Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bayangan Malaikat 11

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 11


atau si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet tak terasa
alisnya berkerut, rasa gusar memuncak dalam hatinya.
Sungguh anjing anjing yang tidak tahu malu" diam-diam
makinya di dalam hati. "Jikalau kepandaian silatmu belum
punah rasanya mereka tak akan punya nyali begitu besar
untuk cari gara gara"
Kejadian ini memang nyata, terang terangan Si Raja Akhirat
berwajah ketawa Song Chiet serta Siauw Siang Yu Su tahu jika
kepandaian dari Tan Kia-beng sudah punah mereka baru
timbul keberanian untuk merampas pedang kumalanya.
Saat ini setelah kedatangan si Raja Akhirat berwajah
ketawa Song Chiet, semangat dari Siauw Siang Yu Su pun
timbul kembali tanpa mendengus atau mengucapkan sepatah
katapun ia maju menerjang ke depan dan melancarkan satu
cengkeraman membabat dada pemuda she Tan.
"Kau cari mati!" bentak Pek Ih Loo sat teramat gusar.
Telapak tangannya mengirim satu pukulan tak berwujud ke
tengah udara, segulung hawa pukulan berhawa dingin
menusuk tulang langsung menghajar keluar bagaikan amukan
ombak dahsyat di tengah samudra.
Ilmu pukulan Sian Im Kong Sah Mo Kang sudah terkenal di
dalam dunia kangouw dan menjagoi kepandaian macam
apapun. Dalam keadaan terburu-buru Siauw Siang Yu Su pun
tidak ingin menempuh bahaya menerima datangnya serangan
tersebut, buru-buru telapak tangannya ditekan ke bawah lalu
menyingkir ilmu langkah kesamping.
Pada saat Pek Ih Loo sat melancarkan pukulan mendesak
mundur Siauw Siang Yu Su itulah Si Raja Akhirat berwajah
ketawa Song Chiet memperdengarkan suara tertawa anehnya
yang lebih mirip jeritan kuntilanak, tubuhnya laksana angin
puyuh berkelebat menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Melihat kejadian itu Pek Ih Loo-sat merasa cemas
bercampur gusar, dengan diiringi suara gemerincing yang
nyaring tahu-tahu golok lengkung terbuat dari peraknya sudah
dicabut keluar. Dengan gerakan "Hut Ciang Hoa Im" atau Mengebut
Tembok Bayangan Bunga golok lengkungnya memancarkan
serentetan cahaya keperak perakan langsung melindungi
seluruh tubuh Tan Kia-beng diikuti suara bentakan bergema
memenuhi angkasa sreet! Sreeet! Sreeet! berturut-turut ia
mengirim tiga buah serangan berantai.
Golok lengkungnya dengan memancarkan cahaya tajam
dengan disertai titik titik bintang perak yang amat banyak
meluncur ke tubuh lawan. Ketiga buah jurus serangan yang dilancarkan dalam
keadaan gusar ini benar-benar amat cepat dan santar,
telengas bukan main. Walaupun Siauw Siang Yu Su serta si Raja Akhirat berwajah
ketawa semuanya adalah jago-jago lihay dari kalangan dunia
persilatan tapi menghadapi serangan serangan aneh yang
cepat dan santar ini kena terdesak juta sehingga terpukul
mundur terus ke belakang.
Tapi Pek Ih Loo sat yang terus menerus menguatirkan
keselamatan Tan Kia-beng, ia tidak berani berpisah terlalu
jauh. Setelah berhasil memaksa mundur kedua orang itu buruburu buyarkan serangan dan mundur kembali kesisi pemuda
tersebut. Baik Siauw Siang Yu Su maupun si Raja Akhirat berwajah
ketawa sama-sama adalah jago-jago kangouw kawakan,
sudah tentu mereka dapat menangkap juga titik kelemahan
tersebut. Mereka berdua lantas saling tukar pandangan sekejap,
suatu siasat bagus muncul dalam benak mereka berdua orang
itu tidak lagi menerjang secara hadap-hadapan tapi bergerak
gerilya, satu maju yang lain mundur dan tujuan yang mereka
arah hanya Tan Kia-beng seorang.
Menanti Pek Ih Loo sat berhasil memaksa mundur Siauw
Siang Yu Su, maka si Raja Akhirat berwajah ketawapun
bergerak maju ke depan. Siasat ini benar-benar merupakan suatu siasat yang amat
licin, bukan saja membuat Pek Ih Loo sat tidak berhasil
melancarkan serangan bahkan lama kelamaan jadi lelah
sendiri. keringat mengucur keluar membasahi seluruh tubuh.
Ketika itu orang yang paling merasa sedih adalah Tan Kiabeng sendiri, sejak ia munculkan diri ke dalam dunia kangouw
dan mengalami betah seberapa banyak pertarungan sengit
serta kepungan berapa banyak jagoan lihay selalu berhasil
memunahkan keadaan bahaya dengan andalkan kepandaian
silat serta kecerdikannya.
Tidak disangka pada suatu ketika tenaga lweekangnya
punah dan membutuhkan seorang perempuan untuk
melindungi dirinya. Kontan saja hati kecilnya pada saat ini
benar-benar seperti disiksa.
Siauw Siang Yu Su yang melihat siasatnya berhasil
mengenai sasaran, hatinya jadi kegirangan setengah mati,
diam-diam pikirnya, "Aku tidak akan takut kelihayan dari
budak itu, asalkan waktu berlarut agak lama akhirnya akan
keteledor juga." Teringat akan hal itu, tak kuasa ia dongakkan kepalanya
tertawa terbahak-bahak. "Haaa.... haaa.... haaa.... budak busuk, sekarang
seharusnya kau mengetahui kelihayan dari Toa-yamu bukan"
jika tidak kau serahkan pedang kumala dari bangsat cilik itu,
aku takut kalian susah untuk meloloskan diri dari bencana."
Dalam keadaan gusar napsu membunuh secara samarsamar menyelinap di atas wajah Pek Ih Loo Sat, mendadak
golok lengkungnya digetarkan keras. Sambil putar golok ia
membabat pinggang lawan, sedang tangan kirinya dengan
menggunakan dua belas bagian tenaga Sian Im Kong Sah Mo
Kang dihajarkan ke depan.
Siauw Siang Yu Su sama sekali tidak menyangka kalau
gadis itu bisa melancarkan serangan mematikan ke arahnya,
dalam keadaan terperanjat ia tidak berani manyambut
serangan tersebut dan buru-buru mengundurkan diri ke
belakang. Pak Ih Loo sat mendengus dingin, di dalam waktu singkat ia
sudah mengirim tujuh buah babatan dan melancarkan lima
buah serangan berantai. Seketika itu juga seluruh angkasa telah dipenuhi dengan
cahaya keperak perakan yang gemerlapan menyilaukan mata,
angin pukulan berhawa dingin menderu deru bagaikan taupan,
kontan jalan mundur dari Siauw Siang Yu Su kena tertutup
rapat, kelihatannya ia sudah terjerumus dalam keadaan
bahaya. Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet yang menonton
jalannya pertarungan dari sisi kalangan, walaupun terang
terangan melihat Siauw Siang Yu Su berada dalam keadaan
bahaya tapi ia tidak maju membantu, secara diam-diam
tubuhnya menyelinap ke belakang punggung Tan Kia-beng
lalu melancarkan satu cengkeraman ke depan.
Walaupun tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah punah,
tapi perasaannya masih tajam, melihat serangan dari si Raja
Akhirat berwajah ketawa berkelebat datang cepat laksana
sambaran kilat, mendadak pundaknya bergerak lalu dengan
amat ringan menghindarkan diri dua langkah ke samping
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini sampai ia
sendiripun dibuat keheran heranan.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa yang melihat serangannya
tidak berhasil mencapai pada sasarannya segera tertawa
dingin. "Hmmm! kau ingin melarikan diri" jangan bermimpi disiang
hari bolong!" Sepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebar dari kiri
serta kanan mencengkeram datang.
Tapi suara tertawa dingin yang diperdengarkan olehnya itu
segera mengejutkan Pek Ih Loo Sat dan bersamaan itu pula
telah menolong selembar nyawa Siauw Siang Yu Su.
Kiranya Pek Ih Loo Sat yang sudah membenci Siauw Siang
Yu Su ketika itu sedang melancarkan serangan dahsyat siapsiap mencabut nyawanya, mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang datang suara tertawa Si Raja Akhirat berwajah
ketawa yang amat menyeramkan, hal ini membuat ia jadi
terperanjat. Buru-buru serangan dibatalkan, lantas putar badan dan
berlari mendekati Tan Kia-beng.
Tapi disebabkan gadis tersebut hanya mengejar Siauw
Siang Yu Su terus menerus, jaraknya dengan Tan Kia-beng
sudah terpaut dua kaki jauhnya, perduli gerakan tubuhnya
sebagaimana cepatpun tidak bakal bisa menandingi kecepatan
gerak dari si Raja Akhirat berwajah ketawa yang melancarkan
serangan jarak dekat. Kelihatan jelas sepasang telapak si raja akhirat berwajah
ketawa Song Chiet bakal menempel di atas baju Tan Kia-beng.
Mendadak.... Segulung angin pukulan berhawa dingin tahu-tahu
meluncur datang dan langsung mengancam jalan darah "Ih
Liang" serta "Kwan Pang" pada punggung Song Chiet,
datangnya serangan amat aneh dan luar biasa
Jikalau Si Raja Akhirat berwajah ketawa tidak buyarkan
serangan dan mengundurkan diri maka ia bakal terluka
dibawah serangan tersebut.
Karena itu tanpa perduli Tan Kia-beng lagi pergelangan
tangannya ditekan ke bawah lantas tubuhna menyingkir
kesamping, dengan amat sebat ia meloloskan diri dari desakan
serangan tersebut. Ketika ia berpaling tampaklah entah sejak kapan dibelakang
tubuhnya sudah muncul dua orang kakek tua berwajah buas
dan memakai mantel bulu berwarna ungu.
Sebagai seorang yang sering melakukan perjalanan di
dalam dunia kangouw sudah tentu ia mengenali jika kedua
orang tua itu adalah si "Siauw Bian Coa Sim" atau Si muka
Riang Berhati Ular Go Tau Seng serta "Suo Hu Bu Ciang" atau Si Setan Gantung Pengikat Sukma Ong Thian anggota dari
Chuan Tiong Ngo Kui, diam-diam hatinya merasa bergetar dan
mengetahui jika keadaan tidak menguntungkan.
Tapi diluaran ia tetap mempertahankan ketenangannya,
sambil tertawa terbahak-bahak ujarnya, "Haaa.... haa....
haaa.... aku kira siapa, kiranya Penguasa Go serta penguasa
Ong." "Hmmm! jikalau saudara masih kenal dengan kami
bersaudara itulah sangat bagus, harap urusan malam ini kalian
suka mengalah demi memandang wajah kami" seru Si Muka
Riang berhati ular Go Tou Seng dingin.
Mendengar perkataan tersebut pada mulanya si Raja
Akhirat berwajah ketawa rada tertegun, tapi sebentar
kemudian ia sudah tertawa seram.
"Penguasa Go! kaupun terlalu tidak pandang aku Song
Chiet barang setahilpun, bangsat she Tan itu tiada ikatan
keluarga maupun sanak saudara dengan dirimu dengan
andalkan apa kalian suruh aku mengundurkan diri?"
"Walaupun antara kami dengan orang she Tan tiada ikatan
apapun tapi ia sudah berhutang darah dengan kami." kata Go
Tou Seng dengan nada semakin ketus. "Ini malam kami dua
bersaudara sudah tiba disini. jangan dikata hanya kau seorang
sekalipun tujuh partai besar datang kemari semuapun aku
tidak akan membiarkan mereka ikut campur di dalam urusan
ini." Waktu Pek Ih Loo sat sudah berdiri disisi Tan Kia-beng,
sedang Siauw Siang Yu Su yang baru saja berhasil meloloskan
diri dari kematian setelah tenangkan hatinya lantas berkelebat
dan berdiri sejajar dengan si Raja Akhirat berwajah ketawa.
Walaupun mereka mengerti jika Chuan Tiong Ngo Kui
bukan manusia yang gampang diganggu, tapi dengan
kedudukan dirinya sebagai seorang jago kenamaan sudah
tentu mereka pun tidak ingin tunjukkan kelemahan sendiri
dihadapan orang lain apalagi diantara lima setan baru dua
orang yang datang. Mereka sama sekali tidak tahu jika ketiga
setan lainnya sudah menemui ajalnya sewaktu berada
diperkampungan Thay Gak Cung.
Merasakan jumlah orangnya tidak kalah banyak semangat
Siauw Siang Yu Su serta Si rajah akherat berwajah ketawa
berkobar kembali. "Baiklah, kita tentukan secara blak-blakan saja" ujarnya
kemudian. "Perduli kalian hendak menggunakan cara apa
untuk menghadapi bangsat she Tan itu kami tidak akan ikut
campur, asalkan barang yang ada di pinggangnya kita
tentukan dulu akhirnya siapa yang bakal dapatkan."
Si Setan Gantung Pengikat Sukma Ong Thian pentangkan
matanya bulat bulat, cahaya hijau berkelebat menggidikkan
hati. "Urusan ini gampang sekali ditentukan" katanya dengan
suara keras. Akhirnya siapa yang bakal peroleh benda tersebut baiknya
kita selesaikan dengan mengandalkan kepandaian sendiri
sendiri. Tapi perkataan harus dijelaskan dahulu, bila kalian
pastikan diri akan mencampuri urusan ini, sampai waktunya
jangan salahkan kami dua bersaudara akan turun tangan
telengas." Keadaan dari si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet
serta Siauw Siang Yu Su pada saat ini sudah mirip
menunggang di atas punggung harimau, maju mundur serba
salah. Bila semisalnya mereka sungguh lepas tangan maka
dikemudian hari tak bakal ada muka lagi bagi mereka berdua
untuk tancapkan kaki di dalam dunia persilatan jika mereka
tidak suka lepas tangan. Chuang Tiong Ngo Kui pun bukan
manusia yang gampang diganggu.
Dengan cepat si Raja Akhirat berwajah ketawa melirik
sekejap ke arah Siauw Siang Yu Su kemudian terbatuk batuk
kering. selagi ia menoleh dan hendak mengucapkan sesuatu
mendadak sinar matanya terbentur dengan beberapa sosok
bayangan jago-jago Bulim yang entah sejak kapan sudah
munculkan diri dari empat penjuru hutan. jumlah mereka
kurang lebih ada tiga puluh orang.
Bila ditinjau dari dandanan mereka jelas merupakan anak
buah dari Chuan Tiong Ngo Kui, diam-diam hatinya jadi
terperanjat. perkataannya yang hendak diucapkan keluarpun
segera ditelah kembali. Simuka Riang berhati Ular Go Tou Seng yang melihat
perubahan air mukanya segera mengerti kalau orang itu sudah


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibikin jeri, tak terasa sekali lagi dia tertawa dingin.
Waktu sudah tidak banyak lagi, aku rasa saudara sekalian
sudah ambil keputusan. kami tidak bisa tunggu lebih lama
lagi." Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet dengan cepat
ambil keputusan, mendadak ia mundur dua langkah dan
berdiri sebaris dengan Tan Kia-beng berdua jelas tindakannya
ini menunjukkan bila dalam keadaan kepepet ia akan bekerja
sama dengan Pek Ih Loo sat untuk melakukan perlindungan.
Melihat kejadian itu simuka riang berhati ular tertawa
dingin, tangannya diulapkan anak buahnya yang ada diempat
penjuru dengan membentuk barisan perlahan-lahan mendadak
mendekat. Si setan gantung mengikat sukma Ong Thian pun mencabut
keluar pedang Sang Bun Kiamnya yang lebar.
Melihat kejadian makin lama semakin tegang, diam-diam
Siauw Siang Yu Su lantas berbisik kepada Pek Ih Loo sat,
"Keadaan situasi pada malam ini jelas menunjukkan bila
mereka bukan saja bermaksud jelek terhadap Tan Sauw hiap
seorang bahkan semua orang yang hadir dikalangan pun tidak
untung. Untuk sementara kami harus bekerja sama dengan
kalian untuk melindungi nyawa kita tercabut sia-sia."
Dengan wajah hambar Pek Ih Loo sat mendengus dingin, ia
tetap bungkam dalam seribu bahasa.
Si Setan Gantung Pengikat Sukma setelah mengeluarkan
pedangnya, badan bergerak siap-siap melancarkan serangan.
Tapi pada waktu itulah sepasang matanya telah terbentur
dengan wajah seorang wanita cantik berbaju hijau yang
berdiri disisi kalangan sambil tersenyum simpul, kapankah
gadis itu munculkan dirinya tak seorangpun yang tahu.
Tak kuasa lagi hatinya merasa sangat terkejut, kakipun
tanpa terasa sudah mundur dua langkah ke belakang.
Siapakah dara cantik berbaju hijau itu, hampir boleh dikata
semua orang yang hadir dikalangan pada saat ini
mengenalinya. karena dia bukan lain adalah si Si Dara Berbaju
Hijau Gui Ci Cian yang pernah melukai Liok lim Sin ci dalam
sekali gebrakan. Chuan Tiong Ngo Kui yang pernah menggabungkan diri
pihak Isana Kelabang Emas sudah tentu mengenal juga
dengan gadis ini sedang Siauw Bian Yen Loo serta Siauw Siang
Yu Su pun pernah berjumpa dengan dirinya.
Hanya mereka tidak mengetahui apa maksud
kedatangannya disana"
Hanya pikiran Tan Kia-beng seorang yang menjadi terang.
sedang Pek Ih Loo sat pun bisa menduga beberapa bagian
dan mengetahui bila ia tidak bermaksud jahat.
Tapi sungguh aneh sekali, setibanya di tengah kalangan
dara cantik berbaju hijau itu sama sekali tidak menunjukkan
sesuatu reaksi hanya berdiri disisi kalangan sambil melihat
keramaian Si Setan Gantung Pengikat Sukma yang telah mundur dua
langkah ke belakang, sewaktu dilihatnya Gui Ci Cian tidak
menunjukkan sesuatu gerakan, dalam hati lantas merasa jika
ia sudah memperlihatkan kelemahan sendiri, karena itu diiringi
suara bentakan keras tubuhnya menerjang ke depan sedang
pedangnya dibabat ke arah Tan Kia-beng.
Pek Ih Loo sat mendengus dingin, golok peraknya dengan
memancarkan cahaya keperak perakan langsung melindungi
seluruh tubuh Tan Kia-beng sedang ujung baju kirinya
bagaikan ular lincah menotok jalan darahnya.
Si Setan Gantung Pengikat Sukma segera menekan
pergelangan tangannya ke bawah, hawa pedang berdesir balik
mengancam lengan Pek Ih Loo sat, bersama-sama itu pula
bentaknya keras, "Serbu!"
Seketika itu juga suara bentrokan bergema seru. orangorang yang ada di sekeliling kalangan bersama-sama turun
tangan melancarkan serangan.
Sejak simuka riang berhati ular menemui kekalahan di
dalam perkampungan Thay Gak Cung dan diantara lima setan
ada tiga setan yang mati, sekembalinya ke Chuan Tiong lantas
tutup pintu berlatih giat bahkan melatih pula seluruh anak
muridnya untuk mempersiapkan pembalasan dendam.
Oleh sebab itu kedahsyatan dari barisan Ngo Kui Im Hong
Kiam Tin yang diatur saat ini mempunyai daya pengaruh yang
jauh lebih dahsyat dari pada tempo dulu.
Serangan yang dilancarkan dengan pengerahan seluruh
kekuatan ini seketika itu juga menggulung Pek Ih Loo sat
sekalian terjerumus ke dalam lautan pedang yang penuh
dengan kabut hitam. Si Raja Akhirat berwajah ketawa sembari menggerakkan
senjata Tui Hun Pan nya yang memancarkan cahaya kebirubiruan berteriak keras. "Jika malam ini bukan ikan yang mati, jaringlah yang bobol.
Yu su! mari kita coba kedahsyatan dari ilmu pedang Im Hong
Kiam dari atas punggung, dengan menciptakan selapis tembok
cahaya pedang bersama-sama dengan Pek Ih Loo sat
mengurung dan melindungi Tan Kia-beng di dalam kurungan
segi tiga. Walaupun barisan pedang Im Hong Kiam Tin dari Chuan
Tiong Ngo Kui mempunyai daya pengaruh yang luar biasa
tetapi untuk menjebolkan pertahanan gabungan ketiga orang
itu bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, terutama sekali
permainan pedang dari Pek Ih Loo sat benar-benar ganas dan
buas hampir hampir tak ada orang yang berani mendekati
dirinya. Dengan watak simuka riang berhati ular yang licik, dan
berpikiran panjang walaupun jelas ia melihat Dara Berbaju
Hijau itu berdiri disisi kalangan tanpa ikut campur tapi hal ini
merupakan suatu halangan yang selalu mengganjel dihatinya.
Ia merasa persoalan itu semakin cepat diberekan semakin
baik, karena itu permainan pedang Bang Kun Kiam nya
semakin gencar lagi. Seluruh angkasa sipenuhi dengan suara
suitan aneh. Begitu suara suitan bergema keluar, perputaran barisan
itupun semakin cepat seaat kabut hitam menututpi seluruh
pandangan mengiringi suara dengusan yang mendebarkan
hati. Dibalik deruan angin dingin bau busuk yang memuakkan
makin lama semakin menebal, seketika itu juga si Raja Akhirat
berwujud ketawa merasakan daya tekanan makin lama
semakin berat. Bagi Pek IH Loo sat masih tidak mengapa tapi buat Si Raja
Akhirat berwajah tertawa berdua, mereka mulai merasa tidak
tahan. Lingkaran kepungan dari barisan pedang itu makin lama
bergerak semakin menyempit SIauw Siang Yu su serta Si rajah
akherat berwajah ketawa sudah mulai merasa sulit untuk
menggeserkan kakinya lagi.
Ketika itulah, mendadak....
Dua sosok bayangan manusia satu muka yang lain
dibelakang meluncur datang mendekati ke tengah kalangan.
"Penguasa Go, harap kau tahan sebentar aku orang she Bok
suami istri sudah datang" seru orang itu keras.
Tapi barisan pedang Ngo Kui Im Hong Kiam Tin dari "Chuan
Tiong Ngo Kui" sudah bergerak mencapai puncaknya, mereka
sama sekali tidak menggubris terhadap datangnya suara
bentakan tersebut. Melihat dirinya tidak digubris, orang itu jadi murka, sambil
membentak marah tubuhnya berdua langsung menerjang
masuk ke dalam barisan. Dimana angin dingin menyambar lewat suara jeritan ngeri
berkumandang memenuhi angkasa. dua orang lelaki kekar
bagaikan batu kelereng bersama-sama dengan pedangnya
terpukul mencelat meninggalkan kalangan.
Orang yang baru saja turun tanagn sama sekali tidak
meninggalkan rasa welas asih menggunakan kesempatan
ketika semua orang rada melengak dibuatnya itulah tiga buah
serangan kembali menyambar lewat, bersamaan itu pula Pek
Ih Loo sat sekalian yang berada di dalam kalangan
menggunakan kesempatan itu menerjang ke depan, seketika
barisan pedang kacau berantakan. suara jeritan
berkumandang susul menyusul.
Go Tou Seng tidak tahu siapakah orang yang baru saja
datang itu, melihat banyak anak buahnya terluka maupun
binasa ia jadi gusar Diiringi suara bentakan keras, barisan pedang berhenti
bergebrak lalu berbareng dengan si Setan Gantung Pengikat
Sukma meloncat keluar dan menerjang ke arah orang itu.
Setelah tiba dekat dengan kedua orang itu maka mereka
baru mengenal jika orang itu bukan lain adalah "Thay Gak
Cungcu" Bok Thian-hong suami istri.
Tak terasa lagi air mukanya berubah hebat, sambil tertawa
dingin, serunya, "Bok heng, apa maksudmu berbuat
demikian?" "Karena terburu-buru, maaf kami turun tangan terlalu
berat" buru-buru Bok Thian-hong manggut manggut sambil
tertawa. "Hmmm! apa maksud kedatangan Bok Toa Cungcu tidak
usah ditanya aku pun sudah tahu" dengus si Setan Gantung
Pengikat Sukma dingin. "Kita semua berasal dari satu golongan yang sama perduli
menghadapi persoalan apapun ada seharusnya dirundingkan
dahulu caramu turun tangan melukai orang jelas membuktikan
jika kalian tidak pandang sebelah matapun terhadap kami
berdua!" Walaupun Chuan Tiong Ngo Kui berwatak ganas dan buas,
tapi terhadap Thay Gak Cungcu yang pernah menggetarkan
dunia persilatan ia masih mengalah tiga bagian.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kau sudah salah mengartikan
maksudku" seru Bok Thian-hong sambil tertawa seram. "Tan
Kia-beng adalah sute dari aku orang she Bok aku harap kalian
suka memandang di atas wajah kami suami isteri berdua
untuk melepaskan dirinya aku orang she Bok tentu akan
merasa sangat berterima kasih."
Si Setan Gantung Pengikat Sukma melotot bulat bulat
sehabis mendengar perkataan tersebut lalu dongakkan
kepalanya tertawa seram. "Bangsat cilik itu punya ikatan dendam sedalam lautan
dengan kami kakak beradik. Malam ini akan sia-sia saja kau
banyak cakap." Lei Hun Hwie-cu yang selama ini berdiam diri, pada saat ini
mendadak maju ke depan. "Jika demikian adanya kalian berdua tidak suka memberikan
muka kepada kami suami istri?" teriaknya sinis.
"Membunuh orang bayar nyawa, hutang uang bayar uang.
Tiada berguna kalian berdua banyak bicara!"
Jilid: 23 Si dara cantik berbaju hijau yang selama ini berdiri
disamping tiba-tiba terawa dingin.
"Dikolong langit saat ini banyak orang yang tidak
mengetahui akan kekuatan sendiri, aku ingin mengetahui akan
kekuatan sendiri, aku ingin melihat orang-orang ini hendak
menggunakan cara apa untuk memperlakukan orang lain."
Beberapa orang yang hadir disana rata-rata pada
mengetahui bagaimanakah lihaynya si Si Dara Berbaju Hijau
itu, walaupun mereka tidak tahu siapakah yang sedang
dimaksudkan olehnya tapi perkataan tersebut cukup
memancing perhatian yang amat besar dari semua orang.
Hanya Si Raja Akhirat berwajah ketawa serta Siauw Siang
Yu su dua orang saja berpikiran dalam, walaupun tadi mereka
turun tangan bersama-sama Pek Ih Loo sat untuk melawan
barisan Im Kiam Tin dari Chuan Tiong Ngo Kui tapi hal itupun
dikarenakan keadaan yang memaksa.
Kini setelah keadaan tenang, kerakusannya muncul kembali.
Menggunakan kesempatan sewaktu Si muka riang berhati ular
Go Tou Seng sedang bercakap-cakap dengan Thay Gak
Cungcu mereka berdua saling bertukar pandangan sekejap
lalu satu dari kiri yang lain dari kanan bersama-sama
menubruk ke arah tubuh Tan Kia-beng.
Jarak diantara kedua orang itu sangat dekat, apalagi turun
tangan secara tiba-tiba, walaupun Pek Ih Loo sat berada
sangat dekat dengan pemuda itupun dibuat gelagapan.
Tan Kia-beng yang sedang berdiri tenang di tengah
kalangan, mendadak melihat si Raja Akhirat berwajah ketawa
dua orang turun tangan bersama-sama, dengan sebat ia
menggerakkan telapak tangannya membentuk gerakan
setengah lingkaran di tengah udara lalu dengan jurus "Jiet
Ceng Tiong Thian" membabat keluar.
Terasalah segulung angin pukulan hawa khie-kang yang
maha dahsyat laksana angin taupan menggulung keluar,
kehebatannya sangat luar biasa.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa sama sekali tidak
menyangka jika tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah pulih
kembali, tidak ampun lagi dadanya dengan tepat kena terhajar
keras. Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa,
tubuhnya bagaikan kelereng mencelat ke tengah udara
membawa hujan darah yang amat deras, tubuhnya begitu
terjengkang ke atas tanah, napaspun segera berhenti
bergerak. Melihat kejadian itu Siauw Siang Yu su yang ada
dibelakangnya jadi sangat terkejut, sedikit tangannya berayal
iganya kena satu hajaran dahsyat.
Diiringi suara dengusan berat iapun muntahkan darah
segar, tubuhpun mencelat sejauh satu kaki lebih kemudian
putus nyawa. Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini seketika itu juga
menggetarkan seluruh kalangan, bahkan sampai Pek Ih Loo
sat sendiripun dibuat kebingungan setengah mati, hanya
sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian seorang yang tetap
berdiri disana dengan senyuman dikulum.
Tan Kia-beng yang secara mendadak berhasil memukul
mati dua orang jagoan lihat dalam satu jurus, pikirannya
segera jadi tersadar kembali, pikirnya.
"Bukankah seluruh tenaga dalamku sudah punah" kenapa
secara tiba-tiba pulih kembali seperti sedia kala?"
Teringat akan persoalan itu buru-buru hawa murninya
dikumpulkan dipusar lalu perlahan-lahan disalurkan
mengelilingi seluruh tubuh
Terasa segulung aliran panas muncul dari pusar, mengikuti


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keinginannya menembusi ratusan buah jalan darah penting
langsung menembusi urat darah dan mencapai pada
puncaknya. Ia merasa tenaga dalam yang dimilikinya saat ini bukan saja
sudah pulih kembali seperti sedia kala bahkan kekuatannya
berlipat ganda, semangat jadi berkobar kobar, setelah
menghembuskan napas panjang lambat lambat ia berjalan
maju ke depan. Keadaan Chuan Tiong Jie Kui ketika itu sudah tidak
seangker, sesombong tadi lagi seluruh harapannya ikut
musnah bersama-sama dengan getaran angin pukulan yang
dilancarkan Tan Kia-beng terhadap si Raja Akhirat berwajah
ketawa serta Siang Yu Su Thay Gak Cungcu suami istri yang pada mulanya masih
tarik otot bersitegang, mengikuti perubahan suasana perlahanlahan jadi halus kembali. melihat Tan Kia-beng selangkah demi
selangkah berjalan mendekat tanpa terasa merekapun ikut
mundur berulang kali ke belakang.
Tiba-tiba sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian tertawa
terkekeh kekeh. "Orang-orang yang ada maksud mengincar pedang pusaka
milik orang lain, sekarang boleh mulai turun tangan. jika
sampai terlambat lagi mungkin tidak akan mendapatkan
kesempatan lagi." Walaupun Pek Ih Loo sat dapat melihat jika tenaga dalam
Tan Kia-beng sudah pulih kembali tapi karena kuatir dia yang
sembuh sulit untuk menahan serangan gencar, tubuhnya
segera melayang kesisinya dan sambil menuding Chuan Tiong
Jie Kui makinya, "Sekarang kalian tiada halangan untuk
mengeluarkan barisan Ngo Kui Im Hong Kiam Tin lagi, biarlah
nonamu coba-coba". Sebaliknya Tan Kia-beng sama sekali tidak menggubris
Chuan Tiong Jie Kui lagi, ia langsung berjalan mendekati Thay
Gak Cungcu. "Jie suheng, apakah selama ini baik-baik saja?" tegurnya
sembari menjura. Dengan perasaan sedih Bok Thian-hong menggeleng lalu
tertawa getir. "Tenaga dalam Hian ti sudah pulih seperti sedia kala berarti
pula tugas dari kami suami istri selesai sampai disini saja. Ih
heng tahu bahwa dosa yang telah aku lakukan sudah
bertumpuk tumpuk. sampai waktunya tentu akan mengambil
tindakan tindakan dimana perlu, Ih heng tidak ingin
menyusahkan Hian ti lagi."
Habis berkata lengannya diulapkan lalu mencelat ke tengah
udara dan lenyap dibalik hutan yang lebat, dengan perasaan
sedih Lei Hun Hwie cu melirik pula sekejap ke arah pemuda
tersebut lalu menguntil Bok Thian-hong berlalu dari sana.
Dengan perasaan berduka Tan Kia-beng memandang
bayangan punggung Bok Thian-hong suami isteri hingga
lenyap dari pandangan. jika mengikuti tindak tanduk yang
dilakukan suami isteri itu pada masa tempo dulu seharusnya
dijatuhi hukuman mati, tapi sejak perkampungan Thay Gak
Cung kena tersapu bersih dan Bok Thian-hong kehilangan
separuh lengannya keadaan dari suami istri tersebut berubah
seperti dua orang yang lain. pada pengangkatan ciangbunjin
dikemudian hari hukuman apa yang harus dijatuhkan kepada
mereka rasanya masih sulit untuk dibicarakan.
Dengan seorang diri ia berdiri termenung disana, sedang
antara Pek Ih Loo sat dengan Chuan Tiong Jie pun sudah
meningkat pada situasi yang penuh ketegangan.
Kedua orang setan yang sudah terbiasa melakukan
kebuasan, sudah tentu tak bakal menerima caci maki serta
sindiran sindiran pedas dari Pek Ih Loo sat, ketika gadis
tersebut maju menerjang ke depan merekapun telah mengatur
Ngo Kui Im Hong Kiam Tin nya menanti kedatangan pihak
musuh. Selama semalaman penuh hati Pek Ih Loo sat penuh diliputi
kemasgulan, dan hingga kini tiada kesempatan untuk diumbar
keluar. Kini setelah badannya menerjang maju ke depan, tanpa
ragu ragu lagi diiringi suara bentakan keras golok lengkung
keperak perakan membentuk serentetan cahaya tajam
menyambar pinggang Go Tou Seng.
Tujuan utama dari simuka riang berhati ular sebenarnya
tidak berada pada Pek Ih Loo sat, tapi ia tahu asalkan mereka
berhasil mengurung gadis ini ke dalam kepungan maka Tan
Kia-beng pasti akan turun tangan memberikan pertolongan.
Menggunakan kesempatan itulah mereka akan mengurung
pemuda tersebut ke dalam barisan, oleh sebab itu melihat Pek
Ih Loo sat bergerak merekapun segera tertawa dingin.
Pedang Sang Bun Kiam nya dengan menimbulkan suara
suitan aneh menggulung tubuh pihak lawan ke dalam
kurungan kabut hitam hawa pedangnya, diikuti suara
bentakan bergema memenuhi angkasa, si Setan Gantung
Pengikat Sukma memerintahkan anak muridnya untuk mulai
menggerakkan barisan pedangnya.
Seketika itu juga kabut hitam memenuhi angkasa, suara
suitan aneh memekikkan telinga, tubuh Pek Ih Loo sat tahutahu sudah terkurung di tengah lautan pedang yang
menyilaukan mata. Tan Kia-beng yang sedang berdiri tertegun di tengah
kalangan dan secara tiba-tiba mendengar suara yang aneh
berkumandang keluar dari belakang tubuhnya dengan sebat
putar badan. Melihat Hu Siauw-cian kena didesak Chuan Tiong Jie Kui
sehingga terkurung rapat rapat di dalam barisan Ngo Kui Im
Hong Kiam Tin kontan alisnya dikerutkan, tubuh bergerak siap
ikut serta menerjunkan diri ke dalam kalangan.
Mendadak.... Sesosok bayangan manusai berkelebat lewat "Kau jangan
turun tangan dulu," teriaknya merdu. "Lukamu baru saja
sembuh, kau beristirahat biar aku wakili dirimu".
Tubuhnya dengan sebat segera meluncur masuk ke dalam
kalangan. Kiranya orang itu bukan lain adalah sidara cantik berbaju
hijau, Gui Ci Cian adanya.
Ia mengerti jelas sebagaimana dahsyatnya kepandaian silat
yang dimiliki kedua orang gadis tersebut, setelah ada mereka
berdua yang turun tangan sekalipun Ngo Kui datang
semuapun belum tentu bisa mengapa apakan mereka berdua.
Oleh karena itu ia lantas menghentikan gerakan tubuhnya
dan sambil bergendong tangan menonton jalannya
pertarungan dari samping kalangan.
Pada halaman depan kita pernah mengungkap bahwa berita
punahnya kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng sudah
tersiar luas diseluruh dunia persilatan, orang yang melakukan
pengejaran kepadanyapun bukan cuma satu dua rombongan
saja. Ketika itu di dalam hutan sudah kedatangan berpuluh
rombongan orang yang pada saat itu pada bersembunyi dan
menonton jalannya situasi dengan hati tenang.
Ketika dilihatnya Chuan Tiong Jie Kui beserta anak buahnya
sudah berlangsung suatu pertarungan sengit melawan kedua
orang gadis itu dan kini hanya tinggal Tan Kia-beng seorang
diri berdiri disisi kalangan mereka anggap inilah suatu
kesempatan yang bagus untuk turun tangan.
Sreeet! sreeet! sreeet! berturut turut berpuluh puluh orang
meluncur keluar dari balik hutan.
Dua orang yang pertama adalah manusia aneh berpakaian
mantel warna ungu dengan wajah kurus kering bagaikan
mayat hidup begitu melayang turun ke atas permukaan tanah
langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng gerakannya sangat
cepat bagaikan sambaran kilat.
Pada saat si manusia aneh menubruk ke arah pemuda she
Tan itulah mendadak berbareng waktunya berkumandang pula
dua kali suara bentakan nyaring disusul menubruk datangnya
dua orang menyongsong kedatangan manusia aneh tersebut.
Bayangan manusia berkelebat lewat, masing-masing sudah
berpisah dan berdiri kurang lebih lima depa dari Tan Kia-beng.
Terhadap datangnya tubrukan bayangan manusia itu Tan
Kia-beng sama sekali tidak ambil gubris, ia tetap berdiri di
tempat semula tenang-tenang saja, menanti orang-orang itu
sudah melayang turun ia baru melirik sekejap ke arah mereka.
Ternyata orang-orang itu tidak terlalu asing baginya, si
manusia aneh itu bukan lain adalah "Thay Heng Siang Mo"
sedang orang yang menghajar mundur si manusia aneh itu
adalah "Im Yang Siu su" atau si siucay banci Hoo Kian serta seorang kakek tua berdandan toosu.
Masing-masing pihak berdiri saling berhadap hadapan
bagaikan jago hendak bertarung, mendadak terdengar si Toa
mo Lie Ie membentak keras, "Orang she Hoo, sepasang
matamu lebih baik kau pentang sedikit terang, di dalam
peristiwa ini sudah ada kami bersaudara yang turun tangan
selamanya tak akan membiarkan orang lain ikut campur."
Mendengar teguran itu tanpa sedikit jeri pun Im Yang Siu
su tertawa terbahak-bahak "Orang she Lie. seberapa besar
tenaga yang kau miliki?"
"Hmmm! jadi kau tidak percaya" Nih cobalah"
Telapak tangan dibalik kontan mengirim satu pukulan
dahsyat ke depan. Air muka Im Yang Siu su berubah hebat selagi ia bersiapsiap hendak mengirim serangan untuk menyambut datangnya
hajaran itu mendadak dari sisi tubuh kembali menggulung
keluar serentetan angin serangan langsung menyambut
datangnya serangan dari Toa mo.
"Braaak! Bluuum.... di tengah bentrokan keras suara
ledakan bergema memecahkan kesunyian. Lie Ih dengan mata
melotot gusar berturut turut mundur lima langkah ke
belakang. Ketika ia pertajam matanya, maka terlihatlah orang yang
serangannya di tengah jalan tadi bukan lain adalah si orang
tua berdandan toosu itu. Tak kuasa lagi matanya melotot semakin besar, bentaknya
gusar, "Siapakah saudara" kau bersiap-siap hendak satu
melawan dua?" Im Yang Siu su yang ada dikalangan cepat menimbrung
seraya tertawa tergelak. "Soal itu harap saudara suka berlega hati, Ngo Ih Koan-cu
yang namanya terkenal di mana mana tidak mungkin akan
menggunakan sistim dua lawan satu, apalagi Ong-heng pun
bukankah masih berada disini?"
Toa mo, Lie Ih yang mendengar disebutkannya nama Ngo
Ih Koan-cu, ia baru tahu jika si kakek tua berdandan toosu ini
bukan lain adalah Ngo Ih Koan-cu yang terkenal di dalam
Bulim karena ilmu Sia bun Khie kang nya.
Tak kuasa hatinya merasa terperanjat, tapi dengan
wataknya yang buas walaupun sang hati kaget telapak
tangannya tetap dipersiapkan untuk melancarkan serangan,
badannya perlahan-lahan maju mendekat.
Jie-mo ong Kang sebenarnya sudah siap hendak turun
tangan, tapi secara mendadak satu ingatan berkelebat di
dalam benaknya. "Loo-toat: tunggu sebentar, jangan turun tangan dulu"
bentaknya cepat.... "Apakah kau sudah melupakan tujuan kita
datang kemari?" Diluar kedengarannya ia seperti sedang memperingatkan
Toa-mo jika tujuan mereka yang terutama adalah menghadapi
Tan Kia-beng sehingga tidak ada gunanya untuk beribut
dengan orang lain, padahal yang benar ia sedang
memperingatkan Toa-mo untuk sementara menahan sabar
sembari menanti kedatangan bala bantuan yang sebentar lagi
akan tiba. Mendengar peringatan tersebut "Toa mo" Lie Ih jadi
tersadar kembali, ia tertawa dingin.
"Baik! hutang piutang kali ini kita catat dulu untuk dibikin
perhitungannya dikemudian hari, kita hadapi dulu sibangsat
cilik ini" Badannya berputar siap menubruk kembali ke arah Tan Kiabeng. "Tunggu sebentar!" tiba-tiba Si siucay banci membentak.
"Aku orang she Hoo ingin mengutarakan pula satu urusan
dengan dirimu. ini malam setelah ada aku orang she Hoo serta
Koancu disini, kami tak akan membiarkan orang lain untuk ikut
campur" Selesai berkata bagaikan putaran roda kereta langsung
menghadang dihadapan Tan Kia-beng.
Walaupun terang terangan pemuda she Tan ini mendengar
jika orang-orang itu sedang memperbincangkan soal pedang
kumala yang tergantung pada pinggangnya tapi ia tetap
bungkam dalam seribu bahasa, sepasang matanya dengan
tajam memperhatikan pertarungan antara Chuan Tiong Ngo
Kui melawan si Dara Berbaju Hijau serta Pek Ih Loo sat.
"Toa Mo" Lie Ih setelah kena terpanasi oleh kata-kata si
siucay banci, kegusarannya tak terbendung lagi, diiringi suara
suitan nyaring sepasang telapak tangannya diputar sedemikian
rupa secepat kilat melancarkan delapan buah serangan
dahsyat. Im Yang Siu su yang melihat kejadian itu, alisnya melentik.
"Kau kira aku orang she Hoo benar-benar jeri terhadap
dirimu" teriaknya sambil tertawa dingin.
Telapak tangan membabat kaki menendang, di dalam
sekejap mata ia sudah melancarkan tujuh buah pukulan lima
buah tendangan. di tengah suara bentrokan keras masing-masing pihak
mundur dua langkah ke belakang, keadaan tetap seimbang.
Jie-mo yang melihat Toa-mo sudah bergebrak melawan
orang, alisnya berkerut, mendadak tubuhnya maju menerjang
ke depan tangannya secepat kilat mencengkeram tubuh Tan
Kia-beng. Di dalam sangkaannya serangan yang ia lancarkan kali ini
pasti akan mendatangkan hasil, siapa nyana mendadak dari
sisi tubuhnya melayang datang sebuah serangan yang
langsung mengancam jalan darah "Ci Ti Hiat" pada lengannya itu pula terdengar seseorang berseru ketus, "Saudara, lebih
baik kau sedikit jujur kalau tidak jangan salahkan pinto akan
turun tangan telengas."
Serangan tersebut mendesak Jie mo, Ong Kuang harus
menarik kembali serangannya ke belakang.
"Jadi kalian berdua sudah ambil keputusan menjadi
pengawal orang malam ini?"
"Kalau benar kau mau apa?"


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jie mo, Ong Kuang yang kena dipancing keluar watak
gunanya segera meraung ganas tubuhnya bagaiakn kalap
menubruk ke depan. dimana cakar setannya dipentang,
digetarkan dalam waktu singkat ia sudah mengirim sebelas
buak serangan dahsyat. Gencar, dahsyat, telengas, kontan menggulung seluruh
tubuh Ngo Ih Koancu ke dalam bayangan telapak.
Sudah lama Ngo Ih Koancu mengetahui bagaimanakah
ganas serta telengasnya tindak tanduk Siang Mo, pada saat ini
ia tidak berani berlaku gegabah, ujung baju buru-buru
dikebaskannya kemudian dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya yang amat sempurna secepat kilat
meloloskan diri dari jepitan kesebelas buah serangan tersebut.
kemudian dengan mengumpulkan seluruh tenaga Sian bun
Khie-kang nya balas mengirim serangan.
Demikianlah empat orang sudah memecah jadi dua
kelompok saling beradu sengit dengan mengerahken seluruh
kepandaian silat yang dimilikinya selama ini.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng mendengus sinis, lalu
sembari tertawa dingin serunya, "Anjing menggigit anjing,
kalian adulah jiwa kalian, siauw ya tiada kesempatan untuk
menikmati peristiwa ini lagi."
Mendadak tubuhnya berkelebat langsung menerjang masuk
ke dalam barisan Ngo Kui Im Hong Kiam Tin dari Chuan Tiong
Jie Kui. "Siauw Cian, cepat hajar habis mereka, hari sudah gelap".
Mulutnya berbicara, diam-diam hawa khie kang Jie Khek
Kun Yen Kan Kun So nya dipersiapkan setiap waktu turun
tangan. Pek Ih Loo sat serta sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian
bisa bertahan di dalam barisan Ngo Kui Im Heng Kiam Tin
tanpa menang tanpa kalah disebabkan watak kedua orang
gadis itu sama-sama keras dan sombong siapapun tidak ingin
dibantu pihak yang lain bersamaan itu pula merekapun tidak
mau membantu pihak lain, maka dari itu walaupun
kelihatannya mereka bergebrak dengan kerja sama, padahal
masing-masing orang bertahan mengandalkan kepandaian
sendiri. Oleh karena itu walaupun sudah bertahan tapi tidak berhasil
juga membobolkan pertahanan barisan tersebut.
Setelah Tan Kia-beng berteriak dari luar kalangan, mereka
berdua baru tersadar kembali.
Sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian pertama tama yang
unjuk gigi, ujung bajunya dikebaskan keluar, segulung kabut
hijau yang tebal segera menggulung keluar bagaikan gulungan
air di tengah samudera. Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, dua
orang jagoan pedang yang berada di depan kena terpukul
pental dari kalangan oleh hantaman Hong Mong Cie Khie
tersebut. Kebetulan sekali pada waktu itu Pek Ih Loo sat pun sudah
mulai unjuk gigi, golok peraknya laksana sambaran kilat
mengirim tiga buah serangan berantai yang amat gencar
telapak kirinya dengan mengumpulkan sepuluh bagian tenaga
dalam mengirim satu pukulan Tok Yen Mo Cian.
Di tengah jeritan ngeri yang menyayatkan hati, dua orang
jago pedang mati seketika dibawah serangan telapaknya,
kontan suasana dalam barisan jadi kacau balau.
Selama ini Tan Kia-beng menonton jalannya pertarungan
disisi kalangan dengan tenang, sewaktu dilihatnya simuka
riang berhati ular Go Tou Seng masih juga memberi petunjuk
kepada para anak buahnya untuk menutup lubang lubang
kelemahan yang baru saja bobol dan siap pertahankan terus
keutuhan barisan pedangnya hati jadi mendongkol.
Dengan alis berkerut, hawa napsu melintasi di atas
wajahnya mendadak sepasang telapak tangannya didorong ke
depan. Ilmu pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So sudah
dilancarkan kemuka. Gerombolan jago yang sedang bergerak seru itu tidak
menyangka bakal muncul suatu hajaran sedemikian
dahsyatnya, suara jeritan ngeri berkumandang saling susul
menyusul, tubuh mencelat barisan bobol kocar kacir tidak
karuan. Selama hidup Chuan Tiong Jie Kui belum pernah menemui
ilmu pukulan selihay dan seaneh ini, tak terasa hatinya jadi
sangat terperanjat, tanpa memperduli anak muridnya lagi
mereka kebaskan pedang dan melarikan diri terbirit birit.
Pek Ih Loo sat benar-benar mendendam terhadap kedua
orang setan tersebut, tubuhnya bergerak siap melakukan
pengejaran tapi kena dicegah oleh Tan Kia-beng.
"Tidak usah dikejar lagi!" serunya cepat "Cepat atau lambat mereka tak bakal lolos dari cengkeraman kita, tinggalkan agar
di kemudian hari Mo Cuncu bisa membalas dendam buat diri
sendiri." Setelah mendengar perkataan tersebut Hu Siauw-cian baru
menghentikan langkahnya mendadak ia menemukan sidara
cantik berbaju hijau Gui Ci Cian tetap berdiri termangu-mangu
disana, buru-buru ia menyenggol Tan Kia-beng seraya berbisik
lirih, "Eeei.... kenapa kau tidak menyapa kawanmu itu?"
Diperingatkan oleh Hu Siauw-cian, Tan Kia-beng baru
merasakan hatinya rada bergerak, ia merasa kedatangan Gui
Ci Cian pada malam ini sangat mendadak sekali bahkan
pulihnya tenaga dalam yang punahpun sangat aneh ia duga
dibalik kesemuanya ini masih ada hal hal yang patut
dicurigakan. Cuma ia mimpipun tidak menyangka jika buah "Touw" yang
dibawa sang pelayan rumah penginapan waktu itu sebenarnya
adalah sebuah jin som yang sudah berusia seribu tahun.
Buru-buru ia melangkah maju mendekati si Si Dara Berbaju
Hijau. "Nona, kenapa hingga sekarang kau belum kembali ke
gurun pasir?" tegurnya seraya menjura.
"Heeei.... urusan sudah berubah jadi begini, bagaimana kau
bisa pulang ke gurun pasir?" perlahan-lahan dara she Gui ini
menghela napas panjang. "Apakah suhumu belum kembali ke gurun pasir?"
"...." "Apa mungkin pihak Isana Kelabang Emas sudah
mempersiapkan siasat licik lain?"
"...." "Lalu kenapa?" Dengan nada sedih kembali Gui Ci Cian menghela napas
panjang. "Kau selalu saja mendesak aku untuk memberi keterangan
tentang urusan macam itu. kau suruh aku Gui Ci Cian secara
bagaimana memberikan jawabannya" terus terang kukatakan,
semua pekerjaan yang aku Gui Ci Cian lakukan selama
beberapa hari ini kesemuanya merupakan perbuatan yang
melanggar peraturan perguruan Isana Kelabang Emas, apakah
kau merasa kesemuanya ini masih belum cukup?"
Tan Kia-beng tahu kepahitan hatinya, buru-buru
menyambung. "Jikalau Nona merasa susah untuk menjawab pertanaanku
itu sudah tentu cayhe tak akan mendesak, tapi entah secara
bagaimana mendadak di tengah malam ini kau bisa muncul
disini, apa tujuanmu?"
"Berita tentang punahnya kepandaian silat yang kau miliki
sesudah tersebar luas diseluruh dunia kangouw, kedatangan
dari aku Gui Ci Cian lain dari pada keajaiban terhadap dirimu."
"Jadi maksudmu kau sudah tahu bila tenaga dalamku bakal
pulih kembali seperti sedia kala?"
"Bolehlah dikatakan demikian!"
"Aaakh! budi yang amat besar ini pada suatu hari aku orang
she Tan tentu akan membalasnya!" seketika Tan Kia-beng jadi
tersadar kembali dan buru-buru menjura ke arah gadis
tersebut. Dengan sebat Gui Ci Cian meloncat ke samping
menghindarkan diri dari penghormatan itu.
Apakah aku hanya membutuhkan ucapan terima kasihmu
saja setelah sudah susah payah menempuh bahaya
menghianati perguruan"...."
Sepasang matanya mendadak memerah, titik-titik air mata
jatuh berlinang diiringi suara helaan napas panjang katanya
lagi, "Gui Ci Cian masih ada sepatah kata hendak kuberi
tahukan kepadamu, sejak jaman kuno dua jago tak akan
berdiri berbareng dikemudian hari mara bahaya masih banyak
harap kau suka baik-baik berjaga diri, dan siauw moay pun
mohon diri terlebih dulu."
Dengan cepat ia melirik sekejap ke arah pemuda tersebut,
bayangan hijau berkelebat dengan membawa desiran tajam
gadis itu lenyap dibalik hutan.
Menanti bayangan dari gadis itu sudah lenyap tak berbekas
Tan Kia-beng baru merasakan hatinya sedih, perlahan-lahan ia
hela napas panjang. "Heeei! sekali lagi ia menolong diriku...."
Ia merasa budi yang diterimanya selama ini benar-benar
sangat banyak dan entah di kemudian hari secara bagaimana
bisa mengembalikannya, sembari berpikir tak terasa
gumamnya seorang diri, "Nona Gui! aku sudah banyak
berhutang budi kepadamu tapi nasib dari aku Tan Kia-beng
memang kurang bagus, banyak persoalan yang melibatkan
diriku! kasih sayangmu, budi pertolonganmu aku rasa hanya
bisa kubalas pada penjelmaanku yang akan datang.
Ia merandek, lalu dengan nada yang berbeda sambungnya
lagi, "Tidak.... tidak bisa jadi. teringat aku Tan Kia-beng
adalah seorang lelaki sejati mana boleh berhutang budi
kepada seorang gadis" aku harus berusaha keras untuk
mengembalikan hutang budi ini...."
Melihat pemuda itu bergumam dan berkemak kemik tiada
hentinya Pek Ih Loo sat lama kelamaan tidak sabaran lagi, ia
lantas maju menegur dengan nada cemas.
"Eeei kenapa kau" semua orang cemas atas punahnya
tenaga dalammu sebaliknya setenagamu pulih kau malah
enak-enakan bercokol disini, seharusnya cepatan dikit kau
mengunjungi dusun Tau Siang CUng agar semua orang bisa
berlega hati." Setelah ditegur Tan Kia-beng baru terkembali dari impian,
ia menghela napas panjang, putar badan dan berkata dengan
aras-arasan, "Mari kita pergi!"
Sekonyong-konyong.... Beberapa bayangan manusia meluncur datang dengan
kecepatan bagaikan kilat, serunya tertawa seram teriaknya,
"Hee.... heee.... bangsat cilik, kau tidak usah bikin rencana
untuk pergi lagi, masih kawan kawan karibmu yang sengaja
datang menemui dirimu"
Tan Kia-beng melirik sekejap, kiranya orang-orang itu
adalah Thay Heng Sing Mo serta Ngo Ih Koan cu dan Im Yang
Siauw-su berempat, alisnya kontan melentik lalu disambung
dengan tertawa tergelak yang mendirikan bulu roma.
"Haaa.... haaa.... haaa.... aku kedatangan kalian adalah
disebabkan pedang mustika yang tergantung pada pinggang
siauw-yamu ini, tapi aku bisa berkata kepada kalian secara
terus terang, ingin merebut padang mustika bukanlah suatu
pekerjaan yang gampang."
Bicara sampai disitu sinar mata berkelebat memancarkan
cahaya tajam, sambil melototi keempat orang itu tak berkedip
lanjutnya, "Heee.... heee.... heee.... jika kalian benar-benar
ngotot ingin dapatkan pedang ini, baiklah! tinggalkan dulu
batok kepala kalian sebagai barang jaminan."
Tay Heng Siang Mo sebagai manusia yang berhati paling
keji, ternyata kali ini kena digertak juga sehingga mundur dua
langkah ke belakang dengan ketakutan.
Bagaimanapun Ngo Ih Koancu jauh lebih tebal imannya
diantara orang-orang itu, ia maju dua langkah ke depan,
seraya menuding kepada pemuda itu tegurnya gusar,
"Sombong benar kau manusia tak tahu diri, bicara terhadap
angkatan tuapun berani tidak pakai aturan."
"Hee.... heee.... heee....mengandalkan keadaan raut muka
kalian yang tiga bagian tidak mirip manusia, tujuh bagian mirip
setan berani ngaku-ngakuan sebagai angkatan tua Hmmm!
tidak becus" sela Pek Ih Loo sat sambil tertawa dingin.
Mendadak ia menoleh dan sambil menarik tangan Tan Kiabeng ajaknya, "Engkoh Beng tak usah gubris mereka lagi, mari
kita pergi!" Thay Heng Siang Mo sudah terbiasa melakukan kejahatan,
tadi merekapun hanya dibuat terperanjat dalam beberapa saat
saja, setelah hatinya berhasil ditenangkan napsa rakus pun
mulai melintas seluruh wajahnya.
Masing-masing pihak setelah saling bertukar tanda,
mendadak berbareng menubruk ke arah Tan Kia-beng.
"Setan hidup, mayat hidup, agaknya kalian sudah bosan
hidup?" bentak Pek Ih Loo sat teramat gusar.
Dibawah berkibarnya ujung baju, itu maju menyongsong
kedatangannya, telapak kiri jadi kanan secara tiba-tiba
melancarkan tujuh buah serangan dahsyat sercara terpisah
mengancam bagian bagian penting ditubuh sepasang setan
itu. Jurus serangannya ganas geraknya sebat memaksa
sepasang iblis itu harus menarik kembali serangan
tubrukannya mentah mentah.
Ketika mereka dapat melihat bahwa orang yang berhasil
mendesak mereka mundur ke belakang hanyalah seorang
gadis cantik berbaju putih, watak buas kontan semakin
berkorban, diiringi teriakan ganas sekali lagi mereka menubruk
kemuka. Si Iblis Tua menerjang Pek Ih Loo sat sedang si iblis kedua
menubruk Tan Kia-beng. Ketika itu tenaga dalam yang dimiliki Tan Kia-beng sudah
pulih seperti sedia kala, walaupun terang terangan ia melihat
datangnya serangan dari sepasang iblis itu teramat dahsyat,
tapi ia beralagak pilon pura pura tidak merasa.
Menanti tubuh Jie mo hampir mendekati badan pemuda
itulah, tiba-tiba terdengar suara bentakan merdu
berkumandang memecahkan kesunyian, segulung merah
dengan membawa serentetan cahaya tajam yang menyilaukan
mata laksana sambaran petir menggulung tubuh Ong Kuang,
hawa pedang mendesir dan di dalam sekejap mata sudah ada
delapan buah serangan menggurat memekikkan telinga.
Si Jie Mo, Ong Kuang belum sempat melihat bayangan
tubuh dari sang penyerang, ia sudah kena terdesak mundur
berulang kali.

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ngo Ih Koancu serta Im Yang Siauw su yang melihat Thay
Heng Siang Mo sama-sama sudah berjumpa dengan musuh
tangguh, hatinya jadi kegirangan, masing-masing dengan
kumpulkan seluruh tenaga lweekang yang dimiliki selangkah
demi selangkah mendekati Tan Kia-beng....
Tiba-tiba.... Dari tempat kejauhan berkumandang datang suara
bentakan merdu yang sangat nyaring, "Engkoh Beng jangan
cemas, ayahku sudah datang!"
Begitu suara manusia bergema datang, kembali serentetan
cahaya keperak perakan yang amat tajam laksana pelangi
menggulung seluruh tubuh Im Yang Siauw su serta Ngo Ih
Koancu, serangan tersebut jauh lebih ganas dan lebih santar
pada datangnya serangan pertama kali.
Seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan cahaya
keperak perakan, desiran pedang menderu deru menggidikkan
hati, dalam keadaan gugup Ngo Ih Koancu serta Im Yang
Siuw-su tidak berani menyambut datangnya serangan tersebut
dengan keras lawan keras.
Masing-masing pihak setelah mengirim sebuah babatan
dahsyat buru-buru mengundurkan diri, cahaya keperak
perakan itupun sirap dan muncullah seorang nona berkuncir
dengan menenteng pedang pendek berdiri angker disisi tubuh
pemuda she Tan itu. Kiranya nona itu adalah "Leng Poo Sianci" Cha Giok Yong.
Selama ini ia terus menerus menguatirkan keselamatan dari
Tan Kia-beng, karena itu tidak berani melakukan pengejaran.
Baik Ngo Ih Koancu maupun Im Yang Siuw su sama-sama
tidak mengenali gadis ini, melihat mereka kena didesak
mundur oleh seorang nona cilik sudah tentu tidak mau teruma
begitu saja. Tanpa memberinya kesempatan untuk bercakap-cakap
dengan Tan Kia-beng lagi, masing-masing pihak sekali lagi
menerjang maju ke depan. Ngo Ih Koancu yang mempunyai kedudukan tinggi dalam
Bulim untuk menjaga nama baiknya sama sekali tidak
menerjang gadis tersebut, tubuhnya yang ada di tengah udara
mendadak menyingkir ke samping lalu mencengkeram
pergelangan tangan Tan Kia-beng.
Leng Poo Sianci menggetarkan pedang pendeknya, cahaya
keperak perakan memencarkan keempat penjuru dan
memotong dari tengah jalan, bersamaan itu pula diiringi suara
bentakan nyaring teriaknya, "Kau berani!"
"Heee.... heee.... heee.... budak busuk lebih baik kurangi
saja lagakmu" seru Im Yang Siauw su seraya tertawa dingin.
Lima jari disentilkan ke depan memancarkan lima rentetan
desiran angin serangan yang tajam masing-masing secara
terputar menyerang jalan darah "Cing Cu", "Hong Wie", "Ih Sin" tiga buah jalan darah penting memaksa Leng Poo Sianci
mau tak mau harus buyarkan serangan untuk melindungi diri
sendiri. Sedangkan telapak dari Ngo Ih Koancu dengan gerakan
yang sama melanjutkan kembali serangannya mencengkeram
Tan Kia-beng. Tan Kia-beng yang melihat semua orang mengira malam ini
dirinya mudah diganggu dan semua orang mengarah dirinya
dengan serangan serangan gencar tak urung hawa gusar
berkobar juga. Sedikit pundaknya bergerak, sang tubuh bagaikan putaran
gangsingan meloloskan diri dari kepungan dan dengan sangat
mudah sekali ia berhasil meloloskan diri dari datangnya
serangan Ngo Ih Koancu itu.
"Semuanya berhenti!" bentaknya keras.
Suara bentakan ini mengandung hawa lweekang yang maha
dahsyat, setiap patah kata bergetar memenuhi angkasa
membuat semua orang merasakan hatinya bergetar keras,
jantung berdebar dan telinga berdengung.
Dengan hati melengak mereka sama-sama menghentikan
gerakannya. Dengan wajah penuh terkejut bercampur kegirangan Leng
Poo Sianci melayang mundur kesisi tubuhnya.
Tenaga lweekangmu sudah pulih kembali?" serunya kaget.
Tan Kia-beng mengangguk, diikuti Pek Ih Loo sat serta
gulungan bayangan merah itupun mengundurkan diri kesisi
tubuh pemuda tersebut. Kiranya bayangan merah tadi adalah Mo Tan-hong, itu Mo
Cuncu. Tetapi pada saat ini pemuda she Tan ini tiada waktu buat
bercakap-cakap dengan mereka. dengan sebat badannya maju
dua langkah ke depan, sinar matanya dengan tajam menyapu
empat penjuru kemudian berseru dengan nada mendalam,
"Aku tahu pada malam ini banyak kawan kawan karib datang
melindungi aku orang she Tan, cuma sayang aku orang she
Tan tidak memiliki ilmu membelah diri sehingga tak dapat
menyambut kedatangan kalian satu persatu, aku rasa lebih
baik kawan kawan yang bersembunyi di atas pohon serta
dibelakang batu sama-sama unjukkan diri! pokoknya aku
orang she Tan tentu akan memberi kesempatan agar semua
orang bisa puas hati."
Ia merandek sejenak, kemudian diiringi suara gelak tertawa
yang sangat menyeramkan katanya lagi, "Maksud kedatangan
kalian semua aku sudah paham, bukankah kamu
menginginkan pedang bobrok ini" jikalau kalian merasa punya
pegangan mari! silahkan ambil sendiri!"
Sreeet! pedang kumala dicabut keluar dari sarungnya lalu
dilemparkan keluar.... Sreeet! Sreeeet! pedang kumala dengan meninggalkan
serentetan cahaya kebiru biruan yang memanjang laksana
seekor naga sakti meluncur tiga kaki keangkasa langsung
menyambar ke arah serentetan pohon Yang Liuw yang
berjajar disana. Tindakannya ini jauh berada diluar dugaan para jago, Thay
Heng Siang Mo sebagai manusia yang paling tamak
membarengi gerakan pemuda tersebut masing-masing orang
dengan arah yang terpisah menubruk ke arah pedang tadi.
Diikuti bayangan manusia berkelebat lewat dari empat
penjuru, dua tiga puluh sosok bayangan manusia dari arah
yang bersama-sama unjukkan diri dengan tujuan sama.
Menanti pedang kumala itu hampir menggulung di atas
pohon Yang liuw itu, tiba-tiba Tan Kia-beng menarik kembali
suara gelak tertawanya. "Kembali!" bentaknya keras.
Lengan tangan dengan dahsyat disabetkan ke belakang,
daya luncur dari pedang kumala itupun secara mendadak
bertambah cepat. Cahaya pedang berkelebat lewat, diiringi suara ledakan
keras berpuluh puluh batang pohon Yang liuw yang berdiri
berjajar kena terbabat putus jadi dua bagian dan roboh ke
atas tanah, sedang cahaya pedang itu laksana kilat meluncur
balik lagi ke tempat semula.
Yang paling sial diantara jago-jago itu adalah Thay Heng
Siang Mo, ketika mereka meluncur sampai di tengah jalan
kebetulan berjumpa dengan cahaya pedang yang meluncur
balik. Suara jeritan ngeri bergema memecahkan kesunyian
hujan darah bermuncratan memenuhi empat penjuru, kedua
orang itu sama-sama menemui ajalnya dengan pinggang
terbabat putus jadi dua bagian.
Pedang kumala itu sendiripun dengan tenang sudah
meluncur balik lagi ketangan Tan Kia-beng.
Kiranya baru saja ia sudah melemparkan pedang kumalanya
dengan jurus "Tan Kiauw Wuo Hong" atau jembatan Panjang
Menghadang Pelangi dari ilmu pedang Sian Yan Ciet Can.
Dengan adanya kejadian ini kontan seluruh kalangan jadi
gempar, masing-masing orang dengan serabutan melarikan
diri terbirit birit, bahkan sampai Ngo Ih Koancu serta Im Yang
Siuw Su yang mempunyai nama besar pun diam-diam
ngeloyor pergi. Dalam waktu yang amat singkat suasana diempat penjuru
kembali jadi sunyi senyap sesosok bayangan manusiapun tidak
nampak. Waktu itulah perlahan-lahan Tan Kia-beng memasukkan
kembali pedangnya ke dalam sarung dan menggeleng dengan
wajah sedih. sebenarnya ia tidak ingin pamerkan ilmu saktinya
itu tapi berhubung dengan keadaan memaksa membuat ia
harus turun tangan juga. Leng Poo Sianci tidak pernah tahu sampai soal itu,
terdengar ia mendengus dingin.
Jika berganti aku.... Hmmm! orang-orang itu satupun tak
bakal kubiarkan hidup".
"Tapi apa perlunya kita berbuat begitu?" seru Tan Kia-beng serunya menghela napas panjang. "Orang-orang itu hanya
dipengaruhi oleh napsu belaka, dan belum tentu merupakan
iblis iblis yang sangat jahat, bisa berbuat bajik berbuatlah bajik
kepada siapapun." "Haaa.... haaa.... haaa.... Kiranya Loo ta bukan saja
memiliki kepandaian ilmu silat yang melebihi orang-orang
bahkan hatipun welas kasih, sungguh sungguh merupakan
seorang jago berbakat alam yang susah dijumpai. Loolap
betul-betul kagum! Loolap betul-betul kagum!" secara balik
hutan. Dan bersamaan dengan selesainya perkataan itu muncul
pula sesosok bayangan manusia yang bukan lain adalah Hay
Thian Sin Shu Tak kuasa lagi merah padam selembar wajah Tan Kia-beng,
buru-buru ia menjura dengan penuh penghormatan.
"Loocianpwee terlalu memuji, boanpwee tidak berani
menerima!" "Selamanya Loolap berbicara sesuai dengan kenyataan,
kapan aku pernah memuji dirimu". selalu Hay Thian Sin Shu
serius. Ketika itu Pek Ih Loo Sat, Mo Tan-hong serta Leng Poo
Sianci sama-sama sudah tiba disisi Tan Kia-beng, mendengar
Hay Thian Sin Shu begitu memuji pemuda tersebut dalam hati
kecil masing-masing kontan muncul suatu perasaan yang
berbeda beda. Yaitu kecuali mereka merasa bergirang hati secara samarsamar mulai merasa kuatir juga bahwasanya diri sendiri tak
bakal berhasil mendapatkan hati pemuda itu.
Cuma saja rasa kuatir ini bukan muncul dengan sia-sia,
adalah dikarenakan beberapa orang kawan gadis dari Tan Kiabeng masing-masing mempunyai syarat serta hubungan yang
cukup meyakinkan. Pek Ih Loo-sat adalah anggota perguruan Teh-leng-bun,
apalagi ada Si Penjagal Selaksa Li pegang peranan, sedang Mo
Tan-hong mempunyai hubungan yang paling erat dengan
pemuda itu, diapun mempunyai Ui Liong Tootiang sebagai
tulang punggung sebaliknya Leng Poo Sianci ada ayahnya
yang pegang peranan, asalkan ia sudah merehat ke depan
maka harapannya sangat besar
Oleh karena itu mereka semua tak terasa sama-sama
dongakkan kepala memperhatikan sang pemuda, mereka
mengharap dari perubahan wajah lawannya berhasil
menemukan hal hal yang kurang.
Perasaan kaum gadis semacam ini sudah tentu tak akan
dirasakan oleh Tan Kia-beng. Hay Thian Sin Shu sendiripun
tidak ambil perhatian. hanya saja sewaktu melihat air muka
pemuda itu rada berubah ia tidak berbicara lagi sebaliknya
alihkan bahan pembicaraan.
"Loohu dengar dari siauw li katanya, sewaktu Loote
bergebrak mati matian melawan Hu Sang Popo sudah
kehilangan seluruh tenaga murni yang dimiliki, lalu secara
bagaimana kau bisa pulih kembali seperti sedia kala dalam
waktu yang singkat?"
Pada saat ini Tan Kia-beng sudah mengetahui bahwa buah
"Touw" yang dimakannya sewaktu ada dirumah penginapan
adalah pemberian dari si Si Dara Berbaju Hijau itu, dan justru
tenaga dalamnya bisa pulih kembali seperti sedia kala dengan
andalkan kemujaraban buah tersebut.
Sekalipun dia merasa tidak enak untuk menceritakan hal
yang sebenarnya disamping itu iapun merasa kurang baik
untuk berbohong dihadapan angkatan tua.
Setelah ditanyai oleh Hay Thian Sin Shu tak tertahan lagi
merah padam selembar wajahnya, lama.... lama sekali ia baru
menyahut, "Soal ini boanpwee sendirinyapun tak tercengang
dibuatnya". Hay Thian Sin Shu adalah seorang jago kawakan yang
banyak pengalaman, melihat sang pemuda menunjukkan sikap
semacam ini ia lantas tahu bila ia tentu ada perkataan yang
terasa susah diucapkan, karenanya tidak mendesak lebih
lanjut. Loote bisa pulih kembali seperti sedia kala inilah suatu
peristiwa yang patut digirangkan oleh kita semua" ujarnya
seraya tertawa terbahak-bahak. "Loolap masih harus pergi ke
gunung Bu-tongsan untuk merundingkan sesuatu urusan
dengan Thian Liong Tootiang, kita berjumpa lagi dilain
kesempatan." Setelah menjura ia tarik tangan Leng Poo Sianci dan
dengan cepat berlalu dari sana.
sepeninggalnya Hay Thian Sin Shu, Tan Kia-beng baru
punya waktu untuk berpaling dan berbicara dengan Mo Tanhong. Tidak menanti pemuda itu buka suara Mo Tan-hong sudah
menceritakan kisahnya selama ini.
Kiranya setelah dia bersama-sama Ui Liong Tootiang berlalu
dari gunung Ui san, di tengah jalan berjuma dengan Sam
Kuang Sinnie. Sam Kuang Sinnie lantas mengajak Ui Liong Tootiang
bersama-sama pergi mencari beberapa obat obatan sekalian
kembali ke gunung Ui san untuk menemukan kembali Tan Kiabeng. Siapa nyana ketika tiba di kota Swan Jan mereka
mendapatkan kabar tentang punahnya tenaga lweekang yang
dimiliki Tan Kia-beng. saking cemasnya mereka lantas
melakukan pencarian siang malam dan sangat kebetulan sekali
gadis ini berhasil menemui Tan Kia-beng disini.
Ketika Pek Ih Loo sat sambil membopong Tan Kia-beng
keluar dari kota Swan Jan tadi, waktu menunjukkan kentongan
kedua. Kini setelah mengalami pertempuran yang maha sengit
dengan para penghadang jalan haripun telah terang tanah.
Seraya mendongakkan kepalanya memandang cuaca
mendadak Pek Ih Loo sat mencibirkan bibirnya dan mengomel
panjang lebar.

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Huuu.... empek Su Gien betul-betul tolol, ia bilang mau
kasih kabar kedusun Tau Siang Cung, kenapa sampai sekarang
masih belum juga kelihatan munculnya seorang manusiapun,
apakah ia lupa?" Belum habis ia berkata mendadak....
Serentetan suara ujung baju tersampok angin bergema
datang, dari tengah udara muncullah empat orang wanita
setengah baya yang berwajah cantik melayang turun ke atas
tanah. "Eeei.... nona Cian, kau jangan sembarangan menuduh
angkatan tua dengan tuduhan yang bukan bukan" seru
mereka seraya tertawa. "Kabar sih sudah tiba sejak tadi, justru kami kakak beradik yang salah ambil jalan."
Habis berkata mereka berempat sama-sama menjura ke
arah Tan Kia-beng sekalian mengundang ia mendatangi dusun
Tau Siang Cung untuk merundingkan rencana berdirinya
perkumpulan Teh Leng Kauw.
Tan Kia-beng merasa setelah urusan di gunung Ui san
selesai, ia memang ada seharusnya mengunjungi dusun Tau
Siang Cung untuk berjumpa dengan beberapa Tiang loo
perguruan, karena ia lantas mengangguk tanda setuju.
Demikianlah, beberapa orang itu dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuh bersama-sama meluncur ke arah dusun
Tau Siang Cung. Setelah Tan Kia-beng tiba didusun Tau Siang Cung, ia baru
tahu bahwa di dalam dusun gunung yang amat kecil itu sudah
berkumpul jago-jago perguruan Teh-leng-bun yang tidak
sedikit jumlahnya, bahkan terhadap persiapan persiapan
berdirinya perkumpulan Teh Leng Kauw sudah mereka atur
sedemikian rapinya, dan kini satu satunya persoalan yang
belum dipecahkan adalah dibutuhkannya sejumlah modal
pembangunan untuk mendirikan markas besar serta sebuah
lapangan latihan silat. Terhadap urusan ini baik Teh Leng Su Ci, Si Penjagal
Selaksa Li maupun si kakek berbaju kuning Pek San yang telah
lama mengikuti Han Tan Loojien sama-sama tidak
memperoleh suatu akal yang sempurna.
Menanti Tan Kia-beng sudah tiba, merekapun lantas
memajukan persoalan ini untuk dibahas.
Tiba-tiba Mo Tan-hong teringat kembali dengan harta karun
keluarganya segera ia ambil keluar dua lembar peta harta
tersebut dan diserahkan ketangan Tan Kia-beng.
"Engkoh Beng!" ujarnya. "Tempo dulu Cau Phoa pernah
menyerahkan sapu tangan berisikan peta ini kepadaku,
asalkan kita gali harta karun ini berbukan tak perlu dirisaukan
lagi untuk mencari modal pembangunan?"
Tan Kia-beng tidak menerima angsuran tersebut, dalam hati
ia sudah hebatkan tekad tak akan menerima bantuan orang
lain untuk mendirikan kembali partainya, sekalipun Mo Tanhong adalah kawan seiring senasib tapi ia anggap persoalan
ini merupakan persoalan lain.
Dengan cepat ia menggeleng.
"Harta karunmu ini seharusnya kau ambil untuk kau
gunakan sendiri, haruslah kau ketahui bahwa kau pun punya
masa depan dan aku tidak ingin merusak ataupun
mengganggu barang-barang berhargamu itu kita masih punya
banyak akal untuk mengatasi persoalan ini!"
Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong jadi orang berwatak
sombong, angkuh dan suka menyendiri, ia sebagai murid
tertua dari Teh-leng-bun karena sedikit kesalah pahaman
sehingga mendapatkan hukuman dari perguruan membuat ia
selama ini merasa amat menyesal harapan untuk mendirikan
kembali Teh Leng Kauw hanya terbentur pada soal melihat
keuangan saja. Sudah tentu ia tak mau menyusahkan siauw
sutenya lagi, dengan cepat timbrungnya dari samping, "Soal
keuangan merupakan suatu persoalan yang sangat kecil, Hianti tidak perlu merasa kuatir. Percaya Ih heng pasti bisa
mengatasinya". "Perkataan dari Hu Hian tit sedikitpun tidak salah" sambung si kakek berbaju kuning Pek San pula, "Suasana dalam dunia
kangouw saat ini penuh diliputi oleh manusia manusia iblis
yang gemar membuat keonaran, keadaan sangat kacau. Inilah
suatu kesempatan yang sangat baik bagi perguruan kita untuk
memusnahkan iblis iblis pengacau itu seraya mempertahankan
keutuhan serta keadilan dalam dunia persilatan dengan
demikian tujuan kita tidak sampai menyimpang dari tujuan Loo
Kauwcu kita tempo dulu....!"
Kata-kata yang bersemangat ini kontan saja
membangkitkan kembali semangat di hati pemuda she Tan ini
dengan darah panas berkobar kobar dirongga dada ia
meloncat bangun seraya berteriak keras, "Boanpwee rasa
dihadapan kita saat ini masih ada beberapa persoalan yang
harus diselesaikan terlebih dahulu kemudian baru
membicarakan lagi tentang didirikannya kembali perkumpulan
Teh Leng Kauw. Pertama. Secepat mungkin kita sebarkan
berita tentang akan didirikannya kembali perguruan Teh Leng
Kauw keseluruh dunia persilatan, agar semua jago sealiran
dapat tahu bahwa Teh-leng-bun masih utuh. Kedua. Kirim
orang bersama-sama Mo Cuncu memasuki Chuan Tiong untuk
membinasakan Chuan Tiong Jie Kui, sekalian mengundang
kawan kawan karib Mo Cun-ong tempo dulu atas nama partai
kita untuk mengadakan perayaan peringatan atas kematian
Raja muda she Mo yang gagah perkasa. Dan yang ketiga. Atas
nama partai kita mengundang seluruh partai partai besar yang
ada untuk bersama-sama sekali lagi memanggil Majikan Isana
Kelabang Emas memasuki daerah Tionggoan lagi sekalian
bikin penyelesaian yang terakhir. dengan demikian kitapun
harus menjaga gelombang-gelombang yang ia timbulkan
kembali dikemudian hari...."
Ketiga persoalan yang ia ajukan, kecuali persoalan yang
pertama tak sebuahpun yang tidak menggirangkan hati semua
orang, tapi disamping itu persoalan inipun merupakan suatu
pekerjaan yang penuh bahaya.
Suasana di dalam ruangan penuh diliputi kesunyian yang
mencekam. lama sekali Toa cie dari Su ci, yaitu Han Bwee
pertama tama yang buka suara memecahkan kesunyian,
"Walaupun saat ini partai kita belum secara resmi
mengumumkan tentang kepartaian kita tapi kau sebagai satu
satunya ahli waris Kauwcu yang terakhir merupakan pula kita
yang akan datang. setiap urusan yang kau usulkan boleh
diusulkan dengan cepat kami semua pasti akan mendukung
dengan sepenuh hati."
Saat ini Tan Kia-beng tidak sungkan lagi selanya.
"Walaupun perkataan tersebut tidak salah tapi ada
seharusnya kita rundingkan dulu persoalan ini bersama-sama
kemudian baru diambil keputusan"
Ia merandek sejenak, melihat semua orang tidak menolak,
iapun lantas menyambung kembali, "Jikalau para cianpwee
sekalian tidak menampik, maka aku akan putuskan persoalan
ini sampai disini saja."
Pada saat itu tiba-tiba Mo Tan-hong bangun berdiri lalu
berkata, "Siauw li tahu bahwa pada saat dan keadaan seperti
ini aku tidak berhak untuk ikut berbicara, tapi perhatian yang
diberikan partai kalian terhadap siauw li benar membuat siauw
li merasa sangat berterima kasih, sedangkan mengenai soal
memasuki daerah Chuan Tiong untuk mencari balas terhadap
Chuan Tiong Jie Kowi, suhu maupun Ui Liong supek sudah
punya rencana sendiri, siauw li tak berani merepotkan saudara
sekalian lagi." Habis berkata ia bangun berdiri untuk memberi hormat
kepada sekeliling ruangan lalu bertindak keluar dari tempat
itu. Jilid: 24 Ucapan ini jelas diutarakan karena penolakan Tan Kia-beng
terhadap harta karunnya, dan pemuda itu sendiri sama sekali
tidak menyangka kalau ia katakan mau pergi lantas berlalu, ia
dibuat rada melengak. Sedangkan para jago yang ada di dalam ruanganpun
sebagian besar tidak mengetahui hubungan diantara mereka
berdua, oleh karena itu tak ada yang buka suara untuk
mencegah. Menanti Tan Kia-beng merasakan bahwa ada sedikit tidak
beres, Mo Tan-hong sudah tiba diluar kebun. Terburu-buru ia
bangun berdiri seraya mengejar keluar.
"Cuncu! Cuncu! tunggu dulu, kau kembalilah!" teriaknya
keras keras. Tapi bayangan dari Mo Tan-hong sudah lenyap dari
pandangan. tak terasa lagi ia menghela napas sedih, "Heee!
sungguh...." Tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang datang
suara tertawa dingin yang menyambung kata-katanya,
"Heee.... heee.... heee.... orang lain tidak suka menerima
kebaikan hatimu mengapa kau harus gelisah?"
Walaupun terang terangan Tan Kia-beng mengetahui
bahwa Hu Siauw-cian sedang mengejek dirinya, tapi ia purapura tidak mendengar. Waktu itu para jago yang ada di dalam ruangan pun
bersama-sama sudah berjalan keluar Tan Kia-beng yang
merasa dirinya sebagai seorang Kauwcu merasa tidak
sepantasnya ia campurkan urusan muda mudi dalam
persoalan besar dengan paksa menahan golakan dihatinya ia
putar badan seraya berkata lirih, "Kalau ia tidak suka
menerima bantuan kita untuk membalaskan dendam musuh
ayahnya, biarlah sudah! biar ia pergi sendiri...."
Semua orang tahu bahwa perkataan ini diucapkan dari
dasar hati yang sedih, tapi tak seorangpun mengucapkan
suara hanya Pek Ih Loo sat yang tertawa dingin tiada
hentinya. Demikianlah mereka semua lantas balik lagi ke dalam
ruangan tengah, baru saja mereka melangkah masuk melalui
pintu depan, mendadak orang-orang itu sama menghentikan
langkahnya sembari menjerit kaget, "Iiih"!!!...."
Kiranya dalam waktu yang amat singkat itulah di atas meja
ruangan entah sejak kapan kapan telah ada yang mengirim
datang dua butir batok kepala lelaki dan perempuan yang
masih mengucurkan darah segar, keadaannya sangat
menyeramkan. Pertama-tama Tan Kia-beng yang mengenali dahulu bahwa
kedua buti batok kepala tersebut berasal dari Bok Thian-hong
suami isteri, tak kuasa lagi ia menjerit kaget diikuti hawa gusar
langsung memuncak dalam otaknya.
Sreeet! badannya dengan cepat melesat masuk ke dalam
ruangan. ia menemukan di bawah baki yang berisikan batok
kepala itu tersisip secarik kain sapu tangan yang terukirkan
beberapa tulisan dari darah segear, "Siapa yang mengikuti aku
hidup, siapa yang menentang mati, berani merusak pekerjaan
kami bunuh!" Dibawahnya tertulis pula beberapa kata tulisan kecil, "Bok
Thian-hong suami isteri berani berhianat, ia secepatnya
mendapat hukuman potong kepala!"
Kecuali itu tak terdapat kata-kata lainnya lagi, dan yang
paling menyolok dipaling akhir terlukiskan seekor kelabang
sedang pentangkan cengeramnya.
Habis membaca surat itu dengan amat gusar Tan Kia-beng
berteriak keras, "Tidak ada orang lain lagi, jelas perbuatan ini hasil kerja dari orang-orang Isana Kelabang Emas."
Walaupun Bok Thian-hong adalah murid murtad dari Tehleng-bun tapi bagaimanapun juga ia adalah anggota
perguruan Teh-leng-bun, apalagi ia sudah bertekad melakukan
kebajikan, kontan saja peristiwa ini memancing rasa gusar dari
semua orang. Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong dengan rambut berdiri
mata melotot bulat-bulat mendengus dingin.
"Hmmm! kalau memang pihak Isana Kelabang Emas ada
maksud mencari gara gara dengan Teh-leng-bun, aku ingin
lihat akhirnya siapa yang mati diantar siapa."
Teh Leng Su Ci pun sama-sama dibuat gusar oleh peristiwa
tersebut, sambil tertawa dingin kata Han Bwee, "Dengan
adanya peristiwa ini malah kebetulan sekali, kami kakak
beradik sudah ada puluhan tahun lamanya tidak pernah
mencampuri urusan dunia kangouw, kali ini kemungkinan
besar kami akan membuka pantangan membunuh!"
Dalam hati Tan Kia-beng mengetahui bahwa tindakan dari
Isana Kelabang Emas ini jelas hendak menunjukkan
kekuatannya di hadapan perguruan Teh-leng-bun.
Sejak permulaan antara ia dengan majikan Isana Kelabang
Emas sudah ada ikatan dendam karena terbunuhnya Cu Swie
Tiang Cing dan cepat atau lambat diantara mereka tentu akan
dilakukan suatu penyelesaian mana boleh karena urusannya
lantas menyeret persoalan tersebut ke dalam partai"
Setelah berpikir sebentar, akhirnya ia ambil keputusan
untuk menyelesaikan persoalan ini secara pribadi, dengan
wajah serius dan hati tenang ujarnya lambat lambat, "Tentang
urusan in boanpwee sudah punya perhitungan sendiri di dalam
hati dan besok segera akan terjun kembali ke dalam dunia
kangouw. sedang Cianpwee sekalian silahkan meneruskan
usaha kalian untuk mendirikan kembali kejayaan perguruan,
tidak usah kalian repot repot memikirkan urusan ini."
"Soal ini mana boleh jadi?" buru-buru Han Bwee
menggeleng. "Jikalau pihak Istana Kelabag Emas sudah
melakukan tantangan secara terang terangan kepada pihak
Teh-leng-bun kita, apakah kami semua masih bisa duduk
sambil berpeluk tangan?"
Tiba-tiba Tan Kia-beng bangun berdiri kemudian tertawa
panjang. Keputusan Boanpwee sudah bulat, aku percaya masih
punya kepandaian untuk menghadapi mereka".
Dengan langakah lebar ia lantas melangkah keluar dari
ruangan tanpa menoleh lagi.
Han Bwee ada maksud hendak menasehati dirinya dengan
beberapa patah kata, tapi maksudnya ini kena dicegah oleh
Pek San seorang tua berbaju kuing itu.
Menanti Tan Kia-beng sudah pergi jauh Pek San baru
berkata lambat lambat, "Walaupun diluaran pihak Isana
Kelabang Emas menentang perang kepada Teh-leng-bun
padahal tujuan yang paling utama hanya Kauwcu seorang,
musuh gelap kita terang, jikalau kita semua harus bersamasama mengiringinya bukan saja tidak berhasil menyelidiki
keadaan musuh bahkan serangan tidak menguntungkan buat
posisi kita lebih baik secara berpencar kita lindungi kauwcu
secara diam-diam, pertama pada saat saat kritis kita bisa
turun tangan menolong disamping itu sekalian bisa menyelidiki
keadaan pihak musuh entah bagaimana menurut pendapat Su


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ih?" Teh Leng Su Ci bersama-sama mengangguk.
"Demikianpun baik juga!"
Dasar watak Si Penjagal Selaksa Lie kurang sabaran,
mendengar perkataan itu ia lantas bangun mohon diri.
"Jika demikian adanya, boanpwee serta budak Cian akan
berangkat selangkah terlebih dahulu"
Demikianlah Si Penjagal Selaksa Lie ayah beranak jadi satu
rombongan, Teh Leng Su Ci empat orang jadi rombongan lain
dan Pak San seorang diri membentuk satu grop pada hari itu
juga secara berpisah meninggalkan dusun Tau Siang Cung
menyebar ke dalam dunia persilatan.
Sekarang kita balik pada Tan Kia-beng sepeninggalan dari
dusun Tau Siang Cung. Seorang diri ia melakukan perjalanan dan tibalah disebuah
kota kecil, dalam hati diam-diam pikirnya.
"Jika didengar dari ucapan si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci
Cian agaknya majikan Isana Kelabang Emas masih berada di
daerah Tionggoan dan belum kembali ke gurun pasir,
sekarang aku harus pergi kemana untuk menemukan dirinya?"
Berpikir akan persoalan ini hatinya jadi bimbang, dan tanpa
terasa ia sudah berjalan masuk ke dalam sebuah kedai makan
kecil. Sebenarnya pemuda ini tak dapat minum arak, karena
hatinya sedang murung ia bermaksud menggunakan pengaruh
arak untuk menyapu kerisauan tersebut.
Rumah makan ini walaupun berada disebuah kota kecil tapi
perabotnya sangat bersih dan menarik, sipelayan melihat Tan
Kia-beng masuk ke dalam kedai mereka dengan wajah tertawa
tawa segera menyambut kedatangannya.
"Siangkong, kau ingin memesan sayur apa?"
"Apa saja boleh dibawa kemari, pokoknya beberapa macam
cukuplah" Sipelayan menyahut, baru saja ia putar badan mendadak
dari sebelah dalam kedengaran seseorang berteriak keras,
"Eeei pelayan, ambilkan arak baik dua teko, ya ya mu sudah
tidak tahan!" Suaranya nyaring bagaikan genta bahkan kedengaran
sangat dikenal, tak terasa hati pemuda ini rada bergerak dan
segera menoleh ke arah mana berasalnya suara tersebut.
Ketika itulah ia menemukan bahwa suara tersebut muncul
dari sebuah kamar tertutup dibalik kedai, jelas kedai inipun
menyediakan sebuah ruangan makan yang tersendiri.
Sang pelayan yang sedang mendengar teriakan itu buruburu menyahut dan menghantarkan dua teko arak kesana.
sedang Tan Kia-beng sendiripun sembari bersantap mulai
ambil perhatian terhadap ruangan itu.
Mendadak terdengar suara keras yang nyaring bagaikan
genta itu berkumandang lagi memecahkan kesunyian.
"Haaa.... haaa.... haaa.... sumoay! rahasia hatimu sudah Ih
heng ketahui, hanya sayang perasaan hatimu itu bakal sia-sia
belaka" Kembali terdengar suara seorang gadis menyambung
dengan nada manja, "Suheng, kau kenapa" setelah minum
tiga cawan arak lantas bicara tidak karuan aku melarang kau
banyak bicara" "Baik, baik.... tidak bicara aku tidak bicara. cuma saja kau
harus tahu yang menjalankan bingung yang menonton jelas,
aku cuma nasehati dirimu saja"
"Heeei...." Gadis itu menghela nafas panjang, dan tidak banyak
berbicara lagi. Mendadak horden tersingkap dan muncullah lelaki dan
seorang gadis dari ruangan tersebut, yang lelaki berjubah
hijau dengan muka cambang perawakan tinggi kekar sedang
yang gadis berjubah panjang dan mempunyai selembar wajah
yang sangat cantik. Ketika mereka melihat Tan Kia-beng pun duduk disana
wajahnya rada melengak, kemudian disusul silelaki
bercambang itu tertawa tergelak dan buru-buru menjura.
"Selamat berjumpa, selamat berjumpa tidak disangka kita
bisa berjumpa kembali di tempat ini"
Tan Kia-beng sendiripun tidak pernah menyangka kalau ia
bisa berjumpa dengan "Ci Lan Pak" Kong Sun Su serta Gui Ci Cian disini, setelah tertegun beberapa waktu ia pun tertawa
tergelak. "Sungguh manusia hidup dimanapun dapat berjumpa, sejak
kapan Kong Sun heng menginjakan kakinya didaratan
Tionggoan?" Air muka Kong Sun Su berubah serius, ia menggeleng
berulang kali. "Heeei.... bukankah dikarenakan dia."
Telapak tangannya yang gede ditabokkan ke atas pundak
Gui Ci Cian, setelah itu sambil tertawa sambungnya, "Kawan
lama berjumpa seharusnya dilanjutkan dengan pembicaraan,
tempat ini tidak sesuai sebagai tempat perjumpaan,
bagaimana kalau kita cari tempat lain saja?"
Sinar mata pemuda she Tan itu dengan cepat menyapu
sekejap wajah Gui Ci Cian, kemudian ia lemparkan sekeping
perak ke atas meja dan melangkah keluar.
"Hian Heng moay silahkan!"
Tiga orang bersama-sama keluar dari dusun dan tidak
selang lama sudah tiba disamping hutan yang sunyi.
Walaupun mereka saling bersahabat dan diluaran berbicara
sungkan tapi kenyataan kedudukan mereka memisahkan posisi
kedua belah pihak sebagai musuh besar, oleh karena itu
setengah harian lamanya masing-masing pihak tak berhasil
menemukan perkataan yang rasanya sesuai untuk diucapkan
keluar. Setelah saling berdiam diri beberapa waktu, Kong Sun Su
yang pertama tama memecahkan kesunyian terlebih dahulu, ia
mendehem beberapa kali. "Sumoayku ini memiliki otak yang cerdik dan watak yang
jujur, polos, sejak kecil memperoleh kasih sayang dari suhu
dan jarang memandang orang di dalam pandangnya...."
Ia adalah seorang lelaki kasar yang tak dapat bicara halus,
walaupun ia berusaha membicarakan persoalan ini sehalus
mungkin tapi maksudnya tak tercapai, oleh sebab itu setelah
mengucapkan kata-kata itu dan tidak melihat Tan Kia-beng
menimbrung, kembali sambungnya, "Sikapnya terhadap Tan
heng boleh dikata.... boleh dikata...."
"Suheng, mungkin kau sudah dibuat mabok oleh air katakata" kenapa bicara tidak karuan"'
Silelaki kekar dan kasar dari gurun pasir ini tidak takut
langit tidak takut bumi justru yang bikin pusing kepalanya
adalah urusan siauw sumoay nya ini, kena ditegur kontan ia
telan kembali kata-katanya, lalau tertawa tergelak.
"Ada pepatah mengatakan, orang yang mabok hati lebih
tajam perkataan dari Ih heng adalah kata-kata yang
sejujurnya" Tan Kia-beng yang melihat sikap kedua orang suheng moay
itu, dalam hati lantas mengerti apa yang akan mereka
ucapkan, pura pura tidak paham mendadak katanya, "Apa
yang hendak Kong Sun heng bicarakan" jikalau tak ada urusan
lain siauwte akan mohon diri."
Mendengar perkataan itu Kong Sun Su jadi melengak
dibuatnya, belum sempat ia mengucapkan sesuatu Tan Kiabeng sudah menyambung kembali, "Pertemuan kita kali ini
masih memperlihatkan sedikit persahabatan, tapi sejak ini hari
kedudukan kita akan berubah bagaikan air dan api selama
hidup tak akan bersatu kembali."
"Apa maksud dari perkataan Tan heng ini?" kembali Ci Lan
Pak berseru dengan nada tertegun.
"Suhumu sudah menyatakan perang terhadap Teh-leng-bun
bahkan tanpa sebab membinasakan suhengku Bok Thian-hong
dendam ini aku orang she Tan bersumpah akan menuntutnya
kembali." "Haaa" ada urusan ini?" kontan saja air muka Kong Sun Su
berubah hebat. "Selamanya aku orang she Tan tidak pernah berbohong,
terus terang saja aku katakan sekalipun tak ada peristiwa
inipun dendam terbunuhnya ayahku pada suatu hari pasti
akan kutuntut" Kong Sun Su dasarnya adalah seorang lelaki kasar,
berbicara selamanya blak-blakan dan tidak pernah pakai putar
kayun, ia tidak tahu jika dendam Tan Kia-beng terhadap Isana
Kelabang Emas sudah mencapai titik yang tak bisa dilepaskan
lagi. Sebagai murid tertua sekalipun ia menaruh maksud
persahabatan dengan sang pemuda tapi mencapai keadaan
semacam ini mau tak mau ia pun tak bisa cuci tangan.
Oleh karena itu habis mendengar perkataan dari Tan Kiabeng yang sangat tegas ini ia manggut berulang kali.
"Jikalau perataan dari Tan heng adalah kenyataan sekalipun
diantara kita ada ikatan persahabatan sampai waktunya tak
terhindar lagi kita harus berjumpa pula di kalangan
pertempuran, hanya saja siauwte tidak becus dan tidak
berhasil menasehati suhuku semakin tidak leluasa lagi
menasehati Heng thay untuk melepaskan dendam tersebut.
yaaa.... segalanya kita tunggu saja takdir yang menentukan".
"Mengungkap soal dendam ayahnya hawa amarah yang
berkobar didada Tan Kia-beng tak terkendalikan lagi, ia tidak
ingin banyak berbicara lagi dengan mereka, dengan cepat
pemuda itu putar badan dan berkelebat pergi dengan
kerahkan ilmu meringankan tubuhnya.
Dalam sekejap mata ia sudah berada berpuluh puluh kaki
jauhnya. Pada mulanya si Si Dara Berbaju Hijau, Gui Ci Cian merasa
ada banyak ucapan yang hendak diutarakan keluar, cuma saja
dikarenakan Kong Sun Su ada disisinya ia merasa kurang
leluada untuk berbicara terus terang, selamanya ia hanya
melirik pemuda itu dengan sepasang mata yang penuh
kemurungan. Siapa sangka Kong Sun Su tidak tahu keadaan dan bicara
kaku sehingga menimbulkan rasa dendam lama maupun
dendam baru di hati Tan Kia-beng dan mengakibatkan ia
berlalu dengan membawa gusar, tak tertahan lagi gadis ini
menghela napas sedih. Dengan kejadian ini Kong Sun Su pun tak dapat
membendung hawa gusar di dalam dadanya, seraya tertawa
tergelak serunya, "Kau tidak usah murung hati dikarenakan
persoalan ini, pada suatu hari suheng tentu akan paksa bocah
cilik itu menuruti perintah kita."
"Suheng kau pun tidak usah marah marah, soal ini tak bisa
disalahkan dirinya, mari kita pergi!" Gui Ci Cian menggeleng
dan menghela napas ringan.
"Hmmm! dahulu aku terlalu pandang tinggi dirinya, tidak
kusangka ia adalah seorang manusia yang begitu sombong,
sumoay sungguh sayang cinta kasihmu yang murni serta
sebuah raja jinsommu yang sangat berharga harus diberikan
kepada manusia macam begini"
"Heee....! urusan yang telah lewat apa gunanay dibicarakan
kembali"...." Pembicaraan berhenti sampai disitu, kedua orang itupun
perlahan-lahan berkelebat menuju ke arah Timur dan akhirnya
lenyap dari pandangan. Kita balik pada Tan Kia-beng yang meninggalkan Kong Sun
Su dalam keadaan gusar setelah berlari beberapa waktu
mendadak ia berhenti. Dalam hati ia mulai merasa bahwa dengan kepergiannya ini
maka sedikit banyak akan mempengaruhi gengsi Gui Ci Cian,
dalam hati merasa sangat menyesal. Orang lain sudah ada dua
kali menolong dirinya bahkan secara diam-diam sudah banyak
membantu dia, sekalipun diri sendiri tiada minat untuk
mempererat hubungan seharusnya jangan menyia nyiakan
harapan orang lain yang datang dari ribuan li.
Semakin dipikir hatinya semakin tidak enak tapi dalam
keadaan seperti ini iapun merasa tidak mungkin untuk balik
mencari dirinya lagi, terpaksa sambil menghela nafas panjang
gumamnya, "Nona Gui, aku Tan Kia-beng benar-benar telah
menyia nyiakan harapanmu, tapi aku tak bisa apa apa...."
Dari Gui Ci Cian ia teringat pula akan Mo Tan-hong, ia
merasa kali ini gadis tersebut meninggalkan dusun Tau Siang
Cung dengan membawa amarah jikalau pergi mencari suhunya
Sam Kuang Sin nie masih baikan, jikalau ia seorang diri pergi
mencari Chuan Tiong Jie Kui bukankah keadaan akan berubah
sangat berbahaya" Bagaimanapun juga untuk beberapa saat majikan Isana
Kelabang Emas tak mungkin bisa ditemukan, jauh lebih baik
pergi ke daerah Chuan Tiong bantu ia selesaikan dulu Chuan
Tiong Jie Kui kemudian baru balik kemari dan menghadapi
majikan Isana Kelabang Emas dengan kekuatan seorang diri
dengan demikian ia tak akan menjalani hubungan.
Setelah mengambil keputusan iapun mengubah perjalanan
untuk berangkat ke daerah Chuan Tiong.
Pertarungan sengit antara jago-jago Bulim didaratan
Tionggoan dengan pihak Isana Kelabang Emas kelihatannya
sudah beres, dan suasanapun berubah menjadi tenang
kembali. Padahal Majikan Isana Kelabang Emas tidak pulang ke
gurun pasir tapi tetap tinggal didaratan Tionggoan sembari
secara diam-diam melakukan kegiatan kegiatannya bersamaan
itu pula satu satunya partai yang terbesar diluar tujuh partai
besar yaitu Kay-pang, sejak pertarungan tersebut kehilangan
banyak sekali jago-jago lihaynya atau paling sedikit untuk
sementara waktu tiada berkekuatan lagi untuk mencampuri
urusan dunia kangouw. Dengan demikian banyak sekali jago-jago dari kalangan
Hek-to maupun iblis iblis sakti yang menggunakan kesempatan
ini pada munculkan diri ke dalam dunia kangouw.
Dengan demikian partai partai yang semula terdesak lama
kelamaan mulai melebarkan sayapnya kedaratan Tionggoan....
Disamping itu berita akan munculnya kembali partai Teh
Leng Kauw yang pernah menggemparkan dunia persilatan
pada lima puluh tahun berselang dengan cepat tersebar luas
di dalam dunia kangouw. Pada masa yang lalu, Teh Leng Kauw di bawah pimpinan
Han Tan Loojien pernah menciptakan banyak sekali peristiwa
peristiwa yang menggemparkan seluruh kolong langit dan kini
secara tiba-tiba mengumumkan kembali munculnya partai
tersebut kejadian ini segera menimbulkan banyak pendapat
dikalangan Bulim.

Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ada orang yang merasa serangkaian peristiwa
menguntungkan segera akan bermunculan ada pula yang
merasa murung dengan berita itu. alasannya karena Si
Penjagal Selaksa Lie serta Thay Gak Cungcu, Bok Thian-hong
sama-sama merupakan anggota Teh Leng Kauw, dengan
berdirinya kembali perguruan tersebut jelas tak akan
melakukan perbuatan perbuatan yang baik.
Apalagi nama Tan Kia-beng sebagai Kauwcu Teh-leng-bun
yang terbaru mempunyai julukan sianakan iblis dalam dunia
persilatan, dibawah pimpinan manusia manusia semacam ini
jelas tak akan menyenangkan, oleh seban itu reaksi yang
ditimbulkan dari partai partai besarpun sangat hambar.
Pada waktu itulah Tan Kia-beng dengan seorang diri telah
tiba di kota Wu Han sebagai salah satu kota yang terbesar
disepanjang sungai Tian Kang, suasana dalam kota amat
ramai dengan berbagai atraksi atraksi yang menarik.
Ketika pemuda itu memasuki kota tersebut ia lantas
menemukan kalau suasana rada sedikit kurang beres, dengan
pengalaman Bulim yang dimilikinya saat ini ia merasa jago
yang ditemuinya selama ini rasanya bukanlah manusia
manusia dari kalangan lurus.
Cuma saja, sudah jelas pemuda she Tan ini tak akan
memandang sebelah mata terhadap manusia manusia seperti
ini, diam-diam ia mendengus dingin melirik sekejap ke arah
mereka pun tidak. Ia mencari sebuag losmen untuk beristirahat dan bersiapsiap besok harinya dengan menunggang perahu memasuki
daerah Chuan Tiong. Selama beberapa waktu ini karena sering menemui
pertarungan pertarungan sengit, jarang sekali pemuda ini
memperoleh kesempatan untuk berlatih ilmunya.
Kota Wu Han terasa asing baginya dan orang yang
dikenalpun tak ada, seharian ini Tan Kia-beng tidak keluar dari
kamar dan malam harinya setelah mengunci pintu lantas
duduk bersemedi untuk atur pernafasan.
Dengan cepat ia menemukan kalau tenaga dalamnya
kembali memperoleh kemajuan yang amat pesat, sewaktu
hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh tubuh ia merasa
badannya sangat nyaman. Dalam sekejap mata pemuda ini sudah mengelilingi seluruh
tubuh satu kali, dan keadaranpun perlahan-lahan mulai punah
sehingga akhirnya berada dalam keadaan lupa diri.
Tiba-tiba.... Sreet! dari atas atap rumah seperti ada orang yang
melayang datang, walaupun suara tersebut amat perlahan tapi
di dalam pendengaran pemdua ini sangat jelas sekali, segera
bentaknya nyaring. "Kawan dari mana yang berada di atas atap?"
"Hee.... heee.... heee.... ternyata nama besarmu bukan
kosong belaka. Kaupun punya sedikit simpanan!" jengek orang
itu sambil tertawa dingin.
Dalam pada itu, orang tersebut sudah tiba di depan jendela.
"Jangan banyak bacot lagi, jikalau kedatangan saudra
adalah bermaksud mencari gara gara dengan cayhe, ayoh
cepat sebutkan namamu."
"Leng Lam It Sin Sam Sah sengaja datang berkunjung dan
ingin minta petunjuk tentang ilmu sakti dari Teh Leng Kauwcu
"It Sin Sam Sah" diam-diam pikir Tan Kia-beng dalam
hatinya. "Belum pernah aku dengar nama ini?"
Ketika sedang berpikir, jendela sudah terbuka disusul
munculnya seorang lelaki kekar berbaju pendek, kaki telanjang
dan kepala gundul. "Kaukah yang bernama Tan Kia-beng, Kauwcu dari
perguruan Teh-leng-bun"
"Tempat ini tak ada orang lain, sudah tentu aku"
"Harap saudara suka pergi ketepi sungai sebentar, berani?"
"Mengapa?" "Leng Sam It Sin Sam Sah menantikan kedatangan saudara,
jikalau kau tidak berani datang maka segera umumkan saja
kepada seluruh Bulim dan bubarkan perguruan Teh Leng
Kauw, sejak ini hari jangan menyombongkan diri lagi di dalam
dunia kangouw." Tan Kia-beng mendongak lalu tertawa dingin tiada
hentinya. "Hmmmm! jangan dikata cuma kalian beberapa orang
siluman kecil, sekalipun Isana Kelabang Emas yang membuat
orang merasa jeripun siauw ya berani terjang."
"Bagus, anggap saja kau punya simpanan"
Habis berkata kembali badannya berkelebat keluar dari
jendela langsung meluncur ketepi sungai, ternyata gerak
geriknya lincah kuat dan cepat laksana kilat.
Diam-diam Tan Kia-beng merasa amat terparanjat.
"Siapakah orang ini" sungguh lumayan kepandaian silat
yang ia miliki...." Agaknya orang itu ada maksud untuk mencoba kepandaian
dari Tan Kia-beng, selama di dalam perjalanan ia kerahkan
ilmu meringankan tubuhnya sehingga mencapai titik
puncaknya. gerak gerik tubuhnya cepat laksana petir dan di
dalam sekejap mata sudah berkelebat sejauh ratusan kaki.
Tan Kia-beng mendengus dingin, pikirnya, "Hmm! Bila cuma
menghadapi kau makhluk aneh tiga bagian mirip manusia,
tujuh bagian mirip setan saja aku tak sanggup menangkan apa
gunanya aku berkelana lagi di dalam kolong langit?"
Hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh tubuh,
kemudian dengan kerahkan ilmu meringankan tubuhnya ia
berkelebat sejajar dengan orang itu.
Dari kota menuju tepi sungai tidak ada seberapa jauh, tidak
selang lama mereka sudah tiba ditepi sungai. Orang itu segera
berhenti dan menoleh. Melihat sang pemuda yang mengikuti dari sisinya telah
berdiri dengan tenang tak terasa lagi ia menyingkir seram
"Sudah tiba!" Teriak ini diucapkan dengan suara keras. diluaran
sepertinya ia sedang memberi tahu kepada Tan Kia-beng
padahal yang benar ia memberi tanda kepada kawan
kawannya. Belum sempat Tan Kia-beng mengucapkan sesuatu, dari
tempat kejauhan tampaklah tiga sosok bayangan manusia
laksana kilat menubruk datang.
Dua orang diantaranya mempunyai dan seperti seorang
yang mengundang datang sang pemuda tadi, sedang orang
yang ketiga mempunyai raut muka yang sangat bengis dengan
cambang memenuhi seluruh wajah, badannya tinggi dengan
jubat sutera yang kotor, sikapnya amat congkak.
Begitu menemui Tan Kia-beng, sambil menuding ia segera
menegur. "Kaukah yang dinamakan Teh Leng Kauwcu?"
"Kalau benar ada apa dan kalau bukan mau apa?"
"Terus terang aku beritahu kepadamu Loo hu bernama
'Leng Lam Shia Sin' atau si dewa sesat dari Leng Lam bersama
mereka 'Hek Sah' atau Malaikat Hitam, 'Wen Sah' atau
simalaikat wabah serta "Peng Sah" atau simalaikan penyakitan bersama-sama disebut "It Sin Sam San" atau satu dewa tiga
malaikan. Kali in merupakan kali yang pertama memasuki
daratan Tionggoan dan khusus ingin minta petunjuk dari ilmu
silat partai partai besar. Aku dengar kabar kepandaian silat
yang kau miliki sangat liehay dan dalam Bulim mempunyai
sedikit nama, sengaja kami ingin datang untuk meminjam
batok kepalamu sebagai kado dari pemunculan kembali kita
orang didaratan Tionggoan."
Mendengar perkataan itu Tan Kia-beng baru tahu bahwa
orang-orang ini hanya berharap bisa mengalahkan dirinya dan
menaikkan pamor sendiri di dalam daratan Tiongoan, tak
terasa lagi ia tertawa panjang.
"Cara berpikir dari kalian berempat benar-benar luar biasa,
tapi entah kami semua ingin maju satu persatu ataukah ingin
maju berbareng" menurut penglihatanku lebih baik kalian
maju bersama-sama saja, sehingga siauw-ya pun tidak usah
repot repot lagi" "Hmm! kau jangan pentang bacotmu yang bau." simalaikat
Wabah mendadak meloncat maju ke depan seraya membentak
kers. "Untuk menggebah remuk kau si bangsat cilik apa
perlunya kita harus turun tangan bersama-sama, cukup Toaya seorang sudah lebih untuk membereskan dirimu."
Dengan pandangan dingin Tan Kia-beng melirik sekejap ke
arahnya kemudian dongakkan kepalanya sambil tertawa
dingin. Simalaikan wabah jadi amat gusar, telapaknya dengan
membawa deruan angin tajam kontan dibabat ke depan,
bersamaan itu pula teriaknya kasar, "Bangsat cilik, apa yang
kau sombongkan?" Serangan yang ia lancarkan barusan ini teramat aneh,
sedikitpun tidak membawa deruan angin tajam bahkan angin
yang diserangpun jauh berbeda dari keadaan biasa.
"Iiih" ilmu silat aliran manakah ini" diam-diam teriak Tan
Kia-beng dihatinya dengan nada tercengang.
Buru-buru pundaknya bergerak, sang badan dengan sebat
menyingkir tiga depa kesamping.
"Bangsat cilik, coba bogem mentahku ini" teriak simalaikan wabah seraya tertawa seram.
Telapak tunggal diputar satu lingkaran kemudian digetar
keras keras dan dibabat keluar sepasang kaki bagaikan titiran
petir melancarkan delapan buah tendangan maut, dalam
sekejap mata angin menderu deru, geledek menyambar
taupan menggetar dan seketika itu juga jalan mundur bagi
Tan Kia-beng empat penjuru sudah kena terhadang.
Pertempuran ini boleh dibilang merupakan suatu cara
bertarung yang luar biasa, di tengah berkelebatnya bayangan
telapak serta angin tendangan Tan Kia-beng tertawa terbahakbahak, ilmu meringankan tubuh Ong Ho Sin Lie kontan
dikerahkan keluar, sang tubuh laksana mengalirnya air sungai
di dalam beberapa kali kelebatan saja telah berhasil
meloloskan diri dari kepungan.
"Haaa.... haaa.... haaa.... ilmu sakti dari Leng Lam tidak
lebih cuma begini saja, aku lihat lebih baik kalian maju
berbareng saja." Simalaikat wabah merah merasa terkejut bercampur gusar,
ia membentak keras tubuhnya semakin menubruk ke depan
telapak menyambar kaki menyepak laksana kilat kembali
mengirim sebelas buah pukulan dan delapan buah tendangan.
Kali ini Tan Kia-beng tidak berani bergebrak sedikit berayal
lagi, ilmu telapaknya dikerahkan keluar dan menyambut
datangnya serangan lawan dengan keras lawan keras.
"Braaak! Bluuummm!" diiringi bentrokan keras, serangan
simalaikat wabah sudah kena terhadang.
"Coba kaupun cicipi ilmu pukulan dari siauwya mu!"
Sreeet! Dengan menggunakan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian"
ia balas melancarkan satu pukulan.
Segulung angin pukulan santer laksana ambruknya gunung
Thay-san menggulung keluar dengan sangat dahsyat.
Untuk menghindarkan diri tidak sempat lagi, buru-buru
simalaikat wabah angkat telapak tangannya membuat satu
gerakan satu lingkaran lalu disorong kemuka.
Sekali lagi suara bentrokan keras memecahkan kesunyian
dan memekikkan telinga semua orang.
Bagaikan orang yang mabuk oleh air kata-kata, tubuh
simalaikat wabah mundur sempoyongan sejauh delapan depa
dan akhirnya muntah darah segar.
Sebaliknya Tan Kia-beng hanya tergetar sedikit saja,
pinggangnya segera menekuk dan ia sudah bisa berdiri tegak
kembali. Si Malaikat Hitam serta simalaikat berpenyakitan sewaktu
melihat simalaikat wabah terluka, mereka bersama-sama
membentak keras. Tubuhnya dengan cepat menubruk ke
depan. Gerakannya santar bagaikan gulungan angin puyuh.
Hanya di dalam sekejap mata masing-masing sudah
mengirim sembilan buah pukulan dan mengirim tiga buah
tendangan. Serangan yang dipancarkan dalam keadaan gusar ini bukan
saja amat dahsyat bahkan setiap gerakan amat ganas, dan
keji. Satu juruspun tak ada yang terlepas dari jalan jalan darah
penting, hal ini memaksa Tan Kia-beng terdesak mundur tiga
langkah ke belakang. Saat ini watak buas dari sepasang malaikat sudah berkobar,
begitu mendapatkan posisi yang bagus serangan dilancarkan
semakin gencar lagi laksana titiran air hujan. Dengan hati
gemas mereka keluarkan semua kepandaian yang dimilikinya
untuk membabat hancur tuubh pemuda she Tan ini.
Dengan munculnya kejadian ini kontan saja memancing
berkobarnya hawa gusar dalam dada Tan Kia-beng, ia tarik
napas panjang panjang dan salurkan hawa murninya
mengelilingi seluruh tubuh satu kali. Ilmu pukulan "Tok Yen
Mo Ciang" dipancarkan keluar dengan menggunakan tenaga
pukulan yang luar biasa. Seketika itu juga hawa dingin menyebar menggidikkan
badan, hawa tekanan segulung demi segulung menekan dari
empat penjuru, makin lama semakin mempersempit arena
kalangan dan akhirnya kalangan pertempuran tinggal dua kaki
belaka. Serangan serangan yang dilancarkan sepasang
malaikat dalam gusar ternyata tak satupun yang berhasil
memaksa pihak lawan mundur ke belakang setengah
langkahpun. Leng Lam Shia Sin adalah pentolan iblis nomor wahid di
kalangan Hek-to sekitar daerah Leng Lam, sudah banyak
tahun ia mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan,
kali ini ia munculkan diri ke dalam tujuannya yang terutama
tidak lain ingin merajai daratan Tionggoan.
Dan tujuan mereka yang paling utama adalah Tan Kia-beng,
dan hal ini sudah mereka persiapkan sebelumnya.
Karena menurut anggapan mereka selama banyak tahun ini
nama Tan Kia-beng di dalam dunia kangouw sudah sangat
cemerlang dan ia merupakan satu satunya pemuda berbakat
yang susah dicari keduanya selama ratusan tahun ini.
Asalkan mereka berhasi lmengalahkan dirinya maka ini
berarti bahwa maksud mereka untuk merajai Bulim sudah
separuh bagian terpenuhi.
Siapa sangka baru saja bergebrak beberapa jurus,
simalaikat wabah sudah kena dirubuhkan dengan menderita
luka dalam yang parah, si Malaikat Hitam serta malaikat
penyakitan yang turun tangan bersama-sama pun tak berhasil
memperoleh kemenangan, saat itulah ia baru mulai merasa
bahwa kepandaian silat dari pemuda ini benar-benar luar biasa


Pendekar Bayangan Malaikat Lanjutan Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan kelihatannya jika ia tidak turun tangan sendiri urusan tak
akan jalan. Karena itu dengan cepat bentaknya keras, "Tahan!"
Mendengar suara bentakan tersebut, sepasang malaikat itu
sama-sama menarik kembali serangannya seraya
mengundurkan diri ke belakang, sedang Tan Kia-beng
sendiripun lantas menarik kembali serangannya.
Dilihatnya Leng Lam Shia Sin dengan langkah lambat
sedang berjalan maju ke depan, sambil teriak ke arahnya.
"Tidak kusangka ternyata kaupun masih mempunyai
beberapa bagian pegangan, selama ini Loohu tidak pernah
bergebrak melawan orang-orang dari kalangan boanpwee, tapi
mengingat kaupun merupakan seorang ketua dari suatu
perguruan besar, maka jangan salahkan kalau aku hendak
menggunakan tingkatan yang lebih besar mengusik yang
kecil." Sejak Tan Kia-beng mengetahui tujuan kedatangan mereka
adalah ingin menggunakan dirinya mempertinggi nama
mereka, dalam hati sudah amat mendongkol, apalagi tindak
tanduk Leng Lam Shia Sin yang terlalu pandang enteng dirinya
semakin membuat hawa amarahnya memuncak, dengan cepat
ia meloncat maju ke depan.
"Eeei.... kalau mau bergerak ayo cepatan dikit, di tengah
malam buta begini siauw ya tak punya banyak waktu lagi
untuk banyak bacot dengan kalian."
Selembar wajah kuda dari Leng Lam Shia Sin jadi berengut,
jenggotnya berkibar kibar tertiup angin.
"Haaa.... haaa.... haaa.... selama banyak tahun ini belum
pernah aku menemui manusia yang berani kurang ajar
terhadap loohu, kau jangan anggap setelah mengandalkan
kepandaian Teh-leng-bun mu yang luar biasa lantas boleh
pentang-pentang lagak seenaknya, jika tidak kuberi sedikit
hajaran kau masih anggap dikolong langit tak ada manusia
lain." Di tengah suara tertawaan kalap jubah lebarnya berkelebat
lewat sepasang tangan laksana kilat melancarkan serangan
dari arah samping. Buru-buru Tan Kia-beng menarik dadanya ke belakang lalu
melayang mundur setengah depa ke belakang, bersamaan itu
pula sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke
depan, satu melindungi dada yang lain mencengkeram
pergelangan. Menghindar menyerang dilakukan dalam sekejap mata dan
dengan kecepatan yang sangat luar biasa.
Leng Lam Shia sin jadi sangat terperanjat, telapak
tangannya yang melancarkan serangan segera ditekan ke
bawah, dari sabetan berubah jadi babatan menghajar perut
bagian bawah dari Tan Kia-beng, sedang badannya yang
berputar santar langsung menubruk kemuka, lima jari
disentilkan bersama-sama mengirim bokongan mengancam
punggung musuh. Serangan satu jurus dua gerakan ini benar-benar luar biasa,
jikalau pihak lawan ada maksudnya menghindarkannya diri
dari serangan muka pasti akan termakan oleh serangan
jarinya. Tan Kia-beng sebagai seorang jagoan yang sudah berkali
kali menemui pertarungan sengit, pengalamannya amat luas.
Ketika melihat serangan lawan menggulung datang bagaikan
tiupan angin taupan ia sama sekali tidak menghindar maupun
berkelit. Diiringi suara bentakan keras telapak tangannya
didorong ke depan menyambut datangnya serangan tersebut.
"Braaak!" Kembali dua gulung angin pukulan berbentur satu
sama lainnya, mengakibatkan debu serta pasir beterbangan ke
empat penjuru. Dengan terjadinya bentrokan ini dalam hati masing-masing
punya perhitungan sendiri dan siapapun tidak berhasil
mengalahkan pihak yang lain.
Karena kejadian ini maka masing-masing pihak dengan
kumpulkan hawa murninya diseluruh badan mulai bergeser
menantikan kesempatan yang lebih baik untuk mengirim
serangan berikutnya! Di dalam hati seratus dua puluh bagian Leng Lam Shia Sin
merasa tidak puas pihak lawan hanya seorang pemuda berusia
dua puluh tahunan ternyata tidak berhasil dipukul rubuh oleh
tenaga latihan puluhan tahunnya oleh karena itu sewaktu
debu membuyar serangan yang kedua kembali menghajar
datang Bocah cilik kalau punya kepandaian beranikah kau
menerima tiga buah serangan loohu?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... jangan dikata tiga jurus sekalipun
seratus jurus apa salahnya?"
Telapak tangannya dibalik, ilmu sakti Pek Tiap Sin Kang
diseluruh pengelilingi seluruh tubuh, segulung angin pukulan
yang amat keras bagaikan putaran roda kereta menggulung
keluar. Suara bentrokan memecahkan kesunyian, pepohonan,
rerumput pada melayang dan memenuhi angkasa, tubuh Tan
Kia-beng rada tergetar dan terdorong mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan.
Air muka Leng Lam Sia Sin berubah semakin hebat lagi,
dengan wajah hijau membesi ia terdesak mundur lima langkah
lebar ke belakang, darah dirongga dada terasa bergolak
sangat keras, tapi dengan andalkan hawa murninya yang
sempurna buru-buru ia tekan kembali golakan tersebut,
sedang serangan ketigapun langsung dikirim keluar.
Tan Kia-beng menggertak gigi kencang-kencang, sepasang
Pendekar Kembar 10 Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Naga Naga Kecil 10

Cari Blog Ini