Ceritasilat Novel Online

Iblis Sungai Telaga 25

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 25


ia menyerahkan obat itu, tangannya bergemetar.
In Go menyambut obat itu tetapi ia sembari menanya :
"Suhu, buat apa membantu dia " Nenek-nenek ini sangat jahat
dan tidak kenal malu !"
"Supaya dia jangan segera mati," sahutnya nafasnya
mendesak. "Supaya dia masih hidup dan suka mengeluarkan
obat pemunah racunnya, guna mengobati aku. Racunnya dia
itu sudah... be... bekerja....di.... di.... dalam..... tubuhku...."
Baru habis mengucap itu, Sin Mo roboh tak tertahan pula,
malah terus dia mengeluh meringis-ringis sebab dia merasa
sangat nyeri di dalam tubuhnya......
In Go tahu khasiat obat gurunya, yang sebenarnya terdiri
dari tiga macam dan warnanya merah, hitam dan putih. Obat
merah guna bertahan sedikit waktu, agar racun tidak menjalar
ke nadi. Racun menyerang nadi berarti jiwa si kurban tak
tertolong pula. Obat hitam memperlambat menjalarnya racun.
Dan obat putih buat menyembuhkan seluruhnya. Karena ini,
segera ia menjejalkan obat merah ke mulutnya It Mo
sebagaimana perintah gurunya, ia bantu obat itu dengan
secawan air teh. Bu Pa sudah lantas membantu gurunya, yang ia pondong
dan dudukan di atas kursi. Hanya, sebab guru itu lemah dan
terus merintih, ia bingung sekali. Ia tidak tahu caranya guna
membantu. In Go tidak memperhatikan gurunya, ia hanya menjagai It
Mo. Dengan demikian, ruang gua yang luas itu menjadi sunyi
kecuali dengan rintihannya Sin Mo, yang makin lama menjadi
makin lemah, mulutnya bagaikan sukar bernafas.
Lewat sesaat, tiba-tiba saja tampak dua sosok tubuh
berlompat muncul, cepat bagaikan bayangan, keduanya
lompat langsung ke arah Im Ciu It Mo.
"Sumoay, awas !" teriak Bu Pa yang awas matanya.
In Go segera menoleh, hingga ia melihat tibanya dua orang
perempuan. Tanpa mengatakan sesuatu, ia menyerang
kepada mereka itu, guna mencegah mereka datang mendekati
It Mo. "Duk !" demikian satu suara nyaring, dan nona yang baru
datang itu, yang maju paling muka, kena terhajar. Sebab dia
tidak sempat menangkis atau berkelit. Di lain pihak, nona yang
lainnya sudah lantas mendukung bangun pada It Mo, guna
memeriksa lukanya. Kiranya kedua nona itu adalah murid-muridnya Im Ciu It
Mo, yang termasuk dalam Cit Biauw Yauw-ni, Tujuh Siluman
Wanita. Yang dua ini ialah Ek Sam Biauw dan Ek Su Biauw.
Ek Sam Biauw menyaksikan gurunya pingsan, lantas dia
menoleh ke sekitarnya, hingga dia dapat melihat Sin Mo
bertiga. Dia pun segera mengenali mereka itu.
"Bagus !" serunya dingin. "Kalian datang dengan alasan
membawa bahan obat lantas kalian menggunakan
kesempatan kalian menyerang secara menggelap kepada guru
kami ini ! Hm ! Kalau guru kami ini tidak siuman lagi, awas,
jangan harap kalian dapat keluar dari sini dengan masih hidup
!" In Go menjawab ancaman itu sambil tertawa.
"Budak, tak dapatkah kau mengurangkan kata-katamu
yang tak sedap ini ?" tanyanya. "Kau harus ketahui yang guru
kamu itu roboh oleh jarumku !"
Ek Su Biauw gusar sekali, matanya melotot. Lantas
tangannya diayun, hingga melesatlah pisau belati yang
disembunyikan di dalam tangan bajunya, sinarnya itu
berkelebat menikam ke arah dada atau perutnya nona di
hadapannya ! Dan dia menggunakan dua-dua tangannya,
menyerang dengan dua pisau belati, disusul dengan tikaman
yang ketiga ! Dengan lincah In Go berkelit, menyusul itu, ia mengayun
tangan kirinya sambil ia tertawa dan kata nyaring : "Kau juga
boleh coba merasai jarumku yang beracun !"
Tetapi itu hanya itu gertakan belaka, sebab jarumnya tidak
melesat ! In Go cerdas. Ia tahu bagaimana harus bersiasat. Ia
membutuhkan obatnya Im Ciu It Mo guna membantu
gurunya, maka itu ia harus menggunakan tipu daya. Tak
berfaedah akan berkutat dengan Su Biauw atau Sam
Biauw...... Su Biauw tidak melihat datangnya jarum, maka dia maju
pula. "Su-moay, tahan !" Sam Biauw mencegah.
Saudara itu menunda majunya.
"Apa ?" tanyanya seraya menoleh kepada kakaknya.
Belum lagi Sam Biauw menjawab, In Go yang cerdik sudah
mendahului : "Budak, kalau kau mau bertempur terus, kau
tunggu dulu sampai siumannya gurumu ! Waktunya masih
belum kasip..." Ek Su Biauw mengawasi musuh itu, lalu dia kata : "Jika kau
tahu selatan, lekas kau keluarkan obat pemunahmu ! Dengan
demikian, akan aku ampuni jiwamu !"
In Go balik mengawasi dengan mata melotot.
"Nona, aku tak segalak kau !" katanya, sabar. "Mudah saja
kau mengancam jiwa orang ! Kau tahu, gurumu telah diberi
obat pemunahnya, segera dia bakal terasadar ! Buat apa kau
galak tidak karuan ?"
Tengah dua orang itu mengadu lidah, tubuhnya It Mo
tampak berkutik, terus saja dia mengeluarkan nafas panjang.
Ketika dia membuka matanya, penglihatannya masih lemah,
masih kabur. Dia pula sangat lesu.
In Go maju dua tindak. "Locianpwe !" panggilnya. "Locianpwe, tahukah kau siapa
yang menolong menghidupkan pula padamu ?"
Baru siuman itu, otaknya It Mo masih butek. Karenan
lemahnya, ia merapatkan pula matanya dan tidak menjawab.
"Mau apa kau membuat banyak berisik ?" Su Biauw
menegur bengis. Bu Pa memimpin bangun gurunya. Dia merasa tubuh sang
guru panas sekali. Dia bingung sekali. Selekasnya dia melihat
It Mo siuman, dia teriaki saudara seperguruannya : "Su-moay,
masih kau tidak mau minta obat ?"
Mendengar suara orang, Sam Biauw dan Su Biauw segera
sadar. Su Biauw cerdik. Dia pikir pihaknya yang lebih unggul.
Maka ia berbisik pada kakak : "Sam-cie, guru kita sudah sadar,
kita jangan berikan obat pada musuh ! Kita lihat, apa budak
itu bisa bikin terhadap kita !"
Su Biauw lain daripada adik seperguruannya itu. Dia teliti
dan dapat berfikir. Lekas dia mengasah otaknya, terus dia
berkata : "Soal pergaulan dalam dunia Kang Ouw tak semudah
pikiranmu, anak tolol !"
Sam Biauw heran, dia mengawasi kakak itu. Tapi karena
dia tahu sang kakak cerdas, dia terus berdiam.
Im Ciu It Mo menjadi terlebih sadar, sambil dibantu Sam
Biauw, dia mencoba bangun berdiri, untuk terus duduk dikursi.
In Go mengawasi orang, lantas dia berkata nyaring :
"Locianpwe sudah mendusin ! Nah, mari kita bicarakan urusan
perdagangan kita !' It Mo berpengalaman puluhan tahun, begitu mendengar
suara orang, dapat ia mengerti maksudnya itu. Orang
mengajaknya menukar kayyoh, obat pemunah racun. Hanya ia
cerdik, ia tidak lantas menjawab. Diam-diam ia mencoba
mengerahkan tenaga dalamnya. Jalan darah dibahunya
mandek, bahkan terasakan sedikit nyeri. Itu artinya racun
lawan belum bersih dari tubuhnya. Lebih tegas lagi, ia belum
bebas dari kekangan lawan. Jadi, tak dapat ia bersikeras.
Maka ia menarik nafas dalam.
"Sam Biauw, muridku," kemudian ia kata pada muridnya,
sedang matanya dipentang lebar, "pergi lekas kau mengambil
kayyoh !" Sam Biauw berbangkit. "Baik, suhu" katanya. Terus dia keluar dari rumah batu itu.
Ia kembali dengan cepat, tanganya membawa sebuah peles
kecil. Lantas dia menyerahkan itu pada gurunya.
It Mo menyambuti, terus ia menggapai terhadap In Go.
"Mari !" katanya. "Ini obatnya !"
In Go menghampiri, ia menyambuti peles obat itu.
"Terima kasih, locianpwe," katanya hormat. Toh sembari
berkata itu, ia mengawasi tajam pula pada It Mo sambil ia
tertawa dingin. It Mo keras kepala, dia mendongkol sekali ! Toh dia harus
bersabar. Seumurnya belum pernah dia menerima penghinaan
semacam itu, hingga dia gusar salah, tertawa tak bisa. Maka
dia lantas katanya : "Obat itu campurkan arak, lantas kasih
minum pada gurumu !"
In Go mengawasi peles obat itu.
"Mana araknya ?" tanyanya kemudian.
Ek Su Biauw menunjuk ke pojok dimana ada sebuah almari.
"Itulah arak beracun," katanya. "Maukah kau menyaksikan
kami meminumnya ?" In Go tidak menghiraukan kata-kata orang. Ia tahu bahwa
ia tengah diejek. Ia segera pergi mengambil arak itu, terus ia
mengaduki obatnya, yang pun terus ia kasih gurunya minum,
sesudah mana, ia menantikan sang waktu seraya ia
mengawasi gurunya itu. "Hm ! Hm !" It Mo tertawa dingin, "Budak, kau terlalu
sembrono !" Dia pula memperlihatkan wajah suaram.
In Go mendengar suara itu, ia menoleh dengan sabar dan
mengawasi dengan tenang. Kemudian ia kata tertawa :
"Locianpwe, mengapa locianpwe memandang jiwa locianpwe
ringan sekali " Laginya, bukankah diantara kita tidak ada
permusuhan besar " Kenapa kita mesti mengadu jiwa hingga
dua-duanya terluka parah atau terbinasa bersama ?"
Tajam kata-kata itu. Mendengar demikian, wajahnya Im Ciu
It Mo menjadi merah padam. Ia insaf, nona di depannya itu
cerdas dan berpikiran panjang, dia tak mudah kena diakali.
"Bukankah aku si perempuan tua telah memberikan kayyoh
kepada gurumu ?" katanya kemudian. "Apakah kau belum
mau memberikan kayyoh padaku ?"
In Go bersenyum, terus dia tertawa manis.
"Locianpwe, kau dan kami memiliki kepandaian yang sama
!" sahutnya sabar. "Kita baru sama-sama memberikan obat
separuh ! Bagaimana kalau kita bicara pula sebentar setelah
guruku siuman ?" Dua orang itu saling mengawasi, hati mereka sama-sama
bekerja. It Mo berdiam. Ia kewalahan terhadap nona cerdik itu.
Tak lama maka Gwa To Sin Mo terlihat bergerak terus dia
menghela nafas lega. Selekasnya dia sadar, terdengar
suaranya dalam : "Teh !..... air teh !"
Menyusul itu, jago ini membuka matanya dan terus ia
berduduk tegak. Bu Pa lantas lari ke meja, guna mengambil air teh. Di
antara enam cawan, ia mengambil yang merah.
"Suheng !" In Go berseru melihat perbuatan tergesa-gesa
kakak seperguruan itu. Bu Pa melengak. Segera ia insyaf. Lekas-lekas ia menukar
cawan itu dengan air teh yang hijau. Ia lantas memberikan
gurunya minum. Cepat sekali, Gwa To Sin Mo sadar seluruhnya. Lantas ia
mementang mata mengawasi sekitarnya, terutama terhadap
pihak lawan. Sambil mengawasi Im Ciu It Mo, ia tertawa dan
kat : "Eh, perempuan tua, aku kagum sekali atas
kepandaianmu !" It Mo jengah sekali. "Sudahlah !" katanya, memaksakan diri tertawa, "Mari kita
saling menukar kayyoh, supaya kita tak usah mengobrol tak
karuan, jadi membuang-buang waktu saja !" Ia terus menoleh
kepada Sam Biauw, akan melirik, memberi isyarat buat
muridnya mengambil obat. Kedua pihak sama cerdiknya, masing-masing cuma
memberikan obat sebagian, baru setelah itu, menukar obat
selengkapnya. Sam Biauw memberikan In Go arak dengan
warna merah yang kental, dan In Go menyerahkan sebutir pil
hitam. Habis makan obat, kedua bajingan berduduk diam masingmasing,
akan mengerahkan tenaga dalam mereka, guna
mencari tahu kesehatan mereka sudah pulih seluruhnya atau
belum. Sementara itu, meskipun sudah sembuh, terasa darah
mereka belum terasalurkan sempurna. Tanpa perhatian
seksama, hal itu tak akan terasakan.
Im Ciu It Mo jauh terlebih jumawa dari pada Gwa To Sin
Mo. Walaupun ia merasa yang sisa racun belum terusir semua,
ia sudah beraksi pula. Inilah sebab ia percaya habis akan
ketangguhan tenaga dalamnya yang sempurna sekali. Ia pula
telah membuat banyak kayyoh, hingga ia menjadi tak
berkhawatir sama sekali. Sekarang ia mau mempuaskan
kemendongkolannya. Ia mau mendapat pulang muka
terangnya. Habis mengerahkan tenaga dalam itu, lantas ia
tertawa terkekeh-kekeh ! "Sahabat Sin Mo !" demikian, ia kata jumawa. "Sahabat,
jiwamu tinggal satu tahun lagi ! Di dalam waktu satu tahun,
jika kau tidak mendapat obat dari aku si nenek-nenek,
tubuhmu akan berubah hancur menjadi darah semuanya ! Ha
ha ha !" Sin Mo berlagak tidak mengerti, hingga tampak dia ketololtololan.
"Eh, eh," sahutnya kemudian, "apakah obat yang kau
berikan padaku bukan obat seluruhnya " Jadinya kau menipu
aku si tua ?" It Mo sangat puas, dia tertawa pula sangat girangnya.
"Di mulut kau memuji aku si perempuan tua !" katanya.
"Kau pandai pura-pura ! Baik, aku terangkan padamu, obatku
barusan obat yang asli, bukannya aku menipu kau ! Hanya
obat itu bekerjanya sangat perlahan, obat yang cuma
memperpanjang waktu saja ! Satu tahun selewatnya hari ni,
racunku masih harus bekerja pula, maka itu, tua bangka,
hendak aku melihat kepandaianmu !"
Sin Mo menjadi sangat mendongkol. Orang benar-benar
sangat licik. Tapi dapat ia mengekang dirinya. Hanya, sengaja
ia memperlihatkan wajah gusar. Kata dia nyaring : "Di dalam
dunia Kang Ouw, orang sebenarnya harus paling menghargai
kehormatan diri ! Maka itu, kalau kau benar tidak memberikan
obat yang membersihkan diriku seluruhnya, lohu hendak
mengadu jiwa denganmu !"


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

It Mo mengawasi, ia tertawa dan tertawa pula. Ia merasa
puas sekali sudah mempermainkan musuh itu. Habis tertawa,
ia berhenti dengan memperlihatkan sikap sungguh-sungguh.
Kata ia dingin : "Kalau kau menghendaki tubuhmu bersih
seluruhnya dari racunku, kau mesti berjanji di dalam waktu
satu tahun kau mesti mendengar segala kata-kataku ! Kau
mesti bersedia diperintah olehku ! Kau mengerti ?"
Mendengar itu, tampang gusar sekali dari Sin Mo bertukar
menjadi wajah dingin menghina.
"Kiranya demikian kehendakmu !" katanya. "Hanya baiklah
kau ketahui, peristiwa kita hari ini adalah apa yang dibilang si
buaya darat bertemu si penipu."
It Mo heran menyaksikan tampangnya Sin Mo, yang
berganti air muka tak hentinya itu. Lenyaplah rasa puasnya
tadi. Sekarang ia merasa bahwa ia benar-benar menemui
lawan yang tangguh. Habis berpikir, ia berpura tertawa dan
kata : "Sahabat, jangan menggertak aku buat mendapati
obatku ! Memangnya kau masih belum puas ?"
Gwa To Sin Mo memperlihatkan tampang sungguhsungguh.
Ia pun kata : "Im Ciu It Mo, jangan kau puas
terlebih dahulu ! Kau juga hidup senangmu tinggal setengah
tahun lagi ! Bukankah kita masing-masing masih
meninggalkan separuh dari obat kehidupan kita " Obat yang
terakhir " Aku bakal hidup lebih lama setengah tahun dari
pada kau, maka aku masih mempunyai kesempatan
menyaksikan bagaimana kau nanti merasai penderitaan
siksaan racunku ! Ha ha ha !"
Di dalam hati It Mo kaget. Ia memang tahu, tubuhnya
belum bersih seluruhnya dari racun lawan itu. Ia gusar,
menggertak gigi. Tapi, apa ia bisa bikin " Lawan
menggunakan siasat, dengan gigi membayar gigi. Tak dapat ia
mengumbar hawa amarahnya ! Bahkan ia menyesal yang ia
kalah cerdik, hingga ia kalah unggul ! Bahkan sejenak itu, tak
dapat ia menjawab orang. Ek Su Biauw bertabiat keras. Mendengar gurunya kena
terpedayakan, dia bangkit berdiri, sambil menuding Gwa To
Sin Mo, dia kata bengis : "Kau juga jangan bergirang dahulu !
Jika kau tidak menyerahkan kayyoh, apakah kau sangka kau
dapat keluar dari tempat kami ini ?"
"Budak tidak tahu adat !" In Go menegur, gusar. "Jika kau
bicara, jangan kau bermuka tebal ! Apakah kau mau berkelahi
?" Lantas dia berlompat maju, tangan kanannya yang
menggenggam jarumnya diluncurkan, sedang tangan kirinya
menolak pingang, hingga dia tampak keren sekali.
Tepat itu waktu ada datang seorang yang dandanannya
sama seperti Sam Biauw dan Su Biauw. Dia pula seorang nona
muda. Tanpa menoleh kepada siapa juga, dia lari langsung
kepada Im Ciu It Mo. Setibanya, dia membungkuk memberi
hormatnya, untuk seterusnya berbisik di telinga si bajingan
nenek. Setelah itu, tanpa menanti perintah atau pesan, dia lari
kembali. Dapat diterka bahwa dia membawa berita dari suatu
kejadian penting sekali. Im Ciu It Mo nampak terkejut akan tetapi dia sengaja
bersikap tenang saja. Di sisi dia sebaliknya Sam Biauw dan Su
Biauw nampak bingung sendirinya ! Wajah mereka nyata tak
tenang lagi ! Gwa To Sin Mo dan murid-muridnya menonton lagak oang,
lalu Sin Mo kata dengan suaranya dalam : "Eh, perempuan
tua, bukankah kita asalnya sahabat kekal satu dengan lain "
Maka itu, mari kita bicara secara terus terang ! Bagaimana
dengan kayyoh kita yang terakhir ini, kau mau tukar atau tidak
?" Im Ciu It Mo seperti juga tidak mendengar kata-kata orang.
Seterimanya laporan dari nona tadi, pikirannya menjadi kacau
sekali. Saking kuatnya hatinya, dia masih dapat bersikap
tenang. Toh dia berdiam saja. Sebenarnya dia lagi berpikir
keras bagaimana harus mengambil tindakan.......
In Go tidak sabaran. Melihat pihak sana berdiam saja, dia
kata dengan suara keras pada gurunya, "Suhu, orang tidak
memperdulikan kita ! Buat apa suhu menanya dia lebih jauh "
Di dalam keadaan kedua belah pihak bakal rusak bersama,
belum tentu suhu yang bakal menampak kerugian lebih hebat
! Suhu, kau lihai sekali, kaulah ahli racun, mustahil dalam
waktu satu tahun kau tidak sanggup mengobati dan
menyembuhkan dirimu sendiri. Aku tak percaya ! Suhu, mari
kita pergi !" Berkata begitu, nona ini membuat main matanya, melirik
sana melirik sini, untuk kemudian dia membuka tindakan
kakinya, akan melangkah ke arah pintu.
Ek Su Biauw terkejut. Dia menyangka benar-benar orang
hendak mengangkat kaki sebelum orang menyerahkan
kayyoh. Dengan satu gerakan tubuh yang ringan, ia berlompat
maju untuk menghadang In Go.
"Kalian mau pergi, ya ?" tanyanya, mengejek. "Tak mudah,
sahabat !" Kata-kata itu diiringi dengan satu sambaran tangan Tauwlociang, ilmu silat istimewa dari Im Ciu It Mo. Itulah justru
yang membuat It Mo mengangkat namanya !
In Go tidak takut. Ia memang sudah siap sedia. Bahkan
semenjak tadi, tangannya sudah mengenggam jarum
beracunnya. Begitulah atas tibanya serangan mendadak itu, ia
tidak berkelit atau menangkis, ia justru menyambuti tangan
lawan dengan tangannya yang berjarum itu !
"Aduh !" Su Biauw menjerit seraya dia lompat mundur.
Karena ketika tangannya bentrok dengan tangannya In Go, ia
merasakan sesuatu yang menusuk yang mendatangkan rasa
sangat nyeri. Ketika ia sudah berdiri tetap dan membawa
tangannya ke depan mukanya, ia mendapati beberapa titik
merah dan ditengah-tengah titik-titik itu ada titik hitam yang
halus sekali ! Titik merah-hitam itu seperti menjalar ke arah
nadinya ! Tiba-tiba saja titik-titik itu mendatangkan rasa nyeri yang
terlebih hebat, nyeri hampir sukar tertahankan, maka dengan
tangan kirinya memegangi tangan kanannya itu, tubuhnya
terus limbung dan mundur terhuyung-huyung.....
Sam Biauw kaget sekali. Dia lompat kepada saudaranya itu,
untuk memegangi tubuhnya agar jangan roboh. Ia lantas saja
ketahui bahwa kembali pihaknya kena dirugikan ! Sudah
gurunya, sekarang saudari seperguruan ini terkena racun
lawan ! Selama detik-detik lewat, mendadak Su Biauw roboh untuk
tak sadarkan diri ! "Kau kejam !" teriak Sam Biauw pada In Go, matanya
menyala saking gusar. Orang yang ditegur sebaliknya tertawa.
"Budak itu sangat bermulut besar !" sahutnya, seenaknya
saja. "Aku beri rasa sedikit padanya ! Inilah tepat sebagai
ganjaran !" Im Ciu It Mo bingung tak kepalang. Kembali roboh korban
dipihaknya. Mana dapat ia bertahan lebih lama " Maka ia
harus memutar haluan, buat memutar arah layar !
"Sin Mo !" lalu katanya terpaksa pada lawannya itu, "benar
apa katamu barusan ! Kita memang asal satu golongan ! Kalau
kita bertempur terus, itu cuma-cuma akan merusak kerukunan
kita ! Ya, paling benar mari kita saling menukar obat
kita.........." Gwa To Sin Mo tertawa nyaring.
"Jika kau masih mempunyai kepandaian yang lainnya, tak
ada halangannya buat kau pertunjukan terlebih jauh !"
katanya, tawar. "Lohu selalu bersedia untuk menontonnya !"
Sengaja dia menggunakan kata-kata "lohu" sebagai
penggantiannya "aku".
Im Ciu It Mo mengendalikan dirinya. Dia tidak menjawab,
hanya dari sakunya dia menarik keluar sebungkus obat bubuk,
selekasnya dia sudah memeriksanya teliti, dia melemparkan
itu kepada lawannya. Tapi dia tidak mau kalah aksi. Sembari
menyerahkan obatnya itu, dia kata seenaknya : "Aku si
perempuan tua, aku bersedia berlaku murah hati, lebih dahulu
aku menyerahkan obatku padamu !"
Sin Mo sudah lantas menjambret bungkusan obat itu, akan
dengan sama cepatnya membukanya. Tanpa ragu pula,
sebungkus obat itu ia masuki ke dalam mulutnya, buat segera
dikunyah dan ditelan ! Habis itu, ia pun merogoh sakunya, akan mengeluarkan
obatnya, sembari melemparkan itu pada Ek Sam Biauw, ia
kata : "Lekas kau kasih makan obat ini pada bocah itu !"
Kemudian ia kembali duduk, akan berdiam saja, buat
beristirahat sambil menyalurkan tenaga dalamnya. Dengan
demikian, ia belum memberikan obatnya yang terakhir pada It
Mo. Sam Biauw menyambuti sebutir obat merah, terus ia
jejalkan itu ke dalam mulut adik seperguruannya.
Selama itu, It Mo terus diam menonton saja. Ia tahu diri, ia
membungkam. Ia kalah unggul, terpaksa ia mesti menyerah.
Ia membiarkan Sin Mo mempermainkannya. Ia tahu sengaja
Sin Mo berbuat demikian, kesatu buat menggoda atau
mempermainkannya, kedua agar dia memiliki ketika akan
menyembuhkan diri dahulu. Sin Mo berpatokan : "Lebih baik
aku mencelakai orang, jangan orang mencelakai aku !" Sebab
dia ingin selamat. It Mo duduk berdiam terus, pikirannya tetap kacau.
Sebelum mendapat obat tak sanggup ia menentramkan
hatinya. Ia juga memikirkan laporan muridnya tadi, murid itu
sebenarnya mengabarkan hal adanya orang mengacau di
dalam guanya itu. Ia sudah pikir, begitu ia mendapat obat dari
Sin Mo, baru ia mau meninggalkan guanya itu.
Maka itu, selama itu seluruh ruang menjadi sangat sunyi.
Tidak lama, Su Biauw sudah siuman. Dia berdiam
menyender pada bahu Sam Biauw, kakak seperguruannya itu.
Dia perlu beristirahat. Bu Pa dan In Go menempati diri di kiri dan kanan gurunya,
guna melindungi guru itu. Mata mereka dipasang tajam, buat
sesuatu kejadian yang tak diingini.
Belum terlalu lama maka ruang yang sunyi itu telah
kedatangan sesosok bayang hitam, yang mulanya berloncat
masuk dalam rupa segumpal cahaya terang. Bayangan itu
lantas berdiri tegak ditengah ruang besar itu, matanya lantas
menatap semua hadirin. Di akhirnya, dia menghadapi Im Ciu
It Mo dan tertawa gembira.
"Eh, Im Ciu, perempuan tua !" demikian tegurnya
kemudian, "perempuan tua, apakah kau tak menyesalkan aku
yang aku datang secara tiba-tiba ini, tanpa melaporkan dan
meminta perkenan lagi dari kau " Apakah aku tidak lancang ?"
Orang asing itu tertawa geli, agaknya dia jenaka.
Segera juga semua orang melihat tegas pada tetamu yang
tidak diundang itu. Dia kiranya seorang ni-kouw atau pendeta
wanita kaum agama Hud Kauw, yang usianya baru tiga puluh
tahun. Dia mengenakan jubah suci tetapi dipinggangnya
tergantung sepasang pedang, alisnya lentik. Maka dialah
seorang pendeta yang cantik, yang nampak rada centil.....
Im Ciu It Mo mengawasi dengan melongo. Ia mencoba
mengerahkan tenaga dalamnya. Setelah itu ia tertawa dingin
berulang-ulang : "Hm ! Hm !" Terus dia berkata : "Oh, kiranya
Peng Mo Nikouw yang terhormat yang datang berkunjung !
Ah, kenapakah muridku yang mengawal pintu lalai sekali "
Kenapa dia tidak terlebih dahulu datang melaporkan padaku "
Maafkan aku si perempuan tua, aku jadi tak dapat menyambut
sebagaimana mestinya, aku menjadi kurang hormat !"
Im Ciu It Mo bukannya jeri terhadap Peng Mo si Bajingan
Es, kalau toh dia berlaku demikian merendah, ini disebabkan
keadaannya yang sulit itu. Selagi tubuhnya belum bersih dari
sisa racun, Sin Mo pun belum berlalu dari guanya itu. Ia pun
heran yang Peng Mo bisa masuk secara demikian mudah ke
guanya yang sangat terahasia itu. Pula Peng Mo bukanlah
tamu yang disukai olehnya !
Peng Mo tertawa dan kata : "Pengawal pintumu itu
bukannya gemar memain dan lalai, dia hanya si kantung nasi !
Dia terlalu tolol !"
It Mo tidak lantas menjawab, dia hanya berpikir : "Hong
Gwa Sam Mo belum pernah berpisah satu dari lain, sekarang
Peng Mo muncul seorang diri, mestinya Hiat Mo dan Tam Mo
Tosu lagi bersembunyi atau menantikan diluar......" Tapi tak
dapat ia berdiam saja, apa pula terlalu lama, maka ia lantas
berkata : "Peng Mo, kalau kau ada urusan, kau bicaralah !"
Peng Mo tertawa geli. "Apakah aku mesti mengatakannya pula ?" dia balik
bertanya. "Pinni datang kemari guna mencari dan menyusul
Gak Hong Kun !" Gak Hong Kun belum pulang ke Kian Gee Kiap Kok, yang
datang bersama Sin Mo ialah Tio It Hiong, akan tetapi si
Bajingan Es ini keliru mengenalinya. Mendengar itu, It Mo
mengerti akan kekeliruannya kenalan itu. Tapi sengaja ia kata
: "Peng Mo, kenapa kau begini menggilai orang laki-laki "
Dengan perilakumu ini, mana dapat kau menuntut
penghidupan sucimu, untuk menghadap San Buddha nanti ?"
Matanya Peng Mo mendelik.
"Jangan ngoceh tidak karuan !" bentaknya. "Itulah bukan
urusanmu ! Mana dia Gak Hong Kun?"
Dari dalam ruang itu, dari arah sebuah kursi, terdengar ini
suara nyaring : "Suhu sekalian bukankah orang sesama
golongan " Ada urusan apakah maka kalian sampai berselisih
begini ?" Itulah suaranya Sin Mo, yang setelah lewat sekian waktu itu
merasa kesehatannya sudah pulih. Ia kurang puas sebab Peng
Mo garang sekali. Ia tidak tahu yang It Mo dan Peng Mo
bukannya bermusuh hanya mereka lagi memperebuti seorang
pria ! Peng Mo berpaling mengikuti suara pertanyaan itu, maka ia
melihat seorang tua yang tampangnya bersih tetapi matanya
tajam, yang lagi duduk dengan diapit dua orang pria dan
wanita, yang ketiga-tiganya asing baginya.
"Siapakah kau, lo-sicu ?" ia tanya Sin Mo. "Cara bagaimana
kau berani usil urusannya Peng Mo?"
Sin Mo tetap duduk dengan tenang dikursinya itu.
"Gelaran lohu ialah yang orang luar sebut Gwa To Sin Mo,"
ia memperkenalkan dirinya. "Kalau lohu sampai berani
mencampur bicara, maksudku tak lain tak bukan keculai
mengharap kalian janganlah merusak kerukunan..........."
"Hm !" Peng Mo memperdengarkan suara dingin. "Tapi
baiklah kalau Losicu sudi memberikan pertimbanganmu, nanti


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku jelaskan duduknya perkara."
It Mo mendengari pembicaraan dua orang itu, dia tak puas.
Dia pun bingung. Sin Mo sudah makan obatnya, dia sembuh
dan kesehatannya pulih seluruhnya. Dia sebaliknya. Di
pihaknya, bahkan Su Biauw keracunan juga. Itulah tidak
menguntungkan baginya. Ia pula perlu pertolongannya Sin
Mo. Bagaimana kalau Sin Mo sampai bentrok dengan Peng Mo
" Bukankah urusannya bakal jadi rusak " Ia bisa celaka
karenanya ! Maka dalam bingungnya, dia lantas campur
bicara. "Eh, sahabat Sin Mo !" demikian dia menyela, "apakah kau
masih takut aku si orang tua nanti memperdayaimu ?"
Gwa To Sin Mo bersenyum. Ia dapat membaca hati orang.
Maka lantas ia merogoh sakunya, mengeluarkan beberapa
buah butir pil, sembari menyerahkan itu pada In Go, ia kata :
"Kau bagi rata obat ini pada mereka itu berdua !"
It Mo dan Su Biauw menyambuti obat, terus mereka
menelannya, habis itu, keduanya terus duduk berdiam
bagaikan tengah bersamadhi.
Peng Mo menonton, dia heran. Ada urusan apa diantara
kedua belah pihak " "Kalian lagi bikin apa ?" tanyanya, saking herannya.
Gwa To Sin Mo merasa tak leluasa buat menuturkan
duduknya hal yang sebenarnya, ia tertawa dan kata :
"Bukankah suhu datang kemari mencari orang " Kenapa suhu
tidak mau segera mencarinya " Ha ha ha ! Lohu mau pergi !"
Begitu dia berkata, begitu Sin Mo berbangkit, terus dia
mengajak In Go dan Bu Pa bertindak pergi.
Peng Mo menerka-nerka mendengar suaranya Sin Mo itu.
Bukankah itu petunjuk bahwa orang yang ia lagi cari berada di
dalam gua itu " Maka itu, tanpa mempedulikna orang berlalu,
ia lantas mengawasi It Mo bertiga bersama muridnya itu.
It Mo lagi menyalurkan darahnya, begitu juga Su Biauw.
Adalah Sam Biauw yang berdiri menemani mereka itu berdua.
Dia berdiam saja, tetapi dia mendapat firasat bahaya yang
mengancam mereka. Tadi dia telah melihat sikap garang dari
Peng Mo. Maka itu diam-diam dia mengawasi gerak geriknya
si Bajingan Es. Dia juga tak menghiraukan lagi kepergiannya
Sin Mo bertiga. Habis mengawasi orang, Peng Mo bertindak menghampiri It
Mo. Dia berjalan pelahan-lahan. Setelah datang dekat, sambil
memperlihatkan senyuman aneh, dia kata : "Jiwa gurumu
bersama jiwa kamu berdua berada di dalam tanganku, oleh
karena itu jika kau tahu gelagat, lekas kau bicara secara terus
terang ! Bilanglah dimana adanya Gak Hong Kun sekarang !
Kau mengerti ?" Sam Biauw cerdik. Tak mudah ia dipermainkan. Dia gusar
sekali tetapi dapat dia menguasai diri. Musuh mestinya
tangguh, harus dia mengalah. Dia pula mesti menang waktu.
Dia ketahui, tak dapat dia menyangkal hal Gak Hong Kun tidak
ada di dalam gua. Si nikouw pendeta perempuan, tentuanya
tidak bakal percaya padanya. Maka diakhirnya dia pikir, baik
dia pancing orang masuk ke dalam, untuk dia menjebak orang
dalam kamar rahasia. Oleh karena itu, dia lantas
memperlihatkan tampang putus asa.
"Dia berada di dalam gua disebelah dalam ruang ini,"
kaanya tawar. "Kalau Toa suhu mempunyai kepandaian, pergi
Toa suhu susul sendiri padanya di daLam Sana......."
Parasnya Peng Mo menjadi padam. Lantas dia menyeringai
tawar. "Budak cilik !" katanya dingin. "Awas jika kau main gila
terhadapku ! Baiklah kau pikir masak-masak dahulu, baru kau
menjawab aku !" "Mana aku berani mendustai kau, Toasuhu ?" kata Sam
Biauw lekas. "Di sana ada pintu pojok. Silahkan Toasuhu
masuk dari sana !" Dia pun menunjuk ke pintu yang
disebutkan itu di pojok kiri.
Peng Mo melengak. Sebabnya ialah ia menerka, di dalam
situ tentu ada perangkapnya. Sebaliknya, kalau ia tidak
memasuki pintu itu, ia bakal dapat malu. Laginya, tak dapat ia
melepaskan maksudnya dengan begitu saja !
Hanya sebentar ia bersangsi, si nikouw lantas menggertak
giginya. Segera ia bertindak memasuki pintu pojok itu !
Sekarang kita melihat dulu pada It Hiong bersama Ya Bie
dan So Hun Cian Li, yang kita tinggalkan semenjak dia
meninggalkan Gwa To Sin Mo dan kedua muridnya itu, guna
mereka mencari Kiauw In. Semasuknya di pintu pojok itu, It Hiong melihat sebuah
ruang kecil di kanan mana ada sebuah pintu yang tertutup
rapat. Empat penjuru dinding ada dinding batu putih. Di satu
arah, di tengah ruang, ada sebuah gang atau lorong yang
sempit. Di dalam situ tampak cahaya api remang-remang.
Ruang atau kamar kecil itu, tidak ada orangnya. Habis
meneliti seluruh kamar, It Hiong bertindak di lorong sempit
itu. Ia mendapatkan beberapa tikungan, hingga ia mesti jalan
belok sana belok sini, jauhnya kira tiga puluh tombak. Sinar
terang lemah tampak di ujung lorong. Kiranya itulah tempat
terbuka dan sampai disitu jalanan sangat sempit, cuma muat
satu orang saja. Dari situ, orang bisa melihat langit. Kedua
lamping tinggi dan licin. Tanah pun sumPek dan basah.
It Hiong maju terus di jalan sempit itu. Setelah belasan
tombak, ia sampai di muka sebuah gua. Ia berhenti sebentar
akan menoleh, melihat kepada Ya Bie, habis itu, ia menyeplos
masuk ke dalam gua itu ! Di luar dugaan, selagi lorongnya sangat cupat, gua
sebaliknya lebar sekali dan di empat penjuru dindingnya ada
api pelita. Di suatu pinggiran terdapat banyak dapur besar dan
kecil, jumlahnya kira empat puluh buah. Apinya semua dapur
itu pun sedang berkobar. Di atas setiap dapur ada kwalinya,
kwali besi yang mirip eng atau tripod, pendupaan kaki tiga dan
pada tiap tutupnya terdapat sebatang semprong asap, hanya
warnanya berlainan dan asapnya menghembus tinggi, baru
buyar. Asap itu berwarna-warni dan dilangit kamar ada
sawang apinya. Di setiap pinggiran dapur terdapat beberapa puluh orang
laki-laki, yang tubuhnya telanjang sebatas dada. Mereka
semua repot mengurusi api, atau dapurnya, dan atas
datangnya It Hiong, mereka tak menghiraukan sama sekali.
Ya Bie heran. Dia mengagumi warna-warni asap itu, yang
tujuh rupa. Ia tersengsam sampai ia lupa bahwa ia berada di
dalam gua yang berbahaya.
So Hun Cian Li pun gembira, hingga ia berPekik dan
menari-nari ! It Hiong memperhatikan tujuh macam warna asap itu, yang
beda dari pada asap umumnya. Kemudian ia mengawasi itu
puluhan kuli dapur. Mereka pun aneh, muka mereka sama
semuanya. Sesudah diteliti, baru ternyata yang mereka semua
mengenakan topeng seragam.
"Heran !" pikirnya. "Tempat ini tentulah tempat Im Ciu It
Mo memasak obat racunnya tetapi heran tak ada bau yang
luar biasa......" Tidak ada pengurus atau kepala tukang masak itu. Hawa
disitu juga panas sekali.
Si orang utan takut hawa api tetapi dia sanat tertarik hati,
dengan bersembunyi di belakang Ya Bie, dia berPekik-Pekik.
It Hiong menghampiri seorang tukang masak itu.
"Tuan, dapatkah aku mengajukan satu pertanyaan ?"
tanyanya hormat. Orang itu tidak menjawab, hanya dengan tangannya dia
menunjuk pada mulut, bibir dan telinganya.
Anak muda itu bertambah heran. Ia menerka orang tidak
berani bicara di tempat banyak orang itu. Ia mencekal
tangannya seorang dan menariknya ke mulut gua. Di sini dia
mengulangi pertanyaannya.
Di luar sangkaan, mendadak orang itu meloloskan
tangannya yang dipegang itu, terus dia meninju dibarengi satu
depakan. Nyata dia bergerak cepat sekali. Serangan itu
mengarah dada dan perut. It Hiong kaget. Itulah diluar dugaannya. Syukur ia awas
dan gesit. Dengan muda ia berkelit ke samping, kedua
tangannya digeraki juga. Tangan yang satu dipakai
menangkis, tangan yang lain buat menangkap kaki orang !
Orang itu berontak, kembali dia meninju.
Tidak ada niatnya si anak muda mencelakai orang. Ia tidak
membalas menyerang, hanya kali ini tangannya digeraki untuk
mengekang penyerang itu. Terutama ia mencekal kaki orang
hingga orang tak dapat berkutik, sedangkan sebelah
tangannya dia itu dipegang keras sampai dia tak dapat
meronta. "Aku cuma menanya kau, kenapa kau menyerang aku ?"
kemudian It Hiong tanya pula. Ia tertawa manis tetapi tangan
dan kaki orang itu dibikin tak berdaya ! Ia pun menarik pula,
buat membawa orang keluar. Atau mendadak, ia mendengar
bunyi kelenengan nyaring, terus di mulut gua itu jatuh turun
sebuah pintu besi, sesudah mana dari empat penjuru terlihat
asap tujuh warna menyembur !
Kalau tadi semua asap itu tidak berbau apa-apa, sekarang
tercium bau yang sangat memualkan, hingga orang mau
tumpah-tumpah. Asap pula lantas makin lama makin tebal,
hingga yang terlihat tinggal sinar api dapur.....
It Hiong pun kaget. Manyusul keluarnya asap itu, orang
yang ia pegangi itu roboh terkulai, mungkin dia terbinasakan
rekan atau rekan-rekannya, mungkin dia mati disebabkan asap
itu. Lekas sekali tubuh orang itu menjadi dingin, akan akhirnya
nafasnya pun berhenti berjalan......
"Hebat !" pikir It Hiong, yang menjadi bingung. Tidak
disangka-sangka, Im Ciu It Mo demikian lihai.
Selagi ia berpikir keras, It Hiong merasa punggungnya ada
yang tubruk. Hampir ia menangkis sambil menyerang, kapan
ia ingat pada Ya Bie, maka batal menyerang, ia berbalik
merangkul tubuh orang. Hanya tak dapat ia memastikan,
tubuh itu tubuh si nona polos atau bukan.
Tak dapat It Hiong membuka suara, buat bicara dengan
nona itu. Sejak munculnya asap, ia sudah menahan nafas.
Walaupun demikian, asap memasuki mulut dan tenggorokan,
atau kerongkongannya menjadi perih. Matanya juga terasa
pedas. Masih It Hiong memeluki tubuh yang lunak itu, yang ia
belum berani pastikan Ya Bie atau bukan. Dengan tebalnya
asap, tak dapat ia melihat muka orang. Ia hanya menerka,
kalau orang itu Ya Bie, tentulah Ya Bie telah pingsan
disebabkan asap itu. Ia pun pernah memikir, kalau dia itu
bukannya Ya Bie, kenapa orang menubruknya........
"Jika dia Ya Bie dan dia mati sungguh dia harus
dikasihhani....." It Hiong bagaikan ngelamun. "Dia baik sekali,
dia datang kemari buat membantui aku. Tak nanti aku dapat
melupakannya !" Asap terus bergulung-gulung. Lama-lama It Hiong menjadi
kewalahan. Hampir ia tak dapat membuka matanya itu. Ia
membuka mata lebar-lebar tetapi ia tidak mampu melihat atau
membedakan apa juga. Hanya asap tebal yang tampak.
Akhir-akhirnya pemuda kita menjatuhkan diri, akan duduk
bersila ditanah, matanya dipejamkan. Bagaikan bersamadhi, ia
memasang telinganya. Di tempat begitu, ia terus waspada.
Terutama, ia harus dapat melawan serangannya racun.
Caranya ini membuat hatinya terbuka dan pikirannya tenang
dan terang ! Tiba-tiba It Hiong ingat mustika mutiara Leecu hadiah dari
Bu Lim In-Cin, si orang rimba persilatan yang tak dikenal di
Kui Hiang Koan. Bukankah mutiara itu katanya dapat
membasmi racun dan lainnya " Maka tanpa ayal pula, ia
merogoh keluar mutiaranya itu.
Benar mujizat mutira Lee-cu, ketika itu sinarnya nampak
lemah tetapi segera juga buyarlah asap yang tebal itu. Si anak
muda masih belum tahu bahwa mutiaranya sudah menunjuki
khasiatnya, ia masih meram saja. Dengan tangannya, ia
meraba mukanya orang yang rebah di pangkuannya, dengan
begitu ia bisa memasuki Lee-cu ke dalam mulut orang......
Selekasnya Lee-cu berada di dalam mulut orang itu, asap
datang menyerang pula. It Hiong merasai itu pada hidung dan
mulutnya. Tapi ini membuat mengerti akan adanya perubahan
itu. Masih ia meram saja.
Tiba-tiba si anak muda merasa ada tangan lunak
menggoyang-goyang bahunya, disusul dengan suara halus ini
: "Kakak Hiong......... Kakak Hiong......."
Itulah suaranya Ya Bie. Baru sekarang si anak muda membuka matanya. Maka ia
melihat Ya Bie, ditangan siapa tercekal Lee-cu, yang
menyiarkan sinar terang bergemerlapan. Nona itu tetap rebah
dipangkuannya, mukanya menghadapi muka ia, wajahnya
nona itu ramai dengan senyuman berseri-sei. Agaknya si nona
tengah merasai sesuatu yang membuatnya sangat gembira.
It Hiong pun girang. Suaranya si nona menandakan si nona
itu sudah sadar berkat kemukjizatannya mutiara mustika itu.
Begitulah maka ia membuka matanya, hingga ia melihat nona
itu, bahkan sinarnya empat buah mata seperti kontak satu
dengan lain. Ia melihat sinar mata si nona terang, jernih dan
halus, wajar sekali. Karenanya, tanpa merasa, hatinya
berdebaran, semangatnya bagaikan melayang-layang.
"Kakak Hiong !" terdengar pula suara si nona, halus dan
merdu. "Kakak Hiong !"
Justru panggilan itu membuat si anak muda terasadar !
Hatinya masih guncang, tetapi matanya segera dipejamkan
pula, supaya ia bisa menenangkan diri.
"Ha, It Hiong !" katanya di dalam hati, "It Hiong, kenapa
kau berbuat begini " Kenapa hatimu tergerak oleh nona yang
kau pandang sebagai adikmu sendiri ?"
Lewat sejenak..... "Oh, adik, kau sudah mendusin ?" tanyanya, walaupun
suaranya menggetar. "Kakak......." kata si nona.
"Apa adik ?" It Hiong tanya.
Tubuh nona itu bergerak. "Kakak !" katanya pula.
Segera It Hiong ingat yang mereka lagi berada di dalam
guanya Im Ciu It Mo, bahwa baru saja mereka diganggu asap
jahatnya si wanita tua. Itulah berbahaya. Setiap waktu, dapat
orang menyerang mereka. Maka ia lantas melihat kelilingnya.
Masih ada sisa asap tebal. Perlahan-lahan asap mumbul,


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lenyap di langit-langit ruang.
Ya Bie masih memegangi mutiara, yang sinarnya terus
mencorong. Ruang tetap sunyi saja, tak terdengar suara apa juga.
It Hiong tunduk, ia melihat si nona, dengan rebah tenang,
lagi membuat main Lee-cu dalam genggaman kedua
tangannya bergantian. "Hawa beracun sudah buyar." kata si anak muda kemudian.
"Mari kita keluar !"
Tubuh si nona tak bergerak. Dia seperti ketagihan rebah
diatas pangkuan orang. "Begitu ?" katanya, acuh tak acuh, seperti juga dia tak
insyaf yang mereka lagi berada di sarang orang jahat.......
It Hiong heran menyaksikan lagak orang, hingga ia mau
menerka mungkin si nona belum bersih dari racunnya asap
jahat itu. "Adik, coba kau kemut pula mutiara itu." katanya. "Dengan
begitu sisa racun akan bersih semuanya........"
Si nona tapinya tertawa manis.
"Mana ada racun di dalam tubuhku ?" katanya, tertawa
pula. "Cuma, aku rasanya letih sekali, aku bagaikan ingin
rebah terus....." It Hiong terkejut, hingga ia melengak.
Kembali si nona tertawa, hingga seluruh tubuhnya
bergerak. Dengan matanya yang celi dia menatap si anak
muda. Di saat itu, mukanya berwarna merah dadu. Ia layulayu
segar ! Itulah pengaruh kewanitaan.......
"Kakak Hiong." kata ia pula, perlahan, selagi si anak muda
masih berdiam saja. "Kakak, aku girang sekali ! Kakak, kenapa
aku merasai seluruh tubuhku letih sekali ?"
Tiba-tiba Lee-cu lepas dari tangan si nona, mutiara itu
menggelinding ke depannya So Hun Cian Li, binatang mana
lagi rebah mendekam tak jauh di sisi mereka.
Orang utan itu takut api, sejak tadi dia mendekam saja,
mukanya ditempel rapat pada tanah, tetapi asal terlalu tebal,
dia kena juga menyedot asap itu, hingga dia bagaikan lupa
daratan. Sekian lama dia dalam keadaan sadar dan tidak
sadar, tetapi selekasnya asap buyar dan mutiara jatuh ke
depan mukanya, mendadak ia sadar seluruhnya.
Sekonyong-konyong, satu bayangan orang berlompat ke
arah So Hun Cian Li. It Hiong terkejut. Itulah seorang perempuan. Lebih dahulu
daripada itu, ia telah melihat jatuhnya mutiara mustikanya.
Justru mutiara itulah yang disambar nona itu, yang segera
berlompat mundur pula, gerakannya cepat bagaikan kilat. Mau
It Hiong mencegah atau ia telah terlambat. Lantas ia menjadi
terlebih kaget pula ! Ya Bie tidak berada lagi di
pangkuannya..... "Ha !" serunya, yang terus berjingkrak bangun. Ia lantas
melihat gerak-geriknya bayang orang yang cepat dan ke
empat tangannya bayangan itu saling menyambar. Segera ia
mengenali, Ya Bie tengah berkutat dengan Ek Su Biauw,
muridnya Im Ciu It Mo itu !
Su Biauw muncul sesudah sekian lama sehabis ia
melepaskan asap beracunnya, karena ia mendengar suara
sunyi saja, ia menyangka It Hiong semua sudah terkena racun
dan pingsan, maka ia muncul, hingga ia menyaksikan Ya Bie
lagi rebah di pangkuan si anak muda, malah ia melihat
jatuhnya mutiara dari tangannya si nona itu. Maka ia lantas
lompat menjambret merebutnya !
Ya Bie melihat orang datang, ia berseru nyaring, ia
berjingkrak bangun, untuk terus menyerang nona penjambret
mutiara itu. Su Biauw licik, dia dapat berkelit, tetapi Ya Bie cepat dan
menyerang pula, maka itu jadi bertempurlah mereka berdua.
Dengan tangan kanan mengepal mutiara, Su Biauw
berkelahi dengan hanya tangan kirinya. Ia menutup tubuhnya
dengan ilmu "Sebelah tangan menutup langit". Di dalam hal
tenaga dan kepandaian silat, dia menang setingkat dari pada
Ya Bie. Sebaliknya, muridnya Touw Hwe Jie menang gesit dan
lincah. Dengan begitu, mereka jadi seimbang.
It Hiong menyaksikan sekian lama, tetapi pikirannya ada
pada Lee-cu. Itulah benda mustika dan hadiah dari Bu Lim InCin, tak dapat ia membuatnya lenyap. Lewat sesaat dan orang
masih bertarung saja, ia habis sabar.
"Tinggalkan mutiara !" teriaknya. "Tinggalkan atau kau tak
bakal dapat ampun !"
Walaupun dia berseru demikian itu, tubuhnya It Hiong toh
sudah mencelat ke medan pertempuran dan kedua tangannya
segera bergerak, hingga di dalam sekejap saja ia telah
memisahkan dua nona yang lagi bertempur itu, hingga mereka
pada berdiri diam ! Su Biauw melihat mutiara di tangannya. Dia tertawa. Nyata
dia tak takut. "Adakah ini barangmu ?" dia tanya.
"Hm !" It Hiong memberikan jawabannya. "Mari serahkan
padaku !" Su Biauw menatap si anak muda.
"Gak Hong Kun," katanya kemudian, suaranya lunak.
"Apakah budak ini yang membuat kau berubah menjadi begini
rupa ?" Ia terus menoleh kepada Ya Bie, sinar matanya
menandakan dia sangat membenci.
Alisnya It Hiong bangun berdiri.
"Jangan banyak bicara lagi !" bentaknya. "Tak ada waktu
buat mengadu lidah denganmu !"
Parasnya Su Biauw menjadi padam. Agaknya dia
mendongkol. "Jika kau tidak mengembalikan mutiara padamu ?" dia
tanya, dingin. "Jangan kau salahkan kalau aku berlaku keras !" ada
jawabannya si anak muda, keras.
Itu bukan jawaban belaka, jawaban itu dibuktikan
berbareng dengan perbuatan. Cepat luar biasa, sebelah
tangannya si anak muda meluncur dengan satu cengkraman
"Kim Liong Ciu -- Tangan Menawan Naga !"
Ek Su Biauw masih dapat berkelit, hanya dia kalah cepat,
bajunya kena terjambret hingga pecah, hingga ia pun merasai
kulitnya panas dan nyeri.
Berbareng dengan itu, mendadak pintu gua terpentang
lebar, lantas bayangan orang bergerak-gerak. Di dalam satu
kelebatan saja, tiga orang wanita telah muncul diambang
pintu itu, terus masuk kedalam. Dandanan mereka itu, dari
pakaian sampai cara menjalin rambutnya, serupa saja. Yang
beda melainkan usia mereka tetapi toh tak terpaut jauh.
Kiranya merekalah Ek Toa Biauw, Ek Jie Biauw dan Ek Cit
Biauw, tiga diantara Cit Biauw Lie, tujuh wanita siluman
murid-muridnya Im Ciu It Mo.
Selekasnya Toa Biauw terancam bahaya, segera ia
menyerang It Hiong yang dia hajar punggungnya dimana ada
jalan darah cie-tong. Inilah seranga yang membuat
jambretannya si naak muda gagal. Jika tidak, Su Biauw tak
akan separuh lolos. Heran It Hiong menyaksikan ketiga nona itu sangat mirip
dengan Su Biauw. Mereka itu cantik-cantik tetapi pun
berwajah centil. "Kalian mencari mampus," tegurnya sengit. Walaupun
demikian, ia tidak menghiraukan mereka itu, ia bergerak
menyambar pula kepada Su Biauw. Kali ini dia berlompat
dengan ilmu ringan tubuh Tangga Mega.
"Aduh !" Su Biauw menjerit sambil dia berkelit mundur,
akan tetapi sebelumnya itu, pergelangan tangannya sudah
dicekal si anak muda, yang terus merampas pulang mutiara
dari genggamannya ! Sebagai pemuda gagah, sebagai laki-laki sejati, anak muda
kita tidak mau mencekal terus pada Su Biauw. Dia
melepaskannya selekasnya dia berhasil merampas pulang LeeKang
Zusi website http://cerita-silat.co.cc/
cu. Kalau dialah seorang lain, pasti dia membekuk Su Biauw
guna memaksa orang menunjuki dimana dikurung atau
beradanya Kiauw In. Habis melepaskan tangan si nona, ia mengawasi nona-nona
itu. "Apakah cuma kalian saja murid-muridnya Im Ciu It Mo ?"
ia tanya dingin. Ek Toa Biauw mengawasi pemuda itu, lantas alisnya yang
lentik terbangun, air mukanya pun berubah. Kelihatan tegas
dia licik. "Gak Hong Kun !" katanya tawar. Dia pula tertawa dengan
suaranya tak sedap. "Gak Hong Kun! Kenapa kau menjadi
begini tidak berbudi " Kenapakah kau menghina adikku ?" Ia
maksudkan Su Biauw. Kemudian dia berpaling pada adiknya
itu dan menanya : "Barang apakah yang dia rampas darimu ?"
Toa Biauw tidak menyangka sama sekali bahwa It Hiong
bukannya Hong Kun dan ia pula mengira Su Biauw berkasihkasihan
dengan pemuda itu hingga timbullah rasa jelusnya.
It Hiong tidak menanti orang bicara.
"Kamu dengar atau tidak perkataanku ?" ia tanya keras.
Toa Biauw berpaling pula pada anak muda itu.
"Apa ?" dia balik bertanya. Dia mengganda tertawa.
Sementara itu Cit Biauw telah mengawasi Ya Bie dan orang
utannya. "Siapakah kau ?" tegurnya. "Kenapa kau lancang masuk
kemari ?" Belum lagi Ya Bie menjawab nona itu, It Hiong sudah
mendahului. "Baiklah kalian ketahui !" katanya nyaring. "Bicara terus
terang, akulah Tio It Hiong ! Aku bukannya Gak Hong Kun
kalian !" Cit Biauw paling muda, pengalamannya masih hijau. Dia
heran mendengar keterangannya It Hiong. Timbullah keraguraguannya
hingga dia jadi menjublak saja.
Tidak demikian dengan Toa Biauw.
"Gak Hong Kun !" katanya keras. Tetap dia mengukuhi
anggapannya sendiri. "Gak Hong Kun, tak peduli kau menukar
nama apa, tak dapat kau mendustai aku !" Kemudian dia
menoleh kepada Su Biauw, akan melanjutkan menanya :
"Apakah kau yang mengajak dia masuk kemari "
Su Biauw menggeleng kepala. Dia tidak dapat menjawab
sebab dia lagi merasa sangat heran kenapa si anak muda
demikian lihai, mudah saja mutiara ditangannya dirampas
tanpa dia sempat berdaya. Tadi pun, kalau anak muda itu
tidak dibokong Toa Biauw, dia tentu tak akan lolos. Karena
kepandaiannya anak muda itu, dia mau percaya bahwa orang
benar bukannya Hong Kun....
"Habis siapakah dia ?" demikian pikirnya. "Dia sangat mirip
dengan Hong Kun...."
Su Biauw jatuh hati pada Hong Kun semenjak semula dia
melihat orang she Gak itu, dia selalu mencoba akan mendekati
si pemuda, tetapi dalam usahanya itu dia mendapat rintangan
samar-samar dari Toa Biauw, sang kakak paling tua, hingga
dia jadi kurang bebas. Toa Biauw tidak lantas mendapat jawaban dari adiknya itu,
dia tidak puas, maka juga --dalam jelusnya-- dia kata pula :
"Aku yang menjadi kakakmu, aku rupanya tidak disenangi kau,
mungkin disebabkan aku telah menggangu kesenanganmu,
adikku...." Suara itu pun dingin sekali.
Su Biauw malu dan mendongkol. Kakak itu telah
menyindirnya. Walaupun demikian, ia berdiam saja, melainkan
wajahnya menjadi gelap. Toa Biauw puas melihat orang berdiam dan malu, lantas
dia bersenyum. Lalu dia berkata pula : "Oh, mungkin katakataku
berkelebihan, adikku, walaupun demikian, harap kau
tidak taruh hati....."
Habis berkata, kakak itu mengibasi tangannya terhadap Jie
Biauw dan Cie Biauw, sembari ia meneruskan : "Mari kita pergi
! Tak dapat kita berdiam disini, nanti kita mengganggu orang
yang sedang memasang omong !"
Terus kakak ini memutar tubuhnya, tetapi ketika ia
melangkah, tindakannya ayal-ayalan seperti juga dia tak ingin
berlalu dari ruang itu.......
Ya Bie mengawasi mereka itu, ia mendengar dan melihat,
tetapi ia mendengarnya dengan separuh mengerti dan
separuh tidak. Ia hanya mendapati kata-katanya Toa Biauw
keras dan tajam dan wajahnya tak mengasih. Tapi ia tak
menghiraukan mereka itu, ia hanya melirik pada It Hiong,
memberi isyarat supaya si anak muda tanya nona-nona itu
perihal Kiauw In. It Hiong pun mendadak ingat halnya Nona Cio.
"Tahan !" teriaknya pada Toa Biauw semua.
Nona itu menghentikan langkahnya. Lantas dia berpaling.
Memang dia sengaja mau menggodia Su Biauw, jalannya pun
di buat-buat lambatnya. "Apa ?" tanyanya pada si anak muda. "Apakah kau tidak
takut kami nanti mengganggumu ?"
"Hm !" It Hiong memperdengarkan suara mendongkol.
"Lekas bilang dimana adanya Cio Kiauw In sekarang !"
Toa Biauw bersikap ugal-ugalan. Tingkahnya centil sekali.
"Mau apa kau mencari dia ?" tanyanya dingin.
It Hiong gusar. "Jika kamu tahu selatan, lekas kamu bicara terus terang !"
katanya keras. "Kalau tidak, harap jangan menyesal, aku yang
rendah terpaksa tak berlaku sungkan lagi terhadap kamu !"
"Aduh, aduh !" Toa Biauw berseru-seru, kembali tingkahnya
dibikin-bikin. "Sungguh mulut besar!" Terus dia berpaling pula
pada adiknya seraya berkata : "Nah, adik, kau harus sadar,
nyatanya orang datang kemari bukannya buat mencari kau
hanya orang lain !" Habis sabarnya It Hiong sebab Toa Biauw tidak
menghiraukan dan nona itu selalu mengejek Su Biauw. Tibatiba
saja ia melayangkan sebelah tangan pada nona itu.
Toa Biauw berdiri berendeng dengan Jie Biauw dan Cit
Biauw, meliha datangnya serangan, ia berkelit berbareng
bersama dua orang adiknya itu. Berhasil mereka
membebaskan diri. Ketujuh muridnya Im Ciu It Mo itu bukannya cuma
barengan dandanan dan senjatanya, juga caranya berkelahi,
ialah selalu mereka bertujuh, atau sedikitnya beberapa orang
seadanya mereka bersama. Itu pula yang membuatnya
menjadi lihai.

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat orang dapat menyelamatkan diri, It Hiong maju
terus guna mengulangi serangannya. Ia menggunakan jurusjurus
dari Hang Liong Hok Houw-ilmu menaklukan naga
menundukkan harimau. Toa Biauw bertiga berlompat mundur buat segera
mengambil tempatnya masing-masing, dengan demikian,
dapat mereka membuat perlawanan. Mereka merenggang dan
merapatkan diri dengan sempurna. Kalau mereka maju, enam
buah tangan mereka bekerja sama.
Su Biauw pun lantas turun tangan. Menuruti suara hatinya,
tak sudi dia membantui ketiga saudara seperguruan itu, lebihlebih
Toa Biauw, akan tetapi ia mesti mentaati peraturan dan
pesan gurunya. Begitulah terpaksa ia mengambil tempatnya,
untuk maju dan mundur bersama. Karena mereka telah
terlatih sempurna, tidaklah heran apabila mereka berempat
jadi tangguh sekali, It Hiong bagaikan dikurung sekawanan
kupu-kupu. Cit Biauw Lie terancam hukuman berat kalau mereka
menyaitui aturan gurunya. Maka juga mereka bertempur
dengan sungguh-sungguh, mereka seperti tak takut mati.
Sebenarnya, kalau mereka menempur It Hiong satu lawan
satu, tak seorang juga dari mereka yang sanggup bertahan
lebih dari tiga jurus, tetapi sekarang mereka dapat bertahan
dengan baik. Mereka mundur kalau diserang, atau mereka
merangsak pula selekasnya datang kesempatan.
Ya Bie berdiri menonton bersama So Hun Cian Li. Si nona
mementang lebar matanya. Tak ada kesempatan buat dia
turun tangan membantu It Hiong.
Terus pertempuran berlangsung. Keadaan masih
berimbang. It Hiong menang unggul, cuma bedanya, ia tidak
memiliki Keng Hong Kiam seperti semasa ia menempur musuh
di Ay Lao San. Ia pula berniat menawan musuh, supaya si
orang tawanan dapat dipaksa menyebutkan dimana Kiauw In
dikurung. Keadaan berlarut-larut membuat ia akhirnya
menjadi tidak sabaran. Kurungan lawan itu lihai sekali. Jadi
harus dia memecahkannya. Maka juga, lagi sesaat, ia harus
bertindak. Dengan satu gerakan Tangga Mega, anak muda kita
menjejak tanah, untuk mencelat tinggi, lalu tubuhnya seperti
berada di "tengah udara", ia melihat ke bawah, kepada
musuh. Musuh heran menyaksikan orang berlompat tinggi,
sendirinya gerakan mereka tak berjalan sebagaimana
selayaknya. Sebab musuh diatas dan tak dapat diserang
sambil berlompat tinggi juga. Terutama yang heran adalah
Toa Biauw, murid terpandai dari It Mo. Tengah dia heran itu
mendadak tubuhnya It Hiong turun ke arahnya seraya terus
menyerang padanya ! Cepat luar biasa, si nona berkelit, menyusul itu, ia
membalas menyerang. Selagi ia berkelit, tempatnya yang
kosong sendirinya diisi Cit Biauw. Dia ini justru yang
kepandaiannya terendah diantara mereka bertujuh. Dengan
begitu juga, It Hiong jadi berada paling dekat dengan nona
yang ketujuh itu, maka terus ia menyerang si nona.
Cit Biauw terkejut. Belum sempat ia memperbaiki
kedudukannya. Guna menyelamatkan diri, ia berkelit dengan
satu gerakan "Tiat Poan Kio" atau Jembatan Papan Besi.
Tubuhnya melenggak seperti terlentang sebatas perutnya.
Mestinya ia meneruskan itu dengan berjumpalitan atau
menyelosor terus. Justru begitu, It Hiong meneruskan
menggerakkan kedua belah tangannya. Maka bentroklah
tangannya dengan tangannya Taoa Biauw, yang telah
membalas menyerang itu. Cit Biauw dapat melenggak, ia lolos dari hajaran, tetapi
anginnya tangannya si anak muda mengenai dadanya,
serangan angin itu membuatnya terkejut, hingga tak dapat ia
bergerak lebih jauh sebagaimana kehendaknya Barisannya.
Dengan begitu juga kacaulah pengurungan mereka. Ia sendiri
merasa malu hingga mukanya menjadi merah.
Toa Biauw yang tangannya beradu dengan tangannya It
Hiong, kena tergempur mundur beberapa tindak, tubuhnya
terhuyung-huyung, ketika ia dapat berdiri tetap pula, ia
merasa tubuhnya bagian dalam bergolak, hingga ia pun mesti
berdiri diam akan memperbaiki saluran nafasnya.
Dengan Toa Biauw beristirahat dan Cit Biauw berdiam,
tinggallah Su Biauw dan Jie Biauw. Mereka tidak takut. Mereka
melanjuti pengurungan. Sekarang mereka menggunakan joanpian,
yaitu cambuk lunak, dengan senjata itu, It Hiong
dikepung pula. Habis menyerang dadanya Cit Biauw, It Hiong merasa likat
sendirinya. Justru itu, kedua cambuk menyambar padanya.
Terpaksa, ia harus membela diri. Cambuk datang dari kiri dan
kanan. Yang hebat, ujung cambuk ada senjata tajamnya. Ia
juga mengeluh, yang kedua nona itu tidak mau mengalah.
Maka buat menyambuti kedua batang cambuk, ia mementang
tangannya ke kiri dan kanan.
Itulah gerakan "Co Yu Kay Kong -- Kiri Kanan Mementang
Busur". Dengan itu, It Hiong menyambar ujung cambuk
lawan, untuk menangkap dan mencekalnya. Kedua nona lihai,
mereka berhasil lekas-lekas menarik pulang senjata lunaknya
itu. Setelah itu, mereka menyerang pula, bahkan dengan
keras. Terang maksudnya guna membikin si anak muda repot,
agar Cit Biauw dan Toa Biauw sempat bernafas......
Toa Biauw dan Cit Biauw sempat melegakan diri. Toa Biauw
lantas memikir buat menggunakan tipu daya. Mereka memang
masih mempunyai perangkap. Diam-diam dia melirik kepada
Cit Biauw. Setelah itu, bukannya dia maju akan menyerangnya
pula, dia justru bertindak ke kanannya, dimana ada sebuah
pojokan. Pada dinding sebelah kiri, tangannya menekan
sesuatu. Selekasnya terdengar satu suara perlahan, disitu
terpentang sebuah pintu rahasia, pintunya kecil. Lantas dia
bersiul dua kali, menyusul tubuhnya memasuki pintu itu.
Cit Biauw menyusul dengan cepat, akan memasukinya
juga. Su Biauw dan Jie Biauw mendengar siulan itu, diam-diam
mereka menoleh hingga mereka melihat kedua kawan itu
menghilang ke dalam pintu rahasia. Lantas Su Biauw
menyerang keras pada It Hiong, selagi si anak muda terdesak,
mendadak ia berlompat mundur.
"Jie jia, kita menyingkir atau tidak ?" dia tanya Jie Biauw, si
kakak nomor dua. Jie Biauw tertawa. "Maksudmu, saudara ?" tanyanya.
"Kau tahu maksudku, hanya........." sahut si saudara ke
empat. Jie Biauw tertawa pula. "Hm, budak !" katanya. "Kau tak ikhlas meninggalkannya,
bukan ?" Memang Su Biauw mencintai Hong Kun dan tak ingin
memeletnya masuk ke dalam perangkap. Ia hanya tidak tahu,
It Hiong bukannya pemuda she Gak itu. Ia tetap tidak
mengenali anak muda ini, si pemuda tulen bukan yang
palsu..... Ia pula tidak ingat halnya Hong Kun sudah minum
Thay-siang Hoan Hun Tan dan kesadarannya telah terganggu,
sedangkan pemuda ini sehat walafiat. Bahkan It Hiong selalu
menyebut-nyebut Kiauw In.
Cit Biauw pun lain lagi. Dia belum pernah merantau, dia tak
tahu mana Hong Kun mana It Hiong. Dia cuma tahu melihat
Hong Kun dan sekarang pemuda di depannya ini sama dengan
Hong Kun itu. Laginya Hong Kun jarang berdiam di dalam goa,
sebab It Mo selalu memerintahkannya bekerja di luaran.
Sedangkan kalau Hong Kun pulang ke Kian Gee Kiap Kok, It
Mo pun menjaga keras kedua pihak bercampur gaul erat-erat.
Hingga kalau mereka bertemu, bertemunya sebentaran di
depan sang guru. Ketika itu, Su Biauw pun mendapat satu pikiran lain. Dia
mau percaya, mungkin benar pemuda ini bukannya Hong Kun
hanya lain orang yang menyamar menjadi Hong Kun itu.......
Karena berpikir demikian, gerakannya si nona menjadi
kendor, lantas dia kena didesak.
Jie Biauw pun lantas mendapat pikiran serupa. Dalam
kesempatannya, dia lompat ke sisinya Su Biauw dan terus kata
berbisik pada adik seperguruan itu : "Budak, jangan kau
sesatkan sang asmara ! Rupanya dia ini benar bukan Gak
Hong Kun...." Selama mundur, Su Biauw telah sampai di dinding, disitu
dia menempelkan tubuhnya pada tembok, dengan mendelong,
dia mengawasi si anak muda. Tiba-tiba dia mengernyitkan alis
dan menghela nafas.......
It Hiong heran kedua nona itu menghentikan
pengepungannya, bahkan orang bediri menjublak dan
agaknya berduka. Ia lantas melihat kelilingnya. Di situ sudah
tidak ada lain orang lagi kecuali kedua nona itu. Bahkan Ya Bie
bersama So Hun Cian Li lenyap juga !
"Ah !" serunya tertahan. Lantas ia lari ke pintu, untuk
melongok. Mendadak ia mendengar suara berkelisik di
belakangnya, dengan cepat ia menoleh. Kembali ia menjadi
heran. Pintu rahasia sudah tertutup pula, Su Biauw dan Jie
Biauw pun lenyap ! Semua terjadi di dalam sekejap !
"Kemana Ya Bie dan si orang utan ?" pikirnya. Ia bingung
juga. Ia menguatirkan mereka itu kena terjebak musuh.
Jangan kata suaranya Ya Bie, Pekiknya So Hun Cian Li pun tak
terdengar..... Kiauw In belum dapat ditemukan, sekarang Ya Bie berdua
juga lenyap. Saking bingung, It Hiong menjadi gusar.
Mendadak saja ia bersiul keras dan lama, hingga seluruh
ruang bagaikan tergetar !
Sekonyong-konyong pintu gua terbuka dan satu bayangan
orang berlompat muncul ! "Ah, kiranya kau disini !" seru bayangan itu, yang lantas
tertawa nyaring. "Berapa sengsara aku mencarimu !"
"Hm !" It Hiong memperdengarkan suara dingin setelah dia
melihat tegas orang itu, Peng Mo, si Bajingan Es.
Nikouw itu menghampiri, tindakannya halus, langkahnya
menggiurkan. Kali ini dia tertawa centil.
"Berhenti !" It Hiong membentak, melarang orang
mendekatinya. Tanpa merasa Peng Mo menghentikan langkahnya,
parasnya menjadi suaram. Hanya sejenak, dia tertawa pula.
"Ah, kau membuatku kaget !" katanya. Dengan sama
perlahan seperti tadi, ia bertindak pula akan mendekati si anak
muda. It Hiong memperlihatkan tampang gusar.
"Awas !" ancamnya. "Lagi satu langkah kau maju, jangan
sesalkan aku tak mengenal kasihan !"
Suara itu bengis sekali. Kembali Peng Mo menghentikan
langkahnya. Hanya kali ini dia tidak menjadi heran atau kaget.
Bahkan dia tertawa pula dan kata : "Aku ingin memasang
omong denganmu ! Toh boleh, bukan ?"
It Hiong mendelikkan matanya.
"Di antara kita ada kelainan jalan !" katanya. "Apakah yang
dapat dibicarakan ?"
Peng Mo tetap tertawa manis. Dia tak menghiraukan sikap
keras pemuda itu. Inilah sebab ia menyangka pemuda itu
adalah kekasihnya. "Ah, kau tega........." katanya. "Kenapa kau begini tawar
terhadapku " Tipis sekali budi rasamu ! Mustahil berbicara saja
tidak dapat ! Kau............"
"Tutup mulut !" bentak It Hiong, menyela. Dia menjadi
semakin gusar. Sepasang alisnya si Bajingan Es bangkit.
"Apakah kau menghendaki aku turun tangan ?" tanyanya
mendongkol. It Hiong tidak memperdulikan pertanyaan itu. Kiauw In
membuatnya bingung, lalu itu ditambah dengan hilangnya Ya
Bie berdua So Hun Cian Li. Maka ia bertindak ke dinding, akan
meneliti seluruh dinding itu, guna mencari pintu rahasia.
Dinding itu tapinya licin seluruhnya, tak ada sesuatu yang ia
dapatkan atau mencurigakannya.
Peng Mo menjadi panas hati. Orang tidak
menghiraukannya. Maka ia menggertak gigi dan kata dengan
sengit : "Jika aku tidak mengasi lihat kepandaianku kepadamu,
kau pasti tidak mengetahui lihainya Hong Gwa Sam Mo !"
Lantas ia bertindak maju, dengan perlahan, tangannya
meraba sakunya mengeluarkan Bie Hun Tok Hun, pupur
biusnya. Selekasnya ia berada di belakang si anak muda, yang
tetap memperhatikan dinding, mendadak ia berseru nyaring
dan tangannya yang memegang pupurnya, dikibaskan hingga
pupur jahatnya itu lantas tersebar menyambar ke mukanya si
anak muda. Pupur itu berupa seperti asap atau uap merah.
It Hiong mendengar seruan itu, ia berpaling dengan lantas,
selekasnya ia melihat asap, lantas ia menutup hidungnya,
untuk menahan nafas, sedangkan tubuhnya sengaja
diterhuyung-huyungkan hingga jatuh ke tanah ! Lalu, sambil
rebah itu diam-diam ia memasang mata.
Peng Mo girang melihat usahanya telah berhasil. Tapi ia
belum puas. Ia mau mendapatkan Gak Hong Kun. Maka ia
bertindak menghampiri anak muda kita. Segera setelah datang
dekat, sambil berjongkok ia mengulur sebelah tangannya, jari
tangannya dibuka, guna menotok jalan darah pingsan anak
muda itu ! Tiba-tiba si Bajingan Es menjadi kaget sekali. Belum lagi
totokannya mengenai sasarannya, tahu-tahu pergelangan
tangannya sudah ditangkap It Hiong bahkan terus dipencet
hingga dia mati kutunya !
"Tak kusangka kau begini telengas !" berkata si anak muda
sambil dia berlompat bangun, suaranya keras, wajahnya
keren. Peng Mo tak berdaya, tetapi dia hanya kaget saja, waktu
dia ditegur itu bukannya dia jauh, dia justru tertawa manis.
"Yang telengas bukannya aku, hanya kau !" dia membalik.
"Secara baik-baik aku bicara denganmu, kau justru tidak
mempedulikan aku ! Kenapa ?" Dan ia menghela nafas.
It Hiong heran juga. Inilah karena ia tidak tahu bahwa
orang menerka siapa ianya. Ia melengak sebentar, terus ia
menanya : "Bukankah kita tidak kenal satu dengan lain, dan
tidak berhubungan juga " Kenapa kau membokong aku "
Apakah artinya perbuatan kejammu barusan ?"
Peng Mo merasai pipinya panas. Toh ia tetap tertawa


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manis. "Apakah kau masih belum tahu hatinya orang perempuan
?" tanyanya. Ia menghela nafas pula. Lantas ia melanjuti :
"Sejak di Ngo Tay San, aku menyusul kau sampai disini ! Toh
kau masih saja tak mengenal budi terhadapku !"
Entah darimana datangnya, tiba-tiba si nikouw bercucuran
air mata, nampaknya ia sangat bersedih berbareng penasaran
saking menyesalnya.......
It Hiong mengawasi. Ia heran tetapi ia mengerti, disini ia
menghadapi pula bencana asmara. Ia menjadi mendapat dua
rupa perasaan, orang harus dikasihhani berbareng lucu.
Sendirinya ia menghela nafas, lantas ia melepaskan
cekalannya. "Kau pergilah !" katanya akhirnya.
Peng Mo tidak lantas mengangkat kaki, bahkan ia menatap
si anak muda. Dia mengira bahwa air matanya benar-benar
mustika wanita, sebab air mata dapat membuat hati orang
lemah. Maka ia maju lagi satu tindak.
"Mari kita pergi bersama......." katanya halus.
It Hiong sementara itu sudah bertindak ke dinding yang
lain, untuk mencari terus pintu rahasia, kata-kata orang itu ia
dengar tetapi seperti tidak mendengarnya. Ia tidak
mempedulikan. Peng Mo menghampirkan, dengan kedua tangannya, ia
memegang kedua bahunya si anak muda. Nampak ia sangat
berduka. "Saudaraku yang baik," katanya, "kau tidak mempedulikan
aku, kalau begitu kau bunuh saja aku....... Itu lebih baik,
bukan ?" It Hiong tetap memekakkan telinga, terus saja ia mencari
pesawat rahasia. Hatinya Peng Mo guncang memegang bahu
si anak muda, tubuhnya bergetar. Sendirinya terbangunlah
nafsu birahinya. Ia mencoba menguasai diri, hingga giginya
seperti berjatrukan. It Hiong tetap mencari pintu rahasia dengan asyiknya.
Panas hatinya Peng Mo. Ia menganggap orang terlalu. Kedua
matanya bersinar membara. Tiba-tiba ia mencekal keras bahu
orang dan mengajukan mulutnya buat menggigit ! Si anak
muda kaget sekali. Ia pun merasa nyeri. Maka ia memutar
tubuh sambil tangannya menyampok ! Kontan nikouw itu
terguling. "Kau !... Kau gila ?" bentak si anak muda sambil menuding.
Ia heran orang menjadi kalap begitu. Dalam gusarnya, ia
sampai tak dapat mengatakan lebih.
Rebah ditanah, Peng Mo menangis.
"Kau kejam !" katanya. "Kau pria sangat kejam !"
It Hiong mengawasi. Tiba-tiba ia sadar. Sendirinya
berkuranglah kemarahannya.
"Kau keliru," katanya kemudian, tak bengis lagi. "Kau keliru
mengenali orang !" Masih si nikouw menangis.
"Aku tidak keliru," bilangnya. "Dasar kau yang kejam, kau
tipis budi !" Bukannya ia gusar, si anak muda menjadi tertawa.
"Kau kira kau tidak keliru mengenali orang ?" tanyanya
sabar. "Nah, kau bilanglah, siapakah aku ?"
Tanpa berpikir lagi, Peng Mo menjawab : "Tio It Hiong !"
Maka heranlah si anak muda, hingga dia melengak.
Peng Mo pun mengawasi, ia berkata pula : "Saudara Tio,
kau telah dicelakai Im Cit It Mo ! Dia telah memberi kau
obatnya yang lihai, yang membuat syarafmu terganggu hingga
kau tak lagi sadar sesadar-sadarnya ! Kau toh kehilangan
ingatanmu yang sehat, bukan ?" Ia berbangkis dan berjalan
menghampiri. It Hiong mengawasi. Masih dia heran.
"Kau salah mengenali orang !" katanya pula. "Orang yang
kau maksudkan itu Gak Hong Kun, bukannya aku ! Bagaimana
hubungan diantara kalian berdua, aku tidak tahu menahu !'
Peng Mo mendelik pula. "Masa bodoh, kau Tio It Hiong atau Gak Hong Kun !"
katanya keras, mengotot. "Tidak hari ini tak dapat aku
melepaskan kau !" It Hiong jadi mendongkol. Ia tertawa tawar.
"Kau tak mau melepaskan aku ?" tegaskannya. "Habis, kau
mau apakah ?" Sekonyong-konyong Peng Mo tertawa. Dia menatap.
"Saudara yang baik," katanya. "Kau dengarlah aku !
Hendak aku bicara terus terang padamu ! Asal saja kau suka
turut aku berlalu dari sini, dalam hal apa juga akan aku turuti
kau !" Mendengar kata orang itu, mendadak It Hiong mendapat
satu pikiran. "Benar-benarkah kau akan turut segala kehendakku ?" ia
menegaskan. Peng Mo tertawa pula. "Saudara yang baik !" katanya, manis --dia sangat girang--,
"Suadara, benar-benar akan kau iringi segala kehendakmu !"
Mendadak pula It Hiong memperlihatkan tampang
kerennya. "Baik !" katanya keras. "Sekarang aku menyuruh kau pergi
! Nah, pergilah !" Peng Mo melengak, lenyap tawanya. dia menjadi panas
hati. "Hm !" dia perdengarkan suara dinginnya. Mukanya pun
menjadi pucat. "Baiklah !"
Jilid 54 Benar-benar si Bajingan Es memutar tubuhnya, buat terus
bertindak ke pintu ! Tapi, di muka pintu, di sana berdiri Im Ciu It Mo bersama
Ek Sam Biauw ! Im Ciu It Mo telah beristirahat cukup, dapat dia
bersemadhi, juga telah bersih racun jarum yang menyerang
tubuhnya, hingga telah pulih seluruh kesehatannya, maka
dengan mengajak Sam Biauw, dia lekas-lekas pergi ke
kamarnya ini yang menjadi kamar peranti memasak racun.
Ketika sampai di kamar dapurnya, dia menjadi heran sekali.
Tak ada barang satu muridnya di kamar tersebut, dapurnya
tapinya terus menyala. Maka dia menjadi mendongkol sekali.
Dia pula bergusar mengetahui si Bajingan Es telah lancang
memasuki guanya terus ke dapur obatnya itu, hingga rahasia
dapurnya kena terlihat orang. Karena itu, selekasnya dia
melihat Peng Mo lagi bertindak ke pintu, tiba-tiba saja dia
menyerang dengan satu pukulan Tauw-lo-ciang !
Bukan main kagetnya Peng Mo. Serangan itu, selainnya
sangat mendadak, juga tak disangka-sangka olehnya, seperti
juga dia tak mengira yang Im Ciu It Mo dengan sekonyongkonyong
saja muncul di ambang pintu. Dalam kagetnya, dia
lantas berkelit. Tak kecewa Hong Gwa Sam Mo menjagoi
dalam dunia Kang Ouw, mereka memiliki kepandaiannya.
Demikian si Bajingan Es itu. Hanya walaupun dia bebas dari
tangan lawan, anginnya serangan toh mengenai juga bahunya
hingga dia merasai nyeri sekali. Juga, belum lagi dia dapat
berdiri tegak, telinganya sudah mendengar suara dingin
berulang-ulang : "Hm ! Hm !"
Im Ciu It Mo melangkah ke dalam kamar dapurnya itu,
langkah demi langkah. Dialah yang bersuara dingin itu.
Sembari melangkah itu bergantian dia menatap tajam pada
Peng Mo dan It Hiong. Akhirnya dia kata sengit : "Siapa yang
telah melihat dapurku ini, jangan dia harap keluar dari sini
dengan masih bernyawa !" Dia terus mengangkat tongkat
Touw-lo-thungnya sambil membentak : "Siapa yang tahu diri,
lekas dia mengambil keputusannya sendiri ! Atau kalian
berdua baiklah menjadi sepasang bebek mandarin mati !
Yang dipanggil bebek mandarin itu sebenarnya ialah
burung yuan-yang atau wanyoh.
Peng Mo jeri hingga dia mundur setindak dengan setindak.
Dia mengerti baik sekali yang dia bukanlah lawan dari Im Ciu
It Mo. Ketika dia datang ke sarang orang ini, dia ada bersama
dua saudaranya, Hiat Mo si Bajingan Darah dan Tam Mo si
Bajingan Tamak. Hanya dua saudara angkat itu bersembunyi
di luar gua. Dia masuk dengan diam-diam. Di ruang besar, dia
melihat Im Ciu It Mo lagi duduk bersemadhi, tetapi dia sangat
bernafsu ingin menemui "kekasihnya", maka tanpa memanggil
lagi dua kakak seperguruannya, dia meninggalkan Im Ciu It
Mo, dia masuk terus kedalam sampai di kamar tempat
membuat obat itu. Sekarang, selain gagal menghadapi It
Hiong, dia pun kepergok pemilik gua....
It Hiong lain dari pada Peng Mo, ia tidak kenal takut. Apa
pula ketika itu ia lagi sangat berkeinginan keras mendapatkan
Kiauw In. ia pun sedang mendongkol sebab semua muridnya
It Mo kabur meninggalkannya, hingga ia merasa sulit mencari
mereka itu. Maka kebetulan sekali sekarang ia berhadapan
dengan It Mo sendiri. Inilah tepat dengan bunyinya pepatah
yang berkata "buat meloloskan genta mesti orang yang
mengikatnya sendiri". Demikianlah, sebaliknya mundur atau
berdiri tetap ditempatnya, dia justru berlompat maju akan
memapaki It Mo. "Kebetulan sekali kau muncul !" katanya sambil tertawa
seraya terus ia menyiapkan tenaganya guna menyambut
segala kemungkinan. Menyaksikan gerak geriknya It Hiong itu, Peng Mo keliru
menerka hati orang. Dia justru menduga It Hiong mau
membelainya. Diam-diam dia merasa manis sekali.....
Im Ciu It Mo menatap It Hiong lebih tajam pula. Dia heran
atas sikap orang. "Kau siapakah ?" tanyanya bengis.
"Akulah Tio It Hiong dari Pay In Nia !" sahut It Hiong
dengan tegas dan terang. "Telah kau mengenalinya baik ?"
Parasnya It Mo berubah-ubah, dari pucat menjadi merah.
Dia mendongkol sekali. Lantas dia kata pula keras : "Bocah,
jangan kau berjumawa ! Akan aku si perempuan tua
mengujimu akan mengetahui pasti kau si tulen atau si palsu !"
Lantas It Mo maju sambil memutar tongkatnya dengan apa
ia terus mengurung si anak muda, tongkatnya itu bergerakgerak
bagaikan bayangan dan anginnya seperti menderu-deru.
Sebab ilmu silat yang dia gunakan itu ialah "Kwie Eng Twie
Hun -- Bayangan Bajingan Mengejar Roh".
It Hiong mengawasi tongkat lawan dengan matanya seperti
berkunang-kunang, tak tahu pasti ia yang mana serangan
benar-benar dan yang mana gertakan belaka, dari itu terpaksa
ia menggunakan ilmu ringan tubuh Tangga Mega, akan
berkelit menyingkirkan diri dari ancaman malapetaka ! Hanya
itu, belum lagi ia tetap menginjak tanah, tongkat sudah
menyambar pula ! Hebat serangannya pemilik gua itu.
Kembali It Hiong berkelit, malah ia mesti menyelamatkan
diri berulang-ulang hingga lima kali, hingga ia mesti undur
lima tindak. Yang terakhir ini, sambil berkelit, ia menghunus
pedangnya. Itulah Pekerjaan yang sulit tetapi ia berhasil
melakukannya. Barulah setelah itu, ia menyambut
penyerangan terlebih jauh. Ia menyampok tongkat panjang
lawan dengan sampokan satu jurus dari ilmu pedang Khie Bun
Patkwa Kiam. Tongkatnya It Mo kena tertangkis, hingga terpental, atas
mana si anak muda berlompat maju, akan membalas
menyerang dengan satu susulan tikaman "Burung Sungai
Mematuk Ikan". Begitu si anak muda membalas menyerang, repotlah Im Ciu
It Mo. Dia dapat menangkis dengan dia sambil mundur, tetapi
justru mundurnya itu membuat lawan memperoleh
kesempatan akan maju, hingga selanjutnya dialah yang kena
didesak, ditikam dan ditebas berulang-ulang. Dia
menggunakan ilmu tongkatnya dengan separuh sia-sia sebab
tak sanggup dia segera memperbaiki diri seperti semula tadi !
"Tahan !" akhirnya It Mo berseru.
It Hiong suka mengiringi kehendak orang. Begitu ia
berhenti menyerang, begitu ia berlompat mundur. Lawan
menggunakan tongkat panjang, tak dapat ia memernahkan
diri terlalu dekat dengannya, agar ia tak sampai kena
dibokong. Im Ciu It Mo mengawasi pula si anak muda, kali ini ia
menatap dengan luar biasa sungguh-sungguh. Dari mulutnya
terdengar suara perlahan seperti orang menggerutu : "Benarbenar
dia murid dari Pay In Nia, dari si imam tua she Cio ! Dia
ini bersilat dengan ilmu Tangga Mega dan Khie Bun Patkwa
Kiam......" "Apakah kau kenal Gak Hong Kun ?" tanyanya kemudian,
yang herannya tak segera lenyap. Sebab ia mendapati dua
orang yang segala-galanya sangat sama satu dengan lain.
"Aku kenal !" sahut si anak muda mengangguk.
"Dimana adanya Gak Hong Kun sekarang ?" Im Ciu It Mo
tanya pula. "Aku tidak tahu," sahut lagi si anak muda.
"Apakah bukan kau telah membunuhnya lalu menyamar
datang kemari ?" It Mo menyangka jelek maka dia bertanya begitu.
"Kau mengoceh tak karuan !" jawab It Hiong sambil
tertawa. "Bukankah kau jago Kang Ouw yang telah
berpengalaman beberapa puluh tahun " Mengapa kau dapat
mengucapkan kata-kata jenaka itu " Ha ha ha !"
"Hai, bocah !" teriak It Mo dengan bentakannya. "Beranikah
kau mentertawakanku ?"
It Hiong tertawa pula. "Kenapa aku tak berani tertawa ?" jawabnya menantang.
"Sebab apa perlunya buat aku menyamar menjadi Gak Hong
Kun " Kau yang menerkaku yang bukan-bukan !"
It Mo melengak. Dia bungkam.
"Ini........ ini.........." katanya kemudian, sukar.
Peng Mo turut menjadi heran, dia jadi ingin ketahui hal
yang benar. "Kenapakah Gak Hong Kun menyamar menjadi kau ?" ia
tanya si anak muda. Berani ia mencampur bicara.
Di tanya begitu, panas hatinya It Hiong.
"Sebab dia mau melakukan pelbagai macam kejahatan !"
sahutnya sambil berteriak. "Dan dia telah melakukannya !
Dengan itu dia mau menimpakan segala kejahatannya atas
diriku !" Diam-diam It Mo mengangguk.
"Jadinya kalian berdua musuh satu pada lain !" katanya.
"Sebenarnya kami berdua bukannya musuh bahkan sahabat


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu dengan lain." kata It Hiong.
Dua-dua Peng Mo dan It Mo heran sekali, maka keduanya
mengawasi mendelong kepada si anak muda. Ek Sam Biauw
turut merasa aneh, hingga dia pun mengawasi.
Habis mengucap keras itu, It Hiong menghela nafas.
"Hal yang benar ialah," katanya kemudian, dengan sabar,
"Hong Kun kalah denganku dalam urusan asmara, dia menjadi
bersakit hati dan membenci aku, maka dia telah melakukan
semua perbuatannya itu. Sebaliknya aku, terhadapnya sama
sekali aku tidak membenci atau mendendam."
Mendengar itu, Peng Mo berduka bukan main. Jadi sekian
lama ia telah kena orang permainkan, hingga ia tergila-gila
dan mencari-cari It Hiong tak ujungnya. Dalam kedukaannya
itu, ia mengangkat kepala menengadah langit-langit kamar di
dalam goa itu....... It Mo pun berdiam sekian lama, akan akhirnya menanya si
anak muda, "Kau bilang kau tidak membenci atau mendendam
terhadap Gak Hong Kun, habis apa perlunya kau menyerbu ke
tempatku ini " Buat apakah ?"
It Hiong tertawa nyaring.
"Aku mencari kakakku, Kakak Cio Kiauw In !"
Mendengar disebutnya nama Kiauw In, hati It Mo bercekat.
Tapi dia cerdik bahkan licin. Dia lantas bermain komedi.
"Pernah apakah kau dengan Cio Kiauw In ?" dia sengaja
menanya. Ditanya begitu, It Hiong gusar.
"Dia pernah apa denganku, apakah perlunya kau usilan ?"
dia balik menanya. Im Cio It Mo mengulapkan tongkatnya. Kata dia keras,
"Aku si perempuan tua memandang mata pada gurumu ! Kali
ini suka aku memberi ampun padamu ! Nah, kau pergilah,
lekas !" "Hm !" It Hiong menjawab pengusiran itu. "Tak semudah
ini, nyonya tua ! Biarnya aku mesti menginjak-injak Kian Gee
Kiap Kok hingga rata dengan bumi, mesti aku mencari dahulu
kakak In ku itu !" It Mo mengawasi pula pemuda itu buat kesekian kalinya.
Diam-diam ia bercekat hati. Orang berani dan telah bertekad
bulat. Ia pula telah menyaksikan kepandaiannya pemuda itu
barusan. Hingga ia harus berfikir dengan seksama. Ingin ia
menempur pula, tetapi ia ragu-ragu. Telah ia melihat tegas,
Peng Mo mencintai anak muda itu, kalau ia mencoba mengusir
It Hiong dengan paksa, pasti si Bajingan Es akan berdiri
dipihaknya anak muda itu ! Dan itulah berbahaya ! Melayani It
Hiong seorang diri ia belum merasa pasti, bagaimana kalau It
Hiong dibantu wanita yang lagi mabuk cinta itu "
"Ah !" pikirnya kemudian. "Baiklah aku tarik Peng Mo ke
pihakku........." Sebagai seorang berpengalaman, wanita tua ini dapat cepat
menggunakan otaknya. Maka ia lantas mengawasi kepada
Peng Mo, untuk berkata sambil tertawa : "Toyu Peng Mo,
bukankah kita berdua orang dari satu golongan " Nah,
bagaimana jika aku sempurnakan minatmu supaya kau
berhasil berjodoh dengan Gak Hong Kun ?"
Peng Mo melongo mendengar tawaran itu. Tak ia sangkat
kata-kata semacam itu dapat keluar dari It Mo si Bajingan
Tunggal. Maka ia lantas menerka-nerka : "Hm ! Jika dia bukan
hendak menipuku, mestinya dia ingin memeras sesuatu dari
aku !" Segera Peng Mo ingat peristiwa di Ngo Tay San. Di gunung
itu, buat merampas Gak Hong Kun, Hong Gwa Sam Mo sampai
bentrok dengan It Mo dan ketika itu mereka tidak berhasil.
Sekarang It Mo mengajukan sarannya itu.
"Hm ! Dia tentu hendak merusak perhubunganku dengan It
Hiong......" demikian pikirnya. Tetap dia bercuriga. Maka itu,
diakhirnya, dia menggeleng-geleng kepala dan kata : "Terima
kasih, sahabatku, aku bersyukur buat kebaikan hatimu
ini.........." Habis berkata itu, ia segera berpaling kepada It Hiong.
Im Ciu It Mo menyela lagak orang. Tegurnya pada si
Bajingan Es : "Bukankah kau mau mencari Gak Hong Kun "
Nah, habis mau apakah kau datang kemari ?"
Peng Mo tidak menjawab pertanyaan itu. Bahkan menoleh
pun tidak. Sebaliknya ia kata pada si anak muda : "Saudara
Tio, mari aku bantu kau mencari Cio Kiauw In ! Bagaimana
nanti kau hendak mengucap terima kasih padaku ?"
"Entahlah !" sahut It Hiong cepat. "Entahlah dengan cara
apa tetapi pasti !" Peng Mo tertawa manis. "Kata-katamu menjadi suatu kepastian, bukan ?" katanya.
"Apakah kau tak akan menyesal ?"
It Hiong menjawab keras, "Aku yang muda, belum pernah
aku omong kosong !" Di saat itu, keras sangat keinginannya si anak muda
mendapati Kiauw In, kekasihnya yang ia paling cintai dan
hargai, Kiauw In cantik dan luas dan jauh pandangan
matanya, dia sabar luar biasa, dia tak kenal kejelusan. Cuma
ia tidak pernah menyangka apa itu yang Peng Mo bakal minta
sebagai pembalasan budi ! Maka kembali ia menghadapi
"bencana asmara".......
It Mo menjadi gusar melihat tingkahnya Peng Mo Ia tahu
yang ia gagal membujuk atau mencoba memperdayai wanita
itu. Maka ia kata keras : "Peng Mo ! Jika kau tahu selatan,
lekas-lekas kau keluar dari sini ! Jika tidak, awas, dengan
tanganku akan aku bunuh padamu !"
Mendengar suara orang itu, bukannya dia lantas
mengangkat kaki, Peng Mo justru tertawa. Malah lantas dia
kata : "Menurut aku, lebih baik kau siang-siang menyerahkan
Nona Cio ! Janganlah kau keliru pikir hingga nanti lembah Kian
Gee Kiap ini berikut kamar obatmu ini musnah tampak rata !"
It Mo sudah gusar, sekarang ia mendengar suara orang itu.
Kegusarannya meluap, hingga umpama kata rambut ubannya
pada bangkit berdiri, sedangkan sinar matanya menyala tajam
sekali. Kalau dapat, ia ingin dengan satu kemplangan saja
membuat wanita centil dan gila laki itu mampus disitu juga !
It Hiong tidak sabaran, selagi orang berbicara itu, ia justru
mencampur bicara. "Dimana adanya Nona Cio Kiauw In ?" tanyanya bengis.
"Kau memberitahukan atau tidak ?"
It Mo mencoba menyabarkan diri.
"Jika kau berani, mari turut aku !" katanya tak sekeras tadi,
lenyap pula tampang bengisnya. Dan ia bertindak ke dinding
kiri. Dia mengangkat sebelah tangannya, akan menekan
sesuatu pada dinding itu.
Satu suara keras segera terdengar, disusul dengan
terpentangnya sebuah pintu rahasia yang keci.
Sambil membawa tongkatnya, It Mo bertindak memasuki
pintu itu. Ia lantas disusul muridnya.
It Hiong melongok sejenak, lantas ia menyusul masuk.
"Saudara Tio, awas akan pembokongan !" Peng Mo
memberi ingat. Sebelumnya pintu itu tertutup pula, ia pun
berlompat memasukinya. Pintu rahasia itu merupakan pintu dari sebuah lorong atau
jalan terowongan. Hawa disitu sumPek dan tak menyedapkan
hidung. It Mo dan muridnya berjalan dengan cepat sekali. Inilah tak
heran sebab mereka kenal baik guanya sendiri itu.
It Hiong berlaku berani, ia mengikuti dengan cepat, cuma
ia mengambil jarak kira dua tombak. Di belakang ia, Peng Mo
mengintil terus. Lorong itu mendaki, sebagaimana makin jauh orang jalan
main naik. Lorong pula ada beberapa pengkolannya. Setelah
itu, jalan berubah makin lebar. Bahkan mulai pula tampak
cahaya terang. Sesudah berjalan sekian lama, tibalah mereka di ujung
lorong. Kiranya itu merupakan bagian belakang gunung.
Sinar terang tadi ada sinarnya si puteri malam, sinar yang
lemah sekali. Di situ angin sebaliknya bertiup keras.
It Hiong percaya ketika itu sudah jauh malam.
Di sini It Mo dan Sam Biauw berjalan terus, sampai di
depannya sebuah jurang batu karang. Itulah kaki jurang.
Karena disitu ada sebuah gua batu dan cahaya api tampak di
mulut gua. It Hiong berlompat maju, guna memernahkan dia lebih
dekat dengan It Mo dan muridnya itu. Dengan saling susul,
mereka memasuki mulut gua. Peng Mo turut juga sebab dia
tak sudi ketinggalan. Setibanya di dalam gua, di sana tampak sinar terang dari
api. Maka It Hiong lantas melihat juga Ya Bie, dengan tangan
memegangi ular hijaunya, lagi menempur dua orang musuh.
So Hun Cian Li berada bersama di dalam gua itu,
pakaiannya sudah rubat-rabit.
Selekasnya dia berada di dalam, It Mo bersiul nyaring
sekali, atas mana kedua orang muridnya segera menghentikan
pengepungannya terhadap Ya Bie, dan Ya Bie pun suka berdiri
diam. It Mo membuka mata lebar-lebar. Ia melihat belasan orang
laki-laki dengan tubuh besar dan seragam hitam pada rebah
bergeletakan di lantai tanah, maka juga ia segera
memperdengarkan suara dinginnya, "Hm ! Apakah semua ini
hasil perbuatannya budak itu ?" Dan dengan tongkatnya ia
menuding Ya Bie. Ia menanya kepada murid-muridnya.
Ek Toa Biauw maju setindak.
"Budak ini mengerti ilmu siluman !" menjawab murid kepala
ini sambil dia pun menuding muridnya Touw Hwe Jie. "Dan
ular ditangannya itu sangat beracun ! Semua mereka itu,
karena tidak berhati-hati telah kena dipagut ular hingga
mereka roboh tak berdaya !'
Sengaja Toa Biauw menyebut lihainya ular hijau dari Ya Bie
agar ia bisa mengelakkan tanggung jawabnya.
It Hiong sementara itu menghampiri Ya Bie. Ia puas yang
nona itu tak kena perangkap lawan. Bahkan dia berhasil
merobohkan banyak musuh. "Adik, kau tak kurang suatu apa, bukan ?" tanyanya halus.
Nona itu masih bernafas terengah-engah.
"Aku kena ditusuk satu kali pedangnya kakak Cio !"
katanya. It Hiong terkejut, hingga segera ia mengawasi tubuhnya si
nona, hingga ia melihat belakang bahu kiri nona itu, bajunya
telah robek dan disitu tampak darah segar ! Tidak ayal lagi, ia
menotok atasan bahu itu, guna menghentikan darahnya yang
masih mengalir keluar, kemudian dengan sama cepatnya ia
mengeluarkan obatnya akan mengobati luka itu.
Ya Bie tertawa melihat keprihatinan si anak muda.
"Kakak Hiong, aku tidak kenapa-napa......" katanya
bersenyum manis. Justru itu terdengar suara nyaring bengis dari Im Ciu It Mo,
"Eh, bocah she Tio ! Orang yang kau hendak cari berada disini
! Hendak aku lihat, kepandaian apa kau miliki hingga kau
sanggup membantunya !"
It Hiong menoleh dengan cepat. Maka ia melihat Cio Kiauw
In berada dalam rombongannya ketujuh muridnya Im Ciu It
Mo. Nona itu memegangi pedang tetapi sinar matanya tolol
tampangnya mirip orang hilang ingatan. Bukan main sedihnya
ia. "Kakak In !" serunya, "Kakak In !"
Dan segera ia maju untuk menghampiri.
"Serrr ! Serrrr !" demikian suara nyaring terdengar saling
susul. Itulah suara anginnya beberapa lembar cambuk lunak,
yang dihajarkan kepada si anak muda.
It Hiong terkejut, ia berlompat mundur pula.
"Kakak Kiauw In !" ia memanggil lagi. "Kakak Kiauw In !"
Nona Cio mendengar, dia mengawasi dengan berdiam saja.
Terang sekali matanya memperlihatkan sinar ketololan, suatu
bukti yang dia tak sadarkan diri seluruhnya. Dia mendengar
tetapi sebagai tiada..........
Im Ciu It Mo berkata pula, tetap dengan suaranya yang
dingin. "Dia telah makan obatku si tua, obat Thay-siang Hoan Hun
Tan !" demikian katanya. "Mana dia mengenali pula padamu "
Hm !" It Hiong berduka berbareng mendongkol melihat
keadaannya Kiauw In itu serta menyaksikan lagak tengik
jumawa dari si wanita tua dan busuk, kata-katanya wanita itu
membuat darahnya bergolak, matanya merah dan bersinar
membara. Begitulah tanpa mampu mengendalikan diri lagi, ia
menghunus pedangnya menerjang lawan.
Dengan menggerakkan tongkatnya dengan jurus silat
"Mengangkat tongkat, Menutup pintu", Im Ciu It Mo
menangkis sambil dia berlompat berkelit.
"Bocah, jangan tergesa-gesa !" teriaknya. "Jika kau hendak
menempur aku, baik, tetapi masih ada waktunya, kita tak
akan kelambatan ! Mari kita bicara dahulu !"
It Hiong tetap mendongkol, ia gusar sekali.
"Apa lagi yang hendak dibicarakan ?" tegurnya.
Im Ciu It Mo menjawab dengan tenang.
"Aku si wanita tua," katanya, "aku yang tua tak sudi
menghina yang muda, aku tidak mau menjadi si besar
menindih si kecil ! Lebih-lebih sungkan kami yang banyak
merebut kemenangan dari yang sedikit ! Aku malu kalau aku
sampai ditertawai orang Kang Ouw !"
"Habis kau mau apa ?" bentak It Hiong sambil menuding
dengan pedangnya. "Aku ingin yang kita berdua membuat garis," sahut It Mo,
tertawa tawar. "Kita mengadakan syarat atau perjanjian !
Dengan cara demikian, kalau sebentar kau mampus, kau tak
bakal penasaran !" "Lekas jelaskan !" It Hiong membentak pula. Ia menjadi
sangat tak sabaran. Im Ciu It Mo bersenyum ewah. Dia lantas menunjuk Nona
Kiauw In. "Syaratku sangat sederhana !" sahutnya acuh tak acuh.
"Begini : Kalau kau dapat mengalahkan pedang ditangannya
dia itu, akan aku memberikan kebebasan padamu buat
membawanya pergi ! Percayaitu aku si wanita tua, tak nanti
aku menghalang-halangi padamu !"
It Hiong melengak mendengar syarat itu. Sungguh, itulah
diluar dugaannya ! Jadi dia hendak diadu dengan kakaknya
itu, dengan pacarnya sendiri ! Ia melengak saking mendongkol
dan gusar melewati batas !


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sulitnya bagi si anak muda. Kiauw In tengah tak sadarkan
diri, hal itu bisa mendatangkan bencana untuk dirinya si nona
demikian pun buat dirinya sendiri. Bagaimana kalau si nona
atau ia salah menurunkan tangan "
Ya Bie melihat dan mendengar. Ia dapat mengerti
kesulitannya si anak muda. Ia pun bingung hingga ia turut
berdiam saja. Im Ciu It Mo mengawasi si anak muda, dia puas sekali.
Beberapa kali dia memperdengarkan tawa dinginnya. Itulah
penghinaan yang sangat. Tawanya pun bernada mirip
Pekiknya si burung malam.
"Eh, bocah she Tio !" katanya pula, habis tawanya yang
paling belakang. "Eh, bocah, apakah kau tidak mau bertanding
dengan Cio Kiauw In " Jika benar, aku si perempuan tua, aku
tidak mau memaksamu ! Baik, aku persilahkan kau berlalu dari
sini !" Matanya It Hiong terbuka lebar hingga menjadi mendelik.
Ia pun menggertak giginya.
"Baiklah !" sahutnya singkat. "Kau suruhlah kakak In maju
!" Sesaat itu, anak muda kita dapat juga mengambil
keputusannya. "Tunggu dahulu !" tiba-tiba Peng Mo, si Bajingan Es,
menyela. "Aku hendak bicara sedikit."
"Siapa menghendaki kau banyak bacot !" bentak It Mo
pada nikouw itu. "Minggir !"
Tapi nikouw itu membelar. Dia mengotot.
"Cara bertempur itu tidak adil ! Syarat itu tak tepat !"
"Apa yang tidak adil ?" bentak It Mo. "Taruh kata dia kalah,
aku pun tidak menghendaki jiwanya !"
Dengan dia, It Mo maksudkan It Hiong.
Peng Mo Nikouw masih tidak mau mengerti.
"Taruh kata dia menang, Kiauw In toh tetap milikmu, bukan
?" katanya. Ia pun maksudkan "dia" dengan It Hiong. "Nona
itu lupa akan dirinya sendiri, dia bagaikan mayat hidup !"
Mendengar suaranya Peng Mo itu, hatinya menggetar. Ia
insaf kenapa Kiauw In tidak mengenali pacarnya, pula nona itu
berdiam saja. Memang, si nona telah menjadi korban obat
jahat dari Im Ciu It Mo, kalau tidak, tak nanti dia tak sadarkan
diri. Kalau ia menang obat apa bisa dipakai mengobati Kiauw
In " It Mo sangat cerdik. Dia berpura tidak mengerti.
"Nah, kau bilanglah." katanya pada si pemuda. "Kau
mempunyai pikiran apa " Atau apakah yang kau hendak
ajukan " Kau bicaralah !"
Mendengar itu, It Hiong lantas kata pada It Mo, "Cianpwe,
kau telah memberi kelonggaran padaku, baik, aku terima !
Buat itu terlebih dahulu terimalah terima kasihku ! Hanya
sebelum kami mulai bertempur, lebih dahulu hendak aku
minta sesuatu......."
Im Ciu It Mo tertawa terkekeh. Dia geli sekali.
"Begini," sahut It Hiong, "Andiakata aku berhasil merebut
kemenangan dari Nona Kiauw In, cianpwe mesti memberikan
aku obat pemunah mesti memberikan aku obat pemunah guna
menyembuhkan dia dari siksaan obat Thay-siang Hoan Hun
Tan !" "Tak sukar buat aku memberikan obat itu !" katanya
singkat. "Asal kau hendak mencoba-coba Barisan rahasiaku,
Barisan Cit Biauw Tin !"
It Hiong menjawab tanpa berpikir pula.
"Baik !" demikian sahutnya.
Anak muda itu mau mengajukan diri, tetapi Ya Bie
menghampiri dan berbisik ditelinganya : "Kakak Hiong, kau
harus menggunakan tipu Hoan Kak Bie Cin, ajarannya guruku,
kau totok pada Kakak In, setelah itu, kita segera
membawanya berlalu !"
"Tapi," kata It Hiong, "kita membutuhkan obat
pemunahnya...." Tapi si nona langsung melirik dan tertawa manis.
"Aku tidak percaya Thay-siang Hoan Hun Tan demikian lihai
!" katanya. "Mustahil kita tidak dapat mencari lain obat buat
menyembuhkannya !" It Hiong menggeleng kepala.
"Obat memang banyak tetapi........"
"Tetapi," si nona menyela, "bukankah tadi hawa beracun di
dalam gua telah disirnakan oleh cahaya mutiara mustikamu,
kakak Hiong ?" It Hiong bukannya kalah cerdas dari si nona, tetapi ia
tengah pepat pikiran. Ia pula memikir buat mencoba
kejujurannya Im Ciu It Mo. Andiakata Bajingan itu
menyangkal, itulah urusan lain. Hanya kata-katanya Ya Bie
membuat pikirannya terbuka, hingga ia dapat sedikit lebih
tenang. "Bagaimana kalau sekarang kita mulai bertempur ?"
demikian ia tanya It Mo. Si Bajingan mengawasi. "Bagaimana kehendakmu," balas tanyanya. "Kau mau
menempur dahulu Tio Kiauw In atau melawan Barisan Cit
Biauw Tin ku ?" Belum lagi It Hiong menjawab, atau ia sudah didahului oleh
Ya Bie : "Kakak Hiong ! Kau tempur dahulu Kakak Kiauw In !"
Nona itu mempunyai pikirannya sendiri. Dia memang
sangat cerdas. It Mo mendongkol sekali. "Budak bau !" bentaknya. "Budak bau, mau apa kau banyak
mulut " Kau tunggu sampai sebentar lagi, aku pun hendak
membuat perhitungan denganmu !"
Ya Bie menatap, ular hijaunya dibuat main ditangannya.
"Siapa jeri padamu ?" katanya, mengejek. Ia memang
sangat berani. It Hiong mengulapkan tangannya, mencegah nona itu
melayani It Mo mengadu lidah.
"Nah, locianpwe," katanya, "silahkan kau suruh kakak In
keluar !" Sementara itu orang-orangnya It Mo yang dipagut ular
telah dapat ditolongi kawannya hingga terasadar pula, setelah
itu It Mo memberi isyarat buat orang-orangnya itu pada
mengundurkan, akan memberi peluang ditengah gua, yang
memangnya lebar sekali. Ruang itu luas kira-kira dua puluh
tombak persegi. Dekat dinding terdapat para-para alat
senjata, suatu bukti ruang itu ruang peranti berlatih silat.
Habis menyuruh orang-orangnya mundur, It Mo bertindak
ke pinggir kiri dimana ada sebuah kursi, di situ ia lantas
menjatuhkan diri untuk berduduk, buat membawa tingkahnya
sebagai ketua atau pemimpin. Ia lantas diapit oleh ketujuh
Biauw-Yauw-lie, murid-muridnya berikut Kiauw In.
Ya Bie bersama Peng Mo mengambil tempat di sisi kanan,
keduanya memasang mata terhadap It Mo dan sekalian
orangnya itu. Aneh ada So Hun Cian Li, dia justru duduk tePekur dan
ngelenggut ! It Hiong sudah lantas maju ke tengah ruang kosong itu,
matanya mengawasi tajam ke arah Cio Kiauw In. Ia berlaku
tenang tetapi toh pikirannya kacau, sebab ia berduka,
berkhawatir berbareng mendongkol dan gusar. Ia terutama
sangat mengawatirkan Kiauw In, yang tak sadarkan diri itu. Ia
mendongkol hingga hampir ia memuntahkan darah saking
keras mengekang diri. Im Ciu It Mo berlaku ayal-ayalan. Masih dia memandang
dahulu pada orang-orangnya dan ke sekitarnya.
"Eh, bocah she Tio, kau sudah siap atau belum ?" demikian
tanyanya, disengaja, meski juga ia telah melihat sendiri
bagaimana orang sudah bersiap sedia. Ia mau memperlambat
waktu, guna menegangkan pikirannya anak muda itu.
"Sudah siap !" sahut It Hiong, yang sebisanya
menentramkan hatinya. "Mari !"
Im Ciu It Mo mengerahkan tenaga dalamnya, sesudah
mana dua kali ia memperdengarkan Pekiknya yang aneh,
hanya kali ini Pekik perlahan, sedangkan dengan sepasang
matanya yang bersinar tajam, ia mengawasi Kiauw In,
menatap muka orang. Tubuhnya Nona Cio menggetar waktu ia mendengar dua
kali Pekik itu, mendadak matanya yang bersinar tolol menjadi
bercahaya tajam, setelah mana dia mengangkat kepala atau
mukanya, mengawasi si Bajingan.
Selekasnya kedua sinar matanya beradu satu dengan lain,
Kiauw In lantas membungkuk memberi hormat pada si
Bajingan. Dia bagaikan kena sihir.
Lagi dua kali Im Ciu It Mo memperdengarkan suaranya, kali
ini dengan dua kali siulan tajam, kemudian ia menuding pada
It Hiong sembari dia memberi perintah pada nona dibawah
pengaruh gaibnya itu : "Kau bekuk bocah itu !"
"Ya !" menyahut Kiau In dengan cepat, setelah mana dia
menoleh ke arah yang ditunjuk It Mo, ialah ke arah It Hiong,
yang ia awasi dengan tampang mendelong, sedikit juga tak
ada perasaan apa-apa. Sebaliknya, sinar matanya ialah sinar
mata jahat ! Setelah itu, sambil menghunus pedangnya, nona
itu berlompat maju, akan tiba di depannya si anak muda,
sejarak empat atau lima kaki.
"Kakak !" It Hiong menyapa.
Kiauw In mendengar bagaikan tidak mendengar, masih dia
mendelong mengawasi si anak muda. Kembali sinar matanya
itu sinar mata tolol. It Hiong mengawasi nona itu, pikirannya tetap kacau. Ia
berkasihan terhadap si nona berbareng mendongkol terhadap
Im Ciu It Mo. Justru mereka berdua tengah saling
memandang, kembali terdengar Pekiknya It Mo, dua kali Pekik
pendek seperti tadi. Menyusul Pekik itu, Kiauw In lompat maju pada It Hiong,
pedangnya diputar terus dipakai menikam !
Saking cepatnya si nona, hampir dadanya si anak muda
terpanggang, syukur ia dapat cepat bekelit ke samping. Cuma
ujung bajunya kena terobek sedikit ! Biar bagaimana, dia
heran dan terkejut juga. Melihat caranya si nona menyerang, maka It Hiong telah
mendapat kenyataan yang kakak In-nya sudah berhasil
menyempurnakan latihan ilmu pedang guru mereka, ilmu
pedang Khie Bun Patkwa Kiam. Hal ini menggirangkan
hatinya. Hanya ia berduka yang si nona tak ingat diri. Dan
sekarang ia mesti melayani si kakak seperguruan dalam
keadaan mirip musuh besarnya.....
Tak ada niatnya si anak muda akan sedikit juga mencelakai
Kiauw In, di lain pihak, ia mesti berkelahi dengan sungguhsungguh
sebab si nona sebaliknya menyerang ia dengan hebat
sekali. Gagal dengan tikamannya yang pertama itu, Kiauw In
terus menangkis sampai delapan kali, tikaman dan tebasannya
itu berbahaya semuanya, celaka kalau orang kurang waspada
dan kalah gesit ! It Hiong selalu menyelamatkan diri dengan pelbagai
loncatan Te In Ciong, ilmu ringan tubuh Tangga Mega. Selama
itu juga, tak pernah satu kali pun ia membalasa menyerang.
Ya Bie menonton dengan hatinya tegang sendirinya. Selagi
si anak muda tidak pernah membalas menyerang, anak muda
itu sendiri senantiasa terancam bahaya. Ia menjadi sangat
berkuatir, sulit buat ia menenangkan diri.
"Kenapa kakak Hiong tidak mau membalas ?" demikian
pikirnya. "Ia hendak menanti sampai kapan ?" Dan ia menjadi
demikian tidak sabar hingga akhirnya, ia berseru : "Kakak
Hiong ! Kakak ! Lekas hunus pedangmu !"
Memang benar, si anak muda belum juga mencabut
pedangnya. Masih saja It Hiong bertangan kosong. Ia cuma berkelit
sana dan berkelit sini. Ia bergerak diantara pelbagai tikaman
dan tebasan pedang yang sangat membahayakan itu. Sebab si
nona berkelahi dengan sungguh-sungguh. Dia tidak sadar
tetapi dia toh tak melupakan ilmu pedangnya. Itulah hebatnya
ilmu sihir dari Im Ciu It Mo, si Bajingan Tunggal !
It Hiong insyaf bahaya yang mengancam dirinya, ia
mengerti kekhawatirannya Ya Bie, tetapi ia tidak mau
menggunakan pedangnya sebab ia takut nanti kesalahan
melukai pacarnya itu, si kakak perguruan yang cantik, luwes,
yang ia sangat hargakan. Im Ciu It Mo menonton dengan puas. Adalah keinginannya
yang utama akan mengadu domba itu dua saudara
seperguruan, supaya mereka saling bunuh, hanya keinginan
itu ia sangsikan akan berwujud. Inilah karena dia mau
menerka, biarnya It Hiong lebih lihai daripada Kiauw In,
mungkin It Hiong tidak berniat melukai, jangan kata
membinasakan, kakak seperguruannya itu.........
Syukur buat It Hiong, ia telah menyampaikan
kesempurnaannya dalam hal melatih Khiebun Patkwa Kiam,
hingga ia dapat melebihi Kiauw In.
Ditengah ruang itu, kedua lawan bergerak sangat cepat,
tubuh mereka bagaikan berputaran, maka juga banyak
penonton, ialah orang-orangnya Im Ciu It Mo, lantas saja
matanya seperti kabur disebabkan sangat cepatnya kedua
tubuh muda mudi itu bergerak-gerak, terpaksa, mereka itu
menjadi heran dan kagum, semua mengawasi dengan
mendelong....... Im Ciu It Mo juga menjadi sangat kagum, hingga ia memuji
pada Tek Cio Siangjin yang dapat mengajari murid-muridnya
menjadi demikian lihai. Di lain pihak, dia menjadi bertambah
penasaran dan berkhawatir. Muda mudi itu bisa menjadi
lawannya yang paling berbahaya andiakata mereka berdua
tetap dikasih tinggal hidup, dari itu ingin dia yang dua orang
itu sama-sama terbinasa di depannya ini !
Lebih dahulu daripada itu, It Mo ingin sekali It Hiong kena
terpancing atau terpedayakan hingga si anak muda juga kena
makan Thay-siang Hoan Hun Tan, hingga pemuda itu dapat
dipengaruhkan sebagai si pemudi. Kalau mereka berdua dapat
menjadi alatnya..... Sementara itu pertarungan sudah berjalan terus dan
mengalami perubahan juga. Itulah sebab, sampai itu waktu, It
Hiong mulai berubah sikap. Si anak muda kadang-kadang
membalas menyerang, walaupun hanya dengan tangan
kosong. Karena sekarang anak muda itu mau mencari ketika
akan menotok si nona. Dengan penyerangan pembalasannya
itu, ia mencari kelemahan si nona.........
Begitulah, sinar pedang berkilauan dan tangan kosong
berkelebatan.

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah pertarungan berjalan begitu lama tanpa tandatanda
salah satu bakal kalah, diantara para penonton muncul
kecurigaan apa tak mungkin muda mudi itu tengah membuat
pertunjukan. Nampaknya aneh mereka tetap sama
tangguhnya sedang yang satu bersenjata tajam, bahkan
pedang yang panjang, dan yang lainnya bertangan kosong.
Mestinya si tangan kosong yang bakal terdesak terlebih
dahulu...... Sedangkan sebenarnya, karena ingatannya terganggu,
Kiauw In cuma mampu berkelahi menurut gerak geriknya
yang biasa, tak dapat ia menggunakan kecerdasan atau
kecerdikan asalnya, yang sejati. It Hiong sebaliknya, dapat ia
memahamkan setiap gerak gerik si nona yang seperti itu-itu
juga. Sampai disitu, Im Ciu It Mo yang lihai dapat melihat yang
akalnya bakal tidak memberikan dia hasil yang memuaskan.
Dia berpendapat, tak nanti muda mudi itu dapat saling
membinasakan seperti sering terjadia diantara kedua orang
musuh yang lagi mengadu jiwa. Hampir ia menghentikan
pertermpuran itu guna digantikan saja oleh tujuh orang
muridnya. Karena ini, ia terus menonton sambil otaknya
bekerja....... Dengan berlangsungnya pertempuran, lantas juga tampak
Kiauw In mulai bermuka semu dadu dan dahinya pun mulai
mengeluarkan sedikit peluh. Itulah bukti yang ia telah
mengeluarkan tenaga terlalu banyak, hingga ia mulai
terserang letihnya. Karenanya, juga terus terlihat yang
pedangnya tak lagi bergerak gesit seperti jurus-jurus
permulaan. Di sebelahnya si nona, It Hiong tetap tenang dan tangguh.
Ia puas melihat Kiauw In mulai bergerak kendor, tetapi ia
tidak mau berlaku sembrono dengan lekas-lekas turun tangan
menotok si nona. Ia berlaku sabar menantikan sang waktu......
Peng Mo Nikouw adalah seorang yang berpengalaman,
setelah pertempuran berjalan sekian jauh itu, dia mulai dapat
menerka hatinya It Hiong. Walaupun demikian, dia nyatanya
kurang sabar, maka juga akhir-akhirnya dia memperdengarkan
suaranya. "Saudara Tio !" demikian teriaknya. Atau dia berhenti
dengan mendadak, sebab justru itu waktu, Kiauw In
melakukan satu penyerangan dahsyat !
Ya Bie heran, hingga dia menanya ; "Eh, Toa-suhu,
mengapa kau tidak melanjuti kata-katamu?"
"Toa-suhu" adalah panggilan yang berarti guru besar atau
guru tua. Dengan matanya terus mengikuti gerak gerik pedang, Peng
Mo menghela nafas. Itulah jawabannya terhadap si nona yang
polos itu. Ketika itu tujuh muridnya Im Ciu It Mo pun mulai habis
sabar, sebab mereka menyaksikan pertarungan muda mudi itu
berlarut, setelah saling memandang, mereka terus berpaling
kepada guru mereka, akan mengawasi guru itu. Mereka ingin
turun tangan membantu si pemudi mengeroyok si
pemuda......... Im Ciu It Mo sebaliknya berpikir lain. Dia masih dapat
menyabarkan diri. Dia tidak mempedulikan sekalian muridnya
itu. Tetap dia duduk tak bergeming, cuma wajahnya yang
memperlihatkan hatinya tegang sendirinya. Parasnya si
Bajingan suaram........ Si Bajingan Tunggal dipersulit oleh janjinya tadi kepada It
Hiong, maka itu, tak dapat dia sembarang bertindak. Dia
merasa malu kalau sampai si anak muda menegurnya.
Sedangkan maksudnya adalah memegang harga diri supaya
nanti dihormati kaum rimba persilatan.
Lebih-lebih disitu berada Ya Bie, muridnya Kip Hiat Hong
Mo Touw Hwe Jie serta Peng Mo salah seorang anggauta dari
Hong Gwa Sam Mo, pasti pamornya turun seketika apabila
mereka itu mengabarkan tak tepat janjinya ini. Di lain pihak,
tak mudah untuknya membekap mulutnya dua orang ini, yang
tak sanggup dia membinasakannya.
It Mo pun mengerti maksud ketujuh muridnya itu, diamdiam
dia mengasah otaknya, ia berpikir keras. Dengan
tongkatnya, berulang kali dia mengetuk-ngetuk lantai, guna
mencari ilham........ Sekonyong-konyong It Mo dikejutkan satu teriakan "Aduh !"
disusul suara jatuhnya pedang ke lantai, dengan lantas dia
mengangkat mukanya, mengawasi ke tengah medan
pertempuran. Maka dia melihat It Hiong tengah merangkul
tubuhnya Kiauw In yang terhuyung-huyung dan pedangnya
nona itu menggeletak ditanah sejauh lima kaki.
Biar bagaimana, It Mo terkejut sendirinya dan hatinya
berdenyutan. Ia tidak menyangka Kiauw In roboh demikian
cepat. Ia tidak menerka yang si nona, sudah berkelahi keras
terus menerus, akhirnya letih sendirinya, hingga tenaganya
bagaikan habis, darahnya telah bergolak berlebihan. Tepat
disaat dia melakukan satu serangan, It Hiong menggunakan
kesempatan yang baik, sembari berkelit si anak muda
menyentil pedangnya si nona hingga terlepas, menyusul
mana, dia ditotok jalan darahnya -- jalan darah bun-hiang dan
hoa kay, hingga ia menjadi terhuyung dan mudah saja
tubuhnya disambar dan dipeluk hingga tak usah dia roboh
terguling ! Walaupun It Hiong memeluki si nona, ia toh berdiri diam
mengawasi wajah nona itu. Inilah sebab ia melihat wajahnya
Kiauw In, mukanya pucat dan matanya mendelong saja,
Sejengkal Tanah Sepercik Darah 5 Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan 3

Cari Blog Ini