Ceritasilat Novel Online

Keris Pusaka Sang Megatantra 10

Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


mene mpe l di punggung Puspa Dewi, ia lalu berkata dengan
nada hormat. "Maafkan kami, mas ayu. Di s ini terdapat peraturan bahwa
tamu yang datang berkunjung tidak diperkenankan me mbawa
senjata. Oleh karena itu, harap andika men itipkan dulu
pedang andika itu kepada kami. Nanti kalau andika hendak
men inggalkan istana, tentu akan ka mi serahkan ke mbali."
Kalau pengawal wanita itu bicaranya kasar, tentu Puspa
Dewi marah mendengar pedangnya diminta. Akan tetapi
karena bicaranya sopan, maka ia t idak marah, hanya
mengerutkan alisnya dan berkata
sa mbil tersenyum
mengejek. "Aku mau me nitipkan pedangku kepada kalian, akan tetapi
apa hendak dikata, pusakaku Candrasa Langking ini tidak mau
berpisah dariku."
"Apa ma ksud andika, mas ayu?" tanya pengawal wanita
hitam manis itu dari kawannya juga me mandang heran.
Puspa Dewi tersenyum dan ia menga mbil pedang hitamnya,
me lepaskan talinya yang tergantung di punggung lalu
menyerahkan pedang bersa ma sarungnya! itu kepada
pengawal wanita hita m man is itu.
"Kalau mau tahu, nah, buktikan send iri dan terimalah
pusakaku ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan ragu pengawal itu menerima pedang. Akan tetapi
begitu pedang dipegangnya, tiba-tiba saja pedang itu
me luncur lepas dari tangannya seperti ada yang merenggutkan dan pedang ini melayang ke arah Puspa Dewi
yang menya mbutnya dengan tangan kiri.
"Nah, andika telah me mbuktikan send iri!" kata Puspa Dewi
yang tadi mempergunakan kekuatan sihirnya untuk menerbangkan pedangnya kembali kepadanya. Tentu saja ia
tidak akan me lakukannya kalau berhadapan dengan seorang
yang sakti. Pengawal wanita hita m manis itu terkejut sekali dan
menjad i bingung, juga kawannya terbelalak heran dan kaget.
Empat orang perajurit pengawal pria yang berjaga di luar
gapura juga menyaksikan peristiwa itu dan merekapun
terheran-heran!
"Ah, bagaimana baiknya ini?" kata pengawal wanita ke dua
kepada kawannya.
Si hitam manis berkata, "Cepat panggil Mbakayu Kanthi ke
sini, biar ia yang menangani urusan ini." Kawannya
mengangguk la lu berlari masuk dan si hita m manis berkata
kepada Puspa Dewi. "Harap mas ayu suka menanti sebentar,
kami panggilkan pelayan pribadi Gusti Puteri Mandari untuk
mengantar andika menghadap Gusti Puteri."
Puspa Dewi mengangguk dan menanti dengan sikap santai,
dia m-dia m merasa geli me lihat pengawal wanita dan pengawal
pria itu me lirik kepadanya dengan pandang mata jerih. Tak
la ma kemudian pengawal wan ita itu datang bersama seorang
wanita dan Puspa Dewi segera memandang wanita itu dengan
penuh perhatian. Seorang wanita berusia kurang leb ih tiga
puluh lima tahun, berpakaian sebagai emban pelayan,
tubuhnya tinggi kurus dan mukanya burik sehingga ta mpak
jelek. Wanita ini ada lah Kanthi dan ia bukanlah wanita le mah.
Kanthi dan Sarti yang tinggi besar sengaja didatangkan oleh
Mandari dan Lasmini. Sarti menjadi pengawal pribadi Lasmini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Kanthi menjadi pengawal pribadi Mandari. Karena kedua
orang wanita itu datang dari Kerajaan Parang Siluman, maka
tentu saja mereka menjad i orang-orang kepercayaan kedua
orang puteri itu. Dan mereka berdua juga merupakan orangorang yang memiliki kesaktian, walaupun tidak setinggi
kesaktian kedua orang puteri itu.
Setelah berhadapan dengan Puspa Dewi, mata Kanthi yang
tajam dapat melihat bahwa gadis muda belia itu, me mang
seorang yang sakti. Hal ini dapat ia lihat pada sinar mata
Puspa Dewi yang mencorong penuh kekuatan batin. Ia tadi
sudah mendengar cerita pengawal wanita yang me manggilnya
tentang pedang milik ta mu wanita itu. Ia lalu ber kata dengan
hormat kepada Puspa Dewi.
"Mas ayu, saya Kanthi, pelayan Gusti Puteri Mandari. Saya
mengerti bahwa seseorang me mang tidak dapat berpisah dari
senjata pusakanya. Akan tetapi kalau andika menghadap Gusti
Puteri dengan me mbawa pedang, tentu men imbulkan
prasangka yang tidak baik. Oleh karena itu, marilah andika
saya antar menghadap Gusti Puteri dan biarlah saya
me mbawa kan pedang andika itu sa mpai me nghadap Gusti
Puteri. Kalau nanti Gusti Puteri berkenan, tentu akan saya
kembalikan pedang itu kepada andika disana juga."
Mendengar ucapan itu, Puspa Dewi tersenyum dan
mengangguk. Ia tidak mau menggunakan sihir lag i karena
kalau wanita pelayan ini ternyata ma mpu menolak sihirnya,
maka ia akan mendapat malu. "Baiklah, engkau boleh
me mbawa kan pusakaku ini dan mar i kita menghadap Gusti
Puteri." katanya sambil me nyerahkan pedang hitamnya. Kanthi
menerima pedang itu sambil mengerahkan kekuatan batinnya,
kalau kalau pedang itu a kan "terbang", akan tetapi tidak
terjadi sesuatu sehingga hatinya lega. Dua orang pengawal
wanita dan empat pengawal pria itupun me mandang dengan
hati tegang, akan tetapi ternyata tidak terjadi sesuatu dan
mereka hanya dapat mengikuti dengan pandang mata mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika Kanthi, sa mbil me mbawa pedang, mengantar Puspa
Dewi masu k ke dalam.
Mandari yang dikabari bahwa ada seorang gadis bernama
Puspa Dewi mohon menghadap padanya, menerima gadis itu
di dalam ruangan pribadinya. Dari seorang mata-matanya
yang berada di Wura-wuri Puteri Mandari telah mendengar
bahwa Adipati Bhis maprabhawa dar i Wura-wuri telah
mengutus puterinya Sekar Kedaton yang bernama Puspa Dewi
untuk me mbantunya di Kahuripan. Oleh karena itu,
mendengar laporan bahwa Puspa Dewi kini telah datang
menghadap, ia merasa girang sekali dan cepat menyambutnya
sendiri di ruangan pribad inya.
Ketika Kanthi me ngiringkan Puspa Dewi me masu ki ruangan
itu dan menutupkan kembali daun pintunya, Mandari telah
duduk me nanti d i atas kurs i, la me mandang kagum, la sudah
mendengari bahwa Sekar Kedaton Wura-wuri ini adalah murid
dan puteri angkat Nyi Dewi Durga kumala yang sakti
mandraguna, yang kini menjadi per maisuri Wura-wuri.
Ternyata Puspa Dewi seorang gadis remaja yang cantik je lita.
Kanthi berlutut dan menyembah dengan hormat kepada
maj ikannya. Puspa Dewi tetap berdiri dan me mandang kepada
Puteri Mandari dengan kagum. Tak disangkanya sang puteri
itu sedemikian cantiknya dan tampaknya masih muda sekali.
Ia mendengar bahwa puteri ini berus ia sekitar dua puluh dua
tahun lebih,akan tetapi tampa knya bahkan lebih muda dari
pada ia yang baru berusia se mbilan be las tahun!
Melihat pedang di tangan pelayannya, Mandari tersenyum
dan berkata, "Kanthi, serahkan pedang itu kepada Gusti Puteri
Puspa Dewi."
Kanthi terkejut dan menoleh kepada Puspa Dewi yang
masih berdiri. "Gusti ..... Gusti Puteri .....?" katanya bingung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, Kanthi. Ia adalah Gusti Puteri Se kar Kedaton dari
Kerajaan Wura-wuri." kata Mandari. "Sekarang haturkan
kembali pedang itu lalu keluarlah. Jaga agar jangan ada yang
mendengarkan ka mi bicara di dalam."
"Sendika, gusti." kata Kanthi lalu dengan hormat sekali ia
menyerahkan kembali Candrasa Langking kepada Puspa Dewi,
menye mbah lalu keluar dari ruangan itu lalu menutupkan
kembali daun pintunya.
Setelah Kanthi keluar, Mandari lalu menunjuk ke arah
sebuah kursi di depannya dan berkata, "Puspa Dewi,
duduklah. Di sini kita dapat bicara dengan le luasa."
Puspa Dewi me masang kemba li pedangnya di punggung
lalu duduk dan berkata, "Gusti Puteri ....."
"Ah, Puspa Dewi, kita sa ma-sa ma puteri istana. Aku puteri
Kerajaan Parang Siluma n dan engkau puteri Kerajaan Wurawuri. Jangan bersikap merendah dan jangan menyebut aku
Gusti Puteri!"
"Ha mba mergerti. Akan tetapi karena hamba datang bukan
sebagai Puteri Wura-wuri dan hendak me mbantu paduka
dengan dia m-diart dan rahasia, maka seba iknya kalau mulai
saat ini ha mba me mbiasakan diri bersikap sebagai seorang
pembantu paduka agar rahasia ha mba tidak sampai bocor"
"Baiklah kaau begitu, Puspa Dewi. Tidak kusangka engkau
yang semuda ini sudah dapat bersikap cerdik. Aku sudah
banyak mendengar tentang dirimu dari pe mbantuku. Sebagai
murid dan juga anak angkat Nyi Dewi Durgakuma la yang kini
menjad i Per maisuri W ura-wuri, aku yakin engkau me miliki
kesaktian yang boleh diandalkan Aku girang sekali engkau
bersedia untuk me mbantuku. Dengan adanya engkau di s ini
dan Linggajaya di kepatihan me mbantu Mbakayu Lasmini,
kedudukan kita menjadi lebih kuat. Kukira engkau sudah tahu
tentang Linggajaya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Puspa Dewi mengangguk. "Ha mba telah mengena lnya
dengan baik." katanya tanpa menjelaskan bahwa Linggajaya
adalah kakak tirinya. "Sekarang harap paduka jelaskan,
bantuan apakah yang dapat hamba lakukan di sini dan tugas
apa yang dapat hamba kerjakan?"
"Aku sedang me mikirkan hal itu. Aku sudah mendengar
bahwa engkau diutus oleh Adipati Wura-wuri untuk me mbantu
kami, akan tetapi tidak kusangka bahwa engkau hari ini akan
datang mene mui aku. Kedatanganmu yang tiba-tiba ini
me mbuat a ku harus berpikir-pikir dulu, tugas apa yang dapat
kuserahkan kepadamu. Se mentara ini, sebaiknya engkau
menya mar sebagai seorang dayang pelayan pribadiku
me mbantu Kanthi yang men jadi pe layan bawaan dan
kepercayaanku. Dengan menjadi pelayan pribadiku, kita dapat
mudah berhubungan dan tidak seorang pun berani
menentangmu. Nanti perlahan-lahan kita atur apa yang akan
kita la kukan se lanjutnya. Akan tetapi sebagai pelayan pribadi,
tidak baik dan a kan mencurigakan se kali kalau engkau
me mbawa pedangmu. Maka, sebaiknya engkau sembunyikan
pedangmu itu dalam kamar yang akan disedia kan untukmu."
"Baik, akan hamba laksanakan." kata Puspa Dewi.
"Puspa Dewi, engkau harus berhati-hati. Ingat bahwa di
dalam istana ini banyak orang yang dia m-dia m menentangku.
Terutama sekali terhadap Sang Prabu Erlangga, engkau harus
berhati-hati sekali. Beliau adalah seorang yang amat sakti
mandraguna, sebaiknya kalau engkau tidak muncul di
depannya, kecuali kalau terpaksa dan jangan me mper lihatkan
sikap mencolok agar beliau tida k menaruh curiga kepada mu."
Demikianlah, mulai hari itu Puspa Dewi tinggal di dalam
istana bagian keputren dan menyamar sebagai seorang
dayang pelayan pribadi Puteri Mandari.
Ia me makai pakaian seperti yang dipakai para dayang
istana dan menyimpan pusaka Candrasa Langking dalam
kamarnya. Kehadirannya tidak mencolok, tidak mencurigakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena di istana memang terdapat banyak dayang, gadis-gadis
muda yang rata-rata me miliki wajah yang ayu dan manis. Dan
seperti yang dikatakan Puteri Mandari, para dayang dan
pelayan yang lain bersikap segan dan hormat kepada Puspa
Dewi setelah mere ka mendengar bahwa dara itu adalah
pelayan pribadi Puteri Mandari.
0oo0 Senopati Sindukerta adalah seorang senopati sepuh (tua)
yang sudah menjad i senopati sejak muda, di bawah pimpinan
mendiang Sang Prabu Teguh Dhar mawangsa. Ketika Erlangga
menjad i raja menggantikan kedudukan mendiang Teguh
Dhar mawangsa, dia mengikut-sertakan bekas punggawa ayah
mertuanya itu dan di antaranya dia me mberi kedudukan yang
sama kepada Senopati Sindukerta. Senopati Sindukerta tinggal
dalam sebuah gedung di kota raja bersama keluarganya.
Usianya sudah enam puluh tahun leb ih, namun dia masih
tampak sehat dan gagah. Biarpun sudah tergolong tua, namun
Senopati Sindukerta mas ih disegani karena dia pandai
mengatur barisan, pandai me mimpin pasukan dalam perang
dan sudah banyak jasanya menghadapi musuh-musuh
Kerajaan Mataram sejak dia masih muda dulu. Tidak
mengheran kan kalau Sang Prabu
Erlangga menaruh kepercayaan kepadanya sungguhpun kini tugasnya lebih
banyak sebagai penasihat yang me mberi petunjuk dan
pelajaran kepada para senopati muda.
Jilid 17 MALAM itu terang bulan. Bulan purnama a mat indahnya
bertahta di angkasa raya. Bintang-bintang menjadi sura m
bahkan banyak yang tidak ta mpak terhalang s inar bulan yang
terang keemasan. Bulan purnama bulat penuh dan di langit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang cerah itu tampak lingkaran putih di sekeliling bulan.
Bulan ndadari, bulan kalangan, begitu indahnya sehingga
menciptakan suasana sejuk ge mbira di muka bumi. Banyak
orang betah berada di luar rumah karena sinar bulan
me mandikan segala sesuatu yang berada di permukaan bumi
dengan sinarnya yang menenteramkan hati, me mbuat semua
tampak ge milang dan indah, juga aneh penuh rahasia. Segala
sesuatu seperti diselimut i cahaya keemasan. Kanak-kanak
me menuhi pelataran rumah dan ber main-ma in dengan


Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertembang riuh rendah. Orang-orang tua bercengkerama di
luar rumah. Banyak pula yang menggelar tikar di pelataran
dan bercakap-cakap me mbicarakan masa lalu. Bulan purnama
mendatangkan kenangan la ma yang indah-indah. Para muda
juga bergembira ria. Sinar bulan agaknya mengobarkan gairah
dan semangat hidup mereka. Terutama sekali mereka yang
sedang dimabuk as mara dan mengadakan perte muan dengan
kekasih mereka dibawah sinar bulan purnama. Pada saat
seperti itu, kekasih mereka tampak lebih cantik, lebih ta mpan,
lebih me narik dan menggairahkan.
Senopati Sindukerta duduk seorang diri di dalam taman
bunganya yang cukup luas. Harum bunga me lati yang tumbuh
di sekeliling kola m ikan me mperindah suasana. Akan tetapi
Senopati Sindukerta yang duduk tak jauh dari kola m ikan, di
atas bangku panjang, sama sekali tidak tampak ge mbira.
Bahkan berulang kali dia menghela napas panjang dan
wajahnya tampak mura m, seolah dia menanggung der ita
kesedihan yang menda la m. Di atas sebuah meja kecil
didepannya terdapat sebuah poci dan sebuah cangkir. Tadi
pelayan datang menghidangkan a ir teh panas manis itu dan
dia suruh pelayan itu pergi me ninggalkannya dan berpesan
agar jangan ada yang datang mengganggunya di dala m taman
karena dia ingin bersendirian di situ. Wajahnya yang masih
me mper lihatkan bekas ketampanan itu berkerut. Tidak ada
kumis dan jenggot di wajahnya. Rambutnya sudah banyik
yang putih. Tubuhnya sedang, akan tetapi tampak kurus. Dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaan jasmaninya dapat diduga bahwa Senopati Sindukerta
banyak mengalami penderitaan batin. Tentu saja hal ini tidak
disangka orang. Dia adalah seorang senopati tua yang
berkedudukan t inggi, cukup kaya, terhormat dan tidak
kekurangan sesuatu. Bagaimana mungkin seorang punggawa
tinggi seperti dia hidup mengalami pender itaan batin"
Senopati Sindukerta duduk di situ sejak tadi, sudah lebih
dari dua jam dia duduk melamun seorang diri. Sementara itu
bulan purnama naik se makin tinggi. Keadaan di luar gedung
senopati itu sudah mulai berkurang keramaiannya. Anak-anak
sudah disuruh masuk dan tidur. Hanya tinggal beberapa orang
tua saja yang masih tinggal di luar. Malam mula i larut.
Senopati Sindukerta mulai merasa kedinginan. Makin tinggi
bulan purnama naik, makin larut ma la m, makin dinginlah
hawa udara. Pada saat dia merasakan kedinginan dan minum
air teh dari poci dituangkan ke cangkir dan air teh itu masih
hangat, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan dan tahu-tahu
di depannya, dalam jarak tiga meter, telah berdiri seorang
pemuda. Senopati Sindukerta terkejut dan meletakkan kemba li
cangkirnya di atas cawan, lalu menatap wajah pe muda itu
dengan alis ber kerut. Dia terkejut, akan tetapi sama sekali
tidak takut, hanya merasa heran bagaimana ada seorang
pemuda yang begitu berani datang mengganggunya, dan
kemunculan nya begitu tiba-tiba.
"Siapa engkau" Mau apa engkau menggangguku, datang
tanpa diundang?" bentak Senopati Sindukerta sa mbil menatap
tajam wajah tampan pemuda yang pakaian dan sikapnya
sederhana itu. Pemuda itu me mberi hormat dengan
me mbungkuk, lalu bertanya dengan suara lembut dan hormat.
"Maafkan saya, apakah saya berhadapan dengan Senopati
Sindukerta?"
"He mm, benar aku Senopati Sindukerta. Siapa engkau?"
"Maafkan saya. Nama saya Nurseta dan saya sengaja
menghadap paduka untu k menanyakan sesuatu yang teramat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penting dan hanya paduka saja yang dapat menjawab
pertanyaan saya Itu,
Kerut alis Senopati Sindukerta semakin menda la m.
"Sungguh engkau seorang pe muda yang tidak tahu aturan.
baaimana engkau berani kurang ajar menemui aku malamma la m begini dan me masuki tamanku seperti seorang
pencuri?" "Sudah dua kali saya minta maaf kalau saya mengganggu.
Akan tetapi, pertanyaan saya ini penting sekali dan saya harap
paduka tidak menolak untuk menjawabnya."
"Sudahlah, coba katakan, apa yang ingin kauketahui
dariku?" "Saya ingin bertanya, apa yang paduka ketahui tentang
orang yang bernama Dhar maguna?"
Senopati Sindukerta terbelalak dan dia bangkit berdiri
dengan cepat. "Keparat" Telunjuknya menuding ke arah
Nurseta. "Kiranya engkau ini suruhan si jahana m Dhar maguna" Mampuslah!" Tiba-tiba Senopati Sindukerta
menendang meja kecil d i depannya dan meja itu meluncur ke
arah Nurseta. Poci dan cangkir tadi terle mpar jauh.
Nurseta menggerakkan tangannya, menangkap kaki meja
yang menya mbar ke arahnya dan me naruh meja itu di atas
tanah, di sampingnya. Akan tetapi Senopati S indukerta sudah
mencabut kerisnya dan me lompat maju, menyerang Nurseta
dengan tusukan kerisnya. Agaknya dia marah sekali
mendengar disebutnya nama Dhar maguna tadi.
"Wuutt ..... tukk!" Senopati Sindukerta terkejut setengah
mati ketika keris yang dia tusukan itu mengena i dada pemuda
itu, dia merasa betapa kerisnya itu bertemu dengan benda
yang lunak na mun kenyal dan kuat sekali seh ingga kerisnya
me mba lik dan tidak dapat mene mbus. Sebelum hilang rasa
kagetnya tahu-tahu keris itu telah direnggut lepas dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pegangannya dan pemuda itu melangkah mundur sa mbil
berkata ejekan le mbut
"Harap paduka bersabar dan tenang Saya sama sekali tidak
datang untuk me musuhi paduka, melainkan hanya untuk
minta keterangan. terimlah kemba li pusaka paduka ini."
Nurseta menjulurkan tangan dan menyerahkan keris itu
kepada pe miliknya.
Senopati Sindukerta terkejut bukan main. keris pusakanya
itu bukan keris biasa, melainkan pusa ka atnpuh sekali. Akan
tetapi pemuda, itu me miliki kekebalan yang luar biasa,
me mbuktikan bahwa dia seorang yang sakti mandraguna.
Makar mendengar ucapan Nurseta, dia menerima keris,
mundur lalu duduk kembali ke atas bangku, mengawasi
pemuda itu penuh perhatian.
"Orang muda. sebetulnya apakah yang kaukehendaki"
Siapa nama mu tadi?"
"Na ma saya Nurseta dan saya hanya ingin mengetahui
mengapa paduka me musuhi Dhar maguna, mengapa paduka
me mbencinya dan di mana adanya dia sekarang?"
Senopati Sindukerta me mandang heran, "jadi engkau
bukan suruhan dia" Engkau juga menanyakan di mana dia"
Ah, kalau saja aku tahu di mana dia, si keparat itu!"
"Harap paduka suka menceritakan kepada saya mengapa
paduka begitu membencinya."
"Engkau ma u tahu mengapa aku me mbencinya" Huh, dia
sudah mera mpas kebahagiaan kami sudah dua puluh dua
tahun ini dia me mbuat aku selalu merasa berduka. Bawalah
meja itu dekat sini dan duduklah di atas meja kalau engkau
ingin mendengarkan persoalannya."
Nurseta menurut. Dia menga mbil meja, me mbawanya ke
depan Senopati Sindukerta lalu duduk di atas meja kecil yang
rendah itu. Senopati Sindukerta lalu bercerita dan Nurseta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendengarkan dengan penuh perhatian. Senopati Sindukerta
menghela napas panjang lalu berkata,
"Peristiwa itu telah la ma terjadi, kurang leb ih dua puluh
tahun yang lalu, akan tetapi rasanya baru kemarin saja
terjadinya." Kemudian senopati tua itu lalu bercerita.
Senopati Sindukerta telah menjadi senopati pada waktu
Teguh Dhar mawangsa menjad i rata. Senopati yang setia ini
hanya me mpunyai seorang anak perempuan yang bernama
Endang Sawitri. Pada waktu itu Endang Sawitri berusia
delapan belas tahun, la terkenal sebagai seorang dara yang
selain cantik jelita, juga baik budi bahasanya dan berbakti
kepada ayah ibunya. Tidak mengherankan kalau Senopati
Sindukerta dan isterinya merasa amat sayang kepada Endang
Sawitri. Tentu saja, seperti para orang tua lainnya Senopati
Sindukerta dan isterinya mengharapkan agar puteri mereka itu
mendapatkan sua mi yang tinggi kedudukannya, kaya raya,
dan baik budi serta bijaksana. Dengan demikian ma ka selain
puteri mereka itu akan hidup bahag ia juga mereka sebagai
orang tuanya akan merasa senang dan terangkat derajat dan
martabatnya. Akan tetapi, dalam kehidupan ini, lebih sering
harapan manusia t idak terpenuhi, kenyataan yang terjadi
sering berlawanan dengan apa yang diinginkan, apa yang
diharapkan, sehingga banyak kekecewaan dan duka melanda
kehidupan manusia.
Pada suatu pagi, seorang tamu yang di hormati datang
berkunjung ke ru mah Senopati S indukerta. Sang senopati dan
isterinya menya mbut kedatangan ta mu ini dengan ra mah dan
hormat karena tamu itu adalah seorang pangeran yang
terkenal gagah perkasa. Dia adalah Pangeran Hendratama
yang pada waktu itu berusia sekitar tiga puluh tahun. Seorang
pria yang tampan dan gagah, apalagi karena pakaiannya amat
indah, mewah dan mentereng. Sebagai seorang pangeran,
putera Sang Prabu Teguh Dhar mawangsa yang beribu seorang
wanita berkasta rendah, Pangeran Hendratama tentu saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mpunyai hubungan baik dengan para pa mong-praja dan
juga mengenal ba ik Senopati Sindukerta.
"Selamat datang, Pangeran." sambut Senopati Sindukerta
ramah. Isterinya juga menya mbut dengan senyum ra mah.
"Silakan masuk, kita duduk di ruangan dalam agar lebih
leluasa bercakap-cakap."
"Terima kasih, pa man senopati dan bibi." kata Pangeran
Hendratama dengan sikap halus. Mereka me masuki ruangan
dalam dan dua orang selir sang senopati juga menyambut dan
me mber i hormat kepada pangeran itu, akan tetapi mereka
segera mengundurkan diri, tidak berani me ngganggu.
Pangeran Hendratama hanya duduk berhadapan dengan Ki
Sindukerta dan garwa padminya.
"Paman dan bibi, di mana diajeng Endang Sawitr i" Tanpa
kehadirannya, rumah pa man ini tampa k sepi."
"Endang sedang sibuk di dapur, me mbantu para abdi
me mpers iapkan ma kan, Pangeran." kata Nyi Sindukerta.
"Begitukah" Sayang, saya ingin sekali
melihatnya, walaupun sebentar saja, bibi."
Nyi Sindukerta la lu me manggil pelayan dan me mberi
perintah agar pelayan Itu me mberitahu kepada puterinya
bahwa Pangeran Hendratama datang berkunjung.
"Minta kepada Den Ajeng Endang agar keluar dan menemui
Gusti Pangeran Hendratama sebentar!" perintahnya. Pelayan
itu menyembah lalu perg i. Tak la ma kemudian, selagi
Pangeran Hendratama bercakap-cakap dengan Ki Sindukerta
dan isterinya, muncullah seorang gadis cantik jelita
mengiringkan seorang pe layan wanita yang me mbawa ba ki
terisi ma kanan dan minu man yang dihidangkan di atas meja.
Gadis itu berusia sekitar delapan belas tahun, cantik jelita dan
man is merak-ati, dengan sikap dan gerak-gerik le mbut
menawan. Itulah Endang Sawitri, puteri tunggal Senopati
Sindukerta yang terkenal sebagai seorang di antara para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puteri yang cantik di kota raja. Bagaikan setangkai bunga
yang sedang me kar mengharum me mancing datangnya
banyak kumbang, Endang Sawitri juga me mbuat banyak
pemuda bangsawan maupun bukan bangsawan tergila gila.
Akan tetapi Endang Sawitri tidak menya mbut rayuan mereka,
bahkan meno lak pinangan beberapa orang pemuda bangsawan. Semua ini karena dara jelita itu sudah mempunyai
pilihan hati sendiri, yaitu seorang pemuda bernama
Dhar maguna. Akan tetapi Senopati Sindukerta marah- marah
dan me larang puterinya melanjutkan pergau lannya dengan
pemuda itu. Bukan karena pemuda pilihan puteri mereka itu
kurang tampan. Sebaliknya, Dharmaguna adalah seorang
pemuda yang tampan dan lemah le mbut, baik budi pekertinya.
Akan tetapi dia hanya putera seorang pendeta yang miskin,
sudah tidak beribu lagi karena ibunya sudah men inggal dunia.
Dhar maguna hanya tinggal di padepokan ayahnya, sebuah
bangunan yang reyot. Bagaimana mungkin sang senopati dan
isterinya mau menyerahkan puteri mereka yang merupakan
anak tunggal kepada seorang pe muda miskin, tidak me miliki
kedudukan apapun" Mereka mengida mkan seorang mantu
yang berpangkat tinggi dan kaya raya!
Ketika Endang Sawitr i muncul. Pangeran Hendratama
segera bangkit dari tempat duduknya dan tersenyum
me mandang kepada dara yang telah mengobarkan gairah
berahinya itu. "Diajeng Endang Sawitri .....!" sapanya, tanpa menye mbunyikan kekaguman nya walaupun ayah ibu gad is itu
berada di situ.
"Selamat datang, Gusti Pangeran. Hamba menghaturkan
hormat." kata gadis itu dengan sikap hormat.
"Ah, diajeng Endang! Jangan menyebut gusti padaku, sebut
saja Kakangmas Pangeran!"
"Ha mba ..... tidak berani ....." kata gadis itu sambil
menundukkan mukanya, ngeri melihat pandang mata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pangeran itu yang seolah-olah hendak menelannya bulat

Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bulat. "Kenapa tidak berani" Takut" Aku bukan harima u yang
perlu ditakuti, diajeng. Mari, duduklah. Aku ingin meya mpaikan suatu berita kepada orang tuamu dan
engkaupun perlu mendengar kan dan menyaksikan berita yang
amat mengge mbirakan ini."
Endang Sawitri meragu. Ia sudah lama merasa tidak
senang dan tidak aman kalau pangeran itu datang berkunjung
Biarpun pangeran itu tidak pernah mengeluarkan kata-kata
yang tidak sopan bahkan sangat ramah kepadanya, namun
pandang mata pangeran itu seiaiu seolah me nggerayangi
seluruh bagian tubuhnya. la meno leh kepada orang tuanya
dan Senopati Sindukerta mengangguk kepadanya.
"Duduklah, Endang." kata ayahnya. Terpaksa gadis itu
menga mbil tempat duduk di dekat ibunya. Ibu yang
menyayang puterinya ini la lu merang kulnya.
"Sebetulnya, kepentingan apakah yang hendak paduka
sampaikan kepada kami sekeluarga, pangeran?" tanya
senopati itu dengan hati merasa tidak enak karena sungguh
aneh kalau untuk kepentingan kerajaan misalnya, puterinya
diharuskan menjadi saksi. "Apakah paduka me mbawa perintah
dari Gusti Prabu?"
"Sesungguhnya me man g saya me mbawa surat dari
Ramanda Prabu, pa man."
"Tugas apakah yang diperintahkan Sribaginda kepada
hamba?" Pangeran Hendratama tersenyum.
"Sebetulnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan
tugas pemerintahan, pa man. Ini adalah urusan pribadi saya.
Sesungguhnya, sudah lama sekali saya menaruh hati, jatuh
cinta kepada puteri pa man, yaitu Diajeng Endang Sawitri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi saya menunggu sampa i ia menjad i dewasa.
Setelah sekarang Diajeng Endang Sawitri dewasa, maka saya
datang untuk mengajukan pinangan kepada pa man dan bibi
atas diri Diajeng Sawitri."
"Ahh .....!" Seruan tertahan ini keluar dari mulut Endang
Sawitri yang menjad i pucat wajahnya dan gadis itu merang kul
dan menyembunyikan mukanya di pundak ibunya.
Di da la m hatinya, tentu saja Senopati Sindukerta tidak rela
kalau puterinya dikawin pangeran ini, bukan karena pangeran
ini kurang tinggi kedudukannya atau kurang kaya. Sama sekali
tidak! Pangeran Hendratama adalah putera Sang Prabu Teguh
Dhar mawangsa, biarpun bukan putera mahkota na mun tentu
saja kedudukannya cukup tinggi dan diapun kaya raya.
Andaikata sang pangeran itu masih perjaka, atau setidaknya
belum me mpunyai garwa padmi (isteri sah) tentu dia dan
isterinya akan merasa girang me mpunyai mantu seorang
pangeran! Akan tetapi kenyataannya, Pangeran Hendratama
itu telah me mpunyai garwa padmi, bahkan me mpunyai banyak
garwa ampil (selir), maka tentu saja mereka merasa
keberatan. Endang Sawitri tentu hanya dijadikan garwa ampil,
ttupun entah yang ke berapa!
Melihat sua mi isteri itu saling pandang dengan a lis
berkerut, tampak tidak ge mbira menyambut pinangannya,
Pangeran Hendratama lalu mengeluarkan segulung surat.
"Paman Senopati Sindukerta, ini saya dit itipi surat dari
Kanjeng Ra ma untuk pa man!"
Melihat surat dari Sang Prabu Teguh Dhar mawangsa,
tergopoh-gopoh dengan sembah sang senopati menerimanya
lalu me mbacanya. Isinya merupakan pernyataan mendukung
pinangan itu dan sang prabu mengharapkan agar Senopati
Sindukerta mener ima pinangan itu sehingga menjadi besan
sang prabu! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah me mbaca surat itu, Ki Sindukerta menghela napas.
Kalau Sribaginda sendiri turun tangan, tentu tidak mungkin
baginya untuk meno lak! Kemudian, dia me mandang kepada
Pangeran Hendratama dan berkata dengan suara sungguhsungguh. "Pangeran, kami merasa berbahagia dan mendapat
kehormatan besar sekali bahwa paduka bermaksud me minang
puteri kami yang bodoh. Akan tetapi ....." Senopati itu tidak
berani atau meragu untuk melanjutkan kata-katanya.
"Akan tetapi, apa, paman?" tanya Pangeran Hendratama
sambil me ngerutkan alisnya yang tebal.
"Akan tetapi, maafkan sebelumnya, pangeran. Kami
sebagai ayah ibu Endang Sawitri, terus terang saja merasa
kurang mare m (puas) kalau puteri ka mi hanya dijadikan garwa
ampil. Kami sejak dahulu berkeinginan agar puteri kami
menjad i garwa padmi yang dihormati ..... maafkan kami,
pangeran. Bukan sekali-kali kami meno lak pinangan paduka,
hanya..... bukankah paduka telah me mpunyai garwa padmi?"
Pangeran Hendratama yang sudah tergila-gila kepada
Endang Sawitri tidak menjad i marah, malah tertawa. "Ha-ha..
hal itu jangan dirisaukan, pa man. Kala pa man dan bibi sudah
menerima pinangan saya, hari ini juga saya akan pulangkan
garwa padmi saya itu kepada orang tuanya dan Diajeng
Endang Sawitr i saya angkat menjadi garwa padmi!"
Tentu saja hati Senopati Sindukerta menjadi lega.
Bagaimanapun juga, tidak mungkin dia berani menolak
pinangan sang pangeran yang sudah diperkuat oleh surat
Sang Prabu Teguh Dhar mawangsa. Surat itu saja berarti
sebuah perintah yang tidak mungkin dapat ia tolak. Kalau
puterinya diangkat menjadi garwa padmi pangeran, biarpun di
dalam hatinya dia tidak begitu suka kepada pangeran ini ia
boleh merasa puas karena dia akan men jadi besan Sang Prabu
Teguh Dhar mawangsa! Derajatnya akan naik tinggi sekali Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meno leh kepada isterinya dan ternyata isterinya juga
tersenyum dengan wajah berseri.
Sang senopati mengerutkan alisnya ketika dia melihat
puterinya menang is tanpa suara di punda k isterinya.
"Bagaimana jawaban andika, pa man senopati?" Tiba-tiba
senopati itu terkejut mendengar pertanyaan pangeran itu. Dia
cepat menoleh dan me man dang wajah Pangeran Hendratama.
"Oh, baik, Pangeran. Hamba sekeluarga menerima
pinangan paduka dengan ge mbira!"
Tiba-tiba terdengar isak dan Endang Sawitri lalu
me lepaskan rangkulannya dari pundak ibunya dan ia berlari
masu k ke ruangan dalam meninggalkan ruangan itu.
Terdengar isaknya ketika ia melarikan diri itu.
Pangeran Hendratama mengerutkan alis nya. "Mengapa
diajeng Endang Sawitri menang is, paman?"
"Oh, maaf, Pangeran. Maklum puteri kami itu masih a mat
muda, tentu ia merasa malu-ma lu. Biarlah nanti hamba berdua
yang akan me mbujuknya agar ia tidak takut-takut dan maluma lu lagi."
Pangeran Hendratama tersenyum lega mendengar ucapan
senopati itu. "Ba iklah, paman dan bibi. Saya mohon pa mit
dulu, akan saya urus perceraian saya dengan isteri saya.
Besok saya akan mengirim utusan untuk me mbicarakan
tentang perayaan pesta pernikahan saya dengan Diajeng
Endang Sawitr i."
"Terima kasih, pangeran, dan selamat jalan." kata sang
senopati yang mengantar pangeran itu sampai ke pelataran
rumahnya. Sementara itu, Nyi Sindukerta me masuki kamar puterinya
dan ia mendapatkan puterinya rebah menelungkup di atas
pembaringan dan me mbena mkan mukanya pada bantal. Nyi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sindukerta lalu duduk di tepi pe mbar ingan dan menyentuh
pundak puterinya.
"Nini, sudahlah jangan menang is. Engkau akan dijadikan
garwa padmi Pangeran Hendratama, mengapa engkau
menang is" Dia itu putera Sang Prabu, kedudukannya tinggi,
kaya raya dan diapun berwajah tampan dan gagah. Juga
belum tua benar, paling banyak tiga puluh tahun usianya.
Engkau beruntung sekali menjadi mantu Sang Prabu, Endang
Sawitri. Kenapa menang is?"
"Ibu, aku tidak mau menjadi isterinya, ibu ....." Endang
Sawitri bangkit duduk dan merang kul ibunya sambil menangis.
Bantal di mana ia me mbena mkan mukanya tadi sudah basah
air mata. "Akan tetapi kenapa, nini" Engkau hanya anak senopati dan
dia itu putera junjungan kita. Siapa tahu kelak dia akan
menjad i raja dan engkau me njadi per maisurinya!"
"Ibu, kenapa ibu tidak berpikir secara menda la m dan
berpemandangan jauh" Pangeran itu bukan suami yang baik,
bukan la ki-laki yang bertanggung jawab! Aku akan celaka
ketak kalau menjadi isterinya!"
"He mm, bagaimana engkau dapat berp ikir demikian?"
"Ibu, sekarang dia
menginginkan aku dan untuk
terlaksananya keinginan itu, dia tega untuk menceraikan
garwa padminya yang tidak bersalah apa-apa! Apakah ibu
berani me mastikan bahwa kelak aku tidak akan menga la mi
nasib yang sama" Kalau dia melihat gadis lain yang lebih
muda dan lebih cantik lalu me minangnya, apakah diapun tidak
akan menceraikan aku dan me ngirim aku pulang kepada ayah
dan ibu?" Diserang ucapan seperti itu, Nyi Sindukerta tidak dapat
menjawab! Bahkan iapun mulai merasa khawatir kalau-kalau
apa yang ditakutkan puterinya itu kelak akan terjadi.
Membayangkan betapa puterinya terkasih itu kela k diceraikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu saja oleh Pangeran Hendratama yang menjadi
suaminya karena pangeran itu tergila gila kepada wanita la in,
ibu ini tak dapat menahan kesedihan hatinya dan iapun lalu
merangkul puterinya sambil menang is. Ibu dan anak itu
bertangisan. Senopati Sindukerta me masu ki kamar itu dan dia marah
sekali me lihat isteri dan puterinya menang is. "Heh, apa-apaan
ini kalian .berdua bertangisan" Se mestinya kalian berdua
bergembira! Apa yang perlu disedihkan" Endang Sawitri akan
menjad i garwa padmi Pangeran Hendrata ma, menjadi mantu
Gusti Prabu! Adakah keberuntungan yang lebih besar daripada
Itu" Kenapa ka lian malah menangis?"
Nyi Sindukerta dapat menguasai perasaannya yang hanya
merasa khawatir akan terjadinya apa yang tadi dibayangkan
puterinya. Ia menghapus air matanya dan me mbujuk
puterinya. "Sudahlah, nini, hentikan tangis mu. Ra ma mu benar,
sebetulnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan
disedihkan."
"Dikhawatirkan" Apa yang perlu dikhawatirkan?" Ki
Sindukerta bertanya dengan suara me mbentak karena
penasaran. "Begini, kakangmas. Endang Sawitri merasa khawatir kalaukalau kelak setelah menjadi isteri sang pangeran, dia akan
dicerai pula karena sang pangeran hendak menikah dengan
gadis lain, seperti yang dilakukannya pada garwanya yang
sekarang."
"Omong kosong! Tida k mungkin dia berani me mper ma inkan puteriku. Apalagi sang prabu sendiri yang
ikut mengajukan dukungan. Sang prabu sendiri yang
me minang. Senopati Sindukerta bukanlah orang yang boleh
diper mainkan begitu saja. Tidak, aku berani tanggung bahwa
kelak engkau tidak akan diceraikan begitu saja, nini. Akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi tahukah kalian bagaimana akibatnya kalau aku menolak
pinangan Pangeran Hendrata ma yang didukung oleh Sang
Prabu sendiri" Aku tentu akan dianggap menghina Sang Prabu
dan akan dicopot dari kedudukanku, bahkan mungkin sekali
kita sekeluarga akan men dapatkan huku man berat! Nah,
sekarang bergembiralah dan tidak perlu bertangis-tangisan
lagi!" Setelah berkata
demikian, Senopati Sindukerta
men inggalkan kamar puterinya.
Nyi Sindukerta juga segera men inggalkan puterinya untuk
menyusul sua minya dan mencairkan kemarahan suaminya
setelah ia menasihati puterinya agar tidak me mbantah lagi
dan menerima dengan senang hati perjodohan yang sudah di
tentukan ayahnya itu.
Setelah ditinggalkan seorang diri, Endang Sawitr i tidak
menang is lag i. la harus cepat menga mbil keputusan dan
bertindak. Urusan ini menyangkut nasib hidupnya di masa
depan. Sekali ia keliru menga mbil keputusan, ia akan
mender ita selama hidupnya, la merasa yakin bahwa menjadi
isteri laki-laki yang pandang matanya penuh nafsu itu akan
me mbuat hidup sengsara selamanya, la hanya akan menjadi
permainan nafsu pangeran itu yang kalau sudah bosan tentu
akan menyepaknya. Kalau ia setuju dan ayahnyamenikahkannya dengan Pangeran Hendrata ma, ia
akan sengsara selama hidupnya. Akan tetapi sebaliknya kalau
ia berkukuh meno lak, ayahnya tentu akan me maksanya
karena kalau ayahnya menolak pinangan itu, ayahnya
sekeluarga akan celaka menerima kemarahan Sang Prabu.
Tidak ada jalan lain, pikirnya. Menerima ah meno lak juga
salah. Satu-satunya jalan keluar hanyalah minggat! Kalau ia
minggat dan pernikahan tidak jadi dilaksanakan, bukan berarti
bahwa ayahnya menolak pinangan! Ayahnya tidak dapat
disalahkan. Ialah yang bersalah. Setelah menga mbil
keputusan tetap, dengan nekat malam itu Endang Sawitri


Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minggat dari dalam kamarnya. Kamar itu pintunya masih
terkunci dari dalam, Ia menanti sa mpai rumah itu sepi dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua orang sudah tidur, lalu ia keluar dar i kamar melalui
jendela yang menghadap taman, kemudian berjingkat-jingkat
ia menyerberangi ta man menuju ke belakang dan keluar
me lalui pintu bela kang ta man.
Tentu saja keluarga Senopati Sindukerta menjadi geger
dengan hilangnya Endang Sawitri. Sang senopati mengerahkan anak buahnya untuk mencar i. Dan tentu saja
dia merasa curiga kepada Dhar maguna, pe muda yang dulu
bergaul akrab dengan putennya. Ketika mendapat kenyataan
bahwa pemuda itupun menghilang dari rumah nya tanpa ada
orang mengetahui ke mana dia perg i, tahulah Ki Sindukerta
bahwa puterinya tentu minggat dengan Dhar maguna. Dia
marah sekali dan menyuruh banyak perajurit mencari, na mun
tidak ada hasilnya. Endang Sawitri dan Dhar maguna lenyap
seperti ditelan bumi, tanpa meninggalkan jejak.
Sampa i di s itu ceritanya, Senopati Sindukerta menghela
napas panjang dan menatap wajah Nurseta yang sejak tadi
mendengarkan dengan tertarik se kali, senopati tua itu melihat
betapa sepasang mata pemuda itu me mandangnya dengan
sayu, seolah terharu sekali. "Nah, begitulah ceritanya,
Nurseta. kau dapat me mbayangkan apa akibat perbuatan
Dhar maguna yang me mbawa minggat puteriku itu. Pangeran
Hendratama amat marah kepadaku, menuduh aku sengaja
menye mbunyikan Endang Sawitri. Sang Prabu Teguh
Dhar mawangsa juga marah sehingga pangkatku sebagai
senopati dicopot dan aku diusir keluar dari kota raja. Masih
untung bagiku bahwa aku me mbantu perjuangan Pangeran
Erlangga mengusir musuh-musuh kerajaan dan me mbangun
kembali Kahuripan seh ingga be liau kini menjadi raja. Aku
diangkatnya kemba li menjad i senopati. Nah, engkau tahu
mengapa aku me mbenci Dhar maguna. Dia sudah menyebabkan ka mi kehilangan anak ka mi dan juga kedudukan
kami pada waktu itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nurseta merasa terharu sekali, akan tetapi dia ma mpu
menahan perasaannya itu. Kini dia berhadapan dengan
kakeknya Ibunya adalah Endang Sawitri, puteri kakek ini.
"Akan tetapi, eyang senopati, saya kira Dhar maguna itu
tidak bersalah. Adalah puteri paduka sendiri yang melarikan
diri dari rumah. Juga puteri paduka tidak bersalah, bahkan ia
telah me mberi ja lan keluar yang baik se kali."
"Eh" Apa ma ksudmu?" tanya Senopati Sindukerta yang
tidak merasa heran atau aneh mendengar pemuda itu
menyebutnya eyang senopati karena melihat usianya me mang
sudah sepatutnya kalau pemuda itu sebaya dengan cucunya,
andaikata dia me mpunyai cucu.
"Begini ma ksud saya. Puteri paduka t idak s uka diperisteri
Pangeran Hendratama yang saya juga tahu merupakan orang
yang buruk wataknya itu sehingga kalau ia menerima
pinangan itu, ia akan hidup sengsara. Sebaliknya kalau ia
meno lak, atau kalau paduka menolak pinangan, tentu akan
berakibat buruk bagi keluarga paduka. Oleh karena itu puteri
paduka me milih minggat karena kalau ia minggat, paduka
tidak dipersalahkan sebagai orang yang menolak pinangan
dan kesalahan akan terjatuh kepada puteri paduka sendiri."
"He mm, mungkin engkau benar, dputeriku tidak dapat
disalahkan. Akan tetapi si Dhar maguna itu tetap bersalah.
Kalau saja Endang Sawitri tidak saling mencinta dengan dia,
tentu puteriku itu tidak akan dapat me larikan diri sa mpai
sekarang."
"Maaf, eyang senopati. Salahkah itu kalau ada dua orang
muda sa ling jatuh cinta" Mereka berdua saling jatuh cinta,
hidup bersama sebagai suami isteri yang berbahagia walaupun
bukan kaya raya, dan mereka telah mempunyai seorang anak.
Kenapa paduka masih terus mencari dan me mbenci mereka
Kalau paduka berhas il mene mukan mereka, apakah paduka
akan me mbunuh puteri, mantu, dan cucu paduka, darah
daging paduka sendiri?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Senopati Sindukerta itu terbelalak me mandang kepada
Nurseta. "Anakku Endang Sawitri me mpunyai seorang anak
Dhuh Jagad Dewa Bathara .....! Di mana mereka sekarang
berada" Nurseta, apa engkau kira aku telah gila" Aku
mencinta puteriku. Kalau saja s i Dhar maguna itu datang
bersama Endang Sawitri dan mohon a mpun kepada kami,
tentu saja kami akan menga mpuni se mua kesalahannya.
Engkau tahu mengapa aku mencari mereka" Karena aku
sudah rindu sekali kepada puteri ka mi. Akan tetapi si jahanam
Dhar maguna itu tidak pernah datang, bahkan dia selalu
me mbawa perg i anakku, selalu menghindar sehingga sa mpai
saat ini, kami belum juga dapat bertemu kemba li dengan
Endang. Apalagi sekarang ia telah mempunyai seorang anak,
tentu saja kami ma u menerima Dharmaguna sebagai mantu
kami, sebagai ayah dari cucu kami. Akan tetapi di mana
mereka kini berada" Di mana" Katakan, dimana mere ka?"
"Saya juga tidak tahu, Eyang Senopati Mereka itu selalu
me larikan diri dan berse mbunyi bukan sekali-kali karena tidak
lagi mau me ngakui paduka sebagai ayah melainkan karena
ketakutan kalau-kalau mereka akan dihukum berat dan
dipaksa saling berpisah kalau paduka mene mukan mereka.
Saya sendiri juga tidak tahu dimana adanya mereka, bahkan
kedatangan saya ini juga dalam usaha saya mencari mereka."
Senopati Sindukerta menatap wajah pemuda itu dengan
penuh perhatian,
"orang muda, bagaimana engkau bisa me ngetahui bahwa
mereka takut bertemu dengan ka mi" Dan apa pula ma ksudmu
mencari mereka" Ada urusan apakah kau dengan puteriku
Endang Sawitri?" Nurseta tidak dapat menyembunyikan
kenyataan tentang dirinya lagi dan dia menganggap bahwa
sudah tiba saatnya dia harus memperkenalkan diri kepada
orang yang sesungguhnya menjadi kakeknya ini.
"Saya mencari mereka karena Endang Sawitri adalah ibu
kandung saya dan Darmaguna adalah ayah saya, eyang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepasang mata tua itu terbelalak, wajah tua itu menjadi
pucat, lalu berubah merah.
"Kau ..... kau .....?"
"Saya Nurseta, cucu eyang ....."
"Cucuku .....!" Senopati Sindukerta lalu melompat berdiri,
menubruk ke depan dan merang kul Nurseta. Lah digandengnya lengan pemuda itu dan ditariknya "Mari, mari
cucuku, mar i kita bicara didalam dan mari engkau menghadap
nenekmu! Ah, betapa akan bahagianya nenekmu melihat
cucunya!" Nurseta dengan kedua mata basah karena terharu
me mbiarkan dirinya ditarik me masu ki gedung itu dari pintu
belakang. Para pelayan tentu saja merasa terkejut dan heran melihat
sang senopati masuk rumah dari pintu belakang sa mbil
menggandeng dan menarik tangan seorang pemuda yang
tidak mereka kenal. Akan tetapi melihat wajah senopati itu
berseri gembira, mereka tidak menyangka buruk dan tidak
berani bertanya. Ki Sindukerta tidak me mperdulikan para
pelayan yang keheranan itu dan terus menarik tangan
Nurseta, dibawa masu k keruangan paling da la m.
Nyi Sindukerta yang sedang duduk melamun di ruangan itu,
tentu saja terkejut dan heran pula melihat suaminya
me masu ki ruangan menggandeng seorang pemuda. Akan
tetapi sebelum ia sempat bertanya, Senopati Sindukerta sudah
berseru dengan ge mbira.
"Diajeng, lihat siapa yang kuajak masuk ini! Dia ini anak
Endang!" Wanita yang usianya mendekati ena m puluh tahun dan
yang tampaknya lesu digerogoti kesedihan itu terbelalak,
bangkit berdiri dan wajahnya seketika menjadi pucat.
"Anak ..... anak ..... Endang" Cucuku.....?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nurseta merasa terharu sekali. Dia cepat maju berlutut dan
menye mbah didepan wanita tua itu, "Saya Nurseta,
menghaturkan sembah hormat saya kepada eyang puteri."
"Cucuku .....!" Nenek itu merangkul pe muda yang masih
berlutut dan ia menang is tersedu-sedu. Setelah beberapa saat
ia menang is, suaminya lalu menepuk-nepuk pundaknya dan
me mbantunya bangkit berdiri.
"Sudahlah, diajeng. Tenangkan hatimu dan mari kita
dengarkan cucu kita bercerita tentang anak kita." Nenek itu
menurut dan mereka lalu duduk di atas kursi dan
me mpers ilakan Nurseta duduk atas kursi di depan mereka.
"Cucuku, di mana ibumu" Di mana anakku Endang Sawitr i?"
tanya Nyi Sindukerta dengan suara serak. "Kenapa engkau kini
mencari ayah Ibumu, Nurseta Apakah engkau berpisah dari
mereka" Lalu kenapa berpisah" Dan bagaimana pula engkau
mengetahui bahwa dahulu aku me mbenci Dhar maguna dan
mencari mereka?" tanya Ki Sindukerta.
"Apakah engkau me mpunyai kakak atau adik" Berapa anak
Endang Sawitri" Bagaimana kehidupannya" Apa anakku itu
sehat-sehat saja" Gemuk atau kurus ia sekarang?" tanya Nyi
Sindukerta. Dihujani pertanyaan bertubi oleh kakek dan neneknya itu,
Nurseta merasa terharu. Dia tahu betapa sua mi isteri yang
sudah tua ini a mat menderita selama ini. Dia menghela napas
panjang lalu berkata dengan le mbut.
"Se mua pertanyaan kanjeng eyang kakung dan eyang
puteri itu akan terjawab dalam riwayat yang akan saya
ceritakan kepada paduka berdua."
"Ceritakan, ceritakanlah, Nurseta!" kata sang senopati tidak
sabar lagi "Nanti dulu, Nurseta. Engkau harus minum dulu!" sela Nyi
Sindukerta yang la lu me manggil pelayan dan meuyuruh
pelayan mengambilkan minuman. Setelah pelayan datang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghidangkan minuman air teh dan karena desakan
neneknya Nurseta sudah minum, mulailah pe muda itu
bercerita, didengarkan dengan penuh perhatian oleh kakek
dan neneknya "Seingat saya, ketika saya masih kecil, ayah dan ibu se lalu
berpindah pindah te mpat. Saya adalah anak tunggal dan
mereka tidak pernah bercerita tentang riwayat mereka kepada
saya. Paling akhir, kami pindah ke dusun Karang Tirta di tepi
Laut Kidul, dan tinggal sana. Ketika saya berusia kurang lebih
sepuluh tahun, tiba-tiba saja ayah dan ibu saya pergi
men inggalkan saya di rumah. Mereka pergi tanpa pa mit dan
saya sama sekali tidak tahu mengapa dan ke mana mereka
pergi. Saya menjadi sebatang kara dan hidup seorang diri."
"Aduh kasihan sekali engkau cucuku!" kata Nyi Sindukerta
sambil me ngusap dua titik air mata yang me mbasahi pipinya.
"Ke mudian di pantai Laut Kidul saya bertemu dengan Eyang
Empu Dewamurti dan saya diambil sebagai murid. Saya
mengikut i beliau, me mpelajari ilmu kanuragan selama lima
tahun. Ketika saya bertemu Eyang Empu, saya berusia enam
belas tahun dan saya turun gunung setelah Eyang Empu
wafat. Setelah saya memiliki aji kanuragan dan merasa kuat,
mulailah saya menyelidiki tentang perginya kedua orang tua
saya. Saya mendatangi kepala dusun Karang Tirta, yang
bernama Ki Sura menggala."
"He mm, Ki Suramenggala" rasanya pernah aku mendengar
nama itu ....., o ya, dia pernah menjadi perajurit dalam
pasukan yang kupimpin, malah menjadi perwira rendahan. Dia
me lakukan penyelewengan, mengganggu penduduk maka
dikeluarkan dari pasukan."
Nurseta mengangguk. "Agaknya benar dia, eyang. Ki
Suramengga la me mang bukan man usia baik-baik. Setelah
saya melakukan penyelidikan, saya mendengar bahwa Ki
Suramengga la mengirim utusan untuk melapor kepada paduka
tentang ayah dan ibu yang tinggal di dusun itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, benar! Aku ingat sekarang. Lima tahun lebih yang lalu
me mang ada berita darinya bahwa puteriku tinggal di Karang
Tirta. Akan tetapi ketika aku mengirim pasukan ke sana,
ternyata mereka telah perg i dan t idak ada seorangpun
mengetahui ke mana mereka pergi. Gilanya, Suramenggala itu
tidak mau me mber itahukan komandan pasukan bahwa anakku
men inggalkan seorang cucuku di sana. "kata Ki Sindukerta
dengan marah. "Lalu bagaimana, Nurseta?"
"Saya lalu me maksa Ki Suramenggala untuk mengaku dan
dari dialah saya mengetahui bahwa dia melaporkan tentang
ayah dan ibu saya kepada paduka. Karena itulah maka saya
sengaja datang berkunjung mene mui kanjeng eyang untuk
bertanya tentang ayah ibu saya itu
"Akan tetapi, mengapa Endang saw itri dan s ua minya itu
me larikan diri dan me inggalkan engkau yang baru berusia
sepuluh tahun seorang diri di Karang Tirta?" tanya Nyi
Sindukerta. "Kanjeng Eyang Puteri, sekarang saya dapat mengerti
mengapa ayah dan ibu melarikan diri begitu mendengar berita
bahwa Ki Lurah Suramenggala melaporkan kehadiran mereka
di dusun itu kepada kanjeng eyang di sini. Mereka itu agaknya
masih merasa takut kalau-kalau mereka akan dihukum dan
diharuskan pisah. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa
paduka berdua mencari mereka karena rindu dan ingin
mereka kembali, bukan untuk menghukum."
"Akan tetapi kenapa mereka meninggalkan engkau seorang


Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri?" tanya Ki Sindukerta, mengulang pertanyaan isterinya
tadi. "Hal itupun tadinya me mbuat saya merasa penasaran,
eyang. Akan tetapi sekarang saya mengerti. Mereka sengaja
men inggalkan saya karena mereka tidak ingin me mbawa saya
ikut-ikutan menjadi pe larian. Mereka tidak ingin saya juga
terancam bahaya seperti yang mereka kira."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang tua itu mengangguk-angguk.
"Kasihan Endang ....." kata Nyi Sindukerta dengan suara
gemetar karena begitu teringat kepada puterinya, tangisnya
sudah mendesak lagi.
"Ini se mua gara-gara si Dhar maguna itu! Dia yang
menyeret anak kita kedala m jurang kesengsaraan!" kata Ki
Sindukerta -dan kemarahannya muncul lagi. Dia me mang
selalu marah kalau teringat kepada Dharmaguna karena dialah
yang menjadi gara-gara anaknya menghilang sa mpai dua
puluh tahun la manya!
Melihat kemarahan kakeknya, Nurseta dapat mengerti. Dia
maklum kalau kakeknya me mpunyai rasa benci kepada
Dhar maguna karena ayahnya itu dianggap sebagai biang
keladi terpisahnya kakek dan neneknya dari anak tunggal
mereka. "Kanjeng eyang berdua, sayalah yang mohonkan a mpun
untuk ayah saya karena saya yakin bahwa ayah saya itu sama
sekali tidak ber maksud untuk melarikan dan me misah kan ibu
saya dari paduka berdua. Ayah dan ibu saya selalu
bersembunyi dan tidak mau kembali kepada paduka berdua
hanyalah karena merasa takut. Biarlah saya yang akan
mencari mereka sampai dapat dan kalau sudah dapat saya
temukan, pasti saya akan menceritakan kepada mereka bahwa
paduka berdua sesungguhnya amat rindu kepada ibu saya dan
mengharapkan agar mereka berdua segera ke mbali ke sini."
'Benar, cucuku Nurseta. Cepat temui ibumu, aku sudah
rindu sekali kepada anakku Endang Sawitri ....." kala Nyi
sindukerta dengan suara ge metar. Ki Sindukerta mengangguk
dan berkata kepada cucunya. "Carilah mereka sa mpa i dapat,
Nurseta. " "Akan tetapi kanjeng eyang berdua sudi
menga mpuni ayah saya, bukan?" Nurseta me mohon.
"Sudah la ma kami menga mpuninya, apalagi sekarang
mereka berdua me mpunyai putera. Dharmaguna adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mantu kami. Dahulu ka mi hanya marah karena mereka berdua
lari dan tidak pulang."
"Baik, saya akan mencari sampai dapat mene mukan ayah
dan ibu." Nurseta berpikir sejenak lalu bertanya. "Apakah
paduka sudah mencoba untuk minta petunjuk orang tua dari
ayah Dharmaguna"
"Tentu saja sudah. Resi Jatimurti, ayah Dharmaguna juga
tidak tahu kemana puteranya pergi dan keterangannya itu
dapat dipercaya sepenuhnya karena Resi Jatimurti adalah
seorang pertapa yang alim dan hidup sederhana. Setelah
ditinggal perg i puteranya, dia hidup seorang diri dan lima
tahun setelah Dharmaguna menghilang, Resi Jatimurti
men inggal dunia."
Mala m itu, Nurseta bercakap-cakap berdua saja dengan
Senopati Sindukerta.
"Nurseta, kedatanganmu sungguh me mbahagiakan hatiku
dan hati eyang puterimu, apalagi kalau engkau nanti berhasil
mengajak ayah ibu pulang kesini."
"Sayapun merasa amat berbahagia eyang. Tadinya saya
sama sekali tidak mengira bahwa paduka adalah eyang saya,
ma lah saya kira bahwa paduka adalah musuh ayah ibu saya."
Senopati itu menghela napas. "Yah, agaknya Sang Hyang
Widhi merasa kasihan kepada kami yang sudah mender ita
selama lebih dari dua puluh tahun ini, Aku sudah mendengar
riwayatmu tadi, akan tetapi ceritakanlah tentang orang sakti
mandraguna yang menjad i gurumu itu. Aku ingin sekali
mendengarnya."
"Eyang Empu Dewamurti adalah seorang pertapa yang
berbudi luhur, bijaksana dan sakti mandraguna. Akan tetapi
sayang, beliau tewas karena luka-lukanya setelah dikeroyok
para datuk besar dari Kerajaan Wura-wuri, Wengker, dan
Kerajaan Silu man Laut Kidul."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ahh! Orang-orang dari tiga kerajaan itu memang terkenal
jahat dan sejak dulu me musuhi Mataram dan keturunannya
sampai sekarang. Akan tetapi Empu Dewa murt i tidak langsung
mengabdi kepada Kahuripan, mengapa dikeroyok para datuk
tiga kerajaan itu?"
"Eyang Empu Dewamurti dikeroyok bukan karena urusan
kerajaan, eyang. Mereka itu mengeroyok guru saya untuk
me ma ksa guru saya menyerahkan keris pusaka Sang
Megatantra kepada mereka! " "Ahli!" Senopati Sindukerta
terbelalak terkejut dan heran.
"Sang Megatantra! ....." Kaumaksudkan, keris pusaka
Mataram yang hilang puluhan tahun yang lalu itu" Jadi pusaka
itu berada di tangan mendiang Empu Dewamurti?"
"Sesungguhnya bukan di tangan Empu Dewamurti,
me lainkan di tangan saya eyang. Sayalah yang mene mukan
pusaka itu ketika saya mencangkul dan mengga li tanah,
sebelum saya menjadi murid Eyang Empu Dewamurti. Setelah
lima tahun lebih saya belajar kanuragan dari Eyang Empu
Dewamurti, saya diperintahkan turun gunung dan pada waktu
saya pergi itu, Eyang Empu Dewamurt i didatangi para datuk
yang mengeroyoknya. Para pengeroyok itu dapat dikalahkan
dan melar ikan diri, akan tetapi akibat pengeroyokan lima
orang datuk dari tiga kerajaan itu, eyang guru yang sudah tua
terluka parah dan a khirnya men inggal dunia."
Senopati Sindukerta mengangguk-Angguk. "Dan bagaimana
dengan keris pusaka Sang Megatantra itu?"
"Eyang Empu Dewamurti sebelum wafat menyerahkan
Sang Megatantra kepada saya dan beliau mengutus saya
untuk pertama menyerahkan Sang Megatantra yang dulu saya
temukan itu kepada yang berhak me milikinya, yaitu Sang
Prabu Erlangga."
"Wah, bijaksana dan tepat sekali itu!" seru Senopati
Sindukerta girang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kedua, saya harus mencari kedua orang tua saya dan ke
tiga, saya diharuskan me mbantu Kahuripan yang menurut
mendiang eyang guru akan me nghadapi banyak cobaan dan
Sang Hyang Widhi."
Senopati Sindukerta kembali mengangguk-angguk. "Tugas
yang harus engkau lakukan itu me mang sudah tepat sekali.
Dan bagaimana dengan pelaksanaannya. Sudahkah engkau
menghaturkan sang Megatantra
kepada Sang Prabu
Erlangga?"
Kini Nurseta menghela napas. "Itulah yang memusingkan
kepala saya, eyang. Di tengah perjalanan, saya bertemu
dengan Pangeran Hendratama. Tentu saja saya tidak tahu
akan ulahnya yang me mbuat ibu saya melarikan diri. Saya
mengira dia orang baik-baik karena sikapnya a mat ramah dan
baik. Tida k tahunya dia seorang jahat yang menipuku. Dia
menawarkan untuk me mbuatkan gagang dan warangka yang
indah untuk keris pusa ka Megatantra. Tidak tahunya dia
menukar Megatantra dengan sebuah keris palsu dan dia
me larikan diri, me mbawa Sang Megatantra."
"Ahh .....! jadi sekarang pusaka itu berada di tangan
Pangeran Hendratama?"
"Benar, eyang. Akan tetapi saya akan mencarinya dan akan
mera mpasnya kembali pusaka itu dar i tangannya, kecuali
kalau dia sudah menyerahkan Megatantra kepada Sang Prabu
Erlangga, saya tidak akan me mperpanjang urusannya. Siapa
saja yang menghaturkan pusaka itu kepada Sang Prabu
Erlangga, bukan masalah bagi saya. Yang terpenting pusaka
itu ke mba li kepada yang berhak."
"Akan tetapi engkau yang mene mukannya kembali .pusaka
yang hilang selama puluhan tahun itu, Nurseta. Engkau yang
berhak menge mbalikannya kepada Sang Prabu Erlangga dan
menerima hadiah besar dari Sang Prabu !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nurseta menggeleng kepala sa mbil tersenyum. "Eyang,
guru saya mengajarkan bahwa setiap saya me lakukan sesatu,
saya harus menganggap bahwa apa yang saya lakukan itu
sebagai suatu kewajiban. Melakukan kewajiban itu berarti
tanpa pamrih untuk me ndapatkan Imbalan da la m bentuk
apapun juga. Melakukan segala sesuatu yang baik dan benar
merupakan kewajiban dan untuk. Itulah kita dilahirkan di
dunia ini. Akan tetapi, eyang tentu akan mengetahui kalau
pusaka itu sudah diserahkan kepada Sang Prabu Erlangga.
Sudahkah hal itu terjadi, eyang?"
Senopati Sindukerta mengerut kan alisnya dan mengge lengkan kepalanya. "Berita yang kaubawa mengenai
Sang Megatantra Ini teramat penting sekali, Nurseta! Ini
menguatkan dugaanku semula bahwa Pangeran Hendratama
tentu mempunyai niat yang amat buruk sekali! Tidak salah lagi
dugaanku sekarang bahwa dia pasti akan berkhianat dan
me mberontak kepada Sang Prabu Erlangga! Ini gawat sekali
Nurseta!" "Eh, apakah yang terjadi, eyang" Apakah Pangeran
Hendratama berada di kota raja" Apakah eyang mengetahui
dimana dia?"
"Tentu saja aku tahu, Nurseta. Sudah jelas dia berniat
buruk. Baru beberapa bulan dia menghadap Sang Prabu
Erlangga yang masih adik iparnya dan mohon diperkenankan
tinggal di kota raja, diluar istana. Tentu saja Sang Prabu
Erlangga me mberi ijin dan kini dia tinggal di sebuah gedung
mewah. Aku sudah merasa curiga karena dia menghubungi
para pejabat, para perwira dan pamong yang ber kedudukan
tinggi, menjalin persahabatan dengan mereka. Juga dia
pernah mengunjungi a ku dan sikapnya me mang ra mah sekali.
Agaknya dia hendak menana m pengaruh di kota raja dan
mungkin dia akan me lakukan pe mberontakan kalau sudah
menghimpun kekuatan dan ..... tentu saja, dia dapat
me mpergunakan pengaruh Sang Megatantra yang dipercaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengandung wahyu kraton yang me mberi hak kepada
seseorang untuk menjadi raja!"
"Hal ini harus dicegah, eyang! Kalau dia tinggal di kota raja,
sungguh kebetulan sekali. Saya akan pergi ke sana sekarang
juga untuk mera mpas ke mba li pusaka Sang Megatantra!"
"Tenang dulu, Nurseta. Engkau tidak boleh bertindak
sembarangan tanpa perhitungan. Gedung Pangeran Hendratama merupakan bangunan yang kokoh dan dijaga
ketat, begitu yang kudengar dari para perwira yang dekat
dengannya. Dia mengumpulkan jagoan-jagoan untuk menjadi
pengawal pribadinya, dan dia sendiri juga seorang yang
tangguh. Kalau engkau ke sana ma la m ini juga, selain engkau
mungkin menghadapi bahaya .. ..."
"Kanjeng eyang, saya tidak gentar menghadapi semua itu."
potong Nurseta. karena dia tidak ingin kakeknya mengkhawatirkan dirinya.
"Mungkin engkau me miliki kesaktian, hai ini sudah
kubuktikan sendiri tadi. Akan tetapi bukan penjagaan ketat itu
yang terpenting. Bagaimana kalau engkau datang ke sana
akan tetapi kebetulan Pangeran Hendrata ma tidak berada di
gedungnya" Nah, semua jerih payahmu yang mengandung
resiko bahaya besar itu tidak ada gunanya, bukan?"
Nurseta tertegun. Apa yang diucapkan kakeknya itu
me mang bukan tak mungkin. Memang, kalau pangeran itu
tidak berada di rumahnya, usahanya akan gagal karena
pangeran itu tentu akan mengetahuinya dan dapat
menye mbunyikan diri atau pergi dari kota raja sehingga sulit
baginya untuk mene mukannya.
"Lalu, menurut paduka, bagaimana baiknya, kanjeng
eyang?" "Begini, Nurseta. Besok pagi, aku akan menyelidiki dan
mencari keterangan apakah Pangeran Hendratama besok
ma la m berada di gedungnya atau tidak. Kalau sudah pasti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berada di rumahnya, nah, engkau boleh mendatanginya dan
mera mpas kembali pusaka Sang Megatantra. Kalau ternyata
besok dia bepergian dan malamnya tidak berada di rumahnya,
tentu engkau harus menunda lag i usaha mu. Bagaimana
bukankah usulku ini baik?"
Nurseta me mandang wajah kakeknya dengan mata
bersinar dan wajah berseri. "Wah, terima kasih banyak,
kanjeng eyang. usul paduka itu me mang baik sekali dan tepat.
Memang segala tindakan harus diperhitungkan dengan
matang leb ih dulu agar tidak mengalami kegagalan. Pantas
saja sejak dulu paduka menjadi senopati yang tentu saja
harus mahir me nggunakan siasat!"
Kakek itu tersenyum, senang mendapat pujian dari
cucunya. "Selain itu, besok pagi-pagi engkau akan
kuperkenalkan kepada semua abdi (pelayan) di ru mah ini agar
mereka mengenal bahwaengkau adalah cucuku dan tidak
men imbuikan keheranan dan pertanyaan karena tahu-tahu
engkau tinggal di sini."
"Baiklah, eyang, dan terima kasih." Pada saat itu, Nyi
Sindukerta muncul di pintu. "Aeh, ma la m sudah begini larut
dan kalian belum tidur" Kakangmas senopati, biarkan Nurseta
beristirahat dan tidur. Dia tentu lelah. Nurseta, aku sudah
me mpers iapkan kamar untukmu. Hayo, istirahatlah dan tidur.
Besok kan masih ada waktu untuk bercakap-cakap lebih


Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lanjut!" Senopati Sindukerta tertawa. "Ha ha, aku sampai lupa.
Benar nenekmu Nurseta. Sana, pergilah ke kamar mu dan
tidur!" Nurseta tidak me mbantah dan dia lalu mengikuti nene knya
yang menunjukkan kamar yang dipersiapkan untuknya.
Karena me mang lelah, malam itu Nurseta tidur dengan
nyenyak. Apalagi karena hatinya merasa senang. Pertama,
secara tidak terduga-duga dia bertemu dengan kakek dan
neneknya, orang tua ibunya. Kedua, dia mendapatkan bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Hendratama tinggal di kota raja sehingga dia tidak
perlu susah-susah mencar i pangeran yang licik itu.
Pada keesokan harinya, setelah mandi dan sarapan
bersama kakek dan neneknya, Nurseta lain diperkenalkan
kepada semua pelayan dan juga perajurit-perajurit pengawal.
Mereka semua tampa k ge mbiar ketika diberi tahu bahwa
pemuda yang sikapnya le mbut dan sederhana itu adalah cucu
sang senopati dan yang mula i hari itu a kan tinggal di gedung
senopaten itu. Baik Senopati Sindukerta maupun Nurseta
sama sekali tidak menyadari bahwa Pangeran Hendratama
pada pagi hari itu juga sudah mendengar dan mengetahui
bahwa cucu K i Sindukerta telah datang dan tinggal di rumah
sang senopati. Pangeran Hendratama yang sudah bertekad
bulat untuk merebut kekuasaan dan menjad i raja di
Kahuripan, selain menjalin hubungan erat dengan para
pembesar yang ambisius dan sekiranya dapat diajak
bersekongkol, juga menyeludupkan seorang yang dapat
dijadikan kaki tangannya ke dalam rumah setiap orang
pembesar tinggi yang setia kepada Sang Prabu Erlangga.
Tugas mata-mata ini, yang merupa kan karyawan di rumah
sang pembesar itu sendiri dan telah disuapnya dengan uang,
adalah untuk memata-matai gerak gerik pe mbesar itu.
Senopati Sindukerta adalah seorang di antara para pejabat
tinggi yang selalu diamati gerak geriknya dan di dalam
rumahnya terdapat seorang kaki tangan Pangeran Hendratama. Mata-mata itu adalah seorang yang sudah lama
bekerja di gedung sang senopati, yaitu tukang kebun yang
sudah dipercaya. Begitu Nurseta diperkenalkan kepada semua
pembantu di senopaten itu, kaki tangan Pangeran Hendratama
ini segera me mberi kabar kepada sang pangeran tentang
kedatangan Nurseta sebagai cucu Senopati Sindukerta.
Pangeran Hendratama terkejut sekali me ndengar berita ini.
Timbul rasa khawatir berca mpur benci. Khawatir mengingat
bahwa dia telah mencuri keris pusaka Sang Megatantra dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan Nurseta dan timbul rasa benci di dalam hatinya
mendengar bahwa Nurseta adalah cucu Senopati Sindukerta.
Cucu sang senopati, berarti putera Endang Sawitri. Ini dia
merasa yakin, mengingat bahwa Senopati Sindukerta tidak
me mpunyai anak lain kecuali Endang Sawitri yang dulu
me mbuat dia tergila-gila, dan yang melarikan diri, tidak mau
menjad i isterinya. Dia merasa khawatir me mbayangkan betapa
saktinya pemuda itu. Tidak dapat diragukan lag i bahwa
Nurseta pasti akan berusaha untuk merampas Sang
Megatantra dari tangannya! Maka, begitu mendengar berita
tentang Nurseta, Pangeran Hendratama cepat me mpersiapkan
penjagaan ketat di gedungnya. Bahkan dia m-dia m dia
menghubungi selir Sang Prabu Erlangga, yaitu Mandari yang
dia m-dia m sudah mengadakan persekutuan dengannya, dan
mohon bantuan Mandari untuk me lindunginya.
Mandari cepat menanggapi per mohonan ini dan ia lalu
menugas kan Puspa Dewi untuk me mbantu sang pangeran.
Puspa Dewi tidak dapat me mbantah dan ia lalu ikut utusan
Pangeran Hendratama pergi ke gedung sang pangeran yang
besar dan kokoh seperti istana berbenteng itu.
Kehadiran Puspa Dewi di te mpat kedia man Pangeran
Hendratama menar ik banyak perhatian. Bahkan Pangeran
Hendratama sendiri yang me mang berwatak mata keranjang,
terpesona dan tertarik sekali oleh kecantikan Puspa Dewi. Apa
lagi para jagoan yang sudah diundang untuk menjadi
pengawal-pengawalnya mereka terkagum-kagum melihat
gadis yang masih a mat muda, paling banyak se mbilan be las
tahun usianya, amat cantik jelita akan tetapi sudah menjadi
kepercayaan Puteri Mandari sehingga dikirim untuk diperbantukan menjaga keselamatan Pangeran Hendratama"
Akan tetapi, bagaimanapun juga, baik Pangeran Hendratama
sendiri maupun para jagoan itu, merasa sangat sangsi dan
me mandang rendah kepada gadis ini. Sampai dimana sih
kesaktian gadis muda seperti itu, demikian pikir mereka.
Biarpun de mikian, para jagoan itu merasa segan mengingat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa Puspa Dewi dikirim ke istana Pangeran Hendratama
sebagai utusan Gusti Puteri Mandari, selir terkasih Sang Prabu
Erlangga dan mereka semua mengetahui betapa saktinya selir
yang merupakan puteri Kerajaan Parang Siluman itu. Maka,
para jagoan itu bersikap hormat kepada Puspa Dewi dan
menyimpan rasa kagum mere ka di dalam hati, tidak berani
bersikap kurang ajar. Akan tetapi, di antara mereka ada
seorang jagoan yang merasa berani. Usianya lebih muda
dibandingkan yang lain, sekitar tiga puluh tahun. Tubuhnya
tinggi besar dan kokoh kuat. Dia adalah seorang jagoan dari
pesisir utara dan belum banyak mengenal para datuk di
daerah selatan. Maka, tidak seperti yang lain, diapun belum
mengenal betul ketenaran nama besar Puteri Mandari dan
me mandang rendah para jagoan yang lain. Maka, diapun
me mandang rendah Puspa Dewi yang dianggapnya seorang
gadis remaja yang masih ingusan. Karena tertarik sekali oleh
kecantikan Puspa Dewi, diapun tidak seperti yang la in,
me mandang dengan mata kurang ajar dan mulutnya
menyeringai. Bahkan ketika Puspa Dewi baru datang dan
diperkenalkan oleh Pangeran Hendratama kepada para jagoan
itu sebagai utusan Gusti Puteri Mandari untuk me mper kuat
penjagaan di istananya, dia berani mengedipkan sebelah
matanya kepada Puspa Dewi cara kurang ajar sekali. Akan
tetapi Puspa Dewi pura-pura tidak melihatnya karena ia
sebagal utusan Puteri Mandari tentu saja tidak ingin me mbikin
ribut hanya karena urusan sekecil itu. Banyak sudah dara
perkasa ini berte mu dengan laki-la ki seperti itu, yang suka
berlagak melihat gadis cantik dan men gedipkan sebelah mata.
Akan tetapi ketika la berada di ta man seorang diri,
datanglah Ki Lembara, jagoan pesisir utara itu, bersama tiga
orang jagoan lain yang usianya sedikit
lebih tua, mengha mpirinya di da la m ta man. Tiga orang jagoan lain ini
diajak oleh Lembara untuk menggoda Puspa Dewi dan
keberanian Lembara yang me mbuat mereka juga berani,
walaupun hanya sekedar ingin menonton bagaimana jagoan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pesisir itu menggoda dara cantik jelita utusan dari istana raja
itu. Puspa Dewi yang sedang duduk seorang diri sa mbil
termenung itu melihat e mpat orang yang me masuki taman
dari sebelah kanannya, akan tetapi ia diam saja. la sedang
me mikirkan keadaannya. Ia me menuhi per intah gurunya atau
ibu angkatnya untuk me mbantu dua orang Puteri Kerajaan
Parang Siluman yang berusaha untuk me nghancurkan
Kahuripan dan menjatuhkan Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih
Narotama. Ia berhasil masu k ke istana dan diterima sebagai
dayang istana, akan tetapi ia belum tahu apa yang harus ia
lakukan di sana. Kini, tiba-tiba ia diutus oleh Puteri Mandari
untuk me mbantu menjad i pengawal Pangeran Hendratama
yang belum dikenalnya, akan tetapi yang sudah diketahui
bahwa pangeran inilah yang telah me ncuri Keris Pusaka Sang
Megatantra dari tangan Nurseta! Pangeran Hendratama inilah
yang kini me megang Sang Megatantra, akan tetapi kenapa dia
tidak menyerahkan kepada Sang Prabu Erlangga" Ketika ia
disuruh oleh Gusti Puteri Mandari, selir Sang Prabu Erlangga
untuk ikut menjadi pengawa l pangeran itu, sudah menduga
bahwa Pangeran Hendratama tentu merupakan sekutu dari
Puteri Mandari. Berarti Pangeran Hendrata ma adalah orang
yang juga memusuhi Sang Prabu Erlangga. Padahal, bukankah
pangeran itu merupakan kakak dari Per maisuri atau kakak ipar
sang prabu sendiri Puspa Dewi diam-dia m dapat menga mbil
kesimpulan bahwa tentu Pangeran Hendratama merencanakan
pemberontakan dan untuk itu dia bergabung dengan kedua
orang puteri Kerajaan Parang Siluman itu untuk menjatuhkan
Sang Prabu Erlangga!
Jilid 18 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
PUSPA DEWI menjad i bimbang ragu. DI satu pihak, ia
harus me laksanakan perintah ibu angkatnya dan juga sebagai
puteri Sekar Kedaton, puteri Raja Wura wuri, ia harus
me mbantu mereka yang me musuhi Kahuripan. Akan tetapi di
lain pihak ia teringat akan pe mbicaraannya dengan Nurseta.
GYang-orang yang memusuhi Sang Prabu Erlangga ini
bukanlah orang baik-baik. Dua orang puteri Kerajaan Parang
Siluman itu telah mengorbankan diri, menjadi selir Sang Prabu
Erlangga dan Ki Patih Narotama, hanya agar mereka dapat
berdekatan dengan musuh-musuh mereka sehingga me mudahkan mereka untuk menyerang, kalau saatnya tiba.
Sungguh merupa kan perbuatan yang hina, menyerahkan
dirinya menjadi selir untuk kemudian mence lakakan orang
yang telah menjadi sua minya. Dan sekutu mereka, Pangeran
Hendratama itu, juga bukan orang baik-baik me lihat cara dia
mencuri pusaka Sang Megatantra dari tangan Nurseta.
Sekumpulan orang-orang
yang licik bersekutu untuk
menjatuhkan Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama
yang demikian bija ksana! Dan kini ia harus me mbantu orangorang licik itu
"Puspa Dewi yang cantik manis, kenapa andika me la mun
seorang diri da la m ta man ini" Mari, kami te man i agar engkau
bergembira dan tidak kesepian!" kata Ki Lembara sambil
cengar-cengir berdiri di depan Puspa Dewi. Tiga orang
temannya hanya berdiri di belakangnya dan mere ka hanya
menyeringai. Puspa Dewi tetap duduk di atas bangku,
mengangkat muka me mandang wajah yang dihias kumis tebal
me lintang dan mata yang lebar itu, lalu berkata dingin. "Aku
tidak mengenal ka mu. Perg ilah dan jangan ganggu aku!"
"Ha ha-ha1 Tadi kita sudah saling d iperkenalkan oleh Gusti
Pangeran, apakah andika lupa lagi, Dewi" Aku boleh
me manggilmu Dewi saja, bukan" Andika me mang cantik
seperti Dewi Kahyangan Namaku Lembara, pendekar jagoan
dari Pesisir Utara!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Puspa Dewi mengerut kan alisnya. "Aku tidak perduli kamu
jagoan atau bukan, dari pesisir atau dari gunung, aku tidak
ingin berte man dengan kamu dan pergilah sebelum aku hilang
sabar dan akan menghajar mu!"
Gertakan ini me mbuat tiga orang te man Lembara merasa
tidak enak. Mereka teringat bahwa gadis ini adalah utusan
Puteri Mandari, maka mereka mundur tiga langkah dan
seorang di antara mereka me megang lengan Lembara dari
belakang untuk menariknya mundur. Akan tetapi Lembara
mengibaskan lengannya dan dia malah me langkah maju
mende kati Puspa Dewi sambil tersenyum lebar.
"He-heh, andika hendak menghajar ku" Bagaimana caranya,
man is" Pu kulan tanganmu yang halus itu seperti pijatan yang
nyaman bagiku. Mari, nimas ayu, pijatilah tubuhku dengan
pukulan mu. Kau boleh pilih, bagian mana yang hendak
kaupijit, ha-ha!"
Puspa Dewi bangkit berdiri, alisnya berkerut matanya
bersinar mencorong akan tetapi mulutnya tersenyum manis.
Bagi orang yang sudah men genalnya dengan baik, akan
merasa tegang melihat gadis itu tersenyum seperti ini.
Senyum man is hanya bibirnya saja akan tetapi bagian muka
yang lain sama sekali tidak tersenyum, terutama matanya
yang mencorong menyeramkan itu. Hal ini menandakan
bahwa gadis itu mulai terbakar kemarahan dan kalau sudah
begitu ia dapat berbahaya sekali! Akan tetapi dasar sombong,
Lembara bahkan men ganggap gadis itu
mula i mau me layaninya, maka dia berkata lag i dengan berlagak, bibirnya
dicibirkan dengan mengira bahwa kalau sudah begitu dia
tampak gagah dan ta mpan!
"Marilah, manis, kita menjadi sahabat yang akrab dan
mesra. Menyenangkan sekali, bukan" A ku akan mengajarkan
padamu bagaimana caranya menikmat i kesenangan dalam
hidup ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anjing busuk! Kamu ingin dipijit" Nah, rasakanlah ini!"
Tangan kiri Puspa Dewi bergerak cepat menepuk ke arah dada
Lembara. Melihat betapa dara itu hanya menepuk seperti
benar-benar hendak memijit atau me mbelai dadanya,
Lembara menyeringai senang, bahkan membusungkan
dadanya yang kokoh.
"Tukk .....!" Jari telunjuk tangan kiri Puspa Dewi hanya
menyentuh dada itu, akan tetapi itu bukan sembarangan
sentuhan karena sesungguhnya jari tangan kiri dara itu
menotok jalan darah di dada.
Tiga orang teman Lembara terbelala k heran ketika me lihat
betapa Lembara yang tadinya menyeringai itu tiba-tiba
berteriak mengaduh, wajahnya pucat, kedua tangan


Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mende kap dada dan dia terkula i roboh! Puspa Dewi
menggerakkan kaki kanannya yang mencuat sebagai
tendangan. "Bukk!" Tubuh Lembara terlempar dan jatuh ke dalam
kola m ikan yang berada tak jauh dar i situ. "Byuurrrr .....!"
Lembara merangkak naik dan keluar dari kola m ikan. Pakaian
dan rambutnya basah kuyup akan tetapi rasa nyeri di dadanya
lenyap, hanya masih terasa agak sesak kalau bernapas. Dia
marah bukan ma in. Tiga orang te mannya tak dapat menahan
tawa mereka melihat kejadian yang mereka anggap lucu itu,
walaupun mereka mas ih terheran-heran bagaimana dapat
terjadi. Mereka tahu bahwa Lembara adalah seorang jagoan
yang benar benar tangguh.
Pangeran Hendratama muncul keluar dari pintu belakang.
Dia tadi mendengar teriakan Lembara dan karena suasana
sudah amat mencekam baginya, dalam kekhawatirannya kalau
kalau Nurseta datang menyerbu, dia cepat keluar untuk
me lihat apa yang terjadi. Ketika dia keluar, dia melihat
Lembara keluar dari kola m ikan dengan badan basah kuyup
dan tiga orang jagoan lainnya menertawakan. Di depan
Lembara berdiri Puspa Dewi. Gadis itu bertolak pinggang dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sikapnya tenang dan anggun. Sejak kedatangannya, Pangeran
Hendratama me mang sudah tergila-gila kepada Puspa Dewi.
Hanya karena mengingat bahwa dara jelita itu adalah utusan
Puteri Mandari, maka dia menahan diri dan belum berani
ma in-main dengan Puspa Dewi. Kini me lihat agaknya terjadi
sesuatu antara Puspa Dewi dan Lembara bersama tiga orang
jagoan lainnya, Pangeran Hendratama menyelinap di balik
sebatang pohon dalam ta man itu dan mengintai. Dia tidak
mau me mperlihatkan diri lebih dulu karena kalau dia la kukan
itu, tentu mereka semua tidak berani melanjutkan pertikaian
mereka. Lembara semakin marah mendengar tiga orang te mannya
tertawa-tawa. "Sialan! Kenapa kalian ma lah tertawa" Lihat aku
akan menghajar wanita tak tahu diri ini!" Setelah berkata
demikian, dengan muka merah dan mata yang lebar itu
terbelalak, Lembara yang agaknya nafsu berahinya telah
didinginkan oleh air kola m, me lompat ke depan Puspa Dewi
"Puspa Dewi, aku mengajakmu bersahabat, sebaliknya
engkau malah secara curang menyerang dan menghina ku.
Akan tetapi mengingat bahwa aku adalah seorang pendekar
yang jantan sedangkan engkau seorang perempuan, aku akan
me lupakan se mua ini dan me maafkanmu kalau engkau suka
minta maaf dan bersedia menjadi sahabat baikku!" Lembara
yang tidak mengenal t ingginya langit dalamnya lautan, yang
menganggap kepandaiannya sendiri paling tinggi dan
pengetahuannya sendiri paling dalam, masih bersikap seperti
seorang jagoan yang gagah perkasa.
Akan tetapi, kemarahan Puspa Dewi belum reda. "Anjing
buduk! Kamu yang harus minta maaf kepadaku atas
kekurang-ajaranmu. Kalau tidak, aku akan me mber i hajaran
yang lebih keras lag i!"
Lembara tak dapat menahan lagi kemarahannya yang
berkobar. "Keparat, engkau me mang tidak tahu disayang orang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Habis, ka mu mau apa?" tantang Puspa Dewi.
"Lihat pukulanku!" Lembara lalu menyerang dengan
tamparan bertubi-tubi, menggunakan kedua tangannya yang
menya mbar dari kanan kiri. Gerakan jagoan ini me mang cepat
dan juga tamparannya mengandung tenaga yang kuat.
Lembara me mang seorang jagoan yang cukup tangguh.
Bahkan di antara para jagoan muda yang mengha mbakan d iri
kepada Pangeran Hendratama, dia adalah yang terkuat.
Setelah kini Lembara menyerang dengan sungguhsungguh, Puspa Dewi juga menyadari bahwa lawannya ini
bukan orang le mah dan kalau tadi ia dapat meroboh kannya
dengan mudah adalah karena Lembara tadi me mandang
rendah kepadanya dan sama sekali tidak siap mengerahkan
tenaga saktinya sehingga dengan mudah ia dapat menotok
jalan darah dan merobohkannya. Memang, kele mahan yang
paling berbahaya bagi seorang jagoan adalah kalau dia
mere mehkan kepandaian lawan dan karenanya menjadi
lengah. Setelah kini Lembara menyerangnya dengan bertubi
dan dengab pengerahan tenaga sakti, karena agaknya pria itu
hendak me mbalas denda m karena dirobohkan dan ditendang
masu k ke da la m kola m sehingga hal itu tentu saja
dianggapnya sebagai penghinaan, Puspa Dewi juga me layaninya dengan gerakan tubuhnya yang lincah dan
ringan. Pada waktu itu, Puspa Dewi sudah mewarisi se mua ilmu
yang dikuasai Nyi Dewi Durgakuma la. Tentu saja gurunya
yang menjadi ibu angkatnya itu menang pengalaman, akan
tetapi di lain pihak Puspa Dewi menang muda dan lebih kuat
daya tahan dan pernapasannya sehingga kalau dibuat
perbandingan, tingkat yang dimiliki Puspa Dewi seimbang
dengan ngkat kepandaian Nyi Dewi Durgakumala sendiri.
Maka dapat dibayangkan betapa saktinya dara perkasa ini.
Setelah bertanding saling serang selama lima puluh jurus
lebih, Puspa Dewi tahu bahwa lawannya me mang tangguh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan kokoh kuat pula pertahanannya. Kalau ia mau
menge luarkan aji pa mungkasnya untuk me mbunuh, seperti
pukulan beracun W isa kenaka, tentu ia akan dapat
meroboh kan lawannya. Akan tetapi, ia tidak ingin me mbunuh
jagoan anak buah Pangeran Hendrata ma karena ha l itu tentu
akan menimbulkan urusan besar yang menimbulkan geger dan
tidak enak. Maka setelah mendapatkan saat lawannya
mengerahkan se mua tenaga dalamnya menyerang dengan
pukulan lurus ke arah dadanya, Puspa Dewi cepat melompat
kekiri, kemudian ia balas menyerang dengan pekik melengking
yang menggetarkan seluruh ta man. Itulah Pekik Guruh
Bairawa yang amat kuat getarannya, mengguncang jantung
lawan. Diserang dengan pekik yang sama sekali tidak disangkasangka itu, Lembara terkejut dan dia terhuyung. Kesempatan
ini dipergunakan oleh Puspa Dewi untuk mengirim tendangan
berantai dengan kedua kakinya bergantian. Lembara yang
terhuyung masih dapat mengelakkan dua kali tendangan dan
menang kis sekali tendangan, akan tetapi tendangan empat
kalinya mengena i pahanya.
"Bukk .....!" Tak dapat dihindarkan lagi, Lembara jatuh
terjengkang! Pangeran Hendratama yang menyaksikan pertandingan itu,
kagum bukan ma in Ha mpir sukar dipercaya bahwa gadis muda
remaja itu ma mpu mengalahkan Lembara, jagoannya yang
paling tangguh. Bahkan dia sendiri a kan sukar me ngalahkan
Lembara! Kini dia me lihat Lembara mencabut goloknya yang
besar. Pangeran Itu merasa tegang, akan tetapi dia
me mbiarkan saja, ingin se kali me lihat apakah Puspa Dewi
akan ma mpu menandingi Le mbara.
Ketika Puspa Dewi melihat lawannya yang sudah dua kali ia
jatuhkan itu masih nekat, bahkan kini mencabut sebatang olok
besar, ia me mbentak marah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anjing tolol, apakah .engkau mas ih be lum men gaku kalah
dan nekat?"
Lembara yang merasa malu sekali me mang sudah nekat.
Dia diper malukan di depan tiga orang temannya. Maka tanpa
menjawab dia sudah me mutar mutar golok besarnya sehingga
terdengar suara mengaung dan golok itu berubah menjadi
sinar bergulung-gulung. Akan tetapi Puspa Dewi sudah
menekuk kedua lututnya yang berada di depan dan belakang,
kedua lengan dipentang seperti burung hendak terbang. Itulah
jurus pebukaan atau kuda-kuda dari Aji Guntur Geni. Begitu
Lembara menerjang ke depan dengan goloknya, dara itu
mendorongkan kedua tangannya ke depan. Akan tetapi karena
tidak ingin me mbunuh, ia me mbatasi tenaganya.
"Wuuuuttt ..... desss .....!" Tubuh Lembara yang menerjang
ke depan itu tiba tiba terpental ke belakang dan terbanting
keras. Goloknya terpental jauh dan dia jatuh pingsan oleh
gempuran tenaga pukulan jarak jauh yang dahsyat itu Tiga
orang temannya segera berjongkok dan me nolongnya.
Pangeran Hendratama muncul dan berlari mendekat.
Melihat munculnya Pangeran Hendratama, Puspa Dewi lalu
me mber i hormat dengan me mbungkuk.
"Maaf, pangeran. Orang itu kurang ajar dan hendak
mengganggu saya, terpaksa saya member i hajaran kepadanya."
Pangeran Hendratama mende kat Lembara yang pada saat
itu baru siuman dari pingsannya dan bangkit dipapah tiga
orang temannya. Baju di bagian dadanya hangus dan hancur,
akan tetapi dia tidak terluka parah. Hanya guncangan akibat
hawa pukulan dahsyat tadi saja yang me mbuatnya pingsan.
"Le mbara, masih untung andika tidak tewas. Berani benar
andika mengganggu puteri Nyi Dewi Durgakuma la yang
sekarang menjadi per maisuri Kerajaan Wira-wuri. Hayo cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mohon a mpun kepada Ni Puspa Dewi." kata Pangeran
Hendratama kepada Le mbara.
Mendengar ini, Lembara terkejut bukan main. Baru
mendengar na ma Nyi Dewi Durgakuma la saja, dia sudah
merasa ngeri. Kiranya gadis itu puteri datuk wanita yang sakti
mandraguna itu. Dan tadi dia telah mencoba untuk merayu
gadis yang ternyata puteri sekar kedaton Kerajaan wura-wuri
itu! Maka, biarpun dadanya masih terasa sesak dan kepalanya
masih pening, dia segera merangkap kedua tangan ke depan
hidungnya sa mbil me mbungkukkan badan, menyembah
kepada Puspa Dewi. "Ampunkan hamba yang tidak mengenal
paduka dan berani bersikap tidak patut, gusti puteri ....."
Puspa Dewi me mang tidak ingin mencari keributan, maka ia
hanya menjawab singkat, "Sudah, pergilah!" Sa mbil
me mbungkuk-bungkuk
Lembara, dipapah tiga orang temannya, pergi dari taman itu. Setelah kini tinggal mereka
berdua dalam ta man, Pangeran Hendratama ber kata kepada
Puspa Dewi. "Puspa Dewi maafkanlah mereka. Mereka hanya
orang orang kasar yang tidak tahu sopan santun."
Puspa Dewi mengerutkan alisnya dan menjawab dengan
suara halus namun kata-katanya cukup menggigit. "Tida k apa,
paman pangeran, akan tetapi seyogianya paduka me mper ingatkan mereka Sikap so mbong mereka dapat
menyeret nama paduka me njadi celaan orang."
Wajah Hendratama menjad i kemerahan. Ucapan gadis itu
sama saja dengan mengatakan bahwa dia tidak pernah
mengajarkan s ikap baik kepada orang orangnya. Akan tetapi
setelah menyaksikan sendiri kesaktian Puspa Dewi, bukan saja
sikapnya menjad i hati-hati dan hormat, juga gairahnya
terhadap dara jelita itu dia hilangkan dari dalam hatinya.
"Aku akan me mber i peringatan keras kepada mereka.
Selain itu, Puspa Dewi, yang terpenting adalah bahwa malam
ini kita harus waspada. Aku khawatir akan muncul orangorang yang hendak menganca m nyawaku. Untuk me mper kuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjagaan menghadapi anca man itulah ma ka kami minta
bantuan Puteri Mandari yang mengutus mu."
Puspa Dewi mengerutkan a lisnya. Dari cer ita yang
didengarnya ketika Nurseta menceritakan tentang dicurinya
pusaka Sang Megatantra oleh pangeran ini, ia tahu bahwa
Pangeran Hendratama adalah seorang yang licik dan curang.
Orang seperti ini tentu saja me mpunyai banyak musuh.
"Paman, siapkah orang yang menganca m keselamatan
paduka?" tanyanya.
"Wah, banyak orang yang me musuhi aku, Puspa Dewi."
"Mengapa banyak orang me musuhi paduka, paman
pangeran?" tanya gadis itu. Dalam hatinya ia berkata: Hanya
orang jahat yang dimusuhi banyak orang!
"Mereka itu merasa iri hati kepadaku.Mungkin karena aku
kembali ke kota raja, mungkin karena ke kayaanku."
"Saya melihat paduka me miliki koleksi pusaka yang amat
banyak sehingga me men uhi sebuah gudang pusaka yang
dijaga ketat. Apakah mereka itu me musuhi paduka untuk
mencuri pusaka?" gadis itu me mancing. Ditanya tentang
pusaka, Pangeran Hendratama menjawab singkat, "Mungkin
sekali. Siapa yang tidak ingin me miliki pusa ka-pusaka yang
ampuh" Sudahlah, Puspa Dewi, kuharap andika suka waspada
ma la m ini. Aku masih me mpunyai banyak urusan yang harus
kuselesaikan." Pangeran Hendratama lalu men inggalkannya,
kembali ke dalam gedung.
Setelah Pangeran Hendratama pergi, Puspa Dewi duduk
lagi di atas bangku dan ia mengenang kembali apa yang telah
terjadi. Pangeran Hendratama itu ta mpaknya bersikap ra mah,
le mbut dan sopan. Akan tetapi hal ini t idak mendatangkan
perasaan suka di hatinya karena ia sudah mendengar dari
Nurseta tentang pangeran ini. Kehalusan sikapnya itu justeru
berbahaya. Nurseta sendiri sampa i lengah dan dapat tertipu
karena percaya melihat sikap ba ik pangeran itu. Yang jelas,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pangeran itu me mpunyai jagoan-jagoan pengawal yang terdiri
dari orang-orang yang kasar dan tidak sopan, la mulai merasa
ragu akan tugas yang diberikan ibu angkatnya ini. Tugas


Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertama, merampas pusaka Megatantra dari tangan Nurseta
gagal karena bukan saja keris pusaka itu me mang sudah tidak
berada pada pemuda itu, juga ia malah menyadari bahwa
tugas yang diberikan gurunya itu tidak benar. Pusaka
Megatantra itu hak milik Sang Prabu Erlangga, mengapa harus
direbut" Itu sa ma saja dengan pencuri atau pera mpok yang
hendak menga mbil hak milik orang lain. Maka ia telah
me mutus kan untuk menghiraukan tugas pertama itu.
Kemudian tugas kedua bahwa ia harus me mbunuh Ki Patih
Narotama. Tugas kedua inipun gaga l ia lakukan karena selain
Ki Patih Narota ma terlalu sakti baginya dan sama sekali bukan
lawannya, juga ia disadarkan oleh patih yang bijaksana itu.
Malah menurut keterangan Ki Patih Narota ma, gurunya atau
ibu angkatnya itulah yang sesat dan jahat. Keterangan inipun
terpaksa ia percaya karena ia melihat sendiri bahwa gurunya
itu me mang seorang wanita sesat, suka me mper ma inkan
pemuda pe muda remaja, keja m dan mudah me mbunuh orang.
Maka, tugas kedua inipun ia hirau kan.
Betapapun juga, ia harus me ngakui bahwa gurunya yang
sesat itu amat sayang kepadanya, telah mewariskan semua
kesaktiannya kepadanya. Karena inilah maka ia mau
me laksanakan perintahnya, sekadar untuk memba las budinya
yang berlimpah. Kini tinggal tugas ketiga, tugas terakhir, yaitu
me mbantu gerakan Puteri Lasmini dan Puteri Mandari, dari
Kerajaan Parang Siluman untuk menghancurkan Kahuripan,
musuh bebuyutan kerajaan-kerajaan kecil itu. Akan tetapi
iapun mulai merasa ragu a kan pelaksanaan tugas terakhir ini.
Memang sebagai seorang puteri istana Kerajaan Wura wuri,
sudah sepantasnya kalau ia membe la kerajaan itu. Akan tetapi
caranya ini yang ia tidak suka. Kalau Wura-wuri diserang oleh
kerajaan manapun, termasuk Kahuripan, tentu ia akan
me mbe la Wura-wuri dengan suka rela, bahkan sebagai puteri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
angkat raja ia sudah sepatutnya siap untuk membela dengan
taruhan nyawa. Akan tetapi cara licik seperti yang mereka
lakukan sekarang ini, sungguh ber lawanan dengan watak dan
suara hatinya. Ini sungguh t idak ad il, tidak sepantasnya
dilakukan orang gagah, hanya patut dilakukan orang-orang
pengecut yang suka me mpergunakan kecurangan dan
kelicikan. Akan tetapi, dua tugas pertama telah gagal dan
bahkan ia hirau kan, apakah untuk tugas terakhir ini ia harus
mundur juga' Hal inilah yang me mbuat Puspa Dewi termenung
dalam keraguan. Apalagi sekarang ia diutus oleh Puteri
Mandari untuk me mbantu Pangeran Hendrata ma, menjaga
keselamatan pangeran itu dari anca man musuh-musuhnya.
Tugas ini sa ma sekali t idak ada sang kut pautnya dengan
Kerajaan Parang Siluman! Akan tetapi karena Adipati
Bhis maprahhawa
sebagai Raja Wura-wuri dan ayah angkatnya, dan Ratu Dewi Durgakumala sebagai guru dan ibu
angkatnya menugaskan ia harus me mbantu Puteri Mandari,
maka ia harus mentaati semua perintahnya. Dia m-dia m Puspa
Dewi menjadi penasaran, dan tidak senang karena pekerjaan
ini dilakukan dengan terpaksa, walaupun tidak disukainya.
Akhirnya lapun meninggalkan taman-sari dan kemba li
keka marnya dala m istana pangeran itu.
Mala m itu udara dingin se kali. Segala sesuatu yang berada
di luar rumah basah kuyup karena sore tadi hujan turun
dengan derasnya. Namun malam ini udara cerah dan bulan
yang hampir penuh tersenyum di langit. Kalau saja malam
tidak sedingin itu, tentu semua orang lebig senang berada di
luar rumah me nikmati ma la m terang bulan yang mendatangkan suasana mengge mbirakan itu. Akan tetapi
udara terlalu dingin sehingga di ja lan jalan, di luar rumah,
tampak sep i. Nurseta berjalan perlahan di atas jalan besar
dalam kesepian itu. Dia menuju ke istana tempat tinggal
Pangeran Hendratama yang siang tadi sudah dia selidiki di
mana letaknya. Siang tadi, Senopati Sindukerta sudah
me lakukan penyelidikan dan me mastikan bahwa Pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hendratama berada di istananya dan menurut penyelidikan
itu, sang pangeran tidak ada rencana untuk pergi keluar
istana. "Akan tetapi aku mendengar bahwa Pangeran Hendratama
mengumpulkan sedikitnya tujuh orang jagoan yang digdaya
untuk menjad i pengawalnya, belum lagi para perajurit
anggauta pasukan pengawal yang jumlahnya tidak kurang dari
tua losin, menjaga di sekeliling istananya. Karena itu, amat
berbahaya kalau engkau mengunjungi istana itu, Nurseta."
"Harap kanjeng eyang tenang. Saya dapat menjaga diri.
Bagaimanapun juga, saya harus dapat merampas kemba li
Sang Megatantra dari tangannya, apalagi mengingat seperti
dugaan eyang bahwa dia akan menggunakan Sang
Megatantra untuk mencari pengaruh dan dukungan bagi
niatnya untuk me mberontak."
"Bukti-bukt inya bahwa dia akan me mberontak be lum ada,
Nurseta. Kalau sudah ada buktinya, tentu aku akan
me laporkannya kepada Sang Prabu."
"Kanjeng eyang, buktinya ada, yaitu bahwa dia telah
mencuri Sang Megatantra dari saya. Itu saja sudah
me mbuktikan bahwa dia ingin me miliki Sang Megatantra untuk
me mper kuat kedudukannya sehingga dia kela k dapat menjadi
raja setelah berhasil menggulingkan sang prabu. Saya dapat
menjad i saks inya, eyang!"
Ki Sindukerta tersenyum. "Ingatlah, Nurseta. Pangeran
Hendratama adalah kakak tiri sang per ma isuri, dia adalah
kakak ipar Sang Prabu Erlangga. Bukti itu belum cukup dan
le mah. Bayangkan, apakah Sang Prabu akan lebih percaya
kepada kesaksian seorang pemuda seperti engkau yang tidak
dikenalnya daripada kepercayaannya terhadap kakak iparnya
sendiri?" Nurseta mengangguk-angguk, me lihat kebenaran ucapan
kakeknya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, saya akan mencoba mencari buktinya,
eyang, di samping mencari dan mera mpas kemba li Sang
Megatantra."
"Baiklah, kalau niat mu sudah teguh. akan tetapi benarbenar engkau harus berhati-hati, Nurseta. "
"Baik, kanjeng eyang. Semua nasihat eyang akan saya
perhatikan dan saya mohon doa restu kanjeng eyang."
Demikianlah, malam hari itu kebetulan hawa udara yang
dingin se kali me ma ksa orang-orang tinggal di dalam rumah
masing-masing sehingga kota raja menjadi sepi. Hal ini
me mudahkan Nurseta melaksanakan rencananya berkunjung
ke istana Pangeran Hendratama. Tentu saja hawa udara yang
amat dingin itu sa ma sekali tidak mengganggu tubuhnya yang
terlatih. Dengan tenaga saktinya dia dapat membuat tubuhnya
terasa hangat. Dengan tenang dia berjalan menuju ke istana
pangeran dan setelah tiba di luar istana, dia me lihat betapa
pintu gerbang yang me misahkan ja lan raya dengan halaman
rumah yang luas itu dijaga oleh tiga orang perajurit. Dari
eyangnya dia sudah mendapat keterangan bahwa pintu
gerbang itu dijaga siang ma la m secara bergiliran. Juga para
perajurit pengawal selalu me lakukan perondaan di balik pagar
tembok yang menge lilingi Istana itu. Memasu ki pintu gerbang
itu tentu akan me mancing datangnya .para perajurit dan
jagoan pengawal. Menurut keterangan eyangnya, satusatunya jalar yang agak aman dan tidak begitu terjaga ketat
adalah melalui taman yang berada di belakang istana, akan
tetapi untuk me masuki taman itu dia harus dapat melewati
pagar tembok yang tingginya dua kali tinggi manusia dewasa
dan di atasnya di pasangi ujung tombak-tombak runcing.
Nurseta menga mbil ja lan me mutar mengelilingi setengah
lingkaran perumahan istana itu dan tiba di bagian be lakang.
Pagar tembok di s itu me mang tinggi dan di bagian atas,
terlihat di bawah sinar bulan tombak-tomba k runcing
menjulang ke atas, berjejer rapat. Nurseta memeja mkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedua matanya sejenak, menyatukan perhatiannya, menghimpun tenaga saktinya lalu menyalurkan ke dalam
kakinya dan mengerahkan tenaganya. Begitu dia menggenjot
kedua kakinya,tubuhnya meluncur ke atas dan dengan
ringannya kedua kakinya hinggap di atas dua batang ujung
tombak! Bagaikan seekor burung raksasa Nurseta berdiri
seenak di atas dua batang ujung tombak,menga mati ke dala m
dan sudah siap siaga untuk me lompat keluar lagi apabila
terdapat penjaga-penjaga di sebelah dalam. Akan tetapi di
sebelah dalam pagar tembok itu hanya penuh dengan tumbuh
tumbuhan berbagai maca m bunga, tidak tampak seorangpun
manusia. Dia merasa lega dan cepat melompat ke dalam
taman. Dengan hati-hati Nurseta menyelinap di antara pohonpohon dala m ta man itu, mengha mpiri bangunan yang tampak
megah, walaupun ta mpak dar i belakang. Lampu-la mpu
gantung di bagian belakang gedung itu mena mbah terang
sinar bulan yang kini sudah berada tepat di atas kepala.
Ketika Nurseta tiba dekat bangunan dia berhenti sebentar
dan berpikir untuk merencanakan apa yang harus dilakukan
selanjutnya. Dia harus dapat me masuki istana itu dan
menang kap Pangeran Hendrata ma. Kalau dia sudah dapat
menguasai sang pangeran, maka para jago dan pasukan
pengawal tidak akan berani menyerangnya. Dia dapat
menggunakan sang pangeran sebagai sandera dan akan
me ma ksa Pangeran Hendratama untuk menyerahkan kemba li
Sang Megatantra. Dengan ancaman me mbunuhnya pangeran
itu tentu akan me menuhi per mintaannya dan dengan
menggunakan pangeran itu sebagai perisai, dia akan dapat
keluar lagi dengan aman!
Setelah mengatur rencananya, Nurseta maju lagi. Kini dia
tiba di te mpat terbuka antara taman dan bangunan, sebuah
lapangan rumput yang cukup luas. Dia berhenti di tengahtengah lapangan rumput itu, me mandang ke atas untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me milih bagian mana yang paling rendah dan paling mudah
untuk dilompati. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suitan bertubitubi dari se kelilingnya dan muncullah banyak sekali perajur it
yang membawa to mbak, pedang atau golok di tangan. Mereka
muncul dari depan, kanan kiri dan belakang dan dia sudah
terkepung! semua ini terjadi begitu tiba-tiba dan cepat
sehingga Nurseta menduga bahwa me mang kedatangannya
sudah diketahui dan mereka me mang sudah siap menjebaknya sehingga kini dia terkepung oleh sed ikitnya tiga
puluh orang yang semua me megang senjata!
Tujuh orang yang berpakaian biasa, tidak seperti yang lain,
yang mengenakan pakaian seragam perajurit, maju menghadap i Nurseta dan seorang di antara mereka yang
bertubuh tinggi besar berkumis melintang, berusia sekitar tiga
puluh tahun dan me me gang sebatang golok besar,
menyeringai dengan pandang mata mengejek kepada Nurseta.
Orang itu bukan lain ada lah Lembara yang sudah pulih
kesehatannya. Untung baginya bahwa siang tadi Puspa Dewi
me mbatasi tenaganya ketika menyerangnya dengan Aji
Guntur Geni sehingga hanya bajunya saja yang hangus dan
hancur. Dadanya tidak terluka hanya terguncang dan
me mbuatnya sesak napas sebentar. Kini, mengepung pe muda
itu bersama ena m orang rekannya dan dua losin perajurit, dia
merasa bahwa tak mungkin pe muda yang sejak melompat
pagar taman me mang sudah diketahui itu akan dapat lolos.
"Heh-he-he-heh!" Maling busuk, menyerahlah sebelum
kami me mpergunakan kekerasan!" bentak Ki Lembara sambil
menga mangkan goloknya.
Karena sudah terkepung dan merasa kepalang, Nurseta
menjawab dengan tenang. "Aku bukan ma ling, aku ingin
bertemu dan bicara dengan Pangeran Hendratama. Minta dia
keluar mene mui aku"
"Kurang ajar! Orang rendah macam kamu berani menyuruh
Gusti Pangeran keluar untuk mene mui mu" Kamu yang harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerah untuk kami belenggu dan kami seret ke hadapan
Gusti Pangeran"
"Aku bukan penjahat dan tidak me lakukan pencurian,
hadapkan aku kepada Pangeran Hendratama, akan tetapi aku
tidak mau menjadi tangkapan dan dibelenggu!"
"Jahanam, berani kamu, ya" Tangkap dia, serang!"
perintah Ki Lembara kepada anak buahnya. Para pengepung
itu segera bergerak, seolah hendak berlumba merobohkan
Nurseta. Melihat begitu banyak orang me ngepung dan
menerjangnya dengan senjata runcing dan tajam, Nurseta
cepat mengerahkan Aji Sirna Sarira. Tubuhnya berkelebat
menjad i bayangan lalu tiba-tiba lenyap dari pandang mata
para pengeroyoknya. Kemudian, para pengeroyok itu berteriak
mengaduh dan mereka brrpelantingan karena ditampar oleh
tangan yang tidak tampak Tentu saja mereka menjad i geger
dan panik, juga seram dan merinding (mere mang) karena


Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasa seolah-olah mere ka melawan setan! Ki Lembara dan
enam orang rekannya adalah jagoan-jagoan yang tangguh.
Biarpun mereka tidak dapat me munahkan ilmu yang
dipergunakan Nurseta dan tidak dapat melihat bayangan
pemuda itu, na mun mere ka dapat mengelak dan menang kis
tamparan Nurseta dengan mendengarkan suara sambaran
tangan yang tidak tampak itu. Juga mereka bertujuh me mutar
pedang atau golok mereka, menyerang sekeliling tubuh
mereka sehingga Nurseta tentu saja tidak dapat mendekati
mereka dan hanya meroboh kan para perajurit. Dia bermaksud
me mancing munculnya Pangeran Hendratama dan kalau
pangeran itu muncul, akan ditawannya dan dijadikan sandera.
Akan tetapi yang muncul bukannya Pangeran Hendratama,
me lainkan orang yang sa ma sekali t idak diduganya akan
berada di situ dan ikut menyerangnya.
"Siapa berani mengacau di sini?" terdengar Puspa Dewi
me mbentak dan ia lalu mengerah kan tenaga saktinya dan
me mpergunakan pekik Aji Guruh Bairawa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hyaaaaaaaaaahhhhh!" Pekik ini me mang hebat sekali, dan
dilanda getaran lengkingan ini Aji Sirna Sarira yang
dipergunakan Nurseta menjad i buyar dan tubuhnya tampak
lagi! Mereka berdua saling pandang dari sa ma-sa ma terkejut.
Puspa Dewi tidak mengira bahwa yang datang pada waktu
tengah malam itu adalah Nurseta. Seketika ia tahu bahwa
Nurseta tentu datang untuk mera mpas kembali Sang
Megatantra. Sebaliknya, Nurseta juga terkejut melihat Puspa
Dewi. Bagaimana gadis ini se karang men jadi pengawal
Pangeran Hendratama" Akan tetapi melihat munculnya gadis
itu, Nurseta ma klum bahwa usahanya akan gagal, ma ka dia
lalu me mpergunakan Aji Bayu Sakti dan tubuhnya berkelebat
cepat sekali meninggalkan te mpat itu. Kalau dia menggunakan
Aji Sirna Sarira atau Triwikra ma, mungkin dia masih akan
ma mpu menangkap Pangeran Hendrata ma. Akan tetapi Puspa
Dewi berada di situ dan dia tidak mau terlibat permusuhan
dengan gadis itu. Para perajurit yang masih panik tidak berani
mengejar. Bah kan tujuh orang jagoan itupun agaknya jer ih.
"Biar aku yang mengejarnya!" kata Puspa Dewi dan iapun
me mpergunakan tenaga saktinya untuk melompat dan
mengejar dengan cepat sekali ke dalam taman.
"Nurseta!" Puspa Dewi berseru ketika melihat bayangan
pemuda itu sudah mendekati pagar tembok. Mendengar
seruan ini, Nurseta berhenti dan me mutar tubuh Dengan cepat
Puspa Dewi sudah berada di depannya.
"Puspa Dewi, engkau mengejar hendak menang kap aku?"
Nurseta bertanya
"Tida k, Nurseta. Aku tahu bahwa engkau datang pasti
hendak mera mpas kembali Sang Megatantra dari tangan
Pendekar Panji Sakti 24 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Hati Budha Tangan Berbisa 14

Cari Blog Ini