Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Bagian 2
didadanja Tik Hun. "Djangan, djangan memukulnja! Ada apa bisa dibitjarakan setjara baik2," seru Djik Hong
melerai. "Mampuskan dulu bangsat ketjil ini baru diseret kepengadilan negeri," seru Tjiu Kin. Berbareng
iapun menghantam sekali. Tak tahan lagi Tik Hun menjemburkan darah.
SERIALSILAT.COM ? 2005 41 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Segera Pang Tan pun madju dengan pedang terhunus, katanja:
"Potong sekalian tangan kirinja, biar dia buntung!"
Terus sadja Sun Kin angkat lengan kiri Tik Hun dan Pang Tan ajun pedangnja hendak
menabas. Saking kuatirnja sampai Djik Hong mendjerit sekali. Maka berkatalah Ban Ka:
"Sudahlah, djangan bikin susah dia lagi, biar kita serahkan dia kepada jang berwadjib sadja."
Melihat Pang Tan sudah menarik kembali pedangnja, barulah Djik Hong merasa lega, dengan
air mata ber-linang2 ia pandang sekedjap kepada Ban Ka dengan penuh rasa terima kasih.
*** Sudah tentu didepan pembesar negeri djuga Tik Hun takbisa memberi pengakuan jang
memuaskan. Sama sekali tak tersangka olehnja bahwa sang Sumoay jang ditjintainja itupun
pertjaja dirinja mendjadi maling dan bermaksud membawa minggat perempuan lain..............
"Satu, dua, tiga, empat............" begitulah rangketan petugas jang menghudjani bebokong Tik
Hun. Walaupun rangketan itu sangat keras, namun kalau dibandingkan hatinja jang sakit
waktu itu, rangketan itu boleh dikata tiada artinja, bahkan rasa sakit luka tangan kanannjapun
takada artinja lagi. "........sepuluh........limabelas............duapuluh........." demikian Tik Hun terus dihudjani rangketan
hingga kulit dagingnja melotjot sampai achirnja iapun tak sadarkan diri.
Ketika Tik Hun siuman didalam pendjara, ia merasa kepalanja sangat berat, ia tidak tahu
dimana dirinja berada saat itu dan sudah lewat berapa lamanja. Pelahan2 ia merasakan
kesakitan luka djari tangannja itu, kemudian merasakan gigir, paha dan bokong djuga kesakitan
sekali. Ia ingin membalik tubuh supaja tempat jang kesakitan itu tidak tertindih dibawah, tapi
mendadak pundaknja djuga kesakitan luar biasa, kembali ia djatuh pingsan.
Ketika untuk kedua kalinja ia siuman, pertama jang terdengar olehnja adalah suara rintihannja
sendiri, menjusul terasalah kesakitan diantero tubuhnja. Ia tidak tahu mengapa pundaknja
sedemikian sakitnja" Apakah disebabkan kedua pundaknja djuga dipapas orang" Sungguh ia
tidak berani memandang lagi.
Mendadak ia mendengar suara gemerintjingnja benturan besi, waktu ia menunduk, ia lihat ada
dua utas rantai mendjulur turun dari pundaknja sendiri. Karuan ia kaget dan takut. Ketika ia
melirik kepundak, seketika gemetarlah tubuhnja. Dan karena gemetar, pundaknja mendjadi
lebih kesakitan lagi. Kiranja kedua rantai itu telah menerobos "Pi-pe-kut" (tulang pundak) dipundaknja dan
udjungnja digembok bersatu dengan rantai belenggu kaki dan tangannja.
SERIALSILAT.COM ? 2005 42 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Bahwa tulang pundak dilubangi, ia pernah mendengar tjerita gurunja, tjara itu katanja tjuma
dilakukan oleh pembesar negeri terhadap pendjahat kaliber besar. Sekali Pi-pe-kut ditembus,
sekalipun kepandaianmu setinggi langit djuga tak berguna lagi. Sesaat itu timbul matjam2
pertanjaan dalam benaknja Tik Hun. "Kenapa aku diperlakukan begini" Aku terpitenah, apa
pembesar negeri tak tahu?"
Ketika diperiksa Tikoan (Bupati), pernah djuga ia menuturkan apa jang terdjadi sebenarnja.
Akan tetapi ia kalah bukti dan saksi. Si Mirah, itu gundiknja Ban Tjin-san tegas2 menuduh dia
bermaksud memperkosanja. Kedelapan muridnja Ban Tjin-san djuga
menjatakan menemukan bukti2 harta tjuriannja dikamarnja Tik Hun. Opas2 kota Hengtjiu
djuga mengatakan tidak mungkin ada pendjahat jang berani menggerajangi keluarga Ban jang
disegani itu. Tik Hun masih ingat wadjah Tikoan itu tjukup welas-asih tampaknja, usianja kira2 setengah
umur. Ia jakin tuan besar Tikoan itu tj0uma sementara ini pertjaja pada aduan orang tapi
achirnja pasti dapat menjelidiki duduk perkara jang sebenarnja. Akan tetapi kelima djari
tangannja telah dipapas orang, kelak mana dapat menggunakan pedang lagi"
Begitulah dengan penuh rasa gusar, sesal dan sedih, tanpa hiraukan rasa sakit ia terus
berbangkit dan ber-teriak2: "Penasaran! Penasaran!" ~ Tapi mendadak kakinja terasa lemas, ia
terbanting djatuh lagi. Watak Tik Hun memang sangat keras kepala, segera ia meronta hendak bangun pula. Tapi
baru sadja berdiri, kembali kakinja lemas, lagi2 ia roboh telungkup. Namun sambil merangkak2 ia masih ber-teriak2: "Aku tidak bersalah, aku tidak bersalah!"
"Hehe, otot tulangmu telah dirusak orang, kepandaianmu telah punah semua, hehe, modal jang
kau tanam ini sungguh tidak ketjil!" demikian tiba2 suara seorang berkata dengan dingin
dipodjok kamar pendjara itu.
Namun Tik Hun tidak gubris pada siapa jang berbitjara itu dan apa artinja kata2 itu, ia masih
terus berteriak: "Aku tidak bersalah, aku tidak bersalah!"
Mendengar suara ribut itu, seorang sipir bui mendatanginja dan membentak: "Ada apa kau
gembar-gembor, lekas tutup batjotmu!"
Tapi teriakan Tik Hun semakin keras: "Aku tidak bersalah!"
"Kau tutup mulut tidak?" bentak sipir bui itu dengan gusar.
Namun Tik Hun berteriak terlebih keras lagi. Sipir bui itu menjengir edjek sekali, ia putar
pergi dan datang pula dengan membawa seember air. Dari luar rudji kamar bui itu, terus sadja
ia siramkan air itu kebadan Tik Hun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 43 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Seketika Tik Hun mengendus bau pesing, hendak menghindar sudah tak keburu lagi, karuan
seluruh tubuhnja basah kujup. Kiranja air jang disiramkan sipir bui itu adalah air kentjing.
Air kentjing mengandung kadar garam, maka rasa sakit luka2 Tik Hun itu bertambah perih
oleh karena tersiram air kentjing jang asin itu. Matanja mendjadi ber-kunang2 dan gelap,
kembali ia pingsan lagi. Tik Hun tak tahan lagi oleh siksaan itu, ia djatuh sakit panas, dalam keadaan tak sadar ia selalu
mengigau memanggil Suhu dan Sumoay. Ber-turut2 tiga hari ia sama sekali tidak makan nasi
jang dihantarkan sipir bui.
Sampai hari keempat, panas badannja sudah mulai hilang. Luka2nja djuga sudah mulai kaku
hingga tidak terlalu sakit seperti tempo hari. Dan begitu ingat pada penasarannja, kembali ia
berteriak: "Aku tidak bersalah!" ~ Tapi suaranja sekarang sudah terlalu lemah, ia tjuma bisa
me-rintih2 sadja. Setelah duduk sebentar dan agak tenang, ia tjoba memeriksa keadaan kamar bui jang terbuat
dari batu itu, luasnja kira2 tiga meter persegi, lantainja batu, dindingnja djuga batu. Dipodjok
sana terdapat sebuah tong kotoran, bau jang tertjium olehnja adalah bau apek dan batjin
melulu. Waktu ia berpaling, ia lihat diudjung sana ada sepasang mata jang bengis sedang
melotot kepadanja. Ia terkedjut. Tak tersangka olehnja didalam bui itu masih ada seorang lain lagi. Ia lihat orang
itu penuh berewok, rambutnja pandjang terurai sampai diatas pundak, badjunja tjompangtjamping tak keruan hingga lebih mirip orang hutan. Ada djuga persamaannja dengan dirinja,
jaitu kaki-tangan orang itupun diborgol, bahkan Pi-pe-kut dipundaknja djuga ditembusi dua
utas rantai. Melihat itu, perasaan jang per-tama2 timbul padanja adalah senang, sebab didunia ini ternjata
masih ada seorang lagi jang tidaak beruntung dan senasib seperti dirinja. Tapi lantas pikirnja
pula: "Orang ini begini bengis, tentu seorang pendjahat kaliber besar. Ia dihukum karena
setimpal dengan dosanja, tapi aku dihukum tanpa salah. Takdapat aku dipersamakan dia." ~
Berpikir sampai disini, tanpa merasa air matanja terus bertjutjuran.
Waktu ia dirangket dan dipendjarakan, meski sudah banjak derita jang dirasakan, tapi selama
itu ia mengertak gigi bertahan sebisanja dan tidak pernah meneteskan air mata. Tapi kini
mendadak menangis, ia mendjadi tak tahan lagi, achirnja ia menangis ter-gerung2 dengan keras.
"Hm, permainanmu sungguh hidup benar, pandai sekali kau! Apa engkau bekas pemain
sandiwara, ja?" edjek sihukuman berewok itu.
Namun Tik Hun tidak menggubrisnja, ia tetap menangis se-keras2nja. Maka terdengarlah suara
sipir bui itu mendatangi lagi dengan membawa seember air ketjing pula. Melihat itu, betapa
pun Tik Hun kepala batu djuga sudah kapok, kuatir kalau disiram air kentjing lagi, terpaksa ia
berhentikan tangisannja. SERIALSILAT.COM ? 2005 44 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tiba2 sipir itu mengamat-amatinja sedjenak, lalu katanja: "Badjingan tjilik, itulah ada orang
datang mendjenguk kau!"
Girang tertjampur kedjut Tik Hun, tjepat tanjanja: "Sia..........siapa?"
Sipir itu memandangnja sedjenak pula, lalu mengeluarkan kuntji untuk membuka gembok
pintu. Kemudian iapun keluar untuk membuka pintu besi diudjung lorong sana, ketika pintu
besi diluar itu dikuntji lagi, maka terdengarlah suara tindakan tiga orang mendatangi. Saking
girangnja Tik Hun terus melompat bangun, tapi kakinja masih lemas, ia terguling pula,
terpaksa bersandar didinding sambil memandang keluar. Karena bergeraknja itu, pundaknja
mendjadi sangat kesakitan, tapi untuk sementara sudah dilupakan olehnja, sebab dia jakin
orang jang datang itu tentu Suhu dan Sumoaynja.
Mendadak seruan "Suhu" jang diutjapkan separoh itu ditelannja kembali hingga mulutnja
masih ternganga. Ternjata ketiga orang jang datang itu per-tama2 memang betul sipir bui itu,
orang kedua djuga benar adalah sang Sumoay, Djik Hong, tapi orang ketiga ternjata seorang
pemuda ganteng berdandan perlente, itulah Ban Ka adanja.
"Suko, Suko!" seru Djik Hong segera sambil menubruk kepinggir langkan besi.
Tik Hun mendekatinja, ia lihat pakaian gadis itu terdiri dari bahan sutera, terang bukan lagi
badju baru jang dipakainja dari desa itu. Karena itu ia melangkah mundur lagi. Ia lihat kedua
mata sigadis merah bendul dan masih berseru: "Suko, Suko, kau......... kau..........."
"Dimana Suhu?" sela Tik Hun. "Apakah beliau sudah diketemukan?"
Djik Hong menggeleng kepala dan air matanja ber-linang2 tanpa mendjawab.
"Baikkah engkau" Tinggal dimana kau?" tanja Tik Hun pula.
"Aku tidak punja tempat meneduh, maka sementara tinggal di rumah Ban-suko........"
"Tempat itu adalah tempat tjelaka, djangan engkau tinggal disana, le........lekas pindah keluar!"
seru Tik Hun. Djik Hong menunduk, sahutnja dengan pelahan: "Tapi ke.......kemana aku harus pergi" Aku
tidak punja uang pula. Ban-suko djuga sang.........sangat baik padaku. Selama beberapa harini ia
selalu..........selalu mendatangi kantor kabupaten, ia sudah banjak mengeluarkan uangnja untuk
meno........menolong engkau."
Tik Hun semakin gusar, teriaknja: "Aku toh tidak bersalah, perlu apa dia membuang uang"
Dan tjara bagaimana kita harus membajar kembali padanja kelak" Nanti kalau Tikoan Tayloya
sudah terang menjelidiki perkaraku, tentu aku akan dibebaskan."
SERIALSILAT.COM ? 2005 45 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"O, ken.......kenapa engkau berbuat begitu" Mengapa hen........hendak meninggalkan aku?"
demikian tiba-tiba Djik Hong menangis pula setengah meratap.
Tik Hun tertjengang sedjenak, tapi segera iapun paham. Ternjata sampai sekarang sang Sumoay
masih pertjaja dia telah perlip-perlipan dengan wanita lain serta mentjuri harta milik orang.
Sesaat itu rasa sakit hatinja itu djauh lebih menderita daripada sakit segala siksaan badan.
Rasanja be-ribu2 kata hendak didjelaskannja kepada Djik Hong, tapi toh seketjappun tak
sanggup diutjapkannja se-akan2 mulutnja sudah tak berkuasa lagi.
Melihat sikap Tik Hun jang luar biasa itu, Djik Hong mendjadi takut, ia berpaling tidak berani
memandangnja lagi. Melihat sang Sumoay mendadak melengos, sungguh hantjur luluh hati Tik Hun. Ia sangka
sigadis sudah sedemikian bentji dan dendam padanja karena ia telah main serong dengan
wanita lain dan mentjuri milik orang. "O, Sumoay, djika engkau sudah tidak mempertjajai
diriku lagi, kenapa engkau datang pula mendjenguk aku?" demikian keluhnja dalam hati. Maka
ia tidak berani pandang sigadis pula, pelahan2 iapun berputar menghadap dinding.
Djik Hong menoleh pula, katanja: "Suko, apa jang sudah lalu, tak perlu kita bitjarakan lagi
sekarang, jang kuharap semoga selekasnja dapat memperoleh beritanja ajah. Ban-suko djuga
.....djuga akan berdaja untuk mendjamin kau keluar........"\Sebenarnja hati Tik Hun ingin
mengatakan tidak sudi didjamin dan ingin bilang engkau djangan tinggal dirumahnja, tapi
meski mulutnja sudah terpentang, rasanja toh sangat berat mengeluarkan suara. Saking
terguntjang perasaannja hingga badannja gemetar, rantai belenggunja ikut bersuara
gemerintjing. "Temponja sudah habis, lekas" desak sipir bui. "Disini adalah pendjara kusus untuk hukuman
berat, sebenarnja dilarang orang mendjenguk, kalau diketahui atasan, tentu kami tjelaka. Nona,
meski orang ini dapat keluar dengan hidup djuga bakal mendjadi tjatjad, maka lebih baik
engkau melupakan dia sadja dan kawinlah dengan seorang pemuda jang ganteng lagi kaja!" ~
Habis berkata, ia pandang Ban Ka sekedjap dengan senjum berarti.
"Toasiok sebentar lagi," mohon Djik Hong. Lalu ia ulurkan tangannja untuk menarik badju Tik
Hun, katanja pula: "Suko, djanganlah kau kuatir, aku pasti minta Ban-suko menolong keluar
kau, lalu kita bersama akan pergi mentjari ajah." ~ Ia angsurkan sebuah kerandjang ketjil
kedalam kamar dan katanja: "Didalam kerandjang ada sedikit Siobak, ikan pindang, telur ajam
dan ada lagi dua tahil uang perak. Suko........."
Sipir bui sudah tidak sabar lagi, bentaknja: "Nona, djangan omong terus, aku takbisa menunggu
lagi!" Dan baru sekarang Ban Ka ikut buka suara: "Tik-suheng, djagalah dirimu baik2, perkaramu
adalah perkaraku. Siaute pasti akan berusaha sebisanja untuk minta keringanan pada
Koanthayya dan lain hari kami akan menengok kau lagi."
SERIALSILAT.COM ? 2005 46 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dalam pada itu sipir bui sedang men-desak2 lagi, terpaksa Djik Hong bertindak keluar sambil
menoleh2 memandang Tik Hun, ia lihat pemuda itu menegak bagai patung, sedikitpun tidak
bergerak dan tetap menghadap dinding.
Jang terllihat oleh Tik Hun waktu itu melulu dekat-dekuk dinding batu jang kasap itu,
sungguh ia ingin menoleh dan ingin memanggil Sumoay, tapi mulutnja serasa gagu dan lehernja
djuga se-akan2 kaku. Ia dengar tindakan tiga orang semakin mendjauh, mendengar suara pintu besi dibuka dan
ditutup kembali, lalu tindakan sipir bui jang berdjalan kembali. Ia pikir: "Ia mengatakan akan
mendjenguk aku lagi, apakah esok dia akan datang?"
Tik Hun merasa lapar djuga, segera ia hendak mengambil penganan dari kerandjang jang
ditinggalkan Djik Hong itu. Tapi tiba2 sebuah tangan jang lebat dengan bulu2 hitam
menjamber jang dipegangnja itu. Itulah dia sihukuman jang bengis itu.
Setelah merebut penganan itu, terus sadja orang itu mentjomot sepotong daging dan diganjang
dengan lahap. "Itu milikku!" teriak Tik Hun terus hendak merebut kembali. Tapi sekali perantaian itu
mendorongnja, Tik Hun tak sanggup berdiri tegak lagi, ia djatuh terdjengkang hingga kepalanja
membentur dinding batu. Baru sekarang Tik Hun mendjadi djelas bahwa dirinja benar2 telah
berubah seorang tjatjat sesudah Pi-pe-kut dipundak ditembus dan otot kaki dipotong
orang.......... Besoknja Djik Hong tidak kelihatan, hari ketiga djuga tidak muntjul, begitu pula hari keempat
dan selandjutnja. Se-hari2 Tik Hun ber-harap2 bisa melihat sang Sumoay lagi, tapi selalu
ketjewa, dari ketjewa mendjadi putus asa. Sampai belasan hari, Tik Hun benar2 seperti orang
gila. Ia ber-teriak2 dan gembar-gembor, ia bentur2kan kepalanja kedinding hingga bendjut, tapi
Djik Hong tetap tidak kundjung tiba, jang datang adalah siraman air kentjing sipir bui dan
hadiah bogem mentah siperantaian jang ganas itu.
Selang setengah bulan lebih, pelahan2 Tik Hun mendjadi tenang, tapi sepatah katapun
sekarang tak diutjapkan lagi.
Suatu malam, tiba2 datang empat petugas pendjara dengan membawa golok, mereka menjeret
keluar siberewok jang ganas itu. Diam2 Tik Hun pikir: "Apakah dia akan dihukum penggal
kepala" Djika begitu malahan lebih baik baginja daripada tersiksa hidup didalam pendjara. Dan
akupun takkan dianiaja lagi olehnja."
Tengah malam, selagi Tik Hun tidur, tiba2 terdengar suara gemerintjingnja rantai, keempat
petugas bui itu telah menggusur kembali siganas itu. Dari sinar bulan jang menembus masuk
melalui lankan besi Tik Hun dapat melihat muka, tangan dan pundak siberewok itu penuh
darah, terang habis dihadjar orang hingga babak-belur.
SERIALSILAT.COM ? 2005 47 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dan begitu merebah dilantai, siganas itu lantas tak sadarkan diri. Sesudah petugas2 pendjara
pergi, Tik Hun tjoba mengamat-amati orang, ia lihat muka, lengan, kaki dan pundaknja penuh
luka bekas tjambukan. Dasar hati Tik Hun memang welas-asih, meski selama ini ia sendiri
sering dihadjar orang itu, namun melihat keadaannja jang mengenaskan itu, ia mendjadi tidak
tega. Ia menuang sedikit air dari kendi dan diminumkan padanja.
Pelahan2 perantaian itu siuman, dan ketika melihat Tik Hun, mendadak ia angkat belenggu
tangannja dan mengepruk keatas kepala pemuda itu.
Meski Tik Hun sudah kehilangan tenaga, tapi kegesitannja masih ada, tjepat ia mengegos.
Diluar dugaan serangan perantaiannja itu tidak djadi dilontarkan terus, tapi ditengah djalan
mendadak membiluk kesamping, lalu menghantam kepinggang Tik Hun. Inilah sematjam gaja
serangan jang lihay dari ilmu silat. Tanpa ampun lagi Tik Hun terpental djatuh, karena gesekan
diantara rantai jang menembus tulang pundak dan belenggunja itu, Tik Hun sampai meringis
kesakitan. Saking kedjut dan gusar ia terus memaki: "Orang gila!"
"Hm, kau memakai akal menjiksa diri, kau kira mudah mengelabui aku" Huh, djangan kau
mimpi!" demikian djengek siganas itu sambil ter-bahak2.
Tik Hun merasa tulang iganja se-akan2 patah, saking sakitnja sampai takbisa bitjara. Selang
agak lama barulah ia sanggup berkata: "Orang gila! Kau sendiri dalam pendjara, apanja jang
kuatir diakali orang?"
Tiba2 perantaian itu melompat madju, ia depak punggung Tik Hun, menjusul menendang pula
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beberapa kali dibagian tubuh Tik Hun jang lain sambil membentak: "Kulihat usia kau bangsat
ketjil ini masih muda, belum banjak kedjahatan jang kau lakukan dan tentu kau diperintah
orang lain kesini, kalau tidak, hm, sekali tendang sudah kumampuskan engkau!"
Sungguh gusar Tik Hun tak terkatakan hingga lupa rasa sakit dibadannja. Ia pikir
dipendjarakan dan disiksa tanpa bersalah sudah sangat penasaran, kini mesti dikurung lagi
sekamar dengan seorang gila seperti ini, benar2 sial dangkalan.
*** Ketika malam purnama bulan kedua tiba, perantaian ganas itu digiring keluar lagi oleh petugas
pendjara, setelah dihadjar pula kemudian digusur kembali.
Sekali ini Tik Hun sudah kapok, ia tidak peduli lagi biarpun luka perantaian itu sangat parah.
Siapa duga sikapnja inipun salah lagi. Karena habis dihadjar orang, amarah perantaian itu tak
terlampiaskan, meski dalam keadaan babak-belur, kembali Tik Hun jang didjadikan sasaran
pelampias gusarnja, ia menghantam dan menendang serabutan sambil mentjatji maki hingga
djauh malam. SERIALSILAT.COM ? 2005 48 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Begitulah maka selandjutnja tiap2 mendjelang malam purnama, tentu Tik Hun bermuram
durdja, sebab ia tahu hari naas baginja pun sudah mendekat.
Dan memang benar djuga, setiap tanggal 15, jaitu diwaktu bulan purnama, tentu perantaian itu
diseret keluar untuk dihadjar, dan kembalinja lagi2 Tik Hun mendjadi giliran dihadjar olehnja.
Untunglah usia Tik Hun masih muda, badan kuat tenaga besar, meski setiap bulan sekali
menderita hadjaran, namun ia masih dapat bertahan. Tjuma terkadang ia suka heran sendiri:
"Tulang pundakku ditembusi rantai dan tenagaku lenjap semua. Sama halnja Pi-pe-kut orang
gila inipun ditembus rantai, mengapa dia masih begini kuat?"
Beberapa kali Tik Hun bermaksud menanja, tapi asal mulutnja mengap sedikit sadja, segera ia
dipersen pukulan dan tendangan oleh orang gila itu. Karena itu, selandjutnja seketjappun ia
tidak adjak bitjara lagi padanja.
Dengan begitu beberapa bulan telah lalu dengan tjepat, musim dingin berganti musim semi,
Tik Hun dipendjarakan sudah hampir setahun lamanja. Lambat laun Tik Hun mendjadi biasa
oleh penghidupan dalam pendjara itu, rasa dendam dan gusar serta penderitaan badan baginja
sudah kebal. Selama itu, untuk menghindarkan aniaja perantaian gila itu, selalu ia tidak berani
memandangnja. Asal djangan mengadjak bitjara dan sorot mata tidak kebentrok dengan
pandangannja, ketjuali dimalam bulan purnama, di-hari2 biasa orang gila itupun tidak mengutik2 padanja. Suatu pagi, belum lagi Tik Hun mendusin, tiba2 ia terdjaga oleh suara men-tjit2nja burung
lajang2 diluar kamar pendjara. Teringat olehnja dimasa kanak2 ia suka mengintai tjara burung
lajang2 mebangun sarang. Se-konjong2 pilu hatinja, ia memandang kearah burung itu, ia lihat
sepasang burung lajang2 itu sudah terbang mendjauh melajang lewat dibawah djendela sebuah
loteng jang belasan meter tingginja.
Dalam isengnja sering Tik Hun memandangi gorden djendela dikedjauhan itu sambil menduga2 siapakah gerangan orang jang tinggal dibalik djendela itu. Tapi djendela itu selalu
tertutup, hanja didepan djendela itu setahun suntuk selalu terhias sebuah pot bunga, dimusim
semi jang semarak itu bunga melati dipot bunga itu sedang mekar.
Tengah Tik Hun mengelamun, tiba2 didengarnja suara menghela napas sigila itu.
Hal ini benar2 sangat mengherankan Tik Hun. Selama setahun itu, orang gila itu kalau tidak
tertawa keras, tentu mentjatji-maki orang, tapi selamanja tidak pernah mendengar dia
menghela napas, apalagi diantara helaan napasnja itu kedengaran membawa rasa sedih dan
lemah-lembut pula. Tik Hun tjoba memandangnja, ia lihat sigila itu lagi ter-senjum2, wadjahnja memantulkan rasa
melekat, tidak lagi matjam sigila jang bengis itu, dan pandangannja lagi menatap pot bunga
melati itu. Kuatir kalau diketahui orang, lekas2 Tik Hun berpaling tak berani memandangnja lagi.
SERIALSILAT.COM ? 2005 49 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sedjak mengetahui rahasia itu, setiap pagi Tik Hun tentu mengintip sikap sigila itu. Ia lihat
sigila itu selalu memandangi pot bunga itu dengan rasa lemah-lembut, ia memandang terus
meski bunga didalam pot itu sudah ber-ganti menurut musimnja.
Dalam setengah tahun berikutnja itu, mereka berdua hampir tidak pernah bitjara. Hadjaran
dimalam purnama pun sudah merupakan atjara biasa bagi mereka. Tik Hun mengetahui asal
dirinja tidak membuka suara, maka rasa gusar sigila itu akan agak reda, pukulan dan
tendangannja pun lebih ringan. Tik Hun pikir kalau lewat beberapa tahun lagi tersekap dalam
pendjara itu, mungkin tjara bagaimana harus bitjarapun akan terlupa semua olehnja."
Dan meski sigila itu sangat kasar dan tidak kenal aturan, namun ada djuga paedahnja, jaitu
petugas2 bui sangat takut padanja dan tidak berani sembarangan datang kekamar pendjara itu.
Sigila itu benar2 seorang jang tidak gentar pada langit dan bumi, setiap orang dimakinja
habis2an. Bila sipir bui mogok tak menghantar daharan padanja, sebagai gantinja ia lantas rebut
bagiannja Tik Hun. Dan kalau ke-dua2nja tak diberi makanan, biarpun kelaparan beberapa hari
djuga sigila itu anggap biasa.
Sampai tanggal 15 bulan sebelas tahun kedua ini, sesudah sigila itu kembali dihadjar, tiba2 ia
sakit panas, dalam keadaan tak sadar ia mengigau tak keruan. Sampai2 Tik Hun mendengar dia
sering menjebut nama entah "Momo" atau "Maumau". Semula Tik Hun tidak berani
mengutiknja, tapi sampai besok siangnja, ia dengar sigila me-rintih2 minta air.
Karena tidak tega, Tik Hun menuangkan air jang diminta dan diminumkan kepadanja sambil
ber-djaga2 kalau bogem mentah sigila itu melajang pula. Baiknja sekali ini ia minum dengan
lantjar, setelah menjebut lagi entah "Momo" atau "Maumau", lalu ia tertidur.
Malamnja, ternjata datang lagi keempat petugas bui dan menjeret keluar sigila untuk dihadjar
pula. Kembalinja suara rintihan sigila itu sudah sangat lemah. Terdengar salah seorang petugas
bui itu membentak dengan gemas: "Kau kepala batu dan tidak mau mengaku, biarlah besok
kami hadjar pula lebih hebat."
Sudah dua tahun Tik Hun hidup sekamar dengan perantaian itu, meski selama itu ia kenjang
dianiaja olehnja, namun iapun tidak ingin orang mati disiksa oleh petugas2 bui itu. Besoknja,
ada beberapa kali Tik Hun minumkan air padanja, sigila itu meng-angguk2 tanda terima kasih.
Malamnja, benar djuga keempat petugas bui itu datang lagi. Tik Hun pikir kalau sekali ini
sigila disiksa pula, tentu djiwanja akan melajang. Mendadak Tik Hun mendjadi nekad, ia
melompat madju dan merintangi diambang pintu pendjara sambil membentak: "Dilarang
kalian masuk!" "Minggir, bangsat!" maki salah seorang petugas jang berbadan tinggi besar sambil melangkah
masuk dan hendak mendorong Tik Hun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 50 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Karena tak bertenaga, se-konjong2 Tik Hun menunduk terus menggigit hingga kedua djari
telundjuk dan manis petugas itu berdarah dan hampir patah. Keruan petugas itu mendjerit
kesakitan dan tjepat melompat keluar kamar pendjara. Saking gugupnja sampai golok petugas
itupun djatuh kelantai. Tjepat Tik Hun samber golok orang, menjusul ia membabat kian kemari tiga kali, meski dia
tak bertenaga, namun mana berani petugas2 itu sembarangan madju" Pada lain saat, ketika
seorang petugas jang gemuk ajun goloknja hendak menerdjang madju, tiba2 Tik Hun
miringkan tubuh kesamping, dengan tjepat goloknja membatjok kekaki lawan, "tjrot", tepat
paha petugas itu kena dilukai. Dengan ketakutan lekas2 petugas itu mendjatuhkan diri dan lari
keluar. Dengan tekad bandjir darah dikamar pendjara itu, apalagi nampak Tik Hun mengamuk bagai
banteng ketaton, keempat petugas bui itu mendjadi djeri dan tidak berani sembarangan madju
lagi. Mereka terus mentjatji-maki Tik Hun habis2an dengan segala matjam kata2 kotor.
Tik Hun tidak menggubrisnja, bagai malaikat pendjaga pintu, ia djaga pintu kamar pendjara itu
dengan kuat. Ternjata keempat petugas bui itupun tidak pergi minta bala bantuan, melihat
gelagat menjerbu kedalam takkan berhasil, achirnja merekapun tinggal pergi.
Ber-turut2 empat hari sipir bui sama sekali tidak kelihatan, tidak hantar nasi djuga tidak kasih
air. Sampai hari kelima, rasa dahaga Tik Hun sudah tidak tahan, lebih2 sigila itu, bibirnja
sampai petjah2 saking keringnja. Tiba2 katanja: "Kau boleh pura2 hendak membatjok mati aku,
tentu anak andjing itu akan segera membawakan air!"
Tik Hun tidak mengarti apa2an itu, tapi achirnja toh tiada djeleknja, boleh djuga ditjoba. Maka
segera ia ber-teriak2: "Lekas kasih air, kalau tidak, biar kumampuskan dulu orang gila ini!" ~
Habis berkata, ia meng-gosok2 punggung goloknja dirudji besi pintu hingga mengeluarkan
suara njaring mirip orang sedang mengasah sendjata.
Eh, benar djuga sipir bui itu buru2 mendatangi sambil mem-bentak2: "Kau berani mengganggu
seudjung rambutnja, segera kutikam seratus ribu kali ditubuhmu!" ~ Tapi kemudian ia lantas
membawakan air minum dan nasi.
Selesai Tik Hun menjuap sigila itu, kemudian ia menanja: "Sungguh aneh, mereka menjiksa
engkau, tapi kuatir pula kalau aku membunuh engkau, apakah sebabnja ini?"
Mendadak sigila mendelik, ia angkat kendi wadah air dan mengepruk kepalanja Tik Hun
sambil memaki: "Hm, kau pura2 mengambil hatiku, apa kau sangka aku mudah tertipu?"
"Prak", kendi petjah dan djidat Tik Hun pun melotjot dan darah mengutjur. Dengan bingung ia
melompat mundur, pikirnja: "Penjakit gila orang ini angot lagi!"
Tapi sedjak itu, meski setiap malam purnama sigila itu masih tetap diseret keluar untuk
dihadjar, namun kembalinja ia tidak membalas hadjar Tik Hun lagi. Tjuma kedua orang tetap
SERIALSILAT.COM ? 2005 51 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
tidak pasang omong, bila Tik Hun banjak memandang padanja, tak terhindarlah dari pukulan2
sigila lagi.......... Sampai musim dingin tahun ketiga, harapan keluar pendjara Tik Hun sudah lenjap. Meski
dalam mimpi masih sering terbajang Suhu dan Sumoaynja, namun bajangan sang Suhu sudah
mulai samar2, hanja bentuk tubuh Sumoay jang montok menggiurkan, raut mukanja jang
manis dan matanja jang djeli, selalu masih terbajang olehnja dengan djelas.
Ia tidak berani mengharap lagi untuk keluar pendjara dan bertemu dengan sang Sumoay,
namun setiap hari ia tidak lupa selalu berdoa semoga Sumoay akan datang mendjenguknja
pula, untuk mana biarpun setiap hari ia akan dihadjar oleh sigila itu djuga rela.
Namun Djik Hong tetap tidak pernah muntjul.
Tapi pada suatu hari telah datang seorang hendak menengoknja. Itulah seorang pemuda
ganteng tjakap dengan badju sutera jang mentereng. Hampir Tik Hun tidak kenal pemuda itu.
Ia dengar pemuda itu lagi berkata dengan suara tertawa: "Tik-suheng, apakah engkau masih
kenal padaku" Akulah Sim Sia adanja!"
Hati Tik Hun ber-debar2 keras, jang dia harap jalah dapat memperoleh sedikit kabarnja Djik
Hong. Maka tjepat tanjanja: "Dimanakah Sumoayku?"
Sebelum mendjawab Sim Sia menjodorkan sebuah kerandjang ketjil dari luar lankan pendjara,
lalu katanja dengan tertawa: "Ini adalah pemberian dari Ban-suso kami kepadamu. Orang masih
belum melupakan perhubungan dimasa dulu, maka dihari bahagianja sengadja minta aku
menghantarkan dua ekor ajam, empat potong Tite (kaki babi) dan 16 iris kue-ku kepadamu."
"Ban-suso (ipar perempuan) jang mana" Hari bahagia apa?" tanja Tik Hun dengan bingung.
"Ban-suso itu tak-lain-tak-bukan adalah nona Djik, Sumoaymu itu," sahut Sim Sia sambil
terbahak dengan mimik wadjah jang memuakkan. "Harini adalah hari pernikahannja dengan
Ban-suko kami. Ia suruh aku menghantar ikan ajam dan kue-ku padamu, bukankah itu
menandakan dia masih ingat pada kebaikanmu dahulu?"
Tubuh Tik Hun sempojongan, ia pegang kentjang2 lankan pendjara dan teriaknja dengan suara
gemetar: "Kau ......kau mengatjo-belo! Sumoay......Sumoayku mana dapat menikah dengan orang
she Ban itu?" "Haha," kembali Sim Sia tertawa. "Guruku dahulu telah ditikam oleh gurumu, beruntung
beliau tidak djadi meninggal, lukanja telah dapat disembuhkan, maka apa jang terdjadi dahulu
tak diusut lebih djauh. Sumoaymu tinggal dirumah kami, selama tiga tahun ini, wah alangkah
mesranja, boleh djadi .......boleh djadi, haha, lain tahun tanggung akan melahirkan seorang orok
jang gemuk dan mungil."
SERIALSILAT.COM ? 2005 52 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tiga tahun tidak berdjumpa, Sim Sia ternjata sudah meningkat dewasa, bitjaranja djuga
bertambah bangor. Sesaat itu telinga Tik Hun se-akan2 mendenging, dan seperti mendengar ia sendiri sedang
bertanja: "Dan dimanakah Suhuku?"
"Siapa tahu" Mungkin dia sangka telah membunuh orang, maka melarikan diri sedjauh
mungkin, masakah dia masih berani pulang?" demikian seperti didengarnja Sim Sia mendjawab.
Dan seperti didengarnja pemuda itu berkata pula dengan tertawa: "Kata Ban-suso: Hendaklah
kau lapangkan hatimu dan tinggal didalam pendjara, kelak kalau dia sudah punja beberapa
anak, boleh djadi dia kan datang mendjenguk engkau."
"Bohong kau! Bohong kau!" teriak Tik Hun mendadak dengan murka, berbareng ia lemparkan
kerandjang penganan tadi hingga isinja berantakan memenuhi lantai. Ia lihat diatas setiap
potong kue-ku itu tertjetak huruf2 merah tanda selamat pernikahan keluarga Ban dan Djik.
Hendak Tik Hun tidak pertjaja kepada omongan Sim Sia itu, namun bukti itu membuatnja
mau-tak-mau harus pertjaja.
Dalam keadaan samar2 ia mendengar Sim Sia berkata lagi dengan tertawa: "Kata Ban-suso,
sajang engkau tidak dapat hadir dalam upatjara pernikahannja........"
Belum habis utjapannja, tiba2 kedua tangan Tik Hun jang terbelenggu itu mendjulur keluar
lankan pendjara dan tahu2 leher Sim Sia tertjekek.
Dalam kagetnja Sim Sia terus me-ronta2 ingin melepaskan diri. Namun entah darimana
datangnja tenaga Tik Hun, tjekekannja ternjata semakin kentjang. Sim Sia ber-kaok2 minta
tolong, wadjahnja dari merah mulai berubah gelap, suaranja mulai serak, kedua tangannja meronta2, tapi tetap takbisa melepaskan diri.
Mendengar suara ribut2 itu, datanglah sipir bui, tjepat ia pegang tubuh Sim Sia dan dibetot
sekuatnja, dengan susah pajah, achirnja dapatlah djiwa Sim Sia diselamatkan dan buru2 ngatjir.
Tik Hun mendoprok kelantai dengan lemas. Dengan ketawa2 seperti putus lotre sipir bui
sedang mendjemputi ikan ajam, kaki babi dan kue-ku jang berserakan itu. Namun Tik Hun
hanja mendelik doang se-akan2 tidak melihatnja.
Tengah malam, Tik Hun melepaskan badjunja dan merobeknja dalam potongan ketjil2, ia
djadikan seutas tambang jang pandjang, ia buat sebuah djiratan dan kedua udjung tambang
diikatkannja diatas lankan pendjara, ia masukan leher sendiri kedalam djiratan itu.
Ia tidak merasakan sedih, djuga tidak merasakan gusar. Arti orang hidup baginja sudah tamat
dan tjara inilah djalan paling tjepat untuk mengachirinja. Ia merasa djiratan tali dileher semakin
kentjang, napasnja djuga main lama makin tipis. Selang sebentar, segala apa tak diketahuinja
lagi. Tapi achirnja ia dapat merasakan lagi pelahan2, ia merasa seperti ada sebuah tangan
menahan didadanja, tangan itu mengendor dan mengentjang terus mengusap dadanja,
SERIALSILAT.COM ? 2005 53 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
hidungnja lantas dihembus pula hawa segar. Dan entah sudah berapa lamanja, pelahan2 barulah
ia membuka matanja. Dan jang tertampak olehnja per-tama2 adalah sebuah wadjah jang penuh
berewok sedang memandangnja dengan tertawa lebar.
Melihat muka siberewok gila itu. Tik Hun mendjadi sangat mendongkol. "Kurangadjar, selalu
kau musuhi aku, sampai aku mentjari mati djuga kau menggangguku," demikian pikirnja.
Niatnja hendak bangun untuk adu djiwa dengan orang gila itu, tapi Tik Hun merasa badannja
terlalu lemah, semangat ada, tenaga kurang!
Maka berkatalah sigila itu dengan tertawa: "Napasmu sudah putus hampir setengahan djam,
kalau aku tidak menolong engkau dengan ilmu tunggalku, didunia ini tiada orang kedua lagi
jang mampu menghidupkan kau kembali."
"Siapa pingin ditolong oleh kau" Aku djusteru tidak ingin hidup lagi," sahut Tik Hun dengan
gusar. "Tapi kalau aku melarang engkau mati, engkau lantas takkan mati," udjar sigila itu dengan
senang2. Tiba2 ia mepet kesamping Tik Hun dan membisikinja: "Ilmu tunggal ini namanja "Sintjiau-keng", kau pernah dengar tidak?"
"Jang pasti aku hanja tahu kau punja Sin-keng-peh (penjakit otak miring), peduli apa kau Sintjiau-keng segala" Selamanja aku tidak pernah mendengar!" demikian sahut Tik Hun dengan
marah2. Aneh djuga, sekali ini digila itu ternjata tidak mengamuk pula, sebaliknja malah ber-njanji2
ketjil sambil tangannja kendor-kentjang mengusap dadanja Tik Hun mirip pompa angin jang
menjalurkan hawa kedalam paru2 pemuda itu. Lalu bisiknja pula: "Terhitung untung djuga kau
ini. Sudah 12 tahun aku melatih "Sin-tjiau-keng" dan baru berhasil menjelesaikan pada dua
bulan jang lalu. Tjoba kalau sebelum dua bulan ini kau mentjari mati, tentu aku
takdapatmenolong engkau."
Tik Hun merasa sangat kesal, teringat olehnja Djik Hong sudah kawin pada Ban Ka dan tidak
menggubris lagi padanja. Sungguh rasanja ia lebih suka mati sadja. Karena itu ia melototi sigila
itu dan berkata dengan gemas: "Entah dalam djelmaan hidup jang lalu aku berbuat dosa apa
padamu, makanja sekarang aku mesti kebentur orang djahat sebagai kau."
"Aku sangat senang, adik tjilik, selama tiga tahun ini aku telah salah sangka padamu," kata sigila
itu dengan tertawa. "Maka terimalah permintaan maafku Ting Tian ini."
Habis berkata, sigila itu terus berlutut kelantai dan mendjura tiga kali kepada Tik Hun.
"Orang gila!" kata Tik Hun sambil menghela napas dan tidak menggubriskan lagi. Tapi tiba2
teringat olehnja sigila itu mengaku bernama Ting Tian. Selama tiga tahun meringkuk bersama
dalam pendjara baru sekarang ia mengetahui namanja. Karena ketarik, ia tjoba menegas pula:
"Siapa namamu?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 54 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Ting Tian, she Ting bernama Tian!" demikian sigila mengulangi. "Prasangkaku terlalu besar
dan selalu pandang engkau sebagai orang djahat, selama tiga tahun ini benar2 aku telah banjak
membikin susah padamu, sungguh aku merasa menjesal."
Mendengar utjapan orang sangat teratur dan ramah tamah, sedikitpun tiada tanda2 orang
miring otaknja, maka Tik Hun menanja lagi: "Sebenarnja engkau gila atau tidak?"
Ting Tian terdiam dengan muram, selang agak lama barulah ia menghela napas pandjang, lalu
katanja: "Sebenarnja gila atau tidak, aku sendiri tak tahu. Jang kuharapkan adalah tenteramnja
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pikiran, tapi bagi penglihatan orang lain, mungkin aku dianggapnja berotak miring." ~ Lewat
sedjenak pula, kembali ia menghibur Tik Hun: "Adik tjilik, rasa penasaranmu aku sudah dapat
meraba sebagian besar. Djikalau orang toh sudah tidak setia lagi padamu, buat apa engkau
mesti memikirkan wanita itu" Seorang laki2 sedjati mengapa takut tidak bakal mendapat isteri"
Apa sulitnja bila kelak engkau ingin mentjari seorang isteri jang berkali lebih baik daripada
Sumoaymu itu?" Mendengar uraian itu, rasa susah selama beberapa tahun tersekam dalam hati Tik Hun itu
seketika meletuslah bagai air bah membandjir. Ia merasa pedih sekali, air matanja bertjutjuran,
sampai achirnja, ia terus menangis sambil djatuhkan diri dipangkuan Ting Tian.
Ting Tian merangkul pemuda itu sambil pelahan2 mengusap rambutnja, ia tahu sesudah
menangis barulah rasa hati pemuda itu bisa berkurang dari kesedihan dan melenjapkan
keinginnja mentjari mati.
Tiga hari kemudian, semangat Tik Hun sudah banjak pulih. Ting Tian mulai banjak bertjakap
dan bergurau bersama dia dengan suara lirih, terkadang iapun mentjeritakan kedjadian2
menarik di kalangan Kangouw untuk menghilangkan rasa kesal Tik Hun. Tapi bila sipir bui
menghantarkan daharan tetap Ting Tian bersikap galak terhadap Tik Hun dan mentjatji maki
sebagaimana sebelumnja. Seorang musuh jang tadinja selalu menjiksa kini mendadak berubah mendjadi seorang kawan
karib, pabila perasaan Tik Hun tidak tertekan oleh karena soal Djik Hong menikah dengan
orang lain, tentu penghidupan didalam pendjara sekarang boleh dikata merupakan sorga
baginja kalau dibanding selama tiga tahun jang sudah lalu itu.
Pernah djuga Tik Hun menanja Ting Tian mengapa dahulu dirinja disangka orang djahat dan
mengapa mendadak mengetahui hal jang sebenarnja. Maka Ting Tian mendjawab: "Sebab kalau
engkau benar2 orang djahat, pasti tidak menggantung diri mentjari mati. Aku telah
membiarkan napasmu sudah putus hingga tubuhnu sudah hampir kaku, baru turun tangan
menolong engkau. Didjagat ini ketjuali aku sendiri, tiada seorang lagi jang tahu bahwa aku
sudah berhasil mejakinkan ilmu "Sin-tjiau-keng" jang hebat itu. Dan kalau aku tidak memiliki
ilmu sakti itu, betapapun tak dapat menolong engkau. Oleh karena kau benar2 membunuh
diri, dengan sendirinja bukanlah orang djahat jang hendak mengakali diriku sebagaimana
kusangka semula. SERIALSILAT.COM ? 2005 55 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Kau menjangka aku hendak mengakali engkau" Sebab apakah itu?" tanja Tik Hun heran.
Namun Ting Tian hanja tersenjum tanpa mendjawab Tik Hun, untuk kedua kalinja Tik Hun
menanja lagi dan tetap tidak mendapat djawaban, maka iapun tidak menanja lebih djauh.
Setiap hari Ting Tian hanja memidjat dan mengurut Tik Hun, hingga kesehatan pemuda itu
kembali dengan sangat tjepat. Satu malam, dengan bisik2 Ting Tian berkata kepada Tik Hun:
"Ilmu "Sin-tjiau-keng" jang kumiliki ini adalah ilmu jang sangat bagus dan paling kuat
Lwekangnja didunia ini. Biarlah mulai hari ini djuga aku mengadjarkan padamu, engkau harus
mengingatnya dengan baik2."
"Tidak, aku takmau beladjar," sahut Tik Hun menggeleng kepala.
Ting Tian mendjadi heran: "Kesempatan baik jang susah ditjari ini mengapa takmau engkau
gunakan?" Kata Tik Hun: "Penghidupan seperti ini adalah lebih baik mati. Pula selama hidup kita rasanja
djuga tiada harapan bisa keluar dari sini, biarpun memiliki ilmu silat setinggi langit djuga tiada
gunanja." "Haha, ingin keluar pendjara, apa susahnja?" udjar Ting Tian dengan tertawa. "Marilah aku
mulai mengadjarkan kuntji dasarnja kepadamu, kau harus mengingatnja baik2?"
Akan tetapi watak Tik Hun sangat kepala batu, keinginnja mentjari matipun belum lenjap,
sekali bilang tidak mau beladjar, tetap ia tidak mau. Ketika Ting Tian menguraikan kuntji
peladjarannja, Tik Hun terus menutup telinganja dan meringkuk tidur.
Sungguh geli dan dongkol pula Ting Tian, tapi tidak berdaja djuga, saking geregetannja ia
mendjadi ingin menghadjar lagi pemuda itu seperti dulu.
Selang beberapa hari kemudian, malam bulan purnama sudah mendekati lagi. Perasaan Tik
Hun kepada Tiang Tian sekarang sudah seperti sobat baik, maka diam2 ia berkuatir baginja.
Rupanja Ting Tian dapat menerka perasaan pemuda itu, katanja: "Tik-hiati, setiap bulan aku
akan disiksa seperti biasa, sekembalinja aku disini, akupun akan tetap membalas hadjar engkau,
djangan sekali2 kita kelihatan bersahabat, sebab hal mana akan tidak menguntungkan kita
berdua." "Sebab apakah?" tanja Tik Hun.
"Pabila mereka tjuriga engkau sudah mendjadi kawanku, pasti kau akan disiksa dengan tjara2
kedji untuk memaksa engkau menanjakan sesuatu rahasia padaku. Tapi kalau aku tetap
memukul dan memaki engkau, tentu kau akan terhindar dari siksaan badan jang kedjam."
SERIALSILAT.COM ? 2005 56 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Siapakah gerangan Ting Tian jang sebenarnja dan rahasia apa jang meliputi dirinja"
Apa benar Djik Hong sudah mendjadi isteri Ban Ka" Dapatkah Tik Hun lolos dari
pendjara dan kemana perginja Djik Tiang-hoat"
Batjalah djilid ke-2. SERIALSILAT.COM ? 2005 57 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djilid 2 "Benar," sahut Tik Hun mengangguk. "Djika begitu penting perkaramu ini, djanganlah sekali2
engkau mengatakan padaku, sebab kalau aku kurang waspada hingga membotjorkan
rahasiamu, kan malah akan membikin tjelaka padamu. Ting-toako, aku adalah seorang anak
desa jang bodoh, pabila sampai aku membikin susah padamu karena ketololanku, bagaimana
aku mempertanggung-djawabkannja padamu?"
"Mereka mengurung engkau bersama aku didalam sekamar, semula aku menjangka engkau
dikirim mereka untuk mendjadi mata2, pura2 mengambil hatiku, lalu memantjing
pengakuanku. Sebab itulah dahulu aku sangat gusar padamu dan banjak menjiksa engkau. Tapi
kini aku sudah tahu engkau bukan mata2 mereka, namun sudah sekian tahun kau tetap
dikurung bersama aku, maksud mereka terang masih mengharap engkau akan mendjadi mata2
dengan harapan mendapatkan kepertjajaanku dan aku akan mengaku kepadamu, habis itu
mereka dapat menjiksa engkau agar mengaku apa jang kau dapat dengar dariku. Mereka insaf
sulit melajani aku, tapi terhadap pemuda seperti engkau akan djauh lebih mudah."
Malam tanggal 15, empat petugas bui bersendjata datang pula menggiring pergi Ting Tian. Tik
Hun mendjadi tidak tenteram menantikan kembalinja.
Mendjelang fadjar, dengan babak-belur dan penuh darah Ting Tian digusur balik kependjara.
Sesudah keempat petugas itu pergi, dengan wadjah sungguh2 Ting Tian berkata dengan suara
tertahan kepada Tik Hun: "Tik-hiati, urusan harini runjam. Setjara kebetulan aku telah dikenali
musuh." "Sebab apa?" tanja Tik Hun.
"Seperti biasa, setiap tanggal 15 aku pasti digusur pergi untuk dihadjar, hal ini sudah
merupakan perkerdjaan dinas biasa bagi Tihu-taydjin," demikian tutur Ting Tian. "Tapi harini
kebetulan ada orang hendak melakukan pembunuhan kepada Tihu, melihat keselamatan
pembesar itu terantjam, aku telah turun tangan menolongnja. Tjuma sajang aku terbelenggu
hingga gerak-gerikku kurang bebas, maka diantara empat pembunuh gelap itu hanja tiga orang
kutewaskan, sisa seorang lagi sempat melarikan diri, hal itu berarti suatu bibit bentjana
bagiku." Tik Hun ter-heran2 oleh tjerita itu, tanjanja tjepat: "Sebenarnja untuk apa Tihu menghadjar
dan menjiksa engkau" Tihu itu begitu kedjam padamu, ketika dia akan dibunuh orang,
mengapa engkau malah menolongnja" Dan siapakah sisa pembunuh jang sempat lolos itu?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 59 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ting Tian menggeleng kepala, sahutnja sambil menghela napas: "Urusanku ini seketika djuga
susah didjelaskan. Tik-hiati, oleh karena ilmu silatmu kurang tinggi, selandjutnja menjaksikan
kedjadian apa sadja, djangan sekali2 engkau turun tangan membantu aku."
Tik Hun tidak mendjawab, tapi batinnja berkata: "Huh, masakah aku Tik Hun ini seorang
manusia jang takut mati?"
Untuk beberapa hari selandjutnja selalu Ting Tian ter-menung2 sadja sambil memandangi pot
bunga didjendela diatas loteng di kedjauhan itu. Terkadang wadjahnja menampilkan senjuman
ketjil dan sepandjang hari ia tjuma menengadah sambil ter-mangu2.
Tengah malam tanggal 19, djadi tiga hari kemudian, tengah Tik Hun tidur njenjak, tiba2 ia
terdjaga bangun oleh suara "krak-krak" dua kali. Dibawah sinar bulan jang terang Tik Hun
melihat dua laki2 berpakaian singsat sedang mematahkan lankan kamar pendjara itu, sambil
menghunus golok mereka terus menjerbu kedalam. Tapi Ting Tian bersikap atjuh-tak-atjuh
sadja, ia berdiri bersandar dinding sambil ketawa dingin.
"Orang she Ting," tiba2 salah satu laki2 jang berperawakan lebih pendek itu membentak: "Kami
bersaudara sudah mendjeladjahi djagat ini untuk mentjari kau, sungguh tidak njana bahwa
engkau djusteru mengkeret seperti kura2 bersembunji didalam pendjara sini. Tapi dasar
adjalmu sudah sampai, achirnja dapat djuga kami menemukan engkau."
Segera jang seorang lagi ikut bitjara: "Marilah kita bitjara setjara blak2an sadja, lekas kau
keluarkan halaman kertas itu, kita bertiga membaginja sama-rata, dan kami bersaudara pasti
takkan meretjoki engkau lagi."
"Kertas apa?" sahun Ting Tian menggeleng kepala. "Barangnja tiada berada padaku. Sedjak 13
tahun jang lalu sudah ditjuri oleh Gian Tat-ping."
Tik Hun terperandjat mendengar nama "Gian Tat-ping" itu. "Bukankah dia itu adalah aku
punja Djisupek" Mengapa dia tersangkut dalam urusan mereka?" demikian pikirnja.
Sementara itu silelaki pendek telah membentak pula: "Kau sengadja main muslihat, hm,
djangan harap dapat mengelabui kami. Mampuslah kau!" Habis berkata, terus sadja ia ajun
goloknja dan menusuk ketenggorokan Ting Tian.
Namun Ting Tian tidak menghindar atau berkelit, ia membiarkan udjung golok orang sudah
dekat, se-konjong2 ia mendak kebawah dan tahu2 melesa kesamping laki2 lain jang bertubuh
lebih tinggi itu, sekali sikutnja bekerdja, tepat perut orang itu kena disikutnja.
Kontan sadja tanpa mendjengek sekalipun laki2 itu terus roboh terguling.
Dalam kaget dan gusarnja, laki2 pendek itu mendjadi nekat. "Ser-ser," goloknja menabas dua
kali dengan tjepat. SERIALSILAT.COM ? 2005 60 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Namun sekali Ting Tian angkat kedua tangannja keatas, ia gunakan rantai belenggunja untuk
menjampok sendjata lawan, berbareng setjepat kilat ia angkat lututnja dan tepat dengkulnja
kena tumbuk diperut laki2 itu. Seperti nasib kawannja, laki2 pendek itu pun menggeletak
mampus dengan muntah darah.
Melihat betapa perkasanja Ting Tian, hanja sekedjap sadja sudah membinasakan dua musuh,
Tik Hun mendjadi terkesima malah. Meski ilmu silat Tik Hun sudah punah, tapi pandangannja
tetap tadjam, ia tahu sekalipun ilmu silat sendiri tetap utuh seperti dulu dan bersendjata,
namun djuga takkan mampu menandingi silelaki pendek tadi. Mengenai laki2 jang lebih
djangkung itu, meski ilmu silatnja belum sempat dikeluarkan sudah keburu dibinasakan lebih
dulu oleh Ting Tian, tapi mengingat dia datang bersama silelaki pendek, dapat ditaksir
kepandaiannja tentu djuga tidak rendah. Namun demikian, dengan terbelenggu dan tulang
pundak ditembus rantai toh Ting Tian dalam sekedjap dan sekali-dua gerakan sudah dapat
membinasakan dua musuh, sungguh Tik Hun merasa tidak habis mengarti akan kepandaian
Ting Tian itu. Ia lihat Ting Tian melemparkan kedua majat itu keluar kamar pendjara, lalu duduk menjandar
dinding terus tidur. Dalam keadaan kamar pendjara jang sudah bobol itu, kalau Ting Tian dan Tik Hun mau
melarikan diri sebenarnja terlalu mudah. Tapi aneh, Ting Tian diam sadja terus tidur. Tik Hun
djuga merasa didunia luar sana belum tentu lebih baik daripada didalam pendjara itu.
Besok paginja, ketika sipir bui melihat kedua rangka majat itu, ia mendjadi kaget dan geger.
Waktu Ting Tian ditanja, ia tjuma mendelik doang. Tanja Tik Hun, pemuda inipun pura2 tuli.
Karena tidak memperoleh sesuatu keterangan apa2, terpaksa sipir bui menjeret pergi kedua
majat itu. Selang dua hari pula, malamnja Tik Hun terdjaga bangun pula oleh suara2 gemerisik jang aneh.
Dibawah sinar bulan jang remang2 ia melihat kedua tangan Ting Tian terangkat lurus sedang
beradu tangan dengan seorang Todjin. Telapak tangan kedua orang saling menempel dan
keduanja sama2 berdiri tak bergerak. Sedjak kapan Todjin itu masuk kesitu dan tjara
bagaimana mengadu tenaga dalam dengan Ting Tian, ternjata sama sekali Tik Hun tidak tahu.
Pernah Tik Hun mendengar dari Suhunja bahwa dalam pertandingan silat, mengadu tenaga
dalam adalah jang paling berbahaja, bukan sadja tak mungkin menghindar atau berkelit,
bahkan pasti akan terdjadi ketentuan mati atau hidup.
Tatkala itu sudah djauh malam, meski ada tjahaja bulan dan bintang, tapi sudah remang2
hingga ada jang kelihatan tjuma samar2. Tik Hun melihat Todjin itu melangkah setindak
kedepan dengan lambat sekali, berbareng Ting Tian djuga mundur selangkah. Selang agak lama,
kembali Todjin itu madju lagi setindak, begitu pula Ting Tian mundur lagi satu langkah.
Melihat Todjin itu terus mendesak madju dan Ting Tian terus mundur, terang Todjin itu
sudah lebih unggul, diam2 Tik Hun merasa kuatir. Tanpa pikir lagi ia berlari madju, ia angkat
SERIALSILAT.COM ? 2005 61 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
belenggu tangannja terus mengepruk keatas kepala Todjin itu. Tapi belum lagi belenggu besi
itu mengenai sasarannja, entah darimana datangnja, se-konjong2 menjambar tiba serangkum
tenaga tak kelihatan dan menumbuk keras dibadan Tik Hun.
Karena tak menjangka, Tik Hun mendjadi ter-hujung2 dan terlempar pergi, "bluk", ia
tertumbuk didinding dan djatuh terduduk. Dengan tangannja menahan kelantai, maksud Tik
Hun hendak berbangkit. Tapi dalam kegelapan tiba2 tangannja menjentuh sebuah mangkok
wadah wedang, "prak", mangkok itu petjah gempil tertahan oleh tangannja dan basah kujup
oleh wedang jang tertjetjer. Tanpa pikir lagi Tik Hun terus samber mangkok itu, ia siramkan
sisa wedang didalamnja kebelakang kepala si Todjin.
Tenaga dalam Todjin itu sebenarnja djauh bukan tandingan Ting Tian. Sebabnja Ting Tian
mengadu tangan dengan Todjin itu jalah karena ia ingin mendjadjal "Sin-tjiau-keng" jang baru
berhasil dijakinkan itu sampai betapa daja tempurnja, makanja Todjin itu dipakainja sebagai
barang pertjobaan. Sebenarnja tenaga Todjin itu sudah diperas oleh "Sin-tjiau-keng" hingga keadaannja sudah
sangat pajah bagai pelita jang kehabisan minjak, tinggal saat padamnja sadja. Kini ditambah lagi
disiram wedang oleh Tik Hun dari belakang, dalam kagetnja ia merasa tekanan tenaga Ting
Tian semakin membandjir. Maka terdengarlah suara peletak-pelatok jang berulang2, tulang
iganja, tulang lengan, tulang kaki dan lain2 se-akan2 patah semua ber-potong2. Dengan tjemas ia
pandang Ting Tian dan berkata dengan suara ter-putus2 dan tak lampias: "Djadi..... djadi engkau
sudah berhasil mejakinkan "Sin-tjiau-keng" jang hebat dan ..... dan itu ber ..... berarti engkau
tiada ..... tiada tandingannja lagi di ..... didunia ini ......" bitjara sampai disini, mendadak tubuhnja
melingkar bagai tjatjing terus roboh terbinasa.
Hati Tik Hun ber-debar2 menjaksikan itu, serunja: "Ting-toako kiranja ilmu "Sin-tjiau-keng"
itu sedemikian ..... sedemikian lihaynja. Apa benar2 engkau tiada tandingannja lagi dunia itu?"
Namun dengan wadjah sungguh2 Ting Tian mendjawab: "Kalau bergebrak satu-lawan-satu,
memang tjukup untuk mendjagoi Kangouw. Tapi kalau musuh main kerojok, mungkin
seorang diri susah melawan orang banjak. Todjin djahat ini sudah tertekan oleh tenaga
dalamku, tapi masih sanggup membuka suara, hal mana menandakan latihanku masih belum
mentjapai tingkatan jang sempurna betul2. Tik-hiati, dalam tiga hari ini pasti akan datang pula
musuh jang benar2 tangguh. Untuk mana sudikah engkau membantu pakaku?"
Dengan penuh semangat Tik Hun terus mendjawab: "Tentu sadja aku akan membantu. Tjuma
........ tjuma ilmu silatku sudah punah semua, andaikan belum punah djuga kepandaianku jang
dangkal ini tidak berguna untuk membantu engkau."
Ting Tian tersenjum tanpa berkata, tiba2 ia melolos keluar sebilah golok dari bawah djerami
jang merupakan kasurnja itu. Golok itu adalah tinggalan kedua laki2 jang dibinasakan oleh Ting
Tian tempo hari itu. Lalu katanja: "Tik-hiati, harap engkau mentjukur berewokku ini. Marilah
kita bertipu muslihat sedikit."
SERIALSILAT.COM ? 2005 62 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tanpa pikir lagi Tik Hun terus sambuti golok itu dan mulai mentjukur kumis dan berewok
Ting Tian. Ternjata golok itu sangat tadjam melebihi pisau tjukur, maka dengan tjepat sadja berewok
Ting Tian jang kaku bagai lidi itu telah rontok semua. Anehnja Ting Tian menadah semua
berewok jang tertjukur itu ditangannja.
"Ting-toako," kata Tik Hun dengan tertawa, "apa kau merasa berat mesti membuang
djenggotmu jang sudah berkawan setia dengan engkau selama beberapa tahun ini?"
"Bukan begitu," sahut Ting Tian. "Tapi maksudku, Tik-hiati, aku ingin engkau menjaru sebagai
diriku." "Menjaru sebagai engkau?" tanja Tik Hun heran.
"Ja," sahut Tian. "Dalam waktu tiga harini pasti akan datang musuh2 jang lebih tangguh,
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka berlima takkan mampu melawan aku kalau satu-lawan-satu, tapi kalau mengerubut
sekaligus, tentu kekuatan mereka mendjadi sangat lihay. Makanja aku ingin engkau menjaru
sebagai diriku untuk memantjing mereka agar salah sangka, dan disaat mereka meleng, aku
lantas menjerang diluar dugaan mereka, tentu mereka akan kelabakan dan tak mampu
melawan." Dasar Tik Hun memang djudjur dan badjik, ia merasa rentjana Ting Tian itu kurang pantas,
maka dengan ragu2 ia berkata: "Rasanja ren.......... rentjanamu ini agak.......... agak kurang djudjur."
"Djujur" Hahahaha!" Ting Tian ter-gelak2. "Betapa kedji dan palsunja orang Kangouw,
semuanja berlaku litjik dan menipu engkau, tapi engkau masih djudjur pada orang, bukankah
berarti engkau mentjari mati sendiri?"
"Meskipun begitu, namun........... namun........"
"Namun apa?" sela Ting Tian sebelum Tik Hun menlandjutkan. "Ingin kutanja padamu:
Engkau adalah seorang baik2 tanpa berdosa sesuatu, tapi sebab apa engkau dipendjarakan
selama tiga tahun disini dan selama ini tidak dapat mentjutji bersih pitenahan orang itu?"
"Ja, dalam hal ini memang......... memang aku merasa tidak mengarti sampai sekarang," sahut Tik
Hun. "Dan siapakah jang mendjebloskan engkau kependjara ini" Sudah tentu perbuatan seseorang
pula agar selamanja engkau tidak bisa keluar dari sini," udjar Ting Tian dengan tersenjum.
"Memang sampai saat ini aku tetap tidak mengarti duduk perkaranja," kata Tik Hun. "Gundik
Ban Tjin-san si Mirah itu selamanja tidak kenal padaku, tidak bermusuhan dan tiada sakit hati,
mengapa dia telah mempitenah diriku hingga namaku rusak dan hidupku merana oleh
penderitaan2 didalam pendjara sini?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 63 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Tjara bagaimana engkau telah dipitenah mereka, tjoba tjeritakan padaku," pinta Ting Tian.
Sembari mentjukur berewoknja, maka bertjeritalah Tik Hun sedjak dia ikut sang Suhu datang
di Hengtjiu untuk memberi selamat ulang tahun kepada Ban Tjin-san, dimana dia telah
mengatjirkan begal besar - Lu Thong. Kemudian dia telah ditantang dan dikerojok oleh
murid2nja Ban Tjin-san, lalu apa jang didengarnja tentang pertengkaran sang guru dengan
Supek hingga sesudah melukai Supek, sang Suhu lantas melarikan diri. Kemudian dilihatnja ada
pendjahat hendak memperkosa gundiknja Ban Tjin-san dan dia telah turun tangan menolong,
tapi malah dipitenah dan didjebloskan kedalam pendjara.
Begitulah Tik Hun mentjeritakan semua pengalamannja itu, hanja tentang pengemis tua telah
mengadjar ilmu pedang padanja itu sengadja tak diuraikan. Pertama karena dia telah
bersumpah pada pengemis tua itu bahwa rahasia pertemuan mereka pasti takkan dibotjorkan,
kedua ia merasa urusan jang tidak penting itu djuga tida perlu ditjeritakan.
Hlm. 9: Gambar "Kruk, kruk", sambil mentjeritakan pengalamannja, Tik Hun mentjukur berewok Ting Tian
jang kaku bagai lidi itu dengan golok rampasan jang tadjam itu.
Dan sesudah Tik Hun bertjerita, berewok dimukanja Ting Tian djuga hampir tertjukur bersih.
"Ting-toako," kata Tik Hun sambil menghela napas, "malapetaka jang menimpa diriku ini
bukankan membikin aku sangat penasaran" Tentu disebabkan mereka dendam Suhuku telah
membunuh Ban-supek, akan tetapi Ban-supek toh tidak djadi mati, kinipun sudah sembuh
dari lukanja, sebaliknja aku sudah dipendjarakan selama beberapa tahun masih belum djuga
dibebaskan. Apakah mereka sudah melupakan diriku" Rasanja toh tidak, buktinja tempo hari
Sim-sute itu djuga datang menjambangi aku?"
Ting Tian diam sadja, dengan lagak lutju ia miringkan kepalanja untuk memandang Tik Hun
dari sebelah sini kesebelah sana, lalu ia tertawa dingin.
"Ting-toako, apa jang kukatakan ini apakah ada jang salah?" tanja Tik Hun dengan bingung
sambil garuk2 kepala sendiri.
"Benar, benar, semuanja benar, masakah ada jang salah?" djengek Ting Tian. "Djusteru kalau
djalannja tidak begini, itulah baru salah."
"Ap............ apa maksudmu, Ting-toako?" tanja Tik Hun semakin bingung.
"Begini! Seumpama ada seorang anak tolol telah membawa gadisnja jang tjantik kerumahku,
aku mendjadi sir pada gadisnja, akan tetapi sigadis memang mentjintai sitolol itu. Agar aku bisa
mengangkangi sitjantik, sudah tentu aku harus melenjapkan sitolol itu lebih dulu. Tjoba
katakan, kalau kau, akal apa jang engkau gunakan?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 64 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Akal apa?" sahut Tik Hun agak linglung. Diam2 iapun merasa seram sendiri.
"Banjak djalannja," kata Ting Tian. "Kalau menggunakan ratjun atau memakai sendjata untuk
membunuh sitolol itu, boleh djadi sitjantik itu seorang wanita jang setia dan mungkin akan
membunuh diri atau menuntut balas bagi sitolol, tentu urusan akan mendjadi runjam malah,
maka djalan2 itu takbisa ditempuh. Maka kurasa djalan paling baik jalah seret sitolol itu dan
didjebloskan kedalam pendjara. Untuk membikin sitjantik bentji pada sitolol, djalan pertama
harus membikin se-akan2 sitolol itu telah mentjintai wanita lain; kedua, harus menundjukkan
sitolol itu sebenarnja seorang jang djahat, suka mentjuri dan merampok, agar perbuatan2
demikian akan memuakan sitjantik."
Tik Hun mendjadi gemetar oleh uraian Ting Tian itu, tanjanja dengan suara tak lantjar: "Apa
jang kau........... kau katakan ini apakah........ apakah memang sengadja telah diatur oleh si .............
si Ba Ka itu?" "Aku tidak menjaksikan sendiri, darimana aku tahu?" sahut Ting Tian tertawa. "Tapi
Sumoaymu itu sangat aju, bukan?"
Pikiran Tik Hun mendjadi butek, ia hanja memanggut.
Lalu Ting Tian berkata pula: "Ehm, untuk mengambil hati sinona, dengan sendirinja aku harus
kerdja keras, aku akan keluarkan uang untuk menjogok pembesar disini, kataku untuk
menolong engkau agar lekas dibebaskan. Usahaku itu sengadja kuperlihatkan sendiri kepada
sitjantik agar dia merasa berterima kasih padaku. Dan uang sogokku itu memang benar2 telah
kuserahkan kepada pembesar disini dan petugas2 lain."
"Dan sesudah membuang uang sebanjak itu, tentu akan berhasil sedikit bukan?" tanja Tik Hun.
"Sudah tentu, setan pun dojan duit, mengapa tak berhasil?" sahut Ting Tian.
"Habis, meng............. mengapa aku masih tetap dikerangkeng disini dan belum dibebaskan?"
tanja Tik Hun. "Hahahaha!" tiba2 Ting Tian ber-bahak2. "Kau berbuat salah apa" Tuduhan jang mereka
djatuhkan padamu paling2 djuga tjuma hendak memperkosa wanita dan mentjuri, toh bukan
perbuatan masiat, djuga bukan membunuh orang. Dosamu apa hingga mesti dikurung sampai
ber-tahun2 tanpa diputus perkaranja" Pula djuga tidak perlu tulang pundakmu ditembusi
rantai segala" Dan ketahuilah, kesemuanja ini adalah hasil dari uang sogok itu. Ja, akal ini
memang sangat bagus dan litjin, sinona tinggal dirumahku, tjintanja pada sitolol itu dengan
sendirinja belum terlupakan, tetapi sesudah ditunggu setahun demu setahun, masakah achirnja
sitjantik takkan menikah?"
"Trang," mendadak Tik Hun membatjok goloknja kelantai. Serunja: "Ting-toako, djadi aku
dikerangkeng selama ini, semuanja adalah perbuatan si Ban Ka itu?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 65 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ting Tian tidak mendjawab, tapi ia menengadah untuk memikir hingga agak lama, tiba2 ia
berkata pula: "Ah, salah, salah, didalam muslihat it masih terdapat suatu kekurangan, salah,
salah besar!" "Masih kurang apa lagi?" kata Tik Hun dengan gusar. "Sumoayku achirnja djuga sudah
mendjadi isterinja, dan aku, kalau tidak ditolong olehmu, sudah lama akupun menggantung
diri, bukankah semuanja itu telah memenuhi tjita2nja?"
Namun Ting Tian terus mondar-mandir didalam kamar pendjara itu sambil geleng2 kepala,
katanja: "Didalamnja masih terdapat satu kepintjangan besar. Mereka begitu litjik dan pintar
mengatur, masakah tidak tahu?"
"Sebenarnja kepintjangan apa maksudmu?" tanja Tik Hun.
"Suhumu!" sahut Ting Tian tiba2. "Suhumu telah melarikan diri sehabis melukai Supehmu.
Ngo-in-djiu Ban Tjin-san dari Hentjiu tjukup tenar didalam Bu-lim, tentang dia tjuma terluka
dan tidak binasa, kabar ini dalam waktu singkat sadja tentu tersiar, seumpama Suhumu malu
untuk mendjumpai Suhengnja lagi, paling tidak dia toh dapat mengirim orang untuk memapak
Sumoaymu pulang kerumah" Dan bila Sumoaymu sudah pulang, bukankah antero tipu
muslihat kedji Ban Ka itu akan bangkrut seluruhnja?"
"Benar, benar!" ber-ulang2 Tik Hun menggablok pahanja sendiri. Oleh karena tangannja
dibelengu, maka terbitlah suara gemerintjing dari rantai belenggunja itu. Sungguh tak tersangka
olehnja bahwa seorang jang tampaknja kasar seperti Ting Tian itu ternjata tjara berpikirnja bisa
begitu djauh dan teliti. Tik Hun mendjadi kagum tak terhingga.
"Dan sebab apa Suhumu tidak memapak pulang puterinja itu, didalam situlah pasti ada sesuatu
jang mentjurigakan," tutur Ting Tian pula dengan suara pelahan. "Kujakin sebelumnja Ban Ka
dan komplotannja pasti djuga sudah dapat menduga akan hal ini, kegandjilan ini untuk
sementara inipun aku merasa tidak mengerti."
Begitulah Ting Tian terus memeras otak untuk memikirkan hal itu. Sebaliknja Tik Hun sama
sekali tidak ambil pusing. Baru sekarang ia paham dimana letak persoalannja mengapa dirinja
didjebloskan pendjara oleh orang. Ber-ulang2 ia ketok2 kepalanja sendiri sambil memaki dirinja
sendiri terlalu tolol, urusan jang sederhana bagi orang lain itu ia sendiri djusteru tidak tahu
sama sekali selama ber-tahun2.
Padahal harus dimaklumi djuga, sedjak ketjil Tik Hun hidup dipedesaan jang suasana
masjarakatnja sederhana dan djudjur, ia tidak kenal betapa litjik dan kedjamnja orang
Kangouw. Sebaliknja Ting Tian biasa berterobosan ditengah rimba sendjata, banjak
pengalaman dan pahit-getir jang telah dirasakannja, dengan sendiri ia lantas tahu duduknja
perkara begitu mendengar tjeritanja Tik Hun. Hal itu bukan soal pintar atau bodoh seseorang,
tapi karena perbedaan pengalaman hidup kedua orang itu selisih terlalu djauh.
SERIALSILAT.COM ? 2005 66 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Begitulah sesudah Tik Hun mengomel dan memaki dirinja sendiri, ketika dilihatnja Ting Tian
masih terus memeras otak, ia lantas berkata: "Sudahlah, Ting-toako, tidak perlu kau
memikirnja lagi. Suhuku adalah seorang desa jang djudjur, tentu saking takutnja sehabis
melukai Ban-supek, ia telah lari djauh2 entah kemana, maka ia tidak mendengar berita masih
hidupnja Ban-supek itu."
"Apa katamu" Suhumu hanja seorang desa jang djudjur?" Ting Tian menegas dengan mata
membelalak heran. "Sehabis membunuh orang dia bisa ketakutan dan melarikan diri?"
"Ja, memang Suhuku benar2 seorang jang sangat djudjur," sahut Tik Hun. "Ban-supek
mempitenah dia mentjuri sesuatu Kiam-boh (kitab ilmu pedang) apa dari Thaysuhu (kakek
guru), dalam gusarnja ia mendjadi kalap hingga melukai Supek, padahal hatinja benar2 sangat
baik." Ting Tian hanja mendengus sekali sadja dan tidak berkata pula, ia duduk kepodjok kamar sana
sambil pelahan2 bernjanji ketjil.
"Sebab apa engkau mendengus?" tanja Tik Hun heran.
"Tidak apa2," sahut Ting Tian.
"Tentu ada sebabnja, Ting-toako, haraplah engkau suka bitjara terus terang sadja," pinta Tik
Hun. "Baiklah," kata Ting Hun achirnja, "Tjoba terangkan dulu, siapakah djulukan gurumu itu?"
"Ehm, dia berdjuluk "Tiat-so-heng-kang"," sahut Tik Hun.
"Apa maksudnja djulukan itu?" tanja Ting Tian.
Tik Hun mendjadi gelagapan, maklum kurang makan sekolahan. Tapi djawabnja djuga
kemudian: "Aku tidak paham arti daripada kata2 sastra tinggi itu. Tapi dugaanku mungkin
maksudnja menggambarkan ilmu silat beliau sangat hebat, mahir dalam hal bertahan, musuh
sekali2 tak mampu membobol pertahanannja."
"Hahahaha!" Ting Tian terbahak. "Tik-hiati, engkau sendirilah sebenarnja jang terlalu djudjur
dan polos. Tiat-so-heng-kang (rantai besi melintang disungai), supaya orang takbisa turun djuga
tak dapat naik, bagi tokoh kalangan Bu-lim angatan lebih tua siapa orangnja jang tidak tahu arti
daripada djulukan itu" Gurumu itu djusteru pintar dan tjerdik, lihaynja tidak kepalang, pabila
ada orang menjakiti hatinja, pasti dia akan memeras otak mentjari akal untuk membalasnja,
supaja orang serba sulit, turun tak bisa, naik takdapat, djadi ter-katung2 seperti sebuah kapal
jang mengoleng2 ditengah sungai oleh pusaran air. Djika kau tidak pertjaja utjapanku ini, kelak
kalau kau sudah keluar pendjara, boleh kau tjoba mentjari tahu betul tidak ramalanku ini."
SERIALSILAT.COM ? 2005 67 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Namun Tik Hun masih tidak pertjaja, pikirnja: "Sedangkan Kiam-hoat jang diadjarkan Suhu
padaku djuga banjak jang salah. Sebenarnja djurus: "seekor burung terbang dari lautan tidak
sudi menghinggap di-rawa2", tapi dia telah salah mengartikan: "ada bandjir orang ber-teriak2,
ketemu rintangan tidak berani lewat", dan lain2 djurus lagi. Ja, maklumlah, memangnja dia
djuga tidak banjak bersekolah, mana dapat dikatakan dia sangat pintar dan tjerdik!" ~ maka
katanja segera: "Tapi suhu benar2 seorang djudjur, seorang petani jang dangkal sekolahnja."
"Mana bisa?" sahut Ting Tian dengan gegetun. "Ia djusteru sangat tinggi sekolahnja dan banjak
kepandaiannja, ia sabar dan pendiam, tentu ada maksud2 tertentu. Tapi mengapa sampai
muridnja sendiri djuga dibohongi, inilah susah dimengerti orang luar. Sudahlah, djangan kita
membitjarakan urusan ini sadja, marilah, biar kutempelkan berewokku ini kedjanggutmu!"
Habis berkata, Ting Tian angkat golok membatjok kemajat siTodjin. Karena belum lama
matinja Todjin djahat itu, maka darahnja masih segar dan terus mengutjur keluar dari luka
batjokan itu. Ting Tiang mentjelup setjomot demi setjomot bulu berewoknja sendiri jang
tertjukur tadi untuk ditempelkan didjanggutnja Tik Hun dan kedua belah pipinja.
Sebenarnja Tik Hun mendjadi muak dan ngeri ketika mentjium bau anjirnja darah, tapi demi
mengingat betapa akal kedjinja Ban Ka, betapa maksud tertentu sang guru jang tak diketahui
orang itu serta masih banjak lagi hal2 jang tak diketahuinja, ia merasa tempat jang paling aman
didunia ini sebenarnja adalah didalam pendjara malah.
Dengan Ting Tian bahwa didalam tiga hari pasti akan kedatangan musuh tangguh, ternjata
baru saing hari kedua, didalam pendjara itu sudah ber-turut2 didjebloskan pula pesakitan2 baru
jang beraneka matjam orangnja, ada jang tinggi, ada jang pendek, ada jang kurus, ada jang
gemuk, tua, muda, semuanja ada. Tapi sekali melihat bentuk mereka segera orang akan tahu
bahwa pesakitan2 baru itu pastilah tokoh2 Kangouw, kalau bukan golongan bandit, tentu
adalah pimpinan sesuatu gerombolan.
Melihat djumlah orang jang dimasukan kekamar pendjara tu semakin banjak, diam2 Tik Hun
mulai kuatir. Ia tahu orang2 ini pasti musuh2 jang hendak mentjari Ting Tian. Bahkan bukan
tjuma lima musuh tangguh seperti kata Ting Tian itu, tapi sekaligus telah datang 17 orang
hingga kamar pendjara itu ber-djubel2, sampai merebahpun susah, terpaksa semua orang tjuma
berduduk sadja sambil berpeluk dengkul.
Sebaliknja Ting Tian tetap berbaring dipodjok kamar itu sambil menghadap dinding, ia tidak
ambil pusing terhadap dinding, ia tidak ambil pusing terhadap orang2 itu.
Pesakitan2 itu tiada hentinja bergembar-gembor, bertjanda dan ber-olok2, hanja sebentar sadja
sudah ada jang bertengkar segala.
Dari suara2 mereka itu Tik Hun dapat mengetahui bahwa ke-17 orang itu ternjata terdiri dari
tiga golongan dan sama2 lagi mengintjar sesuatu benda mestika apa.
SERIALSILAT.COM ? 2005 68 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ketika tanpa sengadja sinar mata Tik Hun kebentrok dengan sorot mata orang2 jang bengis itu,
ia mendjadi kaget dan tjepat berpaling kearah lain. Pikirnja: "Aku telah menjaru sebagai Tingtoako, tapi ilmu silatku sudah punah semua, kalau sebentar mesti bergebrak, bagaimana aku
harus bertindak" Betapapun tingginja ilmu silat Ting-toako rasanja djuga tidak sanggup
sekaligus membinasakan orang2 sebanjak ini."
Lambat-laun haripun sudah gelap. Tiba2 seorang laki2 jang bertubuh tegap berteriak: "Marilah
kita bitjara terang2an sebelumnja, sasaran pokok ini nanti harus mendjadi milik Tong-ting-pang
kami, pabila ada jang tidak terima, hajolah lekas kita tentukan dengan kepandaian masing2,
agar nanti tidak perlu banjak rewel lagi."
Rupanja orang Tong-ting-pang jang ikut datang disitu ada sembilan orang, 9 daripada 17 orang,
itu berarti lebih dari separoh, dengan sendirinja kekuatannja djauh lebih kuat.
Segera seorang setengah umur dan rambut sudah ubanan menanggapi dengan suaranja jang
bantji: "Diputuskan dengan kepandaian masing2, itu bagus! Hajolah apa kita mesti main
kerubut didalam sini atau bertarung dipelataran luar situ?"
"Dipelataran djuga boleh, siapa jang djeri padamu?" sahut laki2 tegap itu.
Habis berkata, segera ia pegang dua rudji lankan besi terus dipentang sekuatnja, kontan sadja
djadilah sebuah lubang jang tjukup dibuat keluar-masuk orang dengan bebas. Tenaga orang itu
kuat mementang besi hingga bengkok, betapa hebat Gwakangnja dapatlah dibajangkan.
Dan selagi laki2 itu hendak menerobos keluar melalui lubang rudji besi jang telah melengkung
itu, se-konjong2 sesosok bajangan berkelebat, seorang telah mengadang ditempat lubang itu.
Itulah dia Ting Tian adanja.
Tanpa berkata lagi Ting Tian terus djamberet dada orang itu. Aneh djuga, perawakan laki2 itu
sebenarnja lebih tinggi satu kepala daripada Ting Tian, tapi sekali kena dipegang olehnja,
seketika lemas lunglai takbisa berkutik. Terus sadja Ting Tian djedjalkan tubuh laki2 itu keluar
kamar pendjara dan dilemparkan kepelataran. Laki2 itu tjuma meringkuk sadja ditanah tanpa
bergerak sedikit, terang sudah binasa.
Melihat kedjadian jang luar biasa itu, semua orang jang berada didalam pendjara itu mendjadi
kesima ketakutan. Menjusul Ting Tian mentjengkeram lagi seorang terus dilemparkan pula
keluar. Begitulah ia terus menjambar dan melempar hingga seluruhnja telah tudjuh orang
terlempar keluar. Setiap orang jang kena dipegang olehnja itu semuanja mati seketika tanpa
bersuara sedikitpun. Sisa 10 orang jang lain mendjadi lebih ketakutan lagi, tiga diantaranja mengkeret kepodjok
dinding, sebaliknja tudjuh orang lainnja mendjadi nekat. Berbareng mereka mengerubut madju
dan menjerang serabutan kepada Ting Tian. Namun sama sekali Ting Tian tidak berkelit djuga
tidak menangkis, ia tetap ulur tangannja menjambar dan sekali tangannja bekerdja pasti ada
SERIALSILAT.COM ? 2005 69 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
seorang jang kena dipegangnja dan setiap orang jang terpegang itu pasti mati seketika. Tentang
dimana letaknja kematian mereka tiada seorangpun jang djelas.
Habis ketudjuh orang itupun terbinasa semua, tiba2 ketiga orang jang meringkuk ketakutan
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dipodjok itu lantas berlutut minta ampun. Namun Tian anggap sepi sadja, kembali ia
mentjengkeram dan dilemparkan keluar.
Saking kesima menjaksikan Ting Tian mengamuk itu, Tik Hun sampai terkesiap melongo
seperti orang mimpi. Habis itu, Ting Tian tepuk2 kedua tangannja dan tertawa dingin: "Huh, tjum abegini sadja
kepandaian mereka djuga berani datang kesini hendak mengintjar Soh-sim-kiam-hoat!"
Tik Hun melengak mendengar "Soh-sim-kiam-hoat" disinggung. Tanjanja segera: "Apa katamu,
Ting-toako, Soh-sim-kiam-hoat?"
Ting Tian seperti menjesal telah ketelandjur omong, tapi iapun tidak ingin membohongi Tik
Hun, maka ia tjuma tertawa dingin beberapa kali tanpa mendjawab.
Sungguh selama hidup Tik Hun belum pernah menjaksikan orang setangkas Ting Tian, hanja
sekedjap sadja 17 orang jang tegap kuat itu sudah menggeletak semua mendjadi majat. Dengan
gegetun ia berkata kepada Ting Tian: "Ting-toako, kepandaian apakah jang engkau gunakan
hingga begitu lihay" Apakah orang ini semuanja pantas digandjar kematian?"
"Pantas digandjar kematian rasanja djuga tidak semuanja," sahut Ting Tian. "Jang terang orang2
ini tidak bermaksud baik kepadaku. Pabila aku belum berhasil mejakinkan "Sin-tjiau-keng"
hingga kena ditawan oleh mereka malah, pastilah susah dibajangkan siksaan apa jang akan
kuderita." Tik Hun tahu apa jang dikatakan Ting Tian itu bukanlah omong-kosong, katanja pula:
"Sekenanja engkau memegang mereka, seketika mereka terbinasa ditanganmu, sungguh ilmu
kepandaian ini mendengar sadja aku belum pernah. Pabila kutjeritakan kepada Sumoay, tentu
diapun takkan pertjaja?"" ~ teringat kepada sang Sumoay, hatinja mendjadi pilu dan dadanja
se-akan2 kena dipukul orang sekali.
Namun Ting Tian tidak mentertawainja, bahkan ia menghela napas pandjang dan menggumam
sendiri: "Padahal, sekalipun sudah berhasil mejakinkan imu silat maha tinggi djuga belum tentu
segala tjita2 orang dapat tertjapai?".."
Belum habis utjapannja, tiba2 Tik Hun bersuara heran dan menuding kearah serangka majat
dipelataran sana. "Ada apa?" tanja Ting Tian.
"Orang itu belum mati sama sekali, kakinja barusan tampak bergerak," kata Tik Hun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 70 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sungguh kedjut Ting Tian bukan kepalang, serunja: "Apa benar?" ~ bahkan suaranja sampai
gemetar. "Ja, barusan aku melihat kakinja bergerak dua kali," sahut Tik Hun sambil memikir djuga:
"Seorang jang terluka parah dan tidak lantas mati, mengapa mesti dikuatirkan, masakan masih
mampu berbangkit untuk bertempur?"
Sudah tentu ia tidak tahu bahwa Sin-tjiau-kang jang sudah berhasil dijakinkan Ting Tian itu,
siapa sadja asal kena ditjengkeram olehnja, seketika orang itu akan binasa. Kini kalau ada
musuh jang ditjengkeram dan ternjata tidak mati, hal itu menandakan ilmu saktinja itu masih
ada kekurangannja. Begitulah karena itu, Ting Tian mendjadi heran dan tjemas, segera ia menerobos keluar dari
lubang lankan itu untuk memeriksa orang jang masih bisa bergerak itu.
Diluar dugaan, tiba2 terdengarlah suara mentjitjit dua kali, dua sendjata gelap jang sangat ketjil
telah menjambar kearah mukanja. Namun Ting Tian sudah ber-djaga2 sebelumnja, tjepat
sekali ia mendongak kebelakang hingga dua batang panah ketjil menjambar lewat dimukanja,
bahkan hidungnja mengendus bau amis jang busuk, terang diatas panah2 ketjil itu terdapat
ratjun djahat. Dan begitu membidikan panahnja, orang itu terus melesat keatas emper rumah. Melihat
Ginkang orang itu sangat hebat, sebaliknja dirinja sendiri terbelengu, gerak-gerik kurang
leluasa, untuk mengedjar belum tentu mampu mentjandaknja, terpaksa Ting Tian menjamber
serangka majat sekenanja terus ditimpukan kearah pelarian itu.
Timpukan Ting Tian itu sangat keras dan tjepat, "bluk", tepat sekali kepala majat itu
menumbuk dipinggang sipelarian selagi orang itu baru sadja sebelah kakinja mengindjak emper
rumah. Kontan sadja ia terdjungkal kembali kebawah, segera Ting Tian memburu kesana dan
mentjengkeram tengkuknja untuk diseret kembali kedalam kamar pendjara, ketika diperiksa
napasnja, sekali ini orang itu benar2 sudah putus njawanja.
Ting Tian buang majat itu, ia berduduk dilantai dan bertopang dagu untuk memikirkan:
"Sebab apakah tjengkeramanku tadi tidak membinasakan orang itu" Apakah ilmu jang kulatih
itu masih ada sesuatu jang kurang sempurna?"
Tapi sampai lama sekali tetap ia tidak memperoleh sesuatu gagasan jang tepat. Saking
mendongkol, kembali tangannja mentjengkeram pula kedada majat disampingnja itu.
Mendadak ia merasakan ada sesuatu tenaga jang lunak tapi ulet telah mementalkan kembali
djarinja. Ting Tian terkedjut tertjampur girang, serunja: "Ja, ja, tahulah aku sekarang!"
Tjepat ia terus mempelototi pakaian majat itu, maka terlihatlah
SERIALSILAT.COM ? 2005 71 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
dibadan majat itu memakai sebuah badju kutang jang berwarna hitam gilap. Maka Ting Tian
berkata pula: "Pantas sadja, sampai aku dibikin terkedjut sekali!"
Tik Hun heran, tanjanja: "Ada apakah, Ting-toako?"
Ting Tian tidak mendjawab, ia melutjuti pakaian majat itu dan mentjopot badju kutang
didalamnja itu, habis itu ia lemparkan majat itu keluar kamar pendjara, lalu katanja kepada Tik
Hun dengan tertawa: "Tik-hiati, ini, pakailah badju ini."
Tik Hun dapat menduga badju kutang warna hitam itu pasti barang mestika, maka sahutnja:
"Badju ini adalah milik Toako, aku tidak berani mengambilnja."
"Djadi kalau bukan milikmu, lantas kau tidak sudi?" tanja Ting Tian dengan nada agak keras.
Tik Hun terkesiap, kuatir orang mendjadi marah, segera sahutnja: "Tapi kalau Toako
mengharuskan aku memakainja, biarlah aku memakainja."
"Kutanja padamu: Djika bukan milikmu, engkau mau tidak?" tanja Ting Tian dengan sungguh2.
"Ketjuali kalau sipemilik berkeras memberikannja kepadaku, terpaksa aku menerimanja, bila
tidak........... bila tidak, karena bukan milikku, dengan sendirinja aku tidak mau," sahut Tik Hun.
"Sebab kalau sembarangan mengambil milik orang, bukankah perbuatan itu mirip perampok
dan pentjuri?" ~ Berkata lebih landjut, sikapnja mendjadi penuh semangat, sambungnja: "Tingtoako, engkau tahu bahwa sebabnja aku didjebloskan kedalam pendjara ini adalah karena
dipitenah orang. Selama hidupku sutji bersih, selamanja aku tidak pernah berbuat sesuatu
kedjahatan." Ting Tian meng-angguk2, katanja: "Ja, bagus, bagus! Tidak pertjumalah aku mempunjai seorang
kawan seperti engkau. Nah, pakailah badju ini dibagian dalam."
Tik Hun tidak enak untuk menolaknja, terpaksa ia membuka badju luarnja dan memakai
badju kutang hitam itu dibagian dalam, lalu dirangkap pula dengan badju luarnja sendiri jang
berbau apek lantaran sudah tiga tahun tidak pernah ditjutji.
Karena tangannja terbelenggu, dengan sendirinja sulitlah untuk berpakaian. Tapi berkat
bantuan Ting Tian jang merobek dulu lengan badjunja jang lama itu, badju kutang hitam itu
mendjadi tidak susahlah untuk dipakainja.
Selesai membantu memakaikan badju kutang itu, kemudian Ting Tian berkata: "Tik-hiati,
badju ini adalah badju mestika jang kebal sendjata, jaitu dibuat dari sutera ulat hitam jang
tjuma terdapat di Tay-swat-san. Terang keparat itu adalah tokoh penting dari Swat-san-pay,
makanja dia memakai badju kutang Oh-djan-kah pusaka ini. Hahahaha, dia mengintjar mestika
kesini, tak tahunja malah mengantarkan mestikanja."
SERIALSILAT.COM ? 2005 72 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Mendengar badju hitam itu adalah badju mestika, tjepat Tik Hun berkata: "Toako, musuhmu
sangat banjak, seharusnja badju ini engkau pakai sendiri untuk melindungi badanmu. Pula
setiap tanggal 15............."
Namun Ting Tian lantas gojang2 tangannja, katanja: "Aku mempunjai ilmu pelindung badan
Sin-tjiau-kang, tidak membutuhkan "Oh-djan-kah" ini. Tentang siksaan setiap tanggal 15, ha,
memang aku sukarela menerimanja, kalau mesti memakai badju pusaka ini malah akan
menundjukan ketidak tulusnja hatiku. Tjuma sedikit penderitaan kulit-daging sadja kenapa
mesti dipikirkan, toh tidak sampai merusak otot-tulang."
Tik Hun ter-heran2 oleh djawaban itu. Selagi ia ingin tanja, tiba2 Ting Tian berkata pula:
"Meski aku minta engkau menjaru sebagai aku jang penuh berewok, tapi aku masih kuatir
tidak sempurna melindungi engkau dari samping. Namun sekarang sudahlah baik, engkau
sudah pakai badju pusaka, aku tidak kuatir lagi. Marilah mulai sekarang djuga aku akan
mengadjarkan kuntji dasar Lwekang padamu, harap engkau beladjar baik2."
Dahulu bila Ting Tian hendak mengadjarkan ilmu kepandaiannja kepada Tik Hun, dalam
keadaan putus asa, pemuda itu berkeras tidak mau beladjar silat apa2 lagi. Tapi kini sesudah
tahu seluk-beluk dirinja sendiri telah dipitenah orang, seketika tekadnja ingin membalas
dendam itu ber-kobar2 didalam dadanja, sungguh kalau bisa detik itu djuga ia ingin terus
keluar pendjara untuk membikin perhitungan dengan si Ban Ka. Dengan mata kepala sendiri
Tik Hun telah menjaksikan Ting Tian membinasakan djago2 silat sebanjak itu dengan begitu
mudah, ia pikir asal dirinja mampu beladjar 3 atau 4 bagian dari kepandaian Ting-toako itu
sudahlah tjukup untuk melolos dari pendjara dan membalas sakit hati.
Saking kusut pikirannja waktu itu, Tik Hun mendjadi se-akan2 tersumbat mulutnja, ia berdiri
termangu dengan muka merah membara dan darah bergolak.
Ting Tian menjangka pemuda itu tetap tidak ingin beladjar Lwekang jang akan diadjarkan
olehnja itu, selagi dia hendak memberi nasehat lebih djauh, tiba2 Tik Hun terus berlutut
kehadapannja sambil menangis ter-gerung2, katanja: "Ting-toako, baiklah engkau mengadjarkan
kepandaianmu padaku, aku akan menuntut balas, aku pasti akan membalas sakit hatiku!"
Maka ter-bahak2lah Ting Tian hingga suaranja menggetarkan atap rumah, katanja: "Hendak
membalas dalam, apa susahnja?"
Dan sesudah perasaan Tik Hun tenang kembali, barulah Ting Tian mulai mengadjarkan
pengantar ilmu Lwekang jang hebat itu.
Tik Hun sangat giat beladjar, sekali diberi petundjuk, segera ia melatihnja tanpa mengenal
tjapek. Melihat ketekunan pemuda itu, Ting Tian mendjadi geli, katanja dengan tertawa: "Untuk
mejakinkan Sin-tjiau-keng jang tiada tandingannja itu masakan kau sangka begitu gampang"
Aku sendiri kebetulan ada djodoh serta dasar Lwekangku memang sudah kuat, makanja dapat
SERIALSILAT.COM ? 2005 73 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
mejakinkannja dalam 12 tahun. Orang beladjar memang perlu giat, Tik-hiati, tapi terlalu tjepat
mendjadi djelek malah, maka harus madju setindak-demi-setindak dengan teratur. Hendaklah
tjamkan utjapanku ini."
Walaupun sebegitu djauh Tik Hun masih memanggil "Toako" kepada Ting Tian, tapi dalam
hatinja kini sebenarnja sudah menganggapnja sebagai "Suhu", apa jang dikatakannja pasti
diturutnja. Tapi rasa dendam dalam hatinja bergolak bagai ombak mendampar, mana dapat
suruh dia tenang begitu sadja"
Besok paginja kembali geger pula ketika petugas2 bui melihat ke-17 rangka majat dipelataran
pendjara itu, segera hal itu dilaporkan kepada atasannja dan baru sore harinja majat2 itu
digotong pergi. Ting Tian dan Tik Hun mengaku bahwa orang2 itu saling bunuh-membunuh
sendiri, sipir bui pertjaja penuh pengakuan itu karena mereka berdua tetap terbelenggu kaki
dan tangannja, tidak mungkin orang terbelenggu dapat membunuh 17 orang sekaligus.
Petangnja, kembali Tik Hun melatih diri menurut adjaran Ting Tian. Pengantar dasar "Sintjiau-kang" itu ternjata sangat mudah, tapi makin lama mendjadi makin sulit. Meski Tik Hun
bukan anak pintar, tapi djuga tidak terlalu bodoh. Setelah melatih satu-dua djam, lambat-laun
perutnja sudah merasa ada reaksi. Sedang tegang perasaannja, mendadak dada dan punggungnja
berbareng se-akan2 kena dihantam sekali dengan sangat keras.
Begitu keras kedua hantaman dari muka dan belakang itu hingga mirip gentjetan dua batang
godam besi, seketika Tik Hun merasa matanja ber-kunang2 dan napas sesak, hampir2 ia djatuh
kelenger. Setelah rasa sakitnja agak reda, waktu ia mementang matanja, ia lihat dikanan-kirinja sudah
berdiri seorang Hwesio, waktu menoleh, ternjata dibelakangnja dan disamping djuga terdapat
pula tiga Hwesio lain, djadi seluruhnja lima Hwesio telah mengepungnja di-tengah2.
Diam2 Tik Hun membatin: "Ja, inilah lima musuh tangguh jang dimaksudkan Ting-toako itu,
aku harus bertahan sekuatnja, djangan sampai penjamaranku diketahui."
Segera iapun ter-bahak2 dan berkata: "Hahahaha, kelima Tay-su ini memangnja ada
kepentingan apa mentjari aku orang she Ting?"
Hlm. 21: Gambar: Tengah Tik Hun merasakan perutnja mulai timbul reaksi dari latihan Lwekang "Sin-tjiau-kang"
jang sakti itu, se-konjong2 terasa dada dan punggungnja dihantam dari muka dan belakang
dengan sangat keras. Begitu hebat hantaman itu hingga matanja ber-kunang2, dadanja sesak dan
hampir2 semaput. Waktu sakitnja sudah mereda dan membuka mata, Tik Hun melihat lima Hwesio sudah
mengelilingi dirinja. SERIALSILAT.COM ? 2005 74 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Hwesio sebelah kiri itu lantas mendjawab: "Dimana Soh-sim-kiam-boh itu, lekas serahkan! He,
kau........... kau................"
Belum selesai utjapannja, tiba2 Hwesio itu sempojongan dan hampir2 terdjatuh. Menjusul
Hwesio kedua djuga memuntahkan darah segar. Keruan Tik Hun sangat heran, ia tjoba
memandang kearah Ting Tian dipodjok sana, tertampak Ting Tian sedang melontarkan
pukulannja dari djauh, pukulannja itu tanpa suara tanpa wudjut, tapi Hwesio ketiga lantas
mendjerit djuga dan terpental menumbuk dinding.
Kedua Hwesio jang lain tjukup tjerdik, tjepat merekapun menurutkan arah pandangan Tik
Hun dan dapat melihat Ting Tian jang meringkuk dipodjok kamar jang gelap itu, berbareng
mereka mendjerit kaget: "He, Sin-tjiau-kang! Bu-eng-sin-kun!"
Segera Hwesio jang bertubuh paling tinggi diantaranja lantas menjeret kedua kawannja jang
terluka tadi dan berlari keluar melalui lubang lankan. Sedang Hwesio satunja lagi terus
merangkul kawannja jang muntah darah, berbareng tangannja membalik menghantam kearah
Ting Tian jang saat itu telah berbangkit dan sedang melontarkan pukulannja jang sakti dan
tanpa wudjut itu. Karena beradunja pukulan, Hwesio itu lantas tergetar mundur setindak, menjusul pukulan
kedua orang saling bentur lagi dan dia mundur pula setindak, sampai pukulan ketiga, Hwesio
itupun sudah mundur sampai diluar lankan besi.
Ting Tian tidak mengedjarnja, maka Hwesio itu tampak mulai ter-hujung2, tjuma beberapa
langkah ia sanggup bergerak, habis itu tangannja lantas lemas hingga Hwesio jang dirangkulnja
itu terdjatuh ketanah, lalu maksudnja seperti ingin melarikan diri sendiri, tapi setiap tindak,
kakinja terasa semakin berat bagai diganduli benda beribu kati. Sesudah melangkah 6 atau 7
tindak dengan susah pajah, achirnja ia tidak tahan lagi, ia terbanting ketanah dan tidak pernah
berbangkit pula. "Sajang, sajang!" udjar Ting Tian. "Kalau engkau tidak memandang kearahku, pasti ketiga
Hwesio itu takkan dapat melarikan diri."
Melihat kedua Hwesio itu sangat mengerikan matinja, Tik Hun mendjadi tidak tega, pikirnja:
"Biarlah ketiga Hwesio jang lain itu lari, sesungguhnja orang jang dibunuh Ting-toako djuga
sudah terlalu banjak."
Melihat Tik Hun diam sadja, Ting Tian menanja pula: "Kau anggap tjara turun tanganku terlalu
kedjam bukan?" "Aku.......... aku.........." mendadak Tik Hun merasa tenggorokannja se-akan2 tersumbat, ia djatuh
mendoprok kelantai dan tidak sanggup berkata lagi.
Tjepat Ting Tian mengurut dada Tik Hun untuk mendjalankan pernapasannja, setelah diurut
agak lama, barulah rasa sesak didada pemuda itu terasa longgar.
SERIALSILAT.COM ? 2005 75 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Kau anggap aku terlalu kedjam, tapi begitu datang mereka lantas menghantam engkau dari
muka dan belakang, pabila badanmu tidak memakai badju kutang pusaka, mungkin djiwamu
sekarang sudah melajang," demikian kata Ting Tian kemudian. "Ai, hal ini adalah salahku
sendiri terlalu gegabah dan tidak menduga bahwa begitu datang mereka terus menjerang. Aku
tjuma menduga mereka pasti akan menanja dulu padaku. Ja, tahulah aku, sesungguhnja mereka
djuga sangat djeri padaku, maka maksud mereka aku hendak dihantam hingga luka parah,
habis itu barulah aku akan dipaksa mengaku."
Ia mengusap bersih berewok dimukanja Tik Hun, lalu berkata pula dengan tertawa: "Sisa
ketiga keledai gundul itu sudah petjah njalinja, pasti mereka tidak berani datang meretjoki kita
lagi." ~ Kemudian dengan sungguh2 ia berkata: "Tik-hiati, Hwesio jang paling tinggi itu
bernama Po-siang dan jang gemuk itu bergelar Sian-yong. Jang pertama kali kena dipukul
roboh itu paling lihay, namanja Seng-te. Kelima Hwesio itu berdjuluk "Bit-tjong-ngo-hiong"
(lima djago dari sekte Bin-tjong), ilmu silat mereka sangat tinggi, bila aku tidak menjergap
mereka dari samping, belum tentu aku mampu melawan mereka. Kelak bila engkau
ketemukan mereka di Kangouw, engkau harus hati2. Ja, tapi Ngo-hiong kini sudah tinggal
Sam-hiong, untuk melajani mereka mendjadi djauh lebih gampang."
Oleh karena tadi Ting Tian banjak mengeluarkan tenaga murninja untuk menjerang musuh2
tangguh itu, untuk mana ia perlu bersemadi hingga belasan hari barulah tenaganja pulih
kembali. Sang waktu lewat setjepat anak panah, tanpa berasa dua tahun sudah lalu pula. Selama itu
keadaan aman tenteram, terkadang ada djuga satu-dua orang Kangouw jang bikin rusuh
kekamar pendjara situ, tapi asal sekali ditjengkeram atau dipegang Ting Tian, dalam sekedjap
sadja djiwa mereka lantas melajang.
Selama beberapa bulan paling achir ini Sin-tjiau-kang jang dilatih Tik Hun itu se-akan2 matjet,
ia bertambah giat melatihnja, tapi ternjata tiada kemadjuan apa2, rasanja masih tetap seperti
beberapa bulan jang lalu. Biar otak Tik Hun kurang tadjam, namun dia mempunjai kemauan
jang keras, ia tahu ilmu sakti jang tiada tandingannja didjagat itu tidak mungkin berhasil
dilatihnja setjara mudah, maka ia melatihnja lebih tekun dan lebih sabar agar pada suatu waktu
tjita2nja pasti akan tertjapai.
Pagi hari itu, sedang Tik Hun mendjalankan napas sambil berbaring seperti apa jang
dilakukannja setiap bangun pagi, tiba-tiba didengarnja Ting Tian bersuara heran sekali, nadanja
kedengaran rada kuatir pula. Selang sedjenak, terdengar ia menggumam sendiri: "Harini agaknja
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak sampai laju, boleh djuga diganti besok pagi."
Tik Hun heran, ia menoleh dan melihat Ting Tian sedang ter-mangu2 memandang djauh
kepada pot bunga jang berada diambang djendela diatas loteng sana.
Sedjak Tik Hun mulai melatih Sin-tjiau-kang, indera penglihatan dan pendengarannja telah
banjak lebih tadjam. Maka begitu memandang segera ia melihat diantara tiga tangkai bunga
SERIALSILAT.COM ? 2005 76 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
mawar kuning jang mekar dipot bunga itu, satu diantaranja telah rontok satu sajap daun
bunganja. Sudah biasa ia melihat Ting Tian ter-mangu2 memandangi bunga jang mekar dipot
itu selama beberapa tahun itu, ia pikir mungkin karena terlalu kesal terkurung didalam
pendjara, hanja bunga jang elok dipot bunga itu dapat sekadar menghibur hati Ting Tian nan
lara. Namun djuga diperhatikan oleh Tik Hun bahwa bunga jang tumbuh dipot itu selalu mekar
dengan segar dan senantiasa berganti, tidak sampai laju sudah diganti bunga lain djenis lagi.
Dimusim semi adalah bunga melati, musim rontok berganti bunga mawar dan begitu
seterusnja, pendek kata siang-malam pasti ada satu pot bunga jang segar tertaruh diambang
djendela itu. Tik Hun ingat ketiga tangkai mawar itu sudah mekar dipot bunga itu selama enam atau tudjuh
hari, biasanja selama itu pasti sudah diganti bunga jang lebih segar, tapi sekali ini ternjata tidak
pernah diganti. Hari itu dari pagi sampai malam Ting Tian tampak sangat kesal dan djengkel. Sampai esok
paginja, bunga mawar dipot itu masih tetap belum diganti, sedangkan daun bunganja sudah
hampir habis rontok tertiup angin. Lapat2 Tik Hun merasakan firasat jang kurang baik, ketika
melihat pikiran Ting Tian semakin tidak tenteram, ia lantas berkata: "Sekali ini orang itu telah
lupa mengganti bunganja, mungkin sore nanti dia akan menggantinja."
"Manabisa lupa?" seru Ting Tian. "Pasti tidak, pasti tidak lupa! Ja, apa barangkali ia.......... ia
sakit" Tapi seumpamanja sakit, toh dia dapat suruhan orang mengganti bunga itu!"
Begitulah Ting Tian terus berdjalan mondar-mandir dikamar pendjara itu dengan wadjah jang
muram dan perasaan tidak tenteram.
Tik Hun tidak berani banjak menanja, terpaksa ia duduk bersila untuk memusatkan pikiran
dan melatih diri. Petangnja tiba2 turun hudjan rintjik2, tertiup angin, kembali daun bunga mawar itu rontok
beberapa sajap pula. Selama beberapa djam itu Ting Tian terus memandangi bunga itu tanpa
berkesip. Setiap daun bunga itu rontok, rasanja se-akan2 menjajat hatinja.
Tik Hun tidak tahan lagi, segera ia menanja: "Ting-toako, sebab apakah engkau tidak
tenteram?" "Peduli apa?" bentak Ting Tian dengan gusar. "Tidak perlu usil!"
Sedjak dia mengadjarkan ilmu silat kepada Tik Hun, belum pernah dia bersikap sekasar itu.
Tik Hun mendjadi menjesal telah bertanja, maksudnja hendak berkata sesuatu pula untuk
memberi pendjelasan, tapi demi nampak wadjah Ting Tian pe-lahan2 mengundjuk rasa pedih
dan sangat berduka, ia urung buka suara pula.
SERIALSILAT.COM ? 2005 77 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Malam itu sedetikpun Ting Tian tidak pernah mengaso, Tik Hun mendengar dia mondarmandir terus, rantai belenggunja tiada hentinja mengeluarkan suara gemerintjing, karena itu
Tik Hun ikut tidak bisa tidur.
Esok paginja, angin meniup sajup2, hudjan masih rintjik2, dibawah tjuatja jang remang2 itu
tertampak ketiga tangkai bunga mawar dipot bunga sana sudah rontok semua, tinggal ranting
bunganja jang gundul se-akan2 menggigil kedinginan didampar angin dan air hudjan.
"Sudah meninggal" Sudah meninggal" Benarkah engkau sudah meninggal?" tiba2 Ting Tian berteriak2, ia pegang lankan besi dan di-gojang2kan terus.
Saking tak tega, Tik Hun berkata pula: "Toako, pabila kau kuatir kepada seseorang, marilah
kita pergi mendjenguknja."
"Mendjenguk apa?" teriak Ting Tian mendadak. "Kalau dapat pergi, sudah lama aku telah pergi,
buat apa mesti menderita dalam pendjara berbau batjin ini?"
Karena tidak tahu seluk-beluknja perkara, Tik Hun hanja membelalak bingung, terpaksa ia
bungkam sadja. Sehari penuh hingga malam Ting Tian terus mendekap kepalanja sambil duduk termenung2
dilantai, tidak makan dan tidak minum.
Hari sudah malam dan malam semakin larut. Kira2 tengah malam, pelahan2 berbangkitlah Ting
Tian, katanja dengan suara tenang: "Marilah sekarang kita tjoba pergi melihatnja, Tik-hiati."
Tik Hun mengia sambil berbangkit. Ia lihat Ting Tian telah pegang dua rudji lankan terus
dipentang pelahan, maka melengkunglah rudji besi itu hingga tjukup untuk dibuat keluarmasuk. "Angkatlah rantai belenggumu, supaja tidak mengeluarkan suara," demikian pesan Ting Tian.
Tik Hun menurut dan gulung rantai belenggunja terus ikut keluar.
Sampai ditepi pagar tembok, sekali endjot, dengan enteng Ting Tian sudah melontjat keatas
pagar itu. "Melompat keatas sini!" serunja kepada Tik Hun dengan suara tertahan.
Tik Hun menirukan tjara orang dan melompat keatas. Tak terduga sedjak otot kakinja
dipotong dan tulang pundaknja tertembus, seluruh tenaganja sudah takbisa dikerahkan lagi.
Maka lontjatannja itu kurang lebih tjuma satu meter tingginja. Untung Ting Tian tjepat
meraup tangannja terus ditarik keatas pagar tembok, lalu mereka melompat kesebelah luar
sana bersama. Sesudah melintas pagar tembok itu, diluar pendjara terdapat pula selarik pagar tembok jang
lebih tinggi, Ting Tian dapat melontjat keatasnja, tapi Tik Hun tidak sanggup lagi betapapun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 78 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Karena tiada djalan lain, Ting Tian melompat turun kembali, ia tempelkan punggungnja
memepet tembok, sekali ia mendengar dan mengerahkan tenaga, maka terdengarlah suara
keresak-keresek jang pelahan, debu pasir bertebaran, menjusul batu batapun berdjatuhan.
Pandangan Tik Hun serasa kabur, tahu2 dinding pagar itu telah amblong berwudjut satu lubang
bentuk manusia dan Ting Tiang sudah menghilang. Kiranja Ting Tian telah menggunakan Sintjiau-kang jang maha sakti itu untuk membobol tembok dan orangnja sudah melesat keluar.
Kedjut dan girang Tik Hun, tjepat iapun menerobos keluar melalui lubang dinding itu. Diluar
ternjata adalah sebuah gang.
Dari djauh Ting Tian sedang menggape padanja. Lekas2 Tik Hun berlari keudjung gang sana.
Agaknja Ting Tian sangat apal terhadap djalanan didalam kota Hengtjiu itu, setelah melintas
sebuah djalan dan membiluk dua gang lain, sampailah mereka didepan sebuah bengkel pandai
besi. Ting Tian tempelkan tangannja kepintu dan mendorongnja sekali, "pletak", palang pintu
didalam telah patah dan pintupun terpentang.
Pandai besi rupanja sedang tidur didalam, ia mendjadi kaget dan melompat bangun sambil
mendjerit: "Maling!"
Namun Ting Tian keburu mentjekek lehernja sambil membentak tertahan: "Diam! Lekas
menjalakan api!" Pandai besi itu tidak berani membangkang, segera ia menjalakan pelita. Ketika melihat Ting
Tian dan Tik Hun berambut pandjang dan penuh berewok, rupanja menakutkan, keruan lebih
ketakutan dan tidak berani berkutik lagi.
"Tatah putus belenggu kami ini!" perintah Ting Tian pula.
Sipandai besi tahu kedua tamu tak diundang ini pasti adalah pelarian pendjara Tihu, kalau
membantunja memahat belenggu mereka, bila kelak diusut dan diketahui oleh alat negara,
tentu dirinja akan tersangkut. Maka ia mendjadi ragu2.
Tiba2 Ting Tian menjambar sepotong besi, sekali ia remas, besi itu terus mengepal mendjadi
satu bola. Lalu bentaknja: "Kau berani membangkang, apakah kepalamu lebih keras dari besi
ini?" Sungguh kedjut pandai besi itu bukan kepalang, disangkanja telah ketemukan malaikat dewasa,
sebab dia tidak pertjaja manusia dapat meremas besi sekeras itu. Dan kalau kepala sendiri
benar2 diremas begitu rupa, wah, runjam. Tjepatan sadja ia mengia terus mengeluarkan tatah
dan palu. Lebih dulu ia membuka belenggunja Ting Tian, kemudian Tik Hun.
Waktu Ting Tian melorot keluar rantai besi jang menembusi tulang pundak Tik Hun itu,
saking sakitnja hampir2 pemuda itu djatuh kelengar. Paling achir ia mendjadi ter-mangu2
sambil memegangi rantai putus jang bersedjarah itu, terkenang olehnja masa lima tahun
SERIALSILAT.COM ? 2005 79 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
kebebasannja terkekang dan baru sekarang rantai itu meninggalkan tubuhnja, ia mendjadi
girang dan berduka pula hingga mengalirkan air mata.
Tik Hun simpan rantai putus itu kedalam badjunja, lalu ikut Ting Tian keluar dari bengkel
besi itu. Ia masih sempat melihat sipandai besi terus melemparkan kedua potong belenggu
mereka jang ditatah itu kedalam tungku untuk digembleng, tentunja takut kalau meninggalkan
bukti jang bisa bikin tjelaka padanja.
Terlepas dari kekangan belenggu berantai itu, Tik Hun merasa tubuhnja enteng sekali dan
kurang biasa, beberapa kali hampir2 ia terdjungkal karena merasa kepalanja lebih antap
daripada kakinja. Tapi demi nampak Ting Tian berdjalan dengan kuat, bahkan makin lama
makin tjepat, segera Tik Hun menjusulnja, ia kuatir ketinggalan terlalu djauh dalam kegelapan.
Tidak lama, sampailah mereka dibawah djendela dimana selalu tertaruh pot bunga itu, Ting
Tian mendongak keatas dengan ragu2 hingga lama.
Tik Hun melihat daun djendelanja tertutup rapat, diatas loteng djuga sunji senjap. Segera
katanja: "Bolehkah kutjoba melihatnja keatas situ?"
Ting Tian meng-angguk2 tanda setudju.
Segera Tik Hun memutar kepintu samping rumah bersusun itu, ia tjoba mendorong pintunja,
tapi terpantek dari dalam. Sjukurlah pagar tembok disitu sangat pendek, satu dahan pohon Liu
kebetulan mendjulur keluar dari sebelah dalam sana, sedikit Tik Hun melontjat, dapatlah ia
menggandul diatas dahan itu terus melompat kedalam pagar tembok.
Pintu masuk kedalam rumah itu ternjata tidak dikantjing dari dalam, maka dapatlah Tik Hun
masuk dengan leluasa, pelahan2 ia menaiki tangga loteng, dalam kegelapan terdengarlah suara
tindakannja ditangga loteng itu. Ia merasa kakinja se-akan2 terapung dan tidak leluasa. Maklum
selama lima tahun hidupnja tjuma boleh bergerak didalam sebuah kamar, selama itu tidak
pernah mengindjak tangga.
Sampai di atas loteng, keadaan masih sepi njenjak, dibawah sinar bintang jang remang2, Tik
Hun melihat disisi kiri ada sebuah pintu pula, pelahan2 ia masuk kesana. Tiada sesuatu suara
didalam kamar itu, jang terdengar hanja suara napas sendiri jang agak memburu. Lapat2 ia
melihat diatas medja ada sebuah tatakan lilin, ia me-raba2 diatas medja dan dapat menemukan
batu ketipan api, dengan alat itu ia dapat menjalakan lilin.
Entah mengapaa, dibawah tjahaja lilin jang terang itu, mendadak Tik Hun merasakan keadaan
jang sunji dan hampa. Ternjata didalam kamar itu memang hampa alias kosong melompong, ketjuali sebuah medja,
Sebilah Pedang Mustika 3 Pendekar Misterius Karya Gan K L Istana Pulau Es 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama