Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Bagian 5
orang cantrik ini selain menjad i murid juga melayani segala
kebutuhan sang empu, me mbersihkan rumah dan pekarangan,
mencuci, kerja di dapur. Selain mengajarkan masalah
kerohanian kepada para cantrik, sang e mpu juga sering
me mber i wejangan kepada penduduk sehingga rata-rata para
penduduk merupa kan orang-orang yang me miliki pandangan
hidup yang luas dan bersikap bija ksana. Sebagai seorang
pemimpin, Empu Bharada dengan teguh menegakkan
kebenaran dan keadilan, didasari kasih sayang antara
manusia. Tidak ragu untuk menghukum yang bersalah, selalu
siap meno long yang lemah dan mengekang yang kuat agar
tidak bertindak sewenang-wenang. Karena itu, sang e mpu
disegani, dihormati dan juga dicinta oleh penduduk Lemah
Citra. Pada suatu pagi yang cerah. Matahari pagi tersenyum
me mancarkan cahayanya yang keemasan dan hangat,
me mbawa daya hidup bagi semua yang berada di per mukaan
bumi. Orang-orang dusun Lemah Citra sedang bekerja dengan
tekun dan gembira. Kaum prianya tua muda bekerja di sawah
ladang sambil berte mbang tanda bahwa mereka bekerja
dengan hati senang. Empu Bharada selalu me nasihati mereka
bahwa hidup itu bergerak dan gerakan yang paling ba ik dan
bermanfaat adalah bekerja.
"Apapun yang kalian la kukan da la m kehidupan ini,
lakukan lah dengan hati penuh c inta terhadap apa yang kalian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lakukan. Dengan demikian kalian dapat menikmat i hidup
kalian dan a kan ternyata bahwa hidup ini sesungguhnya
indah." Demikian antara lain sang e mpu me mberi wejangan.
Karena itu, mereka yang be kerja di sawah ladang pagi itu
bekerja dengan wajah ceria dan berte mbang karena bekerja
merupakan kesenangan bagi mereka. Sebagian wanita
me mbantu di ladang. Sebagian lagi bekerja di dapur,
me mbuat masakan untuk mereka yang bekerja di sawah
ladang, mencuci pakaian, me melihara anak-anak yang masih
kecil. Anak-anak ber main main di pelataran. Pekik dan tawa
mereka menyaingi kicau burung-burung. Mereka diawasi
kakek atau nenek mereka yang sudah terlalu tua dan terlalu
le mah untuk be kerja di sawah ladang. Mereka semua
mendapat kenyataan akan kebenaran wejangan sang empu.
Mereka mencintai pekerjaan mereka dan menganggap bahwa
setiap pekerjaan merupakan ibadah kepada Sang Hyang Widhi
seperti yang dikatakan Empu Bharada.
Pagi itu, setelah melakukan sa madhi sejak fajar tadi, Empu
Bharada duduk di pendopo rumahnya, menikmati keindahan
pagi yang cerah itu sambil mendengarkan kicau beberapa ekor
burung kutilang yang beterbangan dari dahan ke dahan pohon
sawo yang tumbuh subur di pelataran rumahnya. Empu
Bharada yang berusia kurang lebih empat puluh lima tahun ini
bertubuh tinggi kurus, wajahnya dihias i jenggot panjang,
sepasang matanya yang cekung itu le mbut berwibawa,
mulutnya selalu tersenyum penuh pengertian. Tubuhnya tinggi
kurus, me makai jubah yang panjang dan lebar. Empu Bharada
ini adalah seorang sakt i mandraguna, masih terhitung ad ik
seperguruan dari mendiang Empu Dewamurti yang tewas
dikeroyok Resi Bajrasakti datuk Wengker, Ratu Mayang Gupita
dari kerajaan Siluma n Laut Kidul, dan tiga bersaudara Tri Kala
para jagoan kerajaan Wura-wari.
Tiba-tiba Empu Bharada mendengar kicau burung prenjak
di atas pohon jambu yang tumbuh di sebelah kanan dalam
pekarangan depan itu. Dia mendengarkan, termenung sejenak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan tersenyum. Kebetulan seorang cantriknya bernama Dwipo
datang mengantarkan minuma n untuk sang empu.
Setelah cantrik itu menaruh cangkir minuma n air teh ke
atas meja kecil di depan sang e mpu dan dia hendak
mengundurkan diri, Empu Bharada berkata, "Eh, Dwipo, cepat
kau persiapkan minuman air teh yang cukup untuk disuguhkan
tamu, dan godok ubi-ubi merah yang man is itu."
"Baik, bapa empu." jawab Dwipo yang memberi hor mat lalu
cepat masuk kedala m untuk melaksanakan perintah gurunya.
Dia tidak merasa heran melihat betapa gurunya dapat
mengetahui leb ih dulu bahwa akan ada tamu datang
berkunjung. Tepat pada saat pesan sang empu kepada Dwipo itu
terlaksana dan ubi ubi merah itu telah matang, muncullah
seorang laki-laki di pekarangan rumah Empu Bharada. Lakilaki itu berusia sekitar lima puluh tahun, tubuhnya sedang saja
dan pakaiannya sederhana bahkan sembarangan, agak
kedodoran namun cukup bersih. Kuku jari tangannya panjang,
rambutnya juga panjang. Ada kesan sembarangan dan tidak
perduitan akan keadaan dirinya. Namun s inar matanya terang
dan jernih, sedangkan senyum di bibirnya penuh pengertian.
Biarpun tampa knya seperti orang biasa saja yang sederhana
tanpa arti, namun sesungguhnya orang ini bukan orang
sembarangan. Dia adalah Empu Kanwa, seorang ahli sastra,
seorang sastrawan besar yang dihormati oleh Sang Prabu
Erlangga sendiri karena keahliannya itu dan karena
kebijaksanaannya. Sudah lama Empu Kanwa menjad i sahabat
baik Empu Bharada walaupun keadaan diri mereka jauh
berbeda. Empu Kanwa adalah seorang sastrawan yang tidak
menyuka i kekerasan, seorang yang tubuhnya lemah seperti
orang biasa, sebaliknya Empu Bharada adalah seorang yang
sakti mandraguna. Mereka saling mengagumi. Empu Kanwa
mengagumi kesaktian Empu Bharada, sebaliknya Empu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bharada mengagumi Empu Kanwa karena kecemertangannya
dalam perbincangan tentang kehidupan.
Ketika Empu Kanwa tiba di pendopo Empu Bharada
menya mbut dengan wajah girang. Mereka saling berpelukan
dengan senyum yang penuh kege mbiraan.
"Pantas pagi tadi burung prenjak ber kicau riang
mengisaratkan datangnya seorang tamu penting! Kiranya
andika yang datang berkunjung! Selamat datang, Kakang
Kanwa!" kata Empu Bharada.
Empu Kanwa menepuk-nepuk pundak tuan rumah sa mbil
tertawa. "Ha-ha-ha, bagi seorang bijaksana seperti andika,
alam ini bagaikan sebuah kitab terbuka lebar, me mbuka
semua rahasia peristiwa yang akan terjadi. Bagaimana, Adi
Bharada, selama ini andika baik-baik saja, bukan?"
"Baik-baik, terima kasih atas. doa restumu, Kakang Kanwa.
Mari, mari .sila kan duduk!" Empu Bharada menggandeng
lengan Empu Kanwa dan diajaknya duduk di ruangan dalam,
duduk di atas lantai beralaskan tikar halus men ghadapi sebuah
meja pendek. Pada saat itu, Dwipo keluar menyuguhkan ubi
yang masih megepu lkan uap dan sepoci air teh dengan
cangkirnya. Mereka bercakap-cakap, saling menanyakan keadaan
masing-masing selama mereka tak jumpa. Sudah setengah
tahun lebih mereka tidak pernah berjumpa karena Empu
Kanwa adalah seorang yang suka berkelana seorang diri, tidak
terikat keluarga, harta benda, atau apapun juga. Dari ruangan
itu, mereka dapat melihat keadaan di taman sebelah rumah
itu melalui jendela yang terbuka lebar. Sinar matahari pagi
tampak menerobos antara celah-celah daun pohon dan
beberapa ekor burung yang masih ber malas-ma lasan
men inggalkan pohon, mandi sinar matahari sambil menyis iri
bulu dengan paruh mereka sambil bercowetan saling
menegur. Beberapa ekor kupu-kupu dengan sayapnya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
indah beterbangan di antara bunga-bunga mawar yang
beraneka warna.
"Lihat, Kakang Kanwa, alangkah indahnya pagi ini.
Kedatangan andika mena mbah keindahan hari ini!" kata Empu
Bharada, sengaja me mancing tanggapan Empu Kanwa atas
pendapatnya itu. Dia selalu kagum akan gagasan-gagasan
yang cemerlang dan baru dari sahabatnya itu dan dapat
banyak me metik buahnya yang dapat memperluas pengertiannya tentang kehidupan ini.
Empu Kanwa me mandang ke luar jendela, mulutnya
tersenyum dan matanya bersinar-sinar. "Adi Bharada, segala
maca m keindahan yang menjadi hasil pendapat dan penilaian
hanyalah bayangan dari suasana hati. Kalau hati sedang
senangi maka segalapun ta mpak indah,'sebaliknya kalau hati
sedang susah, maka segalapun ta mpak buruk!"
Empu Bharada tersenyum dan me ngangguk-angguk
maklum karena me mang tidak mungkin ucapan Empu Kanwa
itu dibantah lagi. Yang diucapkan itu me mang suatu
kenyataan. "Aku dapat merasakan kebenaran itu, Kakang
Kanwa La lu apakah keindahan yang sejati itu?"
"Adi Bharada, aku tidak berwenang menentu kan apa itu
keindahan yang sejati. Aku hanya mengenal keindahan yang
kurasakan setiap saat, keindahan dar i kenyataan yang ada
tanpa adanya penilaian dan pendapat. Tanpa adanya si aku
yang merasakan keindahan itu karena diri ini menjadi
sebagian dari keindahan itu, tidak terpisah. Di manapun,
bila manapun, dalam keadaan apapun, keindahan itu menjadi
bagian hidup ini sehingga diri ini hanya dapat me muji sukur
yang tiada hentinya kepada Sang Hyang W idhi Sang Pencipta
keindahan itu sendiri."
"He mm, ucapan andika mengandung makna yang a mat
dalam dan mena mbah pengertian yang a mat berarti bagiku,
Kakang Kanwa. Ada hal yang selalu mengheran kan hatiku
kalau mengingat akan keadaan andika. Gusti Sinuwun sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mber i banyak hadiah kepada andika berupa tanah, rumah
dan harta benda. Akan tetapi semua itu andika bagi-bag ikan
kepada orang-orang sehingga andika tidak me mpunyai apaapa lagi. Mengapa andika lebih suka hidup miskin, kakang?"
Empu Kanwa tertawa. "Ha-ha-ha, siapa bilang aku miskin,
adi" Aku sama sekali bukan orang mis kin!"
"Wah, kalau begitu, andika seorang kaya?"
Kembali Empu Kanwa tertawa. "Tida k, aku bukan orang
kaya. Miskin tidak, kayapun tidak. Aku ini orang cukup, tidak
kurang tidak lebih melainkan cukup dan karena aku merasa
cukup, berkecukupan segala kebutuhan hidupku, maka setiap
saat aku selalu berterima kasih dan bersukur me muji nama
Sang Hyang Widhi."
Empu Bharada mengangguk-angguk. "Bukan ma in! Seperti
andika inilah yang patut disebut manusia yang berbahagia
kakang. Orang miskin selalu merasa tidak cukup, bahkan
orang kayapun tidak ada yang merasa cukup! Nafsu angkara
murka me mbuat orang t idak pernah merasa cukup, biar
seluruh dunia diberikan kepadanya dia masih menginginkan
dunia yang ke dua, ke tiga dan seterusnya. Ada satu hal lagi
yang ingin kuperbincangkan dengan andika, Kakang Kanwa.
Dia antara kita berdua terdapat perbedaan yang amat besar.
Aku me mpe lajari aji kanuragan dan kesaktian sejak kecil dan
andika me mpelajari kesusastraan sehingga keadaan kita
berdua sekarang berbeda jauh. Lalu apa bedanya tugas di
antara kita yang berbeda jauh keadaannya ini?"
"Apanya yang berbeda, Adi Bharada Tidak ada bedanya
sama sekali! Tugas kita, juga tugas seluruh manusia di dunia,
adalah sama. Tugas kita, adalah 'ma mayu hayuning bawana'
(mengusahakan kesejahteraan dunia/manusia), tentu saja
dengan cara dan keahlian masing-mas ing! Segala apapun
yang tampak maupun yang tidak tampa k adalah milik Sang
Hyang Widhi. Kalau milikNya itu diberikan kepada kita secara
berlimpahan maka sudah men jadi kehendakNya agar kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me limpahkan karunia itu kepada orang-orang lain sehingga
kita menjadi alat bagi Sang Hyang Widhi untuk menyalurkan
berkahNya."
"Nanti dulu Kakang Kanwa. Apa yang andika ucapkan ini
penting sekali dan aku mohon penjelasan."
"Kekayaan, kepandaian, kekuatan, kekuasaan, semua itu
adalah milik. Sang Hyang Widhi, hanya dipinjamkan kepada
manusia tertentu selagi manusia itu hidup dengan tugas
kewajiban untuk melimpahkan se mua keleb ihan itu kepada
mereka yang me mbutuhkan. Karena itu, orang kaya harus
me mber ikan sebagian kekayaannya kepada orang miskin yang
me mbutuhkannya, orang pandai harus me mber ikan sebagian
kepandaiannya kepada orang bodoh yang me mbutuhkannya,
orang kuat harus me mberikan sebagian kekuatannya kepada
orang lemah yang me mbutuhkan, orang berkuasa harus
menggunakan kekuasaannya untuk menyejahterakan rakyat
kecil yang me mbutuhkan pertolongannya dan sebagainya.
Pemberian itu harus tanpa pa mrih untuk kepentingan diri
sendiri, melainkan se mata-mata sebagai pe laksana tugas
kewajiban sebagai penyalur berkah Sang Hyang Widhi kepada
manusia." "Jagad Dewa Bathara! Wejanganmu ini teramat penting,
kakang. Aku akan me mbantu menyebar - luaskan pengertian
ini. Akan tetapi berapa gelintir manusia yang sanggup
me laksanakan tugas suci itu" Mereka pasti tidak rela
kehilangan .....
"Kehilangan apa, Adi Bharada" Yang diberikan kepada
orang lain itu bukan miliknya! Itu milik Sang Hyang Widhi
Kalau Yang Maha Kuasa menga mbil kembali miliknya berupa
harta, kepandaian, kekuatan, kekuasaan itu dari orang yang
dititipiNya, orang itu dapat berbuat apakah" Bahkan nyawa
itupun milikNya dan kalau Dia menga mbilnya kembali, orang
itupun tidak a kan dapat berbuat apa-apa untuk menolaknya.
Memang, kuasa kegelapan akan selalu menghalangi manusia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang ingin menjadi alat Sang Hyang Widhi, ingin menar ik
semua manusia untuk menjad i alatnya, alat setan. Karena itu,
kita harus mohon kepada Sang Hyang Widhi setiap saat agar
Dia bertahta dalam hati sanubari kita sehingga tumbuh Kasih
dengan suburnya. Kalau ada Kasih tumbuh dalam hati
sanubari kita, ma ka tugas itu akan kita laksanakan dengan
baik, bersih dari pada pa mrih karena digerakkan oleh
kekuasaan-Nya!"
Percakapan antara kedua orang empu sa mbil makan ubi
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rebus dan minu m air teh ini tiba-tiba terhenti ketika terdengar
gerengan dahsyat yang membuat ruangan di mana kedua
empu itu duduk bercakap-cakap, tergetar dan disusul bunyi
ledakan tiga kali yang a mat nyaring. Kemudian terdengar
suara besar parau mengge legar.
"Haii ! Empu Bharada, keluarlah ka mu! Kami ingin bicara!"
Empu Bharada me mandang kepada Empu Kanwa sa mbil
menghela napas.
"Ah, agaknya andika lebih bijaksana me milih tugas, kakang.
Tugasku ini lebih banyak bertemu dengan kekerasan dan
pertentangan."
Empu Kanwa tersenyum. "Sa ma saja tantangan selalu ada,
Adi Bharada. Yang penting kita me mbela kebenaran dan
keadilan dan selalu berusaha menjad i alat Sang Hyang Widhi."
"Andika duduklah saja di sini, kakang Aku akan mene mui
mereka di luar" Setelah berkata de mikian, Empu Bharada lalu
keluar dari rumahnya.
Sementara itu, lima orang cantri murid E mpu Bharada telah
berada di pekarangan, menghadapi dua orang kakek yang
berdiri di situ dan yang tadi berteriak me manggil Empu
Bharada. Kakek pertama berusia lima puluh lima tahun
bertubuh tinggi besar bermuka penuh brewok, berpakaian
mewah seperti orang bangsawan t inggi. Dia adalah Resi
$Bajrasakti, datuk penasihat kerajaan Wengker itu. Adapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang ke dua berusia lima puluh tahun, bertubuh sedang
dengan wajah tampan gagah dengan kumis me lintang seperti
Raden Gatotkaca. Dia adalah Ki Nagakumala, paman dan juga
guru Lasmini dan Mandari. Seperti telah kita ketahui, Ki
Nagakumala dan adiknya, Ratu Durgamala, telah mendengar
pelaporan kedua orang puteri ratu kerajaan Parang Siluman
itu tentang Empu Bharada yang me mperingatkan Sang Prabu
Erlangga dan mer upakan anca man bagi kedua orang puteri.
Mereka lalu mengatur rencana. Ratu Durgamala lalu
menghubungi Kerajaan Wengker yang menjadi sekutunya,
minta bantuan untuk me mbinasakan Empu Bharada yang
merupakan anca man dan dapat menggagalkan rencana untuk
mengadu domba antara Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih
Narotama. Adipati Adhamapanuda, raja Wengker, lalu
mengutus Resi Bajrasakti untuk me mbantu. Demikian lah, Resi
Bajrasakti sebagai utusan Kerajaan Wengker dan Ki
Nagakumala yang mewakili Kerajaan Parang Siluman lalu
berangkat ke Le mah Citra mencari Empu Bharada.
Dwipo mewakili rekan-rekannya ber kata kepada dua orang
tamu itu. "Harap andika berdua t idak berteriak-teriak seperti
itu. Kalau andika hendak bertamu, beritahukanlah na ma
andika dan akan kami lapor kan kepada Bapa Empu." Ucapan
itu walaupun nadanya halus na mun mengandung teguran,
seolah mengingatkan bahwa sikap yang diperlihatkan dua
orang itu sebagai ta mu adalah kurang pantas. ,
Resi Bajrasakti yang berwatak brangasan (pemarah)
mengerutkan a lisnya yang tebal. Dia menggulung ujung
cambuknya dengan tangan kiri dan dengan sikap angkuh dia
bertanya kepada lima orang cantr ik itu.
"Heh, kalian berlima ini siapa berani menyambut kami
dengan lancang" Hayo suruh Empu Bharada keluar mene mui
kami!" Dwipo menjawab dengan alis berkerut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ka mi adalah para cantrik yang melayani Bapa Empu.
Katakan siapa andika agar dapat kami laporkan ke dala m."
Mendengar ini, Resi Bajrasakti tertawa bergelak.
"Hua-ha-ha-ha! Hanya cantrik" Cantrik-cantrik kurus
kelaparan jangan banyak tingkah. Hayo menari!" Setelah
berkata demikian, cambuknya menya mbar-nyambar ke depan,
ke arah kaki lima orang cantrik itu, suaranya meledak-ledak
nyaring. Para cantrik terkejut, ujung cambuk yang mengenai
kaki mendatangkan rasa panas dan nyeri seh ingga mereka
terpaksa berloncat-loncatan untuk menghindarkan cambukan.
Karena mereka berloncat-loncatan, maka mereka seolah
menari-nari dan hal ini dianggap lucu sekali oleh Resi
Bajrasakti dan Ki Nagakuma la sehingga mereka tertawa-tawa.
"Tar-tar-tar-tar-tar ..... plakk!" Tiba tiba ujung ca mbuk itu
mental karena bertemu dengan ujung lengan baju yang
menang kisnya. Resi Bajrasakti terkejut dan men ghentikan
gerakan cambuknya, memandang kepada Empu Bharada yang
tadinya menangkis ca mbuk itu dengan ujung lengan bajunya
yang longgar dan panjang.
"Kalian masu klah dan obati kaki kalian." kata Empu
Bharada kepada lima orang cantrik yang kakinya lecet-lecet
terkena sengatan ujung ca mbuk. Setelah lima orang cantrik itu
me masu ki rumah, Empu Bharada menghadapi dua orang itu,
menga mati mereka penuh selidik. Dia mengangguk-angguk
setelah mengenal s iapa dua orang yang datang membikin
kacau itu. 'Teja-teja sulaksana! Kalau aku tidak sa lah duga, andika
tentu Resi Bajrasakti, datuk besar dari Kadipaten Wengker
yang tersohor itu." Empu Bharada kini me mandang kepada
orang ke dua. "Dan bukankah andika ini Ki Nagakumala,
pertapa di Junggringslaka itu?"
Resi Bajrasakti mendengus dengan sikap mengejek lalu
berkata dengan lantang dan angkuh. "Ha, inikah Empu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bharada yang terkenal itu" Ternyata matamu mas ih taja m,
dapat mengenal ka mi berdua!"
"Resi Bajrasakti, karena andika tadi berteriak me manggilku
keluar, maka kini aku keluar menyambut kalian dan
katakanlah, apa maksud kedatangan andika berdua ini?"
Kini Ki Nagakuma la yang men jawab. Sikap kake k ini
tidaklah sekasar sikap Resi Bajrasakti, bahkan sikapnya halus
dan gagah, namun suaranya mengandung kebencian melihat
orang yang menjadi penghalang bagi dua orang keponakannya itu.
"Empu Bharada, nama mu tersohor sa mpai ke sepanjang
pantai Laut Kidul, bergelora menyaingi alun Laut Kidul. Karena
itu, kami sengaja datang untuk membuktikan sendiri sa mpai di
mana kedigdayaan Empu Bharada yang terkenal sakti
mandraguna itu!"
"He mm, Ki Nagakuma la, apakah gerangan yang tersembunyi di balik kata kata andika itu" Apa yang andika
maksudkan?"
Resi Bajrasakti tertawa. "Ha-ha-ha! Masih kurang jelaskah,
Empu Bharada" tentu saja maksud kami adalah untuk
bertanding aji kesaktian denganmu, untuk menguji apakah
benar-benar andika sakti mandraguna ataukah ketenaranmu
itu hanya kosong belaka!"
"Jagad Dewa Bathara! jadi kalian berdua ini jauh-jauh
datang berkunjung ke sini hanya untuk menantang aku
bertanding" Sungguh tidak masu k akal kalau andika berdua
menantang aku tanpa alasan apapun. Secara pribadi, di antara
kita tidak ada permusuhan apapun. Terus terang saja, Resi
Bajrasakti dan Ki Nagakumala, katakan mengapa kalian
menantangku bertanding?"
"Ha-ha, apa anehnya itu, Empu Bharada" Di antara
kerajaan Kahuripan dan kerajan kami berdua, Wengker dan
Parang Siluma n, sejak dulu me mang sudah ber musuhan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Andika setia kepada Kahuripan dan kamipun setia kepada
kerajaan kami masing-mas ing. Selain itu, kami sudah
mendengar akan kesombongann yang selalu menganggap diri
paling sa kti Karena itulah kami sengaja datang untuk
menantangmu dan menghent ikan kesombonganmu!" kata Resi
Bajrasakti. "He mm, andika berdua bukalah telinga kalian baik-ba ik dan
dengar kata-kataku ini! Kalau kalian datang menantangku
bertanding hanya karena perasaan pribadi untuk mengujiku,
aku tidak bersedia me layani ulah nafsu kalian. Akan tetapi
kalau kalian datang sebagai utusan Wengker dan Parang
Siluman untuk mengacau Kahuripan, akulah yang akan
menentang kalian!"
"Babo-babo, manusia so mbong! Sa mbut ini! " Resi
Bajrasakti mengeluarkan segengga m pas ir yang sejak tadi
sudah dia persiapkan dan setelah berkema k-ke mik me mbaca
mantra dia melempar segengga m pasir itu ke atas dan berseru
dengan suara nyaring berwibawa.
"Aji Bramara Sewu (Lebah Seribu)....."
Sungguh aneh! Segengga m pasir itu setelah dilontarkan ke
atas segera berubah menjadi serombongan lebah yang
beterbangan sambil
mengeluarkan suara
berdengung. Rombongan lebah ini meluncur dan menyerang ke arah Empu
Bharada. Empu Bharada me mandang serangan yang mengandung
ilmu sihir ini sebagai per mainan kanak-kanak. Dengan tenang
dia menggerakkan lengan kirinya dan jubahnya yang panjang
dan lebar itu mengebut ke atas. Angin yang amat kuat bertiup
ke arah sero mbongan lebah yang datang menyerang.
"Ke mbalilah ke asalmu!" bentaknya dengan suara lembut
namun a mat berwibawa. Angin dari kebutan jubah itu
menya mbar sero mbongan lebah jadi-jadian dan runtuhlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua lebah itu, jatuh ke atas tanah dan kembali menjadi
pasir yang berserakan!
Resi Bajrasakti terkejut dan menjadi marah sekali. Dia
me mbaca mantra dan mengerahkan Aji Panglimutan agar
dirinya tidak tampak oleh Empu Bharada sehingga dia akan
dapat menyerang dan me mbunuh sang e mpu. Muncul ah
halimun tebal yang menutup tubuhnya sehingga lenyap dari
pandang mata. Akan tetap
kembali Empu Bharada mengebutkan jubahnya beberapa kali dan ..... halimun tebal
itupun me mbuyar dan lenyap sehingga tubuh Resi Bajrasakti
tampak lagi. Merah wajah sang res i datuk Wengker ini.
"Aji Sihung Naga ...... haaiiiikk!" Resi Bajrasakti kini
menggerakkan tubuh dan menerjang maju, kedua tangannya
yang besar panjang itu melakukan serangan pukulan bertubi.
Pukulan itu dahsyat sekali, ketika tangannya menyambar,
terdengar suara angin bersiutan, tanda betapa kuatnya
pukulan itu. Dengan tenang namun gesit dan ringan, tubuh Empu
Bharada menghindarkan diri dengan elakan-elakan. Sampai
belasan kali Resi Bajrasakti menyerang dengan pukulan
bertubi-tubi, namun selalu pukulan dahsyat itu hanya
mengenai angin karena tubuh sang empu berkelebat bagaikan
bayangan yang tidak dapat terkena pukulan.
"Hyaaahhh!" kembali pukulan tangan kanan Resi Bajrasakti
menya mbar kearah perut sang empu. Empu Bharada
miringkan tubuh dan tangan kanannya menyambar ke depan,
menang kap pergelangan tangan lawan dan dengan sentakan
kuat menarik lengan tangan lawan sehingga ketika dilepaskan,
tubuh Resi Bajrasakti geloyoran (terhuyung) ke depan dan
hampir terjungkal. Namun dia berhasil me matahkan daya
dorong yang kuat itu dengan cara melompat ke atas dan
ketika turun lagi, tangannya sudah me megang gagang
cambuk yang terbuat dari gading gajah itu. Kini dia marah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali dan tanpa banyak cakap lagi dia sudah menyerang
dengan senjata cambuk pusa ka itu.
'Tar-tar-tarrr .....!" Cambuk itu meledak-ledak di atas lalu
turun menyambar ke arah tubuh Empu Bharada. Namun, kini
tubuh Empu Bharada bergerak leb ih cepat lag i sehingga
tubuhnya berkelebatan, sukar sekali diserang karena tubuh itu
berpindah-pindah seh ingga me mbingungkan lawan. Sang
empu yang sakti ini telah me mpergunakan Aji Bayu Sakti yang
me mbuat tubuhnya ringan sekali dan dapat bergerak cepat
sekali. Kini, melihat ancaman ca mbuk yang ampuh itu, Empu
Bharada mulai me mbalas dengan tamparan-tamparan kedua
tangannya. Tamparan itu ta mpaknya perlahan saja, na mun
tamparan tangan yang dibareng i dengan me nyambarnya
ujung lengan baju yang longgar itu me mbawa tenaga sakti
yang amat kuat. Bahkan kedua tangan yang sudah dipenuhi
tenaga sakti itu berani menyambut dan menangkis sambaran
cambuk dan beberapa kali tangan e mpu berusaha untuk
menang kap ujung ca mbuk! Tentu saja Resi Bajrasakti tidak
me mbiarkan u jung ca mbuknya ditangkap karena kalau ha l itu
terjadi, cambuknya dapat rusak, putus atau bahkan terampas
lawan! Perkelah ian menjad i seimbang, bahkan Resi Bajrasakti
tampak terdesak karena dia mula i merasa gentar melawan
empu yang sakti ma ndraguna ini.
Melihat betapa temannya tidak ma mpu mengalahkan Empu
Bharada, Ki Nagakuma la yang tadinya hanya menonton, tidak
dapat tinggal diam. Rencana mereka berdua datang ke Lemah
Citra adalah untuk me mbunuh Empu Bharada. Kalau tadi dia
dia m saja adalah karena dia percaya bahwa Resi Bajrasakti
yang angkuh itu akan ma mpu merobohkan sang empu. Dia
tidak ingin menyinggung perasaan datuk Wengker itu dengan
me mbantunya. Akan tetapi kini me lihat kenyataan bahwa sang
resi malah terdesak, terpaksa dia lalu melompat maju dan
menyerang Empu Bharada dengan pukulan tangan kanannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sa mbut Aji A mpak-ampak!" bentaknya dan ketika tangan
kanan itu me nyambar dengan telapak tangan terbuka. ada
hawa yang amat dingin terasa oleh Empu Bharada. Sang
empu terkejut karena dia mengenal ilmu pukulan yang ampuh,
pukulan yang mengandung tenaga sakti berhawa dingin.
Pukulan seperti ini kalau mengenai sasaran a mat berbahaya.
Darah dala m tubuh dapat me mbe ku terpengaruh hawa dingin
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu! Menghadapi pengeroyokan dua orang lawan yang sakti itu,
Empu Bharada mula i terdesak hebat. Dia masih ma mpu
menghindarkan semua serangan kedua orang lawannya
dengan pengerahan Aji Bayu Sakti, akan tetapi dia tidak
mendapat kesempatan untuk me mba las dengan dua aji
pukulannya yang ampuh, yaitu Aji Sihung Warak dan Aji
Tapak Saloko. Dia terdesak terus, hanya ma mpu me ngelak
dan kadang menang kis, tida k se mpat me mba las serangan.
Tiba-tiba tampa k bayangan berkelebat dan seorang pria
berusia sekitar e mpat puluh tahun muncul. Pria ini bertubuh
sedang, penampilannya sederhana, pakaiannya juga pakaian
longgar seperti yang biasa dipakai seorang petani dusun. Akan
tetapi sepasang matanya mencorong pertanda bahwa dia
adalah seorang yang "berisi".
"Hcmm, sungguh licik dan curang! Dua orang mengeroyok
seorang lawan! Kakang Empu, maafkan kalau aku me mbantu
andika tanpa diperintah!" Setelah berkata demikian, pria itu
cepat menerjang ke arah Ki Nagakuma la dengan tamparan
tangan kiri yang mendatangkan angin dahsyat.
"Sa mbut Aji Gelap Musti!" bentaknya ketika tangannya
menya mbar dan mena mpar ke arah dada Ki Nagakumala.
Pertapa Jonggringslaka ini terkejut bukan ma in dan maklum
bahwa lawan barunya ini me miliki aj i pukulan yang dahsyat.
Maka diapun cepat mengangkat tangan untuk menang kis
sambil me ngerahkan, seluruh tenaga saktinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Desss .....!!" Dua lengan bertemu dan akibatnya, Ki
Nagakumalaka terdorong kebelakang sa mpai terhuyung
sedangkan lawannya hanya mundur dua langkah. Ini
menunjukkan bahwa Ki Nagakuma la masih kalah kuat dalam
adu tenaga sakti. Hatinya menjadi gentar. Demikian pula Resi
Bajrasakti, melihat Ki Nagakumala tidak
lagi dapat me mbantunya karena diserang pendatang baru itu, menjadi
gentar karena merasa bahwa seorang diri saja dia tidak akan
ma mpu menand ingi ked igdayaan Empu Bharada.
Tiba-tiba Resi Bajrasakti mengerahkan Aji Panglimutan lag i.
Halimun put ih tebal me nyelubungi te mpat itu.
"Kita pergi!" katanya kepada Ki Nagakumala yang maklum
akan isarat ini. Maka kedua orang itu lalu me lompat jauh dan
menggunakan ilmu mereka untuk melarikan diri secepatnya.
Setelah Empu Bharada mengusir halimun dengan kebutan
jubahnya, ternyata kedua orang penyerbu itu telah lenyap. Dia
menghela napas dan me mandang kepada orang yang
me mbantunya tadi.
"Adi Bargowo, Sang Hyang W idhi telah mengirim andika
datang membantuku sehingga aku terbebas dari ancaman dua
orang sakti tadi. Selamat datang, adi!"
Pria itu melangkah maju mengha mpiri Empu Bharada dan
mereka saling rangkul. Pria itu adalah Ki Bargowo yang
merupakan ad ik seperguruan yang kemudian menjadi ad ik
angkat Empu Bharada.
"Kakang Bharada, aku sungguh merasa terkejut dan heran.
Sudah tiga tahun kita tidak sa ling berjumpa, dan aku tahu
bahwa andika telah menjadi pe mbantu yang amat dikasihi
Gusti Sinuwun, mendapat anugerah dan hidup dengan
tentram di tanah perdikan Lemah Citra ini. Akan tetapi apa
yang kulihat tadi" Andika bertanding me lawan dua orang sakti
yang berbahaya! Bagaimana andika dapat hidup terancam
bahaya seperti itu, kakang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Empu Bharada tersenyum dan menarik tangan Ki Bargowo
diajak masu k ke ruangan da la m.
"Kita bicara di da la m saja, Adi Bargowo, dan di dalam
masih ada seorang sahabat baikku, yaitu Empu Kanwa,
seorang sastrawan yang bijaksana. Mari kuperkenalkan dan
nanti kuje laskan se mua."
Sambil bergandengan tangan mereka berdua me masuki
ruangan di mana Empu Kanwa masih duduk sambil ma kan ubi
rebus dengan enaknya. Empu Bharada tidak merasa heran
me lihat sikap sahabatnya ini, yang masih duduk enak-enak
dan tenang-tenang saja walaupun maklum bahwa dia
berhadapan dengan orang orang yang me maksanya
bertanding. Pada hal Empu Kanwa adalah seorang yang lemah
jasmaninya. Namun dia adalah seorang yang sudah
sepenuhnya percaya dan pasrah kepada kekuasaan Sang
Hyang Widhi, maklum bahwa kalau Hyang Widhi menghendaki
seseorang selamat, biarpun dikeroyok selaksa bahayapun akan
dapat lolos, namun sebaliknya
kalau Hyang Widhi
menghendaki seseorang mati, biarpun seribu orang dewa
tidak akan ma mpu menghindarkannya dari kematian! Karena
kepasrahannya itu, juga karena merasa tidak berdaya, dia
tenang tenang saja. Kalau sahabatnya itu masuk lag i dengan
selamat, hal itu tidak aneh baginya, juga kalau sahabatnya itu
digotong masuk menjadi jenazah, diapun tidak akan merasa
aneh! Betapapun juga, ketika dia melihat Empu Bharada
me masu ki ruangan itu,bergandengan tangan dengan seorang
pria sederhana yang tidak dia kenal, senyumnya sema kin
cerah dan pandang matanya bersinar-sinar, lalu me mandang
kepada Ki Bargowo dengan sinar mata penuh selidik.
"Kakang Kanwa, perkenalkan. Ini adalah adik seperguruan,
juga adik angkatku berna ma Ki Bargowo yang tinggal di
Sungapan, muara Kali Progo. Dia lah yang tadi datang secara
kebetulan dan dapat me mbantuku sehingga kami dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengusir Resi Bajrasakti dan Ki Nagakumala yang datang
dengan niat menantangkan yang berarti mereka hendak
me mbunuhku." Kemudian Empu Bharada menoleh kepada
adiknya. "Adi Bargowo, sahabat baikku ini adalah Kakang
Kanwa, sastrawan paling terkenal di Kahuripan."
"Kakang Empu Kanwa, saya Bargowo menghaturkan salam
hormat." kata Ki Bargowo. Empu Kanwa mengangkat tangan
sebagai tanda salam dan berkata.
"Adi Bargowo, karena andika ini adik Adi Bharada, maka
seperti adikku juga. Mari kita duduk dan bicara dengan enak."
Setelah mereka duduk bers ila menge lilingi meja pende k, Ki
Bargowo yang tidak sabar lagi la lu bertanya kepada Empu
Bharada. "Kakang Bharada, apakah yang andika maksudkan tadi Resi
Bajrasakti datuk dari Kadipaten Wengker, dan Ki Nagakumala
itu kakak dari Sang Ratu Durgamala dari Kerajaan Parang
Siluman ?"
"Benar, adi. Serbuan mereka ke sini itu me mperkuat
dugaanku bahwa Wengker dan Parang Siluman telah
bersekutu dan mulai melakukan a ksi pen gacauan keKahuripan.
Tidak mungkin aku yang menjadi sasaran, karena aku tidak
me mpunyai per musuhan atau per masalahan pribadi dengan
mereka. Mereka tentu menyerang dan hendak me mbunuhku
sebagai penasihat Gusti Sinuwun Erlangga."
"Perang, perang, perang .....! Selama manusia masih
dikuasai dan diperbudak nafsu daya rendah yang berada
dalam dirinya sendiri, maka per musuhan, perang dan bunuh
me mbunuh antara manusia masih akan terus terjadi. Bumi
akan menjadi neraka dan manusia hanya akan mender ita
kesengsaraan." kata Empu Kanwa seperti orang berte mbang.
Mendengar ini, Empu Bharada tersenyum saja, akan tetapi
K i Bargowo mendengarkan dengan hati tertarik,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, Kakang Empu Kanwa, apa yang kakang ucapkan itu
sungguh tepat dan kenyataannya memang de mikian. Apakah
dengan demikian kakang hendak menge mukakan pendapat
bahwa orang yang mempe lajari aji kanuragan dan olah
gegaman (senjata) itu tida k benar?"
Empu Kanwa juga tersenyum dan setelah me ngamati wajah
K i Bargowo sejenak, dia lalu menembang dengan tembang
Sekar Pangkur. "Kawaca raras kawuryan
Miwah mundi saradibya umingis
Ing mangka punika tuhu Aling-aJinging anggo
Ananangi hardaning kang hawa napsu
Manawi sa mpun angrcdha
Dadya rubeda ngribedi."
( Suka akan baju perang dan me mbawa senjata terhunus
padahal semua itu sesungguhnya men utupi kebersihan hati
me mbangkitkan ge lora hawa nafsu kalau sudah merajalela
menjad i halangan yang mengganggu. )
Empu Bharada dan Ki Bargowo saling pandang dan merasa
penasaran karena dalam te mbang itu Empu Kanwa je las
mence la orang yang. mempe lajari kedigdayaan dan olah
senjata. Empu Bharada yang sudah tanggap akan pandangan
Empu Kanwa hanya tersenyum, akan tetapi K i Bargowo yang
merasa penasaran bertanya lagi, dan nada suaranya
me mbantah. "Akan tetapi. Kakang Empu Kanwa, terkadang, bahkan
sering terjadi, perbuatan baik yang me mbela kebenaran dan
keadilan, harus dilengkapi dengan aji kanuragan, baru dapat
terlaksana dengan baik. Bagi perorangan, kepandaian itu
penting untuk me mbe la diri dan bagi negara, kekuatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
balatentara amat penting untuk menegakkan kedaulatan
negara. Apakah setiap orang yang mempe lajari kanuragan lalu
menjad i ha mba nafsu dan jahat?"
Kembali Empu Kanwa bertembang, masih dengan te mbang
Sekar Pangkur. "Datan pisah mg gega man karsanira kinarya ngreksa mnng
raharjaning bawana gung sarana anumpesa sagung ingkang
dadya memala satuhu pra manungsa ingkang sasar marang
anggering durnadi."
( Tidak p isah dari senjata agar dapat menjaga ketentraman
dunia dengan me mbinasakan segala yang menjadi penyakit
para manusia yang menyimpang dari kebenaran hidup. )
"Ha-ha-ha!" Empu Bharada tertawa. "Kakang Kanwa
semula mencela, kemudian me mbe la orang yang me mpelajari
kanuragan."
Empu Kanwa juga tersenyum. "Sesungguhnya, aji
kanuragan dan senjata hanyalah alat dan seperti segala
maca m alat di dunia ini, tidak me mpunyai sifat baik maupun
buruk. Baik dan buruknya suatu alat tergantung dari
manusianya sendiri yang me mpergunakannya. Para satria
me mpergunakan aji kanuragan dan senjata untuk me mbela
kebenaran dan keadilan, menentang penindasan dan
kejahatan, me mbela mereka yang tertindas, dengan de mikian
maka kanuragan dan senjata itu menjad i alat yang baik. Akan
tetapi banyak orang tersesat yang mempergunakan kanuragan
dan senjata untuk me maksakan keinginan mereka, sewenangwenang, melakukan hukum rimba sehingga dengan de mikian
maka kanuragan dan senjata itu menjadi alat yang a mat
buruk. Akan tetapi, Adi Bargowo, kanuragan dan senjata itu
mendatangkan kekuatan yang me mberi kekuasaan kepada
manusia. Kekuasaan inilah yang condong untuk mendorong
manusia melakukan tindakan sewenang-wenang,
menganda lkan, kekuatannya dan kekuasaannya. Bukan berarti
bahwa orang seperti aku, yang lemah dan bisanya hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
termenung mengkhayal, menerawang dan men ulis,tidak akan
dapat melakukan kejahatan mencelakai orang la in. Tentu saja
dapat, walau tidak dengan mengandalkan kekuatan dan
kekerasan. Akan tetapi kecondongannya tidak sekuat orang
yang menjadi ah li kanuragan. Karena itu, yang terpenting
adalah jangan sampai nafsu daya rendah yang semestinya
menjad i pe mbantu itu berubah menjadi majikan."
Kembali terdengar Empu Bharada tertawa. "Wah, wah!
Andika beruntung sekali, Adi Bargowo. Begitu datang bertemu
dengan seorang guru yang member i wejangan yang amat
berharga. Akan tetapi, setelah lama tidak berjumpa
denganmu, aku ingin sekali mendengar keterangan tentang
keadaanmu sekarang, adi. Yang terakhir kita bertemu adalah
ketika andika me laksanakan pernikahan mu tiga tahun yang
lalu. Bagaimana kabarnya dengan isterimu?"
"Keadaan kami baik saja, kakang. Kami telah me mpunyai
seorang anak pere mpuan yang kini berusia satu tahun."
"Ah, aku ikut berbahagia mendengarnya, Adi Bargowo.
Mudah-mudahan anakmu kela k men jadi seorang manusia
yang berbakti kepada Sang Hyang Widhi, kepada orang
tuanya, dan kepada bangsa dan negara. "
"Terima kasih, Kakang Bharada. Semoga doa restu kakang
menyertai kami dan harapan kakang itu akan terjadi."
"Sekarang katakan, kepentingan apakah yang membawa mu
datang ke sini?"
"Sesungguhnya tidak ada persoalan apapun, kakang. Aku
hanya merasa kangen dan ingin bertemu dan bercakap-cakap
denganmu. Kebetulan sekali kedatanganku tepat pada saat
andika dikeroyok dua orang datuk itu. Sebetulnya, apakah
yang menyebabkan mereka berdua itu menyerangmu?"
"Sudah kukatakan tadi, Adi Bargowo. Mereka datang
mencari gara-gara, memusuhi aku hanya karena aku menjadi
penasihat Sang Prabu Erlangga. Jelas mereka itu ber maksud
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendatangkan kekacauan di Kahuripan. Aku 'harus me laporkan hal ini kepada Gusti Sinuwun agar be liau berhatihati dan kalau perlu mengirim para petugas untuk melakukan
pemantauan gerak-gerik dan kegiatan diKadipaten Wengker
dan Parang Siluman." "Kakang Bharada orang-orang dari
daerah-daerah yang dikuasai orang-orang sesat itu memang
kejam sekali. Dala m perjalananku menuju ke sini, akupun
mendengar berita yang amat mengejutkan, yaitu bahwa Empu
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dewamurti yang bertapa di tepi Laut Kidul dekat dengan
dusun Karang Tirta, juga menjadi korban keganasan mereka.
Kabar yang kudengar mengatakan bahwa Empu Dewamurti
tewas. Memang tidak ada penduduk sekitar Karang Tirta
me lihat kejadian itu, akan tetapi mereka melihat munculnya
lima orang di dusun itu sebelum Empu Dewamurti tewas. Dan
menurut penggambaran penduduk mengenai lima orang itu,
aku menduga bahwa mereka itu adalah Resi Bajrasakti yang
tadi, Ratu Mayang Gupita, ratu kerajaan kecil liar Siluman Laut
Kidul, dan tiga orang yang terkenal dengan sebutan Tri Kala,
para jagoan dari Wura-wuri."
"Jagad Dewa Bathara .....! Mulai berjatuhan korban
keganasan mereka .....! Empu Dewa murti adalah seorang ahli
me mbuat keris pusaka yang pandai dan dia juga seorang yang
sakti mandraguna. Kahuripan kehilangan seorang e mpu
pembuat pusaka yang pandai." kata Empu Bharada.
"Ketika aku berada di Karang Tirta, aku mendengar pula
kabar dari penduduk di sana bahwa mendiang Empu
Dewamurti men inggalkan seorang murid berna ma Nurseta dan
kabarnya pemuda itu telah mene mukan sebatang keris pusaka
bernama Kyai Megatantra. Pemuda itu telah pergi dan tak
seorangpun mengetahui ke mana dia pergi."
"Sang Megatantra .....?" Empu Bharada dan Empu Kanwa
berseru hampir berbareng.
"Wah, Megatantra adalah sebuah keris pusaka di ja man
Kerajaan Medang Kamulan yang terkenal a mpuh sekali dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kabarnya pusaka itu "hilang puluhan tahun yang lalu!" kata
Empu Kanwa. Empu Bharada mengangguk-angguk. "Benar, Kakang
Kanwa. Megatantra merupakan satu di antara pusaka-pusaka
istana Mataram, bahkan dianggap sebagai satu di antara
wahyu mahkota kerajaan Mataram. Pusaka itu lenyap sekitar
tujuh puluh tahun yang lalu. Kalau benar Sang Megatantra kini
telah muncul kembali, Gusti Sinuwun harus mengetahuinya.
Harus diusahakan agar pusaka itu kembali ke istana Kahuripan
sebagai keturunan Mataram. Kalau sa mpai p usaka itu terjatuh
ke tangan orang jahat, hal itu berbahaya sekali dan dapat
men imbulkan bencana."
Tiga orang itu bercakap-cakap sa mpai ma la m. Pada
keesokan harinya, baik Empu Kanwa maupun Ki Bargowo
berpamit dan meninggalkan Lemah Citra, pulang ke tempat
tinggal mas ing-masing.
0odewio0 Lembah hijau subur yang terletak di antara Gunung Arjuna
dan Gunung Bromo itu termasuk dalam wilayah Kerajaan
Wura-wuri yang pusat kerajaannya berada di Lwarang (Loarang/Lawang). Di sana terdapat beberapa buah dusun yang
penduduknya menjad i petani yang cukup makmur karena
tanah di daerah itu a mat loh jinawi (subur). Di atas sebuah
bukit kecil yang agak terpencil terdapat sebuah rumah mungil,
tidak me mpunyai tetangga, seolah bukit itu seluruhnya
dikuasai oleh si pe milik rumah. Sebatang sungai kecil yang
airnya jernih sekali me ngalir ge merc ik di belakang rumah.
Sungai kecil itu terbentuk oleh sumber air yang me ma ncar dari
sebuah sumber air di puncak bukit dan menjadi sebatang
sungai kec il yang mengalir turun melalui belakang rumah.
Suatu pagi yang indah. Sinar matahari yang keemasan dan
gemilang baru saja menyelesaikan tugasnya sejak fajar
mengusir halimun pag i, menggugah ayam dan burung-burung
dari tidur lelap dan me mberi kehangatan yang menyehatkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan menyegarkan. Lembah itu me miliki hawa udara yang
amat nyaman, tidak terlalu dingin seperti di kedua gunung
yang terletak di barat dan timur itu" Ayam dan burung
menya mbut pagi dengan kokok dan kicau mereka sebagai
tanda bersukur dan terima kasih kepada Sang Hyang Widhi
yang telah menganugerahkan segala
keindahan dan kenikmatan hidup itu.
Di be lakang rumah itu terdapat sebuah kebun yang
dipenuhi tana man bunga beraneka maca m, terutama yang
terbanyak bunga melati dan bunga mawar, berbagai warna,
pohon-pohon buah mangga, jeruk, jambu, rambutan dan,
sawo. Di tengah-tengah kebun itulah anak sungai berair jernih
itu mengalir, bermain-ma in dengan batu-batu hitam sambil
bercanda, gemerciknya seperti tawa ria yang tiada hentinya.
Angin pagi itu sepoi-sepoi, berbisik-bisik di antara daun-daun
pohon seolah ikut berdendang tentang keindahan alam pagi
hari, diseling kicau burung kutilang, eniprit dan gereja.
Seorang gadis duduk di atas batu hitam sebesar perut
kerbau yang terletak di tepi ana k sungai itu. Batu itu licin
bersih mengkilap dan gadis itu duduk dengan kedua kaki
berjuntai ke bawah, termenung melamun sambil me mandang
ke arah air yang tiada hentinya bergerak menari dan
berdendang. Semangatnya seolah hanyut bersama air sungai
itu menuju ke hilir, ke bawah bukit.
Gadis itu berusia kurang lebih delapan belas tahun,
bertubuh sedang dan bagaikan setangkai bunga yang sedang
me kar, tubuh itu padat dengan lekuk lengkung yang indah
sempurna. Kulit yang ta mpak pada muka, leher, lengan dan
sebagian kakinya itu putih mulus kekuningan.
Rambutnya panjang dan saat itu terurai sampai ke bawah
pinggul yang me mbusung, agak berombak. Sinom (anak
rambut) me lingkar-lingkar di pelipis dan dahinya. Agaknya ia
hendak mandi maka ra mbutnya diurai dan ada sebuah
keranjang terisi pakaian yang hendak dicuci terletak di tepi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak sungai. Wajahnya ayu manis merak ati dengan sepasang
alis hita m kecil me lengkung seperti dilukis. Sepasang matanya
mencorong seperti bintang, jeli dan taja m walau sinarnya
mengandung kekerasan hati. Hidungnya kecil mancung dan
yang amat menarik adalah mulutnya! Bibir itu tipis, basah
kemerahan, dengan lekuk yang menantang dan mengga irahkan, manis sekali.
Tahi la lat kecil hita m di dagu mena mbah kemanisan
wajahnya. Agaknya kini ia sadar dari la munannya, lalu kedua
tangannya mengatur rambutnya untuk disanggul. Gerakan
menyanggul ra mbut dengan kedua lengan ditekuk ke belakang
kepala ini merupakan gerakan khas wanita yang selalu! amat
indah, manis dan menarik hati kaum pria. Seperti gerakan
tarian yang manis. Setelah rambutnya disanggul, tiba-tiba
gadis itu me mbuat gerakan melompat dari atas batu. Gerakan
ini me ngejutkan karena berlawanan dengan gerakan tadi
ketika menyanggul ra mbutnya, tadi gerakannya begitu luwes
dan lembut. Kini ia melompat dengan gerakan tangkas,
kemudian mulailah ia bersilat dan orang yang dapat
me lihatnya tentu akan ternganga keheranan. Gerakannya
selain a mat cepat juga mengandung tenaga kuat sehingga
setiap tangannya bergerak, terdengar desir angin bersiutan
dan tanaman-tanaman yang tumbuh di arah ia melakukan
pukulan, seperti tertiup angin yang kuat!
Kemudian ia melompat ke atas, ke arah pohon jambu yang
tumbuh di tepi anak sungai.
"Krekk!" Ia sudah menya mbar dan me matahkan sebatang
ranting pohon ja mbu. Kemudian ia menggunakan ranting itu
untuk bersilat, me mainkan ranting itu seolah benda itu
merupakan sebatang pedang. Dan tampaklah daun-daun
jambu yang terendah jatuh berha mburan seperti dibabat
senjata tajam! Ranting itu berubah menjadi gulungan sinar
dan tubuhnya sendiri lenyap terbungkus gulungan sinar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya tampak sebagai bayangan yang berkelebat ke sana sini dengan amat cepatnya.
Lama juga ia berlatih silat. Setelah, puas ia berhenti,
me mbuang ranting dan mengusap leher jenjang itu yang
berkeringat, lalu melepaskan lag i gelungan ra mbutnya
sehingga rambut itu terurai, ke mbali.
Kini ia t idak me la mun lagi melainkan menga mbil keranjang
pakaiannya dan mulai mencuci pakaian di atas batu-batu
hitam yang menonjol dari per mukaan air sungai yang
dalamnya hanya sampai ke pinggangnya. Karena sudah
terbiasa dan merasa yakin bahwa tempat itu tidak mungkin
didatangi orang lain, ia lalu menangga lkan seluruh pa kaiannya
untuk sekalian dicuci. Sungguh merupakan pe mandangan di
alam bebas yang amat indah dan gadis yang bertelanjang
bulat itu merupa kan bagian yang tak terpisah kan dari seluruh
alam yang me mpesona.
Dongeng tentang bidadar i yang mandi di telaga, seperti
gadis itulah agaknya! Setelah selesai mencuci pa kaian yang
diperasnya kering dan dimasu kkan ke keranjang pakaian, ia
lalu ma ndi. Berkali-kali ia me mbena mkan kepalanya ke dala m
air, menggosok-gosok kulit tubuhnya dengan sebuah batu
yang halus licin. Tubuhnya terasa segar dan gosokan batu itu
me mbuat kulitnya tampak p utih kemerahan, seperti kulit buah
tomat yang sedang menguning.
Akhirnya ia selesai ma ndi, mengeringkan tubuhnya dengan
sehelai kain dan mengenakan pakaian bersih yang me mang
sudah dipersiapkannya dan diletakkan di atas batu yang
kering, la menggulung dan me meras rambutnya yang hitam
panjang, lalu me mbiarkannya terurai agar cepat kering. Baru
saja ia keluar dari anak sungai dan hendak me mbawa
keranjang pakaian pergi dar i situ, tiba-tiba berkelebat sesosok
bayangan dan tahu tahu seorang wanita berdiri tak jauh di
depan gadis itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita ini tampa knya seperti berusia paling banyak dua
puluh lima tahun. padahal sesungguhnya usianya sudah dua
kali itu, sudah lima puluh tahun. Cantik jelita, pesolek dan
pakaiannya mewah. Di punggungnya tergantung sebatang
pedang dengan sarung yang indah. Wanita itu menggandeng
tangan seorang pemuda re maja berusia kurang lebih ena m
belas tahun, pemuda remaja yang tampan. Sejenak gadis dan
wanita itu saling tatap dan sinar mata gadis itU mencorong
penuh kemarahan.
"Nini Puspa Dewi, aku baru pulang," kata wanita cantik itu,
suaranya terdengar sungkan-sungkan. Gadis itu adalah Puspa
Dewi, gadis dari Karang Tirta yang lima tahun lalu d iculik Nyi
Dewi Durga kumala ke mudian dijadikan murid bahkan diangkat
menjad i anaknya. Wanita itu adalah Nyi Durgakuma la sendiri!
Puspa Dewi me mandang kepada pe muda remaja itu,
kemudian ia me mbanting kaki kirinya tiga kali dengan jengkel
lalu ber kata dengan ketus.
"Ibu ini bagaimana sih" Apa belum juga mau bertaubat"
Berapa kali sudah kukatakan bahwa kalau ibu me lanjutkan
kebiasaan yang a mat hina dan me ma lukan ini, aku tidak sudi
tinggal lebih lama bersa ma mu dan akan minggat!"
Sungguh amat mengherankan. Nyi Dewi Durgakumala yang
dahulu terkenal sebagai iblis betina yang berhati baja dan
tidak pernah mau tunduk kepada siapapun juga, kini berdiri di
depan muridnya yang telah menjadi anak angkatnya dengan
kepala ditundukkan dan sikapnya seperti seorang anak kecil
yang merasa bersalah di depan ibunya! Ternyata semenjak ia
me mpunyai Puspa Dewi sebagai murid dan anak angkat,
bergaul setiap hari, ia mencinta gadis itu sedemikian rupa
sehingga ia a mat me manja kan gadis itu. Cintanya yang luar
biasa inilah yang me mbuat ia selalu menurut i kehendak Puspa
Dewi, apa lagi kalau gadis itu menganca m hendak minggat
dan men inggalkannya. Hatinya akan hancur dan hidup ini
rasanya sengsara bagi Nyi Dewi Durgakuma la kalau sa mpai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Puspa Dewi me mbencinya. Ia juga telah menurunkan se mua
aji kesaktiannya kepada gadis yang a mat disayangnya itu dan
mendapatkan kenyataan yang amat menggirangkan hatinya
bahwa gadis itu ternyata memiliki ba kat yang amat besar
dalam olah kanuragan. Bahkan gadis itupun me warisi
wataknya yang keras dan ganas. Akan tetapi, gadis itu selalu
menentangnya kalau ia me lakukan hal-ha l yang tidak
disetujuinya, termasuk kesukaannya membawa laki-laki muda
untuk bersenang senang.
"Aduh Dewi.....!" Nyi Dewi Durgakuma la mengeluh dengan
suara seperti meratap. "Engkau selalu me larang aku
bersenang- senang dan akupun selama ini selalu menurut.
Akan tetapi sekali ini saja, biarkan aku bersenang-senang
dengan pemuda ini, Dewi. Sekali ini saja! Engkau tahu, aku
kesepian sekali ....."
"Kesepian" Ibu kesepian" Bukankah di sini ada aku yang
selalu mene man i dan melayani ibu?" Puspa Dewi me mbantah.
"Tentu saja keberadaanmu a mat me mbahag iakan hatiku,
anakku. Akan tetapi aku ..... sewaktu-waktu ..... aku butuh
laki-laki ....."
"He mm, kalau ibu me mbutuhkan laki- laki, bukan begini
caranya! Kenapa ibu tidak menikah saja" Bukankah sebulan
yang lalu Sang Adipati Bhis maprabhawa melamar ibu untuk
menjad i per maisurinya" Kenapa ibu
tidak menerima la marannya itu?"
"Tapi ..... tapi ....."
"Tida k ada tapi, ibu. Sekarang ibu pilih saja, berat aku atau
berat kadal ini. Kalau ibu berat dia, biar sekarang juga aku
pergi dari s ini dan selamanya tidak akan berte mu lagi dengan
ibu." "Jangan, Dewi! Jangan tinggalkan aku.."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau ibu tidak ingin aku pergi, cepat suruh kadal ini turun
bukit dan jangan ibu ulangi perbuatan yang hina ini!"
Nyi Dewi Durgakuma la menghela napas panjang, me mandang wajah pe muda re maja yang tampan itu.
Kemudian ia menepuk punggung pe muda itu dan berkata,
"Pergilah engkau menuruni bukit ini! "
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemuda itu tampak kecewa dan menatap wajah Puspa
Dewi dengan a lis berkerut seperti orang marah, kemudian dia
me mutar tubuhnya dan perg i menuruni bukit itu me lalui jalan
setapak. Puspa Dewi mengikuti bayangan pemuda itu dengan
pandang matanya, kemudian ia menoleh kepada ibu
angkatnya dan mencela, "Ibu menyerangnya dengan Aji
Wisakenaka (Kuku Beracun) dan dia a kan mati setelah tiba di
bawah bukit. Kenapa ibu me mbunuhnya?"
"Tentu saja! Habis, apakah engkau ingin dia mengoceh di
bawah bukit dan menceritakan kepada semua orang tentang
percakapan kita berdua tadi" Mari kita masu k rumah dan
usulmu tentang la maran Adipati Bhismaprabhawa tadi akan
kupertimbangkan. Setelah kupikir-pikir pendapat mu itu
me mang benar. Kalau tidak sekarang aku mencari kedudukan,
kapan lagi" Aku a kan menjadi per maisuri Raja Wura-wuri,
kemuliaan dan kekuasaan akan berada di tanganku. Ah,
engkau me mang pintar dan ayu! Aku bangga me mpunyai anak
seperti engkau, Puspa Dewi!" Nyi Dewi Durgakuma la lalu
merangkul dan menciumi gadis itu. Mereka bergandengan
tangan me masu ki rumah mungil mere ka.
Memang aneh hubungan antara Nyi Dewi Durgakuma la dan
Puspa Dewi itu. Ketika lima tahun yang lalu Puspa Dewi
dibawa pergi Nyi Dewi Durgakumala, wanita yang menjadi
tokoh sakti yang me mbantu kerajaan Wura-wuri ini berhati
keras dan berwatak kejam sekali, la tinggal di Lembah
Tengkorak, di sebuah bukit kecil yang terletak di antara
Gunung Arjuna dan Gunung Bromo itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semua penduduk di sekitar bukit itu ma klum bahwa rumah
mungil di atas bukit itu dihuni oleh Nyi Dewi Durgakumala
bersama puterinya yang bernama Puspa Dewi. Tak
seorangpun berani me masu ki daerah Lembah Tengkorak apa
lagi mendaki bukit kecil itu. Mereka semua mengena l nama
Nyi Dewi Durga kumala sebagai tokoh besar Wura-wuri,
berkuasa dan sakti mandraguna, juga kejam terhadap siapa
saja yang melakukan pelanggaran. Ia menggembleng Puspa
Dewi selama lima tahun sehingga gadis itu kini menjadi
seorang yang me miliki ilmu kepandaian t inggi. Bukan itu saja,
bahkan Puspa Dewi dapat menundukkan hati guru atau ibu
angkatnya itu yang amat mengasihinya. Dan harus dia kui
bahwa Puspa Dewi sesungguhnya juga a mat sayang kepada
ibu angkatnya itu, yang telah mendidiknya dengan penuh
kasih sayang. Setelah menerima pendidikan iblis betina itu,
otomatis Puspa Dewi juga mewarisi keganasannya. Ia menjadi
seorang gadis yang keras hati dan tidak mau kalah, lincah dan
terbuka. Akan tetapi karena pada dasarnya ia bukan
keturunan orang jahat, biarpun wataknya keras dan sikapnya
ugal-ugalan, pada dasarnya Puspa Dewi tidak suka akan
perbuatan jahat seperti yang diperlihatkan ketika ia
menentang ibu angkatnya yang menculik pe muda re maja
untuk me la mpiaskan nafsu berahinya. Di dasar hatinya Puspa
Dewi me miliki rasa keadilan yang kokoh.
Beberapa hari kemudian Nyi Dewi Durgakuma la mengajak
Puspa Dewi pergi menghadap Raja atau Adipati Bhis maprabhawa, yaitu raja Wura-wuri yang berusia lima
puluh tahun. Raja yang bertubuh tinggi kurus ini telah
me la mar Nyi Dewi Durgakuma la untuk dijadikan isterinya.
Sang adipati ingin mengangkat datuk wanita itu menjadi
isterinya bukan hanya karena wanita itu masih tampak cantik
dan muda, me lainkan terutama sekali karena wanita itu sakti
mandraguna. Kalau sudah menjad i isterinya, maka hal ini akan
me mper kuat kedudukannya sebagai raja Wura-wuri! Kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebulan telah berlalu dan hari itu adalah hari yang dijanjikan
Nyi Dewi Durgakuma la untuk me mberi jawaban keputusan
tentang lamaran itu.
Setelah diterima oleh Adipati Shis maprabhawa di ruangan
tertutup, Nyi Dewi Durgakumala dipersilakan duduk di atas
sebuah kursi dan Puspa Dewi duduk di atas lantai bertila mkan
permadani. Kedua orang wanita itu menghadap Adipati
Bhis maprabhawa yang menyambut mereka dengan senyum
kagum dan penuh harapan. Alangkah cantik jelita guru dan
murid ini, pikirnya. Dan dia tahu pula bahwa mereka berdua
juga me miliki kesaktian yang boleh diandalkan. Betapa akan
bahagia dan a man hidupnya kalau dia dapat me miliki mereka
itu sebagai isteri dan anaknya.
Jilid 9 "Aha, Nyi Dewi Durgakuma la, ternyata andika dapat
me megang janji karena hari ini tepat sudah waktu sebulan
yang andika minta untuk me mber i jawaban atas pinanganku.
Nah, bagaimana jawaban mu itu, Kuharap tidak akan
mengecewakan." kata
Adipati Bhismaprabhawa
sambil menge lus jenggotnya yang jarang. Dia me mang selalu
menghormat i wanita ini karena sejak Nyi Dewi Durgakumala
me mbantu Wura-wuri, wan ita ini sudah me mbuat banyak jasa.
Pada hal wanita ini bukan kawula Wura-wuri, melainkan
berasal dari daerah Bla mbangan.
Nyi Dewi Durgakuma la tersenyum lalu menjawab.
"Sesungguhnya ha mba telah siap dengan jawaban ha mba
....." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, andika dapat mener ima pinanganku, bukan" And ika
bersedia menjadi isteriku?" Adipati itu mendesak dengan
penuh harapan. Kembali Nyi Dewi Durgakuma la tersenyum man is.
"Ha mba dapat mener imanya dengan senang hati akan
tetapi hanya dengan dua syarat."
"Dua syarat saja" Biar ada dua puluh tentu akan kupenuhi!
Nah, katakan, apa syaratmu itu, Nyi Dewi?"
"Pertama, hamba minta agar paduka menganggap Puspa
Dewi, murid dan anak angkat ha mba ini, sebagai puteri
paduka sendiri."
"Bagus!" Adipati Bhistaprabhawa itu bersorak karena hal itu
me mang merupakan keinginannya. "Kuterima dengan senang
hati syarat itu. Heh, Nini Puspa Dewi, mulai saat ini, andika
adalah puteriku, kuangkat menjad i Puteri Keraton Wura-wuri!"
Puspa Dewi menyembah dan berkata,
"Terima kasih, gusti."
Adipati itu me mbelalakkan matanya yang kecil.
"Apa gusti" Mulai saat ini a ku adalah ayahmu, ma ka andika
harus menyebut kanjeng rama!"
"Baik, kanjeng rama." Puspa Dewi menye mbah lagi.
"Ha-ha-ha-ha! Senang hatiku, me mpunyai seorang puteri
yang sudah dewasa dan dalam hal kecantikan dan kesaktian,
tidak ada puteri lain yang dapat menandingimu, Nini Puspa
Dewi. Nah, Nyi Dewi, syarat apa lagi yang andika inginkan?"
Adipati itu menantang, siap untuk me menuhi per mintaan
selanjutnya dari wanita yang masih tampak cant ik, menarik
dan genit itu. "Hanya sebuah syarat lagi saja, gusti."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heii t! Engkaupun tidak boleh menyebut gusti padaku.
Mulai sekarang harus menyebut Kakangmas Adipati dan aku
menyebut mu diajeng. Lebih mesra begitu. Nah, katakan apa
syaratmu yang sebuah lagi itu, diajeng Dewi?"
Nyi Dewi Durgakuma la tersenyum dan mengerling dengan
genit dan menarik sehingga sang adipati me mandang dengar
gemas dan me njilat bibirnya sendiri seperti seekor srigala
me lihat seekor kelinci yang muda dan ge muk!
"Begini kakangmas, syarat hamba yang kedua ini adalah
agar paduka menjatuhkan hukuma n mati kepada Gendar i."
Wajah yang kurus itu berubah agak pucat dan mata yang
kecil itu terbelalak.
"Apa ....." Menghukum ..... mati ..... diajeng Gendari" Tapi
kenapa .....?"
Sang adipati bertanya gagap. Gendari merupakan selirnya
yang paling dikasihi karena selir yang usianya tiga puluh tahun
itu me mang pa ling cantik di antara isteri isterinya dan pandai
me mikat hatinya.
Nyi Dewi Durgakuma la tersenyum- me ngejek.
"Paduka tidak setuju dan tidak dapat me menuhi syarat
hamba yang kedua ini, bukan" Nah, kalau begitu, terpaksa
hamba tidak dapat menerima pinangan paduka dan, hamba
bersama puteri hamba akan pergi men inggalkan Wura-wuri.
Masih banyak kerajaan yang akan mau mener ima pengabdian
kami. Bahkan Sang Prabu Erlangga tentu akan menerima kami
dengan tangan terbuka."
"Eh, jangan! Jangan marah dulu, diajeng. Bukan aku
meno lak syaratmu itu. Akan tetapi aku ingin tahu, kenapa
andika minta agar Gendar i dihukum mati?"
"He mm, wanita itu sejak ha mba mengabdikan diri di Wurawuri telah bersikap me musuhi ha mba, hal itu dapat hamba
rasakan dari cara matanya me mandang ha mba dan bibirnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selalu mengejek kalau berte mu ha mba. Tak mungkin ha mba
dapat hidup bersa ma wanita itu sebagai mad u ha mba.
Pendeknya, ia harus mati atau hamba meno lak pinangan
paduka!" Adipati Bhismaprabhawa mengerutkan alisnya dan menghela napas. Dia harus menga lah. Gendari hanya seorang
wanita lemah, hanya memiliki kecantikan dan dapat
menghibur hatinya. Selain itu, tidak ada gunanya. Sebaliknya,
Nyi Dewi Durgakuma la ini selain dapat menjadi seorang isteri
yang cantik jelita dan me mikat, juga dapat menjadi seorang
yang akan me mperkuat kedudukannya karena ia seorang
wanita yang sakti mandraguna.
"He mm, ka lau begitu ....."
Melihat sang adipati itu jelas hendak menuruti kehendak
ibunya, Puspa Dewi yang sejak tadi mendengarkan dengan
alis berkerut karena tidak setuju dengan syarat yang diajukan
ibunya mengenai wanita berna ma Gendar i itu, segera berkata.
"Ampunkan ha mba, gusti ..... eh maaf, kanjeng rama
Kanjeng ibu t idak suka tinggal seru mah dengan wanita
bernama Gendari itu. Hal itu mudah saja diatasi, Kalau paduka
menyingkirkannya, mengirimnya pulang ke tempat asalnya,
tentu ia tidak akan tinggal di sini lagi dan tidak akan
mengganggu kanjeng ibu. "bukankah jalan ini baik sekali,
ibu?" Puspa Dewi menatap wajah ibunya. Mereka saling
pandang dan Nyi Dewi Durgakumala menghela napas
panjang. Dalam sinar mata anak angkatnya itu kembali ia
me lihat anca man gadis itu untuk men inggalkannya kalau ia
tidak setuju! la mengangguk dan ber kata lirih.
"Begitu juga baik ....."
Adipati Bhismaprabhawa menghela napas lega. Dia tidak
berkeberatan kehilangan Gendari karena sebagai penggantinya dia mendapatkan Nyi Dewi Durga kumala. Akan
tetapi untuk me mbunuh Gendari, dia tidak tega. Sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepuluh tahun Gendari menjadi se lirnya yang terkasih dan dia
masih sayang kepada wanita itu. Kini ada jalan keluar yang
amat baik. Dia dapat mengirim Gendari kemba li ke orang
tuanya dan me mbekali banyak harta kepada selir terkasih ini.
Masih baik bahwa Gendari t idak me mpunyai anak sehingga
ikatan di antara mereka tidak terlalu kuat.
"Baiklah, hari ini juga aku akan menyuruh Gendari pergi
dan pulang ke kampung ha la mannya, dan mulai hari ini juga,
andika, diajeng Dewi dan andika, Nini Puspa Dewi, kalian
tinggal di istana kadipaten. Kita akan mengadakan sebuah
pesta perayaan besar untuk pernikahan kita, diajeng Dewi."
Demikianlah, dengan derai air mata, akan tetapi dengan
me mbawa banyak harta benda, Nyi Gendari diantar pengawal
dengan sebuah kereta, pulang ke kampung ha la mannya.
Sementara itu, di kadipaten diadakan pesta perayaan untuk
menya mbut Nyi Dewi Durgakuma la sebagai isteri sang adipati.
Dengan sendirinya Puspa Dewi mulai hari itu menjad i puteri
adipati dan gadis itu merasa bangga juga mendengar orangorang menyebutnya gusti puteri sekar kedaton!
Kurang lebih sebulan setelah peristiwa itu terjadi, pada
suatu pagi Adipati
Bhis maprabhawa
dan Nyi Dewi Durgakuma la me manggil Puspa Dewi untuk menghadap.
Setelah tiga orang ini duduk di ruangan da la m, Nyi Dewi
Durgakuma la berkata kepada gad is itu.
"Anakku bocah ayu Puspa Dewi, sekarang semua aji
kesaktian telah kuajarkan kepadamu. Tibalah saatnya bagimu
untuk me manfaatkan semua yang telah kaupelajari itu untuk
berbakti kepada kanjeng ra ma mu dan Kadipaten Wura wuri."
Puspa Dewi mengangkat muka menatap wajah ibu
angkatnya dengan penuh selidik.
"Kanjeng ibu, apakah yang ibu maksudkan" Apa yang harus
kulakukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Begini, Puspa Dewi. Engkau tentu sudah sering
mendengar dar i ibumu bahwa Wura-wuri me mpunyai musuh
besar, yaitu Kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Sang
Prabu Erlangga dan patihnya yang bernama Ki Patih
Narotama. Kerajaan Kahuripan dengan rajanya yang angkara
murka itu selalu ingin menguasai kadipaten-kadipaten seperti
Wura-wuri, Wengker, Parang Siluman dan la in-lain. Sejak
dahulu, Mataram me mang menjad i musuh kita sa mpai
keturunannya yang sekarang. Nah, sekarang terbuka
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kesempatan bagi kita untuk bersama kadipaten lain
menghancurkan keturunan Mataram itu dan kami menganda lkan bantuan mu dalam usaha ini, Nini Puspa Dewi."
Gadis itu menatap wajah sang adipati dengan pandang
mata penuh selidik.
"Lalu apa yang dapat saya lakukan, kanjeng rama?"
"Begini, Puspa Dewi. Pada saat ini, kerajaan kecil Parang
Siluman sedang berusaha untuk menghancurkan Mataram,
bukan dengan jalan perang karena hal itu tidak akan
menguntungkan, mengingat bahwa Kahuripan, kelanjutan
Mataram itu, me miliki balatentara yang kuat. Kini Parang
Siluman me mpergunakan cara halus dan tampaknya akan
berhasil baik. Kerajaan Wengker s udah me mbantu Parang
Siluman, bahkan kerajaan kecil Siluman Laut Kidul juga siap
me mbantu. Kita tidak mau ketinggalan dan kalau kita semua
bersatu dalam usaha ini, tentu akan membawa hasil lebih
baik." "Cara apakah yang dipergunakan itu, kanjeng rama?"
"Kahuripan me mpunyai raja yang sakti nandraguna, yaitu
Sang Prabu Erlangga, dibantu patihnya yang menjadi tulang
punggung kerajaan bernama Ki Patih Narotama. Nah, untuk
menghancurkan Kahuripan, kini diusahakan untuk me mbinasakan kedua orang pe mimpin itu, dengan cara
mengadu domba di antara keduanya, atau me mbunuh
keduanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi, paduka tadi mengatakan bahwa kedua orang
itu sakti mandraguna dan sebagai raja dan patihnya tentu i
tereka itu me mpunyai pasukan pengawal yang amat kuat.
Bagaimana mungkin me mbunuh mere ka?" tanya Puspa Dewi.
"Ratu Durga mala dari Kerajaan Parang Siluman telah
menggunakan s iasat yang baik se kali. Ia me mpunyai dua
orang puteri yang cantik berna ma Lasmini dan Mandari dan
sekarang dua orang puteri cantik itu telah berhasil menyusup
ke Kahuripan. Puteri Mandari kini menjad i selir terkasih Sang
Prabu Erlangga, sedangkan Puteri Lasmini menjad i selir Ki
Patih Narotama."
Puspa Dewi mengerutkan a lisnya. "Me musuhi mereka,
mengapa ma lah menjad i selir mere ka?"
"Jangan salah mengerti, anakku." kata Nyi Dewi
Durgakuma la, "mereka menjad i selir hanya untuk mencari kesempatan
me laksanakan siasat mereka, yaitu mengadu domba antara
raja dan patihnya itu, atau kalau mungkin me mbunuh
mereka." "He mm, begitukah ?" kata Puspa Dewi, dia m-dia m merasa
heran sekali bagaimana dua orang gadis cantik itu mau
me lakukan ha l seperti itu. Kalau ia
yang disuruh mengorbankan diri seperti itu, tentu saja ia t idak sudi.
"Lalu, apa yang dapat saya lakukan, kanjeng rama?"
"Nini, seperti kukatakan tadi, kita harus membantu gerakan
mereka yang berusaha menghancurkan Kahuripan. Engkau
wakililah Wura-wuri untuk bersekutu dengan kedua orang
puteri Parang Siluman itu, dan bekerja sama dengan
kadipaten Wengker, kerajaan Siluman Laut Kidul dan kerajaan
Parang Siluma n. Kalau sa mpa i usaha me mbinasakan Sang
Prabu Erlangga dan Patih Narotama berhasil, Kahuripan tentu
akan mudah kita taklukkan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa harus saya yang mewakili Wura-wuri, kanjeng
rama?" "Anakku, kenapa mas ih kautanyakan hal itu" Ada tiga
alasan kuat mengapa engkau yang dipilih kanjeng ra ma mu
mewakili Wura-wuri. Pertama, engkau adalah puteri sekar
kedaton Wura-wuri, sudah sepatutnya engkau berdarma bakti
kepada Wura-wuri. Ke dua, kalau menyuruh para tokoh Wurawuri, tentu akan dikenal oleh orang-orang Kahuripan
sedangkan engkau tidak akan dikenal dan tidak dicurigai
karena engkau berasal dari dusun Karang Tirta yang termasuk
daerah Kahuripan sendiri. Dan ke tiga, sekarang terbuka
kesempatan bagimu untuk me mpergunakan se mua aji
kesaktian yang selama ini kaupe lajari."
Puspa Dewi tiba-tiba teringat akan ibunya yang tinggal di
Karang Tirta dan timbul rasa rindunya. Selama kurang lebih
setengah tahun akhir-akhir ini ia me mang ingin sekali pergi ke
Karang Tirta, akan tetapi ibu angkatnya selalu melarangnya
dan bagaimanapun juga, ia me mang me miliki rasa sayang
kepada Nyi Dewi Durgakuma la yang amat menyayangnya dan
yang telah mendidiknya dengan tekun selama lima tahun
lebih. Kini ia mendapat kesempatan untuk meninggalkan
Wura-wuri dan kembali ke te mpat tinggal ibu kandungnya.
"Kanjeng ra ma, kalau saya menerima tugas itu, lalu apa
saja yang harus saya kerjakan" Saya sama sekali tidak
me mpunyai pengalaman tentang pekerjaan ini." tanyanya
kepada sang adipati.
"Ha-ha-ha!" Adipati Bhis maprabhawa tertawa.
"Andika me ma ng belum berpengalaman, nini. Akan tetapi
andika me miliki aji kesaktian yang me mungkinkan andika
me lakukan apa saja. Kalau andika sudah me masu ki Kahuripan
dan bertemu dengan kedua orang puteri Parang Siluman itu,
atau bertemu dengan wakil-wakil dar i kerajaan Wengker,
Parang Siluman, dan Siluman Laut Kidul, andika tentu akan
tahu apa yang harus dilakukan. Singkatnya, andika harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bekerja sama dengan mereka dan andika harus memusuhi
Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narota ma, juga siapa saja
yang setia dan mendukung kedua orang pimpinan Kahuripan
itu." Puspa Dewi mengangguk. "Baiklah, kanjeng ra ma, saya
akan melaksanakan tugas itu. Kapan saya diharuskan
berangkat?"
Sebelum sang ad ipati menjawab, Nyi Dewi Durga kumala
mendahului. "Besok pagi saja, anakku. Mala m ini engkau harus tidur
sekamar denganku. Aku ingin bicara banyak denganmu, untuk
bekal perjalananmu."
Mala m itu Puspa Dewi mendengar banyak hal dari guru
atau ibu angkatnya.
Nyi Dewi Durgakuma la me mperkenalkan na ma tokoh-tokoh
besar yang menjadi kawan atau yang menjadi lawan, juga
keadaan kerajaan Kahuripan dan para kadipaten yang
me musuhi kerajaan itu pada umumnya. Antara lain ia
menekankan dua buah ha l yang harus diperhatikan dara itu.
"Ingatlah selalu akan dua ha l penting ini, anakku. Pertama,
aku me mpunyai seorang musuh besar yang amat kubenci, dia
adalah Ki Patih Narotama, patih Kerajaaan Kahuripan. Balaslah
dendam sakit hatiku kepadanya, Puspa Dewi. Usahakanlah
agar engkau dapat me mbunuh musuh besarku itu!"
"Ibu Dewi, mengapa ibu mendenda m dan me musuhinya"
Kalau aku harus me mbunuhnya, aku ingin tahu mengapa ibu
mendenda m kepadanya." tanya Puspa Dewi. Pertanyaan ini
saja sudah menunjukkan bahwa pada dasarnya gadis itu tidak
me miliki watak jahat dan kejam. Setiap perbuatannya ia
perhitungkan lebih dulu sebab dan alasannya.
"Dia telah menghinaku, me mper ma lukan aku, dan lebih
dari itu, dia telah membunuh anakku yang baru berusia empat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahun!" kata Nyi Dewi Durgakuma la dengan geram dan tibatiba kedua matanya menjadi basah. Ia menangis!
Puspa Dewi terkejut. Belum pernah ia me lihat gurunya atau
ibu angkatnya itu menangis.
"Ah, apakah yang telah dia lakukan, ibu?"
"Terus terang saja, aku pernah tergila-gila kepada
Narotama akan tetapi ketika kunyatakan cintaku kepadanya,
dia ma lah mengejek dan menghinaku. Bukan itu saja, dia
menyerangku dan serangannya itu mengena i anak yang
berada di gendonganku sehingga anak itu tewas. .."
Puspa Dewi mengerutkan alisnya dan mengepal tangan
kanannya. "Si keparat Narotama. Jangan khawatir, ibu. Aku pasti akan
me mba laskan sakit hati itu!"
"Bagus, nini. Sekarang urusan ke dua yang juga tidak kalah
pentingnya. Kurang lebih lima tahun yang lalu, terjadi
perebutan keris pusaka Megatantra antara aku, Resi Bajrasakti
dari Wengker, dan Empu Dewamurti. Akhirnya yang menang
adalah Empu Dewamurti dan keris itu ada padanya. Akan
tetapi, belum la ma ini a ku mendengar bahwa Empu
Dewamurti telah tewas dan keris pusaka itu entah berada di
mana, tidak ada yang mengetahuinya. Akan tetapi aku dapat
menduga di mana adanya keris pusa ka Megatantra itu. Ketika
itu, ada seorang pemuda yang datang me mbawa keris pusaka
Megatantra itu dan dia dilindungi oleh Empu Dewa murti. Keris
pusaka itu sekarang tentu berada di tangan pe muda itu."
Puspa Dewi mengenang peristiwa lima tahun la lu itu.
"Aku ingat, ibu ....., yang ibu maksudkan itu tentulah
Nurseta. "
Nyi Dewi Durgakuma la tertarik. "Nurseta?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, Nurseta. Dia adalah pe muda re maja dar i Karang Tirta
dan dia yang menyuruh aku dan Linggajaya melarikan diri
ketika terjadi perkelahian antara ibu, Resi Bajrasakti, dan
Empu Dewamurti itu."
"Ah, sungguh beruntung engkau me ngenalnya, Puspa
Dewi. Nah, engkau carilah Nurseta itu. Engkau harus dapat
mera mpas keris pusaka Megatantra itu dari tangannya atau
dari tangan siapapun juga."
"He mm, untuk apa me mperebutkan keris pusaka, ibu?"
"Wah, engkau tidak tahu, nini Seluruh tokoh sakti d i dunia
me mperebutkannya. Kautahu, keris pusaka Sang Megatantra
itu merupakan ker is pusaka yang amat ampuh. Bukan itu saja,
ma lah ker is pusaka itu mer upakan wahyu ma hkota, siapa yang
me milikinya, berhak menjadi raja besar yang menguasai
seluruh nusantara. Engkau harus dapat mera mpas keris
pusaka itu, nini. Kita berdua akan hidup mulia kalau dapat
menguasai ker is pusaka itu!"
Puspa Dewi menyambut dengan dingin saja. la sendiri tidak
begitu tertarik, akan tetapi ia harus melakukan dua tugas itu
untuk gurunya, sebagai balas budi.
"Baiklah, ibu. Akan kula ksanakan apa yang ibu pesan itu."
Pada keesokan harinya, pagi-pagi Puspa Dewi berpa mit
kepada Nyi Dewi Durgakuma la dan Adipati Bhis maprabhawa.
Sang adipati me mberinya seekor kuda put ih dan bekal
sekantung emas. Nyi Dewi Durgakuma la me mberikan
senjatanya yang ampuh, yaitu Candrasa Langking (Pedang
Hita m) kepada anak angkatnya. Puspa Dewi menggantung
pedang di pinggang, menggendong buntalan pakaian, lalu
menunggang kuda putih dan melarikan kuda itu keluar dari
kota kadipaten Wura-wuri menuju ke barat, ke wilayah
Kahuripan. Akan tetapi ia tidak langsung pergi ke kota raja itu,
me lainkan hendak men uju ke dusun Karang Tirta di sebelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selatan wilayah Kahuripan untuk pulang ke rumah ibu
kandungnya. Ketika Puspa Dewi keluar dari kota kadipaten Wura-wuri, di
atas jalan yang diapit hutan, tiba-tiba tampak tiga orang
muncul dan menghadang di tengah jalan. Mereka adalah tiga
orang laki-laki yang berus ia antara lima puluh sampai ena m
puluh tahun, berpakaian bangsawan dan sikap mereka gagah.
Melihat tiga orang itu, Puspa Dewi segera mengenal mereka
dan iapun menahan kendali kudanya sehingga kuda putih itu
berhenti, meringkik dan mengangkat kedua kaki depannya ke
atas. Namun dengan cekatan Puspa Dewi ma mpu menenang kan kudanya, lalu ia melompat turun dari atas
punggung kuda dan me megang kendali kuda, menghadapi
tiga orang itu. Mereka itu bukan lain adalah tiga orang yang
selama ini menjad i jagoan dan orang orang kepercayaan sang
adipati dan terkenal dengan sebutan Tri Ka la (Tiga Kala). Yang
pertama bernama Kala muka, berusia enam puluh tahun, tinggi
kurus mukanya meruncing seperti muka tikus. Orang ke dua
bernama Kala man ik, bertubuh pendek gendut dan mukanya
selalu menyeringai tersenyum lebar, berbeda dengan muka
Kala muka yang selalu ce mberut. Orang ke dua ini berusia lima
puluh lima tahun. Adapun orang ke tiga berna ma Kalateja,
berusia lima puluh tahun kepalanya gundul plontos, mukanya
juga licin tanpa kumis dan jenggot.
"Hei, pa man Tri Kala. Kalian bertiga mau apa menghadang
perjalananku?" tanya Puspa Dewi sa mbil mengerutkan alisnya
karena merasa terganggu perjalanannya.
Kala muka me mberi hormat dan me mbungkuk. "Maafkan
kami, Gusti Puteri Puspa Dewi. Kami hanya melaksanakan
perintah Gusti Adipati untuk menghadang paduka di sini."
"He mm, la lu apa ma ksudnya?"
"Gusti Adipati
me merintahkan agar
kami menguji kedigdayaan paduka, kalau paduka menang, paduka boleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me lanjutkan perjalanan paduka, akan tetapi kalau paduka
kalah, paduka diminta untuk ke mbali ke kadipaten."
Puspa Dewi mengerutkan alisnya. "Akan tetapi kenapa
begitu" Kenapa kalau hendak mengujiku, tidak tadi-tadi ketika
aku masih berada di kadipaten" Kenapa di te mpat sunyi ini?"
Kala muka berkata dengan sikap hormat.
"Paduka menge mban tugas yang teramat penting, karena
itu Gusti Adipati hendak meyakini bahwa paduka telah
me miliki aji kesaktian yang mumpuni. Adapun ujian itu
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilakukan di te mpat sunyi ini agar tidak ada yang
mengetahuinya karena apabila paduka kalah, hal itu akan
merugikan na ma paduka."
Puspa Dewi kini tersenyum. Ia ma klum apa yang
dimaksudkan dengan ujian ini dan iapun tahu bahwa gurunya
atau ibu angkatnya tentu telah mengetahui dan menyetujui
ujian ini. Dan iapun seorang yang cerdik. Gurunya, ketika
me mper kenalkan para tokoh yang sakti, juga menerangkan
tentang Tri Kala ini dan sa mpa i di mana tingkat kepandaian
mereka. "Baiklah, la lu bagaimana kalian akan menguji aku?"
"Dengan bertanding me lawan kami satu demi satu." kata
Kala muka. "Tida k, terlalu la ma kalau satu lawan satu. Majulah kalian
bertiga mengeroyokku dan kita lihat siapa yang akan keluar
sebagai pemenang!"
"Tapi ..... kami tidak berani, Gusti Puteri. Itu tidak adil
namanya dan tentu paduka akan kalah."
Puspa Dewi tersenyum man is. "Hemm, kita lihat saja. Kalau
kalian bertiga tidak mau maju bersa ma, akupun tidak mau
me layani kalian dan kalian tentu akan mendapat marah dari
kanjeng ramai adipati."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiga orang itu saling pandang dengan ragu. Akhirnya
Kala muka mengangguk kepada dua orang adiknya dan dia
berkata kepada Puspa Dewi. "Baiklah, gusti puteri. Kami akan
maju bersa ma me lawan paduka, akan tetapi maafkan kami
kalau kami mendesak paduka dan kalau nanti gusti adipati
menyalahkan kami karena mengeroyok, harap paduka
me mbe la ka mi yang hanya me menuhi per mintaan paduka."
"Baik, dan jangan khawatir. Kalian tidak a kan ma mpu
menga lahkan aku" kata Puspa Dewi yang segera me mbuat
gerakan jurus pembukaan dari ilmu s ilat Guntur Geni. Kedua
kakinya ditekuk sedikit, yang kanan di depan yang kiri di
belakang, kedua tangan dikembangkan, yang kanan menuding
ke atas, yang kiri ditekuk di pinggang, lalu dike mbangkan
seperti burung henda k terbang.
Melihat gadis itu telah bersiap, Kala muka me mber i isarat
kepada dua orang ad iknya la lu berseru,
"Gusti Puteri, harap siap menya mbut serangan kami!"
"Aku sudah siap! Majulah!"
Tiga orang itu serentak menyerang, Kala muka mena mpar
ke arah pundak kiri, Kala manik mencengkeram ke arah
pundak kanan dan Kalateja bergerak hendak menangkap
lengan gadis itu. Jelas bahwa mere ka menyerang dengan
gerakan sungkan, juga t idak me ngerahkan tenaga sakti
karena takut kalau kalau akan melukai gadis itu. Melihat ini,
Puspa Dewi mendongkol se kali. Ia merasa dipandang rendah.
Maka, ia mengeluarkan seruan nyaring, tubuhnya bergerak
cepat dan secara beruntun mengirim serangan kilat! Kala muka
kena dita mpar dadanya, Kalaman ik dita mpar pundaknya dan
Kalateja ditendang perutnya. Puspa Dewi tidak me mpergunakan tenaga sepenuhnya, akan tetapi tiga orang
itu sudah terpental dan roboh! Tentu saja mere ka terkejut
bukan ma in dan cepat merangkak bangkit lag i.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Salah kalian sendiri! Kalian terlalu me mandang rendah
kepadaku. Hayo sekarang serang dengan betul-betul,
pergunakan semua tenaga kalian. Kalian di perintah untuk
menguji kedigdayaanku, bukan" Kenapa kalian menyerang
seperti main-ma in saja" Kalian me mandang rendah kepadaku,
ya?" "Oh, tidak ..... tidak, gusti puteri."
Hayo, kita serang dengan sungguh sungguh, jangan
sungkan!" kata Kalamuka kepada dua orang adiknya.
"Haii ttt .....!" Kala muka menampar dengan tangan
kanannya, mengarah muka kiri Puspa Dewi.
"Hyeeehhh!" Kala man ik juga menonjok ke arah la mbung
gadis itu. "Hyaatt .....!" Kalateja tidak mau kalah, cepat dia
menggerakkan kakinya me mbabat ke arah kaki gadis itu untuk
meroboh kannya.
"Wuutt .....!" Tiga orang itu terkejut bukan ma in karena
tiba-tiba saja gadis itu berkelebat lenyap. Hanya tampak
bayangan berkelebat di atas kepala mereka dan gadis itu
lenyap. Mereka bertiga adalah orang-orang digdaya yang
sudah banyak pengalaman, maka cepat mereka dapat
menduga bahwa gadis itu me mpergunakan ilmu mer ingankan
tubuh dan melompat melalui atas kepala mereka. Cepat
mereka me mba lik dan benar saja. Puspa Dewi telah berada di
belakang mereka. Tiga orang itu sudah menerjang lagi dengan
cepat dan kuat. Akan tetapi Puspa Dewi telah s iap siaga. Ia
menghindarkan diri dengan e lakan atau tangkisan. Karena ia
lebih unggul dalam kecepatan, maka tiga orang itu merasa
bingung ketika tubuh gadis itu seolah berubah menjadi
bayang-bayang yang berkelebatan. Serangan mereka hanya
mengenai tempat kosong atau tertangkis oleh lengan yang
berkulit le mbut na mun mengandung tenaga sakti yang a mat
kuat. Setelah lewat belasan jurus, terdengar Puspa Dewi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berseru nyaring. Seruan ini merupa kan pekik me lengking yang
seolah menggetarkan bumi. Itulah Aji Guruh Bairawa dan
lengkingan suara itu me mbuat tiga orang itu tergetar
jantungnya, membuat mereka tercengang dan terhuyung.
Kesempatan ini dipergunakan Puspa Dewi untuk menyerang
dengan tamparan-ta mparan sa mbil berseru nyaring....
"Robohlah .....!" Tiga orang itu tidak ma mpu men gelak dan
nereka terpelanting roboh. Mereka merangkak bangkit dengan
kepala terasa pening dan ketika mereka sudah berdiri, mereka
me lihat gadis itu berdiri di depan mereka sa mbil bertolak
pinggang dan tersenyum man is
"Kalau kalian bertiga belum puas, boleh cabut senjata
kalian dan mengeroyokku!" katanya sambil tersenyum.
Kala muka me mber i hormat dengar me mbungkuk dan
menyeringai karena dada kanannya yang terkena tamparan
tangan mungil halus itu terasa nyeri dan panas bukan main.
"Ka mi men gaku kalah, gusti puteri. Kalau kami berani
menyerang dengan senjata, tentu kami bertiga akan roboh
terluka oleh senjata pula. Ujian ini sudah cukup, paduka
menang dan tentu saja dapat me lanjutkan pe laksanaan tugas
paduka. Kami akan me mberi laporan kepada gust i adipati
bahwa kami kalah dan kesaktian paduka sungguh dapat
diandalkan."
"Sukurlah kalau begitu, aku tidak perlu merobohkan kalian
dengan luka parah. Nah, aku pergi!" Puspa Dewi melompat ke
atas, berjungkir balik t iga kali dan turun di atas punggung
kuda putih, menarik kendali, menendang perut kuda dan
berseru, "Bajradenta (kilat putih), hayo lari! "
Kuda putih yang oleh gadis itu diberi nana Bajradenta itu
mer ingkik nyaring, mengangkat kedua kaki depan ke atas, lalu
me lompat ke depan dan lari secepat terbang! Tiga orang Tri
Kala itu me mandang dengan penuh kagum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kala manik yang pendek gendut dan selalu tersenyum itu
mengge leng-geleng kepalanya yang besar dan berkata,
"Bukan main! Sang puteri Puspa Dewi itu agaknya tidak
kalah sakt inya dibandingkan gurunya, bahkan mungkin lebih
tangkas!" Dua orang kakaknya juga mengikuti bayangan Puspa Dewi
dan kudanya yang telah jauh sekali dan merckapun
mengge leng-gelengkan kepala dan merasa kagum.
"Sungguh me ma lukan sekali kita bertiga sudah roboh
hanya dalam waktu belasan jurus saja. Belum pernah kita
menghadap i lawan yang sedemikian tangguhnya." kata
Kalateja yang berkepala gundul.
"Sudahlah, hal itu tidaklah aneh. Kita semua sudah tahu
bahwa gurunya adalah seorang datuk yang sakti mandraguna,
untung watak Gusti puteri Puspa Dewi tidak sekeras ibunya
yang juga menjad i gurunya sehingga kita tidak terluka parah.
Kalau ibunya yang turun tangan mungkin sekarang kita sudah
ma mpus. Mari kita laporan kepada Gusti Adipati.
Mereka lalu kembali ke kota kadipaten Wura-wuri untuk
me laporkan hasil ujian yang mereka lakukan atas diri Puspa
Dewi. Nurseta berjalan menuruni lereng bukit itu sa mbil
me la mun. Dia merasa, kecewa sekali kepada dirinya sendiri.
Baru saja turun gunung, dia telah kehilangan keris pusaka
Sang Megatantra! Dan hal itu terjadi karena kebodohan dan
kelengahannya. Dia terlalu percaya kepada pria yang bernama
Raden Hendratama dan tiga orang wanita cantik yang tadinya
mengaku sebagai puteri bangsawan itu. Tidak tahunya, Raden
Hendratama adalah seorang pangeran dan tiga orang wanita
muda yang cantik itu adalah selir-selirnya. Dia telah terjebak,
keris pusakanya dilarikan orang. Dengan de mikian, dia telah
menggagalkan pesan mendiang Empu Dewamurti yang minta
kepadanya agar keris pusaka itu diserahkan kepada Sang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prabu Erlangga. Kini ma lah hilang. Dan dia tidak tahu kemana
harus mencari pangeran yang mencuri keris itu. Ke mana dia
harus mencari Pangeran Hendratama" Bagaimanapun dia
harus mencari pangeran itu dan mera mpas kembali keris
pusaka Megatantra karena keris pusaka itu sebetulnya
merupakan pusaka istana Kahuripan sebagai keturunan
kerajaan Mataram dan harus dia kembalikan kepada Sang
Prabu Erlangga. Akan tetapi karena dia tidak tahu ke mana
harus mencar i Raden Hendratarna yang pangeran itu, dia
menga mbil keputusan untuk lebih dulu menyelidiki tentang
orang tuanya dan mencari di mana ayah ibunya kini berada.
Hal inipun merupakan pesan terakhir gurunya. Pesan itu ada
tiga, yaitu menge mbalikan keris pusaka Megatantra kepada
Sang Prabu Erlangga,
mencari orang tuanya
yang men inggalkannya ketika dia berus ia sepuluh tahun, dan ke
tiga, me mpergunakan se mua ilmu yang telah dipelajari dan
dikuasainya untuk me mbantu kerajaaan Kahuripan menghadap i musuh-musuhnya.
Setelah menga mbil keputusan dia lalu berjalan cepat ke
arah selatan. Untuk menyelidiki tentang orang tuanya, dia
harus pergi ke Karang Tirta, karena disanalah ayah ibunya
pergi men inggalkannya sebelas tahun yang lalu. Mungkin ada
orang-orang tua yang mengenal orang tuanya dan dapat
mencer itakan tentang mereka. Di antara mereka yang
mengenal orang tuanya tentulah Ki Suramenggala, lurah
Karang Tirta. Mungkin Hari Karang Tirta dia akan
mendapatkan keterangan tentang orang tuanya dan
dapat melacak jejak mereka dari sana. Pada suatu sore
tibalah dia di dusun Karang Sari, sebuah dusun yang letaknya
dekat perbatasan antara wilayah Kahuripan dan Wengker,
akan tetapi Karang Sari masih termasuk wilayah Kahuripan.
Dusun Karang Sar i merupakan dusun yang makmur karena
tanahnya di bagian selatan itu subur. Nurseta tidak asing
dengan dusun Karang Sari yang letaknya tidak a mat jauh dari
Karang Tirta. Dari Karang Sari menuju ke Karang Tirta dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditempuh oleh peja lan kaki biasa selama setengah hari saja.
Kalau Nurseta menggunakan aji
kesaktiannya berlari
cepat,tentu hanya mema kan waktu tidak terlalu la ma. Akan
tetapi karena hari sudah mula i gelap, Nurseta menga mbil
keputusan untuk melewatkan ma la m di Karang Sari.
Akan tetapi ketika dia memasu ki dusun itu, dia melihat
keadaan yang luar biasa. Dusun itu sepi sekali. Rumah rumah
sudah menutup daun jendela dan pintunya, padahal waktu itu
baru selewat senja, belum ma la m benar. Dan ketika Nurseta
berjalan di sepanjang jalan, pendengarannya yang tajam
dapat menangkap bis ik-bisik orang di dalam rumah-r umah di
sepanjang jalan itu. Para penghuni rumah itu agaknya berada
dalam ruma h mereka semua mengintai keluar! Sungguh
merupakan keadaan yang penuh rahasia. Dusun itu seolah
menjad i dusun yang mati, padahal para penduduk masih
berada di situ, hanya seperti ketakutan dan tidak berani keluar
rumah masing-mas ing.
Nurseta teringat bahwa dulu, lima tahun lebih yang lalu,
ketika dia mas ih tinggal di Karang Tirta, pernah dia berkenalan
dengan seorang penjual grabah (alat-alat dapur dari tanah)
bernama Ki Karja yang tinggal di Karang Sari. Bahkan dia
pernah berkunjung dan ber ma la m satu malam di rumah Ki
Karja. Teringat akan hal ini, Nurseta lalu mencar i rumah di
mana dia pernah berma la m itu. Tak la ma kemudian dia
mene mukan rumah tu, masih sa ma dengan lima tahun yang
lalu, rumah sederhana dengan sebatang pohon sawo kecik
tumbuh di depannya. Dia mengha mpiri rumah itu. Seperti
rumah-rumah lain, rumah ini juga tampak sunyi dan gelap.
Tidak ada penerangan dinyala kan di luar maupun di dalam
rumah dan se mua daun pintu dan jendela tertutup, seolah
rumah kosong tanpa penghuni. Akan tetapi Nurseta dapat
mendengar suara gerakan orang di dalam maka dia yakin
bahwa di da la m rumah itupun terdapat orang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tok-tok-to k!" Nurseta mengetuk pintu. Tidak ada jawaban,
tidak ada gerakan. Dia mengulang ketukannya sampa i tiga
kali, akan tetapi tetap saja tidak ada jawaban. Dia menduga
bahwa orang orang di dusun ini tentu benar-benar sedang
dilanda ketakutan, entah terhadap apa atau siapa, maka
ketika diketuk daun pintunya, tidak ada yang berani
me mbukanya. "Paman Karja, bukalah pintunya. Ini aku, jangan takut. Aku
Nurseta, dari Karang Tirta. Bukalah pintunya, paman Karja!"
Ada gerakan di dalam rumah, akan tetapi tetap saja daun
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pintunya tidak terbuka dan tidak ada jawaban. Nurseta
menduga bahwa kalau K i Karja berada di dalam rumah itu,
tentu orang itu meragukan penga kuannya tadi. Mungkin Ki
Karja sudah lupa kepadanya.
Dengan sabar dan suara tenang Nurseta bicara lagi.
"Paman Karja, lupakah pa man kepadaku" Aku yang dulu, lima
tahun yang lalu, ketika pa man berjua lan grabah di Karang
Tirta lalu terpeleset jatuh, menolong pa man. Bahkan aku
pernah berkunjung dan bermalam di rumah ini. Aku Nurseta,
pemuda mis kin dari Karang Tirta itu, pa man."
"Nurseta" Benarkah itu engkau?" terdengar suara dari
dalam. "Benar, Paman Karja. Habis, kalau bukan Nurseta, siapa
lagi" Aku tidak berbohong, pa man. Bukalah pintunya paman
lihat sendiri siapa aku."
Daun pintu itu terbuka sedikit dan sebuah mata mengintai
keluar. Cuaca belum begitu gelap sehingga mata itu pat
me lihat wajah Nurseta dengan jelas. Agaknya pemilik mata itu
mengenalnya dan merasa yakin. Daun pintu terbuka lebih
lebar dan tampaklah seorang laki-laki berusia kurang lebih
lima puluh tahun, masih di ba lik a mbang p intu, agaknya tidak
berani keluar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nurseta, ternyata benar engkau, cepat, masuklah, pintu ini
harus segera ditutup kemba li!"
"Eh, kenapakah, paman" Kenapa semua pintu dan jendela
rumah-rumah di dusun ini ditutup dan tidak ada penerangan
sama sekali?"
"Sstt ....., jangan ribut. Masuklah,
kita bicara di dalam saja!" kata Ki Karja dan dia lalu
me megang lengan Nurseta ketika pe muda itu mende kat lalu
menariknya masuk ke dalam rumah. Kemudian dengan cepat
pula daun pintu ditutup kemba li dan diganjal pa lang dari
dalam. Mereka berada dalam kegelapan yang remang-remang.
Nurseta dapat melihat bahwa selain Ki Karja, di da la m rumah
itu terdapat pula Nyi Karja dan dua orang pemuda remaja,
yaitu anak-anak mereka.
"Paman, ceritakanlah apa yang sedang terjadi di dusun
Karang Sari ini" Kenapa se mua orang seperti ketakutan, tidak
berani menyalakan penerangan dan tidak berani me mbuka
pintu?" "Ssttt .....jangan keras-keras, Nurseta Sudah seminggu ini
kami penduduk dusun ini setiap malam ketakutan. Ada
segerombolan orang jahat seperti iblis mengacau dusun ini.
Mereka mera mpok, me mukuli bahkan me mbunuh orang,
menculik dan me mperkosa wanita. Kabarnya malam ini
mereka kembali akan mera mpok rumah Ki Lurah. Kami se mua
ketakutan maka ketika engkau mengetuk pintu, kami tidak
berani me mbukanya."
Nurseta mengerutkan alisnya. Bagaimana mungkin ada
kejadian seperti ini" Karang Sari adalah sebuah dusun yang
termasuk wilayah Kahuripan dan menurut keterangan
mendiang gurunya, setelah Sang Prabu Erlangga dibantu Ki
Patih Narotama berkuasa di Kahuripan, kerajaan itu aman
tentram. Hampir tidak ada penjahat berani muncul karena
pemimpin kerajaan Kahuripan terkenal sebagai orang-orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sakti mandraguna. Bagaimana sekarang ada gerombolan
yang demikian jahat dan ganas berani mengacau sebuah
dusun yang masih termasu k wilayah Kahuripan"
"Akan tetapi, bukankah di setiap kelurahan ada beberapa
orang jagabayanya?" tanya Nurseta penasaran.
"He mm, pada malam pertama ketika mereka datang
menyerbu, belasan orang jagabaya telah serentak keluar
menya mbut Akan tetapi gerombolan itu amat tangguh,
terutama pemimpin mereka. Belasan orang jagabaya itu roboh
dan luka-luka bahkan tiga orang di antara mereka tewas.
Sejak itu, siapa yang berani melawan?"
"Paman Karja, berapakah jumlahnya gerombolan yang
mengacau itu?"
"Hanya enam orang, tujuh bersama pemimpin mereka yang
tinggi besar seperti raksasa dan yang amat digdaya, tubuhnya
kebal tida k terluka oleh senjata tajam."
"Bagaimana andika tahu bahwa malam ini mereka hendak
mera mpok rumah Ki Lurah?"
"Ke marin ma la m, ketika mereka menjarah rayah (mera mpok) rumah Ki Jabur, seorang dari mereka berkata
bahwa malam ini giliran rumah Ki Lurah. Padahal, pada malam
pertama dulu mereka sudah me ngacau di rumah Ki Lurah,
bahkan menculik puterinya. Dan pada malam itu pula para
jagabaya itu roboh dan tiga orang di antara mereka tewas,
yang lain luka-luka."
Nurseta menghela napas panjang. "Sayang sekali. Mengapa
para pria penduduk dusun ini, terutama mereka yang mudamuda, dia m saja dan tidak bangkit me lawan" Kalau se mua
bersatu dan melawan, tentu kalian yang berjumlah puluhan,
bahkan mungkin seratus orang lebih itu akan dengan mudah
me mbas mi tujuh orang penjahat itu."
"Ka mi ..... kami tidak beran i ....., mereka itu sakti ....."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah, Pa man Karja. Kalau se mua laki-laki di sini
pengecut, biarlah aku seorang diri yang akan menghadapi
mereka. Katakan saja dari arah mana biasanya para penjahat
itu me masuki dusun ini."
"Dari ..... dari barat sana ....." Ki Karja men uding ke arah
barat. "Nah, aku pergi, paman. Kalau paman takut, tutup saja lagi
pintu rumah mu." Setelah berkata demikian, Nurseta lalu
me mbuka daun pintu dan men inggalkan rumah itu dengan
cepat. Dia berjalan-cepat menuju ke pintu gerbang dusun
Karang Sari di sebelah barat karena dia ingin menghadang
para penjahat itu agar tidak me mbikin kacau di dala m dusun.
Untung baginya bahwa bulan sepotong mula i muncul
dengan datangnya sang malam sehingga walaupun dusun itu
tidak ada sedikitpun penerangan, namun cuaca t idaklah a mat
gelap, masih re mang re mang. Nurseta duduk di atas sebuah
batu dekat pintu gerbang yang sepi itu. Tida k ada penjaga,
tidak ada peronda seperti pada malam-malam biasanya
sebelum gangguan penjahat itu ada. Tidak terlalu la ma dia
menunggu. Kedatangan gerombolan itu sudah dapat dilihat
dari jauh. Mereka itu me mbawa obor, agaknya sudah tahu
bahwa dusun Karang Sari da la m keadaan gelap tanpa ada
penerangan. Setelah mereka tiba dekat pintu gerbang sebelah
barat dusun itu, sudah terdengar suara mereka. Mereka
bercakap-cakap diseling suara tawa mereka yang ngakak
(terbahak). Ketika mereka me lewati pintu gerbang, tiba-tiba muncul
Nurseta menghadang di depan mereka. Pemuda ini melihat
jelas wajah-wajah mereka di bawah s inar ena m buah obor
besar. Wajah-wajah yang seram dan jele k, dengan tubuh yang
kekar berotot, me mbayangkan bahwa mere ka adalah orangorang yang sudah biasa mempergunakan kekerasan dan
kekuatan untuk me ma ksakan kehendak mereka. Apa lagi yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdiri paling depan. Seorang la ki-laki yang bertubuh ra ksasa,
kepalanya besar, matanya lebar dan sikapnya menyeramkan.
Melihat ada orang menghadang perjalanan mereka, tujuh
orang yang usianya sekitar tiga puluh sa mpai e mpat puluh
tahun Itu merasa heran sekali dan mereka yang me mbawa
obor segera mengangkat obor mereka ke atas agar dapat
me lihat lebih jelas orang yang berani menghadang mereka itu.
Mereka sema kin heran melihat bahwa yang menghadang
mereka itu hanyalah seorang yang mas ih muda sekali. Kepala
gerombolan itupun merasa heran dan dia cepat membentak
dengan suaranya yang parau dan berat seperti gerengan
binatang buas "Heh, bocah! Siapakah kamu dan mau apa kamu
menghadang perjalanan kami?"
Nurseta tersenyum dan dengan tangan kiri bertolak
pinggang, telunjuk tangan kanannya menuding ke arah
mereka lalu berkata dengan suara lantang.
"Tida k perlu kalian ketahui siapa aku, akan tetapi aku
adalah anak daerah ini yang tidak rela melihat kalian manusiamanusia iblis berbuat jahat dan keji terhadap penduduk dusun
Karang Sari ini!"
Mendengar ini, marahlah kepala gero mbolan yang bertubuh
besar dan tingginya satu setengah kali tinggi tubuh Nurseta
itu. "Bocah keparat, kamu sudah bosan hidup!" bentaknya dan
kepalan tangannya yang sebesar kepala Nurseta itu
menya mbar dengan jotosan yang cepat dan kuat sekali,
mengiuk suaranya seperti palu godam menyambar pelipis
Nurseta. Akan tetapi biarpun gerakan itu amat kuat dan
lengan itu panjang sekali, na mun bagi Nurseta gerakan itu
tampak terlalu la mban. Dengan mudah saja dia menge lak.
Akan tetapi kepala gerombolan itu menyusulkan cengkeraman
tangan kirinya kearah leher pemuda itu. Ketika Nurseta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali menge lak, kaki kanannya menbuat dan menendang
bagaikan sebatang pohon menya mbar dahsyat. Nurseta
miringkan tubuhnya dan ketika kaki itu lewat di dekatnya,
secepat kilat tangannya menyambar, menangkap tumit kaki itu
dan me minjam tenaga tendangan lawan itu dia mengerahkan
tenaga mendorong atas! Tak dapat dihindarkan lagi, kaki
kanan kepala gero mbolan itu terayun kuat sekali ke atas
sehingga tubuhnya terbawa terbang dan d iapun roboh ke
atas tanah, pinggulnya lebih dulu menghanta m tanah.
"Bukkk .....ngekkk!" Raksasa itu me ngeluh, akan tetapi dia
merangkak bangun sa mbil berseru marah kepada enam orang
anak buahnya. "Bunuh dia! Bunuh .....!!"
Enam orang perampok itu sergera bergerak. Tiga orang di
antara mereka mencabut golok dengan tangan kanan lalu
menyerang Nurseta dengan golok di tangan kanan dan obor di
tangan kiri. Tiga orang yang lain merasa cukup me nggunakan
obor itu untuk menyerang, me megangi dengan kedua tangan.
Tanpa api menya mbar-nyambar ke arah Nurseta menimbulkan
pandangan yang aneh dan juga indah. Nurseta yang maklum
bahwa mereka adalah orang-orang jahat yang sudah
sepatutnya diberi hajaran keras, bergerak cepat. Dengan Aji
Bayu Sakti, tubuhnya berkelebatan dan keenam lawannya
menjad i pusing karena pemuda itu sukar sekali dijadikan
sasaran serangan mereka.
Nurseta lalu menyerang dengan gerakan silat Baka Denta.
Gerakannya cepat dan tidak terduga-duga oleh enam orang
pengeroyoknya. Kedua tangannya
menyambar-nyambar
dengan tamparan kilat, kedua kakinya bergantian mencuat
dengan tendangan halilintar. Enam orang itu berpelantingan
roboh dan obor mereka jatuh dan pada m. Keadaan menjadi
gelap, akan tetapi tiba-tiba muncul banyak orang mengepung
pintu gerbang Itu dan segera keadaan menjadi terang
benderang ketika banyak obor dipasang, Kiranya penduduk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dusun Karang Sari berjumlah seratus orang, semuanya lakilaki dar i pe muda re maja sa mpai kakek-kakek Melihat enam
orang itu roboh, mereka lalu bersorak dan berteriak-teriak
menyerbu, menggunakan segala maca m senjata alat pertanian
seperti pacul,linggis, arit, kampak dan sebagainya. Nurseta
terkejut sekali melihat puluhan orang itu menggunakan
senjata mereka untuk menyerang enam orang anggauta
gerombolan yang sudah roboh. Enam orang itu ketakutan,
mencoba untuk membela diri. Akan tetapi apa daya mereka
menghadap i amukan puluhan orang yang seperti keranjingan
itu" Apa lagi mereka berena m sudah menderita luka oleh
tamparan dan tendangan Nurseta tadi. Tak dapat dihindarkan
lagi tubuh mereka menjadi lumat menjadi onggokan daging
cacah berlepotan darah.
Dala m keributan itu, kepala gero mbolan yang bertubuh
raksasa itu se mpat melarikan diri dan Nurseta tidak
mengejarnya karena dia sendiri tertegun dan ngeri
menyaksikan kekeja man para penduduk itu. Manusia kalau
sudah dikuasai a marah dan dendam dapat menjadi a mat
kejam! "Sudah cukup kawan-kawan! Sudah cukup kita me mbalas
dendam!" teriak Nurseta dan semua orang menghentikan
amukan mereka. Seorang di antara mereka, yaitu Ki Karja dan
di sebelahnya berdiri seorang la ki-laki berusia sekitar lima
puluh tahun yang bertubuh tinggi kurus dan berkumis tebal.
"Ki Lurah, inilah Nurseta yang telah me mbangkitkan
semangat kita dan tadi telah meroboh kan para pera mpok." Ki
Karja me mper kenalkan Nurseta kepada pria itu yang ternyata
adalah lurah dusun Karang Sari.
Ki Lurah cepat maju mengha mpiri dan dengan sikap hormat
dia berkata, "Perkenalkan, anak mas Nurseta. Saya Ki Lurah
Warsita yang me mimpin desa Karang Sari."
Nurseta me mba las penghormatan lurah Itu dan berkata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang, paman, kita harus dapat mene mukan sarang
mereka untuk me nolong para gadis yang terculik."
Diingatkan de mikian, Ki Warsita cepat berkata. "Andika
benar, anak mas. Ada empat orang gadis dusun ini, termasuk
anakku sendiri Kartiyah, yang diculik gero mbolan. Mari kita
cari, Anak mas Nurseta."
"Apakah pa man telah mengetahui mana adanya sarang
gerombolan itu " tanya Nurseta.
"Ka mi be lum melihat sendiri, akan tetapi kami se mua dapat
menduga bahwa sarang mereka tentu berada di puncak bukit
kecil di sebelah barat dusun ka mi itu."
"Kalau begitu, mari kita menyerbu sarang mereka!" kata
Nurseta dan ucapan ini disa mbut oleh sorakan ha mpir seratus
orang itu, ke mudian berbondong-bondong bar isan obor itu lalu
keluar dari dusun menuju ke bukit kecil yang berada jauh di
sebelah barat dusun.
Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Benar saja dugaan K i Lurah Warsita Setelah mendaki
puncak bukit kecil mere ka mene mukan sebuah rumah darurat
dari bambu dan kayu, sederhana namun cukup besar, berdiri
di lereng dekat puncak bukit. Nurseta mendorong pintu ru mah
itu sehingga terbuka dan diikuti oleh Ki Lurah Warsita dan Ki
Karja orang-orang lain yang me mbawa mengikuti ke dalam
akan tetapi tentu saja tidak se mua orang yang begitu banyak
dapat me masuki ruma h itu.
Tidak ada seorangpun anggauta gerombongan di dalam
rumah itu dan kepala gero mbolan bertubuh raksasa itupun
tidak tampak. Nurseta dan Ki Lurah Warsita mene mukan
Misteri Bayangan Setan 13 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Kasih Diantara Remaja 11
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama