Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt Bagian 8
dengan ilmu Toocoan samcia atau "Memutar balik tiga
buah kereta," ia pusatkan tenaganya di tangan. Ia
mendak sedikit, dadanya dimajukan, lantas kedua
tangannya dimajukan, ditempel satu pada lain, ujungnya
dikasih turun ke bawah. Lengan bajunya gerombongan,
kedua tangannya itu tidak terlihat nyata.
Semua mata, dari kedua pihak, telah ditujukan
bergantian pada itu dua jago. Mereka pada berdiam saja,
meskipun mereka masing-masing berpikir atau mendugaduga,
apa bakal terjadi sebagai akibatnya piebu
Iweekang itu. Maka itu Haytong-kok jadi sangat sunyi.
Lioktee Sinmo telah bikin gerakan begitu lekas ia
sudah kumpul penuh tenaga dan ambekannya. Orang
telah menduga bahwa ia bakal pentang kedua
tangannya, siapa tahu, ia hanya menolak ke depan,
gerakannya lambat, sebagai juga ia tidak menggunakan
tenaga, hanya setelah tangan itu mengenai bongkot
pohon, baru ia pakai tenaganya. Bongkot pohon itu
seperti digencet atau dikacip.
Gerakan ini memberikan kesudahan yang bikin orang
kagum. Cabang pohon pada bergerak, daunnya pada
rontok. Dan ketika gerakan dilanjuti sampai tiga kali,
bongkot pohon pun mengasih tanda dalam, bekas
gencetan itu. Pada tiga kakinya, cabang-cabang pun ikut
rontok bersama daunnya!
Selagi orang baru bergerak satu kali, Kiongsin yang
liehay telah dapat lihat gerakan itu, ialah gerakan tenaga
yang dipermainkan dengan kecerdikan, maka ia pun
tidak berayal lagi. Ia kumpul tenaganya, sampai ia berdiri
laksana ia tumbuh di atas bangku, matanya dirapati tapi
seperti bukan dimeramkan, sinar matanya melihat ke
bawah, ke hidung, menuju ke mulut, semangatnya
menjadi satu. Kemudian, dengan ujungnya kedua tangan
nempel satu pada lain, kedua lengannya dibuka ke kiri
dan kanan, dipakai mendorong ke depan, perlahanlahan,
sambungan tulang-tulangnya sampai menerbitkan
suara nyaring. Kelihatannya Hoa Ban Hie seperti tidak memakai
tenaga sama sekali, kedua tangannya nempel sama
bongkot pohon sebagai kedua tangan yang tidak
digeraki, demikian pemandangan orang luar. Tetapi,
tidak demikian halnya. Begitu lekas tangannya nempel
pada pohon, cabang-cabang pohon paling atas, telah
bergerak-gerak, disusul dengan suara berisik, dari
bergeraknya cabang-cabang itu sampai di tengah-tengah
batang yang besar.
Baru sekarang perhatian orang jadi ketarik, dengan
kekaguman. Kemudian datanglah saat penghabisan.
Lioktee Sinmo Khu Liong Gan, dengan tipu Piepee-chiu
telah bikin akar-akar pohon terputus dan tercabut, kapan
ia telah berbangkit berdiri, kedua tangannya digerakkan
ke kiri, dari mana ia membetot ke kanan, akan kemudian
kedua tangan itu dipakai mendorong bongkot pohon,
maka berbareng dengan suara ngerekek, pohon itu
lantas roboh ke kanan.
"Loo-suhu sekalian, harap tidak tertawakan aku!"
berkata Khu Liong Gan, yang telah lompat mundur, dan
kiongchiu pada orang-orang pihaknya Pian Siu Hoo.
Boleh dibilang berbareng dengan akhirnya gerakan
dari Khu Liong Gan, Hoa Ban Hie pun telah berseru dan
gunakan tenaganya yang besar, membikin roboh pohon
haytong hingga tercabut akar-akarnya, robohnya ke
sebelah barat. Karena ini semua orang dari kiri dan
kanan telah mengeluarkan seruan kaget dan kagum.
"Khu loosu," berkata Hoa Ban Hie yang mendekati Khu
Liong Gan, "dalam hal adu tenaga lweekang ini kali aku
menyerah kalah."
Di lain pihak, si Iblis Bumi telah kagumkan benarbenar
si pengemis tua itu.
"Hoa loosu," berkata ia serta unjuk hormatnya, "aku
Khu Liong Gan menyerah kalah terhadap kau! Di
Kanglam dan Kangpak kau boleh menjagoi, aku malu
akan berebut kedudukan lagi dengan kau. Di lain kali,
kalau toh aku muncul pula di dunia kangouw, itu ada
saatnya untuk kunjungi Bancie sanchung! Nah, Hoa
loosu, sampai ketemu pula!" Kemudian ia hadapi Pian Siu
Hoo dan kawannya untuk unjuk pula hormatnya serta
berkata: "Sahabat-sahabat, sampai ketemu lagi!"
Sehabis mengucap demikian, dengan membawa Hanyantay-nya Khu Liong Gan loncat ke atas lembah, maka
sebentar kemudian, ia sudah lenyap dari pemandangan
mata. Pian Siu Hoo tidak cegah orang berangkat pergi,
karena ia tahu, sia-sia saja akan mencegah, karena ia
kenal baik adatnya si Iblis Bumi yang aneh. Malah ia juga
tidak mengantarkan!
Hoa Ban Hie pun antap orang angkat kaki, ia hanya
memandang ke pihak Haytong-kok akan tanya siapa lagi
yang hendak adu kepandaian, atau Pian Siu Hoo telah
berbangkit dari kursinya akan angkat kedua tangannya.
"Hoa loosu," ia berkata, "kepandaianmu benar-benar
telah bisa menindih semua orang, aku Pian Siu Hoo
sangat kagumi. Sebenarnya, sampai saat ini aku tidak
usah pertunjukkan lagi apa-apa yang bisa membikin aku
malu, karena kalau beberapa orang kenamaan tadi bukan
tandingannya loosu, apa lagi aku. Terhadap kau, loosu,
aku tidak berdaya sama sekali. Tapi, aku ada jadi ketua
di sini, aku ada jadi tuan rumah, maka itu meskipun
mesti jatuh, aku toh ingin main-main dengan loosu untuk
terima pelajaran dari kau. Aku harap Hoa loosu mengerti
keadaanku...."
Tapi, beda terhadap yang lain-lain, Hoa Ban Hie gusar
mendengar ucapan tuan rumah ini, yang nyata ada
sangat bandel. "Pian pangcu, baiklah kita jangan berlaku seejie lagi,"
ia berkata dengan ketus. "Pertemuan telah dibikin, kita
telah datang, maka sekarang ketika piebu ada daya
pemecahan, kita jangan terlalu banyak bicara lagi! Pian
pangcu, bicaralah terus terang, apa yang kau inginkan!
Kalau kau benar mengaku kalah, piebu sudah boleh
ditutup, kalau tidak, silakan kau sebut, kau hendak piebu
dengan pakai senjata atau bertangan kosong, aku selalu
bersedia!"
Pian Siu Hoo tertawa berkakakan.
"Aku berlaku hormat dan merendah, apa salahnya?" ia
berkata. "Kenapa loosu bicara dengan keras dan tegur
aku" Loosu, nyatalah kau terlalu pandang enteng padaku
si orang she Pian! Baik, loosu, aku ingin coba-coba
dengan kau, pemimpin dari Kiongkee-pang!"
"Begitu paling benar! Pakai senjata atau tidak?"
"Hoa loosu, Susat-pang-mu ada tersohor, aku
sekarang hendak coba ruyung istimewa itu!" Pian Siu
Hoo berkata dengan menantang.
"Pian pangcu, jangan kau dengar obrolan orang atau
puji-puji padaku," berkata Hoa Ban Hie, "kau lihat sendiri
tadi, ruyungku tidak ada faedahnya! Aku lebih setuju
kalau kita gunakan tangan kosong!"
"Aku telah minta, Hoa loosu, tetapi kau tidak
meluluskan, kau bikin aku malu," berkata ketua dari
Kangsan-pang. "Baiklah aku bicara dengan sebenarnya.
Aku mempunyai cambuk Kulouw-pian, setabung jarum
Bweehoa Touwkut-ciam dan satu piauw Wan-yoh-piauw,
dan semua macam senjata ini aku hendak minta
pengajaran dari loosu, sebelum itu, hatiku tidak bisa
dibikin puas!"
Hoa Ban Hie sangat mendongkol.
"Oh, manusia busuk, kau benar keterlaluan!" ia
berpikir. "Kau jadinya hendak robohkan aku dengan
Bweehoa-ciam dan Wan-yoh-piauw" Oh, kunyuk,
baiklah"baik kau jangan melamun! " aku si tua nanti
layani kau!"
Lantas ia tertawa dengan menyindir.
"Pian pangcu," ia berkata, "kau telah memaksa minta
aku main-main dengan senjata dan senjata rahasiamu,
baiklah, apabila aku tidak mengiringkan, nanti ternyata
bahwa aku si pengemis tua tidak sayang diri dan mensiasiakan
kebaikan hatimu! Baiklah, pangcu, aku tidak
sayangi lagi jiwaku ini, maka aku nanti layani kau dengan
tanganku yang berdaging, membungkus tulang ini, guna
sambut alat senjatamu itu!"
Jawaban ini membikin Pian Siu Hoo mendongkol
hingga hampir ia kalap. Ia merasa sangat diperhina
karena orang hendak layani ia dengan tak bergegaman.
Nyata ia tak dipandang sama sekali! Tapi karena ini, ia
pun jadi ingin lekas dilakukan pertempuran. Ia memang
sudah pikir tak mau kasih semua tamunya keluar lagi dari
Haytong-kok! "Hoa loosu," katanya kemudian, dengan coba
kendalikan hawa amarahnya, "dengan sikapmu yang
mengalah ini, kau benar ada cian-pwee yang sejati, aku
ada sangat bersyukur. Sekarang, loosu, mari kita orang
mulai!" Sambil berkata demikian, Tiat-hong-liong mundur
empat atau lima tindak, tangannya meraba ke kancing
baju dan dari pinggangnya ia keluarkan cambuk Kulouwpian,
bila cambuk itu telah digabruki ke tanah, ia segera
sambar ujungnya.
"Hoa loosu, silakan kau beri pelajaran padaku!" ia
berkata. Tangan kirinya disusun di atas tangan kanan,
kedua kakinya mendek sedikit. Sikapnya ini disusul
dengan lompatan akan mendekati pihak lawan, yang ia
terus hajar pinggangnya.
Hoa Ban Hie tidak berkelit, sebaliknya ia loncat akan
merangsek dan rapati musuh, kedua tangannya
digerakkan dalam rupa hendak menyerang dada orang.
Dengan rapatkan tubuhnya, ia tidak usah takut nanti
kena terserang.
Tentu saja gerakan ini sangat berbahaya, tetapi ini
ada tipu yang istimewa.
Pian Siu Hoo terperanjat. Serangannya tidak berhasil
dan dadanya terancam bahaya. Terpaksa ia loncat ke
kanan, kaki kirinya ikut ke belakang, sambil berbuat
demikian, tangan kanannya menyabet dengan Kulouwpian
pada bebokong orang.
Dengan terus lempangi tubuh hingga seperti melonjor,
Hoa Ban Hie bikin senjata musuh lewat di atas
bebokongnya itu, kapan ia telah bangun pula, sambil
merangsek ia ulur tangan kanannya tetapi yang diserang
adalah dada kirinya si Naga Besi.
Lagi-lagi Pian Siu Hoo menyerang tempat kosong, lagilagi
ia terancam bahaya, tapi sekarang, sambil berkelit ke
kanan, tangan kirinya digunakan untuk membacok
tangan kanan musuh.
Hoa Ban Hie tarik pulang tangannya itu, dengan
mendek sedikit tangan kirinya menggantikan bergerak
akan totok tangan kirinya Tiat-hong-liong.
Melihat bahaya, Pian Siu Hoo segera lompat mundur
empat kaki. Ia sengaja renggangkan diri, sesudah itu
tangannya menyambar pula. Sekarang ia gunakan
Kulouw-pian untuk ketiga kalinya. Ia serang pundak
orang. Nyata ketua dari Haytong-kok hendak unjuk
ketangkasannya.
Melihat datangnya senjata musuh, Kiongsin berkelit
dengan mendek, dan kasih senjata itu lewat di atasan
kepalanya. Berbareng dengan itu, ia merangsek,
tangannya mengancam gegaman musuh, yang ia hendak
rampas. Lekas-lekas Pian Siu Hoo tarik pulang pian-nya itu.
Demikian mereka bertempur, yang bersenjata
menyerang dengan senjata, yang lain bertangan kosong:
yang satu hendak rubuhkan musuh, yang lain mau
merampas senjata pihak lawan. Dua-duanya bergerak
dengan cepat. Hoa Ban Hie ingin lihat kepandaian orang, ia unjuk
kegesitannya. Ia telah gunai ilmu silat Cappe sian-hoan
dirangkap dengan Shacaplak-louw toantah, maksudnya
terutama akan rampas Kulouw-pian. Kalau musuh mau
renggang, adalah ia main rapat.
Pian Siu Hoo benar liehay, sedang cambuknya itu
adalah cambuk yang dinamai raja senjata untuk
gegaman lemas semacamnya.
Sampai sepuluh jurus lebih, barulah Tiathong-liong
buktikan sendiri liehaynya si raja pengemis, tubuh siapa
gesit dan licin, tetapi karena ini, ia jadi penasaran, ia
mengandung niatan busuk. Maka, kapan ia mulai
menyerang, ia berlaku telengas. Mendadakan ia mendek
dan menyabet kakinya Hoa Ban Hie.
Tidak ada jalan untuk menyingkir dari serangan itu
kecuali loncat mencelat dan ini telah dilakukan oleh Hoa
Ban Hie, yang lompat jauhnya sampai satu tombak lebih.
Ini justru ada apa yang diinginkan oleh Pian Siu Hoo,
tangan siapa diam-diam sudah siap dengan jarumnya,
yang lubangnya pun sudah terisi. Ketika serangannya
mengenai tempat kosong, lekas-lekas ia memutar ke
kanan, ke jurusan mana musuh telah menyingkir.
Si Malaikat Kemelaratan lompat hanya untuk
menyingkir sebentar, karena ketika kakinya injak tanah,
ia enjot pula tubuhnya, akan lompat kembali pada
musuh, guna lagi-lagi datang dekat pada musuh itu.
Ini ada saat yang diharap dan ditunggu-tunggu oleh
Tiathong-liong.
"Ke mana kau hendak pergi?" berpikir si Naga Besi,
yang gerak tangan kanannya, agaknya ia mau
mengancam, tidak tahunya, tangan kirinya kerjakan
jarumnya kapan jarinya menekan. Bweehoa-ciam segera
loncat keluar dari lubangnya " beruntun lima batang!
Yang jadi sasaran adalah kiri dan kanan, atas, bawah dan
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tengah! Semua orang terperanjat, apapula pihaknya sendiri.
Siapa bisa lolos dari itu macam serangan laksana
bokongan" Berbahayanya adalah justru si pengemis tua
lagi loncat maju....
Akan tetapi ketua dari Bancie sanchung telah bersiaga
setiap waktu, karena ia sudah duga, Pian Siu Hoo bakal
buktikan perkataannya akan gunai jarum dan piauw di
sebelahnya cambuk Kulouw-pian. Ia juga tahu, sebagai
ketua dari Haytong-kok, orang she Pian itu mestinya
berhati kejam, sudah sedia hendak membinasakan
sesuatu musuhnya. Maka selagi ia berkelahi dengan
tangan kosong, ia bisa siapkan kimchie atau uang logam,
dan kapan ia lihat berkredepannya banyak jarum, sambil
tahan tubuhnya, ia geraki tangannya " tangan kiri.
Hoa Ban Hie tidak melainkan pertunjuki ilmu
menggunai kimchie itu, malah ia telah pertunjuki
kepandaiannya yang istimewa. Di mana musuh
melepaskan lima batang jarum dengan berbareng, ia
juga tidak bisa gunai sepotong kimchie. Hanya, selagi
dengan dua-dua tangan ia bisa melepaskan sepuluh
hampir berbareng, sekali ini. ia gunai delapan biji.
"Bagus!" ia berseru ketika jarum-jarum berkredepan
menyambar ia, setelah mana, ia teruskan, "Lihat piauw!"
Seruan itu disusul dengan suara kebentroknya jarumjarum
dengan kimchie, yang semuanya telah jatuh
runtuh ke tanah, hanya, karena kagetnya Pian Siu Hoo,
tahu-tahu tiga batang piauw lainnya sudah menyambar
ke jurusannya: atas, bawah dan tengah!
Jarang sekali Pian Siu Hoo gunai jarumnya, ia tidak
mau berlaku sembarangan. Ia tahu, asal jarum itu
digunai, pihak lawan mesti binasa atau entengnya,
terluka parah. Sampai pada saatnya pertempuran di
Haytong-kok ini, guna mati dan hidupnya, baru tiga kali
ia gunai bweehoa-ciam. Maka ia heran, kaget dan
menyesal sekali, senjatanya yang liehay itu, satu kali ini
telah tidak menghasilkan suatu apa. Sudah begitu, selagi
ia keheran-heranan, tiga batang piauw uang dari si
Malaikat Kemelaratan justru menyerang ia!
Menggunai kecelian mata dan kegesitan tubuhnya,
Tiathong-liong lekas berkelit dengan loncat ke kiri sambil
Kulouw-piannya ia pergunakan, maka berbareng
tubuhnya selamat, tiga batang piauw-nya ia bisa sampok
jatuh dengan berbareng.
Tetapi Hoa Ban Hie gesit laksana kilat, selagi piauwnya
sampai tubuhnya sendiri pun sudah mencelat
menyusul, dan selagi pian dari si Naga Besi dipakai
menyampok piauw-nya, ia sendiri sudah menyerang,
dengan ilmu pukulan Tokcoa simhiat-chiu atau "Ular
berbisa mencari lubangnya." Yang bergerak utama
adalah dua jari telunjuknya yang tengah dari tangan
kanan. Menghadapi lawan tangguh itu, Pian Siu Hoo mesti
perlihatkan kegesitan tubuhnya keawasan mata. Ia tidak
mau kasih tubuhnya kena ditotok, dari itu, lagi sekali ia
egos tubuhnya ke kiri. Tetapi ia tidak mau hanya berkelit,
sembari berkelit, ia kerjakan pian-nya yang tidak kurang
liehaynya. Dengan satu sabetan, Kulouw-pian
menyambar ke pinggang. Itu ada sabetan yang dinamai
Yauwheng gioktay atau "Angkin kumala memapar
pinggang." Yang luar biasa, pian dari tangan kanan
dipindahkan ke tangan kiri, tangan kiri ini yang
menyerang, dan tangan kanan, sambil digeraki ke atas,
disusul dengan seruan, "Awas!" Dan tangan kanan itu
ternyata sudah dipakai menggunakan Wan-yoh-piauw,
dua buah, satu mengarah pundak kiri, satunya lagi ke iga
kanan. Hoa Ban Hie mengerti maksudnya seruan itu, ia pun
mengerti bahaya yang mengancam ia, karena jaraknya
mereka berdua berada terlalu dekat satu pada lain. Ini
pun menjadi keinginan dari si Naga Besi, yang merasa
pasti, jikalau ia menimpuk dari jauh, timpukannya bakal
sia-sia saja terhadap ketua dari Bancie sanchung itu.
Dalam saat yang berbahaya ini, tidak bisa lain,
Kiongsin mesti gunai ilmu entengi tubuhnya yang paling
istimewa, ialah Tootiam Lengpo-pou, yang mirip dengan
terbang melayang. Berbareng dengan gerakan
pundaknya, kakinya menjejak, tubuhnya menyusul,
mencelat ke atas, justru kedua piauw baru saja mau
sampai kepada tubuhnya. Tapi ia tidak berkelit jauh,
hanya selagi piauw lewat, ia sudah turun pula ke tanah,
tidak jauh di sampingnya.
Di mana Tiathong-liong telah lakukan dua gerakan
dengan berbareng, ia sebenarnya berada dalam
kedudukan berbahaya, sebab selagi tubuhnya ada tidak
tetap, kedua tangannya pun tidak bersiap. Dan, yang
bikin ia tercengang, selagi tubuhnya turun Hoa Ban Hie
sudah ulur tangannya, akan menyambar kedua potong
Wan-yoh-piauw " disambar dari samping, seperti
dijumput saja. Memang, dijumput dari belakang,
lenyaplah bahayanya senjata rahasia itu.
Nyata Kiongsin tidak puas dengan sikapnya ketua dari
Kangsan-pang atau tuan rumah dari Haytong-kok " tuan
rumah sembatan saja. Ia tahu bahwa orang telah berlaku
terlalu telengas terhadap dia. Maka itu, ia pikir, ia tidak
boleh tidak balas "kehormatan" yang diberikan
kepadanya. Maka juga sebat luar biasa, hingga gerakan
tangannya seperti tidak kelihatan menimpuk, ia sudah
kirim balik dua piauw itu!
Tiathong-liong tahu yang ia telah lakukan dua macam
penyerangan dengan berbareng dengan membahayakan
musuh begitupun dirinya sendiri, sebab dirinya jadi
lowong, tetapi karena ia tahu, ia sedang hadapkan
musuh luar biasa tangguh, ia pun berlaku hati-hati, ia
mau bersiap, ia mesti gunai kegesitannya. Demikian,
sekalipun ia tercengang dan kagum atas kepandaian
musuh, toh ia sudah lekas-lekas pindahkan pian dari
tangan kirinya, ke kanan, maka juga, tatkala piauw-nya
dikirim balik padanya, ia tidak menjadi gugup, tenang
tetapi cegat sekali, ia gunai Kulouw-pian, akan menyampok,
guna selamatkan dirinya.
Di sini adalah kesehatan yang memegang peranan.
Bagaimana cepat Pian Siu Hoo bersiap, ia melainkan bisa
sampok piauw yang menyambar pundaknya, sebab
piauw datangnya berbareng, ia sukar sampok senjata
yang arah iga. Maka, dengan terpaksa, sambil menyampok,
ia egos tubuhnya. Tapi serangan dari Hoa Ban Hie,
yang pun menyerang dari tempat dekat, bukannya
serangan dari orang kebanyakan, kedua piauw-nya
menyambar bukan main cepatnya. Maka itu, biar ia
berlaku sangat sebat, Pian Siu Hoo toh kaget sampai ia
keluarkan keringat dingin ketika piauw kena sambar
bajunya di bagian iga, sampai baju itu bolong oleh
karena toblosannya piauw! Lagi sedikit saja, ia tentu
bakal terluka. Dengan satu gerakan, Pian Siu Hoo loncat ke kanan,
pian-nya ia lepaskan hingga jatuh ke tanah, karena ia
tahu yang pertandingan tidak bisa dilanjuti lagi.
"Aku menyerah," ia kata.
Hoa Ban Hie berhentikan segala gerakannya, ia berdiri
diam mengawasi tuan rumah dengan unjuki senyuman
tawar. Di waktu itu, Yan Toa Nio dan Yan Leng In telah
berbangkit, dengan niatan loncat masuk ke dalam
kalangan. Mereka telah pikir, tidak peduli Pian Siu Hoo
sudah menyerah kalah tetapi mereka sendiri tak mau
berhenti dengan begitu saja. Mustahil, karena orang
menyerah, mereka lantas tidak wujudkan pembalasan
sakit hati mereka"
Tiathong-liong telah dapat lihat sikapnya itu ibu dan
anak, ia segera tertawa berkakakan.
"Hoa chungcu!" ia lantas kata, dengan suaranya yang
nyaring, "dengan pertemuan malam ini, aku si orang she
Pian telah nampak keruntuhanku! Tentu saja aku
bertanggung jawab atas segala apa, untuk itu, aku tidak
nanti mundur, maka andaikata kau masih tidak puas dan
kau berniat ambil kepalaku dari batang leherku, silakan
kau turun tangan, aku si orang she Pian tidak bakal
menghalangi atau melakukan serangan membalas! Tapi,
jikalau kau masih hargakan peraturan di kalangan Sungai
Telaga, aku harap kau masih bisa menimbang! Aku telah
kalah, maka pemberesan selanjutnya baik kita orang
bicarakan di atas meja, kalau dalam pembicaraan orang
inginkan tubuhku remuk dan tulang hancur belarakan,
baik, aku nanti terima ini!"
Hoa Ban Hie, biar bagaimana aneh adatnya, masih
bisa menimbang. Ia anggap ia tidak boleh antap itu ibu
dan anak turun tangan, karena sesudah Pian Siu Hoo
mengalah, ketua Kangsan-pang ini tidak boleh didesak
habis-habisan, itu bisa menerbitkan perasaan tidak puas
atau kemurkaan umum di kalangan Sungai Telaga. Ia
pun tadinya tidak sangka yang Pian Siu Hoo hendak
menyerah dengan begitu saja.
"Sabar," ia lantas berkata seraya ulap-ulapkan tangan
pada itu ibu dan anak, "urusan kau orang nanti kita
orang carikan pemberesannya. Kalau kamu berdua ibu
dan anak masih memandang padaku si pengemis tua,
tolong kau bersabar dahulu." Kemudian ia teruskan pada
tuan rumah, "Pian pangcu, secara begini pertemuan di
Haytong-kok ini diselesaikan, ini menandakan
kebijaksanaanmu, cuma urusan kita semua, ini malam
juga perlu dibereskan, dari itu, coba kau utarakan
caranya untuk membereskannya. Harap kau berlaku
sedikit sebat."
Pian Siu Hoo sudah jumput cambuk Kulouw-pian-nya,
untuk dililit pula di pinggangnya.
"Hoa chungcu," ia menyahut, "tentu saja aku si orang
she Pian niat bereskan urusan kita yang masih
bergantung. Bukankah siapa juga tahu siapa membunuh
orang, ia mesti mengganti jiwa, siapa hutang uang, ia
mesti membayar uang" Jikalau aku si orang she Pian
takut mati, tidak nanti sekeluarnya dari Giokliong-giam,
aku lantas dayakan pula pertemuan ini. Kalau aku takut
mati, niscaya aku sudah singkirkan diri jauh" Maka
sekarang, di Haytong-kok ini, kita nanti bereskan urusan
kita. Di dalam Haytong-kok ini masih ada satu tempat
lain yang bagus dan sunyi dan bersih, meski di sini aku
berdiam untuk sementara, toh tempat itu aku telah
siapkan. Sahabat-sahabat baik, kenapa kita orang tak
mau bikin pertemuan yang penghabisan, agar kalau nanti
kita orang bertemu pula, itu bakal terjadi di lain
dunia"...."
Dengan matanya yang tajam, Hoa Ban Hie awasi
orang-orang pihaknya sendiri, kemudian ia bersenyum.
"Bagus, Pian pangcu!" akhirnya ia menjawab. "Kau
ada orang kenamaan dalam dunia kangouw asal kau
suka bereskan soal menurut caranya satu enghiong
sejati, aku si pengemis tua, suka iringkan kau. Aku
bukannya satu sahabat jikalau aku tidak sudi bantu kau!
Nah, mari aku si tua temani kau!"
Pian Siu Hoo lantas menoleh pada orang-orangnya.
"Lekas bawa lentera!" ia kata. "Lekas pimpin tetamutetamu
kita yang terhormat pergi ke belakang!"
Segera juga muncul duapuluh lebih anggota Kangsanpang,
yang pada lemparkan senjata mereka ke pinggiran,
hingga suaranya tombak, golok dan toya, jadi berisik,
kemudian, sebagai gantinya, dengan tangan kosong,
mereka pada ambil lentera dan obor. Mereka berdiri
dalam dua barisan, dengan rapi mereka bertindak,
menuju ke belakang, ialah ruangan yang dimaksudkan
oleh Pian Siu Hoo, yang beradanya di sebelah belakang
dari lapangan di mana mereka adu jiwa.
"Hoa chungrju, harap kau suka pimpin
rombonganmu," kata Pian Siu Hoo pada si pengemis,
sikapnya menghormat sekali. "Persilakan!"
Dari sikapnya, kelihatan nyata Pian Siu Hoo tidak lagi
kandung maksud jelek.
Di pihaknya Hoa Ban Hie, melainkan Yan Toa Nio dan
gadisnya, yang tetap unjuk roman tidak puas, tetapi
mereka toh terpaksa ikut. Mereka bisa sabarkan diri,
untuk dengar caranya penyelesaian dilakukan. Sekarang,
kecuali sikapnya Pian Siu Hoo, si musuh besar, mereka
pun hendak uji ketua dari Bancie sanchung.
Pian Siu Hoo juga unjuk hormat pada semua orang di
pihaknya, orang-orangnya sendiri atau tetamu-tetamu
yang bantu ia, yang ia persilakan turut masuk. Kecuali
rombongan yang bawa api, ia adalah yang jalan di muka,
diikuti oleh rombongannya sendiri dan Hoa Ban Hie, yang
jalan di muka semua kawannya.
Mereka telah lewatkan selerotan rumah-rumah terbikin
dari kayu, lantas jalanan ada buntu, sebab di muka
mereka sekarang mengadang, satu tembok bukit, yang
merupakan bukit, yang tinggi. Buat ahli-ahli silat, bukit
itu tidak menjadikan rintangan, tetapi itu waktu, bukan
saatnya orang unjuk kepandaian.
Orang berjalan terus. Mereka sampai di kaki bukit,
yang seperti merupakan tembok itu, di situ mereka
berada di antara sekumpulan pohon haytong. Mereka
lintasi pohon-pohon ini, hingga mereka lantas hadapi
lamping bukit di mana ada mulut gua atau terowongan.
Kelihatannya itu ada jalanan buatan manusia, lebarnya
cukup untuk empat atau lima orang masuk dengan
berbareng. Jalanan di mulut terowongan itu ada bersih.
Duapuluh lebih orang barisan pengantar jalan terus,
masuk ke dalam terowongan itu.
Cukat Pok cepatkan tindakannya, akan tempel Hoa
Ban Hie, lengan siapa yang kiri ia bentur. Tan Ceng Po
dan Lim Siauw Chong juga sudah lantas maju. Bertiga
mereka bercuriga. Mereka tidak takut kalau mesti
bertempur secara berterang, tetapi kalau ketua Kangsanpang
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu atur tipu daya, itulah berbahaya, hebat
akibatnya. Meski begitu, mereka tidak berani buka mulut,
akan cegah Hoa Ban Hie.
Kiongsin jalan terus. Ia berendeng dengan Pian Siu
Hoo, yang saban-saban undang tetamunya jalan di
sebelah depan. Ketika masuk di mulut terowongan, si
Naga Besi bertindak lebih dahulu. Ia rupanya mengerti
bahwa ia tidak boleh bikin orang nanti curigai ia.
Si Malaikat Kemelaratan bertindak dengan diiringi oleh
Cukat Pok, Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong, setelah
mereka, baru ikut yang lain-lain.
Kapan akhirnya mereka lewatkan terowongan,
ternyata mereka telah tiba di suatu tempat terbuka yang
nampaknya sebagai paso atau jambangan, panjangnya
dari timur ke barat ada lima atau enambelas tombak, dan
lebarnya ada sepuluh tombak lebih. Melihat ke atas
mereka tampak langit. Di sekitarnya ada lamping bukit
yang tinggi, di situ tumbuh pohon-pohon kecil dan
rumput. Tingginya lamping ada belasan tombak. Agaknya
itu ada lembah di dalam lembah. Jika dipandang dari
atas, tempat itu merupakan jurang yang mirip mangkok.
Cahaya lentera-lentera dan obor merupakan
pemandangan yang suram.
Tonglouw Hiejin Tan Ceng Po lantas saja percaya
bahwa tempat ini adalah tempat yang sudah diatur.
Di sebelah timur, menghadap ke lamping bukit, ada
diatur meja-meja serta kursi-kursinya. Di atas setiap
meja ada diletaki sebatang lilin yang besar, sebagaimana
besarjuga ciak-tay-nya.
Sebenarnya, begitu tiba di mulut terowongan sebelah
dalam, Tan Ceng Po ingin merandek untuk lebih dahulu
minta penjelasan dari Pian Siu Hoo. Ia benar-benar
bersangsi dan menduga Pian Siu Hoo ada mengandung
maksud tidak baik. Sesudah menang piebu di luar,
bagaimana dengan di dalam"
Liongyu Hiejin Lim Siauw Chong juga dapat dugaan
sebagai kawannya itu, tetapi ia sebagai saudaranya,
tidak mau tanya apa-apa pada Hoa Ban Hie, siapa
bertindak terus dengan berani, sikapnya sewajarnya saja.
la bisa bicara dan tertawa, agaknya ia tak bercuriga
sedikit juga. "Lihat, Hoa thjungcu, apakah tempat ini tidak bagus?"
berkata Pian Siu Hoo serta memandang ke sekitarnya. Ia
unjuk roman gembira "Sejak kita orang datang kemari,
baru saja dua malam kita orang dapatkan tempat yang
bagus ini di mana kita orang lantas berdiam. Ada sukar
akan dapatkan tempat kedua yang semacam ini. Ini
adalah tempat buatan alam. Aku pun pilih ini karena aku
anggap rumah-rumah di sebelah depan tak cocok untuk
dijadikan tempat kita orang berkumpul akan berunding.
Apakah chungcu setuju?"
"Pian pangcu, ini benar-benar ada tempat bagus yang
sukar dicari keduanya!" berkata Hoa Ban Hie dengan
turuti lagu suara orang. "Aku suka tempat seperti ini!
Jangan seejie lagi, pangcu, mari kita orang berduduk!"
"Aku tidak mampu bikin pesta besar, tetapi untuk
tamu-tamuku sekalian, aku toh bisa suguhkan sedikit
perjamuan," Pian Siu Hoo berkata pula. "Di sini, sesudah
berjamu dan bicara, kita orang akan bikin pertemuan
yang penghabisan...."
Baru saja Pian Siu Hoo berhenti bicara atau dari mulut
terowongan telah muncul belasan anggota Kang-sanpang
yang membawa nenampan terisi barang-barang
makanan, piring mangkok, sumpit dan cawan berikut
araknya. Semua itu sudah lantas diatur di atas mejameja
yang berbaris di kiri dan kanan. Pian Siu Hoo juga
sudah minta semua orang, tamu-tamu dan pihaknya
sendiri akan ambil tempat duduk.
"Silakan minum, sahabat-sahabat," Pian Siu Hoo
mengundang untuk pertama kali. Ia tunggu sampai
semua cawan sudah diisi, sembari berdiri sambil pandang
Hoa Ban Hie, ia berkata, "Hoa chungcu, sudah tigapuluh
tahun lebih aku hidup di kalangan Sungai Telaga,
sekarang akan mendekati hari penghidupanku yang
terakhir. Benar-benar aku tidak pernah sangka bahwa
aku akan tamatkan penghidupanku ini dengan jalan
roboh di tangannya seorang kenamaan sebagai kau! Ini
pun ada hal yang terjadinya sangat sukar, maka itu,
chungcu, mari minum!"
Sebenarnya arak dari Haytong-kok ini bisa
mendatangkan kecurigaan, tetapi Hoa Ban Hie tidak
bersangsi sedikit juga. "Pian pangcu, kau sangat baik," ia
berkata. "Aku harap, setelah pertemuan ini, kau nanti
pimpin semua orang di pihakmu pada jalan yang benar,
agar kita semua bisa hidup dengan aman dan damai,
supaya mereka bisa jadi orang-orang yang berarti. Di
dalam dunia tidak ada urusan yang tak dapat
diselesaikan. Pian pangcu, kau telah utarakan hatimu,
nah, mari kita orang minum!"
Hoa Ban Hie angkat cawannya menghadapi tuan
rumah, lantas berbareng dengan tuan rumah, ia
keringkan cawannya. Perbuatan ini diturut oleh orangorang
dari kedua pihak, tetapi mereka hanya tempel saja
mulut cawan untuk icipi araknya....
"Malam ini aku si orang she Pian tidak lagi akan
berlaku licin," berkata Pian Siu Hoo. "Kita orang sudah
piebu dengan perjanjian, pihakku kalah, aku terima itu
dengan senang. Dalam hal ini aku bertanggung jawab,
tidak peduli di antara pihakku ada tamu-tamu yang
terhormat. Dari sahabat-sahabatku itu aku mengharap
kebijaksanaan, agar mereka menurut segala putusanku.
In loosu telah melakukan pelanggaran di dalam Bancie
sanchung, ia sudah melanggar kesuciannya pelita suci
dari Kiongkee-pang, untuk memperbaiki itu, aku sendiri
yang nanti pergi akan perbaiki kedudukannya pelita itu,
buat sekalian haturkan maaf pada sucouw dari Kiongkeepang.
Tapi kalau diharuskan si orang she In yang pergi
dan lakukan itu sendiri, inilah aku tidak mau mengerti,
secara demikian aku jadinya bukan bertanggung jawab
sepenuhnya. Sesudah urus halnya pelita suci itu, lantas
kita dari pihak Kangsan-pang dibiarkan penghidupan kita.
Tentu saja aku tidak ada muka akan kembali ke Hucunkang!
Perihal urusanku dengan Yan Toa Nio ibu dan
anak, itu pun aku niat bereskan sekarang, aku akan
serahkan kepu-tusannya pada mereka berdua. Hanya
semua suhu di sini mesti ketahui, Kangsan-pang bukan
terdiri dari aku satu orang, meski benar aku sudah
serahkan diriku, kalau terhadap diriku orang turun
tangan sekarang juga, di sini aku tidak mau tanggung
jawab untuk akibatnya. Apa ada kawan-kawanku yang
puas, suka melihat aku diperlakukan tak semestinya" Apa
mereka tidak nanti bikin Haytong-kok ini jadi tempat
penumpahan darah" Aku minta lembah ini jangan
dipandang sebagai Giokliong-giam Hiecun. Itu ada
urusan Englok-pang dan aku sebagai sahabat melainkan
membantu sahabatku, hanya kebetulan saja, di sana
bolehnya ada musuhku sendiri, hingga aku tidak bisa
menyingkir dari mereka itu. Aku telah roboh di sini, aku
malu buat hidup lebih lama, maka lebih baik di sini aku
kucurkan darahku akan mencuci malu. Aku tidak mau
menyingkir dari Yan toa-nio berdua, aku hanya minta
diberikan sedikit waktu, ialah sampai aku telah selesai
perbaiki kedudukan pelita suci di Bancie sanchung dan
selesaikan pembubaran Kangsan-pang, sesudah itu, di
Haytong-kok ini aku akan tunggu kedatangannya Yan
toanio berdua. Aku si orang she Pian bisa jatuh satu kali,
tidak buat kedua kalinya, dan tidak nanti aku tebalkan
muka akan siapkan perlawanan lagi! Aku tak akan cari
malu lagi! Hoa chungcu, aku telah bicara, coba sekarang
chungcu sekalian pikir, bagaimana dengan usulku ini,
akur atau tidak?"
Semua orang terperanjat untuk usul atau putusannya
Pian Siu Hoo itu. Dengan itu, kecuali dirinya sendiri, Pian
Siu Hoo juga hendak tamatkan lelakonnya Kangsanpang.
Toh Pian Siu Hoo bukannya satu bubeng siauwcut.
Tidak disangka si Naga Besi berani ambil putusan jujur
dan terhormat itu.
Hoa Ban Hie selalu awasi Pian Siu Hoo, maka setelah
selesai orang bicara, ia berbangkit serta berkata, "Pian
pangcu, kau benar ada satu laki-laki! Di depan tadi kau
ada lain, di sini lain lagi. Memang juga, di dalam piebu
orang jangan terlalu rewelkan kalah atau menang,
kesudahan itu harus diterima dengan ridlah. Pangcu, kau
telah menyerah dan majukan usul, aku harap itu telah
keluar dari hatimu yang suci dan tidak mengandung lain
maksud lagi! Aku harap pangcu insyaf bahwa di sini kau
telah bicara di muka orang banyak. Pangcu, kau telah
menanggung jawab, kau malah hendak wakilkan
sahabatmu si orang she In, sikapmu ini membikin aku
sukar. Kau harus ketahui, aku juga ada seorang
perantauan, aku benci orang kejam yang hendak
habiskan segala apa sampai di akar-akarnya Sekarang
kau telah insyaf, apa kau harus didesak" Tidak, pangcu.
Baik, kau hendak berkorban untuk si orang she In, aku
juga mau berkorban untuk kaumku. Sekarang aku tidak
inginkan kau pergi ke Bancie sanchung untuk
memperbaiki kedudukannya pelita suci, meski aku
lakukan itu, biaraku yang mengaku dosa dan bersalah
terhadap su-couw. Sekarang selesailah urusan Bancie
sanchung! Maka sekarang mari kita bereskan urusanmu
dengan pihak Kiushe Hiekee. Menurut aku, baiklah kamu
orang membagi daerah dan bekerja masing-masing,
untuk selanjutnya tidak lagi saling mengganggu,
sebaliknya agar kamu orang saling menghormat! Pangcu,
biar bagaimana, kau tidak bisa gunakan kekuasaanmu
akan bubarkan Kangsan-pang. Kau harus mengerti,
akibatnya itu ada hebat. Anggota Kangsan-pang ada
banyak, kalau mereka bubar, mereka akan kelayapan
dan hidup tidak keruan, ini akan membikin rusak
hidupnya mereka. Lebih oaik mereka tetap dikumpulkan
serta hidup tenang dan damai satu dengan lain. Di sini
ada Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong kedua loosu, aku
percaya mereka setujui pemecahanku ini. Bagaimana
bagus untuk hidup terpisah tetapi tidak bermusuhan.
Tentang dirimu sendiri, itu terserah padamu: kau boleh
tetap ikuti Kangsan-pang, kau pun boleh tinggal pergi,
asal mereka tidak dibubarkan. Sekarang tinggal halnya
permusuhan kau dengan Yan Toa Nio dan anaknya. Kau
telah binasakan suami dan ayah mereka, inilah hebat.
Karena sakit hati itu, mereka terlunta-lunta duapuluh
tahun, hidup sengsara dan hati sakit, hingga mereka
takut kembali ke Hucun-kang dan harus pergi jauh dan
umpetkan diri.... Memang tidak pantas kalau ibu dan
anak itu tidak diberikan ketika untuk mereka mencari
balas. Tapi, Pian pangcu, di sini ada satu soal lagi. Kalau
kamu orang bertempur dan kau terima hukumanmu, itu
ada lain, tetapi kau hendak serahkan dirimu, kau
bersedia buat dibunuh, maka apakah kejadian ini kita
orang boleh awasi saja sebagai juga kita orang sedang
menonton suatu pertunjukan" Tidak! Ini pun ada satu
soal. Sebenarnya, sakit hati harus dilenyapkan, bukannya
mesti diperkeras. Sekarang ibu dan anak membalas sakit
hati, sedangkan kau mempunyai murid atau turunan,
tentu mereka itu juga mau membalas sakit hati. Kalau
kedua pihak terus mau membalas, kapan ini habisnya"
Maka aku anggap, sesudah mau mengaku salah dan
insyaf, aku pikir baiklah kau akui kesalahan itu terhadap
Yan toa-nio dan puterinya, kau minta ampun dari
mereka, kemudian kau bikin sembahyang buat almarhum
Yan loosu. Sejak itu, lantas sakit hati habis, urusan
beres, dan selanjutnya kita semua bisa hidup dengan
damai hingga pada turunan kita juga. Untuk
penghidupannya keluarga Yan, aku percaya pihak
Kangsan-pang bersedia akan berikan tunjangan tetap
dan tentu. Dengan cara ini, Pian pangcu, kesatu kau
tidak usah terpisah kepala dari tubuh, kedua Yan toanio
dan anak telah unjuk kebijaksanaan yang harus
dijunjung!"
"Hoa chungcu," berkata Pian Siu Hoo, setelah ia
dengarkan pembicaraan yang panjang lebar itu, "terang
dengan pertimbanganmu ini, kau hendak melindungi aku,
maka biar bagaimana juga, aku tak akan lupakan
budimu. Dua usul yang pertama aku bersedia akan
menerima. Meski begitu, aku sendiri nanti pergi ke
Bancie sanchung akan haturkan maafku. Hanya yang
ketiga, aku tidak sanggup terima."
Yan Toa Nio dan Yan Leng In sudah berdiri, mereka
tidak puas terhadap pertimbangan dari Hoa Ban Hie,
mereka hendak membantah. Cara bagaimana mereka
mesti dicegah membalas sakit hati untuk Yan Bun Kiam,
suami dan ayah mereka" Sebelum mereka buka mulut,
mereka dengar penyahutannya Pian Siu Hoo, itu adalah
penyahut-an yang kebetulan bagi mereka. Sudah begitu,
Pian Siu Hoo pun awaskan mereka sambil bersenyum.
"Hoa chungcu, harap kau tidak salah mengerti,"
berkata pula Pian Siu Hoo sebelumnya si pengemis tua
keburu buka mulutnya, "bukannya aku tidak hargakan
kau tetapi urusan yang ketiga ini lain sifatnya. Dalam hal
ini, aku tidak ingin hidup, aku tidak mau tinggalkan ekor
keruwetan bagi pihak sahabat-sahabatku di Hucun-kang
dan bersedia untuk menjadi setan tak berkepala"...."
Baru saja Tiathong-liong tutup mulutnya, atau dari
mulut terowongan telah berlari-lari mendatangi dua
anggota Haytong-kok yang terus hampirkan si Naga Besi
dan memberi hormat serta melaporkan, katanya, "Di luar
datang Kee Thian Leng suhu, ketua dari pelabuhan
Tiatcit-kang dari Lengpo, ia sudah masuk di mulut
lembah, malah barangkali ia sekarang telah tiba di
Haytong-kok."
Pian Siu Hoo segera berbangkit, ia kertak gigi,
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
romannya ada mendongkol.
"Kenapa loo-cianpwee itu datang kemari justru di saat
begini?" ia berkata, seperti pada dirinya sendiri. "Benarbenar
celaka!" Suaranya anggota Haytong-kok itu nyaring dan
terdengar nyata oleh semua orang. Maka itu, mereka
juga turut merasa heran.
Kee Thian Leng, ketua atau liongtauw dari Tiatcitkang,
ada satu ahli silat yang ternama, yang sudah lama
mengundurkan diri, sebagaimana Tan Ceng Po dan Lim
Siauw Chong, jarang sekali ia muncul dalam pergaulan.
Di masa pergaulannya, ia sangat terkenal dan dimalui
karena kegagahannya. Dalam waktu dua atau tiga tahun,
daerah perairan Lengpo yang terganggu bajak telah
dapat dibikin aman, dengan demikian ia telah tolong juga
kaum nelayan hingga selanjutnya hidupnya mereka ini
jadi terhindar dari gangguan. Tadinya, satu tahun atau
setengah tahun sekali, ia masih suka datang akan tengok
kaum nelayan itu, hanya setelah berselang sepuluh tahun
lebih, ia tidak pernah tertampak pula. Maka sekarang
tiba-tiba jago tua itu muncul, orang menjadi heran. Dan
umumnya orang menganggap, jangan-jangan urusan
akan menjadi salin rupa.
Hoa Ban Hie pun heran bahwa Pian Siu Hoo bisa
datangkan guru silat tersohor itu.
"Hoa chungcu," berkata Pian Siu Hoo kemudian, "hal
ini ada di luar dugaanku. Aku tidak sangka yang loocianpwee
itu boleh datang ke Haytong-kok. Urusan di sini
aku telah bikin rusak, aku sangat malu akan ketemu
dengan orang tua itu, tetapi karena aku menjadi ketua di
sini, aku toh mesti keluar akan sambut padanya, sebab
aku tidak boleh berlaku tidak tahu adat. Aku percaya
chungcu sekalian pernah mendengar namanya Kee loocianpwee
itu, maka silakan cuwie tunggu sebentar, aku
nanti sambut padanya dan undang ia datang kemari."
Setelah berkata demikian, Pian Siu Hoo balik tubuhnya
akan hadapkan kawan-kawannya. Ia lalu berkata dengan
cara yang menghormat, "Ciongwie, tolong berlaku manis
padaku, mari ikut aku pergi sambut Kee loo-cianpwee!
Orang telah datang dari tempat yang jauh, kita orang
mesti sambut padanya secara hormat."
Sampai waktu itu, Hoa Ban Hie yang cerdik dan
berpengalaman masih belum bisa menduga ada
hubungan apa di antara jago tua dari Lengpo itu dengan
ketua Kangsan-pang.
Sementara itu Itcie Sinkang In Yu Liang, Kimtoo Cee
Siu Sin dan kawan-kawannya yang termasuk pihak
Haytong-kok telah berbangkit dan semua ikuti Pian Siu
Hoo keluar dari dalam lembah istimewa itu, sedang
semua anggotanya yang memegang lentera dan obor,
lantas berbaris di mulut gua, semua unjuk sikap seperti
mereka hendak sambut orang besar.
Ketika orang berjalan keluar, Tan Ceng Po dekati Hoa
Ban Hie. "Loo-cianpwee, urusan ini ada aneh," ia berkata
dengan berbisik. "Di antara pihak Lengpo-pang dan
Hucun-kang pasti tidak ada perhubungan baik, menurut
apa yang aku ketahui, mereka kedua pihak sering
berbentrok, malah pada satu tahun yang berselang,
mereka telah bentrok secara besar-besaran. Bagaimana
ketua dari Lengpo-pang justru sudi datang kemari,
meskipun ia diundang oleh Kangsan-pang" Apapula Kee
loo-cianpwee itu sudah banyak tahun tidak pernah
munculkan diri. Pian Siu Hoo hendak menjagoi sendiri, ia
ingin robohkan semua kaum lainnya, cara bagaimana ia
bisa mengikat tali persahabatan dengan Lengpo-pay"
Loo-cianpwee, aku kuatir orang licin ini sedang mengatur
akal"...."
Hoa Ban Hie usut kumisnya, ia bersenyum ewah.
"Kalau dugaanmu benar, itulah terlebih baik lagi!" ia
menyahut. "Kalau benar orang tua itu telah diundang
datang kemari, ia benar-benar ada tandinganku, maka ini
ada ketikanya untuk aku si pengemis tua melakukan
ujian yang penghabisan! Umpama si binatang main gila
dengan jalan keluar dari sini untuk meninggalkan kita, itu
berarti telah sampai saat kematiannya"
Cukat Pok bangun berdiri.
"Kita orang telah peroleh kemenangan, mustahil kita
orang bisa diundang masuk kemari untuk mandah
dipengaruhi," katanya pada Tan Ceng Po dan Lim Siauw
Chong. "Kita orang tidak boleh terlalu ber-besar hati.
Mari kita keluar akan melihat!"
Di saat Souwposu hendak meninggalkan kursinya,
mendadak di mulut gua terdengar tiga kali suara suitan
yang terus saja disusul dengan seruan, "Kenapa semua
api tidak mau lekas dilemparkan" Hayo kita orang bikin
penyambutan!"
Seruan itu diturut oleh duapuluh lebih anggota
Haytong-kok yang memegang lentera dan obor, yang
terus melemparkan lentera dan obor mereka, sedang
mereka sendiri segera bergerak menyingkir keluar.
"Inilah aneh!" berkata Cukat Pok yang bercuriga dan
terus saja loncat ke mulut gua itu.
Di dalam gua masih ada cukup cahaya terang, karena
pengaruh-pengaruhnya lilin-lilin di atas meja
Baru saja Cukat Pok sampai di mulut terowongan,
lantas di kedua samping mulut jalanan itu, ia dengar
bunyinya suara yang nyaring dan berisik, disusul dengan
suara tergetarnya lembah itu, karena dari atas bukit
lantas jatuh sepotong batu sangat besar, yang jatuh
bergelindingan. Syukur Souwposu ada celi kuping dan
gesit gerakannya, ia bisa lompat menyingkir dari batu
besar itu. Segera juga menyusul suara berisik yang lain, yang
lantas ternyata ada dari bekerjanya banyak tangan yang
menggunakan batu, tanah dan lain-lain untuk menutup
jalan terowongan itu, hingga sebentar kemudian,
rombongannya si Malaekat Kemelaratan telah tertutup di
dalam lembah istimewa itu.
Suara berisik yang menakutkan tidak berhenti sampai
di situ. Di atas bukit, di empat penjuru, lantas terdengar
suitan berulang-ulang yang disusul dengan bersinarnya
cahaya api, karena lantas ternyata di situ orang
menyalakan obor.
Hoa Ban Hie, Tan Ceng Po, Lim Siauw Chong, Cukat
Pok, Yan Toa Nio dan gadisnya, Kie Kiam, Ang Tiu dan
yang lain-lain, murid-murid dari Bancie sanchung, lantas
hunus senjata mereka. Semua mata mereka ditujukan
pada Kiongsin, pemimpin mereka yang mereka telah
sesalkan " di dalam hati saja " sudah terlalu percaya
pada Tiathong-liong Pian Siu Hoo. Sekarang ternyata
mereka sudah dipancing masuk ke dalam jambangan
itu!.... Semua orang jadi berkecil hati, karena mereka
menduga serangku pihak musuh akan lekas datang,
kalau tidak dengan hujan anak panah, pasti dengan api,
dan semuanya itu ada sangat berbahaya, karena di situ
mereka tidak bisa menyingkir atau cari tempat untuk
berlindung. Sampai di saat itu, tenang laksana gunung. Taysan,
Hoa Ban Hie masih duduk tetap di kursinya. Ia tidak
bergerak dan tidak bicara, ia seperti tidak lagi hadapkan
kegentingan. Pengemis tua Ang Tiu ada sama derajatnya dengan
Kiongsin, tetapi ia tidak berani banyak bicara atau tegur
ketua dari Bancie sanchung, karena itu, Tan Ceng Po dan
Lim Siauw Chong pun tidak mau berkata apa-apa. Hanya,
setelah lewat pula beberapa saat, Ang Tiu tidak bisa
tahan lagi kemendongkolannya. Ia lantas perdengarkan
suara dingin. "Chungcu, Pian Siu Hoo benar-benar ada satu sahabat
sejati! Dan kau, chungcu, kau juga ada satu sahabat
tulen! Kita sekarang telah kena dirobohkan, baru
sekarang kelihatan nyata isi perutnya orang she Pian itu
" isi perut dari srigala dan anjing! Chungcu, kau telah
puas merantau, barulah sekarang matamu terbuka
lebar!...."
Hoa Ban Hie berdiam saja, kecuali matanya yang
dipakai memandang ke segala penjuru, ia dengar
teguran atau sesalannya Ang Tiu, mendadak ia tepuktepuk
meja sambil tertawa berkakakan.
"Ang loo-ngo!" katanya kemudian, "beginilah caranya
kau melihat bagaimana gampang aku kena tertipu!
Apakah benar-benar aku mau menyerah kalah?"
Mendadak Kiongsin berbangkit sambil tangannya
menekan meja, atas mana meja itu memperdengarkan
suara keresekan, karena tenaga yang besar dari si
Malaekat Kemelaratan sudah bikin meja itu ringsek,
hingga cangkir, piring dan mangkok telah roboh terbalik.
Orang tua itu berdiri dengan air muka suram, ia
hadapkan Ang Tiu, Kie Kiam dan Tiauw Sam Ek sekalian.
"Binatang itu sudah main sandiwara di hadapanku," ia
berkata, "kalau aku segera beber rahasianya, nanti
orang-orang kangouw yang kebanyakan katakan aku
keterlaluan, atau orang akan katakan aku tidak bisa
maafkan sesamanya. Di saatnya ia undang aku datang ke
tempat terkurung ini, aku sudah menduga pada maksud
busuknya, tetapi aku toh masih iringi kehendaknya untuk
melihat sifat terakhirnya. Sekarang, sudah sampai saat
yang penghabisan, maka lihatlah, siapa nanti yang
menang!" Sementara itu di atas bukit, di empat penjuru, oborobor
bertambah banyak, sebagaimana itu pun tertampak
nyata dari sinarnya api, yang bertambah terang secara
cepat luar biasa.
Kemudian datanglah saat yang paling genting.
Di atas bukit, di pojok timur selatan, segera terdengar
suara nyaring, "Sahabat-sahabat kekal, maafkan aku!
Aku Tiathong-liong Pian Siu Hoo sudah ambil tindakan ini
karena terpaksa! Haytong-kok adalah lembah di mana
kita orang mesti ambil putusan siapa mati dan siapa
hidup, maka itu, melainkan ia yang terlebih pandai yang
harus merebut kemenangan! Sahabat-sahabat, kamu
orang telah masuk dalam jebakan jaring, tetapi kendati
demikian, aku masih tidak sudi lakukan tindakan yang
paling hebat. Aku mengerti sakit hati harus diburaskan
dengan kekerasan! Maka, sahabat-sahabat, andaikata
kamu orang masih ingin hidup di dalam dunia ini, harap
kau terima baik satu permintaan tak berarti dari aku si
orang she Pian! Kangsan-pang tidak ada hubungannya
dengan Bancie sanchung, apa-mau kau, sahabat she
Hoa, kau telah campur urusan kita dan telah paksa
padaku, hingga Kangsan-pang tidak akan bisa berdiri
lebih lama pula! Sahabat she Hoa, sikapmu ada
keterlaluan! Sahabat, sekarang ada terbuka satu jalan
untuk kamu orang segera ambil putusan! Di sini ada satu
surat perjanjian, jika kamu ingin keluar dengan masih
hidup dari Haytong-kok ini, harap kau segera bubuhkan
tanda tanganmu " kau yang harus membubuhkan
sendiri! Bunyinya perjanjian adalah semua kendaraan air di
Hucun-kang, selanjutnya berada di bawah pimpinan dan
kekuasaan aku si orang she Pian sebagai ciangliongtauw,
kepala yang tertinggi, dan pihak Kiushe
Hiekee tidak mempunyai tempat lagi di Hucun-kang,
mereka mesti lantas pergi mundur! Dan Bancie
sanchung, sahabat baik, kau juga mesti pindahkan,
karena daerah Haytong-kok ini adalah tempat di mana
aku bangun! Di dalam daerahku, aku tidak bisa ijinkan
kamu orang rombongan pengemis, mundar-mandir lagi
atau main gila! Perihal Yan Toa Nio dan anaknya, kalau
mereka tetap hendak wujudkan pembalasan sakit hati
suami dan ayahnya, sekarang pun ada saatnya untuk
mereka mengambil putusan! Sebenarnya, kalau cuma
mereka berdua ibu dan anak, mereka bukannya
tandinganku si orang she Pian! Bukankah mereka melulu
ada orang-orang perempuan" Bukankah aku justru ada
satu laki-laki" Sekarang ini, jiwa mereka berdua telah
dikorbankan oleh si pengemis bangkotan! Pendeknya,
asal mereka ibu dan anak mau berjanji, aku akan lantas
kasih mereka angkat kaki dari Haytong-kok ini, lantas
dalam waktu seratus hari, aku akan tunggui mereka di
pusatku di Gosan-mui, mereka boleh datang untuk
lakukan pertempuran yang memutuskan dengan aku!
Dalam pertempuran itu, aku tidak mau mereka ajak
kawan, aku tidak mau ada pihak ketiga yang campur
tahu! Kalau dalam tempo seratus hari mereka tidak
datang, selanjutnya aku tidak ijinkan mereka injak lagi
daerah Hucun-kang, umpama aku dapat lihat padanya,
nah, jangan katakan aku si orang she Pian kejam,
mereka tak akan dapat ampun lagi! Di sini ada sebuah
keranjang, di dalamnya aku letaki surat perjanjian yang
aku sebutkan barusan, itu seharusnya dibubuhkan tanda
tangan dalam tempo seirupan thee, kalau terlambat,
meskipun kau telah bubuhkan tanda tanganmu, aku akan
anggap tidak sah dan tidak ambil peduli lagi! Sampai itu
waktu, sahabat-sahabat, aku persilakan kamu orang
pergi saja ke Kwiebun-kwan, Kota Selatan di dalam
neraka!" Suara menantang dan mengancam itu ditutup dengan
sambutan suara tertawa nyaring dari Hoa Ban Hie, siapa
terus saja menuding si Naga Besi.
"Pian Siu Hoo, kunyuk, bagus tipu dayamu ini!"
berkata si Malaikat Kemelaratan. "Hanya aku kuatir
bahwa kau sebenarnya sedang mimpi! Umpama kata
siang-siang aku beber rahasiamu, atau aku segera
berikan hukuman pada kau, dunia nanti cela dan katakan
aku kejam, tetapi sekarang, kau telah beber sendiri hati
ajag dan peparu anjingmu, ini artinya hari kematianmu
sudah datang! Kunyuk, jikalau leluhurmu tidak mau
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terima baik perjanjianmu itu, apa kau hendak bikin?"
"Pengemis tua!" Pian Siu Hoo membentak. "Pengemis
tua, kau telah masuk dalam telapakan tanganku, apa kau
masih berani banyak tingkah" Jadinya kau masih hendak
lihat kepandaian terakhir dari Pian pangcu-mu" Baiklah,
aku nanti bikin bersih padamu, pengemis tua, sampai
pun kepala kau turut ludas semua!"
Sehabis kata begitu, Pian Siu Hoo mundur beberapa
tindak, akan hadapkan orang-orangnya.
"Boleh turun tangan!" ia mengasih titah.
Ketika si Naga Besi berikan perintahnya, Hoa Ban Hie
pun telah geraki tangannya dalam mana tergenggam
kimchie-piauw, dengan itu padamkan tiga batang lilin di
atas meja. Perbuatannya segera ditulad oleh Cukat Pok,
yang dengan pelurunya, Liancu Tiattan-wan, telah bikin
padam empat lilin di sebelah barat. Maka sekejap saja,
lembah itu menjadi gelap petang.
"Awas pada batu dan panah!" Hoa Ban Hie serukan
kawan-kawannya. "Di sebelah kiri mulut terowongan, di
atas bukit, ada batu mengkilap, lekas mundur!"
Baru saja ucapan itu keluar atau dengan menggelugur,
sebuah batu sebesar gantang lantas saja menggelinding
jatuh, suaranya sangat berisik, membikin kuping
pengang, apapula ketika batu itu telah jatuh sampai di
dasar lembah. Begitu hebatnya sampai batu itu telah
menyebabkan mengulaknya debu atau asap.
"Lihat aku si pengemis tua bekuk itu kunyuk'" berseru
Hoa Ban Hie, yang berada di antara pecahan batu, yang
telah lantas mencelat naik ke atas lamping bukit. Ia
mencelat ke sebelah kanan mulut terowongan, yang
termasuk jurusan barat selatan. Sebab dari tadi, ia sudah
perhatikan itu lembah dan sekitarnya.
Menyusul orang tua ini, mencelat dua tubuh lain, ialah
Ang Tiu dan Tan Ceng Po. Mereka ini lihat gerakannya
Kiongsin dan mereka lantas menulad. Keduanya mereka
ini gunai tipu loncat naik Inliong sanhian dan Huiniauw
coan-in atau "Naga awan perlihatkan diri" dan "Burung
terbang menerjang mega." Sebab mereka juga telah
perhatikan letaknya lembah dan tahu, kalau mulut
lembah ditutup, sudah tidak ada jalan keluar lagi kecuali
mereka yang bisa panjat lamping lembah yang tinggi luar
biasa dan tak ada jalanannya untuk naik.
Hoa Ban Hie telah mencelat naik sebagai terbang
menyambarnya seekor burung, tetapi ia tidak langsung
naik, hanya saban-saban ia bergerak ke kiri dan ke
kanan. Dengan cara ini ia mau menyingkir dari terjangannya
batu-batu besar, yang dilepaskan dari atas.
Di antara lamping di sekitarnya, bagian barat selatan
ini ada paling rendah, setinggi-tingginya cuma kira-kira
duapuluh tombak.
Cepat sekali, si Malaikat Kemelaratan sudah mendekati
puncak tinggal lagi lima atau enam tombak.
--ooo0dw0ooo- XVIII Seperti sudah diketahui, dengan padamnya semua api
lilin, lembah itu menjadi gelap sekali. Benar di atas ada
banyak obor, tetapi cahaya obor itu tidak sampai ke
dasar lembah. Pian Siu Hoo telah perintahkan orangorangnya
melepas batu-batu besar, meski begitu ia toh
menjaga kalau-kalau ada orang menerjang naik, lantaran
ia ketahui di dalam lembah ada musuh-musuh yang
liehay. Maka itu, kecuali batu, belakangan ia suruh
duapuluh lebih orangnya akan lempar-lemparkan juga
obor mereka, maka, dengan adanya api obor itu, seluruh
lembah jadi terlihat nyata. Antaranya pun ada obor yang
seperti mandek di tengah-tengah lamping bukit.
Hoa Ban Hie manjat sendirian, saking cepatnya, ia
berangkat tidak kelihatan, apa mau, selainnya dia, ada
ikut Ang Tiu dan Tan Ceng Po, maka tidak heran kalau
Pian Siu Hoo lantas lihat mereka bertiga, tidak peduli
gerakan mereka ini sangat cepat. Dengan
penunjukannya, api lantas dilempar ke jurusan si Raja
Pengemis itu. "Lekas, batu, batu!" berseru si Naga Besi berulangulang,
ketika ia sudah loncat ke jurusan barat selatan itu,
akan perintahkan orang-orangnya lepas api dengan
terlebih gencar, guna rintangi ketua dari Bancie
sanchung. Sekarang ini batu tidak lagi dilepas turun secara
sembarangan. Delapan orang, dengan bekerja samasama,
saban-saban lepaskan batu ke jurusannya tiga
orang tua yang gagah itu. Hingga tidak heran kalau
mereka ini jadi repot sekali, akan menyingkir dari sesuatu
batu. Pian Siu Hoo kertak gigi, karena ia lihat tiga orang itu
tidak bisa dihajar dengan batu, maka diam-diam ia
jumput satu batu besar, ia siap sambil awaskan Hoa Ban
Hie, orang yang ia hendak hajar paling dulu.
Kiongsin telah maju dengan pesat, tangannya sedang
pegang oyot, kalau ia enjot tenaga tangan dan kakinya,
ia segera akan bisa sampai di atas bukit, dan satu kali ia
berada di atas, ia bakal merupakan seekor harimau yang
lolos dari jaring.
Dan di saat genting itu, Pian Siu Hoo berseru, "Hoa
chungcu akan bikin tamat lelakon hidupmu!" seraya ia
lemparkan batu besarnya.
Hoa Ban Hie memang senantiasa melihat ke atas,
maka itu, ia bisa lihat datangnya sesuatu batu, sekarang
serangannya si Naga Besi diberikuti teriakan, ia jadi bisa
melihat dan mendengar, hanya sekali ini, serangan ada
hebat, karena batu dilemparkan oleh orang yang
tenaganya besar. Tapi ia tidak putus asa, ia tunggu
sampai batu bendak hajar kepalanya, segera ia
menjambret ke kanan seraya terus pindahkan tubuhnya
ke kanan juga, hingga batu kematian itu lewati tempat
kosong! Suara keras terdengar waktu batu itu jatuh ke dasar
lembah! Hoa Ban Hie tidak berhenti karena ia sudah terlepas
dari bahaya itu, ia terus unjuk kesebatannya, karena ia
tahu Tiathong-liong pasti tidak mau mengerti dan akan
mengulangi serangan berbahayanya semacam itu. Ia
manjat terus, selagi tangan kirinya menggantikan tangan
kanan, akan menjambret oyot, tangan kanannya, yang
genggam kimchie-piauw, menimpuk ke atas.
Tatkala itu si pengemis tua Ang Tiu dan si nelayan dari
Tonglouw Tan Ceng Po, juga telah manjat terus, karena
mereka telah berhasil menyingkirkan diri dari sesuatu
batu yang menyambar mereka. Malah karena Kiongsin
terhalang oleh serangan liehay dari Tiathong-liong,
mereka bisa menyusul, hingga bertiga mereka jadi
berimbang tingginya.
Pian Siu Hoo gusar berbareng kuatir kapan ia lihat
serangannya tidak mengasih hasil dan musuh-musuhnya
telah naik terus. Ia mengerti, seandainya Hoa Ban Hie
bisa ada di atas, ludaslah pengharapannya, musnahlah
ikhtiarnya. Maka sekarang, di saat terakhir, ia lantas
siapkan jarum bweehoa-ciam-nya.
Selagi tiga musuh naik terus, Pian Siu Hoo sengaja
mundur sedikit. Ini ada satu siasat dari ia, akan bikin
musuh dapat hati dan nanti terus saja loncat naik ke
atas, karena dengan melihatnya tanah datar, tiga orang
itu niscaya jadi bernapsu dan akan hilang, atau
kurangan, perhatiannya, la mau sambut tiga-tiga musuh
dengan jarumnya yang liehay itu.
Di lain pihak, empat atau lima anggota, yang berada
paling dekat, masih saja melemparkan batu, cuma
serangan mereka tidak digubris oleh tiga orang berilmu
itu. Jikalau mereka tidak berkelit, tentu batu itu ditanggapi
dengan tangan yang dilonjorkan, dan dibikin terus
melewati lengan dan jatuh.
Pian Siu Hoo siap terus, matanya dipasang dengan
celi. Ia sangat bernapsu dan ingin dengan sekali timpuk,
tiga-tiga musuhnya roboh.
Cepat sekali sang waktu yang ditunggu-tunggu telah
datang. Tiga kepala telah muncul, tinggal satu gerakan
lagi, mereka akan sudah berada di atas tanah datar.
Maka juga, pada saat itu si Naga Besi sudah lantas
gerakkan tangannya.
Di saat berbahaya ini, mendadak dari sebelah kirinya
Tiathong-liong terdengar seruan, "Awas!" yang dibarengi
dengan menyambarnya dua buah peluru yang mengenai
lengannya yang kanan. Akan tetapi, ketika si Naga Besi
kesakitan, berbareng jarumnya pun dilepaskan dan tiga
batang jarum telah melesat ke jurusan Hoa Ban Hie, Ang
Tiu dan Tan Ceng Po bertiga!
Karena ia dibokong, meskipun tangannya sakit,
Tiathong-liong sudah lantas putar tubuhnya akan
berpaling ke jurusan dari mana serangan gelap datang.
Ia lihat di puncak, dua tombak lebih tingginya dari
tempat ia berdiri, ada satu orang yang sedang
menyerang dengan pelurunya, tetapi bukan terhadap ia,
hanya kepada anggota-anggotanya dan ia lihat nyata
beberapa orangnya terluka, hingga mereka itu mesti
berhentikan penyerangannya dengan batu pada musuhmusuh
yang masih berada di dalam lembah. Dengan
demikian, serangan jadi tak gencar lagi dan akhirnya
berhenti sama sekali setelah semua orang kena dihajar
atau merat karena ketakutan sebab melihat kawankawan
di sebelahnya menjerit atau roboh dan pegangi
lengannya yang sakit.
Dalam kemurkaannya Pian Siu Hoo segera kenali
orang yang bokong padanya, ialah Hengyang Hie-in Sian
le, lawan yang ia telah hadapkan di Giokliong-giam
Hiecun! Dalam gusarnya, ia hadapi musuh gelap itu dan
menyerang dengan jarumnya.
Pada saat itu, Hoa Ban Hie telah muncul, diturut oleh
Tan Ceng Po dan Ang Tiu. Mereka terlolos dari bahaya,
karena semua jarumnya Pian Siu Hoo menjurus ke
tempat kosong, karena serangan itu hilang tujuannya
disebabkan lengannya terkena pelurunya Sian Ie, orang
yang muncul secara tiba-tiba!
Hengyang Hie-in tidak terluka karena melesatnya
jarum musuh, karena serangan ini ia sudah duga dan ia
telah pasang mata serta berlaku gesit, ialah ketika
tangannya si Naga Besi bergerak, ia barengi lompat ke
sebelah kanan di mana ada puncak lainnya yang terpisah
di dekatnya. Dan serangan jarum ini ia sambut dengan
tertawa berkakakan!
"Orang she Pian!" berseru Sian Ie kemudian, "bagus
benar perbuatanmu! Apa sekarang kau masih memikir
untuk angkat kaki dari sini" Kejadian ini adalah buatanmu
sendiri dan bukan karena Thian!"
Segera, secara sangat berani, dengan satu gerakan
tubuh Sian Ie lompat dari tempat berdirinya ke
tempatnya Pian Siu Hoo untuk samperi si Naga Besi yang
ia hendak serang.
Bukan main mendongkolnya Tiathong-liong,
memancing musuh masuk ke dalam lembah yang berupa
sebagai jambangan ini ada dayanya yang terakhir,
karena ia dapat kenyataan, di tempat terbuka ia tidak
berdaya terhadap musuh-musuhnya yang tangguh. Ia
sengaja berpura-pura menyerah kalah dan berlaku
manis, melulu guna bikin sekalian musuhnya kena
tertipu. Maka betapa mencelos hatinya, ketika dapatkan
Hoa Ban Hie bisa loloskan diri dan di atas dengan tibatiba
muncul si Nelayan dari Hengyang. Ia lantas ketahui
dengan baik, bahwa menurut gelagat ada sukar untuk ia
hidup lebih lama. Maka secara nekat ia menyerang hebat
dengan jarumnya yang liehay. Tetapi, menghadapi
musuh-musuh liehay, jarumnya tak memberi hasil. Dari
itu, tidak ada lain jalan, ia harus angkat kaki dari
Haytong-kok. Sekarang ini Pian Siu Hoo tidak pikirkan lagi kawankawannya
dari Kangsan-pang. Ia mohon semua tamunya
segera angkat kaki, kecuali Itcie Sinkang In Yu Liang
yang masih mempunyai urusan dengan pihak Bancie
sanchung. Pada mereka itu ia berkata, "Sekarang aku si
orang she Pian tidak bisa tancap kaki lagi di kalangan
kangouw. Aku malu bahwa aku telah bikin kau orang,
saudara-saudara, turut mendapat malu. Sekarang ada
saat terakhir bagiku, dari itu aku minta semua sahabat
dan saudara suka lekas berlalu dari Haytong-kok ini,
tentang diriku, kamu tidak usah pedulikan lagi. Jika aku
akhirnya bisa terlolos dari sini, nanti aku kunjungi
saudara-saudara sekalian untuk menghaturkan terima
kasihku. Harap saudara-saudara jangan berayal lagi,
karena kalau sampai bahaya keburu datang, aku sangat
menyesal...."
Ucapan ini telah membuka rahasia sendiri, maka itu, di
antara orang-orang yang tidak puas, ada juga yang
merasa kasihan pada Tiathong-liong yang sedang
menghadapi jalan buntu. Romannya si Naga Besi juga
ada sangat menyedihkan. Nyata, saking terpaksa, Pian
Siu Hoo sudah menjusta ketika ia perintah orangnya
melaporkan kedatangan Kee Thian Liong dari Tiatcitkang.
Itu melulu ada akalnya supaya semua orang pihak
Haytong-kok bisa keluar dari lubang jebakan.
"Kalau demikian, Pian pangcu," berkata Cee Siu Sin
dan Siauw Cee Coan semua, "baiklah, sampai di sini saja,
sampai kita orang bertemu pula!"
Segera mereka itu saling memberi hormat dan berlalu.
Sesudah itu Pian Siu Hoo dan In Yu Liang lantas saja
bekerja, ialah mereka pimpin orang-orangnya akan
kurung lembah jambangan dari sebelah atas dan
menyerang dengan batu begitu lekas sudah ternyata Hoa
Ban Hie dan kawannya masih tidak mau menyerah kalah.
Pian Siu Hoo tidak pernah pikir bahwa ketua dari
Bancie sanchung, pada saat ia masuk ke dalam lembah,
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah lantas perhatikan letaknya tempat dan Kiongsin
telah memikir, meskipun lubang terowongan ditutup,
tidak nanti ia bisa dirintangi akan molos keluar dari situ.
Si Ma-laekat Kemelaratan percaya, begitu lekas ia sudah
bisa naik, ia akan sanggup menolong kawan-kawannya.
Nyata pengemis tua ini telah memikir dengan sempurna
dan siasatnya Pian Siu Hoo tidak tepat.
Di samping itu, Hoa Ban Hie juga telah menaruh
kepercayaan besar terhadap Hengyang Hie-in Sian Ie,
yang sendirian telah masuk ke dalam Haytong-kok
dengan ambil jalan lain. Berdua mereka memang sudah
bersepakat. Nelayan dari Hengyang itu memang bertugas
mengamati segala gerak-geriknya si Naga Besi dan ia
pun telah berhasil mencegah sepak terjangnya lebih jauh
dari ketua Kangsan-pang, hingga orang she Pian ini
akhirnya menjadi putus pengharapan.
Ketika Pian Siu Hoo disamperi oleh Sian Ie, In Yu
Liang masih berada di sebelah utara sedang memimpin
anggota-anggota Haytong-kok melanjutkan penyerangan
mereka dengan batu, tetapi karena ia terancam bahaya,
Tiathong-liong tidak perhatikan kawan itu. Untuk
menyingkir dari musuhnya, ia gerakkan tubuhnya akan
lompat ke samping, dua atau tiga tombak jauhnya.
"Orang she Pian, kau masih memikir untuk lari?"
berseru Sian Ie, yang telah tubruk tempat kosong.
"Susah, sahabat, susah, itu ada terlebih sukar daripada
pergi naik ke sorga!...."
Seruannya Sian Ie disusul dengan gerakan tubuhnya,
akan lompat menyusul, sedang sebelah tangannya turut
melayang. Ia cekal sebatang Buhong-piauw dan piauw
itu ia lepaskan berbareng dengan lompatannya.
Pian Siu Hoo sudah nekat. Ia tidak dapat berpikir
banyak-banyak Ia balik tubuhnya, tangannya bergerak,
maka piauw-nya pun lantas melesat ke jurusan
lawannya. Maka segera terdengar suara nyaring, karena
kedua piauw kebentrok satu dengan lain dan sama-sama
jatuh ke tanah!
Tapi Pian Siu Hoo telah lepaskan piauw dengan
beruntun, karena ternyata piauw yang kedua sudah
lantas menyusul, malah tahu-tahu senjata yang liehay itu
telah menyambar dadanya Sian Ie.
Hengyang Hie-in berlaku awas dan gesit, hatinya
tabah bukan main. Ia egosi tubuhnya ke kanan,
tangannya ia angkat, ketika piauw lewat, ia jemput itu
hingga piauw musuh sekarang berada di tangannya.
"Awas!" ia segera berseru, berbareng dengan itu ia
menyerang dengan piauw musuh.
Pian Siu Hoo telah lompat akan menyingkir begitu
lekas ia lihat piauw-nya kena ditangkap, tetapi gerakan
Sian Ie ada cepat, ketika ia mencelat, piauw sudah
menjurus kepadanya, ke arah bebokongnya. Dalam
gerakan berbareng itu, sukar untuk ia berdaya, meskipun
ia coba egos diri, tidak urung piauw itu sudah makan
tuannya, mengenai pundak kirinya, hingga bajunya
tembus sampai pada kulit dan dagingnya, hingga
darahnya lantas mengucur. Meski demikian, ia tidak
merandek, dengan membawa lukanya, ia lari terus.
Serangan-serangan dari Sian Ie telah melambatkan
gerak-geriknya Pian Siu Hoo, dari itu tidak heran kalau
Hoa Ban Hie bersama-sama Tan Ceng Po dan Ang Tiu,
yang telah lolos dari ancaman jarum, sudah keburu
datang memburu.
Itu waktu, Hoa Ban Hie sudah lantas dapat lihat In Yu
Liang. "Tua bangka she Sian!" berseru si Malaikat
Kemelaratan pada sahabatnya dari Hengyang itu, "lihat
di seberang sana, itu kunyuk In Yu Liang masih saja
banyak tingkah! Dia tidak boleh dikasih hati! Serahkan
Pian Siu Hoo padaku! Kalau dia sampai bisa lolos dari
Haytong-kok ini, oh, benar-benar jatuhlah pamorku!
Maka, sahabat, aku serahkan pada kau itu kunyuk dan
orang-orangnya!"
Hoa Ban Hie tutup perkataannya dengan mencelatnya
tubuhnya, ke jurusan tempat menyingkirnya Pian Siu
Hoo, guna susul si Naga Besi itu.
Sian Ie dan Tan Ceng Po telah sahuti perkataannya si
Malaikat Kemelaratan, sedang si pengemis tua Ang Tiu
sudah lantas lari ke jurusannya In Yu Liang, seraya ia
teriaki, "Si orang she In memang masih punya urusan
yang belum diperhitungkan dengan kita, serahkanlah dia
kepadaku!"
Dan ucapan ini disusul dengan lompatan pesat dan
jauh, disusul lebih jauh dengan cara lari mengen-tengi
tubuh, karena ia pandai menggunai Kengsin-sut.
Di pihak ln Yu Liang, orang masih belum tahu yang
Pian Siu Hoo sudah kabur, mereka masih terus dengan
penyerangan mereka dengan batu-batu besar serta anak
panah juga. Si pengemis tua tidak pedulikan jumlah orang yang
banyak, ia menuju langsung kepada Itcie Sinkang In Yu
Liang. Di lain pihak, Hoa Ban Hie telah lakukan pengejaran
terhadap Tiathong-liong, yang ia susul dengan cepat. Ia
sekarang telah cekal Susat-pang-nya, karena ia tidak
mau kasih lolos lagi pada ketua yang licin dan busuk dari
Kangsan-pang itu. Ia telah gunai ilmu lari Cauwsiang-hui
atau "Terbang di atas rumput," supaya dengan begitu ia
bisa susul musuhnya.
Selama itu, Pian Siu Hoo sudah kabur jauhnya belasan
tombak dari tempat di mana tadi ia berdiri di atasan
lembah jambangan, di situ sebenarnya tidak ada jalanan,
yang dipanggil jalan hanya tumpukan-tumpukan puncak
kecil atau gem-bolan-gembolan pepohonan dan oyot,
atau juga pohon-pohon kayu yang cukup besar, kendati
demikian, itu semua tak menjadi rintangan bagi si Naga
Besi, malah ia lebih sukai jalanan yang sukar dan lebat,
agar ia bisa menyingkir ke dalam bukit. Yang paling
penting untuk dia adalah tolong jiwanya sendiri!
Dengan gunai kepandaiannya lari cepat dan lompat
jauh, Pian Siu Hoo saban-saban lompat mencelat, dari
satu puncak ke lain puncak, tujuannya adajurusan timur,
la sekarang tidak lagi punyakan jarumnya yang liehay
dan piauw-nya yang berbahaya, ia telah obral itu hingga
ia keputusan. Ini pun ada salah satu sebab kenapa ia jadi
semangkinan ingin lekas-lekas lolos saja. Ia pun tahu,
siapa yang sekarang terus kuntit ia " ialah si Raja
Pengemis yang ia malui!
Sebenarnya cuaca malam itu ada gelap, tetapi bagi
Kiongsin, cuaca itu tidak menjadi rintangan, saking
liehaynya matanya, apapula ilmu larinya yang cepat
membikin ia tidak ketinggalan jauh dari si Naga Besi,
ilmu lari siapa sebenarnya harus dikagumi. Coba
Tiathong-liong ada lain orang, ia barangkali sudah kecandak.
Sia-sia saja Pian Siu Hoo memikir akan umpetkan diri
di antara gegombolan atau tempat gelap matanya si
Malaikat Kemelaratan belum pernah kehilangan ia, maka
mau atau tidak, ia mesti lari terus lari sekuat-kuatnya ia
bisa. Ia tidak lagi memikir akan tempur secara nekat
pada itu kepala pengemis dari Bancie sanchung.
"Thian rupanya mestikan aku binasa...." pikir
Tiathong-liong sembari lari. Ia bingung kapan ia menoleh
dan lihat Hoa Ban Hie terus intili padanya.
Tujuan menyingkir tetap ada jurusan timur.
Di depannya Tiathong-liong sekarang ada melintang
satu solokan yang lebarnya empat atau lima tombak, di
seberang sana adalah tempat pegunungan seperti di
seberang sini. Solokan itu ada gelap, entah berapa
dalamnya, karena di situ orang tak bisa lihat apa-apa
kecuali sang gelap gulita.
Meski ia tahu watasnya Kengsin-sut-nya, Pian Siu Hoo
masih tidak berani coba loncati solokan itu, maka itu, ia
jadi ibuk bukan main.
Di belakang ia, Hoa Ban Hie terdengar tertawa
terbahak-bahak.
"Kunyuk, kau hendak lari ke mana?" demikian si
Malaikat Kemelaratan. "Binatang, hayolah kau serahkan
jiwamu!" Suara itu masuk nyata sekali ke kupingnya si Naga
Besi. Di sebelah barat utara ada sekumpulan pohon
besar, Pian Siu Hoo putar tubuhnya dan lari ke jurusan
gombolan itu, dengan niatan umpetkan diri di situ, agar
ia bisa molos dari kepungan. Tetapi, di luar tahunya
dengan ambil jalan itu, ia sebenarnya bakal kembali ke
mulut lembah dari Haytong-kok.
Sembari mengubar terus, Hoa Ban Hie kasih dengar
suaranya berulang-ulang.
"Binatang, apa kau ingin leluhurmu antar kau pulang"
Apa kau masih hendak cari tempat yang terlebih bagus
untuk lubang kuburmu, meskipun kematian sudah datang
dekat padamu" Baiklah!"
Kedua pihak masih saja terpisah satu dari lain. Bicara
hal Kengsin-sut, sebenarnya Hoa Ban Hie jauh terlebih
liehay, coba mereka ada di tanah datar, Pian Siu Hoo
mestinya sudah dapat dicandak, tetapi kalau sekarang
Tiathong-liong masih tetap merdeka, itu disebabkan,
kalau si Naga Besi kabur mati-matian, dengan tidak ingat
lagi bahaya dari sukarnya jalanan, tetapi Hoa Ban Hie
masih memikir-mikir. Si Malaikat Kemelaratan hanya
ingin supaya ia tidak terpisah jauh dari itu musuh, agar
dia itu tidak sampai lolos.
Selagi di sini Hoa Ban Hie dan Pian Siu Hoo seperti
main petak, di atas lembah, Hengyang Hie-in Sian Ie dan
Tonglouw Hiejin Tan Ceng Po sudah selesaikan tugas
mereka akan bikin tidak berdaya anggota-anggota dari
Kangsanpang. Tapi dua jago ini tidak mau kurbankan
jiwanya banyak orang, terutama karena mereka tahu,
rombongan anggota Haytong-kok itu bukannya orangorang
yang bertanggung jawab. Hati mereka berdua ada
murah, pertimbangan mereka ada adil.
"Lekas menyerah?" demikian mereka serukan. "Siapa
mau hidup, lekas letaki senjata, lekas mundur akan
tunggu putusan! Kita orang tak akan bunuh orang yang
tidak bersalah, kita tidak akan musnahkan perusahaan
penangkapan ikan dari Kangsan-pang, tetapi, jangan
melawan!" Seruan itu mengasih hasil, semua anggota Haytongkok
jadi ketakutan, bukan saja mereka berhenti
menyerang, malah mereka pada lari turun bukit.
In Yu Liang lihat orang berhenti menyerang dan oborobor
pada padam, ia tidak lihat pada Pian Siu Hoo, lantas
saja ia menduga pada keruntuhan pihaknya, ia bisa
menduga bahwa si Naga Besi sudah kabur atau
bercelaka di tangan musuh.
"Aku pun mesti menyingkir," ia pikir akhirnya.
Hanya sayang, Itcie Sinkang berpikir sesudah kasep,
sebab segera juga ia lihat datangnya satu pengemis tua,
ialah Ang Tiu. "Eh, orang she ln, perhitungan kita mesti dibereskan!"
kata pengemis itu. "Apa benar kau hendak anglap
utangmu dan kabur?"
Sebagai juga seekor walet, dengan habisnya jengekan
itu, Ang Tiu sudah lompat menghampirkan In Yu Liang,
begitu ia injak tanah dengan tombak pendeknya Lianhoan
Coakut-chio, ia sudah lantas menyerang.
In Yu Liang gusar, di mana ia tahu ia sukar lari, ia
hunus pedangnya dengan apa ia tangkis tusukan musuh,
maka di situ, berdua mereka jadi bertempur.
Ang Tiu merangsek, serangannya gencar, agaknya
benar-benar ia tidak mau loloskan musuh ini.
Justru itu, orang-orang Kangsan-pang atau Haytongkok
telah kabur semua, obor mereka dilemparkan
sembarangan, maka di antara sampokan angin, oborobor
itu ada yang berkobar-kobar.
Tatkala itu, di pihak lain Pian Siu Hoo sudah lari balik
ke mulut lembah. Di sini ia mesti saksikan bagaimana
orang-orangnya sudah kabur semua. Dalam
kekuatirannya, ia segera melihat Tan Ceng Po dan Sian
Ie lari menghampirkan untuk rintangi padanya. Dua
orang itu masing-masing datang dari jurusan timur dan
barat. Tiathong-liong mesti kertak gigi, karena ia nampak,
maju sukar, mundur tidak bisa. Maka ia cekal keras
cambuk Kulouw-pian-nya, dengan satu gerakan ia loncat
ke depan, bila kakinya menginjak tanah, ia sengaja
mendek sedikit dan sempoyongan dua tindak.
Di saat itu, Kiongsin telah dapat menyusul, sambil
berlompat ia kerjakan ruyung Susat-pang-nya untuk
hajar bebokongnya ketua Kangsan-pang dan menotok
dengan gunakan ujung ruyung.
Dalam saat genting yang berbahaya itu, Pian Siu Hoo
tidak lupakan kelicinannya, ia masih mau gunakan akal
atau tipu daya. Dengan geser rubuh sambil memutar
sedikit, ia telah kasih ruyung lewat di samping tubuhnya,
sambil berbuat demikian, dengan cambuknya ia terus
menyabet pinggang musuh, gerakannya sangat cepat.
Hoa Ban Hie terperanjat, dalam kagetnya ia lompat
menyingkir ke kiri, ruyungnya digerakkan akan
merintangi cambuk. Tapi cambuk itu sudah mengenai
batu kecil, hingga batu itu mencelat berhamburan.
Pian Siu Hoo tidak berhenti sampai di situ. Ia gunakan
ketika akan putar tubuhnya dengan gerakan Lianhoan
jiauwpou atau "Tindakan beruntun-runtun" dan sambil
berbuat demikian, ia hajar pula batu kecil berulangulang,
hingga batu itu meletik ke sekitarnya. Batu-batu
itu bisa jadi perintang bagi musuh-musuhnya, terutama
Hoa Ban Hie. Kemudian, sesudah dua putaran,
cambuknya dipakai terus menyabet paha kanannya
Kiongsin. Selama batu berhamburan, Hoa Ban Hie tidak bisa
merangsek lebih jauh, ia terpaksa merandek dengan
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lindungi saja dirinya, maka waktu ia diserang secara
mendadak, terpaksa ia mesti berkelit sambil lompat
tinggi. Ini adalah ketika yang dikehendaki oleh Tiathongliong.
la lihat musuh lompat mundur, bukannya ia lompat
akan menyusul dan menyerang lebih jauh, justru ia
lompat ke jurusan timur utara, ke satu tanah munjul
untuk angkat kaki. la tahu letaknya tempat, maka ia pun
ketahui, bila ia bisa lewatkan puncak itu, ia akan tiba di
luar mulut lembah, di situ ada tempat yang sukar,
jalanan yang berbahaya dan ia kenal baik. la ingin ambil
jalanan berbahaya itu untuk menyingkir dari ancaman
ke-bencanaan. Waktu itu, penyerangan di dalam lembah pun sudah
berhenti, maka juga Lim Siauw Chong dan Cukat Pok
bersama Yan Toa Nio dan Yan Leng In sudah lantas maju
ke jurusan barat selatan, tempat yang agak rendah untuk
nerobos naik. Tempat itu sebenarnya berbahaya, tapi
dengan tak ada serangan pula, bahaya itu telah lewat
untuk mereka berempat. Mereka loncat naik dengan
pegangi oyot-oyot pohon untuk merayap ke atas.
Tiauw Sam Ek dan yang lain-lain, semua orang
Kiongkee-pang, tidak turut teladan dari Cukat Pok dan
kawan-kawannya, sebaliknya mereka maju ke mulut
terowongan, di sini mereka semua bekerja akan
membuka jalan. Ketika Lim Siauw Chong dan kawan-kawannya manjat
ke atas, waktu itu justru Pian Siu Hoo sedang mengambil
jalan yang berbahaya akan meloloskan diri, maka juga
Yan Toa Nio dan gadisnya, lihat si Naga Besi hendak
melarikan diri.
Yan Leng In ada sangat gusar ketika melihat musuh
besarnya itu hendak kabur.
"Hoa loosu, jangan ijinkan manusia jahat itu lari!"
berseru nona Yan. "Kita hendak membalas sakit hati
kepadanya!" Hoa Ban Hie dengar seruan itu.
"Ya, kunyuk itu hendak melarikan diri!" ia sahuti. "Ia
hanya bisa kabur jika aku si pengemis tua sudah
gantikan ia mampus!"
Sementara itu, Pian Siu Hoo sudah sampai di atas. Ia
ada sebat dan ulat. Di situ ia berhenti akan pungut
beberapa batu besar, dengan itu ia menyerang ke
bawah, pada musuh-musuhnya. Ia harap musuhnya
binasa tertimpa batu atau sedikitnya mereka terhalang
untuk naik ke atas.
Hoa Ban Hie mesti gunakan senjatanya akan pukul
batu-batu yang menyerang padanya. Ia jadi sangat gusar
karena serangan itu.
"Pian Siu Hoo!" ia berteriak. "Kalau bapak moyangmu
bisa ijinkan kau menyingkir dari sini, aku akan jadi
turunanmu!"
Hoa Ban Hie pun tidak sudi, di depan banyak orang,
bikin musuh itu terlolos. Ia anggap itu berarti jatuh
merknya. Maka, dengan siapkan Susat-pang ia lantas
loncat naik ke atas akan maju dan kejar musuh licik itu.
Ia gunakan Kengsin-sut dan awasi batu musuh.
Dengan loncatan Cianliong sengthian atau "Naga naik
ke langit", sekejap saja ia sudah sampai di tempat yang
tingginya tiga tombak lebih, di sini ia bisa dapatkan
tempat untuk menaruh kakinya. Pada saat itu, beruntun
tiga buah batu menyambar padanya, itu adalah
penyerangan yang sekian kalinya dari Pian Siu Hoo
dengan timpukannya beruntun-runtun.
Dengan gagah Hoa Ban Hie singkirkan semua bahaya
itu. Ia sekarang terpisah hanya dua tombak lagi dari
ketua Kangsan-pang, maka ia jadi bertambah sengit dan
bernap-su. Dengan menerjang bahaya, lagi sekali ia
enjot tubuhnya akan lompat naik. Ia gunakan ilmu
lompat Ouw-liong coantah atau "Naga hitam tembuskan
menara". Tentu saja ia tidak mau maju dari depan, hanya ia
naik di sebelah belakangnya Pian Siu Hoo yang sedang
menyerang ke bawah dengan seru sekali, hingga ia tidak
sempat awasi musuhnya. Maka tahu-tahu si Ma-laekat
Kemelaratan sudah berada di dekatnya.
Bukan main kagetnya Tiathongliong. Ini ada saat mati
atau hidup. Tempat pun sempit. Justru tempat yang
sempit ini ia mau gunakan untuk keuntungan dirinya. Ia
balik tubuh dengan sangat cepat dan sama hebatnya ia
kerjakan cambuk Ku-louw-pian-nya.
Tetapi Kiongsin pun telah berlaku sebat luar biasa. Ia
datang dekat dan terus menyerang dengan ruyungnya
pada iga kanan orang. Pian Siu Hoo menjadi nekat,
dengan tidak gubris Susat-pang ia turunkan Kulouw-piannya
dari atas ke bawah, akan hajar batok kepala orang
agar menjadi hancur, la ingin supaya mereka binasa
sama-sama. Akan tetapi Hoa Ban Hie tidak mau serahkan jiwa
secara demikian, melihat serangan yang nekat itu, ia
batalkan serangannya sendiri dan lompat ke kiri akan
berkelit, ia angkat ruyungnya akan menangkis. Sekarang
ia hendak uji tenaga orang.
Kedua senjata telah bentrok dengan keras, hingga
menerbitkan suara berisik, setelah itu, ujung cambuk
melibat ruyung. Hoa Ban Hie lekas-lekas pasang kudakudanya,
dengan kumpul tenaga di tangan kanan, ia
gerakkan ruyungnya itu, supaya terlepas dari libatan
dengan berbareng ia bisa tarik senjata musuh.
"Kunyuk, kau turunlah!" ia membentak, berbareng
dengan kerahkan tenaganya.
Susat-pang bergerak ke kanan dengan luar biasa
kerasnya, tetapi di lain pihak, tangan kirinya si Malaekat
Kemelaratan dikeluarkan, ditujukan pada perut orang. Itu
adalah tipu silat Kimliong hianjiauw atau "Naga emas
mengulur kuku".
Pian Siu Hoo mesti hadapkan bahaya besar. Karena
ujung cambuknya melibat ruyung, ada sukar untuk ia
dengan cepat-cepat loloskan libatan itu. Tentu saja, ia
tidak mau lepaskan cambuknya, meski dengan demikian
ia akan terhindar dari bahaya terbetot oleh ruyung itu,
karena ia tahu, dengan tak bersenjata, semakin sukar
untuk ia layani pengemis tua yang liehay itu. Maka ia
coba tancap kakinya akan perte-guhkan kuda-kudanya,
sedang tenaga di tangan pun ia kerahkan.
Hoa Ban Hie telah keluarkan tenaganya, ia bisa bikin
tubuhnya Pian Siu Hoo doyong ke kanan, menuruti
betotannya ruyung. Dengan demikian, tubuh musuh
datang semakin dekat padanya, hingga tangan kirinya
semakin berbahaya.
Adalah di waktu itu, berkat pertahanannya yang matimatian,
tiba-tiba Tiathong-liong bisa bikin cambuknya
terlepas dari libatannya, karena ia hendak menyingkir
dari serangan pada perutnya, ia pun barengi angkat
kedua kakinya, akan berkelit sambil lompat. Apamau, ia
lompat dengan tak tujuan, maka ia telah lompat ke kiri,
ke pinggiran, hingga lantas saja rubuhnya menjadi
miring. Kaki kirinya telah kena injak pinggiran dan kaki
kanannya belum sempat injak tanah, hingga ia tidak
mampu bikin tubuhnya berat sebelah! Maka kalau ia
jatuh ia bakal jatuh kecemplung ke dalam jurang yang
dalam. Ketua dari Bancie sanchung tidak pedulikan
bagaimana rupanya keadaan musuh, ia maju pula.
Pian Siu Hoo sedang kaget sekali waktu kupingnya
dengar seruan, "Manusia jahat, ke mana kau hendak
lari?" menyusul mana, dari sebelah kanan ia, ada angin
yang menyambar dengan keras. Ia tidak sempat lihat
orang yang buka suara itu, tetapi ia kenalkan suara itu "
ialah suaranya Yan Toa Nio, musuh besarnya.
Percuma saja ketua Kangsan-pang mau berdaya,
kakinya tak bertenaga di pinggiran jurang itu, kendati
begitu, ia masih coba akan berkelit!
Serangan dari Yan Toa Nio ditujukan kepada pundak
kanan, tetapi si nyonya telah bisa menduga bahwa
musuh toh bakal berkelit, maka juga dengan tangan
yang lain, ia barengi menyerang juga pundak kiri musuh.
Itu ada serangan dari ilmu pukulan, yang Yan Toa Nio
dan gadisnya telah yakinkan sejak mereka umpetkan diri.
Sia-sia saja Pian Siu Hoo berkelit, pundak kirinya tidak
bisa lolos dari serangan musuh, maka itu, dengan tubuh
sempoyongan, ia rasai sakit yang bukan main hebatnya.
Rasa sakit itu, dari pundak, turun ke lengan, ke peparu
juga. Ia sempoyongan, ia tidak mampu lantas
pertahankan tubuh.
Tetapi, serangan masih belum berhenti.
Tiba-tiba terdengar jeritan yang menyeramkan, yang
memilukan, "Ayah yang bercelaka, aku balaskan sakit
hatimu!" Jeritan itu disusul dengan berkelebatnya sinar pedang
ke jurusan mukanya Pian Siu Hoo, hingga dia ini jadi
kaget, hingga tidak lagi pertahankan tubuh, ia justru
buang tubuhnya jatuh, maksudnya agar ia bisa
menyingkir dari pedang yang tajam dan menakuti itu.
Tapi, percuma saja ia berdaya, akan tolong diri,
gerakannya sudah jadi lambat, maka ujung pedang telah
nancap di dadanya, hingga dengan tak menjerit lagi,
tubuhnya rubuh celentang.
Di depan ia sekarang muncul Yan Leng In serta Yan
Toa Nio, anak dan ibu ini telah selesaikan kewajiban
mereka, membalas sakit hatinya ayah dan suami mereka.
Hoa Ban Hie telah menghampirkan disusul oleh
Souwposu Cukat Pok, malah orang she Cukat ini dengan
membawa sebuah obor di tangannya, hingga dengan
begitu, tempat di mana mereka berkumpul menjadi
bercahaya terang.
Kemudian juga muncul Hengyang Hie-in Sian Ie serta
si pengemis tua Ang Tiu, hingga di situ, puncak
Siauwthian-hong, ada berkumpul cukup banyak orang,
yang hadapkan mayatnya Pian Siu Hoo dengan tubuh
berlumuran darah dan muka berjengit.
"Apakah semua musuh sudah disapu bersih?" Hoa Ban
Hie tanya Cukat Pok.
Souwposu belum menjawab, atau Ang Tiu telah
mendahului, katanya, "Chungcu, si orang she In bisa
lolos, tetapi dengan tubuh tapadakpa! Pedangnya
terjatuh ke dalam tanganku, jalan darahnya Koan-goanhiat
telah kena aku totok! Ia mempunyai Iweekang yang
liehay dan tubuh yang kuat, tetapi biarnya itu peryakinan
dari beberapa puluh tahun, totokanku bakal bikin ia
bercelaka sedikitnya dua atau tiga tahun, hingga ia tidak
usah harap bahwa dia nanti bisa muncul pula di dunia
kangouw untuk menjagoi lagi! Biarlah kita gunai saja
pedang ini untuk minta ampun pada su-couw kita...."
Hoa Ban Hie tidak lantas bicara, hanya dari tubuhnya
Pian Siu Hoo yang jengkang, ia memandang kepada
pedangnya In Yu Liang yang tercekal dalam
genggamannya Ang Tiu. Ia telah unjuk roman yang
keren sekali. Adalah sesaat kemudian, baru ia mengelah
napas. "Aku tidak sangka bahwa begini macam ada
kesudahannya pertemuan di Haytong-kok ini," kata ia
dengan sabar. "Tadinya aku mengharap, dengan
kegagahanku, dengan kesabaranku, aku bisa bikin
permusuhan jadi kecil dan lenyap. Sebenarnya Pian Siu
Hoo, karena kelicinannya, karena kejahatannya, pantas
dapat hukuman ini meskipun tidak ada urusannya
dengan keluarga Yan, maka adanya urusan itu telah
menambah kedosaannya. Orang semacam dia mana bisa
tak menerima pembalasan yang hebat" Sayang adalah In
Yu Liang, yang gagah dan setia pada sahabat hingga
gunai membelai Pian Siu Hoo, ia berani satroni Bancie
sanchung dan permainkan pelita kecil kita. Mana ia tahu
bahwa kesembronoannya itu telah memberi akibat ini
untuk dirinya sendiri, karena ia telah bangkitkan
kegusaran dari kaum Kiongkee-pang. Aku orang yang
benci kejahatan, untuk itu aku biasa berlaku kejam,
tetapi akan turun tangan terhadap In Yu Liang, aku
masih sangsi-sangsi. Ia ada gagah dan setia, orang
semacam dia harus dihargai, apapula ia telah menjadi
satu ahli silat yang kenamaan. Sekarang ia mesti hidup
bercacat...."
Baru saja Hoa Ban Hie berkata sampai di situ,
kelihatan Tan Ceng Po datang bersama-sama Lim Siauw
Chong. Mereka ini muncul untuk mengundang Hoa Ban
Hie pergi ke mulut lembah.
"Hee In Hong sekalian telah bisa pegat mulut lembah
dan semua orang Kangsan-pang keburu dicegah
kaburnya," Tan Ceng Po kasih tahu. "Sekarang mari kita
tengok mereka itu."
Hoa Ban Hie menurut.
"Marilah," ia kata.
Dalam satu rombongan, dengan tinggalkan mayatnya
Pian Siu Hoo, mereka berlalu dari puncak itu akan pergi
ke mulut lembah.
Dengan sebenarnya Hee In Hong, bersama semua
kawannya, sudah bisa pegat mulut lembah, hingga
semua orang Kangsan-pang tidak berani nerobos lari. Di
bawah ancaman senjata, mereka tidak berani bikin
perlawanan begitu lekas mereka diberitahukan bahwa
Pian Siu Hoo sudah terima ajalnya. Mereka tidak jadi
nekat, sedang di antaranya memang ada beberapa yang
tak setujui sikapnya Tiathong-liong, dan mereka menurut
pun saking terpaksa.
Tidak lama, Hoa Ban Hie telah sampai, ini raja
pengemis lantas angkat bicara pada orang-orang pihak
musuh itu. "Kau orang jangan takut," ia bilang, "kita datang
justru untuk mencari perdamaian."
Lantas ketua dari Bancie sanchung beber
kejahatannya Pian Siu Hoo, yang bermusuhan dengan
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keluarga Yan dan pihak Kiushe Hiekee, bagaimana si
Naga Besi mau ganggu daerah Bancie sanchung,
bagaimana perdamaian tidak bisa didapat, hingga
mereka kedua pihak mesti lakukan pertempuran matimatian.
"Tapi kita sekarang tidak mau ganggu kau orang, asal
kau orang mau mengerti dan selanjutnya mau hidup
damai," kata Kiongsin lebih jauh. Ia lalu kemukakan
syarat, untuk Kangsan-pang hidup damai dengan pihak
Kiushe Hiekee dan keluarga Yan, ialah dengan bagi
daerah perairan, supaya kedua pihak hidup akur, agar
keluarga Yan ditun-jang. "Kalau kau orang mupakat,
silakan angkat pemimpin baru, guna kita orang tetapkan
perjanjian ini."
Pihak Kangsan-pang itu setuju, mereka lantas pilih
ketua yang baru, ialah Sincit Ie Thian Siu, seorang yang
pandai main di air dan salah satu orang yang tidak
setujui sepak terjangnya Pian Siu Hoo.
Sampai di situ, perjanjian lantas dibikin.
Tapi Yan Toa Nio dan anaknya tidak mau ditanggung
kehidupannya oleh pihak Kangsan-pang, mereka
nyatakan mau kembali ke Giokliong-giam Hiecun, tempat
yang mereka setujui, untuk tinggal tetap di sana. Dengan
begini, dengan sendirinya, pihak Kangsan-pang jadi
terlepas dari salah satu tanggungan. Begitu lekas
perjanjian sudah di bikin, kedua pihak lantas berpisahan.
Hoa Ban Hie pulang ke Bancie sanchung, dan lakukan
upacara memperbaiki kedudukan pelita suci, Tan Ceng
Po sekalian turut menyaksikan.
Kemudian lagi, Yan Toa Nio dan anaknya telah pergi
urus jenazah suami dan ayah mereka"Yan Bun Kiam "
untuk dikubur pula dengan upacara di Samcee-kauw, di
daerah Hucun-kang, di satu tempat yang terpilih baik.
Pihak Kiushe Hiekee juga sudah lantas perbaiki
kedudukan mereka di Hucun-kang, hingga kaum nelayan
ini bisa tuntut penghidupan seperti biasa.
Adalah banyak waktu kemudian, Yan Leng In terpuja
oleh sekalian nelayan, tukang-tukang perahu dan orangorang
pelayaran, karena ia jadi pembela mereka
terhadap gangguan bajak-bajak di daerah sekitar
Giokliong-giam Hiecun, di mana sering orang lihat ia
seorang diri mengendarai perahu di muka perairan
daerah perikanan yang makmur itu....
TAMAT Pendekar Sadis 9 Suling Emas Dan Naga Siluman Bu Kek Sian Su 11 Karya Kho Ping Hoo Istana Pulau Es 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama