Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Bagian 4
terkejut karena mereka juga kehilangan banyak serdadu.
Mereka maklu m bahwa kalau saja se mua penguasa daerah
benar-benar bersatu dan setia kepada Mataram, maka
persatuan itu akan merupakan kekuatan besar sekali yang
menganca m keduduka Kumpeni. Maka, beberapa kali Kumpeni
Belanda mengutus para pejabat penting untuk menghubungi
Sultan Agung dan menawarkan perdama ian dengan janji
hadiah-hadiah besar kepada Sultan Agung. Namun, Sultan
Agung mengajukan syarat, yaitu Mataram bersedia berda mai
dengan Kumpeni Belanda kalau Belanda ma u menga kui
Sultan Agung sebagai penguasa di seluruh Nusa Jawa
termasuk Batavia. Syarat ini ditolak Belanda seh ingga kedua
pihak tetap saja berada dalam keadaan "perang dingin". Di
mana- mana terjadi pergolakan kecil-kec ilan dan se mua
langkah Kumpeni Belanda pasti mene mui rintangan-rintangan.
Semaca m perang ger ilya dilakukan ra kyat yang setia kepada
Mataram dan hal ini a mat menyusahkan Belanda. Kemba li
mereka mencoba untuk me mbujuk rayu para penguasa
dengan me mbagi-bag i hadiah, juga mereka menyebar para
telik sandi yang me miliki dua buah tugas. Pertama, mengadu
domba antara para penguasa daerah dan Mataram ser hingga
para penguasa daerah mau me musuhi Mataram, dan menar ik
penguasa itu menjad i sekutu Kumpeni.
Ki Sumali mengetahui akan keadaan itu. Diapun s iap siaga
dan me lakukan penga matan kalau-kalau di daerahnya
kemasukan telik sand i (mata- mata) Kumpeni yang hendak
me lakukan pengacauan. Dia harus selalu s iap menghadapi
para telik sandi Belanda dan me mbas mi mereka karena orangorang yang menjadi pengkhianat penjual tanah air dan bangsa
itu tindak tanduknya hanya mendatangkan kekacauan dan
kerusuhan belaka. Mereka tidak segan-segan me lakukan apa
saja demi pengabdian mere ka kepada Kumpeni Belanda, atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih tepatnya, tidak segan-segan melakukan apa saja demi
uang karena mereka menjadi mata- mata Kumpeni Belanda
itupun pada dasarnya karena tertarik hadiah-hadiah uang
yang banyak dari Belanda.
Sejak ja man dahulu, manusia se lalu dikuasai dan
diper mainkan oleh harta benda yang dianggap merupakan
sumber dari segala bentuk kesenangan yang dapat diperoleh
dan dinikmati selagi hidup di dunia! Manusia berlumba
mengejar harta, kalau perlu dengan saling berkelah i, bahkan
me luas menjadi bangsa yang saling berperang, saling
me mbunuh. Tuhan Yang Maha Kuasa dilupakan, segala firman
dan laranganNya diabaikan karena manusia sudah tergila-gila
oleh harta benda, memujanya, mengejarnya, sehingga untuk
mendapatkannya, menghalalkan segala cara. Apakah yang
mendorong bangsa Belanda ingin menguasai Nusa Jawa"
Bukan lain karena harta benda! Melihat Nusa Jawa yang loh
jinawi (subur ma kmur), menghasilkan rempa-re mpa yang
amat berharga, menjanjikan keuntungan yang dapat me mbuat
mereka kaya raya, bangsa Belanda mengilar dan melakukan
segala daya upaya, bahkan yang berlawanan dengan tata
susila dan pelajaran agama mereka, untuk menguasai Nusa
Jawa. Manusia dapat men ikmat i hidupnya di dunia, tak dapat
dibantah lagi, sebagian karena adanya harta atau uang. Sukar
me mbayangkan dapat hidup pantas sebagai manusia tanpa
uang sama sekali! Akan tetapi, harta atau uang me mang
dapat menenteramkan dan me nyejahterakan hidup selama
MANUSIA MENGUASAINYA, sehingga harta itu tetap menjadi
abdinya, dan manusia dengan kemanusiaannya yang beriman
kepada Gusti Allah dapat me manfaatkan harta atau uangnya
itu demi kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya. Kalau
sebaliknya terjadi HARTA YANG MENGUASAI MANUSIA, maka
ma lapetakalah akibatnya. Manusia menjadi ta mak, lupa diri,
lupa Tuhan, hanya uang yang dipujanya, menjadi angkara
murka, adigang-adigung-adiguna, sapa sira sapa ingsun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Merasa berkuasa karena punya harta! Berbuat sesuka hatinya,
mengejar kesenangan diri pribadi dan akibatnya timbul
konflik-konflik yang dapat menja lar menjadi perang antar
golongan, antar bangsa dan antar negara! Kalau ditelusuri
secara jujur, hampir se mua pertikaian atau peperangan itu
sudah pasti berdasar kepada me mperebutkan harta!
Andaikata Ki Sumali itu berjiwa kerdil sehingga jiwanya
mudah d ipengaruhi daya rendah harta benda, tentu dia sudah
hidup kaya raya karena dulu, gurunya, Aki Somad yang
sekarang telah meninggal, pernah mengajaknya untuk
menjad i antek Kumpeni Belanda dengan imbalan harta yang
amat banyak. Namun Ki Suma li berjiwa satria, tidak dapat
dipengaruhi bisikan iblis yang selalu merayu manusia dengan
iming-iming segala hal yang serba enak, indah, dan
mendatangkan kenikmatan dan kepuasan nafsu. Dia meno lak,
bahkan rela dimusuhi. Dia tetap hidup sebagai seorang petani
sederhana, namun dalam kesederhanaannya
itu dia merasakan kebahagiaan bersama isterinya, Winarsih yang
amat dicinta dan amat mencintanya.
Pagi hari itu udara amat dinginnya di Loano. Sinar matahari
telah mengusir kabut dari muka bumi, na mun sinarnya yang
masih muda dan hangat itu belum ma mpu me ngusir hawa
dingin yang menyusup tulang. Burung-burung telah la ma
berangkat menunaikan tugas mencari makan, kupu-kupu
sudah mula i me layang-layang beterbangan di sekitar bungabunga yang mekar se merbak harum me mikat para kupu-kupu
agar menghisap madunya sehingga benih-benih dalam
serbuknya dapat melekat terbawa kaki kupu-kupu dan dibawa
hinggap ke kembang la in sehingga benih itu dapat menjadi
penyalur berkembang-bia knya pohon kembang itu.
Udara amat segar dan sejuk dan cuaca amat cerah. Semua
yang berada di permukaan bu mi dimandikan cahaya matahari
yang mengandung sari kehidupan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sumali dan isterinya sejak pagi tadi sudah bersiap-siap
seperti kebiasaan mereka setiap har i, yaitu bekerja di ladang.
Pagi tadi Winarsih sudah menghidangkan jagung rebus dan air
teh kental untuk sarapan mereka berdua dan kini mereka
sudah keluar dari p intu depan rumah mere ka. Winarsih hanya
menutupkan daun pintu dar i luar. Pada masa itu, orang-orang
di Loano dan kebanyakan pedesaan lain tidak pernah
mengunci pintu kalau mereka meninggalkan rumah mereka.
Cukup daun pintunya saja ditutup, itu berarti bahwa pe milik
rumah sedang keluar. Tidak ada barang yang terlalu a mat
berharga dalam rumah. Dan pula, siapa yang akan mengambil
milik orang lain da la m rumah orang pula" Kecuali para maling
yang tidak banyak jumlahnya, itupun biasanya para maling
tidak mau mencuri hanya pakaian dan barang tidak berharga.
Ki Suma li yang sudah berusia sekitar lima puluh lima tahun
itu masih ta mpak gagah. Tubuhnya hanya mengenakan celana
hitam sebatas betis, tanpa baju dan berkalung sarung.
Kepalanya tertutup sebuah caping lebar. Tubuhnya! tegap
namun tida k besar, sedang saja walaupun tampak kokoh kuat.
Kumisnya tipis dan pendekar ini tak pernah terpisah dari dua
senjatanya, yaitu sebatang keris yang terselip di pinggang,
yaitu keris pusaka Sarpo Langkipg yang hitam warnanya,
sesuai dengan na manya Sarpo Langking (Ular Hita m)
bentuknya juga seperti seekor ular, dan sebatang suling
bambu terselip di pinggang kanan. Selain untuk berjaga diri,
dia tidak mau men inggalkan dua buah benda kesayangan itu
di rumah, takut kalau-kalau hilang dia mbil orang.
Winarsih tampa k segar dan ayu manis pagi itu. Ia
mengenakan kain yang agak tinggi, sampa i di lutut,
mengenakan pakaian sederhana dan ra mbutnya digelung dan
tertutup sebuah caping pula. Tangan kirinya me megang
sebatang arit dan tangan kanannya menjinjing keranjang
kosong, hanya terisi sebuah kendi air.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di pekarangan rumah mereka telah menanti dua orang
petani berusia sekitar tiga puluh tahun. Mereka adalah dua
tenaga pembantu mereka bekerja di ladang.
Melihat Ki Sumali dan Winarsih sudah keluar dari pintu, dua
orang itupun bangkit berdiri, me manggul pacul masing-masing
di pundak kanan.
"Apakah kalian ingin sarapan jagung rebus dan minu m air
teh dulu?" tegur Winarsih kepada dua orang pe mbantu itu
dengan sikap ramah.
"Wah, terima kasih, mas ayu. Akan tetapi -tadi sebelum
berangkat ke sini kami sudah sarapan singkong bakar, sudah
kenyang." jawab seorang dari mereka.
Tiba-tiba mereka semua terkejut mendengar suara orang
tertawa ngakak (terbahak). Ketika mere ka me mandang, dari
pintu pekarangan muncul tiga orang dan mereka me masu ki
pekarangan tanpa kulanuwun (per mis i).
Ki Suma li mengerutkan alisnya, mengamati tiga orang yang
kini mengha mpiri. Yang di depan adalah seorang laki-laki
berusia sekitar e mpat puluh lima tahun, bertubuh tinggi
besar dan kulitnya hitam, mukanya brewok seperti seorang
raksasa. Sepasang matanya yang lebar itu terbelalak seperti
hendak meloncat keluar dari kelopaknya, hidungnya mbe ngol
(besar bulat), mulutnya lebar dengan bibir tebal men ghita m.
Benar-benar seorang yang menyeramkan dan dari penampilannya tampak jelas bahwa orang itu tentu me miliki
tenaga yang kuat sekali. Tampak kokoh kuat seperti batu
karang. Kedua lengannya besar panjang dengan otot
me lingkar-lingkar dan di kedua pergelangan tangannya dihias
gelang akar bahar hitam berbentuk u lar. Di pinggangnya yang
gendut itu tergantung sebatang ruyung berwarna coklat
kehita man mengkilap. Pakaiannya serba kuning dan sehelai
sarung dikalungkan di pundak. Adapun dua orang yang
berjalan di belakangnya adalah dua orang laki-la ki berusia
kurang lebih tiga puluh tahun, keduanya bertubuh kekar pdan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuat walaupun tidak sekokoh orang" pertama. Pakaian mereka
juga serba kuning, dan keduanya bertampang galak. Sebatang
klewang (golok) tergantung di pinggang mas ing-masing.
Dari pintu pekarangan saja, laki-la ki seperti raksasa itu
sudah mengeluarkan kata-kata yang kasar dan lantang,
menya mbung tawanya yang terbahak-bahak. "Ha-hah-ha, ini
yang namanya Ki Sumali, pengecut besar yang tidak mengenal
budi itu! Orang maca m kamu ini tida k patut hidup!"
Dua orang petani pembantu Ki Sumali menjadi marah
me lihat sikap kasar dan kata-kata yang menghina itu. Sebagai
penduduk Loano yang rata-rata memiliki keberanian besar,
merekapun tidak takut kepada raksasa yang kasar itu. Apa lagi
mereka tidak mengenal s iapa tiga orang itu. Jelas bukan orang
Loano, karena kalau mereka penduduk Loano, tentu dua
orang petani itu mengenal mereka. Maka mereka lalu
menghadang dan seorang di antara mereka menegur.
"Ki sanak, siapakah andika bertiga dan ada keperluan
apakah datang berkunjung ke sini" Tidak sepantasnya andika
datang-datang mengucapkan kata-kata menghina terhadap Ki
Sumali yang terhormat di Loano ini."
Raksasa hitam itu me mbelalakkan matanya yang sudah
lebar kepada dua orang petani itu, kemudian tiba-tiba dia
mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah mere ka dari
jarak antara tiga meter.
"Wuuuuttt... bressss ...!" Tubuh dua orang petani itu
terjengkang dan mereka tewas seketika dengan muka
berubah hitam seperti hangus. Ki Sumali me lihat betapa kedua
telapak tangan raksasa itu mengeluarkan asap dan ta mpak
me mbara, lalu pada m lagi.
"Aji Tapak Geni...!" Dia berseru kaget. Tentu saja dia
mengenal aji kesaktian itu karena dia sendiri juga menguasai
aji itu! "Siapakah andika dan mengapa anda datang-datang
me mbunuh orang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini Ki Suma li bertanya dengan muka berubah merah
saking marahnya melihat perbuatan kejam raksasa hitam itu.
Winarsih me mbuka capingnya, melepaskan arit dan keranjang,
lalu berlari mengha mpiri dua orang pembantu yang
mengge letak tak bergerak. Me lihat ini, Ki Sumali berseru.
"Winarsih, jangan dekati, jangan sentuh mereka!"
Mendengar bentakan ini, Winarsih berhenti berlari dan ia
berdiri bingung dan ketakutan me mandang raksasa hitam
yang kini me mandang kepadanya sambil menyeringai,
me mper lihatkan giginya yang besar-besar di balik sepasang
bibir yang tebal menghita m itu.
"Heh-heh-ha-ha-ha,
ini isterimu" Heh, masih muda dan a mat
man is, lebih pantas
menjad i biniku." Dia
meno leh kepada dua
orang di be lakangnya
dan berkata, "Hayo,
tangkap perempuan itu
dan bawa pulang. Awas, jangan sakiti ia!"
Dua orang itu tanpa
banyak cakap lalu berlompatan ke depan
untuk menangkap
Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Winarsih. Melihat ini, Ki Suma li tentu saja marah dan dia
sudah menggerakkan kaki untuk mengha mpiri dan me lindungi
isterinya dari gangguan orang itu. Akan tetapi tiba-tiba
raksasa itu telah me langkah lebar menghadangnya.
"Ho-ho, Ki Suma li. Perempuan itu kini milikku dan engkau
harus mati!" kata raksasa bermuka hitam itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jahanam keparat!" Ki Suma li berseru marah melihat
betapa kedua lengan isterinya sudah ditangkap oleh dua orang
itu dan ditarik keluar dari pekarangan. Winarsih menjerit-jer it
dan meronta-ronta. Ki Suma li yang dihadang oleh raksasa itu
lalu men geluarkan pekik me lengking yang me me kakkan
telinga. Inilah Aji Jerit Bairawa, teriakan yang mengandung
kekuatan sihir dan dapat melumpuhkan lawan yang terserang
oleh suara itu secara langsung.
"Ha-ha-ha-ha, apa artinya Jerit Bairawa itu bagiku"
Permainan anak kecil!" kata raksasa itu sambil tertawa.
Ki Suma li terkejut. Ternyata raksasa itu mengenal pula
ajiannya dan sama sekali tidak terpengaruh. Maka dia la lu,
mencabut keris Sarpo Langking dari ikat pinggangnya dengan
tangan kanan dan mencabut sulingnya dengan tangan kiri lalu
menerjang dengan gerakan dahsyat kepada lawannya.
Raksasa itu ternyata marah melihat betapa kedua lengan
isterinya sudah ditangkap oleh dua orang itu dan ditarik
keluar dari pekarangan. dapat bergerak cepat sekali. Dengan
mudah dia sudah dapat mengelak dari serangan yang
dilakukan Ki Sumali dengan kedua senjatanya, bahkan lengan
kirinya yang panjang itu sudah bergerak dan tangannya yang
me mbentu k cakar menyambar ke arah kepala Ki Sumali!
Hebat sekali serangan ini dan Ki Sumali maklum betapa
kuatnya tangan itu, sudah terasa anginnya yang panas
menya mbar dan kalau mengenai sasaran, aji kekebalannya
tentu tidak kuat melindungi kepa lanya. Maka dia melompat ke
belakang lalu mengayun kembali keris dan sulingnya secara
bergantian, menyerang ke bagian tubuh yang berbahaya dari
raksasa itu. "Eh, bagus juga ilmu kepandaian mu!" Raksasa itu
me lompat ke belakang me nghindarkan diri, kemudian tahutahu dia sudah mengambil ruyungnya yang terbuat dari galih
asem (bagian tengah batang pohon asa m) yang amat keras
dan kuat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, jeritan Winarsih menar ik perhatian dan
sebentar saja banyak penduduk Loano berdatangan ke tempat
itu. Melihat ini, dua orang yang menangkap W inarsih lalu
berlompatan ke atas punggung kuda mereka yang berada di
luar pekarangan. Sambil me mondong W inarsih yang merontaronta, seorang di antara mereka me mbalapkan kudanya pergi
dari situ. Temannya melindungi dari belakang dan ketika ada
beberapa orang laki-laki penduduk Loano hendak mengha langi
atau mengejar penculik Winars ih itu, dia menggerakkan
cambuk kudanya. Terdengar bunyi ledakan-ledakan dan
beberapa orang laki-la ki terpelanting dan menderita lecet-lecet
berdarah oleh cambukan. Orang ke dua itu lalu me mbalapkan
kudanya menyusul te mannya.
"Plak! Trang...!!"
Suling dan keris itu terlepas dar i tangan Ki Sumali ketika
bertemu dengan ruyung. Raksasa itu tertawa bergelak. Ki
Sumali sudah menggosok kedua telapak tangannya yang
mengepulkan asap. Dia mengerahkan Aji Tapak Geni untuk
menyerang. Akan tetapi lawannya juga sudah menggantungkan ruyung dan sudah siap. Ketika Ki Suma li
mendorongkan tangannya sambil mengerahkan seluruh
tenaga Aji Tapak Geni, Raksasa itu menyambut dengan
dorongan kedua tangannya pula.
"Wuuuttt... dess...!!" Tubuh Ki Suma li terlempar sa mpai
tiga meter jauhnya dan terbanting jatuh ke atas tanah. Dia
merasa dadanya nyeri, tanda bahwa dia kalah kuat sehingga
tenaganya sendiri me mbalik. Se mentara, raksasa itu tertawa
bergelak. Akan tetapi pada saat itu, banyak penduduk datang
berlarian ke tempat itu. Melihat ini, raksasa itu me langkah
lebar menuju ke luar pekarangan. Agaknya jerih juga hatinya
menghadap i demikian banyak orang. Siapa tahu, di antara
mereka terdapat orang-orang yang sakti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat raksasa itu hendak pergi, Ki Sumali menguatkan diri
dan berteriak lantang. "Jahanam, tinggalkan na ma mu kalau
andika bukan pengecut!"
Raksasa itu sudah me lompat naik ke atas punggung kuda.
Akan tetapi sebelum dia me mbedal kudanya, dia menengok ke
arah Ki Sumali dan berseru, "Ki Singobarong nama ku,
Nusaka mbangan tempat tinggalku!" Setelah berkata demikian,
raksasa itu me mbalapkan kudanya. Para penduduk Loano
tidak ada yang berani menghadangnya, mengingat betapa
saktinya raksasa itu yang sudah ma mpu mengalahkan Ki
Sumali. Melihat ini, Ki Sumali de mikian khawatir akan isterinya
dan demikian marah, ditambah luka dalam dadanya dan
diapun terkulai pingsan!
Para penduduk segera mengangkat Ki Sumali yang pingsan
ke dalam rumah dan mengangkut jenazah dua orang petani
itu kembali ke rumah mas ing-masing. Semua orang ra mai
me mbicarakan peristiwa hebat itu. Mendengar betapa Ki
Sumali roboh pingsan, kalah bertanding melawan seorang
raksasa hitam, semua orang menjadi terkejut dan gelisah.
Kalau Ki Sumali saja t idak ma mpu me lawan, siapa yang akan
me lindungi mereka kalau ada penjahat sakti itu mengganggu
ketenteraman Loano" Mereka hanya me mbaringkan tubuh Ki
Sumali di atas pe mbaringan dan dua orang menjaganya di
kamar itu, yang lain duduk berkerumun di pendopo rumah
sambil tiada hentinya membicarakan peristiwa diculiknya
Winarsih tadi. Belum la ma peristiwa itu terjadi, maka be lasan orang di
pendopo itu serentak bangkit ketika mereka melihat seorang
pemuda me masuki pekarangan rumah Ki Sumali. Pemuda itu
pasti bukan orang Loano karena mere ka tidak mengenalnya,
maka tentu saja mereka merasa curiga. Bahkan di antara
mereka sudah ada yang menga mbil arit atau linggis untuk siap
siaga kalau-kalau yang datang itu orang jahat sebangsa tiga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang tadi datang menyerang Ki Sumali dan menculik
Winarsih. Akan tetapi pemuda itu tampak sederhana. Usianya sekitar
dua puluh tahun tubuhnya tinggi tegap, wajahnya tampan
man is, sinar matanya lembut dan langkahnya tenang seperti
langkah harimau dan ketika dia me lihat belasan orang berdiri
di pendopo ru mah Ki Sumali, pemuda itu mengerutkan alisnya
dan pandang matanya mengandung keheranan.
"Permisi...!" Pemuda itu me mberi sala m, lalu disambungnya
dengan pertanyaan, "Bolehkah saya mengetahui apakah
Paman Sumali berada di rumah ?"
Orang-orang itu saling pandang, kemudian seorang di
antara mereka, yang tertua, berbalik dengan pertanyaan yang
terdengar penuh curiga kepada pemuda itu. "Katakan dulu,
siapa andika dan ada keperluan apa dengan Ki Suma li?"
Pemuda itu mengerutkan alis nya dan sinar matanya
menyapu semua orang itu, Tampaknya mereka ini orang baikbaik dan orang-orang biasa, pikirnya, akan tetapi mengapa
berkumpul di pendopo ini"
"Na ma saya Lindu Aji, dan saya adalah sahabat baik dari
Paman Sumali, maka saya datang mengunjunginya."
Agaknya orang tua itu percaya akan keterangan Lindu Aji,
apalagi me mang sikap pe muda itu bukan seperti orang jahat
yang berniat buruk. Maka dia lalu berkata, "Maafkan sikap
kami yang penuh curiga, anak mas. Sebetulnya baru saja di
sini kedatangan tiga orang penjahat. Mereka menculik mas
ayu Winarsih dan melukai Ki Suma li."
Aji terkejut bukan main. Winarsih diculik dan Ki Sumali
dilukai" "Bagaimana keadaan Paman Suma li sekarang" Di
mana dia?"
"Itu, ka mi baringkan di atas tempat tidurnya dalam kamar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Biar aku me meriksanya, siapa tahu aku akan dapat
menye mbuhkan nya!" kata Aji dan pe muda ini lalu di ringkan
mereka menuju ke kamar Ki Sumali.
Melihat Ki Suma li rebah dengan muka pucat dan napas
terengah-engah, Lindu Aji cepat mendekati. Dia duduk di tepi
pembaringan dan cepat me meriksa dada Ki Suma li. Tahulah
dia bahwa Ki Suma li terluka di sebelah da la m dadanya. Ada
hawa panas yang meluka i sebelah dalam tubuhnya.
"Saya harap andika sekalian suka keluar dari kamar dan
menonton dari luar agar hawa kamar ini tidak menjadi
pengap. Aku akan mengobati Ki Suma li." kata Lindu Aji.
Orang-orang itu lalu keluar dan kembali ke pendopo. Ada
beberapa orang saja yang menonton dari luar pintu kamar,
sekalian untuk menjaga karena tentu saja mereka belum
percaya sepenuhnya kepada pemuda yang tidak mereka kenal
itu. Llndu Aji me lepas sarung yang bergantung di leher Ki
Sumali. Karena pendekar itu me mang tidak me makai baju,
maka mudah sekali bagi Lindu Aji untuk melakukan
pemeriksaan. Setelah jelas apa yang diderita Ki Sumali, Aji lalu
me letakkan kedua telapak tangannya di dada pendekar Loano
itu dan mengerahkan tenaga saktinya untuk me mbantu Ki
Sumali, mengusir hawa panas itu dan me mulihkan tenaganya,
me mper lancar jalan darahnya.
Tak la ma kemudian, mereka yang menonton dari luar pintu
kamar dengan hati tegang, menghela napas lega dan wajah
mereka tampa k berseri ketika mereka me lihat Ki Suma li
bernapas normal, tidak terengah-engah lagi dan dia mulai
bergerak, lalu me mbuka matanya. Dia meras ada hawa dingin
sejuk meresap di dalam dadanya, membuat dadanya terasa
nyaman dan enak bernapas. Ketika dia me mbuka matanya,
ingatannya kembali me mbayangkan peristiwa tadi. Orangorang jahat menculik isterinya dan menyerangnya! Maka
begitu me mbuka mata dan melihat seorang laki-laki duduk di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tepi pe mbaringan dan me letakkan kedua tangan di atas
dadanya, Ki Suma li segera menggerakkan tangan kanan untuk
me mukul! Lindu Aji sudah s iap siaga. Melihat gerakan ini, cepat dia
menang kap perge-langan tangan Ki Sumali dengan tangan
kirinya, lalu berkata, "Tenanglah, Paman Suma li. Ini aku,
Lindu Aji!"
Ki Sumali menggosok mata dengan punggung tangan
kirinya, lalu me mandang penuh perhatian. "Ah, Anak Mas
Lindu Aji! Engkaukah ini.. .?" Dia meraba dadanya sendiri. "Ah,
kini mengerti aku. Tentu andika yang telah menyembuhkan
luka dala m dadaku! "
"Tenanglah, paman. Andika sudah sembuh, mari kita duduk
dan me mbicarakan apa yang terjadi. Aku datang ke sini
mengunjungimu, me lihat andika pingsan dirubung orangorang itu, maka aku cepat me mbantu mu mengusir hawa
panas dalam tubuhmu."
Ki Sumali merangkul pemuda itu dan mengajaknya turun
dari pe mbaringan. Melihat orang-orang di luar kamar, dia lalu
berkata kepada mereka, "Kawan-kawan, terima kasih atas
bantuan andika se mua. Sekarang aku sudah se mbuh dan aku
hendak berunding dengan anak mas Lindu Aji, maka harap
andika sekalian keluar dan duduk di pendopo sana."
Beberapa orang di luar kamar itu mengangguk dan mereka
lalu keluar dan berkumpul di pendopo, sekarang mereka
me mbicarakan Lindu Aji yang telah berhasil menyembuhkan Ki
Sumali yang tadi roboh pingsan.
"Nah, paman ceritakanlah apa yang terjadi." kata Lindu Aji
setelah mereka duduk berhadapan dala m kamar itu.
Ki Sumali menghela napas panjang. "Mereka datang, tiga
orang yang tidak kukenal, ketika aku dan Winars ih hendak
berangkat ke ladang bersama dua orang pekerja pembantu
kami. Tiba-tiba saja orang bertubuh raksasa bermuka hitam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu me maki-maki aku dan ketika dua orang pe mbantuku
menegurnya, dia me mbunuh mereka berdua! Ah, aku
menyesal sekali tidak dapat menyelamatkan nyawa kedua
orang pembantuku itu." kata Ki Su mali dengan muka sedih.
"Lalu bagaimana, pa man?"
"Raksasa hitam itu lalu menyuruh dua orang kawannya
untuk menculik Winarsih, aku tentu saja menghalangi, akan
tetapi raksasa hitam itu sakti ma ndraguna. Setelah bertanding,
aku roboh terluka dan Winarsih dilarikan dua orang
temannya."
"Siapa raksasa itu, paman?"
"Sebelum dia pergi, aku bertanya dan dia mengaku
bernama Ki Singobarong, bertempat tinggal di Nusaka mbangan. Winarsih tentu dilarikan ke sana. Aku harus
mengejar ke sana, sekarang juga!" Ki Sumali bangkit dan
menga mbil Keris Sarpo Langking dan sulingnya yang tadi oleh
para tetangganya diambil dari luar dan diletakkan di atas meja
dalam kamarnya itu.
"Me mang harus dikejar sekarang, pa man. Mari, aku ikut!"
"Terima kasih, anak mas. Kembali engkau meno long kami
dalam keadaan gawat dan da la m waktu yang tepat sekali.
Tanpa bantuanmu sed ikit kemungkinan a ku dapat me mbebaskan isteriku, bahkan mungkin aku akan mengantar
nyawa di sana!"
Mereka keluar dari kamar dan Ki Sumali berkata kepada
Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka yang masih bergero mbol di pendopo rumah nya.
"Harap andika sekalian s uka pulang ke ru mah masing-masing
dan terima kasih atas perhatian dan bantuan andika sekalian.
Sekarang, aku dan anak mas Lindu Aji akan melakukan
pengejaran untuk meno long dan me mbebas kan isteriku."
Setelah berkata demikian, Ki Suma li segera me lompat dan
menggunakan ilmunya berlari cepat, disusul oleh Aji. Melihat
dua orang itu berkelebat dan sebentar saja sudah lenyap dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hadapan mereka, se mua orang kagum dan mengharap agar
mereka berdua dapat menga lahkan para penjahat dan dapat
me mbebaskan Winarsih yang terculik.
Dala m perjalanan yang dipenuhi kegelisahan hati Ki Sumali
akan keadaan is-terinya yang terculik itu, Lindu Aji
menghiburnya dengan men gajaknya bercakap-cakap.
"Paman, bukan kah dahulu yang menguasai Nusaka mbangan adalah mendiang Aki Somad?"
"Me mang benar, anak mas. Dan Ki Singobarong yang baru
berusia kurang lebih e mpat puluh tahun itu agaknya tidak
kalah sakti dibandingkan Aki Somad. Bahkan dia menguasai
semua ilmu yang pernah kupelajari dar i Aki Soma d." kata Ki
Sumali penasaran.
"He mm, mungkin d ia itu murid mendiang Aki Soma d." kata
Lindu Aji, teringat akan kehebatan ilmu mendiang Aki Somad,
terutama sekali ilmu sihirnya yang amat berbahaya. Bahkan Ki
Sumali sendiri, sebagian besar ilmunya yang paling hebat
adalah ilmu yang dipelajarinya dari Aki Somad.
"Aku tidak mengira demikian, anak mas. Kalau dia murid
mendiang Aki Somad, tentu aku sudah mengenalnya, atau
setidaknya mendengar tentang namanya. Mungkin saja dia itu
merupakan saudara seperguruan yang dulu tinggal jauh dan
baru sekarang muncul dan menggant ikan Aki Somad
menguasai Nusakambangan. Akan tetapi usianya masih
termasuk muda dibandingkan Aki Somad. Tidak tahulah, kita
akan tahu nanti kalau sudah berhadapan dengan dia. Akan
kutanya mengapa dia me musuhi aku! Dia me ma ki aku
pengecut dan tidak me ngenal budi. Hal ini sudah kupikirkan
dalam-da la m dan satu-satunya kemungkinan denda mnya
kepadaku itu tentu ada hubungannya dengan Aki Soma d. Aku
selalu menolak bujukan Aki Somad untuk me mbantu Kumpeni
Belanda, bahkan berani menentangnya. Mungkin itu yang
me mbuat dia mendenda m kepadaku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun mereka me lakukan perjalanan cepat, na mun
karena perjalanan itu melalui bukit-bu kit dan hutan-hutan,
baru dua hari kemudian mereka berd iri di pantai se latan.
Pulau Nusakambangan ta mpak me lintang di depan. Mereka
harus menyeberangi segara anakan (anak laut) yang cukup
lebar. Ki Suma li dapat me mbe li sebuah perahu dari seorang
nelayan karena nelayan itu sendiri tidak berani kalau
perahunya disewa dan dia harus mengantar dua orang itu ke
Nusaka mbangan. Pada waktu itu, pulau itu merupakan
semaca m "pulau hantu" bagi para nelayan dan penduduk
sekitar pantai laut selatan. Nusakambangan dianggap te mpat
tinggal para setan, iblis, siluman be kasakan. Para nelayan
tidak berani mencari ikan terlalu dekat pulau itu. Terpaksa Ki
Sumali me mbeli perahu nelayan itu dan bersama Lindu Aji dia
lalu men dayung perahu itu menuju pulau yang menyeramkan
itu. Setelah perahu yang didayung dua orang itu mendekati
pulau yang sudah tampa k jelas pohon-pohonnya, tinggal
belasan tombak lag i, tiba-tiba laut yang tadinya tenang itu
berombak, makin la ma se makin besar sehingga perahu yang
didayung maju itu terlempar mundur kembali. Datang badai
yang tidak disangka-sangka, pada hal tadi udara cerah dan
tidak ada sedikitpun tanda bahwa akan datang badai. Tibatiba saja langit tertutup mendung dan laut menjadi ge lisah,
lalu marah dan perahu kecil itu diombang-ambingkan,
diangkat, dibanting dan teranca m digulung omba k besar.
"Eh, kenapa tiba-tiba datang badai de mikian dahsyat"
Jangan-jangan Gusti Ratu Kidul penguasa Laut Kidul marah
..." kata Ki Suma li ketakutan. Pada waktu itu, semua orang
percaya bahwa Laut Selatan dikuasai oleh ratu jin atau ratu
siluman atau ratu yang teramat cantik jelita, namun juga amat
besar kuasanya, sakti mandraguna dan ditakuti se mua orang.
Bahkan se mua orang yang tinggal di daerah pantai laut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selatan, menyembah dan me muja ratu itu, menyediakan
persembahan berupa kembang seta man, berbagai maca m
makanan dan me mbakar kemenyan untuk mohon berkah
keselamatan dan agar jangan ada anggauta bala tentara sang
ratu mengganggu mereka.
"Tida k, paman. Ini bukan alami, ini tentu buatan orang
yang mengunakan ilmu sihir yang amat jahat. Lihat, aneh
bahwa perahu kita tidak sampai terbalik! Ilmu sihir hanya
dapat mencelaka i orang, namun t idak mungkin sa mpai
me mbunuh. Mari, pa man, mar i bantu aku untuk melawan
pengaruh sihir ini, dengan mengheningkan cipta, mohon
kekuatan dari Gusti Allah dengan jalan menyerah kepada
Kekuasaan Gusti Allah yang akan menyirna kan segala maca m
kekuasaan yang bertentangan dengan kekuasaanNya dan
tidak wajar. Mari kita mula i, pa man."
Lindu Aji lalu berdiri, seluruh tubuhnya santai dan lemas
penuh penyerahan kepada Gusti Allah, seluruh keadaan
dirinya lahir batin berserah diri penuh kepasrahan bagaikan
seorang bayi dalam kandungan, tidak ada gerakan usaha sedikitpun lahir batinnya, sepenuhnya menyerah dengan sepenuh
iman, ikhlas, tawakal sehingga kalau ada suatu gerakan, maka
kekuasaan Tuhan sajalah yang bekerja. Ki Suma li juga sudah
duduk bersila dalam perahu, kedua tangan menyembah di
depan dada, matanya terpejam dan diapun sudah tenggelam
ke dalam keheningan.
Kekuasaan Tuhan tak dapat diatasi oleh ke kuasaan apapun
juga. Apalagi hanya kekuasaan sihir buatan manusia yang
berasal dari kekuatan iblis. Seketika udara menjad i terang
kembali, badai dan angin lenyap dan air laut tenang kemba li
seperti tadi dan perahu menga mbang dengan tenang pula.
Lindu Aji me mbuka kedua matanya, di dalam hatinya memuji
asma Gusti Allah (nama Tuhan) dan menghaturkan terima
kasih. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari, pa man, kita dayung kemba li perahu kita ke pulau."
katanya kepada Ki Sumali. Ki Sumali juga men ghentikan
samadhinya dan bersama Aji dia mendayung perahu menuju
ke pantai. Mereka me milih bagian yang landai. Perahu
mene mpe l tepi pantai di pulau itu dan keduanya melompat ke
darat, menyeret perahu sampai ke atas agar tidak sampai
terseret air laut. Kemudian keduanya menyusup diantara
pohon dan sema k yang me menuhi bagian pulau itu, menuju
ke tengah. Nusaka mbangan merupakan pulau yang cukup luas dan
pada waktu itu, tidak ada orang tinggal di sana atau tidak ada
penduduknya. Sejak dahulu pulau ini terkenal gawat karena
hanya ditempati sebagai sarang sementara oleh para penjahat
yang me mbentuk gero mbolan. Bahkan akhir-akhir ini
penduduk di sekitar pantai Laut Selatan mengabarkan bahwa
pulau itu berhantu sehingga penduduk di sekitar pantai
semakin ketakutan dan mengera matkan pulau itu. Sebetulnya,
bukan hantu bukan sebangsa iblis setan yang menjadi
penghuni itu, melainkan segero mbolan ma nusia berwatak iblis
yang menggunakan pulau itu sebagai sarang mereka. Setelan
Aki Somad men inggalkan pulau itu dan kemudian terdengar
berita bahwa dia tewas dalam perang ketika dia me mbantu
Kumpeni Belanda melawan pasukan Mataram yang menyerbu
Batavia, maka anak buahnya yang terdiri dari kurang lebih tiga
puluh orang itu kehilangan pimpinan. Akan tetapi, beberapa
bulan yang lalu, muncul seorang bertubuh raksasa yang
mengaku sebagai adik seperguruan Aki Somad dan bernama
Ki Singobarong. Dia me mperlihatkan kesaktiannya sehingga
semua anak buah itu tunduk dan Ki Singobarong inilah yang
menggantikan kedudukan Aki Somad. Di bawah pimpinan Ki
Singobarong, gerombolan itu menjad i se makin liar dan jahat.
Kalau di ja mannya Aki Somad, kejahatan mereka masih
dibatasi dan Aki Somad
me larang mereka bertindak
sewenang-wenang
terhadap rakyat jelata, hanya diperbolehkan minta "sumbangan" secara paksa kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang-orang kaya, maka sekarang gerombolan itu benar-benar
kejam dan tidak pandang bulu. Semenjak gero mbolan
dipimpin Ki Singobarong, seringkali terjadi perampokan di
dusun-dusun sepanjang pesisir kidul, dan bahkan seringka li
gerombolan itu melakukan penculikan, melarikan gadis-gadis
dan wanita-wanita muda, mereka bawa ke Nusaka mbangan.
Memang pernah terjadi rakyat yang penasaran, dipimpin
seorang sepala dusun yang pemberani, berusaha mengumpulkan kekuatan sehingga ada seratus orang laki-la ki
menggunakan perahu-perahu mencoba untuk mendarat di
pulau itu untuk menolong para isteri dan anak pere mpuan
mereka yang diculik. Akan tetapi mereka tidak dapat mendarat
karena perahu-perahu mereka diserang badai sehingga
terpaksa mereka pulang. Besoknya, Ki Singobarong send iri
bersama anak buahnya menga muk di dusun itu, me mbunuh
banyak laki-laki muda, termasuk kepala dusunnya. Sejak itu,
tidak ada lagi seorangpun berani me ndekati Nusaka mbangan.
-ooo0dw0ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 07 KETIKA Ki Smgobarong mendengar dari anak buah di sana,
bekas anak buah Aki Somad yang merupakan kakak
seperguruannya, tentang murid Aki Somad yang kini terkenal
sebagai pendekar Loano berna ma Ki Suma li, yang pernah
menentang bahkan ber musuhan dengan Aki Somad, Ki
Singobarong men jadi marah sekali. Maka pada har i itu dia
mengajak dua orang pe mbantunya menyeberang ke daratan
dan mengunjungi Loano. Maka terjadilah pembunuhan dua
orang pembantu Ki Suma li, diculiknya isteri Ki Suma li dan
dilukainya Ki Sumali oleh Ki Singobarong.
Biarpun pulau itu
merupakan sarang dan tempat
persembunyian yang a man, dan dia mengandalkan kesaktiannya sendiri sehingga agaknya tidak mungkin ada
orang berani mengganggunya, namun Ki Singobarong adalah
seorang yang cerdik. Setelah menyerang Ki Suma li dan
me larikan W inarsih, dia me merintahkan ana k buahnya untuk
me lakukan penjagaan dan mengintai siang malam agar segera
me laporkan kalau ada perahu berani me ndekati pulau.
Belasan orang wanita muda dan gadis yang diculik
dikumpulkan di pulau itu, di mana dibangun pondok-pondok
kayu yang cukup kokoh. Belasan orang gadis yang oleh Ki
Singobarong diber ikan kepada anak buahnya, menjadi
permainan kurang lebih tiga puluh orang anak buahnya
bagaikan barang-barang mainan yang tidak berharga dan
sewaktu-waktu dapat diganti yang baru. Ki Singobarong
sendiri adalah seorang laki-laki mata keranjang yang
diperbudak oleh nafsunya sendiri dan dia telah me milih tiga
orang wanita muda untuk dirinya sendiri.
Setelah Winarsih dibawa ke rumah Ki Singobarong, wanita
ini didorong ke sebuah ruangan di pondok terbesar yang
menjad i tempat tinggal Ki Singobarong. Winarsih jatuh
terperosok di sudut ruangan besar itu dan ia menangis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersedu-sedu. Ia baru berani mengangkat muka me mandang
ketika terdengar suara tiga orang wanita menghiburnya.
"Sudahlah, mbakayu, jangan menang is."
"Ya, menangis air mata darah sekalipun tidak akan
meno longmu, mba kayu."
"Bahkan tidak mustahil kalau engkau menang is terus,
engkau akan me ngala mi derita lebih berat, mungkin siksaan
atau perlakuan kasar."
Mendengar tiga orang wanita itu me nasihatinya seperti itu,
Ia mengusap a ir matanya dan menatap mereka. Winarsih
tertegun. Mereka adalah tiga orang gadis yang masih muda,
berusia antara tujuh belas sampai dua puluh tahun dan dari
penampilan mereka dapat diketahui bahwa mereka adalah
gadis-gadis dusun sederhana, namun wajah mereka cukup
man is dan bentuk tubuh mereka menar ik.
"Siapakah kalian?" tanya Winarsih.
"Ka mi senasib dengan engkau, mbakayu. Kami juga diculik
dan sekarang kami menjadi... isteri Ki Singobarong. Namaku
Karsih, mbakayu, dan aku yang pertama di sini."
"Ki Singobarong... raksasa hitam itu...'" tanya Winarsih.
"Sssstt... jangan begitu, mbakayu. Jangan sampai dia
marah..., dia baik sekali kalau penurut, akan tetapi kalau dia
marah, dia mena kutkan sekali. Namaku Darni, mba kayu." kata
orang ke dua yang usianya mungkin baru delapan belas
tahun. "Dan aku Tinah, mba kayu," kata yangr, mungkin baru tujuh
belas tahun usianya. "Aku baru dua minggu di sini, me mang
lebih baik menerima nasib mba kayu. Masih baik kalau
diperisteri Ki Singobarong. Kalau diberikan kepada anak
Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
buahnya... Iii ihh... kita akan dipermainkan orang banyak...
menger ikan se kali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Winarsih me man g seorang wanita yang tidak pernah
belajar ilmu kanuiagan. Akan tetapi ia isteri seorang pendekar
dan me miliki kenekatan besar, la bangkit berd iri, sepasang
matanya bersinar penuh kemarahan. "Tida k! Aku sudah
menjad i isteri orang, tidak boleh laki laki manapun
menggangguku." la mencabut sebatang patrom (belati kecil)
yang tadinya diselipkan di pinggang dan tidak diketahui kedua
orang penculiknya. "Kalau ada yang berani mencoba-coba
menyentuh badanku, dia hanya akan me nyentuh sebuah
mayat!" Melihat W inarsih me megang patre m dan siap dihunjamkan
kepada dadanya sendiri, tiga orang wanita muda itu mundur
ketakutan. Tekat besar Winarsih ini meno longnya. Bahkan Ki
Singobarong sendiri tidak berdaya karena dia tahu bahwa
kalau dia menggunakan kekerasan, Winarsih tentu me mbunuh
diri. Dia Juga tidak mau menggunakan Ilmu sihirnya seperti
yang banyak dia pergunakan untuk menundukkan para wanita
yang diculiknya. Hal Ini ada lah karena dia melihat sesuatu
yang amat menarik dalam diri Winarsih, yang berbeda dengan
para gadis dusun itu. Dia benar-benar Jatuh hati dan tergilagila kepada Winarsih, dan menghenda ki agar Winarsih suka
menyerahkan diri kepadanya secara suka rela. Karena itu, dia
tidak mau me mpergunakan sihirnya untuk me mbuat Winar-sih
menurut dan me menuhi kehendaknya. Dia hanya menahan
Winarsih dalam sebuah kamar yang terjaga dari luar, dan
me mesan para gadis yang menjadi isteri-isterinya itu untuk
me layani Winarsih dan bersikap baik kepadanya. Ki
Singobarong sekali ini menginginkan agar Winarsih menjadi
isteri yang sah, bukan sekedar menjadi per mainan nafsunya
seperti wanita-wanita lain yang setiap saat akan mudah
dibuang dan dicar ikan penggantinya.
Ketika anak buah yang mengintai di tepi laut melihat
munculnya sebuah perahu kecil yang ditumpangi dua orang
laki-laki, mereka segera melapor kepada Ki Singobarong.
Datuk sesat ini cepat pergi dan dia me lihat bahwa dua orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam perahu itu adalah Ki Suma li dan seorang pe muda yang
tidak dikenalnya. Dia menyeringai me lihat keberanian Ki
Sumali, berani datang mengunjungi Nusakambangan! Hemm,
dia mencari ma mpus, pikirnya. Tidak mungkin dia mau
menyerahkan kembali Winarsih yang akan dijadikan isterinya.
Ki Singobarong la lu duduk bersila di atas batu dan mulai
mengerahkan ilmu sihirnya. Maka datanglah angin dan badai
yang melanda perahu yang ditumpangi Ki Sumali dan Lindu Aji
itu. Akan tetapi Ki Singobarong terkejut bukan main ketika
serangannya melalui ilmu sihir hita m itu punah dan gagal
sama sekali. Dia mencoba untuk mengerah kan segala
kema mpuannya, namun seperti ada angin se milir le mbut
me mbawa kehangatan sinar matahari me mbuyarkan kabut
yang ditimbulkan sihirnya, semua usahanya gagal dan
kekuatan sihirnya seperti lumpuh. Dengan penuh geram dia
lalu men inggalkan pantai dan cepat mengumpulkan tiga puluh
orang anak buahnya. Dia maklum bahwa serangan ilmu
sihirnya tadi dapat ditangkis lawan, entah itu Ki Suma li send iri
yang menghalau kekuatan sihirnya ataukah pemuda yang
menyertainya di atas perahu.
Dia me mbagi ana k buahnya menjad i dua bagian. Bagian
pertama, lima belas orang banyaknya, dia perintahkan untuk
mengumpulkan se mua tawanan wanita yang jumlahnya
hampir dua puluh orang itu di rumahnya yang besar dan lima
belas orang itu diperintahkan untuk menjaga agar jangan
sampai ada orang yang membebas kan mereka. Adapun yang
tujuh belas orang, semua anak buahnya setelah dihitung ada
tiga puluh dua orang, diajaknya untuk
menyambut kedatangan dua orang itu.
"Hati-hati jangan sembarangan bergerak," pesannya
kepada rombongan ke dua yang diajaknya menyambut
musuh. "Dua orang musuh yang datang bukan orang
sembarangan. Lihat betapa aku akan menghajar dan
me mbunuh mere ka. Jangan bantu aku kalau tidak perlu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena itu hanya akan menggangguku saja. " kata Ki
Singobarong dengan sikap so mbong, seolah dia sudah
me mastikan bahwa dia a kan dapat me mbunuh dua orang
musuh dengan mudah.
Ki Sumali dan Lindu Aji akhirnya tiba di dataran di tengah
pulau di mana terdapat perkampungan gero mbolan itu.
Perkampungan terdiri dari pondok-pondok kayu dan di
tengah-tengah terdapat pondok terbesar, tempat tinggal Ki
Songoba-rong. Dengan hati-hati Ki Suma li dan Lindu Aji
me langkah maj u, mengha mpiri pintu gerbang per kampungan.
Mereka dapat menduga bahwa Ki Singobarong tentu sudah
tahu akan kedatangan mereka, buktinya tadi ada serangan
badai yang timbul karena pengaruh sihir. Maka mereka berdua
kini siap siaga.
Tiba-tiba, terdengar suara brengeng-eng (berdengungdengung) yang datangnya dari perkampungan itu. Lindu Aji
sudah dapat merasakan pengaruh hawa yang tidak
sewajarnya, tanda bahwa ada kekuatan sihir yang kuat
sedang dikerahkan orang untuk menyerang mereka.
"Paman, harap paman berlindung di belakangku dan
me lindungi diri pa man sendiri karena ada yang akan
menyerang kita dengan ilmu sihir lagi." kata Lindu Aji.
Ki Suma li yang maklum bahwa Ki Singobarong adalah
seorang ahli mempergunakan ilmu s ihir seperti juga
mendiang Aki Somad, gurunya, segera berdiri di belakang
Lindu Aji dalam jarak dua tombak. Aki Somad me mang pernah
menjad i gurunya akan tetapi kakek itu tidak mengajarkan ilmu
sihir yang merupakan aji pa mungkasnya, yaitu Aji Gineng
Soka Weda. Dia hanya diberi Aji Jerit Bairawa, pekik yang
mengandung kekuatan sihir untuk me lumpuhkan lawan.
Bunyi berdengung-dengung itu kian kuat dan tak la ma
kemudian, dari pintu gerbang itu muncul ah se maca m awan
hitam melayang-layang ke arah dua orang pendatang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Suma li t idak tahu apa awan itu, namun dia sudah siap
siaga, mengerahkan kekuatan batin dan tenaga saktinya untuk
me lawan serangan apapun juga yang datang menyerangnya.
Dia melihat bahwa Lindu Aji masih berd iri tenang saja dengan
pandang mata dituj ukan kepada awan hita m yang melayang
datang me mbawa suara berdengung-dengung itu.
Kini Ki Suma li terbelalak. Dia dapat me lihat bahwa awan
hitam itu ternyata adalah segerombolan lebah yang oleh
penduduk dikenal sebagai tawon endhas (tawon berwarna
hitam yang besar dan berani menyerang manusia dengan
menya mbar ke arah kepala). Dia terkejut sekali. Lebah hitam
besar ini a mat berbahaya. Kabarnya, sekali saja kepala kena
dibentur seekor lebah ini, maka bagian kepala itu akan
menjad i botak dan tidak dapat ditumbuhi rambut lagi. Padahal
kini yang datang ada ratusan ekor banyaknya. Saking
ngerinya, Ki Sumali ingin mendahului. Dia melangkah maju ke
dekat Lindu Aji dan mengerahkan tenaga saktinya lalu
keluarlah lengkingan panjang dari kerongkongannya,
lengkingan yang mengandung getaran kuat sekali yang
ditujukan untuk menyerang segerombolan lebah hita m itu.
Gelombang suara lengkingan ini menghanta m ke arah
gerombolan lebah yang terbang datang. Gerombolan lebah itu
seperti disambar tiupan angin kuat yang terkandung dalam Aji
Jerit Bairawa yang dikerahkan Ki Suma li. Akan tetapi hanya
sebentar saja gerombolan lebah itu terdorong ke be lakang,
lalu mereka na ik ke atas dan terbang maju lagi dengan kuat
dan cepat. Agaknya serangan Aji Jerit Bairawa itu hanya
mengejutkan mereka, na mun t idak ma mpu menahan mereka!
Ki Sumali menjadi penasaran. Ternyata ajinya tidak
me mpan. Dia cepat menggosok kedua telapak tangannya, lalu
ditiupnya dan kedua telapak tangannya itu bernyala dan
me mbara. Itulah Tapak Geni (Telapak Api) dan dengan kedua
tangannya Ki Suma li mendorong ke arah gerombolan lebah
itu. Kembali gerombolan lebah itu terdorong ke belakang
sekitar dua meter, namun mereka tidak runtuh dan dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mperdengarkan s uara mendengung nyaring mereka
me luncur ke depan lagi, bahkan leb ih kuat.
Lindu Aj i sejak tadi me mperhatikan dan maklumlah dia
bahwa gerombolan itu bukan lah lebah biasa, me lainkan lebah
jadi-jadian, ma ka kedua aji Ki Sumali tadi tidak me mpan,
karena me mang tingkat dan kepandaian Ki Sumali kalah tinggi
dibandingkan kepandaian orang yang mengirim gero mbolan
lebah jadi-jadian itu. Maka, dia lalu me mbungkuk dan
menga mbil segenggam tanah berpasir, mengerahkan kekuatan batinnya lalu menya mbitkan segengga m tanah
berpasir itu ke arah segerombolan lebah yang sudah
menya mbar datang, sudah dekat, dalam jarak antara dua
meter dari kepalanya.
"Ke mbali ke asalmu!" bentak Lindu Aji.
"Blarrrrr. ..!" Tampak sinar berkilat seperti ada halilintar
menya mbar dan segerombolan lebah hita m itupun runtuh
semua ke atas tanah dan berubah men jadi pas ir hitam!
Akan tetapi terdengar suara gemuruh dan kini muncul ah
sebuah benda mencorong dan bernyala-nyala dari pintu
gerbang perkampungan itu. Melihat benda yang terbang cepat
ke arah mereka itu, Ki Sumali menjad i pucat. Itulah Aji Gineng
Soka Weda yang dahsyat! Dia pernah menyaksikan gurunya,
mendiang Aki Somad, mende monstrasikan aji yang luar biasa
itu. Maka, dia cepat mundur dan berlindung di belakang
Lindu Aj i. Dia percaya pemuda itu akan ma mpu menghadapi
aji yang amat menyeramkan itu.
Benda yang mencorong dan bernyala-nyala itu terbang
mende kat dan sekarang tampaklah benda itu. Bukan main!
Mengerikan sekali karena benda itu berwujud sebuah kepala
raksasa yang besar dan kedua matanya mencorong, mulutnya
terbuka dan mengeluarkan api yang berkobar menyala-nyala,
lidahnya panjang me mbara menge luarkan asap, mulutnya
terisi taring dan gigi-gigi runcing mengkilap, dari kedua lubang
hidungnya menyemburkan asap yang panas. Dalam jarak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kurang leb ih tiga meter, mah luk menyeramkan itu tiba-tiba
menye mburkan api dari mulutnya, ke arah Lindu Aji. Pe muda
ini sudah siap siaga. Diapun mengenal mah luk jadi-jad ian hasil
aji Gineng Soka Weda itu. Dia pernah mengenal aj i yang
dahsyat itu. Dahulu, pernah
mendiang Aki Somad
menyerangnya dengan aji itu pula dan kini, penyerang yang
me mpergunakan aji itu agaknya tidak kalah kuatnya
dibandingkan mendiang Aki Somad.
Lindu Aj i sudah tenggela m ke dalam penyerahan diri lahir
batin kepada kekuasaan Gusti Allah. Sikapnya seperti sikap
Tirta Bantala (Air dan Tanah) yang semua gerakannya wajar
dan tidak disengaja oleh hati akal pikirannya, melainkan
dituntun oleh Kekuasaan Tuhan. Penyerahan diri ini
me munculkan kekuatan Aji Guruh Bumi yang mengandung
tenaga sakti Surya Candra. Tubuhnya merendah ketika kedua
kakinya ditekuk depan belakang, lalu kedua tangannya
didorongkan ke arah ma hluk yang menye mburkan api itu.
"Segala kekuatan datang dari Gusti Allah!" seru Lindu Aji
dan begitu kedua tangannya didorongkan, ada hawa le mbut
keluar menya mbut serangan mahluk kepala raksasa yang lebih
pantas disebut iblis itu.
"Wuuuttt... blaarrr...!!" Bagaikan disa mbar halilintar,
mah luk itu terpental sa mpai terputar-putar, kemudian
terdengar lolongan seperti lolongan seekor anjing di malam
bulan purnama, dan mahluk jadi-jad ian itu terbang kemba li ke
arah perkampungan!
Lindu Aji dan Aki Somad masih berdiri menanti serangan
berikutnya. Mereka maklum bahwa musuh tidak akan berhenti
begitu saja. Mereka tidak menanti la ma. Tampak kini seorang
raksasa hitam me langkah lebar-lebar keluar dari pintu gerbang
itu, diikut i oleh tujuh belas orang anak buahnya yang ke
semuanya tampak menyeramkan dan bengis. Ki Suma li segera
mengenal orang itu dan dia berbisik kepada Lindu Aji,
"Raksasa itulah Ki Singobarong." Dia lalu maju dan berdiri di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebelah kiri Lindu Aji dengan sikap tenang karena dia tahu
bahwa pemuda yang me mbantunya ini boleh diandalkan.
Kini Ki Singobarong sudah berdiri di depan mereka, dalam
jarak empat to mbak. Anak buahnya me mbentuk pagar
setengah lingkaran di belakang raksasa hita m itu.
"Babo-babo Ki Suma li! Berani engkau datang ke sini" Mau
apa engkau datang?" tegur Ki Singobarong, agak berkurang
keangkuhannya setelah tiga kali aj ian sihirnya, badai,
gerombolan lebah, dan kepala Banaspati tadi dapat ditolak
dan dikalahkan. Dia m-dia m walaupun dia bicara kepada Ki
Sumali, dia me lirik ke arah Lindu Aji dan merasa heran.
Pemuda inikah yang telah mampu me lawan dan melumpuhkan
sihirnya" "He mm, Ki Singobarong.. ."
"Heh, Ki Suma li! Engkau tidak tahu sopan santun pula. Aku
ini paman gurumu, tahu?"
"Aku tidak menganggap engkau pa man guruku, Ki
Singobarong, karena engkau tidak bersikap sebagai paman
guru. Aku datang ke sini untuk minta kembali isteriku yang
kau culik dan untuk me mbalas kematian dua orang
pembantuku yang tidak berdosa!"
"Bojleng-bojleng iblis la knat!" Ki Singobarong me maki
dengan marah. "Ki Sumali! Di Loano sana aku masih me mberi
ampun dan tidak me mbunuhmu, mengingat bahwa engkau
telah menyerahkan isterimu untuk menjadi biniku! Apakah
sekarang engkau datang untu k mengantarkan nyawamu?"
Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ki Singobarong! W inarsih adalah isteriku dan t idak
pernah kuserahkan kepada siapapun juga, apa lagi kepadamu!
Ia adalah isteriku, isteriku yang setia. Karena itu aku harus
mera mpasnya dari tanganmu yang kotor!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hua-ha-ha, isterimu" Ha-ha-ha, bagaimana ia mas ih
menjad i isterimu kalau dia sudah berada dalam pe lukan ku,
tidur di ka mar ku sela ma dua ma la m?"
"Jahanam busuk...!" Ki Sumali hendak menyerang, akan
tetapi dia ditahan oleh Lindu Aji. Pe muda ini lalu me langkah
maju dan menentang pandang mata Ki Singobarong.
"Ki Singobarong, kulihat engkau seorang yang sakti. Tidak
sayangkah semua kesaktian yang kaupelajari dengan susah
payah itu sekarang kaupergunakan untuk melakukan
kejahatan. Andika telah menyerahkan jiwamu kepada iblis dan
ingatlah, semua kekuasaan iblis akan sirna di hadapan
Kekuasaan Gusti Allah. Karena itu, sebelum terlambat,
bertaubatlah, kembalikan isteri Pa man Sumali dan hentikan
semua perbuatan mu yang jahat dan angkara murka."
"Bocah lancang kemaki (sombong!) Agaknya engkau yang
me mbuat Ki Sumali berani datang ke Nusakambangan! Heh,
bocah kementhus, jangan mati tanpa na ma. Katakan s iapa
kamu dan mengapa kamu menca mpuri urusanku dengan Ki
Sumali yang masih terhitung murid keponakanku sendiri!"
"O, kiranya andika ini ad ik seperguruan mendiang Aki
Somad" Ternyata engkau malah leb ih jauh tersesat
dibandingkan Aki Somad yang hanya terpikat bujukan
Kumpeni Belanda dan menjadi antek mereka. Ketahuilah, Ki
Singobarong, aku berna ma Lindu Aji dan sudah la ma menjadi
sahabat Paman Sumali dan lsterinya. Aku tidak menca mpuri
urusan pribad i orang, akan tetapi di ma na ada perbuatan jahat
dan sewenang-wenang terjadi, di situ aku harus turun tangan
dan tugasku me mang menentang perbuatan jahat. Dan
engkau -telah me mbunuh dua orang pe mbantu Pa man Suma li
yang tidak bersalah apa-apa kepadamu, melukai Pa man
Sumali dan bahkan menculik isteri Pa man Sumali.
Perbuatanmu itu jahat sekali, Ki Singobarong, maka aku harus
menentangmu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Babo-babo, sumbar mu seperti geledek, seolah engkau
dapat me mindahkan gunung, Lindu Aji!"
"Kalau gunung itu menganca m keselamatan orang-orang,
aku akan berusaha sedapat mungkin untuk me mindahkannya,
Ki Singobarong!"
"Bojleng-bojleng iblis laknat!" Ki Singobarong sudah
menga mbil ruyung galih asem yang bergantung di
pinggangnya. "Engkau sudah bosan hidup! Pecah kepala mu!!"
Dia segera menerjang ke depan, mengayun ruyungnya yang
besar dan berat itu, menyambarkan senjata itu ke arah kepala
Lindu Aji. Pemuda ini dengan sigapnya mengelak dengan
merendahkan tubuh sehingga ruyung itu mengiuk lewat di
atas kepalanya.
Ki Singobarong men jadi penasaran sekali melihat betapa
serangan kilatnya tadi dengan mudah dielakkan lawan, maka
kakinya yang panjang besar mencuat ke arah selakangan
Lindu Aji. Tendangan itu merupakan tendagan maut yang
berbahaya sekali. Namun, dengan me mainkan ilmu silat
Wanara Sakti, tubuh Lindu Aji bergerak cekatan sekali
sehingga dengan mudah dia dapat mengelak dar i tendangan
itu. Ki Singobarong menga muk dan melakukan serangan
bertubi-tubi. Akan tetapi Lindu Aji melayaninya dengan
mudah, bahkan dia kini mulai me mbalas dengan tamparan
tangan yang mengandung tenaga sakti Surya Candra yang
ampuh. Beberapa kali Ki Singobarong nyaris terkena sambaran
tamparan tangannya sehingga ra ksasa hita m itu mulai
berkeringat. Diam-dia m dia lalu me mber i isarat kepada tujuh
belas orang anak buahnya. Mereka itu dengan klewang di
tangan lalu menyerbu. Akan tetapi Ki Suma li yang sudah siap
siaga, menyambut mereka dengan a mukannya, menggunakan
keris Sarpo Langking dan sulingnya. Hebat sekali a mukan
pendekar Loano ini. Sebentar saja tiga orang anak buah
Nusaka mbangan sudah terkapar, terkena tusukan keris dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hantaman suling. Akan tetapi sisanya, empat belas orang
mengepung dan men geroyok
Ki Sumali sehingga pendekar ini menjad i agak kewalahan
juga. Akan tetapi karena sepak terjangnya me mang tangkas
dan berbahaya, setiap tangkisannya me mbuat penyerangnya
terhuyung, maka para pengeroyoknya juga berhati-hati dan
agak gentar me mbuat pengepungan itu tidak berapa ketat.
Sementara itu, Lindu Aji ma klum bahwa yang terpenting
adalah segera menolong dan me mbebaskan W inarsih yang
tentu berada di perkampungan itu dan untuk dapat segera
meno longnya, terlebih dulu dia harus dapat menga lahkan Ki
Singobarong. Diapun harus me mbantu Ki Suma li yang
dikeroyok banyak orang itu.
Lindu Aji la lu mengerahkan tenaga saktinya dan
me mpergunakan Aji Bayu Sakti. Tubuhnya berkelebatan a mat
cepatnya seolah berubah menjadi bayang-bayang. Ki
Singobarong terkejut bukan main. Dia menga muk dan
mehgobat-abitkan ruyung galih asemnya untuk menyerang,
namun bayangan Lindu Aji sukar sekali dijadikan sasaran
karena berkelebatan cepat.
"Lepaskan!" tiba-tiba Aji me mbentak dan tangan kirinya
yang dimiringkan, me mbaco k pergelangan tangan kanan Ki
Singobarong yang me megang ruyung itu.
"Wuuuttt... desss...!" Tak dapat dipertahankannya lag i,
ruyung itu terlepas dari pegangan tangan Ki Singobarong yang
merasa betapa lengan kanannya seolah-olah menjad i lumpuh.
Dia cepat melompat ke belakang dan setelah lengan kanannya
pulih, dia cepat menggosok kedua telapak tangannya sehingga
bernyala dan membara, lalu didoro ngkannya kedua tangannya
ke arah Lindu Aji.
"Aji Tapak Geni....!" Bentaknya dan mengerahkan tenaga
sepenuhya karena kini dia yakin a kan kedigdayaan lawannya
yang masih muda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aji menyambut dengan kedua tangan didorongkan sa mbil
berseru penuh wibawa, "Aji Guruh Bumi...!" Kekuatan aji ini
me mang hebat sekali, seolah bumi tergetar oleh gelombang
getaran aji pukulan ini ketika me nyambut aj i pukulan Tapak
Geni. "Wuuuttt...
blaarrrr...!"
Tubuh Ki Singobarong terlempar lebih dari lima
meter ke belakang seperti
diterjang halilintar dan tubuh tinggi besar itu jatuh
berdebuk di atas tanah, di
mana dia rebah telentang
tak ma mpu bergerak lagi.
Tenaga Tapak Geni yang
me mba lik telah menghanta m dirinya sendiri
sehingga dia menderita luka dalam yang cukup
hebat. Lindu Aji me lompat, mendekatinya dan me lihat raksasa
itu ternyata jatuh pingsan dan menderita luka dalam. Dia tidak
me mperdulikan lag i, lalu melompat dan me mbantu Ki Suma li
yang masih repot menghadap i pengeroyokan e mpat be las
orang anak buah Nusaka mbangan itu. Masuknya Aji
mengubah keadaan. Para anak buah ketakutan melihat
pemimpin mereka roboh dan tidak ma mpu bangkit kembali.
Dan Ki Suma li yang mendapatkan se mangat baru dengan
masu knya Lindu Aji, menga muk dan meroboh kan dua orang
lagi. Lindu Aji dengan ta mparan dan tendangan ka kinya, juga
meroboh kan e mpat orang. Sisa anak buah Nusaka mbangan
menjad i ketakutan dan mereka lari cerai berai meninggalkan
tempat itu, bahkan secepatnya mereka men inggalkan pulau
Nusaka mbangan mencar i kesela matan dirinya!
"Mari kita cari Mbakayu Winarsih!" kata Lindu Aji kepada Ki
Sumali dan keduanya cepat lari me masu ki perkampungan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suasana dalam perkampungan sepi, tak tampak seorangpun.
Mereka me masuki pondok-pondok terdekat, namun semua
pondok itu kosong.
"Pondok besar itu tentu tempat kediaman Ki Singobarong.
Mari kita ke sana!" kata Ki Sumali dan mere ka berlari menuju
gedung terbesar yang berada di tengah perkampungan.
Baru saja mereka berdua masu k ke pendopo rumah, dari
dalam rumah itu keluar belasan orang dan segera lima belas
orang anak buah yang ditugaskan menjaga rumah itu
mengeroyok mereka. Akan tetapi Aji dan Ki Sumali menga muk
dan sebentar saja delapan orang telah mereka robohkan.
Sisanya lari kocar-kacir men inggalkan kampung, menyusul
teman-teman yang sudah lar i terlebih dulu, menggunakan
perahu-perahu menyingkir dari Nusakambangan.
Sementara itu, ketika para anak buah gerombolan berlarian
ke luar dan menyerang dua orang itu, para wanita yang
menjad i tawanan dan merasa diri mere ka tidak dijaga dan
diawasi lagi, berserabutan keluar dari kamar di mana mereka
dikeram menjad i satu. Winarsih juga ikut keluar dan mereka
semua ber lari keluar. Bukan ma in besar, lega dan girang hati
Winarsih melihat sua minya di da mpingi seorang pe muda yang
sudah amat dikenalnya, Lindu Aji yang dahulu pernah pula
meno longnya, kini menga muk dikeroyok be lasan orang anak
buah gerombolan. Akan tetapi ia terdesak dan ikut dengan
para wanita yang jumlahnya semua ada enam belas orang itu,
berlari ke pelataran dan melihat beberapa orang anak buah
gerombolan yang terluka dan merintih-rintih tidak berdaya itu,
mereka seperti kesetanan. Mereka berebutan menga mbil
kelewang-kelewang para penjahat yang berserakan, lalu
bagaikan harimau- harimau betina yang ganas mereka
me mbaco ki para anak buah gerombolan yang terluka tak
berdaya itu. Winarsih melihat sosok tubuh raksasa hitam
mengge letak tak jauh dari situ. Cepat dihampirinya dan ketika
me lihat Ki Singobarong seperti tertidur, bangkit dendam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemarahan di hati Winarsih. Dicabutnya patrem yang selama
ini dipergunakan untuk men gancam bunuh diri sehingga
selama dua malam ini ia sa ma se kali tidak berani tertidur,
Malu dihampiri tubuh Ki Singobarong dan tanpa ragu-ragu lagi
ia me mbungkuk dan menancapkan patre mnya ke la mbung
raksasa itu, tepat di ulu hatinya.
"Clesss. ...!" Patrem yang runcing tajam itu masuk dengan
mudahnya mene mbus kulit dan jantung Ki Singobarong yang
masih pingsan! Darah menga lir dan W inarsih menjad i ngeri
lalu bangkit dan mundur-mundur dengan muka pucat.
Patremnya masih me nancap sa mpai ke gagangnya di dada Ki
Singobarong. Sementara itu, belasan orang wanita muda yang
tadinya menjadi per ma inan para penjahat itu me mbantai para
anak buah gerombolan yang sembilan orang banyaknya itu.
Mereka yang dibantai hanya dapat berteriak-teriak mengaduh
dan ketakutan, akan tetapi para wanita itu tidak mengenal
ampun. Sakit hati mere ka terlalu besar dan mereka baru
merasa puas setelah sembilan orang itu roboh mandi darah
dengan tubuh terkoyak-koyak .dan tewas semua! Para wanita
itu ada yang saling rangkul dan menangis tersedu-sedu,
teringat akan nasib mereka ketika masih berada dalam
cengkeraman gero mbolan penjahat yang me mperlakukan
mereka se kejam iblis Itu.
Lima belas orang yang mengeroyok Lindu Aji dan Ki Sumali
itupun dihajar habis-habisan seh ingga delapan orang sudah
roboh dan yang tujuh orang lagi me larikan diri tunggang
langgang dan menyusul kawan-kawan mereka yang sudah
lebih dulu melarikan diri men inggalkan Nusa kambangan.
Lindu Aji dan Ki Sumali tidak melakukan pengejaran dan
me lihat ada lagi de lapan orang musuh mengge letak tidak
berdaya karena terluka, para wanita itu sudah menga mbil
klewang yang ber lumuran darah, dengan niat untuk
mencacah-cacah lagi tubuh de lapan orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Lindu Aji yang sudah menengok dan ngeri
me lihat betapa para gero mbolan yang terluka tadi kini telah
tewas secara mengerikan, cepat menghadang mereka dan
berkata dengan suara me mbentak.
"Berhenti! Kalian tidak boleh me mbunuhi mereka yang
sudah terluka!"
Seorang di antara para wanita itu, yang lebih beran i dan
usianya sudah sekitar dua puluh tiga tahun, wajahnya hitam
man is, lalu berkata kepada Lindu Aji dan Ki Sumali yang
berdiri di sa mping pe muda itu. "Den mas berdua, kami
berterima kasih sekali atas pertolongan andika berdua
sehingga kami dapat terbebas dari tangan iblis-iblis berwujud
manusia itu. Akan tetapi jangan halangi kami me mbunuh
mereka!" "Hentikan, mbakayu, tidak boleh me mbunuh orang begitu
saja, apa lagi mereka sudah terluka dan tidak dapat
me lawan." kata Lindu Aji.
"Den mas, kalau andika tahu apa yang mereka lakukan
terhadap kami selama ini, mereka itu dibunuh seratus kali
juga belum impas!"
Lindu Aji mengangguk. "Kami mengerti, mereka ini
me mang orang-orang yang jahat dan kejam! Mereka telah
menerima hukuman dan terluka. Kalau andika sekalian hendak
me mbunuhnya secara kejam pula, lalu apa bedanya antara
mereka dan andika sekalian" Cu kuplah andika sekalian
me mbunuhi mereka yang di sana itu, jangan dita mbah lagi.
Mereka ini kita butuhkan untuk mengurus dan men guburkan
Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mayat-mayat itu."
Sementara itu, Ki Suma li me langkah pergi ke pekarangan
depan di mana dia me lihat Winarsih mas ih berdiri pucat
me mandang ke arah tubuh Ki Singobarong yartg telah
dibunuhnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Sumali juga me mandang ke arah tubuh itu dan melihat
bahwa Ki Singobarong telah tewas dengan dada tertancap
sebatang patrem. Dia segera mengenal senjata itu. Itu
adalah patrem milik isterinya. Dia sendiri yang dulu
me mber ikan patre m itu kepada isterinya untuk dipakai
menjaga diri dan sejak itu, Winarsih selalu me mbawa patrem
itu ke manapun ia pergi. Dan kini, patrem itu telah tertanam di
dada Ki Singobarong, berarti isterinya tadi yang me mbunuh Ki
Singobarong yang sedang rebah pingsan. Dia meno leh kepada
isterinya yang masih berdiri di situ dan kini Winars ih menutupi
kedua matanya dengan tangan. Ada air mata menetes keluar
dari celah-celah jari tangannya.
"He mm, kalau ditangisi, mengapa tadi dibunuh?" Ki Sumali
berkata lirih, suaranya dingin sekali.
Mendengar suara ini, Winarsih seperti tersentak kaget,
kedua tangannya diturunkan dari depan mukanya dan ketika
ia melihat Ki Suma li, ia menjerit dan lari menubruk suaminya
sambil me nangis tersedu-sedu.
Akan tetapi, Ki Suma li menahan dengan kedua tangan
me megang pundak Winarsih dan mendorongnya agar jangan
mende kat sambil berkata dengan ketus, "jangan sentuh aku
dengan tanganmu yang kotor!"
Winarsih terkejut dan juga heran. Dia me ngusap air
matanya agar dapat me mandang wajah suaminya lebih jelas.
Ia melihat wajah suaminya itu demikian keruh, mura m dan
sepasang matanya itu mencorong penuh kemarahan dan
kebencian me mandang kepadanya!
"Kakangmas..., ada... apakah..." Kenapa sikap mu seperti
itu... kenapa engkau me mandangku seperti itu...?" Ia
tergagap, jantungnya seolah berhenti berdetik saking kaget
dan khawatirnya.
"Huh, engkau masih bertanya kenapa" Lihat itu! Patremmu
masih menancap di dadanya. Engkau me mbunuhnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian me nangis inya, karena engkau menyesal telah
me mbunuhnya! Dia m-dia m engkau mencintainya, bukan?"
Sepasang mata yang merah oleh tangis itu terbelalak,
wajah itu pucat. "Kakangmas Suma li! Apa yang kau katakan
ini" Aku me mang telah menancapkan patremku di dadanya,
terbawa oleh teman-teman yang menga muk, dan juga karena
benciku terhadap jahanam itu! Dan setelah me mbunuhnya,
aku merasa ngeri atas perbuatanku me mbunuh orang ... sama
sekali bukan karena aku mencintainya, kakangmas! Bagaimana mungkin engkau menuduh a ku mencintanya,
mencinta orang yang menyerang kita, yang menculik aku dan
me larikan aku ke te mpat ini?" Biarpun hatinya terpukul hebat,
wanita itu bicara dengan penuh se mangat karena merasa
penasaran atas tuduhan suaminya bahwa ia mencinta Ki
Singobarong! Akan tetapi bantahan Winarsih itu tidak meluna kkan hati Ki
Sumali yang sudah bernyala dibakar api ce mburu. "Hemm,
engkau telah dikera mnya selama dua malam, tidur di
kamarnya, menjadi bininya! Tentu engkau mencintainya. Aku
tidak menuduh se mbarangan. Engkau sudah tidur dengan dia,
menyerahkan dirimu kepadanya, bukan" Engkau telah
ternoda, telah kotor, tidak pantas lagi mende katiku, apa lagi
menyentuhku!"
"Kakangmas! Dia belum pernah menja mah ku! Kalau itu
sudah dia lakukan, sekarang tentu aku sudah mati. Aku tidak
me mbiarkan diriku ternoda, tidak me mbiarkan diriku
dice markan s iapapun!"
Ki Suma li tersenyum mengejek. "Huh, siapa percaya
omonganmu" Para wanita itu tadi menga ku bahwa mereka
telah diperhina dan diper mainkan. Dan engkau.. . huh, engkau
paling cantik di antara mereka dan Ki Singobarong tergila-gila
padamu. Mana mungkin seorang wanita yang telah berada di
tangannya selama dua ma la m menyatakan dirinya masih
bersih dan belum ternoda" Ki Singobarong sendiri tadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengatakan bahwa engkau sudah tidur di kamarnya selama,
dua malam dan telah menjad i bininya. Sudahlah, penyangkalanmu itu malah semakin me mua kkan hatiku!"
"Kakangmas...! Kakangmas Sumali...!" Winarsih tak dapat
lagi menahan tangis nya. la menangis terisak-isak, akan tetapi
laki-laki yang a mat dicintanya itu, malah me mutar tubuh,
me mba likkan tubuh me mbe lakanginya.
"Kakangmas Sumali..." Winarsih ta mpak kebingungan,
me mandang ke kanan kiri seperti hendak minta bantuan siapa
saja, kemudian ia me lihat ke arah mayat Ki Singobarong, lalu
ia berlari mengha mpiri mayat itu, dengan keberanian yang
muncul dengan tiba-tiba ia mencabut patrem itu dari dada
raksasa hitam itu. la me megang patre m yang masih ber lumur
darah itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi, dengan ujung
mengarah dadanya.
"Kakangmas Sumali..., engkau... engkau tidak lagi percaya
padaku... engkau menuduhku... telah ternoda... untuk apa aku
hidup tanpa kepercayaan suami lag i selamat tinggal,
kakangmas, semoga engkau hidup bahagia... tanpa... aku...!"
Sekuat tenaga Winarsih menggerakkan tangannya dan patrem
berlumur darah itu me luncur ke arah dadanya!
"Wuuttt... tringgg...!!" Sebuah kerikil meluncur dan
menghanta m patrem yang sedang
me luncur hendak
menghunjam dada yang montok itu. Patrem itu melenceng
dan terlepas dari pegangan tangan Winarsih, akan tetapi
menyerempet pundak kiri merobe k kulit pundak yang putih
mulus itu sehingga berdarah. Tubuh Winarsih terhuyung ke
belakang dan tentu sudah terpelanting jatuh kalau saja Lindu
Aji yang tadi menya mbit patre m itu dengan kerikil tida k cepat
me lompat dan menangkapnya. Winarsih tidak jadi jatuh dan
ketika me lihat bahwa yang menangkapnya itu Lindu Aji, ia
langsung menang is tersedu-sedu dan menjatuhkan diri
berlutut, menutupi muka dengan kedua tangan, tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mperdulikan pundak kirinya yang terluka cukup parah
sehingga darah menga lir keluar.
"Biar kan aku mati... ah, biarkan aku mati... untuk apa aku
hidup... orang yang paling kucinta. .. satu-satunya orang yang
kucinta. .. menyangka aku tidak setia... tidak lagi percaya
kepadaku... ohhh..." dan saking sedihnya, Winarsih terkulai
dan jatuh pingsan!
Lindu Aji yang tadi bercakap-cakap dengan para wanita
yang menjad i tawanan gero mbolan, terutama dengan tiga
orang gadis yang terpilih menjad i isteri Ki Singobarong, sudah
mendengar akan kesetiaan Winarsih yang menganca m akan
me mbunuh diri kalau hendak diper kosa sehingga sa mpa i saat
itu masih belum terjamah oleh Ki Singobarong, se mpat
me lihat Winarsih hendak bunuh diri. Karena tidak keburu
datang mencegah, maka dia menggunakan kerikil untuk
menya mbit patre m itu dari tangan Winarsih seh ingga nyawa
wanita itu dapat terselamatkan walaupun ia mengalami luka di
pundak yang menge luarkan banyak darah. Kini Lindu Aji
me mandang ke arah Ki Suma li yang masih berdiri
me mbe lakangi Winarsih. Mata pe muda itu me ncorong penuh
kemarahan. "Paman Sumali...!!" Dia me mbentak, de mikian keras
bentakannya sehingga Ki Sumali menjad i terkejut dan cepat
me mutar tubuh menghadapi Lindu Aji. Dia me lihat Winarsih
tergeletak. Hatinya luluh penuh iba dan sayang, namun
cemburu me mbuat dia mengeraskan perasaannya dan
bersikap tidak acuh. Dia me mandang kepada Lindu Aji dengan
mata penuh pertanyaan melihat pemuda itu seperti orang
yang marah sekali.
Lindu Aji me ma ng marah bukan ma in.
Ini sudah ke dua kalinya Ki Suma li mencuriga i isterinya
karena cemburu dan tidak percaya akan kesetiaan isterinya.
Dulu, ketika pertama kali bertemu dengan Ki Suma li, dia harus
juga me mbe la Winarsih dari kecemburuan Ki Sumali. Dia pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua tahun yang lalu, ketika lewat daerah Loano, melihat
Winarsih dilarikan pera mpok. Dia berhasil menolong Winarsih
dan mengantarkan wan ita itu pulang. Eh, Ki Sumali menerima
mereka dengan hati penuh ce mburu, menyangka isterinya
bercintaan dengan Lindu Aji sehingga terjadi perkelahian. Baru
setelah Ki Sumali me lihat keris pusaka Nogowelang pe mberian
Sultan Agung kepada Aji, Ki Sumali me mberi hormat karena
keris itu merupa kan tanda orang kepercayaan Sultan Agung.
Kini keris pusa ka itu telah dikemba likan kepada Sultan Agung
oleh Aji. Dan sekarang, sekali lagi Ki Sumali mencurigai
isterinya tidak setia kepadanya. Maka dia menjadi marah
sekali dan merasa kasihan kepada W inarsih, seorang isteri
yang setia dan mencinta sua minya.
Setelah Ki Sumali me mutar tubuh men ghadapinya, Lindu Aji
menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka Ki Sumali dan
terdengar suaranya yang tegas dan ketus penuh wibawa.
"Paman Suma li, engkau adalah seorang suami yang paling
brengsek yang pernah kulihat! Engkau hanyalah seorang
hamba nafsu cemburu yang tidak ketulungan lagi! Engkau
me le mpar fitnah seenak perut sendiri kepada isterimu yang
setia. Ini me mbuktikan bahwa cinta mu terhadap isterimu
hanyalah cinta nafsu belaka!" Lindu Aji menggapai kepada tiga
orang wanita yang terpilih menjad i isteri Ki Singobarong, yaitu
Karsih, Darni dan Tinah. Tiga orang gadis itu datang
mengha mpiri Lindu Aji yang mereka anggap sebagai penolong
mereka. Setelah mereka datang dekat, Aji berkata, "Coba kalian
ceritakan yang sebenarnya tentang Winarsih ketika berada
dalam tahanan Ki Singobarong. Ceritakan sejujurnya kepada
suaminya yang dirasuki setan cemburu ini!"
"Mbakayu Winarsih sa ma sekali belum tersentuh siapapun
juga!" kata Karsih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"la menganca m untuk me mbunuh diri dengan patremnya
kalau dipaksa seh ingga dua ma la m la manya ia t idak pernah
tidur, hanya menjaga diri." kata Darn i.
"Se mua itu benar, kami menjad i saksinya. Ki Singobarong
sendiri tidak dapat me ma ksanya dan pernah dia berkata
kepadaku bahwa dia tidak mau menggunakan kekerasan atau
pengaruh sihirnya karena dia ingin mbakayu Winarsih
menyerahkan diri dengan suka re la. Ki Singobarong benarbenar jatuh cinta kepadanya dan menginginkan Mbakayu
Winarsih men jadi isterinya yang sah." kata Tinah.
"Nah, engkau mendengar send iri kesaksian mereka,
paman. Masihkah engkau tidak percaya akan kesetiaan
isterimu yang begitu mencintaimu" Terlalu...!!" kata Lindu Aji
dengan nada gemas.
Sementara itu, mendengar kesaksian tiga orang wanita itu,
hati Ki Sumali luluh. Kecemburuan dan kemarahannya lenyap.
Sebetulnya sejak tadi dia merasa trenyuh me lihat tubuh
isterinya tergeletak di sana dan pundak kirinya berdarah.
"Kalau tidak cepat kule mparkan batu untuk memukul
patremnya, tentu sekarang isterimu sudah menjadi mayat dan
engkaulah pe mbunuhnya, paman, engkau pembunuhnya!
Engkau yang me lukai pundaknya itu!" bentak Aji yang masih
dibakar penasaran dan marah.
Ki Suma li menubruk tubuh Winarsih, merangkul dan
mengangkat kepala itu, dipangkunya dan dide kapnya.
"Winarsih... ampunkan aku... mataku telah buta oleh
cemburu...Winarsih..."
Laki-laki yang terkenal sebagai pendekar Loano itu meneteskan air mata.
Winarsih me mbuka kedua matanya dan melihat betapa ia
berada dalam rangkulan sua minya, ia mengeluh dan
merangkul leher suaminya dengan kedua lengannya.
"Kakangmas Suma li...!" Suami isteri itu bertangisan dan
saling rangkul.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman Sumali, engkau. laki-la ki yang tak tahu diri.
Mempunyai seorang isteri yang begitu muda, yang sepatutnya
menjad i anakmu, begitu mencinta mu, begitu setia, engkau
ma lah mencuriga inya, engkau tidak percaya kepadanya.
Bahkan, andaikata ia diperkosa dengan kekerasan, apakah itu
kesalahannya" Engkaulah yang bersalah, karena engkau tidak
ma mpu me lindungi isterimu sehingga dilarikan penjahat. Kalau
sampai ia diperkosa orang juga karena ia tidak berdaya, bukan
ia yang hina, melainkan engkau, pa man! Engkau yang hina
karena engkau suaminya tidak ma mpu melindunginya. Akan
tetapi engkau selalu tidak percaya karena ce mburu. Sudah
dua kali aku menghadap i sikap mu yang brengsek ini. Aku
ma lu menjad i sahabat mu, aku muak. Lebih baik a ku perg i!"
Setelah me muntahkan se mua penguneg-uneg saking
penasaran melihat kecemburuan Ki Suma li yang ha mpir
mengakibatkan Winarsih isteri yang setia itu mati me mbunuh
diri, Lindu Aji dengan marah lalu me mbalikkan tubuhnya dan
hendak pergi meninggalkan tempat itu.
"Adimas Lindu Aji.. .!!" Winarsih menjer it, meronta lepas
dari rangkulan sua minya dan lari menubruk kedua kaki Lindu
Aji sambil menang is. Karena kedua kakinya dirangkul,
terpaksa Aji menghentikan langkahnya.
"Adimas Lindu Aji, maafkanlah sua miku. Adimas...,
Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kasihanilah dia, kasihanilah kami, maafkan dia. Dia sama
sekali tidak jahat, hanya... hanya... agak lemah... adimas Aji,
aku yang mintakan maaf baginya kepada mu."
Lindu Aji menghela
napas panjang dan seketika
kemarahannya padam. Nafsu tidak akan bertahan lama
mengera m di hati pe muda ini. Dirinya sudah terbimbing oleh
Kekuasaan Tuhan lahir batin sehingga iblis sendiri tidak akan
bertahan lama menguasainya. Dia me megang kedua lengan
wanita itu dan mengangkatnya bangun.
"Baiklah, Mbakayu Winarsih. Aku maafkan Pa man Sumali
dan biarlah ini merupa kan pelajaran baginya sehingga dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat mengubah wataknya yang pencemburu. Aku sudah
me lupakan semuanya, nah, Paman Sumali, engkau melihat
sendiri betapa besar rasa sayang dan setia dalam hati isterimu
ini kepada mu."
Ki Suma li bangkit berdiri. "Maafkan sikap ku tadi, anakmas
Lindu Aj i. Aku me mang bersalah... aku me mang bersalah...
aku me mang bersalah..." dia mena mpari kepalanya sendiri.
"Cemburu ini ... dia selalu menggodaku... keparat...!"
Winarsih kini berlari mengha mpiri sua minya dan memegang
kedua tangannya. "Sudahlah, kakangmas. Adimas Lindu Aji
tidak marah lagi dan kami sudah me maafkanmu."
Ki Suma li merangkul. "Winarsih, engkau isteriku yang
bijaksana dan berbudi mulia. Mari, kurawat dulu luka di
pundakmu itu."
Lindu Aji lalu men ghampiri delapan orang anggauta
gerombolan yang tadi roboh terluka dan kini mereka duduk
merawat luka mas ing-masing dengan s ikap ketakutan. Mereka
maklum bahwa kalau tidak dicegah pe muda sakti mandraguna
itu, mereka kini sudah mat i dengan tubuh tercincang hancur
seperti mereka yang tadi dikeroyok para wanita itu.
"Kuperlngatkan kalian! Sekali ini kalian masih beruntung
tidak kami bunuh. Bertaubatlah dan mulai sekarang, jadilah
orang yang baik dan jangan mengganggu orang la in. Untuk
makan, kalian dapat mengolah tanah untuk ditana mi. Kalau
ingin berkeluarga, menikahlah dengan baik-ba ik. Sekarang
kalian harus mengurus mayat-mayat itu, men guburkan
mereka sebagaimana mestinya. Kalau lain kali kami masih
mendapatkan kalian me lakukan kejahatan, kami tidak akan
me mber i ampun lag i!"
Kemudian, para wanita itu oleh Aji dan Ki Sumali diangkut
dengan perahu dan mereka semua meninggalkan Nusaka mbangan. Ki Suma li se makin tunduk dan hormat
kepada Lindu Aji setelah melihat betapa Lindu Aji benar-benar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah melupakan se mua peristiwa tadi, sikapnya sa ma sekali
tidak ada bekas-bekas kemarahannya. Kini sikapnya hormat
dan ramah seperti biasa. Setelah tiba di rumahnya, Winarsih
lalu s ibuk me mbuat hidangan paling mer iah yang dapat ia
lakukan, dengan
me nyembelih beberapa
ekor ayam peliharaannya, dibantu oleh beberapa orang wanita tetangga
yang datang menjenguknya. Mala m nanti keluarga ini akan
menja mu para tetangga untuk merayakan kepulangan
Winarsih dengan sela mat.
Sementara itu, Lindu Aji dan Ki Sumali bercakap-cakap di
ruangan dalam. "Anakmas, sungguh kedatanganmu di Loano ini seolah-olah
dibimbing Gusti Allah untuk menolong ka mi. Entah apa jadinya
dengan kami kalau andika tidak datang." kata Ki Sumali,
terharu karena setiap kali muncul, pemuda ini selalu menolong
dia dan isterinya.
Lindu Aj i menghela napas dan menatap wajah Pendekar
Loano itu. "Paman Suma li, sesungguhnya segala sesuatu yang
terjadi pada diri kita sudah ditentukan Gusti Allah. Tinggal
terserah kepada kita bagaimana kita menerima dan
menghadap i kenyataan yang terjadi pada diri kita itu.
Sebetulnya, kunjunganku ini mengandung sebuah keinginan,
yaitu selain menjenguk keadaan pa man berdua, juga untuk
bertanya apakah diajeng Sulastri ada datang berkunjung ke
sini selama ini?"
Ki Suma li mengangguk. "Benar, anakmas Lindu Aji, ia
pernah singgah di sini, kira-kira setahun yang lalu."
Aji menjadi girang sekali mendengar ini. "Ah, ia pergi ke
mana, paman" Sekarang ia berada di mana" Aku ingin sekali
bertemu dengannya."
"Sayang sekali ia tidak mengatakan hendak pergi ke mana,
anakmas. Ia hanya menceritakan bahwa ia meninggalkan
Dermayu dan ingin merantau, tanpa mengatakan ke mana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan ia juga bertanya apakah selama itu andika pernah ma mpir
di sini. Ia tinggal hanya dua hari di sini lalu perg i, entah ke
mana." Lindu Aji menghela napas lag i, akan tetapi sekali ini helaan
napas karena kecewa dan bersedih. Kembali dia kehilangan
jejak Sulastri. Gadis itu setahun yang lalu berada di sini, dan
kalau Ki Sumali saja yang merupakan orang terdekat gadis itu
tidak tahu ke mana ia perg i, siapa lag i di Loano yang akan
dapat me mberi tahu"
Melihat sikap pe muda itu, Ki Suma li yang sudah banyak
pengalaman itu me nduga bahwa tentu telah terjadi apa-apa
dengan mereka berdua. Sulastri adalah keponakannya sendiri,
maka dia me mberanikan diri ber kata.
"Anakmas Aji, ketika ia berada di s ini, Sulastri banyak
bercerita tentang pengalaman-pengalamannya yang hebat
bersama andika, betapa ia sempat terjatuh ke da la m jurang
sehingga hilang ingat annya dan namanya diubah menjadi
Listyani atau Eulis. Dar i sikapnya dan cara ia bercerita, biarpun
ia tidak mengaku dengan kata-kata, aku dan isteriku dapat
menduga dengan mudah bahwa Sulastri sebetulnya jatuh
cinta padamu. Dan... kalau aku tidak salah sangka, agaknya
andika Juga mencintainya. Andika berdua Sulastri kami kira
merupakan pasangan yang cocok dan pantas sekali. Akan
tetapi kenapa sekarang andika berdua saling berpisah?"
Sekali lagi Lindu Aji menghela napas panjang. Ki Sumali
adalah seorang sahabat baik, juga dia adalah paman dari
Sulastri. Tida k ada salahnya berterus terang.
"Sesungguhnya demikian, paman. Akan tetapi, terjadi
kesalah-pahaman di antara kami berdua. Tadinya kami
mengira bahwa masing-masing dari kami mencinta orang lain,
maka kami berdua me ngalah dan mundur, me mbiarkan
masing-masing berjodoh dengan orang lain yang dicinta itu.
Akan tetapi ternyata kemudian ... ah, betapa bodohnya kami...
ternyata perkiraan kami itu keliru. Kami berdua tidak pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencinta orang lain. Akan tetapi kami sudah terlanjur saling
berpisah, paman. Karena itu, aku sekarang men carinya untuk
me mbereskan kesalahpahaman itu dan minta keputusan
darinya." Ki Sumali mengangguk-angguk dan diapun menghela napas
karena teringat akan dirinya sendiri. "Sikap andika berdua itu
me mbuktikan bahwa andika berdua me miliki kasih sayang
sejati, anakmas. Rela mengalah, berkorban de mi kebahagiaan
orang yang dicinta. Makin tampak sekarang olehku, alangkah
buruknya cintaku terhadap Winarsih, penuh ce mburu, penuh
keakuan, me mentingkan diri sendiri..."
"Sudahlah pa man. Setidaknya pengalaman yang sudah lalu
dapat menjadi, pelajaran bagi kita untuk mengubah se mua
sikap dan tindakan kita yang salah."
"Andika benar, anakmas Lindu Aji. Menyesal sekali aku
tidak dapat me mbantu dengan me nunjukkan di mana Sulastri
kini berada. Akan tetapi kalau sewaktu-waktu ia singgah lagi di
sini, tentu aku akan men ceritakan se mua tentang 'kesalahpahaman kalian itu."
"Terima kasih, paman." Mala m itu Lindu Aji ikut merayakan
pesta sukuran yang diadakan Ki Suma li dan Nyi Winarsih,
dihadiri para tetangga. Kemudian dia ber malam dalam sebuah
kamar yang pernah menjadi tempat Sulastri bermalam
ketika singgah di rumah pa mannya itu. Mala m itu Aji tidak
dapat segera pulas. Dia rebah di atas pembaringan dan
termenung. Pe muda ini tidak pernah me mbiarkan diri larut
dalam kesedihan. Dia hanya merasa betapa hatinya dipenuhi
perasaan iba. Iba kepada Sulastri, kepada Jatmika dan kepada
Neneng Salmah. Betapa cinta kasih memper ma inkan mereka,
juga dia. Dia merasa rindu sekali kepada Sulastri, ingin sekali
segera dapat berjumpa dengan gadis pujaan hatinya itu. Akan
tetapi ke-mana dia harus mencarinya" Dia berpikir keras,
menduga-duga ke mana kiranya perginya gadis itu. Sulastri
men inggalkan Dermayu, lalu singgah ke Loano. Dermayu ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Loano adalah perjalanan yang menuju ke tenggara. Kalau
begitu, besar kemungkinan Sulastri melanjutkan perjalanannya
ke timur. Mungkin ke Mataram karena bagaimanapun juga,
selama ini Sulastri juga ikut berjuang me mbantu Mataram.
Karena itu, sebelum pulas Lindu Aji menga mbil keputusan
untuk mencari di daerah timur.
**dw** "Sudah cukup, Bagus... sudah, aku tidak merasa terlalu
dingin lagi..." kata Maya Dewi sambil me lepaskan diri dari
rangkulan Bagus Sajiwo. Selama kurang leb ih dua minggu ia
berlatih di puncak Gunung W ilis yang a mat dingin itu untuk
mengusir hawa panas beracun dari ajinya sendiri Tapak Rudira
yang membalik dan meracun i atau melukai dirinya sendiri.
Dala m usaha mengusir hawa panas beracun ini, ia dibantu
oleh Bagus Sajiwo. Ia me mbuka diri menghimpun inti sari
hawa dingin di puncak itu, dibantu Bagus Sajiwo yang
mengerahkan tenaga sakti yang dingin. Karena kedinginan,
maka setiap ma la m di waktu hawa sedang dingin-dinginnya,
terpaksa ia berpelukan dengan Bagus Sajiwo. Bukan hanya
kehangatan tubuh Bagus Sajiwo yang me mbantu ia menahan
rasa dingin yang hebat itu, melainkan terutama sekali karena
dalam rangkulan pe muda re maja itu ia merasa aman da mai
dan terlindung.
Pagi itu, setelah lewat kurang lebih setengah bulan, Maya
Dewi merasa betapa hawa panas beracun dalam dirinya telah
hilang. Memang pagi itu hawa di puncak W ilis masih dingin,
bahkan teramat dingin bagi orang biasa. Akan tetapi kini Maya
Dewi tidak lag i me mbuka diri menghimpun int i hawa dingin
dan mendengar ucapan Maya Dewi, Bagus Sajiwo juga
menghentikan pengerahan hawa dingin me lalui telapak tangan
yang ditempelkan di punggung Maya Dewi. Maka hawa yang
dingin itu tidak mengganggu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, kini engkau telah benar-benar terbebas dari
pengaruh kedua hawa yang berlawanan, yang melukai dalam
tubuhmu, Dewi. Engkau telah se mbuh!" kata Bagus Sajiwo
dengan girang pula.
Maya Dewi menangga lkan kain-ka in yang diselimut kan di
luar tubuhnya dan ia bangkit berdiri lalu me masang kuda-kuda
seperti orang hendak bertanding silat.
"Eh, engkau mau apa" Dewi?" tanya Bagus Sajiwo dengan
heran dan khawatir karena dia tahu benar walaupun kini
nyawa wanita itu tidak terancam maut dan ia sudah sembuh
benar, namun keadaan tubuhnya menjadi amat le mah.
"Aku mau berlatih, Bagus!" katanya dan mulailah wanita itu
bergerak dalam jurus-jurus silat. Gerakannya akan tampak
gesit bagi penglihatan orang biasa, akan tetapi Bagus Sajiwo
tahu betul bahwa wanita itu sudah kehilangan kelincahannya,
jauh menurun dibandingkan ketika bertemu untuk pertama
kalinya, ketika Maya Dewi bertanding me lawan Raden Jaka
Bintara dan Kyai Gagak Mudra. Setelah ia terluka parah
kemudian berhasil diselamatkan, tentu saja kelincahannya
menurun banyak sekali, walaupun tentu saja ia masih mahir
menggerakkan kaki tangannya karena gerakan silat itu sudah
mendarah daging pada dirinya.
Agaknya Maya Dewi juga merasakan kelambatannya ini. Ia
merasa penasaran sekali dan t iba-tiba me mbentuk jari-jari
tangannya seperti cakar dan menyerang dengan kukukukunya ke depan sambil mengerahkan tenaga sakti dan
me mbentak. "Aji Wisa Sarpa!" Ia mencengkeram ke arah sebongkah
batu dan... ia menjerit karena kuku-kukunya patah dan jarijari tangannya terasa nyeri! Padahal biasanya kalau ia
menggunakan aji yang a mpuh itu, batu dapat dicengkeram
hancur. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia masih penasaran. Digosok-gosoknya kedua telapak
tangannya, lalu me mukul ke depan dengan dorongan kedua
telapak tangan sambil berseru nyaring.
"Aji Tapak Rudira!" Dihanta mnya batu itu, akan tetapi
sekali lag i ia menjer it. Bukan batu itu yang pecah seperti biasa
kalau ia latihan aji itu, me lainkan telapak tangannya yang
terasa nyeri, juga kedua telapak tangannya tidak ngepulkan
asap panas. "...aduh... aku... aku menjadi seorang yang le mah...!"
Wanita itu terkulai dan jatuh bersimpuh lalu... menangis
tersedu-sedu seperti seorang anak kecil kehilangan mainan
yang disayangnya. Ia menutupi muka dengan kedua
tangannya dan dari celah-celah jari tangan itu keluar air
matanya menetes-netes! Bagus Sajiwo me mandang dengan
bengong, terhe-ran-heran akan apa yang dilihatnya. Di waktu
mender ita kepanasan lalu kedinginan sehebat itupun, Maya
Dewi me ma ng menge luh a kan tetapi tidak menang is tersedusedu seperti itu. Sukar me mbayangkan wanita yang berwatak
sekeras baja itu dapat menangis seperti seorang anak kecil
yang cengeng! Timbul rasa iba di dalam hatinya. Akan tetapi
dia tidak jadi menyentuh atau mengeluarkan kata hiburan,
walaupun tangannya sudah terjulur dan mulutnya sudah
terbuka. Tidak, dalam keadaan seperti itu, semua hiburan
akan sia-sia, bahkan mungkin sema kin me milukan hati Maya
Dewi atau me mbuat ia kesetanan dan marah- marah m seperti
yang sudah-sudah. Biarkan ia menang is sepuasnya agar
Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semua kekecewaan dan kesedihannya terkuras keluar.
Akan tetapi, dibiarkan saja Maya Dewi terus menangis tiada
hentinya, tangisnya mengguguk sa mpai napasnya tersendatsendat. Bagus Sajiwo tidak tahan melihatnya dan dia lalu
dengan hati-hati dan le mbut me nyentuh pundak wanita itu.
"Dewi, jangan bersedih..."
Seperti ditakuti Bagus Sajiwo, menoengar ucapan itu,
tangis Maya Dewi semakin mengguguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tida k...! Aku perempuan le mah, tak berguna... untuk apa
hidup tak berdaya seperti ini..." Lebih baik mati...!" Tiba-tiba
tangan kanan wanita itu bergerak dan mena mpar kepalanya
sendiri. "Plak!" Dan tubuhnya jatuh terguling. Bagus Sajiwo terkejut
setengah mati dan cepat menubruk untuk me meriksa keadaan
Maya Dewi. Dia bernapas lega ketika melihat betapa wanita itu
tidak apa-apa, tidak terluka sa ma sekali. Pada saat itu dia
tersenyum sendiri, teringat bahwa tamparan tangan Maya
Dewi tadi tentu saja tidak berbahaya, seperti tamparan tangan
wanita lemah biasa karena ia telah kehilangan tenaga
saktinya. Kalau tenaga saktinya masih ada, tamparan tadi
tentu akan menghancurkan isi kepalanya dan nyawanya tak
mungkin dapat ditolong lagi.
Kini Bagus Sajiwo duduk di atas batu dekat Maya Dewi.
Wanita itu rebah telentang seperti orang tidur. Bagus Sajiwo
tahu bahwa ia jatuh pingsan karena tekanan batinnya
ditambah ta mparan yang hanya menggunakan kekuatan
tangan yang sudah lemah itu. Biar lah Maya Dewi dibiarkan
seperti itu agar dapat beristirahat. Istirahat badan dan
batinnya karena dalam keadaan
seperti itu, semua
kekecewaan dan kesedihan yang timbul dari pikiran lenyap
sehingga batinnya dapat mengaso.
Dia menga mati wajah itu. Wajah yang a mat jelita. Rambut
yang hitam panjang dan halus itu terurai lepas dari
sanggulnya, berjuntai sebagian menutupi leher dan pundaknya. Matanya yang biasanya lebar dengan kedua ujung
meruncing ke atas sehingga tampak indah sekali itu ikut
terpejam dan dalam keadaan terpejam seperti itu ta mpak
betapa bulu matanya lebat, panjang dan melengkung
mengge lapkan bawah matanya. Hidung yang kecil mancung
itu bernapas le mbut, mulut dengan bibir berbentuk indah
namun kini agak pucat itu tertutup. Lehernya panjang dan
kulit lehernya putih sekali, putih mulus dan ta mpak se ma kin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
putih kekuningan karena sebagian tertutup rambut yang
hitam. Dada yang me mbusung sehingga kain penutupnya
seolah akan pecah itu naik turun perlahan oleh pernapasannya. Makin dipandang, semakin besar rasa iba
menyelimuti perasaan hati Bagus Sajiwo. Apa lagi ada dua
butir air mata masih berada di atas pipi bawah mata,
me mbuat wajah itu Kampa k me melas (me nimbulkan iba)
sekali. Wanita yang malang, pikirnya, wanita yang menurut
pengakuannya, sepanjang hidupnya penuh dengan kekerasan,
agaknya benar-benar tak pernah merasakan kebahagiaan
hidup yang sesungguhnya.
Timbul rasa sayang me mbayangi rasa iba di hati Bagus
Sajiwo. Timbul keinginannya untuk me mbahagiakan wanita
ini, untuk menghiburnya dan menuntunnya, walaupun dia
lebih muda, ke arah jalan benar, menyadari kesesatannya dan
sedapat mungkin mengubah ja lan hidupnya, mengenal Gusti
Allah dan menjadi alatNya. Membayangkan kembali betapa
tersiksanya Maya Dewi ketika mengusir hawa beracun dalam
tubuhnya, selama sebulan lebih, menderita lahir batin, Bagus
Sajiwo menghela napas panjang. Wanita ini bukan hanya
mender ita jasman inya, akan tetapi juga rohaninya. Kini ia
rebah seperti tidur pulas, dengan wajah pucat agak kurus,
wajahnya begitu tenang, begitu damai karena se mua pikiran
yang menjadi sumber segala konflik batin, sumber segala
kesengsaraan, pada saat itu tidak bekerja. Seperti wajah
seorang kanak-kanak yang tidak berdosa. Bagus Sajiwo
teringat ketika dia masih tinggal bersa ma Ki Ageng Mahendra
di pegunungan Ijen, dia terkadang berkunjung ke dusun di
kaki bukit dan ber main-ma in dengan anak-anak dusun itu. Dia
merasa sayang kepada anak-anak yang tidak berdosa dan
masih lugu (jujur) itu dan dengan rasa sayang dia suka
me mbe lai dan menga mbung (menciu m dengan hidung) pipipipi yang segar kemerahan itu.
Kini, me lihat Maya Dewi rebah seperti seorang anak-anak
tertidur nyenyak, timbul rasa sayangnya dan seperti ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dorongan dari dalam, dia me mbungkuk dan menga mbung pipi
kanan Maya Dewi dengan penuh kasih sayang! Sama sekali
tidak terduga oleh Bagus Sajiwo bahwa pada saat itu juga
Maya Dewi sadar dari pingsannya dan tentu saja wanita itu
terkejut ketika Bagus Sajiwo menga mbung pipinya. Walaupun
perbuatan Bagus Sajiwo itu dilakukan dengan le mbut, ujung
hidungnya hanya menyentuh pipi, na mun berbagai perasaan
teraduk dalam hati Maya Dewi. Mula- mula ia merasa heran,
lalu terharu, bersyukur dan ada rasa senang yang luar biasa,
me mbuat hatinya penuh dan jantungnya berdebar. Belum
pernah ia merasakan seperti itu.
-ooo0dw0ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 08 BANYAK pria sudah digaulinya, akan tetapi semua cumbu
rayu para pria itu hanya membangkitkan gairah berahi saja
yang sesudahnya terasa hampa, bahkan menje mukan dan
me mua kkan. Akan tetapi ciuma n sopan yang dilakukan Bagus
Sajiwo itu terasa lain sa ma. sekali, bahkan belum pernah ia
rasakan, atau, kini ia teringat bahwa pernah ia merasa kan
kesenangan seperti ini ketika ia ma sih kecil dan diciumi
ibunya! Ya, seperti ciuman ibunya itulah. Terasa sekali oleh nya
betapa dulu ibunya a mat menyayangnya dan kasih sayang itu
terasa benar dalam ciuman itu. Kini, iapun merasa kan kasih
sayang hangat seperti itu terkandung dalam ciuman Bagus
Sajiwo ke pipi kanannya.
Tak tertahankan lagi rasa keharuan yang bergelora di
dalam hati Maya Dewi.
Kedua lengannya merangkul leher Bagus Sajiwo dan
diantara tangisnya ia berka ta, suaranya penuh permohonan.
"Aduh, Bagus... Bagus... jangan... jangan tinggalkan aku
lagi..." Ia merangkul ketat dan tidak mau melepaskan
rangkulannya. Ia merasa benar bahwa terdapat perbedaan
seperti langit dengan bumi ketika ia merang kul Bagus Saj iwo,
dibandingkan dengan rangkulannya kepada pria-pria terdahulu. Kalau dulu itu rangkulannya terdorong berahi, kini
sama sekali tidak ada rangsangan berahi, melainkan keharuan
dan kasih sayang! Seperti orang merangkul orang tuanya,
atau anaknya, atau saudara sekandung.
Bagus Sajiwo terkejut. Tak disangkanya Maya Dewi akan
secepat itu sadar sehingga dia "tertangkap basah" sedang
menga mbung pipi wanita itu. Dengan lembut dia melepaskan
rangkulan kedua lengan Maya Dewi.
"Dewi, sudahlah, jangan menangis. Kini engkau telah
sembuh sa ma sekali, engkau sudah sehat dan terbebas dari
ancaman luka beracun dalam tubuhmu.Mengapa engkau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menang is. Dewi" Tentang kehilangan Aji Wisa Sarpa dan Tapak Rudira, jangan engkau khawatir. Olah kanuragan telah
mendarah daging da la m dirimu, karena itu engkau dengan
mudah dapat me latih diri dan menguasai aji-aji lain yang
bersih dan tidak sekotor, sekeji dua ajian itu."'
Maya Dewi bangkit duduk dan mengusap air matanya. "Aku
menang is bukan karena bersedih, Bagus. Aku menangis
karena terharu dan gembira. Sekarang jawablah sejujurnya,
Bagus. Apakah engkau sayang padaku?"
Pertanyaan yang dianggap wajar saja oleh pemuda itu dan
diapun menjawab sejujurnya. "Tentu saja aku sayang padamu, Dewi. Kalau tidak sayang, kenapa aku harus
mene man imu sa mpa i sebulan leb ih?"
Mulut yang man is itu kini tersenyum. Tampa k aneh karena
kedua mata mas ih merah dan basah air mata, akan tetapi
mulutnya tersenyum lebar seh ingga de retan gigi rap i dan
putih bersih itu berkilauan.
"Terima kasih, Bagus. Baru sekarang aku merasa disayang
orang, cinta kasih sayang de mikian menggetarkan sukma.
Aku... aku juga sayang padamu, Bagus, rasa sayang seperti ini
belum pernah kurasakan selama hidupku. Bagus, kita harus
segera menikah..."
"Menikah?" Bagus Sajiwo berseru kaget seolah menghadapi
serangan seekor ular yang me magutnya. Dia undur dua
langkah me mandang wanita itu dengan mata terbelalak. "Apa
maksudmu, Dewi?"
Maya Dewi tetap tersenyum dan tampak geli. "Maksudku"
Ya .menikah, kita menjadi sua mi isteri. Kemana lagi akhirnya
dua orang yang saling mencinta kalau tidak menjad i sua mi
isteri?" Bagus Sajiwo menghela napas panjang. "Dewi, sayangku
kepadamu bukanlah untuk itu. Aku... aku berusia enam-belas
tahun lebih. Bagaimana mungkin men ikah" Aku sa ma sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak me mpunyai pikiran untuk menikah, dengan engkau atau
dengan siapapun juga."
Pandang mata yang tadinya berseri itu berubah muram dan
dengan suara lirih Maya Dewi bertanya, "Bagus, bukankah tadi
engkau mengatakan bahwa engkau sayang kepadaku?"
Bagus Sajiwo men gangguk. "Memang aku sayang pada mu,
Dewi." "Kalau engkau sayang padaku, mengapa engkau tidak mau
men ikah denganku?"
"Dewi, apakah kalau orang saling mencinta itu harus
men ikah" Cinta da pat hadir antara anak dan orang tuanya,
antara saudara, antara sahabat, apakah mereka juga harus
menjad i sua mi isteri" Tidak, Dewi. Tanpa menjad i sua mi
isteripun, kita dapat saling menyayangi, saling mengas ihi."
"Akan tetapi, aku tidak ingin menja di orang tuamu,
saudaramu, atau sahabatmu saja. Aku ingin me njadi isterimu.
Bagus, dan engkau menjadi sua miku. Atau... katakanlah terus
terang saja, Bagus, engkau menolak untuk menikah de ngan
aku karena aku jauh lebih tua dari pada engkau ?"
Bagus Sajiwo menggeleng kepalanya. "Tidak, Dewi. Bagiku,
engkau sama sekali tidak tampa k tua, bahkan terkadang aku
berpendapat bahwa engkau masih muda sekali, seperti kanakkanak. Usiamu tentu hanya berselisih satu dua tahun dengan
usiaku." Maya Dewi menghela napas panjang. Biasanya, tak pernah
ia mengatakan usianya yang sebenarnya, apa lagi di depan
seorang pria yang menawan hatinya. Ia senang kalau
disangka masih muda ma ka ia selalu me mbiarkan orang
mengira ia baru berusia de lapan belas atau sembilan belas
tahun. Akan tetapi sekarang ia me mpunyai pandangan lain
sama sekali. Ia tidak ingin berbohong karena ia merasa bahwa
kebohongan itu me mbohongi dirinya sendiri, menyangkal
keadaan yang sebenarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, ketahuilah, aku adalah seorang wanita yang telah
berusia tiga puluh tahun."
Bagus Sajiwo terbelala k heran. "Ah, aku tidak percaya,
Dewi!" "Sesungguhnya, Bagus. Aku me mang tampa k jauh lebih
muda karena aku me mpergunakan jamu yang langka
didapatkan di dunia Ini, namanya Suket Sungsang. Bagus,
masa laluku penuh kegelapan, aku berkecimpung di dunia
hitam. Tidak ada kejahatan yang kupantang me lakukannya.
Usia tuaku dan masa laluku itu kah yang menjadi penyebab
engkau tidak sudi menjadi sua miku, Bagus?" Suara Maya Dewi
terdengar gemetar.
Bagus Sajiwo menggeleng kepalanya. "Tidak, Dewi. Usia
tidak me mbedakan pandanganku terhadap dirimu. Dan tentang dosa-dosa masa lalu, percayalah, Gusti Allah itu Maha
Pengampun dan engkaupun pasti akan diampuni kalau engkau
mau me ngakui dosa-dosamu dan bertaubat tidak akan
mengulang se mua perbuatan yang sesat. Akan tetapi,
mengapa engkau ingin menjadi isteriku, Dewi" Mengapa kita
harus menjadi sua mi isteri kalau kasih sayang kita dapat kita
ujudkan dengan hubungan persahabatan?"
"Bagus, aku ingin kita menjad i suami isteri karena dengan
demikian, kita tidak akan saling berpisah, akan selalu bersama
dan engkau sebagai sua miku akan selalu me mbela
me lindungiku." Ketika Maya Dewi melihat sinar mata pemuda
remaja itu menatapnya dengan tajam pe nuh selidik, seolaholah sinar mata itu mene mbus d irinya dan me njenguk is i ha ti
dan pikirannya, ia cepat menyambung kata-katanya. "Tidak,
jangan pandang padaku seperti itu, Bagus! Aku t idak akan
mengulang kele mahanku seperti yang sudah-sudah. Aku ingin
kita menjadi sua mi isteri bukan karena terdorong gairah berahi. Aku sudah mua k menjadi ha mba nafsu seperti yang
sudah. Aku ingin bertaubat dan engkaulah yang dapat membimbingku. Aku ingin engkau menjadi suamiku agar engkau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selalu me mbimbingku, me mbe la melindungiku dan selalu
berada di dekatku. Dengan engkau di sampingku, aku merasa
Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aman dan da mai dan aku berani menyongsong kehidupan
yang selama ini penuh dengan kepahitan dan kesengsaraan
bagiku." Bagus Sajiwo menghela napas panjang. Dia adalah seorang
pemuda re maja, baru tujuh belas tahun usianya, bahkan masih kurang, juga sa ma sekali belum berpengalaman. Akan
tetapi dia adalah murid mendiang Ki Ageng Mahendra, seorang yang sakti mandraguna dan arif bijaksana sehingga
Bagus Sajiwo t idak hanya menerima ge mblengan aji
kanuragan, akan tetapi juga menerima ge mblengan batin dan
mendapatkan banyak wejangan tentang kehidupan.
"Dewi, tanpa menjad i sua mi isteripun
aku akan me lindungimu. Adapun tentang bimbingan da la m hidup, tidak
ada pembimbing yang benar-benar sempurna kecuali Gusti
Allah. Dengan penyerahan diri lahir batin kepada Gusti Allah,
ma ka Dia-lah yang akan selalu me mbimbingmu."
'Bagus, berkali-kali engkau menyebut-nyebut Gusti Allah,
siapa sih sebenarnya itu" Aku sering juga mendengar orang
menyebutNya, akan tetapi aku tidak me ngenal dan juga tidak
pernah bertanya. Baru sekarang aku ingin sekail mengerti dari
engkau, Bagus. Apakah Sama dengan para dewa" Dan tempat
tinggalnya di mana" Bagaimana pula bentuk badan dan
wajahNya?"
Semenjak kecil, Maya Dewi me mang tidak pernah
mendengar tentang Gusti Allah, tidak pernah ada yang
me mber itahu dan ia hanya mengena l na ma-na ma para dewa,
walaupun ia tidak pernah me meluk Agama Hindu atau
Buddha, apa lagi Islam.
Dengan sabar Bagus Sajiwo men coba untuk me mper kenalkan Gusti Allah se perti yang pernah dia dengar
dari wejangan Ki Ageng Mahendra.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Para Dewa dan Malaikat ltupun hanya mahluk-mahluk
ciptaan Gusti Allah dan kema mpuan mereka terbatas, Dewi.
Segala sesuatu yang ada diper mukaan bumi ini, juga berada di
atas langit, semua itu adalah ciptaan Gusti Allah. Tempat
tinggalNya" Di ma na- mana Gusti Allah itu berada, tidak ada
tempat yang tidak diliputi KekuasaanNya. Bagaimana bentuk
badan dan wajahnya" Wah, tak mungkin kita manusia
mengga mbar kan-Nya, Dewi. Terlalu maha besar dan tidak
mungkin mata kita yang kotor penuh dosa ini dapat
me l hatNya. Akan tetapi kekuasaanNya dapat kita lihat,
dengar, cium dan rasakan di mana-mana. Segala keindahan
yang dapat kita lihat adalah hasil KekuasaanNya, segala
kemerduan yang dapat kita dengar adalah hasil kekuasaanNya, segala keharuman yang dapat kita cium juga
hasil kekuasaanNya. Segala apa yang ada ini terjadi karena
kuasaNya, karena ciptaanNya. Raba saja dada kita sendiri.
Jantung kita tiada hentinya berdetik sejak kita lahir sa mpai
sekarang dengan teratur, padahal kita tidak dapat
mengaturnya! Yang mengatur adalah Gusti Allah dengan
kuasaNya. "
"Akan tetapi, Bagus. Bagaimana aku dapat percaya akan
adanya Gusti Allah kalau aku tidak dapat melihatnya" Bagaimana sesuatu itu dapat ada kalau t idak dapat dibuktikan
dengan penglihatan?"
Bagus Sajiwo menghela napas. Sungguh kasihan sekali
orang ini, pikirnya, Agaknya dulu orang tuanya tidak
mendidiknya dengan baik sehingga wanita itu sama sekali
tidak tahu akan Gusti Allah. Mungkin menurut pendapatnya,
para penguasa jagad hanyalah dewa yang dapat dilihat
arcanya. "Dewi, apakah engkau percaya bahwa engkau me miliki
nyawa dan me miliki pikiran?"
"Tentu saja!" jawab Maya Dewi langsung, tanpa dipikir lag i.
Semua orang tahu bahwa orang me mpunyai nyawa dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pikiran. Mengapa ditanyakan lagi dan apa hubungannya
dengan pertanyaannya tentang keberadaan Gusti Allah"
"Nah, nyawa dan pikiran itu tidak da pat kita lihat, tidak
dapat dibuktikan de ngan penglihatan, pendengaran, penciuman dan perasaan apapun, namun engkau percaya bahwa itu
ada! Buktinya adalah hasil pekerjaan mereka. Dengan pikiran
engkau dapat berpikir dan mengingat, dan dengan adanya
nyawa engkau hidup. Orang yang ditinggalkan nyawanya disebut mati. Gusti Allah jauh lebih besar da ripada semua itu.
Nyawa dan pikiran kitapun merupakan anugerahNya, merupakan pember ianNya, merupakan ciptaan-Nya. Kekuasaan Gusti
Allah dapat terlihat di manapun, kekuasaan yang mengatur
bintang-bintang, bulan dan matahari di langit, yang mengatur
sehingga jantungmu terus berdetik dan tetap berdetik selama
engkau hidup."
"Ah, begitukah, Bagus" Tadinya aku percaya bahwa semua
itu dilakukan oleh para dewa."
"Baik dewa-dewa atau para malaikat, mereka se mua itu
juga merupakan ciptaan Gusti Al ah dan mereka menjadi ha mba Allah, menjadi alat yang me mbantu berlangsungnya
kekuasaan Gusti Allah. Semua ciptaan Gusti Allah berkewajiban untuk me mbantu pe kerjaanNya, menjadi
alatNya yang baik dengan satu tujuan, yaitu Mamayu
Hayuning Bawono (Mengusahakan Kesejahteraan Dunia)
dengan langkah-langkah hidup me lalui jalan kebenaran. Kalau
menyimang dari itu dan sebaliknya me lakukan perbuatanperbuatan jahat yang sifatnya merusak dan sesat, maka kita
bukan menjadi ha mba Gusti Allah me lainkan me njadi ha mba
iblis!" "Apa saja yang harus dilakukan orang yang menjadi
hamba Gusti Al ah itu, Bagus?"
"Yang dilakukan ada lah menyalurkan apa saja yang
dianugerahkan Gusti Allah kepadanya. Kalau dia mendapatkan
berkah kekayaan yang berlimpah, dia dapat menyalurkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkah itu dengan menolong mereka yang hidupnya mis kin
dan me mbutuhkannya. Kalau berkah berlimpah itu berupa
kepandaian, dia dapat menyalurkannya dengan mengajar dan
me mber i penerangan kepada mereka yang bodoh dan tidak
mengerti. Kalau dia diberkahi tenaga yang kuat dia dapat
menyalurkan tenaga itu dengan menolong dan me mbantu
mereka yang lemah dan masih ba nyak lagi. Pendeknya kalau
kita menerima berkah secara berlebihan, maka kita harus
menyalurkannya dan me mberi kepada mereka yang me mbutuhkannya. Gusti Allah itu Maha Murah dan hanya
me mber i dan me mber i, kepada siapa saja tanpa pandang
bulu. Sinar matahari yang menghidupkan diber ikanNya kepada
raja dan juga pengemis, para pendeta dan juga penjahat.
Bunga melati me mbe ri keharuman kepada siapapun juga tanpa me mbedabedakan. Kita yang menjadi ha mba Gusti Allah
juga berkewajiban untuk me mberi dan me mber i."
"Akan tetapi bagaimana kalau kita tidak me mpunyai apaapa yang berlebihan, Bagus" Tidak me mpunyai banyak uang,
tidak me mpunyai tenaga, tidak me miliki kepandaian, tidak
me miliki apa-apa yang dapat diberikan karena untuk dirinya
sendiri juga kekurangan" Nah, lalu apa yang dapat dilakukan
untuk dapat disebut hamba dan pembantu atau alat Gusti
Ilmu Ulat Sutera 14 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Kisah Si Pedang Kilat 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama