Ceritasilat Novel Online

Harimau Kemala Putih 13

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Bagian 13


Orang yang berbaring di sisi Tong Giok itu, ternyata bukan lain adalah seorang perempuan
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan yang hampir berada dalam keadaan telanjang.
Cian cian adalah seorang gadis cantik. Hong nio adalah seorang gadis cantik. Hiang hiang
juga seorang gadis yang cantik.
Bu ki bukan seorang laki laki yang belum pernah bergaul dengan perempuan cantik, tapi
setelah ia jumpai perempuan ini tiba tiba saja dalam hatinya muncul suatu pergolakan emosi,
suatu rangsangan napsu yang aneh sekali.
690 Perempuan ini bukan saja amat cantik,pada hakekatnya sedemikian cantiknya sehingga dapat
membuat lelaki di dunia ini rela berbuat dosa baginya.
Kecantikannya boleh dibilang jauh lebih manis dari Cian cian, jauh lebih matang dari Hong
nio dan lebih anggun daripada Hiang hiang....
Pinggangnya begitu ramping, sepasang pahanya begitu indah, payudaranya begitu montok
dan padat berisi. Kulit badannya putih mulus bagaikan susu, seakan-akan gading yang berharga, seperti juga
manisnya susu sapi yang lembut dan halus.
Rambutnya hitam dan berkilat. sepasang matanya berwarna hijau dan berkilauan
memancarkan sinar jeli dan bening.
Pakaian yang dikenakan tidak lebih banyak daripada pakaian yang dikenakan seorang kanak
kanak, tubuhnya yang indah dan ramping tapi penuh padat berisi itu hampir terpampang
semua dengan jelasnya. Ia sedang memperhatikan Bu-ki, lalu sambil tersenyum katanya,
"Aku bukan sengaja hendak merangsang napsu birahimu, cuma saja lantaran udara di dalam
sini terlalu panas, mana sumpek, sesak lagi udaranya, ditambah lagi sedari kecil aku takut
panas maka sudah mulai dari kecil dulu aku tidak begitu suka mengenakan pakaian yang
terlampau banyak" Bu ki menghela napas panjang, lalu tertawa getir, katanya,
"Untung saja Tong Giok tak dapat melihat kalau disisinya terdapat seorang perempuan
macam kau sedang berbaring di sana"
Perempuan itu segera tertawa, "Sekalipun ia dapat melihat juga sama saja."
"Sama saja ?" "Yah. Asal aku merasa kepanasan, maka pakaianku tetap akan kutanggalkan semua. Aku tak
ambil peduli apa yang bakal dipikirkan orang lain, aku sama sekali tak acuh terhadap
pendapat orang" Senyumannya begitu menawan dan mempesonakan hati, katanya lebih lanjut:
"Aku hidup demi diriku sendiri, mengapa aku harus menyiksa diriku hanya demi kepentingan
orang lain?" 691 Bu ki tak sanggup menjawab, diapun tak mampu untuk membantah perkataannya itu.
Sambil menepuk nepuk pipi Tong Giok perempuan itu berkata lagi. "Untung saja sahabatmu
ini seorang yang suka akan kebersihan, selain itu tampangnya juga cukup ganteng"
Ia memperhatikan sekejap seluruh badan Bu ki dari atas sampai kebawah kemudian sambil
tertawa katanya lagi, "Seandainya orang yang berbaring disisiku adalah kau, hal itu jauh lebih baik lagi meskipun
wajahmu tidak setampan wajahnya tapi kau jauh lebih berjiwa seorang lelaki daripada
dirinya." Setelah berhenti sejenak, terusnya. "Lelaki yang tampan belum tentu disukai perempuan,
lelaki macam kau baru menarik hatiku"
Dia sengaja menghela napas panjang kemudian terusnya, "Sayangnya aku sudah menjadi
seorang nenek keriputan aku sudah pantas untuk mempunyai seorang putra sebesar kau."
Bu ki hanya bisa mendengarkan pembicaraannya ia hakekatnya tak sanggup untuk turut
menimbrung. Perempuan semacam dia memang tidak banyak jumlahnya. bila kau bisa bertemu seorang
saja, maka kaupun tak akan sanggup untuk mengucapkan apa apa.
Tapi ia justru masih bertanya kepada Bu ki: "Eeeh, mengapa kau tidak berbicara?"
"Semua perkataan sudah kau borong seorang diri, mana aku masih kebagian kata kata lagi?"
Perempuan itu kembali menghela napas panjang. "Aaai.....! Sekarang aku baru tahu, kau
benar benar seorang lelaki yang pintar"
"Mengapa?" "Sebab hanya lelaki yang pintar baru mengerti untuk banyak melihat dengan mata, sedikit
berbicara dengan mulut"
Bu ki sendiri mau tak mau harus mengakui juga, sepasang matanya memang tak bisa
dikatakan terlalu jujur. Tapi air mukanya sama sekali tidak memerah, diapun tidak nampak jengah atau tersipu sipu,
malahan katanya sambil tertawa.
692 "Thian memberi sepasang mata dan sebuah mulut kepada kita, hal ini menunjukkan bahwa
manusia hanya disuruh banyak melihat sedikit berbicara......."
Perempuan itu kembali tersenyum. "Aku berjanji pasti akan seringkali mengucapkan katakata
kepada orang lain di kemudian hari."
"Tapi Thian pun tidak terlalu adil!" kata Bu-ki lebih jauh.
"Apanya yang tidak adil?"
"Bila Thian itu adil, kenapa kau diberi sepasang mata semacam itu?"
Ditatapnya biji mata yang berwarna biru muda itu lekat-lekat, kemudian terusnya: "Ketika
Thian menciptakan sepasang matamu itu, bahan yang digunakan adalah intan permata dan
zamrud, tapi ketika menciptakan mata orang lain, yang digunakan cuma tanah liat."
Senyuman perempuan itu semakin memikat hati, serunya: "Walaupun ucapanmu itu sangat
bagus, tapi sayang keliru besar......!"
"Bagaimana kelirunya?"
"Sepasang mataku ini bukan pemberian dari Thian, tapi ayahku yang memberinya padaku."
"Oya?" "Ayahku adalah seorang Oh-cia!"
"Oh-cia?" "Oh-cia artinya adalah seorang pedagang yang datang dari negeri Persia........"
Semenjak jaman dinasti Han tong, pedagang Persia memang seringkali mengadakan
perdagangan di negeri Tionggoan.
Walaupun saudagar-saudagar yang datang dari Persia rata-rata menjadi kaya-raya dan
jutawan, tapi kedudukannya dalam masyarakat sangat rendah.
"Oh-cia" bukanlah sesuatu sebutan yang mendapat penghormatan atau sanjungan dari orang
lain. Kembali perempuan itu berkata:
693 "Walaupun ayahku kaya-raya dan punya uang banyak, tapi ia tak pernah mendapat istri, sebab
gadis-gadis dari keluarga baik enggan menikah dengan seorang saudagar Persia, maka
terpaksa dia harus mengawini perempuan macam ibuku itu."
Setelah berhenti sejenak, dengan suara hambar dia melanjutkan: "Ibuku adalah seorang lonte,
konon dulunya dia malah seorang lonte kenamaan dari kota Yang-ciu."
"Lonte" tentu saja sebutan yang lebih tak enak didengar lagi, akan tetapi ia sama sekali tidak
merasakan rendah diri sewaktu mengucapkannya keluar, bahkan dia beranggapan bahwa hal
tersebut bukan sesuatu yang memalukan.
Dia malahan masih bisa tertawa dengan riang gembira, lanjutnya: "Oleh sebab itu, ketika aku
masih kecil dulu, orang lain seringkali menyebut aku sebagai si anak jadah!"
"Tentunya kau marah sekali, bukan?" tanya Bu-ki.
"Mengapa aku harus marah" Aku adalah aku, terserah orang lain mau menyebut apa saja
kepadaku, bagiku sebutan tidak menjadi persoalan, manusia macam apakah aku ini meski
diganti namanya juga tetap manusia semacam itu, toh tak mungkin karenanya mengalami
perubahan, bukan?" Setelah tersenyum, kembali dia berkata: "Seandainya kau benar-benar seorang anak jadah
misalnya, sekalipun orang lain menyebutmu nenek-moyangnya, kau toh masih tetap seorang
anak jadah, bukan begitu?"
Bu-ki turut tertawa. Bukan saja ia tidak memandang rendah dirinya karena persoalan itu,
malahan sebaliknya timbul suatu kesan yang baik sekali terhadap dirinya.
Sebenarnya dia masih beranggapan bahwa pakaian yang dikenakannya terlalu sedikit,
sehingga mirip sekali dengan seorang perempuan yang tidak genah.
Tapi sekarang dia beranggapan lain, dia merasa sekalipun ia tidak berpakaian pun juga tak
menjadi soal, dia tetap bisa menghormatinya, ia pun tetap akan menyukainya.
Perempuan itu kembali tertawa, katanya lebih jauh: "Akan tetapi namaku yang sebenarnya
justru amat sedap didengar."
Dia menyebutkan namanya sendiri. "Aku bernama Mi Ci, Mi berarti manis seperti madu, Ci
berarti perempuan penghibur, jadi namaku Mi Ci berarti perempuan penghibur yang manis
seperti madu." Mi Ci. Nama tersebut memang sebuah nama yang menarik, indah dan manis, semanis
orangnya. 694 Berada di hadapan seorang gadis yang begitu menarik, begitu terbuka, hampir saja Bu-ki
terpaksa menyebut nama sendiri.
Untung saja sebelum ia terlanjur berbicara Mi Ci telah berkata lebih dulu. "Aku juga tahu
akan namamu, kau bernama Li Giok Tong"
Tong Giok juga pernah menggunakan nama palsu itu, mungkin nama itu hanya disebutkan
sekenanya saja. Bu ki merasa nama itu sangat enak didengar, lagipula agak keren, maka dikala pemilik toko
penjual peti mati bertanya kepadanya.
"Kek koan, siapa namamu?"
Tanpa ia sadari dia telah menyebutkan nama tersebut. Tapi dia sama sekali tidak menyangka
kalau Mi Ci sudah mengetahui hal ini, manakah waktu itu ia mulai memperhatikan dirinya"
"Sudah semenjak lama sekali kami menaruh perhatian kepadamu" kata Mi Ci menerangkan.
"Kalian?" ulang Bu ki.
"Kami artinya aku dan Lui bersaudara, masih ada lagi seorang lo sianseng...."
Yang dimaksudkan sebagai lo sianseng tersebut sudah barang tentu adalah si kakek yang
berilmu sangat lihay itu.
"Seandainya kukatakan namanya, kau pasti akan merasa terperanjat sekali, maka lebih baik
tidak kukatakan saja siapa nama orang itu" kata Mi Ci.
Bu ki juga tidak bertanya apa apa. Kembali Mi Ci melanjutkan. "Dia adalah sobat lama
ayahku, semenjak kecil dulu ia sudah melindungi keselamatan jiwaku. Ketika ayahku telah
meninggal dunia, pada hakekatnya dia telah menganggap aku sebagai putrinya sendiri."
Setelah menghela napas panjang, terusnya: "Aku benar-benar tidak habis mengerti, apa
sebabnya secara tiba-tiba ia pergi meninggalkan aku"
Bu ki juga tidak habis mengerti, cuma saja ia merasakan ketika kakek itu pergi meninggalkan
tempat itu, tampaknya ia sudah menderita luka yang cukup parah.
Sambil tertawa Mi Ci berkata lagi. "Kami semua memperhatikan dirimu bukan disebabkan
kau memiliki wajah yang cukup menawan hati"
"Apa yang menjadi tujuan kalian?" tanya Bu ki.
695 "Tujuan kami yang sesungguhnya adalah Tong Giok"
"Tong Giok?" "Ketika kami menemukan bahwa si nona bercelana merah yang sering kau bawa-bawa itu
adalah Tong Giok, kamu sudah mulai memperhatikan gerak gerikmu"
"Kau kenal dengan dia?"
"Justru karena kami kenal dia, ia juga kenal dengan kami, maka sekalipun sudah
memperlihatkan diri sendiri dulu, namun kau sama sekali tak pernah melihat bayangan tubuh
kami semua" "Kenapa?" "Sebab, kami tak bisa memperlihatkan diri sehingga diketahui olehnya..."
"Mengapa begitu?" kembali Bu Ki bertanya.
"Sebab dia sangat ingin merenggut nyawa kami, kamipun ingin sekali merenggut nyawanya"
"Lui bersaudara adalah orang orang Pek Lek Tong, kini Pek Lek Tong telah bersekutu dengan
Tong Giok" "Tapi kami toh tidak bersekutu dengan Tong Giok" sambung Mi Cin dingin.
Kalau didengar dari ucapannya itu seolah-olah di dalam tubuh Pek Lek Tong sendiri telah
terjadi perpecahan, lagipula perpecahan itu tampaknya disebabkan karena persekutuan dengan
pihak keluarga Tong. Bagi Bu ki, sudah barang tentu kejadian itu merupakan suatu berita baik, bisa terjadi
perpecahan di tubuh organisasi lawannya, hal ini berarti suatu keuntungan baginya.
Sekalipun dia tidak bertanya lebih jauh, tapi dia menemukan bahwa di balik kejadian ini
sudah pasti terdapat banyak sekali rahasia besar yang tak akan diketahui orang luar.
"Sejak melihat kemunculan tong Giok tempo hari kami sudah berniat untuk membunuhnya"
kata Mi Ci menerangkan. "Mengapa kalian tak pernah turun tangan?"
"Karena kau!" "Aku?" 696 "Lo siangseng itu selalu beranggapan bahwa kau adalah lawan yang sangat menakutkan, dia
bilang bukan saja ilmu silat yang kau miliki sangat tinggi, lagi pula cerdik, pandai menahan
diri dan tenang" Setelah tertawa riang, lanjutnya: "Belum pernah kudengar dia memuji-muji orang lain seperti
apa yang pernah dia katakan tentang dirimu"
Bu ki tertawa. "Tampaknya ketajaman mata lo siangseng ini sangat mengagumkan sekali!"
Walaupun ia sedang tertawa namun tertawa tersebut tidak terlampau riang atau gembira,
sebab dia tidak berharap orang lain memandang terlalu serius terhadap dirinya.
Semakin rendah orang lain menilai dirinya semakin tak perlu dia berjaga-jaga. Dengan begitu,
dia baru akan mendapat kesempatan yang baik untuk turun tangan.
Seorang yang betul-betul amat cerdik, tak akan memandang rendah terhadap musuhnya, dia
akan berharap musuh memandang rendah terhadap kemampuannya.
Musuh yang sudah menilai rendah terhadap dirinya, sudah pasti akan mempunyai suatu
kesalahan yang fatal dan akan mematikan.
Seseorang, apabila ia dapat membuat musuh dirinya mempunyai dugaan yang salah terhadap
dirinya, itu berarti separuh dari usahanya telah berhasil.
Inilah nasehat-nasehat yang pernah dipelajari Bu ki dari Sugong Siau Hong, tak akan ia
lupakan nasehat tersebut untuk selamanya.
"Sungguh tak disangka belum lagi kami turun tangan, Tong Giok telah berubah menjadi
seorang cacat" kata Mi Ci.
"Aku sendiripun tidak menyangka!"
"Lebih tak kusangka lagi ternyata kau cukup bersetia kawan, ternyata kau hendak
menghantarnya pulang ke benteng keluarga Tong"
Sesudah tersenyum dia melanjutkan, "Yang lebih kebetulan lagi, ternyata kau hendak
menghantarnya pulang dengan menggunakan peti mati, melihat kau membeli peti mati dan
mencari tukang pikul, kami segera tahu bahwa kesempatan baik untuk kami telah tiba"
"Kesempatan baik apa?"
"Kami ingin juga berkunjung ke benteng keluarga Tong, tapi tak ingin sampai diketahui orang
lain, kamipun tak dapat membiarkan orang lain mengetahuinya"
697 "Maka kau lantas teringat untuk menyuruh Lui bersaudara menjadi tukang pikul serta
membawa kau dan Tong Giok kembali ke benteng keluarga Tong?"
Mi Ci segera tertawa. "Bersembunyi di dalam peti mati meski rada panas sedikit, tapi aman
sekali, jarang sekali ada orang yang bakal membuka peti mati untuk melihat isinya"
"Oleh karena itu Lui bersaudara hanya berharap aku jangan turun tangan, tapi tidak berniat
untuk membunuhku menghilangkan saksi?" kata Bu ki.
"Ya, sebab mereka masih berharap agar kau bisa menghantar peti mati itu sampai di tempat
tujuan" "Kalian sendiri mengapa tak dapat pergi ke benteng keluarga Tong?"
"Agaknya mereka tidak terlampau senang menyambut kedatanganku di situ"
"Kenapa?" Mi Ci segera tertawa manis. "Sebab perempuan-perempuan keluarga Tong kuatir kalau
kedatanganku di sana bakal menggaet suami-suami mereka"
***** Tentu saja jawaban tersebut bukan suatu jawaban yang jujur, jawaban yang sesungguhnya
pasti tak bisa diutarakan dengan begitu saja, sebab masalahnya menyangkut suatu keadaaan
yang amat besar, dan lagi bagaimanapun juta "Li Giok Tong" kan sahabatnya Tong Giok.
"Seandainya aku adalah orang lain, aku masih bisa menyusup ke dalam benteng keluarga
Tong dengan jalan menyaru" kata Mi Ci, "cuma sayangnya, Thian justru terlalu sayang
kepadaku, ia telah menghadiahkan sepasang mata yang begini indah seperti apa yang kumiliki
sekarang" Sesudah menghela napas panjang, terusnya. "Kecuali kalau kukorek keluar sepasang mataku
ini, kalau tidak, kendatipun aku menyaru sebagai apa saja, orang lain toh tetap mengenali
diriku dalam sekilas pandangan saja"
Akhirnya sekarang Bu ki baru tahu, apa sebabnya dia harus menyembunyikan diri di dalam
peti mati. "Sesungguhnya cara ini merupakan suatu cara yang jitu dan bagus, tak disangka ternyata cara
inipun diketahui Tong Koat!"
"Manusia macam apakah Tong Koat itu?"
698 "Orang ini jarang sekali berkelana di dalam dunia persilatan, bukan saja jarang ada orang
yang pernah bertemu dengannya, bahkan orang yang pernah mendengar namanyapun tidak
banyak, tapi orang itu justru lebih lihay daripada apa yang pernah dibayangkan orang selama
ini" "Bagaimana kalau dibandingkan dengan Tong Giok?"
"Kalau Tong Giok dibandingkan dengannya maka pada hakekatnya dia seperti seorang anak
kecil saja" "Aku hanya tahu di antara anak keturunan keluarga Tong yang paling hebat dan menonjol


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah seseorang yang bernama Tong Ou!"
"Tong Ou memang orang yang berilmu paling lihay di antara saudara-saudaranya, namun
nama besarnya juga paling tersohor di dunia ini, tapi Tong Koat benar-benar lebih
menakutkan daripada Tong Ou"
Setelah menghela napas panjang,terusnya "Aku lebih suka berkelahi dengan Tong Ou
daripada harus berbicara dengan Tong Koat."
Bu ki tertawa. "Kalau didengar dari pembicaraanmu itu, bukankah orang itu lebih mirip
seorang siluman daripada manusia?"
"Bila kau telah berjumpa dengan orang itu, maka akan kau ketahui apakah dia memang
siluman atau bukan" "Aku lebih senang kalau tak sampai bertemu dengannya"
"Sayang sekali cepat atau lambat pasti akan bertemu juga dengan dirinya"
"Kenapa?" "Sebab dia dan Tong Giok adalah saudara yang paling akrab, setelah ia tahu aku berada di
dalam peti mati sekarang, tentu saja diapun tahu kalau di sini masih ada seorang manusia lain
seperti kau" Sesudah tertawa hambar, terusnya: "Sekarang, walaupun kau belum sampai bertemu
dengannya, siapa tahu kalau dia sudah melihat dirimu?"
"Jadi kau beranggapan bahwa kedatangan Hek Thi Han sekalian, sesungguhnya adalah
bertujuan untuk menghadapi dirimu?"
"Sudah pasti begitu!"
699 Mengapa dia sendiri tak pernah menampakkan diri" Karena ia tidak turun tangan sendiri
untuk menghadapi dirimu?"
Sekali lagi Mi Ci tertawa manis. "Sebab dia tahu, asal telah berjumpa denganku, maka dia
bakal mati karena bakal terpikat oleh diriku"
Tentu saja, jawaban itupun bukan suatu jawaban yang jujur.
Tampaknya antara dia dengan keluarga Tong seakan-akan terdapat suatu hubungan yang luar
biasa sekali. Mi Ci telah berkata lagi: "Ia juga tahu kalau adiknya belum mati dan sekarang lagi berbaring
di sisiku, terhadap lelaki semacam Tong Giok akupun tidak mempunyai minat yang terlalu
besar, bila sampai marah, bisa jadi aku mencekiknya hidup-hidup sampai dia mati"
Perkataan itupun sengaja ia ucapkan ke Bu ki, karena Bu ki, adalah sahabatnya Tong Giok.
Sekarang, Bu ki memang tidak berharap Tong Giok sampai mati tercekik, padahal melihat
gelagat Mi Ci sekarang tampaknya setiap waktu setiap saat ia dapat mencekik Tong Giok
sampai mati. Terpaksa dengan nada menyelidik, dia bertanya: "Kelihatannya kau sudah tak dapat
menggunakan cara ini untuk menyelundup masuk ke dalam benteng keluarga Tong"
"Kelihatannya memang begitu...." sahut Mi Ci sambil menghela napas panjang.
"Lantas apa rencanamu selanjutnya?"
Mi Ci tidak menjawab, tiba-tiba tanyanya: "Pernahkah kau mendengar suatu perkataan yang
mengatakan tentang Indah dilihat tapi tak enak dimakan?"
Bu-ki memang pernah mendengan perkataan itu.
Mi Ci berkata lebih lanjut: "Ada sementara barang yang tampaknya meski indah dan menarik,
sesungguhnya tak enak bila dimakan"
Bu ki juga mengerti akan arti dari perkataan itu, tapi tidak habis mengerti apa sebanya secara
tiba-tiba dia mengucapkan perkataan itu.
"Ada sementara orangpun demikian keadaannya" kata Mi Ci, "walaupun wajahnya kelihatan
cantik, sesungguhnya tidak enak bila dimakan"
700 Sesudah berhenti sebentar dan tertawa dia melanjutkan: "Aku adalah manusia semacam ini,
indah dilihat tak enak dimakan"
Seandainya Bu ki masih kanak-kanak, dia tentu akan merasa keheranan mana mungkin
manusia bisa dimakan"
Untung saja Bu ki telah dewasa, tentu saja ia mengerti apa yang diartikan dengan istilah
dimakan itu. Tapi iapun tidak habis mengerti, kenapa gadis cantik jelita yang bertubuh montok serta padat
berisi ini bisa tak enak dimakan.
"Karena sedari bagian pinggang ke bawah aku sudah tidak mempunyai perasaan apa-apa lagi,
kedua kakiku sama sekali tak bertenaga lagi, bahkan digerakkan sedikitpun tak bisa"
Sesudah tertawa cekikikan, dia melanjutkan: "Seandainya kau adalah suamiku, kau pasti akan
mati karena gemas, mati karena tak tahan"
Ternyata perempuan cantik itu adalah seorang cacat.
Gadis yang masih begitu muda dan begitu cantik ternyata lumpuh separuh badannya, sungguh
kejadian ini merupakan kejadian yang tragis sekali.
Seandainya orang lain yang berada dalam keadaan seperti itu, entah betapa sedih dan
menderita orang itu. Tapi ia sama sekali tidak merasa sedih atau menderita, kejadian yang begitu tragis hanya
dianggapnya sebagai suatu gurauan belaka.
Sebab, dia memang enggan menerima belas kasihan serta perasaan simpatik dari orang lain.
Ia tahu lelaki paling tidak tahan terhadap perempuan yang sepanjang hari selalu berkeluh
kesah dan setiap saat bisa mengucurkan air matanya karena sedih.
Bu ki tidak berkata apa-apa, sedang di hati kecilnya sedang berpikir:
"Seandainya aku adalah dia, apa pula yang harus kulakukan?"
Dia tak tahu apa jawabannya.
Seorang gadis lumpuh berbaring di dalam sebuah peti mati, sementara rekan-rekannya meski
berada di luar peti mati, namun mereka semua sudah mati....
Apa yang bisa ia lakukan sekarang"
701 Mi Ci memandang kearahnya, lalu berkata, "Aku tahu, tadi kau pasti menganggap pula diriku
sebagai seorang gadis yang berhati kejam, karena aku sama sekali tidak memberi kesempatan
kepada Hek Thi Han, begitu turun tangan aku lantas membinasakan dirinya....."
Tadi Bu ki memang berpendapat demikian. "Sekarang" lanjut Mi Ci, "kau tentunya tak akan
berpendapat demikian bukan" Karena bila kau menjadi aku kaupun pasti akan berbuat
demikian pula" Bu ki mengakui. Entah siapapun orangnya, bila berada di dalam keadaan seperti ini dia pasti
akan turun tangan lebih keji, sebab kalau ia tidak membunuh orang maka oranglah yang akan
membunuh dirinya. Perebutan antara mati dan hidup, sesungguhnya memang merupakan kejadian yang keji.
Demi melanjutkan hidupnya di dunia ini, banyak sekali orang berhati mulia yang dipaksa
untuk melakukan sesuatu perbuatan yang tak mungkin akan dilakukannya di waktu-waktu
biasa. "Oleh karena itu, seandainya aku menggunakan sahabatmu ini untuk menggertak dirimu,
tentunya kau juga tak akan menyalahkan diriku bukan?" kata Mi Ci.
"Dengan cara apa kau hendak mengancam diriku?"
"Tong Giok belum mati, kau tentunya tidak menginginkan kematiannya bukan?"
"Tapi setiap saat kau dapat merenggut nyawanya!"
"Oleh sebab itu kalau seandainya aku minta kepadamu agar akupun dibawa serta, apakah
permintaanku ini bisa dianggap kelewat batas?"
"Tidak, tak bisa dikatakan kelewat batas"
Mi Ci segera tersenyum. "Aku memang tahu kalau kau adalah seorang yang berhati baik"
katanya lembut. "Tapi aku tak tahu harus mengantar dirimu sampai di mana?"
Sekali lagi Mi Ci tersenyum.
"Paling tidak, kau harusnya menghantar aku dulu ke suatu tempat yang tak ada orang matinya
dan tak ada bau amis darah, agar aku bisa menghembuskan napas lega dan makan makanan
yang lezat serta banyak gizinya....."
702 "Kemudian?" Mi Ci menghela napas panjang, terusnya,
"Kemudian, kejadian apa yang bakal terjadi, siapakah yang bisa mengetahuinya?"
Sudah barang tentu mustahil bagi Bu ki untuk menggotong sendiri peti mati itu turun ke
bawah bukit, untung saja ia melihat tandu yang dipakai si kongcu gemuk tadi masih berada di
luar barak bambu. Para penandu adalah orang-orang miskin. Usungan yang terbuat dari dua batang bambu itu
merupakan satu-satunya alat pencari makan yang mereka miliki, itulah mangkok nasi mereka.
Entah siapapun di dunia ini sudah barang tentu mereka tak akan meninggalkan alat pencari
sesuap nasi mereka dengan begitu saja.
Bu ki percaya mereka pasti belum pergi terlalu jauh.
Orang yang bisa menggotong kongcu gemuk itu, tentu saja kuat pula untuk menggotong
sebuah peti mati. "Seandainya kau ingin mencari orang yang menggotong peti mati ini, silahkan saja pergi
mencari dengan berlega hati" kata Mi Ci.
"Tapi kau....."
"Sekalipun kakiku tak bisa bergerak, aku toh masih mempunyai sepasang tangan"
Dengan mempergunakan sepasang tangannya yang lembut tak bertulang itu dia membelai pipi
Tong Giok dengan halus, kemudian melanjutkan kembali kata-katanya.
"Aku pasti akan merawat dirinya secara baik-baik, sebab kini ia sudah menjadi mangkok
nasiku, tanpa dia, aku tak akan bisa hidup lebih lanjut"
Tukang tandi itu dicarter oleh si kongcu gemuk, maka bila kau ingin mempergunakan
tenaganya, lebih baik mencari dia lebih dulu untuk diajak berunding.
Untung saja tampaknya dia bukan seseorang yang sukar diajak berbicara, lagipula sekarang
sekalipun belum sampai kabur karena ketakutan ia pasti sudah menyembunyikan diri jauh dari
situ, sambil gemetar sambil menyeka keringat dingin yang bercucuran.
Bu ki sungguh tak pernah menyangka kalau dia masih mempunyai selera yang besar untuk
mengisi perutnya, ternyata ia sedang bersembunyi di dalam dapur sambil makan bakpao.
703 Bukan bakpao yang kecil-kecil juga bukan sebiji bakpao besar tapi tujuh delapan biji bakpao
yang sangat besar. Di dalam setiap bakpao itu terselip sepotong daging babi yang sangat besar, setiap kali dia
menggigiti, minyak babi segera meleleh keluar dari ujung bibirnya.
Menggunakan sepasang tangannya yang putih, halus dan terawat sangat baik itu dia
memegang sebiji bakpao lalu dengan mimik wajah yang patut dikasihani dia sedang
memperhatikan sepotong daging di tengah bakpao tersebut kemudian menggigitnya besarbesar.
Ketika minyak babi yang gemuk itu meleleh keluar dari ujung bibirnya, ia segera menghela
napas dengan penuh perasaan puas.
Dalam detik tersebut, ia merasa seakan-akan semua kemurungan dan ketidakberuntungan
yang ada di dunia ini sudah lenyap tak berbekas. Semua rasa takut dan kaget yang dialaminya
tadi juga tersapu bersih dari dalam benaknya.
Napsu makan Bu ki selamanya baik, tapi ketika melihat orang yang tidak bernapsu makan itu
sedang melahap makanannya ia masih tetap merasa kagum sekali.
Setelah menyikat habis sebiji bakpao, si kongcu gemuk itu baru melihat akan kehadirannya,
dengan cepat dia berseru:
"Bakpao ini lumayan rasanya, kau harus makan juga sebiji!"
Walaupun di mulut dia berkata demikian, mimik wajahnya menunjukkan sikap seakan-akan
kuatir kalau ada orang yang datang merebut bakpaonya itu.
Dengan wajah penuh pengharapan, dia menatap wajah Bu ki, tentu saja pengharapan yang
berbeda dengan kebanyakan orang, sebab dia cuma berharap agar Bu ki cepat cepat
menampik maksud baiknya itu.
Tentu saja Bu ki tak akan membuat ia kecewa, sambil tersenyum ia menggeleng sahutnya:
"Aku pun mengetahui kalau bakpao itu rasanya sedap, sayang aku benar benar merasa tak ada
napsu untuk memakannya"
Si kongcu gemuk itu menghembuskan napas lega. sikapnya terhadap Bu ki pun berubah
menjadi lebih bersahabat.
Maka dia mengambil sebiji bakpao lagi, kemudian digigit dengan lembut. setelah itu ujarnya:
704 "Padahal napsu makanku belakangan ini kurang baik, tapi Siao-po memaksa juga kepadaku
untuk makan sedikit"
Yang dimaksudkan Siau-po berada pula disisinya. "Yaa, kau memang seharusnya
memaksakan diri untuk makan sedikit." kata Bu ki, "Sebab manusia seperti kau, memang
tidak seharusnya terlampau kurus"
Kesan si kongcu gemuk terhadap orang itu jauh lebih baik lagi, mendadak sambil
merendahkan suaranya dia berbisik: "Mari kuberitahukan satu rahasia kepada mu!"
"Rahasia apa?" "Tauke rumah makan ini masih memelihara tujuh delapan belas ekor ayam gemuk, masih
cukup buat kita makan barang dua tiga hari"
"Apakah kau telah bersiap siap untuk menyikat ayam-ayamnya itu sampai ludas?"
"Tentu saja harus dimakan sampai ludas!"
"Kenapa?" Si kongcu gemuk itu segera memperhatikan dirinya, seakan akan sedang memperhatikan
seorang tolol saja. "aku benar-benar tidak habis mengerti, kenapa kita harus makan ayam yang berada disin
sampai habis?" ucap Bu ki.
Si kongcu gemuk segera menghela napas panjang.
"Aaaaii.... apakah kau juga tak dapat melihat, orang orang yang barusan kita jumpai tadi kalau
bukan pembegal tentu pencoleng?"
"Yaaa, aku memang dapat melihat"
"Setelah dijalanan sini muncul pembegal dan perampok, masakah kita dapat melanjutkan
perjalanan lagi?" "Jadi kau berniat untuk tetap tinggal disini?"
"Bila ada pengawal barang yang lewati tempat ini, aku akan turut mereka pergi meninggalkan
tempat ini" "Betul, kalau bisa berhati-hati memang lebih baik kalau bertindak lebih berhati-hati sedikit"
705 Tiba-tiba si kongcu gemuk itu merendahkan kembali suaranya, bisiknya lirih: "Akan
kuberitahukan lagi suatu rahasia besar kepadamu!"
"Rahasia apa?" "Aku tahu Tio toa piautau bakal pulang paling tidak dalam dua tiga hari mendatang. ia tentu
akan lewat tempat ini"
"Aku benar-benar tidak kenal!"
Untuk kesekian kalinya si kongcu gemuk itu menghela napas panjang. "Aaaiii... Tio toa
piautau adalah Tio Kong, dia adalah seorang manusia yang berilmu sangat hebat"
"Ooooh... sekarang aku sudah tahu!"
Setelah berpikir sebentar tiba-tiba ia bertanya lagi: "Dalam sehari, kau butuh berapa ekor
ayam untuk sarapan?"
"Belakangan ini napsu makanku kurang baik, sekali makan dua ekor ayam sudah lebih dari
cukup bagiku." "Sekali makan dua ekor ayam, dalam sehari makan tiga kali, itu berarti sehari kau butuh enam
ekor ayam" "Kalau sedang sarapan aku makan sedikit sekali, sehari dengan lima ekor ayampun sudah
lebih dari cukup" "Tidak banyak, tidak banyak!" kata Bu ki.
"Yaa, sesungguhnya memang tidak terlalu banyak"
"Kalau aku makan ayam pun tidak terlalu banyak"
Kongcu gemuk itu tampak seperti terkejut, segera serunya: "Kau juga makan ayam?"
"Kalau tidak ada ayam, makan itikpun bolehnjuga!"
"Disini tidak ada itik!"
"Makan dagingpun masih bisa digunakan untuk mengganjal perut"
"Tapi dagingnya sudah kumakan semua sampai habis"
"Kala habis toh masih bisa beli lagi"
706 "Sayang nyali tauke rumah makan ini lebih kecil daripada nyaliku, ia sudah kabur sedari tadi
dan tidak kelihatan batang hidungnya lagi, mana berani is pergi ke kota untuk membeli
daging?" "Yaa kalau memang begitu terpaksa akupun akan turut makan ayam saja."
"Kau bersikeras makan ayam?"
"Yaa, kala itik tidak ada, daging juga tak ada, kalau tidak makan ayam bagaiman mungkin
aku bisa hidup lebih lanjut?"
Dengan kening berkerut karena murung, si kongcu gemuk itu segera menghela napas panjang.
"Yaa, ucapanmu itu memang benar!"
"Tapi untunglah napsu makanku belakangan ini juga tidak terlalu baik, tidak terlalu banyak
yang kumakan setiap harinya"
Dengan penuh pengharapan kongcu gemuk itu memandang kearahnya, lalu bertanya: "Dalam
satu hari berapa ekor ayam yang kau butuhkan?"
"Hampir sama dengan yang kau butuhkan."
"Hampir sama dengan yang kubutuhkan" Jadi sehari kau membutuhkan lima ekor ayam"
"Pagi haripun aku butuh dua ekor!"
Kongcu gemuk itu menjandi terperanjat sehingga tertegun dibuatnya, serunya kemudian.
"Jadi kalau begitu, belasan ayam yang ada sekarang kan bakal habis pada esok hari" Jika Tio
toa piautau belum datang juga, lantas bagaiman baiknya?"
"Cuma ada satu cara"
"Apa cara itu" cepat katakan!"
"Kuberikan semua ayam itu untukmu!"
"Dan kau sendiri?"
"Setelah semua ayam itu kuberikan kepadamu, tentu saja aku harus segera angkat kaki dari
sini" 707 "Kapan baru akan pergi?"
"Sekarang juga!"
"Tapi diluar sana......


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau bersedia membeberkan semua rahasia itu kepadaku, ini menandakan kau telah
menganggap aku sebagai teman, demi teman, apalah artinya untuk sedikit menyerempet
bahaya?" Kongcu gemuk itu memandang kearahnya, ia seperti merasa terharu sekali sehingga kalau
bisa dia ingin segera menjatuhkan diri berlutut diatas tanah.
"Apalagi, kalau to kau telah menganggapku sebagai teman, aku tak boleh menyusahkan
dirimu" kata buki lagi.
Mendadak ia menghela napas panjang, lalu menambahkan:
"Cuma saja ada satu hal yang telah menyulitkan diriku"
"Persoalan apakah itu?" si kongcu gemuk segera bertanya.
"Aku membawa sebuah peti mati"
"Aku tahu" "Tukang pikul peti mati itu sudah tak ada lagi, bagaimanapun juga toh tidak mungkin bagiku
untuk menggotong peti mati sendirian?"
Mendengar perkataan itu, si kongcu gemuk segera tertawa.
"persoalan ini mah sama sekali bukan suatu kesulitan!"
"Sungguh?" "Si tukang usungan yang kubawa masih berada disini, mereka dapat menggotong usungan,
berarti bisa pula menggotong peti mati"
"Kau bersedia membiarkan mereka pergi bersamaku?"
"Bukankah kita adalah teman?"
"Benar!" 708 Maka kedua orang itu segera tertawa riang sekali.
Kata Bu ki kemudia sambil tertawa: "Sungguh tak kusangka aku bisa bertemu dengan orang
yang begitu baik seperti kau, sunggu tak kusangka aku mempunya nasib yang begini
mujur...." Dia benar-benar tidak menyangka. Yaa, ia benar-benar tak pernah menduga!
***** Bulan empat tanggal sembilan belas, malam.
Tempat itu adalah rumah penginapan Kit Siong. Rumah penginapan Kit-siong merupakan
sebuah rumah penginapan yang paling besar di kota itu, ji ciangkwe yang bertanggung jawab
dalam menerima tamu bernama Siong ko.
Siong ko adalah seorang yang cukup berpengalaman, bahkan pandai pula berbicara dengan
dialek orang berpangkat, akan tetapi ia toh kelihatan terperanjat juga setelah mendengar
perkataan dari Bu ki itu.
Sudah hampir dua-tiga puluh tahun lamanya dia melakukan pekerjaan ini, sejak menjadi
seorang pelayan kecil yang bertugas malam, kini ia sudah menjadi Ji ciangkwe yang bertugas
menyambut tamu. Tapi belum pernah menjumpai tamu seperti Bu ki.
Kata Buki: "Aku menginginkan dua buah kamar, harus kamar yang paling baik, jendela harus
besar dan peredaran udara harus baik"
Siong ko mengira kamar yang satunya hendak diberikan untuk tukang pikul itu maka katanya
cepat: "Biasanya mereka tidur didalam halaman sana!"
"Aku mengerti!"
"Dan kau tetap menginginkan dua buah kamar?"
"Yaa, dua buah kamar yang paling besar!"
"Apakah masih ada tamu lain yang akan datang kemari?"
"Tidak ada!" 709 "Lantas buat apa kamar yang satunya lagi?"
"Kamar itu untuk peti mati tersebut!"
Inilah alasan yang menyebabkan Siong ko merasa amat terperanjat.
"Peti mati juga akan dimasukan ke dalam kamar?" serunya.
Jawaban dari Bu ki ternyata kedengarannya seperti sangat beralasan sekali.
Dia bilang begin: "Yang berada didalam peti mati itu adalah sahabatku, aku tak pernah
menyia-nyiakan teman, entah dia masih hidup atau sudah mati, bagiku adalah tetap sama"
"Kongcu ini benar benar amat setia kawan!"
Siapakah sebenarnya perempuan yang bernama Mi Ci ini" Apa hubungannya dengan keluarga
Tong" Mengapa dia hendak pergi ke benteng keluarga Tong" Kenapa pula pihak keluarga Tong
hendak membunuhnya" Dari pembicaraannya itu, ada berapa patah kata yang sesungguhnya" Berapa patah kata pula
yang bohong" Ketika sedang mencuci muka, Bu ki memikirkan persoalan ini, ketika minum teh dia pun
berpikir demikian. Sesungguhnya dia memang memikirkan persoalan ini terus menerus.
Seandainya kau bilang apa yang dia pikirkan bukanlah persoalan persoalan itu, melainkan Mi
Ci sendiri, kaupun tidak keliru.
Kalau bertemu dengan seorang perempuan seperti Mi Ci sendiri, kau pun akan tak tahan
untuk setiap waktu setiap saat memikirkan dirinya.
Ada sementara orang yang sedari dilahirkan seakan-akan memiliki daya tarik tersendiri, entah
siapapun yang bertemu dengannya, pasti akan terpikat olehnya.
Tak bisa disangkal lagi Mi Ci adalah perempuan semacam ini.
Kalau bisa Bu ki ingin segera menjumpai dirinya lagi, tapi bagaimanapun juga ia tak bisa
membuka peti mati dihadapan orang banyak, lalu berbincang-bincang dengan orang yang
berbaring didalam peti mati itu.
710 Dia menyuruh siongko menghantar hidangan makan malamnya kedalam kamar. Sayur dan
nasi sudah dihantar masuk sedari tadi, akan tetapi menyentuh pun tidak.
Ia merasa seandainya dirinya makan minum disini sementara Mi Ci berbaring didalam oeti
mati sambil menahan lapar, sesungguhnya kejadian ini merupakan suatu hal yang tidak tahu
aturan. Selain itu diapun merasa tak tega untuk makan sendiri. Sayang tak dapat dibuka peti mati itu
dihadapan umum dan menyuruh orang yang berada dalam peti mati itu untuk makan nasi.
Ia tidak takut Tong Koat bakal kesitu, sekarang Tong Giok belum mati. Tong Koat tak akan
berani untuk sembarangan bergerak.
Dia cuma kuatir kalau Mi Ci sampai kesepian. Padahal mereka tidak saling mengenal,
mengapa secara tiba-tiba ia bisa menaruh perhatian khusus terhadap perempuan itu"
Mungkinkah hal ini disebabkan dia sendiripun merasa terlalu kesepian"
Mungkin mereka sudah terbiasa dengan kesepian, tapi bila dua orang yang sedang kesepian
tiba-tiba saling bertemu, ibaratnya dua buah bintang yang saling bertumbukan di angkasa
raya, sedikit banyak pasti akan timbul cahaya tajam dan kilapan bunga api. Sekalipun kilatan bunga api itu akan
lenyap dalam sekejap mata. Tapi sinar itu telah menyinari orang lain juga menyinari diri
sendiri. Apa akibatnya dikemudian hari"
Kejadian dimasa kemudian, siapa pula yang bisa mengetahuinya"
***** Kini suasana didalam rumah penginapan telah menjadi sepi dan hening. Biasanya orang yang
sedang melakukan perjalanan akan tertidur lebih awal.
Peti mati tersebut berada dikamar sebelah. Bu ki mendorong pintu masuk ke dalam lalu
memasang lampu, cahaya lentera menyinari peti mati yang hitam pekat itu dan menyinari pula
seprei yang berwarna putih diatas pembaringan.
Tiba tiba ia merasa jantungnya berdebar keras. Orang yang berada didalam peti mati itu
apakah tahu kalau dia sudah datang" ia berjalan mendekatinya dan mengetuk penutup pintu.
Ia berharap Mi Ci dapat mencari satu stel pakaian dan menutupi badannya lebih dahulu.
"Tok, tok, tok.......!"
711 Dia pun membalas ketokan dengan dua ketokan dari dalam peti mati, ini menandakan kalau ia
sudah tahu akan kedatangannya. Maka diapun segera membuka penutup peti mati itu.
Tapi dengan cepat jantungnya seolah-olah berhenti.
Didalam peti mati itu ternyata bukan lain adalah si kongcu gemuk yang sehari paling tidak
membutuhkan lima ekor ayam untuk mengisi perutnya itu.
Dia sedang makan ayam, tulang-tulang sisa yang terbuang berserakan di sekeliling tubuhnya.
Waktu itu ditangannya masih memegang sebuah paha ayam, sambil memandang kearah BU
ki sambil tertawa bodoh, katanya: "Sekarang aku baru tahu, rupanya berbaring didalam peti
mati jauh lebih nyaman dari pada duduk diatas tandu atau didalam kereta. Bu ki ikut tertawa.
seandainya peristiwa ini terjadi pada setahun berselang, dia pasti akan merasa amat
terperanjat, bahkan mungkin saja akan melompat saking kagetnya.
Tapi sekarang, dia cuma tertawa belaka.
Jilid 25________ Bila ada orang ingin membuatmu terperanjat, cara yang terbaik untuk menghadapinya adalah
balas memandang kearahnya sambil tertawa.
Sebab tertawa selain bisa membuat kau menjadi tenang dan pikiranmu mengendur, orang
yang ingin membuatmu terkejut itu jika melihat kau masih bisa tertawa, mungkin saja dia
malah akan dibikin terperanjat sendiri.
Asal kau bisa menggunakan tepat pada waktunya, tertawapun merupakan suatu senjata yang
paling mujarab. Sekarang Bu ki puns edang belajar untuk mau pergunakan senjata semacam itu.
Yang lebih benar lagi, ternyata sikongcu gemuk itupun sama pandainya mempergunakan
senjata semacam itu. Ia juga sedang tertawa. Tertawanya itu kelihatan seperti agak ketolol tololan, jauh berbeda dengan senyuman Bu ki
yang begitu menawan hati.
712 Sebab dagin diatas wajahnya itu sesungguhnya terlalu banyak, panca inderanya hampir boleh
dibilang disatukan oleh dagin lebih, ini membuata tampangnya seakan akan murung dan sedih
sepnajang masa, sepertinya ia tak pernah merasakan senang atau gembira.
Untung saja Bu Ki sudah tak akan dapat ditipu lagi oleh tampang wajahnya itu.
Katanya sambil tersenyum. "Tentunya kau tidak menyangka bukan aku bisa berada didalam
peti matimu?" "yaa, aku memang sama sekali tidak menyangka"
Setelah tersenyum kembali ujarnya. "Manusia semacam kau ternyata masih bisa masuk
kedalam peti mati tersebut, sesungguhnya hal ini merupakan sesuatu kejadian yang tidak
gampang" "Untung saja belakangan ini tubuhku bertambah kurus"
"Aku bisa melihat wajahmu pasti sudah berubah kurus banyak, jika harus kurus terus,
bagaimana jadinya nanti?"
"Sesungguhnya aku harus bertambah kurus sedikit lagi"
"Kenapa?" Sambil bermuram durja si Kongcu gemuk menghela napas panjang. "Aaai...karena meski aku
bisa masuk kedalam, ternyata sekarang tak bisa keluar dari sini"
Bu ki memandang kearahnya dengan wajah menunjukkan simpatik, katanya: "Sudah barang
tentu kau tidak ingin berbaring terus didalam peti mati itu untuk selamanya bukan?"
"Yaa, aku tidak ingin!" sahut kongcu gemuk itu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali. "Kau harus segera mencari suatu akal yang baik untuk mengatasi kesulitan ini!"
"Aku lihat, agaknya kau tak akan menarikku bangun dari dalam peti mati ini?"
"Yaa, aku tak akan berbuat demikian..." Bu ki harus emngakui kebenaran dari ucapan
tersebut. "Karena kau takut aku menyergapmu menggunakan kesempatan tersebut...?"
Bu ki kembali mengakuinya. "Yaa, seorang harus berhati hati didalam melakukan pekerjaan
apapun selama dia masih bisa berhati hati"
713 "Dapatkah kau membantu aku untuk mencarikan suatu akal lain?"
"Dapat!" "Bagaimana caranya" Cepat katakan!?".
"Paha ayam itu segera akan habis kau makan, bila kau sudah tidak makan ayam nanti, kau
pasti akan menjadi kurus karena kelaparan".
Diawasi orang itu atas sampai kebawah, kemudian dengan wajah gembiria ia berkata lagi:
"Kalau dilihat dari bentuk badanmu sekarang, paling tidak harus menahan lapar selama tujuh
delapan hari lamanya sebelum dapat merangkak bangun dari situ".
Kongcu gemuk itu menjadi ketakukan setengah mati, sambil menunjukkan mimik wajah
seakan -akan setiap saat bakal menangis", katanya:
"Kalau harus menahan lapar selama tujuh delapan hari, bukankah aku bakal mati karena
kelaparan?". "Apakah kau tak mampu?"
"Aku tak akan mampu cara semacam itu tak akan mampu kulakukan, kelaparan sehari saja
aku bisa gila jadinya".
Ditatapnya wajah Bu ki dengan muka minta belas kasihan, terusnya:
"Bukankah tadi kau masih bilang bahwa kita adalah teman, kau harus menolong aku".
Bu ki menggelengkan kepalanya dan menghela napas.
"Akupun sangat ingin menolongmu, cuma sayang aku sendiripun tak menemukan suatu cara
yang baik untuk menolong dirimu".
Mendadak ia berkeplok tangan sambil tertawa, serunya:
"Aaaah!, aku punya akal bagus, aku masih mempunyai sebuah akal lagi untuk menolongmu".
"Akal apakah itu?".
"Asal daging badanmu kupotong sedikit saja, niscaya kesulitan ini bakal teratasi".
Tapi berapa banyak yang harus dipotong?", seru kongcu gemuk itu lagi terkejut.
714 "Tak usah dipotong terlalu banyak, paling banter cuma tujuh delapan puluh kati saja!".
Agaknya ia sendiripun merasa cara ini paling baik, sehingga tanpa bisa ditahan lagi dia
tertawa terbahak-bahak. Belum lama dia tertawa, peti mati itu mulai gemerutukan nyaring. Kemudian, peti mati yang
terbuat dari kayu jati itu tiba-tiba hancur berkeping-keping. Bu ki tak bisa tertawa lagi.
Ia cukup mengerti bahwa kayu jati adalah kayu yang kuat, keras dan tahan lama, tapi sekarang
dengan mata kepala sendiri, ia saksikan kemampuan orang itu untuk menghancurkan kayu jati
tersebut dengan pancaran tenaga dalamnya, siapa saja yang menyaksikan kejadian ini pasti tak
akan mampu tertawa lagi. Kongcu gemuk itu pelan-pelan sedang duduk diatas hancuran peti mati itu, kemudian katanya
sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Agaknya aku tak perlu diiris atau disuruh puasa lagi, nasibku benar-benar amat mujur".
Sambil berdiri dan menepuk bajunya, dia melanjutkan.
"Sekarang, agaknya aku harus memperkenalkan diriku sendiri".
Sambil menuding hidung sendiri dengan jari tangannya yang gemuk dan putih, dia
meneruskan,"Aku she Tong, bernama Tong Koat!".
KEJADIAN MASA LALU TONG KOAT" Si kongcu gemuk yang bebal, ketolol-tololan dan selalu bermuram durja itu
ternyata bukan lain adalah Tong Koat.
Rupanya itu bersih, luas dan udaranya segar.
Bu ki duduk diam diatas sebuah kursi didekat jendela, tiba-tiba ia berkata:
"Tong Koat, apakah namau berasal dari huruf Koat, yang bernama kekurangan?".
"Tepat sekali!".
"Namamu sungguh merupakan sebuah nama yang sangat baik, baiknya bukan kepalang".
Waktu itu Tong Koat juga telah duduk.
Apabila manusia macam semacam dia itu bisa duduk tentu saja ia tak akan berdiri saja.
715 Sayangnya ia tak sanggup untuk duduk di atas bangku, maka terpaksa ia cuma duduk di atas
pembaringan, sambil menyeka keringat dan mengatur napas yang terengah-engah, katanya:
"Sedari dulu kau sudah pernah mendengar namaku?"
"Yaa, banyak sekali yang sudah kudengar tentang dirimu."
"Persoalan apa saja?"
"Ada orang berkata, kau adalah salah seorang manusia yang paling menakutkan di antara
Tong bersaudara, ada pula yang mengatakan kau adalah siluman aneh, sebenarnya aku sama
sekali tidak percaya."
"Bagaimana sekarang?"
"Sekarang aku suda percaya."
Tong Koat segera tertawa terbahak-bahak, sedemikian kerasnya suara tertawa itu sehingga
napas pun ikut terengah-engah.
Kembali Bu-ki berkata: "Lo-sianseng yang pura-pura mabuk itu sebenarnya sudah mampu untuk menerima bidikan
panah yang dipancarkan oleh Hek-thi-han, kenapa secara tiba-tiba ia melarikan diri"
Sebenarnya selama ini pun aku merasa tidak habis mengerti dengan persoalan ini."
"Dan sekarang?" tanya Tong Koat lagi.
"Sekarang aku sudah mengerti."
"Kenapa ia melarikan diri?"
"Sebab walaupun dia tidak terkena anak panah yang dibidikkan oleh Hek-thi-han, tapi ia
sudah terkena senjata rahasiamu."
"Oya?" "Hek-thin-han memiliki tenaga yang besar dan kuat, sekali bidik panahnya bisa meluncur
dengan disertai desingan angin yang amat tajam."
"Yaa, tenaga yang dimiliki saudara itu sesungguhnya memang tidak terlalu kecil," Tong Koat
membenarkan. 716 "Waktu itu, Lo-sianseng tersebut cuma mendengar desingan angin tajam yang terbawa oleh
anak panah tersebut, tapi tidak memperhatikan kalau senjata rahasiamu juga pada saat yang
bersamaan dibidikkan keluar, menunggu ia merasakan akan hal ini, keadaan sudah terlambat."
"Yaa, memang sudah terlambat!"


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu saja dia pun tahu sampai di manakah kelihaian dari senjata rahasia yang dimiliki
keluarga Tong, demi menyelamatkan selembar jiwanya, mau tak mau terpaksa dia melarikan
diri. Tong Koat segera menghela napas panjang.
"Aaai... sayang sekali selembar jiwanya juga mungkin sulit untuk dipertahankan lagi."
"Kau menyuruh Hek-thi-han menghadapi mereka, tujuannya adalah membiarkan mereka
bertarung sendiri, sementara kau akan menjadi seorang nelayan yang beruntung."
"Tong Giok adalah saudaraku, kalau aku turun tangan sendiri, mereka pasti akan
menggunakan Tong Giok untuk menggertak aku, terpaksa aku harus menggunakan cara ini
agar mereka sendiri pun tidak tahu apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi."
Sambil bermuram durja, kembali ia menghela napas panjang, katanya:
"Kau adalah sahabat karibnya Tong Giok, tentunya kau juga harus mengerti akan kesulitan
yang sedang kuhadapi, kau sepantasnya memaafkan diriku......"
"Kau juga tahu kalau aku adalah sahabat karibnya Tong Giok?"
"Tentu saja aku tahu, kalau bukan sahabat karibnya, mengapa kau musti bersusah-payah
untuk mengantarnya pulang?"
"Sekarang, tentunya ia sudah kau antar pulang ke benteng keluarga Tong, bukan?"
"Luka yang dideritanya tidak enteng, aku harus berusaha keras untuk mencari orang serta
menyembuhkan luka yang dideritanya itu."
Setelah tertawa, katanya lagi:
"Sebetulnya aku ingin meninggalkan perempuan yang tak suka memakai pakaian itu
untukmu, tapi aku tahu kau pasti tak akan mampu untuk menghadapinya, maka terpaksa aku
harus menggotong peti mati itu berikut kedua orang tersebut pulang ke benteng keluarga
Tong, kemudian mengganti sebuah peti mati lain ke mari."
717 "Jadi kalau begitu, kau memang bermaksud baik kepadaku, sepantasnya kalau kuucapkan
banyak terima kasih kepadamu."
"Yaa, aku memang bermaksud baik."
"Terima kasih."
"Tak usah sungkan-sungkan!"
"Selamat tinggal!!"
Tong Koat menjadi tertegun.
"Apa artinya selamat tinggal?" serunya.
"Selamat tinggal artinya adalah aku minta kepadamu untuk pergi meninggalkan tempat ini."
"Mengapa kau harus pergi?"
"Sebab aku sudah tiada perkataan lain-lain lagi untuk dibicarakan dengan dirimu?"
"Mengapa sudah tiada perkataan lain lagi?"
Bu-ki tertawa dingin, serunya:
"Kau toh sudah tahu kalau aku adalah sahabatnya Tong Giok, tapi di dalam persoalan apa pun
kau selalu mengelabui diriku, selalu menggoda aku, membuat aku sendiri pun menganggap
diriku sebagai orang bodoh, apalagi yang harus kukatakan lagi kepadamu?"
Semakin berbicara ia merasa semakin gusar, sehingga akhirnya dia berteriak keras:
"Selamat tinggal!"
Kali ini dia yang pergi lebih dulu, sambil beranjak tanpa berpaling lagi segera pergi
meninggalkan tempat itu. Ranjang sudah barang tentu tak akan diletakkan di depan meja.
Sebetulnya Tong Koat masih duduk di atas ranjang, tampaknya untuk berjalan selangkah saja
sudah enggan. Tapi, ketika Bu-ki sudah hampir sampai di depan pintu, ternyata Tong Koat sudah berdiri di
sana. 718 Sekalipun di sana ada seorang yang bertubuh lebih kurus daripada Tong Koat, Bu-ki pun
jangan harap bisa keluar dari sana.
"Apa arti dari kata selamat tinggal, tentunya kau cukup memahami, bukan.......?"
"Yaa, aku merasa paham sekali."
"Kalau toh kau enggan pergi, terpaksa aku yang harus pergi meninggalkan tempat ini."
"Kau jangan pergi dulu, jika kau pergi maka aku bisa payah."
"Kenapa?" "Sebab nenek moyang kami menyuruh aku untuk membawamu pulang ke rumah."
"Siapakah nenek moyangmu itu?"
"Nenek moyang kami itu adalah nenek Tong Giok, atau ibu dari ayah kami.......!"
***** CIANGBUNJIN dari keluarga Tong di wilayah Seechuan adalah Tong Ciu. Hok-siu-siangcuan
(rejeki dan umur semuanya sempurna) Tong toa-sianseng, Tong Ciu.
Lo-sianseng ini selama hidupnya jarang sekali berkelana di dalam dunia persilatan, dia pun
belum pernah melakukan suatu perbuatan yang menyalahi orang lain, akan tetapi nama
besarnya telah termashur di seantero jagad....
Orang semacam ini tentu saja seorang yang punya hok-ki, lagipula seorang yang bisa berumur
panjang. Selama hidupnya dia mempunyai tiga orang istri dan mempunyai tiga orang putra, lotoa
adalah Tong Koat, sedang si bungsu adalah Tong Giok.
Masih ada seorang lagi adalah Tong Ou yang beberapa tahun belakangan ini nama besarnya
makin lama semakin termashur di dalam dunia persilatan.
Selama dua tahun belakangan ini, nama besar Tong Ou boleh dibilang hampir sejajar dengan
nama besar dari Tong ji-sianseng di masa lampau.
Sekarang, lambat laun Bu-ki mulai percaya bahwa di antara saudara keluarga Tong,
sesungguhnya yang paling menakutkan bukan Tong Ou, melainkan adalah Tong Koat.
Kata Tong Koat: 719 "Selama hidup, orang yang paling kutakuti bukan lain aadlah nenek moyang kami itu."
"Kau takut, aku tidak takut."
"Bukankah kau adalah sahabat karibnya Tong Giok?" tiba-tiba Tong Koat bertanya.
"Tentu saja!" "Bila nenek dari sahabat karibmu ingin bertemu dengan kau, mengapa kau tidak pergi
menjumpainya?" Sesudah termenung sebentar, akhirnya Bu-ki menghela napas panjang.
"Seandainya dia orang tua benar-benar hendak menyuruh aku ke sana, terpaksa aku harus ke
sana juga." Tentu saja dia harus pergi, sesungguhnya dia memang akan ke sana, sebab tujuan yang
sebenarnya adalah berkunjung ke benteng keluarga Tong.
Tadi sebetulnya dia sedang memasang perangkap maju kemudian mundur lebih dulu, sebab
berhadapan dengan manusia seperti Tong Koat, tentu saja dia harus menggunakan sedikit
akal. Karena itu dia tetap berusaha untuk mendebat, katanya:
"Tapi, aku tak dapat pergi dengan begitu saja pada saat ini."
"Kenapa?" "Sebab sekarang, bahkan aku sendiripun merasa diriku adalah seorang tolol, seorang tolong
yang asli" "Akhirnya Tong Koat memahami juga arti dari perkataannya itu, dia berkata: "Apakah kau
menginginkan diriku untuk menceritakan kejadian ini dari awal sampai akhir?"
Bu ki tidak menjawab. Tidak mnejawab biasanya berarti telah mengakuinya.
Tong Koat segera berkata: "Bukankah peti mati ini kau beli di sebuah toko penjual peti yang
memakai mereka Lo an ki?" "Benar!"
Tauke pemilik toko peti mati Lo an ki tersebut bukankah seorang she Ciu yang berasal dari
Lui Ciu?" 720 "Benar!" "Bukankah dia secara khusus mengirim dua orang putra untuk menghantar peti mati itu ke
rumah penginapan yang kau tinggal itu, bahkan membantu dirimu pula untuk membaringkan
orang itu kedalam peti mati..."
"Darimana kau bisa mengetahui tentang soal ini?"
"Terusterang kuberitahukan kepadamu, mereka tidak she Ciu melainkan she Tong. Ciu tauke
tersebut adalah seorang saudara Tong yang agak jauh dari keluarga kami, mereka semua kenal
dengan TOng GIok, maka begitu kau berangkat mereka lantas mengirimkan berita ini
kepadaku lewat burung merpati"
Bu ki seperti agak tertgegun setelah mendengar perkataan itu.
Padahal persoalan tersebut adalah diketahuinya sedari dulu. Ciu tauke sperti juga sigemuk she
Ong yang menjual daging, mereka adalah mata mata keluarga Tong yang semuanya disiapkan
disitu. Itulah sebabnya mengapa ia sengaja membeli peti dirumah penjual peti mati tersebut
kemudian sengaja membiarkan mereka melihat diri Tong Giok.
Tapi sekarang dia harus memperlihatkan wajah kekagetan yang luar biasa.
Sekarang, dia baru tahu kalau dirinya berbakat yang baik sebaiknya untuk bermain sandiwara
bahkan dia sendiripun hampir tidak mempercayainya.
TIba tiba Tong Koat berkata:
"Kau tahu siapakah lo sianseng yang secara tiba tiba melarikan diri itu?"
Bu ki segera menggeleng. Sekarang dia masih dalam ekadaan terkejut, sepatah katapun tak sanggup dia ucapkan, maka
dia hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Dia she Sun!" TOng koat menerangkan.
Sekarang Bu ki sudah dapat berbicara lagi, dia berkata: "Banyak sekali ornag she Sun di
dunia ini!" "Tapi pada generasinya nenekku dulu, orang yang paling termashur namanya di dalam dunia
persilatan adalah orang she Sun"
721 "Tapi aku dengar orang yang paling tersohor di dalam dunia persilatan waktu itu bukan she
Sun melainkan she Li"
"Kau maksudkan Siau li tam hoa?"
"Benar!" yang dimaksudkan sebagai Siau li tam hoa (Li kecil pengintip bunga) adalah Li Sun hoan.
Golok terbang SIau li, tak pernah meleset dari sasaran! Bukan saja dia adalah seorang dewa
golok, diapun dewa diantara manusia.
Seribu tahun kemudian mungkin manusia dapat menciptakan sejenis senjata yang jauh lebih
cepat, tepat dan dahsyat daripada golok terbangnya Li Sun hoan. Tapi di dunia ini, selamanya
tak akan menemukan Siau li tam hoa kedua! Bayangan dalam benak manusia, selamanya juga
tak dapat digantikan oleh orang kedua.
TOng Koat tak bisa tidak harus mengakui akan tepatnya pandangan BU ki, siapapun di dunia
ini mau tak mau harus mengakui akan kebenaran ucapan tersebut.
Menyinggung soal golok terbang Siu li, bahkan Tong Koat sendiripun menunjukkan sikap
yang sangat menghormat. "Sampai saat ini, belum pernah kudengar ada manusia lain yang jauh lebih mengesankan dan
jauh lebih terhormat daripada dirinya di dnuia persilatan ini"
"Tapi didalam kitab senjata tajam yang disusun oleh Pek Siau Seng. Siau li hui to tidak
tercantum pada barisan pertama. Tempat pertama diisi oleh Thian Ki It kun"
Hal ini merupakan kenyataan, Bu ki tak bisa tidak untuk mengakui kebenaran dari ucapan
tersebut. Pek Siau seng adalah seorang manusia yang pintar dan tersohor dalam dunia persilatan waktu
itu, dia selain cerdik, pergaulannya luas dan lagi pula berpengetahuan luas.
Sekalipun ia pernah berbuat suatu kesalahan besar yang tak bisa diampuni di masa tuanya
karena kecerdasan yang dimilikinya. Tapi ketika ia menulis kitab senjata tajam, sikapnya
sangat adil dan tidak berat sebelah. Oleh karena itu orang persilatan pada waktu itu merasa
bangga sekali bila namanya dapat turut tercantum di dalam kitab senjata tajam.
Dalam kitab senjata tajam itu, toya dari Thian ki lojin serta gelang dari Sangkoan Kim hong
berada di urutan atas dari nama Siau li hui to.
722 Kemudian meskipun Thian Ki lojin tewas di tangan Sangkoan Kim hong, sedangkan Kim
hong juga tewas di ujung golok terbang Siau li, akan tetapi tak ada orang yang beranggapan
bahwa urutan nama dari Pek Siau-seng itu tidak adil.
Sebab unsur paling penting yang menentukan menang kalahnya suatu pertarungan, bukanlah
pada ilmu silat belaka, tapi situasi, keadaan, kondisi badan serta perasaan mereka pada waktu
itu, juga merupakan unsur penting yang menentukan kalah menang mereka.
"Thian ki lojin she Sun" kata Tong Koat, "Lo sianseng yang pandai berpura-pura mabuk itu
adalah keturunannya. Sekalipun kepandaiannya menotok jalan darah bukan tiada
tandingannya di dunia ini, akan tetapi jarang sekali ada orang yang sanggup untuk
menandinginya" Pelan pelan dia melanjutkan:
"Sun lo sianseng itu bukan lain adalah paman dari Lui Ceng-thian, tongcu Pek lek tong!"
Bu-ki sama sekali tidak merasa tercengang atau diluar dugaan terhadap berita tersebut, sebab
dia sudah menduga kalau kakek itu mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan
keluarga Lui!" "Lantas siapa pula perempuan yang tak suka memakai baju itu" Tentunya kau lebih-lebih tak
akan bisa menduga" "Oh yaa?" "Dia bukan lain adalah istri Lui Ceng thian yang lama!"
Berita ini memang sedikit diluar dugaan.
"Setelah kukatakan kalau dia adalah bekas istrinya Lui Ceng thian, tentunya kau lantas
beranggapan bahwa Lui Ceng thian telah memberi pensiun kepada istrinya, karena dia hendak
mengawini adik perempuanku yang cantik jelita itu bukan?" kata Tong Koat.
"Memangnya bukan?"
Tong koat segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Sejak lima tahun berselang, Lui Ceng thian telah memberi pensiun kepadanya. Waktu itu
kami malah sama sekali belum menyinggung soal perkawinan tersebut"
"Mengapa Lui Ceng thian memberi pensiun kepada istrinya itu?" tanya Bu-ki.
Tong koat menghela napas panjang.
723 "Jika seorang lelaki hendak memberi pensiun kepada istrinya, tentu saja dia mempunyai
banyak alas an yang tak bisa diterangkan kepada orang lain, kalau dia sendiri tidak
menerangkan, bagaimana mungkin orang lain bisa mengetahuinya"
Kemudian sambil memicingkan matanya, dia melanjutkan.
"Tapi aku rasa kau pasti dapat melihatnya sendiri, Lui hujin yang sudah dipensiun itu
bukanlah seorang perempuan yang setia. Bila sampai mengawini perempuan semacam ini
sebagai istrinya, jelas itu bukan suatu kemujuran"
Agaknya Bu-ki tak ingin membicarakan terus tentang persoalan ini, kembali dia bertanya,
"Apakah keinginannya untuk berkunjung ke benteng keluarga Tong adalah untuk pergi
mencari Lui Ceng-thian?"
"Sejak meninggalkan Lui Ceng-thian, kehidupannya di luar tidak terlalu baik, maka dia ingin
kesana untuk memberi kesulitan kepada Lui Ceng-thian"
Setelah menghela napas panjang, dia melanjutkan,
"Semua perempuan di dunia ini adalah sama saja, bila kehidupannya sendiri kurang baik,
maka diapun tak ingin menyaksikan kehidupan orang lain dilewatkan dengan baik. Padahal
seandainya dia sudah kawin lagi dengan seorang suami yang berkenan di hatinya, sekalipun
Lui Ceng-thian belutut sambil memohon kepadanya, belum tentu dia akan memperdulikan"
Bu-ki tidak membantah. Perkataan tersebut bukannya sama sekali tak beralasan:
"Sekarang Lui Ceng-thian sudah menjadi menantunya keluarga Tong kami" kata Tong koat,
"diapun merupakan cucu mantu paling disenangi oleh nenek kami, tentu saja kami tak akan
membiarkan orang lain memberi kesulitan baginya"
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya lagi dengan hambar,
"Apalagi belakangan ini dia sudah tinggal di dalam benteng keluarga Tong, entah siapapun itu
orangnya, jika dia berminat untuk mencari gara-gara di dalam benteng keluarga Tong, maka
dia pasti sudah salah mencari tempat"
Itupun merupakan suatu kenyataan!
724 Nama besar benteng keluarga Tong dari wilayah Szechwan, sudah amat termasyur dalam
dunia persilatan, sekalipun orang yang bermaksud mencari gara-gara itu bisa masuk dalam
keadaan hidup, belum tentu ia bisa keluar lagi dalam keadaan hidup pula.
"Mengapa keempat saudara dari keluarga Lui juga mengikuti dirinya untuk mencari Lui
Cheng-thian?" Sekali lagi Tong koat memicingkan matanya sambil tersenyum,
"Agaknya bukan suatu pekerjaan yang terlalu menyulitkan bagi seorang perempuan semacam
dia, untuk mencari beberapa orang lelaki yang bersedia untuk menjual nyawa baginya, tentu
saja kau sendiri juga bisa memikirkannya sampai ke situ bukan?"
Bu-ki tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Dia seakan-akan terbungkam dalam seribu
bahasa. Ia tahu apa yang diucapkan Tong koat memang tidak bohong, ucapan itu sangat beralasan
sekali. Tanpa terasa dia terbayang kembali akan sepasang matanya yang jeli, kulit badannya yang
putih bagaikan susu, sepasang pahanya yang langsing tapi kencang.
Diam-diam ia bertanya kepada diri sendiri, Seandainya dia menyuruh aku untuk melakukan
sesuatu, apakah akupun akan melakukan baginya"
Dengan sepasang mata yang hampir dipicingkan semua, Tong Koat sedang memperhatikan
dirinya, lalu katanya sambil tersenyum:
"Sekarang apakah kau sudah bersiap-siap untuk turut aku pulang ke benteng keluarga Tong?"
"Benar!" ***** Dalam benteng keluarga Tong Bulan empat tanggal dua puluh dua, udara cerah.
Kejadian di benteng keluarga Tong. Bagaimanapun licik dan berbahayanya dunia persilatan,
namun keadilan selalu ada selama seseorang berbakat dan berkemampuan, dia pasti akan
ternama. Bila seseorang sudah ternama, maka apapun yang dikehendaki dapat diraihnya dengan


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mudah, jalan kehidupannya juga akan mengalami perubahan drastis, berubah menjadi
mentereng, menjadi cerah dan besar, cuma sayang kehidupan mereka seringkali pendek
bagaikan bintang kejora yang lewat di angkasa.
725 Karena mereka semua adalah jago-jago persilatan. Kehidupan orang persilatan pada dasarnya
memang tak berakar, bagaikan daun kering yang terhembus angin, bagaikan ..... yang
diombang-ambingkan air. Dalam sejarah tiga ratus tahun belakangan ini, entah kenapa banyak enghiong yang
bermunculan dalam dunia persilatan dan berapa banyak enghiong yang tenggelam dengan
begitu saja. Di antaranya tentu saja ada sementara orang yang kehidupannya kekal dan abadi, mungkin
dikarenakan semangat mereka tak pernah mati, meski badan sudah mati semangat tak pernah
mati. Mungkin juga dikarenakan mereka sendiri meski sudah mati, tapi anak cucunya masih tetap
merupakan suatu himpunan kekuatan yang tak tergoyahkan dalam dunia persilatan, maka
nama besar mereka pun tak pernah punah dari dunia.
Selama tiga ratus tahun ini, kekuatan yang masih bisa berdiri utuh dalam dunia persilatan
tanpa tergoyahkan selain partai Siau-lim, Bu-tong, Kun-lun, Tiam-cong dan Khong Tong
beberapa partai persilatan yang bersejarah cemerlang, masih ada pula beberapa buah keluarga
persilatan yang besar. Di antara keluarga-keluarga persilatan ini meski di antaranya karena leluhur mereka
mengorbankan diri demi keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan sehingga
mendapatkan rasa hormat orang lain terhadap mereka, tapi sebagian besar adalah disebabkan
karena mereka sendiri memiliki semacam kemampuan dan kepandaian silat yang luar biasa
dan tak terkalahkan, maka mereka tetap bertahan dalam dunia ini tanpa tergoyahkan....
Di antaranya ada yang tersohor karena ilmu pertabibannya yakni Tio Kian-cay, ada yang
tersohor karena ilmu dalam airnya Thian Hi tong, ada pula keluarga Lamkiong yang
mempunyai kekayaan luar biasa, ada pula Ngo-hou Phang-keh (keluarga Phang) yang hebat
karena ilmu goloknya, juga Pek-lek-tong yang tersohor karena ilmu senjata apinya.
Di antara keluarga-keluarga persilatan kenamaan ini, yang paling besar kekuatannya dan
paling tersohor namanya, tentu saja keluarga Tong dari propinsi Szuchwan.
Senjata rahasia dari keluarga Tong amat tersohor dalam dunia persilatan, hingga kini belum
ada senjata rahasia kedua yang bisa menggantikan kedudukan ini.
Semua anak keturunan keluarga Tong yang melakukan perjalanan dalam dunia persilatan,
semuanya merupakan jago-jago yang disegani orang.
726 Benteng keluarga Tong yang berada di bawah bukit di luar kota Gi-sia tersebut, setelah
melalui pembangunan selama banyak tahun, dari beberapa petak rumah biasa, kini telah
berkembang menjadi sebuah kota kecil.
Di tempat ini, dari sandang-pangan sampai hiburan ada secara komplit, bahkan termasuk juga
penguburan atau perkawinan, setiap benda dapat diperoleh di sana, setiap benda bisa
didapatkan secara berlimpah, hal mana sedikit banyak mengejutkan juga orang banyak.
Yang lebih hebat lagi, rumah makan yang paling tersohor di wilayah Szuchwan, toko kain
yang paling modern dan toko kelontong yang paling lengkap, semuanya dapat ditemukan
dalam benteng keluarga Tong.
Semua anak cucu keluarga Tong hampir seluruhnya memiliki kepandaian yang khusus,
dengan menggunakan kemampuan sendiri mereka mencari uang lalu dihamburkan kembali di
toko-toko tersebut. Semua kekuatan, semua kemampuan, harta kekayaan hanya terbatas boleh beredar di sekitar
wilayah itu saja. Hari berganti hari, tahun berganti tahun, tentu saja benteng keluarga Tong makin lama
semakin makmur, makin lama semakin bertambah besar dan megah.
Akhirnya Bu-ki sampai juga di benteng keluarga Tong.
Anehnya, ia sama sekali tidak merasa gejolak emosi yang hebat atau perasaan tegang yang
luar biasa. Di dunia ini sebetulnya memang ada sejenis manusia yang semenjak dilahirkan sudah cocok
untuk berpetualangan, menyerempet bahaya, di hari biasa mungkin dia akan tegang dan
gelisah bila menghadapi urusan kecil, tapi bila sudah berjumpa dengan bahaya yang sungguh,
mereka sebaliknya malah berubah menjadi tenang.
Kebetulan Bu-ki adalah manusia semacam ini.
Cuaca amat cerah, bukit berderet nan hijau, bangunan rumah yang berlapis-lapis
dan genteng yang berwarna semu hijau tampak memanjang dari kaki bukit sampai tengah
bukit sana. Berdiri memandang tempat Bu ki berdiri sekarang, siapa saja pasti akan terpesona oleh
pemandangan alam yang sangat indah itu.
Alam yang indah dapat memberikan perasaan megah, mentereng dan puas bagi siapapun yang
melihatnya. 727 "Itulah benteng keluarga Tong!" Tong Koat menerangkan.
Nadanya penuh dengan rasa bangga dan angkuh:
"Coba kau lihat, bagaimana dengan tempat ini?"
Bu ki segera menghela napas panjang.
"Aaii, betul-betul luar biasa!" pujinya.
Ucapan tersebut benar-benar muncul dari dasar hatinya.
Cuma di kala mengucapkan kata-kata itu, dalam hatinya segera timbul perasaan ngeri yang
dalam. Sekalipun dia tak pernah menilai rendah musuhnya, tapi kehebatan dari musuhnya terbukti
jauh di luar dugaannya semula.
Mau tak mau dia menguatirkan keselamatan Tay Hong tong, bila tidak muncul kemukjijatan,
boleh dibilang mustahil baginya untuk mengalahkan seorang musuh seperti ini, padahal
kemukjijatannya terang sulit bisa dijumpai.
Di ujung jalan sana adalah pintu gerbang keluarga Tong, masih bercat biru dan cat itu belum
kering. "Setiap tahun sebelum sembahyang Bakcang, kami selalu mengecat kembali pintu gerbang
ini!" Tong Koat menerangkan.
"Kenapa?" "Karena di saat sembahyang Bakcang, kebetulan sekali adalah ulang tahun kakek moyang
kami, dia orang tua suka akan keramaian, setiap tahun bila sudah sampai waktunya, kami
semua akan mengucapkan selamat panjang umur kepadanya, menggunakan kesempatan itu
semua orangpun akan berpesta pora dengan riang gembira"
Bu ki bisa membayangkan betapa ramainya suasana pada hari itu.
Biasanya di hari keramaian seperti ini setiap orang pasti akan mengendorkan kewaspadaannya
pada diri sendiri, mereka pasti akan berusaha untuk mencari kesenangan, mencari kenikmatan
dan minum-minuman sampai mabuk dan tak dapat dihindari lagi. Asal ada kembang api, ada
sandiwara opera, ada arak, tiga macam kesenagan tersebut, pasti pula akan terjadi
keteledoran. Bila mereka sampai teledor, itu berarti suatu kesempatan yang sangat baik buat
Bu ki untuk beraksi. 728 "Sekarang, jaraknya dengan perayaan itu masih setengah bulan" kata Tong Koat lagi,
"inginkah kau tinggal di sini sambil ikut menghadiri keramaian tersebut?"
"Bagus sekali..." jawab Bu ki sambil tertawa.
Pintu gerbang terbentang lebar, tidak nampak suasana tegang, tidak nampak suasana serius,
tiada pula penjagaan yang dilakukan dengan sangat ketat.
Setelah memasuki pintu gerbang, maka mereka menelusuri sebuah jalan raya beralaskan batu
hijau yang rapi dan bersih, setiap batu hijau tersebut seakan-akan disikat sampai berkilat
seperti cermin. Di kedua belah sisi jalan terdapat beraneka ragam toko dan warung, bangunannya rapi dan
mentereng, barang jualannya komplit dan selalu kelihatan penuh.
Sambil tersenyum Tong Koat berkata,
"Orang lain selalu mengira benteng keluarga Tong adalah suatu gua naga gua harimau,
padahal kami sangat bergembira menerima kunjungan orang lain, siapa saja boleh datang
kemari dan siapa saja akan kami sambut dengan senang hati"
"Sungguh?" Tong Koat segera memicingkan matanya sambil tertawa, katanya:
"Kau juga seharusnya dapat melihat tempat ini adalah suatu tempat yang gampang untuk
menghamburkan uang, bila ada orang yang menghamburkan uang di sini, kami baru ada
untung untuk dipakai, setiap orang tentu akan menyambut kedatangan orang-orang yang bisa
mendatangkan keuntungan baginya"
"Seandainya disamping menghamburkan uang, mereka juga ingin melakukan perbuatan yang
lain?" "Hal itu tergantung pada perbuatan apakah yang hendak dia lakukan"
"Seandainya datang untuk mencari gara gara?"
"Tempat kamipun tersedia toko penjual peti mati, bukan saja barangnya murah, kadangkala
bahkan gratis tanpa dibayar"
Setelah tertawa, kembali katanya: "Tapi selain peti mati, setiap barang yang dijual warung
warung disini tidak murah harganya, kadangkala kami sendiripun kena digorok harganya oleh
mereka" 729 Bu ki dapat melihat satu hal, setiap barang yang dijual di warung warung tersebut, hampir
seluruhnya adalah barang barang yang berkwalitas tinggi.
Para pemilik dan pelayan toko semuanya menyambut di luar pintu dengan senyuman dikulum
apalagi ketika melihat kedatangan Tong Koat dari kejauhan, mereka menyapa bahkan
menunjukkan sikap yang hangat, ramah dan kegembiraannya yang tak terlukiskan dengan
kata kata. Bu ki segera tersenyum, katanya: "Aku lihat setiap orang yang berada disini seakan akan pada
suka denganmu" Tong Koat menghela napas panjang. "Aaai... kau keluru kalau berkata demikian" gumamnya.
Sengaja dia merendahkan suaranya lalu berbisik. "Mereka bukan suka dengan diriku, mereka
hanya suka dengan uang dalam kocekku, bila kau menginginkan seseorang
mempersembahkan seluruh isi koceknya kepadamu, maka kau harus menunjukkan dulu sikap
gembira dan senangnya kepada orang itu"
Tampaknya dia mempunyai hubungan yang cukup baik dengan semua orang disitu.
Toko yang paling bagus, paling mentereng dan paling anggun diantara deretan toko itu adalah
toko penjual benda antik serta bedak dan gincu, pada hakekatnya jauh lebih besar daripada
Poo sik Kay diibukota. Dua buah tandu besar berhenti diluar pintu yang terdiri dari enam buah itu, seorang lelaki
muda yang sangat tampan dan memakai topi kecil berwarna hijau dengan menggunakan
dialek yang halus sedang menyapa kearah Tong Koat.
Agaknya dialek yang paling sering digunakan ditempa ini adalah dialek ibu kota yang halus,
terutama sekali pelayan pelayan toko, hampir tak pernah terdengar dialek dari wilaya sechuan
sendiri, pada hakekatnya berjalan jalan disepanjang jalan raya tersebut, bagaikan sedang
berjalan jalan di ibukota.
Tong koat memandang sekejap kearah ke dua buah tandu itu, kemudian katanya. "Apakah
Sam koh say say sedang melariskan daganganmu?"
Pemuda tampan itu segera tertawa paksa, sahutnya. "Sam koh naynay (nyonya muda ke tiga)
tak pernah melupakan kami, tidak seperti kau, dalam setahun belum tentu melariskan
dagangan kami satu kali"
Tong Koat segera tertawa. "Aku toh belum kawin, buat apa membeli pupur dan gincu" Untuk
membedaki pantat?" 730 Tiba tiba dari dalam toko terdengar seseorang berseru. "Siapa yang sedang berbicara diluar"
Kenapa mulutnya tidak bersih" Cepat suruh orang untuk mencuci bersih mulutnya yang kotor
itu" Suaranya lemah lembut dan merdu sekali seperti bunga teratai yang masih segar saja.
Tong Koat segera menjulurkan lidahnya dan tertawa getir, buru buru serunya: "Aduh celaka,
rupanya kali ini aku sudah mencari gara gara dengan sarang lebah...!"
Kali ini ia benar benar merendahkan suaranya, karena ia benar benar tak berani mengusik Koh
naynay tersebut. Dari dalam toko bedak muncul dua orang nyonya cantik yang bergaun panjang sekali.
Perawakan tubuh mereka cukup tinggi dan semampai, gaun yang dipakai sangat serasi, kalau
berjalan juga lemah gemulai, ditengah kegenitan terbawa kegagahan, ditengah kelembutan
terbawa kegenitan. Yang berjalan dipaling depan itu berusia agak tua, kulit badannya putih bersih, matanya
berbentuk bulat telur dan tampak beberapa titik burik diatas pipinya yang halus, sepasang
matanya yang jeli dan bersinar tajam itu kelihatan bening dan sangat menarik sekali.
Ketika Tong Koat menjumpai kemunculannya, ternyata dengan sikap yang menghormat
sekali dia membungkukkan badan sambil menjura, kemudian sambil tertawa paksa katanya:
"Koh nay-nay baik-baikkah kau?"
Dengan senyum tak senyum Koh nay-nay tersebut memandang ke arahnya, lalu menjawab:
"Aku masih mengira siapa yang datang, ternyata adalah kau! Hei, sedari kapan kau belajar
menggosokkan pupur di atas pantatmu itu?"
Orangnya seperti juga dengan suaranya kedengaran merdu merayu, sedikitpun tidak memberi
kesempatan kepada orang lain.
Perempuan yang lain itu segera tertawa cekikikan.
"Hi..hi...hi..hiiih... seandainya toa koan betul - betul memakai pupur untuk menggosok...
menggosok tempat itu...hi.hi..hi.. melihat itunya segede gajah, waaah... tiga kati pupur
wangipun belum tentu cukup untuk membedaki rata itunya...."
suara tertawa perempuan ini bagaikan bunyi keleningan, sepasang matanya juga seperti
keleningan, mata bulat, besar lagi.
731 Tapi begitu dia mulai tertawa, matanya yang besar itu segera berubah menjadi sipit seperti
sebuah garis, garis yang berliuk-liuk, cukup untuk membelenggu lelaki manapun juga.
Selama berada di hadapan mereka, Tong Koat berubah menjadi alim sekali, bukan cuma alim,
malah kelihatan ketolol-tololan.
Dia selalu tertawa kebodoh-bodohan, kecuali tertawa kebodoh-bodohan, tak sepatah katapun
yang diucapkan. Bu ki juga tertawa. Dia tak pernah menyangka kalau dalam benteng keluarga Tong masih terdapat perempuan
yang begitu menarik dan begitu menawan hati.
Walaupun perempuan bermata segede keleningan ini masih kecil usianya, sesungguhnya juga
tidak terlampau kecil, kelihatannya mirip sekali dengan seorang nona cilik, seorang nona cilik
yang setiap orang merasa ingin menciumnya bila bertemu dengannya.
Koh nay-nay itu lebih menarik lagi.
Walaupun dia tak bisa dibilang terlalu cantik, tapi ia periang, segar cemerlang, bagaikan sebiji
buah pir yang baru dipetik dari atas pohon....
Lagipula merekapun pandai sekali melihat gelagat, mereka sama sekali tidak memberikan
suatu kejelekan buat Tong Koat.
Dengan cepat kedua orang itu sudah naik ke dalam tandunya, tandu itupun dengan cepat
digotong pergi. Menanti tandu-tandu itu sudah jauh dari pandangan mata, Tong Koat baru menghembuskan
napas lega, kemudian sambil menghela napas katanya,
"Tahukah kau, siapakah Koh nay-nay itu?"
"Tidak tahu!" "Dia adalah musuh tandinganku!"
"Kau takut kepadanya?"
"Bukan cuma takut saja, orang yang tidak takut kepadanya dalam benteng keluarga Tong ini
boleh dibilang cuma beberapa gelintir manusia saja..."
"Ia kelihatannya tidak begitu menakutkan, mengapa kalian jeri kepadanya?"
732 "Dia adalah salah seorang yang paling disukai oleh nenek moyang kami, meski usianya tidak
besar tapi tingkatannya sangat besar, kalau dihitung-hitung dia masih terhitung bibiku
ditambah lagi adatnya yang suka mencampuri urusan orang, aiii.... persoalan apa saja dia
tentu mencampuri, siapapun orangnya dia tentu merasa tak senang, bila ada orang berani
mengusiknya, nenek moyang kami akan marah-marah!"
Sesudah menghela napas panjang, katanya lagi sambil tertawa getir.
"Coba bayangkan sendiri, menakutkan tidak manusia semacam itu?"
"Yaa, menakutkan sekali" jawab Bu ki.
"Untung saja dia toh akan kawin juga!"
"Siapa yang berani kawin dengan manusia yang begitu menakutkan itu....?"
"Sebenarnya sih tak ada yang mau, tapi akhirnya toh ada seorang juga yang mau"
"Siapa?" "Aku tak boleh bilang"
"Cuaca hari ini sungguh nyaman" kata Bu ki kemudian.
"Hei, kita toh sedang membicarakan Koh nay nay kami yang hendak kawin, kenapa secara
tiba-tiba kau bicarakan soal cuaca?"
"Ya, karena soal Koh nay-naymu yang akan kawin itu tak bisa dibicarakan lagi"
"Kau ingin tahu?"
"Ya, aku ingin tahu"
"Kalau memang begitu, kau harus memaksa kepadaku untuk mengatakannya keluar"
"Bagaimana caranya memaksa?"
"Bila kau memperingatkan kepadaku, bila tidak kukatakan maka kau tak akan bersahabat
denganku, maka pasti akan kukatakan"
"Baik, kalau tidak kau katakan maka aku tak akan bersahabat dengan dirimu"
"Akan kukatakan!"
733 "Siapakah yang berani mengawininya?"
"Sangkoan Jin!"
Sangkoan Jin, Sangkoan Jin, Sangkoan Jin!
Bu ki telah menaksir nama itu di dalam hatinya, menggunakan pisau yang dinamakan
"dendam kesumat" untuk mengukirnya, sambil mengukir sambil melelehkan air mata dan


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil mengucurkan darah.
Tapi sekarang, ketika ia mendengar nama tersebut, ternyata sama sekali tiada reaksi apa-apa
darinya, siapapun itu orangnya tak akan bisa menarik kesimpulan dari mimik wajahnya kalau
dia dan Sangkoan Jin mempunyai hubungan yang akrab.
"Tahukah kau tentang manusia yang bernama Sangkoan Jin itu?" tanya Tong Koat.
"Aku tahu" "Kau benar-benar tahu?"
"Dia adalah salah seorang di antara tiga pentoaln Tay Hong tong, ia telah membunuh
sahabatnya yang paling akrab Tio Kian, kemudian menggunakan batok kelapa Tio Kian
sebagai hadiah untuk musuh bebuyutan Tay Hong tong Lui Ceng Thian"
Ternyata ia tertawa lebar, kemudian melanjutkan.
"Sekalipun aku sangat jarang melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, tapi peristiwa ini
pernah kudengar dari cerita orang"
"Kau pernah mendengarnya dari siapa?"
Tong Giok yang menceritakan hal ini kepadaku. Tong Koat segera menghela napas panjang.
"Aaaai... sekarang aku baru tahu, Tong Giok benar-benar baik sekali kepadamu, bahkan
kejadian semacam inipun mau dia ceritakan kepadamu"
"Sekarangpun aku baru tahu kau memang benar-benar baik sekali kepadaku, ternyata kejadian
semacam inipun mau menceritakannya kepada diriku"
Tong Koat segera tertawa.
Bu ki juga tertawa. 734 "Tahukah kau di dalam benteng keluarga Tong, selain dia masih ada seorang siau Koh nay
nay lagi?" tanya Tong Koat.
"Tidak tahu!" "Siau koh nay nay itupun sama saja suka mencampuri urusan orang, dia juga merupakan
seorang musuh tandinganku"
"Mengapa kau takut kepadanya?"
"Sebab dia adalah adik perempuanku"
Seorang kakak takut dengan adiknya, kejadian ini bukan suatu kejadian yang aneh, memang
banyak kakak yang takut dengan adiknya.
Tentu saja hal ini bukan dikarenakan adiknya benar-benar menakutkan, melainkan karena
adiknya itu binal dan sukar dikendalikan.
"Untung saja adikku inipun sudah kawin dengan orang!" ujar Tong Koat lebih jauh.
"Kawin dengan siapa?"
"Lui Ceng Thian!"
Lui Ceng Thian adalah musuh bebuyutannya Tay hong tong, Lui Ceng Thian adalah
majikannya Pek lek tong. Dendam kesumat antara Sangkoan Jin dengan Bu ki adalah dendam yang lebih dalam
daripada samudra. Sekarang, walaupun Bu ki belum bertemu dengan mereka, tapi tanpa disengaja telah bertemu
dengan istri-istri mereka.
Ternyata ia merasa bahwa mereka amat cantik dan menarik hati.
Sikap mereka terhadap dirinya ternyata aneh sekali.
Kedua orang itu menatapnya beberapa kejap, kemudian saling berpandangan pula dengan
suatu sinar mata yang sangat aneh.
Akan tetapi mereka sama sekali tidak bertanya kepada Tong Koat siapakah orang itu" Apakah
mereka sudah mengetahui dengan jelas tentang dirinya"
735 Sesaat sebelum pergi, adik Tong Koat bahkan masih sempat memandang ke arahnya sambil
tertawa, sepasang mata besarnya yang indah kembali berubah menjadi sebuah garis yang
berliuk-liuk, seakan-akan hendak membelenggu hatinya.
Gadis yang begitu muda, dengan sepasang mata yang besar dan jeli, sesungguhnya tidak
cocok buat Lui Ceng Thian, sebab bagaimanapun juga Lui Ceng Thian sudah tua.
Dalam Tay hong tong tentu saja terdapat pula bahan data mengenai Lui Ceng Thian, seingat
Bu ki, tahun ini agaknya dia telah berusia lima puluh delapan, sembilan tahunan.
Ia bisa mengawini seorang istri muda yang cantik dan menarik semacam ini sebetulnya
merupakan kemujuran baginya atau bukan"
Tanpa terasa Bu ki teringat kembali akan Mi Ci.
Mendadak ia teringat kembali akan banyak urusan, baru saja dia akan memecahkan persoalan
itu satu demi satu, mendadak ia mendengar suara bunyi keleningan yang sangat memekikkan
telinga. Ketika ia mendongakkan kepalanya, maka terlihat serombongan burung merpati.
Langit nan biru, burung merpati yang putih dengan keleningan berwarna emas yang
menyilaukan mata. Setiap ekor burung-burung merpati itu semuanya memakai keliningan emas, serombongan
burung merpati sedang terbang di angkasa nan biru dan terbang menuju ketengah bukit.
Suasana di atas jalan raya mendadak terjadi kegaduhan, setiap orang berlarian keluar dari
dalam toko dan memandang rombongan burung merpati itu sambil bersorak-sorai.
"Toa sauya menang, toa sauya telah menang lagi!"
Setiap orang sedang tertawa, Tong Koat juga tertawa, cuma tertawanya tidak seriang orangorang
yang lain. Agaknya Bu ki telah menaruh perhatian ke situ, segera dia bertanya dengan cepat:
"Yang dinamakan toa sauya itu sebetulnya toa sauya yang mana?"
"Tentu saja toa sauya dari keluarga Tong, Tong Au adanya"
"Kalau dia adalah toa sauya, maka bagaimana dengan kau?"
"Aku adalah toa koan!"
736 "Kalian adalah saudara sekandung?"
"Ehmm!" "Di antara kalian berdua, sebetulnya siapa yang lebih besar?"
"Entahlah!" "Aaah, masa sampai kau sendiripun tidak tahu?"
"Sebab ibuku mengatakan akulah yang lahir terlebih dahulu, tapi ibunya mengatakan dia yang
lahir lebih dulu, sebenarnya siapa yang lahir lebih duluan tak akan seorang manusiapun yang
tahu, tapi siapapun enggan menjadi loji, maka dalam keluarga Tongpun terdapat seorang toa
sauya dan seorang toa koan"
Setelah memicingkan matanya dan tertawa, dia melanjutkan:
"Kalau ayahmu juga mempunyai beberapa orang istri, kau akan tahu dengan sangat jelas
sesungguhnya apa yang telah terjadi"
Di balik senyumannya itu seolah-olah terdapat sebatang jarum, sebatang jarum yang tajam
sekali. Bu ki tidak bertanya lagi.
Ia sudah menyaksikan hubungan yang serba bertentangan dan retak di antara mereka berdua,
dan penemuan itu sudah membuatnya merasa puas sekali.
"Burung merpati telah terbang kembali, itu menandakan kalau ia berhasil menang lagi dalam
pertandingan kali ini" kata Tong Koat, "secara beruntun berhasil menang empat kali dan
mengalahkan empat orang jago pedang kenamaan dari dunia persilatan, sesungguhnya
kejadian ini memang patut digirangkan, patut dirayakan"
"Empat orang jago pedang kenamaan dari dunia persilatan" Siapa-siapa sajakah mereka?"
"Pokoknya ilmu pedang mereka sangat lihay, namanya juga amat tersohor dalam dunia
persilatan, kalau tidak juga tak akan sampai toa sauya dari keluarga Tong turun tangan
sendiri" "Ada dendam sakit hatikah antara dia dengan ke empat orang itu?"
"Tidak ada!" 737 "Lantas kenapa ia pergi mencari mereka?"
"Karena dia ingin agar orang lain tahu, anak cucu keluarga Tong belum tentu harus
mengandalkan senjata rahasia untuk meraih kemenangan"
"Senjata apakah yang dia pergunakan untuk meraih kemenangan itu?"
"Dengan pedang"
Setelah berhenti sebentar, dengan hambar dia melanjutkan:
"Hanya menggunakan pedang untuk mengalahkan jago pedang kenamaan baru bisa
memperlihatkan kelihayana toa sauya keluarga Tong yang sesungguhnya."
"Lihaykah ilmu pedang yang dimiliknya?"
Tong Koat tertawa, "Kau juga menggunakan pedang", katanya, "tunggu saja sampai dia pulang, kemungkinan
besar diapun akan mencarimu untuk beradu ilmu pedang, waktu itu kau baru akan tahu
sampai di manakah taraf kehebatan ilmu pedang yang dimiliknya itu"
Bu ki juga tertawa, katanya:
"Aaai....kelihatannya, jalan yang terbaik bagiku adalah tidak tahu untuk selamanya"
Baru saja burung-burung merpati itu terbang di angkasa, Sau poo teman Tong Koat yang
ganteng dan gagah itu sudah menampakkan batang hidungnya di sana.
Ia sudah balik ke benteng keluarga Tong lebih dahulu, sudah jelas pulang sambil mengawal
peti mati yang berisikan Tong Giok serta Mi Ci itu.
Dengan langkah lebar dia berjalan mendekat, wajahnya tampak giruang dan penuh
bersemangat, seakan-akan sedang menghadapi suatu kejadian besar yang pantas untuk
dirayakan. Dari tempat kejauhan, ia sudah mulai berteriak-teriak dengan suaranya yang lantang.
"Kionghi, kionghi....kejadian ini sungguh merupakan suatu peristiwa besar yang patut diberi
salam, pantas diberi ucapan selamat"
Tong Koat melirik sekejap ke arahnya dengan ujung mata yang tajam, lalu katanya.
738 "Kemenangan yang berhasil diraih toa sauya dari keluarga Tong, apa pula sangkut pautnya
dengan dirinya?" "Sama sekali tak ada sangkut pautnya"
"Lantas apa yang kau girangkan?" tegur Tong Koat dingin.
"Aku sedang merasa gembira bagi sam sauya dari keluarga Tong"
Sam sauya dari keluarga Tong adalah Tong Giok.
"Luka yang dideritanya telah berhasil disembuhkan nenek moyang: sekarang ia sudah dapat
bangun untuk minum jinsom"
***** SEORANG TEMAN Tong Giok sudah dapat minum kuah jinsom.
Bila seseorang sudah dapat minum kuah jinsom sendiri, tentu saja diapun bisa juga
membicarakan persoalan. Bila banyak persoalan telah dia katakan, maka selembar nyawa Bu ki sudah pasti akan
melayang. Tapi Bu ki sama sekali tidak merasa terkejut, atau panik atau gugup, peluh dinginpun tak
mengucur keluar, Ternyata dia sama sekali tidak memberikan reaksi apa-apa, seakan-akan kejadian ini tak ada
hubungan dengannya. Tong Koat kembali melirik ke arahnya dengan ekor matanya yang tajam, tiba-tiba ia berkata,
"Tong Giok adalah sahabat karibmu?"
"Benar!" "Sesudah tahu kalau sahabat karibmu sembuh dari lukanya, mengapa kau tidak nampak
gembira barang sedikitpun juga?"
"Aku merasa gembira sekali baginya"
"Tapi kenapa tidak kulihat tanda-tanda di atas wajahmu itu...?"
739 "Sebab, akupun sama seperti kau, bagaimanapun gembiranya dalam hati atau bagaimanapun
takutnya, orang lain tak akan bisa melihatnya dengan begitu saja"
"Sekalipun hatimu merasa takutnya setengah mati, wajahmu tetap tertawa, sekalipun aku
tertawa dengan riang gembira, belum tentu hatimu merasa amat gembira"
"Tepat sekali!"
Tong Koat segera tertawa, tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh... haaahhh.. haaahhh... aku paling suka dengan manusia semacam ini, di kemudian
hari kita pasti akan menjadi sahabat karib...."
"Belum pasti!" tukas Bu ki.
"Kenapa?" "Sebab akupun seperti kau, di kala bibirku mengatakan "pasti", belum tentu hatiku sungguhsungguh
berpikir demikian" "Di mulut tak mengatakan "Belum pasti" mungkin kau telah menganggap diriku sebagai
teman karibmu?" "Belum pasti!" Sekali lagi Tong Koat tertawa terbahak-bahak,
"Haaahh...haaahhh...haaahhh.... sungguh tak kusangka, kecuali aku di dunia ini ternyata masih
terdapat manusia semacam kau"
Bu ki tidak tertawa. Ada sementara orang harus memegang peranan seseorang yang selalu tertawa, setiap waktu
setiap saat harus tertawa, tapi ada juga yang harus memegang peranan tidak terlalu sering
tertawa. Menunggu Tong Koat telah selesai tertawa, pelan - pelan Bu ki bertanya:
"Sekarang, apakah kau sudah dapat membawaku menjumpai Tong Giok?"
Dari balik sinar mata Tong Koat yang penuh senyuman segera memancar sinar yang lebih
tajam daripada sembilu, katanya kemudian.
740 "Ingkinkah kau pergi menjumpainya?"
Bu ki tidak menjawab, sebaliknya bertanya:
"Bila ia tahu aku telah datang, mungkinkah dia akan menyuruh kalian membawaku untuk
menjumpainya?" "Dia pasti ingin sekali bertemu denganmu" Tong Koat harus mengakui akan hal itu.
"Maka dari itu, sekalipun aku benar-benar tak ingin berjumpa dengannya, mau tak mau juga
harus pergi menjumpainya"
"Ya, tepat sekali"
Tiba-tiba ia tertawa lagi, tambahnya:
"Padahal orang yang menunggu untuk berjumpa dengan dirimu bukan hanya satu orang saja"
"Selain dia masih ada siapa lagi?"
Masih ada seorang teman, seorang teman yang sangat baik.
"Teman siapa?" "Temanku!" "Kalau memang temanmu, kenapa ingin berjumpa denganku?"
"Sebab dia kenal denganmu"
Dari balik matanya terpancar sinar mata yang tajam seperti jarum, sambil menatap Bu ki
tajam-tajam, sepatah demi sepatah terusnya:
"Walaupun kau tidak kenal dengannya, justru dia kenal dengan dirimu..."
Jalan raya itu panjang sekali.
Di ujung sana merupakan sebuah ruang pemujaan yang anggun dan mentereng, di belakang
ruang pemujaan merupakan sebuah hutan yang rindang dan hijau.
Dari balik dedaunan yang rimbun, kelihatan ujung dinding sebuah bangunan.
"Mereka semua sedang menantikan kedatanganmu di sana!" kata Tong Koat lagi.
741 "Yang dimaksudkan mereka adalah Tong Giok dengan temanmu itu?"
"Benar!" Dari awal sampai sekarang, dia tak pernah menanyakan asal usul Bu ki, bahkan menyinggung
soal itupun tak pernah. Mungkinkah hal ini disebabkan temannya itu telah membeberkan asal usul Bu ki kepadanya"
Maka sekarang dia merasakan tiada suatu kepentingan untuk ditanyakan kembali"
Paras mukanya tak pernah berubah, dia selalu tertawa, karena dia tidak boleh menimbulkan
kewaspadaan Bu ki, sebab itu pula dia baru akan mengikutinya datang ke sana.
Datang untuk menghantar kematiannya!
Siapakah temannya itu" Apakah dia benar-benar mengetahui asal - usul Bu ki"
Sekarang, semua persoalan sudah tidak terlalu penting lagi, sebab Tong Giok telah "bangkit
kembali dari kematiannya"
Tentu saja Tong Giok mengetahui siapakah Bu ki itu.
Sekarang, Bu ki seharusnya juga tahu, asal dia melangkah masuk ke dalam bangunan loteng
itu, maka dia akan mati di situ, mati dalam keadaan mengenaskan.
Dia seharusnya cepat-cepat mengambil tindakan untuk melarikan diri dari sana.
Entah sekarang apakah dia masih punya kesempatan untuk kabur atau tidak, paling tidak dia
harus mencobanya dulu. Sebab, bagaimanapun juga berbuat demikian masih ada kesempatan untuk meloloskan diri.
Tapi ia tidak kabur, bahkan paras mukanya sama sekali tidak berubah. Dia seakan akan
merasa rela untuk mati disitu.
Hutan yang hijau dan rimbun dengan sebuah bangunan loteng kecil yang tenang dan anggun.
Musim semipun sedang menjelang tiba.
Baik seorang dapat mati ditempat yang begini indahnya, dalam musim yang begini cerahnya,
siapapun akan menganggap bahwa kematiannya itu tidak sia sia belaka.
742 Dibawah bangunan loteng tampak aneka warna bunga, ada bunga yang masih kuncup, ada
pula yang telah mekar. Pintu gerbang dibawah bangunan loteng itu tertutup rapat.
Tong koattelah mengulurkan tangannya, entah hendak mengetuk pintu" Entah hendak
mendorong pintu" Tiba tiba dia membalikkan badannya memandang wajah Bu ki, kemudian katanya: "Aku
sangat mengagumi dirimu!"
"Oya?" "Kau berani mengikuti aku datang kemari, aku benar benar merasa kagum sekali kepadamu"
"Oya?" "Karena aku tahu kau sudah pasti bukan sahabat Tong Giok!"
paras muka Bu ki sama sekali tidak berubah, ia masih tenang tenang saja.


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali Tong Koat berkata: "Aku adalah saudara sekandung dari Tong Giok, sejak kecil dia
bergaul bersamaku, aku jauh lebih memahami wataknya daripada orang lain, bilamana perlu,
sekalipun dia menjual diriku untuk daging bakpoa punt ak akan dia lakukan dengan kening
berkerut, dan akupun tak akan merasa heran"
Setelah tertawa, terusnya: "Bayangkan saja, manusia semacam dia itu mana mungkin bisa
punya teman" Bagaimana mungkin juga kau bisa menjadi temannya"
Bu ki masih tetap tenang tenang saja tanpa mengalami suatu perubahan apapun. Cuma
tanyanya hambar: "Kalau aku bukan temannya lantas aku adalah apanya?"
"Kalau bukan teman sudah barang tentu musuh!"
"Oh ya?" "Musuhpun ada beraneka ragam, yang paling menggemaskan adalah mata mata"
"Menurut kau, aku adalah musuh yang bagaimana" tanya Bu ki lagi dengan tenang.
"Kau adalah musuh dari jenis yang paling menggemaskan itu"
Sesudah menghela napas, terusnya: "Seorang mata mata, ternyata berani datang kemari, mau
tak mau aku harus merasa kagum kepadamu"
743 "Padahal itupun tak perlu masuk dikagumi.
Jilid 26________ "OYA?" "Sekalipun aku adalah seorang mata mata akupun akan tetap mengikutimu datang ke mari"
"Oya..". "Karena aku tahu Tong Giok belum sadar kalian tak lebih hanya ingin menggunakan cara
tersebut untuk mencoba diriku"
"Oooh.. . lantas?"
"Kalian saja masih harus menggunakan cara ini untuk menyelidikiku, itu menanda-kan kalau
kalian, masih belum yakin seyakin- yakinnya babwa aku ini seorang mata-mata atau bukan"
Kembali Tong Koat tertawa. menggunakan sorot matanya yarg tajam seperti jarum
menatapnya lekat lekat, kemudian katanya:
"Dari mana kau bisa tahu kalau Tong Giok belum sadar?"
"Sebab kuah jinsom adalah obat kuat,. bi la seseorang yang keracunan baru sadar da-ri
pingsannya, maka dia tak boleh sekali-kali minum kuah jinsom kalau tidak maka sisa racun
yang masih mengeram dalam tu-buhnya tak urung akan kambuh kembali"
Dengan hambar dia melanjutkan: "Keluarga Tong adalah keluarga yang ahli dalam hal
menggunakan racun, maka teori semacam inipun tidak dipahami?"
Mau tak mau Tong Koat harus mengakui juga akan kebcaaran itu, katanya kemudian: "Yaa,
teori semacam inii sepantasnya kalau dimengerti oleh kami"
" Cuma sayang dia tidak mengerti"
Dengan dingin diliriknya Siau Poo sekejap kemudian melanjutkan: "Sobatmu ini ternyata
tidak sepintar tampangnya!"
Selembar wajah Siau Poo yang sangat tampan itu segera berubah menjadi merah padam
karena jengah, sepasang kepalannya digenggam kencang-kencang, seakan akan kalau bisa dia
hendak meninju hidung Bu-ki.
744 Cuma sayang kepalanya itu tak mampu diayunkan ke depan, sebab Tong Koat juga
menyetujui dengan pendapatnya itu.
Kembali Tong Koat menghela napas pan jang, lalu sambil tertawa getir katanya: " Temanku
ini memang tidak sepintar tampangnya,sebaliknya kau justru lebih pintar daripada tampangmu
itu" "Maka dari itu aku telah datang kemari!"
"Cuma sayang kau lupa, aku masih ada seorang teman yang mengenali dirimu"
"Oya?" Kau tidak percaya?" Bu-ki juga tak bisa, tidak harus percaya, karena Tong Koat telah membuka pintu bawah
loteng kecil itu. Begitu pintu dibuka, Bu-ki segera menjumpai seorang sahabat. Orang yang dijumpainya itu
bukan Cuma sahabatnya Tong Koat, sebenarnya diapun sahabatnya. Ia telah menjumpai Kwik Ciokji.
Ternyata sahabat Tong Koat adalah Kwik Ciok ji.
SUASANA dalam ruangan itu nyaman, segar dan tenang. Kwi Kiok ji sedang minum arak
disana, dengan gaya yang seenaknya duduk dikursi sam bil minum arak.
Agaknya tidak banyak waktu orang ini berada dalam keadaan sadar. Tapi begitu berjumpa
dengan Bu ki, ia seperti segera sadar dari mabuknya sambil melompat bangun teriaknya
"Betul dia! Benar-benar memang dial" Ditatapnya Bu-ki tajam-tajam,kemudian: sambil
tertawa dingin dengan seramnya dia berkata: "Sungguh tak kusangka kau punya keberanian
untuk datang kemari!"
Paras muka Bu-ki sama sekali tidak berubah. Dari atas sampai ke bawah tubuhnya seakan
akan tiap syarafnya terdiri dari otot kawat tulang besi, sama sekali tak terpengaruh oleh
perubahan macan apapun. "Kau kenal dengan orang ini?" tanya Tong-koat
"Tentu saja aku kenal" sahut Kwik Ciok ji, "kalau aku tidak kenal, siapa lagi yang
mengenalinya" "Siapakah orang ini?"
745 "Bunuh dulu orang itu, kemudian baru kuberi tahukan kepadamu"
"Katakan dulu, kemudian mau dibunuhpun belum terlambat"
"Aku kuatir waktu itu keadaan akan terlambat"
Sambil menuding kearah Bu ki, terusnya. "Orang ini bukan saja licik dan keji juga berbahaya
sekali, kau harus turun tangan terlebih dulu"
Tong koat tidak berniat untuk turun tangan. Bu ki juga sama sekali tidak bergerak. Sebaliknya
Siau pao secara diam-diam
menyelinap datang, kemudian secepat kilat turun tanga, bogem mentahnya langsung
diayunkan ke atas batang hidung pemuda itu.
"Prryyaak......!" terdengar bunyi tulang hidung yang hancur termakan bogem mentah.
Ternyata tulang hidung yang hancur bukan tulang hidung Bu ki. melainkan milik Siau poo.
Baru saja kepalan Siau poo diayunkan kemuka bogem mentah Bu ki telah mampir dulu diatas
tulang hidungnya. Seluruh badannya terlempar kearah belakang sehingga membentur diatas dinding.
Air mata ingus, dan darah bercucuran membasahi seluruh wajahnya, Kwik Ciok ji segera
berteriak. "Coba kau lihat apakah orang semacam ini tidak pantas untuk mampus"
Terang terangan dia tahu kalau Siau poo mempunyai hubungan denganmu, tapi dia toh turun
tangan keji juga, sekarang kalau tidak kau bunub dirinya masih akan menunggu sampai kapan
lagi". Ternyata Tong Koat masih belum ada maksud untuk turun tangan, dia malah sedang
memandang Siau Poo sambil gelengkan kepalanya berulang kali dan menghela napas
panjang. "Tampaknya orang ini bukan saja tidak mempunyai kecerdikan seperti tampangnya, bahkan
jauh lebih goblok dari pada apa yang pernah kubayangkan selama ini"
"Kenapa?" tanya Kwik Ciok ji mewakili Siau poo.
746 "Sudah diketahui olehnya kalau orang ini licik, keji dan berbahaya, kenapa dia masih
mencoba untuk turun tangau lebih dulu?"
"Apakah......apakah tonjokan vang diterimanya itu hanya suatu tonjokan yang sia sia?"
"Yaa, agaknya dia memang harus pasrah pada keadaan"
"Kenapa kau tidak mambantunya untuk melampiaskan kemangkelan ini?" tanya Kwik Ciok Ji
lagi. Sambil memicingkan matanya memandang Bu ki, sahut Tong Koat: "Sebab makin lama aku
merasa semakin tertarik dengan orang ini"
"Kau tahu, siapakah orang ini"
"Tidak" "Dia adalah seorang pembunuh, seorang pembunuh yang telah membunuh tiga belas Orang!
"Ia benar benar telah membunuh tiga belas Orang?"
"Yaa, seorang pun tak ada yang kurang"
"Mengapa ia harus membunuh mereka?"
"Karena ada orang memberi lima laksa tahil perak kepadanya!"
"Oooh.....jadi barang siapa memberi lima laksa tahil perak kepadanya maka dia a-kan pergi
membunuh orang?" "Dia selamanya cuma kenal uang, tidak kenal manusia"
Tiba tiba Tong Koat membalikkan badan nya dan menatap Bu ki tajam tajam kemudian
tanyanya: "Benarkah apa yang dikataaan itu?"
"Hanya ada satu hal yaag tidak benar!"
"Hal yang mana?"
"Harga yang dikatakan tidak benar!"
Setelah berhenti sebentar dengan hambar terusnya:
747 "Sekarang nilaiku sudah meningkat, kalau tak ada sepulub laksa tahil perak, aku tak akan
turun tangan" Kembali Tong Koat menghela napas panjang.
"Aaaai...... minta bayaran sepuluh laksa tahil perak baru bersedia membunuh satu orang
apakah harga itu tidak terla lu mahal?"
"Tidak mahal!" jawab Bu ki.
"Sepuluh laksa tahil perak tidak terhitung mahal?"
"Kalau ada orang berani mengeluarkan se-puluh tahil perak,itu berarti harganya tidak mahal"
"Kali ini, apakah ada orang yang bersedia membayarmu sepuluh laksa tahil perak
menyuruhmu datang kemari membunuh orang?"
Selamanya aku hanya membunuh orang yang yakin bisa kubunuh, setelah membunuh aku pun
harus mundur, dengan selamat tanpa cedera barang sedikitpun juga.
Dengan dingin lanjutnya "Orang yang bisa kubunuh amat banyak, tempat yang bisa kupakai untuk membunuh juga tak
sedikit, aku masih belum ingin mati, kenapa harus datang ke benteng keluarga Tong untuk
membunuh anggota keluarga Tong"
Tong koat tertawa terbahak bahak.
Haaahhh.. . haaahhh.... haaahhh.... masuk diakal masuk diakal....!"
"Tapi dia sudah datang kemari, berarti diapun tidak mempunyai maksud tujuan yang baik"
lagi lagi Kwik Ciok ji berteriak keras.
"Oya?" "Ia membunuh orang,tentu saja orang lain juga akan membunuhnya, dia datang kemari pasti
dengan tujuan untuk menghindar kan diri dari kejaran orang. Bila kau meng anggap dia benar
benar adalah sahabatnya Tong Giok, dengan maksud tujuan yang baik menghantar Tong Giok
pulang kemari, maka dugaanmu itu keliru besar, jika kau mena hannya disini, kau pasti akan
menjumpai banyak kesulitan!" Tong Koat segera tersenyum.
"Menurut pandanganmu apakah aku adalah seorang yang takut dengan kesulitan?"
748 Kwik Ciok ji agak tertegun, kemudian meng-hela napas panjang, sahutnya sambil tertawa
getir. "Yaa, kau memang bukan!" "Padahal kalian semestinya adalah sahabat karib!"
"Kenapa aku harus bersahabat dengan pembu"nuh yang suka membunuh orang semacam
dia?" seru Kwik Ciok ji dengan teramat gusarnya.
Sambil memicingkan matanya, Tong koat sege-ra tertawa.
"Sebab kau sendiripun tak lebih cuma seorang pencuri,tidak lebih hebat daripada dirinya."
Kwik Ciok ji tidak berbicara lagi, tapi mata nya masih mendelik ke arah Bu ki dengan
gemasnya. Bu ki sama sekali tidak memperdulikan dirinya.
Tong koat segera tetawa terbahak bahak, dengan tangannya yang putih dan gemuk
digenggamnya tangan Bu ki,kemudian katanya, "Perduli karena apapun kau datang,setelah
sampai disini aku tak akan mengusirmu pergi".
"Kenapa?" tanya Bu ki.
Karena aku menyukaimu!"
Kemudian sambil memicingkan matanya dan tertawa, dia melanjutkan,
"Sekalipun tujuanmu datang kemari adalah untuk membunuh orang, asal orang yang hendak
kau bunuh bukan aku, hal itu tidak menjadi soal"
Tangannya masih menggenggam tangan Bu ki, tapi pada saat itulah mendadak tampak cahaya
pisau berkelebat lewat, kemudian langsung menusuk ke tubuh Bu ki.
Pisau itu dicabut keluar dari balik sepatu yang dikenakan Siau Poo.
Dia selalu mengawasi Bu ki dengan sinar mata bengis seakan-akan seorang istri pencemburu
yang sedang mengawasi suaminya nyeleweng dengan perempuan lain.
Kemudian dengan menggunakan segenap tenaga yang dimilikinya dia melancarkan sebuah
tusukan ke depan. Waktu itu sepasang tangan Bu ki masih tergenggam kencang.
749 Bu ki sama sekali tidak berpaling, tiba-tiba kakinya melayang ke depan melancarkan
tendangan kilat, tubuh Siau Poo pun mencelat jauh ke belakang sana.
Di atas punggungnya seakan-akan mempunyai sepasang mata yang selalu mengawasi keadaan
di sekelilingnya. Kembali Tong Koat tertawa terbahak-bahak:
"Haaahhh...haaahhh...haaahhh... orang yang berani mengajukan harga sebesar sepuluh laksa
tahil perak untuk membunuh orang seharusnya dia memang musti punya kemampuan yang
hebat" Bu ki menyambut dengan dingin:
"Orang yang berani meminta sepuluh laksa tahil perak untuk membunuh orang, selain dia
harus berkepandaian hebat, juga harus punya peraturan yang ketat..."
"Peraturan apa?"
"Bila orang ingin menghancurkan hidungku, aku harus menghajar hidungnya sampai hancur"
"Bila ada orang ingin membunuhmu, kaupun akan membunuhnya?" tanya Tong Koat.
"Aku tak akan membunuhnya?"
"Kenapa?" "Sebab aku tak pernah membunuh orang secara gratis"
Siau Poo dengan ingus dan darah yang masih bercucuran keluar segera berteriak dengan suara
parau: "Tapi aku bersumpah akan membunuhmu"
Sambil menerjang ke depan, terusnya:
"Ingat saja baik-baik, cepat atau lambat pada suatu ketika aku hendak membunuhmu!"
Kemudian tanpa berpaling lagi dia menerjang keluar dari ruangan tersebut.
Tiba-tiba Kwik Ciok ji tertawa terbahak-bahak.
750 "Haaahh..haaahh...haahh.... Li Giok Tong, wahai Li Giok tong, tampaknya kemanapun kau
hendak menyembunyikan diri, di situ toh ada orang juga hendak membunuhmu, bila manusia
semacam kau bisa berumur panjang, itu baru dinamakan kejadian aneh"
Mendadak Bu ki membalikkan badannya, ditatapnya orang itu dengan dingin, lalu sepatah
demi sepatah katanya: "Kau merupakan pengecualian!"
"Pengecualian dalam hal apa?"
"Aku tak pernah membunuh orang secara gratis, tapi demi kau, kemungkinan besar aku dapat
melanggar kebiasaanku itu"
Kwik Ciok ji tidak tertawa lagi, dengan pandangan yang dingin diapun menatapnya tajamtajam,
lalu katanya ketus. "Kau juga suatu pengecualian!"
"Oya?" "Selamanya aku tak pernah mencuri barang-barang secara gratis, tapi demi kau, setiap saat
setiap waktu kemungkinan besar akupun dapat melanggar kebiasaan itu"
Bu ki segera tertawa dingin.
"Apa yang bisa kau curi dari diriku?"
"Mencuri otakmu!"
Tapi di kala mereka bersama-sama membalikkan badannya, seakan-akan siapapun enggan
untuk melihat musuhnya lebih lama lagi.
Tapi di kala mereka membalikkan badannya itulah, dengan cepat kedua orang itu saling
bertukar kode mata. Dalam waktu singkat dibalik senyuman licik dan menyeringai dari Kwik Ciok ji itu terlintas
rasa gembira dan kagumnya yang luar biasa terhadap diri Bu ki.
Bu ki memang pantas dipuji dan dikagumi.
Sandiwara yang dibawakan olehnya kali ini sungguh luar biasa sekali, bahkan bisa
dilangsungkan lebih jauh.
751 Dalam detik itu juga, dari balik mata Bu ki terpancar sinar mata yang berkilat, itulah rasa
terima kasih yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
Mau tak mau dia harus berterima kasih sekali atas bantuan dari rekannya ini.
Tanpa Kwik Ciok ji, tak mungkin dia bisa membawakan sandiwara tersebut, bahkan skenario
dari sandiwara itupun disusun oleh Kwik Ciok ji baginya.
Sekarang ia sudah dapat melihat bahwa peranan yang dibawakan olehnya adalah suatu
peranan yang bagus dan sangat menguntungkan.... paling tidak bisa bisa mencari muka di
hadapan Tong Koat. Manusia semacam Tong Koat memang memerlukan seorang pembantu setia yang setiap
waktu setiap saat bisa digunakan olehnya untuk membunuh seseorang.
Tak bisa disangkal lagi Kwik Ciok ji telah dapat memahami akan titik kelemahan tersebut,
titik kelemahan yang dapat dipergunakan bagi keuntungan mereka, maka diapun sengaja
mengaturkan suatu peranan yang demikian itu untuk Bu ki.
Sekarang, tentu saja Bu ki sudah percaya dengan ucapan Tong Koat, di sini benar-benar ada
seorang teman yang sedang menantikannya.
Untung saja sahabatnya ini bukan sahabat Tong Kat, melainkan sahabatnya.


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sahabat semacam ini, asal ada seorang saja, hal ini sudah lebih dari cukup.
Mimpipun Bu-ki tidak menyangka kalau di sini masih ada seorang temannya lagi yang sedang
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 11 Sejengkal Tanah Sepercik Darah Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Pedang Kilat 12

Cari Blog Ini