Ceritasilat Novel Online

Pendekar Penyebar Maut 31

Pendekar Penyebar Maut Lanjutan Darah Pendekar Karya Sriwidjono Bagian 31


lantas membunuh mereka!"
"Oooh, paman sungguh kejam sekali.....!" Chin Yang Kun
dengan suara serak dan menahan tangis.
"Benar, anakku.....! dan kini aku telah mendapatkan
pembalasan yang setimpal pula......." Hek-eng-cu bergumam
sendiri diantara desah napasnya yang mulai tersengal-sengal.
Sungguh tidak dapat ditebak ataupun diterka, bagaimana
perasaan Chin Yang Kun pada saat itu. Demikian pahit
kenyataan yang diterima oleh pemuda itu, sehingga kelihatan benar kalau pemuda itu menjadi sangat menderita hatinya.
Semua bayangan-bayangan indah dan bahagia di dalam
keluarganya di masa lampau, kini satu persatu telah tanggal oleh kenyataan pahit yang dihadapinya. Dan tampak benar
kalau pemuda itu menjadi sangat kecewa sekali hatinya.
Dengan pandang mata kosong dan hampa, namun masih
dengan sisa-sisa air mata di sudut matanya, pemuda itu
memandang wajah paman bungsunya yang telah mulai
meregang jiwa menghadapi maut itu. Sukar dikira-kira, apa
yang sedang berkecamuk di dalam hati pemuda itu. Tapi yang terang, segala macam perasaan tentu telah bercampur aduk
menjadi satu, yaitu antara perasaan kecewa, sedih, menyesal dan juga perasaan berdosa.
"Ooooh....... demikian ruwetnya liku-liku jalan yang
kutempuh selama ini, sehingga rasa-rasanya aku ini bukan
hidup di dunia kenyataan, tapi hidup di alam impian atau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hidup dalam sebuah lakon sandiwara saja. Dari kecil......aku merasa sebagai keturunan Keluarga Chin, tapi ternyata......aku bukan keturunan mereka. Dan orang yang selama ini
kuanggap sebagai ayahku, ternyata juga.......bukan ayahku
pula. Malah orang lain, yang selama ini tak pernah kukenal nama dan wajahnya, kini secara tiba-tiba justeru menjadi
ayahku! Dan........Paman Bungsu, yang demikian baik budi,
ramah dan menjadi kebanggaan keluarga Chin, tak disangkasangka bisa berubah menjadi manusia iblis yang tega
membasmi keluarganya sendiri. Sementara.......aku sendiri, yang sejak kecil dididik, diasuh dan diberi pelajaran ilmu silat oleh Paman Bungsu, kini justru menjadi........pembunuhnya
malah! Aaaaah........!"
Begitu dalamnya pemuda itu memikirkan nasibnya sehingga
tak tahu kalau nyawa paman bungsunya telah keluar
meninggalkan jasadnya. Pemuda itu baru sadar ketika Lo-siong dan Tiau Li Ing datang menghampirinya.
"Anak muda, pamanmu sudah meninggal......" orang tua itu
berkata perlahan agar tidak mengagetkan Chin Yang Kun.
"Aaaaah.....!"!" ternyata pemuda itu masih tetap tersentak kaget juga.
Dengan wajah yang semakin tampak kaku pemuda itu lalu
mengurus jenasah pamannya. Dikuburkannya mayat Hek-engcu itu di bekas lobang tempat ia pura-pura dimakamkan
dahulu, sehingga iblis itu kini benar-benar terkubur di tempat itu selama-lamanya. Sedangkan barang-barang peninggalan
Bit-bo-ong oleh Chin Yang Kun dikumpulkan menjadi satu
dalam satu bungkusan besar.
"Di saat-saat terakhir hidupnya, Paman Bungsu ternyata
telah menjadi sadar kembali dan memberi pesan agar aku
mengembalikan barang-barang ini kepada Hong-gi-hiap Souw
Thian Hai. Hmm........baiklah, aku akan melaksanakannya
sekarang juga! Aku akan pergi ke Pulau Meng-to. Kudengar
kemarin pendekar itu akan ke Pulau Meng-to bersama Chu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bwee Hong dan Souw Lian Cu........" pemuda itu berkata di
dalam hatinya. Demikianlah, selesai mengubur mayat pamannya Chin Yang
Kun lalu mengambil golok pusaka pemberian Si Penyanyi
Sinting tadi dan mengembalikannya kepada Lo-si-ong. Setelah itu sambil menganggukkan kepalanya pemuda itu minta diri
untuk pergi ke Pulau Meng-to.
"Lo-cian-pwe, terima kasih atas bantuanmu. Tiau Li
Ing....... aku mohon diri pula........"
Hampir saja gadis itu menjerit dan menahan kepergian Chin
Yang Kun. Untunglah Lo-si-ong segera menahan lengan gadis itu. Sebagai orang telah banyak makan asam garam
kehidupan, dan juga sebagai orang buta yang telah terbiasa mempergunakan perasaannya yang amat tajam, sekejap saja
orang tua itu sudah mengetahui bahwa cinta Tiau Li Ing
terhadap pemuda itu bertepuk sebelah tangan.
"Cucuku......! biarkanlah dia pergi melaksanakan tugas yang diberikan oleh pamannya. Masih banyak waktu untuk bertemu
kembali," orang tua itu berbisik dengan suara halus.
Tiau Li Ing membalikkan tubuhnya, lalu memeluk kakek itu
dengan sedu-sedan yang tertahan di tenggorokannya.
"Kakek......!" keluhnya sedih/
demikianlah, bersamaan dengan fajar pagi yang mulai
bersinar di ufuk timur, Chin Yang Kun pergi meninggalkan
lembah yang sangat bersejarah itu. Pemuda itu sudah tidak
memikirkan lagi keadaan Tiau Li Ing, Lo-si-ong maupun si
Penyanyi Sinting itu. Jangankan orang lain seperti mereka
bertiga, terhadap dirinya sendiripun kini Chin Yang Kun juga sudah tidak peduli pula lagi, Chin Yang Kun benar-benar
sudah berubah sekarang. Penderitaan demi penderitaan,
kekecewaan demi kekecewaan yang diterimanya, dan yang
terakhir tadi adalah kenyataan pahit tentang paman
bungsunya itu, benar-benar telah membuat hati pemuda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi hampa serta kecewa sekali terhadap hidupnya.
Hampir-hampir pemuda itu sudah tidak percaya lagi kepada
manusia dan alam sekelilingnya. Yang sekarang ada di dalam hati dan jiwa pemuda itu hanyalah perasaan kecewa, hampa
dan sedih luar biasa. Dan begitu beratnya beban perasaan itu, sehingga tanpa diketahui oleh pemuda itu sendiri rambutnya telah banyak yang berubah menjadi putih.
Sementara itu di Pulau Meng-to waktu itu ternyata juga
terjadi pertempuran pula yang tidak kalah dahsyatnya dengan pertempuran Chin Yang Kun melawan Hek-eng-cu! Dikatakan
amat dahsyat, karena pertempuran itu tidak hanya
berlangsung antara seorang melawan seorang, melainkan
antara beberapa orang sekaligus.
Malam itu seusai pertemuan yang mengharukan dan tak
disangka-sangka antara sepasang kekasih, yang telah
bertahun-tahun berpisah dan tak pernah berjumpa, yaitu
antara Keh-sim Siau-hiap dan Ho Pek Lian, suasana di pulau yang sunyi dan sepi itu seakan-akan lalu berubah menjadi
cerah dan bergairah kembali.
Keh-sim Siau-hiap dengan wajah yang berseri-seri dan
hampir tak pernah lekang dari sisi Ho Pek Lian, mengajak
sahabat-sahabatnya ke ruang Pendapa Utama, untuk
menemui tamu-tamunya. Dan kedatangan mereka disana
segera disambut dengan gegap gempita oleh teman-teman,
sahabat-sahabat dan anak buah Keh-sim Siau-hiap itu.
Sebaliknya sambutan yang sangat meriah itu ternyata juga
menjadi tanda pula akan mulainya suasana panas di arena
pertemuan tersebut. Otomatis semua orang atau tamu yang
berada di dalam ruangan itu lantas mengetahui siapa orangorang di sekitar mereka yang berpihak kepada Keh-sim Siauhiap dan siapa pula yang kedatangan mereka di tempat itu
hanya untuk mengadakan perhitungan dengan pihak tuan
rumah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lain dari pada itu munculnya pendekar ternama seperti
Hong-gi-hiap Souw Thian Hai bersama Keh-sim Siau-hiap
ternyata juga menimbulkan kegaduhan pula. Banyak yang
bertanya-tanya di dalam hati masing-masing, ada keperluan
apa gerangan sehingga pendekar ternama itu sampai datang
pula di pulau itu" Apakah pendekar itu memang sengaja
diundang oleh Keh-sim Siau-hiap " kalau memang demikian
halnya akan sungguh ramai seklai pertemuan mereka kali ini nanti.
Serombongan tamu yang terdiri dari belasan tokoh-tokoh
silat berkepandaian tinggi tampak duduk bergerombol di
tempat yang terhormat. Mereka tidak lain adalah rombongan
bekas Putera Mahkota Chin yang lari bersembunyi di
Pegunungan Kun-lun-san itu. Selain Putera Mahkota itu
sendiri, mereka terdiri dari Beng Tian, Yap Cu Kiat, Siang-hou Nio-nio dan Siangkoan Ciangkun beserta beberapa orang
perwiranya. Hanya saja perwira-perwira bekas pemberontak
itu kini tidak memakai pakaian seragam perajurit lagi. Namun demikian, mereka tetap mengenakan pakaian kuning-kuning
sebagai tanda bahwa mereka dulu merupakan perwira-perwira
pilihan dari pasukan Kaisar Han. Lalu di belakang mereka
berdiri belasan orang pengawal bekas perajurit Siangkoan
Ciangkun, yang siap dengan pedang-pedang di tangan.
"Ong-ya.......! inilah dia bangsat Souw Thian Hai itu!
Sungguh kebetulan sekali kita bisa menemuinya di sini. Kita harus minta pertanggunganjawabnya atas kematian Siau Ongya," Siang-hou Nio-nio berbisik kepada bekas Putera Mahkota Chin itu.
"Ya. Tapi kita harus berhati-hati menghadapinya. Selain
kepandaiannya sangat tinggi, temannyapun banyak. Apalagi
dia tampaknya bersahabat dengan Keh-sim Siau-hiap pula.
Hmm, apakah kita tidak lebih baik menunda saja urusan
tentang Siau Ong-ya itu" Sekarang kita bereskan urusan harta karun itu saja lebih dahulu! Ini lebih penting karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berhubungan dengan biaya perjuangan kita nanti......." Yap Cu Kiat, suami wanita tua itu menyahut perkataan istrinya.
"Kukira pendapat Yap Locianpwe itu memang benar. Masih
banyak waktu untuk menemui pendekar sakti itu. Sedangkan
urusan tentang harta karun ini sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi. Laskar kita yang berjumlah ribuan itu membutuhkan
biaya hidup yang tidak sedikit......" dari belakang Siangkoan Ciangkun menyela pula.
Putera Mahkota itu menatap Beng Tian untuk meminta
pertimbangan. "Hambapun sependapat dengan Saudara Yap. Semua
kepentingan pribadi harus kita kesampingkan dulu.
Kepentingan kita bersama harus kita dahulukan....." Beng Tian berkata lirih.
"Baiklah.......!" akhirnya bekas Putera Mahkota itu
mengambil keputusan. Demikianlah, setelah membalas penghormatan tamutamunya kemudian mempersilakan sahabat-sahabatnya untuk
duduk, Keh-sim Siau-hiap lantas memanggil para
pembantunya. "Siang In ...! Coba kalian baca daftar para tamu kita kali ini beserta maksud dan tujuan mereka!" perintahnya perlahan, tapi terdengar oleh semua tamu yang memadati
ruangan itu. Sepasang gadis berbaju putih bergegas maju ke tengahtengah pendapa diikuti oleh kawannya, dua orang gadis
berseragam hitam-hitam. Di dalam tangan gadis berbaju putih itu terlihat sebuah buku tebal berisikan nama-nama tamu yang hadir di arena pertemuan tersebut.
Setelah memberi hormat kepada Keh-sim Siau-hiap, salah
seorang dari gadis berbaju putih itu lalu membuka buku yang dibawanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tocu ......! Seperti biasanya, kami berempat membagi
mereka menjadi tiga kelompok, berdasarkan kepentingan dan
tujuan mereka kesini. Kelompok pertama adalah kelompok
tamu yang ingin menyatakan rasa terima kasih mereka kepada To-cu, karena To-cu telah membantu dan memberi hadiah
kepada mereka. Kelompok kedua adalah kelompok tamu yang
ingin mengadakan perhitungan dengan To-cu karena To-cu
telah merugikan mereka. Sedangkan kelompok yang ketiga
adalah kelompok orang-orang yang ingin menyatakan
persoalan harta karun yang tersimpan di Pantai Karang
kepada To-cu. Orang-orang yang terkumpul di dalam
kelompok ini rata-rata menganggap bahwa pantai itu masih
termasuk di dalam wilayah kekuasaan Pulau Meng-to. Oleh
karena itu kelompok ini juga beranggapan bahwa harta karun tersebut tentu sudah diketahui pula oleh To-cu."
"Apa......." Harta karun yang diperebutkan itu berada di
Pantai Karang" Siapa.......yang mengatakan demikian?"
ternyata Keh-sim Siau-hiap berseru kaget malah.
Beberapa orang tamu yang ikut tercatat di dalam kelompok
itu kelihatan berdiri dari kursinya. Salah seorang diantaranya yang mengenakan baju tapi membiarkan di bagian dadanya
tetap terbuka lebar, segera berteriak ke arah Keh-sim Siau-hiap.
"Hek-eng-cu yang menemukan tempat itu! Dan dia
memperolehnya dari peta yang terlukis pada potongan emas.
Beberapa hari yang lalu Hek-eng-cu dan anak buahnya datang ke pantai itu untuk mencarinya, tapi tak berhasil, sebab
pasukan dari kota raja keburu menggagalkannya. Mendengar
peristiwa itu kami dan puluhan orang persilatan yang lain
segera datang pula ke tempat itu. Kami ikut mencarinya pula.
Namun sampai rusak pantai itu kami aduk, harta karun itu
tetap tidak dapat kami temukan juga. Maka akhirnya kami
semua lantas menjadi curiga kepada To-cu, sebab To-cu juga yang menguasai pantai itu. Siapa tahu To-cu telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengambilnya......?" orang itu berteriak dan ikut-ikutan
memanggil To-cu seperti halnya Siang In.
Tiba-tiba Keh-sim Siau-hiap menundukkan kepalanya.
"Jadi......" jadi barang-barang itu adalah harta karun yang diperebutkan orang selama ini" Aaaah.....!" desahnya.
"Naaah......! Apa kataku" Bukankah Keh-sim Siau-hiap
sudah tahu pula tentang harta karun itu?" dari pojok ruangan mendadak terdengar teriakan serak seorang lelaki brewok
seraya mengacung-acungkan kepalan tangannya.
"Huh! Tidak hanya tahu saja! Tampaknya harta karun itu
telah diangkutnya pula.......!" dua orang lelaki gendut yang duduk di dekat pintu depan berseru pula sambil berdiri.
"Hah" Apa......" Kalau begitu harta karun itu harus dibagi rata kita semua! Bukankah setiap orang berhak untuk
mendapatkannya" Kalau Keh-sim Siau-hiap tidak mau, kita
bakar saja pulau ini menjadi lautan api.........!" mendadak Siang-hou Nio-nio ikut berdiri pula seraya berseru nyaring.
"Setuju!" "Setuju!" "Setuju! Itu baru adil namanya......!"
ruangan itu lalu riuh dengan teriakan dan jeritan para tamu yang menyetujui ucapan Siang-hou Nio-nio tadi. Mereka
menjerit dan berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan
kepalan tangan dan senjata mereka, seolah-olah mereka
benar-benar akan menyerang dan membakar pulau itu.
Beberapa orang tamu dari kelompok pertama, yang
kedatangan mereka di pulau itu hanya untuk menemui Kehsim Siau-hiap dan mengatakan rasa terima kasih mereka, dan sebagian besar rata-rata tidak mengenal ilmu silat, segera lari berserabutan keluar dari ruangan Pendapa Utama itu. Orang-orang itu menjadi ketakutan menyaksikan tingkah jago-jago
silat yang seolah-olah telah menjadi gila itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu para tamu yang termasuk dalam kelompok
kedua, yaitu orang-orang yang tak suka kepada Keh-sim Siau-hiap, yang kedatangan mereka di tempat itu memang
bermaksud mengadakan perhitungan dengan Keh-sim Siauhiap, seakan-akan malah memperoleh angin dengan suasana
yang ribut itu. Mereka segera ikut menimbrung pula untuk
memanaskan suasana itu. Mereka berteriak-teriak pula
menantang pihak tuan rumah.
Dan suasana di arena pertemuan itu semakin menjadi kalut
tatkala para sahabat dan pendukung Keh-sim Siau-hiap berdiri pula menghadapi kedua kelompok itu. Beberapa orang di
antara mereka telah mulai saling melotot dan memaki. Malah mereka yang secara kebetulan telah berdiri atau duduk
berdekatan sudah saling mendesak, siap untuk berkelahi.
Tapi sebelum semuanya itu terjadi, tiba-tiba Keh-sim Siauhiap bangkit dari tempat duduknya dan berteriak melengking.
"Diaaam semua........!"
Semua orang yang berada di ruangan itu seolah-olah
mendengar suara petir yang meledak di dalam telinga mereka masing-masing. Otomatis semuanya diam sambil menutup
lobang telinga mereka, takut gendang telinga mereka akan
pecah. Beberapa orang di antara mereka malah sudah ada
yang terhuyung-huyung karena terlambat menutup telinga
mereka. Meskipun demikian banyak juga jago-jago silat
berkepandaian tinggi yang hampir tidak terpengaruh oleh
pameran lwee-kang Keh-sim Siau-hiap itu.
"Cu-wi semua harap mau mendengarkan omonganku......!"
begitu ruangan tersebut telah menjadi tenang kembali Kehsim Siau-hiap meneruskan perkataannya. "Terus terang
sampai saat ini aku baru mengetahui kalau harta karun yang diperebutkan itu adalah harta karun yang tenggelam di Pantai Karang itu. Dan terus terang kuakui pula bahwa akulah yang mengambilnya, kalau tandu-tandu itu yang dimaksudkan
sebagai harta karun."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tandu......?" Siang-hou Nio-nio bertanya.
"Ya ! Tandu-tandu yang terbuat dari emas. Ada duabelas buah tandu banyaknya. Benda- benda itu kuketemukan secara
tak sengaja enam atau tujuh tahun yang lalu, yaitu ketika
perahuku dihantam ombak dan terbalik di pantai itu."
"Oooh........!"
semua tamu bagaikan terpaku di tempat masing-masing.
Seluruh perhatian mreka tercurah untuk mendengarkan
ucapan Keh-sim Siau-hiap itu. Dan tak seorangpun di antara mereka yang mengeluarkan suara. Ceritera Keh-sim Siau-hiap tentang harta karun itu benar-benar merampas seluruh
semangat dan perhatian mereka.


Pendekar Penyebar Maut Lanjutan Darah Pendekar Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu......tuan simpan dimana harta karun itu sekarang?"
tiba-tiba bekas Putera Mahkota Chin itu memecahkan
keheningan di dalam ruangan tersebut.
Keh-sim Siau-hiap menoleh ke arah bekas Putera Mahkota
Chin itu. Dahi pemilik Pulau Meng-to itu berkerut, suatu tanda bahwa ia tak mengenal tokoh itu.
"Siapakah tuan ini" Rasanya aku belum pernah berkenalan
dengan tuan......." Keh-sim Siau-hiap bertanya. Tapi To-cu dari Pulau Meng-to itu segera menutup mulutnya tatkala
pandang matanya tertumbuk pada wajah Yap Cu Kiat dan
Beng Tian. "Ah, Yap Lo-cianpwe dan Beng Lo-cianpwe
kiranya.........maaf, siauw-te tidak menyambut Ji-wi Locianpwe sejak tadi......." lanjutnya kemudian dengan suara merendah.
Beng Tian dan Yap Cu Kiat terpaksa menganggukkan
kepalanya dengan kikuk. Apalagi ketika mereka melihat Kehsim Siau-hiap itu tersenyum sambil melirik ke arah bekas
Putera Mahkota Chin itu. "To-cu tak usah menanyakan namaku, karena meski
kukatakan......To-cu juga belum pernah mendengarnya. Lebih Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baik To-cu lekas-lekas mengatakan saja, dimana To-cu
menyimpan harta karun itu......." bekas Putera Mahkota Chin itu cepat-cepat menyela untuk melindungi muka kedua
pembantu utamanya itu. "Benar......! jangan bertele-tele dan berbicara tentang halhal yang tak perlu! Lekaslah To-cu mengatakan tempat
penyimpanan harta karun itu kepada kami!" laki-laki yang
bajunya dibiarkan terbuka di bagian dadanya itu berseru lagi.
"Benar!" "Benar!" Dan merekapun lantas menjadi ribut pula kembali.
Semuanya berkehendak agar Keh-sim Siau-hiap segera
mengatakan tempat penyimpanan harta karun tersebut.
Begitu bising dan ributnya suara mereka sehingga Keh-sim
Siau-hiap tidak memperoleh kesempatan untuk
mengatakannya malah. Pendekar itu terpaksa harus
menantikan redanya suara mereka.
Dan hal ini membikin salah seorang sahabat Keh-sim Siauhiap menjadi marah. Orang tersebut tidak lain adalah ketua Tiat-tung Kai-pang daerah Selatan, yaitu Tiat-tung Lo-kai.
"Hei! Cu-wi mau diam atau tidak....." Kedatangan cu-wi kemari ini untuk mendapatkan keterangan atau.......sengaja cuma mau ribut saja" Kalau memang hanya ingin ribut,
baiklah......marilah kita langsung berkelahi saja! Keh-sim Siau-hiap tak perlu memberikan segala macam keterangan lagi!
Ayoh.......!" sambil meloncat ke tengah-tengah pendapa orang tua itu berteriak.
Tapi kata-kata ketua pengemis itu ternyata telah
menyadarkan orang-orang itu. Seketika mereka berhenti
berteriak-teriak, sehingga sekejap saja ruangan itu telah
menjadi tenang kembali. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terimakasih, Lo-kai.......! Silahkan kau duduk kembali!
Nah, cu-wi sekalian......! tadi sudah kukatakan bahwa kalau yang dimaksudkan dengan harta karun itu adalah tandu-tandu emas itu, memang akulah yang mengambilnya. Tapi semua itu
sudah terjadi pada enam atau tujuh tahun berselang,
sehingga benda-benda itu sekarang sudah habis dan tiada
yang tertinggal lagi. Semuanya sudah kusebar dan kubagibagikan kepada fakir miskin dan rakyat yang menderita........."
"Bohong........!"
"Bohong........!"
"Tidak percaya! Geledah saja pulau ini!"
"Benar........! Mari kita geledah bersama!"
"Benar! Ayoh.......!"
"Ayoh!" Para tamu berteriak-teriak dan menjerit-jerit kembali.
Belasan orang diantara mereka malah sudah berloncatan ke
tengah-tengah arena dengan senjata di tangan. Ho Pek Lian, Chu Bwee Hong dan Souw Lian Cu menjadi khawatir juga
akhirnya. Diam-diam mereka bertiga juga mempersiapkan diri mereka.
Tapi sebelum orang-orang itu menjadi semakin liar, tibatiba Yap Cu Kiat berdiri dari kursinya.
"Saya harap cu-wi semua duduk kembali. Biarlah Keh-sim
Siau-hiap menyelesaikan keterangannya dahulu.....!" orang
tua itu berkata perlahan, namun anehnya setiap orang
merasakan dadanya seperti dihantam oleh kekuatan yang
sangat kuat, sehingga belasan orang tamu tampak terbatukbatuk dan sesak napas. Malah untuk beberapa saat orangorang yang meloncat ke tengah-tengah pendapa tadi tampak
tersengal-sengal kehilangan napas mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh karena itu dengan wajah ketakutan orang-orang itu
segera kembali lagi ke tempat duduk mereka. Dan ruangan
itupun menjadi tenang pula kembali.
"Terima kasih, Yap Lo-cianpwe......" Keh-sim Siau-hiap
menjura kepada Yap Cu Kiat yang telah duduk kembali di
kursinya. Lalu, "Cu-wi sekalian.......! Siauw-te tidak
berbohong. Cu-wi semua tentu sudah mendengar nama dan
sepak terjangku selam tujuh atau delapan tahun belakangan
ini. Dan.......maaf, siauw-te tak bermaksud untuk
menyombongkan diri....tapi kukira cu-wi semua juga sudah
pernah mendengar pula serba sedikit, tentang apa yang
pernah siauw-te lakukan dalam waktu tujuh-delapan tahun
itu." Keh-sim Siau-hiap menghentikan kata-katanya sejenak
untuk melihat tanggapan tamu-tamunya. Tapi kesempatan itu
dipergunakan dengan cepat oleh Tiat-tung Lo-kai. Ketua
perkumpulan pengemis daerah selatan itu segera meloncat ke depan dan ikut berbicara di depan para tamu.
"Coba cu-wi ingat-ingat kembali! Masihkah cu-wi ingat
bencana paceklik yang diakibatkan oleh perang besar tujuh
atau delapan tahun berselang itu" Hampir seluruh penduduk
negeri pada bagian utara menjadi pengemis pada waktu itu.
Nah, bila cu-wi masih ingat akan kejadian itu, cu-wi tentu akan ingat pula sebuah peristiwa besar yang sangat
menggemparkan masyarakat pada saat itu. Peristiwa besar itu adalah.......sebuah iring-iringan gerobag berisi gandum dari daerah Kang Lam menuju ke daerah paceklik, yang memakan
waktu sebulan lebih itu! Iring-iringan atau barisan gerobag itu terdiri dari tigaratus pedati besar berisi gandum dan duaratus gerobag kecil berisi bahan makanan lainnya. Kemudian
dengan pengawalan pasukan kerajaan bahan makanan itu
dibagi-bagikan kepada penduduk yang kelaparan. Nah, kalau
cu-wi sudah tidak ingat lagi, siapa orangnya yang bertanggung jawab dalam peristiwa besar itu, tuan bisa bertanya langsung Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada para penduduk itu sekarang. Siauw-te percaya bahwa
mereka tentu masih ingat akan nama........Keh-sim Siau-hiap yang budiman ini! Nah......lalu dari mana Keh-sim Siau-hiap memperoleh biaya untuk membeli dan mengirimkan bahan
makanan sebesar itu" Dan......masih ada lagi sebuah peristiwa lain yang tak kalah besarnya dengan peristiwa tadi, yaitu
tatkala terjadi banjir besar sungai Huang-ho, yang
menimbulkan bencana harta benda, sawah-ladang dan
penyakit di kalangan penduduk tepian sungai itu pada kira-kira lima tahun berselang. Cu-wi tentu juga masih ingat siapa yang mendirikan barak-barak pengungsi, mencukupi bahan
makanan mereka, dan kemudian juga mengirimkan obatobatan bagi penduduk yang sakit" Kalau toh cu-wi sudah tak ingat lagi, cu-wi tentu masih tetap ingat juga apa yang karena kemuliaan budinya itu memperoleh tanda penghargaan dari
Kaisar Han. Nah, cu-wi sekalian.....dari mana Keh-sim Siau-hiap mendapatkan biaya sebesar itu kalau tidak dari harta
karun itu" Dan semuanya itu belum terhitung dengan
peristiwa-peristiwa kecil yang juga mendapatkan penanganan Keh-sim Siau-hiap pula. Cu-wi masih ingat waktu ada wabah
penyakit menular di daerah Sin-kiang tiga tahun yang lalu"
Siapa yang mengumpulkan tabib di seluruh negeri dan
mengirimkannya ke daerah itu bersama obat-obatannya"
Hmmm.....Keh-sim Siau-hiap pulalah orangnya! Jadi.....kalau cu-wi masih menginginkan juga harta karun itu, ambillah atau mintalah kepada para penduduk yang kelaparan, yang terkena musibah sungai Huang-ho, yang dilanda penyakit menular,
dan kepada fakir miskin yang pernah mendapatkan bantuan
Keh-sim Siau-hiap itu......." dengan panjang lebar dan berapi-api ketua perkumpulan Tiat-tung Kai-pang itu memberi
keterangan. Sungguh mengherankan! Ratusan tamu yang berada di
Pendapa Utama itu tampak terdiam semuanya. Tak
seorangpun menyela, apalagi membantah perkataan pengemis
tua itu. Semuanya menutup mulut, seolah-olah mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang mengakui apa yang dikatakan Tiat-tung Lo-kai
tersebut. "Tapi........tentu masih ada juga sisanya, meskipun
sedikit......." tiba-tiba Siang-hou Nio-nio ambil suara.
Dengan cepat Tiat-tung Lo-kai membalikkan badannya.
Ditatapnya Siang-hou Nio-nio yang duduk di samping Putera
Mahkota Chin itu dengan marah.
"Sungguh tega benar Nio-nio mengatakan hal itu! Dan hal
itu berarti Nio-nio tidak menghargai jerih payah dan kemuliaan hati Keh-sim Siau-hiap sama sekali! Seharusnya Nio-nio
merasa malu berkata seperti itu!"
"Kurang ajar! Pengemis hina........apa katamu, heh?"
ternyata Siang-hou Nio-nio merasa tersinggung oleh kata-kata itu dan berseru marah pula.
Tapi Tiat-tung Lo-kai malah tertawa semakin menyakitkan.
"Aha-aha-ah........Nio-nio sungguh pandai memutarbalikkan
kata-kata! Siapakah yang "hina" sebenarnya" Nio-nio atau
aku" Hehehe....biarpun hanya seorang pengemis tapi aku ikut pula membantu pekerjaan-pekerjaan mulia dari Keh-sim Siau-hiap itu. Dan aku tak pernah meminta imbalan untuk itu. Tapi apa yang Nio-nio lakukan" Membantupun tidak. Apalagi
menyumbang harta benda. Kini datang-datang malah minta
bagian......." "Tutup mulutmu.....!" Siang-hou Nio-nio menjerit marah,
lalu terbang dari kursinya menyerang Tiat-tung Lo-kai.
Menyadari kalau wanita tua itu sangat lihai, Tiat-tung Lo-kai segera mengeluarkan tongkat besinya, lalu menyongsong
serangan tersebut dengan tidak kalah ganasnya. Dengan
demikian mereka berduapun segera terlibat di dalam
pertempuran yang cepat dan seru. Dan biarpun hanya dengan
tangan kosong, ternyata Siang-hou Nio-nio mampu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerang dan bertahan sama tangguhnya dengan Tiat-tung
Lo-kai. Sebagai tuan rumah tak enak juga rasanya Keh-sim Siauhiap menyaksikan tamu-tamunya itu berkelahi di depannya,
apalagi yang menjadi dasar persoalan adalah dirinya. Maka
sambil menarik napas panjang, Keh-sim Siau-hiap segera
melangkah pula ke tengah-tengah pendapa. Perlahan saja
gerakan kakinya, namun apa yang terjadi sungguh membuat
kagum dan geleng-geleng kepala para tamunya.
Sekali saja kaki itu tampak terayun dan itupun dilakukan
oleh Keh-sim Siau-hiap dengan gerakan lambat, tapi seperti main sulap saja tiba-tiba tubuhnya telah berada di arena
pertempuran. "Maaf, siauw-te mohon ji-wi berdua mau menahan diri
dahulu......!" pendekar itu berkata seraya memukul dengan
telapak tangan terbuka ke arah pertempuran.
Serangkum udara hangat berhembus dari telapak tangan
tersebut menghantam persis di antara Siang-hou Nio-nio dan Tiat-tung Lo-kai. Begitu kuatnya hembusan angin itu sehingga kedua orang yang sedang bertempur itu terdorong mundur
beberapa langkah ke belakang.
"Sekali lagi siau-te mohon maaf. Silakanlah ji-wi berdua
duduk kembali! Ada beberapa perkataan yang hendak siau-te
haturkan ke hadapan ji-wi semua......" dengan suara tetap halus Keh-sim Siau-hiap mempersilakan mereka duduk.
Melihat kehebatan tenaga dalam Keh-sim Siau-hiap, Sianghou Nio-nio dan Tiat-tung Lo-kai tidak berani bersitegang lagi.
Apalagi mereka berdua juga merasa tidak enak hati pula
melihat perlakuan Keh-sim Siau-hiap yang halus dan sopan
itu. Namun demikian keduanya masih tetap saling melotot
dan melemparkan ancaman ketika harus kembali ke tempat
duduk mereka masing-masing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih.......!" Keh-sim Siau-hiap menjura. Lalu terusnya. "Begini, cu-wi semua..... siau-te memang masih menyimpan sebuah dari pada tandu emas itu. Dan benda itu
juga berada di sini pula. Inilah dia.......!"
Pendekar dari Pulau Meng-to itu melangkah lagi ke kursinya yang bertutup kain sutera hitam halus berenda-renda dan
kemudian membukanya. Tampaklah sebuah tandu yang telah
dipreteli bagian atas dan tongkat penyangganya, sehingga kini tinggal tempat duduk dan sandarannya saja yang ada.
Bagaikan disedot oleh besi bermagnit semua mata di
ruangan itu melotot ke bekas tandu yang kini menjadi tempat duduk Keh-sim Siau-hiap tersebut. Namun mata itu segera
berubah menjadi ragu-ragu dan tak percaya tatkala melihat
kursi itu tak lebih hanya sebuah kursi kayu biasa saja. Dan keragu-raguan itu segera berubah pula menjadi kemarahan
karena merasa dipermainkan.
Tapi Keh-sim Siau-hiap cepat mencongkel lapisan kayu
yang melapisi sandaran tangan pada kursi itu, dan hasilnya
....... semua tamu menjadi terbelalak matanya ! Sinar
kekuning-kuningan tampak menyorot keluar dari balik lapisan kayu yang diambil oleh Keh-sim Siau-hiap tadi. Emas !
Ternyata tandu itu benar-benar terbuat dari emas tulen !
"Emas.........!"
"Heh" Kursi sebesar itu ........ terbuat dari emas?"
"Ohh, lantas berapa kati berat seluruhnya.......?"
"Hwaduh ! Kursi itu bisa untuk membeli sebuah kota......."
Kemudian........sesuatu yang tidak terbayangkan oleh Kehsim Siau-hiap sebelumnya berlangsung dengan cepatnya!
Ratusan tamu itu tampak berdesakan dan berebut ke depan
untuk melihat sisa harta karun tersebut lebih dekat lagi. Dan pertengkaran-pertengkaran kecil akibat keributan itupun
segera terjadi pula diantara mereka. Malahan beberapa saat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian sebagian dari mereka lantas berkembang menjadi
saling tangkis dan baku hantam yang seru. Akibatnya di
tempat yang sempit itu segera terjadi perkelahian besarbesaran. Beberapa orang yang terkena salah pukul atau
tendangan nyasar, segera menjadi marah dan merasa
terganggu niatnya untuk mendekati kursi emas itu. Mereka
lalu menggunakan kekuatan dan kepandaian masing-masing
untuk menyingkirkan penghalangnya. Dan akhirnya masingmasing tamu itu juga tak segan-segan lagi mempergunakan
senjata mereka! Dan pertempuran yang dahsyatpun tak
terelakkan lagi, masing-masing dengan segala cara dan
kekuatan mereka berusaha maju mendekati kursi emas
tersebut. Tujuan mereka sekarang adalah memperebutkan
kursi yang sangat berharga itu!
Sementara itu Keh-sim Siau-hiap tampak terpaku bagai
patung di tempatnya. Pendekar itu sungguh-sungguh tak
mengira bahwa keadaan akan berbalik menjadi kalut dan tidak terkendalikan seperti itu. Dan pendekar itu malah menjadi
semakin gugup ketika tiba-tiba beberapa orang tamu yang
dapat meloloskan diri dari keributan itu tampak berloncatan ke arahnya. Mereka saling berebut lebih dulu untuk mencapai
kursi emas itu! Ketika Keh-sim Siau-hiap berusaha untuk menahan orangorang itu, tiba-tiba ia dikejutkan oleh datangnya belasan buah am-gi (senjata gelap) yang menyerang ke arah dirinya. Dan
am-gi itu terdiri dari berbagai macam bentuk, dengan
kekuatan dan cara menyerang yang berlainan pula, sehingga
Keh-sim Siau-hiap segera dapat mengetahui bahwa pelepas
am-gi tersebut tidak hanya seorang saja.
Terpaksa pemilik Pulau Meng-to itu memperlihatkan
ginkangnya yang maha hebat untuk mengelakkan senjata
rahasia tersebut. Sambil memperingatkan kawan-kawannya
pendekar itu "beterbangan" melesat kesana kemari bagai
burung walet yang sedang bermain-main diantara derasnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetesan air hujan! Dan...........tak sebuahpun dari am-gi yang mampu menyentuh pakaiannya!
Tetapi akibatnya sungguh hebat! Senjata rahasia yang tidak mengenai sasarannya itu melesat turun ke arah pertempuran !
Mereka yang tahu akan datangnya am-gi itu segera mengelak, tapi yang tidak tahu segera melengking tinggi sambil
menyumpah-nyumpah karena menjadi korban am-gi nyasar
tersebut. Darah mulai menetes membasahi pendapa itu,
mengakibatkan orang-orang yang berada di dalamnya
semakin bertambah ganas dan garang pula. Orang-orang itu
seolah-olah sudah menjadi lupa diri. Kursi emas itu seakanakan telah membutakan mata dan hati mereka, hingga yang
ada di dalam hati mereka sekarang hanyalah membunuh
saingan mereka untuk dengan segera dapat mengambil harta
karun tersebut. Jilid 44 DAN pertempuran itu menjadi semakin kejam dan ganas
tatkala orang-orang seperti Siang-hou Nio-nio, Siangkoan
Ciangkun dan para pengawal mereka ikut pula terjun dalam
kancah perebutan harta karun tersebut. Korbanpun segera
berjatuhan. Darah segera mengalir membasahi lantai pendapa yang licin itu.
Keh-sim Siau-hiap sudah tidak bisa mencegah orang-orang
itu lagi. Pendekar itu bersama-sama teman dan pengikutnya


Pendekar Penyebar Maut Lanjutan Darah Pendekar Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera terdesak ke pinggir menjauhi kursi emas itu sementara orang-orang yang telah kalap tersebut sudah mencapai kursi emas dan saling memperebutkannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kraaak?".!"
Dengan suara keras kursi itu patah dan tercabik-cabik
menjadi beberapa bagian kecil-kecil. Dan bagian-bagian yang kecil itupun lalu rebutan pula diantara mereka.
"Saudara Kwee, marilah kita tinggalkan pendapa ini ! Sudah amat sulit untuk mengatasi orang-orang kalap itu ! Mereka
tidak akan mau berhenti sebelum mereka berhasil atau mati !"
Souw Thian Hai berbisik di telinga Keh-sim Siau-hiap.
"Tapi......." Keh-sim Siau-hiap masih ragu-ragu.
"Ko-ko"..!" Ho Pek Lian berdesah pula seraya memegang lengan kekasihnya. "Saudara Souw memang benar. Kita tak
perlu melibatkan diri dengan mereka. Biarlah mereka saling berebut sisa emas itu. Marilah kita semua keluar.....!"
"Tapi emas itu hendak kugunakan untuk membangun
tanggul sungai di hulu Sungai Wei-ho?""
Belum juga pendekar itu menyelesaikan perkataannya, tibatiba Siang In datang tergopoh-gopoh mendekati mereka.
"To-cu ! Pulau ini sudah dikepung oleh pasukan kerajaan di bawah pimpinan Gui Goan-swe ! Ratusan buah perahu telah
berlabuh di seluruh pantai pulau ini. Katanya mereka hendak menangkap seorang bekas Putera Mahkota Chin yang ikut
menyusup diantara tamu-tamu kita." gadis itu melapor.
"Heh......." Bekas Putera Mahkota Chin ?" Keh-sim Siauhiap berseru kaget, lalu menoleh ke tempat di mana Sianghou Nio-nio dan rombongannya tadi berada.
Tapi sulit sekaIi menemukan mereka. Tempat itu telah
menjadi ajang pertempuran dahsyat untuk memperebutkan
potongan-potongan kursi emas itu.
"Baiklah! Mari kita semua keluar menemui Gui Goan-swe!"
akhirnya Keh-sim Siau-hiap berkata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian pemilik Pulau Meng-to itu mendahului keluar,
diikuti oleh para pembantunya dan sahabat-sahabatnya.
Hong-gi-hiap Souw Thian Hai menempatkan dirinya di barisan paling belakang bersama Chu Bwee Hong dan Souw Lian Cu.
Pendekar sakti itu tampak tenang sekali dan tidak tergesagesa. Sambil melangkah, beberapa kali pendekar sakti itu
menangkis atau meruntuhkan senjata atau am-gi yang
meluncur ke arah rombongannya. Atau kadang-kadang
pendekar sakti itu sengaja memperlihatkan kesaktiannya
dengan membiarkan saja am-gi dan senjata itu mengenai
tubuhnya. Benarlah. Di tepian pantai yang berpasir lembut itu telah
berbaris ribuan prajurit kerajaan, lengkap dengan senjata dan panji-panji mereka. Di dalam keremangan sinar bintang di
langit, barisan itu bagaikan pagar manusia yang mengelilingi Pulau Meng-to.
Kedatangan Keh-sim Siau-hiap dan rombongannya segera
disambut oleh beberapa orang perwira dan prajurit pengawal.
Seorang perwira setengah umur bersama dua prajurit
pengawalnya, maju ke depan menghentikan langkah mereka.
"Berhenti! Siapakah kalian?" perwira itu membentak.
Keh-sim Siau-hiap menyuruh rombongannya berhenti, lalu
ia maju pula ke depan. "Siau-te Keh-sim Siau-hiap, pemilik pulau ini. Siapakah Ciang-kun ini" Dan mengapa malam-malam begini berkunjung
kemari " Apakah ada sesuatu urusan penting yang tidak bisa ditunda-tunda lagi?"
Perwira setengah umur itu kelihatan terperanjat.
"Oh...... Keh-sim Siau-hiap rupanya. Maaf! Maaf........!"
perwira itu tiba-tiba menjura. Lalu sambil menoleh ke arah prajuritnya perwira itu berbisik, "Lekas kalian melapor kepada Gui Goan-swe, bahwa Keh-sim Siau-hiap telah keluar menemui kita !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, Ciang-kun !" kedua prajurit tersebut memberi hormat, lalu berlari pergi.
"Ah, sekali lagi kami semua minta maaf kepada Siau-hiap, karena kami telah mengejutkan Siau-hiap dan seluruh isi pulau ini. Biarlah nanti Gui Goan-swe sendiri yang memberi
penjelasan kepada Siau-hiap, kenapa secara mendadak kami
berkunjung ke pulau ini..." sambil menantikan kedatangan
jendralnya, perwira itu berkata lagi.
"Oh...... jadi kedatangan Ciang-kun dan para prajurit ini bersama-sama dengan Gui goan-swe" Bagus! Bagus! Memang
sudah lama siau-te tidak pernah berjumpa dengan Gui goanswe. Sungguh kebetulan sekali kalau begitu......."
Tidak lama kemudian Gui Goan-swe datang dengan
kudanya. Meskipun sudah tua jendral itu belum juga
kehilangan ketangkasannya. Belum juga kudanya berhenti,
jendral itu telah melompat turun dengan lincahnya.
"Hei........ Siau-hiap ! Apa khabar?" begitu tiba jendral tua itu segera memeluk dan menepuk-nepuk punggung Keh-sim
Siau-hiap. "Sudah lama kita tak bertemu. Kita bertemu yang terakhir kali....... kalau tak salah.....di kota raja, yaitu ketika Hong-siang berkenan memberi tanda penghargaan kepada
Siau-hiap itu, bukan" Ha-ha-ha...... benar! Benar!"
Keh-sim Siau-hiap tersenyum juga melihat kehangatan Gui
Goan-swe itu. "Ah..... Goan-swe! Siau-te justru merasa kikuk dan malu
kalau teringat peristiwa itu. Tidak seharusnya siau-te
memperoleh penghargaan yang begitu tingginya dari Hongsiang, siau-te cuma berdiri saja di belakang tembok, orang lainlah yang melaksanakannya." pendekar itu merendahkan diri.
"Hei, kenapa begitu" Justru itulah yang penting. Tanpa Siau-hiap yang mengatur dan memimpin mereka, apa yang
dapat mereka hasilkan" Lihatlah para prajurit kerajaan ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanpa perwira dan pimpinan yang pandai, mereka tak
ubahnya seperti penyamun yang tercerai-berai."
"Ah, benar......!" Keh-sim Siau-hiap pura-pura kaget,
"Semula Siau-te memang mengira ada perampok yang datang untuk menghancurkan tempat kediamanku ini. Eh, tak
tahunya". Goan-swe yang datang. Maaf, siau-te terlambat
menyambutnya." "Wah.... Siau-hiap menyindir kami." Gui Goan-swe tertawa.
Lalu katanya lagi dan kini dengan suara bersungguh-sungguh.
"Siau-hiap......! Kedatangan kami ini memang sangat
mendadak sekali, sehingga kami tidak sempat lagi memberi
kabar kepada Siau-hiap. Soalnya di dalam penyelidikan kami, kami memperoleh petunjuk bahwa bekas Putera Mahkota Chin
yang lari bersembunyi di Pegunungan Kun-lun itu, malam ini telah berlayar ke Pulau Meng-to bersama-sama para
pembantunya. Malahan di antara mereka itu terdapat pula
Siangkoan Ciangkun dan para perwiranya, yaitu para perwira kerajaan yang membangkang dan memberontak di kota Sin-yang beberapa hari yang lalu. Hmm...... benarkah berita yang kami dengar itu, Siau-hiap?"
Keh-sim Siau-hiap memang tak bermaksud untuk menutupnutupi peristiwa yang terjadi di tempat kediamannya itu. Oleh karena itu ia lantas bercerita apa adanya dan apa yang kini sedang berlangsung di Pendapa Utamanya.
"Siau-te tak hendak menghalang-halangi niat Goan-swe
untuk menangkap bekas Putera Mahkota itu. Tapi sebelumnya
Siau-te hendak memohon kemurahan hati Goan-swe, yaitu
agar Goan-swe mau melindungi pulau dan isinya ini dari
kehancuran. Sebab, hanya pulau sunyi inilah satu-satunya
tempat siau-te berlindung selama ini. Dan selain itu, siau-te juga hendak memberi sedikit peringatan kepada Goan-swe,
yaitu agar Goan-swe berhati-hati menghadapi bekas Putera
Mahkota Chin itu, karena di antara mereka itu terdapat pula Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yap Lo-cianpwe, Beng Lo-cianpwe dan Siang-hou Nio-nio."
pendekar itu berkata halus.
"Ahh, terima kasih Siau-hiap. Kami memang tak bermaksud untuk merusak tempat kediaman Siau-hiap ini. Oleh karena itu kami akan bertanggung jawab penuh atas segala kerusakan
akibat pertempuran kami nanti. Dan sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas peringatan Siau-hiap tadi. Kami memang
telah mengetahui pula akan beradanya ketiga tokoh besar itu di samping bekas Putera Mahkota Chin itu. Oleh karenanya
kami juga telah mempersiapkan pula beberapa orang anggota
Sha-cap-mi wi untuk menghadapi mereka......."
"Sukurlah kalau Goan-swe telah tahu. Hmm........ kalau begitu kami akan menghindar dari pulau ini untuk sementara waktu. Siau-te serahkan seluruh pulau ini kepada Goan-swe
dan........ eh, benar ...... Siau-te belum memperkenalkan para sahabat baikku ini. Mereka adalah........"
"Ah, sudahlah ! Kami sudah mengenal mereka semua. Siau-hiap boleh membawa mereka keluar pulau ini. Bukankah
mereka ini Hong-gi hiap Souw Thian Hai dan sahabatsahabatnya yang terkenal itu" Apa lagi di sini ada Nona Ho Pek Lian pula, mana kami berani mencurigai mereka" Ha ha
ha........" Gui goan-swe cepat memotong.
"Terima kasih kalau begitu........"
Demikianlah, rombongan Keh-sim Siau-hiap itu lalu pergi ke pantai dan meninggalkan pulau itu dengan naik perahu.
Karena sudah mendapatkan perintah dari Gui Goan-swe, maka
tak seorangpun dari ribuan prajurit itu yang menghalangi
kepergian mereka. Para prajurit itu justru membantu
mempersiapkan perahu mereka dan mendorongnya ke laut.
Beberapa saat lamanya Keh-sim Siau-hiap tetap
memandangi Pulau Meng-to yang mereka tinggalkan. Ada
sedikit keharuan di hati pendekar itu, seolah-olah pendekar itu telah merasa bahwa ia takkan kembali lagi ke sana. Pendekar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu baru tersenyum kembali tatkala Pek Lian menyentuh
lengannya. "Ko-ko, apakah yang sedang kaupikirkan?" gadis itu bertanya perlahan.
Keh-sim Siau-hiap menatap wajah kekasihnya itu dengan
mesra, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang
kupikirkan, moi-moi. Aku hanya merasa agak terharu, karena pulau itu pernah menjadi tempatku mengenang dan
memikirkan kau selama delapan tahun lebih......"
"Ah, kau ini......!" Ho Pek Lian pura-pura mengomel seraya mencubit lengan Keh-sim Siau-hiap. "Itukan salahmu sendiri !
Mengapa kau tak mau berusaha mencari aku selama ini "
Bukankah semuanya akan lekas menjadi beres kalau kau bisa
bertemu dengan aku ?"
"Hei! Hei! Bagaimana aku berani menemuimu kalau di saat perpisahan kita dulu saja sikapmu demikian dinginnya
terhadapku?" Keh-sim Siau-hiap berbisik menggoda.
"Huh! Siapa yang bersikap dingin kepadamu" Kaulah yang salah mengira. Hmm?"itulah kalau jejaka kurang
pengalaman ! Aku sebenarnya tidak bersikap dingin pada
waktu itu, tapi......... aku sedang bingung ! Tahu "!?" Ho Pek Lian menjawab dengan mulut cemberut.
"Baiklah! Baiklah........! Akulah yang saat itu tidak bisa melihat keadaan. Maafkanlah ........!" Keh-sim Siau-hiap mengalah.
Ho Pek Lian tersenyum sambil menatap wajah Kwee Tiong
Li. Diam-diam gadis itu menjadi kasihan melihat bekas-bekas penderitaan di wajah kekasihnya itu.
"Ko-ko, maafkanlah aku.........! Aku tidak bersungguh-sungguh. Aku cuma bergurau denganmu. AkuIah yang dulu
bersalah kepadamu. Akulah kini yang seharusnya meminta
maaf kepadamu. Ko-ko....., maukah kau memaafkan aku ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kwee Tiong Li atau Keh-sim Siau-hiap menundukkan
kepalanya dan menatap wajah kekasihnya dengan mesra. Dan
kemudian untuk beberapa saat lamanya mereka saling
menatap tanpa berkedip. Kedua telapak tangan mereka saling remas satu sama lain. Mereka tampak berbahagia sekali, dan remasan jari-jemari mereka itu seolah-olah merupakan sebuah ikrar, bahwa mereka berdua takkan ingin berpisah lagi
selamanya. Ternyata kebahagiaan tersebut tidak hanya dirasakan oleh
Keh-sim Siau-hiap dan Ho Pek Lian saja. Siang In dan gadis-gadis pembantu Keh-sim Siau-hiap lainnya, yang selama ini
selalu melayani keperluan pendekar itu, ternyata juga
kelihatan berbahagia pula menyaksikan kebahagiaan mereka.
Mata para gadis itu saling melirik satu sama lain, untuk
kemudian saling menyembunyikan senyum mereka di balik
saputangan masing-masing.
Begitu pula dengan para sahabat Keh-sim Siau-hiap yang
lain. Kelihatannya saja mereka sibuk dengan urusan mereka
sendiri-sendiri, padahal secara diam-diam mata mereka melirik dengan wajah gembira pula.
"Sukurlah, Thian telah mempertemukan mereka
kembali........" Kwa Siok Eng berbisik di telinga Chu Seng Kun.
"Kau benar, kekasihku......... Akupun merasa gembira sekali melihat mereka. Dan perasaan gembiraku ini rasa-rasanya
juga terdorong oleh perasaan bahagiaku melihat Chu Bwee
Hong telah mendapatkan kembali kebahagiaannya........" Chu Seng Kun mengangguk haru seraya menatap punggung
adiknya yang berdiri berjajar dengan Souw Thian Hai di
anjungan perahu. Memang. Chu Bwee Hong kelihatan berbahagia sekali
malam itu. Wajahnya tampak cerah, bibir selalu tersenyum,
sehingga wajahnya yang memang cantik luar biasa itu
semakin tampak gilang gemilang ditimpa sinar bintang di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
langit. Sebentar-sebentar gadis ayu itu melirik ke arah Souw Thian Hai, kekasihnya.
Demikianlah, semuanya tampak bergembira dan
berbahagia. Kalaupun ada yang tak bergembira, orang itu tak lain hanyalah Souw Lian Cu sendiri. Gadis remaja itu kelihatan termenung sendirian di pinggir perahu. Sambil bertelekan di pagar perahu gadis itu memandang air laut yang kehitam-hitaman di bawahnya. Sekali-sekali terdengar tarikan
napasnya yang berat. Begitu banyaknya penumpang di dalam perahu besar
berukuran sepuluh tombak itu, namun demikian gadis ini
masih tetap merasakan kesepian juga. Dan bila sesekali
terpandang wajah Keh-sim Siau-hiap, gadis itu lantas teringat pula akan wajah seorang pemuda tampan bertubuh jangkung
yang selalu mengusik hatinya.
"Aku telah mengundangnya pula untuk datang ke Pulau
Meng-to hari ini. Apakah ia lupa bahwa hari ini adalah tanggal lima yang telah kujanjikan itu " Apakah ia memang tak ingin datang untuk mewakili pihak Kim-liong Piauw-kiok seperti
yang pernah dikatakannya dulu itu " Aaaaaah.......!" Souw Lian Cu berpikir dan berdesah berulang-ulang.
Lalu gadis itu mencoba untuk menilai dan membaca
perasaan hatinya sendiri. Adakah kepulangannya ke Meng-to
kali ini benar-benar karena memenuhi panggilan dan karena
ingin membantu Keh-sim Siau-hiap " Apakah kedatangannya
kali ini bukan karena ingin bertemu Chin Yang Kun, dan untuk selanjutnya menguji kepandaian pemuda yang secara diam-diam telah menarik hatinya itu"
Selanjutnya Souw Lian Cu mencoba pula untuk melihat
serta menilai sikapnya terhadap pemuda itu selama ini.
"Selama ini aku selalu acuh tak acuh dan dingin setiap kali bertemu atau berdekatan dengan dia. Kadang-kadang aku
malah menunjukkan sikap tak suka dan benci kepadanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah sebenarnya yang menyebabkan semua itu " Benarkah
aku ini tak suka dan benci kepadanya" Bukankah sebenarnya
aku tak mempunyai alasan untuk membencinya" Bukankah dia
pemuda yang baik dan tak pernah berbuat jelek terhadapku "
Lalu apa sebabnya aku lantas membencinya" Ohhh....... rasa-rasanya semua itu hanya satu jawabannya, yaitu.......karena aku telah jatuh cinta kepadanya ! Hmm...... benar! Semua itu karena hati kecilku telah tertarik kepada pemuda itu, padahal saat itu pikiranku sedang kalut memikirkan Keh-sim Siau-hiap.
Maka masuknya pemuda itu ke dalam pintu hatiku itu
kuanggap sebagai godaan dan beban yang semakin
memberatkan jiwaku. Oleh karena itu aku lantas menjadi
uring-uringan tanpa sebab dan membencinya tanpa alasan,
padahal semuanya itu bersumber pada rasa marah dan rasa
benciku terhadap diriku sendiri, karena aku telah tertarik dan jatuh cinta kepadanya. Ouhhhh".."
Tak terasa butir-butir air mata menetes dari sudut mata
Souw Lian Cu. Gadis itu menjadi kaget sendiri, dan dengan
tergesa-gesa lalu menghapusnya dengan saputangannya.
Kemudian sambil berpura-pura mengusap rambutnya yang
tergerai ditiup angin laut, gadis itu menatap jauh ke depan.
Sedikit demi sedikit kegelapan yang menyelubungi udara di
atas permukaan air laut itu kian sirna, dan kemudian diganti dengan sinar terang dari matahari yang mulai mengintip di
balik cakrawala. Angin lautpun mulai tenang sehingga
gelombang airpun tidak sebesar tadi.
"Ohh....... betapa hangatnya sinar matahari pagi !" Tiat-tung Lo-kai menarik napas seraya menggeliatkan badannya ke kanan dan ke kiri.
"Ya ! Tapi..... hei ! Lihat ! Ada perahu datang........!" tiba-tiba Tiat-tung Hong-kai menunjukkan jarinya ke depan.
Semua orang yang ada di dalam perahu itu tersentak
kaget. Mereka lantas memandang ke arah mana ketua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkumpulan Tiat-tung Kai-pang daerah utara itu
menunjukkan jarinya. "Ah, benar ....... Perahu kecil dengan seorang penumpang.
Hmm, siapakah dia ?" Chu Seng Kun cepat menyahut pula.
"Wah! Paling-paling juga seorang nelayan. Bukankah kita telah mendekati daratan Tiongkok?" Tiat-tung Lo-kai
menjawab. Perahu yang datang itu tampak seperti sebuah kotak kayu
kecil yang hanyut di tengah-tengah lautan. Dari kapal Keh-sim Siau-hiap yang besar, perahu kecil itu kelihatan dengan jelas terombang-ambing dan timbul-tenggelam dipermainkan
ombak. "Haaaaaiii........!" begitu melihat kapal Keh-sim Siau-hiap, orang yang berada di atas perahu kecil itu berteriak dan
mendayung perahunya lebih giat lagi.
"Hei....... siapakah dia" Hebat benar tenaga dalamnya!"
Tiat-tung Hong-kai bergumam seraya berdiri mendekati Tiattung Lo-kai. "Entahlah! Kita nantikan saja dia......!"
Sebentar saja perahu kecil itu telah datang, lalu dengan
mahirnya orang itu memotong arus air yang diakibatkan oleh kapal Keh-sim Siau-hiap, dan merapatkan perahunya dari arah belakang.
"Heiii....... siapa di atas?" orang itu mendongakkan kepalanya dan berteriak kembali.
Keh-sim Siau-hiap dan sahabat-sahabatnya, berbondongbondong menuju ke pagar kapal, sehingga kapal besar itu
sedikit miring karenanya. Mereka segera menjenguk ke bawah untuk melihat siapa yang datang.
"Chin Yang Kun........!" semuanya berdesah kaget.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang Kun...........!" Souw Lian Cu yang masih tetap melekat di pagar perahu itu juga berdesah pula.
"Eeehh.......!" tiba-tiba Chin Yang Kun berseru kaget pula.
Ternyata pemuda itu juga tidak mengira sama sekali kalau
hendak berjumpa dengan mereka di tempat itu. Pemuda itu
hanya menduga bahwa kapaI besar tersebut tentu datang dari Pulau Meng-to. Dan maksudnya menghampiri kapal besar
tersebut adalah untuk menanyakan keadaan di Pulau Meng-to
malam itu. "Saudara Yang Kun, kaukah itu" Marilah naik.......!" Kehsim Siau-hiap berseru.


Pendekar Penyebar Maut Lanjutan Darah Pendekar Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh....... anu, apakah.......... apakah Souw Tai-hiap ada di atas pula?" mendadak Chin Yang Kun menjadi gugup ketika melihat wajah Souw Lian Cu di antara orang-orang di atas
kapal besar itu. "Aku ada di sini, Saudara Yang ! Apakah kau mencari aku?"
Souw Thian Hai menyeruak maju dan menjengukkan
kepalanya pula. "Ya....... ya! Ada sesuatu yang hendak siau-te sampaikan
kepada Tai-hiap......" Chin Yang Kun cepat-cepat menjawab.
"Kalau begitu, naiklah.......!" Souw Thian Hai
mempersilakan seraya melemparkan tali ke bawah.
"Terima kasih!"
Chin Yang Kun menangkap tali tersebut, kemudian
mengikatkan ujungnya di tiang perahunya. Setelah itu dengan ringan dan gesit pemuda itu melompat ke atas kapal Keh-sim Siau-hiap. Dan Keh-sim Siau-hiap sendiri bersama kawan-kawannya segera mundur pula untuk memberikan tempat.
Begitu menginjakkan kakinya di atas kapal Chin Yang Knn
lantas menjura ke sekelilingnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maafkanlah siau-te kalau siau-te mengganggu cu-wi
sekalian......" pemuda itu berseru perlahan. Lalu katanya lagi seraya menghadap ke arah Keh-sim Siau-hiap, "Siau-hiap, sebenarnya siau-te hendak berkunjung ke Meng-to untuk
menemui Souw Tai-hiap. Tapi sungguh kebetulan sekali siaute sudah bisa menjumpainya di sini. Eh...,, anu, bolehkah siau-te menjumpainya sekarang?"
Keh-sim Siau-hiap mengerutkan keningnya. Sebenarnya
pendekar dari Meng-to itu agak curiga terhadap Chin Yang
Kun, apalagi bila melihat baju dan celana Chin Yang Kun yang bernoda darah itu. Namun karena pemuda itu berkehendak
untuk bertemu dengan Souw Thian Hai, pendekar itu tak bisa menolak atau menghalang-halanginya. Siapa tahu mereka
berdua mempunyai urusan pribadi " Dan siapa tahu pula
mereka hendak berbicara tentang Souw Lian Cu "
Oleh karena itu Keh-sim Siau-hiap segera mengajak kawankawannya yang lain untuk menyingkir.
"Ohhh.... silakan ! Tapi,,..... nanti aku juga ingin berbicara sebentar dengan Saudara Yang, yaitu tentang......... dendam Saudara Yang tempo hari."
"Ah........ benar ! Keh-sim Siau-hiap, maafkanlah siau-te......! Siau-te telah menemukan pelaku pembantaian itu, dan siau-te telah membalasnya ! Hmm........ maafkanlah
kekurangajaranku beberapa hari yang lalu, Siau-te benarbenar ceroboh telah menduga yang tidak-tidak terhadap Siau-hiap........" Chin Yang Kun buru-buru memotong perkataan
Keh-sim Siau-hiap. "Hei " Jadi ..... Saudara Yang telah dapat menemukan
orang itu " Oh, siapakah dia......?" Keh-sim Siau-hiap berseru kaget.
Mendadak wajah Chin Yang Kun berubah. Sinar
kekecewaan kembali memancar dari sorot matanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang itu adalah....... Hek-eng-cu! Dan".
Tanganku?"tanganku telah membunuhnya !" pemuda itu
menjawab dengan suara hampa dan tak bergairah, seolaholah pemuda itu justru menjadi kecewa dan menyesal telah
dapat membalaskan dendam keluarganya.
Tentu saja perubahan sikap dan wajah pemuda itu tak
luput dari perhatian Keh-sim Siau-hiap dan kawan-kawannya.
"Hek-eng-cu........" Jadi orang itu adalah Hek-eng-cu yang sangat terkenal itu " Dan orang itu telah mati di tangan
Saudara Yang?" Keh-sim Siau-hiap berseru seakan-akan tak percaya.
Demikian pula dengan orang-orang yang berada di atas
kapal besar itu. Kata-kata yang diucapkan oleh Chin Yang Kun itu seperti geledek di telinga mereka, dan tak seorangpun dari mereka yang percaya pada ucapan pemuda itu. Hek-eng-cu
adalah tokoh besar yang berkepandaian amat tinggi, dan
mungkin justru lebih tinggi dari pada Keh-sim Siau-hiap
sendiri. Oleh karena itu sungguh mustahil kalau pemuda itu bisa membunuhnya.
Tapi Chin Yang Kun tak peduli dengan keragu-raguan orang
di sekelilingnya. Dengan acuh tak acuh pemuda itu membuka
buntalan yang dibawanya. "Justru kedatangan siau-te ini juga ada hubungannya
dengan orang itu. Karena sebelum menghembuskan napasnya
yang penghabisan, Hek-eng-cu telah minta tolong kepada
siau-te untuk mengembalikan benda-benda pusaka
peninggalan Bit-bo-ong ini kepada Hong-gi-hiap Souw Thian
Hai." "Oooh !" "Ooh........!" Tiba-tiba semuanya melangkah mundur begitu melihat
benda-benda mengerikan yang telah memakan banyak korban
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Hanya Souw Thian Hai saja yang tidak beranjak dari
tempatnya. Dengan wajah tegang pendekar sakti mengawasi
Chin Yang Kun. "Kau....... kau telah membinasakan iblis keji itu " Kau tidak berbohong?"
Chin Yang Kun menggeleng lemah. "Siau-te tidak
berbohong. Siau-te memang benar-benar telah
membunuhnya. Tapi...... tapi....ahh, sudahlah ! Biarkanlah siau-te pergi sekarang......." Chin Yang Kun menjawab Iemah lalu melangkah kembali ke pinggir kapal.
Dan ketika melewati Souw Lian Cu pemuda itu tampak
tersipu-sipu sedih. "Maafkanlah aku, Nona Souw........" katanya lirih.
Lalu pemuda itu meloncat kembali ke dalam perahunya.
Sekali lagi ia menoleh ke atas, kemudian mengayuh
perahunya cepat-cepat pergi dari tempat itu. Sungguh
berbeda sekali sikapnya sekarang dengan ketika ia datang
tadi. Semua kejadian itu berlangsung dengan cepat dan tidak
terduga sama sekali. Semuanya masih tertegun di tempat
masing-masing. Dan begitu mereka tersadar kembali, Chin
Yang Kun telah berlayar jauh meninggalkan kapal mereka,
pemuda itu kembali menuju ke daratan Tiong-kok lagi.
"Yang Kun, tungguuuu ........!" tiba-tiba mereka dikejutkan lagi dengan adanya jeritan Souw Lian Cu.
Dan sebelum semuanya sadar apa yang telah terjadi, Souw
Lian Cu telah mengambil sebuah perahu kecil yang terikat di atas buritan, dan melemparkannya ke dalam air. Gadis itu
segera meloncat ke bawah, lalu mendayung perahu kecil itu
kuat-kuat untuk mengejar perahu Chin Yang Kun.
"Nona Souw.....!" Keh-sim Siau-hiap memanggil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lian Cu.......!" Souw Thian Hai dan Chu Bwee Hong berteriak pula.
"Aaaagh !" yang lain berdesah kaget dan bingung.
Tapi gadis itu telah jauh meninggalkan kapal mereka. Dan
demikian pula halnya dengan perahu Chin Yang Kun. Sebentar saja perahu mereka telah hilang di balik gelombang air laut yang tinggi.
"Oh, Hai-ko.......! Bagaimana dengan Lian Cu nanti?" Chu Bwee Hong mengeluh.
Souw Thian Hai menghela napas panjang. "Sudahlah, dia bukan anak kecil lagi! Biarlah ia menemukan jalannya
sendiri........!" "Tapi......... tapi aku kurang begitu percaya kepada pemuda itu. Sikapnya amat aneh dan mengkhawatirkan. Aku takut
jangan-jangan Souw Lian Cu nanti......"
"Ah, sudahlah ! Sudahlah.......! Kau jangan berpikir yang bukan-bukan ! Lebih baik kita berdoa saja untuk keselamatan Lian Cu." Souw Thian Hai berkata sambil memeluk pundak Chu Bwee Hong.
Lalu pendekar sakti itu mengambil buntalan yang diberikan
oleh Chin Yang Kun tadi. Keragu-raguannya tentang Chin Yang Kun seketika lenyap. Benda-benda itu memang benar-benar
pusaka mendiang Bit-bo-ong yang diambil secara licik oleh
Hek-eng-cu beberapa tahun yang lalu.
"Tampaknya pemuda itu memang tidak berbohong. Ini
betul-betul pusaka Bit-bo-ong asli. Sungguh hebat sekali
kepandaian pemuda itu. Baru sekarang kudengar ilmu warisan Bit-bo-ong dikalahkan orang......." Souw Thian Hai bergumam seperti kepada dirinya sendiri.
"Tapi ...... bukankah Saudara Souw juga pernah
mengalahkan Duplikat Bit-bo-ong yang meraja-lela di dunia
kang-ouw pada sepuluh tahunan yang lalu ?" Keh-sim Siau-Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hiap yang mendengar kata-kata Souw Thian Hai itu cepatcepat memotong. Souw Thian Hai menoleh dan tersenyum kecut. "Tidak.
Bukan itu yang kumaksudkan. Bagi aku dan seluruh keluarga
Souw, ilmu warisan Bit-bo-ong ini sudah bukan barang yang
aneh dan asing lagi, karena diantara Bit-bo-ong dan kami
sebenarnya masih sekeluarga. Apalagi Duplikat Bit-bo-ong
yang kubunuh itu juga masih terhitung adik seperguruanku
sendiri. Berbeda dengan Hek-eng-cu itu. Dia terbunuh oleh
seseorang yang tidak mempergunakan ilmu keluargaku ...",,.
Oleh karena itu tadi kukatakan bahwa baru sekarang ini
kuketemukan ilmu warisan Bit-bo-ong itu dikalahkan orang."
"Aaah !" semuanya menarik napas panjang. Demikianlah, selagi semua orang membicarakan dirinya, ternyata Chin Yang Kun sendiri telah pergi jauh meninggalkan mereka.
Perahu kecil yang ditumpanginya itu meluncur cepat
dibawa angin. Sesekali terlihat pemuda itu merentangkan
lengannya dan menghirup udara pagi sebanyak-banyaknya.
Keretakan dan kehancuran hatinya akibat kekecewaan
hidup yang dihadapinya, membuat pemuda itu merasa segan
untuk kembali lagi ke dunia ramai. Apalagi pemuda itu merasa sudah menyelesaikan semua tugas-tugas pokok yang
diberikan oleh ayahnya. Hanya beberapa hal saja yang belum ia laksanakan. Itupun karena sejak semula ia memang tak
berhasrat untuk melakukannya, yaitu mencari Cap Kerajaan,
menghimpun kekuatan dan merebut kembali kekuasaan
Wangsa Chin. "Aku tak ingin menjadi Kaisar. Apalagi untuk menjadi kaisar aku harus...... merebutnya dari tangan Liu...,.. Liu........ ah!"
pemuda itu tak bisa melanjutkan keluhannya.
Pemuda itu lalu menatap ke sekelilingnya. Dilihatnya ombak yang bergulung-gulung di sekitarnya. Dinikmatinya suara
kecipak air yang menghantam badan perahunya. Lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikaguminya pula gumpalan awan yang berarak beraneka
warna di atas langit yang membiru. Dan semuanya itu
ternyata sangat melegakan serta terasa lapang di dalam dada pemuda itu.
"Ahh....... ternyata hidup bersama alam begini justru lebih nyaman dan membahagiakan dari pada hidup bersama
manusia yang tamak dan kotor hatinya. Hmm, baiklah.........
aku tinggal mempunyai satu tugas lagi, yaitu menabur abu
Nenek Hoa di samping makam Kakek Piao Liang. Setelah itu
aku akan mencari pulau kecil di tengah lautan untuk
mengasingkan diri, seperti halnya Keh-sim Siau-hiap itu.
Dengan demikian penyakitku yang membahayakan orang itu
juga tidak akan menimbulkan korban yang lebih banyak
lagi....." Chin Yang Kun kembali merenung. Wajahnya
tertunduk lama sekali, seperti orang yang sedang samadhi
atau memusatkan pikirannya.
"Eh........!" Tiba-tiba pemuda itu tersentak kaget dan wajahnya
menjadi tegang luar biasa ! Dalam ketermenungannya tadi
mendadak berkelebat di angan-angan Chin Yang Kun sejumlah
kapal besar berisi prajurit berseragam saling bentrok satu sama lain. Dan tempat di mana pertempuran itu berlangsung
rasa-rasanya hanya di depan perahunya saja.
Namun secepat angan-angan itu datang, secepat itu pula ia
pergi. Mendadak saja bayangan itu menghilang lagi dan
diganti dengan bayangan yang lain, yaitu bayangan seorang
kakek tua, berjenggot dan berambut putih panjang sampai di telapak kakinya. Kakek itu seperti sedang berayun-ayun di
atas selembar daun teratai, yang mengambang di atas
permukaan air laut. Dan tubuh kakek itu tidak tertutup oleh pakaian atau kain selembarpun. Satu-satunya penutup
tubuhnya hanyalah uraian rambutnya yang luar biasa
panjangnya itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi ketika Chin Yang Kun telah tersadar kembali, ia tak
melihat siapapun di sekitarnya. Yang ada tetap hanya
gelombang air laut yang bergulung-gulung dan percikan air
yang membasahi lantai perahunya.
"Ah, lagi-lagi pikiranku telah dibajak oleh ilmu Lin-cui Sui-hoat yang tak sengaja kupelajari itu. Hmmm......" pemuda itu menggerutu.
Namun betapa terperanjatnya pemuda itu tatkala
didengarnya suara nyanyian mengalun di telinganya. Tidak
begitu keras, tapi kata-katanya sangat jelas didengarnya.
Langit dan Bumi itu abadi.
Sebabnya Langit dan Bumi abadi
adalah karena tidak hidup untuk diri
sendiri, maka itu abadi. Inilah sebabnya orang suci
membelakangkan dirinya dan oleh karenanya dirinya tampil ke depan
ia menyampingkan dirinya.
dan oleh karenanya dirinya utuh.
Karena ia tak ada kehendak pribadi,
maka ia dapat menyempurnakan pribadinya.
"Ah....... Penyanyi Sinting itu lagi ! Gila! Siapa sebenarnya dia" Kenapa ia tak pernah mau menampakkan dirinya" Dan.....
hei ! Apakah dia itu Si Kakek Telanjang yang melintas dalam angan-anganku tadi?" Chin Yang Kun tergagap kaget, lalu
...sibuk memandang kesana kemari untuk mencari orang tua
itu. Tapi yang terlihat dari perahu itu cuma air dan air saja. Tak ada yang lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lo-cianpwe........! Kalau Lo-cianpwe bermaksud menemui aku, mengapa Lo-cianpwe tidak menampakkan diri saja ?"
akhirnya Chin Yang Kun berseru dengan mengerahkan lweekangnya. Tak ada jawaban. Suara nyanyian itu berhenti dan tak
terdengar lagi, namun demikian Penyanyi Sinting itu tak
menjawab pertanyaan Chin Yang Kun. Tentu saja Chin Yang
Kun menjadi kesal. "Hmm".. apakah Lo-cianpwe merasa malu menemui aku
karena Lo-cianpwe tidak mengenakan pakaian ?"
"Kurang ajar! Bagaimana kau tahu" Apakah kau bisa
melihatku?" Tiba-tiba saja Chin Yang Kun merasa ada angin bertiup di
belakang perahunya, dan......entah dari mana datangnya,
mendadak di beIakang perahunya itu telah berdiri seorang
kakek tua, yang ujudnya persis dengan yang ada di dalam
angan-angannya tadi. "Hayo, jawab ! Bagaimana caranya kau bisa melihatku tadi, he"'' kakek tua itu membentak penasaran.
Chin Yang Kun tidak segera menjawab. Selain masih kaget
pemuda itu juga merasa geli pula melihat ulah Si Kakek Aneh yang tiba-tiba datang itu. Kalau tidak menyadari bahwa ia
sedang berhadapan dengan seorang sakti, mungkin pemuda
itu sudah tertawa terbahak-bahak sejak tadi.
Bagaimana Chin Yang Kun tak hendak tertawa kalau orang
tua yang sering menyanyikan ujar-ujar Lao-tse itu, dan yang kini sedang membentak-bentak dirinya itu, ternyata hanya
seorang kakek yang tingginya tidak lebih dari seorang anak lelaki berusia sepuluh tahunan " Dan bagaimana pula Chin
Yang Kun tidak merasa geli melihat "bocah tua" itu kini berusaha dengan sekuat tenaga untuk "menutupi" bagian-bagian tubuhnya yang telanjang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hei ! Apa yang kaulihat, heh" Mau mengintip punyaku, yaa" Kurang ajar.......! Hayo...kau menghadap ke sana ! Dan cepat jawab pertanyaanku tadi ! Lekas !"
"Eh-oh..... anu..... nama siau-te Chin......"
"Goblok! Siapa tanya namamu" Tanpa kau beritahupun aku sudah tahu kalau namamu Chin Yang Kun. Tapi bukan itu
yang kutanyakan kepadamu. Yang kutanyakan
adalah.......bagaimana kau bisa melihatku tadi ?"
"Wah, kalau itu...... kalau itu sih Cuma kebetulan saja. Pada waktu....... pada waktu siau-te termenung sendirian tadi, tiba-tiba melintas di dalam angan-angan siau-te.......bayangan
wajah dan bentuk tubuh Lo-cianpwe....... persis seperti
keadaan Lo-cianpwe sekarang ini. Maka....... maka....."
"Huh........ jangan membual kau! Kaupikir berapa umurmu sekarang, heh" Kaupkir dengan usiamu yang baru belasan
tahun ini kau heudak mengatakan kepadaku bahwa kau sudah
mampu meyakinkan ilmu Lin-cui-sui-hoat, begitu" Kau tahu
berapa batasan umur seseorang yang ingin mempelajari ilmu
itu" Paling sedikit duapuluh lima tahun, tahu" Itupun kalau semenjak lahir dia langsung belajar Iwee-kang. Kalau
tidak...... huh, ya.......belajar Iwee-kang dulu selama duapuluh lima tahun, baru kemudian berpikir untuk meyakinkan Lin-cui-sui-hoat itu......."
Chin Yang Kun menggaruk-garuk kepalanya yang tidak
gatal. "Lo-cianpwe, ini.".ini...... wah ! Siapa yang bilang kalau siau-te mempelajari ilmu Lin-cui-sui-hoat" Bukankah siau-te tadi cuma berkata, bahwa bayangan tentang Lo-cianpwe itu
hanya melintas sekejap di dalam angan-angan siau-te?"
"Huh! Apa bedanya itu" Kaupikir tanpa ilmu itu kau bisa berkonsentrasi dan bisa membayangkan hal-hal yang tak
dapat kaulihat dengan matamu itu, demikian jelasnya" Bocah sombong !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah! Sungguh repot benar Lo-cianpwe ini.....! Siapa yang berkonsentrasi" Bukankah siau-te sedang....... sedang
termenung?" "Termenung" Kau hanya termenung dan...., bisa melihat hal-hal yang belum kau saksikan" Omong kosong! Pembual!"
Penyanyi Sinting itu "mencak-mencak" di atas daun teratainya.
Lalu teriaknya lagi. "Kaumaksudkan hanya dengan termenung kau sudah bisa melihat diriku yang bersembunyi di bawah air"
Dan dengan termenung itu kau bisa melihat sesuatu yang
belum terlihat oleh matamu?"
"Entahlah ..... Siau-te sendiri kadang-kadang merasa
bingung dan tidak mengerti pula. Apa yang pernah kupikirkan atau apa yang pernah terlintas di dalam angan-anganku,


Pendekar Penyebar Maut Lanjutan Darah Pendekar Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kadang-kadang cocok dengan kenyataannya. Seperti ini tadi, siau-te memang benar-benar melihat bayangan Lo-cianpwe di
dalam angan-angan. Malah tidak cuma itu saja. Selain
bayangan Lo-cianpwe, siau-te juga melihat bayangan yang
lain, yaitu bayangan tentang beberapa buah perahu berisi
prajurit, yang bertempur satu sama lain......"
"Apaaa........" Kau melihat pertempuran di Pantai Karang itu pula"'' Penyanyi Sinting itu semakin kaget.
''Pertempuran di Pantai Karang" Pertempuran apa itu ?"
"Mana kutahu" Mereka sama-sama prajurit kerajaan, tapi tampaknya mereka saling berselisih paham. Nah, lihatlah
itu.......!" Penyanyi Sinting itu berkata seraya mengacungkan jarinya ke depan.
Chin Yang Kun cepat membalikkan tubuhnya. Sayup-sayup
terdengar suara terompet dibawa angin dan jauh di depan
sana lamat-lamat terlihat asap hitam mengepul tinggi ke
udara. "Itukah pertempuran yang Lo-cianpwe katakan itu?" Chin Yang Kun bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya! Dan tampaknya sudah selesai sekarang, karena
pertempuran itu sudah berlangsung sejak fajar tadi."
Keduanya lalu memperhatikan tempat yang sangat jauh itu
dengan saksama. Untuk sekejap mereka lupa pada
pertengkaran mereka tadi. Tapi suasana yang tenang itu
ternyata tidak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian
mereka dikejutkan oleh suara teriakan Souw Lian Cu yang
sudah sampai di tempat itu pula.
"Yang Kunnnnn........!"
"Heh, celaka! Ada suara wanita di sini ! Aku harus cepat-cepat pergi......!" mendadak seperti orang kebakaran jenggot kakek bertubuh pendek itu menjerit, lalu bergegas mengambil daun teratainya dan....... ambles ke dalam air! Dan yang
tampak kemudian hanyalah daun itu saja yang hanyut
menjauhi perahu Chin Yang Kun.
"Ah, makanya aku tak melihat orang tua itu tadi. Tak
tahunya ia bersembunyi di bawah daun teratainya......."
pemuda itu berkata di dalam hati. Lalu, "Hei! bukankah suara itu tadi seperti suara Souw Lian Cu" Apa - apakah ia mengejar aku?"
Dengan sedikit gemetar Chin Yang Kun mengedarkan
pandangannya, mencari gadis yang selama ini selalu
terbayang-bayang di dalam ingatannya. Dan sesaat kemudian
jantungnya segera berdenyut semakin keras ketika dari jauh terlihat sebuah perahu kecil mendatangi.
"Yang Kuuun.........!"
"Ah, benar-benar dia! Benar-benar dia ! Ouh.......
apa,?"apa maksudnya mengejar aku" Apakah......apakah dia
ingin mengadakan perhitungan dengan aku sekarang" Ah,
tidak! Tidaaaaak! Aku tidak ingin mencelakainya! Aku harus lekas- lekas pergi menghindarinya, sebelum tanganku yang
kotor dan bernoda darah ini mencelakainya......" tiba-tiba Chin Yang Kun berdesah ketakutan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu tanpa berpikir panjang lagi pemuda itu mendayung
perahunya kuat-kuat. Perasaan takut apabila dirinya nanti
berbuat tak senonoh dan tidak baik terhadap gadis yang
dicintainya itu membuat Chin Yang Kun mendayung
perahunya seperti dikejar setan. Sebentar saja perahu Souw Lian Cu telah jauh ketinggalan dan tidak kelihatan pula lagi.
Chin Yang Kun bernapas lega, apalagi ketika dilihatnya
Pantai Karang telah kelihatan dari perahunya. Namun rasa
leganya tersebut segera berganti menjadi perasaan was-was
tatkala dilihatnya ada "kesibukan" yang mengkhawatirkan di perairan pantai itu, yaitu kesibukan para perajurit dan perahu-perahunya setelah peperangan selesai.
Sebenarnya Chin Yang Kun tak ingin berurusan dengan
mereka, tapi karena sudah terlanjur dilihat oleh mereka, maka ia terpaksa tidak bisa menghindar Iagi. Pemuda itu terpaksa mengayuh perahunya untuk mendarat di pantai tersebut.
Air Iaut di pantai itu tampak keruh dan amis. Dan beberapa kali pemuda itu harus menyingkirkan mayat-mayat atau
pecahan-pecahan perahu yang menghalangi jalannya. Dan
beberapa kali pula pemuda itu harus menahan napas karena
terpaksa menerobos gulungan asap tebal, yang mengepul dari perahu atau kapal besar yang terbakar.
"Hei! Berhenti! Siapakah kau......?"
Mendadak dari arah kanan meluncur sebuah perahu
menghalangi jalan Chin Yang Kun. Seorang perwira bertubuh
pendek kekar tampak berdiri di ujung perahu, sementara di
belakangnya, tampak enam orang perajurit bertombak berdiri mengawalnya.
Chin Yang Kun terpaksa membelokkan moncong perahunya
dan berhenti di samping perahu perwira tersebut. Tapi ketika pemuda itu mau menjawab, tiba-tiba perwira itu berseru
kaget. "Ong ya (Pangeran).......!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan seperti sedang bermimpi saja Chin Yang Kun melihat
perwira dan para perajurit itu berlutut ke arahnya. Tentu saja kejadian yang amat mendadak serta tidak dimengerti oleh
Chin Yang Kun itu sangat mengejutkan dan membingungkan
pemuda itu. Apa lagi ketika perajurit-perajurit itu memanggil
"pangeran" terhadap dirinya.
"Ini....., ini.........eh, apa maksud kalian ini sebenarnya ?"
dalam gugupnya Chin Yang Kun bertanya kepada perwira itu.
Dengan agak takut-takut perwira itu menjawab. "Ampun
Ong-ya.....! Kedatangan kami ke pantai ini memang untuk
menjemput Ong-ya. Kemarin Hong-siang telah memerintahkan
kepada kami dan seluruh perajurit kerajaan, untuk mencari
paduka dan mempersilakan paduka pulang ke kota raja
secepatnya. Hong-siang bermaksud untuk mengadakan
pembicaraan empat mata dengan paduka."
Chin Yang Kun berdesah panjang dan menundukkan
kepalanya. Sejak semula pemuda itu memang telah menduga
akan hal ini, yaitu cepat atau lambat Hong-siang tentu akan mengerahkan balatentaranya untuk mencari dia.
Bagaimanapun juga pemuda itu adaIah satu-satunya putera
Kaisar Han, sebab hingga kini baginda itu tetap tidak mau
kawin dengan siapapun juga. Dan bila mengenang akan hal
ini, secara diam-diam pemuda itu merasa kasihan dan
tersentuh pula hatinya. Demikian agung dan besar cinta
baginda itu terhadap ibunya, sehingga kaisar itu rela tidak kawin selama hidupnya. Padahal dengan kekuasaannya yang
tidak terbatas itu Kaisar Han bisa memilih setiap wanita yang diingininya.
Sementara itu melihat Chin Yang Kun hanya tertunduk
diam dan tak berkata-kata, perwira di atas perahu itu menjadi gelisah. Maka untuk menghilangkan kegelisahannya tersebut
perwira itu lalu meneruskan keterangannya.
"Tak kami sangka di pantai ini kami justru bisa bertemu dengan pasukan Siangkoan Ciang-kun yang telah membelot
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan hampir mencelakai Hong-siang di kota Sin-yang beberapa hari yang lalu. Tampaknya pasukan itu sedang bersiap-siap
untuk menyerbu Pulau Meng-to. Dan melihat kesiap-siagaan
pasukan itu, kami tidak berani membuang-buang waktu lagi.
Kami segera menyerang pasukan itu sebelum mereka jauh
meninggalkan pantai. Dan ternyata kami memenangkan
pertempuran ini." Chin Yang Kun masih tetap tertunduk diam. Pemuda itu
hampir tak mendengarkan cerita perwira itu. Di dalam hati
pemuda itu sedang terjadi pula perang batin yang hebat, yaitu antara keinginan untuk menuruti ajakan perwira itu dan
keinginan untuk menolak ajakan tersebut. Keduanya samasama beratnya bagi pemuda itu.
"Ong-ya .....!" akhirnya perwira itu memberanikan dirinya menegur Chin Yang Kun.
Namun Chin Yang Kun masih tetap berdiam diri. Dan
sementara itu dari arah pantai tiba-tiba muncul sebuah perahu besar mendekati mereka. Beberapa orang perwira berseragam
gemerlapan tampak berdiri di atas perahu itu.
"Ada apa di sini?" seorang perwira tua yang pernah dilihat Chin Yang Kun di istana Kaisar Han, maju ke depan dan
bertanya kepada perwira pendek kekar tadi.
"Goan-swe, kami telah menemukan Ong-ya di sini !"
"Apa......" Di manakah dia?" perwira tua itu tersentak kaget.
Perwira bertubuh pendek itu segera mengangguk ke arah
Chin Yang Kun. "Inilah Ong-ya.........." lapornya dengan suara bangga.
"Ong-ya ......?" Ohh.......!" perwira tua itu menatap Chin Yang Kun dengan air muka seolah tak percaya. Tapi sesaat
kemudian perwira tua itu segera mengenal Chin Yang Kun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ong-ya.......!" sekali lagi perwira tua itu menyebut, lalu menjura dengan sangat hormatnya. Perwira-perwira yang
lainpun segera mengikutinya.
Chin Yang Kun semakin menjadi kikuk dan tak enak
hatinya. "Terima kasih, Ciang-kun .....terima kasih ! Sungguh tak enak benar perasaanku menerima penghormatan Ciang-kun
yang berlebih-lebihan ini. Ahh........... apa sebenarnya maksud Ciang-kun menyongsong aku ini ?" akhirnya Chin Yang Kun terpaksa menanggapi perkataan mereka.
Perwira tua itu menoleh sekejap ke arah temannya, Si
Perwira Pendek Kekar tadi. Lalu katanya sambil
membungkukkan tubuhnya. "Ampun Ong-ya........ saya kira Giam Ciang-kun tadi telah mengatakan pula kepada paduka, apa yang menjadi tugas
kami saat ini. Tapi tak apalah kiranya kalau saya
mengulanginya kembali. Ong-ya, kami mendapat perintah dari Hong-siang untuk mencari dan menjemput paduka di
manapun paduka berada, dan kemudian mengawal paduka
pulang ke kota raja secepatnya. Saat ini Hong-siang sedang menderita sakit. Oleh karena itu beliau sangat mengharapkan sekali kedatangan paduka..."
"Apa......." Liu twa-ko sakit....... eh, Hong-siang sakit "
Sakit apa ?" tiba-tiba Chin Yang Kun berseru kaget.
Dan sambil berseru pemuda itu melompat dari perahunya
ke perahu Si Perwira tua itu. Gerakan pemuda itu begitu
cepatnya sehingga orang-orang di atas perahu itu baru sadar ketika Chin Yang Kun telah berdiri memegangi tangan perwira tua itu. Para prajurit itu benar-benar tidak bisa percaya bahwa putera Kaisar Han tersebut mampu meloncati jarak yang
sangat jauh itu. "Ooh...... bukan main !" seorang perwira muda berdesah kagum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yaaah?".itulah sebabnya Yap Tai-ciangkun memberi
pesan secara sungguh-sungguh kepada kita, agar kita jangan berlaku sembrono bila berhadapan dengan Ong-ya itu,"
perwira yang berdiri di sampingnya berkata.
"Dan rasa-rasanya kita semua ini juga takkan mampu
menangkapnya bila dia menolak untuk dibawa ke kota raja."
seorang perwira yang lain memberi komentar.
Sementara itu Chin Yang Kun segera menggoncanggoncangkan lengan perwira tua itu saking tegangnya.
"Ciangkun.......! Katakanlah! Apa yang sedang diderita oleh Hong-siang?"
Perwira tua malah menjadi pucat wajahnya.
"Hong-siang..... jatuh sakit karena merasa?" merasa
terpukul batinnya akibat penolakan paduka dua hari yang lalu.
Hong-siang".. Hong-siang merasa sedih luar biasa!" dengan tergagap-gagap perwira tua itu memberi keterangan.
"Ooough.....!" Chin Yang Kun terhenyak di tempatnya.
Perlahan-lahan pegangan tangannya terlepas. Matanya
berkaca-kaca. Pemuda itu lantas teringat akan kebaikan Hong-siang atau
Liu twa-konya itu selama ini. Bagaimana nasibnya di kota Tie-kwan setahun yang lalu bila tidak memperoleh pertolongan
ayahandanya itu, padahal waktu itu masing-masing belum
tahu sama sekali bahwa mereka adalah ayah dan anak.
"Ong-ya........?" perwira tua itu tiba-tiba menyapa dan menyentuh lengan Chin Yang Kun, sehingga pemuda itu
menjadi sadar akan dirinya kembali.
"Baiklah, Ciangkun........ marilah kita kembali ke kota raja menemui Hong-siang.......!" seperti tidak mempunyai pilihan lain lagi pemuda itu akhirnya berkata kepada perwira tua itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aaaah....!" semua perwira itu bernapas lega, seakan-akan mereka terbebas dari sebuah beban yang sangat berat.
"Oh, marilah Ong-ya......... marilah !" perwira tua itu cepat-cepat mengangguk-angguk di depan Chin Yang Kun. Seketika
wajahnya menjadi cerah luar biasa.
Demikianlah, seperti orang yang sedang melamun Chin
Yang Kun mengikuti saja semua perintah perwira tua tersebut.
Pasukan kerajaan yang baru saja bisa menumpas anak buah
Siangkoan Ciang-kun itu segera berangkat setelah berbenah
diri dan merampungkan urusan mereka di tempat itu. Dan
Souw Lian Cu yang tiba di tempat tersebut tinggal
menemukan sisa-sisa atau bekas-bekas pertempuran itu saja.
Gadis itu telah kehilangan jejak Chin Yang Kun.
Sementara itu pasukan yang membawa Chin Yang Kun ke
kota raja tetap meneruskan perjalanan mereka. Sesampai
mereka di kota yang terdekat, pasukan itu Ialu dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, yaitu para prajurit yang
tidak mempunyai kuda, mereka tinggalkan di kota tersebut.
Sedang kelompok kedua, yaitu kelompok prajurit berkuda,
yang terdiri dari empatpuluhan orang prajurit, tetap
meneruskan perjalanan untuk mengawal Chin Yang Kun.
Karena semuanya sekarang menunggang kuda maka
perjalanan mereka itupun lantas menjadi lebih cepat pula. Dan di setiap tempat atau kota mereka selalu bertambah
jumlahnya. Para perajurit kerajaan yang dua hari lalu disebar Yap Tai-ciangkun ke seluruh pelosok timur negeri itu, segera bergabung dengan mereka begitu berjumpa dengan
rombongan tersebut. Rombongan itu menginap dua malam di perjalanan. Dan
setiap kali mereka menginap, mereka terpaksa mencari
tempat yang lapang di luar kota, karena jumlah mereka sudah mencapai hampir seribu orang lebih sekarang. Seribu orang
dengan seribu kuda pula. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar-benar sebuah barisan berkuda yang luar biasa
panjangnya. Pada hari yang ketiga barisan itu sudah mencapai batas
kota raja. Seorang perwira tinggi yang mulai kemarin
menggabungkan diri dengan rombongan itu dan sekarang
berada di samping Chin Yang Kun bersama-sama perwira tua
itu, segera menghentikan barisan tersebut.
"Maaf, Ong-ya.......! Kita telah sampai di tapal batas kota raja dan sebentar lagi kita akan memasuki pintu gerbang kota sebelah Timur. Oleh karena di jalan-jalan nanti tentu akan banyak penduduk yang menyambut dan mengelu-elukan
kedatangan Ong-ya, maka kami memohon dengan sangat
kepada paduka untuk berganti pakaian yang sesuai dengan
kedudukan paduka." Chin Yang Kun mengerutkan dahinya tanda kurang setuju.
Tapi serentak melihat semua orang menundukkan kepala
kepadanya, pemuda itu tidak tega untuk menolaknya. Apalagi pemuda itu ingin lekas-lekas berjumpa dengan ayahandanya.
"Baiklah! Manakah pakaianku itu?" sahut pemuda itu
singkat. Seorang perwira muda segera turun dari atas kudanya dan
berlari-lari datang mempersembahkan sebuah buntalan
kepada perwira tinggi itu. Dan selanjutnya perwira tinggi itu lalu mempersilakan Chin Yang Kun untuk mengganti
pakaiannya dengan pakaian yang berada di dalam buntaIan
tersebut. Dan beberapa saat kemudian Chin Yang Kun benar-benar
telah berubah menjadi seorang pangeran yang tampan
berwibawa. Rambutnya yang gemuk tebal itu digelung ke atas dan diberi hiasan emas permata yang gemerlapan. Sedangkan
pakaian dalamnya berwarna kuning emas dan ditutup dengan
sebuah mantel sutera hitam berhiaskan benang berwarnaTiraikasih Website http://kangzusi.com/
warni di bagian pundak dan punggungnya. Sepatunya juga
berwarna hitam dengan hiasan permata merah di ujungnya.
Chin Yang Kun menghela napas panjang ketika melihat
para perwira itu menatap kagum dan bangga kepadanya. Di
dalam hati kecilnya pemuda itu sebenarnya malah merasa
kikuk dan kaku berpakaian seperti itu. Tapi apa boleh buat, pokoknya dia dapat lekas menjumpai ayahandanya yang
sedang sakit. "Ong-ya"..! Ong-ya benar-benar cocok dan serasi sekali mengenakan pakaian seperti ini." perwira tinggi itu memuji.
Dan betul juga kata-kata perwira itu. Di setiap jalan mereka disambut dan dielu-elukan oleh para penduduk. Lelaki
perempuan, anak-anak dan dewasa, semuanya berlari-lari ke
jalan besar dan berdesakan di sana.
"Hidup Pangeran"..!"
"Hidup Putera Mahkota !"
Para penduduk itu berteriak-teriak, menjerit-jerit gembira, seakan-akan mereka itu sedang menyambut pasukan yang
pulang dari medan perang. Dan semakin mendekati pintu
gerbang kota, penduduk yang menyambut rombongan itupun
juga semakin banyak pula.
Chin Yang Kun semakin kikuk pula di atas punggung
kudanya. Belum pernah rasanya pemuda itu dihormat dan
disanjung-sanjung orang seperti itu. Apa lagi ketika pemuda itu melihat di antara mereka yang berdesakan di pinggir jalan itu amat banyak gadis-gadis kota raja yang sangat terkenal cantiknya itu, otomatis wajah pemuda itu menjadi merah dan keringat dinginnya keluar. Namun demikian agar jangan
mengecewakan mereka, terpaksa pemuda itu menyambut
lambaian tangan mereka. "Ciangkun ......!" Chin Yang Kun berbisik kepada perwira itu yang selalu mendampinginya itu. "Mengapa mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengetahui kedatanganku " Dan mengapa mereka juga
mengetahui kalau aku putera Hong-siang?"
Perwira tua itu tersenyum seraya menganggukkan
kepalanya. Namun demikian dia tidak segera menjawab
pertanyaan itu. Sebaliknya, matanya yang telah mulai
berkeriput itu melirik kepada Perwira Tinggi yang berkuda
bersama dengan mereka itu.


Pendekar Penyebar Maut Lanjutan Darah Pendekar Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hong-siang adalah kaisar yang berani dan suka berterus terang, Ong-ya sendiri tentu masih ingat akan pertemuan di desa ln-ki-cung beberapa hari yang lalu. Sebenarnya
pertemuan antara keluarga ln Leng Hoan dan Hong-siang itu
sifatnya sangat rahasia dan pribadi. Meskipun demikian
ternyata Hong-siang tidak berusaha untuk merahasiakannya.
Hong-siang justeru mengumpulkan seluruh perwira dan
pembantu-pembantunya untuk ikut menyaksikan pertemuan
itu. Dan agaknya sekarangpun Hong-siang telah berbuat
demikian pula terhadap kita," perwira tinggi itulah yang akhirnya membuka mulut untuk memberi keterangan.
"Maksud Goan-swe?" Chin Yang Kun mendesak dengan wajah tak mengerti.
"Kemarin kami telah mengirimkan kurir untuk berangkat Iebih dulu ke kota raja. Kurir itu kami perintahkan untuk
melapor kepada Hong-siang tentang kedatangan Ong-ya
kemari. Dan agaknya....... Hong-siang demikian gembiranya
sehingga beliau lalu memerintahkan para pembantunya untuk
memberitahukan kegembiraan itu kepada seluruh penduduk
kota raja. Dan inilah akibatnya ........"
Ternyata pintu gerbang kota itu telah dihias dan dipajangpajang pula dengan meriahnya. Seregu perajurit pengawal
utama yang berseragam indah gemerlapan tampak
menjemput rombongan itu di pintu gerbang tersebut. Tambur
dan terompet segera dibunyikan sebagai ucapan selamat
datang. Dan rakyat yang berjejal-jejal di tempat itupun lantas Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersorak-sorak gembira sekali, suatu tanda bagaimana
cintanya mereka terhadap kaisar junjungan mereka.
Begitu kuda yang dinaiki Chin Yang Kun menginjakkan
kakinya ke atas jembatan penyeberangan, semua perajurit
penyambut segera berlutut ke arah Chin Yang Kun. Setelah
mereka berdiri kembali, lalu seorang perajurit bergegas maju ke depan seraya menuntun .......Si Cahaya Biru, lengkap
dengan pakaiannya yang gemerlapan!
"Hei ! Cahaya Biru?"!" Chin Yang Kun berseru kaget, lalu bergegas turun menghampiri kuda kesayangannya itu.
Prajurit yang menuntun kuda itu segera berlutut dan
menyerahkan tali kendali kuda itu kepada Chin Yang Kun.
"Ohh....... apa khabar Cahaya Biru ?" Chin Yang Kun
menyapa dan mendekati kuda itu, lalu merangkul lehernya
dengan penuh kecintaan. Dan kuda itu tampaknya juga sangat bergembira sekali
dapat berjumpa dengan tuannya. Sambil meringkik perlahan
kuda itu menggosok-gosokkan kepalanya ke badan Chin Yang
Kun. Demikianlah, dengan naik di atas punggung Si Cahaya Biru,
Chin Yang Kun memasuki pintu gerbang kota raja yang sangat megah itu. Regu Prajurit Pengawal Istana yang tadi
menyambut kedatangan pemuda itu kini berganti menjadi
pengiringnya, karena kota yang amat rapat dan sangat padat penduduknya itu tak mungkin bisa menampung ribuan prajurit berkuda yang tadi mengawalnya dari luar kota. Hanya
beberapa orang perwira saja yang tetap ikut mengantar Chin Yang Kun, yaitu Si Perwira Tinggi dan Si Perwira Tua beserta bawahannya Si Perwira Pendek Kekar itu.
Di dalam kota sambutan penduduk semakin meriah lagi.
Jalan yang lebar itu rasanya cuma penuh dengan manusia
saja. Mereka berbondong-bondong, berjejaI-jejaI dan saling Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendesak di pinggir jalan, seolah-olah ingin berebut di depan agar bisa melihat wajah Chin Yang Kun sejelas-jelasnya.
Chin Yang Kun merasa terharu juga menyaksikan sambutan
penduduk yang sangat meriah itu. Ini benar-benar di luar
dugaannya! Dan semua itu membuat Chin Yang Kun semakin
ingin lekas bertemu dengan Kaisar Han atau ayahandanya itu, sebab semua ini tentu karena pengaruhnya juga.
Begitulah, meskipun agak merasa kaku karena menjadi
perhatian orang sedemikian banyaknya, Chin Yang Kun tetap
bersenyum dan melambai-lambaikan tangannya. Dan sama
sekali pemuda itu tidak mengira dan menduga bahwa diantara penduduk yang dilaluinya itu terdapat beberapa orang yang
pernah dikenalnya, yang kini dengan mata terbelalak
memperhatikan dirinya. "Hei....... Tong Cu-si, bukankah pangeran itu Saudara Yang Kun yang kita kenal dulu " Nah, apa kataku! Isyarat yang
kuterima itu mengatakan bahwa Im-yang-kauw akan menjadi
sebuah aliran yang kuat dan besar apabila bisa menarik anak muda itu. Nah, apa jadinya kini?" Toat-beng-jin yang ikut berdesakan diantara penduduk itu menepuk pundak
temannya. "Yah, Lo-jin-ong memang benar. Tapi kita tak perlu
berputus asa dahulu, siapa tahu dia akan menjadi saudara kita juga " Bukankah dia pernah berjanji untuk mengunjungi
perkumpulan kita?" Dan tidak jauh dari tempat itu seorang gadis cantik juga
tampak lesu setelah dengan kaget melihat siapa sebenarnya
pangeran yang lewat itu. Gadis itu diam-diam mengusap air
matanya. Meskipun demikian kakek tua yang berada di
samping gadis tersebut merasakan juga kesedihan itu.
"Li Ing...... sudahlah, kau tak perlu menyesali nasibmu.
Belum tentu semuanya itu akan berakhir sampai di sini saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semuanya bisa berubah setiap saat......" Lo-si-ong
membesarkan hati gadis cantik itu.
"Tapi..... jarak antara aku dan dia tampaknya semakin jauh juga, kek," Tiau Li Ing menyahut dengan suara sendu.
"Ya, tapi kau tak perlu berputus asa karenanya..........."
Dan di dekat pintu gerbang istana seorang gadis ayu
berlengan buntung sebelah juga merasa kecewa di dalam
hatinya begitu melihat Chin Yang Kun kini telah menjadi
seorang pangeran yang amat dihormati orang.
"Dia ternyata seorang putera mahkota. Setiap saat dia tentu dikelilingi oleh gadis-gadis bangsawan yang ayu dan
cantik. Aaah..... masakan dia mau memikirkan seorang gadis cacat seperti aku ini lagi?"
Perlahan-lahan gadis buntung itu keluar dari dalam
himpitan para penonton di sekitarnya, lalu melangkah pergi dari tempat tersebut dengan kepala tertunduk. Beberapa kali gadis itu hampir bertubrukan dengan penonton lainnya,
sehingga banyak orang yang menjadi heran melihatnya.
Sementara itu Chin Yang Kun telah memasuki halaman
istana. Dengan masih tetap dikawal oleh Prajurit Pengawal
Istana tadi, pemuda itu berjalan kaki melintasi halaman serta lorong-lorong bangunan istana yang amat luas itu. Dan
setelah berbelok-belok kesana kemari, akhirnya mereka
sampai juga di Gedung Induk di mana Kaisar Han tinggal.
Seorang anggota Sha-cap mi-wi yang berjaga di pintu
utama segera menyambut kedatangan mereka, Si Perwira
Tinggi yang sejak tadi terus menyertai Chin Yang Kun lalu
maju ke depan dan berbicara dengan anggota Sha-cap-mi wi
itu. Tapi sebelum pembicaraan tersebut selesai, tiba-tiba Yap Tai-ciangkun tampak melangkah keluar dari dalam gedung itu.
"Oh..... Ong-ya sudah datang rupanya! Wah, sungguh
kebetulan sekali kalau begitu, kita bisa bersama-sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghadap Hong-siang di Kuil Agung sekarang juga."
panglima muda itu berkata gembira.
"Di Kuil Agung" Eh, katanya Hong-siang sedang sakit......."
Chin Yang Kun berdesah bingung.
Yap Tai-ciangkun menghela napas dengan wajah murung.
"Hong-siang memang sakit. Tapi beliau ingin berdoa terus sampai Ong-ya datang. Dan kami semua tak kuasa
mencegahnya......" "Ooooh!" Chin Yang Kun terhenyak dan rasa haru tiba-tiba mengembang memenuhi rongga dadanya.
Maka ketika Yap Tai-ciangkun itu melangkahkan kakinya,
Chin Yang Kun buru-buru mengikutinya. Dan mereka langsung
menuju ke bangunan kuil tersebut. Beberapa orang pendeta
segera menyambut mereka, sementara belasan anggota Shacap-mi-wi yang lihai-lihai itu tampak berkeliaran sambil
berjaga-jaga di sekitar tempat itu.
"Hong-siang berada di altar pemujaan, Tai-ciangkun,"
seorang anggota Sha cap-mi-wi menemui Yap Tai ciangkun
dan melaporkan keadaan baginda.
"Dengan siapa beliau di sana ?"
"Sendirian. Tak seorangpun boleh masuk."
"Baiklah! Aku akan menghadap........"
Yap Tai ciangkun dan Chin Yang Kun bergegas masuk ke
ruangan dalam, di mana altar pemujaan atau altar
sembahyang itu berada. Dan kedatangan mereka segera
disambut dengan suara baginda yang berat. "Siapa.......?"
"Hamba Yap Kim datang bersama Pangeran Yang Kun,
Hong-siang........." Yap Tai Ciangkun menjawab seraya berlutut.
Tiba-tiba Kaisar Han yang duduk membelakangi mereka di
atas altar itu bangkit berdiri dengan tergesa-gesa. Lalu sambil Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertele dan di atas meja sembahyang dia memandang Yap Tai
ciangkun. Keadaannya sungguh sangat menakutkan.
Wajahnya pucat pasi, rambutnya dibiarkan tergerai di pundak, sementara kumis dan jenggotnya yang lebat luar biasa itu
hampir menutupi seluruh mukanya.
"Apa katamu, Tai-ciangkun" Puteraku sudah tiba" Di mana dia, hah?" suaranya gemetar.
"Liu twa-ko......!"!" Chin Yang Kun menjerit dan berlari menghampiri Kaisar Han.
Sekejap Kaisar Han itu terbelalak menatap Chin Yang Kun,
dia seakan-akan tidak percaya bahwa Chin Yang Kun benarbenar telah datang. Namun beberapa saat kemudian mata itu
lantas menjadi merah berkaca-kaca. Dan kemudian mereka
berdua, ayah dan anak itu lalu saling berpelukan dengan
eratnya. ''Yang Kun, anakku........! Sekarang engkau sudah mau
mengakui aku sebagai ayahmu, bukan ?" Hong siang berkata sendu.
Chin Yang Kun balas menatap wajah Hong-siang atau
ayahnya yang asli itu dengan perasaan haru dan kasihan. Lalu pemuda itu menganggukkan kepalanya. Meskipun demikian
Chin Yang Kun tetap diam tak menjawab.
Entah mengapa, pemuda itu tiba-tiba teringat kembali pada
Keluarga Chin. Dan ingatan itu menyebabkan hati dan
perasaannya kembali kosong dan hampa luar biasa. Namun
demikian pemuda itu tak hendak melukai atau mengurangi
kegembiraan Hong-siang atau ayahandanya itu. Oleh karena
itu Chin Yang Kun kembali bersikap biasa, seolah-olah tidak pernah terjadi gejolak apa-apa di dalam dirinya. Maka ketika Hong-siang merangkulnya lagi, Chin Yang Kun segera
membalasnya dengan mesra.
"Biarlah, suatu saat nanti........kalau waktunya sudah mengijinkan, aku akan berterus terang kepada Hong-siang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa aku tak dapat hidup di dalam lingkungan istana seperti itu. Aku akan minta ijin untuk meneruskan niatku semula,
yaitu hidup bertapa seorang diri di tempat sunyi." pemuda itu berkata di dalam hatinya.
Sementara itu Kaisar Han sama sekali tidak tahu apa yang
sedang bergejolak di dalam hati puteranya itu. Kaisar Han
benar-benar sedang diliputi kegembiraan di dalam hatinya.
"Anakku...! Kita harus merayakan pertemuan kita ini
semeriah mungkin. Dan aku akan memanggil semua menteri
serta kepala daerah di seluruh negeri untuk menyaksikan
pengukuhanmu sebagai Putera Mahkota. Tapi sekarang
marilah kita berdoa lebih dulu untuk keberuntungan kita ini !"
"Tapi.... bukankah Hong-siang sedang sakit" Apakah Hong-siang tidak beristirahat saja biar lekas sembuh?" Chin Yang Kun berusaha membujuk Kaisar Han.
"Jangan pikirkan aku ! Rasa sakitku sudah tidak terasa lagi begitu melihat engkau.......Ayolah!"
Begitu berlutut di atas altar, tiba-tiba Chin Yang Kun
tergetar hatinya. Bayangan sinar kuning keemasan yang dulu pernah dilihatnya di bawah altar itu kembali menggoda
hatinya. Dan hatinya semakin tergelitik ketika angan-angannya seperti melihat benda bersinar itu kembali. Namun pemuda itu menjadi kecewa tatkala ia tak bisa menemukan lobang itu lagi.
"Hong-siang......." akhirnya Chin Yang Kun memberanikan dirinya untuk melaporkan hal itu kepada Hong-siang. "Hamba merasa seperti ada sesuatu di bawah altar ini. Bolehkah
hamba membongkar altar ini sebentar saja.....?"
"Apa" Kau hendak membongkar altar ini?" Kaisar Han berseru dan menatap Chin Yang Kun dengan dahi berkerut.
Tapi melihat kesungguhan hati puteranya itu Kaisar Han lantas mengendorkan lagi sikapnya. "Baiklah ! Terserah kepadamu.
Tapi....... omong-omong, apa sih sebenarnya maksudmu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Entahlah, Hong-siang....... Hamba seperti melihat sesuatu di bawah altar ini, tapi hamba tak tahu macam apa benda itu.
Maka dari itu hamba hendak membongkarnya........."
"Hmm....... tapi altar dari batu giok ini beratnya tentu lebih dari seribu kati. Bagaimana kau hendak mengangkatnya"
Apakah kau perlu bantuan para pengawal itu ?"
"Nanti saja, Hong-siang. Biarkanlah hamba mencobanya
sendiri dahulu. Jikalau nanti hamba memang tak kuat
mengangkatnya, barulah hamba akan memanggil mereka."
"Hmmmm, baiklah....... kau boleh mencobanya! Tapi kau harus berhati-hati !" Kaisar Han memberi peringatan.
Chin Yang Kun lalu mempersiapkan dirinya. Dipegangnya
pinggiran altar itu dengan kedua belah tangannya. Kemudian dengan kuda-kuda yang sangat rendah pemuda itu
mengerahkan seluruh tenaga sakti Liong-cu-i-kangnya. Maka
sesaat kemudian seluruh urat-urat di dalam tubuh pemuda ini pun lantas menegang dan mengembang sepenuhnya.
Brrrrt....... sssssss ! Seketika udara dingin terasa menghembus ke seluruh
ruangan. Sekejap Kaisar Han menggigil dengan mata
terbelalak kaget, namun rasa kaget tersebut segera lenyap
manakala dilihatnya altar yang besar itu mulai terangkat naik !
Malahan rasa kaget itu segera berganti dengan rasa takjub
luar biasa ! Suara derak altar tersebut ternyata juga menarik perhatian Yap Tai ciangkun dan para pengawal yang sedang menunggu
di luar ruangan. Mereka bergegas masuk. Tapi seperti halnya Kaisar Han, merekapun segera ternganga kagum menyaksikan
kekuatan Iweekang Chin Yang Kun yang maha dahsyat itu.
Semuanya baru sadar kembali tatkala altar tersebut telah
bersandar di tiang kuil. "Bukan main........!" mereka berdesah hampir berbareng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Chin Yang Kun tidak mempedulikan pujian mereka.
Pemuda itu bergegas mencari lobang yang pernah dilihatnya
di bawah altar dulu. Dan begitu lobang itu telah ia dapatkan pemuda itu segera memasukkan tangannya.
Tentu saja perbuatan itu menimbulkan berbagai macam
pertanyaan di dalam hati orang-orang yang melihatnya.
Semuanya bertanya-tanya di dalam hati, apa sebenarnya yang sedang dilakukan oleh Pangeran itu"
Tapi semuanya segera menjadi kaget sekali ketika melihat
pangeran itu mengeluarkan sebuah benda kekuning-kuningan
dari dalam lobang tersebut. Dan benda sebesar buah persik itu tampak bercahaya dan bergetaran, seakan-akan
memancarkan wibawa yang sangat besar.
Dan semuanya saja, tak terkecuali Kaisar Han dan Yap Taiciangkun, merasakan getaran itu, sehingga tiba-tiba saja
mereka menundukkan kepala mereka dengan perasaan segan
dan hormat. "Cap Kerajaan.......!" mulut mereka berbisik hampir tak terdengar.
Sebaliknya, Chin Yang Kun sendiri juga menjadi kaget pula
menyaksikan sikap orang-orang itu. Sambil mendekati
ayahandanya, pemuda itu berulang-ulang membolak-balikkan
benda yang berada di tangannya tersebut.
"Cap Kerajaan " Tapi mendiang ayah mengatakan barang
ini berada di dalam Goa Harimau. Hm........ masakan lobang sekecil itu disebut Goa Harimau" Tapi... tapi .... bagaimana dengan perintah untuk bersembahyang di waktu tengah
malam, ketika bulan tepat di atas kepala itu " Aku menemukan lobang itu juga karena aku bersembahyang pada waktu bulan
tepat berada di atas kepala. Aaah". kalau begitu... kalau
begitu, apakah perkataan GOA HARIMAU itu cuma merupakan
kata-kata sandi atau kiasan saja" Yaa".. ya, agaknya memang demikian. Agaknya yang dimaksudkan dengan Goa Harimau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu adalah sarang lawan yang sangat berbahaya, yaitu istana ini.,... oh !" sambil melangkah pemuda itu berpikir keras.
Oleh Chin Yang Kun Cap Kerajaan itu dia serahkan kepada
Kaisar Han, dan saking gembiranya kaisar itu memeluk Chin
Yang Kun dengan eratnya. "Anakku.....! Penemuanmu ini semakin meyakinkan aku
bahwa engkau memang berjodoh dengan tahta kita. Oleh
karena itu hatiku juga semakin mantap untuk lekas-lekas
mengukuhkanmu sebagai calon penggantiku kelak. Nah, Yang
Kun.... ayahmu sungguh-sungguh merasa sangat berbahagia
sekali hari ini. Oleh karena itu kau boleh mengajukan sebuah permintaan kepadaku. Dan sebagai seorang raja aku akan
mengabulkan permintaanmu itu sepanjang yang kauminta
tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan
keadilan......." Kaisar Han berkata dengan suara keras.
Chin Yang Kun yang sedang gugup dan kebingungan itu
tiba-tiba tertegun mendengar tawaran tersebut. Sekilas
pemuda itu melihat setitik kesempatan untuk melepaskan diri dari cengkeraman istana itu tanpa harus melukai hati ayahnya.
Tapi pemuda itu tidak tahu bagaimana ia harus
mengatakannya kepada ayahnya.
"Ini....... ini benar-benar sebuah kesempatan yang tak mungkin kudapatkan lagi di kelak kemudian hari, apa lagi
kalau aku telah dikukuhkan sebagai Putera Mahkota nanti!
Tapi........ tapi.... bagaimana aku harus mengatakannya?"
pemuda itu berpikir. "Pangeran.........! Hong-siang telah berkenan untuk
memberikan sebuah hadiah yang tak ternilai kepada
Pangeran. Pangeran bebas untuk menyebutkannya. Apakah


Pendekar Penyebar Maut Lanjutan Darah Pendekar Karya Sriwidjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pangeran menginginkan sebuah istana yang bagus" Ataukah
Pangeran sudah menghendaki seorang puteri sebagai
pendamping Pangeran nanti" Silakan Pangeran
menyebutkannya, Hong-siang tentu akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meluluskannya........!" Yap Tai-ciangkun yang melihat Chin Yang Kun cuma diam saja itu ikut pula mendesak.
"Ya...,., ya, anakku ! Apa yang dikatakan oleh Yap Tai-ciangkun itu memang betul. Katakan saja, aku tentu akan
memberikannya!" Kaisar Han berkata pula sambil tersenyum.
Chin Yang Kun menatap wajah ayahandanya, kemudian
perlahan-lahan berlutut di depannya.
"Hong-siang.......! Hamba sama sekali tak menginginkan apa-apa. Yang terpikir di dalam hati hamba selama ini
hanyalah.., bagaimana hamba bisa membalas budi kepada
orang-orang yang pernah melepas kebajikan kepada hamba."
"Maksudmu..........?"
"Hong-siang, masih banyak yang harus hamba lakukan
sebelum hamba menerima anugerah itu. Diantaranya adalah
memindahkan abu jenazah Nenek Hoa ke dusun Ho-ma-cun
dan menghilangkan pengaruh racun yang selama ini masih
mengalir di dalam tubuh hamba ..."
"Hmm........ kalau itu permintaanmu, lalu berapa hari kau akan pergi?"
"Inilah yang memberatkan hati hamba. Hamba tak tahu
berapa lama hamba akan dapat menyelesaikan tugas itu."
Kaisar Han menundukkan kepalanya seraya menarik napas
dalam-dalam. Sekilas tampak rasa sesal di wajah baginda
karena telah terlanjur memberi janji kepada puteranya itu.
"Baiklah ! Karena aku tadi telah menjanjikan sebuah
permintaan kepadamu, maka aku akan memenuhi juga
permintaanmu itu. Tapi ingatlah! Akupun akan berjanji kepada diriku sendiri, yaitu selama kau pergi aku akan tinggal di kuil ini ! Selain mengerjakan tugas-tugasku sehari-hari, aku akan tidur, makan dan minum di tempat ini. Aku akan terus berdoa sambil menantikan kedatanganmu di sini ! Nah, anakku, kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
boleh pergi sekarang....! Yap Tai ciangkun, antarkan puteraku ini keluar istana!" akhirnya Hong-siang bersabda.
"Hong-siang.......!" Chin Yang Kun, Yap Tai-ciangkun dan para pengawal itu buru-buru berlutut dan menengadahkan
wajah mereka yang gemetaran.
Namun Hong-siang sudah tidak berkata apa-apa lagi.
Dengan pandang mata sayu seakan-akan tiada mempunyai
semangat lagi Hong-siang melangkah meninggalkan mereka,
menuju ke ruangan belakang dari kuil itu. Sekejap saja
semuanya sudah dapat menduga bahwa Hong-siang sangat
kecewa dan merasa sedih sekali. Tapi apa daya, semuanya
sudah terjadi, dan tak mungkin seorang kaisar menjilat
Iudahnya kembali. Hampir semua mata di dalam ruangan itu menyalahkan
Chin Yang Kun. Mereka seperti menyayangkan sikap Chin
Yang Kun yang kurang memiliki perasaan kasih sayang
terhadap ayahandanya sendiri itu.
Demikianlah, dengan kepala tertunduk Chin Yang Kun
keluar dari pintu gerbang istana. Wajahnya murung.
Pakaiannya sudah berganti dengan pakaian yang amat
sederhana pula. Dan kakinya melangkah satu-satu, menyusuri tepian jalan raya, menuntun Si Cahaya Biru yang polos pula, tanpa seorangpun tahu bahwa dialah pangeran mahkota yang
dielu-elukan orang tadi. Seorang penjaja kue dengan mata mendelik mengumpatumpat Chin Yang Kun ketika Si Cahaya Biru hampir saja
menyenggol dagangannya. Dan seorang puteri hartawan
buru-buru menyingkir ketika hendak berpapasan dengan Chin
Yang Kun, seolah-olah pemuda itu seorang pengemis dekil
Tiga Mutiara Mustika 3 Sarang Perjudian Karya Gu Long Anak Harimau 6

Cari Blog Ini