Pendekar Tongkat Dari Liongsan Liong-san Tung-hiap Karya Kho Ping Hoo Bagian 4
"Hian-te, walaupun ibumu dulu telah menyatakan persetujuan secara bulat namun ia mengatakan hendak menanyakan lebih dulu kepadamu. Sementara itu, biarpun anakku sekarang berusia sembilan belas tahun, namun karena kami telah memberi janji kepada ibumu, maka akupun tidak mempunyai keinginan untuk mengambil menantu orang lain. Sekarang karena kita telah bertemu muka, jawablah, Hian-te.
Bagaimana pendapatmu tentang ikatan jodoh itu?"
Untuk sejenak Kong Lee mengangkat mukanya dan memandang orang tua yang bijaksana ini dengan mata kagum sekali kemudian ia lalu bangkit dari tempat duduknya, maju beberapa langkah dan berlutut di depan Thio Sui Kiat lalu berkata perlahan, "Anak ... hanya menurut kehendak ibu saja dan ... dan ... harap ... Gak-hu (Ayah Mertua) sudi memaafkan kekasaran dan kelancangan tadi ... "
Bukan main girang rasa hati Thio Sui Kiat mendengar ini. Ia lalu mengangkat bangun calon menantunya dan memeluknya dan di kedua mata orang tua itu tampak dua butir air mata berlinang!
Koleksi Kang Zusi
"Kong Lee ... aku puas ... puas sekali!" Lalu orang tua itu tertawa bergelak-gelak. Ia lalu memanggil seorang pelayan dan berkata dengan suara nyaring dan wajah berseri,
"Ayo panggil Nyonya dan Nona datang ke sini! Pertemuan ini harus kita rayakan!"
Pelayan itu dengan heran berlari-lari masuk dan tak lama kemudian Nyonya Thio beserta anak gadisnya berjalan perlahan masuk ke ruang tamu itu. Thio Eng telah berganti pakaian dan kini memakai pakaian yang indah sehingga nampaknya makin cantik dan lemah lembut. Ia berjalan sambil membimbing tangan ibunya dengan kepala tunduk. Sifatnya yang angkuh tadi telah lenyap sama sekali.
Nyonya Thio sangat girang menerima penghormatan bakal menantunya yang berlutut di depannya memberi hormat. Empat orang itu lalu duduk mengelilingi meja dan makan bersama. Memang, dalam pergaulan, Thio Sui Kiat mempunyai pandangan bebas, maka ia sengaja mengajak Thio Eng untuk duduk di situ sehingga tentu saja gadis itu selalu menundukkan muka, sama sekali tidak berani memandang ke arah Kong Lee. Demikianpun pemuda itu, sehingga keduanya hanya saling mengirim lirikan kilat saja.
Dengan gembira sekali, Thio Sui Kiat lalu membicarakan tentang penetapan hari kawin.
Mendengar ini, tiba-tiba Kong Lee teringat akan ibunya dan ia menghela napas.
"Gak-hu, harap hal ini dibicarakan kelak saja apabila ibu telah kembali."
Kemudian ia mengutarakan keinginannya menyusul dan mencari ibunya dan berangkat besok pagi. Thio Sui Kiat menyatakan persetujuan dan ia memang menganggap hal ini sudah selayaknya.
Demikianlah, sampai jauh malam Thio Sui Kiat mengajak calon mantunya bercakap-cakap dengan gembira dan dengan sejujurnya Kong Lee menceritakan pengalaman-pengalamannya sehingga calon mertuanya menjadi kagum sekali. Terutama orang tua ini mengagumi keadaan keluarga gila itu. Maka mengertilah kini Thio Sui Kiat bahwa pemuda calon menantunya ini telah memiliki kepandaian yang tinggi karena Kong Lee menceritakan semua hal, kecuali persoalannya dengan Kim Nio. Ia hanya menceritakan bahwa ketika tertawan oleh keluarga gila, ia tertolong oleh seorang pendekar wanita.
Sedikitpun Kong Lee tidak menduga bahwa pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan dengan calon mertuanya itu telah didengar oleh dua pasang telinga yang secara diam-diam bersembunyi di atas genteng! Ia tidak menduga sedikitpun bahwa di atas genteng telah mengintai seorang wanita dan seorang laki-laki yang tentu akan membuatnya kaget sekali karena kedua orang itu tidak lain ialah Pauw Kian dan Kim Nio!
Setelah puas bercakap-cakap, Kong Lee meninggalkan rumah calon mertuanya dan bermalam di sebuah rumah penginapan yang telah dipesan oleh pelayan mertuanya. Ia merasa tidak enak untuk bermalam di gedung itu dan Thio Sui Kiat juga menganggap bahwa tidak pantas bagi seorang calon menantu bermalam di rumah calon mertuanya.
Akan tetapi, hal ini menjadikan sebab datangnya malapetaka pada keluarga Thio itu.
Seandainya Kong Lee bermalam di gedung itu, tak mungkin malapetaka itu dapat terjadi!
Pada keesokan harinya, ketika Kong Lee baru saja bangun dari tidurnya, tiba-tiba datang Thio Sui Kiat dengan wajah pahit sekali.
"Kong Lee, celaka! Thio Eng diculik orang!" hanya demikian orang itu dapat berkata dengan muka kuatir sekali dan napas terengah-engah.
Kong Lee terkejut sekali, akan tetapi dia dapat menekan perasaannya dan minta penjelasan dengan suara tenang. Thio Sui Kiat lalu menuturkan pengalamannya semalam. Setelah Kong Lee pergi meninggalkan gedung keluarga Thio, orang tua itu Koleksi Kang Zusi
dengan hati puas dan girang lalu menuju ke kamarnya untuk membicarakan hal anak muda itu dengan isterinya.
Thio Eng sendiri tak dapat tidur. Semenjak pertemuannya dengan pemuda tunangannya tadi, gadis ini selalu merasa berdebar-debar dan diam-diam ia merasa bahagia sekali karena ternyata pemuda itu telah menjadi seorang perwira yang melampaui dugaan dan harapannya semula. Alangkah bahagia dan bangganya dapat menjadi isteri seorang muda yang tidak hanya berkepandaian tinggi, tapi juga tampan dan berbudi halus!
Menjelang tengah malam, tiba-tiba Thio Eng mendengar suara kaki di atas genteng kamarnya. Ia memang berhati tabah dan kecurigaannya timbul karena suara ini. Cepat ditiupnya api lilin di kamarnya sehingga padam dan gelap, lalu disambarnya pedang yang tergantung di dinding. Tak lama kemudian ia telah bertukar pakaian ringkas dan dengan gesit bagaikan seekor burung, ia meloncat keluar dari jendelanya terus mengayun tubuhnya ke atas genteng. Tak disangkanya sama sekali bahwa Kim Nio dan Pauw Kian sengaja membuat suara untuk memancing ia keluar!
Melihat bayangan dua orang di atas genteng, Thio Eng membentak, "Bangsat malam berani mati!"
Tiba-tiba seorang dari dua tamu malam itu yang ternyata seorang wanita cantik, tertawa, "Inikah macamnya gadis tunangan Kong Lee" Menyesal sekali terpaksa kau harus mati, kawan!"
Setelah berkata demikian, wanita itu yang tidak lain adalah Kim Nio Si Garuda Bermata Emas, menyerang dengan pedangnya.
Thio Eng merasa heran sekali mendengar ini, akan tetapi ia tidak diberi kesempatan untuk banyak bicara karena pedang Kim Nio telah menyerang hebat! Terpaksa ia menangkis dan balas menyerang dan kedua orang wanita cantik ini saling serang dalam sebuah pertempuran hebat. Akan tetapi, kepandaian Thio Eng masih berada di bawah tingkat kepandaian Kim Hio yang mempunyai banyak pengalaman bertempur, maka setelah bertanding belasan jurus, segera ia terdesak!
Thio Eng menjadi bingung dan ia segera berseru keras dan nyaring, "Ayah! Ada penjahat!"
Pada saat itu pedang Kim Nio telah mengurungnya dengan hebat dan keadaannya berbahaya sekali. Tiba-tiba dengan sebuah tendangan kilat, pergelangan tangan Thio Eng kena tendang dan pedangnya terlempar, jatuh di atas genteng mengeluarkan suara berisik. Ketika Kim Nio mengangkat pedangnya hendak mengirim tusukan maut.
Tiba-tiba Pauw Kian mencegahnya dan berkata, "Sumoi, jangan bunuh dia!"
Si Iblis Tangan Hitam ini dengan cepat mengirim totokan ke pundak Thio Eng dan dalam keadaan tidak berdaya Thio Eng lalu dipondong oleh Pauw Kian.
"Apa maksudmu, Suheng?" Kim Nio bertanya heran.
"Ingat, kau belum menpunyai enso (kakak ipar perempuan)!"
Kim Nio dapat menangkap maksud suhengnya dan ia pikir memang lebih baik kalau gadis ini menjadi isteri paksa dari suhengnya!
Akan tetapi, sebelum mereka sempat pergi dari situ membawa gadis yang mereka culik, tiba-tiba dari bawah menyambar bayangan seorang tua yang gerakannya gesit sekali.
"Bangsat, kurang ajar, lepaskan anakku!" teriak bayangan itu dan Thio Sui Kiat menyerang cepat dengan tongkatnya kepada Pauw Kian yang memondong Thio Eng!
Pauw Kian mengelak dan melihat serangan begitu hebat, ia lalu melempar tubuh Thio Eng ke arah Kim Nio sambil berseru, "Sumoi, kaubawa dia pergi dulu! Biar aku hadapi kambing tua ini!"
Kim Nio yang juga dapat melihat kehebatan gerakan Thio Sui Kiat, segera Koleksi Kang Zusi
menangkap tubuh Thio Eng, dipanggulnya dan dibawanya lari pergi dari situ secepatnya.
Thio Sui Kiat merasa bingung sekali melihat betapa anaknya dilarikan orang, maka dengan nekat ia mengamuk dan menyerang Pauw Kian dengan hebat. Pauw Kian menangkis dan balas menyerang sehingga di atas genteng itu terjadilah sebuah pertempuran yang ramai dan seru. Akan tetapi, biarpun sudah tua Thio Sui Kiat masih belum kehilangan kehebatannya. Tongkatnya menyambar bagaikan seekor naga mengintai korban sehingga Pauw Kian harus mengakui bahwa orang tua ini memiliki kepandaian yang lebih tinggi darinya! Ia lalu menggunakan seluaruh kepandaian silatnya untuk membela diri dan mengirim serangan-serangan balasan.
Setelah merasa bahwa kalau bertempur terus akan membahayakan dirinya, Pauw Kian tiba-tiba berseru, "Awas, piauw!" tangan kirinya bergerak dan tiga batang senjata rahasia menyambar ke arah Thio Sui Kiat.
Akan tetapi, orang tua ini cukup waspada. Dengan memutar tongkatnya, ia dapat memukul pergi tiga buah senjata piauw itu sehingga jatuh berantakan di atas genteng.
Kesempatan ini digunakan dengan baik oleh Pauw Kian yang segera meloncat turun dari atas genteng dan menghilang ke dalam kegelapan malam.
"Bangsat rendah, jangan lari!"
Thio Sui Kiat dengan marah sekali mengejar, akan tetapi malam demikian gelapnya sehingga ia tidak dapat melihat ke arah mana penjahat itu melarikan diri. Orang tua ini terus mengejar dan mencari-cari sampai pagi, akan tetapi hasilnya nihil dan ia pulang dengan hati berat, bingung dan kuatir akan keselamatan puterinya.
Kemudian ia teringat kepada calon menantunya, maka segera ia pergi ke rumah penginapan Kong Lee untuk menceritakan pengalamannya.
"Gak-hu, bagaimana macamnya penjahat-penjahat itu?"
"Yang perempuan cantik, tubuhnya tinggi ramping dan pakaiannya hijau, sedangkan yang laki-laki ilmu silatnya hebat dan tubuhnya tinggi besar, memelihara cambang bauk dan usianya kurang lebih empat puluh tahun."
Jantung Kong Lee memukul keras mendengar keterangan ini, akan tetapi ia menghendaki ketentuan, maka tanyanya, "Apakah kedua tangan laki-laki itu berkulit hitam?"
"Ya, ya, benar! Kedua tangannya hitam seperti seorang yang memiliki kepandaian Thiat-ciang-kang."
"Hm, tak salah lagi!" kata Kong Lee dengan marah sekali. "Mereka adalah Kim-gan-eng Coa Kim Nio dan Hek-ciu-mo Pauw Kian."
"Kau kenal mereka" Mengapa mereka memusuhi aku dan menculik anakku?" tanya Thio Sui Kiat dengan gemas.
Akan tetapi Kong Lee yang merasa marah dan kuatir sekali telah lari meninggalkan mertuanya. Ia memasuki kamarnya, menyambar buntalan dan pedang Thio Eng, lalu lari keluar lagi dengan terburu-buru.
"Gak-hu, nanti saja bila Eng-moi telah tertolong, kuceritakan tentang permusuhanku dengan mereka!" Setelah menjura sebagai pemberian hormat, pemuda itu lalu lari cepat pergi dari situ.
"Kong Lee, biar aku ikut pergi!" orang tua itu berteriak.
Kong Lee menahan larinya.
"Tak usah, Gak-hu. Aku sendiri sanggup merampas kembali Eng-moi. Percayalah!"
Terpaksa Thio Sui Kiat membiarkan calon menantunya pergi dan ia segera kembali ke gedungnya untuk menghibur isterinya yang menangis sedih.
"Tenanglah, isteriku. Calon menantu kita telah pergi menyusul penjahat-penjahat itu dan aku percaya ia tentu akan berhasil."
Koleksi Kang Zusi
"Apakah dosa kita maka terjadi hal ini" Siapakah orang-orang jahat yang memusuhi kita itu" Mengapa mereka tidak mencari harta, tapi menculik Eng-ji yang tidak berdosa!" Ibu ini dengan sedih meratap dan menangis.
"Aku sendiripun tidak mengenal mereka. Akan tetapi Kong Lee tahu siapa mereka itu.
Mereka tentulah musuh-musuh Kong Lee yang tidak berani mengganggunya, maka sengaja mengganggu tunangannya. Sudahlah jangan kau menangis, aku menjadi makin bingung karenanya. Lebih baik kita berdoa kepada Tuhan agar anak kita ini akan tertolong kembali dengan cepat."
Demikianlah, kedua orang tua itu, dengan hati kuatir bersembahyang untuk keselamatan anak mereka.
Biarpun kepandaian silatnya cukup hebat, namun terjatuh ke dalam tangan Pauw Kian dan Kim Nio, Thio Eng tidak berdaya sama sekali dan ia terpaksa tak dapat memberontak ketika kedua orang itu membawanya lari dengan cepat sekali. Mereka menggunakan dua ekor kuda dan Thio Eng duduk di depan Kim Nio di atas seekor kuda tanpa dapat melawan. Pauw Kian melarikan kudanya di belakang untuk menjaga pengejaran, karena ia maklum bahwa ayah gadis ini sangat hebat.
Karena mereka tak berhenti-henti maka dua hari kemudian mereka telah masuk ke dalam hutan di mana Pauw Kian dan kawan-kawannya bersarang. Thio Eng dimasukkan ke dalam sebuah kamar yang cukup mewah dan diikat kaki tangannya.
Sementara itu, Pauw Kian segera menyuruh kawan-kawannya membuat persiapan pesta perkawinan karena ia telah mengambil keputusan hendak mengawini gadis tawanannya itu!
Sekali bertemu dengan Thio Eng, Pauw Kian telah tergila-gila.
Dengan hati marah, gemas dan duka, Thio Eng menanti kelanjutan nasibnya. Ia tak pernah menangis dan selalu menggertakkan gigi untuk menahan tangisnya. Ia tidak sudi memperlihatkan kelemahannya di depan musuh-musuhnya. Betapapun juga, Thio Eng belum putus asa dan masih percaya bahwa ayahnya tentu akan berhasil menolongnya. Ayahnya tentu memberi tahu Kong Lee dan pemuda itu sendiri akan menolongnya!
Alangkah senangnya kalau ia sampai tertolong oleh tunangannya sendiri! Akan tetapi, diam-diam Thio Eng merasa cemburu sekali, karena ternyata bahwa penjahat wanita yang cantik dan genit itu telah mengenal dengan Kong Lee dan agaknya wanita membencinya karena ia mencinta Kong Lee!
Ketika Thio Eng sedang melamun sambil berusaha melepaskan ikatan tangannya, tiba-tiba Kim Nio memasuki kamar itu. Bibir wanita ini tersenyum menghina, "Kau tahu mengapa kau kutangkap dan kutawan?" tanyanya kepada Thio Eng.
"Siapa dapat mengetahui maksud hati segala macam penjahat perempuan seperti engkau ini?" Thio Eng menjawab dengan berani.
"Ketahuilah, hai puteri orang kaya. Karena kau telah merampas Kong Lee dariku maka aku terpaksa menculikmu. Pemuda itu adalah milikku! Ia kekasihku, punyaku, mengerti?" Wajah Kim Nio merah dan matanya mengeluarkan sinar marah penuh kebencian.
"Cih! Tak tahu malu!" Thio Eng menghinanya dan kedua orang wanita cantik itu saling pandang bagaikan dua ekor harimau betina hendak saling terkam!
"Kau hendak kawin dengan Kong Lee?" Suara Kim Nio terdengar penuh ejekan,
"Jangan harap, kawan! Kau tak pantas menjadi isteri pemuda itu. Kau akan kami paksa untuk kawin dengan suhengku dan menjadi isteri Hek-ciu-mo Pauw Kian.
Adapun Kong Lee hanya boleh kawin dengan aku seorang!"
"Penjahat rendah! Aku lebih baik mati dari pada harus kawin dengan orang macam itu!" Thio Eng berkata penuh kebencian.
Koleksi Kang Zusi
"Percayalah, akupun lebih senang melihat kau mampus, sobat! Tapi suhengku yang bertangan hitam itu jatuh cinta padamu, apa boleh buat!" sambil mengangkat pundak dengan gaya mencemoohkan dan menghina sekali, Kim Nio meninggalkan kamar itu.
Setelah Kim Nio pergi, Thio Eng tak dapat menahan kegemasan dan kemarahannya maka air matanya mengucur deras dari kedua matanya dan menuruni sepanjang pipinya. Ia telah mengambil keputusan tetap, yakni apabila ayahnya atau Kong Lee datang terlambat sehingga ia dipaksa kawin dengan kepala rampok itu, ia akan membunuh diri!
Setelah hari menjadi malam, pintu kamar Thio Eng terbuka dari luar dan ketika gadis itu memandang dengan tajam, bukan main girangnya karena melihat bahwa yang memasuki kamarnya itu adalah ... Nyonya Lim Ek atau Ibu Kong Lee!
"Thio Eng ... !" Nyonya Lim Ek berseru dengan kaget. "Jadi kaukah yang mereka tawan?"
"Ibu ... " hanya demikian Thio Eng dapat mengeluarkan kata-kata karena terharu dan girangnya. Gadis ini terisak-isak menangis sedangkan Nyonya Lim dengan cepat menggunakan pedang memutuskan semua tali pengikat kaki tangan Thio Eng. Mereka lalu berpelukan.
Pada saat itu Kim Nio masuk ke dalam kamar dan ia tercengang melihat betapa Nyonya Lim Ek telah berada di situ pula! Ketika Lim-hujin (Nyonya Lim) melihat Kim Nio, ia memandang dengan heran.
"Nona, mengapa kau dan suhengmu menawan dia" Dia adalah calon menantuku!"
Kim Nio memandang penuh kebencian kepada Thio Eng.
"Justeru karena ia calon menantumu, maka terpaksa kutawan! Ia tidak boleh kawin dengan Kong Lee, tidak boleh!"
"Eh, eh, apa maksudmu?" Nyonya tua ini heran sekali mendengar ucapan itu, karena sesungguhnya ia belum tahu akan perhubungan Kim Nio dengan puteranya.
"Ia tidak boleh menjadi isteri Kong Lee! Tak seorang gadispun boleh merampas Kong Lee dariku, Kong Lee adalah pujaanku, dan hanya aku yang pantas menjadi isterinya!"
Lim-hujin memandang dengan mata terbelalak. Ia menyangka bahwa nona itu tentu sudah menjadi gila.
"Kim Nio! Apa artinya semua ini" Nona Thio ini telah resmi bertunangan dengan anakku. Apakah ... apakah kau telah mengenal Kong Lee?"
"Kenal ... ?" suara Kim Nio mengandung isak. "Tidak hanya kenal ... aku ... aku cinta kepada Kong Lee ... !"
"Apa ... ?" Lim-hujin melangkah maju dan memegang kedua pundak Kim Nio lalu mengguncang-guncangnya. "Kau tahu di mana Kong Lee" Katakanlah! Di mana dia
... " Di mana anakku?"
Kim Nio tidak menjawab, tapi Thio Eng lalu berkata dengan suara pasti, "Dia telah kembali ke Bi-ciu dan pada waktu aku diculik oleh penjahat ini, dia berada di Lam-sai! Dia dan ayah pasti akan datang ke sini menolong kita."
Bukan main girang hati Lim-hujin mendengar ini. Wajahnya berseri-seri dan mulutnya tersenyum-senyum.
"Kau sudah bertemu dengan dia, Eng-ji" Dia sekarang di Lam-sai" Ayo kita pergi ke sana!" Nyonya itu memegang tangan Thio Eng untuk diajak pergi dari situ, tapi Kim Nio telah menghadang di pintu dengan pedang di tangan!
"Jangan harap akan dapat pergi dari sini!" bentaknya.
Lim-hujin memandang heran.
"Kim Nio! Kau ... telah gilakah kau" Ingatlah, Nak, kau kembali menuju jalan sesat!
Insyaflah dan biarkan kami pergi."
Koleksi Kang Zusi
Wajah Kim Nio yang cantik berubah menjadi dingin dan lenyaplah keramahan yang selama ini ia perlihatkan di depan Lim-hujin.
"Sesat" Kau bilang aku tersesat karena mencintai anakmu" Sesatkah seorang wanita jika ia mencintai seorang pemuda seperti puteramu" Aku ... aku cinta padanya dan akan kukorbankan segala apa untuk menghalangi Kong Lee mengawini seorang gadis lain!"
"Kau perempuan rendah tak tahu malu!" Thio Eng membentak, sementara itu Lim-hujin juga berkata dengan marah.
"Kim Nio, kalau benar kau tidak mau insaf, terpaksa aku orang tua menggunakan kekerasan untuk keluar dari sini bersama calon menantuku!"
Kim Nio tertawa menghina.
"Aku sesungguhnya tidak suka bertempur melawan ibu pemuda yang kucintai. Akan tetapi kalau kau memaksaku, apa boleh buat."
Dengan berseru marah Lim-hujin menggerakkan pedangnya menyerang yang ditangkis oleh Kim Nio. Thio Eng mengangkat sebuah bangku dan bantu menyerang sehingga tak lama kemudian di dalam kamar pengantin itu telah terjadi pertempuran hebat. Thio Eng dan Lim-hujin menyerang dengan nekad sedangkan Kim Nio membela diri dengan kepandaiannya yang tinggi.
Mendengar suara ribut-ribut ini, beberapa orang anak buah perampok memburu ke dalam kamar dan segera mereka ramai berseru, "Calon pengantin mengamuk!
Pengantin mengamuk!"
Pauw Kian datang memburu dan menyerbu ke dalam kamar. Melihat betapa Kim Nio dikeroyok, ia segera membantu dan tak lama kemudian Thio Eng dan Lim-hujin dapat ditangkap. Lim-hujin lalu diseret ke kamar lain, sedangkan Thio Eng lalu dibelenggu kembali di atas tempat tidur! Lim-hujin menangis dan memaki-maki.
Memang Lim-hujin telah beberapa hari berada di sarang perampok itu. Melihat bahwa Pauw Kian walaupun seorang kepala rampok tapi bersikap ramah-tamah dan baik terhadapnya, ia tidak menolak ajakan Kim Nio untuk tinggal di situ, karena Pauw Kian juga berjanji hendak membantu mencari Kong Lee. Padahal Kim Nio dan Pauw Kian diam-diam telah sengaja bersekongkol untuk menahan nyonya itu di situ agar jangan dapat bertemu dengan Kong Lee. Ini adalah kehendak Kim Nio yang mempunyai semacam niat buruk. Setelah mengetahui tempat tinggal gadis tunangan Kong Lee, ia lalu membujuk suhengnya untuk membantunya dan membinasakan gadis itu. Demikianlah, mereka meninggalkan nyonya itu dengan alasan hendak menyelesaikan sebuah perkara, akan tetapi sebenarnya mereka pergi ke Lam-sai mencari rumah Thio Eng.
Kebetulan sekali ketika mereka tiba di Lam-sai, Kong Lee juga berada di situ sehingga Kim Nio dapat mendengar pembicaraan mereka. Wanita ini menahan-nahan kegemasan hatinya, dan setelah malam tiba, ia ajak suhengnya datang memancing Thio Eng keluar dan gadis tunangan Kong Lee itu pasti akan berhasil dibunuhnya kalau saja ia tidak dihalangi oleh Pauw Kian yang jatuh hati melihat kecantikan Thio Eng.
Pauw Kian dengan girang sekali lalu mengadakan persiapan dan setelah berhasil menawan Thio Eng dan Lim-hujin, ia lalu mengatur segala persiapan pesta yang akan diadakan pada keesokan harinya. Undangan kilat telah disebar oleh anak buahnya untuk mengundang para kenalan yang bertempat tinggal di sekitar hutan itu dan yang kebanyakan terdiri dari para penjahat pula.
Pada keesokan harinya, sarang perampok telah dihias dan para anak buah perampok telah mengenakan pakaian baru untuk merayakan perkawinan kepala mereka.
Semenjak pagi, para tamu telah datang sambil membawa berbagai barang hadiah.
Koleksi Kang Zusi
Pauw Kian dengan mengenakan pakaian serba indah bagaikan seorang hartawan besar, menyambut para tamu yang memberi selamat dengan gembira sekali. Tadinya kepala rampok ini memang tiada maksud hendak kawin seumur hidupnya, akan tetapi setelah melihat kecantikan Thio Eng, ia menjadi tertarik dan jatuh hati. Usianya pada waktu itu telah empat puluh satu, akan tetapi karena memang tubuhnya gagah dan wajahnya tampan, ia nampak lebih muda dalam pakaiannya yang mewah.
Akan tetapi, para tamu tidak dapat melihat pengantin perempuan, karena pada saat itu, Thio Eng bagaikan seekor harimau betina yang tidak mau menurut. Ketika orang datang hendak mengenakan pakaian pengantin kepadanya, ia memberontak dan tak mungkin ia dapat dipaksa, sehingga Kim Nio terpaksa menotok jalan darahnya dan membuat gadis itu lumpuh tak berdaya. Setelah Thio Eng menjadi lemah tak berdaya.
Setelah Thio Eng menjadi lemah tak berdaya, barulah ikatan tangan dan kakinya dilepaskan dan orang mengenakan pakaian pengantin kepadanya. Thio Eng hanya bisa mengalirkan air mata akan tetapi tidak berdaya melawan sama sekali. Gadis ini masih mengharapkan kedatangan ayah atau tunangannya untuk memberi pertolongan, maka ia masih bersabar dan tidak mengambil keputusan pendek. Ia masih hendak menanti sampai pada saat Pauw Kian memasuki kamarnya, baru ia akan membunuh diri.
Sementara itu, di kamarnya, Lim-hujin juga menangis dengan sedih. Ia tidak pernah menyangka bahwa Kim Nio bisa menjadi begitu jahat, tapi apa dayanya" Kepandaian gadis itu dan suhengnya jauh lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri atau kepandaian Thio Eng, sehingga melawan pun takkan ada gunanya. Apalagi sekarang ia telah dibelenggu di dalam kamar itu sehingga untuk melepaskan belenggunya saja ia tak sanggup. Maka, seperti Thio Eng, nyonya tua itu hanya mengharapkan datangnya pertolongan dari Thio Sui Kiat atau Kong Lee.
Setelah melihat bahwa Thio Eng mengenakan pakaian pengantin, maka Kim Nio lalu berkata kepadanya, "Thio Eng, tak perlu kau melawan lebih jauh. Kau tahu bahwa terhadap aku, kau tidak berdaya. Kalau kau berlaku manis terhadap suhengku, kau akan hidup senang. Sekarang aku akan membebaskan kau dari totokan, tapi kau jangan berani memberontak lagi. Kalau kau memberontak, maka aku akan menotok kau sehingga selamanya kau akan menjadi lumpuh!"
Kim Nio lalu memunahkan totokannya sehingga Thio Eng dapat bergerak lagi.
Menurut kehendak hatinya yang marah dan gemas, Thio Eng hendak memberontak akan tetapi pikirannya mencegahnya. Lebih baik ia berpura-pura menurut, agar ia tidak dibuat tak berdaya seperti tadi, karena kalau ia ditotok seperti tadi, jangankan hendak memberontak, sedangkan untuk membunuh diri saja ia takkan sanggup pula!
Ia menundukkan muka dan menangis tanpa mengeluarkan suara karena ia tidak sudi memperlihatkan kelemahannya di depan Kim Nio.
Setelah semua tamu pulang dan meninggalkan hutan itu, dalam keadaan setengah mabuk Pauw Kian memasuki kamar pengantin. Ia melihat betapa calon isterinya duduk sambil menundukkan kepala, sedangkan Kim Nio ketika melihat suhengnya masuk, baru berani meninggalkan Thio Eng yang keras hati itu sambil tertawa-tawa.
Kini Pauw Kian berada berdua saja dengan Thio Eng.
"Isteriku yang manis, jangan kau diam saja. Sambutlah suamimu, ha, ha, ha!"
Pada saat itulah Thio Eng sudah habis harapannya untuk tertolong lagi. Ia telah mengambil keputusan bulat untuk berdiri dan membenturkan kepalanya pada dinding supaya hancur dan binasa, akan tetapi pada saat itu, jendela kamar itu terbuka dari luar demikian kerasnya, hingga daun jendelanya terlepas!
Sebuah bayangan berkelebat masuk dan tahu-tahu Kong Lee telah berdiri di depan Pauw Kian!
Koleksi Kang Zusi
"Hm, bagus sekali perbuatanmu, manusia busuk!" kata pemuda ini.
Melihat kedatangan Kong Lee, bukan main girangnya hati Thio Eng hingga tak tercegah lagi ia menangis keras tersedu-sedu!
Alangkah terkejutnya hati Pauw Kian melihat kedatangan pemuda hebat ini.
Wajahnya berubah pucat dan kedua kakinya tak terasa menjadi lemas dan menggigil.
Ia maklum bahwa ia harus bertempur mati-matian karena pemuda ini tentu takkan mau mengampuni perbuatannya terhadap tunangan pemuda itu.
"Kau datang" Baik, kalau tidak kau tentu aku yang binasa pada hari ini!"
Pauw Kian berkata sambil menarik keluar senjatanya, yakni pian baja lemas yang merupakan sebuah cambuk penuh duri-duri tajam! Tanpa menanti jawaban lagi, Pauw Kian lalu melompat menyerbu dan Kong Lee menggunakan pedang di tangannya menangkis. Pemuda ini mempergunakan senjata pemberian Thio Eng dan memainkannya dengan hebat sekali karena memang ilmu tongkatnya dapat pula dimainkan dengan menggunakan pedang.
Dengan kenekatan luar biasa, Pauw Kian memutar-mutar pian bajanya dalam gerak tipu Raja Naga Atur Barisan. Pian baja yang penuh duri itu berputar menyerang Kong Lee dari semua jurusan sambil mengeluarkan angin.
"Bagus!" Kong Lee berseru sambil melompat mengelak.
Ia lalu menggunakan gerak tipu Awan Putih Menutup Mega menyerang ke sebelah kiri dari atas. Tapi Pauw Kian dapat juga menangkap serangan ini yang demikian hebat datangnya sehingga tangannya yang memegang pian bergetar.
Pauw Kian maklum bahwa ia bukanlah lawan seimbang pemuda yang hebat itu maka ia berlaku sangat hati-hati sekali sehingga untuk beberapa lama Kong Lee tak dapat merobohkannya. Tiba-tiba dari pintu kamar melompat masuk Kim Nio dengan pedang di tangan.
Wajahnya pucat sekali dan ia membentak, "Kong Lee, manusia tak berbudi! Jangan kau kacaukan hari perkawinan suhengku!"
"Kim Nio, tak kusangka bahwa kau benar-benar sejahat ini!" jawab Kong Lee dan rasa marahnya melihat wanita ini membuat gerakannya berubah ganas sekali.
Hampir saja leher Pauw Kian menjadi korban pedangnya kalau Si Iblis Tangan Hitam ini tidak buru-buru menjatuhkan diri ke belakang!
Kim Nio merasa sedih sekali melihat betapa Kong Lee kini tentu membencinya, maka tanpa berkata apa-apa lagi ia lalu melangkah maju ke arah Thio Eng yang masih menangis dengan pedang di tangan! Dengan penuh kebencian Kim Nio menggerakkan pedang menusuk. Akan tetapi biarpun sedang menundukkan muka dan menangis, Thio Eng cukup terlatih untuk menangkap suara angin serangan ini dan cepat sekali ia gulingkan tubuh ke kiri sehingga tusukan itu tidak mengenai sasaran.
Sementara itu, Kong Lee melihat betapa Kim Nio hendak membunuh tunangannya, cepat bagaikan kilat ia membuat gerakan menendang dan aneh sekali. Dua kali kaki kanan kirinya bergerak dan tahu-tahu Pauw Kian dan Kim Nio telah tertendang sehingga terpental jauh! Inilah sebuah gerakan dari ilmu silat yang dipelajarinya dari kitab pelajaran Raja Gila!
"Eng-moi ... kau tidak apa-apa?" tanya Kong Lee dengan penuh perhatian.
Thio Eng mendengar suara pemuda itu menjadi malu dan seketika itu juga tangisnya berubah menjadi senyum!
"Tidak, Koko ... terima kasih atas pertolonganmu. Ibumu juga berada di sini."
"Apa katamu" Ibuku" Mana dia?"
Dalam kegirangannya, Kong Lee melompat sambil memegang tangan gadis itu, lupa akan rasa malu.
"Entah, mungkin di belakang, karena beliau juga ditawan!"
Koleksi Kang Zusi
"Aku pergi mencarinya, Eng-moi!" kata Kong Lee sambil melompat ke belakang dan keluar dari kamar itu.
Thio Eng tidak mau ditinggal seorang diri, maka iapun melompat keluar. Semua anak buah perampok yang telah tahu akan kelihaian Kong Lee, tak seorangpun berani mengganggu. Mereka hanya ramai-ramai maju menolong Pauw Kian dan Kim Nio.
Pauw Kian tertendang dadanya sehingga dua buah tulang iganya patah. Sedangkan Kim Nio yang hanya kena tendangan yang sengaja dilakukan oleh Kong Lee dengan tenaga gwa-kang hanya terpental dan membentur dinding sehingga pingsan untuk beberapa lama. Setelah siuman kembali, Kim Nio mendorong pergi orang-orang yang menolongnya, lalu sambil menangis ia lari pergi dari situ dan terus keluar hutan, lari secepatnya sambil terisak-isak!
Kong Lee berhasil mendapatkan ibunya yang berada di dalam sebuah kamar dengan terikat tangannya, akan tetapi orang tua ini tidak menderita luka sama sekali, sehingga legalah hati Kong Lee. Ketika Nyonya Lim melhat seorang anak muda memasuki kamarnya, hampir saja ia tidak percaya. Ini adalah anaknya, Kong Lee! Setelah melepaskan ikatan tangan ibunya, Kong Lee lalu menjatuhkan diri berlutut sambil memeluk kedua kaki ibunya.
"Ibu ... "
"Kong Lee ... benar-benar kaukah ini ... " Tidak mimpikah aku ... ?"
Mereka berdua berpelukan dengan air mata mengalir.
Air mata yang keluar terdorong rasa girang dan terharu. Thio Eng yang menyusul masuk juga mengalirkan air mata karena terharu.
Lim-hujin ketika mendengar bahwa Pauw Kian telah dihajar dan dirobohkan sehingga mendapat luka, membenarkan perbuatan puteranya yang tidak mau membunuh kepada perampok itu, karena menurut pendapatnya, betapapun besar dosa kepala rampok itu, namun ia pernah menerima Lim-hujin sebagai tamu dan telah menjadi tuan rumah yang baik, ada pun kejahatan yang dilakukan atas diri Thio Eng belum terjadi, maka ada baiknya memaafkan perampok itu dan tidak membunuhnya.
Ketika mendengar bahwa Kim Nio telah pergi, nyonya ini menghela napas berulang-ulang dan berkata, "Sayang ... sayang sekali. Aku telah mulai suka kepadanya dan jika ia tidak tersesat demikian jauhnya tentu ia menjadi seorang yang baik dan berguna."
Kemudian suaranya berubah tegas ketika ia berkata kepada Kong Lee, "Anakku, sekarang sebelum kita meninggalkan tempat ini kau harus lebih dulu menceritakan tentang perhubunganmu dengan nona baju hijau itu. Kau harus menceritakan itu di depan Thio Eng!"
Dengan muka merah Kong Lee lalu menceritakan perihal pertemuannya dengan Kim Nio dan betapa gadis itu telah menolongnya dari bencana maut ketika ia tertawan oleh keluarga gila, kemudian ia menceritakan pula mengapa ia menjadi tidak suka dan menjauhkan diri dari isteri yang tidak setia itu. Mendengar riwayat Kim Nio yang telah melarikan diri dengan laki-laki lain dan mencurangi suaminya, Lim-hujin menghela napas. Thio Eng merasa lega sekali karena tadinya telah ada sedikit perasaan cemburu mengganggu hatinya. Kemudian ketiganya lalu meninggalkan sarang Pauw Kian itu setelah Lim Hujin meninggalkan banyak nasihat kepada Pauw Kian yang hanya mendengarkan dengan muka pucat dan merintih-rintih karena sakitnya.
Kedatangan mereka disambut oleh Thio Sui Kiat dan isterinya dengan sangat girang.
Terutama ketika melihat bahwa Lim-hujin sudah ditemukan dan datang bersama, maka kegembiraan mereka tak dapat dilukiskan besarnya.
Nyonya Thio memeluk anaknya dan calon besannya sambil menangis, dan semuanya berada dalam bahagia sekali. Thio Sui Kiat lalu mengadakan pesta untuk merayakan Koleksi Kang Zusi
kebahagiaan ini dan ia makin kagum kepada Kong Lee. Pemuda inipun lalu menceritakan kepada Thio Sui Kiat tentang kedua orang yang telah menculik Thio Eng dan menceritakan pula sebab-sebabnya.
Sebulan kemudian, dilangsungkanlah perkawinan antara Thio Eng dan Kong Lee, dan karena nama Thio Sui Kiat sudah banyak dikenal orang, maka perayaan ini dihadiri ratusan orang dari segala tempat memerlukan datang. Atas persetujuan kedua pihak, Kong Lee dan ibunya lalu pindah ke Lam-sai dan tinggal bersama dengan Thio Sui Kiat di dalam gedung yang besar itu sehingga mereka berkumpul merupakan satu keluarga yang hidup bahagia. Kong Lee mendapat kenyataan bahwa isterinya selain cantik jelita dan berkepandaian juga berbudi halus dan baik seta sangat berbakti kepada orang tua, bahkan sikapnya terhadap Lim-hujin sangat baik sehingga Kong Lee merasa beruntung sekali.
-***- Kim Nio dengan hati hancur lari terus meninggalkan hutan tempat tinggal suhengnya sambil menangis. Beberapa kali timbul niatnya hendak menerjunkan diri ke dalam jurang dan menghabiskan riwayatnya yang penuh derita dan kekecewaan, akan tetapi ia teringat kembali kepada Kong Lee dan Thio Eng, maka ia lalu merasa bahwa hidupnya masih mempunyai satu cita-cita terakhir yang terdorong oleh rasa iri hati dan kebencian yakni cita-cita untuk membalas dendam! Hati dan pikirannya yang sanat menderita karena sedih dan kecewa ini sekarang dikotori oleh rasa dendam yang tak kenal batas. Ia akan rela mati asal saja sudah dapat membinasakan kedua orang itu.
Pikiran ini timbul ketika Kim Nio berdiri di pinggir sebuah jurang yang curam sekali.
Ia berdiri bagaikan sebuah patung batu dan dengan wajah menyeramkan ia berkata keras-keras kepada diri sendiri, "Kim Nio, kau tak boleh mati! Kau harus membinasakan mereka dan membawa mereka bersama-sama ke neraka."
Kemudian, sepasang mata Kim Nio berkilat-kilat ketika ia mengepalkan tinjunya ke atas dan berteriak-teriak, "Kong Lee, kau laki-laki tak berbudi, aku bersumpah hendak membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri. Hendak kubuka dadanya dan kukeluarkan hatimu! Ingin kulihat bagaimana macamnya hatimu yang kejam itu! Thio Eng, awaslah kau! Kau wanita satu-satunya di dunia ini yang paling kubenci, karena kau telah merampas kekasihku!"
Kemudian bagaikan seorang gila, Kim Nio tertawa dan menangis. Lalu ia lari lagi dari situ, kini tujuannya tetap, yakni ke arah hutan di mana tinggal keluarga gila!
Ia ingat betapa Pangeran Gila dulu tertarik oleh kecantikannya sehingga dengan mempergunakan kecantikannya itu, ia dapat menolong Kong Lee, dan ia maklum pula bahwa dengan tenaga ketiga orang gila itu saja ia akan dapat membalas dendam.
Kepandaiannya sendiri terlampau rendah sehingga tak mungkin baginya untuk mengganggu Kong Lee yang berkepandaian tinggi. Siapa lagi selain keluarga gila itu yang dapat menolongnya" Ia tahu pula bahwa keluarga itu sangat berbahaya, akan tetapi Kim Nio sudah berlaku nekad.
Bulu tengkuknya berdiri dan hatinya merasa ngeri ketika ia tiba di hutan itu dan mulai masuk ke dalam hutan yang sangat liar dan gelap ini. tapi ia menggigit bibirnya dan mengeraskan hati, lalu memasuki hutan itu dengan langkah kaki lebar. Tiap kali mendengar suara atau melihat gerakan-gerakan yang mungkin dilakukan oleh binatang hutan, ia terkejut dan hatinya berdebar-debar. Ia hanya mengharapkan supaya bertemu lebih dulu dengan Pangeran Gila, karena kalau ia bertemu dengan Raja atau Ratu Gila, pengharapannya untuk hidup sedikit sekali. Biarpun ia belum Koleksi Kang Zusi
pernah membaca buku catatan mereka dan tidak mengetahui riwayat mereka, namun ia pernah mendengar cerita orang-orang di kalangan kang-ouw betapa kejam dan ganas kedua kakek dan nenek gila itu. Menurut cerita yang pernah didengarnya, Raja dan Ratu Gila itu suka makan daging manusia.
Alangkah ngerinya!
Tapi ia mujur sekali, karena pada saat itu kedua Raja dan Ratu Gila sedang tidur mendengkur di dalam pondok mereka. Ketika Kim Nio dengan hati-hati sekali menghampiri tempat tinggal keluarga gila itu, ia melihat Pangeran Gila sedang bersilat seorang diri di lapangan rumput depan pondok! Ketika Kim Nio dengan hati berdebar-debar mengintai dari balik pohon, ternyata bahwa orang gila itu sedang bermain-main dengan beberapa ekor lalat yang ditangkapnya, dilepas kembali dan ketika lalat-lalat itu beterbangan ke sana-sini, ia bergerak cepat dan menangkapnya kembali untuk kemudian dilepas lagi dan demikian berulang-ulang ia lakukan dengan gesit sekali. Dalam bermain-main ini, Si Gila tertawa haha-hihi dengan senang dan geli hati seperti laku seorang anak kecil!
Dibandingkan dengan ayah ibunya, Leng Ki Pok atau Pangeran Gila ini masih dapat menghargai segala dan suka sekali bermain-main seperti lakunya seorang kanak-kanak. Harus dikasihani nasib orang ini, karena semenjak berusia belasan tahun ia harus menderita seperti seorang liar yang hidup di dalam hutan. Ia telah lupa sama sekali akan peradaban manusia dan manusia-manusia yang dikenalnya hanyalah ayah dan ibunya sendiri. Akan tetapi semenjak kecil ia telah dilatih silat oleh ayah ibunya sehingga ia menjadi hebat sekali. Ketika dulu melihat kecantikan Kim Nio, sebagai manusia biasa tertariklah hatinya dan timbul rasa sukanya kepada wanita ini. Akan tetapi setelah Kim Nio berhasil menolong Kong Lee dan pergi serta lenyap dari pandangan matanya, Pangeran Gila inipun sudah melupakan perempuan itu.
Melihat betapa Leng Ki Pok tertawa-tawa sambil dengan gesit bergerak ke sana kemari, Kim Nio lalu menabahkan hati dan maju menghampiri. Telinga Pangeran Gila ini sudah terlatih hebat maka ia dapat mendengar tindakan kaki Kim Nio dan dengan cepat ia bergerak dan melompat ke belakang sehingga tahu-tahu telah berdiri berhadapan dengan Kim Nio. Tadinya seluruh urat-urat di tubuh Pangeran Gila telah menegang untuk menyerang orang yang datang itu, akan tetapi ketika ia melihat seorang wanita yang cantik jelita berdiri dengan tersenyum manis sekali, tubuhnya menjadi lemas. Ia sudah tak ingat lagi siapa adanya perempuan ini, akan tetapi agaknya potongan tubuh dan bentuk wajah Kim Nio telah meninggalkan kesan mendalam di hatinya, maka begitu melihat wanita ini, ia pun terus merasa suka.
"Ah, kau ... cantik jelita ... bagus sekali ... " Si Gila itu berkata sambil menghampiri Kim Nio.
Kim Nio mengangkat tangan kanannya untuk menahan orang gila itu maju lebih dekat.
"Pangeran, kau suka padaku?" tanyanya dengan suara yang merdu.
Ki Pok tertawa-tawa girang dan ia berjingkrang-jingkrak.
"Suka, suka! Aku suka padamu, kau cantik!"
Melihat kelakuan ini, mau tidak mau Kim Nio tersenyum geli karena takut dan ngerinya.
"Kau suka padaku" Suka kepada Pangeran" Ha, ha, ha!"
"Aku juga suka padamu," kata Kim Nio sambil tersenyum manis dan mengerlingkan mata tajam.
"Tentu saja kau suka padaku! Aduh, senang sekali hatiku, kau ... kau cantik!"
Setelah berkata demikian, Ki Pok lalu melompat maju, memeluk tubuh Kim Nio mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala dan menari-nari berloncat-loncatan sambil Koleksi Kang Zusi
mengayun-ayun tubuh Kim Nio yang tak berdaya sama sekali dalam pegangan kedua tangan yang kuat itu.
"Pangeran, lepaskan aku!" bentaknya.
"Ha, ha! Kau suka padaku, bukan" Ha, ha, aku pun suka kepadamu, suka sekali!"
jawab Si Gila tanpa mempedulikan bentakan Kim Nio.
Gadis ini menjadi bingung. Celaka, pikirnya.
"Pangeran, kalau kau tidak lepaskan aku, maka aku tidak akan suka lagi padamu, aku akan benci kepadamu!"
Ancaman ini berhasil baik. Ki Pok lalu menurunkan tubuh Kim Nio dengan perlahan dan hati-hati sekali ke atas tanah dan berkata sambil menyeringai, "Jangan membenci aku ... kau cantik, aku suka padamu."
"Aku juga suka padamu, tapi kau harus selalu menurut kata-kataku. Kalau kau tidak mau menurut, aku akan membencimu, mengerti?"
"Mengerti, mengerti! Aku menurut, aku suka padamu. Kau cantik sekali!"
"Ingat, nanti kalau Raja dan Ratu marah kepadaku, kau harus membelaku, mengerti?"
"Tentu, tentu! Tidak ada yang boleh marah padamu. Kau punyaku!"
Ngeri juga hati Kim Nio mendengar pengakuan Si Gila.
"Di mana adanya Raja dan Ratu?" tanya Kim Nio.
"Ayah dan ibuku berada di dalam pondok. Ayo kita pergi ke sana."
"Tak usah, biar kita menanti saja di sini!" kata Kim Nio dengan tegas tapi dengan hati takut-takut.
Ia girang sekali melihat betapa Pangeran Gila ini benar-benar telah menurut kata-katanya dan kini berdiri memegang tangannya sambil memandangi muka dan seluruh tubuhnya dengan pandangan kagum. Kim Nio tidak berani menarik tangannya yang terpegang karena ia maklum bahwa ia sama sekali tidak boleh berlaku keras agar jangan sampai menyinggung perasaan orang gila ini. Ia harus berlaku sabar untuk menundukkan orang ini sehingga dapat ia peralat sekehendak hatinya.
Pengharapannya hanya terletak pada orang ini dan berhasil atau tidaknya rencana untuk membalas dendam tergantung sepenuhnya kepada Pangeran Gila.
Maka ia pun menurut saja dan tidak berani melarang ketika Pangeran Gila itu menciumi rambutnya sambil tertawa-tawa haha-hihi dan berkata, "Kau cantik ... ha, ha! Lebih cantik daripada ibu, aku suka padamu, aku cinta padamu!"
Mendengar ini bulu tengkuknya berdiri lebih-lebih ketika merasa betapa jari-jari tangan Pangeran Gila itu meraba-raba lehernya. Terpaksa ia menggunakan tangannya untuk mencegah tangan itu karena ia tidak kuat menahan kegelian hati dan kejijikannya.
"Kau ... kau duduklah di situ dan jangan pegang-pegang aku. Aku juga cinta padamu, tapi kau jangan pegang-pegang leherku!"
Suara ini diucapkan dengan halus karena sesungguhnya Kim Nio merasa kuatir sekali.
Akan tetapi, ia girang sekali ketika melihat betapa Pangeran Gila menarik kembali tangannya dan sekarang hanya duduk di dekatnya sambil memandang dengan senang.
Pada saat itu Kim Nio mendengar suara orang tertawa yang datang dari pondok dan yang membuatnya tiba-tiba menjadi pucat dan tubuhnya menggigil ketakutan. Raja dan Ratu Gila agaknya telah bangun. Benar saja, mereka berdua tampak muncul dari balik pintu dengan pakaian mereka yang mengerikan. Ketika kakek dan nenek gila itu melihat Kim Nio, mereka membelalakkan mata dan sekali lompat saja kedua orang tua itu telah berada di depan Kim Nio.
"Ha, ha, ha! Ki Pok telah mendapat daging muda. Ah, kita akan berpesta!" kata Raja Gila dan ia menggerak-gerakkan mulut seakan-akan mengilar sekali, seperti seorang kelaparan melihat daging panggang yang sedap.
Koleksi Kang Zusi
"Bagus Ki Pok, kau berikan hatinya untukku!" kata Ratu Gila sambil tertawa haha-hihi.
Tapi Pangeran Gila segera berdiri menghadang di depan Kim Nio.
"Tidak, tidak! Perempuan ini cantik, aku suka padanya dan ia adalah tunanganku!"
Kedua orang gila itu tertegun.
"Apa katamu?" Ratu Gila bertanya.
"Ibu, ini adalah tunanganku. Aku akan kawin dengannya. Ia cantik dan ia suka kepadaku!"
Tiba-tiba pada wajah nenek gila itu terbayang keharuan dan ia bersikap bagaikan seorang permaisuri raja bertanya kepada hambanya ketika ia bertanya kepada Kim Nio, "Hai, nona muda, benarkah kau suka kepada Ki Pok?"
Kim Nio memiliki otak yang cerdik sekali. Ia telah mendengar cerita orang bahwa mereka ini dulunya adalah seorang bangsawan, maka bagi seorang wanita bangsawan tentu saja nenek gila ini merasa heran mendengar bahwa ada seorang wanita suka pada laki-laki.
Maka ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan mereka dan menjawab dengan suara perlahan, "Saya ... hanya menurut saja perintah dan kehendak Raja dan Ratu Yang Mulia."
Mendengar jawaban ini, kedua orang gila ini nampak senang sekali.
"Ki Pok benar, nona ini baik sekali. Ia cantik dan akan menjadi isteri yang baik!"
Tiba-tiba dengan terkejut dan heran sekali Kim Nio melihat Ratu Gila menangis tersedu-sedu bagaikan seorang yang terharu sekali.
Nenek gila ini lalu maju dan memeluk Pangeran Gila sambil berkata, "Ki Pok ...
akhirnya kau telah dewasa ... ! Kau telah memilih seorang isteri ... aku girang sekali Anakku!"
Dan ibu ini berpeluk-pelukan dengan Ki Pok anaknya yang masih dianggap kecil!
Kemudian dengan heran sekali Kim Nio melihat mereka berdua menari-nari dan berjingkrak-jingkrak, diikuti pula oleh Raja Gila yang tiada hentinya tertawa geli.
"Ki Pok telah mendapat jodoh! Ia akan kawin!" Raja Gila berkali-kali berteriak keras.
"Ki Pok, anakku! Telah lama kunanti-nanti saat girang ini. Kau telah mendapat jodoh dan akan mendapat putera yang kelak menggantikan kedudukan Raja! Ha, ha, hi, hi!"
Ratu Gila tertawa dan menangis karena girangnya, lalu ia angkat Kim Nio berdiri dan memeluk serta menciumnya. Kemudian Raja Gila itu pun memeluknya dan berkata,
"Kau harum dan cantik, pantas menjadi menantuku!"
Pangeran Gila tidak mau ketinggalan dan memeluknya juga serta menciumi rambutnya. Kim Nio hampir pingsan karena tidak dapat menahan kejijikan dan kegelian hatinya. Ia hanya memeramkan matanya dan menggigit bibirnya. Ingin sekali ia memberontak dan lari pergi dari tempat gila ini, akan tetapi bayangan Kong Lee bergandeng tangan dengan Thio Eng membuat hatinya dingin kembali dan ia tidak pedulikan lagi segala kengerian itu karena melihat betapa rencananya hampir berhasil!
Ia telah berhasil menawan hati mereka dan mulai saat ini ia boleh tinggal di situ bersama mereka tanpa merasa kuatir akan mereka bunuh. Ia telah diakui sebagai keluarga mereka, keluarga gila!
Raja Gila tiba-tiba bertanya, "Siapa namamu, mantuku?"
Kim Nio menjawab sambil tunduk karena tak tahan menentang pandangan mata yang liar, tapi sangat tajam berpengaruh itu, "Namaku Coa Kim Nio."
"Nama bagus, nama bagus! Perkawinan harus segera dilangsungkan." Raja Gila itu menghitung-hitung jari tangannya seperti sikap orang menghitung hari dan mencari hari baik. "Besok adalah hari baik dan besok boleh dilangsungkan perkawinan ini."
"Tidak, tidak besok!" Tiba-tiba Ratu Gila mencela. "Harus dilangsungkan sekarang Koleksi Kang Zusi
Pendekar Tongkat Dari Liongsan Liong-san Tung-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga. Hari ini lebih baik daripada besok! Sekarang kita langsungkan perkawinan anak kita!"
Kim Nio terkejut sekali mendengar ini. Tak disangkanya bahwa mereka ini masih ingat akan segala upacara perkawinan segala. Ia menjadi bingung. Haruskah ia kawin dengan laki-laki gila yang selain mengerikan, juga sudah berusia empat puluh tahun lebih dan keadaannya menjijikkan ini" Ia buru-buru berlutut lagi di hadapan kedua orang tua itu.
"Mohon dimaafkan, bukan aku hendak membantah, akan tetapi aku telah bersumpah takkan kawin sebelum musuh-musuhku kubinasakan. Dan musuh-musuhku berarti musuh-musuh kita bersama pula," katanya.
"Musuh kita" Musuh kita si bangsat Beng Hwat Ong sudah mampus! Dia sudah habis dimakin cacing!" kata Leng Tin Ong atau Raja Gila itu.
"Belum, belum mampus semua!" Tiba-tiba Ratu Gila membantah, "Masih ada tosu jahanam Bong Ki Tosu yang belum mampus!"
Ternyata mereka ini masih ingat akan musuh-musuh mereka yang dulu mencelakakan mereka.
"Ya, Bong Ki Tosu belum kita bikin mampus. Tapi selain dia, kita tidak mempunyai musuh lain lagi," kata Raja Gila.
"Tapi aku mempunyai dua orang musuh yang telah menghinaku."
"Apa" Ada orang berani menghina isteriku" Siapa dia" Katakan, akan kupatahkan batang lehernya!" Tiba-tiba Ki Pok meloncat tinggi sambil mengepalkan tangan.
"Benar! Kita harus basmi musuhmu itu. Siapa dia?" bertanya Raja Gila.
"Dia berada di kota Lam-sai dan untuk membalas sakit hati ini kita harus pergi ke sana. Ia sangat hebat sekali maka kita beremmpat harus pergi semua mencarinya."
"Boleh, boleh! Serahkan saja kepadaku!" kata Ki Pok bernafsu sekali.
"Tidak bisa, tidak bisa! Kami tak dapat pergi!" tiba-tiba Raja Gila berkata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Kim Nio terkejut sekali dan cepat memandang.
"Mengapa tidak bisa!" tanyanya kuatir.
"Kami tak dapat meninggalkan kerajaan!"
Kim Nio memandang dengan mata tak mengerti.
"Kerajaan" Kerajaan apa?"
Tiba-tiba kakek tua itu tertawa terkakak-kakak sehingga suara ketawanya itu bergema di seluruh hutan.
"Anak bodoh! Kerajaan mana lagi" Kerajaan di sini yang indah dan luas, kerajaanku!
Kalau kita pergi, siapa yang akan menjaga kerajaanku?"
Kim Nio terkejut dan tak dapat menjawab. "Kalau begitu, kau tidak suka kepada anak menantumu."
"Anak menantu" Hi, hi, anak menantu" Benar, benar! Kau harus kawin sekarang juga dengan Ki Pok!" Tiba-tiba Ratu Gila berkata sambil tertawa-tawa.
Kim Nio makin bingung, akan tetapi ia pergunakan otaknya yang cerdik. Ia maklum bahwa biarpun mereka ini gila, namun mereka dapat diajak bercakap-cakap dengan baik dan di dalam kegilaan mereka, ternyata mereka ini mempunyai jalan pikiran dan pendapat sendiri-sendiri. Ia harus berlaku sadar dan menenangkan hati mereka lebih dulu, karena ketiga orang ini di dalam kedewasaan mereka ternyata sangat terpengaruh oleh pikiran kanak-kanak dan mereka ini masih harus akan kedudukan tinggi yang mungkin menjadi kenangan mereka yang akan datang dari keluarga bangsawan!
Oleh karena itu, biarpun dengan hati takut, jijik dan kuatir sekali, Kim Nio memperlihatkan muka girang dan menurut ketika kedua Raja dan Ratu Gila itu Koleksi Kang Zusi
memaksa dia menjalankan upacara perkawinan dengan Leng Ki Pok, Si Pangeran Gila!
Kim Nio dan Ki Pok disuruh menjalankan upacara dengan bersembahyang di depan sebuh meja batu di mana setelah diatur korban-korban sembahyang berupa buah-buahan dan binatang-binatang hutan yang telah mereka bunuh. Kemudian kedua pengantin ini di dalam hutan, Kim Nio dan Ki Pok berjalan di depan sedangkan Raja dan Ratu Gila itu berjalan di belakang mereka bawa dengan kayu serta berteriak-teriak menyanyi sehingga keadaan di dalam hutan pada hari sungguh ramai dan aneh.
Burung-burung hutan beterbangan dan binatang-binatang hutan berlari pergi karena terkejut dan ketakutan!
Setelah mengarak sepasang mempelai itu di seluruh hutan yang menurut Raja Gila hendak memperkenalkan sepasang pengantin kepada seluruh kerajaannya, maka upacara dianggap selesai!
Untung bagi Kim Nio bahwa ia telah dapat menenangkan hati Ki Pok dan telah dapat mempengaruhinya sehingga Pangeran Gila ini tunduk dan takut kepadanya, sehingga dari pihak "suami" ini ia tidak menguatirkan gangguan, asal saja tidak menguatirkan gangguan, asal saja ia dapat bersikap manis terhadapnya. Hanya terhadap kedua mertuanya Kim Nio masih belum dapat mempengaruhinya dan ia masih belum dapat membujuk mereka pergi meninggalkan "kerajaan" mereka untuk menyerbu ke Lam-sai guna membalas dendamnya kepada Kong Lee dan Thio Eng!
Akan tetapi, betapapun juga, lambat laun pikiran Kim Nio yang waras dan cerdik itu akhirnya dapat menguasai pikiran-pikiran gila itu. Dengan perlahan ia dapat membujuk bahwa kerajaan mereka takkan terganggu bila mereka pergi meninggalkannya. Ia membakar hati kedua orang tua dengan menceritakan betapa musuh besarnya itu sangat kurang ajar, sangat menghinanya dan bersikap tidak mengindahkan kedudukan Raja dan Ratu itu!
Beberapa kali Leng Tin Ong dan isterinya dapat dibakar hatinya dan mereka menyatakan siap untuk ikut pergi membalaskan sakit hati menantu mereka. Akan tetapi niat ini selalu tidak jadi karena mereka agaknya masih takut-takut untuk meninggalkan hutan yang mereka anggap sebagai kerajaan mereka itu.
Kim Nio lalu mempergunakan pengaruhnya kepada Ki Pok untuk membantunya membujuk kedua orang tua itu. Pangeran Gila ini telah tunduk benar-benar kepada Kim Nio dan segala kata Kim Nio tentu ia turut dengan taat. Maka mulailah Ki Pok membujuk-bujuk ayah ibunya dengan sungguh-sungguh, bahkan sampai menangis atau marah seperti anak kecil!
Sementara itu Kim Nio menerima pelajaran silat yang hebat dari "suaminya" karena biarpun kini telah mempunyai keluarga hebat yang dapat diandalkan untuk membantunya, namun ia ingin mempelajari ilmu silat mereka yang luar biasa itu untuk menjaga kalau-kalau mereka tidak mau membantunya sehingga ia harus bekerja sendiri.
Demikianlah, dengan tiada hentinya ia membujuk mereka setindak demi setindak.
Tiga bulan kemudian akhirnya ia berhasil juga membujuk mereka pergi meninggalkan hutan itu untuk menuju ke Lam-sai dan menyerbu tempat tinggal Thio Sui Kiat!
Mereka pergunakan ilmu jalan cepat mereka yang luar biasa sehingga di sepanjang jalan orang-orang hanya melihat tiga bayangan orang berkelebat cepat di depan mata mereka tanpa dapat melihat tegas siapa adanya orang-orang yang seakan-akan terbang lewat tadi! Kim Nio yang tidak memiliki kepandaian setinggi mereka, digendong oleh Ki Pok.
Untung di dalam tiga bulan selama Kim Nio tinggal di hutan itu, ia berhasil memperingatkan mereka bahwa tidak baik sekali makan daging manusia, sehingga di Koleksi Kang Zusi
dalam perjalanan ini mereka tidak mengganggu orang-orang yang mereka jumpai di jalan!
Kong Lee semenjak kawin hidup penuh kebahagiaan di rumah mertuanya dan membantu pekerjaan Thio Sui Kiat. Akan tetapi karena telah lama tidak bertemu dengan suhunya, Kong Lee merasa rindu kepada orang tua itu. Terutama sekali karena ia ingin memperkenalkan isterinya yang cantik kepada suhunya itu, sekalian minta doa restu dari orang tua yang baik budi itu. Ia menuturkan niatnya kepada Thio Eng dan isteri yang baik inipun menyatakan persetujuannya untuk bersama-sama pergi ke Liong-san mengunjungi Liong-san Lo-kai. Mereka berdua lalu menghadap kepada orang tua mereka untuk minta ijin.
"Baik sekali maksud kalian ini," kata Thio Sui Kiat yang cukup bijaksana untuk mengetahui bahwa orang-orang muda ini sebagai pengantin baru tentu saja ingin pergi berdua saja bagaikan sepasang burung merpati terbang bebas di udara. "Dan sampaikanlah hormatku kepada orang tua yang sakti itu."
Juga Nyonya Lim tidak merasa keberatan dengan kehendak anak dan menantunya ini.
"Asal saja kau berdua tidak lupa untuk pulang ke sini. Ingat bahwa orang tuamu sudah tua dan tidak ingin berpisah terlalu lama dengan kalian!" Ibu ini masih takut-takut melepas Kong Lee pergi.
Maka berangkatlah Kong Lee dan Thio Eng, membawa bekal secukupnya. Mereka langsung menuju ke Liong-san, gunung yang penuh dengan tamasya alam indah dan sedap dipandang itu. Tak perlu diceritakan lagi kiranya betapa senang dan gembira hati mereka. Dunia nampak indah di mana-mana dan apa saja yang nampak di depan mata seperti khusus diadakan untuk mereka dan untuk menambah kegembiraan mereka!
Kong Lee dan isterinya sama sekali tidak menduga bahwa beberapa hari semenjak mereka meninggalkan rumah mereka, di Lam-sai telah datang Kim Nio yang membawa serta tiga orang luar biasa yang berbahaya sekali!
Alangkah terkejutnya Thio Sui Kiat ketika pada suatu malam, entah dengan cara bagaimana karena ia sama sekali tidak mendengar suara kaki orang, tahu-tahu di dalam kamarnya telah berdiri tiga orang aneh dan seorang perempuan cantik! Tiga orang aneh yang tidak lain adalah Leng Tin Ong, isterinya, dan Leng Ki Pok itu, hanya berdiri diam bagaikan patung, sedangkan perempuan cantik itulah yang bicara kepadanya.
"Orang she Thio, kalau kau sayang nyawamu, beritahukan padaku adanya Kong Lee dan isterinya!"
Thio Sui Kiat memandang tajam dan ia makin terkejut ketika dapat mengenal bahwa perempuan cantik ini tidak lain adalah Kim Nio, wanita yang dulu pernah menculik Thio Eng!
"Kau datang ke sini hendak berbuat apa" Mengapa tidak siang hari saja datang, sebagai tamu baik-baik?"
Thio Sui Kiat dengan tenang turun dari pembaringannya dan berdiri menghadapi tamu-tamu malam yang tak diundang itu. Ia menduga-duga siapa adanya tiga orang yang berpakaian dan bersikap aneh ini, dan tiba-tiba bulu tengkuknya berdiri ketika ia melihat betapa mata mereka mengeluarkan sinar aneh, karena ia teringat akan cerita Kong Lee tentang keluarga yang mengerikan itu. Inikah mereka itu dan apakah maksud mereka ikut datang bersama penjahat wanita ini"
"Jangan banyak cakap! Katakan saja di mana Kong Lee dan isterinya?"
Thio Sui Kiat dapat menduga bahwa wanita ini dalam kegilaan cintanya kepada Kong Lee tentu akan melakukan perbuatan nekad dan mungkin akan membunuh mantunya dan anaknya dengan pertolongan ketiga orang gila ini.
Koleksi Kang Zusi
Maka ia hanya menggelengkan kepala sambil berkata, "Mereka telah pergi, aku tidak tahu ke mana!"
"Ha, ha, ha! Orang she Thio! Kau takut aku akan bertemu dengan mereka" Ha, ha!"
Kim Nio tertawa menyindir sehingga Thio Sui Kiat merasa mendongkol sekali.
"Siapa yang takut kepadamu?" serunya dan ia lalu menggerakkan tangan menyerang Kim Nio.
Akan tetapi, di saat itu juga dari samping telah menyambar tenaga pukulan yang dahsyat sekali. Thio Sui Kiat terkejut dan mengelak, akan tetapi terlambat. Sebuah totokan dengan tepat mengenai jalan darahnya sehingga jago tua ini roboh tak berdaya!
Kim Nio menggeledah seluruh gedung dan menotok roboh semua orang yang tinggal di gedung itu, akan tetapi ia tidak mendapatkan orang-orang yang dicarinya! Ia menjadi marah sekali dan akhirnya setelah mengancam dan memaksa seorang pelayan untuk mengaku, ia mendengar bahwa dua pekan yang lalu Kong Lee dan Thio Eng benar-benar telah pergi menuju ke Liong-san!
Kim Nio lalu memerintahkan pelayan-pelayan untuk membuat dan mengeluarkan hidangan-hidangan dan di tengah malam buta itu ia menjamu ketiga orang gila itu.
Leng Tin Ong dan anak isterinya makan jamuan dengan nikmat sekali, kemudian mereka tidur di atas pembaringan-pembaringan yang berkasur lunak dan bertilamkan kain bersih sehingga mereka senang sekali. Agak sukar bagi Kim Nio untuk membujuk mereka meninggalkan gedung itu pada keesokan harinya!
Thio Sui Kiat tak berdaya sama sekali menghadapi mereka. Ia hanya dapat memandang dengan penuh kekuatiran akan keselamatan Kong Lee dan anaknya, karena maklum bahwa menantunya itu walaupun tinggi kepandaiannya, agaknya tak mungkin dapat mengalahkan orang-orang gila ini!
Betapapun juga sebelum pergi dari situ, Kim Nio tidak lupa untuk menyembuhkan semua orang dari totokan. Ia lalu mengajak ketiga orang gila itu pergi cepat bagaikan terbang, menyusul ke Liong-san!
Gegerlah seluruh isi rumah Thio Sui Kiat sepeninggal orang-orang gila itu. Thio Sui Kiat sendiri dengan isterinya dan Nyonya Lim Ek, merasa sangat kuatir. Tanpa memperdulikan bahaya yang mungkin mengancam dirinya, Thio Sui Kiat lalu berdandan dan ia pergi pula menyusul ke Liong-san pada hari itu juga.
"Kalau mereka itu mengganggu Kong Lee dan Thio Eng, aku akan mengadu tenaga dengan Kim Nio Si Perempuan Rendah!" katanya dengan gagah. Sambil menangis isterinya memesan agar supaya ia berhati-hati.
Ketika Kong Lee dan Thio Eng tiba di puncak Liong-san di mana dulu ia berlatih silat untuk bertahun-tahun, kebetulan sekali Liong-san Lo-kai baru saja kembali dari perantauannya sehingga guru dan murid ini dapat bertemu. Liong-san Lo-kai merasa gembira sekali dan ia menyatakan rasa senangnya melihat muridnya telah hidup bahagia dengan seorang isteri yang cantik dan berbudi seperti Thio Eng.
"Muridku, kebetulan sekali kau datang karena aku justeru sedang bingung memikirkan siapa gerangan yang dapat kuminta bantuan untuk melakukan sebuah pekerjaan penting."
"Pekerjaan apakah itu, Suhu" Katakanlah dan teecu tentu akan membantu sekuat tenaga teecu!"
"Ha, ha! Kau memang murid yang baik. Tapi pekerjaan ini berbahaya sekali, apakah isterimu rela melepaskanmu?" sambil berkata demikian, kakek tua itu mengerling ke arah Thio Eng.
"Suhu, mengapa teecu takkan rela melepas dia pergi?" jawab Thio Eng. "Sudah sepatutnya seorang murid membantu suhunya yang boleh disebut sebagai orang tua Koleksi Kang Zusi
sendiri! Bahkan, biarpun teecu hanya berkepandaian dangkal, namun teecu juga menyediakan tenaga untuk membantu pekerjaan itu!" kata Thio Eng dengan muka merah dan suara gagah.
"Ha, ha, ha! Bagus, bagus! Kong Lee, kau ternyata pandai memilih seorang isteri yang bijaksana dan gagah perkasa!"
"Suhu, sebetulnya pekerjaan apakah yang Suhu maksudkan itu?"
"Dengarlah, ketika aku merantau, terdengar olehku akan adanya seorang tosu yang tinggal di puncak bukit Si-swe-san. Tosu itu dengan menggunakan ilmu hitamnya kabarnya telah menipu para penduduk desa di sekitar bukit itu dan bahkan berani mengorbankan manusia-manusia yang katanya dijadikan hidangan malaikat gunung.
Aku ingin sekali menyaksikan sendiri keadaan di Si-swe-san, akan tetapi aku mendengar bahwa tosu itu berkepandaian tinggi dan mempunyai banyak kawan yang pandai sehingga betapapun juga, pergi seorang diri saja aku merasa kuatir. Maka kedatanganmu ini kebetulan sekali, muridku. Kau bantu aku menyelidiki keadaan tosu itu. Isterimu boleh turut asal berlaku hati-hati."
Kong Lee merasa girang sekali.
"Baiklah, Suhu. Teecu tentu akan membantu sekuat tenaga, karena biarpun tidak diperintah oleh Suhu, jika mendengar akan hal ini, sudah menjadi kewajiban teecu untuk menyelidiki, bukan?"
Maka berangkatlah Liong-san Lo-kai dengan Kong Lee dan Thio Eng menuju ke puncak Si-swe-san yang letaknya tidak jauh dari Liong-san.
Ketika mereka tiba di kaki bukit Si-swe-san, mereka menanyakan keterangan-keterangan kepada penduduk desa dan mendapat keterangan yang membuat mereka merasa heran sekali.
Ternyata bahwa di puncak Si-swe-san terdapat sebuah kuil besar yang pada akhir-akhir ini diperbaiki dan diperbesar lagi oleh seorang tosu. Dan semenjak tosu ini tiba di situ, maka banyak terjadi keganjilan. Menurut penuturan tosu tadi, Si-swe-san adalah sebuah gunung yang suci dan yang harus dihormati semua penduduk. Sebagai buktinya banyak orang sakit telah dapat disembuhkan oleh tosu itu yang katanya mempergunakan air mujijat yang keluar dari gunung itu. Oleh karena itu, penduduk desa menjadi percaya sekali menganggap bahwa gunung itu benar-benar gunung keramat dan tosu itu lalu menjadi "orang perantara" yang menyampaikan perintah-perintah dari malaikat gunung.
Menurut cerita tosu itu, malaikat gunung adalah seorang malaikat yang belum kawin dan sedang memilih seorang isteri, maka telah beberapa kali ditunjuk dan dipilih seorang gadis tercantik untuk dijadikan isteri malaikat itu!
Apabila ada seorang gadis yang dipilih atas petunjuk tosu itu, maka gadis yang malang ini lalu dirias seperti seorang pengantin, lalu ia dimasukkan ke dalam sebuah lubang yang terdapat di puncak gunung itu! Tadinya orang-orang mengira bahwa gadis itu tentu terlempar ke dalam kawah gunung dan binasa, akan tetapi alangkah heran merasa ketika beberapa hari kemudian, gadis yang tadinya dilempar ke dalam lubang yang agaknya tak berdasar gelap dan dalam itu, muncul kembali di puncak bukit dalam keadaan tak ingat orang dan setengah gila!
Menurut penuturan tosu tadi, katanya gadis yang di "kembalikan" oleh malaikat itu tidak diterima dan si malaikat minta ganti seorang calon isteri yang lebih cantik dan yang akan menyenangkan hatinya.
Hal ini telah berulang kali terjadi sehingga dalam beberapa bulan saja semenjak tosu itu datang di situ telah ada tujuh orang gadis dijadikan korban dilempar ke dalam lubang. Akan tetapi, ketujuh orang gadis itu kesemuanya ditolak kembali oleh si malaikat dalam keadaan tidak ingat orang dan setengah gila! Maka gelisahlah para Koleksi Kang Zusi
penduduk kampung di sekitar bukit itu. Mereka takut kalau-kalau malaikat sakti itu menjadi marah dan mengutuk kampung-kampung sehingga sawah ladang akan berkurang hasilnya dan banyak penyakit akan timbul!
Ketika Liong-san Lo-kai dan Kong Lee berdua tiba di bukit itu, kebetulan sekali tosu itu hendak mengadakan pemilihan calon isteri baru. Liong-san Lo-kai dan kedua anak muda itu heran sekali melihat akan ketaatan dan kepercayaan penduduk yang memaksa para gadis mereka untuk datang menghadap di kuil untuk dipilih! Orang-orang kampung ini akan merasa berbahagia sekali apabila anak mereka sampai terpilih. Siapa orangnya yang tidak ingin menjadi mertua malaikat gunung yang sakti"
Liong-san Lo-kai bersama Kong Lee dan Thio Eng ikut bersama para penduduk kampung yang berbondong-bondong menuju ke puncak bukit. Semua orang yang melihat bahwa orang tua ini datang bersama Thio Eng, mengira bahwa orang tua inipun hendak mempersembahkan gadisnya yang cantik-jelita itu kepada malaikat gunung!
Di depan kuil telah dibangun sebuah panggung yang cukup tinggi, dan semua gadis itu diharuskan berdiri berderet-deret di depan panggung untuk dipilih! Dengan suara berbisik Liong-san Lo-kai lalu minta kepada Thio Eng untuk ikut berdiri di situ, dan hal ini disetujui oleh Kong Lee dan Thio Eng sendiri yang dapat memaklumi siasat orang tua ini.
Berdiri di antara gadis dusun itu, maka tentu saja Thio Eng nampak berbeda sekali.
Tak seorang pun yang berkumpul di situ pernah melihat seorang gadis secantik Thio Eng, sehingga semua mata memandang ke arahnya membuat Thio Eng merasa malu.
Ia tersenyum-senyum sambil memandang ke arah suaminya yang berdiri dengan hati berdebar! Betapapun juga, kejadian ini membuat ia merasa gelisah juga.
Para penjaga kuil terdiri dari orang-orang yang menganut Agama To, dan mereka ini kesemuanya bertubuh kuat dan menyatakan bahwa mereka mengerti ilmu silat. Tiba-tiba terdengar suara tambur dipukul dan dari dalam kuil keluarlah seorang tosu yang sudah tua sekali, tapi yang mengenakan pakaian indah dan rambut serta jenggotnya yang sudah putih itu terpelihara baik-baik!
Semua penduduk kampung membungkukkan tubuh memberi hormat kepada tosu ini.
Liong-san Lo-kai dan Kong Lee tidak mengenal tosu ini, akan tetapi dari sinar matanya yang mengeluarkan cahaya berpengaruh, tahulah mereka bahwa tosu ini tentu berilmu tinggi.
"Kawan, tahukah kau siapa nama tosu itu?" tanya Liong-san Lo-kai kepada seorang kampung yang berdiri dekat dengan dia.
Orang kampung itu memandang heran, kemudian ia dapat menduga bahwa orang tua ini tentu datang dari tempat lain dan belum tahu akan nama Si Tosu Sakti.
"Namanya ialah Bong Ki Tosu," jawabnya singkat lalu memandang ke arah tosu yang kini berdiri di atas panggung itu dengan penuh penghormatan.
Bagi Liong-san Lo-kai nama ini bukan nama asing, karena ia pernah mendengar bahwa Bong Ki Tosu adalah seorang yang berkepandaian tinggi dan datang dari pegunungan Tibet. Akan tetapi Kong Lee terkejut sekali mendengar nama ini dan ia memandang dengan penuh perhatian.
Bong Ki Tosu" Ini adalah nama tosu yang mencelakakan Leng Tin Ong dan anak isterinya, yang membuat pangeran itu serta isteri dan anaknya menjadi gila dan yang kini menjadi keluarga gila dan berkeliaran di dalam hutan! Inikah tosu jahat yang dulu membantu Beng Hwat Ong mencelakakan Pangeran Leng Tin Ong sekeluarganya itu"
Sementara itu, setelah mengangkat kedua lengannya untuk memberi tanda bahwa semua orang boleh berdiri kembali, Bong Ki Tosu lalu memberi tanda dengan tangannya dan seorang pembantunya yang tinggi besar maju ke arah deretan gadis Koleksi Kang Zusi
yang berjumlah dua puluh orang lebih itu! Kemudian, seorang demi seorang, gadis-gadis itu disuruh menaiki panggung melalui sebuah anak tangga dan mereka ini untuk beberapa lama berdiri di depan tosu itu yang memandangnya dengan penuh perhatian!
Dengan hati berdebar Thio Eng juga mengikuti gadis-gadis itu menaiki anak tangga.
Ketika ia berdiri di depan tosu itu, ia melihat betapa mata tosu tua itu memandangnya dengan tajam tiba-tiba lemaslah tubuh Thio Eng. Seakan-akan ada tenaga gaib keluar dari kedua mata itu dan tenaga itu dengan kuat sekali menekan dan menundukkan segala kehendak dan tenaganya!
Thio Eng merasa terkejut sekali dan mencoba untuk melawan, akan tetapi makin ia lawan makin kuatlah tenaga itu dan akhirnya ia menundukkan muka di depan tosu itu dan sama sekali tidak membantah ketika tosu itu menaruh tangan kanannya di atas kepalanya!
Terdengar sorak-sorai ramai sekali karena ternyata bahwa malaikat gunung yang diwakili oleh tosu itu telah menjatuhkan pilihannya, yakni kepada gadis asing yang cantik jelita itu! Beberapa orang pembantu lalu naik ke atas panggung sambil membawa jubah pengantin dan Thio Eng lalu dikerobongi jubah pengantin itu, sedangkan di atas kepalanya dipasang sebuah mahkota yang indah!
Bukan main terkejut dan heran Kong Lee ketika melihat betapa Thio Eng nampak lemas dan seakan-akan menurut dengan segala senang hati, kedua matanya memandang ke bawah seperti mata orang mengantuk dan sedikitpun tak pernah menengok kepada suaminya!
"Suhu, celaka! Thio Eng tentu kena sihir tosu siluman itu!"
Liong-san Lo-kai tersenyum tenang, "Tenanglah, muridku. Aku tahu akan hal itu.
Biarlah untuk membuka kedok imam durhaka itu, kita harus mendapatkan buktinya.
Kalau kita bertindak sembrono, tentu orang-orang kampung ini akan marah kepada kita. Biarlah, kita tunggu sampai Thio Eng dimasukkan ke dalam lubang. Kemudian kau cepat meloncat dan menyusul ke dalam lubang itu sedangkan aku hendak bergerak dari luar. Mengerti?" kata kakek ini sambil berbisik.
Setelah Thio Eng selesai dirias, dengan diikuti oleh semua penduduk yang berada di situ, Thio Eng lalu diarak ke atas puncak!
Puncak ini berada tepat berada di belakang kuil dan di situ terdapat panggung kecil pula, dan di tengah-tengah panggung terdapat sebuah lubang yang garis tengahnya kira-kira tiga kaki lebarnya! Lubang ini kalau dilihat dari luar tidak nampak dasarnya, karena gelap sekali.
Di atas panggung ini lalu diadakan sembahyang pengantin yang dipimpin oleh Bong Ki Tosu. Kemudian Thio Eng dipondong oleh seorang pelayan tinggi besar dan setelah Bong Ki Tosu membaca doa maka tubuh Thio Eng dilempar ke dalam sumur yang gelap itu! Semua penduduk kampung lalu berlutut di atas tanah untuk memberi penghormatan terakhir kepada pengantin malaikat gunung!
Sementara itu, dengan diam-diam Liong-san Lo-kai telah menggunakan kepandaiannya dan menyerbu masuk ke dalam kuil tanpa terlihat oleh seorang pun.
Sedangkan Kong Lee yang sudah mendapat petunjuk suhunya, ketika melihat betapa isterinya telah dilempar ke dalam sumur, lalu menggunakan kepandaiannya pula. Ia menanti sampai Bong Ki Tosu berada agak jauh dari sumur itu agar jangan menghalang-halangi perbuatannya.
Kemudian ia berseru, "Cu-wi, semua jangan kena ditipu oleh tosu siluman ini!" ia lalu meloncat dan langsung terjun ke dalam sumur itu menyusul Thio Eng!
Bukan main terkejutnya Bong Ki Tosu melihat ini. Ia hampir saja lupa dan hendak menyusul ke dalam sumur, akan tetapi ia teringat bahwa orang-orang kampung masih berada di situ, maka ia lalu berkata, "Lihatlah, tadi itu adalah orang yang dimasuki Koleksi Kang Zusi
roh jahat dan yang hendak melawan malaikat gunung, akan tetapi akan menemui kematiannya dan besok kalian akan melihat mayatnya di atas panggung ini! Sekarang kalian pulanglah karena malaikat gunung tentu tak senang dengan adanya gangguan tadi!"
Maka pulanglah orang-orang kampung itu dengan rasa takut. Setelah semua orang pergi, buru-buru Bong Ki Tosu mencabut pedang dan kebutannya dan lari masuk ke dalam kuil kembali!
Sementara itu, ketika Kong Lee terjun ke dalam sumur, ia terjeblos ke dalam tempat yang dalam sekali sehingga mau tidak mau hatinya menjadi cemas. Akan tetapi, seperti yang ia telah duga, tiba-tiba tubuhnya menimpa sebuah jala yang dipasang di sini. Cepat ia meloncat keluar dan tiba di dalam sebuah ruang yang luas. Di situ ia melihat betapa tiga orang laki-laki tinggi besar baru saja menurunkan Thio Eng yang telah pingsan dari jala itu juga.
Ketiga orang laki-laki tinggi besar itu melihat kedatangan Kong Lee, mereka terkejut dan cepat menyerbu, akan tetapi dalam beberapa jurus saja Kong Lee telah dapat merobohkan mereka! Sementara itu, Thio Eng telah siuman kembali dan ia memandang dengan heran bagaikan orang baru saja bangun dari sebuah mimpi yang menyeramkan. Semenjak berdiri di depan Bong Ki Tosu tadi, ia telah kehilangan kemauan dan pikirannya dan tidak ingat apa-apa lagi.
Kong Lee lalu mengajak isterinya menyerbu keluar, melalui sebuah jalan di bawah tanah yang berliku-liku. Kemudian mereka tiba di sebuah kamar yang merupakan kamar tidur terhias indah dan mewah. Ini agaknya kamar pengantin dari Bong Ki Tosu sendiri yang tentu mewakili pula malaikat gunung untuk menyambut isterinya!
Di dalam kamar itu terdapat sebuah anak tangga yang tinggi dan Kong Lee serta Thio Eng lalu menaiki tangga ini ke atas.
Ternyata bahwa anak tangga itu membawa mereka keluar dari dalam tanah dan tiba di dalam ruang belakang kuil itu!
Tiba-tiba terdengar suara pertempuran hebat di dalam ruang sebelah dalam. Mereka lalu lari menghampiri dan melihat Liong-san Lo-kai sedang bertempur melawan dua orang tosu, yakni Bong Ki Tosu sendiri dan seorang tosu lain yang menjadi sutenya, yakni Bong Bi Tosu. Kepandaian kedua orang tosu ini tinggi juga, dan agaknya Liong-san Lo-kai terdesak.
Kong Lee memesan isterinya agar supaya jangan ikut bertempur melawan kedua orang yang hebat itu. Kemudian ia menarik keluar tongkatnya dan menyerbu untuk membantu suhunya.
Bong Bi Tosu menyambutnya dan segera Kong Lee maklum bahwa kepandaian tosu ini tinggi juga. Dengan Liong-san Koai-tung-hwat ia membela diri dari pedang dan kebutan lawan, akan tetapi masih saja ia harus mengerahkan seluruh kepandaiannya agar jangan sampai terdesak.
Sementara itu, Liong-san Lo-kai yang menghadapi Bong Ki Tosu, dengan mudah dapat mendesak Bong Ki Tosu ini, karena memang kepandaiannya masih lebih tinggi setingkat daripada kepandaian tosu siluman ini. Dengan tongkatnya, pengemis tua dari Liong-san ini mendesak lawannya yang hanya dapat menangkis dan mengelak saja tanpa dapat balas menyerang!
Thio Eng melihat pertempuran itu dengan hati cemas. Ia tidak dapat menentukan siapa kalah siapa menang, karena keempat orang itu telah lenyap dari pandangan matanya dan tertutup oleh sinar-sinar pedang dan tongkat. Demikian hebat mereka bertempur!
Ketika Thio Eng sedang menonton pertempuran, tiba-tiba ia merasa ada orang yang menubruknya dari belakang. Ia cukup waspada dan gesit, maka cepat ia mengelakkan Koleksi Kang Zusi
diri dari tubrukan ini dan ternyata bahwa yang menubruknya adalah seorang pembantu tosu siluman itu. Thio Eng lalu mengirim tendangan yang hampir saja mengenai lambung orang itu.
Melihat bahwa Thio Eng pandai ilmu silat, orang itu menjadi marah dan mencabut pedangnya lalu menyerang. Akan tetapi, ternyata bahwa kepandaian orang itu tidak berapa tinggi. Tak lama kemudian, Thio Eng berhasil merobohkannya dengan sebuah tendangan dan merampas pedangnya. Beberapa orang pelayan lain mencoba untuk mengeroyok dan menangkap Thio Eng, akan tetapi dengan adanya sebuah pedang di tangan, Thio Eng merupakan seekor harimau betina yang galak. Ia mengamuk dan tak lama kemudian dua orang pelayan itu roboh mandi darah, sedangkan yang lain lalu lari ketakutan!
Kong Lee merasa bahwa Liong-san Koai-tung-hwat yang baru dipahami delapan bagian itu, takkan dapat merobohkan lawan. Maka ia lalu mencampur ilmu tongkatnya dengan ilmu silat yang dipelajarinya dari kitab Raja Gila!
"Eh, ilmu silat macam apakah yang kau keluarkan ini?" mula-mula lawannya mengejek melihat betapa Kong Lee bergerak-gerak dengan aneh dan ganjil sekali.
Akan tetapi, segera ia merasa terkejut sekali karena ilmu silat anak muda itu kini menjadi hebat dan tak terduga gerakan-gerakannya!
Sementara itu, dengan sebuah totokan kilat, Liong-san Lo-kai telah berhasil membuat Bong Ki Tosu rebah tak berdaya. Kakek tua inipun heran melihat ilmu silat Kong Lee dan ia menonton dengan kedua mata terbelalak. Akhirnya, Kong Lee berhasil pula menendang roboh Bong Bi Tosu, tepat di lututnya sehingga sambungan tulang lututnya terlepas!
Tiba-tiba Bong Ki Tosu mengeluh dan siuman dari pingsannya, lalu tosu tua itu mengeluh, "Jangan bunuh aku ... jangan bunuh ... "
Kong Lee merasa jijik melihat sifat pengecut ini, tapi tiba-tiba ia mendapat sebuah pikiran.
"Kau tidak ingin mati" Baik, kami akan ampunkan jiwamu, akan tetapi kau harus serahkan obat pemunah gila!"
"Apa ... apa maksudmu?" tanya Bong Ki Tosu yang meringis-ringis karena dadanya terasa sakit sekali akibat totokan.
Liong-san Lo-kai merasa heran, akan tetapi diam-diam muridnya memberi isyarat dengan matanya.
"Kau telah menggunakan obat untuk membikin gila orang-orang di kampung maka kau harus menyembuhkan mereka."
"Baik, baik ... " keluhnya, "lepaskan dulu pengaruh totokan ini ... "
Liong-san Lo-kai lalu menggunakan tongkatnya menotok pula dan sembuhlah Bong Ki Tosu. Tosu tua ini sudah takluk betul dan ia lalu mengeluarkan sebungkus obat berwarna putih.
"Inilah obat pemunah itu. Campur dengan arak dan suruh mereka minum, tentu mereka akan sembuh ... " katanya.
Kong Lee merasa ragu-ragu. "Apakah kau tidak menipu kami?"
Bong Ki Tosu memandang marah.
"Kau kira aku ini orang macam apa" Tidak percuma aku merantau puluhan tahun di puncak Tibet! Obat yang membuat orang gila itu terbuat dari akar pohon di Tibet dan ini adalah otak semacam monyet yang telah dikeringkan. Monyet putih yang memiliki otak ini hanya hidup di puncak Tibet dan khasiatnya manjur sekali."
Bong Ki Tosu dan Bong Bi Tosu lalu diarak keluar dari kuil oleh Liong-san Lo-kai dan muridnya. Guru dan murid ini lalu memberi penerangan kepada orang-orang kampung yang merasa keheran-heranan dan marah sekali melihat betapa mereka telah Koleksi Kang Zusi
menjadi korban penipuan. Gadis-gadis yang menjadi gila itu lalu didatangkan, dan Kong Lee atas petunjuk Bong Ki Tosu lalu mencampurkan otak monyet itu dengan seguci arak. Benar saja, setelah diberi minum secawan arak obat, gadis-gadis itu lalu roboh pingsan dan tak lama kemudian mereka sadar kembali dan sembuh!
Kong Lee merasa girang sekali, kemudian ia lalu menceritakan kepada suhunya tentang keadaan keluarga gila yang menjadi korban dari Bong Ki Tosu pula. Dan niatnya kini hendak membawa sisa obat itu untuk menyembuhkan mereka karena menurut kata-kata Bong Ki Tosu, obat itu dapat juga digunakan untuk menyembuhkan sakit gila yang sudah puluhan tahun akibat bekerjanya racun akar yang luar biasa itu.
Bong Ki Tosu dan Bong Bi Tosu lalu dilepas setelah mendapat nasihat-nasihat dan peringatan-peringatan keras, kemudian kuil di puncak bukit itu dihancurkan serta para pengikut Bong Ki Tosu diusir pergi.
"Muridku, sekarang kita harus berpisah. Aku hendak merantau lagi dan kau bawalah isterimu pulang. Jangan terlalu banyak membuat musuh-musuh di kalangan kang-ouw dan jangan bertempur kalau tidak terpaksa sekali. Akan tetapi, jika tenagamu diperlukan untuk menolong sesama hidup, janganlah kau ragu-ragu untuk menolong."
Kakek yang sakti itu lalu pergi dari situ, sedangkan Kong Lee mengajak Thio Eng untuk pulang sambil membawa seguci arak obat.
Kim Nio dengan tiga orang gila berlari cepat ke Liong-san dan alangkah kecewa mereka ketika mengetahui bahwa tempat pertapaan itu kosong! Mereka lalu turun gunung dan pergi mencari sambil bertanya-tanya di jalan kalau-kalau ada sepasang suami-isteri muda lewat di situ.
Pada suatu hari, setelah Kim Nio menyatakan kekecewaannya kepada suami dan mertuanya, tiba-tiba dari depan tampak mendatangi dua orang, dan ketika dekat, dengan girang sekali Kim Nio mengatakan bahwa mereka ini adalah Kong Lee dan Thio Eng!
"Itulah mereka! Itulah musuh-musuhku yang harus dibunuh! Ayo, kita tangkap dia!
tapi jangan dibunuh, tangkap hidup-hidup!" teriak wanita itu dengan girang sekali.
"Kim Nio, tunggu dulu, biarkan aku memberi keterangan penting."
Akan tetapi, Kong Lee tidak diberi kesempatan bicara lagi, karena ketiga orang gila itu telah maju menyerbu. Kong Lee merasa terkejut sekali. Tak pernah disangkanya bahwa Kim Nio berhasil memperalat tiga orang berbahaya dan hebat ini. Ia dan Thio Eng terpaksa melawan sekuat tenaga, akan tetapi, mana ia dapat melawan tiga orang hebat yang maju serempak itu" Tak lama kemudian Kong Lee dan Thio Eng telah tertotok dan roboh tak berdaya serta menjadi orang-orang tawanan!
"Ha, ha, ha! Musuh-musuhmu orang begini lemah!" Raja Gila tertawa tergelak-gelak.
"Telah lama kita tidak makan daging domba, sekarang kita harus mengadakan pesta!"
kata Ratu Gila.
"Isteriku, musuh-musuhmu telah kita tangkap. Lekas bunuh mereka dan berikan dagingnya kepadaku!" kata Pangeran Gila.
Kong Lee dan Thio Eng telah lumpuh melihat keluarga gila itu dengan hati ngeri.
Pengharapan mereka telah habis dan mereka maklum bahwa kali ini mereka tentu akan mengalami kebinasaan di tangan orang-orang gila ini. hanya ada satu hiburan bagi Kong Lee dan Thio Eng, yakni bahwa mereka akan mati bersama!
Tiba-tiba Raja Gila melihat guci arak di dalam bungkusan pakaian Kong Lee yang tadi dibuka-bukanya.
Ia girang sekali dan sambil mencium tutup guci ia berkata, "Arak ... arak ... "
Isteri dan anaknya memburu dan mereka ini pun girang sekali. Ketiganya lalu bergantian minum arak itu tanpa mempedulikan lagi kepada tawanan mereka atau Koleksi Kang Zusi
kepada Kim Nio!
Melihat kesempatan ini, Kim Nio lalu menghampiri Kong Lee dan tersenyum mengejek, "Kong Lee, akhirnya kau jatuh juga ke dalam tanganku!"
"Kim Nio kau telah dapat menawan kami, mengapa tidak lekas kaubunuh saja?"
"Untuk apa banyak cakap lagi?" berkata Kong Lee sambil memandang ke arah tiga orang gila yang sedang bergembira minum arak obat itu dengan penuh perhatian!
"Ha, ha! Tentu saja akan kubunuh! Dan kedua tanganku sendiri yang akan membunuh kau dan perempuan ini!" kata Kim Nio dengan gemas.
Kim Nio mencabut pedangnya dan mengangkat pedang itu tinggi-tinggi, tapi melihat wajah Kong Lee yang baginya tampak makin tampan dan menarik hati itu, ia menurunkan kembali pedangnya.
"Kong Lee, kau tahu betapa aku sangat mencintamu. Ya, aku tak perlu malu mengaku di depan isterimu. Aku cinta padamu dan dengarlah, kalau kau sudi menerimaku sebagai isterimu, aku akan bebaskan kalian dan aku turut kalian pergi. Biarlah aku menjadi pelayan di rumahmu, asal kau suka menerimaku sebagai isterimu."
"Kim Nio, sudahlah jangan berkata-kata yang tiada gunanya ini."
Tiba-tiba Kim Nio melihat perubahan pada wajah Kong Lee. Ia cepat membalikkan tubuh memandang, dan ternyata bahwa ketiga orang gila itu telah rebah menggeletak di atas tanah! Kim Nio tidak pedulikan mereka ini karena menyangka bahwa mereka hanya mabuk dan tidur saja. Ia tidak tahu bahwa ketiga orang itu telah pingsan akibat pengaruh obat! Sementara itu, Kong Lee dan Thio Eng memandang kepada tiga orang gila itu dengan hati berdebar-debar!
"Kong Lee, pikirkanlah baik-baik usulku tadi," kata Kim Nio pula tanpa memperhatikan sedikit pun kepada keluarga gila itu. "Tak mungkin hatimu sekejam ini dan tidak merasa kasihan kepadaku."
"Sudahlah, Kim Nio. Tak perlu kau membujuk-bujuk karena takkan ada gunanya.
Apakah kau kira aku seorang yang takut mati dan orang serendah itu" Kau telah bersuami, lebih baik kau kembalilah kepada suamimu!"
Mata Kim Nio bersinar marah.
"Kong Lee, benar-benarkah kau tidak sayang kepada jiwamu?"
"Kau tahu bahwa aku tidak takut mati, apalagi kalau harus mati bersama isteriku yang tercinta!"
Sambil berkata demikian, Kong Lee mengerling kepada Thio Eng dengan pandangan mata penuh cinta.
"Hm, kau sangka akan demikian enak untuk kalian" Dengar, kau akan kubunuh di depan mata isterimu dan isterimu akan kuberikan kepada Pangeran Gila untuk menjadi isterinya! Ha, ha!"
Kim Nio lalu berdiri dan pedangnya telah siap di tangan. Kali ini ia takkan ragu-ragu lagi, karena sudah maklum bahwa betapapun juga Kong Lee tidak mau menerima permintaannya. Ia pegang gagang pedang erat-erat dan siap menusuk dada Kong Lee.
Orang muda ini sedikitpun tidak gentar, bahkan ia pandang muka Kim Nio dengan tajam dan dadanya diangkat untuk menerima datangnya tusukan.
Pedang telah digerakkan, tapi ... tiba-tiba tangan Kim Nio gemetar dan ia tak kuat menentang wajah Kong Lee lebih lama lagi. Sambil mengeluh, Kim Nio melempar pedangnya dengan wajah pucat, lalu ia jatuhkan dirinya dan memeluk tubuh Kong Lee sambil menangis sedih!
"Kong Lee ... aku tidak tega membunuhmu ... melukaimu saja aku takkan sanggup ...
Kong Lee ... benar-benar demikian kejam dan keraskah hatimu ... ?"
Kong Lee tidak menjawab hanya membuang muka. Ia tak dapat melepaskan diri dari pelukan Kim Nio karena tidak kuasa menggerakkan tangan dan kakinya. Sementara Koleksi Kang Zusi
itu, Thio Eng memandang dengan rasa terharu. Betapapun juga, perasaan hatinya sebagai seorang wanita lebih halus dan ia dapat membayangkan betapa sedih dan hancur hati Kim Nio.
Melihat betapa Kong Lee sama sekali tidak mempedulikannya, Kim Nio tiba-tiba bangkit berdiri.
"Baiklah, Kong Lee. Kau tidak sudi menerimaku dan aku tidak sampai hati membunuhmu. Akan tetapi kau akan menderita selama hidupmu karena sekarang aku hendak membinasakan isterimu yang kau cinta!"
Sambil berkata begitu, Kim Nio memungut kembali pedangnya dan kini menghampiri Thio Eng yang sama sekali tidak gentar. Kim Nio mengangkat pedangnya dan menusuk!
Tapi pada saat itu, tiba-tiba pedang di tangan Kim Nio terlepas dan suara yang halus membentaknya, "Eh, menantuku, kau hendak berbuat apa" Jangan kau sembarangan membunuh orang!"
Kim Nio terkejut sekali dan menengok. Alangkah kaget dan herannya melihat bahwa yang menghalangi maksudnya dan yang menegurnya itu tidak lain ialah Ratu Gila!
Akan tetapi, betapa nenek ini telah berubah sekali! Gerakannya lemah lembut, wajahnya nampak sungguh-sungguh dan lenyaplah bayangan-bayangan kegilaannya!
Juga Raja Gila Leng Tin Ong telah siuman kembali, hampir bersama dengan Leng Ki Pok Si Pangeran Gila! Leng Tin Ong duduk memandang ke kanan kiri sambil berkata,
"Eh, eh, apa yang terjadi!"
Sementara itu, Ki Pok segera maju dan berlutut di depan ayahnya, lalu berkata, "Ayah
... " Kedua orang ini lalu berpelukan bagaikan dua orang yang baru saja bertemu setelah berpisah puluhan tahun! Kemudian mereka teringat akan Ratu Gila dan keduanya segera melompat menghampiri Ratu Gila yang masih menghadapi Kim Nio dan mencegahnya membunuh Thio Eng.
Ternyata bahwa obat pemunah racun ini bekerja baik dan ketiganya sembuh dari pengaruh kegilaan mereka!
"Menantuku, kedua orang ini harus dibebaskan dan marilah kita segera kembali ke kota raja," kata Leng Tin Ong yang cepat membebaskan Kong Lee dan Thio Eng dari totokan.
Kong Lee dan Thio Eng cepat menjura memberi hormat dan menghaturkan terima kasih.
"Anak muda, tak perlu kau berterima kasih. Seharusnya kami yang berterima kasih kepadamu, karena kau telah membawa obat penolong kami sekeluarga.
Perkenalkanlah, nona ini adalah menantu kami dan isteri anak kami Ki Pok."
Kemudian Kong Lee menceritakan betapa ia dapat minta obat itu dari Bong Ki Tosu sehingga keluarga Pangeran yang bernasib malang itu menjadi kagum sekali dan menyatakan terima kasih mereka. Kong Lee tidak membuka rahasia Kim Nio dan wanita ini terpaksa diam saja menyesali nasibnya yang selalu mendapat kemalangan.
Akan tetapi melihat betapa ketiga orang itu kini telah sembuh dan hendak kembali ke kota raja, diam-diam ia merasa senang juga. Ia telah menjadi isteri Ki Pok, berarti menjadi menantu pangeran yang berkedudukan tinggi. Ia tentu akan menjadi seorang nyonya bangsawan yang terhormat!
Dan selain itu, ia pun akan dapat mempelajari ilmu silat tinggi dari kedua mertuanya!
Setelah saling memberi hormat, Kong Lee dan Thio Eng minta diri dan kembali ke Lam-sai, sedangkan Leng Tin Ong lalu mengajak isteri serta anak dan menantunya untuk segera kembali ke kota raja di mana mereka disambut dengan segala kehormatan dan kegirangan oleh para keluarga dan kenalan mereka!
Koleksi Kang Zusi
Sementara itu, dalam perjalanan pulang ke Lam-sai, di tengah jalan Kong Lee dan Thio Eng bertemu dengan Thio Sui Kiat. Bukan main girangnya Thio Sui Kiat melihat bahwa anak dan menantunya selamat dan terlepas dari bencana maut.
Ia menghela napas dan sambil mengelus-elus jenggotnya, orang tua ini berkata,
"Memang demikianlah, anak dan menantuku, tidak ada pohon baik berbuah masam dan juga tak mungkin pohon buruk berbuah manis! Perbuatan-perbuatan baik pasti akan menghasilkan akibat baik pula dan kejahatan-kejahatan tentu akan mendatangkan bencana! Siapa menolong pasti tertolong dan siapa berbuat jahat akan dijahati orang pula! Tuhan memang adil!"
Demikianlah, Thio Sui Kiat beserta anak dan menantunya lalu kembali ke Lam-sai.
Kedatangan mereka disambut dengan girang dan Nyonya Thio dan Nyonya Lim.
Selanjutnya mereka hidup dalam kerukunan dan kebahagiaan sampai di hari tua.
TAMAT Solo, Hari Lahir Pancasila 1966
Pendekar Kelana 3 Legenda Kematian Karya Gu Long Naga Naga Kecil 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama