Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 17
Karena itu, kita harus memikirkan suatu cara untuk menghadapi mereka."
Jalan satu-satunya..." ujar Tui Hun Lojin. "Harus mengajak Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek
dan pemilik Hong Hoang Leng bergabung, barulah kita bisa memberantas Bu Tek Pay."
"Bu Lim sam Mo mengira aku sudah mati, maka aku harus memakai kedok kulit ini," ujar Tio Cie
Hiong sungguh-sungguh. "Kalau sudah saatnya, barulah aku membuka kedok kulit ini di hadapan
Bu Lim sam Mo."
"Benar." Sam Gan Sin Kay manggut-manggut. Kemudian Tio Cie Hiong memakai lagi kedok
kulitnya. "Kakak Hiong, Michiko berada di sini," Lim Ceng Im memberitahukan.
"Apa?" Tertegun Tio Cie Hiong. "Dia berada di sini?"
"Ya." Lim Ceng Im mengangguk. "setengah tahun lebih dia bersembunyi di ruang bawah tanah,
karena Takara Yahatsu ketua aliran Ninja mengejarnya sampai di Tionggoan ini."
"Adik Im, aku tidak paham.Jelaskanlah"
"Gurunya dan kakaknya telah dibunuh oleh ketua aliran Ninja, maka Michiko kabur ke
Tionggoan." Lim Ceng Im menjelaskan. "Dia ke mari mencarimu."
Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Ternyata begitu. jadi dia ingin membalas dendam terhadap
Takara Yahatsu."
"Kepandaiannya masih di bawah ketua Takara Yahatsu, bagaimana mungkin dia bisa balas
dendam" Lagi pula ketua aliran Ninja itu telah bergabung dengan Bu Tek Pay, maka kami
menyembunyikannya di ruang bawah tanah."
"Adik Im, panggil dia ke mari"
"Ya." Lim Ceng Im mengangguk, lalu pergi ke ruang bawah tanah.
"Cie Hiong, apakah kepandaianmu sudah pulih?" tanya sam Gan sin Kay mendadak sambil
menatapnya. "Pengemis bau" sahut Kim siauw suseng. "Engkau memang goblok" Cie Hiong sudah makan
buah Kiu Yap Ling che, maka sudah pasti kepandaiannya pulih seperti sedia kala Kalau tidak,
bagaimana mungkin dia kembali?" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Kenapa kadang-kadang
aku jadi goblok?"
Di saat bersamaan, Lim Ceng Im sudah kembali bersama Michiko Tio Cie Hiong yang memakai
kedok kulit memandangnya. Timbullah rasa iba dalam hati karena gadisJepang itu begitu kurus.
"Adik Michiko" panggilnya.
"Engkau...?" gadis Jepang itu heran, sebab tidak mengenali siapa lelaki berusia empat puluhan
itu. "Kakak Michiko, dia Kakak Hiong." Lim Ceng Im memberitahukan sambil tersenyum.
"Apa?" Terbelalak Michiko. "Bagaimana mungkin...."
Tio Cie Hiong segera melepaskan kedoknya. seketika Michiko berseru girang, dan hampir saja
memeluknya. " Kakak Cie Hiong Kakak Cie Hiong...." Gadis itu mulai terisak-isak.
"Adik Michiko" Tio Cie Hiong tersenyum sambil memegang bahunya. "Jangan menangis, aku
sudah tahu semuanya"
" Kakak Cie Hiong...." Air mata Michiko berderai-derai.
Monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong langsung membelainya sambil bercuit-cuit,
membuat Tio Cie Hiong nyaris tertawa geli.
"Adik Michiko, jangan berduka" ujar Tio Cie Hiong. " Engkau pasti dapat membalas dendam."
"Kakak Michiko, duduklah" ujar Lim Ceng Im.
Michiko mengangguk lalu duduk dengan air mata berderai-derai, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
juga duduk. "Adik Michiko, kepandaianmu masih di bawah kepandaian Takara Yahatsu. sudah barang tentu
engkau belum bisa membalas dendam."
"Kakak Cie Hiong, aku harus bagaimana?"
"Aku akan mengajarmu Tujuh Jurus Giok siauw Bit Ciat Kang Hoat, ilmu ciptaanku. setelah
berhasil menguasai ilmu tersebut, engkau pasti dapat membalas dendam." jawab Tio Cie Hiong.
"Terimakasih, Kakak Cie Hiong" ucap Michiko dengan girang. "Terimakasih"
Tio Cie Hiong mulai mengajar Michiko Giok siauw Bit Ciat Kang Hoat. Kenapa Tio Cie Hiong
mengajarnya ilmu tersebut" Karena Michiko menggunakan suling sebagai senjata.
Beberapa hari kemudian, gadis Jepang itu telah berhasil menguasai ilmu tersebut.
"Aku yakin kini engkau dapat mengalahkan Takara Yahatsu .Jadi engkau sudah holeh membalas
dendam terhadap ketua aliran Ninja itu." ujar Tio Cie Hiong.
"Kalau begitu, aku akanpergi mencari Takara Yahatsu," ujar Michiko
"Tapi...." Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Dia sudah bergabung dengan Bu Tek Pay, sudah
barang tentu pihak Bu Tek Pay akan membantunya."
"Benar." sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Pihak Bu Tek Pay pasti membantu Takara Yahatsu."
"Kalau begitu, aku harus bagaimana?" Wajah Michiko berubah muram.
"Begini..." ujar Tlo Cie Hiong sungguh-sungguh. " Engkau boleh muncul, tapi jangan membunuh
anggota-anggota Bu Tek Pay Aku yakin anggota Bu Tek Pay akan melapor tentang kemunculanmu,
karena itu, Takara Yahatsu akan muncul mencarimu. Nah, itu adalah kesempatanmu membalas
dendam terhadapnya. Aku pun akan membantumu apabila pihak Bu Tek Pay membantunya."
"Kakak Hiong mau mengikuti Kakak Michiko?" tanya Lim Ceng Im.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Aku akan mengikutinya secara diam-diam."
"Kakak Hiong, aku ikut" ujar Lim ceng Im.
"Adik Im" Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. " Engkau tidak boleh ikut, sebab akan
menimbulkan kecurigaan pihak Bu Tek Pay. setelah urusan Adik Michiko beres, aku pasti kembali
dan akan berunding lagi di sini."
"Kakak Hiong...." Mata Lim Ceng Im mulai basah. "Kita... kita akan berpisah lagi?"
"Hanya sementara waktu." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kakak Cie Hiong...." Michiko menghela nafas. "Lebih baik engkau tidak usah ikut, kasihan Adik
Ceng Im" "Kalau aku tidak mengikutimu, mungkin engkau akan celaka," sahut Tio Cie Hiong.
"Nak" ujar Lim Peng Hang. "Biarkan Cie Hiong mengikuti Nona Michiko"
"Ayah...." Air mata Lim Ceng Im meleleh. "Baiklah."
"Terimakasih, Adik Ceng Im" ucap Michiko sambil memeluk gadis itu erat-erat. " Engkau jangan
khawatir, Kakak Cie Hiong pasti kembali ke sisimu."
Bab 66 Pertemuan yang mengharukan
Malam ini Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa pergi memberantas para anggota Bu Tek Pay di markas
cabang lain. setelah berhasil mereka kembali ke penginapan. Akan tetapi, mendadak Tio Lo Toa
berhenti sambil mengerutkan kening.
"Kenapa, Paman Lo Toa berhenti?" tanya Tio Hong Hoa. "Ada apa sih?"
"Hoa ji" Tio Lo Toa memberitahukan. "Dari tadi ada seseorang mengikuti kita, orang itu
berkepandaian tinggi sekali."
"oh?" Tio Hong Hoa tertegun.
"Omitohud" Ha ha ha..." Mendadak melayang turun seorang padri tua ke hadapan mereka.
"sungguh tajam telingamu. Memang hebat orang-orang dari pulau Hong Hoang To"
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terkejut bukan main, sebab padri tua itu tahu mereka berdua dari
pulau Hong Hoang To. "siapa engkau, Padri tua?" tanya Tio Lo Toa.
"Aku Tayli Lo Ceng," Ternyata padri tua itu Tayli Lo Ceng. la menatap Tio Lo Toa seraya
bertanya. "Kalau tidak salah, engkau pasti Tio Tay seng dan-Tio It seng."
"Aku bukan Tio Tay seng maupun Tio It seng," sahut Tio Lo Toa.
"Apa?" Tayli Lo Ceng tertegun. "Kalau begitu, engkau siapa?"
"Aku pelayan di Pulau Hong Hoang To." Tio Lo Toa memberitahukan dan bertanya. "Padri tua
kenal majikanku?"
"Tidak, tapi tahu nama mereka," sahut Tayli Lo Ceng sambil memandang Tio Hong Hoa. "siapa
gadis ini?"
"Padri tua, namaku Tio Hong Hoa." Gadis itu memberitahukan. "Tio Tay seng adalah ayahku."
"Omitohud Omitohud..." ucap Tayli Lo Ceng dengan wajah berseri. "Sungguh di luar dugaan
Omitohud...."
"Padri tua" Tio Lo Toa menatapnya. "Ada urusan apa engkau mengikuti .kami?"
"Karena kalian pemilik Hong Hoang Leng, maka aku mengikuti kalian." ujar Tayli Lo Ceng sambil
tersenyum. "Kalian berdua harus ikut aku"
"Padri tua" Tio Hong Hoa mengerutkan kening. " Kenapa kami harus ikut engkau?"
"Padri tua ingin mengajak kami ke mana?" tanya Tio Lo Toa heran.
"Ke Gunung Hong Lay san menemui seseorang," sahut Tayli Lo Ceng.
"Siapa orang itu?" tanya Tio Lo Toa dan semakin heran.
"Dia It sim sin ni," Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Kalian berdua harus ikut aku pergi
menemuinya."
"Kenapa?" Tio Hong Hoa bingung. "Padri tua, bagaimana kalau kami tidak mau pergi
menemuinya" "
"Berarti engkau akan menyesal seumur hidup," sahut Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh.
"Padri tua" ujar Tio Lo Toa. "Maukah engkau menjelaskan?"
"Setelah sampai disana dan bertemu It sim sin Ni, kalian pasti mengetahuinya. Lagi pula It sim
sin Ni sangat mengharapkan kedatangan kalian, terutama gadis ini."
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa saling memandang. Mereka berdua yakin bahwa padri tua itu tidak
berniat jahat, namun kenapa tidak mau menjelaskan sekarang"
" Kalian jangan ragu, aku berniat baik. Omitohud..." ucap Tayli Lo Ceng. "Ayolah, ikut aku ke
Gunung Hong Lay san"
"Baiklah" Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa mengangguk.
Mereka berdua lalu mengikuti Tayli Lo Ceng pergi ke Gunung Hong Lay san. sepanjang jalan
Tayli Lo Ceng diam saja. Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa tidak habis berpikir, kenapa padri tua itu
mengajak mereka pergi ke Gunung Hong Lay san menemui It sim sin Ni.
Tampak It sim sin Ni duduk bersila di ruang tengah. Mendadak ia mendengar suara seruan di
luar, yakni suara seruan Tayli Lo Ceng.
"sin Ni Aku telah membawa mereka ke mari" "Siapa mereka?" sahut It sim sin Ni.
"Pemilik Hong Hoang Leng." Tayli Lo Ceng memberitahukan.
"Haaah?" It sim sin Ni terkejut dan girang. "Lo Ceng, cepat ajak mereka ke mari Aku berada di
ruang tengah."
Tak lama kemudian muncullah Tayli Lo Ceng bersama Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa. It sim sin
Ni terus menatap Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa.
"sin Ni" Tayli Lo Ceng memberitahukan sambil tertawa. "Yang tua itu Tio Lo Toa, pelayan setia
di pulau Hong Hoang To, sedangkan gadis cantik itu Tio Hong Hoa, putri Tio Tay seng."
"Haaah...?" It sim sin Ni terbelalak. "Lo Ceng, apakah engkau sudah memberitahukan tentang
diriku?" "Belum," sahut Tayli Lo Ceng. "sebab aku ingin membuat suatu kejutan."
"Lo Ceng" It sim sin Ni menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa engkau seperti anak kecil?"
"Omitohud" Tayli Lo Ceng tertawa. "Alangkah bahagianya bisa menjadi anak kecil" sementara
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terus saling memandang, tampaknya kebingungan.
"Maaf" ucap Tio Lo Toa dan bertanya. " Kenapa sin Ni menyuruh Lo Ceng membawa kami ke
mari?" "Sebab aku mempunyai hubungan dengan gadis ini." sahut It sim sin Ni sambil memandang Tio
Hong Hoa dengan penuh kasih sayang, kemudian air matanya bercucuran. "Hong Hoa, tahukah
engkau siapa aku?"
"Maaf sin Ni, aku tidak tahu" Tio Hong Hoa menggelengkan kepala.
"Tahukah engkau siapa Tio Po Thian?" tanya It sim sin Ni mendadak. Tio Hong Hoa menggeleng
kepala lagi. "Hoa ji" Tio Lo Toa memberitahukan. "Tio Po Thian adalah kakekmu."
"oh?" Tio Hong Hoa terbelalak. "sin Ni kok tahu nama kakekku?"
"Aaaakh..." It sim sin Ni menghela nafas panjang. "Tentu aku tahu nama kakekmu, sebab
kakekmu adalah suamiku."
"Apa?" Tio Hong Hoa dan Tio Lo Toa terbelalak.
"Tio Tay seng dan Tio It seng adalah anak-anakku. Jadi engkau adalah cucuku." It sim sin Ni
memberitahukan dengan air mata berlinang-linang.
"Nenek...." Tio Hong Hoa segera berlutut di hadapan It sim sin Ni. "Nenek...."
"Bangunlah, Cucuku" It sim sin Ni tersenyum lembut. "Duduklah"
"Nenek...." Tio Hong Hoa menangis terisak-isak saking gembiranya. la sama sekali tidak
menyangka kalau neneknya masih hidup, bahkan kini bisa bertemu di biara ini.
" Hamba Tio Lo Toa memberi hormat kepada Nyonya besar" ucap Tio Lo Toa sambil memberi
hormat. "Duduklah" ujar It sim sin Ni.
"Terimakasih" Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa duduk. sedangkan Tayli Lo Ceng masih tetap berdiri
"sin Ni, bolehkah aku ikut duduk di sini?" tanya padri tua itu sambil tertawa-tawa.
"silakan duduk. Lo Ceng" sahut It sim sin Ni sambil tersenyum. "Kenapa berlaku sungkan
sungkan" "
"Terimakasih, sin Ni" ucap Tayli Lo Ceng. "Omitohud...."
"Kuucapkan terimakasih kepadamu, Lo Ceng" It sim sin Ni tersenyum lagi. "sebab engkau telah
membawa cucuku ke mari."
"Omitohud Omitohud...." Tayli Lo Ceng juga tersenyum. "Tidak usah mengucapkan terimakasih
kepadaku, memang sudah takdirnya engkau harus bertemu cucumu."
"Hong Hoa" It sim sin Ni menatapnya lembut. "Tahukah engkau kenapa kakekmu meninggalkan
nenek?" "Ayah pernah memberitahukan, tapi ayah pun kurang jelas," ujar Tio Hong Hoa dan
melanjutkan. "Kakek pernah bilang kepada ayah...."
"Oh ya Kakekmu sehat-sehat saja?"
"sudah lama kakek meninggal."
"Aaakh..." It sim sin Ni menghela nafas panjang lalu bergumam. "Po Thian, kenapa engkau tidak
memberi kesempatan kepadaku untuk menjernihkan kesalahpahaman itu?"
"Jadi...." Tio Hong Hoa tersentak. "Kakek salah paham terhadap Nenek?"
"Ya." It sim sin Ni menghela nafas. "Dia mengira aku menyeleweng, padahal tidak sama sekali.
Dia langsung meninggalkanku dengan membawa ayahmu dan pamanmu, yang masih kecil."
"Kenapa kakek mengira Nenek menyeleweng?" tanya Tio Hong Hoa. "Maukah Nenek
menjelaskan?"
"Ketika itu..." tutur It sim sin Ni. "Kebetulan muncul Lo Ceng ini, maka Nenek sering pergi
menemuinya...."
"Omitohud" ucap Tayli Lo Ceng. "Nenekmu menemuiku hanya untuk membahas soal ajaran
Budha, lagipula kami merupakan teman baik sejak kecil. Hubungan kami bagaikan hubungan
saudara, ketika itu aku adalah rahib, nenekmu adalah biarawati."
"Kalau begitu, kenapa Nenek tidak menjelaskan kepada kakek?" tanya Tio Hong Hoa heran.
"Hanya tiga kali nenek pergi menemui Lo Ceng ini, namun tak diduga kakekmu mengikuti secara
diam-diam." It sim sin Ni menggeleng-gelengkan kepala. "Karena itu, timbullah salah paham
tersebut. sesungguhnya nenek mau menjelaskan agar tidak terjadi kesalahpahaman, namun
kakekmu telah membawa Tay seng dan It seng pergi entah ke mana."
"Kakek pulang ke Hong Hoang To."
"Nenek tidak tahu. Kalau tahu, nenek pasti menyusul ke pulau itu. Aaakh semua itu telah
berlalu, namun nenek gembira sekali, hari ini bisa bertemu denganmu. Oh ya, ayahmu dan
pamanmu baik-baik saja?"
"Ayah baik-baik saja. Tapi paman...."
"Kenapa pamanmu?"
"Apakah nenek belum tahu?"
"Beritahukanlah "
"Belasan tahun lalu, paman memperoleh sebuah kotak pusaka. Namun kemudian dibunuh oleh
Bu Lim sam Mo." Tio Hong Hoa memberitahukan berdasarkan apa yang didengarnya dari ayahnya.
"Aaakh..." It sim sin Ni menghela nafas panjang. "Nenek sama sekali tidak tahu tentang kejadian
itu, sebab sudah puluhan tahun nenek tidak mencampuri urusan rimba persilatan. Lalu bagaimana
anak-anaknya?"
"suan suan mati, putra paman hidup tapi...." Tio Hong Hoa menggeleng-gelengkan kepala. "Dua
tahun lalu putra paman juga mati di tangan Bu Lim sam Mo."
"Aaaakh..." It sim sin Ni menghela nafas lagi. "Nenek tidak menyangka, kedua cucu itu telah
mati...." "Omitohud Nama putra pamanmu?" tanya Tayli Lo Ceng mendadak.
"Tio Cie Hiong."
"Hah" Apa" Tio Cie Hiong?" Tayli Lo Ceng dan It sim sin Ni tertegun. "Tio Cie Hiong putra Tio It
seng?" "Ya." Tio Hong Hoa mengangguk.
"Omitohud Omitohud..." ucap Tayli Lo Ceng dan memberitahukan. "Tio Cie Hiong belum mati."
"Apa?" Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terbelalak. "Adik Cie Hiong belum mati?"
"Belum. Aku yang membawanya ke puncak Gunung Thian San," sahut Tayli Lo Ceng dan
menambahkan. "Mudah-mudahan dia akan sembuh"
"syukurlah" Tio Hong Hoa menarik nafas lega.
"Aku tidak menyangka sama sekali kalau Tio Cie Hiong ternyata cucuku. Padahal aku pernah
bertemu dia satu kali..." It sim sin Ni menggeleng-gelengkan kepala.
"sin Ni" tanya Tayli Lo Ceng. " Ketika bertemu dia, engkau tidak bertanya tentang identitasnya?"
"Mungkin tanya mungkin juga tidak. Karena pada waktu itu aku tidak begitu
memperhatikannya," jawab It sim sin Ni. "Kalau aku tahu dia cucuku, aku pasti menemuinya ketika
dia ke mari kedua kalinya."
"Lo Ceng?" tanya Tio Hong Hoa mendadak. " Kira- kira kapan Adik Cie Hiong akan sembuh?"
"Mungkin tidak lama lagi."
" Kenapa Lo Ceng tidak ke puncak Gunung Thian san menemuinya?"
"Omitohud" Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak boleh sembarangan ke sana,
sebab puncak gunung itu dijaga oleh seekor kera sakti."
"Kalau begitu, Adik Cie Hiong...."
"Justru monyet sakti itu yang akan mengobatinya...." Tayli Lo Ceng memberitahukan.
"Oooh" Tio Hong Hoa manggut-manggut.
"sin Ni" ujar Tayli Lo Ceng mendadak. "Engkau memiliki Kiu Yang sin Rang, apakah Kakek Hong
Hoa yang mengajarmu?"
"Ya." It sim sin Ni mengangguk. "Memang dia yang mengajarku."
"Hong Hoang Leng..." gumam Tayli Lo Ceng "Pulau Hong Hoang To...."
"Lo Ceng?" Tio Hong Hoa tercengang karena Tayli Lo Ceng bergumam begitu.
"Hong Hoa" Tayli Lo Ceng memandangnya seraya bertanya "Hong Hoang Po Kiam berada
padamu?" Bagian 38 "Benar. Kenapa?"
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Omitohud Memang jodoh Ha ha ha...." Tayli Lo ceng tertawa gembira. "Itu memang jodoh."
"Lo ceng" It Sim Sin Ni agak kebingungan. "Apa maksudmu mengucapkan begitu" Jelaskan-lah
Jangan membingungkan kami"
"Aku lelah memberikan Thian Liong Po Kiam kepada muridku. Pedang pusaka itu merupakan
pasangan dengan Hong Hoang Po Kiam. Nah, bukankah itu jodoh?" sahut Tayli Lo ceng dan
tertawa gembira lagi. "Hong Hoa, mundku itu bernama Lie Man chiu. Dia pemuda tampan dan
baik." "Lo ceng...." Wajah Tio Hong IHoa tampak kemerah-merahan.
"Eh?" It Sim Sin Ni tersenyum. "Lo ceng, engkau ingin menjodohkan muridmu dengan cucuku
ini?" "Mereka berdua memang berjodoh." ujar Tayli Lo ceng sungguh-sungguh. "Tapi biar mereka
bertemu dulu. Kalau mereka saling mencinta, barulah kita membicarakan perjodohan mereka. Ha
ha..." "Lo ceng ada-ada saja ah" Tio Hong Hoa cemberut.
"cucuku" It Sim Sin Ni tersenyum lembut. "Lo ceng tidak mengada-ada. Kalau muridnya tidak
tampan dan tidak baik, bagaimana mungkin dia berani berkata begitu di hadapan nenek?"
"Nenek...." Wajah Tio Hong Hoa bertambah merah.
"Oh ya" Itsimsin Ni menatapnya seraya bertanya. "Ayahmu tidak akan menyusul kalian?"
"Entahlah." Tio Hong Hoa menggelengkan kepala. "Ketika kami mau berangkat, ayah bilang
tidak mau ke Tionghoan."
"Omitohud" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Percayalah Ayahmu pasti menyusul dalam waktu dekat
ini." "oh?" Tio Hong Hoa tampak girang. "Kalau aku bertemu ayah, pasti kuajak ayah ke mari
menemui nenek."
"Nenek memang sudah rindu sekali kepadanya," sahut It sim sin Ni sungguh-sungguh. "Cucu,
apabila engkau bertemu ayahmu, bawalah dia ke mari Tapi jangan bilang aku adalah ibunya, agar
dia terkejut"
"Baiklah." Tio Hong Hoa mengangguk sambil tersenyum. "Memang merupakan kejutan."
"Benar." It sim sin Ni tertawa. " Nenek ingin membuat kejutan."
"Kalau begitu, aku dan Paman Lo Toa mau mohon pamit" ujar Tio Hong Hoa sambil bangkit
berdiri "Kalian harus hati-hati" pesan Tayli Lo Ceng. "Bu Lim sam Mo tidak akan melepaskan kalian
begitu saja. sebab kalian telah menghancurkan markas-markas cabang Bu Tek Pay."
"Lo Ceng Kami pasti hati-hati," ujar Tio Hong Hoa berjanji.
" Cucuku Apabila engkau bertemu Cie Hiong, ceritakanlah semua ini" pesan It sim sin Ni.
"Ya, Nenek" sahut Tio Hong Hoa. " Nenek, Lo Ceng sampai jumpa"
"Lo Ceng, nyonya besar Hamba mohon diri" Tio Lo Toa memberi hormat kepada mereka.
"Lo Toa, jaga Hong Hoa baik-baik" pesan It sim sin Ni.
"Ya, Nyonya besar." Tio Lo Toa mengangguk. "Hamba pasti menjaganya baik-baik."
Sementara itu, Michiko telah meninggalkan markas pusat Kay Pang, diikuti Tio Cie Hiong secara
diam-diam. Gadis Jepang itu berterima kasih sekali kepada Tio Cie Hiong, sebab Tio Cie Hiong
memikirkan keselamatannya.
Michiko terus berjalan perlahan. Ketika ia sampai di sebuah jalan yang agak sepi, tiba-tiba
muncul beberapa orang menghadang di depannya. Mereka ternyata anggota Bu Tek Pay.
"Eh" Engkau berasal dari mana" Kok dandananmu agak aneh?" tanya salah seorang anggota Bu
Tek Pay itu. "Kalian anggota Bu Tek Pay?" Michiko balik bertanya dengan dingin.
"Betul Betul Ha ha ha Kita bertemu di tempat yang sepi ini, bagaimana kalau kita ber-senangsenang
dulu?" " Kalian jangan cari mati" sahut Michiko " Lebih baik kalian segera pergi melapor, bahwa aku
Michiko sedang mencari Takara Yahatsu"
"Apa?" mereka terbelalak. " Eng kaukah Michiko yang dicari-cari itu?"
"Benar" Michiko mengangguk. " Cepatlah kalian beritahukan kepada Takara Yahatsu, bahwa aku
menunggunya di sini"
"Baik Kami akan melapor" Anggota-anggota Bu Tek Pay itu segera ke markas untuk melapor.
Begitu sampai di markas, mereka langsung melapor kepada Bu Lim sam Mo. Mendengar laporan
itu Bu Lim sam Mo sangat gembira, apalagi Takara Yahatsu.
"Takara Yahatsu" ujar Tang Hai Lo Mo. "Kini adalah kesempatanmu untuk membunuh Michiko."
"Benar." Takara Yahatsu manggut-manggut sambil tertawa. "Aku akan berangkat sekarang."
"Tunggu," cegah Thian Mo sambil mengerutkan kening. "Dia menghilang begitu lama, kini
muncul mendadak dan menantangmu. Mungkinkah ada sesuatu di balik itu atau dia telah
menyusun suatu jebakan untukmu?"
"Dia cuma seorang diri, tidak mungkin bisa menyusun suatu jebakan," sahut Takara Yahatsu.
"Ngmm" Thian Mo manggut-manggut. "Bagaimana kalau kami menyuruh beberapa orang
membantumu" "
Takara Yahatsu berpikir sejenak, kemudian menganguk. "Baiklah."
Thian Mo segera menyuruh beberapa orang pergi bersama ketua aliran Ninja itu. setelah mereka
pergi, mendadak muncul salah seorang anggota dan melapor.
" Ketua, pemilik Hong Hoang Leng telah memberantas markas cabang yang lain, dan semua
anggota mati terbunuh."
"Apa?" Tang Hai Lo Mo langsung memukul meja. Wajahnya tampak merah padam.
"Tenang" ujar Kwan Gwa Siang Koay. "Setelah urusan Takara Yahatsu beres, barulah kita
rundingkan tentang ini."
"Benar." Tiau Am Kui manggut-manggut. "sementara ini kita jangan emosi."
"Baiklah." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Kita rundingkan nanti saja."
Bab 67 Ketua Aliran Ninja menemui ajalnya
Michiko duduk di bawah pohon menunggu kemunculan Takara Yahatsu. sementara hari sudah
mulai gelap. namun ia tetap duduk di situ.
Berselang beberapa saat kemudian, ia mendengar suara langkah ke arahnya. segeralah ia
bangkit berdiri sambil mengeluarkan sulingnya. Begitu menoleh, sepasang matanya langsung
membara karena melihat orang yang ditunggunya.
"Ha ha ha" Takara Yahatsu tertawa gelak, kemudian membentak dengan bahasa Jepang.
Michiko menyahut dengan bahasa Jepang. Beberapa anggota Bu Tek Pay cuma saling
memandang, karena tidak mengerti. "Hiyaaaat" Takara Yahatsu mulai menyerang.
Gadis Jepang itu menangkis dan balas menyerang, sehingga terjadilah pertarungan sengit dan
seru. Beberapa anggota Bu Tek Pay segera mengambil posisi mengurung Michiko, siap membantu
Takara Yahatsu.
Pertarungan Michiko dengan Takara Yahatsu makin sengit. Ketua aliran Ninja itu menggunakan
pedang panjang, bahkan kadang- kadang juga menyerang Michiko dengan senjata rahasia.
Kalau Michiko tidak mendapat petunjuk dari Tio Cie Hiong, mungkin saat ini ia telah terkapar
menjadi mayat. Semakin lama bertarung, Takara Yahatsu semakin terkejut, karena tidak menyangka kalau
kepandaian Michiko telah bertambah tinggi. Mendadak ia membentak, kemudian menghilang.
Michiko tidak terkejut, karena tahu ketua aliran Ninja menggunakan ilmu istimewa, yakni ilmu
menelusup ke dalam tanah. oleh karena itu, ia berdiri diam di tempat.
Sekonyong-konyong Takara Yahatsu muncul di belakangnya sekaligus menyerang. Namun
Michiko tidak gugup. la langsung meloncat ke depan menghindari serangan ilu.
Takara Yahatsu juga meloncat ke depan sambil menyerang, namun mendadak Michiko memutar
tubuh sekaligus balas menyerang dengan sulingnya. Betapa dahsyatnya serangan itu, karena
Michiko mengeluarkan jurus Hoan Thian Coan Te (Membalikkan Langit Memutarkan Bumi).
Ternyata ia mulai menggunakan ilmu Giok Siauw Bit Ciat Kang Hoat, ciptaan Tio Cie Hiong.
Tuuuk Dada Takara Yahatsu terpukul suling Michiko.
Betapa gusarnya ketua aliran Ninja itu. la membentak keras sambil menyerang dengan dahsyat.
Michiko berkelit ke samping, lalu mendadak balas menyerangnya dengan jurus Hai Lang
ThauThau (ombak Laut Menderu-deru). Plaak Punggung Takara Yahatsu terpukul.
"uaaaakh..." Mulut ketua aliran Ninja menyembur darah segar. Kelihatannya ia telah terluka
parah. "Hiyaaat" teriak Michiko nyaring sambil menyerang dengan jurus san Pang Te Liat (Gunung
Runtuh Bumi Retak). Plaaak Punggung Takara Yahatsu terpukul lagi.
"uaaakh..." Ketua aliran Ninja itu terus memuntahkan darah segar. "uaakh uaaaakh..."
Kemudian tubuhnya terkulai, namun matanya terus memandang Michiko. Tampaknya ia tidak
percaya terhadap apa yang terjadi, meskipun saat ini tenaga telah habis karena kepandaiannya
telah musnah. Selangkah demi selangkah Michiko mendekatinya sambil tertawa dingin, lalu mendadak
mengayunkan sulingnya ke arah kepala Takara Yahatsu. Plaaak....
"Aaaaakh..."jerit ketua aliran ninja. Ternyata kepalanya pecah dan nyawanya pun melayang
seketika. Beberapa anggota Bu Tek Pay menggigil ketakutan menyaksikan kejadian itu.
"Cepatlah kalian enyah." bentak Michiko kepada mereka.
Para anggota Bu Tek Pay itu langsung kabur terbirit-birit. setelah mereka pergi, tampak sosok
bayangan putih melayang turun di tempat itu.
Sosok bayangan itu ternyata Tio Cie Hiong. la memakai kedok, dan tampak monyet berbulu
putih duduk di bahunya.
"Adik Michiko..." Tio Cie Hiong memandang mayat Takara Yahatsu sambil menggelenggelengkan
kepala. "Kakak Cie Hiong, aku terpaksa membunuhnya." Michiko terisak-isak. "sebab dia telah
membunuh guru dan kakakku."
"Yaaah" Tio Cie Hiong menghela nafas, kemudian berkata kepada monyet bulu putih. "Kauw
heng, galilah sebuah lubang untuk mengubur mayat itu"
Monyet bulucutih bercuit dan langsung meloncat turun lalu menggali lubang dengan sepasang
tangannya. setelah itu, diseretnya mayat Takara Yahatsu ke dalam lubang itu, kemudian diurugnya.
"Terimakasih, kauw heng" ucap Tio Cie Hiong.
Monyet bulu putih bercuit-cuit sambil membersihkan sepasang tangan dan kakinya, setelah itu
barulah meloncat ke bahu Tio Cie Hiong.
"Adik Michiko, kini Takara Yahatsu telah mati apa rencanamu selanjutnya?" tanya Tio Cie Hiong
lembut. "Aku akan pulang ke Jepang," jawab Michiko dengan air mata berderai.
"Kapan?"
"Sekarang?"
"Apa?" Tio Cie Hiong tertegun. "sekarang?"
"Ya." Michiko mengangguk. "Engkau tidak perlu mengantarku sampai dipelabuhan, lebih baik
engkau segera kembali ke markas pusat Kay Pang, agar Adik Ceng Im tidak mencemaskanmu"
"Jadi engkau tidak kembali ke markas pusat Kay Pang lagi?"
"Tidak." Michiko menggelengkan kepala. "Adik Ceng Im sangat mencintaimu, maka aku tidak
mau menimbulkan kesalahpahaman. Kakak Cie Hiong, sampai jumpa"
"Adik Michiko..." Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Kakak Cie Hiong, selamanya aku tidak akan lupa kepadamu. selamat tinggal" ucap Michiko
terisak-isak. lalu melangkah pergi.
Tio Cie Hiong memandang punggung gadis Jepang itu sambil menggeleng-gelengkan kepala.
setelah itu, ia pun melesat pergi menuju markas pusat Kay Pang.
Beberapa anggota Bu Tek Pay yang kabur terbirit-birit tadi telah tiba di markas. Mereka melapor
kepada Bu Lim sam Mo dengan nafas terengah-engah. " Ketua, Takara Yahatsu telah mati...."
"Siapa yang membunuhnya?" tanya Tang Hai Lo Mo terkejut.
"Gadis Jepang itu."
"Michiko?"
"Ya."
"Kalian boleh pergi," ujar Tang Hai Lo Mo, kemudian bergumam dengan kening berkerut. "Heran
Bagaimana mungkin gadis Jepang itu mampu membunuh Takara Yahatsu?"
"Perlukah kita menyuruh beberapa orang yang berkepandaian tinggi pergi membunuh gadis
Jepang itu?" tanya Thian Mo.
"Tidak perlu," sahut siluman Kurus. "Michiko pasti telah pulang ke Jepang. Lagipula itu urusan
pribadi mereka berdua. Kini Takara Yahatsu sudah mati, berarti tiada urusan dengan kita lagi."
"Betul." TeMo manggut-manggut. "Yang harus kita pikirkan adalah Tui Beng Li, Thian Liong
Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng."
"Para Tetua Kita harus bertindak bagaimana terhadap mereka?" tanya Tang Hai Lo Mo pada
Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui.
"Menurutku...," sahut TiauAm Kui. "Kita lihat lagi perkembangan selanjutnya, setelah itu barulah
kita bertindak"
"Baiklah." Bu Lim sam Mo mengangguk.
"Sekarang mari kita bersenang-senang" ajak Kwan Gwa siang Koay. "suruh para penari ke mari
Ha ha ha..."
Sementara itu, Tio Cie Hiong telah tiba di markas pusat Kay Pang. Lim Ceng Im langsung
mendekap di dadanya, dan Tio Cie Hiong membelainya dengan penuh cinta kasih. sedangkan
monyet bulu putih bercuit-cuit, sepertinya turut bergembira.
"Cie Hiong" ujar Lim Peng Hang lembut. "Duduklah"
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Bagaimana mungkin dia bisa duduk" Ceng Im
masih mendekap di dadanya...."
"Kakek" Lim Ceng Im cemberut. "Heran, tidak boleh orang senang ya?"
"Kenapa engkau mendekap di dada Cie Hiong di hadapan kami" kalau mau berdekap dekapan
hendaknya di kamar Itu lebih asyik."
"Kakek...." Wajah Lim Ceng Im memerah.
"Adik Im" bisik Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Mari kita duduk"
Mereka berdua lalu duduk. Kim siauw suseng memandangnya seraya bertanya.
"Bagaimana urusan gadis Jepang itu" Apakah sudah beres?"
"Sudah." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Michiko telah membunuh Takara Yahatsu." Mendadak
monyet bulu putih itu bercuit-cuit sambil memperlihatkan sepasang tangannya.
"Eh" Kenapa monyet itu?" tanya sam Gan sin Kay heran. "Dia mau minta apa?"
"Dia memberitahukan, bahwa dia yang mengubur mayat Takara Yahatsu,"juwab Tio Cie Hiong
sambil tersenyum.
"Oooh" sam Gan sin Kay manggut-manggut sambil tersenyum. "Kauw heng, engkau memang
baik sekali."
Monyet bulu putih bercuit-cuit sambil bertepuk-tepuk tangan. Kelihatannya ia merasa gembira
sekali karena mendapat pujian.
"Aaaakh..." Mendadak Kim siauw suseng mengeluarkan suara keluhan sambil menggelenggelengkan
kepala. "Eh" sastrawan sialan" sam Gan sin Kay menatapnya heran. "Kenapa engkau mengeluh?"
"Aku teringat kepada Tok Pie sin wan," sahut Kim siauw suseng sambil menghela nafas. "Kalau
tidak mati, kini dia punya saudara."
"Benar." sam Gan sin Kay juga menghela nafas panjang. "Tok Pie sin wan memang mirip kauw
heng." "Cie Hiong Kenapa Michiko tidak ikut ke mari?"
"Dia langsung ke pelabuhan."
"Kakak Hiong, apakah dia langsung pulang ke Jepang" Kenapa tidak mau ke mari?" tanya Lim
Ceng Im bernada kecewa.
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Dia tidak mau menimbulkan kesalahpahaman di sini, maka
langsung pergi.
"Kesalahpahaman tentang apa?" Lim Ceng Im merasa heran.
"Dasar gadis bodoh" ujar sam Gan sin Kay dan menambahkan. "Dia khawatir engkau akan
cemburu." "Cemburu?" Lim Ceng Im terbelalak. "Bagai-mana mungkin aku cemburu terhadapnya?"
"Kalau dia sering-sering mendekati Cie Hiong, engkau tidak akan cemburu?" tanya sam Gan sin
Kay sambil memandangnya.
"Kakek" Lim Ceng Im tersenyum. "Dalam hati Kakak Hiong cuma terdapat aku seorang, jadi...
akupun tidak akan merasa cemburu terhadap Michiko."
"Yah, ampun" sam Gan sin Kay menepuk keningnya sendiri. "Di hadapan sedemikian banyak
orang, engkau berani berkata begitu?"
"Kenapa tidak?" sahut Lim Ceng Im tersenyum lagi, kemudian memandang Tio Cie Hiong seraya
bertanya. "Kakak Hiong, dalam hatimu cuma terdapat aku seorang, kan?"
"Benar, Adik Im" Tio Cie Hiong mengangguk.
"Kami mau dikemanakan?" sela Tui Hun Lojin mendadak.
"Kita semua berada di luar hati Cie Hiong."
"Ha ha ha" Bu Lim Ji Khie tertawa gelak.
Monyet bulu putih pun ikut bercuit-cuit, bahkan berjingkrak-jingkrak di atas bahu Tio Cie Hiong.
"Dasar monyet...." Caci sam Gan sin Kay dan seketika ia tersentak. "Maaf, kauw heng engkau
adalah monyet sakti."
"Takut ditampar, ya?" ejek Kim siauw suseng sambil tertawa.
"Eeeh?" sam Gan sin Kay melotot. "Perlukah aku menamparmu lagi seperti tempo hari?"
"Aku pasti membalas," sahut Kim siauw suseng tegas. "Nan, boleh coba"
Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah mereka, kemudian berkata
kepada Tio Cie Hiong.
"Kini urusan Michiko telah beres, lalu apa rencanamu selanjutnya?"
"Aku harus mengawasi gerak-gerik pihak Bu Tek Pay. juga harus menemui Tui Beng Li, Thian
Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Kakak Hiong mau pergi lagi?" tanya Lim Ceng Im dengan air muka berubah.
"Adik Im, aku tidak bisa berdiam diri di sini," jawab Tio Cie Hiong memberi pengertian. "Dan aku
pun tetap memakai kedok. agar pihak Bu Tek Pay tidak mengenaliku. Jadi tidak akan menimbulkan
urusan di sini."
"Tapi...." Lim Ceng Im menundukkan kepala.
"Adik Im Kekuatan kita di sini masih terbatas, maka aku harus menemui Tui Hun Li, Thian Liong
Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng, agar mereka bergabung dengan kita. Kalau tidak. sulit
bagi kita untuk memberantas Bu Tek Pay."
"Kakak Hiong...." Mata Lim Ceng Im mulai basah.
"Nak" ujar Lim Peng Hang. "Apa yang dikatakan Cie Hiong memang benar, karena itu, engkau
tidak boleh melarangnya pergi."
"Ayah...." Air mata Lim Ceng Im mulai meleleh.
"Begini..." ujar Tio Cie Hiong setelah teringat akan sesuatu. "Kelak Kay Pang pasti akan
bertarung dengan pihak Bu Tek Pay. oleh karena itu, aku harus menurunkan semacam ilmu silat."
"Maksudmu menurunkan ilmu silat kepada kami?" tanya sam Gan sin Kay.
"Betul." Tio Cie Hiong mengangguk. "sebab kelak mungkin Kakek pengemis dan lainnya akan
berhadapan dengan Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui. Maka...."
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak jadi masalah," sahut Kim siauw suseng dan bertanya. :"Ilmu silat apa itu?"
"Kan Kun Ciang Hoat." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Ilmu pukulan tersebut sangat aneh dan
dahsyat. Kalau digunakan bertarung melawan Kwan Gwa siang Koay atau Lak Kui, mungkin tidak
akan kalah."
"Cie Hiong" tanya sam Gan sin Kay. "Engkau belajar dari mana ilmu pukulan itu?" Tio Cie Hiong
menunjuk monyet bulu putih yang duduk di bahunya.
"Oh?" Terbelalak Bu Lim Ji Khie.
"Kauw heng" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Perlihatkan ilmu pukulan itu" Monyet bulu
putih itu manggut-manggut, lalu meloncat turun dan mulailah bergerak.
Seketika Bu Lim Ji Khie, Tui Hun LejinrLim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan Lim Ceng Im
terbelalak menyaksikan gerakan-gerakannya. Mereka sama sekali tidak bisa mengikutinya.
Berselang beberapa saat, barulah monyet itu berhenti lalu bercuit-cuit seakan menyuruh mereka
meniru gerakan-gerakannya tadi.
"Cie Hiong, kauw heng bilang apa?" tanya sam Gan sin Kay.
"Dia menyuruh kalian meniru gerakan-gerakannya." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Bagaimana mungkin...." Sam Gan Sin Kay menggeleng-gelengkan kemala. "Mata ku silau
menyaksikan gerakan-gerakan itu Kauw heng sungguh hebat."
"Itu adalah Kan Kun ciang Hoat." ujar Tio Cie Hiong. Kemudian ia pun mempertunjukkan ilmu
pukulan itu secara lamban.
Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin. Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan Lim Ceng Im terus
memperhatikannya. Tio Cie Hiong mengulang dan mengulang lagi ilmu pukulan tersebut, setelah
itu, barulah berhenti seraya bertanya.
"Bagaimana" sudah bisakah kalian mengikuti gerakan-gerakanku?"
Bu Lim Ji Khie dan lainnya mengangguk. kemudian mulai berlatih bersama. Tio Cie Hiong
menyaksikan mereka dengan penuh perhatian, sekaligus memberi petunjuk.
Beberapa hari kemudian, barulah mereka dapat menguasai ilmu pukulan itu, namun masih agak
lamban gerakannya.
Ketika mereka sedang berlatih di halaman belakang, mendadak monyet bulu putih yang di bahu
Tio Cie Hiong bercuit-cuit.
"Kauw heng, engkau ingin mempertunjukkan sesuatu?" tanya Tio Cie Hiong dengan heran.
Monyet bulucutih manggut-manggut. Tio Cie Hiong cun mengangguk dan sebera menyuruh
mereka berhenti berlatih.
"Berhenti dulu Kauw heng ingin mempertunjukkan sesuatu."
"Kauw heng ingin mempertunjukkan apa?" tanya sam Gan sin Kay dan merasa heran.
"Mungkin kauw heng ingin mempertunjukkan semacam ilmu lagi," sahut Tio Cie Hiong.
"Bagus Bagus" sam Gan sin Kay tertawa gembira.
Monyet bulu putih meloncat ke tengah-tengah halaman, lalu bercuit-cuit dan mulai bergerak.
Tio Cie Hiong terbelalak menyaksikan gerakan-gerakan itu, sebab tampak kacau balau. Bu Lim Ji
Khie dan lainnya menjadi pusing ketika menyaksikan gerakan-gerakan monyet itu, bahkan mata
mereka menjadi berkunang-kunang.
sementara Tio Cie Hiong terus memperhatikan gerakan monyet bulu putih dengan cermat.
Namun sesaat kemudian monyet itu berhenti.
"Ulangi sekali lagi, kauw heng" ujar Tio Cie Hiong.
Monyet bulucutih manggut-manggut, lalu mulai bergerak lagi. Tio Cie Hiong sebera memusatkan
perhatiannya untuk menyaksikan semua gerakan monyet itu.
Berselang beberapa saat kemudian, barulah monyet bulu putih berhenti, lalu bercuit-cuit sambil
memandang Tio Cie Hiong.
"Terimakasih, kauw heng" ucap Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Aku sudah hafal semua
gerakan itu."
"Apa?" Bu Lim Ji Khie terbelalak. " Engkau sudah hafal semua gerakan itu?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. kemudian mulai bergerak. "Tampak bayangannya berkelebat
ke sana ke mari, begitu pula sepasung tangannya.
"Aduuuh Pusing" keluh Bu Lim Ji Khie, begitu pula yang lain.
Berselang beberapa saat, barulah Tio Cie Hiong berhenti. Monyet bulu putih bertepuk-tepuk
tangan, kelihatannya gembira sekali.
"Bukan main" Tui Hun Lojin menggeleng-gelengkan kepala. "Itu... entah ilmu pukulan apa?"
"Memang lihay sekali ilmu pukulan ini, bahkan sangat aneh," sahut Tio Cie Hiong. "Aku pun tidak
menyangka, kalau kauw heng memiliki ilmu pukulan yang sedemikian lihay dan aneh."
"Namai saja Ilmu Pukulan Monyet sakti" ujar sam Gan sin Kay.
Mendadak monyet bulu putih bercuit-cuit dan manggut-manggut, kelihatannya setuju.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Kauw heng, engkau setuju ilmu pukulan itu
kunamai Ilmu Pukulan Monyet sakti?"
Monyet bulu putih manggut-manggut lagi. seketika sam Gan sin Kay tertawa gelak lagi.
"Bagus" Itu adalah Ilmu Pukulan Monyet sakti. Aku harus belajar"
"Benar." Tio Cie Hiong mengangguk. "Kini akan kuajarkan kepada kalian semua. Nah, perhatikan
baik-baik"
Tio Cie Hiong mulai bergerak lagi, namun kali ini ia bergerak lamban, agar gerakannya bisa
dilihat dengan jelas. setelah itu, Bu Lim Ji Khie dan lainnya mulai menirukan gerakan-gerakan itu.
Apabila terdapat kesalahan, Tio Cie Hiong pasti memberikan petunjuk.
"Adik Im Aku pernah mengajarmu Pan Yok Hian Thian sin Kang, tapi kenapa Iweekangmu masih
belum bertambah maju?" tanya Tio Cie Hiong.
"Aku...." Lim Ceng Im menundukkan kepala.
"Dia jarang melatih." Lim Peng Hang memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Adik Im, kenapa engkau tidak berlatih ilmu lweekang itu?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Cie Hiong" sahut sam Gan sin Kay. "Dia mana punya waktu untuk berlatih lweekang itu?"
"Kenapa tidak punya waktu?" Tio Cie Hiong merasa heran.
"Sebab waktunya dihabiskan untuk memikirkanmu." sam Gan sin Kay memberitahukan. "Jadi
bagaimana mungkin dia bisa berlatih?"
"Oooh" Tio Cie Hiong tersenyum lalu memegang bahu gadis itu seraya berkata lembut. "Adik Im,
mulai sekarang engkau harus giat berlatih Pan Yok Hian Thian sin Kang"
"Ya, Kakak Hiong." Lim Ceng Im mengangguk.
Seminggu kemudian, barulah Bu Lim Ji Khie dan lainnya berhasil menguasai Ilmu Pukulan
Monyet sakti. oleh karena itu Tio Cie Hiong merasa gembira sekali.
Malam ini, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im duduk berdampingan di halaman belakang,
menikmati keindahan malam purnama.
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menatapnya mesra. "Entah bagaimana keadaan Adik sian Eng di
Tayli" Apakah dia sudah mempunyai anak?"
"Mungkin sudah," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Adik Im, setelah urusan dengan Bu
Tek Pay beres, bagaimana kalau kita pergi ke Tayli menengok mereka?"
"Baik." Lim Ceng Im mengangguk. "Kemudian kita ajak mereka ke Tionggoan."
"Kenapa kita harus mengajak mereka ke Tionggoan?"
"Apakah Kakak Hiong lupa?"
"Lupa apa?"
"Kita harus melangsungkan pernikahan, tentunya mereka harus hadir, kan?"
"Oooh" Tio Cie Hiong manggut dan memegang tangan Lim Ceng Im erat-erat. "Benar, kita harus
melangsungkan pernikahan."
"Kakak Hiong, setelah kita menikah, apakah kita akan tinggal di puncak Gunung Thian san?"
"Begini...." Tio Cie Hiong menatapnya lembut. "Soal itu terserah padamu saja. Yang jelas kita
tidak usah mencampuri urusan rimba persilatan lagi."
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im tersenyum. "Aku menurut kepadamu saja."
"Setelah kita menikah nanti, barulah kita rundingkan kembali," ujar Tio Cie Hiong dan
melanjutkan. "Adik Im, besok pagi aku akan pergi."
"Kakak Hiong...." Wajah Lim Ceng Im langsung berubah murung. "Kenapa engkau tega
meninggalkanku" "
"Sebetulnya aku tidak tega, tapi aku harus mencari Tun Hun Li, Thian Liong Kiam Khek
danpemilik Hong Hoang Leng. Bahkan aku pun harus mengawasi gerak-gerik pihak Bu Tek Pay.
Maka harap engkau maklum dan mengerti"
"Aku bisa maklum dan mengerti, namun...." Air mata gadis itu mulai meleleh. "Kita akan
berpisah lagi."
"Aku pergi tidak akan lama, sebab harus kembali untuk berunding." Tio Cie Hiong membelainya.
"Adik Im, engkau tidak usah cemas...."
"Kakak Hiong" Lim Ceng Im mulai terisak-isak. lalu mendekap di dada Tio Cie Hiong.
"Kakak Hiong...."
"HahahaHahaha" Mendadak muncul Bu Lim Ji Khie. Mereka berdua memandang Lim Ceng Im
sambil tertawa gelak.
"Dekap-dekapan lagi ya" ujar sam Gan sin Kay.
"Kakek" Lim Ceng Im langsung melepaskan dekapannya, lalu menatap sam Gan sin Kay dengan
mata melotot. " Heran, kenapa Kakek selalu usil sih" Tidak boleh orang senang ya?"
"Tentu boleh," sahut sam Gan sin Kay. "Tapi barusan engkau menangis terisak-isak, kenapa
sih?" "Kakak Hiong...."
"Dia nakal atau kurang ajar terhadapmu?"
"Dia... dia...." Lim Ceng Im mulai terisak-isak lagi. "Dia...."
"Eh?" sam Gan sin Kay terbelalak. "Kenapa dia" Apakah dia menghinamu" Baik, kakek akan
menghajarnya."
"Jangan Kakek" cegah Lim Ceng Im. "Dia tidak menghinaku, melainkan akan pergi esok."
"Kakek sudah mendengar." sam Gan sin Kay tertawa. "Bagaimana mungkin kakek bisa
menghajarnya?"
"Kakekmu yang akan dihajar Kakak Hiong- mu," sela Kim siauw suseng sambil tertawa.
"Aku sedang sedih, Kakek dan Kakek sastrawan malah terus tertawa. sungguh keterlaluan"
"siapa yang keterlaluan, Nak?" Mendadak muncul Lim Peng Hang bersama Tui Hun Lojin dan
Gouw Han Tiong.
"Yaaah..." Lim Ceng Im menghela nafas panjang. "Kenapa berkumpul di sini semua?"
"Ha ha" Tui Hun Lojin tertawa. "Mengganggu kalian berdua, kan?"
Lim Ceng Im diam, namun mulutnya cemberut. Lim Peng Hang tersenyum sambil mendekatinya,
sekaligus membelainya.
"Nak, kenapa matamu basah?" tanya Lim Peng Hang lembut.
"Kakak Hiong akan pergi esok. maka hatiku sedih...." Lim Ceng Im mulai terisak.
"Oooh" Lim Peng Hang manggut-manggut.
Kemudian berkata kepada Tio Cie Hiong dengan sungguh-sungguh. "Cie Hiong, engkau boleh
pergi mencari Tui Hun Li, Thian Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng, tapi jangan
terlampau lama, sebab akan mencemaskan ceng Im"
"Ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk. "Dalam waktu satu bulan aku pasti kembali."
"Satu bulan?" Lim Ceng Im menggelengkan kepala. "Kenapa begitu lama" Apakah tidak bisa
lebih cepat?"
"Adik Im Kalau bisa, aku akan kembali selekasnya." ujar Tio Cie Hiong berjanji. "Oh ya, engkau
jangan lupa berlatih Pan Yok Hian Thian sin Kang"
"Ng" Lim Ceng Im mengangguk, lalu memandangnya dengan air mata meleleh. "Kakak Hiong,
engkau akan berangkat esok pagi?"
"Ya," sahut Tio Cie Hiong sambil memegang bahu Lim Ceng Im. "Engkau harus tenang, jangan
memikirkan yang bukan-bukan"
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im memeluknya.
Kali ini sam Gan sin Kay tidak menggoda gadis itu lagi, sebab ia tahu hati cucunya sedang sedih
karena akan ditinggal Tio Cie Hiong.
Bab 68 Thian Liong Kiam Khek membantu Tui Beng Li
Setelah melepaskan dahaga di kedai teh, Tui Beng Li-Tan Li Cu lalu meninggalkan kedai itu.
Namun tiba-tiba keningnya berkerut lalu ia menghentikan langkahnya. Ternyata ia mendengar
suara langkah mendekatinya. Tak lama muncullah belasan orang, yang semuanya ternyata anggota
Bu Tek Pay. "Tui Beng Li" bentak salah seorang, yang ternyata pemimpin mereka. "Hari ini engkau harus
mampus" "Aku yang mampus atau kalian yang harus mati?" sahut Tan Li Cu sambil tertawa dingin.
"Engkau telah banyak membunuh kawan-kawan kami, maka aku tidak akan mengampunimu"
"Engkau kira aku akan mengampuni kalian?" Tan Li Cu menatap mereka dengan tajam. "Hm
Kenapa Liu siauw Kun tidak berani muncul melawanku?"
"Ha ha ha" orang itu tertawa gelak. "Tuan muda tidak perlu turun tangan, sebab kami juga
cukup," "Hmm" dengus Tan Li Cu dingin. " Jadi kalian ingin membunuhku?"
"Benar Ha ha ha" Pemimpin itu tertawa gelak. "Tui Beng Li, ajalmu telah tiba hari ini"
"Kalian yang akan mati hari ini" Tan Li Cu mengeluarkan pedang Loan Kang Pokiamnya.
Pada waktu bersamaan, terdengarlah suara seruan yang mengguntur, kemudian melayang turun
seseorang. "Tui Beng Li, aku akan membantumu menghabiskan mereka" Seorang pemuda berdiri di sisi Tan
Li cu. "Terimakasih, Thian Liong Kiam Khek" ucap Tan Li cu. sungguh di luar dugaan, pemuda itu
ternyata Lie Man chiu, murid Tayli Lo Ceng.
"Bagus Bagus Ha ha ha." Pemimpin itu tertawa. "Kalian berdua harus mampus"
"Hm" dengus Thian Liong Kiam KheksLie Man chiu, lalu berkata kepada Tan Li cu sambil
tersenyum. "Tui Beng Li, mereka berjumlah empat belas orang. Lihatlah siapa di antara kita yang
lebih banyak membunuh mereka"
"Baik." Tan Li cu mengangguk.
"Serang mereka" bentak pemimpin itu.
Seketika belasan anggota Bu Tek Pay itu langsung menyerang Tan Li cu dan Lie Man Chiu. Tan
Li Cu tertawa dingin, sedangkan Lie Man chiu bersiul panjang sambil menggerakkan Thian Liong Po
Kiamnya. la menangkis sekaligus balas menyerang dengan jurus Thian Liong Pah Bwe (Naga
Khayangan Mengibaskan Ekor). Badannya bergerak dan pedang pusakanya pun berkelebatan
secepat kilat. Sementara Tan Li cu pun sudah mulai balas menyerang. la mengeluarkan jurus Lui Ming Tian
soh (Petir Menggelegar Kilat Menyambar) . "Aaaakh Aaaaakh..." Terdengarlah suara jeritan.
"Bagus" seru Lie Man chiu. "Engkau telah membunuh tiga orang."
"Engkau pun telah membunuh tiga orang, jadi kita seri. Ayoh, kita serang lagi mereka" sahut
Tan Li Cu dan langsung menggerakkan pedang pusakanya.
Lie Man chiu tidak mau ketinggalan. la pun segera menggerakkan pedang pusakanya.
Tan Li Cu mengeluarkan jurus Lui Tian Liam Te (Petir Kilat Membelah Bumi), sedangkan Lie Man
Chiu mengeluarkan jurus Thian Liong Cioh Cu (Naga Khayangan Merebut Mutiara). "Aaaakh Aaaakh
Aaaakh..." Terdengar lagi suara jeritan.
"Tui Beng Li, aku telah membunuh tiga orang" seru Lie Man Chiu sambil tertawa.
"Sama," sahut Tan Li Cu. "Akupun telah membunuh tiga orang. Kini cuma tersisa dua orang,
bagaimana seorang satu?" "Baik." Lie Man Chiu menyerang pemimpin itu.
Tan Li cu menyerang yang lain. Terdengarlah suara jeritan, dan dampak pemimpin itu
terhuyung-huyung. sepasang tangannya menutupi sepasang telinganya yang telah berlumuran
darah. orang yang diserang Tan Li cu telah terkapar tak bernyawa. Ketika melihat pemimpin itu belum
mati, Tan Li Cu tampak tercengang, namun kemudian tertawa.
"Thian Liong Kiam Khek Engkau ingin melepaskan orang itu agar melapor kepada ketuanya?"
"Benar." Lie Man Chiu manggut-manggut. "Tapi dia telah kupotong sepasang telinganya. Ha ha
ha..." "Bagus" Tan Li Cu tersenyum, lalu menatap dingin pemimpin itu. " Engkau boleh kembali ke
markas untuk melapor Beritahukan juga kepada Liu siauw Kun, bahwa aku menunggunya"
"Ya Ya...." Pemimpin itu segera kabur.
"Ha ha ha" Lie Man chiu tertawa, kemudian memandang mayat-mayat yang bergelimpangan itu
sambil menghela nafas panjang. "Akh, aku berhati kejam, namun mereka telah banyak melakukan
kejahatan"
"Benar." Tan Li cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Tui Beng Li, mari kita pergi" ajak Lie Man chiu. "oh ya, bagaimana kalau kita mengisi perut
dulu" "
"Baik." Tan Li cu mengangguk.
Lie Man chiu dan Tan Li cu memasuki sebuah kedai. Pelayan kedai segera menghampiri mereka
sambil tersenyum-senyum. "silakan duduk silakan duduk" Lie Man chiu dan Tan Li cu lalu duduk
"Tui Beng Li, engkau mau makan apa?" tanya Lie Man chiu.
"Sup sapi saja," sahut Tan Li cu.
"Pelayan, tolong ambilkan satu poci arak dan dua mangkok sup sapi" pesan Lie Man Chiu.
"Ya, Tuan." Pelayan itu segera pergi. Tak lama ia sudah kembali dengan membawa satu poci
arak, dua mangkok sup sapi dan dua buah cangkir. "silakan makan, Tuan dan Nona"
"Terimakasih" ucap Lie Man chiu. la lalu menuang arak ke dalam kedua cangkir itu. "Tui Beng Li,
mari kita bersulang"
"Mari" sahut Tan Li Cu sambil mengangkat minuman keras itu, lalu meneguknya. setelah itu ia
bertanya. "Bolehkan aku tahu namamu?"
"Namaku Lie Man Chiu. Namamu?"
"Tan Li Cu. oh ya, siapa gurumu?"
"Tayli Lo Ceng."
"Apa?" Tan Li Cu terbelalak. " Gurumu Tayli Lo Ceng?"
"Ya." Lie Man Chiu mengangguk dan tercengang. "Engkau kenal guruku?"
"Kenal." Tan Li Cu memberitahukan. " Gurumu pernah menyelamatkan diriku, bahkan juga
membawaku ke Gunung Hong Lay san."
"jadi,..." Lie Man Chiu gembira sekali. "Engkau murid It sim sin Ni?"
"Benar." Tan Li cu manggut-manggut sambil tersenyum. "Tidak disangka kita bertemu di tempat
ini, bahkan engkau sempat pula membantuku membunuh para anggota Bu Tek Pay"
"Oh ya" Lie Man Chiu menatapnya seraya bertanya. "Siapa Liu siauw Kun" Kenapa engkau
kelihatan begitu dendam kepadanya?"
"Dia murid Bu Lim sam Mo. Dia... dia...." Wajah Tan Li Cu berubah murung dan matanya
berkaca-kaca. "Dia membunuh suami, ayah dan anakku yang belum berusia setahun."
"Apa?" sepasang mata Lie Man Chiu langsung berapi-api. "Begitu kejam orang itu" Karena dia
membunuh suami, ayah dan anakmu?"
"Karena...." tutur Tan Li Cu diawali dari Pang-gung Cari Jodoh dan lain sebagainya. "Karena itu,
dia sangat sakit hati dan dendam kepadaku."
"Oooh" Lie Man Chiu manggut-manggut. "sejak itu engkau kenal Tio Cie Hiong?"
"Ya." Tan Li Cu mengangguk. "Cie Hiong adalah pemuda yang sangat baik, tapi...."
"Dia mengorbankan dirinya demi menolong Kay Pang, tujuh partai besar dan lainnya. Guruku
telah memberitahukan tentang itu. Aku kagum dan salut padanya, namun entah dia sembuh atau
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belum?" "Sebetulnya aku ingin ko markas pusat Kay Pang menanyakan tentang Cie Hiong, tapi khawatir
akan mencelakai pihak Kay Pang."
"Benar. Sebab kini Kay Pang masih di bawah perintah Bu Tek Pay, maka kalau engkau ke sana,
Kay Pang pasti akan celaka. Menurutku, apabila Tio Cie Hiong sudah sembuh dan kepandaiannya
pulih, dia pasti muncul di rimba persilatan. Tidak sulit bagi dia mencarinya."
"Ya."
"Guruku telah berpesan bahwa aku harus membantunya."
"Guruku pun berpesan begitu."
"Oh" Kalau begitu, kita harus mencari informasi tentang dirinya.Jadi mulai sekarang kita
bergabung untuk memberantas para anggota Bu Tek Pay."
"Baik."
Sementara itu, pemimpin yang dipotong telinganya telah tiba di markas. la langsung menghadap
Bu Lim Sam Mo untuk melapor tentang kejadian itu.
"Apa?" Seketika juga Tang Hai Lo Mo melotot setelah menerima laporan tersebut. "Thian Liong
Kiam Khek membantu Tui Beng Li membunuh para anak buahmu?"
"Ya." Pemimpin itu mengangguk dan menambahkan. "Tui Beng Lipun bilang, dia menunggu
Tuan muda."
"Bagus Bagus" Tang Hai LoMo gusar sekali.
"Sekarang engkau boleh pergi mengobati telingamu."
"Terimakasih, Ketua" ucap pemimpin itu dan segera pergi.
"Thian Liong Kiam Khek... Tui Beng Li" gumam Tang Hai Lo Mo sambil berkertak gigi. "Aku
harus mencincang kalian"
"Ketua" usul Ang Bin sat sin. "Biar aku dan Liu siauw Kun pergi menangkap mereka"
"Baik," Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Lebih baik kalian gunakan bom asap beracun"
"Ya, Ketua" Ang Bin sat sin mengangguk. kemudian memandang Liu siauw Kun seraya berkata.
"Mari kita berangkat"
"Ya, Guru," sahut Liu siauw Kun, lalu memberi hormat kepada Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang
Koay dan Lak Kui.
Setelah itu, barulah mereka pergi. Tang Hai Lo Mo memandang punggung mereka sambil
manggut-manggut.
"Mereka berdua pasti dapat menangkap Thian Liong Kiam Khek dan Tui Beng Li. sebab mereka
akan menggunakan bom asap beracun." ujarnya.
"Benar." Thian Mo dan Te Mo manggut-manggut.
"Tang Hai Lo Mo masih ada berapa markas cabang kita?" tanya Tiau Am Kui mendadak.
"Cuma tinggal satu," jawab Tang Hai Lo Mo.
"Kenapa?"
"Aku yakin pemilik Hong Hoang Leng akan ke sana," jawab Tiau Am Kui. "oleh karena itu,
alangkah baiknya kami berenam ke sana untuk menangkap pemilik Hong Hoang Leng itu."
"Benar," sambung Toa Thau Kui. "Pemilik Hong Hoang Leng pasti ke sana, maka kami berenam
harus mendahuluinya ke sana."
"Ngmmm" Siluman Kurus manggut-manggut. "Ide yang bagus Setelah berhasil kita tangkap.
mereka harus kita bakar hidup, hidup,"
"Kalau begitu..," Tiau Am Kui berpikir sejenak. "Kami berangkat sekarang, suruh salah seorang
anggota menunjuk jalan"
"Ya." Tang Hai Lo Mo mengangguk. kemudian menyuruh seseorang mengantar Lak Kui ke
markas cabang itu.
Seusai bersantap. Lie Man Chiu dan Tan Li Cu meninggalkan kedai itu. Mereka berjalan sambil
bercakap-cakap. Tak seberapa lama kemudian, hari pun mulai gelap.
"Tui Beng Li, bagaimana kalau kita bermalam di penginapan?" tanya Lie Man Chiu.
"Baik." Tan Li Cu mengangguk. Mereka berdua lalu menuju sebuah penginapan. Pelayan
penginapan itu segera membawa mereka ke sebuah kamar.
"Ini adalah kamar yang paling besar dan bersih. Kalian cocok?" tanya sipelayan.
"Cocok," sahut Lie Man Chiu setelah melongok ke dalam kamar itu.
"Tuan mau pesan minuman apa?"
"Arak saja."
"Tidak pesan makanan?"
"Kami masih kenyang," sahut Lie Man Chiu sambil melangkah memasuki kamar. Tan Li Cu
mengikutinya dari belakang, kemudian mereka duduk berhadapan.
Pelayan itu muncul dengan membawa sepoci arak dan dua buah cangkir. Kemudian, setelah
menaruh arak dan cangkir itu di atas meja, ia lalu pergi.
"Nanti engkau tidur di ranjang," ujar Lie Man chiu dan menambahkan. "Aku akan tidur di kursi."
"Terima kasih" ucap Tan Li cu. "Oh y a, engkau mau minum?"
"Aku tidak berani minum lagi," sahut Tan Li cu sambil tersenyum. "Takut mabuk." Lie Man chiu
tersenyum, lalu minum sendiri.
"Apa nama ilmu pedangmu, yang sungguh hebat dan lihay sekali itu?"
"Lul Tian Kiam Hoat (Ilmu Pedang Petir Kilat)." Tan Li cu memberitahukan. "Oh ya, ilmu
pedangmu" "
"Thian Liong Kiam Hoat (Ilmu Pedang Naga Khayangan), pedangku Thian Liong Po kiam.
Pedang mu?"
"Loan Kang Pokiam."
"Oooh" Lie Man chiu manggut-manggut. "Pantas begitu lemas, hingga bisa dijadikan sebagai
ikat pinggang"
"Ya." Tan Li cu mengangguk. Mendadak ia teringat sesuatu yang bertanya. "Tahukah engkau
bahwa Cie Hiong sudah mempunyai calon isteri?"
"Aku belum tahu. siapa calon isterinya?"
"Lim Ceng Im, putri kesayangan ketua Kay pang."
"Oooh"
"Thian Liong Kiam Khek" Tan Li cu menatapnya seraya bertanya. "Apakah engkau sudah
mempunyai calon isteri?"
"Belum." Lie Man Chiu tersenyum. "Tapi guruku pernah bilang...."
"Gurumu pernah bilang apa?"
"Guruku bilang, pasangan Thian Liong Pokiam adalah Hong Hoang Pokiam. Maka aku berjodoh
dengan pemilik Hong Hoang Pokiam"
"oh, ya?" Tan Li Cu tersenyum. "Bagaimana kalau pemilik Hong Hoang Pokiam itu seorang
nenek?" "Kata guruku, tidak mungkin. Pemilik Hong Hoang Pokiam adalah gadis yang cantik jelita." Lie
Man Chiu memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Namun aku kurang percaya."
"Mungkin itu yang disebut perjodohan Liong Hong." ujar Tan Li Cu sungguh-sungguh. "Memang
masuk akal, Thian Liong Kiam Khek. se-moga engkau cepat-cepat bertemu pemilik Hong Hoang
Pokiam yang cantik jelita itu"
"Terimakasih" ucap Lie Man Chiu. "Oh ya Kalau engkau berhasil membunuh Liu siauw Kun, apa
rencanamu selanjutnya?"
"Tidak mempunyai rencana apa pun."
"Tidak mau menikah lagi?"
"Mungkin tidak." sahut Tan Li Cu sambil menghela nafas panjang. "Aku mau menjadi biarawati
dan tetap tinggal di Gunung Hong Lay san."
"Tapi engkau masih muda Iho"
"Memang, namun aku tidak bisa melupakan suami dan anakku itu. Lagi pula hatiku telah
dingin." "Nasib" Lie Man chiu menggeleng-gelengkan kepala. "Padahal engkau sangat cantik dan lemah
lembut, tapi justru mengalami kejadian itu. Sung-guh kasihan anakmu"
"Ya." Mata Tan Li cu basah. "Ketika dia mati dihempas oleh Liu Siauw Kun, aku melihat
sepasang matanya melotot ke arah Liu Siauw Kun. Aaakh, anakku"
"Maaf Aku telah menimbulkan kesedihanmu"
"Setiap malam aku pasti menangis sendiri, teringat akan anakku. Usianya belum setahun, tapi
harus mati secara mengenaskan." Tan Li Cu mulai terisak-isak. "Itu membuatku nyaris menjadi gila,
tapi untung guruku dan gurumu terus menghiburku."
"Tui Beng Li, jangan sedih" ujar Lie Man Chiu. "Aku pasti membantumu membunuh Liu siauw
Kun." "Terimakasih" ucap Tan Li Cu dengan air mata bercucuran. "Sudah malam, silakan tidur"
"Ya." Tan Li Cu membaringkan dirinya di tempat tidur, sedangkan Lie Man Chiu tetap duduk di
kursi, kemudian memejamkan matanya.
Sebaliknya Tan Li Cu yang berbaring di ranjang, sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.
Ternyata ia terus terbayang akan anaknya yang sudah tiada, sehingga air matanya meleleh.
Keesokan harinya, Tan Li Cu dan Lie Man Chiu berjalan pcriahan-lahan meninggalkan
penginapan itu. Kepala Tan Li Cu tertunduk seakan sedang memikirkan sesuatu.
"Tui Beng Li, apa yang kaupikirkan?" tanya Lie Man Chiu dan diam-diam menghela nafas
panjang. "Aaakh..." Tan Li cu menggeleng-gelengkan kepala. "Masih terbayang kematian anakku yang
mengenaskan."
"Itu sudah berlalu, jangan terus kau bayangkan" ujar Lie Man Chiu. "Aku pasti membantumu
membunuh Liu siauw Kun."
"Thian Liong Kiam Khek Engkau tidak tahu...," ujar Tan Li cu memberitahukan. " Ketika itu,
anakku sedang belajar jalan bersama ayahku. Anakku tertawa-tawa, namun itu merupakan tawanya
yang terakhir."
"Tui Beng Li...." Lie Man chiu menggeleng-gelengkan kepala.
"Setiap kali melihat anak kecil sebesar anakku, aku pasti menangis." ujar Tan Li cu dan
kemudian menggeram. "Liusiauw Kun, engkau pasti kucincang"
"Ha ha ha" Mendadak terdengar suara tawa. "Siapa ingin mencincangku?" Kemudian melayang
turun dua orang, yaitu Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun. Begitu melihat pemuda itu, seketika juga
mata Tan Li Cu menjadi membara.
"Bagus Bagus Akhirnya engkau muncul juga" ujar Tan Li Cu penuh dendam. "Hari ini engkau
pasti kucincang"
"Ha ha ha" Liu siauw Kun tertawa gelak sambil memandangnya. "Li Cu, engkau masih masih
letap cantik sudah sekian lama engkau menjanda, tentunya engkau kesepian sekali Lebih baik
engkau ikut aku untuk hidup senang"
"Diam," bentak Tan Li Cu sambil mengeluarkan Loan Kang Pokiamnya.
"Oooh" Lie Man Chiu manggut-manggut sambil menatap pemuda itu. "Ternyata engkaulah Liu
siauw Kun"
"Benar" sahut Liu siauw Kun. "siapa engkau" Kenapa engkau bersama Li Cu?"
"Aku Thian Liong Kiam Khek" ujar Lie Man chiu sepatah demi sepatah dengan dingin sekali.
"Ha ha ha" Ang Bin sat sin tertawa gelak. "Bagus Aku ke mari memang ingin menangkap kalian"
"Hmm" dengus Lie Man chiu dingin. "Kalian berdua mampu menangkap kami?"
"Tentu" Ang Bin sat sin tertawa lagi. "Thian Liong Kiam Khek, lebih baik engkau menyerah"
"oh?" Lie Man chiu menatapnya dingin sambil menghunus Thian Liong Pokiamnya. "Katakan
siapa engkau?"
"Aku Ang Bin sat sin" sahutnya sekaligus menghunus pedangnya, lalu berkata kepada Liu siauw
Kun. "Hadapi Tui Beng Li Aku menghadapi yang ini."
"Ya, Guru." Liu siauw Kun mengangguk.
"Lihat serangan" bentak Tan Li cu sambil menyerang Liu siauw Kun.
"Ha ha ha" Liu siauw Kun tertawa sambil berkelit. "Galak amat sudahlah, lebih baik kita
bersenang-senang sudah sekian lama engkau menjanda, tentunya sangat kesepian...."
"Jahanam" Caci Tan Li Cu sambil menyerangnya lagi.
Sementara Lie Man chiu sudah bertarung dengan Ang Bin sat sin. Bukan main serunya
pertarungan mereka, sebab keduanya mengeluarkan ilmu pedang andalan masing-masing.
Lie Man Chiu mengeluarkan Thian Liong Kiam Hoat (Ilmu Pedang Naga Kahyangan), sedangkan
Ang Bin sat sin mengeluarkan sin Eng Kiam Hoat (Ilmu Pedang Elang sakti).
Setelah bertarung puluhan jurus, Ang Bin sat sin tampak agak keteter. Begitu pula Liu siauw Kun
yang bertarung dengan Tan Li cu. Padahal Liu siauw Kun telah mengeluarkan Pak Kek Kiam Hoat
(Ilmu Pedang Kutub Utara), namun pemuda itu kurang latihan dan sering main perempuan, maka
lweekangnya mengalami kemerosotan.
Tan Li Cu terus menyerang dengan jurus-jurus yang mematikan, membuat Liu siauw Kun
terdesak. "Engkau harus mampus" bentak Tan Li Cu dan sekaligus menyerangnya denganjurus Lui Tian
Toh san (Petir Kilat Merobohkan Gunung).
Liu siauw Kun berusaha berkelit, tapi bahunya tersabet juga oleh Loan Kang Pokiam. "Aaakh..."
jerit Liu siauw Kun dan terhuyung-huyung ke belakang.
Bagian 39 "Engkau harus mampus hari ini" bentak Tan Li cu sambil mendekatinya.
Ang Bin sat sin yang menyaksikan kejadian itu terkejut bukan main. la menangkis serangan Lie
Man chiu, sekaligus merogoh ke dalam bajunya. Ternyata ia mengambil dua buah bom asap
beracun, lalu dilemparkannya ke tanah. Bom itu meledak dan mengeluarkan asap beracun. Betapa
terkejutnya Lie Man chiu dan Tan Li cu. Mereka cepat-cepat menutup pernafasan, tapi terlambat.
Mereka terkulai dan pingsan seketika. Ang Bin Sat Sin tertawa gelak. Liu Siauw Kun segera
membalut luka di bahunya, kemudian ia juga tertawa gembira.
"Guru Biar aku bersenang-senang dulu dengan wanita itu" ujar Liu Siauw Kun. "Dia telah
melukai bahuku, maka dia harus membayar mahal."
"Ha ha Boleh saja engkau bersenang-senang dengan dia." sahut Ang Bin Sat Sin. "Dia sudah tak
berdaya sama sekali."
Tiba-tiba terdengar suara siulan panjang yang memekakkan telinga. Sudah barang tentu suara
siulan itu sangat mengejutkan mereka. Tak lama kemudian tampak melayang turun seseorang
berusia empat puluhan, dan seekor monyet bulu putih duduk di bahunya. Dialah Tio Cie Hiong yang
memakai kedok kulit.
"Siapa engkau?" bentak Ang Bin Sat Sin.
"Hmm" dengus Tio Cie Hiong. "cepatlah kalian enyah dari sini"
Ang Bin sat sin tertawa dingin, kemudian mendadak menyerangnya dengan pedang.
Tio Cie Hiong mengibaskan lengan bajunya, dan seketika Ang Bin sat sin terpental beberapa
depa. Kalau tidak mencemaskan keadaan Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek, Tio Cie Hiong
pasti sudah turun tangan memusnahkan kepandaian Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun. Sedangkan
monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong sudah siap menyerang mereka, hanya
menunggu perintah Tio Cie Hiong saja.
Akan tetapi, Tio Cie Hiong tidak memberi perintah kepada monyet bulu putih menyerang
mereka, melainkan mendadak menyambar Tul Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek. lalu melesat
pergi. "Aaakh..." Ang Bin sat sin menarik nafas lega. "Sungguh tinggi kepandaian orang itu, kita berdua
bukan lawannya."
"Kenapa dia tidak menyerang kita?" tanya .Liu siauw Kun heran.
"Dia mencemaskan Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khok yang terkena asap beracun. Kalau
tidak. kita pasti celaka. Ayoh Kita harus segera pulang"
Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun melesat pergi. Mereka berdua tidak habis pikir siapa
sebenarnya lelaki itu. Tio Cie Hiong menaruh Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek di bawah
sebuah pohon. Setelah melihat jelas wajah Tui Beng Li, la nyaris menjerit kaget karena tidak
menyangka wanita itu adalah Tan Li cu.
Segeralah ia memeriksa mereka, dan setelah itu ia berlega hati, sebab mereka berdua hanya
terkena racun pelemas badan yang membuat mereka pingsan. Tio Cie Hiong memasukkan pil
pemunah racun ke dalam mulut mereka, berselang beberapa saat kemudian, mereka berdua
siuman. "Eeeh?" Lie Man chiu tercengang melihat Tio Cie Hiong. "Ke mana Ang Bin Sat sin dan Liu siauw
Kun?" "Mereka sudah pergi. Aku yang membawa kalian ke mari," sahut Tio Cie Hiong dengan suara
serak. "Terima kasih, Tayhiap (Pendekar Besar)" ucap Lie Man chiu.
Tio Cie Hiong hanya tersenyum. sementara Tan Li cu terus menatap Tio Cie Hiong dengan mata
tak berkedip. karena ia mengenali bentuk badannya.
"Siapa Tayhiap?" tanya Tan Li cu mendadak.
"Kelak kalian akan mengetahuinya," sahut Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Aku telah
memunahkan racun di tubuh kalian, maka kini kalian telah pulih."
"Terima kasih, Tayhiap" ucap Tan Li cu. "Kalau Tayhiap tidak muncul menolong kami, kami pasti
sudah celaka."
"Apakah kalian sepasang kekasih?" tanya Tio Cie Hiong.
"Bukan," sahut Lie Man chiu cepat, sekaligus memperkenalkan diri "Namaku Lie Man Chiu, murid
Tayli lo Ceng. Dia bernama Tan Li cu, murid It sim sin Ni."
"Apa?" Tio Cie Hiong tertegun.
"Tayhiap kenal guruku dan gurunya?" tanya Lie Man chiu heran.
"Kenal." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Aku pernah bertemu It sim sin Ni, tapi...."
"Kapan Tayhiap bertemu guruku?" tanya Tan Li cu.
"Kalau tidak salah, sudah dua tiga tahun yang lalu. Namun aku tidak melihatmu di sana."
"Dua tahun lalu, Tayli Lo Ceng membawaku ke sana menjadi murid It sim sin Ni." Tan Li Cu
memberitahukan.
"Ya itu setelah Liu siauw Kun membunuh ayah dan anakku."
"Apa?" Tio Cie Hiong terkejut sekali. "Liu siauw Kun...."
"Tayhiap" Lie Man chiu menatapnya heran, "Kenapa Tayhiap begitu terkejut mendengar Liu
siauw Kun membunuh ayah dan anak Tui Beng Li?"
"Karena aku tidak menyangka kalau Liu siauw Kun begitu kejam. Aaakh..." Tio Cie Hiong
menghela nafas panjang, kemudian berpesan. "selanjut-nya kalian harus berhati-hati"
"Ya." Lie Man chiu mengangguk.
"Oh ya" Tio Cie Hiong mengeluarkan dua butir pil, lalu diberikan kepada mereka seraya berkata,
"Kalau kalian makan pil anti racun ini, selama tiga bulan kalian akan kebal terhadap racun apapun."
"Terima kasih" ucap Lie Man chiu dan Tan Li cu. Mereka menerima pil itu, lalu dimasukkan ke
mulut. "Menurutku, lebih baik kalian ke markas pusat Kay Pang secara diam-diam." ujar Tio Cie Hiong
mengusulkan "Temuilah Bu Lim Ji Khie"
"Sebetulnya kami mau ke sana menanyakan tentang Tio Cie Hiong, tapi khawatir akan
menyusahkan pihak Kay Pang." Lie Man chiu memberitahukan. "Maka kami tidak jadi kelana."
"Kalian boleh ke sana secara diam-diam," ujar Tio Cie Hiong. "Maka tidak akan menyusahkan
Kay Pang."
"Akan kami pikirkan itu," sahut Lie Man chiu.
"Baiklah." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "sampai jumpa"
Tio Cie Hiong lalu melesat pergi. Lie Man chiu memanggilnya, namun Tio Cie Hiong sudah tidak
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kelihatan. "Bukan main tingginya ginkang orang itu" Lie Man chiu menggeleng-gelengkan kepala. Tan Li cu
diam saja, kelihatannya sedang memikirkan sesuatu.
"Tui Beng Li, apa yang engkau pikirkan?" tanya Lie Man chiu.
"Wajah dan suara lain, tapi bentuk badannya..." gumam Tan Li cu. "Persis seperti Tio Cie
Hiong." "Apa?" Lie Man chiu terbelalak. "Maksudnya orang itu mirip Tio Cie Hiong?"
"Bentuk badannya, tapi tidak mungkin...."
"Mcmang tidak mungkin. Tio Cie Hiong masih muda, sedangkan orang itu berusia empat
puluhan." ujar Lie Man Chiu sambil memandangnya. "Oh ya, bagaimana menurutmu?"
"Tentang apa?"
"Dia mengusulkan agar kita ke markas pusat Kay Pang secara diam-diam, apakah engkau mau
ke sana?" "Aku khawatir, kalau pihak Bu Tek Pay tahu, mereka pasti mencelakai pihak Kay Pang. Maka
untuk sementara ini kita jangan ke sana, lebih baik kita lihat dulu bagaimana perkembangan
selanjutnya."
"Baiklah." Lie Man chiu manggut-manggut dan bergumam. "Aku yakin kepandaian orang itu
pasti tinggi sekali."
Sementara itu, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun juga telah tiba di markas, dan langsung
melapor tentang kejadian itu.
"Apa?" Tang Hai Lo Mo tertegun. Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek ditolong oleh orang tak
dikenal itu?"
"Ya." Ang Bin sat sin mengangguk. "Kepandaian orang itu tinggi sekali. Ketika kuserang, dia
cuma mengibaskan lengan bajunya membuat diriku terhuyung-huyung beberapa depa dan nafasku
terasa sesak."
"oh?" Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening. " Kalau begitu, kenapa orang itu tidak menyerang
kalian?" "Mungkin dia melihat Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam Khek terkapar pingsan, karena
mendadak dia menyambar mereka dan melesat pergi." Ang Bin sat sin memberitahukan. "Di bahu
orang itu duduk seekor monyet bulu putih."
"oh?" Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening lagi. "siapa orang itu?"
"Mungkingkah dia adalah guru Tui Beng Li atau Thian Liong Kiam Khek?" tanya Thian Mo.
"Tidak mungkin." Ang Bin Sat sin menggelengkan kepala. "sebab usia orang itu kelihatan baru
empat puluhan."
"Kini...," ujar Te Mo gusar. "Bertambah satu lawan tangguh lagi, maka kita harus bersiap-siap."
"Hm" dengus Tang Hai Lo Mo. "Mereka pasti tidak berani menyerbu ke mari, karena di sini
banyak jebakan."
"Kalau pun mereka menyerbu ke mari, kita tidak perlu takut" ujar siluman Kurus sambil tertawa.
"Kami berdua akan membunuh mereka."
"Oh ya." Tang Hai Lo Mo teringat sesuatu. "Entah bagaimana Lak Kui yang di markas cabang?"
"Kalau pemilik Hong Hoang Leng muncul, mereka berenam pasti dapat membekuknya," sahut
siluman Gemuk sambil tertawa. "Ha ha ha..."
Bab 69 Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terluka
Di dalam sebuah kamar penginapan, tampak Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa duduk berhadapan
sambil bercakap-cakap. Wajah gadis itu cerah ceria.
"Paman Lo Toa, aku sama sekali tak menyangka kalau nenekku masih hidup," ujar Tio Hong Hoa
sambil tersenyum. " Kalau ayahku tahu, pasti gembira sekali."
"Hoa ji" Tio Lo Toa tertawa. "Tahukah engkau berapa usia nenekmu sekarang?"
"Tentunya sudah di atas seratus, tapi masih begitu sehat dan gagah," sahut Tio Hong Hoa dan
menambahkan. "Kini kita baru tahu jelas, ternyata kakekku telah salah paham terhadapnya."
"Yaah" Tio Lo Toa menggeleng-gelengkan kepala. "sayang sekali kakekmu telah tiada, begitu
pula pamanmu."
"oh ya Entah bagaimana keadaan Adik Cie Hiong" Apakah dia sudah sembuh?"
"Kalau sudah sembuh, dia pasti muncul dalam rimba persilatan."
"Paman Lo Toa" ujar Tio Hong Hoa merendahkan suaranya. "Kini markas cabang Bu Tek Pay
cuma tinggal satu. Bagaimana kalau malam ini kita pergi memberantas para anggota yang di situ?"
" Hoa ji" Tio Lo Toa menghela nafas. "Kita sudah membunuh banyak anggota Bu Tek Pay,
menurut aku...."
"Mereka begitu jahat, maka harus dibunuh," potong Tio Hong Hoa dan mendesaknya. "Paman
Lo Toa, malam ini kita pergi memberantas mereka ya"
Tio Lo Toa berpikir lama sekali, akhirnya mengangguk. "Baiklah."
Setelah larut malam, berangkatlah mereka menuju markas cabang Bu Tek Pay itu. Keduanya
sama sekali tidak tahu bahwa Kwan Gwa Lak Kui sudah menunggu mereka di sana.
Begitu sampai di markas cabang itu, Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terheran-heran, karena tiada
seorang penjaga pun di depan markas cabang tersebut.
"Kok sepi?" ujar Tio Lo Toa.
"Mungkin para anggota Bu Tek Pay disini sedang bersenang-senang di dalam," sahut Tio Hong
Hoa. "Paman Lo Toa, mari kita masuk saja"
Tio Lo Toa mengangguk, lalu mereka berdua melesat ke halaman. sungguh mengherankan, di
halaman itu pun sepi, tidak tampak seorang penjaga pun di sana.
"Hoa ji" bisik Tio Lo Toa. "Kelihatannya agak kurang beres, mari kita pergi"
"Sudah terlambat Ha ha ha..." Terdengar suara tawa dan mendadak berkelebat beberapa sosok
bayangan ke hadapan mereka.
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa terkejut bukan main, maka gadis itu segera menghunus Hong
Hoang Pokiamnya. "siapa kalian?" bentak Tio Lo Toa.
"Ha ha ha Kami Kwan Gwa Lak Kui sudah sekian lama kami menunggu kedatangan kalian
Karena ternyata kalian pemilik Hong Hoang Leng, maka malam ini kalian berdua harus mampus"
"Kwan Gwa Lak Kui?" Tio Lo Toa tersentak dan berkeluh dalam hati.
"Benar" sahut Tiau Am Kui. "Tentu kalian pernah mendengar kami Nah, bersiap-siaplah untuk
mati" Kwan Gwa Lak Kui segera mengepung Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa.
" Hoa ji Hati-hati, mereka berenam memiliki kepandaian ang sangat tinggi"
Tio Hong Hoa mengangguk.
"Serang" seru Tiauw Am Kui mendadak.
Mereka berenam langsung menyerang Tlo Lo Toa dan Tio Hong Hoa dengan tangan kosong. Tio
Lo Toa dan Tio Hong Hoa cepat-cepat berkelit, lalu balas menyerang.
Maka terjadilah pertarungan sengit dan seru. Kwan Gwa Lak Kui mengeluarkan Ku Lu Ciang
Hoat (Ilmu Pukulan Tengkorak). Mereka melatih ilmu tersebut dari tengkorak manusia, maka ketika
mengeluarkan ilmu tersebut, telapak tangan mereka berubah putih.
Tio Hong Hoa mengeluarkan Hong Hoang Kiam Hoat, sekaligus mengerahkan Kiu Yang sin Kang.
sedangkan Tio Lo Toa menggunakan Teng san ciang Hoat (Ilmu Pukulan Merobohkan Gunung),
yang mengandung Kiu Yang sin Kang.
Kwan Gwa Lak Kui memiliki Pek Kut Cuang Sim Kang (Lwee Kang Tulang Putih Penembus Hati),
yang sangat ganas, siapa yang terpukul, hati dan jantungnya pasti hancur.
Setelah pukulan jurus kemudian, Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa mulai terdesak dan mendadak
terdengar suara jeritan Tio Hong Hoa, ternyata dadanya telah terpukul, membuatnya terhuyunghuyung
beberapa langkah ke belakang dengan wajah pucat-pias.
Tio Lo Toa terkejut sekali. sudah barang tentu perhatiannya menjadi pecah, sehingga sebuah
pukulan" mendarat di dadanya. "Duuuk"
"Aaaakh" Ia menjerit dan memuntahkan darah segar.
"Ha ha ha" Kwan Gwa Lak-Kui tertawa gelak. "Malam ini kalian berdtia harus mampus"
Mereka berenam mendekati Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa yang telah terluka dalam. Akan tetapi
sekonyong-konyong melayang turun sosok bayangan dari terdengar suara bentakan mengguntur.
"Berhenti" Yang melayang turun di hadapan Tlo Lo Toa dan Tio Hong Hoa, itu ternyata Tio Cie
Hiong. "Siapa engkau?" bentak Tiauw Am Kui. "Hm" dengus Tio Cie Hiong.
"Serang dia" seru Tiauw Am Kui.
Mereka berenam langsung menyerang Tio Cie Hiong dengan Ku Lu ciang Hoat. Tio Cie Hiong
tidak berkelit, melainkan menangkis pukulan-pukulan itu dengan kibasan lengan bajunya.
"Daaar" Terdengar suara benturan dahsyat.
Badan Tio Cie Hiong bergoyang-goyang, sedangkan Kwan Gwa Lak Kui terdorong mundur
beberapa langkah. Di saat bersamaan, mendadak Tio Cie Hiong menyambar Tio Lo Toa dan Tio
Hong Hoa, sekaligus melesat pergi menggunakan ginkang.
"Kita kejar dia" seru Bu Ceng Kui.
"Tidak usah" sahut Tiauw Am Kui sambil menggelengkan kepala. "Ginkang orang itu tinggi
sekali, kita tidak akan dapat menyusulnya."
"Kepandaian orang itu sungguh tinggi sekali. Kibasan lengan bajunya dapat menangkis pukulanpukulan
kita," ujar Toa Thau Kui.
"Entah siapa dia?"
"Lebih baik kita pulang sekarang," ujar Tiauw Am Kui. "Kita rundingkan dengan Bu Lim sam Mo."
Mereka berenam langsung melesat pergi menggunakan ginkang. Dalam perjalanan pulang ke
markas, Kwan Gwa Lak Kui terus berpikir siapa orang itu....
Tio Cie Hiong sudah sampai di sebuah gubuk kosong di dalam rimba. Dengan hati-hati sekali ia
menaruh Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa ke bawah, lalu memeriksa mereka dengan cermat sekali.
Sementara Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa masih dalam keadaan pingsan, setelah memeriksa
mereka, Tio Cie Hiong pun menarik nafas lega. Mereka berdua memang terluka cukup parah,
namun karena terlindung oleh Kiu Yang sin Kang, maka pukulan itu tidak sampai merusak jantung
mereka. Tio Cie Hiong memasukkan sebutir pil ke mulut mereka. Berselang beberapa saat kemudian,
mereka siuman lalu mengeluarkan suara keluhan.
"Duduklah bersila dan kerahkan lweekang kalian agar kalian cepat sembuh" ujar Tio Cie Hiong.
Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa menurut. Mereka segera duduk bersila dan memejamkan mata
sambil mengerahkan Kiu Yang sin Kang. Kira-kira satu jam kemudian, barulah mereka membuka
mata dan memandang Tio Cie Hiong. "Terimakasih atas pertolongan, Tayhiap" ucap mereka
serentak. "Tidak usah mengucapkan terima kasih" sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum dan berkata.
"Kwan Gwa Lak Kui berkepandaian tinggi sekali, kenapa kalian masih ke sana menempuh
bahaya?" "Kami...." Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa tergagap. "Kami sama sekali tidak tahu bahwa Lak Kui
berada di sana."
"Oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut. " Kalian memang telah sembuh, namun kondisi kalian
masih lemah. oleh karena itu, kalian masih perlu beristirahat satu atau dua hari."
"Ya." Tio Lo Toa mengangguk. "Oh ya, bolehkah kami tahu nama besar Tahyiap?"
"Kalian akan mengetahuinya kelak."
Karena Tio Cie Hiong menyahut demikian, Tio Lo Toa tidak bertanya lagi, karena tahu bahwa
penolong itu tidak mau menyebut namanya.
"Nona...."
"Namaku Tio Hong Hoa," ujar gadis itu cepat. "Tayhiap panggil namaku saja"
"Nona Hong Hoa, lebih baik engkau beristirahat" Tio Cie Hiong menatapnya. "Sebab badanmu
masih lemah."
"Tidak apa-apa" sahut Tio Hong Hoa sambil tersenyum, "Kepandaian Tayhiap sungguh tinggi
sekali, Tayhiap hanya mengibaskan lengan baju tapi mampu, membuat Lak Kui terdorong mundur"
"Itu merupakan kepandaian biasa."
"Tayhiap terlampau merendahkan diri." Tio Lo Toa tertawa, " Kenapa Tayhiap bisa begitu
kebetulan menolong kami?"
"Memang kebetulan" Tio Cie Hiong memberitahukan.. " Ketika aku melewati markas cabang Bu
Tek Pay itu, aku mendengar suara pertarungan, maka aku masuk sekaligus menolong, kalian."
"Oooh".Tio Lo Toa manggut-manggut. "Kami memang tidak tahu, bahwa Kwan Gwa Lak Kui
berada di situ. Kalau tahu, tentunya kami tidak akan ke sana."
"Sebetulnya aku yang bersalah," ujar Tio Hong Hoa "Aku yang mendesak Paman Lo Toa pergi
memberantas para anggota Bu Tek Pay itu. untung Tayhiap segera menolong kami. Kalau tidak.
entah bagaimana nasib kami."
"Kalian memiliki semacam lweekang pelindung jantung, kalau tidak mungkin aku juga tidak bisa
menyelamatkan kalian" ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Kalau tidak salah, kalian pemilik
Hong Hoang Leng, kan?"
"Aaaakh..." Tio Lo Toa menghela nafas panjang" "Kami telah mempermalukan Hong Hoang
Leng.." "Sebetulnya tidak." Tio Cie Hiong tersenyum. "Karena mereka berenam. Kalau satu lawan satu,
kalian pasti tidak akan kalah."
"Ya." Tio Lo Toa mengangguk. "Oh ya, setelah kalian pulih. lebih baik kalian ke markas pusat
Kay Pang saja" usul Tio Cie Hiong. "Temuilah. Bu Lim Khie, namun kalian ke sana harus secara
diam-diam jangan sampai diketahui pihak Bu Tek Pay." .
"Kenapa kami harus kesana?" tanya Tio Hong Hoa.
"Setelah sampai di sana, kalian pasti tahu."
"Heran" gumam Tio Hong Hoa tidak mengerti. "Kenapa Tayhiap selalu mengatakan demikian","
"Hoa ji." Tegur Lio Lo Toa "Jangan kurang ajar."
Tio Hong Hoa cemberut. "Aku tidak kurang ajar, hanya merasa heran."
"Untuk sementara ini...." Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku masih harus menjaga suatu rahasia,
harap kalian maklum"
"Kami maklum." sahut Tio Lo Toa.
"Itu...." Tio Hong Hoa menunjuk monyet bulu putih yang duduk di bahu Tio Cie Hiong. "Bulu
monyet itu seperti saiju, sungguh bersih dan bagus sekali."
Monyet bulu putih bercuit-cuit, kelihatannya gembira sekali karena gadis itu memujinya.
"Nona Hong Hoa" Tio Cie Hiong memberitahukan sambil tersenyum. "Monyet ini bisa menari
Iho" "Oh, ya?" Tio Hong Hoa tertarik dan berkata. "Tayhiap. bolehkah Tayhiap menyuruh monyet itu
menari sebentar?"
"Tentu boleh." Tio Cie Hiong mengangguk. "Kauw heng, turunlah"
Monyet bulu putih meloncat turun, sedangkan Tio Cie Hiong mengeluarkan suling kumalanya.
"Kauw heng, aku meniup suling, engkau menari ya" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
Monyet bulu putih manggut-manggut. Kemudian Tio Cie Hiong pun mulai meniup suling
kumalanya. Betapa merdu dan sedap didengar suara suling itu, membuat Tio Lo Toa dan Tio Hong
Hoa melongo. Mereka tidak menyangka kalau penolong itu begitu mahir meniup suling. setelah
suara suling itu mengalun, monyet bulu putih mulai menari-nari lemah gemulai, sehingga membuat
Tio Hong Hoa tertawa geli.
Berselang sesaat, mendadak irama suling berubah menjadi cepat, dan nadanya meninggi, dan
seketika monyet bulu putih bergerak laksana kilat, berkelebatan ke sana ke mari.
Menyaksikan itu, Tio Lo Toa terkejut bukan main, sebab monyet bulu putih sedang
mempertunjukkan semacam ilmu silat. sedangkan Tio Hong Hoa menyaksikannya dengan mulut
ternganga lebar.
Beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya, dan monyet bulu
putih pun berhenti bergerak, lalu meloncat ke atas bahu Tio Cie Hiong.
"Bagus Hebat sekali" seru Tio Hong Hoa sambil bertepuk-tepuk tangan.
Monyet bulu putih bercuit-cuitan, sedangkan Tio Lo Toa diam saja, ia tahu saat ini berhadapan
dengan orang yang berkepandaian sangat tinggi, maka tidak berani bicara sembarangan.
"Sebentar lagi hari akan pagi, aku akan pergi beli sedikit makanan kering untuk kalian," ujar Tio
Cie Hiong dan berpesan. "Kalian harus tetap di sini, jangan pergi ke mana-mana"
"Ya, Tayhiap." Tio Lo Toa mengangguk.
"Tayhiap. bolehkah aku ikut?" tanya Tio Hong Hoa mendadak.
"Tidak boleh. Lebih baik engkau beristirahat di sini." Jawab Tio Cie Hiong.
"Tayhiap .."
"Hoa "ji tegur Tio Lo Toa dengan kening berkerut." Jangan bandel, turutilah perkataan Tayhiap"
"Paman Lo Toa" Tio Hong Hoa menundukkan kepala
"Baiklah." Tio Cie Hiong tersenyum: "Aku pergi sebentar, kalian tunggu disini, jangan pergi ke
mana-mana"
Tio Cie Hiong melesat pergi menggunakan ginkangnya. Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa saling
memandang, kemudian Tio Lo Toa menghela nafas panjang seraya berkata. "Kepandaian orang itu
masih diatas ayahmu, entah siapa dia..."
Bu Lim sam Mo, Kwan Gwa siang Koay, Lak Kui, Ang Bin sat sin dan Liu siauw Kun duduk
dengan wajah serius, kelihatannya mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting.
"Ini merupakan masalah penting yang harus kita perhatikan." ujar Tang Hai Lo Mo dengan
kening berkerut. "sebab kemunculan orang itu pasti merupakan halangan bagi kita."
"Benar." Thian Mo manggut-manggut. "Dia telah menolong Tui Beng Li dan Thian Liong Kiam
Khek, bahkan kini menolong pemilik Hong Hoang Leng...."
"Kepandaiannya tinggi sekali," sela Tiauw Am Kui memberitahukan. "Dia cuma mengibaskan
lengan bajunya, tapi dapat membuat kami berenam terdorong mundur beberapa langkah. Dapat
dibayangkan, betapa tinggi lweekangnya."
"Heran..." gumam siluman Gemuk sambil mengerutkan kening. "siapa orang itu" setahuku di
Tionggoan ini tidak ada orang yang berkepandaian setinggi itu."
"It Ceng sudah mati, Ji Khie tak berkutik dan Tio Cie Hiong sudah mati. Lalu... siapa orang itu?"
sahut Tang Hai Lo Mo dengan kening berkerut-kerut. "Lagi pula orang itu membawa seekor monyet
bulu putih. Padahal selama puluhan tahun ini, sama sekali tidak pernah mendengar nama orang
tersebut."
"Dia baru berusia empat puluhan, namun kepandaiannya memang luar biasa." Bu Ceng Kui
menggeleng-gelengkan kepala. " Kalau bertarung, belum tentu kami berenam mampu
mengalahkannya . "
"oh?" siluman Kurus tersentak. " Kalau kami berdua yang menghadapinya, apakah kami akan
menang?" tanyanya.
"Sulit dikatakan." Tiauw Am Kui menggeleng-gelengkan kepala. "Sebab kami cuma merasakan
kibasan lengan bajunya, belum bertarung dengan dia, jadi kami belum tahu jelas berapa tinggi
kepandaiannya."
"Kalau begitu...." Kwan Gwa siang Keay menatapnya. "Kenapa kalian mengatakan kalian
berenam belum tentu mampu mengalahkannya?"
"Sebab kibasan lengan bajunya saja membuat kami merasa berkunang-kunang. Lagi pula dia
mampu pergi begitu saja dengan membawa kedua orang yang terluka itu." ujar Tiauw Am Kui.
"Itu pertanda dia berkepandaian tinggi sekali."
"Ngmmm" siluman Kurus manggut-manggut. "Kalian berhasil melukai kedua orang itu dengan
pukulan Ku Lu ciang Hoat?"
"Benar." Tiauw Am Kui mengangguk.
"Kalau begitu..." siluman Kurus tertawa. "Mereka berdua pasti sudah terluka dalam."
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak salah." sahut ok sim Kui. "Tapi belum tentu bisa membuat mereka mati."
"Kenapa?" tanya siluman Kurus.
"Sebab mereka memiliki semacam lweekang yang dapat melindungi jantung, maka jantung
mereka tidak akan hancur terkena pukulan kami." ok sim Kui memberitahukan. " Lagi pula kami
menyerang mereka cuma menggunakan tujuh bagian lweekang Pek Kut Cuan sim Kang."
"Oooh" siluman Kurus manggut-manggut "Tidak apa-apa, anggaplah sebagai pelajaran bagi
mereka" "Terus terang..." ujar Tang Hai Lo Mo serius. "Aku tidak begitu memusingkan Tui Beng Li,
Thiang Liong Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng. Yang kupikirkan adalah orang yang punya
monyet bulu putih itu. Kalau dia menentang Bu Tek Pay, kita akan kewalahan menghadapinya . "
"Benar." Thian Mo dan Te Mo manggut-manggut.
"Hmm" dengus Kwan Gwa siang Keay dingin. "Kami berdua akan menghadapinya dengan Tek
Im Ciang, biar dia tahu rasa"
"Oh ya" Tang Hai Lo Mo teringat sesuatu, lalu memandang Ang Bin sat sin seraya bertanya.
"Bagaimana Kay Pang dan tujuh partai besar lainnya?"
"Hingga saat ini Kay Pang tiada kegiatan apa-apa," jawab Ang Bin sat sin memberitahukan.
"Tujuh partai besar sudah menutup pintu perguruan masing-masing, sama sekali tidak berani
bergerak dalam rimba persilatan."
"Bagus Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Jadi kini perhatian kita harus dipusatkan pada
orang yang punya monyet bulu putih itu. Apabila dia berani menentang kita, kita harus berupaya
membunuhnya"
"Benar." Kwan Gwa siang Keay manggut-manggut. "Perintahkan kepada para anggota, apabila
melihat orang itu, harus segera melapor kepada kita"
"Baik." Bu lim sam Mo mengangguk dan berkata. "Mulai sekarang, kita juga harus berhati-hati
terhadap orang itu."
Setelah membeli makanan kering, Tio cie Hlong lalu memasuki sebuah kedai teh. Akan tetapi, ia
tidak mendapat tempat duduk karena kedai teh itu telah penuh sesak. la berdiri sambil menengok
ke sana ke mari, tiba-tiba seorang tua berusia tujuh puluhan melambaikan tangannya seraya
berkata. "Mari duduk di sini"
"Terima kasih" sahut Tio Cie Hiong, kemudian duduk di hadapan orang tua tersebut.
"Mau makan apa?" tanya orang tua itu ramah.
"Aku cuma mau minum teh." Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian seorang pelayan
menyuguhkan teh kepadanya.
"Engkau membawa monyet, apakah engkau penjual atraksi keliling?" tanya orang tua itu.
"Bukan." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. "Monyet bulu putih ini kawan baikku, maka aku
selalu membawanya ke mana-mana."
"Oooh" orang tua itu manggut-manggut. " Kalau begitu, apakah engkau pengembara?"
"Kira-kira begitulah."
"jadi engkau telah mengembara ke sana ke mari?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan bertanya. "Paman juga pengembara?"
"Bukan." orang tua itu menggelengkan kepala. "sebetuinya boleh dikatakan aku baru datang di
Tionggoan."
"oh?" Tio Cie Hiong tercengang. "bukan orang Tionggoan?"
"Aku lahir di Tionggoan, tapi...." orang tua itu memberitahukan. "pindah ke sebuah pulau ketika
masih kecil."
"Pulau apa?"
" Rahasia." orang tua itu tersenyum dan menambahkan. "seperti engkau yang punya rahasia."
"Aku punya rahasia?"
"Ya." orang tua itu menatapnya. "Bukankah engkau memakai kedok kulit" Nah, engkau punya
rahasia, kan?"
"Sungguh tajam mata Paman" Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku memang memakai kedok kulit,
agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan."
"Menghindari musuh" "
"Menghindari sih tidak. hanya tidak mau banyak urusan." Tio Cie Hiong menatapnya.
"Kelihatannya Paman berkepandaian tinggi sekali, apakah Paman diundang oleh pihak Bu Tek Pay?"
"Tidak." orang tua itu menatap Tio Cie Hiong. "Aku tahu, engkau juga memiliki kepandaian
tinggi. sorot matamu begitu tajam dan bersih, karena itu aku tahu engkau bukan orang jahat."
"Paman pun bukan orang jahat." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Bagaimana engkau bisa tahu aku bukan orang jahat?" tanya orang tua itu sambil tertawa.
"Kalau Paman orang jahat, monyetku ini pasti mengetahuinya. Dia diam saja, pertanda Paman
bukan orang jahat."
"oh?" orang tua itu tertawa lagi. "Kalau begitu, monyetmu itu monyet sakti?"
"Cukup sakti." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "juga memiliki naluri yang tajam, maka bisa
membedakan orang baik dan orang jahat."
"Ha ha ha" orang tua itu tertawa gelak. "Luar biasa"
"Oh ya" tanya Tio Cie Hiong mendadak. "Ada urusan apa Paman datang di Tionggoan?"
"Karena engkau bukan orang jahat, maka aku harus memberitahukan," sahut orang tua itu.
"Mudah-mudahan engkau bisa membantuku"
"Apa yang bisa kubantu?" tanya Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Terus terang, aku datang di Tionggoan untuk mencari putriku, yang datang duluan bersama
pembantuku." orang tua itu memberitahukan. "Tapi aku tidak tahu mereka berada di mana
sekarang?"
"Paman, bolehkah aku tahu nama mereka?" "Mereka bernama Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa."
"Apa?" Tio Cie Hiong tersentak. "Jadi Nona Tio Hong Hoa adalah putri Paman?"
"Ya." orang tua itu mengangguk dan terbelalak. "engkau kenal putriku?"
"Kenal...." Ketika Tio Cie Hiong baru mau memberitahukan, mendadak muncul belasan anggota
Bu Tek Pay menghampiri mereka. Kemunculan belasan anggota Bu Tek Pay membuat tamu-tamu
lain yang sedang minum di situ lari ketakutan, namun Tio Cie Hiong dan orang tua itu masih duduk
tenang di tempat.
"Mau apa mereka ke mari?" tanya orang tua itu heran.
"Mungkin mau cari gara-gara denganku," sahut Tio Cie Hiong lalu berkata kepada monyet bulu
putih yang duduk di bahunya. "Kauw heng, aku sedang bercakap-cakap dengan Paman ini, jadi
tidak mau diganggu, maka beresilah mereka Namun engkau jangan membunuh, cukup
memusnahkan kepandaian mereka saja"
Monyet bulu putih itu bercuit dan mengangguk. lalu melesat pergi sambil menampar beberapa
anggota Bu Tek Pay itu.
"Monyet sialan" caci mereka sekaligus mengejar monyet bulu pulih yang berloncat-loncatan ke
luar. "Monyetmu itu bisa berkelahi?" tanya orang tua itu heran.
"Bisa." Tio Cie Hiong mengangguk sambil tersenyum.
"Engkau tidak perlu bantu monyet itu?" orang tua itu mengerutkan kening, kelihatannya tidak
percaya kalau monyet bulu putih tersebut mampu melawan belasan anggota Bu Tek Pay.
"Tidak perlu." Tio Cie Hiong tersenyum. Di saat bersamaan monyet bulu putih telah kembali dan
meloncat ke atas bahu Tio Cie Hiong. "Bagaimana Kauw heng, engkau sudah membereskan
mereka?" Monyet bulu putih bercuit tiga kali sampai manggut-manggut, sedangkan orang tua itu
terbelalak. "Be... begitu cepat?" orang tua itu terperangah, kemudian bangkit berdiri sekaligus memandang
ke depan. la melihat belasan anggota Bu Tek Pay berusaha bangun sambil merintih-rintih, dan
mulut mereka mengeluarkan darah. "Haaah..."
Orang tua itu kembali ke tempat duduk. terus menatap monyet bulu putih dengan mata
terbeliak lebar.
"Paman sudah melupakan pokok pembicaraan kita?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Bukan main Sungguh bukan main" orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala. "Oh ya,
engkau kenal putriku?"
"Kenal. Mari ikut aku menemui mereka"
"Baik"
Mereka lalu meninggalkan kedai itu. Begitu sampai di luar, Tio Cie Hiong mengerahkan
ginkangnya. orang tua itu juga mengerahkan ginkangnya untuk mengikuti Tio Cie Hiong.
Bukan main terkejutnya orang tua itu, karena tidak menyangka kalau ginkang Tio Cie Hiong
begitu tinggi. Padahal ia telah mengerahkan tenaga sepenuhnya, namun tetap berada di belakang
Tio Cie Hiong. Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah memasuki sebuah rimba. Tak lama
tampaklah sebuah gubuk, dan dua orang duduk di halamannya. Mereka tidak lain Tio Lo Toa dan
Tio Hong Hoa, yang sedang menunggu Tio Cie Hiong pulang.
Tio Cie Hiong dan orang tua itu melesat menghampiri mereka. Betapa terkejutnya Tio Lo Toa
dan Tio Hong Hoa, tapi ketika melihat siapa yang muncul, Tio Hong Hoa langsung berseru girang.
"Ayah" Gadis itu segera mendekap di dada orang tua itu.
"Nak" orang tua itu membelainya. Ternyata dia Tio Tay seng.
"Tocu (Majikan Pulau)" panggil Tio Lo Toa sambil memberi hormat.
Tio Tay seng manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong sambil tertawa gembira.
"Terimakasih Terimakasih...."
"Sama-sama," jawab Tio Cie Hiong laiu menaruh sebuah bungkusan. "Kini paman sudah
bertemu mereka, maka aku mohon diri"
"Eeeh...?" Tio Tay seng ingin menahannya, namun Tio Cie Hiong telah melesat pergi.
"Sampai jumpa" sahut Tio Cie Hiong.
"Aaaakh..." Tio Tay seng menghela nafas. "Kenapa dia begitu cepat pergi" Padahal aku masih
ingin mengobrol dengannya"
"Ayah bertemu dia di mana?" tanya Tio Hong Hoa.
"Di sebuah kedai...," jawab Tio Tay Seng memberitahukan dan menambahkan. "Sungguh luar
biasa monyet bulu putih...."
"Apa?" Tio Hong Hoa terbelalak. "Monyet itu mampu merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay?"
"Benar." Tio Tay seng mengangguk. "Kalau tidak menyaksikannya dengan mata kepala sendiri,
mungkin ayah juga tidak percaya."
"Monyet bulu putih memang berkepandaian tinggi, apalagi Tayhiap itu" sela Tio Lo Toa.
"Oh ya" Tio Tay seng memandang mereka. "Kek kalian bisa bersama pemuda itu?"
"Eh" Ayah sudah pikun ya?" Tio Hong Hoa " menatapnya heran. "Tayhiap itu sudah berusia
empat puluhan, kenapa ayah katakan dia pemuda?"
"Ha ha ha" Tio Tay seng tertawa. "Kalian masih tidak tahu...."
"Kenapa?" Tio Hong Hoa kebingungan.
"Dia memakai kedok kulit." Tio Tay seng memberitahukan. " Kalau tidak melihat tangannya, aku
pun tidak akan tahu bahwa dia memakai kedok kulit."
"Ayah tidak salah lihat?" Tio Hong Hoa tidak percaya.
"Ketika ayah bercakap-cakap dengan dia, tanpa sengaja ayah melihat tangannya begitu halus,"
sahut Tio Tay seng. "Karena itu, ayah tahu bahwa dia memakai kedok kulit. Lagi pula dia juga
mengaku...."
"Ayah Kira-kira berapa usianya?"
"Mungkin baru dua puluhan."
"Apa?" Tio Hong Hoa melongo. "Tidak mungkin."
"Kenapa engkau mengatakan tidak mungkin?" Tio Tay seng menatapnya.
"Sebab kepandaiannya tinggi sekali. Maka aku tidak percaya kalau usianya baru dua puluhan."
" Kalian pernah menyaksikan kepandaiannya?"
"Ya." Tio Hong Hoa mengangguk dan memberitahukan. "Dia yang menolong kami, kalau tidak.
kami berdua pasti sudah mati."
"Apa?" Tio Tay seng terkejut bukan main. " Kalian bertemu musuh tangguh?"
"Tocu" jawab Tio Lo Toa dan menutur. "Kami bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui...."
"Hah?" Wajah Tio Tay seng berubah. "Kwan Gwa Lak Kui berkepandaian tinggi sekali, kenapa
kalian lawan?"
"Kami pergi ke markas cabang Bu Tek Pay, tidak tahunya Kwan Gwa Lak Kui sudah menunggu
disana," ujar Tio Hong Hoa dan melanjutkan. "Aku dan Paman Lo Toa terkena pukulan, untung
muncul tayhiap itu menolong kami."
"Apakah mereka bertarung mati-matian?" tanya Tio Tay seng.
"Tidak"jawab Tio Hong Hoa. "Begitu tayhiap itu muncul di hadapan kami, Lak Kui langsung
menyerangnya. Tapi tayhiap itu lalu mengibaskan lengan bajunya, sehingga membuat Lak Kui itu
terdorong mundur beberapa langkah."
"Haaah?" Mulut Tio Tay seng ternganga lebar. "Engkau tidak salah lihat?"
"Tocu" sela Tio Lo Toa. "Kami tidak salah lihat. setelah Lak Kui terdorong mundur, tayhiap itu
langsung menyambar kami. Di saat itulah kami pingsan, dan ketika siuman, kami sudah berada di
dalam gubuk itu. Ternyata tayhiap itu telah mengobati kami."
"Heran" gumam Tio Tay Seng. "Sebetulnya siapa pemuda itu" Kepandaiannya kok begitu
tinggi?" Tio Hong Hoa tercengang. "Ayah tidak menanyakan namanya?"
"Tidak. Kalian?" Tio Tay Seng menatap mereka dengan heran. "Kalian tidak tahu namanya?"
"Aku sudah bertanya kepadanya, tapi dia jawab kami tentu mengetahuinya kelak." Tio Hong Hoa
memberitahukan. "Aku tidak mengerti, kenapa dia menjawab begitu."
"Dia pasti merahasiakan sesuatu. Tapi itu tidak jadi masalah, sebab dia bukan orang jahat, lagi
pula ayah yakin kelak kita akan mengetahuinya."
"Oh ya" Tio Hong Hoa teringat sesuatu. "Ayah, kita harus segera pergi ke Gunung Hong Lay
san" "Pergi ke Gunung Hong Lay San?" Tio Tay Seng tercengang. "Kenapa harus pergi ke sana?"
"Menemui It Sim Sin Ni."
"Siapa It Sim Sin Ni itu?"
"It Sim Sin Ni adalah..." Tio Lo Toa baru mau memberitahukan, tapi keburu diputuskan oleh Tio
Hong Hoa. "It Sim Sin Ni adalah pemilik biara di puncak Gunung Hong Lay San. Dia berpesan kepadaku,
apabila bertemu ayah, harus bawa ayah ke sana menemuinya."
"Hoa ji" Tio Tay Seng menatapnya dalam-dalam. "Kenapa engkau bersikap misterius?"
"Kalau sudah bertemu It sim sin Ni, ayah pasti tahu."
"Baiklah. Mari kita berangkat sekarang" ujar Tio Tay seng. la yakin putrinya tidak main-main.
It sim sin Ni sedang duduk bersemadi di dalam sebuah ruangan, salah seorang muridnya masuk
untuk melapor. "Guru, Hong Hoa datang bersama seorang lelaki."
"oh?" It sim sin Ni tercengang. "Cepat suruh mereka masuk"
"Ya, Guru." Murid itu segera keluar.
Tak lama muncullah Tio Lo Toa, Tio Tay seng dan Tio Hong Hoa. Begitu melihat It sim sin Ni,
mata Tio Tay seng terbelalak, kemudian bersimbah air.
"Ibu...." Tio Tay seng langsung bersujud di hadapan It sim sin Ni. "Ibu...."
"Nak" It sim sin Ni tersenyum lembut dan membelainya dengan penuh kasih sayang. "Engkau
sudah besar...."
Ucapan itu sungguh menggelikan, sebab Tio Tay seng sudah berusia tujuh puluhan, namun It
sim sin Ni malah mengatakannya "Sudah Besar".
Bukankah itu merupakan ucapan yang menggelikan" Tapi memang harus maklum, sebab sudah
hampir tujuh puluh tahun It sim sin Ni berpisah dengan putranya itu "Ibu...."
"Duduklah, Nak"
"Nenek" Tio Hong Hoa mendekap di pangkuannya dengan sikap manja. "Aku membawa ayah
kemari menemui nenek."
"Terimakasih, cucuku" ucap It sim sin Ni sambil membelainya. "Duduklah"
Tio Tay seng dan Tio Hong Hoa lalu duduk. sedangkan Tio Lo Toa berada di ruang depan.
"Ibu, ayah...."
"Aku sudah tahu dari Hong Hoa, bahwa ayahmu telah meninggal."
"Itseng dan putrinya...."
"Hong Hoa pun telah menceritakan kepada ibu." It sim sin Ni menghela nafas panjang.
"Sungguh kasihan adikmu dan putrinya itu...."
"Ibu" Tio Tay seng menatapnya. "Benarkah ibu dulu menyeleweng."
"Nak" It sim sin Ni tersenyum getir. "Engkau percaya ibu menyeleweng dengan lelaki lain?"
"Ayah yang memberitahukan begitu, tapi aku tidak begitu percaya. Ibu, maukah ibu
menceritakan tentang itu, agar aku tidak terus merasa penasaran?"
"Ibu sudah menceritakan kepada Hong Hoa. Apakah dia tidak menceritakan kepadamu?" tanya
It sim sin Ni. "Tidak." Tio Tay seng menggelengkan kepala.
"Nenek" ujar Tio Hong Hoa. "Aku buru-buru membawa ayah ke mari, jadi tidak ada waktu untuk
menceritakannya."
"Oooh" It sim sin Ni manggut-manggut, lalu menutur lagi tentang kejadian kesalah pahaman itu.
"Aaakh..." Tio Tay seng menghela nafas setelah mendengar penuturan itu. "Ayah terlampau
emosi, akhirnya harus hidup merana di pulau Hong Hoang To"
"Oh ya" It sim sin Ni menatap mereka. "Bagaimana kalian bertemu?"
"Aku bertemu seseorang, lalu dia mengajakku pergi menemui Hoa ji." Tio Tay seng
memberitahukan.
"Orang itu juga yang menolong kami," sambung Tio Hong Hoa dan menutur tentang kejadian
itu. "Kalau orang itu tidak muncul di saat itu, mungkin aku dan Paman Lo Toa sudah mati."
"Apa?" Wajah It sim sin Ni berubah. "Kalian berdua bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui?"
"Ya." Tio Hong Hoa mengangguk. "Kepandaian Kwan Gwa Lak Kui tinggi sekali, tapi kepandaian
orang itu jauh lebih tinggi. Dia hanya mengibaskan lengan bajunya, Kwan Gwa Lak Kui terdorong
mundur beberapa langkah."
"Oh?" It sim sin Ni terbelalak. "Siapa orang itu?"
Tio Hong Hoa dan Tio Tay seng menggelengkan kepala, tentunya sangat mencengangkan It sim
sin Ni. "Kalian tidak tahu namanya?"
"Dia tidak mau beritahukan," sahut Tio Hong Hoa. "Tapi dia bilang, kami akan mengetahuinya
kelak." "Heran?" It sim sin Ni tidak habis berpikir. "siapa orang itu?"
"Ibu, dia memakai kedok kulit maka tampak seperti berusia empat puluhan." Tio Tay seng
memberitahukan. "padahal dia masih muda...."
"Omitohud Ha ha ha" terdengar suara yang sangat nyaring bergema ke dalam ruang itu.
"Sin Ni, boleh aku masuk?"
"Lo Ceng, silakan masuk" sahut It sin Ni.
"Terima kasih, sin Ni" Tak lama tampak sosok bayangan berkelebat ke dalam, yang ternyata
Tayli Lo Ceng. "Ha ha ha Aku turut gembira karena kalian ibu dan anak telah berjumpa Omitohud"
"Tay seng" It sim sin Ni memberitahukan. "Dia adalah Tayli Lo Ceng."
"Lo Ceng, terimalah hormatku" ucap Tio Tay seng sambil memberi hormat.
Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Omitohud Engkau tidak usah banyak peradatan Ha ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa gembira.
"Syukurlah kini kalian ibu dan anak sudah berjumpa"
"Lo Ceng" ujar It sim sin Ni. " cucuku dan Lo Toa itu bertarung dengan Lak Kui."
"Oh?" Tayli Lo Ceng tampak terkejut sekali. "Omitohud Bagaimana mereka bertarung dengan
Kwan Gwa Lak Kui?"
"Mereka berdua pergi ke markas cabang Bu Tek Pay...." It sim sin Ni memberitahukan
berdasarkan penuturan Tio Hong Hoa. "Untung muncul orang itu menolong mereka. Kalau tidak...."
"Orang itu memakai kedok kulit dan seekor monyet bulu putih duduk di bahunya." Tio Tay seng
memberitahukan. "Monyet itu sungguh sakti, mampu merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay."
"Omitohud Ha ha ha..." Tayli Lo Ceng tertawa gembira. "Ha ha ha"
"Lo Ceng" It sim sin Ni tercengang. "Kenapa engkau terus tertawa" Apa yang
menggembirakan?"
"Orang itu pasti Tio Cie Hiong," sahut Tayli Lo Ceng.
"Apa?" It sim sin Ni tertegun. "orang itu cucuku?"
"Benar" Tayli Lo Ceng mengangguk. "Dia sudah sembuh dan pulih kepandaiannya. Omitohud...."
"Aku tahu bahwa dia seorang pemuda, tapi tidak menyangka kalau dia Tio Cie Hiong." ujar Tio
Tay seng dan tertawa gembira. "Dia memanggilku paman. Memang tidak salah, aku pamannya. Ha
ha ha..." "Dia... dia Adik Cie Hiong" Kepandaiannya begitu tinggi?" Tio Hong Hoa terbelalak. "Tapi kenapa
dia memakai kedok kulit?"
"Untuk mengelabui pihak Bu Tek Pay, agar tidak menyusahkan Kay Pang." sahut Tayli Lo Ceng
menjelaskan. "Sebab pihak Kay Pang telah menyiarkan berita bahwa Cie Hiong telah mati dua
tahun lalu."
"Oooh" Tio Hong Hoa manggut-manggut.
"Tentunya kalian tidak tahu, bahwa yang mengobati Cie Hiong justru monyet bulu putih itu."
Tayli Lo Ceng memberitahukan.
"Apa?" Tio Tay seng terbelalak. "Monyet itu yang mengobati Cie Hiong" Bagaimana mungkin?"
"Memang benar monyet itu yang mengobatinya." ujar Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.
"Tahukah kalian, berapa usia monyet itu?"
Tio Tay seng menggelengkan kepala.
"Ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa. "Usia monyet itu sudah hampir tiga ratus Iho"
"oh?" Tio Tay seng tertegun. "usianya hampir tiga ratus?"
"Benar." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Maka merupakan monyet sakti."
"Pantas monyet itu mampu merobohkan belasan anggota Bu Tek Pay..." gumam Tio Tay Hong.
"Ternyata monyet sakti"
"Oh ya" Mendadak Tayli Lo Ceng menatap Tio Tay seng. "Tio tocu, pedang pusaka Hong Hoang
Golok Halilintar 1 Kisah Sepasang Bayangan Dewa 8 Jurus Lingkaran Dewa 2 Karya Pahlawan Kisah Sepasang Rajawali 24
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama