Ceritasilat Novel Online

Tongkat Rantai Kumala 1

Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin Bagian 1


"Tongkat Rantai Kumala - SerulingKumala
Tongkat Rantai Kumala (Kim Lan Pay)
Terjemahan : Oh Chung Sin
Jilid 01 Tongkat Rantai Kumala (Kim Lan Phay)
MALAM gelap telah membuat batu aneh yang berupa
kepala manusia di puncaknya gunung Kie-ling di daerah
Bong-san berobah seram tampaknya seolah-olah setan
penunggu disitu yang selalu siap mau menerkam
mangsanya. Mendadak terdengar siulan panjang seperti orang yang
meminta pertolongan telah memecahkan kesunyian, dari
sela-sela pegunungan terlihat seorang Tosu imam sedang
lari ke arahnya puncak gunung Kie-ling dengan kecepatan
yang luar biasa. Tosu yang bermuka kurus dan pucat ini begitu sampai di
atas puncaknya gunung Kie-ling sudah segera
mengeluarkan Rantai Kumala hitamnya dan menotol mata
kirinya batu aneh berkepala manusia tadi sambil berkata.
"Cie Gak dari Cee-thian-koan digunung Hoa-san datang
untuk menemui Bong-san Supek."
Setelah berulang kali ia meneriakinya masih tidak
mendapat jawaban juga, sambil menghela napas ia berdiri
menjublek. Saat itu kupingnya mendadak telah mendengar tertawa
dingin dari beberapa orang, dengan cepat ia membalikkan
kepalanya dan dilihatnya di belakang dirinya ada berdiri
enam orang sutenya (adik seperguruan).
"Sute!" ia berseru memanggil.
Jawabannya ..." Segera ia merasakan adanya sambaran angin dingin yang
mengarah dirinya, enam orang tadi dengan berbareng
menyerang padanya. Mereka telah mencar menjadi dua rombongan dengan
beringas mereka mengawasi kepadanya. Ia tidak berdaya
dan menggigil karena gusarnya. Mukanya dari pucat pasi
telah berobah menjadi biru, sambil mengangkat tinggi
Tongkat Rantai Kumalanya, ia membentak.
"Biarpun kalian tidak mengakui aku sebagai ketua partai
lagi, tapi terhadap Tongkat Rantai Kumala yang menjadi
pusaka partai kita ini apa kalian masih tidak menaruh
hormat juga?" Baru saja ia selesai mengucapkan kata-katanya atau
suatu gelombang angin pukulan telah mendaparnya, tangan
kanannya telah tergetar dan tongkat Rantai Kumalanya
terlepas dari cekalannya.
Enam orang yang mengurungnya itu tiba-tiba menjadi
kaget dan tidak meneruskan serangannya karena dari atas
batu aneh berkepala manusia tadi telah lompat turun
seorang tinggi besar yang telah menutup seluruh mukanya
dengan kerudung kain hitam dan sudah mendahului mereka
merampas Tongkat Rantai Kumalanya yang mengandung
rahasia. Tongkat Rantai Kumala yang terdiri dari tujuh untai
kumala hitam yang disambung-sambung menjadi satu itu
adalah tongkat pusakanya Hoa-san-pay yang telah
menyimpan semua kepandaian ilmu silat partainya.
Tongkat ini turun temurun terjatuh ke dalam tangannya
ketua partai mereka dan akhirnya sampailah ke dalam
tangannya Cie-Gak sebagai ketuanya yang baru.
Tapi baru saja ia menjabat ketua partainya, karena
kepandaiannya yang kurang sempurna, sehingga terjadi
perpecahan dalam partai, dan menyebabkan ia dikejar-kejar
oleh enam orang sutenya hingga akhirnya ia lari ke atas
gunung Kie-ling yang menyeramkan ini.
Sesaat kemudian hanya terdengar ketawa dinginnya
seorang tinggi besar tadi dan lenyaplah tongkat pusaka Hoasanpay yang mengandung rahasia itu.
Kejadian yang tak diduga ini telah membuat enam orang
yang tadi mengejar-ngejarnya menjadi melenggak, dengan
hampir berbareng mereka membentak dan meninggalkan
Cie Gak yang tidak berdaya untuk mengejar orang tinggi
besar tadi turun dari puncak gunung Kie-ling.
Sekarang hanya ketinggalan Cie Gak si ketua Hoa-sanpay
yang menyandarkan dirinya di bawah batu aneh
berkepala manusia, dengan lesu ia menghela nafas dan
berkata sendirian, "Nama harumnya Hoa-san-pay habislah
di bawah tanganku yang tidak berguna ... "
Lalu perlahan-lahan menujukan langkahnya ke ujung
tebing. Tapi baru saja ia berjalan beberapa tindak atau di
belakangnya sudah ada orang yang mendatangi ke arahnya
lagi, dengan cepat ia membalikan mukanya dan terlihat
olehnya seorang tua pendek dengan rambutnya yang awutawutan
sedang memandang ke arahnya. Begitu melihat
siapa orang tua pendek ini, ia sudah segera memberikan
hormatnya dan berkata, " Kiauw supek kau telah datang
terlambat hingga Tongkat Rantai Kumala sudah dirampas
orang." Si orang tua pendek menjadi kaget, mendadak ia lompat
maju kedepan mencekal pergelangan Cie Gak, sambil
menggoyang-goyangkannya ia sudah membentak kepada
ketua Hoa-san-pay yang seperti sudah tidak bertenaga ini.
"Bagaimana Tongkat Rantai Kumala dapat dirampas"
Lekas ceritakan jalannya kejadian."
Cie Gak dengan air mata bercucuran telah menceritakan
bagaimana kejadian yang baru saja dialaminya.
Orang tua pendek tadi mendadak melepaskan
cekalannya karena Cie Gak sudah berontak meloloskan
dirinya dan berkata dengan suara berduka, "Karena ini, Cie
Gak mana ada muka untuk berkecimpung di dunia Kangouw
lagi?" Lalu ia melesat setinggi tiga tombak dan menerjunkan
dirinya ke dalam jurang yang curam, dari puncaknya
gunung Kie-ling yang masih diliputi oleh kegelapan itu.
Ketua partai Hoa-san turunan yang ke-dua puluh lima
dengan cara ini telah menamatkan riwayatnya sendiri dan
telah menjadi buah tutur orang-orang selama tiga tahun
lamanya. I. SUMUR KEMATIAN WAKTU telah menjelang pagi, bunyi lonceng yang
dipukul tidak henti-hentinya telah menggema di Kui-inchung,
perkampungan Kui-in di bawah puncak gunung Kieling
di daerah Bong-san. Kemudian ribuan burung dara putih mulai menerjang
awan dan terbang pergi seolah-olah mau menutupi Kui-inchung
dari bunyi lonceng yang dibunjikan demikian pagi
itu. Inilah lonceng "Dara Putih", yang ditabuh sambil
melepaskan ribuan burung dara putih sebagai tanda Kui-imchung
dilanda bahaya. Lebih dari tiga ribu tamu yang menginap di Kui-in-chung
sudah menjadi tidak mengerti mendengar dipukulnya
lonceng "Dara Putih" tidak henti-hentinya. Soal apakah
yang telah menggetarkan Kui-in-chung.
Para tamu yang tersebar luas di sekitar perkampungan itu
sudah mulai pada keluar dari masing-masing tempat
menginapnya dan menuju ke suatu tempat berkumpul yang
dinamai "Ruangan-persahabatan". Sebentar saja seluruh
ruangan-persahabatan ini sudah
penuh dengan bermacam-macam orang, tidak perduli
Tosu atau Hweshio, orang gemuk atau kurus, berpakaian
tani, atau nelayan dan sampai pengemisnya juga tidak ada
satu yang berani membuka suaranya. Dari wajah mereka
telah terlihat akan kebingungannya, mereka sedang
menanti-nanti kedatangannya pemilik Kui-in-chung si
"orang dermawan" Lee Thian Kauw.
Tidak lama, lonceng dipukul lagi kedua kalinya, tampak
dua belas anak penjaga pintu dengan pakaian yang seragam
memasuki ruangan-persahabatan dan berbaris membuka
jalan dengan tindakan yang rapih sekali. Setelah dua belas
anak penjaga pintu tadi masuk disusul lagi dengan delapan
pengawal rumah yang mendahului dan berdiri di depannya
dua belas anak penjaga pintu tadi.
Para tamunya Kui-in-chung tahu sesudahnya mereka
tentu muncul lagi empat pengurus kampungnya dan yang
terakhir baru masuk si Orang dermawan Lee Thian Kauw
yang menjadi majikan mereka.
Tapi setelah ditunggu-tunggunya sekian lama masih
belum muncul juga Kim, Phang, Lauw, dan Kui yang
bertugas empat pengurus kampung. Diantara tiga ribu tamu
disitu sudah ada yang mulai menduga-duga, di ruangan
persahabatan itu sudah mulai terdengar mendengungnya
suara kasak kusuknya mereka.
Dan pada waktu inilah lonceng telah dipukul untuk
ketiga kalinya, ini kali suara lonceng ada sedikit berbeda, ia
tidak dipukul sekeras tadi, tapi terlebih lama menggemanya
di angkasa. Bunyinya seolah-olah pada ada mengandung
kesedihan, hingga para tamu rata-rata melongo karenanya.
Suasana di dalam ruangan persahabatan telah menjadi
berubah seperti dirundung malang, muka mereka pucat,
perasaaan mereka tegang. Dalam hati mereka semua
berpikir, "Apa sumur kematian mulai meminta korbannya lagi?"
"Katanya empat orang sudah menjadi korbannya lagi"
"Siapa?" Sewaktu mereka sedang repot memikirkan, mendadak
terdengar satu suara yang memecah keramaian.
"Cungcu telah tiba."
Para tetamu pada mengunjuk hormatnya.
Terlihat seorang bermuka putih dengan badannya yang
tinggi besar tegap sedang berjalan dengan gagahnya. Di
belakangnya orang ini terdapat seorang anak laki-laki yang
mengikutinya, usianya kira-kira empat belas tahun.
Sebagaimana biasanya, para tetamu sudah mulai dengan
pekikan nyaringnya lagi, tetapi mendadak orang tadi sudah
mengulapkan tangannya mencegah perbuatan mereka
sekalian. Setelah mana ia menoleh ke belakang dan
menggapai ke arah ke empat orang pengikutnya.
Ke empat orang termaksud lantas datang menghampiri
delapan pengawal rumah, di tangannya membawa peti
merah yang kemudian diletakkan di hadapan mereka.
Para tetamu menjadi semakin heran lagi.
"Mengapa Kim, Phang, Lauw, Kui, keempat pengurus
kampung disini masih belum kelihatan datang juga?"
Demikian dalam hati mereka bertanya-tanya.
Orang berbadan besar tadi matanya menyapu ke arah
para tamu lainnya, dengan mencoba tertawa ia berkata.
"Aku yang rendah disini menghaturkan maaf sedalamdalamnya,
karena telah mentelantarkan para tamu sehingga
menunggu sekian lamanya."
Tiga ribu tamu dengan hampir serentak menjawab.
"Mana bisa kami sesali" Kami sudah cukup
berterimakasih pada Chungeu yang telah memelihara
kami." Setelah berkata para tamu sudah pada mengunjuk
hormatnya kepada Chungeu dari Kui-in-chung itu.
Pada waktu ini diantara tamu-tamu tadi telah terdengar
suaranya seorang yang tertawa terbahak-bahak.
"Kui-in-chung dari daerah Bong-san telah terkenal lama,
tidak tahunya hanya ini saja yang dipertunjukkan" Aku si
tua pendek tidak dapat melihatnya lagi sampai disini saja
aku mohon berlalu." Semua orang segera menujukan pandangan matanya ke
arah suara tadi dari dilihatnya seorang tua pendek dengan
rambutnya yang awut-awutan sudah mulai mau
meninggalkan Ruangan-persahabatan dengan mulut masih
mendumel terus. Di dalam ruangan itu juga ada enam pasang mata kejam
yang sedang melihatnya secara sembunyi, tapi dalam hati
mereka diam-diam pada mengeluh.
"Celaka, jika ia juga turut datang ke sini ... "
Si Orang dermawan Lee Thian Kauw tidak nyangka
sama sekali si orang tua pendek itu bisa berkata demikian,
mula-mula memang membuat ia gusar, cepat sudah dapat
menunjukan senyumannya lagi dengan suara yang nyaring
ia berkata. "Inilah memang kesalahanku yang rendah, harap
saudara suka menahan dulu langkah yang diambil secara
terburu-buru." Orang tua pendek tadi mendengar kata-kata ini lantas
menghentikan langkahnya dan tertawa.
"Nama besarnya Lee Thian Kauw memang tidak
percuma, aku si tua pendek sesungguhnya merasa sangat
kagum. Tapi, Lee Thian Kauw, mengapa kau memukul
lonceng tanda kesedihan dalam perkampunganmu?"
Lee Thian Kauw anggukkan kepalanya, dengan
sungguh-sungguh ia berkata.
"Lonceng itu hanya dipukul untuk mengumpulkan
orang-orang dari perkampungan kami bila dilanda bahaya
... " Sampai disini ia telah menghentikan katanya sejenak,
kemudian dengan bercucuran air mata meneruskan lagi
ceritanya, "Para saudara yang datang dari jauh mungkin
tahu bahwa Sumur kematian di Pekarangan terlarang sudah
mulai meminta korbannya lagi. Hanya waktu semalaman
saja. Kim, Phang, Lauw, Kui yang menjadi pengurus
kampung kami yang sudah terkenal akan kepandaiannya
telah terbinasa semua."
Ruangan persahabatan sudah menjadi sepi karena tidak
ada yang bicara, tiga ribu muka sudah menjadi berubah
mendengar ceritanya. Terlihat Lee Thian Kauw sudah mengulapkan tangannya
lagi memanggil empat pengiringnya yang membawa peti
merah tadi. Mereka sudah maju dan membuka tutupnya
peti. Kini telah terbentang di hadapannya tiga ribu tamu
tadi satu pemandangan yang mengerikan sekali, empat
kepala manusia sudah tidak dapat dikenalinya lagi adalah
isinya peti merah tadi.

Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi herannya si orang tua pendek tadi yang melihat ini
malah menjadi tertawa. "Lee Thian Kauw, janganlah kau menjual obat disini,
apa hanya dengan empat kepala orang kau sudah dapat
membikin sudah urusan sampai disini?"
Kata-kata ini telah mengagetkan lagi semua orang,
semua masih tidak mengerti akan maksud sebenarnya katakatanya
ini. Waktu itu salah satu orang yang tidak dapat
menahan sabarnya sudah bertanya.
"Mendengar kata-katamu ini, apa kau telah mengetahui
urusan ini" Dan beranilah masuk ke dalam sumur
kematian?" Orang tua pendek itu mendelikan matanya, dengan
nyaring ia menjawab. "Apa" Kau berani menghina aku" Pernahkah aku takut
kepada sesuatu?" Melihat kegalakannya orang tua pendek ini, si penanya
tadi lantas robah sikapnya, ia coba membaiki.
"Aku harus memuji kepada kau si orang tua yang masih
mempunyai keberanian."
Orang tua pendek itu lalu tertawa bergelak-gelak, sambil
memandang ke arahnya anak kecil yang berdiri
disebelahnya Lee Thian Kauw ia memuji didalam hati.
"Anak ini dengan bakatnya yang sedemikian bagus, jika
bisa mendapat didikannya orang ternama tidak sukar untuk
menjadikan ia sebagai bintangnya dunia Kang-ouw."
Pada parasnya Lee Thian Kauw yang kaku tidak terlihat
perobahan apa juga, hanya matanya tampak bersinar tajam.
Orang tua pendek itu seperti telah tergerak hatinya, ia
balas memandangnya, dua pasang sinar mata kebentrok
menjadi satu dan mengalihkan lagi pandangannya. Masingmasing
telah mengerti sendiri siapa yang menjadi
lawannya. Orang tua pendek itu menganggukkan kepalanya, diamdiam
dalam hatinya berkata. "Dengan persahabatan mengundang tamu" Hanya
membaca buku pengetahuan sebagai ilmu" Chung-cu dari
Kui-in-chung ini kiranya mempunyai ilmu kepandaian silat
yang sukar diukur. Hm, hm, ... Apa bisa jadi ia adanya?"
Memikir sampai disini dengan tidak terasa sudah
mengeluarkan senyuman ewanya, tapi untuk menutupi
kecurigaan orang ia sudah tertawa.
Lee Thian Kauw sudah mengerutkan alisnya dan
menanya. "Dapatkah aku mengetahui siapa nama besar saudara"
Dan jika aku tidak salah saudara tentu mempunyai nama
terkenal juga dikalangan Kang-ouw. Tahukah saudara,
sumur kematian di Pekarangan terlarang dalam Kui-inchung
ini telah lama terkenal" Setiap tahun tentu ia akan
meminta korbannya dengan mengambil salah satu kepala
orang dari perkumpulan kami yang ditaruh dipinggiran
sumur, sedari dahulu belum pernah kami melihat putusan
tubuhnya dari sikorban yang entah lenyap kemana. Dan
kepada siapa saja yang berani memasukinya tidak ada
satupun yang dapat terhindar dari bahaya ... "
Lee Thian Kauw dapat bercerita dengan sedemikian
lancarnya dan telah mendapat perhatian yang sepenuhnya
dari para tamunya. Hanya si orang tua pendek saja yang
menyengir menunjukan giginya, sambil bertepuk tangan ia
berkata. "Ha, apa betul demikian terjadinya" Inilah satu
peristiwa yang mengherankan sekali."
Lee Thian Kauw mukanya merengut.
"Biarpun betul ada orang yang beruntung dapat naik
kembali ke atas sumur, tapi tidak dapat memeperthanakan
nafasnya sampai tiga langkah dan jatuh menggeletak untuk
tidak dapat bangun lagi."
Berkata sampai disini ia berdehem untuk membetulkan
suaranya, kemudian dengan menurunkan nadanya dan
perlahan-lahan meneruskan ceritanya.
"Tidak disangka kali ini ada giliran empat pengurus
kampung kami yang kepandaiannya bukannya
sembarangan yang menjadi korban! Mereka sudah lama
bekerja untuk kepentinganku dan akhirnya harus menerima
kematiannya yang sangat penasaran ini. Bagaimana aku
tidak menjadi bersedih karenanya?"
Lalu dengan meninggikan suaranya secara tiba-tiba ia
telah mengeluarkan pengumumannya.
"Kepada siapa saja yang berani masuk ke dalam sumur
kematian dan menganggap mempunyai kepandaian yang
dapat melebihi Kim, Phang, Lauw, Kui empat pengurus
kampung kami, dipersilahkan masuk untuk melihatnya."
Orang tua pendek tadi setelah mendengar sampai disini
sudah mulai mengerti, dalam hati berpikir.
"Hm, kau sengaya menakut-nakuti orang dengan cerita
isapan jempolmu saja, Apa kau kira dapat menahan orang
untuk memasukinya" Sumur kematian didalam Pekarangan
terlarang itu tentu ada rahasianya, mengapa aku tidak
mencoba masuk untuk memeriksanya?" Setelah ia berpikir sebentar lalu majukan langkahnya.
"Jika ceritanya Chung-cu tadi betul semua, aku si tua
pendek sudah mulai menjadi takut juga ... " katanya sambil
nyengir. Kata-katanya yang terakhir ini telah membuat semua
orang tertawa, air mukanya Lee Thian Kauw yang tadinya
kaku sudah berubah lunak. Tapi baru saja ia mau membuka
mulutnya atau si tua pendek yang cerewet ini sudah menarinarikan
kedua tangannya dan berteriak.
"Tapi aku si tua pendek masih ada satu cara untuk
memaksa orang berani memasukinya."
Suara berisiknya orang-orang tadi sudah dapat ditahan
olehnya, hanya orang yang paling tidak sabaran tadi sudah
menanya lagi. "Dengan cara apa saudara dapat memaksa orang tuasuk
ke dalamnya" Lekas katakan kepada kami yang ingin cepatcepat
mengetahuinya." Lee Thian Kauw membuka lebar sepasang matanya,
sinar matanya yang tajam menatap pada si tua pendek tadi.
Tapi ia tidak menunjukkan kemarahannya karena mukanya
tetap dapat dipeliharan kekakuannya.
Waktu itu si orang tua pendek dengan tingkah laku yang
dibuat-buat sudah berdehem-dehem sampai beberapa kali.
Ada beberapa orang yang tidak sabaran sudah mulai
meneriakinya. "Mengapa kau masih tidak lekas-lekas bicara?"
Orang tua pendek itu sudah memainkan dua pundaknya.
"Gampang saja untuk mengatakannya tapi aku harus
mendapatkan persetujuan Chung-cu dari Kui-in-chung
dahulu." Ada beberapa orang sudah menalangi berkata.
"Siapa kata Chungeu tidak ingin cepat-cepat
membongkar rahasianya sumur kematiannya" Asal saja kau
tidak meminta yang bukan-bukan, Chung-cu tentu dapat
menyetujuinya." Orang tua pendek tadi sudah menegaskan.
"Lee Thian Kauw betulkah kata-katanya saudara ini?"
Lee Thian Kauw memanggutkan kepalanya dengan
curiga dipandangnya orang tua pendek yang aneh ini.
"Hanya hadiah besar yang dapat memaksa orang
mengadu jiwa." Terdengar orang tua pendek tadi berkata.
Semua orang menjadi mengeluh mendengar katakatanya
ini, tapi si tua pendek sudah merobah lagu
suaranya dengan keras berkata.
"Lee Thian Kauw, orang mengatakan kau memiliki
tongkat yang pernah menggetarkan dunia, jika dengan
menggunakan tongkat Rantai Kumala ini sebagai
pancingannya dan dicemplungkan ke dalam sumur sebagai
hadiah kepada siapa yang berani memasukinya, aku
percaya masih ada orang yang berani mengadu jiwa."
Mukanya Lee Thian Kauw sudah menjadi berobah,
hatinya juga menjadi tergetar mendengar kata-katanya
orang tua pendek yang mencurigakan ini.
Diantara sedemikian banyak tamunya juga sudah ada
enam orang yang menyorotkan matanya sinar kebencian ke
arah Chungeu yang mengaku tidak berilmu silat ini.
Tapi sebentar saja Lee Thian Kauw sudah menenangkan
lagi hatinya dengan tertawa ia membantah kata-katanya siorang
tua. "Dari mana saudara dapat mengetahuinya" jangan kata
aku Lee Thian Kauw tidak mempunyai barang ini,
sampaipun namanya tongkat Rantai Kumala juga masih
belum pernah kudengarnya."
Orang tua pendek itu mengawasi padanya, dan tertawa
tergelak-gelak. "Siapa yang tidak tahu bahwa Tongkat Rantai Kumala
yang menjadi pusakanya Hoa-san-pay telah terjatuh ke
dalam tangannya Cie Gak, ketua Hoa-san-pay turunan yang
ke dua puluh lima. Pada, tiga tahun yang lalu karena
keadaan terdesak oleh enam sutenya, diatas puncak gunung
Kie-ling di daerah Bong-san ini tongkatnya telah dirampas
oleh seorang tinggi besar yang tertutup seluruh mukanya
dengan kain. Lee Thian kauw, apa kau masih mungkir tidak
mengetahuinya?" "Kui-in chung selalu siap untuk menerima tamu, naga
dan harimau siapa yang tahu" Itu orang aneh yang menutup
seluruh mukanya memang mungkin sekali datang dari
perkampungan kami tapi jika main sembarang menuduh
aku yang melakukannya, apa tidak takut ditertawakan
orang dunia?" Dengan tenangnya Lee Thian Kauw masih dapat
tertawa. lalu dengan menghadapi para tamunya berkata
dengan suara nyaring. "Diantara tamuku yang telah lama, siapakah yang
pernah melihat aku Lee Thian Kauw mempunyai Tongkat
Rantai Kumala?" Si orang tua pendek tertawa dingin, diwajahnya sudah
terlihat kegusarannya. "Lee Thian Kauw. ada tidaknya hanya kau seorang saja
yang mengetahuinya. Tapi semua orang mengetahui bahwa
kau masih mempunyai itu daun "Leng-ci merah" yang telah
berumur lebih dari seribu tahun jika dengan daun ini
sebagai gantinya pancingan juga tidak mungkin tidak ada
orang yang mau memasukinya."
Si orang tua pendek tetap masih memaksanya, juga
hatinya Lee Thian Kauw menjadi mengeluh, dengan tidak
merubah arah pandangannya ia memanggutkan kepalanya.
"Ini memang satu soal yang tidak dapat dipungkiri tapi
siapakah orangnya yang berani mencoba memasukinya?"
Si orang tua pendek membuka mulutnya yang lebar.
"Daun "Leng-ci merah" dapat menghidupkan kembali
orang yang baru-mati hanya memakan seiris saja sudah
cukup untuk menambah panjang umur manusia, maka
didalam dunia Kang-ouw sudah terang orang ingin
melihatnya. Rahasia sumur kematian di pekarangan
terlarang dari perkampungan Kui-in-chung juga tidak
mungkin dapat menahan daya penariknya daun "Leng ci
merah tadi." Lee Thian Kauw tertawa dingin.
"Daun Leng-ci merah" yang tidak dapat dinilai
harganya mana dapat gampang dimasukan ke dalam sumur
kematian" Jika tidak ada orang yang berani mengambilnya
bukanlah sayang?" Si orang tua pendek berkata lagi.
"Lee Thian Kauw, tidak usah kau menguatirkanya.
Setelah kau memasukkan itu daun ke dalam sumur
kematian dan dalam tiga hari tidak ada yang berani
memasukinya, aku si tua pendek biarpun bakal tidak
bernyawa juga tetap akan memasukinya."
Saat itu tiba, seorang Tosu perantau sudah memajukan
dirinya dan berkata. "Jika betul Chung-cu mau memasukan daun, "Leng-ci
merah" ke dalamnya, pinto sudah bersedia untuk
mencobanya." Dilihatnya Tosu itu berumur empat puluh tahun lebih,
dua pelipisnya agak melesak menandakan dalamnya ia
punya latihan lweekang. Dengan muka penuh kesedihan ia
menegaskan kata-katanya. "Pinto sebagai seorang perantau yang tidak mempunyai
rumah tangga ingin mencobanya."
Tidak disangka itu anak kecil yang sedari tadi berdiri
disampingnya Lee Thian Kauw sudah tertawa dan berrkata
kepada ayahnya. "Ayah bukan pernah mengatakan bahwa orang yang
mempunyai pelipis semakin dekok ke dalam berarti
semakin tinggi pula kepandaiannya" Bagaimanakah dengan
Tosu ini yang tentunya mempunyai kepandaian tinggi
juga?" Lee Thian Kauw menjadi kaget, ia membentak.
"A Tie tidak boleh sembarangan bicara. Kau anak kecil
tahu apa?" Tapi si orang tua pendek sudah dapat mendengarnya
dengan tertawa ia berkata.
"Betul, betul. Siapa yang mampunyai pelipis dekok ke
dalam berarti semakin tinggi pula kepandaiannya, Lee
Thian Kauw, apa ini anakmu yang bernama Lie Tie itu"
Tajam sekali pandangan matanya."
Lee Thian Kauw masih tetap membawa sikap kakunya.
"Kata-katanya anakku yang kurang ajar mana dapat
dipercaya" Kami tidak dapat menerima pujianmu. Lakas
pulang ketempat ibumu, katakan sebentar ayah juga segera
datang ke sana." Lee Tie menunjukan perasaan tidak puasnya. tapi ia
mendengar perintah ayahnya dan meninggalkan ruangan
persahabatan yang penuh sesak dengan para tamu ayahnya.
Setelah menunggu sampai berlalunya sang anak, Lee
Thian Kauw berkata. "Apa Totiang percaya dapat menempuh bahaya dengan
selamat" Disini ada menyangkut akan mati hidupnya jiwa,


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harap Totiang dapat memikir untuk kedua kalinya."
Si Tosu pengembara menjawab.
"Pinto Jin Cun Bee sebagai murid pertama dari Oey-san
Sam-ceng-koan karena harus mencari obat untuk
menyembuhkan penyakitnya guru kami yang tercinta
sangat memerlukan sekali daun "Leng-ci merah" ini, maka
dengan memberanikan diri ingin mencoba untuk
mendapatkannya." Lee Thian Kauw yang mendengar penuturannya sudah
mengkerutkan keningnya, tapi kemudian ia menjadi
tertawa. "Mengapa Totiang tidak cepat mengatakanya. demi
kepentingan orang, aku Lee Thian Kauw sudah rela untuk
mempersembahkannya."
Tiga ribu tamunya yang mendengar kata-katanya ini
sudah beramai-ramai bertepuk tangan memuji tindakan
bijaksananya. Hanya si Tosu pengembara Jin Cun Bee saja
yang masih terdiam, setelah menunggu sampai suara tepuk
tangan tadi sudah menjadi sirap semua baru ia berkata.
"Jin Cun Bee sangat berterimakasih kepada Chungeu
yang sedemikian baik hatinya, tapi semua murid Sam-tiengkoan
tidak dapat menerima pemberian percuma. Harap
Chung-cu dapat menjalankan rencana semula dan Pinto
bersedia untuk menerjun ke dalam sumur kematian sebagai
orang pertama." Diantara elahan napasnya tiga ribu tamu perkampungan
Kui-in-chung, si orang tua pendek tadi sudah
memperdengarkan lagi kata-katanya.
"Suatu peraturan yang harus dipuji dari Sam-ceng-koan.
Jin Cun Bee, legakanlah hatimu, jika betul terjadi suatu apa
di dalam sumur kematian, aku si tua Pendek akan berusaha
mendapatkan daun "Leng-ci merah" untuk dibawa Samcengkoan di Oey-san diserahkan kepada gurumu."
Jin Cun Bee yang mendengar kata-katanya sudah
menjura ke arahnya. "Jin Cun Bee jika masih mempunyai peruntungan bagus
dan tidak mati didalam sumur kematian tentu berusaha
untuk membalas kebaikan hatinya Locianpwee yang belum
dikenalnya." Lalu ia menjatuhkan dirinya untuk berlutut di
hadapannya si tua pendek yang aneh itu
Si tua pendek menjadi kaget, dengan cepat ia sudah
melompat maju untuk memimpin bangun Tosu pengembara
yang harus mendapat pujian itu.
"Tidak percuma Jin Cun Bee menjadi murid Sam-cergkoan,
aku Kiauw Kiu Kong paling tidak suka dengan segala
macam adat peradatan, lekaslah kau berdiri seperti biasa
lagi." Jin Cun Bee yang mendengar disebutnya nama Kiauw
Kiu Kong sudah bertambah hormatnya.
"Ow, kiranya Locianpwe Kiauw Kiu Kong, harap
maafkankan Jin Cun Bee yang tidak mempunyai mata."
Lee Thian Kauw yang mendengar si tua pendek sudah
memperkenalkan namanya juga sudah maju untuk memberi
hormatnya. "Hanya Kiauw Kiu Kong yang mempunyai kebesaran
hati seperti ini. sedari tadi aku Lee Thian Kauw juga sudah
dapat menerkanya, hanya saja karena aku tidak mempunyai
hubungan dengan dunia Kang-ouw, aku tidak berani
sembarangan menyebutnya."
Kiauw Kiu Kong tertawa terbahak-bahak.
"Ada apa kegunaannya Kiauw Kiu Kong yang hanya
mendapat nama?" katanya.
"Apa tidak sama juga menjadi tamu makannya Kui-inchung
saja" Lee Thian Kauw, janganlah kau berkata-kata
saja, lekaslah masukan itu daun "Leng-ci merah" ke dalam
sumur kematian yang menjadi kebanggaanmu."
Lee Tliian Kauw sudah kehabisan akal. Sampai beberapa
kali ia mengucapkannya, kemudian ia sudah mengulapkan
tangannya ke arah semua tamunya dan berkata.
"Para tamu Kui-in-chung yang budiman dipersilahkan
menunggu di Pekarangan terlarang."
Kemudian dengan tidak.berkata-kata lagi, ia sudah
mendahului untuk mengundurkan dirinya masuk ke dalam
ruangan. Tiga ribu tamunya Kui-in-chung bersorak dan
membubarkan dirinya meninggalkan ruangan persahabatan,
mereka sudah saling mendahului menuju ke tempat
Pekarangan-terlarang dimana terdapat sumur kematian dari
Kui-in-chung yang sudah terkenal keangkerannya
Saat itu Kiauw Kiu Kong sudah menarik tangannya Jin
Cun Bee dan berkata dengan perlahan.
"Mari kita melihat itu sumur kematian yang penuh
dengan rahasia." Dua orang sudah lari meninggalkan Ruanganpersahabatan
dan mendahului para tamu tadi menuju ke
tempat Pekarangan-terlarang.
Setelah mengitari setengah perkampungan Kui-in-chung,
di hadapan mereka telah tertampak tembok yang
menghadang di hadapan mereka, pohon-pohon yang
merambat telah penuh mengitari tembok tua ini. Di sekitar
tembok sudah seperti tidak ada pintu masuknya saja, semua
orang berkumpul mengitarinya.
Kiauw Kiu Kong dan Jin Cun Bee yang mendahului
mereka melihat ke sana mendapat kenyataan bukannya
tidak ada pintunya, hanya saja karena pintu itu terlalu kecil
membuat orang hampir tidak dapat melihatnya karena
hampir tertutup dengan pepohonan merambat tadi.
Kiauw Kiu Kong yang melihat bangunan pekarangan ini
sudah enjot tubuhnya dan berdiri diatasny tembok tadi,
terbentang di depan matanya hanya satu pekarangan yang
kosong dikitari oleh tembok besar tadi, Cuma di tengahtengah
tembok ada terlihat satu sumur tua menyendiri, dua
pohon tua yang telah hampir berkumpul menjadi satu ada
melintang diatasnya. Waktu itu sudah ada ratusan orang yang masuk ke situ
dan berdiri dari kejauhan untuk menonton saja.
Orang yang melatih dirinya memang mempunyai
pendengaran yang lebih tajam dari orang biasa, maka
Kiauw Kiu Kong sedari melompat ke atas tembok tadi
lapat-lapat telah mendengar adanya satu suara suling yang
membawa lagu kesedihan dan membuat orang yang
mendengarnya sudah tidak tahan untuk tidak mengucurkan
air mata. Di barengi juga dengan tiupannya angin yang
membawa bau amis tersebar kemana-mana.
Kiauw Kiu Kong sudah menjadi tidak tahan sambil
memencet hidungnya ia berkata.
"Aduh amisnya Lee thian kauw, hampir saja kau
berhasil untuk membatalkan perjanjian kita."
Lalu ia menutulkan lagi kakinya dan kini sudah berada
dipinggirannya sumur kematian yang terkenal angker itu, ia
melongok ke dalamnya dan tiba-tiba berkaok-kaok.
"Aduh dalamnya, jika aku telah masuk bagaimana
dapat Keluar lagi." Saat itu si Tosu pengembara Jin Cun Bee juga sudah
berada disampingnya dan menanya.
"Locianpwe, apa suara tiupan suling itu dari sumur ini
datangnya?" Kiauw Kiu Kong memanggutkan kepalanya, tiba-tiba
seperti ingat akan sesuatu dengan suara perlahan ia berkata.
"Aku telah dibuat teringat lagi akan dirinya dua orang
ternama dari dunia Kang-ouw, pada sepuluh tahun yang
lalu sewaktu aku lewat digunung Thian-san, dari kejauhan
sudah terlihat olehku dua orang ternama ini dan satu
diantaranya juga sedang meniup suling memperdengarkan
lagunya yang seperti ini.
"Locianpwe apa tahu asal usulnya dua orang ternama
itu?" Kiauw Kiu Kong menggelengkan kepalanya.
"Hanya dalam sekejapan mata saja aku telah kehilangan
jejak mereka. Aku menjadi heran dan menyusul mereka,
kecuali angin yang meniup-niup mana ada orang disana?"
Yin Cim Bee dengan heran berkata.
"Dengan kepandaian locianpwee yang terkenal masih
tidak dapat melihat arah tujuannya juga, betul-betul gunung
Thian-san masih mempunyai dua orang ternama ... "
Yin Cun Bee sudah tidak meneruskan kata-katanya
karena saat itu terlihat olehnya Kiauw Kiu Kong sudah
membungkukkan badannya, dengan mengarahkan
mulutnya dalam sumur kematian telah memekik panjang
sekali. Pekikkannya ini telah terkenal dengan nama "raungan
singa", suaranya melebihi lonceng dan genta menggaung
kemana-mana. Hanya terdengar suara panjang ini masuk ke
dalam sumur dan tidak kembali lagi. Kiauw Kiu Kong dan
Jin Cun Bee sudah menjadi saling pandang karena
herannya. Terlihat Kiauw Kiu Kong meleletkan lidahnya
dan berkata. "Aaaa ... apa sumur ini tidak ada dasarnya?"
Jin Cun Bee yang sudah siap untuk memasukinya
menjadi ragu-ragu juga, pikirnya.
"Bagaimana jika betul tidak ada dasarnya?"
Kiauw Kiu Kong memandang Jin Cun Bee sebentar,
mendadak dalam sumur suara tadi telah berbalik keluar
lagi. Kiauw Kiu Kong tertawa berkakakan, Jin Cun Bee juga
menunjukan muka girang, hanya ribuan orang yang berdiri
ditempat kejauhan saja yang menjadi terheran-heran, entah
ada makluk apa didalamnya"
Tidak lama kemudian dua belas anak penjaga pintu dan
delapan pengawal rumah sudah beruntun muncul disana.
dan sebentar kemudian terlihat Lee Thian Kauw juga
dengan membawa sebuah kotak besi kecil sudah berjalan
menghampirinya. Setelah sampai di hadapannya Kiauw Kiu Kong dan Jin
Cun Bee, ia sudah segera membuka kotak kecil tadi dengan
perlahan-lahan sekali. Sebentar saja semacam bau harum
sudah mulai tersebar luas sehingga beberapa orang yang
terdekat juga dapat mencium baunya, dalam kotak itu
tampak semacam tumbuhan kecil yang mempunyai daun
merah darah dan akar putih berupa manusia kecil.
Kiauw Kiu Kong dan Jin Cun Bee membelalakkan
kedua pasang mata mereka yang kecil memandang ke
arahnya daun "Leng-ci merah-yang mempunyai khasiat
mujijat. Lee Thian Kauw dengan perlahan-lahan menutup
lagi kotaknya dan tertawa.
"Dua saudara sudah melihatnya dengan mata sendiri
barang ini tidak palsu adanya, aku Lee Thian Kauw sudah
segera akan memasukannya ke dalam sumur kematian yang
penuh bahaya ini." Dengan perlahan-lahan ia maju mendekati sumur angker
itu dan siap untuk melemparkan peti kecilnya yang berisi
daun "Leng-ci merah".
Tapi tiba-tiba saat itu terdengar suaranya anak kecil yang
berkata. "Ayah, tunggu dahulu untuk melemparkannya."
Kiauw Kiu Kong memalingkan mukanya dan dilihatnya
Lee Tie sedang berlari-larian mendatangi dengan kecepatan
yang luar biasa dan tindakan enteng sekali, ternyata anak
ini telah mempunyai dasar kepandaian yang lebih sempurna
dari apa yang telah diduga.
Hanya sebentaran saja Lee Tie sudah berada di
depannya dan berkata. "Ibu memesan kepada ayah bahwa ia ingin sekali
melihat wajahnya dua orang yang mati memasuki sumur
kematian kita." Lee Thian Kauw mengkerutkan alisnya.
"Mengapa tadi ia tidak berkata?"
Lee Tie tidak memperdulikan pertanyaannya sang ayah
dan berpaling ke arahnya Kiauw Kiu Kong, sambil tertawa
berkata. "Orang yang sependek kau ini apa mempunyai
kepandaian juga untuk masuk dalam sumur" Ibu pernah
mengatakan kepadaku bahwa kini hanya tinggal dua orang
saja didunia Kang-ouw yang dapat memasukinya, dan
mungkin sekali mereka juga akan terluka."
Kiauw Kiu Kong yang mendengar kata-kata ini sudah
menjadi melongo, tapi Lee Thian Kauw yang
mendengarnya sudah menjadi marah dan membentak.
"A Tie, kau berani mengacau disini" Lekas kembali dan
cegah agar jangan sampai ibu datang kemari."
Mukanya Lee Tie sudah menjadi pucat, dengan sekali
melesat saja ia sudah berada dua puluh lima tombak dari
tempat mereka. Tosu dari Oey-san Jin Cun Bee yang
melihatnya menjadi heran, ia tidak menyangka anak kecil
ini sudah mempunyai ilmu megentengi tubuh yang
demikian tinggi. Kiauw Kiu Kong tertawa panjang dengan setengah
memuji ia berkata. "Lee Thian Kauw, bagus sekali kepandaiannya ilmu
mengentengi tubuh dari anakmu itu."
Lee Thian Kauw coba bersenyum.
"Anak anjingku yang kurang ajar ini bisanya lari-larian
saja diantara tamu-tamu Kui-in-chung, kecuali itu tidak ada
kepandaian lainnya lagi."
Lalu dengan menghadapi Jin Cun Bee ia berkata.
"Silahkan Totiang segera bersiap-siap."
Sambil mencemplungkan kotak kecil yang berisi daun
"Leng-iyi merah" ia berkata nyaring.
"Aku Lee Thian Kauw sudah bersedia mengorbankan
pusaka turunan yang dapat membuka rahasianya sumur
kematian yang selalu dianggap keramat ini. Para tamu Kiuinchung yang budiman diharap kalian dapat menjadi saksi
tentang kejadian ini."
Demikianlah benda pusaka turunannya yang daun
"Leng-ci merah" ini telah melayang turun ke dalam sumur
keramatnya bersama-sama dengan kata-katanya tadi.
Jin Cun Bee sambil membetulkan pakaiannya sudah
segera mencabut keluar belati kecilnya dan menjura ke
arahnya Kiauw Kiu Kong.

Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Locianpwee, aku sampai disini saja mengambil selamat
perpisahan." Kiauw Kiu Kong dengan sungguh-sungguh berkata.
"Tetapkan hatimu."
Jin Cun Bee menengadah sebentar, sambil menunjukkan
ketabahan hatinya ia sudah berada dipinggirannya sumur
kematian. Ia melongok kebawah sebentar, kemudian terjun
dengan kedua kakinya lebih dahulu sebelah tangannya tetap
masih memegang kencang-kencang belati kecilnya dan
tangan kirinya sudah dipejarkan merupakan gaetan.
Tiga ribu tamu Kui-in-chung memuji ketabahannya
sambil tepuk tangan riuh sekali.
Kiauw Kiu Kong melihati bagaimana Jin Cun Bee
menerjunkan dirinya ke dalam sumur yang penuh rahasia
ini, ia melongok ke dalam sumur dan dilihatnya Jin Cun
Bee sedang meluncur turun kebawah dangan kecepatan
yang luar biasa, sebentar saja ia sudah lenyap diantara
kegelapan. Pada hari biasa sang waktu dapat lewat dalam sekejapan
mata saja, tapi kali ini terasa bukan main lambatuya.
Ribuan tamu Kui-in-chung dipinggiran tembok pada
menyenderkan dirinya, dua belas anak penjaga pintu dan
delapan pengawal rumah berdiri laksana patung, Lee Thian
Kauw sebagai Chungeu dari Kui-in-chung sedang
membalikkan kedua tangannya, si tua pendek Kauw Kiu
Kong masih tetap mangarahkan pandangannya ke dalam
sumur rahasia. Perkampungan Kui-in-chung telah dirundung kesepian,
di langit yang terang kadang masih terlihat beberapa
gumpalan awan yang sedang terbang melewati puncak
gunung Kie-ling di daerah Bong-san.
Demikian telah berjalan lebih dari satu jam. semua orang
yang berada diatas sumur sudah mulai terlihat
kegelisahannya, malah sudah ada beberapa orang yang
mengeluarkan suara keluhan.
Satu jam lagi telah berlalu, keadaan didalam sumur
masih tetap menguatirkan, Lee Thian Kauw sudah mulai
mengalihkan padangannya ke arahnya Kiauw Kiu Kong.
"Saudara Kiauw ... " Panggilnya dengan suara perlahan.
Ia sudah tidak meneruskan lagi kata-katanya karena
terlihat Kiauw Kiu Kong sedang menumplek perhatiannya
ke dalam sumur. "Tutup mulutmu!" terdengar ia membentak.
Terlihat ia mengangkat kepalanya memandang ke
arahnya Lee Thian Kauw dengan bengis dan mengeluarkan
beberapa kali suara tertawa dingin dari hidungnya.
Dipandangnya muka Lee Thian Kauw yang menjadi
matang biru, hatinya menjadi tergerak. Tapi tiba-tiba dari
dalam sumur telah terdengar satu suara pekikan yang
panjang, dilongoknya lagi ke dalam dan terlihat olehnya
satu sinar putih berklebat-kelebat digoyangkan dan
kemudian mulai naik keatas.
Kiauw Kiu Kong tahu bahwa Jin Cun Bee sudah sampai
di bawah dasarnya sumur dan mulai naik lagi ke arahnya
Lee Thian Kauw. "Lee Thian Kauw, apa betul hanya dua orang saja yang
dapat masuk ke dalam sumur kematianmu ini?"
Mukanya Lee Thian Kauw sudah berobah menjadi
menyeramkan dan dengan lagu suara yang tidak enak untuk
didengar ia berkata. "Ia akan tergolong orang kelas satu jika betul dapat naik
kembali dari sumur kematian di Pekarangan-terlarang."
Kiauw Kiu Kong tidak membantahnya dan hanya
tertawa saja untuk menenangkan hatinnya. Hanya terlihat
bayangan orang berkelebat diatas sumur, Jin Cun Bee
dengan sebelah tangan memegang pisau belati dan sebelah
memegang kotak besi kecil yang telah dilemparkan masuk
ke dalam sumur kematian tadi, dengan muka penuh
kegusaran berdiri di pinggiran sumur. Sepasang matanya
yang beringas tidak mau meninggalkan mukanya Lee Thian
Kauw yang sudah menjadi pucat, dengan menjujukan pisau
belatinya ia berkata ke arahnya Lee Thian Kauw.
"Chung-cu, Kau ... "
Siapa tahu baru saja mengucapkan kata "kau" ini atau
sudah menjerit keras memuntahkan darah segar, badannya
sudah terpelanting ke dalam sumur kembali dengan masih
mencekal itu kotak, dan "Leng-ci merah tadi.
Perobahan yang mendadak ini berada diluar dugaan
semua orang, termasuk Kiauw Kiu Kong yang sedang
kegirangan juga, dengan cepat ia ini mengulurkan
tangannya untuk memberikan pertolongannya, tapi hanya
angin kosong yang dapat dipegangnya.
Ia menjadi berdiri menjublek sambil mernbelalakan
sepasang matanya seperti setengah gila.
Tiga ribu tamunya Kui-in-chung pada menundukkan
kepala menyatakan turut berduka cita. Tapi Kiauw Kiu
Kong yang telah menjadi kalap sudah membentak keras dan
menyerang ke arahnya Lee Thian Kauw yang sedang
berdiri tersenyum mengejek.
"Lee Thian Kauw, permusuhan apakah diantara kau
dengannya" " Bentaknya si orang tua pandek itu.
Lee Thian Kauw melompat sedikit menghindarkan
serangannya, sambil kerutkan alisnya ia berkata.
"Apakah maksud yang sebenarnya dari saudara Kauw
ini" Jin Cun Bee karena luka-lukanya telah terjatuh lagi ke
dalam sumur kematian yang tidak dapat dipandang gegabah
ini, ada hubungan apakah dengan Lee Thian Kauw yang
tidak tahu menahunya" Apa lagi sebelumnya telah ada
perjanjian diantara kita ... "
Kata-katanya Lee Thian Kauw tidak habis dikatakan
karena Kiauw Kiu Kong sudah tertawa berkakakan, yang
menyedihkan sehingga menyebabkan siapa yang
mendengarnya sampai bergidik karenanya. Tiga ribu tamu
Kui-in-chung telah mengira si tua pendek ini hanya tertawa
gila karena saking sedihnya saja. Saat itu Lee Thian Kauw
juga sudah tidak seperti biasanya berlaku ramah tamah lagi,
terlihat mukanya sudah penuh dengan ejekan yang
menghina dan beberapa kali mengeluarkan suara hm, hm,
dari hidungnya yang mancung.
Kiauw Kiu Kong setelah tertawa sekian lamanya. telah
dapat menenangkan lagi dirinya, dengan tegas ia berkata.
"Biarlah. tulang tuaku ini juga akan segera kupendam
disini." Dengan sekali menutulkan kakinya ia sudah lompat lagi
ke pinggiran sumur kematian, dilongoknya sebentar dan
loncatlah ia masuk ke dalam sumur yang penuh dengan
bahaya ini. Waktu telah menjelang siang hari, sinar matahari yang
terang benderang menyinari ratusan burung dara putih yang
tidak terbang, ada beberapa ekor diantaranya malah masih
ada yang hinggap di pohon diatas sumur kematian, tapi
tidak lama kemudian mereka juga telah terbang pergi lagi.
Diluar sumur kematian tertampak kesunyiannya duniawi.
Tapi didalam sumur kematian, Kiauw Kiu Kong, orang
yang paling ditakuti oleh kawanan kurcaci, sedang
mengalami kejadian mengerikan hati dan mulai membuka
tabirnya rahasia sumur kematian dari Kui-in-chung ini.
Di sekitar Ruangan-terlarang telah penuh dengan tiga
ribu tamunya Kui-in-chung beserta dengan Chung-cunya,
Lee Thian Kauw ini. Sambil menahan napas mereka
mengarahkan pandangan mereka ke tempat sumur
kematian untuk menunggu munculnya Kiauw Kiu Kong
kembali. Satu jam lamanya mereka menanti, diatas sumur
kematian terlihat bayangan Kiauw Kiu Kong yang
mengempit mayatnya Jin Cun Bee dan kotak besi kecil yang
berisi daun "Leng-ci merah" sambil menancapkan sebelah
kakinya dipinggiran sumur. Wajahnya sudah berubah
menjadi lain sekali, dengan sorot mata yang berapi, ia
memandang kepada Lee Thian Kauw tanpa berkesip
samasekali. Ia telah berhasil dengan membawa kemenangannya
kembali, tapi semua orang tuasih menguatirkan
keselamatannya. Mereka takut akan terjadinya kembali
peristiwa yang seperti Jin Cun Bee telah alami mereka telah
turut mengucurkan keringat dingin demi keselamatannya si
orang tua pendek yang berani ini.
Kiauw Kiu Kong memandang sekian lamanya ke arah
Lee Thian Kauw dan terdengar geramannya yang
menyayatkan hati. "Lee Thian Kauw, "
Betul saja baru saja ia menyebut namanya Lee Thian
Kauw badannya sudah mulai bergoyang-goyang mau jatuh
ke dalam sumur lagi. Mukanya Kiauw Kiu Kong sudah
menjadi pucat, tapi biar bagaimana pun juga ia sebagai
seorang tokoh rimba persilatan yang terkemuka tidak
mudah dibikin celaka. Dengan menutul ujung kakinya ia
sudah dapat melompat tinggi, sebelah tangannya
diputarkan dan suatu angin pukulan telah mengarah
ketempatnya Lee Thian Kauw berdiri. kemudian seperti
seekor kera besar saja ia sudah merambat naik keatas pohon
dan sekejapan saja ia telah menginjakan kakinya diatas
tembok ruangan terlarang, sekali enjot tubuh lagi lenyaplah.
Kiauw Kiu Kong dari pandangan mata mereka ini.
II. PECAHAN KUMALA. SEDARI Kiauw Kiu Kong masuk ke dalam sumur
kematian dan melarikan diri, nama Ruangan-terlarang dari
Kui-in-chung sudah tersebar luas kemana-mana.Tapi yang
membikin orang tidak habis mengerti jalan sedari itu waktu
Lee Thian Kiauw tidak pernah memunculkan dirinya lagi.
Belum juga para tamunya mengerti sebabnya atau tiga hari
kemudian datang lagi satu pengumuman yang mengatakan
Kui-in-chung sudah tidak menerima tamu lagi. Tiga ribu
tamu sudah menjadi simpang siur dengan bermacammacam
pendapat mereka yang tidak sama, dengan terpaksa
mereka sudah siap sedia dengan buntalannya dan tidak
sampai tujuh hari sepilah Kui-in-chung karena mereka
sudah pada bubaran. Pada hari kedelapan, di bawahnya sinar bintang
diatasnya puncak gunung Kie-ling dari daerah Bong-san,
pada suatu pojok dari perkampungan Kui-in-chung yang
sepi terdapat bangunan yang tersendiri. Setelah kentongan
malam dipukul sampai dua kali, terdengar satu suara
wanita yang halus berkata.
"A Tie, lagi berbuat apa lagi kau disitu" waktunya tidur
lagi." Dalam kamar telah terdengar jawabannya Lee Tie.
"Aku masih belum mau tidur, ingin sekali aku
menemukan ayah lagi untuk mengetahui mengapa beberapa
hari ini ia tidak terlihat datang kemari?"
"Janganlah kau pergi ke sana." Suara wanita itu
terdengar mengela napas dan berkata sendiri.
"Ayahmu memang begitu, awaslah dengan hatinya yang
busuk sekali." "Aku tahu, tapi aku tidak takut. Telah tujuh hari ia
mengurung dirinya di dalam kamar batunya, entah apa
yang sedang diperbuatnya?"
"A Tie, jangan kau pergi ke sana."
"Tidak. Aku akan pergi ke sana hanya melihatnya saja."
"Tapi janganlah kau berkata suatu apa dengannya."
"Legakan hati ibu, jangan kuatir."
Terlihat satu bayangan kecil sudah melesat dari
bangunan tadi keatas ganteng pekarangan yang sudah
segera lenyap ditelan kegelapan.
Tapi Lee Tie bukannya menuju ke arahnya ruangan batu
ayahnya. Dengan sekali loncat ia sudah meninggalkau
genteng tadi ke arah jalan kecil dengan tidak menerbitkan
suara sama sekali. Ternyata bocah ini telah mempunyai
kepandaian ilmu mengentengi tubuh yang sempurna sekali.
memandang ke arah depannya sejenak dan sebentar lagi
tibalah ia di depannya tembok Ruangan-terlarang ayahnya.
Dari kejauhan sudah terlihat olehnya dua penjaga Ruanganterlarang
yang berdiri disana. "Bagaimana aku dapat melewati mereka" Jika secara
terang masuk dari pintu yang dijaga tentu dapat
mengakibatkan bocornya rahasia." demikian pikirnya.
Tapi hatinya menjadi tergerak juga setelah melihat salah
satu dari tembok itu yang berjarak tidak jauh darinya.
dengan meminjam kegelapan malam sebagai alingan ia
sudah enjot tubunnya melayang melalui tembok tadi masuk
ke dalam Ruangan-terlarang yang penuh rahasia ini.
Samar-samar terlihat olehnya dipinggiran sumur
kematian telah menanti bayangannya seseorang, dengan
perlahan sekali ia menujukan langkahnya ke sana dan
memberi tanda dengan tangannya mengatakan bahwa
diluar masih ada dua orang penjaga. Setelah berjalan dekat
baru ia membuka mulutnya.
"Kakek pendek, sebagaimana yang dijanjikan aku telah
datang kemari, maka katakanlah rahasia apa yang ada
dalam diriku?" Ternyata yang telah menantinya dipinggiran sumur
kematian tadi adalah Kiauw Kiu Kong yang tempo hari
telah melarikan diri. ia seperti tidak mendengar katakatanya
Lee Tie ini dan duduk disana dengan memandang
ke langit. "Kakek pendek. rahasia apakah yang berada didalam
diriku?" Lee Tie mengulangi pertanyaannya.
Kiauw Kiu Kong membalikan mukanya. terlihat
ketegangan hatinya. Dengan sungguh-sungguh ia bertanya.
"Sekarang ayahmu sedang berada dimana?"
"Didalam ruangan batu entah sedang mengerjakan apa."
Jawab Lee Tie. Kiauw Kiu Kong mengangguk-anggukan kepalanya.
Dengan suara pasti ia berkata.
"Ayahmu tidak berada didalam ruangan batu. kau
belum pernah melihatnya lagi?"
Lee Tie menjadi kaget dan tidak percaya dengan katakatanya
orang tua pendek ini. "Dengan bukti apa kau berani mengatakan demikian?"
tanyanya.

Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"tidak percaya" Kau ingin mendapatkan bukti" Kau
harus menjawab dulu segala pertanyaanku."
Lee Tie bercekat, dengan marah ia berkata.
"Aku sudah tidak percaya kepadamu dan juga tak mau
menjawab pertanyaanmu karena ternyata kau hanyalah
seorang penipu belaka. Sampai disini saja pertemuan kita,
aku tidak ada tempo."
Betul saja ia sudah membalikan badannya dan menuju
ke arah tembok Ruangan-terlarang lagi, dengan tidak
menolehkan kepalanya lagi ia sudah mau pergi.
Tapi tiba-tiba kupingnya telah mendengar kata-katanya si
pendek. "Aii, seorang bocah yang harus dikasihani, karena tidak
tahu dirinya sebetulnya siapa."
Hatinya Lee Tie menjadi tergetar dan menanya kepada
diri sendiri. "Ia mengatakan bocah yang tidak mengetahui diri
sendiri" Apa aku yang dimaksudkan olehnya?". Biarpun ia
tidak percaya, tapi membalikkan kepalanya juga dan
menanya. "Siapa yang tidak mengetahui dirinya sendiri?"
Kiauw Kiu Kong membelalakan matanya palingkan
mukanya ke arah lain, seolah-olah ia tidak mendengarkan
pertanyaannya Lee Tie. Lee Tie menjadi penasaran dengan mengeraskan
suaranya ia menanya lagi.
"Siapa yang tidak mengetahui dirinya sendiri?"
Terdengar Kiauw Kiu Kong tertawa dirigin.
"Jika kau sudah tidak percaya, untuk apa menanyakan
kepadaku lagi?" Lee Tie mengkretek giginya.
"Baiklah. Aku percaya kepadamu dan akan menjawab
pertanyaanmu." Kiauw Kiu Kong tertawa, sambil menarik tangannya Lee
Tie diajak duduk dipinggiran sumur kematian yang tadinya
menyeramkan itu. "Kau duduklah untuk mendengar penuturanku dulu,
sebenarnya aku juga tidak bermaksud jahat kepadamu. Jika
kau ingin masih mendapatkan bukti juga tidak sukar
bagimu, tapi aku juga mempunyai kesukaranku sendiri
maka telah menarikmu sampai kesini."
"Aku tidak menyalahkan kepadamu, mulailah dengan
pertanyaan-pertanyaanmu itu."
Kiauw Kiu Kong angguk-anggukkan kepalanya.
"Apa kau tidak pernah melihat ayahmu lag"
Aaa.,bukan. Ia bukannya ayahmu sendiri, ia tetap sebagai
Lee Thian Kauw. Apa ia mempunyai satu Tongkat Rantai
Kumala?" Lee Tie menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku belum pernah melihatnya." jawabnya.
Jawaban ini seperti berada diluar dugaannya Kiauw Kiu
Kong, ia merandek sebentar dan menanyanya lagi.
"Apa Lee Thian Kauw pernah memberi pelajaran silat
kepadamu?" Lee Tie memanggutkan kepalanya.
"Berapa macam kepandaiankah yang masih dapat kau
ingat coba kau perlihatkan kepadaku."
Lee Tie membelalakan kedua matanya yang kecil,
dengan lagunya yang lucu menjawab.
"Semua kepandaian masih kuingat benar, ilmu pukulan
tangan, ilmu pedang, ilmu golok dan ilmu mengentengi
tubuh, tapi hanya ilmu mengatur jalan pernapasan yang
sudah pasti menjadi pelajaran setiap hari, pernah juga ibuku
yang mewakili ... " Kiauw Kiu Kong yang sudah tidak mau mendengarkan
ocehannya sudah memotong.
"Cukup ... cukup bukan ini yang kumaksudkan, Aku
hanya mau mengetanui dalam belakangan ini pelajaran apa
yang telah diberikan kepadamu?"
Lee Tie menatap wajahnya si tua pendek dan seperti
baru tersadar ia menanya.
"Apa itu tiga jurus yang menjadi satu?" Kauw Kiu Kong
sampai berjingkrak kegirangan.
"Betul-betul, Apa kau telah dapat mempelajrinya semua.
Bukankah semuanya berjumlah tukuh rangkaian?"
Lee Tie dengan heran menanya.
"Mengapa kau juga dapat mengetahuinya?"
Kiauw Kiu Kong mengarahkan pandangannya arah
langit yang gelap seperti sedang mengenangkan sesuatu.
sampai dua kali Lee Tie mengulangi pertanyaannya baru
dapat menarik kembali ingatannya. Setelah memandangnya
sebentar baru Kiauw Kiu Kong berkata.
"Kepandaian ini hanya terdapat didalam itu tongkat
Rantai Kumala yang menjadi barang pusakanya Hoasanpay.
Biarpun hanya terdiri dari tujuh rangakaian saja. tapi
jika betul-betul digunakannya bukanlah suatu soal yang
gampang untuk digunakannya. Bagaiamana dengan
perasaanmu yang telah dapat mempalayarinya?"
Lee Tie memanggut-manggutkan kepalanya, tapi
kemudian ia menggeleng-gelengkan lagi kepalanya Dengan
girang ia berkata. "Memang susah tapi tidak begitu susah karena aku telah
dapat mempelajarinya semua."
Kiauw Kiu Kong yang mendengari perkataannya anak
ini sudah menjadi heran dan tidak percaya.
"Mana kau dapat membual di hadapanku?"
Lee Tie yang tadinya menyangka si tua pendek ini
memuji akan kepintarannya, tidak disangka hanya kata-kata
ini yang dikeluarkannya. Maka dengan muka cemberut ia
berkata. "Siapa yang kesudian membual kepadamu?"
Kiauw Kiu Kong tertawa dan coba membaikinya.
"Apa kau dapat memperlihatkan di depanku?"
Lee Tie tiba-tiba lompat berdiri dari tempatnya, ia
menggerakan sepasang tangannya yang kecil disilangkan
didada. Terlihat tangan kanannya menggaet tapi tangan kiri
memukul dan dengan berdiri dengan sebelah kaki kirinya ia
juga telah mengunakan sebelah kakinya lagi menyepak
dada orang. Sekali gebrak tiga jurus dalam waktu yang
bersamaan. Kauw Kiu Kong menjadi kaget.
"Bocah, tidak kusangka kau mempunyai latihan yang
setinggi ini." -oo0dw0ooTiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 02 IA LOMPAT kesamping kiri untuk menghindarkan
tendangan kaki kecil. Tapi tidak disangka belum juga ia dapat menaruh
kakinya lagi atau terlihat Lee Tie sudah meneruskankan
gerakannya lagi, dengan gerakan "Melihat kaki ia sudah
meneruskan sepakannya tadi menjadi gaetan kaki, dua
tangannya ditarik kembali dan menubruk ke arah kaki.
Kiauw Kiu Kong berseru memuji.
"Dua gerakan yang manis sekali."
Secara tiba-tiba Lee Tie sudah menarik kembali
serangannya tadi, sambil lompat mundur ia berteriak.
"Celaka." Dengan kecepatan yang luar biasa ia sudah segera
lompat naik keatas pohon dan menyelipkan dirinya diantara
semak-semak daun yang tinggi. Kiauw Kiu menjadi heran,
tapi tidak lama ia juga telah lihat bahaya dan lompat naik
menyusulnya untuk menyembunjikan diri.
Ternyata gerakan-gerakan mereka tadi telah dapat
menimbulkan suara desiran angin pukulan yang membuat
dedaunan kering berterbangan ke sana sini, dua orang
penjaga yang mendengarnya sudah segera naik keatas
tembok Pekarangan-terlarang dan menanya.
"Siapa?" Mereka tidak berani gegabah memasuki ke dalam tempat
yang menyeramkan ini, setelah berdiri diatas tembok
dengan tidak dapat melihat suatu apa sudah loncat turun
lagi untuk memberikan laporannya kepada Cung tuyu
mereka. Kiauw Kiu Kong dan Lee Tie yang mengumpat diri
tentu saja tidak mau menyahuti pertanyaan mereka, setelah
menunggu sampai dua penjaga tadi turun pergi, baru
dengan suara perlahan Kiauw Kiu Kong membisikinya.
"Sudah waktunya kau kembali, jika kau masih percaya
boleh kau menanyakan kepada ibumu sendiri yang dapat
mengeluarkan bukti-buktinya. Dan jangan lupa besok
malam datang lagi kemari."
Lalu ia menggerakkan badannya, dan lenyaplah si tua
pendek Kiauw Kiu Kong dari pandangan matanya Lee Tie.
Lee Tie menunggu sampai mendapat kepastian tentang
kepergiannya dua penjaga tadi baru berani turun dari atas
pohon. Waktu itu telah hampir menjelang pagi, langit
sudah menjadi gelap sekali. Lee Tie dengan menyusuri jalan
balik sudah membelokan arah tujuannya ketempat
Ruangan-batu ayahnya. Terlihat dua penjaga sedang
menghadang dipintu masuknya, tapi ia tidak menjadi takut
lagi, dengan membusungkan dadanya ia bertindak maju
menghampiri. Dua penjaga yang melihat kedatangannya majikan muda
ini sudah segera menyapa.
"Mengapa Kong-cu sepagi ini sudah datang kemari?"
Lee Tie dengan tertawa menjawab.
"Ibu yang menyuruh aku untuk datang kemari."
"Tapi Chungeu telah memberikan perintahnya bahwa
dalam beberapa hari ini, jika dengan tidak seizinnya, kami
orang tidak boleh mengganggu ketenangannya."
"Apa termasuk aku juga?"
"Siapa juga tidak boleh mengganggunya."
Lee Tie mana mau percaya ia yang sudah biasa
dimanjakan oleh ayahnya dengan tidak memperdulikan
halangannya lagi sudah maju mendekatinya. Dua penjaga
yang melihat tidak mungkin mereka menahan Kong-cu
yang manja ini sudah mulai dengan ratapannya.
"Harap Kong-cu dapat menimbang akan kesukaran
kami, ayahmu memang betul demikian memberi
perintahnya, bahkan ia juga ada mengatakan ... "
Lee Tie sudah menjadi tidak sabaran, dengan
mendorong badannya salah satu penjaga itu ia sudah siap
untuk membuka pintunya. "Tapi aku masih mau masuk juga," katanya dengan
aseran sekali. Penjaga yang satu lagi sudah tidak dapat menahan
sabarnya dan membentak. "Kong-cu, jangan memaksa memasukinya, karena
ayahmu pernah berkata bahwa kami diberikan hak
kekuasaan penuh untuk membunuh siapa saja yang berani
memasukinya." Lee Tie sudah menjadi mendongkol.
"Siapa yang berani membunuh aku?" bentaknya.
Biarpun Lee Tie hanya berumur empat belas tahun, tapi
sebagai majikan mudanya Kui-in-chung tentu saja
mempunyai sifat pembawaannya sendiri, dengan keren ia
memperlototkan kedua matanya memandang ke arah dua
penjaga tadi. Dua penjaga itu tidak berdaya, dengan menghela napas
mereka sudah segera ngeloyor pergi untuk membikin
laporannya. Lee Tie yang melihat kepergiannya dua orang tadi sudah
ngedumel sendiri. "Baru kau orang saja mana berani membunuhku?"
Ia sudah mulai menyentuh daun pintu dan mulai dengan
teriakannya. "Ayah, buka pintu, A Tie datang untuk menengokmu."
Tidak ada jawaban sama sekali. Lee Tie sudah mulai
memeriakinya lagi sampai beberapa kali, setelah sekian
lama masih tidak mendapat jawaban juga ia menjadi heran
dan mendorong daun pintu dengan perlahan-lahan.
Ternyata pintu tidak terkunci karena sekali dorong saja
sudah menjadi terbuka. Ruangan didalam kamar batu ini ada gelap sekali karena
tidak dipasang penerangannya, tapi Lee Tie yang sudah
apal dengan keadaan didalam, karena sering datang kemari,
dengan cepat sudah dapat mencari pelita yang segera
dinyalahkan olehnya. Semua perabotan terletak sebagaimana biasa dan tidak
ada perobahan sama sekali, ranjang batu yang berada
disebelah kiri dari ruangan ini masih teratur rapi dengan
bantal gulingnya hanya saja debu tebal telah tertimbun
melapisinya. Lee Tie yang cerdik sudah menjadi heran,
pikirnya. "Kiranya ayah telah lama meninggalkan kamar batunya,
tapi mengapa ia tidak mernberitahu kepada ibu sehingga
kita tidak dapat mengetahuinya" Entah kemana
kepergiannya yang sangat dirahasiakan ini?"
Tiba-tiba matanya yang tajam sudah dapat melihat diatas
telah berserakan potongan kertas, dengan cepat
dipungutnya selembar dan dibaca.
"Kui-in-chung bubar, harapan buyar."
Hanya tulisan ini yang terlihat olehnya ia masih dapat
mengenali akan tulisan ayahnya. Dipungutnya lagi
selembar yang lain dan ternyata juga tulisan yang seperti
tadi juga. Setelah sampai beberapa lembar tulisan masih
tidak berubah juga ia meniadi heran dan tidak mengerti
mengapa ayahnya hanya menulis beberapa kata ini saja"
Diperhatikannya lagi keadaan sekitar ruangan kosong ini
dan terlihat olehnya disudut didekat pintu terdipat pecahan
benda hitam yang mengkilat.
Entah barang apa yang sebagus ini" Mengapa ayah tidak
sayang untuk memecahkannya"
Demikian pikirnya, lalu dipungutnya benda tadi yang
ternyata berupa pecahan batu kumala yang terdapat
gaetannya, di bawah gaetan ini terdapat lobang kecil yang
telah membuat batu kumala hitam ini kosong ditengahnya.
Pikirannya telah teringat akan kata-katanya Kiauw Kiu
Kong yang pernah menanyakan kepadanya tentang


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tongkat Rantai Kumala yang menjadi barang pusakanya
Hoa-san-pay. Dipungutnya pecahan-pecahan kumala hitam
yang berupa seperti bambu ini dan disambungnya menurut
besarnya gaetan-gaetan yang ada dan betul saja
berbentuklah satu tongkat yang terdiri dari batu kumala
hitam. "Mengapa Tongkat Rantai Kumala ini dapat berada
disini?" Sewaktu diperhatikannya ternyata didalamnya kumala
hitam ini terdapat tulisan-tulisan yang kecil sekali.
Dipungutnya salah satu dan sewaktu dibaca ternyata disini
terdapat satu hurup ying berbunyi "Tiang". Ia menjadi
heran melihat tulisan ini diukir di tempat yang cekung dari
kumala tadi. Siapakah pengukirnya yang sedemikian
pandainya sehingga dapat menulis huruf yang yang sekecil
itu didalam kumala hitam yang tadinya tidak dapat dibuka"
Ia betul-betul menjadi tidak mengerti, dipungutnya lagi
pecah-pecahan kumala hitam tadi. ternyata semuanya
beryumlah tujuh huruf, Sembilan, tiang, batu, beterbangan,
melewati puncak, gunung."
Biarpun ia tidak mengerti apa artinya ini "Sembilan,
tiang, batu, beterbangan, melewati puncak, gunung." tapi ia
sebagai seorang anak yang pintar sudah baik mencatatnya
didalam hati. Lalu ia melemparkan kembali pecahanpecahannya
batu kumala hitam tadi ketempat asalnya, baru
ia memadamkan api dan berbalik untuk meninggalkan
kamar batu ayahnya yang penuh rahasia ini.
Tapi baru saja ia membalikan kepalanya atau terlihat
olehnya Lee Thian Kauw dengan pandangan sinar mata
yang berapi-api, entah sudah berapa lama berdiri di
belakangnya tadi. Lee Tie yang melihat perubahan wajah coba
menenangkan hatinya dan berseru.
"Ayah ... " Lee Thian Kauw dengan sikap yang adem sekali
menanya. "Siapa yang telah menyuruh kau datang kemari?"
Lee Tie yang kini telah berhadap-hadapan dengan sang
ayah sudah dapat melihat diseluruh baju ayahnya telah
berlepotan dengan darah yang menyiarkan bau amis.
Didalam hatinya ia berkata.
"Mengapa dibaju ayah yang biasanya bersih boleh
kecipratan demikian banyaknya darah?"
Tapi mulutnya dengan sikap yang hati-hati menjawab:
"Ibu yang menyuruh menengoki ayah."
Lee Thian Kauw tertawa dngin.
"Setelah kau tahu ayah tidak berada didalam, mengapa
masih tidak mau lekas-lekas keluar lagi?"
"A Tie telah melihat itu kertas yang berantakan diatas
meja dan pecahan batu kumala yang ayah telah buang,
karena bagusnya A Tie telah mempermainkannya sekian
lama dan mendapatkan ... " ia sebenarnya sudah mau
mengatakan telah mendapatkan huruf-huruf yang ia tidak
mengerti didalam pecahan-pecahan kumala tadi atau
terlihat Lee Thian Kauw dengan tubuh yang gemetaran
sudah memotong perkataannya.
"Mendapatkan apa" Apa kautelah dapat melihat bentuk
aslinya?" Lee Tie melihat keadaan tidak munguntungkan baginya.
Begitu mendengar pertanyaannya sang ayah yang berbeda
dari hari-hari biasanya, sudah tahu bahwa sang ayah tidak
senang dengan perbuatannya yang telah memasuki kamar
batunya ini dengan tidak seijinnya, yang terpenting ayahnya
tidak ingin rahasianya tongkat Rantai Kumala itu dapat
diketahui olehnya. Maka sudah tentu saja ia tidak berani
mengakuinya. "Tidak. A Tie tidak mengetahui sama sekali."
Di mukanya Lee Thian Kauw yang galak telah terkilas
sedikit senyuman. "Apa yang telah kau dapatkan disini?"
Lee Tie sudah tidak berani meneruskan kata-katanya,
dengan cepat ia menjawab.
"A Tie takut akan ketajamannya itu pecahan kumala,
maka sudah membatalkan menyentuhnya dan menaruh
ketempat asalnya lagi."
Lee Thian Kauw angguk.anggukkan kepalanya.
"A Tie baik-baik kau perhatikan! Selanjutnya, jika tidak
ada panggilanku janganlah kau sembarangan memasuki
kamar batu ini. Jika aku ada keperluan denganmu, tentu
aku dapat menyuruh orang memanggilmu."
Baru sekarang Lee Tee hatinya merasa lega. Setelah
memberikan hormatnya kepada sang ayah, dengan tidak
berani menoleh kebelakang lagi ia sudah meninggalkan
kamar itu. Ia berjalan baru saja belasan tindak, tiba-tiba ia sudah
membalikan kepalanya dan menanya.
"Ayah, jika ibu ada urusan lagi siapa yang diharuskan
memanggil ayah?" Ia sengaja menanya begini menandakan bahwa diantara
mereka tidak ada ganjelan suatu apa. Betul saja Lee Thian
Kauw yang mendengarnya sudah menjadi tertawa.
"Kau ini setan kecil memang banyak akalnya. Jika ada
urusan tentu saja aku bisa datang ke sana."
Lee Tie juga membalas tertawa. dengan menggunakan
ilmu mengetengi tubuh ia sudah langsung pulang keatas
loteng ibunya. Kejadian yang dialaminya pada hari itu ada
sangat janggal sekali, ia tidak segera pulang kembali ke
dalam kamarnya, tapi langsung mendorong pintu kamar
ibunya sambil berkata. "Bu, A Tie ada sedikit urusan yang mau dikatakan
kepada ibu." Tapi apa yang diketemukan di dalam"
Hanya kamar kosong. Entah ibunya sudah pergi
kemana" Lee Tie menjadi bengong. satu perasaan yang aneh telah
timbul dalam ingatannya, hatinya berdebaran keras dan
hampir saja ia menangis kerenanya.
III. BUNGA TERATAI DARI THIAN-SAN.
LEE TIE memperhatikan keatas meja dan disana ada
terletak sebuah sepatu kecil yang terbuat dari kain, dan di
bawahnya sepatu kecil ini terdapat sepotong kertas yang
berbunyi, "Diberikan kepada anakku Lee Tie. Dari ibumu "Bunga
teratai" dari Thian-san."
Matanya Lee Tie menjadi berkunang-kunang seperti
kepalanya terkena pukulan benda keras. Ia tidak
mempunyai waktu untuk memikirkan artinya sepatu kecil
lagi, yang sudah segera dimasukkan ke dalam kantong
bajunya, lari keluar untuk mencari ibunya.
Degan sekali loncat Lee Tie sudah berada diatas dan
berteriak dengan sekeras tenaganya.
"Buuuuuu ... kau berada dimana?"
Setelah berkali-kali ia berteriak masih tetap tidak ada
jawabannya juga, dengan sekenanya saja ia sudah lari
menuju keluar Kui-in-chung. Teriakan-teriakannya Lee Tie
telah mengagetkan para penjaga, mereka sudah pada maju
untuk menanyakannya tapi Lee Tie tidak
memperdulikannya dan tetap lari saja. hanya dalam
sekejapan mata ia sudah meninggalkan Kui-in-chung.
Tiba-tiba matanya Lee Tie sudah menjadi bersinar
terang, karena diantara sela-sela gunung dilihatnya satu
bayangan putih yang sedang memanjat ke sana. Dengan
menambah kecepatannya ia sudah mengarahkan tujuannya
ke sana.. Sebentar saja ia sudah sampai dimana bayangan tadi
berada, tapi si bayangan putih tadi juga tidak tinggal diam
saja, kini ia sudah tidak berada ditempatnya. Lee Tie lari
maju lagi kedepan dan betul saja dilihatnya di depannya
kini telah tertampak samar-samar bayangan putih tadi.
Dengan keras ia berteriak.
"Buuuuu ... " Ia menambah kecepatannya lari menghampirinya,
Bayangan putih yang di depan begitu mendengar
teriakahnya Lee Tie sudah membalikan kepalanya dan betul
saja ia ada ibunya Lee Tie. Ia menahan langkahnya dan
berhenti menunggui anaknya. Sebentar saja Lee Tie sudah
sampai dan menjatuhkan dirinya didalam pelukannya sang
ibu sambil menangis menggerung-gerung.
Mendadak Lee Tie merasa tubuhnya sang ibu menjadi
tergetar. ia juga telah terpental mundur sampai beberapa
tindak. Dilihatnya sang ibu dengan air mata yang
bercucuran sedang memandang ke arahnya.
"Ibu, kau mengapa?" Lee Tie menanya.
Sang ibu memandangnya sebentar, sambil menyusut air
matanya ia berkata dengan suara tawar.
"Ibumu mempunyai kesukaran yang sukar dikatakan
mengapa kau masih memaksanya juga?"
Kata-katanya ini telah memastikan akan kepergiannya.
Lee Tie menjadi menangis lagi.
"Mengapa ibu tidak mau mengajakkan juga?" tanyanya
penasaran. Sang ibu melesat meninggalkannya sambil berkata.
"Mengapa aku harus membawa-bawamu juga" Kau
mempunyai masa depan yang gilang gemilang. baik-baiklah
kau mempergunakannya."
"Buuu ... " Lee Tie dengan memilukan memanggilnya
lagi, tapi sang ibu sudah melenyapkan dirinya di daerah
Bong-san dengan meninggalkan Lee Tie yang masih
menangis sendiri. Sang waktu berjalan terus.
Angin gunung meresap ke dalam tubuhnya Lee Tie dan
membuat menggigil kedinginan. Tiba-tiba ia menolehkan
kepalanya karena di belakangnya kini telah berdiri enam
Tosu yang bersikap dingin.
"Kau orang ingin apa?" Bentak Lee Tie kepada mereka.
Enam Tosu itu hanya memandangnya saja, salah satu
yang menjadi kepala sudah memberikan perintahnya.
"Cit-tee boleh geledah tubuhnya."
Salah satu dari mereka yang bertubuh kurus sudah
memajukan dirinya menghampiri Lee Tie menjalankan
perintahnya. Lee Tie biarpun masih kecil umurnya, tapi mempunyai
nyali yang cukup besar untuk menghadapi Tosu yang tidak
dikenal ini. Begitu melihat gerakannya Tosu kurus ini yang
tidak menguntungkan dirinya sudah segera siap untuk
menghadapinya. Terlihat si Tosu kurus sudah menggerakkan tangan
untuk mencekal jalan darahnya Lee Tie, lima tosu lainnya
juga sudah mengambil sikap mengurung dan menjaga jalan
larinya Lee Tie. Lee Tie yang melihat Tosu kurus ini biarpun mempunyai
gerakan yang cukup cepat tapi tipu silatnya biasa saja sudah
menjadi tenang dan membiarkannya bergerak terlebih
dahulu. Kemudian dengan melompat kesamping ia
menghindarkan serangannya dengan tidak balas
menyerang. Si Tosu kurus berdehem sekali dan menyerang lagi dari
sebelah kiri, terlihat tangan kanannya mendahului tangan
yang sebelah kiri dan ingin mencengkram lagi.
Hatinya Lee Tie menjadi tergerak, "Oow, kiranya kau
orang dari Hoa-san-pay?"
Begitu berkata ia sudah mulai dengan serangan
balasannya. Dengan menggunakan tipu silat tangan kanan
"Mencekal rembulan" dan tangan kiri "Menunjuk bintang"
badannya terputar ke arah belakang dan membentak keras.
"Lihat, kepandaiannya Hoa-san-pay sendiri!"
Serangannya dirobah menjadi Tangan setan dan angin
puyuh, jari tangan kirinya berputar-putar di atas kepala
orang. Si Tosu kurus sudah tidak dapat menyingkir ke kiri atau
ke kanan, jalan satu-satunya ialah hanya mundur menjauhi
sang lawan. Tapi saat itu Lee tIe-yang sudah dapat merebut
posisi telah mendahului meluncur kedepan dan memukul
tepat diatas dada orang. Lee Tie yang telah menjadi naik darah sudah tidak
berhenti sampai disini saja, begitu melihat gerakan
berbareng dari lima Tosu lainnya, ia sudah mendahului
menotok jalan darahnya si Tosu kurus tadi, kemudian
dengan sekali jambret ia sudah berhasil mengangkat tubuh
orang. Sambil diacungkan ke arah mereka ia berteriak
keras. "Apa kau orang sudah tidak memperdulikan jiwanya
lagi?" Lima Tosu itu menjadi kaget dan marah, tapi kekagetan
mereka tidak sampai disini karena mendadak telah
terdengar suaranya Lee Thian Kauw yang dingin.
"A Tie, kemari!"
Lee Tie sudah segera melemparkan tubuhnya si Tosu
kurus tadi ke arah lima kawannya dan menghampiri
ayahnya. Terlihat sang ayah sedang berdiri di belakangnya batu
besar, dari jauh tidak terlihat air mukanya yang
mengandung kemarahan. "Ayah ... " Panggil Lee Tie dengan suara sedikit
gemetaran. "Apa kerjamu sehingga sampai datang kemari?"
"Ibu telah lari. Maka aku mengejarnya sampai datang
kemari," Jawab Lee Tie dengan suara yang hati-hati.
Terlihat Lee Thian Kauw memejamkan matanya, ia
menggigit bibirnya dan terlihat kedua pipinya yang
bergerak-gerak. Lee Tie hampir tidak berani berkata-kata, perasaan
sedihnya telah timbul dengan tiba-tiba, air matanya sudah
tidak dapat ditahan lagi dan bercucuran sambil terisak-isak
ia menanya. "Ayah ... ayah mengapa sampai memaksa ibu
meninggalkan kita?" Lee Thian Kauw membuka kembali matanya dan
membentak. "Apa yang kau tangisi" Mengapa kau juga tidak turut


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekalian pergi dari sini?"
Lee Tie kemekmek. Hawa dingin dari tangan ayahnya
menyambar ke arahnya, hingga ia membuka lebar-lebar
sepasang matanya yang kecil memandang kepada sang ayah
yang seperti telah berubah ini.
Mukanya Lee Thian Kauw telah berobah menjadi
beringas, tapi begitu membentur pandangan matanya Lie
Tie yang masih tidak mengerti suatu apa seperti terkena
alirannya stroom saja telah menggetarkan hatinya.
"Lekas kau balik kembali!" katanya pelahan, sambil
menarik pulang tangannya.
Lalu ia membalikan badannya dan mendahului
meninggalkan anaknya. Lee Tie seperti telah dipengaruhi
oleh kata-kata tadi sudah balik kembali ke dalam Kui-inchung
dan langsung masuk ke dalam kamarnya.
Dasar masih anak-anak begitu membaringkan tubuhnya,
sebentar lagi tertidurlah ia dengan tidak ingat suatu apa
pula. Pada esok harinya sampai siang sekali baru Lee Tie
terbangun. Sinar matahari telah lama masuk ke dalam
kamarnya dan menyinari puncak guuang Kie-ling.
Bayangan yang menyeramkan semalam telah mulai
menerjangnya. Ia lantas lompat bangun dari tidurnya. Tibatiba
ia merasa suatu benda didalam tangannya kiranya itu
ada sebelah sepatu kecil peninggalan ibunya. "Bukankah
benda itu ada dalam kantongnya?" Demikian pikirnya.
Ia merogoh ke dalam kantong dan betul saja sudah tidak
ada, Lee Tie menjadi heran, ia menggerutu sendirian.
"Siapakah yang telah mengeluarkannya" Atau semalam
ada orang yang telah masuk mengembalikanya" Tapi
siapakah orangnya?" Dibolak baliknya sepatu kain ini dan sepotong kertas
kecil terdiatuh dari dalamnya, dipungutnya kembali kertas
kecil ini yang ternyata ada tulisannya yang berbunyi.
"Simpanlah baik-baik sepatuh kecil yang dapat
menandakan asal-usulmu sendiri dan janganlah
menyinggung-nyinggung soal ini kepada Lee Thian Kauw
yang mungkin dapat membunuh dirimu sendiri."
Di bawah kiri tertulis. "Bunga teratai dari Thian-san."
Berulang kali Lee Tie menyebut kata tiga ini.
"Bunga teratai dari Thian-san ... Bunga teratai dari
Thian-san." Baru sekarang ia tahu akan nama julukan ibunya sendiri,
tapi mengapa ia mendapat nama ini" Apa ibu bukan orang
Kui-in-chung" Atau ia pernah mengembara ke daerah
Thian-san dan mendapat julukan ini" Betulkah ayah mau
membunuhku juga" Tapi aku lari kemana?" tanyanya pada
diri sendiri. Inilah bukannya kata-kata yang bergurau kepadanya
karena ia masih dapat mengenali akan tulisan ibunya. Dari
ragu-ragu ia sudah menjadi takut dan teringatlah akan
tangan dingin sang ayah yang semalam telah
menyentuhnya, "Betulkah ayah mau membunuhku juga"
Tapi mengapa?" pertanyaan-pertanyaan ini tidak menemui
jawaban. Saat itu kata-katanya Kiauw Kiu Kong telah
berkumandang kembali. "Lee Thian Kauw tidak berada didalam kamar batu
karena ia memang bukan ayahmu."
"Braaaaakk," kepalannya Lee tie sudah memukul meja.
"Siapa yang percaya kepada kata-kata ini" Ayah mana
yang dapat membunuh anaknya sendiri?" ia telah ngedumel
sendiri. "Siuuuuuuuut," Lee Tie telah lomoat melesat
meninggalkan kamarnya sendiri, ia berlari-larian di daerah
Bong-san dengan tidak mempunyai arah tujuan sama sekali.
Tujuannya ia ingin menyendiri untuk menenangkan hatinya
yang kalut. Ia masih sukar untuk mengambil keputusannya
sendiri, tinggal atau lari dari Kui-in-chung"
Biarpun Lee Tie bukannya seorang anak yang takut mati,
tapi keadaan yang sekarang sedang dihadapinya memang
tidak mudah untuk diatasi.
Sewaktu Lee Tie dalam keadaan serba salah ini
mendadak dari arah depannya ada mendatangi seorang
kakek kurus yang memakai jubah putih, alis putih, jenggot
putih dan rambut putih. Hatinya Lee Tie sudah menjadi tergerak, sambil
mengulapkan tangan kecilnya ia mulai meneriaki.
"Hei, Kakek putih, bolehkah aku menanyakan sesuatu
kepadamu?" Si Kakek putih menghentikan langkahnya, dengan sekali
lompat Lee Tie sudah berada di depan mukanya, "Kakek
putih; jika ibu menyuruh lari dan ayah menyuruh mati,
jalan yang manakah yang harus kuambil?"
Si Kakek putih yang mendengar pertanyaan tidak ada
juntrungannya ini sudah tentu tidak mengerti. Sambil
membuka kedua matanya yang tersimpan didalam alis
putihnya ia memandang sekian lama pada Lee Tie, baru
menjawab sambil menggoyang-goyangkan kepala putihnya.
"Hiduppun mati, matipun mati."
Lalu ia membalikan arahnya dan berjalan pergi.
Lee Tie sudah lari mengikutinya Iagi, sambil menariknarik
baju putihnya ia menanya lagi.
"Kakek putih jangan lari, kau harus memberi jalan dulu
kepadaku yang sedang mengalami soal sulit ini."
Kakek putih menghentikan lagi langkahnya, dengan
tertawa ia berkata. "Yang menyuruh toh ayah ibumu sendiri" Jalan apa
yang kudapat katakan?"
Lee Tie dengan sungguh-sungguh berkata.
"Bagaimana jika kukasihkan kepada kakek putih saja
yang menentukannya?"
Si Kakek putih menjadi marah.
"Kau ini bocah memang tidak tahu diri, Mati hidupmu
bukannya aku yang menguasai mana dapat kau meminta
kepadaku untuk menentukannya."
Lalu dengan tidak menoleh-noleh lagi ia menerus
perjalanannya ke arah pegunungan di daerah Bong-san itu.
Lee Tie melihat bayangan putih si Kakek lenyap
dibaliknya gunung dan menghela napas panjang.
Ia tersadar dengan kata-katanya si Kakek putih yang
mengatakan "Mati hidupmu bukannya aku menguasai."
Mati hidupnya seseorang memangnya seseorang saja yang
dapat mengusai, maka ia sudah dapat mengambil
keputusannya. "Aku akan tetap tinggal disini dan sebentar malam akan
kutemui lagi si Kakek pendek didalam Pekarangan terlarang
untuk menanyakan kepadanya."
Setelah dapat mengambil kepastiannya, hatinya menjadi
lega dan tidak bersusah lagi.
Menjelang tibanya sang malam, setelah menunggu
sampai dipukulnya kentongan pertama, Lee Tie sudah
mengarahkan langkahnya lagi ke tempatnya itu sumur
kematian di dalam pekarangan terlarang ayahnya. Saat itu
Kiauw Kiu Kong masih belum tiba, ia duduk numprah di
bawah temboknya sumur kematian yang tadinya sangat
angker membangunkan bulu roma. Setelah sekian lama ia
menunggu dan tidak melihat kedatangannya Kiauw Kiu
Kong, hatinya menjadi tidak sabaran juga. Baru saja ia mau
berjalan pergi atau tiba-tiba kupingnya telah mendapat
dengar suara tiupan seruling yang menyedihkan sekali,
hatinya yang tabah sudah dbikin tergetar juga karenanya.
Suara seruling ini ternyata keluar dari sumur kematian
yang berada di sebelahnya.
Ia memperhatikannya suara seruling yang sedih ini.
Diam-diam ia merasa heran juga, mengapa keluarnya justru
dari sumur yang sering meminta korban ini" Apakah setan
penasaran yang meniupnya"
Tapi Lee Tie tidak percaya dengan dongeng-dongengan
setan, ia menjadi termenung-menung memikirkannya.
Tiba-tiba ia dbikin kaget lagi dengan suara tertawa
berkakakannya seseorang, suara ini ada demikian, miripnya
dengan suaranya Kiauw Kiu Kong yang telah ia kenali.
Tapi sewaktu dipikir kembali. seperti tidak masuk diakal
sama sekali, Kiauw Kiu Kong selalu menyelundup
masuknya ke dalam Kui-in-chung, mana gampang ia
tertawa berkakakan seperti ini"
Suara tertawa berkakan itu datangnya bukan Dari arah
sumur kematian dan terdengar tidak lama karena seperti
orangnya berjalan pergi dan kemudian tidak terdengar sama
sekali. Lee tie menjadi penasaran dan tidak mau meninggalkan
sumur kematian yang penuh dengan keanehan ini, sebentar
saja dua jam lagi telah dilewati.
Waktu itu tiba-tiba ia telah dibikin kaget oleh satu suara
serak yang datangnya dari arah belakangnya.
"Lee Tie, lekas datang kemari." Ia dengan cepat
membalikan mukanya, tapi tidak terlihat bayangan orang
disana. Dengan memberanikan diri ia bertanya.
"Kau siapa?" "Aku si tua pendek, lekas kau datang kemari!" Lee Tie
segera enjot tubuhnya melesat ke sana dan betul saja
dibaliknya batu terlihat seorang pendek yang sedang duduk
numprah. "Kakek pendek, mengapa baru sekarang kau datang
kemari?" Ia menanya seraya menghampiri ke dekatnya Kiu Kong.
Tiba-tiba ia telah menjerit kaget dan lompat kebelakang
lagi. "Kau bukan dia. Kau siapa" Setan atau manusia?"
"Lee Tie, apa kau menjadi heran kerena darah
dimukaku" Lekas kemari dan jangan takut lagi. Aku terluka
parah karena terkena pukulannya orang, maka tidak dapat
bergerak menghilangkan darah ini." Lee Tie yang
mendengar kata-katanya yang diucapkan dengan susah
payah ini memang mirip sekali dengan Kiauw Kiu Kong,
lalu datang menghampiri dengan penuh perhatian ia
menanya. "Kakek pendek, siapakah orangnya yang telah
memukulmu?" Kiu Kong memaksakan dirinya untuk tertawa.
"Kecuali Lee Thian Kauw sudah tidak ada orang yang
dapat melukaiku dengan semudah ini."
Lee Tie menjadi heran. "Apa" Ayahku yang telah memukulmu?"
Kiauw Kiu Kong memanggutkan kepalanya.
"Aku Kiauw Kiu Kong baru ini kali terjatuh dengan
menyedihkan sekali."
Lalu dengan sungguh-sungguh ia berkata lagi.
"Lee Tie, kau harus percaya kepadaku bahwa Lee Thian
Kauw itu adalah seorang iblis, seorang iblis yang berjubah
manusia. Semua Tosu yang berada di dalam Sam-cengkoan
digunung Oey-san telah habis terbunuh olehnya dan
perhitungan ini dengan sendirinya telah terjatuh ke atas
pundakku." Lee Tie tertegun, kemudian seperti menjadi kalap ia
berteriak. "Tidak ... Tidak ... Kau bohong ... Kau bohong ... Aku
akan segera pergi untuk menanyakan sendiri kepadanya."
Kiauw Kiu Kong menghela napas.
"Kau juga akan segera terbunuh di bawah tangannya."
Lee Tie menjadi bergidik.
"Apa?" tanyanya.
"Kau hanya mencari mati saja jika sekarang datang
kepadanya." "Mengapa?" "Kau datanglah kemari dulu agar aku dapat perlahanlahan
menuturkan kejadiannya kepadamu."
Lee Tie menjadi ragu-ragu juga dan termenung
ditempatnya. Kiauw Kiu Kong Yang melihat keraguraguannya
sudah lantas mulai dengan penuturannya.
"Sedari waktu itu aku mengantarkan mayatnya si Tosu
pengembara Jin Cun Bee ke Sam-ceng-koan di gunung
Oeysan. Lee Thian Kauw sudah menjadi takut dan curiga
kepadaku yang dapat membongkar rahasianya didalam
sumur kematiannya, maka ia segera pergi meninggalkan
Kui-in-chung dan menyusul ke tempat Sam-ceng-koan dan
membunuhi bersih semua Tosu yang berada disana. Ia
masih belum puas sampai disini saja, dengan mengikuti
jejakku ia ingin membunuh aku juga."
Lee Tie yang mendengar sampai disini sudah segera
ingat akan bajunya sang ayah yang kecipratan darah, maka
dengan kurang lancar ia menanya.
"Rahasia apakah yang ada didalam sumur kematian ini"
Apa gara-gara ini juga yang telah memaksa ibuku
meninggalkannya?" "Apa" Ibumu telah meninggalkannya?"
Lee Tie memanggutkan kepalanya.
Kiauw Kiu Kong menghela napas, mulutnya kemakkemik
seperti berkata pada dirinya sendiri.
"Sudah seharusnya si Bunga teratai dari Thiansan
meninggalkannya." Tapi kemudian dengan mengarahkan pandangan
ketempat Lee Tie ia menanya.
"Dan mengapa kau juga tidak turut kepadanya"
Sesudahnya ibumu meninggalkan Kui-in-chung, kini
giliranmulah yang menjadi sasarannya."
Lee Tie yang mendengar kata-katanya Kiauw Kiu Kong
ini sama dengan apa yang ibunya katakan sudah menjadi
bergidik juga, tapi dengan mencoba menenangkan hatinya
ia berkata. "Kakek pendek, aku masih tidak mengerti akan maksud
kata-katamu!" Kiauw Kiu Kong sampai lupa akan luka parahnya,
dengan menyekal tangannya Lee Tie ia berkata.
"Aku telah mengatakan bahwa Lee Thian Kauw itu
bukan ayahmu kalau mau tahu siapa ayahmu, orang yang
meniup seruling didalam sumur ini adalah ayahmu yang
asli." Kemudian dengan menurunkan nada suaranya ia


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata. "Tapi sayang ia sudah tidak berkaki lagi sehingga tidak
dapat mengeluarkan ilmu kepandaiannya."
Sepasang matanya Lee Tie sudah dibuka dengan lebarlebar;
sambil berontak dari cekalannya Kiauw Kiu Kong ia
berjingkrak. "Apa?" Karena gerakannya Lee Tie yang terlalu besar ini telah
menimbulkan getaran hebat sekali, hingga
menggoncangkan luka dalamnya Kiauw Kiu Kong lagi
dengan memuntahkan darah segar ia memejamkan
matanya untuk mengatur kembali penapasannya.
Lee Tie menjadi tidak enak hati melihat keadaan Kiauw
Kiu Kong. "Kakek pendek," katanya, "aku sangat berterima kasih
kepadamu, tapi sekarang sudah waktunya untuk aku pergi."
Baru saja ia mau menggerakan badannya atau Kiauw
Kiu Kong sudah membuka kedua matahya dan berkata.
"Tunggu dulu." Sambil mengeluarkan semacam benda tembaga yang
segera diserahkan kepada Lee Tie ia berkata.
"Inilah tanda kepercayaanku yang telah banyak orang
kenalinya baik-baiklah kau menyimpannya. Jika kita samasama
terhindar dari bahaya, sepuluh hari kemudian kita
dapat berjumpa didalam kota Lok-yang."
Lee Tie sudah segera mengucapkan terima kasihnya dan
ingin menemui ayahnya tapi mendadak ia ingat akan
sesuatu dan berkata. "Kakek pendek apa kau tahu akan artinya "Sembilan
tiang batu beterbangan melewati puncak gunung?"
Kiauw Kiu Kong melengak, tapi tidak lama kemudian ia
meneruskan kata-katanya Lee Tie.
"Butiran air sungai berkumpul menyaingi awan biru."
Kata-katanya Kiauw Kiu Kong ini malah
membingungkan Lee Tie saja. Maka Kiauw Kiu Kong
sudah segera memberikan penyelasannya.
"Inilah kata-kata yang diucapkan sewaktu melantik ketua
baru Hoa-san-pay. Dan hanya ketua Hoasan-pay saja yang
boleh mengetahuinya."
Lee Tie yang mempunyai reaksi tajam sudah dapat
menangkap kesalahannya kata-kata ini dan menanya.
"Kakek pendek telah membohong kepadaku, Jika katakata
ini hanya diketahui oleh ketua partai saja mengapa kau
juga dapat mengetahuinya?"
Kiauw Kiu Kong tersenyum puas.
"Betul. Memang tidak seharusnya aku dapat mengetahui
kata-kata ini, tapi ketua Hoa-san-pay yang ke-dua puluh
lima Cie Gak telah memesan kepadaku untuk mencari
calon gantinya dan telah mengatakan kepadaku."
Lee Tie yang mendengar kata-kata ini sudah menjadi
kaget, dengan membalikan badannya ia sudah segera
melarikan dirinya. Tapi Kiuw kui Kong sudah lantas meneriakinya.
"Lee tie kau balik kembali, jika ku tidak mau
menghormati lagi kepadaku, pergilah ... pergilah ke tempat
mana yang kau sukai."
Biarpun Lee Tie masih berumur kecil, tapi pikirannya
telah dapat melebihi orang dewasa, maka segera ia balik
kembali dan menjura ke arahnya.
"Kakek pendek, aku tahu akan maksud baikmu tapi kau
terlalu memandang tinggi kepadaku."
Kiuw kui kong tertawa, "Aku tidak salah melihat orang
... " Lalu dengan sungguh ia berkata, " Lee Tie mulai hari ini
kau telah diangkat menjadi ketua partai Hoa-san-pay yang
ke 26. tentang upacara penobatan boleh diundurkan pada
lain hari ... " Tapi kata-katanya Kiauw Kiu Kong telah terputus
karena saat itu secara tiba-tiba telah terdengar suara tetawa
dinginnya dari beberapa orang.
Kiauw Kiu Kong sudah tahu siapa mereka ini, maka ia
tidak menjadi kaget karenanya, dengan tertawa dingin ia
berkata kepada mereka. "Kalian ini enam orang durhaka apa masih tidak
mengenal mundur juga" Jika aku Kiauw-kui-kong tidak
mati disini, hm, hm aku mau lihat apa kau orang satu
persatu dapat meloloskan diri dari sembilan hukumannya
Hoa-san-pay?" Lalu dengan memalingkan mukanya ke arah Lee Tie ia
berkata, " Lee Tie baik-baiklah bawa dirimu sendiri."
Dengan menggunakan semua kekuatan yang masih ada
Kiauw Kiu Kong telah mementalkan dirinya melewati
tembok pekarangan terlarang untuk mengejar mereka.
Enam orang yang berada di luar melihat kegalakkannya
Kiauw Kiu Kong masih ada sudah berpencaran melarikan
dirinya. Kui-in-chung telah kembali menjadi gelap sebagaimana
asalnya. Lee Tie memandang ke arahnya langit gelap dan
termenung di sana. Tiba-tiba sinar merah mencorong tinggi di tengahtengahnya
Kui-in-chung, lelatu api berterbangan dengan
nyata sekali. Lee Tie menjadi kaget, dengan beberapa kali loncatan
saja ia telah berhasil samapai di sana, ternyata ruangan
persahabatan telah dimakan api. Ia segera tersadar akan
bahaya apa yang sedang menimpa Kui-in-chung, dengan
membuka mulut kecilnya ia berteriak-teriak memanggil
orang-orangnya. Tapi waktu itu panah berapi telah terlihat disana sini.
sebentar saja Kui-in-chung sudah penuh dengan api yang
leloncatan menari-nari. Yang mengherankan ialah
meskipun api telah menjalar sampai sedemikian luasnya,
tapi masih juga tidak terdengar suara berisiknya orang yang
menolong api. Lee Tie terbelalak matanya dengan tidak dapat berbuat
suatu apa, sebentar lagi Kui-in-chung yang megah ini akan
termusnah oleh lautan api. Tapi kemudian ia menjadi
tersadar dan berteriak-teriak lagi.
"Api ... api ... "
Dengan menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya ia
telah berlari-larian menuju ketempat kamar batu ayahnya.
Tapi semakin ia lari hatinya menjadi semakin heran,
sebegitu jauh belum pernah ia menemukan salah satu
orangnya, teriakan-teriakannya hanya berkumandang
seorang diri saja. Mendadak kakinya telah menyentuh sesuatu hampir saja
membuat ia terjungkal karenanya, ia menengokkan
kepalanya dengan serta merta berteriak kaget..
"Aaaaaaaa ... "
Ia menjadi ternganga melihat benda yang nyangkut
kakinya tadi yang ternyata tidak lain adalah tubuhnya salah
satu penjaga ayahnya. Ia menjadi tersadar dan mengerti
mengapa tidak ada orang-orang yang menolong
memadamkan api, diperiksanya lagi keadaan di sekitar situ
dan betul saja disana sini terlihat menggeletak
bergelimpangan mayat-mayatnya para penjaganya,
termasuk juga itu delapan pengawal rumah dua belas anak
penjaga pintu yang berkepandaian tinggi. Didalam Kui-inchung
kini hanya tinggal Lee Tie seorang diri tapi
perbuatan siapakah yang seganas ini" Jika menurut
penuturannya Kiauw Kiu Kong yang mengatakan bahwa
ayahnya pernah pergi kegunung Oey-san dan membasini
bersih Tosu disana, itu ada benar, dengan sendirinya Lee
Tie sudah dapat menduga akan perbuatannya Lee Thian
Kauw. Lee Tie sudah merasa bimbang, dua kakinya mulai
gemetaran, mulutnya dengan terengah-engah menyebut.
"Aku tidak jadi menemuinya ... aku tidak jadi
menemuinya ... " Tapi kemudian hati murninya berkata.
"Sekalipun aku mempunyai seorang ayah sebagai iblis,
tapi harus menemuinya juga. Aku harus menemuinya untuk
penghabisan kalinya. Apa bedanya mati atau hidup"
Biarpun mati juga harus mati dengan terang."
Betul juga Lee Tie sudah memajukan lagi langkahlangkahnya
mendorong pintu kamar batu ayahnya, dengan
mudah ia sudah dapat mendorong pintu ini karena memang
tidak terkunci. Lampu pelita tidak dinyalakan, keadaan
didalam ruangan ada sangat gelap sekali.
"Ayah, A Tie datang melihatmu lagi."
Tidak ada jawaban dari dalam kamar yang masih gelap
gelita ini. Lee Tie menjadi heran dan memikir.
"Apa ia tidak berada di dalam kamar lagi?"
Seperti patung hidup saja ia berdiri terpaku, betapapun
besarnya perasaan herannya namun diwajahnya sudah
tidak terlihat rasa takutnya lagi, dipandangnya ruangan
yang gelap ini. Mendadak badannya menjadi tergetar, dilihatnya di
sebelah kiri depannya terdapat dua sinar aneh yang
mencorong ke arahnya. Diperhatikan lagi dua sinar aneh
ini, ternyata di dalam keadaan remang-remang itu terpeta
merupakan dua biji mata manusia, dari sinar pandangan
mata ini ia juga seperti melihat wajah ayahnya yang
menyeramkan sekali, inilah satu wajah yang belum pernah
dilihatnya. Wajah Lee Tie seketika lantas berubah, dengan tidak
terasa ia bertindak mundur, tapi tiba-tiba terdengar suara
tertawa dingin yang menyeramkan dari orang yang berada
di depannya yang memang Lee thian Kauw adanya.
"Kau datang lagi?"
Seluruh tubuh Lee Tie menjadi dingin semua, ia tidak
tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan ayahnya ini.
Dalam keadaan ragu-ragu ini, tangan kirinya terasa sakit
karena tercekal oleh satu cengkraman yang kuat.
IY. SI "PUTIH KURUS" DARI BONGSAN
LEE TIE dengan terhuyung-huyung maju kedepan,
terasa badannya sudah menjadi ringan sekali dan melayang
membentur tembok batu. Kepalanya terasa sudah menjadi pening, dengan
memaksakan membuka kedua matanya ia memandang ke
arahnya Lee thian kauw yang kini sedang berhadaphadapan
muka dengannya dalam yarak yang dekat sekali.
Ia menahan getaran hatinya dan memanggil dengan
suara yang pedih sekali. "Ayah ... " "Hm ... " Hanya suara ini yang telah dikeluarkan dari
hidung sebagai jawabannya Lee thian kauw yang telah
berubah menjadi kejam. Sepasang sinar mata setannya tetap
memandang orang yang akan dijadikan mangsanya itu.
Lee tie sudah merasa tidak leluasa jika dipandangnya
terus-terusan seperti ini, maka ia mulai memecahkan
kesunyian dan menanya, " Menagapa ayah memandangku
secara ini?" "Apa kau takut?" Lee thian kauw berbalik menanya.
Lee tie malah menjadi bertambah tabah, "Apa yang
harus kutakuti" Biarpun umpama betul kau bukannya
ayahku, tapi aku juga tidak perlu merasa takut."
Ia sudah menjadi sangat sedih dan menangis.
Tapi tiba-tiba Lee thian kauw sudah membentaknya.
"Jangan menangis, siapa yang mengatakan semua ini
kepadamu" Jika kau tahu aku bukannya ayahmu, mengapa
masih mau datang juga?"
Lee tie menyusut air matanya, sambil coba
menenangkan dirinya ia menjawab, " Jika betul kau
bukannya ayahku, siapakah kau sebenarnya?"
Lee thian kauw bertindak ke samping setindak, mukanya
mulai menjadi tenang kembali dan menanya, "Kau
menyangka siapa sebenarnya aku ini?"
Lee Tie memutar-mutarkan bola matanya dan berpikir
sebentar, lalu menanya. "Apa bisa jadi kau sendiri yang telah membakar Kui-inchung"
Apa mungkin kau juga yang telah membunuhi
semua orang-orang yang berada disini?"
Lee Thian Kauw tidak menyangka Lee Tie dapat
menanyakan soal ini, tapi seraya memanggutkan kepalanya
ia tertawa, "Boleh juga demikian kau menganggapnya."
Tiba-tiba Lee Tie dengan keren membentaknya.
"Kau ini iblis yang berupa manusia, tidak mungkin aku
mempunyai ayah seperti kau ini."
Wajahnya Lee Thian Kauw lantas berobah menjadi
kejam lagi, dengan beringas ditatapnya anak yang tabah ini.
Lee Tie mundur setindak menjauhkan diri dilihatnya Lee
Thian Kauw masih tetap tidak bergerak memandang ke
arahnya. Hatinya sudah menjadi tergerak dan mundur
setindak lagi. Begitu merasakan badannya telah menempel
pada tembok batu, dengan mengempos tenaganya ia telah
mencelat keluar dari kamar batu itu.
Begitu tahu dirinya telah dapat keluar dari kamar batu
yang penuh bahaya itu, dengan tidak ayal lagi lantas
meluncur pergi. Tapi baru saja ia merasa lega atau kupingnya telah dapat
mendengar bentakannya Lee Thian kauw yang telah lewat
mendahului. "Kau masih mau lari kemana lagi?"
Lee Tie lantas mengeluh dan menjatuhkan dirinya.
Sebentar saja ia sudah diseret ke dalam kamar batu tadi.
Saat itu ia malah sudah merasa tidak takut lagi dan
mengeluarkan bentakannya.
"Akan kau apakan aku disini?"
"Apa kau masih belum mengetahui?"
Lee Tie sudah lompat bangun berdiri.
"Apa kau juga mau membunuhku disini?" tanyanya.
Lee Thian Kauw diam-diam memuji akan ketabahan
anak muda ini, tapi justru karena inilah yang telah
memaksa ia menurunkan tangan jahatnya kepada Lee Tie.
"Membunuh disini" Siapa yang telah mengatakan
kepadamu?" tanyanya seram.
"Kemarin ketika aku masuk kesini juga telah megetahui
akan maksud busukmu ini." jawab Lee Tie gagah.
Lee Thian Kauw tertawa berkakakan, katanya.


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jika betul-betul aku mau mengambil jiwamu, sudah
sedari siang-siang kau tidak dapat bernapas lagi. Harta
benda Kui-in-chung yang tidak terhitung banyaknya telah
berada di dalam kamar batu ini, aku masih mengharap
kepadamu untuk dapat mewarisinya."
Tapi Lee Tie yang sudah menjadi demikian benci
kepadanya malah meludah. "Cis, siapa yang sudi akan harta benda haram."
Tiba-tiba ia ingat akan katanya Kiauw Kiu Kong, ia
berteriak keras. "Jika betul kau telah membunuh ayahku
sendiri. kaulah yang akan menjadi musuhku nomor satu
disini." Lee Thian Kauw tertawa tergelak-gelak, terdengar
geramannya yang galak, " Lee Tie kau sendirilah yang
mencari mati, dan jangan menyesalkan aku Lee Thian
Kauw yang telah menjadi lupa diri."
Telapak tangannya dibuka mengarah dadanya si anak
muda, satu serangan hawa dingin mulai dilancarkan.
Tapi Lee Tie mana mau menerima mati dengan
demikian mudahnya" Dengan melesatkan kakinya ia sudah
dapat menghindarkan serangan maut ini.
Lee Thian Kauw Teratawa berkakakan lagi, " Lee Tie
percuma saja kau menghindarkan diri, karena akhirnya
tetap kau akan mati juga dengan ilmuku "Hawa asli dari
luar dunia ini". Ia mengangkat pula tangannya, siap untuk menyerang
dengan hawa dinginnya lagi, tapi tiba-tiba dari luar pintu
mencelat masuk satu bayangan putih yang segera
mengeluarkan suara jengekannya, " Hmm ... ! tentu saja
kau sebagai salah satu dari si "sepasang orang aneh dari
Thian-san" boleh saja mengatakan bahwa "hawa asli dari
luar dunia" ini bisa membikin orang tuati, tapi tidak
seharusnya digunakan untuk menghadapai bocah kecil ini."
Lee Thian Kauw terkejut. Terpaksa ia menarik kembali
telapak tangannya. Lee Tie segera mengenali orang yang datang adalah si
Kakek tua yang serba putih tadi, maka mulutnya lantas
berteriak memanggil, "Kakek putih ... "
Tapi kata-kata ini telah terputus karena Lee Thian Kauw
sudah mengeluarkan bentakannya.
"Aku Lee Thian Kauw belum pernah mengganggu
urusanmu "Setan Putih Kurus", sedari dulu Kui-in-chung
belum pernah melanggar wilayahmu batu kepala manusia,
mengapa hari ini dengan secara tiba-tiba kau berani
mengacau?" Tapi orang tua kurus yang serba putih ini tidak
memperdulikan tegurannya, sambil membungkukkan
badannya ia menanya kepada Lee Tie dengan suara yang
perlahan sekali, "Bocah apa kau masih kenal ke padaku?"
Lee Tie menganggukkan kepalanya.
"Kenal, kaulah orang yang kutemui di daerah Bongsan
tadi." "Bagus," orang tua serba putih itu memuji seraya
menarik tangnnya Lee Tie diajak keluar dari kamar batu
itu. Tapi tiba-tiba satu bayangan berkelebat dan Lee Thian
Kauw sudah menghadang dengan tertawa dingin, "Hm,
Hm ... apa kau "Setan Putih Kurus" dari Bongsan mengira
dapat gampang-gampang meninggalkan tempatku ini?"
Si orang tua serba putih menjadi marah, "Kui-in-chung
dan batu kepala mnausia tidak pernah bentrok, mengapa
kau menghalang-halangi?"
Lee Thian Kauw tertawa dingin.
"Apa kau kira aku Lee Thian Kauw takut kepada
ilmumu "Hawa murni dari dasar dunia".
Si orang tua serba putih masih tetap tidak mau
meladeninya, tangannya yang mencekal Lee Tie tadi sudah
dikibaskan hingga membuat si anak muda berjumpalitan
pergi, si kakek berkata ke arahnya, "Bocah tolol, lekaslah
kau pergi dari sini."
Lee Tie yang terpental jauh membalikkan kepalanya dan
dilihtanya si kakek putih sudah terkurung oleh seranganserangannya
Lee Thian Kauw yang dasyat sekali, ia sudah
menjadi kaget sekali dan meneriakinya, "Kakek Putih awas
dengan kaki kiri yang mendahului kaki kanan, menyingkir
dari si kiri membiarkan si kanan."
Kakek Putih betul-betul sudah menurut kata-katanya Lee
Tie tadi, ia selalu menyerang ke arah sebelah kanannya Lee
Thian Kauw yang memang dalam keadaan kosong.
Sebentar-saja Lee Thian Kauw sudah berbalik berada
dipihak yang terserang. Tapi si Putih begitu berhasil dengan desakannya
bukannya terus menyerang lagi malah berlompat mundur
dan membentak kepada Lee Tie.
"Apa kau mau menunggu kematianmu disini?"
Saat itu Lee Thian Kauw yang diberi kesempatan sudah
maju lagi, ia sudah merobah ilmu silatnya dengan ilmu
silatnya Hoa-san-pay yang diberi nama "pukulan
menaklukkan langit" dan ia mengeluarkan tiga pukulannya
yang terakhir yang bernama menjambak langit" menanya
dan "menerobos langit".
Kakeh Putih sudah menjadi kelabakan lagi menghadapi
perubahan serangan Lee Thian Kauw, dengan
menggunakan kegesitan tubuhnya ia hanya dapat lompat ke
sana sini menghindarkan serangan-serangan yang datang
bertubi-tubi. Hatinya Lee Tie telah tergerak, jika ia tetap tinggal disitu
saja, sukarlah untuk Kakek putih menyingkirkan diri. Maka
ia sudah berteriak kepadanya.
"Kakek Putih, aku akan jalan duluan." Dengan
menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya sudah
meninggalkan dua orang yang sedang enak berantam itu.
Baru saja ia berjalan tidak lama, dilihatnya disana telah
tersedia seekor kuda merah komplit dengan pelananya,
dengan tidak memperdulikan kuda itu kepunyaannya siapa
lagi ia sudah cemplak dan dikaburkan ke arah Utara.
Kuda merah ini dapat berlari dengan cepat sekali.
sebentar saja Kui-in-Chung sudah dapat ditinggalkan jauh
di belakang dan tidak terlihat sama sekali. Kini ia sudah
berada diluar daerah Bong-san yang tidak mudah untuk
dikejar oleh Lee Thian Kauw.
Lee Tie tiba-tiba telah teringat akan kata-katanya Kiauw
Kiu Kong yang telah menjanjikan padanya untuk bertemu
lagi didalam kota Lok-yang.
Sedari kecil belum pernah ia meninggalkan Kui-in
chung. Biarpun sering mendengar disebutnya nama kota
ini, tapi tentang letak dan jalan yang menuju ke sana masih
belum diketahuinya sama sekali.
Waktu saat itu lewat jam lima pagi, hawa udara segar,
Tadi karena harus menguatirkan pengejarannya, Lee Thian
Kauw, ia sampai melupakan diri dan membiarkan sang
kuda lari dengan semaunya sendiri, tapi sekarang sewaktu
dipikirnya lagi, kedatangan kuda merah ini ada sangat
mencurigakan sekali. Kui-in-chung yang boleh dikatakan sudah menjadi satu
perkampungan mati, hampir tidak terdapat makluk hidup
lagi disitu. Dari manakah datangnya kuda merah yang
sebagus ini" Setelah larikan kudanya sebentar lagi, waktupun telah
menjadi pagi. Di depan dari kejauhan sudah mulai terlihat
bayangannya sebuah kota. Hatinya Lee Tie sudah menjadi
gembira sekali. "Inikah kota Lok-yang?" ia menanya pada dirinya
sendiri. Hatinya berdebaran keras, pada waktu itu terlihat dari
arah depannya debu yang mengepul naik, tiga ekor kuda
yang berwarna kuning, hitam dan putih dilarikan berendeng
mendatangi ke arahnya. Sebentar saja tiga ekor kuda itu telah tiba di hadapannya,
matanya Lee Tie menjadi bersinar kagum melihat tiga
penunggangnya juga mengenakan pakaian yang
mempunyai warna sama dengan masing-masing kudanya.
Umur mereka rata-rata tidak berbeda jauh dengannya,
hanya saja karena mereka ada menyoren pedang yang telah
membuat lebih keren dilihatnya.
Lee Tie segera menyingkir kesamping untuk memberi
lewat pada mereka. ia tidak suka kepada mereka yang
berlaku sedikit angkuh-angkuhan.
Tapi memang urusan sukar untuk dihindarkan begitu
saja, penunggang kuda kuning, hitam dan putih ini begitu
sampai didepannya lantas menahan kuda mereka, terlihat si
pemuda baju hitam yang pertama membuka mulutnya.
"Hei, kau datang dari mana?"
Lee Tie menjadi heran, jawabnya. "Kota apakah ini"
Apakah mengharuskan orang yang mendatanginya kudu
melaporkan asal usulnya dahulu?"
Sikapnya Lee Tie yang agak ketolol-tololan ini membuat
si pemuda berbaju putih tertawa.
Durjana Dan Ksatria 5 Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Hikmah Pedang Hijau 13

Cari Blog Ini