Ceritasilat Novel Online

Jaka Galing 2

Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


"Kangmas, mengapa kauanggap kami sebagai orang-orang asing" Buaknkah kita masih sanak dekat" Mengapa kausimpan selir-selirmu di dalam dan tidak disuruh menyambut kami?"
Pertanyaan ini memang kurang ajar sekali,akan tetapi karena pangeran ini sudah biasa berlaku demikian, Adipati Gendrosakti hanya tersenyum dan menjawab,
"Dimas pangeran, aku hanyalah seorangt adipati kecil, tidak seperti engkau. Mana aku berani memelihara banyak selir" Selirku hanyalah Sariti seorang!"
"Bagus,bagus! Memang kau seorang laki-laki setia .Tapi, kangmas, apa salahnya kalau kakang mbok Sariti keluar menjumpai kami" Karena ia adalah selirmu,maka ia termasuk keluargaku juga."
Adipati Gendrosakti memang sengaja memesan supaya selirnya itu jangan keluar menemui tamu agung karena tadinya ia menyangka bahwa kedatangan mereka bertalian dengan urusan Dewi Cahyaningsih.Akan tetapi setelah ternyata bahwa kedatangan mereka itu bukan untuk urusanitu, ia lalu menyuruh seorang pelayan untuk memberitahu kepada Sariti dan meminta supaya selirnya itu keluar menyambut tamu agung.
Ketika Sariti keluar dari ruang belakang. Pangeran Bagus Kuswara memandang sambil menahan napas. Ia terpesona oleh kecantikan wanita yang sedang melenggang halus menghampiri mereka itu dan ia merasa seakan-akan sedang berhadapan dengan seorang bidadari yang baru turun dari khayangan! Demikian cantik jelitanya wajah Sariti, demikian menggairahkan potongan tubuhnya,terutama mata dan bibirnya!
Sungguh,dalam pandangan mata Bagus Kuswara, belum pernah ia melihat wanita secantik dan sejelita Sariti! Bahkan Ki Ageng Bandar yang sudah tuapun untuk sesaat tercengang dan kagum melihat si jelita itu,tapi ia dapat menekan perasaannya dan batuk-batuk memberi tanda kepada pangeran yang bengong memandang wanita itu.
Pangeran Bagus Kuwara sadar dari mimpinya, lalu ia menyapa dengan hormatnya.
"Kakang mbok Sariti, sungguh aku merasa bahagia sekali dapat berkenalan dengan engkau. Kangmas adipati memang seorang laki-laki yang paling berbahagia di muka bumi ini!"
Biarpun kata-kata ini sedikitpun tidak menyatakan pujian secara langsung,namun terdengar sedap dan merdu sekali di telinga Sariti. Wanita cantik itu mengerling sedikit dan cepat menundukan muka dengan lagak yang sangat sopan. Sebagai seorang dari keturunan biasa, ia menyembah kepada Pangeran Bagus Kuswara dan kepada Ki Ageng Bandar, lalu menghaturkan selamat datang kepada mereka.Suaranya yang merdu, bening, dan empuk,itumengelus-elus dada Bagus Kuswara dan membelai-belai jantungnya,membuatnya setangah sadar!
Setelah dengan hormat menuang air teh ke dalam cangkir kedua tamu agung itu, Sariti lalu memohon diri dan mundur sambil menundukan mukanya yang cantik dengan sikap hormat sopan sekali.
Setelah selir itu pergi, Ki Ageng Bandar menghela napas dan berkata. "Ananda Adipati, sungguh kau pandai sekali memilih selir. Orang cantik dan tahu sopan santun seperti selirmu itu memang sukar dicari."
Tentu saja Adipati Gendrosakti merasa bangga dan senang sekali mendengar pujian ini,akan tetapi ia hanya menjawab dengan sederhana.
"Ah, ia seorang bodoh dan datng dari dusun.Mana ada harga untuk dipuji-puji?"
"Kanda adipati jangan berkata demikian. Sungguh mati,terus terang kuakui bahwa selama hidup belum pernah aku melihat seorang selir demikian?""baik dan sopan.Kau sungguh-sungguh bahagia,kanda adipati.Akan tetapi,pernah aku mendengar berita bahwa kakang mbok Sariti pandai sekali akan seni suara dan seni tari. Ah, kalau saja beliau sudi mempertunjukan untuk menambah meriahnya pertemuan kita ini agaknya takkan sia-sialah kedatanganku di Tandes!
Karena terdorong oleh rasa bangga akan selirnya yang terkasih,pada saat itu Gendrosakti lupa bahwa keadaan dirinya sedang diliputi kekhawatiran,hingga yerlanjur berkata tanpa di sadarinya,"Tentu saja ia suka sekali. Biarlah malam nanti kita bersama melihat ia menari dan bertembang."
Hanya Ki Ageng Bandar seorang yang merasa akan janggalnya pembicraan kedua orang itu,akan tetapi ia tidak berani mencampuri. Suka atau duka perasaan Adipati Gendrosakti,bukanlah urusannya dan bukan termasuk tugasnya.
Biarpun akhirnya Adipati Gendrosakti insyaf bahwa bersenang-senang dalam waktu itu kurang tepat,akan tetapi janjinya kepada Pangeran Bagus Kuswara tak dapat dibatalkan dan pula kehadiran dua orang tamu agung itu dapat dijadiakn alasan untuk berbuat itu.
Demikianlah, pada malam hari itu, pada saat banyak penduduk Tandes yang mendengar akan malapetaka yang menimpa diri Dewi Cahyaningsih dan Puspasari merasa khawatir sekali hingga banyak orang-orang perempuan berprihatin dan malam itu sengaja tidak tidur untuk berdoa bagi keselamatan kedua puteri itu,Adipati Gendrosakti menyuruh para yogountuk menabuh gamelan!
Dalam kesempatan yang hanya dihadiri oleh Adipati Gendrosakti dan kedua tamu agungnya ini, Sariti memperlihatkan kepandaiannya. Ia mengenakan pakaian serimpi yang terindah. Kutang hitam yang di hias renda emas itu menyentak dada, pundak dan lengannya yang telanjang tampak putih bersih dan halus bagaikan sutera. Rmbutnya yang panjang dan hitam berobak di lepas terurai ke belakang punggung dan diatas kepala dihias kembang-kembang mawar dan rangkaian melati menambah kecantikannya.Sabuk warna merah muda terhias emas permata mengikat kainnya yang diwiru indah di bagian depan dan diatur sedemikian rupa hingga ujung kain yang memanjang di belakang itu tersingkap sedikit di di bagian depan hingga betis kakinya yang menguning dan memadi bunting mengintai keluar pada tiap kali ia melangkahkan kakinya!
Kalau Sariti dalam pakaian nyonya rumah yang sopan telah dapat menggiurkan hati Pangeran Bagus Kuswara, maka Sariti dalam pakaian srimpi ini membuat pemuda itu betul-betul tenggelam dalam gelombang birahi yang membuatnya bagikan gila!
Apalagi setelah kedua lengan yang putih kuning dan telanjang itu bergerak-gerak perlahan dan lemah gemulai menurutkan suara gamelan,dengan pangkal lengan terbuka perlahan,siku melenggak-lenggok dan pergelangan tangan berputar-putar melebihi lemasnya kepala seekor ular, jari-jari tangan yang manis meruncing itu berjentik-jentik dan bergerak-gerak seakan-akan sepuluh ekor burung yang hidup,kaki yang maju mundur perlahan-lahan dengan gaya lemah-lembut dan sopan dengan lenggang yang tidak kasar tapi cukup membyangkan potongan yubuh yang tiada cacatnya,ditambah lagi dengan kepalanya yang manis itu bergerak-gerak di atas leher yang panjang dan indah bentuknya,berjoget leher sedemikian kenesnya hingga mendatangkan air liur di dalam mulut Pangeran Bagus Kuswara yang melihat dengan mata terbelalak!
Setelah Sariti membuka mulut bertembang, maka gelora dahsyat di dalam dada Pangeran Bagus Kuswara mencapai puncaknya dan ia mengambil keputusan nekat dan berjanji dalam hati.
"Aku harus mendapatkan perempuan ini! Biar apapun yang akan terjadi, perempuan ini harus menjadi punyaku!"
Sariti bukanlah seorang wanita yang tidak breperasaan atau berhati batu. Hatinya cukup panas dan darahnya cukup cukup menggelora ketika ia dapat menangkap sinar mata Pangeran Bagus Kuswara yang tampan dan muda itu. Suaminya adalah seorang tua yang telah tua, berusia lima puluh tahun lebih sedangkan ia berusia paling banyak dua puluh tahun! Kini melihat seorang pangeran yang muda dan tampan serta berpakaian indah, dan yang terang-terangan memperhatikan hasrat dan suara hatinya kepadanya,maka tkaheran bila dadanya berdebar-debar pula. Ia menggunakan kerling matanya memandang pangeran yang duduk di dekat suaminya dan alangkah jauh perbedaan mereka.Yang seorang bertubuh tinggi besar dan kasr gerak-geraknya,sudah beruban dan bercambang bauk menjemukan,sedangkan yang lain bertubuh sedang dan tegap,tubuh seorang bambang,halus gerak-geriknya,berkulit putih kekuning-kuningan, rambut keritang dan hitam,wajah tampan dengan kumis kecil menghias bawah hidung yang mancung,sepasang mata jenaka dan liar membayangkan gairah, ahh?"?"..
hati siapa takkan tergoda "
Pangeran Bagus Kuswara adalah seorang yang sudah berpengalaman, dan melihat gerak-gerik Sariti, ia maklum bahwa anak panah yang dilepaskannya dari kedua matanya telah mengenai sasaran yang tepat. Karena ia maklum bahwa si jelita itu tentu tidak berani berlaku sembrono di depan Adipati Gendrosaki,karena ia duduk di dekat adaipati itu,maka ia lalu menyatakan bahwa ia ingin sekali mempelajari seni gamelan yang ditabuh oleh para yogo yang mahir dan sangat dipujinya itu. Tentu saja Adipati Gendrosakti hanya tertawa melihat kebodohan pangeran yang lebih menikmati gamelan daripada nyanyi dan tari selirnya yang indah. Pangeran itu lalu berdiri dan lalu duduk di tempat para penabuh gamelan.
Sariti dengan sudut matanya dapat melihat perpndahan tempat duduk ini dan diam-diam ia merasa geli serta memuji kecerdikan pangeran itu.Dengan duduk di tempat gamelan, maka ia dapat memandang kepada pangeran itu dengan leluasa sekali, karena tempat itu berada di seberang tempat duduk suaminya, hingga pada saat ia memutar tubuh dan menghadap pangeran, ia berdiri membelakangi suaminya.
Maka terjadialh main mata yang leluasa.Tiap Sariti memutar tubuh membelakangi suaminya dan menghadapi pangeran itu, Pangeran Bagus Kuswara pura-pura memperhatikan gamelan gambang yang dipukul oleh penabuhnya,tapi diam-diam ia mengirim lirikan-lirikan tajam dan matanya di pejam-pejamkan sambil bibirnya tersenyum penuh arti.Saritipun menggunakan kesempatan itu untuk mengirim lirikan-lirikan mata yang kenes dan menarik dan memperhatikan senyum semanis-manisnya dengan bibirnya yang kemerah-merahan.
Melihat reaksi jelita itu, buakan main senangnya hati Pangeran Bagus Kuswara. Ia lalu memutar-mutar otak mencari akal. Para penabuh gamelan yang merasa mendapat kehormatan besar sekali karena dikegumi oleh seorang pangeran dari Majapahit, tidak tahu akan rahasia ini karena mereka megerahkan seluruh perhatian dan keahlian mereka untuk memukul gamelan sebaik-baiknya. Dengan bisikan-bisikan, Pangeran Bagus Kuswara mendapat keterangan bahwa pemain gamelan yang sudah berusia tua dan Pak Lenjer. Maka ia lalu menyatakan kagumnya dengan pujian-pujian muluk hingga wajah orang tua itu berseri-seri.
"Yogo sepandai engkau ini sepantasnya menjadi pemain di keratin rama prabu."
Katanya hingga Pak Lenjer mersa gembira sekali sampai wajahnya berubah kemerah-merahan dan kedua tangannya menggigil.
Setelah pertunjukan selesai dan Sariti mengundurkan diri kekamarnya, Pangeran Bagus Kuswara menyatakan maksudnya hendak belajar menabuh gambang dari Pak Lenjer pemimpin rombongan penabuh itu.Tentu saja Adipati Gendrosakti merasa senang dan memberi perintah kepada Pak Lenjer untuk melayani gusti pangeran, sedangkan penabuh lainnya lalu mengundurkan diri.
Demikianlah, karena hari telah jauh malam, Adipati Gendrosakti mengundurkan diri setelah mengantar Ki Ageng Bandar ke kamar tamu. Sedangkan Pangeran Bagus Kuswara tinggal di ruang tengah itu bersama Pak Lenjer dan terdengarlah suara gambang dipukul perlhan ketika orang tua itu memberi petunjuk-petunjuk kepada Pangeran Bagus Kuswara.
jilid 3 Setelah keadaan menjadi sunyi, Pangeran Bagus Kuswara berkata. "Pak Lenjer, sudah lamakah kau menjadi penabuh gambang mengiringi permainan kakang mbok Sariti?"
_Sudah, gusti pangeran, sudah lama sekali. Semenjak Jeng Roro Sariti masih belajar menari, sudah menjadi pemukul gambang, bahkan ikut melatih beliau.
Pangeran Bagus Kuswara mengangguk- anguk dengan hati senang. Tiba-tiba ia bertanya.Sebettulnya,kau pantas sekali menjadi pemimpin para yogo di keraton Majapahit! Bagaimana pendapatmu,Pak lenjer"
Orang tua itu memandang penanyanya dengan mata terbelalak,lalu menyembah,Ah,gusti.Hamba adalah seorang bodoh dan hanya pandai memainkan beberapa lagu.Mana pantas hamba menjadi pemimpin para yogo yang pandai di Majapahit" Untuk menjadi pemukul gamelan biasa saja hamba sudah kurangt patut!
_Jangan merendah, Pak Lenjer. Aku bisa menolong engkau menjadi pemimpin penabuh gamelan di keraton,atau setidaknya menjadi penabuh gambang di sana!
Bukan main girang hati orang tua itu, karena yogo manakah yang tidak merindukan kedudukan yang mulia itu"Untuk memperlihatkan di hadapan Sang Prabu Brawijaya sendiri!untuk memainkan gamelan-gamelan pusaka yang sudah terkenal mempunyai suara yang luar biasa bagaikan gamelan dari surga!
Demikianlah, dengan licin sekali Pangeran Bagus Kuswara akhirnya dapat juga membujuk orang tua itu untuk menjdi jembatan dan penolong dia bertemu dengan Sariti!
*** Di tengah hutan kledung yang liar, agak sebelah barat dusun Bekti, Jaka Galing dan Indra sedang melatih kawan-kawan mereka bermain pedang.Kedua teruna itu sambil duduk di bawah sebatang pohon beringin yang besar, melepaskan lelah dan memandang ke arah kawan-kawan mereka yang bermain pedang mencontoh mereka tadi. Mereka merasa puas karena kawan-kawan mereka memperoleh kemejuan pesat dan mereka tampak tangkas gesit.
_Galing.kata Indra memcah kesunyian, _Bagaimana pendapatmu tentang tamu kita"
Jaka Galing memandang dengan mulut tersenyum.Ia tidak heran mendengar pertanyaan ini, karena memang Indra berwatak gembira dan segala macam hal mungkin ditanyakan pemuda nakal ini.
_Isteri Gendrosakti itu memang harus dikasiahni,jawabnya.
_Eh,eh, siapa yang menanyakan tentang dia"Yang kumaksud anaknya,Puspasari itu.Bagaimana pendapatmu tentang gadis itu"tanya Indra pula.
_Dia....." Ah, mengapa" Dia juga harus dihasihani. Sungguh malang nasibnya.
_Aah, kawan, jangan berpura-pura lagi.Maksudku tentang kecantikannya.
_Memang dia cantik dan menarik,kata Jaka Galing sejujurnya.
_Nah, begitulah namanya orang jujur! Dengar, Galing,entah mengapa, tapi hatiku tertarik sekali padanya Entah apanya yang menarik hatiku, agaknya........sepasang matanya yang bening dan indah,dihias bulu matanya yang lentik dan alis matanya yang tajam dan panjang itulah agaknya. Sungguh mati, belum pernah aku melihat mata sehebat itu!
Jaka Galing tersenyum.Memang sejak kecil antara dia dan Indra tak pernah ada rahasia dan mereka selalu bercakap-cakap denag sejujurnya.Hanya satu saja rahasianya yang disimpan, ialah bahwa dia adalah keturunan Prabu Brawijaya!
Menurut pendapatku, agaknya.......mulutnyalah yang menarik hati sekali,katanya setelah berpikir dan membayangkan gadis malang itu.
Mulutnya" Indra memandang heran.
Ya, mulutnya.Bibirnya manis benar,coba kau perhatikan. Seperti potongan gendawa Sang Arjuna,lengkung lekuknya demikian sepurna, tipis-tipis penuh dan halus kemerah-merahan, dan giginya bagaikan mutiara berderet. Dan......kau pernah melihat lesung pipitnya di sebelah kiri mulutnya" Aduh, memang manis benar mulut itu!"
Indra memandang kawannya yang berbicara sambil menggigit bibir dan memandangke langit itu,dan matanya terbelalak.Tiba-tiba ia menepuk pundak Galing hingga pemuda itu terkejut.
"Ha, kalau begitu,kaupun terkena !"kata Indar sambil tertawa pahit.
"Ha, terkena"Apa maksudmu?"
"Kaupun terkena panah asmara,kau jatuh cinta adanya,kawan,seperti.....seperti halku pula......!"
"Indra, kau gila!"
"Memang, memang aku gila, gila kepada Puspasari,seperti kau pula. Ha, ha,"Dan Indra menepuk-nepuk bahu Galing yang bidang.
"Indra, jangan kau bicara sembarangan!"
"Aku tidak berolok-olok, kawan.ketahuilah,kalau seorang pemuda mulai membayangkan bagian tertentu dari tubuh seorang dara,itu tandanya ia telah tergila-gila dan jatuh cinta! Yang terbayang dimuka mataku hanya sepasang mata dara itu dan kau selalu membayangkan mulutnya, nah, itu berarti kau dan aku sama-sama mencintai Puspasari!"
"Indra, jangan berolok-olok. Dia adalah puteri adipati dan ayahnya adalah musuh besarku!"
"Apa salahnya" Ayahnya bukan anaknya dan anaknya berbeda daripada ayahnya.Hal itu tak menjadi soal,Galing .Soalnya ialah,siapa diantara kita yang akan dipilih olehnya.Nah inilah yang penting!"
"Sudahlah, jangan kau berkelakar soal itu, Indra."
"Biarpun kelakar, tapi tepat mengenai hatimu, bukan?"
"Pada saat itu, seorang pemuda datang berlari-lari dengan napas terengah-ngeah ia menuturkan bahwa sepasuakan besar dari Kadipaten Tandes sedang mendatangi ke arah hutan Kledung.
Jaka Galing dan Indra meloncat dengan sigap dan mereka memberi aba-aba hingga semua kawan yang sedang berlatih pedang itu berlari menghampiri dan segera kembali ke dalam dusun Bekti.
Persidangan kilat dibuka dan mereka mengatur siasat untuk menghadapi musuh.
"Menurut laporan para penyidik, jumlah barisan musuh berjumlah seratus orang lebih.Kita hanya berjumlah tiga puluh orang.Senja nanti baru mereka akan tiba di hutan dan tentu mereka takkan menyerang malam-malam,kita harus memperhatikan dengan diam-diam dan menanti sampai mereka membuat kemah untuk bermalam.
Kemudian kita harus mengurung mereka dan menyalakan api di sekeliling mereka sambil melepas anak panah."
"Sekarang marilah semua mengumpulkan kayu dan daun kering untuk bahan bakar."
Semua orang lalu berpencar dan mengumpulkan ranting-ranting dan daun kering.Laki perempuan, tua muda bekerja dengan sibuk dan bersatu hati, karena mereka tahu bahwa pekerjaan ini untuk kepentingan mereka semua.Bahkan Puspasari yang tahu akan maksud mengumpulkan bahan bakar itu tidak mau ketinggalan, dia ikut pula mengumpulkan daun kering bersam-sama gadis-gadis lain!
Pada saat puspasari dan dua orang gadis lain mengumpulkan daun kering tiba-tiba ia melihat Indra berjalan menghampiri dengan senyumnya yang menawan hati! Dengan pejaman mata kanan,pemuda itu mengusir pergi dua gadis yang lain hingga ia berdiri berhadapan dengan Puspasari yang masih memondong daun-daun kering yang dibungkus dengan ujung bajunya hingga kembennya yang berwarna hijau muda itu tampak.Karena melihat yang datang adalah Indra,seorang daripada dua orang pahlawan penolongnya,ia lalu tersenyum sambil menundukkan mukanya.
"Nona, mengapa kau bersusah payah membantu kami mencari daun kering" Tidak tahukah kau bahwa bahan bakar ini digunakan untuk menjebak dan melawan pasukan-pasukan ayahmu?"Indra memang biasa berkata secara langsung dan berterus terang.
"Puspasari memandang dengan dua mata bintangnya yang menimbulkan kagum bagi Indra,lalu berkata dengan suara tetap, "Aku telah berada disini dan menjadi orang sini.Aku tidak tahu pasukan siapa yang hendak kita musuhi,pokoknya aku tahu pasti bahwa pasukan yang datang itu adalah musuh kita dan kedatangan mereka tidak bermaksud baik. Mengapa aku harus tidak membantu?"
Indra terbelalak memandang dan kekagumannya meningkat.
"Adinda yang manis, kau sungguh hebat,makin percayalah aku kepada suara hatiku yang setiap saat berbisik-bisk padaku!"
Puspasari memandang heran. Kata-kata pemuda ini merupakan teka-teki baginya."Apa maksudmu,raden ?"
"Maksudku,pertama-tama jangan kau sebut aku raden, karena aku hanyalah seorang putera lurah biasa saja dan sebutan kangmas cukup baik bagiku. Kedua,yang kumaksudkan suara hatiku itu ialah bisikan-bisikan yang terdengar dari sebelah dalam dadaku dan berkata bahwa aku......mencintaimu!"
Puspasari memandang dengan mulut ternganga. Belum pernah selama hidupnya ia berhadapan dengan seorang pemuda yang begitu sopan-santun sikapnya, tapi yang bicaranya begitu terung terang tanpa tendeng aling-aling hingga kalau tidak melihat pandang mata dan gerak gayanya yang penuh kesopanan, tentu akan menimbulkan dugaan bahwa ia adalah seorang pemuda yang tidak tahu adat dan kurang ajar!
"Nah, kau sudah tahu sekarang apa yang terkandung dalam hatiku,maka jangan kau menjadi heran kalau melihat cahaya mesra keluar dari mataku pada saat memandangmu."
Puspasari menjadi gagu dan tak dapat mengucapkan sepatah-katapun, hanya beberapa kali menelan ludah dengan wajah kemerah-merahan dan mata lebar terbelalak. Kemudian gadis ini tertawa kecil dan membalikkan tubuh dan lari.Tapi Indra masih mendengar gadis itu berkata perlahan."Hi, hi, kau.......lucu.....kangmas Indra!"
Sepeninggal puspasari, Indra menepuk-nepuk kepalanya yang berambut keriting itu sambil berkata perlahan,"Celaka dua belas! Aku menyatakan cintaku dan dia... hanya menganggap aku lucu! Ah, betapapun juga, aku lebih cepat daripada Jaka Galing!"
Sambil tersenyum-senyum Indra lalu menghampiri kawan-kawannya dan memberi petunjuk untuk mengikat ranting-ranting dan daun-daun itu menjadi satu hingga lebih mudah dibawa.
Sementara itu,puspasari termenung memikirkan kata-kat Indra tadi.Ia menganggap Indra seorang pemuda yang sangat jujur dan menarik,akan tetapi........hati gadis itu diam-lebih condong kepada Jaka Galingt yang berwatak pendiam dan sungguh-sungguh.Ia telah jatuh hati kepad Jaka Galing pada saat mereka bertemu untuk pertamakali di dalam hutanbeberapa hari yang lalu.
Setelah hari menjadi senja, para penyelidik memberi laporan bahwa pasukan dari Tandes telah tiba di luar hutan,dan bahwa pasukan itu terdiri dari 120 perajurit pilihan dan dipimpin sendiri oleh Senopati Suranata yang terkenal gagah perkasa.Dan malang bagi mereka, karena senopati yang telah berpengalaman dan berlaku hati-hati itu tidak membawa tentaranya memasuki hutan,akan tetapi membuat perkemahan di pinggir hutan!
Jaka Galing dan Indra mengatur siasat baru. Setelah hari menjadi gelap benar barulah kedua pemuda itu membawa ke 28 kawannya menuju ke tempat di mana pasukan Suranata berkumpul. Pada saat itu Suranata sedang mengadakan perundingan dengan para pembantunya, mengatur siasat yang akan dilakukan besok pagi-pagi untuk menyergap dan menolong Dewi Cahyaningsih dan puterinya. Tiba-tiba terdengar suara ketawa dari dalam hutan, diikuti suara Jaka Galing yang keras.
"Suranata! Kau hendak menangkap aku" Ha, ha! Kau dan anak buahmua yang sepengecut ini, mendak menangkap aku " Lucu benar!"
Suranata dan kawan-kawan cepat memandang dan mereka melihat Jaka Galing dengan obor di tangan sedang berdiri di bawah sebatang pohon johar.
"Itu dia Jaka Galing!" berkata Dwipa dan di dalam hatinya ia merasa heran sekali karena sebenarnya ia tidak menduga akan bertemu dengan Jaka Galing di situ. Ia tidak kenal dengan dua orang pemuda bertopeng yang menyergapnya dan membunuh kawan-kawannya, dan hanyalah siasat Adipati Gendrosakti belaka yang mengharuskan ia bercerita di luar bahwa perampok itu adalah Jaka Galing.
Sementara itu,Suranata yang merasa marah karena ejekan Jaka Galing,diam-diam memberi tanda dan seorang ahli panah yang ulung meluncurkan beberapa batang anak panah ke arah tubuh Jaka Galing.
Tapi tiba-tiba obor di tangan Jaka Galing dipadamkan dan keadaan di bawah pohon johar menjadi gelap.Surata dan anak buahnya tidak tahu apakah anak panah itu berhasil mengenai sasarannya atau tidak. Akan tetapi, sekali lagi terdengar suara ketawa Jaka Galing yang berkata.
"Suranata, kalau kau memang benar laki-laki perwira, majulah ke sini! Atau kau takut kepadaku?"
Suranata adalah seorang yang telah kenyang mengalami pertempuran, maka hatinya sedikitpun tidak merasa gentar menghadapi Jaka Galing.
"Maju! Serbu dan tangkap dia hidup-hidup!" Ia memberi perintah dan beberapa orang perjurit yang bertugas sebagai pelapor dan petunjuk jalan segera memasang obor yang telah disediakan.Dan majulah mereka memasuki hutan lebat itu,didahului oleh regu obor.Hutan yang tadinya gelap dan penuh pohon-pohon raksasa itu kini menjadi terang dan di mana-mana terdapat bayang-bayang pohon yangf menyeramkan.
Setelah maju dan mencari-cari sampai beberapa lama tapi tak menemukan Jaka Galing atau kawan-kawannya, Suranata menjadi curiga, maka ia lalu memerintahkan kepada tentaranya untuk mundur dan keluar lagi dari hutan gelap itu.Tapi terlambat!
Di sekeliling mereka, terdengar sorak-sorai yang riuh dan tiba-tiba tampak api bernyala-nyala di sekeliling tempat itu.Tidak ada jalan keluar. Dan pada saat semua perajurit merasa bingung dan panik,tiba-tiba datang anak panah bagai hujan menyerang mereka dari segala penjuru. Beberapa orang perajurit memekik ngeri dan roboh terkena anak panah.
"Berlindung di belakang pohon!" Suranata memberi perintah, karena serangan anak panah itu datang dari segala jurusan hingga tak mungkin menggunakan tameng untuk melindungi diri.Suranata sendiri yang berkepandaian tinggi, dapat mendengar suara anak panah yang mengarah kepadanya hingga dapat menangkis dengan tepat.
Mendengar aba-aba ini,para perajurit lari tunggang langgang di sekitar tempat ini untuk berlindung di balik pohon, tapi karena jumlah mereka banyak dan keadaan gelap setelah banyak pemegang obor menjadi korban anak panah musuh, maka mereka saling tabrak dan berdesak-desakan.
Serangan anak panah dari pihak Jaka Galing dan kawan-kawannya makin menghebat, bahkan kini di ujung anak panah dipasang api. Sungguh kasihan perajurit Suranata yang diserang habis-habisan tanpa dapat membalas sama sekali itu.Suranata menyesal sekali mengapa ia tadi menuruti nafsu amarahnya dan mengejar ke dalam hutan.
Kalau ia berada di luar hutan, tak mungkin mereka menjebak seperti ini.
"Mundur!!"teriaknya. Tapi para anak buahnya bingung, harus mundur ke mana" Di belakang mereka api juga telah berkobar!
"Hayo mundur, serbu bagian belakang. Cari jalan keluar!" Kembali Suranata memberi komando dan sisa-sisa perejurit-perajuritnya lalu berlaku nekat dan lari menyerbu ke arah dari mana mereka tadi datang. Ketika mereka telah tiba di dekat api yang berkobar,ternyata api yang menyala itu hanyalah daun-daun kering yang diikat menjadi satu,bukan pohon-pohon hutan terbakar seperti yang mereka duga semula.Dengan menggunakan tombak, mereka berhasil mengobrak-abrik api dan memadamkannya,lalu menerobos ke luar di antara hujan anak panah yang kini ditujukan ke arah jalan ke luar itu. Kembali banyak korban jatuh,tapi sisa tentara Suranata berhasi ke luar dari kepungan dan kembali keluar dari hutan.Ketika Suranat memeriksa keadaan barisannya,ternyata tinggal 57 orang lagi! Ternyata bahwa selain terbinasa di dalam hutan, banyak pula yang melarikan diri dan tidak kembali lagi!
Suranata marah sekali. Ia lau memerintahkan beberapa orang anak buahnya untuk pergi ke Tandes dan minta bantuan 100 orang perajurit lagi!
Malam hari itu juga, tiga orang pesuruh itu naik kuda menuju ke kadipaten untuk menyampaikan permintaan bantuan dari Suranata. Akan tetapi, di tengah jalan ketiga orang pesuruh ini tiba-tiba diterkam oleh Jaka Galing dan kawan-kawannya dan sebentar kemudian Indra sendiri dan 2 orang kawannya menggantikan 3 orang pesuruh itu menuju ke Tandes! Jaka Galing yang sudah menyelidiki keadaan dan kekuatan barisan Tandes,tahu bahwa para perejurit yang berkumpul di kadipaten dan menjadi orang-orang kepercayaan Gendrosakti berjumlah 300 orang, maka ia mengatur siasat untuk memancing semua perajurit pengawal itu ke dalam hutan!
Pada keesokan harinya, barulah Indra dan 2 orang kawannya tiba di Tandes,dan sedikitpun tak mengira bahwa di kadipaten sendiri telah terjadi peristiwa hebat pada malam tadi!
*** Pangeran Bagus Kuswara dengan mendapat bantuan Ki Lenjer tukang gambang,pada malam hari menjelang fajar setelah Gendrosakti tidur pulas, berhasil mengadakan pertemuan dengan Sariti. Kedua orang muda yang hanya indah rupa dan kulit tapi sebenarnya kotor dan buruk isi ini,semenjak bertemu pada pertama kali ia telah jatuh hati dan atas petunjuk Ki Lenjer, mereka mengadakan pertemuan yang mesra di dalam taman kadipaten.
Memang benar sebagaimana dikatakan orang bahwa perbuatan sesat adalah awal segala malapetaka.Pertemuan ini dapat terlihat oleh seorang juru taman yang menaruh dendam kepada Sariti karena orang tua ni pernah mendapat marah dari si jelita ini.
Kini melihat betapa Sariti mengadakan pertemuan rahasia dengan Pangeran Bagus Kuswara yang menjadi tamu agung,juru taman ini cepat menyelinap di antara tetumbuhan bunga di taman dan langsung menuju ke dalam gedung. Ia tahu benar di mana letak kamar Adipati Gendrosakti dan benar saja,pintu kamar adipati itu tidak terkunci karena ketika Sariti meninggalkan kamar itu untuk pergi ke taman,ia hanya merapatkan saja daun pintunya.
Adipati Gendrosakti terkejut sekali ketika membuka mata dan melihat juru taman menggoyang-goyang ibu jari kakinya dan memanggil-manggil namanya.
"Eh, mengapa kau berani mengganggu aku, juru taman?"bentaknya marah.
"Ampun, gusti adipati.Hamba melihat hal yang ganjil dan luar biasa sekali dilakukan oleh gusti ayu!"
Adipati Gendrosakti cepat memandang ke arah sisi kirinya dan melihat tempat itu kosong.
"Gustimu Sariti berada di mana" Tanyanya cepat.
"Gusti adipati, marilah ikut hamba dan menyaksikan sendiri!" juru taman menjawab perlahan.
Pucatlah muka Gendrosakti. Ia menyambar sebilah keris yang tergantung di dinding, lalu mengikuti juru taman itu. Dan setelah tiba ditempat itu,ia melihat pemandangan yang membuat giginya berbunyai berkeretak-keretak dan kedua matanya berputar-putar karena marahnya. Cambang bauknya seakan-akan berdiri. Dengan sekali lompat ia telah berada di depan sepasang merpati yang sedang berkasih-kasihan itu.
Pangeran Bagus Kuswara terkejut sekali dan memandang ketakutan,tapi ia tidak banyak diberi kesempatan. Tangan Gendrosakti yang besar dan kuat itu diayun dan keris itu beberapa kali masuk dan keluar dari dada Pangeran Bgus Kuswara hingga darah merah menyembur keluar dari dadanya dan tubuhnya lemas lalu roboh tanpa dapat bersuara lagi.
Sariti menjatuhkan diri berlutut di depan Gendrosakti sambil menangis memohon ampun.
"Perempuan rendah! Kaupun harus dibunuh!" Gendrosakti menendang tubuh Sariti hingga bergulingan, lalu ia mengangkat kerisnya untuk ditusukkan.Tapi melihat wajah kekasihnya itu memandangnya dengan penuh kesedian dan ketakutan,tiba-tiba tangannya menjadi lemas dan amarahnya lenyap seketika.
"Ampun, kanda adipati.........hamba.......hamba tidak berdaya......pangeran telah memaksa hamba dan.... hamba takut untuk menolaknya.Hamba sedang berada di taman ini dan..... dan gusti pangeran datang.Apakah daya hamba" Apakah hamba dapat mengusirnya ......." Ampun, kangmas......"
Pada saat itu terdengar orang berkata,"Bohong! Ananda adipati, selirmu ini memang berbahaya sekali,hingga ia berani memfitnah gusti pangeran hingga kau sampai berani membunuhnya!" Yang berkata ini adalah Ki Ageng Bandar. Orang tua ini merasa terkejut sekali melihat betapa Pangeran Bagus Kuswara terbunuh mati. Tadinya ia merasa heran mengapa pangeran itu belum juga memasuki kamarnya,maka ia lalu keluar mencarinya dan kebetualn sekali pada saat ia tiba di situ,Pangeran Bagus Kuswara tak bernapas lagi.
Biarpun Adipati Gendrosakti sedang marah kepada selirnya terkasih, akan tetapi mendengar kata-kata Sariti kemarahannya berkurang. Kini mendengar ucapan Ki Ageng Bandar dan melihat orang tua itu muncul, ia teringat akan bahaya yang mengancam dirinya.Kalau sampai sang prabu mendengar bahwa ia telah membunuh seorang puteranya, tentu maha raja itu akan marah dan menghukumnya! Tiba-tiba ia mendapat akal, dan setelah melihat ke kanan kiri tak melihat siapapun juga di dalam taman itu,secepatnya ia melompat menerkam dan menyerang Ki Ageng Bandar dengan kerisnya!
Apakah daya seorang tua menghadapi serangan Adipati Gendrosakti yang digdaya itu" Beberapa kali keris adipati itu menancap di ulu hatinya dan Ki Ageng Bandar roboh binasa tanpa dapat mengeluarkan sedikitpun keluhan!
"Kangmas adipati..... kau telah membunuh tamu-tamu agung itu, bagaimana ini"
"Sariti akhirnya mengeluarkan keluhan dengan tubuh menggigil.
Adipati Gendrosakti menjatuhkan dirinya diatas bangku yang berada di taman.
Biarpun hawa malam itu dingin sekali,tapi ia merasa panas dan jidatnya berpeluh.Ia menghela napas panjang lebar dan pikirannya ruwet dan bingung.
"Kangmas adipati...... kalau kau dapat mengampuni saya dan masih percaya kepada saya, maka masih ada jalan baik untuk menghindarkan diri dari kemurkaan sang prabu.Tidak ada orang lain yang mengetahui kejadian malam ini, maka lebih baik kita kabarkan bahwa pembunuhan ini dilakukan oleh musuh kita,yaitu Jaka Galing!
Katakan saja bahwa Jaka Galing dan beberapa orang kawannya memasuki taman dan hendak membunuhmu,dan bahwa Pangeran Kuswara dan Ki Ageng Bandar hendak membantumu,tapi mati terbunuh........ Bagaimana pikiranmu kangmas?"
Bersinarlah cahaya terang dalam pikiran Adipati Gendrosakti yang sedang gelap dan bingung. Ia berdiri dan memeluk selirnya sambil berbisik,"Sari,aku maafkan kau.
Tapi janganlah kau berbuat bodoh lagi lain kali. Akalmu tadi bagus sekali dan agaknya itulah satu-satunya jalan bagi kita menyelamatkan diri."
Setelah bermufakat dan mencari akal,Adipati Gendrosakti lalu menggunakan keris untuk menusuk lengan kirinya sendiri hingga mengalirkan darah.Ia lalu merobohkan diri diatas tanah dan Sariti lalu berteriak-teriak minta tolong dengan suara nyaring sambil menangis dan berlutut di depan tubuh Adipati Gendrosakti!
Para pengawal dan penjaga malam yang mendengar jerit tangis dalam taman, berlari-lari menghampiri dan alangkah terkejutnya mereka melihat Adipati Gendrosakti rebah dengan dengan lengan berdarah serta melihat kedua tamu agung itu telah binasa!
Segera Adipati Gendrosakti diangkut kedalam dan kedua jenazah itupun dibawa ke dalam rumah.
Maka berceritalah Adipati Gendrosakti dan Sariti betapa pada malam itu ketika mereka berdua sedang menghibur para tamu agungnya di dalam taman, tiba-tiba datang Jaka Galing dan lima orang kawannya dan menyerang mereka.Karena serbuan itu tak terduga datangnya, maka kedua orang tamu agung kena terbunuh dan Adipati Gendrosakti sendiri mendapat luka sebelum mereka sempat minta tolong!
Cerita ini memang meragukan, tapi siapakah yang berani menyangkal cerita yang keluar dari bibir Sariti dan Adipati Gendrosakti" Ki juru taman yang mengetahui peristiwa itu saja tidak berani membuka mulut! Juga Ki Lenjer,tukang gambang yang menjadi penghubung natara Pangeran Bagus Kuswara dan Sariti, tak berani menceritakan pengalamannya,karena itu berarti mencekik leher sendiri. Namun, pada keesokan harinya,kedua orang tua itu telah lenyap dan tak seorangpun mengetahui ke mana mereka pergi. Yang mengetahui hal ini tentu saja hanya Adipati Gendrosakti dan Sariti serta orang-orang kepercayaannya yang diperintahkan membawa pergi dan membunuh kedua orang tua bernasib malang itu!
Demikianlah, ketika pagi-pagi hari Indra beserta kedua kawannya tiba di Tandes,ia mendengar peristiwa yang hebat itu dan kembali ia mengutuk akan kekejaman Adipati Gendrosakti karena ia tahu betul bahwa kabar itu bohong dan menyangka bahwa yang membunuh Pangeran Bagus Kaswara dan Ki Ageng Bandar tentu adipati itu sendiri, walaupun ia masih merasa heran dan tidak tahu akan sebab-sebabnya.
Ketika ia minta menghadap Adipati Gendrosakti, ia diterima dan adipati itu merasa terkejut sekali mendengar kata-kata Indra.
"Aduh,gusti adipati, celaklah hamba sekalian kali ini! Pasukan pasukan yang menyerang Jaka Galing telah dihancurkan dan anyak yang tewas.Maka mohon dikirim bala bantuan yang besar jumlahnya!"
Akan tetapi pada saat itu, para perwira yang berada di situ meras heran karena tidak mengenal Indra dan dua kawannya, maka seorang diantara mereka membentak.
"He, anak muda,siapa kau dan siapa yang menyuruhmu membuat laporan ini?"
Ia menyembah dan berkata.
"Hamba bertiga adalah perajurit-perajurit dari dusun Pedukuan yang secara suka rela membantu pasukan gusti Suranata karena kamipun merasa benci kepada Jaka Galing dan kawan-kawannya yang menjadi perampok.Akan tetapi, malam tadi kami sekalian telah disergap dan diserang oleh pasukan perampok yang besr jumlahnya dan mengalami kekalahan hebat!"
Mendengar laporan ini, ributlah semua orang dan Adipati Gendrosakti lalu memukul-mukul meja di depannya. "Celaka! Si keparat Jaka Galing ia harus dibasmi dan dimusnahkan dari muka bumi! He,para perwira jangan menyia-nyiakan waktu lagi.Bawa semua perajurit ke hutan Kleduggempur perampok-perampok yang kurang ajar itu, dan kau,Raden Candra, bawa seregu perajurit untuk cepat-cepat memberi kabar kepada gusti prabu di Majapahit tentang tewasnya Pangeran Bagus Kuswara dan Ki Ageng Bandar. Beritahukan bahwa di daerah Tandes timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Galing dan berpusat di tengah hutan Kledung!"
Maka berengkatlah perwira yang bernama Raden Candra itu membawa 12 perajurit berkuda dan mereka menuju ke Majapahit untuk menyampaikan berita itu.
Sementara itu,perwira-perwira lainnya mengerahkan seluruh perajurit dan dengan membawa Indra serta 2 orang kawannya sebagai petunjuk jalan,mereka lalu berangkat ke hutan Kledung.Biarpun mereka lelah sekali,Indra diam-diam tertawa geli dan kegembiraannya tak kenal batas melihat hasil pancingannya ini. Ia maklum bahwa Jaka Galing telah siap dengan rencananya. Diam-diam ia mengatur sedemikian rupa hingga perjalan itu makan waktu sehari penuh hingga ketika mereka tiba di hutan Kledung dari lain jurusan, hari telah menjadi gelap.
Senopati Suranat dengan gelisah menanti balabantuan yang tak kunjung datang.Ia melarang perajurit-perajuritnya pergi menjauhi perkemahan,takut kalu-kalu datang serbuan lagi!
Jaka Galing telah menjalankan siasat yang cerdik dan hendak mencari kemenangan tanpa mengorbankan kawan-kawannya. Ketika melihat bahwa Indra telah dapat memancing pasukan balabantuandari Tandes di luar hutan, ia lalu mengajak beberapa orang kawannya mengintai dari dalam hutan.Kemudian, setelah memberi petunjuk-petunjuk,ia lalu memberi aba-aba dan dengan riuh rendah mereka bersorak-sorak sambil melepaskan anak panah dari dalam hutan!
Indra segera memberi tahu kepada para perwira sambil berteriak.
"Nah,itulah mereka, di dalam hutan.Hayo serbu mereka!"
Pasukan-pasukan baru ini berjumlah hampir dua ratus orang. Mereka lalu menyerbu ke dalam hutan yang gelap. Belum beberapa lama terjadi pertempuran beberapa orang diantara mereka roboh terkena anak panah yang dilepas oleh Galing dan anak buahnya.Tapi karena para perajurit itu menggunakan tameng untuk melindungi diri, maka yang dapat dirobohkan hanya beberapa orang saja.Galing lalu mengajak kawan-kawannya mundur dan tiap kali ia telah berada jauh,ia sengaja menyuruh kawan-kawannya berteriak-teriak untuk memberi tahu tempat mereka kepada pasukan yang mengejar itu.
Sementara itu, beberapa orang kawan lain juga menggunakan anak panah menyerang pasukan Suranata yang berkemah di luar hutan. Mereka ini hanya mengganggu belaka dan tidak datang dekat, sekedar memberi tanda bahwa para "perampok"berada di dalam hutan dan membuat Suranata dan para anak buahnya berjaga-jaga sambil membalas dengan melepaskan anak panah.
Setelah para pasukan bala bantuan itu menegjar sampai dekat pinggir hutan di mana pasukan Suranata berada,Galing lalu mengajak kawan-kawannya bersembunyi dan bersatu dengan kawan-kawan yang mengganggu Suranata.Sementara itu, Indra lalu berseru kepada para perwira.
"Nah, mereka telah lari sampai di luar hutan. Bagus sekali! Mereka takkan dapat bersembunyi lagi. Lihat itu di luar hutan mereka berkumpul,lekas serbu!"
Para perwira tak dapat melihat nyata dalam gelap itu, mereka hanya melihat remang-remang bahwa di luar hutan memang berkumpul banyak sekali orang dan bahkan dari jurusan itu datang anak-anak panah yang banyak sekali.Maka mereka lalu memberi aba-aba dan semua perejurit mereka menyerbu keluar hutan dengan golok dan tombak di tangan.
Sebaliknya,pasukan Suranata ketika tiba-tiba melihat banyak sekali orang keluar dari hutan dan lari menyerbu, menyangka bahwa itu adalah barisan Jaka Galing. Mereka cepat-cepat mempersiapkan diri! Dan terjadilah perang tanding di dalam gelap, dibarengi pekik-pekik kesakitan dari mereka yang roboh terluka dan pekik-pekik kemenangan dari mereka yang berhasil dirobohkan seorang "lawan" untuk kemudian dirobohkan oleh kawan lain! Keadaan menjadi hiruk-pikuk dan ramai!
Pada saat itu, Jaka Galing memeluk Indra dan memuji-mujinya dan semua kawan mereka bersukaria sambil menonton pertempuran hebat yang terjadi di luar hutan.
Akhirnya Suranata dapat juga mengenali pasukan yang menyerbu mereka, demikianpun di fihak pasukan balabantuan. Tapi hal ini telah terlambat karena dikedua fihak telah banyak jatuh korban.
Mereka lalu berkumpul dan menyesali kecerobohan masing-masing dan menuturkan pengalaman masing-masing yang menyedihkan.
"Siapakah tiga orang yang memberi laporan ke Tandes itu?"seorang perwira bertanya kepada Suranata.
"Memang kami telah mengutus tiga orang utusan untuk memberi laporan dan minta bantuan,tapi mengapa mereka itu menyesatkan kalian dan bahkan menjebak hingga kita bertempur sendiri?"
"Mungkin pesuruh-pesuruhmu itu berubah pikiran dan menjadi penghianat!"
Di dalam gelap mereka mencari Indra dan dua orang kawannya,tapi sia-sia belaka.
Suranata merasa gemas sekali dan membanting-banting kaki, apalagi setelah mendengar dari para perwira itu bahwa ketiga orang utusan itu sama sekali berbeda wajah dan potongan tubuhnya dengan tiga utusannya.
"Mereka itu utusan palsu! Keparat benar Jaka Galing! Tentu mereka telah menangkap para pesuruh kita menggantikannya dengan kawan perampok yang sengaja memasang perangkap! Sungguh memalukan!"
"Biarlah malam ini kita beristirahat di sini dan besok pagi kita kumpulkan semua tenaga untuik mencari dan menyerbu ke dalam hutan!" kata seorang perwira dengan marah. Usul ini diterima baik dan semua orang beristirahat,menyesali nasib dan kelalaian mereka.
*** Prabu Brawijaya tengah duduk bersiniwaka, dihadap oleh par senopati dan pembesar lain, sang prabu yang telah lanjut usianya itu masih kelihatan gagah dan tampan,dengan pakaina keprabon yang indah dan duduk diatas singgasana berukir dan terhias emas permata. Para senopati yang menghadap tampak gagah perkasadan para selir dan pelayan yang duduk di belakang sang prabu semua cantik-cantik dan berpakaian indah.
Keadaan Prabu Brawijaya dan segala yang berada disekelilingnya menunjukkan kejayaan Negara Majapahit dan sesuai pula dengan nama besar maha raja itu yang terkenal adil bijaksana dan sidik permana.
Di antara senopati yang menghadap,tampak Patih Gajah Mada yang terkenal sebagai banteng majapahit,seorang yang cakap dan sakti dan yang telah berjasa besar dalam usahanya memuliakan nama Negara Majapahit. Tampak pula para bupati dan nayaka yang gagah dan di depan di sebelah Patih Gajah Mada tampak pula Pangeran Lembungpangarsa,yakni putera Prabu Brawijaya yang terkenal sakti mandraguna dan banyak mendapat pelajaran ilmu dari Patih Gajah Mada sendiri! Berbeda dengan Pangeran Bagus Kuswara,Raden Lembungpangarsa ini suka akan keperwiraan dan kegagahan.
Prabu Brawijaya tengah membicarakan hal Adipati Gendrosakti yang telah lama tidak menghadap dan tentang kepergian Ki Ageng Bandar yang diutus meninjau kadipaten itu. Patih Gajah Mada berakata.
"Menurut warta yang telah hamba dengar dari para penyelidik, keadaan di Tandes tidak sangat menggembirakan. Ada berita bahwa dimas Adipati Gendrosakti kurang memperhatikan keadaan rakyat di Tandes dan sudah beberapa bulan tak pernah keluar meninjau keadaan daerahnya. Agaknya ada sesuatu terjadi di kadipaten itu, gusti."
Sang prabu membenarkan sangkaan patihnya. "Mudah-mudahan saja tidak terjadi sesuatu karena dulu Gendrosakti adalah seorang hamba yang baik dan perwira."
Belum lama mereka bercakap-cakap,datanglah penjaga yang memberitahukan bahwa ada utusan datang dari Tandes dan tampaknya tergesa-gesa sekali.Sang prabu lalu meberi perkenan agar mereka lansung menghadap.
Raden Candra, utusan dari Tandes itu menjatuhkan diri berlutut dan menyembah di hadapan Sang Prabu Brawijaya lalu menangis!
"Eh, eh, punggawa. Tak patut bagi seorang perajurit untuk menjatuhkan air mata. Ke mana pergi- nya keteguhan hatimu?" bentak Patih Gajah Mada kepada Raden Candra.
"Hemm,perajurit Tandes bersifat wanita,mudah sekali menangis."Pangeran Lembupangarsa juga mencela.
Mendengar celaan-celaan ini, Raden Candra cepat menggunakan tangannya menyeka air matanya dan menyembah lagi sambil berkata.
"Ampun beribu ampun gusti sinuhun, hamba tak dapat menahan keluarnya waspa karena dorongan hati hamba sedih. Mohon ampun bahwa kedatanga hamba membawa berita duka, gusti."
"Punggawa,katakanlah apa yang menjadi tugasmu sebagai seorang utusan," kata Prabu Brawijaya dengan suara halus.
"Telah terjadi peristiwa maut di Kadipaten Tandes, gusti yang mulia. Kadipaten Tandes telah telah diserbu oleh seorang pemberontak bernama Jaka Galing dan pemberontak itu menyerang Gusti Pangeran Bagus Kuswara dan Ki Ageng Bandar yang sedang dijamu oleh Adipati Gendrosakti dan garwanya di dalam taman.
Dan.....dan gusti pangeran berdua dengan Ki Ageng elah tewas terbunuh oleh Jaka Galing, sedangkan gusti adipati telah terluka, gusti......."
"Ya Jagat Dewa Batara........" sang prabu berseru sambil menggunakan tangan kanannya menyentuh dada kirinya untuk menenteramkan hatinya yang terpukul.
"Coba kaututurkan yang jelas, punggawa."
Maka Raden Candra lalu menceritakan betapa di waktu malam hari, ketika Adipati Gendrosakti sedang menjamu kedua tamu agung itu di dalam taman, datanglah Jaka Galing beserta beberapa orang perempok yang langsung menyerang Adipati Gendrosakti. Pangeran Bagus Kuswara dan Ki Ageng Bandar maju membantu, tetapi keduanya tewas di ujung keris Jaka Galing, sedangkan sang adipati sendiri mendapat luka.
"Keparat betul Jaka Galing! Ramanda prabu, perkenankan hamba pergi menangkap si keparat itu! Pangeran Lembupangarsa memajukan diri dengan muka merah mendengar betapa adikanya terbunuh oleh jaka Galing.
Tapi Patih Gajah Mada berkata," Gusti pujaan hamba,sungguhpun perbuatan Jaka Galing itu sangat kurang ajar dan harus dihukum, akan tetapi perbuatannya itu masih belum diketahui sebab-sebabnya. Sebaliknya, menurut pertimbangan hamba. Adipati Gendrosakti ternyata telah menyia-nyiakan kepercayaan paduak sebagai seorang adipati yang mengatur Kadipaten Tandes. Buktinya, telah ada seorang pemberontak merajalela dan bahkan ia sebagai seorang yang berkuasa penuh di desa Tandes,tak mampu menjaga keselamatan dua orang utusan paduka. Pantaskah ini bagi seorang pembesar yang telah dipercaya?"
"Puteraku Lembupangarsa, kau siapkan barisan secukupnya untuk mengiringkan aku ke Tandes. Aku sendiri akan menyelidiki perkara ini dan akan memberi hukuman kepada pemberontak itu! Kakang patih, harap kauwakili aku menjaga praja!"
Maka berangkatlah Prabu Brawijaya dengan sekalian pengiring dan perajurit terutama di bawah pimpinan Pangeran Lembupangarsa yang gagah perkasa!
Di sepanjang jalan, rakyat dari dusun-dusun yang yang dilalui oleh rombongan Sang Prabu Brawijaya,bahkan rakyat dari dusun-dusun yang telah mendengar akan lewatnya rombongan agung ini,datang berduyun-duyun menyambut dan berlutut di kanan kiri jalan sambil menaburkan bunga-bunga. Sedangkan Sang Prabu yang terkenal bijaksana dan pemurah,beberapa kali sengaja turun dari kuda dan mengajak paman-paman tani bercakap-cakap, menanyakan tentang kemajuan sawah dan tentang keadaan penghidupan di dusun, bahkan tidak lupa memberi hadiah-hadiah kepada mereka. Tentu saja kebijaksanaan ini disambut oleh rakyat dengan penuh kegembiraan, dan rasa cinta dan bakti mereka terhadap Sang Prabu Majapahit makin menebal.Pngeran lembupangarsa yang tampan dan gagah duduk di atas kuda putihnya bagaikan seorang ksatria gagah perkasa dari Negara Pendawa, hingga orang-orang yang memandang menjadi kagum dan para gadis dusun memandang dengan mata merayu dan terpesona hingga wajah dan kegagahan Raden Lembupangarsa itu terukir dalam hati mereka dan tak mudah dilupakan!
Ketika rombongan Sang Prabu Brawijaya tiba di dekat hutan Kledung,mereka melihat pasukan-pasukan yang dipimpin Suranata berada di pinggir hutan itu.
Suaranata dan para perwira lainnya terkejut sekali melihat bahwa datang itu adalah rombongan dari Majapahit yang dikepalai oleh sang prabu sendiri.Maka dari jauh-jauh mereka telah mengatur persiapan menyambut kedatangan Sang Prabu Brawijaya dengan segala kehormatan!
Telah dua hari bertrut-turut pasukan Suranata ini menyerbu ke dalam hutan, tapi serbuan mereka gagal selalu karena Jaka Glaing yang cerdik dan mempunyai pembantu-pembantu yang cepat dan tangkas itu selalu dapat mengetahui lebih dulu akan maksudnya dan dapat menjauhkan diri tepat pada waktunya. Berkali-kali Suranata menyerbu tempat kosong hingga ia makin marah saja. Ia menyuruh anak buahnya mengobrak-abrik dan membakar rumah-rumah dusun Bekti yang telah dikosongkan dan ditinggalkan oleh Jaka Galing. Di waktu malam Suranata tidak berani berdiam di dalam hutan, tapi mengajak anak buahnya bermalam di luar hutan.
Karena kegagalan-kegagalan ini, maka hatinya menjadi lemah dan nafsu bertempurnya menjadi berkurang.Maka pada hari ke tiga, ia masih berada di luar hanya mengutus beberapa orang menyelidik masuk ke dalam hutan dan mencari tahu tentang gerakan-gerakan musuh.
Ketika Prabu Brawijaya mendengar bahwa pasukan itu datang dari Tandes dan sedang melakukan pengejaran atas Jaka Galing dan kawan-kawannya, ia lalu memanggil menghadap Suranata untuk ditanyai tentang segala peristiwa yang terjadi di Tandes. Ketika sang prabu mendengar bahwa puterinya Chyaningsih jkuga diculik oleh Jaka Galing, sang prabu tak dapat menahan lagi kemarahan hatinya. Ia lalu memimpin sendiri para perajurit Majapahit dan bersama Pangeran Lembupangarsa lalu menyerbu ke dalam hutan!
Pada saat itu, Jaka Galing sedang duduk melamun seorang diri di pinggir sebuah anak sungai yang berair jernih. Ia duduk didekat air, di atas sebuah batu dan dan memandangi daun-daun kering dihanyutkan air. Pikirannya melayang jauh. Tadinya ia termenung memikirkan keadaan Suranata yang dipermainkan itu dengan hati geli dan senang. Kemudian ia teringat kepada Gendrosakti dan air mukanya segera berubah menjadi keruh dan muram tanda hati tak sedap dan marah. Ia merasa gemas sekali mengingat akan kejahatan Gendrosakti. Sakit hati mengingat pembunuhan atas kakeknya yang terkasih belum juga terbalas, kini tanmbah lagi denag fitnah adipati jahanam itu bahwa ia telah membunuh Pangeran Bagus Kuswara dan Ki Ageng Bandar! Sungguh kurang ajar sekali! Ia sedang memikir-mikirkan dan mencari jalan keluar untuk dapat bertemu muka dan membalas dendamnya kepada musuh besarnya itu.
Tiba-tiba ia mendengar suara tindakan kaki perlahan-lahan di belakangnya dan berkat kewaspadaannya, ia cepat meloncat dan menghadapi orang yang baru datang dengan perlahan-lahan itu. Tapi ketika melihat bahwa yang datang diam-diam itu tak lain adalah Puspasari, wajah Jaka Galing berubah kemerah-merahan.
"Aah......kusangka siapa......"
"Kangmas Galing, terkejut kau melihat aku datang?" tanya Puspasari dengan senyum yang manis.
Telah beberapa kali gadis ini bercakap-cakap dengan Galing dan keramahan mereka membuat mereka cepat dapat melenyapkan rasa segan dan malu-malu hingga perhubungan mereka dalam beberapa hari saja telah menjadi erat seperti kakak beredik. Hanya terhadap Indra, Puspasari masih malu, karena jejaka itu tanpa tendeng aling-aling lagi tiap kali bertemu dengannya selalu memperlihatkan perasaan hatinya yang mencinta!
"Tidak, Puspasari, aku tidak terkejut. Aku tadi baru melamun dan tak menyangka bahwa kau yang datang. Maklumlah penghidupan di dalam hutan ini membutuhkan kecepatan dan kewaspadaan, kalu terlena maka akan celakalah badan!"
"Kau memang sigap dan cepat, kakangmas. Tapi......agaknya ada seorang bidadari yang sedang kaulamunkan, betulkah?"
Jaka Galing tersenyum. "Kau pandai sekali menerka pikiran orang yayi. Dari siapa kau tahu bahwa kau sedang melamunkan seorang bidadari?"
Puspasari menggunakan telunjuknya yang kecil runcing menuding ke arah air yang mengalir perlahan."Tadi aku berada di hilir sungai dan riak air yang datang ke sana dari sini mengatakan kepadaku bahwa di udik terdapat seorang teruna sedang melamunkan bidadari kekasih hatinya. Aku lalu menuju ke sini karena ingin tahu teruna manakah yang sedang menderita rindu asmara itu. Eh, tidak tahunya kangmas sendiri!"
Jaka Galing memandang wajah gadis yang ayu itu dan merasa kagum sekali karena gadis itu selain cantik jelita dan manis budi bahasanya, juga pandai sekali mempergunakan kata-kata dengan mengarang kiasan-kiasan dan perumpamaan-perumpamaan yang indah.
"Kau sungguh-sungguh cerdik dan waspada bagaikan seorang dewi kahyangan.
Wahai dewi yang bijaksana dan bermat tajam, sudilah kiranya kau melihat dengan matamu yang tajam bagaikan bintang pagi itu, bagimanakah gerangan keadaan bidadari yang kurindukan itu" Dapatkah bidadariku menerima kasih asmara yang kupersembahkan kepadanya ?"
Mendengar kelakar pemuda yang biasanya pendiam itu, sepasang mata Puspasari berseri dan kulit wajahnya berubah merah. Ia nampak gembira sekali dan senyum ramai menghias mukanya.
"Coba kau periksa dulu, wahai teruna yang malang,"katanya, lalu ia duduk di dekat Galing,juga, menghadapi air yang mengalir perlahan dan bermain denga batu-batu kali yang hitam licin hingga mengeluarkan suara gemericik menyedapkan pendengaran.
Sambil menatap air sungai dengan kedua matanya yang bagus, dara jelita itu berkata lirih.
"Aku lihat ........bidadari itupun merindukan engkau kangmas......"
Jaka Galing cepat menengok dan memandang muka itu dari samping. Gadis itu nampaknya sungguh-sungguh dan tidak sedang berkelakar, maka hatinya menjadi berdebar keras.Tanpa ia sadari ia manggunakan tangan kananya memegang pundak Puspasari dan berkata.
"Dinda ......benar-benarkah itu.....?"
"Tentu saja benar !" Lalu gadis itu memandangnya sambil berkata manis, "Eh, apa pula ini" Mengapa teruna yang gandrung merindukan bidadari itu memegang-megang pundakku?"
"Yayi Puspasari,jangan kau menggodaku, yayi. Coba kau katakan sekali lagi, benar-benarkah bidadari yang kurindukan itu membalas cintaku?"
Puspasari tetap tersenyum dan kedua matanya menggoda. "Untuk apa aku membohongimu" Bidadari itu betul-betul mencintaimu!"
Sekali lagi Jka Galing memegang pundak Puspasari hingga untuk kedua kalinya dara itu menegurnya. "Mengapa kau memegang-megang pundakku"
"Yayi puspasari ........jangan kau berolok-olok ....... ketahuilah, yayi,bidadari yang kurindukan, yang selalu melayang-layang dan menari-nari dalam lamunanku,dalam mimpiku, tidak lain adalah ...... engkau sendiri, yayi!"
Tetapi alangkah heran dan girangnya hati Jaka Galing ketika ia tidak melihat perubahan pada wajah yang ayu itu, bahkan kini terlihat makin merah dan bercahaya, sedangkan sepasang matanya yang indah memandang sayu bagaikan mata orang mengantuk, tetapi bibirnya tetap tersenyum ketika menjawab.
"Kalau demikain halnya, mengapa?"
Saking haru dan girangnya, hampir saja Jaka Galing memeluknya,tetapi pada saat itu terdengar suara Indra berteriak dari jauh,Jak Galing menarik kembali kedua tangannya dan menjauhi Puspasari sambil berkata perlahan.
"Yayi, ingatlah, bahwa betapapun juga aku adalah musuh besar ayahmu!"
Puspasari menjawab dengan suara yang tak kalah tepatnya, "Kangmas,kata-kata ini pun berlaku bagimu juga,kaupun tahu bahwa betapapun juga, aku adalah anak perempuan dari musuh besarmu!"
Pada saat itu Indra muncul dari dalam hutan.
"Ah, payah aku mencarimu, Galing. Kiranya kau sedang bercakap-cakap dengan srikandiku! "Memang karena kejenakaannya, Indra selalu menyebut Puspasari sebagai pahlawan wanita dan isteri Arjuna, yaitu Dewi wara Srikandi!
Melihat betapa wajah Indra tetap tegang walaupun mulutnya masih sempat berkelakar itu, Jaka Galing maklum bahwa tentu telah terjadi peristiwa penting. Maka ia segera menyambut kedatangan kawan itu sambil bertanya.
"Indra, ada terjadi apa?"
"Celaka betul, Galing. Sang prabu sendiri telah membawa pasukan menuju ke sini untuk menangkap kita!"
Wajah Jaka Galing menjadi pucat.
"Apa" Sang Prabu Brawijaya?"
"Siapa lagi kalua bukan Sang Prabu Brawijaya dari Majapahit" Dan didekat beliau masih ada lagi Pangeran Lembupangarsa yang tampan dan gagah perwira itu. Kawn-kawan kita lari bersembunyi ketakutan melihat cahaya yang memancar keluar dari kedua orang agung itu! Apa yang harus kita lakukan, Galing?"
Betapapun juga, suara Indra terdengar agak gemetar, tanda bahwa iapun merasa gentar menghadapi Prabu Brawijaya dan Pangeran Lembupangarsa yang sakti mandraguna itu.
"Apalagi yang harus kita lakukan" Kita harus menyerah, karena memang bukan maksud kita memusuhi sinuhun."
"Tetapi kau tentu akan dihukum mati.Tidak tahukah kau bahwa kau telah dikabarkan membunuh Gusti Pangeran Bagus Kuswara?"
Jaka Galing tersenyum. "Itu hanya fitnah belaka dan aku percaya penuh akan kewaspadaan dan kebijaksanaan gusti sinuhun."
Sementara itu, mendengar hal kedatangan Sang Prabu Brawijaya, diam-diam Puspasari telah lari pergi untuk memberi tahu ibunya.
Pada saat itu, suara kaki kuda yang mendatangi telah terdengar makin mendekat dan Jaka Galing lalu mengajak Indra dan sekalian kawan yang masih berada dalam hutan uantuk menghadap Sang Prabu Brawijaya. Ia memerintahkan kawan-kawannya untuk menyimpan senjata masing-masing di dalam sarung, tak boleh dipegang seperti hendak menghadapi musuh. Ternyata yang masih tinggal di hutan tinggal 20 orang saja berikut orang-orang wanita, orang-orang tua dan anak-anak. Sedang yang lain sudah pada lari entah ke mana karena takut mendengar kedatangan Sang Prabu Brawijaya dan Pangeran Lembupangarsa !
Biarpun Sang Prabu Brawijaya telah berusia lanjut, namun perasaan marah membuat beliau menjadi muda kembali dan semangatnya berkobar-kobar untuk menghadapi pemberontak yang telah menculik puterinya dan membunuh seorang puteranya itu.
Juga Pangeran Lembupangarsa gatal-gatal tanganya untuk segera menghajar Jaka Galing yang dianggapnya berlaku kurang ajar. Maka mereka lalu menjalankan kuda dengan cepat mengejar maju!
Tiba-tiba rombongan Prabu Brawijay berhenti, karena dari dalam rimba yang liar itu keluar serombongan orang-orang muda berpakaian sederhana sepertai biasanya orang-orang dusun, sedangkan di belakang rombongan pemuda itu tampak beberapa orang wanita, kakek-kakek dan kanak-kanak.
Ketika mendengar suara dari barisan Suranata yang ikut menyerbu dari belakang bahwa yang memimpin rombongan pemuda itu adalah si pemberontak Jaka Galing,Sang Prabu Brawijaya dan Pangeran Lembupangarsa tercengang dan keheranan.
Jaka Galing memelopori kawan-kawannya dan berlutut menyembah denagn sikap hormat sekali.
"Kanjeng sinuhun, hamba Jaka Galing dengan kawan-kawan dari dusun Bekti menghaturkan sembah sujud di hadapan paduka." kata Jaka Galing dengan penuh hormat sambil bersila dan menyembah.
Sang Prabu Brawijaya turun dari kudanya, demikian juga para pengikutnya, lalum mendekati Jaka Galing.
"Eh, anak muda! Kaukah yang bernama Jaka Galing dan yang telah menculik Dewi Cahyaningsih dan membunuh Pangeran Bagus Kuswara?" tanya Sang Prabu Brawijaya.


Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jaka Galing menyembah lagi sebelum menjawab. "Benar sebagaimana sabda paduka, gusti. Hamba bernama Jaka Galing, akan tetapi tentang penculikan dan pembunuhan itu hanyalah fitnah belaka,gusti!"
"Bangsat pengecut! Laki-laki apa kau ini yang berani berbuat tidak berani bertanggung jawab?" Tiba-tiba Pangeran Lembupangarsa melompat ke depan dan mengayun tangannya menempeleng kepala Jaka Galing! Tamparan pangeran yang gagah ini bukanlahlah sembarangan tamparan dan kalau mengenai kepala Jaka Galing tentu akan hebat sekali akibatnya,karena di tangan Pangeran Raden Lembupangarsa terkandung tenaga mujijat dari aji kesaktian yang dimilikinya.
Akan tetapi JakaGaling telah maklum akan hal ini karena sebelum tangan itu tiba di kepalanya, ia telah merasakan berkesiutnya angin dingin meniup rambutnya, maka dengan cepat sekali anak muda ini menundukkan kepalanya hingga tamparan itu hanya menyerempet rambutnya saja! Pangeran Raden Lembupangarsa marah sekali melihat betapa tamparannya dielakkan sedemikian mudahnya, maka ia lalu berseru.
"Keparat, kau berani mel;awan?"dan kepalan tangannya menjotos ke arah dada! Kini Galing tidak berani melawan pula dan ia mengangkat dadanya sambil mengerahkan tenaga dalam untuk menahan serangan ini.
"Buk!" dan tubuh Jaka Galing bergulingan bebrapa kali karena kerasnya pukulan itu, sedangkan Pangeran Raden Lembupangarsa menyeringai karena merasa betapa kulit lengannya perih seakan-akan habis memukul sebuah batu! Semntara itu. Galing sudah duduk bersila kembali dengan kepala tunduk dan kedua tangannya menyembah seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu!
Ketika Pangeran Lembupangarsa hendak maju menyerang pula, Prabu Brawijaya membentak kepada puteranya, "Lembupangarsa, tahan! Jangan kau lancang memukul orang tanpa memriksa dulu. Memalukan benar sikapmu itu!"
Mendengar bentakan ini, Pangeran Raden Lembupangarsa mundur dengan muka merah. Prabu Brawijaya memandang Jaka Galing dengan mata heran dan ragu-ragu.
Anak muda yang duduk bersila itu tak pantas menjadi anak dusun yang bodoh dan kasar.Dari tubuhnya nampak sianr bercahaya dan sepasang mata yang lebar itu mengeluarkan cahaya berpengaruh,kulitnya putih kekuningan dan bersih sedangkan sikapnya sopan-santun dan beradap. Inikah pengkhianat dan pemberontak, kepala perampok itu"
"Eh, Jaka Galing, di manakah anak buahmu?" bentak pula Sang Prabu Brawijaya.
"Kalau paduka maksudkan kawan-kawan hamba, maka hanya inilah kawan-kawan hamba,sedagkan beberapa yang lain telah melarikan diri,takut akan murka paduka."
Prabu Brawijaya makin heran,lalu ia memanggil Suranata menghadap. "Suranata, hanya beberapa,belas anak-anak muda inikah yang telah memukul hancur pasukanmu" Perwira macam apakah kau ini?"
Suranata dengan malu dan tubuh gemetar menuturkan pengalamannya, betapa ia diserbu oleh kawan-kawan Jaka Galing dengan menggunakan api,kemudian ia
"diadudombakan"denagn barisan bala bantuan dari Tandes. Kemudian atas pertanyaan Prabu Brawijaya, Jaka Galing minta Indra menceritakan siasat-siasatnya melawan pasukan Suranata. Hal ini dilakukan oleh Indra dengan gaya dan gerakan-gerakan lucu hingga banyak pengiring Prabu Brawijaya diam-diam tertawa dengan hati geli.
"Jaka Galing,kalu begitu kau benar-benar telah memberontak?"
"Mohon beribu ampun, gusti. Hamba sekali-kali tidak berani memberontak kepada paduak yang adil dan bijaksana. Akan tetapi Adipati Gendrosakti tidak adil, dan dia telah mengirim pasukan-pasukan ke dalam hutan untuk membasmi hamba dan kawan-kawan hamba tanpa dosa. Oleh karena itulah maka hmaba membela diri dan melawan."
"Tapi kau telah menculik Dewi Cahyaningsih!" bentak pula Sang Prabu Brawijaya.
"Dia membohong, kanjeng sinuhun. Memang dia yang menculik dan telah membunuh para pengawal,di sini ada saksinya, yaitu seorang pengawal yang dapat menyelamatkan diri. "Dwipa lalu dipanggil oleh Suranata dan disuruh maju. Keika ditanya oleh sri baginda raja, Dwipa lalu menceritakan bahwa benar-benar ketiak ia dan kawan-kawannya mengawal Dewi Cahyaningsih, telah dicegat oleh Jaka Galing dan Indra,dan sebelas kawannya terbunuh semua.
"Jaka Galing, benarkah kau dan Indra kawanmu ini telah membunuh sebelas pengawal itu?" tanya Sang Prabu Brawijaya.
"Benar,gusti. Akan tetapi bukan karena hamba ingin menculik, hanya karena pengawal-pengawal itu hendak membunuh kanjeng bibi dan puterinya."
Prabu Brawijaya tidak percaya akan keterangan Jaka Galing yang terdengar ganjil ini. Mana ada pengawal-pengawal yang membunuh puteri yang dikawalnya" Maka ia lalu memanggil seorang senopati dan berkata.
"Kalau kau tidak mengaku terus terang, kau akan dirangket, Jaka Galing!"
"Terserah kepada kebijaksanaan paduka, karena sesungguhnya hamba tidak menjalankan perbuatan jahat!" jawab Jaka Galing dengan suara tetap. Maka sang prabu lalu memberi perintah dan senopati itu mengayun cambuknya keras-keras.
Terdengar suara keras meledak dari ujung cambuk memukul punggung Jaka Galing.
Darah mengalir keluar dari kulit yang terpecah oleh ujung cambuk itu, tapi Jaka Galing tetap bersila dan sedikitpun tidak bergerak maupun mengeluh. Indra menggigit bibirnya dan menahan gelora hatinya yang ingin memberontak dan mengamuk untuk membela kawannya itu, sedangkan semua kawan Jaka Galing memandang dengan terharu dan sedih.
Cambuk terayun terus dan ketika ujung cambuk telah lima kali menyobek kulit punggung Jaka Galing, tiba-tiba terdengar suara wanita menjerit, dan dari dalam hutan itu datang berlari-larian dua orang wanita. Puspasari lari dan menubruk Jaka Galing sambil menangis, sedangkan Dewi Cahyaningsih langsung menghampiri Sang Prabu Brawijaya dan menyembah di depan kakinya.
Sang Prabu Brawijaya melihat bahwa puterinya selamat tidak kurang suatu apa, mengangkat tangan menahan senopati yang bertugas mencambuki Jaka Galing.
"Rama parabu.....anak muda ini tidak berdosa, mohon ampun, rama prabu......" kata Dewi Cahyaningsih sambil menangis. Lalu dengan suara pilu ia menceritakan betapa sesungguhnya kedua belas pengawal istana itulah yang hendak membunuh dia dan puterinya,dan kalau tidak ada Jaka Galing dan Indra yang menolong,tentu mereka berdua telah tewas!
Bukan main marahnya Pangeran Lembupangarsa mendengar ini. Dengan sekali tendang saja ia membuat tubuh Dwipa terguling-guling dan penjahat itu lalu dibelenggu dan menerima beberapa kali pukulan lagi!
jilid 4 Sementara itu, ketika Puspasari menghampirinya, Jaka Galing memandang dengan senyum untuk menghibur hati dara itu dan untuk menyatakan bahwa hukuman itu bukan apa-apa baginya. Puspasari menggunakan sehelai sapu tangan untuk menyeka darah dan peluh di punggung Jaka Galing. Indra yang melihat kemesraan ini hanya menghela napas dan ia sama sekali tak iri hati atau marah, hanya menyesali nasib sendiri.
Akan tetapi, ketika mendengar betapa Dewi Cahyaningsih menyebut _rama prabu kepada Sang Prabu Brawijaya, tiba-tiba wajah Jaka Galing menjadi pucat sekali dan ia roboh dan pingsan! Puspasari menjerit dan Indra juga menubruk kawannya itu dan menggoyang-goyang tubuhnya. Semua orang merasa heran, termasuk Prabu Brawijaya sendiri. Tadi ketika menerima pukulan cambuk, pemuda itu sedikitpun tidak memperlihatkan rasa sakit bahkan bulu matanya sedikitpun tidak pernah berkedip. Mengapa sekarang tiba-tiba jatuh pingsan"
Tapi sebentar kemudian Jaka Galing siuman kembali dan begitu ia sadar, ia tertawa tergelak-gelak. Suara ketawanya membangunkan bulu tengkuk, karena terdengar menyeramkan dan ia lalu berkata kepada Prabu Brawijaya.
_Gusti sinuhun, hamba telah mendengar betapa paduka adalah seorang maha raja yang terkenal sakti mandraguna dan waspada bijaksana. Maka hamba merasa bangga sekali telah merasai sedikit hukuman cambuk dari paduka.
Puspasari heran sekali melihat sikap pemuda itu yang tiba-tiba berubah dan sama sekali tidak mau memperhatikan dia lagi. Akan tetapi, di hadapan sang Prabu Brawijaya, ia tidak berani menyatakan sesuatu hanya duduk dengan menundukkan kepala, sementara Indra juga memandang kepada Jaka Galing dengan heran.
Sebaliknya Sang Prabu Brawijaya tersenyum. _Jaka Galing, kau ternyata telah terkena fitnah, dan seharusnya aku berterima kasih kepadamu karena kau telah memenolong jiwa puteriku dari kebinasaan. Aakan tetapi, masih ada satu hal lagi, yaitu tentang pembunuhan Pangeran Bagus Kuswara. Apakah betul kau yang membunuhnya "
Jaka Galing tersenyum dan sikapnya sekarang begitu terbuka dan gembira! _Tentang hal itu,jika paduka mengijinkan,biarkanlah hamba menghadapi Adipati Gendrosakti si jahanam itu. Bila hamba telah berhadapan dengan keparat itu,tentu paduka akan mendengar sendiri !
Jawaban ini sebenarnya kurang ajar,tetapi Sang Prabu Brawijaya tidak menjadi marah, bahkan bertanya, _Eh, anak muda, apakah kau berani menghadapi Adipati Gendrosakti yang berkepandaian tinggi dan sakti mandraguna itu "
_Hamba takkan mundur setapakpun menghadapi seorang penjahat, gusti.
Prabu Brawijaya lalu memanggil Pangeran Lembupangarsa. _Lembupangarsa.
katanya dengan wajah berseri, _kau tadi telah berlaku lancang kepada Jaka Galing tanpa memeriksa dulu,sekarang kau cobalah keperwiraan anak muda itu, Jaka Galing, kau kuperkenankan melawan dan bertanding dengan Pangeran Lembupangarsa !
Ternyata bahwa biarpun perintah ini terdengar aneh, namun sebenarnya Prabu Brawijaya hendak menguji kesaktian Jaka Galing sebelum anak muda yang menarik hatinya itu menghadapi Adipati Gendrosakti yang telah diketahui kedigdayaannya!
Pula, memang Sang Prabu Brawijaya suka melihat keperwiraan, terutama dari anak-anak muda yang tampan dan gagah seperti Jaka Galing yang sikapnya betul-betul telah menarik hatinya dan menimbulkan kasih sayang di dalam dadanya.
Mendapat perintah dari Sang Prabu Brawijaya ini,Jaka Galing tampak gembira sekali. Ia lalu menyembah dan berdiri mengikuti Pangeran Lembupangarsa yang sudah siap menantinya di dalam kalangan yang dibuat oleh para perajurit yang mengelilingi tempat itu. Meraka berdua berhadapan, sama muda,sama tampan, sama gagah dan bidangt bahunya. Hanya dalam soal pakaian Jaka Galing kalah, akan tetapi potongan tubuh dan dan ketampanan wajah mereka seimbang!"
"Jaka Galing, sebelum kita mengukur tenaga mengadu kesaktian, harap kau maafkan dulu kalau aku tadi telah salah tangan memukulmu." kata Pangeran Lembupangarsa yang berwatak jujur.
"Tidak apa, gusti pangeran, hamba sedikitpun tidak menaruh dendam. Dan sebelumnya maafkan jika dalam pertandingan adu tenaga ini hamba akan salah tangan."
"Wasapadalah!" seru Pangeran itu yang lalu menyerang dengan pukulan tangan kanan. Jaka Galing sigap mengelak dan balas menyerang.Tak lama kemudian mereka lalu bertanding seru dan ramai.
Saling tampar, saling jotos,dan saling tendang. Tetapi semua serangan kedua pihak dapat dielakkan atau ditangkis. Debu mengebul ke atas saking hebatnya gerakan-gerakan mereka yang dilakukan sepenuh tenaga. Mereka mengeluarkan kepandaian masing-masin, mengeluarkan kepandaian pencaki sialt dan kesaktian,akan tetapi keadaan mereka tetap berimbang tanpa ada yang kalah! Pangeran Lembupangarsa sigap dan trampil,akan tetapi Jaka Galing cekatan dan cepat. Pertempuran itu bagaikan pertempuran dua ekor harimau yang saling bertempur mati-matian.
Tak dapat ditahan lagi para perajurit bersorak ramai karena tegangnya pertempuran itu. Juga Indra dan kawan-kawannya bersorak-sorak, sedangkan Sang Prabu Brawijaya mengangguk-anggukkan kepala dan memuji.
Lebih hebat dan tegang lagi pertempuran itu ketika keduanya mengeluarkan aji kesaktian mereka. Jaka Galing kena ditampar telinganya tetapi tangan yang menampar itu meleset seakan-akan menampar batu yang licin dan Jaka Galing merasa seakan-akan hanya diusap-usap pipinya oleh tangan gadis cantik! Ia tersenyum saja menerima tamparan itudan dengan luar biasa hebatnya ia balas menjotos dada Pangeran Lembupangarsa. Akan tetapi ketika tangannya menghantam dada, tangan itu terpental kembali, sedangkan Pangeran Lembupangarsa hanya tersenyum saja menerima jotosan itu,seakan-akan hanya dipijit oleh tangan halus seorang dara!
Pada suatu saat Jaka Galing dapat ditangkap,diangkat ke atas lalu dilontarkan dengan sekuat tenaga. Akan tetapi Jaka Galing menggunakan kesaktiannya dan jatuh kembali ketempat semual, yaitu di hadapan lawannya dengan berdiri sepertai seekor kupu-kupu hinggap di atas setangkai bunga mawar!
Jaka Galing tidak mau kalah,ditangkapnya Pangeran Lembupangarsa, diangkatnya tinggi-tinggi lalu di banting! Tetapi pangeran yang gagah perkasa itupun tiba di atas tanah dengan berdiri,maka mereka lalu saling terjang kembali!
Dan meledaklah suara riuh dan sorak-sorai memuji kedua ksatria yang memiliki kesaktian dan keuletan seimbang.
Kini kedua-duanya telah lupa bahwa mereka hanyalah sekedar mengukur tenaga belaka. Mereka telah menjadi panas hati karena nafsu telah menguasai hati mereka untuk saling menjatuhkan! Mereka berjuang mati-matian untuk memperoleh kemenangan,akan tetapi lawan terlampau kuat hingga kedua-duanya tak berdaya!
Pangeran Lembupangarsa yang terkenal sebagai banteng muda Majapahit dan menjadi murid terkasih dari Patih Gajah Mada yang digdaya dan sakti mandraguna, menjadi malu sekali.Ia lalu mencabut keris pusakanya yang ampuh yakni Kyai Barowo.
Melihat betapa lawannya mencabut keris yang mengeluarkan hawa panas mengerikan. Jaka Galing lalu memberi isyarat kepada Indra. Kawannya ini mengerti isyarat Jaka Galing,lalu ia mengambil tombak Kyai Santanu yang tadi dititipkan kepadanya,lalu melontarkan tombak itu ke arah kawannya. Jaka Galing menyambut tombak pusaka Kyai Santanu dan bersiap sedia.
"Kalau paduka hendak mengajak adu jiwa, silakan,pangeran!" kata Jaka Galing dengan sikap tenang. Keduanya berdiri dengan senjata ampuh di tangan,saling berhadapan, saling pandang. Keadaan tiba-tiba menjadi tegang sekali dan kini para penonton tidak ada yang bersorak lagi,semua memandang berdebar dan tak berani bernapas.
Tiba-tiba Sang Prabu Brawijaya memecah kesunyian.
"Lembupangarsa! Jaka Galing! Tahan nafsumu dan simpan senjata kalian! Tak malukah kalian ksatria yang gagah perkasa tapi lemah iman hingga mudah saja dikuasai nafsu angkara?"
Ucapan Sang Prabu Brawijaya ini merupakan ait wayu yang dingin menyiram api yang berkobar-kobar hingga sebentar saja rasa dingin menyusup kepala dan dada kedua anak muda yang gagah itu hingga mereka menjadi lemah dan sadar.
"Kau benar-benar gagah perkasa, Galing!" kata Pangeran Lembupangarsa.
"Masih belum dapat melawan kedigdayaan paduka,gusti Pangeran!" jawab Jaka Galing dengan sederhana. Kemudian keduanya menghadap Sang Prabu Brawijaya yang merasa kagum sekali melihat sepak terjang Jaka Galing.
Sang Prabu Brawijaya merasa marah sekali kepada Adipati Gendrosakti dan beliau lalu memberi perintah kepada semua orang untuk segera berangkat menuju ke Tandes.
Dewi Cahyaningsih dengan hati hancur ikut pula dalam rombongan ini,naik tandu bersama puterinya. Diam-diam di dalam puteri ini menangis tersedu-sedu dan mengeluh kepada Dewata mengapa ia bernasib semalang ini,karena betapapun juga, Adipati Gendrosakti adalah suaminya ! Kini ayahnya sendiri menuju ke sana hendak menghukum suaminya, dan isteri yang manakah yang takkan merasa hancur melihat kehancuran suaminya di depan mata"
Sementara itu, Puspasari diam-diam juga menangis, tapi biarpun ia juga merasa sedih karena perbuatan-perbuatan ayahnya, namun sebagian besar hati dan pikirannya penuh dengan bayangan Jaka Galing yang telah berubah sikapnya itu dan di dalam lubuk hatinya ia merasa bahwa tentu terjadi sesuatu dalam diri pemuda itu hingga ia merasa cemas sekali!
*** Semenjak terjadi peristiwa yang hebat dan berlarut-larut itu, yang semenjak ia menyuruh membunuh anak isterinya sendiri dan maksud itu gagal karena kedatangan perampok-perampok yang ternyata adalah Jaka Galing dan kawan-kawannya,sampai peristiwa pembunuhan Pangeran Bagus Kuswara di tamannya, hati Adipati Gendrosakti tidak tenteram. Ia merasa gelisah sekali dan selalu mengharap-harapkan berita yang datang dari para perajurit yang diutus membasmi Jaka Galing. Kalau saja perajuritnya berhasil menumpas Jaka Galing dan Dwipa berhasil membunuh Dewi Cahyaningsih dan puspasari,maka akan bereslah semua persoalan. Kepada Sang Prabu Brawijaya akan diceritakan semua peristiwa itu dengan menumpahkan semua kesalahan di pundak Jaka Galing si pemberontak itu! Akan tetapi,telah tiga hari ia menunggu-nunggu, belum juga ada berita dari orang-orangnya,maka bukan main gelisahnya.
Akan tetapi Sariti, selirnya yang cantik manis itu, pandai sekali menghibur hatinya hingga ia dapat juga melupakan kegelisahannya, apalagi di waktu malam hari, kalau Sariti sudah menari dan berdendang dengan gaya yang menarik hati lenyaplah semua kekesalan dan kegelisahan hatinya. Sebentar saja adipati ini telah melupakan segala hal yang membuatnya membunuh Pangeran Bagus Kuswara dan Ki Ageng Bandar dan cintanya terhadap Sariti semakin mendalam!
Ketika seorang penjaganya melaporkan pada suatu senja bahwa Sang Prabu Brawijaya dengan sekalian pengiringnya datang ke Kadipaten Tandes,menggigillah tubuh Adipati Gendrosakti.Tapi Sariti dapat menghiburnya hingga ketika ia menyambut kedatangan Sang Prabu Brawijaya dengan sembah baktinya, ia dapat menetapkan hatinya.
Sang Prabu Brawijaya sengaja menyuruh Jaka Galing, Dewi Cahyaningsih dan Puspasari ber- sembunyi hingga Adipati Gendrosakti tidak tahu bahwa ketiga orang itupun datang bersama sang baginda.
Setelah menerima penghormatan Adipati Gendrosakti, Sang Prabu Brawijaya pura-pura bertanya ke mana perginya puterinya Dewi Cahyaningsih.
Adipati memandang heran dan menyembah serta berkata.
"Aduhai ramanda prabu, bukankah hamba sudah mengirim utusan untuk menyampaikan warta yang menyedihkan bahwa Dewi Cahyaningsih dan puterinya Puspasari telah diculik sipemberontak Jaka Galing di hutan Kledung?"
"Gendrosakti, coba kau ingat-ingat. Kurangkah kurniaku kepedamu" Kau telah kuangkat menjadi adipati di Tandes,bahkan kuberi kurnia hingga puteriku Cahyaningsih kuberikan kepadamu sebagai isteri. T api mengapa kau berani membohong di depanku?"
Pucatlah wajah Adipati Gendrosakti mendengar ini hingga tubuhnya menggigil!
"Aduh rama prabu..... hamba....hamba tidak sekali-kali..... berani membohong....."
"Keparat! Kau berani bersumpah bahwa apa yang kaukatakan tadi betul dan tidak membohong?" bentak Sang Prabu Brawijaya.
"Ti.....tidak, rama prabu......hamba berani bersumpah....."
"Coba kausuruh selirmu yang bernama Sariti itu keluar!"
Terkejutlah Adipati Gendrosakti, tapi terpaksa ia memberi perintah kepada pelayan untuk memanggil selirnya itu.
Ketika Sariti keluar dengan gaya yang lemah-lembut,semua orang memandang dengan penuh rasa kagum akan kecantikannya,tapi benci akan pengaruhnya yang jahat terhadap Adipati Gendrosakti. Sariti dengan gaya yang menarik hati sekali menjatuhkan diri berlutut dan menyembah,lagak dan gayanya tidak kalah indah dan halusnya daripada sekalian puteri keraton asli.
Sang Brabu Brawijaya lalu memberi isyarat ke belakang dan Dewi Cahyaningsih beserta Puspasari lalu menghadap di situ. Bukan main kagetnya melihat betapa anak isterinya hadir di situ menjadi saksi. Ia hanya memandang dengan mata terbelalak dan mulut ternganga, tapi Sariti tampak tenang-tenang saja.
"Hai, Gendrosakti, tidak pandai pulakah kau menyapa anak isterimu yang terlepas dari bahaya maut?"
"Hamba.........hamba merasa bahagia sekali, rama prabu......"Gendrosakti menjawab gagap.
"Anakku Cahyaningsih, sekarang ceritakanlah kembali pengalaman dan penderitaanmu karena perbuatan keparat ini," kata Prabu Brawiajaya. Sambil menangis Dewi Cahyaningsih menceritakan pengalamannya.
"Din......dinda Cahyaningsih, isteriku ...... sampai hatikah kau memfitnah suamimu sendiri macam ini?" Gendrosakti menggigil sambil memandang wajah isterinya dengan pucat.
"Diam kau!" bentak Sang Prabu Brawijaya, dwipa lalu dipanggil menghadap.
Penjahat yang sudah rusak tubuhnya karena menerima pukulan tangan Lembupangarsa ini lalu dipaksa menceritakan segala perintah dan rencana Gendrosakti untuk membunuh anak isterinya.
Mendengar ini, lemaslah Adipati Gendrosakti dan ia hanya menundukkan kepalanya, tidak berani mengangkat muka atau bergerak.
"Nah,penjahat kejam! Apakah kau hendak menyangkal pula" Kau hendak membunuh isterimu sendiri,hendak membunuh puteriku dan membunuh anakmu sendiri,hukuman apakah yang patut dijatuhkan kepada seorang manusia berhati binatang seperti engkau?"
Adipati Gendrosakti tidak dapat menjawab,hanya menyembah meminta ampun dengan tubuh menggigil ketakutan.
"Dan masih banyak lagi, jahanam! Puteraku Bagus Kuswara dan utusanku Ki Ageng Bandar dimana?"
Adipati Gendrosakti mengangkat mukanya yang pucat bagaikan mayat.
"Me....... mereka.........di.......dibunuh oleh pemberontak Jaka Galing ......"jawabnya gagap gemetar tidak karuan.
"Manusia sesat! Lagi-lagi kau timpakan kesalahan kepada orang lain! Benar-benarkah puteraku dan utusanku itu dibunuh oleh Jaka Galing?"
"Be.......benar, rama prabu......"
"Jangan kau sebut aku rama prabu lagi!" Bentak Sang Prabu Brawijaya.
Kemudian Sang Prabu Brawijaya memberi isyarat dan dari belakang muncullah Jaka Galing dengan tombak Kyai Santanu di tangan kanan. Pemuda ini bertindak perlahan dan dengan dada terangkat gagah sekali, sedangkan sepasang matanya berkilat menyambar ke arah Adipati Gendrosakti! Melihat kedatangan anak muda itu, Gendrosakti makin bingung dan gelisah. Akan tetapi, tiba-tiba Sariti yang ikut melihat kedatangan pemuda itu,menuding sambil menangis, "Inilah .......! Inilah pembunuh gusti pangeran itu.....! Wanita ini lalu menangis tersedu-sedu.
Sang Prabu Brawijaya lalu memandang ke arah Sariti dengan pandang mata menghina.
Jaka Galing lalu duduk bersila di depan Sang Prabu Brawijaya dengan tenang, tapi di dalam dadanya bernyala api kebencian melihat Gendrosakti.
"Gendrosakti, orang yang kau tuduh itu telah berada di sini. Coba kauulangi tuduhanmu tentang pembunuhan itu."
Dengan suara terputus-putus dan tidak leluasa, Gendrosakti lalu menuturkan betapa Jaka Galing menyerbu taman dan membunuh dua orang tamu agungnya.
"Jaka Galing, kau boleh bicara untuk membela diri dari tuduhan Gendrosakti." Prabu Brawijaya berkata kepada Jaka Galing.
"Semua kata-kat yang keluar dari mulut Gendrosakti adalah bohong semata-mata!
Pada waktu malam yang disebutkan olehnya itu, hamba sedang menghadapi serbuan Senapati Suranata di dalam hutan dan sedang mempermainkannnya dengan kurungan api. Banyak yang menjadi saksi hamba, di antaranya yang menjadi saksi adalah puteri paduka sendiri yang pada waktu itupun berada di hutan. Maka tuduhan ini hanyalah fitnah keji dan palsu belaka. Tidak ada sebab-sebab yang membuat hamba begitu gila untuk membunuh Gusti Pangeran Bagus Kuswara dan Ki Ageng Bandar yang belum pernah hamba jumpai dan tidak punya hubungan apa-apa. Hamba mohon keadilan paduka,gusti."
"Tahukah kau siapa yang membunuh mereka?"tanya sang prabu.
"Hamba tidak tahu, gusti, hal itu sebaiknya ditanyakan kepada Gendrosakti sendiri, karena ia dan selirnya pasti tahu akan hal ini."
"Benar, aku tahu dan menjadi saksi!" tiba-tiba Sariti berseru. "Kaulah yang membunuh gusti pangeran."
"Benarkah kata-kat selirmu itu, Gendrosakti ?" tanya sang prabu.
"Benar......rama ....eh,gusti sinuhun..... memang Galing ini yang membunuhnya.
Bahakan dia telah melukai lengan hamba.....! Dan lagi, tombak pusaka hamba juga telah dirampasnya!" Dalam kebingungannya, ketika melihat pemuda itu masuk membawa tombak pusaka Kyai Santanu, Gendrosakti dengan linglung mengatakan tombaknya dirampas oleh Jaka Galing, sama sekali lupa bahwa tombak itu dulu digunakan untuk membunuh Panembahan Ciptaning!
"Benarkah itu, Jaka Galing" Kau melukai tangannya dan mrampas tombak Kyai Santanu?"
"Keterangan itupun bohong belaka, gusti. Hamba tidak melukai lengannya dan tidak merampas tombaknya."
Prabu Brawijaya lalu minta tombak itu dan memandang senjata pusaka itu dengan kagum. "Tombak yang ampuh!" Serunya, lalu ia mengembalikan tombak itu kepada Jaka Galing. "Dari mana kau mendapatkan tombak ini, Jaka Galing?"
Mendengar pertanyaan ini, Jaka Galing menjadi pucat, karena tadinya ia hendak menyembunyikan keadaan dan rahasia dirinya, tapi kini terpaksa harus mengaku.
"Begini cerita sebenarnya,gusti sinuhun. Tombak ini dulu digunakan oleh Gendrosakti untuk membunuh kakek hamba tanpa dosa. Hamba lalu membawa pergi jenazah kakek hamba itu dengan tombak ini masih menancap di dada kakek hamba yang malang."
"Mengapa tidak diambil kembali oleh Gendrosakti?" tanya sri baginda.
"Telah diusahakan untuk mencabut, gusti,tapi tombak itu tidak dapat tercabut keluar dari ulu hati kakek hamba yang sengaja hendak memberikan tombak itu kepada hamba. Dan karena ini pulalah maka timbul permusuhan antara hamba dengan Gendrosakti. Dia berusaha menghancurkan hamba,sedang- kan hamba selalu bercita-cita hendak membalas dendam."
Dalam penuturannya ini, sedapat mungkin Jaka Galing tidak menyebut nama kakeknya.
"Apakah kesalahan kakekmu maka ia dibunuh oleh Gendrosakti?"
"Kakek hamba dipanggil oleh Gendrosakti dan diminta untuk memecahkan rahasia dan arti sebuah mimpinya. Gendrosakti bemimpi melihat bunga api kecil yang membakar gedungnya sampai habis. Karena tidak ada orang yang dapat memecahkan artinya, maka kakek hamba dipanggil dan diminta nasihatnya. Kakek hamba berterus terang dan menyatakan bahwa bunga api itu tanda bahwa di Kadipaten Tandes kedatangan seorang iblis berujut manusia yang harus dilenyapkan dari Tandes,dan ketiak ditanya siapa gerangan orang itu,kakek hamba berterus terang pula dan mengatakan bahwa iblis berujut manusia itu tidak lain adalah selir terkasih dari Gendrosakti yang sekarang juga menghadap di sini, yaitu Sariti! Karena pernyataan ini, maka kakek ditangkap dan dihukum di laun-alun dengan jalan dijadikan korban untuk macan putih yang ganas!" Ketika cerita itu sampai di sini, wajah Sariti memucat dan terdengar seruan-seruan dari para pendengar.
"Akan tetapi, gusti," demikian Jaka Galing melanjutkan ceritanya, "berkat kesucian kakek hamba, macan putih itu tidak berani mengganggunya. Hamba yang berada di dusun ketika mendengar akan hal ini, lalu datang dan hamba berhasil membunuh macan putih itu. Akan tetapi, pada saat hamba bergulat melawan macan putih, Gendrosakti yang berhati curang dan jahat itu telah menggunakan tombak pusaka Kyai Santanu ini untuk menusuk ulu hati kakek hamba hingga binasa!" Sampai di sini, Jaka Galing menundukkan muka dan suaranya terdengar gemetar mengharukan dan ketika pemuda itu mengangkat mukanya lagi, maka wajhnya memerah dan kedua matanya berkilat!
"Alangkah kejam dan alangkah jahatnya seorang yang telah mabok akan kecantikan!
Sang Prabu Brawijaya bersabda, lalu beliau bertanya kepada Jaka Galing. "Siapakah kakekmu yang sakti dan suci itu?"
Suara Jaka Galing gemetar ketika menjawab, "Kakek hamba ialah Sang Panembahan Ciptaning!"
Terkejutlah Sang Prabu Brawijaya mendengar nama ini." Apa katamu" Kakekmu adalah Rama Panembahan Ciptaning ......" Dan kau.....kau ini anak siapa " Siapakah ibumu......?"
Sambil menundukan muka Jaka Galing berkata lirih. "Mendiang ibu hamba bernama Budiarti....."
"Jagat Dewa Batara!" Sang Prabu Brawijaya mengucapkan puji-puji dan bertanya lirih.
"Jaka Galing, tahukah kau siapa ayahmu?"
"Hamba...... hamba tahu, gusti," sembahnya. "Sebelum kakek menutup mata, beliau telah menceritakan kepada hamba tentang riwayat bunda......."
"Dan...... kau mengapa tidak memperkenalkan diri kepadaku,kepada ayahmu sendiri?"
"Hamba...... hamba tidak berani....hamba hanyalah seorang anak dusun yang bodoh, sedangkan paduka..... maha raja yang agung....."
Dengan terharu Sang Prabu Brawijaya turun dari kursi dan menubruk Jaka Galing sambil berkata.
"Ah, Galing ..... puteraku ....sifat-sifat yang merendah dan mulia ini tentu kauwarisi dari Budiarti, ibumu yang mulia....."
Ketika dipeluk oleh Sang Prabu Brawijaya, Jaka Galing lalu memeluk dan menciumi kaki ayahnya sambil berkata lirih, "Ramanda prabu...."
Pertemuan yang mengharukan antara ayah dan anak ini membuat semua orang menjadi terharu sekali, kecuali Gendrosakti dan Sariti. Dua orang ini saling pandang dan ingin sekali mereka pada saat itu melihat tanah yang mereka injak menjadi belah agar mereka dapat melompat masuk ke dalamnya! Gebdrosakti melihat ke kanan kiri hendak melarikan diri akan tetapi Pangeran Lembupangarsa telah berada di belakangnya dan memandangnya dengan mata melotot!
Sementara itu, ketika mendengar bahwa Jaka Galing adalah putera sri baginda sendiri,Puspasari tidak dapat menahan air matanya bukan hanya karena terharu seperti ibunya yang mencucurkan air mata juga,tapi sebagian besar karena kehancuran hatinya. Pantas saja terjadi perubahan pada pemuda itu ketika mendengar bahwa ibunya adalah puteri sang prabu dan ia sendiri adalah cucu Prabu Brawijaya!
Tidak ia sangka bahwa ia masih anak kemenakan dari Jaka Galing dan pemuda itu adalah pamannya. Tentu saja ia tidak mungkin menjadi kekasih pemuda itu!
"Anakku yang bagus! Kau ternyata tidak mengecewakan menjadi puteraku! Sekarang kau harus ikut ramamu ke Majapahit setelah aku menjatuhkan hukuman yang tepat untuk jahanam ini! Gendrosakti, sudah jelas dosa-dosamu dan apakah yang hendak kau katakan lagi?"
Dengan tubuh gemetar Gendrosakti menyembah, tanpa kuasa mengucapkan perkataan. Bibirnya bergerak memohon amapun tanpa suara.
"Coba katakan apa kehendakmu, puteraku."
"Hamba telah bersumpah hendak membalas dendam eyang panembahan. Maka ijinkanlah hamba menjatuhkan hukuman itu kepada Gendrosakti."
"Kau hendak menjadi algojo untuk menjatuhkan hukuman dan membunuh keparat ini?" Tanya Sang Prabu Brawijaya dengan wajah tak puas.
"Benar, rama prabu, tapi hamba tidak akan berlaku sewenang-wenang. Biarlah dia dibebaskan untuk melawan hamba. Hamba takkan berlaku pengecut membunuh orang tak berdaya, ingin benar hamba mencoba kesaktian manusia rendah ini."
Wajah sang prabu menjadi terang lagi,agaknya beliau puas mendengar sikap yang gagah berani dan yang agung dari puteranya itu.
"Dengarlah ucapan seorang kesatria,Gendrosakti! Tidak malukah kau" Nah,kau kuberi kebebasan untuk bertanding melawan puteraku yang telah berkali- kali kaufitnah ini. Kalau kau sampai tewas dalam tangannya, maka itu memang sudah sepantasnya. Sebaliknya kalau kau yang menang,kau takkan dihukum karena membunuhnya,tapi akan dihukum karena telah membunuh Bagus Kuswara dan karena hendak membunuh anak isterimu."
Adipati Gendrosakti tidak dapat berkata lain kecuali menerima keputusan ini.
Malam hari itu, Adipati Gendrosakti dan Sariti dimasukkan ke dalam tahanan dan pertandingan akan dilakukan besok pagi. Sang prabu menitahkan supaya semua rakyat diberitahukan dan datang menyaksikan pertandingan yang akan dilakukan di alun-alun.
Ketika pada keesokan harinya para penjaga datang hendak mengeluarkan Gendrosakti dari kamar tahanan, terkejutlah mereka karena melihat bahwa Sariti, wanita yang cantik jelita itu, telah mati dengan kedua mata melotot keluar dan lidah terulur mengerikan. Ternyata, karena insyaf akan dosa-dosanya dan menyesali perbuatannya karena bujukan-bujukan jahat dari selirnya yang tercinta itu,pula karena tahu bahwa tak ada jalan hidup lagi baginya, Adipati Gendrosakti telah mencekik batang leher Sariti hingga binasa!
Ketika mendengar hal ini, Sang Prabu Brawijaya hanya menggeleng-gelengkan kepala dan menyebut nama Dewata.
Alun-alun telah penuh oleh rakyat yang hendak menonton pertandingan hebat antara Jaka Galing yang kini dusebut Pangeran Bagus Galing melawan Adipati Gendrosakti.
Pemuda ini memasuki gelanggang pertempuran dengan dada terangkat dan tombak pusaka Kyai Sentanu di tangan. Kedatangannya disambut dengan tampik sorak riuh rendah dari rakyat yang semua bersimpati kepadanya. Ketika Adipati Gendrosakti memasuki kalangan, maka terdengar cemoohan dan caci maki dari rakyat yang membencinya.
Gendrosakti memilih senjata golok yang besar dan tajam. Wajahnya pucat dan matanya merah. Ia telah mengambil keputusan hendak berkelahi mati-matian. (()) Sang Prabu Brawijaya menyaksikan pertandingan ini di atas sebuah panggung, bersama para senapati. Setelah atas isyarat sang prabu,gong pertandingan dipukul, maka kedua musuh besar itu saling berhadapan. Gendrosakti dengan golok di tangan kanan, sikapnya mengerikan dan mukanya mengandung kebencian, sedangkan Jaka Galing tetap tenang,bahkan senyum manis menghias mulutnya!
Tiba-tiba Gendrosakti menggereng keras dan menerkam dengan golokny, tapi dengan sigap Jaka Galing mengelak. Golok besar menyambar leher, tapi dengan menundukkan kepala, golok itu menyambar lewat di atas kepala Jaka Galing.
Gendrosakti adalah seorang perajurit yang ulung dan pandai main pencak silat, maka begitu goloknya tidak mengenai sasaran, golok itu diayun balik dan sambil berjongkok goloknya menyerang kaki Jaka Galing! Serangan ini dasyat dan tidak terduga sekali hingga terdengar seruan-seruan tertahan di kalangan penonton, tapi dengan gerakan indah dan lincah, Jaka Galing menekan tubuh ke atas hingga sekali lagi golok itu lewat bersiutan di bawah kakinya! Para penonton bertepuk tangan riuh melihat kelincahan Jaka Galing.
Gendrosakti yang melihat betapa serangannya selalu mengenai tempat kosong, menjadi marah sekali. Ia lalu menyerang membabi buta dan mengayun-ayunkan goloknnya, diputar-putar bagaikan kitiran angin cepatnya! Sinar goloknya ditimpa matahari berkeredepan menyilaukan mata dan mengerikan sekali karena golok itu seakn-akan berubah menjadi belasan batang yang menyambar-nyambar ke tubuh Jaka Galing dengan serangan-serangan maut!
Kini Jaka Galing tidak mau mempermainkan lawannya lagi. Ia mulai mengerakkan tombaknya yang ampuh. Tombak pusaka Kyai Santanu sekan-akan memiliki mata yang dapat melihat dan kemana saja golok lawan meeyerang, selalu dapat ditangkis dan terpental! Jaka Galing lalu membalas dengan serangan-serangan hebat.
Gendrosakti adalh seorang jago golok yang pandai dan jarang terkalahkan, permainan goloknya adalah warisan dari ilmu golok seberang, maka kehebatannya luar biasa.
Akan tetapi, Jaka Galing tidak hanya dapat gemblengan ilmu tombak pusaka yang dimiliki oleh Sang Panembahan Ciptaning, tapi juga mendapat gemblengan ilmu batin yang membuat gerakan-gerakannya tenang dan tetap hingga gerakan-gerakannya lebih teratur dan lebih sempurna.
Sebetulnya kalu dikehendaki, Jaka Galing sudah dapat merobohkan lawannya dengan mudah. Akan tetapi karena pemuda ini takkan merasa puas kalau menjatuhkan lawan dengan cara lain,ia selalu menujukan serangannya ke arah ulu hati Gendrosakti.
Maksudnya hendak membalas dendam seperti dulu ketika kakeknya dibinasakan,yakni dengan menusukan tombak Kyai Santanu di ulu hati Gendrosakti!
Adipati ini agaknya maklum akan hal ini, maka keringat dingin mulai memenuhi jidatnya dan ia dengan mati-matian manjaga dadanya dari serangan tombak.
Pada suatu saat dengan amarah meluap-luap, Gendrosakti mengayunkan goloknya ke arah leher.Ketika Jaka Galing mengelak, golok itu ditusukkan ke arah perut pemuda itu! Jaka Galing mengelak dengan melompat ke kiri dan secepat kilat kakinya menendang ke arah pergelangan tangan lawannya hingga tak dapat tercegah lagi golok yang dipegang itu terelpas dan terlempar dari tangan Gendrosakti! Adipati itu terkejut sekali dan dengan mata terbelalak ia meliahat betapa ujung tombak pusaka Kyai Santanu meluncur cepat ke arah ulu hatinya! Ia memekik ngeri dan "cress"
ujung tombak sakti itu menembus ulu hatinya! Dengan kedua tangan berubah merupakan cengkeraman cakar setan dan kedua lengan terangkat keatas, Gendrosakti roboh telentang, gagang tombak pusaka Kyai Santanu menancap lurus-lurus di dadanya, tepat di tengah-tengah!
Sorak-sorai gemuruh menyambut kemenangan ini dan Sang Prabu Brawijaya lalu masuk kembali ke kadipaten serta mengumpulkan semua senapati. Ketika Pangeran Bagus Galing menghadap di depan Sang Prabu Brawijaya, ia mengajukan permohonan lagi kepada ramandanya.
"Hamba mohon kepada paduka agar supaya kawan hamba Indra yang cukup mulia dan digdaya diangkat menjadi adipati di Tandes."
Sang Prabu Brawijaya meluluskan permintaan ini dan mendapat sambutan tepuk tangan, Indra maju dan berlutut menghaturkan terima kasih kepada Sang Prabu Brawijaya.
"Masih ada sebuah permohonan lagi, ramanda yang mulia, yaitu hamba mohon supaya Adipati Indra dijodohkan denag kemenakan hamba Dewi Puspasari, karena hamba yakin bahwa sepasang teruna remaja itu saling mengasihi dan akan menjadi sepasang suami isteri yang saling mencintai. Hamba rasa kakang mbok Cahyaningsih takkan keberatan karena beliau juga telah tahu sampai di mana keagungan dan kegagahan Adipati Indra!"
Indra menundukkan mukanya yang memerah dan melirik kepada kawannya itu dengan pandangan terima kasih sekali. Sedangkan Puspasari terisak perlahan.
Sang Prabu Brawijaya yang arif bijaksana itu lalu menanyakan pendapat Indra,Dewi Cahyaningsih, dan Dewi Puspasari sendiri.
Indra tentu saja menerima dengan berbahagia dan menghaturkan terima kasih, juga Dewi Cahyaningsih menyetujui dengan hati bulat, sedangkan Puspasari sebagai seorang dara bengsawan yang sopan santun, hanya menundukkan kepala dengan muka merah!
Sang prabu lalu menjatuhkan hukuman kepada semua kaki tangan Adipati Gendrosakti atas petunjuk para senapati yang tahu benar akan adanya perajurit-perajurit kepercayaan yang selalu menjalankan perintah rahasia dan jahat. Kemudian sang prabu membawa rombongan kembali ke Majapahit.
Ketika hendak berpisah, Pangeran Bagus Galing memegang erat-erat tangan Indra dan Puspasari yang mengantar sampai di depan gapura.
"Semoga kalian dapat hidup bahagia!"
Puspasari berkata lirih, "Pamanda pangeran,mohon diampunkan segala dosa hamba dan semoga pamanda juga mendapat berkah Hyang Agung serta dapat hidup berbahagia di majapahit. "Kemudian tak tertahan lagi dara itu lari kembali ke dalam kadipaten!
Indra dengan kedua mata berlinang memegang erat-erat kedua tangan kawannya dan berkata,
"Terima kasih,kawan. Kau telah mengangkat diriku yang hina dina ke tempat yang mulia, dan tidak itu saja, kau.........kau telah mengorbankan hatimu....... ah,kalu saja kau bukan pamannya, tentu akau akan mengundurkan diri....."
"Hush, jangan berkata begitu, Indra......."
"Aku maklum, Galing, kita sama-sama mencintainya........ dan......."
"Diam! Jangan bicara macam itu kepadaku. Ingat, aku adalah pamannya dan..... aku menjadi pamanmu pula, mengerti?" Pangeran Bagus Galing terpaksa berlaku keras untuk memecahkan keadaan yang tidak menyedapkan perasaannya itu.
Indra mengerti pula akan hal ini. Ia lalu berdiri tegak bagaikan seorang perajurit menghadap seorang pimpinannya dan menjawab,
"Baik...... pamanda pangeran! Akan hamba jaga Puspasari baik-baik dan hamba usahakan agar ia hidup penuh bahagia!"
Pangeran Bagus Galing tersenyum melihat sikap ini. "Nah, demikianlah...Adipati Indra,demikianlah seharusnya ucapan seorang laki-laki sejati! Nah,selamat tinggal, adipati!"
"Selamat jalan, pamanda pangeran yang arif bijaksana dan gagah perkasa!"
Ketika Pangeran Bagus Galing telah meloncat ke atas punggung kudanya yang berbulu dawuk dan hendak memacu kudanya itu menyusul rombongan Prabu Brawijaya, tiba-tiba Adipati Indar berseru memanggil.
Pangeran Bagus Galing menahan kendali kudanya dan menengok.
"Ada apa pula, adipati?" tanyanya heran.
"Sebuah permohonan, pamanda pangeran!"
"Permohonan apakah " Katakan saja!"
"Putera kami yang pertama akan hamba beri nama......... Bagus Galing, bolehkah.....?"
Kedua mata Pangeran Bagus Galing berkejap-kejap menahan tertumpahnya air mata karena terharu. Tapi ia mengeraskan hatinya dan berkata dengan suara nyaring dan keras.
"Setuju! Dan bila Bagus Galing telah terlahir, aku akan memberi sumbangan tombak Kyai Santanu kepadanya agar kelak ia akan menjadi seorang pahlawan gagah perkasa seperti ayahnya!"
Kemudian Pangeran Bagus Galing memacu kudanya dan membalapkan binatang itu menyusul rombongan Sang Prabu Brawijaya, sedangkan Adipati Indra masih berdiri di situ dengan kedua kaki terpentang, melihat tubuh kawan baiknya di atas kuda sampai bayangan dan kluda itu menghilang di sebuah tikungan dan hanya terdengar suara kaki kuda berlari. Dengan hati terharu ia masih berdiri terus di situ sambil mendengar derap kaki kuda yang membawa pergi kawannya itu dan baru berjalan perlahan ke gedung kadipaten ketika derap kaki kuda itu makin perlahan dan menghilang pula.....
-- TAMAT -- Misteri Lukisan Tengkorak 4 Pendekar Kelana Karya Kho Ping Hoo Pedang Naga Kemala 6

Cari Blog Ini