Ceritasilat Novel Online

Pedang Bunga Bwee 9

Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Bagian 9


"Tentang soal itu sih tak perlu kita lakukan, dalam keadaan
seperti ini tak mungkin bisa kita selesaikan masalah ini dengan
baik,aku lihat lebih baik biarlah sipemuda ini saja yang
memberesi mayat tersebut setelah jalan darahnya bebas !".
Liem Kian Hoo berpikir sejenak, ia merasa ucapan ini cengli
juga maka ia mengangguk.
"Ucapan nona sedikitpun tidak salah " sahutnya, "Malam ini
kita beristirahat semalam, besok pagi kita lanjutkan
pengejarannya terhadap jejak iblis wanita itu, bahkan kitapun
harus mencari suatu akal guna menaklukkan dirinya !".
Ong Bwee Chi berpikir sejenak kemudian menjawab:
"Ditinjau dari persiapan-persiapan yang kita hadapi ini hari,
sekalipun tak usah kita cari dirinya, ia bakal mencari sendiri
kita, apakah kau sudah lupa dengan pesannya tatkala hendak
meninggalkan tempat ini " "Bwee Hoa menanti kehadiranmu
diperjalanan sebelah depan", perduli jalan manakah yang kita
tempuh, ia bisa mengejar bahkan melampaui diri kita dengan
demikian bukan kita yang menguntit dirinya, justru malahan
dialah yang menguntit diri kita, sedang mengenai dengan cara
apa kita hendak menaklukkan dirinya, soal ini sulit untuk
dikatakan lebih baik kita hadabpi perubahan tedrsebut sesuai
daengan situasi kbetika itu !"
Liem Kian Hoo mengangguk berat, sebelum ia
meninggalkan tempat itu sianak muda tersebut telah
meninggalkan beberapa huruf besar diatas tanah dengan
memakai cairan darah yang tergenang dilantai.
TuIisan itu berbunyi sebagai berikut:
"Orang yang membunuh manusia manusia ini adalah HwieThian-Moli Bwee Hoa !".
"Siapa yang akan percaya dengan tulisanmu itu ?" seru Ong
Bwee Chi sambil tertawa.
"Perduli orang lain mau percaya atau tidak, pokoknya kita
harus tinggalkan pesan agar orang lain tahu bahwa kita
berdua tidak terlibat dalam pembunuhan tersebut".
Ong Bwee Chi tersenyum dan tidak menja-wab, mereka
segera berlalu dari pagoda itu.
Belum lama sepasang muda mudi itu meninggalkan ruang
pagoda, sesosok bayangan putih muncul kembali dalam ruang
pagoda tersebut, kemudian dengan cepat merubah tulisan
yang ditinggalkan Liem Kian Hoo itu jadi:
"Orang yang membunuh manusia ini adalah Liem Kian Hoo
serta Ong Bwee Chi !".
Gaya tulisan maupun nadanya persis seperti apa yang
ditinggalkan Kian Hoo semula.
= oOo = Sang surya memancarkan sinarnya menyoroti sebuah jalan
raya disebelah Timur kota Lok-yang, Liem Kian Hoo dengan
menunggang seekor kuda jempolan diiringi Ong Bwee Chi
yang berbaju hitam melakukan perjalanan cepat melewati
jalan raya itu.
Dalam waktu singkat kuda-kuda jempolan itu sudah jauh
meninggalkan bayangan tembok kota yang tinggi, dihadapan
mereka muncul gunung nan hijau dengan hutan yang rimbun.
Gunung itu tidak terlalu tinggi namun indah menawan hati,
dikaki gunung mengalir sebuah sungai dimana cahaya
memantul keempat penjuru ketika dibiarkan oleh permukaan
air. Suasana amat sunyi senyap, angin berhembus sepoisepoi.
dibawah sebuah pohon liuw yang rindang duduk
seorang kakek sedang mengail ikan, suasana nyaman sekali.
Tatkala Liem Kian Hoo menjumpai kegembiraan kakek tua
itu mengail ikan ditepi sungai, tak tahan ia mengherla napas
dan betrkata: " Aaaaaiq... dikolong larngit ketenangan jiwa merupakan
suatu hal yang sukar dicapai, teringat dua tahun berselang
setiap hari aku cuma tahu berpesiar, minum arak dan bikin
syair, hidup senang dan penuh kebahagiaan siapa sangka dua
tahun kemudian setelah terjunkan diri kedalam dunia
persilatan, setiap hari hanya diburu oleh persoalan, entah
sampai kapan aku baru bisa mencicipi kehidupan yang aman
tenteram macam itu lagi ".."
"Semua masalah yang ada dikolong langit bersumber pada
hati sanubari manusia itu sendiri, ditengah kerepotan belum
tentu tiada waktu senggang, diantara waktu senggangpun
belum tentu tiada kerepotan." ujar Ong Bwee Chi sambil
tersenyum. "Kau lihat sikakek tua itu begitu senggang dan
gembira duduk dibawah pohon sambil mengail, namun apakah
kau pernah bayangkan seandainya makan malamnya nanti
harus menunggu sampai ikan hasil kailannya ini ditukarkan
dengan beras " aku rasa apabila demikian adanya maka
kegelisahan hatinya saat ini jauh lebih panas dari teriknya
sinar matahari ditengah siang hari bolong."
"Mendengar ucapan dari nona barusan aku jadi berpikir
bahwa persoalan yang ada dikolong langit belum tentu terlalu
menarik !"
"Memang begitu ! persoalan yang ada dikolong langit tiada
persamaannya dan tiada keseragaman, perubahan yang sering
terjadi kadangkala mirip dengan awan diangkasa, kau
mengatakan persoalan itu akan berubah jadi demikian ia akan
berubah, kau mengatakan tidak berubah belum tentu akan
berubah, maka untuk menilai suatu masalah tidak dapat
ditinjau dari suatu sudut belaka, tadi Liem heng mengatakan
bahwa berkelana didalam dunia persilatan merupakan suatu
pekerjaan yang berat, namun apabila kita tinjau dari perasaan
serta kepuasan, apabila kau bisa menolong yang lemah
menindas yang kuat bukankah hatimu akan merasa sangat
gembira sekali".
"Bagus, tepat sekali, ucapan nona telah menggetarkan
hatiku !" teriak sianak muda itu dengan semangat berkobar
kembali. Ong Bwee Chi tertawa hambar, mereka segera larikan kuda
mereka kesisi kakek tua ini, kebetulan sekali tali kail ditangan
kakek itu bergoyang. agaknya ada ikan yang sedang makan
umpan sehingga menggetarkan bel kecil yang sengaja
dipasang diujung kail.
Namun kakek tua itu tetap tak berkutik, ia sudah tertidur
pulas bersandar disisi pohon, terhadap pancingannya ia tidak
merasakan sama sekali.
Liem Kian Hoo jadi tertarik oleh kejadian itu buru buru
serunya kepada sikakek tua itu:
"Loo tiang, ada ikan tersangkut pada mata kailmu !".
Kakek tua itu tetap membungkam, agaknya ia tidak
mendengar teguran tersebut.
Menanti Kian Hoo berteriak beberapa kali lagi, kakek tua itu
baru menggeliat dan buka matanya, ia tidak memandang
kearah sepasang muda mudi itu namun meludah kedalam
sungai sambil memaki.
"Kalian dua orang bajingan cilik, sudah setengah harian
lamanya loohu menunggu disini, sampai sekarang kalian baru
datang !".
Di sekeliling tempat itu tak ada orang lain, Liem Kian Hoo
segera merasa bahwa makian tersebut ditujukan kepada
mereka, ia jadi melengak, pikirnya:
"Aku tak pernah mengikat tali permusuhan dengan kakek
ini, karena aku lihat mata kailnya bergerak dan takut ikan
tersebut keburu lari, maka kubangunkan dirinya, sungguh tak
nyana sebagai imbalannya aku dicaci maki, kakek ini benarbenar
tak tahu diri."
Dalam hati ia gusar namun perasaan tesebut tidak sampai
diperlihatkan diatas wajahnya.
Tampaklah sikakek tua itu angkat kailnya maka terlihatkan
diatas sebuah benang terdapat dua mata kail dan diatas setiap
mata kail tergantunglah seekor kura kura kecil sebesar telapak
tangan. Sekali lagi Kian Hoo tertegun.
"Sebenarnya ia sedang maki diriku ataukah sedang maki
kura kura tersebut!" pikirnya.
Perlahan-Iahan si kakek tua itu menarik senar
pancingannya keatas daratan, dua ekor kura kura yang
mulutnya terkait dimata kail tampak meronta-ronta tiada
hentinya dengan wajah yang sangat menderita. Terdengar
kakek tua itu kembali memaki:
"Sepasang bajingan tengik, kembatianmu sudah bderada
diambang apintu, berani bbenar kau pentang cakar mau unjuk
kelihayan".
Mendengar ucapan itu Liem Kian Hoo merasa amat gusar,
dalam hati ia pikir ucapan tersebut terang-terangan sedang
memaki dirinya, Namun Ong Bwee Chi yang ada disisinya
segera menjawil ujung bajunya sambil berbisik lirih:
"Liem-heng, jangan bergerak secara gegabah, mungkin
saja orang lain sedang maki kura-kura itu !".
Walaupun ucapan ini diutarakan amat lirih, namun berhasil
ditangkap juga oleh sikakek tua itu, ia lantas tertawa ringan.
"Tepat sekali ! " serunya, " Loohu sedang memaki dua ekor
kura-kura ini, harap kalian ber dua jangan menaruh salah
paham". Suatu ingatan mendadak berkelebat dalam benak Kian Hoo,
ia merasa pendengaran serta penglihatan kakek tua itu tajam
sekali, dia tentu bukan nelayan biasa.
Ucapannya barusan terang-terangan sedang mencaci maki
mereka berdua, namun Kian Hoo sekalian tak bisa berbuat
apa-apa sebab orang lain sudah menerangkan lebih dahulu,
maka sambil paksakan diri bersabar mereka tetap menahan
diri, Dalam pada itu sikakek tua tadi kembali buka suara
memaki: "Dua orang bajingan cilik yang sudah bosan hidup, loohu
berbelas kasihan hendak mengampuni selembar jiwamu, ayoh
cepat sipat kuping enyah dari sini".
Liem Kian Hoo benar benar tidak kuasa menahan diri lagi,
kali ini makian tersebut sudah jelas ditujukan kepada mereka,
karena sikakek tua itu telah menyimpan mata kailnya serta
menangkap kedua ekor kura kura itu ditangan.
Siapa sangka sebelum mereka melakukan sesuatu, tiba-tiba
kakek tua itu ayunkan tangannya melemparkan kembali dua
ekor kura tersebut ke-dalam air sungai.
Bahkan seakan-akan dibelakang punggungnya tumbuh
sepasang mata, ia mengetahui semua tingkah laku dari Liem
Kian Hoo, Sambil tertawa segera ujarnya kembali :
" Khek Koan, harap jangan gusar Loohu sedang bercakapcakap
dengan kura kura tersebut !"
Dalam pada itu Liem Kian Hoo sudah angkat sebelah
kakinya untuk melangkah maju, tapi sehabis mendengar
perkataan ini maka tberpaksa sambil dmenahan rasa doangkoI
ia tarik bkembali kakinya.
Ong Bwee Chi yang selama ini selalu membungkam kali ini
tak bisa berdiam diri terus menerus mendadak ia nyelutuk:
"Manusia berbicara dengan bahasa manusia kura berbicara
dengan bahasa kura !".
Liem Kian Hoo berdiri melengak oleh kata-kata
tersebut,sebaliknya sikakek tua itu dengan sepasang alis
berkerut segera bertanya:
"Bocah pirempuan, kau sedang mengatakan siapa ?".
"Loo-tiang, harap jangan memikirkan yang bukan-bukan."
jawab Ong Bwee Chi sambil tersenyum. " Aku sedang
mengatakan seekor kura-kura tua yang berbicara dan
berguman seorang diri!"
Seraya berkata jarinya menuding kearah sebuah pohon liuw
dipinggir sungai, dimana tampaklah seekor kura-kura tua
sedang merangkak naik keatas batu yang menonjol keluar,
moncongnya yang runcing megap-megap menghembuskan
hawa. Diam-diam Liem Kian Hoo merasa geli bahkan merasa amat
kagum dengan kecerdikan Ong Bwee Ghi. Sejak semula ia
sudah tahu kalau sika kek tua ini ada maksud mencari gara
gara dengan diri mereka, cuma saja mereka belum tahu apa
maksud yang sebenarnya ia berbuat demikian.
Kakek tua itu seketika naik pitam, sehabis mendengar
ucapan balasan dari Ong Bwee Chi tak kalah tajamnya itu,
maka teriaknya penuh kegusaran.
"Bocah perempuan yang tak tahu diri, berhubung loohu
tidak ingin bikin urusan dengan kalian manusia-manusia dari
generasi muda, lagi pula tidak percaya kalau ahli waris dari
seorang sahabat karibku bisa melakukan perbuatan kejam
yang melanggar peri kemanusiaan maka loohu tidak mau
percaya sama sekali terhadap tuduhan-tuduhan yang
dilontarkan Peng To kepada diri kalian. Oleh sebab itulah
sengaja kujajal tabiat kalian yang sebenarnya siapa sangka
kalian benar-benar manusia congkak yang tidak kenal
tingginya langit dan tebalnya bumi...".
Tatkala Liem Kian Hoo mendengar disebutkannya nama
"Peng To" dua patah kata, sadarlah sianak muda ini
bahwasanya kedatangan sikakek tua ini disebabkan
mendengar pengaduan dari pemuda she-Peng tersebut dan
kini mereka sengaja datang untuk bikin pembalasan.
Tentang persoalran ini Kian Hoot sudah menduganqya
sejak pertamra kali tadi, tetapi setelah mendengar kakek tua
itu mengatakan bahwa dia adalah ahli waris dari seorang
sahabat karibnya, Kian Hoo merasa rada bergerak.
Dengan cepat ia menghalangi Ong Bwee Chi menyindir
lebih jauh dengan kata-kata tajam, lalu dengan suara
mendatar tanyanya:
"Apakah Lootiang maksudkan peristiwa berdarah yang
terjadi didalam kuil Ing-Tah-Sie kemarin malam ?"
"Hmmm kalau sudah tahu itu lebih bagus lagi, namun aku
mencari dirimu bukan disebabkan persoalan itu tok, meskipun
kau telah meninggalkan tulisan yang menyombongkan diri
namun aku masih belum percaya kalau kalian benar-benar
memiliki kepandaian silat yang begitu dahsyat !".
Liem Kian Hoo berdiri melengak sehabis mendengar ucaran
ini, sebab mimpipun ia tak pernah menyangka apabila tulisan
yang ditinggalkan dalam kuil tersebut telah diganti orang lain,
namun ucapan terakhir dari sikakek tua itu cukup
menentramkan hatinya.
"Cayhe meninggalkan tulisan tersebut bukan bermaksud
hendak cuci tangan terhadap terjadinya peristiwa berdarah itu,
namun aku ingin mengutarakan kebersihan hati kami " ujarnya
sambil tertawa.
"Apabila Loo tiang percaya terhadap ucapan cayhe, maka
sudah sepantasnya bilamana Lootiang suka bekerja sama


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan cayhe untuk melenyapkan iblis wanita itu.".
"Eeeei keparat cilik, kalau bicara jangan melantur, siapa
yang kau maksudkan dengan iblis wanita itu " kau harus tahu
bahwa Ing-Tah-Su-Hud empat Buddha dari kuil Ing-Tah-Sie
adalah sahabat karib loohu, sedangkan Peng-Siong-sim adalah
saudara angkat loohu, aku memahami bagaimanakah
keampuhan yang mereka miliki. Oleh sebab itu meski kau
telah meninggalkan tulisan di dalam kuil yang mengatakan
bahwa mereka semua mati ditangan kalian berdua, loohu
masih belum mau percaya !".
"Apa !?" teriak Kian Hoo dengan wajah tertegun "Bukankah
tulisan yang cayhe tinggalkan itu sudah mengatakan sangat
jelas sekali, orang yang membinasakan manusia ini adalah..."
"Adalah Liem Kian Hoo yang dibantu oleh Ong Bwee Chi,
bukankah begitu ?". Tukas sikakek tua itu sambil tertawa
dingin. "Dengan andalkan, kemampuan yang kalian miliki
sekarang, dapatkah kelima orang tokoh sakti modar ditangan
kalian semua " Hmmm ! sungguh merupakan suatu lelucon
yang bisa mentertawakan banyak orang".
"Omong kosong ! kapan aku pernah berkata demikian !"
teriak Kian Hoo penuh kegusaran.
Sikakek tua itu melirik sekejap ke arahnya kemudian
tertawa dingin.
"Keparat cilik, setelah kau mempunyai kejantanan untuk
mengakui perbuatan-perbuaran keji itu adalah hasil karyamu,
mengapa sekarang kau tak punya keberanian untuk mengakui
secara terbuka ! Liuw Boe Hwie bisa mendapatkan murid
macam dirimu, sungguh cukup membanggakan dirinya !".
Mula-mula Liem Kian Hoo sudah dibikin gusar oleh
perkataannya, namun setelah nama gurunya si Rasul seruling
Liuw Boe Hwie diungkap, teringat pula kata kata sikakek tua
itu yang menga takan bahwa dia adalah ahli waris dari
sahabat karibnya, sadarlah sianak mudi itu sebenarnya
siapakah orang tua ini.
"KAKEK, engkau pastilah Dewa tambur Lui Thian Cun
cianpwee!"
"Apakah Liu Boe Wi pernah menyinggung soal namaku?"
tanya kakek itu dengannya wajah yang jauh lebih ramah.
Tanpa sadar seraya meraba seruling emas yang berada
disakunya, Kian Hoo berseru dengan penuh kegembiraan.
"Guruku selalu menganggap cianpwee sebagai sahabat
karibnya, cuma sayang selama ini belum ada kesempatan
untuk saling berjumpa muka."
Lui Thian Cun menghela napas panjang.
"Aaa...! aku dengar tangannya telah cacad sebelah hingga
tak dapat meniup seruling lagi, sungguh sayang permainan
tambur langit ku kecuali hanya bisa berhadapan dengan Im It
toosu perempuan itu, tiada tandingan lainnya lagi yang dapat
beradu irama dengan aku."
Mendengar keluhan tersebut, debngan cepat Kiand Hoo
cabut keluaar seruling emabsnya, sambil diangkat keatas
katanya: "Kendatipun guruku sudah tak dapat bermain seruling lagi,
akan tetapi kepandaiannya didalam permainan seruling tidak
punah dengan begitu saja, berkat kepercayaan dari suhu,
beliau telah wariskan segenap kepandaian serulingnya
kepadaku."
Lui Thian Cun agak terkejut setelah mendengar ucapan
tersebut, akhirnya dengan mata melotot dia berkata: "Untuk
mendapatkan sedikit nama besar dalam kolong langit, Liu Bu
wi harus mendalami dan meyakini ilmu serulingnya selama
puluhan tahun lamanya, bocah cilik! baru beberapa tahun
engkau belajar ilmu seruling?""
Liem Kian Hoo tertawa ringan, "Meskipun aku belum lama
belajar ilmu, dan aku tak berani tekebur dengan mengatakan
sudah menguasahinya dengan sempurna akan tetapi secara
paksa dapat kukatakan bahwa aku mengenali semua pelajaran
yang telah diberikan kepadaku, akupun telah bersedia untuk
memenuhi harapan suhuku dengan melakukan pertarungan
melawan tambur langit dari cianpwee"
"Haaah... haaah... haaah... bocah cilik, engkau jangan
mimpi disiang hari bolong"!" seru Lui Thian Cun sambil
tertawa ter bahak2. "kalau tambur langit dibunyikan maka air
sungai akan bergolak, bukit dan batu akan berguguran, apa
engkau kira tambur langitku boleh digunakan secara
sembarangan?"?"
"Lalu kapankah cianpwee baru bersedia untuk mainkan
tambur langitmu itu..."
"Kecuali kalau aku bertemu dengan Im It atau lengan Liu
Bu Wi yang kutung tiba2 telah tersambung kembali." jawab
Lui Lhian Cun sambil tertawa angkuh.
Mendengar ucapan yang amat tekebur itu, Liem Kian Hoo
tertawa riang, dengan wajah yang tetap tenang ia menjawab:
"Kalau begitu, rupanya hari ini aku memang tak berjodoh
untuk menikmati suara pukulan tambur dari cianpwee, karena
aku menyadari bahwa kesempurnaan dalam permainan
seruling masih selisih jauh kalau dibandingkan dengan guruku,
tentu saja aku tak berani untuk menantang cianpwee berduel
Irama, bila clanpwee tidak keberatan bagaimana kalau
sekarang kumainkan irama seruling seperti apa yang diajukan
oleh guruku, sedang cianpwee memberi petunjuk dari
samping?"?"
"Ooobo....! tentu bodleh boleh saja!a" sahut Lui Thiban Cun
sambil mengelus jenggotnya dan tertawa.
Sambil tersenyum Kian Hoo loncat turun dari kudanya
kemudian berjalan menuju ke sebuah batu bulat ditepi
selokan, seruling-nya dicabut keluar kemudian pusatkan
pikirannya sambil menengadah memandang awan diangkasa.
Lui Thun Cun sendiri bersandar diatas dahan pohon dengan
sikap acuh tak acuh, seakan-akan ia tak perduli sebelah
matapun terhadap perbuatan sianak muda itu menanti Kian
Hoo sudah menunjukkan sikap serius, hatinya baru agak
bergerak, segera serunya:
"Bocah cilik. engkau dapat bersikap hingga dalam keadaan
lupa akan segala-galanya, hal ini menunjukkan bahwa engkau
memang dapat di andalkan.!"
Kian Hoo sama sekali tidak menggubris, bibirnya bergerak
meniup serulingnya dan meluncurkan irama seruling yang
terputus-putus melonjak ke tengah udara.
"Tuut... tutt...tuuut..."
Ketika bibirnya meniup seruling itu untuk ketiga kalinya, se
akan2 tertusuk oleh jarum yang tajam tiba2 Lui Thian Cun
loncat turun dari atas pohon, dengan wajah berubah hebat
teriaknya keras2:
"Berhenti ! berhenti ! berhenti ! bocah cilik, engkau pelajari
irama seruling tersebut darimana ?"
"Irama tersebut merupakan not pembukaan dari irama
pembingung sukma dari guruku, irama ini memiliki perubahan
yang amat banyak suhuku telah berpesan andaikata bukan
berjumpa dengan cianpwe atau dewi Seruling In lt maka irama
maut itu tidak di-perkenankan ditiup secara sembarangan !"
Mendengar perkataan itu Lui Thian Cun segera menghela
napas panjang. "Aaaai ! Liu Bu Wi memang tidak malu disebut malaikat
seruling, engkau bocah cilik memang pantas untuk berduel
irama dengan tambur langitku...!"
"Terima kasih atas penghargaan dari cianpwee!"
Ong Bwee Ci yang berada disamping sambil mencibirkan
bibirnya segera menyindir "Huuuh... mengejek lebih dulu
kemudian menghormat kakek tua, engkau memang pandai
berlagak..."
Merah padam selrembar wajah Luit Thian Cun sakiqng
jengahnya, ira segera bersuit nyaring keatas bukit seakanakan
sedang memberi tanda kepada orang berada diatas bukit
untuk menyiapkan tambur langitnya, kemudian dengan wajah
serius ia segera berkata terhadap gadis she Ong tersebut.
"Bocah perempuan, apa yang kau pahami" tambur
merupakan alat musik yang paling susah memainkan irama
not, lagipula benda tersebut merupakan sejenis alat musik
yang mengandung kekuasaan besar, dalam setiap perubahan
irama terseliplah kekuatan untuk memimpin, oleh sebab itulah
aku tidak bersedia untuk adu kepandaian dengan
sembarangan orang, jika aku mainkan tambur nanti
kuanjurkan kepadamu lebih baik menyingkirlah jauh2!"
"Kenapa?" apakah aku tak boleh ikut mendengarkan?" seru
Ong Bwee Ci dengan mata melotot.
Lui Thian Cun tertawa dingin tiada hentinya, sementara
mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Liem Kian Hoo sendiri sambil tersenyum segera berkata:
"Nona Ong, lebih baik ikutilah nasehat dari Liu locianpwee,
karena Lui cianpwee tersohor sebagai Raja tambur, jika
tambur langitnya diperdengarkan maka irama yang terpancar
sudah pasti amat dahsyat dan luar biasa sekali perubahan
iramapun tidak sebanyak perubahan irama serulingku yang
dapat dipancarkan sesuai dengan perasaan hati. bila engkau
berada disekitar tempat ini, aku kuatir isi perutmu akan
tergetar sehingga menderita Iuka."
"Bocah cilik, engkau tak usah takebur" teriak Lui Thian Cun
sambil mendengus dingin, merah padam wajahnya, "aku
mengakui bahwa ilmu tambur memang susah dikendalikan
sehingga semua kekuatan itu hanya khusus ditujukan kepada
kau seorang, tetapi setelah kau dengarkan permainanku nanti,
dengan cepat engkau akan mengetahui apakah permainan
tamburku itu berirama tunggal atau beraneka ragam!"
"Cianpwce tak usah gusar, aku sama sekali tiada
bermaksud pandang rendah diri cianpwee, apa yang
kuucapkan tidak lain meninjau dari kenyataan."
Lui Thian Cun mendengus gusar, sedangkan Ong Bwee Ci
dapat merasakan seriusnya persoalan dan kerdipan mata
sianak muda itu tanpa membantah ia segera tuntun dua ekor
kuda tersebut dan pergi menjauhi dari tempat kejadian.
Beberapa saat kemudian, dari atas bukit muncullah
seseorang sambil membopong sebuah tambur besar yang
menyerupai sebuah meja bulat, pada ketiaknya masing2
mengempit sebuah kursi menjepit untuk tambur serta
sepasang alat untuk pemukul tambur yang besarnya seperti
lengan manusia.
Gerakan tubuh orang itu sangat cepat dan jelas mempunyai
dasar ilmu silat yang lumayan, setibanya dihadapi mereka ia
turunkan tambur besar itu keatas tanah.
Pada waktu itulah Kian Hoo baru kenali orang itu sebagai
satu2nya pemuda yang berhasil meloloskan diri dalam
keadaan selamat dari kuil in Tan si, dan sekarang telah
diketahui namanya sebagai Peng To!
Dengan sorot mata memancarkan cahaya ber-api2 yang
mengandung perasaan benci dan dendam, Peng To melotot
sekejap kearah Kian Hoo tanpa berkedip, kemudian dengan
penuh emosi serunya:
"Empek Lui, engkau telah menyanggupi permintaan
keponakan untuk belaskan dendam sakit hatiku!"
Sambil memasang alat tamburnya pada posisi yang
menguntungkan, Lui Thian Cu gelengkan kepalanya
berulangkali, kemudian berkata:
"Tidak ! dahulu aku tidak percaya kalau dia memiliki
kemampuan sebesar itu dan sekarang aku percaya bahwa ia
memang memiliki kemampuan yang luar biasa, akan tetapi
aku tidak percaya kalau ia dapat melakukan pembantaian
secara demikian kejinya karena dari keberhasilannya
menguasahi ilmu seruling aku dapat menduga sampai
dimanakah kesempurnaan tenaga dalam yang berhasil
dikuasahi olehnya, dan manusia dengan kesempurnaan tenaga
dalam seperti itu tak mungkin bisa melakukan pembunuhan
sedemikian brutalnya..."
"Bukti sudah ada dan lagi Siaubwtit pun menyakdsikan
dengan maati kepala sendibri semua perbuatannya itu." seru
Peng To dengan gelisah.
"Omong kosong !" bentak Kian Hoo teramat gusar, ketika
beberapa orang itu menemui ajalnya engkau masih berada
dalam keadaan tak sadarkan diri..."
Peng To menggertak gigi menahan kegusaran yang
berkobar dalam dadanya, lalu berseru.
"Sedikitpun tidak salah ! tetapi mereka semua mati diujung
ruyung berlubang emas yang berhasil kau rampas dari tangan
Thiam sim taysu, engkau tak usah menyangkal lagi. disanapun
masih tertinggal tulisan darah sebagai tanda bukti !"
Mendengar soal tulisan berdarah Kian Hoo segera
menyadari bahwa dbalik peristiwa itu pasti masih terselip hal 2
yang lain, namun sebelum ia sempat berkata Lui Thian Cun
dengan tidak sabaran lelah berteriak keras:
"Peng To, engkau tak usah banyak bicara, tujuanmu toh
suruh aku pertunjukkan tambur langit dan aku telah
mengabulkan permintaanmu itu, perduli perbuatanku ini untuk
balaskan dendam sakit hatimu atau tidak, sepantasnya kalau
engkau merasa puas ! ayoh cepat enyah dari sini dan puIang
keatas bukit."
Peng To sangsi sejenak, kemudian dengan nada tergagap
serunya kembali.
"Paman guru dari In tah su hud empat budha dari kuil In
tah-si yang bernama Siu Ciu sangjin telah datang, dia orang
tua bermaksud untuk membinasakan bandit keji itu, kau..."
"Enyah dari sini !" hardik Lui Thian Cun dengan mata
melolot, "Aku tak sudi berjumpa dengan hweesio tua itu, aku
masih mendongkol kepadanya karena permainan catur tempo
hari kalau ia mau membalas dendam turuti tunggu saja
sampai kuselesaikan dulu pertarungan ini !"
Dengan membawa rasa dendam dan benci yang semakin
hebat. Peng To putar badan dan kembali keatas bukit.
Sementara itu Lui Thian Cun telah mempersiapkan tambur
langitnya, sambil menggesekkan sepasang alat pemukulnya
yang besar sembari berkata.
"Bocah cilik, sekalipun engkau berhasil meloloskan diri dari
tujuh pukulan tambur langitku, aku harap engkaupun suka
berhati-hati! Sebab Siu Ciu sangjin bukanlah manusia yang
gampang dilayani, aku percaya engkau tbidak membunuh
mdanusia, akan teatapi kesulitan byang kau temui kali ini luar
biasa besarnya, beberapa orang tokoh silat lihai yang ada di
kota Lok-yang telang kau pancing datang semua, meskipun
beberapa orang itu tidak mencampuri urusan persilatan akan
tetapi ilmu silat yang dimilikinya cukup tangguh..."
"Terima kasih atas perhatian dari cianpwee!" kata Kian Hoo


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil tertawa, "dan peristiwa pembunuhan yang terjadi kali
ini, aku telah mengalami fitnahan keji dari orang lain, begitu
sempurna rencana yang disusun orang itu membuat aku
merasa sulit untuk mencuci diri dari peristiwa tersebut, yah
apa boleh buat.,." terpaksa aku harus hadapi semua kejadian
yang bakal menimpa diriku."
Lui Thian Cun membenturkan sepasang alat pemukulnya
hingga menimbulkan percikan bola api, kemudian dengan dahi
berkerut serunya.
"Tentang persoalan itu aku tak mau tahu, pokoknya yang
lebih penting bagiku pada saat isi adalah duel antara seruling
melawan tambur, dibalik pertarungan ini sama sekali tidak
terselip maksud untuk tujuan apa pun."
"Kalau memang begitu, kuucapkan banyak terima kasih
lebih dahulu atas kemurahan hati cianpwee."
"Tuuung...!" Lui Thian Cun menjatuhkan alat pemukulnya
diatas tambur hingga menimbulkan suara getaran yang keras,
bumi bergoncang dan air selokan berhamburan ke-atas
pantai... Liem Kian Hoo yang menyaksikan kejadian itu air mukanya
segera berubah hebat, dengan dahi berkerut katanya:
"Dentuman suara tambur cianpwee terlalu kuat, sedang
tempat ini merupakan jalan raya umum, andaikata ada orang
yang melewati tempat ini aku rasa agak kurang leluasa.!"
"Haaaa.... haaah... haaah.. bocah tolol kau tak usah
kuatir!" sahut Lui Thian Cun sambil tertawa terbahak, "Peng
To telah mengatur semuanya bagi kita, ini hari hanya kita
berdua saja yang berada diatas jalan raya ini!"
Sekarang Kian Hoo baru mengerti apa sebabnya jalan raya
disekitar sana luar biasa sepinya, ternyata sebelum itu telah
diatur oleh mereka secara rapi.
Terdengar Lui Thian Cun tertawa terbahak-bahak kembali,
kemudian berseru:
"Keinginan yangr terbesar bagiktu selama hidup qadalah
menghadarpi Malaikat seruling serta dewi'seruIing dengar
tambur sakti penggetar langitku ini, In lt tookoh itu sukar di
cari, Liu Bu wi sudah kehilangan lengannya hanya engkaulah
ahli warisnya yang tidak membuat aku jadi kecewa, Nah!
bersiaplah..."
"Tuuuung,..! Tuuunp,.! Tuuung..."
Kentongan tambur bergeletar kian lama kian bertambah
keras, sekarang bukan saja bumi bergoncang bahkan air
dalam selokan pun berombak keras dan membumbung
keangkasa, membuat Kian Hoo tergetar hatinya.
Ia tahu bahwa irama tambur yang dilihatnya sekarang jauh
lebih susah dimainkan daripada permainan khiem bersenar
tujuh yang pernah dihadapi gurunya tempo hari sewaktu ada
dijembatan kutung kota Yany liu. hawa murninya buru2
dihimpun menjadi satu serulingnya ditiup memancarkan irama
tinggi melengking kemudian dengan pusatkan pikirannya dia
mainkan irama pembetot sukma.
Irama tambur berat dan kasar sebaliknya irama seruling
enteng tapi merdu, dua macam suara yang berbeda ternyata
dapat diperpadukan oleh dua orang tokoh maha sakti itu
hingga bercampur baur menjadi satu.
Tatkala irama tambur membawakan irama bernada
membunuh yang berkobar se-olah2 akan merontokkan seluruh
permukaan bumi. irama seruling segera mainkan nada lugu
yang timbul bagaikan segulung angin musim semi yang sejuk,
seakan2 belaian tangan yang halus membuat angkara murka
jadi reda dan bumi pun berubah jadi tenang kembali.
Ketika pasir dengan disertai gulungan ombak yang
kencang, bagaikan terkena sihir menerjang keatas tepian,
tiba2 seakan-akan terbendung oleh sebuah bendungan
raksasa. gulungan ombak itu membuyar kembali kedalam
sungai dan berubah jadi tenang kembali.
Beberapa batang pohon ditepi selokan bergoncang keras
bagaikan terhembus angin puyuh, daun dan ranting
berguguran keatas tanah, kulit pohon tersayat dan
berhamburan dimana-mana, dari dalam batang pohon
bagaikan tersembunyi segulung kekuatan yang hendak
meledak. Tetapi dengan cepatnya kesemuanya itu berubah jadi
tenang kembali...
Sampai akhirnya, irama tambur maupun irama seruling
sama2 mencapai pada titik yang tertinggi...
-oo0dw0oo- Jilid 15 BAGAIKAN didalam lapisan baja yang tersulut petasan,
segulung kekuatan maha besar yang sukar dilukiskan dengan
kata2 berusaha keras memancar keluar melalui titik yang
paling lemah, tapi lingkungan disana terlalu ketat membuat
tenaga dalam lingkaran itu kian lama kian membesar dan
tinggal menunggu saat meledaknya.
Jika terjadi ledakan maka Kian Hoo lah yang kalah,
sebaliknya kalau tidak meledak maka Lui Thian Cun lah yang
kalah. Pada akhirnya salah satu diantara dua orang itu bakal
menderita kekalahan, tapi siapakah yang bakal kalah?"
Lui Thian Cun yang berada dipihak penyerang
menunjukkan sikap yang paling serius dan paling tegang
diatas wajahnya, ia berdiri kaku bagaikan patung arca di
belakang tamburnya, hanya sepasang tangan masih bergetar
terus memainkan irama2 tambur yang memekikkan teIinga.
Sebaliknya Kian Hoo yang berada dipihak bertahan kini
menunjukkan sikap menyerang, keringat sebesar kacang
kedelai mengucur-keluar tiada hentinya membasahi seluruh
tubuh dan pakaian. sepasang tangannya memegang seruling
itu erat2, ke sepuluh jarinya me-nari2 diantara lobang seruling
mengikuti irama lagu yang terpancar keluar, bibirnya yang
merah menggeletar terus tiada hentinya.
Pertarungan berlangsung hampir setengah jam lamanya,
namun waktu singkat itu bagi pandangan Ong Bwee Ci
bagaikan beberapa ratus tahun lamanya, sekarang ia baru
meresapi betapa besarnya pengaruh irama lagu bagi
kehidupan manusia.
Mula pertama ia hanya mengundurkan diri sejauh satu li
saja, tetapi ketika irama tambur itu mulai bergeletar, gadis itu
tak mampu menahan gelombang tekanan yang maha besar
hingga tanpa sadar kakinya mundur terus kebelakang hingga
akhirnya tiba di tempat sekarang ini, jantungnya berdebar
keras dan mukanya berubah jadi pucat, andaikata irama
seruling tidak segera membaurkan diri dibalik irama tambur
itu, mungkin tubuhnya sudah mundur beberapa li lebih jauh.
Dua ekor kuda yang dituntunnya telah roboh terkapar
diatas tanah dengan mulut ternganga lebar, daya tekanan
yang besar menghancurkan isi perutnya membuat binatang itu
mengerang kesakitan dan berkelejet mendekati maut.
Irama tambur kian lama kian bertambah cepat sedang
irama seruling makin lama makin lemah, dalam hati kecilnya ia
segera terkejut.
"Oooh...! saudara Liem... bertahanlah terus, jangan sampai
dikalahkan oleh tua bangka itu.."
Dilain pihak Pong To yang berada diatas bukit berdiri
disamping seorang padri yang sudah lanjut usia, mukanya
penuh emosi dan rasa kuatir, teriaknya berulang kali:
"Empek Lui! ayoh perkeras seranganmu... hancur lebur
bandit jahanam itu, jangan biarkan dia tetap hidup dikolong
langit..."
Sedangkan padri tua itu dengan tenang berdiri tegak
ditempat semula, mukanya serius dan-tubuhnya kaku
bagaikan patung arca. terhadap seruan dari Peng To itu tidak
mengambil perduli, lama sekali baru ujar-nya:
"Pemuda itu benar2 berbakat sekali, usianya masih begitu
muda, akan tetapi ia sudah mampu mencampurkan doa
pembetot sukma kedalam irama serulingnya, bahkan bertahan
sekian lama dari serangan Lui lo-toapun tidak menunjukkan
tanda2 menderita kalah, sungguh luar biasa... sungguh luar
biasa...."
Peng To jadi semakin gelisah setelah mendengar padri itu
memuji kehebatan Kian Hoo serunya dengan cepat:
"Lo-siansu, jangan lupa kalau dia adalah seorang jahanam
yang berhati kejam, lima lembar jiwa manusia di kuil Ing-tahsi..."
"Aku tahu," tukas hweesio tua itu cepat, "aku hanya tak
menyangka kalau seorang manusia dengan bakat yang begitu
luar biasa dapat melakukan pekerjaan seperti ini, mungkin
kalianlah yang mendesak dirinya hingga terpaksa harus
berbuat begitu!"
"Lo-siansu, apa maksudmu mengucapkan kata2 seperti itu,
apakah engkau tidak melihat perbuatan-perbuatan keji yang
telah dilakukan olehnya?"
"Maksudmu perbuatannya terhadap gadis she Bwee itu?""
kata sang padri dengan wajah agak bergerak. "Aaaai..! kalian
toh tidak kenal dengan gadis itu, kenapa baru saja bertemu
satu kali lantas mempercayai perkataannya" apakah hal ini
disebabkan paras mukanya yang cantik" engkau harus tahu
seringkali paras muka yang cantik merupakan sumber dari
kemaksiatan dan kekejian, Aaaai.. Thian Sim beberapa orang
itu memang keterlaluan, usia sudah begitu lanjut akan tetapi
tak mampu untuk mengekang diri sendiri."
Perkataan itu sama sekali berbeda diluar dugaan Peng To,
dengan cemas bercampur mendongkol kembali serunya:
"Lo siansu setelah engkau bertemu dengan nona Bwee
maka engkau tak tahan pasti akan membantu dirinya, sayang
sekali ia telah..."
"Selama hidup aku paling tidak percaya dengan kaum
wanita." seru sang padri dengan mata melotot.
Sementara Peng To masih ingin mengucapkan sesuatu,
tiba2 wajahnya berubah, lalu segera serunya:
"Eh... Nona Bwee berada disitu! kenapa diapun datang
kesana?", Dari tengah bukit muncullah sesosok bayangan putih,
dengan langkah yang halus-dan lembut dia berjalan menuju
kejalan tempat pertarungan, sementara pertarungan antara
irama tambur dan seruling telah mencapai di puncaknya...
"Aduh celaka!" tiba2 padri tua itu berseru, "Lui lotoa akan
mengeluarkan ilmu simpanannya, bila perempuan itu
melanjutkan perjalanannya kedepan, dia pasti akan menemui
ajalnya secara sia2!"
Bayangan putih itu agaknya tak kuat menahan gempuran
irama seruling dan tambur itu sambil merangkak di atas tanah
dengan penuh penderitaan ia sedang bergerak selangkah
demi selangkah dengan susah payah.
Peng To jadi amat gelisah, buru-buru serunya:
"Lo siansu, mau apa dia pergi kesana" engkau harus
mencari akal untuk selamatkan jiwanya!"
"Tidak bisa !" jawab padri tua itu sambil menggeleng, "Lui
lo-toa sedang berada pada puncaknya, kalau aku berbuat
demikian mungkin akan menimbulkan kesalah pahaman atas
diriku, banyak tahun berselang karena permainan catur,
hingga kini ia masih mendongkol terhadap diriku."
Peng To tak dapat menahan diri lagi dan segera menerjang
turun kebawah bukit, tetapi sebelum berhasil mencapai sisi
tubuh gadis itu, ia sudah terpengaruh oleh getaran irama
tambur yang luar biasa itu hingga roboh terjungkal keatas
tanah dan berguling ke bawah bukit.
Padri tua itu menghela napas panjang, dari pinggangnya ia
ambil keluar sebuah genta kecil kemudian disentilnya genta itu
beberapa kali hingga berbunyi nyaring.
Irama tambur berhenti menggeletak irama serulingpun
berhenti berdendang...
oooooOooooo Bab 10 "TING. ! ting...!" bunyi genta mendengung tiada hentinya,
suara yang lembut penuh kewelasan se akan2 mengandung
daya pengaruh yang amat besar membuat angkara murka
yang terpancar dari irama tambur serta rayuan maut dari
irama seruling tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Lui Thian Cun menghentikan serangannya ambil menghela
napas panjang keluhnya.
"Aaai..! hweesio tua yang banyak urusan, engkau telah
men cabik2 harapanku kalau tidak dibawah serangan maut
tamburku niscaya seruling dari bocah itu bakal retak dan
kalah.." Perlahan-lahan Kian Hoo menurunkan pula serulingnya
dengan ujung lidah membasahi bibirnya yang kering ia merasa
amis dan pedih karena bibirnya telah terluka, namun dengan
keras kepala serunya.
"Cianpwe tak usah berpikir seenak itu, irama serulingku
masih ada tujuh bait yang belum kumainkan, jikalau semua
bait lagu itu kumainkan mungkin tamburmu sudah jebol dan
sejak kini tak dapat dipergunakan lagi..."
Lui Thian Cun merasa amat gusar mendengar perkataan
itu, sambil mengangkat alat pemukul tamburnya ia berteriak
keras: "Bocah cilik! engkau masih berani bicara besar" aku paling
tidak percaya dengan segala permainan setan, ayoh kita coba
lagi." Liem Kian Hoo sedikitpun tidak merasa gentar, ia siapkan
serulingnya kembali, kedua belah pihak bersiap-siap untuk
meneruskan duel irama itu.
Akan tetapi dengungan irama genta masih berkumandang
tiada hentinya, suara dengungan tersebut menyerang hati
mereka membuat konsentrasi kedua orang itu buyar sama
sekali. Akhirnya dengan mendongkol Lui Thian Cun turunkan
kembali alat pemukulnya, lalu dengan gusar memaki:
"Hweesio tua sialan, rupanya pertarungan antara seruling
dan tambur yang sedang berlangsung pada hari ini tak dapat
diselesaikan....!"
Liem Kiao Hoo menghembuskan napas panjang, ia segera
berseru: "Dilain hari dan lain kesempatan, apabila cianpwee punya
kegembiraan, setiap saat boanpwee bersedia untuk melayani
pertaruhan ini!"
Sementara mereka masih ber cakap2, bayangan tubuh
Bwee Hoa yang ramping telah muncul didepan mata mereka
berdua, Lui Thian Cun segera berseru lirih sedangkan Kian
Hoo dengan gusar segera membentak:
"Siluman perempuan, engkau datang lagi kesini" kali ini


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

permainan setan apa yang hendak kau lakukan lagi?""
"Oooh...! berbuatlah kebaikan." seru Bwee Hoa dengan
wajah yang patut dikasihani, karena aku seorang, entah
berapa banyak jiwa manusia yang telah jatuh korban, aku tak
ingin engkau bunuh orang lagi karena aku, karena itu aku
secara sukarela menyerahkan diri kehadapanmu, aku bersedia
dijatuhi hukuman apapun, aku hanya berharap agar engkau
jangan membunuh orang lagi...."
"Omong kosong!" bentak Kian Hoo dengan gusar, "orangorang
itu semua toh mati ditanganmu.. "
Bwe Hoa menumbukkan kepalanya bdiatas dada pemduda
itu, sambila menangis tersebdu-sedu teriaknya:
"Selembar jiwaku telah kuserahkan kepadamu , terserah
apa yang hendak kau lakukan terhadap diriku!"
Liem Kian Hoo betul2 tak kuat menahan diri, telapaknya
diayun menghajar batok kepala gadis itu, ternyata Bwee Hoa
sama sekali tidak berkelit, ia cuma menengadah sambil
memandang kearah lawannya dengan air mata bercucuran.
Paras mukanya yang begitu mengenaskan dan penuh
permintaan belas kasihan, membuat Kian Hoo tak tega untuk
turun tangan lagi pula diapun tahu sekalipun serangan
tersebut dilancarkan belum tentu berhasil melukai lawannya,
karena itu dia hanya mendorong bahunya saja kebelakang.
Pada saat ini keadaan Bwee Hoa begitu lemah tak
bertenaga, sehingga ketika didorong kebelakang tubuhnya
segera roboh keatas tanah, sambil duduk dibawah gadis itu
menangis tersedu-sedu dengan sedihnya.
Kian Hoo amat mendongkol dengan mata melotot teriaknya
keras2: "Sebenarnya permainan setan apa yang sedang kau
lakukan?""
"Aku hanya mengharapkan kematian yang sempurna!
janganlah menyiksa diriku terus menerus..."
Liem Kian Hoo tak dapat menguasahi emosinya lagi, ia
tendang ulu hati gadis itu membuat Bwee Hoa menjerit
kesakitan dan tubuhnya segera mencelat kebelakang.
Tapi sebelum sempat terbanting keatas tanah, tubuh gadis
itu sudah disambar oleh seseorang.
Kian Hoo berpaling, ketika mengetahui bahwa orang itu
bukan lain adalah Peng To, ia menghela napas panjang
pemuda itu sadar bahwa kesalah pahaman yang terjadi pada
hari ini sukar dilerai lagi.
Terdengarlah Lui Thian Cun melototkan matanya bulat2
dan membentak keras:
"Bocah keparat, mula-mula aku masih tidak percaya kalau
engkau adalah seorang pembunuh, tapi sekarang setelah
kulihat tingkah lakumu membuat aku jadi percaya bahwa
engkau mampu melakukan pembunuhan tersebut... keparat,
cabut keluar pedangmu ! kecuali irama tambur aku masih
mempunyai kepandaian laibn untuk mencabudt jiwamu !"
Lieam Kian Hoo menybadari bahwa sepasang alat pemukul
tambur itu masih dapat dipergunakan sebagai alat senjata,
terutama sekali dari posisinya untuk menyera ikan> tetapi
pemuda itu sama sekali tiada maksud melawan, sambil
menghela napas panjang katanya:
"Cianpwee, lebih baik kita berduel dilain waktu dan
kesempatan saja...!"
"Kentut busuk." maki Lui Thian Cun dengan gusar "manusia
laknat semacam engkau tak boleh dibiarkan hidup sampai
besok pagi!"
"Seandainya kematianku dapat membuat kalian memahami
akan duduknya perkara, aku bersedia untuk mengorbankan
selembar jiwaku ini "kata Kian Hoo dengan sedih, "justru yang
kutakuti bukan saja kalian tak mampu untuk membinasakan
diriku, sebaliknya malahan mengorbankan selembar jiwa
dengan percuma, dengan begitu hutang darah kalianpun akan
tergantung kembali diatas langit"
"Keparat busuk, tutup bacot anjing yang bau itu, ayoh
cepat loloskan pedangmu untuk menerima kematian!"
Kian Hoo hanya melirik sekejap kearah nya dengan
pandangan dingin, ia sama sekali tidak memberi komentar
apa2, Lui Thian Cun yang sedang naik pitam segera
mempersiapkan diri untuk menerjang maju kedepan.
"Omintohud !" tiba2 dari atas bukit berkumandang suara
pujian kepada sang Buddha yang amat nyaring, "Lui-sicu,
harap tunggu sebentar, dengarkan dahulu beberapa patah
kataku !" Meskipun suaranya mendatar dan tenang namun
mengandung kewibawaan yang luar biasa.
Lui Thian Cun segera menghentikan tubuhnya dan tahu2
Siu Ciu sangjin telah menghadang diantara kedua orang jago
itu. "Hweesio tua !" bentak Lui Thian Cun dengan marah,
"kenapa sih engkau begitu suka mencampuri urusan orang
lain! pertarungan kami tadi telah buyar karena gangguanmu,
sekarang engkau datang lagi untuk mengacau, ketahuilah
bahwa beberapa orang hweesio yang jatuh korban dikuil Ingtahsi semuanya adalah keponakan muridmu..."
"Omitohud! aku sudah mengetahui akan persoalan ini, dan
lagi akupun memahami ilmu paras muka, meskipun Liem sicu
masih muda dan berdarah panas akan tetapi wajahnya terang
dan gagah, ia tidakr mirip dengan steorang manusia qlaknat
yang berrhati kejam."
Peng To menurunkan tubuh Bwe Hoa ke atas tanah,
kemudian buru2 serunya:
"Lo siansu, lalu bagaimana kematian dari ayahku serta
keempat orang taysu lainnya?"?"
"Aaai.! persoalan inilah yang akan kubikin terang!-..."
Dari nada ucapan tersebut Kian Hoo tahu bahwa hweesio
tua itu mempunyai asal-usul yang besar, buru2 ia maju
memberi hormat sambil berkata:
"Lo hoatsu, harap periksa persoalan ini hingga jelas..."
Belum habis ia berkata, tiba2 Bwee Hoa maju menghampiri
kedepan dan berkata:
"Lo suhu tak usah bertanya kepadaku, Coba katakan
apakah aku mirip seorang pembunuh?""
Siu Ciu siangjin memeriksa sebentar keadaan gadis itu,
kemudian gelengkan kepalanya sambil menjawab:
"Nona suci bersih dan alis serba halus, tentu saja bukan
seorang pembunuh..."
"Benar!" sambung Bwee Hoa sambil menutup mukanya dan
menangis tersedu. "Untuk membunuh seekor semutpun aku
tak tega, apalagi di suruh membunuh manusia?" tapi bandit
itu selalu mengatakan aku sebagai iblis perempuan, menuduh
aku telah membunuh manusia...."
Dalam pada itu Ong Bwee Ci telah berjalan kembali dan
berdiri membungkam disisi kalangan, sehabis mendengar
perkataan ini Siu Ciu sangjin itu, Kian Hoo menghela napas
panjang dengan penuh kekecewan sebaliknya gadis itu
dengan rasa mendongkol dia tertawa dingin sambil berseru.
"Hweesio tua, kalau kudengar perkataanmu mula2 tadi, aku
mengira engkau adalah orang2 manusia yang berpandangan
tajam. siapa tahu engkau tidak lebih hanya seorang manusia
tolol yang punya mata tak berbiji, menyanjung iblis sebagai
pou-sat..."
Siu Ciu sangjin mengerutkan dahinya dan menunjukkan
tanda2 marah, dengan suara berat serunya.
"Nona Ong, meskipun aku adalah seorang beribadah,
namun memandang usiamu yang masih muda, aku harap
kalau bicara tahulah sedikit sungkan...!"
"Hmm! sebenarnya aku ingin bicara agak sungkan terhadap
dirimu, tetapi aku takut engkau tolol sampai saat ajalmu tiba,
hingga tiada keterangan untuk dilaporkan kepada raja akhirat
siapakah pembunuhmu maka aku harap engkau suka
memeriksa dengan lebih seksama lagi, benarkah Iblis
perempuan ini adalah seorang perempuan yang berhati suci
bersih?" Pikiran Siu Ciu sangjin agak bergerak setelah mendengar
perkataan itu, sorot matanya sekali lagi dialihkan ke atas
wajah Bwee Hoa dan memperhatikan dengan seksama, dia
temukan dibalik kesedihan dan kemurungan tampak biji mata
Bwee Hoa ber-gerak2 dengan perasaan tidak tenang.
Udara segera diliputi suasana yang serba murung dan
tenang, akhirnya dengan nada kosong Siu Ciu sangjin berkata
kembali. "Nona Bwee adalah seorang gadis yang suci bersih dan
sedikitpun tidak bernoda"
Ong Bwee Ci mendengus gusar.
"Sudahlah, hweesio tua, ilmu memeriksa paras mukamu itu
lebih baik digunakan untuk menipu orang dusun yang bodoh
saja." jengeknya "Liem toako, mari kita pergi dari sini...
semoga saja beberapa orang manusia yang berlagak pintar ini
jangan sampai memiliki keinginan untuk menghalangi jalan
pergi kita lagi."
"Kalian berani pergi dari sini" bentak Lui Thian Cun dengan
penuh kegusaran.
Kian Hoo melirik sekejap kearahnya kemudian tanpa
mengucapkan sepatah katapun segera putar badan dan
berlalu duri sana. pemuda itu menyadari apabila urusan
berlarut-larut maka perduli siapa yang menang dan siapa yang
kalah, akhirnya beberapa orang itu tak akan ada yang lolos
dari cengkeraman maut Bwee Hoa.
Satu-satunya jalan yang terbaik baginya adalah berusaha
keras mencuci tangan dari persoalan ini serta sedapat
mungkin menghindarkan diri dari tempat kejadian, karena
itulah terhadap seruan dari Lui Thian Cun mereka samab
sekali tidak admbil perduli.
Saetelah menerimab tali les dari tangan Ong Bwee Ci,
pemuda itu siap loncat naik keatus pelana.
Tiba-tiba Lui Thian Cun membentak dengan penuh
kegusaran: "Bocah keparat, kalau kau mau berlalu dari sini, tinggalkan
dahulu selembar nyawamu!"
Sambil putar sepasang alat pemukul tamburnya ia
menerjang maju kedepan, serangan dilancarkan dengan cepat
dan kuat langsung mengancam belakang punggung pemuda
ini. Ketika Kian Hoo merasakan datangnya desiran angin tajam
mengancam tubuhnya, ia tak berani menyambut dengan,
keras lawan keras, terpaksa badannya dibongkokkan kearah
depan untuk meloloskan diri.
"Praang...". alat pemukul tambur yang besar dan berat itu
bersarang telak diatas kepala kuda tunggang yang berada di
sampingnya hingga batok kepalanya hancur berantakan,
bukan saja muncratan darah telah menodai sekujur badan
Kian Hoo, bahkan kelejitan kuda itu sebelum ajalnya hampir
saja melemparkan tubuh sianak muda itu hingga jatuh
terjengkang. Tubuh Ong Bwee Ci sendiripun kena noda oleh darah
binatang, sebagai seorang gadis yang suka kebersihan ia tak
dapat menahan hawa amarahnya lagi, dengan gusar
teriaknya: "Tua bangka, dengan maksud baik Liem toako mengampuni
selembar jiwamu, namun engkau belum juga tahu diri, bahkan
sengaja mencari gara2 terus... Hmm rupanya engkau memang
sudah ingin mampus?""
"Budak bau, diantara deretan nama yang tertinggal dikuil
Ing tah si tercantum pula namamu, itu berarti engkaupun
turut serta didalam pembunuhan itu, ini hari jangan harap bisa
tinggalkan tempat ini dalam keadaan selamat!" teriak Lui
Thian Cun dengan gusar.
Ong Bwee Ci benar2 tak dapat menguasai hawa amarahnya
lagi, dia lepaskan tali les kudanya dan putar badan sambil
pasang kuda2, serunya dengan gusar:
"Ayo maju, nona mu ingin lihat dengan cara apakah engkau
hendak menahan kami."
"Asal engkau mampu untuk melakukan pertarungan
sebanyak sepuluh jurus dibawah serangan sepasang alat
pemukul tamburku ini, aku akan menghantar dirimu untuk
berlalu dari sini!"
Ong Bwee Ci cabut keluar pedangnya kemudian serunya
kepada Kian Hoo:
"Liem toako, persoalan telah mbuncul di depan dmata,
untuk dihaindaripun rasanbya sudah tak mungkin, terpaksa
kita harus hadapi semua persoalan itu dengan keraskan
kepala... Liem Kian Hoo menghela napas panjang dan membungkam
dalam seribu bahasa. Sedangkan Ong Bwee Ci segera putar
pedangnya membentuk sekuntum bunga pedang di angkasa,
kemudian tubuhnya menerjang maju kedepan, ujung
pedangnya mengancam ulu hati Lui Thian Cun, gerakannya
tajam dan lincah bagaikan pagutan ular berbisa.
Lui Thian Cun bergerak cermat, ia berkelit kesamping untuk
meloloskan diri dari ancaman tersebut, kemudian sepasang
alat pemukul tamburnya balik mengirim babatan dan langsung
mengancam bahunya.
Dari serangan yang datang dengan tenaga begitu, Ong
Bwee Ci-tahu bahwa ancaman tersebut susah dihindari,
terpaksa sambil menggertak gigi dan mengerahkan segala
kemampuan yang dimilikinya ia tangkis datangnya babatan itu
dengan keras lawan keras.
"Truuang....!" ditengah bentrokan nyaring pedang baja
ditangan gadis she Ong itu patah jadi dua bagian.
Lui Thian Cun segera tertawa terbahak-bahak dan berseru.
"Haahh... haah... haah... budak ingusan, jangan dikata
sepuluh jurus, sekalipun tiga jurus engkau juga tak mampu
untuk menghadapinya."
Sambil berteriak senjatanya sekali lagi dibabat kedepan
menyapu kearah pinggang nya.
Ong Bwee Ci dengan cepat enjotkan badannya loncat ke
tengah udara, separuh bagian pedangnya yang kutung
membacok kearah batok kepala lawannya dengan suatu
gerakan yang nekad.
Lui Thian Cuo yang sedang menyapu dengan senjatanya
kearah samping tak sempat untuk meloloskan diri lagi,
terpaksa ia tarik kembali kepalanya kearah bawah.
"Sret!" rambut beserta kulit kepalanya tersambar rontok
oleh bacokan tersebut membuatnya teriak kesakitan
bercampur marah.
Dengan mata melotot besar dan muka merah padam
karena menahan amarah, ia membentak keras.


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Budak ingusan!r aku bersumpah,t tak akan-hidupq secara
berdampringan dengan dirimu" Alat pemukul tamburnya
disambit kearah depan dengan gerakan yang cepat bagaikan
sambaran kilat.
Ong Bwee Ci sama sekali tak menyangka akan datangnya
serangan tersebut, baru saja ia berdiri tegak, tahu2 bayangan
senjata lawan sudah berada lima depa dihadapan tubuhnya,
kejadian ini membuatnya jadi gugup dan kebingungan hingga
lupa menghindarkan diri kearah samping..
Nampaknya sebentar lagi gadis itu bakal mati diujung
senjata lawan, disaat yang paling kritis itulah mendadak
sesosok bayangan abu-2 tiba2 berkelebat lewat dan senjata
yang sedang meluncur datangpun seketika lenyap tak
berbekas dari pandangan...
Menanti Ong Bwee Ci berhasil menenangkan hatinya yang
kaget ia baru melihat jelas bahwa orang yang sudah
menyelamatkan jiwanya bukan lain adalah Siu Ciu sangjin,
kejadian ini membuat hatinya tertegun.
Lui Thian Cun sendiripun tak kalah tertegunnya
menyaksikan peristiwa itu, teriaknya dengan mata melotot:
"Kepala gundul, sebenarnya apa maksudmu?"
Sambil angsurkan kembali alat pemukul tambur itu
ketangannya, Siu Ciu sangjin gelengkan kepalanya berulang
kali sambil berkata:
"Lui sicu, harap engkau jangan gusar lebih dahulu,
bukannya aku terlalu banyak urusan, aku hanya berharap
bahwa urusan bisa dibikin beres sebagai mana mestinya."
"Kentut busuk !" teriak Lui-Thian Cun dengan gusar, pria
dan wanita ini adalah bandit2 berhati keji..."
"Harap sicu jangan terburu napsu". Ujar Siu Ciu sangjin lagi
dengan suara lembut "meskipun ilmu silat yang dimiliki bocah
ini sangat lihay, akan tetapi kalau ditinjau dari caranya
bergebrak melawan sicu, aku dapat menarik kesimpulan
bahwa Peng sicu serta empat orang keponakan muridku,
bukan mati ditangan perempuan ini, karena itulah aku rasa
peristiwa berdarah tersebut patut diselidiki lebih seksama
lagi." Tertegun hati Lui Thian Cun mendengar perkataan itu,
sedangkan Peng To jadi amat gelisah, buru2 serunya:
"Lo-siansu, bagaimanakah kematian dari ayahku serta
keempat orang taysu itu?""
"Bukankah tadi sudah kukatakan bahwa mereka mati
dibunuh orang itu," seru Kian Hoo sambil menuding kearah
Bwee Hoa, "kalau kalian masih juga tak mau percaya aku pun
tak dapat berbuat apa2 lagi!"
"Lo-siansu," cepat2 Bwee Hoa berseru dengan air mata
bercucuran, "percayakah taysu bahwa aku dapat membunuh
manusia?" "Pada saat ini aku tidak akan melakukan dugaan secara
sembarangan tetapi aku mempunyai cara untuk menentukan
siapa yang melakukan pembunuhan tersebut" kata Siu Ciu
Sangjin dengan wajah serius:
"Lo hoatsu, apakah caramu itu?"" tanya Kian Hoo dengan
cepat. Siu Ciu sangjin ambil keluar genta kecilnya sambil dipegang
ia berkata: "Genta emas yang kumiliki ini merupakan benda mustika
dari kalangan Buddha asal genta ini kubunyikan tiga kali maka
siapa pun tidak akan dapat merahasiakan isi hatinya lagi,
dewasa ini ada empat orang yang menemui ajalnya dalam kuil
Ing tah-si, sebelum duduknya perkara dibikin jelas maka
siapapun tak akan lolos dari kecurigaan karena itu aku
berharap agar kalian berempat sama-sama menerima
pemeriksaan lewat dentingan genta emas ini.."
"Apakah aku juga harus diperiksa ?" tanya Peng To.
Dengan wajah serius Siu Ciu sangjin mengangguk.
"Tentu saja!" jawabnya. "kecuali kalau engkau adalah
pembunuhnya sehingga tidak berani menerima pemeriksaan
isi hati !"
"Apakah maksud ucapanmu itu ?" seru Peng To dengan
perasaan hati tak senang "akulah orang pertama yang akan
menerima pemeriksaan lebih dahulu..!"
"Hmm!" Lui Thian Cun mendengus dingin "benarkah
dentingan genta emasmu itu memiliki daya kekuatan yang
begitu besarnya?"
"Lui sicu, apa salahnya kalau engkau bertanya setelah sicu
melakukan pemeriksaan nanti?""
Lui Thian Cun jadi amat mendonbgkol sehingga mdulutnya
membungakam dalam seribbu bahasa.
Kian Hoo tak dapat menahan sabar lagi, diapun ikut
menimbrung dari samping:
"Lo-hoatsu, kita akan menerima pemeriksaan satu persatu
ataukah secara bersama-sama."
"Tenaga dalam yang kumiliki terbatas sekali, setiap kali
melakukan pemeriksaan hanya bisa memeriksa dua orang
belaka, oleh sebab itu siapa diantara kalian yang ingin
diperiksa lebih dahulu?""
"Aku.. dahulu." jawab keempat orang itu hampir bersamaan
waktunya. Siu Ciu sangjin tertawa.
"Rupanya kalian berempat sama2 ingin segera
mengutarakan isi hatinya masing2, tapi sayang tenaga dalam
yang kumiliki terbatas sekali dan hanya mampu untuk
memeriksa dua orang belaka, menurut penglihatanku lebih
baik nona Bwee dan Peng sicu menerima pemeriksaan lebih
dahulu..."
Kian Hoo berpikir sebentar, kemudian menjawab.
"Peng heng tak perlu diperiksa lagi, dewasa ini orang yang
paling dicurigai adalah aku, sedangkan pembunuh yang
sebenarnya adalah perempuan siluman itu, menurut
pendapatku lebih baik aku serta perempuan siluman itu saja
yang memperoleh pemeriksaan!"
Peng To hendak mengutarakan penampikan tapi Siu Ciu
sangjin sambil tertawa telah berkata:
"Usul inipun baik juga! harap sicu dan nona Bwee suka
tetap berdiam disini, sedangkan lainnya untuk sementara
waktu harap mundur sejauh sepuluh tombak dari tempat
semuIa, setelah genta berbunyi tiga kali maka kalian akan
segera mengetahui hasilnya.
Ong Bwee Ci melirik sekejap kearah padri itu dengan
pandangan mendalam, kemudian serunya:
"Aku rasa hasil pemeriksaan ini jauh akan diluar dugaan
kalian semua."
Kian Hoo ingin cepat2 bikin terang duduknya perkara,
segera ujarnya dengan lantang.
"Nona Ong, cepatlah mundur sejauh sepuluh tombak dari
sini." Ong Bwee Ci tidak membantah, ia mengundurkan diri lebih
dahulu dari situ, kemudian disusul oleh Lui Thian Cun serta
Peng To yang berlalu dengan wajah kurang percaya, ketika
mereka sudah tiba ditempat kejauhan, dari arah belakangpun
bergema suara keleningan yang pertama.
Irama keleningan yang bergema bpada saat ini jdauh
berbeda sekaali dengan keadbaan tadi, kali ini irama tersebut
mendatangkan perasaan tenang bagi setiap orang, ketika
keliningan berbunyi untuk kedua kalinya, dalam hati tiap orang
muncullah suaru napsu . .
Diam2 Ong Bwce Ci merasa kagum, puji nya didalam hati.
"Hweesio tua itu benar2 luar biasa sekali, dengan begitu
perempuan siluman tersebut tidak akan dapat
menyembunyikan rahasia hatinya lagi....
Tunggu punya tunggu, ternyata keleningan ketiga tak
kunjung bergema juga, setelah menanti sampai setengah jam
lamanya, Lui Thian Cun mulai tak sabar lagi, tiba2 ia putar
badan dan berteriak:
"Hwesio tua, permainan setan apa yang sedang kau
lakukan?""
Sambil berseru ia menghampiri ke-tempat kejadian. . tapi
apa yang dilihat di tengah kalangan hanya tinggal Siu Ciu
sangjin seorang diri, sedangkan Kian Hoo dan Bwee Hoa
ternyata sudah lenyap tak berbekas.
Buru2 ia menghampiri padri itu, tegurnya.
"Eeei... hweesio tua, dimana mereka?" Siu Ciu sangjin tetap
duduk bersila di atas tanah sambil pejamkan matanya, ia sama
sekali tak berkutik barang sedikitpun jua, Lui Thian Cun jadi
amat gelisah, ia segera dorong tubuh hweesio itu sambil
berteriak. "Hwesio tua, kenapa engkau.." Tubuh Siu Ciu sangjin roboh
terkapar diatas tanah, sebatang seruling emas telah
menembusi punggungnya sedalam setengah depa. Tak usah
diperiksa lebih jauh, benda itu bukan Iain adalah milik Liem
Kian Hoo. Ong Bwee berteriak keras, ia memburu maju kedepan dan
cabut keluar seruling, emas itu kemudian bagaikan anak
panah yang terlepas dari busurnya ia meluncur keatas bukit.
Lui Thian Cun segera mengejar dari arah belakang,
teriaknya: "Bangsat.,.! anjing terkutuk...! sedari tadi sudah kuduga
kalau kalian adalah manusia munafik..."
Tetapi gerakan tubuh Ong Bwee Ci terlalu cepat sekali,
dalam beberapa loncatan saja ia sudah tinggalkan musuhnya
dibelakang kemudian setelah membelok pada suatu tikungan
bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan.
Ketika Peng To menyusul kesitu Lui Thian Cun sedang
mencak-mencak karena gusar sambil tertawa getir, rpemuda
she Pengt itu lantas berqkata:
"Empek Luri, sekarang sudah percaya bukan akan
perkataanku..."
Lui Thian Cun menggertak giginya kencang-kencang,
makinya: "Sepasang anjing laki perempuan itu benar-benar terkutuk,
biar sampai keujung langitpun akan kucari sampai dapat,
mulai sekarang akan kukabarkan keseluruh kolong langit, agar
semua jago di persilatan dapat bekerja sama untuk
melenyapkan sepasang manusia durjana tersebut."
-ooo0ooo- Didalam sebuah hutan yang sepi, Kian Hoo mendusin
kembali dari pingsannya, ketika menyaksikan Bwee Hoa berdiri
di hadapannya sambil tertawa manis, dengan penuh
kegusaran ia segera berteriak.
"Perempuan siluman, kenapa engkau membawa aku datang
kemari?""
Bwee Hoa cuma tertawa dan tidak menjawab. Kian Hoo
semakin naik pitam, dia ayun telapaknya ingin menghadiahkan
sebuah tamparan, akan tetapi dia temukan badannya lemas
tak bertenaga, hal ini membuat hatinya gelisah sekali.
"Perempuan siluman !" kembali serunya, "permainan setan
apakah yang telah kau lakukan terhadap diriku ?""
"Aku hanya menotok jalan darah lemas-mu belaka" sahut
Bwee Hoa sambil tertawa ringan, "legakanlah hatimu, paling
lama dua jam kemudian kekuatan tubuhmu akan pulih kembali
seperti sedia kala."
Dalam hati Kian Hoo merasa amat gelisah sekali, karena
pada saat keleningan kedua bergema tadi tiba2 ia saksikan air
muka Bwee Hoa berubah hebat, dia bangkit berdiri. ketika itu
dia merasa amat girang dan segera berpikir dalam hati
kecilnya: "Kali ini engkau pasti akan memperlihatkan wujudmu yang
sebenarnya..."
Siapi tahu belum habis ingatan tersebut berkelebat lewat,
tiba2 tubuh Bwee Hoa bagaikan segulung angin telah
menyambar datang, disusul batok kepalanya jadi kaku dan
kesadarannya lenyap sama sekali, apa yang kemudian terjadi
sama sekali tak teringat olehnya..
Sekarang Bwee Hoa masih berada di hadapannya, kemana
perginya orang-orang yang lain?" apakah mereka telah
menemui ajalnya semua ditangan iblis perempuan ini?"
Rupanya Bwee Hoa dapat menebak suara hatinya, ia
segera tertawa ringan dan menjawab:
"Engkau tak perlu gelisah, kecuali hwesio tua itu, aku tidak
mengganggu siapapun juga!"
"Apa?" engkau telah membinasakah hweesio tua itu?""
"Sedikitpun tidak salah! kalau membiarkan hweesio tua itu
tetap hidup maka akulah yang bakal merasa muak, karena itu
kubunuh dirinya sampai mati, kali ini adalah untuk pertama
kalinya kubunuh manusia karena merasa harus membunuh
manusia, dan merupakan pertama kalinya pula membunuh
manusia dikala aku tak ingin membunuh manusia, oleh sebab
itu aku merasa amat bersedih hati...."
"Hmm! setelah membunuh manusia, engkau masih merasa
sedih?" ejek Kian Hoo sambil mendengus dingin.
Bwee Hoa tertawa getir, jawabnya.
"Kalau dibicarakan sesungguhnya mungkin engkau tidak
percaya. ketika kubunuh hweesio tua itu hatiku benar2 merasa
amat sedih. tidak seperti tempo hari ketika membunuh
manusia, hatiku selalu diliputi rasa riang gembira.."
"Membunuh manusia dapat membuat hati mu riang
gembira! sebenarnya engkau manusia atau siluman.." teriak
Kian Hoo setengah menjerit, hatinya benar2 merasa amat
gusar. "Aku sendiripun tak tahu" sahut Bwee-Hoa dengan
kebingungan dia gelengkan kepalanya berulang kali, pada
waktu itu aku hanya ingin melumurkan darah merah diatas
tanganku, semakin banyak darah yang berlumuran ditanganku
hatiku merasa semakin gembira, tetapi setelah terjadinya
peristiwa itu aku telah memikirkannya kembali secara
seksama, aku mengetahui bahwa tindakanku itu keliru besar,
tetapi aku tak punya cara Iain untuk mengekang serta
menguasahi perasaan hatiku itu..."
Liem Kian Hoo menghela napas pbanjang, ia tahud bahwa
apa yanga diucapkan gadibs itu adalah perkataan yang
sejujurnya, dikala penyakit gilanya sedang kambuh, seluruh
kesadarannya memang punah dan tingkah lakunya susah
dikendalikan lagi...
Terdengar Bwee Hoa berkata lagi dengan sedih.
"Apakah engkau mempunyai cara Iain untuk membuat aku
tak dapat membunuh manusia lagi?""
"Tidak ada." Jawab Kian Hoo sambil gelengkan kepalanya,
"manusia semacam engkau tak dapat dibiarkan hidup lebih
jauh dikolong langit, satu2nya jalan hanyalah kematian. "


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Air mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajah Bwee
Hoa, dengan sedih tanyanya.
"Kecuali mati apakah tidak ada cara lain lagi?" seandainya
saja mulai hari ini aku tak kan membunuh manusia lagi?""
"Apakah engkau bisa tidak membunuh manusia lagi?"" seru
Kian Hoo dengan wajah tertegun.
"Mungkin bisa," jawab Bwee Hoa sambil mengangguk.
"ketika aku berada bersama dirimu, aku tidak ingin membunuh
manusia lagi."
"Omong kosong, ketika berada dikuil Ing ih-si bukankah
engkau telah membinasakan lima orang sekaligus dihadapan
kami?" teriak Kian Hoo dengan penuh kemarahan.
"Pada waktu itu mereka akan membinasakan dirimu dalam
gelisahnya penyakitku segera kambuh."
"Heehh heehh-heeeh.. engkau tak usah menyangkal lagi."
seru Kian Hoo sambil tertawa dingin. "orang-orang itu bisa
membunuh aku karena gara2mu dan akhirnya engkau telah
membunuh mereka semua serta menimpakan dosanya di atas
kepalaku..."
"Benar, apa yang kuucapkan adalah sungguh-sungguh."
teriak Bwee Hoa dengan gelisah, aku sendiri mempunyai
perasaan tersebut setelah kuikuti dirimu maka perasaan ingin
membunuh orang yang bergolak dalam hatiku tak mampu
disalurkan keluar asal engkau bersikap lebih baik terhadap
diriku aku percaya di kemudian hari pasti tak akan membunuh
orang lagi, aku sendiripun tak tahu apa sebabnya...
bersediakah engkau membawa serta diriku?"
Dengan muka serius Kian Hoo gelengkan kepalanya
berulang kali. "Tidak, sekali pun mulai sekarbang engkau tak dakan
membunuh oarang lagi, akanb tetapi noda darah yang telah
melekat ditanganmu tak dapat dicuci bersih lagi, siapa telah
membunuh manusia dia harus diganjar dengan kematian pula,
karena itu engkau pun harus menerima kematian sebagai
penebus atas dosa-dosamu itu !"
"Apakah engkau tak dapat memberi kesempatan lagi
kepadaku...?" pinta Bwee Hoa dengan air mata bercucuran.
"Engkau tidak memiliki hak untuk memperoleh kesempatan
tersebut, aku telah melepaskan tanggung jawab terhadap
banyak persoalan dan jauh2 mengikuti jejakmu sebelum-nya
bukan lain adalah untuk membinasakan dirimu, aku tak sudi
memberi kesempatan kepada seorang perempuan siluman
untuk hidup bebas disisiku !"
Air muka Bwee Hoa berubah hebat, napsu membunuh
memancar keluar dan balik matanya, telapak tangannya
segera dibabat kebawah menghajar tubuh sianak muda itu,
akan tetapi ketika ujung telapaknya menyentuh diatas tubuh
Kian Hoo, tiba2 sikapnya jadi lunak dan lemas dengan sedih ia
menghela napas panjang dan berkata:
"Engkau begitu kejam dan tak kenal budi, suatu hari kau
akan merasa menyesal, sejak kini kalau aku membunuh orang
lagi maka tanggung jawab tersebut engkaulah yang harus
pikul, tunggu saja tanggal mainnya...."
Selesai berkata, dengan gerakan cepat tubuhnya segera
berkelebat pergi dari tempat itu.
O O Senja telah menjelang tiba, sebuah rumah makan besar
dikota Leng yang penuh dikunjungi para tetamu, sebagian
besar tamu yang hadir dalam rumah makan itu terdiri dari
para jago persilatan yang berpakaian ringkas.
Ditengah suasana yang amat ramai itulah tiba2 seorang
pengemis tua bangkit berdiri dari tempat duduknya setelah
meneguk beberapa cawan arak ia menggebrak meja keras dan
berseru setelah menghela napas panjang.
"Ci lo-heng! setelah kupikirkan pulang pergi, aku masih
tetap tidak percaya kalau Liem kongcu dapat melakukan
perbuatan seperti itu!"
Seorang kakek trua yang berada tdihadapannya meqngelus
jenggotnrya yang panjang lalu menjawab dengan nada berat.
"Terhadap peristiwa serta perbuatan mengenai iblis angkuh
seruling emas aku sama sekali tidak tahu menahu, tapi karena
desakan Lui Thian Cun serta Siu In sangjin, terpaksa aku
sendiri harus tampil ke depan untuk menangani masalah ini,
Dalam kenyataan sudah tiga puluh tahun lamanya aku
mengasingkan diri dari keramaian persilatan, aku sudah tidak
mencampuri urusan dunia persilatan lagi, tetapi Siu In sangjin
adalah sahabat karibku, Siu Ciu hwesio yang matipun adalah
saudara angkat-ku, hal ini membuat aku tak dapat berpeluk
tangan belaka, oleh sebab itulah dengan andalkan selembar
wajahku ini, kuundang kalian semua-untuk membicarakan
masalah ini, untung Lui heng dan Peng si heng berada disini
semua, mereka adalah saksi hidup dalam peristiwa ini, apa
salahnya kalau Tong heng tanyakan sendiri tentang jalannya
peristiwa tersebut kepada mereka berdua..."
Pengemis tua itu termenung beberapa saat lamanya
kemudian kepada seorang kakek, berlengan tunggal yang
berada disisinya dia bertanya:
"Lui-heng, Liem kongcu adalah anak muridmu, sedangkan
nona Ong Bwee Ci pun pernah kau jumpai, bagaimanakah
pandanganmu mengenai peristiwa ini...?"
Kakek berlengan buntung itu bukan lain adalah Malaikan
seruling Liu Bu Wi, setelah ia menunggu sampai Tong Thian
Gwee serta muridnya dan Sun Tong mendusin kembali dari
obat pemabok waktu ada di rumah kuno dalam kota Wi-in,
beberapa orang itu segera berangkat ke gunung Tay-heng-san
untuk menyusul Kian Hoo serta Ong Bwee Ci, siapa tahu
mereka kecele, setelah lakukan penyelidikan tanpa hasil
merekapun menuruni bukit tersebut, pada waktu itulah Tong
Thian Gwee ketua dari perkumpulan Kay-pang ini
memeperoleh kabar dari seorang anak muridnya.
Kabar itu dikirim oleh seorang jago persilatan kenamaan
yang sudah lama mengasingkan diri dari keramaian dunia, dia
bukan lain adalah Tiat Kiam Bu tek atau pedang baja tanpa
tandingan Cia Tiang Hong, jago ini mempunyai nama besar
yang tersohor dalam dunia persilatan, dengan andalkan
pedang bajanya malang melintang dalam sungai telaga selama
empat puluh tahun lebih belum pernah menjumpai tandingan,
dia dikenal sebagai orang yang bijaksana dan jujur.
Tetapi kabar yang disampaikan kepada mereka itu
membuat beberapa orang jago tersebut jadi amat terperanjat.
Liem Kian Hoo telah mendapat julukan sebagai iblis angkuh
seruling emas, bersama Ong Bwee Ci telah dituduh melakukan
pembunuhan keji yang melanggar prikemanusiaan, bahkan
dibalik peristiwa itu tersangkut pula seorang gadis yang
bernama Bwee Hoa.
Menurut berita yang mereka dapatkan, Kian Hoo telah
mencelakai serta menyiksa gadis itu kemudian membunuh
orang budha dari kuil Ing-tah si dan Peng Siong Lim, la
akhirnya membunuh pula Siu Ciu siansu dan menculik gadis
she-Bwee itu hingga lenyap tak berbekas, seruling emas yang
digunakan sebagai alat pembunuh dirampas oleh Ong Bwee
Ci. Karena itulah Ciu Thian Hong segera mengundang
kehadiran semua jago yang ada di-kolong langit untuk bersama2
membicarakan persoalan ini.
Lui Bu Wi sebagai suhunya Kian Hoo tentu saja tak dapat
berpeluk tangan belaka, buru2 ia datang kekota Leng tong
untuk mengikuti pertemuan tersebut.
Ketika Tong Thian Gwee bertanya kepada kakek buntung
itu, sorot mata para hadirin bersama-sama dialihkan keatas
wajahnya membuat jago tua itu merasa rikuh, setelah
termenung beberapa saat lamanya ia baru bangkit berdiri dan
menjawab: "lrama seruling yang dimiliki Kian-Hoo memang ajaranku,
akan tetapi ilmu silatnya yang lihai bukan ajaranku melainkan
ajaran orang lain, itu bisa dibuktikan lebih lihaynya kepandaian
silat yang dia miliki daripada kepandaianku sendiri..."
"Tentang persoalan itu aku dapat ikut membuktikan"
sambung Tong Thian Gwee dengan cepat. "ketika Liem
kongcu mengalahkan tiga belas persekutuan sewaktu ada
dikota Wi in. kepandaian silat yang dia miliki memang
beberapa kali lipat lebih hebat daripada kepandaian kami
semua." "Justru karena kepandaian silatnya sangat lihay, maka ia
dapat melakukan peristiwa semacam itu." ujar Cia Tiang Hong
dengan cepat. "Meskipun ilmu silat dan ilmu sastra yang dimiliki Kian Hoo
bukan ajaranku sendiri akan tetapi aku dapat mengetahui
bahwa wataknya amat jujur dan bijaksana." ujar Liu Bu Wi
dengan wajah murung. "kalau dikatakan ia bisa melakukan
perbuatan semacam ini sungguh membuat hati orang sukar
untuk mempercayainya!"
Peng To yang ada dimeja lain segera bangkit berdiri, sambil
membentangkan secarik kertas di lantai meja ia berseru:
"lblis angkuh seruling emas itu anak murid dari Liu
sianseng, aku rasa Liu sianseng pasti mengenali bukan
tulisannya" inilah tulisan darah yang ia tinggalkan setelah
melakukan pembunuhan biadab tersebut dalam kuil Ing tah-si,
silahkan Liu sianseng memeriksanya!"
Liu Bu Wi segera mengambil kertas itu lalu dibacanya:
"Orang yang melakukan pembunuhan ini adalah Liem Kian
Hoo dari kota Wi-cho serta Ong Bvee Ci dari kota Wi-in..."
Belum habis dia membaca, air mukanya sudah berubah
hebat. Lui Thian Cun segera tertawa dingin dan mengejek.
"Liu-heng bagaimana menurut pendapatmu?"
"Kalau ditinjau dari cara tulisannya memang tulisan dari
muridku.."
Lui Thian Cun segera tertawa dingin kembali ejeknya.
"Muridmu bukan seorang ahli tulisan, aku rasa orang lain tak
bakal sudi menirukan gaya tulisannya, sekarang bukti yang
jelas sudah berada dihadapan kita, aku rasa engkau tak dapat
menyangkal lebih jauh bukan! Heeh heeeh-heeh... Liu heng,
engkau memang pandai sekali menerima murid..."
Pucat pias selembar wajah Liu Bu Wi menghadapi kejadian
tersebut, saking tertegunnya hingga untuk beberapa saat
lamanya ia tak tahu bagaimana barus menjawab.
Sementara itu para jago lainnya telah alihkan pula sorot
mata mereka yang penuh mengandung rasa permusuhan
keatas wajah jbago tua itu.
"Sdambil mendepraka meja keras2, Lbui Thian Cun
berseru: "Liu Bu Wi, engkau dapat mengajar murid semacam itu,
maka engkau juga yang harus bertanggung jawab atas
terjadinya peristiwa berdarah ini."
Air muka Liu Bu Wi berubah hebat, teriaknya:
"Lui heng, meskipun kita berjumpa muka baru untuk
pertama kalinya namun sudah lama kita saling mengenal
nama masing-masing, Hmm sungguh tak ku sangka engkau
adalah seorang manusia yang tak kenal adat!"
Air muka Lui Thian Cun kontan berubah hebat, baru saja
dia akan bersitegang lebih jauh, Cia Tiang Hong telah
menghalanginya sambil berseru:
"Cara Lui-heng bertindak memang terlalu terburu napsu,
Malaikat seruling Liu sianseng adalah seorang pendekar besar,
meskipun perbuatan dari pemuda itu kurang benar, toh
perbuatannya itu bukan atas suruhan dari Libu sianseng, lagdi
pula ilmu silaat yang dimilikbi pemuda itu juga bukan di
pelajari dari Liu sianseng, dalam hal peristiwa ini Liu sianseng
sama sekali tak ada tanggung jawabnya..!"
Setelah mendengar perkataan itu Lui Thian Cun-baru
membungkam dan tidak berbicara lagi.
Sedang Liu Bu Wi menghela napas panjang dan berkata.
"Cara-kerja Cia tayhiap bijaksana sekali, aku merasa amat
kagum." Cia Tiang Hong goyangkan tangannya mencegah ia bicara
lebih jauh, ujarnya kembali.
"Akan tetapi didalam peristiwa ini, Liu sianseng harus
mengutarakan dahulu pendiriannya."
Liu Bu Wi termenung beberapa saat lamanya, kemudian
dengan penuh penderitaan batin dia menjawab.
"Aku masih tetap tidak percaya kalau anak Hoo dapat
berubah jadi begitu... akan tetapi kalau bukti menunjukkran
bahwa muridktu memang terlibqat langsung, marka aku pasti
akan mengikuti keputusan kalian semua dan tak akan
memberi ampun lagi padanya!"
"Liu sianseng benar2 bijaksana dan pandai membedakan
mana hitam dan putih puji Cia Tiang Hong dengan lantang,
sebagai penghormatan kami atas kesediaanmu ini, kuhormati
engkau dengan secawan arak!"
Habis berkata dia segera angkat cawan araknya dan
mengangkat ke atas, Liu Bu Wi ikut angkat cawannya dan
meneguk habis arak penuh kegetiran itu dengan air mata
meleleh keluar membasahi pipinya.
Tepuk tangan riuh rendah bergema dari seluruh ruangan,
rasa permusuhan yang semula terpancar keluar dari balik
wajah masing2 sekarang berubah jadi rasa hormat, akan
tetapi tak seorangpun yang bisa menyelami bagaimanakah
perasaan hatinya pada saat itu.
Liem Kian Hoo bukan saja merupakan anak muridnya,
diapun merupakan harapannya.
Dengan penuh wibawa Cia Thiang Hoog bangkit berdiri,
sesudah menyapu sekejap sekeliling ruangan serunya dengan
lantang: "Sekarang persoalannya sudah dibikin jelas, langkah
selanjutnya adalah merundingkan bagaimana caranya untuk
menghadapi pembunuh jahanam tersebut..."
Ucapan "Pembunuh jahanam" tersebut amat menusuk
perasaan Liu Bu Wi, membuat dia menghela napas panjang
dengan sedih-nya.
"Pyaaar." tiba2 terdengar cawan arak dibanting orang
keatas tanah hingga hancur diikuti seseorang berteriak
lantang debngan suara yangd kasar dan seraak.
"Ayoh, siapab yang berani cari gara2 terhadap saudara
kecilku..." cepat jawab."
Dengan hati terperanjat semua orang berpaling, tampaklah
seorang perempuan jelek berbadan tinggi besar seperti
pagoda berdiri angker sambil bertolak pinggang. dia bukan
lain adalah si-Blingo Sun Tong alias Tong Kau, buru2 Liu Bu
Wi berteriak keras:


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sun Tong, jangan bertindak kasar!"
Habis berkata buru2 ujarnya kepada orang-orang yang
berada didalam ruangan itu.
"Harap kalian semua jangan gusar, dia adalah salah
seorang muridku yang lain Sun Tong namanya, dia adalah
seorang manusia tolol.."
"Aku sama sekali tidak tolol!" teriak Sun Tong si Blingo
dengan penuh kegusaran, "aku tahu kalau kamu semua
sedang merundingkan siasat guna menghadapi saudara
cilikku. aku tidak terima! aku harus hajar kamu semua
manusia cecunguk yang-berani bikin gara2 dan urusan dengan
saudara cilikku!"
"Tapi... ia btelah membunuh dorang ..." bisiak Liu Bu Wi
denbgan batin tertegun.
"Kalau saudara cilikku sampai membunuh orang, maka
orang yang dibunuh mati, pastilah manusia2 durjana yang
patut dibunuh."
Tambur langit Lui Thian Cun teramat gusar, dengan bawa
amarahnya yang berkobar-kobar ia berpaling kearah Liu Bu Wi
kemudian teriaknya:
"Lui heng, apakah teriakan muridmu itu bisa di-anggap
sebagai wakil dari pendapatmu."
Liu Bun Wi gelengkan kepalanya berulang kali, namun ia
tetap membungkam.
Sekali lagi Lui Thian Cun tertawa dingin serunya dengan
nada penuh sindiran:
"Heeeh-heeeh heeh... Lui-heng. engkau memang pandai
sekali menerima murid, dan pandai pula mendidik anak
muridmu...Hmm murid hasil didikanmu memang luar biasa
semuanya...."
Merah padam selembar wajah Lui Bu Wi mendengar
perkataan itu, ia merasa jengah sekali, tetapi sebelum rjago
toa itu setmpat buka suaraq, Sun Tong sudarh tak dapat
menguasahi diri lagi, ia segera mencaci maki dengan penuh
kemarahan: "Tua bangka peyot yang tak berpusar, kau adalah manusia
macam apa " Huuuh ! kunyuk yang tak tahu malu, karena tak
mampu mengalahkan saudara cilikku, engkau telah cari
keroyokan begini banyak untuk mengerubuti dia seorang..
terhadap manusia penakut seperti engkau nona besarmu lah
orang pertama yang tidak bersedia untuk mengampuni
selembar jiwa anjingmu itu!"
Habis berkata kepalannya segera diayun ke muka
melancarkan satu pukulan yang amat keras.
Lui Thian Cun amat gusar, buru2 ia putar tangannya untuk
menangkis, meskipun serangan gadis jelek itu berhasil
dibendung, akan tetapi tubuhnya kena didorong sehingga
mundur beberapa langkah ke belakang, hal ini membuat
hatinya gusar bercampur malu, teriaknya keras-keras:
"Liu Bu Wi, kalau engkau tak dapat mendidik muridmu
untuk bertindak menuruti sopan santun, terpaksa aku akan
mewakili dirimu untuk mengajarkan tatacara yang benar
kepadanya !"
Dalam keadaan begini terpaku Liu Bo Wi berteriak keras.
"Sun Tong, jangan bersikap kurang ajar."
Semua orang yang hadir didalam ruangan ini rata2 adalah
angkatan yang lebih tua darimu!"
"Huuuh...! angkatan yang lebih tua apa?" teriak si Blingo
bagaikan harimau betina yang terluka, "karena saudara cilik,
aku bersedia memanggil engkau sebagai suhu, sekarang
engkaupun berani memusuhi saudara cilikku. hmm!b aku tak
sudi udntuk mengakui dairimu sebagai gburuku lagi."
Sebelum Liu Bu Wi sempat menjawab, Sun Tong
perempuan dengan bentuk badan seperti blingo itu sudah
menerjang ke arah Lui Thian Cun dengan ganasnya, sepasang
telapak tangannya yang lebar seperti kipas menghantam
keatas bahu lawan keras2.
Lui Thiao Cun sangat gusar, ia membentak keras dan
ayunkan tangannya untuk menyambut datangnya serangan
tersebut, sementara tangannya yang lain mencengkeram
kearah lehernya.
"Lui heng jangan turun tangan." teriak Liu Bu Wi keraskeras
untuk memberi peringatan kepada jago tua itu.
Tapi teriakan tersebut telah terlambat, ketika Lui Thian Cun
menangkis datangnya serangan tersebut kontan ia rasakan
tulang tangannya tergetar keras hingga terasa sakit, linu dan
bagaikan retak, sementara babatannya yang mengarah kearah
leher lawan terdesak oleh tenaga pantulan yang maha
dahsyat, tibba2 mencelat badlik kebelakang adan menghajar
dbiatas mulut sendiri.
"Ploook..." dengan telak telapak tangan-nya menggaplok
mulut sendiri keras2.
Sun Tong gadis dengan bentuk badan seperti Blingo itu
tidak berdiam diri sampai disitu saja, ia maju kedepan dengan
cepatnya sepasang telapak bekerja cepat mencengkeram
pakaian orang she Lui itu kemudian mencekal dan
mengangkat badan lawannya ke tengah udara.
Raja tambur Lui Thian Cun termasuk seorang jago yang
kenamaan yang punya nama besar dalam dunia persilatan,
meskipun jarang sekali berkeliaran dalam dunia kangouw akan
tetapi hampir semua orang dalam dunia mengetahui bahwa
kepandaian sakti yang dikuasainya bukan saja lihay didalam
ilmu tambur bahkan ilmu silatnyapun luar biasa sekali.
Akan tetapi sekarang, hanya dalam dua tiga jurus belaka, ia
sudah dibikin keok ditangan seorang perempuan tak dikenal
yang merupakan angkatan muda, peristiwa ini benar2 sangat
mengejutkan hatri setiap jago ytang hadir didalqam ruangan
itu.r Liu Bu Wi yang paling terperanjat diantara para jago lihay
yang hadir disana, buru2 teriaknya:
"Sun Tong. ayoh cepat lepaskan Lui cianpwee dari
cengkeramanmu, jangan bertindak kurang ajar lagi!"
Sun Tong mendengus dingin, ia angkat tubuh Lui Thian
Cun kemudian setelah diputarnya beberapa kali di udara
segera dibanting keatas tanah keras2.
"Blaaammm..." tubuhnya persis mencium diatas meja
makan, membuat cawan dan mangkok beterbangan hancur
ber-keping2 sedangkan kuah panas dan arak bermuncratan
membasahi seluruh tubuhnya.
Setelah mencium tanah, dengan sigap Lui Thian Cun loncat
bangun dari atas tanah, teriaknya dengan suara keras2
"Aaai..! sudah... sudahlah... sungguh tak nyana nama besar
yang kupupuk dengan susah payah selama banyak tahun,
akhirnya harus hancur terbengkelai ditangan seorang
perempuan jelek macam iblis seperti engkau.. nasib...
nasib...."
Dia segera angkat telapaknya dan digaplokkan keatas
ubun2 sendiri...
Disaat yang amat kritis itulah, tiba2 seorang padri tua
menekan pergelangannya keatas sikut jago tua itu, Lui Thian
Cun merasakan tangannya jadi kaku dan telapaknya yang
sedang diayun menghantam ubun2 pun jadi terkuIai lemas.
Padri tua itu bukan lain adalah Siu In Sanjin, sambil
merangkap telapaknya didepan dada ia berseru:
"Omitohud! Lui sicu, engkau tobh sudah banyak dtahun
mengasingakan diri didalabm dunia persilatan, mengapa
pikiranmu masih juga belum terbuka mengenai soal nama?"
Hidup itu merupakan Rahmat Yang Kuasa, mengapa engkau
memandangnya terlalu begitu tak berharga?"?"
Lui Thian Cun menghela napas panjang, titik air mata tanpa
terasa mengucur keluar membasahi wajahnya.
Cia Tiang Hong sendiri dengan hati agak bergerak segera
berpaling kearah Liu Bu Wi dan bertanya:
"Liu sianseng. aku lihat muridmu semuanya merupakan
jago2 luar biasa yang memiliki ilmu silat sangat hebat..."
Merah padam selembar wajah Liu Bu Wi karena jengah,
dengan tergagap jawabnya:
"Terus terang saja kukatakan pberempuan ini didbawa
pulang Kiaan Hoo dari wilabyah Biau, dia merupakan putri
kesayangan dari Leng-yan-kek salah seorang diantara tiga
belas persekutuan, meskipun ia jadi muridku akan tetapi ilmu
silatnya diperoleh dari ayahnya..."
Cia Tiang Hong adalah seorang jago besar yang berhati
bijaksana, meskipun ia tidak mempercayai seratus persen atas
jawaban dari Liu Bu Wi, akan tetapi diapun tidak memberi
komentar apa-apa.
Sementara itu Sun Tong si Blingo jadi bangga sekali tatkala
berhasil bikin keok Lui Thian Cun, sambil bertolak pinggang
teriaknya: "Siapa yang berani mencari gara2 dengan saudara cilikku,
ayoh berdiri nonamu akan hajar dulu batang hidungnya...!"
Suasana jadi sunyi senyap, para jago tak berani bertindak
gegabah sebab setelah kekalahan mengenaskan yanrg diderita
oleht Lui Thian Cun,q semua orang terlah mengetahui bahwa
perempuan goblok dan jelek ini sebenarnya memiliki ilmu silat
yang amat tinggi."
Sun Tong jadi semakin bangga ketika dilihatnya tak
seorangpun berani mencari gara2 dengan dirinya, sambil
tertawa lebar ia segera-berseru:
"Hiii..hiih... hihi... kalian takut semua. Yaa kalau memang
begitu ayoh cepat berlutut dan kasih hormat dulu kepada
nonamu, asal kalian bersumpah dan berjanji tak akan cari
gara2 dengan saudara cilikku tadi, pasti akan kuampuni jiwa
kalian semua kalau tidak akan kulemparkan kalian satu
persatu dari jendela... "
Para jago yang amat gusar mendengar seruan itu mereka
semua pada bangkit berdiri siap memberi hajaran kepada
perempuan tolol itu, suasanapun jadi tegang..
Bagaimana selanjutnya" apakah Sun Tong bakal dijadikan
bulan-bulanan oleh para jago karena perkataannya itu" dan
bagaimana dengan fitnahan yang dilimpahkan atas diri Kian
Hoo" untuk mengetahui jawabannya nantikan: Pedang Bunga
Bwee bagian kedua. ( Tidak pernah dilanjutkan---DewiKZ )
T A M A T Harimau Mendekam Naga Sembunyi 11 Memanah Burung Rajawali Karya Jin Yong Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 10

Cari Blog Ini