Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri 18

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 18


akhirnya sampai di ujung lorong dinding batu kembali mengadang
jalan mereka. Kun gi menghentikan langkah, katanya sambil menoleh: "Lorong ini sudah tiba di ujungnya, coba Kongsun-heng periksa apakah ada pintu rahasianya?"
Kongsun Siang maju dua langkah, katanya: "Yang kuketahui
juga sedikit saja, entah dapat ku-temukan tidak rahasianya,"
dengan seksama tangannya mulai meraba sementara matapun
memeriksa dengan cermat, terasa seluruh dinding batu ini licin dan rata laksana kaca, tak terlihat adanya garis pemisah dari bekas sebuah pintu. Akhirnya dia mengerut kening pedang dia
tanggalkan, dengan gagang pedang dia ketuk2 dinding, lalu
menempelkan kuping mendengarkan dengan teliti.
Pada dinding bagian depan agaknya tiada pintu yang dapat
ditemukan, terpaksa dia membalik ke arah lain, kini dia periksa dinding sebelah kiri, dari atas ke bawah dia periksa dengan teliti, sementara mulutnya mengoceh: "Dalam perut gunung ini semula memang sudah banyak gua ciptaan alam, kemudian mereka
tambahi dan atur sedemikian rupa dengan bangunan berbagai alat
rahasia, semua ini menunjukkan hasil karya seorang yang betul2
ahli dalam bidang ini, padahal aku hanya memperoleh sedikit
pelajaran bidang ini dari guru, sungguh tak mampu aku
menemukannya...." Tengah bicara, entah bagaimana secara kebetulan ia
menyentuh alat rahasianya di dinding batu itu, mendadak terbuka sebuah pintu tanpa mengeluarkan suara. Pintu batu yang terbuka
ini tampaknya bisa bergerak secara otomatis, padahal Kongsun
Siang sendiri tidak menduga sehingga dia bersuara kaget, tapi
sigap sekali dia sudah menerobos keluar sana.
Pintu ini bergerak cepat dan licin, begitu Kongsun Siang
menerobos keluar darisebelah kanan, pintuitu lantas memutarbalik dan "blang", tertutup rapat pula.
Kejadian betul2 di luar dugaan, Ling Kun-gi berdiri cukup dekat, tapi dia tidak sempat menahannya. Kini sekali pintu tertutup rapat baru dia terjaga kaget, serta merta ia berteriak: "Kongsung-heng!"
Tangan segera menepuk ke pintu.
Dengan mudah Kongsun Siang mendorong terbuka pintu itu,
jelas pintu ini bisa bergerak bebas, maka dia bisa menerobos
keluar, malah daun pintu sudah berbalik arah, tapi tepukan tangan Kun-gi yang kuat ini ternyata tak berhasil menggoyahkan daun
pintu batu ini. Keruan ia gugup, tanpa pikir kembali Kun-gi menghantam pula,
kali ini pukulannya berlipat ganda lebih keras, bukan saja daun pintu tetaptakbergeming, malahtelapaktangansendiriterasasakit.
Pikirnya: "Kongsun Siang tadi hanya meraba2 daun pintu dan tanpa sengaja menyentuh alat rahasianya, jadi alat rahasianya
pasti beradadiatasdaunpintu, kenapatidak kucaridengan seksama?"
Sambil mengacungkan Leliong-cu, dari atas segera dia
memeriksa ke bawah dengan hati2.
Periksa punya periksa, sekian lamanya dia tetap tidak
menemukan tanda apa2, kecuali garis lurus yang lapat2 kelihatan dari bekas celah pintu, tiada tanda2 lain yang ditemukan, apalagi alat rahasia untuk membuka pintu batu ini. .
Sungguh Kun-gi tidak habis mengerti dan hampir tidak percaya
akan kenyataan yang dihadapinya ini, bahwa dinding batu setebal ini, ternyata terpasang sebuah pintu yang dapat bergerak bebas
bolak-balik secara cepat.
Yang jelas Kongsun Siang baru saja menerobos ke balik sana
lewat pintu batu licin rata ini. Tiga orang datang bersama, kini tinggal dirinya seorang saja. Di antara delapan Houhoat Pek-hoapang hanya Kongsun Siang yang bergaul paling akrab dengan
dirinya, meski tidak pernah bicara persoalan pribadi, betapapun dia tidaktegaberpeluktanganbegini saja.
Beruntun dua kali Kun-gi memukul pintu itu tetap tak
bergeming, jalan keluar tiada, keruan dia naik pitam. Mengingat dirinya terkurung di pendopo dan teralang oleh patung batu tadi, akhirnya dia berhasil mendorong mundur patung dan terbukalah
jalan keluarnya, kenapa sekarang ini tidak mencobanya" Kali ini dia sudah berniat pakai kekerasan menggempur hancur dinding batu di depannya, maka pelan2 dia mundur dua langkah, dua tangan
bersilang di depan dada, pelan2 dia kerahkan Kim-kong-sim-hoat, mendadak kakinya melangkah setindak ke depan, sementara
mulutnya menghembus napas keras2 sambil menggerung seperti
banteng ketaton, kedua tanganpun mendorong ke depan.
Kim-kong-sim-hoat adalah salah satu dari 72 ilmu ajaran
Siau-lim yang hebat, merupakan Hud-bunsinkang (ilmu sakti dari
aliran Hud) yang paling tingg, begitu kedua tangan mulai
mendorong pelan2, segulung tenaga tidak kelihatan segera timbul dan menerpa ke depan. "Blum!" begitu menerjang pintu batu, seluruh lorong gua di perut gunung ini serasa bergoncang keras, pasir beterbangan dan berguguran dari atas. Tapi pintu yang tadi bisa bergerak licin dan bebas ini ternyata tetap tertutup tak
bergeming. Celakalah Kun-gi, karena tenaga saktinya tak berhasil menjebol roboh pinto batu, kekuatan sendiri malah menerjang
balik memukul dirinya sehingga dia terpental mundur beberapa
langkah. Padahal lorong gua ini hanya lima kaki lebarnya, begitu dia
tertolak mundur dengan daya tolak yang keras, punggungnya
membentur dinding sebelah kiri di belakangnya. Tak nyana begitu punggungnya menyentuh dinding belakang, terasa dindingnya
bergerak, seolah2 dia mendorong sebuah daun pintu yang tak
terpalang, mendadak dinding di belakang menjeplak terbuka.
Karena tidak menduga Kun-gi tak dapat menguasai diri, ia
sempoyongan hingga puluhan langkah baru jatuh terduduk.
Kini baru Kun-gi melihat jelas, daun pintu di dinding
belakangnya inipun dapat bergerak bebas, setelah dirinya terjatuh masuk, daun pintu segera memutar balik dan tertutub rapat pula.
Sigap sekali Kun-gi melompat berdiri, ia coba mendorong daun
pintu, ternyata tak bergeming sedikitpun.
Sejenak Kun-gi berdiri mematung. Pada keheningan itulah
mendadak dia mendengar suara rintihan yang lirih dan lemah.
Waktu dia amat2i keadaan sekelilingnya, ternyata di balik pintu ini adalah sebuah lorong pula yang sempit memanjang ke sana,
suara rintihan lemah itu terdengar dari sebelah depan. Maka sambil mengangkat tinggi mutiara yang memancarkan sinar redup, dia
melangkah ke sana. Semakin dekat suara rintihan semakin jelas, setelah membelok
ke kiri, tak jauh di depan sana terlihat seseorang meringkuk di atas tanah. Betapa tajam pandangan mata Ling Kun-gi, sekilas pandang dia lantas mengenali orang yang rebah itu adalah Yu-hou-hoat
Samgansin Coa Liang adanya. Dengan kaget lekas dia memburu
maju dan berjong-kok disamping orang, tanyanya: "Coa-heng, di mana kauterluka?"Cepatiaangkattubuhorang dandibaliktelentang.
Tertampak dada kiri, lambung kanan Coa Liang terluka oleh
pedang, baju bagian depan dada, sudah lengket dengan kulit
dagingnya oleh cairan darah yang berwarna hitam. Goresan luka
pedang ini tampak amat dalam dan parah, agaknya sukar
disembuhkan dan jiwapun sukar tertolong.
Dengan Lwekangnya yang tangguh maka Coa Liang dapat
bertahan sekian lamanya, tapi juga su-dah kempas-kempis,
mendengar panggilan Kun-gi, pelan2 dia membuka matanya,
tampak sinar matanya sudah guram menatap Ling Kun-gi sekian
lamanya, mulut terpentang dengan bibir gemetar, seperti ingin
bicara. "Coa-heng ingin bicara apa?" tanya Kun-gi.
Dengan mengerahkan tenaga Coa Liang mengangguk. Diam2
Kun-gi mengerut kening, jiwa Coa Liang jelas sudah di ambang
maut, terutama luka2 di dada kirinya amat dalam dan melukai
paru2 dan jantung, kalau dia bantu mengerahkan hawa murni ke
tubuhnya, darah pasti takkan berhenti mengalir keluar. Tapi kalau tidak dibantu keadaannya sudah kempas-kempis, untuk bicarapun
sudahtidak mampu lagi, sesaatdiajadibimbang.
Dengan sorot mata yang pudar Coa Liang memandang Ling
Kungi, sorot matanya menandakan hatinya amat gelisah dan resah.
"Coa-heng ingin Cayhe bantu menyalurkan hawa murni, supaya kaudapat mengeluarkanisihatimu,"tanyaKun-gi
Dengan kaku dan gerakan berat Coa Liang mengangguk. Berat
perasaan Kun-gi, pelan2 dia ulurkan tangan menekan tepat ubun2
kepala Coa Liang, lalu pelan2 dan sabar dia mulai salurkan hawa murninya ke badan orang.
Karena Lwekang Coa Liang sendiri amat tinggi sehingga dia
masih kuat bertahan sekian lama, kini mendapat bantuan saluran
hawa murni Ling Kun-gi, sekuatnya dia coba menarik napas, dua
kali bernapas dengan enteng, maka bola matanyapun mulai
bergerak, kejap lain tangan kanannyapun dapat bergerak dengan
gemetar, mulut megap2 beberapa kali, suaranya terdengar amat
lirih serak: "Cu . . . . cukong (majikan) . . . . " hanya beberapa suku kata keluar dari mulutnya, darah hitam tiba2 menyembur
keluar dari luka di bawah lambungnya, suara ngorokpun terjadi
ditenggorokannya, pelan2 kepalanya lantas tertekuk lemah tak
bergeraklagi. Hanyaduapatahkatasempatdiaucapkan,nyawapun
melayang. Dengan rawan Ling Kun-gi menarik tangannya, pelan2 dia
berdiri, dan membatin: "Laki2 baju hitam yang kulihat di atas bukit malam itu ternyata adalah Sam-gansin Coa Liang, entah siapa pul?majikan' yang ia maksudkan" Apa pula maksud tujuannya menyelundupdanjadi mata2didalamPek-hoa-pang?"
"Dia menudingkan jarinya ke arah lorong depan sana sambil
menyebut 'majikan', maksudnya terang hendak beritahukan
padaku bahwa majikannya menuju ke lorong sana, kenapa ia
memberitahuku hal ini padaku?"
"Mungkinkah majikannya menghadapi mara bahaya, supaya
diriku lekas menolongnya" Ya, pasti majikannya menghadapi
bahaya, maka dia berusaha mengeluarkan dua patah kata
memberitahukan arah kepergian majikannya, maksudnya, jelas
ingin aku pergi menolongnya."
Segera ia menjura ke arah jenazah Sam-gansin, katanya: "Coa-heng tak usah kuatir, Cayhe segera akan menyusulnya ke depan
sana."Cepat2iaberanjakke lorongyang lebih dalam.
Majikan yang dimaksud Coa Liang sudah tentu seorang
gembong persilatan yang punya kedudukan tinggi sebagai Pangcu
atau ketua suatu aliran, ber-ilmu silat tinggi, tapi dari sikap dan mimik Coa Liang menjelang ajalnya yang resah dan gelisah tadi,
dapatlah dibayangkan bahwa majikannya pasti mengalami mara
bahaya di lorong2 sempit ini.
Maka Kun-gi tak berani ayal dan ceroboh, untuk menghadapi
musuh yang mungkin menyergap setiap saat, dia merasa perlu
menggunakan kedua tangannya, maka Leliong-cu dia gantung di di
ikat pinggangnya, tangan kiri berjaga di depan dada, tangan kanan melolos pedang pandak, pelan2 dia menggeremet maju terus
mengikut jalaran lorong yang belak-belok, kira2 ratusan langkah dia menempuh perjalanan, membelok tiga kali, selama itu mata
kupingnya bekerja dengan tajam, sekonyong2 didengarnya di
sebelah depan ada derap kaki yang amat ringan.
Begitu mendengar langkah orang Kun-gi lantas tahu bahwa
orang ini memiliki Ginkang yang tinggi, di dalam lorong sempit
yang belak-belok ini ternyata dia dapat berlari sekencang itu
seperti kuda binal yang lepas dari kekangan.
Pada saat Kun-gi berdiri bimbabng di ujung pengkolan itu, maka
bayangan orang itupun sudah muncul di ujung yang lain. Itulah
seorang laki2 yang sekujur badannya terbungkus pakaian hitam,
pedang ditangannyapun berwarna hitam legam.
Karena Leliong-cu tergantung dipinggangnya, begitu Kun-gi
melihat orang, sudah tentu orang itu pun segera melihat dirinya, jarak kedua orang sekarang masih belasan kaki jauhnya, tapi cepat sekaliorang itu sudah menghampiri didepan Ling Kun-gi.
Pedang terangkat dengan gaya mengancam, bentaknya dengan
suara kereng: "Siapa kau?"
"Katakan siapa kau?" Kun-gi balas menjengek.
Sekilas orang itu memandang mutiara di pinggang Kun-gi,
katanya kemudian: "Kau membawa CinCu-ling, tentunya sudah
tahu kalau di tempat ini dilarang main terobosan tanpa ijin Hwecu, siapapun berani masuk ke Hek-liong tam akan dihukum mati.''
Ternyatadiamengira Kun-giadalahorang Hek-liong-hwe.
Sungguh tak pernah terpikir dalam benak Kun-gi, secara
kebetulan dia main terobosan dan kini berada di Hek-liong-tam
(kolam naga hitam), kalau tempat ini dinamakan Hek-liong-tam,
pasti ada sebuah kolam di sini. Dan nama Hek-liong-hwe mungkin
dipungut karena adanya kolam naga hitam pula, dari sini dapat
pula disimpulkan kalau pusat kekuasaan Hek-liong-hwe pasti
berada di Hek-liong-tam ini pula.
Maka Ling Kun-gi. lantas bertanya: "Apakah di sini letak markas pusat Hek-liong-hwe?"
"Jadi kau bukan orang Hek-liong-hwe"'" tanya orang itu melengak heran.
"TidakpernahCayhe mengaku orang Hek-liong-hwe."
Pedang menuding, orang itupun membentak dengan aseran:
"Siapa namamu, datang dari mana!'
"Cayhe Ling Kun-gi, sudah tentu datang di luar sana."
"Peduli siapa kau, setelah masuk kemari, kepalamu harus
dipancung!" segera pedangnya menusuk tenggorokan.
"Tahan sebentar!" seru Kun-gi.
Orang itu menghentikan gerakannya, katanya dingin: "Masih
ada urusan apa lagi?"
"Bolehkah tuan beritahukan padaku, apakah Hek-liong-tam
adalah pusat kekuasaan Hek-liong-hwe?""
''Tanyakan persoalanmu ini kepada Giam-lo-ong saja," seru
orang itu. "Sret" pedangnya segera menusuk.
Tangan kanan bergerak, Seng-ka-kiam di tangan Ling Kun-gi
memancarkan cahaya terang di kegelapan. "Trang", tusukan pedang lawankenadisampuknyake samping.
Sibaju hitammendengusgeram, katanya:
"Agaknya tuan memiliki kepandaian tangguh pula." "Sret"
kembali pedangnya menusuk lurus.
"Ilmu pedang orang ini cukup cepat dan lincah, ilmu silatnya
terang tidak lemah, mungkin dia penjaga daerah terlarang ini,
terpaksa aku harus membekuknya lebih dulu," demikian batin Kungi.
Sebatsekaligerak-gerik si bajuhitam, pedangnyaberkelebatkian
kemari sehingga sukar diraba kemana serangannya. Ilmu
pedangnya bukan saja bergerak laksana kilat menyambar, setiap
tabasan dan tusukannya dilandasi kekuatan yang tangguh,
beruntun tiga jurus Seng-ka-kiam di tangan Ling Kun-gi balas
menyerang, jadi keduapihakberebut kesempatanuntuk
menundukkan lawan. Dalam lorong yang sempit itu, di bawah penerangan cahaya
mutiara yang redup, terjadilah perang tanding ilmu pedang yang
cukup hebat dan sengit, kalau pedang Ling Kun-gi semakin
memancarkan cahaya terang, adalah pedang lawannya semakin
terasa berat tekanan serangannya, hawa dingin serasa hampir
membeku diruangan lorong sempit itu.
Puluhan jurus kemudian baru lambat laun Kun-gi berhasil
membendung serangan lawan. Bahwa ilmu pedang kebanggaannya
diungguli lawannya yang muda ini, si baju hitam naik pitam,
sampai mem-bentak2 pedangnya berkelebat semakin cepat dan
merangsek terlebih sengit lagi. Tapi dia lupa akan satu hal,
rangsakan cepat dan sengit ini merupakan adu kekuatan secara
kekerasan pula. Padahal pedang di tangan Ling Kun-gi adalah
senjata pusaka yang tajam luar biasa..
Setelah pedang kedua pihak berdering nyaring saling beradu,
pedang hitam di tangan si baju hitam terpapas putus berkeping,
tinggal gagang pedang saja yang masih tergenggam di tangannya.
Sekilas si baju hitam melengak, baru saja dia hendak melompat
mundur. Tahu2 Kun-gi mendesak maju, ujung pedangnya
mengancam di dada si baju hitam, para bentakannya kereng
berwibawa: "Berani kau bergerak, kurenggut jiwamu!"
Sinar kemilau pedang Ling Kun-gi yang mengancam dada terasa
menyilaukan mata, si baju hitam tidak berani bergerak. wajah
nyapun berubah pucat beringas. serunya murka: "Apa
kehendakmu?" Tiba2 Kun-gi unjuk senyum ramah, katanya: "Cayhe hanya ingin tanya sedikit, lebih baik tuan menjawab sejujurnya."
"Soal apa yang ingin kautanyakan?"
"Pertama, apakah Hek-liong-tam adalah markas pusat
Hek-lionghwe?" "Aku tidaktahu,"
"Apa betul kau tidak tahu?"
"Tugasku hanya meronda di lorong2 tertentu, siapapun tanpa izin Hwecu bila berani keluyuran dilorong ini haras dihukum mati, soal lain aku tidakperduli"
"Jadilorong ini menjurus keHek-liong-tam, betul?"
"Betul." "Bagus, ingin kutanya pula satu hal, barusan seseorang masuk kemari?"
"Orang2 yang tugas ronda di sini bergiliran pada saat2 tertentu, baru saja kudatang, tak kulihat dan tiada laporan ada orang luar masuk kemari!'
Heran Kun-gi, pikirnya: "Sam-gansin Coa Liang terluka dua
tusukan pedang, pada saat2 ajalnya masih berusaha menunjukkan
bahwa majikannya menuju kearah sini, kenapa jejaknya tidak
dilihat mereka?" Segera dia bertanya pula: "Saudara barusan datang dari arah Hek-liong-tam" Nah, sekarang tolong kau menunjukkan jalannya
bagiku." Belum si baju hitam menjawab, mendadak sebuah suara dingin
menanggapi: "Lepaskan dia, dia tidak akan tahu jalanan yang menjurus ke Hek-liong-tam."
Datangnya orang ini tak menimbulkan suara sedikitpun, padahal
Kun-gi cukup yakin akan ketajaman pendengarannya.
Diam2 Kejut hati Kun-gi, waktu dia menoleh, dilihatnya tak jauh di belakang si baju hitam, berdiri seorang tua berjubah hijau.
Dalam keremangan tampak perawakan orang tua ini tinggi kurus,
wajahnya dingin berwibawa, sorot matanya berkilat tajam, jenggot kambing di dagunya. Dinilai dari sikap dan dandanannya, orang
akan segera maklum orang tua ini pasti memiliki ilmu silat yang maha tinggi dan kedudukannya terang jauh lebih tinggi daripada si baju hitam.
Pelan2 Kun-gi mundur setapak sambil menu-runkan pedang
pandaknya, katanya dengan tertawa ramah: "Kalau begitu, biarlah Cayhe bertanya padamu saja, Lotiang (pak tua)." Meski pedang sudah dia turunkan, tapi dia tetap waspada, apalagi berhadapan
dengan lawan yang tangguh, diam2 ia malah kerahkan hawa murni
pelindung badan dan siap siaga.
Lekas si baju hitam mundur ke samping dan memberi hormat
kepada si jubah hijau. Agak lama si jubah hijau menatap mutiara yang bergantung di pinggang Ling Kun-gi, akhirnya pandangannya
beralih ke wajah Kun-gi, suaranya terdengar tenang: "Tuan bisa menemukan tempat ini, ketabahanmu sungguh harus dipuji,
bolehkah kutahu namamu?"
"Cayhe Ling Kun-gi!"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendadak terpancar cahaya terang yang membayangkan rasa
senang pada bola mata si jubah hijau, katanya sambil manggut2:
"Baik sekali!" Mendadak tangannya terayun, "plak", dengan telak dada si baju hitam yang berdiridisampingnya kena digabloknya kebras.
Padahal sdi baju hitam berdiri tegak hormat meluruskan kedua
tangannya, sudah tentu tak pernah terpikir olehnya bahwa si jubah hijau akan membunuhnya, tentu saja ia tak sempat berkelit, tanpa mengeluarkan suara dia roboh binasa.
Tanpa hiraukan korbannya si jubah hijau menatap Ling Kun-gi,
katanya:"Tambahisekali tusukanpedangmupula."
Kejadian di luar dugaan, keruan Kun-gi melenggong, bahwa si
baju hitam sudah terpukul mampus menggeletak di tanah, buat
apa dirinya harus menusuknya pula" Maka dengan kesima dia
awasi si jubah hijau: "Dia. . . . ."
"Waktu amat mendesak, lekas kau tusuk dia, kita harus
selekasnya meninggalkan tempat ini."
Semakin heran dan bingung Kun-gi. "Kau..." dia ragu2 sambil mengawasi orang.
Si jubah hijau goyang tangan dia menyela, suaranya tiba2
berubah ramah dan kalem: "Tidak leluasa kita bicara disini, lakukan sepertipetunjukku, pastitidaksalah."
Kun-gi masih bingung apa maksud kata2nya, yang terang si
baju hitam sudah mampus, tiada soal bila dia menambahkan sekali tusukan, toh orang tidak akan menderita, biarlah nanti mencari
kesempatan mengorek keterangan dari si jubah hijau. Maka tanpa
bicara segera dia angkat pedang menusuk telak di ulu hati si baju hitam.
Si jubah hijau manggut2, katanya: "Marilah kau ikut aku." Lalu dia membalik berjalan menuju ke lorong sebelah sana, langkahnya enteng dan mantap, tanpa berpaling lagi, seolah2 kehadiran Kun-gi yangmengintildibelakangtidak menjadiperhatiannyalagi.
Kun-gi sendiri masih bingung apakah si jubah hijau kawan atau
lawan" Cuma terasa tindak tanduk orang agak misterius, tapi dia tetap mengikuti langkah orang.
Lorong di perut gunung yang gelap gulita ini masih belak-belok
kian kemari, dalam jarak dua puluh langkah pasti membelok sekali, entah ke kanan atau ke kiri, ternyata si jubah hijau tidak
menyalakan obor atau penerangan lainnya, agaknya dia sudah apal sekali dengan liku2 jalan lorong disini, malah langkahnya semakin dipercepat.
Kira2 30 tombak kemudian, mendadak dalam kegelapan di
sebelah depan seseorang membentak: "Siapa?"
"Aku!" sahut si jubah hijau. Hanya beberapa patah kata tanya jawab ini dan Kun-gi sudah ikut membelok tiba, dilihatnya di depan mencegat seorang baju hitam pula, melihat si jubah hijau segera dia menyurut minggir serta berdiri dengan laku hormat, katanya
kepada sijubah hijau: 'Hamba sampaikan hormatkepadaCongkoan."
Si jubah hijau hanya membalas hormat orang, dengan
anggukan kepala, sementara kakinya masih melangkah maju,
begitu tiba di depan orang mendadak tangannya terayun menepuk
dada si baju hitam. Gerakannya amat cepat dan tangkas, si baju
hitam terang tidak bersiaga, sudah tentu sekali hantam kena
dengan telak, hanya mulutnya saja yang sempat menguak pendek,
tubuhnya terus roboh terkulai.
Dalam hati Kun-gi berkata: "Orang2 berbaju hitam yang
bertugas di lorong gelap ini tentu memiliki kepandaian silat yang amat tinggi, tapi hanya sekali angkat tangan si jubah hijau telah membinasakan mereka, maka dapatlah dibayangkan betapa tinggi
kepandaian silat si jubah hijau ini."
Seperti tidak pernah terjadi apa2, Si jubah hijau terus
melangkah ke depan sambil berkata dengan kereng: "Lekas tusuk dia sekali lagi."
Setelah dua kali orang membunuh orang ber-baju hitam, sedikit
banyak Kun-gi sudah agak maklum kemana maksud tujuannya,
agaknya orang sengaja hendak membantunya, maka setelah
membunuh anak buahnya sendiri ia menyuruhnya menusuk lagi
dengan pedang supaya tidak membocorkan rahasia perbuatannya.
Kenapa si jubah hijau mau membantunya" Mungkin dia salah
mengenali diriku, agaknya dirinya disangka sebagai orang
sekomplotan dengan "majikan" yang dimaksud oleh Sam-gansin Coa Liang" Dari sini dapatlah diduga bahwa si jubah hijau ini pasti agen yang dipendam di dalam Hek-liong-hwe oleh sang "majikan"
itu, maka tanpa berbicara, sekali pedangnya bergerak, dia tusuk ulu hati sibajuhitamyangsudah menggeletakbinasaitu.
"Lekas jalan," tiba2 si jubah hijau memberi isyarat, kakinya berlari kencang seperti terbang, Terpaksa Kun-gi ikut berlari
kencang pula. Setelah membelok dua kali, tiba2 si baju hijau menghentikan
langkah, tangan terangkat menekan dua kali di kiri-kanan dinding, lalu membalik badan, katanya: "Lekas masuk!" segera dia mendahului menerobos ke situ.
Setelah dekat baru Kun-gi melihat jelas di antara dinding batu
yang licin itu sudah terbuka celah2 panjang yang cukup untuk
seseorang menyelinap masuk, orang itu tampak menunggu di
sebelahdalam, tanparagu2segeradia menyelinap masukjuga.
Baru beberapa langkah tiba2 didengarnya suara "duk" sekali, celah2 dinding telah merapat pula. Lorong di sini agaknya memang ciptaan alam, bukan saja amat sempit, jalannyapun tidak rata dan hanya cukup dilewati seorang, malah dinding batu di kanan kiri
juga penuh ditumbuhi lumut dan batu2 padas yang runcing, kalau
tidak hati2 kepala pasti bisa benjut dan pakaian robek.
Si jubah hijau berjalan amat cepat. Karena ada penerangan dari
mutiara di pinggangnya sudah tentu Kun-gi tidak bakal
ketinggalan. Kira2 sepeminuman teh kemudian, setelah turun naik dan lika-liku, sebelah depan agaknya sudah tiba di pangkal lorong karena sebuah dindingtembok mengadangdisitu.
Si jubah hijau menekan di atas dinding, maka terdengarlah
suara gemeruduk yang bergema di dinding, pelan2 dinding batu itu mulai bergerak dan terbukalah selarik celah2 lubang..
Sambil tersenyum si jubah hijau menoleh, katanya: "Silakan."
Lalu dia mendahului melangkah masuk.
"Sarang Hek-liong-hwe berada di perut gunung" demikian pikir Kun-gi, "Lorong2 di sini tembus ke segala penjuru, betapa besar proyek pembuatan lorong di perut gunung ini" Tidak sedikit jumlah aliran yang berdiri di Kangouw, kenapa pula Hek-liong-hwe
membuang waktu dan tenaga begini besar untuk membangun
markasnya di perut gunung" Memangnya mereka punya rahasia
tersembunyi yang lain?" otak berpikir, tapi kaki segera beranjak ke dalam.
Di belakang pintu batu kiranya adalah sebuah kamar batu kecil,
kecuali beberapa kursi yang ter-buat dari batu dan sebuah dipan batu pula, tiada perabot lain, tapi kursi dan dipan batu tampak mengkilap bersih.
Tepat di tengah ruangan di atas meja bundar yang dikelilingi
kursi2 batu itu tertaruh sebuah lampu, entah minyak apa yang
digunakan, ternyata sinarnya cukup terang.
Setelah Kun-gi dipersilakan masuk, kembali si jubah hijau
menekan dinding sebelah atas kiri, pelan2 pintu batu itupun
menutup kembali, sementara si jubah hijau sudah membalik badan
sambilangkatsebelahtangan: "Silakanduduk Kongcu!"
Tapi Kun-gi tidak segera duduk, dia merangkap kedua tangan
menjura, katanya: "Lotiang membawaku kemari, tentunya punya petunjuk yang berharga."
Si jubah hijau tertawa lebar, katanya ramah: "Silakan Kongcu duduk saja, memang ada urusan yang perlu Lohu bicarakan, cuma
sekarang belum tiba saatnya."
Dengan gagah Kun-gi duduk dikursi batu, tanyanya: "Kenapa
dikatakan saatnya belumtiba?"
Si jubah hijau tertawa, katanya: "Orang luar takkan berani masuk kemari, harap Kongcu suka tunggu di sini, Losiu akan keluar sebentar dan cepat2 kembali."
Tanpa jawaban Kun-gi segera dia melangkah ke dinding sebelah
depan, tiba2 dia menoleh dan berkata pula dengan tertawa:
"Jangan Kongcu banyak curiga, tindakan Losiu ini pasti
menguntungkan Kongcu," lalu dia mendorong, dinding batu di depannya segera menjeplak terbuka.
Ternyata dinding batu itu merupakan pintu hidup yang bisa
bergerak setiap kali tersentuh, begitu si jubah hijau melangkah keluar, secara otomatis pintu itupun menutup kembali tanpa
mengeluarkan suara sedikitpun.
Betapapun tindak tanduk orang cukup mencurigakan, maka
begitu orang lenyap di balik pintu, Kun-gi segera berdiri memburu ke pintu dinding itu, waktu dia angkat tangan mendorongnya,
ternyatapintubatuyangbarusan menutup takbergeming lagi.
Terpaksa Kun-gi duduk kembali ke kursinya, dengan seksama
dia menerawang tindak-tanduk si jubah hijau, memang terasa
sikap orang tidak bermaksud jahat terhadap dirinya, cuma untuk
apa dia membawaku ke kamar batu ini, kenapa pula mendadak
tinggal pergi" Dan untuk apa pula kepergiannya ini"
Kalau orang luar tidak boleh masuk kemari, kenapa dikatakan
pula bahwa tindakannya ini tidak mengandung maksud jahat
terhadap diriku" Biarlah jawabannya kutunggu kedatangannya
nanti. Terbayang olehnya pesan sang guru yang wanti2 bila
menghadapi marabahaya yang serba rumit, kepala harus selalu
dingin dan pikiran harus tetap tenang, setengah malaman ini dia telah menempuh bahaya dan selalu terhindar dari renggutan
elmaut, kini tanpa sengaja berhasil menyelundup ke tempat ini,
kenapa lagi harus kuatir, biarlah segala sesuatunya terserah
kepada takdir. Kira2 setanakan nasi sejak si jubah hijau keluar, bayangan
orang tetap tidakkunjung datang.
Setelah putar kayun dan berjuang mati2an di sarang musuh ini,
kini baru Kun-gi memperoleh kesempatan istirahat, sambil duduk di kursi, diam2 dia telah mulai menghimpun semangat dan
memulihkan kesegaran badannya.
Dalam keheningan itulah, tiba2 didengarnya langkah lembut
mendatangi. Sekilas Kun-gi tertegun, dirinya sedang bersemadi,
kamar ini rapat dikelilingi dinding batu, umpama betul ada pintu rahasianya paling tidak dirinya pasti mendengar dulu suara pintu terbuka Tapi kenyataan tak pernah dia mendengar suara pintu
terbuka, lalu dari mana suara langkah orang bisa masuk kemari"
Serta merta iapun rnembuka mata, maka dilihatnya seorang gadis
berbaju hijau sambil menjinjing sebuah tenong makanan tengah
melangkak masuk dari pintu di dinding sebelah kanan.
Pintu itulah di mana tadi si jubah hijau berlalu, padahal pintu itu tadi sudah dia raba dan coba mendorongnya, tapi tertutup rapat
dan tidak bergeming sama sekali. Bagaimana pula nona baju hijau ini bisa masuk tanpa mengeluarkan suara. demikian pula daun
pintu batu itu nampak bergerak hidup dan licin, setelah gadis baju hijau beradadikamarpintupunlantasmembalikdan
menutuprapatpula. Begitu berada di dalam kamar, sepasang mata si gadis yang jeli
serta merta terpentang lebar, ia lihat yang duduk di dalam kamar ini adalah seorang pemuda cakap, tanpa terasa mukanya menjadi
merah jengah, lekas ia menunduk.
Dengan ter-gopoh2 dia menghampiri dipan, tenong dia taruh di
atas dipan lalu membukanya satu persatu, dari tenong yang susun empat itu dia keluarkan beberapa macam hidangan, sepoci arak
wangi dan sepiring bakmi goreng, hidangan ini dia taruh di atas meja, setelah menuang secawan arak dan menaruh sepasang
sumpit, lalu dia memberi hormat kepada Ling Kun-gi, suaranya
kedengaran merdu: "Barusan Congkoan ada pesan, mungkin
Kongcu sudah lapar, beliau perintahkan hamba menyiapkan
hidangan ini, silakan Kongcu mencicipinya."
"Terima kasih nona," ucap Kun-gi sambil mengangguk dengan tertawa. "Ada sebuah hal ingin kutanya kepada nona, entah suka memberitahu tidak?"
Mengerling si gadis baju hijau, katanya: "Entah apa yang ingin Kongcu tanyakan?"
"Congkoan yang barusan nona katakan, apakah kakek berjubah hijau dan berjenggot panjang itu'
"Sudah tentu beliau," sahut si gadis baju hijau.
"Bolehkah nona memberitahu, siapakah nama Congkoan?"
Si gadis melengak, katanya: "Kongcu adalah teman beliau,
memangnyabelumtahu namaCong-koan malah?"
"Kalau Cayhe tahu, buat apa bertanya pada nona?"
Berkedip mata si gadis, katanya kemudian: "Kalau Congkoan
tidakberitahu padaKongcu, hamba tidak beranibanyak bicara, lebih baik Kongcu langsung tanya padanya."
"Agaknya nona tidak mau memberitahu. Baiklah, kutanya soal lainsaja,disinitempatapa,nonasudi memberitahubukan?"
Ternyata si gadis malah balas bertanya: "Kongcu sudah berada di sini, memangnyakautidaktahutempatapakahini?".
"Cayhe hanya tahu sedikit, cuma belum kubuktikan."
Si gadis tertawa cekikik, katanya: "Syukurlah kalau Kongcu sudah tahu, kenapa harus tanya lagi, silakan sarapan, hamba
mohon diri saja." Bergegas dia lantas mengundurkan diri. .
Tiba di dekat dinding, dengan seenaknya jarinya yang runcing
halus mendorong, pintu batu lantas terbuka dengan mudah,
mendadak dia berpaling, katanya dengan senyum lebar: "Mohon maaf Kong-cu, sebelum mendapat izin, soal apapun hamba tidak
berani bicara" Begitu pintu berbalik lagi dengan cepat, dinding sudah tertutup rapat pula.
Memangnya Kun-gi sudah merasa lapar, tapi berada disarang
musuh, setiap saat menghadapi ba-haya, sebelum jelas duduk
persoalannya dan tahu siapa si jubah hijau yang serba misterius ini, betapapundiatidak berani mengusikhidangan itu.
Tidak lama setelah gadis baju hijau berlalu, waktu daun pintu
terbuka lagi, tampak si jubah hijau melangkah masuk, tangannya
membawa sebuah botol kecil warna hitam dan ditaruh di atas
meja, ia melirik hidangan yang belum terusik, seketika dia
mengunjuk rasa heran, katanya: "Mengingat Ling-kongcu baru saja mengalami pertempuran sengit selama setengah malaman, tentu
perut sudah kosong dan badan letih, maka kusuruh Siau-tho
menyiapkan hidangan ini, memangnya kenapa" Kongcu kuatir
Losiu menaruh racun dalam hidangan ini?" Tanpa terasa dia
ter-bahak2 sambil mengelus jenggot, katanya pula: "Yakinlah bahwa dalam hidangan ini tiada ditaruh racun, Kongcu boleh
silakan makan, tak perlu kuatir"
Kun-gi menyengir, katanya: "Umpama betul di dalam hidangan ini ditaruh racun, Cayhe juga tidak perlu gentar."
Kemudian berkata pula si jubah hijau: "Jadi kenapa Kongcu
tidak memakannya?" "Cayhe baru saja bertemu dengan Lotiang di lorong gelap tadi, sebelum saling kenal, musuh atau kawan juga belum menentu,
maka taksukaaku sembaranganbertindak."
Mendadak si Jubah hijau tertawa sambil mendongak, katanya:
"Memang tepat alasan Kongcu. Baiklah, Losiu Yong King-tiong, seharusnya aku adalah kawan dan bukan lawan Kongcu, sudah
cukup bukan keteranganku?"
"Sekarang boleh Yong-lotiang beritahu padaku, apa maksud
tujuanmu membawaku kemari?"
Yong King-tiong menggeleng2 kepala, katanya: "Belum saatnya, silakan Kongcu makan minum dulu, Losiu akan tuturkan secara
pelahan." "Kenapa Lotiang memaksaku makan dulu baru sudi memberi
penjelasan?" "Kongcu, masih ada sebuah tugas yang teramat berat harus kau laksanakan dengan sukses, tanpa mengisi perut untuk menunjang
kekuatan dan semangatmu, bagaimana kekuatan pisikmu bisa
bertahan?" Heran Kun-gi, tanyanya: "Tugas berat apa yang harus
kulaksanakan?" "Ya, ya, tugas ini amat penting dan besar artnya. lekaslah Kongcu makan dulu."
Walau merasa heran dan curiga, tapi orang baru mau
menjelaskan setelah dirinya mengisi perut biarpun didesak lagi
juga percuma, apalagi perutnya memang sudah keroncongan,
maka dia berdiri dan berkata: "Baiklah, Cayhe mengganggu
sebentar." Dia menghampiri dipan dan mulai makan minum dengan lahapnya.
Yong King-tiong diam saja, dia duduk disebuah kursi di depan
dipan. Memang perut sudah lapar, maka dengan cepat hidangan
yang ada telah dilalap habis oleh Kun-gi, cuma sepoci arak yang disediakan itu hanya dia minum dua cangkir kecil.
Sehabis Kun-gi makan, Yong King-tiong tersenyum puas, dia
bertepuk tiga kali. Gadis baju hijau tadi segera mendorong pintu dan masuk, setelah memberesi semua mangkok piring segera
mengundurkari diri ke samping.
Yong King-tiong berkata: "Lohu hendak merundingkan
persoalan penting dengan Kongcu, boleh kau berjaga di luar
kamar, tanpa izinku siapapun dilarang masuk kemari."
Gadis baju hijau mengiakan terus keluar, pintu batupun
menutup pula. Yong King-tiong mengambil dua cangkir arak dan ditaruh di
meja pendekdi atasdipan, katanya:"Kongcu silakanduduk ke
dalam." Tahu orang akan mulai membicarakan soal penting, segera Kungi mundur ke belakang, Yong King tiongpun duduk bersila di atas dipan saling berhadapan.
Kata Yong King-tiong kemudian: "Mutiara di pinggang Kongcu ini, bolehkah Lohu melihatnya?"
"Sudan tentu boleh," sahut Kun gi. Lalu dia copot ikatannya dan diserahkan.
Bolak-balik Yong King-tiong mengamati mutiara itu dengan
seksama, mendadak matanya ber-kaca2 mengembeng air mata,
tanyanya kemudian dengan suara gemetar: "Inilah CinCu-ling tulen dari Hek-liong-hwe, entah darimana Ling-kongcu memperoleh
mutiara ini?" Semakin besar rasa curiga Kun-gi, katanya: "Mutiara ini adalah warisan keluarga, jadi jelas bukan milik Hek-liong-hwe."
Mencorong sorot mata Yong King-tiong, tanyanya: "Kongcu tahu akan nama mutiara ini?"
"Le liong-pi-tok-cu."
"Pi-tok-cu, sesuai namanya, mutiara ini dapat menawarkan
segala macam racun?"
"Betul" Mendadak Yong King-tiong berdiri, dari meja tengah dia jemput
botol hitam kecil yang dibawanya tadi, serta mengambil mangkuk
kosong, katanya: "Entah mutiara Kongcu ini dapatkah menawarkan racun di dalam botol ini?" lalu dia buka tutup botol dan menuang cairan hitam kelam ke dalam mangkukkosong tadi.
Sorot mata Kun-gi tertuju ke dalam mangkuk, mulutnya
mendesis: "Getah beracun."
Tanpa minta persetujuan Kun-gi, langsung Yong King-tiong
angkat Le liong-pi-tok-cu terus dicemplungkan ke dalam getah
beracun di dalam mangkuk. "Cess", suara mendesis keras dan kepulan asap tebal seketika bergolak dari dalam mangkuk, begitu asap lenyap getah beracun yang semula kental gelap di dalam
mangkuk itu kini berubah menjadiair bening.
Dengan gemetar Yong King-tiong angkat mangkuk berisi air
jernih itu dengan kedua tangannya, sekian lamanya ia kesima
mengawasi air jernih itu, mimik mukanya tampak haru dan pilu, air mata pelan2 meleleh membasahi pipi, mulutnya bergumam:
"Memang inilah Leliong-cu tulen, memang inilah CinCu-ling . . . . '
Tiba2 ia letakkan mangkuk, lalu angkat Leliong-cu terus berlutut menyembah beberapa kali, serunya sambil menengadah: "Semoga arwah Hwecu di alam baka maklum, bahwa hamba rela hidup
tertekan dan dihina selama 20 tahun ini, syukurlah kini tiba saatnya untuk membuat perhitungan." Sampai di sini dia berdoa, tak tertahan lagi air matanya lantas bercucuran.
Kun-gi diam saja menyaksikan tingkah laku orang yang
dianggapnya aneh dan semakin tebal rasa curiganya. Masa Leliong-cu warisan keluarganya ada sangkut pautnya dengan Hek-lionghwe" Tengah dia melenggong, dilihatnya Yong King-tiong menyeka air
matanya sambil berdiri, dia sodorkan Le liong-pi-tok-cu, sorot
matanya mendadak berubah tajam dingin menatap wajah Kun-gi,
sikapnya serius dan teguh, katanya dingin: "Kau bernama Ling Kun gi?"
Kun-gi terima kembaliLeliong-cu, sahutnya:
"Betul, Cayhe memang Ling Kun-gi."


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yong King-tiong manggut2, katanya: "bagus sekali, sudah 20
tahun Losiu menunggumu, sekarang hanya ada satu kesempatan
hidup bagimu, nah, loloslah pedangmu, lawanlah Losiu dengan
sekuat tenagamu." Tangan terangkat, "creng, tahu2 dia sudah melolossebatangpedangpandakwarna hitamgelap.
Sikapnya yang semula ramah dan kini mendadak berubah
bermusuhan sungguh membingungkan Kun-gi. Katanya dengan
melenggong: "Lo-tiang ada permusuhan apa dengan Cayhe?"
Yong King-tiong tampak gelagapan oleh pertanyaan ini, tapi
mendadak dia berjingkrak murka, serunya: "Tak usah banyak
tanya, kalahkan dulu pedang ditanganku, bicara lagi nanti belum terlambat.'
Kata Kun-gi bimbang: "Lotiang membawaku kemari hanya untuk bertanding?"
"Janganbanyakomong, nah, keluarkansenjatamu."
"Jadi kita betul2 harus berkelahi?"
"Kalau kau ingin keluar dari kamar ini dengan hidup, kalahkan dulu Losiu."
Pelahan Kun-gi melolos Seng-ka-kiam, katanya: "Baiklah, silakan Lotiang memulai. ."
Yong King-tiong sudah tak sabar, jengeknya: ?"Nah hati2lah?"
Pedang pendek ditangannya bergetar, selarik sinar gelap tiba2
membabat dari samping, terasa oleh Kun-gi gerakan menyapu
miring yang kelrihatan sepele itni, ternyata meqnimbulkan tekarnan yang amat berat.
Diam2 Kun-gi kaget dan membatin: "Betapa hebat dan
sempurna kepandaian ilmu pedang orang ini, sungguh luar biasa."
Pedang pandak ditangannya segera bergerak menutul ke depan
terus menyontek ke atas. Sementara itu pedang ditangan Yong King-tiong tampak
bergoyang naik turun, sekaligus dia menyerang tiga jurus dalam
sekali gerakan. Tiga jurus serangan ini menimbulkan lingkaran
sinar gelap yang menimbulkan tekanan hawa pedang yang berlapis
dan menebal, kekuatannya sungguh bukan olah2 dahsyatnya,.
Begitu gebrak Kun-gi lantas terdesak dibawah angin, hampir
saja dia tak mampu mengembangkan kemahirannya, terpaksa dia
mundur tiga langkah baru dapat menghindari rangsakan lawan.
Maklumlah darah mudanya gampang terbakar, karena terdesak
hatinya merasa penasaran, mendadak dia menghardik keras, Sengka-kiam mendadak dia pindah ke tangan kiri, ia melompat maju,
pedang menusuk serta membabat dan memotong, Tat-mo-kiamhoat dari Siau-lim-pay seketika dia kembangkan, ilmu silat
pelindung Siau-lim-pay yang amat dibanggakan ini setelah
dimainkan secara kidal oleh Ling Kun-gi ternyata berbeda pula
perbawa serta gaya permainannya, setiap jurus permainan yang
berlawanan dengan kebiasaan umum ini, sudah tentu jauh lebih
rumit dan lebih lihay pula serta sukar diselami.
Sekilas Yong King-tiong tampak melengak, katanya keheranan:
"Kau ini murid Hoanjiu-ji-lay?"
Ling Kun-gi mengejek: "Lotiang memang punya pandangan
tajam." Di tengah percakapan ini, gaya pedang kedua orang tetap
bergerak laksana kilat saling samber, masing2 kembangkan
kemampuan ilmu pedangnya, sedikitpun tak menjadi kendur.
Dalam kamar batu yang agak sempit ini lama kelamaan terasa
semakin dingin diliputi hawa pedang yang bergolak, sungguh amat dahsyat adu kekuatan kedua jago pedang kelas wahid ini, Lekas
sekali lima puluh jurus telah lalu dalam pertempuran sengit ini.
Ilmu silat Yong King-tiong ternyata amat luas, rumit dan serba
bisa, gaya pedangnyapun aneh, setiap jurus serangan pasti
mencakup tipu2 pedang dari berbagai aliran kenamaan di
Kangouw, jurus2 yang semestinya tidak berhubungan, tapi dapat
dimainkannya secara berantai dengan wajar dan bebas olehnya,
maka daya serangannya terasa semakin berat dan mengejutkan.
Ling Kun-gi juga mengembangkan Tat-mo kiam-hoat dengan
tangan kidal, tapi menghadapi perlawanan Yong King-tiong yang
berpengalaman dan membekal banyak ragam ilmu pedang,
se-olah2 sekaligus dia menghadapi puluhan macam ilmu pedang
dari berbagai aliran kelas tinggi dan lihay, keruan lama kelamaan dia merasa kewalahan.
Apalagi Lwekang lawan teramat tangguh setiap gerak
pedangnya. terasa satu lebih berat dari yang lain, schingga
tekanan yang timbulpun semakin hebat, dan secara bergelombang
menggempur Kun-gi, permainan pedang Kun-gi selalu terkunci dan
dihadang, hampir saja dia tidak mampu mengembangkan
pedangnya. Di tengah adu kekuatan ini, terdengar Yong King-tiong
membentak: "Ling Kun-gi, memangnya kecuali Tat-mo-kiam-hoat yangkaupelajaridariHoanjiu-ji-lay ini, kautakpernah mempelajari ilmu warisan keluargamu?"
Tergerak hati Kun-gi mendengar seruan ini, pikirnya: "Ilmu warisan keluarga" Yang dimaksud tentunya Hwi-liong-sam kiam?"
Tanpa terasa ia mengikuti gerak pikirannya, tiba2 mulutnya bersiul badanpun segera melejit tinggi ke atas, pedang memancarkan
cahaya kemilau hijau, pada saat terapung di udara, pedang pandak dia pindah ke tangan kanan, dengan ringan pergelangan
tangannya bergetar membundar, lapisan sinar pedang bagaikan
hujan beterbangan memancur ke segenap penjuru Iiu bertaburan
ke atas kepala, Yong King-tiong.
Sinar pedang Yong King-tiong bertaburan, beruntun dia
lancarkan jurus Giok-toh tio-thian dari Kunlunkiam-hoat, lalu Sam-hoa-kik-ting dari Bu-tong-pay dan Pat-poh-thianliong dari Tat-mo-kiam-hoat milik Siau lim-pay. Namanya saja ketiga jurus ini terdiri dari tiga aliran ilmu pedang, tapi di tangan Yong King-tiong ketiga jurus ini dikom-binasikan dan dilancarkan dalam satu rangkaian
gerak tipu yang lihay. Maka terdengarlah suara "tring-tring" yang ramai.
Pedang pandak hitam Yong King-tiong ternyata terpapas kutung
ber-keping2 oleh Seng ka-kiam Ling Kun-gi, tapi untung dia
berhasil meloloskan diri dari lingkupan sinar pedang Ling Kun-gi, tiba2 dia ter-bahak2 sambil membuang gagang pedangnya,
katanya: "Harap berhenti Ling-kongcu!" Mendengar seruannya Kun-gipun berhenti, di lihatnya Yong King-tiong berwajah cerah
penuh rasa riang, kedua tangan terangkap bersoja, katanya
dengan air mata ber-kaca2: "Memang itulah Sin liong jut-hun, ternyata kau memang Ling seheng adanya, maafkan akan
kekasaran Losiu barusan."
Tanya Ling Kun-gi dengan nada heran: "Dari mana Lotiang tahu bahwa jurus yang kulancarkan tadi adalah Sin liong jut hun?"
Yong King tiong tertawa, katanya: "Hwi-liong-sam-kiam
merupakan ilmu pedang pelindung Hwe kita, bagaimana Losiu
tidak mengenalnya" Cuma sudah dua puluh tahun lebih Losiu tidak pernah melihatnya lagi." Keterangannya terasa aneh dan sukar dimengerti.
Seperti diketahui Hwi-liong-sam-kiam atau tiga jurus ilmu
pedang naga terbang adalah ilmu pedang warisan keluarga Ling
Kun-gi, bahwa Pek-hoa-pang menganggapnya sebagai Tinpang.
sam-kiam (tiga-jurus ilmu pedang pelindung-Pang), kini Yong
King-tiong mengatakan pula sebagai Tinhwesam-kiam, atau tiga
jurus ilmu pedang pelindung Hek-liong-hwe.
Semakin bingung Kun-gi, ia yakin di balik semua ini pasti ada
latar belakangnya, maka dia ber-tanya: "Lotiang . . . . . . . . . . . "
Yong King tiong goyang2 tangannya, katanya: "Silahkan Kongcu
duduk saja, bila kabut sudah mulai timbul di Hek-liong-tam, Losiu akan membawamu ke sana."
Kun-gi bagai orang linglung mendengar ucapan orang yang
tidak dimengerti ini, tanyanya: "Untuk apa Lotiang hendak
membawaku ke Hek-liong-tam?"
Heran dan kaget sorot mata Yong King-tiong, katanya sambil
menatap tajam: "Apakah sebelum Kongcu kemari, ibumu tidak
memberitahukan apa2 padamu?"
"Lotiang juga kenal ibundaku?"
"Ibumu adalah Hwecu-hujin (nyonya Hwecu), bagaimana Losiu
tidak mengenalnya." "Hwecu-hujin", sebutan atas ibundanya ini membuat kepala Kungi serasa hampir meledak, matanya terbeliak, tanyanya: "Apa ucapmu, Yong-lotiang?"
"O, harap Kongcu tidak salah paham, maksud Losiu adalah
Hwecu dari perkumpulan kita pada dua puluh tahun yang lalu, jadi bukan Hwecu sekarang yang gila hormat dan tamak harta,
pengkhianat yang menjual kawan demi mengejar kedudukan."
"Dari nada pernbicaraannya", demikian batin Kun-gi, "mungkin ayah adalah bekas Hwecu dari Hek-liong-hwe dua puluh tahun
yang lalu, tapi kenapa selama ini ibu tidak pernah membicarakan hal ini padaku."
Karena itu sorot matanya serta merta mencorong tajam,
tanyanya menatap Yong King-tiong: "Apakah Lotiang tidak salah mengenal orang?"
Sambil mengelus jenggot, Yong King-tiong tertawa, katanya:
"Kongcu membawa Leliong-cu, barusan kusaksikan sendiri
melancarkan Hwi-liong-sam-kiam, kau she Ling lagi, mana mungkin Losiu salah mengenalimu."
"'Tapikenapa ibu tidak pernah menyinggungsemua inipadaku?"
Sejenak Yong King-tiong berpikir, katanya kemudian sambil
menghela napas: "Hal itu tak perlu dibuat heran. Dahulu waktu ibumu lolos dari kejaran elmaut, betapa banyak manusia yang
rendah martabatnya telah mengejar jejaknya, dunia memang luas,
hampir saja dia tiada tempat berteduh, setelah mengalami segala penderitaan syukurlah Kongcu dilahirkan, tapi kekuatan musuh
makin bertambah besar dan merajalela, sebagai perempuan yang
lemah, sebatang kara lagi, mungkin juga dia anggap Kongcu masih muda usia, maka soal dendam kesumat keluarga belum
diberitahukan padamu."
"Dendam kesumat", dua patah kata ini seketika menggelorakan darah di rongga dada Ling Kun-gi, katanya haru: "Lotiang, tadi kau bilang ayahku almarhum dulu adalah Hwecu Hek-liong-hwe,
apakah kemudian beliau mengalamibencana dicelakai musuh?"
Muram rona muka. Yong King-tiong, katanya: "Tatkala Hwecu
tertimpa musibah, boleh dikatakan beliau gugur sebagai pahlawan bangsa, seharusnya Losiu mengikuti langkah Hwecu ke alam baka,
bahwa selama 20 tahun aku mencari hidup ini lantaran kutahu
setelah Hujin berhasil lolos, dia sedang mengandung, kudambakan akan datang suatu hari, akan tibalah saatnya menuntut balas
secara total, bila Losiu mati demikian saja, musibah besar yang penuh rahasia itu pasti takkan diketahui orang luar." Sampai di sini tak tertahan matanya bercucuran, tangisnyapun sesenggukan.
Kun-gipun dirundung kesedihan, air mata membasahi selebar
mukanya. "Duk", tiba2 dia berlutut serta menyembah ber-ulang2, serunya: "Luhur, budi Lotiang, cita2mu yang penuh pahit getir, pasti dulu engkau adalah kawan seperjuangan ayahanda
almarhum, sudikah kiranya engkau menceritakan duduk periatiwa
yang sebenarnya." Yong King-tiong menyeka air matanya dia membimbing Kun-gi
bangun, katanya: "Lekas engkau berdiri, jangan kau menyiksa Losiu lagi, selama 20 tahun ini, saat seperti inilah Losiu nanti2kan, cuma terlalu panjang untuk berkisah peristiwa lama, kita hanya
ada waktu singkat saja, paling2 hanya kukisahkan secara ringkas, nanti setelah Kongcu berhasil mengambil barang itu baru akan
kuceritakan lebih jelas."
"Hanya ada waktu singkat saja?" demikian pikir Kun-gi, "barang apa pula yang harus kuambil" Pastilah suatu barang yang amat
penting artinya." Kembali dua orang duduk berhadapan, Yong King tiong
menghirup secangkir teh, lalu katanya: Cerita ini harus kumulai dari masa gugurnya Siante (Kaisar Gi-cong almarhum di medan
bakti sehingga menimbulkan pemberontakan laskar rakyat di
mana2, Tuan Puteri dengan badan sucinya akhirnya masuk biara
mempelajari agama, tapi beliau selamanya takkan lupa akan
dendam keluarga dan kejatuhan negara, secara diam2 dia masih
membangun kekuatan terpendam untuk membalas dendam,
selama puluhan tahun berkecimpung di Kangouw, akhirnya beliau
dapat menyusun kekuatanparapahlawanbangsadiberbagai daerah."
Sampai di sini ceritanya dia menarik napas panjang, setelah
menghirup napas segar baru menuturkan kiaahnya: "Waktu itu ada seorang panglima she Thi. setelah pasukannya kalah dan
dihancurkan musuh, dia berhasil menyusun sekelompok kekuatan
yang dipelopori kaum persilatan, di Kunlunsan inilah mereka
akhirnya membentuk Hek-liong-hwe dengan mengibarkan panji
perlawanan kepada penguasa kerajaan . . . . . . .
"Jadi panglima she Thi itulah yang mendirikan Hek-liong-hwe, bahwa Kunlun san dipilih sebagar markas pusatnya karena di perut gunung ini terdapat banyak lorong2 gua ciptaan alam yang
ber-liku2 membingungkan, tembus kian kemari laksana sarang
tawon, asal sedikit dipugar atau diperbaiki tempat ini akan menjadi tempat tersembunyi yang paling aman dan rahasia, musuh takkan
mudah menemukan tempat ini."
"Jadi lorong2 gua ini sudah mengalami pemugaran waktu itu,"
kata Kun-gi. "Lorong2 gua ini semula memang ciptaan alam tapi lebih banyak pula yang dipugar oleh tenaga manusia, hampir 30 tahun lamanya
Lohwecu memugarnya," demikian tutur Yong King-tiong lebih
lanjut, "di waktu membuat lorong tembus di gua gunung yang harus melewati celah2 batu gunung tanpa sengaja Lohwecu
menemukan sebuah ruang gua lain, di atas dinding dalam gua itu
tergambar bentuk manusia yang sedang bermain pedang,
kabarnya gambar itu adalah peninggalan Tiong-yang Cinjin dari
Coancinkau, di sana Lohwecu berhasil menyelami dan mempelajari
tiga jurus ilmu pedang yang tiada taranya, yaitu
Hwi-liong-sam-kiam."
"NamaLohwecushe Thiitu apakah Tiong-hong?" tanyaKun-gi.
Yong King-tiong manggut2, katanya: "Kiranya Ling-kongcu
pernah dengar cerita orang," tanpa tanya dari siapa Kun-gi mendapat tahu, Yong King-tiong melanjutkan kiaahnya: "Pernah Losiu dengar cerita dari Lohwecu bahwa ilmu pedang yang tertera di dinding sebetulnya bukan cuma tiga jurus saja, maklumlah
usianya pada waktu itu sudah setengah abad, dibatasi bakat dan
usia, maka hanya tiga jurus itu saja yang dapat dipelajarinya
dengan baik . . . . . . Ai, terlalu jauh aku ngelantur."
Kini nadanya menjadi lebih kalem: "Dikala membuat lorong
tembus ke pusar bumi itu pula Lohwecu menemukan suatu sumber
racun, air yang mengalir dari sumber itu beracun, bukan saja
kental, warnanya juga hitam gelap, manusia mati seketika bila
tersentuh meski hanya satu tetes saja "
"Getahberacun!"seru Kun-gitanpaterasa.
"Betul," ujar Yong King-tiong manggut2, "akhirnya kita namakan air itu getah beracun. Kemudian lohwecu membuat sebuah perigi
kecil, getah beracun itu dialirkan ke dalam perigi itu, dari situlah timbulnya lama Hek-liong-tam."
Setelah sekian lamanya mendengar kisah orang dengan sabar,
tapi orang tetap belum menyinggung soal ayahnya, diam2 Kun-gi
resah dan gelisah. Yong King-tiong malah menghirup secangkir teh pula baru
melanjutkan ceritanya: "Dalam usia setengah baya itu, Lohwecu tetap belum dikurniai putera, padahal waktu itu kebetulan sedang musim kemarau panjang, di-mana2 geger kelaparan, rakyat hidup
tertindas. Pada suatu ketika Lohwecu turun gunung, pulangnya
membawa seorang orok perempuan dan diangkat sebagai
puterinya dan dinamakan Ji-giok, Thi-hujin memandang orok
perempuan ini sebagai anak kandungnya sendiri, amat kasih
sayang. Tak nyana dua tahun kemudian, Thi-lohujin malah
melahirkan sendiri seorang puteri dan diberi nama Ji-hoa. Sekejap mata 20 tahun telah lalu, sepasang kakak beradik inipun tumbuh
dewasa laksana kembang mekar, Lohwecu tidak pernah
membedakan kedua puterinya ini, setiap ada waktu senggang, dia
ajarkan ilmu silat kepada kedua nonaini. . . . "
Mendengar sampai di sini, lapat2 Kun-gi sudah dapat meraba
dan mengerti, di antara sepasang kakak beradik ini pasti satu di antaranya adalah ibundanya dan seorang lagi pastilah Thay-siang dari Pek-hoa-pang.
Terdengar Yong King-tiong melanjutkan ceritanya: "Waktu itu tuan puteri mulai bergerak di daerah Kanglam, dia sendiri yang
memimpin gerakan2 di sana, partai2 besar persilatan memang
tidak kelihatan turut campur, tapi secara diam2 mereka membantu dengan segala daya upaya, malah para muridnya dianjurkan untuk
membantu sekuat tenaga dengan menyaru kaum persilatan
umumnya dan ikut membentuk barisan2 penentang kerajaan lalim
yang berkuasa. Musim semi tahun itu, Siau-lim Hongtiang Kay-to
Taysu memperkenalkan seorang pemuda kepada Lohwecu untuk
menjadi anggota Hek-liong-hwe, pemuda ini she Ling bernama
Tiang-hong, muridKay-teTaysusatu2nyadarigolonganpreman."
"Apakah dia ini ayahku almarhum?" tanya Kun-gi, "Padahal ibunda memberitahupadakubahwaayahbernamaSwi-toh."
"Kongcu masih muda, bahwa ibumu tidak menceritakan kiaah
masa lalu ini, sudah tentu diapun tak akan memberitahukan nama
terang ayahmu," sambil mengawasi reaksi Ling Kun-gi sejenak, lalu dia menambahkan, "waktu itu ayahmu juga baru berusia likuran tahun, berwajah cakap dan gagah, masih segar dalam ingatan
Losiu tatkala dia baru tiba di Hek-liong-hwe, Lohwecu memberi
jabatan kepala barisan ronda, kalau tidak salah ayahmu kepala dari kelompok ke21, Losiu dari kelompok ke 22, sering kami bertugas
bersama, satu lama lain saling membantu, oleh karena itu
hubunganku cukup akrab dengan ayahmu."
Kun-gi segera berdiri tegak khidmat dan bersoja, katanya:
"Ternyata paman adalah sahabat karib ayah almarhum, maaf akan kekurangajaran Siautit barusan."
"Kongcu tak usah banyak adat," ucap Yong King-tiong, "Losiu hanya seorang hamba dari ayahmu, mana berani dijajarkan
sebagai kawan karibnya segala?"
"Ayahmu masih muda tapi sudah punya cita2 luhur, matang
dalam pengalaman dan sempurna dalam tata kehidupan, tindak
tanduknya tegas dalam menjalankan tugas, dalam waktu tiga
tahun, dari seorang kepala ronda sekaligus dia sudah berhasil
menanjak ke atas karena jasa2nya dan diangkat menjadi
Hwi-liong-tong Tongcu, dia merupakan orang kepercayaan yang
selalu mendampingi Lohwecu, bukan saja Hwecu sudah ada
maksud untuk mengawinkan puteri sulungnya padanya, malah
kelak kemungkinan akan mewariakan jabatan Hwecu
Hek-liong-hwe . . .. . . . '
Sampai di sini, kembali dia menghirup secangkir teh, setelah
kerongkongan basah baru dia bercerita pula: "Tiga tahun sejak ayahmu berada di Hek liong-hwe, pada musim rontok tahun itu
Lohwecu lantas mengawinkan puteri sulungnya Ji-giok dengan
ayahmu, tapi pada malam pengantin ayah bundamu itulah, nona
Jihoa mendadak menghilang, minggat entah kemana . . . . . . "
agaknya masih panjang lebar ceritanya, tapi seperti rada hal2 yang sengaja hendak dia sembunyikan, maka cerita ini dia putus sampai di sini.
Sudah tentu Kun-gi dapat menangkap arti pembicaraan orang,
ceritera Yong King-tiong pada bagian terakhir ini agak kabur,
secara tidak langsung dia mau bilang bahwa minggatrya nona
Ji-hoa lantaran ada sangkut pautnya dengan pernikahan ayah
bundanya. Tapi sebagai seorang anak, sudah tentu tak enak Kun-gi mendesak ceritera orang akan kejadian masa lalu ayah bundanya,
maka dia hanya mendengarkan tanpa bersuara dan tidak memberi
reaksi apa2. "Lohwecu sudah berusia lanjut, bahwa puteri tunggalnya


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendadak minggat, sudah tentu Lohwecu suami iateri sangat
bersedih, terutama Lohujin, saking kangen dan menguatirkan
keselamatan puterinya itu, akhirnya dia jatuh sakit dan rebah
diranjang tak bisa bangun lagi. Pada waktu itulah pihak kerajaan juga mendapat berita bahwa Hek-liong-hwe sedang siap2 hendak
bangkit dan berontak, maka jago2 keraton yang berkepandaian
tinggi diutus untuk mencari jejak dan menggeledah seluruh pelosok pegunungan Kunlunsan. Tapi pihak kita juga sudah mendapat
kabar, apalagi markas pusat Hek-liong-hwe berada di perut
gunung, sudah tentu kawanan alap2 kerajaan itupun tak berhasil
menunaikan tugasnya."
Tak tertahan akhirnya Kun-gi menyeletuk: "Memangnya Hekliong-hwe berpeluk tangan membiarkan kawanan cakar alap2 itu
bertingkahdidepanpintu markasnya?"
"Di sinilah letak keberhasilan Lohwecu dalam bertindak dan berkeputusan, maklumlah kekuatan kerajaan pada waktu itu
sedang mencapai kejayaannya, pahlawan2 bangsa yang tersebar di
berbagai tempat sudah tidak sedikit yang menjadi korban demi
mempertahankan kekuatan, maka Hwecu berkeputusan tidak mau
sembarang bertindak."
Sampai di sini mendadak dia menghela napas, katanya pula:
"Tapi sungguh tidak pernah terduga bahwa, di antara para Siwi (jago pengawal raja ada seorang muridnya Sinswi-cu. Perlu
diketahui bahwa seluruh peralatan rahasia yang terpasang di
lorong2 gua dalam markas kita ini diciptakan oleb Sinswi-cu, sudah tentu muridnya juga paham akan ilmu ciptaan gurunya, maka di
bawah petunjuknya jago2 keraton segera menyerbu masuk lewat
Ui-liong-tong. Karena rahasia sudah terbongkar, terpaksa Lohwecu bertindak cepat dan tegas, kalau satu saja dari cakar alap2 musuh lolos, buntut peristiwa ini tentu amat panjang, maka malam itu
seluruh kekuatan kita dikerahkan, untunglah delapan belas jago
kerajaan akhirnya berhasil ditumpas seluruhnya. Lohwecu sendiri dalam pertempuran sengit itu berhasil membinasakan lima jago
alap2, tapi beliaupun terluka oleh senjata rahasia beracun salah seorang musuh yang terbunuh . . . . . . . "
"Leliong-cu dapat menawarkan segala macam racun di dunia ini, apakah Lohwecu . . .. . ."
"Betul, Leliong cu memang dapat menawarkan segala macam
racun di dunia ini, tapi Lohwecu terluka oleh jarum beracun yang ditiupkan oleh orang Biau, jarum tiup itu lembut seperti bulu
kerbau, orang yang terkena jarum itu sendiripun tidak merasakan apa2, padahal Lohwecu sendiri dengan penuh semangat telah
menumpas musuh2nya, hakikatnya beliau tidak tahu kalau dia
kena dibokong orang. setelah musuh tertumpas seluruhnya dan
kembali ke ruang pendopo, racunpun sudah merangsang jantung,
mendadak beliau jatuh pingsan. Waktu itu belum ada orang yang
tahu Hwecu terkena jarum berbisa, orang banyak mengira beliau
kehabisan tenaga dalam usianya yang sudah lanjut setelah
membunuh para musuhnya, tapi setelah tabib berusaha memberi
pertolongan dan dia tetap dalam keadaan pingsan, saat itu barulah diadakan pemeriksaan dan berhasil menemukan setitik hitam di
pundak kiri Hwecu, seorang ahli memastikan bahwa titik hitam itu adalah bekas tusukan jarum lembut yang amat beracun, lekas
Leliong-cu dikeluarkan untuk menawarkan racunnya, namun
sayang sudah terlambat, sebelum fajar menyingsing beliaupun
wafat, sepatah katapuntaksempatdia meninggalkanpesannya.
"Selanjutnya bagaimana?" kata Kun-gi.
"Suatu organiaasi tak boleh tanpa pimpinan, maka dihadapan layon Lohwecu, kami mengadakan rapat dan secara mutlak
mengangkat ayahmu untuk mengisi jabatan Hwecu yang kosong
itu." "Dan cara bagaimana pula ayah almarhum di celakai orang?"
tanya Kun-gi. Tiba2 Yong King-tiong menghela napas panjang, katanya
kemudian: "Waktu itu ayahmu baru berusia likuran tahun, baru empat tahunan berada dalam Hek-liong-hwe, berkat bimbingan
Lohwecu-lah dia memperoleh kemajuan pesat, dari seorang kepala
ronda terus menanjak menjadi Tongcu dari Hwi-liong-tong,
sebelum Lohwecu wafat beliau memang sudah sering
memperbincangkan tentang ahli warisnya dengan orang banyak,
maka pengangkatan ayahmu sebagai Hwecu menggantikan
Lohwecu mendapat dukungan mutlak. Tapi Hek-liong-hwe sudah
berdiri sejak tiga puluh tahun yang lulu, meski ayah-mu memiliki kecerdikan dan kepandaian yang tinggi, betapapun dia masih
terlalu muda dan cetek pengalaman, sukar dia memikul beban
berat dan menunaikan cita2 dan harapan orang banyak ........"
"Itu berarti ada sementara orang merasa sirik dan kurang
senang akan pengangkatan ayah?"
"Bukan begitu soalnya," ucap Yong King-tiong, "semula beberapa Tianglo (tertua) yang dahulu ikut Lohwecu mendirikan
Hek-lionghwe memang merasa ayahmu terlalu muda, sukar
memikul tugas berat, tapi setelelah Lohwecu mangkat, selama
setahun Hek-lionghwe di bawah pimpinan ayahmu, ketenaran
Hek-liong-hwe justeru lebih menjulang tinggi di kalangan
Kangouw, kebesaran Hek-lionghwe boleh dikatakan belum pernah
terjadi sejak sejarah berdirinya selama tiga puluh tahun, akhirnya beberapa Tianglo itu baru betul2 merasa bahwa pilihan Lohwecu
atas ayahmu memang tepat dan bijaksana, maka dengan sekuat
tenaga mereka menyokong dan bantu kerja keras, sampaipun
Ceng-liong-tong Tong-cu Han Janto yang selamanya bertentangan
pendapat dengan ayahmupun berubah pendirian dan mendukung
sepenuhnya kepemimpinan ayahmu, tahun itu boleh dikatakan
masa jaya2nya Hek-liong-hwe."
"Jadi siapakah biang keladi yang mencelakai ayah?" tanya Kun-gi bingung.
Rawan sikap Yong King-tiong, katanya setelah menghela napas:
"Bahwa delapan belas jago ko-sen kerajaan tiada satupun yang kembali dalam menunaikan tugas, sudah tentu pihak kerajaan
tidak berpeluk tangan. Setelah diselidiki, akhirnya diketahui bahwa ke18 jago kosen dari keraton itu seluruhnya terbinasa di tangan orang2 Hek-liong-hwe, sudah tentu kaisar sangat murka
" Kenapa kau tidak menungguku?"
"Nona mau ke mana"
"Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?"
"Ak ik t b l h tid k?"
memperoleh laporan ini, maka gubernur Soa-tang diperintahkan
untuk gentar, umpama berlaksa bala tentara sekaligus menyerbu
pegunungan Kunlunsan juga takkan membawa hasil yang
diharapkan, yang menggemaskan justeru di dalam Hek-liong-hwe
kita sendiri ternyata ada manusia gila yang lupa akan ajaran
leluhur dan terima menjadi antek musuh dan menjual bangsa.".
BergetarhatiKun-gi. "Siapa?"b, teriaknyaterd-beliak.
"Yaitu Hek-liong-hwe Hwecu yang sekarang, Han Janto,"
Rasa geram bergejolak dalam rongga dada Kun-gi, tanyanya:
"Cara bagaimana dia berhasil menjual Hek liong-hwe kepada
musuh?" "Gubernur Soa-tang Kok Thay adalah antek perdana menteri
Hokun yang berkuasa di istana, semula Kok Thay adalah bajingan
yang sering mengisap darah rakyat dengan penindasan kejam,
waktu dia memperoleh perintah dari istana, bukan saja ketakutan juga kebingungan sampai ter-kencing2. . . dia punya seorang
penasihat yang bernama Ci Kunjin, bergelar Im-su-boan koan
(hakim akhirat), kabarnya orang ini dulu adalah tabib kelilingan di Kangouw, entah bagaimana akhirnya bisa memperoleh pangkat
dan kedudukan dikalangan pemerintahan dan menjadi orang
kepercayaan Kok Thay, dari nasihat dan petunjuk Ci Kunjin inilah kejahatan Kok Thay semakin merajalela, demikian juga dalam hal
ini, dia pula yang mencari akal muslihat keji, dia bilang bahwa pasukan besar pasti takkan berhasil, maka dia menulis beberapa
huruf di telapak tangannya sebagai usulnya."
"Tipu muslihat apa yang dia tulis di telapak tanganya?" tanya Kun-gi.
"Memberantas pemberontakdengan pemberontak."
"Memberantas pemberontakdengan
pemberontak?" "Betul, muslihatnya ini boleh dikatakan amat keji, tujuannya adalah memecah belah, dia memancing dengan harta benda serta
pangkat, jika bukan manusia gila yang durhaka, mana mungkin
berhasil mengadukdidalamHek liong-hwekita?"
Setelah menarik napas panjang, akhirnya Yong King-tiong
meneruskan: "Mungkin juga lantaran sudah ditakdirkan, kebetulan Han Janto si keparat itu berselisih paham dengan ayahmu,
akhirnya malah ayahmu yang mendapatkan jabatan Hwecu,
lahirnya memang kelihatan dia ikut mendukung, tapi dendam
hatinya ternyata semakin mendalam.
"Perlu diketahui bahwa Han Janto adalah putera adik angkat Hwecu sendiri, ayahnya gugur di medan laga demi membela panji
kebesaran Hek-liong-hwe, selama ini Lohwecu memandangnya
sebagai keponakan, malah kedudukannyapun terus menanjak dan
akhirnya diangkat sebagai Ceng-liong-tong Tongcu, jika tiada
ayahmu, memang mungkin dialah yang akan mewarisi jabatan
Hwecu kelak." Cerita ini kedengarannya cukup jelas, tapi siapapun pasti akan
merasa bahwa dibalik cerita ini ada sesuatu yang sengaja
ditinggalkan sehingga orang sehingga rangkaian cerita ini
hakikatnya tidak sempurna.
Kun-gi berkata: "Umpama betul dia berselisih dengan ayah,
itukan persoalan pribadi, tidak seharusnya dia menjual Hek-lionghwe."
"Itulah yang dikatakan mabuk harta dan gila pangkat, dia lupa bahwa bapaknyapun gugur di tangan musuh, soalnya pihak
kerajaan berjanji bila dia berhasil dengan usahanya, bukan saja tidak menjatukan hukuman padanya sebagai pemberontak, malah
dia akan diangkat menjadi pembesar, ada hadiahnya lagi, oleh
karena janji muluk2 inilah sehingga dia rela menjual kawan demi mencari keuntungan pribadi, sekaligus untuk ber-muka2 dan
membalas dendam, secara suka rela dia menyerahkan peta rahasia
dari seluruh markas pusat ini sebagai usahanya. pertama
mendarma baktikan diri pada kerajaan . . . . . ... '.
Pucat wajah Kun-gi, katanya: "Di bawah gerebegan ketat jago2
kosen pihak kerajaan, Hek-liong-hwe masih tetap jaya malah
berkembang semakin besar, semua itu berkat lorong2 rahasia di
dalam gunung ini, orang luar tiada yang tahu rahasianya, bahwa
dia rela menyerahkan peta rahasia markas pusat, itu berarti telah menyerahkan seluruh kekuat-an Hek-liong-hwe kepada musuh.
Terkepal kencang kedua tangan Yong King-tiong, katanya
dengan geregetan: "Memangnya tiga puluh tahun lebih Lohwecu mendirikan Hek-liong-hwe, betapa jerih payah Sinswi-cu
menciptakan alat2 rahasia itu, sejak itu semua terjatuh ke tangan musuh."
"Bagaimanakejadiannya,harappamansuka menceritakan,"pinta Kun-gi.
Jelek sekali air muka Yong King-tiong, sorot matanya setajam
pisau, katanya sambil mengertak gigi: "Penegak Hek liong-hwe, kecuali Lohwecu masih ada sembilan Tianglo lagi, mereka sehidup semati dalam perjuangan sebagai saudara angkat, waktu Lohwecu
meninggal masih ada lima Tianglo saja yang hidup, usia mereka
waktu itu juga sudah lebih setengah abad, keparat she Han yang
durhaka itu bukan saja menyerahkan peta rahasia kita, ternyata
diapun tega berlaku kejam, di bawah hasutan dan petunjuk cakar
alap2 musuh, secara diam2 ia telah menaruh racun, beruntun
kelima Tianglo kita dibunuhnya . . . . . . . "
"Apakah tiada orang yang membongkar muslihatnya ini?" tanya Kun-gi.
"Tidak, kerja keparat itu amat cermat, cerdik dan licik lagi, apalagi racun yang dia gunakan pemberian dari istana raja, para korban tidak meninggalkan bekas keracunan, dalam waktu satu
bulan kelima Tianglo kita itu beruntun meninggal satu per-atu,
sudah tentu peristiwa ini menimbulkan kecurigaan, tapi para
Tianglo itu kelihatan mati dengan wajar, tidak ada gejala2 aneh sedikitpun, meski dalam hati semua orang menaruh curiga, tapi
tiada yang bisa berbuatapa2. . . .. . ",
Alis Kun-gi menegak, desisnya geram: "Bangsat keparat itu
memang pantas dicacah lebur ber-keping2."
"Dua puluh tahun yang lalu, pada malam Toanngo (Pek-cun),
hampir dua bulan sejak Tianglo terakhir meninggal dunia, selama itu tak pernah terjadi apa2 dalam Hek-liong-hwe kita, maka
kewaspadaan kita menjadi kendor, Toanngo adalah hari raya
besar, setiap tahun seperti lazimnya Hwecu pasti mengumplkan
ketiga Tongcu dan tiga puluh enam panglima untuk berpesta pora
di ruang pendopo, demikian pula para kepala ronda dari masing2
seksi juga diundang. . . . . . . . ."
"Kembali dia menggunakan racun?" tak tertahan Kuangi
bertanya. Yong King-tiong tidak rnenjawab langsung, katanya: "Dikala hadirin makan minum dengan riang gembira, seorang she Sim,
kepala ronda dari Ceng-liong-tong, tiba2 berlari masuk dengan terburu2, langsung dia ber-bisik2 ditelinga Han Janto" tampak Han Janto mengunjuk wajah berseri, segera dia bangkit dan berkata
dengan suara lantang: "Hadirin sekalian, hari ini adalah hari raya Toanyang, kebetulan para saudara hadir di sini, ada beberapa
patah kata ingin kusampaikan. Hek-liong-hwe kita sudah berdiri
sejak 30 tahun yang lalu, tujuan semula adalah membangkitkan
kembali kerajaan Beng, tapi selama 30 tahun ini pernerintahan
Boan sudah amat kukuh dan sudah berkuasa di seluruh negeri,
harapan untuk membangkitkan kerajaan Beng sudah nihil, dengan
kekuatan kita yang hanya beberapa gelintir manusia ini jelas
takkan mampu melawan kekuasaan raksasa kerajaan seka-rang,
bak telur membentur batu belaka, daripada ber-tahun2 kita tetap hidup di perut gunung, jarang sekali melihat sinar matahari,
apalagi selama 30 tahun ini tiada kemajuan yang kita capai, orang kuno juga bilang adalah bijaksana kalau kita tunduk pada firman Thian, sebaliknya menentang takdir pasti akan hancur lebur, maka menurut hematku, lebih baik kita menyerah kepada kerajaan Boan
saja, kita terima pengampunan dan anugerahnya, masa depan kita
masih terbentang luas di depan mata. Kira2 begitulah pidatonya
waktu itu. Ai, sungguh memalukan bahwadiaberanibicaraserendah
itu." "Bagaimanareaksiayahpadawaktu itu?"tanyaKun-gi.
"Waktu itu hadirin mengira dia terlalu banyak menenggak arak, maka kata2nya ngelantur, tapi hal itupun sudah merupaka
pelanggaran serius yang tidak boleh didiamkan, sudah tentu hwecu tidak berpeluk tangan, segera dia membantak: `Hantongcu, gila
kau, berani kau omong sekotor itu, menurut aturan kita, kau
pantas dihukum pancung dan dipreteli anggota badanmu.'
"Han Janto malah terbahak mendongak, serunya: 'Ling Tianghong, jangan kau pamer kewibawaanmu sebagai Hwecu dihadapan
tuan Hanmu ini, coba pentang lebar matamu, kalian kaum
pemberontak ini, jangan harap satupun bisa lolos.'
Mendadak ia membanting cangkir arak di tangannya.
Membanting cangkir adalah isyarat, maka dalam sekejap dari
delapan pintu rahasia yang ada di ruang pendopo sekaligus
memberondang keluar puluhan jago2 kosen kerajaan."
"Kekuatan inti Hek-liong-hwe berada semua di ruang pendopo, kecuali mereka menggunakan senjata rahasia yang amat jahat,
masa puluhan cakar alap2 musuh tak mampu mereka
memberantasnya?"tanya Kun-gi.
Berkerut gigi Yong King-tiong, katanya pedih dengan suara
berat: "Cakar alap2 itu tiada yang menggunakan senjata rahasia, tiada pertempuran yang terjadi di ruang pendopo karena tiada
perlawanan sedikitpun dari kita, dengan mata mendelong
semuanya di telikung dan dibelenggu tanpa bisa berkutik."
Mencelos hati Kun-gi, serunya: "Semuanya terkena racun"!"
Guram sorot mata Yong King-tiong, katanya: "Di dalam arak
Han Janto telah mencampurkan bubuk pelemas tulang, semua
orang kehilangan daya tahannya, apalagi untuk melawan ........."
"Bagaimana ayah?" tanya Kun-gi gugup.
Berlinang air mata Yong King-tiong, katanya: "Waktu itu Losiu sudah menjabat Hek liong-hwe Congkoan, karena tugas maka aku
tidak hadir dalam perjamuan itu, kejadian ini akhirnya kudengar dari cerita orang. Melihat gelagat tidak menguntungkan. Hwecu
menggigit lidah dan bunuh diri, dia gugur sebagai pahlawan
bangsa dalam tugasnya.".
Bercucuran air mata Kun-gi, tiba2 dia menjatuhkan diri dan
berlutut, ratapnya: "Yah, anak berjanji pasti akan membunuh bangsatsheHan itudengantanganku sendiriuntuk membalassa-kit
hatimu." Sambil menyeka air mata Yong King-tiong berkata: "Kongcu tak usah sedih, setelah kembali dari Hek-liong-tam, pasti dengan
mudah kau dapat menuntut balas, memangnya bangsat she Han
itu dapat lari kemana?"
Kun-gi bangkit berdiri, mendadak dia tanya dengan prihatin:
"Lopek (paman), cara bagaimana ibu dapat melarikan diri waktu ilu?"
"Mungkin sudah suratan takdir, ibumu waktu itu sudah bunting, karena sering muntah2, maka dia tidak hadir dalam perjamuan,
kawanan cakar alap2 itu sedang sibuk menerima tugas dan
berebut kedudukan, apalagi di-mana2 masih ada perlawanan,
maka ibumu mendapat kesempatan lari setelah mendengar
perubahan situasi, ketika mereka sadar, namun ibumu sudah lolos lewat jalan rahasia.."
"Bangsat she Han itu sudah menjual Hek-liong-hwe, cara
bagaimana dia bisa menjadi Hwecu Hek-liong-hwe pula?"
"Dengan menjual Hek-liong-hwe berarti dia telah berjasa besar bagi kerajaan, kini dia sudah menjadi pemimpin komandan
pasukan bayangkari keraton, di samping kedudukan sampingannya
sebagai Hek liong-hwe Hwecu, dan semua ini merupakan suatu
rencana keji yang mengandung banyak muslihat."
"Memangnyaada muslihat kejiapa pula?"tanyaKun-giheran.
Yong King-tiong menenggak secangkir teh, katanya kemudian:
"Semua ini ada sangkut pautnya dengan Losiu, demikian pula erat hubungannya dengan Kongcu sendiri."
"O," Kun-gi melongo keheranan.
"Dua puluh tahun yang lalu, kelompok2 penentang kerajaan
Boan dan pembangkit kerajaan Beng tersebar luas di selatan dan
utara sungai besar, semuanya berada di bawah komando Tuan
Puteri, sebagian tertumpas oleh musuh, banyak pu-la yang
menyembunyikan diri dan sejak itu tiada gerakan2 lagi, hanya Hekliong-hwe karena mempunyai kedudukan strategis, maka dia tetap
berdiri jaya dan menjulang di kalangan Kangouw, boleh dikatakan Hek-liong-hwe merupakan kelompok terakhir yang masih aktip.


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahwa pihak kerajaan sekarang masih tetap mempertahankan
Hekliong-hwe tujuanya adalah untuk menggaruk sisa gerakan
rakyat yang terpendam, maksud utama mereka adalah menumpas
habis ke akar2nya kaum patriot yang hendak membangkitkan
kerajaan Beng . . . '' "Memangnya ini ada sangkut paut apa dengan dia dan aku?"
diam2 Kun-gi membatin dalam hati..
"Kecuali itu masih ada sebab lainnya pula," sambung Yong Kingtiong, "iniadahubungannyadengan Hek-liong-tam. . . . "
Mendengar orang kembali menyinggung Hek-liong-tam, padahal
tadi dikatakan bahwa pihak kerajaan menyerahkan kekuasaan
pimpinan Hek-liong-hwe kepada keparat she Han itu ada sangkut
pautnya dengan diriku, kini dikatakan pula ada hubungan dengan
"kolam naga hitam", maka dapatlah disimpulkan bahwa di kolam naga hitam itu tentu tersembunyi sesuatu yang ada sangkut
pautnya dengan dirinya. Sebelum Kun-gi mendesak, Yong King-tiong telah melanjutkan
kisahnya. "Kemudian Losiu di-tawan, karena dia anggap paling akrab dengan ayahmu, selama setahun lebih aku disekap dalam
penjara, belakangan Losiu mendapat tahu bahwa ibumu berhasil
lolos dengan membawa lari Leliong-cu dan musuh tak berhasil
menemukan jejaknya, maka Losiu pikir harus bertahan hidup,
malah aku berusaha untuk tetap memegang jabatan Congkoan
dalam Hekliong-hwe, karena dalam memangku jabatan itulah baru
aku punya harapan untuk menunggu kedatangan Kongcu, maka
terpaksa aku merendahkan diri terima diperintah dan dihina, malah sengaja kubocorkan juga sesuatu rahasia besar yang cukup
penting sebagai penebus hukumanku . . . . . . ."
Mendengar sampai di sini tak tertahan Kun-gi bertanya: "'Entah rahasiapentingapayang Lopekbocorkan kepada mereka?"
"Kecuali ibumu hanya Losiu seorang saja yang tahu akan
rahasia ini," ujar Yong King-tiong ter-tawa, "yaitu sebuah kamar gua yang terletak di dasar Hek-liong-tam yang dulu ditemukan
Lohwecu di waktu membuat lorong rahasia, di dalam kamar gua
itulah ada peninggalan gambar yang terukir di dinding tentang ilmu pedang maha sakti dari peninggalan Tiong-yang Cinjin. Waktu
Tuan Puteri mengadakan inspeksi ke Hwe kita, beliupun
berpendapat bahwa letak kamar gua itu amat strategis dan
rahasia, maka daftar nama dan tokoh2 dari berbagai aliran besar yang ikut menjadi anggota Thay-yang-kau (agama memuja
matahari) disimpannya juga di sana, mengingat betapa penting
beratnya tugas serta tanggung jawab ini, maka Lohwecu minta
kepada Sinswi-cu untuk menciptakan suatu alat rahasia, dari gua sebelah atas mengalirkan getah beracun ke dalam kamar gua itu,
sehingga terciptalah kolam naga hitamitu."
"Lopek membocorkan rahasia ini kepada musuh, bukankah
berarti menjual seluruh anggota Thay-yang-kau yang didirikan oleh Tuan Puteri?"
"Teguran Kongcu kuterima dengan lapang hati, soalnya kalau Losiu tidak membocorkan rahasia ini, tak mungkin aku memperoleh kepercayaan mereka, itu berarti tak mungkin aku menjabat Congkoan di Hek-liong-hwe, mana mungkin pula selama dua puluh
tahun ini aku menunggu tibanya Kongcu?"
"Yang terang Lopek telah mengorbankan jiwa, para anggota
Thay-yang-kau, memangnya apa pula gunanya meski telah berhasil
menunggu kedatanganku. ."
"Terus terang Losiu juga pernah bersumpah berat di hadapan malaikat Matahari, masa aku berani menjual sesama saudara
anggota" Apalagi soal ini menyangkut laksaan jiwa para anggota
yang lain umpawa daftar itu betul2 terjatuh ke tangan musuh, itu berarti Losiu menjadi manusia yang paling berdosa di dunia ini, seribukali kematiankupunbelum mengimpasidosa2ku"
"Bukankah Lopek bilang sudah membocorkan rahasia ini kepada mereka?"
"Tadi Losiu bilang, oleh Lohwecu Sinswi-cu diminta membuat suatu saluran getah beracun sehingga hakikatnya kamar gua itu
berada di dasar kolam naga hitam, jelasnya kamar gua itu terletak dua puluhan tombak di dasar kolam, setetes getal saja dapat
melayangkan jiwa manusia, apalagi getah sedalam dua puluhan
tombak, umpama dewa atau malaikatpun takkan mungkin selulup
ke dasarnya." "O,"sampaidisinibaruKun-gipaham,"aku mengerti!'
Mengerti soal apa" Yaitu kenapa pihak Hek-liong-hwe dan Pekhoa-pang sama berlomba berusaha mencari obat penawar getah
beracun. Kini jelas tujuan Hek-liong-hwe adalah untuk mengambil daftar
nama anggota Thay-yang-kau. Demikian pula Thay-siang dari Pekhoa-pang, tujuannya tentu pada ajaran ilmu pedang yang tertera
di dinding gua peninggalan Tiong-yang Cinjin.
Kini persoalannya semakin jelas lagi bahwa Thay-siang Pek-hoapang itu adalah puteri tunggal Lohwecu yang minggat, yaitu nona Ji-hoa.
Dengan mengelus jenggot Yong King-tiong bertanya: "Kongcu
mengerti soal apa?" "Bahwa Hek-liong-hwe sengaja menculik Tong-losianseng dari Sujwan, Unlocengcu dari Ling-lam, Lok-san Taysu dari Siau-lim-si serta Cu-cengcu pemilik Liong-binsanceng, mereka ditekan dan
diperas untuk menciptakan obat penawar getah beracun,
tujuannya terang adalah daftar anggota yang berada didasar
kolam." "Betul," Yong King-tiong mengangguk, "tapi ada satu hal yang mereka lupakan, yaitu kenapa ibumu membawa lari pula Leliong-cu."
"Leliong-cu, apakah dapat menawarkan getah beracun dalam
kolam?" "Agaknya ibumu tidak menjelaskan seluruh persoalan ini kepada Kongcu, tak heran kau kebingungan."
"Memangnya masih ada rahasia lainnya?" tanya Kun-gi
terbeliak. "Leliong-cu memang dapat menawarkan segala macam racun2
aneh di dunia ini, tapi mutiara itu masih punya khasiat lainnya pula, yaitu masuk air tidak basah, maka iapun dinamakan juga
Huncuicu," sampai di sini dia menatap Kun-gi, katanya pula.
"sekarang tentu Kongcu maklum kenapa Losiu rela hidup terhina selama dua puluh tahun ini, karena dengan penuh harapan
menunggu kedatangan Kongcu."
"Jadi Lopek ingin Siautit terjun ke dasar kolam masuk ke kamar gua itu?"
Mendadak sikap Yong King-tiong tampak serius, katanya: "Betul, kini Kongcu memikul dua tugas berat yang amat penting artinya.
Pertama untuk menuntut balas kematian ayahmu kau harus
pelajari seluruh ilmu pedang peninggalan Tiong-yang Cinjin secara lengkap, karena sejak kecil Han Janto dibimbing dan diasuh oleh Lohwecu, Lohwecu telah mengajarkan segala kemampuannya
tanpa batas kepadanya, apa yang ibumu ajarkan padamu, tentu
diapun bisa, bicara soal Hwi-liong-sam-kiam, dalam hal Lwekang
jelas dia lebih kuat daripada kau, maka hanya bila kau berhasil mempelajari seluruh ilmu pedang itu secara lengkap baru kau akan bisa mengalahkan dia." Ling Kun-gitertunduk sambil mengiakan.
"Kedua, daftar anggota Thay-yang-kau yang tersimpan dalam
kamar gua itu harus segera kau hancur leburkan."
"Lho, kenapa dihancurkan malah?"
"Daftar itu dibuat pada puluhan tahun yang lalu, waktu itu Tuan Puteri ada kontak dengan semua aliran dan golongan patriot
hendak bergerak dan penguasa sekarang, tapi hal itu ber-larut2
sampai sekarang, padahal kerajaan Boan kini sudah bercokol
kukuh dan kuat berkuasa, di samping kelompok2 anggota
Thay-yang-kau yang tersebar luas di-mana2 banyak yang sudah
bubar atau tida aktif lagi, maka daftar anggota itu sudah tidak berarti pula, tapi bila daftar ini terjatuh ke tangan pihak kerajaan, entah betapa banyak jiwa yang akan menjadi korban, daripada
menimbulkan bencana bukankah lebih baikdihancurkan saja"
Kun-gi berdiri, katanya: "Siautit perhatikan pesan ini, lalu bagaimana cara untuk pergi ke Hek-liong-tam?"
"Silakan duduk Kongcu, Hek-liong-tam dibangun oleh Sinswi-cu secara cermat dan mengagumkan sekali, umpama sudah memiliki
Leliong-cu, kalau tidak tahu cara mengatasi dan tidak punya kunci rahasia pembukanya juga sia2 belaka. Setelah meninggalkan
kamar ini kita takkan boleh berbicara lagi, maka di sini Losiu perlu menjelaskan semua rahasia yang ada di dalamnya kepadamu,"
sembari bicara dari lengan bajunya dia merogoh keluar segulung
kertasyangterbuatdarikulitdomba, terusdibeber di atasmeja.
Dia menuding gambar2 yang tertera diatas kertas, katanya:
"Luas kolam ini dua puluh empat tombak: pada dinding curam sebelah utara terdapat sebuah patung batu berbentuk kepala naga, pancuran getah beracun keluar dari mulut kepala naga ini, getah beracun terus mengalir tidak pernah putus, dengan Pia-houkang
(ilmu cicak merayap) kau harus melorot turun ke bawah sampai
dasar kolam, untung Leliong-cu dapat memberi penerangan, di
bawah kau bisa melihat sebuah gelang baja yang kuning
mengkilap, dengan tenaga Tay-lat-kim-kong-jiu-hoat dari
Siau-lim-si, tariklah sekuat tenagamu, maka aliran getah dari mulut naga akan berhenti, sementara getah di dalam ko-lam akan
mengalir keluar melalui delapan lubang ke jembangan yang
tersembunyi di dasar lain, volume air akan cepat menurun, di dasar kolam terdapat sebuah batu karang yang menonjol keluar ke
permukaan, setelah itu baru kau lepaskan gelang baja itu dan
melompat ke atas batu karang, kembali dengan
Tay-lat-kiwi-kong-jiu kau harus menggeser sebuah batu bundar
raksasa di atas batu ka-rang itu, di bawah batu itulah ada jalan rahasia menuju ke kamar gua . . . . "
"Kalau air berhenti mengalir dari mulut naga. air kolam akan menurun, apakah orang-orang Hek-liong-hwe tidak akan tahu?"
tanya Kun-gi. "Pertanyaan bagus," ujar Yong King-tiong, "bagian dalam di antara himpitan tebing curam da-ri Hek-liong-tam itu setiap waktu tertentu pasti menimbulkan kabut tebal, terutama pada kentongan keempat dan kelima, begitu tebal kabut di sana sampai berdiri
berhadapanpun takkan bisa melihat wajah lawan, kabut akan
pudar dan sirna setelah fajar menyingsing, para penjaga di luar lembah dilakukan secara bergiliran, maka tak perlu kuatir akan di ketahui orang, sekarang kau harus perhatikan lukisan ini serta
mengingat letaknya di luar kepala."
"Baiklah, Siautit sudah mengingatnya."
"Bagus sekali," ujar Yong King-tiong, dia jemput kertas kulit kambing itu lalu meremasnya serta di-gosok2 di antara kedua
telapak tangannya, kertas kulit kambing itu seketika hancur luluh dan berhamburan dilantai.
"Lopek," seru Ling Kun-gi kaget, "kenapa kau
menghancurkannya?" Yong King-tiong menghela napas, katanya: "Kondcu sudah
datang, gambar ini tidak perlu disimpan lagi, lebih baik
dihancurkan saja." Lalu dari kantong bajunya dia keluarkan sebuah benda kuning
emas yang berbentuk ikan emas sepanjang dua dim, dengan hati2
dan serius dia serahkan mainan ikan emas itu, kepada Kun-gi, katanya: "Inilah salah satu dari benda Hek-liong-hwe yang paling rahasia dan amat penting serta besar artinya. Leliong cu dikuasai oleh Hwecu sendiri, sementara ikan emas ini diserahkan kepada
Cong-koan untuk menyimpannya, di dalam perut ikan ada
tersimpan kunci untuk membuka kamar gua di dasar kolam,
beruntung hal ini hanya diketahui oleh Hwecu dan Hek-liong-hwe
Congkoan saja, sudah dua puluh tahun lebih Losiu menyimpannya,
aku sendiri belum pernah melihatnya tentang cara membukanya,
hanya Hwecu sendiri yang tahu, setelah berada dilorong menuju ke kamar gua itu boleh kau bekerja menurut keadaan, untuk ini lo-siu tak bisa memberipetunjukapa2 lagi."
Kun-gi terima mainan ikan emas itu, terasa bobotnya amat
enteng, badan dan ekor ikan dapat bergerak, sisiknya mengkilap, mirip sekalidengan ikanasli, bagussekalipembuatannya."
Yong King tiong berdiri, katanya: "Baiklah, sekarang hampir kentongan keempat, marilah kita berangkat."
Kun-gi ikut berdiri. Sekali kebut Yong King-tiong padamkan api
lilin dan menghampiri dipan batu dan didorongnya pelan2. Melihat caranya mendorong, jelas dipan batu itu amat berat, maka
terdengarlah suara geseran gemuruh dari dasar lantai.
Akhirnya Yong King-tiong berpaling, katanya: "Inilah alat rahasia yang kutiru dari ciptaan Sinswi-cu, maka tiada orang kedua yang tahu akan pintu rahasia ini, memang terlampau berat tapi yakin
takkan konangan oleh siapapun . . . . . . . ." waktu bicara dipan batu sudah terdorong mundur lima kaki, tapi dia masih terus
mendorongnya. Dari bawah lantai tampak mulai timbul gerakan
seiring dengan dorongan dipan batu itu, maka tampaklah sebuah
lubang persegi di bawahnya.
"Apakah semua ini bikinan Lopek sendiri?" tanya Kun-gi.
Yong King-tiong sudah berhenti mendorong, katanya tertawa:
"'Sudahtentu, Losiu mempunyaiduabelasahlipedang sebagaibnak buah, tapi kecuali Siau-tao tadi, tiada bseorangpun yang menjadi orang kepercayaanku, untuk membuat pinto rahasia ini, aku sudah menghabiskan waktu 10 tahun."
Setiap malam selama 10 tahun, tanpa tidur dan mengenal lelah
membuat jalan rahasia di bawah tanah, betapa besar semangat
dan ketekunan kerjanya sungguh harus dipuji.
Dari dalam kantongnya Yong King-tiong mengeluarkan sebuah
bumbung tembaga, kiranya sebuah obor, langsung dia menerobos
turun lebih dulu ke dalam lubang di bawah tanah, katanya: "Biarlah Losiu menuujukkan jalannya:."
"Creet" di bawah dia menyalakan obor terus melangkah turun melalui undakan batu.
Kun-gi mengikuti langkahnya, kira2 puluhan undakan kemudian
baru jalan terasa datar dan lebar. Yong King-tiong serahkan
bumbung obor kepada Kun-gi. lalu membalik, ternyata diatas
dinding ada terasang roda besi, dengan kedua tangan dia pegang
roda besi terus diputarnya pelan2. Kelihatan dia mengerahkan
tenaga dan memutarnya dengan kuat. Setelah roda besi bergerak,
dari dalam dinding lantas berkumandang suara gemuruh, papan
batu di atas kepalanya mulai bergerak terus menutup seperti
asalnya. Ternyata Yong King-bong tidak berhenti, ia masih terus
memutar roda, Kun-gi tahu orang sedang mengalihkan dipan batu
ke tempat asalnya. Kira2 tiga puluhan putaran kemudian pelan2, Yong King-tiong
menghentikan kerjanya, katanya dengan tertawa: "Alat rahasia ini teramat berat, kalau dibandingkan ciptaan Sinswi-cu, bedanya
bagai langit dan bumi, tapi Losiu sudah merasa puas. Seorang
yang asing dalam ilmu peralatan rahasia seperti ini ternyata dapat juga menciptakan alat2, rahasia seberat ini dengan kedua tangan sendiri."
"Bagi seseorang yang teguh iman dan penuh kerja yang tak
kenal putus asa pasti akan mencapai cita2nya, bahwa Lopek
seorang diri dapat membuat lorong rahasia ini, sungguh harus
dipuji." "Siang malam yang kuharapkan hanya satu, yaitu semoga
Kongcu dapat masuk ke dasar kolam dengan selamat,
menghancurkan daftar anggota Thay-yang-kau dan mempelajari
ilmu pedang peninggalan Tiong-yang Cinjin dengan sempurna,
sehingga semua aliran dan golongan di kalangan Kangouw bisa
bertahan hidup sejahtera, demikian purla anak cucu para pembesar kerajaan yang terdahulu yang tersebar di mana2 bisa
mempertahankan kehidupan keluarganya, asal bibit2
Thay-yang-kau masih ada dan bersemi dalam sanubari mereka,
pasti akan datang suatu ketika kekuatan perlawanan terhadap
pemerintahan kerajaan yang lalim, sehingga bangsa dan tanah air dapat bebas dari jajahan musuh, itulah cita2 Losiu.
Di samping itu akan kubantu Kongcu sekuat tenaga
memberantas para penjahat dan keparat jahanam itu untuk
menuntut balas sakit hati Hwecu, Losiu terhina selama dua puluh tahun ini, umpama kedua cita2 ini berhasil dengan baik, matipun aku bisa meram," sampai di sini, mendadak dia bersuara lirih:
"Awas, Kongcu, di depan ada sebuah pengalang batu raksasa, jangan kau membenturnya."
Maklumlah lorong ini dibuka oleh Yong King-tiong seorang diri
dengan kedua tangannya, sudah tentu bentuknya tidak selebar dan serata lorong gua lainnya. Bukan saja terasa naik turun, demikian pula langit2 gua juga banyak terdapat batu2 padas yang menongol keluar, maka mereka harus jalan setengah merunduk, sudah tentu
Ling Kun-gi bisa berjalan hati2 karena matanya bisa melihat di
tempat gelap apalagiada penerangan obor.
Begitulah kira2 semasakan air akhirnya mereka tiba di ujung
lorong, di mana terdapat sebuah dinding pengalang. Yong Kingtiong berdiri tegak, kembali dia serahkan bumbung obor kepada
Ling Kun-gi, di bawah penerangan tampak di dinding terdapat pula sebuah roda besi sebesar mulut mangkuk besar. Dengan kedua
tangan Yong King-tiong pegang roda besi itu serta mendorongnya
pelan2, katanya: "Turun dari sini, kira2 lima tombak tingginya baru akan sampai di tanah datar dan letaknya tepat di sebelah kiri Hekliong-tam, apa yang Losiu uraikan tadi apa kau sudah ingat betul?"
"Siautit mengingatnya dengan baik," sahut Kun-gi.
Begitu didorong sekuat tenaga oleh Yong King-tiong, sebuah
batu besar bentuk bulat pelan2 lantas terdorong keluar, maka
terbukalah sebuah mulut bundardidinding,
takubahnyasepertijendela sebuah gedung. Di roda ternyata ada
sebuah rantai besi sebesar lengan tangan, maka batu besar bulat yang terdorong keluar itu tidak sampai jatuh ke bawah.
"Baiklah kau boleh turun," ucap Yong King-tiong, "ingat, sebelum fajar kau sudah harus naik kemari, itu berarti kau hanya punya waktu satu kentongan (kira2 satu jam) berada di kamar gua di dasarkolam, nanti Losiu akan membantumudaripinggir kolam."
"Siautit akan perhatikan pesan Lopek," sahut Kun-gi, lalu dia menerobos keluar dari lubang bulat itu, tampak di luar gua sudah diliputi kabut tebal yang ber-gulung2, pemandangan serba
remang2, tiada sesuatu apapun yang bisa dilihatnya. Maka pelan2
dia menarik napas dan mengerahkan tenaga, sekali enjot tubuh
terus terjun ke bawah. Didengarnya suara lirih, tapi jelas dari sebelah atas: "Bekerja hati2 Kongcu, Losiu doakan kau berhasil."
"Dari peta tadi Kun-gi sudah tahu jelas letak Hek-liong-tam, kalau tidak melompat turun ke tempat yang gelap gulita begini
pasti selangkah pun takkan mampu beranjak. Karena tempat dia
berpijak itu adalah balok batu yang letaknya per-sis di pinggir kolam, selangkah saja lebih maju, kaki akan menginjak tempat
kosong dan terjerumus ke Hek-liong-tam.
Sebetulnya dia membawa Leliong-cu, di tempat gelap sinar
mutiara dapat mencapai setombak jauhnya, tapi kabut tebal di sini laksana awan hitam yang pekat, maka Leliong-cu hanya bagai sinar kunang2 belaka, paling hanya mampu menyinari dua kaki.
Hakikatnya Kun-gi juga tidak perlu melihat, karena dalam
benaknya sudah terlukis gambaran akan letak kolam naga hitam di bawahnya, sejenak dia berdiri menenangkan hati, lalu
menggeremet menyusur dinding gunung terus maju ke arah
kanan. Kabut memang amat pekat, pancuran air yang gemericik dari
mulut kepala naga di sebelah depan sana masih terdengar jelas,
dengan cermat Kun-gi memperkirakan jaraknya tinggal delapan
tombak lagi, maka langkahnya semakin ber-hati2.
Tengah berjalan, tiba2 terasa sebelah kakinya menginjak tempat
kosong, ternyata balok batu yang dibuat jalanan sudah berakhir.
Untung dia selalu waspada, karena punggung menempel dinding,
meski kaki menginjak tempat kosong tubuhnya tidak segera jatuh
ke bawah, segera dia kerahkan ilmu pek-houkang, dengan cara
merambatseperticicak diaterus menggeremet maju.
Tak lama kemudian dia sudah merambat tiba di bawah kepala
naga, sudah tentu iapun tidak bisa melihat kepala naga, cuma
suara pancuran saja yang dia dengar di atas kepalanya dan jatuh ke bawah.
"Di sinilah tempatnya," demikian pikir Kun-gi, sementara badannya sudah mulai melorot turun dengan cepat. Sekejap saja
dia, sudah melorot tujuh tombak, suara pancuran dalam kolom
terdengar semakin keras. Kiranya dia sudah hampir tiba
dipermukaan air, selepas matanya memandang kabut hitam tetap
tebal, hakikatnyadiatidakbisa melihatkeadaansekelilingnya.
Untung badannya tidak keciprat setetes airpun, maka dia lantas
kerahkan Jiankintui, badannya terus melorot lebih turun lagi
sehingga sepuluhan tombak telah dicapainya, sungguh aneh bin
ajaib, ternyata badannya tidak menjadi basah oleh air kolam.
Sementara suara pancuran terdengar ber-ada di sebelah atas, jelas bahwa dirinya kini sudah tenggelam di dalam air kolam. Diam2 dia membatin:"Leliong-cumemangmestikaanehdiduniaini, masukair
tidak menjadikan badanku basah sedikitpun." Mengingat waktu amat berharga, maka dia tidak ayal lagi, dia terus meluncur ke
bawah, betapa cepat gerakan badannya, tahu2 kakinya sudah


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menginjak dasar kolam. Setelah berdiri tegak, kabut sudah tiada lagi, tapi sekelilingnya seperti di-bungkus kegelapan melulu, berada dalam air, mes-ki badan dan pakaian tidak basah, tapi tekanan
gelombang air terasa berat juga sehingga badan ikut
terombang-ambing. Di tempat nan gelap pada dasar kolam ini, Leliong-cu
memancarkan cahayanya yang gemilang, setombak jauhnya dapat
disinarinya. Kun-gi tidak banyak pikir, dengan seksama dia periksa sekelilingnya, betul juga dilihatnya delapan tombak ditengah sana, terdapat sebuah benda bundar warna hitam, ternyata itulah gelang baja yang dicarinya itu. Dengan girang cepat dia menghampiri,
aneh sekali menghadapi kenyataan di depan matanya, setiap kali
dia bergerak maju, air di sekitar badannya seakan2 tersibak ke
pinggir memberi peluang dia berjalan maju, sedikit gerakan inipun ternyata menimbulkanreaksicukup besarsehinggaair kolambergolak
keras. Setelah dekat dia lebih perhatikan lagi, benda bundar itu
memang betul adalah gelang baja sebesar mulut mangkuk. Tanpa
ayal dia mulai mengerahkan Tay-lik-kim-kong-sim-hoat, dengan
kedua tangan pegang gelang baja, pelan2 dia mulai menariknya ke atas.
Jangan dikira gelang ini benda kecil, ternyata waktu ditarik
beratnya ribuan kati, umpama Kun-gi tidak pernah meyakinkan
Kimkong-sim-hoat ja-ngan harap dia mampu menariknya bergerak.
Mendadak tergerak pikiran Kun-gi: "Waktu Suhu mengajarkan
Kim-kong-sim-hoat beliau pernah bilang : 'Jangan kau kira
pelajaran semadi selama tiga tahun ini merupakan ajaran berat,
kelak juga pasti memperoleh manfaatnya.' Memangnya Suhu
sudah tahu bahwa hari ini aku bakal menggunakan ilmu ini dalam
Hek-liong-tam ini?" "Ayah juga murid didik Siau-lim, malah murid Ciangbun Hongtiang Kay-to Taysu dan belakangan diperkenalkan kepada kakek
luar, waktu beliau diutus ke Hek-liong-hwe mungkin sebelumnya
sudah direncanakan untuk mewariskan jabatan hwecu kepada
ayah, karena kalau bukan murid Siau-lim dan tidak pernah
meyakinkan Kim-kong-simhoat,siapapuntakkanmampu
menarikgelangbajaini ......"
Selagi berpikir itulah, sekeliling dasar kolam terdengar suara
gemuruh, air mengalir gemerojok, air dalam kolam laksana diaduk mulai berkisar dan bergolak dengan hebat. Dari suaranya yang
gemu-ruh, sedikitnya ada delapan tutup pintu air yang terbuka
sehingga air mengalir keluar. Sudah tentu dengan menyurutnya
air, tekanan air dengan gejo-laknya yang semakin besar terasa
amat berat. Tapi Kun-gi tetap kerahkan ilmu Kim-kong-sim-hoat,
kedua tangan dengan kencang berpegang pada gelang baja, meski
air dalam kolam berpusar dengan hebat, laksana batu karang yang kukuh dia tetapberdiriditempatnyatanpabergeming.
Kira2 setanakan nasi kemudian, gemuruh air yang membanjir
keluar itu semakin reda, pusaran airpun mengecil dan tekananpun sirna, keadaan dalam kolam kembali menjadi tenang. Tahu sudah
tiba saatnya, pelan2 Kun-gi lepaskan gelang baja yang
dipegangnya terus maju lurus ke depan. Dia masih ingat batu
karang yang terlukis dalam gambar kulit kambing, letaknya tepat di tengah dasar Herk-liong-tam.
Luas Hek-liong-tam hanya dua puluh empat tombak, dari arah
manapun kau maju jaraknya tetap sama sekitar dua belas tombak,
asal dirinya maju dua belas tombak, pasti akan mencapai batu
karang.. Karena berada di dalam air, sudah tentu tidak bisa maju cepat2, tapi setiap langkahnya dia perhitungkan dengan baik, kira2
sepuluhan tombak, lapat2 dilihatnya sebelah depan terdapat
banyak batu2 karang yang berserakan, di bagian tengahnya mirip
gugusan sebuah bukit yang tegak menjulang di tengah kolam.
Tanpa banyak pikir Kun-gi melompat maju, kakinya hanya menutul
tepi karang dan cepatsekalibadannyasudah mencapaipuncak
karang. Puncak karang itu sudah di luar permukaan air, keadaan
sekelilingnya terasa gelap gulita pula ter-bungkus kabut tebal.
Puncak karang ini ternyata meruncing kecil ke atas, tempat untuk berpijak paling hanya beberapa kaki lebarnya, cepat sekali Kun-gi sudah menemukan batu raksasa yang bundar itu.
Batu ini mirip bola tepat bertengger di pucuk karang, besarnya
kira2 dua-tiga kaki, mendekati batu bulat itu Kun-gi langsung
kerahkan Kim-kong-sim-hoat, kedua tangan memeluk batu bulat
terus pelan2 mengangkatnya ke atas. Batu ini hakikatnya rata dan tiada tempat untuk berpegang, apalagi sudah sekian puluh tahun
terendam dalam air, bagian luarnya terbungkus lumut yang amat
licin, tapi dengan mengerahkan tenaga kesepuluh jarinya Kun-gi
dapat memeluk batu bulat itu dengan kencang, sekuatnya dia
angkat pula sehingga batu itu mulai bergeming.
Ternyata batu ini memang benar2 bulat mirip bola, cuma separo
di antaranya sudah terendam dalam lumpur dan merekat dengan
batu karang seperti berakar layaknya, waktu diangkat dari bawah seakan ada daya tarik yang amat kuat memperta-hankannya. Tapi
setelah batu bola itu terangkat naik setinggi satu kaki, daya tarik ke bawah itu ternyata sirna, malah batu bulat itu berputar dan
pelan2 bergerak ke atas. Waktu Kun-gi menunduk, ternyata tepat di bawah batu bulat
tersambung sebatang besi bulat sebesar lengan, kini dia tidak perlu membuang tenaga lagi, besi penyanggah itu telah mengangkat
batu bulat itu semakin tinggi. Maka muncullah sebuah lubang
bundar di bawah batu bulat, lubang di bawahnya tampak gelap tak kelihatan dasarnya.
Kun-gi segera melangkah masuk dan turun ke dalam lubang
bundar itu, lapat2 dilihatnya ada undakan batu yang menjurus
turun diapit dinding yang sempit. Lorong berundakan ini hanya
cukup untuk jalan satu orang, maka seseorang yang berjalan turun tak mungkin mengamati keadaan sekelilingnya, ter-paksa kedua
kakinya saja yang menggeremet maju. Kira2 lima puluhan undakan
batu kemudian, mendadak lorong sempit ini belok miring, terasa
oleh Kun-gi bahwa lorong undakan ini dari lurus menurun menjadi berputar melingkar, malah lingkaran ini agaknya amat besar.
Menurut perhitungannya, seolah2 dia berjalan melingkari sebuah
kamar batu bulat yang besar sekali, paling tidak ada puluhan
tombak luasnya. Tak lama kemudian, undakan batupun berakhir
waktu Kun-gi angkat kepala, kiranya kini dirinya berdiri diserambi yang cukup lebar, serambi ini ternyata memang membundar.
Rekaannya ternyata tidak salah, serambi yang membundar ini
melingkari sebuah kamar batu yang berbentuk bulat.
Kamar batu ini terdapat sebuah pintu besar warna merah darah.
Sudah tentu pintu batu ini ter-tutup rapat. Beberapa langkah
Kun-gi beranjak maju, didapatinya kamar ini ada beberapa pintu, malah bentuksemuanyasama danbercat merahpula.
Karena kamar ini bulat, jarak pintu2 itu sama, lalu pada pintu
manakah dirinya harus masuk"
Maka dia teringat akan perkataan Yong King-tiong: `Hek-lionghwe Congkoan hanya dikuasai ikan emas ini, sementara Hwecu
menyimpan Leliong-cu, kecuali Hwecu tiada orang lain yang tahu
bagaimana membukanya." Bahwasanya Yong King-tiong belum
pernah datang kemari, sudah tentu sebelumnya juga tidak terpikir dibawahsiniterdapatpintu sebanyakinisehingga membingungkan.
Maju lebih lanjut, dilihatnya pintu bercat merah di sini juga
tertutup rapat dan kukuh tak bergeming, tiada lubang kunci lagi, memangnya ikan emas yang di terima dari Yong King-tiong ini
untuk apa" Serta merta dia mengeluarkan ikan emas itu, dengan
seksama diaperhatikan dandibolak-baliksekian lamanya.
Ikan emas ini terang bukan terbuat dari emas atau perak, bukan
tembaga juga bukan dari besi, kalau ditaruh di telapak tangan,
kepala dan ekornya bisa bergerak seperti ikan hidup sungguhan,
tapi kecuali pembuatannya yang elok dan bagus, sungguh sukar
diraba di mana letak keistimewaannya" Yong King-tiong bilang
diperut ikan ada tersimpan kunci rahasia untuk membuka pintu di sini, lalu bagaimana harus mengeluarkannya" Dengan seksama dia
bolak-balik ikan emas itu sekian lamanya, sungguh dia tidak habis mengerti cara bagaimana membuka perut ikan dan mengeluarkan
kunci dari dalamnya. Kedua tangan coba pegang ekor ikan, tatkala dia perhatikan
sisik ikan yang kemilau itu serta memikirkan di sisik manakah
kiranya letak rahasianya untuk membuka perutnya" Tak terduga
waktu tangan kanannya pegang kepala ikan, tanpa sengaja jarinya menyentuh mata ikan sebelah kanan, segera terdengar suara "klik"
yang lirih, tertampak mulut ikan yang semula terkatup kini
terpentang, dari mulutnya ini menjulur keluar sepotong bumbung
kecil halus warna kuning emas. .
Penemuan yang tidak terpikir sebelumnya ini sudah tentu amat
menggirangkan, dengan hati2 dia lolos bumbung halus itu, panjang bumbung kuning ini hanya setengah dim, enteng sekali, belum lagi dia sempat perhatikan lebih lanjut, bumbung halus kecil itu tahu2
sudah merekah dengan sendirinya, di tengahnya tersimpan
segulung kertas tipis. Hati2 Kun-gi membeber gulungan kertas tipis itu, lebarnya juga
hanya setengah dim, begitu tipis dan halus sekali kertas ini, entah terbuat dari bahan apa, di atas kertas tipis ada gambar sebuah Pat-kwa. Pada setiap segi dari pintu2 itu terdapat kata penjelasannya, tulisannya kecil pula, tapi tulisannya amat rapi jelas. Menurut penjelasan itu, pada delapan pintu itu tiga di antaranya merupakan jalan penyelamat, sementara lima yang lain bisa menyesatkan dan membahayakan, keluar masuk dari setiap pintu juga ada
ketentuannya, sekalisalah langkahfatalakibatnya.
Dengan seksama Kun-gi menghitung dengan penuh perhatian,
letak dari jalan penyelamat berada di barat laut dan timur laut, maka dia ingat2 letak dari kedua pintu ini, lalu dia gulung pula kertas itu serta dimasukkan ke dalam bumbung, dengan jarinya dia
sentuh mata kiri ikan sehingga mulut ikan terpentang, dia
masukkan pula bumbung kuning itu ke dalam mulut ikan, lekas
jarinya menarik balik letak mata ikan, "klik", mulut ikan kembali terkatup rapat. Setelah menyimpan ikan emas itu ke dalam saku,
Kun-gi beranjak menuju ke pintu sesuai petunjuk tadi.
Delapan pintu dari kamar bundar ini bentuknya serupa tanpa
tanda2 tertentu, orang jadi sukar membedakan mana jalan
Legenda Kematian 1 Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong Istana Pulau Es 5

Cari Blog Ini