Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin Bagian 7
dirinya, maka ia lalu mengerahkan tenaga mengatur
pernapasannya. -oo0dw0oo- Jilid 13 BEE TIE menggunakan kesempatan selagi Kim-coa Sinlie
mengatur pernapasannya, lari mengejar kemana Kimcoa
Sin-lie dan Kim-coa Jing-lIe-yang tadi melenyapkan
diri. "Ciecie tunggu aku. Aku mau ikut kau! Ci-cie jangan kau
pergi sendiri! Tunggu aku!"
Namun orang yang dipanggilnya sudah tiada. Sudah
jauh dia dari tempat tadi itu. Ia lalu mengerahkan seluruh
tenaganya, mengeluarkan seluruh kepandaian ilmu lari
pesatnya. Cepat laksana terbang badannya lompatlompatan
menuju kearah mana dua wanita muda tadi
menghilang. Belum berapa jauh ia berlari, mendadak dibelakangnya
terdengar suara satu wanita yang memperdengarkan suara
ketawanya. Tatkala ia menoleh, Kim-coa Sin-lie dilihatnya
sedang lari mengejarnya tidak jauh dibelakang dirinya.
"Hei! Aku penunjuk jalan keneraka, kau mau ikut aku"
Mari sini!" demikian suara itu, Kim-coa Sin-lie berkata
sambil tertawa. Kim-coa Sin-lIe-yang tadi dipaksa mengatur
pernapasannya dulu oleh si pemuda, kini tertinggal jauh
dibelakang anak muda itu. Maka cepat ia menarik angkin
panjangnya yang segera dilemparkan untuk melaso tubuh
orang. Bee Tie karena kawatirkan sangat keselamatan dirinya
Kim-coa Giok-lie terganggu, larinya laksana angin
cepatnya. Didaerah Si ok-lie-hong, markas besar orang-orang Kimcoabun, sudah dengan sendirinya banyak pula ular ular
emas. Maka selama dalam berlarinya itu, bukan cuma
sekali dua kali si pemuda terpagut ular ular kecil itu, sering
merasakan kakinya dipacoki binatang. Tapi, berkat dari
obat penawar racunnya, membuat ia terhindar dari
bekerjanya racun jahat itu.
Sekonyong konyong, Bee Tie yang masih berlari
merasakan kakinya terlibat "ular" panjang, tapi tidak
diperdulikan sama sekali. Ia terus lari. Sesaat lilitan ular
tersebut bertambah keras, lalu membetot kebelakang.
Karuan saja orang yang sedang lari dengan kerasnya itu
jatuh terlungkup dengan badan babak belur. Ular yang
melilit itu sebenarnya bukanlah ular sungguhan, itu adalah
angkin panjangnya Kim-coa Sin-lIe-yang sudah berhasil
melaso kaki si anak muda.
Saat itu terdengar lagi suara wanita itu berkata sambil
tertawa cekikikan. "Hai! Kodoknya sudah lompat! Ayoh bangun. Ha ha ha
... Sekarang sudah kau rasakan libatan ularku" He he he ... "
Bee Tie yang jatuh tertelungkup, segera ingat ikat
pinggang Kim-coa Sin-lie. Mendengar lagi kata-kata wanita
itu yang terakhir kini insaflah ia bahwa ia telah terkena
jaringan tali laso dari angkin panjangnya wanita itu.
Mengingat lagi sifat-sifat wanita itu yang kejam telengas,
tentu wanita ganas itu tak akan berhenti sampai disitu saja.
Maka cepat cepat ia bergulingan ditanah menjauhi tempat
di mana ia terjatuh. Berbareng pada saat itu terdengar suara Srr, srr yang
menusuk telinganya, tiga batang jarum beracun Kim-coa
Sin-lie sudah menancap ditanah bekas tadi ia tertelungkup.
Bee Tie menggeram. Ia hendak lompat bangun, tapi tibatiba
dirasakan jiratan pada kakinya mengencang, dan Srt!
Badannya terbang keatas, seperti layang-layang yang putus
talinya dan tubuhnya terus melayang-layang kebawah
gunung. Saat itu telinganya dapat menangkap suara nyaring
berkata sambil tertawa. "Ha, ha. ha ... Kau rasakan ha. ha ... "
Dibawah kau boleh temani roh-roh kakek moyangmu
yang sudah mampus." Wanita kejam telengas itu sudah menyangka pasti bahwa
pemuda itu pasti mati atau setidak-tidaknya luka-luka
parah, maka ia tertawa lebar, kakinya tidak digerakkan
segera untuk mengejar. Bee Tie yang terbang kebawah gunung, sudah pasrahkan
dirinya pada sang nasib pikirnya tidak ada harapan hidup
lagi untuknya. Tapi dalam saat itu mendadak matanya
dapat melihat sesuatu melintang didepan matanya. Cepatcepat
ia menjambret dan setelah itu menotolkan kakinya
pada benda itu. Dan srrrt! Badannya melayang balik,
kesebelah atasan untuk kemudian turun kebumi dengan
selamat. Kiranya, benda yang tadi dilihatnya melintang didepan
matanya bukan lain dari pada dahan pohon yang besar
adanya. Ia, yang sudah lolos dari bahaya, begitu berada ditahan
kebali, mengingat Kim-coa Siu-lIe-yang ganas pasti akan
menyusulnya untuk menyaksikan mayatnya, tanpa pikir
panjang lagi lantas gerakkan lagi kakinya, dan lompat
melesat menjauhi tempat itu, mengambil jalan memutar ia
lalu terusi naik kepuncak gunung.
Sebentar dari tempat agak jauh pemuda ini lihat Kim-coa
Sin-lie berlari kecil menuruni gunung. Wanita ini agaknya
hendak mendapat kepastian mengenai mati hidupnya si
pemuda yang tadi dibuat jadi bulan bulanan olehnya.
Saat itu tentu saja Bee Tie sudah menyingkir jauh-jauh.
Pemuda ini taupa menghiraukan luka luka dibadannya
ketika jatuh tadi. terus lari keatas dengan mengambil lain
jurusan, dengan sedikit memutar ia terus naik kepuncak.
Berlari lari agak lama, lalu didepannya tampak satu batu
cadas lebar. Batu itu begitu rapih kelihatannya hingga
membuat orang begitu melihat mengatakan itu adalah batu
cadas buatan manusia. Dan sebetulnya itu adalah batu
cadas alam yang kelihatan dari tempat kejauhan bagai
bertepi rata. Di tengah-tengah batu cadas itu terdapat sebuah lubang
macam goa, dan dari mulut goa tersebut samar samar
tampak menerobos keluar sedikit sinar terang dari api lilin.
Waktu itu hari menjelang magrib. Pemuda itu cepat
menghampiri mulut goa tersebut. Ternyata didalam tampak
banyak lilin lilin di mina mana. Karena banyaknya lilin lilin
itu dipasang, hingga ruangan sebelah dalam tampak terang
benderang. Segala apa dapat terlihat dengan tegas.
Bee Tie yang tahu bagaimana lihaynya racun ular emas,
cepat-cepat menelan lagi tiga butir obat penawarnya yang
didapat dari hasil rampasan. Diam-diam dalam hati ia
berpikir! Dua ketua Hoa-san-pay sebelum aku binasa disini
karena racun mereka yang terlalu ganas. Sebenarnya kalau
diukur dari kepandaian Sucownya It Hau Siang jin, yang
pernah menggemparkan dunia, tidak mungkin beliau bisa
dikurung disini ... Pasti ada lain sebab yang mengakibatkan
kematian. Sekarang, aku sudah telan obat pemunahnya,
tidak kuatirkan lagi racun mereka !
Lalu sambil membesarkan hati anak muda ini mulai
berjalan memasuki mulut goa bulat dihadapannya.
Didalam ruangan batu, cuaca terang benderang, ia lalu
meneliti keadaan di sekitar tempat. Sungguh takjub ia
melihatnya. Didalam, tinggi, besar dan dalamnya jauh
melebihi dari pada yang tinggi, besar dan dalamnya rumahrumah
umumnya. Bee Tie menggunakan matanya yang celi mengawasi
keadaan disekitarnya. Yang pertama tama masuk dalam biji matanya adalah
Kim-coa Giok-lie. Wanita muda ini dilihatnya sedang
berlutut menghadap dinding sebelah kiri daripadanya.
Disini Kim-coa Giok-lie ada Kim-coa Jing Lo tang berdiri.
Karena mereka dua orang itu membelakangi pintu bundar,
maka kedatangan si pemuda tidak mereka ketahui.
Bee Tie terus bertindak masuk. Ia melirik kearah dinding
dimana Kim-coa Giok-lie dan Sucienya itu berdiri. Disitu
terdapat lagi sebuah pintu batu bundar yang ada dimuka.
Dan, pintu disebelah dalam ini saat itu masih tertutup.
Agaknya disebelah dalam pintu tersebut ada lagi ruangan
lain, mungkin pula itu adalah tempat kediaman ketua dari
Kim-coa-bun Kim-coa Ciangbun.
Bee Tie terus maju. Ia terperanjat. Tidak tertahan lagi
lantas ia keluarkan suara jeritan perlahan.
Apa yang dilihatnya"
Kiranya ditengah-tengah ruangan, ada satu bangunan
tembok yang melingkar, didalamnya terdapat banyak sekali
ular-ular itu sedang menjulur julurkan lidahnya menghadap
kearah bagian mukanya. Suara Bee Tie tadi, meski sangat perlahan keluar dari
mulutnya, tapi cukup jelas dapat didengar oleh dua wanita
didepannya. Kim-coa Jing-Iie lantas memutar tubuh. Dilihalnya Bee
Tie sudah berada didekatnya. Ia lebih terperanjat karena
disamping anak muda itu, tidak kelihaian bayangannya
Kim-coa Sin lie. Sucienya.
"Kau ... kau berani datang kemari". Suciekukau apakan
?" Kim-coa Giok-lIe-yang melihat kedatangan Bee Tie
secara mendadak itu, badannya tampak gemetaran. Dengan
pandangan mata menyatakan rasa penyesalan yang tak
terhingga ia mengawasi terus wajah si anak muda.
Bee Tie berjalan maju lebih dekat. Ia lalu meujura
memberi hormat dihadapan Kim-coa Jing-lie seraya
katanya. "Jing-lie Ciecie maaf aku yang pernah tadi berlaku
terlalu sembrono." Kim-coa Jing-jie menggosokan badan menampik
penghormatan yang diberikan kepadanya, mulutnya lantas
membentak kearah si pemuda.
"Siapa kau punya Ciecie! Aku bukan Cie-ciemu."
Dibarengi dengan kata-katanya tangan kanannya tampak
mengayun dan ... Srr srr.
Dua batang jarum beracun yang membawa sinar kuning
berkeredepan menyambar mengarah depan si anak muda.
Bee Tie yang terlalu sering menghadapi jarum jarum
beracun serupa itu, kini sudah tidak takut senjata ganas itu
lagi. Saruling hitamnya cepat dikasih bekerja. Dan ia
berhasil menyampok jatuh dua senjata rahasia tersebut.
"Eh! Aku si tolol ini kenapa ia sampai lupa kalau semua
orang-orangnya Kim-coa-bun sangat kejam dan telengas ..."
Mereka sudah tidak memiliki rasa perikemanusiaan."
demikian berkata Bee Tie pada diri sendiri.
Lalu tanpa memperdulikan Kim-coa Jing-lie lagi ia lantas
menghampiri Kim-coa Giok-lie dan segera ia menanya
pada nona ini dengan suara perlahan sekali.
"Ciecie kau pernah diapakan" Apa Kim-coa Ciang-bun
sudah keluar dari kamar depan ini."
Bee Tie berani memastikan Kim-coa Ciangbun berada
dalam Kamar depan itu, karena tadi melihat dua noua
muda dari golongan itu juga berlaku sangat hormat dengan
muka menghadap kearah pintu berada didepan mereka.
Tapi siapa nyana, Kim-coa Giok-lie sama sekali tidak
menjawab pertanyaannya. Baru pemuda itu mau menanya lagi, mendadak
dirasakan ada angin kuat menyambar punggungnya. Cepat
ia menggegos dan serentak ia membalikkan tubuh.
Yang menyerang secara membokong tadi bukan lain dari
pada Kim-coa Jing-lie adanya.
"Kim-coa Jing-lie jangan kau sangka aku takuti kau!"
seketika Bee Tie juga membentak. "Aku tadi masih taruh
hormat terhadapmu karena memandang muka Cicie Giok
ini. Lagi pula aku datang cuma mau menemui Kim-coa
Ciang-bun, bukan hendak melayani kau bangsa kurcaci!"
Mendadak saat itu dari mulut goa tampak satu bayangan
putih berkelebat. Kim-coa Siu-lit, sudah berdiri dihadapan
orang-orang itu. "Hai." seru orang yang baru datang ini. Kau si bocah
sungguh berani mati! Apa kau sangka sudah masuk kesini
bisa keluar lagi" Hmm. Kau rupanya masih belum rasa
benar." Bee Tie tidak mau meladeni.
"Wanita tertawa, itu. Ia memutar balik tubuhnya lalu
menghampiri Kim-coa Giok-lie sambit berkata.
"Cicie, kau jangan kuatir, aku tidak takuti mereka semua!
Dua perempuan ini saja tidak mungkin bisa bikin apa-apa
terhadapku kau jangan takut. Jangan gampang gampang
kau serahkan dirimu kepada mereka! Aku yakin dengan
kekuatan kita berdua masih bisa bertahan dan keluar dari
sini?" Kim-coa Giok-lIe-yang tidak percaya Bee Tie ada
mempunyai kepandaian yang tinggi melebihi semua
Sucienya, memandang saja si anak muda tanpa berkatakata.
Do lain pihak Kim-coa Sin-lie perlahan-lahan berjalan
mendekati Bee Tie. Si pemuda segera mendorong perlahanlahan
kawan barunya sambil berkata.
"Cicie boleh berdiri saja disitu. Lihatlah bagaimana aku
nanti tempur Kim-coa Sin-lIe-yang sudah kenamaan."
"Kau masih ada kata-kata apa lagi?" jengek Kim-coa
Sin-lie, tetapi dengan sikapnya yang terus tertawa-tawa.
"Aku sudah katakan, kedatanganku cuma untuk
menemui Kim-coa Ciang-bunmu itu aku mau perhitungkan
rekening kita." Kim-coa Sin-lie bergerak, angkin panjangnya mengayun
dan mulutnya berkata-kata.
"Berapa tinggi sih derajatmu berani berani bertemu
dengan suhu" Kecuali kau ketua partai, tidak pantas kau
berlaku begitu kurang ajar."
Atas serangan angkin tadi, Bee Tie lompat ke sanping.
Dan dengan sengit ia lalu berkata dengan suara lebih keras.
"Aku adalah ketua Hoa-san-pay! Apa cuma derajat
suhumu saja yang begitu tinggi" Aku sebagai ketua, sudah
sampai disini tentu bisa bertemu dengan suhumu itu."
Kim-coa Sin-lie agaknya terkejut. Tanpa merasa ia
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melangkah mundur beberapa tindak.
Bee Tie yang cerdas, melihat itu tidak tinggal diam.
Dengan sekali enjot tubuh ia mendekati wanita tertawa itu
sambil menyerang beruntun sampai beberapa kali.
Kim-coa Sin-lie tidak berdaya. Angkin panjangnya hanya
terpakai dalam pertempuran jarak jauh. Kini menerima
penyerangan mendadak lagi rapat dari si anak muda, ia
tidak dapat lagi menggunakan senjata ampuhnya itu!"
Bee Tie yang sangat membenci Kim-coa Sin-lie lantas
memperhebat serangan dengan seruling hitamnya, ia sudah
berhasil mengurung badan Kim-coa Sin-lie ditengah-tengah.
Dalam saat berbahaya itu. dalam ruangan itu tiba-tiba
terdengar suara keresekannya daun pintu yang terbuka, dan
pada saat itu juga suara Kim-coa Sin-lie Jing-lIe-yang
lantang terdengar berseru, "Suhu ..."
Kim-coa Sin-lie menggunakan kesempatan selagi si anak
muda tertegun sesaat, melesat tinggi menghindari serangan
Bee Tie dan lantas jatuhkan diri berlutut dihadapan satu
wanita pertengahan umur dengan mulutnya memanggil.
"Suhu," Wanita yang dipanggil Suhu oleh dua wanita muda itu
meski sudah tua, tapi tampak kulitnya masih halus licin
seperti kulit seorang gadis. Ditangannya ada tergenggam
sebuah kebutan pecut berwarna kuning terang. Orang
pertengahan Umur ini dengan sekali kebut membuat Kimcoa
Sin-lie bangun berdiri. Dan yang lebih mengagumkan,
Kim-coa Sin-lie dari tempat yang cukup jauh dengan sekali
sentak saja tadi dia telah dibawa terbang melayang sampai
tepat disisinya. Dan disebelah yang lain, Kim-coa Jin-lie entah sejak
kapan sedang berdiri dengan sikap sendiri yang tampak
seperti orang bersedih! Jadi, wanita penengahan umur itu
kini berdiri diapit oleh dua murid-muridnya, Kim-coa Sinlie
dan Kim-coa Jing-lie. sedangkan seorang muridnya yang
lain, Kim-coa Giok-lie masih tetap berlutut dihadapannya.
Kim-coa Sin-lie mulai membuka suara berkata dengan
laporannya. "Suhu, latihan ular emasnya Giok-moay yang sudah
lebih dari sepuluh tahun sekarang sudah ludes semua.
Teecu meski pun tahu tentang hal itu, tapi tak berani
mengambil keputusan sendiri."
Kim-coa Ciangbun, demikian tentu wanita pertengahan
umur itu, membawa sikap dingin dihadapan si pemuda, ia
melirik Bee Tie sebentar, lalu menanya.
"Apa betul anak muda itu ketua Hoa-san-pay."
Kim-coa Sin-lie dengan badan setengah membungkuk
memberi jawabnya. "Begitu cuma katanya. Betul tidaknya Teecu sendiri
masih belum tahu jelas."
Kim-coa Ciang-bun mengalihkan pandangannya kearah
Kim-coa Sin lie dan merintah.
"Dalam satu jam kau sudah harus pergi kembali kesini
lagi. Selidikilah perihal dia."
Kim-coa Sin-lie segera keluar dari ruangan itu hendak
menjalankan tugas yang diberikan gurunya.
Kim-coa Ciangbun menggerakkan kebutannya lagi.
Sebentar senjata itu sudah menempel diatas puncak Kimcoa
Giok-lIe-yang masih berlutut.
Bee Tie terkejut. Ia juga lantas memburu kearah Kim-coa
Giok-lie berada. Tapi sudah terlambat. Kim-coa Ciangbun dengan pecut
ditangan yang diangkat tinggi tinggi, diujung pecut sudah
terlibat dirinya Kim-coa Giok-lIe-yang lantas dilemparkan
ke arah anak muda yang sedang datang memburu.
Saat itu juga terdengar suaranya wanita setengah tua itu
berkata ! "Mulai hari ini kau sudah bukan muridku! Kau boleh
pergi sesukamu." Bee Tie cepat menanggapi badan Kim-coa Giok-lie. lalu
perlahan-lahan diturunkan ke tanah, sambil menghiburnya.
"Encie Giok, jangan takut selama masih ada aku disini.
Kim-coa Giok-lie menangjs mengerung-gerrung dalam
pelukan si anak muda yang masih terus menggunakan katakatanya
untuk menghibur si nona. XV. PAGUTAN RIBUAN ULAR. Walaupun antara Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie hanya
saling berkenalan baru setengah harian lamanya, mungkin
juga karena bersentuhannya tubuh mereka tadi itu sehingga
membuat mereka seperti lengket sekali. Kim-coa Giok-lIeyang
sedang menangis di dalam pelukannya Bee Tie telah
membuat si pemuda turut bersedih hati juga. dengan
menggoyang goyangkan tubuhnya ia berusaha
menghiburnya. "Enci Giok, janganlah kau menangis saja. golongan Ular
Mas yang terkutuk itu hanya menjadi makian khalayak
ramai saja. Kau masih beruntung karena dapat lompat
keluar dan meninggalkan tempat terkutuk itu. Apa lagi yang
harus kau tangisi?" Bee Tie memandang kearahnya Kim-coa ciangbun yang
masih berdiri didepannya pintu tadi air mukanya bersikap
tawar saja. ia seperti tidak marah dengan makiannya Bee
Tie dan juga tidak menghiraukan tentang kepergiannya
bekas murid itu. Perlahan-lahan ia membalikan badan dan
masuk kembali kedalam pintunya.
Sebentar saja ia sudah lenyap dibalik pintu bundar. Tapi
Kim-coa Jing-lie sudah berjalan keluar dan menjaga pintu
depannya ruangan ini dengan mata masih memandang
kearahnya Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie..
Sebentar kemudian Kim-coa Giak-lie sudah menahan
tangisnya kembali dan berkata, "Adik, dengan
kepandaianmu yang setinggi ini untuk turun dari
puncaknya Siok-lie-hong ini tidaklah sukar rasanya. Tapi
untuk aku percuma saja aku melarikan diri, dari tempat ini,
pergilah kau sendiri," Bee Tie yang tidak ada niatan untuk
lari sudah berdiri dan menjawab dengan tegas.
"Mengapa kau sendiri tidak mau lari" Bagaimana nanti
mereka memperlakukan dirinya disini?"
Sesenggukkannya Kim-doa Giok-lie sudah terdengar
lagi. "Nasibnya semua murid yang diusir keluar dari golongan
Ular Mas ini sama saja. Janganlah kau menanyakannya,
lekaslah pergi dari sini. Biarpun perkenalan diantara kita
baru berjalan belum lama, tapi kau yang demikian baik
sudah tentu sukar aku melupakannya. Aku hanya seorang
wanita yang bersikap lemah saja, aku hanya tahu bahwa
sewaktu aku berumur tiga tahun telah dibawa kemari oleh
suhuku dan siapakah yang menjadi ayah dan ibuku yang
sebenarnya, aku sendiri pun juga masih belum tahu. Aku
mati disin masih tidak menjadi soal apa-apa, tetapi
bagaimana dengan dirimu yang menjabat ketua partai Hoasanpay yang masih mempunyai banyak tugas berat" Tidak
perlu mencemplungkan dirimu disini yang penuh dengan
bahaya. Lekaslah dengar kata-kataku ini dau pergilah dari
sini." Kata-katanya Kim-coa Giok-lie ini malah membangkitku
hawa kemarahannya Bee Tie saja dengan menggelenggelengkan
kepala ia berkata. "Enci Giok tidak perduli betapa besarnya bahaya
didalam ruangan ini, tapi aku Bee Tie yang telah datang
kemari, dan setelah sampai disini, mungkinkah aku kembali
lagi dengan percuma" Apalagi disini sekarang telah
bertambah kau seorang, biar bagaimana aku juga tidak
dapat meninggalkan dirimu yang telah diusir keluar dari
golongan Ular Mas yang terkutuk itu
Ia berkata sampai disini sudah berhenti sebentar sambil
memandang kearahnya Kim-coa Jing-lIe-yang masih
menunggu dipintu depan, ia menanya kepada Kim-coa
Giok-lie. "Bagaimanakah mereka memperlakukan diri mu
nanti!" Kim-coa Giok-lie menyusut air matanya dan mencoba
tertawa sebisa-bisanya. "Dapatlah kau tidak menyinggung persoalan ini lagi"
Aku hanya minta dengan sangat supaya kan mau segera
pergi dari sini." Hatinya Bee Tie telah dibikin bergolak dan ia menjawab
dengan muka merah padam saking marahnya.
"Encie Giok. kau tidak mau mengatakan dengan terus
terang padaku, biar aku akan menanyakan soal ini
kepadanya." Dengan tidak menunjukkan rasa takut sama sekali ia
tetah mendekati kearah Kim-coa Jing-lIe-yang sedang
mengawasi dirinya, sambil menudingkan jari tangannya ia
menanya. "Hei, kau gadis ular. Aku mau menanyakan padamu,
bagaimakah akankau perlakukan pada Encie Giok ku ini
jika aku sudah pergi dari sini!"
Kim-coa Jing-lie mendongakkan kepalanya ia tidak
meladeni pertanyaan pemuda itu.
Bee Tie penasaran dan menanyakan lagi sampai dua kali.
Tapi Kim-coa Jing-lie masih tetap seperti tadi tidak mau
memberikan keterangannya sama sekali.
"Apakah sebetulnya yang terselip disini" Jika kau masih
tak mau memberikan keterangannya. jangan sesalkan
padaku yang mesti perlakukan keterlaluan terhadapmu."
Kata Bee Tie yang mulai menjadi marah dan membentak
kearahnya Kim-coa Jing-lie. "Apa kau tidak bisa
menanyakan sendiri padanya" Buat apa kau banyak tanya
lagi. Hukumannya dalam golongan kami terhadap murid
yang melanggar peraturan hanya terdiri dari semacam saja."
Kim-coa Jien-lie menjawab dingin.
Bee Tie sangat kaget dengan keras ia menanya lagi.
"Apa?" Kim-coa Jing-jie memandang kearahnya Kim-coa Gioklie
sebentar dan dengan tawar memberikan keterangan
singkat. "Pagutan dari ribuan ular."
Bee Tie jika tidak mendengar kata-kata ini masih tidak
mengapa, tapi begitu kupingnya kemasukan kata tersebut
sudah seperti disambar geledek disiang hari. lantas lompat
berdiri dan bentaknya. "Oh! Golongan Ular Mas sungguh jahat sekali! Kau
harus dibunuh terlebih dulu agar dapat dibasmi sampai
akar-akarnya, supaya di kemudian hari perbuatan tersebut
tak terulang lagi." Terlihat ia sudah mengeluarkan sulingnya lagi siap untuk
menyerang kearahnya Kim-coa Jing-lie. Tapi begitu ia
bergerak, satu tekanan yang keras sekali telah keluar dari
arahnya pintu yang dimasuki Kim-coa ciangbun tadi. Bee
Tie dengan terpaksa harus mundur lagi menghindar dari
tekanan angin serangan tersebut.
Kim-coa Giok-lie dengan tertawa sedih berkata.
"Aku sudah katakan padamu bahwa betul kau masih
dapat menandingi kepandaiannya Jing lie tapi tidak
mungkin dapat melawan kekuatan yang begitu ditakuti oleh
bayak orang Kang Ouw. Inipun ia masih belum
mengeluarkan pukulan Ular Masnya yang telah dilatih
puluhan tahun disini."
Didalam hatinya Bee Tie diam-diam berpikir.
"Kata-katanya Kim-coa Giok-lie ini tidak mungkin
sebagai gertakan saja, jika betul Kim-coa ciangbun tidak
mempunyai kepandaian yang cukup berarti mana mungkin
ia berani mengundang Hek-ie Sin-kun datang keatas
puncaknya?" Setelah berpikir sebentar, Bee Tie sudah mendapatkan
suatu akal yang baik. Ia tahu yang Kim-coa Giok-lie pernah
tinggal bersama-samanya sepuluh tahun lamanya dengan
suhunya, maka mengapa tidak menanya padanya" Ia sudah
segera mengambil putusannya untuk mengadu akal dan
menanya pada Kim-coa Giok-lie. "Encie Giok, kau
tentunya tahu aku tidak nanti datang keatas puncak Siok lie
hong ini dengan percuma. Sebelumnya Kim-coa Ciang-bun
bergerak, aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu, apa
kau tahu akan dua ketua par-tay Hoa-san-pay yang lama
dengan cara bagaimana dapat naik keatas puncak Siok-liehong
ini?" Kim-coa G:ok-lie memanggutkan kepalanya, "Kejadian
yang kedua, itu ketua Hoa-san pay yang ke dua puluh
empat Giok Cin tosu naik keatas puncak ini. hanya baru
terjadi pada tiga tahun yang lalu, itu waktu aku telah
berumur empat belas tahun, sudah tentu saja tahu semua
kejadiannya. Bee Tie tertawa getir. "apa kau tidak mengatakan dimanakah tempat
menyimpan mayatnya Giok Cin tosu itu?" tanyanya.
Kim-coa Giok-lie tertawa hambar.
"Kau masih terlalu tidak memandang mata kepada
golongan ular Mas yang pernah menggetarkan dunia
persilatan. Jika betul kau sudah tidak mau meninggalkan
tempat ini lagi karena sudah tidak mungkin untuk
menghindari dari kematian kita, baiklah. Aku akan segara
mengajak kau ke sana untuk melihatnya."
Setelah berkata ia sudah mengajak anak muda kita
mengitari tembok ular tadi dan menuju kearah pintu bundar
yang terletak disebelah kiri.
Disana Kim-coa Jing-lIe-yang menjaga pintu disebelah
luar begitu melihat kelakuan bekas adik seperguruan ini
lantas meneriaki. "Giok-moay, janganlah kau mengambil tindakan yang
sembrono ini, masih ada kemungkinan jika suhu berbalik
pikiran dan mengampuni dirimu. Tapi tindakanmu yang
terakhir ini berarti sudah mencari mati."
Kim-coa Giok-lie menjadi ragu-ingu sebentar tapi tidak
lama kemudian ia sudah dapat mengambil keputusan tetap
ia berkata, "Terima kasih atas perhatiannya Jing-cie ini tapi
tabiat suhu sudah kau ketahui sendiri. Segala tindakannya
tidak mungkin lagi mau ditarik kembali. Aku yang sudah
tidak takut mati tetap akan menerjang bahaya ini."
Tepat pada waktu itu terlihat bayangan berkelebat dan
Kim-coa ciangbun sudah masuk kembali dan membentak
kearahnya Kim-coa Jing-lie.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Buat apa kau banyak bicara dengan dia" Suciemu sudah
berada didepan dan sebentar lagi kau juga akan tahu
sendiri." Bee Tie yang mendengar perkataau itu sudah menjadi
tergetar hatinya dan berkata pada diri sendiri.
"Ia yang berada disini mengapa dapat mengetahui
kedatangannya Kim-coa Sin-lie?"
Ia memandang kearahnya Kim-coa Giok-lie. Tapi Kimcoa
Giok-lie-yang waktu itu wajahnya telah berubah
menjadi pucat sudah menarik ujung bajunya mengajak si
anak muda mendekati pintu-bundar yang berada disebelah
kiri mereka. Betul saja, tak selang berapa lama bayangannya Kim-coa
Sin-lie belum juga sampai disitu sudah terdengar suara
tertawanya yang nyaring. Dengan sekali berkelebat ia sudah
berada didalam ruangan ini lagi. setelah memberikan
hormatnya kepada suhunya mulailah ia dengan laporannya.
"Lapor kepada suhu, memang ia betul telah menjadi
ketua dari partai Hoa-san-pay dan telah membunuhi bukan
sedikit orang-orangnya dari golongan kita."
Lalu dengan lompat berdiri ia sudah meminta ijin pada
suhunya lagi. "Suhu, muridmu akan membunuh dia di sini. Dalam
sepuluh jurus saja, muridmu akan membuat dia tidak
berdaya sama sekali."
Kim-coa ciangbun memanggutkan kepala.
Kim-coa Sin-lie sulah mengeluarkan angkin panjangnya
lagi dan meloncati tembok ular yang terletak ditengahtengah
kemudian menghampiri dirinya Bee Tie.
Bee Tie menyekal keras-karas suling hitamnya, dengan
sebelah tangannya ia telah mendorong pergi dirinya Kimcoa
Giok-lie dan berkata. "Encie Giok, untuk sementara minggirlah kau kesamping
dulu, Angkin panjangnya ini memang lihay sekali, aku akan
membunuhnya terlebih dahulu."
Tapi Kim-coa Giok-lie bukannya minggir malah ia maju
kedepan dan menjerit. "Jangan, sebelum kau dapat membunuh mati sucie ku
yang lihay ini, kau sendirilah yang akan dibuat permainan
olehnya." Terdengar suara "Krek" sekali dan pintu bundar yang
disebelah kiri itu sudah terbuka, Kim-coa Giok-lie dengan
sibuk meneriakinya. "Lekaslah kau masuk kemari."
Tapi Kim-coa Sin-lie dengan angkin panjangnya sudah
menyerang kearah Bee Tie. Si anak mada sudah
menyodokkan sulingnya sampai tiga kali. menghantam
pergi arah datangnya angkin panjang ini. lalu tangan
kirinya dibalikkan untuk mendorong pergi tubuhnya Kimcoa
Giok-lie sambil berkata. "Encie Giok kau masuklah sendiri terlebih dahulu dan
cepatlah kunci pintunya. Aku akan menjaga kau disini dan
tidak akan membiarkan mereka ini menerjang sampai
kesana." Tubuhnya Kim-coa Giok-lie dengan tidak berdaya telah
terdorong masuk kedalam pjntu bundar tadi, tapi ia tidak
menutup pintu ruangan batu itu malah berteriak sambil
maju lagi. "Tidak mungkin kau berlaku seperti ini. Baiklah, aku
akan datang untuk membantu kau saja."
Ini waktu Bee Tie yang sudah mulai bergebrak dengan
Kim-coa Sin-lie sampai beberapa kali telah mengetahui
dimana letak kelemahan angkin panjang lawannya ini.
Dengan menggunakan suling hitamnya sebagai senjata, Bee
Tie selalu menyerang dari jarak dekat. Ia selalu berusaha
mendekati tubuh lawan. Tepat pada waktu itu dari kamar batu sudah meloncat
keluar Kim-coa Giok-lIe-yang dengan dua bilah pedang
yang berupa ular di tangan kanau dan kirinya, begitu keluar
sudah segera menyerang kearahnya Kim-coa Sin-lie sambil
berkata. "Sucie maafkan sumoy mu yang berani berlaku kurang
ajar ini." Kim-coa Sin-lie menarik kambali angkin panjangnya
yang segera berobah serangannya mengarah kebelakang
dirinya Kim-coa Giok-lie sambil membentak.
"Kematianmu yang sudah didepan mata ternyata kau
masih berani kurang ajar. Tidak tahu diri?"
"Enci Giok, aws di belakangmu." terdengar Bee Tie
memperingati. Gerakan tubuhnya kini sudah segera
dirubah, dengan meniru gerakan telapak telapak kaki yang
berada diatas sembilan tiang batu yang baru dipelajarinya
sambil berlompatan disekitarnya Kim-coa Sin-lie ia
berusaha mencegah Sin-lie menyerang Giok-lie.
Kim-coa Giok-lie sudah segera menyingkir dan serangan
angkin panjang yang diarah bebokongnya tadi dan memutar
dua pedang ularnya dengan hebat membuat lingkaran
pedang yang sukar untuk ditembusi oleh lawan, Kim-coa
ciangbun dan Kim-coa Jing-lIe-yang menonton pertarungan
dua lawan seru ini, pertama-tama tidak menaruh didalam
hati terhadap gerakan-gerakannya Bee Tie yang cepat tadi,
tapi lama kelamaan, bayangan si anak muda kita dari satu
telah berubah menjadi dua, menjadi empat, delapan dan
seterusnya, sehingga akhirnya diseluruh ruangan ini, hanya
terlihat bayangan-bayangannya Bee Tie seorang saja
berkelebat kian kemari cepat sebali seolah-olah bayangan
setan. Ia sudah menjadi kaget dan meneriaki muridnya.
"A Siu, mundur. Biar aku yang melayani padanya."
Tapi panggilmaya Kim-coa Ciang-bun ini agaknya belum
sampai ditelinga sang murid.
Kim-coa Jing-lie sudah mendahului bergerak siap untuk
membantu sucienya! Tapi secepat-cepatnya gerakannya Kim-coa Jing-lie ini,
mana ia dapat menandingi cepatnya gerakannya Bee Tie"
Baru saja ia lompat maju, mendadak dibelakangnya sudah
terdengar bentakannya si pemuda, "Jangan bergerak."
Kim-coa Jing-lie sudah merasakan dinginnya angin
serangan si anak muda yang berada dibelakangnya. Tapi
memang golongan Ular Mas ini mempunyai gerakan yang
cukup gesit, dengan sebat ujung kakinya diputar menyingkir
ke samping tiga tindak jauhnya Kim-coa Jing-lie segera
membalikkan badan hendak mengetahui pemuda manakah
yang berada dibelakangnya. Tapi apa juga tidak terlihat
olehnya maka lantas maju lagi beberapa langkah. Tiba-tiba
suatu angin pukulan yang kuat sudah berada didepannya
yang dibarengi oleh berkelebatuya satu bayangan orang.
Ternyata Bee Tie dengan muka berseri-seri sudah berada di
depannya. Semangatnya Kim-coa Jing-lie terbang seketika. Sebelum
ia dapat berbuat suatu apa Bee Tie telah menggerakkan
suling hitamnya menotok jalan darah orang dan rubuhlah
Kim-coa Jing-lie dibawah seruling hitam si anak muda yang
tangguh ini. Biarpun demikian kupingnya Kim-coa Jing-lie masih
dapat mendengar suara tertawanya Kim-coa Sin-lie.
"Jing-moay memang nasibmu yang harus begini.
Legakanlah hatimu. Suhu sudah akan mulai membalaskan
sakit hati ini kita tunggu saja waktunya."
Bee Tie menjadi kaget dan cepat membalikkan badan.
Dilihatnya Kim-coa Giok-lie sedang terkurung oleh
kebatannya Kim-coa ciangbun yang lihay sekali, terlihat ia
mengebut lagi, tubuhnya Kim-coa Giok-lie terpental jatuh
sampai dibawah kaki ketua Kim-coa-bun ini.
Kim-coa Sin-lIe-yang melihat sang sumony sudah
terjatuh dan dua pedangnya juga sudah terlepas dari
cekalannya, Lantas tertawa cekikikan.
"Suhu, serahkan dia padaku," pintanya.
Angkin panjangnya sudah digerakan lagi digunakan
untuk melilit tubuhnya Kim-coa Giok-lie-yang segera
dilemparkan kedalam tembok tempat mengurung ular ular.
Kim-coa Giok-lIe-yang dilempar ketempat ular ular
lantas menjerit dengan suara yang menyayatkan hati.
"Adik. Tie, sampai kita bertemu kembali dilain
penitisan." Bee Tie menjadi kaget, cepat bagaikan kilat ia
mendahului lompat dan segera menyanggah tubuhnya Kimcoa
Giok-lie-yang segera dilemparkan kembali keluar
tembok tempat kurungan ular ular tersebut. Tapi karena
perbuatannya ini ia sendirilah yang telah terjatuh kedalam
bak ular yang sangat bahaya sekali bagi siapa yang jatuh di
tempat itu. Beperapa ekor ular yang kelaparan sudah cepat lompat
menubruk mangsanya. Tidak ampun lagi kakinya Bee Tie
sebentaran saja telah dipagut ular ular ganas-tersebut
sampai tiga kali. Dengan cepat Bee Tie sudah mengayunkan suling
hitamnya beberapa kali dan membunuh ular ular itu, tapi
ada juga beberapa ekor diantaranya yang menempel keras
diatas suling hitamnya. Karena ingin lekas lekas jaga keselamatan Kim-coa
Giok-lie, mak a dengan sekali ketuk saja ia telah dapat
melemparkan ular-ular itu kearahnya Kim-coa Sin-lIe-yang
sedang tertawa-tawa melihat dirinya menjadi mangsa ular.
Untuk menghadapi sebangsa ular, golongan Ular Mas ini
memang mempunyai kepandaian yang akhli untuk mereka
sendiri, hanya dengan sedikit menyodorkan tangannya saja
Kim-coa Sin-lie sudah berhasil menangkap kepala si ular
yang dilemparkan kearahnya tadi. Sambil tertawa cekikikan
ia berkata. "Bocah bandel tidak tahu diri! Kau telah terkena gigitan
ular mas kami. Apa masih berani kau banyak tingkah
disini?" Bee Tie tidak memperdulikan ejekannya Kim-coa Sin-lie.
Tanpa berkata sepatah kata pun juga diletakannya tubuh
Kim-coa Giok-lie ditanah, lalu ia sendiri berjalan
menghadapi Kim-coa ciangbun kembali dengan tenang.
Waktu itu Kim-coa Giok-lie dengan paras muka yang
pucat pasi karena tadi dapat melihat bagaimana Bee Tie
terpagut tiga ekor ular mas. Sambil menghela napas ia
berkata-kata seorang diri.
"Kau yang masih tak mengenal kelihayannya ular mas
kita ini. Sekali kena saja sudah cukup bikin kau tak berjiwa.
Apalagi tadi kau sekali kena sampai tiga kali. ular telah
menggigit kakimu ... "
Kim-coa ciangbun tersenyum saja degan Kim-coa Sin-lie
berdiri disampingnya. Mereka seperti tidak ada niatan
untuk menempur si anak muda lagi.
Bee Tie yang berotak terang sudah segera dapat
mengetahui sebab-sebabnya mereka berdiam diri.
"Tidak guna aku adu jiwa dengan dia. Sekarang ini aku
masih bukan tandingan Kim-coa Ciang-bun yang lihay
ilmunya. Lebih baik aku gunakan tipu muslihat untuk
mengalahkan dia, pikirnya dalam hati.
Berpikir sampai disini, tindakannya sudah sengaja
dengan tiba-tiba dibikin limbung sempoyongan seperti
orang tuau jatuh. Kembali terdengar jeritan Kim-coa GioklIeyang sangat mengenaskan. "Adik Tie, tidak sangka mau mendahului aku
meninggalkan dunia yang fana ini. di antara kita berdua
setelah kita mati ditangan mereka sekarang ini tentu kita tak
akan mengalami segala penderitaan lagi. Baik-baiklah kau
pergi terlebih dahulu, sebentar lagi aku akan segera turut
menyusul kau kealam baka. Buat apa kita hidup dalam
dunia ini jika harus berkumpul dengan mereka yang
hidupnya selalu mengganggu sesama manusia?"
Perkataannya Kim-coa Giok-lie ini belum juga habis,
jarak antara Bee Tie dan Kim-coa Ciang-bun sudah semakin
dekat. Pemuda ini sengaja menjatuhkan diri, langkahnya
pun sudah seperti orang yang tidak kuat mengangkat kedua
kakinya, tapi ia masih berkata lirih.
"Enci Giok, mengapa kau mengucapkan kata-kata yang
semacam itu" Aku tidak akan mati dan pasti tidak mati.
Akan kubunuhi semua ular-ular ini lebih dulu."
Ia membalikkan badan dan sudah mulai berjalan miringmiring
lagi. Hanya dengan sebelah tangannya saja seolaholah
ia tidak berusaha sedapat mungkin untuk berjalan
maju lagi kemuka beberapa langkah.
Kim-coa Sin-lie tertawa-tawa dan ia berkata sambil
menjengeki. "Bocah tidak tahu diri! Sudah hampir mati masih juga
kau berani mengucapkan kata-kata yang semacam itu?"
Dapat dilihat pada muka Bee Tie yang tampaknya
meringis-ringis menahan sakit memang ia sengaja
menunjukkan rasa sakitnya supaya tidak dicurigai lawan ia
pun berusaha bangun lagi, dengan badan terhuyung buyung
ia maju dua tindak. Tapi diam-diam tenaganya sudah
dikerahkan kedalam tangan yang memegang suling tadi,
waktu ini ia seperti orang yang tidak berdaya sama sekali
yang akhirnya akan jatuh kembali ditanah.
Mendadak dengan gerakan yang cepat sekali. Bee Tie
yang sudah mengerahkan seluruh kekuatan yang ada pada
dirinya lompat bangun sambil membentak keras, tangannya
yang memegang suling sudah dikasih bekerja lebih dulu,
dengan membawa suara yang mengaung-ngaung ujung
suling mengarah pada bagian muka Kim-coa Sin-lIe-yang
masih berdiri disebelahnya Kim-coa ciangbun.
Didalam keadaan tidak berjaga jaga mendadak diserang
demikian rupa, siapa juga tidak akan dapat menyangka
bahwa si pemuda masih dapat bergerak secepat itu. Maka
sekali terdengar suara jeritannya Kim-coa Sin-lIe-yang
mengerikan dan dalam itu detik juga sebelah matanya telah
tertusuk seruling dan telah menjadi buta mulai saat ini.
Dengan tidak menahan gerakan serulingnya lagi, Bee Tie
sudah meneruskan senjata istimewa ini menusuk kearahnya
Kim-coa ciangbun. Tapi Kim-coa ciangbun orang yang bagaimana"
Dengan cepat sekali ia telah dapat menghindar dari
serangan bokongannya Bee Tie ini.
Bee Tie membentak keras dan menyusul kemana larinya
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sang lawan. Kim-coa ciangbun yang melihat dua muridnya telah,
dapat dijatuhkan oleh anak muda yang berani ini, akhirnya
menjadi marah juga. Kebutannya mulai dikasi bekerja yang
seketika itu mengeluarkan hawa dingin menari-nari
dimukanya Bee Tie. "Tidak kusangka kau yang masih bocah ini mempunyai
kepandaian yang berarti hingga dapat melebihi dua nonamu
itu dulu. Tentu saja karena kau telah makan obat penawar
ular mas kami terlebih dulu racun itu tidak dapat bekerja
seperti bisa. Inilah rupanya salah satu dari kepintaranmu.
Tapi biar bagaimana pun akhirnya kau toh akan mati juga
disini?" Sehabis berkata terlihat ia sudah melakukan serangan
dengan mengebut ke kanan dan ke kiri menyerang Bee Tie
secara bertubi tubi. Bee Tie menjadi kaget dan dengan cepat lompat mundur
jauh kebelakang untuk menghindar dari kebutannya yang
lihay. Tapi Kim-coa Cian-bun tidak terus mengejar, ia lalu
berbalik menghampiri Kim-coa Giok-lie sambil berkata.
"Kau budak hina ini masih terhitung beruntung diantara
para penghianat golongan ular mas hanya kau seorang yang
tidak menerima hukuman Pagutan Ribuan Ular."
Kebutannya sudah siap akan melakukan serangan lagi
mengarah batok kepala Giok-lie
Bee Tie menjadi kaget dan meujerit.
"Hei! Tahanl Kau berani?"
Tubuhnya sudah mental balik lagi menubruk kearahnya
Kim-coa ciangbun. Masih untung adanya Bee Tie yang
tidak mengenal mati! sehingga arah kebutan yang tadinya
tepat akan mengenai kepalanya Kim-coa Giok-lie sudah
menjadi miring sedikit dan hanya mengenai si gadis saja.
Bee Tie menggeram, seperti sudah melupakan diri sendiri
berada dimana ia mengangkat dirinya Kim-coa Giok-lIeyang
telah terluka, suling hitamnya sudah diputar-putarkan
sedemikian rupa sehingga merupakan pertahanan yang kuat
untuk menjaga-jaga serangannya Kim-coa ciangbun.
Tapi Kim-coa ciangbun hanya tertawa masam saja ketika
melihat mereka berdua sudah masuk kelalam pintu bundar
yang tedi lelah dibuka oleh Kim-coa Giok-lie, ia tidak
mengejar. Jauh berjalan lapat-lapat Bee Tie masih dapat mendengar
ocehannya Kim-coa ciangbun.
"Ketua partai yang ke dua puluh tiga, ke dua puluh
empat, dan sekarang yang kedua puluh enam hmm!
Hidung-hidung kerbau dari Hoa-san pay apa masih berani
memusuhi golongan Ular Mas lagi" Akhirnya semua toh
akan mati juga disini. Hmm!"
Ia sudah tidak mau mendorong pintu itu untuk mengejar
lagi perlahan-lahan dihampirinya Kim-coa Sin-lie dan Kimcoa
Jing-lIe-yang telah terluka dan kena tertotok jalan
darahnya oleh si anak muda tadi. Dengan menotok hidup
kembali jalan darahnya Kim-coa Jing-lie ia berkata seorang
sendiri. "Bocah tadi memang aneh sekali, tipu tipu
kepandaian dan meski betul seperti dari aliran Hoa-san-pay,
tapi biar bagaimana masih ada perbedaannya. Entah, dari
mana pula asal usalnya bocah ini" Kemudian bersama-sama
dengan Kim-coa Jing-lie ia sudah membawa masuk Kimcoa
Sin-lIe-yang sudah buta sebelah matanya.
Kita tengok kembali Bee Tie yang membawa lari dirinya
Kim-coa Giok-lIe-yang sedang terluka setelah meletakan
tubuhnya si gadis, kemudian memeriksanya baru Bee Tie
dapat mengetahni bahwa ternyata tiga tulang iga didepan
dada Kim-coa Giok-lie telah patah. Dari ayahnya didalam
Sumur Kematian pernah Bee Tie mendapatkan pelajaran
tentang bagaimana cara menolong orang yang patah tulang
iganya. Maka dengan tenang dibukanya baju si gadis pada
bagian yang terluka dan satu persatu disambungnya
kembali tulang tulang yang telah patah-patah tadi.
Kemudian dengan menyobek-nyobek bajunya sendiri, ia
lalu membalut kembali bagian badan yang terluka dari si
nona. Tidak lama kemudian Kim-coa Giok-lie merintih
menahan sakit. Bee Tie dengan sabar maju menghibur si
nona. "Encie Giok, apa kau telah tersadar kembali" Baik
baiklah kau istirahat saja dulu di sini, adikmu masih ada di
sampingmu." Kim-coa Giok-lie memandang kearahnya Bee Tie. Kini
terlihat nona ini sudah mulai bisa tertawa. Tapi agaknya
masih dipaksakan sekali. Dengan lemah ia masih coba
menanya. "Adik Tie, katakan kepadaku, dimanakah sekarang kita
ini berada" Apa kita telah meninggalkan dunia yang penuh
dengan ular dan manusia yang berhati ular itu?"
Bagaimana Bee Tie harus menjawab pertanyaannya ini"
Ia tidak tega untuk membangunkan lamunan muluknya
gadis yang ia dikasihani ini. Kim-coa Giok-lie telah
menganggap dirinya sendiri telah mati dan Bee Tie juga
sudah sama-sama mati. Maka pikirnya mulai dari saat ini ia
sudah tak usah takut 1agi kepada Kim-coa ciangbun, itulah
sebabnya ia dapai berkata demikian tadi.
Tidak mudah orang dapat meninggalkan kenyataan
hidup, walau hanya dalam sekejap mata saja. Tapi tidak
berani Bee Tie mengganggu kesenangannya Kim-coa Gioklie
ini, maka ia hanya berkata dengan suara penuh rasa
kasih sayang. "Ya. Entah Giok. kau tidurlah dahulu. Sekarang kita
sudah tidak usah takut kepada siap pun juga."
Kim-coa Giok-lie hanya membalas dengan
senyumannya, ingin sekali ia menggerakkan badannya
untuk bangun sendiri, tapi akibatuya ... Sakit yang masih
belum hilang betul sudah terasa kembali olehnya. Ia
meringis dan wajahnya menjadi pucat pasi. Dengan napas
tersengal sengal ia berkata.
"Adik Tie, janganlah kau coba membohongi aku.
Lekaslah katakan padaku, dimana sekarang ini suhuku
berada." "Ia masih berada di depan pintu itu dan tidak mau
kemari!" terpaksa Bee Tie dengan tidak berdaya barus
mengatakannya juga, kepada Encie Gioknya.
Kim-coa Giok-lie menggeleng-gelengkan kepalanya,
diantara sela sela matanya kembali sudah mangeluarkan
beberapa butir air mata dengan rasa takut ia berkata.
"Lekas kau pondong masuk kedalam! Lekas! Mungkin
dia akan segera datang kemari."
Bee Tie sudah menurut dan mengangkat tubuhnya,
sambil menunjuk ketempat disebelah kiri Kim-coa Giok-lie
kembali berkata. "Dorong! Doronglah dengan sekuat tenaga."
Bee Tie maju selangkah, mendorong dengan keras
kearahnya tembok batu tersebut, yang ditunjuk oleh Kimcoa
Giok-lie dan betul saja tak selang berapa lama terlihat
satu pintu yang terbuka dengan sendirinya. Cepat Bee Tie
masuk kedalamnya. Ternyata dibaliknya pintu batu ini keadaannya sangat
gelap, tetapi masih terdengar suaranya Kim-coa Giok-lie
ingin yang menyuruhnya berjalan terus kedepan.
"Terus, maju terus. Jika suhu tidak masuk sudah tentu
kita tak usah takut."
Bee Tie maju dengan langkah lebar, setelah berjalan kirakira
hampir tiga kaki jauhnya, kembali terdengar Kim-coa
Giok-lie berkata pula padanya.
"Adik Tie, apa kau tak merasa lapar" Jika kita berjalan ke
kiri sedikit itu adalah tempatnya suhu membikin obat dan
ruangan dapur dari golongan Ular Mas kita dan ke kanan
yang agak jauh adalah jalan yang menuju ke arah Pintu
Terlarang, ditempat itu semua orang tak diperbolehkan
masuk. Sekarang pergilah kau ke dapur untuk memperoleh
makanan terlebih dahulu, baru masuk kedalam Pintu
Terlarang dan sembunyi disitu.
Bee Tie sudah menuruti segala perkataannya, ia
membelokkan arahnya ke kiri dan betul saja terdapat
ruangan obat-obatan yang penuh dengan gelantungan
banyak bermacam macam ular. Setelah lewat dari ruangan
obat-obatan tersebut, lalu terlihat suatu ruangan yang
dipergunakan untuk ruangan dapurnya golongan ular Mas.
Tapi diantara dua ruangan ini masih terdapat lorong sempit
yang entah menuju kemana. Bee Tie menjadi heran, maka
ia segera menanya. "Enci, Giok, kemanakah tembusan jalan lorong ini?"
"Inilah jalan yang menuju kearahnya ruangan batu yang
pertama kau masuki tadi. Sudah jangan banyak tanya lagi.
Lekaslah kau ambil makanan untuk kita makan bersama
nanti." Bee Tie sudah segera masuk kedalam dapur dan
menyediakan makanan yang kira-kira cukup tahan selama
tiga hari untuk makan mereka berdua. Setelah itu, ia sudah
akan segera kembali lagi.
Mendadak terdengar satu suara Krek, kreknya pintu
yang sedang dibuka, dan dari lorong kecil tadi sudah
terlihat samar samar bayangannya Kim-coa Jing-lIe-yang
sedang menuju ketempat sembunyi mereka."
Tapi karena Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie berada
didalam kegelapan, maka Kim-coa Jing-lie lidak dapat
melihat mereka sehingga Bee-Tie dan Kim-coa Giok-lie
berdua dengan leluasa sudah dapat segera balik ketempat
tadi lagi lain membelok ke kanan, betul saja disana sudah
terdapat satu pintu bundar lagi. Cepat cepat Bee Tie
mendorong pintu ini tetapi tidak bergeming sedikit pun.
Oleh karena takut dipergoki oleh Kim-coa Jing-lie, maka
ia tidak berani mendorong terus dengan kekerasan, hingga
pintu tetap tidak dapat terbuka.
"Golongan Ular Mas tidak memperbolehkan semua anak
muridnya masuk kedalam Pintu Terlarang ini. Rasanya
besar sekali kemungkinannya kedua Sucouku dulu pernah
di kurung disini. Pikir Bee Tie didalam hatinya.
Ia sudah mendorong sekali lagi tetapi tidak berhasil juga.
Tapi sewaktu ia mendorong untuk yang ketiga kalinya,
pintu itu dengan mudah sudah terbuka. Berbareng satu
suara tertawa dinginnya Kim-coa ciangbun terdengar, yang
entah sejak kapan tidak mereka ketahui datangnya
Ciangbun ini lantas berkata.
"Inilah tempat simpanan mayat kedua sucoumu dulu.
Pergilahkau ke sana juga untuk menemaninya."
Dibarengi oleh satu dupakan yang tepat sekali telah
mengenai bebokong, Bee Tie terpentallah rubuh pemuda ini
kedalam tempat terlarang. Tidak jauh dari tempat
terjatuhnya ia tadi terdapat satu tengkorak hitam yang
sedang duduk bersila. Berbareng waktu itu juga satu bayangan orang tampak
berkelebat. Ternyata Kim-Coa ciangbun telah masuk kesitu
juga, dengan dingin ia berkata pula.
"Sejak dulu, belum pernah ada satupun orang luar yang
dapat meninggalkan Siok-lie-hong ini dalam keadaan hidup,
Apa kau kira sucoumu It Han siang-jin itu dulu pulang
sendiri dari sini" Hm, hm. Akulah yang mengantar
mayatnya kembali kedalam Cee-thian ini sampai setengah
tahun dan aku memaksa ia untuk mengeluarkan ilmunya
Kiu-teng-kang, tapi ia terus menerus berkepala batu tidak
mau melulusi perminta dariku, maka akhirnya ia mati juga
dibawah pagutan ribuan ular ularku."
Kim-coa ciangbun sudah memandang ke arahnya itu
tengkorak hitam yang duduk bersila tadi dan mulai berkata
lagi. "Yang ke dua jauh lebih lucu lagi. Dengan
kepandaiannya Susiok coumu itu yang hanya sebegitu saja,
sudah berani coba-coba naik keatas puncak Siok-lie-hong ini
dan akhirnya ia juga mengalami nasib yang sama, tidak
dapat terlepas dari hukuman Pagutan ribuan ular emas
kita." Bee Tie dengan menahan rasa sakitnya masih terus
memondong tubuhnya Kim-coa Giok-lie. Ia sudah lantas
mengeluarkan bentakannya.
"Aku bersumpah kepada langit dan bumi untuk
membalaskan sakit bati kedua sucouku selama aku masih
hidup." Kim-coa ciangbun hanya tertawa berkakakan melihat
tingkah laku Bee Tie. "Kalian berdua juga akan segera merasakan bagaimana
enak rasanya Pagutan ribuan ular mas kita disini. Dengan
cara bagaimana kau akan dapat membalas dendam untuk
ke dua sucoumu itu?"
Terlihat Kim-coa ciangbun sudah memandang kembali
kearahnya dinding tembok tadi dengan tidak sadar Bee Tie
juga sudah menuruti memandangnya dan ada yang
dilihatnya ketika itu ternyata disana terdapat banyak sekali
lubang-lubang kecil yang tidak diketahui untuk apa
kegunaannya. Tapi jika ia memikirkan kembali kata-katanya Kim-coa
ciangbun tadi, dengan tidak terasa Bee Tie sampai bergidik
juga bulu tengkuknya, pikirnya.
"Bagaimana jika ia mengurungku juga di sini, kemudian
melepaskan ular-ular masnya dari lubang lubang kecil itu"
Beberapa ekor ular mas saja sudah sukar sekali untuk
dilayani, apa lagi jika berbareng sampai ribuan ekor
banyaknya?" Bee Tie sudah menjadi nekat dan ia membentak.
"Aku akan mengadu jiwa denganmu di sini."
Tapi biar bagaima Bee Tie sudah terluka, mana dapat ia
menandingi Kim-coa ciangbun yang lihay ilmunya ini" Dan
lagi itu ketua Go-tongan Ular Mas itu yang tadinya juga
sedari tadi sudah dapat menduga apa yang diperbuat oleh si
anak muda setelah mendengarkan kata-katanya tadi. Maka
sebelum Bee Tie dapat berbuat suatu apa, tubuh pada
bagian bawah pinggangnya sudah terasa lemas semua,
tertotok oleh kebutannya Kim-coa ciangbun yang masih
tertawa dingin acuh tak acuh.
"Aku sengaja memberikan kemerdekaan pada bagian
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
atas tubuhmu agar kau dapat menggunakan kedua
tanganmu untuk menolak serangan-serangannya ribuan ular
mas ku." Lalu dengan membalikkan badannya ia sudah berkata
lagi. "Itu semua makanan juga boleh kau bawa serta atau
serahkan saja pada ribuan ular yang akan segera datang
ketempat ini." "Gedubrak" pintu batu tersebut sudah ditutup lagi dan
telah dikunci dari luar. Sedari munculnya Kim-coa Giok-lie sedari tadi tidak
pernah mengucapkan sepatah katapun, begitu melihat
gurunya sudah meninggalkan mereka berdua baru mulai
berkata. "Adik Tie, kulihat perbawamu keras sekali. Tapi
akhirnya kau toh harus menyerahkan dirimu juga dengan
pagutannya ribuan ular mas ini?"
-oo0dw0oo- JILID 14 BEE Tie tidak menyangka bahwa Kim-coa Giok-lie
dapat mengatakan kata-kata yang semacam itu didalam saat
yang segenting ini, maka dengan marah ia berkata.
"Encie Giok, apa artinya semua kata-katamu tadi" Apa
kau menyuruh aku menundukkan kepala dibawah kakinya
suhumu yang jahat itu ."
Kim-coa Giok-lie menghela napas.
"Adik Tie, dari sebelumnya aku sudah menyuruhmu
pergi dari sini, tapi kau tetap membandel terus dan tidak
mau mendengar kata-kataku. Bagi diriku mati masih tiada
persoalannya, tapi sayang sekali jika kaupun harus turut
menjadi korban juga."
Saat itu Bee Tie sudah menjadi tidak sabaran.
"Encie Giok, janganlah kau mengucapkan kata-kata
yang semacam ini lagi. Jika aku takut mati pun, sudah tentu
aku tidak nanti mau datang kesini. Kematianku masih tidak
perlu untuk disayangkan Encie Giok, bagaimanakah
dengan lukamu sendiri?"
Kim-coa Giok-lie sudah memeramkan kedua matanya
mempasrahkan diri pada yang kuasa dengan acuh tak acuh
ia berkata. "Kematian kita berdua sudah berada didepan mata. perlu
apa lagi untuk memeriksa luka segala?"
Bee Tie memandang kearahnya tembok yang penuh
dengan lubang-lubang kecil tadi, dilihatnya beberapa ekor
ular yang bewarna kuning mas satu persatu mulai
menongolkan kepala. Bee Tie yang segera dapat ingat
bahwa dikantongnya itu masih ada obat penahan racunnya
ular-ular ini sudah segera dikeluarkan dari kantongnya dan
dibagi dua, sebagian sudah dimakan olehnya sendiri dan
sebagian lagi sudah diserahkan kedalam tangannya Kimcoa
Giok-lie. Kim-coa Giok-lie menuruti saja gerakan kawannya dan
memakan obat penahan racun. Tapi ia yang telah cukup
tahu akan kelihayannya ular-ular mas ini masih tidak
segembira seperti dirinya Bee Tie betul mereka mempunyai
obat penahan racunnya untuk menahan gigitan ular-ular
itu, sudah tentu saja jika hanya beberapa ekor ular saja
memang masih tidak usah dikuatirkannya, tapi jika ratusan
atau ribuan banyaknya ular mas ini sekali datang secara
mendadak dan menyerang mereka semua, biarpun tidak
terkena racun dari mereka tetap saja akan habis digerogoti
oleh ribuan ular kecil itu.
Bee Tie tidak mau berpikir panjang-panjang seperti
kawannya ini, ia sedang memperhatikan gerakangerakannya
beberapa ekor tadi, begitu melihat ular-ular ini
saling susul mendekati dirinya, dengan sebat sekali ia sudah
berhasil menangkap salah seekor yang terdekat dengan
tempatnya. Dengan hanya sekali pencet saja tamatlah
riwayatnya ular yang malang itu.
Pikirannya Bee Tie dengan secara tiba-tiba saja telah
terbuka ia ingat betul bahwa nyalinya ular mas ini
mempunyai khasiat besar sekali bagi orang yang terluka.
Maka dengan tidak berpikir panjang lagi ia sudah membuka
mulutnya sendiri menggigit perut ular tadi dan tak berapa
lama keluarlah nyalinya yang berwarna hijau tua.
Dengan cepat Bee Tie sudah mengulurkan sebelah
tangannya menyambuti nyali ular tadi yang segera
disodorkan kedepannya Kim-coa Giok-lie.
"Enci Giok, makanlah ini." Serunya kepada kawannya
yang terluka ini. Kim-coa Giok-lIe-yang melihat kejadian tersebut sudah
tersadar kembali tiba-tiba semangatnya sudah dapat
dibangunkan kembali dan dengan sekali telan saja
masuklah nyali ular mas ini kedalam perutnya sendiri.
Kepandaiannya Kim-coa Giok-lie tentang penangkapan
ular sudah tentu melebihi dirinya Bee Tie, sebentar saja
sudah ada dua ekor yang dibeset mulutnya dan dimakan
nyalinya. Bee Tie yang melihat sang kawan sudah dapat bekerja
sendiri ia juga tidak mau ketinggalan dalam perlombaan
memakan nyali ular ini, dengan sebat sekali ia juga telah
dapat menelannya beberapa nyali lagi.
Tapi ular-ular mas ini semakin lama sudah menjadi
semakin banyak sekali, biarpun mereka makan berpuluhpuluh
tetap saja masih tidak ada artinya. Dikaki mereka
sudah terkena gigitannya beberapa ekor, betul mereka telah
memakan obat penahan racunnya, tapi bekas gigitan ular
ular itu yang telah mengeluarkan banyak darah terasa sakit
sekali. Bee Tie dengan sekaligus telah dapat memakan belasan
nyali ular dan meneriaki kawannya.
"Enci Giok. percuma saja usaha kita ini. Usahakanlah
bagaimana dayanya untuk menahan serangan mereka, baru
nanti perlahan-lahan kita memakan nyalinya lagi."
Luka dalam Kim-coa Giok-lie meskipun waktu itu sudah
mulai mereda, tapi gigitannya gerombolan ular ini mulai
terasa kembali olehnya. "Daya apa?" tanyanya.
"Apa kita harus menyerah saja kepada mereka yang
akan menggerogoti kita terus menerus."
"Adik Tie, apa kau telah menganggap bahwa kematian
kita ini sengsara." Kim-coa Giok-lie masih coba untuk
tertawa, sambil menyenderkan kepalanya diatas pudlak si
pemuda ia berkata lagi" "Tapi aku tidak menganggapnya
sengsara, aku sudah menyerahkan jiwa kita bersama-sama
disini" Adik Tie, gendonglah aku sekali lagi seperti tadi,
mati pun aku tidak akan merasa kecewa."
Perlahan-lahan Kim-coa Giok-lie sudah
merapatkan.kedua matanya kembali dan mulailah ia
menyanyikan lagu lagu kesukaannya. Ia sudah tidak
memperdulikan pagutannya pada ular lagi yang semakin
dimakan nyalinya semakin bertambah banyak saja.
Setelah ia melagukan beberapa patah kata, tiba-tiba ia
menghentikannya dan mendekati mulutnya ke kuping Bee
Tie ia berkata dengan perlahan sekali.
"Adik Tie, inilah lagu lagu yang oleh ibuku sering
diperdengarkan dimasa kecilku. Jika sewaktu waktu aku
mengalami kesusahan atau penderitaan, setelah aku
menyanyikan lagu-lagu ini, lenyaplah semua kesusahan
atau penderitaanku itu. Dan Kau" Apa ibumu pernah
mempelajari lagu lagu sepeni ini juga. Adik Tie, kau
turutlah menyanyikannya. biar kita nanti mati bersamasama
disini dengan puasnya."
Bee Tie sampai bengong saja mendengar kata-kata yang
sangat mengharukan hati ini, dengan tidak terasa lagi
olehnya air matanya telah mengucurkan keluar membasahi
pipinya. Tapi Kim-coa Giok-lie seperti telah melupakan semua
apa yang ada disekitarnya, berulang kali ia asyik
membawakan lagu masa kecilnya.
Tiba tiba Bee Tie telah merasakan bahwa serangannya
ular-ular mas tadi sudah seperti mulai sedikit berkurang, ia
melongok kebawah dan dilihatnya puluhan ekor ular mas
yang terdekat sedang mendongakan kepala mereka sedang
turut mengikuti nada lagu-lagu tadi dengan lidah mereka
dileletkan keluar masuk diantara mulut-mulutnya yang
kecil. "Pantas saja serangan mereka sudah tidak sehebat seperti
tadi, ternyata bukan sedikit dari mereka yang senang juga
akan musik." Pikir Bee Tie didalam hati.
Tak lama kemudian ia sudah tersadar dari lamunannya
dan menanya kepada Kim-coa Gioa-lie.
"Encie Giok, apa ular mas tadi suka juga akan lagu dan
irama!" Kim-coa Giok-lIe-yang kerjanya setiap waktu hanya
diantara ular-ular mas ini mana ia tidak mengetahui akan
sifat sifat ia, maka ia sudah memanggutkan kepalanya.
Bee Tie sudah menjadi kegirangan sekali dan teriaknya.
"Encie Giok, sekarang ketolonganlah diri kita dari
bahaya ini. Tapi harus menyusahkan dirimu saja yang harus
satu persatu membeset perutnya ular ular ini untuk kita
makan nyalinya." Dengan tidak menunggu reaksinya dari sang kawan lagi,
Bee Tie sudah segera mengeluarkan suling pemberian dari
ayahnya dan mulai meniupnya.
Ini waktu seluruh Pintu Terlarang ini sudah penuh
dengan ribuan ekor ular mas bahkan masih ada saja yang
keluar dari arahnya lubang-lubang tembok tadi.
Tapi begitu suling pusaka Bee Tie ditiup dengan
membawakan lagu-lagunya, semua ular-ular tadi sudah
terdiam semua, tidak mau menyerang lagi mereka hanya
menggoyang-goyangkan kepala dan melelet-leletkan
lidahnya ditempatnya masing-masing, satupun sudah tidak
ada yang mau bergerak atau menyerang orang lagi.
Seluruh ruangan itu sekarang penuh dengan Sinar kuning
mas yang mengkilat-kilat disertai dengan suara suling
sedang membawakan lagu-lagunya.
Kim-coa Giok-lie-yang tadinya sudah mulai menyerah
kalah dan putus harapan terhadap serbuaunya ribuan ular
tadi kini telah mendapat harapan untuk hidup kembali,
dengan perlahan-lahan dihampirinya ular-ular itu,
kemudian satu persatu dibeleknya perut ular-ular tadi untuk
diambil nyalinya dan satu persatu pula dimakannya.
Ia menengok kearahnya Bee Tie yang sedang meniup
suling, setelah diperhatikannya sekian lama, ia telah
mendapatkan suatu caranya untuk membagi sebagian dari
nyali ular mas tersebut. Ternyata biar bagaimanapun pendeknya lagu suling itu,
orang toh akan bernapas juga, maka sewaktu-waktu
dilihatnya Bee Tie menyedot hawa napas, dengan
menggunakan waktu yang sependek ini ia sudah
menjejalkan nyalinyali ular mas tadi.
Untuk memakan nyalinya ular mas yang amis ini,
memang bukannya hal yang gampang sekali untuk
dilakukan, apa lagi Bee Tie tidak boleh menahan lagu
sulingnya agar diantara gerombolan ular tidak ada yang
akan menyerang mereka lagi, maka ia hanya "Ketaglak"
"Ketegluk" saja menelannya nyalinyali ular yang diberikan
oleh Kim-coa Giok-lie tadi.
Suling hitam ditiup terus olehnya, nyali ular mas satu
persatu dimakan bergantian oleh mereka berdua dan
dengan sendirinya kepandaian dan tenaga mereka juga
bertambah besar beberapa kali lipat.
Karena latihan tenaga dalamnya telah bertambah dengan
sendirinya gerakannya Kim-coa Giok-lie semakin lama
semakin gesit saja, dan lagunya suling dari sipemuda pun
semakin lama semakin nyaring sekali.
Ular tadi yang mendengar lagu yang ditiup dengan
tenaga latihan yang sedalam ini badannya sudah mulai
lemas semua. Kim-coa Giok-lie semakin enak saja
membelejeti perut-perutnya ular-ular ini.
Biarpun mulurnya Bee Tie tidak henti-hentinya meniup
suling hitamnya, kadang-kadang diselingi juga oleh
operannya nyali ular diri Kim-coa Giok-lie-yang segera
terus ditelannya. Tapi matanya tidak henti-hentinya melihat
kesasa sini dan menanya dirinya sendiri.
"It Han sucou telah terkurung setengah tahun lamanya
didalam ruangan Pintu Terlarang ini, apa betul ia tidak
mencatat itu ilmu yang disebut Kiu-teng Ciu-keng di sini"
Mungkin itu waktu siapa juga tidak ada yang tahu bahwa
Kiu-teng ciu-keng berada di situ sembilan tiang batu tapi
apa ia tidak sayang jika tidak mencatat itu pelajaran yang
hanya berada didalam dirinya sendiri?"
Ia memperhatikannya lagi keadaan disekeliling ruangan
ini batu batu disekitar atas kepalanya dan tiba-tiba matanya
yang sudah menjadi tajam luar biasa sudah dapat melihat
sebuah tulisan "Kiu" yang sangat kecil sekali yang terlihat
hanya samar-samar. Saking girangnya ia sampai lupa untuk menguasai
nadanya suara suling, sehingga suara suling melengking
tinggi sekali pekikan ular terdengar disana sini dan puluhan
ekor ular yang tidak tahan menerima lengkingan ini sudah
pada menggletak mati karenanya.
Kim-coa Giok-lie menjadi kaget dan menjerit.
"Adik Tie, pertahankanlah sedikit tiupannya sulingmu
itu atau semua ular yang berada disini akan mati semua
terkena tiupan suling itu."
Kim-coa Giok-lIe-yang lebih tahu akan asal datangnya
ular mas ini maka merasa sayang juga jika sampai
termusnah semua. Sebetulnya dengan perut mereka berdua waktu itu sudah
mulai merasa tidak tahan untuk diisi lagi dengan nyali ular
mas lagi. Bee Tie seperti sedang mencari bintang-bintang
dilangit saja terus meneliti pada huruf huruf kecil yang
banyak terdapat di atas dinding batu dalam ruangan itu.
Tadi karena banyak dan kecilnya huruf huruf tersebut,
maka matanya masih sukar sekali untuk membacanya.
Sebagai seorang yang pintar dan cerdas, sebentar saja
Bee Tie sudah dapat mengetahui akan caranya mencari
permulaan kata-katanya. Didalam hatinya ia terus berpikir
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sendiri. "Jika betul huruf-huruf ini "Kiu-teng cin keng adanya
sudah tentu kata-kata yang permulaan terdiri dari huruf
"Kiu" tadi jika aku telah mendapatkan rahasia kata-kata,
Kiu, teng cin keng, huruf ini sudah tentu dengan sendirinya
akan dapat terbaca semua.
Akhirnya diujung kiri ia telah berbasil mendapatkan
huruf "Teng" dan diujung kanan ia juga telah mendapatkan
huruf "Cin" dan akhirnya itu huruf. Cin dan akhirnya di
huruf "Keng" terdapat yang di tembok sebelah kirinya
dengan tulisan yang termiring-miring.
Hatinya Bee Tie sudah mulai sedikit tergerak.
"Apa huruf ini diatur menurut jejaknya telapak, kaki
yang berada di atasnya sembilan tiang batu?"
Dengan mengikuti arah telapak telapak yang pernah
diapalkannya diatas sembilan batu dipuncaknya Kui-tenghong,
Bee Tie sudah dapat mulai membaca huruf hnruf
tersebut. "Kiu teng cin-keng, Goan yang-sin-thian Hian-im Tok
tho, Cin-ceng-pek-hay, Khie koan ho-gak, It-teng tan sim
soa-siang, Jie teng-ang-ho-keng-kaan, San-teng giok thotiangkiiuw, S?e-teng-hui-bee-pun-pun ...
Bee He sudah menjadi kegirangan sekali karena
membaca kata-kata ini yang menpunyai arti ... Tiang
pertama Perahu terpendam dipadang pasir. Tiang ke dua
Burung terbang melewati benteng. Tiang ketiga Kelinci
lompat keseberang kali. Tiang keempat Kuda
terbang tidak menggerakan kakinya ...
Biarpun Bee Tie tidak paham apa yang diartikan dengan
kata-kata ini, tapi ia membaca Tiang pertama, tiang kedua
... dan selanjutnya. sudah tentu saja inilah Kiu teng-cin
keng yang sedang dicarinya. Maka dengan tidak
memperdulikan artinya lagi ia membaca terus sehingga
lebih dari setengah jam lamanya, bahkan semakin dibaca
semakin terpusat pikirannya, dan akhirnya ia telah terlupa
akan semua bahaya yang sedang dihadapinya.
Masih untung yang itu waktu gerombolan ular tadi
sudah boleh dikatakan hampir mati semua walapun masih
terdapat beberapa ekor disana yang masih hidup tapi kini
mereka semua sudah terlepas tak berdaya?"
Kim-coa Giok-lie mempelejeti lagi seekor nyali ular mas
yang segera disuapkan kedalam mulutnya Bee Tie dan ia
berkata. "Adik Tie, aku sudah tidak kuat untuk memakannya lagi.
Bagaimana, apa kau masih suka memakan nyali ular mas
kita lagi?" Bee Tie yang sedang memusatkan seluruh pikirannya
diatas Kiu-teng cin-keng mana dapat mendergar
pertanyaannya. Kim-coa Giok-lie menjadi kaget, dengan
mendorong tubuh kawannya ia berkata.
"Hei, kau ini mengapa?"
Bee Tie masih seperti tidak merasa saja. tidak lama lagi
ia malah duduk bersila mengatur jalan pernapasannya.
Kim-coa Giok-lIe-yang ketika itu sudah dapat merasakan
adanya sesuatu apa-apa di sana iapun sudah turut
memandang ke dinding atas sana dan dilihatnya itu huruf
hnruf sangat kecil sekali yang tidak teratur seperti semut
saja banyaknya. Di pandangnya sekali
lagi Bee Tie yang waktu sudah mulai berseri seri, perlahanlahan
masih terdengar ocehannya dari pemuda ini.
"Enci Giok keluarkan telapak tanganmu ke mari."
Kim-coa Giok-lie menurut dan menyodorkan telapak
tangannya kearah si pemuda. Begitu membentur telapak
tangannya, ia sudah merasakan hawa panasnya yang keluar
dari telapak tangan Bee Tie yang terus memasuki tubuhnya,
ia menjadi kaget dan terdengar Bee Tie mengoceh lagi.
"Hian-im sia Hiaig. Khic-na-tan thian, lekas kau
gunakan kawanmu melatih diri."
Betul saja Kim-coa Giok-lie sudah menuruti apa yang
dikatakan oleh kawannya tadi dan seluruh ruangan Pintu
Terlarang kini sudah menjadi sepi sekali.
XVI HEK-IE SIN-KUN NAIK KE ATAS PUNCAK
SIOK LIE HONG DIBAWAH puncak Siok lie hong didaerah pegunungan
Hoa-san terlihat dua bayangan yang sedang berlari larian
dengan kecepatan yang luar biasa sedang menaiki Puncak
Siok-lie-hong ini. Dari kejauhan sudah terdengar suara
teriakan mereka. "Kong sun Yan dari gunung Tiang-pek dengan mengajak
murid keponakan Lie Pung datang menyambangi Kim-coa
ciangbun untuk menepati janji."
Inilah suaranya Hek-ie Sin-kun dari Tiang-pek yang
terdengar nyaring sekali.
Diatas puncak Siok-lie-hong berdiri Kim-coa ciangbun
yang disertai Kim-coa Jing-lie. Dengan tertawa dingin Kimcoa
ciangbun berkata pada muridnya ini.
"Betul betul ia berani pula naik kemari" Kita tidak dapat
terlalu memandang rendah padanya." Kim-coa Jing-lie
dengan hormat menyahut perkataan gurunya.
"Hek-ie Sin-kun adalah salah satu tokoh ternama dari
daerah Tiongkok Utara."
Kim-coa ciangbun memanggutkan kepalanya, kemudian
ia memekik tiga kali. Sebentar saja seluruh puncak Siok lie
hong ini sudah mulai ramai dengan suara ular yang datang
dari sana sini sudah berkumpul disekitarnya Kim-coa
ciangbun dan Kim-coa Jing-lie berdiri.
Hek-ie Sin-kun sebelum mengunjukan muka ia juga
sudah dapat melihat sedemikian banyaknya sinar kuning
mas yang berkelebat disana sini, dengan mengalihkan
pandangannya kearah orang yang berada disebelahnya ia
berkata. "Dalam soal mengurus rombongan ular mas ini Kimcoaciangbun memang mempunyai kepandaiannya yang
tersendiri." Tapi sebelum keponakan muridnya si raksaksa Lie Cie
Pung belum dapat menjawab suatu apa, atau sudah
berkumandang satu suara yang manis sekali!
"Hanya beberapa gelintir ular kecil ini saja aku masih
dapat menguasainya ,"
Hek-ie Sin-kun mengkerutkan keningnya, dengan hanya
sekali loncatan saja ia sudah menyusul ke sana dan
menanya. "Orang pandai dari mana yang siap untuk membantu
kita?" Tapi tidak terlihat olehnya seorangpun juga dan tidak
terdengar suara tuanya lagi, Hek-ie Sin-kun yang ternama
kecuali pada tiga hari dimuka yang telah mengadu kekuatan
seri dengan Lee Thian Kauw, belum pernah ia dikalahkan
oleh siapapun juga!" mendengar kata-kata orang tadi yang
tidak dapat diketahuinya, ia sudah menjadi sedikit
mengkirik juga. "Didalam rimba persilatan, siapakah orangnya yang
menpunyai kepandaian semacam itu" Biarpun Hek-ie Sinkun
sudah banyak pengalaman dalam dunia kangouw dan
pengetahuan umumnya telah luas tapi tidak urung ia masih
tidak dapat menduga siapa orangnya yang seperti mau
membantunya ini. Maka ia sudah meneriaki dan sekali lagi
menanya. "Orang pandai dari mana yang siap akan membantu"
Mengapa tidak mau memperlihatkan wajah aslinya."
Tapi ia tidak dapat berpikir panjang-panjang sebab pada
waktu ini Kim-coa ciangbun sudah memanggil kearahnya.
"Kong-sun Yan, tidak percuma kau menjadi orang yang
ternama dan berani naik ke atas Siok-lie-hong ini juga.
Silahkan naik ke atas Siok-lie-hong sudah lama kita menanti
disini." Hek-ie Sin-kun, Kong-sun Yan yang ragu-ragu untuk
menghadapi ular yang sebanyak ini suda menyahutinya dari
bawah puncak. "Kong-sun Yan tidak berani dengan lancang membikin
rusak pagar ularmu ini."
Kim-coa ciangbun tertawa dingin.
"Aku yang telah memerintahkan naik, ular mana yang
berani mengganggu dirimu lagi."
Hek-ie Sin-kun memandang kearahnya si raksaksa
sebentar dan ia berkata. "Mari, kita sama-sama naik keatas sana?"
Biarpun ia berkata secara ini, tapi dengan mendahului
keponakan muridnya ia sudah lompat keatas puncak Siok
lie hong dan telah berdiri dihadapannya Kim-coa ciangbun.
Dengan hormat ia menyapa.
"Atas perhatiannya ciangbun jin yang telah memberikan
nyalinya ular mas, disini Kong-sun Yan menghaturkan
terima kasih." Kim-coa ciangbun hanya tertawa dingin.
"Diantara golongan Ular Mas dan Tiang-pek-pay tidak
pernah terjadi bentrokan suatu apa, mengapa kau ini berani
mengganggu muridku?"
Ternyata Kim-coa Sin-lIe-yang telah gagal membunuh
Bee Tie dengan menggunakan jarum-jarum beracunnya
didalam kota Lok-yang karena gara-garanya joli yang
ditumpangi oleh Hek-ie Sin-kun maksud jahatnya tidak
berhasil ia merasa tidak puas dan mengadu kepada gurunya
yang sangat memanjakannya.
Hek-ie Sin-kun yang gara garanya hanya soal yang
sekecil ini saja sudah membuka suaranya lagi dengan
tenang. "Itu hanya kejadian kebetulan saja dan bukan sengaja
mau mengganggu pekerjaannya muridmu."
Tapi jika mengingat bahwa beberapa orang muridnya
telah terbinasa juga dibawah jarum beracunnya Kim-coa
Sin-lie ia menjadi sengit dan menanya.
"Biarpun demikian, aku Kong-sun Yan tak pernah
melukai murid kesayangannya itu. Tapi mengapa kau
membiarkan saja muridmu membunuh-bunuhi beberapa
muridku yang tidak berdosa?"
Kim-coa ciangbun tertawa dingin.
"Apa kau tahu akan peraturannya Siok-lie-hong kita
disini?" "Tidak tahu." "Siapa yang berani naik keatas puncak Siok-lie-hong.
sudah pasti akan mati disini." Dengan perlahan-lahan dan
tegas," Kim-coa ciangbun telah memberikan penjelasanpenjelasannya.
Hek-ie Sin-kun tertawa berkakakan.
"Tapi aku datang kemari hanya atas undanganmu
sendiri." Kim-coa ciangbun tak mau banyak debat lagi,
kebutannya sudah segera dikeluarkan mengepret kearah
muka Hek-ie Sin-kun. Hek-ie Sin-kun yang sudah cukup tahu sampai dimana
akan kekejamannya ketua dari golougan Ular Mas ini.
sendari tadi sudah siap sedia untuk menghadapi segala
kemungkinan yang akan terjadi. Maka begitu melihat
senjata istimewanya orang dikeluarkan ia sudah tertawa
berkakakan dan ia juga tidak mau ketinggalan menyerang
merebut kedudukan yang lebih menguntungkan bagi
dirinya. Ramailah dua orang ini bertempur diatas Siok-lie-hong.
Dibawah puncak Siok-lie-hong ini, diwaktu yang
bersamaan juga sedang naik kesini delapan orang pengemis
yang berada dibawah pimpinannya si Pengemis Sakti dari
perkumpulan pengemis. Dengan mengajak dua orang
anaknya Ie Ceng Kun dan Ie Siaw Yu. disertai dengan lima
pengemis Kim-ie Sin-kay yang akhli dalam soal cara
menangkap ular mereka sudah mulai naik keatas puncak
Siok lie-hong ini. Sebentar saja mereka sudah sampai diatas puncak Siokliehong, ditempat mana Hek-ie Sin-kun dan Kim-coa
ciangbun sedang mengadu jiwa mati-matian, dengan
serentak delapan orang ini sudah berpencaran mengambil
sikap mengurung. Kim-coa ciangbun mulai merasakan kekurangan tenaga
orangnya untuk melawan musuh-musuhnya. dengan keras
ia membentak kearah lawannya.
"Berhenti." Hek-ie Sin-kun menghentikan serangannya dan tertawa.
"Ciangbunjin ada perintah apa?"
Tapi tidak disangka akan kelicikannya Kim-coa ciangbun
yang memang terkenal luar biasa sekali, dengan
menggunakan kelengahannya Hek-ie Sin-kun ini ia telah
lompat mundur sambil melepaskan jarum berbisanya dan
beterbangan diudara seperti belalang banyaknya.
Jarum-jarum beracun ini tidak hanya mengarah Hek-ie
Sin-kun saja, masih ada sebagian lagi yang juga mengarah
dirinya delapan pengemis tadi yang disertai dengan tertawa
dinginnya Kim-coa ciangbun.
"Siapa yang berani naik ke atas puncak Siok lie-hong,
inilah bagiannya." Biarpun Hek-ie Sin-kun tidak pernah menyangka akan
kelicikan lawannya, tapi biar bagaimana juga sebagai
seorang yang ternama apalagi setelah mendapat setengah
dari bagi an Kiu-teng-cin-keng yang baru saja didapatinya,
maka dengan mudah jarum jarum beracun itu telah dapat
dipukul jatuh semua. Si Pengemis Sakti Berjari Sembilan yang memang telah
siap siaga sambil tertawa berkakakan ia mengebutkan
lengan bajunya menjatuhkan semua jarum jarum beracun
yang mengarah dirinya juga. Demikian juga halnya dengan
tujuh orang pengemis lainnya.
Masih terdengar suara tertawa dinginnya Kim-coa
ciangbun yang telah melepaskan jarum-jarum beracunnya
itu tadi. "Pengemis tua, jika tidak membawa lima orang Kim-cie
Sin-kay ini, sudah tentukau juga tidak berani naik
ketempatku yang penuh dengan ribuan ular."
"Maka tahulah kau akan kelihayannya golongan
Pengemis sakti sekarang ini?" Ie Tong Seng menyahutinya.
Begitu mendengar suara ini, maka tahulah kini Hek-ie
Sin-kun siapa orangnya yang tadi telah berkata padanya.
Maka ia sudah berkata lagi dengan girangnya.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa saudara Ie-yang tadi mengucapkan kata-kata
dibawah puncak Siok-lie hong ini."
Belum juga Ie Tong Sen dapat memberikan suatu
jawabannya atau tiba-tiba sudah terlihat Kim-coa ciangbun
menggerakkan tangannya lagi menabur jarum jarum
beracunnya yang terlebih banyak dari yang tadi.
Hek-ie Sin-kun. Ie Teng Sen, Ceng Kun. Ie Siauw Yun
dan dua pengemis Kim ie Sin kun kesemuanya
berkepandaian cukup tinggi sudah dapat menghindari
jarum-jarum beracun tadi. tapi dua orang dari Kim-ie Sin
kay yang lainnya lagi, karena lengahnya mereka sudah
tidak dapat menghindari lagi dari serangan yang sangat
jahat ini dan mereka telah terkena racunnya ular mas
sehingga mati disekitar itu juga, Hek-ie Sin-kun yang sudah
marah sekali melihat kelicikannya Kim-coa ciangbun ini
sudah berteriak lagi. "Saudara Ie, mari kita bersama-sama menyingkirkan
musuh kita ini," Dengan tidak menunggu penyahutan Ie-Tong-Sen lagi ia
sudah mendahului menyerang kearahnya Kim-coaciangbun.
Melihat keadaan yang tidak menguntungkan bagi
gurunya sendiri, maka Kim-coa Jing-lie meneriaki sucienya
Kim-coa Sin-lie. Betul saja Kim-coa Sin-lIe-yang telah kehilangan sebelah
matanya keluar dari dalam gos batu tempat golongan Ular
Mas untuk memberikan bantuan tenaga pada Guru dan
sumoynya. Tapi si raksasa dari Tiang-pek Lie Cie Pung sudah tentu
tidak mau tinggal diam dan ia segera menyambut
serangannya Kim-coa Sin-lie ini.
Ie Ceng Kun dan Ie Siauw Yu dua saudara juga tidak
berpeluk tangan saja mereka juga telah menyambuti
kedatangannya Kim-coa Jing-lie.
Ramailah pertempuran dalam tiga rombongan ini diatas
puncaknya Siok-lie Hong. Kim-coa Ciangbun biarpun telah mendapatkan
bantuannya dua orang muridnya ini, tapi masih tak dapat
menarik keuntungannya. Apa-apa lagi dipihak lawan masih
ada Ie Tong Sen beserta tiga orang dari Kim-ie Sin kay yang
belum maju, maka ia sudah memekik keras untuk
memanggil ular-ularnya. Sebentar saja ditempat itu ramailah suara "Srer" "Srer"
ular yang lebih dari ribuan ekor banyaknya.
Tapi tindakannya ini malah merugikan untuk dirinya
sendiri Ie Tong Sen yang sedari tadi berdiam diri saja
menonton pertandingan, begitu ia melihat bergeraknya
ribuan ular ia segera lompat ke depannya Kim-coa ciangbun
dan memberikan serangannya sehingga kini Kim-coa
ciangbun lantas melayani dua musuh tangguh sekaligus.
Sebentar saja Kim-coa ciangbun sudah tidak berdaya dan
"Tuk" ia telah terkena pukulan bersama dan Hek-ie Sin-kun
dan Ie Tong Sen berbareng.
Hek-ie Sin-kun dan Ie Tong Sen sudah siap untuk
memberikan pukulan tambahan atau rombongan ular sudah
mulai bergelombang akan menyerang mereka atau tiba-tiba
saja satu suara suling yang nyaring garing menggema
diseluruh angkasa telah menjinakkan semua ular yang
berada disitu. Diatas puncak Siok-lie hong yang sedang penuh dengan
pertempuran-pertempuran. Tiba-tiba telah berkelebat satu
bayangan putih yang segera menghadang dihadapannya
Kim-coa ciangbun dan berkata!
"Harap jiwie cianpwe dapat memberikan keampunan
padanya, boanpwe sebagai muridnya disini menalangi
mengucapkan terima kasihnya kepada jiwie cianpwe.
Ternyata orang yang baru saja datang ini adalah Kimcoa
Giok-lIe-yang telah keluar dari ruangan terlarang. Hekie
Sin-kun dan Ie Tong Sen yang melihat akan kepandaian
gadis baju putih ini yang seperti tak berada dibawah dari
gurunya mana ia berani membenturkan dirinya lagi. Kimcoa
Giok-lie sudah tak memperdulikan terhadap mereka
berdua dan ia telah membalikkan badannya, berlutut
didepan Kim-coa ciangbun dan berkata.
"Suhu ... " Kim-coa ciangbun mengangkat kepalanya memandang
kearah muridnya yang telah di usir dari perguruan ini, ia
sudah akan membuka mulutnya mau berkata atau tiba-tiba
membatalkannya. Suhu," Kim-coa Giok-lie memanggilnya sekali lagi.
"Giok-lie telah menerima budi suhu selama sepuluh tahun
ini lamanya, sehingga sampai mati pun masih tak berani
untuk melupakan budi suhu ini disini Giok-lie
mengucapkan terima kasihnya, tapi golongan Ular Mas kita
memang terlalu jahat sekali, sehingga dunia Kang-ouw
tidak mungkin dapat menerimanya, maka mulai dari hari
ini Giok-lie telah mengundurkan diri dari golongan yang
jahat ini, harap suhu supaya dapat meluluskan permintaan
teecu ini." Betul saja ia sudah memanggutkan kepalanya sampai
sembilan kali. Kim-coa ciangbun menendangnya sekali lagi dengan
pandangan yang penuh arti, dengan susah payah ia coba
untuk bangun berdiri Lagi. Ini waktu Kim-coa Sin-lie dan
Kim-coa Jin Lie sudah sama-sama lompat menghampiri
dan membopong diri suhunya di tuntun turun dari-puncak
Siok-lie-hong. Diantara rombongan ular tadi, perlahan-lahan muncul
seorang pemuda cakap yang memegang serulingnya
ditangan, inilah Bee Tie yang baru saja keluar bersamasama
dengan Kim-coa Giok-lie dari bahaya kematian.
Dari bawah puncak Siok-Iie hong juga kini telah
tertampak tiga bayangan yang setelah datang dekat ternyata
ia adalah Kiauw-Kiu Kong. Si Pedang Tumpul dan Jie
sianseng bertiga. Begitu melihat kedatangannya tiga orang yang tersebut
belakangan ini. Bee Tie sudah segera memberikan
hormatnya. "Boan pwee Bee Tie memberi hormat pada kakek
Kiauw, paman Pedang Tumpul dan Jie sianseng!"
Cepat-cepat Kiuw Kin Kong sudah memimpin bangun si
pemuda yang mempunyai harapan untuk masa depan ini.
Jie sianseng juga sudah turut mengeluarkan pujian.
"Aku tidak menyangka akan kepandaianmu yang cepat
telah naik setingkat lebih tinggi lagi."
Disana Ie Ceng Kunpun sudah menarik tangannya Ie
Siauw Yun dan ia berkata pada Bee Tie sambil menunjuk
kearah cicienya tadi. "Inilah cicieku Ie Siauw Yu yang pernah kukatakan
dulu." Bee Tie sudah memberikan hormatnya dan berkata.
"Terima kasih atas bantuan cicie dikelenting Cee-Thian
koan yang lelah memperingatkan kedatangannya musuhmusuh
Hoa-San." "Buat apa dikatakan lagi. Apakah yang menolong diriku
dibawah puncak Kiu teng-hong itu dulu?"
Bee Tie hanya tertawa saja karena tidak mau ia
memberikan jawabannya Ie Siauw Yu yang ketika itu
melihat dirinya Kim-coa Giok-lie sudah menjadi marah
sekali, dengan menunjukkan tangannya ia menanya.
"Jangan melukai diriku dengan jarum beracun yalah ini
wanita jahat. Saudara Bee mengapa kau dapat bersamasama
dengan dirinya?" Bee Tie masih tertawa. "Giok-lie ciecie sudah merobah kelakuannya dan
sekarang ia telah meninggalkan golongannya. Ie ciecie
maafkanlah aku kali ini." Bee Tie disini menghaturkan
terima kasihnya. Ie Siauw Yu yang selalu dimanjakan oleh ayahnya sudah
membalikkan kepalanya, dengan tidak berkata-kata lagi
sudah pergi meninggalkan tempat tersebut.
Kim-coa Giok-lIe-yang sudah tahu akan kesalahannya
sendiri, maka ia sudah mengejar didepannya Ie Siauw Yu
dan memberikan hormatnya.
"Semua memang betul hanya kesalahanku saja, harap
nona Ie dapat memberikan hukumannya yang setimpal."
Ie Ceng Kun cepat maju menghampiri, membangunkan
dirinya Kim-coa Giok-lie untuk menalangi tacienya dan ia
berkata. "Cicieku ini sudah biasa dengan sifatnya yang begini,
harap nona dan saudara Bee jangan menaruhnya didalam
hati." Ie Siauw Yu seperti masih belum hilang semua
kemarahannya acuh tak acuh ia berjalan pergi lagi.
Ayah dari dua persaudaraan Ie si Pengemis Sakti Berjari
Sembilan Ie Tong Sen sudah menghampiri dan
mengeluarkan pujiannya. "Aku si tua telah hidup lebih dari delapan puluh tahun
lamanya, dengan mata kepala sendiri pernah melihat empat
kali penggantian ketua Hoa-san-pay ini. Ha, hn, ha, ha, It
Han siangjin itu waktu bagaimana jayanya tapi masih tidak
disangka bahwa ia masih dapat mati dibawah racunnya dari
golongan ular mas ini. Jika dilihat dari kepandaianmu yang
sekarang ini, Hoa-san pay sudah akan mulai menyinarkan
cahayanya kembali. Tapi, kau masih ada sedikit
kesayangannya ialah itu Kin teng-cin-keng telah lenyap dari
dunia persilatan." Kata-kata yang diucapkan oleh Ie Tong-Sen ini besar
sekali pengaruhnya, sehingga Hek ie Sin-kun turut
memperhatikannya juga. Terlihat pada air mukanya sudah
mulai sedikit berubah, dengan tidak senang ia menanya.
"Saudara Ie, perkenalan kita ini biarpun baru berjalan
belum lama, tapi aku sudah sedemikian cocoknya
denganmu yang telah membantu terhadapku. Tapi setelah
munculnya bocah Hoa-san ini, mengapa kau tidak hujan
tidak angin bolehnya membakar-bakar hatinya?"
Si Pengemis Sakti Berjari Sembilan tertawa berkakakan,
"Aku tidak perduli kau cocok atau tidaknya dengan diriku.
Tapi dengan perbuatan-perbuatanmu yang tidak bagus itu.
Apa kau dipaksa haru cocok denganmu juga?"
Hek-ie Sin-kun sudah mulai menarik muka masam.
"Saudara Ie, apa kau mencari gara-gara di sini."
Si pengemis Sakti Berjari Sembilan kembali tertawa
berkakakan. "Aku mana berani. Tapi terus terang saja perbuatanmu
yang telah merampas Kin-Teng cin keng dari sembilan tiang
batunya Hoa-san-pay itu, siapa juga tidak ada yang
membenarkannya. Aku Ie Tong Sen sebagai orang pertama
yang tidak setuju dalam soal ini."
Sedari terkurung didalam Pintu Terlarang tadi, Bee Tie
sudah dapat mengambil keputusannya untuk membangun
kembali namanya Hoa-san-pay. Kini setelah berkali-kali
dirinya kena dibakar oleh Ie Tong Sen ia sudah menjadi
semakin berani, dengan menjura-jura kearahnya Hek-ie Sinkun
ia mulai berkata. Hek ie Sin-kun membusungkan dadanya, dengan
mengejek ia memandang kearahnya Ie Tong Sen seperti
mau menanya. "Apa lagi yang kau mau kata" Si bocah yang menjadi
ketua partainya sendiri masih tak beranggapan sepertimu
tadi." Maka dengan tertawa ia lalu berkata kepada Bee Tie.
"Baguslah jika kau masih mengingatnya, tapi hanya
karena gara-garamu itu aku sampai kehilangan jiwanya tiga
muridku dan aku harus berurusan sampai disini."
Bee Tie tak memperdulikan kata-katanya ini. mukanya
kini sudah sedikit berubah dan berkata lagi.
"Tapi tentang Kiu-teng-cin-keng yang menjadi hak milik
Hoa-san-pay yang telah diambil oleh Kong sun cianpwe
bersama Lee Thian Kauw berdua, sudah sepatutnya jika
dapat diberikan kembali kepada yang berhak untuk
menerimanya. Boanpwe sebagai ketua partai jika tidak
dapat mengurus urusan ini dengan seadil-adilnya, sudah
tentu sukar untuk menaklukan mereka."
Hek-ie Sin-kun sampai melongo saja, ia hanya
memandang kearahnya si pemuda dengan tidak habis
mengerti. Terdengar Bee Tie sudah menambahkan perkataannya
lagi. Sekarang boanpee akan meminta kembali dari setengah
bagian Kiu-teng cin-keng dari tangan Kong sun cianpwe."
Hek-ie Sik-kun kaget dan ia menanya.
"Setengah Kiu-teng-cin-keng telah masuk kedalam
otakku semua dengan cara bagaimana kau akan dapat
memintanya kembili lagi" "
Semua mata sudah ditujukan kearahnya Bee Tie semua,
inilah soal yang tidak mudah untuk dipecahkannya. Apa
lagi karcis urusan ada menyangkut akan hari
dikemudiannya nama partai Hoa-san-pay ini salah urus
sedikit saja akan celakalah Bee Tie yang masih belum
mendapatkan pengesahan sebagai ketua dari Hoa-san-pay.
Bee Tie yang telah sekian lama memikir soal ini, dengan
tenang telah memberikan kembali jawabannya.
"Kin-teng-cin-keng adalah kepandaian asli Hoa-san-pay
kita, apa Kong sun cianpwe dapat berjanji tidak akan
menggunakannya selama hidup?"
Hek-ie Sin-kun menghela napas lega.
"Inilah soal yang gampang saja. Aku berjanji tidak akan
menggunakannya." Semua orang sudah mulai merasa kecewa, Ie Siauw Yu
sudah berkata kearah adiknya.
"Biar bagaimana ia masih terlalu muda untuk menjadi
ketua." Ie Ceng Kun memanggutkan kepalanya.
Terdengar Bee Tie sudah mengucapkan kata-katanya
lagi. "Kin-teng-cin keng sudah lama menjadi impian dunia
Kaug-ouw, akhirnya Kong-sun cianpwe telah mendapatkan
setengahnya dari ilmu itu, maka sekarang Kong-sun
Cianpwe seperti macan yang tumbuh sayap saja dan
celakalah jika ilmu itu sampai merajalela, Boanpwe yang
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak berguna disini hanya ingin meminta sebelah tangan
saja sebagai gantinya, harap Kong-sun cianpwe dapat
mengabaikannya." Kata-katanya Bee Tie ini setelah selesai diucapkan
olehnya, semua orang yang hadir disitu sudah tergetar
perasaannya, suasana telah menjadi terlebih panas lagi
dirasakannya. Beberapa pasang mata ketika itu telah
ditujukan kearahnya si pemuda semua dengan perasaan
heran dan bangga. Hanya Hek-ie Sin kun yang sampai menggigil
mendengarkannya, dengan membentak keras ia berkata.
"Meminta sebelah tangan sebagai gantinya" Satu
perkataan yang sombong sekali. Kecuali kau dapat
membunuh mati diriku disini atau itulah hanya impian
mulukmu saja." Bee Tie masih tetap dengan sikapnya yang tenang sambil
memandang kearahnya Ie Ceng Kun ia berkata.
"Apa saudara Ie dapat meminjamkan pedangmu untuk
sementara waktu?" Ie Ceng Kun meloloskan pedangnya yang segera
diberikan kepada kawannya.
Dengan pedang ditangan perlahan-lahan ia
menyodorkannya kearah Hek-ie Sin-kun dan berkata.
"Kogg-sun cianpwe sebagai seorang ternama tentu sudah
dapat mengambil keputusannya yang tepat."
Hek-ie Sin-kun masih menjublek ditempatnya semula
inilah kejadian yang belum pernah dialaminya.
Si raksasa Lin Cie Pung yang melihat supeknya dihina
sudah akan memajukan dirinya, tapi tiba-tiba terlihat
bayangan putih berkelebat, Kim-coa Giok-lie juga tidak
tinggal diam ia sudah segera memegat. Hanya dalam
segebrakan saja Kim-coa Giok-lie sudah dapat menjatuhkan
lawannya dengan menotok jalan darah lawannya, Bee Tie
yang sedari tadi diam saja dengan menyodorkan pedang
ditangannya, ia tidak bergerak sama sekali. Ini kali dengan
mata bersinar ia telah berkata lagi.
"Kong-sun cianpwe, silahkan siap sedia."
Hek-ie Sin-kun memandang kearah keponakan muridnya
yang sudah tidak berdaya sama sekali dan berkata dengan
gemasnya. "Baiklah. Jika Hoa-san-pay tidak takut bermusuhan
dengan Tiang-pek-pay, mulai ini hari sebagai permulaan
permusuhan yang pertama."
"Sret" pedangnya Ie Ceng Kun yang berada didalam
tangannya Bee Tie sudah ditarik ke luar untuk
digunakannya menyerang lawan.
Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie mundur tiga langkah dan
terdengar bentakannya si pemuda.
"Perampok yang berani merampas barang masih berani
kau berlaku galak disini."
Bayangan kecil sudah berkelebat menghindari serangan
pedang dan maju kembali siap untuk metampas lagi.
Ie Siauw Yu yang melihat ketidak seimbangan ini sudah
membentak dan dengan keras melemparkan pedang ke
sana. "Pertandingan yang tidak adil. Sambutlah pedangku ini."
Sinar pntih berkelebat yang segera disambar oleh
tangannya Bee Tie yang dengan sebat, sekali tidak berhenti
sampai disitu saja pedang sudah diteruskan mengarah
pergelangan tangan orang, "Serahkanlah sebelah
tanganmu." Bentaknya ketua dari partai Hoa-san-pay ini.
Pelajaran yang didapati dari atas sembilan tiang batu sudah
segera digeraki sinar pedang berkelebat lagi dan dibarengi
oleh jeritannya Hek-ie Sin-kun tadi. lengan kanannya sudah
terpental sejauh lebih dari lima tombak terkena
papasannnya pedangnya Bee Tie tadi.
Kim-coa Giok-lie sudah segera menotok hidup kembali
jalan darahnya si raksaksa dan berkata pada keponakan
muridnya Hek ie Sin-kun ini.
"Bawalah paman gurumu yang telah terluka itu."
Si raksaksa tadi Tiang-pek sudah tidak berdaya sama
sekali dengan tidak mengucapkan sepatah kata lagi ia sudah
membawa lari tubuhnya Hek-ie Sin-kun meninggalkan
puncak Siok lie-hong. Bee Tie sudah memungut pedang yang terjatuh tadi dan
dikembalikan kepada Ie Ceng Kun dan Ie Siauw Yu.
Ie Tong Sen yang turut menyaksikan peristiwa itu
tertawa berkakakan. "Sudah waktunya untuk Hoa-san-pay jaya kembali."
Bee Tie sudah segera memungut putusan lengannya Hekie
Sin-kun tadi, dengan nyaring ia berkata karena semua
orang yang berada ditempat ini.
"Maafkan boanpwe yang akan segera berjalan terlebih
dahulu. Bagaimana jika kalian dapat mampir sebentar
dikelenteng Cee-thian koan terlebih dahulu?"
Semua orang sudah memanggutkan kepalanya, maka
dengan menggapaikan tangannya kearah Kim-coa Giok-lie
Bee Tie berkata lagi. "Encie Giok, mari kita pergi !"
Kim-coa Giok-lie memanggutkan kepalanya dan ia
bersama-sama Bee Tie sudah terbang meninggalkan puncak
Siok-lie hong ini. Golongan pengemis yang terkenal dengan kepandaian
ilmu mengentengi tubuhnya, melihat bagaimana cara Bee
Tie dan Kim-coa Giok-lIe-yang telah memakan ribuan nyali
ular mas tadi dapat terbang secepat itu, tidak urung harus
turut memuji. Hanya Ie Siauw Yu seorang saja yang seperti tidak
kelihatan gembira. Ternyata Ie-Ceng Kun yang begitu
bertemu dengan Bee Tie sudah merasa cocok sekali, dalam
perjalanan pulang kedaerah Lu-tong ia telah berpapasan
dengan saudaranya ini dan mengatakan tentang
perkenalannya dengan pemuda gagah tadi.
Ie Siauw Yu yang untuk perrama kali melihat Bee Tie
diatas puncak Kie ling di daerah kiong-san, ditempat Batu
yang berkepala manusia si "Putih Kurus" sudah terpikat
oleh si pemuda kita. Maka seperjalanan ia telah
mengikutinya terus. Itu pengemis yang ditemui oleh Bee Tie
diatas kota Lu leng-koan ialah ia juga orangnya. Sewaktu
masuk daerah Hoa-san, diwaktu Bee Tie menolong dirinya
Siauw Beng Eng, ia sudah mulai merasa dingin
setengahnya. Dan sekarang muncul pula dirinya Kim-coa
Giok-lIe-yang telah membikin hilang semua harapannya.
Maka jika semua orang sudah setuju untuk pergi ke
kelenting Cee Thin koan, hanya ia seorang saja yang tidak
menyetujuinya dan dengan secara diam-diam sudah
meninggalkan rombongannya.
Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie dengan membawa
potongannya lengan Hok-ie Sin-kun telah mendahului
mereka menuju keatas puncak Cee Thian hong. Ditengah
perjalanan terdengar Bee Tie berkata.
"Encie Giok. sedari ini hari aku Bee Tie tidak akan
meninggalkanmu lagi. Setelah selesainya semua urusan
disini, bagaiman jika kita bersama-sama pergi menyusul Lee
Thian Kauw dipulau Go-tong?"
Kim-coa Giok-lie menganggukan kepalanya sambil
tertawa. "Adik Tie, sudah tentu aku juga suka turut pergi ke sana
denganmu. Tapi siapa tahu akan kejadian yang belum
dialaminya." Bee Tie menjadi heran dengan kata-katanya Kim-coa
Giok-lie ini, maka dengan cepat ia sudah menanya.
"Enci Giok. janganlah kau memikir hal yang bukanbukan
saja. Kejadian apa lagi yang dapat memisahkan diri
kita lagi?" Kim-coa Giok-lie hanya tersenyum tawar.
"Dengan keadaan seperti sekarang saja yang kita lihat
disini, kau adalah ketua partainya Hoa-san-pay dan aku
adalah orang yang menjadi musuhnya dari golonganmu itu,
apa aku bisa selalu mendampingi dirimu" Dengan cara
bagaimanakau dapat menempatkan diriku dikelenteng Ceethiankoan ini dari partaimu?"
Bee Tie seperti disiram oleh air dingin saja setelah
mendengar kata-kata ini, kenyataannya yang memang sukar
untuk diubah lagi. Memikir sampai disini ia sudah tidak
dapat berkata-kata. Ini waktu dua orang sudah hampir sampai dipuncaknya
Cee-Thian-hong itu. kelenting Cee-thian koan sudah
tertampak jauh dimuka sana. Kim-coa Giok-lie dengan
tidak terasa harus menepis air matanya. Hatinya sedang
terputar-putar nemikirkan soalnya sendiri. Ia sudah mulai
lagi berpikir kembali didalam hatinya.
"Aku tidak dapat mengganggu hari depannya adik Tie-ku
ini. urusan kepercayaannya masih sangat memerlukan
sekali tenaganya. Jika aku masih tidak mau melepaskan
diri. besar sekali kemungkinannya akan ternoda.
Kim-coa Giok-lie diam-diam sudah dapat mengambil
suatu keputusannya sendiri, ia masih tidak tahu ia harus
pergi kemana, tapi sudah pasti ia tidak dapat selalu
mengikuti dirinya Bee Tie terus menerus.
Cee thian koan yang megah sudah mulai berada didepan
mereka, Bee Tie yang sedang
kegirangan sudah berkata ke arah kawannya.
"Encie Giok, kita akan segera memasukinya kelenting
yang megah ini, itulah tempat tanda kejayaannya Hoa-sanpay
kita. Encie Giok. apa kau tidak turut gembira juga?"
Kim-coa Giok-lie membalikan kepalanya, menyusut air
matanya dan berkata dengan terpaksa.
"Aaa. Cee-thian koan yang akan mulai menjadi jaya, aku
gembira karena kau akan segera menempatinya. Adik Tie,
besar sekali rejekimu, aku sebagai taciemu turut
memujikannya juga." "Encie Giok, kau akan kujadikan tamu yang teragung
didalam Cee-thian-koan ini, aku akan menyuruh mereka
baik-baik menjaga segala keperluanmn disini. Aku akan
memberikan kepuasan terhadapmu dalam segala persoalan
yang ada disini. Apa kau senang untuk tinggal disana?"
"Senang. Sudah tentu aku senang sekali."
Bee Tie tertawa senang, dengan menarik tangan
kawannya ia sudah mempercepat langkahnya. Sebentar saja
mereka sudah sampai didepan pintu kelenting.
Tapi Bee Tie sadah menjadi heran karena pintu tersebut
sudah, tidak terjaga dan telah tertutup dengan rapatnya.
"Encie Giok, mari ikut aku kemari." Dengan perlahan ia
berkata kearahnya Kim-coa Giok-lie dan mendahului
lompat ke atasnya tembok kelenting tadi.
Dari atas kelenting ini Bee Tie sudah dapat melihat
bahwa ditengah ruangan ada berdiri dengan angkuhnya
Giok Ceng dan Giok Hian berdua. Dikedua belah mereka
ada berbaris semua tosu dari Hoa-san yang menundukkan
kepalanya. Dan dibawah sana terlihat Giok Hie dengan tiga
muridnya dan dengan dada terbuka penuh dengan bekas
bekas siksaan. Bee Tie yang melihat sudah menjadi naik darah dan
membentak keras. "Giok Ceng dan Giok Hian manusia celaka, mulai dari
hari ini Hoa-san-pay tidak mengijinkan kau merajalela
ditempat ini." Kutungannya lengan Hek-ie Sin-kun sudah segera
dilemparkan dan "Hur" tepat terjatuh didepan mereka.
Para tosu dari Hoa-san termasuk Giok Ceng dan Giok
Hian yang melihat kutungan tangan yang masih berdarah
berada didepannya sudah menjadi kaget setengah mati.
Tapi sebelum kekagetannya mereka ini hilang semua atau
tiba-tiba Bee Tie sudah turun melayangkan dirinya dan
membentak. "Apa kalian masih mengenali akan sisanya tangan siapa
ini ?" Biarpun diantara kutungan tangan ini masih ada sedikit
sisa bajunya Hek-ie Sin-kun yang juga terbawa, tapi semua
tosu dari Hoa san tidak ada satu yang dapat mengenalinya,
mereka hanya terlongong-longong memandangnya.
Bee Tie tertawa berkakakan.
"Giok Ceng dan Giok Hian dengar, apa kalian telah
terlupa akan dirinya Hek-ie Sin-kun yang pada tiga hari
dimuka mengambil Kiu-teng-cin-keng kita?"
Mukanya Giok Ceng dan Giok Hian sudah menjadi
pucat pasi, tapi mereka mana percaya akan kata-katanya
anak muda ini" Giok Ceng dengan menahan gusarnya telah
menanya. "Bee Tie jika kau mempunyai itu kepandaian untuk
mengalahkannya" Entah dari mana kau dapat memungut
kutungan tangan manusia yang dibawa kemari untuk
memalsukannya Didalam Hoa-san-pay kini sudah tidak ada
bagianmu untuk menancapkan kaki disini, jika kau masih
mengenal gelagat lekaslah pergi dari sini."
Bee Tie yang melihat Giok Hie sedari tadi tengkurep saja
ditempatnya sudah menjadi
kaget, cepat ia menaruh tangannya diatas dada orang,
masih untung napasnya masih ada maka ia
menyerahkannya kepada Kim-coa Giok-lie dan berkata.
"Enci Giok, mereka berempat akan kuserahkan
kepadamu saja untuk mengobatinya."
Kim-coa Giok-lie juga sudah lompat turun dari
tempatnya untuk menjalankan perintahnya Bee Tie tadi.
Diantara sedemikian banyaknya tokoh Hoa-san, tidak
sedikit yang dapat mengenali dirinya Kim-coa Giok-lie.
"Orang dari golongan Uiar Mas yang menjadi musuh
kita," demikianlah mereka meneriaki.
Bee Tie tetawa. "Ia adalah tamu agung yang kuundang untuk datang
kemari." Lalu matanya sudah memandang kearahnya Ciang Kie
dan ia berkata. Ciang Kie lekas buka pintu kelenting karena masih
terdapat beberapa tamu lagi yang akan segera sampai disini.
Dan kemudian pukul lonceng sampai dua puluh enam kali
aku sebagai ketua partai yang ke dua puluh enam, ini hari
akan mengurusnya sendiri supaya semuanya akan beres.
Lalu dengan membalikkan kepalanya memandang
kearahnya Giok Ceng dan Giok Hian ia sudah
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membentaknya. "Kau berdua apa masih tidak mau mempasrahkan diri
juga." Giok Ceng dan Giok Hian tertawa dingin.
"Segala urusan yang menyangkut dalam kelenting kita
tidak memperlukan tenagamu untuk mengurusnya dan lagi
Ciang Kie juga tidak mungkin mau menuruti akan
perintahmu." Terhadap dirinya Ciang Kie kata-katanya mereka ini
sudah tentu merupakan satu gertakan baginya. Betul saja
Ciang Kie sudah menjadi ragu-ragu dan memandang
kearahnya Bee Tie dengan tidak berani bergerak sama
sekali. Tiba-tiba Bee Tie membalikkan badannya menghadapi
pintu gerbang yang pertama dari kelenting Cee thian koan
ini, dengan hanya menggunakan sebelah tangan saja ia
telah memukul kearah sana.
Jarak diantara pintu gerbang ini dan letaknya Bee Tie
berdiri tadi hampir mencapai seratus kaki jauhnya, tapi
biarpun demikian, hanya terdengar sekali suara. Bumm,
yang dahsyat dan pintu gerbang yang terkena angin
pukulannya Bee Tie tadi sudah terbuka dengan sendirinya.
-oo0dw0oo- Jilid 15 "CIONG Kie. pukul lonceng sampai dua puluh enam
kali." Perintah Bee Tie sekali lagi.
Demontrasinya kepandaian Bee Tie tadi lelah membuat
semua tosu dari Hoa-san tunduk dan takluk, tidak
tarkecuali juga dengan Giok Ceng dan Giok Hian kini
mereka takluk betul. Maka setelah tahu keadaan mereka
yang berada didalam keadaan bahaya, dengan sekali isyarat
mata saja, mereka menutulkan kakinya untuk siap
melarikan diri dari kelenting ini.
Bee Tie tertawa berkakakan.
"Sudah terlambat waktunya."
Tidak ada seorang yang dapat melihat dengan cara
bagaimana Bee Tie bergerak atau tahu tahu badannya Giok
Ceng sudah tercekal dan dibanting dengan tanpa dapat
berkutik lagi, Bee Tie memutar badannya dengan tidak
menghentikan gerakannya lagi ia sudah lari menyusul
keluar kelenteng mengejar Giok Hian, dengan hanya sekali
totok saja ia sudah berhasil menotok jalan darahnya Tosu
tua ini yang segera ditarik kembali kedalam sebentar saja ia
sudah berada didalam kelenteng lagi dengan keras ia
membanting tubuhnya Giok Hian yang dengan cepat sekali
jatuh disebelah sisinya Giok Ceng dan kemudian ia
membentaknya. "Kau ini dua Tosu tua yang celaka yang menjadi
dalangnya pengusiran ketua partai yang kedua puluh lima
sekarang berani lagi membikin kekacauan disini,
sesudahnya mendapat pengampunan yang pertama kali
dipuncak Kiu Teng Hong masih berani balik kembali kesini,
apa Hoa-san-pay dapat memberikan pengampunannya
terhadap dirimu berdua?"
Giok Ceng dan Giok Hian tidak berdaya sama sekali,
dengan lesu mereka menundukkan kepalanya. Bertepatan
dengan ini waktu juga Ciang Kie telah memukul lonceng
yang pertama. Bunyi lonceng menggema diangkasa, mengelilingi
daerah sekitarnya. Diantara bunyi lonceng tadi, dengan
muka yang keren dan gagah Bee Tie menaiki Takhta ketua
partainya. Semua tosu dari Hoa-san berbareng telah mengunjukan
hormatnya. Didepan pintu kelenteng dari Cee-thian-koau
ini tak berapa lama sudah terlihat bayangannya si pengemis
sakti berjari sembilan, Kiau Kiu Kong sipedang tumpul Jie
SianSeng, Ie Ceng Kun dan tiga murid Kim ie Sin-kay yang
sedang berjalan memasuki ruangan tersebut.
Bee Tie sudah mengeluarkau perintahnya untuk
menyediakan tempat-tempat bagi mereka. Dan pada itu
malam juga mereka semua menginap didalam kelenteng
Cee thian koan ini. Diantara dari sedemikian banyaknya orang tadi hanya
Kim-coa Giok-lie saja yang tidak dapat turut bergembira, ia
hanya dapat menangis saja didalam hatinya.
Ia tahu Bee Tie yang kini mulai menjabat ketua partai
Hoa-san-pay ini, sudah tentu akan menjadi repot dengan
pekerjaannya. Ia harus cepat cepat meninggalkan tempat itu
agar tidak mendapat celaan dari bawahannya. Ia sangat
menyintainya, karena ini ia harus cepat-cepat
meninggalkannya. Pada itu malam, setelah kentongan dipukul sampai tiga
kali. perlahan-lahan ia lompat keluar dari jendelanya,
dipandangnya sekali lagi Cee-thian Koan yang megah ini
dan berkata dengan suara yang perlahan sekali.
Pendekar Cacad 13 Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen Jaka Lola 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama