Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri 9

Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 9


memerlukan bantuan Cu-cengcu yang amat berharga dan besar
sekali artinya, untuk itu mohon Cu-cengcu maklum."
Tutur katanya halus, enak didengar, umpama scorang yang
sedang naik pitam juga pasti akan reda amarahnya, apalagi Ling
Kun-gi memang punya maksud tertentu, hakikatnya dia tidak
pernah merasa sakit hati.
Maka dengan mengelus jenggot dia berkata sambil tersenyum:
"Berat ucapan Pangcu, entah persoalan apa" sukalah Pangcu
menjelaskan, Losiu siap mendengarkan."
Sorot matanya tajam menatap wajah orang di balik cadar itu.
Agaknya Pek hoa-pangcu sadar, sorot matanya yang bersinar di
balik cadar lekas melengos, katanya kalem: "Soal ini menyangkut kepentingan Pang kami, bahwa kami telah mengundang Cengcu
kemari dengan susah payah, sukalah Cengcu memberi bantuan
seperlunya." "Kalau soal itu amat penting bagi Pang kalian Losiu pasti akan bekerja sekuat tenaga, silakan Pangcu jelaskan dulu, supaya Losiu dapat menimbangnya."
Senang hati Pek-hoa-pangcu, katanya: "Jadi Cu-cengcu
menerima permohonan kami."
"Pangcu belum menjelaskan persoalan apa sebenarnya."
Giok-lan segera menyela bicara: "Soal ini, Cu cengcu sudah memperoleh sukses yang besar, tentunya tidak akan menjadi
kesulitan lagi." "O, ya," ajar Pek-hoa-pangcu, "bahwa Cu-cengcu sudah menyanggupi. Pang kita pasti akan memberi imbalan besar yang
setimpal." Kun-gi tertawa tawar, katanya: "Tadi Losiu sudah bilang, asal bukan soal yang merugikan orang lain, bukan kejahatan yang
melanggar perikemanusiaan, sekiranya tenaga losiu mengizinkan,
dengan suka hati akan kubantu, soal imbalan tidak pernah
kupikirkan." Tampak wajah Pek-hoa-pangcu yang tersembunyi di balik cadar
mengunjuk rasa melenggong, katanya kagum: "Cu-cengeu berhati bajik, mohon maaf akan kata2ku yang telanjur tadi."
"Pangcu," ujar Giok-lan, "Biarlah hamba yang menjelaskan soal ini kepada Cu-cengcu."
Pek-hoa-pangcu manggut2, "Begitupun baik" katanya.
"Sudah setengah tahun pihak Hek-liong-hwe menculik Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un It-kiau kedalam Coat-sin-san-ceng untuk membuat obat penawar getah beracun itu tanpa berhasil,
tapi Cu-cengcu dalam jangka tiga hari telah berhasil membikin
getah beracunitu menjadiairjernih, entahhal ini betultidak?"
"Ya, kejadian memang demikian," sahut Kun-gi, "Tapi . . . . "
mendadak ia merandek. "Tapi apa?" tanya Pek-hoa-pangcu.
"Sebetulnya Losiu sendiripun tidak habis pikir akan kejadian itu."
"Lho, kenapa demikian?" tanya Giok-lan.
"Bicara terus terang, waktu itu Losiu sebetul-nya tidak punya pegangan apa2, hanya secara sekenanya kupungut obat ini
dicampur dengan obat itu, lalu kucoba atas getah beracun itu,
demikianlah secara beberapa kali kubuat bubuk obat dari berbagai racikan. tak terduga suatu ketika getah beracun yang kental hitam itu berubah jadi air jernih. Hahaha, setelah getah beracun itu
berubah jadi air jernih, Losiu sendiri juga tidak ingat lagi berapa macam obat yang kuaduk sampai menimbulkan hasil yang -positip
itu." "Itu bukan soal sulit," kata Giok-lan, "sedikitnya Cu-cengcu sudah berhasil meski baru langkah permulaan untuk menawarkan
getah beracun itu, selanjutnya pasti tidak akan sulit memperoleh obat tulennya."
"Sulit, sulit," ujar Kun-gi menggeleng2 "Lo-siu sudah bilang, hasil itu hanya secara kebetulan, hakihatnya tidak punya keyakinan sedikitpun."
Giok-lan tersenyum: "Selama tiga hari berada di Coat Sin-sanceng Cu-cengcu telah mengambil berjenis obat racikan, semua
nama obat dan kadar timbangannya sudah dicatat oleh pihak kami, menjadi suatu daftar yang terperinci,jadi obat yang tulen untuk menawarkan getah beracun itu pasti terdapat di antara ke12
macam obat2an itu, asal Cu-cengcu sedikit tekun dan rajin meracik berbagai macamobatitu,taksukar memperolehobattulennya."
Kun-gi sudah tahu tentang pencatatan secara rahasia oleh Giokje di Coat Sin-san-ceng itu, tapi dia pura2 kaget, katanya: "Jadi Pang kalian tahu selama tiga hari itu aku menggunakan bermacam
obat racikan?" "Pek-hoa-pang memang jarang berkecimpung di Kangouw, tapi
tiadasuatuhalatau kejadiandi kolong langitini yangtidakdiketahui oleh Pang kami, barang apapun yang kami inginkan, umpama
suatu benda yang paling rahasia di dunia ini juga bisa kami
usahakan untuk memperolehnya," demikian kata Giok-lan dengan nada bangga.
Kun-gi pandang kedua orang dengan heran, tanyanya ragu2:
"Lalu apa kehendak kalian atas diriku?"
"Cu-cengcu luas pengalaman dan cerdik pandai, kenapa tidak menebaknya saja?" kata Giok-lan main teka-teki.
Kun-gi sengaja menggeleng sambil garuk2 kepala, tanyanya:
"Memangnya Pang kalian juga ingin aku menyelidiki obat penawar getah beracun itu?"
Pek-hoa-pangcu terkikik riang, katanya: "Pandangan Cu-cengcu memang tajam dan tepat tebakannya."
Tergerak hati Kun-gi, tanyanya: "Pang kalian dan pihak
Coat-siusau-ceng sama2 ingin mencari obat penawar getah
beracun itu, memangnya apa tujuanmya?"
"Soal ini terpaksa harus kita rahasiakan untuk sementara, tapi atas nama Pang dan seluruh jiwa anggota kami, aku berjanji
bahwa usaha kita ini hanyalah demi mencari obat penawar getah
beracun itu,jadi tidak untuk melakukan kejahatan mencelakai
orang lain, kalaujanji kami inidilanggar,
Pek-hoa-pangakantersapubersihdari permukaan bumi, seluruh
anggota kami mati tanpa liang kubur. Tentunya Cu-cengcu dapat
menerima sumpah kami dan mau percaya bukan?"
"Terlalu berat ucapan nona, baiklah kupercaya saja," ujar Kun-gi.
Giok-lan tertawa: "Jadi Cu-cengcu sudah menerima tawaran
kami?" Tujuan Kun-gi membiarkan dirinya diselundupkan keluar dari
Coat-siu-sau-ceng dan dibawa ke Pek-hoa-pang ini adalah mencari jejak ibunya. Tapi persoalan yang dihadapinya ini kembali menarik perhatiannya.
Coat Sin-san-ceng, alias Hek-liong-hwe demi memperoleh obat
penawar getah beracun telah menggunakan muslihat dengan
menculik Tong Thian"jong, Un It-kiau dan Lok-san Taysu, serta
Ciam"liong Cu Bun-hoa. Kini muncul lagi Pek-hoa-pang yang
menggunakan akal muslihat menyelundupkan dirinya ke tempat ini, tujuannya ternyata juga mencari obat penawar getah beracun itu, Kenapa mereka sama2 berusaha mencari penawar getah beracun
itu" Apakah sebetulnya getah beracun itu" Bukan mustahil dalam
peristiwa ini ada latar belakang yang teramat besar artinya"
Sehingga timbul perebutan dan saling gontok kedua perkumpulan
rahasia ini" Otak Kun-gi yang cerdik sudah bekerja keras, tapi tak berhasil memperoleh jawaban yang memuaskan.
Melihat orang menepekur sekian lamanya, akhirnya Pek-hoapangcu bertanya: "Kenapa Cu-cengcu diam saja". Berubah pikiran kiranya?"
Kun-gi menduga bahwa ibunya mungkin diculik orang2 Pek-hoapang, maka disamping mengulur waktu mencari kesempatan, dia
pura2 bimbang, akhirnya dia angkat kepala dan berkata: "Baik-lah, aku menerimanya."
Cemerlang sinar mata Pek-hoa-pangcu dari balik cadar, katanya
tertawa senang: "Apa betul?"
"Losiu sudah terima dan berjanji, sudah tentu akan kutepati"
ujar Kun-gi. "Baiklah," kata Giok-lan.
"Pangcu masih ada pesan apa?"
"Cu-cengcu sudah setuju, urusan selanjutnya boleh kau saja yang mengaturnya,"demikian pesan Pek-hoa-pangcu.
Giok-lan menyiakan. Pembicaraan sudah diakhiri sampai di sini, pelan2 Kun-gi lantas berdiri, katanya sambil menjura: "Pangcu tiada urusan lain, baiklah kuminta diri saja."
Tadi Giok-lan yang membawa Kun-gi kemari, maka iapun ikut
berdiri, tapi secara diam2 dia memberi lirikan mata kearah
Pek-hoapangcu. Mendadak Pek-hoa pangcu mengawasi Kun-gi, katanya: "Silakan Cengcu duduk lagi sebentar."
Terpaksa Kun-gi duduk kembali, tanyanya, "Pangcu masih ada pesan apa?"
"Kaupun harus duduk," kata Pek-hoa-pangcu kepada Giok-lan.
Giok-lantersenyum, iapundudukpuladitempatnya..
Menatap muka Ling Kun-gi, berkata Pek-hoa -pangcu: "Masih
ada satu hal ingin kami mohon petunjuk Cengcu, entah bagaimana
aku harus mulaibicara?"
"Pangcuhendaktanyasoalapa?" tanyaKun-gi.
Dengan ragu2 berkatalah Pek-hoa-pangcu: "Kalau kukatakan
harap Cengcu tidakberkecilhati."
"Kalau Pangcu anggap perlu dibicarakan, silakan katakan saja"
"Kami berpendapat bahwa Cu-cengcu sudah setuju bekerja
sama dengan setulus hati dan sejujurnya, maka kiranya perlu kami berterus terang, bila Cu-cengcu sendiri juga punya kesulitan,
kamipun tidak akan memaksa."
Kun-gi tertawa lebar, katanya lantang: "Seorang laki2 sejati menghadapi persoalan tidak boleh ragu2, bila urusan memang bisa kubicarakan, tentu takkan kusembunyikan."
"Syukurlah kalau begitu," kata Pek-hoa-pangcu, sorot matanya yang bening bersinar menatap wajah Kun-gi lekat2, katanya
kemudian: "Kami dengar bahwa Hian-ih-lo-sat telah membekuk seorang tua di Liong-bun-oh, setelah mukanya dicuci dengan arak obat, ternyata dia adalah Cu-cengcu dari Liong"bin-san ceng yang tulen, Hian-ih-lo-sat juga sudah mempertemukan kedua Cu-cengcu
tulen dan palsu itu, tentunya hal ini benar2 terjadi?"
Giok-je adalah anak buah Pek-hoa-pang, bukan mustahil kalau
hal inipun sudah diketahui oleh Pek-hoa-pangcu. Maka Kun-gi
mengangguk, katanya:"Memang betulada kejadianbegitu."
"Jika demikian, disinilah letak persoalan yang ingin kami
ketahui, entah mana di antara kedua Cengcu yang tulen dan
palsu?" sampai disini mendadak dia menambahkan: "Tadi kami sudah bilang, kalau Cu cengeu tak mau menjawab, kami tidak akan memaksa."
Kun-gi menghela napas katanya tertawa: "Pangcu memang
cerdik, sebagai pimpinan sekian banyak orang pintar, tentunya bisa menebaknya?"
Pek-hoa-pangcu menggigit bibir, katanya sambil tertawa lirih:
"Kalau Cu-cengcu sendiri tidak mau menerangkan, terus terang kamitidakdapat menebaknya."
"Ah, kenapa sungkan, kenapa tidak katakan saja bahwa Pangcu curiga bahwa diriku bukan Cu Bun-hoa?"
"Jadikau iniCu Bun-hoa?"desak Pek-hoapangcu.
"Aku memang bukan CuBun-hoa,"sahutKun-gi tegas.
Pek, hoa-pangcu melengak, sorot matanya menjadi terang,
tanyanya: "Kau bukan Cu Bun-hoa, lalu kau ini.... "
"Cayhe Ling Kun-gi"
"O,jadi engkau Ling-lotiang, engkau merias wajahmu, betul
tidak?" "Betul, Cayhe menyaru sebagai Cu-cengcu, tujuanku
menyelundup ke Coat Sin-san-ceng untuk, mencari jejak
seseorang" Agaknya Pek-hoa-pangcu tidak memperhatikan beberapa patah
katanya ini, sekian saat dia awasi Ling Kun-gi, katanya:
"Ling-lotiang sudah mau terus terang, setelah berada di dalam Pang kita, ku-kira tidak perlu menyamar lagi, entah sudikah engkau memperlihatkan wajah aslinya kepada kami?"
"Boleh saja" ucap Kun-gi tertawa, "tapi setelah aku mencuci muka, apakah Pangcu sendiri juga sudi memperlihatkan wajah
aslimu?" "Maksud Ling-lotiang minta kami menanggalkan cadar ini?"
"Untuk kerja sama dengan sejujurnya, adalah jamak kalau kita berlaku adil"
"Baiklah," ujar Pek-hoa-pangcu tertawa sambil membuka cadar yang menutupi mukanya.
Seketika pandangan Ling Kun-gi terbeliak, itulah seraut wajah
nan lembut, ayu rupawan, asri dan anggun, usianya sekitar 24
tahun. Bahwa Pek hoa-pangcu masih sedemikian muda, malah
cantik jelita bak sekuntum bunga mawar mekar, sesaat lamanya
ling Kun-gi sampai menjublek, akhirnya dia tergelak2 katanya:
"Dengan menyamar Cu-cengcu, Cayhe telah mengelabui Cek
Seng-jiang dan Hian-ih-lo-sat, entah di mana Pangcu dan
Cong-koan berdua dapat melihat titik kelemahan samaranku ini."
Pek hoa-pangcu mengawasinya dengan seksama sekian
lamanya, akhirnya sama2 tertawa malu, katanya: "Ilmu tata rias Ling-lotiang memang luar biasa, sedikitpun kami tidak melihat
sesuatu yang kurang beres."
Kun-gi tertawa tawar, katanya: "Kalau Pangcu sudah tahu
Cayhe ahli dalam ilmu tata rias ini, maka betapapun bagus buatan kedok muka yang kalian pakai tetap takkan dapat mengelabui
pandanganku." Pek-hoa-pangcu melenggong, katanya: "Pandangan Ling-lotiang memang tajam luar biasa, kami memang mengenakan kedok
muka, tapi karena adanya larangan dalam Pang kami, terpaksa
kami tidak bisa berhadapan dengan siapapun dengan wajah asli."
"Lalu nona Giok-je dan lain2 yang menyelundup ke
Coat-siu-sauceng juga memakai kedok muka?"
"Itu dalam keadaan istimewa, sudah tentu mereka terpaksa
harus memperlihatkan wajah asli."
"Tadi Pangcu sendiri sudah bilang minta Cay-he memperlihatkan wajah asli, maka Pangcu seharusnya juga menanggalkan kedok
mukamu." Pek hoa pangcu ragu2, dia berpikir sebentar, katanya kemudian:
"Ling-lotiang berkukuh pendapat, terpaksa kami memperlihatkan wajah jelek kami."
Habis berkata dengan hati2 dia mengelotok selapis kedok muka
yang tipis, begitu tipisnya menyerupai selaput buah salak, Seketika pandangan Ling Kun-gi menjadi terang pesona,jantungnya
berdebar. Sekian banyak nona yang pernah dikenalnya, seperti Un Hoan-kun, Pui Ji-ping, Tong Bun"khing bertiga adalah gadis yang ayu jelita, tapi Pek-hoa-pangcu yang ada dihadapannya ini
mempunyai daya pikat yang luar biasa, sikapnya agung dan
suci,jelita bak bunga mekar, kecantikannya tak kalah daripada
permaisuri raja. Setelah menanggalkan kedok mukanya, wajah Pek-hoa-pangcu
tampak merah jengah. Katanya malu2: "Semoga engkau tidak mentertawakan, padahal anggota Pang kita sendiri hanya beberapa orang saja yang pernah melihat wajah asliku....." bola matanya nan bening melirik Giok-lan, katanya: "Untuk memperlihatkan ketulusan hati kita aku sudah melanggar kebiasaan, maka hendaknya kaupun mencopot
kedokmu biar diperiksa oleh Ling-lotiang."
Giok-lan mengiakan. Pelan2 iapun menanggalkan kedoknya. Jika
Pek hoa-pangcu diibaratkan sekuntum bunga botan yang agung,
maka Congkoan yang satu ini memang sesuai betul dengan
namanya bak sekuntum bunga giok-lan (cempaka) yang harum
semerbak. Kembali Kun-gi terpesona, sikap Giok-lan jauh lebih wajar, tapi dihadapan orang luar betapapun dia juga malu, sekilas dia melirik kepada Ling Kun"gi, lalu berkata:
"Sekarang Ling-lotiang sudah puas" Dan kini giliranmu, cara bagaimanauntuk mencuciobatriasdi mukamu?"
Kun-gi tersenyum, katanya: "Cayhe membawa obat pencuci"
Sembari bicara iapun melepaskan jenggot palsu lalu merogoh
kantong mengeluarkan sebuah kotak kecil dan mengambil sebutir
obat sebesar kelereng lalu diremas dan digosok2 di telapak tangan, lalu ia mengusap muka sendiri, sekian saat kemudian dikeluarkan pula sapu tangan untuk membersihkan muka. Hanya dalam
sekejap wajahnya yang kelihatan tua setengah baya berjenggot
dan agak keriputan mendadak berubah jadi wajah yang cakap
ganteng, beralis tegak seperti pedang, bibir merah, gigi putih, sungguh pemuda yang bagus laksana Arjuna..
Sejak tadi Pek,hoa-pangcu selalu memanggilnya "Ling-lotiang", keruan sekarang ia terbelalak lebar, wajahnya merah seperti
kepiting direbus, mulutpun melongo bersuara kaget dan Giok-lan
sendiripun amat heran, tatapannya lekat penuh kasih mesra,
katanya sesaat kemudian: "Ling kongcu ternyata masih begini muda, sungguh di luar dugaan."
Kun gi tertawa, katanya: "Bukankah nona berdua lebih muda
dari padaku" Sebagai Pangcu dan Congkoan dari suatu
perserikatan, kalian malang melintang di dunia persilatan,
bukankah ini jauh di luar dugaan pula?"
Lambat laun baru tenteram gejolak hati Pek-hoa pangcu, kedok
muka yang dipegangnya tadi segera dikenakan lagi, matanya
menatap tajam, bibirnya bergerak, katanya: "Ling-kongcu muda dan gagah perkasa, tentunya juga cerdik pandai, entah siapakah
gurumu yang mulia?" "Maaf kalau Cayhe tidak dapat menerangkan pertanyaan
Pangcu, soalnya guruku sudah lama mengasingkan diri dari
keramaian dunia, jejaknya selama hidup tidak ingin diketahui orang lain, untuk ini Cayheamatmenyesaltak bisa memberi keterangan."
Pek-hoa-pangcu berseri tawa, katanya: "Gurumu pasti seorang tokoh kosen yang luar biasa, kalau memang ada kesulitan, boleh
Kongcu tak usah menjelaskan", lalu ia berpaling kepada Giok-lan dan berpesan: "Ling-kongcu baru datang sebagai tamu agung, apakah kau sudah siapkan perjamuan untuk menyambutnya?"
Giok-lan membungkuk, sahutnya: "Hamba mohon petunjuk
Pangcu, perjamuan hendak diadakan tengah hari atau nanti
malam?" Lekas Kun-gi goyang tangan, katanya: "Pang-cu tidak usah
sungkan, mana Cayhe berani bikin repot."
"Kau sudah ada di tempat kami, sebagai tuan rumah selayaknya kami meladani ala kadarnya, apalagi tenagamu amat kami
perlukan," lalu Pek"hoa-pangcu berpaling:
"diadakantengah harinantisaja."
Giok-lan mengiakan, segera dia pakai lagi kedok mukanya,
berdiri terus beranjak keluar. Dalam ruang tamu kini tinggal
mereka berdua saja, setelah keduanya sama2 memperlihatkan
wajah asli, yang laki2 cakap, yang perempuan cantik,jantung
mereka sama berdebar2, suasana sedikit kikuk dan risi, akhirnya Pek-hoa-pangcu memecah kesunyian, katanya: "Tadi Ling kongcu bilang tujuan samaranmu untuk mencariorang, entahsiapakah dia?"
"Beliau adalah ibundaku."
"O, kau mencari ibumu?"
Berkerut alis Kun-gi, katanya; "Ibu sudah hilang beberapa bulan lamanya, sampaisekarang belumdiketahuiarahparannya."
"Kulihat Ling-kongcu gagah bersemangat, sinar matamupun
terang bercahaya,jelas membekal kepandaian silat dan Lwekang
yang tinggi, tidak mirip orang yang terkena racun penawar
Lwekang dari Coat Sin-san-ceng, bahwa Kongcu membiarkan
dirimu dibawa kemari oleh Giok-je, tentu kau curiga bahwa
ibundamu berada di sini bukan?" Kun-gi cukup cerdik, tapi juga tabah, katanya: "Jadi Pangcu curiga bahwa kedatanganku
membawa maksud tujuan yang tidak baik?"
"Tidak," sahut Pek,hoa-pangcu menggeleng, "sedikitpun aku tidak curiga." Lalu dengan nada serius dia menambahkan: "Aku dapat merasakan,.Ling-kongcu pasti seorang Kuncu."
"Ah, Pangcu terlalu memuji."
Berkedip dan bertanya Pek-hoa-pangcu: "Ling-kongcu mau
mencari ibu dan sudi tinggal di tempat kami, mungkinkah dapat
membantu kesulitankamipula?"
Kun-gi tertawa, katanya: "Cayhe sudah telanjur janji, tentu akan kutepati."
"Terima kasih. Pang kami juga akan membantu sekuat tenaga
untuk mencari jejak ibumu yang hilang, paling lama tujuh hari pasti kami dapat memperoleh kabar ...." sedikit merandek, dia bertanya lebih lanjut: "Cuma siapa she dan nama ibumu."
"Ibuku she Thi, tentang nama beliau Cayhe sendiri juga tidak tahu."


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kami jarang berkelana di Kangouw, tapi setiap orang yang
punya nama beken sedikit banyak tentu pernah kami dangar, tapi
tokoh perempuan she Thi yang kenamaan belum pernah kami
dengar?" "Ibuku tidak pandai ilmu silat, selamanya tidak pernah keluar rumah, sudahtentuPangcutidakpernah mendengarnamabeliau?"
Heran Pek-hoa-pangcu, katanya: "Ibumu bukan kaum
persilatan, bagaimana bisa lenyap" Mungkin dia punya musuh?"
"Watak ibuku welas-asih, bijaksana dan bajik, kecuali mengurus pekerjaan rumah, belum pernah ribut dan bertengkar dengan
orang, mana mungkin punya musuh?"
"Aneh kalau begitu. Em, berapa usia ibumu" Bagaimana raut
wajahnya, bolehkah Kongcu memberi gambaran secara terperinci,
supayakuperintahkananak-buahku untuk ikut mencari jejakbeliau"
Melihat sikap orang yang prihatin dan sungguh2, Kun-gi lantas
berkata: "Ibuku berusia, badannya lemah dan sering sakit2an, maka kelihatannya sudah tua seperti berusia lima-puluhan,
mukanya lonjong agak kurus, rambut di atas pelipis sudah
beruban." "Ling-kongcu tak usah kuatir, akan kukerahkan seluruh
kekuatan Pang kita bantu mencari jejaknya," lalu sambil mengerut alis dia menambahkan: "Cuma ibumu bukan kaum persilatan,
untuk mencarinya tentu agak sukar, tapi kami percaya dengan
kekuatan Pang kita yang tersebar luas di seluruh Kangouw, cepat atau lambat pastibisa memperolehberita."
"Budi kebaikan Pangcu membuat Cayhe amat berterima kasih."
Mendadak merah wajah Pek-hoa-pangcu, katanya sambil
menatap Kun-gi: "Kalau Ling-kongcu sudi, bagaimana kiranya kalau anggap diriku sebagai kawan?" Agaknya dia menggunakan seluruh keberaniannya untuk mengucapkan kata2nya ini, setelah
mengutarakan isi hatinya, dengan malu dia menunduk kepala.
Berdetak jantung Kun gi, mukanya merah, katanya dengan
tertawa: "Berat kata2 Pangcu, bahwa cayhe bisa berkenalan
dengan Pangcu sudah beruntung besar, bukankah sekarang kita
sudah berkawan?" Sorot mata Pek-hoa pangcu tertuju ke lantai, jari2 tangannya
mengusap kedok mukanya yang tipis, katanya lirih: "Maksudku . . "
Belum habis dia bicara tampak: Giok-lan melangkah masuk,
lekas Pek-hoa-pangcu putuskan pembicaraan.
Di ambang pintu Giok-lan menekuk lutut memberi hormat,
katanya: "Pangcu, Ling-kongcu, meja perjamuan sudah disiapkan, silakan makan dulu."
Pek-hoa-pangcu tidak pakai lagi kedok mukanya, dia hanya
menutup dengan cadar, pelan2 ia berbangkit, katanya:."Mari, silakan Ling-kongcu."
Dibawah iringanPek-hoa-pangcu mereka meninggalkan, Ing junkoan, melalui serambi terus menuju ke kamar bunga di seberang
sana. Di dalam meja perjamuan memang sudah siap. empat gadis
berdiri di empat sudut siap melayani, melihat sang Pangcu
mengiringi seorang pemuda berwajah tampan, sekilas mereka
unjuk rasa kaget dan kagum, tersipu2 mereka maju menyambut.
Pek-hoa-pangcuangkattangan: "Silakan Kong-cu dudukdiatas."
Kun-gi duduk di kursi tamu, Pek-hoa-pangcu duduk di tempat
tuan rumahnya. Malah duduk di sebelah bawahnya. Dua pelayan
segera mengisi cangkir yang sudah tersedia.
Hidangan yang disuguhkan memang luar biasa dan banyak
ragamnya, keempat pelayar ganti-berganti menyuguhkan
bermacam2 masakan, sementara mereka makan minum sambil
mengobrol, banyakjugasoal yang merekabicarakan.
Mendadak di luar sana terdengar suara ribut2 beberapa orang,
Pek-hoa-pangcu bersungut, katanya dongkol: "Ada kejadian apa di luar itu?"
Lekas Giok-lan berdiri, katanya: "Biar hamba keluar melihatnya .
. .. " belum habis dia bicara, dari luar sudah berlari masuk seorang pelayan dengan ter-gopoh2. .
Giok-lan lantas tanya: "Kau ter-buru2, ada kejadian apa di luar?"
"Lapor congkoan, barusan ditemukan jejak musuh di taman
depan. . . ." Giok-lan melengak. tanyanya: "Ada kejadian begitu" Siapa yang berani menyelundup ke taman?"
"Pendatang berkepandaian tinggi, agaknya tidak mengusik
bagian luar, tahu2 mereka sudah ada didalam lewat jalan air"
seorang gadis terdengar membentak. lebih dekat di luar taman
sana: "Pendatang dari mana" hayo berhenti"
Tiba2 terdengar suara serak tua berkata dingin, "Kami bertiga kebetulan lewat dari danau, kulihat di sini ada sebuah taman yang luas, sengaja kami tamasya ke Sini, kalian budak2 ini berani main gila terhadap Lohu?"
Waktu itu tengah hari, tapi ada orang berani terobosan di
markas besar Pek-hoa-pang, sungguh besar nyali mereka. Giok-lan tidak banyakbicaralagi, cepatdia lari keluar.
Wajah Pek-hoa-pangcu yang jelita kelihatan berubah, cepat ia
mengenakan kedoktipisdimukanya.
Kun-gi tidak tahu siapa yang datang" Tapi dia menduga pihak
Pek-hoa-pang telah kedatangan musuh tangguh, lekas dia berdiri
dan berkata. "Pangcu ada urusan, boleh silakan-"
Tajam tatapan mata Pek-hoa-pangcu, katanya., "Apakah yang
datang temanmu?" Kun-gi menggeleng kepala, katanya: "Bukan temanku."
"Syukurlah kalau bukan temanmu. Apakah Ling-kongcu ingin
keluar melihatnya?" "Kalau tiada alangan boleh saja."
Pek-hoa-pangcu tertawa manis, katanya: "Mari silakan-" Lalu dia berpesan kepada pelayannya: "Lekas keluarkan perintah, sebelum diketahui asal-usul pendatang, suruh orang di depan tidak usah
masuk kemari"- Seorangpelayan mengiakan laluburu2 larikeluar.
Seperti tidak terjadi apa2, bersama Ling Kun-gi, Pek-hoa-pangcu berhenti di ambang pintu. Melalui jendela Kun-gi melongok keluar, tampak pakaian putih Giok-lan melambai2 berdiri di undak2an, di depannya adalah sebuah lapangan berumput, di sana berdiri
berjajar tiga orang menghadap ke arah kamar sini.
Orang yang berdiri di tengah berjubah hitam, mukanya merah
beralis ketal, jenggot jarang2 menghias dagunya, pedang panjang terpanggul dipundaknya, kedua biji matanya mencorong buas,
usianya antara setengah abad.
Di sebelah kirinya berdiri laki2 bermuka jelek berpakaian kain
belacu seperti orang berkabung, anehnya pakaian belacu yang
dipakainya hanya separo, sorot matanya memancarkan cahaya
biru, sekilas pandang perawakannya kelihatan rada aneh dan lucu.
Yang berdiri di sebelah kanan adalah laki2 setengah baya,
menyandang pedang dipunggungnya, mukanya pucat seperti tidak
berdarah. Sikap mereka garang dan kasar, jelas kedatangan
mereka bermaksud tidak baik.
Tidak jauh di sekeliling ketiga orang ini berpencar lima gadis
baju hijau yang menenteng pedang, terang mereka adalah anak
buah Pek-hoa-pang. Sikap Giok-lan tenang2 saja, dengan kalem dia pandang ketiga
orang, lalu menatap laki2 muka merah di tengah itu, tanyanya
dengan nada kurang senang: "Siang hari belong, tanpa sengaja kalian main terjang masuk ke rumah orang, memangnya ada
keperluan apa?" Memang tidak memalukan Giok-lan diangkat sebagai congkoan
Pek-hoa-pang, tindakannya tegas, tutur katanyapun tandas, orang akan merasa bahwa dia seorang gadis bangsawan dari suatu
keluarga besar. Laki2 muka merah menyeringai, katanya: "Jadi nona pemilik
taman ini?" "Taman ini dalam lingkungan keluargaku, sudah tentu aku
adalah pemiliknya," ujar Giok-lan dongkol.
"Siapakah she nona?" tanya laki2 muka merah.
"Kita belum saling kenal, tak perlu tanya nama segala, kalian menyelundup ke rumah ku, ada keperluan apa?"
"Tadi sudah kujelaskan, kami hanya ingin bertamasya saja."
"Pintu taman kami tidak terbuka, memangnya dari mana kalian masuk-?"
"Terdorong oleh keinginan hati, kalau hanya pagar tembok
setinggi itu tidak menjadi alangan bagi kami bertiga."
"Kami adalah rakyat jelata yang bersahaja, apa tujuan kalian kemari?".
"Nona jangan menyindir, memangnya kau kira kami bukan
rakyat baik2?" "Siang hari belong, kalian melompati tembek dan masuk ke
rumah orang, tentunya punya maksud tujuan tertentu."
Si muka merah terkekeh2, katanya: "Nona2 anak buahmu ini
kiranyaberkepandaiantidakrendah juga."
"jugakalian memangsengajakemariuntukcariperkara?"
Bersinar mata si muka merah, katanya sinis: "Hampir mengena sasaran kata2 nona, kudengar di Phoa-yang-ouw ini akhir2 ini ada gerombolan nona2 cantik yang banyak menimbulkan gelombang di
Kangouw, maka Lohu bertiga ingin memeriksa kemari apa betul
kabar yang tersiar itu?"
Diam2 Kun-gi membatin: "Kiranya tempat ini di tengah2 Phoayang-ouw?"
Terdengar Giok-lan tertawa dingin, katanya: "Betapa luas dan besar Phoa-yang-ouw ini, apakah kalian tidak kesasar?"
"Semula Lohu memang kira taman seluas ini adalah milik
bangsawan yang telah pensiun dan mengasingkan diri disini, maka ingin menengoknyakemari,kinipandanganLohujadiberubah."
"Berubah bagaimana?"
"Sudah puluhan tahun Lohu berkecimpung du Kangouw,
memangnya pandanganku bisa meleset?"
"Jadi menurut pandanganmu tempat apakah taman kami ini?"
"Justeru Lohu ingin keterangan dari nona?"
Sampai di sini Pek-hoa-pangcu tidak sabar lagi, katanya lirih:
"Ling-Kong cu, mari kita keluar. "
Lalu dia singkap kerai melangkah keluar, suaranya kumandang
merdu: "Sam-moay, kedatangan mereka terang ada maksud
tertentu, coba kau tanya mereka dari kalangan mana?"
Kun-gi ikut melangkah keluar, dalam hati dia membatin: "Dia panggil Giok-lan sebagai Sam-moay, jadi masih ada Ji-moay, lantas siapa dia?"
Mendengar suara merdu Pek-hoa-pangcu, si muka merah
bertiga memandang ke sini, tampak muncul sepasang muda-mudi,
yang laki2 tampan dan yang perempuan ayu jelita. Dari langkah
mereka dapat diketahui bahwa kedua muda-mudi ini bukan
sembarang orang. Sekilas melengak si muka merah, lalu tertawa, katanya sambil
menjura: "Nona danKongcu ini tentunyama Jikan disini?"
Karena orang bicara sambil menatap dirinya, maka Kun-gi
tertawa tawar, katanya, "Tuan salah, cayhe hanya bertamu disini, bukan pemilik tempat ini?"
Si muka merah lalu mengamati Pek-hoa-pang-cu, katanya
kemudian: "Lalu nona inikah ma Jikan tempat ini."
"Kalian harus jelaskan dulu asal-usul sendiri baru nanti tanya siapa diriku."
Si muka merah terkekeh2, katanya: "Betul, biarlah kita bicara blak2an, Lohu Jik Hwi-bing, pejabat Ui-liong-tongcu dari Hek-lionghwe."
Pek-hoa-pangcu tidak kaget juga tidak heran, sikapnya tenang2,
katanya: "o, kiranya seorang Tongcu malah, jadi kami yang berlaku kurang hormat, lalu siapa kedua orang ini?"
"Mereka adalah dua saudara angkat Lohu." ujar Jik Hwi-bing.
Sejak tadi kedua orang di kiri kanannya berdiam diri, mukanya
beringas dan kaku, kini laki2 muka jelek berpakaian biru itu
bersuara: "cayhe Lan Hou"
Laki2 muka pucat di sebelah kanan juga memperkenalkan diri,
"cayhe PekKi-ham."
"Kami bertiga sudah perkenalkan diri, giliran nona menyebut namamu?"ujarJik Hwi-bang.
"Aku she Hoa," kata Pek-hoa-pangcu.
"Lohu ingin tahu, gerombolan nona yang sudah sering
berkecimpung di Kangouw secara diam2 tentu punya nama
bukan?" Pek-hoa-pangcu tertawa, katanya. "Terlalu tinggi penilaian Ui-tongcu terhadap kami, yang sering menimbulkan gelombang
ombak di kalangan Kangouw hanya beberapa saudara kami saja,
hasil yang dicapaijugatidakberarti,
memangnyakamipunyanamaapa."
Jik Hwi-bing menarik muka, katanya mengejek: "Jadi nona
tidak mau berterus terang."
"Apa yang kukatakan adalah kenyataan, kalau Jik-tongcu tidak percaya terserah"
Tajam sorot mata Jik Hwi-bing, katanya:
"Baiklah, Lohu anggap apa yang nona katakan memang benar,
kedatangan kami memang ada maksud untuk merundingkan
sesuatu hal dengan nona."
"Entah soal apa sampai Jik-tongcu memerlukan kemari dari
tempat jauh" jengek Pek-hoa-pangcu.
"Asas berdirinya Hek-liong-hwe bertujuan hidup berdampingan secara damai dengan sesama golongan Kangouw, tidak ingin
menimbulkan bentrokan dengan aliran manapun, umpama air
sungai tidak menyalahi air sumur, syukurlah kalau bisa sailing
mengalah dan mengikat hubungan secara terbuka, kalau tidak juga jangan sampai ribut, entah bagaimana pendapat nona tentang
perkataanku ini?" "Apa yang kau katakan memang masuk akal, cuma dengan cara
kasar kalian terobesan di taman kami apakah ini bukan air sungai menyerang air sumur" Beginikah asas Hek-liong-hwe yang tidak
suka bentrok dengan sesama golongan Kangouw"
Lekas Jik Hwi-bing menjura, katanya, "Kalau Lohu mohon
bertemu dengan cara Kangouw, terang nona tidak sudi menemui
kami, untuk ini sebagai Tongcu dari Hek-liong-hwe, kami mohon
maaf kepada nona." "Soal ini tidak perlu dibicarakan lagi, katakan saja, apa maksud kedatangan Jik-tongcu?"
"Nona memang suka berterus terang, baiklah lohu blak2an saja, kami mencariseseorang."
"Siapa yang kalian cari?"
"cam-liong Cu Bun-hoa, cengcu dari Liong-bin-san-ceng."
Tergerak hati Ling Kun-gi, pikirnya: "cepat benar kabar berita mereka."
Pek-hoa-pangcu tertawa tawar, katanya: "Aneh, kalian mencari Cu-cengcu pemilik liong-bin-san-ceng, kenapa tidak ke sana tapi malah meluruk ke-mari?"
Jik Hwi-bing terkekeh dingin, katanya: "Lohu sudah mencari tahu dengan jelas, buat apa nona mungkir?"
"Apa2an ucapanmu ini" Setiap insan keluarga Hoa kami selalu bicara dengan blak2an, kenapa harus mungkir segala?"
"Baik, biarlah Lohu tanya, semalam ada sebuah perahu dari Ankhing, siapa saja orang yang berada di perahu itu?"
"Itulah adikku nomor 13 bersama kedua pelayannya."
"Siapa nama adikmu itu?"
"Dia bernama Giok-je,"
"Agaknya dia kurang pengalaman," demikian batin Kun-gi:
"Pihak Hek-liong-hwe sudah meluruk kemari, kenapa dia masih terang2an menyebut nama Giok-je,"
Betul juga Jik Hwi-bing lantas tergelak2, matanya bercahaya,
serunya: "Betul dia adanya"
"Memangnya adikku itu berbuat salah apa terhadap kalian?"
"Apa yang dibawa pulang oleh nona Giok-je?" jengek Jik Hwibing.
"Kusuruh dia membeli obat2an di An-khing, sudah tentu
membawa pulang bahan obat." sampai di sini dia lantas balas bertanya: "Jik-tongcu bilang hendak cari cu-cengeu dari Liong -binsan-ceng, memangnya kenapa kau tanya urusan kami?"
"Dia memang tidak punya pengalaman Kangouw, maka
kata2nya terlalu puntul, tapi hal ini justeru memperlihatkan bahwa dia seakan2 memangtidaktahuapa2."
Jik Hwi-bing luas pengalaman, mendengar jawaban ini timbul
juga rasa sangsinya, katanya: "Bukankah adikmu Giok-je yang menculikciam-liong CuBun-hoakemari."
"Apa benar" Ah, aku tidak percaya." lalu menoleh berpesan pada seorang pelayan: "Lekas panggil cap-sha-moay (adik ke-13) kemari, katakan aku ingin tanya dia."-Pelayan itu mengiakan terus mengundurkan diri.
Diam2 Kun-gi merasa geli, pikirnya: "Agaknya dia sengaja
hendak mempermainkan mereka."
Didengarnya Pek-hoa pangcu berdehem sekali, lalu menoleh
kearah Kun-gi, katanya tertawa: "Ling-kongcu, apa kau tidak lelah berdiri" Bok-hi, ambilkan dua kursi kemari."
Seorang pelayan dibelakangnya mengiakan terus lari ke kamar
mengambil dua kursi dandi-jajarkandiserambi.
Gerak-gerik Pek-hoa-pangcu lemah lembut seperti tidak
bertenaga, dia duduk dikursi sebelah kanan, lalu menoleh berkata dengan nada mesra: "Ling-kongcu silakan duduk."-Dia sengaja bersikap kalem seakan2 tidak pandang sebelah mata pada ketiga
orang Hek liong-hwe itu. Kun-gi tidak bersuara, dengan tersenyum dia duduk di kursi
sebelah kiri, didengarnya Pek-hoa-pangcu seperti berbisik dipinggir telinganya: "Sebentar kau akan menyaksikan tontonan yang
mengasyikkan." Dari serambi luar tampak mendatang tiga gadis dengan langkah
gopoh, yang di tengah mengenakan baju warna coklat muda
diiringi dua pelayan. Sekali pandang Kun-gi lantas tahu bahwa ketiga orang ini
adalah Giok-je, Ping-hoa dan Liau-hoa, cuma sekarang mereka
sudah pakai kedok muka. Belum lagi mereka tiba, kesiur angin
sudah membawa bau harumsemerbak.
Setelah dekat Giok je melangkah pelan2, waktu dilihatnya di
samping sang Pangcu duduk Ling Kun-gi, sekilas dia tertegun.
Mimpipun tak pernah terbayangkan bahwa Cu Bun-hoa yang dia
culik dan menempuh perjalanan bersama sekian jauhnya itu
ternyata adalah pemuda setampan ini. Karena perhatiannya tertuju kepada Ling Kun-gi, maka dia tidak perhatikan tiga orang di
lapangan rumput, langsung dia mendekat ke depan Pek-hoapangcu, katanya lirih: "Toaci, kau memanggilku?"Baru sekarang dia sempat berpaling dan melihat Jik Hwi-bing
bertiga, lalu tanyanya pula: "Siapakah mereka" Kenapa berada di taman kita?"
"Mereka dari Hek-liong-hwe, menguntit kau sejak dari
An-khing," kata Pek-hoa pangcu.
Jik Hwi-bing dan kedua adik angkatnya sama menatap tajam
tanpa berkedip ke arah Giok-je, mulut mereka terkancing rapat. .
Giok-je melirik sekali, mendadak ia tertawa, dingin: "Keluarga Hoa kami selamanya tidak pernah bermusuhan dengan insan
persilatan manapun, kenapa kalian menguntit kami?"
Tingginadasuarajawaban Jik Hwi-bing:"Kau inikahGiok-je?"
"Kau ini kutu apa?" bentak Liau-hoa, "memangnya beleh sembarangan kau menyebut nama nona kami?"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jik Hwi-bing terkial2, katanya: "Bukankah kalian bertiga yang melarikan diridari coat-sin-san-Ceng" "
"Kalian sendirilah yang melarikan diri dari coat-sin-san-Ceng,"
damperat Ping-hoa, agaknya dia merasa geli, habis bicara lantas Cekikikan sendiri.
"Setiap golongan dan aliran di Kangouw masing2 mempunyai
aturannya sendiri, orang tidak menggangguku, akupun tidak
mengusik orang lain, Heks liong-hwe selamanya tidak pernah
menyentuh kalian, kalian bertiga justeru menyelundup ke coat-sinsan-Ceng, ini sudah menyalahi aturan umum, lebih celaka lagi
kalian berani menculik cu-ceng-cu, tamu undengan kami, bukankah terlalu perbuatan kalian ini?"
Giok-je tampak marah, katanya: "Toaci, dia mengoceh apa?"
"Hari ini Lohu harus minta pertanggungan jawab secara adil kepada kalian," desak Jik Hwi-bing.
Giok-lan yang sejak tadi tidak bersuara mendadak menyela:
"Kenapatidak kau katakan kedatanganmu inihendakcari gara2?"
"Ketahuilah Hek-liong-hwe bukan sembarang perkumpulan,
kami juga tidak gentar menghadapi peristiwa apapun, tapi demi
memegang teguh aturan Kangouw, maka perlu sedikit mengoreksi
tuduhan nona tentang mencari gara2. Kami hanya mengharap
nona suka menyerahkan Cu-cengcu, supaya tidak terjadi bentrokan di antara kita."
Pek-hoa-pangcu tertawa, katanya: "Agaknya bentrokan kedua
pihaktidakbiaadihindari lagi."
Berubah air muka Jik Hwi-bing, katanya sambil menyeringai:
"Jadi nona tidak mau menyerahkan Cu-cengcu?"
"Darimana kami harus menyerahkan Cu-cengcu, bukankah
bentrokaninijelas akanterjadi?"
Jik Hwi-bing manggut2, katanya: "Berulang kali kami sudah
menyatakan sikap kami yang sesungguhuya, tujuannya supaya
tidak saling merugikan, jadibukantakuturusan."
"Kalau kami bilang tidak menculik Cu-cengcu, Jik-tongcu tentu tidak mau perCaya, lalu bagaimana baiknya?"
"Toaci," seru Giok-lan naik pitam, "Jika dia tidak takut urusan, memangnya kita yang takut malah, kalau Hoa-keh-ceng
membiarkan orang luar terobosan kesini, memangnya kita
selanjutnya biaa berkecimpung di Kangouw lagi?"
"Betul," Sela Giok-je, "mereka toh tidak mematuhi aturan Kangouw, Seenak perut sendiri main terobos di taman orang,
bermulut besar dan bersikap kasar, hakikatnya tidak pandang kita bersaudara dengan sebelah mata, buat apa kita harus sungkan2
terhadap orang2 macam ini?"
"Memangnya kenapa kalau tidak sungkan terhadap
kami?"jengek Jik Hwi bing.
"Kami tidak akan berbuat apa2, hanya menahan kalian saja,
setelah pihak Hek-liong-hwe kalian mengutus orang minta maaf
baru kami bebaskan kau."
Berubah air muka Jik Hwi-bing, serunya tergelak2 sambil
mendongak: "Nona begini congkak. memangnya kalian mampu
menahan kami bertiga?"
Seorang gadis lain segera menanggapi dengan suara merdu:
"Memangnya kalian bisa pergi?"-Tampak dari belakang gunung buatan diseberang sana muncul seorang gadis berpakaian cokelat, di atas sanggul tertancap sekuntum bunga Bwe, tangan
menenteng pedang, langkahnya ringan mantap, kira2 lima kaki di
depan pintu lantas berhenti. Di belakang gadis baju coklat beriring keluar empat gadis berpakaian ketat, semuanya bersenjata
pedang, begitu sigadis baju coklat berhenti, mereka lantas berdiri berjajar sambil memeluk pedang. Bersamaan dengan munculnya
gadis baju coklat ini, dari jalanan disebelah timur sana juga muncul seorang gadis berpakaian serba merah menyala, di-atas sanggul
rambutnya tertancap sekuntum bunga anggrek merah, bersenjata
pedang, empat gadis baju hijau mengikuti di belakangnya.
Lalu dari arah barat di antara semak2 bunga muncul juga
seorang gadis baju kuning dengan bunga seruni tertancap di
sanggul, seperti yang lain empat gadis bersenjata pedang
mengiringinya pula. Merekapun, berhenti dalam jarak lima
tom-bak. ke empat gadis pengiring itupun berjajar, di belakang.
jadi sekarang JikHwi-bingbertiga telahdikepung. .
Dingin sorot mata Jik Hwi-bing, dia terkekeh kering, katanya:
"Hanya begini saja perbawa kalian?" Selama puluhan tahun menjabat salah satu Tongcu dari tiga pejabat tinggi dalam Heks-liong-hwe, betapa sering dia menghadapi pertempuran besar kecil, sudahtentunona2cantik inisedikitpuntidak masukperhatiannya.
Giok-lan berdiri di undakan, tantangnya: "Kalau kalian kurang senang, boleh mencobanya."
"Benar, memang Lohu ingin menjajal," sahut Jik Hwi-bing.
Gadis baju coklat alias Bwe-hoa tertawa, katanya: "Tua bangka, muka merah, kau tidak mau menyerah tapi ingin ditelikung, ini
rasakan beberapa kali tusukan pedang nonamu."
Pek Ki-ham yang berdiri di sebelah kanan Jik Hwi bing berpaling, sorot matanya kelam dingin, katanya: "Tongcu biar siaute yang menghadapinya.".JikHwi-bing manggut2,katanya:"Baiklah,hati2"
"Sret" Pek -Ki-ham melolos pedang, katanya kepada Bwe-hoa:
"Hanya nona saja yang turun gelanggang?"
"Memangnya berapa orang harus turun tangan
bersama?"jengek Bwe hoa.
"Baiklah," kata Pek Ki-ham, pelan sekali dia gerakan pedang di tangan kanan.
Bwe-hoa berpaling dan berpesan kepada ke-empat gadis di
belakangnya: "Kalian siap untuk bantu aku membekuk dia." -Empat gadis mengiakan.
Wajah Pek Ki-ham yang pucat halus mengunjuk mimik kejam
diliputi hawa nafsu, dengusnya: "Nona, hati2lah."
Gaya pedangnya aneh danamat pelan, tapi lenyap suaranya
pedang panjang ditangannya tiba2 menyamber laksana selarik
rantaiperaksepertibianglala, cepatnyaluarbiasa.
Sigap sekali Bwe-hoa menggeser, dengan enteng dia hindarkan
diri, baru saja dia siap balas menyerang, didengarnya Pek Ki-ham tertawa dingin, pedang tahu2 terayun balik, sekaligus dirinya
dicecar delapan kali serangan.
Bwe-hoa seakan2 tiada kesempatan untuk balas menyerang,
cuma gerak-geriknya gesit dan tangkas, dia hanya main berkelit.
Harus diketahui siapapun yang menyerang dengan gencar, pada
suatu ketika harus ganti napas dan serangan tentu sedikit lambat atau tertunda, tapi delapan jurus serangan Pek Ki-ham ini
hakikatnya tidak memberi peluang bagi Bwe-hoa untuk bertindak.
sedikit gerakannya tertunda, segera dia tutup dengan gerakan
lengan baju tangan kiri serta mencecar pula delapan kali pukulan, setiap gerak pukulan ternyata membawa deru angin dingin luar
biasa. Bayangan pukuian memenuhi udara, sementara deru angin
dingin bergolak ditengah gelanggang. Bayangan Bwe-hoa yang
seringan daun melayang kian-kemari, agaknya dia sudah tak kuasa banyak karena terkurung di dalam bayangan pukuian lawan dan
serasa beku oleh hawa dingin.
Kun-gi duduk di serambi, jaraknya ada beberapa tombak dari
gelanggang, iapun merasakan damparan hawa dingin yang luar
biasa, diam2 ia membatin: " orang ini bernama Pek Ki-ham, yang diyakinkan juga Ham-ping-ciang (pukulan hawa dingin) dari aliran sesat, Bwe-hoa berpakaian tipis, mungkin takkan tahan lama."
Tanpaterasaia melirikPek-hoa-pangcuyangdudukdisebelahnya.
Dilihatnya sikap Pek-hoa-pangcu tenang2 saja, se-olah2 tidak
ambil perhatian sama sekali akan keadaan anak buahnya yang
terancam bahaya. Selagi Kun-gi keheranan, tiba2 Pek hoa-pangcu
berpaling ke arahnya sambil tersenyum.
Kejadian hanya sekilas saja dan perubahanpun telah terjadi
ditengah gelanggang, Bwe-hoa yang terombang-ambing ditengah
bayangan pukuian lawan serta terbendung hawa dingin itu
menghardik nyaring, badannya bergontai dua kali seperti jatuh,
tapi sinar pedang mendadak bergerak. hamburan sinar, perak
laksana bertaburan, memuhiasi udara. "Tring", terdengat benturan senjata, pedang Pek Ki-ham tampak ditangkis pergi. Serempak
terdengar serba pujian dan tepuk tangan di sekeliling gelanggang.
Terbelalak mata Ling Kun-gi melihat perubahan ini, terunjuk rasa heran dan aneh pada wajahnya. Tampak Pek Ki-ham yang
bermuka pucat itu sekarang merah padam, langkahnya
sempoyongan mundur beberapa tindak, lengan bajunya kiri
berlepotan darah, ternyata lengan kirinya telah tertabas buntung oleh pedang Bwe-hoa, lengan kutungannya itu jatuh tiga kaki di
depannya. Sanggul Poe-hoa juga terpapas bertebaran oleh pedang lawan,
baju di atas pundak kanannya juga tergores robek sepanjang tiga dim.
Melihat lengannya putus, rasa pedih dan malu melebihi rasa
sakit, mendadak Pek Ki ham menghardik beringas: "Budak keparat, biar aku adu jiwa, dengan kau." Pedang terang kat dan kembali dia hendak melabrak Bwe-hoa.
Tahu2 Jik Hwi-bing telah berkelebat ke sampingnya dan
menangkap lengan kanan orang. katanya dengan nada berat: "Kau sudahkehilanganbanyakdarah, lekasistirahat."
Beruntun ia tutuk beberapa Hiat to kawannya itu untuk
menghentikan darah mengalir lebih banyak.
Lan Hau, laki2 muka buruk berbaju biru ikut melompat maju,
katanya menyeringai kepada Bwe-hoa: "Budak. mari kita juga main2 beberapa jurus."
Bwe-hoa menarik napas panjang, tawanya dingin: "Kau juga
ingin ditabas buntung lenganmu?"
Bayangan merah berkelebat, tahu2 Lan-hoa melompat ke
gelanggang, serunya: "Sici (kakak keempat), kali ini giliranku. Kau boleh istirahat."
Tanpa bersuara Bwe-hoa mundur kepinggir sambil membetulkan
sanggulnya. Lan Hau menyeringai sadis: "Kau ingin mampus,
baiklah, kau saja yang kubinasakan."
Kelihatan dia tidak membawa senjata, tapi kedua telapak tangan
segede kipas itu tiba2 membalik badan bergerak mengikuti
lenyapnya suara, sebat sekali dia menubruk ke depan-Lima jari
tangan kanan terbuka mencengkeram kepundak kiri, sementara
tangan kiri tegak laksana golok menabas pergelangan tangan
lawan yang pegang pedang.
Sibaju merah alias bunga anggrek miring sedikit seraya
menurunkan pundak. kaki melangkah mundur, dia luputkan diri
dari cengkeraman lawan, berbareng pedangnya menjungkit ke
atas, menusukuratnadipergelangan tanganorang.
Lan Hau menjadi marah, sambil membentak tubuhnya
menubruk maju pula, dengan nekat dia hendak rebut pedang si
bunga anggrek, sedang dua jari tangan kiri terangkat laksana
garpu menyolok kedua mata lawan-Di tengah gerungan keras,
tahu2 sebelah kakipun ikut menendang lambung si bunga anggrek.
Tiga jurus ini merupakan serangan cepat dan serempak, bukan
saja si bunga anggrek kaget, Pek-hoa-pangcu yang menonton juga
ikut kuatir. Maklumlah, betapapun tinggi ilmu silat seseorang pada
umumnya takkan mungkin sekaliserang menggunakan
kakitangansekaligus. Sudah tentu si bunga anggrek tidak berani melayani secara
kekerasan, lekas dia tarik pedang melindungi dada sembari
melompat mundur beberapa kaki.
Mendapat angin sudah tentu Lan Hou semakin temberang,
sambil menyeringai seram kedua tangannya mendadak dari depan
dada didorong ke depan. Gerakan mendorong ini menimbulkan
gelombang kekuatan dahsyat sehingga hawa udara seperti
bergolak menerjang kedepan.
Baru saja si bunga anggrek melompat mundur, dilihatnya kedua
telapak tangan musuh didorong kearah dirinya, tekanan udara
yang berat tiba2 menggulung tiba, dia tahu bahwa lawan yang
tidak pakai senjata tentu mempunyai kepandaian pukuian tangan
yang hebat, sudah tentu dia tidak berani menyambut serangan ini.
Sebat sekali dia melambung tinggi, badannya meluncur tegak ke
atas, setinggi setombak lebih, terasa gempuran angin badai
bergulung2 di bawah kakinya.
Berhasil menghindari pukuian dahsyat Lan hou, ditengah udara
si bunga anggrek menekuk pinggang dan bergerak indah gemulai,
pedang segera berkembang dengan jurus Hoan-kay-hoa-loh
(bunga berkembang daun berguguran), cahaya kemilau
berhamburan ceplok2 perak mengurung ke batok kepala Lan Hau.
Lan Han ternyata lihay, menghadapi ilmu pedang aneh ini,
bukan saja dia tidak menghindar atau tidak menyingkir, ia malah menyeringai sadis, kedua tangan mendadak memapak dan
mencengkeram ceplok2 sinar pedang itu, gerakannya ini sungguh
amat berani dan juga mengejutkan.
Sudah tentu si bunga anggrek tidak membiarkan pedangnya
ditangkap orang, dia tarik pedang seraya melompat mundur. Lan
Hau kini berbalik memperoleh peluang, lawan tidak diberi
kesempatan ganti napas, segera ia menubruk maju, kedua tangan
bergerak naik turun menabas dan membacok. sekaligus dia
lancarkan delapan belas kali pukulan gencar dan menimbulkan
deru angin kencang. Sedikit lena dan kurang waspada si bunga anggrek kehilangan
inisiatip sehingga terdesak di bawah angin, apa lagi kedelapan
belas pukuian lawan satu bergandeng dengan yang lain secara
berantai, hakikatnyadiatidak memperolehpeluanguntukbalas
menyerang. Lebih celaka lagi telapak tangan lawan agaknya tidak gentar
menghadapi tajam pedangnya, terpaksa disamping melindungi
tubuh iapun harus hati2 supaya pedang tidak terampas oleh
musuh, maka dia mundur ber-ulang2.
Delapan belas jurus serangan berantai Lari Hau itu hebat dan
dahsyat, tapi juga cepat berlalu. Karena terdesak mundur, si bunga anggrek naik pitam, melihat gaya pukulan lawan sedikit kendur,
peluang sedetik ini tidak di-sia2kannya, seraya menghardik
tubuhnya tiba2 berkelebat, dia gunakan gerakan "ubah bentuk pindah kedudukan", pedangnya menyamber panjang melintang
laksana nagasakti, ia balas mencecar musuh.
Setelah kedelapan-belas pukulannya dilancarkan, gerakan Lan
Hau memang menjadi kendur, tapi hal ini memang dia sengaja,
melihat lawan balas merangsak. dia tertawa aneh, telapak tangan kanan segera menepuk. serangan ini memang sudah direncanakan,
begitu si bunga anggrek mendesak maju baru pukulannya
dilontarkan dengan daya dan gaya yang berbeda dengan
kedelapan -belas pukulannya tadi.
Kalau tadi pukulannya membawa deru angin dan perbawanya
sedahsyat gugur gunung, berbeda dengan tepuk tangan kali ini,
gerakannya seperti gertakan saja, seolah2 tidak pakai tenaga,
sedikitpun tidak menimbulkan suara apa2.
Jadi dalam babak ini, kedua pihak sama2 melancarkan tipu
serangan masing2 yang terlihay dan ampuh.
Melihat telapak tangan Lan Hau yang menepuk itu berwarna
biru terang, Pek-hoa-pangcu yang duduk di serambi menjerit
dalam hati: "Lam-sat-ciang"
Sementara Ling Kun-gi yang duduk di sebelahnya juga
terperanjat bukan main melihat gerakan pedang si bunga anggrek, diam2 hatinyapun berseru: "Sin-liong jut-hun (naga sakti keluar dari mega)"
sin-liong-jut hun, Liong-ih ya dan Niu-liong-ban-khong, tiga
jurus ilmu pedang ini merupakan ilmu warisan keluarganya. Ibunya tidak pandai main silat, waktu mengajarkan ketiga jurus ilmu
pedang ini hanya secara lisan sambil mencoret2 dengan gambar,
dengan wanti2 beliau berpesan bahwa ketiga jurus ilmu pedang ini perbawanya sangat hebat, kalau tidak kepepet dan terpaksa
dilarang sembarangan melancarkan ketiga jurus ilmu pedang ini.
Tadi waktu Bwe-hoa melancarkan sejurus It-jiu-bwe-hoa-jengban-goh (sepucuk pohon sakura berlaksa kuntum bunga), di
dalamnya diselipi jurus Sin-liong-jut-hun, waktu itu dia kira gerakan pedang orang cuma rada mirip secara kebetulan, karena bukan
saja gaya dan tipunya mirip. malah gerak tubuh mendesak maju
itupun persis sekali, mirip Ih-sing-hoan-wi tapi juga seperti
Bu-hoan-Sin-ih (benda bergantibintang berpindah).
Kalau betul sin-liong-jut hun adalah ilmu pedang warisan
keluarganya, memangnya dari mana orang2 Pek-hoa-pang ini
mempelajarinya" pada saat menimang2 inilah, kedua orang yang
saling labrak di tanah lapang beruntun itupun sudah mencapai
babakterakhir,kalah menangsudahnampak.
cepat sekali bayangan kedua orang seperti berpadu terus
mencelat mundur pula. Telapak tanagan Lan Hau yang biru terang
itu amat menyolok, setelah menepuk dari kejauhan, sebat sekali
badan lantas jungkir balik ke belakang sejauh tiga tombak.
Agaknya dia sudah memperhitungkan secara masak. niatnya
memang hendak membunuh musuh, maka tepukan telapak
tangannya bukan saja cepat juga hebat.
Tapi jurus Sin liong-jut-bun yang dilancarkan -si bunga anggrek juga cepat dan tepat. Karena waktu melancarkan jurus serangan
ini gerakannya mirip Ih-sing-hoan-wi, waktu mendesak maju
tubuhnya lenggak-lenggok, sekali berkelebat lantas lenyap
sehingga lawan sukar meluputkan diri. Sementara itu Lan Hau
sudah jungkir balik ke belakang, ia merasakan samberan sinar
dingin dari bawah tubuhnya. Namun Lam-sat-ciang yang dia
lontarkan, tidak membawa kesiur angin, lawanpun sukar menduga
serta sulit menjajagikekuatannya. Sibungaanggrek
merasakanjugatubuhnya seperti tertahan oleh dinding yang ulet
sehingga tubuhnya sukar maju lebih jauh. Kejadian hanya
berlangsung dalam sekejap. setelah kedua orang sama2 meluncur
bersilang ke arah yang berlawanan, Lan Hau sudah berada tiga
tombak jauhnya, dia tergelak2, serunya: "Budak keparat, kau ..... "
karena tertawa ini tiba2 ia merasakan perutnya sakit luar biasa.
orang2 di sekelilingpun kini melihat jelas jubah panjang di
depan perutnya sudah koyak tergores pedang si bunga anggrek,
sepanjang satu kaki. Baru saja ia bergelak tertawa menyusul rasa sakit yang luar


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biasa itu, tahu2 isi perutnya, usus besar dan kecil membrojol
keluar. Hakikatnya Lan Hau sendiri tidak tahu atau merasakan
bahwa perutnyasudahkoyakteririsolehpedang sibungaanggrek.
setelah dia merasakan kesakitan dan menunduk, dilihatnya isi
perutnya sudah kedodoran keluar, seketika dan menjerit terus
roboh terkapar. Taraf kepandaian si baju merah alias si bunga
aggrek memang tinggi, tapi Lamsat-ciang merupakan ilmu pukulan
ganas dari aliran jahat, walau dia hanya merasa ditiup angin lunak, semula tidak terjadi perubahan apa2, tapi setelah kedua orang
sama melompat jauh, begitu berdiri tegak, seketika sekujur badan gemetar keras, tiba2 ke sepuluh jari terasa linu dan kaku, jantung berdetakdankepalapusing, hampirsajadan takkuasaberdiri lagi.
Menyaksikan Lan Hau roboh dengan perut terkoyak serta
mampus seketika, sungguh hampir meledak dada Jik Hwi-bing,
matanya mendelik liar, jubah hitam yang longgar itu mendadak
melembung, sambil menggerung dan menubruk ke arak si bunga
anggrekseraya pentang kesepuluh jarinya.
Pikiran si bunga anggrek masih sadar, melihat Jik Hwi bing
menubruk tiba, secara refteks pedangnya terayun dengan jurus Sin liong jut hun memapak kedatangan musuh. Hampir saja tubrukan
Jik Hwi-bing mengenai sasaran, tahu2 matanya silau oleh selarik sinar pedang yang dingin, dalam ilmu pedang dia sendiri punya
latihan puluhan tahun, sudah tentu dia tahu betapa hebat perbawa pedang si bunga anggrek ini, serasa pecah nyalinya, lekas ia
mengerem gerakannya serta melompat balik.
Karena menggerakkan pedang, seketika si bunga anggrek
merasakan kepala pening mata berkunang2, hampir saja dan
tersungkur ke depan-Untung kedua pelayan dibelakangnya lantas
memburu maju memayangnya.
"Lak-moay," seru Pek-hoa pangcu, "lekas mundur"
Lak-moay atau adik keenam yang dimaksud adalah si baju
merah atau si bunga anggrek. Waktu Jik Hwi-bing melompat
mundur karena diserang jurus Sin-liong-jut-hun oleh pedang si
bunga anggrek, sementara sebelah tangannya sudah melolos
pedang dari punggungnya, baru saja dia hendak menubruk maju
lagi. Tahu kiok -hoa, si baju kuning atau si kembang seruni sudah melompat maju seraya membentak: "Kau masih ingin berkelahi, biar nonamu melayani, kenapa main terjang?"
Kembang anggrek sudah dipapah mundur keluar gelanggang,
lekas Giok-lan menghampiri menjejalkan sebutir pil ke mulutnya, lalu berpesan pada pelayannya: "Lekas papah dia masuk ke kamar"
Kedua pelayan itu mengiakan terus mengundurkan diri.
Giok-je bersama Ping-hoa dan Liau-hoa melolos pedang serta
melompat masuk lapangan, menempati kedudukan si kembang
anggrek, makaJik Hwi-bingtetapterkepungditengah.
Bola mata Jik Hwi bing merah jalang, mukanyapun merah
padam diliputi amarah yang meluap. giginya gemeretak saking
gemas, bentaknya: "Bagus sekali, ingin Lohu minta belajar betapa tinggi kepandaian kalian yang ganas ini."
Dengan tenang Giok-lan berkata: "Jik-tongcu main terobesan ke taman kami, sengaja cari setori lagi, kamipun tidak banyak
bertindak. hanya ingin menahan kalian beberapa hari, kini setelah kau main senjata yang tidak bermata ini, kenapa menyalahkan
pihak kami malah" Sebaliknya kalau, pihak kami yang meluruk ke
Hekliong-hwe kalian, kukira Jik-tongcu akan bertindak lebih kejam dan kasar lagi."
Dengan gusar Jik Hwi-bing mendamperat: "Budak hina, sudah
untung masih jual lagak, hari ini Lohu harus beri ajaran pada
kalian." "Bangsat tua," hardik si kembang seruni sambil menuding dengan pedang, "Kau tahu di mana kau berada, berani bermulut kotor?"
Berubah juga air muka Giok-lan, katanya sambil mengulap
tangan kepada kembang seruni: "cit-moay (adik ketujuh), kau mundur saja, dia hendak memberi ajaran pada keluarga bunga
kita, biar aku mencoba sampai di mana kelihayannya?" ia ambil pedang yang diulurkan seorang pelayan, pelan2 turun dari
undakan- Karena kedudukan Giok-lan alias kembang Cempaka memang
lebih tinggi, terpaksa kembang seruni mengundurkan diri.
Sementara kembang cempaka sudah berhadapan dengan
Hwi-bing, katanya dingin. "Dalam kalangan Kangouw berlaku
hukum rimba, slapa kuat dia menang, kini tidak perlu banyak
omong, silakan Jiktongcu mulai."
Jik Hwi-bing menyeringai sadis, katanya: "Baiklah, Lohu mulai.""sret pedangnya bergerak. hawa pedang yang dingin menggaris selariksinarperak melingkar2kedepan..
Diam2 Giok-lan mengerut kening, tangan kiri terangkat tinggi,
sementara pedang ditangan kanan bergerak dengan jurus swat-ih
hoa-ing (Rembulan memindah bayangan kembang), badan
bergerak mengikuti gaya pedang, secara lincah dia hindarkan
gempuran pedang Jik Hwi-bing, sinar pedangnya melingkar terus
menusuk pundak kanan Jik Hwi-bing. Jurus ini merupakan
serangan sekaligus untuk mempertahankan diri.
"Ilmu pedang bagus," tanpa terasa Jik Hwi-bing berseru memuji. Pedang berputar menangkis ke atas memapas tangan
Giok-lan, dalam sekejap pedangnya telah menusuk pula tiga kali, serangan cepat dan ganas, memang tidak malu sebagai bangkotan
ilmu pedang, pakaian Giok-lan melambai2, beruntun dia bergeser
tiga kali, berbareng pedang bergetar, mendadak dia balas
menikam ke iga Jik Hwi-bing.
Jik Hwi-bing tergelak2, dia membolang-balingkan senjatanya,
gerak pedangnya bertambah kencang. Giok-lan dicecar delapan
kali tusukan secara bersambung. Semuanya merupakan serangan
gencar, satu lebih cepat dan ganas dari pada yang lain, malah
kecepatan dan landasan kekuatan yang terpancar dari ujung
pedang semakin mantap tak tergoyahkan, yang kelihatan hanyalah
sinar pedang, yang kemilau berkelebat kian kemari.
Giok-lan tahu lawan sudah tidak sabar lagi setelah bergerak
sekian lama tidak memperoleh peluang, kini iajadi nekat dan
mencecar dengan segala kemampuannya untuk mencapai
kemenangan. Sebetulnya hati Giok-lan mulai girang, tapi dia juga insaf
serangangencarlawanbukanolah2 lihay-nya, makadiatidakberani
pandang enteng, segera dia kembangkan kelincahan tubuhnya,
laksana kembang berhamburan di musim semi, iaputar pedang
tidak kalah gencarnya, sembari menutup dan mematahkan
serangan lawan, disamping bertahan juga balas menyerang.
Beruntun dia berhasil menangkis delapan jurus serangan Jik
Hwibing, tanpa terasa mengejek, katanya: "begini saja kelihayan Jiktongcu yang ingin dipertontonkan pada kami bersaudara?"
Mendadak permainan pedangnya berubah pula, serempak iapun
melancarkan serangan balasan secara bertubi2. Di mana
pedangnya menuding, sinar kemilau pedangnya mirip ceplok2
kuntum bunga, begitu Pek-hoa-kiam-hoat dikembangkan, bunga
cahaya pedang serentakbertaburanlaksanaseratuskembang
mekarbersama. Sudah tentu Jik Hwi-bing tahu akan kelihayan ilmu pedang ini,
cuma dia tidak kenal ilmu pedang apa yang dia hadapi" Seraya
menghardik kedua kakinya pasang kuda2 sekokoh tonggak
menancap di tanah, tanpa menyingkir atau menghindar, dia
andalkan kekuatan Lwekangnya, secara keras dia hadapi serangan
Giok-lan. Ditengah berkelebatnya sinar pedang, berdentinglah suara keras
beradunya senjata mereka, Bayangan mereka berduapun terpental
mundur, masing2 sempoyongan beberapa langkah, waktu mereka
memeriksa keadaan sendiri, ternyata pedang panjang masing2 kini sudah sama gumpil dan cacat.
Hanya sekejap kedua bayangan terpencar lalu saling terjang
pula lebih sengit. ilmu pedang Jik Hwi-bing mantap dan matang
latihannya, dilandasi Lwekang yang kuat lagi sehingga hawa
pedang berpencarmenjadigangguan yangtidak kecilartinyabagi
musuh. Permainan pedang Giok-lan sebaliknya menempuh jalan lincah
dan gesit, Pek-hoa kiam-hoat sendiri memang mengutamakan
kecepatan, ditambah gerakan Hwi-hoa-sin-hoat lagi, maju
menyerang dan mundur bertahan cukup rapat, berkelebat sana
menubruksini, permainannyaserbaanehdan menakjubkan.
Sudah 50 jurus mereka saling labrak. tapi masih sulit
dibayangkan, pihak mana bakal menang. Di tengah pertempuran
seru itu, mendadak Giok-lan berseru nyaring, sinar pedang laksana cahaya bintang jatuh menyapu ke arah Jik Hwi-bing.
Sejak tadi Ling Kun-gi terus perhatikan baku bantam ini, kini
diam2 hatinya berteriak pula: "Sin-liong-jut-hun" Didapatinya bahwa nona2 dari Pek-hoa-pang ini seolah2 semuanya pandai
memainkan jurus Sin-liong jut-hun ini, bila menggunakan ilmu
pedang perguruan sendiri sukar mendesak dan mengalahkan
musuh, lalu mereka melancarkan jurus ilmu pedang yang lihay itu.
Kini Giok-lan kembali melancarkah jurus Sin-liong-jut-hun, sudah tentu Kun-gi menaruh perhatian istimewa.
"Puluhan tahun sudah Jik Hwi-bing menggembeleng diri dalam ilmu pedang, walau tidak tahu asal usul ilmu pedang ini, tapi
pengalaman tempur merupakan bekal ampuh bagi dirinya, tadi
beruntun dia sudah menyaksikan Pek Ki-ham menghadapi musuh
pula dan terbukti Pek Ki ham dan Lan Hau sama cidera oleh jurus ilmu pedang ini, dengan sendirinya dia sudah waspada dan hati2, segera dia membentak: "Serangan bagus." Pedang terangkat untuk menutup datangnya serangan lawan-Itulah Lot-ping-lam-thian (mengadu kekuatan dilangit selatan),
jurus adu kekuatan dengan cara keras, meski hanya jurus
permainan yang biasa dan umum, tapi dilancarkan oleh seorang
ahli pedang ternyata jauh sekali bedanya, tahu2 sinar pedangnya berkembang laksana kipas dipentang lebar, untuk membendung
sinar pedang Giok-lan. Dua pedang mereka kembali beradu. "Trang, krontang", sinar pedang tiba2 sama kuncup, bayangan merekapun tergentak
mundur beberapa kaki. Gebrakan ini tetap tiada yang unggul atau asor, tapi pedang panjang mereka sama2 tinggal separo.
Betapapun Giok-lan adalah perempuan, tenaganya lebih lemah,
karena adu kekuatan ini sehingga lengannya tergetar linu,
wajahnyapun merah panas pelan2 dia menarik napas, matanya
yang bening menatap Jik Hwi-bing, katanya tertawa: "ilmu pedang Jik-tongcu memang hebat, hayolah sambut sejurus seranganku
lagi" Beberapa patah kata ini diucapkan dengan suara halus merdu,
diam2 ia pinjam kesempatan ini untuk memulihkan tenaga.
Dan baru saja lenyap kata2nya, tubuhnya yang ramping itu
terus melompat maju, pedang kutung diputar laksana
kitiran-Kembali cahaya berseliwer dingin, hawa pedang melingkupi gelanggang seluas satu tombak lebih, sayup2 terdengar suara
gemuruh badai guntur di tengah hujan lebat.
Mendengar orang bilang "sambut sejurus seranganku lagi", diam2 Ling Kun-gi sudah tergerak pikirannya dan matanya lantas
menatap dengan tajam, dia membatin: "Ternyata benar liong-can-ih-ya adanya."
Inilah jurus kedua dari ilmu pedang tunggal keluarganya.
Keruan kaget dan heran pula Kun-gi dibuatnya. "Memangnya
Pek-hoa-pang mempunyai hubungan erat dengan diriku?" demikian dia bertanya2 dalam hati.
Jik Hwi-bing memang tidak malu sebagai seorang ahli pedang,
rnenghadapiilmu pedangGiok-lanyang lihay, hebatdandigdayaini,
hatinya malah tenang dan mantap. pedang kutung ditangannya
terangkat menunggu, begitu cahaya pedang lawan merangsak tiba,
mendadak dia menghardik sambil menghembuskan deru napasnya,
berbareng pedang terayun ke atas seperti menusuk ke udara.
Tipu yang digunakan ini bernama Pat-hong-Kong-ih (hujan
angin dari delapan penjuru) jurus serangan biasa kalau tidak mau dikatakan umum, tapi dilancarkan dari tangan seorang ahli seperti dirinya ternyata lain pula bebotnya, maklumlah se-lama pUluhan
tahun meyakinkan ilmu pedang, jurus ini boleh dikatakan sudah
diyakinkan sedemikian rupa sempurna, dilandasi setaker
kekuatannya lagi, maka pedangnya mendesing tajam.
Benturan keras dari kedua pedang kutung kembali terjadi, kali
ini bunyinya nyaring bergema, pedang ditangan kedua orang
bukan lagi kutung, tapisamahancurber-keping2berhamburandi
tanah. Tak terasa rona muka Kun-gi berubah, maklumlah betapa hebat
dan sakti jurus kedua ilmu pedang warisan keluarganya ini" Tapi Jik Hwi-bing ternyata mampu mematahkannya hanya dengan
sejurus Pat-hong-hong-ih yang sangat umum ini.
Memang soalnya terletak pada bobot serta latihan Giok-lan,
karena inti sari dan kekuatan sesungguhnya dari jurus kedua ini belum lagi matang dan mendarah daging pada jiwanya, sehingga
kesaktian dan gerak perubahannya tidak dapat dimanfaatkan,
sebaliknya Jik Hwi-bing membekal latihan puluhan tahun,
Lwekangnya tinggi, menyerang dengan kekuatan terakhir lagi,
sudah tentu dia lebih beruntung.
Memperoleh hasil yang di luar dugaan serta memuaskan ini, Jik
Hwi-bing tidak kepalang tanggung bertindak lagi, sekali jejak dia melompat ke atas, kedua kaki serentak bekerja menendang secara
berantai, Giok-lan kena didesaknya mundur beberapa langkah,
begitu tubuh meluncur dan kaki hinggap dibumi lagi, mulut lantas tertawa panjang, lengan terkembang bagai bangau menjulang ke
langit, tubuhnya meluncur melompati kepala orang banyak terus
ngacir seperti kesetanan.
Belum lenyap lengking tawa Jik Hwi-bing, Pek Ki-ham yang
berdiri di luar gelanggang serentak ikut menjejak kaki melambung tinggi dan mengikuti langkah Jik Hwi-bing, diapun meluncur jauh keluar kepungan.
Karena kurang waspada Giok-lan terdesak mundur dua langkah,
melihat kedua musuh melarikan diri, gusarnya bukan main, kontan ia menimpuk gagang pedang yang masih dipegangnya ke
punggung Pek Ki-ham. Lalu membalik badan merebut sebatang
pedang dari salah seorang pelayan terus mengejar.
Sementara itu Giok-je, Bwe-hoa dan Kiok-hoa bagai burung
Hong terbang beramai2 juga ikut mengudak dengan kencang.
Pek Ki-ham yang kutung lengannya kehilangan banyak darah,
dia setindak lebih lambat lari daripada Jik IHwi bing, baru saja tubuhnya melambung ke atas, mendadak dirasakannya sejalur
angin kencang menerjang punggungnya, karena terapung di udara,
tak mungkin dia berkelit, terpaksa pedang menyabet ke belakang.
"Trang", gagang pedang timpukan Giok-lan kena disampuknya jatuh, tapi daya luncuran tubuhnya dengan sendirinya menjadi
terganggu, tubuhnya terus anjlok ke bawah.
Giok-lan sudah mengejar tiba secepat angin, tahu2 ia berkelebat lewat di samping Pek Ki-ham, mulutnya membentak: "Kalian cegat dia, biar kukejar bangsat she Jik itu."
Baru saja Pek Ki-ham anjlok turun, Bwe-hoa, Kiok-hoa dan Giokje pun beruntun telah mengepungnya. Tahu dirinya sukar
meloloskan diri, muka Pek Ki-ham yang pucat itu jadi beringas,
mulutnya membentak: "Biar tuanmu adu jiwa dengan
kalian"-Karena nekat dan mau adujiwa maka gerakan pedangnya sudah tentu kuat luar biasa.
Bwe-hoa berada paling depan, terasa sabetan pedang lawan
membawa tekanan yang dahsyat, belum lagi tajam pedang
menyerang tiba, hawa pedangnya yang dingin sudah merangsang
badan. Lekas dia menghimpun hawa murni dipusar, sekali jejak
tubuhnya lantas melambung ke atas menghindari sabetan pedang
musuh, lalu dariatas ia menubruk kebawah.
Jeri hati Pek Ki-ham, tapi gerakannya tidak menjadi kendur,
tenaga dia pusatkan ditangan kanan, pedang diputar sekencang
kitiran, serangan Bwe-hoa yang menukik turun ditangkisnya terus ditolak ke samping.
Kiok-hoa tertawa dingin jengeknya: "Masih berani membandel, biar kutabas sisa lenganmu yang satu ini" Selarik sinar betul2
menabas kepundakkanan orang.
Saking murka wajah Pek Ki-ham yang pucat berubah jadi merah
padam, ilmu silatnya tinggi, sayang lengannya sudah buntung,
betapapun tak kuasa menghadapi keroyokan tiga lawannya"
Sambil menangkis dan menyampuk serabutan kakinya mundur tak
teratur lagi, kelihatannya dalam beberapa gebrak saja dia tak
mampri bertahan lagi. Se-konyong2 sinar-kemilau berkelebat dari sebelah kanan,
ternyata pedang Kiok-hoa tiba2 menyelinap masuk "cret", lengan baju kanannya tertusuk berlubang.
Keruan Pek Ki-ham semakin nekat dan kalap. sambil kertak gigi
dia putar pedang melindungi badan, sekuat tenaga dia masih
bertahan tiga empat gebrak lagi. Terdengar Bwe-hoa membentak
nyaring. "Trang" pedang lawan kena ditindih ke bawah, sigap sekali pedang si kembang seruni dan Giok -je sudah mengancam
tengkuk danlehernyadari kiri -kanan
Bwe-hoa mendengus. katanya: "orang she Pek, tidak lekas kau menyerah dan terima dibelenggu?"
Hampir menyala mata Pek Ki-ham "cuh." tiba2 mulutnya
menyemprot riak kental ke muka Bwe-hoa, bentaknya beringas:
"Budak busuk. kalian mimpi"
Dengan mudah, Bwe-hoa menyingkir ke samping, bentaknya:
"cari mampus kau"
Pek-hoa-pangcu tiba2 berbangkit, teriaknya nyaring:
"Selamatkan jiwanya."
Sayang sudah terlambat sembari menghardik tadi ternyata Pek
Ki-hamsudah membalikpedang sendiri terus menusukperutsendiri,
darah hitam segera muncrat dari luka di perutnya, pelahan2
tubuhnya pun roboh tersungkur.
Hampir saja Bwe-hoa yang menyerang lalu kecipratan darah
hitam itu, untung dia keburu melompat minggir, serunya sambil
angkat kepala "Toaci, dia sudah mati" Kiok-hoa dan Giok-je juga tarik pedang.
Pek hoa-pangcu tampak mengerut kening, katanya: "Sudah mati biarlah, suruh orang menguburnya. "
Bwe-hoa mengiakan, Mendadak Giok-je men-jerit: "Getah
beracun, pedangnya dilumuri getah beracun, Cepat sekali jasadnya telah membusuk."
Ternyata dalam sekejap ini di mana perut Pek Ki-ham terkena
pedang, kulit dagingnya telah membusuk jadi Cairan hitam yang
berbau busuk. Lekas Pek-hoa-pangcu maju memeriksa. Pikiran Ling Kun-gi
juga tergerak. tanpa diminta iapun mengikuti jejak
Pek-hoa-pangcu. Memang tubuh Pek Ki-ham dengan cepat telah
berubah jadi cairan darah kental hitam, rumput di sekitar


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mayat-pun seketika hancur jadi cairan, sampai tanahpun ikut
berubah bentuk, maka dapatlah dibayangkan betapa ganas racun
ini. Tak habis mengerti, Kun-gi lantas bertanya: "Apakah benar
pedangnya dilumuri getah beracun" Memangnya getah racun
apakah itu masa begini lihay?"
Pelan2 Pek-hoa-pangcu menggeleng kepala, katanya: "Aku tidak tahu, inilah rahasia Hek-liong-hwe."
Entah memang tidak tahu atau tidak mau menjelaskan" Tapi
Kun-gi tak enak bertanya lebih lanjut:
"Bukan Pang kita saja yang telah mengalami tekanan oleh
ganasnya getah beracun ini, tapi seluruh kaum persilatan dijagat ini pun akan mengalami petaka yang sama atau mungkin lebih
mengenaskan. Kalau Ling kongcu berhasil punahkan kadar racun
getah ini boleh dikatakan telah menolong jiwa sesama umat
manusia dijagat raya ini." -Apa yang dikatakan tak ubahnya seperti yang pernah Ling Kun-gi dengar dari mulut Cek Sengnjiang. Kun-gi hanya tersenyum, katanya: "cayhe akan bekerja sekuat tenaga."
Tengah bicara, tampak Giok-lan telah kembali. Pek-hoa-pangcu
lantas tanya: "Dia sempat meloloskan diri?"
Giok lan membungkuk, sahutnya, "Hamba mengejarnya sampai
pinggir danau, bangsat tua itu sudah lari naik perahu."
Sambil menghela napas pelan berkata Pek-hoa-pangcu: "Latihan ilmu pedangnya sudah matang, umpama kau bisa mengejar dia
juga sukar untuk membekuknya." Mendadak dia menatap sambil menambahkan: "Jadi kalian tidak menemukan perahu mereka?"
"Llok dan Li berdua Sucia yang bertugas di sebelah timur laut ternyata tertutuk Hiat-to oleh mereka, katanya dua orang yang
membekuk mereka adalah pemuda berjubah biru dan seorang laki2
jangkung berjubah hijau, lengan kirinya terbuat dari besi dan ilmu silat mereka amat tinggi."
"Itulah Dian Tiong-pitdan Hou Thi-jiu"seru Giok-je,
"Meski dia sempat lari dari tangan kita, tapi dua di antara tiga dapat kita lumpuhkan, hasil inipun sudah cukup memuaskan."
"JadiorangshePek itutelah kitatawan?" tanyaGiok-lan.
Pek-hoa-pangcu menuding ke tanah, katanya: " pedangnya
dilumuri getah beracun, jazatnya telah cair dan terisap ke dalam tanah."
Giok-lan memandang ke tanah dengan pandangan kaget,
katanya: "Begini lihay getah beracun ini?"
"Walau amat beracun, kini kita telah mendatangkan
Ling-kongcu, kukira takkan lama lagi kita akan mempunyai daya
untuk memunahkannya," demikian ujar Pek-hoa-pangcu.
Kun-gi tertawa. katanya: "Jangan Pangcu mengharapkan terlalu besar terhadapku, dapatkah cayhe menemukan obat pemunahnya
masihbelumtentu, cayhepuntidakbegituyakin-"
Pek-hoa-pangcu mengerling, katanya sambii tersenyum manis:
"Bukankah tadi kau bilang akan membantu sekuat tenaga?"
"Umpama cayhe kerja sekuat tenaga kan belum tentu berhasil?"
sahut Kun-gi. "Janji KongCu pasti dapat dipercaya, kuyakin kau pasti akan bekerja sepenuh hati, Ai, hidup, mati seluruh anggota Pang kami bergantungdariusaha Ling-kongcu saja."
Sampai disini dia berpaling kepada Giok-lan-"orang2 Hek-lionghwe sudah mencari ke sini Jik Hwi-bing adalah salah satu Tongcu mereka, setelah dia berhasil melarikan diri urusan tentu takkan berakhir sampai di sini saja, maka sejak kini sekeliling taman ini harus ditambah penjagaan, ronda diperkuat lebih keras" Giok-lan menerima perintah ini.
Pek-hoa-pangcu berkata pula: "Orang2 Hek" liong-hwe telah
melumurkan getah beracun di senjata masing2, pasti mereka juga
sudah melumuri senjata rahasianya, maka kita semua harus lebih
hati2." Merandek sekejap lalu ia menambahkan, "Syukurlah
Ling-kongcu telah berjanji akan membantu, semakin cepat
diperoleh obat penawarnya tentu akan lebih baik, lekas kau antar Ling-kongcu kembali ke kamarnya, periksa lagi masih ada
kekurangan apa" Untuk ini harapLing kongcu dapat
mulaibekerjaselekasnya."
Kun-gi menjura, katanya: "Pangcu tiada pesan lain, baiklah cayhe mohon dirisaja."
Sambil membetulkan sanggulnya, tajam dan perihatin tatapan
mata Pek-hoa-pang Cu, katanya: "Semua berkat bantuan dan
usaha Kongcu." Giok-lan lantas bawa Kun-gi kembali melalui jalan datangnya
tadi, kali ini Giok-lan tetap berjalan di depan, lekuk tubuh orang yang semampai dan menggiurkan menjadikan pikiran Kun-gi tidak
tenang, apalagi bau harum dari badan orang selalu merangsang
hidungnya. . Setelah tiba diserambi dipinggir gunungan palsu itu baru
Giok-lan berpaling, katanya tersenyum manis, "Biasanya pangcu amat dingin menghadapi orang, sikapnya yang lunak hari ini
terhadap Lingsiangkong sungguh amat istimewa."
"cayhe amat beruntung sekali," ajar Kun-gi berkelakar,
"Memangnya hanya pemuda segagah dan setampan Lingsiangkong saja yang dapat menundukkan dan mencairkan hati
Pangcu yang kaku dan beku."
Merah muka Kun-gi, katanya: "Ah, nona jangan menggoda."
Sambil menunduk Giok-lan jalan di depan, katanya lirih:
"Memangnya Kongcu masih belum merasakan" Ai, Kongcu dan
Pangcu kami memang merupakan pasangan yang setimpal, sayang
. . . ." suaranya semakin lirih dan akhirnya tenggelam dalam tenggorokan-Sayang apa" Dia tidak meneruskan, sudah tentu Kun-gi rikuh
untuk menanya, maka selanjutnya mereka berjalan tanpa bersuara
lagi. Benak Kun-gi masih memikirkan ketiga jurus
Hwi-liong-kiam-hoat tadi, maka tak tertahan dia bertanya: "cayhe ingin mohon petunjuk suatu halkepada nona."
"Apayanginginkau tanyakan?"Giok-lan menoleh. .
"Pang Kalian menggunakan Pek-hoa (seratus kembang),
menciptakan semacam suatu aliran ilmu pedang tersendiri,jika
dikembangkan menciptakan kuntum bunga yang berbeda2 seolah2
seratus bunga mekar bersama, entah apakah nama ilmu pedang ini
juga dinamakan Pek-hoa?"
Terunjuk rasa heran dan kaget dari sinar mata Giok-lan,
katanya: "Ling-kongcu memang cerdik, hanya menyaksikan
beberapa jurus lantas tahu asal-usul ilmu pedang itu."
"Nona terlalu memuji, soalnya cayhe pernah dengar penuturan guruku tentang aliran dan jurus2 ilmu pedang dari berbagai
golongan dijagat ini, tapi ilmu pedang yang diperlihatkan oleh
beberapa nona tadi semuanya merupakan Ciptaan tersendiri, dan
lagi ceplok2 sinar pedang berkuntum2 banyaknya, serasi betul
dengan perkumpulan kalian, maka dapatlah dibayangkan bahwa
ilmu pedang itu pasti hasil ciptaan cakal-bakal Pang kalian-"
Giok-lan manggut2, katanya: "Agaknya Ling-kongcu juga
seorang ahli pedang."
"Terlalu tinggi penilaian nona terhadap cayhe, memang cayhe memelajari beberapa jurus ilmu pedang cakar ayam,jangan
dikatakan ahli" Jik Hwi-bing yang betul2 ahli dalam bidang ini
dengan landasan Lwekang yang tinggi lagi toh juga kecundang
oleh nona, kukira nona yang setimpal dijunjung sebagai ahli
pedang." Tiada manusia di kolong langit ini yang tidak senang diumpak.
Terutama perempuan, asal cara yang kau gunakan tepat dan
sejalan dengan isi hatinya, meski hanya beberapa patah kata,
seorang perempuan yang cerdikpun dapat kau buat senang
hatinya. Demikian pula Giok-lan, sudah tentu dia juga senang
disanjung puji. Apalagi yang dihadapinya sekarang adalah Ling
Kun-gi, pemuda gagah ganteng yang romantis ini.
Bola mata Giok-lan memancarkan cahaya aneh, katanya sambil
tertawa: "Kau pandaiberbicara."
Kun-gi hanya tersenyum, katanya pula: "Ilmu pedang yang tadi digunakan Bwe-hoa dan Lan-hoa untuk melukai kedua orang itu
agaknya merupakan jurus aneh yang berlainan, kurasa bukan jurus seranganyangadadidalamPek-hoa-kiam-hoatitu?"
"Em," Giok-lan memuji, "pandangan Kongcu memang tajam, jurusini memangbukanterdiridari rangkaian Pek-hoa-kiam-hoat"
"Lalu jurus ilmu pedang apa" begitu lincah, sakti laksana naga memperlihatkan diri di atas mega, sehingga orang sukar meraba
ekornya." Tiba2 Giok-lan membalik, tanyanya sambil menatap tajam:
"Lingkongcu kenal jurus ilmu pedang itu?"
Kun-gi menggeleng, katanya: "Kalau cayhe kenal ilmu pedang ini, buat apa harus tanya kepada nona?"
Giok-lan menghela napas panjang, katanya: "Memang Kongcu
tidak malu sebagai seorang ahli pedang, jurus ilmu pedang itu
memang tepatsepertiapayangkau katakan-"
Kun-gi pura2 bingung, tanyanya: "Kata2 apa yang tepat
kukatakan?" "jurus itu memang bernama Sin-liong-jut hun (naga muncul dari mega)."
Kini terbukti bahwa ilmu pedang yang mereka mainkan betul
adalah Sin-liong-jut-hun seperti dugaan Ling Kun-gi, tapi dia hanya tersenyum saja, katanya: "cayhe hanya melihat Cara nona tadi waktu memainkan ilmu pedang itu selincah naga di atas mega, tak kira bahwa jurus pedang itu memang bernama Sin liong-jut-hun,
tentunyailmupedang inijuga ciptaanPang kalian?"
Giok-lan seperti tersentak sadar, katanya: "Itulah ilmu pedang pelindung Pang kami, untukapa Kongcu tanyahalini?"
"Sepuluh tahun cayhe berlatih pedang, selamanya belum pernah melihat ilmu pedang seaneh dan begitu digdaya, karena ketarik
adalah jamak kalau ingin tahu lebih jelas."
Seperti tertawa tapi tidak tertawa Giok-lan memandangnya,
katanya sambil mencibir: "Ketarik apa segala, yang jelas kau ingin tahu asal-usul ilmu pedang ini bukan" Bagi orang lain, hal ini hanya merupakan impian belaka, tapi bila Ling-kongcu ada maksud,
kukira tidaksukar . . . "
Mendadakdiaberhentibicarasampai di sini.
Sudah tentu Kun-gi ingin tahu asal-usul ke-3 jurus ilmu pedang
itu, tanyanya: "Tidak sukar bagaimana?"
Giok-lan tertawa penuh arti, katanya: "Asal Ling-kongcu sudi jadi anggota Pang kami dan menjadi Huma (suami Pangcu) dan
bertanggungjawab menjaga keselamatan Pangcu, kau akan
memperoleh hak untuk mempelajari ketiga jurus ilmu pedang
pelindung Pang itu."
Tanpa terasa mereka sudah berada dipekarangan tengah terus
menuju ke deretan rumah di sebelah kiri. Sin-ih yang bertugas di bilangan ini segera keluar menyambut. Kata Giok-lan-"Ling kongcu adalah tamu agung Pang kita, berilah hormat kepadanya."
Sambil tertawa Kun-gi mendahului buka suara "Nona Sin-ih tidak usah banyak adat, masa kau tidak mengenalku?" -Suaranya dibikin serakhingga miriplogatciam-liongCuBun-hoa.
Terbeliak mata Sin-ih, serunya: "Kau adalah Cu-cengcu?"
Giok-lan iringi Kun-gi masuk ke kamar tamu, lalu menuding
kamar sebelah kiri, katanya: "Itulah kamar buku yang disediakan untuk Ling-kongcu,"
Lekas Sin-ih lari ke depan membuka daun pintu yang bercat
merah. "silakan," kata Giok-lan, Kun-gi tidak sungkan lagi, segera ia beranjak masuk.
Kamar bukuini amatbesardanpanjang, tepatditengahterdapat
sebuah pintu bulan sabit, sehingga kamar panjang ini dipetak jadi dua. Kamar depan bagian selatan sana ada jendela berkaca yang
bertutup kain sari bersulam indah, di luar jendela adalah taman bunga, di bawah jendela terdapat meja buku, di kanan-kirinya
terdapat rak buku, setiap petak penuh berisi buku2, semua diatur begitu rapi, disekitar meja terdapat empat buah kursi.
Kamar belakang mepet dinding utara terdapat sebuah almari
bersusun, sekali pandang lantas ketahuan almari ini sengaja dibuat khusus untuk menyelidiki getah beracun itu, di atas almari banyak terdapat laci, pada setiap laci ditempel kertas merah yang
bertuliskan namaobatyangdisimpandidalamlaci itu.
Dipinggir kiri almari ada sebuah pintu kecil, hanya di belakang masih ada sebuah ruangan lain-Menuding almari itu Giok-lan menerangkan:
"obat2 dalam laci itu berjumlah 72 macam, semua adalah
obat2an yang pernah Kongcu gunakan wak-tu menawarkan getah
beracun di coat-sin-san Ceng, keCuali itu bila Kongcu masih
memerlukan obat lainnya boleh memberi pesan kepada Sin-ih,
segera akan didapatkan." -Lalu dia menuding pintu kecil itu: "Di kamar itulah untuk menggodok obat, Kongcu boleh menyuruh
Sin-ih atau bila perlu juga boleh menggodok sendiri."
Kun-gi ikut melangkah masuk. kamar kecil ini berbentuk
lonjong, semua peralatan untuk meracik dan menggodok obat
sudah lengkap tersedia di sini, Setelah mengadakan pemeriksaan
ala kadarnya, Giok" lan berkata pula: "Ada kekurangan apa di sini, atau memerlukan apa saja, Kongcu boleh minta kepada Sin-ih."
Kun-gi manggut2, katanya: "Begini rapi persiapan nona, kukira sudah cukup," Sampai di sini mendadak ia menambahkan "Tapi masih harus disediakan air."
Giok-lan tersenyum, dia menuju ke ujung sana, membuka
sebuah pintu, di luar ternyata adalah serambi yang menuju
kepekarangan belakang. Diserambi, berjajar tiga gentong air,
semuanya bertutup papan kayu bundar.
Menuding ketiga gentong air Giok-lan menerangkan pula: "Inilah tiga gentong air, gentong pertama berisi air gunung, gentong
kedua berisi air sumber, gentong ketiga beriai air sungai, sudah ku-pesan setiap hari mereka harus mengganti air sekali."
"Nona memang pandai bekerja, begini rapi persiapannya,"puji Kun-gi.
Mereka keluar dari kamar kecil itu kembali ke kamar buku. Gioklan membungkuk membuka pintu almari bagian bawah, dengan
kedua tangan dia mengeluarkan sebuah buli2 terbuat dari
porselen, katanya dengan sikap serius: "Inilah getah beracun yang kita peroleh dari Hek-liong-hwe, harap Ling-kongcu berhasil
memperoleh obat penawarnya bagi Pang kita, kami semua akan
bersyukur dan berterima kasih."
"Silakan nona mengembalikannya kedalam almari, bila
diperlukan cayhe akan mengambilnya, cayhe sudah janji kepada
Pangcu, tentu akan bekerja sekuat tenaga."
Setelah menyimpan buli2 itu, Giok-lan berdiri sambil
membetulkan rambut yang terurai, katanya tertawa: "Semoga
Kongcu berhasil secepatnya." lalu dia memberi hormat dan
menambahkan: "Ling-kongcu, aku masih ada urusan, mohon
pamit." "Sebentar nona," kata Kun-gi, "ada sebuah hal mohon nona suka memberi petunjuk."
"Masa memberi petunjuk segala, Ling-kongcu ada urusan apa?"
"cayhetinggaldisini, apakah diperbolehkanjalan keluar?"
Ber-kedip2 mata Giok-lan, sesaat dia memandang Kun-gi,
hatinya tampak ragu2, tapi segera dia berkata sambil tertawa:
"Ling-kongcu adalah tamu agung, seharusnya boleh bebas mau pergi kemana, cuma Kongcu baru datang, belum tahu seluk-beluk
disini, anggota Pang kita semua perempuan, hanya pekarangan
tengah ini saja tempat istirahat Kongcu, jadi hanya Kongcu saja seorang laki2 yang berada di sini, kalau tiada orang yang
menunjukan jalan kukira kurang leluasa."
Memang hal ini beralasan, sesuai dengan nama perkumpulan,
sudah tentu seluruh anggota Pek-hoa-pang adalah perempuan
atau gadis2, seorang laki2 asing jika tanpa pengiring memang
kurang leluasa bergerak di tempat ini. Tapi secara tidak langsung hal ini berartidirinyaditahanataudisekap dalampekaranganluas ini"
"Kalau tidak leluasa ya sudah, cayhe hanya bertanya sambil lalu," ujar Kun-gi.
Giok-lan menepekur sebentar, katanya kemudian-"begini saja, biarlah hal ini kubicarakan dulu dengan Pangcu, di belakang sana kita masih ada sebuah taman, kalau Kongcu habis bekerja, boleh
jalan2 di taman itu, cuma hal ini harus mendapat persetujuan
Pangcu." "Kukiratidakusahlah, bikinrepot kausaja."
"Tidak, hal ini memang belum terpikir sebelumnya olehku,
anggaplah kecerobohanku, kini Kongcu telah mengusulkan, tentu
akan kulaporkan kepada Pangcu, sebagai tamu agung yang bekerja
bagi kepentingan kita semua, mana boleh setiap hari menyekap diri di kamar kerja melulu," habis bicara lekas2 dia beranjak keluar.
Setelah orang pergi Ling Kun-gi mondar-mandir dalam kamar
sambil menggendong tangan melihat buku2 di atas rak, akhirnya
dia duduk di kursi malas di bawah jendela sana.
Sin-ih cepat mengambil teh serta diantar ke depan Kun-gi:
"Lingkongcu silakan minum."
"Ah, cayhe sampai lupa kalau nona masih berada di sini," seru Kun-gi. "Tiada yang perlu kau kerjakan lagi di sini. boleh nona keluar saja."
"congkoan ada pesan, Kongcu perlu bekerja seorang diri, hamba dilarang mengganggu, tapi hamba ditugaskan di sini meladeni
keperluan Kongcu, apapun keinginan Kongcu harus kusediakan.
Baiklah hamba akan tunggu di luar saja, sekali panggil hamba pasti mendengar," lalu Sin-ih mengundurkan diri.
Ling Kun-gi angkat cangkir dan menghirup,nya seteguk. sambit
memegangi cangkir dia menengadah mengawasi langit2,
pikirannya risau, ia rada bingung juga, tak tahu langkah apa yang harus dia lakukan selanjutnya.
Waktu dirinya diselundup keluar oleh Giok-je, Ia mandah saja,
hanya satu tujuan ingin mencari jejak ibunya. karena waktu itu
diketahuinya selain Coat Sin-san-ceng ternyata ada pula suatu
serikat rahasia lain yang menghendaki dirinya. Di Coat
Sin-san-ceng dia gagal mendapatkan ibunya, sudah tentu dia ingin melihat2 serikat rahasia apakah yang hendak memperalat dirinya.
Maka Kungi akhirnya berada di Pek-hoa-pang ini.
Pek-hoa-pang memang suatu kumpulan gadis yang serba
rahasia, tapi dia yakin bahwa ibunya yang bilang pasti tiada
sangkut-pautnya dengan Pek-hoa-pang. Malah Pek-hoa-pangcu
berjanji akan bantu dirinya mencari jejak beliaU. Kini setelah
diketahui bahwa ibunya tak berada di sini, sepantasnya dia harus segera berlalu, tapi dua persoalan justru terpampang
dihadapannya, tak mungkin untuk di-tinggal pergi begini saja.
Soal pertama sudah tentu menyangkut getah beracun. Semua
dia hanya tahu bahwa Coat Sin-san-ceng amat getol menginginkan
obat penawar getah beracun, kini sudah jelas bahwa Coat
Sin-san-ceng hanyalah merupakan salah satu Cabang kerja dari
Hek-liong-hwe, sedang getah beracun sebetulnya milik
Hek-liong-hwe. Dan Hekliong
hwebelummempunyaiobatpenawarnya.
Dari pembicaraan Jik Hwi bing dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pek-hoa-pang dan Hek-liong-hwe belum pernah bentrok atau
berselisih, lalu kenapa pihak Pek-hoa-pang juga ingin selekasnya memperoleh obat penawar getah beracun" Sebetulnya barang
apakah getah beracun itu" Apa pula tujuan dan muslihat yang
tersembunyi di balik semua ini sampai Pek hoa-pang dan
Hek-lionghwe seakan2 berlomba untuk mendapatkan obat penawar
itu" Soal kedua adalah mengenai ketiga jurus ilmu pedang, yaitu Hwi
liong-sam-kiam. Terang gamblang ibunya pernah menjelaskan
bahwa Hwi-liong sam-kiam adalah warisan keluarganya. Kalau
warisan keluarga sudah tentu merupakan ilmu rahasia pula.
Kenapa Pek-hoa-pang juga memiliki ketiga jurus ilmu pedang
ini" Malah dijadikan ilmu pelindung Pang mereka" Maka timbullah dua pertanyaan, Pek-hoa-pangkah yang mencuri belajar dari
keluarganya" Atau keluarganya yang mendapat ajaran ketiga jurus ilmu pedang itu dari Pek hoa-pang"


Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari ketiga jurus ilmu pedang ini Kun-gi dapat menarik
kesimpulan, mungkinkah ibunya punya hubungan dengan Pek-hoapang" Dari sang ibu dia lantas teringat kepada sang ayah, sebesar ini dirinya belum pernah melihat wajah ayahnya sendiri, malah
ibunya tidak pernah bicara soal ayah dengan dirinya. Kalau betul ilmu pedang itu warisan keluarga, tentu warisan dari ayahnya,jadi ayahnyayang ada sangkut paut dengan Pek-hoa-pang"
Pikirannya timbul tenggelam, kalut dan semakin ruwet, cangkir
diangkat dan kembali dia menghirup seteguk. Ternyata teh dalam
cangkir sudah dingin-Teh dingin ini membuat pikirannya yang
gundahpelan2 mulaitenangkembali.
Suhu pernah berpesan, menghadapi urusan harus berpikir
dengan kepala dingin-Maka dia lantas berpikir pula mengenai soal pertama getah beracun, seharusnya Pek-hoa pangcu tahu, tapi
agaknya nona itu tidak suka banyak bicara. Soal kedua Hwe liongsam-kiam, kalau ilmu pedang ini di anggap pelindung
Pek-hoa-pang, tentu nona itu juga tahu asal usulnya, Hanya kedua persoalan ini saja yang ingin diketahuinya dan kunci kedua
persoalan ini terletak pada diri Pek-hoa-pangcu.
Cuaca sudah mulai gelap. Kun-gi masih duduk termenung.
Karena mendapat pesan congkoan di-larang mengganggu Lingkongcu, maka secara diam2 Sin-ih menyalakan pelita di ruang
kecil. Hidangan sudah diantar, maka Sin-ih lantas menyiapkan
meja makan di kamar sebelah pula, tapi ditunggu sekian lamanya
ling Kun-gi masih tenggelam dalam pikirannya, padahal hidangan
sudah dingin, maka secara diam2 pula Sin-ih beranjak kepintu
mengawasi Ling Kun-gi serta memanggil dengan suara lirih:
"Ling-kongcu, sudah saatnya makan malam." "o," Kun-gi tersentak sadar, lekas dia berdiri, katanya tertawa geli: "begini cepat, tahu2
hari sudah petang."-ia lantas ikut ke kamar makan
Sin-ih tarik kursi mempersilakan Kun-gi duduk. mengambil poci
serta mengisi cangkir dengan arak. Lalu menyiduk semangkok nasi bagi Kun-gi.
Kun-gi diam saja membiarkan orang meladeni, katanya
kemudian dengan tersenyum: "Nona agaknya serba pandai."
Usia Sin-ih baru belasan tahun, gadis yang sedang mekar,
keruan mukanya menjadi merah di-awasi sedemikian rupa, wajah
terasa panas, kepalanya tertunduk dan tak berani bersuara.
Kun-gi menjadi geli, tapi dia tidak hiraukan orang lagi, segera dia sikat seluruh hidangan yang diperuntukkan dirinya. Setelah
membereskan mangkuk piring Sin-ih menyuguh secangkir teh pula
ke dalam kamar, Ling Kun-gi lantas berkata: "Nona boleh istirahat saja."
Malam ini Sin-ih tidak berani lagi bantu Kun-gi menanggalkan
jubah dan ganti pakaian segala, demi mendengar perkataan Kun-gi itu tersipu2 dia mengundurkan diri.
Kira2 kentongan pertama, kamar Kun-gi sudah gelap. tapi dia
tidak lantas naik ranjang, ia atur bantal guling yang ditutup selimut hingga menyerupai bentuk tubuh wanusia. Lalu secara diam2 dia
buka jendela serta melompat keluar, dari luar dia tutup pula
jendela pelan2, sesosok bayangan lantas melambung tinggi ke
udara, begitu cepat laksana segulung asap yang tertiup angin lalu, melayang ke belakang.
Inilah hasil pemikiran Kun-gi sebelum makan tadi, rahasia getah beracun dan Hwi liong-sam-kiam tentu diketahui oleh Pek-hoapangcu, tapi orang agaknya tidak mau banyak bicara, terpaksa
dirinya harus menyelidiki secara diam2, oleh karena itulah tadi dia berkeputusan malaminijugaakanberaksi.
Menyelidiki rahasia orang lain sebetulnya merupakan pantangan
bagi kaum persilatan, tapi lantaran berkepandaian tinggi dan
nyalipun besar, dia beranggapan asal dirinya berlaku hati2, tentu jejaknya tidak akan konangan oleh orang2 Pek-hoa-pang.
Taman keluarga Hoa yang besar dan luas ini merupakan markas
pusat yang amat penting artinya bagi Pek-hoa-pang. Karena huruhara tadi siang, maka penjagaan malam ini jauh lebih keras, pada setiap tempat gelap di sudut2 taman pasti ada pos penjagaan yang diatur sedemikian rupa, sampaipun pada setiap wuwungan, setiap
jendela pada setiap loteng juga ada orang berjaga dan mengawasi.
Sudah tentu semua petugasnya adalah gadis remaja.
Sebetulnya tidak sedikit pula jumlah Hou-hoat-su-cia di dalam
Pek-hoa-pang, umpama Liok Kian-lam dan lain2, semuanya adalah
kaum pria, maka mereka tidak berada dalam lingkungan taman
luas ini. Jika benar taman keluarga Hoa ini berada di tengah
Phoa-yangouw, maka tugas Hou-hoat-su-cia itu pasti berada di
luar, umpamanya meronda di perairan atau dipesisir.
Karena siang tadi Kun-gi pernah kemari, jalan sudah apal,
dengan mengembangkan Thian-liong-siap-Kong-sin-hoat, umpama
dia berkelebat di depan para petugas yang cantik jelita itu,
mungkin merekapunmengirapandangan merekasendiriyangkabur.
Di atas loteng Sian-jun-koan, sinar pelita tampak masih
menyorot keluar. Tanpa banyak pikir Kun-gi meluncur ke sana,
pertama dia mencari batu loncatan pada sepucuk pohon besar,
meminjam aling2 bayangan pohon yang berdaun lebat, dia
mendekam serta pasang mata memperhatikan ke atas loteng.
Sinar lampu menyorot dikamar pertama disebelah kiri, tempat di
mana Kun-gi sembunyi kebetulan berjarak kira2 tujuh tombak dari loteng melihat pajangan yang ada di kamar itu, dia yakin pastilah kamar tidur yang didiami Pek-hoa-pangcu.
Jendela di sebelah selatan tampak masih terbuka, sinar lampu
justru menyorot keluar dari sini, cuma teraling oleh kain gordyn yang terbuat dari kain sari kuning sehingga seperti berkabut selapis asap kuning.
Pek-hoa-pangcu dan Giok-lan tampak duduk berhadapan di
sebuah meja bulat kecil, gerak-gerik mereka menunjukkan sedang
membicarakan sesuatu persoalan,jarak cukup jauh, maka tidak
terdengar suara percakapan mereka.
Pek-hoa-pangcu kini mengenakan gaun merah baju kuning,
rambut panjang terurai diikat benang merah, gerak-geriknya halus, sikapnya anggun berwibawa, potongan tubuhnya begitu indah
mempesona, tapi mukanya tetap mengenakan kedok.
Sebetulnya wajah berkedok itupun cantik jelita, cuma usianya
kelihatan lebih tua dari umur sesungguhnya sehingga tidak seayu wajah aslinya.
Giok-lan tetap memakai pakaian serba putih, pandangan
pertama akan menimbulkan kesan keagungan dan kesucian
dirinya, sudah tentu tak lepas dari rasa sederhana.
Teraling kain sari mengawasi sang jelita tak ubahnya seperti
berada di dalam kabut mengawasi bunga, tapi tujuan Ling Kun gi
kemari bukan untuk mengintip gerak-gerik nona cantik. Tujuannya adalah menyelidiki rahasia getah beracun dan asal usul Hwi liongsam-kiam, maka dia merasa perlu mencuri dangar percakapan Pekhoa-pangcu dan Giok-lan. Taraf ilmu silatnya memang tinggi sehingga keberaniannyapun
luar biasa, dengan tajam diperiksa sekelilingnya, tiba2 ia meloncat mumbul meninggalkan pucuk pohon dan menubruk kearah loteng.
Betapa cepat gerakan tubuhnya, dengan lincah dan enteng dia
melompat kewuwungan rumah, sekali tutul lagi, dengan jumpalitan tubuhnya lantas hinggap di serambi sebelah timur. Tempat itu
kebetulan adalah pengkolan jalan, sinar lampu tidak menyorot ke sini, maka tempatnya jauh lebih gelap.
Ringan dan sebat sekali tubuh Kun-gi berputar terus merunduk
ke jendela sebelah timur, didapatinya jendela tidak tertutup letak kamar di ujung sebelah timur, jadi hanya terpaut satu kamar
dengan kamar tidur Pek-hoa-pangcu yang sedang bicara dengan
Giok-lan. Dari pucuk pohon tadi Kun-gi sudah memeriksa dengan teliti,
dengan enteng ia menerobos masuk dan hinggap di dalam kamar
tanpa bersuara. Pada saat dia mendorong jendela dan berkelebat
masuk itu hidungnya berbareng dirangsang bau harum, sekali
mencium bau harum ini Kun-gi lantas tahu bau harum ini mirip
dengan wewangian yang pernah terendus dari badan Pek-hoapangcu. Dengan rasa kaget sigap sekali Kun-gi berkisar ke samping
sambil bersiaga, dia kira Pek-hoa-pangcu sudah siap menunggu
kedatangannya, tapi setelah berdiri tegak dan mengamati
sekelilingnya, baru dia sadar bahwa dirinya terlalu takut akan
bayangan sendiri. "Agaknya kamar inilah kamar tidur Pek-hoa-pangcu," demikian batin Kun-gi. Sejenak dia memeriksa keadaan kamar ini, lalu
merunduk ke dinding barat dan bergerak kearah pintu. Itulah pintu berbentuk bulan, sisi kanan kiri terdapat kerai yang tersingkap dan tergantol besi mengkilap, sebelah luarnya tertutup jalur2 manik yang direnteng benang besar. Dari tempat gelap ini dengan jelas dia dapat mengawasi keadaan di luar, malah dia bisa sembunyi di belakang kerai yang tersingkap itu.
Maka didengarnya suara Pek-hoa-pangcu sedang berkata:
"Kukira apa yang dikatakannya tidak bohong."
Tergerak hati Kun-gi, batinnya: "Agaknya diriku yang menjadi topikpembicaraan mereka."
Terdengar Giok-lan berkata: "Jadi maksud Pangcu kita harus memberi perintah kepada para saudara yang tersebar luas itu
untuk bantumencarijejak ibunyayanghilang?"
"Tujuannya memang hanya mencari ibundanya, dia berjanji
akan membantu kita menemukan obat penawar getah beracun,
betapa besar arti dan pentingnya bantuan ini, kalau kita bantu dia menemukan ibunya juga setimpal."
"Pangcu percaya kalau dia betul2 dapat menemukan obat
penawar getah beracun?"
"Seharusnya tidak pantas kita curiga dalam hal ini, laporan Giokje sudah jelas, bukankah dia sudah menemukan penawar getah di
Coat Sin-san-ceng?" "Betul, cuma hamba merasa dia terlalu muda, coba pikir, betapa luas pengalaman Tong Thian-jong, Un-it-kiau dan Lok san Taysu,
mereka toh sia2 setelah bekerja tiga bulan, padahal usia Lingkongcu kukira baru likuran tahun . . . . "
"Jangan kau menilai demikian, bahwa getah semangkuk telah
dia bikinjadiair jernih kan sudahterbukti?"
"Tapi hamba kira bukan dia yang berhasil menawarkan getah
beracun itu." "Bukan dia yang menawarkan getah beracun?" seru Pek-hoapangcu kaget dan heran, "maksud Sam-moay . . . . "
"Hamba kira dia membawa sesuatu obat yang khusus dapat
menawarkan segala macam racun, adalah jamak bagi setiap insan
persilatan selalu membekal obat2an macam ini, mungkin secara
kebetulan obat yang dibawanya itu bisa menawarkan getah
beracun." Memang tidak malu Giok-lan diangkat menjadi congkoan Pekhoa-pang, pandangan dan pendapatnya memang Cermat dan lebih
mengena sasaran daripada orang lain
Pek-hoa-pangcu manggut, ujarnya: "Betul, kulihat sorot
matanya amat tajam, hakikatnya tidak mirip seorang yang terkena racun pembuyar Lwekang, kalau dia selalu bawa obat penawar
racun, maka racun pembuyar Lwekang itupun tentu sudah punah
dari tubuhnya." Sampai di sini tiba2 dia menepuk meja sambil tertawa, katanya: "Ya, pasti begitu, waktu Giok-je dicegat orang2
Hek-lionghwe di tengah sungai, katanya ditolong seorang berkedok yang mengalahkan Dian Tiong-pit dan begundalnya, hari ini setelah melihat dia lantas timbul rekaan dalam benakku bahwa orang
berkedok itu pasti dia" Pada saat itulah, di luar sana seorang pelayan bersuara lantang: "Hamba menyambut kedatangan Hu
pangcu." Mendengar yang datang adalah Hu-pangcu atau wakil Pangcu
Pek-hoa-pang, cepat Kun gi sedikit menyingkap kerai dan
mengintip keluar. Segera Pek-hoa-pangcu angkat kepala dan berseru: "Apakah Jimoay yang datang?"
Tampak kerai tersingkap. muncullah seorang gadis remaja
berbaju kuning ketat, langsung ia menjura kepada
Pek-hoa-pangcu, katanya: "Siaumoay memberi hormat kepada
Toaci." Lalu ia tanggalkan mantel serta mencopot cadar kuning yang menutup mukanya.
Kini Kun-gi dapat melihat jelas. Usia gadis ini sebaya dengan
Pekhoa-pangcu, wajahnya berbentuk kwaci, alisnya melengkung
laksana bulan sabit, dagunya laksana lebah bergantung, matanya
jeli seperti bintang kejora, pinggangnya ramping diikat sabuk kain merah, di mana terselip sebatang pedang bersarung kulit ikan
cucut, sepatunya kulit hitam tinggi, kelihatannya gagah dan
angker, itulah seorang gadis yang sudah terlatih dan gemblengan.
Ternyata dia tidak mengenakan kedok.
"Silakanduduk Ji-moay,"kataPek-hoa-pangcu.
Sementara itu Giok-lan berdiri menyambut, katanya sambil
menjura kepada gadis baju kuning, "Hamba memberi hormat
kepada Hu-pangcu." Gadis baju kuning mengangguk, katanya tersenyum:
"Sam-moay juga ada di sini, sesama saudara sendiri buat apa sungkan?" Wajahnya kelihatan berseri tawa, tapi sedikitpun tidak kentara rasa simpatik pada nada bicaranya. Dia duduk pada kursi sebelah kiri Pek-hoa-pangcu, lalu berkada pula: "Sam-moay betul2
cerdik pandai melebihi orang lain, Thay-siang (junjungan maha
tinggi) menyerahkan jabatan congkoan padamu memang sangat
tepat." Tiba2 tergerak pikiran Kun-gi: "Jadi jabatan congkoan ini
diperoleh dari Thay-siang, bukan di angkat langsung oleh Pek-hoapangcu, jadi masih ada lagi Thay-siang-pangcu. Memangnya
gadis2 remaja yang cantik molek. bukan saja berkepandaian tinggi, malah berani membentuk serikat segala, sudah tentu semuanya
hasil didlkan seseorang dan orang itu pasti adalah
Thay-siang-pangcu yang dimaksudkan itu."
Setelah gadis baju kuning duduk barulah Giok-lan ikut duduk.
katanya: "Justeru karena Thay-siang yang menyerahkan jabatan ini padaku, maka sedikitpun aku tidak berani lena dalam menjalankan tugas."
Pek-hoa-pangcu menyela: "Tengah malam begini Ji-moay
kemari, entah ada petunjuk apa dari Thay-siang?"
"Thay-siang mendapat kabar bahwa orang2 Hek-Liong-hwe
telah menimbulkan onar di sini, beliau amat marah, bahwa markas pusat Pek-hoa-pang sampai dikunjungi orang luar, menimbulkan
huruhara lagi, jelas ini merupakan kecerobohan kita, lebih celaka, musuh masih meloloskan diri lagi . . ."
"Memanghambayangtidak becus,"kataGiok"lan.
"Kami terima kenyataan ini, soalnya penyatron berkepandaian tinggi, beruntung dua diantara tiga musuh dapat kita bunuh," kata Pek-hoa-pangcu.
Dengan kedua tangan membetulkan letak rambutnya, gadis
baju kuning berkata sambil miringkan kepala ke arah
Pek-hoa-pangcu: "Letak tempat kita dikelilingi air, orang2 kita juga meronda di atas air, umpama tumbuh sayap juga musuh takkan
mungkin lolos, memangnyasetelah menemukanjejak musuh lalu
kitatidaksuruhan orang menggeledah perairan?"
"Begitu tahu ada orang luar menyelundup ke-mari lantas
kuperintahkan orang mengadakan razia, ternyata Ui-Liong-tongcu
dari Hek-Liong hwe yang bernama Jik Hwi-bing cukup cerdik, dia
tinggalkan dua pembantu di atas perahu, kedua orang itu adalah
Dian Tiong-pit dan Hou Thi-jiu, Liok dan Li berdua Sucia yang
bertugasdisanatertutukoleh mereka malah."
"Thay-siang suruh Siau-moay kemari untuk memeriksa peristiwa ini, Liok dan Li berdua Sucia tidak menunaikan tugas dengan
semestinya, cukup setimpal dicurigai ada berkomplot dengan
musuh, memangnya Pek-hoa pang kita boleh membiarkan orang
luar keluar masuk dimarkas besar ini dengan sesukanya?"
Pek-hoa-pangcu menghela napas, katanya kemudian: "Bicara
soal ilmu silat memang sulit dibedakan, terang kepandaian Liok
dan Li berdua sucia memang terpaut jauh dengan musuh sehingga
dengan mudah kena dibekuk musuh, semua kesalahan tak boleh
dijatuhkan kepundak mereka."
Gadis baju kuning cekikikan, katanya: "Biasanya Toaci memang bijaksana, masa engkau tidak pernah menduga, bukan mustahil
mereka berdua yang sengaja menolong orang she Jik itu
meloloskan diri?" "Itu tak mungkin, Liok dan Li amat setia mungkin membiarkan musuh lolos," kata Pek-ho-pangcu tegas.
Kembali baju kuning cekikikan, katanya: "Umpama betul mereka biasanya setia dan kerja keras, kenyataan bahwa orang she Jik
dibiarkan lolos, kalau yang satu ini tidak dihukum untuk peringatan kepada yang lain, selanjutnya siapa saja boleh menggunakan
alasan yang sama untuk membebaskan musuh, demi menegakkan
undang2 Pang kita, maka pantas kalau kedua orang ini dihukum
mati ." Waktu mengucapkan kata2 "Mati" wajahnya tampak diliputi hawa nafsu membunuh.
Rajawali Hitam 8 Sepasang Golok Mustika Karya Chin Yung Dendam Empu Bharada 9

Cari Blog Ini