Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 13
kedalam ruangan. Kho yang ciu tak mampu bergerak, tak mampu pula bicara, satusatunya
yang bisa diperbuat olehnya hanya menunjukkan rasa benci
dan dendamnya yang merah membara itu kelihatan berapi-api
seperti mau melompat keluar.
setibanya dihadapan Kho yang ciu, Hee im Lengcu segera
menyapa sambil tertawa : "Adik Kho, maaf sekali yaa aku telah membuatmu sangat
menderita" sedemikian benci dan dendamnya Kho yang ciu ketika itu,
mungkin kalau dapat dia hendak menggigit daging mereka mentahmentah,
tapi sekarang yang dapat diperbuat olehnya hanya duduk
tak berkutik seperti patung. Pelan-pelan Hee im Lengcu berkata lagi:
"Walaupun aku merasa rada tak tega, tapi.yaa apa boleh buat
lagi" Padahal manusia hidup seabad pun akhirnya akan mari juga,
hanya sekarang kau mati lebih awal saja."
Cun hong Lengcu tertawa sambungnya pula :
"Disaat ajalmu hampir tiba, kau masih bisa bertemu kembali
dengan adikmu, hitung-hitung anggaplah kebaikan ini sebagai balas
jasa kami terhadapmu mengingat dulu pernah menjadi saudara
sendiri." Lalu setelah memutar biji matanya dengan genit, dia berkata
lebih lanjut: "Aku rasa tidak sampai tiga hari kemudian, ia pasti sudah
menyusul kemari." "Tapi sayang," cun hong Lengcu menambahkan sambil tertawa,
"Disaat kalian kakak beradik saling bersua, saat itulah ajal kalian
akan tiba.-haaaahhhaaaahhhh."
"Keluarga besar kalian telah mati semua," kata Tang soat Lengcu,
"sebenarnya kalau kamu berdua kakak beradik harus hidup
sendirian didunia ini, aku rasa juga tak ada artinya. Lebih baik mati
saja bersama- Toh, semua persoalan akan beres pula dengan
sendirinya," sambil tersenyum Cun hong Lengcu, berkata lagi:
"Tapi kalian tak usah kuatir, kami tak bakal menyia-nyiakan kalian
dengan begitu saja, bila kau telah mati semua, kami pasti akan
membuat upacara penguburan yang megah dan mengubur kalian
dengan batu marmer sebagai nisan."
Begitulah keempat orang Lengcu itu saling berebut bicara, tapi
setiap perkataan yang diucapkan bagaikan sebilah pisau tajam yang
menghujam didada Kho yang ciu dalam-dalam.
Ditinjau dari pembicaraan mereka berempat, Kho yang ciu pun
dapat memahami siasat busuk dibalik kesemuanya itu, rupanya
mereka sedang menipu Kho Beng untuk datang kesana. sementara
dia masih termenung, terdengar cun hong Lengcu berkata sambil
tertawa : "Pemeriksaan telah usai, mari kita pergi dari sini"
Hee im Lengcu sekalian mengiakan, pelan-pelan mereka
membalikkan badan dan berjalan keluar dari gua.
setelah berada diluar, cun hong Lengcu memandang sekejap
sekeliling tempat itu, lalu serunya :
"Adikku bertiga "
"Ada apa toaci?" Hee im Lengcu segera bertanya, sambil
menghela napas, Cun hong Lengcu berkata :
"Tiba-tiba saja timbul perasaan kuatir didalam hatiku."
"Bukankah persiapan kita sangat rapi dan luar biasa rapatnya"
Apalagi yang toaci kuatirkan?" Tanya Ciu hoa Lengcu keheranan.
Pelan-pelan cun hong Lengcu berkata :
"Mungkin saja perasaan ini timbul disebabkan masalah yang kita
tangani kelewat penting, kita tak boleh gagal tentunya kalian masih
ingat dengan perkataan suhu bukan" Andaikata sampai terjadi halhal
yang tak diinginkan,"
sambil menghembuskan napas panjang dia segera berhenti
berbicara, Perasaan dan pikiran Hee im Lengcu sekalian pun berubah
menjadi berat dan serius, sebab mereka tahu apa yang telah
dikatakan Dewi In Un selalu dapat dilaksanakan dan menjadi
kenyataan, andaikata usaha mereka kali ini mengalami kegagalan
total, dapat dipastikan hukuman yang berat serta nasib yang kelak
akan menimpa mereka semua.
Untuk beberapa saat lamanya keempat orang itu menjadi
terbungkam dan tidak berbicara lagi.
Akhirnya Cun hong Lengcu mendongakkan kepalanya sambil
berkata lebih lanjut: "agar usaha kita kali ini tak sampai menderita kegagalan, kita
wajib mengambil suatu tindakan yang cukup gratis"
"Maksud cici" Bukankah penjagaan kita cukup ketat" Tindakan
apa lagi yang hendak toaci lakukan?" sela Hee im Lengcu Li sian
soat. "Pertama, kta berempat bakal berjuang lebih berat dan sengsara
lagi, selama tiga hari ini setiap malam kita harus melakukan
penjagaan bersama disini- Kedua, kita pun harus mengajukan
permohonan yang lain kepada suhu. "
"Permohonan apa?"
"Biarpun suhu telah menyanggupi permintaan kita
mempergunakan anak buahnya sekehendak hati, tapi aku rasa hal
tersebut tidak meliputi kedua pendamping utamanya yakni Nenek
penunjang langit serta Nenek perata bumi?"
"Tentu saja. Nenek penunjang langit dan Nenek perata bumi
adalah orang yang melindungi keselamatan suhu, tak setengah
jengkal tanah pun mereka meninggalkan beliau."
"ya a, berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa kita harus
mengalihkan perhatian kepadanya, asal kedua orang itu bisa kita
gunakan tenaganya untuk menyamar sebagai pelindung Kho yang
ciu, sudah pasti tiada kegagalan yang mungkin terjadi"
"Cara ini memang bagus, tapi apakah suhu bakal
mengabulkannya?" Tanya Li sian soat denga kening berkerut.
Dengan keyakinan yang amat besar Cun hong Lengcu menyahut:
"Demi kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh, demi
melenyapkan kedua keturunan terakhir dari keluarga Kho,
kemungkinan besar suhu akan mengabulkan permintaan kita?"
"Perkataan toaci memang benar" Li sian soat mengangguk pula,
"mari kita pergi memohon kepada suhu"
Maka secara berurutan berangkatlah keempat orang Lengcu
tersebut meninggalkan tempat itu.
-ooo00000oooo- Ditinjau dari luar, puncak bukit Cian san masih tetap kelihatan
gundul lagi gersang, tak ubahnya seperti bukit gersang yang tak
berpenghuni, namun dalam kenyataannya situasi disitu amat tegang
dan serius. Namun hari pertama lewat dengan begitu saja, sampai hari
kedua lewat pun Kho Beng belum tampak batang hidungnya.
Keempat Lengcu dibawah pimpinan Dewi In Un mulai gelisah
bagaikan semut berada dikuali panas, pada mulanya mereka kuatir
usaha tersebut akan mengalami kegagalan total, dan kini kuatir Kho
Beng tak akan datang memenuhi janjiKini senja hari ketiga pun sudah lewat, tampaknya batas waktu
selama tiga hari sudah lewat, namun bayangan Kho Beng belum
kelihatan juga- Bukan saja keempat orang Lengcu itu mulai gelisah dan tak
tenteram- Dewi In Un sendiripun mulai merasa cemas dan kesal,
berulang kali ia mengirim orang untuk menanyakan persoalan ini
kepada keempat Lengcu, tentu saja dia tak akan memperoleh berita
yang menggembirakan dari keempat orang anak buahnya.
sementara mereka masih dirundung rasa kecewa dan gelisah,
tiba-tiba diluar gua pengikat cinta tersiar datang suatu berita yang
betul-betul mengejutkan hatiBerita tersebut memang betul-betul merupakan suatu berita
ledakan yang amat menggemparkan, sebab ada seseorang yang
mengaku sebagai sahabat karib ui Thian it, ketua partai kupu-kupu
generasi yang lain dengan membawa pelayan tua dan kacungnya
dimuka gua dan mohon bertemu.
Berita tersebut dengan cepat disampaikan kepada Dewi In Un,
mendengar laporan tersebut Dewi In un jadi tertegun dan segera
membentak: "sama sekali ngaco belo, tak mungkin akan terjadi peristiwa
semacam ini" yang datang membawa laporan tersebut adalah ChinBu wi, salah
satu diantara dua belas pelindung hukum, hitung-hitung dia masih
termasuk jago kelas satu dibawah pimpinan Dewi In Un.
Ketika mendapat teguran tersebut, buru-buru dia berkata :
"Pada mulanya hambapun tidak percaya, namun setelah bersua
dengan mereka, hamba jadi rada-"
"Rada percaya bukan?" sambung Dewi In Un sambil tertawa
terkekeh-kekeh. Kemudian sambil menghentikan gelak tertawanya,
dia berkata lebih jauh : "ciangbunjin angkatan pertama partai kupu-kupu telah mati
dalam pertarungan dibawah tebing hati duka pada seratus tahun
berselang, dalam seratus tahun hidup dalam pengasingan ini partai
kita selalu menggembleng diri dan memupuk kekuatan terus
menerus. Tujuannya tak lain adalah untuk membalaskan dendam
bagi kematian leluhur kita ini. Bila orang tersebut benar-benar
adalah sahabat karib leluhur kita, coba pikir sendiri berapa usianya
tahun ini?" "Konon dia sudah berusia seratus sembilan puluh delapan tahun"
kata ChinBu wi agak tergagap.
"seratus sembilan puluh delapan tahun?" kembali gelak tertawa
Dewi In Un berderai-derai memecahkan keheningan.
"Haaaahaaaa.mungkinkah didunia ini terdapat manusia yang bisa
hidup seumur itu?" Cun hong Lengcu segera tampil kedepan sambil menimbrung :
"suhu, bolehkah tecu mengucapkan sepatah dua patah kata?"
Dewi In Un manggut-manggut ?
"aku bukan orang yang terlalu fanatic dengan pikiran dan
pendapat orang lain, apa pendapatmu dalam masalah ini" Katakana
saja terus terang." Buru-buru Cun hong Lengcu berkata:
"Terlepas dari asli atau palsunya orang ini, paling tidak peristiwa
ini adalah suatu kejadian yang sangat aneh, apa salahnya bila suhu
mengundangnya masuk serta memeriksa secara langsung" Dengan
berhadapan muka secara langsung, tecu percaya, asli tidaknya orang
ini akan segera ketahuan, bila orang ini hanya sengaja hendak
membuat berita sensasi, kita basmi saja seketika daripada
meninggalkan bibit bencana besar dikemudian hari."
"Benar, kalau begitu undang dia masuk" kata Dewi In Un sambil
tertawa lebar. Chin Bu wi sebera mengiakan dan mengundurkan diri dari situ.
Tak lama kemudian dia telah muncul kembali dengan membawa
tiga orang manusia. Ketika ketiga orang tersebut memasuki ruangan batu, segenap
hadirin segera merasakan sikap hormat dan serius yang tiba-tiba
muncul dari hati masing-masing.
orang yang berjalan dipaling muka adalah seorang kakek berbaju
ungu yang berwajah bagaikan tembaga antik, sepasang matanyaa
memancarkan sinar berkilat, jenggot putihnya terurai sepanjang
perut, tingkah lakunya mantap dan berwibawa sekali.
Dibela kang tubuhnya mengikuti dua orang pembantunya, yang
tua berambut dan berjenggot putih, tangannya membawa sebuah
tongkat berbentuk. aneh, berbaju kuning, sedang yang muda
berbaju bersih, putih kemerahan, usianya paling banter baru delapan
belas tahunan. Ketiga orang itu berjalan dengan langkah lebar dan kepala
terangkat keatas, begitu anggun langkah mereka sampai-sampai
Dewi In Un yang berada ditempat duduknya pun tergerak hatinya
dan berdiri tanpa sadar. Ketika kakek berbaju ungu itu sudah tiba diruangan tengah, ia
segera mengalihkan pandangan matanya mengawasi sekitar situ,
kemudian berseru dengan suara yang nyaring bagaikan genta:
"Tempat yang bagus.siapa yang bernama Dewi In Un?"
Dewi In Un segera mengernyitkan alis matanya, lalu menjawab :
"akulah orangnya, boleh kutahu siapa namamu?"
Kakek berbaju ungu itu tersenyum,
"sebelum kusebutkan namaku, terlebih dahulu ingin kutanyakan
satu persoalan lebih dulu. soal apa?"
"Anda adalah keturunan keluarga ui yang keberapa?" Tanya
kakek itu dengan suara dalam.
"Angkatan keempat" sahut Dewi In Un keningnya makin berkerut.
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut, katanya lagi:
"kalau begitu anda tentunya mengetahui dengan jelas tentang
segala kejadian yang telah menimpa kakekmu ui Thian it bukan?"
"sejak masih kanak-kanak orang tua kami selalu membicarakan
soal leluhur kami dulu. Kisah ceritanya boleh dibilang telah
mendarah daging ditubuhku"
Kakek berbaju ungu itu segera tertawa girang, katanya lebih jauh
: "Kalau begitu tentunya kau tahu bukan, ketika leluhurmu ui Thian
it bertarung melawan tiga dewa see hwa sam sian dibawah tebing
hati duka, pernah ada seorang sahabatnya dari see ih yang buruburu
datang ketempat kejadian, tapi berhubung kedatangannya
terlambat satu langkah hingga menemukan leluhurmu telah tewas
ditangan tiga dewa, hingga akhirnya sahabatnya itu menguburkan
jenasah ui Thian it serta mendirikan baru nisan baginya."
sambil berkata sepasang matanya yang tajam mengawasi wajah
Dewi In Un lekat-lekat, kemudian baru melanjutkan:
"Tahukah kau siapakah orang tersebut?"
Dewi In Un balas menatap wajah kakek berbaju ungu itu dengan
seksama, lalu sahutnya keheranan:
"Tentu saja aku tahu, dia adalah sahabat karib leluhurku. Naga
Terbang dari See ih Kong ci cu, orang tuaku pun pernah
menyinggung tentang perbuatan baik yang pernah dilakukan orang
tua itu, selama ini kami menghormatinya sebagai tuan penolong dari
keluarga ui. Sayang sekali, dia orang tua tidak mempunyai
keturunan, tidak memiliki ahli waris, sehingga budi kebaikannya itu
tak sempat kami balas. Kakek berbaju ungu itu seoera tertawa
terbahak-bahak: "Haaaahhhh..haaaahhhh.haaaahhhhh akulah Kong ci cu"
segenap yang hadir termasuk juga Dewi In un pribadi menjadi
tertegun sesudah mendengar jawaban tersebut. selang beberapa
saat kemudian Dewi In Un baru berkata sambil tersenyum:
"Lojin gemar amat bergurau, Kong ci cianpwee tak mungkin
masih hidup didunia ini, hal semacam ini sama sekali tak masuk akal
dan tak bakal dipercayai oleh siapa saja."
"Tiada keanehan yang tak bisa terjadi didunia yang lebar ini,"
ucap si kakek berbaju ungu sambil tertawa,
"semua kemungkina bisa terjadi dan dialami setiap manusia, atas
dasar apa kau tidak mengakui keaslianku."
"Bila anda benar-benar adalah Kong ci cianpwee, dengan cara
apa kau bisa.." Kakek berbaju ungu itu segera menukas perkataannya yang
belum selesai diucapkan itu.
"Aku cukup memahami kecurigaanmu, tegasnya saja peristiwa ini
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang merupakan suatu peristiwa yang hampir tak masuk diakal
dan susah dipercayai alasannya. Mungkin rasa curigamu itu akan
lenyap dengan sendirinya."
Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan:
"Tatkala leluhurmu ui Thian it telah meninggal disini, hatiku
merasa sangat masgul dan risau, karenanya aku tak pernah kembali
ke see ih lagi, tapi dengan membawa serta pelayan dan kacung aku
mengembara kesegala pelosok tempat, setahun kemudian sampailah
kami dibukit Tiang pek san sebelah timur laut."
"Bila apa yang totiang katakan benar, dari wilayah see ih
disebelah barat kau bisa berkelana sampai wilayah timur laut,
kelihatannya kepandaianmu sungguh mengagumkan" sela Dewi In
Un. Dengan sorot mata yang tajam, kakek berbaju ungu itu
mengawasinya lekat-lekat, lalu melanjutkan kembali kata-katanya:
"Ketika aku mengajak kacung dan pelayanku memasuki bukit
tiang pek san untuk berpesiar, akhirnya kami bertemu dengan badai
salju selama sepuluh hari-"
"Apa yang dimaksudkan badai salju selama sepuluh hari?" Tanya
Dewi In Un sambil tertawa.
"selama sepuluh hari lamanya, badai salju menyerang kami tiada
hentinya . itulah yang disebut badai salju sepuluh hari."
"Waaah, kalau terjadi badai salju selama sepuluh hari tiada
hentinya, bukankah semua jalan gunung menjadi terhambat dan
seluruh bumi berubah menjadi putih berkilauan?"
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut.
"yaa, justru Karena itulah kami jadi terjebak didalam suatu
wilayah yang amat terpencil, dalam keadaan begini, betapapun
tingginya ilmu silat yang kumiliki sulit juga untuk melepaskan diri
dari lapisan salju yang menutup seluruh bukit Tiang peksan, rasa
lapar, kedinginan membuat kami hampir saja mati konyol,"
sekali lagi Dewi In Un menyela.
"Lantas dengan cara apakah lotiang berhasil meloloskan diri dari
mara bahaya?" Berkilat sepasang mata kakek berbaju ungu itu.
"Kami tidak terlepas dari kurungan, tapi dibawah sebuah tebing
yang terjal kami berhasil menemukan sebatang pohon waru."
Ditengah salju yang begitu dingin, pohon waru yang ditemukan
pastilah sebatang pohon kering yang sudah tak karuan lagi- Tapi
setelah berhenti sejenak- dengan pandangan keheranan dia
bertanya, "Mengapa lotiang menyinggung soal pohon waru?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah-haaaahhh-haaaahhhhh sebab nyawa kami bertiga telah
diselamatkan pohon waru tersebut, tentu saja harus kusinggung
tentang persoalan ini. Silahkan lotiang melanjutkan penuturanmu" pinta Dewi In Un
dengan perasaan gelisah. Setelah melemparkan sekulum senyum misterius, kakek berbaju
ungu itu berkata lebih laniut:
"Dibawah tekanan udara yang amat dingin dan lapisan salju yang
begitu tebal, tentu saja pohon tersebut tinggal sebuah batang kering
yang tak karu-karuan- lagi, namun diatas dahan yang kering
tersebut justru terdapat dua puluh empat butir biji waru, setiap butir
biji waru itu besarnya seperti buah kelengkeng, warnanya merah
menyala." "Oooo.. sungguh suatu kejadian yang sangat aneh" kata Dewi In
Un keheranan. Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Waktu itu kami merasa amat kelaparan, tentu saja tak terlintas
pikiran yang bukan-bukan terhadap buah tadi, kami petik buah
merah tersebut dan setiap orang mendapat delapan butir untuk
menahan lapar." Sambil tertawa Dewi In Un menyela :
"Bila seorang sudah berada dalam keadaan kelaparan, rasanya
delapan butir biji waru belum mampu untuk menghilangkan rasa
lapar yang menyerang badan."
"Sama sekali tidak," kakek berbaju ungu itu menggoyangkan
tangannya berulang kali, "setelah kedelapan butir biji waru itu msuk kedalam perut, bukan
saja semua rasa lapar telah lenyap, bahkan rasa dingin yang
mencekam badan pun lenyap tak berbekas, baru saat itulah aku
merasa amat keheranan"
"Masa benda tersebut adalah buah dewa yang bisa membuat
orang awet muda?" "setelah kulakukan penyelidikan yang seksama, akhirnya dapat
kusimpulkan bahwa buah waru tersebut sesungguhnya adalah bibit
waru kutub yang telah berusia seribu tahun. Mengapa dinamakan
bibit waru kutub" "
Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Ditengah badai salju yang begitu kencang dan udara yang
begitu dingin, hampir mustahil buat sebatang pohon waru untuk
tetap hidup dibumi sekitar situ, apalagi biji waru yang tak pernah
rontok selama seribu tahun lamanya. Tapi kesemuanya ini bisa
terjadi dikarenakan ada sebab yang lain, rupanya batang pohon
waru itu persis tumbuh ditempat yang dilalui aliran hawa panas
bumi, dengan menghisap sari bumi, maka pohon waru tersebut
dapat mempertahankan setitik harapan untuk hidup, Itulah sebabnya
pohon tadi menghasilkan dua puluh empat butir biji yang berkhasiat
luar biasa. Dasar nasibku lagi mujur, gara-gara mendapat musibah
akhirnya malah peroleh rejeki,"
"itulah sebabnya Kau menjadi dewa yang tetap awet muda?"
sambung Dewi In Un dengan mata melotot besarsambil
menunding kearah pelayan serta kacung yang berada
dibelakang tubuhnya, kakek berbaju ungu itu berkata lebih jauh :
"Waktu itu, wajah mereka persis seperti sekarang ini, biar sudah
lewat seabad lamanya, tampang mereka masih tetap tak berubah."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh :
"Menurut perkiraanku, meski kami tak bisa hidup panjang umur,
paling tidak masih bisa hidup tiga atau empat kali enam puluh
tahun." Dewi In Un tertegun beberapa saat lamanya, mendadak ia
berkata sambil tersenyum,
"kisah cerita lotiang memang sangat menarik hati, tapi rasanya
aku belum dapat mempercayai kau sebagai Kong ci cianpwee hanya
didasarkan pada ceritamu saja"
Kakek berbaju ungu itu sebera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahaaahh-haaahhh.apakah kau masih ingin memeriksa yang
lain?" Dewi In Un berpikir sejenak, kemudian katanya :
"Menurut apa yang kuketahui, Kong ci cianpwee menggunakan
sepasang senjata yang berbentuk. aneh, sampai sekarang benda
tersebut masih jarang dijumpai didunia persilatan."
Kakek berbaju ungu itu tertawa tergelak, mendadak dia merogoh
kedalam sakunya lalu mengeluarkan sepasang senjata yang
berbentuk sangat aneh. Dalam waktu singkat seluruh ruangan telah diliputi oleh cahaya
keemas-emasan yang amat menyilaukan mata.
sewaktu semua orang mengawasi dengan seksama, maka
tampaklah benda tersebut adalah epasang gelang emas, satu
diantaranya mengeluarkan cahaya yang begitu tajam sehingga
sewaktu digerakkan membiaskan cahaya yang begitu menyilaukan
mata persis seperti cahaya sang suryasebaliknya
yang berbentuk setengah lingkaran dan bersinar
redup, bentuknya tak berbeda seperti rembulan yang separuh bulat,
sambil tertawa tergelak-gelak. kakek berbaju ungu itu berkata :
"Apakah kau maksudkan sepasang gelang jit gwat siang huan
ini?" Dewi In Un membelalakkan matanya lebar-lebar, saking
tergagapnya sampai dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
sambil menatap wajahnya lekat-lekat, kakek berbaju ungu itu
berkata lagi: "Tentunya kau mengharapkan aku bisa mendemontrasikan
kepandaian silatku sebelum mau mempercayainya, bukan?"
sebelum Dewi In Un sempat menjawab, kakek berbaju ungu itu
telah memainkan sepasang tangannya, gelang emas berbentuk.
separuh bulat itu tahu-tahu sudah meluncur kedepan dengan
hebatnya. Tampak cahaya kuning berkelebat lewat gelang emas tersebut
dengan membawa gaung desingan tajam yang amat memekakkan
telinga telah meluncur kearah dinding yang berada pada jarak tiga
kaki bagaikan kilatan cahaya petir.
Tahu-tahu obor yang diletakkan pada dinding tadi sudah terpapas
kutung menjadi dua bagian.
sementara semua yang hadir masih termangu-mang u dibuatnya.
Kakek berbaju ungu itu kembali sudah melepaskan gelang
mataharinya. Pancaran cahaya yang begitu kuat dan tajam membuat semua
yang hadir menajamkan matanya tanpa sadar lalu mundur setengah
langkah kebelakang. ' 'criiiiing' Terdengar suara dentingan nyaring
bergema memecahkan keheningan, gelang matahari yang dilepaskan
kemudian telah membentur diatas gelang rembulan yang baru saja
menebas putus batang obor itu.
Begitu sepasang gelang saling beradu, tiba-tiba saja benda
tersebut memencarkan diri kekiri dan kanan, lalu dengan membawa
desingan suara yang amat memekikkan telinga, senjata-senjata
tersebut telah balik kembali ketangan kakek tersebut.
setelah menyambut kembali kedua gelangnya, kakek berbaju
ungu itu baru baru menegur sambil tertawa bergelak:
"Apakah anda masih curiga?"
Rasa kejut dan girang menghiasi wajah Dewi In Un, namun
perasaan curiga masih menyelimuti seluruh perasaannya, segera
katanya lagi: "yang membuat aku keheranan adalah Lootiang bukannya pergi
mencari ayahku, mengapa sebaliknya datang mencari aku" "
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhh-haaaahhh.-haaaahhhh-.semuanya terdapat tiga
alasan mengapa aku berbuat begini, pertama aku kebetulan sedang
lewat diwilayah sekitar sini, kedua ayahmu sebagai ketua angkatan
ketiga dari partai kupu-kupu ternyata tidak turun tangan sendiri
sebaliknya hanya mengirim putrinya untuk memegang tampuk
pimpinan, tindakannya ini membuat aku merasa sangat tak puas
kepadanya dan ketiga, aku menjumpai kalian sedang terancam
sekarang." "Ancaman bahaya apakah itu?" Tanya Dewi In Un dengan
perasaan amat bergetar. Kakek berbaju ungu itu tertawa hambar.
"sepintas lalu nampaknya saja kau dilindungi oleh begitu banyak
jago lihay dan memiliki kekuatan yang luar biasa, padahal dalam
dunia persilatan telah terjadi pergolakan sehingga situasipun harus
dipandang dari sudut yang berbeda pula."
setelah berhenti sejenak, kembali katanya :
"Kho Beng dibantu oleh Bu wi Lojin dan berhasil pula mempelajari
ilmu sakti thian goan sinkang, bila jagojago lihay dari Patih uang
berkumpul semua didaratan Tionggoan lalu keturunan dari tiga dewa
see gwa sam sian yang telah mendapat warisan- ilmu silat dari
leluhurnya menyusul pula kesini, hal ini masih dibantu lagi dengan
himpunan seluruh inti kekuatan tujuh partai besar dunia persilatan
membuat jumlah kekuatan mereka jadi beribu-ribu orang
banyaknya, coba bayangkan sendiri mampukah kau menahan
serangan gabungan mereka yang memiliki kekuatan sedemikian
dahsyatnya itu." Berubah hebat paras muka Dewi In Un, namun diluar dia tetap
paksakan tersenyum, katanya cepat:
"Terima kasih banyak atas perhatian Lootiang, tapi aku yakin
masih mampu untuk menghadapi mereka."
Kakek berbaju ungu itu menghembuskan napas panjang.
"sekalipun ayahmu memimpin partai kupu-kupu, namun situasi
sekarang sulit rasanya untuk membuatnya merasa lega hati. Apalah
gunanya kau membohongi dirimu sendiri" "
Dewi In Un berkerut kening.
"Jadi maksud kedatangan Lootiang kemari adalah."
"Mengajak kau merundingkan masalah besar yang dihadapi dan
membantu usahamu itu, berniat membalaskan dendam bagi
kematian sobat karib ku ui Thian it"
setengah percaya setengah tidak Dewi In Un berkata :
"Apakah cianpwee tidak merasa gusar oleh sikap curiga dan
pelayanan yang jelek dariku?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhhhh.haaaahhh.haaaa pengalaman yang kualami
memang sulit membuat orang lain percaya, kecurigaan terhadap
diriku memang sudah sepantasnya dan sewajarnya."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Dewi In Un,
katanya kemudian: "Jikalau cianpwee memang tidak bermaksud menegur atau marah
kepada kami, boanpwee masih ingin melakukan suatu percobaan
lagi." Agaknya Kakek berbaju ungu itu merasakan hatinya bergetar
keras, namun diluarnya dia tertawa tergelak:
"Haaaahh-haaahh-haaah-percobaan macam apakah yang kau
inginkan?" "satu-satunya yang bisa dicoba hanya ilmu silat, boanpwee ingin
berbuat lancang dengan menyuruh keempat orang Lengcu anak
buahku untuk bertarung sebanyak tiga jurus dengan diri
Locianpwee." "Hahahaha " Kakek berbaju ungu itu menggunakan gelak tertawa
yang keras untuk menutupi perasaan tidak tenangnya, akhirnya dia
menatap lawannya tajam-tajam dan berkata :
"Aku adalah sahabat karib leluhurmu, masa sekarang harus
bertarung melawan angkatan muda dari empat generasi dibawah
ku?" Dewi In Un tertawa terkekeh-kekeh :
"yaa, sebab hanya dengan cara inilah keaslian cianpwee baru
bisa diketahui, apakah cianpwee tidak berharap rasa curiga
boanpwee sekalian hilang sama sekali?"
Kakek berbaju ungu itu berpikir berapa saat lamanya, lalu berkata
: "Cara seperti ini sama sekali tak masuk diakal.. "Tapi sejenak
kemudian dia telah berkata lagi:
"Namun aku punya sebuah usul yang lain" entah usul macam
apakah itu?" "Walaupun aku enggan bertarung sendiri melawan kalian, tapi
pelayan tuaku ini bisa menemani kalian untuk bermain beberapa
gebrakan" "siapa saja yang turun tangan, rasanya juga sama saja," kata
Dewi In Un sambil tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak,
lanjutnya : "Bila pelayan cianpwee memiliki ilmu silat yang jauh melebihi
kemampuan kami, sudah jelas kepandaian silat cianpwee jauh lebih
hebat lagi, tentu saja kami tak perlu curiga lagi."
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak, dia segera
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpaling seraya berseru:
"Ang tua" Pelayan tua yang berdiri dibelakangnya segera maju kedepan dan
menyahut. "Hamba siap"
"Apa yang telah kami bicarakan barusan, tentunya sudah kau
ketahui, bukan" Nah, coba kau yang melayani beberapa orang itu
untuk bermain beberapa gebrakan"
"Hamba turut perintah"
Dewi In Un segera berkata pula sambil tertawa girang :
"Maafkan kelancangan boanpwee ini"
Dengan cepat dia mengulapkan tangannya, seorang dayang
berpakaian ringkas segera muncul sambil menyodorkan sebilah
pedang. Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta Tang
soat Lengcu pun tidak menunggu perintah lagi serentak meloloskan
pedang masing-masing dan mengurung pelayan tua ditengah arena.
sambil mempersiapkan tongkat berbentuk anehnya, pelayan tua
itu berkata secara tiba-tiba sambil tertawa :
"Lapor cukong" "Ada apa?" Tanya si Kakek berbaju ungu agak tertegun.
"Pertarungan ini merupakan pertarungan mati hidup ataukah
Wanya terbatas saling menutul?"
"Tentu saja hanya terbatas saling menutul, masa pertarungan
harus berlangsung antara mati dan hidup,.ingat, kau tak boleh
melukai siapapun diantara mereka"
"Hamba turut perintah"
sementara itu Dewi In Un telah mengayunkan pedang sambil
melancarkan sebuah tusukan ke depan, serunya kemudian:
"Maaf boanpwee menyerang lebih dulu"
Pelayan tua itu sama sekali tidak bergerak dari posisinya semula,
namun ujung tongkatnya yang naga bukan ular bukan itu segera
dilancangkan tiga kali. Ketika serangan yang dilancarkan Dewi In Un membentur diatas
bayangan tongkat tersebut, terdengar suara dentingan yang amat
nyaring, ternyata serangan tersebut sudah terbendung sama sekali.
Padahal Dewi In Un bukan menyerang secara sungguhan,
dengan berbuat demikian pertama, dia hendak member petunjuk
kepada keempat Lengcu dan kedua, dia ingin mengamati aliran ilmu
silat dari pelayan tua tersebut.
Mendadak terdengar keempat orang Lengcu itu membentak
keras, keempat bilah pedang mereka berkelebat memenuhi angkasa
dan melakukan pengepungan dari empat arah delapan penjuru.
sebaliknya Dewi In Un segera menarik kembali pedangnya sambil
mundur sejauh tiga langkah.
Dalam waktu singkat, cahaya tajam telah memenuhi angkasa.
Hawa pedang mederu-deru, seluruh badan pelayan tua itu sudah
terkurung oleh jarrtng pedang yang amat kuat. Pelayan tua itu
tertawa terbahak-bahak, segera serunya :
"IImu pedang yang amat bagus.coba lihat jurus naga ular menari
bersamaku ini" sementara si pelayan tua tersebut masih terkurung oleh lapisan
hawa pedang yang diciptakan keempat bilah pedang tersebut,
mendadak tampak bayangan tongkat menerobos ketengah angkasa,
lalu bagaikan deruan angin topan segera menyambar keempat
penjuru. serangan dahsyat ini bukan saja telah menjebolkan bayangan
pedang yang berlapis-lapis, lagipula dalam beberapa putaran saja
seluruh cahaya pedang yang berkilauan telah terdesak balik kembaliAkhirnya tampak bayangan toya dan cahaya pedang lenyap
semuanya hingga tak berbekas, dengan wajah amat terperanjat
keempat orang Lengcu itu mengundurkan diri kebelakang.
sebaliknya pelayan tua itu tetap berdiri dengan senyuman
dikulum, seolah-olah tak pernah terjadi pertarungan apa pun disitu.
Baru saja pertarungan berhenti tiba-tiba, terdengar Dewi In Un
membentak keras laksana sambaran petir cepatnya dia menyergap
pelayan tua tersebut. sergapan yang dilakukan sangat mendadak ini sungguh luar
biasa, hal tersebut membuat si Kakek berbaju ungu yang berada
disisi arena menjadi amat terperanjat, serangan yang hebat seru si
pelayan tua sambil tertawa bergelak-Bayangan tongkat segera
menyambar kemuka menyongsong datangnya serangan itu.
Terdengar suara desingan angin tajam menderu-deru diseluruh
ruangan, tapi sejenak kemudian suasana telah berubah menjadi
sunyi kembali. Kini suasana sepi yang luar biasa mencekam Perasaan setiap
orang, sementara Dewi In un kelihatan masih berdiri termangu
ditempat semula, senjata panji kupu-kupunya masih berada juga
ditangannya. ..... sipelayan tua itu berdiri lebih kurang lima depa dihadapanny a,
tapi pada ujung tongkatnya kini telah bertengger sepasang kupukupu
yang sedang mementangkan sayapnya.
Bersambung ke jilid 29 Jilid 29 "Aaah, apa maksud perkataanmu itu?" ucap Kakek Tongkat Sakti
sambil tertawa, "bukankah sama saja kau hendak mengusirku pergi dari sini?"
Merah padam selembar wajah Kho Beng.
"Harap cianpwee tangan salah paham."
Kakek Tongkat Sakti menggeleng.
"Berbicara secara sejujurnya saja, jangan lagi kau pergi seorang
diri, sekalipun ada aku yang menemanimu pun mungkin kepergian
kita ibarat menimpuk anjing dengan bakpao isi daging, sekali pergi
tak bakal kembali lagi."
"Tapi boanpwee tak akan berpikir sampai kesitu." Kata Kho Beng
sambil menggigit bibir, "aku tak bisa berpeluk tangan saja membiarkan ciciku terancam
bahaya." "ya, tentu saja kau harus memikirkan keselamatan jiwanya."
Kakek Tongkat Sakti mengangguk,
"tapi bagaimana pun juga, setiap tindakan harus melalui
perencanaan yang matang lebih dulu. Paling tidak kita harus
mempunyai pegangan sebesar tujuh bagian sebelum berangkat."
Kho Beng berkerut kening.
"Tapi aku tak mempunyai waktu yang cukup, mereka hanya
memberi batas waktu tiga hari kepadaku, rencana apapun yang
hendak dipersiapkan, aku rasa sudah tak akan sempat lagi."
"aku tidak sependapat denganmu." Kata Kakek Tongkat Sakti
sambil menggeleng, "batas waktu tiga hari Cuma akal-akalan mereka demi kedua
lembar kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut, mungkin untuk
menunggu selama tiga tahun pun mereka akan sabar menanti. "Kho
Beng agak tertegun, tiba-tiba dia memberi hormat kepada kakek
itu sambil berkata "Walaupun cianpwee berjiwa kesatria dan ringan tangan,
mengapa kau begitu berhasrat hendak membantu boanpwee?"
Kakek Tongkat sakti tertawa.
"Masa kau belum tahu apa tujuanku pergi mencari Thian cun
yang?" "Boanpwee mengerti, tapi cianpwee pun harusnya mengetahui
akan maksud tujuan kepergianku kali ini hanya bertujuan menolong
ciciku dari bahaya maut, persoalan ini merupakan urusanku sendiri,
karenanya boanpwee tidak berharap cianpwee turut menyerempet
bahaya." Berkilat sepasang mata si Kakek Tongkat sakti, katanya
kemudian: "Paling tidak aku masih mempunyai dua alasan, pertama ditinjau
dari kehadiran orang-orang tadi, aku telah membuktikan bahwa
Dewi In Un adalah seorang anggota partai kupu-kupu. Kedua, kau
adalah ahli waris dari kitab pusaka Thian goan bu boh, lagipula
merupakan keturunan dari sahabat karib Bu wi lojin, malah
kemungkinan besar beban berat untuk menanggulangi bencana
besar yang menimpa dunia persilatan akan terletak dibahumu, coba
bayangkan sendiri, disaat kau sedang menghadapi bahaya, apakah
aku mesti berpeluk tangan belaka?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya :
"yang seharusnya kita bicarakan sekarang adalah bagaimana
caranya menyusup masuk ke sarang iblis dan bagaimana caranya
menyelamatkan encimu, soal-soal yang lain lebih baik jangan kita
bicarakan dulu sementara waktu."
Dengan wajah murung dan amat gelisah, Kho Beng berkata :
"Boanpwee sendiripun tidak berhasil mendapat cara yang lebih
baik lagi untuk menghadapi persoalan ini, sebetulnya aku berniat
menyerempet bahaya dengan mendatangi serangan mereka seorang
diri, tapi sekarang. " Dia menghela napas dan berhenti berbicara.
"Bila kau sampai berbuat demikian, maka tindakanmu itu
merupakan perbuatan bodoh-" Ucap Kakek Tongkat sakti dengan
wajah serius, "kau harus tahu, setelah mereka berani menyuruh Molim sekalian
menyampaikan kabar tersebut kepadamu, berarti mereka pasti telah
mempersiapkan perangkap yang amat kuat disekitar sana, apabila
cicimu masih berada dalam cengkeraman mereka, kau lebih tak
boleh kehilangan posisi yang menguntungkan, selain itu aku lihat
Lengcu atau pelindung hukum mereka tak boleh dipandang enteng,
oleh sebab itu, aku rasa kita tak boleh bertindak secara gegabah."
Kho Beng segera menggertak gigi menahan gejolak emosi
didalam hatinya, ia berkata kemudian:
"Ditinjau dari kesemuanya ini, aku dapat mengambil kesimpulan
kalau Dewi In un pasti berada didalam gua pengikat cinta ini,
siluman perempuan itu adalah musuh besar pembasmi keluarga Kho
kami" "Jangan sekali-kali kau bekerja menuruti emosi" hibur Kakek
Tongkat sakti dengan tenang,
"ketahuilah persoalan ini tak bisa diselesaikan secara terburu
nafsu." "Apakah petunjuk cianpwee didalam masalah ini?" pinta Kho
Beng kemudian dengan kening berkerut,
"apa yang mesti boanpwee lakukan sekarang?"
Kakek Tongkat sakti jadi tertegun untuk berapa saat, bisiknya
agak tergagap: "Tentang soal ini..."
Tapi sampai setengah harian lamanya dia tak mampu
mengucapkan sepatah katapun, sebab didalam kenyataannya
persoalan ini memang suatu masalah yang susah diatasi. Tiba-tiba
Chin sian kun berkata : "aku mempunyai sebuah pendapat yang baik, apakah boleh
kuutarakan keluar.."
"Nona Chin, bila kau mempunyai sesuatu pendapat silahkan saja
diutarakan keluar," seru Kho Beng cepat.
Kakek Tongkat sakti pun tersenyum.
"yaa, biasanya pikiran dan perasaan anak wanita memang jauh
lebih tajam dan seksama . cepat utarakan keluar, "
setelah tertawa, Chin sian kun berkata :
"Terlepas apakah Dewi In Un merupakan anggota partai kupukupu
atau bukan, paling tidak dia pasti mempunyai hubungan yang
sangat akrab dengan partai kupu-kupu bukan?"
"yaa, ini sudah pasti" Kakek Tongkat sakti mengangguk"Cianpwee pasti banyak mengetahui tentang peristiwa yang
terjadi pada seratus tahun berselang, tahukah cianpwee apakah
pihak partai kupu-kupu mempunyai hubungan yang akrab dengan
seseorang?" Kakek Tongkat sakti termenung berapa saat lamanya, mendadak
ia bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahakKho Beng jadi keheranan, buru-buru tanyanya :
"Cianpwee, kenapa kau tertawa bergelak?"
Kakek Tongkat sakti tidak menjawab pertanyaan Kho Beng,
sambil menatap wajah Chin sian kun ujarnya :
"yaa, memang terbukti pikiran dan perasaan wanita jauh lebih
teliti, aku sudah dapat menduga apa yang sedang kaupikirkan "
"Cianpwee tahu apa yang sedang kupikirkan?" ucap Chin sian kun
sambil tertawa. "Bukankah kau hendak mempergunakan hubungan akrab antara
pihak partai kupu-kupu dengan seseorang yang dikenalnya dulu
untuk menyelesaikan persoalan ini, karena kau merasa Dewi In un
pasti mempunyai hubungan yang akrab dengan pihak partai kupukupu?"
"Cianpwee, kalau kudengar dari gelak tertawa mu barusan,
apakah kau pun telah berhasil mengingat orang tersebut?"
"Betul" Kakek Tongkat sakti mengangguk,
"Aku memang sudah teringat dengan seseorang, orang tersebut
masih terhitung sahabat karib dari ui Thian it, ketua partai kupukupu
yang tewas ditangan tiga dewa tempo dulu. orang itu bernama
Kong ci cu, orang lain menyebutnya sebagai si naga terbang dari see
ih. Disaat ui Thian it melangsungkan pertarungan seru melawan tiga
dewa tempo hari, Kong ci cu yang mendapat kabar segera menyusul
ketempat kejadian, sayang kedatangannya terlambat selangkah,
ketika ia tiba disitu, ui Thian it sudah tewas dibawah tebing berduka
hati" setelah menghela napas panajng, katanya lebih jauh :
"Kong ci cu lah yang membereskan jenasah Ui Thian it serta
membawanya pulang, konon peristiwa tersebut pernah menjadi
bahan pembicaraan yang paling hangat dalam dunia persilatan
waktu itu." Chin sian kun berpikir sejenak, kemudian tanyanya :
"aku rasa si naga terbang dari see ih Kong ci cu tentunya sudah
lama meninggal dunia bukan?"
Kakek Tongkat sakti manggut-manggut "Pada seratus tahun berselang ia telah berusia tujuh delapan
puluh tahunan, kini seratus tahun telah lewat, masa dia belum juga
mati" Tentu saja jiwanya telah lama berakhir-"
"Apakah orang partai kupu-kupu mengetahui tentang kematian
Kong ci cu ini?" Kembali Kakek Tongkat sakti tertawa :
"sejak peristiwa berdarah ditebing hati duka, partai kupu-kupu
sudah tiada kabar beritanya lagi, apakah mereka mengetahui akan
kematian Kong ci cu atau tidak kurang jelas, tapi bagi diriku justru
mengetahui soal kematian Kong ci cu tersebut dengan jelas sekali-"
"entah apa yang menyebabkan kematiannya?" Tanya Chin sian
kun dengan perasaan gembira.
"Dia mati karena sakit." Kata Kakek Tongkat sakti sambil tertawa.
"Peristiwa itu terjadi lebih kurang sepuluh tahun setelah peristiwa
berdarah di tebing hati duka, tapi kematiannya tidak diketahui oleh
siapa pun sebab seorang pelayan tua dan seorang bocah muda yang
hidup bersamanya telah bunuh diri pula setelah kematiannya itu"
"Kalau toh soal kematiannya tidak diketahui orang lain, dari mana
cianpwee bisa mengetahui akan persoalan ini?" Kakek Tongkat sakti
tertawa misterius. "yang mengubur mereka bertiga juga seorang sahabat dari
tingkatan ayahku, sedang diapun akhirnya mati ditempat
pengasingan, itulah sebabnya kecuali aku seorang mungkin tiada
orang kedua yang mengetahuinya."
Chin sian kun termenung sambil berpikir sebentar, lalu katanya :
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Entah bagaimanakah perawakan tubuh serta wajah dari sinaga
terbang dari see ih Kong Ci cu?"
Kakek Tongkat sakti memandang sekejap kedua orang yang
berada dihadapannya lalu ujarnya sambil tertawa:
"Persoalan ini sangat kebetulan sekali, walaupun perawakan
badan si naga terbang dari see ih tidak terhitung tinggi besar,
namun tidak seceking diriku ini, aku rasa Kho sauhiaplah yang paling
cocok untuk memerankan dirinya, sedang seorang pelayan tua dan
bocah muda dari Kong ci cu tampaknya harus diperankan oleh nona
dan aku" Meskipun rencana ini sangat bagus, tapi cianpwee telah
melupakan satu persoalan" kata Chin sian kun sambil
menggelengkan kepalanya, keningnya Nampak berkerut kencang.
"Apa yang kulupakan?" Tanya Kakek Tongkat sakti tertawa"Cianpwee harus ingat bahwa peristiwa itu terjadi seratus tahun
berselang, raut tampang mereka tak akan seperti wajahnya para
sahabat yang lalu-" "Tentu saja" kata Kakek Tongkat sakti sambil tertawa,
"mana mungkin aku melupakan persoalan ini, tapi hal semacam
itu masih bisa ditutupi."
Dengan suara lirih dia segera membisikkan sesuatu kepada Chin
sian kun dan Kho Beng. selesai mendengar bisikan itu, Kho Beng
berdua segera tersenyum dan manggut-manggut. Kembali Kakek
Tongkat sakti memutar biji matanya sambil berkata lagi:
"Hayo berangkat, mungkin kita harus kerja keras seharian penuh,
ketahuilah benda-benda tersebut tidak mudah untuk dibuat."
Diiringi sekulum senyuman yang misterius, berangkatlah ketiga
orang itu meninggalkan bukit Cian san.
Didalam gua pengikat cinta bukit Cian san, cun hong Lengcu, Hee
im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta tang soat Lengcu sekalian
berempat sedang berdiri didepan Dewi In Un dengan sikap yang
sangat hormat. Dua orang nenek berbaju perlente berdiri dikedua belah samping
Dewi In Un dengan wajah yang serius, persis seperti dua buah
patung batu. Disamping itu masih terdapat dua puluhan orang dayang berbaju
ringkas yang berdiri dikedua belah sisi arena, suasana terasa amat
serius dan seram, setelah memberi hormat, Cun hong Lengcu
berkata : "suhu, tecu sekalian telah melaksanakan semua pekerjaan sesuai
dengan petunjuk suhu"
"Hmmm, apa saja yang telah kalian kerjakan?" dengus Dewi In
Un. "semua jalan darah ditubuh Kho Yang ciu telah kami totok, kini
dia dirantai diatas kursi batu, selain itu ditempat kegelapan.,"
setelah menunjukkan senyuman bangga, lanjutnya :
"Didalam maupun diluar ruangan tecu telah menyiapkan jebakan
yang berlapis-lapis, setiap perangkap yang kupersiapkan rasanya
sudah lebih dari cukup untuk mengubah mereka kakak beradik dua
orang menjadi perkedel."
Paras muka Dewi In Un tetap dingin kaku tanpa perubahan
emosi, katanya hambar: "yang perlu kalian perhatikan adalah kedua lembar kitab pusaka
Thian goan bu boh itu"
"soal ini suhu tak perlu kuatir," cun hong Lengcu segera tertawa,
"tentu saja kami akan berusaha untuk mendapatkan kedua
lembar kitab pusaka Thian goan bu boh lebih dulu sebelum berusaha
melenyapkan kedua bibit bencana ini dari muka bumi"
"Dengan cara apa kalian menyampaikan berita tersebut kepada
Kho Beng?" sungguh kebetulan sekali kata Cun hong Lengcu dengan bangga,
"sewaktu dalam perjalanan menuruni bukit Cian san tadi, telah
bertemu dengan keempat budak asing dari Kho Beng, kami memberi
batas waktu tiga hari kepada Kho Beng untuk datang kemari
menukar cicinya dengan kedua lembar kitab pusaka tersebut."
Dewi In Un berpikir sebentar, lalu katanya :
"Aku dengar Kho Beng adalah seorang pemuda yang sangat licik
dan banyak akal muslihatnya, mungkinkah dia akan datang
memenuhi janji tepat pada waktunya?"
Hee im Lengcu segera menyahuti:
"Menurut apa yang tecu ketahui, Kho Beng pasti akan datang-"
Dewi In Un segera mengerling sekejap kearahnya :
"Atas dasar apa kau berani berkata begitu meyakinkan?"
sambil tertawa paksa Hee im Lengcu berkata :
"Kho Beng adalah seorang yang amat perasa, terutama sekali
terhadap saudara kandungnya sendiri, Ia menaruh perhatian yang
amat khusus- Apabila la mendapat kabar yang menyatakan bahwa
cicinya menjumpai kesulitan disini, biarpun dia tahu bakal mati
namun ia pasti akan datang juga."
"Heeeheee- h eeee- memang inilah kelemahan manusia," seru
Dewi In Un sambil tertawa terkekeh-kekeh,
"kalian harus mempergunakan nya secara baik-baik,"
Tapi sejenak kemudian paras mukanya telah berubah hebat,
dengan suara mendalam dia menambahkan.
"Tapi bila usaha kali ini tidak berhasil, maka kalian berempat
bakal menerima hukuman yang cukup berat."
Keempat orang lengcu itu segera merasakan hatinya bergetar
keras, paras mukanya berubah hebat, tapi hanya sebentar. Dalam
waktu singkat mereka telah memperoleh ketenangannya kembali.
sambil tertawa paksa Cun hong Lengcu segera berkata :
"suhu tak usah kuatir, kali ini tiada kemungkinan untuk menderita
kegagalan, tanggung kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh
itu akan kita peroleh."
Dengan sikap hambar Dewi In Un manggut-manggut.
"semoga saja usaha kalian berhasil dengan sukses, untuk
mencapai keberhasilan ini kalian boleh menggunakan semua
kekuatan yang berada disini- selain daripada itu, dalam menghadapi
situasi dan keadaan seperti apapun, setiap saat kalian harus
memberi laporan kepadaku"
"Tecu turut perintah" keempat orang Lengcu itu menyahut
serentak dengan sikap menghormat.
Agaknya Dewi In Un merasa puas, dia menguap lalu sambil
mengulapkan tangannya, ia berkata:
"sekarang kalian boleh mengundurkan diri dari sini"
Keempat orang Lengcu itu bersama-sama memberi hormat lalu
mengundurkan diri. yang disebut sebagai kamar penjara di dalam gua pengikat cinta
tak lebih hanya berupa sebuah gua yang belum pernah dibenahiDisana sini ruangan gua terdapat banyak batu granit yang
mencuat kesana kemari, tapi dasar tanah amat datar, dibagian
tengah terdapat sebuah kursi batu, kursi itu terbuat dari tonjolan
batu karang yang mencuat keatassaat
itu Kho yang ciu didudukkan pada kursi tersebut dan dirantai
dengan sebuah rantai raksasa sebesar lengan bocahPadahal sekalipun tak dirantai, Kho yang ciu tak mampu lagi
menggerakkan badannya, sebab bukan saja seluruh jalan darahnya
telah tertotok, lagipula ia telah dicekoki cairan beracun yong luo ih
yang mempunyai khasiat membuyarkan tenagaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Peredaran darah yang tidak lancer membuat keadaan gadis
tersebut tak ubahnya seperti seorang penyakitan yang hampir
sekarat, bentuk rupanya telah berubah menjadi amat mengenaskan.
suasana dalam gua gelap gulita tanpa cahaya, lembab lagi gelap,
berada ditempat seperti ini tak ubahnya seperti berada didalam
neraka. Tapi diluar maupun didalam gua tersebut, terutama pada bagian
yang gelap dan tersembunyi, secara diam-diam sudah dilengkapi
perangkap yang berlapis-lapis, diantaranya meliputi panah beracun,
uap beracun dan jebakan yang mengerikan.
Kini Kho yang ciu telah mendusin dari pingsannya, namun seluruh
jalan darahnya yang tertotok membuat ia tak mampu ergerak, tak
mampu pula bicara, kecuali benaknya yang dipenuhi pelbagai
persoalan yang pelik, pada hakekatnya keadaan nona tersebut tak
berbeda seperti sesosok mayat.
Namun perasaan sedih dan menyesal yang mencekam
perasaannya tak terlukiskan lagi dengan perkataannya, dia menyesal
mengapa tidak menurui nasehat dari adiknya Kho Beng yang sudah
berhasil membongkar identitas mereka yang sebenarnya ketika
masih berada di perkampungan ciu hong san ceng tempo hari,
malah sudah berulang kali adiknya membujuk serta menasehatinya.
Tapi-mengapa ia tak mau tahu dan belumjuga mau sadar"
sekali salah melangkah, menyesal sepanjang masa, walaupun ia
merasa menyesal sekali tapi sayang keadaan sudah terlambat.
Ia sama sekali tak takut mati, tapi dendam sakit hatinya belum
terbalas. sedangkan diapun akan mati ditangan musuh besarnya, inilah
yang membuat ia mati tak meram.
Disamping itu dia pun teringat kembali dengan adiknya Kho
Beng, diapun cukup memahami tujuan yang sebenarnya Dewi In Un
menyekap dirinya disitu, sudah pasti dia akan dijadikan umpan untuk
memancing kedatangan Kho Beng guna menyerahkan kedua lembar
kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut.
Ia pun sadar, demi keselamatan jiwanya, Kho Beng pasti tak
akan memperdulikan segala sesuatunya untuk datang
menyelamatkan jiwanya, apabila keadaan seperti ini sampai terjadi,
bukankah dialah yang telah mencelakai adiknya"
Teringat akan dendam berdarah dari keluarga Kho yang belum
sempat terbalas, teringat pula Kho Beng adalah satu-satunya
keturunan keluarga Kho, andai kata gara-gara keteledoran sendiri
menyebabkan kematian Kho Beng, apakah dia masih punya muka
untuk bertemu dengan arwah orang tuanya dialam baka"
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa air matanya jatuh
bercucuran, satu-satunya yang diharapkan sekarang adalah
berharap agar adiknya tidak menyerempet bahaya. Namun dia pun
tahu, keadaan seperti ini hampir boleh dibilang tak mungkin, sebab
dia cukup memahami perasaan dan tabiat adiknya, dia pasti akan
datang untuk menolongnya apapun yang bakal terjadi-Mendadak-.
Disaat pikirannya sedang melayang entah kemana saja,
terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang.
Dengan paksakan diri Kho yang ciu membuka matanya, tapi apa
yang kemudian terlihat membuat darahnya terasa mendidih,
sepasang matanya berapi-api dan hampir saja melotot keluar.
Ternyata yang datang adalah Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu,
Ciu hoa Lengcu serta Tang soat Lengcu.
Dengan langkah yang santai keempat orang itu berjalan masuk
kedalam ruangan. Kho yang ciu tak mampu bergerak, tak mampu pula bicara, satusatunya
yang bisa diperbuat olehnya hanya menunjukkan rasa benci
dan dendamnya yang merah membara itu kelihatan berapi-api
seperti mau melompat keluar.
setibanya dihadapan Kho yang ciu, Hee im Lengcu segera
menyapa sambil tertawa : "Adik Kho, maaf sekali yaa aku telah membuatmu sangat
menderita" sedemikian benci dan dendamnya Kho yang ciu ketika itu,
mungkin kalau dapat dia hendak menggigit daging mereka mentahmentah,
tapi sekarang yang dapat diperbuat olehnya hanya duduk
tak berkutik seperti patung. Pelan-pelan Hee im Lengcu berkata lagi:
"Walaupun aku merasa rada tak tega, tapi.yaa apa boleh buat
lagi" Padahal manusia hidup seabad pun akhirnya akan mari juga,
hanya sekarang kau mati lebih awal saja."
Cun hong Lengcu tertawa sambungnya pula :
"Disaat ajalmu hampir tiba, kau masih bisa bertemu kembali
dengan adikmu, hitung-hitung anggaplah kebaikan ini sebagai balas
jasa kami terhadapmu mengingat dulu pernah menjadi saudara
sendiri." Lalu setelah memutar biji matanya dengan genit, dia berkata
lebih lanjut: "Aku rasa tidak sampai tiga hari kemudian, ia pasti sudah
menyusul kemari." "Tapi sayang," cun hong Lengcu menambahkan sambil tertawa,
"Disaat kalian kakak beradik saling bersua, saat itulah ajal kalian
akan tiba.-haaaahhhaaaahhhh."
"Keluarga besar kalian telah mati semua," kata Tang soat Lengcu,
"sebenarnya kalau kamu berdua kakak beradik harus hidup
sendirian didunia ini, aku rasa juga tak ada artinya. Lebih baik mati
saja bersama- Toh, semua persoalan akan beres pula dengan
sendirinya," sambil tersenyum Cun hong Lengcu, berkata lagi:
"Tapi kalian tak usah kuatir, kami tak bakal menyia-nyiakan kalian
dengan begitu saja, bila kau telah mati semua, kami pasti akan
membuat upacara penguburan yang megah dan mengubur kalian
dengan batu marmer sebagai nisan."
Begitulah keempat orang Lengcu itu saling berebut bicara, tapi
setiap perkataan yang diucapkan bagaikan sebilah pisau tajam yang
menghujam didada Kho yang ciu dalam-dalam.
Ditinjau dari pembicaraan mereka berempat, Kho yang ciu pun
dapat memahami siasat busuk dibalik kesemuanya itu, rupanya
mereka sedang menipu Kho Beng untuk datang kesana. sementara
dia masih termenung, terdengar cun hong Lengcu berkata sambil
tertawa : "Pemeriksaan telah usai, mari kita pergi dari sini"
Hee im Lengcu sekalian mengiakan, pelan-pelan mereka
membalikkan badan dan berjalan keluar dari gua.
setelah berada diluar, cun hong Lengcu memandang sekejap
sekeliling tempat itu, lalu serunya :
"Adikku bertiga "
"Ada apa toaci?" Hee im Lengcu segera bertanya, sambil
menghela napas, Cun hong Lengcu berkata :
"Tiba-tiba saja timbul perasaan kuatir didalam hatiku."
"Bukankah persiapan kita sangat rapi dan luar biasa rapatnya"
Apalagi yang toaci kuatirkan?" Tanya Ciu hoa Lengcu keheranan.
Pelan-pelan cun hong Lengcu berkata :
"Mungkin saja perasaan ini timbul disebabkan masalah yang kita
tangani kelewat penting, kita tak boleh gagal tentunya kalian masih
ingat dengan perkataan suhu bukan" Andaikata sampai terjadi halhal
yang tak diinginkan,"
sambil menghembuskan napas panjang dia segera berhenti
berbicara, Perasaan dan pikiran Hee im Lengcu sekalian pun berubah
menjadi berat dan serius, sebab mereka tahu apa yang telah
dikatakan Dewi In Un selalu dapat dilaksanakan dan menjadi
kenyataan, andaikata usaha mereka kali ini mengalami kegagalan
total, dapat dipastikan hukuman yang berat serta nasib yang kelak
akan menimpa mereka semua.
Untuk beberapa saat lamanya keempat orang itu menjadi
terbungkam dan tidak berbicara lagi.
Akhirnya Cun hong Lengcu mendongakkan kepalanya sambil
berkata lebih lanjut: "agar usaha kita kali ini tak sampai menderita kegagalan, kita
wajib mengambil suatu tindakan yang cukup gratis"
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Maksud cici" Bukankah penjagaan kita cukup ketat" Tindakan
apa lagi yang hendak toaci lakukan?" sela Hee im Lengcu Li sian
soat. "Pertama, kta berempat bakal berjuang lebih berat dan sengsara
lagi, selama tiga hari ini setiap malam kita harus melakukan
penjagaan bersama disini- Kedua, kita pun harus mengajukan
permohonan yang lain kepada suhu. "
"Permohonan apa?"
"Biarpun suhu telah menyanggupi permintaan kita
mempergunakan anak buahnya sekehendak hati, tapi aku rasa hal
tersebut tidak meliputi kedua pendamping utamanya yakni Nenek
penunjang langit serta Nenek perata bumi?"
"Tentu saja. Nenek penunjang langit dan Nenek perata bumi
adalah orang yang melindungi keselamatan suhu, tak setengah
jengkal tanah pun mereka meninggalkan beliau."
"ya a, berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa kita harus
mengalihkan perhatian kepadanya, asal kedua orang itu bisa kita
gunakan tenaganya untuk menyamar sebagai pelindung Kho yang
ciu, sudah pasti tiada kegagalan yang mungkin terjadi"
"Cara ini memang bagus, tapi apakah suhu bakal
mengabulkannya?" Tanya Li sian soat denga kening berkerut.
Dengan keyakinan yang amat besar Cun hong Lengcu menyahut:
"Demi kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh, demi
melenyapkan kedua keturunan terakhir dari keluarga Kho,
kemungkinan besar suhu akan mengabulkan permintaan kita?"
"Perkataan toaci memang benar" Li sian soat mengangguk pula,
"mari kita pergi memohon kepada suhu"
Maka secara berurutan berangkatlah keempat orang Lengcu
tersebut meninggalkan tempat itu.
-ooo00000oooo- Ditinjau dari luar, puncak bukit Cian san masih tetap kelihatan
gundul lagi gersang, tak ubahnya seperti bukit gersang yang tak
berpenghuni, namun dalam kenyataannya situasi disitu amat tegang
dan serius. Namun hari pertama lewat dengan begitu saja, sampai hari
kedua lewat pun Kho Beng belum tampak batang hidungnya.
Keempat Lengcu dibawah pimpinan Dewi In Un mulai gelisah
bagaikan semut berada dikuali panas, pada mulanya mereka kuatir
usaha tersebut akan mengalami kegagalan total, dan kini kuatir Kho
Beng tak akan datang memenuhi janjiKini senja hari ketiga pun sudah lewat, tampaknya batas waktu
selama tiga hari sudah lewat, namun bayangan Kho Beng belum
kelihatan juga- Bukan saja keempat orang Lengcu itu mulai gelisah dan tak
tenteram- Dewi In Un sendiripun mulai merasa cemas dan kesal,
berulang kali ia mengirim orang untuk menanyakan persoalan ini
kepada keempat Lengcu, tentu saja dia tak akan memperoleh berita
yang menggembirakan dari keempat orang anak buahnya.
sementara mereka masih dirundung rasa kecewa dan gelisah,
tiba-tiba diluar gua pengikat cinta tersiar datang suatu berita yang
betul-betul mengejutkan hatiBerita tersebut memang betul-betul merupakan suatu berita
ledakan yang amat menggemparkan, sebab ada seseorang yang
mengaku sebagai sahabat karib ui Thian it, ketua partai kupu-kupu
generasi yang lain dengan membawa pelayan tua dan kacungnya
dimuka gua dan mohon bertemu.
Berita tersebut dengan cepat disampaikan kepada Dewi In Un,
mendengar laporan tersebut Dewi In un jadi tertegun dan segera
membentak: "sama sekali ngaco belo, tak mungkin akan terjadi peristiwa
semacam ini" yang datang membawa laporan tersebut adalah ChinBu wi, salah
satu diantara dua belas pelindung hukum, hitung-hitung dia masih
termasuk jago kelas satu dibawah pimpinan Dewi In Un.
Ketika mendapat teguran tersebut, buru-buru dia berkata :
"Pada mulanya hambapun tidak percaya, namun setelah bersua
dengan mereka, hamba jadi rada-"
"Rada percaya bukan?" sambung Dewi In Un sambil tertawa
terkekeh-kekeh. Kemudian sambil menghentikan gelak tertawanya,
dia berkata lebih jauh : "ciangbunjin angkatan pertama partai kupu-kupu telah mati
dalam pertarungan dibawah tebing hati duka pada seratus tahun
berselang, dalam seratus tahun hidup dalam pengasingan ini partai
kita selalu menggembleng diri dan memupuk kekuatan terus
menerus. Tujuannya tak lain adalah untuk membalaskan dendam
bagi kematian leluhur kita ini. Bila orang tersebut benar-benar
adalah sahabat karib leluhur kita, coba pikir sendiri berapa usianya
tahun ini?" "Konon dia sudah berusia seratus sembilan puluh delapan tahun"
kata ChinBu wi agak tergagap.
"seratus sembilan puluh delapan tahun?" kembali gelak tertawa
Dewi In Un berderai-derai memecahkan keheningan.
"Haaaahaaaa.mungkinkah didunia ini terdapat manusia yang bisa
hidup seumur itu?" Cun hong Lengcu segera tampil kedepan sambil menimbrung :
"suhu, bolehkah tecu mengucapkan sepatah dua patah kata?"
Dewi In Un manggut-manggut ?
"aku bukan orang yang terlalu fanatic dengan pikiran dan
pendapat orang lain, apa pendapatmu dalam masalah ini" Katakana
saja terus terang." Buru-buru Cun hong Lengcu berkata:
"Terlepas dari asli atau palsunya orang ini, paling tidak peristiwa
ini adalah suatu kejadian yang sangat aneh, apa salahnya bila suhu
mengundangnya masuk serta memeriksa secara langsung" Dengan
berhadapan muka secara langsung, tecu percaya, asli tidaknya orang
ini akan segera ketahuan, bila orang ini hanya sengaja hendak
membuat berita sensasi, kita basmi saja seketika daripada
meninggalkan bibit bencana besar dikemudian hari."
"Benar, kalau begitu undang dia masuk" kata Dewi In Un sambil
tertawa lebar. Chin Bu wi sebera mengiakan dan mengundurkan diri dari situ.
Tak lama kemudian dia telah muncul kembali dengan membawa
tiga orang manusia. Ketika ketiga orang tersebut memasuki ruangan batu, segenap
hadirin segera merasakan sikap hormat dan serius yang tiba-tiba
muncul dari hati masing-masing.
orang yang berjalan dipaling muka adalah seorang kakek berbaju
ungu yang berwajah bagaikan tembaga antik, sepasang matanyaa
memancarkan sinar berkilat, jenggot putihnya terurai sepanjang
perut, tingkah lakunya mantap dan berwibawa sekali.
Dibela kang tubuhnya mengikuti dua orang pembantunya, yang
tua berambut dan berjenggot putih, tangannya membawa sebuah
tongkat berbentuk. aneh, berbaju kuning, sedang yang muda
berbaju bersih, putih kemerahan, usianya paling banter baru delapan
belas tahunan. Ketiga orang itu berjalan dengan langkah lebar dan kepala
terangkat keatas, begitu anggun langkah mereka sampai-sampai
Dewi In Un yang berada ditempat duduknya pun tergerak hatinya
dan berdiri tanpa sadar. Ketika kakek berbaju ungu itu sudah tiba diruangan tengah, ia
segera mengalihkan pandangan matanya mengawasi sekitar situ,
kemudian berseru dengan suara yang nyaring bagaikan genta:
"Tempat yang bagus.siapa yang bernama Dewi In Un?"
Dewi In Un segera mengernyitkan alis matanya, lalu menjawab :
"akulah orangnya, boleh kutahu siapa namamu?"
Kakek berbaju ungu itu tersenyum,
"sebelum kusebutkan namaku, terlebih dahulu ingin kutanyakan
satu persoalan lebih dulu. soal apa?"
"Anda adalah keturunan keluarga ui yang keberapa?" Tanya
kakek itu dengan suara dalam.
"Angkatan keempat" sahut Dewi In Un keningnya makin berkerut.
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut, katanya lagi:
"kalau begitu anda tentunya mengetahui dengan jelas tentang
segala kejadian yang telah menimpa kakekmu ui Thian it bukan?"
"sejak masih kanak-kanak orang tua kami selalu membicarakan
soal leluhur kami dulu. Kisah ceritanya boleh dibilang telah
mendarah daging ditubuhku"
Kakek berbaju ungu itu segera tertawa girang, katanya lebih jauh
: "Kalau begitu tentunya kau tahu bukan, ketika leluhurmu ui Thian
it bertarung melawan tiga dewa see hwa sam sian dibawah tebing
hati duka, pernah ada seorang sahabatnya dari see ih yang buruburu
datang ketempat kejadian, tapi berhubung kedatangannya
terlambat satu langkah hingga menemukan leluhurmu telah tewas
ditangan tiga dewa, hingga akhirnya sahabatnya itu menguburkan
jenasah ui Thian it serta mendirikan baru nisan baginya."
sambil berkata sepasang matanya yang tajam mengawasi wajah
Dewi In Un lekat-lekat, kemudian baru melanjutkan:
"Tahukah kau siapakah orang tersebut?"
Dewi In Un balas menatap wajah kakek berbaju ungu itu dengan
seksama, lalu sahutnya keheranan:
"Tentu saja aku tahu, dia adalah sahabat karib leluhurku. Naga
Terbang dari See ih Kong ci cu, orang tuaku pun pernah
menyinggung tentang perbuatan baik yang pernah dilakukan orang
tua itu, selama ini kami menghormatinya sebagai tuan penolong dari
keluarga ui. Sayang sekali, dia orang tua tidak mempunyai
keturunan, tidak memiliki ahli waris, sehingga budi kebaikannya itu
tak sempat kami balas. Kakek berbaju ungu itu seoera tertawa
terbahak-bahak: "Haaaahhhh..haaaahhhh.haaaahhhhh akulah Kong ci cu"
segenap yang hadir termasuk juga Dewi In un pribadi menjadi
tertegun sesudah mendengar jawaban tersebut. selang beberapa
saat kemudian Dewi In Un baru berkata sambil tersenyum:
"Lojin gemar amat bergurau, Kong ci cianpwee tak mungkin
masih hidup didunia ini, hal semacam ini sama sekali tak masuk akal
dan tak bakal dipercayai oleh siapa saja."
"Tiada keanehan yang tak bisa terjadi didunia yang lebar ini,"
ucap si kakek berbaju ungu sambil tertawa,
"semua kemungkina bisa terjadi dan dialami setiap manusia, atas
dasar apa kau tidak mengakui keaslianku."
"Bila anda benar-benar adalah Kong ci cianpwee, dengan cara
apa kau bisa.." Kakek berbaju ungu itu segera menukas perkataannya yang
belum selesai diucapkan itu.
"Aku cukup memahami kecurigaanmu, tegasnya saja peristiwa ini
memang merupakan suatu peristiwa yang hampir tak masuk diakal
dan susah dipercayai alasannya. Mungkin rasa curigamu itu akan
lenyap dengan sendirinya."
Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan:
"Tatkala leluhurmu ui Thian it telah meninggal disini, hatiku
merasa sangat masgul dan risau, karenanya aku tak pernah kembali
ke see ih lagi, tapi dengan membawa serta pelayan dan kacung aku
mengembara kesegala pelosok tempat, setahun kemudian sampailah
kami dibukit Tiang pek san sebelah timur laut."
"Bila apa yang totiang katakan benar, dari wilayah see ih
disebelah barat kau bisa berkelana sampai wilayah timur laut,
kelihatannya kepandaianmu sungguh mengagumkan" sela Dewi In
Un. Dengan sorot mata yang tajam, kakek berbaju ungu itu
mengawasinya lekat-lekat, lalu melanjutkan kembali kata-katanya:
"Ketika aku mengajak kacung dan pelayanku memasuki bukit
tiang pek san untuk berpesiar, akhirnya kami bertemu dengan badai
salju selama sepuluh hari-"
"Apa yang dimaksudkan badai salju selama sepuluh hari?" Tanya
Dewi In Un sambil tertawa.
"selama sepuluh hari lamanya, badai salju menyerang kami tiada
hentinya . itulah yang disebut badai salju sepuluh hari."
"Waaah, kalau terjadi badai salju selama sepuluh hari tiada
hentinya, bukankah semua jalan gunung menjadi terhambat dan
seluruh bumi berubah menjadi putih berkilauan?"
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut.
"yaa, justru Karena itulah kami jadi terjebak didalam suatu
wilayah yang amat terpencil, dalam keadaan begini, betapapun
tingginya ilmu silat yang kumiliki sulit juga untuk melepaskan diri
dari lapisan salju yang menutup seluruh bukit Tiang peksan, rasa
lapar, kedinginan membuat kami hampir saja mati konyol,"
sekali lagi Dewi In Un menyela.
"Lantas dengan cara apakah lotiang berhasil meloloskan diri dari
mara bahaya?" Berkilat sepasang mata kakek berbaju ungu itu.
"Kami tidak terlepas dari kurungan, tapi dibawah sebuah tebing
yang terjal kami berhasil menemukan sebatang pohon waru."
Ditengah salju yang begitu dingin, pohon waru yang ditemukan
pastilah sebatang pohon kering yang sudah tak karuan lagi- Tapi
setelah berhenti sejenak- dengan pandangan keheranan dia
bertanya, "Mengapa lotiang menyinggung soal pohon waru?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah-haaaahhh-haaaahhhhh sebab nyawa kami bertiga telah
diselamatkan pohon waru tersebut, tentu saja harus kusinggung
tentang persoalan ini. Silahkan lotiang melanjutkan penuturanmu" pinta Dewi In Un
dengan perasaan gelisah. Setelah melemparkan sekulum senyum misterius, kakek berbaju
ungu itu berkata lebih laniut:
"Dibawah tekanan udara yang amat dingin dan lapisan salju yang
begitu tebal, tentu saja pohon tersebut tinggal sebuah batang kering
yang tak karu-karuan- lagi, namun diatas dahan yang kering
tersebut justru terdapat dua puluh empat butir biji waru, setiap butir
biji waru itu besarnya seperti buah kelengkeng, warnanya merah
menyala." "Oooo.. sungguh suatu kejadian yang sangat aneh" kata Dewi In
Un keheranan. Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Waktu itu kami merasa amat kelaparan, tentu saja tak terlintas
pikiran yang bukan-bukan terhadap buah tadi, kami petik buah
merah tersebut dan setiap orang mendapat delapan butir untuk
menahan lapar." Sambil tertawa Dewi In Un menyela :
"Bila seorang sudah berada dalam keadaan kelaparan, rasanya
delapan butir biji waru belum mampu untuk menghilangkan rasa
lapar yang menyerang badan."
"Sama sekali tidak," kakek berbaju ungu itu menggoyangkan
tangannya berulang kali, "setelah kedelapan butir biji waru itu msuk kedalam perut, bukan
saja semua rasa lapar telah lenyap, bahkan rasa dingin yang
mencekam badan pun lenyap tak berbekas, baru saat itulah aku
merasa amat keheranan"
"Masa benda tersebut adalah buah dewa yang bisa membuat
orang awet muda?" "setelah kulakukan penyelidikan yang seksama, akhirnya dapat
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kusimpulkan bahwa buah waru tersebut sesungguhnya adalah bibit
waru kutub yang telah berusia seribu tahun. Mengapa dinamakan
bibit waru kutub" "
Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Ditengah badai salju yang begitu kencang dan udara yang
begitu dingin, hampir mustahil buat sebatang pohon waru untuk
tetap hidup dibumi sekitar situ, apalagi biji waru yang tak pernah
rontok selama seribu tahun lamanya. Tapi kesemuanya ini bisa
terjadi dikarenakan ada sebab yang lain, rupanya batang pohon
waru itu persis tumbuh ditempat yang dilalui aliran hawa panas
bumi, dengan menghisap sari bumi, maka pohon waru tersebut
dapat mempertahankan setitik harapan untuk hidup, Itulah sebabnya
pohon tadi menghasilkan dua puluh empat butir biji yang berkhasiat
luar biasa. Dasar nasibku lagi mujur, gara-gara mendapat musibah
akhirnya malah peroleh rejeki,"
"itulah sebabnya Kau menjadi dewa yang tetap awet muda?"
sambung Dewi In Un dengan mata melotot besarsambil
menunding kearah pelayan serta kacung yang berada
dibelakang tubuhnya, kakek berbaju ungu itu berkata lebih jauh :
"Waktu itu, wajah mereka persis seperti sekarang ini, biar sudah
lewat seabad lamanya, tampang mereka masih tetap tak berubah."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh :
"Menurut perkiraanku, meski kami tak bisa hidup panjang umur,
paling tidak masih bisa hidup tiga atau empat kali enam puluh
tahun." Dewi In Un tertegun beberapa saat lamanya, mendadak ia
berkata sambil tersenyum,
"kisah cerita lotiang memang sangat menarik hati, tapi rasanya
aku belum dapat mempercayai kau sebagai Kong ci cianpwee hanya
didasarkan pada ceritamu saja"
Kakek berbaju ungu itu sebera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahaaahh-haaahhh.apakah kau masih ingin memeriksa yang
lain?" Dewi In Un berpikir sejenak, kemudian katanya :
"Menurut apa yang kuketahui, Kong ci cianpwee menggunakan
sepasang senjata yang berbentuk. aneh, sampai sekarang benda
tersebut masih jarang dijumpai didunia persilatan."
Kakek berbaju ungu itu tertawa tergelak, mendadak dia merogoh
kedalam sakunya lalu mengeluarkan sepasang senjata yang
berbentuk sangat aneh. Dalam waktu singkat seluruh ruangan telah diliputi oleh cahaya
keemas-emasan yang amat menyilaukan mata.
sewaktu semua orang mengawasi dengan seksama, maka
tampaklah benda tersebut adalah epasang gelang emas, satu
diantaranya mengeluarkan cahaya yang begitu tajam sehingga
sewaktu digerakkan membiaskan cahaya yang begitu menyilaukan
mata persis seperti cahaya sang suryasebaliknya
yang berbentuk setengah lingkaran dan bersinar
redup, bentuknya tak berbeda seperti rembulan yang separuh bulat,
sambil tertawa tergelak-gelak. kakek berbaju ungu itu berkata :
"Apakah kau maksudkan sepasang gelang jit gwat siang huan
ini?" Dewi In Un membelalakkan matanya lebar-lebar, saking
tergagapnya sampai dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
sambil menatap wajahnya lekat-lekat, kakek berbaju ungu itu
berkata lagi: "Tentunya kau mengharapkan aku bisa mendemontrasikan
kepandaian silatku sebelum mau mempercayainya, bukan?"
sebelum Dewi In Un sempat menjawab, kakek berbaju ungu itu
telah memainkan sepasang tangannya, gelang emas berbentuk.
separuh bulat itu tahu-tahu sudah meluncur kedepan dengan
hebatnya. Tampak cahaya kuning berkelebat lewat gelang emas tersebut
dengan membawa gaung desingan tajam yang amat memekakkan
telinga telah meluncur kearah dinding yang berada pada jarak tiga
kaki bagaikan kilatan cahaya petir.
Tahu-tahu obor yang diletakkan pada dinding tadi sudah terpapas
kutung menjadi dua bagian.
sementara semua yang hadir masih termangu-mang u dibuatnya.
Kakek berbaju ungu itu kembali sudah melepaskan gelang
mataharinya. Pancaran cahaya yang begitu kuat dan tajam membuat semua
yang hadir menajamkan matanya tanpa sadar lalu mundur setengah
langkah kebelakang. ' 'criiiiing' Terdengar suara dentingan nyaring
bergema memecahkan keheningan, gelang matahari yang dilepaskan
kemudian telah membentur diatas gelang rembulan yang baru saja
menebas putus batang obor itu.
Begitu sepasang gelang saling beradu, tiba-tiba saja benda
tersebut memencarkan diri kekiri dan kanan, lalu dengan membawa
desingan suara yang amat memekikkan telinga, senjata-senjata
tersebut telah balik kembali ketangan kakek tersebut.
setelah menyambut kembali kedua gelangnya, kakek berbaju
ungu itu baru baru menegur sambil tertawa bergelak:
"Apakah anda masih curiga?"
Rasa kejut dan girang menghiasi wajah Dewi In Un, namun
perasaan curiga masih menyelimuti seluruh perasaannya, segera
katanya lagi: "yang membuat aku keheranan adalah Lootiang bukannya pergi
mencari ayahku, mengapa sebaliknya datang mencari aku" "
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhh-haaaahhh.-haaaahhhh-.semuanya terdapat tiga
alasan mengapa aku berbuat begini, pertama aku kebetulan sedang
lewat diwilayah sekitar sini, kedua ayahmu sebagai ketua angkatan
ketiga dari partai kupu-kupu ternyata tidak turun tangan sendiri
sebaliknya hanya mengirim putrinya untuk memegang tampuk
pimpinan, tindakannya ini membuat aku merasa sangat tak puas
kepadanya dan ketiga, aku menjumpai kalian sedang terancam
sekarang." "Ancaman bahaya apakah itu?" Tanya Dewi In Un dengan
perasaan amat bergetar. Kakek berbaju ungu itu tertawa hambar.
"sepintas lalu nampaknya saja kau dilindungi oleh begitu banyak
jago lihay dan memiliki kekuatan yang luar biasa, padahal dalam
dunia persilatan telah terjadi pergolakan sehingga situasipun harus
dipandang dari sudut yang berbeda pula."
setelah berhenti sejenak, kembali katanya :
"Kho Beng dibantu oleh Bu wi Lojin dan berhasil pula mempelajari
ilmu sakti thian goan sinkang, bila jagojago lihay dari Patih uang
berkumpul semua didaratan Tionggoan lalu keturunan dari tiga dewa
see gwa sam sian yang telah mendapat warisan- ilmu silat dari
leluhurnya menyusul pula kesini, hal ini masih dibantu lagi dengan
himpunan seluruh inti kekuatan tujuh partai besar dunia persilatan
membuat jumlah kekuatan mereka jadi beribu-ribu orang
banyaknya, coba bayangkan sendiri mampukah kau menahan
serangan gabungan mereka yang memiliki kekuatan sedemikian
dahsyatnya itu." Berubah hebat paras muka Dewi In Un, namun diluar dia tetap
paksakan tersenyum, katanya cepat:
"Terima kasih banyak atas perhatian Lootiang, tapi aku yakin
masih mampu untuk menghadapi mereka."
Kakek berbaju ungu itu menghembuskan napas panjang.
"sekalipun ayahmu memimpin partai kupu-kupu, namun situasi
sekarang sulit rasanya untuk membuatnya merasa lega hati. Apalah
gunanya kau membohongi dirimu sendiri" "
Dewi In Un berkerut kening.
"Jadi maksud kedatangan Lootiang kemari adalah."
"Mengajak kau merundingkan masalah besar yang dihadapi dan
membantu usahamu itu, berniat membalaskan dendam bagi
kematian sobat karib ku ui Thian it"
setengah percaya setengah tidak Dewi In Un berkata :
"Apakah cianpwee tidak merasa gusar oleh sikap curiga dan
pelayanan yang jelek dariku?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhhhh.haaaahhh.haaaa pengalaman yang kualami
memang sulit membuat orang lain percaya, kecurigaan terhadap
diriku memang sudah sepantasnya dan sewajarnya."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Dewi In Un,
katanya kemudian: "Jikalau cianpwee memang tidak bermaksud menegur atau marah
kepada kami, boanpwee masih ingin melakukan suatu percobaan
lagi." Agaknya Kakek berbaju ungu itu merasakan hatinya bergetar
keras, namun diluarnya dia tertawa tergelak:
"Haaaahh-haaahh-haaah-percobaan macam apakah yang kau
inginkan?" "satu-satunya yang bisa dicoba hanya ilmu silat, boanpwee ingin
berbuat lancang dengan menyuruh keempat orang Lengcu anak
buahku untuk bertarung sebanyak tiga jurus dengan diri
Locianpwee." "Hahahaha " Kakek berbaju ungu itu menggunakan gelak tertawa
yang keras untuk menutupi perasaan tidak tenangnya, akhirnya dia
menatap lawannya tajam-tajam dan berkata :
"Aku adalah sahabat karib leluhurmu, masa sekarang harus
bertarung melawan angkatan muda dari empat generasi dibawah
ku?" Dewi In Un tertawa terkekeh-kekeh :
"yaa, sebab hanya dengan cara inilah keaslian cianpwee baru
bisa diketahui, apakah cianpwee tidak berharap rasa curiga
boanpwee sekalian hilang sama sekali?"
Kakek berbaju ungu itu berpikir berapa saat lamanya, lalu berkata
: "Cara seperti ini sama sekali tak masuk diakal.. "Tapi sejenak
kemudian dia telah berkata lagi:
"Namun aku punya sebuah usul yang lain" entah usul macam
apakah itu?" "Walaupun aku enggan bertarung sendiri melawan kalian, tapi
pelayan tuaku ini bisa menemani kalian untuk bermain beberapa
gebrakan" "siapa saja yang turun tangan, rasanya juga sama saja," kata
Dewi In Un sambil tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak,
lanjutnya : "Bila pelayan cianpwee memiliki ilmu silat yang jauh melebihi
kemampuan kami, sudah jelas kepandaian silat cianpwee jauh lebih
hebat lagi, tentu saja kami tak perlu curiga lagi."
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak, dia segera
berpaling seraya berseru:
"Ang tua" Pelayan tua yang berdiri dibelakangnya segera maju kedepan dan
menyahut. "Hamba siap"
"Apa yang telah kami bicarakan barusan, tentunya sudah kau
ketahui, bukan" Nah, coba kau yang melayani beberapa orang itu
untuk bermain beberapa gebrakan"
"Hamba turut perintah"
Dewi In Un segera berkata pula sambil tertawa girang :
"Maafkan kelancangan boanpwee ini"
Dengan cepat dia mengulapkan tangannya, seorang dayang
berpakaian ringkas segera muncul sambil menyodorkan sebilah
pedang. Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta Tang
soat Lengcu pun tidak menunggu perintah lagi serentak meloloskan
pedang masing-masing dan mengurung pelayan tua ditengah arena.
sambil mempersiapkan tongkat berbentuk anehnya, pelayan tua
itu berkata secara tiba-tiba sambil tertawa :
"Lapor cukong" "Ada apa?" Tanya si Kakek berbaju ungu agak tertegun.
"Pertarungan ini merupakan pertarungan mati hidup ataukah
Wanya terbatas saling menutul?"
"Tentu saja hanya terbatas saling menutul, masa pertarungan
harus berlangsung antara mati dan hidup,.ingat, kau tak boleh
melukai siapapun diantara mereka"
"Hamba turut perintah"
sementara itu Dewi In Un telah mengayunkan pedang sambil
melancarkan sebuah tusukan ke depan, serunya kemudian:
"Maaf boanpwee menyerang lebih dulu"
Pelayan tua itu sama sekali tidak bergerak dari posisinya semula,
namun ujung tongkatnya yang naga bukan ular bukan itu segera
dilancangkan tiga kali. Ketika serangan yang dilancarkan Dewi In Un membentur diatas
bayangan tongkat tersebut, terdengar suara dentingan yang amat
nyaring, ternyata serangan tersebut sudah terbendung sama sekali.
Padahal Dewi In Un bukan menyerang secara sungguhan,
dengan berbuat demikian pertama, dia hendak member petunjuk
kepada keempat Lengcu dan kedua, dia ingin mengamati aliran ilmu
silat dari pelayan tua tersebut.
Mendadak terdengar keempat orang Lengcu itu membentak
keras, keempat bilah pedang mereka berkelebat memenuhi angkasa
dan melakukan pengepungan dari empat arah delapan penjuru.
sebaliknya Dewi In Un segera menarik kembali pedangnya sambil
mundur sejauh tiga langkah.
Dalam waktu singkat, cahaya tajam telah memenuhi angkasa.
Hawa pedang mederu-deru, seluruh badan pelayan tua itu sudah
terkurung oleh jarrtng pedang yang amat kuat. Pelayan tua itu
tertawa terbahak-bahak, segera serunya :
"IImu pedang yang amat bagus.coba lihat jurus naga ular menari
bersamaku ini" sementara si pelayan tua tersebut masih terkurung oleh lapisan
hawa pedang yang diciptakan keempat bilah pedang tersebut,
mendadak tampak bayangan tongkat menerobos ketengah angkasa,
lalu bagaikan deruan angin topan segera menyambar keempat
penjuru. serangan dahsyat ini bukan saja telah menjebolkan bayangan
pedang yang berlapis-lapis, lagipula dalam beberapa putaran saja
seluruh cahaya pedang yang berkilauan telah terdesak balik kembaliAkhirnya tampak bayangan toya dan cahaya pedang lenyap
semuanya hingga tak berbekas, dengan wajah amat terperanjat
keempat orang Lengcu itu mengundurkan diri kebelakang.
sebaliknya pelayan tua itu tetap berdiri dengan senyuman
dikulum, seolah-olah tak pernah terjadi pertarungan apa pun disitu.
Baru saja pertarungan berhenti tiba-tiba, terdengar Dewi In Un
membentak keras laksana sambaran petir cepatnya dia menyergap
pelayan tua tersebut. sergapan yang dilakukan sangat mendadak ini sungguh luar
biasa, hal tersebut membuat si Kakek berbaju ungu yang berada
disisi arena menjadi amat terperanjat, serangan yang hebat seru si
pelayan tua sambil tertawa bergelak-Bayangan tongkat segera
menyambar kemuka menyongsong datangnya serangan itu.
Terdengar suara desingan angin tajam menderu-deru diseluruh
ruangan, tapi sejenak kemudian suasana telah berubah menjadi
sunyi kembali. Kini suasana sepi yang luar biasa mencekam Perasaan setiap
orang, sementara Dewi In un kelihatan masih berdiri termangu
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ditempat semula, senjata panji kupu-kupunya masih berada juga
ditangannya. ..... sipelayan tua itu berdiri lebih kurang lima depa dihadapanny a,
tapi pada ujung tongkatnya kini telah bertengger sepasang kupukupu
yang sedang mementangkan sayapnya.
Bersambung ke jilid 29 Jilid 29 Ternyata ujung senjata panji kupu-kupu milik Dewi In Un telah
berubah menjadi gundul tanpa lambang andalannya.
Berapa saat kemudian Dewi In Un baru memburu kehadapan
Kakek berbaju ungu itu dan berkata sambil memberi hormat.
"Ternyata kau orang tua benar-benar adalah Kong ci cianpwee,
boanpwee..seharusnya memberi hormat sedari tadi."
Sembari berkata dia siap-siap berlutut untuk menjalankan
penghormatan besar. "Tak usah begitu, tak usah begitu" cegah Kakek berbaju ungu itu
cepat. Kemudian setelah menghela napas, kembali katanya :
"Aaaai. menurut hasil pengamatanku tadi, ilmu kupu-kupu
terbang berpasangan yang kau gunakan sama sekali tidak berada
dibawah kesempurnaan kakekmu dulu"
"Cianpwee terlalu memuji," buru-buru Dewi In Un merendah.
Kemudian sambil mengulapkan tangannya kebelakang, dia berkata
lagi: "Hayo cepat siapkan perjamuan, kita harus menyambut
kedatangan Kong ci Cianpwee dengan sebaik-baiknya."
Keempat orang Lengcu itu mengiakan dan siap mengundurkan
diri dari situ. Tapi Kakek berbaju ungu itu segera mencegah, katanya :
"Tunggu dulu, tunggu dulu"
Agak tertegun Dewi In Un bertanya :
"Kalau toh kedatangan cianpwee untuk membantu boanpwee,
kenapa kau tak sudi menerima rasa hormat boanpwee?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa tergelak:
"Haa.haaaah-haaah bukan aku enggan menerima penghormatan,
tapi..." sesudah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan.
"Usiaku sudah hampir mendekati dua abad, meskipun selama ini
aku menggantungkan diri pada kasiat bibit waru kutub untuk
menyambung hidupku, namun hal tersebut menyebabkan kami
mempunyai kelainan yaitu tidak seperti orang-orang biasa bersantap
semaunya sendiri, apalagi makan daging dan minum arak, hal ini
sudah menjadi pantangan untukku,"
" ooooh, rupanya begitu, tapi cianpwee.."
"setiap harinya aku Cuma makan buah-buahan dan minum air
putih untuk menyambung hidup, bilamana perlu paling banter
ditambah dengan sayur-sayuran serta kueh"
"Kalau begitu boanpwee akan sediakan apa yang kau harapkan"
"seru Dewi In Un segera-Kembali Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Makan dan minum adalah soal kecil, nah kalau toh
kecurigaanmu telah hilang, mari kita berbicara tentang masalah
besar-" "Mohon petunjuk dari Cienpwee " kata Dewi In Un serius-setelah
termenung sebentar. Kakek berbaju ungu itu berkata :
"Kini, tempat tersembunyi, kalian dibukit Cian san telah diketahui
oleh umat persilatan, aku rasa kawanan jago silat dari pelbagai
aliran telah berbondong-bondong datang kemari serta mengepung
seluruh bukit Cian san ini rapat-rapat"
Dengan kening berkerut. Dewi In Un segera berseru:
"sudah pasti keempat budak asing dari Kho Beng yang telah
membocorkan rahasia ini, hmmm Cepat atau lambat aku pasti akan
mencincang tubuh keempat orang budak asing itu hingga hancur
berkeping-keping-" Lalu sambil menatap wajah Kakek berbaju ungu, kembali katanya
: "Apakah cianpwee mendapat kabar kalau Kho Beng hendak
datang kemari?" "sebetulnya Kho Beng hendak datang kemari, tapi niatnya segera
dihalangi oleh para jago lainnya"
"siapa yang menghalangi niatnya itu?" Tanya Dewi In Un sambil
menahan rasa bencinya. "Hwesio daging anjing, pelajar rudin Ho Heng, Bu wi lojin serta
seorang lagi yang bernama Thian cun yang."
"Thian cun yang?" Dewi In Un kelihatan agak tertegun, siapa sih
Thian cun yang itu" orang itu adalah cucu Bu khek sian, satu
diantara tiga dewa see gwa sam sian.
"Hmm, aku benci kepadanya, kalau bisa hendak kumakan daging
tubuhnya mentah-mentah?" teriak Dewi In un penuh kebencian.
"ya a, akupun seperti juga dirimu, sangat membenci orang
tersebut, dan kerena inilah aku harus datang kemari menemui
dirimu." "Entah bagaimanakah rencana mereka?" Tanya Dewi In un lagi
sambil meng kertak giginya kencang- kencang.
"Langkah pertama adalah mengepung bukit ini, kemudian pada
langkah kedua yaitu setelah para jago dari pelbagai aliran berkumpul
disini, mereka hendak lancarkan serangan secara besar-besaran
untuk menghancurkan gua pengikat cinta."
Dewi In Un segera tertawa tergelak:
" Haaaaahh..haaaahhh.haaahhh..apakah mereka berkeyakinan
akan berhasil?" Kakek berbaju ungu itu tertawa getir.
"Terlepas akan berhasil atau tidak, yang pasti tindakan mereka ini
cukup serius dan harus kita perhitungkan."
"Tapi paling tidak. Kho Yang ciu toh masih berada dalam
cengkeramanku?" Kembali Kakek berbaju ungu itu tertawa tergelak:
"Haaaahh-haaahhhhhaaahhh. Kho yang ciu hanya bisa
dipergunakan untuk mengancam Kho Beng, tapi tak mungkin bisa
dipakai untuk mengancam para jago persilatan lainnya."
Lalu setelah berhenti sejenak, dengan nada yang berat dan
wajah yang serius, dia berkata lebih jauh:
"Kau harus ingat, Kho Yang ciu adalah Kedele Maut, dia telah
banyak membunuh umat persilatan didunta ini, walaupun Bok cuncu
dari pihak siau lim si telah tampilkan diri sebagai penengah untuk
menghentikan pertumpahan darah sementara waktu, namun rasa
benci bukan berarti sudah hilang dengan begitu saja, bayangkan
sendiri, apakah mereka bersedia mengurusi keselamatan hidup Kho
Yang ciu yang mereka benci itu?"
Dewi In Un berjalan mondar mandir dengan wajah bingung,
akhirnya sambil meng kertak giginya, serunya :
"Yang paling kukuatirkan sekarang adalah kedua lembar kitab
pusaka Thian goan bu boh, bila Kho Beng menolak datang,
bagaimana mungkin harapanku bisa tercapai?"
Kakek berbaju ungu itu menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya kemudian. "Menurut pendapatku, masalahnya sekarang bukan terletak pada
kitab pusaka Thian goan bu boh, andaikata keturunan dari sam sian,
para jago Pat huang dan jago-jago lihai dari pelbagai partai telah
berdatangan semua kemari, sudah pasti keadaan yang kritis akan
kita hadapi." "Lantas menurut locianpwee. "
Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Aku mempunyai sebuah akal yang bagus sekali, siapa tahu
bukan dua kedua lembar kitab pusaka tersebut berhasil kita peroleh,
bahkan bisa lolos dari kepungan para jago-"
"Bagaimana rencana locianpwee?" Tanya Dewi In Un gelisah"Dimanakah Kho Yang ciu sekarang?" tiba-tiba Kakek berbaju
ungu itu bertanya sambil tertawa.
Dewi In Un berpikir sejenak, kemudian sahutnya :
"Ia sudah kusekap disuatu tempat yang amat rahasia, tak
mungkin akan terjadi apa-apa atas dirinya."
Dari perkataan tersebut sudah jelas dia enggan membocorkan
rahasia letak penyekapan tersebut.
Kakek berbaju ungu tertawa :
"Dewasa ini kawasan jago yang berkumpul dibawah bukit belum
banyak jumlahnya, kita bisa memanfaatkan kegelapan malam untuk
meninggalkan bukit ini, setelah itu biar kuutus kacungku untuk
mengundang Kho Beng agar mendatangi suatu tempat yang lain
guna menukar encinya dengan kedua lembar kitab pusaka tersebut."
Agak tergerak hati Dewi In Un setelah mendengar perkataan itu,
segera ujarnya : "siasat cianpwee ini memang angat bagus tapi andaikata jejak
kita sampai diketahui oleh para jago hingga dilakukan penguntitan
secara diam-diam, bukankah"
"Tentang soal inipun, aku telah memikirkannya secara masakmasak,"
sambung Kakek berbaju ungu itu cepat,
"sampai saatnya aku akan membawa kacung dan pelayanku
untuk melakukan pembasmian secara besar-besaran terhadap orang
yang menguntil kita itu?"
Dewi In Un berpikir sebentar, lalu katanya lagi:
"Kalau toh Kho Beng dicegah kepergiannya oleh para jago, ini
berarti ia pasti ada disekitar kawanan jago tersebut, lantas dengan
cara bagaimana kau hendak menghubungi dia?"
"Bila kaupercaya kepadaku, seharusnya percaya pula bahwa aku
mempunyai cara yang terbaik untuk melakukan kesemuanya ini."
"Tentu saja boanpwee percaya kepada cianpwee," tapi-Tapi ia
segera berhenti berbicara dan kelihatan ragu-ragu. Dengan nada
menyelidik. Kakek berbaju ungu itu berkata lagi:
"Kau tidak seharusnya ragu-ragu dan mesti mengambil keputusan
dengan cepat untuk melaksanakan rencana ini, sebab aku takut
terjadi perubahan atas situasi di tempat ini."
Dewi In Un termenung beberapa saat, kemudian katanya dengan
suara lantang : "Baiklah, aku akan menuruti petunjuk cianpwee dan
melaksanakan rencanamu itu."
Kepada Cun hong Lengcu segera bentaknya : "Cepat ajak Kong ci
cianpwee untuk beristirahat dikamar tamu."
Kakek berbaju ungu itu Nampak agak tertegun, kemudian sambil
menggoyangkan tangannya berulang kali ia berseru:
"Kalau toh anda telah menerima usulku seharusnya kita
berangkat sekarang juga, ketahuilah persoalan ini tak dapat ditunda
tunda lagi." Dewi In Un tersenyum: "Boanpwee mengerti, tapi tempat ini merupakan salah satu
pangkalan yang kubangun didaratan Tionggoan sebagai pengganti
markas, sebelum meninggalkannya aku mesti meninggalkan pesan
dan mengatur segala sesuatunya lebih dulu."
"Baiklah, paling baik kita bisa memanfaatkan setiap waktu yang
ada, paling tidak sebelum kentongan kelima nanti kita sudah mest
turun gunung." Dewi In Un tertawa misterius.
"Boanpwee mengerti, lebih kurang pada kentongan keempat
nanti kita pasti berangkat, nah silahkan cianpwee beristirahat
sebentar, toh kau baru saja menempuh perjalanan jauh."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya :
"Apabila menjumpai musuh tangguh dibawah bukit nanti, aku
masih memohon bantuan dari cianpwee-"
Kakek berbaju ungu itu tak banyak berbicara lagi, dia tertawa dan
manggut-manggut lalu mengikuti Cun hong Lengcu menuju
keruangan tamu. yang dimaksudkan sebagai ruang tamu tak lebih Cuma sebuah
gua yang agak lebar, didalamnya tiada meja, tiada pembaringan
ataupun bangku, yang tersedia hanya tiga lembar kasur yang
terletak dekat dinding ruangan.
sambil tertawa dan memberi hormat, Cun hong Lengcu berkata :
"Locianpwee sekalian adalah jago-jago silat yang luar biasa,
tentunya kalian tidak membutuhkan pembaringan bukan?"
"yaa" kakek itu manggut-manggut. "Asal ada sebuah kasur duduk
sudah lebih dari cukup."
"Apakah locianpwee masih ada pesan lain." Tanya Cun hong
Lengcu kemudian sambil memperhatikan sekejap keadaan
disekeliling tempat itu. "sudah tak ada lagi."
"Kalau begitu hamba hendak mohon diri lebih dulu." Ia
membalikkan badan dan segera berlalu dari sanaMenanti Cun hong Lengcu sudah pergi meninggalkan ruangan.
Kakek berbaju ungu itu baru menghembuskan naIas panjang sambil
bergumam: "ooooh, sungguh berbahaya, sungguh berbahaya"
"Kalau hendak berbincang-bincang lebih baik kita pergunakan
ilmu menyampaikan suara, hati-hati kalau ada yang menyadap
pembicaraan kita dari ruang sebelah, kalian toh bisa membayangkan
apa yang bakal terjadi andaikata penyamaran kita ketahuan."
Ternyata pelayan tua ini adalah si kakek tongkat sakti, dengan
sendirinya yang menyamar sebagai si kacung adalah Chian sian kun.
Kho Beng memperhatikan sekejap keadaan disekeliling tempat
itu, kemudian katanya dengan ilmu menyampaikan suara :
"Menurut penglihatan cianpwee, apakah saruanku ada yang
kurang beres atau mencurigakan?"
"yang tak beres sih tak ada, namun Dewi In Un adalah seorang
manusia yang banyak curiga, ditinjau dari sikapnya yang enggan
menyebutkan tempat penyekapan encimu serta sikapnya yang
menolak berangkat sekarang juga, dapat diketahui bahwa rasa
curiga yang mencekam hatinya masih amat tebal."
"Menurut pandangan cianpwee, tindakan apakah yang bakal dia
lakukan?" Tanya Chin sian kun tiba-tiba.
Kakek tongkat sakti berpikir sebentar, lalu sahutnya :
"Paling tidak dia akan mengirim beberapa orang pembantunya
yang terpercaya untuk turun gunung dan melakukan penyelidikan
yang seksama." "seandainya dibawah bukit sana ia tak berhasil menemukan
kawanan jago yang dikatakan telah mengepung bukit, bukankah
semua hasil penyaruan kita bakal terbongkar?"
"ya a, apa boleh buat, sampai waktunya terpaksa kita harus
mencarikan alasan yang lain untuk mengelabui dirinya."
Dengan perasaan tak tenang Kho Beng meremas-remas tangan
sendiri, lalu katanya : "Boanpwee mempunyai sebuah akal yang amat menyerempet
bahaya, apakah." "Akal busuk apa yang berhasil kau temukan?" Tanya Kakek
tongkat sakti sambil tertawa, setelah menghela napas Kho Beng
berkata : "Disaat cianpwee melangsungkan pertarungan melawan dirinya
tadi, apakah sudah kau cona keampuhan tenaga dalam serta ilmu
silatnya." Kemudian tanpa menantikan jawaban dari Kakek tongkat sakti,
dia berkata lebih jauh : "Menurut penglihatan boanpwee, tampaknya dia jauh dari apa
yang kita bayangkan semula, tampaknya sekali gempuran saja
sudah cukup membuatnya keok."
Dengan cepat Kakek tongkat sakti menggelengkan kepalanya
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berulang kali, katanya : "Maaf, kalau terpaksa aku mengucapkan kata-kata yang bakal
melemahkan semangat, tadi aku Cuma menggunakan dua jurus
tipuan saja untuk meraih kemenangan, andaikata harus bertarung
dengan menggunakan ilmu silat sejati, jangan lagi ditambah empat
orang lengcu tersebut, hanya Dewi In Un seorangpun sudah lebih
dari cukup untuk membuatku kerepotan."
"Waaaah-kalau begitu mah susah untuk dikerjakan" ucap Kho
Beng tertegun;. "sekarang marilah kita jangan menyinggung soal lemah atau
hebatnya ilmu silat, coba kau beberkan dulu semua rencanamu yang
sebenarnya." "Maksud boanpwee pertama kita bekuk dulu salah seorang jago
tangguh anak buah Dewi In Un untuk memaksanya menunjukkan
tempat penyekapan ciciku dan menolongnya kabur dari sini."
setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh :
"Andaikata perbuatan kita ketahuan, maka kita lakukan
perlawanan segigih mungkin, kalau bisa bahkan kita tumpas siluman
perempuan In Un serta membumi ratakan gua ini.
"Kalau dibicarakan sih kelihatannya sangat mudah," kata Kakek
tongkat sakti serius, "tapi untuk dikerjakan, mungkin banyak ancaman bahaya yang
akan kita jumpai." "Jadi menurut pendapat cianpwee, apakah kita harus menunggu
disini?" "Bukankah siluman perempuan In Un telah bilang, tak sampai
kentongan keempat nanti kita akan berangkat" Lebih baik kita
tunggu saja sampai kentongan keempat nanti. Andaikata sampai
kentongan keempat belum juga ada sesuatu gerakan" Terpaksa kita
harus melaksanakan sesuai dengan rencanamu tadi-" sahut Kakek
tongkat sakti dengan suara berat.
Maka mereka bertiga pun tercekam dalam keheningan dan
kesuraman. Waktu berlalu bagaikan siput yang merangkak, dengan susah
payah kentongan ketiga telah dilewatkan, ketika mereka mencoba
untuk mengamati disekitar sana, terasa suasana hening sepi tak
bersuara barang sedikitpunjua. Akhirnya kentongan keempat pun
sudah lewat. Kho Beng segera melompat bangun, dengan ilmu menyampaikan
suara segera bisiknya kepada Kakek tongkat sakti serta Chin sian
kun. "Kini kentongan keempat sudah lewat, aku lihat gelagat rada
kurang beres" sambil turut berdiri. Kakek tongkat sakti berkata pula :
"ya a a, nampaknya siluman perempuan In Un memang banyak
akal muslihatnya, dia susah sekali tertipu, terpaksa kita harus
mengambil tindakan berikut."
"Kalau memang begitu boanpwee.."
Disaat ketiga orang tersebut hendak mengambil suatu tindakan,
mendadak terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang
datang dari kejauhan sanaBuru-buru Kho Beng mundur berapa langkah dan duduk kembali
ditempat semula, demikian pula dengan Kakek tongkat sakti serta
Chin sian kun, masing-masing duduk kembali ditempatnya sendiriTak lama kemudian, suara langkah kaki manusia itu berhenti
diluar gua, lalu terdengar seseorang mengetuk pintu disusul suara
Hee im Lengcu Li sian soat berseru: "Kong ci cianpwee"
Kho Beng melemparkan pandangannya sekejap kearah Kakek
tongkat sakti serta Chin sian kun, kemudian dengan menggunakan
nada suara yang tua dan serak katanya : "Pintu tak terkunci,
silahkan masuk" Pintu ruangan segera dibuka orang, lalu tampak Li sian soat
dengan senyuman dikulum masuk kedalam ruangan, katanya sambil
memberi hormat, "silahkan Kongci cianpwee berangkat?"
"Kemana?" Tanya Kho Beng sementara hati kecilnya merasa amat
terperanjat- "Hey, bukankah suhu telah berunding dengan Kong ci cianpwee"
Kini kentongan keempat sudah lewat, kita harus sebera berangkat
menuruni bukit." "Mengapa suhumu tidak datang sendiri?" tegur Kho Beng dengan
kening berkerut. Li sian soat sebera tertawa manis:
"semestinya guru harus datang sendiri, tapi sayang guruku terlalu
sibuk sehingga kami memohon maaf kepada locianpwee."
sementara Kho Beng masih tetap sangsi, tiba-tiba terdengar
Kakek tongkat sakti berbisik dengan ilmu menyampaikan suara"Banyak bertanya menimbulkan kecurigaan, ikuti saja ajakannya"
Kho Beng segera bangkit berdiri, katanya kemudian sambil
tersenyum. "Kalau begitu silahkan anda membawa jalan,"
"silahkan cianpwee"
kata Li sian soat sambil menyingkir.
Kho Beng tidak sungkan-sungkan lagi dan segera berjalan
menuju keluar. Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun mengikuti
dibelakangnya. Dibawah petunjuk Li Sian soat, mereka menelusuri jalan yang
berbelok-belok dan keluar dari gua pengikat cinta.
Waktu itu kentongan keempat sudah lewat, langit masih gelap,
hembusan angin pagi mendatangkan rasa bergidik bagi siapapun.
Kho Beng mencoba untuk memperhatikan sekejap sekeliling
tempat itu, tampak suasana dibukit itu sangat hening, sepanjang
perjalanan ternyata mereka tak bersua dengan seorang anggota
partai kupu-kupu pun. Li sian soat sama sekali tidak menghentikan langkahnya, ia
mengajak mereka bertiga menuju kebelakang bukit.
Kho Beng segera menghentikan langkahnya sambil menegur:
"Tunggu sebentar"
"Locianpwee masih ada pesan apa?" Tanya Li sian soat sambil
berpaling dan tersenyum, "sebenarnya gurumu berada dimana?" tegur Kho Beng.
"suhu telah melaksanakan pesan locianpwee dengan menitahkan
sebagian anak buahnya turun gunung lebih dulu, sekarang mereka
sedang menunggu didepan sana."
Buru-buru Kho Beng berbisik kepada Kakek tongkat sakti dengan
ilmu menyampaikan suara :
"Tampaknya keadaan tak beres, cianpwee Keadaan sudah begini,
terpaksa kita harus mengikuti perubahan menurut keadaan situasi."
Kho Beng tidak berbicara lagi, dia melanjutkan perjalanannya
dengan langkah lebar- Setelah berjalan menuruni puncak tebing lebih kurang satu li,
tanah perbukitan didepan sana Nampak makin terjal, batuan karang
berserakan dimana-mana, dalam suasana kabut pagi, tempat itu
Nampak lebih seram dan mengerikan. Buru-buru Kakek tongkat sakti
berbisik dengan ilmu menyampaikan suara :
"situasi yang dihadapi makin tak menguntungkan bagi kita, kau
mesti bersikap lebih hati-hati."
sementara itu Kho Beng telah memperlambat langkahnya, lalu
dengan wajah serius tegurnya:
"Mengapa kau mengajak aku menelusuri jalanan yang begini
berbahaya?" Ternyata Kho Beng belum pernah melihat tempat tersebut
sebelumnya. sambil tersenyum Li sian soat berkata :
"Tempat ini adalah tempat yang sengaja dipilih suhu"
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh.
"Walaupun jalanan disini amat sulit dilalui, namun aman sekali,
tak mungkin kita akan menjumpai para jago yang mengepung bukit" Kho Beng tak dapat berbicara lagi, terpaksa dia melanjutkan
perjalanannya menuju kedepan dengan langkah pelan, disamping itu
secara diam-diam ia pun mempersiapkan diri sebaik-baiknya guna
menghadapi setiap perubahan yang tak diinginkan.
setelah berjalan lebih kurang lima puluhan kaki lebih, bukit yang
dilalui semakin menanjak dan curam, kabut yang menyelimuti sekitar
tempat situpun bertambah tebal. Demikian tebalnya sampai
pemandangan yang berada beberapa kaki didepan matapun susah
dilihat. Mendadak Li sian soat menghentikan langkahnya sambil berkata :
"suhu menanti kedatangan cianpwee didepan sana"
Lalu dengan suara lantang serunya : "Lapor suhu, Kong ci
cianpwee telah datang"
Baru selesai perkataan itu diucapkan, dari belakang sebuah batu
besar telah muncul sesosok bayangan manusiaDewi In Un bagaikan sesosok sukma gentayangan telah
melayang turun keatas tanah, dibelakang tubuhnya mengikuti dua
orang nenek beserta Cun hong Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta Tang
soat Lengcu. Tampak dia menegur sambil tertawa :
"Kong ci cianpwee, tentunya persiapan yang dilakukan ini sangat
cocok bukan?" "Bagus sekali" Kho Beng tertawa paksa,
"kecerdasan maupun akal anda tiada jauh berbeda dengan
kehebatan sobat karibku itu."
Dewi In Un tertawa, katanya lagi:
"Dia adalah kakekku, tentu saja terdapat banyak kesamaan
diantara kami-" "Haaaahhh-haaahhh-haaahhh-benar juga perkataan itu-" Kho
Beng tertawa bergelak-Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan
nada menyelidik katanya lagi:
"Mana encinya Kho Beng yang bernama Kho yang ciu itu?"
Dewi In Un tertawa hambar:
"Tak perlu cianpwee kuatirkan, boanpwee telah mengirim jago
jago pilihan untuk menghantarkannya pergi kesuatu tempat yang
aman dan rahasia sekali,"
sekali lagi Kho Beng merasakan hatinya bergetar keras.
"Tak nyana kau memang hebat sekali..mari kita berangkat"
siapa tahu Dewi In Un sama sekali tidak menggerakkan
tubuhnya, malah sambil tertawa seram katanya:
"Tunggu sebentar"
"Masih ada urusan apa lagi?" Tanya Kho Beng dengan perasaan
terperanjat. Dewi In Un menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya : "Tak ada apa-apa, hanya saja."
Dengan matanya yang licik dia memandang sekejap sekitar
tempat itu, kemudian berkata lebih jauh:
"Tiba-tiba boanpwee teringat akan suatu masalah yang sering kali
disinggung ayahku, soal apa?"
terpaksa Kho Beng harus berlagak tenang.
"Kong ci cianpwee adalah tuan penolong partai kupu-kupu kami,
tiga generasi menurun, kami selalu teringat akan budi kebaikan itu
dan tak pernah melupakannya, Hulah sebabnya ayah sering
menyingung tentang kejadian tersebut,"
sambil tertawa paksa Kho Beng menjawab :
"Aku dan saudara Thian it adalah sahabat karib, sudah
sepantasnya kalau kami tanggung bersama semua kesulitan yang
dihadapi, persoalan semacam ini apa gunanya disinggung terus" "
Dewi In Un tidak menggubris, kembali dia berkata :
"Ayah sering memuji akan kehebatan ilmu meringankan tubuh
yang dimiliki Kong ci cianpwee, konon sekali lompatan bisa mencapai
seratus kaki, itulah sebabnya cianpwee dikenal orang sebagai si
naga terbang dari see ih."
Kho Beng terperanjat sekali, buru-buru dia berseru:
"Aaaah, kepandaian kucing kaki tiga, tak terhitung seberapa."
"Mengingat cianpwee telah melatih diri hampir seabad lamanya,
aku percaya ilmu meringankan tubuh locianpwee pasti sudah luar
biasa sekali, paling tidak untuk melompat sejauh seratus kaki bukan
menjadi masalah." "ooooooh," tentu saja Kho Beng tertawa paksa,
"tapi dalam keadaan dan situasi seperti ini, apa sebabnya aku
menyinggung tentang masalah tersebut?"
"Boanpwee belajar ilmu silat dari ayahku semenjak masih kecil.
Dengan melatih diri secara tekun selama dua puluh tahun lamanya
hampir boleh dibilang semua kepandaian yang dimiliki ayahku telah
kupelajari semua, meski aku belum berani menjagoi seluruh dunia
persilatan, namun kemahiranku sekarang masih terhitung tingkat
atas, meski begitu dalam kenyataan boanpwee suma bisa meloncat
sejauh sepuluh kaki saja, jadi bila dibandingkan dengan kemampuan
cianpwee, sesungguhnya masih selisih sepuluh kali lipat."
"Asal kau mau melatih diri lebih tekun tak sulit untuk mencapai
ke tingkat seperti itu." Tukas Kho Beng.
Tapi Dewi In Un segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya : "Tidak- Menurut apa yang boanpwee ketahui, ilmu naga terbang
yang dimiliki Kong ci cianpwee bukan saja merupakan ilmu maha
sakti, mungkin tiada orang kedua didunia ini yang mampu melompati
jurang selebar seratus kaki, oleh sebab itu"
sambil tersenyum dia segera menutup mulut dan tidak berbicara
lagi. Diam-diam Kho Beng amat gelisah- Tapi perasaan tersebut tak
berani ditunjukkan keluar, terpaksa dia balik bertanya :
"oleh sebab itu kenapa" Mengapa kau tidak melanjutkan
perkataanmu itu?" "Boanpwee ingin menambah pengalaman dengan menyaksikan
kepandaian cianpwee yang mampu melompat sejauh seratus kaki
itu" Kho Beng segera menarik muka, tegurnya :
"Jadi kau hendak mencoba kemampuanku?"
Dewi In Un tidak menggubris, sambil menunding kedepan sana
kembali katanya : "Didepan sana terdapat sebuah tebing jaraknya hanya delapan
puluh kaki dari sini, tapi dibawahnya terpentang sebuah jurang yang
dalamnya mencapai puluhan laksa kaki, meski begitu, aku percaya
dengan kemampuan Kong ci cianpwee yang hebat, jarak sejauh
delapan puluh kaki tentunya tak kaupandang sebelah mata bukan?"
"sesungguhnya apa maksudmu?" kembali Kho Beng menegur
dengan kening berkerut. Dewi In Un tertawa :
"Bukankah boanpwee sudah kemukakan dengan jelas sekali,
silahkan cianpwee mendemontrasikan kehebatanmu agar
pengetahuan dan pengalaman boanpwee bisa bertambah-"
"Kau memang suka bergurau" Kho Beng tertawa paksa,
"dalam keadaan dan situasi seperti ini, masa kau mengajukan
permintaan semacam ini?"
"Ketahuilah. Apa sih yang kurang beres dengan tempat dan
situasi disini?" tukas Dewi In Un.
Kembali Kho Beng dibuat tertegun.
"Musuh tangguh berada disekeliling kita, kitab pusaka pun belum
diperoleh, tentu saja kita wajib menyelesaikan persolan yang pokok
lebih dulu." "Aaah, cianpwee kau seorang tokoh sakti yang tiada keduanya
didunia ini, masa persoalan sekecil inipun kaupikirkan didalam hati?"
"Paling tidak, tindakan semacam ini sudah merupakan sikap yang
kurang hormat kepadaku." Kata Kho Beng sambil menarik muka.
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Petualang Asmara 26 Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pedang Kail Emas 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama