, Pangeran Bondan Lamatan berkata lantang "Jika kalian berkeberatan, maka kalian akan kami ikat bukan dengan cinde, tetapi sesuai dengan martabat kalian, maka kalian akan kami ikat dengan lulup kayu"
Namun dalam ketegangan itu, tiba-tiba saja meledak kejutan suara Raksi Padmasari "Paman Bondan Lamatan, itu tidak adil, sungguh tidak adil"
Semua orang telah berpaling, mereka melihat Puteri Raksi Padmasari berdiri tegak dengan kaki renggang, meskipun sepasang pedangnya masih tergantung dilambung, tetapi ia telah memegang seutas rantai ditangannya.
Wajah Pangeran Bondan Lamatan menegang,
ditatapnya Puteri Raksi Padmasari sejenak, lalu katanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Raksi, kau masih terlalu muda untuk mengetahui rahasia
yang menyelimuti orang-orang seperti Ki Wirit itu"
"Tetapi ia sudah berbuat terlalu banyak, apalagi
muridnya, ia berada di halaman istana ini, ia ikut
mempertahankan istana ini dengan mempertaruhkan
nyawanya" sahut Raksi.
Namun wajahnya merah padam ketika Pangeran
Bondan Lamatan menjawab "Itulah yang terpenting
bagimu anakku, kau adalah seorang gadis yang sedang
meningkat dewasa, Panon adalah seorang anak muda
yang tampan meskipun ia murid dari seorang pertapa
yang martabatnya tidak lebih tinggi dari budak-budak di
Demak" Sejenak Puteri Raksi Padmasari tidak dapat
mengucapkan sepatah katapun, perasaan kegadisannya
benar-benar telah tersinggung, sehingga wajahnya
menjadi panas seperti tersentuh bara.
Raden Kuda Rupaka masih saja berdiri membeku, ia
menjadi bingung seperti orang-orang yang berada di
pendapa. Dalam pada itu Ki Wiritpun kemudian berkata
"Pangeran, aku terpaksa tidak dapat memenuhi perintah
Pangeran, aku tidak bersedia pergi ke Demak, hukuman
apapun yang akan Pangeran berikan kepadaku."
"Ki Wirit" Pangeran Bondan Lamatan membentak
"Kau akan melawan kekuasaanku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidak Pangeran, seperti yang aku katakan, aku dilihat debu di hadapan Pangeran yang sedang membawa limpahan kekuasaan tertinggi, apapun dapat Pangeran lakukan atas aku dan muridku, salah atau tidak salah, adil atau tidak adil" jawab Ki Wirit, lalu "Karena itu, aku serahkan diriku dan muridku ditangan Pangeran"
"Jika kau menyerahkan persoalannya kepadaku, kenapa kau tidak mau pergi ke Demak?"
"Ampun Pangeran, aku memang tidak bersedia, kemudian terserah kepada Pangeran"
Wajah Pangeran Bondan Lamatan menjadi merah membara, dengan suaura gemetar ia berkata "Ki Wirit, kau sudah menentang perintahku, itu berarti kau menentang kekuasaan tertinggi di Demak, karena itu, baik, kau dan muridmu akan mendapat hukuman yang setimpal, apakah kau tidak menyadari, bahwa aku berhak menjatuhkan hukuman mati?"
Diluar sadarnya Panon telah bergeser lagi, namun ia menjadi bingung ketika gurunya menjawab "Jika hukuman itu harus aku jalani, aku tidak berkeberatan"
Sejenak Pangeran Bondan Lamatan membeku, ia nampaknya sedang berjuang menguasai perasaannya.
"Tidak" Panon tiba-tiba saja menggeram "Aku tidak menerima keputusan itu, sejak semula halaman istana ini telah menjadi rimba belantara, masing-masing telah mempergunakan kekuatan untuk memaksakan
kehendaknya, kekuasaan yang tertinggi di hutan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
belantara yang liar seperti ini adalah kekuatan. Dan
akupun akan mempertahankan diri dengan kekuatan
apapun yang akan terjadi atasku, aku lebih senang mati
dengan senjata ditangan dari pada harus mengulurkan
tanganku untuk diikat dengan lulup"
"Panon" potong gurunya "Jangan terlalu kasar, kau
berhadapan dengan kekuasaan di istana Demak, setiap
sabdanya adalah hukum yang harus ditaati"
"Tetapi apa artinya hukum yang tidak menjunjung
keadilan" bukan Panonlah yang menjawab, tetapi Puteri
Raksi Padmasari "Aku sependapat bahwa halaman ini
telah menjadi rimba yang liar dan aku tidak dapat
mengingkari kata nuraniku, aku berpihak kepada yang
benar, siapapun mereka"
Sangkan yang sebenarnyanya adalah Raden Kuda
Rupaka menjadi bingung, ia sadar bahwa ada ikatan
yang tidak kasat mata antara adiknya dan Panon,
agaknya ikatan itulah yang telah mendorong adiknya
untuk menentukan sikap sebelum ia membicarakannya
dengan matang bersamanya.
Tetapi Raden Kuda Rupaka tidak dapat menghalangi
tekad adiknya, jika ia mencobanya, maka adiknya yang
selama ini merupakan gadis yang manja, tentu akan
menjadi binal dan sulit dikendalikan.
Bab 53 Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Karena itu, Raden Kuda Rupaka mencoba mencari jalan lain, dengan sareh ia berkata "Paman Pangeran Bondan Lamatan, apakah paman tidak dapat mencari jalan lain untuk memecahkan persoalan ini?"
"Apakah yang kau maksud?"
"Paman, sebaiknya paman tidak menahan orang itu, biarlah Ki Wirit menentukan sikapnya, bahkan seandainya Ki Wirit meninggalkan halaman ini dengan landasan niat yang buruk, aku tidak berkeberatan, biarlah ia datang dengan kekuatan yang sudah diperhitungkan berdasarkan pengamatannya atas kekuatan kita disini, kita tidak akan gentar"
Pangeran Bondan Lamatan termangu-mangu sejenak, dipandanginya wajah Raden Kuda Rupaka, kemudian wajah Puteri Raksi Padmasari yang kemerah-merahan, wajah Panon yang tegang, namun hatinya tergetar ketika ia memandang wajah Ki Wirit yang tetap lembut, meskipun kerut ketegangan sudah mulai nampak dikeningnya.
Sejenak suasana halaman itu menjadi tegang, Pangeran Bondan Lamatan yang membawa limpahan kekuasaan Sultan di Demak sedang berpikir keras.
"Apakah kita akan dapat mempertanggung jawabkan, seandainya tiba-tiba pusaka itu terlepas dari tangan kita oleh segerombolan orang yang dipimpin oleh Ki Wirit?"
bertanya Pangeran Bondan Lamatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ia tidak akan melakukannya" desis Puteri Raksi Padmasari
Sejenak Pangeran Bondan Lamatan memandang para pengawalnya, agaknya telah terjadi pergolakan di dalam didinya, apakah ia akan melepaskan orang timpang itu atau tidak.
Para pengawalnya tidak mengetahui dengan pasti, apakah yang sebenarnya yang sedang bergejolak di dalam hati Pangeran itu, namun mereka adalah pengawal-pengawal yang baik. karena itu, maka merekapun telah mempersiapkan diri menghadap setiap kemungkinan yang akan terjadi.
Melihat kesiagaan para pengawalnya di satu pihak, Panon dan Puteri Raksi Padmasari dilain pihak, bahkan kemudian Kiai Rancangbandang yang gelisah, maka Pangeran Bondan Lamatan menjadi ragu-ragu.
Jika Puteri Raksi Padmasari terlibat dalam pergolakan ini, maka kakaknya tentu tidak akan tinggal diam.
Sejenak Pangeran Bondan Lamatan termangu-mangu, namun kemudian katanya kepada Ki Wirit "Ternyata bahwa kau berani mempertahankan sikapmu, karena kau yakin akan mendapat perlindungan dari beberapa orang yang menaruh belas kasihan kepadamu. Tetapi Ki Wirit.
aku adalah Pangeran Bondan Lamatan, aku adalah pemegang limpahan kekuasaan dari Sultan Demak untuk menentukan apa saja yang baik menurut
pertimbanganku disini. Dengan kekuasaan sepenuhnya.
Aku sudah memerintahkan kepadamu agar kau ikut serta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
bersama kami pergi ke demikian, tetapi kau menolak,
dan kau mempunyai sandaran kekuatan disini. Raden
Kuda Rupaka mengusulkan agar aku merubah
perintahku. Nah bagaimana pendapatmu", apakah aku,
yang memegang limpahan kekuasaan Sultan harus
berkata lain dan menjilat perintahku kembali, apakah itu
bukan berarti suatu sikap mundur dan tidak berwibawa"
Tetapi Ki Wirit menggelengkan kepalanya, katanya
"Aku tidak mengerti Wibawa yang Pangeran maksud,
apakah salahnya seorang yang memegang limpahan
kekuasaan merubah sikap dan perintahnya, jika memang
dianggapnya berguna, aku mulai berpengharapan karena
pertanyaan itu, tetapi sebenarnyalah aku tidak
mengetahui martabat seorang utusan raja"
Pangeran Bondan Lamatan menggeretakkan giginya,
namun tiba-tiba ia berteriak "Pergi, pergilah jika kau
ingin pergi. Kembalilah dengan pasukan segelar sepapan,
aku tidak akan gentar seperti yang dikatakan oleh angger
Kuda Rupaka"
Ki Wirit termangu-mangu sejenak, dipandanginya
wajah Pangeran Bondan Lamatan, kemudian sambil
membungkuk hormat ia berkata "Terima kasih Pangeran,
terima kasih Puteri Raksi Padmasari, terima kasih Raden
Kuda Rupaka dan terima kasih semuanya. Aku sudah
diperkenankan pergi, tetapi sebenarnyalah aku tidak
akan kembali lagi" ia berhenti sejenak, lalu "Panon,
marilah, kita pergi"
Panon memandang gurunya, ialah yang kemudian
menjadi tegang, diluar sadarnya ia berpaling,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
memandang Puteri Raksi Padmasari yang berdiri tegak
dengan wajah yang pucat.
"Kau akan pergi" tiba-tiba saja bibirnya menjadi
gemetar. Panon termangu-mangu sejenak, namun kemudian
iapun mengangguk hormat sambil menjawab "Ya, Puteri.


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku mohon diri, aku harus mengikuti guru meninggalkan
istana ini. persoalan yang membakar istana ini sudah
padam. Dan aku tidak ada gunanya lagi tingal disini"
"Tetapi?"?"".." Puteri Raksi Padmasari akan
melangkah maju, namun langkahnya terhenti karena
kakaknya Raden Kuda Rupaka menahan lengannya.
Puteri Raksi Padmasari memandang kakaknya
sejenak, namun kemudian wajahnya tertunduk dalamdalam. "Kepergiannya bukan untuk selamanya" berkata
Raden Kuda Rupaka "Kita sudah mengenalnya, pada
suatu saat kita akan bertemu sebagai sahabat yang baik,
mungkin Panon sudi berkunjung ke Demak atau ke
padepokan kecilku di luar Kota Raja, mungkin kitalah
yang akan datang mengunjunginya"
Terasa jantung Puteri Raksi Padmasari berdetak
semakin cepat, pada saat perpisahan, maka terasa
bagaikan menggores dada, tetapi ia adalah seorang
gadis, ia tidak dapat berbuat lebih banyak lagi daripada
menahan pedih dihati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sejenak Panon menjadi bingung, ia dadar akan perasaannya, iapun sadar bahwa langkahnya akan menjadi sangat berat.
Tetapi gurunya kemudian berkata "Marilah Panon, selagi Pangeran Bondan Lamatan tidak merubah kemurahan hatinya, memberi kesempatan kita meninggalkan istana ini, biarlah kami berdua mohon diri, selamat tinggal semuanya"
Panon tidak dapat berbuat lain kecuali memenuhi perintah gurunya, betapa berat kakinya, namun ia terpaksa melangkah meninggalkan tempat sambil berkata "Akupun mohon diri, aku mohon maaf atas segala kesalahan yang pernah aku lakukan selama berada isini"
Halaman itu rasa-rasanya dicengkam oleh
kesenyapan, semua orang berdiri tegak memandang Panon yang kemudian berjalan disisi gurunya melangkah melintasi halaman menuju regol yang rusak.
Namun dalam kesenyapan itu, tiba-tiba terdengar suara melengking, semula semua orang berpaling kepada Puteri Raksi Padmasari, namun Puteri itu berdiri tegak dengan wajah yang kemerah-merahan dan mata yang redup, tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Ternyata yang memekik adalah Puteri Inten Prawesti, sebelum Nyi Upih sempat menahannya, gadis itu telah berdiri menyusul Ki Wirit yang hampir sampai di regol.
"Kiai, Kiai" teriaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Wirit berhenti, ketika ia berpaling, dilihatnya puteri
Inten Prawesti sudah berada beberapa langkah di
belakangnya. Dengan serta merta ia memutar diri, tetapi ia
terlambat menahan gadis itu berlutut sambil memeluk
kakinya, dengan suara yang terputus-putus ia berkata
"Jangan pergi, jangan pergi"
"Puteri" Ki Wirit mencoba mengangkat lengan Puteri
Inten agar berdiri" Ada apa denganmu, Puteri?"
Puteri Inten memeluk kaki Ki Wirit semakin erat, air
matanya mengalir semakin deras dipipinya.
Ki Wirit menjadi bingung karena sikap Puteri Inten
Prawesti itu, beberapa kali ia mencoba mengangkat
lengan gadis itu agar berdiri, tetapi Inten tetap berlutut.
Sejenak kemudian Nyi Upih telah berlari-lari
mendekati Inten Prawesti, disusul oleh gusti Puteri.
"Puteri berdirilah" minta Ki Wirit.
Tetapi Puteri Inten Prawesti masih tetap pada
tempatnya, disela-sela tangisnya terdengar suaranya
"Jangan pergi, jangan pergi"
"Kenapa Puteri, tugasku sudah selesai, Pangeran
Bondan Lamatan telah mengijinkan aku pergi"
"Tetapi kau jangan pergi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Wirit menarik nafas dalam-dalam, sementara itu
Nyi Upih telah berjongkok pula di belakang Puteri Inten
Prawesti. sambil berpegangan pada lengan gadis itu, Nyi
Upih berkata "Puteri, sudahlah, kenapa Puteri menangisi
kepergiannya?"
Inten Prawesti berpaling sejenak, lalu katanya "Nyai,
aku pernah kehilangan ayahanda yang pergi beberapa
tahun lampau, ketika aku melihat Ki Wirit, rasa-rasanya
aku melihat ayahanda ada di dalam dirinya, aku tidak
mau kehilangan untuk kedua kalinya."
"Tetapi, tetapi aku adalah orang padesan, aku adalah
seorang penghuni lereng Merbabu yang tidak berarti
sama sekali, martabatku sama dengan debu"
"Siapapun kau, suaramu mengingatkanku kepada
ayahandaku. Sikapmu, tatapan matamu yang lembut dan
kesabaranmu, dan seperti ayahanda pula, betapa
lembutnya kau, kau adalah seorang prajurit"
"Puteri"
"Tidak" desis Inten Prawesti "Kau tidak boleh pergi,
menilik ujud larhirmu, memang ada ada beberapa
perbedaan, tetapi itu dapat saja terjadi. Namun ujud
hatimu, pancaran jiwani yang nampak di dalam sikap,
perbuatan dan kata-katamu, kau adalah ayahanda yang
hilang itu"
Ki Wirit berdiri tegak seperti patung, wajahnya tibatiba saja menjadi tegang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kiai" suara Inten menjadi semakin dalam tenggelam
dalam tangisnya "Jangan pergi, aku mohon, jangan
pergi. Kepergian seolah-olah telah mengulangi kepergian
ayahanda beberapa tahun yang lalu"
Halaman itu telah benar-benar dicengkam oleh
ketegangan yang sendu, suara tangis Puteri Inten
Prawesti benar-benar telah menggetar setiap hati.
Perlahan-lahan ibundanyapun mendekatinya, di
belakangnya Puteri Raksi Padmasari termangu-mangu,
bahkan Puteri Raksi Padmasari itupun kemudian
berjongkok pula disisi Nyi Upih yang matanya sudah
basah pula. Gusti Puteri Kuda Narpada berdiri tegang memandang
laki-laki yang mematung itu, namun tiba-tiba saja hatinya
tergetar ketika ia melihat mata Ki Wirit menjadi basah,
meskipun hanya setitik kecil.
Betapa seorang laki-laki pantang menitikkan air mata,
namun Ki Wirit tidak dapat bertahan lagi, matanya
menjadi panas, dan tenggorokannya rasa-rasanya telah
tersumbat. Sejenak ia diam mematung, namun ledakan yang
tidak tertahankan adalah suara Nyi Upih lemah "Ampun
tuanku, hamba adalah abdi yang paling setia. Hambapun
mempunyai sentuhan perasaan seperti Puteri Inten
Prawesti dan gusti Puteri Kuda Narpada, namun gusti
Puteri telah berjuang sekuat-kuatnya untuk
mempertahankan goncangan-goncangan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
meretakkan dadanya, berbeda dengan Puteri Inten
Prawesti, nuraninya bergejolak tanpa dapat dihambatnya
lagi. Bagaimanapun juga, tatapan mata batinnya yang
jujur, akan dapat mengenalinya, bahkan tuanku adalah
junjungannya"
Ki Wirit tidak dapat berbuat sesuatu, ia berdiri tegak
bagaikan tonggak yang mati.
Sementara itu, Nyi Upih mendesaknya "Ampun
tuanku, menurut pengenalan lahiriah, tuanku memang
orang lain bagi istana ini, karena agaknya telah terjadi
sesuatu atas tuanku, kaki tuanku menjadi cacat dan
beberapa gores luka di sebelah kening, rambut yang
memutih, dan kelainan-kelainan lahiriah yang lain. tetapi
tuanku tidak dapat menyembunyikan pengenalan batin
Puteri Inten Prawesti dan gusti Puteri Kuda Narpada"
Ki Wirit bagaikan terhempas dari dunia yang lain ke
dalam dunianya sendiri. Sejenak ia membungkam,
namun kemudian ia tidak mampu bertahan lagi. Dengan
tangan gemetar ia memegang bagu Inten sambil berkata
"Inten berdirilah"
Inten tetperanjat, tangisnya tiba-tiba terputus,
ditatapnya wajah Ki Wirit sejenak, ketika terpandang
olehnya tatapan tembus Ki Wirit, tiba-tiba saja ia
berdesis "Ayahanda"
Ki Wirit tidak menyahut, dibiarkannya anaknya
Jodoh Rajawali 20 Panji Wulung Karya Opa Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 5

Cari Blog Ini