Ceritasilat Novel Online

Naga Sakti Sungai Kuning 4

Naga Sakti Sungai Kuning Huang Ho Sin-liong Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
kebaikan rakyat! Keduanya jelas mempunyai tujuan yang baik.
Akan tetapi mengapa mereka sampai bermusuhan walaupun mempunyai tujuan yang sama, yaitu demi kebaikan rakyat"
Karena cara Mereka untuk melaksanakan tujuan itu yang berbeda, bahkan bertentangan! Kali nn lupa bahwa yang terpenting bukanlah tujuannya, melainkan caranya, pelaksanaannya!
Pelaksanaan inilah perbuatan, inilah kehidupan, sedangkan cita-cita dan tujuan itu hanyalah khayalan belaka. Yang harus diperhatikan justeru pelaksan ini, justeru cara yang melahirkan perbuatan ini. Apapun tujuannya betapa luhur cita-citanya, kalau dilaksanakan dengan cara yang tidak benar, akhirnya akan melahirkan hal yang tidak benar pula! Nah, sekarang kalian sudah melihat bahwa tujuan kalian sama, mengapa tidak mencari persamaan pula dalam cara melaksanakannya?"
Kedua pihak yang mendengarkan menjadi tertarik dan semakin tergugah kesadaran mereka.
"Siancai ....., memang Hek-bin Hwesio hanya mukanya saja, hanya kulitnya saja yang hitam! Akan tetapi isinya alangkah putih bersihnya! Nah, kalian semua sudah mendengar dan pinto akan merasa heran kalau belum juga terbuka mata batin kalian. Mata batin baru dapat terbuka kalau batin itu sendiri bebas 'dari segala bentuk kotoran, dan batin bersih dan bebas kalau di situ sudah tidak ada lagi penonjolan si-aku dengan segala dendam kebenciannya, iri hatinya, kecewaannya, harapan-harapannya kekuasaannya, dan segala macam kepentingan diri sendiri. Nah, marilah mulai detik ini kita buang jauh-jauh segala rasa dendam dan kebencian, seolah-olah semua itu telah mati dan kita hidup ba ru dengan segala kebersihan dan kebebas-batin!"
Kini semua orang dari kedua pihak itu bangkit dan saling menghampiri, tanpa diberi contoh lagi, dengan spontan mereka saling memberi hormat, saling memberi maaf dan saling mengaku salah, dipelopori oleh Thian Gi Hwesio dan
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
tosu berjenggot yang tadi menjadi lawannya. Melihat ini, Pek I Tojin dan Hek-bin Hwesio menjadi girang sekali dan mereka berdua lalu saling bergantian memberi wejangan-wejangan kepada lebih dari tiga puluh orang itu.
Hidup adalah belajar. Belajar adalah hidup. Mempelajari isi kehidupan ini tidak seperti mempelajari suatu ilmu pe?ngetahuan yang harus dihafaldan ulang-ulang. Hidup bukanlah suatu perulangan sehari-hari. Hidup seperti sungai mengalir, seperti awan berger diangkasa, setiap saat berubah, setiap detik berbeda. Tidak mungkin mengambarkan kehidupan sebagai sesuatu yang mati, sesuatu yang mandek.
Mempelajari hidup berlaku selama hidup sendiri. Dengan membuka mata. Dengan pengamatan yang penuh
kewaspadaan, penuh perhatian. Bukan dengan menjiplak pelajaran yang sudah ada, karena penjiplakan adalah pemaksaan dan karenanya palsu, betapapun baik nampaknya.
Dan yang palsu itu, betapapun indah kelihatannya, tetap saja palsu dan karenanya tidak wajar lagi, tidak bersih lagi Kebaikan tidak mungkin dapat dipelajari, tidak mungkin dapat dihafalkan. Kebaikan yang dipelajari dan dihafalkan, hanyalah suatu kemunafikan suatu kepalsuan karena kebaikan perti itu pasti berpamrih.Dan pamrih ingin baik, dan kalau yang ingin baik itu si-aku, sudah pasti karena si-aku melihat suatu keuntungan dalam kebaikan itu! Si-aku ini tidak mungkin dapat bernuat tanpa pamrih demi keuntungan diri sendiri, betapapun kadang-kadang pamrih itu diselundupkan, disusupkan, disembunyikan dan diberi pakaian dan sebutan macam-macam. Tetap saja pamrih, tetap saja akhirnya demi kepen?ingan si-aku. Amat cerdiklah si-aku ini sengga kadang-kadang Sang pamrih dapat disulap sedemikian rupa sehingga titak nampak sebagai pamrih lagi. Akan rapi, disulap bagaimanapun juga, tetap perbuatan yang didorong oleh si-a?ku, sudah pasti berpamrih. Perbuatan baru bebas dari siaku, bersih dari pamrih, kalau perbuatan itu didasari cinta kasih, didorong bukan oleh nafsu, pikiran atau si-aku, melainkan terdorong oleh getaran perasaan yang tersentuh, oleh iba hati, oleh keharuan dan cinta kasih, dan cinta kasih
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
bukan lagi cinta kalau sudah ada si-aku bercokol di situ, karena yang disangka cinta kasih itu hanyalah cinta kasih birahi semata, cinta nafsu yang selalu mengharapkan balas jasa demi kepentingan, kebaikan kesenangan diri sendiri pada akhirnya.
Waktu berjalan cepat sekali kalau tidak diperhatikan.
Mereka yang sedang mendengarkan uraian kata-kata penuh wejangan penting dari dua orang sakti itu pun lupa akan waktu.
Matahari mulai condong ke barat ketika tiba-tiba muncul seorang murid Siauw-lim-pai berlari-larian.
"Su-siok celaka .......! Siauw-lim-pai diserbu pasukan pemerintah!" demikian kata mereka kepada Thian Gi Hwesio.
Tentu Thian Gi Hwesio dan para murid Sia lim-pai terkejut sekali dan mereka baru ingat bahwa pada tengah hari, Siauw-Iim-si akan diadakan pertempuran antara para murid Siauw-lim-pai untuk membicarakan tentang penderitaan rakyat jelata berhubung dengan digali terusan itu. Dan mereka semua begitu tertarik oleh wejangan kedua orang kek sakti itu sehingga lupa waktu kini tiba-tiba dikejutkan dengan berita bahwa Siauw-lim-si diserbu oleh pas pemerintah!
"Ji-wi Lo-cian-pwe, maafkan kami!" kata Thian Gi Hwesio dan dia cepat bangkit dan meloncat lari mendaki bu?kit, diikuti oleh belasan orang murid Siauw-lim-pai.
"Siancai ! Kita harus membantu para sahabat dari Siauw-lim-si kalau mere?ka terancam bahaya!" kata tosu berjenggot panjang dan dia pun meloncat dan lari diikuti belasan orang tosu lainnya.
Melihat ini, Pek I Tojin dan Hek-I n Hwesio menarik napas panjang dan saling pandang, kemudian Hek-bin Hwe-i
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
berkata, "Omitohud, segala sesuatu telah digariskan menurut Karma, dan manusia takkan dapat terlepas dari kar?manya."
"Yang penting adalah saat ini. Kemairin sudah berlalu dan biarkan ber?lalu. Esok hanyalah bayangan dan biarkan esok datang seperti apa adanya. Saat Ini yang penting, dan apa pun yang ter?jadi saat ini, itulah yang harus kita hadapi dengan penuh kewaspadaan yang akan menimbulkan kebijaksanaan,"
kata Pek I Tojin. "Benar sekali, To-tiang. Mari kita lihat apa yang terjadi di sana." Katanya lalu bangkit dan mendaki bukit itu. Ketika mereka melihat asap mengepul puncak bukit, keduanya berhenti memandang dengan alis berkerut.
"Hemmm, terjadi kebakaran di sana kata Pek I Tojin.
"Omitohud haruskah sampai begitu?" Hek-bin Hwesio berkata seperti bertanya kepada diri sendiri. Mereka lalu berlari dengan cepat mend bukit menuju ke Siauw-hm-si.
Apakah yang telah terjadi di Sia lim-si, di vihara yang megah dan biasanya amat sunyi penuh kedamaian itu, Seperti kita ketahui, Thian-cu Hwesl ketua Siauw-lim-pai pada saat itu dangan mempersiapkan pertemuan dengan para murid Siauw-lim-pai yang tinggal luar kuil, satu dan lain untuk membicarakan tentang pertentangan antara para murid Siauw-lim-pai dan petugas pengumpulan tenaga untuk bekerja proyek besar penggalian terusan.
Thian-cu Hwesio adalah seorang yang berwatak keras berdisiplin. Memang watak seperti ini dibutuhkan seorang ketua yang memimpin banyak murid. Tanpa disiplin, maka tidak akan ada ketertiban, walaupun disiplin ini mengandung kerasaan pula. Disiplin yang dipaksa-ii pihak lain, apalagi disiplin yang me?lindung ancaman hukuman, pasti mendatangkan konflik. Berbeda dengan dsisiplin diri, disiplin
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
yang timbul karena kebijaksanaan, karena pengertian mendalam dari kewaspadaan. Disiplin diri memang perlu, mutlak perlu bagi kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga.
Ketika mendengar laporan dari para idnya tentang kekejaman para petugas terhadap rakyat jelata, betapa nyak rakyat harus melarikan diri mengungsi agar jangan sampai diambil secara paksa oleh para petugas yang diperkuat oleh pasukan pemerintah, betapa isteri dan anak-anak ditinggal suami, orang-orang tua yang membutuhkan pelayanan ditinggal putera-putera mereka, betapa para pekerja disuruh bekerja siang-malam, diperlakukan sebagai para hukuman yang melaksanakan kerja-paksa, mendengar semua ini, Thian-cu Hwesio merjadi marah.
Akan tetapi, selagi mendengar laporan seorang demi seorang dari banyak murid itu, tiba-tiba masuk seorang murid penjaga yang dengan muka pucat melaporkan bahwa ada pasukan pemerint datang menuju ke Siauw-lim-si!
Men?dengar ini, para murid Siauw-lim-pai menjadi kaget dan bersiap-siap, akan tetapi Thian-cu Hwesio memperingatkan mereka agar jangan melakukan kekerasan.
"Ingat, tanpa perintahku, tidak boleh ada yang melawan pasukan pemerintah, demikian katanya. "Pinceng sendiri ak menemui komandan pasukan dan bica ra dengan dia.
Bagaimanapun juga, kita membela rakyat sebagai pendekar, bukan sebagai pemberontak. Kita buka pemberontak, karena itu, jangan ada yang menyerang pasukan itu kalau mer ka datang ke sini!"
Biarpun merasa khawatir sekali, para pendekar Siauw-lim-pai itu menyatatakan taat kepada pemimpin mereka. "Dan ingat, mereka yang pernah bentrok degan para petugas dan dikenal, sebaik-bersembunyi di dalam saja dan jangan memperlihatkan diri agar tidak menimbulkan keributan." pesan pula Thian-cu Hwesio sebelum dia keluar dari ruangan pertemuan itu, menuju ke ruangan depan.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Ternyata laporan murid itu benar, sebuah pasukan yang terdiri dari kurang lebih lima ratus orang telah menge?pung vihara Siauw-lim, dan kini rombongan perwira yang memimpin pasukan sudah turun dari atas punggung kuda mereka dan menuju ke pintu gerbang, Yang mengepalai mereka adalah seorang panglima berusia lima puluhan tahun, pakaian gagah gemerlapan, bersikap acuuh dan dengan pedang tergantung di pinggang dia melangkah menuju ke pintu gerbang, diikuti oleh belasan orang perwira pembantu. Beberapa orang pengawalnya memegang bendera dan tanda ngkatnya.
Panglima ini bukan orang asing ba gi para murid Siauw-lim pai. Dia adalah Ciong Hak Ki, seorang panglima yang sudah seringkah berkunjung ke Siauw- lim-si, baik sebagai utusan pemerintah atau sebagai tamu dari ketua Siauw-lim-pai. Akan tetapi sekarang sikapnya tidak seperti seorang sahabat atau seorang tamu yang baik. Dia kelihatan marah, congkak, bahkan ketika para penjaga pintu gerbang memberi hormat, dia dak menanggapi, melainkan dengan angkuhnya terus melangkah masuk mela pintu gerbang yang sudah dibuka, diiringi belasan orang pembantunya yaitu rata-rata memasang wajah yang kaku dan keras.
Ketika rombongan perwira ini tiba serambi depan, mereka berhenti karena melihat Thian-cu Hwesio yang mengenakan pakaian ketua Siauw-lim-pai lengkap, dengan jubah berwarna kuning berkotak-kotak merah, dan tongkat ketua di tangan, telah berdiri menyambut di ruangan depan itu ditemani para hwesio pembantunya dan murid-murid kepala yang sebagian besar adalah para hwesio yan sudah tinggi ilmunya. Para murid yang berdatangan dari luar vihara, ti?dak memperlihatkan diri. Jumlah para Hwesio, dari para pimpinan sampai dengan para petugas rendahan, semua ada kurang lebih lima puluh orang. Akan tapi, yang kini berada diluar kuil bersama Thian-cu Hwesio untuk meng?hadapi para tosu ada belasan orang sehingga yang berada di kuil tinggal tiga puluh orang lebih. Para murid yang berdatangan dari luar kuil berjumlah dua puluh orang lebih sehingga pada saat itu,
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
jumlah murid Siauw-lim-pai yang berada di kuil kurang lebih enam puluh orang.
Melihat ketua Siauw-lim-pai sudah berdiri menyambutnya, bersama murid-murid Siauw-lim-pai, Ciong Hap Ki atau Ciong Ciangkun (Perwira Ciong), me?mandang tajam. Matanya mengerling kekanan kiri mencari-cari, seolah-olah dia hendak mencari orang-orang yang bersembunyi di dalam kuil.
Sementara itu, Thian-cu Hwesio dapat melihat betapa sikap Ciong Ciangkun tidak bersahabat, maka dia pun mendahului dengan angkat kedua tangan memberi hormat dan berkata, suaranya halus.
"Omitohud selamat datang, Ciong Ciangkun. Kunjungan Ciangkun sekali ini mengejutkan, tiba-tiba dan membawa pasukan. Ada urusan apakah gerangan, Ciangkun?"
Ciong Hap Ki adalah panglima sudah terkenal pandai dalam ilmu pe rang dan ilmu silat. Karena dia seorang ahli silat yang pandai, maka dia bersahabat dengan ketua Siauw-lim.
Akan tetapi dia pun seorang yang berwatak keras, sesuai dengan kedudukannya sebagai panglima perang yang selalu dihadapkan kekerasan. Karena dia sudah berprasangka buruk dan memandangi Siauw-lim-pai pada saat itu sebagai lawan dan musuh, sikapnya pun nampak keras. Lenyap semua keramahannya yang terhadap sahabatnya itu.
"Lo-suhu," katanya, suaranya lantang dan mengandung kekerasan. "Pelukah lagi berpura-pura" Sudah berbulan-bulan lamanya Siauw lim-si memperlihatkan sikap bermusuhan, bahkan akhir-akhir ini para murid Siauw-lim-pai bertindak sebagai musuh! Apakah Lo-suhu hendak menyangkal dan kini berpu-pura tanya lagi apa maksud kedatanganku dengan pasukan?"
"Omitohud, Ciong Ciangkun. Belum pernah-pihak Siauw-lim-pai mempunyai sedikit pun maksud untuk melawan
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
pemerintah. Harap Ciangkun jelaskan, dalam hal bagaimana Ciangkun menganggap kami bertindak sebagai musuh?"
"Thian-cu Hwesio!" Ciong Ciang membentak, suaranya menggelegar,
"Engkau telah membiarkan murid-murid menentang pemerintah, bahkan menggunakan kekerasan membunuh banyak pasukan pengawal para petugas y ang melaksanakan pekerjaan galian terusan. Apakah engkau hendak menyangkal itu" Siauw-lim-pai hendak memberontakl Betapa rendahnya budi orang-orang yang tidak ingat akan kebaikan orang.
Bukankah vihara Siauw-lim-pai dibangun karena bantuan pemerintah pula" sekarang, Siauw-lim-pai hendak menentang pemerintah, hendak memberontak?"
"Omitohud .... harap Ciangkun suka bersikap sabar dan tenang. Ciangkun sudah cukup mengenal kami, apakah kami orang-orang yang berjiwa pemberontak terhadap pemerintah"
Sama sekali tidak Mungkin. Kami tidak memberontak, tidak menentang pemerintah.Yang dilakukan oleh anak murid Siauw-lim-pai hanyalah suatu kewajaran saja, melihat rakyat yang ditekan dan dipaksa harus kerja tanpa perhitungan, tanpa perikemanusiaan. Siauw-lim-pai menentang dasan, bukan menentang pemerintah!"
"Akan tetapi melawan para petugas pemerintah berarti melawan pemerintah! Itulah," tidak perlu banyak cakap lagi.
Kami tahu bahwa para pemberontak itu, yang telah menentang pemerintah dan lakukan pembunuhan terhadap banyak tugas pemerintah, kini bersembunyi di kuil! Thian-cu Hwesio, kami masih memandang muka para pimpinan Siauw-lim-si yang tidak berdosa. Keluarkan semua pemberontak yang bersembunyi itu untuk kami tangkap, dan para anggauta Siauw-Iim-pai yang lain akan dibiar tinggal di vihara seperti biasa, tidak akan kami ganggu. Kami hanya akan menangkap mereka yang menentang pemerintah!"
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Thian-cu Hwesio mengerutkan alisnya. Dia tahu siapa yang dimaksudkan oleh panglima itu. Tentu para murid Siauw-lim-pai yang berdatangan tadi. Agaknya panglima itu telah mempunyai mata-mata yang melapor akan kedatangan para murid Siauw-lim-pai dari itu.
"Ciong Ciangkun, pinceng tidak lihat adanya seorang pun pemberontak kuil ini. Ciangkun mendapatkan keterangan palsu. Tidak ada pemberontak di dalam kuil kami!"
"Bohong! Harap engkau tidak membela para pemberontak itu, Lo-suhu kalau kau ingin melihat vihara ini selamat!"
"Pinceng tidak berbohong, Ciangkun Memang tidak ada seorang pun pemberontak di dalam kuil ini!"
Ciong Ciangkun terbelalak. Hwesio tua itu tidak mungkin berbohong, pikirnya. Dia mengenal benar Thian-cu Hwesio dan yakin bahwa ketua Siauw-lim-pai itu tidak mungkin bicara bohong, maka dia pun menoleh kepada seseorang yang ikut dengan rombongan perwira masuk. Orang ini bukan seorang perwira, melainkan seorang yang berpakaian seper?ti pendeta, seorang tosu! Ketika melihat perwira tinggi itu memandang ke?nanya, orang itu lalu maju ke depan suaranya lantang ketika telunjuknya menuding kearah Thian-cu Hwesio.
"Thian-cu Hwesio, sungguh tidak pantas sekali engkau, sebagai seorang ketua yang berkedudukan tinggi, masih hendak melindungi kaum pemberontak dan bicara bohong!
Pinto melihat dengan mata kepala sendiri bahwa para pemberontak itu memasuki kuil sejak pagi tadi, dan engkau berani mengatakan bahwa di dalam kuil tidak ada pemberontak?"
Thian-cu Hwesio memandang kepada Tosu itu dan sinar matanya seperti mencorong. "Omitohud....... , kiranya ada ularnya di bawah rumput! To-tiang, siapapun juga adanya
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
engkau, pinceng jelaskan sekali lagi bahwa di dalam kuil ini tidak pemberontak dan tidak ada penjilat!"
Wajah tosu itu berubah merah ka na dia merasa disindir dengan sebutan penjilat. "Siancai .....! Sungguh seorang Hwesio yang sudah tua akan tetapi , pandai berdusta. Thian-cu Hwesio, kalau memang engkau tidak berbohong, beranikah engkau bersumpah bahwa di dalam kuil ini tidak ada pemberontak bersembunyi?"
"Ucapan seorang hwesio tidak pernah berbohong.Tidak perlu bersumpah akan tetapi pinceng menyatakan sekali lagi bahwa di dalam kuil ini tidak seorang pun pemberontak!"
"Thian-cu Hwesio!" Tosu itu kini berseru marah. "Siauw-lim-pai sungguh dak mengenal budi! Dibaiki oleh pemerintah malah kini menentang pemerintah. Begitukah pelajaran agamamu" Tidak mengenal budi orang?"
"Totiang, dengarlah baik-baik.Dalam pelajaran kami, tidak ada sebutan hutang budi! Kalau ada murid kami yang menentang, jelas bahwa yang ditentangnya itu adalah orang-orang yang tidak benar! Siapa pun dia, biar yang pernah melepas budi sekalipun, kalau bertindak jahat tentu akan ditentang oleh murid-murid kami. Seorang yang berhutang budi lalu membantu penolongnya itu melakukan kejahatan, jelas bukan orang baik, hanya seorang penjilat yang berbahaya. Kami tidak biasa begitu! Kami tidak ingin melibatkan diri dalam karma dengan hutang piutang budi dan dendam!"
"Ciong Ciangkun, sudahlah, tidak perlu ?banyak cakap lagi dengan pendeta tua yang pandai berbohong ini. Lebih baik lakukan penggeledahan ke dalam kuil. Pinto yakin mereka berada di dalam. Kalau sampai pinto berbohong dan mereka berada di dalam, kepala pinto menjadi penggantinya!"
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan tosu itu, Ciong Ciangkun kembali bersemangat. Dia pun melangkah maju dan dengan nada meng?ancam dia berkata kepada Thian-cu Hwesio, "Lo-suhu, sekali lagi kuperingatkan kepadamu agar menyerahkan para pemberontak itu baik-baik kepadaku. Engkau dengarlah, Losuhu. Lihat ini, datang atas nama pemerintah, atas nama Kaisar!
Aku telah mendapat perint untuk menangkap para pemberontak! Aku datang bukan atas namaku sendi melainkan sebagai wakil pemerintah, wakil yang menjunjung perintah Kaisar sendiri!" Dia memperlihatkan leng-ho (bendera perintah kaisar) kepada Thian-cu Hwesio yang diam-diam menjadi tekejut sekali. Kalau kaisar yang memberi perintah, berarti hancurlah Siauw-lim-si! Akan tetapi, bagaimana mungkin menyerahkan para murid Siauw-lim sebagai pemberontak" Dan dia tidak pernah berbohong. Dalam pandangan para murid itu bukan pemberontak! Mereka menentang para petugas yang menindas rakyat, bukan berarti memberontak kepada pemerintah untuk menggulingkan Kaisar dan merampas kedudukan!
Biarpun wajahnya berubah pucat dan dia cepat memberi hormat kepada bendera tanda kekuasaan yang diberikan Kaisar itu, dia menggeleng kepala.
"Maaf, Ciong Ciangkun, di dalam ku?il ini tidak ada pemberontaknya, tidak ada seorang pun pemberontak di antara kami!"
Tosu itu tiba-tiba berteriak. "Hwesoi tua, jangan mengelabuhi kami! Pa?ra pemberontak itu adalah murid-murid Siauw-lim-pai yang datang pagi hari ta?li dan kini berada di dalam kuil! Hayo katakan bahwa tidak ada murid-murid Siauw-lim-pai yang bukan hwesio di da?lam kuil!" Tosu ini memang cerdik dan dia mengerti mengapa ketua Siauw-lim-pai yang tidak pernah berbohong itu berani berkukuh mengatakan bahwa tidak ada pemberontak di dalam kuil. Tentu saja, ketua
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
itu tidak menganggap para murridnya pemberontak maka dia berani berkata demikian.
Kini Thian-cu Hwesio yang menundukkan mukanya.
"Omitohud......., tentu saja ada murid-murid kami di dalam kuil, akan te?pi mereka bukan pemberontak."
Ciong Ciangkun juga baru menyadari, maka dia pun melangkah maju lagi makin dekat. "Losuhu, minggirlah biarkan kami masuk untuk melakui penggeledahan dan penangkapan!"
Dan memberi isarat ke belakang dan masuklah pasukannya ke dalam sehingga memenuhi pekarangan depan dan bagian depan serambi itu, mereka siap dengan senjata mereka.
Tahulah Thian-cu Hwesio bahwa saat terakhir telah tiba di mana dia harus mengambil keputusan, yaitu meryerahkan para muridnya untuk ditangkap sebagai pemberontak, atau mempertahankan kehormatan Siauw-lim-pai yang hendak dilanggar. Kini Ciong Ciangkun para pembantunya sudah bergerak melangkah maju, agaknya hendak memaksa memasuki kuil.
"Tahan !" bentak Thian-cu Hwesio'
"Ciong Ciangkun menghentikan langkahnya, lalu membentak,
"Thian-cu Hj sio, apakah engkau hendak melawan utusan Kaisar dan menjadi pemberontak pula?"
Wajah Thian-cu Hwesio kini menjadi merah sekali, matanya mencorong ketika dia berkata, "Ciong Ciangkun, engkau tentu tahu bahwa pinceng dan seluruh murid Siauw-lim-pai bukanlah pemberontak. Kalau andaikata ada di antara Mur id pinceng yang melawan petugas pemerintah, itu bukan berarti melawan pemerintah, melainkan karena Si petugas ng bertindak sewenang-wenang ter?hadap rakyat dengan mengandalkan
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
kekuasaan yang ada padanya! Memang ada murid-murid Siauw-lim-pai yang berada dalam kuil, akan tetapi sama sekali bukan pemberontak. Vihara kami adalah tempat ibadah yang suci, tidak dapat di masuki sembarang orang saja. Oleh karena itu, sesuai dengan peraturan vihara pinceng melarang siapapun juga untuk memasukinya."
"Thian-cu Hwesio, ingat, kami adalah petugas yang mewakili pemerintah, membawa perintah Kaisar! Kami akan menggeledah ke dalam kuil!"
"Maaf, pinceng melarangnya!" kata Thian-cu Hwesio.
"Bagus! Itu namanya pemberontak. Kalau kami memaksa masuk, engkau akan menyerang kami?"
Para murid Siauw-lim-pai sudah loncatan dan berbaris melintang, menutup jalan masuk dan sikap mereka sudah jelas. Mereka akan mempertahankan vihara mereka mati-matian, kalau perlu dengan pertumpahan darah, tetapi Thian-cu Hwesio membentak 5 muridnya.
"Kalian mundur!"
Mendegar bentakan ini, para murid terkejut terpaksa mereka mundur, walaupun mereka merasa penasaran mengapa ketua mereka menahan mereka dan menyatakan mundur. Bukankah sudah jelas bahwa panglima kerajaan itu mempunyai buruk terhadap Siauw-lim-pai"
Dengan sikap tenang, Thian-cu Hwesio menghadapi para perwira itu, lalu berkata kepada seorang murid dibelakang
"Ambilkan seguci minyak bakar!"
Biarpun murid itu merasa heran tidak mengerti, namun dia cepat mentaati perintah gurunya dan tak lama kemudian, Thian-cu Hwesio menerima guci minyak itu. Tanpa ragu lagi,
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
dia menyiramkan minyak ke atas kepalanya sehingga minyak membasahi seluruh tubuhnya dari kepala sampai ke kaki.
"Ciong Ciangkun, pin-ceng bukan pemberontak, juga semua murid Siauw-lim-Si bukan pemberontak. Biarpun pemerintah telah membantu kami dengan pemnangunan kuil ini, namun seluruh vihara ini adalah milik kami dan menjadi hak kami. Oleh karena itu, sekali lagi pin-ceng minta agar Ciangkun dan semua pasukan meninggalkan tempat ini, dan Pin-ceng akan menghadap Sribaginda Kaisar di kotaraja untuk menerima keputusan beliau. Akan tetapi kalau Ciangkun berkeras hendak melanggar hak kami dan memasuki vihara, apalagi menangkap murid-murid Siauw-lim-pai, terpaksa kami melarangnya."
"Kami membawa surat perintah, membawa kekuasaan dari Kaisar! Biarpun kalian melarang, kami akan tetap masuk dan menangkapi para pemberontak!" kata Ciong Ciangkun.
"Kalau begitu, pinceng akan membakar diri untuk memprotes tindakan Ciangkun, dan untuk menyatakan bahwa kami sungguh bukan pemberontak."
"Ha, silakan!" kata Ciong Ciangkun sudah marah karena dia merasa yakinbahwa orang-orang Siauw-lim-pai itupemberontak dan menentang kebijaksai pemerintah membuat terusan yang me rupakan pekerjaan besar dan penting itu.
Thian-cu Hwesio berseru lirih, "Omitohud........ " lalu mulutnya berkemak-kemik membaca doa dan tongkatnya dia pukulkan dengan kerasnya ke atas lantai depan kakinya.
Pukulan itu sedemikian kerasnya sehingga mengeluarkan bara api yang menyambar kaki pendeta yangbasah oleh minyak bakar. Seketika api bernyala dan dengan cepatnya lidah api menjilat ke atas dan berkobar-kobar.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Suhuuuuu !" Beberapa orang mirid kepala Siauw-lim-pai terkejut dan berloncatan ke depan untuk menyelamatkan guru mereka, akan tetapi Thian Hwesio yang masih berdiri tegak berseru dengan suara nyaring.
"Berhenti! Biarkan pinceng menjadi korban demi kebersihan nama Siauw-Lim-Si. Akan tetapi ingat pesan pinceng. Para Murid Siauw-lim-pai selamanya bukanlah pemberontak-pemberontak, melainkan para Pendekar yang selalu menentang kejahatan menjadi pelindung rakyat tertindas!"
"Setelah berkata demikian, Thian-cu Hwehio roboh dan tubuhnya terus terbakar sampai hangus. Sementara itu,Ciong Ciangkun sudah memberi aba-aba Kepada pasukannya untuk menyerbu ke dalam. Melihat ini,para murid Siauw-Lim-pai berloncatan menghadang.
"Ha, jadi kalianbenar hendak me?lawandan memberontak?" bentak perwira itu.
"Tidak, kami mempertahankan hak kami!"
Ciong Ciangkun memberi isarat dan pasukannya lalu menyerang, disambut oleh para murid Siauw-lim-pai sehingga terjadilah pertempuran yang hebat di ruangan depan vihara Siauw-lim-si. Disaksikan api yang masih bernyala-nyala membakar tubuh Thian-cu Hwesio, para murid Siauw-lim-pai mengamuk. Juga murid bukan pendeta yang tadi bersembunyi di dalam, ketika mendengar bahwa guru mereka membakar diri' kini pasukan menyerbu dan bertempur melawan para saudara mereka yang ada diluar, kini berlarian keluar terjun kedalam medan pertempuran sehingga pertempuran menjadi semakin sengit.
Seorang di antara para murid kepala yang bukan hwesio itu bernama Lie Koan-Tek, seorang pendekar gagah perkasa berasal dari Hok-kian. Dia memiliki pandaian tinggi karena
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
sudah menguasai semua ilmu dari Siauw-lim-pai dan merupakan seorang di antara para pendekar yang membela rakyat yang di paksa untuk bekerja rodi di proyek penggalian terusan, bahkan oleh para murid Siauw-lim-pai lainnya dia dianggap seorang suheng yang dipercaya kepemimpinannya.
Sejak tadi, Lie Koan Tek yang usianya sudah mendekati empat puluh tahun itu mengintai ke luar dan dia lihat semua yang telah terjadi. Karena itu, begitu dia dan teman-temannya menyerbu keluar, dia lalu menerjang orang yang agaknya menjadi mata-mata pasukan pemerintah. Dengan geramnya dia menyerang tosu itu dengan senjatanya yang, tadinya melilit pinggangnya, yaitu sebatang rantai baja.
Tosu kurus kering yang giginya ompongg di bagian depannya itu adalah Cun-bin Tosu, seorang tosu yang memang di?gunakan oleh para tosu yang memu?suhi Siauw-lim-si untuk menjadi mata-mata Ciong Ciangkun. Melihat seorang pria gagah perkasa menyerangnya dengan rantai baja, Cun Bin Tosu yang juga memiliki kepandaian tinggi itu menyambut dengan pedangnya.
"Tranggg !" Bunga api berpijar ketika rantai bertemu pedang, dan keduanya merasa betapa lengan tangan mereka tergetar hebat. Namun Lie Koan Tek menyerang terus dengan semakin dahsyat sehingga terpaksa tosu itu pun memutar pedang melindungi diri dan balas menyerang. Terjadilah perkelahian yang sangat sengit antara kedua orang ini.
Ciong Ciangkun sendiri sudah memimpin para perwira pembantunya yang rata-rata memiliki ilmu silat tinggi, untuk menyerang para murid Siauw-li pai, dibantu oleh pasukan mereka sehingga tempat itu menjadi hiruk pik uk oleh pertempuran, sementara api masih bernyala membakar tubuh Thian-cu Hw sio..
Para murid Siauw-lim-pai adalah pendekar-pendekar yang amat lihai, ol eh karena itu, Ciong Ciangkun dan kawan-kawannya merasa kewalahan. Apala karena mereka tidak
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
mungkin dapat mengerahkan seluruh pasukan mereka y ang masih berada di luar. Tempat di serambi depan itu terlalu sempit untuk suatu pertempuran terbuka di mana lima ra tus orang pasukan itu dapat terjun semua. Kini,. yang terjun dalam pertempuran itu tidak lebih dari dua ratus orang pasukan saja, menghadapi kurang lebih enam puluh orang murid Sia lim-pai.
Murid-murid Siauw-lim-ini, lihai, apalagi barisan Lo-han-dengan toya ditangan mereka merupakan barisan silat yang amat tangguh Mulailah anggauta pasukan berjatuhan terluka atau tewas oleh senjata di tangan para murid Siauw-lim-pai.
Perkelahian antara Lie Koan Tek melawan Cun Bin Tosu berjalan amat seru. Tidak ada anggauta pasukan yang membantu tosu itu. Hal ini tidaklah aneh. Para anggauta pasukan tentu saja t hanya membantu para perwira, dan tosu itu tidak mereka kenal, maka mereka tidak mau membantunya.
Maka, perkelahian antara Lie Koan Tek dan Cun Bin Tosu berjalan seru tanpa pengeroyokan, satu lawan satu. Cun Bin Tosu terdesak hebat dan biarpun dia sudah mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan semua jurus ilmu pedangnya, tetap saja gulungan sinar rantai baja di tangan Lie Koan Tek mendesak dan menghimpitnya sehingga tosu itu terpaksa main mundur dan hanya dapat memutar pedang untuk menangkis dan berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari sambaran kedua ujung rantai baja di tangan lawannya.
"Singgggg !" Tosu itu mencoba untuk membalas ketika mendapatkan kesempatan. Pedangnya meluncur dan menyambar kearah tenggorokan lawan dengan tusukan kilat yang kuat dan cepat Lie Koan Tek miringkan tubuh menggeser kaki menjauh, rantai bajanya menyambar seperti ular ke arah pedang dan berhasil melibat pedang itu dengan ujung Rantai.
Cun Bin Tosu terkejut dan barusaha menarik kembali pedangnya Akan tetapi kesempatan itu dipergunakan oleh Lie Koan Tek untuk menendang kakinya ke arah lutut kaki kiri lawan.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dukkk!" Tubuh tosu itu terjungkal. Dia terpaksa melepaskan pedangnya masih dilihat ujung rantai, lalu bergelingan menjauh Akan tetapi, sekali menggerakkan tangan, rantai itu melepaskan pedang dari libatannya dan pedang meluncur ke arah tubuh yang bergulingan.
"Ceppp!" Pedang menancap, memasuki lambung sampai hampir tembus, tewaslah Cun Bin Tosu.
Melihat betapa pasukannya tidak mampu mendesak lawan, dan banyak anggauta pasukan yang roboh, sedangkan para pembantunya juga terdesak dan ada yang menderita luka-luka, terpaksa Ciong Ciangkun memberi aba-aba agar pasukannya mundur. Dia sendiri mengajak para pembantunya untuk melarikan diri ke luar dari pekarangan vihara itu, masuk ke dalam pasukan yang masih menjadi di luar.
Para Murid Siauw-lim-pai tidak berani mengejar karena jumlah pasukan yang berada di luar banyak sekali, sedangkan jumlah mereka yang kurang lebih enam puluh orang itu kini sudah berkurang, karena ada beberapa orang murid yang terluka, bahkan ada yang tewas, dalam pertempuran itu, walaupun jumlah lawan yang luka atau tewas lebih banyak lagi. Mereka lalu mengurus jenazah Thian-cu Hwesio yang sudah menjadi arang, juga mengurus suadara-saudara yang tewas, dan merawat mereka yang terluka sambil bersiap-siap.
Ciong Ciangkun tidak tinggal diam. Dia mundur hanya untuk mengatur siasat, Dia tahu betapa lihainya orang-orang Siauw-lim-pai. Kalau dia menyerbu dalam, akan sukar dapat mengalahkan para pendekar itu. Bertempur secara kucing-kucingan begitu tidak akan menang, karena dia tidak dapat mengerahkan pasukan untuk mengeroyok seperti kalau bertempur di tempat terbuka, Jalan satu-satunya adalah memancing murid Siauw-lim-pai itu keluar dari Vihara mereka, atau memaksa mereka keluar! Dan hal itu hanya dapat dilakukan dengan api!
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Siapkan barisan panah berapi!" teriaknya. Para pembantunya segera mereka persiapkan barisan panah berapi. Setelah mengatur pasukannya, Ciong Ciangkun yang merupakan seorang ahli siasat perang itu lalu mengadakan penyerbuan Sekali ini, yang menyerbu vihara adalah anak-anak panah dan diantaranya banyak anak panah berapi, Sementara itu, pasukannya mengepung vihara luar.
Siasatnya itu berhasil dengan baik. Sebentar saja vihara itu terbakar! Tentu saja para murid Siauw-lim-pai tidak mungkin dapat tinggal terus di dalam vihara. Mereka juga berusaha memadamkan kebakaran-kebakaran itu, namun mereka kalah cepat oleh api yang mulai berkobar besar di segala jurusan.
Para murid itu menjadi kacau balau dan terpaksa berlarian keluar untuk menyelamatkan diri. Setiba mereka di luar, mereka disambut oleh pasukan pemerintah yang mengeroyok mereka!
Kini terjadilah pertempuran mati-Mian. Para murid Siauw-lim-pai itu kini membela diri untuk mempertahankan hidup mereka. Akan tetapi jumlah Musuhterlalu banyak, dan hati para murid Siauw-lim-pai ini sudah terlampau jeri sehingga kebanyakan di antara mereka menjadi nekat untuk bertempur sampai mati!
Ketika Hek-bin Hwesio dan Pek I Lojin yang mendahului para hwesio dan tosu yang berlarian ke kuil Siauw-lim-mereka berdua bertemu dengan Lie Koan Tek dan lima orang sutenya.
Enam orang murid utama Siauw-lim-pai ini keadaan luka-luka dan mereka segera menjatuhkandiri berlutut ketika mereka melihat Hek-bin Hwesio yang mereka tahu adalah suheng dan juga sahabat dari mendiang Thian-cu Hwesio.
"Lo-cian-pwe, malapetaka menimpa Siauw-lim-si" kata Lie Koan Tek dengan keringat bercucuran bercampur mata dandarah dari luka di lehernya.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Hek-bin Hwesio mengangkat muka memandang ke puncak bukit. Api berkobar besar di puncak sana dan dia dapat menduga apa yang terjadi.
"Omitohud , vihara Siauw-li terbakar" Apa yang telah terjadi?"
"Vihara diserbu pasukan pemerintah yang besar jumlahnya, dikepalai Ciong Ciangkun yang ditemani seorang tosu yang melaporkan bahwa kami adalah pemberontak-pemberontak!"
Bekata demikian, Lie Koan Tek memandang kepada Pek I Tojin dengan mata melotot penuh kemarahan
"Siancai.......siancai..........!" Pek Ilojin hanya merangkap kedua tangan didepan dada.
Melihat sikap murid utama Sia-lim--pai itu, Hek-bin Hwesio segera berkata, "Jangan membenci para tosu, orang muda yang gagah. Baru saja pertikaian antara para hwesio dan para tosu sudah dapat dilerai dan didamaikan, berkat Kebijaksanaan Pek I Tojin ini. Segala permusuhan antara keduapihak mulai sekarang harus dilenyapkan..........."
"Akan tetapi, Lo-cian-pwe, kebakaran Siauw-lim-pai akibat serbuan pasukan pemerintah adalah karena hasutan mereka itu......"
"Andaikata benar demikian, kalian tidak bolehlalu memusuhi semua tosu! kesalahan seseorang tidak boleh dijadikan alasan untuk membenci semua golongannya. Itu tidak adil namanya. Ke?salahan seseorang adalah tanggung jawab g itu sendiri, bukan tanggung jawab anya, atau golongannya, atau sukunya, atau bangsanya.Kaulihat, itu pa?ra sudaramu dan Susiokmu datang bersama denganpara tosu yang hendak membantu Vihantu Siauw-lim-si!"
Rombongan Thian Gi Hwesio bersama para muridnya dan para tosu yang tadinya menjadi musuh, datang ke tempat itu.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Lie Koan Tek, apa yang terjadi Kenapa vihara kita terbakar dan di mana Suheng Thian-cu Hwesio?" tanya Th'tfi G i Hwesio dengan muka pucat.
"Celaka, Susiok " Lie Koan Tek dan lima orang sutenya menangis. "Vihar dibakar, kami diserbu pasukan yang dipimpin Ciong Ciangkun, dan Suhu..........Suhu telah tewas membakar diri........... ...."
Lie Koan Tek dengan suara sedih lalu menceritakan semua yang terjadi, dan m nutup ceritanya dengan suara lirih, "
................... hanya teecu berenam yang sempat lolos agaknya semua ................ semua saudara telah tewas ......................"
"Omitohud !'" Thian Gi Hwesio tebelalak, mukanya pucat sekali dan dia pun roboh pingsan!
Setelah Thian Gi Hwesio sadar, Lie Koan Tek lalu menceritakan tentang pingsan terakhir Thian-cu Hwesio bahwa semua murid Siauw-lim-pai tidak boleh memberontak, karena mereka adalah pendekar-pendekar yang menentang kejahaatan dan membela rakyat jelata yang terrtindas.
"Omitohud , betapa bijaksana mendiang Thian-cu Hwesio.
Pinceng girang mendengar kebijaksanaannya itu di sa?at terakhir hidupnya. Sesungguhnyalah, bahwa segala sesuatu sudah ada yang mengatur, sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Dan apa pun yang terjadi, semua itu sudah menurut garisnya yang benar,baik dan sempurna, walaupun akal budi kadang-kadang mengherankan semua itu. Jalan pikiran dan akal budi kita sama sekali tidak mampu untuk menjenguk inti dari arti yang paling men?eluri dari setiap persoalan. Kita haya melihat kulitnya saja, luarnya saja dan kadang-kadang merasa betapa jangal dan tidak adilnya peristiwa yang terjadi. Kalau kita mampu menerima segala sesuatu, mengembalikan kepada kebijaksanaan dan kekuasaan Yang Maha Kuasa, maka tidak ada permasalahan apa pun juga," kata Hek-bin Hwesio.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Siancai " Apa yang dikatakan oleh sahabatku Hek-bin Hwesio memang tepat sekali.
Kewajiban kita manusia hidup hanyalah berusaha sebaik mungkin untuk menghilangkan kekotoran dari diri lahir batin, namun segala keputusan berada di tangan Yang Maha Kuasa.
Yang sudah mati biarlah mati, akan tetapi yang hidup berkewajiban untuk melanjutkan hidup ini melalui jalan benar.
Vihara yang sudah musnah dapat saja sekali waktu dibangun kembali, permusuhan yang pernah terjadi dapat saja dilenyapkan dan diganti perdamaian. Tidak perlu ada dendam yang hanya akan meracuni batin kita dan mendatangkan kekeruhan saja," kata Pek I Tojin.
Apa yang diucapkan kedua orang sakti ini memang benar.
Jalan kehidupan kita ini penuh liku-liku, penuh perubahan dan kadang-kadang terjadi hal-hal yang menimpa diri kita yang kelihatan amat janggal, amat sukar dimengerti sebab-sebabnya. Jalan yang ditempuh oleh Tuhan sungguh penuh rahasia, gaib, kadang-kadang begitu jauhnya tak terjangkau oleh alam pikiran dan akal kita. Ada kalanya terjadi peristiwa yang menurut pertimbangan dan perhitungan akal kita, nampak janggal, bahkan nampak tidak adil! Akal pikiran kita melihat betapa seseorang yang kita anggap jahat dan patut dikutuk, bahkan hidup penuh kemuliaan, berkedudukan tinggi, terhormat, kaya raya, sehat dan selamat.
Sebaliknya, akal pikiran kita melihat betapa seseorang seseorang yang kita anggap baik dan patut dipuji, hidupnya serba kekurangan dan sengsara, tertindas, terhina, miskin dan papa! Kita me?lihat pembesar yang hidupnya penuh ko?rupsi, makmur dan nampak senang, se?baliknya pembesar yang hidupnya jujur dan adil, nampak hidup serba kekurang?an dan sama sekali tidak makmur. Kita melihat orang yang kita nilai baik hidup berpenyakitan sebaliknya orang yang kita lihat dan kita nilai buruk dan kotor, hidup sehat! Apalagi biasanya kita menilai diri kita ini sudah cukup baiik, sudah cukup mentaati hukum agama, sudah cukup berusaha menjadi orang yang
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
baik, akan tetapi kita merasa be?tapa hidup kita selalu sengsara! ini menimbulkan kekecewaan dan penasaran!
Kita lupa bahwa jalan pikiran hanyalah mendasarkan semua itu dengan nilai kebendaan, nilai kesenangan nafsu badani yang hanya sementara sifatnya. Kita tidak tahu bahwa di dalam batin orang yang kelihatan kaya raya dan senang, belum tentu berbahaya sebaliknya di dalam batin seorang petani miskin, belum tentu sengsara. Pikiran kita hanya merupakan gudang pengetahuan dan pengalaman. Pikiran akalnya tidak mungkin dapat menjangkau dan mengerti jalan yang diambil Tuhan. Kita tidak mempunyai kekuasaan apa pun atas diri kita sendiri sekalipun. Jalan satu-satunya hanyalah menyerahkan segalanya kepada-Nya. Apa pun yang kehendaki-Nya, pasti baik dan benar, walaupun bagi akal pikiran kita kadang-kadang dianggap buruk dan salah. Hanya orang yang mampu menerima segala suatu sebagai kehendak Tuhan, menerima segala apa sebagai suatu kenyataan yang wajar, sebagai apa adanya, tanpa keluhan, tanpa protes, tanpa penasaran atau kekecewaan, hanya orang seperti inlah yang dapat tersentuh sinar Kasih, dan dapat merasakan apa yang kita sebut-sebut sebagai kebahagiaan!
Sisa-sisa murid Siauw-lim-pai terpaksa melarikan diri ceral-berai, menyadari hidup masing-masing. Siauw-lim-telah terbakar habis, rata dengan tanah,namun semangat kependekaran para muridnya masih tetap utuh dan dimana pun mereka berada, mereka selalu mengulurkan tangan untuk membela kaum lemah tertindas, dan menentang perbuatan jahat dalam bentuk apa pun dan dilakukan oleh siapapun.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Jilid 7 Seorang kakek berusia lima puluh tujuh tahun, berdiri di bawah pohon menyilangkan kedua tangan di atas dada dan pandangan matanya tak pernah berkedip, mengikuti semua gerakan pemuuda itu. Kakek ini pun tinggi besar dan gagah perkasa, dan ada kelembutan ketika dia tersenyum gembira sambil mengangguk-anggukkan kepala, nampak puas sekali melihat gerakan silat pemuda itu. Angin pukulan pemuda itu menyambar-nyambar, menggerakkan pakaian dan rambut Si Kakek, juga membuat ujung ranting pohon dengan daun-daunnya bergoyang-goyang, membuat daun-daun kuning rontok.
Mereka adalah Sin-tiauw Liu Bhok Ki muridnya, Si Han Beng. Seperti kita ketahui, Si Rajawali Sakti Liu Bhok Ki itu membawa muridnya ke puncak Kim-hong-san di lembah Sungai Huang-ho, dimana dia menggembleng muridnya dengan penuh ketekunan. Kalau saja Han Beng seorang anak biasa, tentu tidak mungkin dalam waktu lima tahun akan mampu menguasai ilmu-ilmu silat tinggi gurunya itu dengan baik. Akan tetapi, setelah minum darah "anak naga", Han Beng bukan lagi seorang anak biasa. Di dalam tubuhnya mengalir tenaga sakti yang amat hebat, bahkan pada dasarnya jauh lebih kuat daripada tenaga sakti gurunya sendiri! Percampuran antara racun darah ular itu dan racun dari pukulan dan goresan kuku Ban-tok Mo-Ii telah menciptakan suatu kekuatan yang amat dahsyat di dalam diri dan dengan bekal ini, di samping, cerdikan dan bakatnya, maka tidak sukar bagi Han Beng untuk menyerap dan menguasai ilmu-ilmu dari Liu Bhok Ki, Si Rajawali Sakti. Dan apa yang di latihnya di pagi hari itu adalah ilmu simpanan dari gurunya, yaitu silat Hun-tiauw Sin-kun (Silat Sakti Rajawali terbang) yang mengangkat tinggi nama besar Liu Bhok Ki sebagai Sin tiauw (Rajawali Sakti). Selain ilmu silat pa?ling hebat dari Liu Bhok Ki ini, juga Han Beng telah mewarisi ilmu-ilmu silat lainnya, termasuk ilmu memainkan sabuk atau ikat pinggang sebagai senjata.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah selesai berlatih Hui tiauw Sin-kun, Han Beng lalu berhenti mengdap suhunya. Dia duduk di atas tanah, sedangkan gurunya kini duduk di atas sebuah batu besar di bawah pohon itu dan kakek itu kelihatan gembira sekali.
"Bagus, Han Beng muridku. Sungguh latihanmu tadi amat baik, tiada cacatnya sedikitpun. Itulah Hui tiauw Sin-kun yang kau mainkan dengan sempurna. Dan ketahuilah bahwa dengan ilmu silat itu aku dijuluki orang Sin-tiauw. Akan tetapi, engkau lebih pantas berjuluk Sin-Iiong (Naga Sakti), mengingat bahwa di tubuhmu mengalir darah naga."
"Semua hasil yang teecu capai ini berrkat bimbingan Suhu.
Terima kasih atas semua kebaikan Suhu kepada teecu."
"Bagus! Kalau engkau ingat budi berarti engkau tentu tidak akan melupakan janjimu sebagai syarat menjadi muridku dahulu. Masih ingatkah engkau siapa yang harus kaucari dan kau hancurkan hidupnya untuk membalaskan dendam gurumu ini?"
"Masih Suhu. Mereka adalah Coa Siang Lee, keturunan ketua Hek-houw-pang di Ta-bun-cung dekat Poyang di utara Sungai Huang-ho, dan istennya yang bernama Sim Lan Ci."
"Bagus sekali, muridku. Dengan demikian tidak akan sia-sia aku meendidikmu selama lima tahun ini. Akan tetapi kini telah lima tahun engkau menjadi muridku dan seluruh ilmu yang kumi telah kuberikan kepadamu, bukan hanya ilmu silat, juga ilmu pengobatan cara untuk menjatuhkan Sim Lan dengan pengaruh obat, kalau engkau gagal menggunakan cara yang wajar. Dan sudah tiba janjiku kepada Sin-ciang Kai-ong untuk menyerahkan engkau kepadanya agar engkau menerima didikan dari nya selama lima tahun pula."
Han Beng memberi hormat. "Teecu mentaati semua perintah Suhu. Akan tetapi sebelum berpisah, teecu
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
mempunyai sebuah permintaan kepada Suhu, dan teecu harap Suhu suka meluluskan permintaan teecu ini."
Liu Bhok K i tersenyum dan mengangguk-angguk. "Engkau mempunyai permintaan" Apakah itu, muridku" Terus terang saja, aku tidak mempunyai pusaka apa pun. Sabukku ini pun sabuk biasa, dan pusakaku hanyalah ilmu-ilmu yang sudah kuberikan kepadamu. Aku tidak melihat............"
"Ada pusaka yang amat teecu inginan dari Suhu."
"Eh" Pusaka, yang mana itu" Katakanlah, tentu akan kuberikan kepadamu, -muridku."
"Benarkah" Apa yang teecu minta han Suhu berikan kepada teecu?"
"Tentu saja! Engkau satu-satunya yang terdekat dengan aku, Han Beng, dan terus terang saja, aku merasa puas mempunyai murid seperti engkau. Katakan, pusaka apakah itu yang kau maksudkan?"
"'Dua buah kepala itu, Suhu."
Sepasang mata pendekar itu terbelalak. "Hahhhhh........ "
Dua dua buah kepala itu" Kepala Coa Kun Tian dan Phang Hui Cu" Mau .......... mau apa engkau dengan dua buah kepala itu" Untuk apa kauminta?"
"Untuk teecu kuburkan, Suhu."
"Ahhh " Liu Bhok Ki meloncat turun dari atas batu, tubuhnya menggiggil, mukanya merah dan dia mengepal kedua tangannya, memandang kepada Han Ben
"Si Han Beng! Apa maksudmu dengan itu" Engkau hendak menguburkan di buah kepala itu" Engkau hendak membuat
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
aku melupakan dendamku" Dengan demikian, berarti bahwa engkau telah melupakan janjimu, tidak akan melaksanakan pembalasan sakit hatiku terhadap Coa Siang Lee dan Sim Lan Ci?"
Han Beng memberi hormat, sikapnya tetap tenang, tanda bahwa pemuda remaja berusia tujuh belas tahun ini tentu mempunyai batin yang kuat, mampu menahan perasaan sehingga dia selalu bersikap tenang, tidak dipengaruhi perasaan.
"Harap Suhu jangan salah sangka. Apa yang telah teecu janjikan kepada Suhu, pasti teecu penuhi, hanya berhasil atau tidak kita sama melihat saja nanti. Teecu ingin agar dua buah kepala itu dikubur, karena sungguh tidak tepat sekali apa yang Suhu lakukan selama ini terhadap dua buah kepala itu. Suhu menyiksa diri sendiri dan menyiksa dua buah kepala yang tidak berdosa.
"Aku menyiksa diri" Bodoh kau! jusru aku membalas dendam sakit hati, aku merasa puas melihat mereka itu! Dan kaubilang dua buah kepala itu tidak berdosa" Mereka telah menghancurkan kehahagiaan hidupku, dan kau masih mengatakan mereka tidak berdosa?"
"Harap Suhu tenang agar dapat berpikir secara luas dan mendalam, Suhu. Teecu melihat betapa Suhu menyiksa diri sendiri dengan adanya dua buah kepala itu. Dengan adanya mereka, Suhu akan setiap saat teringat dan menderita sakit hati. Di dunia ini, tidak ada kedukaan yang tidak akan lenyap dihapus waktu, Suhu. Akan tetapi Suhu selalu meghadapi dua buah kepala itu sehingga setiap saat teringat dan berduka, bukankah itu berarti Suhu menyiksa diri sendiri" Dan tentang dosa kedua buah kepala itu, benarkah dua buah kepala itu yang berdosa" Bukankah perbuatan itu dimulai dari pikiran dan hati, sedangkan badan hanya melakukan saja keinginan batin" Jelas bahwa dua buah kepala itu hanya sebagian saja dari badan, maka tidak berdosa setelah mati Suhu. Mengapa
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Suhu menyiksa dan menghukum badan yang tidak bersalah apa-apa" Badan yang sudah mati sama dengan tanah, disiksa bagaimanapun tidak akan merasakan apa-apa lagi. Hati teecu merasa penasaran sekali karena apa yang dilakukan Suhu ini sungguh kejam, sungguh tidak berperikemanusiaan seningga tidak selayaknya dilakukan seorang pendekar gagah perkasa seperti Suhu."
Wajah yang tadinya merah itu kini berubah pucat, matanya terbelalak, tapi dia masih marah sekali. "Kau ........ kau bilang aku kejam dan tidak berprikemanusiaan" Andaikata benar begitu, itu hanya sebagai hukuman saja terhadap mereka berdua. Apakah mereka berdua itu tidak kejam dan tak mengenal perikemanusiaan dengan perbuat zina mereka yang menghancurkan kebahagiaan hidupku?"
"Suhu, kalau orang lain mengganggu ta dengan kekejaman, apakah kita pun harus membalasnya dengan kekejaman"
Kalau sudah begitu, lalu siapa yang kejam dan siapa yang tidak" Siapa yang jahat dan siapa pula yang baik" Siapa penjahat dan siapa pula pendekar?"
Liu Bhok Ki yang tadinya marah besar,seketika merasa tubuhnya lemas dan dia pun menjatuhkan diri terduduk di atas batu, termenung dengan muka pucat seperti patung. Dia merasa seperti lolosi seluruh otot dan urat di tubuhnya.
Han Beng sambil berlutut memberi tinat. "Suhu, maafkan teecu, bukan teecu kurang ajar dan ingin melawan dan membantah Suhu, melainkan karena perasaan cinta dan.
hormat teccu unuk menghentikan perbuatan Suhu yang tidak layak ini. Teecu yakin Suhu seorang yang berjiwa pendekar dan gagah perkasa bukan seorang yang berjiwa rendah, kejam dan tidak berperikemanusiaan."
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sudahlah......... sudahlah........... kauambil dua buah kepala itu dan kaukubur mereka ............, sudah, jangan bicara lagi"
Han Beng memberi hormat sekali lagi, "Terima kasih, Suhu." Dia lalu bangkit dan memasuki pondok, sejenak mengamati dua buah kepala itu, yang satu berada di dalam botol arak dan yang sebuah lagi tergantung dan terayun-ayun di tengah ruangan. Melihat betapa dua buah kepala itu mulutnya seperti tersenyum akan tetapi matanya tanpa cahaya memandang jauh seperti pandang orang berduka, dia bergidik.
Cepat turunkannya kepala Coa KunTian itu dan dikeluarkannya kepala Phang Hui kemudian dia membungkus dua buah pala itu menjadi satu dalam sehelai kain putih, dan membawanya keluar. Dia memang sudah merencanakan untuk mengubur dua buah kepala itu di bawah kohon cemara di puncak Pegunungan Kin-hong-san, maka kini dia membawa Dua buah kepala itu ke sana. Digalinya sebuah lubang yang dalamnya satu setengah meter, di antara dua batang pohin delima di bawah naungan cemara yang tinggi. Kemudian, dengan hati-hatti dan penuh hormat dia meletakkan buntalan dua buah kepala itu ke dalam lubang dan mulutnya berbisik,
"Harap Ji-wi kini dapat mengaso dengan tenang dan maafkanlah apa yang diperkuat oleh guruku selama ini."
Pada saat itu, Liu Bhok Ki menangis ketika dari balik sebuah batu besar dia mengintai dan melihat muridnya mengubur kedua buah kepala itu. Dia merasa kehilangan dan merasa betapa kini dia tidak memiliki apa-apa lagi.Kini baru terasa olehnya betapa dua buah kepala itu menjadi milik satu-satunya baginya, bahkan dua buah kepala itu yang membuat dia masih berani menghapi hidup, merasakan suka dan duka dari kehidupan ini melalui kedua buah kepala itu. Dari dua buah kepala itu" dapat merasakan kepuasan dan kemanisan balas dendam, juga merasakan kedukaan karena putus cinta, merasai cemburu yang menggerogoti hatinya kemudian manisnya pembalasan terha mereka. Dan kini, dua buah kepala yang seolah-olah menangisi hidupnya siang malam itu telah diambil darinya dikuburkan. Dan dia merasa seolah-olah
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
baru sekarang dia kematian isteri tercinta, seolah-olah melihat jenazah isterinya dikubur dan bahwa selamanya dia akan kehilangan isterinya itu! Maka tak tertahankan lagi, dia menangis sampai air matanya bercucuran membanjiri kedua pipinya. Dia menahan diri agar tangisnya tidak sampai terdengar oleh muridnya, dan cepat-cepat dia pergi dari situ, kemudian sesenggukan di dalam pondoknya.
Setelah selesai mengubur dua buah kepala itu, menguruknya dengan tanah dan menaruh sebongkah batu besar depan kuburan, Han Beng lalu kembali ke pondok untuk berkemas. Dia melihat suhunya duduk bersila di tengah ruangan pondok itu sambil memejamkan dua matanya. Melihat ini, dia tidak berani mengganggu dan dia lalu memasuki kamarnya, mengumpulkan pakaian dan membungkusnya menjadi sebuah buntalan. Diikatnya buntalan itu di punggungnya, kemudian dia pun keluar dari dalam kamar.
Suhunya masih duduk bersila seperti tadi, kedua mata terpejam. Han Beng tetap tidak berani mengganggu dan dia pun menjatuhkan diri berlutut didepan suhunya, menanti sampai orang tua itu sadar dari samadhinya.
Lebih dari tiga jam Han Beng berlutut di depan gurunya, dengan penuh kesabaran dia menanti sampai suhunya bangun dari samadhinya. Sedikit pun dia tidak merasa gelisah atau kehilangan kesabaran. Kalau suhunya tidak sadar sampai sehari semalam pun, dia akan tetap menunggu, karena dia harus berpamit dari gurunya sebelum meninggalkan tempat itu. Gurunya selama ini amat dikasihinya, dan menjadi pengganti orang tuanya. Sin-tiauw Lin Bhok Ki bagi Han Beng merupakan guru, orang tua, juga sahabat. Di dalam dunia ini, hanya orang tua itulah satu-satunya manusia yang dekat dengannya. Karena itu, bagaima mungkin dia meninggalkan gurunya ini tanpa pamit"
Akhirnya, terdengar gurunya berkata
"Han Beng " KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Han Beng cepat mengangkat mukanya, memandang kepada suhunya yang sudah membuka mata dan tersenyum kepadanya. Han Beng mengamati wajah gurunya dan dia pun merasa jantungnya seperti ditusuk karena terharu, Wajah itu membayangkan kedukaan mendalam, bahkan nampak jauh lebih tua dibandingkan kemarin! Seolah-olah ada awan kedukaan hebat yang menyelubungi wajah itu, namun mulut itu tersenyum kepadanya! Dia merasakan adanya suatu pertentangan di dalam batin gurunya, dan dia berpikir bahwa hal itu tentu muncul karena ulahnya meminta dua buah kepala dan yang telah dikuburkannya. Diam-diam dia merasa dosa kepada gurunya.
"Han Beng, tahukah engkau betapa permintaanmu yang telah kululuskan tapi seolah-olah mencabut semangat hidupku" Aku merasa betapa hidupku menjadi kosong tak berarti, seolah-olah dua buah kepala itu pergi membawa seluruh semangatku."
Han Beng semakin terharu dan dia daipun memberi hormat sambil berlutut.
"Suhu, ampunkan teecu karena sesungguhnya bukan demikian maksud teecu, melainkan untuk menolong Suhu terbebas daripada penderitaan batin."
Gurunya tersenyum, senyum yang amat mengharukan karena senyum itu amatlah pahitnya. "Tidak mengapa, Han Beng. Salahku sendiri. Ketahuilah bahwa tanpa kusadari, aku telah terikat secara batiniah kepada dua buah kepala ftu, seolah-olah dua buah kepala itu tirnjadi pengganti isteriku yang tercinta. Dan sekarang setelah berpisah, aku merasa kehilangan sekali. Akan tetapi biarlah, mungkin engkau benar, setelah aku mengalami kepahitan yang sedemikian hebat ini, mungkin lambat laun Sang Waktu akan menjadi penyembuh yang mujizat. Hanya pesanku kepadamu, Han Beng, karena engkau masih muda, hati-hatilah, terutama terhadap wanita.
Jangan mudah menyerahkan hati cintamu, dan andaikata
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
engkau tidak dapat mengelak lagi dan jatuh cinta jangan engkau mengikatkan batinmu padanya agar kalau sekali waktu ia meninggalkanmu, kalau ia melakukan penyelewengan dengan pria lain, hatmu tidak akan hancur binasa! Kalau batinmu tidak terikat oleh seorang wanita sewaktu ia menyeleweng dengan pria lain, engkau akan menerimanya den penuh kesadaran dan keikhlasan, sadar bahwa cinta antara pria dan wanita dak dapat bertepuk tangan sebelah, lau ia jatuh cinta kepada pria lain, arti cintanya padamu sudah luntur engkau tidak mungkin dapat memaksanya untuk tetap mencintaimu dan jangan menoleh kepada pria lain."
Han Beng yangbaru berusia tujuh belas tahun itu sudah dapat menangkap apa yang dimaksudkan suhunya, dan dia pun maklum bahwa suhunya sedang menderita goncangan hebat dalam batinnya sehingga ucapannya itu condong ke arah pelampiasan duka dan penghiburan diri ndiri. Betapapun juga, dia dapat merasakan kebenaran. Memang, ikatan mendatangkan derita sengsara batin karena tidak ada yang abadi di dunia ini. Setiap pertemuan pasti berakhir dengan per?lahan dan kalau hati terikat, maka perpisahan itu akan mendatangkan rasa sengsara dan duka.
Han Beng lalu berpamit kepada gurunya yang merasakan keharuan karena dia harus berpisah dari murid yang disayangnya ini. Baru saja dia kehilang dua buah kepala yang menjadi pengganti isterinya, kini dia harus berpisah lagi dari muridnya yang tersayang. Namun, dia melihat kenyataan bahwa perpisahan itu memang tidak dapat dihindarkan lagi.
"Pergilah, Han Beng. Masih ingat engkau ke mana harus mencari gurumu yang baru, yaitu Sin-ciang Kai-ong Jangan lupa, carilah dia di daerah Propinsi Hok-kian. Di sana dia menjadi raja jembel dan siapapun tentu akan mengenalnya dan dapat menunjukkan mana engkau dapat menemuinya.
Sam kan salamku kepadanya!"
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/


Naga Sakti Sungai Kuning Huang Ho Sin-liong Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Han Beng lalu berangkat, mengendong buntalan pakaiannya di punggung dan melangkah dengan tegap dan ringan menuruni bukit Kim-hong-san. Ketika dia tiba di lereng yang berhutan, tiba-tiba muncul seorang yang memakai kedok mukanya, berpakaian serba hitam tanpa banyak cakap lagi orang ini dah menyerangnya dengan membabi-buta, Melihat gerakan orang itu, Han Beng terkejut karena selain gerakannya ringandan gesit sekali, juga pukulan-pukulannya mendatangkan angin pukulan yang amat dahsyat! Dia pun cepat mengelak. Setelah beberapa kali mengelak dan menangkis dia mendapat kenyataan bahwa orang itu memang memiliki sin-kang yang amat kuat. Dia meloncat jauh belakang.
"Heiiiii, berhenti dulu, Sobat! Mengapa engkau menyerangku dan apakah kesaahanku padamu?"
Sebagai jawaban, orang itu hanya meloncat dan menyerangnya lagi, kini lebih hebat lagi. Pukulannya merupakan serangan maut karena tangan yang menyambar ke arah kepalanya itu mengandung tenaga sin-kang yang akan dapat menghancurkan batu karang, apalagi kepala manusia!
Dia pun mulai merasa asaran oan segera di tangkisnya pukul itu dengan lengannya sambil mengerahkan sin-kang di tubuhnya.
"Dukkk!" Penyerang itu terdorong mundur dan giranglah hati Han Beng melihat kenyataan bahwa dalam hal tenaga sinkang, dia masih lebih unggul sedikit. Hal ini membesarkan hatinya dan dia pun mulai balas menyerang! Akan tetapi, betapa gesitnya gerakan orang itu dan agaknya, semua jurus seranganan tidak membuat orang itu menjadi gugup dan bahkan dapat mengimbanginya dengan serangan-serangan balasan yang tak kalah hebatnya!
Mereka berkelahi dengan sungg sungguh, dan Han Beng sudah mengeluarkan ilmu-ilmu silat yang dipelajarinya selama lima tahun itu, namun tidak ada yang dapat menembus
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
benteng pertahanan lawannya itu. Dia merasa penasaran sekali dan sambil mengeluarkan suara melengking nyaring, Han Beng lalu mengeluarkan jurus simpanannya, ya ituilmu silat Hui-tiauw Sin-kun. Akan tetapi, kembali dia tertegun karena orang itu agaknya mengenal pula ilmu silatnya ini dan dengan mudah dapat mengelak dengan tepat sekali. Padahal ilmu silat Hui-tiauw Sin-kun ini gerakan amat cepat dan tidak terduga-duga. Bagaimana mungkin orang ini dapat mengelak sedemikian mudahnya" Tentu sudah mengenal ilmu silatnya ini. Sudah mengenal! Hanya gurunya yang mengenalnya. Han Beng meloncat ke samping untuk mengelak dari sambaran sebuah tendangan dan dia mengamati orang itu Perawakannya, tinggi besar! Ah, siapa lagi kalau bukan gurunya" Biarpun memakai topeng dan mengenakan pakaian hitam, namun bentuk tubuh itu bentuk tubuh gurunya, dan lebih meyakinkan lagi, orang itu mengenal semua ilmu ulatnya!
Tahulah dia bahwa gurunya sendiri yang agaknya hendak mengujinya, maka dia pun ingin menyenangkan hati gurunya dan menyerang dengan sungguh-sungguh, mengerahkan seluruh tenaganya dan memainkan Hui-tiauw Sin-kun dengan sebaik mungkin!
Didesak sehebat itu, orang bertopeng itu pun mulai memainkan ilmu silat yang sama. Terjadilah serang-menyerang yang amat seru, dan dalam pertandingan ini, Han Beng merasa betapa biarpun dia menang sedikit dalam hal tenaga sakti, namun dia kalah matang dalam gerakan silatnya.
"Plak-plak!" Dua kali kedua tangan mereka bertemu dan tubuh orang bertopeng itu terdorong ke samping, akan tetapi tangannya sempat meluncur dan tahu-tahu buntalan pakaian Han Beng dapat direnggutnya lepas dari punggung pemuda itu!
Han Beng menjatuhkan dirinya berlutut. "Suhu, tcccu mengaku kalah!"
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang itu berhenti, merenggut topengnya dan ternyata Liu Bhok Ki. Dilemparnya buntalan itu kepada Han Beng dan dia mengusap keringatnya yang membasahi muka dan leher, lalu menarik napas panjang.
"Siapa bilang kau kalah" Aku hanya menang sedikit dalam hal kematanj ilmu silat kita, akan tetapi kalau engkau berkelahi sungguh-sungguh, aku takkan kuat bertahan. Lihat, tubuhku sudah berkeringat. Han Beng, engkau hati-hatilah di dalam perjalananmu, jangan sembarangan mempergunakan Hui-tiauw Sin-kun kalau tidak terdesak sekali. Juga jangan engkau terlalu ringan, tangan melukai, apalagi membunuh orang.
"Semua petunjuk dan nasihat Suhu sudah tertanam dalam ingatan teecu dan tentu teecu akan mentaatinya."
"Nah, pergilah cepat, muridku, pergilah sebelum kedukaan sempat menyentuh hatiku karena perpisahan ini!" si Liu Bhok K i terdengar keras. Han Beng maklum akan kepedihan hati gurunya, maka dia pun segera bangkit berdiri, memberi hormat sekali lagi lalu pergi dari situ dengan langkah lebar memasuki hutan agar cepat lenyap dari pandang mata gurunya.
ooooOOOOoooo Sinar matahari pagi mulai mengusiri ibut-kabut yang menyelubungi dusun Ki-hyan-tung.Burung-burung dan ayam jantan menyambut sinar matahari dengan kicau dan kokok mereka saling berrsahutan dan penuh keriangan.Lampu-lampu yang tergantung di depan rumah-rumah kecil di dusun itu sudah mu?tu dipadamkan, dan sebagai gantinya, nampak asap mengepul dari dapur. Para ibu sudah mulai memasak air, siap membuatkan minuman hangat dan sarapan untuk keluarganya. Di sana-sini terdengar teriakan ibu-ibu yang tidak sabar kepada anak-anaknya, tangis anak kecil dan teriakan anak-anak yang nyaring, gerutu para ayah dengan suara parau. Sinar matahari mulai menghidupkan dusun it bukan saja menggugah para penduduknya untuk mulai bekerja, dan
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
burung-burung juga segala macam binatang, akan tetapi juga menggugah pohon-pohon besar kecil setelah mereka ini terlelap dan dingin. Para petani mulai mempersiapkan diri untuk bekerja di sawah ladang menanti sarapan sekedarnya, setiddkn minuman untuk menghangatkan perut, yang sudah berpuasa semalam suntuk.
Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan sekelompok orang yang berpakaian perajurit seragam masuk ke dalam perkampungan itu di atas kuda mereka. Jumlah mereka ada lima puluh orang dikepalai seorang komandandan bersama dua orang pembantunya. Begitu memasuki dusun, mereka mengambil sikap mengurung, menjaga di semua penjuru, terutama di empat pintu dusun.
Mendengar derap kaki banyak kuda memasuki
perkampungan mereka, para petani saling pandang dengan muka berubah. Entah siapa yang membisikkah lebih dahulu, akan tetapi kini mereka semua berbisik dengan muka ketakutan.
"Hek-i-wi.............!"
Hek-i-wi (Pasukan Pakaian Hitam) sudah amat terkenal dan amat ditakuti oleh orang-orang di pedusunan. Hek-i-wi adalah pasukan yang perajuritnya berpakaian serba hitam dan tugas mereka Adalah mencari dan mengumpulkan tenaga-tenaga dari rakyat jelata untuk di jadikan tenaga pekerja membangun terusan Besar. Karena pasukan Hek-i-ki menduduki tempat yang tinggi dan kekuasaan yang mutlak, bahkan para komandannya diberi hak untuk bertindak terhadap rakyat yang membangkang, maka tentu saja mereka amat ditakuti, kekuasaan memang merupakan sesuatu yang amat berbahaya bagi manusia. Sekali memegang kekuasaan, orang akan lupa diri dan meremehkan orang lain.
Dari kekuasaan ini timbul bermacam perbuatan yang buruk dan jahat. Orang-orang yang merasa khawatir kalau-kaiau dia
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
akan diambil dan dijadikan pekerja paksa, tidak segan-segan untuk melakukan penyuapan atau penyogokan kepada para komandan dan perajurit pasukan Hek-i-wi ! Bukan hanya menyogok dengan harta milik, bahkan ada pula yang menyerahkan anak gadisnya kalau mereka melihat betapa komandan pasukan atau para perwiranya tertarik kepada anak gadisnya itu. Biarpun pemerintah sediri mengambil kebijaksanaan untuk mengaji para pekerja, namun dalam pelaksanaannya, gaji-gaji itu tertahan dilenyap entah di tangan yang mana antara ribuan petugas itu,dan para pekerja itu bekerja tanpa digaji, bahkan ransum mereka pun dikurangi sehingaa banyak di antara mereka yang mati kelelahan atau kelaparan. Hal ini makin menakutkan rakyat sehingga biar yang miskin sekalipun, selalu ingin menghindarkan diri agar jangan sampai diambil dan dipaksa untuk bekerja di Terusan itu.
Begitu nama Hek-i-wi dibisikan, para penduduk dusun Ki-hyan-tung jadi geger! Para ibu menangis, anak-anak bersembunyi di kolong-kolong di kakus-kakus dengan tubuh menggigil para gadis yang bersembunyi karena mereka mendengar betapa perajurit Hek-i-Wi itu kasar dan mata keranjang, tak pernah melewatkan dan membiarkan saja seorang gadis dusun tanpa diganggunya. Dan para pria dusun itu berserabutan lari keluar dari rumah dengan maksud melarikan diri keluar dari dusun agar tidak ketahuan dan tidak tertangkap. Akan tetapi, alangkah kaget hati mereka melihat betapa dusun itu telah dikepung dan mereka yang mencoba melarikan diri bertemu dengan cambuk-cambuk yang melecut dan tendangan kaki bersepatu yang kuat dan membuat mereka roboh terrguling! Suasana menjadi semakin gempar.
"Semua penduduk dusun ini keluar dan berkumpul di sini!"
berkali-kali beberapa orang perwira berseru dengan suara lantang.
"Yang melarikan diri atau melawan akan dibunuh!"
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Laki-laki di sini dan semua perempuan dan kanak-kanak di sebelah sana!"
Dengan muka pucat dan tubuh menggigil ketakutan, semua penghuni terpaksa keluar dari rumah dan tempat persembunyian mereka. Mereka sudah medengar betapa beberapa buah dusun dibakar oleh Hek-i-wi hanya untuk memaksa para penghuninya keluar dari tempat persembunyian mereka!
Setelah semua orang berkumpul, yang pria berkelompok dikiri, yang wanita bersama anak-anak berkelompok di kanan, komandan pasukan itu berseru, "Kalian jangan takut! Kami melaksana tugas dari pemerintah untuk memberi pekerjaan kepada kalian. Kalian akan digaji dan diberi makan cukup!
Juga para wanita yang terpilih akan mendapat pekerjaan dan hidup yang menyenangkan!!
Kini para pembantu komandan ini melakukan pemilihan.
Pria-pria muda dan kuat, segera dipisahkan dan kedua tangan mereka dipasang borgol dengan rantai panjang. Dan segera lima puluh orang lebih pria diborgol dengan rantai yang sambung menyambung, dan ada lima belas wanita muda, baik gadis maupun sudah menikah, dipilih pula dan mereka ini dipaksa untuk memisahkan diri, lalu disuruh naik ke dalam sebuah gerobak yang sudah dipersiapkan. Para wanita menangis, baik mereka yang dibawa maupun mereka yang ditinggalkan. Para gadis dan wanita muda itu sudah Mendengar bahwa mereka yang terpilih itu akan mendapatkan pekerjaan, akan tetapi pekerjaan yang hina dan mereka akan dipaksa melayani para perajurit seperti pelacur! Dan mereka yang sudah dibawa pergi, belum pernah ada yang kembali ke dusun mereka. Juga jarang sekali ada pria yang kembali ke dusun telah mereka terpilih untuk bekerja di terusan.
Dengan diiringi jerit tangis, baik dari mereka yang menjadi tawanan maupun dari mereka yang ditinggal, pasukan Hek-i-wi itu menggiring para ta?wanan keluar dari dusun itu. Bunyi
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
cambuk mereka meledak-ledak untuk menakut nakuti mereka, dan untuk memaksa mereka yang hendak mogok untuk terus berjalan. Bagaikan sekumpulan hewan ternak yang baru dibeli, lima puluh orang laki-laki dusun itu digiring keluar dari dusun mereka, meninggalkan keluarga, rumah dan dusun mereka, mungkinuntuk selamanya.
Menurut peraturan pemerintah pada waktu itu, tidak ada kerja paksa, ya ada ialah kerja wajib di mana rakyat dikenakan wajib bekerja membuat Terusan itu selama seratus hari, dan ini pun diberi gaji dan makan. Ada pula diterima wanita yang bekerja dan digaji, namun secara suka rela, untuk bekerja di dapur umum pembuatan Terusan. Akan tetapi, sudah menjadi penyakit umum bahwa pelaksanaan suatu perintah lalu menyimpang daripada asalperitah itu sendiri. Kerja wajib menjadi keja paksa, gaji dikebiri bahkan dihilangkan sama sekali, wanita-wanita dikumpulkan dan dipaksa bekerja, bukan dengan pembuatan Terusan melainkan demi pemuasan nafsu binatang mereka!
Tak dapat disangkal bahwa di antara para petugas terdapat pula orang -orang bersih dan yang benar-benar melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Akan tetapi apakah artinya susu secangkir kalau dimasukkan ke dalam kolam yang penuh dengan air kotoran" Takkan nampak keputihan dan kebersihan susu, bahkan akan ikut menjadi kotor! Yang sedikit itu akan lenyap terselimuti yang banyak.
Komandan pasukan Hek-i-wi yang memasuki dusun Ki-nyan-tung ini bernama Bak Lok Sek, seorang laki-laki berusia empat puluh tahun yang bertubuh imggi besar dan gagah perkasa, bertelinga gajah dan dia memiliki ilmu silat liang-to (sepasang golok) yang amat dahsyat sehingga ditakuti banyak orang. Juga dua orang perwira yang membantuya merupakan orang-orang pilihan dengan ilmu silat tinggi. Bahkan pasukan yang dipimpin oleh Ban Lok Sek ini merupakan pasukan pilihan, terdiri dari Prajunt-perajurit yang pandai ilmu silat.
Dengan pasukan istimewanya ini, Ban lok Sek seolah-olah
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi raja kecil yang dapat memaksakan kehendaknya sesuka hatinya, tanpa ada yang berani menentangnya. Karena terbukti babhwa pasukan pimpinan Ban Lok Sek ini yg selalu berhasil membawa banyak tenaga baru yang patuh, maka atasannya tidak terlalu memusingkan tentang berita bahwa Ban Lok Sek dan pasukannya yang kejam terhadap rakyat.
Orang-orang dusun yang dijadikan seperti tawanan itu terhuyung-huyung berjalan di bawah ancaman cambuk-cambuk yang kadang-kadang menyentuh kulit dan menggigit, debu mengepul bawah kaki kuda-kuda yang ditungg pasukan itu, dan di tengah-tengah pasukan itu terdengar isak tangis para wanita yang berhimpitan di dalam gerobak yang ditarik dua ekor kuda. Mereka yang ditinggalkan, yaitu kakek-kakek, nenek-nenak, wanita yang tidak terpilih, kanak-kanak, berkelompok di dalam dusun dan mereka itu menangis dan ratap, menangisi anak, suami, ayah, isteri atau puteri mereka yang dijadikan tawanan.
Ketika rombongan pasukan berkuda tiba di luar dusun, tiba-tiba terjadi kekacauan di barisan depan. Semua perajurit segera memacu kuda untuk melihat apa yang terjadi, dan mereka itu terkejut dan marah sekali melihat berapa orang kawan mereka sudah terjungkal dari atas kuda, dan kelihatan ada lima orang laki-laki gagah perkasa mengutik dengan pedang mereka. Agaknya amukan lima orang pria perkasa itulah yang membuat terjungkalnya lima orang prajurit terdepan. Mereka adalah jago-jagoan dari Siauw-lim-pai!
Seperti kita ketahui, kuil Siauw hm-si dibakar dan banyak pendekar Siauw-lim-pai yang tewas dalam pertempuran besar ketika Siauw-lim-si diserbu oleh pasukan pemerintah. Para murid Siauw-lim-pai melakukan perlawanan dengan hati duka karena ketua mereka telah membakar diri sampai tewas untuk memprotes tindakan pemerintah itu, dan hanya ada enam orang di antara mereka yang dapat meloloskan diri dalam keadaan luka-luka. mereka lalu bergabung dengan para murid Siauw-lim-pai yang kebetulan berada di luar kuil dan Tidak ikut terbasmi. Para murid yang berhasil lolos itu dipimpin oleh Lie
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Koan Tek, pendeta Siauw-lim-pai yang gagah perkasa, semenjak terjadi pembakaran kuil itu, Para pendekar Siauw lim pai hidup seorang buruan, berpencar dan Thian Hwesio sendiri, sute dari ketua Siauw-lim -pai yang membakar diri, bersembunyi di daerah selatan.
Lima orang laki-laki yang kini menyerbu pasukan yang menawan penduduk dusun Ki-nyan-tung, adalah para pendekar Siauw-lim-pai yang kebetulan lewat di dekat dusun itu. Mereka melihat apa yang terjadi dan marahlah para pendekar ini, lalu mereka mencabut pedang dan menyerang pasukan pemerintah yang bertindak sewenang-wenang itu.
Biar para pendekar ini telah kehilangan kuil dan pusat asrama mereka, namun mereka sama sekali tidak kehilangan watak kependekaran mereka,, dan dengan penuh semangat mereka menyerang pasukan untuk membela para penduduk dusun yang dijadikan tawanan itu. Tentu perwira perajurit menjadi marah melihat betapa beberapa orang kawan mereka roboh dengan luka berat, bahkan ada yang tewas. Mereka lalu menyerbu dan mengepung, mengeroyok lima orang pendekar itu dengan senjata golok dan teriak mereka, juga komandan Ban Lok Sek bersama dua orang perwira pembantunya yang lihai, sudah terjun ke dalam pertempuran itu. Lima orang pendekar Siauw-lim-pai itu terkejut ketika melihat Gerakan sepasang golok di tangan komandan itu! Mereka mengenal ilmu golok pasangan dari Siauw-lim-pai!
"Engkau murid Siauw-lim-pai!" bentak seorang di antara para pendekar Siau-lim-pai! Bentak seorang diantara para pendekar.
Ban Lok Sek tertawa dan mendengus dengan penuh ejekan. "Huh, siapa murid Siaw-lin pai yang memberontak"
Memang pernah aku mempelajari ilmu golok dari Siauw-lim-pai, akan tetapi itu bukan berarti bahwa aku murid Siauw lim-pai!" berkata demikian, dia mendesak orang yang menjadi lawannya. Juga dua orang perwira pembantunya menggerakkan golok mereka dan dibantu oleh pulahan orang
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
perajurit, betapapun lihainya lima orang pendekar Siauw-Iim-pai itu, mereka mulai terdesak hebat! Namun, dengan gigih mereka melakukan perlawanan, memutar pedang mereka untuk melindungi tubuh dari ancaman puluhan batang senjata yang menyambar-nyambar ganas. Karena banyaknya pengeroyok lima orang pendekar itu sukar untuk dapat membalas. Mereka tidak memperoleh kesempatan lagi, dan terpak hanya membela diri saja tanpa tanpa membalas.
Mereka berlima akhirnya te kena bacokan-bacokan dan mulai menderita luka-luka, walaupun luka ringan karena mereka memang memiliki tubuh yang kuat terlindung kekebalan, gerakan lincah dan juga putaran pedang mereka dapat melindungi diri mereka dari serangan maut.
Bagaimanapun juga, kalau dilanjutkan tak lama lagi tentu lima orang pendekar itu akan roboh dan tewas di bawah pengeroyokan demikian banyaknya lawan. Mereka maklum akan hal ini, namun mereka tidak merasa gentar. Jiwa kependekaran mereka membuat mereka pantang mundur dalam menghadapi kejahatan dan penindasan. Mereka hendak menolong orang-orang dusun itu dengan taruhan nyawa mereka sendiri.
Dalam keadaan yang amat berbahaya itu, tiba-tiba muncul seorang pemuda yang bertubuh tinggi besar. Pemuda ini bukan lain adalah Han Beng. Dari jauh sudahdia tertarik oleh suara hiruk pikuk yang bertempur. Biarpun dia sudah menerima pesan suhunya agar tidak mencampuri urusan orang lain, namun hatinya tertarik dan dia cepat berlari menuju ke arah suara keributan itu. Dan dia melihat puluhan orang dusun yang dibelenggu dan diikat dengan rantai panjang, melihat pula belasan orang wanita muda yang berhimpitan di dalam gerobak, dan lima orang gagah yang keroyok oleh puluhan orang perajurit dan lima orang itu telah menderita luka-luka. Melihat ini, Han Beng yang cerdik segera dapat menduga apa yang telah terjadi. Dia sendiri ketika masih kecil, lima tahun yang lalu, terpaksa harus lari mengungsi bersama ayah ibunya, karena ayahnya takut dijadikan pekerja paksa
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
oleh pasuka pemerintah. Kini, lihat betapa puluhan orang petani belenggu, dan wanita-wanita muda ditawan, dia dapat menduga bahwa tentu para petani itu akan dijadikan pekerja paksa. Dan lima orang gagah itu tentulah orang-orang berhati pendekar yang hendak membela puluhan orang petani itu.
"Berhenti ...! Harap hentikan perkelahian ini!" Han Beng membentak sambil mengerahkan khi-kangnya. Suaranya melengking nyaring, mengejut semua orang dan lima orang pendekar Siauw lim pai itu mendapatkan kesempatan untuk berloncatan mundur karena para pengeroyok mereka terkejut dan menahan senjata.
"Ciang-kun, kenapakah orang-orang itu diborgol dan wanita-wanita itu tawan" Hendak dibawa ke manakah mereka, dan apa kesalahan mereka?" tanya Han Beng kepada Ban Lok Sek yang berpakaian perwira walaupun juga seragamnya itu berwarna hitam.
"Mereka ditangkap untuk dijadikan pekerja paksa membuat Terusan, dan wanita-wanita itu akan mereka perkosa, dan kami berlima mencoba untuk menolong para tawanan!"
seorang pendekar Siauw lim pai cepat memberi keterangan agar pihak pasukan tidak sempat berbohong. Mendengar ini, Ban lok Sek yang sudah marah sekali karena ada orang berani mencampuri, menggerakkan sepasang goloknya dan menudingkan golok kanan ke arah muka Han Beng.
"Bocah sombong, jangan mencampuri Urusan pemerintah!
Mereka itu akan diberi pekerjaan sebagai wajib kerja dan Lima orang penjahat ini hendak memberontak dan menentang pemerintah! Apakah engkau juga hendak memberontak berhadap kami pasukan pemerintah?"
"Hemmm, kalau hendak memberi pekerjaan kepada para petani, bukan demikian caranya. Bukan seperti hewan digiring ke pejagalan! Dan wanita-wanita itu, mereka menangis, berarti mereka pergi karena kalian paksa ........."
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bunuh pemberontak ini!" bentak Ban Lok Sek marah.
Seorang perwira pembantunya yang lihai dalam pcrmainan silat pedang, sudah menerjang Han Beng dengan tusukan pedang kearah pemuda remaja itu. Dia memandang rendah kepada Han Beng karena biarpun pemuda itu bertubuh tinggi besar, namun wajahnya masih menunjukkan bahwa dia masih remaja. Tusukan pedang itu cerpat sekali, hanya nampak sinar pedang kelebatan ke depan, menyambar kearah dada Han Beng.
Han Beng melihat berkelebatnya sinar pedang ke arah dada. Dengan tenang dia miringkan tubuhnya sehingga sinar pedang itu meluncur ke sisi tubuhnya dan sekali melangkah ke belakang, telah menjauhkan diri. Akan tetapi, luputnya serangan pertama itu membuat Perwira menjadi penasaran dan dia pun membalikkan pedangnya, kini pedang berubah menjadi sinar yang membabat arah leher Han Beng! Tahulah Han Beng bahwa orang ini memang bersungguh-sungguh menyerangnya untuk membunuhnya. Dia sudah merendahkan tubuh, membiarkan pedang itu lewat di atas kepalanya dan begitu pedang lewat, tangannya mendorong ke depan. Tangan itu tidak mencapai dada lawan, namun perwira itu rasa betapa ada tenaga yang hebat disertai angin mendorong dadanya sehigga dia hampir terjengkang, terhuyung-huyung ke belakang! Terkejutlah perwira itu dan dia pun sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi mengenal orang lihai. Dia tidak lagi berani memandang rendah dan sambil mengeluarkan seruan dahsyat dia menyerang lagi ke depan sambil memutar pedangnya. Namun, Han Beng menyambutnya dengan memutar tangan dan sebelum pedang dapat menyentuhnya, lebih dulu Han Beng sudah mengetuk lengan yang memegang pedang dari samping. Pedang itu terlepas dan tangan Han Beng meluncur terus penampar ke arah pundak kanan lawan.
"Plakkk!" Perwira itu terjungkal dan tidak bangkit kembali karena roboh pingsan.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Melihat ini, Ban Lok Sek terkejut juga marah. Dia lalu berteriak kepada perwira pembantu yang ke dua, lalu dia sendiri menggerakkan sepasang goloknya menerjang dan menyerang Han Beng dibantu oleh perwira ke dua yang memegang sebatang ruyung, masih dibantu lagi oleh beberapa orang perajurit.
Lima orang pendekar Siauw-lim menjadi gembira dan semangat mereka bangkit kembali melihat betapa permuda yang baru datang ini ternyata lihai sekali. Mereka yang sudah luka-luka kembali memutar pedang mereka mengamuk.
Karena kini Ban Lok Sek pembantu ke dua sedang mengeroyok Han Beng sedangkan pembantu pertama masih pingsan, maka para pendekar Siauw-lim pai itu tidak menemukan lawan berarti dan biarpun dikeroyok oleh puluhan orang perajurit, mereka itu dapat membabat mereka sehingga banyak di antara para perajurit yang roboh. Melihat betapa lima orang pendekar itu mengamuk Han Beng segera berseru,
"Saudara-saudara harap membebaskan para tawanan dan melindungi mereka!"
Melihat betapa pemuda remaja yang amat lihai itu sama sekali tidak kelihatan terdesak oleh para pengeroyoknya bahkan masih sempat mengingatkan mereka, lima orang pendekar Siauw-lim-pai itu lalu meninggalkan pasukan yang sudah mulai gentar itu, dan membebaskan para tawanan pria dan wanita, lalu mengawal mereka kembali ke dalam dusun.
Sementara itu, Han Beng dikeroyok oleh puluhan orang perajurit, dipimpin oleh Ban Lok Sek sendiri bersama seorang perwira pembantunya. Han Beng mengamuk membagi-bagi tamparan dan tendangan dan para pengeroyok itu s?perti sekawanan semut mengeroyok seekor jengkerik. Banyak pengeroyok yang terlempar ke sana-sini, ada yang mengerang kesakitan, ada yang pingsan, ada pula yang mampu bangkit dan mengeroyok kembali. Akan tetapi tidak seorang pun yang tewas. Han Beng tidak biasa membunuh orang. Biarpun gurunya seorang yang keras hati dan bertangan besi, namun
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Han Beng tidak mewarisi watak gurunya itu. Dia tidak mengenal para pengeroyok ini, bertemu pun satu kali, bagaimana mungkin dia begitu mudah membunuh orang"
Biarpun mereka ini bertindak kejam terhadap rakyat dusun itu, namun mereka ini bagaimanapun juga hanyalah petugas pelaksana saja.Yang menjadi biang keladi adalah atasan mereka, dan dalam hal tindakan setempat itu, tentu panglima dan perwira yang memimpin mereka ini yang tidak benar!
Tiba-tiba Han Beng mengeluar suara melengking dan tubuhnya mencelat ke atas seperti terbang saja dan dari atas, tubuhnya menukik turun dan luncur ke arah kepala Ban Lok Sek perwira pembantunya! Perwira pembantu yang memegang ruyung itu terkejut, menghantamkan ruyungnya ke atas mengararah kepala pemuda yang meluncur dari atas bagaikan seekor burung rajawali marah itu. Memang, Han Beng yang dikeroyok banyak orang itu dan tidak ingin membunuh para pengeroyok dan hanya ingin menghajar dua orang pimpinan itu, telah menggunakan satu jurus dari Hui-Tiauw Sin-kun yang membuat tubuhnya melayang seperti seekor burung rajawali terbang dan ketika tubuhnya meluncur bawah, dia melihat datangnya serangan ruyung dari bawah.
Disambutnya ruyung itu dengan telapak tangan dan membalik, menghantam ke arah kepala perwira itu sendiri! Perwira itu terkejut, berteriak dan cepat miringkan kepalanya.
"Desssss!" Pundaknya masih terkena hantaman ruyungnya sendiri dan dia pun roboh pingsan dengan tulang pundak retak!
Melihat ini, Ban Lok Sek marah bukan main dan sepasang goloknya sudah putar cepat menyerang Han Beng sambil mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan jurus-jurusnya yang paling ampuh. Han Beng mengelak sambil berloncatan ke sana-sini, kedua tangannya menangkis dari kanan kiri pula, sikapnya seperti seekor burung rajawali yang menggunakan kelincahan gerakannya dan kedua sayap untuk menampar dari kanan kiri. Tiba-tiba, dengan kecepatan kilat,
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Han Beng berhasil menendang tangan kiri pimpinan pasukan itu dan golok yang dipegangnya terlepas karena tangannya seperti remuk terkena tendangan. Tangan Han Beng menyambut dan memukul ke arah golok yang terlepas dan.
golok itu meluncur bagaikan anak panah menuju ke tubuh Ban Lok Sek.
"Cappp!" Tanpa dapat dihindarkan lagi, golok itu sudah menembus dada Ban Lok Sek yang mengeluarkan teriakan parau dan tubuhnya roboh mandi darah oleh goloknya sendiri.
Han Beng agak bergidik. Baru sekali ini dia membunuh orang dan dia terbelalak memandang. Pada saat itu, sebatang tombak menusuknya dari belakang, meluncur ke arah lambungnya. Karena Han Beng masih memandang kepada mayat Ban Lok Sek dengan bengong, kewaspadaannya lenyap dan dia tidak tahu bahwa ada bahaya maut mengancamnya. Baru setelah ujung tombak itu merobek baju dan sedikit kulitnya, dia terkejut dan dongan gerkan otomatis dia miringkan tubuh sambil mengerahkan tenaganya untuk melindungi lambung yang tertusuk.
Biarpun tombak itu menjadi menyeleweng namun kulit lambungnya berikut sedikit daging di bawah kulit telah robek dan darah pun membasahi bajunya. Han Beng menendang dan pemegang tombak itu terlempar sampai lima meter terbanting keras, tak mampu bangkit kembali.
Melihat betapa pemuda remaja yang lihai itu telah terluka dan darah membasahi bajunya, para perajurit menjadi bersemangat seperti gerombolan ikan mencium darah. Mereka berteriak-teriak dan menghujankan senjata pada tubuh Han Beng. Betapapun lihainya, dikeroyok oleh puluhan orang yang haus darah ini, Han Beng yang tidak ingin membunuh mereka, menjadi repot juga!
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa. "Ha-ha-ha, anjing-anjing hina sungguh tak tahu malu, mengeroyok orang pemuda yang tidak ingin membunuh mereka!" Dan muncullah
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
seorang kakek yang pakaiannya tambal tambalan dan berkembang-kembang akan tetapi bersih, usianya kurang lebih enam puluh lima tahun, memegang sebatang tongkat butut! Dengan gaya seperti seorang memukuli segerombolan anjing dengan tongkat, pengemis tua itu mengamuk, tongkatnya menggebuk sana-sini dan setiap kali tongkatnya bergerak, pasti ada pingsan yang kena hantam, atau punggung, semua senjata yang mencoba untuk menangkis, terpental beterbangan dan sebentar saja para perajurit itu menjadi kacau balau, banyak yang mengusap punggung atau pinggul sambil berteriak-teriak kesakitan! Melihat munculnya kakek yang lihai itu, Han Beng merasa gembira bukan main.
Dia segera mengenal pakaian dan tongkat itu, dia segera menggerakkan kaki tangan menendang dan menampar merobohkan beberapa orang mengeroyok.
"Suhu !" teriaknya.
"Ehhh?" Gembel tua itu menghentikan gerakan tongkatnya dan menoleh.Kesempatan ini dipergunakan oleh dua orang perajurit untuk membacokkan golok mereka, yang seorang membacok kepala yang kedua membacok pinggang. Kakek itu agaknya tidak melihat datangnya dua serangan ini. Setelah golok itu menyambar dekat sekali, baru dia menggerakkan tangan kirinya menyambut golok yang membacok pinggang, menerima golok itu dengan tangan kosong, sedangkan yang menyambar kepalanya dibiarkannya saja!
"Takkk!" Golok itu tepat mengenai kepala, akan tetapi terpental dan bakkan terlepas dan tangan Si pemegng; sedangkan kakek itu hanya mengususap kepalanya seperti yang kegatalan. Adapun golok yang disambut tangan kirinya, seperti terjepit baja dan pemilik golok mencoba untuk membetot dan menariknya, namun sia-sia. Ketika kakek tiba-tiba melepaskan golok itu sambil mendorongnya, tentu saja pemilik golok itu terjengkang dan kepalanya terbentur batu sehingga dia pingsan ketika.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Heiii, jangan ngawur! Aku tidak mempunyai murid seperti engkau! Muridku berada bersama Sin-tiauw Liu Bhok Ki, di puncak Kim-hong-san!"
"Anak itu adalah teceu sendiri, Suhu! Teecu adalah Sie Han Neng, murid Suhu Sin-tiauw Liu Bhok Ki yang sedang mencari Suhu untuk memenuhi janji antara Suhu berdua!"
"Heh" Benarkah" Aku pun sedang mencarimu! Dan kita bertemu di sini, ha-ha-ha-ha! Mari kita hajar anjing-anjing ini!"
Han Beng semakin gembira dan bersama gurunya yang baru itu dia mengamuk, dan makin banyak pula perajurit yang roboh. Belasan orang sisa perajurit yang melihat ini, menjadi gentar dan mereka pun melarikan diri, meninggalkan teman-teman yang terluka dan pingsan.
Kakek itu memang Sin-ciang Kai-ong. Hatinya girang bukan main melihat calon muridnya yang kini telah menjadi seorang pendekar muda remaja yang hebat! Setelah semua perajurit melarikan diri, meninggalkan mereka yang luka atau pingsan, dia lalu mengajak murid itu memasuki dusun Ki-nyan-tung.
Lima orang pendekar Siauw-lim-pai segera memberi hormat kepada Sin-cia Kai-ong dan Han Beng, memperkenalkan diri mereka sebagai murid-murid Siauw-lim-pai yang membela rakyat yang hendak dijadikan pekerja paksa. Sin-cia Kai-ong mengangguk-angguk dan mengacungkan jempol tangan kanannya.
"Hebat! Aku sudah mendengar tentang dibakarnya Siauw-lim-si oleh pasukan pemerintah. Sungguh pemerinta seperti dipimpin orang-orang buta, ti dak tahu bahwa Siauw-lim-pai adalah perkumpulan yang amat baik dan besar dan dapat bermanfaat sekali bagi kemajuan pemerintah. Hemmm, biarpun Siauw-lim-si telah terbakar, namun murid-muridnya tak pernah kehilangan kegagahannya! Han Beng, kaulihat baikKANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
baik dan contohlah para pendekar Siauw lim-pai ini. Biarpun mengalami kepahit an bahkan pusat mereka dihancurka pemerintah, mereka tidak pernah kehilangan semangat dan jiwa kependekaran mereka!"
Setelah berunding, lima orang pendekar Siauw-lim-pai itu lalu mengatur agar seluruh penghuni Ki-nyan-tung itu mengungsi dan berpencaran, pindah ke lain dusun-dusun agar terhindar dari balas dendam pasukan pemerintah kelak.
Sedangkan Sin-ciang Kai-ong lalu mengajak Han Beng meninggalkan tempat itu Dan mulai hari itu, Raja Jembel ini mulai menggembleng Han Beng sebagai muridnya yang disayangnya.
oooOOooo Gadis berusia lima belas tahun itu cantik mungil. Wajahnya yang berdagu runcing itu amat manisnya, dengan ku?lit yang putih kemerahan, hanya memakai bedak tipis, dan merah pipinya bukan karena gincu melainkan karena sehat bagaikan setangkai bunga yang belum mekar. Bibirnya juga merah basah tanpa pemerah bibir. Alisnya seperti dilukis, melengkung indah melindungi sepasang mata yang bersinar terang lincah, sepasang mata yang memandang dunia ini dengan penuh gairah, mata yang bening jeli bagaikan sepasang bintang. Pakaiannya indah, bahkan mewah dari sutera mahal, berkembang kuning dengan dasar merah muda, warna kesukaan gadis remaja itu.
Gadis yang memiliki bentuk tu ramping dengan pinggang kecil, tubuh yang belum matang benar, sedang tumbuh namun sudah menjanjikan tubuh yang indah padat berisi dengan kulit putih mulus, ia bukan lain adalah Giok Cu! Seperti telah diceritakan bagian depan, Giok Cu dibawa pergi oleh .Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu ke tempat tinggal iblis betina itu di tepi kotaCe touw di Propinsi Shantung, hidup sama wanita itu dan belasan orang pelayan wanita yang rata-rata memiliki ilmu silat yang tinggi.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Karena Giok Cu seorang anak perempuan yang cantik manis, cerdik dan bocah jenaka, nakal manja, juga berbakat sekali dalam ilmu silat, pandai ketika diajar ilmu surat, maka gurunya semakin lama semakin sayang padanya, apalagi karena Ban-tok Mo-li Phang Bi cu telah kehilangan puteri tunggalnya, yaitu Sim Lan Ci, yang tidak menurut dan nekat menikah dengan Coa Siang Lee putera ketua Hek-houw-pang, Ban-Tok Mo-li melihat Giok Cu sebagai pengganti puterinya, la bukan hanya menganggap Giok Cu sebagai murid, melainkan seperti puteri kandungnya sendiri! Karena ia takut kehilangan Giok Cu seperti ia kehilangan Lan Ci, maka begitu menjadi muridnya, Giok Cu telah dipasangi racun dengan tusukan jarum di lengan kirinya, di bawah siku. Tusukan jarum yang sudah diberi obat beracun itu meninggalkan bekas titik merah seperti tahi lalat kecil di bawah siku lengan kiri, dan tanda merah itu akan lenyap kalau Giok Cu kehilangan keperawanannya, dan akibatnya dalam satu bulan Gadis itu pun akan kehilangan nyawanya Bila! Ban-tok Mo-li sengaja memasang racun ini pada diri muridnya agar muridnya itu tidak berdekatan dan tidak menikah dengan pria sehingga selama akan berada didekatnyal la tidak rela kalau muridnya itu menjadi milik orang lain. Memang, jalan pikiran seorang iblis betina seperti Ban-tok Mo-li memang aneh dan tidak lumrah manusia biasa. Cinta kasihnya penuh dengan nafsu mementingkan diri sendiri, penuh dengan keakuan. Orang yang cintanya hari menjadi alat untuk memuaskan dan menyenangkan dirinya.
Ketika dipasangi racun titik merah itu, Giok Cu baru berusia sepuluh tahun. Ia tidak tahu apa-apa, maka pemasangan itu tidak dipedulikan benar. Bahkan ketika ia mulai remaja, sampai berlima belas tahun, ia masih belum memusingkan tanda tahi lalat merah itu. tetap lincah jenaka dan rajin belai sehingga seusia itu, ia telah pandai menulis sajak dan tentang ilmu silatnya bukan hanya semua pelayan wanita rumah gurunya itu tidak ada yang mampu menandinginya, bahkan di antara kawan-kawan gurunya, yaitu orang-orang kang-ouw, tidak ada yang berani memandang rendah dan mengenal ia
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
sebagai seorang gadis remaja yang ganas dan kedua tangan yang mungil itu dapat menyebar maut dengan mudah!
Giok Cu bagaikan setangkai bunga yang hidup di rawa-rawa yang kotor dan beracun. Gurunya, yang menganggapnya seperti puteri sendiri, amat memanjakannya. Akan tetapi, pergaulan gurunya adalah dengan orang-orang kang-ouw, orang-orang kasar dan kejam, palsu dan bahaya. Gurunya tidak pernah mau bergaul dengan rakyat jelata yang dipandangnya amat rendah. Banyak tokoh sesat berdatangan ke rumah gurunya, berkunjung dan mereka itu kadang-kadang berpesta pora melampaui batas!
Bahkan gurunya yang biasanya nampak angkuh dan dingin itu, kalau sudah bertemu seorang rekan yang menyenangkan hati, sikap tidak tahu malu, bahkan tidak segan-segan untuk bercumbu di depan siapapun, bahkan di depan Giok Cu!
Karena semua ini, kadang-kadang di dalam hati Giok Cu timbul rasa benci dan muak! Bagaikan setangkai bunga, Giok Cu seperti bunga teratai, biarpun hidup di rawa berlumpur, tetap bersih berseri! Hal ini adalah karena ketika ikut dengan Ban tok Mo-li, ia telah berusia sepulu tahun dan ia sudah diajar kesusilaan oleh mendiang ayahnya, seorang lurah di Kong-cung. Pelajaran yang diterima dari ayah ibunya itu telah mengakar dibatinnya sehingga kini, walaupun pergaulannya dengan orang-orang kang-ouw yang kasar dan kadang-kadang cabul, ia tidak sampai ketularan penyakit itu.
Pada waktu itu, Ban-tok Mo-li sedang menjamu kunjungan belasan orang rekannya, yaitu tokoh-tokoh dunia sesat. Di antara para tokoh sesat itu terdapat beberapa orang tokoh muda yang pandang matanya membuat Giok Cu merasa muak. Mata mereka itu seolah-olah hendak menelannya bulat-bulat kalau memandang kepadanya,bahkan ada yang seperti menelusuri dan meraba-raba dengan pandang mata mereka!
Mula-mud Giok Cu memang merasa bangga dari sengaja ia menggoda dengan sikapnya yang lincah Jenaka sehingga mereka menjadi semakin terpesona. Giok Cu sengaja
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
menggerak-gerakkan tubuhnya, meliak-liuk dan menonjolkan dadanya yang sudah mulai membusung, mengobral senyumnya yang amat manis sehingga para tokoh sesat muda itu seperti tergila-gila. Akan tetapi, lama-kelamaan Giok Cu menjadi bosan juga dan siang hari itu ia meninggalkan rumah gurunya, meninggalkan para tamu yang sedang dijamu itu untuk pergi ke tepi laut yang berada tak jauh dari kota itu.
Ceng-touw memang terletak di tepi laut, menghadapi Lautan Kuning. Bahkan selama lima tahun ini, Giok Cu berkenalan dengan seorang kakek nelayan yang pandai sekali berenang. Kakek itu saling kepadanya dan ia mengajarkan ilmu bermain di dalam air kepada Giok Cu. Kini Giok Cu juga pandai sekali berenang, menyelam ke dalam air bahkan pandai menangkap ikan begitu saja di dalam air, menyambar dengan kedua tangannya! Kini kakek itu telah meninggal dunia, setahun yang lalu dan Giok Cu meerasa kehilangan.
Namun, ia telah mewarisi ilmu di dalam air yang diajarkan kakek nelayan itu dan seringkali para nelayan sendiri merasa kagum kalau melihat Giok Cu berenang, menyelam di menangkap ikan! Tidak ada seorangpun di antara para nelayan itu, yang sejak kecil berkecimpung di lautan, dapat mengatasi Giok Cu dalam hal bermain dalam air.
Pantai itu sunyi sekali, tidak nampak seorang pun. Para nelayan sudah berangkat sejak pagi tadi, layar mereka ada yang nampak dari pantai itu, merupakan titik-titik hitam kecil.
Kala para nelayan sedang berada di tengah lautan, pantai itu memang sunyi. Kalau para nelayan pulang, barulah ramai pantai itu menjadi seperti pasar di mana orang-orang dari kota berdatangan untuk membeli ikan yang masih segar.
Giok Cu duduk di atas pasir yang lembut putih kekuningan.
Angin laut bertiup kencang, membuat rambutnya awut-awutan.
Bau air laut segar dan melegakan dada. Giok Cu menghirup udara dalam-dalam, merasa dadanya mekar dan hawa sejuk hangat memasuki paru-parunya. Ia bangkit berdiri dan
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
mengatur pernapasan seperti diajarkan oleh mendiang kakek nelayan.
la berdiri tegak, kedua kaki agak terpentang, lalu ia mengembangkan kedua tangan dari depan ke atas sambil menarik napas sebanyaknya sampai kedua paru-parunya penuh sesak, dadanya mengembang besar. Setelah paru-parunya tidak dapat menampung lagi, dengan kedua tangan tetap di atas, ia menahan napas, kemudian mengerahkan tenaga untuk menekan dada dan mengembangkan perutnya.
Dadanya mengempis dan perutnya mengembang, seolah-olah hawa yang berada di dadanya itu turun ke perut! Ia lakukan ini beberapa kali, kemudian ia mengempiskan perut mengembangkan dada kembali dan mengeluarkan napas perlahan-lahan sampai habis sama sekali, sampai kedua paru-parunya kempis sama sekali. Diulangnya beberapa kali, lalu ia mengambil napas dengan cara yang sebaliknya. Ketika menarik napas, ia bukan mengembangkan dada melainkan mengembangkan perutnya, seolah-olah hawa itu disedotnya ke dalam perut sampai sepenuhnya. Kemudian, ia menarik napas dan "mengoper" hawa di perut itu naik ke dada, turun lagi dan akhirnya pun membuang napas perlahan-lahan seperti tadi, dari perut.
KANGZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Jilid 8 Melihat kanan kiri tidak ada orang, timbul keinginannya untuk bermain-main di pantai itu. Dari rumah memang ia sudah membawa ganti pakaian. Pakaian pengganti itu ia letakkan di atas pantai yang tidak tersentuh air, ditindih dengan batu agar tidak terbawa kabur angin, kemudian melepas sepatunya, melepas tusuk konde dan hiasan rambut, dan berlarilah ia hanya mengenakan pakaian dalam yang ringkas berwarna merah muda, dan di lain saat ia telah meloncat ke dalam air yang bergelombang!
Terdengar gadis remaja itu tertawa-tawa riang seorang diri ketika bermain-main dengan ombak. Kalau ada ombak datang bergulung-gulung, ia meloncat dan menyambut gelombang itu, menyelam ke bawah gelombang, kemudian muncul dibelakangnya.Rasanya seperti bermain-main dengan kawan-kawan yang akrab, yang merangkulnya, menggelitiknya, dan mengajaknya bermain-main dengan gembira sekali. Air yang dingin sejuk itu sungguh nyaman terasa membungkus kulitnya.
Ia juga kuat sekali menyelam. Bahkan jauh lebih kuat daripada mendiang kakek nelayan yang menjadi gurunya. Hal ini adalah karena Giok Cu telah menerima gemblengan dari Ban-tok Mo-li dan telah menghimpun tenaga sakt Sinkangnya membuat ia mampu menahan napas sampai jauh lebih lama daripada guru renangnya sendiri, apalagi dibandingkan orang lain. Orang akan berdebar tegang dan khawatir kalau melihat gadis remaja ini menyelam dan mengejar ikan di dalam air.
Pedang Naga Kemala 10 Peristiwa Merah Salju Karya Gu Long Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 6

Cari Blog Ini