Ceritasilat Novel Online

Tongkat Rantai Kumala 4

Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin Bagian 4


kali, tapi kemudian ia sudah maju lagi dan mengeluarkan
bentakannya sebagai penguat hati.
"Kau ini setan cantik, apa kau kira aku takut padamu?"
Ia memalangkan serulingnya siap untuk menantikan
segala seranganya, tiba-tiba si Pedang Tumpul sudah
menyelak diantara mereka dan tertawa.
"Biar aku saja yang menerima pelajaran darinya."
Lee Thian Kauw juga tidak mau tinggal diam. ia lompat
ke sana, memberikan pukulannya dan mengeluarkan
bentakannya. "Minggir." Pukulan tangan kosong ini jika dilihat dengan
sekelebatan saja memang tidak ada artinya. si "Pedang
Tumpul" tertawa, pedang tumpulnya digeser ketangan kiri
dan menyambati tenaga pukulan tadi.
Dasar nasibnya lagi apes, si pelajar tua yang lukanya
baru saja sembuh tadi. begitu membentur pukulannya Lee
Thian Kauw yang istimewa, kontan ia telah memuntahkan
darah segar lagi. Walaupun demikian ia masih ingat akan
keadaannya Bee Tie yang berbahaya dan meneriakinya.
-oo0dw0oo- Jilid 07 BEE Tie lekas kau lari dari sini." Bee Tie bukannya lari
menjatuhkan dirinya untuk memberikan pertolongan
kepadanya. Terlihat Go-tong Sin-kho dengan sekali bergerak juga
telah menyerang kearahnya Bee Tie.
Tidak percuma Go-tong Sin-kho sebagai istrinya sebagai
akhli pedang ternama, orang tidak melihat bagaimana ia
menggerakan tubuhnya atau tiba-tiba pedang sudah terlihat
ditangannya dan mengurung tubuhnya Bee Tie yang kecil.
Bee Tie belum pernah melihat ilmu pedang yang
semacam ini. walaupun demikian ia masih tidak takut
karena mengandalkan ke pandaian "Sumur kematian" yang
baru dapat dipelajarinya, dengan memapaki serangan
pedang ia juga mulai menggerakan seruling hitamnya.
Go-tong Sin-kho yang sedari tadi memperhatikan gerakgerik
kepandaiannya Bee Tie sudah dapat menyangka Bee
Tie akan menggunakan ilmu ini, pedangnya diturunkan
sedikit, kemudian digoreskan naik lagi.
Terdengar sekali jeritannya Bee Tie, lengan kirinya telah
terkena goresan pedangnya Go-tong Sin-kho tadi, darah
mengucur tidak henti-hentinya dari lukanya.
Biarpun demikian, Go-tong Sin-kho yang tidak
menyangka akan kegesitannya Bee Tie perhiasan diatas
tusuk kondenya juga telah terbabat terbang oleh seruling
hitamnya pemuda gagah itu.
Saat itu dari jauh terlihat satu bayangan kecil yang
berlari-larian mendatangi, sebentar saja orang itu sudah
sampai dan berkata. "Bee Tie, kau sebagai ketua partai Hoa-san-pay mana
boleh sembarangan turun tangan sendiri."
Bee Tie menjadi girang karena mendengar suaranya
orang ini, Kiauw Kiu Kong yang telah datang. Dengan
menahan rasa sakit diatas pundaknya ia sudah segera
membopong tubuhnya si Pedang Tumpul yang segera
dilemparkan kearahnya Kiauw Kiu Kong dan berkata.
"Kakek pendek, kebetulan sekali kedatanganmu ini.
Lekas bawa paman Pedang Tumpul yang terluka
meninggalkan tempat ini, sebentar lagi Bee Tie akan
menyusul setelah menyelesaikan urusan disini."
Kiauw Kiu Kong segera menyambut tubuhnya si Pedang
Tumpul yang terluka, matanya memandang kearahnya Gotong
Sin-kho dan Lee Thian Kauw sebentar, lalu dengan
menutulkan kakinya ia sudah lompat dari situ beserta
dengan si Pedang Tumpul yang terluka.
Bee Tie setelah melihatnya lenyapnya mereka berdua,
seperti telah bebas dari tugasnya tetih mengeluarkan napas
lega. Sambil menghadapi Go-tong Sin-kho dan Lee Thiau
Kauw berdua ia berkata. "Kalian ini sepasang setan lelaki dan perempuan, aku
Bee Tie tentu tidak dapat melupakan budi kalian berdua,
tunggu sajalah akan pembalasanku nanti."
Lalu dengan melewati diatas kepalanya para penonton,
Bee Tie sudah terbang meninggalkan panggung
pertandingan ilmu pedang yang sudah dibikin kacau oleh
kedatangannya itu. Lee Thian Kauw yang telah mempunyai rencana sendiri
membiarkan saja Bee Tie meloloskan diri, ia sudah boleh
merasa puas karena Go-tong Sin-kho seperti tidak akan
membiarkan ia merasa kesepian lagi.
Sebentar saja Bee Tie sudah dapat keluar dari Tong-tusan
chung dengan leluasa, tapi begitu ia memandang
kemuka dilihatnya empat pengikutnya Liang-Pek Kong-cu
sudah lama menantinya disitu! Bee Tie sudah menjadi
marah, terlihat seruling hitam berkelebat dengan kecepatan
yang luar biasa, beruntun terdengar empat kali jeritannya
mereka dan empat belah mata mereka telah mengeluarkan
darah semua terkena totokannya seruling hitamnya Bee Tie.
Dengan tidak memperdulikan mereka lagi Bee Tie sudah
menyusul kearah lenyapnya Kiauw Kiu Kong dan si
"Pelajar pedang tumpul, tadi.
X. JIE SIANSENG YANG KECIL KURUS DAN
LESU SEBENTAR saja Bee Tie telah tiba di atas jembatan kota
Lok-yang. Saat itu matahari telah condong ke Barat. Awan merah
sebentar berubah menjadi kuning keemas-emasan seolaholah
hendak merubah menjadi sorganya dunia. Siapa yang
tidak akan tertarik hatinya menikmati alam indah dihari
senja ditepi sungai dari atas jembatan ini"
Diatas jembatan inilah Bee Tie menghentikan gerakan
kakinya, ia agaknya hendak menikmati khayalannya diatas
jembatan tersebut. Puncak gunung Kie-ling yang menjulang tinggi tampak
samar-samar. Tiba-tiba Bee Tie berkemak-kemik sendiri, hatinya
tergerak. Ia berkata-kata dengan suara sangat perlahan."
"SEMBILAN TIANG BATU, BETERBANGAN
MELEWATI PUNCAK GUNUNG ... "
BUTIRAN AIR SUNGAI BERKUMPUL
ME.WAINGI AWAN RIBU. Setelah ia mengucapkan lagi kata-kata sebagai kunci
untuk mengambil kitab Kiu teng Sinkan yang ia dapatkan
dari dalam tongkat Rantai Kumala yang telah terpatahpatah
sampai dua kali, lalu timbullah pertanyaan dalam hati
kecilnya. "Apa arti dua baris kata-kata itu sebetulnya?"
Melihat pemandausan alam yang sekarang terbentang
luas didepan matanya, Bee Tie tiba-tiba merasakan seperti
ada sesuatu dari alam situ yang agaknya ada sangkut paut
dengan dua berisan kata-kata termaksud, tetapi apa
hubungannya, ia sendiri juga masih belum tahu. Ia masih
terlalu muda untuk mengatasi segala-galanya. Ia tetap
berdiri sambil mengerjakan otaknya. Pusing juga ia
memikirkan kata-kata yang tidak dimengerti olehnya itu. Ia
tadinya sudah hendak meninggalkan jembatan ini. tiba-tiba
dari jauh terlihat seorang tua kecil, kurus dan lesu tengah
mendatangi kearah jembatan tempat ia sedang berdiri.
Orang tua itu kurus sekali, lagi pula sangat lesu
kelihatannya, sehingga tampaknya sepintas lalu sebagai
orang berpenyakitan. Ketika Bee Tie menegasi dengan lebih teliti kiranya
orang tua lesu itu adalah orang yang dipanggil Jie Sianseng,
agaknya orang tua ini sedang kesal memikirkan nasib murid
bandelnya, Kang-tang-Kong-cu Hian Hui yang sebetulnya
gagah perkasa. Tetapi karena sang murid ini tidak mau
mendengar kata-kata gurunya, demikianlah, si Kong-cu
gagah yang bersenjatakan pedang berat, sang murid itu,
setelah dapat mengalahkan sepuluh orang Kong-cu lebih
akhli-akhlinya telah kehilangan kepalanya diatas panggung
pertandingan didalam perkampungan Tong-tu-san-chung.
Melihat sikapnya Jie Sianseng yang harus dikasihani itu,
lantas timbul rasa simpatinya Bee Tie. Ia lalu berjalan
menghampiri orang tua itu, lalu menjura dihadapannya
sambil berkata. "Aku yang rendah di sini datang memberi hormat
dihadapannya Jie Sianseng. Orang tua itu agaknya kaget
melihat tahu-tahu didepannya sudah ada orang tanpa ia
mengetahui kapan dan dari mana datangnya orang ini,
malah ketika ditegasi ternyata adalah seorang anak muda,
yang agaknya baru masuk dalam masyarakat dunia
Kangouw sudah lebih-lebih rasa terkejutnya. Tetapi
berbareng juga ia lantas mengenali bahwa anak muda ini
adalah satu Kong-cu yang pernah datang keperkampungan
Tong-tu-san-chung, maka ia lantas berkata.
"Oh Kiranya Bong-san Kong-cu," katanya sambil
membalas hormat anak muda ini. "Aku Jie Sianseng
merasa bangga sekali dapat bertemu lagi dengan Kong-cu."
Bee Tie Terkejut. Diam-diam dalam hati ia berpikir.
Kenapa Jie Sianseng itu lantas bisa mengenal aku" Padahal
baru pertama kali ini aku berhadapan muka dengan orang
tua ini. Dan mana ia tahu aku adalah Bong-san Kong-cu?"
Ia memikir itu, tetapi tidak berani tidak menjawab
pertanyaan orang. "Aknpun tentu merasa lebih girang bisa bertemu dengan
Jie Sianseng." jawabnya segera.
"Dan kau sekarang mau pergi kemana?"
"Aku yang rendah hendak pergi menyusul Kiauw KongKong si kakek pendek dan paman Pedang Tumpul."
"Hmmm. Memang, memang! Si tua pendek dan si
Pedang Tnmpul berdua memang paling suka pada orangorang
yang jujur dan berbakat. Tentu mereka juga
perlakukan Kong-cu sangat baik bukan?"
Bee Tie mengangguk. Dalam hatinya tiba-tiba timbul
rasa ingin tahu tentang asal usulnya orang tua
dihadapannya ini, yang tentunya bukan orang yang tidak
mempunyai nama sama sekali didalam dunia Kang-ouw.
Maka ia lantas bertanya, mula mula dengan pengujiannya.
"Dan bagaimana pandangan Jie Sianseng terhadap si
"Putih Kurus" itu?"
Si Jie Sianseng lantas tertawa bergelak-gelak. Ia juga
segera menyahut. "Hmmmm, Si setan serakah itu" Itu orang yang tidak
mau mati-mati" Awas Kong-cu, kau hati-hatilah kalau kau
mendapat kebaikan darinya. Ia selamanya tidak pernah
memberi secara percuma. Apa yang ia berikan kepada
orang, tentu ada saja yang diperintahnya sebagai bayaran.
Maka hati hatilah Kong-cu terhadap orang semacam itu.
Bee Tie lebih terkejut lagi. Ternyata Si Jie Sianseng ini
banyak sekali pengalamannya. Ia mengetahui segalagalanya.
Maka sambil memuji mengacungkan jari
jempolnya ia berkata lagi.
"Jie Sianseng sendiri tentu juga tidak kalah
kenamaannya dari mereka itu bukan?"
Si Jie Sianseng tidak mengaku, tetapi juga tidak mau
membantah. Ia hanya mengganda tertawa pertanyaan
pemuda itu. mereka terus bicara ke sana kemari sambil
berjalan. Sebentar saja tanpa terasa oleh mereka, pintu kota Lokyang
sudah dilalui. Didalam kota ini mereka lalu memilih
salah satu rumah makan yang banyak terdapat disitu,
kemudian berdua mereka mulai makan minum sepuaspuasnya.
Setelah makan minum lagi sekian lama, tiba-tiba Bee Tie
menanya. "Jie sianseng aku mau minta keterangan tentang dirinya
dua orang. Apa barangkali Jie sianseng kenal dengan
mereka." Lalu tanpa menunggu jawaban si Jie Sianseng. Bee Tie
lantas melanjutkan pertanyaannya.
"Apa. Jie Sianseng mengetahui riwayatnya Lee Thian
Kauw dari Kui-in-chung. "Lee Thian Kauw" Muridnya orang pandai dari Thiansan
yang tidak punya guna itu?" Jawabnya.
Setelah berkata, ia lalu menenggak araknya sampai
kering. "Dan ,siapa satu lagi yang hendak kau tanya?"
"Kau sendiri. Jie Sianseng, kau sendiri siapa?"
Si Jie Sianseng bangun berdiri, ia sambil mengebasngebaskan
lengan bajunya, lalu tertawa terbahak-bahak.
Tapi begitu suara tertawanya berhenti, ia lantas menotolkan
kakinya dan terus lompat melesat, keluar melalui jendela
yang terbuka lebar-lebar, sebentar saja orang tua ini sudah
lenyap dari pandangan mata Bee Tie!
Bee Tie terperanjat. Ia lantas berdiri memanggil-manggil,
tetapi yang dipanggil tidak menyahut. Ia berdiri bangun
sesaat kemudian menyelesaikan rekening makanan dan
minuman yang dipesannya, lalu segera ia meninggalkan
rumah makan itu dan melanjutkan pula perjalanannya, ia
hendak mencari Kiauw Kiu Kong dan si "Pelajar Pedang
Tumpul". Sekeluarnya ia dari pintu. Selatan, tanpa terasa ia telah
melawati jembatan kota Lokyang tadi itu kembali, dari sini
ia terus berjalan masuk kedalam perkampungan Tong-tusanchung. Agak jauh disebelah depannya ia melihat ada satu
bayangan kecil berkelebet. Ia lantas membentak.
"Hai! Kau siapa?"
"Aku!" jawab bayangan itu, suaranya halus merdu.
Sewaktu ditegsi. ternyata orang itu adalah Siauw Beng
Eng, putrinya Go-tong Sin-kho, maka dengan tidak terasa ia
sudah berseru. "Ah ..., Kau disini" Kau mau apa?"
Siauw Beng Eng agaknya sedang dalam keadaan
terdesak. Begitu melihat Bee Tie, ia lantas berkata pada
anak muda ini, napasnya sengal sengal, katanya.
"Engko Bee, akhirnya aku ketemukan kau juga disini.
Lekas ikuti aku!" Bee Tie lantas mengiknti nona ini, dengan suara


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlahan ia menanya. "Adik Siauw, ada urusan apa sebetulnya. Sampai kau
berlaku begitu tidak tenang?"
"Mari! Lekas!" mari kita sana sama singkirkan dirinya
orang she Lee itu dari dunia ini?" Jawabnya si nona buruburu.
"Lee Thian Kauw" Sekarang dimana dia?"
"Ikut aku saja. Nanti kau tahu sendiri, cepat." Tidak
lama kemudian mereka telah sampai didepan pintu gedung
besar dalam kampung Tongcu San-chung. rumahnya Siauw
Beng Eng. Disitu masih terlihat ada beberapa ekor kuda
yang ditambat. Bee Tie merasa heran, maka ia lalu menanya si nona.
"Apa Kong-cu-Kong-cu didalam masih belum bubar
semua?" "Sudah. Tapi. ibuku yang sudah memilih lima orang
diantaranya, lantas hendak mengajak mereka pulang
kepulau Go-tong." "Oooooo ... begitu?"
Bee Tie lalu menahan suaranya dan berhenti seketika.
Siauw Beng Eng menjadi heran dan menanya.
"Hai! Kerapa kau berhenti disitu" Cepatlah sedikit!"
"Tadi kau katakan kita mau singkirkan Lee Thian Kauw.
Apa cuma dengan mengandalkan tenaga kita berdua saja"
Kau harus tahu, orang she Lee itu adalah jago nomor satu
waktu ini. Meski betul tadi aku beruntung bisa melukai
dirinya, tapi itu cuma karena aku menggunakan tipu daya
... Jangankan baru tenaga kita berdua, sekalipun ditambah
lagi sampai dua kali jumlah kita, rasanya masih belum
cukup untuk mengambil jiwa anjingnya."
Mukanya Siauw Beng Eng yang cantik telah berubah
secara tiba-tiba. Dengan suara keras ia berkata.
"Engko Bee, apa kau tahu Lee Thian Kauw itu pun mau
ikut ibuku pulang kepulau Go-tong" Tapi ibuku tidak
langsung menyetujui. Lebih dulu ibu menjanjikan padanya
untuk bertanding dulu dengan ilmu pedang ayahku ibu
harus bisa dikalahkan olehnya, baru katanya mau
mengajaknya. Aku kuatir ibuku nanti bisa menangkan
orang itu, maka aku pikir sebelum orang she Lee itu
berhasil, kita singkirkan dulu jiwanya dengan kekuatan kita
berdua. Tidak nyana kau takut ini takut itu. Kalau tadinya
aku tahu kau tidak suka membantu aku. aku juga tidak
sampai membawa kau kemari ... Kalau kau tidak suka aku
juga tidak mau memaksa ... kau pergilah." Ia lalu berjalan
meninggalkan Bee Tie seorang diri.
Melihat ini, cepat-cepat Bee Tie mengejar nona ini
sambil memanggil manggil.
"Adik Siauw! Adik Siauw! Kau salah paham maksudku.
Kau tentunya tahu sendiri aku mempunyai permusuhan
sangat dalam dengan orang she Lee itu, malah sudah aku
anggap dia itu sebagai musuh buyutanku. Mana bisa aku
tidak mau membantu kau" Tapi kau harus tahu, kalau kita
teruskan usaha kita hendak menyingkirkan orang jahat itu,
aku kuatir kau nanti mengalami nasib serupa aku .."
Siauw Beng Eng merasa terharu mendengar kata-katanya
anak muda ini. Ia lantas berkata pula.
"Ah! Kalau betul-betul si orang she Lee itu jadi ikut
ibuku, lebih baik untuk seumurku aku tidak kembali lagi
kepulau Go-tong. Aku juga tidak sudi ditemani olehnya.
Saat itu Bee Tie sudah sampai disisinya nona cantik
mania ini. Ia lantas menepok bahunya si nona dengan
perlahan sambil berkata menghibur sang kawan.
"Adik Siauw. kau harus percayakan penuh apa yang ada
pada ibumu. Semua ibu rasanya tidak ada yang tidak
memperhatikan kepentingan anaknya. Ia telah tahu juga
kalau kau tidak sudi ditemani oleh orang she Lee itu?"
Si nona menganggukkan kepalanya.
"Nah! itulah. Belum tentu ibumu mau mengijinkan Lee
Thian Kauw ikut kepulau Go-tong nanti."
Siauw Beng Eng lalu lompat melesat, jauh tinggi
kedepan, terus naik keatas tembok gedung. Tiba-tiba lompat
kembali. Bee Tie baru saja hendak menaikan kepadanya, tapi
nona ini sudah mendahului dengan isyarat tangannya,
mencegah sang kawan ini bicara. Dan si pemuda ini
memang cerdas cepat mengerti maksud orang. Ia tidak
berani bicara lagi. Lalu sambil berjalan berendap-endap
Siauw Beng Eng menuju keujung tembok disebelah kiri
gedung tersebut, lalu menempelkan telinganya diatas
tembok. Bee Tie juga lantas menelad perbuatan sang kawan. Ia
turut memasang kuping. Dibalik tembok terdengar suara wanita berkata.
"Lee Thian Kauw, apa kau kira urusan antara kita bisa
dibereskan begitu gampang seperti apa yang kau sangka"
Hmmm!" Siauw Beng Eng yang mendengarkan, tahu itu adalah
suara ibunya sendiri, maka ia terus mendengarkan dengan
hati berdebar-debar. Ia tidak tahu mengapa Sang ibu itu
terhadap orang she Lee itu bisa begitu baik bicaranya,
suaranya halus merdu, tidak seperti biasa-biasanya
Lantas setelah Go-tong Sin-kho berkata terdengar suara
orang laki-laki, tentu dia adalah Lee Thian Kauw sendiri
yang menjawab sambil sebentar-sebentar perdengarkan
suara tertawa. Meski dunia bukan punya kita, tapi segala urusan
didalamnya ada ditangan kita Hong Wie (demikian nama
ibunya Siauw Beng Eng), apa kau tidak percaya pada
tenaga gabungan kita berdua" Apa kau masih sangsikan aku
Go-tong Sin-kho Han Hiang Wie tidak marah mendengar
disebutnya nama aslinya secara langsung. Ia malah balas
tertawa sambil berkata. "Dengan kepandaian yang kau miliki dan kau sendiri
adalah salah satu dari Sepasang orang aneh dari Thian-san,
tentu saja aku percaya penuh. Tapi kenapa hari ini kau
sudah dua kali gagal dengan kerjaanmu yang begitu
gampang" Pertama itu bocah she Bee sudah berhasil
meloloskan diri. Dan yang kedua kau mimpi lagi mau ikut
kami pulang kepulau Go-tong. Itu mana mungkin."
Lee Thian Kauw masih tetap tertawa-tawa.
"Hong Wie, kau dengar dulu keteranganku," katanya.
"Yang pertama, itu bocah Lee Tie pasti tidak akan lolos lagi
dari tangan mautku. Kedua, impianku juga tidak akan tidak
bisa tercapai. Kita besok pasti bisa pergi kepulau Go-tong
dan aku tidak mungkin tidak bisa ikut dengan kau?"
Bee Tie yang sejak tadi mendengarkan semua
pembicaraan antara mereka itu. diam-diam dalam hati
merasa geli sendiri, apa lagi ketika mendengar ucapan yang
mengenai dirinya, maka dalam hati ia berkata-kata sendiri.
"Lee Thian Kauw, kau sungguh jumawa. Apa kau kira
aku Bee Tie tidak punya kepandaian apa-apa" Apa kau
sangka aku bisa gampang-gampang dihina orang tuacam
kau ini" Hmm! Hmm."
Saat itu Siauw Beng Eng sudah mendapat sebuah pohon
yang tinggi dan lebar daunnya, maka ia lekas lekas naik
keatasnya. Bee Tie juga segera menelad perbuatan
kawannya ini, cepat cepat mengejarnya dan naik keatas
pohon tersebut. Sesampainya Bee Tie diatas pohon, segera ia membisik
dekat telinga nona itu katanya.
"Rupanya mereka akan segera mulai bertanding."
Liauw Beng Eng menganggukan kepala. Tangannya
menunjuk kebawah sebelah dalam gedung tanpa berkatakata.
Mengikuti arah yang sudah ditunjuk oleh nona itu, Bee
Tie sigera dapat melihat gerakannya Go-tong Sin-kho yang
sedang berdiri berhadapan dengan Lee Thian Kauw
ditempat sejarak sepuluh tombak lebih jauhnya dari ia dan
si nona sembunyikan. "Jarak antara tempat sembunyi kita dengan mereka lebih
jauh. Bagaimana nanti kita bisa menyerang si Lee Thian
Kauw itu. Apa tidak lebih baik kita ke sana lebih dekat
mereka supaya lebih leluasa kita turun tangan nanti?" bisik
Bee Tie lagi ditelinga sang kawan.
"Biarlah, Rasanya sudah tidak bisa kita ke sana. Kalau
kita bergerak, sedikit suara saja sudah pasti dapat diketahui
oleh mereka. Biarlah kita tunggu kesempatan baik saja."
Saat itu terdengar pula Go-tong Sin-kho berkata sambil
tertawa. "Lee Thian Kauw kau jangan terlalu pandang rendah
diriku. Jangan kau sangka aku ini bisa sembarang kau
hinakan begitu rupa. Biar bagaimana aku masih ingat anak
perempuanku satu-satunya itu. bagaimana perasaannya
nanti ... Ah! cepat-cepatlah kau keluar dari sini! Aku tidak
suka kau ikut kami pulang kepulauku."
"Hong Wie, kau juga hendaknya jangan pungkiri janjimu
sendiri. Aku akan segera menyerang. Sebentar setelah ada
keputusan siapa unggnl siapa asor. kita boleh bicara lagi.
kau berjaga-jagalah."
Setelah berkata begitu, dengan sebat Lee Thian Kauw
sudah menghunus pedangnya yang lalu dipakai menyerang
ia mengarah bagian dada orang, tetapi belum lagi mengenai
sasarannya, sudah hampir menempel di kulit dada wanita
tersebut, serangannya sudah di tarik kembali.
Go-tong Sin-kho menurunkan pedangnya agak sedikit
kebawah. lalu menggentaknya kembeli keras-keras. hingga
seketika pedang itu mengeluarkan bunyi mengaung yang
nyaring, lama tidak berhenti, sampai masuk ke dalam
telinga muda mudi yang sedang mencuri lihat merasakan
telinga mereka ketulian. Lee Thian Kauw tidak menyingkir dari serangan
pedangnya wanita cantik itu. ia tahu si cantik ini tidak akan
melukai dirinya, maka ia sendiri lantas menyerang seperti
yang pertama. Kini Go-tong Sin-kho tidak diam saja ia berkelit
kesamping, lalu dari samping lompat menubruk lagi
kemudian dengan membalikkan pedangnya ia mengarah
bagian iga ditubuh lawannya tanpa melihat lebih dulu.
Lee Thian Kauw memuji dalam hati. Lawannya tanpa
melihat lagi telah bisa membuat arah tujuan pedangnya
dengan sangat tepat pada sasarannya. Entah bagaimana lagi
tingginya ilmu pedang keluarga Siauw Yung sudah
termasyur" Atas datangnya serangan ia membungkukan
badannya sedikit, dadanya ambles kebelakang
menghindarkan serangan ujung pedang menuju iganya.
Go-tong Sin-kho dengan cepat menarik pulang
senjatanya, ia lalu mengayun tubuhnya melesat kebelakang
tubuh lawannya melalui kepala orang she Lee itu.
Bee Tie yang menyaksikan setiap gerakan wanita cantik
itu, dalam hati diam-diam ia memuji.
"Ilmu pedang yang sangat bagus," katanya tanpa terasa,
untung suaranya perlahan.
Tetapi dilain pihak Siauw Beng Eng sudah seperti orang
menangis wajahnya dengan suara gemetaran ia berkata.
"Ibuku belum lagi menggunakan sepenuh
kepandaiannya. Sebetulnya gerakan tadi itu biasanya ibu
gunakan kalau hendak menyerang musuh tangguh. Biar
bagaimana musuh itu tidak luput dari seranganserangannya
ke arah embun-embunan orang she Lee itu."
"Oooo ... " seru Bee Tie, suaranya agak tertahan. Jadi
kalau begitu ibumu sendiri sengaja mengalah.
Siauw Beng Eng menutup rapat mulutnya. Ia tidak
menjawab pertanyaan kawannya.
Didalam gelanggang pertempuan atau lebih tepat lagi
kalau dikatakan tempat latihan dalam satu perguruan,
terlihat Lee Thian Kauw sudah memamerkan seluruh
kepandaian simpanannya dan sudah mulai mengurung di
sekitar badan langsingnya Go-tong Sin-kho.
Bee Tie menoleh kebelakang, melihat Siauw Beng Eng
sudah mulai mandi air mata. Ia jadi turut bersedih. Dengar
suara sesenggukkan si nona berkata pula.
"Ibu sekarang sudah tidak menggunakan ilmu
kepandaian keluarga Siauw lagi. Ah, ibu. Kau kenapa bisa
jadi begitu?" "Adik Siauw, janganlah selalu kau turuti getaran hatimu.
Tenanglah. Jagalah baik-baik kesehatanmu sendiri. Kau
tidak boleh terlalu bersedih," demikian Bee Tie coba
menghibur hati nona cantik itu.
Siauw Beng Eng tundukan kepala, ia lalu melayang
turun, kemudian dengan tindakan perlahan ia berjalan
menuju ketempat orang sedang bertanding.
Bee Tie menjadi sibuk sendiri. Cepat-cepat ia menyusul
turun, ia sibuk tidak karuan karena saat itu Siauw Beng Eng
dengan terang-terangan hendak langsung menghampiri Lee
Thian Kauw. Diam-diam dalam hati ia berkata-kata sendiri.
Kalau kita kepergok oleh mereka, bukannya percuma saja
siasat yang kita atur tadi"
Maka ia lalu memeringati si nona.
"Adik Siauw, kau sabar sedikit apa tidak bisa?" katanya
perlahan. Tetapi yang ditegur seolah-olah tidak mendengar
ucapannya itu. sama sekali tidak menjawab ia terus berjalan
kemuka. Saat itu Lee Thian Kauw sudah berkata lagi dengan
suara sombong. "Hong Wie, lebih baik kau menyerah saja. Mari besok
kita sama-sama pergi. Apa kau kurang puas dengan lima
orang Kong-cu pilihanmu" Berhentilah, mari kita dudukduduk
didalam. Sekarang kau masih bukan tandinganku.
Tiga tahun kemudian, meski dunia bukan kita punya, tapi
rasanya untuk kita berdua malang melintang tidak ada yang
bisa melarang kita lagi. Berbantah Go-tong Sin-kho tidak
menghentikan gerakannya, tetapi juga tidak menyerang
sungguh. Begitu pula halnya dengan Lee Thian Kauw orang yang
pengawakannya tinggi besar ini tidak berhenti sampai disitu
gerakan-gerakan mereka sama-sama perlahan, seolah olah
mereka itu bukan sedang bertanding mengadu kekuatan
atau kemahiran dalam ilmu pedang, melainkan seperti dua
saudara seperguruan yang sedang berlatih ilmu silat."
Saat itu terdengar pula suaranya Lee Thian Kauw
menanya.

Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana" Apa kau tidak mau menghentikan
gerakannya?" "Apa dengan ucapanmu tadi nama busukku nanti tidak
akan tersebar kemana-mana, Lee Thian Kauw tertawa
dingin. Ia berkata pula. "Nama busuk ..." Nama busuk .?" Pada saat itu nanti,
siapa yang berani membusukkan nama kita" Apa kau kira
mereka akan berani mengganggu kita berdua" Apa kau
masih belum yakin kita nanti akan berhasil gilang gemilang"
Sudahlah Hong Wie. kau tahanlah seranganmu.
Meski dimulut ia menyuruh menahan serangan, tetapi ia
sendiri tidak mau berhenti dengan gerakan-gerakannya.
Bee Tie yang mendengarkan terus pembicaraan mereka,
tanpa merasa menjadi bergidik juga.
Disana, Go-tong Sin-kho dan Lee Thiait Kauw mana
lagi boleh dikatakan mengadu ilmu pedang. Mereka
tampaknya seperti pengantin baru yang sedang melatih
ilmu, mata mereka lirik sini memain ke sana. asyik sekali
rupanya mereka. Bee Tie yang menyaksikan terus, tambah lama tambah
merasa sebal dan rasa gusarnya sudah menjadi-jadi.
Tiba-tiba terlihat satu bayangan hijau berkelebat.
Matanya Bee Tie dirasakan berkunang-kunang. Karena
sedikit lalai, tangan Siauw Beng Eng yang sedang
dicekalnya terlepas, dan nona ini terus melesat ke arah
mereka yang sedang main-main. Untuk menyandaknya,
sudah tidak keburu. Ia tidak berdaya.
Maka sambil mengempos semangatnya, pemuda ini
lantas terbang melayang menuysul kawannya, seruling
hitam masih tetap tergenggam di tangan.
"Siapa?" demikian terdengar suara bentakannya Lee
Thian Kauw. Tangannya yang sebesar kipas lantas
dikerjakan, memukul kearah bayangan hijau yang sedang
menubruk dirinya. Siauw Beng Eng. demikian bayangan hijau itu, tidak
dapat menahan datangnya serangan dahsyat dari tangannya
orang she Lee itu. Tubuh kecil langsingnya lantas terbang
melayang-layang terkena serangan Lee Thian Kauw untuk
kemudian jatuh ketanah tanpa dapat bangun kembali. Ia
sudah pingsan. Go-tong Sin-kho sangat terperanjat begitu lekas ia
mengenali siapa orang yang terkena serangan si orang she
Lee. Itulah puterinya sendiri!
Maka sambil menjerit berat ia lantas terbang menubruk
puteri kesayangannya itu.
Lee Thian Kauw sendiri. begitu mengetahui siapa yang
terkena pukulannya, menjadi kaget juga, tanpa terasa ia
menjerit tertahan. Ia sama sekali tidak menyangka hari itu
ia akan melukai bakal anak tirinya. Seketika ia berdiri
termangu-mangu bagai orang yang sudah lupa segalagalanya.
Ini sungguh merupakan suatu kesempatan yang sangat
baik bagi Bee Tie. Seruling hitamnya lantas diputarputarkan
beberapa kali, mengurung seluruh jalan darah
terpenting ditubuhnya Lee Thian Kauw.
Lee Thian Kauw yang sudah kelepasan tangan melukai
calon anaknya, seperti sudah hilang semua ingatannya,
sama sekali tidak tahu bahaya datang mengancam jiwanya.
Ia tidak mampu menahan serangan Bee Tie yang paling
hebat. Sewaktu ia engah datangnya bahaya, waktunya
sudah kasep. Meski ia sudah bergerak cepat menyingkirkan
diri. namun tak urung dirinya telah kena totokan seruling
hitamnya anak muda itu. Dengan sangat tepat tiga jalan
darah ditubuhnya sudah kena tertotok. Badannya orang she
Lee ini sampai terhuyung-huyung mundur lima kaki
jauhnya dan keadaannya sangat mengenaskan.
Melihat ini, Bee Tie kembali merangkak. Seruling hitam
dipindahkan ketangan kiri. lalu Bluk! dadanya sang musuh
sudah dihajar tangan kanannya.
Bee Tie sudah sangat girang. Pikirnya, hari ini Lee Thian
Kauw pasti akan roboh dalam tangannya sendiri.
Tidak nyana, sambil keluarkan suara seruan melengking
tinggi, badannya Lee Thian Kauw yang tinggi besar
melompat berdiri dan pergi menghindarkan serangan maut
yang sedang ditujukan ketubuhnya oleh si anak muda Bee
Tie. Bee Tie mengerti, meski Lee Thian Kauw sudah terluka,
tetapi rasanya masih belum mampu untuk ia dapat hasil
kemenangan dari jago Thian-san itu. maka kalau ia masih
tetap tidak mau lari menyingkirkan diri cepat-cepat, tentu
kerugian akan diderita oleh pihaknya rendiri.
Maka tanpa pikir panjang lagi ia lalu lompat tinggi
sambil membalikan tubuh, lalu berdiri disampingnya Gotong
Sin-kho, Seruling hitamnya sudah dikerjakan lagi,
mengarah bagian pundak wanita itu mulutnya membentak.
"Kau! Perempuan macam apa kau" Tidak tahu malu.
Apa kau masih punya muka menemui putrimu" Kau
kepinggir!" Dengan didahului satu sambaran angin kuat serulingnya
telah menyerang lurus mengarah satu jalan darah
ditubuhnya Go-tong Sin-kho. Wanita ini tidak menyangka
sama sekali. Tadinya ia sedang membungkuk dan
memeriksa luka ditubuh putrinya. Begitu mendengar ada
suara angin berkesiur. ia lantas mengerti ada orang sedang
membokong. Sebelah tangannya lantas menekan tanah dan
tubuhnya. melesat pergi dari depan putrinya.
Bee Tie tidak membuang buang tempo lagi. Ia terus
memondong tubun Siauw Beng Eng dan lantas melayang
pergi, Sebentar kemudian ia sudah berada kembali diatas
tembok tempat ia dan nona dalam pondongannya sekarang
mengumpat tadi. Tadi baru saja ia mau lompat turun, tiba-tiba ia
mendengar suara tertawanya Lee Thian Kauw yang amat
nyaring. Ternyata dibawah tembok tempat Bee Tie berdiri, sudah
berdiri rapih lima orang Kong-cu, semua adalah Kong-cuKong-cu pilihannya Go-tong Sin-kho. Agaknya mereka
sudah lama menanti disitu, wajahnya sudah tak sabaran
tampaknya. Go-tong Sin-kho sendiri menggunakan kesempatan selagi
Bee Tie merandek, lantas mengayun diri menerjang kearah
anak muda ini sambil tertawa dingin ia berkata.
"Bocah she Bee, paling selamat kau letakkanlah tubuh
anakku disitu. Dengan cara itu baru aku nanti tak akan
menyusahkan dirimu lagi. Bee Tie menyingkir. "Ngaco belo !" bentaknya cepat. "Nona Siauw sendiri
tidak sudi akui kau ibunya, mana ia mau punya ibu macam
kau" Hmm. Hm. Apa kau masih punya muka mau minta
dua lagi dari aku si orang she Bee ini" Hmm. Jangan harap!
Kau jangan mimpi." Badannya Go-tong Sin-kho menjadi gemetaran seketika
mendengar kata-kata si anak muda.
"Bee Tie, apa arti ucapanmu tadi?"
"Kau! Perempuan hina tidak tahu malu. apa kau kira
bisa mengelabui puterimn sendiri" Paling baik lekaslekaslah
kau enyah dari sini. Dan cepat-cepatlah kau
kembali kepulan Go-tong-mu bersamu suami barumu itu,"
kata pemuda ini. "Tentang nona Siauw ini. biar sampai
harus terlunta-lunta sekali pun, tidak nanti mau kenal kau
lagi! Kau mau bikin apa" Hayo pergi ,"
Go-tong Sin-kho gusar bukan main. Bagai orang
kemasukan setan ia lalu mengamuk, menyerang secara
membabi buta. "Bocah. Aku mati ambil jiwa anjingmu."
Mulutnya berkata, pedangnya juga sudah lantas
dikerjakan. Bee Tie tidak berdaya menghadapi wanita lihay ini. Ia
segera lompat turun menyingkirkan diri dari serangan Gotong
Sin-kho yang sudah kalap.
Tiba-tiba tubuhnya Siauw Beng Eng menggeliat dalam
pelukannya Bee Tie. Dengan suara perlahan terdengar nona
ini berkata. "Engko Bee, lekas kau gunakan pedangku."
Bee Tie telah dapat disadarkan juga. Lekas-lekas ia
menyimpan seruling pemberian ayahnya dan menghunus
keluar pedangnya si nona yang tersoren dipinggangnya
yang langsing. Go-tong Sin-kho menyerang. Bergeraknya tubuh disertai
menggunakan suara pedang. Ia melakukan serangan secara
sungguh sungguh mengeluarkan tipu-tipu simpanan
keluarga Siauw Yung mematikan.
Bee Tie mesti sudah dapat memahami segala macam
tipu-tipu atau lengkapnya setiap gerakan ilmu pedang dari
berbagai macam golongan, meski tidak takut menghadapi
wanita cantik itu, terapi oleh karena Go-tong Sin-kho
sewaktu menghadapi Lee Thian Kauw tadi tidak
memperlihatkan serangan-serangan yang dilancarkan
seperti terhadap dirinya sekarang, maka ia masih belum
dapat memahami, juga tidak bisa memecahkan dengan
segera. Apalagi sekarang ia sedang memondong si nona
yang sedang terluka. maka sebentar saja sudah kena
terdesak dan kerepotan sendiri.
Seruling! Dalam keadaan sangat genting itu, tiba-tiba Siauw Beng
Eng berkata. "Ular berkeliaran! Burung beterbangan! ...
Orang bermabukan! Setan bergentayangan! ...
Meskipun suaranya perlahan sekali, tetapi cukup dapat
didengar jelas, sampaikan Go-tong Sin-kho sendiri dapat
menangkapnya. Bee Tie bagai orang baru tersadar dari tidurnya, sambil
menepuk batok kepalanya ia berkata.
"Terima kasih, adik Siauw."
Sambil berkata, kakinya yang sebelah kanan digeser
mundur satu langkah, ia berhasil menghindarkan ujung
pedang Go-tong Sin-kho secara mudah sekali.
Lalu, tiba-tiba ia mengangkat pedangnya dan membuat
gerakan setengah lingkaran di tengah udara, ini
bermaksudahendak meloloskan diri secara paksa dari
lingkungan sinar pedang Go-tong Sin-kho.
Go-tong Sin-kko yang mendengar puterinya mengisiki
ilmu pedangnya kepada orang luar, bukan main rasa
gusarnya. Maka ia lantas membentak dengan suara amat
keras. "Anak keparat. Bagus betul kelakuanmu" Kau bukannya
menolong ibumu sendiri malah sebaliknya kau membantu
musuh. Awas kau!" Bee Tie yang sudah dapat mengambil kedudukan sangat
baik, dari pihak diserang sekarang berbalik menjadi pihak
penyerang, ia tidak mau menyia-nyiakan lebih cepat
sehingga tampaknya bagai seekor naga kecil sedang
berloncatan, badan pedang sudah hendak melilit tubuhnya
Go-tong Sin-kho yang sedang gusar.
Kala itu di atas tembok sudah berdiri lima orang Kongcu
pilihan, mereka itu adalah, Lutong dan Kim-leng Kongcu
berdua di sayap kanan. Tiang-pek Kong-cu ditengahtengah
dan dua Kong-cu lainnya adalah Tho-hoa dan Lamyang
Kong-cu dibagian kiri. Sambil menghunus pedang masing masing kelima orang
Kong-cu tersebut seolah-olah merupakan satu pagar
manusia, menjaga jalan lolosnya Bee Tie yang
bermaksudahendak keluar dari dalam pekarangan Tong-tusanchung. Diantara lima orang Kong-cu yang memiliki rasa
perikemanusiaan yang wajar dan tidak menaruh hati dengki
atau dendam terhadap pemuda yang sedang terkurung
disitu. Empat orang Kong-cu yang lain adalah sebaliknya
sangat iri hati terhadap pemuda lawan mereka itu yang
sejak tadi terus memondong tubuhnya si nona cantik, maka
setiap waktu mereka sudah siap hendak membunuhnya.
Terutama sekali adalah Tiang-pek Kong-cu yang berdiri
ditengah-tengah antara mereka. Ia adalah orang yang paling
membenci Bee Tie, kalau ia hendak menelan bukti-bukti
sang musuh, karena keempat orang gurunya, semua telah
dibikin hilang masing-masing satu matanya oleh anak muda
itu, tentu saja rasa dendamnya luar biasa hebatuya. Ia ini
dengan mata beringas sejak tadi terus mengawasi lawannya
agaknya ia sudah tidak sabaran.
Bee Tie mengeluh melihat jaring yang dipasang
untuknya itu. Meski sekiranya ia dapat berhasil
merubuhkan Go-tong Sin-kho atau setidak-tidaknya dapat
meloloskan diri dari hadapan wanita cantik ini, tetapi
agaknya tidak dapat ia meloloskan diri dari kepungan lima
Kong-cu itu bersama Lee Thian Kauw sendiri.
Begitu ia mengingat namanya Lee Thian Kauw segera ia
ingin melihat orangnya. Apa lacur, orang yang ditakuti
masih belum tampak, sebaliknya yang terlihat adalah empat
orang tinggi besar, guru gurunya Tiang-Pek Kong-cu tengah
memandang padanya terus dengan mata sebelah tanpa
berkesiap. Tidak jauh ia mengisar pandangan matanya
dilihatnya Lee Thian Kauw yang saat itu telah selesai
menyatakan pernapasannya juga tengah memandang
kearahnya dengan sorot mata buas.
"Bocah," bentaknya. Apa dalam ke adaan sekarang ini
kau masih memikir hendak meloloskan diri lagi?"
Bee Tie tidak menggubris ucapan Lee Thian Kauw, ia
berpaling mengawasi Go-tong Sin-kho. lalu sambil
keluarkan suara dihidung ia berkata.
"Hmm. Anaknya sendiri tidak mau akui ibunya apalagi
... Hmm. Hmm." "Tutup mulut!" Bentak Lee Thian Kauw, suaranya amat
keras bagai bunyi geledek menggelegar.
Seiring, dengan ucapannya, orangnya juga turut maju,
diikuti oleh empat gurunya Tiang-pek Kong-cu.
Mereka ambil posisi mengurung.
"Apa kau masih tidak mau menyerah!" bentak Lee Thian
Kauw lagi. Bee Tie tanpa memperdulikan musuh-nusuhnya yang
tengah mengurung dirinya, saat itu lalu menundukan
kepala, dengan suara perlahan ia menanya Siauw Beng Eng


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam pelukannya. "Adik Siauw keadaan sudah jadi begini. Rasanya ini
masih lebih sukar dari pada naik ke langit. Buat aku sendiri
tidak nanti aku merasa menyesal mati disini. Tapi kau, adik
Siauw, bagaimana dengan kau yang masih terluka sekarang
ini?" Siauw Beng Eng menggerakan mulutnya yang mungil.
Dengan suara perlahan ia menyahut.
"Engko Bee, tinggalkan aku disini! Biarlah, biarkan aku
disini. Aku sangat berterima kasih atas budimu ini. Kau
tinggalkanlah aku ... Dan. Meski aku tahu ibuku tidak nanti
kerembet-rembet hanya karena urusanku ... "
"Adik Siauw." dengan cepat Bee Tie memotong. Bukan
maksudku begitu. Kalau kiranya ibumu tidak suka
mengampuni kau, mengapa aku tinggalkan kau disini"
Tentu lebih baik kita adu jiwa dengan mereka. Betul tidak?"
"Jangan engko Bee. kau jangan begitu nekad. Taruhlah
aku disini. Aku rasa, dengan kepandaian yang kau miliki
sekarang pasti kau bisa lolos dari sini. Biarkanlah aku.
Cepat!" Bee Tie menjadi terharu. Dengan suara pilu ia berkala.
"Adik Siauw, mesti aku tahu cuma ada satu jalan buat
kita tempuh, tapi tidak boleh tidak kita harus punya
kepercayaan pada diri sendiri. Biar kita mesti mati. tapi kita
harus tetap mempertahankan harga diri kita. Adik Siauw,
sekarang aku mau tanya lagi padamu. Kau mau ikut aku
atau kembali lagi pada ibumu!"
Siauw Beng Eng dengan suara sedih mengharukan
berkata. "Engko Bee, jangan kau sebut-sebut ibu lagi padaku, Aku
sudah tidak punya ibu."
Semua orang yang berada disekitar tempat itu cukup
mendengar terang kata-kata yang mengharukan hati yang
keluar dari dalam mulutnya nona cantik itu. Tidak
terkecuali dengan Go-tong Sin-kho, wanita cantik ini sudah
lantas pucat pasi wajahnya, ia tidak mampu mengucapkan
kata-kata apapun juga. Ia hanya berdiri menjublek, berdiri
bagai patung tak bergerak.
Di lain pihak, Bee Tie sudah terbangun kembali
semangatnya. Dengan suara keras ia membentak.
"Sekarang kalian boleh maju semua!"
Tetapi tidak ada orang yang bergerak. Dalam keadaan
demikian, tidak ada yang berani mendahului bergerak.
Melihat keadaan mereka itu, diam-diam Bee Tie bersiap
siap hendak meninggalkan tempat itu.
Ketika ia lewat disampingnya Go-tong Sin kho, tiba-tiba
Siauw Beng Eng dalam pondongaunya menjerit keras.
"Hong Wie! Kau racun dunia! Bunuhlah aku. Aku tidak
sudi melihat muka ibuku seperti kau! Sampai mati rasa
benciku tidak akan hapus! Kalau kau tidak mau bunuh aku,
nanti setelah aku keluar, jangan sesalkan pembalasanku!"
Bee Tie yang mendengar itu, sangat terkejut. Sebenarnya
ia hendak menutup mulutnya si nona, tetapi tersurung oleh
rasa ingin tahu. ia terus mendengarkan semua kata-kata
caciannya si nona sampai habis. Ahirnya ia menghiburi hati
Siauw Beng Eng. ..Adik Siauw janganlah kau terlalu bersedih. Lukamu
tidak enteng, hati hatilah kau sedikit. Jangan kau turuti
bisikan hatimu. Kau tenanglah ... "
Masih banyak yang mau diucapkan, tapi tiba-tiba
tubuhnya Siauw Beng Eng yang kecil lingsing sudah
berontak dari pelukannya. Dari mulutnya darah segar lantas
menyembur keluar, tapi ia masih terus berusaha melepas
diri dari dalam pondongannya Bee Tie.
Go-tong Sin-kho yang mengawasinya, tidak berani
memandang lebih lama. Ia lalu menutupi mukanya sambil
menjerit keras keras. "Lee Thian Kauw. Sudah puaskahkan sekarang" Apa
tidak cukup kau permainkan kami"!"
Setelah berkata sambil melemparkan pedangnya ketanah,
janda cantik itu lantas lompat naik keatas tembok
pekarangan, ia bermaksudahendak berlalu meninggalkan
Tong-tu San-cung. Tiba-tiba terlihat dua sosok bayangan dari luar tembok
yang lompat masuk sambil menyerang berbareng kearahnya
Go-tong Sin-kho, memaksa janda cantik ini turun kembali.
Dibarengi oleh suara tertawanya yang nyaring,
munculah disitu si "Pelajar Pedang Tumpul". Dengan suara
keras ia berseru. "Sin-kho. Kau jangan lari dulu! Tidak hormat rasanya,
begitu tamu datang, tuan rumah sudah lantas mau pergi
keluar." Melihar orang baru datang ini. dalam hati diam-diam
Bee Tie mengucapkan syukur.
"Dia datang ... Aku ketolongan ... Hah! Syuknrlah."
demikian pikirnya. Tetapi, biar bagaimana pun juga. ia masih tetap merasa
heran. Mengapa luka-lukanya si pelajar tua itu bisa sembuh
dalam waktu yang demikian cepat"
Baru saja Bee Tie merasa kegirangan, tiba-tiba ia melihat
Lee Thian Kauw mengangkat ibu jari tangan kanannya.
Melihat itu, hatinya terkejut. Tanpa terasa ia sudah
berteriak. "Awas! Dia membokongi" Seorang lagi yang berdiri
disebelah si Pelajar Pedang Tumpul, yang "selalu
memperhatikan gerak-geriknya Lee Thian Kauw, melihat
gerakan orang she Lee ini lantas menyilangkan tangannya
dari dalamnya lalu keluar angin pukulan kuat menyerang
Lee Thian Kauw. Sambit tertawa ia juga berkata
"Orang she Lee! Apakan mau bikin satu Sumur kematian
lagi disini" Aku Kiauw Kiu Kong yang pernah mengalami
kebaikan hatimu, kini hendak minta pengajaranmu."
Lee Thian Kauw keluarkan suara dihidung. Ia kini
berdiri berhadap-hadapan dengan Kiauw Kiu Kong. si
orang tua pendek. Go-tong Sin-kho yang mendengar perkataan-perkataan
Siauw Beng Eng yang menusuk hati, yang katanya tidak
mau mengenal ia lagi sebagai ibunya, perih rasa hatinya.
Walau pun demikian, hubungan erat antara ibu dan anak
sukar diputuskan begtu saja. Maka ia sengaja hendak
meninggalkan Tong-tu San-chung supaya putrinya ini
bersama Bee Tie bisa meloloskan diri. Tidak nyana tiba-tiba
muncul dua orang aneh ini, si Pedang Tumpul dan si Kakek
Pendek yang memaksanya balik kembali kedalam. Karena
ini, gusarnya sudah menjadi jadi. Ia yang terus mengalami
desakan desakan yang tidak habis habisnya begitu
mendapat desakan yang terlalu hebat, tidak dapat menahan
sabarnya lagi, maka ia lalu mengeluarkan perintahnya.
"Para Kong-cu, dengar perintah! Orang-orang yang
mengacau didalam gedung ini jangan sampai ada yang satu
bisa lolos. Bereskan mereka semua."
Menggunakan kesempatan selagi wanita ini bicara, Bee
Tie lalu menghampiri si Pedang Tumpul dan berkata
padanya dengan suara sangat perlahan.
"Ular berkeliaran. Burung berterbangan. Orang
bermabukan. Setan bergentayangan."
Go-tong Sin-kho lalu mengambil kembali pedangnya
yang dilemparkan ditanah tadi, kemudian sambil menuding
dengan pedangnya ia membentak Bee Tie.
"Bocah she Bee! Apa kau kata tadi" ... Anak-anak.
Tangkap bocah kurang ajar ini lebih dulu."
Tiang-pek Kong-cu yang paling membenci Bee Tie,
begitu mendapat perintah, lantas mendahului kawankawannya
yang lain, maju kedepan sambil berkata.
"Bee Tie! Kau ganti dulu empat mata guru-guriku! ...
!Kalian-kalian, maju semua!"
Mendengar terakan ini, dari empat Kong-cu kawannya,
sudah ada tiga orang lagi maju sanbil menghunus
senjatanya masing-masing, dengan bersenjatakan pedang
semuanya, mereka lalu maju mengepung Bee Tie ditengahtengah.
Hanya Lu-tong Kong-cu seorang yang masih tetap
berdiri di tempatnya dengan tegak.
Lee Thian Kauw yang menyaksikan perbuatannya lantas
menjadi marah. Ia lalu membentak keras.
"Hai! Bocah Lu-tong! Apa kau tidak dengar perintah!
lekas maju." Berbareng pada saaat itu, ia juga lantas menggerakkan
tangannya menyingkirkan serangan tangan Kiauw Kiu
Kong yang sedang maju menghantamnya.
Kiauw Kiu Kong tidak berani mengadu kekerasan
dengan kekerasan. Ia sudah cukup tahu kelihayannya orang
she Lee ini, maka ia hanya menyingkirkan diri dari
serangan orang lihay itu. Ia terus mencari-cari adanya
kesempatan baik untuk tangan terhadap jago Thian-san ini
Empat gurunya Tiang-pek Kong-cu, agaknya sudah tidak
bisa tinggal diam terlalu lama. Serentak mereka mengurung
Bee Tie, Go-tong Sin-kho sendiri lantas memapak si Pedang
Tumpul yang pada anggapannya adalah biang keladinya
dari kekacauan tersebut. Keadaan dalam Tong-tu San-chun kembali kalut. Lebih
dari sepuluh orang sedang melakukan pertempuran hebat"
Semua orang-orang disitu sudah bergerak kecuali Lu-tong
Kong-cu seorang yang masih tetap berdiri tanpa bergerak,
hanya matanya saja yang bermain. Ia selalu memperhatikan
sekitar medan pertempuran. Terutama ketika ia melihat Bee
Tie yang sedang terkurung oleh tujuh orang musuhnya,
dianggapnya perbuatan itu sangat keterlaluan sekali.
Kecuali Lu-tong Kong-cu sendiri, masih ada seorang
lagi, yang terus memperhatikan jalannya pertempuran dari
atas payon rumah yang tidak berjauhan letaknya dari
medan pertempuran. Orang ini adalah Jie Sianseng yang
sangat dicurigai oleh Bee Tie, bahwa orang tua kurus
macam orang berpenyakitan itu tentu mempunyai asal usul
tersendiri yang masih merupakan rahasia besar!
Orang tua kurus macam orang berpenyakitan itu
memperhatikan terus setiap gerakannya Bee Tie. Diamdiam
dalam hati ia memuji. "Bakat bagus! Buat melihat bocah ini rasanya tidak sulit.
Tetapi Jie Sianseng menjadi sangat terkejut karena saat
itu ia melihat Kiauw Kiu Kong dan si Pedang Tumpul
sudah terdesak mundur masing-masing oleh Lee Thian
Kauw dan Go-tong Sin-kho. Melihat keadaan mereka ini,
Jie Sianseng sudah bersiap siap hendak turun tangan
membusuk. "Tidak nyana aku Jie Sianseng hari ini akan
terlibat dalam urusan bocah ini ..." demikian dalam hatinya
berkata, ia lalu menghela napas dalam dalam.
Tetapi sesaat sebelum Jie Sianseng turun tangan
membantu. Lu-tong Kong-cu tiba-tiba sudah lompat
mendahului sambil perdengarkan suara tertawa mengejek.
Ia berkata. "Ilmu pedang keluarga Siauw Yung kesohor tidak
tahunya cuma sebegitu saja. Hmm! Aku Lu-tong Kong-cu
Jie Ceng Kun aku merasa sangat kecewa dan percuma
menbuang-buang waktuku melulu untuk pulang kepulau
Go-tong." Go-tong Sin-kho menjedi murka. Ia melancarkan Juras
jurus serangannya dengan terlebih gencar lagi. Tidak lama
kemudian terdengar suara jeritan si Pedang Tumpul.
Ternyata pundaknya telah tertusuk tembus oleh pedangnya
si janda cantik dari jago pedang she Siauw almarhum.
Go-tong Sin-kho menekan sebelah kakinya dan
mencabut keluar pedang yang menancap dipundak si
Pelajar tua. Darah segar lantas mengalir keluar dari bekas
luka tusukan pedang tadi.
Si Pedang tumpul yang telah berkali-kali mendapat luka,
merasa tidak dapat bertahan lebih lama, maka dengan
sebelah tangan menekan lukanya, tangan lainnya
menyerang Go-tong Sin-kho dan kakinya tidak tinggal diam
lantas lompat tinggi untuk terus kabur dari situ.
"Sungguh hebat permainan ilmu pedang keluarga Siauw!
Ah sekarang baru merasa dibikin melek mataku. Sampai
lain kali. Aku si Pedang Tumpul mau jalan lebih dulu."
Sesaat Kemudian, lenyaplah si Pelajar Pedang Tumbul
yang baik hati dan suka menolong sesamanya itu.
Go-tong Sin-kho lalu menoleh, memandang Lu-tong
Kong-cu dengan wajah beringas.
"Hmm! Sungguh berani kau! Berani kau mencaci aku?"
katanya dengan geregetan.
Setelah berkata, tanpa membuang-buang waktu lagi ia
lantas menggerakkan lagi pedangnya yang baru saja minta
korban menusuk kearahnya Lu-tong Kong-cu Ie Ceng Kun.
Ie Ceng Kun tidak merasa gentar. Ia cepat menyampok
pedang lawan dengan pedangnya sendiri.
Dua senjata saling bentur hingga mengeluarkan lelatu
seperti kembang api. Go-tong Sin-kho merasakan tangannya kesemutan. Ia
terperanjat. Ternyata ilmu kepandaian pedang dan tenaga
dalamnya Lu-tong Kong-cu yang sedang dihadapinya ini
jauh tinggi dari empat Kong-cu pilihannya yang lain.
Tetapi, dilain pihak. Ie Ceng Kun lebih-lebih kagetnya.
Karena begitu dua pedang beradu, telapak tangannya
dirasakan pedas linu, hampir saja ia tidak dapat menyekal
pedangnya lagi. Jie Sianseng yang menyaksikan kehebatannya si Kong-cu
dari Lu-tong, diam-diam dalam hati memuji.
"Ah! Ada lagi satu bakat bagus. Kepandaiannya cukup
tinggi. Bagus!" Dari gebrakan pertama ia sudah tahu kalau hanya untuk
melayani Go-tong Sin-kho dalam puluhan saja rasanya
masih mampu Lu-tong Kong-cu menghadapinya, tapi tak
demikian halnya dengan Kiauw Kiu Kong Si kakek pendek
agaknya sudah tak dapat bertahan lagi dalam sepuluh jurus
berikutnya, maka dengan segera ia melayang turun dan
pedangnya bareng dikerjakan menyerang Lee Thian Kauw
untuk menolong Kiauw Kiu Kong
Lee Thian Kauw lantas berteriak teriak melihat
datangnya orang baru. Jie Sianseng terus mendesak orang She Lee itu dengan
tipu tipu pukulan yang istimewa dari golonganya sendiri.
Lee Thian Kauw yang diserang bertubi tubi ahirnya


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasa kewalahan juga, tapi dari serangan serangan itu
lama kelamaan ia dapat ingat juga seperti pernah melihat
tipu tipu lawanya itu. Demikianlah, setelah berpikir sejurus lamanya, tanpa
terasa ia berseru. "Hai! Apa kau orang dari Oey-san-pay?"
Jie Sianseng yang mengetahui orang she Lee itu dalam
waktu sekejapan saja sudah dapat mengenali gerakan ilmu
pedangnya, seketika itu wajahnya berubah pucat. Cepat
cepat ia berkata. "Hmm! Ternyata kau kenal juga permainanku"
Bagaimana" Apa kau cukup puas ..." Eh! Kapankau
bertemu dengan orang Oey-san-pay kami?"
Kiauw Kiu Kong yang mendengarkan pembicaraan
antara kedua orang tersebut agak tergetar juga hatinya. Ia
lantas maju lagi dengan maksudahendak mengerubuti Lee
Thian Kauw. Lee Thian Kauw agak gelisah hatinya. Ia lantas
meneriaki kekasihnya. "Hong Wie, tinggalkan bocah keparat itu. Jangan kau
takut dia nanti bisa kabur. Pasti dia tak akan lolos dari
tangan kita ... Lebih baikkan tahan dulu setan tua yang
pendek buntek ini. Aku sendiri mau membereskan sisanya
orang Oey-san-pay." Kiauw Kiu Kong gusar. Ia lantas membentak dengan
suara keras. "Lee Thian Kauw! Orang-orang Oey-san-pay punya
ganjelan apa dengan kau?" Kenapa kau begitu ganas
membasmi orang-orangnya."
Jie Sianseng, mendengar perkataannya Lee Thian Kauw
dan kata-katanya Kiaw Kiu Kong agaknya sudah mulai
mengerti, inilah dia orangnya yang membasmi partainya.
Maka ia lantas mengeluarkan teriakan keras.
"Lee Thian Kauw! Jadi kaulah orangnya yang
membunuh-bunuhi orang-orang Oey-san-pay kami! Hmm!
Kau manusia kejam! Aku harus adu jiwa dengan kau!"
-oo0dw0oo- Jilid 08 LU-TONG Kong-cu yang ditinggal begitu saja oleh Gotong
Sin-kho mana mau mengerti" Dengan cepat ia lantas
memburu. Tetapi ketika ia melihat keadaannya Bee Tie ia
merasa kuatir juga, maka ia lalu menghampiri anak muda
ini untuk memberikan bantuannya.
Dengan adanya bantuan Lu-tong Kong-cu sebentar saja
lalu terdengar suara jeritan beruntun dari mulutnya Hoayyang
Kong-cu dan Tho-hoa Kong-cu yang kedua-duanya
terkena sasaran pedangnya Bee Tie.
Empat orang tua picak itu juga satu demi satu ikhirnya
dapat dirobohkan oleh Bee Tie bersama Lu-tong Kong-cu.
Setelah keadaan tidak terlalu mendesak. Bee Tie lalu
menyerahkan Siauw Beng Eng yang sudah terluka parah
dan tidak sadarkan diri kepada Lu-tong Kong-cu Ie Ceng
Kun. "Saudara, tolonglah kau bawa dia ini ke kuil Pek beesie
diluar kota Lok-yang dan aku akan segera menyusul.
Lekaslah sedikit," katanya ketika ia menyerahkan Siauw
Beng Eng kepada Kong-cu dari Lu-tong itu.
Ie Ceng Kun yang mendengar itu menjadi tertegun, ia
lantas menanya. "Saudara Bee, kau sendiri disini mau tunggu apa" Mari
kita berangkat sama-sama."
"Lekaslah kau pergi dulu. Tentang aku, biarlah aku
masih dapat melawan mereka. Nanti setelah sampai disana
tentu akan kuceritakan kepadamu semua apa yang kau
ingin ketahui." Ie Ceng Kun yang melihat keadaan sudah mendesak
demikian rupa, tanpa berkata-kata lagi ia lalu ambil oper
tubuhnya nona cantik itu. kemudian pergi meninggalkan
perkampungan Tong-cu San-chung dan orang-orang yang
sedang bertempur sengit didalamnya.
Setelah tak ada beban lagi, barulah Bee Tie merata
hatinya lega. Tetapi, untuk dapat membinasakan Lee Thian
Kauw serta Go-tong Sin-kho. rasanya bukanlah pekerjaan
mudah. Maka setelah menyerang Go-tong Sin-kho beberapa
jurus, ia lantas meneriaki kawan-kawannya yang lain.
"Kakek Pendek, Jie Sianseng mari kita tinggalkan
mereka!" Disebelah sana, Jie Sianseng berbalik sudah mulai
terdesak oleh serangan-serangan Lee Thian Kauw yang
mematikan, maka Bee Tie segera maju ketempat mereka
bertempur dan membantu orang tua ini sambil berteriak
kearahnya. "Jie Sianseng. lekas kita tinggalkan mereka!"
Setelah berkata, ia lalu menyerang Lee Thian Kauw
secara hebat dan lantas pergi lebih dahulu meninggalkan
Tong-tu San-chung. Perbuatannya itu segera diikuti oleh
Kiauw Kio Kong dan Jie Sianseng.
Go-tong Sin-kho yang masih memikirkan keselamatan
pnterinya, tidak mau terlalu mendesak lawan-lawannya ini,
maka ia hanya berdiri diam saja ketika ketiga orang
lawannya kabur. Lee Thian Kauw yang melihat Go-tong Sin-kho diam
bagai terpaku dan tidak mau mengejar terus, maka lantas
berhenti bergerak. Ia lalu menghampiri Kekasihnya ini
tanpa berkata-kata. Bee Tie, si kakek pendek Kiauw Kiu Kong serta Jie
Sianseng bertiga meski tidak ada yang mengejarnya namun
masih terus lari secepat-cepatnya.
Tiba-tiba Go-tong Sin-kho menangis menggerung-gerung
sambil berteriak teriak. "Orang, she Lee! Kau yang bikin aku sampai begini!
Kaulah yang mencelakakan aku!"
"Oh ... Kau ... kau ... Kaulah yang membikin kami ibu
dan anak berpisah ... Ah!"
Sambil berteriak-teriak pedangnya juga digerakkan
menyerang Lee Thian Kauw secara bertubi-tubi.
Untunglah jago Thian-san ini mempunyai mata yang
cukup celi, begitu melihat pundak sang isteri bergerak, ia
lantas berkelit, dan selanjutnya ketika dicecer dengan
serangan yang berturut-turut, ia lompat sana melesat kemari
menghindarkan serangan si janda. Tetapi sambil berlarilarian
ia juga berusaha membujuki wanita yang sudah
seperti orang kalap itu, katanya.
"Hong Wie, kenapa kau salahkan aku terus terusan" Kau
tenangkan dulu pikiranmu. Pikirlah apa aku betul-betul
bersalah?" "Apa" Hmm" Siapa lagi kalau bukan karena kau!
Manusia busuk!" Lee Thian Kauw tidak dapat berkata-kata lagi. Ia
bungkem seribu bahasa! "Orang she Lee! Aku peringatkan sekali lagi padamu!
Jangan kau harap nanti kau bisa ikut aku pulang kepulauku.
Sekali lagi kukatakan padamu aku tidak suka kau ikut."
Lee Thian Kauw tidak marah, ia memainkan bola
matanya. Lalu sambil tertawa acuh tak acuh ia berkata.
"Hong Wie, kau jangan marah marah dulu. Aku juga
tahu kau tentunya sangat menyinta anak gadismu itu ..
Kau tenanglah. Aku berani jamin keselamatannya dan aku
akan berusaha mengembalikan dia kedalam pelukanmu.
Kau percayalah ucapanku. Sabarlah.
Go-tong Sin-kho dengan Wajah merah padam berkata
pula. "Antara kita sudah tidak ada hubungan lagi! Kau mau
bikin apa uruslah sendiri! Tidak ada sangkut pautnya
dengan aku. kau boleh pergi kemana kau suka! Kau boleh
turuti kemauanmu sendiri. Jangan bawa-bawa aku lagi.
Pergi, Pergi!" Selelah itu, Go-tong Sin kho lalu menyimpan kembali
pedangnya, kemudian tanpa menoleh kebelakang lagi ia
terus meninggalkan Lee Thian Kauw sendirian.
Melihat tingkahnya dan mendengar kata-katanya. Lee
Thian Kauw agaknya juga sudah tidak dapat menahan
sabar lagi. Maka dengan memperlihatkan wajah aslinya ia
lalu menghadang dan berkata dengan suara agak keras.
"Han Hong Wie! Aku begitu baik perlakukan kau. Tapi
begitukah periakuanmu terhadapku?"
Mendengar itu, Go-tong Sin-kho yang sudah agak reda
amarahnya, mulai gusar lagi. Ia lalu menghunus pedangnya
kembali, kemudian dengan tidak kalah keras suaranya ia
membentak. "Minggir! Kalaukau tidak turut kata-kataku, jangan kau
sesalkan aku, yang nanti tidak akan berlaku sungkansungkan
lagi terhadap kau! Akan kubunuh kau disini.
Pergi." Tetapi, heran bin ajaib, kegusarannya Lee Thian Kauw
mendadak lenyap seketika, hilang seperti gumpalan awan
hitam tersapu bersih oleh sinarnya mata hari siang. Sambil
perlihatkan senyumannya yang dibuat-buat ia berkata.
"Hong Wie jangan kau bergurau lagi dengan aku. Tadi
aku sudah katakan kepadamu, aku tanggung anakmu itu
akan kembali dalam pangkuanmu. Kau dengarlah! Besok,
tetapi seperti rencana semula, kita bersama sama naik
keatas kapal berpura-pura hendak kepulau Go-tong. Lalu
malamnya, kita kembali lagi kedarat secara sembunyisembunyi
dan kita cari dimana tempat anak emasmu itu
disembunyikan. Dengan cara ini aku yakin kau berhasil
mendapatkan dia kembali. Bagaimana" Apa cukup jelas"
Go-tong Sin-kho bungkam. Lee Thian Kauw dengan gerakannya yang amat sebel
lantas mencekal lengan kekasihnya ini dan kini Go-tong
Sin-kho tidak berontak lagi. Melihat usahanya berhasil, Lee
Thian Kauw lalu menyarungkan pedang Go-tong Sin-kho
kembali kedalam serangkanya yang tergantung dipinggang
sang kekasih yang kecil langsing. Kemudian ia mengusapusap
tangannya Go-tong Sin-kho yang halus licin, wajahnya
ramai dengan senyuman, menenatap wajah kekasihnya
yang masih agak cemberut. Perlahan-lahan, dengan
kepandaiannya memikat hati kekasih wanita akhirnya ia
telah berhasil membuat janda cantik ini berseri-seri kembali.
Mari sekarang kita tengok perjalanannya Bee Tie dan Jie
Sianseng bertiga dengan Kiauw Kiu Kong si kakek pendek,
yang setelah ia melarikan diri dan mengetahui tidak ada
orang yang mengejar, sampai janta barulah mereka berani
mengendurkan langkahnya. Saat itu Kiauw Kiu Kong lalu membuka mulut memulai
bicara. "Bee Tie. sebagai seorang ketua partai besar, mana boleh
kau kemana-mana sendirian" Apalagi untuk menempuh
bahaya mana boleh kau tidak berteman" Kalau tadi sampai
terjadi sesuatu apa atas dirimu, bukankah akan cuma-cuma
saja pengharapan kami orang-orang tua?"
Bee Tie mendengar itu hanya menganggukkan kepala
saja ia mengakui keadaannnya.
Kiauw Kin Kong lalu menengok kearahnya Jie Sianseng
sambil menanya. "Jie Sianseng. entah ada hubungan apa antara kau
dengan Sam Ceng Totiang?"
"Sam Ceng Siansu adalah suhuku almarhum."
Kiauw Kiu Kong angguk-anggukkan kepala.
Jie Sianseng lalu membuka matanya lebar-lebar.
Agaknya ia sedang menahan rasa gusarnya.
"Apa betul Lee Thian Kauw itu yang membunuh-bunuhi
orang-orang partai kami Oey-san pay?" tanyanya kepada si
orang tua pendek. Bee Tie mendahului si kakek pendek menjawab
pertanyaan itu, katanya dengan suara keras.
"Siapa lagi kalau bukan dia! Aku dengan mata kepala
sendiri melihat dia satu waktu pulang kedalam kamar
batunya dengan badan berlepotan darah. Sudah pasti dia
baru pulang dari gunung Oey san. Jie Sianseng tentang ini
tidak perlu sangsi-sangsi lagi. Aku sebagai saksi utama."
Mukanya Jie Sianseng pucat pasi seketika. Sambil
menjura menghadap kearah gunung Oey-san pay ia berkata.
"Disini dengan saudara Kiauw dan Bee sebagai saksi
aku Ie Hoa Cie bersumpah akan membunuh si jahanam Lee
Thian Kauw untuk membalaskan dendam sakit hati suhu
almarhum dan para saudara golongan Oey-san-pay kami
yang dibinasakan olehnya."
Setelah itu ia lalu berkata pada Bee Tie.
"Engko kecil bukannya aku mau mengumpak-umpak
orang, tapi dengan sejujurnya aku katakan didalam dunia
dewasa ini. tidak ada bakat sebagus kau ini. Kau berlatih
terus baik-baik supaya cepat berhasil. Aku Ie Hoa Cie
sekarang mau minta diri. Sampai bertemu dilain waktu."
Setelah memberi hormat kepada Kiauw Kiu Kong dan
Bee Tie berdua, lenyapnya Jie Sianseng Ie Hoa Cie dari
hadapan mereka. Jie Sianseng telah pergi jauh. Saat itu Bee Tie tiba-tiba
teringat kembali halnya si "Pelajar Pedang Tumpul" yang
Sedang menderita luka parah, maka ia lalu berkata pada
Kiauw Kiu Kong. "Kakek pendek, mari kita cari paman Pedang Tumpul.
Bagaimana boleh kita biarkan ia sedang terluka parah!"
Kiauw Kiu Kong mendengar itu, setelah berpikir sejenak
lalu berkata. Tentang itu, kita atur begini saja. Kita sekarang
berpisahan. Soal si Pedang Tumpul kau serahkan padaku.
Kau sendiri boleh cari Lu-tong Kong-cu dengan kekasihmu
itu" Bee Tie yang mendengar usul itu, segera menyetujui dan
segera ia berangkat, maksudnya hendak pergi ke kuil Pekbeesie untuk menyusul Lu-tong Kong-cu dan Siauw Beng
Eng. Belum berjalan seberapa jauh, tiba-tiba di tengah jalan
terlihat rebah terlentang tubuhnya seseorang, agaknya orang
itu sudah tidak bernapas, lekas-lekas Bee Tie menghampiri
orang tersebut. Bukan main terkejutnya ia karena orang itu
bukan lain dari pada si Pedang Tumpul sendiri, itu orang
yang telah berkali-kali membantu dan menolong ia dalam
berbagai kesukaran. Disitu, ditengah-tengah jalan besar, si Pedang Tumpul


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rubuh mengeletak dengan badan mandi darah. Pada
pundaknya yang terluka masih terus mengalir keluar darah,
begitu pun dan sudut bibirnya.
Bee Tie yang melihat itu merasa heran sekali ia cepat
cepat membungkuk hendak meneliti dengan lebih seksama.
"Hei! Aneh betul. Kenapa dari mulutnya juga bisa
keluar darah" Sedang tadi ketika bertempur, ia terluka
dipundaknya, tentu juga mesti pundak yang mengeluarkan
darah, tapi, sekarang kenapa bisa keluar darah dari mulut"
Ini kerjaan siapa lagi."
Ia cepat-cepat memeriksa urat nadinya. Ternyata masih
berdenyut, meskipun sangat perlahan. Hatinya agak girang
juga, karena harapan untuk menolong jiwa orang tua ini
masih ada. Ia segera memberikan bantuannya dengan
menyalurkan tenaga murninya ketubuh si korban.
Tidak lana kemudian, si Pedang Tumpul sudah siuman
kembali. Tiba-tiba ia berterik-teriak tidak karuan.
"Setan Putih! Beranikau bersekongkol dengan
penghianat-penghianat Hoa-san-pay" Ini! Kau terimalah
sekali lagi seranganku!"
Dan pelajar tua itu benar benar memukul, tetapi bukan si
Setan Putih yang diserang adalah Bee Tee yang dijadikan
sasaran. Anak muda ini terkejut, ia segera mengegos
menghindarkan serangan tersebut.
Saat itu terdengar pula olehannya orang tua itu.
"Arak! Tambah araknya lagi. Hai Setan Putih! Tunggu
dulu! Kau jangan lari dulu ... "
"Paman sadar. Disini tidak ada si Putih Kurus. Aku Bee
Tie." kata Bee Tie dengan suara halus.
"Disini cuma ada aku, Bee Tie." ulangnya.
"Kau" Apa betul kau. Bee Tie?"
"Ya, betul. Aku Bee Tie, bukan si Putih Kurus.
Berbareng pada saat itu di tempat agak kejauhan samar
samar terdengar suara beradunya senjata. Bee Tie yang
mempunyai pendengaran sangat tajam, mendengar juga
suara itu. "Lekas ... Lekas! ... " demikian si Pelajar Pedang
Tumpul mencoba berkata dengan susah payah.
"Cepatan kau pergi ke sana. Disana kekasihmu sudah
direbut si setan putih. Biarpun ada Lu-tong Kong-cu yang
masih terus mengejar dia, tapi aku sangsikan ... Cepat!
Cepat sedikit!" Bee Tie mendengar itu sangat terkejut, tetapi ia merasa
ragu ragu, apa harus mengejar atau mesti menolong jiwa
orang lebih dulu. "Tapi ... tapi ... kau paman ... kau rasakan badanmu
sekarang bagaimana" Apa sudah baikan?"
"Jangan pikirkan aku! Aku tidak bisa mati disini. Lekas!
Cepat kau susul si setan putih disana."
Bee Tie yang melihat si Pelajar Pedang Tumpul masih
tidak dapat bergerak, mana dapat bergerak, mana dapat
hatinya tenang" Mana mau ia meninggalkan si Pelajar tua
begitu saja! Maka ia segera memondong tubuhnya si pelajar
tua itu dibawa masuk kedalam sebuah rimba lebat terdapat
ditepinya jalanan itu, lalu diletakkau didalam semak-semak
yang lebat supaya tidak bisa dicari oleh musuh dan supaya
orang tua ini dapat beristirahat dengan teuang tanpa ada
orang yang berani mengganggu.
Setelah selesai mempernahkan dirinya si "Pelajar Pedang
Tumpul" yang masih terluka, barulah Bee Tie berani
meninggalkan pergi, cepat cepat ia menuju kearah dari
mana datangnya suara beradunya senjata tadi.
Tidak lama ia berlari, didepan tampak Lu-tong Kong-cu
Ie Ceng Kun sedang dikerubuti oleh enam tosu penghianat
dari Hoa-san-pay. Ketika Bee Tie datang lebih dekat, ia sangat terkejut.
Dilihatnya Lu-tong Kong-cu ini sudah keripuhan sekali
melayani enam orang tosu itu.
Bee Tie yang memangnya mau menolong orang tanpa
berkata-kata lagi lalu menghunus pedang Siauw Beng Eng
yang masih ada dalam tangannya, lantas nrenyerbu masuk
ketengah-tengah kalangan pertempuran.
Sebentar terdengar suara jeritan-jeritan ngeri, enam tosu
penghianat itu saling susul rubuh menggeletak ditanah.
Terlepaslah Ie Ceng Kun dari kepungan mereka.
Lu-tong Kong-cu sangat girang mengetahui datangnya
bantuan dan melihat adanya Bee Tie sendiri maka cepatcepat
ia menyambut. "Saudara Bee. Nona Siauw dibawa lari ke sana. Cepat
cepat kita kejar," katanya sambil menunjuk kedepan.
Bee Tie melihat ketempat yang ditunjuk dan betul saja
jauh disana samar-samar terlihat satu bayangan putih
seperti sedang menggendong orang, lari dengan cepat
menuju ke atas puncak gunung Kie-ling
"Tentu itu si Putih Kurus yang membawa kabur dia
kedalam batunya yang berkepala manusia." menggerutu
Bee Tie. Lalu tanpa menghiraukan mati hidupnya enam tosu
(imam) penghianat yang saat itu sudah rubuh
bergelimpangan ditanah semuanya, ia lantas menarik
tangannya Ie Ceng Kun sambil berkata.
"Mari kita kejar!"
Maka dua Kong-cu muda ini lantas mengejar kearah
mana bayangan putih tadi melarikan diri.
XI. SIAPAKAH LU-TONG KONG-CU
IE CENG KUN. PUNCAK gunung Kie-ling sebentar saja sudah tampak
didepan mata. Dua Kong-cu berlari-lari mendekati puncak
gunung tersebut. Betul saja, tak antara lama dua Kong-cu muda ini dapat
menyandak bayangan putih yang sedang mereka kejar itu
yang bukan lain adalah si Putih Kurus sendiri, itu orang
yang serakah dan temaha. Jauh jauh Bee Tie sudah berteriak-teriak.
"Hai! Setan Putih! Berhenti ... ! Lepaskan nona Siauw!
Kalau kau tidak turut, jangan salahkan kalau aku Bee Tie
tidak mau perdulikan orang tua lagi! Aku tak mau kenal
kau lagi! Si Putih Kurus tak mau menghentikan langkahnya, ia
malah kabur lebih cepat sambil tertawa terbahak-bahak ia
berkata. "Hm! Enak saja. Kecuali kalau kau mau menyerahkan
itu kitab Kiu teng Cin-keng padaku, lain orang tidak bisa
menyuruh aku melepaskan dia ini. Juga jangan kau harap
seumurmu nanti bisa menemui dia lagi."
"Ngaco !" seru Bee Tie. Langkahnya lantas dipercepat.
Sebertar saja si Putih Kurus sudah melewati satu
tikungan lagi. Ie Ceng Kun dan Bee Tie yang mengejar orang kurus ini
sesaat kemudian sampai juga ditikungan itu. Tetapi sewaktu
mereka sampai disitu, bukan main terkejutnya ke dua
pemuda itu, karena mereka sudah kehilangan jejaknya si
Putih Kurus yang membawa kabur Siauw Beng Eng.
Mereka celingukan ke sana kemari. Terlihatlah sebuah
batu aneh yang berbeutuk kepala manusia.
"Hmm! Hmm! ... " terdengar dua kali suara jengekan si
Putih Kurus secara tiba-tiba.
Bee Tie yang tajam pendengarannya, tahu bahwa suara
nu keluarnya dari dalam batu aneh berbentuk kepala
manusia itu, maka ia segera mengajak Ie Ceng Kun menuju
kesitu. Pada saat itu tiba-tiba dari atas batu aneh macam kepala
manusia itu melesat, keluar puluhan jarum jarum kecil.
Bee Tie sambil membentak keras, dengan menggunakan
pedang kepunyaan Siauw Beng Eng yang masih tergenggam
dalam tangannya! menyampok jatuh semua jarum-jarum
tersebut. Kemarahannya sudah menjadi jadi, ia lalu
mengajak Ie Ceng Kun, lebih dulu ia sendiri yang lompat
kebawahnya batu aneh tersebut. Mereka berdua berputarputaran
disitu sekian lama tetapi biar bagaimana telitinya
sudah mereka mencari namun masih tidak juga dapat
menemukan tempat yang digunakan oleh si Putih Kurus
sehajat jalan masuknya disekitar batu aneh macam kepala
manusia tersebut. Bee Tie sudah hilang sabar. Ia lalu mengenjot tubuhnya,
naik keatas. "Kepala, dan baju aneh itu, tetapi juga usahanya sia-sia
belaka, ia tidak bisa mendapatkan suatu apa yang kiranya
mencurigakan. Ia merasa heran, dalam hatinya diam-diam
berpikir. Eh! Kemaua Si Setan Kurus itu" Dan dari sebelah
mana dia masuk kedalam tadi" Aneh, bagaimana dia bisa
hilang. Ie Ceng Kun yang melihat urusan sudah menjadi
demikian rupa, lalu menarik napas dalam-dalam kemudian
berkata. "Saudara Bee. maafkan aku yang telah mengakibatkan
terjadinya semua kejadian ini."
Bee Tie mengawasi sahabat barunya ini sesaat, lalu
berkata. "saudara janganlahkan bersusah hati. Ini bukan melulu
kesalahanmu, aku juga turut bersalah. Mereka itu memang
telah lama merencanakan penculikan ini. Mana kita dapat
menjaga sesuatu sedang kita telah masih belum bersiapsiap"
Lagi pula tadi karena terganggu oleh pertempuran kita
tidak bisa jalan bersama-sama satu orang dua tangan mana
bisa melawan begitu banyak orang-orang. Tapi kalau kita
ingat lagi Si Setan Kurus itu yang sudah kenamaan yang
meski sudah menyerang kau, tetapi kau bisa terus bertahan,
itu apa tidak cukup membuat kita puas" Kau tidak usah
kuatir, dia adalah puterinya Go-tong Sin-kho. Eh, ya. Siapa
nama saudara yang mulia?"
"Namaku Ie Ceng Kun, aku adalah anak ketiga dari
ayahku yang bernama Ie Tong Sen. Apa saudara Bee
pernah dengar nama ayah?"
Bee Tie belum lama berkecimpung dilaut dunia
Kangouw, terhadap nama-nama jago baru maupun lama
belum pernah ia dengar, begitu juga nama Ie Tong Sen dai
Ie Ceng Kun ayah dan anak tidak pernah didengarnya.
Maka ia lantas menggeleng-gelengkan kepalanya atas
pertanyaan sang kawan. "Aku sebagai satu anak dusun, yang belum pernah
berkelana belum tahu nama Ie Locianpwe. Tapi dengan
melihat kepandaian saudara Ie saja sudah bisa dipastikan
tentu Ie Locianpwe sendiri punya nama besar sekali dalam
kalangan Kangouw, numpang tanya, apa kedudukan ayah
saudara dalam dunia rimba persilatan."
"Ah kenapa saudara Bee Tie terlalu merendah! Ayahku
Ie Tong Sen tidak ada apa apanya yang bisa diagungkan.
Ayah cuma seorang pengemis sekalipun jadi ketua juga
tetap namanya pengemis. Orang orang dunia Kang ouw
menjuluki ayah. Naga Jari Sembilan. Begitu juga Toako
dan Jieko keduanya sama dengan aku adalah orang-orang
partai pengemis Jieko menjabat pengurus Kay-pang Jabatan
Toako sama dengan. Jieko cuma kalau Toako berkuasa di
daerah Utara. Jieko disebelah Selatan."
Bee Tie yang mendengar keterangan tersebut diam-diam
dalam hatinya berkata. "Oh! Tidak tahunya keluarga Ie itu adalah keturunan
keluarganya si pengemis. Pantas kalau dia ini tidak begitu
aksi dengan pakaian yang mewah-mewah seperti lain-lain
Kong-cu." Ie Ceng Kun setelah berkata tadi, lalu membuka baju
luarnya. Kiranya, ia sejak lama sudah mengenakan pakaian
rangkap dua. Setelah baju luar dibuka tampaknya pakaian
yang dikenakan disebelah dalam, yaitu pakaian yang penuh
tambal seperti dipakai oleh kaum pengemis pada umumnya,
tapi yang lebih aneh, baju itu disebelah kanan dan kiri tidak
sama. Dibagian kanan tampak mesum serta kotak-kotak
sedang disebelah kiri bersih sekali walau pun masih banyak
sekali tambalannya. Bee Tie yang menyaksikannya, lantas tertawa sambil
betkata. "Dengan berpakaian begini macam, saudara sendiri
tentunya menjadi pengurus cabang Utara merangkap
pengurus bagian Selatan."
Ie Ceng Kun tidak menjawab segera, ia mengambil tanah
yang lalu dipoleskan diatas mukanya, baru kemudian
menjawab. "Saudara Bee, kau salah tebak. Jabatan cuma sebagai
pengemis pengembara saja yang mendapat tugas meneliti
kelakuan setiap anak murid golongan pengemis kami. Siapa
yang berkelakuan baik dan kurang baik, aku tahu, adalah
kewajibanku untuk menyingkirkan mereka itu dari
golongan Kaypang kami."
"Kalau begitu kekuasaan saudara Ie jauh lebih tinggi
diatasnya jabatan Toako serta Jiekomu. Apa tidak cukup
besar?" "Ah! Saudara Bee sendiri, sebagai salah satu ketua partai
besar, dimana semua anak murid Hoa-san-pay tunduk
dibawah perintah saudara, apa itu tidak lebih besar lagi?"
sanjung Ie Ceng Kun sambil bersenyum-seuyum.
"Saudara Ie kenapa begitu pandang tinggi diriku" Mana
aku berani terima pujaan ini?"
Agaknya Lu-tong Kong-cu Ie Ceng Kun ingat sesuatu
maka lalu, ia berkata. "Saudara Bee harap sandar tunggu
disini sebentar, aku akan pergi dulu dan juga cepat akan
kembali." "Saudara Ie mau pergi kemana?" tanya Bee Tie keheranheranan.
"Adalah karena kelalaianku nona Siauw terculik. Juga si
setan putih sudah mengurung rapat dirinya. Kalau aku
memang tidak bisa mencari jalan masuknya. apa mesti kita
tunggu terus secara ini" Aku hendak pergi kekota Lok-yang
dulu sebentar untuk mengundang kawan kawan dari Kaypang.
Aku akan suruh mereka nanti paksa si setan putih itu
keluar dati tempat sembunyinya. Biarlah saudara Bee
tunggu disini saja."
Bee Tie terkejut. Cepat-cepat ia geleng-gelengkan
kepalanya. "Aku rasa lebih baik jangan kita ganggu sekalian saudara
dari Kay-pang. Nona Siauw sebagai putri tunggalnya Gotong


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sin-kho aku rasa tidak akan mendapat gangguan si
Setan Putih itu ... Dan yang paling penting, aku ingin
rahasia Kiu-teng Cin keng supaya tidak sampai tersiar
diluaran karena kalau sampai teruwar susahlah aku nanti."
"Ya, benar. Kata-kata saudara Bee betul juga. Ah!
Sudahlah." Siapa nyana, pada waktu itu dua bayangan tampak
berkelebat cepat. Bee Tie yang melihatnya diam-diam
mengeluh dalam hati Ucapan Kiu-teng Cin-keng sudah
keluar dari mulutnya, kemungkinan besar sekali kata-kata
itu terdengar oleh dua orang tersebut. Maka sambil menarik
tangan Ie Ceng Kun ia berkata.
"Mari kita kejar!"
Bee Tie tahu bahwa ucapan Kiu teng Cin-keng yang
keluar dari mulutnya tadi kalau sampai tersiar didunia luar
celakalah dunia Kang ouw nanti. Pasti orang-orangnya
akan berebutan nanti. Maka dengan dikawani oleh Ie Ceng
Kun ia lalu terus mengejar kedua orang tersebut dengan
sekuat tenaga. Akan tetapi, karena terlambat mengejar, juga karena
kepandaian lari cepatnya dua orang tersebut sudah sangat
sempurna, maka sebentar saja orang itu sudah hilang dari
depan mata mereka. Setelah mencari-cari berputaran di sekitar tempat
tersebut tanpa hasil, akhirnya dengan apa boleh buat Bee
Tie mengajak Ie Ceng Kun kembali kedalam kota Lokyang.
Ie Ceng Kun agaknya ingat sesuatu, ia lantas menanya,
"Saudara Bee, bagaimana kalau kita kembali dulu
keperkampungan Tong-su Sau-chung untuk mengabarkan
kepada Go-tong Sin-kho tentang diculiknya puteri
tunggalnya ini?" Bee Tie berpikir, sejurus lamanya ia berpendapat bahwa
cara atau usul itu sebenarnya terlalu memalukan maka ia
tidak menyetujui usulnya Ie Ceng Kun.
Pengemis Pengembara itu sangat menjunjung tinggi
pribadi sahabat barunya! Begitu mengetahui sang kawan
tidak menyetujui usulnya, ia juga tidak menyatakan apa-apa
lagi dan begitulah mereka kembali memasuki kota Lokyang.
Didalam perjalanan menuju kekota Lok-yang, mendadak
terdengar dua kali suara Huru hara yang aneh sekali.
Ie Ceng Kun terkejut sebab ia mengenali suara itu adalah
pernyataan minta bantuan dari anak murid golongan Kaypang
sedang berada dalam berbahaya, maka ia segera
mempercepat larinya mengejar kearah dari mana datangnya
suara sambil memanggil Bee Tie.
"Saudara Bee, apa kau mau ikut aku" Aku akan
menengok kawanku yang sedang dalam keadaan bahaya.
Suara itu tadi adalah suara permintaan tolong kawan kawan
dari golongan pengemis kami. Aku perlu cepat. Maafkan
aku." Bee Tie segera menganggukkan kepala sebagai
pernyataan setuju ikut serta dengan sang kawan, ia juga
lantas menyusul sahabat barunya itu.
Dua orang muda tersebut lalu menambah kecepatan lari
mereka terus masuk kedalam sebuah rimba lebar mengikuti
arah dari mana datangnya suara areh tadi. Sebentar saja
mereka sudah masuk jauh kedalam. Kemudian tidak jauh
didepan mereka tampak dua tubuh manusia menggeletak.
Ketika ditegasi ternyata itu adalah orang berpakaian
compang camping dan agaknya sudah lama
menghembuskan napasnya yang penghabisan. Ie Ceng Kun
segera menghampiri dan dilihatnya dua mayat tersebut
kulitnya sudah pada matang biru dan bengkak-bengkak
semuanya. Sungguh menyeramkan.
Bee Tie yang menyaksikan itu tanpa sadar mengeluarkan
jeritan tertahan, ia bergidik kakinya mundur lagi beberapa
langkah kebelakang, lalu dengan suara keheran-heranan ia
mennya. "Saudara Ie, mereka itu kenapa bisa begitu?"
Ie Ceng Kun dengan napas tersengal-sengal menjawab.
"Mereka kedua-duanya terkena serangan beracun dari
Kim-coa Tong ciang (ilmu pukulan ular emas beracun dari
golongan Kim-coa-bun, yang menjadi mus uh lama
golongan Kay pang kami. Tapi perkumpulan ini dalam
duapuluh tahun belakangan ini tidak pernah terdengar lagi
kabar ceritanya. Heran. Kenapa hari ini mendadak mereka
bisa ada disitu dan tahu-tahu menbunuh-bunuhi orang
pengemis kami" Apa sih maksud sebetulnya."
Ie Ceng Kun berdiri menjublek dengan sikap tegang.
Bee Tie yang masih belum tahu bagaimana lihaynya
orang-orang dari Kim-coa-bun. Melihat kawannya bersikap
setegang itu, seolah olah turut merasakan keseraman orangorang
dari golongan itu yang tentunya sangat ganas dan
telengas dalam menggunakan racunnya itu. tanpa terasa
buluromanya telah berdiri. Tapi tak lama kemudian
pikirannya sudah pulih kembali, ia berkata.
"Saudara Ie, dua saudara ini terkena racunnya masih
belum lama. Tentu pembunuhnya masih ada didekat-dekat
disini, mari kita lekas kejar lagi. Kita cari mereka lebih dulu
baru nanti kita periksa lagi."
Tapi, lagi-lagi mereka dibikin terkejut, suara empat huruhara
kembali terdengar dari tempat yang tidak berjauhan
dari tempat mereka berdiri.
Ie Ceng Kun yang kembali mendengar suara permintaan
tolong itu kali ini sudah berubah wajahnya. Rupanya ia
sudah segera mengeuali suara itu siapa yang sedang berada
dalam bahaya, maka tingkah lakunyapun tak tenang. ia
cepat-cepat melompat meninggalkan tempat itu dengan
diikuti oleh Bee Tie. "Celaka! Itu suara Yu Suhengku. Ia tentu dalam keadaan
sangat bahaya! Mari kita lekas ke sana. Siapa yang berani
mengganggu Yu Suheng ?"
Ia berkata sambil menggerakkan kakinya, lari menuju
ketempat dari mana datangnya suara tadi.
Bee Tie juga lantas menelad perbuatau kawan-kawannya
berlari-lari dibelakang sang kawan.
Sewaktu mereka sampai ditempat itu terdengar suara
seseorang yang tengah merintih rintih menahan sakit.
Ie Ceng Kun segera menghentikan larinya lalu
memanggil-manggil. "Yu Suheng. Yu Sulteng ... ! Kau dimana?"
Sebentar mereka celingukan, tampak sesosok tubuh
menggeletak ditanah. Segera mereka menghampiri tubuh
itu. Ternyata orang di panggil Yu Suheng itu mengenakan
pakaian yang sama dengan apa yang dipakai oleh Ie Ceng
Kun, maka tahulah ia sekarang, bahwa she Yu itu tentu
juga sama jabatannya dengan sahabat barunya ini, Lu-tong
Kong-cu Ie Ceng Kun yaitu sebagai pengemis pengembara.
Mukanya orang she Yu itu sudah mulai matang biru.
agaknya racun sudah menjalar luas keseluruh tubuhnya.
Bee Tie yang menyaksikan, dengan tidak terasa telah
menarik napas panjang. "Kim-coa Tok-ciang sungguh keji," katanya.
Ie Ceng Kun sudah memanggil-manggil lagi sampai
beberapa kali, namun ia masih tidak berani membalikkan
tubuh yang menggeletak itu, karena tentunya juga sudah
beracun seluruhnya. Selang tidak beberapa lama orang yang di panggil! Yu
Suheng itu agaknya sudah dapat mendengar namanya
dipanggil orang, cepat membalikkan badan, lalu dengan
suara terputus-putus ia berkata.
"Dia .. dia ... Kim-coa ... Sin-lie ... "
Bicara sampai disitu, ia sudah lidak dapat melanjutkan
kata-katanya lagi, tamatlah riwayatnya.
Ie Ceng Kun yang menyaksikan ini lantas menangis, ia
lalu memanggil manggil lagi nama suhengnya itu dengan
suara menyedihkan sekali.
"Suheng ... Suheng ... Ah! Suheng Sutemu inilah yang
bersalah. Karena Sutee kau sampai mengalami nasib begini,
Oh! Kenapa aku mengajak kau ... cunna untuk kau
menonton keramaian di Tong-tu-san-chung ..." Ah! Tidak
nyana kau sampai menemui ajalmu disini. Bagaimana nanti
aku ada muka pulang menemui ayah! Oh. suheng. suheng!
Kenapa begini malang nasib mu?"
Lalu dengan menoleh kearahnya Bee Tie ia meneruskan
berkata. "Saudara Bee musuh besar golongan Kaypay kami Kimcoabun telah muncul kembali. Aku harus segera kembali
kedaerah Lu-tong untuk memberi laporan mengenai hal ini
kepada ayah. Kim-coa Siaa lie itu sifatnya kejam telengas.
Aku rasa kecuali ayah sendiri Yang lain bukan
tandingannya perempuan jahat itu."
Bee Tie angguk anggukkan kepala.
Ie Ceng Kun melanjutkan pula kata-katanya.
"Aku merasa sangat bersimpati terhadap saudara," sesaat
ia barhenti, lalu meneruskan. "Setelah perpisahan kita kali
ini, masih ada dua urusan yang belum bisa kubereskan
sendiri. Sudikah kiranya kalau saudara Bee membuat
sedikit tempomu tolong wakili aku membereskan urusanku
ini." Sambil angguk-anggukan kepala Bee Tie berkata.
"Saudara Ie, legakanlah hatimu. Aku bersedia
membereskan semua urusanmu. Kau katakanlah segera."
Ie Ceng Kun agaknya merasa puas dengan jawaban
kawan ini, maka ia sambil menunjuk mayat suhengnya
berkata pula. "Setelah aku pergi sukakah kau tolong kuburkan jenasah
Yu Yu Suheng ini?" Kembali Bee Tie menganggukan kepala.
"Tapi hendaklah saudara Bee jangan sampai menyentuh
tubuhnya, karena seluruh tubuhnya sekarang sudah beracun
... Dan yang kedua tolonglah saudara kalau bisa lebih cepat,
memberitahukan kepada sekalian saudara Kay-pang kami
yang berada di dekat dekat kota ini supaya mereka bisa
menyingkirkan diri jauh jauh dan Kim-coa Sin-Lei agar
jangan sampai mereka nanti tersiksa seperti yang sudah
sudah. Lalu tolonglah saudara katakan juga pada mereka
supaya mereka ikuti terus dirinya Kim-coa Sin-lie dari jauh
dan kalau bisa suruh mereka beri laporan kepada pemimpin
mereka disini." Sehabis berkata, Ie Ceng Kun lalu mengeluarkan sesuatu
benda dari dalam sakunya dan kemudian berkata pula.
"Ini, adalah tanda perintah tertinggi dari perkumpulan
kami. Namanya "Kiu-cie Leng-pie. Siapa saja yang melihat
benda ini, baik yang di Utara maupun disebelah Selatan,
asal semua adalah orang-orang Kay-pang kami, pasti akan
tunduk terhadap perintah yang di berikan oleh
pembawanya. Tidak nanti mereka berani membantah
perintah pembawa Kin cie Leng-pie. Sekarang benda ini
aku percayakan kepada saudara pakai bilamana perlu.
Begini saja kita tetapkan, aku harus cepat-cepat kembali ke
Lu-tong untuk memberi laporan mengenai peristiwa yang
terjadi disini. Sampai bertemu pula dilain waktu."
Sebentar saja lenyaplah si pengemis pengembara Ie Ceng
Kun dari hadapan Bee Tie.
Setelah mengawasi Kong-cu ini berlalu sampai jauh,
barulah Bee Tie mulai bekerja, menanam jenasahnya orang
yang dipinggil Yu Suheng oleh kawannya Lu-tong Kong-cu
itu. baru setelah itu lalu metgubur pula dua orang pengemis
lain yang telah diketemukan mati sebelum ada tanda
permintaan tolong dari Yu Suheng.
Setelah selesai dengan pekerjaannya cepat-cepat ia
berlalu dari dalam rimba itu. Ia terkenang pada si Pelajar
Pedang Tumpul yang saat itu entah bagaimana nasibnya,
maka ia segera mempercepat langkahnya dengan
maksudahendak mencari pelajar tua tersebut karena ia
merasa sangat berhutang budi kepada orang tua ini yang
terus-terusan membelanya dalam segala hal juga yang
selamanya menolong dirinya setiap saat ketika sedang
berada dalam keadaan sangat bahaya.
Begituan kakinya terus bergerak, lari secepatnya
ketempat dimana ia pernah meletakan tubuh si pelajar tua
tersebut. Tidak lama, sampailah ia disitu. Tetapi,
sewaktunya Bee Tie sampai disitu, ia dibikin kesima. Ia
telah kehilangan jejaknya si orang tua. Ternyata si Pelajar
Pedang Tumpul telah hilang tanpa bekas.
Dalam keadaan bingungnya itu, tiba-tiba dari tempat
yang agak jauh terlihat beberapa layar yang sedang dibawa
laju oleh angin, diatasnya terlihat bendera yang bertulisan.
TONG TU SAK CHUNG dengan huruf emas yang besar
besar. Melihat ini, Bee Tie menjadi bingung sendiri dan
dalam hati diam-diam berpikir.
"Go-ting Sin-kho betul betul keterlaluan. Anaknya
sendiri begitu saja ditinggalkan. Apa sama sekali tidak ada
perasaan dalam hatinya terhadap anak gadisnya?"
Melihat bendera yang bertuliskan Tong-tu San-chung itu,
ia terus ingat Go-tong Sin-kho dan mengingat janda ini,
membuat pikirannya melayang-layang ke arahnya Lee
Thian Kauw. Kalau ada Go-tong Sin-kho diperahu itu, pasti
Lee Thian Kauw tidak akan tidak turut dengan dia, Tentu
juga orang she Lee ini berada didalam perahu itu.
Mengingat sampai disini, ia lalu cepat-cepat mengejar
mendekati perahu perahu tersebut sambil berteriak-teriak
sepanjang jalan. "Lee Thian Kauw! Bangsat Lee Thian Kauw. Jangan
lupakan perjanjian kita nanti digunung Hoan san tahun
depan!" Demikian ia berterink-ieriak beberapa kali namun tetap
tidak ada orang yang menyahut, perahu sudah berlayar
jauh. Saat itu Bee Tie merasakan perutnya keroncongan minta
diisi, maka cepat-cepat ia lalu berbalik kembali kedalam
kota Lok-yang maksudnya tentu hendak menangsal
perutnya yang sudah sangat lapar.
Sesampainya Bee Tie disana, sambil menahan rasa
laparnya ia berpikir. Ah! Apa lebih baik aku bereskan dulu urusannya Ie Ceng
Kun, soal mengisi perut bisa belakangan.
Karena memikir begini, maka ia lantas mencari-cari


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengemis disepanjang jalan yang dilaluinya, ia hendak
membuktikan kebenarannya tanda perintah Kiu cie LengpIeyang di serahkan padanya oleh Ie Ceng Kun.
Ia sudah berputar-pntaran sekian lama di dalam kota,
namun tidak dapat juga menemukan salah satu diantara
orang-orang golongan Kay-pang itu, maka ia merasa sangat
heran. Dalam penasarannya, ia terus berjalan tanpa arah.
Akhirnya sampailah pemuda ini di perbatasan kota. dari
depannya mendadak terlihat mendatangi serombongan
pengemis yang berjumlah lebih kurang tiga puluh orang.
Yang berjalan paling depan adalah seorang pengemis yang
berperawakan tinggi besar. Rupanya orang ini adalah yang
menjadi pemimpin rombongan pengemis tersebut.
"Hmm. Tidak heran kalau dari setadi aku tidak bisa
ketemukan mereka. Tidak tahunya mereka semua sedang
berkumpul disini. Eh! Tapi apa yang dikerjakannya disini?"
demikian pikir Bee Tie dalam hatinya, ia merasa sangat
heran. Rombongan pengemis itu berdiri didepan sebuah rumah
makan bertingkat. Dengan suara ramai mereka berteriakteriak.
Bee Tie yang sedianya begitu bertemu dengan salah
seorang pengemis menguji tanda perintah tertinggi Kiu-cie
Leng pie, melihat itu. tersurung oleh rasa ingin tahu lantas
urung menuruti kata hatinya. Ia ingin sekali mengetahui
apa yang akan diperbuat oleh mereka, maka lantas
menghampiri mereka sampai dekat benar, lalu berjalan
mengikuti dibarisan paling belakang.
Karena pemuda ini mengenakan pakaian compang
camping tidak karuan karena sangat lamanya dipakai tanpa
ganti ganti, maka dengan mengikutinya ia dibelakang
rombongan pengemis itu, tidak ada orang yang menyangka
bahwa dia ini sebetulnya adalah seorang Kong-cu yang
kenamaan mereka semua hanya menganggap bahwa
pemuda ini masih termasuk salah satu dari antara mereka,
kaum pengemis. Saat itu pengemis yang berpengawakan tinggi besar yang
berjalan paling depan tadi lantas berteriak.
"Hoan Hu Cie dari Kay-pang ingin minta sedikit
pengajaran dari Kim-coa-bun yang tersohor."
Dengan diucapkannya perkataan ini. ketiga puluh orang
dalam rombongan pengemis tersebut pada memperhatikan
sikap tegang. Mereka agaknya sedang berjaga-jaga hendak
menghadapi segala kemungkinan.
Bee Tie memandang lurus kedepan melalui kepalakepala
orang. Disana, didalam rumah makan bertingkat
tersebut, tidak dilihat barang seorang pun juga. Pengurus
rumah makannya sendiri tidak kelihatan batang hidungnya.
Maka ia merasa heran, diam-diam dalam hati ia perpikir.
Jangan-jangan si pengurus rumah makan sendiri karena
ketakutan sekali lantas bersembunyi atau melarikan diri.
Kalau tidak ada tuan rumah, tentu yang lain tidak berani
masuk. Tapi mengapa mereka ini terus berteriak-teriak"
Sedeng ia berpikir ini, tiba-tiba terlihat seorang pelayan
rumah makan yang berjalan keluar sambil menanya.
"Kalian bangsa pengemis ini mau minta apa dari kami?"
Dari dalam rombongan pengemis itu, tidak ada suara
menjawab. SI pelayan yang melihat mereka tidak mau menjawab,
lantas menjadi marah, maka ia lalu membentak dengan
suara keras, sikapnya sombong sekali.
"Hm ! Apa kalian tuli semua" Apa tidak kalian dengar
pertanyaan Toaya-mu ini" Sekarang kuulangi selali lagi.
Apa kalian ingin disini" Kami tidak punya apa-apa. Tuan
rumah juga sedang pergi. Kalian cari di tempat lain saja"
Pergi dari sini. Lekas?"
Sambil berkata, tangannya juga dikerjakan, ia
bermaksudahendak mendorong beberapa orang pengemis
yang berada dibarisan paling depan.
Tetapi sebelum ia dapat berbuat suatu apa. dengan tidak
terlihat bagaimana cara bergeraknya, tahu-tahu orang yang
mengaku dirinya bernama Hoan Hu Cie itu sudah
membanting tubuh dirinya pelayan yang sombong itu.
Si pelayan dengan susah payah akhirnya dapat bangun
kembali. Tapi begitu bangun ia lantas memaki lagi.
"Kalian perampok! Apa kalian mau rampok rumah
makan kami" Rampok."
Sambil berteriak teriak ia berlari-larian seperti anak kecil,
masuk kedalam untuk tidak keluar lagi.
Kembali Hoan Hu Cie berteriak.
"Hoan Hu Cie sekalian disini sudah siap menantikan
gebukan kalian orang-orang Kim-coa-bun! Apa kalian tidak
mau keluar?" Setelah Bee Tie tahu apa maksud rombongan pengemis
ini demikian sungguh-sungguh mencari orang-orang Kimcoabun, hatinya sudah tergerak dan memikirkan kembali
pesanannya Ie Ceng Kain yang minta padanya untuk
menggunakan Kiu cie Leng-pie supaya dengan itu ia
berusaha mencegah bentrokan yang mungkin akan terjadi
antara dua musuh-musuh lama, Kim-coa-bun dengan Kaypang.
Baru saja ia hendak mengeluarkau tanda perintahnya,
tiba-tiba matanya yang tajam dapat melihat sesuatu yang
tidak beres, maka ia lantas berseru.
"Celaka..! Semua menyingkir!"
Berbareng ketika suara seruannya keluar dan mulut
badannya sudah melesat jauh kedepan kesiuran angin
dingin lewat disisi telinganya. Saat itu terdengar beberapa
kali suara jeritan ngeri sepuluh orang dalam rombongan
pengemis sambil menutup muka masing-masing, badannya
rubuh berkelejetan di tanah. Tidak selang berapa lama, kulit
muka tangan sampai kaki mareka sudah berubah biru tua
dan bengkak-bengkak begitupun suara rintihan tidak putus
putusnya terdengar. Sungguh suatu pemandangan yang
sangat mengerikan ! Hoan Hu CIe-yang tidak terkena serangan menggelap
tadi, lantas berteriak-teriak lagi, "Kawan-kawan! Musuh
kita menggunakan jarum beracun. Lekas menyingkir."
Pengemis pengemis 1ain yang tidak terkena sasaran
jarum beracun, lantas berpencaran dan mundur serabutan.
Sebentar saja dipekarangan depan rumah makan tersebut
sudah sepi, hanya ada orang-orang yang terkena racun
masih merintih-rintih akan tetapi sudah tidak dapat kabur
melarikan diri lagi. Yang lain, yang tidak apa, lantas kabur
tanpa memilih arah, Hoan Hu Cie sendiri setelah
memimpin rombongan mundur lalu sudah maju pula
sambil berteriak teriak."
"Budak hina! Kalian turun kalau berani! Aku Hoan Hu
Cie sendiri masih cukup untuk menghajar kalian. Lekas
menggelinding keluar."
Jawaban, tidak ada. Hoan Hu Cie rupanya sudah kalap, ia terus naik keatas
tangga loteng rumah makan dan hendak berteriak iagi.
"Budak hi ... "
Tapi belum habis keluar semua ucapannya mendadak
tubuhnya yang tinggi besar terjungkal dari atas tangga
loteng yang tinggi, terus jatuh ketanah dan tidak berkutik
lagi, mati seketika. Didepan pintu loteng rumah makan saat itu muncul
seorang wanita muda diiringi oleh dua anak perempuan
kecil yang gerakannya gesit-gesit. Wanita inilah yang tadi
melepaskan senjata-senjata beracunnya.
Setelah membunuh Hoan Hu Cie, tanpa memperdulikan
orang-orang lain ia lantas kembali lagi kedalam dan duduk
ditempatnya dengan sikap tenang luar biasa, seolah-olah
tidak pernah ada kejadian apa.
Bee Tie melihat terbunuhnya Hoan Hu Cie dengan mata
kepala sendiri, tak dapat menahan rasa gusarnya, maka ia
lantas lompat ke atas loteng rumah makan tersebut.
Anak kecil yang berdiri disebelah kanan wanita muda
itu, saat itu terlihat sedang mengayunkan tangannya, lalu
dengan disertai berkelebatuya sinar kuning keemasan tahutahu
beberapa jarum menyambar muka dan badannya anak
muda yang sedang menghampiri mereka.
Bee Tie mengegos sedikit dari serangan jarum beracun
anak kecil itu, lalu melanjutkan pula langkah kakinya,
berjalan maju dengan setindak demi setindak. Tapi
mendadak ia berjungkir balik. Dengan kepala di bawah dan
kaki diatas, dengan menggunakan tangan sebagai kaki ia
terus maju mendekati mereka.
Wanita muda itu yang menyaksikan keindahan
gerakannya si pemuda, tidak tahan untuk tidak memuji.
"Satu gerakan indah. Hei, bocah! Apa kau juga dari
golongan pengemis?" Tapi Bee Tie yang sedang marah, tidak menjawab,
malah membentk wanita jahat itu.
"Apa orang yang dipanggil Kim-coa Sin-lie itu kau ini"
Eh! Wanita begini cantik tidak tahunya hatinya kejam! Ada
permusuhan apa antara kalian dengan saudara saudara
pengemis itu sampai begitu tega kau bunuh bunuhi mereka
dengan senjata racunmu yang kecil itu" Lekas jawab
penanyaanku !" Tapi wanita muda itu hanya ganda tertawa saja,
kemudian berkata. "Eh. bocah, kenapa marah padaku" Dari mana kau tahu
nama julukanku itu" Mari kemari. Mari kita minum samaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sama. Aku akan menjamu kau sampai kenyang. Mari,
jangan malu-malu." Ia berkata itu sambil tertawa-tawa dan lantas
menyediakan tempat duduk untuk Bee Tie dan sengaja ia
menaruh kursinya tepat di sampingnya.
Meski tidak kelihatan wanita itu menggerakkan
tangannya, tapi Bee Tie merasakan ada suatu sambaran
angin pukulan yang kuat mengarah jalan darah dibadannya.
Ia terkejut lalu lompat keatas sambil mengirim satu
serangan tangan kearahnya wanita jahat itu. Bee Tie karena
sangat marahnya, sudah mengeluarkan sampai delapan
bagian dari kekuatan tenaganya, hingga piring mangkuk,
dan lain-lain barang yang berada diatas meja pada
berantakan semua terkena angin pukulan yang hebat.
Si wanita muda berkelit menghindarkan diri dari
serangannya si pemuda itu. lalu dengan lagu suara yang
merdu sekali ia menanya. "Siapakah nama saudara kecil" Kau sudah tahu aku
disebut Kim-coa Sin-lie. tapi kenapa kau masih beraniberani
melawan aku" Sungguh besar nyalimu!"
Bee Tie tertawa dingin. "Tidak perduli kau Kim-coa apa Gin-coa, kalau aku
tidak ada urusan lainnya lagi, aku Bee Tie pasti akan
memberi hukuman yang setimpal dengan perbuatanmu."
Yang di maksud dengan Kim-coa adalah Ular emas dancoa
berarti ular perak. Bee Tie yang sudah memikir hendak segera
mengeluarkan tanda perintah Kiu cie Leng-pie untuk
diperlihatkan kepada sisanya rombongan pengemis itu yang
tidak binasa, sewaktu hendak membalikkan badannya tibaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tiba terdengar suaranya Kim-coa Sin-lIe-yang merdu
menggiurkan. "Yoy! Berlagu benar adik kecil ini. Seumurku belum
pernah aku ketemu dengan orang yang berani berlaku
begitu kurang adat didepanku. Adik kecil, kan tunggu
dulu." Sambil menengok dua anak perempuan kecil yang
mengempit dikanan kirinya, ia berkata lagi.
"Kim Hoa. Kim Eng, apa kalian sanggup menahan
bocah itu?" Dua anak perempuan kecil yang dipanggil Kim-Hoa dan
Kim Eng itu setelah menganggukkan kepala lantas bergerak
kedua-duanya dengan cepat sudah berada didepannya Bee
Tie. Mereka hendak mencoba menahan anak muda itu.
Dari belakang masih terdengar suaranya Kim-coa Sin-lie
dan berkata. "Adik keci1, hati-hatilah kau jaga ke dua murid nakalku
itu." Kim Hoa dan Kim Eng dengan gerak badan yang gesit
dan lincah sudah lantas menyerang dari kiri dan kanan,
mengarah bagian bawah diselangkangan orang. Mereka
dengan menggunakan senjata berupa alat tulis Tionghoa
yang bentuknya masih lebih kecil lagi, menyerang gencar
pemuda lawannya itu. Bee Tie menjadi sengit juga karena dihalang-halangi
majunya oleh dua bocah itu, maka dengan tidak mengenal
kasihan lagi ia lantas menggunakan ilmu kepandaian yang
di dapat dari dalam Sumur Kematian, mendesak terus dua
murid Kim-coa Sin-lie tersebut.
Sekali lagi kesiuran angin dingin lewat di pinggir
badannya Bee Tie. Tahu tahu Kim-coa Sin-lie sudah berada
didepan anak muda ini dan dengan keheran-heranan ia
menanya. "Hei, bocah! Ada hubungan apa antara kau dengan Hoasanpay?" Kim Hoa-san Kim Eng agaknya tidak berani melayani
anak muda tangguh ini. maka dengan menggunakan
kesempatan selagi Bee Tie bicara dengan gurunya, mereka
lantas mundur berbareng dan sembunyi dibelakang badan
gurunya" Bee Tie menjadi heran, karena kepandaiannya dari
Sumur Kematian buah ciptaan guru dan ayahnya yang ia
keluarkan tadi, meski benar sebagian besar terdiri dari tiputipu
ilmu silat Hoa-san-pay, akan tetapi mengapa Kim-coa
Sin-lie segera dapat mengenalnya"
Memikir demikian ia lantas balik menanya.
"Kau sendiri pernah apa dengan partai kami" Aku
adalah ketua kedua puluh enam dari Hoa-san-pay. Lalu kau
mau apa?" Mendengar jawaban itu Kim-coa Sin-lie lantas tertawa
berkakakan. Ia juga segera berkata.
"Apa cuma kau sendiri yang tahu asal usulnya Hoa-sanpay"
Apa sangkamu aku tidak tahu Tongkat Rantai Kumala


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu adalah pusaka keturunannya Hoa-san-pay" Malah aku
inilah sendiri yang dulu pernah mengantarkan tongkat
pusaka kalian itu kekelenteng Cee thian-koan digunung
Hoa-san." Bee Tie agaknya percaya sedikit keterangan wanita muda
itu, ia sambil tertawa dingin berkata.
"Tongkat Rantai Kumala memang benar adalah benda
pusakanya partai kami. Ada hubungan apa itu dengan kau"
Perlu apa kau mesti antar ketempat kami?"
"Percuma saja kau menjadi ketua partaimu. Apa kau
tidak tahu hubungan diantara Hoa-san-pay kau dengan
Kim-coa-bun kami?" Setelah berkata, Kim-coa Sin-lie lalu menggerakkan
tangannya. Ia maju setindak dan memukul beruntun sampai
tiga kali berturut nurut. Serangannya ini dilancarkan
dengan cepat sekali. Bee Tie merasa kaget terheran heran karena mengenali
ilmu pukulan simpanan Hoa-san-pay yang dinamakan Samyang
Ciang-hoat telah digunakan oleh wanita jahat itu,
maka dengan suara keras ia membentak, "Hai! Kau dapat
curi dari mana kepandaian simpanan Hoa-san pay kami
Itu" Hayo. Lebih baik bau mengaku terus terang saja."
Kim-coa Sin-lie tertawa mengejek sambil berkata.
"Hmm apa kau kira ilmu silat Hoa-san-pay mampu
menundukan dunia" Apa kau kira cuma orang Hoa-san-pay
saja yang, bisa mainkan ilmu itu?"
"Meski belum mampu menguasai dunia, tapi sudah
cukup untuk mengganyang orang semacam kau ini !"
Kim-coa Sin-lie tertawa cekikan dan lantas berkata pula.
"Adik kecil, kau masih terlalu muda, untuk keluarkan
kata-kata semacam itu. Kalau kau mau coba ilmu silat
golongan Kim-coa-bun kami, nih! kau sambutlah!"
Berbareng dengan dikeluarkannya ucapan itu, tangannya
Kim-coa Sin-lIe-yang putih mulus tirus menjulur
menyerang dada anak muda dihadapannya dengan
gerakannya yang cepat bagai kilat.
Bee Tie terkejut. Tangan wanita muda itu yang tadinya
putih bagai salju mengapa mendadak saja bisa berubah
menjadi merah membara, maka cepat cepat ia
menggulingkan badannya ditanah untuk menghindarkan
serangan lawan yang sangat dahsyat itu.
Suara menggeleger yang lantas terdengar amat nyaring.
Tempat bekas Bee Tie berdiri tadi sudah berlubang besar
terkena gempuran tangan Kim-coa Sin-lIe-yang dinamakan
Kim-coa Tok-ciang itu. Kim-coa Sin-lie kembali tertawa manis.
"Adik kecil cepat sungguh gerakanmu tadi."
Bee Tie mengeluh Ia sama sekali tak pernah menyangka
bahwa seorang wanita yang selalu menyungging senyuman
dihadapannya ini ternyata mempunyai hati busuk dan
kelakuan yang jahat luar biasa. Ia tahu kalau lawannya ini
tentu tidak mau berhenti sampai disitu saja, maka sambil
terus bergilingan ditanah ia mencabut keluar seruling
hitamnya yang segera ia pergunakan sebagai senjata,
menangkis setiap serangan yang dilancarkan oleh wanita
jahat dihadapannya ini. -oo0dw0oo- JILID 09 BETUL saja Kim-coa Sin-lie setelah berkata kembali
telah mengayun tangannya mengirim serangan bertubi-tubi,
beruntun beberapa kali. Bee Tie yang tahu lihaynya racun lawan, tak mau
membentur tangannya dengan tangan wanita jahat itu. Ia
terus menggunakan seruling ditangannya, dan lebih banyak
ia terus menyingkirkan diri dari serangan pukulan telapak
tangan lawan itu. Meskipun demikian, tidak urung ia mandi
keringat juga setelah bertarung sekian lama.
Kim-coa Sin-lie kembali tertawa sambil berkata.
"Bocah, kepandaianmu boleh juga, heh! Dalam dunia ini
baru kau seorang yang bisa menghindarkan delapan kali
serangan pukulanku yang menggunakan ilmu Kim-coa Tokciang.
Sungguh berharga kau untuk menjadi tandinganku
Hikmah Pedang Hijau 2 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Pendekar Panji Sakti 6

Cari Blog Ini