Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Bagian 8
djadi menambah rasa bentjinja kepada pemuda itu. Ia merasa kedua orang itu sama2 djahat dan
rendah. Sekilas dilihatnja djenazah sang ajah, terus sadja ia berlari mendekati dan mendekap
diatas majat itu sembari menangis ter-gerung2.
"Siausuhu, siapakah gelaranmu jang mulia?" demikian Hoa Tiat-kan menanja dengan tjengartjengir. Tik Hun mendjadi mual dibuatnja. Sahutnja ketus: "Aku bukan Hwesio, maka djangan
panggil2 Suhu padaku. Aku memakai djubah paderi adalah terpaksa karena harus menjamar
untuk menjelamatkan diri."
"Aha, bagus djika begitu," seru Hoa Tiat-kan. "Kiranja Siausuhu, eh salah, tolol benar aku ini!
Eh, numpang tanja siapakah nama jang mulia dari Tayhiap?"
Meski sedang menangis, tapi tanja-djawab kedua orang itu samar2 djuga didengar oleh Tjui
Sing. Demi mendengar Tik Hun menjatakan dirinja bukan Hwesio ia mendjadi heran dan
sangsi. Maka terdengar Tik Hun telah mendjawab: "Aku she Tik, aku hanja seorang "Bu-beng-siautjut" (pradjurit tak bernama alias kerotjo), seorang tjatjat jang beruntung lolos dari
tjengkeraman elmaut, masakah kau sebut Tayhiap segala?"
"Bagus, bagus!" demikian Hoa Tiat-kan masih mengumpak setinggi langit. "Begitu tangkasnja
Tik-tayhiap, dengan Tjui-titli jang djelita itu benar2 merupakan suatu pasangan jang tjotjok.
Pak tjomblang djuga tidak perlu ditjari lagi, aku inilah sudah siap sedia. Hahaha, bagus, bagus,
kiranja Tik-tayhiap memangnja bukan Tjutkehlang (kaum paderi), maka tjukup menunggu
tumbuhnja rambut lalu salin pakaian, dengan demikian djadilah engkau seorang biasa,
hakikatnja tidak perlu pakai upatjara kembali kemasjarakat ramai apa segala."
Rupanja Hoa Tiat-kan jakin benar2 Tik Hun pasti paderi dari Hiat-to-bun, tapi karena
kesemsem pada ketjantikan Tjui Sing, maka sengadja tidak mau mengaku asal-usulnja.
Lapat2 Tjui Sing djuga mempunjai pikiran seperti itu, maka ia bertambah kuatir demi
mendengar perkataan Hoa Tiat-kan itu. Ia berbangkit dan siapkan goloknja, pabila gerak-gerik
Tik Hun mengundjuk kekurangadjaran, segera ia akan melabraknja dengan mati2an.
Namun Tik Hun hanja geleng2 kepala dan menjahut dengan kurang senang: "Rupanja
mulutmu perlu dikosek supaja lebih bersih. Mengapa selalu bitjara tentang hal2 kotor itu"
SERIALSILAT.COM ? 2005 264 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djikalau kita dapat keluar djurang ini dengan selamat, selamanja aku tidak sudi melihat
tjetjongormu lagi dan selamanja takkan melihat muka nona Tjui pula."
Hoa Tiat-kan melengak karena tidak djelas kemana perkataan Tik Hun itu hendak menudju.
Tapi sesudah memikir sedjenak, segera ia sadar, katanja: "Aha, tahulah aku, tahulah aku!"
"Kau tahu apa?" damperat Tik Hun dengan melotot.
Maka berbisiklah Tiat-kan dengan lagak seorang detektip: "Ja, ja, tahulah aku. Tentu didalam
kuil Tik-tayhiap masih ada sitjantik jang mendjadi pilihanmu dan nona Tjui ini tidak dapat kau
bawa pulang untuk mendjadi suami-isteri abadi. Djika demikian, haha, boleh djuga djadilah
suami-isteri sambilan barang beberapa hari, apa halangannja sih?"
Biarpun bisik2, namun Tjui Sing dapat mendengarnja djuga. Keruan gusarnja tidak kepalang,
terus sadja ia memburu madju, "plak-plok, plak-plok", kontan ia persen kedua pipi manusia
rendah itu dengan empat kali gamparan.
Dengan atjuh-tak-atjuh Tik Hun mengikuti kedjadian itu se-akan2 segala itu sama sekali tiada
sangkut-paut dengan dirinja"..
Begitulah sedjam demi sedjam telah lalu dan Hiat-to Lotjo tetap terdjungkir menantjap
didalam saldju tanpa bergerak. Meski batin ketiga orang jang berada ditengah djurang itu
masing2 mempunjai pikirannja sendiri2, tapi rasa sangsi terhadap Hiat-to-tjeng itu lambat-laun
sudah banjak berkurang. Namun begitu, beberapa kali Tjui Sing bermaksud menabas kedua
kaki paderi djahat itu toh tetap tak berani melakukannja.
Sesudah mengalami peristiwa hebat itu, Tjui Sing mendjadi lapar sekali. Ia melihat restan
daging kuda panggang tadi masih terserak disitu. Kini ajahnja sudah tewas, djiwa dan kesutjian
sendiri djuga masih terantjam, dengan sendirinja tak terpikir lagi olehnja apakah daging kuda
itu berasal dari kuda kesajangannja atau bukan" Segera ia mengeluarkan ketikan api, ia
menjalakan kaju kering jang berada disitu dan mulai memanggang daging kuda lagi.
Hoa Tiat-kan sendiri belum bisa berkutik, maka tanpa bosan2 ia masih terus mengumpak dan
mendjilat. Tapi Tik Hun tidak ambil pusing lagi padanja, ia rebah ditanah saldju itu untuk
memulihkan semangat. Sedang Tjui Sing ter-mangu2 memandang api unggun jang me-njala2
itu dengan air mata bertjutjuran. Air matanja menetes kesaldju hingga saldju mentjair, tapi
pelahan2 air saldju itu lantas membeku lagi.
SERIALSILAT.COM ? 2005 265 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Habis gelap terbitlah terang"
Begitulah bintang Tik Hun sekarang sudah mulai terang gemilang!
Dengan "Sin-tjiau-kang" jang telah berhasil dijakinkan tanpa sengadja itu, dapatlah
dia malang melintang di Kangouw dan membalas sakit hatinja jang dulu2 serta
melaksanakan tjita2 Ting Tian"
Bagaimana nasib mereka bertiga, terutama Hoa Tiat-kan jang bermoral rendah dan
Tjui Sing jang masih tjuriga kepada Tik Hun itu" Tjara bagaimana Tik Hun akan
keluar dari djurang kurung bersaldju itu"
~ Batjalah djilid ke-7 ~ SERIALSILAT.COM ? 2005 266 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djilid 7 Setelah urat nadi Im-meh dan Tok-meh ditubuh Tik Hun mulai terhubung, semangatnja terasa
menjala2, satu arus hangat terasa mengalir mulai dari dada sampai kepunggung dan dari
punggung kembali kedada setjara ber-ulang2 dan terus mengalir tanpa berhenti. Setiap kali
hawa hangat itu memutar satu kali, setiap bagian tubuh lantas merasa penuh tenaga, meski
kaki jang patah dan tempat2 bekas kena digebuk Tjui Sing masih kesakitan, tapi dengan
timbulnja tenaga dalam itu, rasa sakit itu mendjadi mudah ditahan.
Kuatir keadaan jang aneh dan adjaib sekali itu mungkin akan segera hilang, maka Tik Hun
tidak berani bergerak, ia merebah dan membiarkan hawa dalam itu mengalir kian kemari
diantara urat2 nadi Im-meh dan Tok-meh itu.
Begitulah mereka bertiga tiada seorangpun jang membuka suara. Sesudah lebih dua djam, Tjui
Sing jang per-tama2 berbangkit, ia djemput golok merah dari dalam saldju dan tjoba mendekati
Hiat-to-tjeng jang selama itu masih tetap terdjungkir menantjap didalam saldju tanpa bergerak
sedikitpun. Dengan beranikan hati, segera ia membatjok kaki kiri paderi itu, "tjrat", kontan
sebelah kaki paderi itu tertabas kutung.
Tapi aneh bin heran, kaki kutung itu ternjata tidak berdarah. Waktu ditegaskan, kiranja darah
didalam tubuh Hiat-to Lotjo itu sudah membeku, ternjata paderi durdjana itu sudah sedjak
tadi tak bernjawa lagi. Tjui Sing bergirang dan bersedih pula. Segera ia angkat goloknja dan membatjok serabutan
ketubuh paderi djahat itu. Pikirnja: "Paderi durdjana tua ini sudah mampus, tinggal paderi
djahat jang muda itu entah tjara bagaimana akan menjiksa aku" Ajah sudah meninggal, sungguh
akupun tidak ingin hidup lagi. Asal sedikit aku akan diperlakukan dengan djahat, segera aku
akan membunuh diri dengan golok ini."
Bahwasanja manusia itu betapapun tetap ingin hidup daripada mati, maka begitu pula halnja
dengan Tjui Sing. Padahal djika dia benar2 hendak membunuh diri, saat itu adalah kesempatan
jang paling bagus. Tapi sebelum tiba saat jang paling achir, dengan sendirinja ia tidak mau mati
begitu sadja. Disebelah sana meski badan Hoa Tiat-kan tak dapat bergeruk, tapi segala apa dapat dilihatnja
dengan djelas. Namun iapun tidak djelas tjara bagaimana Tik Hun telah membinasakan Hiatto-tjeng itu, ia sangka mungkin tenaga murni paderi Tibet itu sudah terkuras habis, keadaannja
sudah pajah, maka sekenanja Tik Hun menghantam dan telah membinasakan dia. Diam2 iapun
bergirang, pikirnja: "Hwesio djahat ketjil ini meski bengis, tapi sangat gampang untuk dihadapi.
Sebentar djuga aku sudah dapat bergerak, sekali tondjok sadja tentu akan kutamatkan
riwajatnja." SERIALSILAT.COM ? 2005 267 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dan sesudah hampir satu djam pula, Tik Hun merasa hawa hangat jang mengalir didalam
tubuhnja itu masih terus berputar tanpa hilang. Ia tjoba mendjalankan ilmu mengatur tenaga
dalam dari Lwekang "Sin-tjiau-keng" adjaran Ting Tian dahulu, maka timbullah sesuatu jang
diluar dugaan. Hawa dalam jang tadinja susah dikuasai itu kini ternjata dapat dikendalikan
sesuka hatinja, kemana ia ingin mengalirkan hawa murni itu, segera dapat dilaksanakannja
dengan baik. Keruan TIk Hun sangat girang segera ia djemput sebatang kaju untuk dipakai tongkat
penjanggah ketiak dan mendekai Hiat-to-tjeng setjara ber-ingsut2. Ia melihat majat paderi itu
masih terdjungkir ambles didalam saldju, kedua kakinja sudah hantjur luluh dibatjok oleh Tjui
Sing tadi, terang sekali paderi itu memang sudah mati. Ia pikir kedjahatan paderi itu sudah
melampaui takaran dan pantas mendapatkan gandjaran setimpal itu. Tapi sesungguhnja djuga
paderi djahat itu pernah menolongnja pula.
Sebagai seorang jang djudjur dan kenal budi, Tik Hun lantas seret majat Hiat-to-tjeng dan
ditaruh baik2 ditanah saldju, ia menguruknja dengan gundukan saldju sekadar sebagai tanda
kuburan paderi djahat itu.
Melihat perbuatan Tik Hun itu, timbul djuga rasa ingin meniru Tjui Sing. Iapun mengubur
djenazah sang ajah dengan tjara seperti Tik Hun itu. Sebenarnja ia bermaksud mengubur djuga
djenazahnja Lau Seng-hong dan Liok Thian-dju. Tapi jang seorang itu mati diatas puntjak
karang sana dan jang lain terpendam didasar saldju, terpaksa ia batalkan niatannja itu.
Tik Hun merasa lapar, ia ambil dua potong daging kuda panggang dan dimakan.
"Siausuhu, aku sangat kelaparan, tolong kau suapi aku sepotong daging kuda itu," pinta Hoa
Tiat-kan tiba2. Tapi Tik Hun hanja mendjengek sekali, ia bentji pada martabat orang she Hoa jang rendah itu,
maka tak menggubrisnja. Namun Hoa Tiat-kan masih terus memohon tanpa berhenti. Karena tidak tega, selagi Tik Hun
hendak djedjalkan sepotong daging kuda kemulutnja agar manusia pengetjut itu tidak tjerewet
terus, tiba2 Tjui Sing mentjegahnja: "Daging ini berasal dari kudaku, djangan berikan pada
manusia tak kenal malu itu."
Tik Hun mengangguk tanda setudju, sebagai gantinja ia melotot sekali pada Hoat Tiat-kan.
Tapi Hoa Tiat-kan tidak putus asa, ia memohon pula: "Siausuhu...................."
"Sudah kukatakan tadi bahwa aku bukan Hwesio, kenapa kau masih memanggil setjara
ngawur?" bentak Tik Hun dengan mendongkol.
SERIALSILAT.COM ? 2005 268 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Eh, ja, memang tolol benar aku ini," tjepat Hoa Tiat-kan merendah diri. "Wah, tadi sekali
hantam Tik-tayhiap telah binasakan Hiat-to-ok-tjeng itu, kelak namamu pasti akan tersohor
diseluruh djagat. Pabila aku sudah keluar dari lembah ini, pekerdjaanku jang pertama jalah
menjiarkan keperkasaan Tik-tayhiap ini, bahwa Tik-tayhiap telah berusaha menolong nona
Tjui tanpa menghiraukan keselamatan sendiri dan achirnja dapat mampuskan Hiat-to-ok-tjeng,
sungguh kedjadian ini merupakan berita paling penting didunia persilatan."
"Aku adalah seorang bekas perantaian jang tak terhormat, siapa jang mau pertjaja pada
obrolanmu" Lebih baik tutup mulutmu sadja," djengek Tik Hun.
"Djangan kuatir, Tik-tayhiap," masih Hoa Tiat-kan mengotjeh. "Berdasarkan sedikit namaku
dikalangan Kangouw, apa jang kukatakan pasti akan dipertjaja oleh siapapun djuga. Eh, Tiktay-hiap, kasihlah sepotong dagingmu itu."
Tik Hun mendjadi sebal diretjoki terus, bentaknja: "Sudah kukatakan tidak kasih, ja tetap tidak
kasih. Kelak boleh kau siarkan pada orang Kangouw tentang nama djelekku, emangnja aku ini
orang apa" Masakah ada harganja dibuat tjerita?" ~ Sampai disini, ia mendjadi terkenang pada
kisah derita jang telah dialaminja dengan matjam2 hinaan dan siksaan setjara penasaran itu.
Saking gusar dan dongkolnja hampir2 ia tak tahan lagi.
Padahal sebenarnja Hoa Tiat-kan tidak sungguh2 ingin makan daging kuda, biarpun lapar djuga,
tapi kelaparan sehari dua hari baginja sudah tentu bukan soal. Ia kuatir Tik Hun itu
"mewariskan" sifat djahat Hiat-to Lotjo dan mendadak mengamuk serta membunuhnja, dari
itu ia pura2 minta daging kuda sebagai siasat, ia pikir Tik Hun tidak sudi memberi daging jang
diminta, tentu dalam hati akan timbul rasa gegetun, dan pikiran membunuh itu dengan
sendirinja pula akan mendjadi tawar dan achirnja lenjap.
Melihat tjuatja mulai gelap, angin meniup dengan keras, segera Tik Hun berkata pada Tjui
Sing: "Nona, boleh kau mengaso didalam gua itu!"
Tjui Sing mendjadi kuatir, ia sangka pemuda itu bermaksud djahat lagi, maka bukannja
menurut, sebaliknja ia mundur ketakutan, ia siapkan golok didepan dada dan membentak:
"Kau paderi djahat ini, asal kau berani mendekati aku selangkah, segera nonamu ini akan
membunuh diri." Tik Hun melengak, tjepat sahutnja: "Hei, djangan nona salah paham, sekali2 aku tiada punja
maksud djahat!" "Huh, kau Hwesio tjilik ini bermuka manusia, tapi hatinja binatang," damperat Tjui Sing
mendadak. "Tertawamu itu berbisa, djauh lebih djahat dan litjik daripada Hwesio tua
djahanam itu. Huh, djangan harap aku dapat kau tipu."
"Tik Hun tidak ingin banjak berdebat lagi, pikirnja: "Besok pagi begitu terang tanah segera aku
akan mentjari djalan keluar untuk meninggalkan lembah ini. Apakah dia Tjui-kohnio dan Hoatayhiap apa segala, selama hidupku ini aku takkan melihat tjetjongor mereka lagi." ~ Maka
SERIALSILAT.COM ? 2005 269 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
tanpa bitjara ia lantas menjingkir djauh2 kesana, ia merebah dan bersandar disuatu batu padas
dan tidur. Sebaliknja Tjui Sing telah pandang Tik Hun sebagai seorang paderi tjabul tulen, semakin djauh
ia menjingkir, semakin kedji dan tjulas pula muslihatnja, bukan mustahil nanti tengah malam
mendadak dirinja akan disergap olehnja.
Karena itu, Tjui Sing tidak berani masuk kedalam gua itu, ia kuatir kalau tengah malam
digerajangi Tik Hun, kan bisa tjelaka" Maka dengan hati tidak aman iapun duduk bersandar
sebuah batu, matanja makin lama makin sepat, kantuk sekali rasanja, tapi selalu ia
memperingatkan dirinja sendiri: "Awas, djangan tidur! Djangan tidur! Djika tidur, kau akan
digerajangi paderi djahat itu!"
Tapi setelah mengalami kedjadian2 selama beberapa hari ini, sesungguhnja ia sudah sangat
lelah, lahir maupun batin. Walaupun ia bertahan sedapat mungkin agar tidak terpulas, tapi
lama kelamaan, tanpa merasa iapun tertidur achirnja.
Dan tidurnja itu njenjak benar2 hingga esok paginja. Ia merasa sinar sang surja gilang gemilang,
ia terdjaga bangun. Tjepat ia melompat bangun sambil sambar golok merah jang semula
terletak disampingnja. Tapi tangannja memegang tempat kosong, keruan ia tambah gugup.
Waktu ditegaskan, kiranja Hiat-to itu masih baik2 berada disitu, tjuma sedikit djauh dari
tempatnja tadi. Rupanja dalam tidurnja tanpa merasa ia membalik tubuh dan menggeser
tempat. Ia djemput kembali sendjata tadjam itu, waktu ia pandang kedepan, ia melihat TIk
Hun sedang djalan berintjang-intjut keluar lembah sana dengan kakinja jang pintjang. Ia
mendjadi girang, ia pikir "Hwesio" djahat itu tentu bermaksud pergi dari lembah bersaldju itu.
Memang benar djuga Tik Hun ingin mentjari djalan keluar dari lembah itu. Tapi sudah
beberapa kali ia mentjari djalan kedjurusan timur dan udjung timur laut sana, namun semuanja
djalan buntu. Arah barat, utara dan selatan djuga dilingkungi tebing karang jang tjuram, terang
djuga djalan buntu. Ia lihat djurusan tenggara mungkin ada harapan, tapi disitu saldju
bertimbun ber-puluh2 meter tingginja, sebelum hawa panas dan saldju tjair, terang tak
mungkin bisa keluar, apalagi sekarang ia adalah seorang pintjang, kakinja patah.
Setelah mentjari djalan kian kemari selama setengah hari, achirnja ia putar balik dengan hasil
nihil dan badan letih. Dengan ter-mangu2 ia memandangi puntjak gunung diatas sana, air
mukanja muram durdja. "Bagaimana, Tik-tayhiap?" tanja Hoa Tiat-kan tiba2.
Tik Hun menggeleng kepala, sahutnja: "Pertjuma, djalan buntu semua!"
Diam2 Hoa Tiat-kan memikir: "Kakimu patah, dengan sendirinja susah untuk keluar dari
lembah kurung ini. Tapi aku Hoa Tiat-kan masakah sudi dikeram terus disini" Sampai sore
hari nanti, asal djalan darahku sudah lantjar, segera aku akan angkat langkah seribu." ~ Hati
SERIALSILAT.COM ? 2005 270 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
berpikir begitu, tapi lahirnja ia pura2 tidak terdjadi apa2, katanja malah: "Kalian djangan kuatir,
nanti bila djalan darahku sudah lantjar, pasti aku akan dapat menjelamatkan kalian dari sini."
Melihat selama itu TIk Hun tidak mengganggu padanja, mau-tak-mau rasa takut dan kuatir
Tjui Sing mendjadi berkurang. Tapi sedikitpun ia tidak lengah, ia masih tetap was-was. Selalu
ia mendjauhi pemuda itu dan sepatah-katapun tidak mau bitjara padanja.
Memangnja TIk Hun djuga tidak sudi minta gadis itu memahami apa jang sebenarnja, jang dia
harap adalah selekas mungkin dapat meninggalkan lembah maut itu. Tapi sekitar lembah
terkurung saldju tebal dan tinggi, ia mendjadi sedih tjara bagaimanakah untuk dapat keluar dari
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
situ" Setelah lewat lohor kira2 djam dua sore, mendadak Hoa Tiat-kan bergelak tertawa, katanja:
"Tjui-titli, daging kudamu itu Hoa-pepek akan pindjam beberapa kati, sesudah makan dan
keluar dari lembah ini, tentu akan kubajar kembali."
Dan belum lagi Tjui Sing mendjawab, se-konjong2 Hoa Tiat-kan sudah melompat bangun dan
mendekati tempat daging kuda panggang itu. Terus sadja ia sambar sepotong daging dan
dimakan dengan lahapnja. Njata djangka waktu tertutuk djalan darahnja itu sudah berachir dan
telah terbuka dengan sendirinja.
Tjui Sing tahu pertjuma djuga hendak merintangi, terpaksa ia tidak gubris padanja.
Sebaliknja demi Hiat-to sudah lantjar kembali, sikap Hoa Tiat-kan mendjadi berubah aneh. Ia
pikir Hiat-to-tjeng sudah mati, sekarang, biarpun Tik Hun dan Tjui Sing bersatu
mengerojoknja djuga pasti bukan tandingan dirinja. Dan tjara bagaimana dirinja akan
perlakukan kedua muda-mudi itu boleh dikatakan tiada mungkin mereka bisa melawan. Tapi
tiada gunanja djuga tinggal dilembah bersaldju itu terlalu lama, paling penting sekarang harus
mentjari djalan keluar dahulu.
Ia gunakan Ginkang untuk memeriksa sekitar lembah itu, ia melihat saldju longsor jang luar
biasa ini telah menutup rapat lembah gunung itu. Djalan keluar satu-satunja dari lembah
itupun tertimbun saldju berpuluh meter tingginja. Ada djuga akalnja, jaitu dengan tjara
menggangsir, menerobos dinding saldju itu. Tapi ja kalau tebal saldju itu tjuma beberapa atau
belasan meter sadja, sebaliknja kalau be-ratus2 meter, apakah dia mampu menggangsir sedjauh
itu" Apalagi sesudah berada dibawah saldju, arah djurusannja mendjadi susah dibedakan,
bukan mustahil sebelum berhasil menembus tanah saldju itu lebih dulu orangnja sudah mati
kaku didalam situ. Sedangkan waktu itu baru permulaan bulan sebelas, kalau mesti menunggu sampai musim
panas tahun depan, sedikitnja harus menunggu lima bulan lagi. Padahal seluruh lembah
pegunungan itu hanja saldju belaka, selama lima bulan itu harus makan apa untuk bisa terus
hidup" SERIALSILAT.COM ? 2005 271 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Begitulah Hoa Tiat-kan memutar kembali sampai diluar gua batu itu, air mukanja tampak
muram dan berkerut. Sesudah duduk termenung sedjenak, ia sambar sepotong daging kuda
panggang dan dimakan, selesai makan daging kuda itu, barulah ia berkata dengan pelahan:
"Untuk bisa keluar harus tunggu sampai hari Toan-ngo-tje (perajaan Pek-tjun) tahun depan."
Waktu itu Tik Hun berada disebelah kiri dan Tjui Sing berada disisi kanan, djarak mereka
dengan Hoa Tiat-kan kira2 belasan meter djauhnja. Meski apa jang digerundel Hoa Tiat-kan itu
sangat pelahan, tapi bagi pendengaran kedua muda-mudi itu se-olah2 bunji geledek kerasnja.
Tanpa merasa kedua orang sama2 memandang kearah bangkai kuda jang terletak disamping api
unggun itu, hati mereka sama2 memikir: "Apakah dapat bertahan sampai Toan-ngo-tje tahun
depan?" Meski kuda tunggangan Tjui Sing itu gemuk lagi besar, tapi dimakan tiga orang, tidak sampai
sebulan, achirnja habis djuga daging kuda itu.
Lewat 7-8 hari pula, bahkan kepala kuda, kaki dan djerohan kuda djuga termakan ludes.
Selama itu, Hoa Tiat-kan, Tik Hun dan Tjui Sing sama2 tidak mengadjak bitjara, terkadang
sinar mata masing2 suka kebentrok, tapi segera saling melengos.
Sesudah sekian lamanja, rasa sirik dan tjuriga Tjui Sing kepada Tik Hun sudah banjak
berkurang. Achirnja ia berani tidur didalam gua.
Akan tetapi dengan habisnja daging kuda, timbul pula sematjam rasa waswas kepada pemuda
itu. Bukan kuatir pemuda itu akan berbuat hal2 jang tidak senonoh atas dirinja, tapi takut
kalau2 dirinja akan.......... dimakan oleh "Hwesio" djahat itu.
Sampai bilan ke-12, hawa dilembah kurung itu semakin dingin, angin men-deru2 sepandjang
malam. Biarpun Tik Hun sudah berhasil mejakinkan "Sin-tjiau-kang", tenaga dalamnja
bertambah penuh, tapi badjunja tipis dan tjompang-tjamping, ditengah tanah bersaldju
sedingin itu, mau-tak-mau ia tersiksa djuga.
Melihat orang kedinginan, tapi toh tidak pernah melangkah masuk kedalam gua untuk
menolak hawa dingin, mau-tak-mau Tjui Sing merasa lega djuga. Ia merasa paderi djahat itu
memang "djahat", tapi tjukup sopan.
Selama lebih sebulan itu, luka diatas tubuh Tik Hun sudah sembuh seluruhnja, kaki jang patah
djuga sudah tersambung kembali dan telah bisa berdjalan seperti biasa. Tenaga dalamnja makin
hari djuga makin tambah kuat. Sebaliknja hawa djuga makin dingin, tapi toh tidak begitu
dirasakan olehnja. Habisnja daging kuda sungguh merupakan suatu persoalan jang maha pelik. Sebenarnja
beberapa hari terachir itu sedapat mungkin Tik Hun telah mengurangi makannja, boleh dikata
asal sekadar mengisi perut sadja. Tapi apa jang dia hemat segera disapu habis oleh Hoa Tiatkan jang tidak kenal sungkan2 itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 272 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Menjasikan itu, diam2 Tjui Sing membatin: "Hm, seorang pendekar besar jang tersohor di
Tionggoan, disaat menghadapi kesulitan ternjata kalah daripada seorang paderi tjabul tjilik dari
Hiat-to-bun!" Begitulah Tjui Sing masih tetap pandang Tik Hun sebagai "paderi tjabul". Padahal saat itu
rambut Tik Hun sudah tumbuh kembali, dengan sendirinja bukan kepala gundul lagi.
Sedangkan dikatakan tjabul djuga tidak betul, selama itu toh tiada sesuatu perbuatannja jang
membuktikan dia "tjabul?"
Tengah malam itu, tiba2 Tjui Sing terdjaga dari tidurnja, ia mendengar Tik Hun sedang
membentak: "Djenazah Tjui-tayhiap itu tidak boleh kau kutik2!"
Lalu terdengar Hoa Tiat-kan mendjawab dengan dingin: "Hm, lewat beberapa hari lagi,
djangankan orang mati, bahkan orang hidup djuga akan kumakan. Sekarang aku makan orang
mati dulu, supaja kau bisa hidup lebih lama beberapa hari lagi!"
"Kita lebih baik makan rumput atau akar pohon, tapi sekali2 tidak boleh makan daging
manusia!" sahut Tik Hun.
"Enjah kau!" bentak Hoa Tiat-kan mendadak.
Tanpa pikir lagi segera Tjui Sing berlari keluar gua, ia melihat disamping kuburan sang ajah
jang berada disana itu berdiri dua orang jang sedang bertjektjok, jaitu Tik Hun dan Hoa Tiatkan. Segera Tjui Sing ber-teriak2 sambil memburu kesana: "Djangan mengutik-ngutik ajahku!"
Dan sesudah dekat, Tjui Sing melihat saldju jang tadinja menguruk diatas djenazah sang ajah
itu telah dibongkar, bahkan tangan kiri Hoa Tiat-kan sudah memegangi djenazah sang ajah.
Selagi Tjui Sing hendak berteriak pula, tiba2 Tik Hun sudah membentak pada Hoa Tiat-kan:
"Taruh kembali!"
"Baiklah, taruh kembali ja taruh kembali!" sahut Hoa Tiat-kan. Habis berkata, benar djuga ia
lantas letakan majatnja Tjui Tay.
Melihat itu, Tjui Sing rada lega, bentaknja: "Hoa Tiat-kan, kau sesungguhnja bukanlah
manusia!" Tapi belum habis ia memaki, se-konjong2 sinar tadjam berkelebat, tahu2 Hoa Tiat-kan melolos
keluar sebatang tumbak pendek dari badjunja, sekali bergerak, setjepat kilat ia tusuk kedada
Tik Hun. Serangan itu teramat tjepat, biarpun Lwekang Tik Hun sekarang sudah sangat tinggi, tapi ilmu
silatnja hanja biasa sadja, tidak lebih tjuma sedikit ilmu pukulan dan permainan pedang jang
pernah diperolehnja dari Djik Tiang-hoat, dengan sendiri ia tidak mampu melawan serangan
SERIALSILAT.COM ? 2005 273 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
kilat diluar dugaan dari Hoa Tiat-kan jang tergolong tokoh kelas satu itu. Ketika Tik Hun insaf
apa jang terdjadi, sementara itu udjung tumbak musuh sudah sampai didadanja.
Keruan Tjui Sing ikut kaget dan mendjerit dengan kuatir.
Dengan berhasilnja serangan kilat setjara mendadak itu, Hoa Tiat-kan jakin tumbaknja pasti
akan menembus dada lawan dan seketika lawan itu akan terbinasa. Siapa duga, begitu udjung
tumbaknja mentjapai dada Tik Hun, tiba2 seperti terhalang oleh sesuatu dan takbisa masuk.
Karena tusukan dan dorongan tumbak itu, Tik Hun terperosot djatuh dan duduk, tapi tangan
kirinja sempat diangkat dan menghantam ke-kuat2nja kebatang tumbak lawan. "Krak", tahu2
garan tumbak terhantam patah mendjadi dua, bahkan tenaga pukulan itu sedemikian kerasnja
hingga Hoa Tiat-kan ikut terpental dan djatuh terdjengkang.
Keruan kedjut Hoa Tiat-kan tak terkatakan, sungguh tak terduga olehnja bahwa ilmu silat
Hwesio tjilik itu ternjata sedemikian aneh dan sakti, bahkan tidak dibawah Hwesio tua jang
sudah mati itu. Tjepat ia menggelundung pergi hingga beberapa kali, lalu melompat bangun
dan lari djauh2 kesana. Ia tidak tahu bahwa tusukan tumbak itu tidak menembus badan Tik Hun, tapi saking kerasnja
sodokan itu hingga dada Tik Hun terasa sesak dan napas se-akan2 berhenti. Kontan iapun
djatuh pingsan......... *** Sang dewi malam sudah menghias ditengah tjakrawala jang luas, dua ekor elang besar tampak
ber-putar2 diangkasa karena melihat sesosok tubuh menggeletak ditanah saldju, jaitu Tik Hun.
Melihat Tik Hun menggeletak dan tak berkutik lagi, Tjui Sing menjangka pemuda itu sudah
ditusuk mampus oleh tumbak Hoa Tiat-kan itu, ia mendjadi girang "Siau-ok-tjeng" (paderi
djahat ketjil) jang ditakuti itu achirnja telah mati, selandjutnja ia tidak perlu takut diganggu
orang lagi. Tapi segera terpikir pula olehnja: "Hoa Tiat-kan bermaksud makan daging djenazah
ajahku, sjukur Siau-ok-tjeng itu jang telah merintangi sepenuh tenaga, tapi ia berbalik
terbunuh oleh Hoa Tiat-kan. Padahal dia toh tidak perlu merintangi perbuatan Hoa Tiat-kan
itu. Apa barangkali dia sengadja hendak menipu supaja aku pertjaja padanja, tapi kemudian
aku akan di..... hm, tidak nanti aku dapat tertipu. Akan tetapi sesudah dia mati, pabila
djahanam Hoa Tiat-kan itu hendak mengganggu djenazah ajah lagi, lantas bagaimana" Ai,
sebaiknja Siau-ok-tjeng itu djangan mati dulu."
Begitulah pertentangan pikiran Tjui Sing pada saat itu, sebentar ia bersjukur Siau-ok-tjeng atau
sipaderi djahat ketjil jang ditakuti itu telah mati, tapi lain saat ia berharap Tik Hun djangan
mati agar dirinja mempunjai sandaran untuk melawan Hoa Tiat-kan.
Sambil memegangi golok merah, achirnja ia mendekati Tik Hun, ia melihat pemuda itu
menggeletak terlentang dan tidak bergerak sedikitpun, daging mukanja tampak ber-kerut2
SERIALSILAT.COM ? 2005 274 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
pelahan, njata orangnja belum mati. Tjui Sing mendjadi girang, tjepat ia berdjongkok untuk
memeriksa napas Tik Hun. Tapi waktu tangannja mendjulur sampai didepan hidung Tik Hun,
ia merasa dua rangkum hawa panas dari lubang hidung itu menjembur ketangannja. Ia
terkedjut dan tjepat menarik tangan. Semula ia menjangka napas Tik Hun tentu kempaskempis andaikan orangnja belum mati, siapa duga napas jang keluar-masuk dihidung "Siau-oktjeng" itu ternjata begitu keras lagi panas.
Sebab apakah Tik Hun tidak mempan ditusuk tumbak" Kiranja Tik Hun mengenakan "Ohdjan-kah" pemberian Ting Tian dahulu, maka tumbak Hoa Tiat-kan itu tidak dapat
menembus tubuhnja. Namun sebagai salah satu tokoh "Lam-su-lo" jang tersohor, ilmu silatnja
dan tenaga dalamnja Hoa Tiat-kan dengan sendirinja luar biasa, meski tusukannja tidak
mempan atas Tik Hun, tapi tusukan itu tepat menjodok didada pemuda itu hingga seketika
Tik Hun lantas kelengar saking tak tahan. Untung sekarang ia sudah berhasil mejakinkan "Sintjiau-kang" hingga djiwanja tidak sampai melajang oleh tusukan tumbak itu.
Begitulah Tjui Sing baru tahu bahwa pemuda itu tjuma pingsan sadja, ia merasa rikuh bila
sebentar pemuda itu siuman kembali dan melihat dia berdiri disitu. Dan selagi ia hendak
mendjauhi Tik Hun, baru ia menoleh, ia melihat Hoa Tiat-kan djuga berdiri tidak djauh dari
situ dan sedang memperhatikan gerak-gerik mereka.
Hendaklah diketahui bahwa Hoa Tiat-kan djuga tidak kurang kagetnja ketika tumbaknja tidak
mempan mengenai sasarannja, bahkan ia sendiri sampai terpental. Tapi demi dilihatnja Tik
Hun menggeletak tak bangun lagi, dengan sendirinja tjepat2 ia ingin mengetahui pemuda itu
sudah mati atau masih hidup.
Selang sebentar, ketika dilihatnja Tik Hun tetap tidak bergerak, ia menduga kalau tidak mati
tentu pemuda itupun terluka parah. Maka tanpa takut2 lagi segera ia mendekati Tik Hun.
Keruan jang ketakutan adalah Tjui Sing, tjepat ia membentak: "Pergi kau, pergi!"
"Kenapa aku mesti pergi?" sahut Hoa Tiat-kan dengan menjeringai. "Orang hidup tentu lebih
lezat daripada orang mati. Kita sembelih dia dan memakannja bersama, bukankah sama2
baiknja?" ~ Sembari berkata, ia terus melangkah madju.
Tjui Sing mendjadi sibuk, sekuatnja ia meng-guntjang2 Tik Hun sambil berteriak: "Bangunlah
lekas, dia telah datang, dia telah datang!"
Dan demi nampak Hoa Tiat-kan sudah angkat sebelah tangannja hendak menghantam
ketubuh Tik Hun, tanpa pikir lagi Tjui Sing putar goloknja, dengan djurus "Kim-tjiam-tohdjiat" (djarum emas penolong maut), segera ia menusuk dulu keulu hati Hoa Tiat-kan.
Sendjata Hoa Tiat-kan, jaitu tumbak pendek, sudah dipatahkan oleh hantaman Tik Hun tadi,
kini ia hanja bertangan kosong, walaupun kepandaian Tjui Sing tak dipandang sebelah mata
olehnja, tapi gadis itu bersendjatakan golok merah jang maha tadjam itu, terpaksa ia tidak
berani ajal, segera ia mengeluarkan kepandaian "Khong-djiu-djip-peh-jim" atau merebut
SERIALSILAT.COM ? 2005 275 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
sendjata lawan dengan bertangan kosong. Ia pusatkan perhatian untuk menempur Tjui Sing
dengan tudjuan merebut dulu sendjata jang lihay itu.
Dalam pingsannja itu, lapat2 Tik Hun mendengar teriakan Tjui Sing tadi jang menjuruhnja
bangun, sesaat itu ia masih samar2 belum sadar dan tidak tahu apa maksud gadis itu. Tapi
menjusul ia lantas dengar suara bentakan2. Waktu ia membuka mata, dibawah sinar bulan ia
melihat Tjui Sing sedang putar goloknja menempur Hoa Tiat-kan dengan sengit. Meski gadis
itu bersendjata, tapi pertama ia tidak biasa memakai golok, kedua, ilmu silatnja selisih terlalu
djauh dibanding Hoa Tiat-kan, maka kelihatan gadis itu sudah pajah dan terdesak mundur
terus, sampai achirnja, jang diharapkan gadis itu adalah goloknja tidak dirampas musuh,
sedangkan untuk balas menjerang sudah tidak mampu lagi. Dan setiap beberapa djurus, selalu
Tjui Sing menoleh dan berteriak pada Tik Hun: "Lekas bangun, dia hendak membunuh kau,
lekas bangun!" Mendengar itu, hati Tik Hun terkesiap, pikirnja: "Wah, hampir sadja aku mati! Djadi tadi dia
telah menjelamatkan djiwaku. Bila dia tidak merintangi Hoa Tiat-kan, tentu aku sudah
dibunuh oleh Hoa Tiat-kan."
Dalam pada itu dilihatnja Tjui Sing sedang terdesak dan terantjam bahaja, tanpa pikir lagi Tik
Hun lantas melompat bangun, kontan ia menghantam sekali kearah Hoa Tiat-kan.
Ketika Hoa Tiat-kan memapak pukulan itu dengan telapak tangannja, "plak", dua arus tenaga
pukulan saling beradu, "bluk", tahu2 kedua orang sama2 tergentak djatuh duduk.
Kiranja tenaga dalam Tik Hun sudah sangat kuat, sebaliknja ilmu pukulan Hoa Tiat-kan lebih
lihay, maka gebrakan itu mendjadi sama kuatnja.
Ilmu silat Hoa Tiat-kan lebih tinggi, gerak perubahannja mendjadi lebih tjepat. Begitu ia djatuh
terpental, tjepat ia melompat bangun lagi dan pukulan kedua segera dilontarkan pula. Tik Hun
belum sempat berdiri kembali, terpaksa ia sambut pukulan itu dengan berduduk.
Diluar dugaan, dalam keadaan berduduk itu tenaga Tik Hun ternjata tidak berkurang
sedikitpun, maka "blang", kembali kedua pukulan saling bentur, Tik Hun terpental hingga
berdjumpalitan sekali, sebaliknja Hoa Tiat-kan djuga ter-hujung2 dan hampir2 terdjungkal lagi,
darah dirongga dadanja djuga bergolak hebat dan hampir2 muntah darah. Diam2 ia terkedjut:
"Tenaga dalam Siau-ok-tjeng ini ternjata sedemikian hebatnja!"
Tapi sesudah dua kali gebrak itu Hoa Tiat-kan tahu ilmu pukulan Tik Hun itu hanja biasa
sadja dan tak berarti, maka tanpa takut2 lagi kembali ia menerdjang madju dari samping,
pukulan ketiga segera dilontarkan pula.
Terpaksa Tik Hun menjambut pula serangan itu. Tapi sekali ini ia ketjele, ternjata Hoa Tiatkan sangat litjik, pukulan ketiga ini tidak dihantamkan dengan keras, tapi bergerak naik-turun
dan menjambar lewat didepan muka Tik Hun, dengan sendirinja pukulan sambutan Tik Hun
SERIALSILAT.COM ? 2005 276 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
memapak angin, menjusul mana tahu2 "plak", dadanja telah kena digendjot sekali oleh Hoa
Tiat-kan. Untung Tik Hun memakai badju Oh-djan-kah hingga tidak terluka apa2, tapi toh tidak tahan
djuga oleh tenaga pukulan jang hebat itu, maka baru sadja ia berdiri, kembali ia djatuh
terduduk pula. Sekali pukulannja mengenai sasaran, Hoa Tiat-kan mendapat hati, pukulan lain segera
disusulkan lagi. Sebenarnja Hoa Tiat-kan disegani orang Bu-lim karena ilmu tumbaknja jang lihay, tapi dalam
hal ilmu pukulan toh dia djuga sangat hebat, kini ia telah mainkan "Gak-keh-san-djiu", ilmu
pukulan warisan Gak Hui, kedua tangannja menjambar kian kemari, maka terdengarlah "plakplok" ber-ulang2, Tik Hun kenjang digampar dan dihantam.
Beberapa kali Tik Hun ingin balas menghantam djuga, tapi setiap kali ia balas menjerang, selalu
dapat dihindarkan Hoa Tiat-kan dengan mudah. Ja maklum, selisih ilmu silat mereka
sesungguhnja terlalu djauh, Tik Hun hanja menang Lwekang sadja sekarang, dalam hal ilmu
silat dan taktik pukulan sama sekali ia tak berdaja.
Sampai achirnja, sesudah kenjang dihadjar tanpa mampu membalas apa2, terpaksa Tik Hun
tjuma dapat melindungi muka dan kepalanja dengan kedua tangan, sedang bagian badan
membiarkan dihandjut musuh, sekali2 ia djuga berdiri, tapi segera "knock-out" lagi kena
pukulan Hoa Tiat-kan. Saat itu Hoa Tiat-kan sudah bertekad harus mampuskan pemuda itu agar tidak menimbulkan
bahaja dibelakang hari, maka ia masih terus menghadjar dengan kedjam tanpa kenal ampun.
Ber-ulang2 Tik Hun sudah muntah darah tiga kali, gerak-geriknja djuga sudah susah.
Dalam keadaan begitu, Tjui Sing takbisa tinggal diam lagi, semula ia tidak berani sembarangan
menjela dalam pertarungan kedua orang itu, kini melihat Tik Hun melulu terima digebuk
belaka dan terantjam bahaja, tanpa pikir lagi ia ajun goloknja terus membatjok kepunggung
Hoa Tiat-kan. Tjepat Hoa Tiat-kan mengegos kesamping, berbareng tangannja meraup kebelakang untuk
merebut sendjata sigadis. Namun kesempatan itu segera digunakan Tik Hun untuk
menghantam sekuatnja, seketika Hoa Tiat-kan terkurung ditengah pukulan pemuda itu.
Karena takbisa berkelit lagi, terpaksa Hoa Tiat-kan memapak pukulan Tik Hun itu dengan
pukulan djuga. "Plak", seketika Hoa Tiat-kan kepala pusing dan mata ber-kunang2, sebagian
tubuhnja serasa kaku. Njata kalau bitjara mengadu tenaga dalam, pasti Hoa Tiat-kan bukan
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tandingan Tik Hun sekarang.
SERIALSILAT.COM ? 2005 277 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Lekas lari, lekas lari!" demikian Tjui Sing lantas berseru sambil menarik Tik Hun untuk berlari
kedalam gua. Dengan tjepat mereka mengangkat beberapa potong batu besar untuk ditumpuk
dimulut gua, dengan golok terhunus Tjui Sing berdjaga disitu.
Mulut gua itu agak sempit, meski beberapa potong batu besar itu tidak dapat menutup rapat
mulut gua itu, tapi untuk bisa masuk kesitu terpaksa Hoa Tiat-kan harus membongkar dulu
batu2 itu. Dan bila ia berani mendjamah batu2 itu, segera Tjui Sing akan menabas tangannja
dengan golok. Selang sedjenak, diluar gua ternjata tenang2 sadja.
"Siau......... bagaimana keadaan lukamu?" tanja Tjui Sing tiba2. Sebenarnja ia hendak memanggil
"Siau-ok-tjeng" kepada Tik Hun seperti biasanja, tapi kini mereka sudah mendjadi kawan dan
bukan lawan lagi, ia merasa rikuh dan urung memanggil pojokan jang tidak sedap didengar itu.
"Tidak berbahaja," demikian Tik Hun telah menjahut.
Tiba2 terdengar Hoa Tiat-kan sedang bergelak ketawa diluar gua dan berteriak: "Ha-hahaha!
Dua ekor binatang tjilik itu main sembunji2 didalam gua, apakah sedang berbuat sesuatu jang
tidak boleh dilihat orang?"
Keruan wadjah Tjui Sing merah padam, dalam hati ia mendjadi rada takut djuga. Ia telah
pandang Tik Hun sebagai "In-tjeng" (paderi tjabul) jang tidak baik kelakuannja, kini dirinja
malah berada bersama didalam gua, bukankah sangat berbahaja" Karena itu, tanpa merasa ia
menggeser kesamping, ia merasa lebih djauh djaraknja dengan "paderi tjabul" itu tentu akan
lebih aman. Dalam pada itu terdengar Hoa Tiat-kan sedang mengotjeh lagi diluar: "Hahaha, sepasang
andjing laki2 dan perempuan itu enak2 bersembunji disitu, ja" Tapi aku mendjadi kedinginan
diluar sini! Hahaha! Biarlah kumakan daging panggang sadja!"
Tjui Sing kaget, keluhnja didalam hati: "Wah tjelaka! Dia hendak makan daging ajahku! Apa
dajaku sekarang?" Sebaliknja darah Tik Hun djuga sedang bergolak. Selama beberapa tahun ini ia telah kenjang
dihina dan dianiaja orang, kini mendengar otjehan Hoa Tiat-kan jang mendjidjikan itu, keruan
ia tidakbisa tahan lagi. Mendadak ia mendorong tumpukan batu jang menutupi mulut gua itu
dan menerdjang keluar bagaikan banteng ketaton, kedua tangannja menghantam ber-ulang2,
sekuatnja ia serang Hoa Tiat-kan setjara kalap.
Tapi dengan gampang Hoa Tiat-kan dapat menghindarkan beberapa kali serangan Tik Hun itu,
menjusul tangan kirinja berputar sebagai pantjingan, sebaliknja tangan kanan tahu2
menghantam dari belakang, menghantam dari arah jang sama sekali tak terduga oleh Tik Hun.
"Bluk", tanpa ampun lagi punggung Tik Hun kena digebuk sekali dengan keras.
SERIALSILAT.COM ? 2005 278 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Kontan Tik Hun muntah darah lagi, kepala terasa pusing dan mata se-akan2 lamur, ia melihat
Hoa Tiat-kan dihadapannja itu seperti telah berubah mendjadi Ban Tjin-san, Ban Ka, Leng
Dwe-su, Po-siang dan orang2 djahat lain jang pernah menghina dan menganiaja dirinja itu.
Mendadak ia pentang kedua tangan dan menjeruduk madju, tahu2 Hoa Tiat-kan didekapnja
dengan kentjang sekali. Dengan gugup Hoa Tiat-kan lantas mendjotos hingga tepat mengenai batang hidung Tik Hun,
"tjrot", kontan keras hidung pemuda itu botjor dan keluar ketjapnja.
Namun Tik Hun sudah tidak merasa sakit lagi, ia mendekap se-kentjang2nja, makin lama
makin kentjang. Napas Hoa Tiat-kan mendjadi sesak karena pinggangnja didekap sedemikian kuatnja oleh
lawan jang kalap itu, mau-tak-mau ia rada kuatir djuga. Malahan pada saat itu djuga tertampak
Tjui Sing sedang memburu madju dengan golok terhunus.
Keruan Hoa Tiat-kan ketakutan, tanpa pikir lagi kedua tindjunja menghantam perut Tik Hun
sekuatnja. Karena kesakitan, lengan Tik Hun mendjadi lemas, pelukannja mendjadi kendur.
Kesempatan itu segera digunakan Hoa Tiat-kan untuk meronta dan melepaskan diri, ia
mendjadi kapok dan tidak berani bertempur pula dengan orang kalap, beberapa kali lompatan
tjepat, ia meninggalkan Tik Hun hingga belasan meter djauhnja, disitulah baru ia berhenti
dengan napas megap2. Melihat Tik Hun ter-hujung2 dengan muka penuh darah, ada maksud Tjui Sing hendak
memajang pemuda itu, tapi toh agak takut djuga kalau2 mendadak "Siau-ok-tjeng" itu
mengamuk. Maka dengan rasa waswas ia melangkah madju.
"Djangan mendekati aku!" se-konjong2 Tik Hun membentak. "Aku adalah Siau-ok-tjeng,
adalah paderi tjabul, djangan kau mendekati aku, agar aku tidak menodai nama baik puteri
seorang pendekar besar sebagai kau ini! Lekas enjah! Enjahlah!"
Melihat sikap Tik Hun jang beringas dengan sinar matanja jang buas itu, Tjui Sing mendjadi
ketakutan dan melangkah mundur.
Dengan napas ter-sengal2 Tik Hun terus berdjalan kearah Hoa Tiat-kan dengan sempojongan,
serunja: "Kalian manusia2 durdjana ini! Ban Tjin-san dan Ban Ka, kalian tidak berhasil
membunuh aku, tidak dapat mematikan aku. Hajolah madju, marilah madju! Tikoan Taydjin,
Tihu Taydjin, kalian hanja pintar menindas jang lemah dan merampas hak rakjat djelata,
hajolah, djika berani, madjulah, hajolah kita bertempur mati2an.........."
"Wah, orang ini sudah gila!" demikian Hoat Tiat-kan membatin.
Maka ia melompat pergi lebih djauh lagi dan tidak berani mendekati Tik Hun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 279 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tik Hun masih ber-teriak sambil mendongak: "Kalian manusia2 djahat semua! Hajolah boleh
kalian madju semua padaku, aku Tik Hun tidak gentar! Kalian telah pendjarakan aku, telah
memotong djari tanganku, telah merebut Sumoayku, telah mengindjak patah kakiku, tapi,
semuanja itu aku tidak takut, hajolah madju, biarpun aku ditjintjang hantjur luluh djuga aku
tidak gentar!" Mendengar teriakan dan gemboran Tik Hun itu, diantara rasa takutnja, mau-tak-mau timbul
djuga rasa kasihannja Tjui Sing. Terutama demi mendengar seruan pemuda itu tentang: "telah
merebut Sumoayku, telah mengindjak patah kakiku", hati Tjui Sing semakin terguntjang,
pikirnja: "Kiranja batin Siau-ok-tjeng ini penuh siksa derita, sedangkan tulang kakinja itu
djusteru aku jang mengkeprak kudaku untuk mengindjaknja hingga patah."
Begitulah Tik Hun masih ber-teriak2 terus hingga suaranja mendjadi serak, achirnja ia
terdjungkal roboh ditanah saldju dan tidak bergerak lagi.
Sudah tentu Hoa Tiat-kan tidak berani mendekati, begitu pula Tjui Sing djuga tidak berani
mendekat..... * * * Melihat sesosok tubuh manusia jang menggeletak ditanah tanpa bergerak itu, elang jang
terbang mengitar diangkasa itu mengira Tik Hun sudah mati. Se-konjong2 seekor elang itu
menjambar kebawah dan mematuk djidat Tik Hun.
Saat itu Tik Hun masih dalam keadaan tak sadar, karena patukan elang itu, seketika ia siuman
kembali. Melihat badan mangsanja bergerak, elang itu mendjadi ketakutan dan tjepat terbang keatas.
Tik Hun mendjadi gusar, bentaknja: "Kau binatang inipun berani padaku?" ~ Terus sadja
sebelah tangannja dipukulkan.
Tenaga pukulan Tik Hun ini sangat lihay, djarak elang itu sudah ada tiga-empat meter dari dia,
tapi kena tenaga pukulan itu, seketika bulu sajapnja rontok bertebaran, bahkan elang itu terus
djatuh kebawah. Tjepat Tik Hun sambar binatang itu, dengan ketawa ter-bahak2, segera ia gigit perut elang itu.
Sudah tentu binatang itu kerupukan dan me-ronta2 berusaha melepaskan diri. Namun Tik
Hun sudah kadung gemas, ia pentjet elang itu se-keras2nja, ia merasa darah elang jang asin2
amis menetes terus kedalam mulutnja hingga dia mirip diberi tambah darah. Sebentar
kemudian, setelah kenjang menghirup darah elang, ia abat-abitkan binatang jang sudah tak
SERIALSILAT.COM ? 2005 280 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
bernjawa itu tinggi2 sambil berseru: "Nah, apa abamu sekarang" Hm, kau ingin makan aku"
Tapi aku sudah makan kau lebih dulu!"
Melihat tjara bagaimana Tik Hun ganjang mentah2 elang jang ditangkapnja itu, Hoa Tiat-kan
dan Tjui Sing sampai ternganga kesima. Hoa Tiat-kan mendjadi takut sigila itu sebentar akan
mengamuk dan menerdjang kearahnja, djalan paling selamat rasanja menghindar pergi sadja
sedjauh mungkin. Maka tjepat ia mengitar keudjung timur lembah itu, ia pikir tjara sigila itu
menangkap elang sangat praktis djuga, maka ia lantas menirukan, ia merebah ditanah, ia pura2
mati untuk menantikan sambaran elang.
Memang ada djuga elang jang tertipu olehnja dan menerdjun kebawah hendak memaruhnja,
tapi ketika Hoa Tiat-kan menghantam, hasilnja ternjata nihil, elang itu tidak kena dihantam.
Kiranja tenaga dalamnja selisih terlalu djauh dibandingkan Tik Hun sekarang, benar ilmu
pukulannja sangat bagus, tapi tjara berkelit elang itupun sangat gesit dan tjepat, andaikan kena
tenaga pukulannja djuga tidak djatuh kebawah, paling2 berkaok kesakitan terus terbang
keangkasa lagi. Sementara itu setelah Tik Hun hirup darah elang, namun saking parahnja kena dihadjar Hoa
Tiat-kan tadi, achirnja ia djatuh pingsan pula.
Ketika mendusin, sementara itu hari sudah terang tanah. Ia merasa kelaparan, segera ia ambil
elang mati jang berada disampingnja itu terus digeragoti. Tapi sekali menggeragot, ia tidak
merasakan amisnja daging mentah lagi, sebaliknja daging elang itu terasa sangat lezat dan gurih.
Waktu ia perhatikan daging elang itu, ia mendjadi melongo.
Kiranja elang itu sekarang sudah bukan elang kemarin lagi, bulu elang itu kini sudah terbubut
bersih, bahkan sudah terpanggang mateng. Padahal masih djelas teringat olehnja elang itu tjuma
dihisap darahnja sadja, lalu ia terpulas. Lantas siapakah gerangannja jang memanggang elang itu"
Djika bukan Tjui Sing, masakah mungkin adalah sidjahanam Hoa Tiat-kan" Tapi ia jakin pasti
sigadis itulah jang melakukannja.
Sesudah ber-teriak2 seperti orang gila semalam, rasa sumpak dan kesalnja Tik Hun sudah
banjak terlampias. Kini sesudah sadar, ia merasa dadanja lega, semangat penuh. Waktu ia
memandang kedalam gua, ia melihat Tjui Sing masih tidur sambil mendekap diatas batu.
Pikirnja: "Gadis itupun sudah kelaparan selama beberapa hari, sesudah panggang elang ini,
semuanja ia berikan padaku tanpa mengambil sedikitpun bagi dirinja sendiri, betapapun hal ini
harus dipudji. Tapi, hm, ia anggap dirinja adalah puteri seorang pendekar besar dan pandang
rendah padaku, sebaliknja aku djuga pandang hina padamu" Apanja sih jang kuharapkan
darimu?" Tapi selang tak lama, kembali terpikir pula olehnja: "Namun dia telah memanggangkan elang
bagiku, suatu tanda dia toh tidak terlalu memandang rendah padaku. Maka tidak pantas djika
dia dibiarkan mati kelaparan."
SERIALSILAT.COM ? 2005 281 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Kira dua djam kemudian, kembali ia berhasil mendapatkan empat ekor elang dengan tenaga
pukulannja. Sementara itu Tjui Sing sudah mendusin, maka ia melemparkan dua ekor elang
hasil buruannja itu kepada gadis itu.
Tapi Tjui Sing lantas mendekatinja dan mengambil sekalian kedua ekor elang jang lain, ia
sembelih semua elang itu serta dipanggang pula. Lalu tanpa bitjara apa2 kedua ekor elang
panggang jang sudah masak itu dikembalikan kepada Tik Hun.
Dilembah pegunungan itu ternjata banjak djuga burung elang, tapi binatang2 itu djusteru
sangat tolol. Biarpun banjak kawannja telah mendjadi korban pukulan Tik Hun dan didjadikan
isi perut, tapi burung2 itu masih terus-menerus menghantarkan diri sendiri untuk didjadikan
makanan. Dalam pada itu tenaga dalam Tik Hun djuga semakin tambah kuat, dengan sendirinja tenaga
pukulannja djuga makin hebat. Sampai achirnja, ia tidak perlu pura2 mati untuk memantjing
elang lagi, tapi asal ada burung jang menghinggap dipohon atau terbang lewat disampingnja,
sekali dia hantam, tentu dapatlah ditangkapnja.
Dengan tjepat sang waktu telah lalu tanpa terasa, sementara itu bulan ke-12 sudah habis.
Tjuatja sudah banjak berubah, saldju jang turun dilembah pegunungan itu kini sudah sangat
djarang, siang-malam hanja tiupan angin jang masih merasuk tulang dinginnja.
Ketjuali kalau mentjari kaju bakar dan memanggang burung, selalu Tjui Sing bernaung didalam
gua. Selama itu Tik Hun tidak pernah mengadjak bitjara padanja dan tidak pernah masuk
selangkahpun kedalam gua.
Suatu malam, saldju turun terus-menerus dengan bertebaran. Esok paginja waktu Tik Hun
mendusin, ia merasa badannja hangat2 njaman, waktu ia membuka mata, ia melihat tubuh
sendiri tertutup oleh sesuatu benda jang tjoklat ke-hitam2an. Ia terkedjut dan tjepat
memegangnja, tapi ia mendjadi heran ketika diketahui barang itu adalah sepotong badju jang
aneh. Badju itu seluruhnja terbuat dari bulu burung, hampir sebagian
Hlm. 21 Gambar: Waktu Tik Hun mendusin, ia merasa badannja hangat2 seperti tertutup selapis benda apa2.
Tjepat ia bangun dan memeriksa, ia mendjadi heran ketika diketahui barang itu adalah sehelai
mantel buatan dari bulu burung "
SERIALSILAT.COM ? 2005 282 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
besar adalah bulu elang. Pandjang badju itu sebatas lutut hingga lebih tepat dikatakan mantel.
Badju buatan dari bulu itu entah memerlukan betapa banjak, mungkin berpuluh ribu helai
bulu burung. Sambil memegangi badju bulu burung itu, mendadak wadjahnja mendjadi merah, ia tahu pasti
badju itu adalah buah tangan Tjui Sing. Untuk membuat badju itu, terang tidak sedikit djerihpajah jang telah ditjurahkan sigadis. Apalagi dilembah pegunungan itu tiada peralatan
mendjahit seperti gunting, djarum, benang dan sebagainja, entah tjara bagaimana gadis itu telah
menjelesaikan badju bulu burung itu.
Waktu Tik Hun tjoba memeriksa badju itu, ia melihat pada pangkal tulang setiap helai bulu
itu terdapat sebuah lubang ketjil, tentu lubang itu ditusuk dengan tusuk-konde Tjui Sing, lalu
lubang itu ditembus dengan benang sutera warna kuning, terang benang itu diloloskan dari
badju sutera kuning jang dipakai Tjui Sing sendiri. Diam2 Tik Hun heran, pekerdjaan jang
sukar dan rumit itu mengapa djusteru sangat disukai oleh kaum wanita"
Tiba2 terkenang olehnja apa jang terdjadi pada beberapa tahun jang lalu ditempat tinggal Ban
Tjin-san dikota Hengtjiu dahulu. Pada malam itu, ia telah dikerubut oleh delapan murid orang
she Ban itu, ia dihadjar mereka hingga babak-belur, mata biru dan hidung botjor, bahkan
sehelai badju baru jang sangat disajanginja itu djuga mendjadi korban dan te-robek2. Sjukur
waktu itu Djik-sumoay jang telah menambal dan mendjahitkan badju baru jang sobek itu.
Tanpa merasa terbajang olehnja keadaan pada waktu itu: Djik Hong menggelendot
disampingnja untuk menambal badjunja. Rambut sigadis jang pandjang itu meng-gosok2
pipinja hingga menimbulkan rasa geli, malahan ia mengendus bau harum anak perawan jang
selama hidup baru pertama kali itu dialaminja, dengan perasaan terguntjang ia telah
memanggil: "Sumoay!" ~ Lalu Djik Hong telah menjahut: "Sssst, djangan bersuara, djangan2 kau
akan dipitenah mendjadi maling!"
Terpikir sampai disini, tenggorokan Tik Hun serasa tersumbat sesuatu, air matanja ber-linang2
dikelopak matanja hingga segala apa jang berada didepannja mendjadi samar2 kelihatannja.
Pikirnja: "Benar djuga. Kemudian aku telah dipitenah orang sebagai maling. Apa barangkali
karena aku telah bersuara waktu Sumoay menambal badjuku seperti apa jang dikatakan
Sumoay itu?" Tapi sesudah mengalami godokan dan gemblengan segala penderitaan selama beberapa tahun
ini, ia sudah tidak pertjaja lagi kepada segala kiasan jang chajal itu. Pikirnja: "Hehe, bila orang
memang bermaksud bikin tjelaka padaku, biarpun aku tidak bersuara atau gagu sekalipun
djuga tetap akan ditjelekai mereka. Tatkala itu Sumoay benar2 sangat baik padaku, tapi wanita
didunia ini semuanja memang takbisa dipertjaja, habis manis sepah dibuang. Ketika melihat
keluarga Ban jang kaja-raja itu, sidjahanam Ban Ka itu muda lagi lebih ganteng daripadaku,
mata Sumoay mendjadi silau dan balik pikiran. Jang paling tidak pantas jalah aku telah ditipu
agar sembunji digudang kaju, tapi diam2 ia memberitahukan pada suaminja untuk menangkap
aku. Hahaha! Haha-hahahaha!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 283 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Begitulah mendadak ia ter-bahak2 seperti orang gila. Sambil memegangi badju bulu itu ia
menudju kedepan gua, ia lempar badju itu ketanah dan mengindjaknja beberapa kali dengan
berteriak: "Aku adalah paderi tjabul dan Hwesio djahat, mana aku ada harganja memakai badju
buatan puteri terhormat ini?" ~ dan sekali ia depak, badju bulu itu ditendangnja kedalam gua.
Lalu ia putar tubuh dan tinggal pergi dengan ter-bahak2.
Dengan susah pajah dan memakan tempo lebih sebulan barulah Tjui Sing selesai membuatkan
badju bulu itu. Ia pikir "Siau-ok-tjeng" telah berdjasa menjelamatkan djenazah ajah, tapi
sedikitpun djasa itu tidak di-tondjol2kan padanja. Selama ini hidupnja djuga tergantung dari
daging burung buruan "Siau-ok-tjeng" itu. Sebaliknja tingkah-laku "Siau-ok-tjeng" itu ternjata
tjukup "sopan", biarpun menderita kedinginan diluar gua toh tidak pernah melangkah kedalam
gua setindakpun, maka sudah sepantasnja badju bulu jang kubikin ini kuhadiahkan dia sekadar
membalas kebaikannja selama ini.
Siapa duga maksud baiknja telah dibahas dengan djelek, badju bulu itu di-indjak2 dan terus
disepak kembali kedalam gua, bahkan ditjatji maki dan dihina. Saking gusarnja, terus sadja Tjui
Sing djemput kembali badju bulu itu dan di-betot2 dan di-puntir2, dan saking terguntjang
perasaannja, air matanja lantas bertjutjuran.
Sama sekali tak tersangka olehnja bahwa diwaktu Tik Hun berputar pergi sambil terbahak2
tadi, badju didadanja itu djuga sudah basah lepek oleh tetesan air mata..........
* * * Mendjelang lohor, kembali Tik Hun berhasil memburu empat ekor burung, seperti biasa, ia
taruh hasil buruan itu di depan gua. Maka Tjui Sing lantas menjembelih burung2 itu pula dan
dipanggang, lalu membagi separoh pada Tik Hun seperti biasa.
Kedua orang sama sekali tidak bitjara, bahkan sinar mata masing2 djuga tidak berani kebentrok.
Keduanja duduk ditempat masing2 dari djarak agak djauh, mereka makan daging burung
panggang bagian sendiri2. Tiba2 dari arah timur laut sana terdengar suara tindakan orang.
Waktu mereka memandang kearah suara itu, tertampaklah Hoa Tiat-kan sedang mendatangi
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan tjengar-tjengir. Kedua tangan manusia hina itu bersendjata semua, tangan jang satu
membawa golok Kui-thau-to dan tangan lain sebatang pedang.
Seketika Tik Hun dan Tjui Sing sama melondjak bangun, tjepat Tjui Sing berlari masuk
kedalam gua, waktu keluar lagi tangannja sudah memegangi golok merah tinggalan Hiat-to
Lotjo itu. Setelah ragu2 sedjenak, tiba2 ia lemparkan golok itu kearah Tik Hun sambil berseru:
"Sambutlah ini!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 284 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dengan sendirinja Tik Hun tangkap golok jang dilemparkan padanja itu. Ia terkesiap:
"Mengapa ia dapat mempertjajai aku dan menjerahkan golok mestika pelindung djiwanja ini
padaku" Ehm, tentu maksudnja agar supaja aku menjabung djiwa baginja, jaitu dengan
membantu dia melawan Hoa Tiat-kan. Hm, hm, aku toch bukan budakmu"!"
Dan pada saat itulah dengan langkah lebar Hoa Tiat-kan sudah mendekat. Segera orang she
Hoa itu bergelak ketawa dan berkata: "Kionghi! Kionghi!"
"Kionghi apa?" semprot Tik Hun dengan melotot.
"Kionghi pada kalian berdua jang telah djadi suami-isteri," sahut Hoa Tiat-kan. "Habis, golok
mestika pembela diri sepenting itu djuga sudah diberikan padamu, apalagi barang2 lain jang
dimiliki gadis itu, tentu sadja tanpa tawar2 lagi dipersembahkan padamu. Betul tidak" Hahahaha!" "Djahanam," damperat Tik Hun dengan gusar, "pertjuma kau mengaku sebagai pendekar besar
dari Tionggoan, njatanja adalah manusia rendah dan kotor!"
"Soal rendah dan kotor, rasanja orang dari Hiat-to-bun kalian takkan kalah daripada diriku,"
udjar Hoa Tiat-kan dengan tjengar-tjengir. Sambil bitjara iapun melangkah madju lebih dekat.
Tiba2 ia mengendus se-keras2nja dengan hidung hingga mengingatkan orang pada andjing
waktu mengendus sesuatu, lalu katanja: "Ehmmm, alangkah wanginja, alangkah sedapnja! Bau
apakah ini" Eh, kiranja burung panggang! Berikan seekor padaku, ja?"
Djika dia meminta setjara baik2, mungkin tanpa banjak bitjara akan diberi oleh Tik Hun. Tapi
kini pemuda itu sudah kadung geram terhadap sikap orang she Hoa jang mendjidjikkan itu,
dengan sendirinja ia tidak sudi memberi makan padanja. Segera djawabnja: "Ilmu silatmu djauh
lebih tinggi dariku, kau toh dapat mentjari burung sendiri."
"Aku djusteru lagi malas mengeluarkan tenaga," sahut Tiat-kan dengan menjengir.
Tengah mereka bitjara, sementara itu Tjui Sing sudah berada dibelakang Tik Hun, mendadak
ia berseru kaget: "He, Lau-pepek, Liok-pepek!"
Kiranja ia telah melihat djelas sendjata2 jang dibawa Hoa Tiat-kan itu tak-lain-tak-bukan
adalah pedangnja Lau Seng-hong dan Kui-thau-to milik Liok Thian-dju. Pula waktu angin
meniup hingga udjung badju Hoa Tiat-kan tersingkap, djelas Tjui Sing melihat didalam badju
Hoa Tiat-kan sendiri itu terangkap pula badjunja Liok Thian-dju dan djubahnja Lau Senghong. "Ada apa?" sahut Hoa Tiat-kan dengan menarik muka.
"Djadi kau................. kau telah........... telah makan mereka?" seru Tjui Sing pula dengan suara
gemetar. Ia menduga Hoa Tiat-kan tentu sudah mendapatkan djenazah kedua paman angkat
itu dan besar kemungkinan sudah didjadikan isi perut manusia binatang she Hoa itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 285 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Makan atau tidak, peduli apa dengan kau?" sahut Tiat-kan atjuh-tak-atjuh.
"Lau-pepek dan Liok-pepek mereka kan sau.................... saudara angkatmu?" seru Tjui Sing
tergagap2. Namun Hoa Tiat-kan tidak gubris padanja lagi, sebaliknja ia berpaling dan berkata pada Tik
Hun: "Hwesio tjilik, selama ini aku tidak mengutik-ngutik djenazah bapak mertuamu, itu
berarti aku tjukup menghargai kau. Tapi Hwesio tua itu telah kau bunuh sendiri, kini aku
hendak menggunakannja, tentunja kau tiada perlu banjak bitjara, bukan?"
Tik Hun mendjadi gusar, sahutnja: "Dilembah ini tjukup banjak elang dan burung jang dapat
kau djadikan sebagai makanan, mengapa kau.................. kau begini kedjam dan mesti makan
daging manusia?" Padahal kalau Hoa Tiat-kan mampu memburu burung, dengan sendirinja iapun tidak tega
makan daging saudara angkat sendiri jang sudah mati itu. Ia sudah berusaha sebisa mungkin
untuk menangkap burung sebagai makanan, semula dapat djuga ditangkapnja satu-dua ekor,
tapi kemudian burung2 itupun mendjadi kapok dan tidak mau masuk perangkapnja lagi.
Sedangkan Hoa Tiat-kan tidak memiliki tenaga pukulan sehebat Tik Hun jang sudah berhasil
mejakinkan tenaga dalam Sin-tjiau-kang jang hebat itu, dengan sendirinja ia tidak mampu
menghantam burung terbang dari djarak djauh seperti Tik Hun itu.
Kini ia membawa sendjata golok dan pedang, ia sudah bertekad akan menempur Tik Hun dan
Tjui Sing, ia pikir kedua orang itu harus dibunuh semua, dengan demikian, ditambah lagi
dengan majat Tjui Tay dan Hiat-to Lotjo jang terpendam dibawah saldju itu tentu akan
merupakan rangsum simpanan baginja untuk bertahan sampai musim panas jang akan datang,
lalu dapatlah ia keluar dari lembah maut itu sesudah saldju mentjair.
Begitulah Hoa Tiat-kan mendjadi ngiler demi mengendus bau daging burung panggang jang
lezat itu. Se-konjong2 ia angkat Kui-thau-to terus membatjok kearah Tik Hun sambil
membentak. Tjepat Tik Hun ajun golok merah jang diterimanja dari Tjui Sing itu untuk menangkis.
"Trang", Kui-thau-to jang dipakai Hoa Tiat-kan itu sampai mendal kembali, tapi tidak patah.
Kiranja Kui-thau-to itupun merupakan sebuah sendjata pusaka, walaupun tidak setadjam
Hiat-to jang digunakan Tik Hun itu, tapi badan golok itu tjukup tebal, maka golok merah itu
tidak dapat menabas kutung padanja. Tempo hari waktu Liok Thian-dju menggunakan golok
tebal itu untuk menempur Hiat-to Lotjo, pernah djuga Kui-thau-to itu tergempil beberapa
tempat ketika mesti beradu dengan golok merah itu, maka kini setelah saling bentur lagi,
paling2 Kui-thau-to itu bertambah suatu gempilan baru sadja.
Meski Hoa Tiat-kan tidak terlalu mahir menggunakan golok, tapi sebagai seorang tokoh
persilatan, segala matjam ilmu silat tentu diketahuinja, dengan dasar ilmu silat jang dimiliki,
SERIALSILAT.COM ? 2005 286 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
betapapun Tik Hun tidak sanggup melawan permainan goloknja itu. Maka hanja beberapa
djurus sadja Tik Hun sudah terdesak mundur.
Sebaliknja Hoa Tiat-kan ternjata tidak mendesak lebih djauh, tiba2 ia berdjongkok dan
mendjemput sepotong burung panggang sisa makanan Tik Hun tadi terus digeragotinja dengan
lahap, lalu pudjinja tak habis2: "Ehm, lezat benar burung panggang ini, sungguh lezat sekali!"
Tik Hun menoleh dan saling pandang sekedjap dengan Tjui Sing. Kedua orang sama2 merasa
ngeri. Mereka insaf kedatangan Hoa Tiat-kan sekali ini dengan sendjata lengkap, terang
keadaannja tidak seperti tempo hari lagi jang bertempur dengan tangan kosong.
Waktu bergebrak dengan tangan kosong, djika Tik Hun kena digebuk umpamanja, paling2 ia
tjuma muntah darah dan terluka dalam, untuk membinasakannja dengan pukulan atau
tendangan sudah tentu tidak mudah.
Tapi sekarang Tiat-kan bersendjata, bahkan dua sendjata sekaligus, jaitu golok dan pedang,
maka keadaan mendjadi berbeda djauh, sebab, sedikit Tik Hun meleng sadja, seketika djiwanja
bisa melajang. Malahan tempo hari Tik Hun berkat bantuan Tjui Sing jang memindjamkan
golok merah itu padanja hingga dia masih sanggup bertahan sebisanja, tapi kini sendjata Hoa
Tiat-kan lebih banjak, dengan sendirinja Tik Hun tidak mungkin dapat melawannja.
Begitulah, selesai makan setengah ekor burung panggang restan Tik Hun tadi, selera Hoa Tiatkan ternjata belum terpenuhi, ketika dilihatnja didekat gua sana masih ada seekor lagi, segera ia
mendekati dan dimakan pula.
Habis melalap burung panggang itu, Hoa Tiat-kan meng-usap2 mulutnja jang berlepotan
minjak itu, lalu katanja: "Ehm, sangat lezat, kepandaian sikoki jang memanggang burung ini
harus diberi piala."
Kemudian dengan ke-malas2an ia memutar tubuh. Mendadak ia melompat madju, tanpa
bitjara lagi goloknja membatjok pula kearah Tik Hun.
Serangan itu dilakukan dengan sangat tjepat dan diluar dugaan, karena tidak menjangka sama
sekali, hampir2 kepala Tik Hun terbelah mendjadi dua, untung ia tjukup sigap, tjepat ia
menangkis dengan golok merah.
Sjukurlah Tiat-kan agak djeri pada tenaga dalam Tik Hun jang kuat, bila kedua sendjata saling
bentur, tentu lengannja terasa linu pegal, maka lebih baik ia menghindari beradunja kedua
sendjata. Segera ia miringkan goloknja kearah lain, menjusul ia membabat dan membatjok pula
setjara ber-tubi2. Keruan Tik Hun kewalahan dan kelabakan. "Tjret", tanpa ampun lagi lengan
kiri kena tergurat oleh Kui-thau-to musuh hingga berwudjut suatu luka pandjang.
"Sudahlah, djangan bertempur lagi! Hoa-pepek, djangan bertempur lagi, aku akan membagi
daging burung padamu!" demikian Tjui Sing ber-teriak2 dengan kuatir.
SERIALSILAT.COM ? 2005 287 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tapi Hoa Tiat-kan sedang mendapat angin, mana dia mau berhenti. Ia melihat ilmu silat Tik
Hun paling2 tjuma tergolong kelas tiga dalam dunia persilatan, kalau kesempatan baik ini tidak
membunuhnja, kelak tentu akan menimbulkan bahaja besar. Dari itu, bukannja ia berhenti
seperti seruan Tjui Sing itu, sebaliknja ia menjerang lebih kentjang, bahkan mulutnja ikut
menggoda: "He, Tjui-titli, kau sajang pada Siau-ok-tjeng ini ja" Apa kau sudah lupa pada
Piaukomu jang pernah berpatjaran dengan kau itu?"
Sambil berkata, tjepat goloknja menjerang pula tiga kali beruntun hingga pundak kanan Tik
Hun kembali terbatjok sekali. Untung tempat batjokan itu terlindung oleh Oh-djan-kah jang
dipakainja, kalau tidak, tentu sebelah bahunja sudah tertabas kutung.
"Hoa-pepek, sudahlah, djangan bertempur lagi!" demikian Tjui Sing ber-teriak2 pula.
Tapi Tik Hun mendjadi gusar, bentaknja: "Apa jang kau gembar-gemborkan" Kalau aku
takbisa menangkan dia, biarlah aku dibunuh olehnja!"
Dalam murkanja, terus sadja ia membatjok dan menabas serabutan. Tiba2 golok jang dipegang
tangan kanan itu dipindahkannja ketangan kiri, menjusul tangan kanan itu terus menampar
hingga pipi Hoa Tiat-kan kena ditempeleng sekali dengan keras.
Sudah tentu mimpipun Hoa Tiat-kan tidak menjangka pemuda jang ilmu silatnja rendah tak
berarti itu masih mempunjai djurus "simpanan" jang bagus itu, ia mendjadi tidak sempat
menghindar dan kena digampar mentah2.
Sebaliknja Tik Hun melengak djuga oleh hasil pukulannja itu, pikirnja: "Ha, inilah "Ni-kongsik" (gaja menempeleng) adjaran pengemis tua tempo dulu itu!"
Dan sekali ingat, be-runtun2 ia lantas mengeluarkan djurus2 lain adjaran sipengemis tua waktu
ia bertamu dirumah Ban Tjin-san dahulu. Kembali ia memainkan "Dji-koh-sik" (gaja menusuk
pundak) dan "Gi-kiam-sik" (gaja mementalkan pedang).
Keruan Hoa Tiat-kan kaget, ia ber-kaok2: "He, Soh-sim-kiam-hoat! Soh-sim-kiam-hoat!"
Kembali Tik Hun melengak oleh teriakan Hoa Tiat-kan itu. Teringat olehnja tempo dulu
waktu ia bertempur melawan Ban Ka dan kawan2nja dirumah keluarga Ban itu, ia telah
mainkan ketiga djurus adjaran sipengemis tua untuk menghadjar Ban Ka dan ketudjuh saudara
perguruannja, tatkala itu Ban Tjin-san djuga menjatakan djurus2 serangan itu adalah "Soh-simkiam-hoat". Tapi hal mana dianggapnja omong kosong dan otjehan Ban Tjin-san belaka.
Namun sekarang Hoa Tiat-kan djuga menjatakan djurus2 serangannja itu adalah Soh-sim-kiamhoat. Sebagai seorang tokoh terkemuka didunia persilatan Tionggoan, pengalaman dan
pengetahuan Hoa Tiat-kan sudah tentu sangat luas, masakah iapun sembarangan mengotjeh"
Begitulah Tik Hun mendjadi ragu2 apakah ketiga djurus adjaran pengemis tua itu djangan2
memang benar adalah Soh-sim-kiam-hoat"
SERIALSILAT.COM ? 2005 288 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ber-ulang2 Tik Hun memainkan ketiga djurus itu pula, ia gunakan golok sebagai gantinja
pedang. Tapi ilmu silat Hoa Tiat-kan sudah tentu takdapat disamakan dengan Ban Ka dan
kawan2nja itu. Ketiga djurus serangan itu sudah tentu tidak dapat diulangi atas diri Hoa Tiatkan dan tidak mandjur. Waktu Tik Hun hendak mengulangi djurus "Gi-kiam-sik", dengan
golok merah ia mentjungkit Kui-thau-to jang dipegang Hoa Tiat-kan itu, namun Hoa Tiat-kan
sudah siap sebelumnja, mendadak sebelah kakinja melajang hingga urat nadi tangan Tik Hun
tepat kena tertendang. Keruan tjekalan Tik Hun mendjadi kendur, golok merah terlepas dari tangan. Bahkan Hoa
Tiat-kan terus menambahi pula dengan djurus "Sun-tjui-tui-tjiu" (mendorong perahu menurut
arus), golok dan pedang jang dipegang kedua tangannja berbareng menusuk kedada Tik Hun
sekaligus "Tjrat-tjret", tanpa ampun lagi dada Tik Hun terkena tusukan golok dan pedang Hoa
Tiat-kan itu, tapi udjung kedua sendjata itu lantas tertahan semua oleh Oh-djan-kah hingga
tidak dapat menembus. Saat itu Tjui Sing djuga sudah siap sedia disamping dengan sepotong batu, ia menunggu bila
Tik Hun terantjam bahaja, segera ia akan madju membantu. Kini melihat Hoa Tiat-kan telah
menjerang dengan golok dan pedang sekaligus, tanpa pikir lagi ia angkat batunja terus
mengepruk kebelakang kepala Hoa Tiat-kan.
Dari pengalaman jang sudah lalu dimana tumbak Hoa Tiat-kan tidak mempan menembus dada
Tik Hun, memangnja Hoa Tiat-kan sudah ter-heran2 dan tidak habis mengarti apa sebabnja" Ia
menduga didalam badju pemuda itu mungkin terdapat sesuatu benda keras sebangsa tameng,
dan udjung tumbaknja tepat menusuk diatas benda keras itu, makanja tidak mempan. Tapi
sekali ini ia menusuk dengan golok dan pedang berbareng, rasanja tidak mungkin begitu
kebetulan pula akan mengenai benda keras itu. Siapa duga hal jang tak diharapkan itu djusteru
berulang pula. Dan tengah ia tertegun bingung itu, tiba2 Tik Hun sudah balas menghantamnja
sekali, bahkan dari belakang Tjui Sing mengepruknja pula dengan batu.
Tanpa pikir lagi segera ia berkelit, lalu melompat pergi hingga djauh sambil berseru: "Ada
setan! Ada setan!" ~ Ia mendjadi mengkirik sendiri demi terpikir olehnja mungkin arwah Lioktoako dan Lau-hiante jang penasaran itu hendak menuntut balas padanja karena ia telah makan
majat mereka. Tanpa terasa keringat dingin membasahi tubuhnja.
Dalam pada itu kelonggaran itu lantas digunakan oleh Tik Hun dan Tjui Sing untuk lari
kedalam gua, lalu menjumbat pula mulut gua dengan batu2 besar.
Kemudian terdengarlah Hoa Tiat-kan telah ber-kaok2 diluar gua: "Hai keluarlah anak kura2,
apakah kalian mampu sembunji selama hidup didalam gua" Dapatkan kalian menangkap
burung didalam gua" Haha-hahaha!"
Meski Hoa Tiat-kan bergelak ketawa dan mengedjek dengan tjongkak, tapi sebenarnja hatinja
djuga sangat takut, maka tidak berani sembarangan membongkar majat Tjui Tay lagi untuk
dimakan. SERIALSILAT.COM ? 2005 289 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Mendengar edjekan Hoa Tiat-kan itu, mau-tak-mau Tik Hun saling pandang sekedjap dengan
Tjui Sing. Pikir mereka: "Benar djuga apa jang dikatakan keparat itu. Selama sembunji digua,
apa jang harus kami makan" Tapi kalau keluar tentu akan dibunuh olehnja, lantas apa daja
sekarang?" Padahal kalau benar2 Hoa Tiat-kan hendak menjerbu kedalam gua, betapapun Tik Hun berdua
tidak mampu merintanginja. Tjuma sesudah dua kali Tik Hun tidak mempan ditusuk olehnja,
Tiat-kan mendjadi djeri dan menjangka benar2 ada arwah halus jang diam2 lagi
mempermainkannja, maka ia tidak berani sembarangan bertindak lagi.
Sesudah berdjaga sekian lamanja dipintu gua dan Hoa Tiat-kan tidak menjerbu, barulah Tik
Hun dan Tjui Sing agak lega. Waktu Tik Hun periksa luka lengan kiri, ia melihat darah masih
mengutjur terus. Segera Tjui Sing sobek sepotong kain badjunja untuk membalut luka pemuda itu.
Ketika Tik Hun mengeluarkan bungkusan abu tulang Ting Tian, tanpa sengadja dari badjunja
itu ikut terdjatuh sedjilid buku ketjil. Itulah "Hiat-to-keng" (kitab golok berdarah) jang
diperolehnja dari Po-siang dahulu.
Meski pertarungan Tik Hun melawan Hoa Tiat-kan tadi memakan waktu singkat sadja, tenaga
jang dikeluarkannja djuga tidak banjak, tapi semangatnja ternjata masih tegang sekali. Kini
sesudah mengaso, barulah ia merasa sangat lelah. Teringat olehnja tempo dulu waktu pertama
kalinja membatja Hiat-to-keng itu, pernah ia bertingkah menurutkan gambar jang terlukis
didalam kitab, lalu semangatnja lantas pulih dan tenaga bertambah. Segera ia membalik2
halaman kitab itu pula dengan tudjuan akan menirukan gaja jang terlukis didalam kitab itu
untuk memulihkan semangat agar sebentar dapat dipakai menghadapi musuh kuat jang masih
mengintai diluar gua itu.
Ketika ia membuka halaman pertama kitab itu, ia melihat gambar jang terlukis disitu adalah
bentuk manusia jang berdjungkir balik, kepala menahan ditanah, kaki terangkat keatas, sikap
kedua tangannja djuga sangat aneh. Tanpa pikir lagi segera Tik Hun menirukan gambar itu,
iapun mendjungkir dengan kepala bawah dan kaki diatas.
Melihat pemuda itu mendadak bertingkah aneh. Tjui Sing menjangka penjakit gila orang telah
angot lagi. Diam2 ia mengeluh, diluar gua ada musuh, didalam gua ada orang gila pula,
bagaimana dirinja harus bertindak" Dalam kuatirnja, kembali ia mewek2 ingin menangis.
Dalam pada itu Tik Hun masih terus berlatih, tidak sampai setengah djam, antero tubuhnja
terasa panas bagai dibakar. Tapi nikmat sekali rasanja.
Hlm. 31 Gambar: SERIALSILAT.COM ? 2005 290 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Melihat Tik Hun melatih ilmu dengan berdiri mendjungkir, Tjui Sing mendjadi heran dan
kaget terutama sesudah mengetahui jang ditiru Tik Hun adalah gambar didalam kitab Hiat-tokeng jang melukiskan seorang laki2 telandjang, djangan2 nanti pemuda itu djuga akan
menirukannja dengan telandjang "..
Kemudian ia tjoba membalik halaman berikutnja, ia melihat gambar ini melukiskan seorang
laki2 telandjang tengkurap ditanah, hanja tangan kirinja jang menahan ditanah, sedangkan
kedua kakinja membalik keatas dan menggantol dibagian leher sendiri.
Gaja menurut gambar itu sebenarnja sangat susah dilakukan. Tapi sedjak Tik Hun berhasil
mejakinkan Sin-tjiau-kang, ia merasa antero tubuh dan segenap bagian badannja dapat
digerakan dengan bebas, bagaimana keinginannja tentu dapat dilakukannja, sedikitpun tidak
susah2. Maka ia lantas berlatih pula menurut petundjuk gambar dalam kitab itu, hawa dalam
tubuh lantas ikut berdjalan djuga kian kemari antara urat-nadi satu keurat nadi jang lain sesuai
dengan garis2 merah dan hidjau jang terdapat dalam gambar.
Kiranja "Hiat-to-keng" itu memuat ichtisar komplit dari ilmu Lwekang dan Gwakang adjaran
Hiat-to-bun. Setiap gambar jang terlukis pada tiap2 halaman itu biasanja harus dilatih selama
setahun atau setengah tahun baru dapat djadi. Tapi sekarang Tik Hun sudah lantjarkan
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hubungan antara urat nadi Tok-meh dan Im-meh, ia mempunjai alas dasar Sin-tjiau-kang jang
tiada bandingannja dalam hal tenaga dalam. Maka ilmu jang betapapun sulitnja baginja boleh
dikata tiada artinja lagi, dengan mudah tentu akan dapat dilatihnja dengan sempurna. Ibaratkan
seorang beladjar membatja, semula memang sulit mengapalkan setiap huruf, tapi bila antero
huruf "Kamus besar" telah dibatja dan diapalkannja dengan baik, dengan sendirinja tiada
sesuatu istilahpun jang sulit baginja untuk dipahaminja.
Begitulah Tik Hun terus berlatih sedjurus demi sedjurus, makin melatih makin bersamangat.
Semula Tjui Sing sangat kuatir, sebab mengira penjakit gila pemuda itu kumat lagi, tapi
kemudian demi mengetahui pemuda itu sedah melatih ilmu menurut gambar dalam kitab,
barulah hilang rasa kuatir dan takutnja. Bahkan ketika melihat gaja latihan Tik Hun jang aneh
dan lutju itu, Tjui Sing mendjadi geli dan heran pula. Pikirnja: "Masakah didunia ini ada orang
melatih ilmu setjara begini?"
Achirnja Tjui Sing mendjadi kepingin tahu djuga, ia tjoba mendekati kitab jang terletak
ditanah itu dan melongoknja, tapi sekali pandang sadja ia mendjadi merah djengah, hatinja berdebar2. Kiranja gambar jang terlihat didalam kitab itu melukiskan seorang laki2 jang telandjang
bulat. Keruan ia malu dan takut pula, pikirnja: "Djika tjara begini Siau-ok-tjeng itu berlatih
terus menerus menurut gambar, djangan2 sampai achirnja nanti ia djuga akan menanggalkan
pakaiannja hingga telandjang bulat seperti gambar" Wah, kan tjelaka kalau begitu!"
Sjukurlah adegan jang dikuatirkan Tjui Sing itu sebegitu djauh tidak muntjul. Sesudah melatih
Lwekang itu sebentar, ketika Tik Hun membalik halaman lain dari kitab itu, ia melihat
SERIALSILAT.COM ? 2005 291 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
gambarnja sekarang melukiskan laki2 itu memegangi sebatang golok melengkung sedang
membatjok miring dan menabas kesamping.
Girang Tik Hun tidak kepalang, tak tertahan lagi ia berseru: "Hei, inilah Hiat-to-to-hoat (ilmu
permainan golok berdarah)!"
Segera ia menudju kedepan gua, ia mendjemput sebatang ranting kaju sisa kaju bakar jang
dipakai panggang burung itu. Ia menurutkan gaja gambar dalam kitab dan menirukan untuk
melatih ilmu golok itu. Ilmu golok permainan Hiat-to itu benar2 sangat aneh djuga, setiap djurus selalu membatjok
dari arah jang tidak mungkin terpikir menurut akal sehat.
Hanja tiga djurus sadja Tik Hun berlatih dan segera ia paham duduknja perkara. Kiranja setiap
ilmu permainan golok itu adalah perubahan dari gaja aneh menurut gambar dihalaman depan
tadi. Gambar dihalam depan itu ada jang berdjungkir balik, ada jang miring, ada jang mendjulur
kaki menggantol dileher, ada jang membalik tangan kebelakang untuk mendjewer telinga
sendiri dan matjam2 gaja jang aneh dan lutju. Dan ilmu permainan Hiat-to itu djuga mentjakup
gaja2 serangan jang aneh dan susah dibajangkan orang itu.
Segera Tik Hun pilih empat djurus ilmu permainan golok itu dan melatihnja bolak-balik
sampai beberapa kali, ia pikir harus tjepat2 mengapalkan beberapa puluh djurus agar beberapa
hari lagi dapat dipakai modal pertempuran mati2an dengan manusia she Hoa itu.
Tak terduga olehnja bahwa setengah haripun Hoa Tiat-kan tidak memberi kelonggaran
padanja. Baru Tik Hun tekun mempeladjari djurus kelima, tiba2 Hoa Tiat-kan sudah berseru
diluar gua: "Hai, Hwesio tjilik, kau mau makan hati bapak-mertuamu atau tidak" Tentu sangat
lezat rasanja!" Keruan Tjui Sing terkedjut. Tanpa pikir lagi ia dorong batu penutup gua terus menjerobot
keluar. Ia melihat Hoa Tiat-kan sedang menggali kuburan sang ajah dengan Kui-thau-to, bukan
mustahil sekedjap lagi majat sang ajah pasti akan dibongkar olehnja.
"Hoa-pepek, apakah kau ti........ tidak ingat pada kebaikan sesama sau........ saudara angkat lagi?"
demikian Tjui Sing ber-teriak2 dengan kuatir sembari menerdjang madju.
Memangnja tudjuan Hoa Tiat-kan djusteru ingin memantjing Tjui Sing keluar lebih dulu, lalu
ia akan robohkan gadis itu, kemudian barulah Tik Hun akan dibereskan olehnja agar gadis itu
tidak mengganggu maksudnja. Maka demi melihat Tjui Sing menjerbu kearahnja, ia pura2
tidak tahu dan tetap asjik menggali. Setelah Tjui Sing mendekat dan hendak menghantam
punggung, saat itulah Hoa Tiat-kan lantas membaliki tangannja, setjepat kilat ia pegang sigadis.
Menjusul sebelah tangan Tjui Sing jang lain menghantam pula, tapi sedikit Hoat Tiat-kan
miringkan tubuh, ia membiarkan bahunja kena digendjot sigadis, pada saat hampir berbareng
SERIALSILAT.COM ? 2005 292 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
itu tiba2 Tjui Sing djuga mendjerit tertahan, ternjata pinggangnja telah kena ditutuk Hoa Tiatkan hingga djatuh tersungkur dan tak terkutik lagi.
Selesai merobohkan Tjui Sing, sementara itu Tik Hun tertampak sedang menerdjang pula
kearahnja sambil membawa ranting kaju.
Hoa Tiat-kan ter-bahak2, katanja: "Hahaha! Apa barangkali kau sudah bosan hidup" Masakan
akan melawan aku dengan sebatang kaju" Baiklah, kau adalah paderi djahat dari Hiat-to-bun,
aku akan menggunakan golok mestika dari Hiat-to-bun kalian ini untuk menghantar kau
pulang keachirat!" Habis berkata, mendadak ia lolos golok merah dari pinggang, ia simpan kembali Kui-thau-to,
menjusul goloknja lantas membatjok tiga kali kearah Tik Hun.
Hiat-to itu sangat tipis lagi enteng, waktu membatjok lantas mengeluarkan suara mendesing
jang njaring. Diam2 Hoa Tiat-kan memudji golok mestika jang bagus itu.
Melihat serangan musuh jang tjepat dan hebat itu, Tik Hun mendjadi ngeri hingga tjara
berkelitnja mendjadi kelabakan pula. Tapi ia mendjadi nekat djuga, pikirnja: "Biarlah aku gugur
bersama dengan kau!" ~ Dan sekali ia balas menjerang, mendadak ia ajun ranting kaju jang
dipegangnja itu dan menjabet dari belakang "plok", tahu2 tengkuk Hoa Tiat-kan tepat kena
digebuk sekali olehnja. Tipu serangan ini benar2 aneh dan bagus sekali, pabila sendjata jang dipakai Tik Hun itu bukan
sebatang kaju, tapi adalah sebatang golok atau pedang, maka tidak perlu disangsikan lagi pasti
kepala Hoa Tiat-kan sudah berpisah dengan tuannja.
Padahal ilmu silat Hoa Tiat-kan tidak lebih rendah daripada Hiat-to Lotjo, andaikan Hiat-to
Lotjo hidup kembali djuga tidak mampu membunuhnja dengan sedjurus sadja. Soalnja tadi
Hoa Tiat-kan terlalu memandang enteng pada Tik Hun jang dianggapnja tjuma sebangsa
kerotjo jang tiada artinja, dari itu ia telah kena batunja.
Ia tertegun sedjenak, lalu bermaksud ajun goloknja untuk membatjok pula. Namun batang
kaju Tik Hun itu sudah menjabet dan menghantam setjara membadai kearahnja. "Plok",
kembali Hoa Tiat-kan kena digebuk lagi, sekali ini kena dibatok kepala belakang.
Keruan hampir2 Hoa Tiat-kan kelengar, untung ia masih dapat bertahan walaupun dengan
kepala pusing tudjuh keliling. Ia ber-teriak2: "Ada setan! Ada setan!" ~ Tanpa merasa ia
menoleh kebelakang, saking ketakutan sampai tangannja mendjadi lemas, tjekalannja mendjadi
kendur, golok merah jang dipegang itu djatuh ketanah, tanpa memikir untuk mendjemput
kembali sendjata itu terus sadja ia lari pergi dengan ter-birit2.
Kiranja setelah Hoa Tiat-kan memakan majat kedua saudara angkat sendiri, betapapun
perasaannja tidak tenteram dan menjesal, senantiasa ia kuatir kalau arwah halus Liok Thian-dju
dan Lau Seng-hong menggoda padanja. Tadi waktu Tik Hun tidak mempan ditusuk olehnja,
SERIALSILAT.COM ? 2005 293 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
memangnja ia sudah sangsi djangan2 ada arwah halus jang telah membantu musuh itu, kini Tik
Hun hanja melawannja dengan sebatang kaju, sudah terang gamblang lawan itu berdiri
didepannja, pula Tjui Sing sudah ditutuk roboh olehnja, tapi tahu2 tengkuk dan batok kepala
belakang be-runtun2 telah kena dihandjut oleh sesuatu benda keras. Padahal dilembah itu
selain mereka bertiga sudah tiada manusia lain lagi. Lalu mengapa ada jang mampu
menjerangnja dari belakang tanpa kelihatan wudjutnja, habis kalau bukan setan iblis lantas
apa" Dan begitulah ia mendjadi ketakutan setengah mati dan lari sipat-kuping.
Sebaliknja Tik Hun meski berhasil menggebuk Hoa Tiat-kan dua kali, tapi musuh toh tidak
terluka apa2, mengapa mendadak orang she Hoa itu lari pergi dengan ketakutan" Sungguh hal
inipun diluar dugaannja dan membingungkan dia.
Segera Tik Hun mendjemput Hiat-to jang ditinggalkan Hoa Tiat-kan itu, ia melihat Tjui Sing
masih menggeletak ditanah takbisa berkutik, tanjanja: "Kenapa kau" Apa tertutuk oleh keparat
itu?" "Ja," sahut Tjui Sing.
"Sajang aku tidak paham ilmu Tiam-hiat dan tjara membukanja, maka takbisa menolong kau,"
udjar Tik Hun. "Asal pinggang dan pahaku di..........." sebenarnja Tjui Sing hendak memberitahukan Tik Hun
tempat djalan darah jang harus dipidjat untuk melantjarkannja kembali, lalu ia akan dapat
bergerak lagi. Tapi demi berkata tentang pinggang dan paha, ia lantas ingat djangan2 "Siau-oktjeng" itu akan kumat penjakit buasnja dan mendadak memperlakukan dirinja setjara tidak
senonoh dikala dirinja takbisa bergerak, wah, kan bisa tjelaka"
Ketika mendadak melihat sinar mata sigadis mengundjuk rasa ketakutan dan bitjara setengah2,
Tik Hun mendjadi heran, pikirnja: "Hoa Tiat-kan toh sudah lari, apa jang kau takuti lagi?" ~
Tapi setelah dipikir pula, segera iapun mengarti dirinja sendirilah djusteru jang ditakuti gadis
itu. Sesaat itu ia mendjadi gusar, teriaknja mendadak: "Djadi kau takut aku akan menodai kau"
Hm, hm, biarlah sedjak kini aku takkan melihat tampanmu lagi!" ~ Saking gusarnja ia lantas
mengamuk, ia menendang dan menjepak tanah saldju hingga bunga saldju berhamburan bagai
hudjan. Ia kembali kedalam gua, sesudah mengambil kitab Hiat-to-keng, dengan langkah lebar ia
tinggal pergi dan tidak memandang lagi pada Tjui Sing, bahkan melirikpun tidak.
Diam2 Tjui Sing merasa malu sendiri, pikirnja: " Djangan2 aku jang suka tjuriga tak keruan dan
telah salah sangka padanja?"
Begitulah Tjui Sing menggeletak tak berkutik disitu. Selang lebih satu djam, mendadak seekor
elang menjambar kebawah dan mematuk kemukanja. Keruan Tjui Sing mendjerit kaget. Sekonjong2 tertampak sinar merah berkelebat, golok merah itu tahu2 menjambar tiba dari
samping sana hingga elang itu terpapas mendjadi dua dan djatuh dipinggir Tjui Sing.
SERIALSILAT.COM ? 2005 294 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Meski Tik Hun sangat gusar karena dirinja ditjurigai gadis itu, tapi ia djuga kuatir Hoa Tiat-kan
akan datang kembali untuk membikin tjelaka mereka, maka ia tidak pergi djauh, tapi
mendjaga disekitar situ sambil meneruskan peladjaran ilmu golok menurut kitab pusaka Hiatto-keng itu. Ia tidak menjangka sekali menimpukan golok merah itu, kontan elang itu tertabas
mendjadi dua belah, bahkan golok itu tidak terhalang oleh elang dan masih terus melajang
kedepan hingga sedjauh belasan meter baru djatuh ketanah. Dengan demikian Tik Hun telah
berhasil pula mejakinkan satu djurus "Liu-sing-keng-thian" atau bintang kemukus melajang
diudara. Mendadak Tjui Sing ber-teriak2: "Tik-toako, Tik-toako! Ja, aku mengaku salah sudah, seribu
kali aku minta maaf padamu!"
Tapi Tik Hun berlagak tuli sadja dan tidak gubris. Maka Tjui Sing ber-teriak2 lagi: "Tik-toako,
sudilah kau memaafkan kesemberoanku. Sesudah ajahku meninggal, aku mendjadi
sebatangkara, tjara berpikirku mendjadi agak kurang sehat, harap engkau djangan marah lagi
padaku, ja?" Namun Tik Hun masih tidak gubris padanja. Tapi pelahan2 rasa gusarnja mendjadi lenjap
djuga. Dengan menggeletak ditanah, sampai besok paginja djalan darah Tjui Sing baru lantjar kembali
dengan sendirinja dan dapat bergerak pula. Ia tahu meski Tik Hun sepatah-katapun tidak
bitjara, tapi sepandjang malam toh senantiasa mendjaga disitu tanpa tidur, sungguh rasa terima
kasihnja tak terhingga. Maka begitu badannja bisa bergerak, segera ia pergi memanggang elang
lagi, ia membagi separoh kepada Tik Hun.
Tapi ketika dia sudah mendekat, Tik Hun sengadja pedjamkan
Hlm. 37 Gambar: Sesudah berhasil melatih beberapa djurus ilmu permainan golok menurut kitab Hiat-to-keng,
segera Tik Hun menggunakannja untuk menempur Hoa Tiat-kan dengan tjuma memakai
sebatang kaju sebagai sendjata.
mata untuk mentaati sesumbarnja sendiri bahwa selandjutnja ia tidak mau melihat tampan
gadis itu lagi. Tjui Sing djuga tidak bitjara padanja, ia taruh elang panggang itu didepan Tik Hun, lalu
menjingkir pergi. SERIALSILAT.COM ? 2005 295 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Maksud Tik Hun akan menunggu sesudah gadis itu pergi agak djauh barulah ia akan membuka
mata. Diluar dugaan, mendadak didengarnja Tjui Sing mendjerit kaget sekali, menjusul gadis
itu mengaduh pula dan terguling ketanah.
Tik Hun terperandjat, tjepat ia melompat bangun dan memburu ketempat Tjui Sing. Tapi
tahu2 gadis itu telah berbangkit dengan tertawa, katanja: "Aku tjuma menipu kau sadja. Kau
menjatakan selandjutnja takkan melihat aku, tapi sekarang kau sudah melihat lagi, bukan"
Maka pernjataanmu itu sekarang sudah batal!"
Tik Hun tidak mendjawab, dengan mendongkol ia melotot sekali pada gadis itu. Pikirnja:
"Wanita didunia ini memang litjik semua. Ketjuali nona Leng kekasih Ting-toako itu,
selebihnja suka menipu orang sadja. Sedjak kini tidak nanti aku dapat kau tipu lagi."
Sebaliknja Tjui Sing masih mengikik tawa, katanja: "Tik-toako, buru2 kau hendak menolong
aku, bukan" Terima kasih, ja!"
Kembali Tik Hun melototi sigadis sekali, lalu memutar tubuh dan menjingkir........
Sementara itu rupanja Hoa Tiat-kan sudah ketakutan pada setan iblis, maka ia tidak berani
mengatjau lagi ketempat gua. Terpaksa ia mentjari kulit pohon dan akar rumput sekadar
mengisi perut agar tidak mati kelaparan. Sudah tentu penghidupan begitu sangat menderita
baginja. Dalam pada itu setiap hari Tik Hun asjik melatih sedjurus-dua ilmu permainan golok, baik
tenaga dalam, maupun tenaga luar, setiap hari ia mentjapai kemadjuan jang menondjol.
*** Sang tempo silih berganti dengan tjepat, tanpa merasa musim dingin sudah lalu dan musim
semi telah tiba. Hawa udara lambat-laun mulai menghangat, saldju tidak turun lagi, sebaliknja
timbunan saldju mulai susut, jaitu mulai tjair.
Selama itu Tik Hun sudah lengkap mempeladjari Lwekang dan ilmu golok jang terlukis
didalam Hiat-to-keng itu. Kepandaiannja kini sudah mentjakup dua aliran Tjing dan Sia jang
paling tinggi, meski pengalamannja tjetek dan kurang pengetahuan, sedang diantara sari ilmu2
silat aliran Tjing dan Sia itupun belum ada pembauran jang sempurna, tapi kalau melulu
bitjara tentang ilmu silat sedjati, saat itu djangankan tjuma Hoa Tiat-kan, bahkan kepandaian
Tik Hun sekarangpun sudah lebih tinggi daripada Ting Tian dulu.
Hal ini adalah berkat Sin-tjiau-kang jang telah berhasil dijakinkan dengan baik serta
terhubungnja urat2 nadi Tok-meh dan Im-meh.
Selama itu, bila Tjui Sing mengadjak bitjara padanja, selalu Tik Hun berlagak gagu tanpa
mendjawab sepatahpun. Ketjuali waktu makan, terpaksa mereka berkumpul sebentar, habis
SERIALSILAT.COM ? 2005 296 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
itu, selalu Tik Hun mendjauhi Tjui Sing lagi dan tekun melatih diri. Pada benaknja tjuma ada
tiga harapan: Bila sudah keluar dari lebih saldju ini, tugas pertama jalah mentjari Suhu
ketempat kediaman lama di Hengtjiu; Kedua, mengubur abu tulang Ting-toako bersama nona
Leng sebagaimana ia sendiri telah djandji pada Ting Tian dahulu dan ketiga jalah menuntut
balas. Maka sangat dia harapkan agar saldju dilembah itu dapat mentjair selekas mungkin. Ia melihat
air saldju sudah meluber sebagai air kali dan mengalir terus keluar lembah, saldju jang
menutupi djalan keluar lembah itu makin hari makin susut. Ia tidak tahu masih kurang berapa
hari lagi baru akan tiba hari Toan-ngo-tje, jang terang, hari keluarnja dari lembah itu sudah
tidak terlalu lama lagi. Satu petang, ia menerima dua ekor burung panggang dari Tjui Sing, selagi ia hendak putar
tubuh dan menjingkir, tiba2 gadis itu berkata: "Tik-toako, lewat beberapa hari lagi kita sudah
dapat keluar dari lembah ini, bukan?"
"Ehm," sahut Tik Hun tak atjuh.
"Terima kasih padamu jang telah mendjaga keselamatanku selama ini, tanpa perlindunganmu,
tentu sudah lama aku dibunuh oleh djahanam Hoa Tiat-kan itu."
"Tidak apa2," sahut Tik Hun sambil menggeleng. Lalu ia bertindak pergi.
Tapi baru beberapa langkah, tiba2 didengarnja suara sesenggukan dibelakang, waktu menoleh,
ia melihat Tjui Sing mendekap diatas sebuah batu dan sedang menangis. Ia mendjadi heran:
"Sudah hampir bisa pulang, seharusnja merasa senang, mengapa malah menangis" Sungguh
perasaan wanita memang aneh dan susah diraba."
Malam itu, setelah melatih sebentar, Tik Hun merebah diatas batu besar jang biasanja dipakai
sebagai balai2. Djarak batu itu tidak djauh dari gua untuk mendjaga kalau2 tengah malam mereka disergap
Hoa Tiat-kan. Tapi selama masa terachir ini Hoa Tiat-kan ternjata tidak muntjul lagi. Ia
menduga takkan terdjadi apa2 lagi, maka tidurnja mendjadi sangat njenjak.
Tengah Tik Hun terpulas, tiba2 dari djauh samar2 seperti ada suara tindakan orang. Lwekang
Tik Hun sekarang sudah sangat tinggi, mata-telinganja djuga sangat tadjam, meski suara
tindakan orang itu masih sangat djauh, tapi sudah membuatnja terdjaga bangun.
Tjepat Tik Hun berduduk dan mendengarkan dengan tjermat, ia merasa djumlah orang jang
datang itu tjukup banjak, paling sedikit ada 50-60 orang dan sedang menudju kearah lembah
ini. Ia terkedjut dan heran: "Mengapa mereka mampu masuk kelembah saldju ini?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 297 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ia tidak tahu bahwa ditengah lembah jang dikelilingi puntjak2 gunung jang tinggi itu, tjuatja
disitu mendjadi lebih dingin dan berbeda daripada diluar lembah sana. Timbunan saldju diluar
lembah sudah mulai lumer, tapi saldju didalam lembah belum apa2 dan paling sedikit harus 13
hari atau setengah bulan lagi baru mentjair.
Segera terpikir pula oleh Tik Hun: "Orang2 itu pasti adalah djago2 silat Tionggoan jang dahulu
ikut meng-uber2 itu, kini Hiat-to Lotjo sudah mati, segala permusuhan tentu akan berachir
djuga. Dan, ja, Piaukonja nona Tjui tentu djuga ikut datang untuk membawanja pulang, itulah
paling baik. Tapi mereka telah anggap aku sebagai paderi tjabul dari Hiat-to-bun, untuk
memberi pendjelasan rasanja tidaklah mudah, maka lebih baik aku tidak bertemu dengan
Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka, biarkan nona Tjui dibawa mereka pergi mereka, lalu aku sendiri baru meninggalkan
tempat ini." Segera ia mengitar kesamping gua sana dan mengumpet dibelakang sepotong batu karang, ia
ingin tahu matjam apakah orang2 jang datang itu.
Suara tindakan orang banjak itu makin lama makin dekat. Tiba2 pandangan mata terbeliak,
ternjata rombongan orang2 itu sudah muntjul dari balik bukit sana. Tangan mereka membawa
obor semua. Djumlah seluruhnja memang betul kurang lebih 50 orang, semuanja membawa obor dengan
tangan kiri dan tangan kanan bersendjata. Orang jang mengepalai didepan itu tampak
berdjenggot putih, tangannja tidak membawa obor, sebaliknja bersendjata semua, tangan jang
satu membawa golok dan tangan jang lain memegang pedang. Siapa lagi dia kalau bukan Hoa
Tiat-kan adanja. Mengapa mendadak Hoa Tiat-kan bisa muntjul bersama orang banjak itu dan
dengan tjara apa Tik Hun akan menghadapi mereka"
Dapatkah Tik Hun melaksanakan tiga tugas jang di-tjita2kannja, jaitu mentjari
Suhu, mengubur abu tulang Ting Tian dengan Leng-siotjia dan menuntut balas"
Batjalah djilid ke-8. SERIALSILAT.COM ? 2005 298 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djilid 8 Semula Tik Hun agak heran mengapa Hoa Tiat-kan bisa berada bersama dengan orang2
sebanjak itu. Tapi segera ia mendjadi sadar: "Ah, orang2 itu adalah pengedjar2 dari Oupak dan
Sutjwan jang pernah ikut meng-uber2 kami dahulu itu dan Hoa Tiat-kan adalah satu diantara
pemimpin mereka, dengan sendirinja mereka lantas menggabungkan diri ketika saling bertemu
kembali. Tapi entah hasutan apa sadja jang telah Hoa Tiat-kan katakan kepada mereka itu?"
Sementara itu rombongan Hoa Tiat-kan sudah masuk kedalam gua. Segera ia merajap madju
lebih dekat, ia bertiarap di-semak2 rumput jang saldjunja masih belum tjair agar tak dipergoki
pendatang2 itu. Meski djaraknja dengan rombongan Hoa Tiat-kan itu masih tjukup djauh; tapi
dengan kemadjuan Lwekang jang ditjapainja dengan pesat selama ini, kini mata-telinganja
sudah sangat tadjam, apa jang dipertjakapkan orang2 didalam gua itu dapat didengarnja dengan
djelas. Maka terdengar suara seorang jang kasar serak sedang berkata: "Hiat-to Lotjo itu
terbinasa ditangan Hoa-heng sendiri, sungguh djasa ini harus dipudji dan dikagumi.
Selandjutnja Hoa-heng adalah pemimpin dunia persilatan kita di Tionggoan, kami siap sedia
dibawah pimpinan Hoa-heng."
"Sungguh sajang Liok-tayhiap, Lau-totiang dan Tjui-tayhiap bertiga telah mengalami nasib
malang, hal ini benar2 sangat menjedihkan," kata seorang lain.
"Meski Ok-tjeng tua itu sudah mampus, tapi Ok-tjeng tjilik itu masih hidup, kita harus segera
mentjarinja, membabat rumput harus sampai ke-akar2nja, agar kelak tidak menimbulkan
bentjana pula, betul tidak menurut pendapatmu, Hoa-tayhiap?" demikian sambung seorang
lagi. "Benar," sahut Hoa Tiat-kan. "Siau-ok-tjeng itu tinggi djuga ilmu silatnja jang djahat,
keganasannja tidak dibawah gurunja jang sudah mampus itu bahkan djauh melebihinja. Tadi
demi melihat kedatangan kita, tentu tjepat2 dia berusaha hendak meloloskan diri. Marilah
saudara2, djanganlah kenal lelah kita harus mentjari dan binasakan pula Siau-ok-tjeng itu."
Diam2 Tik Hun terkesiap mendengar hasutan Hoa Tiat-kan itu, pikirnja: "Orang she Hoa ini
benar2 manusia kedji, untung tadi aku tidak sembarangan undjukkan diri, kalau tidak, pasti
aku akan dikerubut dan susahlah untuk melawan mereka jang berdjumlah sangat banjak itu."
Dalam pada itu tiba2 terdengar suara seorang wanita telah mendjawab" "Dia ?" dia bukan
Siau-ok-tjeng, tapi adalah seorang laki2 sedjati, Hoa Tiat-kan sendirilah seorang jang maha
djahat." Itulah suaranja Tjui Sing. Sungguh hati Tik Hun sangat terhibur, untuk pertama kalinja inilah
ia mendengar gadis itu menjatakan: "Dia bukan Siau-ok-tjeng, tapi dia adalah seorang laki2
SERIALSILAT.COM ? 2005 299 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
sedjati," ~ Sungguh tak tersangka olehnja bahwa gadis jang selama ini bersikap takut dan dingin
padanja ini, meski paling achir ini tidak lagi mengundjuk sikap bentji padanja, tapi berani
terang2an membela kebaikannja dihadapan orang banjak, sungguh hal ini tak diduganja sama
sekali. Saking terharunja sampai air mata meleleh, pelahan2 ia menggumam sendiri: "Dia
mengatakan aku adalah laki2 sedjati!"
Setelah Tjui Sing bitjara tadi, keadaan didalam gua mendjadi sepi, agaknja orang2 itu sedang
saling pandang dengan bingung.
Tik Hun tjoba mengintip, dibawah sinar obor jang terang Tik Hun melihat air muka orang2 itu
penuh mengundjuk sikap djidjik dan hina.
Selang sedjenak, lalu suara seorang tua berbitjara lagi: "Tjui-titli, aku adalah sobat lama ajahmu,
mau-tidak-mau aku harus mengatai kau, Siau-ok-tjeng itu telah membunuh ajahmu, tapi kau
?"." "Tidak, tidak ?"." Seru Tjui Sing tak lantjar.
"Apa kau maksudkan ajahmu tidak dibunuh oleh Siau-ok-tjeng itu?" orang tua itu menjela.
"Djika demikian, lalu ajahmu dibunuh oleh siapa?"
"Dia ?". dia?".." demikian Tjui Sing ingin mendjelaskan, tapi susah rasanja untuk
mengutjapkan. "Menurut tjerita Hoa-tayhiap, katanja dalam pertempuran sengit dahulu ajahmu telah
kehabisan tenaga hingga tertawan musuh, kemudian Siau-ok-tjeng itu telah membunuhnja
dengan mengepruk kepalanja dengan sepotong kaju, betul tidak?" tanja orang tua tadi.
"Betul, tapi ?" tapi ?"" sahut Tjui Sing.
"Tapi apa lagi?" potong orang tua itu.
"Ajahku sendiri jang mohon dia suka membunuhnja!" sahut Tjui Sing.
Maka ramailah seketika suara gelak tertawa didalam gua. Ditengah suara ketawa itu terseling
pula kata2 jang mengedjek seperti: "Mohon dirinja dibunuh?" Hahahaha! Dusta ini benar2
terlalu menggelikan!" ~ "O, djadi Tjui-tayhiap itu sudah bosan hidup, makanja minta tjalon
menantunja itu membinasakan dia sadja!" ~ "Tjalon menantu apa" Bahkan sebelum Tjuitayhiap meninggal, Siau-ok-tjeng itu katanja sudah mengadakan hubungan dengan nona tjilik
ini, hahahaha!" Malahan diantara suara tertawa dan edjekan itu, banjak pula suara orang jang memaki kalang
kabut kealamat Tjui Sing jang dianggapnja perawan hina, gadis tjabul dan matjam-matjam lagi.
Orang itu adalah golongan orang Kangouw jang kasar, keruan segala kata2 kotor tidak segan2
mereka utjapkan. SERIALSILAT.COM ? 2005 300 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Kiranja sesudah mendengar hasutan Hoa Tiat-kan, orang2 itu telah ditjekoki dengan tjerita jang
dikarang Hoa Tiat-kan sendiri, maka mereka telah jakin bahwa Tjui Sing sudah menjerahkan
diri kepada Tik Hun, kini mereka bertambah gemas melihat gadis itu malahan membela sang
"gendak", dari itu segala tjatji-maki itu lantas dihamburkan kepada Tjui Sing.
Keruan muka Tjui Sing merah padam, mendadak ia berteriak: "Diam! Kalian sem ?".
sembarangan memaki orang" Apa kalian tidak kenal malu?"
"Hahahaha!" kembali petjah gelak tertawa orang banjak dengan matjam2 edjekan: "Eh, kami
tidak kenal malu" Dan tjara kau main pat-pat-gulipat dengan Siau-ok-tjeng didalam gua itu
tanpa memikirkan sakit hati orang tua, apakah ini jang dikatakan kenal malu?"
"Maknja!" mendadak suara seorang jang kasar memaki. "Djauh2 Lotjo ikut menguber kemari
tanpa mengenal tjapek, maksudnja ingin menolong perempuan djalang seperti kau ini. Siapa
duga kau sendiri sedemikian hina-dina tak punja malu, ini, biar kumampuskan kau dulu
dengan golokku!" "He, djangan, djangan!" tjepat orang lain mentjegahnja. "Tio-heng djangan semberono!"
"Sabar, sabar dulu, saudara!" demikian suara orang tua pertama tadi berbitjara lagi. "Usia nona
Tjui masih terlalu muda dan kurang pengalaman. Tjui-tayhiap telah mengalami nasib djelek
hingga tertinggal nona Tjui jang sebatangkara, maka djanganlah saudara2 membikin susah
padanja. Kukita selandjutnja dibawah asuhan Hoa-tayhiap, tentu nona Tjui akan dapat dididik
menudju kedjalan jang benar dan itu berarti saudara2 sekalian ikut berbuat kebaikan bagi
sesamanja. Tentang peristiwa dilembah pegunungan ini tidak perlu kita siarkan kedunia
Kangouw demi nama baik Tjui-tayhiap. Dimasa hidupnja Tjui-tayhiap terkenal berbudi dan
pengasih, kalau tidak, masakah saudara2 sudi ikut menguber kemari dari djauh guna menolong
puterinja" Maka menurut pendapatku, marilah kita lekas mentjari Siau-ok-tjeng itu, kita
tangkap dia dan menjembelihnja dihadapan kuburan Tjui-tayhiap guna membalas sakit hati
beliau." Agaknja orang tua jang bitjara itu berkedudukan tjukup tinggi dan disegani jang lain2, maka
lantas terdengar suara dukungan dari beberapa orang diantaranja. Kata mereka: "Benar, beanr!
Apa jang dikatakan Thio-lotjianpwe itu tjukup beralasan. Marilah kita lekas mentjari Siau-oktjeng itu, kita ringkus dia dan mentjintjangnja hingga hantjur luluh!"
Ditengah berisik suara orang banjak jang berlainan pendapat itu, Tjui Sing mendadak menangis
ter-gerung2. Pada saat itulah kira2 dari djauh terdengar suara seruan seorang: "Piauwmoay! Piauwmoay
dimana kau berada" Piauwmoay! Tjui-piauwmoay!"
Itulah suara Ong Siau-hong.
SERIALSILAT.COM ? 2005 301 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Mendengar suara sang Piauko jang sedang mentjarinja, dalam keadaan sebatang kara dan
ditengah sindir-edjek orang banjak itu, mendadak telah datang seorang jang sangat dirindukan
itu, keruan Tjui Sing kegirangan. Segera ia berhenti menangis dan berlari memapak keluar gua.
"Ai, Ong Siau-hong jang sedang tenggelam dilautan asmara itu bila mengetahui apa jang
diperbuat kekasihnja disini, entah bagaimana hatinja akan terluka!" demikian lantas ada jang
memberi komentar. Segera siorang tua tadi berkata: "Djangan ribut dulu, saudara2, dengarkanlah usulku! ~ Hoatayhiap, pemuda she Ong itu sangat kesemsem kepada nona Tjui ini, sebenarnja dia sudah dua
hari lebih dulu mentjari kemari tanpa menghiraukan saldju jang masih belum tjair. Mungkin
ditengah djalan dia mendapat tjidera apa2 atau kesasar, maka datangnja disini malah tertinggal
dibelakang kami. Begini, saudara2 berbuatlah sedikit kebaikan, pemuda itu sedemikian
kesemsemnja kepada nona Tjui, maka kedjadian tentang nona Tjui dengan Siau-ok-tjeng itu
hendaklah djangan dikatakan pada Ong-siauhiap."
"Ja, setudju!" segera beberapa diantaranja jang berhati baik menjatakan akur. "Setiap orang
dapat berbuat kesalahan, dan kita harus memberi kesempatan padanja untuk memperbaiki,
apalagi dalam keadaan seperti nona Tjui itu sebenarnja djuga sangat terpaksa, kalau tidak,
masakah seorang gadis baik2 sudi main gila dengan seorang Hweshio kedjam jang tak keruan
matjamnja itu?" Tapi ada djuga jang menanggapi: "Sungguh sial Ong Siau-hong
Hlm. 7 Gambar: "Hiat-to-ok-tjeng sudah kubunuh, kini tinggal Siau-ok-tjeng jang telah melarikan diri itu,
Pertemuan Di Kotaraja 12 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Pedang Golok Yang Menggetarkan 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama