Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 17
kedua orang nona itu tak sampai menemui ajalnya."
"Kebusukan dan kekejamannya benar-benar terkutuk, aku
rasa tiada manusia kedua didunia ini yang memiliki kebuasan
seperti Siau Yau....." seru Lan Ciu-sui penuh perasaan
dendam. "Lote, dalam hal ini kejam atau tidaknya Siau Yau bukan
merupakan masalah." "Apa" Saudara Ban ingin membelai kedua orang iblis itu?"
seru Lan Ciu-sui dengan tertegun.
Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaaaahhhhhhhh.........
haaaaaaaaahhhhhhhh..............
haaaaaaaaaahhhhhhhhh.......... mana mungkin aku akan
berbuat seperti itu, hanya masalah sekarang adalah kita
berdiri dalam posisi saling bermusuhan, mereka berusaha
hendak membinasakan kita secepatnya, dia tak dapat
disalahkan bila mereka bertindak tanpa sungkan-sungkan
terhadap kita." "Saudara Ban, mari kita segera berangkat mencari mereka
untuk beradu jiwa dengannya." teriak Lan Ciu-sui lagi sambil
tertawa. "Saudara Lan, kita tak perlu pergi mencarinya lagi."
"Kenapa?" seru Lan Ciu-sui tertegun, "apakah kau sudah
mengetahui tempat tinggal mereka?"
"Benar, benar sekali perkataanmu itu, mereka memang
sudah meninggalkan petunjuk!"
"Ban tua, berada dimanakah mereka sekarang ?" teriak Oh
Put Kui pula. "Mereka berada dilembah Sin-mo-kok!"
Tiba-tiba Oh Put Kui membalikkan badan lalu berlarian
meninggalkan ruangan tersebut.
Kakek latah awet muda segera membentak keras setelah
menyaksikan kejadian itu.
"Hey, anak muda, mau apa kau?"
"Boanpwe segera akan berangkat kelembah Sin-mo-kok!"
"APakah kau akan pergi kesana dengan seorang diri ?"
tanya kakek latah awet muda lagi sambil tertawa.
"Apakah boanpwe seorang tidak cukup?"
"Tentu saja tidak cukup! Dua bersaudara Siau telah
meninggalkan pesan ditubuh Lian Peng, dia menyuruh kau
membopong jenasah dari Nyoo S iau-sian untuk pergi berduel
dengan mereka" Anak muda, agaknya mereka sudah
memperhitungkan dengan tepat bahwa kita akan kesana, itu
berarti mereka sudah melakukan persiapan pula secara
matang, bila sekarang kau harus pergi seorang diri, bukankah
perbuatanmu itu sama artinya seperti anak domba yang
menghantarkan diri kemulut harimau...........?"
Oh Put Kui tertawa dingin.
Tapi sebelum pemuda itu sempat menjawab, Lan Ciu Siu
telah berkata lebih dulu:
"Saudara Ban, siaute akan pergi bersama-sama bocah ini!"
"Biar aku turut sertapun masih belum cukup!" tukas kakek
latah awet muda dengan wajah bersungguh-sungguh.
"Aku tidak percaya!" teriak pemuda itu.
Kakek latah awet muda segera tertawa:
"Kau tak usah tidak percaya, kau tahu anak muda, orang
lain berambisi besar hendak mengangkangi seluruh dunia
persilatan dan menyeret semua rekan persilatan berpihak
kepadanya, bayangkan saja apakah kau mempunyai cukup
kekuatan utnuk menentang kekuatan mereka itu?"
Oh Put Kui segera berdiri tertegun, dia tidak mengira kalau
persoalan tersebut mempunyai sangkut paut yang begitu
besar dengan keselamatan dunia persilatan.
Bahkan Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui sendiripun turut
dibuat tertegun: "Saudara Ban, apa kau bilang?"
Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Kau tahu, mereka telah mempersiapkan pertemuan besar
"Peluk kaum iblis mengembangkan ilmu silat" yang ditetapkan
akan diselenggarakan pada bulan enam tanggal lima belas,
seluruh umat persilatan mungkin akan berkumpul disitu."
"Benarkah itu?" seru Lan Ciu-sui tertegun.
"Saudaraku, buat apa aku mesti berbohong" Satu-satunya
jalan yang harus kita tempuh sekarang adalah mengadakan
perseiapan sematang-matangnya. Dari pihak pulau neraka,
Un-hiang-lo, perkampungan Tang-mo-san-ceng, para tianglo
dari pelbagai partai besar serta Thian-tok-siang-coat serta
Hong-gwa-sam-sianpun harus segera kita hubungi."
Melihat si kakek latah awet muda yang selamanya
berbicara santaipun kini menunjukkan wajah yang bersungguh-sungguh, Lan Ciu-sui segera sadar bahwa
persoalan yang mereka hadapi sekarang bukan masalah
sepele saja. Karena itu katanya kemudian kepada Oh Put Kui sambil
tertawa: "Nak, pergilah menjemput ayahmu sekalian, sedangkan
masalah yang lain biar yaya serta Ban loko yang mengaturkan
bagimu!" Oh Put Kui segera menyahut dan mohon diri.
Tapi ada dua orang yang segera mengikutinya pula pergi
meninggalkan tempat itu. SEtelah turun dari bukit Nyo-tay-san, Oh Put Kui langsung
berangkat menuju kelautan timur.
Menurut perhitungannya sepuluh hari lagi akan tiba hari
Peh-cun, oleh karena ia pernah dipesan agar menjemput
ketujuh orang tua tersebut setelah lewat hari Pek-cun, maka
pemuda itu merasa tak perlu untuk cepat-cepat sampai
ditempat tujuan. Biarpun begitu, ia toh melakukan perjalanan terus siang
malam tiada hentinya. Akibat dari perbuatannya ini. kedua orang nona yang
mengikuti perjalanannya itu menjadi tersiksa.
Ketika fajar menyingsing pada bula lima tanggal enam, ia
sudah tiba di Giok-huan. Maka pertama-tama dia pergi menghubungi si kakek
nelayan dari lautan timur Ciu Pao-tiong.
Terhadap kemunculan Oh Put Kui yang sangat tiba-tiba ini,
Ciu Poo-tiong menyambutnya dengan penuh kegembiraan,
perpisahan selama beberapa bulan rupanya membuat sorot
mata Oh Put Kui kelihatan lebih tajam dan bercahaya.
Sambil tertawa kerasa kakek nelayan dari lautan timur
segera berkata: "Oh lote, hanya berpisah beberapa bulan nyatanya kau
kelihatan lebih hebat. Tentunya kemajuan yang kau capai
selama ini amat pesat bukan" Aku benar-benar ikut merasa
gembira..........." Oh Put Kui tertawa. "Pujian dari kau orang tua, hanya membuat aku menjadi
rikuh sendiri........."
"Haaaaaaaaahhh......
haaaaaaahhhhh....... haaaaaaaahhhhhhh..... apakah lote bermaksud mengunjungi
pulau neraka lagi...........?"
"Betul, boanpwe memang ingin merepotkan kau orang tua
dengan menemani aku mengunjungi pulau neraka lagi..........."
"Kapan kau siap akan berangkat......?"
"SEtiap saat bila kau sudah ada waktu, tentu saja lebih
cepat lebih baik!" "Bagaimana kalau tengah hari nanti" Biar aku mempersiapkan dulu sedikit sayur dan arak untuk mu."
Buat apa kau persiapkan sayur dan arak" Apakah kau ingin
minum arak diatas perahu?" tanya Oh Put Kui sambil tertawa.
Kakek nelayan dari lautan timur kembali tertawa:
"Lote, bukankah kau bermaksud menjemput ketujuh
malaikat tersebut untuk pulang ke Tionggoan" Nah itulah dia,
aku akan persiapkan sayur arak untuk menjamu mereka."
Mendengar ucapan mana, Oh Put Kui menjadi tertegun.
"Ciu tua, darimana kau bisa tahu?" tanyanya kemudian
dengan kening berkerut. Kembali Kakek nelayan dari lautan timur tertawa tergelak:
"Lote, Poan cay siansu telah memberi kabar kepadaku, dia
bilang bila lote datang lagi kepulau tersebut, berarti saat itulah
saat ketujuh malaikat kembali kedaratan Tionggoan, Tentunya
perkataan ini tidak keliru bukan lote?"
Dengan perasaan baru mengerti Oh Put Kui tertawa
tergelak: "Haaaaaahhhhhhh............
haaaaaaaahhhh.......... haaaaahhhh........... rupanya Poan-cay taysu yang mengabarkan kepadamu, boanpwe masih mengira............."
Ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya, sebab dia
merasa bahwa dugaannya kalau sikakek nelayan dari lautan
timur Ciu Poo-tiong mempunyai kepandaian untuk meramal
adalah suatu perkataan yang menggelikan.
Kembali kakek nelayan dari lautan timur Ciu-poo-tiong
barkata sambil tertawa: "Lote, pergilah beristirahat dulu didalam perahu, aku akan
segera mempersiapkan segala sesuatunya, tengah haru nanti
kita sudah dapat mulai berangkat.............."
Sambil berkata Oh Put Kui segera diajak menuju kesebuah
perahu besar dengan tiga buah layar.
Oh put Kui memperhatikan sekejap perahu besar itu,
kemudian katanya sambil tertawa:
"Ciu tua, apakah perahu ini baru saja kau beli?"
"OOdwOooohh, perahu tersebut merupakan hadiah dari
Hong-gwat-sam-sian..........."
Terharu sekali hati Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, dia tahu Hong-gwat-sam-sian sengaja
menghadiahkan perahu tersebut untuk kakek nelayan dari
lautan timur dengan maksud agar dia bisa berangkat ke pulau
neraka dengan leluasa serta menjemput kembali ayahnya
sekalian bertujuh pulang kedaratan Tionggoan.
Maka diapun menjura ketengah udara dan berkata sambil
menghela napas panjang: "Demi urusan ayahku, ternyata Hong-gwa-sam-sian harus
repot-repot menghadiahkan perahu, kejadian ini sungguh
membuat hatiku tak tenang."
Ciu Poo-tiong yang melihat hal ini cepat-cepat menyela
sambil tertawa: "Lote, buat apa kau mesti berkeluh kesah.............. aku
akan persiapkan dulu semua barang kebutuhan, silahkan lote
beristirahat sejenak diperahu..........."
Tengah hari itu, Oh Put Kui berdiri diujung perahu sambil
menyaksikan ombak yang terbelah diterjang kapal.
Ketika ombak memecah ditepian buritan segera menimbulkan suara yang amat keras.
Tanpa terasa Oh Put Kui terbayang kembali pengalamannya ketika melakukan penyelidikan untuk pertama
kalinya kepulau neraka, perasaannya waktu itu sungguh
berbeda dengan perasaannya saat ini.
Walaupun didalam perjalannya kali ini dia belum berhasil
mengetahui siapa pembunuh ibunya, tapi berdasarkan
pelbagai data yang berhasil dikumpulkan, ia sudah dapat
menebak secara garis besarnya.
Wi Thian-yang dan dua bersaudara Siau sudah jelas
merupakan beberapa orang yang paling mencurigakan.
Kawanan jago yang berada disekitar si Raja setan
penggetar langit pun hampir semuanya mencurigakan,
terutama sekali si pedang sakti bertenaga raksasa Kit Put-sia.
Dia mempunyai kemungkinan yang cukup banyak sebagai
otak dari seluruh peristiwa berdarah ini.
Segala sesuatu yang ditemukan dalam kota Huang-si-shia
nya, gerak geriknya yang misterius ditambah pula, tusuk
konde Ngo-im-hun-kut-ciam telah muncul pula digedungnya,
meski kemudian dia telah menjelaskan asal usul datangnya
tusuk konde Ngo-im-hun-kut-ciam tersebut, tapi bukan
mustahil kalau kesemuanya ini memang sengaja diatur oleh
Kit Put-shia untuk mengelabuhi pandangan orang.
Berbicara menurut kecerdasan otak serta kepandaian silat
yang dimiliki Kit Put-shia, pekerjaan sekecil ini sudah pasti
dapat dilakukan olehnya secara mudah, bahkan tidak sulit
juga untuk tak diketahui orang.
Oh Put Kui mendongakkan kepalanya memandang sekejap
langit nan biru dengan sinar matahari yang memancar terik,
ombak yang menggulung-gulung menimbulkan suara gemerisik. Ia merasa
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pikirannya terombang-ambing bagaikan gulungan ombak ditengah samudra entah sampai kapan baru
dapat mereda kembali"
Lama................ lama sekali....................
Hingga bayangan pulau neraka yang hitam muncul
dikejauhan sana, pemuda itu baru sadar kembali dari
lamunannya. Dia segera menggelengkan kepalanya berulang kali dan
bergumam sambil tertawa: "Aaaaaai, buat apa mesti dipikirkan" Tunggu saja setelah
bertemu Kit Put-shia nanti, bukankah segala sesuatunya akan
menjadi jelas dengan sendirinya..............."
oo0dw0oo Pelan-pelan perahu itu sudah merapat ditepian.
Kelihayan si kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong
dalam mengemudikan perahu memang sangat mengagumkan, mau tak mau Oh Put Kui harus memuji
kemampuannya itu. Bayangkan saja, perahu yang begitu besar ternyata dapat
dikemudikan olehnya secara mantep dan tenang bagaikan
perahu kecil saja, andaikata mesti berganti pelaut lain belum
tentu mereka dapat melakukan semulus ini.
Setelah jangkar diturunkan, layar digulung, kakek nelayan
dari lautan timur segera berpesan kepada tiga orang kelasinya
agar menjaga perahu itu baik-baik, sementara dia sendiri
menemani Oh Put Kui naik kedaratan.
Suasana diatas pulau amat sepi, hening dan tak
kedengaran sedikit suarapun.
Suasana yang dihadapi saat ini sama sekali berbeda
dengan suasana ketika ia datang untuk pertama kalinya dulu.
Waktu itu belum lagi mereka merapat ke daratan, serangan
telah mereka hadapi secara gencar. Tapi kini, biarpun mereka
sudah mencapai daratanpun belum nampak sesosok
bayangan manusiapun yang muncul disitu.
Mengapa begitu" Dengan kening berkerut Oh Put Kui segera berpaling
kearah sikakek nelayang dari lautan timur.
Sambil menggelengkan kepalanya Ciu-poo-tiong segera
berkata: "Lote, apakah kau menaruh curiga kalau pulau ini sudah
tiada penghuninya?" Oh Put Kui mengangguk: "Yaaa, boanpwe memang merasa amat keheranan............."
Sambil tertawa Ciu-poo-tiong kembali berkata:
"Saban hari aku berjaga-jaga dikota Giok-huau, biarpun
tidak kuketahui secara jelas keadaan dipulau ini, tapi jika ada
perahu yang masuk keluar pelabuhan, tak satupun yang bisa
lolos dari pengamatanku."
Hal ini membuktikan kalau ketujuh orang tua tersebut masih
tetap berada diatas pulau.
"Ciu tua, boanpwe hanya merasa heran, mengapa ayahku
sekalian tidak menyambut kita seperti dulu, bahkan tak
seorangpun yang datang menjenguk?" ujar Oh Put Kui cemas.
"Mungkin............... ayahmu sekalian telah memperoleh
pemberitahuan lebih dulu dari Hong-gwa-sam-sian dan
mengetahui kalau lote akan muncul dalam beberapa hari ini,
itulah sebabnya mereka segera mengendorkan pos pengawasannya." "Moga-moga saja apa yang diduga Ciu tua memang
benar...................."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka
berdua telah naik ke bukit berkarang.
Dikejauhan sana mereka sudah melihat gardu Bong-ji-teng
yang berdiri angker. Gardu yang berdiri menyendiri di puncak bukit karang itu
kelihatan begitu mengenaskan dibawah timpaan cahaya
matahari senja, terpancar pula kesepian yang amat
mencekam. Suasana dipulau itu amat sepi, sedemikian sepinya sampai
dapat terdengar mengalirnya sumber air diantara batuan.
Oh Put Kui memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
tiba-tiba dia berbisik: "Ciu tua, kita akan pergi ke gua tempat kediaman mereka"
Ataukah langsung menuju ke gardu Bong-ji-teng?"
"Menurut pendapatku lebih baik kita langsung menuju ke
gardu Bong-ji-teng!" sahut Ciu Poo-tiong sambil tertawa.
Oh Put Kui manggut-manggut, ia segera beranjak lebih
dulu meninggalkan tempat itu.
Kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong segera
mengikuti dibelakangnya, dalam waktu singkat mereka sudah
tiba ditempat tujuan. Mendadak berkumandang suara tertawa yang amat nyaring
dari balik gardu tersebut.
"Nak, akhirnya kau datang juga?"
Oh Put Kui segera menghentikan langkahnya sambil
menengok, ternyata ia jumpai ke tujuh orang tua itu sedang
duduk bersila dilantai gardu Bong-ji-teng tersebut.
Tak heran kalau mereka tidak menjumpai seseorangpun,
apalagi melihat dari bawah bukit, tentu saja sulit untuk
menjumpai orang-orang itu.
Begitu bersua dengan ketujuh orang tua itu, Oh Put Kui
segera merasakan darah yang mengalir didalam tubuhnya
mendidih, ia segera berteriak keras lalu menerjang masuk
kedalam gardu Bong-ji-teng serta berlutut dihadapan ketujuh
orang itu. "Ayah..........."
Sambil berteriak ia berpaling kearah pedang iblis pencabut
nyawa Oh Ceng Thian. Oh Ceng-thian yang kurus nampak tertegun karena kaget
oleh tindakan yang dilakukan oleh Oh Put Kui tersebut.
Sekilas perasaan kaget dan girang yang sukar dilukiskan
dengan kata-kata melintas diatas wajahnya yang tua,
gumamnya agak tergagap: "Kau.......... bocah............. kau memanggil apa kepadaku...........?"
Dengan mata berkaca-kaca oleh airmata Oh Put Kui
berseru: "OOdwOoOoh ayah, aku adalah putramu yang hilang...................."
Pedang iblis pencabut nyawa Oh Ceng-thian kelihatan
seperti terperanjat menghadapi peristiwa yang sama sekali tak
terduga olehnya itu, dengan wajah kurang percaya dan kenign
berkerut kencang ia berseru lirih:
"Benarkah kau............. kau adalah putraku yang hilang?"
"Ooh ayah, setelah kembali kedaratan Tionggoan dulu
ananda selalu bertanya kepada toa pekhu, dan empek telah
memberitahukan segala sesuatunya kepadaku.............."
"Apakah sian-toako?" tanya Oh Ceng-thian.
"Ayah, ananda dibesarkan dan dipelihara oleh empek
selama ini..............."
Tiba-tiba Oh Ceng-thian melompat bangun dipegangnya
sepasang bahu Oh Put Kui kencang-kencang lalu serunya:
"Kau benar-benar adalah anakku yang hilang............."
Butiran air mata nampak membasahi wajah loji dari tujuh
malaikat dunia persilatan ini, perjumpaan yang mengharukan
antara ayah dengan seorang anak yang hilang memang selain
menjadi ajang memeras airmata.
Lama sekali ayah dan anak saling berangkulan tanpa
mengucapkan sepatah katapun.
Kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong yang berdiri
diluar gardupun kelihatan berdiri dengan mata berkaca-kaca.
Akhirnya si kakek pemabuk dari Tiang-nan-san Tu Ji-khong
berseru sambil tertawa terbahak-bahak memecahkan keheningan tersebut: "Oh Ji-heng, kini putramu sudah datang dan seharusnya
kau sambut dengan gembira, mengapa sih malahan kau
berubah menjadi begitu lemah macam perempuan saja?"
Dalam keadaan demikian, sikongcu berhati dingin Leng To
yang kaku tanpa perasaan serta sastrawan latah pedang
kitung Liong Ciau-thian yang sombong pun kelihatan
terpengaruh oleh gejolak emosi dan sama-sama memperlihatkan rasa haru.
Hal ini menunjukkan bahwa pertemuan antara ayah dan
anak ini telah membangkitkan perasaan baru bagi siapapun
yang memandangnya. Ketika Tu-ji-khong selesai berkata, Oh Ceng-thian segera
menarik tangan Oh Put Kui sambil katanya:
"Nak, perkataan Tu-jit-siok mu memang betul, kita harus
bergembira menyambut pertemuan ini! Selama delapan belas
tahun, siang dan malam aku selalu mengharapkan dapat
bertemu denganmu, ternyata Thian memang maha pengasih.
Dia telah mengabulkan permintaanku dalam wujud suatu
kenyataan! Nak, kita harus tertawa, kita harus bergembira.............."
Mendadak gelak tertawa yang amat kencang dan
memekakkan telinga bergema keluar dari mulut Oh Cengthian. Begitu keras gelak tertawa tersebut hingga kakek nelayan
dari lautan timur hampir saja tak sanggup berdiri tegak.
Kakek tinggi besar yang merupakan pemimpin dari ketujuh
orang itu, It-gi-kit-jiu Ku Put-beng segera membentak keras:
"Jite, jangan sampai gelak tertawamu melukai kakek
nelayan dari lautan timur serta keponakan Put kui!"
Rupanya gelak tertawa dari Oh Ceng-thian tersebut
dipancarkan dari dalam pusar yang disertai dengan tenaga
dalam amat dahsyat, barang siapa lemah tenaga dalamnya,
dia tentu akan terluka oleh hawa murni yang terpancar keluar
lewat suara tertawa itu. Ku Put-beng mengerti bahwa kakek nelayan dari lautan
timur serta Oh Put Kui tak akan tahan menghadapi ancaman
tersebut, karena itulah ia segera menegur.
Padahal Oh Ceng-thian tidak sengaja berbuat begitu, dia
hanya tertawa saking gembiranya.
Baru setelah ditegur Ku Put-beng, ia segera menghentikan
gelak tertawanya dan berkata sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali: "Teguran saudara Ku memang tepat sekali, gara-gara lupa
diri hampir saja aku membuat bencana besar.............."
Sementara itu si kakek nelayan dari lautan timur Ciu Pootiong berdiri dengan peluh sebesar kacang kedelai membasahi
seluruh tubuhnya, hal ini membuktikan dengan jelas
seandainya Oh Ceng-thian tidak segera menghentikan gelak
tertawanya, niscaya dia akan terluka oleh suara tertawa
pencabut nyawa dari Oh Ceng-thian tersebut.
Tiba-tiba Jian-ih siansu merangkap tangannya didepan
dada dan berkata sambil tertawa:
"Putra yang dinantikan kini telah muncul, harap Mo kiam
sicu jangan kelewat terpengaruh emosi, kini dunia persilatan
didaratan Tionggoan sedang menantikan kehadiran kita
semua, mengapa sicu tidak mengajak mereka masuk untuk
duduk dan berbincang-bincang?"
Oh Ceng-thian nampak tertegun setelah mendengar
perkataan itu, tapi segera serunya sambil tertawa:
"Betul juga perkataan siansu.........."
Dia segera menarik Oh Put Kui untuk menempati kasur
duduknya, kemudian baru berkata lagi:
"Nak, jumpailah keenam cianpwe mu.................."
Dengan sikap amat hormat Oh Put Kui memberi hormat
kepada keenam orang lainnya satu-persatu.
Sambil tertawa terbahak-bahak sisastrawan latah pedang
kutung Liong Ciok-thian berseru:
"Hiantit, duduklah lebih dulu!"
Padahal sastrawan ini termashur karena sombong dan
latah, tapi sekarang justru bersikap begitu sungkan terhadap
Oh Put Kui, kejadian semacam ini benar-benar diluar dugaan
kakek nelayan dari lautan timur.
Dengan sedikit agak rikuh Oh Put Kui segera duduk.
Barulah waktu itu Ku Put-beng menggapai kearah Ciu Pootiong yang masih berdiri diluar gardu seraya berkata:
"Nelayan tua she Ciu, kau pun boleh masuk dan duduk
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disini!" Ciu Poo-tiong tersenyum dan melangkah masuk kedalam
gardu, setelah memberi hormat kepada ketujuh orang tua itu,
dia menempatkan diri pada urutan yang paling akhir.
Dalam pada itu si pedang iblis pencabut nyawa Oh Cengthian berkata lagi dengan mata bersinar:
"Nak, apakah kedatanganmu kali ini adalah untuk
menjemput ayah sekalian untuk pulang kedaratan Tionggoan?" "Betul, ananda memang sedang melaksanakan perintah
untuk menyambut ayah dan enam paman lainnya untuk
kembali kedaratan Tionggoan!" sahut pemuda itu tertawa.
"Nak, kau sedang melaksanakan perintah siapa?"
"Perintah dari Ban Sik-tong cianpwe."
Mendengar nama Ban Sik-tong, ketujuh malaikat dari dunia
persilatan ini sama-sama merasakan hatinya bergetar keras.
It-gi-kitsu Ku Put-beng segera tertawa tergelak, katanya:
"Apakah Ban Sik-tong masih hidup didunia ini nak"
Haaaaaaaahhhhhh............
haaaaaaaaahhhhhh..............
haaaaaaaahhhhhh............ benar-benar tidak kusangka.........."
"Siancay, siancay!" seru Jian-gi siansu pula, "kehadiran
orangtua ini didalam dunia persilatan betul-betul merupakan
rejeki buat seluruh umat persilatan!"
Sebaliknya coat-cing kongcu Leng To-yang bersikap dingin
segera berseru sambil tertawa dingin:
"Bila si kakek latah awet muda masih hidup dikolong langit,
mengapa kaum iblis didaratan Tionggoan masih tetap meraja
lela" Nak, jangan-jang kau bukan bertemu dengan situa Ban
yang sesungguhnya..........."
"Boanpwe telah berkumpul selama beberapa bulan dengan
situa Ban, yakin hal ini tidak bakal salah lagi," jawab Oh Put
Kui segera. "Kalau toh si tua Ban masih hidup, mengapa kawanan iblis
itu masih bisa merajalela seenaknya sendiri" Atau jangan
jangan kakek latah awet muda sudah tidak mencampuri
urusan keduniawian lagi?"
Kembali Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang
kali: "Si tua Ban bukannya sudah tidak mencampuri urusan
keduniawiaan lagi, tapi selama dua puluh tahun terakhir ini dia
sendiri pun kena ditipu orang dan terkurung dalam sebuah
bangunan loteng, dia baru lolos dari sekapan belum lama
berselang!" "Siapakah yang telah menipu si tua she Ban itu?" tanya
Liong Ciok-thian tiba-tiba dengan kening berkerut.
"Orang itu adalah Kit Put-shia!"
Mendengar perkataan tersebut ketujuh orang tua itu
kembali dibuat tertegun. Tiba-tiba Mi-sim-kui-ta berkata sambil tertawa:
"Anak muda, apakah Kit Put-shia sudah menjadi pentolan
kaum iblis didaratan Tionggoan?"
Oh Put Kui tertawa: "Boanpwe tak berani sembarangan menduga, tapi kalau
ditanya pendapat boanpwe sendiri, Kit Put-shia pribadi belum
pernah munculkan diri untuk berbuat sesuatu kejahatan, tapi
dia memang cukup mencurigakan!"
"Mencurigakan bagaimana maksudmu?" tiba-tiba Coat-cing
kongcu menyela. "Kemungkinan besar dialah dalang yang menjadi otak dari
semua kerisauan dalam dunia persilatan selama ini!"
Si kakek pemabuk dari bukit Tiang-pek-san, Tu Ji Khong
segera tertawa tergelak: "Haaaaaahhhh........
haaaaaahhhh........ haaaaaaaaahhhh........ kini kau sudah datang, berarti sumpah
kita dulupun sudah berakhir, tentunya kita sudah boleh pergi
bukan sekarang?" "Tentu saja!" "Nah saudara Ku dan saudara sekalian bila kita tidak pergi
saat ini juga, mau menunggu sampai kapan lagi...........?"
Perahu besar dengan tiga buah layar lebar kembali
menempuh perjalanan mengarungi samudra bebas.
Kegelapan malam telah muncul diujung langit, kegelapan
pun mencekam seluruh permukaan bumi.
Impian buruk dipulau neraka kini sudah berakhir, daratan
tersebut sudah jauh tertinggal diujung langit situ.
Tujuh orang tua yang menyendiri, kini tidak menyendiri lagi.
Oh Ceng-thian berhasil pula memperoleh kembali anaknya,
dalam anggapan mereka bertujuh, bocah tersebut tak lain
adalah ahli waris dari mereka bertujuh.
Cin Poo-tiong dengan gagahnya berdiri diburitan perahu
sambil memberi perintah kepada ketiga orang kelasinya untuk
mengemudikan perahu.............
Semenetara dalam ruangan perahu diselenggarakan
perjamuan yang dinikmati ke tujuh orang itu dengan penuh
riang gembira, mereka amat berterimakasih sekali atas
kecermatan serta ketelitian Cin Poo Tiong dalam mempersiapkan segala sesuatunya.
Dalam perjamuan ini, secara singkat Oh Put Kui
menceritakan pula keadaan situasi didalam dunia persilatan,
yang disambut ketujuh orang tua itu dengan helaan napas
panjang. Kepada putranya, Oh Ceng-thian berkata demikian:
"Nak, apakah keempat buah peristiwa berdarah yang
pernah kau ceritakan ketika berkunjung kemari dulu, kini
sudah terpecahkan?" "Belum!" pemuda itu menggeleng.
"Hmmm, apakah para ciangbunjin dan lima partai besar tak
ada yang mengurusi persoalan ini?" seru Coat-cing kongcu
Leng To sambil mendengus marah.
"Keluma orang ciangbunjin dari lima partai besar selalu
mondar mandir kian kemari untuk melakukan penyelidikan
atas peristiwa tersebut, namun hingga boanpwe akan
berangkat kemari, belum nampak hasil penyelidikan mereka."
"Masa begitu susahnya persoalan ini dipecahkan?" seru
Leng TO agak tertegun, "apakah pihak lawan dapat bekerja
secara bersih tanpa menimbulkan sedikit jejakpun?"
"Betul, mereka memang bekerja secara bersih tanpa
meninggalkan jejak, hanya saja....................."
Setelah berhenti sejenak, dia meneruskan:
"Menurut pendapat boanpwe, siraja setan penggetar langit
Wi Thian-yang amat mencurigakan dalam beberapa peristiwa
tersebut, sebab Nyoo Thian-wi serta Wi Thian-yang
sesungguhnya adalah satu orang yang sama!"
Jian-gi siansu segera tertawa:
"Lolap rasa dugaan siau-sicu memang beralasan sekali,
andaikata orang yang melakukan peristiwa tersebut benarbenar adalah Wi Thian-yang, berarti dibalik ketiga macam
peristiwa berdarah itu sudah terselip suatu rencana atau untrik
yang amat keji." "Apakah siansu tahu kalau diantara Wi Thian-yang dengan
Hu-mo suthay sekalian terikat dendam?" kata kakek pemabok
dari Tiang-pek-san sambil tertawa.
Jian-ih siansu menggelengkan kepalanya.
"Lolap belum pernah mendengar tentang hal ini, kalau
tidak, lolappun tak akan menganggap dibalik peristiwa
tersebut masih terdapat intrik keji lainnya."
"Boanpwe berpendapat dibelakang Wi Thian-yang tentu
ada orang yang mendalanginya!" kata Oh Put Kui
selanjutanya. "Siapa yang mendalangi dia" Apakah Kit Put-shia?" tanya
sastrawan latah pedang kutung sambil mendelik.
Oh Put Kui kembali menggeleng.
"Boanpwe belum terlalu yakin akan kesimpulan yang
kubuat, tapi berbicara menurut kepandaian silat yang dimiliki
Wi Thian-yang rasanya dia tak akan berkemampuan untuk
berbuat demikian, bisa saja dua bersaudara Siau patut
dicurigai." "Betul, Siau Yau serta Siau Hian memang mempunyai
kemampuan untuk berbuat demikian." seru Mi-sim-kui-to
tertawa. It-gi Kitsu Ku Put-beng berkerut keningnya, kemudian
katanya sambil tertawa: "Nak, apakah selama ini kau pun tidak berhasil
memperoleh sesuatu petunjuk dalam peristiwa ini?"
Dengan perasaan menyesal Oh Put Kui tertawa.
"Kecerdasan boanpwe sangat terbatas, boanpwe memang
tidak berhasil menyelidiki persoalan tersebut..................."
Padahal kalau berbicara dari hasil penyelidikannya,
mungkin orang lain harus berjuang seumur hidup untuk
mendapatkannya. "Nak, setelah kita kembali kedaratan Tionggoan, kemanakah kita akan bertemu dengan Ban Sik-tong?" tanya
Ku Put-beng lagi. "Gedung Un Hiang-lo di kota Kim-leng!"
"Siau sicu, apakah gurumu Tay-gi sangjin juga akan hadir?"
tanya Jian-ih siancu. Oh Put Kui menggeleng. "Soal itu boanpwe kurang tahu..........."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba Oh Ceng-thian telah
berseru dengan suara dalam.
"Nak, apakah toa-pekmu pernah memberitahukan soal
ibumu?" "Benar, beliau telah memberitahukan segala sesuatunya
kepada ananda." "Apakah kau sudah selidiki siapa pembunuhnya" Apakah
dia adalah Kok Cu-hong?" tanya Oh Ceng-thian lagi dengan
kening berkerut. "Menurut pemberitahuan dari si tua Ban, Kok Cu-hong telah
tewas ditangan Nyoo Thian-wi, sedangkan mengenai si
pembunuh itu sendiri, bisa jadi dia adalah Wi Thian-yang!"
"Nak, mengapa kau tak dapat memberikan kepastian yang
meyakinkan...........?" tegur Oh Ceng-thian dengan marah.
"Ayah, berhubung ananda belum berhasil memperoleh
bukti yang pasti, maka belum berani kupastikan siapakah
pembunuh yang sebenarnya."
Tampaknya Coat-cing kongcu Leng To merasa sangat tidak
puas atas teguran Oh Ceng-thian terhadap anak muda itu
segera serunya: "Bocah, aku rasa apa yang kau perbuat sudah bagus
sekali." Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi kepada
Oh Ceng-thian sambil tertawa dingin:
"Saudara Oh, tempo dulu kau malahan secara langsung
terlibat pertarungan sengit dengan orang itu, tapi nyatanya kau
tak dapat mengenali siapakah lawannya, mengapa kau malah
menegur putramu sekarang" Apakah tindakanmu ini tidak
keliru besar?" Sesungguhnya Oh Ceng-thian hanya menjadi gusar karena
dorongan emosi, tentu saja dia tidak bermaksud menyalahkan
Oh Put Kui. Setelah Coat cing kongcu Leng Tp menegurnya secara
langsung, bukan saja hal itu menimbulkan rasa sesal dihati Oh
Ceng-thian, namun menimbulkan pula rasa gembira dalam
hatinya. Sebab dia cukup kenal dengan watak Leng To, sebagai
seorang kongcu tanpa perasaan semestinya dia adalah orang
yang kaku, aneh dan tak sudi memuji prang lain dengan begitu
saja. Tapi nyatanya dia justru membela Oh Put Kui dan merasa
tak puas bagi tegurannya, dari sini membuktikan kalau Leng
To telah berhasil melihat bahwa anaknya bakal berhasil
dikemudian hari menjadi seseorang yang berguna.
Oleh karena itulah Oh Ceng-thian merasa gembira dan
riang. Setelah tertawa terbahak-bahak segera ujarnya:
"Teguran saudara Leng memang benar, aku memang
sudah menyalahkan bocah ini!"
"Kau bisa mempunyai seorang anak semacam ini, sudah
sepantasnya bila suadara Oh bergembira................" kembali
Leng To berkata dengan suara dingin.
Tiba-tiba Tu Ji-khong si pemabok dari Tiang-pek-san
menyela sambil tertawa tergelak:
"saudara Oh, bocah ini merupakan ahli waris kita bertujuh,
kau jangan membentak dia terus menerus, kalau sampai
membuat ia menjadi ketakutan, hmmmm! Aku tak akan
terima..................."
Mi-sim-kui-to segera berseru pula sambil tertawa:
"Sesungguhnya persoalan ini tak perlu diributkan terus, tapi
kalian malah cekcok sendiri karena masalah sepele, benarbenar keterlaluan. Ketika bocah ini datang untuk pertama
kalinya dulu, kita masing-masing telah mewariskan semacam
ilmu silat kepadanya, padahal sejak itu soal hubungan sudah
resmi ada, tapi sekarang kalian malah meributkannya kembali,
apakah hal ini tidak berlebihan" Nah, mari kita beralih kesoal
yang serius saja. Barusan aku teringat kembali dengan ayah
mertua saudara Oh, mengapa sekian lama belum juga ada
kabar berita tentangnya" Nak, apakah kau pernah bersua
dengannya didaratan Tionggoan?"
Baru sekarang Oh Put Kui teringat kalau dia sudah lupa
menceritakan tentang Kakek luarnya itu.
Maka sambil tertawa segera katanya:
"Boanpwe telah bertemu dengan gwakong!"
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nak, dimanakah gwakongmu sekarang?" seru Oh Cengthian dengan emosi. "Ketika ananda berangkat kemari, dia orang tua melakukan
perjalanan bersama-sama si tua Ban, mungkin disaat kita
sampai dikota Kim Leng, dia telah menunggu kedatangan kita
disitu!" Oh Ceng-thian segera menghembuskan napas panjang,
katanya kemudian: "Nak, apakah gwakongmu juga belum tahu siapa yang
telah membunuh ibumu?"
"Gwakong telah dikurung Wi Thian-yang dalam penjara
bawah tanah selama delapan belas tahun lamanya, justru
ananda bertemu kembali dengan gwakong setelah berhasil
menolongnya dari gedung Sian-hong-hu diibu kota...................."
@oodwoo@ Jilid 41 "Kalau begitu Wi Thian-yang benar-benar patut dicurigai.........."
"Baik boanpwe maupun gwakong serta si tua Ban,
semuanya berpendapat demikian.........."
"Haaaaaaaahhhh..........
haaaaaahhh......... haaaaaahh........" Tu Ji-khong tertawa tergelak pula, "saudara
Ku, kedatangan kita ke daratan Tionggoan kali ini tentu
bertambah semarak, malahan bisa jadi akan disuguhi
tontonan yang menarik! Selain empat buah peristiwa
berdarah, masalah enso Oh pun sudah cukup memusingkan
kepala orang." "Lote pemabuk, apakah kau tidak merasa terlalu awal untuk
menduga mulai sekarang" Siapa tahu disaat kita tiba disitu,
segala urusan telah terselesaikan, nah kalau sampai begitu,
apa pula yang bakal merepotkan dirimu?"
"Tampaknya Ku lotoa sudah terlanjur malas, andaikata
segala sesuatunya berlangsung seperti apa yang kau duga,
sebelum kita sampai urusan telah beres, bukankah dunia
persilatan sudah lama menjadi tenang kembali?"
"Yaa, betul, bukankah kau berharap dunia persilatan cepat
tenang kembali sehingga kau punya waktu luang untuk minum
arak setiap hari?" "Lotoa, bila aku minum arak setiap hari, mungkin para iblis
kembali akan merajalela."
Perkataan tersebut segera disambut oleh rekan-rekannya
dengan gelak tertawa keras.
Dibawah kemudi si kakek nelayan dari lautan timur yang
amat cekatan, tidak sampai beberapa jam kemudian perahu
sudah merapat didermaga kota Giok-huan.
Kakek nelayan dari lautan timur segera mempersilahkan
ketujuh orang tua itu naik keatas daratan.
Tiba-tiba Coat-cing kongcu Leng To menghela napas
panjang, katanya: "Delapan belas tahun lamanya aku tak pernah menyaksikan keramaian kota dan kesemarakan rumah
makan, setelah menjumpainya kembali hari ini, rasanya
segala sesuatunya serba asing......"
"Haaaahhhhh........ haaaaaaaaahhhh......... hhhhaaaaaaaahhhhhh........ perasaan dari saudara Leng ini
sungguh diluar dugaan kamu semua!" katan Tu Ji-khong
menanggapi. Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak dari
kejauhan sana berkumandang suara pujian kepada sang
Buddha, menyusul kemudian tampak tiga sosok bayangan
manusia meluncur tiba dengan kecepatan bagaikan sambaran
kilat. Ketajaman mata Oh Ceng-thian memang jauh melebihi
rekan-rekannya, mendadak ia tertawa tergelak seraya berseru
keras: "Kedatangan sam-sian sungguh mengejutkan hati kami
semua.........." Rupanya Hong-gwa-sam-sian telah muncul bersama-sama
ditempat itu........... Satu ingatan segera melintas dalam benak Oh Put Kui,
pikirnya: "Cepat amat mereka peroleh kabar..............."
Dalam pada itu, Pendeta liar dari Hoa-san Poan-cay
siauceng, tosu bungkuk dari Soat-sia Thian-hian Cinjin serta
Pendeta sakti dari Giok-hong It-ing taysu telah muncul
dihadapan ketujuh orang tua tersebut.............
Sambil tertawa Poan-cay siansu segera berkata:
"Lolap Poan-cay mengucapkan selamat atas keberhasilan
kalian bertujuh didalam meyakinkan ilmu silat serta balik
kembali kedaratan Tionggoan!"
Thian-hian cinjin dan It-ing taysu segera memberi hormat
pula seraya berkata: "Keberhasilan sicu bertujuh dalam ilmu silat cukup
membuat kami merasa kagum!"
Dari ketujuh orang yang hadir, kecuali Coat-cing kongcu
Leng To serta sastrawan latah Liong Ciok-thian yang cuma
berdiri kaku, lima orang lainnya segera membalas hormat
sambil tertawa. Oh Put Kui yang terbilang sebagai angkatan muda, hanya
berdiri disamping dengan mulut membungkam.
Tiba-tiba Poan-cay siansu berpaling kearahnya, lalu
menegur sambil tertawa: "Siau-sicu, baik-baikkah kau semenjak waktu perpisahan
dulu?" "Cepat nian kedatangan siansu," jawab Oh Put Kui sambil
tertawa tergelak, "boanpwe betul-betul merasa kagum!"
"Ketika Ban losicu mengutus orang memberi kabar, tentu
saja lolap tak berani berayal. Pembicaraan dengan siau sicu
dikuil Kek-cing-si tempo hari telah banyak membuka pikiran
lolap, siau-sicu memang tidak malu menjadi ahli waris dari
Tay-gi dan Thian-liong suheng, kemampuanmu membuat lolap
betul-betul merasa sangat kagum..........."
Kemudian sambil menjura kepada Oh Ceng-thian, kembali
dia berkata: "Oh sicu bisa memperoleh bocah sehebat ini, tentu bahagia
hidupmu dikemudian hari."
"Aaaah, lo-siansu terlalu memuji, pujianmu membuat aku
merasa tak tentram....." kata Oh Ceng-thian sambil tertawa.
Tiba-tiba Thian-hian cinjin berkata pula:
"Kereta telah dipersiapkan didepan sana, bagaimana kalau
pembicaraan kita lanjutkan setibanya dikota Kim-leng nanti?"
Persiapan yang diatur ketiga dewa ini benar-benar amat
sempurna, nyatanya sampai keretapun telah dipersiapkan.
Ku Put-beng segera tertawa tergelak:
"Waaaah, rupanya merepotkan kalian bertiga saja, kami
benar-benar telah menyusahkan kalian."
"Haaaaaaaaahhhhh.........
haaaaahhhhh........ haaaaaaaahhhhhhhh....... asal sicu bertujuh tidak mengingat
kembali perbuatan kami yang telah memaksa kalian
mengasingkan diri dulu, pinto sekalian sudah merasa terima
kasih sekali." Baru selesai Thian-hian tootiang berkata, sastrawan latah
berpedang kutung telah menyambung sambil tertawa dingin:
"Hidung kerbau, selewatnya hari ini, aku she Liong pasti
akan mencarimu dan mengajak kau bertarung sebanyak tiga
ribu jurus lagi!" Mula-mula Thian hian cinjin nampak tertegun setelah
mendengar perkataan itu, tapi kemudian sambil tertawa
terbahak-bahak sahutnya: "Boleh, boleh saja, bila sicu memang berminat, biar harus
mempertaruhkan nyawapun pinto pasti akan mengiringi
keinginanmu itu." "Hmmmmm, kau sendiri yang berkata begitu, sampai
waktunya harap kau sihidung kerbau jangan mangkir!"
"Haaaaaahhhhhhhh.....
haaaaaaaahhhhh......... haaaaaaaaahhhhh........... pinto bukan seorang yang gemar
mengingkari janji." Dalam kesempatan itu si kongcu tak berperasaan Leng To
telah berkata pula kepada It-ing taysu:
"Bila ada kesempatan aku she Leng pun ingin meminta
petunjuk dari sinni degnan menggunakan serulingku ini!"
Agaknya dua orang tua yang sombong dan latah ini masih
tetap memendam rasa mangkel dan mendongol kerena
kekalahan yang pernah dideritanya dimasa lampau.
Mendengar perkataan tersebut It-ing taysu segera
merangkap tangannya didepan dada dan menyahut sambil
tertawa: "Setelah melakukan latihan tekun hampir delapan belas
tahun lamanya, pinni percaya ilmu seruling Liu-ho-siau-hoat
pun telah mencapai tingkatan yang hebat, tapi pinni sadar
kalau bukan tandinganmu lagi, aku rasa lebih baik
pertarungan semacam ini diurungkan saja."
Leng To kembali tertawa dingin:
"Hmmm, apabila taysu tidak kuatir menurunkan pamor dari
tiga dewa, aku sih mau-mau saja membatalkan pertarungan
tersebut!" Dengan diutarakan perkataan itu, mau tak mau Giok-hong
sinni It-ing taysu harus menerima tantangan tersebut.
Ketika persoalan tersebut dapat diputuskan olehnya sendiri
tanpa mempengaruhi nama baik Hong-gwa-sam-sian, sinni
itupun segera menghadapinya dengan lega.
Apalagi Thian-hian cinjin sudah menerima pula tantangan
dari Liong Ciok-thian, andaikata menampik,bukankah pamor
Hong-gwa-sam-sian betul-betul akan merosot"
Maka setelah memutar pandangan matanya sejenak, It-ing
tausupun segera berkata sambil tertawa hambar:
"Jadi Leng sicu memaksa pinni untuk menerima
tantanganmu itu.......?"
"Tak ada salahnya bagi taysu untuk memutuskan sendiri!'
jengek Leng-to sambil tertawa dingin.
"Buddha maha pengasih, terpaksa tecu pinni bersedia
menerima tantanganmu itu."
"Bagaimana kalau sekarang juga?" seru Leng-to lagi sambil
tertawa tergelak. "TErserah kepada sicu!"
Leng To segera tertawa dingin, dengan cepat dia mencabut
keluar serulingnya, kemudian membentak:
"Nah berhati-hatilah sinni........."
Tampak cahaya merah berkelebat lewat secara beruntun
dia melancarkan tiga buah serangan berantai.
Secepat kilat It-ing taysu meloloskan pula pedang penakluk
iblisnya seraya memuji: "Ilmu seruling dari sicu memang benar-benar luar
biasa..........." "Sreeeet, sreeet........."
Secara berantai dia lepaskan dua buah serangan yang
segera membendung ancaman dari seruling Leng To.
Melihat kejadian ini, Leng To mendengus marah,
serulingnya segera diputar kencang bagaikan titiran air hujan,
dalam waktu singkat daerah seluas beberapa kaki telah
tergulung dibalik cahaya merah yang amat tebal itu dan
mengurung tubuh nikoh itu rapat-rapat.
Akan tetapi ilmu pedang ciang-mo-kiam-hoat dari It-ing
taysu pun sangat hebat, ditengah gulungan cahaya merah,
cahaya pedangnya berulang kali menyambar kian kemari.
Melihat jalannya pertarungan itu, keenam orang kakek
lainnya maupun Poan-cay taysu serta Hian-hian tojin hanya
bisa menghela napas panjang.
Oh Put Kui sendiri sebagai angkatan yang jauh lebih muda,
tentu saja tak dapat mencampuri urusan tersebut.
Dalam waktu singkat pertarungan yang berlangsung antara
kedua orang jago itu, sudah mencapai pada puncaknya,
serangan demi serangan yang dilancarkan juga makin hebat
dan berbahaya, kini Leng To sudah mulai menyerang tanpa
memperdulikan keselamatan sendiri, sebaliknya dari balik
pedang It-ing taysu pun sudah mulai memancarkan hawa
pembunuhan. Tiba-tiba............. Leng To serta It-ing sinni sama-sama menjerit kaget.
Rupanya disaat Leng-to dan It-ing sinni menjerit kaget tadi,
sesosok bayangan manusia telah berkelebat lewat dari antara
kedua orang tersebut. "Hey, apakah kalian sudah bosan hidup?" teguran lantang
bergema memecahkan keheningan.
Suara teguran itu sangat dikenal oleh Oh Put Kui.
"Bagus sekali.............. Ban tua, kedatanganmu memang
tepat pada saatnya........" teriak Oh Put Kui kemudian sambil
tertawa. Munculnya sikakek latah awet muda secara tiba-tiba
sungguh berada diluar dugaan siapapun.
Andaikata kakek tersebut telah muncul tepat pada saatnya,
mungkin situasi dalam arena dapat berubah semakin gawat.
Atau paling tidak pertarungan antara Leng To melawan Iting taysu bisa berakibat terlukanya kedua belah pihak.
Cepat-cepat Poan-cay siansu maju kedepan dan memberi
hormat, katanya: "Lo sicu pinceng Poan-cay memberi hormat kepadamu!"
Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaahhhhhh..............
haaaaaaaaahhhhhh...........
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
haaaaaaaaaahhhh........ hwesio cilik, bagus juga sepak
terjangmu selama ini, paling tidak nama besar Hong-gwa-samsian sudah cukup mentereng dalam dunia persilatan dan
disegani setiap orang!"
Merah jengah selembar wajah Poan-cay siansu setelah
mendengar ucapan itu, sahutnya agak tersipu:
"Harap lo-sicu jangan menertawakan! Bila kemampuan
pinceng sekalian dibandingkan dengan kau orang tua,
keadaan kami betul-betul ibarat kunang-kunang dengan sinar
rembulan, bagaimana mungkin dapat menandingimu" Apabila
nama kosong pinceng sekalian masih bisa berkenan dalam
pandanganmu, rasa kehidupan pinceng selama ini memang
tidak sia-sia belaka."
"Sudah cukup, tak nyana kau sihwesio kecilpun pandai
membari topi kebesaran kepada orang lain," teriak kakek latah
awet muda dengan keras. Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berpaling kearah Oh
Put Kui sambil serunya pula:
"Anak muda, mengapa perjalananmu begitu lambat" Masa
baru hari ini kau pulang dari pulau neraka?"
"Ban tua, sesungguhnya boanpwe tak pernah berhenti
barang seharipun, bukankah hari Peh-cun baru saja lewat?"
sahut Oh Put Kui tertawa.
"Apakah kau tetap berpegang teguh pada janjimu akan
berangkat setelah lewat hari Peh-cun?"
"Ki......... kuncu yang memberi perintah, tentu saja boanpwe
harus turut perintah."
"Baiklah, anggap saja kau memang beralasan.......... tapi,
mana kedua orang yang lain?"
Oh Put Kui menjadi tertegun setelah mendapat pertanyaan
itu. Masih ada dua orang lagi" Siapakah kedua orang itu"
"Masih ada dua orang"........... boanpwe datang kemari
seorang diri!" "Omong kosong!" bentak kakek latah awet muda dengan
marah, "Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui menyusul
dibelakangmu, apakah kau tidak tahu" Heran mengapa kau
meniru seperti Liok Jin-khi, pikunnya setengah mati?"
Tak terlukiskan rasa kaget Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, serunya pula:
"Apa" Jadi nona Nyoo dan nona Kiau juga turut kemari?"
"Hey, tampaknya kau seperti benar-benar tidak tahu?"
"Yaaa, boanpwe memang benar-benar tidak tahu! Ban tua,
mengapa kau tidak berusaha menghalangi niat mereka?"
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"Bocah muda, kau menyalahkan diriku karena tidak
berusaha untuk menghalangi, niatnya" Tapi mengapa pula
kau tidak cukup waspada sepanjang jalan" Sudah sekian
lama orang lain menguntilmu ternyata kau sama sekali tak
tahu, coba kalau orang jahat yang berniat mencelakaimu,
bukankah kau sudah mampus sedari dulu........."
Mendengar itu Oh Put Kui segera tertawa:
"Ban tua, boanpwe rasa seceroboh cerobohnya boanpwe
tak nanti kecerobohanku bisa mencapai ketingkatan semacam
itu." Tiba-tiba Oh Ceng Thian membentak keras:
"Nak, mengapa kau bersikap demikian terhadap Ban tua?"
Buru-buru Oh Put Kui menyahut:
"Ayah, lain kali ananda tentu akan berusaha untuk merubah
sikap ini." Biarpun dia sudah mengaku salah, namun si Kakek latah
awet muda bukan saja tidak menjadi senang, malah serunya
kepada Oh Ceng-thian: "Oh loji, kau jangan mengumpat bocah itu dulu, memang
begitulah cara kami berbicara sedari dulu!"
"Kau orang tua mana boleh bersikap begitu bebas
kepadanya" Nanti dia bisa kurang ajar..............."
"Haaaaaaaahhhhhh...........
haaaaahhh........ haaaahhhh........ Oh loji, hitung-hitung aku masih merupakan
sahabat karib dengannya, kenapa mesti kuurusi sial tetek
bengek macam begitu" Lagipula aku masih berhutang budi
kepada anakmu itu!" Kata-kata yang terakhir ini kontan saja membuat Oh cengthian tertegun, ia segera berkata:
"Aaaahh, kau orang tua kelewat menyanjung bocah ini,
berapa besar sih kemampuannya sehingga dapat melepaskan
budi kepadmu?" "Haaaaaahhh............
haaaaaaaaahhhh.............
haaaaaaaaahhh...... Oh loji, andaikata tiada putramu, mungkin
aku masih tersekap didalam rumah loteng itu, bahkan bisa jadi
sampai matipun tak dapat keluar untuk menghirup udara
segar!" "Oya?" kembali Oh Ceng-thian dibuat tertegun.
Bukan cuma dia , bahkan Hong-gwa-sam-sian serta
keenam orang kakek lainnyapun turut tertegun.
Dengan wajah riang gembira kembali Kakek latah awet
muda berkata: "Kalian tak usah kaget atau tercengang, tapi nyatanya
memang bocah ini yang telah membantu aku untuk
menangkan Kit Put Shia, sehingga akupun mendapatkan
kesempatan untuk terlepas dari kurungan, budi kebaikan
semacam ini tak pernah akan aku lupakan untuk
selamanya.................."
Oh Put Kui yang ikut mendengarkan perkataan itu dari
samping, mendadak teringat akan sesuatu, segera serunya:
"Ban tua, tahukah kau ketika boanpwe membantumu
menghadapi Kit Put-shia di lembah Sin-mo-kok tempo hari,
apa yang telah kuperbuat dalam uang yang terlempar
kebawah itu?" "Anak muda, masa kau lupa dengan julukanku" Bukan saja
perbuatan yang kau lakukan untuk membantuku mengungguli
Kit Put-shia dapat kuketahui, sekalipun apa yang diperbuat Kit
Put-shia dalam mengungguli diriku pada dua puluh tahun
berselangpun tak akan bisa mengelabuhi aku."
Selembar wajah Oh Put Kui menjadi merah padam seperti
kepiting rebus, segera katanya sambil tertawa:
"Kalau toh kau orang tua sudah tahu, mengapa tidak kau
siapkan waktu itu?" "Aku tidak membongkar rahasia tersebut karena aku ingin
tahu sebenarnya Kit Put-shia ingin berbuat apa terhadapku,
sedangkan mengenai soal bantuan yang kau berikan, hal ini
lebih gampang lagi, aku cuma ingin menggunakan cara yang
sama untuk disuguhkan kepadanya, bukankah adil sekali
namanya?" "Yaa, memang adil sekali, entah Kit Put Shia mengetahui
rahasia tersebut atau tidak?"
"Haaaaahhh......... haaaaaahhhhhh........ haaaaaahhhhhhhh......... aku rasa Kit Put-shia tidak akan lebih
bodoh daripada aku!"
"Ban tua, mengapa Kit Put-shia juga tidak membongkar
rahasia tersebut waktu itu?"
"Aaaah, masa dia tidak rikuh untuk berbuat demikian"
Pertama-tama dia dulu yang menipu orang, setelah orang
lainpun mengunggulinya dengan cara yang sama, tentu saja
dia menjadi rikuh sendiri untuk mengutarakannya keluar."
"Ban tua, ada suatu persoalan yang tidak kuketahui.
Haruskah kutanyakan kepadamu?"
"Kalau memang ingin bertanya, tanyalah cepat-cepat."
"Seandainya Kit Put-shia berani membongkar rahasia
tersebut waktu itu, apapula yang hendak kau perbuat?"
"Haaaaaaaaaahh........ haaaahhh....... haaahhh........ mana
ia berani berbuat begitu?"
"Dalam hal ini masalanya bukan berani atau tidak, aku
cuma pingin tahu andaikata dia sampai berbuat demikian, apa
pula yang akan kau lakukan?"
"Seandainya Kit Put-shia benar-benar berani berbuat
demikian, paling tidak akupun akan menuntut ganti kerugian
kepadanya karena telah mengekang kebebasanku selama
dua puluh tahun. Nah, bayangkan saja, apakah dia berani
menanggung resiko ini?"
"Yaaa, betul juga perkataanmu, biarpun Kit Put-shia punya
nyali sebesar kepalapun tak nanti ia berani menyerempet
bahaya." "Itulah dia, oleh sebab itu akupun berlega hati membiarkan
kau bermain gila..........."
"Permainanmu betul-betul sangat tepat dan hebat,
membuat boanpwe merasa sangat kagum!"
"Sudahlah bocah muda, aku tak usah menjilat pantat terus,"
tukas Kakek latah awet muda tiba-tiba, "ayoh jawab dulu mana
kedua orang budak itu" Bagaimanapun juga kau harus
mencarinya sampai dapat, coba kau lihat, gurunya si budak
Kiaupun berada disini."
Kemudian setelah berhenti sebentar, katanya pula kepada
It-ing taysu: "Nikou kecil, muridmu sudah lenyap. Mengapa kau tidak
menagih kepada pemuda ini?"
SEraya menyarungkan kembali pedangnya kedalam
sarung, It-ing taysu menyahut sambil tertawa:
"Ban-lo-sicu, Hui-hui pernah mendapatkan budi pelajaran
silat darimu, apabila terjadi sesuatu hal atas dirinya, masa kau
orang tua tidak ikut panik" Kalau toh kau sendiri tenang, buat
apa boanpwe mesti gelisah?"
"Betulkah demikian?" seru Kakek latah awet muda sambil
tertawa tergelak, "haaahhhh........ haaahhh....... haaaahhhh....... kau si nikoh cilik memang sangat lihay,
tampaknya usahaku untuk mengadu domba tak akan
tercapai........" Berbicara sampai disini, tiba-tiba dia berpaling seraya
teriaknya keras-keras: "Mengapa kalian masih bersembunyi terus disitu" Ayoh
cepat keluar........"
Oh Put Kui segera dibuat tertegun oleh teriakan itu.
Sementara dia masih termangu, dari balik kegelapan telah
muncul dua sosok bayangan manusia.
Ternyata mereka tak lain adalah Nyoo Siau-sian serta Kiau
Hui-hui yang baru saja diributkan.
"Suhu!" "Susiok!" Dua orang gadis itu langsung menuju kehadapan It-ing
taysu. "Nak, mengapa kalianpun datang kemari?" It-ing taysu
segera menegur sambil tertawa.
"Kami datang kemari dengan mengikuti dibelakang Oh
toako," sahut Kiau Hui-hui sambil tertawa, "ketika Oh toako
sudah naik keperahu, kami gagal menemukan kapal yang bisa
mengarungi samudra, karena itu terpaksa menunggu disini
sampai sekembalinya, siapa tahu kami telah ditemukan oleh
Ban-locianpwe!" "Nyali kalian berdua memang amat besar," ujar It-ing taysu
sambil tertawa ramah, "Ehmm, Sian-ji juga ikut kemari, ayoh
kalian berdua segera menjumpai tujuh malaikat dunia
persilatan." Diperkenalkan oleh sinni, Kiau Hui-hui serta Nyoo Siau-sian
segera maju kemuka dan memberi hormat kepada tujuh orang
tua tersebut. Sambil tertawa tergelak Tu Ji-khong segera berseru:
"Taysu, kau boleh berbahagia dengan mempunyai murid
sebagus ini..........."
"Ehmmm, bakat bagus," puji Oh Ceng-thian pula dengan
gembira, "kuucapkan selamat kepada taysu karena mempunyai ahli waris yang hebat..........."
Kemudian sambil berpaling kearah Nyoo Siau-sian,
tanyannya pula: "Nona, siapakah gurumu?"
Nyoo Siau-sian tahu kakek kurus ini adalah ayah kandung
Oh Put Kui, tiba-tiba muncul suatu perasaan yang sangat
aneh didalam hati kecilnya.
Ketika mendengar pertanyaan tersebut, segera sahutnya
sambil tersenyum: "Guru boanpwe adalah Wi-in........."
"Ooh, gurumu adalah Hian leng Amcu" Nona harus
berbahagia karena mempunyai guru yang hebat."
"TErima kasih atas pujian cianpwe......."
Saat itulah Oh Put Kui baru maju kedepan dan menjumpai
kedua orang nona itu, katanya sambil tertawa:
"Setelah kalian datang kemari, mengapa tidak langsung
menjumpai diriku" Aaaaaiiii........... untung saja tidak terjadi
sesuatu disepanjang jalan, kalau tidak bagaimana caraku
untuk bertanggung jawab dihadapan kedua orang sinni?"
Walaupun kata-kata itu merupakan teguran secara
langsung, namun kedua orang gadis itu menerimanya dengan
bersuka cita, sebab paling tidak mereka tahu kalau pemuda ini
sangat memperhatikan keselamatan mereka berdua.
Sambil tersenyum Nyoo Siau-sian segera berkata:
"Oh toako, kami........ kami takut kau tidak mengijinkan kami
turut serta, itu sebabnya kami mengikuti pun tanpa ragu."
"Aaaaai, mana mungkin aku berbuat demikian........." sambil
tertawa Oh Put Kui menggelengkan kepalanya.
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba Kakek latah awet muda
sudah menyela sambil tertawa tergelak.
"Hey anak muda, bagaimana kalau kau jangan bermesraan
terus dihadapan kami semua?"
Teriakan ini segera saja disambut Oh Put Kui dengan
wajah yang berubah merah, dia tak mampu melanjutkan lagi
kata-katanya. Sedangkan Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui segera
menundukkan kepalanya rendah-rendah, seandainya disitu
terdapat lubang mungkin mereka sudah menyembunyikan diri
disitu.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pada itu Ku Put Beng sekalianpun segera
menggunakan kesempatan mana untuk bertemu dengan
Kakek latah awet muda. Kepada ketujuh orang tua itu, Kakek latah awet muda
segera berkata sambil tertawa:
"Kalau dibicarakan sesungguhnya, nasib kalian masih jauh
lebih mujur ketimbang aku, paling-paling kalian cuma berdiam
selama delapan belas tahun diatas pulau, lagipula ada tujuh
teman yang bisa diajak ngobrol dan berkelahi, kalianpun bisa
melihat birunya langit dan hijaunya hamparan laut, semuanyan
itu cukup mendatangkan kegembiraan buat kalian! Hey bocah
muda she Leng, kalau dilihat dari pertarungan melawan nikou
kecil tadi, rasanya kau tidak seberapa hebat?"
Ketujuh orang tua itu hanya tertawa tersipu-sipu saja
menanggapi ucapan tersebut.
Terutama sekali Leng To, terhadap orang lain dia bisa
berbicara dengan ketus dan dingin, tapi terhadap Kakek latah
awet muda Ban Sik Tong ia tak berkutik, sebab
sebagaimanapun juga orang tua ini masih terhitung angkatan
tuanya. Setelah hening sesaat, kembali Kakek latah awet muda
berkata: "Nah si hwesio, si tosu dan si nikou telah menyiapkan
kereta untuk kalian semua, kalian diundang pergi ke kota Kimleng untuk menjumpai Thian-hian Huicu, apakah kalian ada
minat?" Pertanyaan tersebut diajukan secara tiba-tiba dan
diutarakan secara aneh. Ku Put-beng sebagai pemimpin dari ketujuh orang tua itu
segera menjawab sambil tertawa:
"Menurut pendapat kau orang tua, perlukah buat kami
semua berangkat kesitu?"
Tindakan Ku Put-beng yang balik bertanya ini kembali
diluar dugaan semua orang.
Tampaknya Kakek latah awet muda sudah mempunyai
rencana yang cukup masak, ia segera menjawab sambil
tertawa: "Kalian tak usah kesana lagi, sebab gedung Un-hian-lo
sudah kosong tiada penghuninya lagi!"
Begitu perkataan tersebut diutarakan, Hong-gwa-sam-sian
sama-sama tertegun dibuatnya. Poan-cay siansu segera
bertanya dengan keheranan:
"Apakah lo sicu baru saja datang dari Kim-leng?"
"Siapa bilang tidak" Nyatanya Ki Un-hong sudah pergi
meninggalkan gedungnya."
Thian-hian tojin yang sudah bungkuk nampak semakin
bungkuk lagi karena harus menjura, dia berkata pula:
"Dapatkah lo-sicu memberi penjelasan kepada kami" Apa
sebabnya tuan putri meninggalkan gedung Un-hiang-lo secara
tiba-tiba" Mungkinkah sudah terjadi suatu peristiwa dikota
Kim-leng?" Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya
berulang kali, sahutnya: "Tidak akan terjadi sesuatu peristiwa dikota Kim-leng, kau
si hidung bungkuk jangan sembarangan bicara."
"Lo-sicu," seru Poan-cay siansu kemudian setelah agak
tertegun, "justru tuan putri yang minta kepada pinceng
sekalian untuk menjemput tujuh malaikat dan Oh siau-sicu
agar diantar kekota Kim-leng, mengapa dia sendiri malah
pergi dari situ?" "Andaikata tiada urusan penting, mana mungkin Ki Un-hong
akan pergi dari situ" Ketika menempuh perjalanan kemari tadi,
kami telah berpapasan muka ditengah jalan, masa kalian
masih tetap tidak percaya?"
"Pinceng bukannya tidak percaya, hanya merasa heran dan
tidak habis mengerti."
"Haaaaaaahhhh..............
haaaaahhhh........... haaaaaahhhhh.......... hwesio cilik, kapan sih aku pernah
membohongi kalian?" "Tidak berani, perkataan lo-sicu terlalu serius!"
Berkilat sepasang mata Kakek latah awet muda, segera
ujarnya lagi sambl tertawa:
"Apabila kalian bersepuluh yang mengaku sebagai dewa
dan malaikat ini percaya dengan perkataanku, perjalanan
menuju ke Kim-leng boleh diurungkan.........."
Tiga dewa dan tujuh malaikat sama-sama tersenyum
mendengar perkataan itu. Selang sesaat kemudian Poan-cay siansu baru berkata
lagi: "Tentu saja boanpwe sekalian percaya kepada lo-sicu."
"Kalau memang percaya, bagaimana kalau turut aku saja
berkunjung ke lembah Sin-mo-kok?"
Kembali semua orang dibuat terkejut.
Pergi kelembah Sin-mo-kok" Mau apa"
Menyaksikan mimik wajah orang-orang itu, si Kakek latah
awet muda segera berkata:
"Anak-anak muda, segenap jago sesat dan lurus dari dunia
persilatan telah berkumpul semua dalam lembah Sin-mo-kok,
apakah kalian tidak berniat untuk ikut hadir dalam keramaian
yang luar biasa ini.............?"
Kalau ditanya berniat atau tidak, tentu saja semua orang
berminat,............. Karena itu walaupun tidak diperoleh jawaban, semua dari
mimik wajah mereka si Kakek latah awet muda dapat
menyimpulkan atas persetujuan dari orang-orang itu.
Karena sambil tertawa serunya:
"Kalau toh dalam hati pingin pergi, kenapa kalian masih
tetap berdiri disitu" Ayoh kita berangkat................"
Bagikan hembusan angin puyuh, dalam waktu singkat
semua orang sudah berangkat meninggalkan tempat itu.
Kini hanya tinggal si kakek nelayan dari lautan timur
seorang tetap berdiri ditempat dengan kening berkerut dan
menghela napas panjang..............
Dari lautan timur menuju bukit Ci-lian-san merupakan suatu
jarak perjalanan yang cukup jauh.
Biarpun keempat belas orang tersebut rata-rata merupakan
jago kelas satu didalam dunia persilatan, mereka pun
membutuhkan waktu selama belasan hari sebelum tiba di
tempat tujuan. untung saja pertemuan puncak diselenggarakn dalam
lembah Sin-mo-kok belum lagi dilangsungkan.
Menurut pemberitahuan dari Kakek latah awet muda, pihak
lembah sin-mo-kok atas nama si pedang sakti bertenaga
raksasa Kit Pit-shia, kakek pengejut langit Siau-Hian, jago
pemabuk dari loteng merak Siau Yau serta raja setan
penggetar langit Wi Thian-yang telah menyebar kartu
undangan Liok-lim-tiap keseluruh dunia persilatan.
Kartu undangan tersebut berisikan pemberitahuan kepada
segenap umat persilatan bahwa pada bulan enam tanggal
satu akan diselenggarakan pertemuan besar selaksa iblis
dilembah sin-mo-kok dan mengundang segenap jago dari
golongan putih maupun hitam untuk datang menghadirinya.
Ketika Kakek latah awet muda bersua dengan Thian-hian
huicu Ki Un-hong dikota Kim-leng tempo hari, mereka telah
berunding cukup lama dan akhirnya menyetujui usul dari jago
berbaju putih Ibun Han untuk menghubungi segenap jago
sealiran untk bekerja sama dan memanfaatkan kesempatan ini
untuk membasmi kaum iblis tersebut dari muka bumi.
Disamping itu merekapun hendak menggunakan kesempatan ini untuk membuat penyelesaian atas beberapa
kasus peristiwa berdarah yang terjadi dalam dunia persilatan.
Setelah keputusan diambil, Kakek latah awet mudapun
berangkat kelautan timur.
Ki Un-hong dengan mengajak keempat orang dayangnya
berangkat ke bukit Ci-lian-san.
Si kakek tanpa wujud Samwan To mendapat tugas untuk
menghubungi Bu-tong-pay dan Hoa-san-pay.
Jago berbaju putih Ibun Hau mendapat menghubungi Siaulim-pay serta Pay-kau. Urusan tentan Kay-pang diserahkan kepada pengemis
pikun. Sebaliknya Go-bi-pay yang terletak jauh di Kuan-tiong
ditugaskan kepada pihak Kay-pang untuk menghubunginya.
Sampai saat itulah Oh Put Kui baru tahu kalau kakek
luarnya, Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui telah pergi seorang
diri. Tak seorangpun yang tahu kemana dia telah pergi.
Tapi semua orang telah berjanji akan berkumpul dibukit Cilian-san pada akhir bulan lima.
Tatkala Oh Put Kui selesai mendengar penjelasan dari
Kakek latah awet muda itu, dia segera berkata sambil tertawa:
"Ban tua, mengapa kau sama sekali tidak menyinggung
tentang guruku?" "Haaaaaaahhhh............
haaaaaaaaaaahhhhhh..........
haaaaaaaaaahhhh........ sudah kuduga kau tentu akan
bertanya demikian, itulah sebabnya aku tidak menyinggung
sama sekali, ternyata dugaanku betul, kau memang tak dapat
menguasai diri serta mengajukan pertanyaan itu kepadaku."
Oh Put Kui turut tertawa setelah mendengar itu, segera
ujarnya: "Apakah aku salah bertanya?"
"Tidak, kau tidak salah bertanya anak muda, tapi kau tidak
usah kuatir, toa supekmu pasti akan datang, bahkan suhumu
Thian-liong si hwesio kecil itupun mungkin akan munculkan
diri pula." Tak terlukiskan rasa kaget dan gembira Oh Put Kui setelah
memperoleh berita ini. Ia Pasti ingat Thian-liong sangjin pernah berkata
kepadanya, dia bakal mengalami sebuah badai besar lebih
dulu sebelum akhirnya memperoleh ketenangan lahir batin.
Mungkinkah Thian-liong sangjin sudah mengetahui bakal
terjadi peristiwa semacam ini"
Berpikir akan hal tersebut, diam-diam ia menjadi termangu.
Tapi satu ingatan segera melintasi kembali didalam
benaknya, cepat dia bertanya lagi:
"Ban tua, dimanakah kelima orang ciangbunjin itu" Apakah
kau berhasil menyeledikinya?"
"Entah!" jawab Kakek latah awet muda sambil tertawa,
"bukankah budak Nyoo bilang ke lima orang ciangbunjin itu
sudah pergi meninggalkan gedung Sian-hong-hu bersamasama kakaknya Nyoo Ban-bu" Andaikata apa yang dikatakan
budak ini benar, delapan puluh persen kelima orang
ciangbunjin itu telah tiba didalam lembah Sin-mo- kok....................."
"Mungkinkah jiwa mereka terancam?" seru Oh Put Kui
dengan perasaan terkejut.
Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya, lalu
sambil tertawa katanya pula:
"Anak muda, menjelang pertarungan besar setara kaum
lurus dan sesat ini, ada beberapa persoalan. Jangan lupa kau
selesaikan!" "Beberapa persoalan yang mana?"
"Tentu saja tentang kasus kematian dari Hu-mo-suthay di
Cing-shia-san, Sin-ou, dipuncak Go-bi, suami istri Leng-hong
dikebun Cay-wi-wan serta Kakek suci berhati mulia Nyoo
Thian-wi, kau harus dapat memecahkan kasus-kasus tersebut
didalam pertemuan besar tersebut..............."
"Tapi boanpwe sama sekali tidak memperoleh data apapun
tentang peristiwa tersebut, bagiamana mungkin dapat
memecahkannya?" sahut Oh Put Kui tertegun.
"Bila kau belum berhasil memperoleh sesuatu data apapun,
sudah sepantasnya bila kau pergi mencari."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kemudian Kakek latah
awet muda berkata lagi: "Tentang persoalan yang menyangkut ibumu, lebih baik
diselesaikan juga dalam pertemuan itu, mengerti?"
"Tentu saja............."
Sesudah tertawa rendah, Kakek latah awet muda berkata
lebih lanjut: "Anak muda, mungkin kita akan tiba di Ci-lian-san pada
bulan lima tanggal dua puluh tujuh, berarti masih ada sisa
waktu tiga hari tiga malam sebelum pertemuan itu
diselenggarakan, kita harus memanfaatkan waktu yang cuma
tiga hari itu dengan sebaik-baiknya, bukankah perkataanku ini
betul?" Tergerak hari Oh PutKui setelah mendengar perkataan
tersebut, sahutnya dengan cepat:
"Betul,asalkan kita memiliki waktu selama tiga hari, berarti
kita masih mempunyai waktu untuk menyelidiki banyak
persoalan........ Ban tua, apakah kau sendiri akan turun
tangan" Ataukah hendak mengundang..........."
"Haaaaaaahhh.......... haaaahhh........... haaaaahhh........
dengan tenaga gabungan kita berdua, masa belum cukup?"
oOdwOoo0dw0oOdwOoo Menjelang tengah hari bulan lima tanggal dua puluh enam,
Hong-gwa-sam-sian, Bu-lim-jit-seng, Kakek latah awet muda,
Oh Put Kui, Kiau Hui-hui serta Nyoo Siau-sian empat belas
orang, betul-betul telah tiba di lembah Sin-mo-kok dibukit Cilian-san. Didepan lembah Sin-mo-kok telah didirika sebuah
panggung setinggi tiga kaki lebih. Ditengah-tengah panggung
itu terpampang sebuah tulisan yang bertuliskan:
"PErtemuan sehati sejuta iblis"
Dibawah panggung tadi berjajar dua baris lelaki kekar
berbaju hitam, semuanya kelihatan gagah, bersemangat tinggi
serta memeluk sebilah golok berpita merah, suasana nampak
cukup menyeramkan. Di bagian tengah panggung berdiri pula dua baris gadis
muda yang masing-masing membawa sebilah pedang,
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka bertugas menyambut kedatangan para tamu.
Dalam sekilas pandangan saja, dapat diketahui jumlah
mereka mencapai dua tiga puluh orang. Diantara kelompok
manusia tersebut, tampaknya tak seorangpun yang merupakan pimpinan. Oh Put Kui dengan membawa kartu nama yang bertuliskan
nama Hong-gwa-sam-sian serta Bu-lim-jit-seng, pelan-pelan
mendekati panggung tersebut.
Kakek latah awet muda ternyata mengikuti pula dibelakang
dengan langkah yang tenang. Oh Put Kui langsung menuju
kedepan barisan gadis-gadis muda itu, ketika mereka
mencapai jarak satu kaki dari panggung tersebut, tiba-tiba
muncul seorang kakek botak dari balik pintu berpagar dan
berjalan keluar dari balik sebuah pintu kecil.
Melihat wajah orang itu, Oh Put Kui segera berpikir dengan
kening berkerut: "Bukankah orang ini adalah si kakek patah hati putus usus
Hui Lok.........?" Berpikir demikian diapun menegur dengan suara keras:
"Hui tua, aku Oh Put Kui menjumpai dirimu!"
Ketika Hui Lok melihat kemunculan Oh Put Kui disitu,
selintas perubahan wajah yang sukar diartikan dengan katakata melintas lewat, tapi begitu pemuda tersebut selesai
berkata, ia sudah menyahut sambil tertawa tergelak:
"Saudara Oh, rupanya kaupun ikut kemari?"
Sambil berkata dia sambut kartu merah yang berada
ditangan Oh Put Kui itu, bersamaan pula waktunya sorot
matanya dialihkan ke wajah Kakek latah awet muda yang
berada dibelakang pemuda tersebut.
Mendadak paras muka Hui Lok berubah hebat, cepat-cepat
dia maju kemuka dan menjura dalam-dalam seraya berseru:
"Hui Liok menjumpai Ban tua.........."
"Haaaahh........ hhaaahhh.......... haaahhh....... tak usah
banyak adat," tukas Kakek latah awet muda sambil tertawa
tergelak, "cepat bawa kartu nama itu dan beritahu kepada
para gembong iblis tua, bahwa tiga dewa dan tujuh malaikat
telah berdatangan semua, bahkan termasuk diriku terdapat
empat belas orang yang datang untuk menonton keramaian........." Baru saja Kakek latah awet muda itu selesai berkata, Hui
Lok telah mengiakan dan cepat-cepat berlalu dari situ.
Tak selang beberapa saat kemudia Kit Put-shia telah
muncul dengan langkah cepat.
Gembong iblis yang bertampang gagah ini segera
mengulumkan senyuman palsunya diujung bibir, seakan-akan
dia sedang menyambut konco-konco segolongannya saja.
Dengan cepat keempat belas orang jago itu disambut
masuk kedalam kelembah Sin-mo-kok.
Oh Put Kui sekalian tidak ditempatkan dalam kota
kematian. Rupanya untuk menyambut kedatangan para jago dari
pelbagai aliran yang akan mengikuti pertemuan besar itu,
mereka telah membangun tenda sepanjang bermil-mil
panjangnya untuk menampun tamu-tamunya, semua tenda
tersebut dibangun degnan mengitari sungai pelindung kota,
sehingga mendatangkan kesan seolah-olah berada diluar
perbatasan saja. Akan tetapi mereka pun tidak diberi tenda sebagai tempat
untuk beristirahat. Kit Put-shia langsung mengantar mereka menuji kedalam
sebuah kuil besar yang berada di kaki bukit Ci-lian-san diluar
kota kematian. Dahulu kuil tersebut merupakan markas besar dari partai
Ci-lian-pay, tapi kemudian ketika ilmu silat partai mereka kian
lama kian melemah sehingga akhirnya kehilangan syarat
sebagai sebuah partai dalam dunia persilatan, maka Kit Put
Shia pun membeli markas mereka itu serta dijadikan kuil
pelindung bagi kota kematiannya.
Bahkan oleh si jago pemabuk dari loteng merah Siau Yau,
kuil itu dinamakan Tay kong-sian-si.
Ruangan yang berada dalam kuil Tay-kong-sian-si
semuanya berada dalam keadaan bersih dan rapi.
Oh Put Kui dengan rombongannya memperoleh jatah
sebuah halaman khusus didalam kuil tersebut, dibalik halaman
itu tersedia delapan buah kamar yang terdiri dari kamar besar
maupun kecil, untuk mereka berempat belas orang, ruangan
yang tersedia lebih dari cukup.
Sebelum mengundurkan diri Kit Put-shia sempat memberitahukan kepada Kakek latah awet muda bahwa kuil
Tay-kong-si ini khusus disediakan untuk menampung
kawanan jago persilatan kelas satu serta mereka yang
setarahf dengan seorang ciangbunjin suatu partai besar.
HAri ini rombongan dari Kakek latah awet muda menjadi
rombongan pertama yang menempati kuil Tay-kong-si
tersebut. Bahkan Kit Put-shia pun menugaskan si saudagar kaya dari
kota naga Ku Yu-gi untuk melayani kebutuhan mereka
sebelum akhirnya dia mengundurkan diri.
Menunggu sampai Kit Put Shia telah pergi, kakek latah
awet muda baru berkata sambil tertawa tergelak:
"Gembong iblis ini betul-betul sangat lihay......... ternyata
dia telah memisahkan kami semua sedemikan jauhnya dari
pusat pertemuan........"
Malam itu, Oh Put Kui dan Kakek latah awet muda tidak
melakukan suatu gerakan. Ketika mereka kembali kekuil setelah menghadiri
perjamuan yang diselenggarakan Kit Put-shia serta dua
bersaudara Siau, waktu sudah menunjukkan lewat tengah
malam. Tapi secara lamat-lamat Oh Put Kui merasa sangat tidak
tenang, apa sebabnya Wi Thian-yang tak nampak batang
hidungnya" Orang yang mempunyai perasaan yang sama dengannya
adalah Nyoo S iau-sian, dalam hati keculnya timbul pula suatu
perasaan bimbang dan ragu ketika ia tidak menjumpai
ayahnya yang mungkin merupakan gembong iblis itu
munculkan diri sebagai tuan rumah.
Mungkinkah Wi Thian-yang bukan Nyoo Thian-wi seperti
apa yang diduga......."
Dia ingin sekali mencari Oh Put Kui untuk diajak
berbincang-bincang, tapi ia menjumpai Oh Toakonya berada
bersama-sama dengan ayahnya, hal ini membuatnya tak
berani berkutik, karena dia merasa agak takut terhadap Oh
Ceng-thian. Keesokan harinya, Thian-hian Huicu dan rombongan telah
tiba pula disitu, yang bergabung dalam rombongannya
terdapat sipengemis pikun Liok JinKhi, ketua kay-pang si
kakek bintang pencabut nyawa Kongsun Liang, keempat
tiangloonya masing-masing bernama si sembilan toya
pengurung naga HE Bu-hui, kakek pemabuk dari Kang lam
Ting Tin-shia, guntur membelah bumi Kay Sian-bu serta si
pukulan geledek Cian-siu.
Otomatis suasana didalam kuil Tay-kong-s pun menjadi
sangat ramai. Sore itu si kakek bayangan semu berbaju hijau Samwan To
muncul pula disertai para tianglo dari Bu-tong-pay serta Hoasan-pay. Jago berbaju putih Ibun Han disertai dua orang tianglo dari
Siau lim pay dan cousu dari Pay kau muncul pula hampir
bersamaan waktunya.........
Malam itu, dipihak para jago golongan lurus diselenggarakan pula sebuah pertemuan yang dipimpin oleh
Thian-hian huicu, dalam pertemuan tersebut dirundingkan
pelbagai cara untuk menghadapi lawan, terutama dalam
pertarungan melawan kaum iblis di hari pertemuan
tersebut.......... Sayang sekali pertemuan ini tiada mendatangkan hasil
seperti apa yang diharapkan, sebab bagaimanapun juga
Thian-hian Huicu sekalian belum berhasil mengetahui secara
pasti siapa-siapa saja yang berada dipihak lawan.
Malam itu, Oh Put Kui dan kakek latah awet muda
meninggalkan kuil Tay-kong-si secara diam-diam.
Ditengah kegelapan malam, dua sosok bayangan manusia
itu bagaikan dua lembar sukma gentayangan saja langsung
menerobos masuk kedalam kota kematian.
Mereka langsung menuju kewarung penjual beras dimana
Kit Put Shia berdiam. Diluar dugaan, ternyata gembong-gembong iblis tersebut
sudah pada tidur dengan nyenyaknya. Oh Put Kui serta kakek
latah awet muda yang menyaksikan kejadian itu segera
bertukar pandangan sekejap dengan perasaan amat kecewa,
dengan perasaan tak rela mereka melakukan perondaan lagi
hampir satu kentongan, namun akhirnya harus pulang dengan
tangan hampa. Malam berikutnya sekali lagi mereka melakukan penyelidikan. Namun alhasil seperti juga dalam gerakan pertama, kali ini
pun mereka harus pulang dengan tanpa hasil.
Oh Put Kui segera merasa kalau ada sesuatu yang tak
beres, ditengah perjalanan kembali segera bisiknya:
"Ban tua, apakah kau tidak merasa kalau persoalan ini rada
kurang beres?" "Yaa betul, aneh betul jika mereka bersikap begitu tenang.
Anak muda, agaknya kita mesti memutar otak mencari jalan
lain, coba bayangkan, mungkinkah Kit Put Shia masih
mempunyai tempat tinggal lain yang dipakainya........"
Mendadak sepasang mata kakek latah awet muda itu
berkilat, dia mencegah pembicaraan lebih lanjut lalu memberi
kode rahasia kepada Oh Put Kui.
Dalam pada itu Oh Put Kui sendiripun dapat merasakan
ada sesuatu yang tak beres.
Waktu itu mereka sudah ada dalam perjalanan bukit lebih
kurang satu li dari kuil Tay-kong-si, dari situ semua
pemandangan di kota kematian dapat terlihat jelas.
Begitu kakek latah awet muda memberikan kode
rahasianya, Oh Put Kui segera tertawa tergelak seraya
berseru: "Ban tua, pemandangan alam disini sungguh indah..............."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba tubuhnya melejit keudara
dan meluncur kebelakang sebuah batu besar dan bentaknya:
"Sobat, ayoh keluar........."
Bersamaan dengan bentakan itu, dari balik batu cadas
kedengaran seorang menyahut sambil tertawa keras:
"Lote, kau memang sangat lihay..........."
SEorang kakek berbaju putih dengan tubuh gemuk pendek
dan berwajah bulat telah munculkan diri dengan langkah lebar.
"Ooh, bukankah kau adalah kakek sakti tertawa keras Beng
tua?" seru Oh Put Kui tertegun, "hampir saja boanpwe akan
berbuat lancang kepadamu,......."
"Haaaaaaahhhh..........
haaaaaaaaaaaahhhhhhhh.........
haaaaaahhhhhh...... lote tak udsah merendahkan diri!
Ehmmm, Ban tua, baik-baikkah kau?"
Seraya berkata dia menjura pula kearah kakek latah awet
muda. Sebaliknya si kakek latah awet muda nampak gembira
sekali setelah mengetahui kalau orang yang muncul adalah
kakek sakti tertawa keras.
"Hey si cebol Beng, rupanya kau! Aku masih menduga
siapakah yang bernyali besar dan berkepandaian begitu tinggi
menyembunyikan diri dibalik batu, ternyata kau orangnya........" "Cebol Beng, ada urusan apa kau bersembunyi disitu?"
"Apalagi kalau bukan menyampaikan kabar buat engkoh
tua serta Oh lote, kunasehati kepada kalian agar tak usah
bersusah payah lagi masuk keluar kota kematian tanpa hasil."
kakek latah awet muda berkata pula diiringi senyumannya:
"Cebol Beng, apakah kalian bersembunyi disuatu tempat
dalam kota..........?"
"Tidak, kami berada diluar kota."
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mula- mula kakek latah awet muda nampak tertegun lalu
dia balik bertanya: "Kenapa?" "Sebab aku sudah mengetahui akan persoalan tersebut."
"Wah celaka, kenaoa kami tidak sampai berpikir kesitu?"
seru kakek latah awet muda kemudian sambil garuk-garuk
kepala. "Hey anak muda, apa sebenarnya maksudmu...................?"
"Beng loko bukan orang-orang dari golongan iblis,
sekalipun dia tampil sebagai saksi namun belum tentu ada
orang yang percaya maka menurut pendapat boanpwe, paling
baik lagi jika dipihak kaum iblispun ada yang mau tampil
sebagai saksi..............."
"Lote, bagaimana kalau Siau Lun yang tampilkan diri?"
"Sudah pasti orang akan puas!"
"Kalau begitu biar aku yang menghubungi Siau loko
nanti......................." Beng Pak tim berjanji.
"Apakah Siau Lun juga datang..........?"
"Bagus sekali, ini yang dinamakan kaum iblis berpesta
pora.........................." seru kakek latah awet muda sambil
tertawa tergelak. Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek latah awet muda
berkata dengan kening berkerut:
"Cebol Beng, darimana kau tahu kalau keempat kasus
berdarah itu merupakan hasil karya mereka?"
@oodwoo@ Jilid 42 Tmt "KIT PUT SHIA sendiri yang mengungkap persoalan itu
kepada kami, aku rasa tak bakal keliru lagi."
"Beng tua, apa sebabnya Kit Put Shia menyinggung
kembali peristiwa berdarah yang dilakukannya secara bersih
dan rapi itu kepada orang luar" Apakah dia tidak kuatir rahasia
tersebut sampai bocor dan diketahui oleh golongan putih"
Lagipula menurut pengetahuan boanpwe, Kim-teng-sin-oh
yang terbunuh tak lain adalah istri Kit Put-shia sendiri.................."
"Lote hanya tahu satu tak tahu yang lain, tak heran bila kau
tak percaya. Perlu diketahui tindakanku memberitahukan
persoalan ini kepada kalian sesungguhnya merupakan
tindakan menyerempet bahaya..........."
"Ooh......." Oh Put Kui sangat terkejut.
Sebaliknya Kakek latah awet muda berseri pula tanpa
terasa: "Siapa yang mampu merenggut selembar nyawamu?"
"Kecuali tuan putri ke dua Cu Yu-hun, siapa lagi yang
sanggup berbuat begitu?"
Oh Put Kui tertegun dan untuk beberapa saat lamanya tak
mampu bersuara. Sebaliknya Kakek latah awet muda berseru pula dengan
perasaan tercengang: "Jadi sipenyelenggara pertemuan ini bukan Kit Put-shia?"
"Bukan, Kit Put-shia cuma anak buahnya yang paling
diandalkan..........."
Tiba-tiba Oh Put Kui berseru:
"Beng tua, tahukah kau bahwa Cu Yu-hun selalu mencatut
nama Thian-hian Huicu selama ini?"
"Yaa aku tahu, dia sendiri tak pernah menyangkal akan
perbuatannya itu." "Betulkah demikian" Tapi........... bagaimana caranya untuk
menguasai kalian sehingga kalian mau menuruti perintahnya"
Disamping itu, kalau ku dengar dari pembicaraanmu barusan,
tampaknya Cu Yu-hun seperti mempunyai kemampuan untuk
membinasakan kalian. Peristiwa ini sangat mengherankan,
sebetulnya tindakan apakah yang telah dipergunakan
olehnya" Kalau dibilang mengandalkan ilmu silat, rasanya hal
ini susah untuk dipercaya."
"Haaaaaaaaaaaaahhhh...........
haaaaaaaaahhhhhh..........
haaaaaaaahhhhhh...... dugaan lote memang tepat sekali, dia
memang tidak mengandalkan ilmu silat untuk menguasai
kaum iblis tersebut."
"Cebol Beng," tiba-tiba Kakek latah awet muda menyela
pula, "kalau memang bukan ilmu silat yang diandalkan, lantas
apa yang dia andalkan" Aku tidak percaya kalau dia sanggup
berbuat sesuatu didalam tubuh kalian semua."
Walaupun Beng Pek-tim berada dalam keadaan begitu, dia
tertawa tergelak juga setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya: "Semestinya Cu Yu-hun memang tak akan mampu berbuat
sesuatu didalam tubuh siaute, tapi didalam kenyataannya aku
memang sudah termakan oleh serangan bokongan dari budak
tersebut sehingga mau tak mau harus menuruti perintahnya."
"Betulkah demikian" Tapi........... bagaimana caranya untuk
menguasai kalian sehingga kalian mau menuruti perintahnya"
Disamping itu, kalau ku dengar dari pembicaraanmu barusan,
tampaknya Cu Yu-hun seperti mempunyai kemampuan untuk
membinasakan kalian. Peristiwa ini sangat mengherankan,
sebetulnya tindakan apakah yang telah dipergunakan
olehnya" Kalau dibilang mengandalkan ilmu silat, rasanya hal
ini susah untuk dipercaya."
"Haaaaaaaaaaaaahhhh...........
haaaaaaaaahhhhhh..........
haaaaaaaahhhhhh...... dugaan lote memang tepat sekali, dia
memang tidak mengandalkan ilmu silat untuk menguasai
kaum iblis tersebut."
"Cebol Beng," tiba-tiba Kakek latah awet muda menyela
pula, "kalau memang bukan ilmu silat yang diandalkan, lantas
apa yang dia andalkan" Aku tidak percaya kalau dia sanggup
berbuat sesuatu didalam tubuh kalian semua."
Walaupun Beng Pek-tim berada dalam keadaan begitu, dia
tertawa tergelak juga setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya: "Semestinya Cu Yu-hun memang tak akan mampu berbuat
sesuatu didalam tubuh siaute, tapi didalam kenyataannya aku
memang sudah termakan oleh serangan bokongan dari budak
tersebut sehingga mau tak mau harus menuruti perintahnya."
"Serangan apakah itu sehingga membuat jago lihay macam
kaupun kehabisan daya?"
"Racun Tok-ku dari wilayah Biau!"
Kakek latah awet muda benar-benar mengerutkan dahinya,
dia tak mengira kalau lawan akan mempergunakan racun
yang paling keji dari wilayah Biau itu.
Sebaliknya Oh Put Kui segera bertanya sambil tertawa
hambar: "Beng tua, tahukah kau jenis racun tok-ku apakah yang
telah ditanamkan Cu Yu-hun kedalam tubuhmu?"
"Untuk menghadapi manusia macam diriku ini, kecuali
menggunakan racun Kim-jian-tok-ku dari ular sutera emas,
racun apa pula yang dapat bereaksi dalam tubuhku?"
"Beng tua, kebetulan sekali boanpwe mempunyai
kemampuan untuk memunahkan pengaruh racun itu,
bagaimana kalau kubantu dirimu untuk mencabutnya keluar
lebih dulu?" "Sungguh?" seru Beng-pek-tim dengan wajah berseri.
"Buat apa boanpwe mesti bergurau denganmu" Tentu saja
sungguh............"
Beng Pek-tim segera tertawa tergelak-gelak:
"Haaaahhhh....... haaahhhh....... hhaaaaahhhhh.......... asal
lote benar-benar memiliki kemampuan tersebut, urusan
menjadi lebih muda lagi untuk diselesaikan, sekarang belum
waktunya untuk memunahkan racun itu."
"Kenapa?" tanya kakek latah awet muda sambil tertawa,
"cebol Beng, siapa yang melepaskan racun itu" Apakah Cu
Yu-hun sendiri?" "Bukan! Tapi Cu Yu-hun sendiripun pandai melepaskan
racun tok-ku, bila racunku dipunahkan sekarang, bukankah
tindakan ini sama artinya dengan menggebuk rumput
mengejutkan sang ular?"
"Apabila aku bisa menangkap orang yang melepaskan
racun tok-ku tersebut, bukankah semua urusan akan beres
dengan sendirinya?" Beng Pek-tim tertawa. "Soal ini tak perlu Ban loko risaukan, tay-gi sangjin serta
Thian-liong sangjin telah berangkat ke wilayah Biau, mungkin
pada tanggal satu nanti mereka sudah muncul kembali di Cilian-san." "Benarkah itu?" seru Oh Put Kui gembira, "Beng tua,
benarkah kedua suhu boanpwe telah pergi?"
"Buat apa aku mesti bohong" Lote, pembunuh dari
keempat kasus pembunuh berdarah serta pembunuh dari Lan
Hong tak lain adalah Wi Thian-yang......"
"Jadi benar-benar dari perbuatan Wi Thian-yang?" seru Oh
Put Kui tertahan, tubuhnya seperti disambah geledek disiang
hari bolong. "Yaaa, dia adalah biang keladinya, sedang beberapa orang
pembantunya terdiri dari Siau Yau dan Kit Put Shia sendiri.
Kuharap dalam pertemuan puncak tanggal satu bulan enam
nanti, Ban Loko dan Oh lote jangan sampai salah menuduh
orang baik..........."
Oh Put Kui segera merasakan darah didalam tubuhnya
mendidih keras, kalau bisa dia ingin mencari Wi Thian-yang
sekarang juga untuk beradu jiwa dengannya.
Kakek latah awet muda yang menyaksikan tingkah lakunya
itu kontan saja menegur sambil tertawa:
"Anak muda, tunggulah satu hari lagi, sekarang kita harus
kembali dulu untuk merundingkan persoalan ini dengan semua
kawan.........." Begitu selesai berkata mendadak ia totok jalan darah Oh
Put Kui untuk mencegah gejolak emosi yang kelewat batas
bakal melukai isi perutnya, setelah membopongnya dia baru
berkata kepada Beng Pek-tim:
"Nah cebol, sampai jumpa dalam pertemuan puncak
tanggal satu nanti........"
Tubuhnya segera berkelebat balik ke kuil Tay-kong-si.
Tengah hari tanggal satu bulan enam telah tiba. Ditanah
lapang didepan kuil Tay-kong-si telah dibangun sebuah
panggung seluas beberapa kaki dengan lebar puluhan kaki.
Diatas panggung pada bagian belakang disediakan sederet
kursi, pada kursi utama duduklah seorang perempuan cantik
berbaju putih. Dihadapannya berderet pula belasan buah
kursi. Diantara deretan kursi itu duduklah Kit Put Shia, Siau Hian,
Siau Yau dan sekalian jago-jago kaum sesat.
Wi Thian-yang sendiri justru berdiri disamping perempuan
cantik berbaju putih itu.
Dibawah panggung inilah kawanan jago dari berbagai
golongan berkumpul. Disebelah kanan panggung tersedia pula lima buah meja
besar, disekeliling meja duduklah Thian-hian Huicu, Honggwa-sam-sian, Thian-tok-siang-coat, Bu-lim-jit-seng, Kakek
latah awet muda, pengemis pikun, Oh Put Kui, Nyoo Siausian, Kiau Hui-hui, Liok lim bengcu Im Tiong-hok serta para
wakil dan tianglo dari lima partai serta aliran lainnya.
Sebagai pemimpin dari rombongan besar ini tak lain adalah
Thian-hian Huicu. Persis pada tengah hari, mercon dibunyikan berdentumdentum, lalu tampak Kit Put Shia bangkit berdiri.
Sambil melangkah kedepan sambil membawa sebuah poci
emas, dia berseru sambil tertawa lantang:
"Kit Put Shia menyampaikan salam kepada segenap sobat
dan rekan-rekan dunia persilatan yang telah berkumpul disini
hari ini............."
Kemudian setelah tertawa nyaring, dia melanjutkan:
"Selama ribuan tahun lamanya, kaum putih dan kaum hitam
didalam dunia persilatan selalu hidup bermusuhan bagaikan
air dan api, selama ini pula belum pernah ada seorang tokoh
yang mampu menaklukkan jago-jago dari kedua belah pihak
serta mempersatukan mereka dalam suatu wadah yang penuh
kedamaian.......... Semenjak aku she Kit berdiam di Ci-liansan, hampir selama tiga puluh tahun lamanya kucoba berpikir
dan mencari jalan untuk mewujudkan harapan tersebut, aku
ingin hidup secara damai dan berdampingan diantara sesama
golongan, tapi sayang kemampuan terbatas sehingga cita-cita
ini tak pernah terwujud! Untunglah pada tahun berselang dua
bersaudara Siau serta dua bersaudara cengeng dan tertawa
bersedia membantu usaha kami untuk mewujudkan cita-cita
tersebut, itulah sebabnya pertemuan puncakpun diselenggarakan pada hari ini............."
"Selama ribuan tahun lamanya, kaum putih dan kaum hitam
didalam dunia persilatan selalu hidup bermusuhan bagaikan
air dan api, selama ini pula belum pernah ada seorang tokoh
yang mampu menaklukkan jago-jago dari kedua belah pihak
serta mempersatukan mereka dalam suatu wadah yang penuh
kedamaian.......... Semenjak aku she Kit berdiam di Ci-liansan, hampir selama tiga puluh tahun lamanya kucoba berpikir
dan mencari jalan untuk mewujudkan harapan tersebut, aku
ingin hidup secara damai dan berdampingan diantara sesama
golongan, tapi sayang kemampuan terbatas sehingga cita-cita
ini tak pernah terwujud! Untunglah pada tahun berselang dua
bersaudara Siau serta dua bersaudara cengeng dan tertawa
bersedia membantu usaha kami untuk mewujudkan cita-cita
tersebut, itulah sebabnya pertemuan puncakpun diselenggarakan pada hari ini............."
Berbicara sampai disitu Kit Put-shia berhenti sejenak dan
memandang sekejap kearah tiga dewa sekalian kemudian
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lanjutnya: "Aku she Kit yang berasal dari golongan sesat, tentu saja
tak akan mengaku golongan putih, sebab itu dalam pertemuan
inipun aku tak ingin melampaui wewenangku dengan terpaksa
memakai sebutan 'Sejuta iblis sehati' untuk pertemuan hari ini.
Tapi tujuan yang sebenarnya bukanlah ingin membentuk
semacam perkumpulan kaum iblis atau sebangsa Mo Kau,
sebaliknya aku justru berharap kawan-kawan dunia persilatan
mau melepaskan dendam sakit hati masing-masing dan hidup
berdampingan secara damai mulai saat ini, bila ada yang
berusaha menentang usul ini, terpaksa aku she Kit
sekalianpun akan membekuknya dengan kekerasan..............."
"Aku she Kit yang berasal dari golongan sesat, tentu saja
tak akan mengaku golongan putih, sebab itu dalam pertemuan
inipun aku tak ingin melampaui wewenangku dengan terpaksa
memakai sebutan 'Sejuta iblis sehati' untuk pertemuan hari ini.
Tapi tujuan yang sebenarnya bukanlah ingin membentuk
semacam perkumpulan kaum iblis atau sebangsa Mo Kau,
sebaliknya aku justru berharap kawan-kawan dunia persilatan
mau melepaskan dendam sakit hati masing-masing dan hidup
berdampingan secara damai mulai saat ini, bila ada yang
berusaha menentang usul ini, terpaksa aku she Kit
sekalianpun akan membekuknya dengan kekerasan..............."
Setelah berhenti sejenak dan tertawa, diapun meneruskan:
"Atau mungkin juga ada banyak sobat yang hadir didalam
arena ini tak setuju dengan pandanganku ini, maka akupun
dapat memberitahukan kepada kalian bahwa yang dimaksud
tak boleh saling bermusuhan lagi adalah setelah pertemuan ini
selesai diselenggarakan, karenanya aku serta saudara Siau
sekalian bersedia menjadi saksi dalam penyelesaian tersebut!"
Begitu Kit Put-shia selesai berkata, tampak sorak yang
gegap gempita segera bergema dari bawah panggung.
Sebaliknya Oh Put Kui tertawa dingin, gumamnya:
"Hmmmm....... pandai amat bajingan tua itu berpidato........"
Semenatara itu Kit Put Shia telah berkata lebih lanjut:
"Berhubung tempat tinggal aku jauh dari kota, maaf bila
tiada hidangan mewah yang dapat disuguhkan, harap kalian
mau bersantap seadanya untuk bersama-sama meramaikan
pertemuan ini." Kemudian dia berkata kembali:
"Jika genta dibunyikan tiga kali nanti, sahabat yang
mempunyai persoalan atau perselisihan tak ada salahnya
untuk naik kepanggung sambil mengemukakan alasannya.....
bahkan mereka yang mempunyai permusuhan dengan diriku
pun dipersilahkan naik keatas panggung.........."
Setelah berbicara sampai disitu, ia tertawa tergelak dan
pelan-pelan mengundurkan diri dari situ.
Tak lama kemudian suara gentapun dibunyikan tiga kali.
"Taaaaaang........ taaaaaaaaang........ taaaaaaaaang........"
Pada saat genta terakhir berbunyi, dua sosok bayangan
manusia telah melompat naik keatas panggung.
Diluar dugaan, ternyata orang yang naik keatas panggung
adalah pemilik perkampungan Tang-mo-san-ceng, yaitu Hoatay-siu suami istri. Kakek latah awet muda segera berkata kepada Oh Put Kui:
"Anak muda, mengapa a-ik dan ik-thio mu datang juga
kemari?" Rupanya tak lama setelah Oh Put Kui meninggalkan
perkampungan Tang-mo-san-ceng itu, dia baru mendapat
tahu kalau Hoa hujin Hoa Ting-go adalah a-ik nya.
Mendengar ucapan mana, dia segera tertawa:
"Ban tua, demi nama baik perkampungannya sebagai
perkampungan pembasmi iblis, mau tak mau mereka harus
datang kemari." Baru selesai dia berkata, Hoa-tay-siu yang berada
dipanggung telah menunding kearah Kit Putshia sambil
berseru: "Saudara Kit, aku orang she Hoa ingin memohon keadila
dari Siau Hian dan Siau Yau dua bersaudara."
Kit Put-Shia tertawa ewa.
"Saudara Hoa bersedia muncul pada babak pertama, lagi
pula langsung mencari penyelenggara pertemuan ini, boleh
dibilang kejadian ini patut digirangkan, tapi perselisihan
apakah yang telah terjalin antara saudara Hoa dengan
saudara Siau" Harap kau kemukakan kepada umum,
sehingga dua bersaudara cengeng dan tertawa bisa
memberikan pertimbangan secara adil..........."
Sementara itu Siau hian telah tampil ketengah panggung
dengan langkah lebar. Sebaliknya si jago pemabuk dari loteng merah Siau Yau
dengan langkah yang lembut dan menggoyang-goyangkan
kipas kertasnya, pelan-pelan berjalan menuju kehadapan
suami istri she Hoa ini. Siau Hian tertawa pelan, kemudian berseru:
"Saudara Hoa menuduh kami dua bersaudara Siau
mempunyai perselisihan denganmu, sesungguhnya perselisihan apakah yang kau maksudkan" Seingatku,
rasanya diantara kita berempat, tak pernah terjalin
perselisihan apa pun."
"Siau Hian," seru Hoa Tay-siu dengan kening berkerut,
"antara aku dengan kau memang tak ada perselisihan apaapa, tapi aku hendak menuntut balas bagi beberapa orang
jago persilatan yang telah tewas ditanganmu."
Mendengar ucapan mana Siau Hian segera tertawa
terbahak-bahak: "Haaahhh....... haaahhhh......... haaahhh...... rupanya saudara Hoa sedang mewakili orang lain, tapi siapa-siapa saja
yang menurut saudara Hoa telah tewas ditanganku" Aku ingin
tahu manusia manakah yang begitu berharga bagi kalian
sehingga kamu berdua tak segan-segan datang mewakilinya?"
Hoa Tay-siu tertawa dingin.
"Aku datang kemari hendak menuntut keadilan bagi
kematian dari Hu mo suthay dari Cing-shia-pay, Kim-teng-sinoh dari Go-bi-pay dan Leng Hong-bin suami istri dari kebun
Cay-wi-wan." Siau Hian nampak tertegun setelah mendengar ucapan
tersebut, dia segera berseru:
"Mengapa saudara Hoa menuduh kasus-kasus pembunuhan berdarah itu merupakan hasil karya kami"
Apakah saudara Hoa telah dihasut seseorang........." Kalau
tidak mengapa kau sembarangan menuduh tanpa disertai
bukti?" Sementara itu Siau Yau telah mengulumkan senyum
liciknya diujung bibir, tapi selain Oh Put Kui serta Kakek latah
awet muda, rasanya orang lain tak akan memperhatikan hal
itu. Sementara itu Hoa Tay-siu telah berkata lagi dengan suara
dingin: "Orang she Siau, bila aku tanpa bukti, tak nanti kami akan
kemari untuk mencari kalian."
Sambil berkata dia merogoh sakunya dan mengeluarkan
selembar kain kumal, kemudian serunya lagi sambil tertawa
dingin: "Siau Hian, kau boleh periksa sendiri benda tersebut."
Dengan kening berkerut Siau hian menerima kain kumal itu
serta diperhatikan dengan seksama.
mendadak gembong iblis ini mengerutkan dahinya semakin
kencang, lalu sambil menarik muka bentaknya:
"Saudara Hoa, tulisan siapakah ini?"
"Tulisan dari Kim-teng-sin-oh, apakah keliru" Kau anggap
tulisan yang mengatakan Loteng Keng-thian-lo Siau tersebut
masih belum cukup membuktikan bahwa pembunuhnya
adalah kalian berdua?"
Lima orang ciangbunjin yang pernah memeriksa ditempat
kejadian setelah peristiwa berdarah itu berlangsung menjadi
tertegun setelah melihat kejadian tersebut, padahal sewaktu
melakukan pemeriksaan dulu, mereka sama sekali tak
berhasil menemukan tanda-tanda apapun.
Lantas darimanakah Hoa Tay-siu bisa memperoleh
robekan kain kumal itu"
Mendadak terdengar Siau Hian bertanya sambil tertawa:
"Saudara Hoa, darimana kau peroleh sobekan kain kumal
tersebut?" "Siau Hian, jika tak ingin diketahui perbuatannya, lebih baik
janganlah berbuat," seru Hoa Tay-siu sambil tertawa dingin,
"sehari setelah kalian melakukan perbuatan tersebut, secara
kebetulan Thian-liong-sang-jin melewati kota Kim-leng dan
berhasil mendapatkan barang bukti itu. Nah Siau-hian, apakah
kalian masih ingin menyangkal?"
Siau Hian segera melemparkan robekan kain kumal itu
kearah Hoa Tay-siu, kemudian setelah tertawa tergelak,
ujarnya: "Saudara Hoa, kalau memang Thian-liong-sang-jin yang
menemukan benda tersebut, aku rasa hal ini tak bakal salah
lagi, tapi akupun perlu memberitahukan kepada saudara Hoa,
disaat Kim-teng-sin-oh terbunuh, aku sedang bertamu di gua
setannya si kakek cengeng beralis putih Ciu loko......"
Dengan dikemukakannya alibi tersebut sudah jelas hal
mana tak bisa diragukan lagi, sebab si kakek cengeng beralis
putih Ciu Hway-wan telah bangkit berdiri serta memberikan
kesaksian baginya. Memang selama beberapa bulan lamanya pada tahun
berselang, mereka sedang berada dalam goa setan dan
bersama-sama menyelidiki sejenis ilmu silat.........
Mungkin orang lain tak akan percaya dengan keterang
tersebut, namun bagi pendengaran Hoa Tay-siu sekalian mau
tak mau mereka harus percaya juga.
Sebab bagi mereka semacam Siau Hian, dia pasti berani
berbuat berani pula bertanggung jawab.
Dengan kening berkerut Hoa Tay-siu segera bergumam.
"Mungkinkah Sin-oh telah salah lihat..........?"
"Mungkin juga........." jawab Siau Hian sambil tertawa.
Mendadak Nyonya Hoa Tay-siu, si dewi dari nirwana Lan
Tin-go maju kedepan dan berseru sambil tertawa:
"Siangkong, jangan-jangan yang dimaksud adalah pemilik
gedung Keng-thian-lo, Siau Yau?"
Sementara Hoa Tay-siu masih tertegun, si jago pemabuk
dari loteng merah Siau Yau telah tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaaahhh.............
haaaaaaaaaaahhh...............
haaaaaaaaaahhh......... bagaimanapun juga Hoa hujin memang jauh lebih teliti, Hoa Tay-siu, selama puluhan tahun
ini kau cuma hidup dengan sia-sia, masa berapa tulisan itupun
tak mampu kau pecahkan" Benar-benar menggelikan hati."
Kontan saja Hoa Tay-siu membentak gusar:
"Siau Yau, rupanya kaulah pembunuhnya."
"Haaaaaaahhhh.........
haaaaaaaahhhh......... haaaaaaahhhhh........... kalau benar mau apa" APakah kalian
she Hoa berdua akan membalas dendam bagi kematiannya?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Hoa Tay-siu setelah
mendengar perkataan tersebut, segera bentaknya:
"Orang she Siau, aku akan mencincang tubuhnya menjadi
berkeping-keping untuk membalaskan dendam bagi kematian
mereka!" Sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilontarkan
kearah depan.......... Siau Yau kembali tertawa tergelak, dia membuat sebuah
lingkaran dengan kedua belah tangannya kemudian berseru:
"Lebih baik kalian berdua maju bersama-sama saja, adik
Hian kau menyingkir dulu."
Siau Hian menurut dan segera mengundurkan diri.
Sebaliknya Lan Tin-go mengayunkan pula telapak
tangannya, bersama-sama suaminya mengerubuti Siau Yau
seorang. Pertarungan yang kemudian berlangsung benar-benar
amat seru, biarpun Siau Yau mesti menghadapi dua orang
sekaligus, nyatanya dia masih mampu melepaskan serangan
yang mematikan. Oh Put Kui yang menyaksikan jalannya pertarungan itu
segera berkerut kening, mendadak bisiknya kepada Kakek
latah awet muda: "Ban tua, ilmu silat yang dimiliki gembong iblis tua ini
kelewat tangguh, perlukah aku tampilkan diri?"
"Anak muda, gurumu belum datang, lebih baik jangan
bertindak gegabah," cegah Kakek latah awet muda dengan
cepat. "Tapi bagaimana seandainya A-ik dan Ik-thio terancam oleh
bahaya maut?" "Kau tak usah kuatir, aku pasti akan menampilkan orang
lain untuk membantunya."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, Hoa Tay-siu
suami istri telah berulang kali terancam bahaya maut.
Dengan perasaan terkejut cepat-cepat Kakek latah awet
muda berseru keras: "Kemanakah ciangbunjin dari Siau-lim-pay, Bu-tong-pay,
Hoa-san-pay serta Go-bi-pay" Kalian merupakan saksi yang
menyaksikan peristiwa berdarah itu, sekarang pembunuhnya
sudah muncul, mengapa kalian tidak segera naik ke panggung
untuk membekuknya?" Begitu seruan bergema, beberapa orang ciangbunjin itu
segera menyadari apa yang mesti diperbuat.
Hui-sin Taysu segera berseru memuji keagungan Budha,
kemudian menerjang lebih dulu keatas panggung.
Disusul kemudian Hian-hek cinjin dari Bu-tong-pay, Bwee
Kun-peng dari Hoa-san-pay dan Wici BIn dari Kay-pang
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersama-sama melompat naik keatas panggung.
Begitu tiba di panggung, Hui-sin taysu segera berseru
sambil mendengus dingin: "Ho sicu, lolap sekalian sudah kelewat lama dibodohi oleh
Siau sicu, kejadian ini benar-benar membuat kami tak terima,
bagaimana jika persoalan ini diserahkan saja penyelesaiannya
kepada lolap sekalian...........?"
Mendengar seruan itu, Hoa Tay-siu suami istri secara
beruntun melancarkan tiga buah pukulan dan dua tendangan
kilat, kemudian sambil melompat mundur dari arena, katanya:
"Kalau memang Ciangbunjin berpendapat demikian, tentu
saja kami akan turut perintah."
Selesai berkata merekapun melompat turun kebawah
panggung. Dengan ditemukannya pembunuh yang asli, maka Hoa-taysiu pun berhasil mencapai keinginannya untuk membasmi
kaum iblis dari muka bumi, maka tindakan mereka yang
mengundurkan diri dari arenapun tidak sampai menimbulkan
ejekan orang. Dalam pada itu keempat ciangbunjin ditambah seorang
tianglo yang berada diatas panggung telah mengurung Siau
Yau rapat-rapat. Siau Yau sendiri sama sekali tak nampak takut atau gentar,
dia malahan berdiri tak berkutik sambil tertawa dingin tiada
hentinya. "Siau sicu," Cui sian sangjin dari Go-bi-pay segera
menegur, "sudah hampir dua puluh tahun lamanya aku tak
pernah melanggar pantangan membunuh, tapi hari ini
terpaksa harus kulanggar kembali, semoga siau sicu bisa
baik-baik menjaga diri.........."
Begitu selesai berkata, ujung bajunya segera dikebaskan
kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat ketubuh Siau
Yau. Terkesiap juga Siau Yau menghadapi ancaman tersebut,
cepat-cepat dia menghindarkan diri sejauh lima langkah lebih.
Begitu dia berkelit, tubuhnya menjadi berdiri dihadapan
Wici Bin, dengan kening berkerut Wici Bin segera melepaskan
sebuah pukulan juga sambil membentak:
"Gembong iblis, serahkan nyawamu!"
Siau Yau tertawa seram, dia tidak menghindar, kali ini
disambutnya ancaman dari Wici BIn itu dengan kekerasan.
Jangan dilihat dia tak berani menyambut serangan dari Cuisian sangjin, tapi terhadap ancaman dari Wici Bin sama sekali
tak dipandang sebelah matapun.
Begitu sepasang telapak saling beradu, Wici Bin segera
terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih.
Pada saat itulah mendadak Kit Put-shia tampil kedepan
dengan langkah lebar, serunya kemudian:
"Empat orang ciangbunjun mengerubuti saudara Siau
seorang, rasanya tindakan ini kurang adil, mari, mari, biat
akupun ikut membantu saudara Siau."
Begitu selesai berkata, dia lantas melepaskan sebuah
pukulan dahsyat kearah ketua Siau Lim-pay dan ketua Butong-pay. Dalam waktu singkat ketujuh orang itu sudah terlibut dalam
suatu pertempuran yang amat seru.
Siau Hian sendiri hanya berdiri ditepi arena tanpa berbicara
maupun bergerak barang sedikitpun jua.
Oh Put kui yang melihat hal ini segera berkata sambil
tertawa: "Ban tua, apa yang terjadi" Mengapa Siau Hian tidak turut
terlibat dalam pertarungan itu?"
Kakek latah awet muda tertawa.
"Anak muda, Siau Hian bukan orang jahat, tentu saja dia
tak sudi turun tangan."
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi sambil
tertawa tergelak. "Nah, kau boleh naik kepanggung sekarang, kedua orang
suhumu sudah datang."
"Dimana?" tanya Oh Put Kui tertegun.
"Sudahlah tak usah banyak bicara lagi, pokoknya kau
hanya tahu naik kepanggung."
Mendadak Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang
kali, ujarnya: "Ban tua, boanpwe mesti menggunakan alasan apa untuk
naik kepanggung?" "Terserah alasan apapun yang hendak kau gunakan,
asalkan kau bisa menumbangkan pamor dari beberapa orang
tua bangka tersebut, bahkan biar kau mesti melukai perasaan
kelima orang ciangbunjin itupun tidak menjadi soal."
Oh Put Kui termenung sebentar, lalu sahutnya sambil
tertawa: "Baiklah!" Selesai berkata, dia segera melejit ketengah udara,
bersamaan itu pula bentaknya:
"Tahan!" Bentakan keras yang menggelegar bagaikan guntur ini
seketika mengejutkan tujuh orang yang sedang bertarung itu
sehingga masing-masing menghentikan serangannya.
Secepat kilat Oh Put Kui melayang turun ditengah arena,
lalu bentaknya lagi: "Harap para ciangbunjin mundur dulu kebelakang, aku ingin
menyelesaikan sedikit perselisihan dulu dengan keduan orang
gembong iblis tersebut........."
Tidak menunggu beberapa orang ciangbunjin itu menjawab, dia telah berpaling seraya menyapa:
"Kit shiacu, baik-baikkah kau?"
Dikala melihat Oh Put Kui tampilkan diri tadi, Kit Pus Shia
sudah merasa berdebar hatinya, mendengar teguran itu
terpaksa sahutnya sambil tertawa paksa:
"Ooh, rupanya Oh sauhiap..... maaf kalau aku kurang
hormat!" Mendadak Siau Yau melotot besar seraya membentak
marah: "Hay anak muda, siapakah kau" Aku belum pernah
bertemu muka denganmu, darimana datangnya perselisihan
diantara kita?" Oh Put Kui tertawa tergelak:
"Aku bernama Oh Put Kui, dengna anda memang tak
pernah terjalin perselisihan apapun, tapi aku ingin sekali
menyelidiki suatu persoalan darimu, apakah kau bersedia
memberi jawaban?" Siau Yau tertawa dingin: "Aku berani mengakuinya bahwa ketiga kasus berdarah itu
merupakan hasil perbuatanku, persoalan apa lagi yang tidak
berani aku katakan.........."
"Bagus sekali, kalau begitu aku dapat mempercayai
perkataanmu itu............."
Setelah berhenti sejenak, dia lantas menggapai kearah raja
setan penggetar langit Wi Thian-yang yang berdiri disamping
perempuan berbaju putih dibelakang punggung itu, lalu
serunya: "Wi Thian-yang, bagaimana kalau kau pun kemari?"
wi Thian-yang nampak tertegun setelah mendengar teguran
itu, tanpa terasa dia memandang sekejap kearah perempuan
cantik berbaju putih itu.
Setelah perempuan cantik berbaju putih itu mengangguk,
Wi Thian-yang baru maju kedepan dengan langkah lebar.
"Lote, ada urusan apa kau mencariku?" tegurnya.
"Apakah kau adalah jelmaan dari Nyoo Thian-wi?" tanya
Oh Put Kui sambil tertawa.
Pertanyaan yang diajukan secara langsung ini seketika
mengejutkan semua jago yang berada dibawah panggung,
dengan penuh perhatian semua orang mengalihkan pandangannya kewajah Wi Thian-yang, menantikan jawaban
darinya. Wi Thian-yang tidak nampak kaget atau tercengang
menghadapi pertanyaan tersebut, sahutnya sambil tertawa:
"Lote, bila ingin mencari orang yang paling pandai dalam
dunia persilatan saat ini, mungkin lotelah orangnya."
Dengan jawaban tersebut, sama saja artinya bahwa dia
telah mengakui kalau perkataan dari Oh Put Kui itu memang
benar. Tak heran kalau suasana dibawah panggung menjadi amat
gaduh karena gempar. Nyoo Siau-sian yang duduk disamping Kiau Hui-huipun
nampak berubah menjadi pucat pias, lalu meledaklah isak
tangisnya yang amat memilukan hati.
Sementara itu Oh Put Kui telah tertawa hambar.
"Ucapan mu kelewat memuji, ada satu persoalan lagi ingin
juga kutanyakan kepadamu."
"Silahkan bertanya!"
"Pek-ih-hud Lan lihiap apakah juga tewas ditanganmu?"
Ketika mendengar pertanyaan tersebut, Wi Thian-yang
memandang sekejap kearah Kit Put Shia serta Siau-Yau, lalu
jawabnya sambil tertawa pula:
"Lote, Lan Hong memang tewas ditanganku, darimana kau
bisa tahu.........?"
Perasaan Oh Put Kui waktu itu benar-benar sakit sekali,
hatinya seperti diiris-iris dengan pisau tajam, namun perasaan
mana sama sekali tidak ditampilkan diatas wajahnya, dia
malahan tersenyum. "Titik terang ini berhasil kutemukan dari loteng Seng-sim-lo
digedung Sian-hong-hu mu itu, cuma aku tak percaya kalau
kau seorang mampu melakukan hal tersebut!"
Belum selesai dia berkata, Siau Yau telah menyela sambil
Istana Kumala Putih 10 Han Bu Kong Karya Tak Diketahui Pertemuan Di Kotaraja 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama