Ceritasilat Novel Online

Pedang Penakluk Iblis 5

Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


Luliang-san tentu saja berhak menyuruh kami pergi. Kami pun
hendak pergi karena di tempat ini kami tidak ada urusan apa-apa.
Adapun tentang tewasnya Luliang Sam-lojin, See-thian Tok-ong
tidak tahu menahu bukan aku yang membunuh mereka."
Ciang Le melangkah maju. "See-thin Tok-ong. Kita berdua adalah laki-laki sejati dan bukan anak-anak yang suka membohong. Benar-benarkah kau tidak membunuh ketiga suhengku'"
"Kau tidak percaya kepadaku" Aku bersumpah bahwa bukan aku yang membunuh mereka. Selamat tinggal!" See thian Tok-ong mengajak isteri dan puteranya untuk pergi meninggalkan tempat
itu. Ciang Le tak dapat berbuat sesuatu dan hanya memandang
dengan kecewa. Telah bertahun-tahun pendekar ini tak pernah naik ke Luliang-san. Sekarang selagi ada kesempatan, sambil membawa isterinya ia naik ke Luliang-san untuk mengunjungi ketiga orang 209
suhengnya, akan tetapi alangkah marah, menyesal dan dukanya
ketika ia menemukan ketiga suhengnya telah menjadi rangka yang berserakan di lereng gunung. Adapun puterinya Hui Lian yang
merasa amat gembira melihat pemandangan alam yang amat indah
di puncak, mendahului ayah bundanya dan berlari-lari naik bagaikan seekor burung cepatnya. Kebetulan sekali Hui Lian melihat Kong Ji yang hendak dibunuh oleh Kok Sun, maka ia lalu menolongnya.
Ketika mehhat See-thian Tok-ong dan anak isterinya pergi, Ciang Le hanya berdiri memandang. See-thian Tok-ong telah bersumpah
bahwa ia tidak membunuh Luliang Sam-lojin, maka Ciang Le merasa bahwa tak pantas sekali kalau mendesak dan mencari permusuhan
dengan tokoh yang amat terkenal itu.
Akan tetapi, tiba-tiba Kong Ji berseru keras,
"Go-locianpwe, jangan percaya kepada Raja Racun itu. Dia telah membawa pergi pedang Pak-kek Sin-kiam dari puncak ini!"
Mendengar seruan ini, Ciang Le tidak membuang waktu lagi,
cepat melompat dan lari mengejar See-thian Tok-ong. Liang Bi Lan dan puterinya juga berlari cepat mengejar.
"See-thian Tak-ong, tunggu dulu!" seru Ciang Le ketika ia sudah hampir dapat menyusul rombongan See-thian Tok-ong.
See-thian Tok-ong terkejut dan berhenti. Ia tidak takut karena ia yakin bahwa pendekar besar itu tentu percaya kepada sumpahnya.
Lagi pula, biarpun yang mcmbunuh Luliang Sam-lojin adalah
puteranya, namun ia tidak membohong kalau ia bersumpah bahwa
ia tidak membunuh mereka.
"Hwa I Enghiong, ada urusan apa maka kau menyusulku?"
tanyanya. "See-thian Tok-ong, kau telah mengambil dan membawa pergi pusaka Luliang- pai, harap kau suka mengembalikannya kepadaku,"
kata Ciang Le dengan suara tenang.
See-thian Tok-ong cukup cerdik. Ia dapat menduga bahwa
tentulah Kong Ji telah membuka rahasia dan memberi tahu kepada Ciang Le tentang Pak-kek Sin kiam, maka ia pun tidak mau berpura-pura lagi dan bertanya,
210 "Apakah kaumaksudkan Pak-kek Sin-kiam?"
"Betul! Pedang itu adalah pusaka peninggalan Suhu Pak Kek Siansu, maka tidak boleh kau membawanya pergi dari sini."
"Hwa I Enghiong, kau benar-benar keterlaluan. Apakah kau pura-pura tidak mendengar bahwa Pak Kek Siansu diam-diam
meninggalkan sebatang pedang dan sebuah kitab" Apakah kau tidak mendengar bahwa semua orang di dunia kang-ouw berebutan untuk
mendapatkan dua benda itu" Siapa yang mendapatkannya, berarti
sudah berjodoh. Aku memang mendapatkan pedang Pak-kek Sinkiam, akan tetapi bukan mencuri darimu. Itu menandakan bahwa
akulah yang berjodoh memiliki Pak-kek Sin-kiam."
"Hm, See-thian Tok-ong, enak saja kau bicara, seolah-olah kau
tidak mengerti akan peraturan dan kesopanan kang-ouw. Pedang itu adalah milik Suhu dan sebuah pedang pusaka partai persilatan
takkan jatuh ke dalam tangan orang lain, melainkan kepada murid atau cucu muridnya. Apakah kau sengaja hendak melanggar
peraturan in?"
"Ha-ha-ha, Hwa I Enghiong, kau bukan bicara dengan seorang bocah! Kalau memang Pak Kek Siansu meninggalkan pedang dan
kitab untuk murid-muridnya mengapa disembunyikan sehingga
Luliang Sam-lojin sendiri tidak tahu di mana tempat
penyimpanannya" Kalau andaikata Pak Kek Siansu meninggalkan
untukmu, mengapa dua macam benda itu tidak berada di
tanganmu?"
"Sungguhpun begitu, See-thian Tok- ong, akan tetapi tak seorang pun boleh membawa pergi pusaka Luliang-pai begitu saja. Kau telah melanggar wilayah Luliang-pai, bahkan telah mencuri pedang kalau sekarang kau tidak mau mengembalikan sama halnya dengan kau
mencari permusuhan dengan Luliang-pai."
"Perduli apa?" Kwan Ji Nio membentak marah. "Kalau kau becus, kau boleh merampas pedang itu kembali dan kami"
"Hm, kalau begitu maafkan aku yang muda terpaksa
menggunakan kekerasan!" kata Ciang Le dan sebelum See-thian Tok-ong dapat menjawab, tangan kanan Ciang Le telah
menyerangnya dengan sebuah dorongan kuat sekali dan tangan
211 kirinya meluncur ke arah pinggang di mana tergantung pedang Pak-kek Sin-kiam.
Bukan main kagetnya See-thian Tok-ong. Gerakan dari Ciang Le
demikian kuat dan cepat, baru anginnya saja sudah terasa olehnya.
Cepat ia melompat ke belakang sambil menangkis dan begitu kedua kakinya menginjak bumi ia terus saja mencabut keluar Pak-kek Sinkiam.
Ciang Le kagum sekali melihat pedang itu, pedang suhunya yang
belum pernah dilihatnya. Akan tetapi ia tidak dapat mencurahkan perhatiannya kepada pokiam itu karena segera sinar pedang itu
telah menyambar-nyambar menyerangnya. Namun dengan amat
gesitnya Ciang Le dapat mengelak, bahkan beberapa kali kedua
tangannya yang kosong bergerak merampas pedang. Dihadapi
dengan tangan kosong, See-thian Tok-ong terkejut dan juga kaget.
Tak disangkanya bahwa ilmu kepandaian pendekar Luliang-san ini benar-benar hebat. Siapa orangnya yang dapat menghadapinya
dengan tangan kosong apalagi kalau mempergunakan pedang Pakkek Sin-kiam"
Sebaliknya, Ciang Le diam-diam harus mengakui pula kelihaian
ilmu pedang lawannya. Ia sengaja bertangan kosong dan mainkan
Ilmu Silat Thian-hong-ciang-hwat yang ia pelajari dari Pak Kek Siansu karena ia tidak bermaksud membunuh lawannya, hanya akan merampas kembali pedang suhunya.
Tetapi tiba-tiba terdengar seruan nyaring dari Kwan Ji Nio telah bergerak menyerang dengan sebatang ranting bambu. Serangannya
cukup berbahaya, lagian amat cepatnya sehingga Ciang Le benarbenar merasa tak sanggup lagi menghadapi dengan tangan kosong.
Terpaksa ia mencabut keluar pedang Kim-kong-kiam. Kilauan sinar keemasan yang hanya kalah sedikit oleh sinar Pak-kek Sin-kiam
nampak bergulung-gulung. Kwan Kok Sun yang melihat dua orang
tuanya sudah mengeroyok Ciang Le, hanya berdiri menonton. Ia
maklum bahwa kepandaiannya masih terlampau rendah untuk
mencampuri pertempuran itu.
Tak lama kemudian, datanglah Liang Bi Lan dan Go Hui Lian di
tempat itu. *Melihat suaminya telah dikeroyok, Bi Lan segera
mencabut pedang dan menggempur Kwan Ji Nio. Terpaksa nyonya
212 tua ini menghadapi Bi Lan dan kini pertempuran terbagi menjadi dua.
"Hwesio cilik, apakah kau juga ingin kepalamu benjut" Majulah, tanganku sudah gatal-gatal!" kata Hui Lian sambil mengejek kepada Kok Sun.
Kok Sun tidak meladeni bocah perempuan ini, pura-pura tidak
melihatnya dan asyik menonton orang tuanya. Akan tetapi. Hui Lian sambil tertawa-tawa mengejek, melompat di depannya, menaruh
telunjuk di pucuk hidung dan menjulurkan lidahnya.
"Aha, hanya galak menghadapi orang yang lemah, akan tetapi pengecut kalau bertemu dengan lawan yang gagah," kata Hui Lian.
Kok Sun merasa panas perutnya. Ia bersuit keras dan serentak
ular-ularnya merayap maju mengepung Hui Lian. Bahkan burung
kim-tiauw yang tadinya beterbangan di atas kini turun menyambar ke arah nona cilik itu dengan sepasang kaki siap mencengkeram dan patuknya yang besar terbuka mengerikan.
Hui Lian tidak takut menghadapi kim-tiauw, akan tetapi ia merasa jijik dan ngeri melihat puluhan ekor ular itu.
"Kau memang siluman ular!" bentaknya dan tangannya cepat merogoh dan beberapa kali tangannya bergerak. Jarum-jarum halus yang bersinar emas melayang ke arah ular-ular itu. Sebentar saja enam ekor ular menggeliat-geliat dengan kepala tertembus jarum-jarum Kim-kong-touw-kut-ciam (Jarum-jarum Sinar Emas Penembus
Tulang), kepandaian tunggal dari ayahnya yang telah diwarisinya semenjak ia masih sangat kecil!
Ular-ular yang lain menjadi marah sekali, akan tetapi kembali
beberapa ekor ular mampus terkena sambaran jarum-jarum itu.
Kim-tiauw pada saat itu menyambar.
"Lian Jl, awas dari atas...'" teriak Bi Lan yang biarpun sedang menghadapi Kwan Ji Nio, namun masih memperhatikan keadaan
puterinya. Hui Lian tentu saja sudah tahu akan .datangnya sambaran
burung, cepat ia mengelak sambil menangkis dengan tangan
kirinya. 213 "Jangan...!" Bi Lan berseru namun terlambat, Hui Lian sudah menangkis sambaran burung. Lengannya yang kecil bertemu
dengan sayap burung itu dan tubuh Hui Lian terpental jauh
bergulingan bagaikan seekor trenggiling.
Ciang Le mengerti bahwa kini kalau pertempuran dilanjutkan, ia harus terpaksa membunuh tiga orang lawannya ini, maka dengan
gerakan yang cepat sekali, pedangnya membuat lingkaran
menyerang See-thian Tok-ong yang cepat meloncat mundur.
Kcsempatan itu dipergunakan oleh Ciang Le untuk meloncat ke
dekat Kok Sun. Sekali tangannya bergerak, bocah gundul itu telah ditotok lemas dikempit tubuhnya. Kemudian Ciang Le meloncat lagi mendekati puterinya yang ternyata telah bangun berdiri, tidak
menderita luka hanya kaget saja. Bi Lan sudah meloncat mendekati puterinya.
"See-thian Tok-ong, aku tidak kalau permusuhan dilanjutkan sampai berlarut-larut karena urusan pedang saja. Kau telah mencuri pedang Luliang pai, sekarang terpaksa aku menangkap puteramu."
"Hwa I Enghiong, mengapa kau demikian curang" Lepaskan
putera kami!" seru Kwan Ji Nio.
"Kembalikan dulu pedang Pak-kek Sin-kiam," kata Ciang Le. "Aku berlaku sabar dan menghendaki kembalinya pedang itu dengan
jalan damai."
See thian Tok-ong tersenyum mengejek, lalu melemparkan
pedang itu kearah Ciang Le yang menyambut dengan tangannya.
Setelah itu, Ciang Le membebaskan totokannya pada Kok Sun dan
melepaskan Si Gundul itu yang cepat-cepat berlari mendekati orang tuanya.
"Untuk apa pedang macam itu" Tanpa pedang pun kalau aku
mau, aku masih mampu mengalahkanmu!" kata See-thian Tok-ong.
Ciang Le tersenyum. "Mungkin juga, See-thian Tok-ong.
Kepandaianmu memang tinggi."
Mendengar jawaban ini, merahlah muka See-thian Tok ong. Sikap
Ciang Le benar-benar amat mengherankan hatinya dan bahkan
memukul kesombongannya. Dalam jawaban yang sederhana dan
214 memuji ini tersembunyi ejekan yang bahkan lebih menikam hati
daripada kalau Ciang Le menjawab dengan sombong.
"Hayo kita pergi!" katanya dengan hati mengkal kepada anak isterinya. "Kok sun, kauseret dan bawa bajingan kecil itu!"
Kok Sun tidak menjawab, melainkan berlari cepat naik ke puncak untuk mengambil Kong Ji yang masih duduk dalam keadaan tidak
berdaya karena telah tertotok jalan darahnya.
"Jangan ganggu dia...!" tiba-tiba Hui Lian berseru keras dan dengan tiga kali loncatan jauh ia telah mendahului Kok Sun dan menghadang di tengah jalan sambil bertolak pinggang. "Kalau kau terus naik dan hendak mengganggu korbanmu itu, lebih dulu
kepalamu yang gundul akan kuhajar!"
Merah sekali muka Kok Sun, akan tetapi ia tidak berani berlaku lancang menyerang bocah perempuan yang galak ini. Ia hanya
menoleh kepada ayahnya untuk minta pertimbangan.
"Lian-ji, anak di atas itu tiada sangkut pautnya dengan kita,
biarkan mereka membawanya pergi!" kata Hwa I Enghiong Go Ciang Le kepada putennya.
"Tidak, Ayah! Tak dapat kita biarkan saja orang disiksa dan dibunuh oleh mereka ini," bantah Hui Lian yang memang manja dan berani membantah orang tua kalau ia menganggap dia sendiri betul.
"Bagus. bagus!" See-thian Tok-ong mengangguk-anggukkan kepala sambil tersenyum mengejek. "Hwa I Enghiong berkata tidak mencari permusuhan, akan tetapi sengaja hendak menghina kami!
Bocah setan di atas puncak itu adalah muridku, apakah aku sebagai gurunya tidak boleh membawanya pergi?"
Ciang Le tak berdaya, pula tadi sekali saja melihat wajah Kong ji yang tampan dengan sepasang mata yang aneh, ia sudah
mempunyai perasaan tidak suka yang ias sendiri tidak tahu apa
sebabnya. "Hm, kalau dia muridmu, ambillah," katanya. Kok Sun hendak melangkah lagi, akan tetapi Hui Lian tetap menghadangnya.
215 "Siapa saja yang maju, baik kau setan gundul atau Ayah maupun Ibumu; harus merobohkan aku lebih dulu!" bentak Hui Lian marah sekali.
"Hwa I Enghiong, bagus sekali sikap putrimu?"" Kwan Ji Nio menyindir dan nyonya tua ini sebetulnya sudah marah sekali, hanya ia tidak berani mendahului suaminya bertindak.
"Hui Lian...!" Ciang Le membentak telinganya merah.
"Ayah, aku tidak lega melihat mereka membunuh orang yang
tidak berdaya." Hui Lian berkata kepada ayahnya dengan suara memohon.
"Bodoh, bocah di atas itu adalah muridnya. Kita tidak berhak mencampuri urusan mereka. Mau dibunuh atau tidak terserah
kepada gurunya, apa hubungannya dengan kita!"
"Akan tetapi, Ayah...."
"Hui Lian, jangan kau membantah Ayahmu!" Ciang Le mulai marah.
"Akan tetapi, anak tidak suka kalau kelak ada yang mengira bahwa kita adalah orang-orang yang bong-im pwe-gi (tidak
mengenaI budi)."
Ciang Le membuka lebar matanya bahkan Bi Lan caper bertanya,
"Lian-ji (Anak Lian), mengapa kau berkata demikian?"
"Ayah dan Ibu, bukankah tadi orang di puncak itu yang memberi tahu tentang pedang Pak-kek Sin-kiam" Bukankah dia telah melepas budi kepada kita sehingga pedang pusaka Luliang-pai telah dapat dirampas kembali" Masa sekarang melihat dia terancam bahaya
maut, kita diam saja. Anak khawatir sekali kelak dunia kang-ouw akan mencela nama kita."
Ciang Le tertegun. Benar juga kata-kata puterinya! Apalagi ketika tiba-tiba See-thian Tok-ong mengeluarkan makian keras,
"Anak setan tak kenal budi! Jadi dia pula yang membuka rahasia tentang pedang" Anak macam itu harus kucekik lehernya!" Ia melompat hendak menuju ke puncak, akan tetapi tiba-tiba
216 bayangan Ciang Le berkelebat dan tahu-tahu pendekar ini telah
berdiri di depannya.
"Sabar See-thian Tok-ong! Daerah ini termasuk daerah Luliang-pai, dan aku tidak memperbolehkan kau naik ke puncak. Sudah
terlalu lama kau mengacau dan mengotorkan tempat kami."
"Jadi kau tetap hendak melindungi -muridku, hendak
mencampuri urusan antara guru dan murid?"
Sebelum Ciang Le menyahut, kembali terdengar kata-kata Hui
Lian yang nyaring.
"Biarpun dia itu muridnya, kurasa dia jauh lebih baik daripada gurunya. Aku pernah mendengar bahwa siapa yang dimaki-maki
dan dicela orang jahat, itu adalah seorang baik-baik, sebaliknya siapa yang dipuji dun disayang oleh orang jahat, dia itu pun seorang yang busuk!"
"Hui Lian, diam kau!" bentak Ciang Le, kemudian ia berkata kepada See thian Tok-ong, "See-thian Tok-ong, jangan katakan bahwa kami yang mencari gara-gara. Kau sendiri yang sudah
melakukan pelanggaran di tempat kami. Sekarang aku tidak
memperbolehkan kau naik ke puncak. Kalau kau mau panggil anak
itu turun ke bawah aku takkan ambil peduli lagi."
See-thian Tok-ong maklum bahwa alasan ini hanya dicari-cari
saja, akan tetapi kuat juga, dan ia tidak berdaya untuk
melanggarnya. Maka ia lalu berseru, ditujukan ke arah puncak,
"Kong Ji, hayo kau turun dan ikut aku pergi dari sini!"
Sunyi sesaat lalu terdengar jawaban Kong Ji, "Suhu, teecu tidak dapat menggerakkan tubuh'"
"Bergulinglah ke kanan, benturkan jalan darah di pundak kanan ke atas batu runcing setelah tangan kananmu dapat -bergerak
pijatlah jalan darah di punggung!"
Sunyi pula agak lama, dan semua orang tahu bahwa Kong Ji
tentu sedang melakukan perintah gurunya membebaskan diri
daripada totokan itu. Tak lama kemudian, terdengar Kong Ji berkata dengan nada suara girang.
217 "Teecu sudah bebas!!"
"Lekas kau turun ke sini dan berangkat turun gunung
bersamaku!"
Kong Ji tertawa dan tetap tidak mau memperlihatkan dari.
"Suhu, apakah Suhu kira teecu tidak tahu" Begitu teecu berada di depan Suhu, tentu nyawa teecu akan dicabut!"
"Turunlah dan jangan banyak cakap! Aku, gurumu yang
memerintah supaya kau turun!"
"Tidak mungkin, Suhu. Bagaimanapun juga, teecu masih suka hidup!" Memang Kong Ji amat cerdik. Ia tadinya merasa heran mendengar suara suhunya menyuruh dia membuka totokan dan
menyuruhnya dia turun gunung. Kemudian ia dapat menduga
bahwa tentu Hwa I Enghiong tidak mengijinkan mereka naik ke
puncak, maka ia juga mempergunakan kesempatan ini untuk
menolong nyawanya.
"Kong Ji, kau hendak murtad terhadap Gurumu sendiri" Tidak ingatkah kau betapa kami selalu sayang kepadamu dan telah
menurunkan banyak ilmu silat kepadamu?"
Kembali Kong Ji tertawa lalu berkata, "See-thian Tok-ong, sekarang aku bukan muridmu dan kaukira aku tidak tahukah bahwa selama ini kau tidak menganggap aku sebagai murid yang betul"
Kau mau mengajarku hanya karena telah berjanji. Orang gagah
bilang bahwa It-gan-ki-jut, su-ma-lam-twi (Sekali perkataan keluar, empat ekor kuda tak dapat menarik kembali)' Akan tetapi, apa yang kaulakukan" Baru empat tahun lebih dengan keji kau dan anak
isterimu tadi hendak membunuhku. Siapa mau turut mengantarkan
nyawa padamu?"
Mendengar jawaban Kong Ji yang berkukuh tidak mau turun dari
puncak Luliang-san dan tak mau menurut kehendaknya untuk pergi bersama dari situ, See-thian Tok-ong menjadi mendongkol sekali. Ia merasa telah ditipu oleh Kong Ji dan kini ia baru merasa menyesal mengapa dulu-dulu ia tidak bunuh mampus saja bocah yang cerdik itu.
218 Sementara itu mendengar kata-kata Kong Ji, timbul rasa suka di hati Ciang Le terhadap bocah yang dtanggapnya berani dan tabah itu. Ia melangkah maju menghadapi See-thian Tok-ong dan berkata,
"See-thian Tok-ong, kau sudah mendengar sendiri bahwa anak itu tidak mau turun dari puncak, dan kau tidak bisa memaksanya.
Oleh karena itu, kuharap kau dan anak isterimu segera turun dari sini, jangan sampai terjadi salah paham diantara kita."
See-thian Tok-ong membanting kakinya dan sebuah batu yang
berada di bawah kakinya menjadi hancur. Ia menyeringai pahit dan sambtl memandang tajam ia menjawab.
"Bukan karena kami takut kepadamu, Hwa I Enghiong, hanya
karena kami tidak mau disebut pendatang yang mengacaukan
tempat tinggal orang lain maka kali ini aku mengalah. Biarlah lain kali kita bertemu kembali dalam keadaan yang lebih baik dan di sana kita akan menentukan siapa yang lebih unggul antara kita."
"Hm, soal nanti tak usah dibicarakan sekarang," Bi Lan menyahut, "kami akan selalu melayani tantanganmu, di manapun juga kami berada, See-thian Tok-ong.
Terdengar Kwan Ji Nio tertawa bergelak, suara tertawa yang
mengandung kemaralian besar, kemudian menarik tangan putranya
dan berlari turun gunung, Suaminya lalu menggapai ke arah ular-ular dan kim-tiauw, lalu dia pun menyusul istri dan anaknya. Ular-ular merayap cepat turun gunung dan di atas, kimtiauw terbang
meluncur dengan gagah.
Ciang Le menarik napas panjang. "Mereka itu benar-benar
merupakan lawan-lawan yang tangguh. Baiknya tidak terjadi
pertempuran yang lebih hebat. Aku khawatir sekali, karena kalau sampai terjadi demikian tidak ringan menghadapi racun-racun."
Baru saja kata-kata ini habis diucapkan, tiba-tiba terdengar suara gaduh di puncak gunung. Ciang Le, Bi Lan dan Hui Lian cepat berlari naik dan mereka melihat Kong Ji seperti orang gila mencabut
beberapa batang pohon muda.
"Eh, apa yang kaulakukan?" Hui Lian bertanya heran.
219 Kong Ji menoleh dan melihat Ciang Le dan anak isterinya, Kong Ji serta merta menjatuhkan diri berlutut sambil menangis!
"Locianpwe, kalau tidak Iocianpwe bertiga yang datang
menolong, pasti tee-cu sudah mampus sekarang. Terima kasih
banyak atas budi pertolongan Locianpwe. Sungguh tidak salah kalau dulu Ayah Bunda teecu, juga Ayah angkat teecu serta Guru teecu sendiri menyatakan bahwa Go-locianpwe adalah seorang pendekar
yang paling mulia dan gagah di waktu ini."
Mendengar kata-kata ini, Ciang Le mengerutkan kening. Anak ini mempunyai sifat penjilat, pikirnya.
"Kaucabuti pohon-pohon itu ada apakah?" tanyanya.
"Locianpwe, See thian Tok ong yang jahat itu telah menyebar racun pada pohon-pohon ini. Lihat saja, pohon-pohon ini telah layu dan kering, kalau sampai pohon-pohon ini membusuk di sini, maka racunnya akan menjalar dan akhirnya seluruh tetumbuhan di puncak Luliang- san ini akan musnah!"
Ciang Le melihat dan ia terkejut sekali. Sebagai seorang kangouw yang telah berpengalaman luas ia pernah mendengar akan
adanya racun yang dapat membasmi tetumbuhan dengan jalan
menyebarkan semacam penyakit pohon yang menular. Memang
betul bahwa pohon-pohon kecil yang dicabuti oleh Kong Ji telah pada kering dan layu. Yang berbahaya sekali, kalau tetumbuhan di situ sudah dijalari penyakit ini, siapa saja yang makan daun pohon-pohon yang sakit, baik manusia maupun binatang akan tewas


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkena racun yang amat berbahaya!
"Hayo kita kumpulkan pohon-pohon, sekitar tempat ini dan bakar habis!" kata Ciang Le cepat-cepat. Tanpa banyak cakap lagi mereka lalu bekerja dan berkat kepandaian Ciang Le dan Bi Lan yang tinggi, sebentar saja pohon-pohon di sekitar tempat yang disebari racun itu telah bersih tercabut, ditumpuk disitu. Ciang Le lalu membakar semua pohon yang sebentar saja sudah menjadi kering itu dan tak lama kemudian asap hitam mengepul di puncak Luliang-san.
Keadaan di puncak menjadi gundul dan buruk, akan tetapi bersih daripada bahaya racun yang sengaja disebar oleh See-thian Tok-ong sebelum ia meninggalkan puncak itu. Kong Ji yang amat cerdik
220 sudah dapat mempelajari sedikit banyak tentang racun yang
menjadi keistimewaan suhunya, maka melihat keadaan beberapa
batang pohon di tempat itu, ia dapat menduga bahwa See-thian
Tok-ong telah menyebar racun. Apalagi kalau ia teringat bahwa
memang See-thian Tok-ong tadi berdiri di dekat pohon-pohon itu.
Maka untuk mencari muka baik, ia segera turun tangan mencabuti pohon-pohon itu sebelum Ciang Le naik ke Luliang-san.
Setelah pekerjaan membasmi racun pada pohon-pohon itu beres.
Kong Ji kembali berlutut di depan Ciang Le.
"Oleh karena See thian Tok-ong tentu akan selalu berurusan untuk membunuh teecu, maka teecu mohon dengan sangat sudilah
kiranya Locianpwe menaruh belas kasihan kepada teecu dan sudi
menerima teecu menjadi murid."
Sudah berada di ujung lidah Cia Le untuk segera menolak
permintaan ini karena selain ia memang timbul rasa tidak suka
kepada pemuda cilik ini, juga memang tidak berhasrat menerima
murid baru. Akan tetapi ia merasa kasihan juga melihat keadaan bocah ini, apalagi kalau ia teringat betapa anak ini tadi menyatakan bahwa ayah bunda dan gurunya pernah mengenalnya.
"Kau siapakah dan putera siapa" Mengapa bisa menjadi murid See-thian Tok ong?" tanyanya.
Sambil kadang-kadang mengusap kedua matanya dengan ujung
lengan baju Kong Ji menjawab,
"Teecu bernama Liok Kong Ji. Mendiang ibu teecu pernah
mengenaI Locianpwe dan Ibu teecu bernama Liok Hui, ketua dan
Kwan-im-pai." Kemudian Kong Ji menuturkan betapa ibu dan
ayahnya itu terbunuh oleh orang-orang Im-yang-bu-pai dan betapa ia dibawa lari oleh pamannya, yakni Liok San dan dibawa mengungsi ke Hoa-san di mana ia belajar ilmu silat kepada Lie Bu Tek dan Liang Gi Tojin.
Baru bercerita sampai di sini, Ciang Le sudah memegang
pundaknya dan bertanya dengan suara bergetar, "Apa yang terjadi di Hoa-san dan ke mana perginya Liang Gi Tojin dan Lie Bu Tek
Twako?" Juga Bi Lan ingin sekali mendengar tentang bekas gurunya dan suhengnya itu. Sebelum naik ke Luliang-san, memang mereka
221 telah mengunjungi Hoa san, akan tetapi mereka tidak menemukan
seorang pun di puncak Hoa-san dan keadaan di situ yang sudah
rusak tak terpelihara membuat mereka merasa bingung dan juga
sedih sekali. Mendengar pertanyaan ini, Kong Ji mengucurkan air matanya
dengan deras. "Ah, Locianpwe, memang orang-orang jahat
merajalela di dunia ini dan karenanya teecu bersumpah untuk
belajar ilmu silat setinggi-tingginya agar kelak dapat membasmi musuh-musuh besar itu!"
Bi Lan tidak sabar lagi. "Hayo ceritakan apa yang terjadi di puncak Hoa-san!"
"Suhu Liang Gi Tojin yang sudah menerima teecu sebagai murid telah... telah tewas oleh dua orang anggauta Im-yang-bu-pai, juga Twa-suheng Lie Bu Tek; terluka hebat, barangkali sudah tewas
pula." Bi Lan tak dapat menahan air matanya, sedangkan Ciang Le
menjadi pucat. "Keparat betul Im-yang-bu-pai. Awas, akan kubasmi kalian!'
teriak Hui Lan.
"Teruskan ceritamu, Kong Ji. Apa, yang terjadi selanjutnya?"
Kong Ji lalu bercerita betapa ia dipaksa oleh orang-orang Imyang-bu-pai untuk menjadi pelayan. Kemudian ia bercerita pula
tentang usaha Giok Seng Cu ketua Im-yang-bu-pai untuk mencari
pedang dan kitab peninggalan Pak Kek -Siansu di puncak Luliangsan.
"Jadi Giok Seng Cu yang menjadi ketua Im-yang-bu-pai" Pantas saja kalau begitu...!" kata Bi Lan sambil mengerling ke arah suaminya. Diam-diam Ciang Le merasa tidak enak sekali karena
biarpun telah mengambil jalan masing-masing yang bertentangan.
Giok Seng Cu adalah murid Pak Hong Siansu.
"Teruskan!" katanya singkat kepada Kong ji.
Kong Ji melanjutkan ceritanya. Ia menuturkan betapa Giok Seng
Cu berhasil merampas pedang, kemudian menyembunyikan diri.
222 Betapa See-thian Tok-ong dan anak isterinya yang marah kepada
Giok Seng Cu lalu membasmi orang-orang lm-yang bu-pai, akan
tetapi memaksanya ikut untuk menunjukkan tempat sembunyi Giok
Seng Cu. "Teecu terpaksa membawa mereka ke tempat sembunyi Giok
Seng Cu, oleh karena biarpun ketua lm-yang-bupai itu telah berlaku baik dan tidak membunuh teecu, namun anak buahnya yang
membanasakan Ayah Bunda teecu, maka ia pun merupakan musuh
besar teecu pula. Selain ini, teecu juga dipaksa oleh See thian Tok-ong bahkan diberi janji bahwa teecu akan diberi pelajaran ilmu silat selama lima tahun."
Kemudian ia menuturkan betapa Giok Seng Cu terpaksa
menyerahkan pedang Pak-kek Sin-kiam kepada See-thian Tok ong
dan betapa See-thian Tok-ong dan anak isterinya mencari-cari kitab peninggalan Pak Kek Siansu dengan sia-sia belaka sehingga
akhirnya marah kepadanya dan hendak membunuhnya, akan tetapi
baiknya keburu datang Hui Lian yang menolongnya.
"Kalau begitu, kau juga tahu pula apa yang terjadi dengan Luliang Sam-lojin. Siapa yang telah membunuh mereka?" tanya
Ciang Le. Kembali sepasang mata Kong Ji bercucuran air mata ketika ia
mendengar pertanyaan ini, sehingga sukar baginya untuk bicara.
Akhirnya dengan suara terputus-putus ia berkata,
"Locianpwe, kalau diingat sungguh. membikin sakit sekali hati teecu. Sakit hati teecu bertumpuk-tumpuk setinggi langit dan teecu bersumpah kelak akan menuntut balas. Hanya seorang bodoh
macam teecu bagaimanakah dapat memenuhi harapan itu" Kecuali
kalau Locianpwe menaruh hati kasihan kepada teecu dan sudi
menurunkan sedikit ilmu kepada teecu yang bodoh...."
"Soal itu kita bacarakan nanti, sekarang ceritakan dulu apa yang telah terjadi dengan Luliang Sam lojin" tanya Ciang Le kurang sabar.
Dengan pandai sekali Kong Ji mengarang cerita, agar ia dapat
terlibat ke dalam penstiwa pembunuhan itu dan agar ia menarik
perhatian Ciang Le. Memang dia sudah mendengar dari Giok Seng
Cu sendiri bagaimana Luliang Sam-lojin terbinasa oleh Kwan Kok 223
Sun atas bantuannya dan bantuan Ba Mau Hoatsu ketika mereka
semua memperebutkan pedang Pak-kek Sin-kiam.
"Ketika itu, teecu diajak oleh Giok Seng Cu naik Luliang-san,"
Kong Ji mulai menutur dengan gaya sedemikian rupa sehingga ia
nampak bersungguh-sungguh dan berduka sekali. "Akhirnya dengan bantuan Kim-tiauw, rombongan See-thian Tok-ong berhasil
mendapatkan pedang Pak-kek Sin-kiam dalam perebutan pedang
dan usaha mencari kitab itu. Melihat ini, Giok Seng Cu merampas pedang itu dan tangan putera See-thian Tok-ong sehingga akhirnya menimbulkan sakit hati dan pihak See thian Tok-ong. Dalam
keributan itu diam diam teecu memberi tahu hal perebutan pedang kepada Luliang Sam-lojin yang berada di puncak bukit, karena teecu merasa tidak patut sekali pedang pusaka Luliang-san diperebutkan oleh orang luar. Juga teecu yang menganggap Giok Seng Cu
sebagai musuh besar, tidak rela melihat dia mendapatkan pedang itu. Akan tetapi, sayang sekali Giok Seng Cu mengetahui perbuatan teecu itu dan teecu pasti akan dibunuh mati kalau saja tidak Luliang Samlojin yang menolong teecu. Kemudian terjadi pertempuan
antara Luliang Samlojin melawan orang-orang jahat yang hendak
merampas pedang itu. Giok Seng Cu, Ba Mau Hoatsu, Kwan Kok Sun dibantu oleh ular-ular clan burungnya mengeroyok sehingga
akhirnya Luliang Sam-lojin tewas. Pedang dibawa pergi oleh Giok Seng Cu, dan teecu juga dipaksa olehnya dibawa pulang. Hanya
nasib baik saja yang mencegah teecu terbunuh mati oleh Giok Seng Cu. Selanjutnya, seperti sudah teecu ceritakan tadi, pedang itu terampas olah See-thaan Tok-ong, dan teecu juga dtbawa ke
tempat ini."
Setelah menuturkan semua ini, kembali Kong Ji menangis. Kong
Ji tahu bahwa dalam semua penuturan itu, banyak membohong.
Akan tetapi ia berani melakukan itu karena ia merasa aman. Wan Sin Hong bocah satu-satunya yang mengetahui rahasianya, telah
mampus dilemparkan ke dalam jurang. Hanya Lie Bu Tek orang ke
dua yang kiranya tahu akan perbuatannya di puncak Hoa-san. Akan tetapi tak mungkin, ketika mempergunakan pedang membabat
putus pangkal lengan Lie Bu Tek, jago Hoa-san itu sedang pingsan dan tidak akan tahu siapa yang membabat putus lengannya.
224 Andaikata Lie Bu Tek tahu akan hal ini dan akhirnya Ciang Le
atau orang-orang lain mendengar pula, Kong Ji juga tidak amat, khawatir karena ia telah mempunyai alasan dan jawaban yang tepat untuk membela. Memang anak ini luar biasa sekali cerdik dan
licinnya, akan tetapi biarpun Ciang Le sendiri yang biasanya bermata tajam dan berperasaan halus, dapat ditipu oleh Kong Ji yang
wajahnya tampan dan halus sehingga kalau tadinya dalam hati
Ciang Le timbul sedikit rasa curiga dan tidak suka, perasaan itu lenyap oleh cerita dan penuturan Kong Ji yang menarik hati.
Hui Lian mewarisi hati budiman seperti ayahnya, maka
mendengar semua penuturan Kong Ji yang tentu saja menonjolkan
penderitaannya, menjadi kasihan sekali sampai mengucurkan air
mata. Kalau ayah bundanya berlinang air mata karena menyedihi
kematian Liang Gi Tojin, Lie Bu Tek yang tak ada beritanya lagi, kematian Luliang Sam-lojin dan kehancuran Hoa-san-pai dan
Luliang-pai, Hui Lian menyedihi nasib buruk Kong Ji. Memang anak ini belum pernah bertemu lengan orang-orang tua yang sudah
tewas itu, maka bagaimana mana bisa merasa sedih"
"Ayah, nasib Kong Ji ini amat menyedihkan, mengingatkan aku akan nasib Enci Soan Li," katanya dan dalam suaranya mengandung permohonan agar ayahnya suka menolong bocah ini.
Ciang Le menarik napas panjang. ' "Terlalu banyak orang
bersengsara karena perbuatan jahat orang-orang yang rendah budi.
Kalau aku menerimanya sebagai murid, bukan karena ia bernasib
buruk, melainkan mengingat bahwa ia adalah putera dari ketua
Kwan-im-pai, apalagi ia telah berguru kepada Liang Gi Tojin
sehingga anak ini boleh dibilang masih terhitung sute (adik
seperguruan) dari Ibu mu."
Hum l_ian melompat kegirangan dan menghampiri Kong Ji. "Kau diterima menjadi murid Ayah. Kau kini menjadi Suhengku!"
Kong Ji berlutut dan mengangguk- anggukkan kepala delapan
kali di depan Ciang Le sambil menyebut "Suhu"! Kemudian ia pun berlutut di depan Bi Lan yang disebut sebagai "Subo" olehnya.
"Orang-orang jahat terlalu banyak. Sudah bertahun-tahun aku mengasingkan diri dari dunia kangouw karena merasa jemu
225 mendengar kejahatan-kejahatan yang tiada habisnya itu. Akan
tetapi orang-orang seperti Giok Seng Cu, Ba Mau Hoatsu, See-thian Tok-ong dan kaki tangan mereka memang patut dibasmi. Belajarlah baik-baik, siapa tahu kaulah orangnya yang akan mampu
membasmi, mereka."
Bukan main girangnya hati Kong Ji. "Teecu akan perhatikan baik-baik ajaran Suhu, bahkan kalau Suhu sudi, teecu juga ingin sekali belajar ilmu surat agar kelak tidak tersesat menjadi orang jahat."
Biarpun mulutnya bicara demikian, namun hati Kong Ji berpendapat lain. Ia ingin belajar ilmu surat hanya dengan maksud agar kelak ia dapat membaca dan mempelajari ilmu di dalam kitab peninggalan
Pak Kek Siansu yang ia dapatkan di dalam gua di dasar jurang di puncak Luliang-san itu!
Semenjak saat itu Kong Ji ikut dengan Ciang Le, dibawa ke
selatan untuk belajar ilmu silat dari pendekar besar ini, bersama-sama dengan Go Hui Lian. Kong Ja sama sekali tidak tahu bahwa
diam-diam Ciang Le bersama isterinya merencanakan untuk
menjodohkan dia dengan Gak Soan Li, murid dan suami isteri
pendekar ini. -oo0mch-dewi0ooSudah terlalu lama kita meninggalkan Wan Sin Hong yang berada
di dasar jurang di puncak Luliang-san. Baiklah kita tinggalkan dulu Kong Ji yang demikian baik nasibnya sehingga setelah menjadi
murid dan Liang Gi Tojin, Giok Seng Cu, dan See thian Tok-ong, kini kembali dengan kecerdikannya diterima menjadi murid dari Ciang Le! Mari kita ikuti perjalanan Wan Sin Hong, bocah yang benar-benar telah mengalami penderitaan hebat itu.
Sebagaimana telah diceritakan di bagian depan, Sin Hong yang
dilempar jatuh ke dalam jurang oleh Giok Seng Cu telah tertolong oleh kim-tiauw, kemudian secara kebetulan sekali anak ini
mendapatkan gua di mana ia melihat pedang Pak-kek Sin-kiam dan kitab peninggalan Pak Kek Sian-su. Sudah dituturkan di bagian
depan betapa pedang itu dibawa keluar gua oleh Sin Hong dan
226 kemudian dirampas oleh kim-tiauw yang membawanya terbang
pergi. Tubuh Sin Hong terluka hebat. Tulang lengannya telah patah
oleh pukulan Giok Seng Cu, bahkan tubuhnya dibagian dalam telah menderita luka hebat akibat pukulan tenaga lweekang sehingga
anak ini merasa seringkali terserang demam yang membuat tulang-tulangnya dingin sekali.
Berkat latihan-latihan ilmu silat dan cara bersamadhi dan
pengaturan napas yang ia pelajari dari kitab peninggalan Pak Kek Siansu, ia memperoleh kemajuan yang amat luar biasa tanpa
disadarinya sendiri. Luka di dalam tubuhnya telah terusir dan ia telah memperoleh hawa sinkang di dalam tubuhnya, bahkan tulang lengannya yang patah dapat tersambung kembali dalam keadaan
baik dan wajar.
Bertahun-tahun ia berlatih dengan rajin dan tekunnya. Seluruh isi kitab telah dihafalkannya diluar kepala dalam waktu dua tahun, setelah hafal ia lalu membakar habis kitab itu, karena di halaman terakhir dari kitab itu terdapat tulisan Pak Kek Siansu yang berbunyi,
"Setelah isi kitab habis dipelajari, bakarlah kitab ini agar jangan terjatuh ke dalam tangan orang jahat."
Sin Hong adalah seorang anak cerdik. Ia tahu bahwa kitab ini
dicari oleh orang-orang kang-ouw, maka setelah hafal betul-betul ia membakar kitab itu sambil berlutut menghaturkan terima kasih
kepada Pak Kek Siansu. Kemudian ia menaruh kitab tebal sebagai penggantinya di dalam peti dan disampul kitab yang sebetulnya
hanya sebuah kitab sejarah ia tulis huruf-huruf besar, PAK KEK SIN
CIANG HOAT PIT KIP'. Memang di dalam gua itu terdapat beberapa jilid kitab tebal dan kuno peninggalan Pak Kek Siansu.
Pada suatu hari, baru saja ia selesai berlatih di lereng bukit yang tersembunyi itu, terdengar suara keras dan dari puncak gunung
kelihatan debu mengepul dan terdengar suara hiruk-pikuk. Tiba-tiba Sin Hong melihat sebuah batu yang besar sekali menggelinding
turun dengan kecepatan luar biasa, menghancurkan batu-batu kecil yang tertimpa di bawahnya. Ketika tiba di dasar jurang yang
sebetulnva merupakan lereng itu, batu besar itu masih terus
227 menggelundung ke arah dia sendiri! Sin Hong terkejut sekali.
Tempat di mana ia berdiri sempit sekali, di kanan kirinya terdapat jurang, maka tidak mungkin baginya untuk menghindarkan diri dari serbuan batu besar yang memenuhi tempat itu. Terpaksa ia lalu
memasang kuda-kuda dan sesuai dengan petunjuk di dalam kitab, ia melakukan dorongan ke depan. Inilah gerakan yang disebut Sinciang-tut-san (Tangan Sakti Mendorong Bukit). Melihat bahwa pada waktu itu Sin Hong baru berusia kurang lebih sebelas tahun,
tubuhnya kecil dan batu itu amat besarnya yang menggelundung
dengan kekuatan ribuan kati, gerakan Sin Hong ini menggelikan
hati. Akan tetapi, dengan latihan yang tekun berkat petunjuk dan kitab yang mengandung ilmu luar biasa sekali, di dalam tubuh Sin Hong telah mengalir hawa sinkang yang hebat dan gerakannya adalah
gerakan dan ilmu mendorong yang amat tinggi, maka ketika batu
besar itu telah dekat dan bertemu dengan kedua telapak tangannya, batu itu tertahan dan diam tak bergerak!
Sin Hong girang sekali dan dia lalu mendorong dan bermain
dengan batu besar itu. Akhirnya dia mendapat pikiran yang baik sekali. Gua itu terbuka saja, mudah dilihat dan dimasuki orang.
Maka ia lalu mendorong batu besar itu dan pergunakan sebagai
penutup gua. Semenjak pengalaman ini, terbukalah mata Sin Hong bahwa
latihan-latihannya di tempat itu telah menghasilkan tenaga yang luar biasa. Cepat ia mengingat ingat bagian latihan sinkang dan mulai hari itu, ia tekun mempelajari dan memperdalam latihan
dengan jalan bersamadhi, mengatur pernapasan dan berlatih
sinkang. Ia rajin sekali dan tidak jarang ia kelihatan duduk
menghadapi batu karang, bersamadhi dan menahan napas. sampai
akhirnya napas yang keluar dari lubang hidungnya mendatangkan
getaran aneh. Sampai sehari penuh ia duduk bersila menghadapi
batu karang. Tidak jarang timbul kenakalannya sebagai kanak-kanak ketika ia merasa bahwa tenaga sinkang sudah berkumpul di dalam tubuh berputar-putar cepat merupakan bola api panas yang dapat perintah dengan daya cipta ia menyalurkan hawa ini ke jari-jari tangannya dan menggunakar jari-jari tangan menggurat-gurat batu karang. Hebat sekali akibatnya. Setelah tenaga sinkang itu
228 terkumpul di jari tangannya, baginya batu karang itu merupakan tanah lempung yang lunak sekali!
Pakaiannya sudah sobek sana-sini. Kadang-kadang ia memotong
bagian bawah untuk menambal bagian yang sobek sehingga
pakaiannya itu tidak karuan macamnya. Namun semua
kesederhanaan pakaian ini tidak mengurangi ketampanan wajahnya yang berkulit putih dengan sepasang mata yang bersinar sinar
bagaikan bintang.
Tiga tahun lewat dengan cepatnya dan selama itu, Sin Hong
hidup di tempat rahasia ini seorang diri, tak pernah bertemu dengan seorang pun manusia. Akan tetapi anak ini biarpun hidup dalam
keadaan kesepian dan sengsara, namun tidak kecil hati. Semangat dan cita-citanya besar sekali. Kalau ia teringat akan nasibnya, teringat akan kematian orang tuanya, kemudian tentang Hoa-sanpai yang rusak oleh orang-orang lm-yang-bu-pai, teringat betapa ayah angkatnya yang tercinta, yang menjadi pengganti orang
tuanya itu telah dihina dan disiksa oleh orang Im-yang-bu-pai, kematian Liang Gi Tojin, kemudian teringat pula akan kekejian Kong Ji, semua ini membangkitkan semangatnya. Bangkitnya rasa
penasaran dan menguatkan cita-citanya untuk membalas semua
kejahatan yang dilakukan orang kepadanya dan kepada orang-orang yang dikasihinya.
Setelah tinggal empat tahun lebih di dalam gua itu, pada suatu hari selagi Sin Hong bersamadhi di sebelah dalam dari gua yang ditutupnya dengan batu besar, ia mendengar suara di luar gua.
Cepat ia masuk ke dalam terowongan dan bersembunyi, menanti
dengan hati berdebar. Apakah yang akan terjadi.' Manusia manakah yang dapat datang di tempat itu" Tak lama kemudian, ia melihat batu penutup gua bergeser sedikit, seperti didorong orang dari luar.
Kemudian ia melihat tubuh seorang pemuda tanggung memasuki
gua. Sebagaimana pembaca dapat menduga, yang masuk itu adalah
Kong ji yang turun ke dalam jurang naik kim-tiauw.
Keadaan di situ suram, maka Sin Hong tidak dapat mengenal
siapa orang yang masuk ke dalam gua. ia mengintai saja dan
dengan hati geli ia melihat orang itu membuka peti dan melihat kitab sejarah yang ia letakkan di dalam peti untuk menipu orang. Ia 229
melihat anak tanggung itu mengembalikan buku, berjalan keluar
dan menutupkan kembali batu penutup gua. Diam-diam Sin Hong
memuji, karena tidak sembarang orang, apalagi masih pemuda
tanggung, dapat mendorong batu itu. Setelah terjadi peristiwa ini, legalah hatinya. Biarkan semua orang kang-ouw datang ke sini dan mendapatkan kitab itu. Kitab aselinya toh sudah ia bakar, sudah ia
"pindahkan" isinya ke dalam otaknya. ia berlatih makin giat karena maklum bahwa kalau ia sudah keluar dari tempat sembunyi ini
kelak, ia akan mejumpai orang-orang yang pandai dan jahat.
Setelah tinggal bertahun-tahun di tempat itu, Sin Hong sering kali melakukan pemeriksaan di daerah yang terasing ini. Benar-benar daerah itu tak mungkin dapat didatangi orang lain. Untuk keluar dari jurang itu, biar orang memiliki kepandaian tinggi, kalau dia tidak bersayap, tak mungkin dilakukannya. Jalan keluar dari lereng itu sama sekali tidak ada karena lereng itu dikelilingi oleh jurang yang amat curam. Pendeknya tempat ini merupakan tempat terkurung
yang memisahkan orang dari luar. Tidak ada jalan keluar lagi bagi mereka yang jatuh ke dalamnya.
Akan tetapi Sin Hong tidak merasa khawatir. Ia maklum bahwa
pasti ada jalan keluar, karena kalau tidak, bagaimana Pak Kek
Siansu dapat menyimpan pedang dan kitab di dalam gua itu"
Setelah hapal akan semua isi kitab ia mulai mencari rahasia jalan keluar itu. Ia berjalan terus ke dalam gua yang di sebelah dalamnya merupakan terowongan itu. Memang tidak mudah berjalan melalui
terowongan yang demikian gelapnya. Namun berkat kemauannya,
Sin Hong sekarang dapat bergerak dengan ringan dan panca
inderanya luar biasa tajamnya. Dari suara angin ia dapat
menangkap lubang manakah yang membawa dia ke arah
pembebasan. Di dalam terowongan itu terdapat lubang-lubang yang menjurus ke lain tempat dan orang lain pasti akan tersesat jalan dan sukar untuk keluar kembali.
Akhirnya Sin Hong tiba di jalan buntu setelah melalui jalan
terowongan yang menaik. Ketika ia meraba dengan tangannya,
hatinya berdebar. Ternyata bahwa akir jalan terowongan ini adalah sebuah daun pintu! Ia mendorong terus dengan pengerahan
tenaga. Daun pintu terbuka dan ia berada di balik sebuah
pembaringan, dalam sebuah kamar! Akan tetapi, ketika ia mencoba 230
untuk mendorong pembaringan itu, ia gagal. Pembaringan itu
terbuat daripada baja dan agaknya dipasangi alat rahasia sehingga tak mungkin dapat dipindahkan dari depan pintu rahasia ini. Ia mencoba lagi namun tetap saja sia-sia.
Sebagai seorang anak yang cerdik, Sin Hong tidak mau
mengerahkan semua tenaga untuk merusak pembaringan itu,
melainkan ia masuk kembali ke dalam terowongan.
"Kalau Pak Kek Siansu bisa mondar-mandir di tempat ini,
mengapa aku tidak" Tentu ada rahasianya untuk membuka
penghalang pikirnya. Sin Hong memang amat tekun dalam
menghadapi sesuatu. Ia meraba-raba di dalam gelap di sepanjang dinding terowongan di belakang daun pintu itu. Lama sekali setelah mencari dengan susah payah, akhirnya ia mendapatkan pemecahan
rahasianya. Ternyata bahwa tempat tidur ini mempunyai palangpalang baja yang menancap dan menembus ke dalam gua dan
dipalang dari dalam sehingga tentu saja takkan dapat dibuka dari luar. Palang itu pun tertutup oleh batu karang dan berada di tempat yang bersembunyi sekali. Dengan merogohkan lengan sampai ke
siku, barulah Sin Hong dapat menyentuh palang itu dan menariknya ke atas. Terdengar suara bergerit dan terbukalah jalan keluar
karena tempat tidur itu bergeser ke kanan!


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-oo0mch-dewi0ooJilid IX "BAGUS, jalan keluar ke dunia ramai, terbuka bagiku!" seru Sin Hong girang sekali. Ia tidak ingin kembali, karena di dalam jurang itu tidak ada apa-apanya lagi yang penting baginya. Seluruh isi kitab telah pindah ke dalam kepalanya, kitab itu sendiri telah dibakarnya habis.
Di dalam peti bekas tempat kitab rahasia, kini terletak sebuah kitab sejarah kuno yang tiada artinya, sedangkan gua tempat
penyimpanan kitab itu pun telah tertutup dengan batu besar yang dulu menggelinding dari atas. Orang biasa saja takkan mungkin
dapat menggeser batu itu dan mendapatkan gua. Andaikata ada
231 yang mendapatkan gua itu pun, apa artinya" Paling-paling
mendapatkan kitab sejarah!
Sin Hong melangkah keluar melalui pinggir tempat tidur yang
sudah tergeser ke kanan. Dengan tangannya ia lalu mendorong
tempat tidur itu kembali ke tempat semula dan terdengar suara
hiruk-pikuk di balik gua terowongan itu Sin Hong terkejut dan ia hendak melihat apa yang terjadi. Ditariknya tempat tidur itu, akan tetapi sia-sia! Ternyata bahwa palang yang berada di dalam gua telah turun sendiri mengunci ke bawah sehingga sekarang tempat itu takkan mungkin dapat dibuka orang dari luar.
"Lebih baik lagi," kata Sin Hong. "Tempat ini takkan dapat diganggu orang lain."
Ia lalu berjalan ke arah pintu kamar itu dan ketika ia membuka daun pintu, kembali ia tertegun. Ternyata bahwa kamar itu berada pula di dalam sebuah gua. Akhirnya ia teringat dan dengan girang ia berjalan keluar gua. Tidak salah dugaannya, ia telah berada di puncak Luliang-san, di Puncak Jeng-in-thia (Ruang Awan Hijau)
sebelah timur! Dahulu sering kali melihat-lihat gua dan tempat-tempat lain di sekitar Jeng-in-thia, bahkan pernah ia masuk ke dalam gua ini. Ia teringat akan penuturan Luliang Sam-lojin bahwa gua ini adalah tempat bersamadhi Pak Kek Siansu. Siapa mengira bahwa di dalam gua yang sederhana yang hanya terdapat sebuah
tempat tidur kuno yang kotor, terletak rahasia daripada tempat penyimpanan kitab dan pedang" Seorang pun takkan dapat mengira bahwa di belakang dinding batu kurang di mana tempat tidur itu berada, terdapat pintu rahasia yang dapat membawa orang ke
dasar jurang yang berada di Jeng-in-thin!
Sin Hong berlari masuk kembali ke dalam gua, lalu menjatuhkan
diri berlutut di depan tempat tidur yang dahulu dipergunakan oleh Pak Kek Siansu untuk bersamadhi.
"Suhu Pak Kek Siansu, teecu Wan Sin Hong menghaturkan terima kasih atas segala kemurahan hati Suhu."
Setelah bersamadhi beberapa lama, ia lalu keluar dari gua. Angin puncak yang sejuk menampar mukanya dan ia merasa sehat dan
segar. Melihat keadaan di puncak Luliang-san yang dikenalnya amat 232
baik ini, teringatlah ia akan Luliang Sam-lojin. Hatinya berdebar kalau ia teringat akan peristiwa empat tahun lebih yang lalu. Puncak ini diserbu oleh orang-orang jahat seperti Giok Seng Cu dan yang lain-lain, dan kalau sampai Giok Seng Cu dapat tahu di puncak, pasti Luliang Sam lojin niengalami bencana ia maklum akan watak ketiga orang kakek itu yang pasti takkan memperbolehkan siapapun juga naik ke puncak Luliang-san.
Teringat akan semua ini, Sin Hong lalu berlari cepat turun dan puncak. Baru beberapa langkah saja ia berhenti dan merasa heran sekali. ia telah berlatih lweekang dan ginkang menurut petunjuk dan kitab peninggalan Pak Kek Siansu, akan tetapi tak disangkanya
bahwa tubuhnya sekarang demikian gesit dan ringan sehingga baru melompat beberapa kali saja ia sudah berada di tempat jauh dari puncak! Tentu saja Sin Hong menjadi girang sekali dan anak ini sengaja mengambil jalan yang sukar. ia melompati jurang yang dulu dianggapnya tak mungkin ia lompati, bahkan Luliang Sam Lojin
sendiri kalau melompati jurang ini mengerahkan tenaga ginkang
mereka. Akan tetapi sekarang dengan amat enak dan mudah ia
melompat dan di lain saat ia telah berada di seberang jurang!
Sambil menari kegirangan Sin Hong berlari terus ke arah lereng gunung di mana dahulu menjadi tempat tinggal Luliang Sam-lojin.
Di sana sunyi saja, tidak kelihatan bayangan seorang pun manusia.
"Apakah mereka pergi turun gunung" Ataukah " ada sesuatu
yang hebat terjadi?" tanya Sin Hong di dalam hatinya sambil
memandang ke sekeliling tempat itu. Sunyi saja di situ, dan biarpun biasanya Sin Hong berada di dasar jurang yang amat sepi, namun pada saat itu ia benar-benar merasa betapa sunyi tempat itu, sunyi yang mendebarkan hati. Biasanya ia mendengar Luliang Siucai
bernyanyi atau membaca sajak,. mendengar Luliang Ciangkun
tertawa-tawa sambil minum arak atau mainkan pedang, melihat
Luliang Nungjin bekerja rajin di sawahnya. Kini semua itu lenyap dan keadaan di situ seperti mati.
"Luliang Sam-loheng...'" tak terasa lagi Sin Hong berteriak dengan hati duka. Hanya gema suaranya saja yang menjawabnya
dari jurusan hutan batu karang.
233 Dengan hati berat Sin Hong berlari naik ke atas dan melompat ke atas sebuah batu karang yang tinggi. Dari tempat tinggi itu ia memandang ke sekelilingnya, dan tiba-tiba ia melihat gundukan
tanah sebanyak tiga gunduk! Itula tanda bahwa ada tiga makam di tempat itu!
"Sam-loheng...." dan ia melompat turun dari batu karang dan terus berlari menghampiri tempat itu.
Benar saja, di depannya terdapat kuburan berjajar dan biarpun di situ tidak terdapat tanda sesuatu maupun bongpai (batu nisan)
namun Sin Hong seakan-akan melihat mayat tiga orang tua yang
dikasihinya itu membujur di bawah tanah. Memang sesungguhnya
tempat ini adalah tempat di mana Ciang Le mengubur jenazah
Luliang Sam Lojin yang telah menjadi tulang-tulang berserakan
ketika pendekar besar itu tiba di Luliang-san.
"Sam-loheng, siauwte bersumpah akan mencari orang-orang
yang membunuh Sam-wi Lo-heng dan akan membalas sakit hati
ini..." Sin Hong menangts di depan tiga kuburan itu. Betapa ia takkan merasa duka" Di dalam dunia ini, selain Luliang Sam-lojin, tidak ada lagi orang yang menaruh perhatian kepadanya, kecuali Liang Gi Tojin dari Hoa-san-pai yang sudah tewas dan Lie Bu Tek, ayah angkatnya. Tiba-tiba Sin Hong melompat berdiri ketika teringat kepada ayah angkatnya.
"Gihu telah dianiaya oleh orang-orang Im-yang-bu-pai dan
lengannya dibacok putus oleh jahanam keparat Kong Ji Bagaimana sekarang keadaannya" Apakah masih hidup?" Setelah bertanya-tanya di dalam hatinya sendiri dengan perasaan gemas terhadap
Kong Ji, ia lalu melompat dan berlari turun dari bukit Luliang-san bagaikan terbang cepatnya.
Setelah melakukan perjalanan jauh, makin terbuka mata Sin
Hong bahwa sungguhnya ia telah mewarisi ilmu yang amat luar
biasa dari kitab peninggalan Pak Kek Siansu. Di antara ilmu-ilmu silat tinggi yang ia pelajari, terdapat pula pelajaran ilmu lari dan ilmu melompat jauh yang disebut Liok-te-hui-teng-kang hu. Ketika berada di dasar jurang tidak ada tempat yang cukup luas bagi Sin Hong untuk mencoba kepandaian ini akan tetapi sekarang setelah ia keluar dari tempat itu, ia mendapat kesempatan banyak untuk
234 mencobanya. Dan ia sendiri merasa tertegun ketika melihat hasil daripada latihan-latihannya selama. tiga tahun lebih itu. Ilmu melompat jauh ini setelah ia coba, tubuhnya bagaikan dilemparkan oleh tenaga yang kuat sekali sehingga ia setengah melayang-layang di udara!
"Alangkah senangnya hati Gi-hu kalau ia melihat kemajuanku,"
katanya perlahan dan kembali air matanya berlinang dengan penuh keharuan kalau ia teringat akan nasib Lie Bu Tek. Maka
dipercepatlah larinya untuk segera dapat tiba di Hoa-san karena ia berniat pergi ke Hoa-san untuk mencari ayah angkatnya itu.
Pada suatu pagi, setelah keluar dari drretan hutan-hutan besar, tibalah ia di sebuah dusun yang rumah-rumahnya amat sederhana.
Tak sebuah pun di antara rumah-rumah itu yang beratap genteng, semua beratap daun kering. Alangkah miskinnya penduduk dusun
ini, pikir Sin Hong. Akan tetapi, setelah ia memasuki dusun, ia menjadi heran sekali. Ternyata bahwa dusun itu kosong, tidak ada seorang pun kelihatan diluar pintu yang terbuka, dan keadaannya amat sunyi. Akan tetapi, jelas nampak bahwa rumah-rumah ini
belum lama ditinggalkan para penghuninva. Pelatarannya masih
bersih bekas disapu.
Sin Hong merasa perutnya lapar sekali. Semenjak kemarin sore ia tidak bertemu dengan dusun dan tidak bisa mendapatkan pohon
bcrbuah di dalam hutan yang dilaluinya. Harapannya akan
mendapatkan makan di dusun itu lenyap seketika setelah ia melihat bahwa dusun itu benar-benar kosong melompong. Apa akal" Ia
tidak bisa membiarkan saja perutnya yang kelaparan. Kalau ia tidak mempergunakan hawa di dalam tubuh melindungi perut dan
dadan)a, mungkin sekali ia telah terserang penyakit.
"Sebetulnya amat memalukan, akan tetapi apa daya, terpaksa kulakukan juga...." Dengan muka merah, Sin Hong mulai mencari cari di dalam rumah-rumah kosong itu, untuk melihat kalau- kalau ada sesuatu yang dapat dimakan.
"Sial dan memalukan sekali...." gerutunya berkali-kali ketika ia keluar-masuk rumah tanpa mendapat apa-apa. ?ntuk minta-minta
seperti pengemis, ia tak merasa hina dan rendah apabila ia merasa perutnya lapar, akan tetapi untuk mencari-cari makanan di dalam 235
rumah orang seperti seorang maling, benar-benar Sin Hong merasa rendah dan malu sekali.
Akan tetapi setelah memasuki sepuluh buah rumah lebih. Sin
Hong tak menemukan sesuatu kecuali seguci arak yang dibawanya
keluar. ia merasa amat lapar dan haus dan juga terheran-heran
mengapa sedikit sisa makan yang ia lihat ternyata sudah merupakan abu di depan setiap rumah, agaknya ketika para penghuni rumah
pergi, mereka membakari makanan yang ada di situ. Terlihat periuk-periuk hangus dengan isinya yang sudah menjadi abu dan arang di depan pintu.
"Apa yang terjadi di tempat ini?" pikirnya. Kemudian karena ia tak mungKin dapat memecahkan teka-teki ini, ia lalu mengangkat guci araknya dan menempelkan mulut guci pada bibirnya, siap
hendak minum araknya.
Tiba-tiba ia mendengar
desir angin dan dengan tenang
Sin Hong menggerakkan
tangan yang memegang guci
ke samping, menunda
minumnya. Sebatang senjata
rahasia piauw meluncur lewat
di samping guci. Kalau ia tidak
menggerakkan guci, pasti guci
arak itu akan terpukul pecah
oleh piauw tadi. Ia heran
sekali. Sudah jelas bahwa
pelempar piauw itu seorang
ahli yang pandai, akan tetapi
kalau mau menycrang secara
menggelap kenapa piauw itu
ditujukan kepada guci arak"
la mendengar seruan keheranan dan cepat Sin Hong
membalikkan tubuhnya. Yang berseru keheranan adalah seorang
tosu berjenggot dan berambut hitam, orang yang agaknya
melepaskan piauw tadi dan kini terheran karena melihat piauwnya tidak mengenai sasaran. Adapun di sebelah tosu ini berthri seorang 236
tosu lain, seorang tosu yang rambut dan jenggotnya sudah putih semua akan tetapi mukanya demikian sehat dan segar sehingga
kulit mukanya itu nampak kemerahan. tosu tua ini berseru,
"Anak yang baik, lekas kaulempar jauh-jauh guci arak itu dan jangan minum isinya!"
Telinga Sin Hong tajam luar biasa setelah ia berlatih ilmu silat tinggi dari kitab peninggalan Pak Kek Siansu. ia mendengar suara ini amat mengandung perasaan ngeri dan cemas luar biasa. Maka
otomatis ia cepat melempar pergi guci arak itu ke tempat jauh. Guci itu pecah dan isinya mengalir keluar.
"Bagus! Senang hatiku melthat kau baru. saja terlepas daripada bahaya maut yang mengerikan," kata pula kakek berjenggot putih itu dan kini mukanya menunjukkan keramahan yang sekaligus
menawan hati Sin Hong.
Anak ini cepat menghampin mereka dan menjura.
"Jiwi Totiang (Bapak Pendeta Berdua) siapakah dan mengapa aku harus membuang guci arak itu pada saat aku merasa amat
lapar dan haus?" tanyanya. Sin Hong pernah belajar ilmu surat dari Luliang Siucai dan telah banyak membaca kitab tentang sejarah dan kebatinan, telah pula mendengar banyak nasihat dari Luliang Siucai tentang pribadi dan sopan santun, maka sikapnya tidak
mengecewakan sebagai seorang bocah yang tahu akan aturan.
Kakek berjenggot itu tersenyum mengangguk-angguk dan
mengelus-elus jenggotnya sambil berkata, "Aneh... aneh... kau bukan bocah dusun! Dari manakah kau" Dan siapa namamu, bocah
yang kelaparan akan tetapi baik budi bahasamu?"
Sin Hong tidak ingin namanya diketahui orang karena ia maklum
bahwa banyak sekali musuh yang pasti akan mencari dan
menewaskannya kalau mengetahui bahwa ia masih hidup, maka ia
lalu menjawab, "Aku bernama Tan A Kai, seorang anak perantau yang tak tentu tempat timggalku. Aku kebetulan lewat di sini lalu perutku lapar sekali, maka karena tidak ada seorang pun di dusun ini, aku" aku 237
lancang memasuki rumah untuk mencari makanan." Muka Sin Hong menjadi merah sekali ketika mengucapkan pengakuan ini.
Kakek itu tertawa terbahak-bahak. "Anak baik, kau masih dapat merasa malu untuk perbuatan itu, bagus sekali! Nah, kaumakanlah ini kalau lapar!" Dari saku bajunya, kakek itu mengeluarkan sebutir buah berwarna merah yang diberikannya kepada Sin Hong. Sambil
mengucapkan terima kasih Sin Hong menerima buah itu dan segera dimakannya. Alangkah girangnya ketika mendapat kenyataan bahwa buah itu amat manis dan wangi dan yang lebih mengherankan lagi habis satu saja perutnya menjadi kenyang!
"Bolehkah aku mengetahui nama Ji wi Totiang?" tanya Sin Hong seteLah menghabiskan buah itu.
"Untuk apa kau tanya-tanya" Pergilah, kanii ada pekerjaan!" Tosu berjenggot hitam membentaknya. Sin Hong melirik. Baru sekarang ia memperhatikan tosu ini, karena tadi seluruh perhatiannya tertarik oleh keadaan tosu yang ramah tamah dan bermuka terang itu.
Sekali lihat saja Sin Hong merasa tidak suka kepada tosu ini. Alis tosu ini tebal, matanya tajam dan wajahnya cukup tampan akan
tetapi tekukan bibirnya membayangkan sesuatu yang tak
disukainya. Dari sikap dan kedudukan kedua kakinya, Sin Hong
dapat menduga bahwa tosu nil adalah seorang ahli silat kelas tinggi.
"Maaf kalau aku berlancang mulut," jawabnya tenang, "Aku bertanya karena aku ingin sekali mengetahui keadaan di dusun ini yang amat aneh. Aku adalah seorang bocah perantau, bagaimana
akan jawabku kalau kelak ada orang bertanya", Sebuah dusun
kosong, lalu ada dua orang pendeta datang dan melarang aku
minum arak dari guci yang kudapatkan di dusun. Benar-benar bisa bikin orang lain menaruh hati curiga. Akan tetapi, kala Ji-wi tidak mengaku, sudahlah, biarkan aku pergi dan sini pun tidak apa!"
Akan tetapi sebelum Sin Hong berjalan pergi, kakek tua yang
berjenggot putih itu menahannya dengan ketawanya yang ramah
tamah dan suaranya yang halus.
"Anak, tidak baik bagi seorang anak kecil untuk marah-marah dan mendongkol. Kau ingin tahu siapa kami" Dengarlah, aku disebut orang Kwa Siucai (Sasterawan she Kwa) tukang mendongeng dan
238 juga tukang mengobati orang sakit. Adapun toyu (Sahabat) ini baru kemarin kujumpai dan kenal, namanya Kim Kong Tojin, menurut
keterangannya seorang tosu dan Kun-lun-san. Adapun tentang
dusun ini, juga menurut penuturan Kim Kong To-yu ini, telah
kedatangan iblis penyebar racun dan maut, maka aku diminta
datang untuk menyelidiki dan kalau perlu menolong mereka yang
menjadi korban." Sambil berkata demikian, dengan wajahnya yang jujur dan ramah tosu berjenggot putih itu memandang kepada Kim Kong Tojin dengan tajam.
Sin Hong adalah seorang anak yang mempunyai kecerdikan dan
kecepatan berpikir. Melihat sikap Kim Kong Tojin, dapat menduga bahwa tosu ini bukan seorang baik, sebaliknya mellhat sikap Kwa Siucay' yang ramah tamah ia dapat menduga pula bahwa ahli
pengobatan tentu secara terpaksa berada di tempat ini, dipaksa oleh Kim Kong Tojin.
"Akan tetapi ke mana perginya semua penghuni dusun, dan
siluman apakah yang mengganggu tempat ini?" Sin Hong pura-pura ketakutan dan memandang ke kanan kiri.
"Sebagian besar penghuni dusun telah tewas dan yang lain telah melarika diri karena takut," kata Kim Kong Tojin dengan sikap menakut -nakuti Sin Hong sungguh pun ia merasa mendongkol
sekali terpaksa harus bercakap-cakap dengan seorang bocah di
tempat itu. "Segala sesuatu di tempat ini mengandung racun, kalau tadi terus minum arak itu, sekarang kau tentu sudah menjadi
mayat!" "Dan tidak dapat mengganggu engkau "." di dalam hatinya Sin Hong berkata. "Tosu ini tentu mengandung maksud tertentu.
Dengan adanya aku di sini, ia akan bercuriga dan akan melakukan sesuatu dengan bersembunyi. Agaknya ada sesuatu yang
mengancam kakek sasterawan ini. Lebih baik aku mengamati dari
jauh." Setelah berpikir demikian ias lalu berkata dengan suara takut-takut.
"Aduh celaka! Kalau begitu apa perlunya aku lama-lama berada di tempat terkutuk ini. Terima kasih Ji-wi Totiang, aku mau pergi saja!" Tanpa menanti jawaban, ia lalu berlari-lari seperti seorang 239
anak yang ketakutan. Terdengar kedua orang kakek itu tertawa
melihat ia lari ketakutan.
Memang apa yang diduga oleh Sin Hong tidak meleset jauh.
Sebagaimana mungkin masih ada pembaca yang ingat. Kwa Siucai
adalah seorang tersohor sebagai seorang ahli dongeng cerita-cerita rakyat dan juga amat tinggi ilmunya dalam hal pengobatan. Di
dalam cerita Pendekar Budiman, Kwa Siucai ini pernah menolong
jiwa pendekar besar Ciang Le ketika pendekar ini terluka oleh
senjata rahasia beracun.
Kwa Siucai adalah seorang perantau dan ketika merantau sampai
di dekat dusun itu, ia bertemu dengan Kim Kong Tojin yang
menceritakan bahwa di dusun itu berjangkit penyakit yang aneh.
Banyak penduduk tewas karena siapa pun juga yang tinggal di
dusun itu sehanis makan atau minum lalu mati. Hal ini tentu saja menarik perhatian Kwa Siucai sebagai ahli pengobatan, akan tetapi mata kakek ini masih tajam dan ia merasa bercuriga terhadap Kim Kong Tojin. Ia sudah luas pengalamannya dan banyak tokoh-tokoh kang-ouw yang dikenalnya, namun belum pernah ia mengenaI tosu
ini yang mengaku sebagai orang dari Kun-lun san. ia hendak
menolak, akan tetapi Kim Kong Tojin berkata dengan nada suara
tidak senang, "Kwa Siucay kau sebagai seorang ahli pengobatan, mendengar akan adanya malapetaka ini bagaimana bisa menolak permintaanku untuk menyelidiki dan memberi pengobatan" Orang yang mati telah kusingkirkan, bahkan yang masih hidap sudah pada pergi
meninggalkan dusun. Kalau racun atau siluman penyebar racun itu tidak dibasmi, bagaimana aku bisa disebut ahli silat yang
menjunjung tinggi kegagahan dan kau sebagai seorang ahli
pengobatan yang suka menolong orang?"
Kwa Siucai dapat mendengar nada ancaman dalam kata-kata ini
maka ia tertawa dan berkata. "Baiklah, To-yu, aku akan ikut kau ke sana. Akan tetapi, biarpun soal pengobatan adalah tanggunganku, namun kalau muncul siluman-siluman jahat kaulah yang
menghadapinya."
"Jangan khawatir, Kwa Siucai, siluinan-siluman jahat adalah makananku sehari-hari. Akan tetapi apakah kiranya kau dapat
240 membereskan wabah yang aneh itu" Apakah betul-betul kau ahli
dalam hal pengobatan racun seperti yang sering kali kudengar"
Menurut pendengaranku di dunia kang-ouw banyak sekali tokoh
tokoh mempergunakan ribuan macam bisa yang aneh-aneh seperti
halnya tokoh besar See-thian Tok-ong."
Kwa Sweat mainkan bibirnya dan sepasang matanya bersinarsinar. "Hmm, orang semacam See thian Tok-ong amat sombong.
Biarpun aku belum pernah melihat mukanya, namun aku dapat
membayangkan bahwa orang-orang yang memakai nama Raja
Racun bukanlah orang yang baik, mungkin bukan manusia.
Penggunaan racun untuk merobohkan orang lain adalah kejahatan
yang securang-curangnya."
"Akan tetapi dapatkah kiranya Kwa Siucai menyembuhkan dan menolak semua racun dari Raja Racun itu dengan pengobatan?"
"Mengapa tidak?" jawab Kwa Siucay menantang. "Semua racun yang ia keluarkan akan dapat kulawan dengan pengetahuanku
tentang obat-obatan pemberian alam yang maha kuasa."
Demikianlah, dua orang itu berangkat ke dusun dan kebetulan
sekali mereka melihat Sin Hong hendak minum arak dari guci-guci yang didapatkannya dari dalm rumah. Kwa Siucai cepat menyuruh
Kim Kong Tojin mencegah bocah itu melanjutkan minumnya dan
Kim Kong Tojin cepat melemparkan piauwnya, akan tetapi tak
tersangka-sangka bocah itu menggerakkan guci sehingga piauwnya tidak mengenai sasaran. Mula-mula Kim Kong Tojin merasa terkejut dan heran. Ia telah terkenal dengan ilmunya menimpuk dengan
senjata rahasianya, mengapa dalam jarak yang paling jauh empat puluh kaki ia tidak dapat menimpuk guci yang demikian besarnya"
Akan tetapi ia segera mendapat pikiran bahwa gerakan bocah itu adalah kebetulan saja, bukan karena ia kurang pandai menimpuk
atau karena bocah itu memiliki kepandaian, semua tentu hanya
kebetulan saja.
Setelah Sin Hong lari pergi dari situ Kwa Siucai bersama Kim
Kong Tojin lalu masuk ke dalam dusun dan sasterawan itu mulai
melakukan pemeriksaan. Dalam rumah pertama, begitu masuk ia
menggerakkan hidungnya dan mengerutkan kening.
241 "Hm, aneh sekali. Bagaimana di tempat seperti ini bisa terdapat seekor Pek-gan-coa (Ular Mata Putih)?"
"Apa maksudmu, Kwa Siucai?" tanya Kim Kong Tojin dan air mukanya berubah.
"Diam dan tunggulah saja," kata sasterawan itu yang segera duduk bersila di tengah ruangan rumah yang berlantai tanah itu.
Dari dalam sakunya ia mengeluarkan sebuah bungkusan besar yang ketika dibuka terisi beberapa puluh macam bungkusan kertas kecil-kecil. ia memilih sebuah bungkusan kecil setelah membaca tulisan-tulisan di atas setiap bungkusan. Bungkusan itu dibukanya dan ia menjemput sedikit bubuk warna biru yang disebarkan di depannya.
Tercium bau yang wangi oleh Kim Kong Tojin ketika sasterawan itu menyebarkan bubuk biru ini, dan kepalanya menjadi pening. Buru-buru ia melangkah mundur menjauh dan menonton semua itu dari
jarak jauh dengan hati berdebar.
Sunyi beberapa lama. Kwa Siucai duduk tak bergerak sambil
meramkan mata seperti orang bersamadhi. Kim Kong Tojin juga
tidak berani bergerak. Tak lama kemudian terdengar suara
mendesis dari atas. Kwa Siucai tetap tidak bergerak, akan tetapi Kim Kong Tojin menggerakkan mata memandang ke atas. Alangkah
ngerinya ketika ia melihat seekor ular yang kecil akan tetapi
panjangnya tidak kurang dari dua kaki, merayap turun tiang. Ular itu warnanya biru, akan tetapi sepasang matanya putih mengerikan.
Lidahnya yang hitam terjulur keluar masuk dari mulutnya. Dengan perlahan ular itu merayap turun terus menghampiri Kwa Siucai!
Kim Kong Tojin tetap tidak bergerak, akan tetapi diam-diam ia
telah memegang sebatang senjata rahasia piauw di tangan kanan, siap untuk memmpuk ke arah ular itu kalau binatang berbisa ini menyerang Kwa Siucai. Akan tetapi ular itu tidak menyerang Kwa Siucai, melainkan menghampiri bubuk biru yang tersebar di depan sasterawan itu lalu... bagaikan seekor binatang yang jinak ia
menjulurkan lidah dan menjilati tepung biru itu! Kelihatan enak sekali ia makan tepung itu sehingga sebentar saja tepurg itu sudah habis. Ular itu masih menggunakan lidah untuk menjilati tanah
bekas tempat tepung tersebar, akan tetapi tiba-tiba ia diam tak bergerak'
242 Kwa Siucai tertawa dan melompat berdiri. "Hm, seekor ular ini saja sudah cukup membunuhi semua penghuni dusun, ia lalu
membungkuk dan memegang ular itu pada lehernya. Ular itu masih hidup akan tetapi tubuhnya lemas tak bertenaga sedikitpun juga.
"Eh, Kwa Siucai, bagaimana ia bisa menjadi begitu lemas?" tanya Kim Kong Tojin dengan kagum.
"To-yu, kau tidak tahu. Pek-gan-coa ini adalah ular yang paling berbahaya dan gigitannya sukar diobati. Entah bagaimana ia dapat datang ke suni, pada hal biasanya ular macam ini hanya hidup di daerah utara yang dingin. Kau lihat bukankah dengan obatku aku mampu bikin dia tak berdaya" Juga orang yang menjadi korban
gigitannya, kalau belum lewat sehari semalam, aku sanggup
mengobatinya."
Kim Kong Tojin mengangguk angguk kagum. "Apakah namanya
obat tadi, Kwa Siucai" Bolehkah aku bertanya agar kelak kalau ada aku dapati orang tergigit olehnya, boleh aku mencoba
menolonginya?"
Kwa Siucai tersenyum. "Tidak mudah, To-yu. Tidak mudah untuk mempelajari ilmu pengobatan, jauh lebih sukar daripada
mempelajari ilmu silat. Kalau tidak demikian, mengapa aku lebih suka mempelajari ilmu pengobatan" Obat tadi adalah sari bunga
bwee biru dari utara. Sudahlah, kita bertmtung sekali bertemu
dengan ular ini. Memanggangnya sampai hangus, arangnya dapat
menjadi obat penawar racun yang manjur." Kwa siucai memasukkan ular itu ke dalam saku bajanya yang lebar, lalu menyimpan kembali bungkusan obatnya.
Di rumah ke dua dan ke tiga, ternyata bahwa racun yang
tersebar di situ adalah racun ular mata putih juga. Akan tetapi di rumah ke empat, baru saja memasuki rumah, Kwa Siucai


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluarkan seruan tertahan.
"To-yu, mundurlah, Jangan masuk dalam rumah ini. Berbahaya sekali!" serunya.
Kim Kong Tojin melompat mundur akan tetapi mengintai dari
balik daun pintu, melihat apa yang hendak dilakukan oleh
sasterawan tua itu. Kwa Siaucai berhenti di tengah ruangan rumah 243
yang agak gelap ini, lalu mengeluarkan sebungkus garam dan
mencampur garam halus itu dengan obat bubuk warna putih.
Kemudian ia menyebarkan bubukan ini ke sudut-sudut ruangan, ke atas dan ke tempat-tempat yang dapat dipakai bersembunyi
binatang kecil.
Bau apek memenuhi ruangan itu tiba-tiba melayang sebuah
bayangan kecil yang berwarna kuning emas dan sebelum ia dapat
mengelak, tahu-tahu lengan kiri Kwa Siucai telah tergigit oleh seekor kelabang yang besarnya melebihi Ibu jari kaki! Kelabang itu
menggigit lengan di bawah saku dan tidak mau melepaskan lagi.
Baju Siucai bukan apa-apa baginya dan segera gigitannya telah
mengenai kulit.
Kwa Siucai terhuyung-huyung dan cepat ia berlari keluar. Sampai di luar, ia cepat menjatuhkan diri duduk dan dengan langan kanan, ia mengeluarkan bungkusan obatnya. Kim Kong Tojin memburu dan
bendak mencahut pedangnya, akan tetapi Kwa Siucai berseru.
"Jangan sentuh!!"
Kwa Siucai mengeluarkan sebungkus obat bubuk warna putih,
mengambil guci araknya dan menuangkan sedikit arak ke dalam
tutup guci. Obat bubuk warna putih itu ia tuangkan pula
setengahnya ke dalam tutup guci yang dijadikan cawan, kemudian ia mengambil pula sebutir pil warna merah yang segera ditelannya.
Setelah itu ia minum arak yang bercampur obat itu.
Sehabis minum obat itu ia menjadi tenang. Sambil tersenyum ia
mengamat-amati kelabang yang masih melingkar di lengannya dan
ia mengangguk-angguk.
"Benar-benar aneh. Apakah dunia utara dan selatan sudah
kiamat sehingga binatang-binatang berbisa macam ini bisa
berkumpul di sini?" Ia menengok ke arah Kim Kong Tojin yang memandang kepadanya dengan gelisah.
"To-yu, tahukah kau binatang apa ini" Inilah kelabang kulit emas yang hanya terdapat di daerah selatan yang panas. Sekali gigit saja ia mencwaskan orang dan setiap makanan yang dilaluinya juga akan mengandung racun jahat."
"Akan tetapi kau... kau telah digigitnya, Kwa Siucai...."
244 "Tidak apa, bukankah aku tukang mengobati gigitan-gigitan binatang berbisa" Aku takkan apa-apa, sebaliknya binatang ini akan menjadi milikku." Sambil tertawa-tawa girang Kwa Siucai lalu menjatuhkan beberapa banyak bubuk obat putih itu ke arah kepala dan tubuh kelabang yang masih menempel pada lengannya. Tiba-tiba kelabang itu melepaska gigitannya. Jatuh di atas menggeliat-geliat dan kemudian diam tak bergerak, mati!
"Ha, minyak dari tubuhnya akan menjadi obat yang manjur bagi penyakit gatal," kata Kwa Siucal girang dan cepat ia masukkan kelabang yang sudah menjadi bangkai itu ke dalam saku bajunya
yang lain lagi.
Semua rumah itu dimasuki oleh Kwa Siucai dan makin besar
keheranannya ketika di rumah-rumah ia mendapatkan binatangbinatang berbisa yang amat berbahaya seperti kalajengking, segala macam ular dan kumbang. Baiknya Kwa Siucai benar-benar ahli
dalam hal pengobatan, bahkan beberapa kali ia terkena gigitan
binatang berbisa. Dalam menghadapi binatang-binatang berbisa
yang datang dari segala penjuru itu memang aneh dan berbahaya, ia sampai beberapa kali membuka kitab tebal kecil yang selalu
dibawanya di dalam saku untuk mempelajari kembali agar jangan
sampai salah memperrgunakan obat penolaknya.
"Heran, heran, apakah yang terjadi di dusun ini" Apakah benarbenar ada siluman yang datang mengganggu" Tak mungkin
binatang-binatang itu dapat datang dari jarak yang ribuan lie
jauhnya!" Beberapa kali sasterawan itu menggeleng-gelengkan kepalanya akan tetapi tiba-tiba ia melangkah mundur ketika
pandangan matanya bertemu, dengan pandang mata Kim Kong
Tojin. Ia melihat sesuatu yang mengerikan dalam pandang mata
tosu itu. Tosu itu tersenyum menyeringai. "Kwa Siucai, bukankah kau tadi menantang See-thian Tok-ong" Nah, sekarang kau telah mencoba
kelihayannya, apakah kau merasa ngeri" Ha, ha, ha!"
Kwa Siucai menjadi pucat. "Jadi. semua ini adalah perbuatan See-thian Tok-ong" Jadi dia sengaja mengorbankan dusun ini untuk mencoba kepandaianku" Dan kau... tentu bukan bernama Kim Kong
Tojin! Celaka, aku telah tertipu...!"
245 "Ha- ha-ha, kau benar-benar pandai sekali menerka, Kwa Siucai.
Aku memang bukan bernama Kim Kong Tojin, melainkan Tek Goan
It dari Im-yang-bu-pai."
"Apa kehendak See-thian Tok-ong" Apa kehendakmu dariku?"
"Kehendak kami" Ini!" Secepat kilat Tek Goan It memukulkan tangan kanannya ke arah dada Kwa Siucai sedangkan tangan kirinya merampas kitab kecil dan bungkusan obat. Kejadian ini terjadi
dengan cepat dan tak terduga sekali dan tahu-tahu Kwa Siucai
sudah roboh. Sin Hong yang semenjak tadi mengintai dari jauh, tadinya
terheran-heran dan ngeri menyaksikan semua binatang berbisa itu dan kagum bukan main melihat kepandaian Kwa Siucai. Dia masih
kecil dan biarpun semenjak kanak-kanak ia telah mengalami banyak penderitaan akibat perbuatan orang -orang jahat, namun ia masih tidak mengira bahwa akan ada orang yang dapat berlaku securang tosu yang datang bersama Kwa Siucai itu. Oleh karena inilah maka ia tidak sempat mencegah terjadinya penyerangan Tek Goan It
kepada Kwa Siucai.
Setelah Kwa Siucai terpukul jatuh, Sin Hong melompat keluar dan membentak,
"Bangsat berbatin rendah!"
Akan tetapi, sebelum ia turun tangan ia melihat wajah Tek Goan It menjadi pucat sekali dan terhuyung-huyung lalu roboh. Ketika Sin Hong mendekati, ia segera melompat mundur kembali dengan
penuh keheranan dan kengerian. Ternyata bahwa entah apa
sebabnya Tek Goan It telah tak bernyawa lagi. Kitab dan bungkusan obat masih dicengkeram oleh tangan kirinya!
Terdengar keluhan perlahan dan Sin Hong cepat menghampiri
Kwa Siucai, lalu berlutut.
"Sayang sekali aku datang terlambat Kwa Siucai. Apakah lukamu hebat?"
Kwa Siucai mencoba untuk bangun akan tetapi tak dapat karena
tulang-tulang iganya telah remuk terkena pukulan Tek Goan It. Kwa Siucai sudah tua dan memang tidak mengerti ilmu silat maka mudah 246
saja ia terpukul, sedangkan Tek Goan It adalah tokoh lm-yang-bu pai yang berkepandaian tinggi. Mungkin pembaca masih ingat
bahwa dulu Tek Goan It inilah yang mengejar Liok Sun, dan
kemudian bertempur dengan Lie Bu Tek di Bukit Hoa-san.
Sin Hong membantu Kwa Siucai duduk. Sasterawan ini
muntahkan darah segar, kemudian napasnya terengah-engah.
Setelah ia melihat tubuh Tek Goan It rebah tak bernyawa lagi. Kwa Siucai tertawa! Sin Hong merasa heran atas kematian Tek Goan It, kini melihat sastewan itu tertawa, ia merasa makin heran lagi.
"Ha, dikira aku seorang sasterawan yang lemah dan tak mampu membalas" Sayang hanya orang macam Tek Goan It ini yang
bertukar nyawa dengan aku, sungguh tidak berharga! Kalau saja
See-thian Tok-ong yang mati bersamaku, aku tidak akan
penasaran!"
Kwa Siucai memandang dan agaknya baru sekarang ia
memperhatikan bocah itu.
"Kau bocah aneh, kau bukan bocah sembarangan. Matamu
tajam, kau cerdik dan wajahmu membayangkan budi yang luhur.
Eh, siapakah kau sebenarnya" Nama Tan A Kai tentu palsu!"
Merah wajah Sin Hong. "Sesungguhnya, Kwa Siucai, aku adalah Wan Sin Hong, seorang anak perantau. Aku adalah murid Pak Kek
Siansu." "Apa..." Pak Kek Siansu sudah meninggal dunia...."
"Betul, akan tetapi akulah yang mewarisi kitabnya."
Wajah Kwa Siucai menjadi terang dan ia nampak girang sekali.
"Bagus! Pak Kek Siansu adalah sahabatku yang baik. Bagus, Sin Hong, kau pun menjadi muridku pula. Terimalah kitab ini, ambil bungkusan obat-obat itu Pelajari baik-baik... tolonglah orang-orang yang menderita sengsara dengan kepandalanniu dari Pak Kek
Siansu dan dari aku...." Tiba-tiba tubuh saterawan itu menjadi lemas, ia muntahkan daral segar lagi dan matanya tertutup untuk selamanya.
247 Sin Hong menjadi terharu sekali, dan juga ia merasa bingung.
Sasterawan ini mengangkat ia sebagai murid dan memberi warisan berupa kitab pengohatan dan sebungkus obat-obatan yang amat
manjur dan yang tadi sudah ia saksikan kehebatan khasiat obatobat itu. Akan tetapi, ia pun mcnyaksikan betapa tosu yang
bernama Tek Goan It itu terus saja tewas begitu menyentuh kitab.
Ia dapat menduga bahwa tentu sampul kitab itu diberi racun yang amat hebat. Bagaimana ia dapat menyimpan kitab itu tanpa terkena racunnya" Memang bisa mengambil dengan tangan ditilami kain,
akan tetapi selanjutnya bagaimana ia dapat membaca kitab itu kalau ia takut terkena racunnya"
"Bagaimana nanti sajalah, sekarang paling perlu menyimpannya,"
pikir Sin Hong. ia lalu mengambil kain pembungkus obat-obatan itu dan menghampiri mayat Tek Goan It. Akan tetapi alangkah
kagetnya ketika ia merasa tangannya panas seperti terbakar. Ia telah memberi tilam kain itu pada tangannya namun begitu
menyentuh kitab, ia merasa jari-jari tangannya seperti dibakar api yang luar biasa panasnya!
"Celaka, racun ini hebat sekali!" serunya sambil melepaskan lagi kitab itu yang jatuh di atas tanah. Ketika ia melihat tangannya, ternyata kulit tangannya menjadi hangus. Cepat Sin Hong
mengeruhkan tenaga simkang di tubuhnya ke arah jari itu dan
akhirnya ia berhasil mengusir hawa panas yang membakar
tangannya. "Lihai sekali..."...... katanya perlahan sambil menengok ke arah jenazah Kwa Siucai. "Suhu, maafkan teecu. Terpaksa teecu tidak berani membawa kitab dan akan teecu tanam saja di sini agar
jangan terjatuh ke dalam tangan orang lain. Hanya obat-obat ini saja yang akal teecu bawa, sungguhpun tanpa kitab itu teecu tidak tahu bagaimana harus mempergunakannya."
Sambil berkata demikian, Sin Hong lalu mengumpulkan
bungkusan kecil dari obat-obatan itu untuk dimasukkan ke dalam kain pembungkus besar yang tadi dipakai untuk mengambil kitab.
Dalam pekerjaan ini ia melihat tulisan-tulisan di atas kertas
pembungkus dari tiap bungkusan. Ia segera meneliti tulisan dan alangkah girangnya ketika ia melihat tulisan pada sebuah
248 bungkusan yang berbunyi : PENAWAR RACUN SAMPUL KITAB.
Dengan gtrang ia membuka bungkusan ini yang terisi bubuk warna hijau. Ia menjemputnya sedikit dan menggosok-gosokkan obat int pada tangannya yang terbakar. Seketika itu juga hangus pada
tangannya lenyap dan tangan itu terasa nyaman dan sejuk sekali.
"'Terima kasih, Kwa Siucai. Kau benar benar seorang suhu yang baik!"
Sin Hong mempergunakan bubuk obat hijau itu untuk menggosok
kedua tangannya dan kini tanpa ragu-ragu lagi ia mengambil kitab kecil yang terlempar di atas tanah. Tak terjadi sesuatu pada kedua tangannya. Sin Hong tidak mau bekerja kepalang tanggung,
sebelum ia mempelajari tentang pengobatan dan penolak racun,
untuk menjaga keselamatan, ia lalu mempergunakan obat hijau itu untuk dibalurkan kepada seluruh permukaan sampul buku sehingga kini ia akan selalu aman kalau menjamah kulit buku itu.
Setelah melakukan semua ini, ia menyimpan kitab dan obatobatan di dalam saku bajunya, kemudian ia menggali untuk
menanam jenazah Kwa Siucai. Kebaikan dasar watak Sin Hong
terbukti ketika tanpa ragu-ragu ia menggali lubang untuk mengubur jenazah Tek Goan It.
Akan tetapi baru saja ia menyelesaukan penggalian lubang untuk tokoh Im-yang-bu-pai ini, tiba tiba terdengar bentakan keras,
"Bocah lancang kau berbuat apa?" Pada saat itu menyambar
angin dari belakangnya. Sin Hong cepat miringkan tubuh dan
bersiap sedia untuk menjaga diri. Akan tetapi orang yang baru
datang itu tidak jadi menyerangnya ketika melihat bahwa ia hanya seorang bocah biasa saja. Yang datang ternyata adalah kakek
tanggi besar yang berwajah bengis.
Sin Hong tidak kenal siapa adanya orang ini, akan tetapi ia dapat menduga bahwa yang berhadapan dengan dia ini tentu bukan orang baik-baik. Maka sambil tersenyum ia menjawab tenang,
"Orang tua, aku melihat dua orang ini saling bunuh di tempat ini, maka karena kasihan aku lalu mengubur jenazah mereka. Apakah
ini salah dan lancang"''
249 Kakek tinggi besar yang kepala gundul dan berhidung panjang
bengkok itu memandang dengan matanya yang tajam, kemudian
membentak bengis, "Jembel cilik, hayo katakan siapa namamu!"
"Namaku" Aku bernama Tan A Kai."
"Apa kerjamu di sini?"
"Suda kukatakan tadi, aku mengubur mayat ini, adapun
pekerjaanku, karena kau bilang aku jembel tentu saja seorang
jembel pekerjaannya mengemis."
"Kau hilang tadi! mereka itu saling bunuh" Betulkah" Awas, jangan kau membohong!"
"Bagaimana aku berani membohong" Aku melihat dengan kedua mata sendiri betapa kakek tua itu dipukul dadanya oleh tosu jahat ini."
"Kwa Siucai tak mungkin mampu membunuh Tek Goan It!" kata kakek gundul yang baru datang.
Sin Hong memang cerdik, maka ia tidak menyebut nama dan
pura-pura ttdak tahu siapa adanya dua orang yang saling
membunuh. ia hanya berkata,
"Memang Kakek tua itu tidak balas membunuhnya, akan tetapi begitu pembunuh itu merampas kitab milik Si Tua, ia lalu jatuh dan mati scketika."
Kakek gundul nampak kaget sekali.
"Apa..." Di mana kitab itu" llayo katakan, di mana kitab itu sekarang?"
Sin Hong memang cerdik, akan tetapi di samping kccerdikannya,
ia pun tabah dan jujur. Ia menjawab dan masih kelihatan tenang saja, "Kitab itu oleh Kakek Tua telah diwariskan kepadaku."
Mendengar ini, tiba-tiba kakek gundul itu mengulurkan tangan
hendak memegang pundak Sin Hong. Akan tetapi sebelum
sambaran tangannya mengenai sasaran, dengan enak Sin Hong
sudah meloncat setombok ke belakang, gerakannya seperti kapas
ringannya. 250 Kakek itu melongo, akan tetapi tadi ia memandang rendah
kepada anak ini dan sama sekali tidak mengira bahwa anak itu
mengerti ilmu silat, maka bentaknya,
"Kau sebenarnya siapakah?"
"Tan A Kai namaku, anak jembel....!
"Setan, berani kau main-main terhadap See-thian Tok-ong" Kalau tidak melihat kau akan mengubur mayat Tek Goan It, sudah tadi-tadi kau kubikin mampus. Berikan kitab itu kepadaku"
Kini Sin Hong benar-benar terkejut. inikah orangnya yang
bernama See-thian Tok ong, yang amat terkenal dan juga yang
sudah ia saksikan kekejian dan kejahatan bekas tangannya" Untuk memancing keluar kepandaian Kwa Siucai See-thian Tok-ong telah membasmi sebuah dusun dengan mempergunakan binatang berbisa
yang amat keji.
Akan tetapi Sin Hong memang tidak kenal takut. ia merasa
dirinya tidak bersalah, maka perlu apa ia harus takut"
"See-thian Tok-ong atau siapapun juga tidak boleh minta kitab yang sudah diwariskan oleh Kwa Siucai kepadaku. Dan aku tidak
ada urusan apa-apa dengan See-thian Tok-ong." Sehabis berkata demikian, Sin Hong lain melompat pergi.
"Bocah Setan. perlahan dulu!" Tubuh See-thian Tok-ong bergerak cepat, melompat sambil menggerakkan tangan kanan memukul ke
arah punggung Sin Hong. Namun karena See thian Tok-ong masih
belum mengenal siapa sebetulnya anak ini dan hanya mengira
bahwa bocah ini tentu murid seorang pandai yang kalau
dibandingkan dengan tingkatnya sendiri tentu amat jauh, ia tidak mempergunakan seluruh tenaga, bahkan pukulannya juga tidak
amat bcrbahaya bagi Sin Hong.
Sin Hong mendengar sambaran angin pukulan yang tidak berapa
hebat, cepat membalikkan tubuh dan mengangkat tangan kirinya
menangkis, sambil mengerahkan tenaga lweekang dan berbareng
kedua kakinya menotol tanah dengan gerakan Garuda Terbang ke
Langit, semua gerakan yang disertai ginkang amat tinggi
251 "Plak!" kedua lengan, yang satu besar yang satu kecil itu beradu amat kerasnya.
"Ayaaa...'" See-thian Tok-ong berseru saking terkejutnya. Ia merasa betapa lengan bocah yang kecil itu empuk seperti kapas dan amat dingin seperti salju sehingga tenaganya sendiri lenyap disedot oleh hawa dingin yang keluar dari lengan kecil itu. Ia menjadi terkejut dan amat terheran oleh karena maklum bahwa itulah
penggunaan lweekang tingkat tinggi. Orang yang dapat
mempergunakan lmkang (tertaga Im) sampai mengeluarkan hawa
dingin, atau mempergunakan Yang-kang sampai mengeluarkan
hawa panas, bukanlah orang sembarangan, dan hanya dapat
dilakukan oleh ahli silat kelas tinggi. Bagaimana seorang bocah sekecil ini dapat menangkis serangannya dengan tenaga Im-kang
dengan hebatnya" Lebih-lebih ketika ia melihat betapa sambil
menangkis tadi, tubuh bocah itu telah mencelat seperti kilat
cepatnya, melompat dengan kedua tangan dikembangkan seperti
sayap dan berapa kali kedua lengan bergerak sehingga tubuh yang kecil itu pun terapung sebelum kedua kaki menginjak tanah. Benar-benar seperti seekor burung garuda yang sedang terbang dan
menggerak-gerakkan sepasang sayapnya. Hal ini tentu saja bukan hal yang amat aneh bagi seorang sakti seperti See-thian Tok-ong, Akan tetapi yang bikin ia bengong terlongong adalah karena bocah yang sekecil itu mana mungkin melakukan hal ini semua"
Sebaliknya, Sin Hong juga terkejut sekali ketika merasa lengan tangan kirinya yang bertemu dengan lengan See- thian Tok ong,
terasa gatal, dan sakit. Ketika ia melihat tangannya, ternyata kulit lengannya telah menjadi merah sekali, tanda bahwa pukulan lawan tadi mengandung hawa beracun yang amat berbahaya! Ia diam-diam bergidik. Ia maklum bahwa kakek gundul itu tadi memandang rendah kepadanya sehingga tidak mengerahkan seluruh tenaga
serta tidak mempergunakan ilmu pukulan yang berbahaya. Akan
tetapi baru sedikit tenaga dan semacam ilmu pukulan biasa saja akibatnya telah membuat ia terluka oleh hawa beracun, apalagi
kalau kakek itu menyerangnya sepenuh hati! Maka ia tidak berani lagi mencoba untuk mengadu kepandaian, dan melarikan din
secepat mungkin. Girang hatinya karena ternyata bahwa dalam hal ginkang, ia masih mengatasi kepandaian kakek itu.
252 See-thian Tok ong mengejar terus akan tetapi makin lama makin
tertinggal jauh. Akan tetapi, sambil mengejar, See-thian Tok-ong berseru berkali-kali.
"Ji Nto..., Kok Sun...! Anak itu membawa kitab Kwa Siucai,
tangkap...!"
Mendengar ini, Sin Hong maklum bahwa See-thian Tok-ong
masih mempunyai kawan-kawan yang tentu berkepandaian amat
tinggi pula, maka ia lalu mempercepat larinya sehingga tak lama kemudian ia telah jauh meninggalkan See-thian Tok-ong yang
menjadi bingung karena kehilangan jejak bocah yang dikejarnya.
Akan tetapi, tiba-ttba Sin
Hong mendengar bentakan keras
dari belakang, "Bocah nakal
tinggalkan kitab dan kepalamu!"
Ia menoleh dan melihat
seorang perempuan tua yang
berwajah cantik mengejarnya
dengan lari cepat seperti
terbang, di tangannya
memegang sebatang tongkat
kecil!. Sin Hong terkejut
menyaksikan cara nenek itu
berlari cepat. ia telah
mempelajari ilmu berlari cepat
dari kitab peninggalan Pak Kek
Siansu, akan tetapi sebetulnya
biarpun anak ini sudah
menghafal seluruh isi kitab di
luar kepala, namun dalam waktu empat tahun saja, bagaimana ia
dapat melatih diri dengan sempurna"
Sebaliknya, Kwan Ji Nio adalah seorang tokoh kang-ouw yang
memang amat terkenal akan kepandaiannya berlari cepat dan dalam hal ginkang suaminya sendiri pun tidak dapat menangkan dia. Kini, biarpun ia amat terheran-heran menyaksikan bocah yang dapat
berlari cepat, akhirnya ia setelah mengerahkan seluruh tenaga dapat juga menyusul Sin Hong.
253 "Jangan harap dapat melarikan diri!" Kwan Ji Nio berseru keras dan rantingnya bergerak cepat, menotok ke arah pinggang Sin
Hong. Seperti juga kesalahan suaminya tadi, Kwan Ji Nio ternyata amat memandang ringan kepada bocah ini, yang dikiranya hanya
pandai berlari cepat saja. Oleh karena itu, totokan rantingnya juga tidak berbahava, hanya cukup untuk merobohkan bocah itu.
Sin Hong yang sudah tajam sekali pendengarannya, tahu bahwa
totokan ranting itu tidak berbahava baginya, maka ia mengerahkan sinkangnya sambil berlari terus. Ujung ranting mengenai jalan darah di pinggangnya, akan tetapi alangkah terkejutnya hati Kwan Nio ketika merasa betapa rantingnya itu melengkung dan terpental


Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seakan-akan menotok baja!
Akan tetapi dengan pekik nyaring nyonya tua ini telah mencelat lagi dan tahu-tahu sudah berada di hadapan Sin Hong, mencegat
larinya. Adapun Sin Hong pada saat itu sudah memegang sebatang ranting yang dipungutnya di bawah pohon ketika ia tadi melarikan diri lagi. Kini menghadapi Kwan Ji Nio yang gerakannya luar biasa cepatnya itu, ia tidak membuang waktu lagi dan cepat ia
menggerakan rantingnya dengan tipu terlihai dari Pak-kek-sin-kiamsut! Kwan Jii Nio memutar rantingnya, akan tetapi segera ia berseru kaget ketika tiba-tiba tangannya terasa lemas dan ranting yang dipegangnya terlepas dari tangan. Ternyata bahwa dalam
segebrakan itu Si Bocah yang aneh telah dapat menotok urat
nadinya secara demikian ajaib. Hal ini tentu saja amat mengejutkan hati Kwan Ji Nio sehingga ia berdiri bengong dan tidak mengejar lagi ketika melihat Sin Hong melarikan diri lebih cepat lagi.
Di sepanjang jalan, Sin Hong merasa menyesal dan kecewa
bukan main. 'Mengapa aku berani-berani keluar dari gua sebelum
kepandalanku sempurna" Hm, benar-benar seperti katak dalam
sumur. Baru saja bertemu dengan dua orang, haI tenaga dan ilmu silat sudah terang aku bukan tandingan See-thian Tok-ong,
sedangkan dalam ilmu ginkang aku tak mampu mengatasi nenek
tadi!" Ia berlari terus dan berjanji di dalam hatinya bahwa kalau sudah selesai tugasnya mencari ayah angkatnya. ia akan kembali ke 254
dalam gua di jurang Jeng-in-thia di puncak Luliang-san untuk
menyempurnakan ilmu kepandaiannya.
Anak yang baru berusia kurang lebih tiga betas tahun ini tidak sadar bahwa di dalam tuhuh dan otaknya, ia telah memiliki dasar kepandaian yang jauh melebihi kepandaian See-thian Tok-ong
maupun Kwan Ji Nio. Ilanya tentu saja kurang matang melatihnya, apalagi ia berlatih ilmu tanpa ada yang memberi petunjuk, kecuali sebuah kitab peninggalan Pak Kek Siansu.
Setelah jauh meninggalkan Kwan Ji Nio dan See-thian Tok-ong
yang mengejarnya, Sin Hong merasa lega. ia berhenti di bawah
pohon dan membuka-buka kitab peninggalan Kwa Siucai. Dengan
cepat matanya menelan huruf-huruf yang tertulis di dalam kitab, terutama sekali ia mencari cara-cara pengobatan untuk luka akibat pukulan beracun. Alangkah girangnya bahwa di dalam kitab itu
terdapat daftar yang menuturkan tentang ratusan macam luka
akibat pukulan beracun. Dengan mudah ia mendapatkan catatan
tentang luka yang dideritanya ketika lengannya bertemu dengan
lengan See-thian Tok ong tadi. Kulit lengannya merah sekali dan berbintik-bintik terasa gatal dan perih. Berkat petunjuk di dalam kitab, ia dapat mengambil obat penawarnya dari bungkusan-bungkusan obat dan benar saja, sekali dioleskan, obat itu telah mengusir rasa gatal dan warna merah.
Sin Hong lalu menjatuhkan diri berlutut menghadapi kitab dan
bungkusan berisi obat itu.
"Suhu Kwa Siucai, teecu menghaturkan terima kasih atas warisan yang Suhu tinggalkan untuk teecu. Teecu bersumpah akan
mempergunakan kepandaian dan obat-obat serta petunjuk kitab ini, bukan saja untuk menjaga diri, juga untuk .mengobati orang lain yang perlu dengan pertolongan teecu."
Baru saja Sin Hong menyimpan kitab serta bungkusan obat,
hendak melanjutkan perjalanannya menuju Hoa san, tiba-tiba
terdengar pekik nyaring dan dari atas menyambar turun seekor
rajawali yang amat besar!
Sin Hong mengelak cepat dan debu mengebul tinggi ketika
burung itu menghantam tanah dengan sayapnya. Kembali burung
255 itu menyerang Sin Hong dengan sepasang cakarnya yang berkuku
tajam meruncing, dan dengan sepasang sayapnya yang lebar lagi
kuat. Juga paruhnya mengancam hebat.
"Kaukah ini, kim-tiauw yang baik...?"
Sin Hong berseru girang ketika mengenal burung rajawali yang
dahulu telah menyelamatkan nyawanya ketika ia dilemparkan ke
dalam jurang oleh Giok Seng Cu.
Akan tetapi burung itu tidak mengenalnya lagi, dan tentu saja
kim-tiauw ini hanya tunduk akan perintah See-thian Tok-ong dan anak isterinya. ia memang disuruh mencari Sin Hong, maka begitu bertemu ia menyerang dan hendak mencengkeram bocah itu.
Sin Hong mengelak ke sana ke mari. Kalau ia mau, dengan
pukulan ia akan dapat menghancurkan kepala burung atau
memecahkan dadanya akan tetap ia tidak tega melakukan ini. Ia
telah di tolong oleh burung ini dan tentu saja masih ingat baik akan budi ini, bahkan ingin sekali membalas. Ketika burung itu terus menerus menyerangnya, Sin Hong mendapatkan akal. ia mengelak
dan tiba- tiba dengan gerakan kilat, tubuhnya telah berada di atas rajawali, duduk di punggung di antara sayap-sayap!
Kim-tiauw kebingungan. Tidak dapat menyerang bocah yang
sudah duduk di atas punggungnya itu. Akan tetapi ia tidak bodoh.
Cepat ia meniekik dan terbang tinggi, lalu bergulingan di udara'
Kalau saja Sin Hong bukan anak yang tabah, tentu ia akan jatuh terguling, atau akan takut setengah mati. Akan tetapi Sin Hong cepat memegang leher kim-tiauw dan ketika tubuh itu bergulingan, ia tidak meramkan mata, bahkan tertawa-tawa.
Kim-tiauw menjadi kewalahan. Akhirnya ia berlaku cerdik dan
cepat terbang, hendak membawa bocah ini ke hadapan majikannya.
Sin Hong yang tahu ke mana arah terbang burung ini terkejut
sekali. Ia teringat bahwa burung yang dapat merampas pedang Pak-kek Sin-kiam ini, tentulah bukan sembarangan dan mungkin sekali peliharaan orang pandai. Kini burung itu menyerangnya, bahkan
membawanya kembali ke tempat See thian Tok-ong berada. Tentu
burung ini binatang peliharaan See-thian Tok-ong, pikirnya.
256 "Kim-tiauw, jangan terbang ke sana. Bawa aku ke Hoa-san!"
serunya keras di dekat kepala burung itu. Akan tetapi mana burung itu mau mendengar perintahnya" Ia bahkan terbang makin cepat.
Terpaksa Sin Hong menepuk punggung binatang itu yang tibatiba kehilangan tenaga sepasang sayapnya sehingga ia meluncur
jatuh ke bawah seperti sebuah batu. Cepat Sin Hong membebaskan totokannya dan membentak lagi. "Bawa aku ke Hoa-san!"
Begitu punggungnya ditepuk, kim-tiauw itu sembuh kembali dan
mendapatkan kembali tenaganya yang hilang, maka cepat terbang
menuju ke tempat See-thian Tok-ong sambil memekik ketakutan.
Akan tetapi Sin Hong tentu saja tidak mau membiarkan hal ini
terjadi. Berkali-kali, asalkan burung itu membawanya terbang ke tempat musuh, ia menepuk punggungnya, dan baru membebaskan
setelah mereka meluncur ke bawah mendekati pohon-pohon.
Akhirnya kim-tiauw itu maklum bahwa bocah yang
menunggangnya harus diturut perintahnya. Binatang hanya mau
mngerti dan tunduk kepada kekerasan. Kali ini kim-tiauw tidak
melanjutkan terbang membalik dan berputaran di udara. Sin Hong masih ingat jurusan mana yang harus ia ambil, maka sambil
menunjuk ke utara ia berkata, "Hayo bawa aku terbang ke sana!"
Kim-tiauw itu tidak banyak rewel lagi dan segera terbang ke arah yang dikehendaki oleh Sin Hong. Alangkah senangnya hati bocah
itu. Ia merangkul leher kim-tiauw, menepuk-nepuk dan mengeluselus kepalanva sambil berkata,
"Kim-tiauw yang balk. Kita telah menjadi sahabat sekarang.
Percayalah, aku takkan melupakan budimu dan kelak mudah
mudahan aku akan dapat membalasmu."
Kim-tiauw tidak dapat menjawab, hanya mempercepat
terbangnya karena takut kalau-kalau anak itu akan mencuri tenaga sepasang sayapnya lagi. Kalau ada orang yang kebetulan melihat Sin Hong naik di atas punggung seekor burung rajawali yang
demikian besarnya, tentu orang itu akan menyangka bahwa ia
melihat dewa atau iblis. Karena, siapakah pernah melihat atau
mendengar, kecuali dalam dongeng, orang menunggang burung"
Akan tetapi burung kim-tiauw itu memang bukan sembarangan
257 burung, melainkan binatang peliharaan See thian Tok-ong yang
sudah jinak dan lagi memang ia seekor burung besar yang amat
kuat. Adapun penunggangnya, Wan Sin Hong, juga bukan
sembarangan bocah, melainkan murid dari mendiang Pak Kek
Siansu, bocah yang sudah mewarisi kitab peninggalan dari pertapa sakti itu. Dengan amat tepatnya Sin Hong dapat mengarahkan
terbangnya burung kim-tiauw menuju Hoa-san.
-oo0mch-dewi0ooLie Bu Tek telah semhuh dari luka- lukanya dan kini ia menjadi seorang yang buntung sebelah tangannya, yakni pada pangkal
lengan kanan dekat pundak. Dengan kekuatan batin yang luar biasa Lie Bu Tek berhasil juga menahan semua kesengsaraan. ia harus
hidup terus tidak untuk membalas semua perbuatan jahat dari
orang-orang lm-yang bu-pai, akan tetapi terutama sekali untuk
mencari Wan Sin Hong, anak angkatnya. Seringkali ia turun gunung dan bertanya-tanya di dunia kangouw kalau-kalau ada orang yang mellhat anak itu, akan tetapi usahanya sia-sia belaka. Tak seorang pun dapat memberi keterangan kepadanya di mana adanya anak
itu. Di dalam usahanya mencari Sin Hong, Lie Bu Tek mendengar
pula banyak hal terjadi di dunia kang-ouw, di antaranya mendengar betapa Luliang Sam-lojin tewas ketika orang-orang kang-ouw
menyerbu ke gunung itu untuk mencari pusaka peninggalan Pak Kek Siansu. Ia hanya bisa menarik napas panjang dengan duka sekali, karena dengan kepandaiannya yang terbatas, apalagi setelah
sebelah lengannya putus, ia bisa berbuat apakah" Yang membikin ia merasa duka sekali adalah keadaan Sin Hong yang masih belum
diketahuinya sama sekali. Tak seorang pun tokoh kang-ouw pernah melihat anak itu, dan sudah lama ia mencari Kian Cun Eng ketua Hek-in-kaypang, namun sia-sia belaka. Bahkan para anggauta Hek-kin-kaipang yang dijumpainya, mempunyai kedukaan yang sama
yakni mereka kehilangan ketua itu yang tidak mereka ketahui ke mana lenyapnya!
Dalam pikiran Lie Bit Tek, tentu Kiang Cun Eng membawa Sin
Hong ke tempat rahasia dan hal ini merupakan hiburan baginya.
258 Selama ia tidak mendengar bahwa anak itu telah binasa, masih
mempunyai harapan untuk kelak berjumpa pula. Ia percaya penuh
akan kesetiaan Kiang Cun Eng yang agaknya merasa lebih aman
untuk menyembunyikan sendiri anak itu dari ancaman malapetaka
musuh-musuhnya.
Setelah bertahun-tahun mencari, Lie Bu Tek mendengar berita
tentang dibasminya Im-yang-bu-pai oleh See-thian Tok ong, dan hal ini amat menggembirakan hatinya. Apalagi ketika ia mendengar
bahwa dua orang musuh besarnya, yakni Lai Tek dan Kwa Siang,
tokoh ke dua dan ke tiga dari Im-yang-bu-pai yang telah menyerbu Hoa-san, tewas pula oleh See-thian Tok-ong, hatinya memuji
keadilan Thian yang membasmi orang-orang jahat. Tanpa turun
tangan ada orang lain yang membalaskan sakit hati Hoa-san-pai. Ia merasa puas, lalu ia kembali ke Hoa san-pai di mana Lie Bu Tek mengasingkan diri dari dunia ramai, bertapa untuk memperdalam
ilmu batinnya. Lie Bu Tek adalah seorang ahli pedang tunggal dari ilmu pedang Hoa-san-pai. Sekarang setelah tangan kanannya tidak ada lagi dan ia sudah malas berlatih, tentu saja ilmu silatnya banyak mundur.
Akan tetapi sebaliknya, oleh karena tekun bersamadhi dan
memperkuat tenaga batin, lweekangnya otomatis maju dengan
pesat. Lima tahun lewat dengan cepat. Lie Bu Tek tak pernah
meninggalkan tempat pertapaannya di puncak Hoa-san lagi,
sungguhpun ia masih belum melupakan Sin Hong dan selalu kalau ia tidak bersamadhi, pikirannya penuh dengan bocah yang dikasihinya itu. Pada suatu hari, selagi ia duduk di depan tempat pertapaannya sambil merenungkan nasib dan pengalaman yang lalu, tiba-tiba dari udara terdengar pekik keras. Lie Bu Tek memandang ke atas dan
amat heranlah ketika melihat titik hitam jauh di angkasa yang
bergerak-gerak dan kemudian meluncur turun. Kini baru ia melihat bahwa titik itu adalah seekor burung rajawali yang besar dan indah.
Makin besar keheranannya ketika burung itu sudah terbang dekat, ia melihat bahwa di punggung burung raksasa itu duduk seorang
pemuda cilik. -oo0mch-dewi0oo259 Jilid X "GIHU...!" sebelum burung itu hinggap di atas tanah, Sin Hong sudah mendahuluinya melompat turun dan langsung berlutut di
depan Lie Bu Tek yang duduk di atas batu. Burung itu setelah bebas dari penunggangnya, memekik keras dan terbang tinggi, kemudian menghilang di balik puncak.
Lie Bu Tek duduk bengong, hampir tak dapat percaya kepada
mata sendiri. Bahkan beberapa kali ia menggosok kedua matanya
merasa seperti dalam mimpi.
"Sin Hong...?" suaranya setengah berbisik.
"Gi-hu, ampunkan anak yang tidak berbakti, baru sekarang dapat menghadap Gi-hu, membiarkan Gi-hu hidup dalam kesengsaraan,"
kata Sin Hong yang tak dapat menahan keharuan hatinya sehingga air matanya bercucuran.
"Hong ji, anakku...!" Lie Bu Tek menubruk dan di lain saat mereka berpelukan, tanpa dapat mengeluarkan kata-kata.
Lie Bu Tek dapat menekan perasaannya lebih cepat, dan tiba-tiba ia tertawa di antara air matanya.
"Sin Hong' Ha-ha-ha, mengapa kita bertangisan" Ahh... lima tahun lebih ku menanti dan kini kau tiba-tiba jatuh dari udara! Kau benar-benar mengejutkan hatiku, anakku. Biarkan aku melihatmu
baik-baik!" Ia berdiri dan memegang dua pundak Sin Hong,
menjauhkan tubuh anak itu agar la dapat memandang wajahnya.
Keduanya berpandangan, wajah mereka penuh keharuan akan
tetapi dua pasang mata berseri penuh kebahagiaan.
"Sin Hong, lima tahun... aku hampir putus asa... dan sekarang, kau sudah begini besar...!" Kembali pendekar Hoa-san pai ini mendekap dan memeluk anak angkatnya.
"Gi-hu, apakah kau sehat-sehat dan balk-baik saja" Sin Hong bertanya sambil memandang ayah angkatnya dengan penuh
keharuan, apalagi ketika tak disengaja ia memandang ke arah
260 lengan kanan yang sudah buntung sehingga lengan baju yang
kanan tergantung kosong di samping pinggang.
Bu Tek tersenyum. "Baik-baik dan sehat anakku. Eh, ke mana perginya burung rajawali tadi?"
`Burung itu bukan punyaku, Gi-hu. Dapat kupinjam dari See
thian Tok-ong."
Lie Bu Tek terkejut. "Apa" Kau bersahabat dengan siluman tua dari barat itu?"
Sin Hong tersenyum. "Jangan khawalir, Ayah. Aku dapat mcmilih siapa yang patut dijadikan sahabat dan siapa pula yang tidak. Aku meminjamnya tanpa ia ketahui."
"Mari kita masuk ke dalam, Nak. Aku ingin sekali mendengar semua pengalamanmu." Mereka berdua sambil bergandengan
tangan lalu masuk kembali ke dalam pondok kecil di puncak Hoasan itu. Sin Hong lalu menuturkan semua pengalamannya dengan
sejelasnya. Bukan main girangnya hati Lie Bu Tek mendengar betapa anak
angkatnya telah menjadi ahli waris dari Pak Kek Siansu. Ketika ia mendengar tentang Kwi Siucai yang terbunuh oleh Im-yang-bu-pai yang bernama Tek Goan It, ia mengerutkan kening.
"Sudah kudengar bahwa lm-yang-bu pai dibasmi oleh See-thian Tok-ong, akan tetapi sekarang seorang tokoh Im-yang-bu-pai
bekerja sama dengan siluman dari barat itu, benar-benar aneh.
Apakah bisa jadi See thian Tok-ong mempergunakan orang-orang
Memanah Burung Rajawali 12 Renjana Pendekar Karya Khulung Pendekar Bodoh 1

Cari Blog Ini