Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri 22

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 22


Bok-tan membetulkan rambutnya, katanya tertawa: "Entah
berapa lama kita ubek2an di tempat ini, obor yang kami bawapun
telah padam kehabisan minyak, sudah tentu kami harus ikut kau."
Kun-gi angkat sebelah tangannya, katanya: "Tu-heng bertiga membawaobor, silakan berjalandidepan saja."
Maka Tu Hong-sing bertiga lantas jalan di depan, Bok-tan dan
Kungiditengah,empatdayangikutdibelakang mereka.
Bok-tan jalan berendeng dengan Kun-gi, tanyanya sambil
berpaling: "Siapapuladalamrombongankedua?"
Kun-gi ragu2 sebentar, dia sadar cepat atau lambat persoalan
ini harus dibicarakan, lebih baik sekarang saja dibicarakan sama dia, maka dengan tertawa ia berkata: "Sebetulnya Pangcu sudah kenal dia, tapikenyataansekarangsudahbukandialagi."
"Siapa yang Ling-heng maksudkan?" tanya Bok-tan heran.
"Bi-kui." "Kiu-moay maksudmu?" Bok-tan tertawa geli. Tiba2 seperti ingat apa2, dia bertanya pula: "Bagaimana mungkin bukan dia lagi?"
"Bi-kui asli adalah salah satu agen kalian yang diselundupkan ke Hek-liong-hwe, padahal jejaknya sudah diketahui musuh dan kini
sudah ajal, yang menyamar jadi Bi-kui sekarang adalah Un Hoankun ...." Berubah air muka Buk-tan: "Dia adalah orang Hek-liong-hwe"-"
"Bukan," sahut Kun-gi, "Dia anak keluarga Un dari Ling-lam, sebelumnya sudah kenal baik dengan Cayhe. tanpa sengaja dia
menemukan Giok-je dan lain2 memasukan Cayhe ke dalam karung,
maka dia menyaru jadi Bi-kui terus menguntit . "
Bok-tan meliriknya, tawanya mengandung arti, katanya: "Kalian berhubunganbaiksekali, benartidak?"
Teringat pesan Thay-siang sebelum ajal, berdegup keras
jantung Kun-gi, lekas dia berkata: "Dengan dia Cayhe hanya . . . . "
"Tak perlu kau jelaskan," tukas Bok-tan, "aku tidak salahkan kau." -Suaranya begitu lirih, mungkin hanya Kun-gi saja yang bisa mendengar, tapi selebar mukanya sudah merah jengah.
Kun-gi juga merasa panas mukanya, hatinya baru dan lega,
katanya lirih: "Terima kasih . . . ."
Selanjutnya mereka terus maju ke depan tanpa bersuara,
beberapa kejap lagi baru Kun-gi berkata: "Pangcu, ada satu hal mungkin juga di luar dugaanmu."
Berkedip2 Bok-tan:tanyanya:"Soalapa?"
"Kau tahu pernah apakah Thay-siang dengan Cayhe?"
Hal ini memang betul2 membuat Bok-tan melengak di luar
dugaan, tanyanya: "Pernah apamu?"
"Dia adalah Bibiku, beliau adik ibu kandungku."
"Apa betul?" Bok-tan berteriak kaget dan senang. "Ya, kuingat sekarang, kau pernah bilang ibumu she Thi, darimana kau tahu
akan hal ini?" Maka Kun-gi lantas bercerita secara singkat bagaimana kakek luarnya dulu mendirikan Hek-liong-hwe, tatkala
ibunya menikah dengan ayahnya, Thay-siang minggat tak keruan
parannya, akhirnya Han Jan-to menjual Hek-liong-hwe kepada
kerajaan. "Kiranya begini liku2nya," ucap Bok-tan, "tak heran kau suruh Sam-moay (Giok-lan) jangan bilang padaku tentang ibumu she Thi.
O, ya, apa-kah Pekbo juga datang?"
"Ibuku sudah berangkat, mungkin sekarang berada di Gak-kohbio, beliau minta Cayhe bawa Pangcu menghadapnya."
"Em," Bok-tan bersuara pelahan, wajahnya yang semula pucat tampak merah malu, tapi sorot matanya tampak senang dan
bersemangat, tanyanya riang: "Apakah Suhuku juga di Gak-kohbio?"
Sesaat Ling Kun-gi jadi serta salah untuk menjawab, hanya
secara samar2 mengiakan. Untung mereka sudah tiba di ujung
lorongdantibadikamar segienam.
Pui Ji-ping segera berteriak menyambut: "Ling-toako, sudah kauketemukan Pek-hoa . . . . . . "
Belum habis bersuara dilihatnya di belakang Kun-gi berjalan
keluar seorang gadis berwajah jelita mengenakan pakaian ketat,
dasar kainnya warna kuning, tepat di depan dadanya tersulam
sekuntum Bok-tan, dengan leher tinggi bertitik warna emas, di
pinggangnya tergantung pedang. rambutnya digelung mirip puteri
keraton yang diberi bermacam perhiasan, meski agak semrawut
dan wajahnya kelihatan kotor, mungkin sudah tiga hari tak pernah berdandan, tapi sikapnya kelihatan anggun.
Berhadapan dengan Pek-hoa-pangcu yang agung dan
berwibawa sekilas Pui Ji-ping jadi melenggong, kata2
selanjutnyapun lupa terucapkan.
"Ling-heng," tanya Bok-tan tertawa, "dia inikah adik dari keluarga Un?"
Dalam hati Tong Bun-khing juga menggerutu, lagi nona yang
begitu mesra dan aleman pada Ling-toakonya ini.
Lekas Pui Ji ping menggeleng kepala, katanya: "Aku bukan Un-cici, aku bernama Pui Ji-ping, Cici ini . . . . . . " tiba2 dia menuding ke sudut pintu di depan sana serta menambahkan dengan tertawa:
"Nah, ituUn-cicisudah keluar."
Dari sudut pintu bagian tengah sedang beranjak keluar
sebarisan orang, paling depan adalah dua laki2 baju hijau
penunjuk jalan diikuti Yong King-tiong Un Hoan-kun, Giok-lan,
Ci-hwi dan seorang Nikoh tua dengan pedang dipunggungnya, dia
inilah Bing-gwat Suthay. Melihat Bok-tan sudah berada di sini, tanpa janji Un Hoan-kun,
Giok-lan dan Ci-hwi sama berteriak girang: "Pangcu!" -Seperti berlomba saja mereka berebut maju serta memberi hormat.
Mendengar orang banyak sama memanggil "Pangcu", diam2 Pui Ji-ping melengak heran.
Bok-tan maju selangkah memegang kedua tangan Un
Hoan-kun, katanya haru dan penuh nada terima kasih: "Nona Un, berkat pertolonganmu sepanjang jalan ini, kau telah menolong
Sam-moay bertiga lagi, entah bagaimana aku harus berterima
kasih padamu." Un Hoan-kun melengak sejenak, tanyanya: "Pangcu sudah
tahu?" Bok-tan manggut, katanya: "Barusan Ling-heng sudah
menjelaskan padaku." -Sebentar matanya menjelajah lalu berkata:
"Dalam rombongan kita masih ada Coh-houhoat Leng Tio-cong, serta Liang Ih-jun dan Yap Kay-sian, apakah mereka tidak di
temukan?" "Leng Tio-cong dan Yap Kay-sian sudah gugur, beruntung Liang Ih-jun lolos dari barisan pedang, badannya terluka delapan belas goresan pedang, sekarang di luar sedang menyembuhkan luka2nya
Ling Kun-gi memberi keterangan singkat.
Guram wajah Bok-tan, katanya: "Rombongan kita sungguh
bernasib amat jelek." -Lalu dia ang-kat kepala bertanya kepada Kun-gi: "Ling-heng, apa kau melihat Jimoay dan rombongannya?"
"Waktu Cayhe kemari di sebuah lorong bertemu dengan Coa
Liang, lukanya amat parah, dia cuma bisa menuding ke suatu arah dan tak mampu bicara, belakangan dari mulut Han Jan-to dapat
kuduga bahwa Hupangcu terjebak di Hwi-liong-tong, dari sini kita bisa maju lebih lanjut untuk mencari mereka di Hwi-liong-tong."
-Lalu satu persatu dia perkenalkan seluruh hadirin.
Berkata Yong King-tiong dengan mengelus jeng-got: "Lingkongcu, urusan di sini sudah beres, marilah kita lekas lanjutkan tugas yang lain."
Di bawah pimpinan Yong King-tiong mereka meninggalkan
kamar segi enam dan membalik ke arah datangnya semula. Waktu
lewat lorong barisan pedang, tiada seorangpun yang melelet lidah dan mengkirik dibuatnya. Kini Tu Hong-sing berjalan paling depan, dia bertugas membuka pintu rahasia.
Liang Ih-jun segera menyambut ke hadapan Bok-tan dan
Kun-gi, katanya sambil hormat: "Pangcu, hamba sudah gelisah tak karuan, ribuan barisan pedang terpasang di dalam pintu ini, entah bagaimana perjalanan Congcoh mencari Pangcu, kini syukurlah
kalian telah kembali dengan selamat . . . . . . "
"Luka2 Liang-heng apa sudah sembuh?" tanya Kun-gi
"Berkat pertolongan Congcoh, jiwa Cayhe-ter-tolong, kini sudah jauh lebih baik,"
"Sejak kini aku bukan Cong-hou-hoat-su-cia segala, selanjutnya Liang-heng takusah memanggilku demikian."
Giok-lan melirik Bok-tan, katanya keheranan: "Ling-kongcu kan baik2 saja, kenapa ......."
Kun-gi tertawa kecut, katanya: "Kalau dibicarakan sungguh
amat menyesal, dikala Cayhe memasuki Ui-liong tong seluruh
rombongan tertumpas habis, waktu Cayhe bertemu Thay-siang di
Hek-liongtam, beliau sudah terima pengunduran diriku sebagai
Cong-houhoat-su-cia, belakangan kuketahui bahwa Pangcu dan
rombongan Hupangcu terperangkap di Ceng-liong-tong dan
Hwi-liong-tong, maka Cayhe mengajukan diri mohon persetujuan
Thay-siang untuk menolong orang banyak, setelah meninggalkan
lorong2 di perut gunung ini, selanjutnya Cayhe sudah bukan
anggota Pek-hoa-pang lagi." -karena Thay-siang adalah bibinya, maka peristiwa ledakan dahsyat oleh bahan peledak yang
tersimpan dalam tandu sehingga seluruhanak
buahnyagugurtidakenakdiaceritakan.
Bok-tan tertawa wajar, katanya: "Meski bukan Cong-su-cia, tapi Ling-heng tetapadalahkeluargaPek-hoa-pang, betultidak?"
Rombongan kali ini jumlahnya lebih banyak, sambil jalan mereka
mengobrol serta mengagumi bangunan lorong2 yang
membingungkan di sini, tanpa terasa mereka sudah berada di
sebuah lorong lurus dan lebar.
Yong King-tiong menghentikan langkah, serunya sambil
membalik badan: "Perhatian, sekarang kita sudah keluar dari lingkungan Ceng-liong-tam, di luar pintu batu di luar sana sudah termasuk Hwi-liong-tong. Di Hwi-liong-tong ada Cap-coat-kiam-tin dan Cap-ji-sing-siok, meski kedua barisan lihay ini sudah tertumpas habis, tapi kelompok mereka yang berdinas di luar masih punya
jago2 kosen yang lihay, maka kalian harus hati2 dan selalu siaga."
-Habis berkata dia melangkah lebar ke depan. Tidak jauh mereka
sudah tiba di ujung lorong, di mana mengadang sebuah dinding.
Yong King-tiong langsung menekan sebuah tombol di dinding,
maka terbukalah sebuah pintu, dia mendahului melangkah masuk.
Di luar pintu adalah lorong panjang pula, tapi kira2 lima tombak Yong King-tiong beranjak, Tu Hong-sing lantas mengerut kening,
katanya lirih: Yong-congkoan, harap berhenti dulu!"
"Ada apa?" tanya Yong King-tiong.
"Mungkin Yong-congkoan belum pernah datang di Hwi-liong
koan?" "Hwi-liong-koan?" Yong King-tiong balas tanya. "Lohu memang belum pernah ke sana" Memangnya di mana letak Hwi-liong-koan?""
"Setelah dipugar barulah kedua tempat itu dinamakan Cengliong-tam dan Hwi-liong koan, ke duanya dibawah pengawasan
langsung Cui Kin-in, merupakan dua tempat yang paling rahasia
dalam Hek-liong-hwe, bila engkau berjalan lurus ke depan itu
berarti langsung menuju Ceng-liong-tong".
"Kalau begitu, sia2 Lohu menjabat Congkoan di Hek-liong-hwe selama dua puluh tahun ini," demikian ujar Yong King-tiong dengan gegetun. Lalu dia bertanya: "Coba katakan, lalu ke mana arahnya untuk pergi ke Hwi-liong-koan?"
"Pintu rahasia yang menembus ke Hwi-liong-koan berada di sini, cuma bila pintu di sini terbuka, maka kedua lorong yang menjurus ke dalam ini akan buntu dengan sendirinya, jumlah orang kita kali ini lebih banyak, untuk ini perlu kita berdiri saling berhimpitan sedikit," setelah suruh orang banyak kumpul di satu tempat yang ditunjuk, baru Tu Hong-sing mendekati kaki dinding sebelah kiri, di sana dia menggagap sebentar, lalu berpindah ke dinding sebelah
kanan, di sana iapun meraba sekian lamanya. Kemudian
terdengarlah suara gemuruh seperti roda raksasa yang
menggelindang pelan, dua lapis dinding di kiri-kanan pelan2
terbuka sendiri, tapi bertepatan dengan itu, tepat pada mulut
lorong yang menembus ke depan dan belakang itu melorot turun
pelan sebuah daun pintu pemisah yang tebal dan berat menutup
lubang lorong, seperti pintu dam saja kedua lorong ini tertutup rapat takkan bisa dibuka lagi untuk selamanya.
Yong King-tiong terbeliak kagum, katanya: "Sejak kapan tempat ini dibangun?"
"Hampir sepuluh tahun yang lalu," sahut Tu Hong-sing, "waktu ituKiSengjiang masih menjabatCongkoandisini."
Ia tuding lorong sebelah kanan serta menambahkan: "Kalau
orang2 Pek-hoa-pang menyerbu ke Hwi-liong-tong, orang2 Hekliong-tong tak perlu melawan, mereka akan masuk perangkap dan
terpancing masuk ke Hwi-liong-koan, siapapun bila masuk ke Hwiliong-koan, seperti juga masuk ke Ceng-liong-tam, cukup asal pintu dinding ini diturunkan dan jangan harap mereka bisa keluar."
"Kalau kita sudah masuk ke sana, lalu bagaimana?" tanya Yong King-tiong.
"Untuk ini Congkoan tak usah kuatir, tombol rahasia pintu ini berada di bawah daun pintu, setelah lorong di sini beralih dan
berubah bentuk, dari luar takkan bisa dibuka lagi, cukup asal kita membagi beberapa orang berjaga di sini, segalanya tidak perlu
dibuat kuatir." Bok-tan pandang seluruh hadirin lalu berkata: "Sam-moay, Cap-moay, Bing-gwat Suthay dan Bak-ni boleh berjaga saja di sini."
Kuatir keempat orang ini kurang tenaga, maka dengan tertawa
Kun-gi pandang Bok-tan dan Tong Bun-khing beramai, katanya:
"Tujuan kita masuk ke sana untuk menolong orang, kalau tempat itu dinamakan Hwi-liong-koan, pasti di sana terpasang perangkap lihay dan berbahaya, kalau terlalu banyak orang malah kurang
leluasa, menurut pendapatku. Pangcu, nona Tong, nona Cu dan
Puisiaumoay besertaSiau-thotetapikutberjagadisini saja."
"Tidak," sela Bok-tan tegas, "sebagai Pek-hoa-pang Pangcu, aku wajib ikut masuk mencariorang."
"Baiklah kalau begitu, sisanya yang lain harap tetap berada di sini, marilah kita masuk bersama," demikian Yong King-tiong ambil keputusan. Maka Tu Hong-sing tetap bertugas jadi penunjuk jalan, Yong King-tiong, Ling Kun-gi, Bok-tan, Ban Jin-cun, Kho Keh-hoa, Liang Ih-jun dan tiga jago pedang baju hitam bersepuluh orang
beriring masuk ke lorong sebelah kiri.
Sepuluh tombak kemudian keadaan mendadak berubah, lorong
itu menjadi luas dan lebar, bentuknya seperti sebuah aula panjang, di depan kembali mereka diadang lapisan dinding besar, tepat di bagian tengah bertatahkan dua huruf besar warna merah yang
menyolok berbunyi "Hwi Liong" di bawah tulisan adalah dua sayap pintu yang bercat merah darah. Sudah tentu daun pintu besar ini juga terbuat dari batu, cuma daun pintu dicat, maka kelihatannya mirip daun pintu umumnya. Malah pada daun pintu ada sepasang
gelang besi yang berukir binatang pula, kelihatan amat angker.
Hwi-liong-koan memang sesuai namanya, bentuknya memang
seperti sebuah benteng. Bagi orang yang tidak tahu pasti mengira tempatiniadalah Hwi-liong-tong.
Rombongan kedua yang dipimpin Hupangcu So-yok bertugas
menyerbu kemari, pastilah mereka terpancing masuk ke Hwi-liong
koan ini. Tiba di bawah benteng Yong King-tiong mengamati keadaan
sekelilingnya, lalu berpaling dan bertanya: "Apakah Tu-heng tahu bagaimana keadaan di dalam Hwi-liong-koan?"
"Pernah aku mmemperoleh tugas dua kali masuk kemari, tapi
hanya berhenti di bawah benteng saja, bagaimana keadaan di
dalam aku sendiri tidak jelas, cuma pernah kudengar pembicaraan Hwi-liong-koancu Oh Coan-oh, katanya di dalam banyak terdapat
rumah2 batu." "Oh Coan-oh dulu pernah menjadi anak buah-ku, pernah
menjabat Sincu (ketua barisan ronda), coba kau panggil dia keluar menemui aku."
Tu Hong-sing menyengir, katanya: "Ya, kenapa aku lupa bahwa engkau dulu petuah menjabat wakil komandan ronda Hwi-liongtong, Oh Coan-oh memang bekas anak buahmu."
Yong King-tiong menghela napas pelahan, katanya: "Waktu itu Hek-liong hwe masih menentang kerajaan yang sekarang, kini Hekliong-hwe sudah dijadikan alat untuk menumpas dan menjebak
para pahlawan bangsa yang menentang kerajaan, situasi dan
keadaan sekarang sudah jauh berbeda."
Dalam pada itu Tu Hong-sing telah maju mendekati pintu,
gelang pintu dia putar ke kanan-kiri tiga kali. Maka dari mulut binatang yang terukir pada gelang besi berkumandang suara
bertanya: "Siapa di luar?"
"Hek-liong-tam Yong-congkoan minta Oh-koan-cu keluar
menjawab pertanyaannya," kata Tu Hong-sing lantang...
Orang di dalam segera menyahut: "Baik, Cayhe akan segera
melaporkan." -Keadaan kembali menjadi sunyi. Lekas sekali kedua daun pintu besar terbuka pelan2 tanpa mengeluarkan suara, dua
laki2 baju hitam ketat menenteng lampion beranjak ke-luar
bersama. Di belakangnya pula seorang laki2 berusia lima puluhan berjubah hijau.
Orang ini, adalah Hwi-liong-koan Koan-cu Oh Coan oh, sekilas
dilihatnya Yong King-tiong berdiri di depan rombongan orang
banyak, lekas dia maju lagi dua langkah serta menjura, sapanya:
"Hamba tidak tahu akan kedatangan Yong cong-koan, maaf akan keterlambatan penyambutan ini."
Yong King-tiong tertawa sambil mengelus jenggot, katanya:,
"Oh-heng tak usah banyak adat, kini aku sudah bukan Hek-liongtam Congkoan lagi." Oh Coan-oh membungkuk badan, katanya
dengan tertawa: "Kalau demikian, Yong-congkoan tentu naik
pangkat." Tiba2 Yong King-tiong menarik muka, katanya sedikit
mendengus "Memangnya kecuali mengejar pangkat dan
kedudukan, apakah benakOh-hengtak pernah memikirkansoal
lain?" Oh Coan-oh tampak tertegun, ia mengawasi Yong King-tiong,
suaranya kedengaran sumbang: "Yong-congkoan ......."
"Oh Coan-oh," bentak Yong King-tiong, "ingin kutanya padamu, dulu waktu kau menjabat Sincu Hek-liong-hwe, bukankah kau
anggota setia dari Thay-yang-kau?"
Tergagap Oh Coan-oh, katanya dengan ragu2: . . ."
"Baik, sekarang Lohu beritahu padamu, Han Jan-to sudah mati, Cui Kin-in sudah melarikan diri, Hek-liong-hwe juga sudah
dihancurkan, impianmu untuk naik pangkat sudah sirna sama
sekali, maka sadarlah kau."
Pucat muka Oh Coan oh saking kaget dan jeri, katanya sambil
menyeka keringat: "Kau orang tua ....."
"Lepaskan orang Pek-hoa-pang yang masuk perangkap,
mengingat hubungan baik kita dulu Lohu boleh mengampuni
jiwamu, setelah meninggalkan tempatini. . . . . . ."
Belum habis dia bicara dari dalam Hek-liong-koan tiba2
berkumandanggelaktawaseseorang, katanya:"Yong-hengternyata adadisini, agaknyakedatanganku belumterlambat."
Belum habis bicara, muncul dua orang dari balik pintu sana.
Yang di depan adalah seorang kakek berperawakan kecil kurus,
dial bukan lain adalah Hwi-liong-tong Tongcu Nao Sam-jun, orang di belakangnya adalah Ui-liong-tong Tongcu Ci Hwi-bing. Di
belakang mereka mengintil pula sebaris laki2 baju hitam ketat,
semuanya menenteng pedang panjang warna hitam.
"Hamba menyambut kedatangan Tongcu," lekas Oh Coan-oh memberi hormat.
Dengan menyeringai Nona Sam-jun berkata: "Yong-heng minta
kau membebaskan orang2 Pek-hoa-pang yang masuk perangkap,
bagaimana pen-dapat Oh heng?"
Oh Coan-oh bergidik ketakutan, jawabnya: "Hamba tidak
berani." Jelilatan sorot mata Ci Hwi-bing, katanya dengan tertawa: "Eh, Pek-hoa-pang Pangcu kiranya juga datang."
Bok-tan tertawa dingin, katanya: "Memangnya kenapa kalau aku datang" Kau kira perangkap kalian mampu mengurung aku?"
Melihat dandanan lima orang laki2 di belakang Nao Sam jun
tergerak hati Ban Jin-cun, katanya berpaling ke arah Kho Keh-hoa:
"Kho-heng, kau lihat, dandanan beberapa bangsat ini bukankah sama dengan penyamun yang menyerbu Ciok-bun-san-ceng dulu?"
"Betul," sahut Kho Keh-hoa mengangguk, "bangsat yang membunuh keluargaku, semuanya juga mengenakan seragam
seperti itu." Ban Jin-cun mengertak gigi, katanya: "Tidak salah lagi kalau begitu, memang demikianlah kejadiannya, bukan mustahil mereka
inilah penyatron. . ."
Kho Keh-hoa tak tahan lagi, sambil angkat pedang sebat sekali
dia melompat maju, bentaknya: "Orang she Nao, apakah mereka anak buahmu?"
Ban Jin-cun tidak kalah cepat, segera iapun melompat maju.
Melihat kedua orang, Nao Sam-jun-tertawa, katanya-"Eh, kalian juga sudah keluar."
"Jawab pertanyaanku dulu," bentak Kho Keh hoa, "apakah mereka anakbuahmu?"
Sekilas Nao Sam-jun pandang kelima anak buahnya, lalu
menjawab: "Betul, mereka adalah jago pedang dari Hwi-liong-tong, untuk apa kau tanya hal ini?"
Membara mata Ban Jin-cun, pedang ditangannya diobat-abitkan,


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanyanya: "Yang menyerbu ke Ui-san dan keluarga Kho di Ciok-mui dan membunuh seluruh angota keluarganya apakah perbuatan
Hwiliong-tong kalian?"
Nao Sam-jun tatap kedua anak muda itu sebentar, katanya
dengan mendengus: "Untuk apa kalian tanya soal ini?"
"Katakan, apakah kau orang she Nao yang pimpin mereka
membunuh keluargaku?" hardik Ban Jin-cun.
"Betul, kami diperintahkan atasan, keluarga Ban di Ui-san dan keluarga Kho di Ciok-bun adalah keturunan pembesar dinasti Bing dahulu yang sekongkol dengan pemberontak, maka baginda
memerintahkan untuk menumpas kedua keluarga besar ini.... "
Mendidih darah Ban Jin cun dan Kho Keh-hoa, tanpa berjanji
keduanya menghardik bersama: "Anjing bangsat, serahkan
jiwamu!" -Dua bayangan orang menubruk bersama, dua pedang
panjang mereka serentak menyambar ke badan Nao Sam-jun.
Sudah tentu Kim-kau-cian Nao Sam jun tidak pandang sebelah
mata pada kedua lawannya, dengan menyeringai dia berkata:
"Anak muda, bicaralah baik2, kenapa main senjata?" -Sebat sekali kedua tangannya terpentang, dengan jari telunjuk dan jari tengah ia berhasil menjepit ujung pedang kedua orang.
Agaknya dia sengaja mau pamer ilmu sakti Kim-kau cian, tapi
dia tidak menjepit putus ujung pedang, cuma menjepitnya saja dan tidak dilepaskan, katanya dingin: "Siapa kalian sebetulnya" Lohu belum lagi membuat perhitungan dengan Yong-congkoan, tahu?"
Bahwa pedang tusukan mereka kena dijepit hanya dengan dua
jari oleh lawan, sungguh kaget dan gugup Ban Jin-cun dan Kho
Kehhoa bukan main, lekas mereka menarik, tapi kedua jari
Kim-kau-cian Nao Sam-jun sekeras tanggam, usahanya tidak
membawa hasil yang diharapkan.
Setelah Nao Sam-jun habis bicara, sedikit ang-kat dan sendal,
mendadak terasa oleh Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa dari ujung
pedang tiba2 tersalur segulung tenaga yang menerjang tiba
sehingga mereka tertolak sempoyongan.
Berhadapan dengan musuh besar, Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa
seperti orang kalap, apalagi terbukti bahwa orang dihadapan
mereka adalah musuh pembunuh ayah bunda dan keluarganya
maka mereka tidak hiraukan kepandaian sendiri yang rendah,
dengan nekat mereka menyerbu maju pula, bentaknya beringas:
"Bangsat tua, serahkan nyawamu! Tuan muda ini adalah Ban Jincun dari Ui-san"
Dan aku Kho Keh-hoa dari Ciok-bun!" Dia larik sinar terang serentakmenyamberdari kanan kiri.
"Hahaha," Nao Sam-jun bergelak terlawa. "jadi kalian buronan dari keluarga pemberontak" Bagus juga, membabat rumpat harus
se-akar2nya, biar hari ini Lohu bereskan kalian pula." -Mulut bicara, tanpa menyingkir atau berkelit, tiba2 dia malah berkelebat maju dan menyelinap di antara sambaran sinar pedang kedua orang.
Ui-san-kiam-hoat biasanya mengutamakan ke-tenangan dan
mantap, dada Ban Jin-can diliputi dendam darah yang tak
terlampias, sekali tusuk ingin rasanya dia tamatkan jiwa Nao Sam-jun, maka begitu turun tangan dia lantas iancarkan serangan
mematikan. Sebaliknya Liok-hap kiam-hoat kebanggaan ke-luarga Kho
terkenal gesit dan cepat, bila ilmu pedang ini dikembangkan, maka bertebaranlah bintik2 sinar berhamburan melingkar tubuh musuh.
Konon bila Liok-hap-kiam-hoat berhasil diyakinkan mencapai
puncak kesempurnaan, sekali menyendal pedang, sekaligus dapat
menusuk tiga puluh enam Hiat-to besar di badan manusia, dari sini dapatlah dibayangkan betapa cepat gerakan pedangnya.
Perasaan Kho Keh hoa sekarang diburu dendam kesumat, dua
puluh delapan jiwa keluarganya harus menuntut balas, kini
berhadapan langsung dengan musuh, apapula yang harus dia
takutkan, dengan gigi gemerutuk menahan gelora amarah, Nao
Sam-jun dicecar dengan serangan gencar.
Dari kiri-kanan kedua orang bekerja sama melancarkan
serangan, kalau yang satu membabat, yang lain main tusuk,
ternyata dua aliran pedang yang berlainan dapat kerja sama
dengan baik. Nao Sam-jun tetap bertangan kosong, perawakannya yang
kurus kecil tampak bergerak se-lincah kera, terjang sana kelit sini di antara sambaran dan tusukan pedang, seakan2 dia kerepotan
dan hanya mampu berkelit saja di bawah rangsakan pedang kedua
lawan. Tapi betapapun gencar dan lihay serangan kedua orang
tetap tak mampu melukainya, sampaipun menyentuh ujung baju
orangpun tidak bisa. Maklumlah Nao Sam-jun berjuluk Kim-kau-cian (gunting emas),
Kungfu yang dilatihnya selama hidup justeru terletak pada keempat jari tangannya, setiap kali gebrak dengan musuh, peduli golok,
pedang, ruyung atau tombak, sekali kena jepit kedua jarinya pasti patah seketika.
Dendam, Ko Keh-hoa dan Ban Jin-cun sudah lama terpendam,
yang mereka pikirkan hanya mengadu jiwa demi menuntut balas
sakit hati keluarga, sampaipun ujung pedang sendiri yang selalu terjepit putus dan semakin pendekpun tak dihiraukan lagi, mereka tetap menggempur dengan sengit dan nekat.
Sudah tentu Kun-gi dapat melihat gelagat jelek ini, baru saja dia hendak bersuara, didengarnya, Nao Sam-jun membentak sambil
tertawa: "Nah, kalian anak muda terimalah serangan balasanku."
-Di mana kedua tangan terayun, dari celah2 jarinya melesat keluar delapanbintiksinardingin mengincar kedualawan.
Ternyata Ban Jin-cun dan Ko Keh-hoa tidak menyadari bahwa
pedang mereka sudah terjepit putus semakin pendek, sehingga
jarak pertempuran kedua pihak semakin dekat, sehingga jarak
ketiga pihak kini tinggal tiga kaki saja. Maka serangan mendadak Nao Sam-jun ini boleh dikatakan dilancarkan dalam jarak yang
amat dekat, umpama di dunia ini ada manusia memiliki ilmu
Ginkang maha tinggi juga tidak mungkin dapat meluputkan diri dari serangan telak ini, untuk berkelitpun sudah tidak sempat lagi.
Apalagi serangan ini merupakan ilmu kebanggaan Nao Sam-jun
pula. Memangnya apa gunanya bertangan kosong melawan senjata
musuh yang terjepit putus itu telah digunakan sebagai senjata
rahasia untuk makan tuannya.
Dengan gerak tipu "Lau Hay menaburkan uang emas", peduli musuh dalam jarak jauh atau dekat, selama dua puluh tahun ini,
belum pernah ada tokoh Bu-lim yang lolos dari tangannya,
jangankan selamat, luka parahpun sudah untung.
Dikala Nao Sam-jun mengayun tangan, sementara delapan
bintik sinar dingin hampir hinggap di badan Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa, mendadak sesosok bayangan orang menyelinap di depan
Ban Jincun dan Kho berdua.
Sekali lengan baju menyendal, delapan bintik kemilau itu
seketika kena digulungnya, berbareng tangan kiri membalik, "plak", dengan telakpunggungtelapaktangannya mengenai dadaNao
Sam-jun. Sungguh mimpipun Nao Sam-jun tidak pernah membayangkan
gerak tubuh pendatang ini bisa se-gesit dan secepat itu, sudah
tentu dia tidak sempat berkelit, kontan mulutnya mengerang
tertahan, pandanganseketika menjadigelap, kakipunterhuyung
mundur. Orang yang menyelinap maju ini adalah Ling Kun-gi. Begitu
melihat gelagat cukup gawat, dengan gerak kecepatan luar biasa
segera dia lompat ke depan Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa,
sekaligus dia lancarkan Kian-kun-siu menggulung kutungan pedang yang ditimpukkan Nao Sam-jun serta persen orang sekali
tamparan. Dikala Nao Sam-jun terhu-yung mundur sambil
mengerang kesakitan, sementara Ling Kun-gi sudah berkelebat
balik ke tempatnya pula. Bok-tan terbeliak lebar memandanginya penuh kasih mesra,
katanya lirih: "Cepat benar gerakan Ling-heng."
Belum habis dia bicara terdangar Nao Sam-jun menjerit
kesakitan pula, kontan badannya terjungkal roboh. Ternyata Ban
Jin-cun dan Kho Keh-hoa sama merasakan kutungan senjata
rahasia yang menyerang mereka mendadak lenyap, Nao Sam-jun
pun sempoyongan mundur, agaknya terluka tidak ringan, sudah
tentu kesempatan ini tidak di sia2kan, tanpa janji keduanya terus menubruk maju, yang satu menusuk dan yang lain menabas.
Kelima laki2 seragam hitam-sama kaget, serem-pak mereka
membentak terus menubruk maju hendak menolong. Ban Jin-cun
sudah beringas, pedang kutungnya membawa sinar kemilau
memapak tubrukan dua laki2 baju hitam. Kho Keh-hoa juga tidak
kalah garang, ia membalik badan dan pedang-pun bekerja, tiga
laki2 baju hitamyang lain disambutnya dengan sengit.
Bok tan tahu kepandaian kelima orang baju hitam cukup tinggi,
Ban dan Kho berdua kalau satu lawan satu masih mending, bila
dikeroyok pasti celaka akhirnya, maka dia berpaling, katanya:
"Liang-houhoat, marilah kita maju membantu."
"Hambaterima perintah,"sahutLiangIh-jun.
Bok-tan segera mendahului menubruk maju, Liang Ih-jun segera
menyusul, bayangan jarinya yang merah secepat kilat menjojoh ke punggung seorang baju hitam yang mengeroyok Kho Keh-hoa.
Hiating-ci merupakan ilmu jari yang lihay, serangannya tidak
mengeluarkan suara, siapa yang terserang tiada obat yang dapat
menolongnya. Pada hal laki2, itu sedang mengerubut Kho Keh-hoa dengan
pedangnya, kedua kaki berdiri tegak kokoh, Kho Keh-hoa sudah
terkepung di tengah samberan sinar pedang mereka, tak pernah di duga bahwa serangan jari Liang Ih-jun yang tidak bersuara ini
sudah menyerang tiba di punggungnya, seketika mulutnya
menguak keras, dan kontan roboh tersungkur dan tak bernyawa
lagi. Melihat kawannya mendadak roboh binasa, laki2 baju hitam
yang satu lagi amat kaget, lekas dia tinggalkan Kho Keh-hoa dan mengayun pedang menabas Liang Ih-jun yang menerjang tiba.
Liang Ih-jun tak kalah gesitnya, ia mendak miring meluputkan diri sembari balas menyerang dengan telapak tangan kanan dan
tutukan jari tangan kiri.
Dalam pada itu, Pek-hoa-pangcu Bok-tan juga melolos pedang,
dengan mendelik hardiknya:"CiHwi-bing, keluarkanpedangmu!"
Melihat Nao Sam-jun sudah ajal, beberapa jago kosen lawan
belum lagi turun gelanggang, diam2 Ci Hwi-bing menerawang
situasi dan jelas pihak sendiri bakal kalah total, kalau dirinya tidak bertindak cepat mengundurkan diri, mungkin jiwa sendiri bakal
melayang percuma. Di kala dia menimang2 itulah didengarnya Pekhoa-pangcu menantangnya, terpaksa katanya: "Pangcu ingin
bergebrak dengan orang she Ci, baiklah kulayani." -Tangan diulur ke belakang, melolos pedang yang terselip di punggung, kaki kiri melangkah setengah tindak, pedang melintang dan badan berdiri
miring, tampaknya dia sudah pasang kuda2 siap tempur. Padahal
dengan gaya ini dia bersiap2 untuk lari masuk ke Hwi-liong-koan.
Bok-tan tertawa dingin, segera ia menerjang maju. Jarak kedua
pihak ada tiga tombak, jurus meluncur lurus dengan sinar pedang bertaburan ini adalah jurus Sin-liong-jut-hun, jurus lihay pertama dari Hwi-liong-sam-kiam.
Sin-liong-jut-hun sebetulnya ada dua gerakan, gerakan pertama
membalut badan dengan cahaya pedang sambil melesat ke depan,
setelah badan ter-apung baru melancarkan gerak susulannya,
pedang menyerang musuh. Sejak kecil Bok-tan digembleng Thaysiang, sebagai Pek-hoa-pangcu hanya dia seorang yang pernah
diajarkan ketiga jurus ilmu pedang naga terbang ini.
Gerak lurus meluncur ke depan ini adalah untuk mengejar
musuh yang melarikan diri, atau bila jarak kedua pihak terlalu jauh untuk dijangkau pedang, tapi baik mengejar musuh atau menubruk
maju dengan serangan dari atas, jurus ini tetap merupakan
serangan lihay yang mematikan.
Ci Hwi-bing adalah ahli pedang, waktu di Hoa-keh-ceng dulu,
dia pernah merasakan kelihayan jurus pedang ini, kini melihat
Bok-tan melancarkan serangan ini, hawa pedangnya tampak lebih
keras dan kuat, keruan hatinya terkesiap, pelan2 dia menarik
napas, seluruh kekuatan dia pusatkan ke lengan, baru saja dia
akan angkat senjata balas menyerang, tak nyana Bok-tan yang
meluncur datang tahu2 seperti berhenti di tengah jalan, serangan pedangpun telah dilancarkan dengan cahayanya yang terang.
Di mana sinar terang menyambar, laksana kilat cepatnya, jeritan orang segera melengking, salah seorang baju hitam yang
mengeroyok Ban Jin-cun tahu2 terkapar mati dengan pinggang
putus, darah muncrat berceceran. Sinar pedang ternyata tidak
berhenti, dengan kecepatan yang tidak berkurang tetap menerjang ke arah Ci Hwi-bing..
Ci hwi-bing sadar kena dikecoh Bok-tan, untuk membantu Ban
Jin-cun sengaja Bok-tan menantang dirinya, padahal sasaran
utama adalah kedua jago pedang baju hitam anak buahnya yang
mengroyok Ban Jin-cun itu.
Keruan tidak kepalang marah Ci Hwi-bing, tapi iapun seorang
yang cerdik, licik dan licin, melihat Bok-tan tetap menerjang
dirinya, tapi jurus ini terang sudah banyak berkurang kekuatannya. Atau
dengan kata lain, Bok-tan hanya mau menggertak dengan jurus
lanjutan "naga terbang keluar dari mega" ini, padahal untuk menyerang dan merobohkan dirinya orang harus melancarkan
jurus kedua. Untung dia sudah kerahkan setaker tenaga di lengan untuk menghadapi serangan Bok-tan, cuma belum sempat
dilancarkan. Kini kebetulan malah dengan kekuatan yang segar ini untuk menundukkan serangan lawan yang sudah kehabisan
tenaga. Kesempatan baik ini tidak di sia2kan, sebelum Bok-tan
menginjak tanah dia mendahului menghardik: "Perempuan hina, lihat pedang." -Pedang segera menabas.
Jurus ini dilancarkan dengan sekuat tenaga, menurut
perhitungannya, serangan ini dilancarkan dikala lawan berada pada posisi yang kepepet, betapapun tinggi ilmu silat Bok-tan juga pasti kelabakan, umpama tidak bisa membunuhnya seketika, paling tidak akan membikin orang terluka parah.
Tak terduga dikala serangan dia lancarkan, Bok-tan yang
meluncur tiba dan belum lagi kaki menyentuh tanah, badannya
tiba2 melayang naik pula dengan sekali pusaran, betapa indah dan gemulai gerak tubuhnya, pedang di tangan mengikuti putaran
tubuhnya membawa lingkaran sinar kemilau, sebaris cahaya
pedang segera bentrok dengan tabasan pedang Ci Hwi-bing.
"Tring", suara nyaring senjata beradu memekak telinga.
Ci Hwi-bing merasakan pedangnya seperti sekaligus dipukul
delapan batang pedang, betapapun tinggi Lwekangnya, tak urung
seluruh lengannya terasa kemeng. Padahal hanya barisan sinar
pedang bagian depan saja yang tertangkis buyar oleh sapuan
pedang Ci Hwi-bing, sisa cahaya di sekelilingnya masih tetap
berhamburan laksana ombak menggulung mangsanya.
Keruan kaget Ci Hwi-bing, kembali dia sadar telah kena tipu
muslihat Bok-tan. Nyata Bok-tan sekaligus secara berantai telah melancarkan Hwi-liong-sam-sek, gerak pedangnya sambung
menyambung, setelah dia melancarkan Sin-liong-jut-hun, dikala
gerakannya menjadi lamban dan seperti hampir kehabisan tenaga,
dia susuli pula dengan jurus kedua Liong-jan-ih-ya. Jurus kedua ini merupakan gerakan menghadapi serangan lawan, bila musuh
hanya seorang, segera jurus ini dikembangkan dan musuh pasti
terkurung dalam cahaya pedangnya. Untuk menangkis dan balas
menyerang terang tidak sempat lagi bagi Ci Hwi-bing, dalam
sibuknya mendadak dia menggentak kedua kaki, ia melompat
mundur ke belakang dan berusaha lari masuk ke Hwi-liong-koan.
Kejadian bagai percikan api cepatnya, tahu2 dia melejit mundur
lolos dari libatan sinar pedang musuh, tapi tiba2 dia rasakan kedua kakinya silir2 dingin, ternyata kedua kakinya sudah terpapas putus oleh tajam pedang musuh, dengan mengeluarkan jeritan, panjang
badannyaterjungkirbalik ke dalampintubatu.
Bok-tan melejit memburu ke depan orang, dengan tertawa
dingin sambil menudingkan ujung pedang: "Ci Hwi bing, ke mana pula kau mau lari?"
Dikala Bok-tan memburu maju, tiba2 Ci Hwi-bing ayun telapak
tangan menghantam batok kepala sendiri, seketika kepalanya
hancur dan nyawapun melayang.
Sementara itu Liang Ih-jun juga telah berhasil merobohkan
lawannya, Hiat-ing-ci dengan gaya ti-punya yang aneh berhasil
menutuk Thian-toh-hiat lawan, tanpa mengeluarkan suara laki2
baju hitam itu roboh tak bernyawa.
Kini tinggal kedua jago pedang baju hitam, melihat Nao Sam jun
binasa, Ci Hwi bing mati bunuh diri, mana kedua orang ini berani bertempur lagi, mulut sama bersiul saling memberi tanda terus
melompat mundur hendak melarikan diri.
Orang yang melawan Kho Keh-hoa berlalu ter-gesa2, mungkin
karena terlalu tegang dan ketakutan, dikala melompat mundur
paha kanannya tergores luka oleh pedang kutung Ko Keh-hoa,
maka langkahnya jadi sempoyongan. Ko Keh-hoa menubruk maju
sambil susuli dengan tabasan. dengan telak dada orang telah
dikoyaknya, orang itu menjerit ngeri, setelah ter-guling2 dan
berkelejetan, akhirnya jiwapun melayang.
Laki2 yang bertempur melawan Ban Jin-cun sudah tentu
semakin ketakutan, dia coba menyerang dengan gerak gertakan,
sebat sekali diaputartubuhteruslari,
taktahunyabelumlagidiasempatangkat langkah seribu, dilihatnya
Liang Ih-jun sudah mencegat di belakangnya, jengeknya dingin:
"Kau masih mau lari ke mana?" pelan2 jarinya bergerak, jari tangannya yang merah tahu2 memapak mukanya. Keruan orang
itu mengkeret kaget, belum sempat dia pikir, pedang Ban Jin-cun sudah ambles di punggungnya.
Kejadian hanya berlangsung beberapa kejap saja Nao Sam jun,
Ci Hwi-bing dan kelima jago pedang telah dibinasakan. Kini tinggal Hwi-liong-koancu Oh Coan-oh dan kedua laki2 pembawa lam-pion
yang masih berdiri terlongong seperti patung, bergerakpun tidak berani, pecah nyali mereka.
Yong King-tiong pandang mayat Ci Hwi-bing dengan terharu,
katanya sambil menghela napas: "Ci Hwi-bing adalah laki2 sejati, sayang dia menempuh jalan yang salah."
Bok-tan melengak, katanya: "Kalau Wanpwe tahu dia punya
persahabatanakrabdenganpaman, pastitidak kubinasakandia."
Yong King tiong menggeleng, katanya: "Tidak, dulu dia memang salah satu panglima bersamaku, keadaan memaksa dia menyerah
pada kerajaan, tapi perbuatannya beberapa tahun terakhir ini
memang pantas dia mmemperoleh ganjarannya, cuma Lohu sendiri
tidak tega turun tangan." -Sampai di sini tiba2 dia berpaling, bentaknya ke-reng: "Oh Coan oh!"
Oh Coan oh tersentak kaget, ter-sipu2 dia menghormat, "Hamba di sini."
"Apa yang Lohu katakan tadi kau masih ingat?"
"Ya, hamba masih ingat, masih ingat," sahut Oh Coan-oh dengan menyengir.
"Baik sekali, sekarang lekas kau lepaskan orang2 Pek-hoa pang yang terperangkap didalam Hwi-liong-koan."
Terunjuk sikap serba salah pada muka Oh Coan-oh, katanya
takut2: "Pesan engkau orang tua pasti akan hamba laksanakan, cuma . . . . . cuma. . . . . . "


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cuma apa?" bentak Yong King tiong dengan tatapan tajam.
Bergidik Oh Coan-oh, dia munduk2 dan menjawab: "Kau orang
tua harap jangan marah, hamba perlu memberi sedikit penjelasan"
"Baik, coba katakan, lekas!"
"Dalam Hwi-liong-koan terdapat tujuh puluh dua kamar batu, keadaan kamar di dalam tidak jauh berbeda dengan lorong2 sesat, bila masuk ke sana seketika akan kehilangan arah, makin putar
kayun semakin tersesat, bila tiada orang yang tahu seluk beluk di dalam, selamanya takkan bisa keluar. Orang Pek hoa pang
semuanya berkepandaian tinggi, Nao-tongcu pernah utus puluhan
jago pedang masuk ke sana untuk memancing mereka masuk
perangkap lalu akan dibekuk satu persatu, tak nyana jago2 pedang yang masuk beruntun mengalami kekalahan yang mengenaskan,
tiada seorangpun yang keluar lagi, karena kewalahan terpaksa
Naotongcu mengubah siasat, hamba diperintahkan untuk
mematikan jalan keluarnya, supaya mereka mati kelaparan di
dalam, padahal setiap kamar batu itu saling bergandengan dan
tembus kian kemari, entah orang2 Pek-hoa-pang kini berada di
mana" Kalau hamba masuk pasti akan menimbulkan salah paham,
lebih baik engkau orang tua mengutus satu-dua orang yang kenal
dengan orang2 Pekhoa-pang dan ikut hamba masuk ke sana untuk
menolong mereka." "Yong-lopek," kata Kun gi, "biarlah Wanpwe saja yang masuk, kalian haraptunggu disinisaja."
"Biar kuiringi Ling-heng masuk kesana"seru Bok-tan.
"Hamba saja ikut masuk," kata Liang Ih jun.
"Tak usahlah, kau tunggu di sini, sudah ada Oh-koancu sebagai penunjuk jalan, kita kan mau cari orang, banyak orang malah
repot." "Begitupun baik," ucap Yong King-tiong, "Ling-kongcu dan Pangcu saja yang masuk, biar kita tunggu di luar sini saja." -Lalu dia tatap Oh Coan-oh dan bertanya: "Oh Coan oh, ada perangkap apa pula di dalam benteng" Kalau dihadapan Lohu berani kau
bertingkah, awasbatokkepalamu."
Ou Coan-oh munduk2, sahutnya: "Hamba tak berani, berapa sih batok kepalaku, masa berani menipu kau orang tua." -Lalu dia mengeluarkan secarik kulit kambing yang terlempit rapi, dengan
kedua tangan dia persembahkan, katanya: "Inilah peta Hwi-liong-koan, pada setiap pintu rahasia ada keterangannya, silakan engkau orang tua melihatnya ."
Waktu Yong King-tiong membuka kulit itu, sekilas dia pandang
gambar peta Hwi-liong-koan ini, lalu dia serahkan pada Kun-gi,
katanya: "Biar kau saja yang bawa gambar peta ini."
Kun-gi terima peta itu dan disimpan dalam bajunya, Oh Coan-oh
berputar menghadapi Kun-gi dan Bok-tan, katanya: "Silakan kalian ikut." -Lalu dia mendahului melangkah masuk.
"Silakan Pangcu," ucap Kun-gi.
Bok-tan tertawa manis, katanya: "Perjalanan ini dipimpin Ling heng, silakan kau saja yang di depan."
Oh Coan-oh sudah beranjak masuk, terpaksa Kun-gi tidak bicara
lagi, dia melangkah kedalam, Bok-tan ikut dibelakangnya.
Hwi-liong-koan ternyata merupakan sebuah ruangan batu besar,
bentuknya mirip sebuah aula. Pada ujung kamar besar ini terdapat lima-enam undakan batu yang dipagari balok2 batu, tepat di
tengah terdapat sebuah pintu besar, daun pintunya yang terukir
bunga warna warni terbentang lebar.
Oh Coan-oh bawa kedua orang naik undakan dan masuk ke
dalam pintu, itulah sebuah pendopo besar, di tengah atas sebelah depan terpancang sebuah pigura besar yang bertulisan "Hwi-liong-koan" berwarna emas. Tepat di bawah pigura ada sebuah meja batu dan kursi batu pula, di kanan-kirinya masing2 terdapat
sebuah kamar batu, daun pintunya juga terbuka lebar. Kun-gi
mengerling, tanyanya: "Apa pula yang ada di dalam pintu ini?"
Oh Coan-oh tersenyum, katanya : "Agaknya Ling-kongcu belum periksa peta benteng besar ini. Ketahuilah, kedua pintu ini
dinamakan pintu memancing musuh, siapapun yang menerjang
masukke dalampastitakkan bisa keluar."
"Kenapasetelah masuk takbisakeluar?" tanyaKun-gi.
"Kelihatan kamar batu ini tiada pintu lain lagi, tapi sekali berada di dalam, pintu batu akan terdorong keluar dari dinding sehingga pintu tertutup, bertepatan dengan itu tiga muka dinding yang lain sekaligus muncul pula tiga buah bentuk pintu yang serupa, pintu manapun biladimasukitentuakan terjeblossemakindalam."
"Lalu dari mana kita harus masuk?" tanya Bok-tan.
Oh Coan-oh tertawa pula, katanya: "Cara untuk membuka pintu serta bagaimana keluar masuknya sudah tertera dipeta . . .. "
Bok-tan menarik muka, katanya: "Aku tahu kalau ada
keterangan di atas peta, tapi kau adalah Hwi-liong-koancu,
penunjuk jalan pula, sekarang kau buka semua jalan tembus yang
harus kita lalui dan jalanlah di depan untuk menunjukan jalan, ada kau sebagai petunjukjalan, buatapa kami harusperiksapetasegala?"
Oh Coan-oh tahu bahwa Pek-hoa-pangcu ini galak dan sukar
dilayani, sambil mengiakan cepat dia melangkah maju, pada
sebuah papan batu di atas meja yang berukir bunga teratai dia
dorong dan tarik, lalu ditekan tengahnya, kemudian dia mundur
dan berdiri tegak menunggu.
Cepat sekali meja batu di depannya itu bergeser ke kanan, tepat di bawah dinding depan pelan2 terbelah dan muncul sebuah pintu:
"Silakan kalian masuk," ucap Oh Coan-oh sambil munduk2.
Bok-tan merasakan sorot mata orang jelilatan dan sikapnya
terlalu dibuat2, tapi dia diam saja dan waspada, maka sebelum
Ling Kun-gi berbicara dia sudah mengulap tangan, katanya: "Kau masuk lebih dulu."
Oh Coan-oh tidak banyak bicara, segera dia melangkah masuk
lebih dulu. Kun-gi dan Bok-tan ikut di belakangnya, kamar batu di sini tidak besar, bentuknya juga tampak lonjong. Tepat di tengah depan sana di atas dinding terdapat sebuah ukiran bunga Boh-tan dari berbagai jenis dengan warnanya yang berbeda pula, hampir
seluruh dinding dipenuhi ukiran bunga ini, begitu indah dan hidup ukirannya, terang buah karya seorang seniman ternama.
Bahwa Hwi-liong-koan merupakan perangkap untuk menjebak
musuh. sudah tentu di sini tidak perlu pakai pajangan apa2,
terutama kamar batu ini luasnya tidak lebih dua tombak, tiada
perabotapa-pun, maka lukisandidinding ini kelihatanagak ganjil. .
Sekilas Pandang Ling Kun-gi lantas merasakan keganjilan pada
lukisan di dinding ini, karena lukisan lima kuntum bunga Bok-tan itu kecuali yang di tengah bentuknya rada besar dan empat lain
yang bentuknya agak kecil mengelilingi sekitarnya, jadi terbagi atas dan bawah, kanan dan kiri, kedudukan ini jelas tidak ditatah secara kebetulan.
Tengah dia mereka2, didengarnya Oh Coan-oli berkata dengan
tertawa: "Ling-kongcu, gambar bunga Bok-tan ini adalah pusat dari kunci seluruh peralatan rahasia yang ada di dalam Hwi-liong-koan ini." -Tangannya, menuding kelima kuntum Bok-tan serta
menjelaskan lebih lanjut: "Setiap kamar batu di dalam pada keempat penjuru, dindingnya pasti terpasang pintu rahasia,
sekarang menurut tanda yang ada di pusat ini semuanya sedang
terbuka, tapi pintu setiap kamar batu itu selalu berubah sehingga orang yang terkurung di dalam sana akan lari kian kemari, se-olah2
sudah menembusi ratusan kamar, tapi tetap tidak menemukan
jalan keluarnya. . ."
"Apakah pintu setiap kamar batu itu bisa menutup sendirinya?"
tanya Bok-tan. "Ya, bunga Bok-tan di tengah yang besar itulah letak kuncinya, empat bunga disekelilingnya yang agak kecil merupakan kunci
setiap pintu kamar, asal kunci pusatnya ini dibuka, lalu keempat kuntum yang lain juga dibuka pula, maka pintu di keempat dinding setiap kamar itu tidak akan buka-tutup secara bergiliran lagi,"
sampai di sini dia menambahkan: "Kita akan masuk menolong
orang, terpaksa tiga pintu di setiap kamar itu harus kita tutup, tinggal satu lagi yang masih terbuka untuk memudahkan usaha
pencarian ini." "Lalu kunci pusatnya itu apakah tidak perlu ditutup?" tanya Boktan.
"Kalau kunci pusatnya yang di tengah itu ditutup juga, seluruh peralatan rahasia di dalam akan berhenti bekerja, seluruh pintu takkan bisa dibuka lagi, lalu bagaimana kita bisa masuk?" Oh Coan-oh menjelaskan.
"Baik. lekas kau kerjakan," perintah Bok-tan, "kita harus lekas2
menolong orang." Oh Coan-oh mengiakan, dia memutar ke kanan tiga kali pada
kuntum bunga Bok-tan yang agak kecil yang terletak di atas,
bawah dan sebelah kanan, lalu kuntum keempat yang terletak di
sebelah kiri dia putar ke kiri tiga kali, katanya: "Beres, sekarang tinggal pintu kiri setiap kamar itu yang terbuka, umpama kita tidak masuk mencari mereka, maka orang2 yang terperangkap di dalam
akan bisa mencari jalan keluarnya."
"Baik, lekas kau buka saja pintunya," kata Bok-tan pula.
Oh Coan-oh mengiakan, dia menghampiri dinding kiri dan
menekan dua kali, dinding di depannya lantas terbukalah sebuah
pintu. "Pangcu," ucap Kun-gi, "marilah kita masuk,"
"Kau sudah dengar, keadaan seperti di dalam lorong sesat itu, biarlahOh-koancu menunjukkanjalannya,"sahutBok-tan.
"Kalian tunggu sebentar," kata Oh Coan-oh sambil menghampiri dinding sebelah kanan.
"Apa yang kau kerjakan?" tanya Bok-tan.
"Seluruh peralatan di sini sudah kubereskan, sekarang tiada tugasku yang lain, maaf aku mohon diri saja. . . . . " badannya mepet dinding, maka terdengar "crat", dinding segera menjeplak, badan Oh Coan-oh terus terjungkir ke dalam, sekali berkelebat
lantas lenyap. Bok-tan gusar, makinya: "Keparat!" -Tangan terayun,
dilontarkan pukulan jarak jauh. Tapi pintu di sini mirip pintu
jeblakan yang dapat memantul balik dengan cepat, waktu pukulan
Bok-tan tiba sementara pintu sudah tertutup pula. "Blang", pukulannya mengenaidinding.
Kata Bok-tan dengan gegetun: "Sudah ku-sangsikan dia pasti bukan manusia baik2."
"Sudahlah, biar dia melarikan diri," ujar Kun-gi:
"Ling-heng lekas keluarkan peta Hwi-liong-koan, jangan kita tertipu olehnya".
Kun-gi keluarkan peta kulit kambing itu, segera mereka
memeriksa dengan teliti. Apa yang diterangkan Oh Coan-oh
ternyata tidak salah, dia memang sudah membereskan segala
peralatan rahasia dalam Hwi-liong-koan ini. Jadi hanya pintu di sebelah kiri pada setiap kamar batu saja yang terbuka, tiga pintu lain sudah buntu. Asal keluar atau masuk mengikuti pintu2 yang
terbuka itu, dengan sendirinya akan mudah menemukan orang dan
keluar lagi dengan leluasa.
Setelah memeriksa sekian lamanya, Bok-tan berkata heran:
"Ling-heng, peta ini merupakan keterangan seluruh peralatan dalam Hwi-liong-koan, kenapa pintu dari Oh Coan-oh lari tadi tidak ada keterangannya di sini?"
Kun-gi berpikir sejenak, katanya: "Mungkin jalan ini merupakan sebuah lorong rahasia tersendiri yang tidak termasuk dalam
lingkungan Hwi-liong-koan, maka di sinitidakdiberi keterangan,"
Berkedip mata Bok-tan, tanyanya tidak paham: "Penjelasanmu belum kumengerti."
"Hwi-liong-koan merupakan salah satu seksi berkuasa dari Hwiliong-tong, lorong rahasia ini mungkin menembus langsung ke Hwiliong-tong, maka tidak termasuk dalam lingkungan rahasia di Hwiliong-koan ini, tadi waktu kita tiba di luar benteng, tahu2 Nao Sam jun dan Ci Hwi-bing menyusul datang, tapi mereka keluar dari Hwiliong-koan, ini dapat dijadikan bukti."
"Ling-heng memang cerdik," puji Bok-tan tertawa, "Siau-moay selamanya tak mau kalah dari orang lain, tapi terhadang
Ling-heng, sungguh tunduk lahir hatin."
Panas muka Kun-gi, katanya tertawa: "Pangcu terlalu memuji."
Bola mata Bok-tan yang jernih menatap Kun-gi lekat penuh
kasih mesra, katanya lirih: "Ling-heng, jangan panggil aku pangcu, kalau dalam hatimu ada tempat untuk diriku, lebih baik kalau kau panggil aku Bok-tan saja," agaknya dia memberanikan diri
melimpahkan isi hatinya, tak urung wajahnya merah jengah, tapi
dengan berani dia tetap memandang dengan malu2 harap.
"Kebaikan Pangcu sungguh membuat Cayhe amat terharu . . . .
. .." Bok-tan tertunduk lalu angkat kepala pula, katanya cemas:
"Lingheng, kau tahu aku tidak menginginkan rasa harumu saja."
Wajah Kun-gi menunjukan perasaan kurang tenteram, seperti
mau bicara tapi urung, Tiba2 sorot mata Bok-tan menjadi rawan, katanya lembut:
"Lingheng tidak menjelaskan juga aku sudah tahu, apakah kau sudah punya kekasih?" tanpa memberi kesempatan Ling Kun-gi bersuara dengan tertawa dia menambahkan: "Dengan karakter dan kepandaian silat Ling-heng, adalah jamak kalau banyak gadis yang kasmaran kepadamu, hal ini tidak menjadi soal bagiku, karena kita berkenalanagaklambat,asalkausudi menerimaku,akusudahamat
puas." Tidak kepalang haru Kun-gi, dengan kencang dia genggam pundak Bok-tan, katanya dengan suara tersendat: "Pangcu . . . . ."
Semakin jengah muka Bok-tan, dia balas genggam lengan Kungi,
sambil bersuara aleman, katanya: "Nah, lagi2 kau panggil Pangcu."
lalu dia angkat kepala dan bertanya: "Siapakah kekasih Ling-heng"
Apakah yang menyamar Kiu-moay . . . .. ."
"Blang", tiba2 suara gedebrukan berkumandang dari kamar sebelah kanan. Dua orang sama tersentak kaget, lekas mereka
berpaling ke sana, tampak pintu jeplakan di sebelah kanan itu
kembali terbalik, dari luar menerjang tiba seorang dengan langkah sempoyongan, sekujur badannya berlepotan darah, tiga empat
langkah saja dia gentayangan lalu jatuh tersungkur. Karena orang gentayangan sambil menopang badan dengan pedang, terang
orang ini terluka amat parah.
Mata Kun-gi amat tajam, sekilas pandang dia sudah jelas muka
orangini, iaberteriak: "Kong-sun-heng!"-Sebatsekalidia memburu maju.
Lekas Bok tan ikut memburu maju, katanya: "Bagaimana
mungkin Kongsun houhoat keluar dari lorong rahasia ini?"
"Betul, dia terpencar denganku waktu masih berada di Hwi-liong tong, tadi Oh Coan-oh keluar dari sini, mungkin karena terburu2
sehingga lupa menutup pula pintunya, maka dengan leluasa
Kongsun-heng bisa keluar kemari," sembari bicara Kun-gi periksa keadaan Kongsun Siang.
Bok-tan berdiri di sampingnya, tanyanya: "Apa-kah lukanya
berat?" Bertaut alis Kun-gi. katanya: "Ada tiga luka bekas tabasan pedang dan satu luka kena piau, mungkin juga terluka dalam,
umpama tidak terluka, dalam sehari semalam tanpa makan minum
dan tidak tidur lagi, pula harus mengalami pertempuran sengit,
badannya juga pasti loyo." -Sembari bicara dia keluarkan obat luka dan dijejalkan ke mulut Kongsun Siang, lalu sebelah tangan
menekan Ling-tai hiat dari pelan2 salurkan hawa murninya.
Keadaan Kongsun Siang betul2 amat gawat, untung Kun-gi
segera memberi saluran hawa murni sehingga jiwanya direnggut
balik dari perjalanan ke akhirat, sesaat kemudian matanya mulai melek, lama dia pandang muka Kun-gi, mendadak dua titik air
mata menetes dari kelopak matanya, katanya dengan lemah:
"Congcoh . . . . aku. . . . aku. . . . mungkin. . . . takkuat. . . "
"Kongsun-heng janganbicara,"bujukKun-gi.
"Seharisemalamini . . . . .akubertemu. . . . . delapanbelasjago . .
. . Hek-liong hwe . . . . badanku terluka pedang beberapa tempat .
. . . tapi mereka berhasil kubunuh . . . . seluruhnya . . . . Barusan ada seorang lagi . . . . lari dari sini, aku menempurnya pula . . . .
sampai lama, aku kena dipukulnya sekali di Bong-hwe-hiat di
belakangpundak. . . . tapidiapun . . . . kutusuk luka . . . ."
"Kau terlalu letih, terluka luar dan dalam lagi, darah keluar terlalu banyak, beruntung dasar Lwekangmu amat kuat sehingga
dapat bertahan sekian lama, barusan kau sudah kuberi minum Po
binghing-kang-san buatan guruku, sekarang jangan banyak bicara, biar obat bekerja, tanggung kau takkan apa2."
Kongsun Siang batuk2, katanya dengan tertawa muram:
"Congcoh berulang kali menolong jiwaku, sungguh tak terperikan rasa terima kasihku, cuma . . . . aku sendiri tahu, kali ini mungkin aku tidak tertolong lagi, ada suatu hal . . . . sudah lama terpendam dalamsanubariku, sudah lama, cuma. . . . takberani kukemukakan, tapisebelumajalharus. . . . haruskukatakanpadamu. . .. "
"Nanti saja Kongsun-heng jelaskan, sekarang istirahat saja."
Kongsun Siang menggeleng, katanya: "Tidak, kalau tidak segera kututurkan, sekali aku tarik napas, selamanya takkan ada orang
tahu akan kejadian itu."
"Ling-heng,"sela Bok-tandarisamping, "biarlahdiabicara."
Dua butir air mata menetes pula membasahi pipi Kongsun
Siang, jari2 kedua tangannya dengan kencang meremas baju dada
sendiri, dengan keras tiba2 ia berteriak: "Berulang kali Congcoh menyelamatkan jiwaku, aku . . . . aku bukan manusia, aku
binatang, aku pantas mampus, aku bersalah padamu .... "
Mendadak tergerak hati Kun-gi, katanya: "Kongsun-heng,
jangan terlalu emosi, ada omongan apapun boleh kau bicarakan
setelah lukamu sembuh."
Gemeretak gigi Kongsun Siang, katanya tegas: "Tidak, kalau tidak kukatakan sekarang matipun aku tidak tenteram. Congcoh . .
. . kejadian ini, jelas aku berdosa padamu, beberapa kali ingin aku berterus terang padamu, tapi kata2 yang sudah di mulut selalu
urung kuucapkan, aku tidak berani berterus terang, kini aku sudah akan mangkat, tiada yang perlu kukuatirkan lagi . . . . " sekuatnya dia menarik napas lalu meneruskan: "Malam itu, waktu Congcoh pertama kali menduduki jabatan Cong-hou-hoat-su-cia, karena
congcoh terlalu banyak menenggak arak, aku ingin menengokmu .
. .." "Tak usah kau jelaskan lagi," lekas Kun-gi mencegah.
"Aku harus berterus terang, hanya setelah melimpahkan
ganjalan hatiku, aku akan mati dengan tenteram," dia tidak berani memandang ke arah Bok-tan, katanya dengan pedih: "Waktu itu sudah mendekati kentongan kedua, tiada penerangan dalam kamar
Congcoh, hanya jendela di sebelah selatan yang masih terbuka,
aku masuk lewat jendela, kudapati Congcoh sudah tiada di kamar, tapi kudengar derap langkah Hupangcu di serambi muka, agaknya
karena Congcoh mabuk iapun hendak menengokmu . . . . diwaktu
itu aku terlalu sembrono dan diburu nafsu setan, aku memalsukan Congcoh melakukan perbuatan terkutuk . . . . "
Bok tan pernah mendapat laporan kejadian ini dari Giok-lan
cuma sejauh ini dia belum tahu siapa gerangan pemalsu Ling
Kun-gi itu, tapi karena soal ini menyangkut kesucian dan nama
baik So-yok maka sejak dulu hal ini tak pernah dia laporkan kepada Thay-siang. Kini setelah mendengar pengakuan Kongsun Siang,
diam2 dia membatin: "Karakter dan jiwa Kongsun Siang yang jujur kiranya setimpal juga berjodohkan Jimoay, cuma sekarang lukanya begini berat, entah dapat tertolong tidak?" Dikala dia termangu itulah, mendadak sesosok bayangan orang menerjang tiba dari
pintu sebelah kiri, gerakannya sebat dan aneh, langsung dia
menubruk kearah Kongsun Siang seraya berteriak beringas: "Kau bangsat keparat ini, kau bikin aku merana selama hidup?"
-Mendadak pedang berkilau menyamber menabas Kongsun Siang.
Orang yang muncul mendadak ini adalah Hu-pangcu So-yok
yang terkenalkeraskepala, suka menangdan berwajahcantik.
Bok-tan terperanjat, teriaknya: "Jimoay, jangan!"
Kun-gi juga tidak menduga urusan bisa terjadi secara begini
kebetulan, So-yok mendengar sendiri pengakuan Kongsun Siang.
Bahwa orang muncul secara tiba2 sudah membuatnya kaget, tak
pernah terpikir pula olehnya bahwa orang muncul sambil
menyerang, apalagi telapak tangan kanannya masih menekan Lingtai-hiat Kongsun Siang. . melihat sinar pedang menyamber tiba,
dalamseribu kerepotannyatangankirinyalantas menjentikpedang.
Sayang usahanya terlambat. "Tring", batang pedang memang terjentik, tapi jentikannya hanya sedikit menyerempet dan bikin pedang menceng sedikit pula, di mana sinar pedang menabas
turun, darah kontan muncrat, lengan kiri Kongsun Siang tertabas kutung.
Muka So-yok tampak membesi hijau, matanya mendelik, tanpa
bicara setelah membanting kaki dia terus putar tubuh dan berlari keluar.
Setelah minum Po bing-hing-kang-san buatan Hoan-jiu ji lay,
dibantu saluran hawa murni Ling Kun-gi lagi, luka Kongsun Siang boleh dikatakan sudah makin membaik. Mendadak dilihatnya
So-yok muncul tiba2 sambil mengayun pedang, maka dia pejamkan
mata, dia rela menerima kematian, bahwa hanya lengan kirinya
yang tertabas kutung, sedikitpun dia tidak mengeluh kesakitan.
Kini melihat So-yok berlari pergi malah, maka tanpa perdulikan
lengannya yang kutung dan keluar darah serta sakit luar biasa,
mendadak dia melompat bangun seraya berteriak: "Hupangcu . . . .
. " dengan sebelah tangan mendekap lukanya, dengan kencang dia mengudak keluar.
"Kongsun-houhoat . . . . . " tanpa sadar Bok-tan berteriak mencegah.
Kun-gi menghela napas, katanya: "Biarlah dia pergi, Pangcu."
"Tapi lukanya belum sembuh, tangannya buntung lagi."
"Kongsun-houhoat sudah minum Po bing-hing-kang-san buatan
guruku, luka2nya sudah tidak jadi soal lagi, kalau dia berhasil mengejar Hupangcu, setelah amarahnya reda, Kongsun-heng mau
berlutut dan minta maaf, mungkin Hupangcu mau mengampuni
dan memaafkan kesalahannya."
Mengawasi kutungan lengan di lantai, Bok-tan berkata: "Jimoay suka menang dan kepala batu, biasanya suka mengumbar adat,
kalau Kongsun-houhoat berhasil mengejar dia, mungkin bisa
ditabas mati malah."
"Alasan Pangcu memang benar, kalau tidak mati, mungkin juga Kongsun-houhoat akan berhasil membujuknya, terserah kepada
takdir. tapi soal ini menyangkut masa depan dan kebahagian hidup mereka berdua, orang lain tak mungkin mencampurinya, dan lagi
bila kita mencegah Kongsun-houhoat mengejarnya, mungkin
selamanya dia takkan menemukan Hupangcu."


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bok-tan manggut2, katanya menghela napas: "Ai, asmara
memang suka mempermainkan orang." -Sambil mengusap rambut
yang terurai, mendadak dia berpaling, katanya: "Ling heng, Jimoay sudah bisa keluar, orang lain yang terperangkap di dalam mungkin juga akan selekasnya keluar, marilah kita masuk menjemput
mereka." Kun-gi, agak bimbang, sebentar dia pikir lalu sodorkan gambar
peta itu kepada Bok-tan, katanya:
"Tempat ini adalah pusat dari Hwi-liong-koan, ada lorong
rahasia pula di balik dinding kanan yang menembus ke
Hwi-liong-tong, bila ada orang masuk kemari, asal dia menutup
seluruh inti pesawat rahasia di sini, selamanya kita takkan bisa keluar, maka menurut hemat Cayhe, Pangcu boleh bawa peta ini
dan tunggu di sini, biar Cayhe sendiri masuk mencari mereka."
Bok-tan dapat menerima alasan yang masuk akal ini tapi dia
menolak peta itu, katanya: "Kau yang akan masuk ke sana, lebih baik kau yang bawa gambar ini, kalau tersesat, kau bisa
mencocokkan petaini supayatidak mengalamikesulitan."
Kun-gi simpan peta itu, katanya:, "Baiklah, harap Pangcu
tunggu di sini saja, Cayhe akan segera masuk." -Lalu dia beranjak lewat pintu kiri.
Lekas Bok-tan memburu maju, teriaknya nyaring: "Ling-heng!"
Ling Kun-gi sudah tiba di ambang pintu, segera dia berhenti
sambil menoleh: "Ada apa Pangcu?"
Jengah muka Bok-tan, katanya lirih: "Kau harus hati2."
Melihat sikap orang yang malu2 kucing dan mimiknya yang
kasih mesra dan betapa besar perhatian terhadapnya, hati Kun-gi terasa manis dan berdenyut kencang jantungnya, lekas dia alihkan tatapannya serta mengangguk, sahutnya: "Cayhe tahu!" -Dengan mengacungkan Le-liong-cu, dia lantas masuk kedalam.
-oooo-" 0 <<-oooaOh Coan-oh ternyata tidak menipu mereka. Tujuh puluh dua
kamar batu dalam Hwi-liong-koan ini ternyata tidak kalah rumit
dan memusingkan seperti lorong sesat di Ceng-liong-tong. Walau
tiga pintu telah dia tutup, kini pada setiap kamar segi empat itu tinggal satu pintu saja yang terbuka, tapi bentuk kamar batu itu mirip satu dengan yang lain, seperti sebuah kotak belaka, yang
terbuka juga hanya pintu kiri, bila masuk terus satu kamar demi satu kamar akhirnya pasti akan menemukan jalan keluarnya, Tapi
bila sudah melewati dua puluh kotak kamar yang serupa itu, mau
tidak mau setiap orang akan pusing juga.
Kun-gi sangat sabar, dia maju terus dengan mudah dia
menemukan Hu-yong, Hong-sian dan Giok-je, demikian pula dua
pelayan pribadi So-yok yang bernama Bok-hung dan Bok-bin.
Pelopor jalan Go-bo, Houhoat Toh Kian-ling dan Lo Kun-hun.
Hanya Yu-houhoat Coa-liang ketika memasuki Hwi-liong-tong telah menghilang, (nasibnya sudah dituturkan dibagian depan), anggota rombongan boleh dikatakan sudah diketemukan seluruhnya.
Kecuali Go-bo, Toh Kian-ling yang mengalami sedikit luka, yang
lain tiada kurang suatu apapun.
Sejak mereka memasuki Hwi-liong-tong belum pernah bentrok
langsung dengan musuh, tapi setelah mereka dipancing masuk ke
Hwi-liong-koan, musuh pernah mengutus delapan belas jagonya
untuk menyergap mereka sehingga terjadi pertempuran sengit,
tapi dengan kerja sama mereka, akhirnya musuh dapat ditumpas
seluruhnya, dan karena orang banyak tidak terpencar lagi, maka
rangsum yang mereka bawa masih tersedia lengkap, jadi tiada
yang kelaparan, cuma air minum saja yang kehabisan.
Dikala mereka terkurung dalam kamar kotak2 ini. tengah
ubek2an kian kemari tanpa menemukan jalan keluarnya,
mendadak ketemu Ling Kun-gi, sudah tentu tidak kepalang kejut
dan senang mereka, sepertiketibanrejeki dari langitrasanya.
Di antara dua belas pelayan hanya Giok-je yang paling dulu
berkenalan dengan Ling Kun-gi, malah dia pula yang
menyelundupkan Kun-gi ke-luar dari Coat-ceng-san-ceng dan
dibawa ke Pek-hoa pang, maka dia pula yang berjingkrak
kegirangan dan memburu maju lebih dulu, teriaknya girang:
"Cong-su-cia, bagaimana kau bisa masuk kemari?" Mata Kun-gi mengerling, katanya dengan tertawa: "Syukurlah kalian berada di sini semua, Hek-liong-hwe sudah hancur lebur, Cayhe sengaja
mencari kalian." Hong-sian bertanya: "Apakah Cong su-cia pernah bertemu
dengan Hupangcu?" Sudah tentu tak enak Kun gi menjelaskan, dia mengangguk,
katanya: "Waktu pintu batu terbuka Hupangcu sudah mendahului keluar."
Lo Kun hun ikut bicara: "Waktu pertama kali kami masuk
kemari, mendadak Coa heng menghilang, apakah Cong-su-cia tahu
jejaknya?" Guram wajah Kun-gi, katanya rawan: "Coa-heng terluka parah, sekarang sudah meninggal." Mendengar Coa Liang sudah
meninggal, seketika tertekan perasaan semua orang.
Kata Kun-gi: "Kalian semua ada di sini, tak perlu kita masuk lebih jauh lagi, biar Cayhe tunjuk jalannya, Pangcu sedang
menunggu kalian di luar."-Laludiapimpin orangbanyak keluar. .
Bahwa sebentar lagi bakal keluar dari tempat yang menyesatkan
ini, sudah tentu langkah semua orang bertambah cepat, hanya
sebentar mereka sudah keluar dari kamar kotak yang
membingungkan itu. Bok-tan sambut keluarnya orang banyak dengan berjingkrak
girang, sudah tentu banyak adegan lucu yang terjadi dalam
pertemuan ini. Begitulah di bawah pimpinan Ling Kun-gi, kemudian mereka
mengundurkan diri dari Hwi-liong-koan dan bergabung dengan
rombongan Yong King-tiong, selanjutnya beramai2 mereka keluar
dari lorong serta berkumpul pula dengan rombongan besar. di
mana Giok-lan dan lain2 sedang menunggu dengan gelisah.
Kini tugas Tu Hong-sing yang pimpin rombongan besar ini
keluar dari lorong panjang yang menembus ke Hwi-liong-tong
setelah terlebih dulu mematikan jalan yang menuju ke
Hwi-liong-koan. Tengah berjalan, lapat2 terdengar suara benturan senjata keras
di depan, Yong King tiong merandek, katanya:. "Seperti ada orang bergebrak, mari lekas kita tengok."
Kun -gi ingat So-yok yang lari dikejar Kong-sun Siang,
kemungkinan mereka kepergok musuh dan kini tengah berhantam.
Apalagi luka Kongsun Siang belum sembuh, lengan buntung lagi,
maka ia sangat kuatir, ia berkata: "Biar Wanpwe ke sana lebih dulu." -Sebelum Yong King-trong bersuara, sekali melejit dia mendahului lari ke lorong di depan sana.
Di ujung lorong adalah sebuah pintu gerbang yang besar tinggi,
bentuknya bundar, di luar pintu dihadang sebuah pintu angin yang terbuat dari batu marmer warna hijau setinggi satu tombak, Kun-gi belok ke sebelah kiri pintu angin serta mendapatkan sebuah ruang pendopo yang besar, bagian depan dan belakang sama
berundakan batu, tepat di tengah adalah sebuah pelataran, sudah tentu letak pelataran ini masih berada di perut gunung. Tapi keluar dari pendopo besar itu, melalui lorong yang tidak begitu panjang, bagian luarnya lagi sudah kelihatan sinar matahari dan
pemandangan alam pegunungan yang menghijau permai.
Di pelataran itulah tengah terjadi baku hantam sengit antara
lima. laki2 baju hitam yang tengah mengeroyok seorang laki2 baju hijau. Sekali pandang Kun-gi lantas kenal laki2 baju hijau yang dikeroyok ituadalah TingKiauyangterpencardidalamlorong.
Meski dikeroyoklima musuh, tapi kipasbesinyaituternyatadapat
main dengan gencar dan hebat, begitu keji cara permainannya
sehingga kelima musuh yang bersenjata lebih panjang tidak berani mendekat, namun mereka maju mundur kerja sama dengan rapi,
sedikitpun Ting Kiau tidak diberi peluang, seakan2 sengaja hendak menguras tenaganya.
Girang hati Kun-gi, cepat ia melejit ke tengah pendopo serta
membentak: "Berhenti!"
Bentakan keras ini laksana guntur menggelegar di siang bolong
sehingga orang2 yang lagi berhantam merasa kaget, lekas mereka
tarikpedangdan melompatmundurserayamenoleh.
Melihat yang datang adalah Ling Kun gi, sudah tentu bukan
main girang Ting Kau, teriak-nya: "Cong-coh!"
Nyata kelima orang baju hitam itu juga me-lengak heran karena
melihat Lang Kun-gi mendadak menerobos keluar dari dalam Hwi
liong-tong. Seorang di antaranya angkat pedang seraya
membentak: "Lekas cegat dia, jangan biarkan dia lari." -Dua orang kawannya segera menubruk ke arah Ling Kun-gi.
Kun-gi berdiri tegak, ia tertawa, katanya lantang: "Kalian berdiri di tempat masing2, ketahuilah bahwa Hek liong hwe sudah lebur,
Han Jan-to sudah mampus, Hwi-liong-tongcu Nao Sam jun dan Uiliong-tongcu Ci Hwi-bing sudah mati, kalian kaum keroco ini masih berani bertingkah. Hayo letakkan senjata dan menyerah, nanti
kuampuni jiwa kalian?"
Laki2 baju hijau yang jadi memimpin kelima orang itu tambah
beringas, serunya: "Jangan kalian percaya ocehannya, hayo bekuk dia,"
Pada saat itulah Tu Hong-sing, Yong King-tiong dan lain2 juga
telah keluar. Yong King-tiong segera bersuara: "Apa yang
diucapkan Ling-kongcu memang betul, asal kalian mau letakkan
senjata, ku tanggungjiwa kaliantidakakan diusik."
Melihat gelagat jelek, orang itu segera menyurut mundur, tiba2
dia berteriak: "Angin kencang, mundur!" -Gerak tubuhnya ternyata sebat sekali, begitu putar tubuh terus lari, keluar pintu.
Tak terduga baru beberapa langkah dia lari, waktu dia angkat
kepala, entah cara bagaimana pemuda jubah hijau yang tadi
berdiri di tengah pendopo tahu2 sudah mengadang di depan pintu
dan berkata dengan tertawa: "Kalian ingin lari, kukira tidak segampang itu."
Melihat pemuda ini bertangan kosong, laki2 baju hitam ini
menjadi berani, dia menjengek: "Cari mampus kau anak muda!"
-Sebat sekali dia menyelinap maju, pedang hitam di tangannya
langsung menusuk dada. Hanya sedikit miringkan tubuh, dengan mudah Kun-gi hindarkan
tusukan orang, berbareng tangan kiri bekerja, dia pencet
pergelangan tangan lawan, dua jari tangan kiri langsung menutuk Ling-tai-hiat pula. Kontan laki2 itu gemetar, mulut mengerang
tertahan, selebar mukanya kontan pucat pias seperti balon yang
kempes, badannya lunglai hampir tak kuat berdiri. Jelas laki2 ini telah dipunahkan ilmu silatnya oleh Ling Kun-gi. Tiba2 Kun-gi
membalik badan, matanya menyapu pandang empat orang yang
lain, katanya ke-reng: "Kalian kemari, Hek-lionghwe menjadi cakar alap2 kerajaan dan kalian adalah anteknya cakar alap2, kalau cakar alap2 harus diberantas, kalian para anteknya juga harusdihukum, tapicukup dipunahkansaja ilmusilatnya."
Keempat orang saling pandang, lalu seorang bersuara: "Kami adalah kaum persilatan, dari pada kehilangan ilmu silat lebih baik kami mati."
"Ya, dengan bekal sedikit kepandaian silat itulah kalian telah berbuat kejahatan di Kangouw, kalau ilmu silat dipunahkan, kalian diberi kesempatan untuk menebus dosa dan kembali menjadi
manusia baik2." Keempat orang saling pandang pula, mendadak serempak
berteriak, empat pedang hitam sekaligus menubruk maju dengan
tusukan dan tabasan dari berbagai jurusan.
Ting Kiau berjingkrak gusar: "Anak anjing, masih berani kalian main gila!"
Kipas lempitnya tiba2 terbentang, baru saja dia hendak turun
tangan, didengarnya Ling Kun-gi tertawa panjang, katanya: "Tadi Cayhe sudah bilang, kalian harus dipunahkan ilmu silatnya,
siapapun takluputdarihukuman setimpal ini."
Belum habis bicara, keempat laki2 itu sudah sama mengerang
dan menungging. Tiada hadirin yang melihat jelas cara bagaimana Ling Kun-gi kerja keempat lawannya ini, tapi pedang sudah
terpental jatuh, keempat orang itupun sudah duduk lemas di lantai.
Kiranya dalam segebrak saja mereka telah sama dipunahkan ilmu
silatnya oleh Ling Kun-gi.
Seperti tidak terjadi sesuatu apa Kun-gi memandang Yong Kingtiong serta bertanya: "Paman Yong, keluar dari sini, apakah sudah berada didunia luar?"
"Betul," ujar Yong King-tiong tertawa, "Inilah Hwi-liong-tong, di luar adalah Hian-koan-giam, terpaut satu puncak gunung dengan
Ui-liong-tong, sekarang kita boleh keluar dari sini."
Sorot mata Kun gi menyapu kelima jago pedang yang menyerah
diHek-liongtam, katanya: "Kalian kemari."
Kaget dan pucat muka kelima orang, katanya: "Ling-kongcu,
kami berlima sudah menyerah, malah membawa Kongcu menolong
orang dalam lorong2 sesat, kami tidak berani bilang ada pahala, paling tidak itu sudah menebus dosa kami, harap Kongcu bermurah hati, ampunilah dosakamiyangdahulu."
Kun-gi tertawa tawar, katanya: Kalian bantu aku menolong
orang, untuk ini aku pribadi bersyukur dan terima kasih, tapi kalian baru menanjak setengah umur, setelah meninggalkan Hwi-lionghwe, tetap akan berkecimpung di Kangouw kalian masih bisa hidup dua puluh atau tiga puluh tahun lagi, memangnya siapa berani
menjaminkaliantidakakan melakukankejahatanpuladiluar?"
Kelima orang serempak bersumpah: "Kami bersumpah akan
menjadi manusiabaik2, pastitakkan berkecimpung di Kangouw"
"Kalau kalian tidak akan berkecimpung lagi di Kangouw lalu buat apa kalian memiliki kepandaian?"
Kelima orang segera berlutut, katanya: "Mohon Kongcu suka
murah hati, jika kami betul2 menggunakan ilmu silat untuk berbuat jahat, biarlah kami mati tercacah golok dan pedang."
"Kalian berdiri, mengingat kalian telah bantu mencari orang, akan kututuk satu jalur Hiat-tomu, kalian tetap mempertahankan
lima bagian kepandaian ini cukup untuk melindungi badan dan
membela keluarga, cuma selanjutnya takkan bisa berlatih lebih
tinggi lagi, asalkan tidak menggunakan tenaga sepenuhnya kalian tidak akan mengalami apa2, dengan adanya pembatasan ini, pasti
kalian tidak akan melakukan kejahatan."
Kelima orang masih ngotot hendak minta keringanan. Yong
Kingtiong tiba2 membentak: "Keputusan Ling-kongcu cukup adil, kalian masih belum puas" Selama dua puluh tahun ini betapa
banyak insan persilatan yang terbunuh oleh orang2 Hek-liong-hwe seperti kalian ini, kalian pantas dibunuh untuk menebus dosa,
memangnya kalian masih tidakterima?"
KarenaditegurYong King-tiong, kelimaorang takberani bersuara
lagi, secepat kilat Lin g Kun-gi bekerja, satu persatu dia tutuk tempat yang sama di tubuh kelima orang. Kelima orang sama
merinding, hanya itu perasaan mereka, lalu beramai mereka
menjura pada Un Hoan-kun, katanya: "Berkat kemurahan hati
Lingkongcu kami telah memperoleh pengampunan, sejak kini kami
akan meninggalkan Hek-liong-hwe, nona sudah berjanji akan
memberiobatpenawar, harapnonabermurah hatipula."
"Memangnya kalian terkena racun apa?" tanya Un Hoan-kun menggoda.
"Kami menelan Sip-hun-wan, dalam dua belas jam kalau tidak ditawarkan akan menjadi pikun, sukalah nona tidak menyiksa kami lagi."
"O." Un Hoan-kun bersuara dalam mulut, tanyanya berpaling kepada Tu Hong-sing: "Saudara Tu bagaimana" Kaupun ingin obat penawar?"
Tu Hong-sing menyengir, katanya: "Nona sendiri telah berjanji, tentunya takkan mempermainkan kami." -Meski dalam hati amat dongkol tapi lahirnya dia tetap tersenyum. "Sip-hun-wan buatan khusus keluarga Un dari Ling-lam, sudah tentu hanya nona saja
yang punya obat penawarnya, bukankah nona sudah janji akan
memberiobatpenawarnyasebelummeninggalkantempat ini?"
"Un Hoan-kun menggigit bibir, katanya dengan tertawa:
"Bahwasanya keluarga Un dari Ling-lam tidak pernah membuat atau memiliki Sip hun-wan, darimana pula aku memiliki obat
penawarnya?" Gemerobyos keringat To Hong sing karena cemas, katanya:
"Agaknya nona sengaja mau merenggut jiwaku ini."
"Aku tidak menipumu," ucap Un Hoan-kun tertawa, "aku betul2
tidak punya obat penawar."
Tu Hong-sing menyeka keringat yang membasahi jidatnya,
katanya gugup: "Tapi aku jelas sudah menelan Sip-hun-wan. Yong-congkoan, kau sendiri menyaksikan, kita terhitung teman lama,
memangnya kautega melihataku tersiksapadaharituaku ini?"
Un Hoan-kun morogoh keluar sebuah cupu2 kecil serta
menuang keluar sebutir pil dan ditaruh di telapak tangan, katanya:
"Bukankah yang kau telan pil ini?"
Dengan cermat Tu Hong-sing mengamati pil itu, katanya
mengangguk: "Ya, memang pil ini, nona bilang pil ini namanya Sip hun-wan"
Un Hoan-kun angsurkan cupu2 kecil itu, katanya. "Kalau
saudara Tubisa membaca, silakanlihatsendiriapa,
yangtertulisdisini?"
Tu Hong-sing terima Cupu2 kecil itu serta membaca tulisan di
secarik kertas yang tertempel di cupu2 itu, katanya: "Ciap bi-tan khusus buatan keluarga Un. Jadi nona memberi aku menelan Ciap-bi-tan. Kau tidak menipuku?"
Un Hoan-kun terima kembali cupu2 itu, katanya sambil cekikik:
"Buat apa aku menipumu", soalnya paman Yong bilang kau gila pangkat dan tamak harta, belum bisa dipercaya, maka sengaja
kucekok kau dengan sebutir pil yang kukatakan Sip-hun-wan,
dengan cara ini baru akan memaksa kau bekerja sekuat tenaga,
yang benar Ciap-bi-tan ini khusus untuk memunahkan segala
macam obat bius, bila kau menelannya sebutir, dalam jangka dua
belas jam, kau tak perlu takut terhadap segala macam bebauan
yang memabukkan, sudah tentu tidak akan membawa akibat
sampingan untuk kesehatan orang, lalu obat penawar apapula
yang akan kau minta lagi?"
Yong King tiong tergelak2, katanya: "Tu-heng sekarang boleh legakan hatimu?"
Merah muka Tu Hong-sing, katanya kikuk: "Nona Un memang
pandai mempermainkan orang."
Tiba2 tampak serius sikap Yong King tiong, katanya: "Apa yang Tu-heng katakan tadi memang tidak salah, dulu kita sama2 sebagai salah satu dari pada tiga puluh enam panglima Hek-liong-hwe,
setelah meninggalkan Kun-lun san kitapun akan berpisah, tiga
puluh enam panglima kini tinggal kau dan aku berdua, mengenang
masa lalu sungguh bagai mimpi, apakah rencana hidup Tu heng
selanjutnya takkan kucampur tangan, tapi perlu kuberi pesan
sepatah kata padamu, yaitu kita adalah keturunan bangsa Han,
menjadilah manusia yang tahu harga diri, kuharap Tu-heng jangan lupa membina diri."
Tu Hong-sing merangkap tangan menjura, katanya: "Nasihat
Yong-heng semurni emas, aku terima nasihatmu, semoga kita
kelak masih ada kesempatan bertemu. sekarang aku mohon diri."
-Setelah menjura dan mohon diri pada seluruh hadirin, cepat2 dia melangkah pergi.
"Sekarang kalianpun boleh pergi," kata Yong King-tiong kepada kelima jago pedangnya.
Serentak mereka menjura lalu beriring keluar langsung turun
gunung. Yong King tiong menghela napas, katanya menengadah:
"Dengan kedua tangannya Lohwecu mendirikan Hek liong-hwe tiga puluh tahun yang lalu dengan mengerek panji kebesaran
menentang kerajaan Ceng membela dinasti Bing, dua puluh tahun
terakhir ini Hek liong-hwe justeru dikangkangi cakar alap2 kerajaan dan diperalat untuk menumpas patriot bangsa sendiri, selama lima puluh tahun ini, Losiu hidup terkurung di sini empat puluh tahun, dulu waktu datang adalah pemuda yang gagah dan kekar, kini
keluarnya telah berubah seorang kakek yang sudah uban dan loyo, proyek besar di dalam -perut gunung hasil jerih payah banyak
orang di sini selanjutnya akan terpendam untuk selama2nya."
-Sampai akhir katanya, saking sedih air matanya lantas bercucuran.
"Yong-lopek," kata Kun-gi, lorong di perut gunung ini simpang siur dan menyesatkan, jika dibiarkan dalam keadaan utuh seperti ini, sekali tempo mungkin akan digunakan orang2 Kangouw dari
golongan hitam sebagai sarang kejahatan, apakah tidak lebih baik disumbat saja?"
Yong King-tiong tersenyum, katanya: "Ling-kongcu tak usah
kuatir, bahwa Losiu memilih jalan keluar dari sini, sebetulnya


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memang sudah kurencanakan untuk menutup mati tempat ini,
karena pintu rahasia dari berbagai tempat harus dibuka dari dalam, hanya kunci pintu besar Hwi liong-tong ini yang harus dibuka dari luar, setelah kita keluar semua baru ditutup dan kuncinya dirusak, orangluarpun takkanbisa masukpula."
"Kalau tempat ini hanya bisa dibuka dari luar, kecuali paman Yong, tentunya masih ada orang lain pula yang tahu."
"Soal ini merupakan salah satu rahasia penting dalam Hek-lionghwe, hanya para Tongcu saja yang tahu, kini yang mati sudah
pergi, yang masih hidup termasuk Losiu sendiri hanya tinggal tiga orang lagi."
"Entah siapa dua orang yang lain?" tanya Kun-gi.
"Seorang adalah ibumu," ujar Yong King-tiong, "seorang lagi adalahCui Kin-in. Ai, seharusnyatadikita menawannya."
Mengingat dua kali gurunya bersuara mencegah Kun-gi melukai
dan menahan Cui Kin-in, diam2 dalam hati dia menggerutu: "Entah bagaimana asal usul perempuan ini" Ilmu pedang dan kepandaian
silatnyaternyatatidaklebihrendah dari padaku."
Sementara mereka berbincang2, rombongan besar itupun telah
keluar dari pintu gerbang Hwi-liong-tong, di bagian luar ternyata adalah sebuah gua raksasa yang tingginya ada beberapa tombak
dan luasnya ada enamtombak.
Setelah orang banyak sama keluar, Yong King-tiong
menghampiri dinding sebelah kanan, sebuah batu besar
digesernya, lalu tangannya menggagap sekian lamanya, maka
terdengarlah suara gemuruh, pelan2 sebuah batu raksasa melorot
turun dari atas. Pintu gerbang Hwi-liong-tong seketika tersumbat menjadi sebuah dinding batu yang berlumut.
Sambil berjongkok Yong King-tiong menoleh, katanya: "Lingkongcu, Losiu pinjamSeng-ka-kiammu sebentar."
Kun-gi mengiakan, ia keluarkan Seng-ka-kiam dan diangsurkan.
Yong King-tiong terima pedang pendek itu lalu menabas,
menusuk dan membacok serabutan ke dalam lubang, beruntun
terdengar suara besi patah dan berjatuhan, kiranya alat2 rahasia yangmenjadikunci pembukaanpintu gerbangtelahdirusaknya.
Yong King-tiong menggeser balik batu besar itu untuk menutup
lubang, setelah berdiri wajahnya tampak lesu guram, mimiknya
sedih dan rawan, se-olah2 dalam sekejap ini usianya bertambah
tua beberapa tahun. Dengan langkah lebar segera dia mendahului
berjalan keluar. Sang surya memancarkan cahayanya yang hangat dan
cemerlang, alam pegunungan menghijau permai, cuaca cerah,
hawa sejuk, cukup lama mereka berada di perut gunung yang
sumpek, kini dapat menghirup hawa pegunungan yang segar
sepuas2nya. Gua besar ini terletak di sisi kanan Hian-koan-giam, keadaan
tebing di sini amat curam dan tingginya ratusan tombak, untuk
turun naik bila tidak memiliki kepandaian silat tinggi orang harus merangkak berpegang pada celah2 batu karang seperti naik
tangga layaknya, boleh dikatakan seluruh badan terapung di udara, sekali lena bisa terpeleset dan hancur lebur jatuh ke dalam jurang.
Yong King-tiong bawa orang banyak turun ke dasar jurang
dengan selamat, membelok ke pinggang gunung, meski di sini
masih di tempat ketinggian, tapi tempat2 yang harus mereka lewati tidak berbahaya seperti tadi. Rombongan besar ini lebih banyak
perempuan daripada laki2, setelah berhasil menempuh perjalanan
sukar ini, maka legalah perasaan semua orang.
Yong King-tiong melihat cuaca, mentari sudah mulai doyong ke
barat, hari menjelang sore, maka dia menoleh dan berkata:
"Apakah kalian ingin istirahat?"
Kun-gi mengajukan pertanyaan: "Yong-lopek, berapa jauh
perjalanandarisini ke Gak koh bio?"
"Kalau jalan cepat sebelum magrib mungkin kita bisa sampai tempat tujuan," sabut Yong King-tiong.
Bahwasanya Bok-tan belum tahu kalau Thay-siang sudah
mangkat, dia kira orang sedang menunggu kedatangannya di Gakkoh-bio, maka sambil membetulkan letak rambutnya dia berkata:
"Kami tidak letih, biarlah kita istirahat di Gak-koh-bio saja."
Yong King-tiong mengangguk, katanya: "Begitupun baik, perut kalian kosong, kalau jalan cepat2 mungkin kita masih sempat
makan malamdiGak-kohbio."
0000oodwoo0000 Gak-koh-bio terletak di bukit Gak-koh ting, bentuk biara ini
cukup megah dan angker, bau dupa sudah tercium dari beberapa li jauhnya.
Singkatnya Yong King-tiong telah bawa Kun-gi dan lain2 tiba di
bawah Gak koh-ting, dari kejauhan mereka sudah melihat di depan Gak-koh-bio berdiri seorang laki2 tinggi besar berjubah biru seperti sedang memandang ke tempat jauh menunggu kedatangan
seseorang. Tong Bun-khing bersuara kaget girang, katanya: "He, itukan Pacongkoan" Ling-toako, bagaimana mungkin Pa congkoan juga
berada di sini?" Sudah tentu Kun-gi tak bisa menjawab, terpaksa dia manggut,
katanya: "Mungkin sedang mencarimu."
Kalau mereka melihat Pa Thian-gi, sudah tentu Pa Thian gi juga
sudah melihat kedatangan mereka, dengan langkah lebar segera
dia menyongsong dengan tawa lebar: "Ling kongcu, Jikohnio dan Samkohnio (Pui Ji-ping) sama datang, sejak pagi kutunggu di sini, kaki sampai terasa pegal."
Belum Kun-gi bersuara, Pui Ji-ping lantas tanya: "Pa congkoan, apa ibu juga datang?"
"Tidak, yang kemari adalah Locengcu dan tuan muda," sahut Pa Thian-gi, "malah paman Sam-koh-nio Cu-cengcu juga berada di sini bersama Un-locengcu dan Un-jicengcu"
Kini giliran Cu Ya-khim berjingkrak girang, serunya: "Hah, ayah juga datang!"
Sudah tentu Un Hoan-kun kejut2 girang, serunya: "Ayah dan
pamanku juga datang?"
"Beginilah duduk persoalannya, Siau-yan, pelayan keluarga Un yang ketakutan pulang memberi laporan pada Un-locengcu bahwa
nona Un menyelundup ke Pek-hoa-pang dan tiada kabar beritanya
lagi. Kebetulan Un locengcu dan Lo cengcu kita sedang bertamu di Liong bin sin ceng, sementara Cu-cengcu juga kehilangan nona Cu dan Jikohnio, maka beramai mereka lantas menyusul ke Pek-hoapang ."
Bok-tan berteriak kaget, tanyanya: "Jadi kalian sudah meluruk ke Pek-hoa-ciu?"
Seperti diketahui Hoa-keh-ceng di Pek-hoa-ciu dijaga oleh Bwe
hoa, Lian hoa dan lain2, tapi yang datang kali ini adalah Tongcengcu dari Sujoan yang terkenal ahli racun, bersama Un-locengcu yang tersohor menggunakan obat bius serta Ciam-liong Cu
Bun-hoa, kalau tiga tokoh silat kelas wahid ini bergabung, umpama Thaysiang sendiri belum tentu dapat melawan mereka. Maklum
sebagai Pek hoa-pangcu sudah tentu dia prihatin akan soal ini"
Pa Thian-gi tidak tahu asal usul Bok-tan, tapi karena orang
datang dengan Ling Kun gi berjalan di depan rombongan lagi,
maka katanya dengan tertawa: "Tidak, mereka beramai baru
sampai di Ciam-sin, kebetulan bersua dengan guru Ling-kong-cu,
maka mereka disuruh langsung datang ke Gak-koh-bio di
Kun-lun-san ini." Bok-tan menghelanapaslega dantidakbersuaralagi.
Giliran Kun-gibertanya:"Kapan kalian datang?"
"Kemaren baru tiba di sini."
Tengah bicara tampak dari dalam pagar biara berjalan seorang
pemuda jubah kuning, melihat kedatangan rombongan orang
banyak langkahnya lantas dia percepat, teriaknya: "Ling-heng, kenapa baru sekarang datang?"
Lekas Kun-gi memapak maju, teriaknya: "Tong-heng."
Yang keluar ternyata adalah tuan muda keluarga Tong, yaitu
Tong Siau-khing adanya, mereka berjabat tangan erat."
Tong Bun-khing dan Pui Ji-ping maju mendekat, berbareng
mereka menyapa: "Toako!"
Maka menjadi tugas Kun-gi memperkenalkan Tong Siau-khing
kepada Yong King-tiong, Bok-tan, Un Hoan-kun dan lain2.
Satu persatu Tong Siau-khing memberi hormat, katanya
kemudian: "Ling-pekbo bilang sore hari ini kalian pasti datang, makanan sudah disiapkan. Ling-pekbo bersama ayah dan lain2
sudah lama menunggu di pendopo, mari kutunjukkan jalan." -Lalu dia bawa orang banyak masuk lewat pintu tengah menuju ke biara.
Setelah orang banyak masuk ke pendopo besar, Yong King-tiong
memberi tanda kepada Siau-tho dan keempat jago pedang baju
hitamnyasupayatinggaldi luarpendoposaja.
Bok-tan juga suruh Ci-hwi, Hong-sian, Hu-yong, Giok-je
bersama Houhoat Ting Kiau, Liang Ih-jun, Toh Kian-ling, Lo
Kun-hun serta keempat dayangnya Bak-ni, Swi-hiang, Toh-kian dan Jing-hwi tinggal di pendopo, hanya Pa Thian-gi sebagai Congkoan keluarga Tongtetapikutmasuk melayaniparatamu.
Tong Thian-jong, Un It-hong, Cu Bun-hoa dan Thi-hujin tengah
berbincang2 dengan paderi tua berjubah kuning. Tiba di depan
pintu, Tong Siau-khing mendahului masuk dan berseru: "Yah, inilah Ling-heng telah datang."
Orangbanyakdi kamartamu itusamaberdiri.
Kun-gi silakan Yong King-tiong masuk lebih dulu. Thi-hujin lalu memperkenalkan Tong Thian-jong dan lain2 kepada Yong Kingtiong, lalu giliran Kun-gi memperkenalkan Ban Jin-cun, Kho Kehhoa, Bok-tan dan Giok-lan kepada ibunya. Setelah saling basa-basi ala kadarnya, semua orang dipersilahkan duduk.
Thi-hujin lantas berkata: "Gi ji, lekas memberi hormat kepada Thian-hi Losiansu, Lo-siansu ini adalah sahabat karib kakek luarmu dulu."
Paderi jubah kuning ini beralis panjang putih, wajahnya
kelihatan bersih dan terang meski sudah berkeriput, usianya pasti sudah lebih sembilan puluhan, tapi sorot matanya tajam berkilau, jelas seorang paderi sakti yang berkepandaian silat dan Lwekang tinggi. Lekas Kun-gi melangkah maju serta menjura, katanya:
"Wanpwe Ling Kun-gi menyampaikansalamsujudkepadaLosiansu,"
Thian-hi Siansu merangkap kedua tangan, dia manggut2,
katanya:."Tidak berani, Siau-sicu jangan banyak adat, jangan pula kau membahasakan Wanpwe padaku."
"Kenapa Lo-siansu sungkan pada anak2?" ucap Thi hujin.
Thian-hi Siansu tergelak2, katanya: "Hujin mungkin tidak tahu, dulu Lolap memang bersahabat kental dengan Thi losicu, tapi guru Ling-siau-sicu masih terhitung Susiokku, kalau menurut tingkat
perguruan bukankah Ling sicu menjadi suteku?"
"Hal iniaku memang tidak tahu,"kataThi-hujin.
Diam2 Ling Kun-gi membatin: "Kiranya Lo-siansu ini juga murid cabang Siau-lim."
Cu Bun hoa terbahak2, katanya: "Ling-hujin tak usah kesal, Losiansu adalah sahabat kental Thi lohwecu, kalau bicara perguruan masih suheng Ling-lote, maka menurut hematku, bila Thi-hujin
hadir, dia dianggap sebagai Wanpwe, kalau Thi-hujin tiada kalian boleh anggap sama angkatan."
Berseri wajah Tong Thian-jong, katanya kepada Kun-gi sambil
memelintir kumis: "Ling-hiantit, kali ini kau mendirikan pahala besar, sekaligus menghancurkan Hek-liong hwe sehingga kaum
Kangouw umumnya mmemperoleh keselamatan, tugas membela
bangsa selanjutnya juga terletak di pundak kalian generasi muda."
"Paman terlalu memuji," sahut Kun-gi membungkuk. "Siautit sih hanya menunaikan kewajiban saja,"
Un It-hong menimbrung: "Hiantit tak usah sungkan, tunas muda kaum Kangouw memang selalu melampaui kaum tua, hanya kaum
mudaseusiakaliansajayangmampu menguasaidunia."
Sejak berkumpul sesama tahanan di Coat-seng-san-ceng dulu,
Tong-cengcu dan Un-cengcu sama membahasakan Ling-lote
kepada Kun-gi, tapi sekarang mendadak berubah panggilan,
memang tepat juga karena Kun-gi pandang Tong Siau-khing dan
Tong Bun-khing seangkatan, adalah jamak kalau Tong-cengcu
memangginya Hiantit. Tapi Ling Kun-gi dengan Un Hoan kun ada
hubungan cinta, sudah tentu Un Hoan-kun malu memberi tahukan
hubungan pribadinya ini kepada sang ayah, tapi bahwa Un-cengcu
juga telah ubah panggilannya sebagai Hiantit kepada Kun-gi, ini menandakan bahwa dia telah tahu juga hubungan cinta puterinya.
Jelas hal ini dia tahu dari laporan Siau-yan.
Kun-gi sudah tentu juga tahu liku2 persoalan ini, terasa
mukanya menjadihangat, sesaatdiaberdiri diamdanrada kikuk.
Sejak masuk tadi Bok-tan tidak melihat kehadiran Thay-siang,
dalam hati dia sudah bingung dan gelisah, gurunya adalah adik
Ling-hujin, bahwa dia disuruh menyusul ke Gak-koh bio ini, kini Ling hujin dan lain2 ada di sini, jelas gurunya tak mungkin pergi lebih dulu, lalu di manakah sekarang beliau"
Selesai dia duduk termenung itulah, didengarnya Thi-hujin
memanggilnya dengan suara lembut: "Nona Bok-tan, apalah nona So-yok tidak datang?"
Lekas Bok-tan mengiakan, sahutnya: "Jimoay suka umbar adat, tadi dia menerjang ke luar dari Hwi-liong-koan terus pergi dengan marah, sampaipun pesanguru jugatidakdihiraukan lagi."
Thi-hujin mengangguk, katanya: "Betul, memang pesan guru
agar kalian kemari, mungkin anak Gi sudah beritahu padamu, Losin adalah kakak guru kalian, sebelum ajalnya dia pernah bicara
denganku supaya memandang kalian sebagai keluarga sendiri,
baiklah kau panggilakubibi saja."
Mendengar kata "sebelum ajalnya", Bok-tan dan Giok-lan seketika terkesima kaget, pikiran seperti butak dan kalut seketika.
Bok-tan berdiri dengan berlinang air mata, tanyanya: "Bibi, maksudmu Suhu beliau . . . . . . ."
Sedih juga Thi-hujin, katanya: "Apa anak Gi tidak
memberitahukan pada kalian?"
"Karena Pangcu dan Congkoan baru saja lolos dari bahaya,
maka anak kira lebih baik ibu saja yang "beritahukan mereka,"
demikian kata Kun-gi. Bertetesan air mata Bok-tan, tiba2 dia menjatuhkan diri,
katanya sesenggukan: "Bibi lekas engkau beritahukan cara
bagaimana meninggalnya Suhu?" karena dia berlutut, ter sipu2
Giok-lan ikut berlutut, air matapun bercucuran.
Lekas Thi-hujin bangunkan kedua orang, katanya: "Nak, kalian berdiri saja, dengarkan ceritaku," -Bok-tan dan Giok-lan lantas berdiri, tapi air mata tetap tak terbendung.
Dengan lembut Thi-hujin membujuk dan menghibur mereka
sekian lama, lalu bercerita tentang riwayat hidup Thay-siang
sampai menemui ajalnya. Sejak kecil Bok-tan dan Giok-lan diasuh dan dibesarkan oleh
gurunya, tak nyana dalam menunaikan tugas di Kun-lun-san sini
mereka harus berpisah untuk selama2nya dengan guru tercinta,
sudah tentu tidak kepalang sedih dan pilu mereka, tak tertahan air mata bercucuran lebih deras.
Thi-hujin ikut meneteskan air mata, katanya: "Nak, kalian harus ubah kesedihan ini menjadi kekuatan, dikala mendekati ajalnya
adik Ji-hoa ada berpesan dua hal dan minta Losin memberitahukan pada kalian."
Bok-tan menyeka air mata, katanya: "Bibi, Suhu ada pesan
apa?" Kereng sikap Thi-hujin, katanya: "Sebelum mangkat gurumu
bilang, dia mengasuh kalian hingga besar dan akhirnya mendirikan Pek hoa-pang, tujuan utama adalah untuk menandingi Hek-lionghwe, kemudian dia mendapat kabar bahwa suamiku sudah
almarhum, sementara Hek-liong-hwe jatuh ke tangan kerajaan,
maka timbul angan2nya untuk menumpas Hek-liong-hwe, tapi
karena ilmu pedang peninggalan Tiong yang Cinjin tersimpan di
Hek-liong-tam, bila berhasil mempelajari ilmu pedang itu pasti
tiada orang yang dapat menandinginya, maka dia berkeputusan
untuk meluruk ke Hek-liong-hwe, lalu kalian dibagi menjadi tiga rombongan untuk memancing perhatian musuh, sementara dia
secara diam2 menyelundup ke Hek-liong tam.
"Kini Hek-liong-hwe sudah lebur, kejadian sudah lalu, tapi karena kehancuran Hek-liong hwe, pihak kerajaan pasti tidak
berpeluk tangan, Pek-hoa-pang merupakan sasaran mereka yang
utama, maka hal pertama yaitu supaya kau secepatnya mengirim
perintah membubarkan Pek-hoa-pang agar anak buah dan anggota
Pek-hoapang tidak menjadi buronan kerajaan."
"Keponakan terima perintah," sahut Bok-tan sambil
sesenggukan. "Hal kedua adalah keinginan gurumu yang belum tercapai,
soalnya Losin adalah anak angkat Lohwecu, adik Ji-hoa adalah
anak kandung tunggal yang harus mewarisi marga Thi, maka
sebelum ajalnyadia mintasupayakau mewarisitradisi keluarganya. .
. . " Mendengar sampai di sini semakin keras tangis Bok-tan, sedih
dan pilu. Berkata Thi-hujin lebih lanjut : "Dikala Pek-hoa-pang memilih Cong-hou-hoat-su-cia tempo hari, adik Ji-hoa sudah ada maksud
menjodohkan kau dengan anak Gi, tatkala mendekati ajalnya dia
usulkan hal ini padaku, peduli anak Gi sudah atau belum
bertunangan, dia minta Losin untuk menjodohkan kau dengan
anak Gi, kelak setelah punya anak, anak kalian harus
menggunakan she Thi, itu berarti kau bukan menantu keluarga
Ling, tapi menantu keluarga Thi, ini soal masa depanmu, walau
adik Ji-hoa memberi kuasa, tapi Losin tetap minta pertimbanganmu sendiri, entah kau terima tidak keputusan ini?"
Bok-tan masih sesenggukan, air mata membasahi selebar
mukanya, serta mendengar Thi-hujin membicarakan soal
perjodohan dan masa depannya, meski sebagai Pangcu, tapi
betapapun dia adalah gadis remaja, maka kepalanya tertunduk
dalam, mukanya yang basah tampak merah seperti buah apel
masak. Walau hati setuju, tapi saking malu, sukar juga dia
bersuara, setelah tergagap2 sekian lamanya, akhirnya dia berkata lirih: "Ini perintah suhu sebelum mangkat, keponakan
menyerahkan keputusan kepada bibi saja." -Sampai akhir katanya suaranya lirih seperti bunyi nyamuk.
Thi-hujin berkata pula dengan tertawa: "Kalau kau sudah setuju, baiklah hal inidiputuskan demikian."-Sudah tentukeputusan inipun sekaligus memantapkan hati Bok-tan, ia menunduk lebih dalam,
mulut mengiakan lirih. "AnakGi,"Thi-hujinberpaling memanggilKun-gi.
"Ada pesan apa ibu?" tanya Kun-gi dengan muka merah seperti kepiting rebus.
"Ibumu sudah bicara dengan Tong-locengcu, Tong-lohujin ada maksud menjodohkan puterinya dengan kau, tempo hari dia
memberi tanda mata Seng-ka-kiam juga kesitulah maksud
tujuannya. Sementara Un-locengcu hanya punya puteri tunggal,
persoalannya malah mendahului daripada yang lain, demi menjaga
keselamatanmu, Nona Un sampai menyamar dan menyelundup ke
Pek-hoa-pang, maka kedua keluarga mohon bantuan Cu-cengcu
sebagai perantara untuk mengajukan perjodohan ini kepada ibu,
setelah ibu berunding dengan para Cengcu, karena Un-locengcu
hanya punya puteri tunggal dia mengusulkan cara yang sama,
supaya putera-puterimu kelak dengan nona Un menggunakan she
Un, sedang puteri Tong locengcu tetap mewarisi marga Ling kita, dengan demikian tiga marga tetap memperoleh keturunan, tiga
isterimu masing2 mempunyai kedudukan yang berbeda pula, maka
soal perjodohan rangkap tiga inipun boleh diputuskan demikian,
lekas kau memberi hormat kepada para mertuamu."
Sudah tentu nona Tong dan nona Un sejak tadi sudah lari
sembunyi ke belakang. Mendengar pesan ibunya, dengan muka
merah terpaksa Kun-gi menghampiri Tong Thian-jong dan
menyembah. Berseri muka Tong Thian-jong. lekas dia bangunkan Kun-gi
serta tertawa, katanya: "Hiansay (menantu baik) lekas berdiri.
Haha, waktu pertama kali Lohu melihatmu lantas teringat kepada
puteriku, taknyanaisteriku lebihdulujugapenujui kau."
Kun-gi berdiri lalu, menyembah pula pada Un It-hong. Cepat Un
It-hong membimbingnya bangun, katanya tertawa: "Hian say tak usah banyak adat," setelah bergelak tertawa ia berkata pula,!
"Menurut Tong-heng kau dipenujui lebih dulu oleh ibu mertua-mu, tapi menantuku ini justeru puteriku sendiri yang naksir, jadilah kita ini mertua kontan."
Maka Yong King-tiong, Bau Jin-cun, Kho Keh-hoa dan lain2


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama memberiselamat kepadaThi-hujin, Tong danUn-cengcu.
Dengan mengelus jenggot Yong King-tiong berkata : "Hari ini kita baru pulang menghancurkan sarang penyamun, serangkaian
perjodohanpun terjadi, sungguh peristiwa yang menggembirakan,
tapi aku berpendapat sesuai tradisi bangsa kita, daripada
perjodohan rangkap tiga akan lebih baik kalau rangkap lima
sekaligus, untuk ini aku memberani-kan diri menjadi perantara,
pertama kutujukan kepada Ling-hujin dan Cu-cengcu, entah kalian suka memberi muka padaku atau tidak?"
Thi-hujin keheranan, katanya : "Rangkap lima bagaimana
maksud Yong-tayhiap?"
Yong King-tiong tergelak2. katanya: "Dua perjodohan yang akan kuusulkan ini dari, keluarga Ban di Ui-san dan keluarga Kho dari Ciok-mui, asal Ling hujin dan Cu-cengcu mengangguk, maka
jadilah aku ini perantara resmi."
Cu Bun-hoa berpaling ke arah Ban Jin cun dan Kho Keh-hoa,
kitanya: "Jadi Yong loko mengajukan lamaran bagi keluarga Ban dan Kho, entah nona keluarga siapa yang dilamar?"
"Keluarga Ban dengan Liong-bin san-ceng terhitung keluarga persilatan turun temurun, pasangan setimpal dan jodoh yang
cocok, Ban-lote sudah cinta sama cinta dengan puterimu, aku ini hanya perantara formil belaka, entah bagaimana pendapat Cu
cengcu?" Cu Bun hoa tertawa lebar, katanya: "Keluarga Ban dari Ui-san secara beruntun menjabat Bu-lim-beng-cu, Yong-tayhiap,
perjodohaninijelas menguntungkanputeriku."
"Jadi Cu-cengcu sudah setuju, haha, " Losiu betu12 jadi Comblang resmi. Nah, Ban-lote, majulah menemui mertuamu."
Ban Jin-cun segera menyembah kepada Cu Bun-hoa. Bahwa
menantunya gagah dari keluarga persilatan kenamaan lagi, sudah
tentu tidak kepalang senang hati Cu Bun-hoa, lekas dia membalas setengah hormat.
Kini Yong King-tiong berpaling, kepada Thi-hujin. katanya: "Kini aku mohon arakperjamuan pula kepadaThi-hujin,"
"Mohon Yong-tayhiap jelaskan," ucap Thi-hujin.
"Berat kata2 Hujin. aku mengajukan lamaran untuk Kho-lote
atas perintah Ji-kohnio Pek-hoa-pang harus dibubarkan, nona
Giok-lan yang dulu menjabat Congkoan adalah gadis yang lemah
lembut, cerdik pandai lagi, dengan Kho-lote merekapun merupakan pasangan yang setimpal, hal ini pernah ku-bicarakan pada
Kho-lote, asalHujinmenerimalamaranini,
makaperjodohaninipunjadilah."
Thi-hujin manggut, katanya: "Jimoay memang berpesan setelah Pek-hoa pang dibubarkan, murid didiknya boleh menempuh cara
hidupnya sesuai keinginan masing2, apalagi kalau sudah punya
jodoh kan lebih baik, kini Yong-tayhiap mengajukan lamaran, tapi Losin perlu tanya dulu pada Giok-lan."
Lalu dengan tertawa dia berpaling kepada Giok-lan, katanya :
"Lamaran yang diajukan Yong-tay-hiap sudah kau dengar sendiri, bagaimana kau menerimanya?"
Merah muka Giok-lan, langsung dia menjatuhkan diri, katanya
dengan menangis: "Kalau Suhu menyerahkan keputusan kepada
bibi, keponakan menurut keputusan bibi saja."
"Anak baik," ucap Thi-hujin sambil menarik tangannya,
"bangunlah, baiklah bibi menerima.."
"Kionghi" (selamat) Kho-lote," seru Yong King-tiong. "Hujin sudah terima lamaranmu, Pek-hoa-pang Thay-pangcu sudah
meninggal, Ling-hujin adalah orang tua mereka, nah, kaupun harus memberi hormat kepada beliau, ya, sekalian kau boleh panggil
Gakbo pada beliau." Bahwa Kho Keh-hoa dapat mempersunting isteri cantik, sudah
tentu senangnya tak terlukiskan, cepat dia maju ke depan dan
berlutut memberi hormat. Kun-gi maju memapahnya bangun.
Thi-hujin tertawa, katanya: "Kho-siangkong sudah memanggil Gakbo padaku, sebetulnya Losin tak berani terima. Tapi begitupun baik, Giok-lan juga amat kusayang, anak Gi putera tunggal, tidak punya saudara, biarlah Giok-lan kupungut jadi puteri angkatku, jadi cocok aku menjadi ibu mertua."
"Sam-moay," kata Bok-tan senang, "lekas beri hormat kepada ibu angkat."
Giok-lan berlutut dan menyembah sembilan kali, katanya: "Bu, terimalah sembah sujud anak-mu ini."
Thi-hujin menariknya bangun serta memeluknya, katanya halus:
"Anakbaik, memangkauanakibuyangbaik."
Maka beramai2 orang banyak bergiliran menyampaikan selamat
kepada Thi-hujin. Tong Bun-khing, Un Hoan-kun, Cu Ya-khim, Bok-tan dan
Giok-lan sudah terangkap jodohnya, semua orang sama riang
gembira, hanya Pui Ji-ping seorang yang piatu, hidup
sebatangkara, tiada ayah, tinggal ibu beranak hidup merana
Ke-luarga Pui bukan keluarga persilatan, ibunya tak pandai main silat, tidak seperti Thay siang dari Pek-hoa pang yang tenar dari berkuasa, sudah tentu orang banyak tidak hiraukan dirinya lagi.
Pamannya Cu Bun hoa sibuk mengurusi puteri sendiri, ibu
angkatnya (Tong hujin) juga sibuk dengan urusan perjodohan
puterinya, Mana peduli akan dirinya" Pikir punya pikir rasa sedih seketika merangsang sanubari Pui Ji ping, tapi sedapat mungkin
dia tahan air mata yang hampir menetes, dengan lesu diam2 dia
ngeluyur keluar, seorang diri dia bersandar di pagar taman
melamun dan mengawasi ikan mas dalam kolam.
Sementara itu dua meja hidangan sudah disiapkan, meja
pertama diperuntukan Yong King-tiong, Ling Kun-gi, Ban Jin cun, Kho Keh-hoa empat orang, meja kedua untuk Tong Bun-khing, Un
Hoan-kun, Bok-tan, Giok-lan dan Pui Ji-ping.
Diam2 Tong Bun khing menyusul keluar dan mendekati Pui Jiping yang sedang melamun, katanya: "Sam-moay, hayo masuk,
makanan sudah siap."
"Tidak, aku tidak lapar," sahut Pui Ji-ping ogah2an.
Tong Bun khing menarik tangannya, katanya lirih, "Adikku yang baik, jangan nanti kesehatan-mu terganggu karena kelaparan, aku tahu perasaanmu, masuklah, jangan sampai orang lain tahu akan
isi hatimu." Merah muka Pui Jiping, omelnya:"Akupunyaisi hatiapa?"
Tong Bun-khing tertawa, katanya: "Ya, tak perlu kukatakan."
-LenganJiping lantasditariknyaterusdiseret masuk.
Sudah tentu makanan yang dihidangkan pantang ikan dan
barang berjiwa, tapi semua orang sudah kelaparan sekian lama,
maka hidangan vegetarian juga dirasakan amat lezat, hanya Pui Ji-pingsajayangtidakdoyan makan.
Dalam pada itu Thi hujin, Tong Thian-jong, Un It-hong dan Cu
Bun-hoa duduk mengelilingi meja bundar tengah berunding soal
pernikahan putera-puteri mereka. Melihat orang banyak sudah
selesai makan Cu Bun-hoa lantas berteriak dengan tertawa: "Yong-tayhiap, harap kemari."
Sambil memegang cangkir teh Yong King-tiong menghampiri ke
Istana Yang Suram 3 Senopati Pamungkas I Karya Arswendo Atmowiloto Pedang Ular Mas 18

Cari Blog Ini