Ceritasilat Novel Online

Pedang Penakluk Iblis 15

Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo Bagian 15


Pemuda ini adalah Liok Kong Ji yang naik ke puncak sambil
mengangkat dada, penuh kepercayaan akan diri dan sama sekali
tidak gentar biarpun ia sudah tahu bahwa di situ akan berhadapa dengan tokoh-tokoh dunia! Di sampingnya berjalan Giok Seng Cu, kakek tua yang rambutnya panjang riap-riapan. Dengan adanya
kakek buruk rupa ini di sampingnya, Liok Kong Ji kelihatan makin tampan dan gagah saja. Di belakang dua orang ini berjalan Sin-houw Lo Bong Mo-kiam Siangkoan Bu, dan dua orang gagah lain,
yakni Kwa Seng ketua Kwa to-bu-pai yang berjuluk Twa-to (Si Golok Besar) dan yang ke dua adalah Siang-pian Giam-ong Ma Ek, ketua dari Bu-cin-pai di Keng- sin-bun.
Kalau kita ingat bahwa putera dari Siang-pian Giam-ong Ma Ek
yang bernama Ma Hoat telah dibikin gila oleh Kong Ji ketika Kong Ji melakukan perjalanan dengan Hui Lian (baca jilid terdahulu), maka dapat dibayangkan betapa lihai dan licinnya Liok Kong Ji sehingga kini ayah dari Ma Hoat dapat menjadi sekutunya. Memang tak
seorang pun tahu apa yang telah dilakukan oleh Kong Ji pada
malam hari itu di kamar suami isteri Cu terhadap diri Ma Hoat!
Memang harus dipuji ketabahan hati Kong Ji. Kalau lain orang,
melihat Ciang Le berada di situ tentu akan merasa sungkan dan
malu. Akan tetapi tidak demikian dengan pemuda ini. Sambil
tersenyum ramah ia melangkah ke tengah lapangan, menggerakgerakkan hudtimnya dengan gaya seorang pemimpin besar, lalu
berkata, 726 "Cuwi Locianpwe yang berkumpul di sini terlalu banyak sehingga sukarlah bagi siauwte untuk memberi hormat satu persatu. Oleh
karena itu, siauwte Liok Kong ji bengcu dari selatan dan timur menghaturkan hormat dari sini saja kepada semua Locianpwe yang hadir." Ta menjura ke empat penjuru, sengaja ditujukan ke arah rombongan See-thian Tok-ong, Go Ciang Le, Tai Wi Siansu lain lain tokoh besar.
"Siauwte yang muda dan bodoh telah diangkat menjadi bengcu
di selatan dan timur, dan sekarang mendengar akan diadakannya
pemilihan bengcu baru, para kawan-kawan siauwte mendesak
supaya siauwte datang di sini sebagai calon. Oleh karena itu,
dengan melupakan kebodohan sendiri, siauwte terpaksa menuruti
kehendak kawan-kawan itu."
Ketika bicara Kong Ji sengaja menghadap ke arah rombongan
Ciang Le berada. Dia melihat Bi Lan berbisik kepada suaminya
seakan-akan menanyakan sesuatu dan dilihatnya Ciang Le
menjawabi isterinya sambil meraba pinggang kiri sendiri. Diam-diam Kong Ji kagum sekali. Melihat gerakan Ciang Le ini otaknya yang cerdik dapat menduga bahwa tadi Liang Bi Lan tentu membicarakan dia dan bertanya kepada suaminya dimana pedang Pak-kek Sinkiam yang dulu dibawa oleh Kong Ji. Di jawab oleh Ciang Le dengan rabaan tangan ke pinggang kiri bahwa pedang itu disembunyikan di balik jubah. Tentu saja Kong Ji amat kagum dan terkejut akan
kelihaian dan ketajaman mata Ciang Le. Memang betul pedang Pak-kek Sin-kiam ia sembunyikan di balik jubahnya tergantung di
pinggang kiri. Bagaimana Ciang Le bisa tahu" Akan tetapi Kong Ji tidak kehilangan akal. Ta takut kalau-kalau Hwa T Enghiong Go
Ciang Le nanti akan membuka rahasia tentang pedang itu dan akan menuduhnya menuri pedang, maka ia hendak mendahuluinya.
Sambil terseyum ia melanjutkan kata- katanya.
"Cuwi Locianpwe, sudah kukatakan tadi bahwa siauwte adalah
seorang muda yang bodoh dan tentu saja tidak terkenal seperti
Cuwi Locianpwe yang sudah menduduki tingkat tertinggi di dunia kang-ouw. Oleh karena itu, bukan melupakan kesombongan apabila siauwte memperkenalkan diri. Siauwte Liok Kong Jl tidak
mempunyai guru yang sah, akan tetapi siauwte pernah digembleng oleh tokoh-tokoh seperti Suhu Liang Gi Tojin dari Hoa-san, Suhu 727
Giok Seng Cu, Suhu See-thian Tok-ong, dan Suhu Hwa I Enghiong.
Selain itu siauwte juga beruntung sekali menjadi ahli waris dari Bu Kek Siansu di puncak Luliang-san. Buktinya inilah!" Kong Ji
menggerakkan tangannya, cepat bukan main seperti orang bermain sulap saja dan tahu-tahu sebatang pedang yang gemerlapan saking tajamnya telah berada di tangannya.
"Pedang ini adalah Pak-kek Sin-kiam peninggalan dari Sucouw
Pak Kek Siansu dan siapa yang memiliki pedang berarti akan
menjagoi dunia kang-ou. Pedang ini memang secara kebetulan jatuh di tanganku, setelah terjadi perebutan yang ramai yang tak perlu diceritakan di sini. Pokoknya siauwte yang berjodoh memiliki Pedang Pak-kek sin-kiam dari Pak Kek Siansu."
Baru saja kalimatnya habis diucapkan, berkelebat bayangan yang amat cepat dan tahu-tahu seorang nyonya cantik sudah berdiri di hadapannya. Nyonya ini adalah Liang Bi Lan atau Nyonya Ciang Le yang dijuluki orang Sian-I Eng-cu (Bayangan Bidadari).
Kepandaiannya yang tinggi sekali dan ginkangnya telah mencapai tingkat yang jarang ada yang dapat menandinginya, maka
gerakannya tadi pun hanya sekelebatan saja dan hanya mata orang-orang pandai saja dapat mengikuti gerakannya dengan seksama.
"Orang she Liok" katanya dengan suara halus menekan
kemarahan dan kebenciannya, "semua omonganmu itu tak perlu
bagiku karena aku sudah cukup kenal akan watak palsumu.
Sekarang hayo lekas katakan di mana adanya Hui Lian anakku!"
Ciang Le agak menyesal mengapa isterinya tidak dapat bersabar
menanti, akan tetapi ia pun maklum akan apa yang terasa di hati isterinya. Hui Lian sudah pergi dari rumah bersama Liok Kong Ji dan sudah kurang lebih satu tahun setengah puteri mereka pergi tanpa ada beritanya. Dia sendiri amat khawatir, apalagi setelah kini melihat Kong Ji muncul tanpa disertai oleh Hui Lian kalau dia saja sudah amat khawatir, apa lagi isterinya.
Liok Kong Ji yang ditanya oleh subonya dan yang tahu bahwa
subonya amat marah kepadanya, hanya tersenyum. Sikapnya
senang-tenang saja dan tidak mau memberi hormat. Ta adalah
seorang bengcu yang akan dipilih tak perlu merendahkan diri. Ta 728
hanya membungkukkan pinggangnya ke arah Bi Lan sambil
menjawab. "Toanio, tentang Nona Go Hui Lian siauwte tidak tahu di mana
adanya. Akan tetapi seorang di antara sahabat- sahabat siauwte yang amat banyak jumlahnya mengetahui. Oleh karena itu, apabila persoalan memilih bengcu ini sudah beres, siauwte sebagai bengcu baru menanggung sepenuhnya bahwa Toanio pasti akan dapat
bertemu dengan Nona Hui Lian."
Bukan main mendongkolnya hati Bi Lan mendengar jawaban ini.
Benar-benar kurang ajar sekali bocah ini pikirnya. Tidak saja
menyebutnya "toanio" seakan-akan tidak mengakui sebagai subo
(iste guru) lagi, akan tetapi juga sengaja menolak secara halus untuk memberi tahu di mana adanya Hui Lian dan menuntut
melakukannya pemilihan bengcu lebih dulu. Sebagai seorang yang sudah banyak melakukan perantauan di waktu mudanya dan tahu
betul akan tipu muslihat para penjahat besar di dunia kang- ouw. Bi Lan sudah mengerti bahwa keterangan tentang dimana adanya Hui
Lian, akan dijadikan taruhan oleh Kong Ji, akan dijadikan bahan untuk memeras dan memaksanya memilih pemuda ini sebagai
bengcu! Kalau menurutkan nafsu hatinya, ingin ia menyerang dan memaksa Kong Ji mengaku sekarang juga di mana adanya Hui Lian.
Akan tetapi sebelum ia lakukan sesuatu, ia mendengar suara
suaminya. "Mundurlah, isteriku. Biar lihat apa yang ia lakukan selanjutnya.
Mudah menurunkan tangan apabila ternyata dia mengganggu anak
kita." Kata Ciang Le ini terdengar seperti bisikan di dekat telinga Bi Lan, akan tetapi tidak terdengar oleh siapapun juga, karena Ciang Le telah mempergunakan ilmu mengirim suara dari jauh yang amat
tinggi tingkatnya sehingga suara yang ia kirim itu hanya dapat
"diterima" oleh telinga orang yang harus menerimanya, Bi Lan
mendengar ini bahwa kelakukannya kurang patut. Saat itu adalah saat pertemuan orang-orang gagah sedunia dan saat dilakukan
pemilihan bengcu, sebuah hal yang amat pelik dan penting.
Memperlihatkan perhatian sepenuhnya hanya untuk urusan pribadi, benar-benar bukan pada tempatnya dan tidak pada saatnya yang
729 tepat. Maka sambil menahan amarah ia menggerakkan kaki dan
berkelebatlah bayangannya dengan cepat sehingga di lain saat ia telah berdiri di sebelah suaminya lagi.
Banyak orang menahan napas menyaksikan kelihaian nyonya ini,
akan tetapi yang paling kaget adalah Kong Ji. Bukan kaget melihat ginkang luar biasa dari subonya, karena ia memang sudah tahu
akan kehebatan ilmu meringankan tubuh dari Liang Bi Lan. Yang
membuat ia kaget adalah pengiriman suara dari Ciang Le. Karena ia berdiri di depan Bi Lan dan ia pun sudah memiliki pendengaran yang lebih tajam daripada ahli-ahli silat lain, ia dapat mendengar bisikan halus itu dan hatinya terguncang. Dahulu belum pernah gurunya ini memperlihatkan ilmu lweekang yang demikian tinggi, dan sekarang ia harus akui bahwa Hwa I Enghiong Go Ciang Le benar-benar
seorang yang kosen dan akan merupakan lawan yang sukar
dikalahkan! Pada saat itu, tiba tiba-tiba terdengar pekik yang tinggi dan
nyaring. Pekik ini amat nyaring dan menyakitkan anak telinga
hingga banyak orang yang lweekangnya kurang tinggi, segera
mengangkat dua tangan menutupi telinganya. Didengar sepintas
lalu oleh mereka yang tidak kuat mendengar terus, terdengar
seperti suara semacam burung yang aneh yang menyambar dari
atas ke bawah, kadang- kadang terdengar di sebelah selatan, tiba-tiba berpindah- pindah ke jurusan lain. Akan tetapi bagi para tokoh yang bertenaga lweekang cukup kuat untuk menerima serangan
getaran suara tinggi ini, dapat mereka dengar jelas bahwa inilah pekik seorang wanita yang mempunyai Iweekang dan khikang tinggi sekali!
Tai Wi Siansu, ciangbunjin dari Kun-lun-pai yang sudah amat tua itu nampak terkejut dan terheran-heran sampai bangun berdiri dan berkata,
"Thian Yang Maha Kuasa! Apakah Pat-jiu Nio-nio sudah bangkit
kembali dari kuburnya?"
Tokoh yang sudah tua dan yang hadir di saat itu semua sudah
mengenal atau pernah mendengar nama Pat-jiu Nio- nio seorang
wanita aneh yang mempunyai semacam istana yang indah dan luas
di sebuah puncak Pegunungan Go-bi-san. Di sana Pat-jiu Nio-nio 730
mempunyai semacam perkumpulan yang terdiri dari wanita semua,
dan yang diberi nama Perkumpulan Hui-eng-pai (Perkumpulan Elang Terbang). Memang pekik mengerikan di adalah tanda dari Pat-jiu Nio-nio. Akan tetapi nenek tua ini sudah meninggal dunia dan
kabarnya perkumpulannya pun otomatis bubar. Bagaimana
sekarang tiba-tiba saja muncul pekik yang menyeramkan ini" Siapa lagi kalau bukan Pat-jiu Nio-nio yang dapat mengeluarkan pekik seperti itu" Tidak ada seorang pun yang berada di situ, juga Liang Bi Lan tidak ada yang mampu mengeluarkan pekik seperti tadi.
Pekik ini khusus dipelajari dan tanpa latihan, tak mungkin orang dapat mengeluarkan pekik yang bunyinya seperti teriakan garuda betina, akan tetapi jauh lebih nyaring dan tinggi ini.
Semua orang menoleh ke arah bawah puncak dan tak lama
kemudian terjawablah semua pertanyaan di dalam hati. Muncullah wanita yang mengeluarkan pekik tadi dan semua orang menahan
napas. Yang datang adalah serombongan orang wanita-wanita
muda atau gadis-gadis cantik jelita yang pakaiannya semua sama.
Baju putih disulam burung elang di bagian dada, sedangkan pakaian sebelah bawah berwarna hijau daun. Rombongan ini terdiri dan
empat puluh empat orang, dipimpin oleh seorang gadis berusia
paling banyak dua puluh tahun yang wajahnya cantik seperti
bidadari. Kalau semua orang memandang dengan kagum dan tertarik,
adalah Kong Ji yang tiba-tiba menjadi pucat. Akan tetapi ia dapat menekan perasaannya dan dengan tenaga lweekangnya ia
menormalkan kembali jalan darahnya sehingga mukanya kembali
kemerahan, kemudian mengambil sikap seakan-akan ia tidak
perduli. Akan tetapi, tiba-tiba gadis yang paling depan dan yang
rambutnya terdapat hiasan mutiara dironce berbentuk buru elang, tanda satu-satunya yang tidak pada rambut lain wanita yang berada dalam rombongan itu, memandang kepadanya dan berserulah gadis
itu nyaring. "Jahanam Wan Sin Hong, mampuslah kau sekarang!" Baru saja
ucapan ini dikeluarkan, tubuh gadis itu sudah melesat di udara dan turun kembali menyambar ke arah Kong Ji. Sinar hijau berkelebat 731
dan cepat Kong Ji mengelak ketika sebatang pedang yang bersinar kehijauan menyambar lehernya. Hebat sekali serangan gadis ini, benar-benar seperti seekor burung elang betina yang marah
menyambar korbannya.
"Eh, nanti dulu, Nona! Aku bukan Wan Sin Hong!" teriak Kong Ji sambil melompat jauh ke belakang. Akan tetapi gadis itu tidak mau mendengar omonganya, dan kembali menyerang dengan gerakan
laksana burung terbang menyambar. Terpaksa Kong Ji mencabut
Pak Kek Sin-kiam yang tadi sudah disimpannya untuk menangkis.
Terdengar suara nyaring dan bunga api berpijar ketika dua batang pedang bertemu. Bukan main kagumnya Ciang Le dan Bi Lan ketika melihat bahwa pedang hijau itu tidak apa-apa! Jarang sekali di dunia ini ada pedang yang dapat menangkis Pak-kek Sin-kiam tanpa rusak.
"Nona, kau salah lihat! Aku bukan Wan Sin Hong dan sikapmu ini berarti bahwa kau tidak menaruh hormat kepada semua orang
gagah di dunia yang pada saat ini berkumpul di sini!" kata pula Kong Ji dengan bentakan suara keras. Ta sama sekali tidak takut kepada gadis ini, akan tetapi pada saat itu ia sedang mencari kawan bukan memandang lawan. Ta mencari kawan untuk merebut
kedudukan bengcu.
Gadis itu nampak ragu-ragu agaknya baru ia memperhatikan
bahwa di situ terdapat banyak sekali orang. menyapu ke kanan kini dengan matanya yang tajam dan indah, kemudian menatap wajah
Kong Ji lagi. "Betulkah kau bukan Wan Sin Hong?" bentaknya mengancam.
"Di sini berkumpul banyak Locianpwe dan semua partai. Kalau
kau masih belum percaya, kau boleh tanya kepada mereka." jawab Kong Ji menentang.
Gadis itu menoleh ke belakang, arah kawan-kawannya yang
berjumlah empat puluh orang gadis cantik itu, lalu memanggil.
"Cun Eng, ke sini kau!"
Seorang gadis cantik melompat luar dari dalam barisan itu,
gerakannya juga cekatan dan Tincah sekali tanda bahwa ia pun
732 memiliki kepandaian lumayan! Sayangnya biarpun wajahnya cantik namun nampak muram dan pucat seperti orang kurang tidur atau
orang yang sedih. Setelah tiba di depan nona nemanggilnya, ia
menjatuhkan berlutut di depan pemimpinnya itu.
"Cun Eng, kaulihat baik-baik. Inikah Si Jahat Wan Sin Hong itu?"
"Bagaimana saya dapat memastikan, Niocu" Ia mengaku
bernama Wan Sin Hong .." jawab gadis yang berlutut itu dengan
suara lemah, nampaknya takut-takut.
"Akan tetapi, ini atau bukan orangnya" Jawablah yang tegas,
jawabmu mati hidupnya orang ini!" kata pula gadis itu.
Gadis yang berlutut mengangkat muka memandang wajah Kong
Ji dengan tajam melalui air matanya yang hendak menitik turun, dan nampak ragu-ragu melihat Kong Ji berdiri dengan sikap agung seperti seorang pemimpin besar. Kemudian ia menundukkan
mukanya, menggeleng- geleng kepala, kemudian mengangkat muka
memandang lagi sampai lama. Akhirnya is berkata,
"Niocu, sungguh mata saya tidak dapat memastikan dengan
yakin. Malam itu gelap, saya tak dapat melihat wajahnya. Hanya saja, kalau melihat bentuk wajahnya yang nampak di dalam gelap, melihat bentuk tubuh dan mendengar suaranya, mirip benar dengan dia ini. Akan tetapi kalau namanya bukan Wan Sin Hong... ah,
bagaimana saya dapat memastikan, Niocu" Saya tidak mau
menjatuhkan dosa kepada orang lain." Kemudian gadis itu
menangis. Pemimpinnya nampak marah. "Mundur kau!" kakinya diangkat
sedikit dan tubuh gadis yang berlutut itu terlempar ke dalam
barisannya dan jatuhnya berdiri tempatnya tadi. Kini ia berdiri tegak dengan sikap menghormat, biarpun air matanya masih berlinang
dan mengalir turun di sepanjang pipinya yang pucat, namun tak
sedikit pun suara tangisan keluar dari mulutnya.
Gadis yang berpedang hijau itu lalu memandang ke kanan kiri,
akhirnya menjatuhkan pandang matanya kepada Gak Soan Li yang
berdiri tegak di dekat Liang Bi Lan dan semenjak kedatangannya lebih banyak menundukkan muka daripada ikut bicara atau
733 memandang ke mana-mana. Sekali menggerak kaki, gadis itu telah berhadapan dengan Soan Li.
"Eh, sahabat yang cantik dan gagah, tolong kau yang beri tahu
kepadaku, siapakah orang yang pedangnya bagus itu" Apakah dia
bukan Wan Sin Hong"'" tanyanya dan kini air muka yang tadinya
nampak keren dan galak itu sekaligus berubah menjadi ramah
tamah dan manis bukan main.
Mendengar ada orang bicara dengan dia, Gak Soan Li
mengangkat mukanya dan memandang tajam. Gadis berpedang
hijau itu sampai kaget melihat sinar mata Soan Li yang tajam
menyambar begaikan kilat!
"Aku bertanya dan bermaksud
baik, jangan kau marah," katanya.
Begitu ditanya oleh gadis
berpedang hijau itu apakah
pemuda yang memegang hudtim
(kebutan pendeta) itu bukan Wan
Sin Hong, Soan Li menjawab.
"Dia bukan Wan Sin Hong."
Akan tetapi, biarpun mulutnya
berkata demikian, matanya
memandang ke arah Liok Kong Ji
dengan terbelalak lebar dan tibatiba mukanya menjadi pucat sekali,
hidungnya kembang-kempis
bibirnya bergerak-gerak tanpa
meluarkan suara apa apa.
Sernentara itu, semenjak tadi Liok Kong Ji memandang kepada
gadis berpedang hijau itu dengan sinar mata tertarik kagum sekali.
Tadi ia berdiri dengan wajah tak berubah ketika gadis itu bertanya kepada Soan Li, hal yang sama sekali tak pernah diduganya atau diduga oleh orang lain.
Apa yang menyebabkan gadis itu bertatiya kepada Soan Li,
benar-benar merupakan hal yang mengejutkan dan tidak ada yang
734 mengerti. Lebih-lebih Kong Ji, biarpun wajahnya tidak
memperlihatkan perubahan apa-apa, namun isi hatinya hanya dia
sendiri yang tahu!
Setelah mendengar jawaban yang memastikan dari Soan Li
bahwa dia bukan Wan Sin Hong yang dicari-cari oleh gadis
berpedang hijau yang agaknya amat benci dan hendak membunuh
Sin Hong, Kong ji tersenyum. Seperti biasa senyumnya
membayangkan ketinggian hatinya dan mengandung ejekan. Sekali
menggerakkan kedua kakinya, ia telah melompat ke dekat gadis
berpedang hijau yang lihai itu, lalu menjuralah Kong Ji dengan sikap manis dan menghormat.
"Nona yang gagah perkasa, sudah kukatakan tadi bahwa aku
bukan Wan Sin Hong. Banyak sekali orang mencari Wan Sin Hong,
bahkan aku sendiri kalau bertemu dengan dia, masih ada beberapa hutangnya yang harus dibayar sehingga sebuah kepalanya masih
belum lunas untuk membayar hutangnya. Jangan kau khawatir,
Nona, kalau aku bertemu dengan bangsat itu, pasti sebelum
memenggal kepalanya dia lebih dulu akan kuseret dan kuhadapkan kepadamu, asal saja kau sudi memberi tahu ke mana aku dapat
mencarimu. Perkenalkan, Nona, aku adalah Liok Kong Ji, bengcu
baru dari timur dan selatan, dan calon bengcu dalam pemilihan
sekarang ini. Sebaliknya siapakah kau ini, Nona, dan dari partai apa?"
Gak Soan Li yang berdiri tidak jauh dari situ, mendengar nama
Liok Kong Ji, mukanya menjadi makin pucat dan menatap wajah
pemuda itu bagaikan orang melihat setan. Ia menahan jerit dan
tangan kanannya menekan dan kemudian ia kelihatan terhuyunghuyung dan pasti roboh kalau saja Liang Bi Lan tidak cepat-cepat memeluknya. Ketika Bi Lan melihat bahwa muridnya itu ternyata
telah pingsan ia lalu cepat mengangkatnya ke pinggir dan
merebahkannya di atas lantai di bawah pohon.
Cam-kauw Sin-kai cepat menghampiri, berlutut dan memegang
urat nadi Soan Li. Selama ini memang Soan Li dirawat oleh Camkauw Sin-kai yang ingin sekali memulihkan ingatan gadis itu dan ingin sekali membongkar rahasia yang membuat gadis yang
bernasib malang ini kehilangan ingatannya. Cam-kauw Sin-kai
735 maklum bahwa gadis ini terkena racun yang hebat sekali dan yang sebegitu lama belum dapat ia obati. Sampai sebegitu jauh, Soan Li baru dapat ingat bahwa ia adalah murid Hwa I Enghiong Go CiangLe dan bahwa ia telah dihina oleh seseorang yang bernama Wan Sin Hong dan ditolong oleh seorang yang ia panggil Gong Lam-ko dan yang ia cinta sepenuh hati. Akan tetapi ia tidak dapat menceritakan apa yang telah terjadi dengan dirinya, tidak dapat mengatakan pula siapakah itu Wan Sin Hong dan yang mana pula yang ia panggil
Gong Lam-ko. Sekarang yang ia kenal hanyalah Cian Le sebagai
suhunya, Bi Lan sebagai subonya, Cam-kauw Sin-kai yang ia panggil locianpwe dan Lie Bu Tek yang ia sebut lo- enghiong. Yang lain-lain ia telah lupa semua.
Sekarang ketika melihat betapa Soan Li roboh pingsan, Camkauw Sin-kai cepat-cepat menolongnya dan setelah gadis itu siuman kembali, Cam-kauw Sin-kai cepat-cepat berbisik.
"Soan Li, siapakah laki-laki itu" Ingatkah kau akan dia dan apa yang telah ia perbuat terhadap dirimu maka kau sampai pingsan
melihat dia?" Memang semenjak merawat Soan Li pengemis sakti ini menganggap Soan Li sebagai murid atau orang sendiri sehingga ia menyebut nama gadis itu demikian saja. Kakek ini memang sudah
dapat menyelami bahwa dalam keadaan Soan Li ini terselip rahasia yang besar dan hebat, maka setiap gerakan gadis ini tentu amat ia perhatikan.
Akan tetapi Soan Li yang ditanya hanya menggeleng-geleng
kepalanya dan kini ia telah duduk di atas rumpus, tangan kirinya mengurut-urut kening seperti orang pusing dan sepasang matanya yang suram itu ditujukan ke arah Kong ji berdiri.
"Kau kenal dia" Pernah kau melihat dia?" Cam-kauw Sin-kai
terus berbisik dalam usahanya mengembalikan ingatan gadis itu.


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tentu saja Cam-kauw Sin-kai sudah mendengar dari Ciang Le
tentang sepak terjang Liok Kong Ji yang melarikan diri sambil
membawa pedang Pak-kek Sin-kiam, juga membawa Iari bersama
puteri Hwa I Enghiong, kemudian mengalahkan Soan Li yang
mencoba mengejarnya.
Soan Li mengerutkan kening dan sepasang alisnya bertemu.
736 "Aku pernah melihatnya..." katanya dalam bisikan pula, matanya tak pernah berkedip memandang ke arah Kong Ji.
"Kau tadi sudah mendengar namanya Liok Kong Ji. Kenalkah kau
padanya?" "Aku... aku pernah mendengar nama itu... lupa lagi entah di
mana...." "Coba kaulihat balk-balk, apakah wajahnya menimbulkan kesan
baik atau buruk padamu?"
"Buruk... dia menimbulkan muak dan aku... entah mengapa aku
benci dan tidak suka kepadanya."
"Dan nama itu, Liok Kong Ji, bagaimana terdengar olehmu"
Apakah juga mendatangkan perasaan tak enak?"
"Nama itu pun memuakkan, menimbulkan benci...!" kata
Soan Li dan nampaknya gadis ini bingung sendiri mengapa ia bisa membenci wajah dan nama orang itu. Cam-kauw Sin- kai tidak mau mendesak terus karena sebagai seorang tabib ia maklum bahwa
pengembalian ingatan gadis ini harus secara sewajarnya dan
dengan perlahan, kecuali kalau memang ada obat yang tepat untuk menghantam racun yang sudah mengotori kepala gadis itu.
Sementara itu, gadis berpedang hijau ketika mendengar
omongan Liok Kong Ji sama sekali sikapnya tidak mengacuhkan dan tidak sudi melayani. Ia hanya menyapu wajah pemuda itu dengan
kerling matanya, kemudian berkata.
"Hemm... di sini orang mau mengadakan pemilihan bengcu"
Menarik sekali! Hendak kulihat, orang macam apa yang nanti terpillh menjadi bengcu!" Setelah berkata demikian, ia menyapu wajah
semua orang yang hadir di situ dengan wajah penuh perhatian.
Pandang matanya tajam kini dapat melihat bahwa sesungguhnya
tempat itu penuh oleh orang-orang yang kelihatannya pandai, maka wajahnya menjadi berseri, agaknya tertarik sekali.
Tai Wi Siansu, ketua Kun-lun-pai, adalah seorang yang dahulunya menjadi sahabat baik dari Pat-jiu Nio-nio, maka kini melihat bahwa di situ terdapat serombongan orang- orang Hui-eng-pai yang
737 disangkanya sudah bubar semenjak nenek sakti itu meninggal,
menjadi gembira dan tertarik. Dengan lambaian lengannya, iato
melompat menghadapi nona pedang hijau itu dan berkata ramah.
"Nona, kau siapakah" Pinto lihat memimpin pasukan Hui-eng pai.
Apa hubunganmu dengan mendiang Pat-jiu Nio- nio?"
Nona itu menengok dan matanya yang lihai itu mengerling tajam, bulu matanya yang panjang melengkung itu mencoba untuk
menyembunyikan matanya yang bagus itu. Sikapnya dingin sekali, seakan-akan ia memandang rendah kepada semua tokoh yang
berada di situ. Sikap ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang
nona berilmu tinggi yang tak pernah terjun ke dunia kang-ouw
sehingga tidak mengenal dan dikenal orang, dan bagaikan seekor anak lembu yang baru pertama kali memasuki rimba raya, tidak
takut bertemu dengan singa, serigala, maupun harimau! Gadis itu memperhatikan Tai Wi Siansu dan melihat seorang kakek yang
usianya sudah delapan puluh tahun lebih, bertubuh tinggi kurus, sudah putih rambutnya dan sikapnya amat lemah lembut dan
ramah, ia lalu tersenyum manis. Bukan main manisnya senyum ini sehingga Tai Wi Siansu sendiri menjadi kagum. Setelah tersenyum, benar-benar gadis di depannya ini amat cantik jelita. Tadi tidak begitu kentara kecantikannya oleh karena sikapnya yang dingin dan mukanya yang keras. Setelah tersenyum dan nampak sifat
kewanitaannya. Dia benar-benar seorang yang manis.
"Orang tua namaku Siok Li Hwa. Kau ini orang tua yang
mengenal nama Nio-nio, siapakah kau?"
Tai Wi Siansu tertawa sambil mengelus-elus jenggotnya. Diamdiam ia kagum dan juga heran sekali karena gadis ini, terbayanglah di depan matanya Pat-jiu Nio-nio ketika masih muda. Biarpun tidak secantik gadis ini, akan tetapi sikap mereka ini benar-benar sama.
Dahulu, Pat jiu Nio-nio juga begini sikapnya, dingin, sederhana, jujur, tegas, tidak mengenal takut di samping kepandaiannya yang amat lihai.
"Nona, sayang Pat-jiu Nio-nio sudah tidak ada lagi. Kalau dia
masih ada tentu dia dapat bercerita banyak tentang pinto
kepadamu." Sejenak kakek berhenti dan matanya memandang ke
738 atas seolah-olah ia hendak membayangkan kembali masa dahulu.
"Pinto adalah Tai Wi Siansu."
Siok Li Hwa nampak kaget dan cepat gadis ini menoleh ke arah
rombongannya dan kedua tangannya diangkat ke atas dan jari-jari tangan itu menari-nari. Seorang gadis yang berada di depan
rombongan juga mengangkat tangan ke atas dengan jari-jari yang mungil dan runcing itu menari-nari seperti ular-ular kecil! Hanya sebentar pertunjukan aneh itu karena Siok Li Hwa sudah
membalikkan tubuh lagi menghadapi Tai Wi Sian sambil berkata,
"Ah, kiranya Tai WI Siansu dari Kun- lun-pai" Nio-nio dahulu
pernah bilang bahwa Tai Wi Siansu dari Kun-lun pai adalah seorang gagah. Aku senang sekali bertemu dengan Siansu di sini. Melihat Siansu berada di sini, tentu kakek- kakek yang lain di sana itu pun bukan orang-orang sembarangan!"
Tai Wi Siansu tertawa. "Mereka itu bukan orang-orang asing bagi Pat-jiu Nio-nio. "Lihat, mereka itu adalah Ketua Thian-san-pai yang bernama Leng Hoat Taisu," katanya sambil menunjuk kepada
seorang kakek kecil bongkok bermuka merah dengan kepala botak
dan tidak berkumis. Orang itu mengangkat tongkatnya yang hitam ke arah Siok Li Hwa sambil berkata gembira.
"Nona Garuda, Pat-jiu Nio-nio pernah dua kali bertemu dengan
pinto!" Siok LI Hwa tertawa dan merasa suka melihat kakek yang lucu
itu. "Yang itu adalah Bu Kek Siansu, Ketua Bu-tong-pai. Yang di sana itu, dia adalah Cam-kauw Sin-kai, yang terkenal di dunia kang-ouw.
Adapun yang gagah perkasa itu, dialah Pendekar Budiman yang
terkenal dengan sebutan Hwa l Enghiong bernama Go Ciang Le
bersama isterinya Sian-Li Engcu Liang Bi Lan. Dan itu," ia menuding ke arah rombongan See-thian Tok-ong, "dia adalah See-thian Tok-ong bersama isterinya dan puteranya. Mereka ini pun merupakan
orang-orang terkemuka dalam dunia silatan. Hanya mereka itulah yang patut kau kenal di antara semua yang hadir."
739 "Hanya itu'" tanya Siok Li Hwa, sinar matanya menyapu orangorang lain yang banyak hadir di situ. "Mengapa begitu banyak
orang'" "Yang lain-lain adalah pengikut- pengikut dan orang- orang
biasa," kata Ketua Kun-lun-pai. "Kami semua berkumpul di sini
untuk mengadakan pemilihan seorang bengcu baru. Orang-orang
gagah di dunia kang-ouw perlu sekali dengan seorang bengcu baru yang bijaksana, yang akan memimpin semua partai sehingga tidak timbul perpecahan."
"Bagus sekali, alangkah ramainya nanti. Biar aku menonton dan
ingin orang macam apa yang akan terpilih, kata gadis ini dengan sikap seakan-akan orang menghadapi sebuah permainan anak-anak.
"Nona, kau dari Go-bi-san datang bersama pasukan hui- eng-pai.
Sudah sepatutnya kalau kau pun mengajukan usul ikut pula
memilih." Siok Li Hwa menggeleng kepalanya. "Tidak perlu dengan segala
bengcu! Aku datang bukan untuk urusan pemilihan bengcu,
melainkan untuk mencari seorang penjahat bernama Wan Sin
Hong." Seteiah berkata demikian, gadis ini melompat ke dalam
rombongannya sendiri yang mengambil tempat di bagian terpisah.
Di situ ia dan rombongannya berdiri sebagai penonton, akan tetapi mereka semua memasang mata tajam untuk mencari-cari orang
yang mereka kejar-kejar sejak beberapa bulan yang lalu.
Mengapa rombongan Hui-eng-pai ini mengejar-ngejar Wan Sin
Hong" Seperti telah dituturkan tadi, Siok Li Hwa menyerang Kong Ji karena mengira pemuda ini Wan Sin Hong, atau setidaknya seorang di antara anggauta rombongannya yang mengira demikian. Siok Li Hwa sendiri belum pernah bertemu dengan penjahat yang bernama
Wan Sin Hong itu. Kurang lebih dua bulan yang lalu, seorang di antara anak buahnya yang bernama Cun Eng dan yang tadi telah
ditanyainya tentang Kong Ji, pada suatu malam telah disergap dan diganggu oleh seorang pemuda yang kemudian mengaku bernama
Wan Sin Hong. Pemuda ini lalu menghilang di dalam gelap malam, Cun Eng
sambil menangis melaporkan hal ini kepada Hui eng Niocu (Nona
740 Garuda Terbang), yakni nama julukan dan Siok Li Hwa. Siok Li Hwa marah bukan main dan sambil membawa empat puluh orang kawan,
ia memimpin pasukan ini melakukan pengejaran.
-oo0mch-dewi0ooJilid XXVII PENJAHAT itu hanya merupakan bayangan yang bergerak cepat
sekali dan di dalam gelap, Cun Eng tidak dapat mengenal betul
wajah orang yang menyerang dan mengganggunya, maka amatlah
sukar penjahat itu ditangkap. Yang menjadi pegangan para
pengejarnya hanyalah nama penjahat itu. Dan anehnya, setiap kali tiba di suatu dusun atau kota, mereka mendengar nama ini yang
seakan-akan sengaja ditinggalkan oleh penjahat itu untuk memberi tahu mereka akan jejaknya. Demikianlah akhirnya Siok Hwa
mengejar sampai di Ngo-heng-san dan di situ kehilangan jejak
penjahat yang dikejar-kejarnya.
Siapakah sebenarnya Siok Li Hwa" Sepuluh tahun yang lalu,
ketika Pat-Jiu Nio-nio meninggal dunia karena usia tua,
perkumpulannya, yakni Hui-eng pai yang mempunyai seratus orang lebih anggauta terdiri wanita semua, terpaksa bubar. Tak seorang pun yang sanggup menggantikan kedudukan Pat-Jiu Nio-nio karena semua mengerti bahwa untuk memimpin perkumpulan ini, orang itu harus memiliki kepandaian yang amat tinggi. Sedangkan Pat-Jiu Nio nio tidak mempunyai murid langsung. Semua anggautanya memang
diberi pelajaran ilmu silat, akan tetapi mereka ini tidak mewarisi semua ilmunya dan biarpun untuk anggapan umum semua
anggauta Hui-eng pai rata-rata memiliki kepandaian tinggi, kalau dibandingkan dengan kepandaian Pat-Jiu Nio-nio, masih amat jauh, belum ada persepuluhnya. Inilah yang membuat semua anggauta
ragu-ragu dan akhirnya perkumpulan itu dibubarkan. Gedung indah tempat tinggal Pat jiu Nio-nio di puncak tersembunyi di
Gunung Go-bi-san menjadi sunyi dan dijadikan sebagai kuil di
mana tinggal lima orang bekas anggauta Hui-eng pai yang
mengambil keputusan untuk menjadi pertapa atau pendeta wanita
di tempat itu! 741 Yang lain-lain lalu bubaran mengambil jalan hidup masing-masing setelah menerima bagian dari harta peninggalan ketua mereka.
Di antara para anggauta ini, terdapat seorang gadis cilik berusia kurang lebih sembilan tahun, Gadis ini adalah Siok Li Hwa, seorang gadis yatim piatu yang ditolong dari bahaya kelaparan di daerah selatan yang kering oleh Pat jiu Nio-nio empat tahun yang lalu.
Gadis cilik ini amat cantik manis menimbulkan rasa suka pada Pat jiu Nio-nio, maka gadis ini dijadikan pelayan pribadinya. Makin lama Pat-itu Nio-nio makin suka kepada gadis cilik ini, sehigga di waktu malam Ketua Hui-eng pang yang tidak mempunyai keluarga ini lalu memberi pelajaran ilmu membaca dan menulis kepada Siok Li Hwa.
Bahkan ia pun mulai memberi pelajaran ilmu silat dasar seperti yang ia ajarkan pada semua anggauta Hui eng-pang.
Tentu saja ia tidak langsung mengajari sendiri, hanya menyuruh seorang anggautanya yang sudah pandai. Akan tetapi tentang
pelajaran ilmu surat dia sendiri yang mengajar.
Siok Li Hwa merasa senang sekali tinggal di situ dan gadis ini ternyata berotak tajam. Tidak saja huruf-huruf yang sukar itu
dilalapnya dengan mudah juga semua pelajaran ilmu silat dapat
dipahami dalam waktu singkat. Melihat kecerdikannya, Pat-jiu Nio-nio semakin sayang kepadanya. Mulailah memberi pelajaran ilmu
silat sendiri pada gadis cilik ini, yaitu pelajaran teori ilmu silat yang mengandung sari pelajaran ilmu silat tinggi. Juga ia menceritakan tentang tata usaha dan peraturan dari perkumpulan Hui-eng-pai
yang istimewa. karena terdiri dari wanita semua.
"Kaum wanita terlalu dihina dan direndahkan oleh kaum pria, Li Hwa." Pernah Pat-pu Nio-nio berkata, "'lihat betapa banyaknya
wanita dianggap sebagai hewan peliharaan dan dianggap rendah
serta tiada berguna. Orang-orang itu bangga kalau mempunyai anak laki-laki, sebaliknya kecewa kalau mempunyai anak perempuan.
Banyak sekali suami yang mengambil isteri berikut bini muda pula sampai beberapa orang jumlahnya. Semua itu karena kaum wanita
lemah. Oleh karena itu, perkumpulan Hui-eng-pai harus menjadi
pelopor, membangkitkan semangat para wanita agar kelak jangan
sampai diinjak-injak dan dijajah oleh kaum pria." Seringkali Li Hwa 742
mendengar kalimat-kalimat seperti ini yang membanjir keluar dari mulut Pat jiu Nio-nio.
Akan tetapi sayang, ketika Li Hwa berusia empat belas tahun,
Pat-jiu Nio-nio meninggal dunia karena usia tua. Orang yang paling berduka di antara para anggauta perkumpulan itu adalah Siok Li Hwa yang merasa seperti ditinggal ayah-bundanya sendiri. Beberapa jam setelah Pat- jiu Nio-nio dianggap meninggal, Li Hwa menjaga jenazah Pat-jiu Nio-nio seorang diri di dalarn kamar jenazah.
Ia memeluki jenazah itu sambil menangis, dan menolak keras
ketika para saudara tuanya mengajak ia keluar. Menjelang tengah malam, kurang lebih enam jam setelah Pat-jiu Nio-nio disangka
mati, tiba-tiba ia mendengar suara nenek itu perlahan.
"Siok Li Hwa...."
Li Hwa mengangkat mukanya dan pucatlah ia ketika melihat
betapa nenek itu bergerak-gerak dan membuka mata. Akan tetapi
hanya sebentar saja ia kaget. Di lain saat ia sudah girang bukan main dan cepat-cepat ia berlutut. Pat jiu Nio-nio tidak bangkit, hanya rebah saja sambil menggerak-gerakan jari tangannya
membuat tulisan di udara. Sian Li Hwa adalah seorang anak yang cerdik sekali. Ia memperhatikan gerak jari tangan itu dan tahulah ia bahwa nenek itu menuliskan huruf-huruf yang berbunyi:
"Ambil peti merah di sudut kamar dan bawa ke sini!"
Li Hwa cepat berdiri dan melakukan perintah itu. Ia tahu bahwa peti merah itu berisi beberapa jilid kitab kuning karena sudah seringkali ia melihat nenek itu tekun membaca kitab-kitab itu sampai jauh malam, bahkan kadang-kadang sampai hampir pagi. Karena
melihat nenek itu sudah lemah sekali, maka Li Hwa menaruh peti itu di pinggir pembaringan. Ia cemas juga melihat nenek itu kini sudah rebah telentang dengan kedua mata dipejamkan tak bergerak
seperti tadi ketika belum bergerak dan sudah dianggap mati.
"Nio-mo... ini petinya..." katanya di dekat telinga nenek itu.
Pat-jiu, Nio-nio membuka matanya yang sudah tak bersinar lagi.
Agaknya suatu yang amat menjadi pikirannya yang membuat nenek
ini seakan akan hidup lagi! Atau memang tadinya ia belum mati
743 betul dan pikiran tentang sesuatu yang ditinggalkan itu agaknya memberi daya hidup, sungguhpun ia hanya dapat menggerakkan
tangan dan hanya dapat mengeluarkan suara memanggil nama Li
Hwa tadi. Kini ia kembali menggerak-gerakkan telunjuknya di udara seperti orang menulis huruf. Siok Li Hwa cepat memandang dan
menaruh perhatian sepenuhnya. Sambil memandang, membaca
hurut-huruf yang ditulis di udara itu.
"Kau pelajari kitab-kitabku, cari Cheng-liong-kiam (Pedang Naga Hijau) tanya pada Hwesio Go-bi, dan pimpin Hui-eng-pai!"
Setelah menuliskan huruf terakhir lengan yang kurus itu hilang tenaganya jatuh di atas dadanya dan kali ini Pat-jiu Nio-nio benar-benar kehilangan nyawanya!
Demikianlah, setelah perkumpulan ini bubar sendirinya dan para anggautanya, kecuali lima orang anggauta tertua mengambil
keputusan menjadi pertapa di gedung seperti istana ini, pergi
meninggalkan puncak sunyi itu, Li Hwa ikut tinggal di situ. Diam-diam ia mempelajari isi peti dan ternyata di dalamnya terdapat tiga buah kitab kuno. Sebuah kitab ilmu silat dan ilmu pedang, sebuah lagi terisi pelajaran tentang lweekang, latihan napas, samadhi dan ilmu-ilmu tinggi tentang tenaga di dalam tubuh, dan yang ke tiga adalah sebuah kitab tentang pelajaran ilmu pengobatan dan tentang peraturan-peraturan Perkumpulan Hui-eng-pai. Dengan amat keras hati dan tekun, Li Hwa mempelajari semua ini, melatih dengan amat rajinnya sehingga ia akhirnya berhasil mewarisi ilmu silat yang tinggi dari mendiang Pat-jiu Nio-nio.
Lima orang pendeta wanita bekas anggauta Hui-eng-pai juga
mengetahui hal ini dan diam-diam mereka makin sayang kepada Li Hwa yang mereka anggap sebagai orang yang mampu melanjutkan
cita-cita guru besar mereka yang telah meninggal dunia. Oleh
karena itu, mereka inilah yang membantu memberi petunjukpetunjuk, karena biarpun dalam hal ilmu silat mereka sudah kalah jauh oleh Li Hwa, namun dalam hal pengalaman mereka menang
banyak. Ketika Li Hwa menuturkan tentang Cheng-liong-kiam dan
hwesio di Gobi-san seperti yang dipesankan oleh Pat-jiu Nio- nio, lima orang pendeta itu nampak terkejut sekali.
744 "Aduh, mengapa kau diharuskan mencari pedang itu?" kata
seorang di antara mereka. "Dulu Nio nio sendiri tidak berhasil mendapatkan pedang itu. Terutama hwesio Gobi yang dimaksudkan, tentulah ketua dan Go-bi-pai yang berada di puncak ke tujuh dan deretan puncak- puncak di pegunungan ini. Di sana terdapat sebuah kelenteng besar dan didiami oleh hwesio-hwesio yang tinggi
silatnya. Kiranya hanya mereka itulah yang dapat menunjukkan
dimana adanya Cheng-liong-kiam, karena kami sendiri pernah
mendengar namun tidak tahu di mana adanya pedang pusaka itu."
"Kalau begitu, aku harus pergi mencari hwesio itu dan harus
kudapatkan pedang Cheng-liong-kiain sesuai dengan pesan
mendiang Nio-nio!" kata Li Hwa dengan suara menyatakan
kebulatan tekadnya. Gadis berusia belasan tahun dengan semangat menyala-nyala lalu pergi ke puncak di mana terdapat kelenteng Go-bi-pai yang angker dan besar.
Ia diterima oleh Kian Hok Taisu, ketua dari Go-bi-pai. Hwesio tua ini terheran-heran melihat seorang gadis cantik jelita yang mengaku sebagai ahli waris Pat-jiu Nio nio dan mengaku hendak
menyampaikan pesanan mendiang Put-jiu Nio-nio.
"Nona cilik, bagaimana kau bisa mengaku sebagai ahli waris Pat-jtu Nio-nio?" tanya ketua Go-bi-pai ini dengan suara sabar.
Siok Li Hwa selamanya tinggal di atas gunung dan tak pernah
bergaul di dunia ramai maka sikapnya kaku, dingin dan polos, tidak pandai bersopan dan bermanis-manis.
"Tai-suhu," katanya tanpa memberi hormat dan berdiri dengan
tegak, "sebelum meninggal dunia. Nio-nio menyerahkan tugas
kepadaku, menurunkan kepandaiannya melalui kitab-kitab pelajaran kepadaku dan memesan supaya aku pergi menemui hwesio Go-bi
pai dan tanya tentang Pedang Cheng-liong-kiam. Maka harap kau
orang tua suka memenuhi keiginan Nio-nio dan katakan kepadaku
dimana adanya pedang Cheng-liong-kiam itu agar dapat kuambil."
Sepasang mata Kian Hok Taisu yang besar itu terbelalak heran
dan di sana-sini terdengar suara ketawa ditahan dan beberapa
orang hwesio yang ikut mendengar kata-kata lantang ini.
745 "Kau..." Kau yang diwajibkan oleh mendiang Pat-jiu Nio-nio
untuk mengambil Cheng-liong-kiam" Ah, jangan main-main, Nona.
Pat-jiuw Nio-nio sendiri sudah mencoba mengambilnya sampai lima kali akan tetapi selalu ia gagal dan akhirnya ia sampai-sampai tidak mau muncul di dunia kangouw dan menyembunyikan diri. Sekarang
kau yang masih begini muda, kau mau mengambil pusaka itu"
Nona, mata pedang tak dapat melihat orang dan kalau kita tidak hati- hati mudah sekali kita terluka olehnya. Harap kau batalkan saja niat ini dan pulang dengan selamat. Nasihat pinceng, ini bukan main-main dan demi kebaikanmu sendiri."
"Hwesio tua baru berjumpa satu kali kau sudah memberi nasihat
dan mengkhawatirkan keselamatanku. Sungguh kau baik hati. Akan tetapi aku tidak perduli akan semua nasihatmu itu. Baiknya kau lekas beri tahu di mana adanya Cheng-liong-kiam itu agar aku dapat pergi mengambilnya dan habis perkara. Jangan kau putar-putar
omongan yang tidak ada gunanya bagiku." gadis ini tidak marah, akan tetapi oleh karena ia tidak dapat mengatur kata-katanya, maka terdengar kasar dan tidak hormat.
Baiknya Kian Hok Taisu adalah seorang pendeta Buddha yang
sudah tinggi ilmunya, maka ia tidak menjadi marah, hanya
tersenyum lebar dan diam-diam bahkan mengagumi semangat gadis
itu. Jarang ia melihat seorang wanita dengan semangat perlawanan yang menyala-nyala dan keberanian yang begini besar.
"Omitohud!" Ta memuja nama Buddha sambil merangkapkan
kedua tangan di depan dada. "Begitukah kehendakmu, Nona.
Baiklah, mari kau ikut pinceng, biar kau mencoba merampas pedang itu." Setelah berkata demikian, hwesio tua itu bangkit berdiri dan berjalan menuju ke sebelah dalam kelenteng yang luas itu.
Beberapa orang hwesio lain juga berjalan masuk. Siok Li Hwa
merasa sangat heran. Tak disangkanya tempat itu ternyata dekat saja, bahkan adanya di sebelah... dalam kelenteng ini! Akan tetapi tanpa banyak cakap ia pun lalu ber jalan mengikuti Kian Hok Taisu.
Ternyata bahwa Ketua Go-bi-pai membawanya ke sebuah
ruangan amat lebar. Melihat betapa ruangan kosong dan di pojok terdapat rak tempat senjata, mudah diduga bahwa tentulah Lian-bu-thia, tempat belajar silat dari Partai Go-bi- pai. Tempat itu memang 746
luas sekali, kiranya cukup untuk seratus orang berlatih silat dalam saat yang sama.
Kian Hok Taisu berhenti di tengah- tengah ruangan membalikkan
tubuh menghadapi Li Hwa yang berdiri bengong tak mengerti.
Hwesio-hwesio lain yang kini jumlahnya bertambah, ada dua puluh orang mengundurkan diri dan duduk di atas lantai dalam keadaan berkeliling membuat ruangan yang cukup lebar di tengah-tengah
seperti orang hendak nonton demonstrasi silat.
Kemudian seorang hwesio dengan sikap hormat dan langkah
tegap mendatangi dari dalam, kedua tangannya menyangga sebuah
bungkusan panjang. la melangkah terus sampai di depan Kian Hok Taisu, lalu membungkuk dan menyodorkan bungkusan kain putih
yang tadi dibawanya. Hwesto tua itu menyambut bungkusan kain
putih dan memberikan kain itu kepada pembawa bungkusan tadi.
Dan dalam bungkusan itu dikeluarkannya sebatang pedang yang
bagus sekali, yang ketika dihunus dari sarungnya mengeluarkan
cahaya hijau. Pembawa bungkusan itu lalu mengundurkan diri dan duduk
bersila di dekat kawan-kawannya yang lain, yang semua sekarang memandang penuh perhatian ke tengah lapangan di mana guru
besar mereka dengan pedang hijau di tangan berhadapan dengan
Siok Li Hwa. "Nona, silakanlah," kata hwesio tua itu sambil melintangkan
pedang hijau di depan dada, sikap seorang yang menanti datangnya serangan lawan!
Tentu saja Siok Li Hwa mengelak dan tidak bergerak,
memandang dan terheran-heran, bahkan ia ragu-ragu apakah
hwesio tua ini kurang waras otaknya.
"Silakan bagaimanakah" Kau suruh aku berbuat apa, Tai suhu?"
tanyanya sambil memandang tajam.
"Tentu saja merampas pedang ini dari tangan pinceng kalau kau


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat, habis apa lagi" Bukankah untuk keperluan kau datang ke
sini?" 747 Biarpun Li Hwa seorang yang cerdik, akan tetapi semua ini
melampaui batas kemampuannya berpikir. Ia menjadi bingung dan
dengan berkerut ia menegur.
"Hwesio tua, harap kau jangan main gila. Aku tidak ada waktu
untuk main- main! Apa sih maksudmu mengajak bertanding?"
Kini giliran Kian Hok Taisu yang terbelalak heran. Kemudian
hwesio ini mengerti dan tertawalah dia, tertawa geli.
"Aha, jadi kau malah belum mengerti akan maksud pesanan
mendiang Pat jiu Nio-nio" Benar-benar lucu. Duduk lah, Nona, biar pinto menceritakanmu sejelasnya." Setelah berkata demikian hwesio itu lalu duduk bersila di atas lantai, di tempat ia tadi berdiri. Biarpun dengan sikap kurang sabar, Li Hwa terpasa duduk juga untuk
mendengarkan keterangan hwesio tua itu atas sikapnya tadi yang benar-benar ia tidak mengerti. Dia datang untuk menanyakan
tempat Ceng-liong-kiam, mengapa datang-datang ditantang
berkelahi" Dan pedang di tangan hwesio tua itu, pedang indah yang bercahaya hijau, apakah hubungannya dengan Cheng-liong kiam"
Apakah itu yang disebut Cheng-liong-kiam"
"Nona, semua ini dimulai dengan kelakar! Dengan lelucon antara mendiang Pat-jiu Nio-nio dan Paman Guruku yang sudah meninggal dunia. Pedang ini yang disebut Cheng-liong-kiam (Pedang Naga
Hijau) dan tadinya adalah pedang Pat-jiu Nio-nio. Ketika itu Pat jiu Nio-nio masih muda, gagah perkasa dan jenaka. Sayang sekali ia terlalu mengagulkan kepandaian sendiri sehingga timbul
sombongnya. Di hadapan Paman Guruku. Pat-jiu Nio-nio berani
menyatakan bahwa barang siapa dapat menghadapi pedangnya
dengan tangan kosong dan merampas pedang maka pedang itu
akan diberikan dengan cuma-cuma." Kian Hok Taisu menarik napas panjang, lalu melanjutkan.
"Pada waktu itu, Paman Guruku juga masih muda dan berdarah
panas. Mendengar kesombongan Pat-jiu Nio-nio, ia lalu menggulung lengan baju dan menantang. Maka mulailah pertempuran.
Pat-jiu Nio-ruo memegang Cheng liong-kiam dan paman guruku
bertangan kosong. Karena tingkat kepandaian Paman Guruku lebih tinggi, akhirnya pedang itu terampas!
748 Paman Guruku hendak mengembalikannya dan menganggap hal
itu sebagai lelucon, siapa kira bahwa Pat-jiu Nio-nio merasa terhina dan berkata dengan marah bahwa kelak akan tiba masanya ia
datang mengambil kembali pedangnya itu dengan cara yang sama,
yakni mengalahkan Paman Guruku yang berpedang dengan tangan
kosong! Kemudian wanita yang keras hati itu memperdalam ilmu
silatnya. Akan tetapi, berulang-ulang sampai tiga kali ia datang tetap saja ia tidak berhasil merampas pedang. Bahkan yang keempat
kalinya ia terluka oleh Paman Guruku."
Sampai di sini Kian Hok Taisu menahan napas panjang. "Sungguh
menyedihkan sekali, perkara lelucon seperti itu mendatangkan
dendam yang mendalam. Bahkan Paman Guruku yang marah
melihat sikap Pat-jiu Nio-nio juga timbul panas hatinya dan bertekad tidak mau mengembalikan pedang begitu saja sebelum ia
dikalahkan! Oleh karena itulah, ketika bahwa pedang ini harus pinceng
simpan baik-baik dan apabila Pat-jiu Nio-nio datang hendak
mengambilnya, pinceng harus pula menghadapinya dengan syarat
yang sama, yakni apabila Pat-jiu Nio-nio dengan tangan kosong
dapat merampasnya, baru pedang itu boleh diberikan, ditambah
pernyataan maaf dari mendiang paman guruku.
Dua tahun kemudian, benar saja Pat-jiu Nio-nio datang dan
terpaksa pinceng melayaninya. Setelah pertandingan yang sangat melelahkan, barulah pinceng berhasil mengalahkannya dan
membuatnya pergi dengan penasaran."
Kian Hok Taisu memandang kepada Siok Li Hwa, lalu berkata,
"Ketika mendengar bahwa Pat-jiu Nio-nio sudah meninggal dunia, yakni lima tahun yang lalu, hati pinceng sudah lega dan melupakan urusan ini. Pedang ini disimpan di kamar pusaka, dijadikan sebuah di antara senjata-senjata pusaka Go-bi-pai. Eh, tidak tahunya hari ini kau datang dan menyatakan sebagai wakil Pat-jiu Nio-nio hendak mengambil Cheng-liong-kiam. Bukankah hal ini benar-benar tak
dapat disangka sebelumnya" Nah, demiklanlah, Nona. Setelah
mendengar penuturan ini, bagaimana pendapatmu?"
749 "Aku tetap hendak melakukan pesan mendiang Nio-nio tetap
hendak mengambil kembali pedang pusaka itu!" kata Li Hwa dengan suara tetap.
Hwesio tua itu nampak kecewa dan berduka, "Nona, kau tahu
bahwa pinceng tak dapat memberikan pedang ini begitu saja tanpa memenuhi syarat yang sudah pinceng janjikan kepada Paman
Guruku. Hanya kalau dapat merampas kembali, pedang ini dapat
kembali ke dalam tanganmu. Akan tetapi kau masih begini muda,
bagaimana pinceng yang tua bangka ada muka untuk melayanimu
bertempur" Nona, lebih baik diatur begini saja. Kau pulanglah saja dan kautunggu kalau pinceng sudah mati, pedang ini pasti akan
diantarkan ke tempat tinggalmu. Yang bertanggung jawab terhadap pedang ini dan sudah berjanji kepada mendiang Paman Guruku
hanya pinceng seorang. Kalau pinceng mati, berarti janji itu pun telah mati pula dan pinceng akan memesan kepada para anak murid agar kelak sepeninggal pinceng, pedang ini akan diantarkan kembali kepadamu. Bagaimana?" Kakek gundul itu memandang kepada Li
Hwa dengan penuh harapan.
Akan tetapi gadis itu tiba-tiba bangkit berdiri dan berkata,
dengan suara nyaring.
"Kian Hok Taisu, kau bicara tentang enaknya jalan pikiranmu
sendiri saja. Sudah jelas bahwa pedang itu dahulunya adalah milik Nio-nio. Mengapa sekarang kau begitu susah-susah memutar-mutar omongan" Kalau memang kau tidak menghendaki keributan
serahkan saja pedang itu kepadaku, habis perkara bukan" Kalau kau menunggu sampai kau mati, baru mengembalikan, aah, tak usah
mencari-cari alasan, bilang saja terus terang bahwa kau suka
memiliki pedang itu tidak ingin mengembalikan!"
Kian Hok Taisu menjadi merah mukanya, akan tetapi ia tetap
sabar. suaranya agak keras ketika ia berkata,
"Nona, kau masih begini muda tetapi kata-katamu keras.
Agaknya seperti kau inilah dahulu Pat-jiu Nio-nio di waktu muda.
Soal mengembalikan pedang adalah soal mudah. Akan tetapi adalah menyangkut soal nama dan kehormatan. Pat-jiu Nio-nio sampai lima kali berusaha mengambil pedangnya tanpa hasil. Masa sekarang
begitu kau datang tanpa perlawanan pinceng harus mengembalikan 750
pedang itu begitu saja" Akan kemanakah larinya nama dan
kehormatan pinceng sebagai Ketua Go-bi-pai?"
"Hem, Hwesio Tua. Kau bicara tentang nama dan kehormatan,
apakah aku yang muda juga tidak menjaga nama dan kehormatan"
Aku harus menebus penghinaan yang dirasakan oleh Nio-nio di
samping merampas kembali pokiam itu. Kau telah berjanji akan
memenuhi pesan Paman Gurumu sampai mati apakah kau kira aku
pun tidak berani memenuhi pesan Nio nio dengan taruhan
nyawaku?" "Jadi kau benar-benar hendak merampas pedang ini?" Kian Hok
Taisu berkata sambil menggerak-gerakkan pedang Cheng-liong-kiam sehingga kelihatan sinar kehijauan.
"Tentu saja."
Kembali terdengar suara ketawa dari beberapa orang hwesio
yang menonton di situ karena kata-kata itu dianggap amat lucu.
Bagaimana seorang gadis cantik jelita dan muda yang nampaknya
begitu halus dan lemah akan merampas pedang di tangan Ketua
Go-bi-pai"
"Nona, kau masih begini muda. Pinceng tak enak hati
menghadapimu dengan pedang di tangan, sedangkan kau sendiri
bertangan kosong. Kaullhat, di pojok sana itu terdapat rak senjata.
Kaupilih senjata yang paling baik untuk menghadapi pinceng dan apabila pinceng sampai terluka sedikit saja oleh senjatamu, biarlah pinceng mengaku kalah. Akan tetapi, kalau sampai kau yang
terkalahkan harap kau jangan bantah-bantahan lagi dan menunggu sampai pinceng menutup mata untuk selamanya baru pedang ini
akan diantarkan kepadamu."
Li Hwa tidak menjawab, melainkan segera menghampiri rak
senjata dan memilih sebatang pedang yang cukup baik. Kemudian ia melompat menghadapi Kian Hok Taisu sambil memutar pedang
berkata, "Hwesio tua, lihat pedang?" Pedangnya digerakkan cepat dan ia
telah menyerang dengan dahsyat.
751 Melihat cara serangan ini, tak terasa lagi Kian Hok Talsu berseru,
"Omitohud, kau benar-benar ahli waris Pat-jiu Nio- nio!" la pun tidak tinggal diam dan pedang Cheng-liong-kiam di tangannya diangkat untuk menangkis serangan nona itu. Akan tetapi Li Hwa tidak
menanti sampai pedangnya tertangkis. Melihat bahwa serangan
pertama ini gagal dan itu akan tertangkis apabila dilanjutkan, ia telah menarik kembali pedangnya dan langsung ditusukkan,
merupakan serangan kedua yang tak kalah dahsyatnya dan begitu
otomatis seperti serangan berantai. Padahal yang dimainkan itu adalah jurus ke dua yang berlainan sama sekali. Inilah sifat ilmu silat yang ia pelajari dari kitab-kitab peninggalan Pat-jiu Nio-nio.
Mengandalkan kepada kecepatan gerakan sehingga mendesak
lawan dan tidak memberi kesempatan untuk lawan balas
menyerang. Akan tetapi Kian Hok Taisu adalah orang ahli silat kelas tinggi.
Dahulu ketika Pat-jiu Nio-nio sendiri datang hendak merampas
pedang, wanita sakti itu dapat dikalahkannya. Apalagi sekarang yang datang hanya murid Pat-jiu Nio-nio yang kepandaiannya belum matang.
Setelah menggagalkan serangan Li Hwa sampai dua belas jurus
akhirnya pedang Cheng-liong-kiam berhasil membabat pedang di
tangan gadis itu. Terdengar suara keras dan pedang di tangan Li Hwa buntung menjadi dua. Akan tetapi gadis itu tidak menjadi
gentar, sebaliknya ia melompat ke pojok ruangan dan di lain saat ia telah kembali menghadapi Kian Hok Taisu dan menyerang dengan
sebatang golok yang tadi diambilnya dari rak senjata! Serangan-serangannya kalah hebatnya oleh serangan pertama dengan pedang yang telah buntung tadi.
Kian Hok Taisu cepat menyambut serangan ini dan sebentar
kemudian dua orang ini sudah lenyap terbungkus gulungan sinar
senjata, bertempur dengan hebatnya di ruangan itu, membuat para hwesio yang menonton menahan napas. Tak mereka sangka bahwa
gadis muda ini ternyata lihai sekali dan memiliki kecepatan gerakan yang membuat tubuhnya lenyap terbungkus sinar senjata yang di
mainkan. 752 Kembali belasan jurus lewat dan ditutup oleh suara nyaring
ketika golok di tangan Li Hwa terbabat putus lagi oleh Cheng-liong-kiam!
"Cih! Tak malu mengandalkan kemenangan pada pedang
curian!" Li Hwa menyindir dengan hati mendongkol dan di lain saat ia telah melompat berjungkir balik dari tengah ruangan ke rak
senjata lalu kembali ke tengah ruangan menghadapi lawannya
dengan sebatang tombak! Dengan tombak ini ia menyerang
bagaikan gelombang menderu dan terpaksa Kian Hok Taisu
melayaninya. Ketua Go-bi-pai ini diam-diam terkejut sekali. Gadis muda ini ternyata tidak saja mewarisi kepandaian Pat-jiu Nio-nio akan tetapi juga mewarisi wataknya yang keras dan berani dan
dalam hal ini, kiranya malah lebih keras, lebih berani, dan lebih nekad daripada Pat-jiu Nio-nio sendiri!
Berkali-kali Li Hwa berganti senjata dan senjata-senjata yang
buntung oleh cheng-liong-kiam dan berserakan di ruangan itu sudah amat banyak. Pedang, golok, tombak, toya, pian, dan rantai. Kini gadis itu memegang sebilah tombak cagak dan menyerang makin
lama makin dahsyat. Diam-diam Ketua Go-bi-pai kagum. Gadis
semuda ini sudah miliki gerakan demikian hebat dan bahkan sudah pandai mainkan delapan belas macam senjata. Benar-benar jarang ada keduanya. Apalagi kalau disertai keberanian sebesar itu benar-benar merupakan gadis pilihan yang pasti akan dapat menjunjung tinggi namanya di dunia kang-ouw kelak. Akan tetapi kalau sampai tersesat jalan hidupnya, gadis ini akan menjadi penyeleweng yang tidak kepalang tanggung, dan merupakan ancaman hebat.
Tombak cagak yang dimainkan oleh Li Hwa kali ini adalah sebuah senjata yang ringan, maka gerakan gadis itu juga cepat bukan main.
Namun, tetap saja setelah dua puluh jurus lewat, tombak itu patah menjadi dua bertemu dengan Cheng liong-kiam. Kini Kian Hok Taisu mengharapkan gadis itu mau mengalah dan pergi. Akan tetapi ia
kecele, karena sebaliknya, gadis itu lalu menarik ikat pinggangnya yang terbuat daripada sutera kuning yang panjang dan mulailah Li Hwa menyerang dengan senjata istimewa.
Kali ini Kian Hok Taisu terkejut sekali. Semenjak tadi, ia tidak pernah mau menyerang Li Hwa, hanya menjaga diri dan tiap kali
753 ada kesempatan, mematahkan senjata lawannya mengandalkan
ketajaman pedang Cheng-liong- kiam. Melihat tingkat kepandaian Li Hwa, hal ini tidak mungkin ia lakukan, yakni hanya menjaga diri tanpa membalas, apabila tidak memegang pedang pusaka yang
ampuh. Sekarang Li Hwa menyerangnya dengan ikat pinggang
sutera dan dalam tangan seorang ahli lweekang, sabuk sutera ini dapat menjadi senjata yang amat berbahaya dan tidak dapat
diputus oleh tajamnya pedang.
Di lain pihak, tadi ketika berganti-ganti senjata, diam-diam Li Hwa mengasah otaknya. Di dalam kitab Pat-jiu Nio-nio ia memang mendapat beberapa bagian yang menarik, yang menuturkan betapa
Pat-jiu Nio-nio, menggunakan tipu untuk menghadapi lawan
tangguh akan tetapi selalu gagal. Kegagalan ini ditulis terang terangan di dalam kitab, bahkan digambarkan keadaan
pertempuran, tiap tipu apa yang dipergunakan oleh Pat jiu Nio-nio dan bagaimana ia mengalami gagalan. Coretan-coretan seperti ini ada lima macam dan tadinya Li Hwa tidak mengerti maksudnya,
hanya mengira bahwa itu adalah pemberitahuan tentang siasat
pertempuran. Akan tetapi sekarang baru ia mengerti bahwa setiap kali menyerang ke Go-bi-pai dan dikalahkan, Pat-jiu Nio-nio lalu menuliskan semua kegagalannya itu di dalam kitab!
Li Hwa semenjak tadi mengerahkan otaknya mengingat-ingat
coretan yang lima macam itu. Teringatlah ia bahwa usaha Pat-jiu Nio-nio gagal seperti tersebut dalam coretan-coretan itu adalah karena Pat-jiu Nio-nio selalu mempergunakan kekerasan. Ilmu silat Go-bi-pai adalah ilmu silat yang banyak mengandalkan tenaga
"yang" (kekerasan) dan karenanya tokoh-tokohnya tentu saja
memiliki tenaga yang kuat. Kalau diserang dengan tenaga kasar
pula, maka banyak lawan yang harus tunduk dan kalah terhadap
tokoh-tokoh Go-bi-pai. Kemudian Li Hwa teringat bahwa di samping lima coretan tentang kegagalan Pat-jiu Nio-nio, terdapat coretan lain di bagian bawah yang menggambarkan seolah-olah Pat jiu Nio-nio mencari siasat bagaimana cara mengalahkan lawan yang sudah lima kali tidak dapat dikalahkan itu. Sekarang, setelah mendengar
riwayat Pat jiu Nio-nio dan mendengar semua keterangan Kian Hok Taisu, barulah Li Hwa menjadi jelas dan semua coretan itu kini
"hidup" dalam ingatannya. Ia tadi sengaja menukar-nukar senjata 754
untuk memberi kesempatan padanya mengingat semua coretan itu.
Setelah ia paham betul, barulah ia membuang senjata- senjata yang sudah buntung dan sebagai gantinya ia mengeluarkan ikat
pinggangnya dari sutera!
Baru sekarang Li Hwa benar-benar menyerang dalam arti kata
sedalam-daTamnya. Ia mengerahkan seluruh tenaga lweekang
bagian "Im", yakni tenaga lemas dan mengeluarkan tipu-tipu atau jurus-jurus ilmu silat seperti yang digambarkan dalam coretan-coretan ke enam dari Pat-jiu Nio-nio. Bukan tubuh Kian Hok Taisu yang diserangnya, melain bagian lengan yang memegang pedang
atau gagang pedang.
Kadang-kadang ujung ikat pinggang sutera itu menyambarnyambar bagai ular, menerjang dengan totokan ke arah pundak
kanan atau sambungan siku pergelangan tangan atau menyerang
jari tangan yang memegang gagang pedang. Semua jalan darah di
bagian lengan tak luput dan sasaran sehingga boleh dibilang sabuk sutera itu hidup mengikuti jalannya pedang yang mengeluarkan
sinar kehijauan.
Ke manapun juga tangan kanan Kian Hok Taisu dengan pedang
hijau itu bergerak, selalu sabuk sutera mengikuti dan menyerang dengan totokan-totokan dan kepretan- kepretan lihai. Pertempuran kali ini amat indah dipandang. Kian Hok Taisu yang tidak membiarka lengannya tertotok, menggerakkan Cheng liong-kiam dengan cepat sehingga merupakan gulungan sinar hijau. Kini sinar hijau itu ke manapun juga diikuti oleh segunduk sinar kuning yang seakan-akan membayangi sinar hijau. Sinar ini adalah sinar dari sabuk sutera kuning yang digerakkan secara cepat oleh Li Hwa.
Kian Hok Taisu mulai sibuk. Beberapa kali pedang Cheng-liongkiam ia sabetkan ke arah sabuk sutera akan tetapi karena sabuk itu lemas dan kuat, serta dimainkan oleh Li Hwa dengan pengerahan
tenaga "im" hasilnya sia sia saja, sabuk itu tidak mau putus. Kini terpaksa Kian Hok Taisu melakukan serangan balasan, karena hanya dengan serangan balasan saja ia dapat menahan desakan Li Hwa.
Baru sekarang pertempuran itu benar-benar merupakan
pertempuran, saling serang dan saling mempertahankan dan baru
sekarang Li Hwa mendapat kenyataan bahwa hwesio tua itu benar755 benar lihai. Pedang yang dimainkan itu berubah menjadi gulungan sinar hijau yang amat kuat, mengurung dan menindihnya sehingga sebentar saja Li Hwa terkurung dan terdesak hebat. Keadaan jadi sebaliknya. Kalau tadinya Li Hwa selalu menjadi penyerang dan
hwesio itu yang mempertahankan, adalah sekarang gadis itu yang diserang dan terdesak hebat oleh Kian Hok Taisu dengan pedangnya yang ampuh.
Li Hwa mulai putus asa. Gadis maklum bahwa andalkata hwesio
itu tidak memegang pusaka yang ampuh belum tentu ia dapat
menang. Apalagi sekarang hwesio itu mainkan Cheng liong-kiam
yang amat tajam sedangkan senjatanya sendiri hanya sehelai sabuk sutera! Bagaimanapun juga, tak mungkin ia menang, tak mungkin ia dapat merampas pedang.
Apakah riwayat Pat-jiu Nio-nio akan terulang lagi" Apakah
nasibnya akan seperti Pat-jiu Nio-nio, setiap kali berusaha
merampas pedang dan gagal" Tidak pikir Li Hwa dengan hati dan
kepala panas, aku tidak mau seperti itu. Sekarang juga aku harus dapat merampas pedang atau biar aku mati di bawah pukulan
pedang itu! Pikiran ini membuat Li Hwa menjadi nekat. Kini ia menyerang
dengan tangan kirinya. Sabuk sutera dan tangan kiri dengan
gerakan-gerakan nekad dan cepat menyerang ke arah lengan yang
memegang pedang.
Kian Hok Taisu mengeluarkan suara terkejut. Hampir saja pedang Cheng-liong-kiam mampir di leher nona itu kalau ia tak cepat-cepat menahan tenaganya dan menarik kembali pedangnya. Nona itu
sekarang menyerangnya dengan hebat dan nekad, sama sekali tidak memperdulikan ancaman pedang lagi, merangsek hebat ke arah
lengan kanan yang memegang pedang dengan tekad bulat untuk
merampasnya! Kian Hok Taisu mengeluh di dalam hatinya. Tak mungkin ia
melukai nona ini. Hatinya tidak tega melukai seorang gadis muda.
Bukan hanya tidak tega, juga ia merasa malu kalau harus
mengundurkan gadis ini dengan melukainya, apalagi membunuhnya.
Terpaksa ia menghentikan semua serangannya karena gadis itu
tidak mau menjaga diri lagi dan kini terpaksa ia mengerahkan
756 kepandaiannya untuk menjaga agar pedang jangan sampai
terampas. Akan tetapi usahanya ini jauh lebih berat daripada tadi. Kalau tadi Li Hwa masih memperhatikan penjagaan diri sehingga
serangan-serangan tidak sepenuhnya, adalah sekarang gadis yang nekad itu sama sekali tidak perhatikan tentang penjagaan diri dan mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian untuk merampas
pedang, bahkan kini bukan hanya dengan tangan kanan yang
memegang sabuk sutera, melainkan dibantu pula oleh tangan
kirinya yang mainkan ilmu silat semacam ilmu mencengkeram.
Gerakannya cepat dan dahsyat dan diam-diam Kia Hok Taisu
kagum, kakek gundul ini tahu bahwa ilmu Silat Eng-jiauw-kang
(Cengkeraman Kuku Garuda) yang aseli, ciptaan dari Pat-jiu Nio-nio dan yang diajarkan kepada seluruh anggauta Hui-eng-pai.
Kian Hok Taisu hanya dapat mempertahankan pedangnya selama
empat puluh jurus. Dengan keadaan yang amat terdesak, akhirnya ujung sabuk sutera itu berhasil menotok jalan darah di pundaknya.
Biarpun ia sudah mengerahkan tenaga menolak hawa totokan,
namun karena jalan darahnya terkena tepat sekali, jalan darah itu masih kena digetarkan yang membuat lengannya kesemutan dan
gerakannya menjadi lambat. Kesempatan tidak disia-siakan oleh Li Hwa. Gadis itu menggerakkan tangan kanan dengan cepat dan di
lain saat pedang itu sudah pindah ke dalam tangannya!
Kian Hok Taisu menghentikan gerakannya, menarik napas dan
berkata, "Pinceng terima kalah. Kau patut sekali mewarisi pokiam
(pedang pusaka) itu, Nona. Harap saja pedang itu di tanganmu
akan mendatangkan kebaikan untuk dunia dan jangan sampai
digunakan untuk melakukan kejahatan- kejahatan."
Li Hwa bukan seorang yang bodoh dan buta. Ia tahu bahwa
dalam hal perebutan pedang tadi, ia berhasil hanya karena hwesio tua ini mengalah. Kalau hwesio itu menghendaki, sudah sejak tadi ia roboh terluka oleh pedang. Maka ia lalu menjura dan berkata,
"Taisu, terima kasih bahwa kau sudah mengembalikan pedang
sehingga aku dapat memenuhi pesanan Nio-nio. Pedang ini asalnya 757
milik Nio-nio dan karena Nio-nio bukan orang jahat, bagaimanapun pedang ini akan dapat dilakukan untuk perbuatan jahat" Nah,
selamat tinggal sampai berjumpa kembali, Tai-suhu." Setelah
berkata demikian, nona itu berkelebat, kelihatan sinar kehijauan dari pedang
Cheng-liong-kiam yang berada di tangannya dan sebentar saja Li Hwa lenyap dari depan Kian Hok Taisu.
Kakek gundul itu menarik napas panjang dan berkata kepada
muridnya "Omitohud... lihai sekali bocah itu. Setelah pedang itu berada di tangannya, biarpun pinceng sendiri belum tentu aku dapat menundukkannya...."
Demikianlah setelah dapat merampas kembali pedang Chengliong-kiam, Li Hwa lalu menjalankan pesan yang ketiga dari
mendiang Pat-jiu Nio-nio, yakni membangun kembali perkumpulan
Hui-eng-pai. Untuk ini ia dapat banyak bantuan dari lima pendeta perempuan bekas anggauta terpenting dari Hui-eng-pai dahulu.


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk memenuhi kehendaknya Li Hwa tidak ragu-ragu untuk
menculik gadis-gadis kampung dan gunung untuk dijadikan
anggauta perkumpulannya! Dalam hal ini ia selalu memilih gadis yang cantik dan bersih. Tak lama kemudian, ia telah dapat
mengumpulkan seratus orang anggauta perkumpulan Hui-eng-pai,
seratus orang gadis yang rata-rata memiliki kecantikan
mengagumkan. Mulailah ia mengatur anggautanya, melatih ilmu
silat dan melakukan pekerjaan untuk kepentingan mereka semua di puncak tersembunyi dari Go-bi-pai itu.
Sementara itu, setelah mendapatkan Cheng-liong-kiam, Li Hwa
tidak membuang waktu dengan sia-sia belaka. Ia memperdalam
ilmu silatnya dan di dalam kitab memang terdapat ilmu pedang yang disebut Cheng-liong-kiam-sut, yakni Ilmu Pedang Naga Hijau yang tentu saja amat cocok dan tepat kalau untuk mainkan ilmu pedang ini digunakan pedang Cheng-liong-kiam sendiri! Ilmu silatnya maju pesat dan demikian hebat kemajuan yang diperoleh Li Hwa
sehingga kepandaiannya sudah menyusul tingkat mendiang Pat-jiu Nio-nio. Bahkan ia kini sudah dapat meniru pekik burung elang yang dahulu hanya dapat dilakukan oleh Pat- jiu Nio-nio, pekik yang menjadi tanda dari perserikatan itu. Anggauta-anggauta lain dapat 758
juga mengeluarkan pekik itu akan tetapi harus dibantu dengan alat tiup terbuat daripada daun bambu muda. Hanya Li Hwa seoranglah yang dapat mengeluarkan pekik ini tanpa bantuan alat, melainkan dengan pengerahan tenaga lweekang yang tinggi. Oleh karena ini, pekiknya adalah pekik yang lebih aseli dan yang berbeda daripada pekik para anggautanya, sehingga dapat dibedakan siapa kepalanya siapa anak buahnya.
Kurang lebih tiga bulan sebelum pertemuan di puncak Ngo-hengsan itu, terjadilah hal yang menggegerkan penghidupan para
anggauta Hui-eng-pai di puncak Go-bi-san. Penstrwa ini terjadi pada suatu malam, yang menimpa seorang di antara para anggauta yang bernama Cun Eng, seorang gadis yang manis dan menarik, memiliki potongan tubuh yang menggairahkan. Selagi gadis ini seorang diri meronda sebagaimana tiap malam dilakukan secara bergiliran untuk menjaga keamanan gedung seperti istana itu, tiba-tiba ia melihat bayangan hitam berkelebat.
Sebelum Cun Eng dapat melihat siapa bayangan itu, tahu-tahu ia telah diserang, tertotok roboh. Bayangan itu ternyata ialah seorang laki-laki yang berkepandaian tinggi dan yang kemudian membawa
Cun Eng pergi dan situ.
Gadis ini tidak berdaya lagi dan tak kuasa mempertahankan diri dari gangguan laki-laki yang tidak dikenalnya itu. Ta hanya dapat melihat bentuk badan orang itu, dan mendengar suaranya ketika
laki-laki itu hendak meninggalkannya berkata.
"Manis, kalau kelak kau merasa rindu kepadaku dan hendak
mencariku, carilah di dunia kang-ouw. Namaku Wan Sin Hong sudah cukup terkenal."
Cun Eng sambil menangis lalu melaporkan penghlnaan ini kepada
Li Hwa yang membuat sepasang alis Li Hwa berdiri saking
marahnya. "Keparat jahanam Wan Sin Hong, kalau belum memenggal
lehermu aku tak mau pulang!" serunya marah. Cepat
mengumpulkan para anggauta yang sudah agak pandai sebanyak
empat puluh orang kemudian ia melakukan pengejaran yang tiada
henti-hentinya. Di mana saja ia mendengar jejak Wan Sin Hong
759 tentu akan disusulnya sampai akhirnya tiba di Puncak Ngo-hengsan! Demikianlah sebabnya mengapa begitu melihat Liok Kong Ji, Li
Hwa terus saja menerjang. Hal ini adalah karena Cun Eng yang
memberi tahu kepadanya bahwa pemuda yang memegang hudtim
itu seperti orang yang telah melakukan perbuatan keji kepadanya.
Tni pula sebabnya mengapa Li Hwa menjadi marah dan menendang
Cun Eng karena itu tidak berani mengambil keputusan apakah Li
Kong Ji itu orang yang mereka kejar-kejar atau bukan.
Kecewa karena tidak bisa menentukan penjahat yang dikejarkejarnya sampai berbulan-bulan, Li Hwa lalu menghibur dirinya
dengan menonton pemilihan bengcu yang tanpa disengaja ia
kunjungi. Setelah melihat bahwa tempat itu sudah penuh dengan orangorang gagah dari seluruh penjuru dan tidak ada tamu baru yang
datang lagi, tiga ciangbunjin dari Thian san pai, Kum-lun-pai dan Bu-tong-pai yang dianggap sebagai pemimpin pertemuan, saling
memberi tanda bahwa urusan segera dapat dimulai dan pertemuan
dibuka. Tai Wi Siansu, Ketua Kun-lun-pai yang usianya sudah delapan
puluh tahun lebih dan dianggap yang paling tua, segera berdiri dan diapit oleh Leng Hwat Taisu Ketua Thian- san-pai dan Bu Kek Siansu Ketua Bu-tong-pai, ia bicara dengan suaranya yang tenang, halus dan penuh kesabaran, akan tetapi karena diucapkan dengan tenaga lweekang, maka dapat didengar oleh semua orang yang berkumpul
di situ, bahkan orang-orang yang berdiri paling pinggir dapat juga mendengar dengan jelas.
"Cuwi sekalian tentu sudah mengerti apa maksud kita bersama
mengadakan pertemuan di tempat yang bebas ini." Ia membuka
kata-katanya dengan tenang. "Yang dimaksudkan bebas adalah
karena Ngo-heng-san memang tidak ada partai persilatan sehingga pertemuan diadakan di tempat ini merupakan pertemuan bebas, jadi bukan merupakan undangan dari partai atau pihak tertentu. Dengan demikian, maka tidak adalah tuan rumah atau tamu."
760 "Sekarang setelah kita semua berkumpul dan kelihatannya di sini sudah penuh dengan wakil-wakil dari semua golongan, marilah kita masing masing mengajukan calon bengcu agar pemilihan dapat
segera dilakukan." Demikian Tai Wi Siansu mengakhiri kata-katanya yang singkat.
Ramai suara hadirin yang hendak mengajukan calon masingmasing. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara keras, ternyata yang bicara adalah Liok Kong Ji. Pemuda ini mengerahkan suaranya
sehingga mengatasi suara orang- orang bicara.
"Nanti dulu, Tai Wi Siansu! Aku mau tahu dengan cara
bagaimanakah calon-calon itu akan dipilih" Bagaimana cara untuk menetapkan bengcu yang dipilih?"
Wi Siansu memandang dengan sinar mata dingin ke arah
pemuda itu. Kakek ini yang dahulu pernah bertemu dengan Kong Ji ketika ia ikut mengejar dan mengepung penjahat Wan Sin Hong,
memang kurang suka melihat pemuda ini yang biarpun
berkepandaian tinggi, namun sikapnya amat tidak menyenangkan
dan agak sombong.
"Tentu saja akan dipergunakan aturan lama yang sudah dipakai
oleh nenek moyang kita. Di antara para calon bengcu harus kita pilih bersama dan masing-masing boleh menyatakan pendapatnya
mengapa memilih bengcu itu, kemudian pertentangan pendapat
diselesaikan dengan melihat keadaan calon bengcu maing-masmg.
Kalau perlu boleh diukur tentang pribadi, kepandaian, keturunan dan lain-lain."
Liok Kong Ji mengeluarkan suara dingin. "Aturan lama yang
sudah usang!" Ia lalu menghadapi semua orang dan berkata
nyaring. "Aturan lama yang sudah usang itu hanya akan memancing keributan di antara kita sendiri. Menurut pendapatku, lebih baik kalau diadakan pemilihan di antara calon bengcu berdasar suara terbanyak! Yang paling banyak dapat sokongan suara dialah yang menang,"
Kembali terdengar suara gaduh ribut menyambut usul ini.
Seorang tosu tinggi kurus berjenggot putih, yakni Yang Seng Cu, murid tertua dari Tai Siansu, berdiri dan berkata keras.
761 "Aturan itu tidak boleh dipakai sama sekali! Kita tidak bisa
meninggalkan aturan lama yang sudah disaring orang- orang gagah jaman dahulu. Memilih berdasarkan suara terbanyak amat
berbahaya. Tentu saja yang menang adalah mereka yang membawa
banyak konco dan kaki tangan, sedangkan mereka yang dengan
jujur datang hanya membawa sedikit kawan akan kalah suara.
Paling perlu dilihat buktinya apakah emas yang dipilih itu tulen atau palsu. Memilih bengcu sama dengan memilih barang berharga,
harus diteliti benar-benar. Kalau sampai kita salah pilih dan
mendapatkan seorang yang berwatak bejat menjadi bengcu,
bukankah kita bersama diseret ke lembah kehinaan" Paling baik
para calon bengcu itu memperlihatkan kepandaian masing-masing
agar kita semua dapat membuka mata dan menilai."
"Akur! ini akur sekali!" terdengar banyak suara menyambut.
"Tidak cocok! Lebih baik menurut usul Tung-nam Tai-bengcu'"
terdengar suara di sana-sini dan jumlah suara ini banyak sekali.
Diam-diam Tai Wi Siansu terkejut dan berdebar hatinya. Mengapa di antara orang-orang yang menyatakan setuju akan usul Liok Kong Ji itu terdapat orang-orang dari rombongan Siauwlim dan partai-partai lain"
Benar-benar aneh sekali.
Kong Ji tersenyum. "Sudahlah, hal ini tak perlu diributkan. Kita lihat saja macam apa calon-calon bengcu yang dimajukan. Tentang mengukur kepandaian boleh saja, bahkan tentu para pemilih juga menjagoi dan membela calon masing-masing." Kata kata ini
merupakan sindiran bahwa tentu akan terjadi keributan dan
pertentangan mengadu kepandaian dalam pemilihan ini dan
menyatakan tidak takut sama sekali. Hal ini memang tidak aneh.
Setiap kali orang- orang kangouw yang rata-rata mengandalkan
kekerasan dan kepandaian ini melakukan pemilihan sesuatu, pasti akan terjadi bentrok dan pertempuran akan tetapi akhirnya hal itu akan beres yang dipilih didapatkan dengan tepat dan cocok,
sedangkan pertempuran itu bahkan ada baiknya karena biasanya
lalu siapa atau pihak mana yang betul dan pihak mana yang
menyeleweng. Oleh karena itu, semua orang gagah tidak takut
menghadapi bentrok dalam pemilihan ini.
762 Karena mengira bahwa calon-calon bengcu yang diajukan tentu
banyak sekali, Tai Wi Siansu segera minta nama-nama calon bengcu itu disebutkan. Akan tetapi alangkah herannya ketika ia hanya
mendapatkan lima orang calon saja! Pertama-tama adalah Liok
Kong Ji yang disebut Tung-nam Tai-bengcu, kedua adalah dia
sendiri, orang ketiga adalah Go Ciang Le yang dipilih oleh tokoh-tokoh partai lain terutama sekali oleh Tai Wi Siansu sendiri. Ke empat adalah See-thian Tok-ong yang didukung oleh anak isterinya dan delapan orang pengiringnya, juga oleh beberapa orang kangouw yang sudah mendengar nama besar Raja Racun dari Barat ini.
Adapun orang kelima adalah Cam-kauw Sin-kai yang ditunjuk dan
diusulkan oleh Ciang Le dan isterinya serta oleh Lie Bu Tek
pendekar buntung.
"Hanya lima orang saja calon bengcu?" tanya Tai Wi Siansu
dengan wajah terheran-heran. "Pada pemilihan bengcu dahulu,
calonnya saja mendekati lima puluh orang!"
Tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu seorang
anggauta Hui-eng-pai telah berdiri di depan Tai Wi Siansu. Dengan hormat dia menjura dan bertanya.
"Totiang, saya disuruh oleh Niocu untuk bertanya apakah para
calon bengcu ini nanti mengukur kepandaian masing-masing?"
Tai WI Siansu mengangguk-angguk "Memang seharusnya
demikianlah."
Gadis yang manis dan bertahi lalat pada telinga kirinya ini berseri wajahnya dan berkata cepat. "Kalau begitu harap catat ketua kami sebagai calon ke enam!"
Tat WI Siansu mengerutkan keningnya dan mengerling ke arah
rombongan Hui-eng-pai di mana ia melihat Li Hwa duduk sambil
tersenyum manis dan sepasang matanya bersinar-sinar. Ia hanya
bisa mengangguk menyatakan setuju dan gadis suruhan itu
melompat kembali ke tempatnya di mana dia dan kawan-kawannya
berbistk dan nampaknya bergembira.
"Calon ke enam telah dipilih, yakni Hui-eng Niocu Siok Li Hwa
Ketua Hui eng-pai!" kata Tat Wi Siansu memperkenalkan kepada
orang banyak. Terdengar orang bertepuk tangan menyambut
763 pemberitahuan ini. Dapat dimengerti bahwa yang bersorak ini
sebagian besar adalah orang-orang muda yang mengagumi
kecantikan Li Hwa. Pula di situ hanya ada seorang saja wanita yang berani terjun menjadi calon bengcu, siapakah yang tidak menjadi kagum" Akan tetapi diam-diam. banyak yang tertawa geli kalau
memikirkan alangkah janggalnya kalau dunia kang-ouw dikepalai
oleh seorang bengcu wanita!
Hal ini memang disengaja oleh Li Hwa. Tidak saja ia teringat
akan pesan mendiang Pat-jiu Nio-nio bahwa ia harus dapat
mengangkat derajat wanita dan ini memperlihatkan bahwa wanita
pun tak kalah oleh pria, juga sebagai seorang muda yang berdarah panas ia sudah gatal- gatal tangan untuk menguji kepandaiannya dengan para calon bengcu! Jarang ia bertemu dengan lawan yang
tangguh dan sekaranglah saatnya baginya untuk menguji
kepandaian yang sekian lamanya ia pelajari dengan rajin sekali.
Kemudian Kong Ji meloncat ke depan, mengibas-ngibaskan
hudtimnya dengan lagak sombong sekali.
"Biarpun pemilihan calon bengcu itu tidak didasarkan suara
terbanyak, akan tetapi setidaknya harus diumumkan dan didengar oleh semua orang siapa-siapakah yang memilih calon-calon bengcu yang sekarang ini agar tidak main gila dalam pemilihan ini dan agar diketahui oleh semua orang bahwa calon yang diajukan benar-benar dikehendaki orang banyak di dunia kang-ouw!"
Wajah Tai Wi Siansu menjadi merah. Kata-kata ini mengandung
sindiran dan pernyataan tidak percaya kepada para pemimpin
pertemuan seakan-akan para pemimpin pertemuan akan berlaku
curang dalam pemillhan ini!
"Sudah tentu!" kata Tai Wi Siansu kasar, karena memang
betapapun juga permintaan ini cukup pantas dan tak dapat ditolak lagi. Tai Wi Siansu lalu berkata kepada orang banyak.
"Cuwi-enghiong yang berada di sini harap suka mengangkat
tangan apabila nama calon bengcu pilihan pinto sebut. Kemudian setelah memandang ke empat penjuru ia berkata dengan suaranya
yang ringan tapi halus.
764 "Calon pertama, Tung-nam Tai-bengcu Liok Kong Ji!" Terdengar
suara gemuruh orang-orang menyambut dengan sorakan dan
banyak sekali lengan tangan kanan diangkat tinggi-tinggi di atas kepala. Melihat banyaknya pendukung, Tai Wi Siansu tidak merasa aneh. Akan tetapi ketika ia dengan perhatian ke arah para
penyokong calon ia menjadi kaget sengah mati. Demikian pun Leng Hoat Taisu
Ketua Thian-san-pai dan Bu Kek Siansu Ketua Bu-tong-pai semua
menahan napas agar tidak mengeluarkan seruan kaget. Mereka
hanya dapat saling pandang, penuh rahasia dan perasaan terkejut dan terheran-heran. Kini dengan jelas terlihat oleh mereka bahwa semua wakil yang terdiri dari rombongan-rombongan kecil wakil-wakil dari partai-partai besar di dunia, Kiang san-pai ikut
mengangkat lengan menyokong nama Liok Kong Ji Juga semua
pemimpin dari partai-partai kecil lainnya seperti partai-partai Imyang-bu- pai, Bu-cin-pang, Kwan-cin-pai, Shansi Kai-pang. Twa-to Bu- pai dan lain-lain juga menyokong Liok Kong Ji. Kalau partai-partai ini menyokong pemuda itu, masih tidak aneh karena
bukankah pemuda itu juga sudah diangkat sebagai bengcu dari
timur dan selatan oleh mereka ini" Akan tetapi, kalau partai-partai Siauw-lim-pai, Go-bi-pai lain-lain ikut memilihnya, inilah hebat.
Juga tokoh-tokoh lain yang tidak ikut memilih Liok Kong Ji, saling pandang dengan hati kecut. Dilihat begitu saja malah yang memilih Liok Kong Ji lebih dari setengah orang yang hadir di situ dan kalau sampai terjadi keributan akibat rebutan kursi bengcu, pemuda itu bersama pendukungnya yang amat banyak tentu merupakan lawan
yang amat berat. Apalagi ketika di antara para pendukung itu
terdapat tokoh besar seperti Gi Seng Cu, para ketua partai dan wakil-wakil partai besar yang amat banyak pula anak buahnya.
Akan tetapi kini sudah terdengar lagi. suara Tat Wi Siansu yang mengumumkan nama calon ke dua.
"Calon ke dua, Hwa I Enghiong Go Ciang Le!"
Nama besar Go Ciang Le murid Pak Kek Siansu, siapakah yang
belum pernah mendengar" Semua orang memandang kepada
pendekar besar itu, kagum dan segan. Akan tetapi yang mendukung pendekar besar ini tidak berapa banyak. Hal ini disebabkan oleh 765
karena bukan saja mereka yang hadir itu sebagian besar adalah kaki tangan Liok Kong Ji, akan tetapi juga karena selama ini Go Ciang Le menyembunyikan diri saja tidak terjun di dunia kang-ouw sehingga orang-orang hanya mengenaI nama besarnya saja akan tetapi tidak pernah menyaksikan sepak-terjangnya. Tentu saja orang-orang
masih ragu-ragu untuk memilihnya sebagai bengcu. Akan tetapi
sebaliknya, tokoh-tokoh besar seperti Tat Wi Siansu tidak ragu-ragu lagi untuk memilih Go Ciang Le sebagai bengcu.
"Calon ke tiga, Cam-kauw Sin-kai!"
Pendukung kakek pengemis sakti ini banyak juga, karena selain
Ciang Le, isterinya, Lie Bu Tek dan beberapa orang tokoh
perkumpulan-perkumpulan pengemis yang sudah mengenal kakek
ini, juga ada orang-orang kang-ouw yang sudah lama mengagumi
Cam-kauw Sin-kai memberikan suaranya dan mengangkat tangan
tanda mendukung. Cam- kauw Sin-kai sendiri hanya tertawa tawa
berkata perlahan. "Tua bangka macam aku mana pantas menjadi
bengcu?" Tai Wi Siansu sudah mengumumkan lagi.
"Calon ke empat, See-thian Tok-ong suaranya terdengar nyaring
dan nama menimbulkan gelisah dan rasa ngeri dalam hati para
pendengarnya. Nama Racun dari Barat ini sudah terkenal bagai
tokoh berwatak iblis yang menakutkan, apalagi sekarang
menyaksikan orangnya yang memang menyeramkan. Kecut-kecut
hati semua orang yang memilih calon lain, karena di samping Liok Kong Ji yang banyak pengikutnya, See-thian Tok-ong inilah yang merupakan lawan berat dan juga merupakan orang yang tak disuka.
"Calon ke lima, yang sesungguhnya tak perlu diadakan, adalah
pinto sendiri," kata Tat Wi Siansu. Kata kata ini disambut oleh suara ketawa banyak orang yang menganggap kakek itu berkelakar.
Memang lumayan juga kelakar ini, untuk selingan dan menghibur
hati yang berdebar tegang menghadapi pemilihan bengcu dan
mendengar nama See thian Tok-ong tadi.
Tiba-tiba terjadi keributan kecil di rombongan Teng-san-pai..
Semua orang memandang dan ternyata yang membikin ribut adalah
Cam-kauw Sin-kai. Kakak pengemis sakti ini entah kapan, tahu-tahu 766
telah berada di situ dan menyerang seorang di antara rombongan Teng-san-pai itu sambil berseru,
"Kau tukang colong ayam!"
Seruan ini dibarengi oleh serangannya memukul ke dada dengan
tangan kanan dan mencengkeram pusar dengan tangan kiri.
Serangan yang hebat, cepat dan kuat sekali! Semua orang terkejut melihat ini, terutama orang yang diserangnya itu. Orang itu adalah seorang yang berpakaian seperti
tosu dan dia adalah seorang di
antara para wakil Teng-san-pai,
muka dan lagaknya menunjukkan
bahwa dia adalah seorang ahli silat
pandai. Menghadapi serangan
yang demikian dahsyat dari Camkauw Sin-kai tosu ini cepat
membanting tubuh ke belakang
sambil berpoksai dengan cara
berjungkir balik. Akan tetapi
terdengar suara ketawa bergelak
dan kaki Cam-kauw Sin-kay
menyentuh pantatnya sehingga
tosu itu terpental dan jatuh
bergulingan seperti sebuah bal
karet ditendang. Cam-kauw Sin-kay mengeluarkan suara ketawa
bergelak-gelak, suara ketawanya aneh sekali dan pengemis ini lalu melompat kembali ke dekat Gak Soan Li. Memang sejak tadi,
pengemis ini nampak bicara perlahan- lahan dengan nona yang
siuman dari pingsan ini.
Ciang Le, isterinya, dan Lie Bu Tek memandang kepada
pengemis tua itu dengan heran. Mereka tidak melihat sesuatu
alasan mengapa Cam-kauw Sin- kai melakukan penghinaan kepada
wakil Teng-san-pai itu. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai yang melihat pandang mata reka hanya tersenyum-senyum, wajahnya berseri-seri aneh. Kemudian ia berdiri dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil berkata kepada Tai Wi Siansu,
767 "Masih ada lagi calon ke tujuh, akulah orangnya yang
memilihnya dan harap diumumkan!" Semua orang mendengar
ucapan yang dilakukan dengan pengerahan lweekang yang tinggi
ini. Tai Wi Siansu sudah mengenal siapa adanya Cam-kauw Sin-kai
dan melihat kelakuan pengemis tua ini, Ketua Kun- lun-pai
tersenyum dan menjawab sabar.
"Cam-kauw Sin-kai, kauumumkan sendiri agar kita semua
mendengar, Siapakah adanya calon pilihanmu yang terhormat itu?"
Cam-kauw Sin-kai memandang ke empat penjuru memutarmutar tubuhnya lalu berkata dengan keras sekali setelah
mengumpulkan tenaga dan napasnya.
"Aku mengajukan calon bengcu kiranya paling tepat pada waktu
ini menjadi pemimpin kita, dia itu bernama Wan Sin Hong!"
Untuk sedetik terdengar suara seruan kaget, lalu disusul suasana sunyi senyap. orang-orang memandang kepada
Cam-kauw Sin-kai seolah-olah pengemis itu telah berubah


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ingatannya. Bahkan orang-orang yang berpihak kepadanya juga
memandang dengan heran. Ciang Le sendiri memandang dengan
muka tercengang, sedangkan Lie Bu Tek memandang kepada Camkauw Sin-kai dengan mata menjadi basah air mata!
Ketika Cam-kauw. Sin-kai menyebut nama bengcu yang
dipilihnya, nama "Wan Sin Hong" la sebutkan dengan pengerahan
tenaga sekuatnya sehingga lama setelah ia menutup mulut gema
suaranya masih terdengar dari sekeliling puncak itu. Tiba-tiba dari jauh sekali, terdengar suara ketawa yang aneh gemanya
bergemuruh seperti suara geluduk dari jauh. Semua orang terkejut sekali, bahkan
Ciang Le dan tokoh-tokoh besar yang berada di situ juga kaget
karena hanya orang yang memiliki khikang tinggi bukan main yang dapat mengeluarkan suara seperti itu gemanya! Akan tetapi suara itu hanya timbul sebentar saja karena lalu lenyap tak disusul oleh suara apapun juga.
768 Kemudien terdengar pekik lain yang nyaring sekali, disusul oleh pekikan semacam itu yang kurang nyaring, kemudian nampak
bayangan-bayangan putih berkelebatan, bayangan-bayangan putih
yang cepat sekali gerakannya laksana kelompok burung garuda
menyambar. adalah pekik yang dikeluarkan oleh Siok Li Hwa,
disambut oleh pekik dari para anggautanya. Pekik ini merupakan pekik aba-aba dan sebentar saja Li Hwa dan para anggautanya
sudah mengurung tempat di mana berdiri Cam-kauw Sin-kai dan
rombongan Go Ciang Le! Li Hwa sendiri lalu melangkah maju,
pedang hijau berkilauan di tangannya. Ia menghadapi Cam-kauw
Sin-kai dengan wajah keren dan mata berapi-api.
-oo0mch-dewi0ooJilid XXVIII MELIHAT ini, Bi Lan sudah naik darah dan kalau tidak dikedipi
suaminya, tentu nyonya ini sudah menerjang maju mengusir Li Hwa yang bersikap demikian kurang ajar dan galak. Akan tetapi Camkauw Sin-kai yang di hadapi oleh Li Hwa, tersenyum-senyum saja, bahkan lalu menjura dan berkata,
"Bukankah nona calon ke enam yang tadi disebut bernama Siok
Li Hwa, berjuluk Hut-eng Niocu dan menjadi ketua dari Hui-eng-pai"
Apakah maksudmu terbang ke suni dan kelihatan marah kepada
lohu?" "Pengemis bangkotan tak perlu memutar omongan lagi! Kau tadi
menyebut-nyebut nama penjahat besar Wan Sin Hong yang kaupilih menjadi bengcu. Bagus sekali! Hayo lekas kaukeluarkan jahanam
busuk itu agar dapat kubawa kepalanya ke tempatku untuk ditaruh di meja sembahyang sehingga noda yang mencemarkan pada nama
baik perkumpulan kami dapat dicuci bersih!"
"Dia tidak ada di sini pada saat ini. Entah nanti!" jawab Cam
kauw Sin-kai dan suaranya terdengar bersungguh- sungguh.
"Jangan kau membohong!"
"Eh, eh, kau ini masih muda akan tetapi sikapmu agak galak
sekali. Kalau kau tidak percaya carilah sendiri kalau becus. Aku 769
boleh memilih calon bengcu siapa saja, adapun dia itu hadir atau tidak, bagaimana aku bisa memaksa?"
"Pengemis tua, kau sengaja hendak menyembunyikannya! Kalau
begitu, kaulah yang harus kutahan untuk memancing penjahat Wan Sin Hong datang Sambil berkata demikian Li Hwa menyerang
dengan pedangnya untuk membikin putus urat sambungan siku
kakek itu! "Ganas kau!" Cam-kauw Sin-kai mernbentak marah karena
serangan gadis itu benar-benar dahsyat dan cepat. Kalau sampai mengenai sasaran maka akan menjadi orang yang cacad! Cepat ia
menggerakkan tongkatnya, dengan gerakan istimewa dari ilmu
tongkat Carn-kauw-tunghwat ciptaannya yakni bagian gerakan
menggait" dan "membetot". Terdengar bunyi keras dan tongkatnya berhasil menempel pedang nona itu, akan tetapi sebelum
membetot, secara aneh sekali pedang itu telah terlepas kembali, dan ia ternyata nona itu telah dapat membebaskan pedang dengan amat mudahnya dan tenaga tempelan yang luar biasa itu. Di lain saat pedang itu telah menjadi sinar hijau dan kini menyerang ke arah pundak untuk membikin putus tulang pundak! Ternyata dari
serangan serangannya ini bahwa nona itu tidak bermaksud
mengambil nyawa, hanya untuk merobohkan dan menawan Camkauw Sin-kai. Tentu saja pengemis sakti ini tidak mandah begitu saja dan cepat memutar tongkat melakukan perlawanan.
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Siluman betina jangan banyak tingkah!" Yang membentak ini
adalah Liang Bi Lan isteri Hwa l Enghiong Go Ciang Le. Melihat sikap Siok Li Hwa, Bi Lan yang berwatak keras tak dapat menahan sabar lagi.
Sekali kakinya menotol tanah, tubuhnya melayang dan
menerjang Li Hwa yang sedang menyerang Cam-kauw Sin- kai.
Melihat gerakan yang luar biasa cepatinya ini, dua orang anggauta Hui-eng-pai menyambut dengan pedang dilintangkan di depan dada, mencegah nyonya ini mengganggu ketua mereka yang sedang
menyerang Cam- kauw Sin-kai.
770 Akan tetapi, sekali mengulur kedua tangan, Bi Lan telah berhasil merampas pedang di tangan dua orang nona ini dan tendangan
berantai yang ia lancarkan membuat dua orang lawannya ini cepat-cepat lari meninggalkannya! Liang Bi Lan lalu melontarkan dua
pedang rampasan itu ke arah Li Hwa yang sedang menyerang Camkauw Sin-kai. Li Hwa sejak tadi melihat gerak, Bi Lan ini bukan main
terkejutnya melihat nyonya cantik yang begitu lihai. Segera ia menangkis dengan Cheng-liong-kiam di tangannya dan dua batang
pedang dilontarkan itu dengan mudah terbabat putus. Dengan
adanya campur tangan dari Bi Lan ini, Cam- kauw Sin-kai bebas dari desakan dan kini Li Hwa menghadapi Bi Lan.
"Bocah siluman, kaukira dirimu ini apakah mau menjual lagak di sini?"
Li Hwa memandang kepada Bi Lan dengan matanya yang bening
dan bersih. Dua orang wanita, sama cantiknya, yang seorang gadis remaja, yang kedua telah setengah tua, berdiri berhadapan saling pandang. Bi Lan dengan sinar mata marah, sebaliknya Li Hwa
memandang kagum, karena baru kali ini ia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki kepandaian tinggi.
"Toanio mengapa marah-marah kepadaku" Aku berurusan
dengan pengemis tua ini yang menyebut-nyebut nama penjahat
yang kucari, apa sangkutannya dengan toanio?" akhirnya Li Hwa
mengeluarkan suara bertanya, sikapnya sungguh-sungguh dan tidak mengandung suara bermusuhan.
Liang Bi Lan terkenal sebagai seorang wanita yang mudah
gembira dan mudah marah. Di waktu mudanya ia jenaka dan
gembira, akan tetap, memiliki keberanian yang luar biasa dan kalau ia marah maka tentu akan timbul geger. Sebetulnya dalam dadanya terdapat hati yang penuh welas asih, hati yang suka mengalah
sabar, hanya wataknya yang membuat ia kadang-kadang mudah
sekali tersinggung. Kalau saja kata-katanya tadi dijawab kata kata keras pula oleh Li Hwa pasti ia akan menyerang gadis itu tak banyak cakap lagi. Akan tetapi, mendengar ucapan Li Hwa yang lemahlembut dan hormat, seketika itu juga api yang membakar hatinya 771
padam. Namun ia tak mau melayani kelemahlembutan itu, maka
jawabnya mengandung teguran,
"Bocah, bagaimana aku tidak akan mencampuri" Urusanmu
dengan Wan Sin Hong atau dengan siapapun juga memang tiada
sangkut pautnya dengan kami dan aku Sian-li Eng-cu Liang Bi Lan sekali-kali bukan orang usilan yang suka mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi Cam- kauw Sin-kai adalah seorang di antara
rombonganku, bahkan dia juga merupakan calon bengcu yang kami
pilih. Adapun dia memillh seorang bernama Wan Sin Hong menjadi calon, itu sih haknya karena semua orang merdeka untuk memillh calon masing-masing, megapa kau begitu tak tahu aturan
mengandalkan kegalakanmu" Apa kaukira di dunia ini tidak ada
orang lain berani menentangmu" Kau mengganggu seorang
anggauta rombongan kami, berarti kau menghina aku. Hayo,
sekarang kau mundur atau hendak mengadu kepandaian dengan
aku?" Li Hwa tersenyum, matanya memandang kagum akan tetapi
wajahnya berubah agak pucat. Ia marah sekali. Kalau saja orang lain yang bicara seperti itu, sudah dapat dipastikan pedang hijaunya akan menyerang. Akan tetapi sikap Bi Lan amat mengesankan
hatinya, membuat ia kagum dan tertarik. Tidak tegalah hatinya
untuk bermusuh dengan nyonya yang gagah ini. Bukan sekali-kali ia tidak berani, hanya ia merasa lebih suka bersahabat daripada
bermusuh dengan wanita gagah itu.
"Toanio, aku tidak ingin bermusuh denganmu. Tidak ada sebabsebabnya harus melawanmu, sungguhpun aku sekali tidak takut.
Mungkin tadi aku terlalu terburu nafsu. Asal saja kau suka memberi tahu apakah di rombonganmu ada penjahat Wan Sin Hong atau
tidak aku suka mengundurkan diri dan menghabiskan urusan ini."
"Kau kira kami menyembunyikan penjahat" Setan alas! Baik
yang bernama Wan Sin Hong atau siapapun juga, rombongan kami
tidak ada penjahatnya.
Li Hwa tersenyum dan mengerling ke arah Cam-kauw Sin-kai.
"Cam-kauw Sin-kai, maaf kalau tadi aku terburu nafsu. Akan
tetapi kau telah seorang jahat yang menjadi musuhku, berarti kau 772
pun bukan orang baik. Tunggu saja, bukankah kita berdua samasama calon bengcu" Tunggu sampai kita bertemu di gelanggang
adu kepandaian!" Setelah berkata demikian, Li Hwa lalu melompat kembali ke tempat yang tadi, diikuti oleh semua rombongannya.
Keadaan tenang kembali.
Akan tetap, baru saja Li Hwa mengundurkan diri, Liok Kong Ji
sudah melompat maju. Kebutan di tangannya digoyang-goyangkan
dengan lagak agung serperti seorang pangeran saja. Bibirnya
tersenyum, penuh keyakinan akan ketampanan wajahnya, dadanya
diangkatnya dan hanya memandang liar ke kanan kiri. Pemuda ini sejak tadi telah mempertimbangkan siapa-siapa calon yang menjadi lawan berat. Baginya adanya See-thian Tok-ong menjadi calon,
tidak begitu dipikirkan oleh karena ia percaya bahwa orang ini dapat ia tarik menjadi kawan.
Juga ia tidak memandang sebelah mata kepada Tat Wi Siansu
Ketua Kunlun-pai dan kepada Cam-kauw Sin-kai. Kini tinggal tiga orang yang menjadi buah pikiran, yakni Go Ciang Le. Siok Li Hwa, dan akhirnya yang amat mengejutkan hatinya adalah Wan Sin Hong yang dipilih sebagai bengcu ke tujuh oleh Cam-kauw Sin-kai. Maka ia lalu maju ke depan dan sebelum perang adu kepandaian dimulai, ia hendak mempergunakan siasat perang lidah.
"Cuwi-enghiong yang hadir di sini sudah mendengar jelas siapasiapa adanya tujuh orang bengcu." Ia mulai bicara dengan layak seorang pemimpin ulung! "Pilihan calon ketua bagi yang lain-lain aku sudah setuju sekali karena memang mereka itu adalah
locianpwe-locianpwe yang patut menjadi pemimpin serta
berkepandaian tinggi. Akan tetapi aku merasa amat keberatan
mendengar nama tiga orang yang dicalonkan, karena aku
menganggap mereka itu tidak layak menjadi calon bengcu yang
terhormat!"
Semua orang yang mendengar kata-kata ini menjadi tertarik.
Benar-benar seorang pemuda yang berani mati. Tiga orang calon
bengcu yang manakah ia berani mencela-celanya" Semua orang
mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak seorang pun mau
memotong ucapannya.
773 Setelah memandang ke kanan kiri dan merasa puas melihat
wajah orang-orang itu memperhatikan kata-katanya, Kong Ji
melanjutkan. "Pertama tama, aku ingin bicara tentang calon bengcu yang ke
enam, yaitu nona Siok Li Hwa ketua dari Hui-eng-pai. Bukan sekali-kali aku kurang menghargainya, bahkan aku merasa kagum sekali, akan kemajuan yang dicapa, oleh Nona Siok, biarpun wanita dan
masih muda sudah menjadi Ketua Hui-eng-pai. Akan tetapi sudah
berani maju sebagai calon bengcu. Akan tetapi, bengcu yang akan dipilih ini adalah ketua dari semua orang gagah di kolong langit, apakah patut kalau bengcu seorang wanita?"
Dari rombongan Hui-eng-pai terdengar suara nyaring seorang
gadis anggauta rombongan itu. "Orang she Liok, jangan kau
sombong! Biarpun seorang wanita, hanya Niocu kami tidak akan
kalah olehmu. Lihat saja nanti"
Kong Ji, tersenyum dan mengangkat pundak. "Demi kesopanan
dan kepantasan aku sudah bicara, kalau Nona Siok bertekad
mendapatkan kedudukan bengcu, terserah. Sekarang orang ke dua.
Dia ini benar benar tidak layak menjadi bengcu, lebih tidak patut lagi direndengkan para orang gagah yang terpilih hadir di sini. Dia itu adalah penjahat besar Wan Sin Hong yang tadi dipilih oleh Camkauw Sin-kai. Pantas saja Nona Siok marah terhadap Cam- kauw
Sin-kai, karena memang perbuatannya itu amat lancang. Bagaimana seorang manusia sudah tersohor akan kejahatannya itu dijadikan calon bengcu" Apakah Cam-kai Sin-kai menghendaki kita semua
dipimpin oleh seorang penjahat " Sungguh lucu!"
"Semua orang menuduh Wan Sin Hong seorang penjahat besar.
Mana buktinya?" Suara Cam-kauw Sin-kai berkumandang ketika ia
mengatakan ucapan ini.
Liok Kong Ji tertawa terbahak-bahak "Ha-ha, omongan Camkauw Sin-kai seperti omongan anak kecil saja! Yang tidak dapat melihat bahwa Wan Sin Hong seorang penjahat besar, dia itu
seorang buta! Yang tidak mendengar akan kenyataan itu, dia itu seorang tuli! Siapakah yang belum mendengar tentang kejahatan
Wan Sin Hong" Mau bukti" Terlalu banyak! Bukankah baru saja
sudah dibukan dengan kemarahan Nona Siok Li Hwa yang mencari
774 penjahat besar Wan Sin Hong sampai berbulan-bulan lamanya"
Apakah masih belum puas lagi" Tanya saja Nona Cun Eng, apa yang telah diperbuat oleh Wan Sin Hong kepadanya!"
Terdengar pekik mengerikan dan terjalilah ribut ribut di
rombongan Hui-eng-pai. Ternyata bahwa Cun Eng telah
menggunakan pedang menusuk dadanya sendiri ketika mendengar
kata-kata Kong Ji itu. Aib yang menimpa dirinya dibuka begitu saja oleh Kong Ji di depan umum, maka gadis itu tidak melihat jalan lain kecuali membunuh diri!
Siok Li Hwa dengan muka merah lalu memerintahkan anak
buahnya untuk mengurus jenazah Cun Eng, kemudian ia berkata
dengan suara nyaring.
"Untuk ini Wan Sin Hong akan membayar dengan nyawanya!"
Terdengar Liok Kong Ji tertawa bergelak, lalu memandang
kepada Cam-kauw Sin-kai dengan penuh ejekan.
"Cam-kauw Sin-kai, masih kauragukan lagi dan masih hendak
melihat bukti lagi" Lihat, Nona yang sekarang sudah menjadi mayat itu telah menjadi korban kejahatan Wan Sin Hong."
"Sayang, sayang kehilangan lagi orang saksi utama! Liok Kong
Ji, mengapa kau begitu girang melihat kematian Nona Cun Eng?"
Tiba-tiba saja kalimat terakhir ini diucapkan oleh Cam-kauw Sin-kai sambil menatap wajah pemuda itu dengan tajam.
Akan tetapi wajah Kong Ji tidak berubah, hanya senyumnya agak
berbeda dengan tadi. Kini timbul kebengisan pada wajahnya yang tampan.
"Cam-kauw jangan kau mencoba mengacau-balau untuk
menyembunyikan ketololanmu. Kau sudah memilih seorang
penjahat menjadi calon bengcu dan aku hanya mengemukakan
alasa-alasan disertai saksi-saksi hidup, Kau masih mau saksi lagi"
Kau lihat dia itu," Kini telunjuk tangan kanan Kong Ji menuding ke arah Gak Soan Li!
Wajah Soan Li berubah dan matanya memandang kepada Kong ji
dengan terbuka lebar-lebar. Kasihan sekali nasib gadis yang malang ini. Biarpun dengan penuh perhatian dan mengerahkan seluruh
775 kepandaiannya Cam-kauw Sin-kai telah mengobatinya, namun tetap saja tidak dapat mengembalikan ingatannya. Sampai sekarang ia
masih belum dapat ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya, siapa orang yang telah berlaku keji kepadanya. ia hanya ingat
bahwa orang ini jahat dan mengganggunya bernama Wan Sin Hong
sedangkan penolongnya ialah Gong Lam! Kini melihat wajah Kong Ji dan mendengar nama ini hanya merasa muak dan benci.
Hal ini tidak mengherankan oleh karena semenjak dahulu,
semenjak Kong Ji masih menjadi murid Ciang Le dan masih belajar ilmu silat bersama-sama di dalam hati Soan Li sudah merasa tidak suka kepada pemuda ini. Maka sekarang biarpun ia tidak ingat lagi siapa adanya Kong Ji ia tetap merasa tidak suka dan benci.
Sekarang, melihat Kong Ji menunjuk kepadanya untuk di jadikan
saksi dan bukti kejahatan Wan Sin Hong, tahulah Soan Li apa yang hendak dimaksudkan oleh pemuda itu. Seperti pula Cun Eng tadi, ia pun hendak dijadikan sasaran penghinaan. Maka ia memandang
dengan mata terbelalak dan muka pucat.
Juga Cam kauw Sin-kai menjadi pucat, demikian pula Ciang Le
dan istri nya. Tidak mereka sangka bahwa Kong Ji akan begitu
kejam mencemarkan nama baik saudara seperguruannya sendiri,
bahkan nama baik gurunya sendiri! Lie Bu Tek memandang kepada
Kong Ji dengan mata mengeluarkan sinar berapi.
Teringat ia betapa Kong Ji telah membuntungi lengannya dan
betapa Kong Ji telah berlaku kejam sekali terhadap Wan Sin Hong.
Sekarang ini, biarpun Wan Sin Hong disohorkan orang menjadi
penjahat, akan tetapi Kong Ji pulalah yang agaknya memburukburukkan nama Wan Sin Hong! Kong Ji memandang kepada para
hadirin dengan sinar mata penuh kesombongan dan kemenangan.
"Cuwi-enghiong, para orang yang berkumpul di sini. Perlu aku
memperkenalkan Nona yang menjadi saksi dan bukti ke dua atas
kejahatan Wan Sin Hong. Nona itu adalah Nona Gak Soan Li murid pertama dari Hwa I Enghiong Ciang Le."
Semua mata memandang dan di antaranya banyak yang kagum
melihat Soan Li yang cantik dan agung, akan tetapi pucat wajahnya dan sinar matanya seperti bingung dan muram, bahkan ada tanda-tanda air mata mengembeng di pelupuk matanya.
776 "Tanyalah kepada Nona Gak Soan Li itu apa yang telah
diperbuat oleh jahanam Wan Sin Hong kepadanya seperti yang telah diperbuat oleh penjahat itu kepada mendiang Nona Cun Eng tadi!
Kalau ia tidak mau bicara dan kalau Cu- wi betul-betul ingin
mengetahui, aku dapat memberi keterangan karena kebetulan sekali aku sendirilah orangnya yang telah menolongnya dari cengkeraman siluman Wan Sin Hong! Eh, Cam-kauw Sinkai,....... kau masih mau bukti-bukti lagi?"
Naga Naga Kecil 12 Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bayangan Setan 12

Cari Blog Ini