Ceritasilat Novel Online

Seruling Gading 1

Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 1


Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 SERULING GADING
Jilid 1 (Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana")
Karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo
JILID I Puncak Argadumilah menjulang tinggi
diselimuti awan putih bergerombol seperti
sekelompok domba berbulu putih bergerak
perlahan, berarak ke arah selatan. Hinar matahari
pagi mulai menerangi permukaan Gunung Lawu
yang tanahnya subur dan hijau penuh pohon dan
tumbuhan. Kinar matahari pagi yang lembut dan hangat itu masih belum cukup panas untuk mengusir hawa udara yang amat dingin bagi manusia itu. Di lereng-lereng dekat puncak tidak tampak pedusunan. Dusun terakhir yang paling tinggi letaknya berada di lereng bawah. Puncak Argadumilah dan puncak-puncak lain yang banyak terdapat di Gunung Lawu jarang dikunjungi manusia karena selain sunyi tidak ada dusun yang berdekatan, juga teramat dingin hawanya dan untuk mendaki sampai ke puncak amatlah sukarnya karena tidak ada jalan tertentu. Selain itu, puncak-puncak itu, terutama sekali puncak Argadumilah dan Argadalem dikabarkan sebagai tempat-tempat yang angker.
Akan tetapi pada pagi hari itu, seorang laki-laki tua tampak sedang membasuh muka, lengan dan kakinya di:tepi sebuah kolam yang dibentuk oleh sumber air. Sungguh menakjubkan memang betapa di puncak gunung yang begitu tinggi dapat keluar sumber airnya. Kekuasaan Yang Mahakuasa terjadi di mana-mana. Kolam itu dikenal dengan sebutan Sendang Drajat yang terletak tidak begitu jauh dari puncak Argadalem.
Orang akan merasa heran dan kagum kalau melihat kakek itu membasuh muka dengan air sendang itu. Hawa udara demikian dingin dan tajam menusuk dan menembus pakaian yang tebal sekalipun. Namun kakek itu membasuh muka, lengan dan kakinya dengan wajah berseri gembira Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 dan kelihatan menikmati air yang nyaris membeku oleh hawa yang amat dingin.
Kakek itu sudah tua. Usianya tentu sudah ada tujuhpuluh tahun. Rambutnya yang sepanjang pundak dibiarkan terurai di atas kedua pundak dan punggungnya. Kumis dan jenggotnya, seperti juga rambutnya, sudah putih semua seperti benang perak, agak mengkilat tertimpa sinar matahari pagi. Bahkan sepasang alisnya yang tebal itu sudah putih semua, akan tetapi kulit mukanya masih segar, belum keriput seperti muka orang muda dan sepasang matanya bersinar lembut namun tajam dan penuh wibawa yang amat kuat. Hidungnya mancung dan mulut yang sebagian tertutup kumis itu tampak tersenyum selalu, senyum penuh kesabaran dan pengertian. Tubuhnya tinggi kurus namun kakek itu bertulang besar dan tubuh yang tua itu masih tegap dan ketika dia bangkit berdiri dari jongkoknya, dia tampak kokoh. Pakaiannya sederhana sekali. Hanya terdiri dari kain putih bersih yang dilibat-libatkan di tubuhnya dari leher sampai ke lutut. Kini dia menggunakan sehelai kain putih untuk mengeringkan muka, leher, kedua lengan dan kaki yang tadi dibasuhnya.
Setelah selesai, dia memeras air yang membasahi kain itu dan mengikatkan kembali kain putih itu sebagai ikat pinggangnya. Diambilnya sebatang benda putih sepanjang setengah meter dari atas batu besar dan benda itu diselipkan kembali ke ikat pinggangnya.
Dia berdiri menghadapi sendang dengan bibir tersenyum dan pandang mata lembut seolah memberi ucapan terima kasih kepada sendang yang telah memberi kesegaran kepadanya.
Kemudian dia menoleh ke kanan kiri dan melihat sinar matahari sepenuhnya menimpa sebuah batu besar, dia lalu menggerakkan kedua kakinya melangkah perlahan menghampiri batu besar.
Dia membungkuk dan meniup-niup permukaan batu untuk membersihkannya dari tanah, kemudian dia duduk di atas batu, membiarkan matahari memandikannya dengan sinarnya yang gemilang.
Dia menghela napas panjang menandakan kelegaan hati. Kebahagiaan sejati yang langka dirasakan orang memenuhi seluruh dirinya lahir batin. Dia melayangkan pandang matanya ke tanah, ke sendang, ke langit dan ke matahari. Dalam batinnya dia menghaturkan terima kasih dan syukur akan kemurahan Yang Maha Murah, yang telah menciptakan tanah, air, udara dan sinar matahari yang memberi kehidupan. Dihisapnya hawa udara dalam-dalam memenuhi paru-parunya menembus ke bawah pusar. Alangkah bahagia dan nikmatnya hidup!
Kakek itu memejamkan kedua matanya dan menarik kedua kakinya untuk duduk bersila.
Kemudian tangan kanannya mengambil benda putih yang terselip di pinggangnya. Benda itu ternyata adalah sebatang suling yang warnanya putih kekuningan. Sebatang suling terbuat daripada Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 gading gajah. Dengan gerakan lembut dan santai sambil memejamkan kedua matanya, kedua tangannya memegang suling, mendekatkannya ke mulutnya lalu ditiupnya suling itu. Jari-jari kedua tangannya bermain-main. di atas lubang-lubang suling dan terdengarlah lengkingan suara suling yang merdu. Suaranya mengalun dan mengayun perasaan, naik turun dengan lembutnya dan terdengar aneh. Tidak seperti tembang yang. biasa dilagukan dengan suling bambu oleh para penabuh gamelan. Suara suling itu mendayu-dayu, kadang terdengar seperti hembusan angin bermain di puncak pohon-pohon cemara, kadang seperti gemercik air anak sungai bermain dengan batu-batu, kadang terdengar seperti sorak-sorai dan tawa riang, kadang seperti tangis sedih. Aneh akan tetapi indah! Kakek itu memejamkan mata, tubuhnya bergoyang-goyang perlahan ke kanan kiri dan semangatnya seperti melayang-layang di antara nada-nada suara suling.
Kalau orang mendengarkan suara itu dengan hati akal pikiran yang bekerja, menilai dan mencoba untuk mengerti, tentu suara suling itu akan terdengar aneh. Akan tetapi kalau didengarkan tanpa ikutnya hati akal pikiran, maka akan terasa bahwa suara suling itu sudah sewajarnya dan menjadi satu dengan alam sekitarnya, seolah suara itu memang sudah seharusnya dan sepatutnya terdengar di tempat itu. Seperti suara, kicau burung, desah angin, gemercik air, kokok ayam dan suara alamiah yang lain. Semua suara itu adalah puja-puji yang memuliakan nama Yang Maha Pencipta.
Bahkan tubuh kakek yang bergoyang-goyang perlahan ke kanan kiri itu merupakan doa yang tanpa suara dan yang tak kunjung henti.
Lima ekor burung sejenis jalak terbang melayang-layang, berputaran di atas sendang.
Kemudian mereka melayang turun dan hinggap di atas tanah dekat kakek itu. Mereka tampak jinak dan diam seakan ikut mendengarkan dan menikmati suara suling itu.
Suara suling itu berhenti dengan lembut makin lama makin lirih dan akhirnya kakek itu menghentikan tiupannya. Akan tetapi, suaranya seperti masih bergema di angkasa.
Kakek itu menyelipkan sulingnya di ikat pinggang, lalu dia turun darn atas batu. Lima ekor burung jalak itu terbang tinggi dan kakek itu mengikuti mereka dengan pandang matanya sambil tersenyum. Sejenak dia merasa seolah dia ikut terbang di antara lima ekor burung jalak itu.
Setelah lima ekor burung itu menghilang di balik pohon-pohon, kakek itu lalu memutar tubuhnya dan melangkah perlahan-lahan menuju ke puncak Argadumilah. Matahari naik semakin tinggi dan awan yang tadi berarak sudah meninggalkan puncak. Langit tampak biru bersih dan sinar matahari mulai terasa hangat di kulit, sungguhpun bayang-bayang pohon masih panjang.
Kakek tua renta itu adalah seorang pertapa yang sudah puluhan tahun meninggalkan dunia Serial Silat Tanah Jawa
3 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 ramai. Dia merantau dari puncak yang satu ke puncak yang lain, dari tepi laut di ujung barat Laut Kidul sampai ke ujung timur. Dia suka menyendiri di tempat-tempat sunyi dan merasa bersatu dengan alam. Kalau dia tanpa disengaja bertemu dengan penduduk dusun dan ditanyai namanya, dia mengaku bernama Resi Tejo Wening dan kalau ditanya di mana tempat tinggalnya dia selalu menjawab bahwa tempat tinggalnya adalah di mana kedua kakinya menginjak. Kalau ditanya rumahnya, dia selalu menjawab bahwa rumahnya berlantai bumi, berdinding pohon-pohon dan beratap langit.
Resi Tejo Wening berjalan santai mendaki puncak Argadumilah dan setelah tiba di puncak, pada sebuah tanah datar di puncak itu dia melihat beberapa orang sedang berdiri berhadapan dan terdengar mereka bertengkar. Resi Tejo Wening lalu duduk di atas batu yang terpisah sekitar duapuluh meter dari orang-orang itu. Dia memandang ke arah mereka namun tidak mengenal mereka dan belasan meter dari situ dia melihat sedikitnya limapuluh orang yang berpakaian serba hitam bergerombol dengan senjata pedang atau golok siap di tangan dan sikap mereka seperti sedang menanti perintah.
Adapun yang sedang bertengkar itu adalah seorang laki-laki tinggi kurus yang berhadapan dengan tiga orang laki-laki lain. Laki-laki tinggi kurus itu berusia sekitar enampuluh tiga tahun.
Pakaiannya juga serba hitam dengan kain pengikat kepala berwarna hitam pula, wajahnya gagah berwibawa dan kumisnya yang melintang itu tebal dan sudah berwarna dua. Di pinggangnya tergantung sebatang pedang. Lima puluh orang lebih itu berdiri di belakangnya dan agaknya mempunyai hubungan dengan orang tinggi kurus berkumis melintang itu. !
"Ki Bargowo, engkau terkenal sebagai seorang pendekar, ketua perkumpulan Welut Ireng yang menjadi penghuni dan kawula Kadipaten Madiun. Akan tetapi sikapmu seperti seekor bunglon yang suka berubah warnanya. Engkau membela Mataram, berarti engkau mengkhianati daerahmu sendiri," kata seorang di antara tiga orang yang berhadapan dengan Ki Bargowo. Orang ini adalah seorang kakek yang usianya sudah enampuluh tahun lebih bertubuh tinggi besar dan tampak kokoh kuat. Dari pakaian dan terutama kain ikat kepalanya mudah diketahui bahwa dia adalah seorang bersuku bangsa Madura. Alisnya tebal dan seperti rambut, kumis dan jenggotnya, masih hitam dan kaku. Sepasang matanya bundar lebar, terbelalak dengan pandang mata penuh semangat dan tantangan. Kumis dan cambang bauknya lebat menutupi setengah mukanya bagian bawah. Otot-otot menggelembung melingkari kedua lengan dan kakinya.
Sebelum Ki Bargowo menjawab, orang kedua berseru, suaranya jauh berbeda dengan suara Serial Silat Tanah Jawa
4 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 orang pertama yang dalam dan parau. Suara orang kedua ini kecil meninggi seperti suara perempuan. "Ki Bargowo, tidak tahukah engkau atau pura-pura tidak tahu betapa angkara murkanya Sultan Agung" Dia selalu mengganggu daerah pesisir utara, bahkan baru saja dia mengerahkan pasukan dan menaklukkan hampir seluruh daerah Jawa Timur. Kalau engkau membela Mataram, apa sih yang kaudapatkan" Tidak urung engkau menjadi orang jajahan, daerahmu ditindas dan kekayaan daerahmu diangkut semua ke Mataram!" orang kedua ini bertubuh sedang. Kulitnya hitam sekali seperti arang. Pakaiannya agak mewah seperti seorang bangsawan. Usianya juga sudah enampuluh tahun lebih. Kedua pergelangan lengannya dihias akar bahar yang berwarna sama hitam dengan kulitnya. Kumis, jenggot dan rambutnya sudah berwarna dua. Kedua matanya agak sipit, hidungnya besar, bibirnya lebar dan tebal.
Baru saja orang kedua berhenti bicara, orang ketiga menyambung, suaranya lembut dan penuh daya pikat dan membujuk, ramah dan halus menyenangkan pendengarnya, "Ki Bargowo, engkau adalah seorang ketua dari perkumpulan Welut Ireng yang terkenal sebagai pendekar. Tentu ucapan kedua orang kawanku tadi dapat menyadarkanmu. Karena itu, marilah engkau pimpin anak buahmu bergabung dengan kami membantu Kadipaten Surabaya yang agaknya akan menjadi sasaran Mataram berikutnya. Jangan khawatir, bantuanmu tentu akan mendapatkan imbalan yang pantas dari Kanjeng Adipati di Surabaya. Marilah, orang gagah, bergabunglah dengan kami." orang ketiga ini berusia enampuluh tahun, tubuhnya kecil kurus. Kepalanya yang kecil itu botak. Sedikit rambut yang tumbuh di bagian kanan kiri dan belakang kepalanya agak keriting dan masih hitam.
Mukanya halus tanpa kumis maupun jenggot. Matanya yang kecil itu memiliki pandangan yang tajam sekali, penuh wibawa. Hidungnya pesek dan mulutnya juga kecil. Orang ini melihat tubuhnya seperti seorang kakek yang lemah saja. Namun sepasang matanya yang bergerak-gerak cepat dan sinarnya tajam menusuk itu membuat orang tidak tahan berlama-lama menentang pandang matanya.
Ki Bargowo adalah seorang pendekar yang gagah perkasa. Sebagai ketua perkumpulan Welut Ireng dia memimpin anak buahnya yang berjumlah kurang lebih enampuluh orang agar selalu bersepak terjang sebagai pendekar pembela kebenaran dan keadilan. Juga dia terkenal sebagai seorang yang selalu membela Mataram, bahkan ketika pasukan Mataram melakukan penyerbuan ke Jawa Timur untuk menaklukkan para adipati yang tidak mau tunduk kepada Mataram, diapun memimpin anak buahnya untuk membantu.
Pada waktu itu dia memimpin anak buahnya menjelajahi Pegunungan Lawu untuk mencari Serial Silat Tanah Jawa
5 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 tempat tinggal yang baru karena dia bermaksud untuk membuka perkampungan sebagai pusat perkumpulannya. Akan tetapi ketika dia dan anak buahnya berhasil mendaki sampai ke puncak Argadumilah, dia bertemu dengan tiga orang kakek ini yang tiba-tiba saja menyerangnya dengan kata-kata dan membujuknya untuk bekerjasama membantu Surabaya yang hendak memberontak terhadap Mataram. Dia mendengar ucapan tiga orang itu dengan sikap tenang. Setelah mereka bertiga berhenti bicara, barulah dia menjawab, suaranya tenang namun tegas,
"Sebelum saya menjawab ucapan andika bertiga, karena andika bertiga sudah mengenal dan mengetahui nama saya, saya ingin tahu lebih dulu, siapakah gerangan ki sanak bertiga ini?"
"Ha-ha-ha, engkau belum mengenal kami" Tidak heran. Engkau ini seperti katak dalam tempurung, tidak pernah meninggalkan daerah Madiun sehingga tidak tahu luasnya dunia tingginya langit," kata kakek pertama yang tubuhnya tinggi besar seperti raksasa. "Engkau tidak tahu siapa aku" Tanyalah kepada setiap orang di Madura, laki-laki atau perempuan, dari kanak-kanak sampai kakek-kakek, mereka semua mengenal siapa Harya Baka Wulung, ha-ha-ha!"
Diam-diam Ki Bargowo terkejut. Biarpun belum pernah bertemu, dia sudah lama mendengar akan nama besar Ki Harya Baka Wulung yang merupakan gegedug (jagoan) yang terkenal sakti dan digdaya dari Pulau Madura! Akan tetapi sebagai seorang pendekar yang gagah perkasa, dia tidak memperlihatkan rasa kagetnya dan sikapnya tenang dan biasa saja.
"Engkau tentu belum mengenalku karena aku datang jauh dari ujung timur Nusa Jawa. Di sana aku merupakan orang yang paling terkenal, paling ditakuti dan disegani oleh seluruh rakyat.
Akulah Wiku Menak Koncar, orang kepercayaan Adipati Blambangan!" kata orang kedua yang berkulit hitam dan tampaknya bersikap kasar namun yang suaranya seperti suara seorang perempuan.
Kembali Ki Bargowo terkejut. Nama Wiku Menak Koncar juga sudah amat kondang
(terkenal), bahkan kalau dia tidak keliru, Wiku Menak Koncar ini masih ada hubungan saudara seperguruan dengan mendiang Resi Wisangkolo yang terkenal sebagai salah seorang jagoan yang membantu Kadipaten Wirosobo yang memberontak terhadap Mataram. Kalau Wiku Menak Koncar ini memiliki kesaktian seperti mendiang Resi Wisangkolo, dia merupakan seorang lawan yang teramat tangguh. Aka tetapi tetap saja Ki Bargowo tidak memperlihatkan perasaan khawatirnya dan wajahnya tetap tenang saja.
Kini orang ketiga yang sikap dan kata-katanya lemah lembut itu berkata, "Ki Bargowo, kalau engkau belum mengenal dua orang sahabatku ini apalagi aku yang datang dari ujung barat Nusa Serial Silat Tanah Jawa
6 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 Jawa. Aku tidak sehebat dua orang sahabatku ini dan sama sekali tidak terkenal. Namaku Kya Sidhi Kawasa berasal dari Banten dan pernah menjadi senopati Kerajaan Banten ketika masih muda puluhan tahun yang lalu.
Ki Bargowo memang belum pernah mendengar akan nama ini, akan tetapi melihat sinar mata yang mencorong serta sikap yang lembut itu dia dapat menduga bahwa orang ini tentu memiliki kesaktian yang tidak kalah dibandingkan dua orang yang lain.
"Kiranya andika bertiga adalah orang orang yang terkenal dari Madura, Blambangan dan Banten. Andika bertiga mengajak saya untuk bergabung membantu Kadipaten Surabaya untuk menentang Mataram, dengan berbagai alasan seperti yang andika bertiga kemukakan tadi.
Sekarang perkenankan saya menjawab semua tuduhan andika terhadap Mataram itu. Agaknya andika bersikap memusuhi Mataram. Akan tetapi tuduhan andika bertiga itu keliru, para sahabatku yang baik. Lupakah andika bahwa sejak pemerintahan Sang Panembahoin Senopati Ing Alogo Saidin Panotogomo (1586 - 1601) Madiun dan semua kadipaten di Jawa Timur telah menjadi bagian dari Mataram. Karena itu, kalau saya membela Mataram, hal itu sudah sewajarnya karena saya adalah kawula Mataram. Tentu saja saya tidak mau membantu pemberontak. Adapun tuduhan bahwa Kanjeng Gusti Sultan Agung di Mataram angkara murka, hal itupun tidak benar.
Beliau menyerang para adipati yang memberontak dan usaha beliau ini sama sekali bukan karena angkara murka atau hendak meluaskan kekuasaan, sama sekali bukan. Beliau menghendaki agar semua kadipaten, semua daerah dapat bersatu dan tidak terpecah-belah. Karena hanya dengan bersatu-padu kita menjadi kuat untuk menghadapi bahaya yang mengancam kita, yaitu kekuasaan Belanda yang kini menduduki Jayakarta. Kalau kita tidak bersatu-padu, bagaimana kita akan mampu mencegah Belanda memperluas wilayah kekuasaannya" Itulah sebabnya maka sekarang saya terpaksa tidak dapat menerima ajakan andika bertiga untuk bergabung dan membantu Kadipaten Surabaya yang hendak menentang Mataram. Bagaimanapun juga, saya dengan semua anggauta Welut Ireng tetap setia kepada Mataram."
"Babo-babo, Ki Bargowo! Kami mengajakmu dengan baik-baik untuk menyadari kesalahanmu dan mengulurkan tangan mengajak bekerja sama agar engkau dapat menebus dosa-dosamu, akan tetapi engkau bahkan berani mengatakan kami sebagai pemberontak! Kami berjuang mempertahankan daerah kami dari cengkeraman Mataram dan engkau berani menentang kami Apakah nyawamu sudah ada cadangannya sehingga engkau tidak takut mampus?"
"Sesukamulah, Ki Harya Baka Wulung. Akan tetapi sekali lagi kutegaskan, kami semua tetap Serial Silat Tanah Jawa
7 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 setia dan membela Mataram dan kalau andika bertiga tidak segera meninggalkan puncak ini, terpaksa kami akan menggunakan kekerasan untuk mengusir andika!" kata Ki Bargowo yang menjadi marah. Dia memberi isyarat dengan tangan kirinya dan limapuluh orang lebih anak buahnya itu bergerak maju dan berhenti di belakangnya dalam keadaan siap bertempur.
"Heh-heh-heh!" Ki Harya Baka Wulung terkekeh sehingga perutnya yang besar itu terguncang-guncang. "Engkau dan anak buahmu hendak mengusir kami" Dengan cara bagaimana engkau dapat mengusir kami?"
"Dengan cara ini!" Ki Bargowo mengacungkan tinju kanannya.
"Hendak memukulku" Heh-heh, maju dan pukullah, Ki Bargowo. Hendak kulihat apakah tanganmu yang lunak itu mampu merobohkan aku!"
Ki Bargowo merasa ditertawakan dan ditantang. Dia adalah seorang gagah, seorang pendekar bahkan ketua perkumpulan orang-orang gagah. Tak pernah dia mundur menghadapi tantangan siapapun juga. Maka mendengar tantangan Ki Harya Baka Wulung, dia mengerahkan tenaga pada kedua tangannya lalu membentak nyaring.
"Sambutlah pukulanku ini!" tangan kanannya menyambar, memukul dengan jari tangan terbuka ke arah dada lawan yang bidang itu. Pukulan ini kuat sekali dan dengan pukulan semacam itu, Ki Bargowo akan mampu membikin pecah sebongkah batu gunung atau menumbangkan sebatang pohon kelapa. Akan tetapi, Ki Harya Baka Wulung tampaknya tidak menangkis ataupun mengelak menghadapi pukulan dahsyat itu, melainkan bahkan mem-busungkan dadanya untuk menerima pukulan lawan.
"Wuuuuttt bukkk....!!" Ki Bargowo terkejut sekali ketika merasa betapa tangannya seolah bertemu dengan benda kenyal dan kuat seperti karet, membuat tangannya yang memukul mental.
"Heh-heh-heh-heh, ringan dan lunak sekali tanganmu, Ki Bargowo, seperti tangan tukang pijat, heh-heh-heh!" Ki Harya Baka Wulung menertawakan dan mengejek. Ki Bargowo menjadi penasaran bukan main.
Dia sudah sering bertanding lawan tangguh, akan tetapi aji pukulannya itu mampu aji kekebalan lawan. Baru sekarang pukulannya itu terpental ketika bertemu dengan Xb Harya Baka Wulung.
Dia lalu memusatkan seluruh daya ciptanya, mengerahkan tenaga sakti sepenuhnya ke arah kedua tangannya, lalu berseru, "Sambutlah pukulan ini!" kini kedua tangannya menyambar dengan jari-jari terbuka, meluncur dari kanan kiri menampar ke arah kedua pelipis kepala lawan.
Serial Silat Tanah Jawa
8 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 "Wuuuuutttt
plakk!" kedua tangannya itu tertahan dan ternyata telah dipegang pada
pergelangan tangannya oleh sepasang tangan Ki Harya Baka Wulung yang besar. Kedua pergelangan tangannya rasanya seperti dijepit alat penjepit dari baja. Demikian kuatnya jari-jari yang panjang dan besar itu mencengkeram pergelangan kedua tangannya. Seakan-akan remuk rasa tulang lengannya. Ki Bargowo lalu mengerahkan aji Welut Ireng yang menjadi andalannya, bahkan aji itu dipergunakan untuk menjadi nama perkumpulannya karena semua anak buahnya mempelajari aji itu. Tubuhnya menggeliat, kedua lengannya bergerak dan kedua lengannya itu bagaikan telah berobah menjadi belutbelut yang licin sekali tubuhnya sehingga terlepas dari cengkeraman kedua tangan Ki Harya Baka Wulung! Ki Bargowo melompat ke belakang.
"Ehh?"" Ki Harya Baka Wulung terbelalak, akan tetapi lalu terkekeh. "Heh-heh heh, itukah aji Welut Ireng" Bagus! Akan tetapi sekali lagi engkau terpegang oleh tanganku akan kuremas hancur dan hendak kulihat apakah engkau mempunyai cadangan nyawa!"
Ki Bargowo tahu benrir bahwa lawannya adalah seorang yang sakti mandraguna dan dia tidak akan mampu menandinginya kalau hanya bertangan kosong. Oleh karena itu dia melangkah tiga kali ke belakang dan mencabut pedangnya.
"Harya Baka Wulung, aku siap membela Mataram dengan taruhan nyawaku!" kata Ki Bargowo sambil memasang kuda-kuda, pedang di tangan kanan diangkat tinggi di atas kepala sedangkan tangan kirinya menyilang di depan dada.
"Heh-heh-heh, bagus sekali! Akupun siap membela Madura dan menentang Mataram dengan taruhan nyawaku!" kata Ki Harya Baka Wulung dengan sikap menantang.
"Pusaka telah siap di tanganku! Keluarkanlah senjatamu agar kita dapat mengadu nyawa!" kata Ki Bargowo. Sebagai seorang pendekar yang berwatak gagah dial tidak mau menyerang lawan yang belum memegang senjata.
"Heh-heh-heh, Ki Bargowo. Biarpun engkau memiliki enam buah tangan yang semua memegang senjata, aku tidak takut menghadapimu dengan tangan kosong. Maju dan bersiaplah untuk mati di tanganku!"
Mendengar ucapan ini, makin yakinlah hati Ki Bargowo bahwa lawannya memang tangguh sekali. Hanya orang yang sakti sekali dan sudah penuh kepercayaan akan kesaktiannya itu yang akan berani menghadapi lawan bersenjata hanya dengan tangan kosong. Karena ditantang, Ki Bargowo tidak merasa sungkan lagi. Dia menggerakkan pedangnya di atas kepala lalu berseru nyaring.
Serial Silat Tanah Jawa
9 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 "Sambut serangan pedangku!" pedang itu menyambar ke arah leher Ki Harya Baka Wulung dengan cepat sekali sehingga tampak sinar pedang menyambar seperti kilat. Namun sambil tersenyum datuk dari Madura ini menggeser kakinya dan mengelak dengan mudah. Baka Wulung tidak membual ketika dia mengatakan bahwa seluruh rakyat Madura mengenal namanya. Dia bahkan merupakan orang kepercayaan Panembahan Lemah Duwur adipati di Aros Baya ketika dia masih muda. Kadipaten Aros Baya adalah sebuah kadipaten yang kuat di Madura barat. Dia seorang ahli ilmu silat dan ilmu sihir dan disegani, juga seorang yang amat setia terhadap Kadipaten Aros Baya pada khususnya dan Pulau Madura pada umumnya.
Melihat serangan pertamanya dapat dielakkan dengan mudah oleh lawannya, Ki Bargowo menyusulkan serangan kedua. Kini pedangnya meluncur dan menusuk ke arah dada Baka Wulung.
"Heeeiiiiitt!"
Ki Harya Baka Wulung kembali mengelak dengan miringkan tubuhnya ke kanan. Ketika pedang lawannya meluncur di samping kiri tubuhnya, tangan kirinya mencengkeram ke depan, ke arah lengan kanan Ki Bargowo. Ketua Welut Ireng inipun bukan seorang lemah. Dia tahu bahwa sekali ini apabila lengannya dapat dicengkeram tangan yang amat kuat itu, tentu akan remuk dan patah-patah tulang lengannya. Maka diapun cepat menarik pedangnya dan memutar pedang itu sehingga kini keadaannya berbalik. Pedangnya yang mengancam tangan kiri lawan!
"Tranggg....!" Ki Bargowo terkejut dan melangkah mundur. Ternyata pedangnya yang bertemu dengan tangan kiri itu terpental, seolah tangan itu terbuat dari baja yang amat keras dan kuat!
Tiba-tiba terdengar suara tawa meninggi seperti tawa perempuan. "Hi-hi-hik, Ki Harya Baka Wulung, kenapa engkau masih bermain-main?" yang tertawa dan menegur ini adalah Wiku Menak Koncar.
"Ki Harya Baka Wulung, cepat bereskan dia dan jangan membuang banyak waktu!" kata pula Kyai Sidhi Kawasa dengan suaranya yang lembut.
Mendengar ini, Ki Harya Baka Wulung terkekeh. "Heh-heh-heh, engkau mendengar kata kawan-kawanku, Ki Bargowo" .Sekarang matilah engkau!" setelah berkata demikian, dia menekuk kedua lututnya hampir berjongkok dan kedua tangannya didorongkan ke arah dan mulutnya berseru dengan suara yang seolah keluar dari dalam perutnya.
"Aji Cantuka Sakti?" kok-kok-kokkk!" Berbarengan dengan bunyi kok-kok tadi, dari kedua telapak tangan itu menyambar angin pukulan yang amat dahsyat sehingga tanah dan pasir ikut Serial Silat Tanah Jawa
10 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 beterbangan seperti dilanda angin lesus! Ki Bargowo maklum bahwa dia diserang oleh pukulan jarak jauh yang mengandung tenaga sakti yang amat kuat. Dia tahu bahwa dia tidak mampu mengelak, maka diapun mengerahkan tenaga saktinya untuk menyambut pukulan itu dengan mendorongkan kedua tangannya ke depan setelah melepaskan pedangnya yang jatuh ke atas tanah.
"Wuuuuttt blarrrr...!" hebat sekali pertemuan antara dua tenaga sakti itu Dan akibatnya, tubuh Ki Bargowo terlempar ke belakang seperti daun kering tertiup angin dan jatuh terbanting dengan kerasnya di depan para anak buahnya. Para anak buah Welut Ireng cepat menghampiri dan berusaha membantu ketua mereka untuk bangkit. Akan tetapi mereka melihat bahwa Ki Bargowo telah tewas dan darah segar mengalir keluar dari mulutnya!
Melihat ketua mereka tewas, para anggauta Welut Ireng yang setia itu terkejut sekali dan mereka menjadi marah. Serentak mereka maju menyerang tiga orang., itu sambil berteriak marah.
Melihat limapuluh orang lebih itu menyerbu dengan golok atau pedang di tangan, tiga orang datuk itu lalu tertawa. Suara tawa mereka berbeda nadanya.
"Heh-heh-heh-heh !!" Ki Harya Baka Wulung tertawa.
"Hi-hi-hi-hik....!" tawa Wiku Menak Koncar terdengar seperti tawa seorang wanita.
"Ha-ha-ha-ha !" Kyai Sidhi Kawasa juga tertawa, suara tawanya merdu dan halus.
Akan tetapi dalam suara tawa tiga orang itu, terkandung getaran yang amat hebat. Gelombang getaran ini menerjang dan menyerang limapuluh lebih anak buah Welut Ireng dan mereka terhuyung-huyung. Ada yang mendekap dada karena merasa jantung mereka tergoncang hebat.
Ada yang menutupi kedua telinga karena merasa telinga mereka seperti ditusuk-tusuk jarum.
Bahkan ada yang sudah bergulingan di atas tanah sambil merintih-rintih. Mereka saling bertabrakan dan senjata golok atau pedang yang tadi mereka pegang terlepas dari tangan.
Tiga orang datuk itu tertawa dan tertawa terus dan puluhan orang itu menjadi semakin tersiksa. Daya serang yang terkandung dalam suara tawa mereka itu iungguh dahsyat dan mengerikan.
Tiba-tiba terdengar lengkingan suara suling yang amat merdu. Suaranya melengking-lengking, merdu dan mengalun, bergema di seluruh penjuru. Anehnya, kalau lengking itu merendah, seolah mempunyai daya yang amat kuat yang menyeret tiga suara tawa itu dan kalau lengking itu meninggi seolah mempunyai daya yang amat kuat yang menarik tiga suara itu ke atas sehingga hilang daya serangnya. Begitu suara suling itu melengking-lengking, puluhan orang itupun terbebas dari serangan suara yang dahsyat itu. Mereka dapat bernapas lega, rasa nyeri pada telinga dan jantung Serial Silat Tanah Jawa
11 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 mereka lenyap. Mereka mulai memunguti senjata mereka akan tetapi tidak berani sembarangan bergerak, hanya menonton "pertandingan" yang amat aneh itu. Pertandingan antara tiga suara tawa dan lengking suara suling! Dan kini mereka melihat bahwa suara suling itu keluar da sebatang suling putih kekuningan yang ditiup oleh seorang kakek tua renta yan duduk di atas sebuah batu besar.
Tiga orang datuk itu terkejut bukan main. Ada daya kekuatan lembut yang bagaikan dinding yang kuat keluar dari suara suling itu, membendung dan menghalang sehingga daya serang suara tawa mereka membalik! Mereka menjadi penasaran dan berusaha untuk memperkuat, suara tawa mereka untuk menembus dinding itu. Akan tetapi makin kuat mereka tertawa, semakin kuat pula daya serang mereka sendiri yang membalik dan gelombang suara itu menghantam mereka sendiri.
Akhirnya ketiga orang datuk itu terhuyung dan menghentikan suara tawa mereka karena kalau mereka lanjutkan, mereka akan terserang daya kekuatan suara tawa mereka sendiri yang akan berakibat gawat bagi keselamatan mereka.
Begitu tiga gelombang suara tawa itu berhenti, suara suling juga semakin lirih akhirnya lenyap, hanya meninggalkan gaung yang seolah bergema di empat penjuru. Resi Tejo Wening menyelipkan lagi seruling gading di ikat pinggangnya, kemudian perlahan-lahan turun dari atas batu besar. Sementara itu, tiga orang datuk dengan marah melangkah dan menghampiri Resi Tejo Wening yang sudah turun dari atas batu dan berdiri tegak dengan sikap tenang dan mulut tersenyum, sepasang matanya memandang kepada tiga orang itu dengan sinar yang lembut dan penuh pengertian. Semua anggauta Welut Ireng yang masih belum kehilangan rasa kaget dan ngeri, berdiri berkelompok dan hanya menonton tanpa mengeluarkan suara dengan hati tegang.
"Semoga Sang Hyang Widhi mengampuni kita semua" kata Resi Tejo W-ening kepada tiga orang datuk yang kini sudah berdiri di depannya dengan wajah mengandung penasaran. "Tiga orang ki sanak yang bijaksana, kurasa kalian bertiga sudah membuang waktu berpuluh tahun mempelajari berbagai ilmu adalah dengan niat untuk dipergunakan guna menolong sesama manusia, bukan untuk mencelakai manusia. Akan tetapi apa yang kulihat sekarang sungguh berlawanan. Andika bertiga telah membunuh seorang pendekar, bahkan nyaris membunuh puluhan orang anak buahnya. Mengapa begini, ki sanak?"
"Orang lancang, sebelum kita bicara, katakanlah dulu siapa engkau!" kata Ki Harya Baka Wulung yang memiliki watak keras dan terbuka sehingga mendatangkan kesan kasar.
Resi Tejo Wening memandang datuk dari Madura ini sambil mengelus jenggot putihnya dan Serial Silat Tanah Jawa
12 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 mulutnya tersenyum. "Aku sudah mendengar tadi bahwa andika adalah Ki Harya Baka Wulung dari Madura yang terkenal sebagai seorang satria yang gagah perkasa. Perkenalkan, aku biasa disebut orang Resi Tejo Wening, nama yang sama sekali tidak terkenal, maka andika bertiga tentu tidak mengenal aku."
"Resi Tejo Wening, katakan di mana tempat tinggalmu agar aku dapat mengetahui dari aliran mana andika berasal," kata Wiku Menak Koncar dengan suaranya yang tinggi dan lantang.
"Andika adalah Sang Wiku Menak Koncar dari Blambangan yang amat terkenal itu. Andika bertanya di mana tempat tinggalku" Di mana kedua kakiku berdiri, di situlah tempat tinggalku.
Rumahku berlantai tanah berdinding pohon dan beratap langit."
"Resi Tejo Wening, aku melihat bahwa andika adalah seorang yang bijaksana. Andika masih bertanya mengapa kami menewaskan Ki Bargowo dan menyerang puluhan orang anak buah perkumpulan Welut Ireng. Mengapa andika masih berpura-pura tidak mengerti" Perbuatan kami itu bukan tindak kejahatan yang sewenang-wenang melainkan hanya sebuah akibat belaka dan andika tentu tahu bahwa semua akibat tentu ada sebabnya. Dan sebabnya terletak pada sikap Ki Bargowo dan anak buahnya sendiri!" kata Kyai Sidhi Kawas: dengan lembut namun penuh semangat sehingga kedua matanya mencorong menata, wajah Resi Tejo Wening.
"Jagad Dewa Bathara! Semoga Sang, Hyang Widhi mengampuni kita semua! Andika adalah Kyai Sidhi Kawasa dari Banten. Sikap dan tutur sapa andika sesuai dengan nama besar andika sebagai mantan senopati Kerajaan Banten. Ucapanmu memang benar, ki sanak. Akan tetapi lupakah andika bahwa akibat yang mengandung kekerasan itu dapat menjadi sebab dari akibat lanjutannya pula" Mengapa seorang bijaksana seperti andika membiarkan diri terlibat dalam ikatan rantai karma" Kalau andika bertiga dan para anggauta Welut Ireng terlibat dalam perang dan masing-masing berjuang demi tanah air masing-masing, hal itu sudah sewajarnya. Akan tetapi kalian tidak sedang berperang dan andika bertiga hendak membunuh puluhan orang yang tidak berdosa. Kalau aku berdiam diri berarti aku juga ikut membantu kalian membantai puluhan orang itu."
"Resi Tejo Wening!" Ki Harya Baka Wulung membentak marah. "Kami bertiga adalah satria-satria sejati yang membela kerajaan dan kadipaten kami masing-masing! Kami siap untuk mengorbankan nyawa demi membela daerah kami masingmasing! Mataram telah menyerang dan menundukkan banyak kadipaten di Jawa Timur, dan kami merasa terancam. Karena itu kami menentang Mataram. Ki Bargowo dan anak buahnya membela Mataram dan tidak mau kami ajak Serial Silat Tanah Jawa
13 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 bekerja sama, karena itu kami hendak membasmi mereka yang kami anggap sebagai musuh.
Apakah andika hendak menyalahkan kami?"
"Aku tahu bahwa kalian semua berjuang untuk membela kadipaten masing-masing. Pihak kalian maupun pihak Mataram tentu memiliki alasan-alasan masing-masing yang kuat untuk membenarkan perjuangan masing-masing pula. Aku tidak akan mencampuri pertikaian antara sesama bangsa itu. Akan tetapi di atas segalanya masih terdapat kekuasaan Tuhan dan betapapun pandainya manusia, tidak mungki dia akan mengubah keputusan yang telah digariskan Hyang Widhi."
"Resi Tejo Wening," kata Kyai Sid Kawasa, "kamipun percaya akan kekuasaa Tuhan. Akan tetapi kita juga sudah diberi kewajiban untuk berikhtiar! Tuhan tidak akan menolong manusia yang tidak mau menolong dirinya sendiri. Sungguhpun keputusan terakhir berada dalam tangan Tuhan, namun berikhtiar sekuat tenaga mrrupakan kewajiban bagi kita. Perjuangan membela daerah dan kadipaten atau kerajaan kami masing-masing merupakan kewajiban bagi kami dan akan kami perjuangkan dengan taruhan nyawa!"
Resi Tejo Wening mengangguk-angguk, "Bagus, andika bertiga memang satria-satria gagah perkasa. Akan tetapi jangan dilupakan bahwa baik buruk usaha itu tergantung sepenuhnya kepada caranya, bukan pada tujuannya. Caranyalah yang menjadi sebab dan tujuan hanyalah akibat. Cara yang baik akan menghasilkan akibat yang baik pula seperti pohon yang baik tentu menghasilkan buah yang baik."
"Omong kosong!" bentak Wiku Menak Koncar dengan suara tinggi. "Kami mementingkan tujuan dan tujuan kami adalah baik!"
"Sayang sungguh sayang! Andika menghalalkan segala cara untuk mencapai tujraan" Kalau begitu kalian pasti akan memetik buah daripada pohon yang benihnya andika tanam sendiri."
"Sudahlah, Resi Tejo Wening. Kalau andika tidak membela Mataram, kami tidak akan memusuhi andika. Pergilah dan jangan campuri urusan kami dengan orangr-orang Welut Ireng,"
kata Ki Harya Baka W ulung.
Resi Tejo Wening menggeleng kepalarrya. "Aku tidak akan mencampuri permusuhan dan pertikaian antara saudara sebangsa. Akan tetapi akupun tidak dapat berpeluk tangan saja kalau andika bertiga hendak membunuh semua orang yang tidak bersalah ini."
"Andika hendak melawan kami?" tanya Wiku Menak Koncar.
"Aku tidak hendak melawan siapa-siapa. Aku hanya ingin melindungi orang-orang ini dari Serial Silat Tanah Jawa
14 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 ancaman maut."
"Resi Tejo Wening!" kata Kyai Sidh Kawasa. "Kalau engkau melindungi orang orang yang menjadi musuh kami, berarti andika juga menjadi musuh kami. Terpaksa kami akan mengenyahkan andika dengan kekerasan kalau andika tidak mau membiarkan kami membasmi musuh-musuh kami."
"Terserah kepada andika sekalian," ka ta Resi Tejo Wening dengan tenang.
Tiga orang datuk itu saling pandang dan mereka bertiga lalu berdiri dengan kepala menunduk, kedua lengan bersilang di depan dada lalu mengerahkan kekuatan batin mereka. Ketiganya selain merupaka ahli-ahli silat yang digdaya, juga memiliki kelebihan menggunakan ilmu sihir untuk menyerang lawan.
Dari tubuh Ki Harya Baka Wulung mengepul asap hitam yang makin lama semakin tebal dan perlahan-lahan asap hitam itu bergerak ke arah Resi Tejo Wening Pada saat itu juga, dari tubuh Wiku Menak Koncar bertiup angin yang makin lama semakin kencang dan berpusing seperti angin ribut. Sementara itu, dari tubuh Kyai Sidhi Kawasa muncul api berkobar yang juga menuju ke arah Resi Tejo Wening!
"Daya Kukus Langking"..!" bentak Ki Harya Baka Wulung dan asap hitam tebal itu kini nenyerbu ke arah Resi Tejo Wening.
"Daya Bayu Bajra".!" Wiku Menak Koncar juga membentak dan angin ribut itu juga menyambar ke arah sang resi.
"Daya Analabani"..!" Kyai Sidhi Kawasa berseru dan api berkobar itu menyerang pula ke arah sang resi. Tubuh Sang Resi Tejo Wening tidak tampak lagi karena sudah tertutup asap hitam.
Angin ribut dan api juga menyerangnya.
Tiba-tiba terdengar bunyi seruling melengking-lengking, makin lama semakin nyaring dan asap hitam, angin ribut dan kobaran api itu seperti terdorong tenaga yang amat kuat sehingga membalik dan menyerang tiga orang itu sendiri! Tiga orang datuk itu mengerahkan seluruh tenaga batin mereka untuk memperkuat daya serangan mereka, namun tetap saja asap, angin dan api itu membalik sehingga terpaksa mereka menghentikan ilmu sihir mereka kalau tidak ingin menjadi korban daya ciptaan mereka sendiri. Mereka bertiga menurunkan kedua tangan dan asap, angin dan api itu pun lenyap.
Para anak buah Welut Ireng terbelalak dan bengong menyaksikan adu kekuatan yang aneh itu.
Karena Resi Tejo Wening melindungi mereka, tentu saja mereka berpihak kepada kakek tua renta Serial Silat Tanah Jawa
15 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 ini. Tadi ketika ada asap hitam, angin ribut dar kobaran api menyerang sang resi, mereka semua menjadi gelisah dan khawatir sekali. Mereka maklum bahwa kalau sang resi kalah, tentu nyawa mereka terancam maut di tangan tiga orang sakti itu. Akan tetapi ternyata, dengan suara sulingnya, Resi Tejo Wening dapat mengalahkan ilmu sihir ketiga orang penyerangnya. Setelah tiga orang itu menghentikan serangan mereka, sang resi juga menghentikan tiupan sulingnya dan menyelipkan kembali seruling itu di ikat pinggangnya.
Melihat betapa ilmu sihir mereka, seperti juga suara tawa mereka tadi, dikalahkan dengan mudah oleh sang resi, tiga orang datuk itu menjadi penasaran dan marah sekali. Mereka saling pandang dan mereka telah bersepakat untuk mempergunakan aji pukulan sakti mereka, pukulan yang mengandung tenaga sakti yang amat kuat. Kalau resi yang tua renta itu mampu mengalahkan ilmu sihir mereka, belum tentu tubuh tua yang tampak ringkih itu akan mampu bertahan terhadap aji pamungkas mereka yang dilakukan berbareng!
Ki Harya Baka Wulung melakukan gerakan seperti tadi ketika dia merobohkan Ki Bargowo.
Dia menekuk kedua kaki sampai hampir berjongkok, kedua tangan mendorong ke depan dan berteriak nyaring.
"Aji Cantuka Sakti!"
Wiku Menak Koncar juga mengerahkan aji pamungkasnya. Dia berdiri dengan kedua kaki terpentang lebar, punggungnya membungkuk dalam seperti seekor lembut hendak menanduk lalu mendorongkan kedua tangan sambil berteriak lantang.
"Aji Nandaka Kroda!"
Pada saat yang bersamaan, Kyai Sidhi Kawasa juga mengerahkan aji pamungkasnya. Dia menekuk lutut kanannya dan menarik kaki kiri ke belakang lalu kedua tangannya didorongkan ke depan sambil berteriak pula.
"Aji Hastanala!" Serangan tiga orang datuk itu dilakukan dengan berbareng. Memang mereka sengaja melakukan serangan secara berbareng dan serangan itu bukan main dahsyatnya. Baru Aji Cantuka Sakti (Katak Sakti) itu saja tadi telah menewaskan Ki Bargowo yang digdaya. Aji Nandaka Kroda (Banteng Marah) itupun tidak kalah hebatnya. Hantamannya dapat menghancurkan sebongkah batu besar dan menumbangkan sebatang pohon jati sebesar orang. Aji Hastanala (Tangan Api) lebih hebat lagi. Apa saja yang dilanda aji ini akan tumbang dan hangus seperti disambar petir!
Kini ketiga aji yang amat dahsyat itu menyambar secara berbareng ke arah tubuh kakek tua Serial Silat Tanah Jawa
16 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 yang tampak ringkih itu!
Anehnya, Resi Tejo Wening tidak melawan sama sekali! Kakek ini bahkan merangkap tangannya depan dada seperti menyembah.
Puluhan orang anak buah Welut Ireng memandang dengan mata terbelalak dan wajah pucat.
Mereka semua dapat menduga akan kedahsyatan serangan tiga orang itu. Tiga orang anak buah Welut Ireng yang memegang tombak tidak dapat menahan kekhawatiran mereka. Dengan nekat mereka lalu melompat dan menyerang tiga orang itu dengan tusukan tombak mereka.
"Aauugghhh !" tiga orang itu terpental dan terbanting roboh, hanya sempat mengeluarkan teriakan itu karena mereka bertiga telah tewas dan dari mulut mereka mengalir darah segar!
Mereka tidak tahu bahwa tubuh tiga orang datuk pada saat itu sedang mengeluarkan hawa yang mengandung tenaga sakti yang amat hebat sehingga sebelum tombak mereka menyentuh tubuh tiga orang datuk itu, ada hawa dahsyat membuat mereka terpental dan tewas seketika.
Kini hawa pukulan sakti tiga orang datuk itu sudah menghantam ke arah Resi 'I'ejo Wening.
Akan tetapi apa yang terjadi" Tenaga sakti tiga orang itu seperti menghantam udara kosong, seolah tenggelam ke dalam air samudera. Tiga orang itu merasa penasaran dan kini merek menerjang maju, hendak menyerang langsung dengan tangan mereka. Akan tetapi ketika tangan mereka.
menyambar ke arah dada dan kepala Resi Tejo Wening, mereka bertiga seolah terdorong oleh hawa yang teramat kuat sehingga ketiganya mundur dan terhuyung-huyung. Bertemu dengan hawa itu, tenaga pukulan merek membalik.
Mereka bertiga saling pandang dengan muka berubah pucat. Kini baru mereka bertiga yakin bahwa mereka berhadap; dengan orang yang sakti mandraguna, yang tanpa pengerahan tenaga sakti sudah terlindung oleh kekuatan yang maha dahsyat. Melihat Resi Tejo Wening masih merangkap kedua tangan depan dada seperti sembah, tiga orang itupun menyembah dengan kedua tangan dirangkap depan dada dan Ki Harya Baka Wulung mewakili teman temannya berkata dengan suara rendah.
"Resi Tejo Wening, sekali ini ka mengaku kalah. Akan tetapi kami tidak akan berhenti berjuang sebelum kerajaan Mataram yang murka itu dapat dihancurkan."
"Kalau Hyang Widhi Wasa tidak menghendaki, kekuasaan apapun tidak mungkin dapat menghancurkan Mataram. Aku tidak akan mencampuri pertikaian antara saudara sendiri, akan tetapi aku akan selalu berupaya untuk membantu kehendak Hyang Widhi, berusaha menjadi alat yang baik dari Hyang Widhi."
Serial Silat Tanah Jawa
17 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading


Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 "Babo-babo, kita sama lihat saja nanti siapa yang benar di antara kita," kata Wiku Menak Koncar. Setelah berkata demikian, Wiku Menak Koncar dan dua orang temannya membalikkan tubuh dan melangkah pergi menuruni puncak Argadumilah.
Entah siapa yang mendahului, limapuluh lebih anggauta Welut Ireng itu lalu menjatuhkan diri berlutut menghadap Resi Tejo Wening dan memberi hormat dengan sembah.
"Bapa Resi, paduka telah menyelamatkan nyawa kami. Terima kasih kami ucapkan atas budi pertolongan paduka," kata seorang di antara mereka yang mewakili semua temannya.
"Sudahlah, jangan berterima kasih kepadaku. Kalau hendak berterima kasih bersyukur dan berterima kasihlah kepad Sang Hyang Widhi karena hanya Dia yang kuasa menyelamatkan semua orang. Sekarang lebih baik kalian mengurus jenasa Ki Bargowo dan teman-teman kalian yang tewas. Setelah itu, susunlah kembali perkumpulan kalian dan kalian pilih sendiri siapa yang patut menggantikan mendiang Ki Bargowo dan menjadi ketua baru."
Setelah berkata demikian, Resi Tejo Wening mengangkat tangan kanannya seperti hendak memberi doa restu, kemudia dia melangkah pergi dengan santai.
Para anak buah perkumpulan Welut Ireng itu, lalu mengangkat jenasah Ki Bargowo dan tiga orang kawan yang baru saja menyerang tiga datuk itu dan tewas juga ada lima orang kawan lain yang telah tewas lebih dulu ketika tiga orang datuk itu menyerang mereka dengan gelombang suara tawa. Mereka menggotong mayat-mayat itu turun dari puncak Argadumilah untuk dicarikan tempat yang baik di lereng bawah dan mengubur mayat-mayat itu.
*** Desa Pakis merupakan sebuah desa yang cukup besar. Penduduknya banyak dan mereka semua hidup sebagai petani di lereng Gunung Lauw sebelah timur laut yang tanahnya subur. Desa Pakis dikepalai seorang Demang maka daerah Pakis disebut Kademangan Pakis. Demang itu Bernama Demang Wiroboyo, seorang lakilaki bertubuh tinggi besar, kumisnya sekepal sebelah sehingga tampak gagah dan inenyeramkan. Usia Wiroboyo sekitar empatpuluh tahun. Dia sebenarnya merupakan seorang kepala dusun yang baik dan bijaksana, tidak menindas rakyatnya, bahkan .selalu berusaha untuk menyejahterakan kehidupan rakyat dusun Kademangan Pakis. Dia disegani dan dihormati semua orang di daerah Kademangan Pakis. Akan tetapi, di manakah terdapat manusia yang tanpa cacad" Demikian pula Ki Wiroboyo, di samping kelebihannya, juga Serial Silat Tanah Jawa
18 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 terdapat kekurangannya. Kekurangannya itu adalah bahwa dia seorang laki-laki mata keranjangi Di dalam rumah besar kademangannya, dia sudah mempunyai tiga orang isteri. Aka tetapi, matanya masih saja menjadi liar kalau dia melihat wanita cantik. Hanya satu hal yang merupakan pantangan bagi Ki Wiroboyo. Betapapun cantiknya seorang wanita sampai membuat dia tergila-gila dia tidak akan mengganggunya kalau wanita itu sudah mempunyai suami. Dia tidak mau mengganggu isteri orang. Yang diburu hanyalah wanita yang masih gadis atau janda. Akan tetapi, kalau nafsu berahi sudah memenuhi kepalanya dalam mengejar seorang gadis atau janda, dia akan berupaya sekuat tenaga untuk mendapatka wanita itu. Tentu saja pertama-tama dengan cara memikat. Harta dan kekuasaannya menjadi umpan ditambah janji-janji muluk. Dan kalau sudah tergila-gila, timbullah kejahatannya. Untuk mendapatkan seorang gadis atau janda yang membuatnya tergila-gila, dia tidak segan meng-gunakan kekerasan, mengandalkan kedudukannya sebagai orang yang paling berkuasa di Kademangan Pakis.
Karena tabiat Demang Wiroboyo ini, banyak orang tua yang memiliki anak gadis yang tergolong cantik, mengungsikan anak gadis mereka ke dusun lain atau terpaksa sekeluarga pindah tempat. Lain lagi ulah sebagian besar para janda. Mereka ini bahkan bersaing dan berlomba untuk dapat menarik hati sang demang. Menjadi kekasih demang berarti datangnya uang dan kehormatan!
Di ujung Kademangan Pakis, dekat pintu gerbang dusun itu terdapat sebuah rumah pondok sederhana, namun dikelilingi taman yang terawat baik sehingga keadaan di situ menyenangkan. Itu adalah rurnah dari seorang duda bernama Ronggo Bangak. Telah sepuluh tahun dia tinggal di Pakis dan hidup sebagai ahli pembuat patung dari kayu yang diukir indah. Penduduk dusun Pakis tidak mengenal riwayatnya, hanya mengetahui bahwa Ronggo Bangak adalah seorang yang masih berdarah bangsawan dan pendatang dari pesisir utara, dekat daerah Demak. Dia hidup seorang diri di pondoknya, akan tetapi sejak lima tahun yang lalu dia mempunyai seorang murid yang hampir setiap malam datang berkunjung. Muridnya itu seorang pemuda yang kini telah berusia delapanbelas dan bekerja sebagai pemelihara kuda. Nama pemuda itu adalah Parmadi, seorang remaja putera yang sudah yatim-piatu sejak dia berusia sepuluh tahun. Karena dia kematian kedua orang tuanya dan tidak mempunyai keluarga lagi, Demang Wiroboyo menerimanya sebagai seorang pekerja di rumahnya. Mula-mula sebagai kacung dan pembantu serabutan. Kemudian dia diangkat menjadi tukang mengurus kuda milik Ki Demang yang berjumlah tujuh ekor.
Sejak dia berusia tigabelas tahun, Parmadi mulai tertarik dengan pekerjaan Ronggo Bangak Serial Silat Tanah Jawa
19 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 dan seringkali datang berkunjung. Akhirnya dia diterima sebagai murid dan setelah semua kuda diberi makan dan dimasukkan kandang, Parmadi lalu pergi ke rumah Ronggo Bangak. Dari lelaki seniman ini dia mempelajari banyak hal. Belajar membaca dan menulis, mengukir dan membuat patung, meniup seruling dan tata-krama. Lima tahun sudah dia berguru kepada Ronggo Bangak yang disebutnya paman, hubungan di antara mereka akrab sekali.
Pada suatu malam ketika Parmadi datang ke pondok Ronggo Bangak, laki-laki berusia sekitar limapuluh tahun itu berkata kepadanya, "Parmadi, telah kurang lebih lima tahun engkau mempelajari sastra dan seni ukir di sini. Ternyata engkau berbakat dan rajin sekali sehingga aku senang sekali mengajarimu. Kini engkau memiliki modal kepandaian yang lumayan. Engkau pandai membaca dengan lancar, tulisanmu cukup indah dan engkaupun sudah pandai mengukir dan membuat patung. Aku ikut merasa bangga dan senang sekali, Parmadi." Ronggo Bangak menatap wajah Parmadi dan diam-diam dia mengagumi remaja itu. Parmadi, sungguhpun haniya seorang dusun pegunungan, namun memiliki wajah yang tampan dan ganteng, pantas menjadi pemuda bangsawan sekalipun. Pakaiannya sebagai abdi yang sederhana itu tidak menyembunyikan ketampanwnnya. Wajahnya tampan dan gagah, pandang matanya lembut, hidungnya mancung dan wajahnya selalu cerah dengan bibir yang membayangkan senyum. Perawakannya sedang namun tegap karena dia sudah biasa bekerja keras sejak kecil di rumah Ki Demang.
Parmadi memandang wajah Ronggo Bangak dengan sinar mata mengandung rasa terima kasih. Wajah orang setengah tua itu tampak bersih dan tampan, sepasasang matanya memiliki bulu mata yang panjang, lentik, ciri khas kaum bangsawan, tubuhnya jangkung agak kurus dan gerak-geriknya lembut.
"Berkat bimbingan paman maka saya dapat mempelajari semua itu. Saya amat berterima kasih kepada paman."
"Ah, sudah berulang kali kukataka engkau tidak perlu berterima kasih kepadaku, Parmadi.
Berterima kasihlah kepada dirimu sendiri, kepada semangat dan ketekunanmu sendiri. Apa artinya bimbing: seorang guru kalau si murid tidak tekun belajar" Seorang guru hanya memberi petunjuk dan kemajuan si murid tergantung kepada murid itu sendiri. Aku hanya ingin mengingatkan kepadamu, Parmadi. Namamu mirip nama Permadi, yaitu nama kecil dari Janoko atau Harjuno ksatria panengah Pandowo. Tirulah sifat dan sepak terjangnya, Parmadi. Dia rendah hati, lemah lembut, dan bersusila. Akan tetapi untuk membela kebenaran dan keadilan, dia berjuang tanpa pamrih dan berani berkorban namun tidak kejam. Hormat dan tidak menjilat kepada atasan atau Serial Silat Tanah Jawa
20 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 yang lebih tua, membimbing dan tidak menekan kepada bawahan atau yang lebih muda."
"Semua nasihat paman masih saya ingat semua dengan baik dan mudah-mudahan saya akan mampu melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari."
"Sekarang aku ingin memberi tahu kepadamu bahwa besok pagi-pagi aku hendak pergi meninggalkan Kademangan Pakis dan mungkin selama sepekan lebih aku baru pulang."
"Ah, paman hendak pergi ke manakah, kalau saya boleh bertanya?"
'Aku akan pergi ke Demak untuk menjemput anakku."
"Wah, paman mempunyai anak" Belum pernah paman ceritakan kepada saya. Berapakah usianya, paman" Laki-laki atau perempuan?" tanya Parmadi dengan nada gembira.
"Dahulu aku tinggal di pesisir utara bersama isteriku dan seorang anak perempuan kami.
Akan tetapi sepuluh tahun yang lalu isteriku meninggal"." wajah K Ronggo Bangak tampak muram.
"Maafkan saya, paman, kalau pertanyaan saya mengingatkan paman akan hal-hal yang menyedihkan."
Mendengar ucapan Parmadi, wajah Ronggo Bangak menjadi terang kembali "Tidak mengapalah, Parmadi. Bukan salahmu, melainkan karena kelemahanku sendiri. Karena isteriku meninggal dunia, maka aku lalu menitipkan anak perempuan kam itu kepada neneknya dan aku lalu berpindah ke sini. Ketika kutinggalkan kepada neneknya, Muryani berusia enam tahun.
Sekarang ia tentu telah menjadi seorang gadis remaja berusia enambelas tahun. Aku mendapat kabar bahwa ibuku yaitu neneknya, menderita sakit, karena itu aku harus pergi ke sana dan mungkin Muryani akan kuajak pindah ke sini."
"Kalau begitu, selamat jalan, paman. Saya akan berkunjung ke sini setiap sore selepas kerja dan akan saya bersihkan halaman depan."
"Baik, dan terima kasih, Parmadi. Ini ada sebuah kitab Bhagawad Gita agar engkau baca dan renungkan isinya. Engkau akan memperoleh banyak pengertian tentang kehidupan dari kitab ini, Parmadi." Ronggo Bangak menyerahkan sebuah kitab yang sudah tua kepada pemuda itu.
"Terima kasih, paman."
Pada keesokan harinya, Ronggo Bangak meninggalkan dusun Pakis di lereng Lawu itu dan melakukan perjalanan ke utara. Parmadi memenuhi janjinya. Setiap petang selepas kerja dia tentu datang ke rumah gurunya itu dan membersihkan halaman dari daun-daun pohon yang rontok. Dia membersihkan taman, menyirami dan merawat tanaman bunga, mencabuti rumput-rumput liar.
Serial Silat Tanah Jawa
21 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 Akan tetapi Ronggo Bangak yang dia tunggu-tunggu itu tak kunjung pulang. Sampai hampir sebulan Parmadi setiap hari datang membersihkan taman dan halaman dan pada suatu petang, ketika Parmadi sedang menyirami bunga, Ronggo Bangak datang bersama seorang gadis remaja.
"Paman sudah pulang?" seru Parma yang menyambut mereka dengan giran "Paman baik-baik saja dan tidak ada halangan dalam perjalanan, bukan?"
"Parmadi, engkau masih datang setiap petang di sini" Ah, engkau tentu menunggu-nunggu kembaliku. Sampai hampir sebulan aku baru pulang. Kenalkan ini anakku Muryani. Nini, ini adalah Parmadi seperti yang pernah kuceritakan padamu. Sebut dia kakang."
Cuaca petang itu sudah remang-remang Pemuda dan gadis itu saling pandang dan saling membungkuk.
"Kakang Parmadi...." terdengar lirih dari mulut gadis itu.
"Adi Muryani"." kata pula Parmadi dengan sopan.
"Mari kita masuk dan bicara di dalam kata Ronggo Bangak sambil membuka pintu rumah.
Mereka masuk dan Ronggo Bangak mengajak anaknya membawa buntan masuk ke dalam sebuah kamar yang memang sudah dia sediakan untuk kamar anaknya. Kemudian dia keluar dan duduk berhadapan dengan Parmadi, terhalang meja.
"Engkau tentu tidak sabar menunggu kembaliku, Parmadi. Sampai hampir sebulan aku terpaksa belum dapat pulang."
"Saya merasa khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu yang menghalangi paman untuk pulang,"
kata Parmadi. "Tidak salah. Memang terjadi sesuatu yang memaksa aku menunda kepulanganku. Ibuku, nenek Muryani, telah meninggal dunia."
"Ah, saya ikut berbela sungkawa, paman."
"Kematian ibuku wajar, Parmadi. Beliau sudah tua dan sakit-sakitan. Karena aku harus mengurus dulu kematiannya, maka baru hari ini aku dapat pulang. Tentu saja Muryani ikut bersamaku karena di sana yang ada hanya neneknya itulah."
Ronggo Bangak menyalakan beberapa buah lampu gantung dalam pondok itu. Tak, lama kemudian Muryani keluar dari dalam kamarnya. Ia sudah mandi dan berganti pakaian. Kesusilaan membuat Parmadi tidak berani memandang langsung dan dia hanya menunduk. Akan tetapi keinginan tahu membuat dia melirik dan akhirnya tanpa disadarinya dia mengangkat muka.
Kebetulan Muryani juga memandang kepadanya. Dua pasang mata bertemu pandang. Di bawah Serial Silat Tanah Jawa
22 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 sinar lampu gantung, mereka kini dapat saling pandang dan melihat jelas wajah masing-masing, tidak seperti tadi ketika bertemu pertama kali mereka terhalang oleh cuaca yang remang-remang.
Parmadi terpesona. Belum pernah dia melihat yang seindah itu! Yang secantik manis itu!
Betapa jelitanya gadis remaja Itu! Rambutnya hitam agak berikal dan panjang sampai ke punggung, dibiarkan terurai karena habis keramas dan masih basah. Sinom (anak rambut) yang halus melingkar-lingkar menghiasai bagian atas dahinya. Wajahnya agak bulat dengan dagu runcing.
Sepasang alisnya tampak hitam di atas dasar dahinya yang putih mulus. Kemudian sepasang matanya seperti bintang kejora, lebar dengan ujung meruncing dan agak berjungat, manik matanya jernih sekali, putihnya metah dan hitamnya pekatj bersinar-sinar dan jeli. Keindahan mata itu semakin manis karena dihias bulu mati yang panjang tebal dan lentik sehingga pelupuk mata itu seakan dilingkari garis hitam. Hidungnya kecil mancung dan mulutnya! Entah mana yang lebih indah mempesona antara matanya dan mulutnya! Seperti juga matanya, mulut itu mengandung gairah yang memiliki daya tarik luar biasa. Lengkung bibirnya begitu jelas seperti gendewa terpentang. Sepasang bibir itu merah basah bukan karena pemerah bibi melainkan karena sehat, bibir bawah yang lembut penuh itu seperti mencebil akan tetapi tidak mengejek melainkan menggairahkan dan menggemaskan. Kalau sepasang bibir itu agak terbuka maka tampak deretan gigi seperti mutiara berbaris, putih mengkilap. Pipinya putih mulus dan halus agak ke belakang di depan telinga kult pipi itu kemerahan seperti buah tomat Lehernya panjang dan tegak, bagian belakang di belakang daun telinga terhias anak rambut melingkar-lingkar lembut. Tubuh yang bagaikan bunga mulai mekar itu sudah membayangkan bahwa beberapa tahun lagi tubuh itu akan amat indah dengan lekuk-lengkung sempurna. Pinggangnya ramping perutnya datar, dada dan pinggulnya padat. Parmadi melongo, matanya tak pernah berkedip, mulutnya ternganga.
"Duduklah, nini!" kata Ronggo Bangak.
Mendengar suara ini, Parmadi merasa seolah diseret kembali ke dunia sadar dan dia tersipu dan dengan gugup dia bangkit dan menyodorkan sebuah bangku kepada gadis itu.
"Ah, ya".. duduklah, Muryani."
Mereka duduk berhadapan, terhalang meja. Akan tetapi setelah kini sadar sepenuhnya, tidak dicengkeram pesona oleh keayuan Muryani, Parmadi teringat akan sesuatu dan dia mengerutkan alisnya, hatinya dicekam kekhawatiran.
Ronggo Bangak yang sudah lima tahun menjadi guru Parmadi, sudah mengenal perasaan yang terbayang di wajah pemuda itu. "Parmadi, engkau merisaukan sesuatu. Ada apakah?"
Serial Silat Tanah Jawa
23 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 1 Parmadi tidak merasa terkejut ketika gurunya membaca isi hatinya. Dia tidak pernah dapat menyembunyikan sesuatu dari pandang mata gurunya yang tajam waspada. Dan diapun biasa berterus terang tidak menyimpan rahasia hatinya kepada Ronggo Bangak.
(Bersambung Jilid II)
Serial Silat Tanah Jawa
24 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 SERULING GADING
Jilid 2 (Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana")
Karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid II "Maafkan kalau saya lancang bicara, Paman.
Akan tetapi, paman telah mengajak adik Muryani
pulang ke sini. Apakah hal ini tidak menimbulkan
bahaya?" "Menimbulkan bahaya" Bahaya apakah yang kaumaksudkan, kakang Parmadi?" tanya Muryani sambil menatap wajah pemuqa itu dengan matanya yang jeli itu terbelalak. Parmadi juga memandangnya dan ia tidak tahan untuk menentang pandang mata yang amat tajam itu dan menundukkan pandang matanya. Akan tetapi pertanyaan gadis itu membuat dia gugup dan salah tingkah. Dia menganggap bahwa hal itu terlalu kotor untuk dibicarakan dengan seorang dara seperti Muryani.
"Anu.... eh, di sini ada Ki Demang Wiroboyo.... dia.... dia itu orang jahat...."
"Hmm, apa yang kau maksudkan, kakang Parmadi" Bicaralah yang jelas, aku tidak mengerti ke arah mana tujuan kata-katamu. Apa hubungannya demang yang jahat dengan kehadiranku di dusun ini?"
Ki Ronggo Bangak sudah paham apa yang dikhawatirkan Parmadi dan dia tahu pula bahwa pemuda itu merasa rikuh untuk menceritakan bahaya yang dapat mengancam Muryani. Maka dia lalu berkata, "Nini, aku mengerti apa yang dimaksudkan Parmadi."
"Nah, kalau begitu tolong jelaskan, Ayah. Apa yang dimaksudkan dengan bahaya itu?" tanya Muryani sambil memandang kepada ayahnya.
"Yang menjadi kepala Kademangan Pakis ini adalah Ki Demang Wiroboyo. Sebetulnya harus diakui bahwa dia seorang demang yang bijaksana dan baik terhadap para penduduk pedusunan.
Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 Akan tetapi dia mempunyai satu kelemahan atau cacad yaitu wataknya mata keranjang, tidak memembiarkan bathuk klimis (dahi mulus) lewat begitu saja. Dia seorang laki-laki yang haus wanita cantik. Setiap kali melihat seorang gadis atau janda cantik, pasti akan diganggunya sehingga para gadis cantik di dusun ini banyak yang diungsikan oleh orang tua mereka, pindah ke dusun la-in. Nah, Parmadi agaknya khawatir kalau engkau akan diganggu oleh Ki Demang W iroboyo."
Mendengar keterangan ini, tiba-tiba Muryani meloncat dari atas kursinya, berdiri tegak dan mengepal kedua tangannya menjadi tinju kecil. Matanya bersinar tajam dan keras, wajahnya berubah kemerahan, sepasang alis yang hitam melengkung indah itu berkerut, mulutnya yang menggairahkan itu kini ditarik membayangkan kemarahan.
"Jahanam keparat busuk!" ia mendesis marah. "Kalau dia berani mengganggu aku, akan kuhancurkan kepalanya!" Ia mengumangkan tinju kanannya ke atas. Melihat ini, hampir Parmadi tidak dapat menahan tawanya. Dara jelita itu sama sekali tidak tampak menakutkan kalau marah-marah seperti itu dan mengancam hendak mempergunakan kekerasan, melainkan tampak lucu sekali.
"Hushh, nini, jangan bersikap seperti itu. Tidak pantas seorang gadis bersikap seperti itu.
Engkau bukan Srikandi atau Larasati," Ronggo Bangak menegur puterinya. Yang dia sebut Srikandi dan Larasati adalah dua orang dari isteri-isteri Harjuno yang merupakan wanita-wanita gagah perkasa dan digdaya.
"Paman Ronggo benar, adi Muryani. K Demang Wiroboyo adalah seorang yang kuat, tidak ada seorang pun di kademangan ini yang berani menentangnya dan dia mempunyai puluhan anak buah. Kita tidak akan mampu berbuat apapun untuk menentangnya."
Muryani menjadi semakin marah. Ia membanting-banting kaki kanannya dan berkata,
"Kenapa ayah dan kakang Parmadi menjadi laki-laki bersikap begini lemah dan penakut" Aku tidak takut menentang siapapun kalau dia jahat dan sewenang-wenang. Sampai di manakah kedigdayaan demang itu" Kalian lihat...!" Gadis itu lalu melompat keluar dari rumah. Gerakannya melompat tangkas sekali seperti seekor kijang. Ketika Ronggo Bangak dan Parmadi hendak mengejarnya, ia sudah tumpak masuk kembali dan ia telah membawa sebongkah batu gunung sebesar perut kerbau! Dua orang laki-laki itu terbelalak. Bagaimana gadis itu mampu mengangkat batu sebesar itu dengan tangan kiri saja dan membawa batu itu masuk seolah-olah batu itu sebuah benda ringan saja"
Ketika Muryani meletakkan batu besar itu ke atas lantai, seluruh bangunan pondok kayu itu Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 tergetar, menandakan bahwa batu itu berat sekali.
"Ayah dan kakang Parmadi, lihatlah batu ini dan katakan, apakah kiranya kepala demang hidung belang itu lebih kuat dan lebih keras daripada batu ini?" Setelah berkata demikian, dara jelita itu mengambil sikap, kedua kakinya dipentang dan berdiri kokoh, kemudian ia meniup tangan kanannya, lalu tangan kanan itu diangkat ke atas kepalanya, lalu diayun ke bawah menghantam batu itu dengan jari-jari terbuka.
"Haiiiitttt blarrrr....!" Batu sebesar perut kerbau itu hancur berantakan seperti tertimpa martil yang besar dan berat sekali. Dua orang laki-laki itu melindung muka mereka dengan kedua tangan agar jangan terkena sambaran pecahan batu Kemudian mereka menurunkan kedua tangan dan memandang kepada Muryani, dengan mata terbelalak dan mulut ternganga!
"Nini Muryani "..kau". kau...." kata Ronggo Bangak sambil memandang wajah puterinya.
Muryani merangkul pundak ayahnya dengan sikap manja. Lenyap sudah kini kegarangan yang tadi membayang pada pandang mata dan tarikan mulutnya dan ia berubah menjadi seorang dara cantik jelita yang manja terhadap ayahnya.
"Ayah, ketika ayah berada di Demak menjemputku, aku sudah mengatakan bahwa aku telah mempelajari aji kanuragan sejak kecil. Bahkan aku menjadi murid utama dari Bapa Guru Ki Ageng Branjan ketua dari perguruan Bromo Dadali di puncak Gunung Muria. Akan tetapi agaknya ayah tidak begitu memperhatikan atau mungkin tidak percaya kepadaku. Nah, sekarang aku membuktikan kemampuanku dan kuharap ayah dan kakang Parmadi tidak takut lagi kepada Ki Demang Wiroboyo itu. Kalau dia berani kurang ajar, aku akan menghajarnya!"
"Bukan main! Nini, kukira tadinya engkau hanya sekedar mempelajari pencak silat untuk olah raga saja, tidak tahunya engkau telah memiliki kedigdayaan. Akan tetapi, kuharap engkau tidak akan mempergunakan itu dan membuat onar di dusun ini, nini. Kalau aku berani membawamu pulang ke sini, tentu sudah kuperhitungkan watak demang itu dan aku sanggup menghadapinya dengan kelembutan, bukan kekerasan. Ketahuilah bahwa jelek-jelek aku di kademangan ini dihormati orang, bahkan Ki Demang Wiroboyo juga menaruh rasa hormat kepadaku. Aku adalah seorang sastrawan dan seniman yang tidak pernah menggunakan kekerasan akan tetapi semua orang menghargai dan menghormatiku. Kalau Ki Demang Wiroboyo berani mengganggumu, aku dapat menasihatinya dan menyadarkannya."
"Paman Ronggo berkata benar, Muryani. Ada ajaran yang mengatakan: Surodhiro jayaningrat lebur dening pangastuti (Keberanian, kegagahan dan kejayaan dunia hancur Serial Silat Tanah Jawa
3 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 oleh kerendahan hati)."
"Begitukah" Aku mendapatkan ajaran lain, kakang Parmadi. Guruku, Bapa Guru Ki Ageng Branjang mengatakan bahwa kita harus bersikap seperti domba terhadap orang yang baik akan tetapi bersikap seperti harimau terhadap orang yang jahat. Membalas kebaikan dengan kelembutan akan tetapi menghadapi kejahatan dengan keadilan yang tentu saja harus didukung oleh kekuatan!"
"Nini, sungguh aku tidak mengerti. Bagaimana aku yang sejak muda selalu menghargai keindahan dan kelembutan, mengutamakan pembangunan menjauhi pengrusakan, sekarang mempunyai anak yang hidupnya berlandaskan kekerasan?"
"Maafkan aku, ayah. Akan tetapi aku tidak hidup berlandaskan kekerasan, melainkan keadilan.
Guruku menggemblengku untuk selalu membela kebenaran dan keadilan, membela yang lemah tertindas dan menentang yang kuat sewenang-wenang. Kita lihat saja perkembangannya nanti mengenai Ki Demang Wiroboyo, siapa yang lebih benar di antara pendapat kita."
Ucapan Muryani itu Beberapa hari kemudian, pada suatu pagi selagi Parmadi memberi makan tujuh ekor kuda dalam kandang yang besar itu, muncullah Muryani. Gadis ini bertanya kepada penjaga gedung kademangan di mana udanya Parmadi dan setelah diberi tahu bahwa Parmadi berada di kandang kuda, ia langsung memasuki bagian belakang gedung itu. Kandang kuda itu berada di sudut kebun belakang, terpisah agak jauh dari gedung.
"Kakang Parmadi!" Muryani memanggil ketika melihat pemuda itu sedang sibuk memberi makan kuda.
Parmadi menoleh dan dia terkejut melihat munculnya Muryani di tempat itu. Betapa beraninya gadis itu! Gadis jelita seperti ia sengaja datang ke kademangan seperti seekor domba mendekati guha harimau! Akan tetapi dia segera teringat bahwa Muryani sama sekali bukan domba melainkan seekor harimau betina! Betapa pun juga, Parmadi merasa khawatir juga. Gadis itu seperti mencari perkara, mencari penyakit. Akan lebih tenteram rasa hatinya kalau gadis itu tidak pernah bertemu dengan Ki Demang Wiroboyo.
"Muryani! Andika kenapa datang tempat ini?"
Mendengar nada pertanyaan pemuda itu dan melihat alisnya berkerut, Muryani bertanya,
"Kakang, apakah engkau tidak senang melihat aku datang mengunjungi dan melihat pekerjaanmu?"
Ditanya begitu, Parmadi menjadi bingung. "Tentu.... tentu...! Aku senang sekali, Muryani.
Akan tetapi...."
Serial Silat Tanah Jawa
4 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 "Kalau sudah senang ya sudah, jangan pakai akan tetapi segala. Wah, kuda-kuda ini bagus-bagus! Guruku juga mempunyai tiga ekor kuda sebagus ini dan aku sering menunggang kuda.
Kami para murid Bromo Dadali sering berlumba menunggang kuda dan engkau tahu siapa pemenangnya" Aku selalu menjadi juaranya, kakang!"
"Ah, benarkah, Muryani?" kata Parmadi sambil memandang ke kanan kiri karena hatinya khawatir kalau-kalau Ki Demang Viroboyo muncul di situ.
"Agaknya engkau masih belum percaya kepadaku. Kaukira hanya laki-laki saja yang pandai menunggang kuda" Lihat ini!" gadis itu mengambil pelana kuda yang tergantung di luar istal, memasangnya di tas punggung kuda dengan terampil meunjukkan bahwa ia sudah terbiasa dengan pekerjaan itu. Setelah mengikatkan pelana dengan baik, ia lalu berkata kepada Parmadi, "Aku ingin mencoba sebentar kuda ini, kakang. Kebun di sini cukup luas!"
Tanpa menanti jawaban Parmadi yang seperti orang tertegun, dara itu lalu melompat ke atas punggung kuda. Gerakan ini pun dilakukan dengan gesit sekali, tubuhnya seringan seekor dadali (burung walet). Memang, ilmu meringankan tubuh merupakan ilmu andalan dari perguruan Bromo Dadali. Kuda yang dipilih Muryani itu adalah kuda terbaik milik Ki Demang Wiroboyo, warnanya hitam pekat dan diberi nama Nogo Langking (Naga Hitam). Begitu merasa punggungnya ditunggangi orang, Nogo Langking mengangkat kedua kaki depannya ke atas, meringkik seperti setan. Parmadi khawatir kalau-kalau gadis itu akan terlempar dari punggung kuda. Akan tetapi Muryani malah tertawa dan menyepak perut kuda. Kuda itu melompat ke depan lalu membalap denga cepat sekali, dikendalikan oleh sepasang tangan yang mahir.
Parmadi memandang kagum. Jangankan dia atau lain pembantu Ki Demang, bahkan Ki Demang sendiri yang terkenal tangkas berkuda, tidak akan mampu mengendalikan Nogo Langking yang terkenal liar itu seperti yang dilakukan Muryani. Dia mengikuti larinya kuda dengan pandang matanya dan hanya menggeleng kepala dan menghela napas panjang melihat betapa kuda itu dibalapkan terus keluar dari kebun menuju keluar halaman gedung.
Apa yang dia khawatirkan, tak lama kemudian terjadi. Ki Demang datang berkunjung ke istal.
Parmadi dengan jantung berdebar tegang pura-pura tidak tahu dan sibuk menambahkan makanan kuda. Ki Demang menjenguk ke setiap kandang kemudian melihat kandang yang kosong di sebelah kiri.
"Parmadi!" dia menegur.
Parmadi menoleh dan bersikap seperti orang terkejut. "Ah, kiranya Paman Demang. Selamat Serial Silat Tanah Jawa
5 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 pagi, Paman." Dia memberi salam sambil membungkuk.
"Parmadi, di mana Nogo Langking?" tanya Ki Demang dengan suara membentak.
"No.... Nogo Langking...." Dia.... dia tadi makan rumput...." kata Parmadi dengan gagap.
"Jangan bohong engkau! Aku tadi mendengar ringkiknya dan derap kakinya! Karena itulah aku datang menjenguk ke sini. Siapa yang menunggangi Nogo Langking?"
Parmadi memberi hormat dengan membungkuk. "Maafkan saya, paman Demang.
Sesungguhnya yang menunggangi adalah putera paman Ronggo Bangak. Sebetulnya sudah saya cegah, akan tetapi dia hanya ingin merasakan menunggang Nogo Langking yang amat dikaguminya."
Ki Demang Wiroboyo memandang heran. "Putera Ki Ronggo Bangak" Kapan dia
mempunyai putera" Aku tidak pernah melihat dia beristeri atau berputera,"
"Benar, paman. Isteri paman Ronggo sudah meninggal dunia dan ketika dia pindah ke sini, puteranya dia titipkan kepada ibunya. Sekarang ibunya, meninggal dunia dan dia mengajak puteranya tinggal bersamanya di sini." Parmadi merasa lega melihat bahwa demang itu tidak tampak marah. "Sekali lagi harap paman suka memaafkan saya."
"Sudahlah, biar saja kalau putera Ronggo Bangak yang menunggangi Nogo Langking. Aku percaya bahwa putera Ronggo tentu baik dan sopan seperti bapaknya."
Pada saat itu terdengar bunyi derap kaki kuda. Parmadi dan Ki Demang memutar tubuh memandang. Nogo Langkin datang berlari cepat sekali ditunggang Muryani. Gadis itu dengan tegak duduk atas punggung kuda dan dengan cekatan dia menarik kendali dan menghentikan larinya kuda di depan Parmadi dan Ki Demang Debu mengepul tinggi dan Muryani tersenyum manis sekali sambil menahan kendali. Nogo Langking mengangkat kedua ka depan ke atas dan ia meringkik.
"Nogo Langking ini hebat, kakang Parmadi. Tubuhnya kuat dan larinya cepat. Aku suka sekali!" Ia lalu melompat dengan gerakan yang ringan sekali dari atas punggung kuda. Parmadi cepat-cepat menuntun kuda itu dan memasukkannya ke istalnya Jantungnya berdebar keras dan penuh ketegangan.
Ki Demang Wiroboyo tercengang dan memandang kepada dara itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Matanya bersinar-sinar dan dia terpesona. Belum pernah selama hidupnya dia melihat seorang gadis yang begini cantik jelita, ayu dan kewes luwes. Cantik jelita dan gagah perkasa ketika menunggang si Nogo Lang king, seperti Woro Srikandi!
Serial Silat Tanah Jawa
6 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 "Inikah.... anak Ki Ronggo Bangak" Puterinya.... ?" tanyanya kepada Parmadi yan masih sibuk melepaskan pelana dari punggung Nogo Langking.
"Benar, aku adalah Muryani, puteri Ki Ronggo Bangak. Engkau siapakah, paman?" tanya Muryani dengan suaranya yang merdu dan lantang. Sikapnya ramah akan tetapi juga lincah, sama sekali tidak malu-malu atau takut-takut seperti sikap para gadis yang pernah dilihat Ki Demang Wiroboyo.
Hati Ki Demang menjadi kagum dan luga girang sekali. Seketika dia telah tergila-gila kepada gadis itu. Dia mengelus kumisnya yang sekepal sebelah dan tersenyum, merasa dirinya seperti Sang Gatutkaca. Dia bergaya, menggerak-gerakkan alisnya yang tebal dan menjilat bibirnya dulu sebelum menjawab dengan senyum ramah.
"Jeng Muryani puteri Ki Ronggo Baiigak" Perkenalkan, aku adalah Ki Wiroboyo, Demang Pakis. Akulah pemilik kuda Nogo Langking itu."
Muryani memandang pria itu dengan penuh perhatian. Jadi orang inikah yang dianggap berbahaya oleh Parmadi" Ia tersenyum lalu berkata kepada Ki Wiroboyo, "Kiranya paman yang menjadi demang di dukuh, ini" Aku sudah mendengar dari ayah dan dari kakang Parmadi bahwa paman adalah seorang demang yang baik hati dan bijaksana!"
Ki Wiroboyo menyeringai, hidungnya kembang kempis karena bangga. Lalu dia tertawa. "Ha-ha-ha, diajeng Muryani. Jangan sebut aku paman, sebut saja kakangmas. Kakangmas Wiroboyo begitu. Aku sendiri sudah menganggap ayahmu sebagai paman. Paman Ronggo Bangak. Heh-heh-heh!"
Muryani memperlebar senyumnya. "Kakangmas" Baiklah, kakangmas Wiroboyo, Andika seorang demang yang bijaksana dan baik. Akan tetapi aku mendengar berita di dukuh ini bahwa andika seorang yang mata keranjang, gila perempuan. Ah, aku tidak percaya itu!"
Parmadi terbelalak. Betapa beraninya gadis itu! Dia menjadi khawatir sekali. Akan tetapi dia hanya mendengarkan, tidak berani mencampuri, menyibukkan diri dengan mengurus makanan Nogo Langking seolah-olah tidak memperhatikan mereka.
"Gila perempuan" Ha-ha-ha-ha! Diajeng Muryani, ketahuilah bahwa setiap orang laki-laki yang jantan dan gagah di seluruh jagad ini menyukai empat hal dan aku juga begitu. Pertama curigo (keris), kedua wanito (wanita), ketiga turonggo (kuda), dan keempat kukilo (burung). Biarpun sekarang aku sudah mempunyai tiga orang isteri, beberapa buah pusaka keris dan tombak yang ampuh, tujuh ekor kuda yang baik di antaranya Nogo Langking, dan belasan ekor burung perkutut Serial Silat Tanah Jawa
7 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 yang suaranya kung, tetap saja aku akan selalu tertarik kalau melihat keris ampuh, wanita cantik, kuda yang kuat dan burung yang suaranya merdu. Itu menunjukkan sifat kejantanan weorang pria!"
Biarpun hatinya merasa mendongkol mendengar ucapan itu, namun Muryani tidak ingin berdebat. Laki-laki di manapun sama saja, pikirnya. Yang diutamakan hanya kesenangan dirinya.
Wanita dianggap sejajar dengan keris, kuda dan burung, sebagai suatu hiburan yang menyenangkan. Akan tetapi keadaannya memang pada waktu itu demikian dan pendapat Ki Demang Wiroboyo itu akan dibenarkan oleh semua laki-laki! Iapun mengalihkan percakapan.
"Kakangmas Wiroboyo, kudamu Nogo Langking ini hebat sekali."
"Andika suka, diajeng Muryani?"
Muryani memandang ke arah kuda h tam yang sedang makan itu dan menganguk. "Aku suka sekali."
"Bagus! Kalau begitu, bawalah dia pulang. Kuberikan Nogo Langking kepadamu sebagai hadiah perkenalan kita ini!"
Parmadi terkejut mendengar ini dan tahulah dia bahwa seperti yang dia khawatirkan, Ki Demang sudah menyatakan bahwa dia jatuh cinta kepada Muryani sehingga begitu saja dia menghadiahkan kuda kesayangannya kepada gadis itu! Ketika dia melihat gadis itu memandangnya Parmadi cepat menggeleng kepala memberi isyarat agar gadis itu jangan menerima pemberian itu.
Muryani tersenyum memandang kepada Ki Wiroboyo sehingga demang ini merasa betapa jantungnya berdebar-debar. Perawan ini kagum dan suka kepadaku, pikirnya girang. Pantas menjadi isteriku! Dia kehilangan dua orang isteri mudanya kalau digantikan oleh gadis ini.
"Kakangmas Wiroboyo, beginikah caramu memikat seorang gadis" Dengan pemberian yang berharga?" kata Muryani dengan senyum mengejek.
"Ha-ha-ha! Kalau aku jatuh cinta kepada seorang wanita, apapun permintaannya akan kupenuhi. Semua harta bendaku pun akan kuserahkan kalau ia kehendaki! Bawalah si Nogo Langking, diajeng Muryani dan kalau andika masih membutuhkan sesuatu, katakan kepadaku dan aku yang akan memenuhi kebutuhanmu!"
Muryani menegakkan lehernya dan membusungkan dadanya, sepasang matanya mencorong dan suaranya terdengar lantang "Hei, Ki Wiroboyo, bukalah mata dan telingamu, pandang dan dengarkan baik-baik. Seluruh harta bendamu, bahkan sekalian nyawamu kaukorbankan, masih belum cukup untuk memikat dan menundukkan hatiku. Terima kasih atas kebaikanmu!" Setelah Serial Silat Tanah Jawa
8 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 berkata demikian, Muryani memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan tempat itu, terus keluar dari pekarangan dan menuju pulang.
Ki Wiroboyo berdiri bengong, tercengang melihat sikap dan mendengar ucapan gadis itu., Hampir dia tidak dapat percaya akan apa yang dilihat dan didengarnya. Gadis itu demikian cantik jelitanya demikian gagah perkasanya ketika menungganggi Nogo Langking, kemudian demikian keras dan beraninya ketika bicara kepadanya. Selama hidupnya belum pernah di bertemu dengan perawan yang begitu cantik, begitu gagah, dan begitu beraninya!
Setelah dapat menenangkan hatinya kembali, Ki Wiroboyo menghela napa panjang dan memutar tubuh menghadag Parmadi. "Perawan yang hebat sekali. Parmadi, gadis puteri Ki Ronggo Bangak itu hebat bukan main. Aku harus mendapatkannya. Ia harus segera menjadi istriku. Parmadi, engkau yang menjadi murid Ki Ronggo Bangak, tentu banyak mengetahui tentang Muryani. Ia tentu belum mempunyai pasangan, bukan?"
Parmadi menggeleng kepalanya. "Saya tidak tahu, paman."
"Sudah berapa lama ia tinggal bersama Ki Ronggo Bangak?"
"Sudah kurang lebih satu bulan,"
"Heran, mengapa baru sekarang aku melihatnya" Parmadi, engkau harus membantuku agar Muryani dapat menjadi isteriku."
Parmadi menatap wajah demang itu. "Bagaimana saya dapat membantu paman"'
"Engkau murid Ki Ronggo. Tentu engkau dekat dengan anak perempuannya. Bantulah aku membujuk gadis itu agar ia mau menjadi isteriku."
"Saya tidak berani, paman. Muryani dan paman Ronggo akan marah kepadaku dan menganggap saya lancang. Kenapa paman tidak langsung saja bertanya kepada wereka?"
Ki Wiroboyo mengelus kumisnya dan mengangguk-angguk. "Hemm, engkau benar. Ya, aku harus datang sendiri dan melamarnya kepada Ki Ronggo Bangak! Bagaimana pun juga, Muryani harus menjadi isteriku." Ki Demang meninggalkan tempat itu dan Parmadi termenung dengan hati diliputi penuh kekhawatiran. Terjadilah atau yang dia takuti semenjak pertama kali bertemu dengan Muryani.
*** "Selamat pagi, paman Ronggo Bangak!" Ki Wiroboyo memberi salam dengan sikap hormat.
Serial Silat Tanah Jawa
9 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id


Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jilid 2 Ki Ronggo Bangak mengangkat muka dan terheran melihat bahwa yang memberi salam pagi itu adalah Ki Demang Wiroboyo. Anehnya, Ki Demang itu menyebutnya "paman".
"Ah, kiranya anakmas Demang Wiroboyo." dia menjawab dan menyesuaikan sebutan demang itu maka diapun menyeb "anakmas". "Tumben anakmas datang berkunjung. Silakan masuk!"
Ki Demang Wirosobo memasuki ruangan pondok kayu itu dan dipersilakan duduk oleh Ki Ronggo Bangak.
''Maafkan kalau saya mengganggu kesibukan paman," kata Ki Demang Wiroboyo sambil melihat ukiran patung yang belum jadi, yang agaknya tadi sedang dikerjakan oleh tuan rumah.
"Ah, tidak sama sekali, anakmas. Nah, sekarang katakan apakah yang dapat saya lakukan untuk anakmas, maka sepagi ini nakmas telah datang berkunjung." Ucapan Ronggo Bangak ini hanya untuk basa-basi saja. Padahal dia sudah dapat menduga apa maksud kunjungan demang itu karena ia sudah mendengar dari Muryani tentang pertemuan puterinya dengan Ki Demang.
"Saya datang untuk beranjang-sana, Pamain. Sudah lama saya tidak bertemu dengan Paman dan kabarnya Paman baru saja pulang dari kepergian Paman ke pesisir utara selama sebulan lebih."
"Benar, anakmas. Saya pergi mengunjungi ibu saya dan tinggal di sana satu bulan lebih karena ibu saya meninggal dunia baru beberapa hari ini saya pulang."
"Ah, saya ikut berbela sungkawa paman."
"Terima kasih, anakmas. Ibu saya sudah tua sekali dan berpenyakitan. Kematian bahkan membebaskannya dari penderitaan penyakit usia tua."
Pada saat itu, dari dalam muncul Muryani membawa baki berisi poci teh panas dan jagung rebus yang masih mengepul pula. Ketika ia bertemu pandang, dengan Ki Demang Wiroboyo, gadis itu tersenyum manis dan sambil menaruh hidangan di atas meja, ia berkata, suaranya lembut,
"Silakan minum dan makan hidangan kami seadanya, Paman Demang."
Alis Ki Wiroboyo berkerut mendengar gadis itu menyebutnya "Paman Demang". Dia ingin disebut kakangmas, bukan paman!
"Ah, diajeng Muryani, harap jangan repot-repot!" katanya, menekankan suaranya ketika menyebut "diajeng". Akan tetapi Muryani sengaja berpura-pura tidak merasakan hal ini.
"Tidak repot, Paman. Hidangan ini sudah ada dan menjadi sarapan kami. Silakan. Saya masih mempunyai kesibukan belakang." Gadis itu lalu meninggalkan ruangan itu menuju ke belakang.
Bagaikan tersedot besi sembrani mata Ki Wiroboyo mengikuti dan seperti hendak menelan sepasang buah pinggul yang bergerak lembut itu.
Serial Silat Tanah Jawa
10 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 Melihat demang itu masih saja memandang ke arah dalam biarpun bayangan Muryani tidak tampak lagi, Ronggo Bangak berkata, "Silakan, anakmas Demang, mencicipi jagung rebusnya.
Masih muda dan baru dipetik, masih panas pula. Silakan."
"Oh ".. ya, terima kasih, paman." Keduanya mengambil jagung rebus yang sudah dikupas dan makan jagung muda yang manis dan hangat itu. "Saya pernah bertemu dengan diajeng Muryani.... eh, puteri Paman. Sungguh saya tidak pernah menyangka Paman yang selama ini saya kira hidup seorang diri dan tidak mempunyai keluarga, tahu-tahu mempunyai seorang anak perempuan yang sudah gadis dan.... jelita itu."
"Ah, Muryani hanya seorang gadis dusun yang bodoh," Ronggo Bangak merendah walaupun di dalam hatinya timbul juga kebanggaan mendengar puterinya dipuji orang.
"Tidak, paman. Ia cantik jelita seperti bidadari dan juga pandai menunggang kuda. Melihat diajeng Muryani, timbul kekhawatiran di dalam hatiku kalau-kalau ia akan mendapatkan jodoh seorang pria petani dusun yang bodoh dan hidupnya melarat. Itu akan merupakan hal yang sang patut disayangkan dan saya tidak rela melihat ia menjadi isteri petani dan hidup melarat."
"Maksud anakmas Demang bagaimana" Ronggo Bangak bertanya walaupun dalam hatinya dia sudah dapat menduga ke arah mana percakapan itu tertuju.
Ki Demang Wiroboyo menghabiskan sisa jagungnya dan menaruh jagung di atas meja, kemudian mengguyur jagung yang masih tertinggal di dalam mulut dan kerongkongannya dengan air memasuki perutnya. Baru kemudian dia menjawab,
"Maksud saya". eh, Paman. Semenjak bertemu dengan diajeng Muryani, saya merasa sangat sayang dan cocok dengannya. Sayang sekali kalau sampai ia dijodohkan dengan laki-laki petani dusun. Ia". ia pantas untuk menjadi". pendamping eh, maksud saya, menjadi isteri saya."
Ronggo Bangak tidak merasa kaget atau heran, dia mengangguk-angguk dan sikapnya tenang saja. "Oo, jadi maksud anakmas Demang ini hendak meminang anak saya Muryani! Begitukah?"
"Benar dan tidak salah, paman. Saya ingin diajeng Muryani menjadi isteri saya, menjadi Nyi Demang. Saya ingin ia dihormati semua orang, ingin mengangkat derajatnya dan membahagiakan hidupnya, hidup mulia, dihormati dan serba kecukupan!"
"Hemm, akan tetapi, maafkan saya, anakmas. Bukankah anakmas sudah mempunyai seorang isteri dan dua orang isteri muda" Apakah masih juga kurang wanita yang melayani anakmas?"
"Ah, itu soal mudah, paman. Saya berniat untuk menceraikan dua orang isteri muda saya dan memulangkannya ke rumah orang tua mereka. Apalagi mereka belum mempunyai anak."
Serial Silat Tanah Jawa
11 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 "Dan kelak anakmas juga akan menceraikan dan memulangkan Muryani kepada saya kalau anakmas mendapatkan seorang isteri baru yang lebih muda dan lenih cantik?"
"Ooo".. tidaaak ?" tentu saja tidaaaak...! Saya akan menaikkan derajat diajeng Muryani, bahkan kelak kalau mempunyai anak, ia akan saya jadikan isteri pertama! Saya akan membangun sebuah gedung untuk paman, dan memberi beberapa petak sawah ladang untuk paman kehidupan paman dan diajeng Muryani akan menjadi mulia, terhormat dan terjamin! Tentu paman menyetujui maksud saya yang amat baik ini, bukan?"
"Nanti dulu, anakmas Demang. Yang dipinang bukanlah saya, yang akan menjalani pernikahan bukan saya pula. Hal ini keputusannya berada dalam tangan orang yang ber-kepentingan, dalam hal ini anakku Muryani. Terserah kepadanya apakah ia dapat menerima pinanganmu ataukah tidak. Saya akan menanyakan pendapatnya dan keputusannya sekarang juga."
Tanpa menanti jawaban Ki Demang yang tertegun mendengar ucapannya, Ki Ronggo Bangak sudah menoleh ke arah dalam dan berseru memanggil anaknya.
"Nini Muryani! Ke sinilah sebentar!"
Terdengar jawaban gadis itu dari bagian belakang pondok itu dan tak lama kemudian Muryani muncul di ambang pintu memasuki ruangan itu, disambut pandang mata kelaparan dari Ki Demang.
"Duduklah, nini. Aku hendak membicarakan hal penting denganmu."
Muryani duduk di sebelah ayahnya, berhadapan dengan Ki Demang Wiroboyo terhalang meja. "Ada apakah, ayah?" tanyanya lirih. Ki Wiroboyo memandang gadis yang menoleh kepada ayahnya itu dengan hati berdebar tegang. Gadis itu sedemikian dekat dengannya. Sekali menjulurkan tangan saja dia sudah akan dapat menyentuhnya. Dia dapat mencium keharuman bunga melati yang sedap. Beberapa kuntum melati terselip di antara sanggul rambut yang hitam agak berombak itu. Betapa manisnya!
"Begini, Muryani," kata Ki Ronggo Bangak dengan sikapnya yang tenang. "Kunjungan anakmas Demang ini adalah untuk meminang dirimu menjadi isteri mudanya. Aku tidak dapat memberi keputusan karena hal ini terserah kepadamu yang akan menjalani. Karena itu, aku memanggilmu ke sini agar engkau sendiri yang memberi jawaban dan keputusan kepada anakmas Wiroboyo."
Muryani mengembangkan senyum tipis dan ia menoleh kepada Ki Wiroboyo yang juga memandang kepadanya. Ki Wiroboyo cepat berkata, "Diajeng Muryani, engkau akan kujadikan Serial Silat Tanah Jawa
12 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 isteri mudaku yang tunggal karena dua orang isteri mudaku akai kuceraikan dan kupulangkan kepada orang tua mereka. Jangan khawatir, biarpun engkau menjadi isteri mudaku akan tetapi engkau yang akan berkuasa di rumahku. Engkau akan hidup mulia, terhormat, dan serba kecukupan. Juga ayahmu akan kubangunkan sebuah gedung."
"Ki Demang Wiroboyo," kata Muryani dan suaranya terdengar lembut namun berwibawa.
"Aku telah berjanji kepada diriku sendiri bahwa pria yang akan menjad suamiku harus memenuhi tiga syarat. Satu saja di antara tiga syarat itu tidak dapat dipenuhi, aku tidak sudi menjadi isterinya; Kalau andika dapat memenuhi tiga buah syaratku itu, barulah aku bersedia untu menjadi isterimu."
"Katakan apa tiga syaratmu itu, diajeng Muryani. Jangankan baru tiga, biar ada sepuluh buah syarat tentu akan kupenuhi semua. Engkau hendak minta apapun, asalkan jangan minta matahari bulan dan bintang, tentu akan kupenuhi!" kata Ki Demang dengan girang. Apa sih permintaan seorang gadis dusun" Pasti dia akan mampu memenuhinya!
Gadis itu tersenyum dan Ki Demang Wirosobo merasa tenggelam dalam senyuman itu. "Aku tidak minta harta benda, tidak minta kedudukan. Syarat-syaratku adalah, yang pertama, calon suamiku harus dapat mengalahkan aku dalam kanuragan bertanding kedigdayaan, dan kedua syarat ini harus dilakukan di depan umum yang menjadi saksinya. Adapun syarat ketiga baru akan kuberitahukan kalau dia mampu memenuhi kedua syarat pertama dan kedua itu!"
Ki Wiroboyo tercengang keheranan mendengar dua buah syarat yang aneh itu, akan tetapi mulutnya menyeringai lebar pertanda bahwa dia. merasa girang sekali. Dia adalah seorang ahli menunggang kuda terpandai di seluruh Kademangan Pakis. Sepandai-pandainya Muryani menunggang kuda, seorang gadis mana bisa dibandingkan dengan dia" Dan adu kanuragan, bertanding kedigdayaan" Hampir saja dia tidak dapat menahan geli hatinya dan tertawa. Dia adalah seorang yang dapat dikatakan otot kawat balung wesi, nora tedas tapa paluning pande sisaning gurindo (berotot kawat bertulang besi, tidak mempan senjata tajam buatan pandai besi).
Bagaimana seorang gadis remaja yang berkulit halus mulus dan tipis seperti itu, akan mampu menandingi kedigdayaannya" Terkena sentilan telunjuknya saja akan terpelanting!
"Baik, aku terima kedua syarat iti Dan apa syaratnya yang ketiga?" kata Wiroboyo.
"Syarat ketiga baru akan kukatakan kalau andika dapat memenangkan dua buah syarat itu dan karena aku tidak memiliki kuda, maka untuk perlombaan menunggang dan membalapkan kuda, aku meminjam si Nogo Langking," kata Muryani.
Ki Wiroboyo tidak merasa khawatir Nogo Langking memang kudanya yang terbaik akan Serial Silat Tanah Jawa
13 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 tetapi dia memiliki kuda lain yang larinya juga hampir sama cepatnya dengan Nogo Langking. Dan perlombaan balap kuda bukan hanya tergantung dari kudanya namun juga banyak ditentukan oleh kemahiran penunggangnya.
"Baik, engkau boleh menunggangi Nogo Langking, diajeng Muryani. Akan tetapi agar adil aku ingin bertanya lebih dulu. Karena syaratmu ada tiga dan yang dua dipertandingkan, bagaimana kalau hasilnya sama kuat, yaitu menang satu kali dan kalah satu kali?"
"Kalau begitu, syarat ketiga yang menentukan."
"Jadi berarti, siapa yang menang dua kali berarti keluar sebagai pemenang dan boleh menjadi suamimu?"
"Begitulah," kata Muryani sambil tersenyum. Ki Ronggo Bangak yang mendengarkan percakapan itu bersikap tenang saja karena dia sudah maklum akan kernampuan puterinya. Hal ini memang sudah dibicarakan Muryani kepadanya. Puterinya itu mempunyai rencana lain, bukan sekedar menolak pinangan, melainkan juga hendak memberi hajaran kepada Ki Wiroboyo agar sifat buruk Ki Demang yang sebetulnya adalah kepala dusun yang baik dan bijaksana itu dapat disembuhkan atau dihilangkan.
"Bagus, kapan pertandingan itu akan dilakukan?" tanya Ki Wiroboyo.
"Secepatnya, besok pagi juga boleh. Sekarang harap andika membuat persiapannya.
Beritahukan kepada penduduk agar besok pagi menonton dua pertandingan itu. Lomba menunggang kuda dilakukan dengan mengitari dusun Pakis satu kali, mulai dari pintu gerbang sebelah selatan. Adapun pertandingan kanuragan diadakan di lapangan depan kademangan agar disaksikan oleh penduduk."
"Baik, akan kupersiapkan segalanya. Aku nanti akan menyuruh Parmadi mengantarkan Nogo Langking ke sini dan besok pagi kita bertemu di pintu gapura selatan. Sekarang aku akan pulang dulu mempersiapkan segalanya. Permisi, paman Ronggo Bangak."
"Silakan, anakmas Demang. Dan maafkan kalau anakku mengajukan syarat-syarat itu."
"Ah, tidak mengapa, paman. Memang sudah sepantasnya seorang gadis cantik jelita seperti diajeng Muryani memasang tinggi harga dirinya. Permisi, paman."
Setelah Ki Wiroboyo pergi, Ki Ronggo Bangak berkata kepada puterinya, "Nini, engkau bermain dengan api. Biarpun aku belum melihat sendiri, namun aku sudah mendengar bahwa Ki Wiroboyo adalah seorang penunggang kuda yang mar dan juga seorang yang digdaya. Engkau malah menantangnya untuk berlomba menggang kuda dan bertanding kedigdayaan. Bagaimana Serial Silat Tanah Jawa
14 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 seandainya engkau kalah dalam dua pertandingan itu?"
"Tidak mungkin, ayah. Andaikata aku kalah bertanding kedigdayaan, akan tetapi sudah pasti aku menang berlomba menungng kuda. Aku sudah biasa berlomba balap kuda di Muria dan aku tahu benar bahwa si Nogo Langking itu merupakan kuda terbaik dari tujuh ekor kuda yang dimiliki Ki Demang. Kalau dia menunggang kuda lain, pasti dia kalah."
"Akan tetapi kalau begitu berarti malam satu-satu, satu-satu, bagaimana kalau syarat ketiga dimenangkan olehnya?"
Muryani tertawa dan menutupi mulutnya dengan punggung tangan kiri.
"Syarat ketiga lni tidak mungkin dimenangkan oleh siapapun juga kecuali kalau aku menghendaki dia menang."
"Ehh" Apa sih syaratmu yang ketiga itu?"
"eyaratnya adalah bahwa pria yang akan menjadi suamiku haruslah orang ya kucinta! Dan aku sama sekali tidak mecintai Ki Wiroboyo!"
Ki Ronggo Bangak membelalakkan kdua matanya, kemudian dia tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, engkau nakal, nini! Itu bukan syarat, tapi engkau mengakalinya!"
Muryani juga tertawa. "Kemenangan bukan hanya dapat dicapai oleh okol (kkerasan) melainkan juga oleh akal, bukankah begitu, ayah?"
Ki Ronggo Bangak mengangguk-anggu "Kuharap saja rencana usahamu untuk melenyapkan sifat buruk Ki Demang itu akan berhasil baik, nini. Memang sayang sekali seorang pemimpin yang begitu baik memiliki cacad seperti itu, suka menggunakan kekerasan memaksa seorang wanita untuk menjadi isteri mudanya."
Tak lama kemudian terdengar derap kaki kuda. Ki Ronggo Bangak melanjutkan pekerjaannya mengukir patung. "Kau lihat, Nini, itu mungkin Parmadi datang mengantarkan kuda."
Muryani berlari keluar dan benar saja, armadi sudah turun dan menuntun kuda berbulu hitam itu. Muryani menghampiri dan merangkul leher kuda itu.
"Nogo Langking, engkau harus membantuku sekarang....!" bisiknya dekat telinga kuda itu.
"Muryani, aku disuruh Ki Demang megantarkan Nogo Langking kepadaku," kata Parmadi sambil menyerahkan kendali kuda itu kepada Muryani yang menerimaya.
"Terima kasih, kakang Parmadi."
"Muryani, benarkah apa yang kudengar dari Ki Demang" Engkau menantangnya bertanding balap kuda dan adu kanuragan sebagai syarat perjodohanmu?"
Serial Silat Tanah Jawa
15 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 2 "Benar, kakang. Besok pagi dilakukannya pertandingan itu."
"Wah, celaka sekali! Bagaimana kalau engkau kalah" Benar-benar celaka kalau begitu!" kata Parmadi khawatir.
"Eh" Siapa yang akan celaka, kakang?"
"Aku?" eh, engkau tentu saja! Engkau akan kalah dan engkau akan menjadi istri mudanya!"
"Kalau begitu kenapa" Aku yang menjalani kenapa engkau yang repot seperti kebakaran jenggot?"
Parmadi otomatis meraba dagunya yang tanpa jenggot selembarpun. "Engkau puteri paman Ronggo Bangak. Aku tidask rela kalau engkau menjadi isteri muda Demang. Dia seorang yang mata keranjang, tiada henti-hentinya mengejar wanita."
"Jangan khawatir, kakang. Dia tidak akan mampu mengalahkan aku. Bukankah engkau sudah melihat sendiri kemampuanku?"
"Mungkin engkau akan menang dalam pertandingan kanuragan, akan tetapi engkau akan kalah dalam lomba balap kuda. Dia seorang yang pandai sekali menunggang kuda, Muryani. "
"Aku lebih pandai daripada dia, kakang. Kau lihat sendiri saja besok pagi."
Golok Halilintar 9 Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Perguruan Sejati 5

Cari Blog Ini