Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri 1

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 1


Cin Cu Ling Karya:Tong Hong GiokSaduran: Gan KL
Sumber: Dewi KZ Recomposed by: Cersilanda (fbms)
Cuaca cerah, udara terang, tiada badai, tidak ada ombak di tengah sungai atau danau, namun demikian gelombang ombak tetap
mendampar, yang di belakang mendorong ke depan, air tetap
mengalir tak ter-putus2. Demikian pula suasana Kangouw (sungaitelaga), mengejar nama, berebut rejeki, yang kuat mencaplok yang lemah kelaliman, kesadiaan kejahatan tetap merajalela, liku
kehidupan dunia persilatan penuh diliputi muslihat, kapan insan persilatan pernah mengenyam kehidupan aman dan damai"
Sepanjang musim semi tahun ini suasana Kangouw atau dania
persilatan memang agak tenteram, namun keadaan ini tidak
bertahan lama, karena kabar yang mengejutkan tiba2 membikin
keadaanyangaman tenterammenjadigempardan bergolak.
Kabar pertama yang mengejutkan adalah lenyapnya
Tong-Thianjong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal
dengan ilmu senjata rahasia dan racunnya. Kabar kedua yang
menggemparkan adalah hilangnya Un It-hong, tertua keluarga Un
di Ling lam yang terkenal dengan obat bius dan wewangian yang
memabukkan, Keduanya menghilang secara beruntun tak keruan
parannya . Konon periatiwa ini terjadi pada permulaan tahun lalu, soalnya
keluarga yang kehilangan ketuanya ini tutup mulut dan
merahasiakan hal itu sehingga urusan baru bocor setelah berselang tiga bulan kemudian, sudah tentu berita ini menjadi topik
pembicaraan setiap insan persilatan.
Keluarga Tong di Sujwan berada di utara, se-mentara keluarga
Un di Ling-lam ada di selatan-Sebetulnya kejadian hilangnya ketua dari kedua keluarga ini betapapun tiada sangkut pautnya satu
sama yang lain-Soalnya peristiwa ini berlangsung sebelum dan
sesudah tahun baru, sehingga orang mau tidak mau menganggap
kejadian itu suatu kebetulan, apalagi kabar yang tersiar luas di dania persilatan bersimpang siur sehingga umum merasa urusan ini agak miaterius.
Kabarnya setelah kedua tokoh ini hilang secara aneh, orang2
dari kedua keluarga ini menemukan sebutir mutiara sebesar
kacang di bawah bantal mereka. Menemukan mutiara di bawah
bantal sebetulnya bukan suatu hal yang aneh, cuma mutiara yang
mereka temukan ini terukir sebuah huruf "LING" (perintah atau firman) sebesar kepala lalat bewarna merah menyolok. Dan karena adanya huruf "LING" yang terukir di atas mutiara inilah menjadikan urusan menarik perhatian orang banyak.
"cin-cu-ling" (firman mutiara), hampir setiap insan persilatan tiada yang pernah dangar nama ini di Kangouw. Lambang
seseorang ataukah golongan"
Soal ini simpang siur dan tiada scorangpun yang bisa
menjelaskan secara gamblang dan pasti. .
Yang terang cin-cu-ling menyebabkan dua orang tertua dari
keluarga besar yang tersohor di dania persilatan lenyap. Kini tiga bulan sudah lalu, soal ini masih ramai dibicarakan orang, namun kejadian masih terselubung, bagai batu kecemplung laut, sejauh
itu masih menjaditeka-teki.
Yang terang orang2 dari kedua keluarga ini masih terus mencari
dan menyelidiki. cin-cu-ling memang menimbulkan gelombang besar di dania
persilatan untuk beberapa lamanya tapi lambat laun hal inipun
dilupakan orang. Thay goan-tang merupakan pegadaian terbesar di kota
Kayhong, letaknya dijalan besar di timur kota. Huruf "Tang" (gadai
) bagai poster raksasa menghias tembok tinggi yang melintang di depan rumah setinggi dua tombak. Begitu masuk, pintu angin lebar dari papan tebal mengadang dijalan-pintu angin inipun dihiasi
huruf gadai yang melebihi besar manusia sehingga keadaan di
dalam tidak kelihatan dari luar. Memangnya siapa yang tidak malu menggadaikan barang miliknya kalau tidak kepepet karena
"tongpes" alias kantong kempes"
Hari sudah lewat lohor, keadaan rumah gadai Thay-goan sudah
sepi, pada saat itulah seorang pemuda memasuki pintu pegadaian
itu. Pemuda ini berjubah hijau, usianya likuran tahun, mukanya
cakap. alia tegak. mata besar bersinar tajam, sikap-nya ramah dan halus mirip seorang pelajar, tapi sebuah buntalan panjang tiga kaki melintang di punggungnya, tidak mirip payung, mungkin senjata
yang selalu dibawanya untuk membela diri.
Pemuda jubah hijau langsung menuju ke loket terdekat,
sebentar dia berdehem, lalu bersuara lembut. "Mana petugasnya"
Seorang laki2 tua berkaca mata berlari2 dari sebelah dalam,
sekilas diawasinya pemuda jubah hijau ini, lalu berseri tawa sambil menyapa:"Siangkong (tuan)hendak menggadaibarangapa."
Pemuda jubah hijau manggut2, tangan mero-goh kantong dan
mengeluarkan sebutir mutiara terus diangsurkan-Mutiara ini
sebesar telur burung puyuh, lapat2 bersemu kuning, sinarnya
mencorong benderang, orang awampun tahu bahwa benda ini
adalahbarang mestika yangtakternilaiharganya.
Petugas tua ini menerima serta di-timang2 di telapak tangan,
lalu tanyanya: "Mau digadaikan berapa, Siang kong?"
"Lima ributahilperak."sahutpemudajubah hijau.
Sebetulnya nilai mutiara ini sedikitnya laksaan tahil, tapi petugas ini tak berani sembarangan bertindak, dengan seksama dia amat2i mutiara serta memeriksanya dengan lebih teliti. Akhirnya
ditemukan sebuah ukiran huruf "LING" warna merah di atas mutiara yang menguning terang itu Seketika jantungnya berdetak
keras seperti hendak meloncatkeluar darironggadadanya.
Sekilas tampak berubah air muka petugas tua ini, Tapi kejap lain rona mukanya berobah pula seperti kegirangan-sudah tentu semua
perubahan ini tak lepas dari pengamatan si pemuda jubah hijau.
Tapipemudaitu anggaptidak tahusaja.
Sengaja petugas tua ini memeriksa dan menimang2 sekian
lamanya, habia itu baru berkata dengan tertawa lebar: "Mutiara Siangkong ini tak ter-nilai harganya, hanya digadai lima ribu tahil saja...."
"Ya, baiklah kugadaikan," ujar pemuda jubah hijau.
"Tapilimaributahiljugabukanjumlahyangkecil, maka........."
"Lho, kenapa, kau tidak mau terima?"
"Tidak. tidak. kami buka pegadaian, mana tidak terima gadai"
Soalnya lima ribu tahil, kami tiada uang kontan sebanyak itu, dan lagi mutiara ini harus di unjukkan dulu kepada majikan kami."
"Boleh saja," ujar si pemuda, "silakan undang majikanmu."
"Sebagai langganan, mari silakan Siang kong duduk didalam dan minum secangkir teh, segera kusuruh orang mengundang
majikan," sembari bicara dia membuka pintu di ujung sana, lalu menyambut dengan munduk2: "silakan duduk. Siang kong."
Si pemuda tidak sungkan dengan tegap ia masuk ke dalam.
Petugas tua menyilakan duduk. seorang kacung menyuguhkan
secangkir teh. Petugas tua mengembalikan mutiara dengan ke dua tangannya,
katanya. "Siangkong, simpan dulu mutiara ini, setelah berhadapan dengan majikan boleh kau perlihatkan kepada beliau." lalu ia bisik2
kepada si kacung sekian lamanya, kacung itu mang-gut2 terus
berlari keluar. "Majikan tinggal di pintu selatan, sebentar be-liau akan datang, Entah siapakah she Siang kong"
"Akushe Ling"sahutsipemuda. "Siangkong kelahiran mana?"
"Ing-ciu," agaknya dia sungkan bicara, maka jawabannya pendek2 saja.
"Tempat bagus," ujar si petugas tua. Si pemuda hanya
tersenyumsaja. Pembicaraan terputus sampai sekian saja, sipetugas lalu
mengeluarkan pipa cangklong dan mengiaap tembakaunya. Kira
setanakan nasi kemudian, tampak dari luar datang seorang laki2
setengah baya berpakaian ketat warna biru, laki2 ini beralis tebal, mukanya kasar kereng, badannya tegap kuat. Kacung cilik tadi
tampak ber-lari2 di belakangnya.
Lekas si petugas tua menurunkan pipa sambil berdiri, serunya
tertawa:"Nah, sudahdatang."SiPemuda ikut berdiri.
Sementara laki2 setengah baya sudah beranjak masuk. matanya
langsung menatap si pemuda jubah hijau, sekedar menyapa pada
si petugas, katanya: "Apakah saudara ini yang hendak
menggadaikan?" Si petugas manggut2, sahutnya: "Ya, ya inilah Ling-siangkong dari Ing-ciu." Kepada si pemuda segera ia memperkenalkan:
"Inilah murid terbesar majikan kami The Si-kiat The-toaya, belakangan majikan jarang mencampuri urusan perusahaan,
semuanya Thetoaya inilah yang memberes-kannya."
"KiranyaThe-ya,"sipemuda memberisalam.
The Si-kiat membalas hormat, katanya: "Tidak berani, cayhe diperintahkan guru kemari untuk mengundang saudara ke sana
untuk bicara." "cayhehanya menggadaibarangsaya,"sahutsi pemuda.
Umumnya gadaian hanya mengenal barang tanpa kenal orang,
kalau harganya cocok boleh di bayar, kalau tidak boleh ditolak.
The Si-kiat tertawa, ujarnya: " Guruku berkata, mutiara yang tak ternilai harganya hanya digadai lima ribu tahil, menurut aturan, jumlah ini merupakan nilai yang besar, maka kedua belah pihak
perlu bicara langsung, oleh karena itu harap saudara sudi terima undangan ini."
Si pemuda tertawa tawar, katanya: "Kalau demikian, terpaksa aku terima undangan ini."
"Marilah, kutunjukkan jalannya," ujar The Si-kiat terus melangkah keluar lebih dulu. Si pemuda mengikut di belakang
meninggalkan rumah gadai ini.
Mereka jalan beriring, The Si-kiat membawa-nya berputar
menyusuri dua jalan raya panjang dan ramai. Kira2 setengah li
kemudian, mereka mem-belok ke sebuah lorong lebar yang beralas
batu besar dan bersih mengkilap. pohon2 tua dan tinggi berderet di kedua pinggir jalan-.
Entah sengaja atau tidak The Si-kiat seperti hendak menjajal si pemuda, begitu memasuki lorong ini langkahnya tiba2 dipercepat, kelihatannya langkahnya lambat tidak ter-gesa2, namun tubuhnya
bergerakbagaiterbang, orangbiasaumpamaberlari sekencang2nya
juga takkan biaa menyusulnya.
Pemuda jubah hijau mengikut di belakang, langkahnya juga
lamban saja seperti tidak ingin berlomba lari, berlangsung seperti tidak terjadi apa2, na-mun jaraknya dengan The Si-kiat tetap
sama, hanya beberapa kaki, sedikitpun tak pernah ketinggalanJalanan batu mengkilap ini panjangnya ada dua li, sepanjang
jalan ini The Si-kiat melangkah dengan amat pesatnya, hanya
sekejah saja sudah tiba di depan sebuah gedang besar dan
berhenti. Dia kira sipemuda tentu ketinggalan jauh dibelakang, tak tahunya waktu dia berpaling, ternyata si pemuda dengan sikap
wajar juga berhenti di belakangnya, -Keruan ia kaget, batinnya: "Di antara murid Siau-lim-pay dari kaum preman, aku diberi julukan
Sinhing thay-po (malaikat jalan pesat), kecuali orang mengerahkan tenaga dan menggunakan Ginkang, rasanya tidak sembarang
orang bisa menyusul diriku, tapi bocah ini amat lihay juga
Ginkangnya. sedikitpun tidak mau ketinggalan di belakang." Segera dia menghela napas panjang serta berkata dengan tertawa:
"Sudah sampai" Si pemuda angkat kepala, dilihatnya gedang besar memakan
tanah yang amat luas, rumahnya ber-lapia2 memanjang ke
belakang, bentuknya megah serta mewah. Kedua pintu besar yang
bercat hitam sudah terbentang lebar, di depan pintu berdiri dua laki2 muda berpakaian jubah hijau, sikapnya gagah dan kereng.
Kiranya adalah Kim-ing-ceng yang tersohor di kalangan persilatan-Locengcu atau pemilik perkampungan tua ini bernama Kim Kaythay, dia pula yang menjabat ciangbunjin dari murid preman Siaulim-pay. Kaumpersilatan sama memanggilnya Kim-ting, Kim loyacu.
"Kim-ting" (hianglo emas tempat dupa) adalah julukan Kim loyacu, konon dulu dua dijuluki It-kun-cui-kim-ting (sekali pukul menghancurkan Hianglo), tapi karena kelima huruf ini kurang enak dibaca, maka orang lebih suka memanggilnya Kim-ting saja. Dan
lagi Kim-ting secara kiasan juga mengandang arti dapat dipercaya katanya.
Di bawah iringan The Si-kiat, si pemuda terus memasuki pintu
besar, melewati pekarangan luas dan panjang, memasuki pintu
kedua, di sini terjaga oleh dua pemuda baju hijau. begitu The
Si-kiat datang, segera mereka membungkuk hormat dan menyapa:
"Suhu sudah menunggu di ruang barat, silakan Toasuheng bawa tamu ke kamar barat."
The Si-kiat mengiakan saja terus membelok ke arah kiri, setelah menyusuri serambi panjang yang ber-belok2, mereka tiba di kamar di sebelah barat.
Itulah sebuah kamar tersendiri yang berjendela kaca, sekeliling kamar dipagari tanaman bunga aneka warna, gunung2an dan
kolam ikan, pajangandisinisangatpermai,
terangditanganiseorangahli.
Undak2an di depan pintu kamar berdiri pula dua laki2 jubah
hijau, kiranya mereka adalah murid Kim-loyacu.
Mengikuti langkah The Si-kiat, si pemuda langsung memasuki
kamar bunga itu, tampak di atas sebuah kursi besar membelakangi dandang sebelah timur sana duduk seorang laki2 tua berkepala
botak. berjenggot putih bermuka merah, sorot matanya bersinar
tajam. begitu melihat muridnya membawa si pemuda masuk.
segera diaunjuktawasertaberdiri menyambut.
Setelah dekat The Si-kiat berhenti serta berkata pada tamunya:
"Inilah guru kami."
Si Pemuda maju melangkah, kedua tangan terangkap memberi
hormat, katanya lantang: "Sudah lama kudengar nama besar Kimloyacu, atas undangan ini, Wanpwe amat bersyukur dan
beruntung." Lekas The Si-kiat berkata lirih kepada gurunya: "Suhu, inilah Ling-siangkong . "
Kim Kay-thay bermata panjang, dengan seksama dia awasi
pemuda jubah hijau ini, sudah tentu yang menarik perhatiannya
adalah buntalan panjang di belakang punggung si pemuda, bagi
seorang ahli tentu segera tahu bahwa buntalan ini berisi pedang panjang.
Sambil mengawasi orang, tangan kanan Kim-loyacu terangkat
sambil berkata: "Tamu agung, tamu agung Silakan duduk. Silakan duduk"
Si pemuda juga tidak sungkan2, dia duduk di kursi depan orang.
Seorang pemuda lain berbaju hijau lantas menyuguhkan minumanKim Kay-thay berdehem kecil, lalu berkata dengan tertawa:
"Ling-siangkong, siapakah nama leng-kapmu .........."
"cayhe bernama Kun-gi."
"Tinggaldi mana?"
"Di Ing-Ciu,"sahutsipemudaalias Ling Kun-gi.
Kim Kay-thay manggut2, katanya: "Lohu dangar Ling-siangkong punya sebutir mutiara hendak digadaikan lima ribu tahil perak"
Bolehkah kuperiksa?"
Ling Kun-gi merogoh kantong dan mengeluar-kan mutiara yang
terikat benang emas dan di-angsurkanKim Kay-thay menerimanya serta mengamati-nya dengan teliti,
katanya kemudian: "Lohu ingin mohon sedikit keterangan dari Lingsiangkong, entah sudikah menerangkan?"
Ling Kun-gi tertawa tawar, ujarnya: "Kim-loyacu ingin tanya soal apa?"
Tajam tatapan mata Kim Kay-thay, katanya: "Apakah Lingsiangkong tahu asal-usul mutiara ini?"
"Inilah barang peninggalan leluhur kami," jawab Ling Kun-gi.
Jadi mutiara itu adalah warisan leluhurnya.
"Siapakah nama gelaran ayah Ling-siangkong?" tanya Kim Kaythay.
"Ayah almarhum sudah meninggal sejak beberapa tahun, Kimloyacu tanya soal ayah, apa-kah beliau ada sangkut pautnya
dengan mutiara ini?"
"Lohu hanya tanya sambil lalu saja, Ling-kongcu membekal
pedangke mana2, tentunyakaupundarikalanganpersilatan?"
"cayhe hanya belajar beberapa jurus pukulan dan ilmu pedang, barusaja mulaiberkecimpung di Kangouw."
Sekilas terpancar sinar terang dari kedua biji mata Kim Kay-thay yang sipit, katanya sambil manggut2: "Ling-siangkong gagah dan cakap. tentunya dari keluarga persilatan ternama juga."
"Ayah almarhum dan ibu sama2 tak mahir ilmu silat, kepandaian rendahyangcayhemiliki kuperolehdarididikanguru."
"o, entah siapa nama crelaran guru Ling-siangkong?"
"Guruku tidak punya gelaran, namanya juga tidak ingin
diketahui orang lain."
Kim Kay-thay mengelus jenggot, katanya: "Guru Ling-siangkong mungkin seorang tokoh persilatan lihay dan aneh tabiatnya."
"Dari mutiara wariaan keluarga kami ini, Kim-loyacu tanya asalusul dan riwayat hidupku, apakah engkau menaruh perhatian atau
curiga terhadap mu-tiara milikku ini"
Sejenak Kim Kay-thay melengak. katanya ke-mudian sambil
tertawa: " Ling-siangkong jangan salah paham."
"Apa yang ingin Kim-loy acu ketahui sudah kujawab terus
terang. kini cayhe juga ingin tanya satu hal, entah Kim-loy acu sudi memberipenjelasan tidak?"
Kim Kay-thay tetap tersenyum simpul, katanya: "Boleh Lingsiangkong katakan." "Kukira Kim-loyacu tentu pernah melihat mu-tiara yang mirip dengan mutiara milikku ini?" kata Ling Kun-gi.
Sedikit berubah air muka Kim Kay-thay, ka-tanya tertawa: "
Lingsiangkong adalah kaum persilatan, tentunya juga sudah
mendangar peristiwa cin-cu-ling di kalangan Kangouw?"
"Ya, cayhe datang ke Kayhong memang ingin cari tahu tentang cin-cu-sing yang menggemparkan dania persilatan itu."
Terunjuk rasa heran pada wajah Kim Kay-thay, tanyanya:
"Apakah Ling-siangkong sudah tahu?"
Menegak alis Ling Kun-gi, katanya sambil ter-tawa keras. "Itu terserah kepada Kim-loyacu. apakah sudi mengunjukkannya
kepada cayhe" Tak urung berubah juga roman muka Kim Kay-thay, katanya: "
Ucapan Ling-siangkong tidak beralasan, darimana lohu biaa
mempunyaicin-cu-ling itu?"
"Waktu cayhe berangkat, sudah kudangar bahwa Lok-san
Taysu, pimpinan ruang Yok-ong-tian di Siau lim-si mendadak
hilang, di tempatnya tertinggalkan sebutir cin-cu-ling, Hongtiang ketua Siaulim-si sudah serahkan cin cu-ling itu kepada Kim-loyacu, memangnya kabarinihanyaberitaanginbelaka?"
Dingin sikap Kim Kay-thay, katanya: "Semula kukira guru Lingsiangkong adalah tokoh aneh yang mengasingkan diri dan jarang
berkecimpung di dunia persilatan-.... "jelas nadanya penuh sindiran-Ling Kun-gi tertawa lebar, katanya: "Guruku memang suka
mencampuri urusan tetek-bengek, sejak tiga puluh tahun yang lalu sampai sekarang, tabiat ini tak pernah berubah."
Sekilas terpancar perasaan aneh pada wajah Kim Kay-thay,
tanyanya prihatin: "Siapakah sebetulnya gurumu?"
"Tadi sudah cayhe jelaskan, guruku tidak punya gelar, kalau Kimloyacu ingin tahu, boleh selidiki dari permainan beberapa jurus pukulanku"
Kim Kay-thay naik pitam, katanya kereng: "Jadi maksud
kedatanagnmu bukan ingin menggadai mutiaramu itu?"
"Sama2," ujar Ling Kun-gi tertawa: "Kim-loyacu mengundangku kemari, tentunya juga bukan ingin bicara soal nilai gadai
mutiaraku, bukan?" "Sombong benar kau anak muda" dangus Kim Kay-thay. Sudah banyak tahun tiada orang berani bertingkah dihadapan Kim-loyacu, takherandia naik pitam.
Ling Kun-gi tertawa lebar, katanya: "Setua umur guruku,
selamanya tak ada yang terpandang olehnya, cayhe adalah ahli
waris guruku satu2nya, memangnya siapa pula yang bisa
terpandang dalam mataku?"
Berubah gusar wajah Kim Kay-thay, serunya tertawa: "Bagus
sekali, Lohu ingin tahu murid siapa kau sebetulnya?" lalu ia letakkan mutiara itu diatas meja, katanya pula: "Kalau Ling siangkong tidak menggadaikan mutiaraini, silahkanambilkembali."
"Memang betul ucapan Kim-loyacu." Kata Ling Kun-gi, segera tangan di ulur mengambil mutiara itu terus dimasukkan ke kantong bajunya. Berkilat biji mata Kim Kay-thay, serunya berat: "Si-kiat"
"Tecu siap" sahut The Si-kiat membungkuk.


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim Kay-thay berpesan: "Tujuan Ling-siang-kong adalah
gurumu, boleh kau minta belajar beberapa jurus padanya, dari
permainannya nanti, mungkin aku bisa mengenal perguruannya. "
"Tecu mengerti," sahut The si-kiat, lalu dia menjura kepada Ling Kun-gi, katanya: "Ling-siangkong ingin memberi petunjuk. mari silakan bergebrakdi luar, disana lebih luas."
"Menjajal kepandaian bukanlah main tombak di atas kuda,
cukup dua-tiga langkah saja cukup, kalau bergebrak di sini
Kim-loyacu tentu bisa dapat menyaksikan lebih jelas."
The Si-kiat tertawa dingin, katanya: "Kalau Ling-siangkong berpendapat demikian, bolehlah gebrak di sini saja." kembali dia menjura serta menambahkan: "Silakan Ling-siangkong memberi pelajaran,"
Sambil mengawasi orang Ling Kun-gi mengulum senyum lebar,
katanya: "Selamanya cayhe tidak pernah menyerang lebih dulu, harap The-ya tidak usah sungkan-" terang dia sangat meremehkan The Si-kiat.
The Si-kiat adalah murid tertua Kim-ting Kim-loyacu, di antara
murid2 preman Siau-lim-pay, dia merupakan jago yang
berkepandaian tinggi, kini ia dipandang hina sedemikian rupa oleh Ling Kun-gi yang masih muda belia dan pupuk bawang lagi, sudah
tentu hatinya geram setengah mati, namun dia hanya mendengus,
katanya: "Baiklah bila aku berlaku kasar" diam2 dia menghirup napas panjang dan mengerahkan tenaga, tangan kanan melindungi
dada, serangan segera siap dilancarkan.
"Si-kiat," tiba2 Kim Kay-thay membentak. "tunggu sebentar."
Lekas The Si-kiat membatalkan dan menarik kuda2nya,
sahutnya membungkuk: "Ada pesan apa, suhu?"
"Betapapun Ling siang kong adalah tamu kita, jangan se-kali2
berlaku kasar padanya," kata sang guru.
Berlaku kasar artinya tidak boleh mencabut nyawanya tapi boleh
kau beri ajaran setimpal biar kapok.
"Tecu mengerti," sahut The Si-kiat. ia membalik badan dan telapak tangan kiri terbuka, kepalan tangan kanan melingkar di
depan dada, serunya: " Ling-siangkong, hati2lah" begitu telapak tangan kiri bergerak. tahu2 kepalan tangan kanan mendahului
menggenjot pundak Ling Kun-gi, yang dilancarkan adalah ilmu
coanhoa-kun (pukulan menyelinap bunga)... .
Ling Kun-gi pun tidak menyingkir, ia tunggu kepalan The si-kiat hampir mengenai pundaknya, mendadak sedikit miringkan badan,
kaki kiri melangkah setengah tindak. di mana tangan kiri terangkat, dia tepuk pundak kanan The si-kiat, serangan balasan ini datang lebih dulu malah. Justru yang dimainkan ini aneh dan lucu
tampaknya, walau tepukannya enteng seperti tidak menggunakan
tenaga, tapi pukulan The Si-kiat mengenai tempat kosong,
gerakannya sukar dihentikan lagi, dia terhuyung ke depan lima
langkah. Berubah air muka Kim Kay-thay karena gerakan Ling Kun-gi
mirip sekali dengan Tui-liong-jip-hay (dorong-naga masuk laut), salah satu jurus cap-ji-kim-liong jiu dari perguruannya, cuma Ling Kun-gi melancarkan jurus ini dengan tangan kiri, jadi berlawanan dengan kebiasaan
cap-ji-kim-liong-jiu (dua belas jurus tangkap naga) adalah salah satu dari 72 ilmu silat Siau-lim-pay. Termasuk 12 tingkatan teratas dari deretan ilmu lihay Siau-lim-pay, ilmu ini diciptakan oleh cikal bakal Siau-lim-pay yaitu Bodhi Dharma setelah dia menyelami Ih
Kin-keng, kecuali murid2 Hou-hoatataupembela biara, ilmu initidak pernahdiajarkan kepada murid2 preman-Sebagai murid tertua dan berkepandaian paling tinggi di antara
murid2 Kim Kay-thay, ternyata dalam gebrak permulaan saja
dirinya sudah kecundang, sudah tentu The Si-kiat malu bukan
main, mulut menggerung, tiba2 badannya berputar cepat,
berbareng kedua tangan menyerang secara membadai.
Karena sudah kecundang, maka jurus permainan selanjutnya
tidakkepalangtanggunglagi, iamelancarkanHakhouciohoat(ilmu
pukulan penakluk harimau) dari Siau lim-pay. Ilmu ini cukup
terkenal dalam bu-lim dengan kekuatan dan kekasarannya, begitu
dikembangkan perbawanya ternyata bukan olah2 hebatnya, setiap
gerakan jurus tangannya membawa deru angin kencang seperti
badai mengamuk, kekuatannya cukup menghancurkan pilar batu.
Tak tahunya Ling Kun-gi melayaninya seperti tidak terjadi apa2, sikapnya adem ayem, kedua kaki tetap berdiri di tempat tak
bergeser sedikitpun, hanya badannya saja yang bergontai kian
kemari, namun setiap serangan lawan dapat dihindarinya dengan
mudah. Dirangsang amarah, tentu saja serangan The Si-kiat semakin
bersemangat dan tumplek seluruh kepandaian silatnya, jurus ketiga adalah Jiu kip-pau-tan (tangan merogoh ulu harimau), jari2nya
berbalik merogoh ke bawah dari bawah pergelangan tangan yang
lain, bagai kilat tahu2 serangannya mengincar ulu hati Ling Kun-gi.
Begitu cepat dan ganas serangan ini. Jarak keduanya dekat lagi, pula badan Ling Kun-gi masih miring ke samping karena
menghindari jurus kedua tadi, gerakannya jadi sukar berubah dan tak mungkin berkelit lagi. Diam2 The Si-kiat mendengus hina,
tenaga dia kerahkan ketangan kanan, gerakanpun dipercepat.
Tatkala jari tangannya menyentuh baju Ling Kun gi itulah,
mendadak terasa pergelangan tangan kanan mengencang sakit,
tahu2 tangan orang sudah mencengkeram pergelangan tangannya.
keruan hatinya mencelos kaget, baru saja dia hendak meronta,
namun sudah terlambat. Kejadian berlangsung begitu cepat dalam sekejap saja, Ling
Kungi tetap mengulum senyum. sedikit dia gerakkan tangan kiri.
badan The Si-kiat yang tinggi tegar itu tiba mencelat dan
terbanting jatuh.. Sebagai murid preman angkatan kedua dari Siau-lim-pay.
kepandaian The Si-kiat sebetulnya tidak lemah, di tengah udara dia sempat mengarahkan Jian-kin-tui, kedua kakinya hinggap di atas
tanah dan berhasil mempertahankan diri. Sehingga tidak jatuh
namun mukanya yang sudah merah kelam menjadi semakin gelap
seiring malu, katanya dengan tertawa tawa: " Ling-siangkong memanghebat."Segeradiahendak menubrukmajulagi.
Betapa tajam pandangan Kim Kay-thay, dari jurus kedua yang
dimainkan Ling Kun-gi ini dia sudah yakin bahwa ilmu itu adalah cap ji-kim-liong-Ciu, tipu yang dinamakan Ih-kim-ko-Yong (hendak ditangkap sengaja menurut saja), cuma bedanya dia tetap
melancarkan jurus secara terbalik, dengan tangan kiri, keruan
hatinya terkesiap. diam2 ia membatin: "Mungkinkah dia murid beliau?" Tanpa menunggu The Si-kiat bergerak lebih lanjut, cepat ia membentak: "Si-kiat berhenti"
Mendangar seruan gurunya, lekas The Si-kiat meluruskan kedua
tangan, sahutnya mengangkat kepala:
"Suhu, ini......". diainginbilang "Tecu belum kalah."
Namun Kim Kay-thay segera menyela: "Tak usah dilanjutkan,
kau bukan tandingan Ling-lote. "
The Si-kiat tak berani banyak bicara, namun batinnya tidak
terima dan penasaran sekali.
Kim Kay-thay tidak hiraukan sikap muridnya, ia berdiri dengan
muka berseri ia berkata kepada Ling Kun-gi: " Ling-lote, silakan duduk."
Dari Ling-siangkong mendadak dia menyebutnya Ling-lote
(saudara Ling), nadanyapun jauh lebih ramah dan hormat.
Diam2 The Si-kiat menggerutu dalam hati, namun dia juga
dapat mengira gurunya berpengalaman luas, dari dua gebrakan
tadi, tentu beliausudah tahuasal-usulLing-siangkong ini.
Ling Kun-gi tersenyum penuh arti, tanpa bicara ia kembali ke
tempat duduksemula. Mengawasi Ling Kun-gi, berkatalah Kim Kay-thay dengan tulus:
"Ingin kutanya suatu hal, entah sudikah Ling-lote memberitahu?"
Dari nada ucapannya jelas berubah jauh sekali pandangannya
terhadap anak muda ini, walau dirinya lebih tua, sedikitpun ia tak berani angkuh lagi. "Kim-loyacu ingin tanya apa?" jawab Ling Kun gi.
"Gurumulah yang ingin kutanyakan, apakah beliau seorang
beribadat?" Ling Kun-gi hanya tertawa, katanya: "Tadi sudah kukatakan, guruku tidak punya gelar dan tidak mau disebut namanya,
terpaksa tak bisa kujawab pertanyaan Kim loyacu."
"Tidak apa, kalau Ling-lote tidak mau memberitahu, akupun
tidak memaksa," sebentar Kim Kay-thay merandek lalu bertanya pula dengan tatapan tajam: "Jadi Ling-lote kemari lantaran cin-cu-ling itu"
"Betul," Ling Kun-gi mengangguk.
"Bolehkah Ling-lote bicara sedikit lebih jelas?"
"Baiklah akan kujelaskan-Akhir tahun yang lalu, secara
mendadak ibuku menghilang. ."
"o," Kim Kay-thay bersuara kaget, "apa-kah ibumu juga orang persilatan?"
"Tidak. ibu sedikitpun tidak mahir ilmu silat."
"lbumu tidak bisa silat?" seru Kim Kay-thay penuh keheranan.
"Aneh sekali, jadi Ling-lote, kira hilangnya ibumu ada sangkut pautnya dengan cin-cu-ling?"
"Aku sendiripun tidak tahu, tapi begitulah kata guruku. Loh-san Taysu, pimpinan Yok-ong-tian di Siau-lim-si mendadak lenyap. di tempatuya konon ditinggalkan sebutir cin-cu-ling, maka cayhe
disuruh ke sini menemui Kim-loyacu untuk mencocokkan apakah
cin-cu-ling itu mirip dengan mutiara warisan keluargaku atau
tidak?" "Peristiwa hilangnya Loh-san suheng amat dirahasiakan, hanya beberapa orang saja dari pihak Siau-lim-si yang mengetahui, boleh dikatakan tiada seorang kangouwpun yang tahu, bahwa Ling-lote
kemari atas perintah gurumu, baiklah tak perlu kumain sembunyi
lagi, Waktu Loh-san Suheng hilang, di tempat tinggalnya memang
ditemukan sebutir cin-cu-ling, karena para paderi Siau-lim-si jarang yang keluyuran di Kangouw, maka tugas mencari jejak Loh-san
Suheng ini oleh ciangbun Hong-tiang diserahkan kepadaku, maka
mutiara itupun kini berada ditanganku"-Sampai di sini dia berdiri dan menambahkan, "Harap Ling-lote tunggu sebentar, biar
kuambilkan mutiara itu."
"Kim-loyacubolehsilakan,"sahutLing-Kungisambil berdiri. .
Bergegas Kim Kay-thay masuk ke dalam, tak lama kemudian
keluar pula sambil menenteng sebuah bungkusan kain warna
kuning, ia duduk kembali di kursinya terus membuka bungkusan
kain kuning itu, isinya adalah sebuah kotak persegi kecil dari kayu.
Dengan hati2 dia buka kotak kecil itu, lalu mengeluarkan sebutir mutiara sebesar telur burung dara, katanya: " Ling-lote, inilah cincu-ling itu." Ling -Kun-gi menerimanya serta meng-amat2i dengan seksama, mutiara inipun bolong tengahnya dan disisipi benang
emas, sebelah atasnya ada ukiran huruf "Ling" warna merah menyolok, bentuknya mirip sekali dengan mutiara warisan
keluarganya, cuma besar kecilnya saja yang berbeda, sampaipun
ikatan benang emas itu satu sama lain juga sama. Ling Kun-gi
angkat kepala dan bertanya:
"Apakah Kim-loyacu sudah mendapatkan hasil penyelidikan yang diharapkan?"
Kim Kay-thay menggeleng kepala, katanya tertawa getir: "
Walau Ling-lote tidak mau katakan asal-usul perguruan, bahwa
gurumu suruh kau ke Kayhong untuk menemuiku, itu pasti ada
hubungan intim ada diantara kita. maka biarlah kuterus terang,
anak murid preman Siau-lim si tersebar luas di-mana2, dan banyak diantaranya yang membuka Piaukiok, cabang kitapun tersebar ke
segala pelosok. dalam jangka tiga bulan ini sudah kuberi instruksi kepada mereka untuk menyelidikinya secara ketat. di samping
mengadakan sergapan bilamana yang dianggap mencurigakan,
namun bukan saja jejak Loh-san Suheng tetap tidak ditemukan,
soal cin-cu-ling inipun nihilhasilnya, cumaaku jadi
ingatakansuatuhal" Sambil mengelus jenggotnya, tiba2 dia berhenti.
"Kim loyacu ingat akan hal apa?" tanya Ling Kun-gi.
Kim Kay-thay tidak segera menjawab, dia merenung sebentar,
lalu balas bertanya: "Apakah ibumu pandai menggunakan racun?"
Ling Kun-gi tertegun, sahutnya tertawa: "Tadi sudah kukatakan, ibu bukan kaum persilatan, sudah tentu beliau tidak bisa
menggunakan racun." "Kalau demikian apakah ibumu pandai tata rias atau..
pengobatan?" Tanpapikir Ling Kun-gi menjawab, "ibutidaktahu soalobat2an-"
"Aneh kalau begitu," Kim Kay-thay, "sebetulnya tiada alasan mereka menculik ibumu."
Ling Kun-gi tampak bingung, tanyanya: "cayhe tidak tahu, apa maksud ucapan Kim-loyacu."
"Itu dasarnya pada analisa dari tiga peristiwa yang baru2 ini terjadi di Kangouw. Tapi ibumu bukan kaum persilatan, tidak tahu obat2an, juga tidak mengerti soal racun, namun juga lenyap tak
keruan parannya, kini gurumu suruh kau kemari menemuiku pula,
kalau gurumu anggap soal ini ada sangkut pautnya dengan cin-culing, tentu urusan tidak akan meleset sama sekali analisaku tadi menjadiharus diragukan-"
"Bagaimana analisa Kim-loyacu, bolehkah diterangkan?" tanya Ling Kun-gi.
"Setelah Loh-san Suheng lenyap. tersiar pula berita di kalangan Kangouw bahwa ketua keluarga Tong di Sujwan dan keluarga Un
di Linglam juga lenyap secara aneh, keluarga mereka juga
menemukan cin-cu-ling di kamarnya, ini membuktikan bahwa
ketiga orang ini pastidikerjai orangdari suatugolongan-"
"Kenapa mereka tidak meninggalkan cin-cu-ling dikala ibuku lenyap?" tanya Ling Kun-gi.
"Tiga orang yang lenyap itu, keluarga Tong di Sujwan adalah ahli dibidang ilmu senjata rahasia dan racun, keluarga Un di Ling lam tersohor karena obat2 bius, sedang Loh-san Suheng
menguasai ilmu obat2an, karena itu aku menduga, bahwa ketiga
orang ahli dibidang masing2 ini sengaja diculik dan tidak terlepas dari dua kemungkinan . ... ..."
"Dua kemungkinan apa?"tanyaLing Kun-gi taksabar.
"Pertama, di antara komplotan orang2 itu pasti terdapat salah seorang tokoh penting yang terluka oleh sesuatu racun jahat,
mungkin sudah diobati berbagai macam obat dan tetap tak
sadarkan diri. oleh karena itu terpaksa mereka menculik kedua ahli racun dan obat bius dari keluarga Tong dan Un itu, demikian pula Loh san Suheng yang ahli dalam bidang pengobatan, dugaan ini
menjurus pada darma bakti demi keselamatan jiwa orang, jadi
mereka diculikuntuk menolong jiwa manusia."
"Lalu bagaimana dugaan yang menjurus ke kejahatan?"
"Itulah dugaan kedua, komplotan ini mempunyai maksud2
tertentu dengan ambisi besar, bahwa ketiga orang ini diculik untuk alat pemeras kepada keluarga Tong dan Un agar menyerahkan
catatan rahasia dari ilmu masing2 yang sudah turun temurun sejak leluhur mereka."
"Lalu apa pula tujuan mereka menculik Loh--san Taysu?" tanya Ling Kun-gi.
Kim Kay-thay menghela napas, katanya: "Kak-tam-wan buatan
Siau-lim-si dapat mengobati segala macam racun, resep
pembuatannya sudah turun temurun sejak ratusan tahun lumanya,
hanya pimpinan di Yok-ong-thian saja yang tahu akan resep ini,
bahwa Loh-san suheng juga mereka culik, tujuannya sudah tentu
untuk membuat Kak-tam-wan. Ini sih urusan kecil, sebab kecuali
tiga orang ini bukan mustahil mereka juga menculik tokoh2 lain
yangahlidalambidang ini"Hal inilahjauh lebih mengerikan-"
" Kenapa?" Ling Kun-gi menegas.
"Ini membuktikan bahwa komplotan ini sedang merancang
suatu muslihat yang besar. Mereka khusus menculik orang2 ahli di bidang racun, obat bius dan obat2an, tujuannya tentu
hendak-membuat suatu obat yang mengerikan untuk mencelakai
jiwa kaum persilatan" Sampai di sini nadanya jadi lebih tandas:
"Gerak-gerik komplotan ini serba misterius dan sangat rahasia, kalau mereka tidak meninggalkan cin-cu-ling, bukankah kita lebih sukar lagi untuk menyelidiki hal ini?" mendadak sorot matanya menjadi berkilau, tanyanya: "Apakah Ling-lote tahu asal-usul dari mutiara warisan keluargamu itu?"
"Entah, sejak kecil mutiara ini sudah selalu berada dibadanku,"
Ling Kun-gi menjelaskan "Gutumu jugatidakpernah menjelaskan"
"Tidak." jawab Ling Kun-gi, tiba2 dia berdiri serta menjura:
"Terima kasih atas petunjuk dan kete-rangan Kim-loy acu,
sekarang cayhemohon dirisaja."
"Harap Ling-lote duduk lagi sebentar, masih ada suatu hal perlu kusampaikan-"
"Kim-loyacu masih ada petunjuk apa"."
"Menurut apa yang kuketahui, kecuali keluarga Tong dan Un, di kalangan Kangow masih ada satu keluarga yang pandai dan ahli
juga menggunakan racun-........"
"Keluarga mana,"tanyaLing kun-gi.
"Llong-bin-san-ceng (perkampungan gunung naga tidur), tapi mereka jarang bergerak di kalangan Kangouw), maka jarang orang
tahu akan kehadiran mereka, menurut apa yang kuketahui,
komplotan cin-cu-ling agaknya belum bertindak terhadap
Liong-binsan-ceng, tidakadaruginyaLing-lote memperhatikan
jugasoalini." "Terima-kasih atas petunjuk ini" habis menjura Kun-gi panggul buntalannya serta melangkah Keluar. Ter-sipu2 kim Kay-thay
mengantar sampai undakan. lalu dia suruh The si-kiat antar
tamunya sampai diluar pintu. Sudah puluhan tahun The Si kiat
mendapat bimbingan gurunya, dia tahu bahwa pemuda she Ling ini
punya asal usul yang bukan sembarangan, setelah Ling Kun-gi
pergi, lekas dia kembali kekamar dan bertanya pada gurunya:
"Suhu, apakahengkausudahtahu asalusulnya?"
Prihatin air muka Kim Kay-thay, katanya sungguh2 "Dua jurus yang dia tunjukan tadi adalah tipu2 dari cap-ji-kim-liong-jiu, cuma dia bergerak secara kidal, kalau dugaan gurumu tidak meleset,
kemungkinan dia adalah ......."
The Si-kiat terperanjat, serunya: "Maksud suhu, dia murid
Susiokco?" KimKay-thay tidakbicaralagi, diahanya manggut2.
Konon 50 tahun yang lalu pernah muncul seorang maling
pendekar. Maling pendekar maksudnya dia mencuri untuk pihak
yang lemah, bukan saja dia memberantas kelaliman dan kejahatan, iapun membantu kaum miskin dan lemah melawan yang kuat dan
batil, karena dia bekerja secara terbuka dan terang2an, ilmu
silatnya teramat tinggi lagi, biasanya jejaknya sukar ditemukan, hanya sering mendengar namanya tapi tidak pernah melihat
orangnya, sudah tentu jarang ada orang yang tahu asal-usulnya.
Maka orang banyak lantas memberi julukan It-tin-hong (angin lalu) kepadanya. Maksudnyadia pergidatangsepertiangin lalu.
It-tin-hong punya tabiat aneh, yaitu dia pandang kejahatan
sebagai musuh kebuyutan, pejabat korup dan kikir, buaya darat
dan tuan tanah yang memeras rakyat jelata semua disikatnya
habis2an. Kaum persilatan dari golongan hitam yang sudah
berlepotan darah kedua tangannya karena kejahatan yang kelewat
batas juga diganyang olehnya, mending kalau hanya dipunahkan
ilmu silatnya, bagi yang berdosa di luar batas, kalau tidak terluka parah tentu jiwa melayang.
Entah bagaimana kemudian jejaknya menghilang dari kalangan
Kangouw, It tin-hong lenyap tak karuan paran, ternyata ia telah cukur rambut dan menjadi pendeta di kuil Siau-lim-si di Hoalam, setelah jadiHweslo gelarannya adalah Tay-thong.
Sekejap mata 20 tahun telah berlalu, umumnya ajaran agama
mengutamakan welas asih dan bijaksana, setelah dia insyaf tindak kekerasannya dan patuh kepada ajaran agama, tak terduga pada
suatu hari seorang musuh yang pernah dipunahkan ilmu silatnya
dapatmengenalidiabahwa Tay-thongHwesio adalahIt-tin-hong.
Tata tertib siau lim si amat keras, begitu para Hweslo dalam kuil agung itu tahu bahwa Tay-thong Hweslo adalah It-tin-hong yang
dosanya bertumpuk2, mereka anggap kehadirannya dibiara besar
itu menodai dan merusak kesucian agama mereka, maka timbul
keributan dan pertentangan, ada yang mengusulkan supaya
punahkan saja ilmu silatnya serta mengusirnya pergi dari kuil.
sudah tentu Tay-thong Hweslo marah, katanya:
"Kalau sang Budha tidak meluluskan aku meletakkan golok
pembunuh, akupun tidak pingin menjadi seorang Budhis lagi, tapi ilmu silat yang kumiliki tidak melulu kupelajari dari siau-lim-si saja, kalian tidak berhak memunahkan ilmu silatku. Soal apa yang
pernah kupelajari di Siau-lim-si ini, setelah meninggalkan
Siau-lim-si pasti tidak akan kugunakan lagi."
Begitulah akhirnya Tay-thong Hweslo meninggalkan Siau-lim-si.


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sudah tentu ada juga para Hweslo yang ingin menahan dan
merintangi kepergiannya, tapi selama dua puluhan tahun
menggembleng diri di biara agung itu, pelajaran silat yang
diyakinkan sudah teramat tinggi, tiada seorangpun yang mampu
menahannya. Sejak itu, muncul pula di kalangan Kangouw seorang pendekar
aneh yang menyebut dirinya Tay-thong Hwesio, sifanya tidak
pernah berubah, kejahatan dipandangnya sebagai musuh, ilmu
silat yang dimainkan sudah tentu ada yang berasal dari
Siau-lim-pay, cuma setiap jurus yang dia gunakan dengan tangan
kiri, jadi jurus permainannya terbalik dan berlawanan dengan silat Siau-lim-pay. Maka orangpun memberinya nama Hoan-jiu-ji-lay
(Buddha Kidal). Itulah peristiwa tiga puluh tahun yang lalu. Maka bicara soal
tingkatan, Hoan jiu-ji-lay masih terhitung Susiok dari It-wi Taysu, Hongtiang siau-lim-si sekarang, juga dengan sendirinya Susiok dari Kim-ting Kim Kay thay.
Hari belum gelap. namun rumah2 penduduk Kayhong sudah
sama pasang lampu. Lalu lintas masih ramai dijalan raya. Tampak diantara sekian yang mengayun langkah itu ada seorang pemuda
baju hijau memanggul buntalan panjang melintas jalan menuju ke
ujung jalan sana, di mana terdapat sebuah gang kecil yang sempit, di mulut gang sempit ini berdiri seorang, tak terlihat wajahnya.
Umumnya orang2 yang berdiri di mulut gang kalau bukan begal,
tentu juga bukan orang baik2 yang sedang mengincar mangsanya.
Begitu melihar pemuda jubah hijau menghampiri orang itu
segera memeluk kedua tangan di depan dadanya, kedua biji
matanya dengan nanar mengawasi gerak-geriknya, lekas sekali si
pemuda sudah mendekat dan lewat di mulut gang, dalam sekejap
orang itupun sudah menemukan apa2 yang diincar dari badan
pemuda jubah hijau, ternyata pemuda jubah hijau mengenakan
ikat pinggang atau sabuk yang terbuat dari kain sutera warna
kelabu. . tepat di ujung kiri pinggangnya dihiasi sebutir mutiara dengan seutas benang mas. Mutiara itu sebesar telur burung dara.
Maka orang itu tidak sangsi lagi, bergegas dia melompat keluar
serta mengejar dua langkah, katanya sambil unjuk tawa lebar:
"Siangkong, inilah surat untukmu."
Si pemuda melengak dan berhenti, dengan tajam ia menatap
muka orang di depannya. Dengan gugup orang itu menyetahkan sepucuk surat kepada si
pemuda terus tinggal pergi dengan langkah tergopoh2.
Pemuda jubah hijau ini ialah Ling Kun-gi, sekian lamanya ia
melongo mengawasi sampul surat ditangannya, walau merasa
heran, akhirnya dia buka sampul itu dan membaca isi surat yang
tertulis di atas secarik kertas kuning, bunyinya demikian:
"Serahkan kepadasi matasatudi luarHo-sing-biodiHek-kang."
Ling Kun-gi tertegun membaca surat ini, cepat otaknya berpikir:
"Jelas surat ini salah alamat, mungkin orang tadi salah mengenali aku." Waktu ia angkat kepala, orang yang menyerahkan surat tadi sudahtidak kelihatanlagibayangannya.
Mau tak mau tergerak juga hati Ling Kun-gi, batinnya: " Dari nada surat ini, agaknya seorang persilatan hendak mengirim
sesuatu barang. Memangnya aku sedang menyelidiki cin cu-ling,
kenapa tidak kupergi ke Hek-kang menunggu di luar Ho-sio-bio
untuk melihatapayangakan terjadidisana"
Tapi segera dia berpikir pula:" Dalam surat sudah dijelaskan untuk menyerahkan entah barang apa kepada seorang yang buta
sebelah matanya di luar Ho-sin-bio. Liu apa gunanya ku pergi ke sana. toh aku tidak punya barang yang dimaksud" Sedangkan
surat pengantar ini sudah terjatuh ke tanganku, orang yang harus menyerahkan barang tak mungkin menuju ke alamat yang
ditentukan tanpa membawa surat ini."
Sampai di sini tiba2 dia menduga kalau orang tadi telah salah
menyerahkan sampul surat ini kepada dirinya, pasti orang yang
seharusnya menerima sampul surat ini berperawakan mirip dirinya, kenapa tidak kutunggu saja di sini, kalau nanti ada orang yang
mirip diriku datang kemari" Bukankah lebih baik kalau dia yang
menyerahkan barang itu ke Ho-sin-bio"
Dengan bibirnya dia basahi sampul surat serta menutup rapat
pula sampul surat itu, kini ganti dia yang berjaga di ujung gang sempit tadi, buntalan panjang dipunggungnya dia turunkan dan
diletakkan di kaki tembok yang gelap. Tak lupa dia meraih
segenggam tanah kering lalu mengusap muka sendiri dengan debu
tanah itu lalu ia berdiri bertopang dinding dan menunggu dengan sabar.
Tak lama kemudian, betul juga dari ujung jalan raya sebelah
barat sana muncul sesosok bayangan orang, ternyata iapun
memanggul sebuah buntalan panjang, perawakannya tinggi lencir,
karena jarak masih jauh, tak terlihat jelas wajahnya. Langkahnya tampak tenang2, tidak gugup dan mantap, se-akan2 dijalan raya
itu hanya dia sendiri yang berjalanSekejap saja si baju biru ini sudah tiba di ujung gang. Kini Ling Kun-gi dapat melihat jelas, laki2 ini berusia empat-lima likuran, wajahnya memang cakap. cuma sikapntya angkuh, dingin dan
kaku. Ling Kun-gi tunggu orang berjalan sampai di mulut gang dan
segera memburu maju serta berkata: "Siangkong, inilah surat untukmu" Dengan keduatangandiaangsurkansampultadi.
Langkah si baju biru merandek. dengan sebelah tangan dia
terima sampul itu tanpa berpaling, sekenanya tangan yang lain
tiba2 menggablok ke belakang.
Tak pernah terpikir oleh Ling Kun-gi orang akan menyerang
dirinya dengan cara ganas ini, ada niat menangkis, tapi cepat
sekali otaknya bekerja, pikirnya: "Dia ingin membunuhku untuk menutup mulutku, maka aku jangan menangkis."
Diam2 ia kerahkan hawa murni untuk melindungi Hiat-to dan
terima pukulan keras orang.
"Blang", walau tidak berpaling, namun gerakan tangan orang mengincar sasaran secara tepat, pukulannya tepat mengenai dada
Ling Kun-gi. Dengan mengeluarkan keluhan tertahan Ling Kun-gi
terjengkang roboh. Tanpa berhenti atau meneliti korbannya si baju biru terus beranjak ke depan tanpa menoleh.
Diam2 Ling Kun-gi tersirap darahnya setelah menerima pukulan
keras laki2 baju biru ini, pikirnya: "Tak nyana pukulannya ini mmggunakan Jong-jiu-hoat dari aliran Lwekeh."
Sudah tentu tak pernah terpikir oleh si baju biru kalau ada
orang menguntit dirinya, dengan langkah berlenggang dia terus
beranjak ke depan, setiba di pintu utara, di depannya mengadang tembok kota yang beberapa tombak tingginya.
Sekali kaki menutul, si baju biru segera melayang naik laksana
luncuran anak panah ke atas tembok kota yang tinggi, sekali kaki menutul pula dengan enteng, badannya melayang turun keluar
tembok kota. Dari tempatnya Ling Kun-gi diam2 kaget memyaksikan
kepandaian orang, batinnya: "Bagi jago kosen Bulim bukan soal untuk melompat setinggi empat-lima tombak, tapi orang ini masih begini muda, namun sudah memiliki kepandaian setinggi ini"
Karena merasa curiga, bertambah besar pula hasratnya untuk
menguntit laki2 baju biru untuk me-nyaksikan barang apa pula
yang hendak di antar ke Ho-sin-bio
Segera iapun melayang ke atas tembok kota, dari tempat
ketinggian dilihatnya sesosok bayangan meluncur di kejauhan sana secepat terbang, arahnya ke utara. Ling Kun-gi tidak berani ayal, dia menghirup napas panjang dan melayang turun sambil
mengembangkan Ginkang terus menguntit laki2 baju biru dari
kejauhan- Kira sepuluh li kemudian, di depan sana adalah sebuah bukit
kecil, kiranya itulah Hek-kang atau bukit tandus hitam. Setiba di bawah bukit, gerakan laki2 baju biru menjadi lambat, kembali dia berjalan dengan langkah lebar, lambat tapi mantap. terus
menanjak ke atas bukit. Dlam2 Ling Kun-gi geli, pikirnya: "Orang ini pandai berpura2 dan ber-muka2, sungguh terlalu angkuh dan sombong." Setelah tiba di Hek-kang, sudahtentusebentarlagiakan sampai di Hosin-bio.
Ingin Ling Kun-gi mengetahui barang apa yang hendak
diserahkan kepada orang buta satu itu" Maka jaraknya tidak boleh terlalu jauh. Untung semakin dekat puncak bukit, tetumbuhan
pohon juga lebih lebat, sebat sekali Ling Kun-gi menyelinap masuk ke dalam hutan, dari balik bayang2 pohon dengan cepat dia
meluncur ke atas bukit. cepat sekali dilihatnya bayangan tembok merah dan ujung wuwungan, sebuah kelenteng terselubung di
balik lebatnya pepohonan di atas sana, ternyata dirinya berada di belakang kelenteng, jadi Ho sin-bio ini di bangun menghadap
utara. Ling Kun-gi tidak tahu siapa dan bagaimana asal-usul orang
buta sebelah yang akan menerima barang, maka dia tidak berani
gegabah, dengan mengembangkan Ginkang dia berlompatan di
pucukpohonterusberputardari arahkanan menuju kedepan
Ho-sin-bio terdiri dari tiga lapis bangunan ke-lenteng, waktu
Ling Kun-gi tiba di sebelah kanan, betul juga dilihatnya seorang tua buta sebelah mata berpakaian hitam telah berdiri menunggu
dengan laku hormat di luar kelenteng. . Tak lama kemudian laki2
baju birupun muncul dengan langkah pelan2.
Ter-sipu2 laki2 tua mata satu menyongsong maju, sambil
munduk2 dia menyambut dengan tawa lebar, katanya: "Atas
perintahHo-sin-ya, sejaktadi hambasudah menunggu disini"
Laki2 baju biru berkata dingin: "Mata kirimu picaku ternyata mata kananmu masih awas"
Si mata satu munduk2 lagi, katanya tertawa: "Ya, ya, hamba picak mata kanan bukan mata kiri."
"Bagus sekali" kata si baju biru, tangan merogoh kantong dan mengeluarkan sebuah bungkusan kertas terus diangsurkan,
katanya:"Baranginiamatpenting, kauharusber-hati2"
Si mata satu menyambut dengan kedua tangannya, sahutnya
tetap munduk2: "Ya, hamba tahu"
"Baiklah, setiba kau di Hoay-yang, ada orang memberi petunjuk padamu kemana kau harus antar barang ini."
"Hamba mengerti" orang tua mata satu menjawab.
Laki2 baju biru mendengus kereng, dimana dia jejak kedua
kakinya, tlba2 badannya melambung tinggi ke udara, bayangan
tubuh secepat kilat meluncur turun ke bawah bukit.
Ling Kun-gi sembunyi di tempat yang cukup dekat, maka
percakapan mereka di dengarnya dengan jelas, batinnya " Entah apa isi bungkusan kertas itu. begitu besar perhatian mereka,
sampai harus dikirim secara rahasia lagi, si mata satu adalah
pesuruh, namun dia sendiri juga belum tahu ke mana dan kepada
siapa dia harus serahkan barang itu?" lalu dia berpikir lebih lanjut:
"Kalau laki2 baju biru tadi tidak menerima surat rahasia dariku tadi, iapun tak tahu ke mana dan kepada siapa dia harus serahkan
barang yang terbungkus di kertas itu?"
Dari sini lebih mudah diraba, kalau bukan barang pusaka yang
tak ternilai harganya, tentu bungkusan itu berisi suatu barang yang amat rahasia dan penting artinya. Setelah hati merasa curiga,
sudah tentu Ling Kun gi tidak abaikan kejadian ini, dia bertekad menyelidiki hal ini sampai terang duduk persoalannya meski harus menempuh bahaya dan macam2 kesulitan-Di kala dia menerawang tindak lanjut diri sendiri, sementara si mata satu sudah beranjak pergi dengan langkah tergesa-gesa.
Dari langkah orang Ling Kun-gi dapat menilai kepandaian silat
orang ini tidak seberapa tinggi, kalau dibanding laki2 baju biru tadi, jaraknya terlampau jauh. Untuk menguntit seorang keroco seperti laki2 tua mata situ ini bagi Ling Kun-gi merupakan kerja sepele.
Tapi Ling Kun-gi cukup cerdik dan teliti, dari pengalaman malam ini yang penuh liku2 dia ingat bahwa komplotan orang ini serba
misterius, diduganya bungkusan itu sangat penting dan amat besar artinya, teramat ganjil kalau diserahkan dan dipercayakan kepada si mata satu yang berkepandaian silat begitu rendah, maka ia
menduga secara sembunyi pasti masih ada orang lain yang
berkepandaian tinggi melindunginya. oleh karena itu dia tidak
berani gegabah, setelah si mata satu pergi jauh dan meneliti
sekelilingnya memang tiada orang lain yang bersembunyi, barulah dia berkelebat keluar hutan, menyusul ke bawah gunung.
Si mata satu menempuh perjalanan dengan langkah cepat, Ling
Kun-gi tetap menguntit dari kejauhan-Supaya tidak menimbulkan
perhatian orang, maka mutiara yang dia ikat dipinggang kiri seperti pesangurunyadiasimpandalamkantong baju.
Malam itu si mata satu menempuh tujuh li perjalanan, setelah
hariterangtanah,iasampaidiKip-siandanlangsung masukkota.
Tak jauh di belakangnya Ling Kun-gi juga ikut masuk kota,
agaknya si mata satu sudah apal jalanan dalam kota ini, di pinggir jalan dia minum dulu semangkuk bubur kacang serta makan
beberapa kue untuk mengganjal perut, lalu menuju ke ujung jalan dan memasukihotel Hin-liong, sebuahpenginapankecil.
Setelahsemalamsuntuk menempuhperjalanan,LingKun-giduga
orang perlu istirahat, maka ia-pun masuk ke warung yang letaknya di seberang hotel, disini dia sarapan pagi. Diam2 dia perhatikan setiap orang yang hilir mudik, dilihatnya seorang laki2 yang bertopi bulu dengan pakaian abu2 datang dari sana dan langsung masuk
ke dalam hotel Hin-liong. Dari langkahnya yang enteng, Ling
Kun-gi tahu kalau orang ini adalah seorang jagoan, kalau hari
sudah seterang ini baru masuk penginapan, tentu diapun
menempuh perjalanan di waktu malam.
Berdegup jantung Ling Kun-gi, pikirnya: "Mungkinkah orang ini sekomplotan dengan si mata satu?"
Setelah perut kenyang dan membayar rekening makanan, Ling
Kun-gi juga masuk ke hotel Hin-liong di seberang, biasanya yang menginap di hotel sekecil ini adalah tukang kereta atau kuli
angkutan yang membawa barang dari tempat jauh, begitu hari
terang tanah mereka lantas berangkat, maka keadaan hotel
sekarang terasa sepi. Melihat ada tamu datang, pelayan menyambut dengan sikap
hormat: "Tuan tamu, kau akan..."
"Menginap." sahut Ling Kun-gi.
Pelayan kegirangan, katanya sambil munduk2: "Ya, ya, silakan tuanikut hamba."laluia bawaLing Kun-gi kedalam.
Sambil jalan Ling Kun-gi bertanya kepada si pelayan: " Hotel kalian iniaparamaidikunjungi tamu."
"Tarip hotel kami murah, maka ramai juga tamu2 yang suka
menginap di sini," sahut pelayan-"Kalau setiap pagi ada tamu masuk hotel seperti tuan sekarang. penghasilan hotel kami tentu bertambah besar."
Sementara itu mereka sudah sampai di depan sebuah kamar,
pelayan membuka pintu serta bertanya sambil melangkah masuk: "
Kamar inibagaimanatuan?"
Sebentar Ling Kun-gi celingukan, lalu menjawab: "Ya, bolehlah.
Biasanyaapakahjarangtamuyang menginapdipagihari?"
"Orang yang menginap pagi tentu semalam suntuk menempuh
perjalanan, belakangan ini keamanan dijalan banyak terganggu,
sudah tentu jarang orang mau menempuh perjalanan malam hari
......" mendadak dia cekikikan, serta menambahkan: "Pagi hari ini, termasuk Siang kong kamitelah kedatangantigatamu"
Ling Kun-gi mengiakan secara tak acuh tanyanya seperti tidak
ambit perhatian: "Mereka tinggal kamar mana?"
"Hotel kami hanya memiliki enam kamar, diseberang sana
adalah ruang umum, kamar tuan nomor tiga, dua tamu yang lain
menempati kamar satu dan dua."
Ling Kun-gi membatin: "Jadi si mata satu menempati kamar ke satu, lelakibaju abu2tinggal di kamarnomor dua."
Sementara itu pelayan telah keluar dan kembali membawa
sepoci air teh, katanya tertawa sam-bil menyuguh: ."Tuan, silakan minum?"
Sengaja Ling Kun-gi menggeliat dan menguap. katanya: "Aku
ingin tidur, tutuplah pintu dari luar, tak usah kau layani aku lagi."
Pelayan mengiakan terus keluar sambil merapatkan pintu.
Ling Kun-gipasang kuping sebentar, didengarnya laki2 baju
abu2 di sebelah agaknya belum tidur, pikirnya: "Kalau orang ini bukan sekomplotan dengan si mata satu, tentu iapun seperti diriku sedang menguntit si mata satu."
Setelah meneguk habis secangkir teh, tanpa buka pakaian dia
rebahkan diri. Dengan bekal kepandaian silatnya, umpama dia tidur pulas, asalkeduaorang di kamar sebelahadasedikit ulah pastitidak dapat mengelabui kupingnya, karena untuk keluar hotel mereka
harus lewat depan kamarnya betapapun derap langkah mereka
tetap bisa didengarnya. Maka dengan hati lega ia pejamkan mata
sebentar saja sudah pulas.
Tak terduga belum lama dia tertidur, tiba2 didengarnya orang di kamar sebelah mengumpat marah2: " Keparat, cukup licin juga kau."
Kata2nya tidak keras, menyerupai orang berguman, tapi cukup
mengejutkan Ling kun-gi dari pulasnya, bergegas dia duduk serta pasang kuping, didengarnya laki2 di kamar sebelah mendorong
jendela terus melompat keluar . . .. "Mungkinkah si mata satu sudah merat?" demikian batin Ling Kun-gi.
Ketiga kamar berjajar in masing2 ada jendela belakang, waktu
masuk kamar tadi Ling Kun-gi sudah memeriksanya, di luar jendela adalah sebuah gang sempit, agaknya lelaki baju abu2 sudah
mengejar lewat gang dibelakang itu.
Bergegas Ling Kun-gipun turun dari ranjang dan buka jendela,
ia melompat keluar, betul juga dilihatnya jendela di kedua kamar sebelah sudah terpentang lebar, jadi si mata satu sudah merat dan dikejar lelaki baju abu2. Diam2 Ling Kun-gi malu diri, kalau lelaki baju abu2 tidak mengumpat, diri-nya tentu juga kena dikelabui,
dari sini terbukti bahwa pengalaman dirinya masih terlalu cetek untuk bekal kelanadiKangouw.
Lekas dia kembali ke kamar menjemput buntalannya terus buka
pintu. Melihat Ling Kun-gi keluar, lekas si pelayan menyongsong maju, tanyanya keheranan: " Katanya tuan mau tidur, kenapa buru2 berangkat malah?"
"Sudan tidur sejenak. masih ada urusan-Nah, inilah uang
rekeningku, masukkan juga rekening kamar ke satu," ternyata sebelum pergi lelaki baju abu2 di kamar kedua meninggalkan uang di atas meja, tapi si mata satu menginap dengan gratis.
Karena sudah dengar si baju biru berpesan "Ada orang
menunggumu di Hoay-yang," maka Ling Kun-gi tidak perlu buru2, darisini ke Hoay-yangsudahdekat, maka dia menempuh perjalanan
ke selatan dengan langkah seenaknya. Kira2 tengah hari ia tiba di Liong-ki.
Liong-ki adalah sebuah kota kecil, hanya ada sebuah warung
bakmi yang terletak di ujung jalan raya, maka pejalan kaki atau orang yang menempuh perjalanan jauh suka mampir di warung
bakmi ini. Karena saatnya orang makan, maka meja warung kecil ini
penuh sesak. Waktu Ling Kun-gi memasuki warung ini, sekilas dia menjadi tercengang, maklumlah warung kecil, hanya ada enam
meja dengan masing2 empat kursi, setiap meja diduduki tiga atau empat orang. Sekilas matanya menjelajah maka dilihatnya di meja sebelah timur sana duduk seorang diri si mata satu, dia pesan
sepoci arak dan semangkok kuah sayur asin, dengan lahapnya dia
tengah melahap makanannya. Lelaki baju abu2 terlihat duduk di
meja dekat pintu, mungkin takut dikenali orang, maka topi bulu di atas kepalanya ditarik serendah mungkin sampai menutup muka,
tapi Ling Kun-gi tetap mengenalinya.
Baru saja Ling Kun-gi masuk pintu, pelayan sudah
menyambutnya dan menunjuk tempat duduk yang masih kosong,
setelah menyuguh secangkir teh dia tanya mau pesan makanan
apa, Ling Kun-gi mintasepociarakdan beberapa macammasakanSetelah pelayan mengundurkan diri, Ling Kun-gi coba
mengawasi orang sekelilingnya, semua adalah kaum pedagang
yang kebetulan lewat dan mampir, hanya si mata satu dan laki2
bertopi bulu itu termasuk kaum persilatan-Pada saat itulah
dilihatnya dari luar masuk pula seorang berjubah hijau pupus.
Perawakan orang ini tinggi kurus, kulit mukanya kuning ke
hijau2an, begitu melangkah masuk sorot matanya menjelajah ke
seluruh ruangan, akhirnya dia pilih tempat duduk dekat pintu
keluar, tiga jari tangan kirinya mengetuk meja, mulutpun berkaok keras: "Hai, pelayan"
Kelihatan ketukan ketiga jari tangan di atas meja enteng saja,
tapi piring mangkuk yang berisi makanan diatas meja seketika
berloncatan semua. Si baju abu2 tengah menunduk menikmati hidangannya, selebar
muka dan dadanya menjadi basah kuyup oleh kuah makanannya
sendiri yang muncrat. Keruan tidak kepalang marah si baju abu2, topi bulu dia angkat
keatas, tangannya mengusap muka, bentaknya marah, sambil
mendelik kepada laki2 baju hijau: "Saudara tidak lihat kalau aku sedangmakandisini" kenapa main kasarbeginirupa?"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tidak terunjuk sedikit perobahan mimik wajah laki2 baju hijau,
sahutnya dingin, "Kalau kau anggap aku kasar, kenapa tidak pindah ke meja lain saja?"
Bukan saja tidak minta maaf malah dirinya disuruh pindah
kemeja lain, keruan si baju abu2 naik pitam", hardiknya murka:
"Kau main tepuk meja, sampai makanan muncrat mengotori
badanku, memangnya aku yang salah?"
"Kusuruh kau pindah ke meja lain, memangnya aku juga
salah?"jengek laki2 baju hijau pupus.
Mendengar ada keributan, semua tamu yang hadir sama
berpaling ke arah sini. Mencorong biji mata si baju abu2, katanya tertawa lebar:
"Saudara bertingkah dan main kayu, agaknya sengaja hendak cari perkara padaku?"
"cariperkara?"dengus laki2baju hijau. " Kausetimpal?"
Lelaki baju abu2 berjingkrak berdiri, dari kantong kain yang
terselip dipahanya dia lolos sebilah Yap-hap-to, bentaknya: "Mari keluar, aku ingin belajar kenal kepandaianmu."
Laki2 baju hijau tetap bersikap dingin dan menghina: "Kau
berani main senjata dengan aku" Memangnya kau sudah bosan
hidup?" "Entahsiapayangbosan hidup?" jengeksibaju abu2.
"Aku sudah memperingatkan, kau sendiri yang ingin mampus,
maka jangan aku yang disalahkan-" sembari bicara tiba2 laki2 baju hijau sedikit angkat tangan kirinya, selarik sinar hijau tiba2 melesat ke arah tenggorokan si baju abu2, bukan saja luncurannya cepat, tidak bersuara lagi.
Pada waktu yang sama, tampak dari arah samping sana
meluncur pula sebuah cangkir arak. "Tring", dengan tepat membentur sinar hijau itu sehingga sinar hijau melayang ke
samping laki2 bajuabu2 dan "crat"terpakudiatastembok.
Waktu semua hadirin berpaling ke sana, Itulah sebatang panah
kecil sepanjang dua dim berwarna hijau, dasar cangkir tertembus bolong, dantergantungdi ataspanahyangterpakudidinding.
Beringas si baju abu2, bentaknya: "Berani kau melukai orang dengan panah gelap." Mendadak ia menubruk maju, tangan kiri terus mencengkeram ke pundak laki2 baju hijau.
Sibaju hijau menjengek. sekali tangan kiri membalik, belum lagi orang lain melihat gerakannya, tahu2 si baju abu2 tersentak
mundur dua langkah. punggung tangan kirinya ternyata tergores
luka, darah yang meleleh berwarna hitam, kulit dagingnya hangus
berwarna hijau. Seketika ia megap2, ternyata dia tak sanggup
bwrsuara lagi, pelan2 badannya roboh tersungkur.
Kejadian berlangsung dalam waktu yang amat singkat. tanpa
hiraukan korbannya, laki2 baju hijau malah melotot dan berpaling ke arah Ling Kun-gi, tanyanya dingin, "Kaukah yang menimpuk cangkir itu?"
"Betul," sahut Ling Kun-gi, "aku tak senang melihat kau membokong orang."
"Anak muda," laki2 baju hijau mendengus "Jangan kau turut campur."
Ling Kin-gi berdiri pelan2, sekilas matanya melirik kearah si baju abu2, tanyanya: "Bagaimana keadaan saudara itu?"
"Setanakan nasi lagi, jiwanya takkan tertolong," kata laki2 baju hijau.
"Kau mencelakai jiwanya?"tanyaLing Kun-gi gusar.
Menyeringai lebar laki2 baju hijau, jawabnya: "Betul, dia terkena racun jahat, sudah tentu jiwanya takkan tertolong lagi."
Ling Kun-gi menarik muka, tanyanya dingin: "Mana obat
penawarnya?" "Benar, memang ada obat penawarnya padaku."
"Lekas keluarkan," desakLing Kun-gi
Si baju hijau tergelak, katanya: "Sungguh lucu, kalau harus memberiobatpenawarnya, buatapatadikukerjaidia?"
"Utang jiwa bayar jiwa, utang uang bayar uang setelah kau
mencelakai dia, maka harus keluarkan obat penawarnva,
memangnya hanya karena adu mulut, kau lantas mencabut
jiwanya?" "Dia memangpantasmampus,"jengeksibajuhijau.
"Keluarkan obat penawarnya?" bentak Ling Kun-gi.
Laki2 baju hijau hanya melirik saja kepada Ling Kun-gi, katanya dingin: "Janganlah kau cari kesulitan sendiri, usiamu masih muda, kalau jiwa melayang percuma, apakah tidak sayang?"
Melotot gusar biji mata Ling Kun-gi, bentak-nya: "Jiwa manusia di buatmain2, hayo, keluarkanobatpenawarnya.".
"Anak muda,"^ ujar laki2 baju hijau manggut2, "agaknya kau memang usil, ketahuilah obat penawarnya ada di dalam
kantongku, kalau kau mampu boleh mengambilnya sendiri."
"Baiklah kalau begitu,"pelan2 Ling Kun -gi menghampiri..
Laki baju hijau menyeringai di mana tangan kanan terangkat,
"Wut" tiba2 ia layangkan kepalannya ke muka si pemuda. Tujuan Ling Kun-gi hendak menawannya hidup2, melihat tangan orang
menggenjot tiba, tangan kiri segera menapak maju mencengkeram
pergelangan tangan lawan-Gerakan mencengkeram ini
mengandung beberapa perubahan yang lihay, gerakan laki2 baju
hijau juga tidak kalah aneh dan lihaynya, baru kepalan kanan
sampai di tengah jalan, terus ditarik balik, sementara tangan kiri segera ganti mencengkeram tulang iga Ling Kun-gi. Lekas Kun-gi
turunkan tangan kanan, gerakan mencengkeram dia ubah
mengebas turun-Tangan mereka segera beradu, keduanya sama
bertolak mundur selangkah.
Terasa oleh Ling Kun-gi tangan si baju hijau sekeras baja
sedingin es, pegangannya seperti mencengkeram tongkat besi
yang keras, keruan hatinya terkejut.
Begitu mundur laki2 baju hijau ternyata tidak segera merangsak
pula, katanya dingin sambil mengulap tangan: "Anak muda, kau sendiri yang paksa aku turun tangan, sekarang lekas kau pulang
mengurus keberangkatanmu ke alambaka."
"Ah, kenapa?" tanya Ling Kun-gi tak acuh
"Hidupmu tinggal 12 jam lagi, setelah itu jiwamu bakal
melayang, sekarang masih keburu kalau kau pulang ke rumah,"
ujar laki2 baju hijau. Menegak alis Ling Kun-gi,jengeknya sambil menatap tajam:
"Kau gunakan racun atas diriku?"
"Kau sendiri yang menyentuh tanganku."
"Jadi tanganmu beracun?" sekilas mencorong sorot mata Ling Kun-gi. "Berulang kali kau menggunakan racun mencelakai orang, hari ini terpaksa aku tak bisa melepaskanmu pergi..." Habis kata2nya tiba2 ia melangkah maju, kelima jari tangan kirinya
laksanacakarterus mencengkerambahu kanansibaju hijau.
Melihat orang sudah keracunan masih bergerak cekatan dan
menyerang, bukan kepalang kejut si baju hijau. Terutama usia Ling Kun-gi masih begini muda, tapi serangan dan sikapnya begini
berwibawa seperti jagoan angkatan tua layaknya, sudah tentu dia tidak mau lengannya terpegang, cepat ia putar tubuh sam-bil
merendahkan pundak. ia meluputkan diri dari serangan tangan kiri Ling Kun-gi.
Ling Kun-gi tetap menggunakan tangan kiri. sementara tangan
kanan melindungi dada, gerakan-menggunakan Kim-na-jiu
(gerakan memegang dan memuntir), yang diincar adalah Hiat-to
penting tubuh lawan, serangan aneh dan lain daripada yang
lain-Dari gerakannya yang begitu tangkas, siapapun pasti maklum bahwa dia pasti didikan seorang guru yang.
Beruntun laki2 baju hijau berkelit tiga kali, pikirnya setelah
merangsak beberapa jurus, racun di badan Ling Kun-gi pasti sudah bekerja, tak perlu dia melayani orang lebih lanjut. Tapi pada jurus ke empat ia merasa tak mampu berkelit lagi, terpaksa dia ulurkan lengan kiri sendiri malah. Sekali pegang Ling Kun-gi lantas pencet pergelangan tangan laki2 baju hijau, terasa yang dipegang itu
dingin dan keras, takubahnya memegangbesi.
Waktu dia awasi, dilihatnya tangan kirinya sudah berubah warna
menjadi kehijauan, kelima jari orang setajam pisau seruncing duri landak. nyata tangannya memang terbuat dari besi baja. Kiranya
lengan kiri orang ini memang tangan palsu yang terbuat dari besi, malahdilumuriracun lagi.
Ling Kun-gi kerahkan tenaga dan pegang tangan besi orang,
jengeknya dingin: "Ternyata kau pakai senjata lengan besi dan beracun lagi. sungguh kejam kau."
Si baju hijau meronta sekuatnya, namun pegangan orang
sedikitpun tidak bergeming, keruan hatinya mencelos, tanpa bicara tangan kanannya tiba2 menggenjot ke dada Ling Kun-gi. Tak
terduga Ling Kun-gi juga angkat kepalannya memapak genjotan
lawan, "Blang", kepalan lawan kepalan, sibaju hijau tergentak mundur selangkah.
Gusar dan gelisah si baju hijau, sembari membentak. tubuhnya
malah menumbuk maju, tangan kanan bergerak turun naik, dalam
sekejap mata, tangan kanannya sudah menyerang tiga kali.
Ketiga jurus ini rapat dan cepat laksana kilat, tak urung Ling
Kungiterdesak mundurdua langkah, tapipegangantangan
kirinyatetap tidakterlepassehinggasi bajuhijau ikutterseret majudua langkah,
Mendapat sedikit kesempatan, Ling Kun-gi segera balas
merangsak. iapun menyerang berantai tiga jurus, jari menutuk
telapak tangan menabas serangannya semua merupakan jurus2
yang mematikan, karena sebelah tangannya memegang lengan
lawan, maka kedua orang hanya bergerak dari jarak. dekat,
masing2 hanya menggunakan sebelah langanBeberapa gebrak jarak dekat ini kelihatan masing2 tidak
menunjukkan ilmu2 silat yang mengejutkan, tapi bagi seorang ahli pasti dapat merasakan betapa hebat dan bahayanya, karena mati-hidup hanya terpaut serambut saja. Betapa cepat serangan dan
betapa tangkas pula perubahan gerak serangan masing2, semua
hanya berlangsung dalam sekejap mata belaka.
Mungkin karena memandang rendah lawan, si baju hijau tak
pernah pikir bahwa lawannya yang masih begini muda ternyata
membekal ilmu silat kelas tinggi. Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah pemuda ini tak gentar menghadapi racun jahatnya, orang
lain cukup keserempet saja, dalam sekejap racun akan menjalar,
tapi Ling Kun-gi masih terus memegangi lengan besinya yang
beracun tanpa kurang apa2 dan tetap segar bugar, oleh karena itu tanpa terasa dia menjadi kerepotan dicecar oleh serangan Ling
Kungi yang ber-tubi2. Untunglah pada detik gawat itu, mendadak sebuah suara dingin
kereng membentak. "Berhenti"
Mendengar bentakan itu, lekas sibaju hijau membentak
tertahan: " Lepaskan"
Ling Kun-gi menghentikan, serangan tangan kanan, tapa tangan
kiri tetap memegang tangan besi si baju hijau, lalu tanyanya:
"Siapa itu?" Sibaju hijau meronta sekuat tenaga, dampratnya gusar: "Lekas lepaskan"
"Setelah kau memberi obat penawarnya, segera kulepaskan
tanganmu." Karena usahanya tidak berhasil, si baju hijau menjadi gugup,
"Wes" tangan kanan tiba2 menepuk ke dada Ling Kun-gi.
Ling Kun-gi berdiri tegak tanpa bergeming. namun baju didepan
dadanya mendadak melembung seperti layar berkembang, maka
tepukan sibaju hijau seperti mengenai benda empuk. laksana
menepuk permukaan air, seperti kosong tapi masih berisi, seperti mengenai sesuatu tapi mirip mengenai tempat kosong, hakikatnya
dia tidak kuasa mengerahkan tenaganya, keruan tidak kepalang
kejutnya. Tiba2 Ling Kun-gl kipatkan tangan kirinya, sementara tangan
kanan tegak menabas punggung, pergelangan tangan kanan
lawan, berbareng dia membanting si baju hijau ke atas tanah.
Sudah tentu si baju hijau mati kutu, "Blang," dengan keras badannya terbanting dan tidak mampu bergerak lagi.
Menatap sibaju hijau, Ling Kun-gi mengan-cam dengan nada
keren:"Serahkan tidakobatpenawarnya?"
Dari kumandangnya suara bentakan "Berhenti" seseorang, sampai si baju hijau menyerang serta dibanting oleh Ling Kun-gi, semua, itu berlangsung hanya beberapa detik saja. Maka
terdangarlah orang yang bersuara tadi kembali berseru memuji:
"Gerakan bagus"
Ling Kun-gi angkat kepalanya, dilihatnya se-orang berjubah biru, entah sejak kapan sudah berdiri di ambang pintu sambil meng
gendang kedua tangan, Usia laki2 ini sekitar 25 tahun, wajahnya cakap bersih, memondang buntalan panjang di punggungnya,
berdiri sambil bertolak pinggang, wajahnya tidak mengunjuk
sesuatu perasaan hatinya, sikapnya angkuh. Si baju biru ini
ternyata adalah orang yang pernah ditemuinya di kota Kayhong
beberapa hariyang lalu. Sementara itu, si baju hijau sudah berdiri dengan sikap patuh
dia memberi hormat kepada si baju biru, katanya: "Hamba
menghadap majikan muda,"-Kiranyasibaju biru
adalahputeramajikannya. Si baju biru mendengus dengan suara hidang, katanya: "Kau
membuatonar lagidisini?"
"Hambatidakberani," sahutsi bajuhijauter-sipu2.
Sorot mata si baju biru menatap Ling Kun-gi, katanya dingin:
"Agaknya kita pernah berjumpa entah dimana?""
"Selamanya cayhe belum pernah berkelana di Kangouw," sahut Ling Kun-gi.
"Siapanamatuan?"tanyasibaju biru.
Tidak menjawab Ling Kun-gi malah balas bertanya: "Dia ini
pembantumu?" si baju biru naik pitam, alis menegak. wajahnya diliputi nafsu
membunuh, jengeknya: "Betul, nah dalam hal, apa dia berbuat salah terhadap-mu?"
Sikap Ling Kun-gi tidak kalah congkak, ujarnya: "Masuk rumah makan ini, pembantumu lantas cari perkara dengan orang, main
serang dengan panah beracun lagi, untunglah kena kutimpuk
dengan cangkir sehingga tidak mengenai sasaran, tak terduga
dengan tangan besinya yang beracun dia main kasar lagi, kukira
hanya sedikit perselisihan, kenapa harus menamatkan jiwa orang
lain, bukankah perbuatannya terlalu keji, maka kuahrap dia suka mengeluarkan obat penawarnya."
cemberut dingin wajah si baju biru, katanya sambil melirik
sibaju hijau: "Apa betul demikian halnya?"
si baju hijau tidak berani bersuara, maka si baju biru
menambahkan-"Lekas serahkan obat penawar kepadanya."
Tidak berani membangkang, lekas sibaju hijau merogoh kantong
mengeluarkan botol kecil porselin gepeng, ia menuang sebutir pil terus diangsurkan-Ling Kun gi menerimanya, lalu manggut2
kepada sibajubiru danberkata:"Terima kasih banyak."
"Dia kawanmu?" tanya si baju biru mengawasi laki2 baju abu2
yangmenggeletakdi lantai.
"Selamanya belum pernah kukenal," sahut Ling Kun-gi tertawa, lalu dia berpaling: "Pelayan, ambilkan segelas air putih."
cepat pelayan membawakan air putih yang diminta, Ling Kun-gi
lantas pencet dagu laki2 baju abu2 sehingga mulutnya terpentang, pil itu terus dijejalkan ke mulutnya serta dilolohkan beberapa teguk air.
Dikala keributan berlangsung tadi, secara diam2 si mata satu
sudah berdiri membayar rekening terus bergegas tinggal pergi.
Sambil mengawasi Ling Kun-gi, si baju biru berkata pula: "
Kepandaian tuan memang hebat, entah dari perguruan aliran
mana?" Ling Kun-gi tertawa tawar, sahutnya: "cayhe, Ling Kun-gi, tidak punya golongan atau aliran segala."
"Um,"sibajubiru mendenguskurangsenang,tiba2dia membalik badan serta berkata: "Hayo pergi"-cepat sibaju hijau mengikut di belakangnya.
Dalam hati Ling Kun-gi berkata: "Ternyata inilah yang
melindungi si mata satu sepanjang perjalanan ini."
Mendadak dia sadar, dirinya telah perkenalkan diri, kenapa tidak balas tanya nama orang. Dalampada itu si baju abu2 sudah
merangkak bangun, katanya sambil menjura kepada Ling Kun-gi:
"Terima kasih atas pertolongan Siang kong."
Ling Kun-gi balas memberi hormat, katanya tertawa: "Saudara tidakusah sungkan-".
Lalu si baju abu2 memanggil pelayan, katanya: "Rekening
Siangkong ini biar kubayar sekalian, siaanya bolehlah kau ambil."
-Si pelayan terima uang sembari munduk2 dan mengucapkan
banyak terima kasih. Kembali si baju abu2 menjura, katanya: "cayhe masih ada
urusan, tidak boleh tertunda di sini, maaf aku mohon diri lebih dulu."
orang ter-gesa2 mau pergi setelah jiwanya di tolong, tapi tidak tanya nama penolongnya, jelas dia kuatir kalau Ling-Kun-gi balas tanya namanya. Diam2 Kun-gi membatin: "Mungkin kau tidak tahu, si baju biru dan pembantu2nya adalah sekomplotan dengan si
mata satu dan secara diam2 melindunginya sepanjang jalan-" -Tapi hal ini tak enak dia utarakan, ia hanya tertawa tawar, katanya:
"Saudara ada urusan, boleh silakan saja."
Si baju abu2 menjura pula terus putar badan dan keluar.
Mengantar kepergian bayangan punggung orang, seketika terasa
oleh Ling Kun-gi buntalan kertas yang dibawa si mata satu pasti penting artinya. Setelah menghabiskan dua cangkir arak pula,
sementara si baju abu2 juga sudah pergi cukup jauh, maka lekas
iapun berdiri terus menuju ke luar kota. Dia tahu setelah di warung tadi dia mendemonstrasi-kan kepandaiannya, mungkin si baju biru sudah curiga dan menaruh perhatian terhadap dirinya, maka
gerakgerik dirinya selanjutnya tentu kurang leluasa, maka setelah tiba di luar kota, tanpa pikir dia terus menyelinap masuk ke dalam hutan dengan gerakan cepat dan enteng.
Pada saat badannya meluncur ke dalam hutan itulah, tiba2 ia
mendengar hardikan nyaring merdu: "Siapa, hayo berdiri?"
Begitu suara berkumandang, di depan muncul sesosok
bayangan hijau, berbareng hidung dirangsang bau wangi, sebuah
tangan halus putih tahu2 mendorong ke arah dadanya.
Belum lagi jelas melihat bayangan orang, secara refteks Ling
Kun-gi gerak tangan kiri menangkap pergelangan tangan yang
menyelonong ke arah dadanya ini.
"Eh" itulah teriakan kejut seorang gadis, tangan yang halus itupun tergetar serta ditarik mundur, sementara mulutnya lantas mendamprat: "Bu jangan bernyali besar, hayo lepaskan" Sepatu yang ujung-nya melengkung tahu2 menendang tanpa bersuara.
Semua kejadian itu berlangsung begitu cepat sesingkat Ling
Kungi menerobos ke dalam hutanBegitu mendengar suara nyaring merdu, berbareng merasakan
tangan yang dipegangnya halus dan licin, sesaat dia melongo dan segera lepas tangan, ber-bareng ia melompat mundur. Waktu dia
mengawasi tampak diantara semak pohon sana berdiri seorang
gadis jelita berpakaian kuning. Kedua pipinya tampak bersemu
merah, kedua biji matanya melotot gusar lagi membentak sambil
menuding dirinya: "Bajingan tengik, apakah matamu buta?"
Sesaat Ling Kun-gi terlongong mengawasi gadis jelita ini, secara semberono terobosan di sini dan pegang tangan pula, sebetulnya
dia ingin minta maaf, serta mendengar caci maki orang, diam2 ia mendongkol, pikirnya: "Waktu aku menyelinap kemari tadi tak kelihatan bayangan orang, jadi dia menapakku waktu melihat aku
masuk. dia sendiri yang menyerang lebih dulu baru terpaksa
kupegang tangannya, kalau tidak, bukankah dadaku terpukul
olehnya" Kalau dipikir, bukan aku yang salah?" Tanpa terasa ia tersenyumgeli sendiri
Melihat orang cengar-cengir mengawasi dirinya, hati si gadis
semakin dongkol, namun wajahnya semakin jengah, kini diapun
dapat melihat jelas orang yang berdiri di hadapannya ternyata
seorang pemuda gagah dan berwajah cakap. cuma senyumannya
itu rada kurang ajar" Kejap lain si nona sudah cemberut lagi,
katanya dengan bibir menyungkit:
"Bajingan kurang ajar, apa yang kau gelikan" Memangnya kau sudah bosan hidup?" Dingin pancaran sorot mata Ling Kun-gi, suaranyapunkaku:"Nona memakisiapa?"
Si nona baju kuning bertolak pinggang, makinya sambil
menuding Ling Kun-gi: "Memakimu, sekali pandang lantas kutahu kau ini bukan orang baik2.


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dimaki tanpa alasan Ling Kun-gi menjadi berang, jengeknya:
"Nona tahu aturan tidak" Cayhe yakin tidak pernah berbuat salah, kau sendiri yang muncul tiba2 lantas menyerangku dan memakiku
tanpa alasan, memangnyu aku yang salah?"
"Mau bicara soal aturan?" si nona semakin galak.. "Matamu tidak buta, kenapa main terobosan kemari?"
"Aku sudah mengalah, kuharap nona tahu sopan santun, hutan ini toh bukan milik nona, umpama orang dilarang masuk,
sepantasnya kau bicara lebih dulu . . . ."
Merah muka si nona, dia makin dongkol, katanya: "Kularang kau masuk, maka kau tidak boleh masuk,"
" Kenapa tidak boleh masuk?" Ling Kun-gi menegas. "Tidak apa2, kau terobosan, maka kau harus kuhajar."
"cayhe tidak sepandengan nona." jengek Ling Kun-gi, ia putar badan terus tinggalpergi.
Si nona semakin marah, bentaknya sambit membanting kaki,
"Berdiri di tempatmu"
Ling Kun gi membalik badan, alisnya menegak. suaranya
kereng: " Apa pula kehendak nona?"
"Kau menghinaku, lantas tinggal pergi begini saja?" damprat si nona.
"Siau Yan," tiba2 sebuah suara merdu bak bunyi kelintingan berkumandang dari sebelah dalam hutan sana, "kau sedang ribut dengan siapa?"
Si nona baju kuning Siau Yan, tampak kegirangan, serunya:
"Syukurlah engkau datang Sio-cia, lekas kemari." -Dari dalam hutan tampak melangkah keluar sesosok bayangan semampai
berpakaian warna merah apel, itulah seorang gadis jelita yang
menggiurkan. 03 Terbeliak pandengan Ling Kun-gi, nona ini berperawakan
ramping, kulitnya putih halus, raut wajah bundar telur, alis lentik laksana bulan sabit dengan biji mata bening cemerlang
memancarkan sinar keagungan yang tak terlawan oleh siapapun.
Tiba2 wajah Ling Kun-gi menjadi panas jengah, baru sekarang
dia maklum duduknya perkara, kenapa nona Siau Yan ini berjaga di luarhutan, kiranyanona cantik inisedangbuangair di dalamhutan-Setelah si nona cantik mendekat, Siau Yan memberi hormat,
katanya aleman: "siocia, bajingan ini kurang ajar"
Si jelita menarik muka, bentaknya: "Siau Yan, jangan memaki orang" Matanya yang bening tajam mengawasi Ling Kun-gi,
kalanya: "Aku sudah dengar, kau lebih dulu menyerang dia, betul tidak?"
"siocia, dia.... karenadia.... "SeruSiau Yantergagap.
"Jangan ceriwis, lekas minta maaf kepada Siang kong ini,"
perintah sijelita. Siau Yan melengak. wajahnya merah padam debatnya: "Siocia
dia yang menghinaku, main pegang segala .... "
"Janganbanyakomong, hayo minta maaf kepadanya"
Ber-kedip2 lagi sinar mata Siau Yan, sejenak dia awasi si nona, lalu berpaling kepada Ling Kun-gi, akhirnya seperti menyadari
apa2, tiba2 ia cekikikan sambil menutup mulut dengan tangannya, lalu mendekat ke depan Ling Kun-gi serta menjura dan berkata
dengan nada menggoda: "siocia suruh aku minta maaf kepada
Siang kong." Sebesar ini belum pernah Ling Kun-gi bergaul dengan kaum
hawa, mukanya menjadi merah dan membalas hormat, katanya:
"Nonatak usahkecil hati, anggapsajatakpernah terjadi."
Siau Yan cekikikan sambil melirik. katanya: "Lha kalau sejak tadi kau bilang demikian, kan tidak perlu kita perang mulut."
Ling Kun-gi hanya tertawa saja, ia putar badan hendak tinggal
pergi. Tiba2 didengarnya suara merdu tadi berteriak:
"Siangkong ini harap tunggu sebentar" Senyaring bunyi kelintingan teriakannya. jelas yang ber-suara adalah nona jelita itu.
Tanpa terasa merandek langkah Ling Kun-gi dan memandang ke
sana, katanya sambil merangkap kedua tangan: " Entah nona ada petunjuk apa?"
Siau Yan segera menyela "siocia memanggilmu, sudah tentu ada urusan-"
"Siau Yan, jangan banyak mulut," bentak sijelita, lalu berkata pula lirih kepada Ling Kun-gi: "Kulihat Siangkong berkepandaian tinggi, entah siapa nama terhormat Siang kong?"
"cayhe Ling Kun-gi" Kun-gi memperkenalkan diri. "nona. ......."
"siocia kami she Bun . . .. . . ." sela Siau Yan tertawa sambil melirik majikannya.
Ling Kun-gi memberi hormat pula, katanya " Kiranya nona Bun, maaf cayhe kurang adat."
siau Yan ter-pingkal2, dan katanya pula "Bicaraku belum habis, Siocia bernama Hoan kun, jadi punya satu bagian yang sama
dengan nama Siangkong. sungguh kebetulan bukan?"
Merah selebar muka sijelita. "Siau Yan" Seruannya seperti ingin mencegah, tapidalamhati se-benarnyamerasasenang.
Pada saat itulah tiba2 dari tempat jauh sana bergema lengking
suitan keras. Seketika berubah roman Bun Hoan-kun, katanya
terperanjat: "Agaknya paman sedang memanggilku, bagaimana
baiknya." siau Yan berkata: "Mungkin Ji cengcu akan kemari, menurut
pendapat hamba, lekas siocia dan Siangkong sembunyi ke dalam
hutan saja." Sudah terbuka mulut Bun Hoan-kun, tapi urung bicara, namun
matanya memandangLing Kun-gipenuharti.
Kelihatan gugup dan takut2 sikap kedua nona ini, tapi Ling Kungi tetap berditi ditempatnya, ta-nya: "Kenapa cayhe harus ikut sembunyi?"
Tiba2 Bun Hoan-kun menghela napas, katanya rawan-"Tabiat
paman amat buruk." Sorot matanya memandang ke tempatjauh,
lalu menam-bahkan: "Semoga paman tidak menuju kesini."
Belum selesai bicara, suitan melengking tadi kembali mengalun
di udara, dari suara suitan yang keras dan memekik telinga ini, jelas bahwa jarak-nya sudah jauh lebih dekat.
Hilang senyuman manis yang menghias wajah Bun Hoan-kun
tadi, sikapnya tampak gugup dan takut, katanya: "Ling -siangkong, tiada waktu lagi, lekas ikut aku sembunyi." Segera ia berputar, namun langkahnya tidak bergerak, ia berpaling mengawasi Ling
Kun-gi. Sebetulnya Kun-gi merasa heran dan curiga, namun melihat
sikap dan mimik Bun Hoan-kun begitu gugup se-akan2 harus
dikasihani, ia menjadi tak tega hati, katanya mengangguk:
"Baiklah, biar cayhe ikutsembunyisebentardi dalamhutan-"
Penuh rasa terima kasih tatapan mata Bun Hoan-kun, pipipun
bersemu merah, ter-sipu2 dia putar tubuh dengan setengah berlari masuk ke dalam hutan. Sedikit merandek akhirnya Ling Kun-gi ikut melangkah ke sana.. Siau Yan mengikut di belakang mereka.
Tidak lama setelah ketiga orang ini menyelinap sembunyi ke
dalam hutan, maka tampak dari kejauhan datang dua bayangan
orang bagai terbang. Diam2 Ling Kun-gi membatin dalam hati: "
Entah siapa kedua orang ini" Dari langkah mereka yang enteng,
terang memilikiGinkang yang luar biasa."
Tengah pikirannya melayang, tiba2 terasa telapak tangan nan
halus lembut pelan2 menarik tangan kirinya, terdengar bisikan Bun Hoan-kun di tepi telinganya: "Ling-siangkong, pamanku segera tiba, lekas kau berjongkok."
Belum pernah Ling Kun gi bersentuh tubuh dengan gadis belia,
bau harumpun merangsang hi-dung, seketika jantungnya berdebur
keras, tanpa terasa dia berjongkok ke dalam semak2. Tapi dia
tetap mengintip keluar sana.
Itulah seorang tua kurus berjubah panjang warna kuning kelam,
berikat pinggang kain sutera, berusia lima puluhan, roman
mukanya merah, de-ngan tulang pipi menonjol, sorot matanya
tajam berkilau, punggungnya menyandang sebilah pedang.
Di belakang laki2 tua mengintil ketat seorang -pemuda berjubah
kuning muda, kelihatan baru ber-usia dua puluhan tahun, alis
lentik, mata berkedip bagai bintang, wajahnya sungguh cakap.
bibir tipis merah delima, sayang hidungnya sedikit bengkok. Tetapi dia benar2 terhitung laki2 yang -bagus. Di pinggang si pemuda
tergantung sebilah pedang panjang dengan hiasan ronce benang
merah diaagangnya, kelihatan gagah dan menarik sikapnya.
Di kala Ling Kun-gi mengawasi orang, terasa oleh Ling Kun-gi
bukan saja jari2 tangan Bun Hoan-kun yang menarik tangannya
tadi tidak di-lepaskan, malah pegangan orang semakin erat dan
sedikit gemetar. Sorot mata si orang tua yang tajam berkilau menyapu pandang
keseluruh penjuru, sebelah tangannya mengelus jenggot kambing
dibawah dagu-nya, katanya sambil batuk2 kecil: "Bukankah
Hoan-rji berdua tadi menuju ke sini?" . . .
Hormat dan patuh sekali tampaknya sikap sipemuda, sahutnya:
"Betul paman, mungkinkah adik Hoan mengalami apa2 di tengah jalan?" Si tua batuk2 lagi, katanya dengan tertawa:
"Keponakan tidak usah kuatir, bekal ilmu silat yang dipelajari Hoan-ji cukup berlebihan buat Hoan-ji berkelana di Kangouw.
Mungkin mereka istirahat di dalam kota, marilah kau ikut Lohu
mencarinya di kota."
Sipemuda mengiakan penuh hormat, bayangan mereka lantas
berkelebat menuju kearah kotadi balikhutansana.
"Agaknya kedua orang ini tengah mencari nona Bun," demikian batin Ling Kun-gi, " kenapa dia malah menyembunyikan diri?"
Waktu dia ber-paling, tertampak air mata ber-kaca2 di kelopak
mata Bun Hoan-kun, tentu saja semakin heran hati Kun-gi. .
Agaknya Bun Hoan-kun sadar bahwa dirinya diperhatikan, cepat
dia berdiri, mukanya merah malu, katanya getir: "Tadi aku
ketakutan, maaf akan sikapku yang tidak pantas, Ling-siang kong .
" Ling Kun-gi pun berdiri, sahutnya: "Nona tak usah berkecil hati."
Lalu dia tanya penuh perhatian: . "Apakah pamanmu pemberang" "
Bun Hoan-kun menggeleng, katanya: "Biasa-nya paman sayang
padaku, cuma .... aku tidak ingin pulang ....".
"Siccia," Seru Suan Yan, sikapnya gugup, "Ji-cengcu dan Sia ukong cu pasti akan balik lagi, lekaslah kita pergi."
"Tak usah kau ceriwis," bentak Bun Hoan--kun, "memangnya aku tidaktahu, kalau akuti-dak mau pergi, siapabisa memaksaku?"
Lekas Ling Kun-gi berkata: "Kalau nona ti-dak ingin bertemu denganpamanmu, sebaiknya memang lekas .pergisajadarisini."
"Nanti sebentar lagi juga tidak jadi soal," sahutBun Hoan-kun,
"Sebetulnya bukan kuingin menghindari paman .... " sampai disini dia ragu, lalu bertanya dengan sikap prihatin: " Kulihat usia Ling siangkong masih begini muda, mungkin baru pertama kali
berkelana di Kangouw?"
Ling Kun-gi manggut2, sahutnya. "Betul, ba-ru sekali ini aku keluar pintu."
Tiba2 berseri girang wajah Bun Hoan-kun, dia keluarkan sebuah
kantong kecil yang terbuat dari benang sulam sutera, di dalamnya berisi sebuah botol kecil porselin berbentuk bundar gepeng warna putih hijau dan diangsurkan pada Kun-gi. katanya dengan tunduk
malu2: " Dengan Ling siang-kong baru pertama kali ini aku
berjumpa secara kebetulan, tiada barang lain kecuali Jing-sin-tan buatan keluarga kami sekedar sebagai kenangan, obat ini dapat
memunahkan segala macam obat bius, Ling-siangkong baru mulai
berkelana di Kangouw. . perlu kau membawanya untuk menjaga
diri." Dia tidak menjelaskan bahwa kantong sutera itu adalah buatannya sendiri.
Ling Kun-gi melengak, katanya. "Besar arti pemberian nona, namun cayhe tak berani menerimanya. . ."
Semakin jengah wajah Bun Hoan kun, kata-nya malu2 dan
gugup: "Lekaslah terima, Ling-siang-kong, kau belum pengalaman mengembara di Kang-ouw yang penuh bahaya ini, obat2an ini
dapat menolong kesulitanmu."
Lekas Siau Yan tampil kedepan, dari tangan majikannya dia
rebut kantong sulam itu terus dijejalkan ke tangan Ling Kun-gi, katanya: "Demi kebaikanmu, kenapa Ling-siangkong tampik
pemberian siocia?" Memegangi kantong sulam itu, merah muka Ling Kun-gi karena
malu, mulutnya melongo: "Jangan ini itu lagi," tukas Siau Yan, " kantong itu sulaman siocia sendiri, setiap melihat kantong sulam itu berarti Siangkong selalu berhadapan dengan nona."
Sudah tentu gugup dan malu bukan main Bun Hoan-kun,
omelnya: "Siau Yan, siapa suruh kau ceriwis?"
"Hamba tidak berani," sahut Siau Yan sambil menyingkir dan melelet lidah.
Dengan kasih mesra sekilas Bun Hoan-kun melirik Ling Kun-gi,
lalu katanya dengan nada masgul: "Ling -siangkong jagalah dirimu baik2, kamiakan berangkat."
Terharu Ling Kun-gi dia menjura sambil me-megangi kantong
sulam itu, katanya: "Terima kasih nona, harap nona juga jaga diri baik2."
Bun Hoan-kun tertunduk, air mata sudah berlinang, lantas ia
beranjak keluar hutan-Siau Yan mengikuti di belakangnya, serunya sambil berpaling: " Ling-siangkong, jangan lupa mampir ke Ling lam menengok siocia."
Lambat laun bayangan mereka semakin jauh dan tak kelihatan
lagi, Ling Kun-gi masih berdiri menjublek di luar hutan-Jari2
tangannya membolak -balik kantong sulaman itu, bau harum yang
memabokkan merangsang hidungnya, masih terngiang ka-ta2 Siau
Yan sebelum berpisah tadi: "siocia sendiri yang menyulam kantong itu, melihat kantongsepertiberhadapandengansiocia sendiri."
Pada saat itulah tiba2 seseorang berkata dengan suara dingin:
"Barang apa yang saudara pegang itu?"
Sebetulnya kepandaian silat Ling Kun-gi cukup tinggi, kalau ada orang mendekat masakah tidak diketahui" Soalnya baru pertama
kali ini dia jatuh kasmaran, dia memegangi barang pemberian
sijuita. tak heran dia sampai terlongong lupa diri, Keruan kejutnya bukan main mendengar teguran orang, waktu dia angkat kepala,
dilihatnya pemuda jubah kuning tadi sudah berdiri di depannya,
mulutnya me-nyungging senyum dingin, matanya menatap tajam
dan beringas ke arah kantong sulam yang dipegangnya. Lekas Ling Kun-gi masukkankantongsulamitukedalambajunya.
"Nanti dulu," cegah pemuda jubah kuning, "barang apa yang kau pegang itu?"
Dengan sikap angkuh Ling Kun-gi menjawab: "Apa kau bicara
dengan aku?" Si pemuda jubah kuning menyeringai, katanya dingin. "Apa ada orang ketiga disini?"
"Selamanyakitabelumpernahkenal, adapetunjukapa?"
Agaknya pemuda jubah kuning kurang sabar. katanya. "
Kutanya barang apa yang kau pegang tadi?"
"lnilah barangku sendiri, kenapa kau tanyakan?" jawab Kun-gi tak acuh.
"Aku merasa kenal sekali akan barang itu, coba keluarkan biar kuperiksa."
"Memang aku harus menurut?"
Berubah roman pemuda jubah kuning, katanya mengancam
sambil mendekat selangkah. "Keluar-kan tidak?"
Terangkat alis Ling Kun-gi, jengeknya. "Kau mau main kasar?"
Sipemuda seperti mempertimbang apa2, maka kata Ling Kun--gi
seperti tidak didengarnya, sesaat kemudian dia baru berkata.
"Mungkinkah barang miliknya?" -"NYA" atau si dia yang dimaksud sudah tentu adalah Bun Hoan-kun. Panas muka Ling Kun-gi,
katanya. "Kau sedang mengoceh apa?"
Mendadak sipemuda berseru keras. "Betul, memang itu kantong yang selalu di-bawa adik Hoan." Tiba2 dengan pandangan penuh kemarahan dia tatap muka Ling Kun-gi, hardiknya beringas: "
Kantong sulam itu kau dapat dari mana?"
"Pedulikudapatdari mana?"jengekLing Kun-gi marah juga.
"Barang milik keluarga Un dari Ling-lam, bagaimana mungkin berada di tanganmu?"
Keluarga Un dari Ling lam, jadi nona Bun itu sebetulnya she Un"
Tapi Ling Kun-gi lantas menjawab: "Aku tidak kenal keluarga Un dari Ling-lamyangterangorang lain yang memberi kantong ini
padaku." Berubah air muka si pemuda jubah kuning, tanyanya tak sabar:
"Siapa dia?" "Seorangsahabat. Kautak mungkin kenaldia."
"Katakan, dia she apa"
"She Bun." "Lakiatau Perempuan?"
"Dia adalah Piaumoayku."
"Keluarkan kantong itu untuk kuperiksa, asal bukan milik adik darikeluargaUnsegera kukem-balikanpadamu."
Ling Kun-gi menggeleng, katanya: "Kau terlalu memaksa
.........." "Jadikau ingin dipaksa pakai kekerasan?"
"Pakai kekerasanaku jugatidakgentar."
"Baiklah, nah rasakan-" mendadak pergelangan tangannya bergerak. tahu2 sebuah jarinya menuding ke dada Ling Kun-gi,
sekali tutuk lantas menye-rang Hiat-to mematikan, dari sini
dapatlah dinilaiorang ini berhatikejam.
Ling Kun-gi menyambut dengan sikap pongah, "Rasakan juga
boleh" Dengan enteng tiba2 dia miringkan badan dan berkelit ke samping.
Tapi pada saat ia bergerak itu, mendadak terasa pula sejalur
angin kencang yang tidak kelihatan me-nerjang dadanya. Untung
Ling Kun-gi sudah me-ngerahkan hawa murni pelindung badan,
walau angin pukulan ini menerjang secara mendadak tetap tertolak oleh hawa pelindung badannya sehingga tidak ci-dera sedikitpun.
Namun hatinya kaget dan heran, batinnya: " Entah kapan dia lancarkananginpukulan ini, beginicepatdan tangkas?"
Waktu dia angkat kepala, dilihatnya pemuda jubah kuning
mengepal tinju tangan kanan dan kiri melintang di depan dada,
kelihatannya tidak bergerak sedikitpun. Tapi gaya orang sudah
cukup mengejut-kan Ling Kun-gi, diam2 ia berteriak kaget dalam
hati: "Bu sing-kun."
Melihat Bu-sing-kun (pukulan tanpa suara) yang dilancarkannya
secara diam2 jelas mengenai dada orang, tapi kenyataan lawan
tetap segar bugar seperti tak terjadi apa2, mau tak mau berubah air muka pemuda baju kuning, pikirnya : " Kiranya dia telah meyakinkan Hou-sin-cin-khi (hawa murni pelindung badan)."
Semua ini hanyaberlangsungdalamsekejap.
Walau dalam hati kedua pihak sama kaget, namun mereka tidak
lantas berhenti. Sambil menyeringai tinju kanan si pemuda jubah kuning terbuka, telapak tangannya menepuk ke pundak kiri Ling
Kun-gi sementara tangan kiri menekan turun, dua jari tangannya
secepatkilat menutukKi-hay-hiatdi iga Ling Kun-gi.
Sedikit miringkan badan berbareng Ling Kun--gi lancarkan jurus
No-liong-tui-hun (naga marah mendorong mega), secara terbalik
dia menapak serangan tangan kanan lawan, sementara tangan kiri
seperti menangkis tapi kelima jarinya tergenggam, yang digunakan adalah tipu To-pan -liong-ka (menjungkir balik tanduk naga),
dengan mudahdiatangkap keduajaripemuda jubah kuning.
Dua jurus serang menyerang ini berlangsung dalam waktu
singkat, semula terdengar suara plok. tangan kanan Ling Kun-gi
dengan telak saling ber-adu dengan telapak tangan kiri pemuda
jubah kuning. Terasa oleh pemuda jubah kuning telapak tangan
Ling Kun-gi menimbulkan guncangan tenaga yang luar biasa besar
dan keras, tanpa kuasa dia tertolak setengah tindak ke
kanan-Berbareng terasa pula kedua jari kirinya tahu2 sudah
tertangkap Ling Kun--giyangterus menelikungnyake belakang.
Semula kedua orang ini berdiri berhadapan, tapi karena lengan
si pemuda jubah kuning ditelikung ke belakang, dengan sendirinya badannyaikutberputar,jadidiakini membelakangiLingKun-gi.
Dengan lutut kaki kanan Ling Kun-gi depak pantat orang serta
melepas pegangan tangan kirinya, maka pemuda jubah kuning
tersuruk sempoyongan lima langkah ke depan, Lintg Kun-gi tidak


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengejar. katanya dingin : "Maaf, aku sih tidak suka main kasar.."
Mendadak pemuda jubah kuning membalik badan, wajahnya
merah padam. "Sret", dia cabut pedang yang berkilau, hardiknya bengis: " Keluarkan senjatamu."
Ling Kun-gi tidak acuh, ujarnya,: "Barusan cayhe menaruh
kasihanpadamu. tapi kautidaktahu diri?"
"Hari ini ada kau tiada aku, marilah kita perang tanding pakai senjata."
Bertaut alis Ling Kun-gi, katanya: "Apa perlu sampai demikian?"
^ Seperti dirasuk setan si pemuda jubah kuning mencak: "Jangan cerewet, jiwamutetapkubunuh walautidakpakaisenjata."
"Kalau demikian silakan turun tangan saja".
"Baik. Hati2lah," tiba2 pedangnya menutul, batang pedangnya mengeluarkan suara mendengung, di tengah jalan tiba2 sinar
kemilauberkembang se-pertitiga kuntumbungayang mekar.
"Ilmu pedang bagus" Ling Kun-gi berseru me-muji. Sedikit menariknapas, mendadakdiamenyurutmundurtigakaki.
Melihat lawan berkelit mundur, tapi tetap tidak mau melolos
senjata, pemuda jubah kuning, menyeringai dingin, dengan cepat
dia mendesak maju seraya mengayun pedang, beruntun dia
menyerang tiga kali. Walau hanya tiga jurus, namun sinar kemilau pedangnya sudah memenuhi udara sekitarnya laksana deburan
ombaksamudera yang ber-gulung2.
Ling Kun-gi bergelak panjang, tiba2 kedua tangannya bergerak
sekaligus, entah bagaimana tahu2 jari2nya mencengkeram ke
tengah tabir sinar pedang lawan, gerakannya ini sangat aneh dan lucu.
Kepandaian pemuda jubah kuning bukan olah2 tingginya,
pedang pusaka ditangannyapun tajam luar biasa, ternyata Ling
kun-gi berani menangkap tajam pedangnya dengan tangan
telanjang, keruan pemuda jubah kuning yang biasanya tinggi hati ini menjadi kaget.
Maklumlah biasanya dia selalu me-ngagulkan diri. namun dia
memang didikan dari keluarga persilatan ternama, pengalaman dan pengetahuannya cukup luas dan tinggi, otaknyapun dapat hekerja
cepat, pikirnya: "Kalau bocah ini tidak memiliki kepandaian khas, tak mungkin dia berani mengadu tangan dengan pedang
pusakaku." Sebelum dapat menyelami gerakan lawan-betapapun dia tidak
rela kalau pedangnya ketangkap Ling Kun-gi. Sigap sekali dia
mundur setengah langkah berbareng pergelangan tangan
menyendal, ujung pedang seketika menerbitkan sinar benang
beribu banyaknya dan mengurung rapat ke seluruh badan Ling
Kun-gi. Jurus Ban-liu-biau-si (berlaksa jalur daun liu bertaburan) yang dilancarkan ini mengincar seluruh Hiat-to musuh bagian depan,
kalau latihan sudah mencapai tarap tertinggi, hanya sekali tusukan pedang saja dapat melukai 36 hiato-to mematikan, ilmu pedang ini merupakan salah satu dari tujuh ilmu khas keluarga Siau yang
tersohor didaerah Lam siang.
Baru saja sipemuda jubah kuning melancarkan serangannya,
Ling Kun-gi mendadak menghardik keras, tangan kanan menegak
terus menabas, sementara tangan kiri secepat kilat meraih ke
depan, tangannya merebut pedang lawan-Serangan telapak tangan
di kanandan mencengkeramdari kiri inidilancarkansecaraserentak.
Serangan telapak tangannya menerbitkan angin kencang dan
dahsyat, sehingga jurus Ban-liu-biau-si si pemuda jubah kuning
betul2 mirip dahan2 pohon liu yang tertiup angin dan tercerai berai melayang tak keruan-Sedang kelima jarinya dengan tepat dapat
menindih batang pedang orang pula.
Mimpipun tak pernah terpikir oleh pemuda jubah kuning bahwa
Ling Kun-gi memiliki Lwekang selihay dan setinggi ini, lekas dia melejit mundur beberapa kaki dengan darah tersirap. Sudah tentu ia tak tahu bahwa gerakan telapak tangan dari men-cengkeram
secara berbareng dari serangan Ling Kun--gi ini memang
mempunyai asal usul yang luar biasa. Pukulan telapak tangan
adalah mo-ni-in, suatu ca-bang ilmu pecahan dari ilmu tingkat
tinggi Ih-kin-king, sedangkan cengkeraman tadi adalah
jit-jiu--pok-liong (tangan kosong mengikat naga), salah satu tipu dari cap-ji-kim-Liong-jiu (dua belas jurus penangkap naga), cuma dia melancarkan serangan lengantangankiri,
jadisecaraterbalikdarijurus2 ilmu silatSiau-limpay yang semestinya.
Pada saat pemuda jubah kuning melompat mundur itulah
sesosok bayangan lainpun kebetulan meluncur turun di depan
hutan sana. Kedatangan orang ini tidak menimbulkan suara, belum lagi kedua orang yang berhantam melanjutkan gebrakannya, cepat
orang itu membentak: "Kalian lekas berhenti"
Ling Kun-gi berpaling, yang datang adalah laki2 tua kurus
berwajah merah, jubah panjang dengan ikat pinggang sutera, dia
inilah paman Bun Hoan-kun ladi.
Terunjuk rasa girang pada wajah pemuda ju-bah kuning, lekas
dia menyambut dengan laku hormat, "Paman sudah datang"
Dengan pandangan tajam si orang tua menatap Ling Kun-gi,
tanyanya: "Siapakah saudara ini" Kenapa kalian berkelahi?"
"Siautit tidak tahu siapa dia?" sahut pemuda ju-bah kuning,
"cuma tadi kulihat dia memegangi kantong sulam mirip milik adik Hoan, maka kutanya dia peroleh dari mana" Ternyata dia tidak
menjawab dan tidak mau mengeluarkan agar dapat kuperiksa."
" omong kosong, kantong itu pemberian Piaumoayku, apa
sangkut pautnya dengan kau?" bentak Ling Kun-gi. Apa yang
diucapkan Ling Kun-gi memang cukup beralasan, perempuan mana
dalam kolong langit ini yang tidak pandai menyulam, barang
kenang2an pemberian adik misan sendiri, mana boleh ditunjukkan
kepada sembarang orang.- Tersenyum orang tua muka merah sambil mengelus jenggot,
katanya: " Kalian masih sama muda dan berdarah panas, ini hanya salah paham, kini duduk persoalan sudah terang, toh kalian tidak ada permusuhan, buat apa harus bertempur mati2an?"
"Tapi kantong itu jelas milik adik Hoan, Siautit tidak salah lihat,"
pemuda jubah kuning, masih uring-uringanLing Kun-gi mengejek: "Kau terlalu menghina orang,
memangnya hanya keluargamu saja yang bisa menyulam
kantongan (sejenis dompet dari kain) begini?" .
orang tua muka merah ter-gelak2, katanya: "Di sinilah letak persoalannya, kalian tidak mau mengalah, semakin debat urusan
semakin runyam. Nah marilah, kalau tidak bertempur tidak akan
kenal, kalian sama2 muda dan gagah, bagaimana kalau Losiu (aku
yang tua) menjadi penengahnya?" Sampai di sini dia berpaling kepada Ling Kun-gi dan mem-perkenalkan diri: "Losiu Un It-kiau."
lalu dia tunjuk pemuda jubah kuning dan menambahkan: "Inilah Lollok (anak keenam) keluarga Siau dari Lam-siang, orang suka
memanggilnya Kim-hoan-lok-long Siau Ki-jing ......."
Waktu bicara secara diam2 dia mengedip mata kepada pemuda
jubah kuning yang masih ber-sungut2, kemudian dia berpaling dan mengawasi Ling Kun-gi, tanyanya, "Dan saudara" Di mana tempat tinggalmu" Siapa oula saudara yang terhormat?"
"cayheLingKun-gidariIng-cu,"Kun-gi menjawab.
"Ling-lote berkepandaian tinggi, entah pernah apa dengan
Hoanjiu-ji-lay, paderi sakti nomor satu yang dulu tersohor di
kalangan Bu-lim itu?" kiranya dia sudah dapat meraba asal-usul perguruan Ling Kun-gi.
Kejut juga hati Ling Kun-gi, batinnya: "Bu-kan saja tinggi kepandaian silat orang ini, pengalamannya ternyata juga luas,
sekilas pandang lantas tahu seluk belukku. Tapi meski kau tahu
asal usul perguruanku, memangnya kau tahu bahwa guruku
sengaja suruh aku pamer kepandaiannya, guru pernah berpesan:
"Tunjukkan asal usul perguruan untuk menyembunyikan asal-usul riwayat hidupku." Tapi bagaimana riwayat hidup dirinya, Kun-gi sendiri juga tidak tahu.
Sesaat Ling Kun-gi bimbang, jawabnya kemudian: "Beliau
adalah guruku." Terkejut dan terpancar pula mimik aneh pada muka Un it-kiau,
katanya ter-bahak2 "Ternyata Ling-lote memang betul murid paderi sakti, sungguh beruntung dapat bertemu."-Tiba2 sorot matanya menjadi tajam, katanya pula: "Jadi gurumu masih sehat walafiat, entah di mana beliau sekarang tinggal?"
"Jejak guru tidak menentu, cayhe sendiri tidak^elas," sahut Kungi.
Un It-kiau manggut2, katanya: " Waktu gurumu mengembara di Kangouw dulu, jejaknya memang seperti naga di dalam awan yang
kelihatan ekornya tapi tidak nampak kepalanya, tadi Losiu hanya tanya sambil lalu saja."
Lekas Kun-gi menjura, katanya: "cayhe masih punya urusan, tak bisa berdiam lama, maaf cayhe mohon diri."
"Ling-lote ada urusan, boleh silakan pergi," ujar Un It-kiau.
Ling Kun-gi manggut2 kepada mereka berdua terus melangkah
pergi dengan cepat. Setelah bayangan Ling Kun-gi sudah jauh, terunjuk senyum sinis
pada wajah Un It-kiau katanya kepada Siau Ki-jing: "Mari kita kuntit dia"
"Paman juga curiga kepada bocah itu... . " ta-nya Siau Ki-jing.
Un It-kiau sedikit manggut, katanya: "Lohu kira munculnya
bocah ini di sini tentu ada sebab-nya," tanpa menunggu Siau Kijing tanya lebih lanjut. dia lantas mendahului berlari pergi.
Dengan langkah cepat Ling Kun-gi menempuh pula perjalanan
cukup jauh, mendadak dia hentikan langkahnya, matanya
menjelajah keadaan sekeliling, tiba2 dia berkelebat masuk ke
dalam hutan dipinggir jalan Pendekar Latah 4 Neraka Hitam Seri Bara Maharani Karya Khu Lung Badai Laut Selatan 21

Cari Blog Ini