Ceritasilat Novel Online

Rahasia Dewi Purbosari 1

Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W Bagian 1


Rahasia Dewi Purbosari
Karya : Aryani W
Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info/
RAHASIA DEWI PURBOSARI KARYA : ARYANI.W
Bagai bidadari Dewi Purbosari Insan terlena dibuai
Memuji " muji Sang Dewi Mohon berkah nan ABADI !
Pelanggar larangan-NYA ! Penyembah BERHALA
Pesta " pora dalam dosa DERITA ABADI akhirnya !
Lereng Malabar, Februari "91.
Daftar Isi : RAHASIA DEWI PURBOSARI.................................2
KARYA : ARYANI.W........................................................2
Daftar Isi : ..................................................................................3
Bab 1 ..........................................................................................4
Bab 2 ........................................................................................16
Bab 3 ........................................................................................27
Bab 4 ........................................................................................39
Bab 5 ........................................................................................51
Bab 6 ........................................................................................62
Bab 7 ........................................................................................71
Bab 8 ........................................................................................78
Bab 9 ........................................................................................86
Bab 1 "CK-CK-CK?". ahh, cantiknya!"
"Uaaahh, elok sekali! Bagaikan bidadari turun ke bumi!"
"Mau gajiku dipotong! Asal dapat tidur dengannya!"
"Hemmm, ck-ck-ck-ck!"
Iringan itu tetap berjalan maju, tidak mempedulikan
omongan laki-laki di pinggir jalan. Pembicaran itu seakan
hanyalah angin lalu yang lewat di telinga. Apalagi kata-kata
yang kurang sopan untuk didengar telinga dan membayangkan si pembicara yang berbatin rendah itu.
Mereka tetap berjalan maju, bagaikan patung-patung dewi
yang cantik jelita dan hidup!
"Sayang sekali tirai itu menutup joli! Andai kata tidak"
Ahh, pasti orang yang duduk di dalam terlebih hebat
daripada para pengiringnya!" seorang laki-laki yang
berpakaian hitam dan mengenakan golok besar di
pinggang itu berkata. "Hemmm, aku berani bertaruh! Pasti
orang yang di dalam joli cantik sekali!"
"Benar, kang Kromo. Aku juga menduga demikian."
temannya ikut menimbrung.
Kromoleo pandang matanya tidak dapat lepas dari tirai
hitam yang menutupi joli. Melotot, seakan ingin menjenguk
ke dalam dan melihat orang yang di dalam joli!
"Adi Jodi! Coba kita singkap tirai hitam itu, aku kok
makin penasaran saja!" Kromoleo mengusulkan kepada
Jodi, ingin menyingkap tirai hitam. Akan tetapi Jodi
menggeleng kepala beberapa kali. "Jangan kang. Jangan
membuat ribut di sini!"
"Kau takut" Aku yang bertanggung jawab kalau ada
yang marah!" Kromoleo membesarkan hati temannya, Jodi.
Maka tepat ketika joli yang dipanggul itu berada di
depannya, tangan Kromoleo mendorong ke depan! Akan
tetapi apa yang terjadi" Belum sampai tangan Kromoleo
mencapai tirai joli, tiba-tiba dia telah terpental ke belakang.
Bagaikan sebuah bola yang ditendang pergi! Mencelat ke
atas melewati kepala orang yang menonton di belakang dan
jatuh tepat di tengah parit sawah! Orang yang berdiri di
dekat Kromoleo pun, terdorong ke belakang sehingga tanpa
mereka sadari kakinya telah menginjak tepi parit tanpa
ampun lagi mereka menyusul jatuh te-lentang di air parit
persawahan itu! Mereka semua mengawasi iringan joli itu
dengan mata mendelong!
"Gila?".! Apa yang mendorong kita tadi" Mengapa
kita tahu-tahu melangkah mundur dan mandi di kali!" Jodi
tidak kuasa untuk tak bicara, dia merasa heran sekali.
Mengapa ketika tangan temannya Kromoleo mendorong
tirai, tahu-tahu mereka mundur dan kecebur ke kali!
"Untung kita tidak dibunuh! Biasanya siapa yang berani
kurang ajar pasti binasa!" kata pula orang yang paling
kanan. Semua berusaha untuk naik ke tepi, lain Kromoleo tidak
kuasa lagi menahan hatinya, bertanya kepada orang tadi.
"Sebetulnya siapakah adanya para bidadari dan orang yang
duduk di dalam joli itu, paman?"
"Amit-amit, semoga hamba jangan kena kualatnya!"
Sebelum bercerita orang itu mohon ampun. "Agaknya
kisanak bukan orang daerah sini. Maka tidak tahu! Iringiringan tadi adalah iringan Dewi Purbosari, seorang dewi
yang dianut oleh banyak penduduk di daerah Ungaran! Dia
adalah seorang yang sakti sekali dan katanya dapat
memberikan semua apa yang diminta para pemeluknya."
"Lho, kalau begitu dia adalah sesembahan para
penduduk sini, paman?" Jodi bertanya sambil memandang
orang tua itu. "Dapat dibilang begitu, kisanak. Apalagi setelah Lurah
Martosulaya menjadi muridnya, hampir semua penduduk
dusun Manyaran telah menjadi pengikutnya!"
"Terima kasih atas keterangan ini, paman." Kromoleo
berkata, lalu mengangguk kepada orang tua itu dan
memohon diri. Mengikuti ke mana tadi rombongan itu
pergi ke timur. Jodi pun mengangguk dan mengikuti
temannya pergi!
"Kita harus berhati-hati, kang. Kurasa tugas kita
sekarang menjadi semakin berat."
"Lihat saja nanti perkembangannya. Kita dapat
menyesuaikan dengan keadaan di sana."
Baru berjalan beberapa langkah, Kromoleo memegang
perutnya dan mengeluh pendek. Jatuh terguling pingsan!
Jodi kaget sekali melihat keadaan ini, berusaha menolong
kawannya dan menggotong ke pinggir jalan. Mencari
tempat teduh, berusaha untuk menyadarkan Kromoleo dari
pingsannya, akan tetapi ketika dia membuka baju?". Jodi
kaget sekali! Perut Kromoleo telah menjadi menghitam, bagaikan
terkena tinta gambar saja. Jodi kebingungan bukan main
melihat ini, diapun memandang ke kanan kiri. Mencari
orang yang dapat untuk dimintai bantuan. Orang-orang
yang melihat kejadian itu, tidak berani mendekati
Kromoleo dan Jodi. Takut nanti mendapat kutukan Dewi
Purbosari, seorang dewi yang menjadi sesembahan banyak
orang di daerah Ungaran. Karena sudah menjadi kenyataan
bahwa siapa yang mencoba untuk menentang atau
membangkang perintah dari Dewi Purbosari. Tahu-tahu
pada pagi harinya kedapatan mati tanpa luka sedikitpun di
badannya! Dari jauh tampak seorang pemuda berjalan dengan
membawa tongkat kehitaman, berjalan sambil memandang
ke kanan kiri. Memutar-mutarkan tongkatnya dan sesekali
bersiul kecil, tidak dilanjutkan. Ketika melihat Jodi yang
kebingungan, pemuda itu maju mendekat. Tanpa diminta
melihat luka di perut yang menghitam itu dan
memeriksanya. "Ck-ck-ck?" sungguh ganas! Mengapa orang tega
menggunakan racun kelabang untuk melukai sesama,
hemmm".." bisiknya pelan. Seakan berkata kepada diri
sendiri! "Tolong?". tolonglah?". teman kami, kisanak."
Jodi memohon kepada si pemuda. "Entah bagaimana dia
dapat terserang seperti ini?"
"Tenang, paman. Aku akan berusaha untuk mengobati,
dan apabila belum tiba saatnya teman paman akan dapat
sembuh kembali," kata si pemuda dengan senyum masih
tersungging di bibirnya. "Bagaimana dia dapat terkena
racun seperti ini, paman?"
Jodi lalu menceritakan tentang kejadian yang dialaminya
tadi. Akan tetapi, dia tidak tahu bagaimana temannya,
Kromoleo itu sampai mendapat serangan yang mengandung racun kelabang itu. "Agaknya itulah kutukan
dari Dewi Purbosari!"
katanya sebagai penutup penuturannya. Si pemuda mendengarkan, sambil tangan kirinya
menyalurkan tenaga dalamnya, dari telapak tangan kiri
yang memegang perut, keluarlah sinar putih yang
mendorong noda hitam di perut Kromoleo! Tidak berapa
lama kemudian, perut itu telah bersih dari noda hitam dan
pernapasan Kromoleo menjadi normal kembali.
"Selamat! Teman paman telah tertolong."
"Terima kasih, kisanak. Kakang Kromoleo dapat
tertolong jiwanya. Bolehkah saya mengetahui nama
kisanak?" Jodi bertanya dengan hormat kepada si pemuda
itu. "Hemmm, tidak perlu ini diingat-ingat, paman. Aku
pergi!" Baru habis kata itu terdengar, pemuda itu telah
lenyap dari depan Jodi. Membuat kaget hati Jodi, tanpa
terasa tubuhnya gemetaran dan diapun terduduk sambil
mengucap mantra penolak bala.
Kromoleo tersadar, heran melihat dirinya telentang di
tepi jalan di bawah pohon yang rindang. Matahari telah
naik tinggi, sinarnya menimpa muka membuat sepasang
matanya silau. "Mengapa aku terbaring di sini, Adi Jodi?"
tanyanya kepada Jodi.
"Ahh, kakang telah membuat hatiku kaget. Kenapa
kakang nekat saja untuk menjenguk orang yang duduk di
dalam joli. Sekarang bagaimana hasilnya?" jawab Jodi.
"Sudah, sudah, aku terima salah. Sekarang bagaimana
baiknya, Adi Jodi?" Kromoleo menyesali tindakannya yang
ceroboh tadi. "Kita batalkan saja, kakang. Untung tadi ada seorang
pemuda berpakaian putih yang datang menolong kakang.
Kalau tidak, entah bagaimana aku harus melapor kepada
guru." Kromoleo hanya mengangguk dan bersama Jodi lalu
meninggalkan tempat itu. Kembali ke tempat gurunya di
Padepokan Bulu Kuning di Rawa Pening, melaporkan apa
yang telah terjadi dan yang menimpa mereka di dusun
Manyaran! Iring-iringan yang terdiri dari dua belas dara cantik dan
empat orang pemikul joli yang tertutup tirai hitam berjalan
pelan. Seakan-akan tidak pernah terjadi apapun di jalan
yang dilalui mereka! Peristiwa tadi hanya dianggap oleh
mereka sebagai angin yang berhembus lalu saja. Ketika
iring-iringan ini memasuki jembatan, dari arah yang
berlawanan berjalan tiga orang yang bertubuh tinggi besar,
wajah mereka nampak garang dengan kumis yang hitam
tebal di bawah hidung. Mereka mengenakan pakaian serba
hitam, baju di dada tergambar lukisan seekor harimau
berwarna putih. Nampak gagang golok menyembul di
punggung mereka.
"Ha-ha-ha?" akhirnya dapat juga kita bertemu!
Siluman betina hayo keluar dari tempatmu sembunyi. Haha-ha?"!" Orang tertua yang berusia empat puluh lima
tahun berkata. "Hari ini tibalah saatnya kau menyusul
keponakanku!" orang di samping kanan menyambung.
"Hutang jiwa bayar jiwa!"
Ketiga orang itu berdiri di tengah jalan, menghadang
iring-iringan itu. Anehnya, perempuan yang berjalan di
depan sebanyak enam dara jelita berpakaian tipis tembus
pandang itu, tidak peduli akan tantangan tiga orang itu!
Mereka tetap berjalan maju dengan tenangnya, seolah
ketiga orang itu hanyalah anak kecil saja. "Rati, berhenti!"
Tiba-tiba terdengar suara mengalun merdu menyuruh gadis
bernama Rati untuk berhenti. Kiranya Rati adalah
pemimpin barisan depan, seorang dara yang berpakaian
kuning dan memakai mantel yang tembus pandang
berwarna merah jambu. Rati memberi isarat dan barisan
enam orang yang tadinya berderet dua-dua, sekarang
membentuk kipas! Pemikul joli melangkah maju ke depan.
"Ibu Dewi, mereka adalah Tiga Harimau Putih dari
Gunung Ungaran sebelah timur." Rati melapor. Melihat
gambar di dada, dara itu segera mengenal ketiga orang itu.
Memang mudah mengenali ketiganya, karena gambar
harimau putih menjadi tanda siapa adanya mereka!
"Aku tahu! Kauhadapi mereka, bunuh semua! Aku
muak melihat muka mereka!" Suara yang merdu dan
lembut itu memerintah. Sungguh tegas dan langsung
perintah bunuh! Orang macam apa sebetulnya Dewi
Purbosari ini"
"Rati melaksanakan perintah, Ibu Dewi." Setelah
berkata, Rati tubuhnya telah melayang ke arah depan.
Menghadapi Tiga Harimau Putih, katanya menyindir.
"Tua bangka mau mampus, cepat menyingkir kalau
ingin hidup!"
Merah muka Ketiga Harimau Putih dari Ungaran
mendengar kata-kata anak perempuan di depannya itu.
Sungguh menghina sekali kata-kata itu! Mereka adalah tiga
gembong perampok yang telah malang melintang di daerah


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ungaran. Jarang menemukan lawan yang dapat menghadapi barisan tiga golok mereka. Ketika pulang dari
pengembaraan mereka, setiba di rumah anak tunggal
Simopetak, orang tertua telah terbunuh oleh Dewi
Purbosari! Demikian menurut penuturan anak buahnya,
maka bersicepat Simopetak mengajak kedua orang saudaranya untuk mengejar Dewi Purbosari. Kebetulan mereka
dapat bertemu di jembatan itu.
"Mundurlah bocah! Aku ingin menemui Dewi Purbosari
si keparat!" Simopetak membentak.
"Hi-hi-hik, tampangmu seperti itu mau ketemu Ibu
Dewi. Tak usah yaaa!" Rati menjawab genit.
"Kalau belum dihajar, kau tidak tahu siapa kami.
Terimalah ini!" Simopetak mendorongkan tangan kanannya. Dari dorongan tangan kanan itu keluarlah angin
yang kuat sekali mendorong tubuh Rati, Merasakan ini,
Rati mengelak ke atas dan dari atas tangannya bergerak
bergantian sambil membentak."Mampus kau! Tua bangka!"
Sinar hitam meluncur dari tangan kanan kiri Rati.
Menyambar ke arah dada dan kepala Simopetak dan kedua
temannya. Ternyata enam senjata rahasia telah diluncurkan! Ketiga lawannya yang melihat serangan dari
udara ini cepat menangkis, tangan kanan bergerak
kebelakang dan?" sinar putih tiga batang golok
menangkis sinar hitam!
"Ting-tang! Ting-tangg! Ting-tangg!!" Hampir berbareng
enam senjata rahasia yang dilepas Rati dapat dipunahkan.
Berkelebat sinar putih menyambut tubuh Rati yang
melayang turun!
"Ihhhh," Rati menjerit kecil, membuat putaran di udara
dan tahu-tahu tubuhnya telah melayang naik kembali.
"Sambutlah yang ini!" kembali Rati membentak.
Begitu lenyap katanya, nampak kembali dua belas sinar
kehitaman meluruk datang. Mengarah dada dan kaki
lawan! Ketiga Harimau Putih kaget mendapat serangan
balasan ini, sungguh tidak disangka dara yang masih remaja
itu akan memiliki kepandaian yang demikian mentakjubkan! Hampir berbareng. ketiganya menangkis
senjata rahasia yang mengarah dada, sambil melompat ke
atas untuk menghindarkan serangan yang mengarah kaki!
"Mampus kau keparat!" Dari tirai hitam yang terbuka
nampak tiga sinar meluncur cepat. Tanpa ampun lagi
mengenai dada ketiga orang itu, mereka sama sekali tidak
menyangka bahwa akan diserang oleh orang yang berada di
dalam joli. "Depp! Depp! Depp!"
Rati turun kembali ke jembatan, melangkah kembali ke
arah joli membungkuk dan berkata.
"Maafkan hamba, Ibunda Dewi."
"Hemm, cepat berangkat!" Perintahnya. Rati kembali
menyembah lalu memberi isarat dan rombongan kembali
berjalan. Ketika melewati mayat Ketiga Harimau Putih dari
Ungaran, kaki mereka bergerak menyontek dan". mayat
ketiga orang itu terlempar ke dalam sungai!
"Cepat! jangan sampai dia menanti terlalu lama!"
terdengar perintah halus dari dalam joli.
Rati yang menjadi pemimpin barisan lalu melangkah
cepat, kakinya seakan tidak menginjak tanah. Semua orang
mengikuti dengan cepat, bagaikan terbang saja rombongan
ini meluncur di jalan yang menuju ke dusun Manyaran!
Dalam sekejab saja rombongan itu telah hilang di kelokan
jalan di depan.Begitu rombongan Dewi Purbosari berlalu,
tidak berapa lama kemudian tampak seorang pemuda
berjalan pelan, tangan kirinya memegang tongkat berbau
harum kayu cendana. Wajah tampan itu berseri dan
senyum manisnya sungguh mempesona. Ketika mendekati
jembatan sepasang matanya terbelalak melihat pemandangan yang terpampang di depannya! Tiga sosok
mayat mengambang di atas air sungai yang dangkai,
membuatnya berhenti melangkah. "Huppp!" Bagaikan
seekor burung seriti menyambar air, tubuhnya melayang ke
dalam sungai dan mengambil tiga mayat dalam sekali
lompatan. Sungguh hebat sekali ilmu meringan kan
tubuhnya, walaupun membawa beban tiga tubuh orang
yang tinggi besar, seakan pemuda itu hanya membawa
benda yang ringan saja! Tahu-tahu tubuhnya telah
mendarat di atas tebing yang cukup jauh dari tempat itu.
"Sungguh heran" Mengapa di sini terdapat tiga mayat
lagi" Terang ketiganya tewas oleh racun kelabang!
Hemmm, tadi ada orang yang terkena racunnya, sekarang
malah tiga orang telah menjadi mayat oleh racunnya!"
Suryo berkata-kata sendiri. Heran dia melihat keadaan ini,
tanpa ragu dia lalu menggunakan golok yang masih
dipegang oleh sang pemilik. Melepasnya dari pegangan dan
membuat lubang yang cukup dalam untuk mengubur ketiga
jenazah. "Hemmm?". ada apalagi yang menanti didepan"
Kenapa ada kejadian yang berurutan?" Tanyanya dalam
hati. Suryo mengangkat pundaknya dan menggeleng
kepala. Lalu melangkah seenaknya menyusuri jalan, entah
ke mana jalan itu menuju!
"Paman, bolehkah saya mengganggu sebentar." Ketika
berjumpa dengan seorang petani yang sedang menggarap
sawah, Suryo menegur ramah.
"Ehh, apa yang dapat kubantu, anak muda?" Petani
setengah umur itu menunda cangkulnya dan berjalan
menuju ke pematang, di mana Suryo berdiri menanti. Naik,
lalu mengajak Suryo untuk berteduh dari teriknya mentari.
"Jalan ini menuju ke mana, paman?"
"Jalan ini nanti akan melewati dusun Manyaran.
Apakah anak akan menghadiri perayaan pesta pernikahan
anak Pak Lurah?"
"Ohh, tidak paman! Saya hanya sekedar mau lewat
saja." Suryo menjawab. "Paman, apakah di sini banyak
rombongan orang lewat?"
"He-he, aneh pertanyaanmu ini. Tentu saja banyak! Lha
yang punya kerja, Pak Lurah. Tentu saja banyak yang
datang menghadirinya."
"Maaf, paman. Pertanyaanku tadi keliru, yang saya
maksudkan adalah rombongan atau orang yang berpakaian
serta bertampang aneh."
"Terang saja! Lhaa semestinya begitu. Pak Lurah kan
orang yang terkenal di seluruh ka-wasan sini, malah
terkenal di Ungaran sebagai jago pilih tanding! Tentu saja
yang datang banyak yang aneh-aneh. Berbeda dengan kami
rakyat kecil. He-he-he?"."
?"Terima kasih, paman. Dan maafkan saya yang telah
mengganggu waktu paman."
"Ahh, tidak mengapa. Marilah mampir saja ke rumahku,
nanti malam kita nonton wayang kulit bersama!" ajaknya.
"Terima kasih, paman. Apa tidak mengganggu paman?"
"He-he-he?" aku hidup seorang diri. Mana bisa
mengganggu!" jawabnya. "Hayo mampir ke rumahku."
Suryo mengangguk lalu mengikuti orang tua ini. Berjalan
beriringan di pematang sawah. Tak berapa lama kemudian
mereka berdua telah tiba di tepi hutan, di mana nampak
sebuah gubuk sederhana sekali dan kelihatan reyot.
"Aku bernama Wage." Orang tua ini mengenalkan
dirinya. "Saya Suryo, paman."
"Suryo".. hemmm". Suryo".!" Seakan menghapalkan
nama anak muda yang menjadi tamunya. Pak Wage duduk
di emper rumah di depan bambu bersama dengan Suryo.
Keduanya menikmati ubi bakar dari kebun di belakang
rumah. Dua cangkir teh dengan gula aren terhidang di
depan mereka. Keduanya lalu terlibat dalam pembicaraan
yang akrab. Pak Wage pun lalu menceritakan siapa adanya
Lurah Manyaran yang sekarang sedang merayakan
pernikahan anak keponakannya.
Suryo hanya menjadi pendengar yang baik. Hanya
sesekali ikut menimpali pembicaraan Pak Wage. Agaknya
Pak Wage ini orangnya suka bercerita, sehingga Suryo
mendapat keterangan banyak sekali mengenai keadaan di
dusun Manyaran dan sekitarnya."Kalau nak Suryo lelah,
silakan mengaso di dalam." " , . .
"Terima kasih, paman." Suryo lalu mohon diri dan
masuk ke dalam bilik!
-oo0o^dwkz^o0ooBab 2 RUMAH Pak Lurah Martosulaya terang benderang
dengan adanya banyak lampu yang dipasang. Di depan
pelataran yang dipenuhi tamu, nampaklah orang-orang
yang mengenakan pakaian ringkas serta membawa senjata
bermacam-macam. Jauh di luar pagar juga telah penuh
penonton berjubel untuk dapat melihat wayang kulit. Ki
Dalang Sabdo Taruno memainkan wayangnya dengan
gapah sekali, seakan-akan wayang kulit itu hidup dengan
caranya membawakan pembicaraan para tokoh. Berubahubah cepat serta selaras dengan wayang yang
dibawakannya. Apalagi dalam hal memilih gending
pengiring, sungguh hebat! Ketika Suryo Lelono dan Pak
Wage datang di tempat itu, kebetulan sudah tengah malam.
Ki Dalang Sabdo Taruno sedang memainkan adegan Raden
Harjuna yang diiringkan para punakawan.
Istilah populernya GARA-GARA !
Para penonton terpingkal-pingkal oleh ulah sang
punakawan yang lucu. Suryo juga tidak dapat menahan
geli, banyolan-banyolan segar keluar mengocok perut!
"Neetttt"..!!!
Joneetttt"..!!" Teriakan
melengking seorang perempuan memecah perhatian.
"Neettt"..! Ayo pulang!!" Teriakan ini membuyarkan
perhatian Suryo dan Pak Wage.
"Ada apa tho Si, di mana anak mu tadi" Kenapa kau
berteriak-teriak tidak karuan!" Pak Wage mendekati
perempuan itu. "Anu, anu".. anakku si Jonet! Tahu-tahu dia telah
tiada di dekatku!" jawabnya. Lalu Darsi pun memanggilmanggil anaknya. "Neett "..!! Joonneeetttt?"!"
"Tenang, tenanglah Si. Nanti kau membuat kacau
perayaan Pak Lurah!" Pak Wage menenangkan Darsi
supaya dapat menahan diri. Dia berjanji akan membantu
untuk mencari anak itu. Mendengar ini, Darsi menjadi agak
tenang. "Mannn"..! Ayo pulang nak. Kau ada dimana?" Tibatiba terdengar teriakan lain.
"Anakku di mana" Diii".! Nardii, kau di mana nak?"
Ternyata enam orang telah kehilangan anak. Anak yang
berumur sekitar delapan tahun sampai sepuluh tahunan,
entah terselip di mana" Ketika orang tua mereka
memanggil-mang gil mengapa tiada yang menyahut.
"Pasti ini perbuatan iblis itu!" seorang laki-laki gemuk
bulat berkata dengan serius.
"Kita telah menemukan jejaknya sekarang!"
"Hisshhh! Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan
dulu!" "Pasti! Aku merasa pasti dia! Melihat kejadian anakanak yang hilang, terang ini perbuatan iblis itu!" Gombloh
mempertahankan pendiriannya.
Melihat kenekatan Gombloh, Sukirna lalu berkata.
"Mari kita periksa lebih teliti! Mungkin pendapatmu
benar!" Sukirna mendahului berjalan keluar dari tempat
keramaian. Gombloh juga mengikuti temannya, pandang
matanya mengawasi sekeliiing. Tajam mencari-cari!
Tidak berapa lama kemudian sampailah mereka berdua
di belakang rumah. Gombloh dan Sukirna mengawasi dari
kejauhan, melihat kalau-kalau ada sesuatu yang mencurigakan di rumah itu. Tiba-tiba dari pintu belakang
rumah pak lurah keluar seorang laki-laki sambil membawa
keranjang yang cukup besar. Ketika sampai di pagar
belakang, tidak kuat, lalu di-panggulnya keranjang itu dan
berjalan cepat menembus kegelapan untuk menuju ke
sungai! "Tukkk!" Dengan cepat Gombloh menahan tubuh orang
itu. Dengan sekali totok saja telah membuatnya lemas dan
keranjang yang akan jatuh terus disambar Sukirna!
"Kau sedang membuang apa" Hayo mengaku!"
"Aku tidak tahu. Aku hanya disuruh untuk membuang
keranjang ini di sungai!" kata orang itu dengan tubuh
gemetaran.

Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gombloh yang bertubuh gendut membentak lagi.
"Bohong! Kau pasti membuang tulang anak-anak!"
"Be".. be".. tul. Aku, aku".. ammpunnn. Aku
tidak?" ampuunnn!"
"Plakkk!!" Gombloh menempeleng kepala orang itu,
jengkel melihat omongannya yang tidak karuan. "Kalau
bicara yang benar! Goo-bloookkkk!!"
"Mangaap".. mangaaap"., ma maaf, den. Aku betul".
ti" dakkk!!"
"Mangap gundulmu! Mangap-mangap apa, heh, jawab!"
"Begini, anu, saya". saya disuruh membuang ini! Kata
Raden Wirangrong, benda ini harus dibuang di tengah kali.
Untuk tumbal!!" Akhirnya dapat juga orang itu menjawab
serta memberi keterangan yang agak jelas.
"Desss!" Sebuah pukulan mengenai tengkuk. Tanpa
ampun orang itupun menjadi pingsan! Sukirna dan
Gombloh lalu memeriksa isi keranjang! Apakah yang
didapatkan kedua orang itu" Tulang-tulang putih yang telah
hancur! Seakan memang sengaja dihancurkan untuk
menjaga kerahasiaannya.
"Raden Wirangrong" Siapa itu Raden Wirangrong ya
Bloh?" tanya Sukirna. Gombloh hanya menggeleng kepala
serta mengangkat pundak. Lalu iapun menjawab.
"Lebih baik kita selidiki besok pagi!"
"Mari kita kembali ke tempat pesta!" Sukirna lalu
berjalan kembali ke tempat keramaian, begitu tiba di sana
ternyata Jonet anaknya Bu Darsi telah dapat ditemukan!
Ternyata anak itu tertidur dekat dengan si pemukul gong!
Pak Wage memondong anak itu untuk dibawa keluar,
diserahkan kepada orang tuanya. Darsi menerima anaknya
dengan mata berlinang air mata kegirangan!
Sebetulnya apa yang terjadi" Siapakah Raden Wirangrong itu" Marilah kita ikuti perjalanan Dewi
Purbosari yang diiringi dua belas pelayan perempuan yang
cantik-cantik! "Sembah hormat untuk Ibunda Dewi!" Ki Lurah
Martosulaya berteriak. Semua yang ada di ruangan dalam
menyembah sambil membungkuk sampai kepala menyentuh tanah dan kedua tangan dilonjorkan ke depan.
Dewi Purbosari tetap berada di dalam joli yang tertutup
oleh sutera hitam tipis. Duduk di tengah, menghadapi para
pemeluknya yang menyembahnya.
"Kuterima sembah sujudmu, kawulaku!"
Semua orang yang berada di situ lalu meng angkat muka,
tetapi mereka semua tetap duduk diam menanti apa yang
akan dikatakan oleh junjungannya! Keadaan menjadi
hening sekali. Dengan berjalan jongkok Ki Lurah maju
mendekati joli. Pada waktu itu seorang pemuda memasuki
ruangan dengan gagahnya, ketika sampai di depan pintu
kamar menyembah. "hamba menghaturkan sembah,
Ibunda Dewi."
"Mendekatlah ke mari Wirangrong! Aku ingin
mendengar laporanmu, apakah yang kuminta telah
kausiapkan!"
"Baik, Ibunda Dewi." Raden Wirangrong maju ke depan
dan duduk di depan joli. "Pesanan Ibunda Dewi telah
tersedia di kamar!"
"Ihh-ih-ih-ih".! Kau anak bagus, bocah bagus tunggu
hadiahku nanti! Hik-hi-hi-hik".!"
Tirai joli disingkap dari dalam, sebuah tangan yang putih
kemilauan tersembul keluar. Tak berapa lama kemudian
tirai telah tersingkap semua. Semua orang memandang
dengan takjub! Dewi Purbosari bersila di tengah tumpukan
bantal, wajahnya yang putih nampak bercahaya! Semua
tubuhnya kelihatan mengeluarkan sinar yang membuat
silau orang-orang yang berada di ruangan. Semua orang
kembali sujud melihat ini. Mereka percaya bahwa Dewi
Purbosari adalah seorang bidadari yang turun ke bumi,
menjadi sesembahan dan akan menuntun mereka menuju
ke kesampurnaan!
Memang! Pada waktu penduduk desa Manyaran sedang
dilanda penyakit, datanglah Dewi Purbosari ke tempat itu.
Hanya dengan melambaikan tangannya saja sang dewi
telah menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit.
Maka jadilah dia menjadi dewi sesembahan penduduk desa
itu. Apa lagi melihat cahaya yang memancar dari tubuhnya!
Mereka semakin menjadi percaya seratus prosen. Dewi
Purbosari ini pastilah seorang bidadari yang turun ke dunia!
"Aku ingin bersamadhi di kamar yang telah disediakan.
Mari Wirangrong!" Tangannya melambai, dan Wirangrong
pun bangkit mengikuti di belakang. Semua lalu bubaran,
kembali menyiapkan keperluan pesta pernikahan keponakan lurah itu. Bagus Danang!
"Hi-hi-hik, kau sungguh pandai memilih!" katanya lirih,
sambil tangannya mengelus wajah Wirangrong. Begitu
dielus, Wirangrong bagaikan orang tidur dengan mata
terbuka dan bibirnya tersenyum. Entah apa yang dilihatnya"
Sekali berkelebat Dewi Purbosari telah melayang ke arah
pembaringan. Di mana nampak tergolek lima anak yang
sehat berusia delapan sampai sepuluh tahunan! Sepasang
matanya mengawasi tajam dan begitu tangan kirinya
bergerak, padamlah lampu penerangan di kamar. Di atas
pembaringan nampak sesuatu yang mengkilap bergerakgerak. Tidak berapa lama kemudian terdengar ketawa
kepuasan. "Hi-hi-hi-hik"..! Aku akan bertambah muda kembali
serta badanku akan semakin bercahaya. Hi-hi-hik".!"
Dewi Purbosari mendekap tubuh Raden Wirangrong serta
melepas semua pakaiannya. Raden Wirangrong dibawa
berputaran cepat. Makin lama semakin cepat dan?"
lenguhan panjang terdengar berkali-kali mendirikan bulu
kuduk! Menggugah berahi!
"Buanglah keranjang itu, bocah bagus!"
"Sendika dawuh, Ibunda Dewi." Wirangrong menyembah lalu mundur membawa keranjang. Pada waktu
tengah malam itulah dia memerintahkan seorang
pelayannya untuk membuang keranjang. "Aku akan
melanjutkan perjalananku! Masih banyak kawulaku yang
lain sedang menanti kedatanganku!"
Ki Lurah Martosulaya dan Wirangrong mengantar
kepergian rombongan ini, anehnya mereka pergi melalui
belakang rumah. Begitu keluar dari pagar, rombongan itu
seakan-akan tertutup halimun keputihan tahu-tahu telah
lenyap! Ki Lurah dan Wirangrong yang melihat kejadian ini
terbelalak, lalu duduk menyembah ke arah perginya Dewi
Purbosari dan rombongannya! Sampai wayang kulit
bubaran ternyata kelima anak kecil itu tidak dapat
diketemukan. Orang tuanya telah mencari anak-anak
sampai pulang ke rumah dan dicari di rumah temantemannya. Akan tetapi aneh, anak-anak itu lenyap begitu
saja! Seakan ditelan bumi. Orang tua mereka menjadi
kelabakan. Mereka merasa yakin bahwa tidak mungkin
kalau anak-anak yang masih kecil itu berani pulang ke
rumah sendiri di tengah malam!
Siang itu seluruh penduduk desa Manyaran menjadi
geger dengan hilangnya kelima kanak-kanak itu. Mereka
berusaha mencari ke sana ke mari. Akan tetapi hasilnya
nihil! Dua orang berjalan keluar dari desa. Mereka teringat
akan keranjang berisi bubuk keputihan tadi malam.
Gombloh orangnya gemuk, wajahnya selalu tertawa dengan
adanya mulut yang terlalu lebar. Sedangkan temannya yang
bernama Sukirna bertubuh tegap. Kembali mereka terlibat
dalam pembicaraan yang sengit.
"Pasti! Bubuk putih itu tentulah tulang manusia."
Katanya dengan tangan bergerak-gerak membentuk
kepalan. "Keparat jahanam! Akan kulumatkan iblis itu
kalau bertemu denganku. Seeetaaaannnnnn!"
"Sudahlah, Bloh. Tenang, kita perlu ketenangan dalam
menghadapi siluman itu. Ingat apa kata bapa pendeta!
Jangan terburu nafsu menghadapi suatu persoalan!" Kirna
berkata. Memandang wajah Gombloh yang mendongkol di
sampingnya. "Kau selalu saja ingin cepat-cepat selesai!
Sebetulnya apa yang mengganggu pikiranmu, tho, Bloh?"
"Alhaaaa, seperti tak tahu saja kau Kir!" Gombloh
jengkel mendengar pertanyaan Sukirna itu. "Itu, tu". si
bahenol Narti. Dia menuntut untuk cepat-cepat kawin!"
"Ha-ha-ha?"!"
"Hissshhh. Malah ketawa, tidak lucu Kir!"
"Kan enak. Dapat gadis cantik, kaya lagi! Apa yang
kautunggu!"
"Enak dengkulmu! Kalau Narti sih aku mau aja! Akan
tetapi, ibunya si janda kembang itu lho!" Gombloh
mengeluh. Sukirna tertawa mendengar keluhan temannya.
Mereka berdua lalu melanjutkan perjalanan kembali sambil
berbicara asyik. Seorang pemuda tampan berpakaian putih
berjongkok di dekat keranjang. Tangan kanannya masuk ke
dalam keranjang, ketika keluar lagi membawa sebuah
potongan tulang kecil!
"Hei, apa yang kauperbuat di situ!"
Pemuda tampan itu berdiri tenang, menanti kedua orang
yang mendatanginya. Ketika dekat, Gombloh langsung saja
membentak. "Apa yang kau cari di keranjang ini, he?"
"Apakah keranjang ini kepunyaanmu?"
"Kalau ya bagaimana?"
"Ah, tidak, aku hanya ingin tahu saja!"
"Pergi kau dari keranjang itu!" Sukirna membentak.
"Kalau aku tidak mau pergi" Apa yang akan
kaulakukan?" Suryo tersenyum manis sekali. Akan tetapi
kedua orang itu merasa seperti diejek. Gombloh yang
sedang kesal, tidak dapat menahan amarahnya lagi lalu
mengayun tangannya mematuk ke arah pelipis!
"Uahhh, ganasnya! Sayang luput, he-he-he"..!"
Dengan menarik kaki ke belakang, Suryo mengelak dari
serangan. Melihat serangannya dapat dipunahkan dengan
mudah Gombloh bertambah marah.
"Mampus kau!" Serangan kedua datang menyusul.
Kedua tangannya mematuk-matuk tubuh Suryo dengan
cepatnya semua ini masih disusul dengan tendangantendangan yang mengandung tenaga yang kuat sekali!
Suryo yang mendapat serangan hanya berputar-putaran
menghindar dari serangan yang datang menggebu.
"Sayang, gerakanmu kurang cepat! Ahh, kembali luput
lagi!" Sukirna yang melihat ini, menjadi tidak sabar dan maju
mengeroyok. Suryo masih menghadapi keduanya dengan
tenang, dia mengenal gerakan ilmu silat yang dimainkan
keduanya. Tidak salah lagi ilmu silat burung bangau!
Sebuah perkumpulan silat di Semarang yang cukup
ternama. Perguruan silat ini dipimpin oleh Ki Mardi
Angunbaya yang sangat terkenal di kalangan para
pendekar, banyak murid-muridnya yang menjadi pendekar
penegak kebenaran dan pembasmi kejahatan.
"Sabar kisanak, aku tidak bermaksud buruk!" Sambil
menangkis tendangan kaki Sukirna yang mengarah
lambung. Begitu tangannya diangkat tak ampun lagi tubuh
tegap Sukirna terlempar ke belakang.
"Haiittt!" Sukirna membuat putaran di udara, kedua
kakinya dapat mendarat dengan tepat!
"Kena!" Dan tubuh Gombloh telah berdiri dengan kaku.
Posisinya membuat Suryo tidak dapat menahan tawanya
melihat keadaan Gombloh. Keadaan kaki kiri diangkat,
menendang baru setengah jalan dan tangan memeluk
dengan kedua tangan membentuk paruh! Agaknya sedang
mematuk kedua pelipis si pemuda dan menendang ke arah
perut! "Ha-ha-ha?", maafkan aku kisanak!" Sambil tertawa
tangan Suryo berkelebat dan Gombloh kembali dapat
bergerak! Kedua orang itu lalu maju ke depan memberi
salam dan bertanya.
"Sebetulnya siapakah kisanak ini" Mengapakah berada di
dekat keranjang ini?" Sukirna bertanya dengan halus. Dia
menyadari bahwa pemuda ini adalah seorang sakti, terbukti
bahwa sejak tadi agaknya hanya seperti orang main-main
saja. "Ketika sampai di sini tadi pagi, aku merasa heran sekali
melihat seorang yang pingsan di pinggir jalan. Begitu
kusadarkan, orang itu malahan melarikan diri. Membuat
aku bertambah curiga!" Suryo menjawab, belum memperkenalkan namanya.
"Begini, kisanak. Aku bernama Gombloh dan ini


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saudaraku seperguruan bernama Sukirna. Kami berdua
sedang melacak seorang siluman yang suka memakan anakanak kecil, kami melakukan pengejaran sejak dari Kali
Gawe." Gombloh lebih dulu memperkenalkan diri mereka
serta memberitahu tentang maksudnya sehingga dia dapat
sampai di tempat ini.
"Maafkan aku, saudara Gombloh dan saudara Sukirna.
Aku tidak tahu kalau andika sedang melakukan
pengejaran,"
jawabnya. "Namaku Suryo, seorang pengelana dari Mataram!"
"Suryo".." Suryo".. apakah bukan Suryo Lelono?"
Gombloh terbelalak mendengar nama Suryo. Dengan tajam
dia mengamati pemuda berpakaian putih di depannya dan
ke arah tongkat hitam berbau cendana, lalu sambil menepuk
pahanya sendiri berkata.
"Benar! Andika tentulah Suryo Lelono. Seorang
pendekar muda yang baru-baru ini membasmi Iblis Ular
Hijau di lereng Merapi!"
"Maafkan kecerobohan kami berdua, kisanak!" Sukirna
meminta maaf. Gombloh tidak melewatkan kesempatan
baik mengetahui bahwa pemuda di depannya ini adalah
Suryo Lelono. Seorang pendekar muda yang namanya
menggegerkan dunia kependekaran di Nusa Jawa!
Gombloh bersinar-sinar wajahnya. "Wahh, kebetulan
kalau begitu. Begini, saudara Suryo, kami berdua mohon
pertolonganmu untuk melacak siluman yang suka menculik
anak-anak kecil ini."
"Benar, saudara Suryo. Tolonglah kami menghancurkan
siluman itu." Sukirna mendukung usul Gombloh. Suryo
memandang keduanya, mulutnya tersenyum manis. Akan
tetapi sebelum dia menjawab telah didahului oleh Gombloh
kembali. "Kita bertiga dapat mengejar siluman itu bersama. Nanti
kalau saya dan Kirna kalah, barulah saudara Suryo
membantu! Saya ingin mencekik leher siluman itu untuk
membalaskan kematian keponakan?"" Belum sampai
habis bicaranya, Sukirna telah menyaut. "Keponakan calon
isterinya, Narti! He-he-he?"!" Suryo pun tersenyum.
Gombloh mendelik memandang temannya, akan tetapi
kemudian mengangguk-angguk membenarkan. Mereka
bertiga lalu memeriksa bubuk putih yang ternyata adalah
bekas tulang anak-anak. Lalu menguburnya di pinggir jalan,
dan mereka bertiga lalu melanjutkan perjalanan untuk
mencari siluman yang dikatakan oleh Gombloh dan
Sukirna. Tidak berapa lama kemudian ketiganya telah
hilang di balik rumpun bambu di tepian desa. Melanjutkan
pencarian mereka!
-oo0o^dwkz^o0ooBab 3 SEMINGGU telah berlalu, tetapi kedua orang itu tetap
berputaran di dalam hutan yang itu-itu saja! Tidak dapat
keluar dari hutan yang lebat dengan pohon-pohon besar dan
tinggi bagaikan raksasa, berulang kali keduanya ke tempat
yang itu-itu juga. Ini diketahuinya setelah melihat benda
yang terjatuh di tanah, yaitu sebuah tempat tembakau yang
terbuat dari daun mendong!
"Ini dia, tempat tembakaumu yang hilang, kang
Kromo." Sambil menuding sebuah benda yang tergeletak di
dekat akar pohon.
Kromoleo mengamati dengan teliti, lalu mengambilnya.
Benar! Ini adalah tempat tembakaunya yang hilang entah di
mana. Seminggu yang lalu seingatnya dia berteduh di
tempat ini. "Benar katamu, Jod. Kalau begitu kita telah
berputaran di dalam hutan ini. Edaaann"
"Bagaimana baiknya, kang."
"Kita nekat saja! Biarpun malam, kita cari sebuah dusun.
Jodi, kau nanti ke pohon yang tinggi untuk melihat kalaukalau di dekat sini ada perkampungan!"
"Baik, marilah kita lanjutkan sekarang saja." Keduanya
lalu berjalan ke arah utara, melalui jalan setapak di daiam
hutan itu. Ketika hari telah sore, Jodi memanjat sebatang
pohon yang tinggi.
"Betul juga katamu, kang! Itu"..itu".. di sebelah kanan
ada dusun!" Iapun berteriak keras kepada temannya si
Kromoleo yang menanti di bawah.
"Ayoh cepat turun, kita lanjutkan! Nanti keburu gelap!"
teriak Kromoleo. Jodi bergegas menuruni pohon, meloncat
ke dekat temannya. Keduanya berganti arah menuju ke
sebelah kanan, lama sekali mereka berjalan menembus
hutan dan kegeiapanpun telah merambah hutan itu! Malam
telah mendatang! Sambil berjalan menuju ke gerbang
dusun, Kromoleo yang wajahnya agak bersinar gembira
melihat dusun di depannya berkata. "Adi Jodi, malam ini
aku ingin menebus tidurku. Beberapa malam dikeroyok
nyamuk sungguh menjengkelkan!"
"Akupun juga demikian, kang. Semoga saja di tempat ini
ada penginapan yang menyediakan guling! Uahhh"..
lumayan untuk mengobati lelah. Seminggu berputaran di
dalam hutan!" Jodi menyatakan keinginannya. Memang
mereka berdua sangat kompak dalam hal satu itu!
"Ahh, aku merasa malas. Lebih enak makan ayam
panggang dan mengaso, memulihkan tenaga yang hilang
percuma!" "Ayaaaa, sok alim!" Mereka berdua memasuki dusun.
Keduanya mencari tempat untuk menginap, kebetulan di
tengah dusun itu terdapat sebuah penginapan yang agak
lumayan. Mereka memasuki rumah penginapan dan
meminta kamar. Ketika berada di ruang dalam, pengurus
rumah penginapan sedang duduk membaca buku tebal di
belakang meja. "Maafkan kami kalau mengganggu, paman. Kami
berdua minta dua kamar kosong!" Begitu sampai di depan
si pemilik kamar, Kromoleo langsung saja memberitahukan
maksudnya. Pemilik rumah penginapan tanpa menunda bacaannya,
menyerahkan dua kunci. Tangan kiri masih memegang
buku, tanpa bertanya siapa nama orang yang datang
menginap langsung menyodorkan kunci di meja di
depannya. Kromoleo mau bertanya lagi akan tetapi tidak
jadi. Melihat kunci itu telah ada nomornya. Mengambilnya
lalu berdua mencari kamar itu sendiri.
Aneh memang. Kenapa pemilik penginapan itu tidak
mau menunda bacaannya, malahan tidak bertanya sepatah
katapun! Juga tidak menanyakan siapa nama orang yang
menyewa kamar langsung menyerahkan kunci kamar!
Diruangan itu terdapat tempat duduk yang lumayan
banyaknya. Setiap empat kursi, di tengahnya terdapat meja
bundar. Semua ada kalau hanya sepuluh meja. Ketika
malam telah datang, lampu-lampu pun dinyalakan untuk
menerangi semua tempat dan tidak berapa lama kemudian
nampaklah banyak orang berlalu lalang di jalan depan
rumah penginapan itu.
Semua rumah di dusun itu telah menyalakan lampu di
tepi jalan. Para pedagangpun berdatangan menjajakan
semua dagangannya. Sedangkan para penduduk berjalan
hilir mudik, malah banyak yang memasuki rumah makan
dan berbincang dengan rekannya dengan asyiknya di kursi
rumah makan itu. Rumah penginapan yang mempunyai
pungsi ganda dengan membuka rumah makan itu telah
penuh dengan pengunjung. Tiada lagi tempat yang kosong!
Jodi keluar dari kamarnya untuk mencari teman tidur.
Begitu membuka pintu, dia melongo! Entah sejak kapan di
tengah ruangan itu ada lima orang penari yang sedang
beraksi, menghibur pengunjung! Wajahnya cantik-cantik
dengan kulitnya kuning keputihan di bawah sinar
penerangan di ruangan. Jodi mendekat sambil bertepuk
tangan mengikuti irama gending pengiring sambil sepasang
matanya tiada lepasnya mengawasi seorang penari yang
berselendang kuning. Tersenyum menarik, ketika sepasang
mata penari itu bentrok dengan pandang matanya! Penari
itupun tersenyum membalas senyumannya dan menggerakkan tangan seolah menggapainya. "Bolehkah
aku ikut menari?" tanyanya.
Si penari tersenyum manis, mengangguk. Keempat
temannya mundur lalu duduk di dekat penabuh gamelan.
Jodi semakin senang, lalu diapun menggerakkan kaki
tangannya mengikuti irama tabuhan yang dialunkan dan
mukanya tersenyum-senyum menarik hati!
Kromoleo terbangun dari tidurnya. Keluar kamar dan
melihat temannya sedang asyik menari dengan seorang
perempuan cantik. "Keeluuuukukkk?"!" perutnya minta
isi. Dia menoleh ke kanan kiri, mukanya kemerahan
menahan malu. Perutnya sungguh tidak tahu aturan!
Orang-orang sampai menengok mendengar keruyuk dari
perut yang minta diisi! Seorang pelayan lewat, dia lalu
memesan makanan serta meminta pelayan
untuk mengantar pesanannya ke dalam kamar.
"Paman, minta ayam gorengnya satu dan nasi putih satu
porsi!" Si pelayan mengangguk hormat. "Tolong antarkan ke
dalam kamar, paman." Sambungnya cepat. Dia merasa
malu untuk duduk di ruangan itu. Ketika si pelayan berlalu
diapun lalu kembali masuk ke dalam kamarnya,
membiarkan daun pintu tetap terbuka!
Tanpa mengetuk pintu lagi si pelayan masuk dan
menaruh pesanan di meja. Bau ayam goreng menusuk
hidung, menimbulkan selera! Apalagi nasi putih itu masih
mengepulkan uap menandakan bahwa nasi itu baru saja
diangkat dari periuknya. Begitu pelayan membungkuk lalu
meninggalkan kamar, Kromoleo mendekati meja untuk
menyantap ayam goreng serta nasi putih yang panas
menimbulkan selera makan dan menggugah cacing dalam
perutnya. Ketika Kromoleo membawa ayam goreng untuk
dimakan, di depan mulutnya terdengar tawa mengikik
secara tiba-tiba "hik-hik-hik-hik?"!". Dia memandang
ayam itu., "Seeee?". taaaannnn"..!" kedua tangannya bergerak
melempar ayam goreng!
"Dukk! Dukk!" ayam goreng yang terlempar menyentuh
lantai, mental dua kali.
"Ihh-hik-hik-hik".. kikikikik"..!" Tiba-tiba ayam itu
berubah menjadi kepala manusia dan tertawa mengikik
menyeramkan. Tanpa ampun lagi Kromoleo tersurut
mundur dua langkah ke belakang dan tubuhnya meng-gigil,
sepasang matanya terbelalak tidak percaya akan apa yang
dilihatnya barusan! Akan tetapi kikik tawa kepala itu
dengan sepasang matanya yang mengawasinya, membuatnya ketakutan setengah mati dan". diapun lalu
rnengambil langkah seribu!
"Bressssss! Dukkk!" Ketika baru saja tiba di depan pintu
kamar tubuhnya telah tertabrak sesuatu. Keduanya
terpental kembali! Ternyata ketika Kromoleo lari karena
ketakutan, dari luar juga datang Jodi yang berlari menuju ke
kamarnya. Tanpa ampun lagi keduanya saling tabrak dan
tubuh mereka terlempar ke belakang, saking kerasnya
tubrukan itu! "Seeeeee?". taaaannnnnn?".!!"
Hampir berbareng keduanya berteriak serta berusaha
untuk bangun. Berlari kembali dan "duukkk!" kembali
terjadi tabrakan! Saking gugup dan takutnya, keduanya
tidak dapat mengontrol diri mereka. Tabrakan yang kedua
kalinya ini menyadarkan keduanya. Lalu bersi-cepat mereka
lari keluar dari rumah penginapan !
"Hi-hik-hi-hik-hi-hik-hi-hi?"..!" Terdengar suara tawa
kekeh banyak sekali keluar dari mulut banyak orang.
Membuat Kromoleo dan Jodi menengok ke belakang
dan".. merekapun berlari sipat kuping ke depan!
"Brakkk! Gedebukkk!" Tubuh mereka telah melanggar
pagar dan terbanting di jalan, bergulingan beberapa kali.
Bangun dan berlari pergi. Menabrak beberapa orang serta
dagangan para pedagang di pinggir jalan. Akan tetapi
anehnya semua yang tertabrak tidak terjatuh! Mereka
berdua seakan-akan menabrak bayangan saja. Membuat
keduanya makin ketakutan dan berlari sipat kuping!
Berulang kali saling tabrak ketika ada di persimpangan
jalan, agak nya salah pengertian!
Ketika Kromoleo lari ke kiri, Jodi malah membelok ke
kanan. Mengetahui salah arah, keduanya membalik lagi
untuk bergabung! Dan tanpa ampun lagi keduanya
bertabrakan. Terpental ke belakang, lalu berusaha bangkit
untuk berlari kembali akan tetapi, saking takutnya kembali
mereka berdua saling bertabrakan kembali!
"Ke".. ke?" an sa". san". ka-ka-kang!" Jodi
berusaha untuk bicara. Memberi tahu arah keluar dari
dusun! Kromoleo juga memandang keluar dusun. Lalu
hampir berbareng berdiri dan berlari menuju pintu gerbang
desa! "Brakkk! Brusss"..! Blekkkk!" Kembali mereka berdua
menabrak dinding kayu yang tebal. Ternyata yang disangka
gerbang desa adalah dinding sebuah rumah yapg kokoh!
Pandang mata Kromoleo dan Jodi telah berubah.
Bagaimana bisa terjadi demikian" Keduanya juga tidak bisa
mengerti sebabnya! Suara tawa terkekeh itu masih terdengar


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jelas di telinga mereka membuat mereka semakin bingung.
"Tooooobatttt?" Duh Gusti?" tolonggg!"
Akhirnya tanpa sadar Kromoleo menyebut nama
kebesaran Asma Penguasa Alam Semeta! Terjadilah
keanehan! Tiba-tiba saja Kromoleo dan Jodi dapat melihat
jelas jalan untuk keluar dusun. Sebetulnya mereka berdua
sudah berada dekat dengan pintu gerbang. Entah
bagaimana keduanya malah menabrak dinding rumah
orang" Tanpa ayal lagi keduanya lalu berlari keluar dari dusun
itu akan tetapi kembali. jatuh bangun berulang kali.
Akhirnya mereka berdua dapat memasuki hutan.
"Aduuhhhhh?"!!"
Jodi terlempar ke depan dan jatuh tengkurap di tanah.
Kepalanya merasa seakan-akan pecah terkena batu yang
menonjol dari tanah. Napas nya ngos-ngosan bagaikan
sebuah lokomotif yang menyeret gerbang kereta terlalu
banyak! Sebuah tangan memegang pundaknya!
"Seee?" taannnn?"! Tooooloooonggggg!!" Jodi
berteriak sekuatnya, mencoba berdiri lalu kembali dia
berlari sekuatnya ke depan dan".. "Dukkkkk!!" tubuhnya
kembali terlempar ke belakang! Diam tak bergerak lagi,
pingsan! Kromoleo yang memegang pundak Jodi juga
terkejut, ikut lari ke depan. Kromoleo sadar setelah
menyebut Asma Allah. Maka ketika dia melihat Jodi
kembali menabrak pohon serta terpental ke belakang, dia
segera maju memburu. Melihat temannya pingsan,
Kromoleo bertambah panik. Lalu
berusaha untuk menyadarkan Jodi. Ketika mendengar suara ranting patah,
Kromoleo menoleh terlihat tiga sosok bayangan kehitaman
mendekatinya! "Tooooo?" loooooo?" to o longggg!"
Kromoleo menjerit keras sekali. Nyalinya telah melayang
pergi meninggalkan tubuhnya melihat sosok bayangan putih
melayang mendekati dirinya, diikuti oleh dua sosok
bayangan hitam! Habis berteriak Kromoleo terjengkang ke
belakang dan". diam tak bergerak lagi! Ternyata
Kromoleo menyusul temannya, pingsan!
Suryo, Gombloh, serta Sukirno mengelilingi kedua tubuh
yang tergolek di tanah. Suryo berjongkok memeriksa
keduanya. Menarik napas lega ketika mengetahui kedua
orang itu hanya pingsan saja. Lalu mengambil air untuk
kedua orang itu. Tak berapa lama kemudian kedua orang
itu sadar. Jodi yang pertama kali membuka mata. Begitu
kelopak mata terbuka dia melihat bayangan putih yang
samar-samar. "Seeee?"seeetaannnn?". tolonggggg!"
teriaknya keras, berusaha untuk bangun kembali. Lalu
melarikan diri dari bayangan putih yang telah berdiri di
dekatnya. Jodi agaknya belum sepenuhnya tersadar dari
keadaannya yang tercekam oleh ketakutan tadi! "Blueeekkkk!!" Tubuhnya menabrak sesosok tubuh di
depannya. "Tenang! Tenang saudara, sabar dulu. Kami akan
berusaha untuk menolongmu!" Sukirna memegang kedua
pundak Jodi yang tadi menabraknya ketika hendak
mencoba melarikan diri!
"Dia?" diiii?" diaaaaa"..!!" Sambil menunjuk ke
arah Suryo Lelono yang berpakaian putih yang berdiri
tenang di belakangnya. Jodi tidak berani menoleh, hanya
ujung jarinya saja yang menunjuk-nunjuk melalui atas
pundak! Ketika itulah Kromoleo juga membuka sepasang
matanya. Mengucek-uceknya sebentar dan memandang
terbelalak tubuh putih. Samar-samar terlihatlah wajah
Suryo di balik kabut yang membubung di pagi hari!
"Aaduuuhhhhh!"
Kedua tangannya menggosok belakang kepala. Ternyata kepalanya tadi terkena batu
tatkala terpental ke belakang di dalam desa itu. Akan tetapi
karena keduanya baru mengalami kejadian yang merontokkan nyali mereka, rasa sakit di tubuh tidak terasa
lagi. Akan tetapi ketika mereka telah lolos dan sadar
kembali serta tidak dicekam ketakutan. Kesakitan akibat
tabrakan serta jatuh bergulingan itu sekarang baru terasa!
Jodi juga mengeluh kesakitan. Setelah tenang kembali,
dengan tubuh yang terasa sakit semua Jodi bersama
Kromoleo lalu bercerita. Mereka berdua saling isi mengisi
dalam bercerita mengenai apa yang dialami keduanya
semenjak mereka berdua tersesat di dalam hutan dan desa
hantu! Suryo, Gombloh dan Sukirna mendengarkan cerita
Jodi dan Kromoleo penuh perhatian. Mereka bertiga tidak
ada yang memotong cerita kedua orang itu. Suryo
mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ck-ck-ck".. sungguh pengalaman yang menakutkan."
tanpa terasa Gombloh menggeser duduknya mendekati
Suryo. Kalau ada apa-apa yang datang, yaitu hantu yang
diceritakan oleh Kromoleo dan Jodi, dia dapat sembunyi di
belakang jago kita dengan cepat! "Menyeramkan sekali!
Hiiiiii, berdiri bulu romaku!" Tangannya memegang leher
di bagian belakang. Ternyata Sukirna juga terbawa hanyut
oleh cerita dan pengalaman Kromoleo dan Jodi yang
menyeramkan itu!
"Hemmm, sungguh menarik cerita ini. Memang kita
semua harus selalu ingat kepadaNya. Mohon dijauhkan
dari godaan setan yang terkutuk serta dijauhkan dari segala
cobaan!" Suryo lalu menerangkan semua petuah-petuah
yang didapatnya dari ayahnya maupun yang diterimanya
dari gurunya Pengemis Alis Putih. Kita harus selalu Eling
dan Ingat akan segala larangan yang telah ditunjukkan serta
menjauhi nya. Hati kita harus selalu tertuju kepada Dia,
mohon untuk dibimbing di jalan yang benar. Jalan yang
menjadi kehendakNya! Waspada selalu akan jalan
kehidupan yang kita tempuh agar jangan sampai kita
terpeleset jatuh di lembah dosa yang ditawarkan oleh setan
yang terkutuk. Tawaran setan melalui segala kesenangan
dan kenikmatan di dunia ini! Empat orang itu
mendengarkan dengan penuh kesungguhan. Mereka takjub
melihat betapa anak muda itu telah dapat memberi
penerangan yang setaraf dengan guru-guru mereka! Malah
lebih mendalam lagi!
Ketika matahari telah bersinar, Suryo mengajak mereka
untuk meneliti keadaan dusun itu! Kromoleo dan Jodi
dengan takut-takut mengantar mereka menuju ke dusun.
Begitu hampir sampai di pintu gerbang, Kromoleo dan Jodi
mendekati pemuda lalu berjalan mepet di tubuh si pemuda.
Suryo menenangkan keduanya. "Jangan takut, kalau
matahari sudah terbit serta dalam keadaan terang, kukira
semua penghuni dusun yang telah menjadi roh halus itu
telah pergi!"
"Tapi?"! Tapi?"!" Keduanya menjawab hampir
berbareng. Masih dalam keadaan ketakutan. Gombloh yang agak
ugal-ugalan sepertinya ingin menggoda!
"Itu dia! Lihat!!" dia berteriak keras di belakang kedua
orang itu! "Tolongggg!" Kedua orang itu menubruk Suryo,
merangkulnya. Meminta pertolongan sipemuda!
Suryo menoleh. Memandang Gombloh dan Sukirna
yang tertawa geli melihat ulah kedua orang itu. Mengetahui
ini, keduanya menjadi malu lalu melepaskan kedua tangan
mereka. Kromoleo Iain berkata. "Tolong ya mas. Jangan
membuat jantung ini copot! Kalau copot ke mana lagi aku
mencari gantinya?"
"Yaaa ke pasar loakan tho kang!"
"Ha-ha-ha?""..!"
Suryo Lelono tersenyum mendengar kelakar Gombloh.
Sukirna juga memegangi perutnya karena sakit menahan
geli hati! "Jangan menggoda lagi. Kita sekarang ini
menjadi kawan senasib sependeritaan. Harus saling bantu
dan saling membesarkan hati!" Suryo berkata sambil
memandang Gombloh. Gombloh lalu meminta maaf
kepada kedua orang itu. Merekapun lalu meneruskan
perjalanan memasuki desa yang ternyata kosong tanpa
penghuni. Rombongan ini memasuki rumah penginapan yang
ditunjukkan oleh Kromoleo dan Jodi. Begitu mereka
memasuki rumah makan. Kromoleo dan Jodi hampir saja
berlari kembali keluar! Untung pundak mereka dirangkul
oleh Gombloh dan Sukirna.
Ternyata di tempat itu penuh dengan tengkorak yang
malang melintang memenuhi ruangan. Ketika mereka
memeriksa seluruh rumah di dusun, ternyata keadaannya
hampir sama semua! Di mana-mana terdapat tengkorak
manusia yang sudah tinggal tulangnya saja. Keadaan
rumahpun telah tidak karuan, penuh dengan sarang labalaba dan debu! Suryo mengajak teman-temannya untuk
mengubur tulang-tulang tengkorak itu. Mereka membuat
lubang lalu mengubur kerangka itu di luar desa. Setelah
berdoa mereka lalu melanjutkan perjalanan !
Suryo menyatakan keheranannya. Bagaimana seluruh
penduduk dusun dapat mati semua di rumah masingmasing dan semua itu disebabkan oleh apa" Semua
pertanyaan ini tak dapat dijawabnya! Empat orang kawan
seperjalanannya
itupun juga terheran-heran melihat kenyataan yang mereka saksikan di dusun itu. Mereka
bertekad untuk mencari jawab dari misteri ini!
Merekapun segera melanjutkan perjalanan mereka.
Kromoleo juga menceritakan sebabnya mereka berdua
sampai di tempat yang mengerikan itu. Begitu mendengar
cerita Kromoleo, Gombloh dan Sukirna saling pandang.
Lalu keduanya juga bercerita mengenai maksud perjalanan
ini! Mereka segera terlibat dalam pembicaraan yang
mengasyikkan sambil berjalan menembus hutan!
-oo0o^dwkz^o0ooBab 4 MENGAPA sebuah desa sampai seluruh penduduknya
terbasmi habis" Pertanyaan yang memenuhi benak Suryo
dan kawannya ini, juga ikut menyeret kita untuk
mengetahui jawabnya!
Baiklah kita mundur sejenak untuk mengetahui latar
belakang pembunuhan yang terjadi pada sebuah desa itu!
Pada suatu hari, seorang pemuda remaja yang ganteng
dengan mengenakan pakaian mewah, memasuki sebuah
desa yang bernama Jatilaya! Langkahnya mantap penuh
gaya, pandang matanya sinis. Bibir yang tipis itu
membentuk senyum seakan mengejek pada apa yang
dilihatnya, pembawaannya yang angkuh itu oleh karena
dia merasa lebih tinggi dari orang-orang lain. Pemuda ini
bukan lain adalah Raden Wirangrong, anak Ki Lurah
Martosulaya kepala desa Manyaran!
Rumah yang paling besar di desa itu, menjadi tempat
tinggal dari adik ayahnya yaitu paman dari Raden
Wirangrong. Adalah rumah milik Ki Lurah Suratimantra
kepala desa Jatilaya yang terkenal berwatak keras dan tegas!
Pemuda tampan ini melangkah menuju ke rumah paling
besar. Ketika bertemu dengan para penduduk yang
berpapasan dengannya serta memberi salam, Raden
Wirangrong hanya tersenyum kecil saja.
"Angin apa yang membawamu datang, Rangrong."
tegurnya. "Angin baik, Paman Suratimantra. Saya sudah kangen
dengan keluarga di sini." jawab Wirangrong cepat.
Akan tetapi pandang mata pemuda itu jelalatan ke sana
ke mari. "Di manakah Adi Danang serta Diajeng Dwiyanti,
kenapa tidak tampak sedari tadi, paman."
"Ha-ha-ha,
adimu Danang sedang berguru ke Semarang." Ki Lurah Suratimantra memberi tahu ke mana
anaknya telah pergi. Lalu melanjutkan, "sedangkan adikmu
si Dwiyanti. Itu, di dalam taman sedang membuang daundaun bunga yang kering!"
Raden Wirangrong menoleh ke kanan. Tampak seorang
gadis jelita berkulit kekuningan memakai pakaian ketat
yang menonjolkan bentuk tubuhnya yang aduuhaaaiiii!
Sepasang mata Wirangrong bagaikan terkena besi sembrani,
tidak mau melepaskan keindahan yang ter-pampang di
depan matanya! "Bagaimana kabar keluargamu. Semua
dalam keadaan baik-baik saja bukan?" Raden Wirangrong
tetap melihat adik keponakannya, tidak mendengar
pertanyaan pamannya itu. Seluruh perhatiannya hanya
tercurah ke arah gadis yang sedang memetik daun-daun
kering di taman, serta pikirannya melayang jauh menembus
ke awang-awang menuju ke sorga ketujuh! Setelah dua kali
pamannya bertanya, barulah dia sadar akan keadaannya ini.
"Ya, paman. Anu".. anu, semua baik, paman."
"Ha-ha-ha-ha, sebaiknya kau cepat-cepat mencari jodoh!
Agar ada yang mengurusimu, Rangrong!"
"Ahh, paman ini ada-ada saja!" jawabnya. "Aku kan


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih kanak-kanak, mengapa terburu-buru untuk berumah
tangga." "Sana kau temuilah adikmu itu! Aku mau keliling dusun
untuk memeriksa keadaan." Ki Lurah Suratimantra berdiri
dan melangkah pergi menuju keluar. Tidak lama kemudian
dia telah lenyap ketutup oleh bangunan rumah di seberang!
Wirangrong dengan cepat meloncat dari tempat duduknya
dan langsung menuju ke taman. Begitu melihat dari dekat,
hatinya semakin tergoda oleh adik keponakannya si
Dwiyanti yang memang cantik jeiita serta menimbulkan
gairahnya. Dengan berindap-indap dari belakang tubuh
Dwiyanti, dia mendekati adiknya itu. Kedua tangannya
bergerak cepat!
"Aih, siapa ini?" jerit Dwiyanti kaget, ketika tahu-tahu
kedua matanya telah tertutup oleh sepasang telapak tangan.
"Ha-ha-ha?" hayo siapa aku" Tebaklah Dwiyanti!"
Dwiyanti seakan mengenal suara ini. Benar, tidak salah
lagi. Ini adalah suara kakak sepupunya. Wirangrong! Anak
uwanya Martosulaya di desa Manyaran. "Ahh, aku tahu.
Ini pasti Kakang mas Wirangrong dari Manyaran! Benar
tho tebakanku ini?"
"Ha-ha-ha?"" Wirangrong melepaskan tangan dari
wajah itu. Seperti tanpa sengaja salah sebuah tangannya
bergerak ke bawah.
"Aihh?"." Dwiyanti menjerit kaget. Bukitnya teraba,
walaupun tidak sengaja. Tangannya bergerak cepat
menutupi dadanya lalu mundur ke samping dua langkah.
Sepasang matanya mengawasi Wirangrong.
"Ada apa, Yanti?"
Dwiyanti merasa malu untuk menjawab. Hanya
mukanya menjadi kemerahan karena darah naik ke
wajahnya. Melihat ini Wirangrong semakin terpesona,
sungguh adik keponakannya ini telah menjadi seorang gadis
yang hebat! Tanpa terasa lagi darahnya cepat sekali karena
pikirannya membayangkan kenikmatan yang akan diperolehnya dari dara jelita yang ada di depannya. Melihat
bentuk tubuh itu, terang adiknya ini mempunyai darah yang
panas! Pikiran ini membuat nya mata gelap! Dwiyanti
semakin ketakutan melihat pandang mata kakaknya
Wirangrong. Seakan dari pandang mata kakaknya dapat
menembus kain yang membungkus tubuhnya. Maka dia
cepat berkata untuk membuyarkan suasana ini. "Ahh,
Kakangmas Wirangrong. Ada keperluan apakah sehingga
membuat kangmas sepagi ini telah berada di sini?"
Wirangrong yang tidak dapat menahan diri lalu
menggunakan aji pameletan pengasihannya! Begitu tangannya merangkul pundak Dwiyanti yang berada di
dekatnya, berkatalah dia. "Anu diajeng, beginii Aku cinta
padamu, diajeng Dwiyanti. Sudah lama sekali aku
menahan rinduku kepadamu!"
Dwiyanti dalam batin tidak membenarkan pernyataan
ini, akan tetapi entah mengapa, dia sendiripun menjadi
keheranan ketika menjawab pula. Seperti ada orang lain
yang meminjam dirinya untuk menjawab. "Benarkah itu,
kangmas. Akupun juga rindu padamu!"
Mendengar jawaban ini, Wirangrong girang sekali. Ilmu
pameletan telah bekerja membuat Dwiyanti tidak kuasa
untuk menolak permintaannya. Malah membalas tak kalah
hebatnya! Tangannya lalu bergerak nakal, meraba ke sana
ke mari. Di pagi hari itu terjadilah sesuatu yang membuat pohonpohon bergoyang ke kanan kiri tanpa ada angin yang
menerpa. Entah berapa lama keadaan ini terjadi" "Iblis
keparat! Kubunuh kau, anak laknat!"
Bentakan menggeledek ini mengagetkan kedua orang
yang sedang asyik masyuk itu! Ternyata Ki Lurah
Suratimantra telah berdiri di dalam taman dengan senjata
terhunus di tangan kanan. Keris itu bergetar-getar, seolah
pemegangnya menahan tenaga yang mau meledak melihat
pemandangan di depannya! Bersicepat Wirangrong mengenakan pakaiannya. Belum sampai dia mengenakan
baju, keris telanjang telah berkelebat mengarah dadanya.
Dengan kaget Wirangrong meloncat mundur untuk
mengelak dari tusukan itu. Melihat tusukan kerisnya
dielakkan dengan mudah, Suratimantra bertambah marah.
Keris pusakanya bergerak bertubi-tubi mengarah nyawa
Wirangrong. Tidak peduli anak muda itu keponakannya
sendiri yang baru saja datang ke desa itu. Karena perbuatan
Wirangrong yang tidak bermoral terhadap anaknya
perempuan satu-satunya, Dwiyanti!
Wirangrong berusaha untuk mengelak, akan tetapi
melihat kemarahan pamannya yang pasti tidak akan reda
kalau belum dapat menancapkan keris itu di dadanya.
Diapun lalu membalas dengan tak kalah sengitnya!
"Plakkk! Dukkk!"
Tangan Suratimantra yang memegang keris tertangkis
serta sebuah tendangan kaki mengenai perutnya. Tanpa
ampun lagi tubuh Suratimantra terlempar ke belakang!
Wirangrong lalu menyambar bajunya lalu meloncat cepat
melarikan diri. Keluar dari desa menuju ke tengah hutan.
Lenyap di dalam kelebatan hutan yang gelap!
Dwiyanti bagaikan disambar geledek ketika tersadar dari
keadaan yang mempengaruhinya! Bentakan ayahnya tadi
telah membuyarkan pengaruh aji pameletan yang dilepas
Wirangrong. Melihat dirinya dalam keadaan telanjang dan
kedua pahanya berdarah, mukanya menjadi pucat seperti
kertas. Terbayang kembali apa baru saja terjadi serta
menimpa dirinya, tanpa terasa air matanya membanjir
keluar di kedua pipinya. Tangannya menyambar kainnya
untuk menutupi tubuhnya sekenanya. Lalu berlari ke
dalam. Terdengar jerit melengking nyaring dari dalam
rumah! Ki Lurah Suratimantra tidak jadi mengejar
Wirangrong yang melarikan diri keluar desa. Kembali lagi
ke dalam rumah untuk melihat apa yang telah terjadi
karena jeritan isterinya itu. Ketika memasuki ruang dalam,
kedua matanya terbelalak! Dia terpaku di tanah bagaikan
arca melihat pemandangan yang terpampang di depannya.
Ternyata anak perempuan satu-satunya, Dwiyanti telah
membunuh diri dengan sebilah keris yang tertancap di
dadanya! Isterinya menggeletak pingsan di samping tubuh
anaknya yang bergelimangan darah yang keluar dari luka!
Tanpa terasa lagi kerisnya terlepas dari tangannya, maju
menubruk ke depan. Bergantian dia memeluk tubuh anak
dan isterinya sambil memanggil-manggil nama keduanya!
Para penduduk desa berdatangan mendengar jerit isteri
lurah mereka. Begitu memasuki rumah mereka terbelalak!
Dengan cepat berusaha menolong serta mengangkat tubuh
ketiga orang itu dan berusaha menyadarkan isteri lurah
serta lurah mereka. Sebagian mengurus jenazah Dwiyanti
untuk dirawat sebagaimana mestinya! Salah seorang warga
lalu memukul kentungan bertubi-tubi. Memberitahu ada
raja pati di desanya! Gegerlah seluruh penduduk desa
Jatilaya ketika mendengar pembunuhan yang telah terjadi
di rumah kepala desa mereka di pagi hari itu!
Ki Suratimantra tersadar dari pingsannya serta melihat
banyak orang telah memenuhi rumahnya. Cepat dia
memberi perintah untuk mengejar keponakannya.
"Seluruh laki-laki desa ini cepat cari keponakanku yang
melarikan diri! Sedangkan para wanita mengurus anak dan
isteriku!" Dia memberi perintah kepada warga desa. Begitu
mendengar perintah ini, seluruh warga kembali pulang
untuk mengambil senjata dan kembali lagi berkumpul di
depan rumah Ki Lurah.
"Ikuti aku! Bunuh jahanam itu kalau bertemu dengan
kalian!" Dia memberi perintah untuk membagi-bagi
penduduk menjadi tiga rombongan untuk mengejar si
Wirangrong yang melarikan diri. Lalu mengejar keluar
desa. Ketika malam telah mendatang berdatanglah para
pencari Wirangrong. Dengan muka kuyu, karena tidak
dapat menemukan pemuda itu. Seluruh hutan telah
diobrak-abrik. Semua jalan menuju desa Manyaran telah
dicegat, akan tetapi tidak nampak seorangpun bayangan
pemuda yang lewat. Kembalilah mereka ke dusun, mungkin
rombongan lain dapat mencegat pemuda itu. Akan tetapi
ketika mereka telah berkumpul semua ternyata tidak ada
yang dapat bertemu dengan si Wirangrong yang telah
membuat aib di desa Jatilaya.
"Besok pagi setelah mengubur jenazah Dwiyanti, kita
bersiap-siap untuk menyerang ke desa Manyaran. Si
jahanam Wirangrong harus menebus aib ini dengan
nyawanya! Kalau dibela ayahnya kita gempur seluruh desa.
Kita balas penghinaan keparat tak bermoral itu!"
"Kami siap membela kehormatan desa!" ujar seorang
tua. Kiranya dia adalah penasehat. desa Jatilaya. "Akan
tetapi, anak lurah kuminta bersabar dahulu. Kukira anak
kurang ajar itu belum tentu berani pulang. Kita tunggu dulu
barang sepekan. Barulah kita datang bersama ke desa
Manyaran!"
Ki Lurah Sumantrimantra mengangguk men dengar
pengarahan ini. "Ya, kita tunggu setelah seminggu lagi!"
Seluruh warga desa Jatilaya berkabung! Keesokan
harinya mengubur jenazah Dwiyanti dengan diiringi tangis
semua wanita yang merasa terharu!
Sedangkan Raden Wirangrong yang melarikan diri
setelah perbuatannya ketangkap basah, tidak berani pulang!
Dia lalu menuju ke Bukit Kelabang. Di mana Dewi
Purbosari bermukim di sebuah istana yang mewah dan
indah! Selama sehari semalam dia terus berlari, begitu
sampai di istana Dewi Purbosari, dia menyelo-nong masuk.
Meratap dan menangis memohon perlindungan dan
pertolongan sang dewi.
"Hi-hi-hi-hik?"! Kalau hanya untuk urusan yang
seperti itu mudah! Serahkan saja semua kepadaku. Tinggal
kau sediakan saja apa yang menjadi kesenanganku! Ihhik".. hi-hi-hik"..!"
"Sendika dawuh, Ibunda Dewi!" Wirangrong bangkit
dari sujudnya. "Mari masuk ke kamarku. Aku akan memberi cara untuk
kaupakai guna menghadapi pamanmu!" Dewi Purbosari
menggapai Wirangrong. Lalu berjalan menuju ke kamar
samping. Wirangrong mengikuti dengan patuh dan
sepasang matanya bersinar melihat tubuh belakang
junjungannya! Tidak lama kemudian dari dalam kamar itu
terdengar pekik kemenangan dari seorang perempuan yang
berlomba memacu kudanya! Disusul dengan lenguhan
panjang, lalu ketawa kekeh kepuasan yang panjang! Tiada
lama kemudian keduanya telah keluar dari kamar itu. Dewi
Purbosari duduk di kursi kencana di tengah ruangan.
Wirangrong duduk bersila di lantai depan sang ratu!
"Plokk-plookkk!" Dua kali Dewi Purbosari bertepuk
tangan. Dari luar masuklah Rati dan Sundari, dua orang
dara yang cantik jelita dengan kulit tubuh yang putih
kekuningan dibungkus kain ketat yang menonjolkan
lekukan tubuhnya.
"Hamba berdua menanti perintah, Ibunda Dewi."
Hampir berbareng kedua dara itu berkata setelah
menyembah memberi hormat. Keduanya tahu bahwa ada
tugas penting yang mesti dilakukan. Tepukan tangan itu
menjadi tanda untuk suatu tugas khusus buat mereka.
"Kalian berdua ikuti ke mana Wirangrong membawamu!"
"Sendika dawuh, Ibunda Dewi." Wirangrong menyembah mohon diri. Mereka bertiga lalu keluar dari
istana dengan menggunakan ilmu berlari cepat dalam waktu
sehari saja ketiganya telah tiba di tempat yang dituju.
Memang kedua dara, Rati dan Sundari mempunyai ilmu
kesaktian yang tinggi sekali. Tangan Wirangrong ditarik
oleh keduanya dari kanan kiri. Bagaikan dibawa terbang
saja tubuh Wirangrong terangkat serta dibawa berlari.
Dalam waktu singkat tatkala matahari terbenam mereka
telah sampai di luar desa Jatilaya.
"Raden harap menanti di sini! Kami berdua akan
menjalankan perintah Ibunda Dewi. melepaskan raden dari
kesukaran yang akan menimpa diri raden!" Rati menyuruh
Raden Wirangrong untuk menanti di dekat pohon.
"Harap kalian berdua berhati-hati! Kukira seluruh
penduduk dusun dalam keadaan siaga!"
"Hi-hi-hik".! Raden tidak perlu khawatir!" Rati lalu
mengajak temannya. "Sundari, ayo pergi!" begitu lenyap
gemanya, tubuh Rati telah melayang ke atas cepat sekali.
Sundari menyusul, kakinya menjejak tanah dan tubuhnya
bagai dilontarkan telah terbang menyusul Rati. Keduanya
dalam sekejab telah hilang ditelan kegelapan hutan!
Wirangrong menanti tidak terlalu lama. Tiba-tiba berkelebat
dua bayangan di depannya ternyata Rati serta Sundari telah
berdiri di depannya dengan tersenyum manis. "Kita
menanti sampai besok pagi, raden. Mari kita mencari
tempat untuk melewatkan malam!"
"Daarrrrr!"


Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suara geledek memekakkan telinga, menggelegar keras sekali disusul jatuhnya hujan yang
bagaikan dicurahkan dari langit! Ketiganya lalu berlarian
menuju ke tempat teduh! Karena derasnya air hujan
membuat ketiganya basah kuyub!
"Kita menuju ke goa di depan. Aku tahu jalannya,
mari!!" Wirangrong berlari di depan. Dalam curahan hujan
mereka nekad mencari goa yang dikenalnya. Dia mengenal
keadaan di hutan ini karena ketika masih kecil dia suka
bermain petak umpet dengan Danang dan Dwiyanti!
"Hemmm?" dinginnn!!" rintih Rati. Wirangrong
menuju ke dalam goa. Ternyata dia mengambil kayu kering
lalu menumpuknya. Tidak berapa lama kemudian api yang
besar telah menyala menghangatkan isi goa. Wirangrong
membuka bajunya untuk diperas dan didekatkan ke api.
Melihat ini, Rati lalu membuka pakaiannya sendiri ikut
pula mendekati api, tubuhnya bagaikan bersinar terkena
cahaya api unggun. Wirangrong yang melihat ini menjadi
buas! Tanpa mengeluarkan sepatah katapun ia lalu menubruk
maju. Rati terpekik kecil, akan tetapi diapun membalas
sergapan Wirangrong dengan sama binalnya, terjadilah
pergulatan yang sengit dalam cahaya api unggun depan goa
itu. Sundari juga memeras kainnya sambil mengawasi kedua
orang yang sedang beradu jurus kemesraan itu. Suara pekik
kecil berulang kali terdengar. Membuat darahnya
menggelegak seakan membakar tubuhnya. Maka tanpa ragu
diapun maju menyerang ke arah dua orang yang sedang
bertanding, menyerang Wirangrong dengan jurus-jurus
pilihan! Rati mengundurkan diri melihat rekannya maju
menggantikannya. Sepasang matanya bercahaya melihat
jurus-jurus yang dikeluarkan Sundari! Tanpa terasa lagi
tangannya bergerak-gerak liar. Ketika mendengar keluhan
Sundari, diapun mengeluh panjang pendek disertai dengan
gerakan tangan semakin liar! Seakan teringat sesuatu,
Ratipun berdiri dan mengambil segengam tablet kekuningan
dari sebuah bungkusan. Lalu mendekati Wirangrong serta
memasukkan tablet itu ke mulut. Tiada lama kemudian
seluruh bulu-bulu di tubuh berdiri tegar sekali! Wirangrong
menjadi perkasa laksana sebuah tonggak terbuat dari baja!
Melawan gempuran yang silih berganti dari Rati dan
Sundari yang datang menggebu menerjangnya! Sudah
berapa kali mereka mengadu kekuatan, akhirnya hujan pun
reda. Ketiganya pulas di dalam goa! Matahari telah naik
tinggi. Tercium bau daging yang dipanggang menggugah
selera, membuat Raden Wirangrong terbangun. Mengeluh
karena tulang-tulangnya telah lolos dari tubuh! Dua ekor
ayam panggang telah memasuki perutnya untuk sarapan
pagi. Kedua dara itu memandangnya penuh arti!
"Mari kita menuju ke tempat itu, melihat keadaan desa
Jatilaya!" Rati mengajak Raden Wirangrong untuk
memeriksa desa Jatilaya!
"Aaa". adduuuu".. uuuhhhh".!" Sambil berusaha
bangkit Wirangrong merintih. Melihat keadaan pemuda itu,
Rati dan Sundari saling pandang! Tersenyum lalu
menggandeng dengan merangkul Wirangrong!
"Ck-ck-ck".!" Wirangrong berdecak kagum melihat
hasil kerja Rati dan Sundari di desa Jatilaya.
"Sekarang tidak akan ada yang mengganggu raden!"
"Benar. Raden bebas dari kurcaci-kurcaci ini!" Sundari
menimpali temannya.
Raden Wirangrong bergidik. Diantara senang terbebas
dari kemarahan pamannya, dia juga ngeri melihat
pembunuhan yang dilakukan oleh kedua pelayan Dewi
Purbosari ini. "Bagaimana mereka dapat tewas secara berbareng?"
tanyanya. "Hi-hi-hik"..! Mudah saja, raden!"
"Kami berdua tinggal menyebar bubuk pemberian
Ibunda Dewi. Semua gentong serta makanan yang berada
di desa ini tercemar oleh bubuk beracun kami. Siapa
memakan makanan maupun minum air di tempat ini, pasti
binasa. Hi-hi-hik:"..!"
Raden Wirangrong lalu mengajak keduanya untuk segera
meninggalkan desa. Sambil tersenyum manis Rati dan
Sundari memapahnya. Lalu membawanya melayang cepat
pergi dari tempat itu! Hanya anak laki-laki tunggal dari Ki
Lurah Suratimantra yang lolos dari maut! Danang sedang
mencari ilmu kepandaian di Semarang akan tetapi ketika
pemuda ini pulang ke desa. Yang ditemuinya hanyalah
tulang-tulang yang berserakan di seluruh rumah di desa
Jatilaya! Dengan penuh dendam dia bercerita tentang
pengalamannya kepada gurunya. Memohon bantuan
gurunya untuk menyelidiki siapa yang begitu kejam telah
membunuh seluruh penduduk desa itu! Itulah yang terjadi
di desa Jatilaya. Di mana-mana tulang-tulang tengkorak
memenuhi rumah-rumah penduduk di seluruh desa! Yang
dalam semalam telah terbasmi oleh anak buah Dewi
Purbosari! -oo0o^dwkz^o0ooBab 5 "HA-HA-HA-HA?"" mau lari ke mana kau"
Menyerahlah saja kau Danang! Aku tidak akan
membunuhmu!" Teriaknya lantang. Danang dan isterinya
semakin mempercepat lari kudanya, cambuk di tangan
dilecutkan berulang-ulang.
Sambil berteriak-teriak
menghardik kudanya.
"Hiyaaakkkkkk?" hiyaakkkk!" Kuda yang dinaiki
Raden Wirangrong semakin dekat! Suara kaki kuda yang
berlari datang telah terdengar nyata di telinga keduanya.
Ketika Danang menengok dia semakin terkejut! Ternyata
kuda berbulu coklat itu berlari kencang sekali seakan
keempat kakinya tidak menginjak tanah, melayang ke
depan, menimbulkan debu yang mengepul tebal di
belakang! "Kau larilah dulu, diajeng. Aku akan berusaha
mencegahnya!" Danang menyuruh isterinya Sawaliyah
untuk melarikan diri terlebih dahulu! Akan tetapi isterinya
membantah. "Tidak! Mati hidup kita tetap bersama! Kakang, aku
tidak mau berpisah darimu!"
"Jangan diajeng. Kau dapat membalaskan dendamku.
Kalau diajeng lolos dari penjahat terkutuk itu serta
melaporkan semua ini kepada guru!"
"Tidak! Lebih baik kakangmas saja yang cepat pergi
melapor guru. Aku akan mengadu jiwa kepada keparat itu!
Membalaskan sakit hati seluruh penduduk desa kakang dan
ayah bunda kakang Danang yang terbasmi oleh kejahatan
ibiis keparat itu!" Sawaliyah nekat mempertahankan
Bentrok Para Pendekar 4 Darah Dan Cinta Di Kota Medang Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Romantika Sebilah Pedang 9

Cari Blog Ini