Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo Bagian 5
"Kalian ini sekumpulan tikus! Musuhmu berada di sekeliling, tidak saling serang mau tunggu apa lagi" Hayo kalian cepat serang musuh kalian di sekeliling kalian!" Dia menggerak-gerakkan kedua lengannya ke arah mereka dan terjadilah peristiwa yang amat luar biasa. Si jangkung muka hitam dan si gendut pendek kini sudah menggerakkan senjata masing-masing dan saling serang! Dan semua anak buah mereka juga saling serang sehingga terjadilah pertempuran yang kacau-balau, seperti segerombolan tikus yang tiba-tiba menjadi gila semua dan saling serang, tidak lagi mengenal mana kawan dan mana lawan!
Tentu saja para tamu memandang terbelalak penuh keheranan. Pemuda yang mereka anggap sebagai pemimpin itu enak-enak saja berdiri di atas meja judi, bertolak pinggang dan tersenyum-senyum, sedangkan dua puluh orang tukang pukul sudah saling serang tidak karuan. Karena mereka semua menggunakan senjata, maka sebentar saja sudah ada beberapa orang yang roboh mandi darah terkena bacokan.
Siok Bi juga terbelalak penuh keheranan. Akan tetapi, melihat betapa sudah ada beberapa orang roboh mandi darah, ia lalu meloncat ke atas meja di mana Hay Hay berdiri. Semua orang terkejut dan kagum. Meja itu agak jauh dan ia harus melompat di antara orang-orang yang sedang berkelahi dengan senjata tajam, namun Siok Bi dapat meloncat ke atas meja dan tiba di depan Hay Hay tanpa mengguncangkan meja itu! Hay Hay yang sudah menduga bahwa Siok Bi memiliki kepandaian, tidak merasa heran dan menyambutnya dengan senyum.
"Kau mau membantu mereka?" tanyanya.
Siok Bi memegang lengan pemuda itu, "Tidak, kongcu, tidak sama sekali! Aku aku bahkan gembira bahwa engkau yang mampu mempernlainkan dan menghajar orang-orang kejam itu. Akan tetapi, hentikanlah. Aku tidak ingin melihat mereka tewas dan akupun mempunyai tanggung jawab di sini. Hentikanlah, kasihanilah aku karena aku tentu akan mendapat marah dari pimpinan kalau diam saja?""
Hay Hay mengangguk, lalu menghadapi mereka yang sedang berkelahi, dan dia bertepuk tangan! Tepukan tangannya nyaring, disusul teriakannya yang berpengaruh. "Heiii, berhenti semua! Apakah kalian sudah gila, saling serang sendiri! Hayo berhenti berkelahi kataku!"
Tiba-tiba saja perkelahian berhenti dan semua orang itu terheran-heran melihat betapa mereka tadi telah saling serang di antara kawan sendiri! Ada delapan orang yang terluka karena bacokan senjata kawan sendiri, bahkan si muka hitarn terpincang-pincang dengan paha luka, dan si gendut pendek juga meringis karena bahunya robek oleh sabetan pedang. Kini mereka semua memandang kepada Hay Hay yang berdiri di atas meja, sedangkan Siok Bi sudah cepat meloncat turun.
"Nah, bagaimana sekarang" Apakah kalian masih hendak berkelahi dengan aku" Ataukah kalian mau memenuhi kewajiban kalian, membayar semua kemenangan kami?"
Siok Bi menghampiri si muka hitam dan si gendut pendek, berbisik. "Sebaiknya kita penuhi permintaannya. Kalian bukanlah lawan dia, kalau dilanjutkan, kita semua akan celaka!"
Agaknya kini semua anak buah rumah judi itu sudah merasa gentar dan dengan pimpinan si muka hitam, mereka lalu membayar semua kemenangan para penjudi yang menerima uang kemenangan mereka dengan muka gembira dan mereka segera meninggalkan tempat itu dan berjanji di dalam hati sendiri untuk tidak kembali lagi. Para anak buah rumah judi itu memandang dengan penuh rasa gentar ketika Hay Hay membungkud semua uang emasnya yang kini berjumlah enam puluh tail emas itu dengan kain yang lebar, kemudian memanggul emas itu seperti benda yang biasa saja di atas punduknya. Padahal, buntalan itu merupakan harta yang cukup besar. Siok Bi memandang dengan sinar mata penuh kagum. Belum pernah selamanya ia berjumpa dengan seorang pemuda seperti itu. Memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, bahkan sakti, tampan gagah dan pandai sekali mengeluarkan kata-kata indah yang menyenangkan hati, merayu tanpa bersikap kurang ajar! Siok Bi merasa betapa baru pertama kali ia benar-benar tertarik kepada seorang pria, bahkan diam-diam ia mengaku telah jatuh cinta!
Sebelum meninggalkan tempat itu, Hay Hay menoleh kepada rnereka, dan memandang kepada Siok Bi sambil tersenyum. "Siok Bi, sekali lagi terima kasih kepadamu dan tolong beritahukan kepada semua orang bahwa aku sedang mencari seorang tokoh kang-ouw yang berjuluk Ang-hong-cu. Lihat, semua emas di pundakku ini akan kuberikan kepada siapa saja yang mampu menunjukkan di mana adanya Ang-hong-cu itu. Nah, kutunggu beritamu sampai besok siang di kamarku. Aku menginap di rumah penginapan Hok-lai-koan." Setelah berkata demikian, dia segera melangkah pergi.
Setelah dia pergi, barulah para anak buah rumah judi itu menjadi gernpar. Mereka mengobati teman-teman yang terluka dan mereka semua bingung bagaimana harus menghadapi pemimpin mereka yang tentu akan menjadi marah sekali.
"Nona Siok Bi, sebaiknya engkaulah yang menyampaikan berita ini kepada Coa Wan-gwe!" kata si muka hitam dengan muka membayangkan perasaan takut.
"Tenanglah, aku melihat sendiri bahwa kalian tidak mampu berbuat apa-apa, tidak berdaya menghadapi Hay Kongcu yang sakti itu. Akan kuceritakan kepadanya, akan tetapi tidak sekarang. Sekarang ini dia tidak boleh diganggu, karena dia sedang beristirahat, kabarnya malah hendak bermalam di luar rumah. Biar kuselidiki?"". eh, kalian mendengar sendiri tadi. Pemuda itu mencari Ang-hong-cu. Adakah di antara kalian yang mengenal tokoh kang-ouw yang berjuluk Ang-hong-cu itu?"
Semua orang mengerutkan alis, mengingat-ingat. Kemudian, si jangkung muka hitam berkata, "Nama itu sudah lama kudengar, akan tetapi belum pernah aku melihat orangnya. Bahkan sepanjang yang kudengar, tidak ada orang kang-ouw pernah melihatnya. Juga namanya sudah lama tidak lagi terdengar di dunia kang-ouw, melainkan puluhan tahun yang lalu. Tapi, nona, siapakah sebetulnya pemuda itu" Kepandaiannya demikian hebat?" dan?".. hiihhh, bagaimana tadi kami dapat saling serang sendiri" Ilmu apakah yang dia gunakan itu?" Si muka hitam itu bergidik, juga teman-temannya semua merasa jerih dan takut.
Siok Bi menggeleng kepala. "Jelas bahwa ilmu silatnya tinggi, akan tetapi aku sendiri tidak mengerti mengapa tadi kalian menurut saja ketika dia menyuruh kalian saling serang sendiri."
"Tentu dia mempergunakan ilmu sihir!" kata si pendek gendut. "Aih, kalau disuruh melawan orang yang pandai sihir, lebih baik aku angkat tangan saja !"
Tiada hentinya para anak buah itu membicarakan pemuda yang telah mendatangkan kekacauan dan yang membuat mereka terpaksa menutup rumah judi karena bangkrut! Akan tetapi, hati mereka agak lega setelah Siok Bi, gadis kepala pelayan yang menjadi orangkepercayaan majikan atau pemimpin mereka, menyang gupi untuk melaporkan peristiwa itu kepada majikan mereka.
** * Biarpun peristiwa di po-koan (rumah judi) itu segera diketahui oleh seluruh penduduk kota Shu-lu karena para penjudi itu ramai membicarakannya, namun tidak ada yang tahu bahwa pendekar muda yang memiliki kesaktian itu tinggal di rumah penginapan Hok-lai-koan. Hay Hay hanya memberi tahu kepada Siok Bi dan para tukang pukul yang kini sudah kehilangan lagak, bahkan tidak berani keluar dari rumah itu, takut kalau dijadikan buah tertawaan orang-orang. Dengan seenaknya, Hay Hay kembali ke rumah penginapan membawa buntalan emas yang banyak itu.
Malam hari itu, kurang lebih jam delapan malam, seorang gadis cantik memasuki rumah penginapan itu. Para petugas yang berjaga di rumah penginapan itu, agaknya mengenal baik gadis ini dan tidak ada yang berani bersikap kurang ajar, bahkan mereka menyambutnya dengan sikap hormat dan bertanya apa keperluan gadis itu malam-malam berkunjung ke hotel Hok-lai-koan. Semua petugas di situ mengenal gadis ini sebagai orang kepercayaan Coa Wan-gwe, bahkan tahu bahwa gadis ini pandai ilmu silat!
"Apakah nona datang ada hubungannya dengan pesanan kamar Coa Wan-gwe" Beliau belum datang?".. "
"Tidak, aku hendak berkunjung kepada seorang tamu. Sudahlah, kalian tidak perlu tahu urusanku!" katanya dan iapun terus masuk ke dalam. Para petugas itu tidak berani mengikutinya dan Siok Bi, gadis itu, terus menuju ke ruangan belakang. Orang-orangnya sudah melakukan penyelidikan dania tahu di mana kamar yang disewa Hay Hay, yaitu kamar nomor tujuh di belakang. Siok Bi membawa sebuah buntalan yang sejak tadi dipegangnya dengan tangan kiri dan kini ia mengetuk daun pintu kamar nomor tujuh.
"Tuk-tuk-tuk!" Sunyi sejenak, lalu terdengar suara Hay Hay dari dalam. "Ya, siapa di luar?"
Mendengar suara yang ramah gembira ini, Siok Bi tersenyum girang. Ia rnenyentuh rambutnya dengan tangan kanan, untuk melihat apakah letak rambutnya beres, mengebutkan ujung bajunya, lalu menjawab, suaranya merdu.
"Hay Kongcu, aku Siok Bi yang datang berkunjung."
Daun pintu terbuka dan Hay Hay berdiri di ambang pintu, memandang gadis itu dengan senyum dan pandang mata kagum. " Aih, engkau semakin tambah manis dan jelita saja, Siok Bi!"
Wajah yang lembut itu menjadi kemerahan dan iapun melangkah masuk kamar tanpa rikuh lagi. "Hemm, engkau murah sekali dengan pujianmu, kongcu. Wanita bisa mabok oleh rayuanmu!"
Hay Hay juga masuk kamar tanpa menutup daun pintu. Hal ini nampak benar oleh Siok Bi dan kembali ia semakin kagum. Pemuda ini benar-benar berbeda dengan para pria lain yang tentu akan cepat-cepat menutupkan daun pintu seperti seekor harimau yang melihat seekor kambing memasuki kandangnya!
"Siapa memuji dan merayu" Aku bicara sebenarnya saja, Siok Bi. Kalau engkau tidak percaya bahwa engkau jelita dan manis, coba kau bercermin!"
Siok Bi tersenyum manis. "Tidak usah kausuruh, sebagai seorang wanita normal, setiap hari aku sudah bercermin, kongcu, sedikitnya dua tiga kali atau lebih akan tetapi tak pernah aku melihat diriku seperti yang kaupuji-puji. Sungguh engkau baik sekali, kongcu, dan selama hidupku belum pernah aku bertemu seorang pemuda sehebat kongcu?" "
"Wah-wah, siapa kini yang memuji-muji" Siok Bi, sebenarnya apa maksud kunjunganmu ini" Apakah ada hubungannya dengan berita tentang Ang-hong-cu?"
Siok Bi menoleh ke arah pintu. "Kongcu, tidakkah sebaiknya kalau daun pintu kamar itu ditutup dulu?"
"Eh" Engkau tidak khawatir, Siok Bi?"
"Apa yang harus kukhawatirkan?"
"Kalau-kalau aku melakukan hal-hal yang tidak baik, atau kalau sampai ada orang lain melihat engkau berada di sini dan?".."
"Aku tidak perduli dengan pendapat orang lain, kongcu. Dan tentang kemungkinan engkau melakukan hal-hal yang kau maksudkan itu, aku?" aku akan merasa berbahagia sekali kalau kau sudi?". "
Mendengar ini, jantung di dalam dada Hay Hay berdebar keras. Dia tersenyum dan menutupkan daun pintu, akan tetapi berkali-kali mengingatkan diri sendiri bahwa dia tidak boleh jatuh dalam rayuan gadis ini, seorang gadis pelayan rumah judi yang agaknya memiliki kedudukan cukup terpandang di perkumpulan itu.Tentu bukan seorang perawan yang masih hijau, pikirnya, walaupun mungkin juga bukan seorang wanita penghibur atau wanita pelacur, melihat sikapnya yang lembut walaupun cukup berani.
Akan tetapi baru saja dia mau menutup daun pintu dan membalik, tiba-tibasaja dua buah lengan yang lembut itu telah merangkulnya dan gadis itu telah menciumnya dengan penuh rasa kagum dan mesra sampai Hay Hay gelagapan. Akan tetapi, kemesraan itupun membakar hatinya dan diapun membalas dengan penuh perasaan. Ketika api gairah itu terasa membakar, Hay Hay cepat melepaskan rangkulannya.
"Cukup, Siok Bi. Duduklah dan cetitakan apa maksudmu berkunjung ini!"
Kalau tadi Siok Bi hampir terlena dalam rangkulan itu, tenggelam ke dalam kemesraan karena baru sekali inilah ia berangkulan dan berciuman dengan seorang laki-laki dengan suka rela, dengan sepenuh perasaan cinta dari hatinya, kini iapun sadar dan terkejut mendengar suara yang penuh wibawa itu.
Dengan kedua kaki agak gemetar dan tubuh masih panas dingin, Siok Bi menjatuhkan dirinya di atas pembaringan, napasnya agak terengah. "Aih, Hay Kongcu?". Belum?". belum pernah selama hidupku aku bertemu dengan seorang pria seperti kongcu yang sungguh seorang jantan sejati! Kedatanganku ini membawa banyak urusan, kongcu. Pertama, aku hendak mengembalikan ini." Ia membuka buntalan dan ternyata itu adalah caping mi1ik Hay Hay yang tadi tertinggal di rumah judi. Hay Hay menerima caping itu sambil tertawa.
"Ha-ha, terima kasih. Ini sahabatku yang setia dalam perjalanan selama ini." Dia menerima caping dan menyimpannya di atas meja.
"Urusan ke dua, kongcu, adalah mengenai pesanmu agar aku menyelidiki tentang Ang-hong-cu itu. Sudah kutanyakan kepada semua orang. Memang ada juga yang pernah mendengar akan nama Ang-hong-cu, akan tetapi tokoh itu terkenal beberapa puluh tahun yang lalu, setidaknya belasan tahun yang lalu dan selama ini tidak lagi terdengar namanya. Bahkan belum pernah ada orang yang melihat wajahnya. Akan tetapi, dari seorang pembantu yang baru saja pulang dari kota raja, aku mendengar bahwa di kota raja ada seorang yang membual bahwa dia adalah seorang keturunan Ang-hong-cu."
"Ahhh?"! Sapakah orang itu" Siapa namanya dan di mana tinggalnya?"
"Akupun sudah bertanya akan hal itu. Kebetulan sekali pembantu baru itu mengetahuinya. Namanya dia tidak tahu, hanya mengenalnya sebagai Tang-ciangkun (perwira Tang), seorang perwira yang bekerja di pasukan pengawal istana "
"She Tang ?" Hay Hay bertanya dan jantungnya berdebar kencang.
"Benar, kongcu. Akan tetapi orang itu hanya mendengar bahwa Tang-ciangkun suka membual di luaran bahwa dia adalah keturunan Ang-hong-cut itu saja. Benar atau tidak, tak ada yang mengetahuinya."
"Bagus, itu sudah cukup, Siok Bi. Besok aku akan segera pergi ke kota raja dan menyelidiki orang she Tang yang menjadi perwira pasukan pengawal di istana itu. Beritamu ini sungguh cukup penting dan amat berharga bagiku. Dan masihkah ada urusan lain lagi?"
"Ada, kongcu. Mengenai dirimu?".. " dan tiba-tiba saja Siok Bi menangis. Hay Hay memandang tajam dan dia mendapat kenyataan bahwa tangis ini bukan dibuat-buat, bukan sandiwara, melainkan tangis karena duka.
"Siok Bi, tenanglah. Apakah yang kau susahkan" Sejak pertemuan pertama, aku sudah diam-diam merasa heran mengapa seorang gadis seperti engkau sampai terperosok menjadi seorang pelayan rumah judi?""
Mendengar ucapan itu, Siok Bi menangis semakin sedih, bahkan menjatuhkan diri menelungkup di atas pembaringan dan terisak-isak. Hay Hay merasa kasihan sekali. Dia duduk di tepi pembaringan dan menekan pundak gadis itu, mengelus rambutnya.
"Tenangkan hatimu dan bicaralah, aku akan menolongmu sedapatku kalau memang engkau membutuhkan pertolongan."
Gadis itu bangkit dan dengan muka basah air mata ia memandang kepada Hay Hay. "Be?". benarkah, kongcu?"" Benarkah engkau sudi menolongku".... " Sudi mengangkat aku dari lumpur kehinaan ini?"?"
Hay Hay tersenyum dan menggunakan jari-jari tangannya mengusap air mata dari pipi yang kini ditinggalkan bedak akan tetapi ternyata kulitnya memang putih mulus dan halus itu. Dia mengangguk. "Tentu saja, Siok Bi."
"Ah, kongcu?". !" Siok Bi menubruk, merangkul dan menangis di dada Hay Hay. Jantung di dalam dada itu kembali berdebar keras, tangannya balas mendekap akan tetapi Hay Hay dapat bertahan untuk tidak tergelincir ke dalam jurang birahi.
"Tenanglah, nah, duduklah yang baik dan berceritalah." katanya dan diapun bangkit berdiri, lalu pindah duduk di atas kursi, baju di bagian dadanya basah oleh air mata ketika gadis itu tadi menangis di dadanya.
Siok Bi menyusuti air matanya dengan sehelai saputangan yang sudah menjadi basah. Ia menenangkan dirinya, dengan memejamkan mata dan Hay Hay kembali mendapat kenyataan bahwa gadis ini memang pernah mempelajari ilmu silat, bahkan cara untuk bersamadhi dan memperkuat batin. Dia hanya memandang sambil tersenyum. Tak lama kemudian Siok Bi membuka matanya dan kini pandang matanya terang, tidak layu seperti tadi.
Ia menarik napas panjang, "Maafkan kelakuanku tadi, kongcu. Bagi kongcu, tentu sikapku tadi bukan sikap seorang gadis yang sopan dan bersusila. Memang aku telah menjadi seorang gadis yang tak tahu tnalu, kongcu, terseret oleh keadaan diriku," Siok Bi lalu menceritakan riwayatnya dengan singkat. Ketika ia berusia tiga belas tahun, ayahnya yang sudah menduda gila judi dan habis-habisan sehingga akhirnya dia dijual oleh ayahnya kepada Hartawan Coa yang merupakan orang terkaya di Shu-lu, juga menjadi kepala dari golongan hitarn di daerah itu. Ternyata Hartawan Coa suka kepadanya, karena Siok Bi selain cantik juga amat cerdas. Gadis remaja ini diperlakukan dengan baik, bahkan dilatih segala macam kepandaian, termasuk ilmu silat tinggi. Ketika ia sudah dewasa, ia terpaksa melayani Hartawan Coa yang mengambilnya sebagai seorang di antara selirnya yang amat banyak. Mulai saat itu, Siok Bi selain menjadi selir, juga menjadi orang kepercayaan, dan menjadi kepala para pelayan yang berada di rumah judi itu.
"Nah, demikianlah riwayatku, kongcu. Aku hidup bergelimang kehinaan, dan hatiku selalu merana semenjak aku dijual oleh ayah kepada Coa Wan-gwe. Dan ayahpun menderita, menyesal dan dia meninggal dunia karena penyesalannya ketika aku dipaksa menjadi selir Coa Wan-gwe."
Hay Hay mengangguk-angguk. Betapa banyaknya nasib gadis-gadis keluarga miskin, terutama yang berwajah cantik manis seperti Siok Bi ini. Banyak penggoda datang, berupa hartawan-hartawan yang haus akan bunga cantik yang baru mekar, menggunakan uang mereka untuk membeli gadis-gadis itu. Masih baik nasib gadis cantik miskin yang mempunyai orang tua yang mempunyai harga diri, akan tetapi kalau orang tuanya mata duitan, sungguh celaka. Gadis itu akan menjadi semacam barang dagangan, dijual kepada hartawan untuk menjadi alat memuaskan nafsunya. Terlalu banyak keluarga yang tidak menghargai anak perempuan, dianggapnya anak perempuan hanya menjadi beban orang tua saja. Pikiran yang sungguh jahat!
"Lalu apa yang dapat kulakukan untukmu, Siok Bi" Biarpun aku merasa kasihan mendengar nasibmu, akan tetapi apa yang dapat kulakukan?" ,
"Tolonglah aku, kongcu. Tolonglah aku agar aku dapat bebas dari cengkeraman Coa Wan-gwe?" " Gadis itu memohon.
"Hemm, kalau engkau memang tidak suka lagi menjadi selir dan pembantu hartawan Coa itu, kenapai engkau tidak melarikan diri saja" Engkau bukan seorang wanita lemah, Siok Bi dan kulihat engkau mendapat kebebasan bergerak. Dengan mudah sekali engkau akan dapat melarikan diri meninggalkan kota Shu-lu ini ke tempat jauh!"
Gadis itu menggeleng kepala. "Tidak mungkin, kongcu. Ah, engkau tidak tahu akan kekuasaannya. Dia memiliki banyak tukang pukul dan aku tentu dapat ditangkapnya dengan cepat dan menerima hukuman yang amat kejam. Tidak, kongcu. Melarikan diri bukanlah jalan yang baik."
"Kalau begitu, katakan saja terus terus terang bahwa engkau ingin bebas dan hidup sendiri."
Gais ini menundukkan mukanya dan menarik napas panjang. "Pernah kukatakan hal itu kepadanya dan apa akibatnya" Aku dihukum cambuk sepuluh kali dan dia mengatakan bahwa aku telah menjadi miliknya karena sudah dibeli dari mendiang ayahku. Kalau aku ingin bebas, aku harus menebus diriku yang katanya kini harganya sudah menjadi lima puluh tail emas!"
"Wah, kenapa demikian banyak" Apakah dulu ayahmu menjualmu dengan harga seperti itu?"
Siok Bi menggeleng. "Hanya beberapa tail emas, akan tetapi dia memperhitungkan bunganya yang tinggi selama lima tahun ini?"."
Hay Hay mengerutkan alisnya dan melirik ke arah buntalan uang emasnya. Lebih dari cukup untuk menebus diri Siok Bi! "Siok Bi, kalau engkau sudah berhasil bebas dari Hartawan Coa, lalu ke mana engkau hendak pergi" Bukankah ayahmu telah meninggal dunia" Apakah engkau mempunyai keluarga lain?"
Siok Bi kembali menggeleng kepalanya. "Hanya seorang paman di kota raja, akan tetapi dia tentu tidak sudi menerima aku yang sudah bergelimang lumpur. Akan tetapi?". ada seorang pemuda".." gadis itu berhenti dan matanya memandang kepada Hay Hay dengan penuh duka.
Hay Hay tersenyum. "Aha! Kiranya engkau sudah mempunyai pillhan seorang kekasih" Bagus seka1i kalau begitu!"
Siok Bi nampak tersipu. "Bukan begitu, kongcu. Sesungguhnya, ada seorang pemuda yang dahulu suka berjudi. Dia sebetulnya seorang pemuda yang baik dan dia?". dia amat mencintaku. Ketika aku memberi nasihat agar dia berhenti berjudi, diapun menurut, berhenti tak pernah berjudi lagi dan kini dia bekerja, dagang kecil-kecilan. Dia amat mencintaku dan dia tentu akan menerimaku sebagai calon isterinya dengan hati bahagia?""
"Dan engkau tentu juga mencintanya, bukal?" .
"Sayang?".. sayang dia bukan engkau, kongcu?".! Ah, kenapa aku harus mengharapkan yang bukan-bukan" Aku kasihan dan suka padanya, akan tetapi terus terang saja, tidak mencintanya. Bagaimanapun juga, hidupku akan lebih terhormat dan terjamin kalau dapat menjadi isterinya."
Mendengar pengakuan yang jujur itu, Hay Hay merasa terharu. Gadis ini jatuh cinta padanya! Gadis ini tersesat ke jalan hitam bukan atsa kehendaknya, melainkan terpaksa, dan ia berusaha untuk kembali ke jalan yang bersih. Agaknya, hanya dialah yang mampu menolongnya, menebusnya.
"Baiklah, Siok Bi. Kemenangkanku di meja judi itu cukup untuk menebus dirimu. Aku akan menemui Coa Wan-gwe dan aku akan menebus dirimu dengan lima puluh tail emas!"
"Hay Kongcu?".. !" Siok Bi menjerit kecil dan menubruk pemuda itu dengan hati penuh kebahagiaan sehingga keduanya berguling ke atas pembaringan. Siok Bi merangkul dan mencium, penuh perasaan terima kasih dan penuh kepasrahan diri.
"Kongcu?"." bisiknya di antara ciumannya, "sampai mati aku tidak akan mampu membalas budimu".. maka ...hanya tubuhku inilah yang kumiliki, kuserahkan padamu untuk membalas budi dengan segala keiklasan".. ! Hay Kongcu?"" aku kagum padamu, aku cinta padamu?". "Gadis itu merintih ketika Hay Hay dengan halus mendorongnya lalu pemuda itu bangkit duduk. Tadinya diapun terseret gelombang nafsu dan membalas ciuman dan belaian gadis itu, namun kesadarannya membuat dia melihat betapa buruknya kalau dia lanjutkan. Seolah-olah dia menolong dengan pamrih imbalan yang demikian rendah! Dia bukan hendak membeli tubuh Siok Bi, melainkan kebebasannya!
"Siok Bi, sadarlah! Aku kagum dan suka pula padamu, akan tetapi hal itu bukan berarti bahwa aku lalu ingin memperoleh imbalan darimu. Ingat, engkau sudah bersiap-siap menempuh jalan bersih bersama pemuda yang mencintamu. Maka, sejak saat ini, engkau harus menahan semua perasaanmu dan harus pula menjadi seorang calon isteri yang setia! Kalau begitu, baru engkau dapat mengharapkan akan membentuk rumah tangga bahagia dengan pemuda itu."
Wajah gadis itu menjadi merah dan ia segera meloncat turun dari atas pembaringan, membereskan pakaiannya, kemudian menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Hay Hay.
"Kongcu, aku menghaturkan banyak terima kasih dan juga mohon maaf atas kelancanganku tadi." Gadis itu semakin kagum, akan tetapi juga jerih karena kini ia merasa bahwa pemuda ini bukanlah manusia biasa! Tidak mungkin ada pria, apa lagi masih muda, yang mampu bertahan seperti itu, padahal keduanya sudah saling peluk dan saling berciuman di atas pembaringan dalam sebuah kamar! Padahal ia sudah siap menyerahkan diri dengan suka rela! Dan pemuda itu demikian pandai merayu, demikian pandai bercumbuan! Selama hidupnya, belum pernah Siok Bi mengalami hal seperti itu.
Hay Hay menyentuh kedua pundaknya dan menariknya berdiri, Hay Hay memandang wajah yang manis itu, tersenyum, kemudian memberi ciuman mesra pada dahi yang halus itu.
"Siok Bi, tidak perlu berterima kasih dan tidak perlu minta maaf. Uang itu hanyalah uang rumah judi, bukan uangku. Dan tentang maaf, terus terang saja, akupun amat suka kepadamu, dan alangkah akan mudahnya dan senangnya kalau aku menuruti bisikan nafsu. Akan tetapi, orang harus lebih dahulu sadar, waspada dan memperhitungkan segala perbuatan, bukan membuta karena nafsu. Kalau kita menuruti nafsu sekarang, nanti kita berdua akan merasa menyesal sekali. Terutama engkau, Siok Bi. Di sudut hatimu tentu akan timbul penyesalan karena engkau telah berkhianat terhadap cinta pemuda itu. Nah, katakan ke mana aku harus menyerahkan uang itu kepada Hartawan Coa. Aku ingin urusan selesai sekarang juga."'
"Ah, jangan sekarang, kongcu. Besok pagi saja, karena malam ini Hartawan Coa tidak berada di rumah. Dia bermalam di rumah penginapan ini!"
"Ehhh" Di sini" Kenapa?". ?" Hay Hay bertanya heran.
Gadis itu mengerutkan alisnya. "Aku sendiri tidak tahu. Akan tetapi dia sudah seringkali begitu, bermalam di mana saja dan itu tandanya bahwa dia memperoleh seorang korban baru, seorang gadis yang baru saja di dapatnya!"
Tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar dan terdengar suara seorang laki-laki, suara yang parau dan dalam, "Di mana kamar untukku" Harus yang paling baik!"
"Tentu saja, tentu saja?" tai-ya. Di sana, di kamar paling kiri, sudah kami persiapkan?""
Siok Bi menaruh telunjuk ke depan mulutnya. "Sttt, itu dia?".!" bisiknya.
Hay Hay lalu membuka daun pintu dan keluar dengan tenang. Dia sempat me1ihat seorang laki-lakl tinggi besar bermuka hitam bopeng! Dia terbelalak. Kiranya pemilik rumah judi, pemimpin dan kepala dari para bandar curang itu, bukan lain adalah hartawan yang sudah ada janji rahasia dengan isteri Gui Lok, pemilik rumah penginapan dan rumah makan Hok-lai-koanl Dia me1ihat pria tinggi besar itu memasuki kamar terbesar di sebelah kiri, dan dua orang tukang pukul atau jagoan yang bertubuh kokoh kekar berjaga di luar kamar itu! Isteri Gui Lok itu, yang bernama Kim Hwa, si cantik genit, berjanji akan mengantarkan puteri tirinya setelah lewat jam duabelas malam ke kamar itu! Mempergunakan obat bius pula! Dia harus mencegah terjadinya peristiwa terkutuk itu. Kasihan Ai Ling, gadis pendiam yang bagaikan bunga baru mekar itu harus dipetik secara paksa, direnggut oleh Hartawan Coa yang rakus ini! Diapun cepat masuk lagi ke dalam kamarnya.
"Kiranya si tinggi besar muka bopeng itukah Hartawan Coa?" katanya kepada Siok Bi. Pantas saja gadis jelita ini merasa menderita. Wanita muda mana yang suka menjadi selir seorang laki-laki seperti itu yang kelihatannya kasar dan bengis" Siok Bi mengangguk.
"Siok Bi, engkau pulanglah. Besok akan kubereskan persoalanmu. Aku akan menemui dia di rumahnya dan menebus dirimu, kemudian kuantar engkau ke rumah calon suamimu."
Siok Bi merasa gembira sekali. "Terima kasih , Hay Kongcu, terima kasih?"..!" Ia menghampiri dan merangkul lagi, akan tetapi tiba-tiba dia menahan diri dan menatap wajah pemuda itu. Dua pasang mata saling bertaut. "Bolehkah aku?". , kongcu?".. ?" Hay Hay tersenyum, mengangguk dan menerima ciuman hangat gadis itu, sebuah ciuman yang tidak lagi dicekam nafsu birahi, melainkan ciuman yang mengandung rasa haru, sukur dan terima kasih yang amat besar. Kemudian gadis itu melepaskan rangkulannya disertai isak tertahan, lalu keluar dari dalam kamar itu. Akan tetapi Hay Hay menangkap lengannya.
"Jangan, jangan lewat situ, lebih baik jangan terlihat bahwa engkau berada di sini." katanya dan dia membuka jendela, lalu membantu Siok Bi meninggalkan kamarnya lewat jendela yang menembus ke dalam kebun yang gelap.
Setelah Siok Bi, Hay Hay menutup daun jendela dari luar karena dlapun meninggalkan kamarnya untuk melakukan pengintaian dalam usahanya menyelamatkan Al Ling dari ancaman bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut!
Dl dalam sebuah kamar di rumah yang letaknya tepat di belakang rumah penginapan, bahkan bergandeng dengan penginapan itu. Hay Hay menemukan orang yang dicarinya, yaitu Ai Ling. Kamar gadis itu cukup rapi dan bersih dan ketika Hay Hay tiba di luar kamar, ternyata Kim Hwa, ibu tiri gadis itu telah berada di dalam kamar! Kalau Ai Ling berpakaian sederhana saja, pakaian tidur yang longgar, sebaliknya Kim Hwa mengenakan pakaian yang indah seolah-olah ia hendak bepergian. Mukanya juga dirias dengan pesolek sekali. Hay Hay teringat akan janji wanita genit itu untuk berkunjung ke kamarnya lewat tengah malam, dan mukanya menjadi merah. Agaknya wanita genit itu memang bersolek untuk berkunjung ke kamarnya dengan maksud yang tidak sukar untuk ditebak. Sungguh kasihan sekali ayah kandung Ai Ling mengawini seorang wanita seperti Kim Hwa. Bukan saja selalu siap untuk melakukan penyelewengan dan berjina dengan laki-Iaki lain, akan tetapi bahkan tidak ragu-ragu untuk menjebloskan puteri tirinya ke dalam lembah kehinaan, menjadikannya korban dan mangsa srigala berwajah manusia seperti Hartawan Coa!
"Ai Ling, kenapa engkau tidak mau makan" Makanlah, agar jangan masuk angin. Engkau tahu, kita mempunyai banyak pekerjaan dan kalau engkau jatuh sakit, kami akan sibuk bukan main."
"Aku tidak nafsu makan dan kepalaku agak pening," Ai Ling mengeluh, "biaraku akan tidur saja, tentu besok juga sudah sembuh."
"Mana bisa tidur dengan perut kosong" Kalau begitu, biar kau minum saja obat masuk angin. Manjur sekali obatku, pemberian Sinshe Tung. Biar kuambilkan sebentar"' Kim Hwa lalu keluar dari dalam kamar itu dengan menyeret sandalnya. Ai Ling menarik napas panjang dan duduk di tepi pembaringan. Tiba-tiba muncul seorang pemuda di dalam kamar itu. Ai Ling yang sedang melamun, terkejut bukan main ketika melihat bahwa yang muncul seperti setan itu adalah pemuda yang tadi pagi sarapan di rumah makan dan dilayaninya, pemuda tampan yang amat ramah dan menyenangkan hatinya. Saking kagetnya, hampir ia menjerit, akan tetapi Hay Hay cepat menaruh telunjuknya di depan mulut.
"Sssttt, tenanglah nona dan jangan berisik. Aku datang untuk membebaskanmu dari ancaman bahaya!"
"Apa".. apa maksudmu, kongcu ..." Aku tidak mengerti".. " Gadis itu masih takut-takut dan bingung.
"Sstt, dengarlah baik-baik. Ibu tirimu bermaksud mengorbankan engkau kepada Hartawan Coa, dan obat yang ia berikan itu adalah obat bius. Karena itu, ingat baik-baik, kalau ia datang memberikan obat, katakan saja bahwa engkau tidak suka dan agar ia sendiri yang minum obat itu. Mengerti?"
Gadis itu mengangguk dan masih bingung. " Akan tetapi?" "
"Ikuti saja petunjukku kalau engkau mau selamat." bisik Hay Hay dan pada saat itu terdengar bunyi sandal diseret. Sekali berkelebat, tubuh Hay Hay sudah lenyap karena dengan cepat dia sudah, menyelinap ke balik pembaringan itu, tertutup kelambu dan lemari pakaian.
Daun pintu kamar terbuka dari luar dan masuklah Kim Hwa dengan langkahnya yang gemulai. Ia membawa sebuah cawan terisi cairan merah yang berbau harum.
"Nah, ini obat masuk angin. Minumlah, Ai Ling sayang, agar tubuhmu terasa segar dan besok kau dapat bekerja dengan rajin. Minumlahl." Ia menyerahkan cawan itu dan Ai Ling memandang cawan itu dengan alis berkerut. Ia masih merasa heran akan kemunculan Hay Hay dan semua ucapan pemuda itu. Akan tetapi, apa yang ia dengar dari pemuda itu bukan hal yang tidak boleh jadi! Ia tahu bahwa diam-diam ibu tirinya ini tidak suka kepadanya, apalagi ketika pada suatu hari ia pernah menegur ibu tirinya yang suka bercanda secara keterlaluan dan berlebihan dengan pegawai-pegawai pria. Ia bahkan berani menduga bahwa ibu tirinya itu tentu mempunyai hubungan gelap dengan beberapa orang pegawai. Maka, tidak akan mengherankan kalau ibu tirinya mempunyai tipu muslihat busuk dan menjerumuskannya ke pelukan Hartawan Coa. Ia bergidik dan melihat betapa cawan itu seperti mengandung racun!
"Tidak, aku tidak mau minum. Aku mau tidur saja, harap kau suka minum saja sendiri obat itu!" katanya, teringat akan pesan Hay Hay.
Kim Hwa terbelalak. Sungguh ia merasa aneh sekali mengapa ucapan puterinya itu mempunyai kekuatan mendorongnya sehingga timbul suatu keinginan aneh dalam dirinya, yaitu untuk minum "obat" dalam cawan itu! Tentu saja cawan itu berisi obat pemberian Hartawan Coa yang ia campur dengan anggur merah.
"Apa" Kuminum sendiri?""..?" ia berkata penuh keraguan, setengah berbisik. Melihat sikap ibu tirinya ini, Ai Ling juga merasa heran dan teringat akan pesan pemuda aneh ltu, iapun menjawab.
"Benar, lebih baik kaumlnum sendiri obat itu!"
Dan kini terjadi keanehan dalam sikap Kim Hwa. "Baik, kuminum saja sendiri, kuminum sendiri?".. " dan sepertl dalam mimpi, iapun lalu minum obat dalam cawan itu sampal habis!
Setelah minum obat itu, Kim Hwa melepaskan cawan kosong yang jatuh berkerontang di atas lantai, ia berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang dan kedua matanya dipejamkan. Ai Ling memandang khawatir. Obat itu adalah obat yang mengandung bius, membuat orang kehilangan kemauan, juga mengandung obat perangsang sehingga orang yang minum obat ini dalam keadaan tidak sadar akan menjadi hamba nafsu birahinya sendiri. Kim Hwa mengeluh, lalu tanpa pamit ia keluar dari kamar itu, diikuti pandang mata Ai Ling yang masih bingung dan khawatir.
Hay Hay muncul lagi, dipandang oleh Ai Ling yang masih menaruh curiga kepadanya. Akan tetapi pemuda itu tidak rnelakukan sesuatu yang tidak pantas, bahkan Hay Hay cepat berkata kepadanya, "Ai Ling, cepat kauberitahukan kepada ayahmu bahwa ibu tirimu mengadakan pertemuan dengan Hartawan Coa di dalam kamar terbesar di rumah penginapan Hok-lai-koan. Suruh ayahmu pergi sendiri menangkap basah isterinya yang menyeleweng itu dan jangan takut! Aku akan melindunginya. Kim Hwa itu harus dihukum, Ai Ling, demi keselamatan ayahmu dan engkau sendiri. Cepat!" Dan kembali Hay Hay berkelebat lenyap dari dalam kamar. Sejenak Ai Ling bengong dan bulu tengkuknya meremang. Apakah pemuda itu bukan manusia melainkan setan yang pandai menghilang" Ataukah dewa yang hendak menolong ia dan ayahnya" Ia tidak merasa heran mendengar betapa ibu tirinya menyeleweng, mengadakan pertemuan dalam kamar hotel dengan Hartawan Coa. Akhirnya ia turun dan pergi kekamar ayahnya.
Bagaikan seorang yang kehilangan ingatannya, Kim Hwa melalui pintu tembusan menuju ke ruangan rumah penginapan Hok-lai-koan. Yang dlingatnya hanya dua hal. Pertama mengantarkan Ai ling ke kamar Hartawan Coa, dan kedua pergi mengunjungi pemuda ganteng yang menarik hati, yang menginap di kamar nomor tujuh belakang. Akan tetapi, tubuhnya terasa demikian ringan dan ia tidak ingat lagi mengapa ia menjadi begitu, kepalanya juga ringan dan kosong!
Ketika tiba-tiba Hay Hay muncul, ia tidak terkejut dan tersenyum genit. Apalagi ketika Hay Hay berbisik, "Manis, aku sengaja menjemputmu! Mari kita pergi ke kamarku sayang !"
Kim Hwa tertawa kecil dengan sikap genit lalu membiarkan dirinya digandeng oleh pemuda yang menarik hatinya itu dani a malah menyandar dan mereka berdua berjalan sambil bergandeng tangan.
Hay Hay tidak membawa wanita itu ke kamarnya melainkan diajaknya menghampiri kamar besar di mana terdapat dua orang jagoan yang berjaga. Malam sudah larut, menjelang tengah malam dan suasana sunyi. Dua orang jagoan itu duduk di atas kursi, agak melenggut. Mereka tenang saja karena siapa yang akan berani mati mengganggu majikan mereka"
"Mari Ai Ling, marilah sayang?".." Suara ini mengejutkan dua orang jagoan itu. Akan tetapi ketika mereka mengangkat muka, mereka melihat sekelebatan seorang pemuda bergandeng tangan dengan seorang wanita cantik. Anehnya, begitu mereka memandang, pemuda itu lenyap dan yang nampak adalah dua orang wanita muda yang sedang menghampiri mereka sambil saling bergandeng tangan. Ketika lampu gantung menerangi wajah mereka, dua orang jagoan ini cepat berdiri dan menyeringai senang. Mereka sudah tahu bahwa majikan mereka menanti datangnya isteri pemilik rumah penginapan itu yang akan mengantarkan puterinya, dan ternyata kini mereka benar-benar muncul! Melihat betapa gadis manis itu seperti orang mabok, tahulah mereka bahwa gadis itu telah minum obat bius, dan isteri pemilik rumah penginapan yang cantik genit itu senyum-senyum kepada mereka. Kedua orang "wanita" ini menghampiri pintu dan mengetuk tiga kali. Dua orang jagoan itu tidak menghalangi mereka, hanya saling pandang dan tersenyum-senyum penuh arti.
"Siapa mengetuk pintu?" terdengar suara yang parau dan dalam, suara Hartawan Coa yang memang sejak tadi belum tidur dan dengan tidak sabar menanti datangnya Kim Hwa yang berjanji akan mengantar Gui Ai Ling, si perawan jelita.
"Saya Kim Hwa, tai-ya, saya mengantarkan Ai Ling. Harap buka pintunya!"
Mendengar suara ini, tentu saja Hartawan Coa menjadi girang dan dia cepat membuka daun pintu. Mula-mula ia terkejut melihat bahwa yang berdiri di depan pintu adalah seorang pemuda yang tidak dikenalnya dan Kim Hwa, isteri pemilik rumah penginapan yang genit itu, akan tetapi ketika dia berkedip dan mendengar suara Kim Hwa, "Saya Kim Hwa dan Ai Ling datang seperti yang saya janjikan, tai-ya," dan dia membuka mata, ternyata yang berdiri di depannya adalah Kim Hwa dan Ai Ling, gadis yang membuatnya selalu menelan air liur itu!
"Ahhh, engkau sudah datang, manis!"katanya sambil menggandeng tangan Ai Ling. "Mari masuk, manis!" Ai Ling menurut saja digandeng masuk, dan Kim Hwa tersenyum.
"Bersenang-senanglah tai-ya dengan Ai Ling, saya harap tai-ya tidak lupa kepada saya." Hartawan Coa yang sudah tidak sabaran itu, hanya mengangguk dan menutup kembali daun pintu tanpa menguncinya karena bukankah di luar sudah ada dua orang pengawalnya, jagoan-jagoan yang dapat dipercaya menjaga di situ semalam suntuk" Kim Hwa lalu melenggang pergi.
"Eih, nyonya muda. Hendak ke mana" Apakah tidak mau menemani kami di sini sebentar menghilangkan dingin dan kantuk?" seorang di antara dua penjaga itu menegur dan menggoda.
Kim Hwa hanya tersenyum. "Lain kali saja, aku mempunyai keperluan lain." Dan iapun mempercepat langkahnya. Setelah tiba di tempat gelap, ternyata bahwa "Kim Hwa" ini bukan lain adalah Hay Hay yang tadi mempergunakan kekuatan sihirnya untuk membuat mata dua orang jagoan dan juga mata Hartawan Coa melihatnya seperti Kim Hwa, sedangkan Kim Hwa sendiri yang sudah berada di bawah pengaruh obat bius itu mereka lihat sebagai Gui Ai Ling!
Hay Hay mengintai tak jauh dari situ. Tidak lama dia mengintai karena segera dia melihat seorang. laki-laki gendut berlari-lari melalui pintu tembusan dari rumah Gui Lok, menuju ke rumah penginapan itu. Dia bukan lain adalah Gui Lok, pemilik rumah penginapan dan rumah makan Hok-lai-koan. Agak jauh di belakangnya dia melihat pula Ai Ling berjalan dengan muka khawatir.
Gui Lok yang menerima pelaporan puterinya bahwa isterinya mengadakan pertemuan gelap dengan laki-laki di dalam kamar hotelnya, tentu saja menjadi marah sekali dan dia langsung menuju kekamar besar, kamar istimewa termahal di rumah penginapannya itu. Ketika tiba di depan kamar, dua orang tukang pukul mencoba untuk menghadangnya, akan tetapi si gendut Gui Lok berteriak lantang.
"Ini rumah penginapanku sendiri! Siapa berhak melarang?" Dua orang tukang pukul itu tentu saja tahu bahwa Gui Lok pemilik rumah penginapan i tu, maka merekapun merasa sungkan, juga mereka terbelalak heran bukan main melihat Ai Ling berada di belakang si gendut itu! Bukankah tadi mereka melihat sendiri betapa gadis itu diantar oleh ibu tirinya memasuki kamar majikan mereka dan kini sedang dalam pelukan majikan mereka " Bagaimana kini tahu-tahu gadis itu berada di luar kamar tanpa pengetahuan mereka" Apakah tadi mereka bermimpi" Padahal mereka tidak pernah tidur. Bagaimanapun juga, melihat adanya gadis itu, hati mereka tidak khawatir. Kalau gadis itu tidak berada di dalam kamar majikan mereka, apa yang mereka khwatirkan" Biarkan si gendut itu membikin ribut, kalau majikan mereka yang kini tentu sendirian saja keluar, tentu si gendut itu yang akan mendapat kemarahan! Kiranya majikan mereka sedang tidur sendirian di kamar itu!
Melihat dua orang penjaga itu tidak menghalanginya lagi, Gui Lok lalu menghampiri daun pintu kamar itu dan menggedor-gedor dengan keras. "Buka pintu! Kim Hwa, engkau tidak perlu sembunyi! Aku sudah tahu bahwa engkau berada di dalam bersama laki-laki lain! Engkau perempuan busuk, pelacur hina, isteri yang menyeleweng tak tahu malu!"
Karena Gui Lok dilanda kemarahan hebat, maka dia berteriak-teriak seperti orang gila. Tentu saja teriakannya yang keras itu membangunkan semua tamu dan sebentar saja, semua kamar di rumah penginapan itu terbuka dan para tamu sudah keluar dari dalam kamar untuk menonton pertunjukan menarik itu. HayHay juga keluar dari kamarnya, bersama para tamu ikut pula menonton. Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Ai Ling yang nampak khawatir, dia berkedip dan menganggukkan kepala, seolah memberi jaminan kepada gadis itu agar tidak usah takut karena ada dia yang akan melindunginya. Dan anehnya, melihat pemuda itu, hati Ai Ling menjadi agak tenteram, tidak lagi ketakutan seperti tadi.
"Hayo buka, kau perempuan laknat, pelacur hina tak tahu malu! Dorr-dorr-dorr!!"
Cui Lok terus menggedor pintu dengan kemarahan meluap, apa lagi melihat munculnya banyak tamu. Semua orang melihat dan mengetahui betapa isterinya telah menyeleweng. Betapa malunya dia kalau tidak dapat membikin perhitungan dengan isterinya itu!
Dapat dibayangkan betapa kagetnya mereka yang sedang bermesraan di dalam kamar itu. Baru saja Hartawan Coa dan Kim Hwa mendapatkan kenyataan yang mengejutkan hati mereka berdua, Kim Hwa mulai ditinggalkan pengaruh obat bius dan ketika ia sadar lalu mendapatkan dirinya dalam pelukan Hartawan Coa, hampir saja ia menjerit. Bukankah seharusnya ia berada dalam pelukan pemuda tampan yang pandai merayu itu" Kenapa kini ia berada dalam rangkulan Hartawan Coa yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa, penuh bulu kasar, mukanya hitam dan bopeng" Bukankah seharusnya Ai Ling yang berada di pelukan hartawan ini" Akan tetapi ia seorang wanita yang cerdik. Walaupun ia tidak mengerti mengapa bisa begini, namun ia pandai bersandiwara dan dengan manja ia lalu mempererat rangkulannya dan mengeluarkan suara rintihan manja. Sementara itu, Hartawan Coa juga sudah tidak lagi terpengaruhi kekuatan sihir yang dilepaskan Hay Hay tadi, dan kini dia melihat bahwa yang dipeluk dan digumulinya sejak tadi bukanlah gadis yang dirindukannya itu, melainkdn isteri Gui Lok, nyonya muda yang cantik dan genit itu! Diapun terkejut mengapa bisa terjadi perubahan ini! Padahal tadi, jelas dia melihat bahwa yang dibimbingnya masuk adalah Ai Ling dan gadis itu tadi menurut saja tanpa melawan karena berada dalam pengaruh obat bius. Akan tetapi, mengapa kini mendadak berganti orang" Bagaimanapun juga, hartawan ini memang cocok dengan Kim Hwa dan biarpun dia terheran, dia tidak begitu perduli lagi setelah merasakan kehangatan tubuh dan kepandaian Kim Hwa merayu dan melayaninya. Diapun mendekap semakin kuat dan keduanya tenggelam ke daam gelombang nafsu yang tak pernah mengenal puas. .
Mereka berdua sedang terlena di ambang kepulasan karena lelah ketika tiba-tiba mereka dikejutkan oleh geduran pada daun pintu kamar itu! Mendengar teriakan suaminya, tentu saja Kim Hwa terkejut setengah mati dan iapun cepat melepaskan diri dari rangkulan Hartawan Coa dan tergesa-gesa mengenakan pakaiannya. Ia lari ke jendela, hendak membuka jendela kamar itu, akan tetapi betapa heran dan khawatirnya ketika ternyata daun jendela itu macet, sama sekali tidak dapat dibukanya. Tentu saja ia menjadi panik. Melihat ini, Coa Wan-gwe lalu menghampiri jendela dan diapun mencoba untuk membukanya. Sia-sia belaka. Biarpun hartawan ini memilik tenaga yang besar, namun daun jendela itu sama sekali tidak dapat dibukanya, macet. Hal ini tidaklah aneh karena macetnya daun jendela itu bukan sewajarnya, melainkan karena perbuatan Hay Hay.
"Sudahlah, tidak perlu gelisah. Biar aku yang bertanggung jawab!" kata hartawan itu, teringat akan kedudukan dan kekuasaannya. Apa artinya seorang Gui Lok baginya"
"Tapi?"" tapi suamiku di depan kamar! Dia akan marah?".. "
"Huh, coba saja apa yang dapat dia lakukan kepadaku! Coba dia marah kepadaku kalau berani kusuruh hajar dia sampai mampus! Hartawan itu makin besar hatinya karena bukankah di depan pintu itu selalu ada dua orang pengawal yang menjaga keselamatannya"
Mendengar ucapan hartawan itu, hati Kim Hwa tidak menjadi lega, bahkan semakin khawatir. Diraihnya lengan hartawan itu dan ditahannya ketika ia hendak keluar dari kamar.
"Kau akan dapat menyelamatkan diri dengan mudah, dia tidak berani mengganggumu, akan tetapi bagaimana dengan aku" Harap jangan tinggalkan aku di sini?"".!"
Coa Wan-gwe mengerutkan alisnya dan mengibaskan lengannya sehingga wanita itu terpelanting ke atas pembaringan. "Huh, jangan banyak tingkah kamu! Salahmu sendiri! Bukankah engkau berjanji akan mengantarkan Ai Ling kepadaku di kamar ini" Akan tetapi, engkau sendiri yang datang menggantikan anakmu. Perempuan tak tahu malu!"
Kim Hwa terkejut dan tidak berani bicara lagi, hanya memandang dengan mata terbelalak ketika hartawan itu membuka daun pintu kamar itu dan melangkah keluar dengan mengangkat dada. Gui Lok yang berada di depan kamar itu, sudah siap untuk marah-marah, akan tetapi begitu melihat Hartawan Coa, nyalinya menjadi kecil dan dia hanya memandang bengong seperti berubah menjadi arca.
"Hemm, Gui Lok! Mau apa engkau lancang menggedor pintu kamarku" Bukankah kamar ini sudah kusewa" Kautahu, rumah penginapan ini dapat kubeli, juga kepalamu dapat kubeli. Mengerti?"
Mendengar bentakan hartawan ini, seketika keberanian dan kemarahan Gui Lok menguncup dan kakinya gemetar.
"Maaf, tai-ya, tapi?".. tapi isteriku?""."
"Peduli apa dengan isterimu! Aku tidak memanggilnya ke sini! Tanyakan saja kepada isterimu sendiri! Tapi kau?".. yang sudah berani menggangguku, menggedor pintu kamarku secara kurang ajar, tidak dapat kumaafkan begitu saja. Kau perlu dihajar!" Tangan yang besar dari hartawan itu menyambar dan sebuah pukulan mengenai kepala Gui Lok.
"Plakk!" Si perut gendut itu terpelanting dan jatuh. Hartawan Coa melangkah maju, siap menendangi kepala Gui Lok yang dianggapnya telah kurang ajar dan membikin malu kepadanya di depan begitu banyak orang. Maka, di depan para tamu yang sudah jadi penonton, dia hendak menghajar Gui Lok agar namanya kembali terang dan disegani orang.
Kaki yang besar dan dilindungi sepatu kulit yang tebal dan keras itu menyambar ke arah kepala Gui Lok.
"Dukkk!" Akibatnya, bukan kepala itu yang tertendang dan Gui Lok mengeluh kesakitan, sebaliknya malah Hartawan Coa memekik kesakitan, mengangkat kaki yang menendang, memeganginya dan kaki yang sebelah lagi jingkrak-jingkrak. Serasa patah-patah tulang kakinya ketika tadi dia menendang, kakinya itu bertemu dengan sebuah kaki lain, yaitu kaki Hay Hay. Melihat ada seorang pemuda sederhana yang tadi menyambut tendangannya dengan tangkisan kaki, yang menyebabkan kakinya terasa nyeri setengah mati, Hartawan Coa menjadi marah bukan main.
"Hajar dia! Bunuh dia!" teriaknya kepada dua orang pengawal yang sejak tadi hanya menjadi penonton. Ketika mereka melihat majikan mereka menghajar Gui Lok, mereka diam saja. Sama sekali tidak mereka sangka bahwa akan ada orang yang berani melindungi Gui Lok dan bahkan membuat kaki majikan mereka kesakitan.
"Pemuda lancang, berani kau menentang majikan kami?" Dua orang tukang pukul itu meloncat ke depan, menghadapi Hay Hay yang berdiri tegak sambil tersenyum tenang.
"Ha-ha, kalian ini dua ekor anjing yang setia kepada majikan, sungguh pandai mengonggong! Nah, lanjutkan gonggonganmu agar semua orang melihat kalian!"
Kini semua orang yang telah keluar dari kamar masing-masing dan menonton keributan itu, terbelalak heran ketika melihat betapa dua orang tukang pukul yang tadi bersikap galak, kini tiba-tiba saja mereka menjatuhkan diri berdiri di atas kaki dan tangan seperti binatang berkaki empat, dan mereka berdua segera menggonggong seperti dua ekor anjing yang sedang marah! Tentu saja gonggongan mereka tidak seperti anjing, dan mereka yang menonton, tadinya terbelalak keheranan dan mengira dua orang itu main-main atau mendadak menjadi gila. Akan tetapi keadaan yang lucu itu membuat mereka tidak dapat menahan ketawa mereka. Bahkan Hartawan Coa sendiripun lupa akan kenyerian kakinya dan diapun berdiri bengong memandang kepada anak buahnya. Apakah kedua orang pengawalnya itu mendadak menjadi gila" Sementara itu, Gui Lok yang tadi terhindar dari hajaran yang lebih hebat, sudah bangkit berdiri dan diapun melihat peristiwa aneh itu sehingga sejenak lupa kepada isterinya yang menjadi biang keladi keributan itu.
Hay Hay tersenyum dan menghampiri dua orang tukang pukul yang masih merangkak-rangkak itu, kemudian kaki kirinya bergerak dua kali dan dua orang tukang pukul itu sudah kena ditendang, terlempar dan terbanting jatuh. Agaknya setelah jatuh, baru mereka sadar akan keadaan diri mereka. Cepat mereka meloncat dan sudah mencabut golok dari pinggang. Lalu dengan kemarahan meluap karena mereka merasa dibikin malu di depan banyak orang, mereka lalu menerjang dan menyerang Hay Hay dengan bacokan golok dari atas ke bawah, ke arah kepala pemuda itu.
Semua orang melihat dengan hati ngeri betapa dua batang golok itu dengan tepat mengenai kepala pemuda itu dan dengan mudahnya, seperti agar-agar saja, kepala itu terbelah menjadi tiga potong oleh dua bacokan itu. Akan tetapi, tidak ada darah keluar ketika tubuh yang terbelah menjadi tiga buah itu terkulai jatuh, mengeluarkan suara bising. Akan tetapi ketika mereka semua memandang, termasuk dua orang tukang pukul itu, terdengar seruan heran melihat bahwa yang terbabat buntung mejadi tiga potong itu sama sekali bukan tubuh orang melainkan sebuah bangku panjang yang kini menjadi tiga potong! Pantas saja mengeluarkan suara bising! Ke mana larinya pemuda aneh itu tadi"
Kiranya, pemuda itu telah berdiri di belakang dua orang tukang pukul itu. Kini, tiba-tiba kedua tangannya menjambak rambut dua orang tukang pukul itu dari belakang dan sekali dia menggerakkan kedua tangan mengadu dua buah kepala itu, dua orang pengawal itu mengeluh, goloknya terlepas dan ketika Hay Hay melepaskan kedua tangannya, mereka terkulai lemas seperti karung basah dan jatuh pingsan!
Melihat ini, semua orang kagum dan juga terheran-heran. Hartawan Coa yang tadinya memandang bengis, kini menjadi pucat sekai. Apalagi ketika pemuda itu menghampirinya. "Coa Wan-gwe, engkau pulanglah dan bawa dua ekor anjingmu ini. Sebentar nanti aku akan datang berkunjung ke rumahmu, ada urusan penting yang hendak kubicarakan denganmu."
Sekali ini Hartawan Coa tidak banyak cakap lagi. Dia maklum bahwa menghadapi pemuda ini, dia tidak berdaya. Dia harus mengerahkan semua pengawalnya kalau mau menghadapi dan menentang pemuda aneh ini. Dia lalu menendang-nendang dua orang pengawalnya. Mereka siuman dan terheran-heran, akan tetapi segera teringat akan keadaan mereka, maka ketika majikan mereka memberi isarat, merekapun seperti dua ekor anjing ketakutan, lalu mengikuti Hartawan Coa meninggalkan rumah penginapan, bahkan melupakan golok mereka.
Sementara itu, begitu hartawan itu pergi, Gui Lok menyerbu ke dalam kamar. Dia melihat isterinya masih duduk ketakutan di atas pembaringan.
"Perempuan lacur! Tak tahu malu!" bentaknya dan diapun menjambak rambut isterinya. Rambut itu terurai dan diseretnya tubuh wanita itu keluar kamar.
"Lihat semua! Lihat baik-baik perempuan ini. Ia bernama Kim Hwa dan dari pecomberan kuangkat ia menjadi isteriku, akan tetapi kini ia melakukan penyelewengan dengan laki-laki lain! Ia tiada bedanya dengan seekor babi betina, biar dibersihkan dan ditempatkan di manapun, diberi tempat yang bersih dan baik, tetap saja babi betina ini memilih pecomberan. Nah, mulai saat ini, ia bukan isteriku lagi dan kuusir ia. Pergilah kamu, perempuan laknat! Ketika kaukupungut, engkau tidak mempunyai apa-apa, sekarang engkau pergilah dan boleh kaumiliki pakaian dan perhiasan yang menempel ditubuhmu!"
Kalau saja mereka hanya berduaan, tentu Kim Hwa akan minta-minta ampun dan mempergunakan segala daya kecantikannya, segala ilmunya merayu untuk melemahkan hati suaminya dan agar dirinya diampuni. Akan tetapi apa hendak dikata, peristiwa itu terjadi didepan puluhan pasang mata yang menjadi penonton dan disana sini ia mendengar cemoohan dan celaan kepada dirinya, maka sambil menutupi mukanya dan menangis, iapun lari keluar dari rumah penginapan yang tadinya menjadi miliknya itu. Beberapa bulan kemudian orang sudah mendapatkan dirinya menjadi kembang dari sebuah rumah pelacuran dari sebuah kota besar dekat kota raja!
Sebelum Gui Lok dah puterinya, Gui Ai Ling, sempat menghaturkan terima kasih kepadanya, Hay Hay sudah cepat menghilang dari kamar itu pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, sambil membawa buntalan uang emasnya.
Dan pagi-pagi sekali itu, dia sudah berada di depan pintu gerbang pekarangan gedung Hartawan Coa! Ternyata pekarangan itu telah penuh dengan pasukan pengawal yang jumlahnya tidak kurang dari dua lusin orang bersenjata lengkap! Mereka itu telah diperingatkan oleh Hartawan Coa agar berjaga dengan ketat dan terutama sekali menjaga kalau ada muncul seorang pemuda berpakaian sederhana yang memakai caping lebar. Hartawan Coa yang semalam mengalami kekagetan itu, setibanya di rumah mengumpulkan para pembantunya dan dia menjadi semakin terkejut dan khawatir ketika menerima laporan bahwa pemuda yang bercaping lebar, pemuda yang itu-itu juga, telah pula mengacau rumah judi, bahkan telah menggondol puluhan tail emas yang dimenangkan dalam permainan dadu di mana pemuda itu menggunakan ilmu yang aneh seperti sihir. Dan diapun teringat betapa dua orang pengawalnya juga disihir sehingga menggonggong seperti anjing, kemudian betapa tubuh pemuda itu kelihatan terpotong-potong,akan tetapi ternyata yang terpotong itu hanya bangku panjang! Jelas, pemuda yang itu-itu juga, pikirnya. Maka diapun mengerahkan seluruh pasukan pengawal untuk melakukan penjagaan di pekarangan, di sekeliling rumah gedungnya, bahkan ada yang berjaga di dalam gedung dan di atas atap! Barulah dia merasa aman dan dapat tidur pulas.
Ketika Hay Hay muncul pagi-pagi sekali, hartawan itu masih belum bangun. Ketika para penjaga itu melihat munculnya seorang pemuda yang memakai caping lebar, berdiri di depan pintu gerbang, segera mereka menjadi panik. Tentu saja mereka itu gentar sekali karena mereka sudah mendengar cerita kawan-kawan mereka tentang sepak terjang pemuda itu di rumah judi, juga cerita dua orang tukang pukul yang menderita pengalaman pahit di rumah penginapan. Betapapun juga, karena kini di pekarangan itu dan di dalam rumah terdapat kepala-kepala pengawal yang merupakan orang-orang berkepandaian silat tinggi, mereka tidak menuruti hati yang gentar. Dengan memberanikan hati, mereka lalu mengikuti pimpinan mereka menyambut kedatangan pemuda itu.
Kepala pengawal yang kini berjaga dirumah gedung Hartawan Coa ada tiga orang. Yang pertama adalah seorang jagoan dari kota raja bernama Thio Kang berjuluk Tiat-ci (Si Jari Besi), terkenal sebagai seorang yang memiliki tangan seperti besi, dapat menusuk papan tebal dan batu sampai tembus dan selain itu, pandai pula bermain sepasang pedang. Tiat-ci Thio Kang ini adalah seorang jagoan yang berasal dari kota raja, bahkan pernah menjadi jagoan di istana kaisar! Kini menjadi jagoan nomor satu dari Coa Wan-gwe, bergajih besar. Jagoan ini berusia kurang lebih lima puluh lima tahun, bertubuh jangkung kurus kering, sikapnya tinggi hati, sikap seorang yang percaya akan kemampuan diri sendiri dan memandang rendah orang lain. Jagoan ke dua berjuluk Hek-houw (Harimau Hitam) bernama Ji Sun. Hek-houw Ji Sun ini, sesuai dengan julukannya, berperawakan kokoh, tinggi besar berkulit hitam dan dia memiliki ilmu silat harimau yang menubruk dan mencengkeram, tangkas sekali, di samping ahli bermain golok dan perisai. Usia jagoan nomor dua ini sekitar empat puluh lima tahun. Adapun jagoan nomor tiga bernama Phang Su, ju!ukannya Kang-thouw-cu (Si Kepala Baja) dan tubuhnya pendek gemuk bundar. Kepalanya yang besar dan bundar itu terkenal sekali amat kuat, kebal dan dapat membobolkan tembok, sesuai dengan julukannya. Selain keahlian mempergunakan kepala sebagai senjata, juga Kang-thouw-cu Phang Su pandai memainkan sebatang rantai besi yang berat.
Tiga orang kepala pengawal ini tentu saja sudah mendengar akan sepak terjang seorang pemuda bercaping lebar yang mengacau di rumah judi dan di rumah penginapan bahkan telah mengganggu majikan mereka. Akan tetapi, mereka adalah jagoan-jagoan besar, terutama sekali Tiat-ci Thio Kang, tentu saja memandang rendah kepada pengacau yang katanya mau datang berkunjung ke gedung majikannya itu. Apa yang perlu ditakutkan" Dia mengandalkan kepandaian sendiri yang sukar dicari tandingnya, hampir belum pernah kalah. Selain itu, masih ada dua orang pembantunya yang juga amat lihai, dan ada pula hampir lima puluh orang pengawal di rumah itu! Setanpun takkan mampu masuk ke dalam rumah itu tanpa ketahuan penjaga yang sudah ditempatkan di seluruh lingkungan rumah itu. Dan kalau pemuda itu benar-benar berani datang, dia tentu akan menghadapi kehancuran di sini! !
Akan tetapi, tidak urung jantungnya berdetak tegang ketika mendengar laporan anak buahnya bahwa pagi-pagi itu, pemuda bercaping lebar telah datang dan berada di luar pintu gerbang!
"Tahan dia di luar pintu gerbang, aku akan menemuinya sendiri!" kata Tiat-ci Thio Kang dan dia lalu mempersiapkan diri, memasang siang-kiam pedang pasangan di punggung, kemudian mengajak dua orang pembantunya untuk keluar menemui pemuda itu. Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su juga sudah siap siaga dengan senjata masing-masing. Mereka bertiga, diikuti puluhan orang pengawal, bersenjata lengkap seolah-olah mereka itu bukan hendak menyambut seorang pemuda, melainkan seperti hendak maju perang melawan banyak musuh!
Hay Hay yang mengintai dari balik caping lebarnya, diam-diam tersenyum melihat munculnya tiga orang yang nampaknya gagah, diiringkan oleh puluhan orang pengawal yang kesemuanya bersenjata lengkap! Dia tidak merasa heran karena tentu Hartawan Coa sudah siap siaga menanti kedatangannya dan dia dapat menduga bahwa dia akan menghadapi kekerasan dari pihak Hartawan Coa yang tentu saja merasa penasaran dan marah atas terjadinya dua peristiwa yang merugikan uangnya dan namanya, yaitu dirumah judi dan di rumah penginapan.
Dengan sikap angkuh Tiat-ci Thio Kang memberi isarat kepada Hek-houw Ji Sun sebagai wakil pembicara, untuk menegur pemuda itu. Si Harimau Hitam ini selain pandai bicara, juga orangnya tinggi besar dan suaranya lantang berwibawa. Hek-houw Ji Sun mengerti dan diapun maju dua langkah mendekati Hay Hay.
"Orang muda, siapakah engkau dan apa maksumu pagi -pagi begini da tang kesini?"
Hay Hay mendorong caping bagian depan ke belakang. Caping itu merosot turun dari kepalanya dan tergantung di pungguungnya, menutupi buntalan yang berada di punggung. Kini wajahnya nampak jelas, wajah yang periang, mulut yang selalu tersenyum nakal, hidung yang mancung, mata bersinar-sinar dan kadang-kadang mencorong aneh. Hay Hay tersenyum, lalu memandang ke arah orang-orang itu mencari-cari, lalu dia menggeleng kepala.
"Hemm, tidak kulihat dia berada di sini! Aku mencari Hartawan Coa. Harap kalian sampaikan kepada majikan kalian itu bahwa aku bernama Hay Hay ingin bertemu dengan Hartawan Coa karena ada urusan penting sekali hendak kubicarakan dengan dia."
"Hemm, orang muda, Tidak mudah bertemu dengan majikan kami. Tidak sembarang
orang boleh bertemu dengan beliau, dan karena majikan kami masih tidur, maka sampaikan saja urusanmu itu kepada kami. Kami akan melaporkan dan kalau memang majikan kami berkenan menerimamu, tentu engkau dapat menghadap."
Hay Hay tertawa. "Wah, seperti hendak menghadap seorang kaisar saja! Majikan kalian itu bukan raja, bukan pula orang berpangkat tinggi. Dia hanyalah hartawan yang memiliki rumah-rumah judi, dan kulihat dia semalam tidak begitu tinggi hati, bahkan mau bermalam di rumah penginapan umum dan tidur bersama isteri pemilik rumah penginapan! Mengapa sekarang tiba-tiba saja dia tidak mau menerimaku" Ingat, kedatanganku ini akan memberi untung kepadanya, akan menyerahkan uang lima puluh tail emas!"
Mendengar ucapan itll, tiga orang jagoan itu saling pandang. Betapa beraninya pemuda ini! Setelah memenangkan perjudian sebanyak lima puluh tail emas lebih, agaknya kini dia membawa harta itu ke sini! Mata mereka segera ditujukan ke arah punggung pemuda itu di mana terdapat buntalan yang nampaknya berat.
"Serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami! Memang sudah sepatutnya engkau mengembalikan uang yang kaurampas dari rumah judi itu, dan mohon maaf kepada majikan kami!" kata pula Hek-houw Ji Sun.
Hay Hay tersenyum. "Serahkan kepada kalian" Wah, mana bisa" Kalian adalah orang-orang yang paling tidak dapat dipercaya di dunia ini! Sudahlah, tidak ada gunanya membuang banyak waktu bicara dengan orang-orang seperti kalian ini. Bangunkan saja Hartawan Coa kalau dia masih tidur, dan katakan bahwa aku datang untuk bicara dengan dia dan aku akan menyerahkan uang lima puluh tail emas."
Tiat-ci Thio Kang memberi isarat kepada pembantunya yang ke dua, yaitu Kang-thouw-cu Phang Su. Si gundul yang pendek berperut gendut ini lalu melangkah maju.
"Bocah sombong, serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami, dan engkau berlututlah, menyerah!" bentaknya dan tangannya menyambar. Kedua lengan yang pendek itu menyambar dari kanan kiri, mengirim pukulan dan totokan susul menyusul. Gerakannya yang cepat dan mengandung angin pukulan yang kuat itu menunjukkan betapa si pendek gendut ini memang bertenaga besar dan memiliki ilmu kepandaian yang sudah tinggi. Namun sekali ini dia bertemu dengan Hay Hay!
Kelihatan pemuda ini tidak bergerak sama sekali, akan tetapi serangan kedua tangan Si Kepala Baja itu tidak mengenai sasaran, demikian halus dan cepatnya gerakan Hay Hay ketika kakinya membuat geseran dan tubuhnya hanya miring sedikit dan mundur selangkah. Aneh bagi mereka yang nonton, karena nampaknya si gundul pendek yang menyerang dan luput, akan tetapi mengapa si gundul itu berteriak kesakitan dan kedua lengannya seperti mendadak menjadi lumpuh" Kang-thouw-cu Phang Su memang terkejut dan merasa kesakitan karena kedua sikunya seperti disengat kalajengking dan kedua lengan itu tergantung lumpuh selama beberapa detik. Dia tidak tahu mengapa begitu, akan tetapi Tiat-ci Thio Kang, seorang ahli totok yang pandai, dapat mengerti bahwa pemuda itu telah menotok kedua siku pembantunya itu.
"Ih, engkau kenapa sih" Datang-datang menyerang orang, lalu menjerit-jerit sendiri seperti babi disembelih?" Hay Hay sengaja mengejeknya sehingga Kang-thouw-cu Phang Su menjadi merah mukanya dan kemarahannya memuncak. Dia kini merendahkan tubuhnya, kepalanya dipasang di depan dan sikapnya seperti se- ekor kerbau yang siap mempergunakan tanduknya dan bahkan kedua kakinya menggaruk-garuk tanah di depannya. Sungguh sikap ini. lucu sekali dan agaknya si gundul pendek ini memang mendapatkan ilmunya dari gerakan seekor kerbau marah! Hidungnya mengeluarkan suara mendengus, akan tetapi yang menarik perhatian Hay Hay adalah kepala yang gundul licin itu. Dia melihat betapa kepala itu kini mengkilap, seperti diminyaki dan digosok, dan agak kemerahan! Tahulah dia bahwa orang ini tidak boleh dipandang ringan dan agaknya memiliki ilmu serangan dengan kepalanya yang sudan terlatih baik dan kepala itu tentu mengandung tenaga yang amat dahsyat!
Benar saja dugaannya. Tiba-tiba si gundul pendek gendut itu mengeluarkan gerengan aneh dan tubuhnya lalu menerjang ke depan, dengan kepala lebih dulu, seperti terjangan seekor kerbau! Hay Hay tidak mau menyambut kepala itu dengan tangan atau badannya, karena dia tidak ingin membunuh orang. Pertemuan tubuhnya dengan kepala itu membahayakan nyawa lawan karena kalau sampai kepala itu terluka sedikit saja di bagian dalamnya, maka si pendek itu akan tewas! Maka, diapun lalu cepat mengelak sambil melompat ke kanan belakang. Akan tetapi, kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah membalikkan tubuh dan menerjangnya lagi. Sungguh seperti sikap seekor kerbau. Hay Hay melompat lagi, kini dia tiba di dekat sebatang pohon sebesar pinggangnya. Sengaja dia membelakangi pohon itu dan kini kembali lawannya sudah menerjang dari depan, lebih hebat dari pada tadi. Dia menanti sampai kepala itu dekat sekali, lalu tiba-tiba tubuhnya melayang ke atas melewati kepala lawan.
"Brakkkkk!" 'Kepala itu menghantam batang pohon dan seketika pohon itu tumbang, batangnya patah dan remuk terkena terjangan kepala yang gundul itu! Hay Hay memandang kagum. Memang seperti yang telah dia duga. Lawannya memiliki kepala di mana terkumpul tenaga yang dahsyat. Tentu saja dia akan mampu menerima terjangan kepala itu dengan perut atau dada atau tangannya, akan tetapi akibatnya akan terlalu hebat kemungkinan besar kematian bagi orang yang sama sekali tidak dikenalnya dan tidak pernah bermusuhan dengan dia itu. Kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah menerjang ke depan, sepasang matanya melirik juling, persis kerbau marah atau kerbau gila. Kembali Hay Hay sengaja bergerak lambat. Begitu kepala itu menyeruduk, Hay Hay miringkan tubuhnya dan kepala itu lewat dekat sekali dengan perutnya, hanya dua sentimeter saja jaraknya dan secepat kilat menyambar, tangan Hay Hay bergerak.
"Plakkk!" Tangan itu menghantam tengkuk, tidak terlalu keras akan tetapi cukup membuat Kang-thouw-cu Phang Su terjungkal dan bergulingan sambil mengaduh-aduh, kedua tangan sibuk menjangkau tengkuk yang terkena tamparan tadi. Kalau Hay Hay menambah sedikit lagi saja tenaganya, tentu si gundul pendek itu tidak akan mampu mengeluh lagi.
Kang-thouw-cu Phang Su biasanya amat mengandalkan diri sendiri. Maka, biarpun lehernya terasa seperti akan patah-patah dan kepalanya berkunang, dia masih cepat melompat bangkit lagi dan memandang kepada Hay Hay yang tersenyum lebar itu dengan pandang mata merah. Seperti hendak ditelannya bulat-bulat pemuda di depannya yang sudah membuat dia malu itu.
"Wuuuttt!" Tangan kanannya sudah memegang rantai baja yang tadi dilibatkan di pinggangnya. Rantai ini terbuat dari baja, panjangnya satu setengah meter dan cukup berat sehingga ketika diputar-putar, terdengar suara angin bersiutan. Tanpa banyak cakap lagi, dia sudah menerjang ke depan dengan serangan rantainya ke arah kepala Hay Hay. Dengan mudah saja Hay Hay merendahkan tubuh dan rantai itu lewat di atas kepala. Akan tetapi, sekali putaran rantai itu sudah menyambar lagi ke arah kakinya, dan Hay Hay kembali mengelak dengan loncatan sehingga rantai itu menyambar ke bawah kaki. Kini rantai berputar dan menyerang ke arah pinggangnya!
Melihat datangnya rantai yang menyambar ke arah pinggangnya, Hay Hay tidak mengelak lagi, melainkan melindungi pinggang dengan sin-kang. Rantai itu datang melibat pinggangnya, cepat dan kuat sekali sehingga pinggangnya sudah dilibat dua kali. Kini, dengan wajah giI:ang membayangkan kemenangan di depan mata, untuk menebus beberapa kali kekalahannya tadi, Kang-thouw-cu Phang Su mengerahkan seluruh tenaga yang ada dan menarik! Dia ingjn membuat pemuda itu tersungkur dj depan kakinya. Akan tetapi, dia merasa seolah-olah tangannya menarik sebuah karang yang amat besar dan berat. Sedikitpun tubuh Hay Hay tidak terbetot, apa lagj sampaj roboh tersungkur! Kang-thouw-cu merasa penasaran sekali. Kembali dia menarik dan menarik, makin lama semakin kuat, menahan napas yang membocor sana-sini sampaj terdengar suaranya ah-ah-uh-uhh!
"Brooottt!" Saking penasaran dan kuatnya dia menarik dan menahan napas, ada angin membocor dari bawah! Beberapa orang sempat tertawa karena geli dan wajah Kang-thouw-cu menjadi semakin merah.
"Wah, tak tahu malu?".. !" Hay Hay menggunakan jari tangan kanan untuk menjepit hidungnya. "Bau?". bau?". ! Pergilah!" Kakinya menendang.
"Desss?". !" Perut gendut itu kena ditendang dan tubuh itupun terlempar, terbanting dan bergulingan. Si gendut merasa mulas sekali dan diapun tidak mampu bangkit kembali, hanya menekan-nekan perut yang terasa mulas dalam keadaan setengah pingsan!
Melihat rekannya tak mampu melawan lagi, Hek-houw Ji Sun marah bukan main. Kekalahan rekannya ini berarti merupakan sesuatu yang memalukan dirmya juga. Dia masih belum percaya bahwa rekannya itu kalah melawan pemuda mi. Akan tetapi kenyataan itu tidak membuat dia jerih.
"Bagus! Pemuda sombong, kiranya engkau memiliki juga sedikit kepandaian! Pantas engkau berani membuat kekacauan di kota Shu-lu mi!" Dia meloncat ke depan, berhadapan dengan Hay Hay. "Kalau engkau mampu menandingi Hek-houw Ji Sun, barulah aku mengakui kehebatanmu!"
"Sungguh di sini banyak harimaunya! Ada harimau gundul, ada harimau hitam, dan entah harimau apa lagi. Akan tetapi sayang, harimau-harimau di sini agaknya udah ompong dan kehilangan kukunya, sehingga hanya pantas untuk menakut-nakuti kanak-kanak saja. Hek-houw Ji Sun, aku tidak mencari permusuhan deIgan kalian atau dengan siapapun juga. Aku hanya ingin bertemu dengan Hartawan Coa, mengapa kalian menghalangi dan mencari keributan dengan aku?"
Hek-houw Ji Sun mendelik dan dia lal mengeluarkan suara gerengan yang mengejutkan hati Hay Hay juga. Banyak anak buah para jagoan itu sendiri sampai terkulai seperti mendadak kaki mereka lumpuh ketika gerengan yang merupakan auman itu menggetarkan jantung mereka. Tahulah Hay Hay bahwa orang ini mahir sekali mempergunakan suara untuk menyerang lawan. Semacam ilmu khi-kang yang disalurkan lewat suara untuk menyerang! Pantas dia menjadi juru bicara teman-temannya. Hay Hay tidak pernah memandang rendah lawannya. Akan tetapi, serangan melalui auman harimau itu lewat tanpa mempengaruhinya. Kalau hanya serangan seperti itu saja tidak ada artinya bagi Hay Hay. Kalau dia mau, dia dapat membalas dengan serangan melalui suara yang seketika akan melumpuhkan lawan!
Seperti kebanyakan para jagoan tukang pukul yang biasa mengandalkan kekerasan dalam hidup mereka, juga Hek-houw Ji Sun ini terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, memandang remeh orang lain. Biarpun dia tadi melihat betapa rekannya kalah oleh Hay Hay dengan mudah, namun dia masih belum mau mengakui kehebatan lawan dan kini dia menyerang dengan tangan kosong, mengandalkan keampuhan ilmu silatnya yang dia beri nama Hek-houw sin-kun (silat sakti Harimau Hitam). Begitu gerengannya lenyap dan tinggal gemanya saja, dia sudah menyerang. Tubuhnya melompat seperti seekor harimau menubruk, kedua lengannya dikembangkan dan jari-jari tangan itu membentuk cakar, mencengkeram ke arah leher dan ubun-ubun kepala lawan!
Hay Hay sudah waspada. Dia cepat mengelak dan membiarkan tubuh lawan lewat. Kalau dia mau, alangkah mudahnya untuk menyambut serangan itu dengan serangan balasan, akan tetapi dia tidak ingin menghilangkan muka lawan ini. Memang ilmu silat dari Hek-houw Ji Sun itu hebat sekali. Cepat dan juga mengeluarkan angin pukulan yang kuat, dan jari-jari tangan itu sanggup merobek benda yang kuat dan keras, apalagi hanya kulit dan daging tubuh manusia! Namun, semua serangannya selalu dapat dielakkan oleh Hay Hay. Beberapa kali dia menubruk dan selalu gagal. Karena itu, dia lalu menyerang dari jarak dekat. Kedua tangannya, seperti cakar harimau, menyambar-nyambar dengan kuat sekali.
Hay Hay terpaksa menangkis ketika tangan kiri lawan dengan cepat bukan main mencengkeram ke arah lambung kanannya. Tangan kanannya menangkis lengan lawan, akan tetapi tangan yang tertangkis itu cepat membalik dan kini mencengkeram lengan kanan Hay Hay dekat siku. Lengan itu kena dicengkeram dan Hek-houw Ji Sun sudah merasa girang sekali karena tentu lengan itu akan dapat dia cengkeram sampai patah dan buntung! Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika jari-jari tangannya merasa betapa lengan yang dicengkeramnya itu licin sekali, seperti batangan baja yang diminyaki sehingga cengkeramannya meleset dan hanya merobek lengan baju!
Breettt!" Tangan Hay Hay cepat sekali meraih baju orang dan sekali renggut, baju di bagian perut dan dada dari Hek-houw Ji Sun terobek lebar sehingga nampak perut dan dadanya yang berkulit hitam!
"Salahmu sendiri, engkau merobek lengan bajuku, maka akupun harus merobek bajumu baru lunas!" kata Hay Hay. Diam-diam Hek-houw Ji Sun terkejut. Kalau dia tadi merobek lengan baju, hal ini tidak disengajanya karena dia gagal mencengkeram patah lengan pemuda itu. Sebaliknya, pemuda itu sengaja merobek bajunya. Kalau pemuda itu menghendaki, tentu bukan bajunya yang dirobek, melainkan perut dan dadanya! Baru dia tahu benar bahwa ilmu silat dan gerakan pemuda ini memang hebat bukan main, maka dia tidak mau mengalami seperti rekannya tadi dan cepat dia sudah melompat ke samping, menyambar golok dan tameng (perisai) yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
"Orang muda, keluarkan senjatamu! Mari kita bertanding senjata!" tantangnya dengan garang.
Hay Hay tersenyum. Dia melihat betapa lengan bajunya yang kanan sudah robek, maka dia menggunakan tangan kiri untuk merenggut putus robekan itu. Kini ada robekan kain dari lengan bajunya, hanya sehelai kain yang panjangnya sete ngah meter.
"Baik, Hek-houw Ji Sun, inilah senjataku!"
Semua orang terbelalak, dan wajah Ji Sun yang hitam menjadi semakin hitam karena darah naik banyak ke kepalanya. Dia telah dipandang rendah, dihina bah kan oleh musuhnya yang masih muda itu Bagaimana mungkin ada orang berani menghadapi golok dan perisainya yang sudah terkenal kehebatannya itu hanya dengan sepotong kain yang pendek" Pemuda ini mencari mampus! Juga semua orang memandang dengan heran, tidak percaya bahwa pemuda itu akan berani menghadapi sepasang senjata itu dengan sepotong kain!
"Orang muda, aku bukan seorang yang suka mempergunakan kellCikan untuk mencari kemenangan. Keluarkan senjatamu agar engkau tidak mati konyol dan orang akan mentertawakan aku!"
"Aih, engkau menantang berkelahi dengan senjata dan ini adalah senjataku! Engkau tidak percaya" Hemm, dengan senjataku yang istimewa ini aku sanggup mengalahkan sepuluh ekor harimau, apa lagi baru seekor! Majulah, Hek-houw Ji Sun dan hati-hatilah agar jangan sampai engkau kalah dalam waktu kurang dari sepuluh jurus!"
Sepasang mata Ji Sun terbelalak, mendelik saking marahnya, "Bagus. Bocah sombong! Kalau aku kalah olehmu kurang dari sepuluh jurus, aku akan berlutut dan menyembahmu!"
"Begitukah" Baik!" Belum juga Hay Hay menutup mulut, sudah ada sinar golok menyambar dengan kecepatan kilat. Hay Hay cepat mengelak sambil mundur dan diam-diam harus mengakui bahwa gerakan Hek-houw Ji Sun ini lebih hebat dibandingkan gerakan Kang-thouw-cu Phang Su dengan rantai bajanya tadi.
Memang hebat permainan golok dan perisai itu. Golok itu berkelebatan menyambar-nyambar, sedangkan tubuh Hek-houw Ji Sun praktis bersembunyi di balik perisai! Sukar sekali bagi lawan untuk menyerang tubuhnya, sedangkan dia dengan enaknya dapat mengincar lawan dan melakukan serangannya dari bawah atau samping perisai yang terbuat dari baja tebal dan kuat!
Akan tetapi, kini dia menghadapi seorang lawan yang jauh lebih tinggi tingkat kepandaiannya, bahkan gurunya sendiri sekalipun belum tentu akan dapat menandingi pemuda ini! Dengan mudah sekali Hay Hay dapat menghindarkan diri dari setiap sambaran golok, padahal dia seolah-olah tidak pernah mengelak lagi. Tahu-tahu sambaran golok itu luput. Hal ini karena dia telah mempergunakan ilmu langkah-langkah sakti Jiauw-pou-poan-san. Akan tetapi, biarpun sambaran goloknya selalu tidak pernah menyentuh lawan, Hek-houw Ji Sun menyerang terus bertubi-tubi dan dia tetap bersembunyi di balik perisainya. Diam-diam Hay Hay maklum betapa lihai dan cerdiknya lawan ini. Agaknya, Hek-houw Ji Sun kini mengetahui benar akan kelihaian lawan, maka dia teringat akan janimya dan andaikata dia harus kalah sekalipun, dia harus dapat mempertahankan diri sampai sepuluh jurus! Dan ini hanya dapat dia lakukan dengan serangan bertubi-tubi sambil bersembunyi di balik perisainya! Dan kini dia sudah menyerang selama tujuh jurus! Tinggal tiga jurus lagi dan dia dapat bertahan sampai sepuluh jurus!
"Wirrr?"" !" Golok itu kembali menyambar. Sekali ini tubuh Hek-houw Ji Sun hampir mendekam di atas tanah, ditutupi perisai dan golok itu menyambar di atas kakmya yang nampak terjulur di bawah perisai, golok menyambar ke arah kaki Hay Hay. Kembali hal ini menunjukkan kecerdikan Ji Sun. Dia agaknya tahu bahwa kelihaian pemuda itu yang selalu dapat menghindarkan diri dari sambaran goloknya terletak pada geseran-geseran dan langkah-langkah kaki. Oleh karena itu, kini dia menyerang kaki pemuda itu, sambil bersembunyi di balik perisainya sehingga dia sudah berani memastikan dalam hatinya bahwa tentu dia akan mampu mempertahankan sampai lebih dari sepuluh jurus! Katakanlah dia tidak akan menang melawan pemuda ini, akan tetapi kalau dia sudah mampu mempertahankan diri selama lebih dari sepuluh jurus, berarti dia sudah dapat membersihkan mukanya karena pemuda itu seperti kalah bertaruh!
Sama sekali Hek-houw Ju-sin tidak tahu bahwa Hay Hay memang sengaja mengalah. Kalau pemuda itu menghendaki, dengan dasar tingkat ilmu kepandaiannya yang jauh lebih tinggi, dalam dua tiga jurus saja agaknya dia sudah akan mampu melumpuhkan semua perlawanan Hek-houw Ju-sin! Hay Hay memang sengaja membiarkan lawannya menyerangnya secara bertubi-tubi sambil memperhatikan permainan golok dan perisai itu, mencari titik kelemahan. Kalau dia mau mengerahkan sin-kangnya, dengan tangan kosong saja agaknya dia akan mampu memukul pecah perisai itu, atau kalau dia mau mempergunakan kekuatan sihirnya, juga mudah baginya untuk menundukkan lawan. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal itu, menanti sampai Ji Sun menyerangnya selama delapan jurus. Kemudian, meliha tbetapa kaki kiri lawan itu terjulur keluar dari lindungan perisai, secepat kilat buntungan lengan baju itu menyambar ke arah pergelangan kaki itu, seperti seekor ular kain itu membelit kaki. Hek-houw Sun terkejut bukan main, menggerakkan goloknya untuk membacok putus kain itu, akan tetapi pada saat itu, Hay Hay telah menarik kain itu dengan tiba-tiba sambil mengerahkan tenaganya dan?" tubuh Hek-houw Ji Sun yang tinggi besar itu terlempar ke atas. Biarpun tubuhnya sudah melambung ke atas, kaki kirinya masih saja terlibat kain, dan sekali sentakan kebawah, tubuhnya meluncur lagi ke bawah, dan sebelum menghantam tanah, kembali Hay Hay menggerakkan tangan dan demikianlah, tubuh itu diputar-putar oleh Hay Hay, makih lama semakin cepat sepertl kitiran dan akhirnya, Hay Hay melepaskan kain dan tubuh itupun meluncur sampai jauh dan terbanting ke atas tanah. Hek-houw Ji Sun sudah kehilangan golok dan perisainya yang terlepas ketika diputar-putar tadi, dan begitu tubuhnya terbanting ke atas tanah, diapun cepat meloncat bangun. Semua orang sudah merasa kagum melihat betapa si tinggi besar hitam yang sudah dipurat-putar seperti itu dan terbanting jatuh, begitu jatuh sudah dapat bangkit kembali. Juga Hay Hay memandang terbelalak. Betapa kebal tubuh orang itu, pikirnya. Akan tetapi dia lalu tersenyum melihat betapa tubuh itu terhuyung-huyung, lalu jatuh terkulai dan tidak bergerak lagi karena pingsan. Kiranya, Hek-houw Ji Sun hanya bangkit sebentar saja. Kepalanya terasa pening, pandang matanya berputar-putar dan dia roboh pingsan. Karena penglihatan ini memang menggelikan, di antara para anak buah yang berada disitu, banyak yang menahan senyum geli melihat tingkah jagoan kedua ini.
"Keparat......!" Tiat-ci Thio Kang membentak keras dan dia sudah menghadapi Hay Hay, mengamati wajah dan seluruh tubuh pemuda itu. Seorang pemuda yang biasa saja, pikirnya, namun mampu merobohkan Hek-houw Ji Sun dalam sembilan jurus!
"Orang muda, sebenarnya siapakah engkau, darimana dan apa maksudmu datang membikin kacau di sini?" Lagaknya tinggi, dan memang Tiat-ci Thio Kang terkenal seorang yang tinggi hati. Dia adalah jagoan yang datang dari kota raja, suka memandang rendah orang lain.
Hay Hay tersenyum. "Sudah kukatakan bahwa namaku Hay Hay, aku seorang perantau dan aku datang bukan untuk membikin kacau, melainkan untuk bertemu dan bicara dengan Hartawan Coa. Kenapa engkau dan kawan-kawanmu menghalangiku" Kalian yang membikin kacau, bukan aku!"
"Hemm, lagakmu sombong, Hay Hay. Kalau engkau mampu mengalahkan sepasang pedangku dan jari tanganku, barulah engkau boleh menghadap majikan kami.Nah, rasakan kelihaian Tiat-ci Thio Kang!" Berkata demikian, dia menggerakkan tangan dan nampak kilatan sinar sepasang pedang yang sudah dicabutnya dari punggung dan kini dia sudah memasang kuda-kuda sambil melintangkan kedua pedang di atas kepala, membentuk sebuah gunting.
Hay Hay mengangguk-angguk. "Memang kalian ini orang-orang yang tinggi hati dan biasa mengandalkan kepandaian silat untuk menggunakan kekerasan memaksakan kehendak."
"Tidak usah cerewet! Kalau engkau tidak berani, berlututlah dan menyerahkan kembali emas yang limapuluh tail itu kepadaku!"
Hay Hay sudah kehabisan kesabaran. Dia tidak mau melayani orang-orang sombong ini, maka diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata lantang. "Tiat-ci Thio Kang, engkau membawa-bawa dua ekor ular berbisa di tanganmu itu untuk apakah?"
Tiat-ci Thio Kang terkejut. "Hah" Ular berbisa?"..?" Dia menurunkan kedua tangannya dan melihat sepasang pedangnya. Matanya terbelalak dan mulutnya mengeluarkan bentakan aneh, lalu dia membuang jauh-jauh dua ekor ular cobra yang dipegangnya! Dua ekor ular itu sudah mengembangkan lehernya dan agaknya siap hendak mematuknya! Untung dia cepat membuangnya, kalau tidak, sekali patuk saja dia akan tewas! Semua orang yang melihat betapa Tiat-ci Thio Kang tiba-tiba membuang sepasang pedangnya, menjadi heran sekali.
Hay Hay mengambil sepasang pedang itu dan dengan kedua tangannya, dia menekuk dua batang pedang itu. Terdengar suara "krekk! krekk!"dan dua patang pedang itu patah-patah. Pemuda itu seolah mematahkan dua batang ranting kecil yang lemah saja! Dibuangnya patahan dua batang pedang itu ke atas tanah..
Tiat-ci Thio Kang terbelalak. Ketika dia membuang dua ekor ular itu, dia meJihat betapa dua ekor ular itu terjatuh ke atas tanah lalu berubah menjadi dua batang pedangnya sendiri! Dan dia melihat pula betapa dua batang pedangnya itu dipatah-patahkan oleh pemuda yang luar biasa itu!
"Bagaimana, Tiat-ci Thio Kang, apakah engkau belum juga mau mengundang majikanmu untuk keluar menemui aku?" tanya Hay Hay yang mengharapkan agar perkelahian terhenti sampai sekian saja. Akan tetapi, watak Tiat-ci Thio Kang amat tinggi hati. Biarpun dia melihat kenyataan yang aneh ketika sepasang pedangnya berubah menjadi ular berbisa, kemudian sepasang pedang itu dipatah-patahkan lawan, hal yang membuktikan betapa lihainya lawan, dia masih belum mau menyerah kalah dan masih penasaran. Dia tidak percaya bahwa seorang pemuda sederhana seperti itu akan dapat mengalahkannya, dan mampu menandingi jari-jari tangannya!
"Pemuda iblis! Kalau engkau tidak mempergunakan sihir dan ilmu setan, mari kita mengadu kekuatan sebagai laki-laki!"
"Maksudmu, mengadu kekuatan bagaimana?" Hay Hay bertanya.
"Lihat jari-jari tanganku ini!" Thiat-ci Thio Kang mengangkat kedua tangannya ke depan, memperlihatkan jari-jari tangannya yang warna kulitnya berbeda dengan warna kulit bagian tubuh lain. Kulit jari tangan itu agak membiru dan mengkilat.
"Sudah kulihat. Jari-jari tanganmu itu seperti tahu!" kata Hay Hay sambil tersenyum mengejek.
Thio Kang marah sekali. Akan tetapi dia menahan diri dan berkata, "Bagus! Mari kita mengadu kekuatan. Jari tanganku yang seperti tahu ini boleh di adu dengan dadamu yang seperti agar-agar itu! Kalau sekali tusuk dengan kedua jari telunjukku ini aku tidak mampu menembus dadamu, aku mengaku kalah!"
"Bagus, bagus! Pertandingan yang menarik. Jari tahu melawan dada agar-agar! Baik, Thiat-ci Thio Kang, aku menerima tantanganmu.tapi harus kubuka bajuku agar tidak sampai kotor oleh jari tanganmu." Berkata demikian, Hay Hay melepaskan kancing bajunya dan ketika dia membuka bajunya, nampak kulit dadanya yang putih.
Diam-diam Tiat-ci Thio Kang sudah mengerahkan sin-kangnya, menggunakan Ilmu Jari Besi sehingga jari-jari tangannya menjadi keras, terutama sekali kedua jari telunjuknya di mana dia memusatkan tenaga dalamnya. Mereka sudah saling berhadapan. Hay Hay berdiri tegak dan santai, sedangkan Tiat-ci Thio Kang berdiri dengan kaku, memasang kuda-kuda.
"Aku sudah siap!" kata Hay Hay dan begitu dia bicara, Tiat-ci Thio Kang sudah mengeluarkan suara bentakan nyaring dan tiba-tiba saja kedua lengannya meluncur ke depan, kedua jari telunjuknya menusuk ke arah dada kanan kiri! Cepat dan kuat sekali tusukannya itudan semua orang yang sudah pernah melihat jagoan ini menggunakan dua jari tangannya menusuk batu sampai berlubang dan papan sampai tembus, membayangkan betapa dada pemuda itu akan berlubang dan mengucurkan darah.
"Krekkkk!" Dua jari telunjuk itu dalam saat yang sama bertemu dengan dada yang terbuka itu dan akibatnya, tiba-tiba Tiat-ci Thio Kang menekuk pinggangnya, membungkuk dan menggenggam jari telunjuk di kedua tangan, mukanya pucat dan mulutnya merintih-rintih, mukanya penuh dengan keringat dingin. Rasa nyeri yang menusuk-nusuk jantung datang dari kedua jari telunjuknya yang tulangnya patah-patah! Dia mencoba untuk mempertahankan, namun akhirnya dia terkulai dan roboh pingsan!
Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su sudah dapat memulihkan diri. Melihat jagoan pertama itu roboh pingsan, mereka lalu memberi aba-aba kepada puluhan orang pengawal untuk mengeroyok Hay Hay.
"Tangkap dia!" "Bunuh dia!" Para pengawal itu bergerak lambat. Mereka ragu-ragu dan merasa agak jerih melihat betapa tiga orang jagoan itu semua sudah roboh oleh pemuda sederhana ini, roboh dengan mudahnya! Pada saat itu, terdengar bentakan seorang wanita.
"Tahan semua senjata! Semua orang mundur!'
Mendengar suara yang mereka kenal ini dan melihat munculnya Siok Bi. Gadis cantik manis yang selain menjadi pengawal pribadi Hartawan Coa, juga menjadi seorang kekasihnya itu, para pengawal menahan gerakan mereka. Tentu saja mereka mentaati gadis itu yang biarpun ilmu kepandaiannya tidak setinggi tiga orang jagoan yang telah kalah, namun memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari mereka.
"Kalian mundur dan tidak boleh mengeroyok tamu ini! Selain kalian tidak akan menang, juga majikan kita berkenan hendak menerimanya. Dia memang datang untuk bertemu dengan majikan kita dan diterima sebagai tamu!"
Siok Bi memberi isarat kepada Hay Hay, akan tetapi ia menjura dan berkata, "Tai-hiap dipersilakan masuk."
Hay Hay juga memberi hormat dan menjawab, "Terima kasih, nona."
Mereka berdua berjalan memasuki gedung itu, diikuti pandang mata semua pengawal yang kini memandang jerih dan kagum. Tak mereka sangka bahwa pemuda bercaping lebar yang sederhana itu memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebatnya. Bukan hanya ilmu silat yang aneh dan tinggi, akan tetapi juga kekebalan tubuh dan ilmu sihir! Diam-diam, tiga orang jagoan itu, kini Thio Kang telah siuman, bergidik membayangkan apa akan jadinya dengan mereka andaikata pemuda itu bersungguh-sungguh hendak mencelakakan mereka. Tentu sekarang mereka bertiga telah menjadi mayat.
Sementara itu, Siok Bi mendampingi Hay Hay memasuki gedung yang besar sekali itu. Para pengawal menjaga di setiap tikungan dengan tombak di tangan. Akan tetapi mereka berdiri tegak tak bergerak karena melihat bahwa pemuda asing itu ditemani oleh Siok Bi yang mereka kenal dan percaya.
"Aku girang sekali engkau memenuhi janji, tai-hiap?"." Siok Bi berbisik ketika mereka lewat di bagian yang jauh dari penjaga.
Hay Hay tersenyum. "Aku tidak pernah melanggar janji, apa lagi terhadap seorang gadis cantik jelita seperti engkau, nona Siok Bi!" Gadis itu menahan senyum dan merasa terharu sekali. Pemuda ini memang hebat. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya selalu menyenangkan hati! Aih, kalau saja ia dapat hidup di samping pria ini untuk selamanya! Biar dikurangi sepuluh tahun usianya, ia rela!
Si Kumbang Merah Ang Hong Cu Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka berhenti di depan pintu yang tertutup, pintu sebuah kamar yang besar. Siok Bi mengetuk pintu dengan ketukan lirih tiga kali.
"Ah, engkaukah itu, Siok Bi" Bagaimana, apakah dia sudah datang?" terdengar suara dari dalam kamar, suara besar Hartawan Coa.
"Sudah, tai-ya, bahkan dia kini sudah berada di sini bersama saya. Bolehkah dia masuk menghadap?"
Hening sejenak, kemudian terdengar suara Hartawan Coa. "Suruh dia masuk!" Daun pintu didorong terbuka oleh Siok Bi. Hay Hay melihat sebuah kamar yang mewah sekali. Kamar yang luas dan penuh dengan prabot yang serba mahal, indah dan mewah. Hartawan Coa sedang menghadapi meja penuh hidangan yang masih mengepulkan uap panas! Itukah sarapan pagi" Bukan main! Hidangan untuk sarapan pagi saja mengalahkan sebuah pesta orang biasa! Hartawail itu agaknya sedang sarapan, dilayani oleh tujuh orang gadis yang rata-rata berwajah cantik, bertubuh langsing dan bersikap genit. Di sebelah dalam agak ke sudut, terdapat sebuah pembaringan yang besar, yang cukup untuk tidur sepuluh orang.
Agaknya hartawan itu sudah selesai sarapan, karena pada saat itu, para gadis sedang menyingkirkan hidangan-hidangan yang masih panas itu. Ketika Hartawan Coa melihat Siok Bi masuk bersama seorang pemuda yang capingnya lebar dan tergantung di punggung, menutupi buntalan yang cukup besar, dia memandang penuh perhatian. Inilah pemudayang semalam melindungi Gui Lok, mengalahkan dua orang pengawalnya dan membikin malu padanya di depan umum! Dan kini pemuda ini berani muncul, bahkan menurut laporan Siok Bi tadi, pemuda ini mengalahkan semua jagoannya dan tentu akan merobohkan puluhan orang pengawal kalau tidak segera diundang masuk. Siok Bi mengatakan bahwa pemuda tu datang bukan untuk membikin kacau, melainkan untuk menyerahkan uang seanyak lima puluh tail emas! Dan diapun sudah mendengar bahwa pemuda ini pula yang telah mengeduk lima puluh tail emas dari rumah judi, mengalahkan semua bandar judi yang tangguh. Biarpun hatinya diliputi keraguan dan juga perasaan takut, terpaksa dia menyetujui ketika Siok Bi menyatakan hendak mengundang saja pemuda itu masuk agar dapat bicara baik-baik. Menghadapi seorang pemuda yang selihai itu memang lebih baik degan cara damai. Bahkan, akan amat menguntungkan kalau pemuda selihai itu mau menjadi kaki tangannya!
"Duduklah, orang muda yang gagah perkasaa" kata Hartawan Coa. Para pelayan wanita segera mengundurkan diri kamar itu hanya tinggal Hartawan Coa, Hay Hay dan Siok Bi bertiga saja. Para pengawal kini menggerombol di luar kamar itu, siap melindungi majikan mereka kalau diperlukan.
"Terima kasih, Coa Wan-gwe," kata Hay Hay sederhana dan diapun menurunkan buntalannya dari atas punggung, meletakkannya di atas meja dan dia sendiri lalu duduk di atas bangku dekat meja. Siok Bi juga duduk di antara mereka, dengan wajah berseri dan kedua pipi merah, matanya yang indah itu bersinar-sinar karena ia tahu bahwa pemuda itu menepati janji, membawa lima puluh tail emas itu untuk membeli kebebasannya! Semalam ia sudah memberi kabar kepada pemuda yang mencintainya itu, agar pagi ini siap menantinya di depan gedung, siap pergi bersamanya untuk menjadi suami isteri, memulai hidup baru yang cerah!
"Orang muda, semalam engkau berkata kepadaku untuk datang berkunjung. Dan sekarang, pagi-pagi engkau benar datang berkunjung dan mengatakan kepada para pengawal bahwa engkau datang membawa lima puluh tail emas untuk diberikan kepadaku. Benarkah itu dan apakah maksudmu" Apakah engkau hendak mengembalikan lima puluh tail emas yang kaubawa dari rumah judi itu?"
Melihat sikap hartawan jtu, Hay Hay tersenyum. Tentu saja hartawan ini bersikap angkuh karena pada saat itu, dia menjadi tuan rumah dan selain itu, juga di luar kamar ini terdapat puluhan orang pengawal. Selain itu, juga di dekatnya terdapat Siok Bi yang tentu dianggapnya sebagai seorang pengawal yang setia. Dan memang sesungguhnya Siok Bi seorang pengawal yang setia, kalau saja ia tidak merasa begitu sengsara menjadi kekasih hartawan yang tidak dicintanya itu.
"Coa Wan-gwe, rumah judi itu milikmu, bukan" Dan pernahkah engkau mengembalikan uang kekalahan dari para penjudi selama ini" Beberapa ratus ribu tail saja yang dimenangkan rumah judi itu dari para penjudi?"
Hartawan itu tersenyum. "Dalam perjudian, menang dan kalah merupakan hal yang biasa, bukan?"
"Benar begitu. Karena itu, kemenanganku di rumah judimu juga bukan hal aneh, kenapa sekarang kau mengharapkan aku mengembalikan uang kemenanganku dari rumah judi itu?"
Hartawan yang tinggi besar dengan muka hitam bopeng itu tertawa. "Ha-ha-ha, akupun tidak mengharapkan, hanya aku mendengar engkau hendak memberikan lima puluh tail emas kepadaku. Benarkah itu, dan apa maksudmu dengan itu?"
"Aku hendak menebus kebebasan nona Siok Bi!" Wajah yang tadinya tertawa itu tiba-tiba menjadi kaku, dan matanya terbelalak ketika dia menoleh dan memandang kepada Siok Bi. Gadis ini mehundukkan mukanya yang berubah merah, akan tetapi lalu diangkatnya mukanya itu dan dia menentang pandang mata Coa Wan-gwe dengan berani. "Dulu tai-ya membeliku dari mendiang ayah, kalau sekarang ada yang hendak menebusku kembali, anehkah itu?" Siok Bi berkata dengan suara yang tegas.
"Tapi?" tapi?"".. uang tebusan itu banyak sekali sekarang!" kata Coa Wan-gwe yang merasa sayang kepada Siok Bi untuk dua hal. Pertama, sebagai seorang di antara kekasihnya Siok Bi tetap merupakan seorang kekasih istimewa, tidak genit seperti para wanita lain sehingga kadang menjemukan, dan ke dua gadis ini memiliki ilmu silat yang cukup lihai sehingga dapat menjadi pengawal pribadi yang boleh diandalkan. Rumah judi itu maju pesat setelah Siok Bi menjadi pengurusnya.
"Aku tahu, tai-ya. Pernah tai-ya mengatakan bahwa harga diriku sudah mencapai lima puluh tail emas, bukan?" kata Siok Bi!" kata Hay Hay sambil mendorong
"Nah, untuk itulah aku datang, Coa Wan-gwe. Ini adalah lima puluh tail emas itu, untuk menebus kebebasan diri nona Siok Bi!" kata Hay Hay sambil mendorongkan buntalan emas itu ke arah tuan rumah.
Sepasang alis yang tebal itu berkerut dan Hartawan Coa menoleh kepada Siok Bi. Teringatlah dia betapa selama sudah hampir sebulan ini Siok Bi selalu menjauhkan diri darinya, dengan dalih tidak enak badan dan sebagainya!
"Ah, kiranya engkau jatuh cinta kepada pemuda ini dan hendak menikah dengan dia?" tanyanya.
"Jangan salah mengerti, Wan-gwe." kata Hay Hay cepat, sedangkan Siok Bi menggelengkan kepalanya. "Aku hanya ingin menolongnya agar dia bebas dari sini dan dapat memilih jodohnya sendiri.Engkau tidak perlu tahu siapa yang dipilihnya, yang jelas bukan aku. Nah, bagaimana jawabanmu, Coa Wan-gwe?"
Hartawan itu merasa serba salah. Uang lima puluh tail emas memang banyak, bagi kebanyakan orang. Bagi dia, tidak ada artinya. Dia tidak ingin uang sebanyak itu, karena uangnya sudah jauh lebih banyak lagi. Dia juga sayang kepada Sjok Bi. Terutama sekali, dia tidak rela harus mengalah kepada pemuda yang pernah membuat dia malu ini. Akan tetapi tnenentang kehendak pemuda lihai ini" Diapun ragu-ragu! Tiba-tiba dia tersenyum, memperoleh pendapat yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Banyak wanita di dunia ini, yang lebih cantik menarik dari pada Siok Bi dan yang mudah dia dapatkan kalau dia menghendaki.
"Aku tidak berkeberatan kalau Siok Bi hendak menikah dengan seorang pria pilihan hatinya. Akan tetapi aku tidak rela kehilangan seorang pembantu yang cakap. Begini saja, orang muda. Bagaimana kalau engkau menggantikan kedudukannya" Bukan hanya kedudukannya sebagai pemimpin rumah judi, bahkan kuserahkan kepadamu semua pimpinan para pasukan keamanan dan pengawal! Kuangkat engkau menjadi pembantu utama dan berapa saja gajih yang kau kehendaki, akan kupenuhi! Bagaimana?"
Wajah pemuda itu berubah merah. Kurang ajar, pikirnya. Dia hendak dijadikan antek hartawan ini! "Coa Wan-gwe, urusan itu adalah urusan antara kita berdua dan boleh kita bicarakan nanti. Sekarang, beri dulu keputusan mengenai kebebasan nona Siok Bi!"
Tidak ada pilihan lain bagi Hartawan Coa untuk mempertimbangkannya lagi kecuali menyetujui. Dia tahu betapa bahayanya menentang pemuda ini, apa lagi setelah kini Siok Bi berpihak kepadanya! Kalau terjadi keributan, dapat dipastikan bahwa Siok Bi yang akan dibebaskan oleh pemuda itu tentu akan membantunya.
Dia menarik napas panjang dan menyentuh buntalan uang emas. "Baiklah, aku menerima lima puluh tail emas ini untuk penebus kebebasan Siok Bi. Mulai saat ini engkau bebas, Siok Bi."
Mendengar ini, Siok Bi mengeluarkan seruan lirih dan ia sudah menjatuhkan diri berlutut di depan Hay Hay dan merangkul kaki pemuda itu. "Ah, tai-hiap, terima kasih?" terima kasih atas budimu yang takkan kulupakan selama hidupku?". " Suaranya mengandung isak. Hay Hay tersenyum dan sekali tarik, dia sudah memaksa gadis itu bangkit berdiri lalu merangkulnya. Dengan lembut sekali, diciumnya dahi gadis itu, lalu kedua pipinya sehingga ada air mata yang memasuki mulut melalui hisapan bibirnya. "Siok Bi, engkau memang pantas menemukan kebahagiaan. Nah, semoga engkau hidup berbahagia bersama suamimu dan ini aku tidak dapat memberi apa-apa kecuali bekal ini, agar engkau dan suamimu dapat memulai hidup baru dan memiliki modal."
Hay Hay mengambil sebuah guci arak, menaruhnya di atas meja di depan Coa Wan-gwe di dekat buntalan emas, lalu dia meraih buntalan emas lima puluh tail itu dan menyerahkannya kepada Siok Bi.
Cadis itu terbelalak. "Tapi?".. tapi?".." Ia memandang ke arah Hartawan Coa yang agaknya telah berubah menjadi arca atau tidak melihat atau tidak peduli bahwa buntalan emas itu diambil oleh Hay Hay dan sebagai gantinya, di depanya kini berdiri sebuah guci arak itu, telah kosong pula.
"Bawalah, Siok Bi, disertai doaku. Ini milikmu! Ingat, bukankah engkau yang telah berhasil menyelidiki tentang Ang-hong-cu itu" Nah, bawalah dan cepat kau pergi dari sini!"
Cadis itu menahan isak, lalu merangkul Hay Hay dan tanpa memperdulikan Coa Wan-gwe yang berada di situ dan duduk seperti arca, Siok Bi mencium bibir pemuda itu dengan sepenuh perasaan hatinya, penuh kemesraan, kehangatan, keharuan dan rasa sukur yang tak terukur dalamnya. Kemudian, sambil menahan isak iapun menerima buntalan emas itu dari tangan Hay Hay, berbisik, "selamat tinggal, sampai jumpa pula, tai-hiap." Ia lalu keluar dari kamar dengan langkah yang cepat.
"Selamat jalan, sampai jumpa pula, Siok Bi," Hay Hay berkata lirih sambil tersenyum. Masih terasa kehangatan dan kelembutan bibir gadis itu akan tetapi dia segera mengusir lenyap kenangan indah itu.
"Coa Wan-gwe, sebaiknya kita bungkus dulu emas ini dan suruh orangmu menyimpannya, baru kita bicara." katanya kepada hartawan yang tadi duduk seperti arca itu. Dia kini seperti baru sadar dari tidur.
"Ah, benar sekali, sebaiknya kusuruh simpan dulu." katanya sementara itu Hay Hay mengambil kain tilam meja yang lebar dan membungkus guci itu.
Coa Wan-gwe bertepuk tangan dan muncullah dua orang gadis pelayan yang cantik genit. Tepukan tangan tadi adalah tepukan khas untuk memanggil dua orang selir terkasih ini.
"Simpan buntalan emas ini di dalam almari dulu, dan jangan bilang kepada siapapun bahwa di situ disimpan emas lima puluh tail." katanya. Dua orang gadis itu lalu mengambil buntalan guci dari atas meja, membawanya ke almari di sudut dan menyimpannya. Mereka lalu meninggalkan kamar lagi ketika mendapat isarat dari majikan mereka. Biarpun mereka itu selir, akah tetapi kedudukan mereka tidak lebih sebagai pelayan yang melayani majikan mereka, bukan sebagai isteri.
Tugas Rahasia 2 Pendekar Sejagat Seri Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Pedang Pusaka Buntung 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama