Pedang Keramat Thian Hong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 1
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Pada tahun 870 sampai 873 rakyat Tiongkok menderita hebat sekali karena buruknya
pemerintah yang dipegang oleh Dinasti Tang. Pembesar-pembesar dari yang terkecil sampai yang terbesar, dari yang terendah sampai yang tertinggi, semua melakukan korupsi besar-besaran, hingga tenaga dan harta benda rakyat diperas habis-habisan.
Di antara sekalian pembesar-pembesar koruptor tinggi, kaum Thaikam (orang kebiri) yang paling hebat menjalankan peranan. Mereka ini tidak saja berpengaruh di dalam istana kaisar, tapi meluas sampai keluar hingga boleh dibilang, semua pembesar militer dan sipil berada dalam genggaman tangan mereka. Lebih dari setengah bagian dari pada seluruh tanah di ibukota dikuasai oleh para Thaikam ini.
Para petani, atau lebih tepat disebut buruh tani, bekerja di atas tanah tuan-tuan besar ini melebihi kerja seekor kerbau. Sedangkan para petani yang memiliki sedikit tanah,
dikenakan pajak yang sangat tinggi. Untuk tiap mou sawah, seorang petani harus membayar pajak dari 50 sampai 100 kati gandum.
Tentu saja ini merupakan delapan bagian dari pada hasil tanah mereka. Apalagi ketika dalam tahun 873 di daerah Shantung dan Honan terserang musim kering yang hebat,
sedangkan pajak yang telah ditetapkan itu sama sekali tidak berubah atau dikurangi.
Celakalah nasib kaum tani. Siapa yang tidak kuat membayar pajak sebagaimana yang telah ditetapkan, dihukum berat.
Hukuman yang paling ringan adalah hukum cambuk lima puluh kali. Tapi hukuman yang disebut paling ringan inipun sering mengantar nyawa seseorang ke alam baka, karena siapakah yang kuat menahan pukulan cambuk besar sampai lima puluh kali, sedangkan tubuh yang dicambuk itu telah begitu kurus kering karena kurang makan"
Ada nasehat-nasehat kuno yang menyatakan bahwa rakyat jelata akan tunduk dan menurut apabila perut mereka kenyang, maka kenyangkanlah dulu rakyat jelata jika menghendaki Negara tenteram dan aman. Pada tahun 874, terbuktilah betapa tepatnya kata-kata itu.
Para petani yang terjepit dan menderita dengan perut kosong, tak dapat bertahan lagi dan menjadi nekad. Maka pecahlah pemberontakan pertama di Cang-yuang (Shantung) yang
dipimpin oleh Ong Sien Ci, dan pemberontakan ini didukung oleh hampir seluruh rakyat kecil. Pada tahun berikutnya, rakyat di Coa-chau memberontak pula, dipimpin oleh seorang patriot bernama Oey Couw.
Empat tahun kemudian, Ong Sien Ci tewas dalam sebuah pertempuran melawan tentara
kerajaan Tang di Hupeh. Akan tetapi dalam sesuatu revolusi suci, tewasnya seorang dua orang, bahkan ratusan atau ribuan orang, tak menjadi soal dan sama sekali takkan
memadamkan api revolusi yang menggelora. Mati satu maju dua, gugur seratus maju
seribu. Demikianlah, setelah Ong Sien Ci tewas, Oey Couw segera menggantikan dan memegang pimpinan atas barisan pemberontak yang berjumlah tidak kurang dari enam puluh laksa orang. Oey Couw yang gagah perkasa menjalankan taktik gerilya di sepanjang propinsi Hupeh, Kiangsi, Cekiang dan An hwei lalu memutar dan kembali ke Honan, hingga dalam operasinya ini, Oey Couw telah melakukan semacam "long march" yang jauhnya sepuluh ribu li lebih.
1 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Akhirnya, berkat semangat para tentara rakyat yang gigih melawan tentara Tang yang hanya pandai menerima suapan dan sogokan serta merampok harta benda dan mengganggu anak bini orang itu dapat dipukul hancur.
Kaisar Tang melarikan diri mengungsi ke Secuan dan pasukan petani memasuki ibukota Cang-an, disambut oleh penduduk dengan gembira dan penuh harapan.
****** Untuk beberapa hari semenjak tentara petani berhasil mengalahkan kerajaan Tang, di
kampung-kampung dan dusun-dusun orang mengadakan perayaan dengan tari-tarian,
hingga keadaannya di mana-mana meriah seperti di waktu orang merayakan hari tahun baru. Para petani kini bebas mengerjakan sawahnya tanpa kuatir membayar pajak yang tidak semestinya itu. Para buruh juga mendapat harapan baik, tenaga mereka tidak diperas seperti kerbau.
Pada suatu pagi, di antara banyak orang yang kesemuanya adalah orang biasa yang
mengenakan pakaian petani dan pengemis, tanda dari buruk dan miskinnya keadaan rakyat jelata pada waktu yang lalu, nampak dua orang keluar dari pintu gerbang ibukota Cang-an.
Seorang di antara mereka ini telah berusia lima puluh tahun lebih, berjenggot panjang dan terpelihara baik-baik, dan wajahnya nampak merah dan sehat. Orang kedua adalah seorang pemuda yang berusia paling banyak tujuh belas tahun dan berwajah tampan sekali.
Keduanya mengenakan pakaian petani dan kepala mereka terlindung oleh caping (topi petani yang lebar dan terbuat dari pada bambu).
Di punggung yang tua terikat sebuah bungkusan bundar besar, sedangkan yang muda
memanggul sebuah bungkusan kecil panjang dari sutera kuning. Tak seorangpun
memperhatikan kedua orang petani ini, kecuali, orang-orang perempuan yang kebetulan melihat mereka karena tertarik dan kagum akan kegantengan pemuda petani itu.
Orang-orang sedikit pun tak menyangka bahwa mereka ini bukanlah sembarangan orang, akan tetapi adalah seorang Pangeran dan anaknya. Orang tua itu adalah Pangeran Liu Mo Kong yang tadinya menjabat pangkat kepala bagian perbendaharaan kaisar.
Berbeda dengan pembesar-pembesar lain, Pangeran yang menjadi ahli kesusasteraan dan juga memiliki kepandaian silat tinggi ini, tidak ikut menggila seperti yang lain dan hatinya tetap bersih. Bahkan diam-diam ia merasa tidak senang melihat keburukan-keburukan yang terjadi di lingkungan istana. Akan tetapi, ia seorang diri tentu saja tidak berani menentang para Thaikam yang sangat berpengaruh itu.
Selain memiliki kepandaian sastera yang tinggi, Liu Mo Kong juga memiliki kesabaran dan kekuatan batin yang sungguh-sungguh luar biasa. Hal ini terbukti ketika terjadi peristiwa yang sangat ganjil dan memalukan.
Beberapa belas tahun yang lalu, ketika isteri Liu Mo Kong mengunjungi permaisuri, kaisar telah melihatnya dan jatuh cinta kepada isteri Pangeran ini. Ketika itu, isteri Liu Mo Kong telah setahun lebih melahirkan seorang anak dan nyonya Liu ini memang sangat cantik lagi masih muda, belum lebih dari pada dua puluh tahun usianya. Sedangkan Liu Mo Kong ketika itu telah berusia tiga puluh lima tahun.
Nyonya Liu ini adalah puteri seorang hartawan dari selatan dan terkenal sekali karena kecantikannya. Dan pertemuan ini lalu disambung dengan pertemuan lain, karena kaisar 2
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
memang masih muda dan mata keranjang. Dengan bujukan-bujukan halus maka runtuhlah iman nyonya Liu hingga ia mengadakan perhubungan gelap dengan kaisar lalim itu.
Ketika Pangeran Liu Mo Kong mendengar tentang ketidak setiaan isterinya, biarpun di dalam hatinya ia merasa malu, marah, dan kecewa tercampur sedih yang menghancurkan hatinya, namun ia dapat menekan perasaannya itu dan bahkan lalu menceraikannya.
Semua pembesar mengetahui hal ini, akan tetapi tak seorangpun yang berani membuka mulut. Tidak saja mereka takut kepada kaisar, akan tetapi juga takut untuk menyinggung perasaan dan kehormatan Liu Mo Kong yang perkasa.
Anak tunggal Liu Mo Kong adalah seorang wanita dan diberi nama Liu Yang Giok. Anak ini semenjak berusia satu tahun lebih telah ditinggalkan ibunya, akan tetapi karena sayangnya kepada anak ini, Liu Mo Kong tidak mau kawin lagi dan tinggal menduda sampai Yang Giok menjadi dewasa. Ia memberi pelajaran kesusasteraan dan ilmu silat yang tinggi kepada puterinya ini.
Pada waktu tentara kaum tani menyerbu dan menduduki ibukota, Liu Mo Kong mengajak puterinya pergi meninggalkan istana. Biarpun dia menjadi kepala bagian bendahara raja, namun ia tidak mau membawa barang-barang istana, kecuali sebatang pedang, karena
menurut kepercayaan keturunan raja-raja dulu, pedang inilah yang menjadi bukti dan yang mengesahkan kedudukan raja yang memerintah di daratan Tiongkok, di antara pusaka-pusaka keraton lain. Pedang ini adalah pedang Thian Hong Kiam.
Demikian, maka pada hari itu, Liu Mo Kong menyamar sebagai petani dan puterinya yang telah menjadi gadis remaja itulah yang menyamar dan berpakaian sebagai seorang pemuda tani tampan. Yang Giok memanggul bungkusan pakaiannya, sedang pedang Thian Hong
Kiam juga berada dalam bungkusan itu. Dan ayahnya memanggul barang-barang berharga milik mereka sendiri.
Karena ayah dan anak ini tidak mempunyai keluarga lain, maka mereka meninggalkan istana dengan hati lapang. Mereka sengaja tidak mau ikut kaisar melarikan diri ke Secuan, dan ketika kaisar dan sekalian hambanya melarikan diri dengan tergesa-gesa ke Secuan, Liu Mo Kong mengajak anaknya bersembunyi, setelah berhasil mencuri pedang pusaka Thian Hong Kiam.
Kedua ayah dan anak itu keluar dari pintu gerbang ibukota tanpa mendapat gangguan. Akan mereka tidak tahu bahwa di istana terjadi keributan karena Oey Couw pemimpin
pemberontakan itu telah mengetahui bahwa pedang Thian Hong Kiam telah lenyap.
Dari para penyelidiknya ia mendengar bahwa Pangeran Liu Mo Kong tidak ikut pergi
mengungsi dengan kaisar dan menjadi orang terakhir yang meninggalkan istana itu. Maka ia segera memerintahkan seorang panglimanya membawa barisan mengejar Pangeran Liu Mo Kong itu.
Sementara itu, Liu Mo Kong dan Liu Yang Giok telah pergi jauh meninggalkan kota raja.
Yang Giok bernapas lega dan berkata,
"Ah, untung tak seorangpun mengenal kita, ayah."
Akan tetapi, Liu Mo Kong menggeleng-gelengkan kepala, "Betapapun juga, kita harus berlaku hati-hati. Ingat, anakku, apabila sampai terjadi sesuatu, jangan kau hiraukan aku bawalah pedang itu pergi jauh-jauh dan kau harus pergi ke selatan."
3 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Takkan terjadi sesuatu kepadamu, ayah."
"Mudah-mudahan begitu, akan tetapi, kita harus berhati-hati. Kau tentu masih ingat pesanku kemaren?"
Gadis itu mengangguk. "Aku harus pergi ke kota Siu-bi-koan di propinsi Honan."
"Benar, di sana carilah keluarga Nyo Seng Hwat dan tuturkan semua kepada keluarga Nyo."
Tiba-tiba wajah yang cantik itu memerah. Memang semenjak kecil ia telah dipertunangkan dengan putera Nyo yang bernama Nyo Liong. Akan tetapi ia belum pernah bertemu muka dengan pemuda tunangannya itu.
Ketika ayah dan anak ini berjalan cepat menjahui kota raja, tiba-tiba dari belakang terdengar suara kaki kuda mendatangi arah mereka.
"Hati-hati, Yang Giok, dan ingat pesanku." Kata Liu Mo Kong kepada anaknya. Yang Giok mengangguk dan dadanya berdebar.
Barisan berkuda itu datang menimbulkan debu tebal. Tiba-tiba pemimpinnya berhenti dan memerintahkan anak buahnya berhenti pula. Ia adalah seorang panglima setengah tua yang nampak sangat gagah. Ketika melihat dua orang petani itu berdiri memandang mereka, panglima ini segera menghampiri dan bertanya dengan suara manis budi.
"Maaf lopeh. Apakah kau pernah melihat seorang Pangeran tua dengan puterinya lewat di sini?" Sambil berkata demikian, sepasang mata panglima itu dengan tajam menatap wajah mereka.
Liu Mo Kong menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tiba-tiba panglima itu berkata, "Jangan kau marah, lopeh, terpaksa aku akan memeriksa buntalan-buntalan kalian itu, karena aku mendapat tugas mencari dua orang yang
melarikan diri. Siapa tahu kalau-kalau mereka itu menyamar sebagai petani-petani."
"Kami petani-petani biasa, apa perlunya ciangkun mengganggu?" kata Liu Mo Kong dengan berani. "Bukankah kita sama-sama petani dan rakyat kecil?"
Kata-kata ini membuat panglima itu tertegun dan ia tidak dapat segera melakukan niatnya karena merasa ragu-ragu. Akan tetapi, ketika Liu Mo Kong berbicara sambil menggerak-gerakkan tangannya, panglima yang berpemandangan tajam itu melihat betapa telapak tangan Liu Mo Kong berkulit putih bersih dan halus, sama sekali bukan tangan seorang petani yang seharusnya kasar dan berkulit tebal. Maka ia segera memberi perintah,
"Tangkap mereka ini!"
Karena tahu bahwa rahasianya terbuka, Liu Mo Kong lalu mencabut pedangnya yang
disembunyikan di bawah jubahnya yang panjang, lalu berteriak kepada Yang Giok.
"Pergilah kau, tunggu apa lagi?"
"Ayah ...." gadis itu ragu-ragu tidak tega meninggalkan ayahnya.
Sementara itu panglima yang memimpin barisan itu dengan girang berkata, "Bagus kalian tentu Pangeran dengan puterinya itu! Hayo tangkap!" Ia sendiri lalu mencabut goloknya dan menyerbu.
Liu Mo Kong memutar pedangnya dan menghadapi keroyokan yang dilakukan oleh beberapa belas orang tentara yang memiliki kepandaian lumayan juga. Yang Giok hendak membantu, akan tetapi ayahnya membentak,
"Lekas pergi! Kau hendak membantah?""
4 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Dengan mengucurkan airmata, Yang Giok terpaksa melompat mundur kembali dan
melarikan kakinya secepat mungkin.
"He ...........tahan .....jangan lari!" Panglima itu berteriak dan hendak mengejar, akan tetapi pedang Liu Mo Kong menghalanginya dan karena gerakan pedang Pangeran itu hebat dan cepat, maka terpaksa panglima itu mencurahkan seluruh perhatiannya kepada Pangeran tua ini.
Lima orang perajurit lalu memacu kuda mengejar Yang Giok. Akan tetapi, sambil berlari Yang Giok mengayunkan tangannya dan dua orang pengejarnya roboh karena piauw
(senjata rahasia yang disambitkan) gadis yang jitu itu. Tiga orang pengejar lainnya berlaku hati-hati hingga ketika piauw dari Yang Giok menyambar lagi, mereka dapat
mengelakkannya dengan membungkuk rendah-rendah di atas punggung kuda mereka.
Setelah mereka tiba di dekat Yang Giok, ketiganya lalu meloncat turun dan mengepung dengan senjata masing-masing. Akan tetapi Yang Giok memiliki gerakan yang cepat dan gesit sekali. Ia menyambut seorang pengeroyok dengan sebuah tendangan kilat hingga orang itu kena tendang lututnya dan roboh sambil meringis-ringis dan tak kuasa bangun lagi.
Ketika dua orang yang lain maju menyambar dengan golok mereka, Yang Giok mengelak dengan sebuah lompatan jauh dan sebelum kedua orang itu dapat mengejar, tahu-tahu gadis itu telah meloncat ke atas seekor kuda mereka dan melarikan binatang itu cepat-cepat.
Sambil berteriak-teriak kedua orang itu menaiki kuda mereka dan mengejar, akan tetapi Yang Giok yang sengaja memilih kuda terbaik sudah pergi jauh sekali, hingga akhirnya kedua pengejar ini terpaksa kembali ke tempat di mana Liu Mo Kong dikeroyok.
Pangeran tua ini memang gagah perkasa dan memiliki ilmu silat yang tinggi, akan tetapi dia tak mau menjatuhkan tangan kejam kepada para perajurit yang mengeroyoknya. Karena maksudnya hanya hendak menghalangi mereka mengejar Yang Giok. Ketika melihat bahwa para perajurit yang mengejar Yang Giok itu kembali dengan tangan kosong, Liu Mo Kong lalu berkata kepada panglima tadi.
"Sudahlah, aku menyerahkan diri! Kini tangkaplah!" Ia lalu melempar senjatanya dan iapun segera di kat kedua tangannya. Orang tua ini dengan bungkusannya yang besar lalu dibawa kembali ke kota raja dan dihadapkan kepada Oey Couw.
Oey Couw adalah seorang perwira yang tahu juga bahwa Pangeran tua ini berbeda dari pada kebanyakan pembesar yang korup, maka ia lalu membuka sendiri belenggu yang mengikat tangan Liu Mo Kong.
"Maafkan kalau kawan-kawanku berlaku kasar kepadamu, Pangeran Liu," katanya.
Liu Mo Kong memandang kepada pemimpin besar ini dengan kagum. Akan tetapi ia tidak berkata apa-apa, kecuali.
"Oey sicu, aku merasa kagum akan pergerakanmu yang berhasil ini. Harus ku akui bahwa pemerintah Tang kurang bijaksana dan tidak pandai memerintah rakyat, oleh karena itu, tak heran bahwa ia kehilangan kedudukannya. Akan tetapi, betapapun juga aku adalah seorang anggauta kerajaan Tang dan sekarang aku telah tertangkap, kini terserah kepadamu!"
5 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Oey Couw tersenyum. "Kami tidak bermaksud buruk terhadapmu, karena kamipun bukanlah orang-orang buta yang tak dapat membedakan mana lawan mana kawan. Kami hanya
mohon supaya kau suka mengembalikan pedang pusaka Thian Hong Kiam, karena pedang
itu harus disimpan di dalam istana ini."
Liu Mo Kong menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu apa-apa tentang pedang itu."
Oey Couw maklum bahwa Pangeran tua ini masih bersikap kukuh dan percaya akan tradisi lama, maka ia tidak mendesak lebih jauh.
"Biarlah, kalau kau menghendaki pedang itu, kami tidak membutuhkannya. Bukan segala macam pusaka yang mendatangkan kebaikan kepada sesuatu pemerintah, akan tetapi
kebijaksanaan para pelaksananya. Sekarang kami harap tuan suka tetap tinggal di sini dan menjadi penasehat kami karena betapapun juga, kau lebih tahu akan segala peraturan pemerintah."
"Terima kasih, sicu. Kau memang benar pahlawan dan berpemandangan luas. Akan tetapi, biarpun pemerintah yang lalu buruk dan tidak mampu, aku tetap adalah seorang hamba yang setia hingga tak pantas bagiku untuk membantu kalian yang betapa pun juga adalah pemberontak!"
Oey Couw tidak menjadi marah, akan tetapi sikapnya berubah dingin. "Kalau begitu, kau yang menentukan nasibmu sendiri Pangeran!" Pemimpin ini lalu memerintahkan amak
buahnya untuk memasukkan Pangeran Liu dalam penjara, dengan pesan supaya mereka
melayani Pangeran tua ini baik-baik dan jangan mengganggunya.
Demikianlah, mulai hari itu, Pangeran Liu menjadi seorang tahanan yang istimewa hingga diam-diam Pangeran ini kagum sekali akan kebijaksanaan Oey Couw. Ia kini hanya
melakukan samadhi di dalam penjaranya dan menuliskan sebuah buku catatan yang kelak akan menjadi semacam catatan sejarah yang penting artinya bagi ahli-ahli sejarah.
****** Dengan hati bingung dan sedih karena teringat akan nasib ayahnya, Yang Giok melarikan kudanya dengan secepat mungkin. Setelah melihat bahwa tidak ada musuh yang
mengejarnya, ia merasa lega dan melanjutkan perjalanannya menuju ke Propinsi Honan.
Biarpun sebagian besar barang-barang berharga berada di dalam bungkusan yang dibawa oleh ayahnya, akan tetapi di dalam bungkusan pakaiannya ia membawa perhiasan-perhiasannya sendiri yang terbuat dari pada emas dan batu permata, hingga untuk biaya perjalanan dan makan selanjutnya ia tak perlu kuatir lagi.
Tiga hari kemudian ia tiba di kota Lun-tien dan bermalam di dalam sebuah rumah
penginapan yang besar. Ia tetap mengenakan pakaian sebagai seorang pemuda, akan tetapi karena ia membawa barang-barang berharga, agaknya akan menimbulkan kecurigaan
apabila ia mengenakan pakaian yang sederhana. Oleh karena itu, ia kini menyamar sebagai seorang siucai (sasterawan).
Ia tetap mnggunakan nama Yang Giok, karena nama inipun dapat digunakan oleh seorang pria. Hanya shenya saja ia ganti, bukan she Liu lagi, akan tetapi she Kwee.
Kota Lun-tien cukup ramai dan indah, hingga sore hari itu Yang Giok merasa perlu keluar dari kamarnya untuk melihat-lihat kota. Ia meninggalkan bungkusannya, akan tetapi ia 6
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
cukup berhati-hati untuk meninggalkan pedang Thian Hong Kiam yang dibawanya. Ia
sembunyikan pedang itu di pinggang, tertutup oleh baju sasterawan yang lebar dan
membawanya ke mana saja ia pergi.
Ketika ia kembali dari berjalan-jalan dan memasuki kamarnya, ia terkejut sekali karena melihat bahwa kamarnya telah dimasuki orang yang telah membongkar bungkusannya dan membalik-balikkan kasur pembaringannya seakan-akan pencuri itu mencari-cari sesuatu.
Yang Giok merasa kuatir. Kemudian ia mengadakan pemeriksaan. Ternyata semua barang berharga berupa perhiasan yang berada di dalam buntalan pakaiannya itu masih lengkap dan tidak sebuahpun lenyap.
Ia merasa lega, akan tetapi seketika ia merasa makin kuatir. Kalau saja perhiasannya lenyap, maka terang bahwa yang datang itu tentu seorang pencuri biasa dan ia tak perlu ambil pusing pula. Akan tetapi, karena barang-barangnya masih lengkap, maka terang yang datang itu bukanlah pencuri biasa, tentu mereka itu mencari-cari sesuatu, yakni pedangnya.
Hati Yang Giok berdebar.
Apalagi ketika ia memeriksa ternyata baik pintu maupun jendela kamarnya tidak ada tanda bekas dibongkar. Ia dapat menduga bahwa yang telah memasuki kamarnya tadi tentulah seorang yang memiliki kepandaian silat yang tinggi dan memasuki kamar itu dari atas genteng.
Malam itu Yang Giok tidak berani tidur dan ia menyembunyikan pedang Thian Hong Kiam di bawah bantal kepalanya, sedangkan pedangnya sendiri yang juga adalah sebuah pedang pusaka bernama Pek-lian-kiam, siap sedia di atas pembaringannya. Setelah menjelang tengah malam dan matanya mulai mengantuk, tiba-tiba ia mendengar suara perlahan di atas genteng. Yang Giok cepat memegang pedangnya dan duduk di atas pembaringan.
Ia mencurahkan perhatian dan pendengarannya ke arah suara itu. Akan tetapi suara itu hilang lagi, dan ia menduga bahwa itu tentu suara kucing atau tikus, karena kalau suara orang berjalan di atas genteng, tidak mungkin demikian perlahan suaranya. Karena hatinya masih berdebar, Yang Giok lalu bersila dan mengatur pernapasan untuk menenteramkan hatinya dan untuk mencegah kantuknya.
Tiba-tiba terdengar genteng dibuka orang dan tahu-tahu dari atas melayang turun
bayangan orang ke dalam kamarnya. Bukan main hebatnya gerakan orang itu dan diamdiam Yang Giok merasa khawatir sekali. Orang ini memiliki kepandaian yang demikian luar biasa hingga tidak saja tindakan kakinya tidak terdengar, bahkan gerakannya ketika melompat masuk ke kamarnya tidak beda seperti melayangnya seekor burung. Yang hebat sekali ialah ketika orang itu melompat turun, di tangan kirinya memegang sebuah obor hingga kamar itu menjadi terang sekali.
Yang Giok melihat wajah seorang laki-laki setengah tua yang bertubuh kate, akan tetapi gadis ini tidak sempat memperhatikan lebih jauh, karena ia segera menggerakkan pedang Pek-lian-kiam untuk menyerang. Orang kate itu mengelak dan sebagai serangan balasan ia majukan obornya ke arah muka Yang Giok yang cepat sekali melompat mundur. Saat itu digunakan oleh lawannya untuk menubruk maju dan sekali tangan kanannya bergerak ke arah pembaringan, maka pedang pusaka Thian Hong Kiam telah berada di tangannya.
7 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Aku hanya perlu dengan pedang ini!" orang itu berkata sambil tertawa dan suaranya parau dan besar.
"Kembalikan pedangku!" Yang Giok membentak marah dan ia mengirim serangan kilat
dengan pedangnya ke arah punggung orang yang hendak melarikan diri itu. Serangan Yang Giok ini dilakukan dengan penuh kemarahan dan ia menggunakan gerak tipu Chong-eng-kim-touw atau Garuda Menyambar Kelinci, maka serangan ini benar-benar hebat dan
berbahaya. Akan tetapi, orang itu lebih cepat lagi. Sekali tiup saja ia telah memadamkan obor di tangan kirinya dan keadaannya menjadi gelap gulita. Bersamaan dengan itu, ia menghindarkan diri dari tusukan Yang Giok dengan sebuah loncatan indah dan cepat ke arah jendela kamar Yang Giok yang masih tertutup. Dengan menendang kaki, orang itu berhasil menendang pecah daun jendela dan langsung melompat keluar sambil tertawa. Terdengar kata-katanya mengejek,
"Anak muda, kau seorang yang lemah tidak pantas memegang pedang pusaka ini!"
Yang Giok merasa sangat gemas dan marah sekali, hingga tiba-tiba timbul keberaniannya ketika mendengar orang itu menyebutnya anak muda dan siucai, tanda bahwa pencuri itu belum tahu bahwa ia adalah seorang wanita dan puteri Pangeran Liu Mo Kong.
"Bangsat pencuri hina dina jangan lari!" dengan gerak loncat Rajawali Menyambar Ikan, ia melompat keluar dari jendela itu pula sambil memutar-mutar pedangnya.
Ketika ia tiba di luar, ia masih sempat melihat pencuri pedang itu melompat ke arah genteng, maka segera ia melompat pula menyusul. Yang Giok telah mempelajari ilmu silat semenjak kecil di bawah pimpinan ayahnya yang hebat, hingga dara ini memiliki ginkang yang tidak rendah.
Melihat kegesitan Yang Giok yang mengejarnya, pencuri itu tiada bernafsu untuk melayani.
Maka ia lalu mempercepat larinya dan sekali lompat saja ia telah berada di wuwungan rumah lain. Yang Giok terkejut sekali melihat lompatan indah dan hebat ini, maka iapun lari mengejar dengan cepat. Ia maklum bahwa kepandaian orang itu lebih tinggi dari pada kepandaiannya sendiri, akan tetapi ia tidak akan melepaskan orang yang mencuri Thian Hong Kiam itu begitu saja.
Tiba-tiba ia melihat sesosok bayangan orang lain datang dari jurusan lain dan langsung menyerang pencuri itu. Yang Giok cepat mengejar dan di bawah sinar bulan purnama ia dapat melihat bahwa yang datang menyerang pencuri itu adalah seorang perwira dari kaisar yang bernama Khu Lok.
Khu lok ini adalah seorang di antara banyak perwira yang berkepandaian tinggi dan yang menjadi perwira istana sebelum kerajaan Tang jatuh ke dalam tangan pemberontak. Telah beberapa kali Khu Lok datang ke rumah ayahnya, maka Yang Giok mengenal pula orang itu.
Akan tetapi karena ia melihat bahwa Khu Lok mengenakan pakaian biasa, dan juga karena ia ingat bahwa iapun sedang menyamar sebagai seorang pemuda, maka ia tidak mau
menegurnya, hanya diam-diam lalu maju mengeroyok pencuri itu.
Tapi rupanya Khu lok kenal kepadanya dan sambil tersenyum ia berkata, "Ha, ha, ha pencuri kecil kecurian. Hayo kita bereskan pencuri besar ini dulu, baru aku dapat memberi ampun kepadamu!"
8 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Yang Giok maklum bahwa Khu Lok telah mengenalnya dan ia menjadi marah karena dimaki sebagai pencuri kecil. Memang, ayahnya telah mencuri pedang kerajaan itu karena menurut anggapan ayahnya, pedang itu tidak pantas berada di tangan kaisar yang lalim dan hendak disimpan untuk kelak dipersembahkan kepada kaisar yang lebih baik dan yang berhak. Akan tetapi, karena keadaan pedang itu sedang dalam bahaya tercuri oleh orang lain, ia tidak berkata sesuatu hanya memperhebat gerakan pedangnya mengepung pencuri itu.
"Ha, ha! Apa kau kira aku tidak tahu bahwa kau adalah utusan dari kaisar yang telah jatuh dan melarikan diri itu" Jangan harap kau dapat mengambil pedang ini!"
Pencuri Kate itu mengejek dan melayani keroyokan itu dengan hebat pula. Ternyata
kepandaian si Kate ini benar-benar tinggi karena dengan sabetan ujung baju ia telah dapat menggetarkan tangan Yang Giok yang memegang pedang. Akan tetapi, Khu Lok yang
terkenal sebagai ahli lweekeh dan ia telah banyak punya pengalaman bertempur, maka pedangnya lalu membuat gerakan mengurung hingga pencuri yang bertangan kosong itu terdesak juga.
Pada suatu kesempatan yang baik, pedang Khu Lok telah berhasil membabat ujung lengan baju pencuri itu hingga terpotong dan ketika pencuri itu karena kagetnya berlaku lambat, Khu Lok mengulur tangan kirinya dan berhasil merampas pedang itu.
"Anjing kaisar rasakan pembalasanku!" teriak pencuri itu dan ia lalu melepaskan jubah luarnya dan menggunakan sebagai sebuah senjata. Biarpun hanya baju dari kain biasa, akan tetapi dalam tangannya, baju itu berubah menjadi senjata yang ampuh, dan hal ini
menyatakan betapa tingginya tenaga lweekang dari pencuri itu. Segera ia bertempur dengan dengan hebat sekali melawan Khu Lok dan Yang Giok akan tetapi Yang Giok yang tadinya membantu Khu Lok, sekarang tiba-tiba saja ia menujukan pedangnya untuk berbalik
menyerang perwira itu.
"Eh, eh, anak kecil! Apakah kau mau berkhianat?" Khu Lok membentak kaget, akan tetapi Yang Giok hanya menjawab, "Kembalikan pedangku!" lalu menyerang lebih keras. Kini Khu Lok yang dikeroyok hingga perwira itu terdesak hebat.
Khu Lok merasa gemas sekali akan tetapi ia mendapat sebuah pikiran. Kalau pedang itu terjatuh ke dalam tangan pencuri yang berilmu tinggi ini, sukarlah untuk merampasnya atau mencarinya kembali. Sebaliknya, ilmu kepandaian Yang Giok tak berapa aneh, maka lebih baik pedang itu biar untuk sementara waktu berada di dalam tangan gadis itu agar mudah baginya untuk merampasnya kembali kelak. Karena pikiran inilah, maka Khu Lok tiba-tiba berkata.
"Nah, kalau kau tetap menghendaki pedang ini, ambillah!" Ia lalu melemparkan pedang Thian Hong Kiam kepada Yang Giok yang menyambutnya dengan heran dan girang. Ia lalu memegangi erat-erat dan melompat pergi ke arah kamarnya. Si Pencuri hendak mengejar, akan tetapi pedang Khu Lok menghalanginya hingga terpaksa pencuri itu melayani perwira ini sambil memaki-maki.
Sementara itu, Yang Giok segera mengumpulkan buntalan dan barang-barangnya, lalu
malam itu juga ia pacu kudanya secepat-cepatnya. Sampai keesokan harinya setelah
matahari timbul, ia tidak menghentikan kudanya dan berlari terus. Sambil melarikan kudanya, dara ini merasa heran sekali. Ia tidak mengerti bagaimana pencuri itu tahu bahwa 9
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
ia membawa Thian Hong Kiam dan tidak tahu pula bagaimana Khu Lok tiba-tiba bisa di situ pula.
Sebenarnya pencuri itu adalah seorang anggauta dari sebuah perserikatan pencuri dan pencopet yang bernama Jian-jiu-pai atau Perkumpulan Tangan Seribu. Perkumpulan ini telah terkenal sekali dan mempunyai cabang-cabang yang meluas sampai di mana-mana dan hampir di tiap kota dalam propinsi Honan terdapat cabangnya.
Oleh karena perkumpulan ini mempunyai banyak sekali mata-mata yang tajam sekali
pandangan dan pendengarannya, maka tidak heran bahwa mereka mengetahui adanya
seorang pemuda sasterawan membawa-bawa sebatang pedang kerajaan yang sangat
berharga. Maka seorang yang dianggap cukup tinggi kepandaiannya, yakni si Kate yang bernama Tan Kok dan berjuluk Malaikat Kate, mendapat tugas untuk mencuri pedang itu.
Juga di pihak kaisar yang telah mengungsi ke Secuan, tidak tinggal diam karena hilangnya pedang pusaka Thian Hong Kiam, maka kaisar mengutus beberapa orang perwira yang
pandai untuk mencari dan merampas kembali Thian Hong Kiam. Para perwira ini telah mendengar akan tertawannya Liu Mo Kong dan kaburnya Yang Giok, maka mereka dapat
menduga bahwa pedang itu tentu dibawa oleh gadis puteri Pangeran itu.
Akhirnya mata Khu Lok yang tajam dapat melihat Yang Giok di kota Lun-tien. Diam-diam ketika Yang Giok berjalan-jalan, ia lalu memasuki kamar gadis itu dan menggeledah, akan tetapi ia tidak mendapatkan pedang itu. Dengan sabar ia menanti dan ketika pada malam hari itu ia hendak menyerbu ke kamar Yang Giok, ternyata ia telah didahului oleh si Kate Tan Kok hingga mereka lalu bertempur.
Setelah melihat betapa pedang itu terjatuh ke dalam tangan Yang Giok kembali Tan Kok juga berpikir bahwa mudah baginya untuk mencuri pedang itu kembali dari tangan Yang Giok dari pada dari tangan perwira yang tangguh ini, maka iapun lalu melompat pergi karena ia anggap tidak ada perlunya bertempur lebih lama dengan perwira itu karena barang yang diperebutkan telah dibawa pergi orang lain.
Demikianlah pedang Thian Hong Kiam masih dapat berada dalam tangan Yang Giok, dalam hal ini adalah karena kebetulan saja. Kalau saja Tan Kok dan Khu Lok tidak datang pada waktu yang sama, tentu Yang Giok takkan mampu mempertahankan pedang itu, karena baik Tan Kok maupun Khu Lok, keduanya memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari padanya.
Tanpa berhenti, kecuali kalau kudanya sudah lelah sekali atau kalau rasa lapar di perutnya sudah tak dapat ditahan lagi, Yang Giok memacu kudanya menuju kota Siu-bi-koan untuk mencari keluarga Nyo Seng Hwat.
****** Nyo Seng Hwat adalah seorang hartawan besar di kota Siu-bi-koan. Dahulu Nyo-wangwe
(hartawan Nyo) ini pernah tinggal di ibukota, maka ia mempunyai banyak kenalan para pembesar di situ, dan di antaranya, yang paling akrab adalah Pangeran Liu Mo Kong.
Kedua orang ini saling mengenal dengan baik dan pergaulan mereka demikian akrab hingga akhirnya mereka lalu mempertunangkan anak tunggal mereka yang ketika itu masih kecil.
Liu Mo Kong hanya mempunyai seorang anak perempuan, yakni Liu Yang Giok, sedangkan Nyo wan-gwe pun hanya mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Nyo Liong.
10 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Nyo Liong lebih tua setahun dari Yang Giok dan pemuda ini berbadan tegap dan gagah serta bermuka tampan. Semenjak kecil, Nyo Liong telah mempelajari ilmu kesusasteraan hingga dalam usia lima belas tahun sebelum kerajaan Tang roboh, ia telah berhasil menempuh ujian yang diadakan di kota raja dan telah lulus dengan hasil baik sekali.
Akan tetapi Nyo Liong tidak suka memegang jabatan, bahkan setelah lulus dari ujian itu ia tidak pulang ke rumah orang tuanya dan hanya memerintahkan pelayan tua yang
mengantarnya untuk pulang terlebih dahulu ke Siu-bi-koan sedangkan ia sendiri pergi merantau.
Lebih dari tiga tahun Nyo Liong pergi merantau hingga kedua orang tuanya merasa sangat kuatir dan bersedih karena anak itu tidak mengirim berita apa-apa.
Tiba-tiba saja, pada suatu pagi, Nyo Liong datang dan tubuh anak muda ini bertambah tegap dan mukanya kini nampak selalu berseri, akan tetapi sikapnya lemah lembut seperti dulu. Tentu saja kedua orang tuanya merasa girang sekali dan kedatangan pemuda ini disambut dengan sebuah pesta yang meriah.
Nyo Liong memiliki pengertian sastera yang luas dan pemuda ini paling suka membaca buku-buku sejarah para kesatria di zaman dahulu. Semenjak kecil ia suka sekali membaca buku-buku kuno seperti Sam Kok, See Yu, Hong Sin, dan buku-buku lain lagi.
Oleh karena Nyo wan-gwe sangat sayang kepada puteranya dan suka melihat puteranya membaca buku-buku untuk menambah pengetahuannya, maka orang tua ini telah membeli banyak sekali buku-buku kuno hingga semenjak kecil Nyo Liong sudah biasa membaca
kitab-kitab sejarah dan filsafat kuno yang jarang dimiliki atau dibaca orang. Di dalam kamar anak muda ini terdapat berpeti-peti buku-buku kuno yang tak ternilai harganya.
Di antara kitab-kitab kuno yang sudah lapuk dan kuning itu, terdapat sebuah kitab kuno yang dibeli oleh Nyo wan-gwe dengan perantaraan seorang pelayan dari dalam sebuah kuil.
Oleh karena hwesio pengurus kuil itu tidak dapat membaca kitab yang memuat tulisan-tulisan kuno yang sukar dipahami itu, maka buku itu dapat dibeli dengan harga murah.
Nyo wan-gwe sendiri biarpun telah banyak mempelajari sastera, akan tetapi ia tidak dapat mengerti isi kitab itu. Bahkan baru membaca beberapa kalimat saja, kepalanya sudah menjadi pusing dan ia lalu memberikan buku itu kepada Nyo Liong.
Buku itu pada sampulnya ditulis dengan tulisan yang bergaya seperti naga-naga menari dan berbunyi "Pat Kwa Im Yang Coan Si" dan isi buku menerangkan tentang rahasia-rahasia Pat-kwa dan tenaga-tenaga Im dan Yang (negatif dan positif) yang menguasai alam raya. Oleh karena ini, baru membaca sedikit saja, Nyo Seng Hwat sudah merasa pusing.
Tidak demikian dengan Nyo Liong. Pemuda ini, biarpun ketika itu baru berusia paling banyak tiga belas tahun, ketika membaca kitab ini, nampaknya menjadi tertarik sekali.
Memang mula-mula sangat sukar baginya untuk mengerti arti tulisan kuno itu, akan tetapi berkat ketekunan dan kerajinannya, sedikit demi sedikit, dapat juga ia menangkap artinya.
Dan semenjak ia membaca kitab itu, kedua orang tuanya merasa adanya perubahan yang luar biasa pada anak mereka. Karena Nyo Liong lalu menjadi pendiam sekali, akan tetapi otaknya menjadi luar biasa terangnya karena segala macam pelajaran dengan sekali
menghafal saja telah melekat di dalam ingatannya. Adapun buku kuno itu telah dilupakan 11
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
oleh Nyo Seng Hwat, karena ia tidak melihatnya lagi. Ia tidak tahu bahwa Nyo Liong telah menyembunyikan buku itu dan sama sekali.
Ia tak pernah menyangka bahwa tiap malam, setelah semua orang tidur pulas, anak itu mengeluarkan kitab kuno yang lapuk itu dan membacanya sampai lewat tengah malam. Ia sama sekali tak pernah menyangka bahwa kitab "Pat Kwa Im Yang Coan Si" sebetulnya adalah sebuah kitab pelajaran yang sangat hebat.
Kitab ini adalah peninggalan seorang sakti di zaman dahulu yang menuliskan semua
kepandaiannya di dalam kitab ini. Di situ terdapat pelajaran-pelajaran ilmu silat yang tinggi sekali juga terdapat cara-cara berlatih lweekang serta siulan (samadhi) yang dapat mengumpulkan tenaga batin dan dapat membersihkan darah dan menyehatkan otak.
Inilah yang menyebabkan mengapa Nyo Liong yang masih kecil itu tiba-tiba menjadi
pendiam. Ketika ia membaca kitab itu, karena di antara pelajaran di dalam kitab itu, berkali-kali disebutkan bahwa siapa yang ingin memelihara kekuatan batin, ia harus banyak berdiam dan jangan sembarangan mengeluarkan kata-kata. Dan juga, sebetulnya Nyo Liong menjadi pendiam bukan hanya karena taat kepada pesan dalam kitab ini, akan tetapi juga ia merasa kecewa dan bingung sekali.
Ingin benar ia mengerti isi kitab ini, akan tetapi terlampau sukar baginya hingga banyak bagian yang tidak dimengertinya. Maklumlah, semenjak kecil ia tak pernah diberi pelajaran silat, maka tentu saja kini menghadapi sebuah pelajaran persilatan yang sangat tinggi dan sukar tanpa ada yang memimpinnya. Ia merasa bingung dan tidak mengerti.
Ia tidak berani memberitahukan hal ini kepada ayahnya, karena selain ayahnya tidak pandai ilmu silat, juga ia kuatir kalau-kalau ayahnya akan merampas kitab itu dan melarang membacanya. Oleh karena ini, ia tinggal diam, bahkan untuk membaca kitab itu ia selalu melakukannya dengan sembunyi-sembunyi.
Bertahun-tahun Nyo Liong membaca dan mempelajari isi kitab itu, dan pada waktu malam ia mencoba untuk mempraktekkan pelajaran itu. Ia mulai melatih napas dan bersamadhi menurut petunjuk di dalam kitab dan heran sekali, baru beberapa bulan saja ia belajar, ia rasakan tubuhnya menjadi segar, dan ingatannya kuat sekali. Oleh karena itu, ia makin tekun mempelajari kitab "Pat Kwa Im Yang Coan Si". Ketika ia pergi ke kota raja untuk menempuh ujian, kitab itu diam-diam dibawanya pula.
Setelah ia berhasil dalam menempuh ujiannya, tiba-tiba timbul sebuah pikiran dalam hatinya. Untuk dapat mempelajari kitab itu dengan sempurna, ia harus mencari seorang guru yang pandai. Maka, ia lalu menyuruh pelayannya pulang dan ia sendiri lalu merantau ke barat, karena ia tahu dari buku-bukunya bahwa di daerah barat banyak terdapat orang pandai.
Jodoh dan nasib baik membawa ia ke propinsi Cing-hai dan membawanya ke sebuah
pegunungan, yakni pegunungan Ceng-liong-san. Dan di lereng bukit Ceng-liong-san,
dalam sebuah kuil tua, ia bertemu dengan seorang pertapa tua yang tidak lain adalah Li Lo Kun, seorang pendekar tua, yang kenamaan dan yang telah mengasingkan diri di bukit itu.
Melihat sikap pemuda yang baik dan yang berbakat untuk memiliki ilmu kepandaian tinggi itu, Li Lo Kun tertarik sekali.
12 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Alangkah terkejutnya ketika pada malam hari, dari kamar pemuda itu ia mendengar
pernapasan yang teratur dan ditarik secara luar biasa hingga menerbitkan angin bersiutan.
Ia cepat mengintai dari atas genteng dan aneh sekali, tiba-tiba Nyo Liong yang
pendengarannya telah maju hebat di luar tahunya sendiri karena melatih diri menurut petunjuk kitabnya, dapat mendengar tindakan kakinya dan pemuda yang sedang berlatih napas itu berkata.
"Tuan yang berada di atas genteng, jika mempunyai keperluan, silakan turun saja!"
Li Lo Kun merasa kagum dan terkejut sekali. Ia telah merantau puluhan tahun lamanya dan kepandaian ginkangnya telah terkenal hingga jarang ada orang yang demikian tajam
pendengarannya hingga bisa mendengar tindakan kakinya di atas genteng.
Akan tetapi, pemuda yang nampaknya seperti bodoh dan hijau ini, telah dapat mengetahui dan mendengarnya. Maka buru-buru Li Lo Kun melompat turun dan dengan heran ia
bertanya, "Anak muda yang luar biasa. Kau belajar dari siapa maka pendengaranmu sehebat ini?"
Karena tahu bahwa yang berdiri dihadapannya adalah seorang berilmu, Nyo Liong lalu menjatuhkan diri berlutut .
"Suhu, teecu yang bodoh mana ada harga untuk dipuji. Mohon suhu sudi memberi petunjuk dan jika suhu tidak keberatan, mohon suka menerima teecu sebagai murid."
Pedang Keramat Thian Hong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Li Lo Kun makin merasa heran. Pemuda ini telah memiliki kepandaian tinggi, mengapa masih hendak berguru kepadanya" Nyo Liong lalu menuturkan dengan terus terang bahwa ia melatih diri menurut petunjuk dari sebuah kitab kuno.
Li Lo Kun terbelalak heran dan minta melihat kitab itu, akan tetapi karena ia hanya sedikit mempelajari ilmu surat, tentu saja tak dapat mengerti sama sekali, dan orang tua ini hanya menggeleng-gelengkan kepala lalu berkata,
"Kongcu, kau benar-benar telah berjodoh untuk menjadi murid orang sakti yang menulis buku ini. Kalau untuk menjadi suhumu, aku tidak berani karena ilmu yang terdapat di dalam kitab ini jauh lebih tinggi dari pada ilmu kepandaianku. Akan tetapi, kalau kau ingin supaya aku membantumu dalam mempelajari kitab ini, yakni pada bagian-bagian pergerakan kaki tangan, tentu saja aku akan suka sekali membantu."
Nyo Liong merasa girang sekali dan ia lalu menjatuhkan diri berlutut dan mengangguk-anggukan kepala berkali-kali sambil menyebut "Suhu!" demikianlah, semenjak hari itu, tiga tahun lamanya Nyo Liong berdiam di kuil itu dan mempelajari isi kitab di bawah pimpinan Li Lo Kun yang menerangkan bagian-bagian ilmu silatnya. Dan benar-benar ilmu silat yang terkandung oleh kitab itu luar biasa sekali. Di dalam kitab itu terdapat dua macam ilmu silat tangan kosong dan ilmu silat pedang.
Li Lo Kun merasa kagum sekali karena benar-benar ilmu silat yang terdapat dalam kitab itu luar biasa gerakan-gerakannya. Dan dengan membantu Nyo Liong belajar saja, orang tua ini telah mendapat kemajuan hebat dalam kepandaiannya karena terbukalah banyak rahasia-rahasia ilmu silat yang rumit-rumit.
Apalagi Nyo Liong yang dapat belajar sambil membaca, tentu saja kemajuan dan kepandaian yang didapat oleh anak muda ini mengagumkan sekali. Setelah mempelajari kitab itu untuk tiga tahun lamanya, Li Lo Kun dengan kagum dan girang sekali berkata,
13 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Nyo Liong, kitab ini sungguh-sungguh telah ditulis oleh seorang dewa yang sakti. Kalau kau melatih dirimu baik-baik dalam waktu setahun atau dua tahun lagi saja, ilmu silatmu takkan ada keduanya di dunia ini."
Nyo Liong sambil berlutut berkata, "Ini semua berkat bantuan suhu yang berbudi."
Li Lo Kun merasa girang sekali. Walaupun pengetahuan pemuda ini dalam ilmu silat telah tinggi sekali, bahkan lebih tinggi dari kepandaiannya sendiri, namun pemuda ini ternyata dapat membawa diri dan bersikap sopan dan merendah, hingga sukar sekali dapat
ditemukan seorang pemuda sebaik ini.
Oleh karena itu, maka dengan sepenuh hatinya Li Lo Kun lalu menurunkan kepandaiannya sendiri kepada muridnya ini, dan karena Nyo Liong telah mempunyai dasar-dasar yang tebal karena pelajarannya dari kitab itu, maka dalam waktu beberapa bulan saja, ilmu kepandaian Li Lo Kun yang terhebat telah dapat ia warisi.
Demikianlah, kurang lebih tiga setengah tahun semenjak ia pergi merantau, Nyo Liong lalu kembali ke tempat tinggal orang tuanya dan disambut dengan girang dan meriah oleh Nyo wan-gwe.
Semenjak kembali ke rumah orang tuanya, biarpun Nyo Liong selalu bersikap biasa dan setiap hari membantu pekerjaan dagang ayahnya sambil membaca-baca buku-buku yang
selalu menjadi kesukaannya, akan tetapi diam-diam pada waktu malam anak muda ini
merobah dirinya menjadi seorang pendekar rahasia yang pergi melakukan tugasnya
membela orang-orang tertindas dan membasmi para penjahat.
Semenjak ia kembali dalam beberapa bulan saja bersihlah kota Siu-bi-koan dari pada para penjahat dan perampok. Dan ketika terjadi pemberontakan terhadap terhadap pemerintah dinasti Tang, Nyo Liong juga tidak tinggal diam dan membantu dengan sepenuh tenaga.
Bahkan ia berhasil membongkar sebuah goa kuno dan menggali harta terpendam,
memperebutkannya dengan kawanan kang-ouw yang menginginkan harta tersebut, lalu
berhasil membawa harta itu kepada Oey Couw, pemimpin besar pemberontak itu.
Dalam semua sepak terjangnya Nyo Liong selalu mengenakan sebuah topeng hitam hingga ia mendapat julukan Sasterawan Topeng Hitam.
Semua pekerjaan yang dilakukannya dan yang telah menggemparkan dunia kang-ouw ini, dilakukan tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya dan Nyo wan-gwe suami isteri hanya menganggap bahwa puteranya kini seringkali pergi berpesiar untuk beberapa hari lamanya.
****** Ketika tiba di kota Siu-bi-koan, dengan mudah sekali Yang Giok dapat mencari gedung
keluarga Nyo atau calon mertuanya itu, karena siapakah yang tak mengenal Nyo wan-gwe"
Biarpun hatinya tabah dan biasa menghadapi orang-orang besar, namun ketika memasuki halaman muka dari gedung Nyo wan-gwe, mau tidak mau Yang Giok merasa gugup sekali.
Dengan tangan kirinya ia tuntun kudanya dan tangan kanannya tiada hentinya
membereskan pakaian dan rambutnya, lupa bahwa sebenarnya ia masih menyamar sebagai seorang pemuda.
Berkat sinar matahari yang tiap hari menimpa dan membakar kulit muka dan tangannya, maka kulitnya agak hitam kemerah-merahan hingga tak seorangpun akan dapat menyangka ia seorang wanita. Ia telah mengambil keputusan untuk tidak mengaku bahwa ia adalah 14
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
puteri Liu Mo Kong, karena ia hendak menyelidiki lebih dulu keadaan tunangannya, dan juga selama pedang Thian Hong Kiam berada di tangannya dan belum diterimakan kepada orang yang berhak menerimanya, ia takkan merubah diri menjadi seorang gadis.
Seorang pelayan menyambutnya dengan hormat, dan pelayan lain lalu menyambut kudanya untuk dibawa ke kandang kuda. Mereka berlaku hormat kepada Yang Giok, dan pelayan tua sambil menjura bertanya,
"Kongcu dari mana dan hendak bertemu dengan siapa?"
"Tolong beritahukan kepada Nyo wan-gwe bahwa aku seorang she Kwee dari ibukota datang membawa berita penting."
Mendengar bahwa pemuda itu datang dari kota raja, pelayan itu lalu bergegas memberi laporan ke dalam setelah mempersilahkan Yang Giok menanti di ruang tamu. Tak lama kemudian, Yang Giok melihat seorang laki-laki setengah tua yang berwajah peramah keluar menyambut.
Di belakang laki-laki ini terdapat seorang pemuda berpakaian sasterawan. Mereka berdua lalu memandangnya dengan mata heran karena mereka tidak mengenal kepadanya. Yang
Giok buru-buru menjura memberi hormat dan berkata,
"Mohon dimaafkan jika saya mengganggu. Sesungguhnya saya membawa berita penting dari Pangeran Liu Mo Kong."
Mendengar ini, Nyo wan-gwe lalu cepat-cepat berkata,
"Ah, kau datang membawa berita dari Pangeran Liu" Silakan masuk saja, anak muda!"
Yang Giok lalu diantar masuk ke dalam dan dibawa ke ruang belakang, karena Nyo wan-gwe maklum bahwa pemuda ini tentu membawa berita penting sekali. Setelah mereka duduk mengitari sebuah meja yang terukir indah, Nyo Seng Hwat lalu bertanya,
"Kau siapa, hiante" Dan pernah apakah dengan Pangeran Liu?"
Saya bernama Kwee Yang Giok dan Pangeran Liu adalah pamanku, karena Liu hujin (nyonya Liu) adalah bibiku."
Nyo Seng Hwat lalu memperkenalkan dirinya dan sambil menunjuk kepada pemuda yang
bersamanya itu, ia berkata, "Dan ini adalah puteraku bernama Nyo Liong."
Yang Giok merasa betapa mukanya menjadi panas dan untuk menyembunyikan warna
merah yang menjalar pada mukanya, ia gunakan ujung lengan baju untuk pura-pura
menyeka peluhnya. Ia diam-diam memperhatikan pemuda itu.
Tak disangkal bahwa Nyo Liong adalah seorang pemuda yang berwajah tampan, sedangkan tubuhnya tinggi tegap, akan tetapi sayang sekali, dalam pandangan Yang Giok, pemuda ini terlampau lemah dan begitu sopan santun dan pendiam hingga sama sekali tidak nampak sifat-sifat gagah, bahkan agak bodoh nampaknya.
Oleh karena ini, diam-diam hatinya merasa kecewa sekali. Ia adalah seorang gadis yang memiliki kepandaian bun (kesusasteraan) dan bu (keperwiraan), maka tentu saja iapun menginginkan seorang pasangan yang selain pandai ilmu sastera, juga pandai ilmu silat pula agar sesuai dengan kepandaiannya sendiri. Dengan seorang pemuda kutu buku macam ini, apakah keselamatan hidupnya kelak akan terjamin"
"Sekarang ceritakanlah, Kwee hiante, bagaimana keadaan Pangeran Liu setelah kota raja jatuh ke dalam tangan pemberontak," tanya Nyo wan-gwe.
15 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Yang Giok menghela napas dan wajahnya menjadi berduka. "Kaisar dan pembesarpembesar lain mengungsi ke Secuan, akan tetapi pamgeran Liu yang semenjak dulu tidak suka dengan kelaliman kaisar, telah mengambil jalan sendiri. Tadinya Pangeran Liu hendak melarikan diri ke sini, akan tetapi malang baginya, di tengah jalan beliau telah tertangkap oleh perajurit-perajurit tani dan ditawan."
Nyo wan-gwe menjadi pucat mendengar ini dan ia mengeluh, akan tetapi tiba-tiba Nyo Liong berkata, "Ayah, tak perlu dikhawatirkan nasib Pangeran Liu. Ia terkenal sebagai seorang Pangeran yang jujur dan tidak menjalankan kecurangan-kecurangan seperti
pembesar lain, bahkan terang-terangan ia menentang kelaliman kaisar, maka kurasa ia akan selamat. Bukankah sepanjang pendengaran kita, kaum pemberontak tidak memusuhi
mereka yang memang jujur dan melakukan tugas kewajibannya dengan baik" Yang dibasmi adalah para penindas rakyat."
Yang Giok merasa heran juga mendengar ucapan ini dan mulailah ia menaruh perhatian kepada "tunangannya" itu, karena ternyata bahwa pemuda ini tidak sebodoh yang ia sangka.
Akan tetapi Nyo wan-gwe menghela napas dan berkata.
"Mudah-mudahan saja begitu. Dan bagaimanakah dengan keadaan puterinya?" tanyanya
kemudian kepada Yang Giok.
"Liu siocia juga telah melarikan diri dan berpisah dengan ayahnya, akan tetapi saya sendiri tidak tahu ke mana perginya."
Nyo wan-gwe menggeleng-gelengkan kepala dan mukanya menyatakan bahwa ia ikut
berduka dan bingung hingga melihat keadaannya ini, diam-diam Yang Giok merasa suka kepada "calon mertua" ini.
Akan tetapi, ia mendongkol sekali melihat betapa Nyo Liong agaknya tidak ambil perduli sama sekali, bahkan tidak bertanya sesuatunya tentang diri puteri Pangeran Liu, bahkan sebaliknya, cuma mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang penyerangan yang terjadi di kota raja.
"Saudara Kwee," katanya sambil memandang tajam, "kau datang dari kota raja, tentu kau tahu tentang terjadinya penyerbuan barisan tani yang dipimpin oleh Oey Couw itu.
Bagaimanakah" Apakah tentara kerajaan melakukan perlawanan" Dan bagaimana sepak
terjang barisan tani itu?"
Dengan mendongkol Yang Giok menjawab. "Mereka itu buas sekali dan rata-rata bertempur dengan nekat hingga tentara kerajaan terpukul mundur. Kaisar dan para panglimanya tiap hari kerjanya hanya bersenang-senang saja dan sama sekali tidak melatih tentaranya, mana bisa para gentong nasi itu melakukan perlawanan terhadap musuh yang menyerbu" Boleh dikata bahwa pintu kota raja dibuka begitu saja untuk para penyerbu, dan kaisar sendiri bersama panglima dan pembesar lain siang-siang sudah melarikan diri. Aku tidak tahu banyak tentang pertempuran itu, karena setelah tentara musuh menyerbu masuk, aku
bergegas melarikan diri dan sekarang aku berada seorang diri, sebatang kara tak tentu arah tujuan dan tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap."
"Kwee hiante, jangan kau kuatir. Karena kau adalah keponakan sendiri dari Pangeran Liu, maka berarti bahwa kaupun adalah keluarga kami sendiri. Kuharap kau suka tinggal saja di 16
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
sini sambil menanti berita dari Pangeran Liu yang tertawan itu, atau aku akan menyuruh orang mencari tahu tentang nasib Liu siocia."
Yang Giok berdiri sambil menjura. "Kau ternyata baik sekali, Nyo wan-gwe, dan aku yang muda berterima kasih sekali atas kebijakanmu ini."
"Ah, kita adalah orang-orang sekeluarga, janganlah berlaku terlalu hormat, Kwee hiante, dan jangan menggunakan sebutan wan-gwe, panggil saja lopeh (paman) kepadaku," kata Nyo Seng Hwat yang baik hati.
Nyo wan-gwe lalu memerintahkan pelayan untuk menyiapkan sebuah kamar untuk Yang
Giok dan gadis ini lalu tinggal di dalam gedung calon mertuanya dengan aman. Karena semua orang menyangka bahwa ia adalah seorang pemuda sasterawan, maka ia dapat
bergaul bebas dengan Nyo Liong dan pemuda ini tiap hari mengajaknya membaca buku, menulis sajak, atau bermain thioki.
Juga seringkali Nyo Liong bertanya tentang keadaan di kota raja, hingga Yang Giok benar-benar menyangka bahwa pemuda ini adalah seorang kutu buku yang betul-betul tidak
mengerti ilmu silat. Hanya dalam permainan thioki atau catur ia selalu dikalahkan oleh Nyo Liong, dan juga dalam kepandaian menulis, pemuda ini benar-benar mengagumkan.
Kalau saja Nyo Liong pandai ilmu silat tentu Yang Giok akan merasa puas sekali melihat tunangannya ini, akan tetapi karena gadis itu menyangka bahwa Nyo Liong adalah seorang yang buta silat, maka tetap saja hatinya merasa kecewa.
****** Tiga hari berikutnya, pada waktu tengah malam yang gelap gulita, ketika seisi keluarga Nyo dan tidur nyenyak, tiba-tiba di atas genteng gedung besar itu berkelebat tiga bayangan orang-orang yang gesit sekali. Mereka ini tidak lain ialah anggauta-anggauta Jian-jiu-pai atau Perkumpulan Tangan Seribu. Seorang di antara mereka terdapat si Kate Tan Kok yang hebat.
Setelah mengadakan kontak dengan para penyelidik mereka yang berada di kota Siu-bi-koan, akhirnya perkumpulan itu dapat mengetahui bahwa pemuda sasterawan yang
membawa pedang Thian Hong Kiam berada di rumah Nyo wan-gwe, hingga malam itu Tan
Kok dan dua orang kawan lain sengaja datang hendak mencuri pedang itu.
Dengan secara cerdik sekali mereka telah dapat mencari keterangan di mana letak kamar Yang Giok dan setelah melompat turun, mereka dengan mudah dapat membongkar daun
jendela kamar Yang Giok.
Akan tetapi, semenjak tinggal di gedung itu, Yang Giok selalu berlaku hati-hati dan waspada, maka iapun dapat mendengar ketika jendela kamarnya dibongkar orang. Dengan pedang di tangan, ketika daun jendelanya terbuka, gadis ini melompat dan menerjang melalui jendela sambil memutar pedangnya dan berseru.
"Maling hina, kau datang mencari mampus!"
Melihat bahwa "pemuda sasterawan" itu telah mengetahui kedatangan mereka, maka ketiga maling itu lalu mencabut senjata masing-masing dan maju mengeroyok. Tan Kok yang
memiliki kepandaian hebat itu kini bersenjata sebatang ruyung lemas sedangkan kedua kawannya bersenjata golok. Gerakan-gerakan mereka cukup hebat hingga baru beberapa jurus saja Yang Giok telah terdesak hebat.
17 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Tan Kok maklum bahwa kedua kawannya cukup tangguh menghadapi Yang Giok, maka ia
lalu melompat masuk ke dalam kamar itu. Yang Giok yang tahu akan maksud Tan Kok,
hendak maju menghalangi, akan tetapi kedua lawannya mendesak hebat dengan golok
mereka hingga ia tidak berdaya dan terpaksa menghadapi mereka ini sambil memutarmutar pedangnya dengan gemas.
Karena bingung dan kuatir sekali kalau-kalau pedang Thian Hong Kiam akan tercuri, Yang Giok lau berteriak-teriak.
"Tolong, tolong, ...... maling ....!!"
Akan tetapi, Tan Kok sudah berhasil mendapatkan pedang Thian Hong Kiam yang
disembunyikan dalam buntalan pakaian Yang Giok dan maling kate ini nampak telah
melompat keluar dari jendela sambil membawa pedang itu.
"Kawan-kawan, pergi!!" katanya kepada kedua kawannya sambil melompat naik ke atas genteng. Kedua kawannya lalu meninggalkan Yang Giok dan ikut melompat naik.
Sementara itu, teriakan Yang Giok telah membangunkan tuan rumah dan para pelayan akan tetapi mereka ini hanya memandang dengan takut dan bingung, karena tidak berdaya
menghadapi penjahat-penjahat yang dapat loncat naik ke atas genteng demikian gesitnya bagaikan seekor kucing layaknya.
Mereka ini hanya dapat ikut berteriak-teriak, bahkan Nyo Liong juga datang ke tempat itu ikut berteriak-teriak, "maling, maling!" Kemudian pemuda ini lalu berlari menyembunyikan diri ke dalam kamarnya.
Yang Giok merasa gemas dan mendongkol sekali. Dari orang-orang lemah yang mendiami gedung ini ia tak dapat mengharapkan bantuan apa-apa, maka iapun lalu nekad dan
melompat naik ke atas genteng mengejar ketiga orang pencuri itu.
Alangkah heran dan girangnya ketika mendapat kenyataan bahwa ketiga pencuri itu kini sedang mengeroyok seorang yang berkedok sutera hitam. Si Kedok Hitam itu bertangan kosong, akan tetapi pedang Thian Hong Kiam telah berada ditangannya.
Ia melayani tiga orang pencuri itu dengan kegesitannya yang luar biasa akan tetapi sama sekali ketiga orang pengeroyoknya tidak berdaya menghadapinya. Bahkan ketika Yang Giok tiba di situ, seorang maling telah dapat tertendang pergelangan tangannya hingga goloknya terlempar ke atas genteng.
Bukan main kagetnya Tan Kok menghadapi orang aneh yang hebat ini. Ketika ia tadi
melompat ke atas genteng tahu-tahu ada bayangan hitam berkelebat cepat dan tahu-tahu pedang Thian Hong Kiam di tangannya telah kena dirampas. Ia lalu maju mengeroyok
dengan sengit sekali, akan tetapi baru beberapa jurus saja, si Kedok Hitam yang bertangan kosong itu telah dapat merobohkan seorang kawannya.
Maka ia lalu teringat dan maklum bahwa yang berada dihadapannya adalah si "Sasterawan Kedok Hitam" yang kesohor karena kehebatannya. Ia lalu memberi isyarat dan mereka bertiga dengan cepat lalu melarikan diri dalam gelap, di kuti suara ketawa si Kedok Hitam yang berseru,
"Hah, maling-maling kecil hina dina. Jangan sekali-kali kau berani lagi mengacau kota Siu-bi-koan, karena lain kali aku takkan mau memberi ampun pula.
18 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Yang Giok berdiri memandang dengan bengong dan kagum sekali. Belum pernah selama
hidupnya ia melihat kehebatan seperti itu. Ia sendiri yang memiliki kepandaian dan ilmu pedang cukup tinggi, merasa terdesak menghadapi pengeroyok tadi, bahkan harus ia akui bahwa kepandaian si Kate Tan Kok lebih tinggi dari pada kepandaiannya sendiri.
Akan tetapi si Kedok Hitam yang aneh ini dapat menghadapi keroyokan mereka bertiga dengan bertangan kosong saja, bahkan dengan seenaknya dan mudah saja menjatuhkan
seorang di antara mereka. Ia belum pernah mendengar tentang nama Sasterawan Kedok Hitam, maka ia kini berdiri memandang dengan tercengang.
Si Kedok Hitam menghampiri Yang Giok dan menyodorkan pedang Thian Hong Kiam sambil berkata, "Pedangmukah ini saudara?"
Yang Giok mengangguk dan menerima pedang itu lalu ia menjura sambil berkata, "Sungguh siauwte merasa berterima kasih sekali atas budi pertolonganmu, dan siauwte merasa kagum sekali melihat kepandaianmu yang tinggi. Bolehkah kiranya siauwte mengetahui nama enghiong yang mulia dan gagah perkasa?"
Si Kedok Hitam itu tertawa gelak-gelak lalu berkata, "Kepandaianmu sendiri hebat dan di luar persangkaan orang karena kau bersikap seperti seorang sasterawan, apa perlunya memuji-mujiku" Dan sedikit bantuan tadi perlu apa disebut-sebut" Saudara Kwee jangan kau terlalu berhormat!"
Yang Giok terkejut. "Kau telah mengenal namaku?"
Orang itu tertawa lagi. "Siu-bi-koan adalah kotaku bagaimana aku takkan tahu akan kedatangan seorang dari luar seperti kau?"
"Betapapun juga terimalah ucapan terima kasihku. Kau tidak tahu sahabat, betapa besar artinya pertolonganmu tadi. Pedang yang hendak mereka curi ini bukanlah pedang
sembarangan."
Yang Giok merasa heran mengapa ia tiba-tiba merasa begitu tertarik dan percaya penuh kepada si Kedok Hitam ini hingga tanpa ragu-ragu lagi ia membongkar rahasia pedang Thian Hong Kiam. Sebaliknya, si Kedok Hitam juga merasa tertarik dan sambil melihat pedang yang dipegang oleh Yang Giok, ia bertanya, "Pedang pusaka apakah itu, dan
mengapa mereka ingin mencarinya?"
Entah perasaan apakah yang menyebabkan Yang Giok tiba-tiba merasa sangat percaya
kepada orang yang tidak kelihatan mukanya itu. Entah suaranya yang lembut, entah sinar matanya yang tajam dan halus dan yang mengintai dari dua lubang di sutera hitam itu, akan tetapi tiba-tiba ia merasa tertarik dan percaya penuh kepada si kedok hitam yang tinggi sekali ilmu silatnya ini. Ia lalu bercerita tentang pedang itu.
"Pedang ini adalah pedang pusaka kerajaan yang bernama Thian Hong Kiam dan yang
dianggap sebagai lambang jayanya kerajaan. Karena itulah agaknya maka banyak pihak yang menginginkan pedang ini, dan yang tadi mencoba untuk merampas pedang ini adalah pihak perkumpulan Jian-jiu-pai. Masih ada lagi pihak yang kuat dan yang juga pernah mencoba merampas pedang ini, yakni para perwira utusan kaisar yang mengungsi ke
Secuan ini."
Si Kedok Hitam itu nampak tertarik sekali. "Kalau begitu, kau berada dalam bahaya selalu saudara," katanya. "Lebih baik diatur begini. Aku tahu bahwa Nyo wan-gwe mempunyai 19
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
seorang putera yang terkenal sebagai seorang siucai, dan karenanya, ia takkan dicurigai orang. Kalau kau titipkan pedang ini kepadanya, maka takkan ada orang yang dapat
menduga bahwa siucai ini menyimpan pedang pusaka Thian Hong Kiam."
"Apakah siucai bodoh itu dapat dipercaya?" tanya Yang Giok dengan memperlihatkan muka sangsi.
"Tadi baru melihat datangnya penjahat saja ia sudah lari terbirit-birit dan menyembunyikan dirinya!"
Si Kedok Hitam tertawa. Itulah yang kumaksudkan! Dia seorang lemah dan tak mungkin orang seperti dia menyimpan pedang ini hingga takkan ada yang mencurigai ataupun
menduganya. Dia dapat dipercaya sepenuhnya, karena aku mendengar bahwa dia adalah seorang yang jujur."
Setelah berpikir-pikir sesaat lamanya, akhirnya Yang Giok berkata,
"Baiklah, aku akan menurut nasehatmu ini."
"Nah, kalau begitu selamat berpisah, saudara Kwee yang gagah!"
Si Kedok Hitam itu hendak pergi, akan tetapi Yang Giok menahannya dan bertanya.
"Nanti dulu, Saudara!" Kau belum memberitahukan namamu!"
"Ah, apakah perlunya" Sebut saja aku si Kedok Hitam seperti orang-orang lain menyebutku!"
Sehabis berkata demikian, sekali menggerakkan tubuhnya, si Kedok Hitam itu berkelebat dan lenyap.
Yang Giok menghela napas. Alangkah gagah dan berbudi orang itu. Ia lalu melayang turun dan disambut oleh Nyo wan-gwe dengan seruan heran.
"Kwee hiante, tak kusangka bahwa kau adalah seorang pemuda yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi. Bagaimana hiante" Mencuri apakah penjahat-penjahat itu?"
Yang Giok lalu minta supaya semua pelayan mengundurkan diri sebelum memberi
keterangan. Kemudian ia mengajak orang tua itu memasuki ruang belakang. Sebelum ia menceritakan keadaannya kepada Nyo wan-gwe, muncullah Nyo Liong. Pemuda ini dengan takut-takut lalu bertanya,
"Sudah pergikah penjahat-penjahat tadi" Heran sekali, mereka itu datang hendak mencuri apa" Ayah, barang apakah yang mereka curi?"
Melihat munculnya pemuda tunangannya ini, diam-diam Yang Giok membandingkannya
dengan si Kedok Hitam, dan seballah melihat Nyo Liong yang tiada gunanya ini. Ia tidak memperdulikan pemuda itu dan mulai menceritakan kepada Nyo wan-gwe tentang pedang Thian Hong Kiam.
"Menurut pesan Pangeran Liu, pedang ini harus disembunyikan dan jangan sampai terjatuh ke dalam tangan siapapun, karena pedang ini hanya boleh diberikan kepada seorang yang kelak akan menjadi kaisar yang bijak di negeri kita. Banyak sekali pihak yang hendak merampasnya, bahkan ada utusan dari kaisar yang menghendaki kembalinya pedang ini, akan tetapi Pangeran Liu mempunyai anggapan bahwa pedang itu tidak pantas berada di dalam tangan kaisar lalim itu."
"Itu benar! Benar dan tepat sekali! Memang Pangeran Liu seorang yang bijaksana dan baik!"
tiba-tiba Nyo Liong berkata dan mau tidak mau Yang Giok merasa senang juga mendengar betapa pemuda itu memuji-muji ayahnya.
20 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Habis pedang yang menimbulkan perebutan ini harus diserahkan kepada siapa?" tanya Nyo wan-gwe yang merasa kuatir kalau-kalau akan ada banyak orang jahat yang datang
menyerbu gedungnya.
"Paling tepat harus diserahkan kepada pemimpin besar Oey Couw!" kata Nyo Liong.
"Mengapa demikian pikiranmu?" tiba-tiba Yang Giok bertanya sambil memandang kepada Nyo Liong dengan mata tajam hingga Nyo Liong terkejut melihat pandangan mata ini.
"Karena .... karena ......bukankah sekarang dia yang menjadi pemimpin dan menduduki istana kerajaan?" katanya gagap.
"Biarpun Oey Couw telah menduduki istana, namun dia bukanlah seorang yang mengerti tentang pemerintahan. Mungkin ia adalah seorang pemimpin pemberontak yang cakap dan mungkin ia pandai tentang ilmu perang, akan tetapi aku merasa sangsi apakah ia juga pandai tentang ilmu tata negara!"
"Habis, kalau menurut pikiranmu, saudara Kwee, pedang ini harus diberikan kepada siapa"
Apakah kepadaku?" Nyo Liong berkelakar.
Nyo Seng Hwat menegur puteranya, "Liong jangan kau main-main!"
Akan tetapi, alangkah herannya orang tua ini ketika Yang Giok berkata sambil mengangguk-angguk dan memandang kepada Nyo Liong, "Ya, pedang ini hendak kuberikan kepadamu!"
"Kwee hiante, jangan main-main dalam perkara besar ini!" Nyo wan-gwe menegur Yang Giok.
"Saudara Yang Giok, jangan kau memperolok-olok aku!" kata Nyo Liong.
"Aku tidak main-main, memang untuk sementara waktu ini kuharap saudara Nyo Liong suka menyimpan pedang ini untukku. Kau adalah seorang sasterawan, saudara Nyo Liong, dan takkan ada orang yang akan menduga bahwa pedang ini berada di tanganmu. Kalau aku yang membawanya, maka tentu aku selalu akan dikejar-kejar dan akhirnya pedang pusaka ini takkan dapat kupertahankan lagi. Demi kepentingan kerajaan dan demi memenuhi pesan Pangeran Liu, kuharap kau tidak menolaknya."
"Tapi ..... bukankah itu berbahaya sekali bagi keselamatannya?" tanya Nyo wan-gwe dengan kuatir.
"Jangan takut, lopeh. Ada aku yang menjaga di sini, dan pula masih ada seorang kawan baikku yang gagah perkasa dan yang ikut menjaganya dengan diam-diam."
"Aku sudah menyaksikan kepandaianmu ketika kau melompat naik ke atas genteng tadi, saudara Yang Giok, akan tetapi tidak tahu bagaimanakah kepandaian kawanmu ini, dan siapakah dia?" tanya Nyo Liong.
"Kepandaian kawanku ini jauh lebih tinggi dari pada kepandaianku sendiri, dan ia tidak lain adalah si Kedok Hitam!"
Nyo Seng Hwat terkejut sekali. "Apa" Kau maksudkan Sasterawan Kedok Hitam yang
tersohor itu yang menjadi kawanmu" Ah, hiante, mengapa kau datang dari kota raja ternyata selain memiliki kepandaian bu yang tinggi juga bergaul dengan segala orang kasar dari dunia kang-ouw " Ah, celaka ..... celaka .... Kalau aku tahu akan begini jadinya .... ah .....
Tak enak sekali hati Yang Giok mendengar ucapan "calon mertuanya" ini, maka ia segera menjawab.
21 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Nyo lopeh, jangan kau kuatir tentang hal ini, karena sesungguhnya aku hanya ikut mondok di sini untuk bersembunyi sementara waktu saja. Akan tetapi, karena sekarang orang-orang yang mengejar Thian Hong Kiam telah mengetahui tempat tinggalku di sini, tiada gunanya lagi aku berdiam lebih lama di sini. Aku hendak pergi mencari tempat kediaman sucouw (kakek guru) dan menyerahkan pedang ini kepada sucouw agar untuk sementara waktu ini Thian Hong Kiam disimpan dengan aman oleh sucouw dan takkan dapat diganggu atau
dirampas oleh orang-orang yang menginginkannya."
"Itu baik sekali Kwee hiante," jawab Nyo Seng Hwat cepat-cepat, sambil memandang wajah Yang Giok dengan mata tajam, "memang, pedang pusaka yang sangat berharga ini
seharusnya berada di bawah perlindungan seorang yang berilmu tinggi hingga orang lain tidak berani mengganggunya. Bukan aku tidak suka kau tinggal di sini, akan tetapi dengan adanya pedang ini, maka aku yang bertubuh lemah dan telah tua ini, akan selalu merasa kuatir dan takut akan serangan penjahat seperti yang telah terjadi malam tadi."
"Dimanakah tempat tinggal sucouwmu itu, saudara Yang Giok?" Nyo Liong bertanya.
"Beliau adalah Kok Kong Hosiang yang bertapa di puncak Go-bi-san di sebuah kuil yang disebut Thian-hok-si. Sucouw adalah guru dari Pangeran Liu sendiri."
"Eh, eh kalau begitu kau adalah murid Pangeran Liu?"
Yang Giok mengangguk. "Ya, Ie-thio (paman) juga suhuku."
"Saudara Yang Giok orang-orang yang mengejarmu telah tahu bahwa kau membawa pedang Thian Hong Kiam, maka apakah tidak berbahaya kalau kau membawa-bawa pedang itu ke Go-bi-san?"
Yang Giok menghela napas. "Apa boleh buat, aku harus berani menghadapi bahaya itu."
"Kalau begitu, aku ikut pergi dengan kau!" kata Nyo Liong dengan suara tetap hingga baik Yang Giok maupun Nyo Seng Hwat memandang heran.
"Liong, orang selemah kau ini akan dapat membantu apa kepada Kwee hiante" Kau hanya akan menyukarkan saja, dan pula, apa perlumu ikut pergi ke tempat yang sangat jauh itu?"
kata ayahnya. "Saudara Nyo Liong, biarpun maksudmu itu baik sekali, akan tetapi kata-kata ayahmu betul juga. Biarlah aku sendiri menghadapi bahaya itu karena akulah yang bertugas, bukan kau,"
sambung Yang Giok.
Nyo Liong menggeleng-gelengkan kepalanya. "Agaknya kau lupa, saudara Yang Giok bahwa aku sebagai seorang sasterawan lemah justeru takkan diganggu oleh mereka itu dan jika pedang kusembunyikan di bawah pakaianku, siapakah yang akan tahu?"
Kemudian Nyo Liong berkata kepada ayahnya dengan suara memohon.
"Ayah, perkenankanlah anakmu pergi. Telah lama aku mendengar tentang keindahan
pengunungan Go-bi, maka sekarang kebetulan ada kawan yang gagah perkasa, biarlah aku sekalian berpesiar ke sana meluaskan pemandangan. Jangan kuatir, ayah, aku bukan
seorang gadis yang perlu dikuatirkan, dan aku tentu akan dapat menjaga diri baik-baik."
Setelah membujuk-bujuk ayahnya dan Yang Giok, akhirnya Nyo Liong diperkenankan juga, dan diam-diam Yang Giok merasa senang juga melihat keberanian Nyo Liong yang biarpun telah tahu akan banyaknya bahaya jika berjalan bersamanya, namun tetap hendak
mengawaninya ke Go-bi-san. Pula, siapa tahu kalau-kalau sucouwnya akan memberi
22 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
bimbingan ilmu silat kepada pemuda tunangannya ini agar ia kelak menjadi seorang
pemuda yang sedikitnya tidak begitu lemah.
Begitulah, setelah mendapat pesan banyak-banyak dari orang tuanya dan menerima uang dan pakaian, dengan naik dua ekor kuda bagus yang disiapkan oleh Nyo wan-gwe, Nyo Liong dan Yang Giok pada keesokan harinya mulai dengan perjalanan mereka ke Go-bi-san.
****** Di luar dugaan Yang Giok, ternyata Nyo Liong pemuda sasterawan yang kelihatan lemah itu pandai sekali menunggang kuda. Dan bukan itu saja, bahkan pemuda ini agaknya kenal baik jalan yang menuju ke Go-bi-san. Oleh karena itu, Yang Giok sendiri masih asing sekali dengan daerah itu, maka Nyo Liong yang menjadi petunjuk jalan dan gadis itu terpaksa menurut saja ke mana Nyo Liong membawanya.
Beberapa hari telah lewat tanpa ada gangguan dari pihak-pihak yang hendak merampas Thian Hong Kiam, hingga mereka bernapas lega. Di dalam perjalanan ini, mau tidak mau, Yang Giok selalu merasa curiga dan berkuatir kalau-kalau musuh-musuhnya dapat
mengejarnya, akan tetapi ia merasa mendongkol melihat betapa Nyo Liong agaknya enak-enakan saja biarpun pedang itu berada di bawah jubahnya, tergantung di pinggang dan tertutup oleh jubahnya yang panjang.
Pemuda ini sama sekali tak pernah bicara tentang hal pedang dan orang-orang yang
mungkin datang mengejar atau menghadang di jalan. Akan tetapi dengan sikap gembira ia selalu bercakap-cakap tentang pemandangan alam yang permai dan menceritakan segala macam dongeng dan sejarah yang mempunyai hubungan dengan tempat-tempat yang
mereka lewati. Kalau saja hati Yang Giok tak sedang kuatir karena tugasnya itu, tentu ia akan merasa senang melakukan perjalanan bersama pemuda ini.
Sepekan kemudian, pada suatu pagi ketika mereka tiba di sebuah hutan pohon cemara yang indah, tiba-tiba dari jurusan lain mendatangi dua orang penunggang kuda yang berpakaian seperti ahli-ahli silat dengan gagang pedang nampak di belakang punggung mereka. Kedua orang ini telah berusia tiga puluh tahun lebih dan nampak sangat gagah, sedangkan dua ekor kuda tunggangan mereka juga tinggi besar dan baik.
Karena di tempat itu sunyi sekali maka pertemuan ini tentu saja menarik perhatian kedua pihak hingga mereka saling pandang dengan penuh perhatian. Bagi Nyo Liong dan Yang Giok, kedua orang itu tidak pernah mereka jumpai, akan tetapi seorang di antara mereka melihat Yang Giok, segera berseru,
"Hai, sahabat-sahabat muda, berhenti dulu!"
Nyo Liong dan Yang Giok menahan kendali kuda mereka dan orang yang menegur itu lalu mendekatkan kudanya sambil memandang wajah Yang Giok dengan mata tajam.
"Anak muda, ada hubungan apa engkau dengan penjahat Liu Mo Kong?" tiba-tiba orang itu bertanya kepada Yang Giok sambil menuding dengan jari telunjuknya.
Mendapat pertanyaan yang tiba-tiba ini, berdebarlah hati Yang Giok, akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan menjawab,
"Eh, tuan, apakah maksud pertanyaanmu yang kurang ajar ini?"
Orang itu menyengir dan memandang rendah. "Mukamu hampir sama dengan seorang yang bernama Liu Mo Kong, dan kau patut menjadi puteranya. Akan tetapi orang itu tidak 23
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
mempunyai putera, maka kalau kau masih keluarganya, tentu kau adalah kemenakannya.
Katakanlah terus terang, masih ada hubungan apa kau dengan Liu Mo Kong?"
Yang Giok tak dapat menjawab, karena ia tidak sudi mengaku dan tak mau pula
menyangkal. Nyo Liong tahu bahwa mereka berdua ini tentu bukan orang-orang yang
mempunyai maksud baik, maka ia lalu bertanya.
"Jiwi, sebetulnya kami tidak mengerti ucapanmu itu. Siapakah adanya Liu Mo Kong yang jiwi sebutkan tadi dan mengapa kalian menyangka bahwa sobatku she Kwee ini keluarganya?"
Pedang Keramat Thian Hong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang itu memandang tajam kepada Nyo Liong, kemudian ia berkata. "Memang muka
pemuda ini hampir sama dengan Pangeran Liu Mo Kong."
"Kalau begitu, Pangeran Liu itu tentu berwajah tampan?" kata Nyo Liong tersenyum.
"Pangeran Liu Mo Kong adalah seorang pengkhianat, pencuri, dan penjahat besar!" kata orang itu dengan mata terbelalak merah.
Sepasang mata Yang Giok yang bagus itu mengeluarkan cahaya marah mendengar ini. "Apa maksudmu mengucapkan makian-makian kotor di depan kami?" tegurnya.
"Kau peduli apa" Memang Pangeran bangsat she Liu itu bukan orang baik-baik dan kalau saja aku dapat bertemu dengan dia, tentu dia akan kupenggal kepalanya, kubeset kulitnya dan kuinjak-injak kepalanya!"
"Bangsat rendah!" Yang Giok memaki karena tak dapat menahan sabarnya pula. "Mulutmu yang kotor itu bawa pergi jauh-jauh dari kami!"
"Ha, ha, ha! Kenapa kau marah" Kalau kau bukan keluarganya, mengapa marah mendengar aku memaki-makinya?" orang itu lalu memandang tajam dan sikapnya mengancam sekali.
Sebelum Yang Giok menjawab, Nyo Liong cepat berkata. "Sobat, bukankah kau tadi
mengatakan bahwa wajah kawanku ini serupa benar dengan wajah Pangeran Liu" Nah, tentu saja ia marah kalau kau maki-maki seorang yang berwajah hampir sama dengannya!"
"Kalau memang ia bukan keluarganya, perduli apa" Aku memaki dangan mulutku sendiri dan sama sekali tidak menyinggung-nyinggungnya!" kata orang itu dengan marah.
Akan tetapi Yang Giok berkata keras, "Pendeknya kau tak usah memamerkan kepandaianmu memaki dan bermulut kotor di depanku dan lekas pergi dari sini! Mari, Liong-ko, kita pergi!"
Akan tetapi sebelum ia dan Nyo Liong dapat memajukan kudanya, orang itu mendahului dan menghadang mereka.
"Anak muda, mukamu mencurigakan, biarlah kami menggeledahmu lebih dulu. Turunlah
dari kuda dan biarkan kami memeriksa barang-barangmu!"
"Eh, kalian ini orang-orang apa dan ada hak apakah memeriksa barang-barang kami"
Apakah kalian ini hendak merampok?" Yang Giok membentak.
"Jangan banyak cakap!" Orang itu berkata marah. "Ketahuilah, kami adalah perwira-perwira kerajaan yang sedang menjalankan tugas. Lekas kamu berdua turun dari kuda!" Perwira itu dan kawannya lalu mendahului turun dari kuda dan mereka menambatkan kuda mereka
pada sebatang pohon. Yang Giok memberi tanda dan isyarat mata kepada Nyo Liong,
kemudian sambil mencabut pedang, Yang Giok melompat turun.
"Bangsat-bangsat rampok, sebelum kalian menyentuh barang-barangku lebih dulu
hadapilah pedang ini!"
24 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Ha, ha! Kau galak benar, anak muda. Baiklah, mari kita main-main sebentar!" Perwira itu bersama kawannya sambil tertawa mengejek lalu mencabut pedang dan maju bersama-sama. Akan tetapi, Nyo Liong lalu berkata, "Tahan dulu!"
Setelah turun dari kuda pemuda ini lalu membawa sebuah bungkusan kecil yang dikeluarkan dari buntalan pakaiannya, kemudian ia membawa bungkusan itu kepada mereka. Sambil membuka bungkusan kecil yang berisi emas dan permata mahal itu, ia berkata,
"Kalian berdua seharusnya malu untuk maju mengeroyok kawanku ini. Lihatlah, barang-barang ini kujadikan taruhan. Kalian boleh maju seorang demi seorang, jangan main keroyokan. Kalau di antara kalian ada yang mampu mengalahkan kawanku ini, barang-barangku ini boleh kalian ambil. Akan tetapi, kalau kalian kalah, kalian anggap saja sebagai pelajaran agar lain kali jangan suka mengganggu orang."
Bukan main marah kedua orang perwira itu. Yang tadi bicara dengan Yang Giok lalu berkata dengan suara keras, "Anak muda, kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa. Aku adalah Ciu Gin Hok dan kawanku ini adalah suteku Thio Sam, dan kami adalah perwira-perwira kerajaan yang berkedudukan tinggi, bukan bangsa rampok. Akan tetapi karena kau sendiri yang mengajak bertaruh, jangan kau anggap kami curang kalau nanti kawanmu ini kalah dan barang taruhanmu kami ambil."
"Tentu saja, dan sekarang kau mulailah. Hadapilah kawanku she Kwee ini seorang demi seorang."
Perwira kedua yang bernama Thio Sam segera maju dengan pedang di tangan karena ia hendak mendahului suhengnya mengalahkan Yang Giok agar barang taruhan yang mahal itu dapat ia miliki.
"Majulah anak muda," katanya sambil memutar-mutar pedangnya.
Biarpun merasa mendongkol sekali kepada Nyo Liong yang menganggapnya sebagai domba aduan untuk bertaruh, namun Yang Giok tak berkata apa-apa dan segera memutar
pedangnya menyerang Thio Sam. Gerakan pedangnya cepat dan lincah. Karena hatinya
gemas sekali terhadap para perwira yang memaki-maki ayahnya itu, Yang Giok lalu
menyerang dengan sengit. Akan tetapi Thio Sam adalah seorang perwira kerajaan yang berkepandaian tinggi hingga ia dapat menangkis serangan Yang Giok dan balas menyerang tak kalah serunya.
Kiam-hoat (ilmu pedang) Yang Giok memang bagus dan hebat, dan biarpun terhadap Thio Sam ia kalah tenaga, akan tetapi ia menang gesit dan ginkangnya lebih tinggi, maka dengan geraka-gerakan tubuh yang cepat serta gerakan-gerakan pedang yang tak terduga, ia dapat mengurung lawannya. Setelah bertempur kira-kira tiga puluh jurus, Thio Sam mulai
terdesak hebat dan keadaannya berbahaya sekali.
Melihat keadaan sutenya, Ciu Gin Hok lalu berseru, "Sute, mundurlah kau!" Dan ia lalu menyerbu dan menangkis pedang Yang Giok. Thio Sam terpaksa melompat ke belakang dan berdiri sambil terengah-engah dan heran karena tak disangkanya sama sekali bahwa kiam-hoat pemuda sasterawan yang tampan itu demikian hebat.
"Bagus, saudara Kwee! Seorang telah dapat dikalahkan! Ha, ha!" Nyo Liong bertepuk tangan memuji hingga Thio Sam merasa mendongkol sekali. Akan tetapi ia tak dapat membalas 25
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
ejekan ini, dan ia hanya melihat pertempuran yang berlangsung antara suhengnya dan pemuda itu dengan harap-harap cemas.
Ternyata bahwa ilmu pedang orang she Ciu itu biarpun sejalan dengan ilmu pedang Thio Sam, akan tetapi gerakannya jauh lebih cepat dan kuat. Yang Giok terkejut sekali dan ia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya, akan tetapi Ciu Gin Hok menerjang
dengan serangan-serangan berbahaya. Yang Giok diam-diam mengeluh dan merasa
khawatir sekali. Lagi-lagi ia merasa kecewa karena Nyo Liong tak dapat membantunya dan
"tunangan" yang lemah itu hanya bisa bertaruh dan menonton.
Setelah mempertahankan diri selama lima puluh jurus lebih, Yang Giok mulai lelah dan kegesitannya berkurang. Lawannya menggunakan ilmu pedang dari cabang Kun-lun untuk mendesaknya dan kini Yang Giok hanya dapat menangkis saja sambil mundur.
"Sudahlah, sudahlah! Kami mengaku kalah !" Nyo Liong berkata, sambil maju menghampiri mereka dan membawa bungkusannya.
Ciu Gin Hok tertawa gelak-gelak dan menyambar bungkusan di tangan Nyo Liong.
"Sekarang kau baru ketahui kehebatanku!" katanya sambil tertawa-tawa lalu mengajak Thio Sam pergi dari situ.
Yang Giok memandang kepada Nyo Liong dengan gemas dan marah.
"Bagus, bagus, kau tidak membantuku bahkan enak-enak bertaruh dan menganggap aku
sebagai ayam aduan!" ia mengomel.
"Saudara Yang Giok, kulakukan hal itu untuk menyimpangkan perhatian mereka agar
pedang kita jangan sampai terampas oleh mereka." Nyo Liong membela diri.
Yang Giok terpaksa membenarkan ucapan ini. "Marilah kita lanjutkan perjalanan kita,"
katanya dengan merengut.
Nyo Liong tersenyum dan melanjutkan perjalanan dengan masih tersenyum-senyum, hingga beberapa kali Yang Giok memandang kepadanya dengan heran dan mendongkol.
"Kau agaknya senang sekali melihat aku kalah oleh perwira itu!" katanya.
"Bukan begitu, aku hanya geli memikirkan betapa mereka akan sangat marah kalau
membuka bungkusan barang-barang taruhan tadi. Kau cukup gagah berani, sahabatku.
Tentu saja tadi kau kalah karena kau lelah setelah mengalahkan Thio Sam.
Yang Giok diam saja, lalu ia mempercepat jalan kudanya hingga Nyo Liong terpaksa
mengejarnya. Ah, celaka benar, pikir Yang Giok. Pemuda tunangannya ini benar-benar tidak tahu apa-apa tentang persilatan. Tadi ia kalah oleh Ciu Gin Hok karena memang kalah tinggi kepandaiannya, bukan karena lelah seperti yang diduga Nyo Liong.
Akan tetapi, apa gunanya menerangkannya" Biarpun tunangannya itu tidak tahu siapa dia sebenarnya, namun diam-diam Yang Giok merasa malu dan kecewa karena ia dikalahkan orang di depan mata Nyo Liong.
Tiba-tiba Nyo Liong berkata kepada Yang Giok. "Saudara Kwee, mari kita bersembunyi.
Cepat!!" Tanpa menanti jawaban, ia lalu memegang lengan Yang Giok dengan tangan kanan dan
dengan tangan kiri ia kendalikan kudanya membelok ke kiri dan bersembunyi di balik tetumbuhan yang tebal dan gelap. Yang Giok heran sekali akan tetapi ia tidak membantah dan ikut bersembunyi. Mereka turun dari kuda dan sambil mengelus-elus leher kudanya.
26 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Nyo Liong berkata, "Mudah-mudahan kuda kita tidak akan mengeluarkan ringkikan." Iapun mengelus-elus leher kuda Yang Giok.
Baru saja Yang Giok hendak bertanya, tiba-tiba telinganya dapat menangkap suara kuda yang dilarikan cepat dari belakang dan tak lama kemudian tampaklah kedua perwira tadi dengan muka marah sekali memacu kuda mereka lewat di jalan yang mereka lalui tadi.
Setelah mereka pergi jauh, Yang Giok hendak bertanya, akan tetapi Nyo Liong menggunakan jari tangan untuk memberi isyarat di depan mulut hingga Yang Giok menunda maksudnya.
Mereka bersembunyi untuk beberapa lama lagi, sampai tak lama kemudian, terdengar pula suara kaki kuda dilarikan perlahan.
Kedua perwira itu ternyata telah kembali dan terdengar mereka bercakap-cakap dengan suara mendongkol. Ketika mereka lewat di situ, Yang Giok dapat menangkap suara
percakapan mereka.
"Kurang ajar benar! Pemuda baju biru itu telah menipu kita! Kalau aku dapat membekuk batang lehernya, tentu akan kupenggal kepalanya!" terdengar Thio Sam berkata.
"Hm, akan kubeset kulit mukanya!" Ciu Gin Hok bersungut-sungut.
Yang Giok memandang kepada Nyo Liong dengan muka heran dan ia menduga-duga
mengapa kedua orang itu marah kepada Nyo Liong, karena yang dimaksudkan dengan
pemuda baju biru tentulah Nyo Liong. Setelah kedua perwira itu pergi jauh, barulah Nyo Liong tertawa dengan senang hingga tubuhnya tergoncang-goncang.
"Eh, sebenarnya apakah yang terjadi" Mengapa mereka begitu marah?" tanya Yang Giok.
"Ha, ha! Tentu saja mereka marah karena isi bungkusan yang kuberikan kepada mereka tadi hanya berisi batu-batu hitam saja. Ha, ha!"
Yang Giok ikut tertawa dan diam-diam ia memuji kecerdikan pemuda ini karena ia
menyangka bahwa ketika ia sedang bertempur tadi, tentu dengan diam-diam Nyo Liong telah mengganti isi bungkusan dengan batu-batu kecil.
Dengan gembira mereka melanjutkan perjalanan.
Pada suatu hari, Yang Giok dan Nyo Liong tiba di kota Tiang-hu. Mereka bermalam di sebuah rumah penginapan yang terbesar di kota itu dan seperti biasa apabila bermalam di rumah penginapan, Yang Giok minta dua kamar untuk mereka. Hal ini berkali-kali telah membuat Nyo Liong merasa mendongkol sekali. Kali ini ia marah-marah ketika ia berkata.
"Saudara Yang Giok, kau ini benar-benar aneh! Mengapa kita harus berpisah kamar"
Bukankah lebih enak kalau kita berdua bermalam dalam satu kamar hingga kita dapat bercakap-cakap?"
Hampir saja Yang Giok lupa akan keadaan dirinya dan memaki, akan tetapi ia segera ingat bahwa pada saat itu ia adalah seorang pemuda maka ia hanya berkata, "Liong-ko sudah berkali-kali aku berkata padamu bahwa aku tidak bisa tidur berdua. Kalau ada orang lain tidur di pembaringanku, aku takkan dapat tidur nyenyak.
"Aneh kau ini, seperti seorang perempuan saja. Kalau kita sekamar, bukanlah akan lebih aman dan kita dapat saling menjaga" Pula sebelum tidur kita dapat bermain thioki lebih dulu."
"Sudahlah, Liong-ko, perlu apa meributkan soal kecil ini" Kalau kau ingin main catur, akan kulayani sampai kita mengantuk dan pergi tidur."
27 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Nyo Liong masih hendak mengomel, akan tetapi Yang Giok menyetopnya sambil berkata,
"Liong-ko, aku pernah dengar dari Liu-ithio, bahwa kau telah dipertunangkan dengan Liu siocia. Pernahkah kau bertemu dengan dia?"
Wajah Nyo Liong memerah. "Belum pernah, dan takkan pernah bertemu," jawabnya singkat.
Yang Giok memandang heran. "Takkan pernah bertemu" Apa maksudmu" Bukankah kelak
akan bertemu juga?"
Nyo Liong menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku tidak mau bertemu dengan dia!"
"Loh! Kau agaknya marah dan benci kepadanya, mengapa?"
"Tidak ada yang marah atau membenci. Aku belum pernah bertemu muka dengannya,
bagaimana aku bisa marah atau benci" Soalnya ialah, aku dipertunangkan dengan seorang gadis yang belum pernah ku lihat."
"Jadi kau menolak ikatan jodoh yang dilakukan oleh orang tuamu itu?"
"Menolak terang-terangan sih tidak berani, akan tetapi ...... ah, untuk apa kita bicarakan soal ini" Apakah kau sudah pernah melihatnya, saudara Yang Giok?"
"Melihat siapa" Kau maksudkan melihat Liu-siocia" Tentu saja sudah."
"Apakah ia ..... cantik?"
Yang Giok menggeleng-gelengkan kepala, "Tidak, tidak cantik malah menurut pendapatku, ia buruk sekali."
Nyo Liong menghela napas, "Mengapa orang tuaku begitu bodoh" Dasar aku yang bernasib buruk, harus dijodohkan dengan seorang gadis buruk pula!"
Diam-diam Yang Giok tertawa geli di dalam hati.
Tiba-tiba Nyo Liong teringat akan sesuatu dan ia bertanya, "Serupa siapakah gadis she Liu itu" Apakah serupa dengan ayahnya?"
Yang Giok yang tidak menyangka sesuatu lalu mengangguk dan berserilah wajahnya Nyo Liong. "Kalau begitu, kau bohong! Kalau ia serupa ayahnya, tentu ia cantik!"
Yang Giok terkejut. "Eh, eh ..... bagaimana kau bisa menyangka begitu?"
Nyo Liong tertawa senang. "Lupakah kau akan ucapan perwira dulu itu" Sebelum bertempur, bukanlah ia katakan bahwa kau serupa benar dengan Pangeran Liu Mo Kong " Nah, kalau Liu-siocia serupa ayahnya, itu berarti bahwa ia serupa dengan kau, dan kalau ia serupa dengan kau, tak dapat tidak tentu ia cantik!"
Wajah Yang Giok memerah. Ia merasa lega karena Nyo Liong tidak mengetahui rahasianya seperti yang ia kuatirkan tadi, akan tetapi ia merasa bangga karena pujian pemuda itu langsung tertuju kepada dirinya.
"Hm, kau ini aneh-aneh saja, Liong-ko!" Hanya itu kata-katanya dan selanjutnya ia tak banyak bercakap-cakap karena hatinya masih berdebar mendengar pujian pemuda ini.
"Saudara Yang Giok, kalau kau tidur di kamar lain, harap kau berhati-hati, karena betapapun juga, pihak lawan tentu takkan tinggal diam saja. Kalau terjadi apa-apa, harap kau suka berteriak agar aku dapat mendengarnya."
Yang Giok diam-diam merasa girang karena biarpun lemah ternyata pemuda ini berhati baik dan ingin sekali menolongnya, maka ia berkata dengan sungguh-sungguh, "Liong-ko, kau sungguh baik hati. Aku akan berlaku sangat hati-hati, jangan kau khawatir."
28 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Pedang sudah berada padaku, tentu mereka itu tidak akan menduga sesuatu, akan tetapi yang aku khawatirkan adalah keselamatanmu. Kalau mereka tak bisa mendapatkan pedang itu dan karenanya marah padamu hingga mereka mencelakakan kau, aku takkan memberi ampun kepada mereka!" Kata-kata Nyo Liong bersemangat sekali hingga Yang Giok merasa makin terharu.
"Liong-ko, mengapa kau begini baik dan sangat memperhatikan keselamatanku?" tak terasa lagi ia bertanya.
Pemuda itu memandangnya tajam dan berkata dengan suara sungguh-sungguh pula.
"Saudaraku yang baik, terus terang saja, aku sangat suka kepadamu dan menganggap kau sebagai kawan terbaik. Dan pula, jangan kau lupa, mukamu serupa benar dengan
tunanganku bukan?" ia tambahkan dengan jenaka hingga lagi-lagi wajah Yang Giok
memerah, maka ia lalu pergi meninggalkan pemuda itu ke dalam kamarnya.
Malam hari itu sunyi sekali karena habis turun hujan. Hawa di luar rumah dingin dan orang-orang yang berada di dalam rumah sore-sore telah tidur nyenyak di bawah selimut. Akan tetapi dua orang di dalam kamar terpisah dalam penginapan itu tak dapat tidur.
Nyo Liong tak dapat tidur karena ia merasa kuatir akan datangnya musuh-musuh yang mengejar mereka, sedangkan Yang Giok tak dapat tidur karena memikirkan Nyo Liong.
Pemuda itu baik sekali dan ia mulai merasa suka kepadanya. Ternyata bahwa pemuda itu juga suka sekali kepadanya, walaupun ia tidak tahu bahwa pemuda yang menjadi kawannya itu sebetulnya tunangannya sendiri.
Yang Giok dapat membayangkan bahwa kalau Nyo Liong tahu akan penyamaran itu, tentu pemuda itu akan merasa makin suka. Hal ini dapat ia pastikan dan karenanya membuat hatinya berdebar girang dan malu. Akan tetapi, masih terdapat sedikit kekecewaan di dalam dadanya kalau ia memikirkan bahwa pemuda itu hanyalah seorang sasterawan yang lemah.
Tiba-tiba telinganya menangkap suara kaki menginjak genteng di atas kamarnya. Cepat ia memadamkan api lilin yang masih bernyala di kamar itu dan sambil membawa pedangnya, ia diam-diam membuka daun jendela. Dengan penuh perhatian ia mendengarkan dan tahu bahwa di atas genteng itu sedikitnya terdapat empat atau lima orang, maka hatinya berdebar keras.
Dengan tindakan perlahan ia lalu keluar dari pintu kamarnya dan menghampiri kamar Nyo Liong. Ia ketuk-ketuk pintu pemuda itu dengan perlahan, akan tetapi tak terdengar jawaban. Akhirnya ia meninggalkan pintu kamar itu dan langsung menuju ke belakang.
Setelah tiba di pekarangan belakang ia lalu melompat naik ke atas genteng dan benar saja, di atas rumah penginapan itu berdiri lima orang dengan senjata di tangan.
"Ah, baik sekali kau sudah mengetahui kedatangan kami, anak muda!" terdengar seorang di antara mereka berkata ketika melihat kedatangan Yang Giok. Ternyata yang bicara ini adalah si Kate Tan Kok yang hebat dan yang dulu pernah mencuri Thian Hong Kiam. Diam-diam Yang Giok merasa terkejut sekali, karena baru menghadapi si Kate seorang ini saja sudah sangat berat baginya, apalagi kalau si Kate ini masih dibantu oleh empat orang lain.
Akan tetapi ia tidak mau memperlihatkan kejerihannya dan berkata dengan suara lantang.
"Orang she Tan! Kau mengejar-ngejarku sampai ke sini dengan maksud apa" Kita tak
pernah bermusuhan, mengapa kau terus mendesak?"
29 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Ha, ha, ha ! Coba lihat kawan-kawan! Alangkah berani dan tabahnya anak muda ini! He, anak muda, ketahuilah, kami dari Jian-jiu-pai selamanya tidak mau bekerja kepalang tanggung. Kami telah mengambil keputusan hendak mendapatkan pedang Thian Hong Kiam dan sebelum usaha kami ini berhasil, kami takkan tinggal diam. Lekas serahkan pedang itu dan jangan banyak membantah, karena kau sudah mengetahui sendiri kehebatanku,
bukan?" Yang Giok merasa heran juga mengapa mereka ini demikian berdungguh-sungguh hendak merampas pedang pusaka kerajaan Tang itu, maka ia bertanya. "Pedang itu adalah pedang kerajaan yang tidak banyak harganya, mengapa kalian ini bangsa ya-heng jin (orang jalan malam atau maling-maling) bersusah payah hendak mendapatkannya?"
"Ha, ha, agar jangan kau merasa kecewa, biarlah kuceritakan kepadamu sebab-sebabnya.
Ada seorang Pangeran yang ingin sekali mendapatkan pedang itu dan bersedia menebus sebanyak dua puluh lima ribu tail perak jika kami bisa mendapatkan pedang itu!"
Terkejutlah Yang Giok. "Siapa Pangeran itu" Dan untuk apa ia menghendaki Thian Hong Kiam?"
Tan Kok tertawa menyeringai, "Jangan kau hendak permainkan aku, anak muda. Aku
tidaklah begitu bodoh seperti yang kau kira. Kalau kau kuberitahu nama orang itu, tentu kau sendiri akan pergi ke sana dan menerima hadiah itu, ha, ha, ha!"
"Tan-ko, perlu apa banyak cakap dengan boca ini?" seorang kawannya menegur.
"Anak muda, lihat, kawan-kawanku sudah tak sabar lagi. Lekas serahkan pedang itu kepada kami."
Yang Giok menggeleng-gelengkan kepala, "Pedang itu tidak berada ditanganku lagi."
Muka Tan Kok menjadi merah. "Jangan kau main-main anak muda. Aku sudah cukup sabar dan jangan bikin aku marah. Di mana pedang itu?"
Yang Giok mengangkat pundak dan bersiap sedia dengan pedangnya. "Kalau kalian tidak percaya, boleh kalian periksa sendiri kamarku, dan kalian juga dapat melihat bahwa pedang itu tidak kubawa."
Dengan marah sekali Tan Kok memberi tanda dan tiga orang kawannya melayang turun
memasuki kamar Yang Giok melalui jendela. Mereka mengadakan pemeriksaan dengan
teliti, akan tetapi pedang itu tak mereka temukan. Tak lama kemudian mereka melayang naik kembali untuk memberi laporan kepada Tan Kok. Dari gerakan-gerakan mereka, Yang Giok maklum bahwa kepandaian kawan-kawan Tan Kok ini benar-benar hebat hingga ia
menghela napas berat.
Bukan main marah Tan Kok. Ia lalu menanggalkan baju luar yang merupakan senjata ampuh dan berkata, "Anak muda, kalau kau tidak lekas memberitahu di mana adanya pedang itu, malam ini jangan harap kau akan dapat terlepas dari tanganku lagi. Lekas katakan, di mana adanya pedang itu?"
Akan tetapi, Yang Giok tidak menjawab dan hanya berdiri dengan memasang kuda-kuda untuk menghadapi serangan mereka. Melihat kebandelan Yang Giok, Tan Kok marah sekali.
Sambil berseru keras ia menggerakan jubahnya dan menyerang dengan hebat. Yang Giok melompat dan mengelakkan serangan itu, lalu balas menyerang dengan nekad. Akan tetapi 30
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
empat orang kawan Tan Kok tidak tinggal diam dan ikut menyerbu hingga keadaan Yang Giok berbahaya sekali.
Pada saat itu, berkelebat bayangan orang yang gerakannya gesit sekali dan tahu-tahu sebatang pedang yang berkilau menahan serangan lima orang anggauta Jian-jiu-pai itu.
Semua orang, termasuk Yang Giok, memandang dan hampir bersamaan Yang Giok dan
musuh-musuhnya berseru.
"Sasterawan Kedok Hitam"
Si Kedok Hitam itu tertawa nyaring. "Kalian ini benar-benar panjang tangan, dan kerjanya hanya mencuri saja. Akan tetapi sebelum mengulurkan tangan, lihatlah dahulu baik-baik, barang apa yang kalian hendak curi dan lebih-lebih perhatikan dulu apakah tidak ada orang yang melihatnya. Aku berada di sini, apakah kalian kutu-kutu busuk ini masih hendak berani berlaku kurang ajar?"
Tan Kok marah sekali dan menjawab, "Biarpun namamu sudah tersohor sebagai seorang gagah perkasa, akan tetapi apa kau kira kami dari Jian-jiu-pai takut kepadamu" Bagi kami kau tak lain hanyalah seorang pengecut!"
Sepasang mata yang bersembunyi di balik kedok dan mengintai melalui dua lubang itu memancarkan sinar tajam.
"Apa katamu, anjing pendek" Aku pengecut?"
"Hanya seorang pengecutlah yang tidak berani berlaku terang-terangan. Kau
menyembunyikan mukamu di balik kedok, apakah itu dapat dianggap laki-laki sejati dan jantan" Kalau kau tidak bersifat pengecut, bukalah kedokmu!"
"Ha, ha, ha! Ini hanyalah akal bulus yang licik untuk mengetahui rahasia orang. Eh, orang kate. Majulah bersama kawan-kawanmu, dan kalau aku sampai kalah, barulah kau akan dapat melihat dan mengenal siapakah aku sebenarnya."
Sementara itu, Yang Giok mendapat kesempatan ketika si Kedok Hitam berbantah dengan kawanan maling itu, untuk memperhatikan kesatria perkasa ini baik-baik. Dan ia berdebar dengan hati penuh dugaan. Biarpun suaranya agak berlainan, karena suara orang ini gagah dan keras, sedangkan suara Nyo Liong lemah lembut, akan tetapi suara ketawanya dan potongan tubuhnya benar-benar mirip dengan Nyo Liong. Nyo Liongkah orang ini" Ah, tak mungkin sekali.
Pada saat itu, kelima orang anggauta Jian-jiu-pai itu telah maju menyerbu dan segera terjadi pertempuran ramai dan seru sekali. Yang Giok sekali lagi menjadi kagum melihat permainan pedang si Kedok Hitam. Dulu ia telah menyaksikan betapa dengan tangan
kosong si Kedok Hitam dapat melayani Tan Kok dan dua orang kawannya.
Akan tetapi, kini lebih-lebih ia merasa kagum sekali melihat ilmu silat pedang yang luar biasa sekali gerakan-gerakannya. Juga Tan Kok merasa sangat gemas karena telah dua kali si Kedok Hitam ini menghalang-halangi maksudnya dan menggagalkan usahanya yang
hampir berhasil. Maka ia berlaku nekad dan menyerang dengan hebat.
Setelah bertempur tiga puluh jurus lebih, tiba-tiba si Kedok Hitam berseru keras dan panjang dan tahu-tahu semua senjata kelima orang itu telah terpental dan tangan mereka yang tadi memegang senjata telah mendapat luka dan mengucurkan darah. Mereka
berteriak-teriak kesakitan dan tanpa diberi komando lagi, kelimanya lalu melompat turun 31
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
dari atas genteng dan lari dalam gelap, diikuti suara ketawa yang nyaring dari si Kedok Hitam.
Yang Giok menghampiri penolongnya dan menjura. "lagi-lagi in-kong (tuan penolong) telah menolongku dari pada bahaya. Sungguh kau berbudi sekali dan tidak tahu bagaimanakah aku dapat membalas budi itu," kata Yang Giok.
Si Kedok Hitam tersenyum. "Tak perlu bicara tentang budi kalau hendak membalas budi, kau jagalah pedang itu baik-baik !"
Yang Giok menghela napas dan tiba-tiba ia mendapat pikiran baik.
"In-kong, inilah yang menyusahkan hatiku. Kepandaianku masih rendah sekali, mana aku dapat menjaga pedang itu dengan baik" Dan kawan seperjalananku demikian bodoh dan lemah hingga berkawan dengan dia dalam melakukan perjalanan berbahaya ini, tidak ada faedahnya sama sekali. Kalau saja kau sudi menolongku, maka perbolehkanlah aku berjalan bersama-sama denganmu, agar aku tak usah merasa kuatir lagi tentang gangguan segala penjahat itu."
Golok Halilintar 4 Kait Perpisahan Serial 7 Senjata Karya Gu Long Pendekar Kelana 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama