Ceritasilat Novel Online

Eng Djiauw Ong 25

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 25


pundaknya, hingga kedua kakinya seperti tak dapat
pertahankan dirinya. maka terpaksa ia miring kekanan, terus ia loncat empat tindak, sesudah mana baharulah ia bisa berdiri pula dengan tegak.
Kini Na Hoo baharu insyaf liehaynya Pat pou Kan siam
Kim Loo Sioe, karena walaupun serangannya belum
sampai, toh anginnya sudah mendahului menyamber,
mengenai dada hingga ia rasakan jantungnya berdebaran.
Kalau tiada Toa Hiap yang membantu, ia pasti rubuh
karena serangan itu. Disebelah itu, Na Pek dengan roman bengis awasi adik itu, rupanya dia memberi tegoran dengan sinar mata. Karena ini, tanpa ayal lagi ia lekas perbaiki diri, untuk kembali hampiri Tee Hin Pang.
Bukan main mendongkolnya Kim Cit Loo terhadap Toa
Hiap, yang sudah rintangi padanya. Ia perdengarkan suara
"Hm!" dan lantas membentak musuhnya itu "Tua bangka,
kau berani bokong Cit Loo coe?"
"Setan tua, kaupun lupa!" Toa Hiap balas membentak.
"Bukankah berkelahi adalah saudara kandung dan
berperang adalah ayah dan anak" Jangan kau jadi seperti si anjing gila yang main serobot samber! Na Loo Jie tak dapat gantikan aku membayar hutang, maka marilah kita berdua saja yang membereskannya!"
Meluap amarahnya Kirn Cit Loo mendengar kata2nya
Na Pek yang paling pandai mengejek.
"Na Pek!" ia berseru, "kematianmu ada didepan mata,
kau masih berani kurang ajar terhadapku! Aku hendak lihat,
apakah hari ini kau masih sanggup lolos dari tangannya Cit Loo coe!"
Kata2 ini ditutup dengan loncatan pesat hingga Kim Loo Sioe segera sampai didepan Twie in chioe, siapa ia terus serang mukanya.
Na Pek berkelit sambil balas menyerang, dengan "Poat
in kian jit," atau "Membalik awan akan melihat matahari."
Ia hajar tangan musuh yang menyamber mukanya Kim Cit
Loo lekas tarik pulang tangan kanannya, tubuhnya turut menggeser, membarengi mana, tangan kirinya menyerang
dengan "Heng sin Pa houw ciang." Sasarannya adalah jalan darah "Hoa kay hiat," karena ia ada gusar tak kepalang.
Na Pek mengelakkan diri, tangan kirinya dikasi turun
dengan "Pek hoo liang cie" atau "Burung hoo pentang
sayap," untuk balas serang dibagian "Kiok tie hiat" dari musuh, untuk bikin terlepas lawan empunya lengan kiri sebatas pundak.
Nyatalah Kim Loo Sioe, walau dia menyerang dengan
bengis, dia pun berbareng menggunai tipu. Dengan
serangannya itu dia sengaja memancing. Dia tunggu sampai tangannya Na Pek keluar, segera dia menyerang dengan
ilmu pukulan "Siong Yang Tay kioe chioe" ("Sembilan
tangan kaum Siong Yang Pay").
Permula dengan "Keng kong hoan ciauw," atau "Sinar
membalik," ia keluarkan tangan kanannya dari antara
bawah lengan kiri, lantas tangan itu diteruskan menyerang dengan "Ouw liong kian bwee" atau "Naga hitam
melingkarkan ekor." Dia mengarah pundaknya Toa Hiap.
Serangan ini ada sangat gesit dan berat, Na Pek insyaf itu, ia tidak berani menangkisnya, maka itu sambil mendek sedikit ia pindahkan kakinya. Ia berkelit dengan cepat sekali.
Kim Cit Loo lihat orang dapat berkelit, ia menyusul
terus, ia menyerang berbareng punggung orang pada kedua bahagian ang gotanya yang berbahaya, dua jalan darah
Leng tay hiat dan Hoen boen hiat.
Inilah hebat untuk Na Pek, ada sulit untuk ia menangkis atau berkelit, karena keduanya mesti rusak atau ia bercelaka sendiri.
Tapi jalan lain sudah tidak ada, apa boleh buat ia mesti bela diri.
Maka ia bergerak dengan cepat sekali. Kaki kirinya maju kedepan, kaki kanannya dibelakang, lalu dengan tancap terus kaki kirinya itu, ia memutar tubuh, kaki kanannya diangkat. Menyusul ini, ia gunai tangan kanannya
menghajar kedua tangan musuh yang menyerang ia.
Kim Cit Loo tidak sangka musuh menjadi nekat, ia tak
sudi melayaninya dengan nekat juga, dari itu terpaksa ia lekas2 tarik pulang tangannya. Untuk ini ia mesti menahan tubuhnya, karena mana, kedua kakinya memakai tenaga
besar. Tanpa ia merasa, ia membuat pelatoknya bergerak sedikit, melesak terlebih dalam kedalam tanah. Tapi ia penasaran, dari kiri ia berputar kekanan, untuk menyerang pula dengan "Coan Sim ciang," atau "Tangan menembusi
hati." Dengan ini sedikitnya ia harap lawan turun dari pelatok.
Ketika tadi Na Pek menyerang, ia gunai tipu pukulan
"Hian niauw hwa see" atau Burung hitam menggaris pasir,"
berbareng dengan itu, ia duga lawannya akan mengadakan perubahan, maka itu tanpa ayal ia bersiap, begitu diserang, ia mencelat jauh. Ia ada satu akhli ilmu enteng tubuh, tapi karena gerakan yang kesusu itu, mau atau tidak, iapun membuat pelatoknya tergerak, cuma karena pelatok
melesak dalam, pelatok itu tidak sampai rubuh karenanya.
Kim Cit Loo telah jadi nekat, dia terpengaruh sangat
dengan niatnya membikin rubuh lawan ini, untuk ini dia tak pikir lagi dirinya, yang bisa runtuh bersama, maka juga selagi sang lawan menyingkir, dia berlompat untuk
mengejar. Dia pun ada akhli ilmu enteng tubuh, tubuhnya sangat gesit dan pesat gerakannya. Dia menyerang selagi mereka sama2 berlompat. Sasarannya adalah bebokongnya Twie in chioe.
Na Pek terancam bahaya maut, atau kalalu ia rubuh,
tulang2nya mesti ada yang patah, atau entengnya ia salah urat. Tapi juga Cit Loo sendiri ada harapan yang kakinya bakal tak dapat cari pelatok dengan tepat, hingga dia mesti keluar juga dari pelatok itu".
Dalam saat yang sangat berbahaya itu mendadak ada
terdengar seruan nyaring dan panjang, yang dibarengi oleh mencelatnya satu tubuh manusia dari para2 bunga, tubuh mana loncat naik keatas panggung pelatok, tepat diantara Na Pek dan Kim Cit Loo, sedang tangannya orang ini ada menyekal sebatang senjata. yang dipakai menghalangi
serangan, sebagai juga senjata ini merupakan gantinya tubuhnya jago dari Na chung itu.
Datangnya orang tak dikenal ini telah merubah suasana.
Kim Cit Loo sudah terlanjur, berbareng terperanjat dan heran, ia teruskan samber senjata penghalang itu. Karena ini, iapun mesti tunda loncatnya, untuk menaruh kaki
diatas pelatok. Orang tak dikenal itu, yang juga telah taruh kakinya
dipelatok, ada punya tenaga yang sangat besar. Gegamannya sudah dipegang Cit Loo, malah dengan keras sekali, akan tetapi kesudahannya bukannya dia yang
tergetar atau terpelanting dari pelatok, adalah Cit Loo
sendiri yang merasai kedua lengannya tergerak, hingga ia jadi sangat heran.
Selagi Cit Loo terhalang, Na Pek sudah taruh kakinya
dipelatok Lie kiong yang keempat, ketika ia menoleh, ia tampak Cit Loo dan orang tak dikenal itu berada dalam jarak tiga tindak satu dengan lain. Diam2 ia menghela napas lega, karena ia insyaf bahwa ia telah luput dari ancaman malapetaka.
Pada waktu itu, dilain sebelah, Na Hoo sudah berhasil mengalahkan Tee Hin Pang. Setelah beberapa gebrak,
nelayan dari Siang Kang itu nyata bukan tandingannya Jie Hiap, dengan satu pukulan "Co koet hoen kin chioe", ia kena dihajar lengan kirinya.
Adalah disaat Tee Hin Pang mencoba menyingkirkan
diri, Kim Cit Loo sedang kejar Na Pek. Na Hoo hendak
tolong saudara itu, ia terlambat, hingga ia jadi ibuk berbareng gusar sekali. Maka syukur, selagi kedua pihak bakal bercelaka, datanglah orang ketiga itu. Ay Kim Kong heran, sedang hiocoe2 lainnya dari Hok Sioe Tong turut tercengang juga. Hingga untuk sesaat itu, semua berdiri diam saja, tidak lagi ada yang bersiap siap untuk bertempur.
Segera juga. Kim Cit Loo mengenali orang didepannya
itu, si penghalang, hingga ia rasakan dadanya hendak
meledak bahna mendongkol dan gusarnya. Orang itu
adalah Kay Hiap Coei Peng, musuh besarnya juga, orang yang ia anggap dahulu menyebabkan namanya runtuh
sampai ia tak sanggup taruh kaki lebih lama dalam dunia kang ouw!
Belasan tahun telah berselang sejak pertemuan mereka di Koh lioe toen, Cit Loo masih ingat baik kejadian itu, sekarang justeru ia hendak lampiaskan dendamannya
terhadap Na Pek, musuh besar inipun muncul pula, dan
untuk kedua kalinya usahanya digagalkan!
Kim Loo Sioe telah pikir, begitu lekas ia berhasil
menuntut balas, ia hendak kembali kedalam dunia kang
ouw, untuk angkat pula namanya.
"Coei Peng, pengemis bangkotan!" ia berseru, setelah ia kertek gigi. "Sakit hatiku dulu di Hookan masih belum terbalas, siapa tahu sekarang kau muncul pula disini!
Terang kau sengaja hendak satrukan aku! Pengemis
bangkotan, hari ini kita mesti memutuskan, siapa kuat dia hidup, siapa lemah dia mampus! Jikalau aku tidak robek dadamu untuk diudal2 isi perutmu, kecewa aku menjadi
Yauw beng Kim Cit Loo!"
Coei Peng menuding dengan serulingnya, itu senjata
yang tadi ia pakai memisahkan, dengan tangan kirinya ia usap2 jenggotnya yang jarang, lalu ia tertawa bergelak.
"Hantu bangkotan, kau sabarkan dirimu!" berkata ia.
"Memang seharusnya kita berdua membuat perhitungan!
Malah setelah lewat banyak tahun, perhitungan itu mesti dibayar berikut bunganya! Isi perutku tidak di tinggalkan di Hookan untuk pelihara anjing, aku sengaja tinggalkan itu guna dipakai membayar hutang! Hantu bangkotan, juga
tulang2ku yang melarat ini aku siapkan untuk bayar
bunganya! Aku tadinya menyangka, karena dadamu sesak, kau sudah tinggalkan dunia fana ini, siapa tahu, kau
sebenarnya kabur kedalam Cap jie Lian hoan ouw ini untuk membantu keramaian! Hantu bangkotan, hari ini ada saat terakhir dari aku si malaikat rudin, maka kau sebutkanlah apa kehendakmu, aku siap untuk melayaninya!"
Sementara itu Siang ciang Hoan thian Coei Hong dan
Tiat cie Kim wan Wie Thian Yoe dua orang kenamaan
masih saja merasa heran sekali. Mereka tak mengarti
kenapa mereka tidak insyaf bahwa dipara2 bunga itu ada sembunyi satu orang, seorang kang ouw yang luar biasa itu.
Kalau mereka tidak saksikan liehaynya ilmu enteng tubuh dari orang itu, masih mereka tak akan percaya dia adalah Kay Hiap Coei Peng yang namanya menggetarkan dunia
kang ouw, karena dandanannya yang butut sebagai
pengemis paling melarat. Adalah Tee Hin Pang, begitu
lekas ia kenali si pengemis, ia pelengoskan muka, tak berani ia adu sinar matanya dengan pendekar pengemis itu.
Coei Hong sebagai ketua dari Hok Sioe Tong, tak dapat ia diam saja, maka itu, segera ia lompat maju untuk
menegor. "Gie soe, kiranya kau adalah Kay Hiap Coei Peng yang
kenamaan," berkata ia seraya rangkap kedua tangannya
memberi hormat. "Kami kaum Hong Bwee Pang sudah
lama dengar namamu umpama guntur dimusim semi!
Sungguh beruntung kami yang kau telah mengunjungi
tempat kami ini! Giesoe, apakah ada minatmu untuk main2
diatas Pat kwa chung ini?"
Coei Peng melirik kepada ketua dari Hok Sioe Tong itu.
"Entah bagaimana ada untungku si malaikat kemelaratan, di mana saja aku sampai, aku dapat bertemu sesama kaum, sesama she!" berkata ia. "Bukankah kau ada Coei Hiocoe dari Kok Sioe Tong" Oh, majikanku,
panggung pelatok ini masih terbuat kurang sempurna!
Teranglah sudah, karena kamu berdiam didalam Hok Sioe Tong, kamu ada sangat berbahagia dan nganggur, bisanya gegares saja, kerjaan lainnya tidak ada, saking nganggurnya kamu jadi main2 membuat pelatok2 ini, sesudah mana,
kamu dirikan panggung disini untuk pertontonkan
kepandaianmu yang luar biasa! Dimataku, kau buat pelatok ini kurang tangguh, tak dapat dicegah apabila pelatok2 ini nanti kena diinjak gempur dan hancur! Majikanku, jangan
kau anggap tubuhku sangat kurus kering tetapi bisalah aku memberi buktinya dari tak kuatnya pelatok2 ini! Sekarang aku hendak buktikan untuk hunjuk bahwa aku tidak
menjusta!" Coei Peng cabut serulingnya, yang tadi ia telah tancap pula dibebokongnya antara leher bajunya yang butut.
"Kau lihat!" kata ia, yang terus dengan alat musik tiup itu ia ketok pelatok batu yang merupakan panggung pelatok adu silat itu, setiap kali ia mengetok, setiap pelatok pecah dan hancur.
Dan ia ulangi itu terus menerus, hingga banyak pelatok batu jadi gempur karenanya.
"Setan alas!" membentak Coei Hong dalam hatinya.
"Dengan pertontonkan kepandaianmu merusak pelatok2
ini, teranglah kau tidak sudi adu silat diatas panggung Pat kwa chung ini! Karena kau tidak sudi adu silat diatas pelatok, kau jual laga dengan caramu yang licin ini!
Sungguh menjemuhkan!"
Coei Peng yang telah berhenti mengetok ngetok terlebih jauh, lalu tertawa gelak2.
"Buat apa pelatok2 ini?" berkata ia dengan nyaring.
"Sudahlah!" Terus ia menoleh pada Toa Hiap dan Jie Hiap dan berkata "Na Toa Hiap, Na Jie Hiap, mari turun! Buat apa kita berlagak tolol diatas panggung ini?"
Benar2 Kay Hiap loncat turun dari pelatok.
Na Pek dan Na Hoo tahu orang tidak ingin adu silat
diatas pelatok itu, dengan beruntun merekapun loncat
turun. Matanya Yauw beng Kim Cit Loo menjadi merah, tapi
ia tak bisa bikin suatu apa, maka iapun turut loncat turun.
Kemudian, semua hiocoe lainnyapun undurkan diri.
"Pengemis bangkotan!" Kim Loo Sioe tegur musuhnya
itu. "Apa bisa kau pergi dengan begini saja setelah kau ngoce tidak keruan" Apakah kau sangka Cit Loo coe mau sudah saja terhadapmu?"
Coei Peng menoleh. "Iblis tua, jangan kau banyak tingkah!" jawabnya. "Aku si malaikat kemelaratan juga tidak memikir untuk segera angkat kaki dari sini! Jikalau aku tidak suruh kau pergi, itulah namanya aku bukannya satu sahabat! Untuk ini aku melainkan hendak bicara dahulu dengan jelas." Ia lantas hadapi Coei Hong, akan tambahkan "Aku Coei Peng
dengan Yauw beng Kim Cit Loo ini ada punya perjanjian lama, karena itu, tak sukalah aku dalam urusan ini ada lain orang yang turut campur. Umpama ada orang yang ingin
main2 dengan aku, baiklah dia bersabar menunggu sampai aku sudah selesai bikin perhitungan kepada si setan tua ini!
Tentu saja aku suka jelaskan pula, jikalau kamu suka
berdiam untuk menonton keramaian, untuk bantu
meramaikan saja, itulah boleh, tapi karena aku dengan setan tua ini tak bisa hidup bersama dalam dunia, umpama kamu niat mengeroyok, itupun boleh juga, terserah kepada kamu semua!"
Coei Hong bisa kendalikan diri.
"Jikalau kau ada punya urusan lama, tak dapat kami
mencampurinya," berkata ia dengan sabar. "Biarlah kami berdiam saja disini, untuk menonton kepandaian yang
utama, untuk menambah luasnya pengetahuan kami!" Lalu ia tambahkan pada Wie Thian Yoe semua "Jikalau ada
diantara saudara2 yang ingin main2 bersama Kay Hiap
yang namanya telah menggetarkan dunia kang ouw, aku
harap tunggulah saja sampai mereka ber dua sudah
selesaikan perhitungan mereka! Sekarang mari kita
undurkan diri untuk menonton, guna puaskan mata kita!"
Semua hiocoe itu berdiam, tapi mereka mundur,
terutama Siang Kang Hie in Tee Hin Pang telah mundur
paling jauh dibelakang kawan2nya, tetap ia tak berani bentrok sinar mata dengan si pendekar pengemis itu.
Yauw beng Kim Cit Loo hendak adu jiwa dengan Coei
Peng tapi sampai sebegitu jauh ia masih belum ketahui akan kepandaian orang, ia tak tahu bahwa seruling lawan itu bisa dipakai sebagai gantinya pedang Thian leng kiam yang ada punya tiga puluh enam jalan serta bisa dipakai juga sebagai poan koan pit, untuk menotok jalan darah banyaknya
seratus delapan lobang. Adalah biasanya, kalau Kay Hiap hadapi musuh dengan ia gunai serulingnya, jarang ada
musuh yang bisa lolos dari bahaya.
"Pengemis bangkotan!" kata Kim Loo Sioe yang masih
sengit, "apakah kau sangka aku tidak tahu kau telah gunai kelicinanmu waktu kau rusaki pelatok Pat kwa chung
barusan" Sekarang bilang, kau hendak adu kepandaian
dengan cara apa?" Kay Hiap Coei Peng berse nyum.
"Hantu bangkotan, jangan kau terlalu andalkan Pat kwa chung ini," kata ia. "Rupanya kau anggap jumlah banyak mesti menang, maka kau andalkan jumlahmu yang banyak
itu untuk rebut kemenangan! Dimataku, panggung
pelatokmu ini tidak ada harganya, jikalau kau hendak tukar, tukarlah dengan yang baru. Setan tua, mari kita omong lebih dahulu. Pertemuan di Ceng Giap San chung ini ada pertemuan persahabatan, aku si malaikat kemelaratan
bersedia untuk layani kau. Baiklah kita membuat perjanjian.
Umpama kau dapat memenangi aku, lantas dihadapan
orang banyak ini aku nanti matur maaf padamu, kemudian aku akan cuci tangan dari dunia kang ouw, aku janji tidak akan menuntut balas terhadapmu. Cuma, andaikan
sebaliknya kau yang kalah, bagaimana dengan kau?"
Kim Cit Loo menjawab dengan cepat, katanya "Dalam
hal kita ini, juga perhitungan dengan Na Loo Toa, aku suka bikin habis. Umpama aku yang kalah, aku nanti cukur
rambutku untuk aku menjadi pendeta, aku akan putuskan segala perhubunganku dengan kaum kang ouw!"
"Setan tua, aku terima baik janjimu ini," kata Coei Peng.
"Ingat, apabila kau menyangkal, kau tidak bakal luput dari keadilan umum! Sekarang, hayo kau sebutkan, cara apa kau kehendaki halus, keras atau enteng, aku si malaikat
kemelaratan bersedia untuk melayani!"
"Kau desak aku, sahabat!" Cit Loo kata seraya keluarkan suara dihidung. "Kau hendak bikin aku, ada rumah tak bisa pulang, ada negara tak bisa mendiaminya. Sekarang kau sambutlah!"
Berkata demikian, matanya Kim Cit Loo bercahaya,
memandang kearah selatan utara dimana ada dua baris
pohon siong dan pek, yang menjurus kebelakang Ceng Giap San chung itu. Ia memang liehay dalam ilmu enteng tubuh, kegesitan badan, gelarannya toh "Pat pou kan siam," atau
"Delapan tindak mengejar tonggeret," sedang selama
menyingkir dari Hookan, ia telah melatih diri dengan keras.
Disebelah itu, tenaga tangannyapun telah bertambah luar biasa, berkat peryakinannya ilmu Tay lek Kim kong chioe, walaupun ilmu ini ia belum dapatkan kesempurnaannya.
Sedangkan dengan matanya yang liehay, ia telah dapat lihat kuku dari jari2 tangannya si pendekar pengemis, kuku yang tak ketentuan panjang pendeknya, ada yang satu dim, ada yang beberapa hoen. Dalam hatinya ia berkata "Dengan
Eng jiauw lat dari Tay lek Kim kong chioe, apa tanganmu bisa berbuat?" Maka ia lantas menambahkan.
"Mari kita adu tenaga tangan!" Ia tidak tunggu jawaban, ia lantas bertindak kearah selatan barat itu, dibawah pohon, untuk kata pula sambil menunjuk "Cit Loo coe hendak
gunai pohon siong ini untuk mencoba tenaga tangannya, Cit Loo coe hendak bikin kau menambah pengetahuan!"
Tanpa tunggu orang nyatakan akur atau tidak, Kim Cit
Loo lantas berdiri menghadapi sebuah pohon siong, ia
pasang kuda, untuk segera empos semangatnya buat
dipusatkan dikedua lengan, terus ketelapakan tangannya, setelah mana, ia geraki kedua tangannya itu untuk dipakai me nyamber batang pohon itu hingga tergetar, kulitnya copot dan jatuh terserakan sebagai ampas.
"Pengemis bangkotan, kau lihat!" berkata Kim Cit Loo
lagi, setelah ia tarik pulang kedua tangannya untuk dibuka genggamannya, kepada Coei Peng ia perlihatkan tangannya yang kanan. Nyata ampas kulit pohon itu telah hancur
bagaikan tepung, apabila ditiup, semuanya terus terbang berhamburan.
"Pengemis tua bangka, apakah kau berani mencoba
sebagai Cit Loo coe ini?" ia terus menantang. Dari suaranya menunjukkan akan kesengitannya.
Dengan tertawa dingin, Coei Peng awasi aksinya
lawannya itu. Didalam hatinya ia kata "Setan tua, kau mainkan
kampak didepan kawan! Cara bagaimana kau berani
pertunjukkan tenaga tangan ini didepan Eng Jiauw Ong, akhliwaris Eng jiauw lat dari Hoay Yang Pay" Jikalau aku tidak kasi lihat contoh ke padamu, tentu kau belum mau sudah...."
"Setan tua, aku benci kepada rombonganmu justeru
karena bagian ini dari sifatmu!" berkata ia seraya kembali perdengarkan suara dihidung. "Aku paling benci manusia yang kejam kepada benda alam! Pohon siong ini ada begini indah tetapi kau rusaki dengan percobaan tanganmu,
sampai kulitnya rusak, hingga pohonnya mati tidak,
hiduppun tidak! Setan tua, dosamu besar sekali, maka aneh kenapa didalam Ceng Giap San chung Ini kau tidak
mendapat kutukan! Tapi Coei Peng suka berbuat baik,
apabila aku menyontoh kau, aku kuatir kau mati mendadak saking malu! Biarlah aku beri ketika sebentar untuk kau hidup terlebih lama, supaya kalau nanti kau mampus, tak usahlah matamu tak sampai melek saja!"
Habis berkata, si pengemis ini hampirkan pohon siong
itu. "Kamu semua mundur!" ia berkata. "Kalau ketimpa, tak
ada orang yang mengganti jiwa!"
Kata2 ini dibarengi dengan gerakan tangannya menyamber kepada batang pohon yang besar, sampai
terdengar suara nyaring, menyusul mana, pohon itu lantas rebah doyong, tanah dibetulan akarnya terbongkar,
kemudian dengan satu gerakan susulan, pohon itu rebah anteronya, patah dibagian tadi dijambak Kim Cit Loo.
Inilah ada hasil dari pukulan "Pay san ciang lat," atau
"Tenaga tangan mendorong gunung."
Menampak itu, orang2 Hong Bwee Pang pada
meleletkan lidah. Kim Cit Loo kaget berbareng gusar, ia tidak sangka si pengemis ada demikian liehay dan licin. Selagi ia masih berdiam, sejumlah orang Hong Bwee Pang muncul untuk
gotong pergi pohon siong itu.
Ketika itu, Kay Hiap Coei Peng kata sambil tertawa pada lawannya "Setan tua, aku toh bisa layani kau bukan"
Sekarang kepandaian apa lagi kau ada punya" Silahkan kau keluarkan! Tak sudi aku membuat orang penasaran seumur hidup!"
"Pengemis bangkotan, siapa adu mulut denganmu?"
Kim Cit Loo berseru. "Pengemis bangkotan, mari sini!"
"Kemana kita pergi?" tanya Coei Peng dengan dingin.
"Toh tak bisa menjadi kau nanti ajak aku si malaikat


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemelaratan pergi keakherat" ...."
Kim Cit Loo tak gubris jengekan itu, ia menuju langsung ke timur para2 bunga, di situ ia menunjuk kepada pelatok2
bambu hijau seraya berkata "Pengemis bangkotan, kau lihat itu! Kau bilang pelatok batu tak dapat dipakai, tetapi keatas ini kau bisa naik untuk jalan, bukan" Baik aku jelaskan lebih dulu kepadamu! Sebenarnya kau tidak punya kepandaian
untuk naik atas pelatok2 batu dari Pat kwa chung, untuk mengadu kepandaian, maka kau telah rusakkan dengan
pesawat untuk mengemismu, maka itu sekarang, kau jual apa, aku beli apa! Bangsat ketemu bangsat kan tak dapat membuka rahasia" Tak usah rahasia dibuka, kau toh
ketahui sendiri, bukan" Sekarang bilanglah terus terang, kau berani atau tidak menaiki pelatok bambu ini?"
Coei Peng tertawa gelak2.
"Setan tua, jangan kau bertingkah!" ia jawab. "Bukannya aku omong besar, pelatok Chee tiok Kioe kioe chung ini adalah satu permainan kecil yang tidak ada artinya. Sesuatu sahabat kang ouw, asalkan yang pernah belajar tiga atau lima tahun ilmu enteng tubuh, pasti tak ada yang tak
mampu menaikinya! Malah dikampung halamanku sendiri,
sesuatu boca bisa berlarikan diatas ini Kau hendak adu kepandaian dengan cara apa, kau sebutkan saja, jikalau aku
sampai mengucapkan satu patah kata tidak, pastilah aku telah sia2kan maksud baikmu!...."
Bukan alang kepalang Ge ngit nya Kim Cit Loo karena
kata2 yang tajam itu. "Pengemis bangkotan, tak usah kau goyang lidahmu!" ia membentak. "Cit Loo coe telah siap untuk adu kepandaian denganmu! Mari, marilah sambut aku!"
Kim Loo Sioe lantas bertindak ke timurnya pelatok, atas mana, Coei Peng pergi ke baratnya. Mereka sudah lantas berdiri saling berhadapan.
Chee tiok Kioe kioe chung ada semacam pelatok. Bwee
hoa chung dari Siauw Lim Pay terbuat dari kayu, adalah Kioe lrioechung ini terbuat dari bambu, yang ujungnya tajam bagaikan golok, bongkotnya dipendam masuk
kedalam tanah enam dim, tajamnya nonjol keatas tinggi nya tiga kaki enam dim, semua ada delapan puluh satu
pelatok seperti namanya menunjukkan. Kioe kioe adalah sembilan kali sembilan menjadi delapan puluh satu
(pelatok). Maka mudah dimengerti bencananya siapa
bersilat diatas itu dan rubuh, dia tentu bakal tertusuk pelbagai pelatok2 tajam itu yang merupakan bambu
runcing. "Pengemis tua bangka, hayo naik! Cit Loo coe akan
kirim kau kenenek moyangmu!"
Kim Cit Loo terus ada sangat mendongkol dan sengit,
hingga ia lupa pada aturan2 dari kaum kang ouw. Sehabis berseru, la enjot tubuhnya akan mendahului loncat naik keatas sebuah pelatok.
Akan tetapi didepan dia, Coei Peng tidak tunggu sampai orang sudah loncat naik, ia membarengi, hanya begitu lekas ia mulai taruh kakinya diatas pelatok, mendadakan dia
menjerit " Ayo! Setan tua, kau benar2 jahat! Aku terjebak olehmu! Jikalau aku terpeleset jatuh, tentulah tubuhku bakal bolong2 ketublas ujung bambu!...."
Selama ini, tubuhnya pendekar pengemis ini kelihatan
bergoyang2, mirip dengan daun teratai yang tertiup angin, adalah setelah ia menukar tindakan, baharu ia bisa bikin tetap tubuhnya itu, walaupun demikian, masih saja
mulutnya keluarkan ocean ".
Jauh dibawah panggung, tujuh hiocoe lainnya dari Hok
Sioe Tong mengawasi dua orang itu. Memandang kepada
Kim Cit Loo, Tiat cie Kim wan Wie Thian Yoe, yang
menjadi kam tong dari Hok Sioe Tong, kerutkan dahi.
Dilain pihak, Twie in chioe Na Pek pandang Ay Kim
Kong Na Hoo dan bersenyum, kemudian dengan suara
pelahan ia kata kepada adiknya "Loo Jie, kau lihat, Kim Loo Sioe akan mendapat bahagiannya
Cuma si pengemis tua agaknya sedikit keterlaluan...."
Na Hoo pun insyaf, Kay Hiap Coei Peng hendak
membalas untuk mereka, tetapi yang pembalasan ditujukan kepada Kim Loo Sioe seorang, itulah kurang tepat
". Ketika itu Kim Cit Loo diatas pelatok sudah mulai
bergerak, dari timur ia menuju keselatan, Coei Peng pun turut bertindak dari barat ke utara, hingga mereka tetap berhadap2an. Selama itu, terus Kim Cit Loo awasi
lawannya. "He, pengemis bangkotan!" berseru Kim Loo Sioe
kemudian, "apakah benar2 kau main tolol2an terhadap Cit Loo coe" Inilah aku tidak percaya! Maka kau sambutlah ini!"
Menjejak pelatok dengan sebelah kakinya, Kim Cit Loo
loncat maju akan mendekati si pengemis. Ia telah gunai tipu
pukulan dari "Siong Yang Tay kioe chioe," sebelah
tangannya menyamber kearah muka.
CXXX. Coei Peng berkelit untuk serangan itu, ia tertawa haha hihi.
"Eh, setan tua, kau benar2?" kata ia dengan
pertanyaannya main2. "Bukankah kita berdua tidak bermusuhan besar?"
Ia loncat kekiri sampai empat pelatok jauhnya,
gerakannya sangat pesat. Melihat orang tidak menangkis dan malah menyingkir,
Kim Cit Loo mendongkol sekali, hingga ia kertek gigi
dengan keras. Ia loncat pula untuk maju menyerang, kali ini dengan "Hay tee lo goat," atau "Didasar laut meraup
rembulan." Dengan tangan kanan mengancam, tangan
kirinya nyelusup keiga kanan dari lawan yang jail itu.
Sekali ini, Coei Peng tidak berkelit sambil lompat seperti tadi, ia cuma elakkan sedikit tubuhnya, yang ia coba tekuk melengkung.
"Setan tua, kurang sedikit!" ia berseru selagi tangan lawan mengenai sasaran yang kosong.
Dengan sesungguhnya, serangan itu kacek setengah dim
saja! "Pengemis bangkotan, kau hendak menyingkir kemana?"
menjerit Kim Cit Loo, yang kegusarannya meluap2.
Dengan sebat ia tarik pulang tangan kirinya, akan ganti serangan dengan tangan kanan, sedang tubuhnya mengikuti maju. Dengan "Tan pek ciang," atau "Pukulan tunggal,"
iapun kerahkan tenaganya.
Sasarannya ada lah jalan darah hoa kay hiat.
Melihat serangan itu, ketu juh hiocoe lainnya dari Hok Sioe Tong percaya, kali ini Kay Hiap Coei Peng tidak akan lolos lagi, pasti dia akan rubuh. Akan tetapi dugaan mereka semua meleset.
Coei Peng perdengarkan seruan kaget, tetapi berbareng dengan itu, tubuhnya melenggak, karena dengan "Kim lie to coan po," atau "Tambra emas celentang menembusi
ombak," dia terus berlompat, sampai tingginya enam tujuh kaki, lalu ia jumpalitan, kapan kemudian tubuhnya turun pula, sebelah kakinya injak pelatok bambu yang ke tujuh, selagi ia tancap kaki, kembali mulutnya bersuara "Setan tua, aku lolos!"
Juga Kim Loo Sioe percaya serangannya itu tidak akan
gagal pula, atau sedikitnya ia akan bikin lawan terpeleset jatuh dari antara pelatok2 bambu runcing itu, maka kapan ia saksikan orang luput dari bahaya, ia menjadi kaget. Ia telah lakukan serangan susulan yang liehay, karena mana tubuhnya sendiri maju sangat pesat, sebab tidak mengenai sasaran, syukur ia liehay, ia dapat pertahankan diri setelah melalui tiga pelatok, walaupun demikian, ia mesti
keluarkan keringat dingin karena kagetnya. Lekas2 ia
pusatkan perhatiannya, ia kertek gigi, setelah mana, ia maju akan serang pula lawan yang jail itu.
Kembali Coei Peng berkelit, sambil berkelit mulutnya
ngoce terus. "Masih jauh, setan tua!" demikian katanya. "Sudah,
sudah sajalah!...." Semakin diejek semakin Cit Loo mendongkol, dan
makin hebat juga serangannya.
Semua akhli silat dari Hong" Bwee Pang, juga dari Hoay Yang Pay dan See Gak Pay, bisa kenali, si pengemis tua sudah bersilat dengan ilmu enteng tubuh "Yan Ceng Sippat sian hoan," atau "Yan Ceng berjumpalitan delapan belas kali Itulah kepandaian yang jarang dipunyai orang, karena dilakukannya diatas pelatok2 bambu runcing. Maka semua orang menjadi sangat kagum.
Terus Coei Peng perlihatkan kegesitannya, kapan Kim
Cit Loo desak ia, ia main menyingkir saja dengan berkelit kekanan kiri, atau dengan loncat mundur. Tujuh kali ia diserang saling susul, tujuh2 kalinya ia buang diri. Maka sia2lah semua serangannya Kim Cit Loo, yang sudah jadi nekat dan bersedia akan runtuh bersama2 lawannya ini.
Pada mulanya, Coei Peng telah ambil putusan akan
singkirkan bandit besar dari Ouwpak ini, akan tetapi setelah bertempur sekian lama dan menyaksikan kepandaian
lawannya, diam2 ia berbalik jadi merasa bersimpati
terhadapnya. Ia anggap sayang kepandaian itu, sedang
usianya Kim Loo Sioe sudah sedemikian lanjut. Itu adalah kepandaian yang jarang dipunyai lain orang, bukan main sukarnya akan peroleh kepandaian semacam itu.
Maka sekarang, tidak lagi ia memikir untuk menyingkirkan nya, ia hanya berdaya untuk dapat
menakluki". Ia anggap, apabila ia berhasil, ia jadi sudah berbuat suatu kebaikan. Sebaliknya apabila ia gagal, lain kali saja ia singkirkan jago Ouwpak itu. Demikian ia
melayani terus dengan ilmu silat "Yan Ceng Sip pat sian hoan" itu.
Kim Cit Loo tidak ingin rubuh di Ceng Giap San chung
ini, dalam penasarannya ia terus berkelahi dengan sengit.
Selama itu, cuaca telah berubah, dari terang berderang, udara
menjadi mendung, kilat berkelebat, guntur mendengung. Menyusul guntur itu, Coei Peng tertawa.
"Setan tua, kau dengar!" ber kata ia dengan jenaka.
"Tambur langit telah berbunyi, Itu tandanya bahwa hari dan tempomu yang baik sudah sampai! Maka jikalau kau
ada punya kepandaian, lekaslah keluarkan itu, nanti kau bikin lewat saatmu berpulang...."
Jarak diantara mereka berdua ada empat pelatok ketika si pengemis tetiron perdengarkan ejekannya itu.
"Pengemis bangkotan, jikalau kita mesti berpulang, aku mesti ajak kau bersama!" menjerit Kim Cit Loo dalam
murkanya. Dan ia menjejak pelatok untuk loncat maju
menyerang. Dalam nekatnya, jago Ouwpak ini kerahkan
tenaga, "In liong sam hian jiauw" atau "Naga dalam mega keluarkan kukunya tiga kali." Ia berlaku begini walaupun ia insyaf bahwa sembarang waktu ia bisa nampak bencana.
Semua tenaganya kumpul pada
kedua lengannya. Serangannya pertama adalah "Siang ciang heng twie," atau
"Sepasang tangan melintang menolak," dari kiri menyampok kekanan. Coei Peng sedang menukar pelatok ketika ia diserang
secara demikian nekat, ia insyaf bencana yang mengancam dirinya.
"Ah, setan tua, kau benar2 sudah bosan hidup!" mencaci ia dalam hatinya. Ia lantas berseru. "Bagus!" menyusul mana ia berkelit, akan teruskan geser kaki kearah kiri si penyerang. Dari sini dengan cepat luar biasa ia keluarkan tangan kanannya menyerang tempilingan kiri musuh. Yang digunai adalah dua buah jari tangan.
Serangan dan kegesitannya lawan itu ada diluar
sangkaannya Pat pou Kan siam Kim Loo Sioe, tapi ia
masih sempat mengegoskan kepalanya kekanan dengan
pundak kirinya dikasi turun, tangan kirinya sendiri, dengan jari tangan diangkat keatas, membalas mencari nadi lawan itu.
Tidak ada niat bagi Coei Peng akan celakai lawannya itu, ia melulu mengancam dengan gertakan, maka kapan ia
dibalas diserang, cepat2 ia tarik pulang tangannya, ia loncat mundur. Bukan kepalang gusarnya Kim Cit Loo, ia lompat maju, akan ulangi serangannya yang dahsyat. Ia lompat dalam gerakannya "Go eng pok touw," atau "elang lapar lompat menubruk kelinci." Ia susul lompatan lawannya, kedua tangannya mengarah bebokong.
Kim Cit Loo merasa bahwa ia dapat menyandak, bahwa
ia akan berhasil menghajar lawan, siapa tahu kembali ia mengharap yang tidak2.
Disaat serangan mendatangi, mendadak Kay Hiap
berseru "Setan tua, kau sudah tak ingin hidup pula!" Seruan ini dibarengi dengan loncatan tubuh yang menyingkir dari serangan. Ia mencelat kearah timur barat. Ketika kakinya injak pelatok, tubuhnya bergoyang, atas mana terdengar seruannya "Tak suka aku turun!" Segera ia berdiri tegak pula, sambil memutar tubuh ia berseru "Setan tua, masih kau tak mau menyerah kalah" Sambut ini!"
Itulah gertakan, karena si pengemis tetiron tidak balas menyerang. Adalah sebaliknya dengan Kim Cit Loo, yang sudah nekat. Setelah kegagalannya ini, ia lompat pula, untuk mengejar.
Coei Peng berlompat dengan "Yan Ceng Sip pat sian
hoan, kali ini ia loncat jauh kira2 dua tumbak.
Kim Cit Loo taruh kaki didepan bekas Coei Peng
berdiam, sambil menaruh kaki, ia menyerang, tapi orang telah dului ia menyingkir, ia jadi serang tempat kosong.
Sementara itu tubuhnya sudah maju, maka untuk
pertahankan diri, ia majukan sebelah kakinya untuk injak pelatok. Ia justeru injak pelatok bekas injakannya lawan. Ia menginjak dengan kaki kanan.
Tiba2 tubuhnya limbung kekiri sampai ia kaget sehingga ia keluarkan keringat dingin, maka lekas2 ia majukan kaki kiri, untuk imbangi tubuhnya itu. Dengan kaki kanan
limbung, tak dapat ia loncat. Begitu lekas kakinya kiri ditaruh, kaki kanannya diangkat. Apa celaka, dengan
angkat kaki kanan, ia kena jejak pelatoknya, yang
mendadak rebah kedepan! Berbareng sama keadaannya Cit Loo demikian rupa,
Wie Thian Yoe perdengarkan helaan napas, sebab ia telah saksikan, rekannya itu sudah terancam bahaya keruntuhan.
Coei Peng yang telah putar tubuh dan menancap kaki,
telah perdengarkan seruannya "Setan tua, kaupun rasai tangannya si malaikat kemelaratan!"
Mengikuti seruan itu, tubuhnya si pengemis tetiron
menceiat pesat sekali kebelakangnya lawan. Gerakannya itu ada gerakan paling sulit dari ilmu enteng tubuh, ialah "Hay yan liang po," atau, "Walet laut serbu gelombang." Kedua tangannya diulur ke arah kedua pundak lawan, dalam
gerakan "In liong hian jiauw," atau "Naga dalam mega
keluarkan kuku." Tubuhnya Kim Cit Loo sedang doyong, iapun sukar
memutar tubuh, jikalau ia kena diserang, ia mesti terluka, atau sedikitnya ia bakal rubuh dari pelatok, maka itu, menampak ancaman si pengemis, semua orang liehay dari Hong Bwee Pang jadi gusar, karena anggap musuh ini ada
telengas. Kim Cit Loo sendiri berpikir lain sulit atau tidak, ia mesti lindungi kehormatannya, maka itu, dengan
paksakan diri ia putar tubuh juga, sebelah tangannya
menyamber kearah kaki lawannya itu!
Coei Peng lihat perlawanan lawannya itu, ia turunkan
tangan kirinya kebawah, untuk menyabet lengan lawan,
sambil berbuat demikian, ia berseru "Setan tolol, sudahlah!"
Ia telah gunai tenaganya, tapi iapun terus loncat mundur jauhnya enam pelatok.
Kim Cit Loo kena tertolak keras, sia2 ia mencoba
pertahankan diri, iapun mundur empat pelatok, jatuh
kebawah. Dengan sangat susah ia dapat tolong dirinya
hingga ia tak usah rubuh terpelanting.
Mendadakan Coei Peng tertawa geli, ia kata "Setan tua, benar kepandaianmu luar biasa. Tapi kita tak punya
dendaman, aku tidak rampas isterimu atau bunuh
puteramu, maka kenapa kau tidak hendak berhenti saja"
Sudahlah!" Sehabis mengucap demikian, tanpa tunggu jawaban dari
lawannya, Coei Peng loncat turun dari pelatok bambu
runcing itu. Kim Cit Loo melengak, tapi dalam sedetik saja ia sadar, ia insyaf bahwa orang telah berbuat baik, orang sudah lindungi kehormatannya, kalau tidak, tidak nanti ia dapat luputkan diri dari serangan berbahaya. Tapi walau
bagaimana, hatinya tetap panas, maka ia loncat naik pula keatas pelatok, sambil ulur tangannya ia kata dengan sengit
"Pengemis bangkotan, walaupun Cit Loo coe tempatkan
diri dalam dunia Rimba Hijau, dia yakin artinya budi dan dendaman! Na si kate adalah yang berhutang kepadaku,
bagaimana kau si pengemis bangkotan yang menalangi
membayarkannya" Tapi biarlah aku dengan dia, dendaman
baharu dan lama, aku bikin habis! Pengemis bangkotan, sekarang juga aku akan meninggalkan Ceng Giap San
chung, jikalau nanti kita berdua bertemu pula dalam dunia kang ouw, aku akan ingat baik2 budi dan dendam ini!
Pengemis tua, kau mengarti sendiri, maka sampai kita
bertemu pula!" Sehabis mengucap demikian, Kim Cit Lo loncat turun
dari pelatok, akan menceiat lebih jauh kearah Boe Wie Yang, sambil berdiri ia memberi hormat dan kata "Boe
Pangcoe, sejak aku datang kemari, aku telah di berikan penghargaan besar sekali, ikan tetapi hari ini aku tidak mampu berbuat suatu apa untuk liong Bwee Pang, tak ada muka akan aku berdiam lebih lama pula disini. Tentu saja bukannya kehendakku untuk berbuat ada permulaan tak
ada akhirnya. Sekarang aku ingin berpamitan, terserah kepadamu, kau ijinkan aku pergi atau tidak, kekuasaan ada ditanganmu, tetapi aku hendak pergi juga. Biarlah lain kali kita bertemu pula!...."
Selagi Kim Cit Loo ber kata2 demikian, tujuh hiocoe
rekannya, ialah Coei Hong beramai, sudah kembali
ketempatnya masing2. Dilain pihak, Yan tiauw Siang Hiap telah haturkan terima kasih mereka kepada Coei Peng, atas mana, dengan cara tawar, Kay Hiap berkata "Na Toa Hiap, mari kita kurangkan obrolan kita! Lihatlah cuaca begini mendung, dengarlah guntur mengguruh, maka percayalah
aku, hujan dan angin hebat tak dapat diluputkan". Udara ada begini gelap, inilah suasana yang aku si malaikat kemelaratan tak biasa nya memandang". Adalah biasa
bagiku, kemana aku pergi, tentu terlebih dahulu aku lihat jalanan pulang, tapi kali ini aku kuatir aku bakal terkubur disini. Lihat itu si iblis bangkotan, tak mungkin gampang2
dia bisa keluar dari Cap jie Lian hoan ouw ini!"
Sambil mengucap demikian, Coei Peng menoleh,
memandang kearah Kim Cit Loo dan Boe Wie Yang.
Benarlah, selagi Pat pou Kan siam Kim Loo Sioe hendak balik tubuhnya, Boe Wie Yang kata padanya dengan roman dan suara keren "Kim Hiocoe, sejak kau memasuki Hong
Bwee Pang, selama beberapa tahun aku perlakukan kau
sebagai tetamu y ang terhormat, malah aku telah undang kau menempati Hok Sioe Tong, untuk dipuja kaum kita.
Bukankah selama itu tak pernah aku perlakukan kau tak selayaknya" Tapi tindakanmu hari ini, yang berkenaan
dengan soal budi dan dendaman, itu adalah menyalani
undang2 kita! Aku mengerti bagaimana tadi kau telah
peroleh pengunjukan dari Kay Hiap Coei Peng. Bagaimana bisa kau tidak menghargai kehormatan Hong Bwee Pang"
Bukankah itu berarti kau menghina Hong Bwee Pang tak
punya orang yang berarti lagi" Apakah kau sangka aku tak lihat sepak ter jangmu tadi dgn. Coei Peng" Kami hormati kau, sebaliknya kau justeru pandang kami sebagai boca saja!
Nyatalah kau terlalu menghina aku! Sahabat, begini saja kata2ku, satu sahabat mesti ada permulaannya, mesti ada akhirnya, tak ingin aku memaksa."
Meskipun mengucap demikian, Boe Wie Yang toh
menambahkan "Kim Hiocoe, kau ada sangat kenamaan di
Ouwpak, dan setelah memasuki Hong Bwee Pang, kaupun
telah terima budi kebaikannya Couwsoe, kau telah dapati piauw pou kita. Bukankah kau masih ingat, ketika kau
masuk disini, aku telah mengadakan upacara untuk berikan muka terang kepadamu" Tidakkah itu berarti Couwsoe
telah menerima baik kepadamu" Maka sekarang, jikalau
kau hendak lindungkan kehormatanmu, kehormatan kita,
silahkan kau kembali ke Hok Sioe Tong. Umpama kau
berniat pergi, kau mesti tunggu dulu surat titah, dengan itu kau ada merdeka untuk terbang diatas lautan yang lebar dan
udara yang luas. Ketahuilah, Boe Wie Yang adalah ketua Hong Bwee Pang, maka itu, baik kau terima nasihatku ini.
Apabila urusan disini sudah selesai, aku nanti adakan perjamuan perpisahan untukmu. Kim Hiocoe, silahkan kau kembali ke Hok Sioe Tong, untuk tunggu kabar!"
Semua hiocoe dan tocoe menjadi terperanjat, semua
mata ditujukan kepada Kim Cit Loo, yang masih berdiri dilorak tangga, tampang rupa telah berubah rubah karena kata2 ketua itu. Kemudian, setelah sang ketua tutup
perkataannya, ia tertawa gelak2.
"Boe Pangcoe, berat kata2mu ini!" ia menjawab.
"Memang benar, aku ada orang Hong Bwee Pang, aku telah terima budinya Couwsoe, hingga sudah selayaknya aku
berikan jiwa ragaku untuk Couwsoe kita, tak boleh aku memikir lainnya pula. Tapi, Pang coe, aku telah rabah tulang igaku, nyata tak bisa aku membantu Pang coe
terlebih jauh. Pun tak bisa aku menarik pulang muka
terangku! Mana ada muka akan aku menemui lagi semua
saudara kita" Aku malu! Maka meninggalkan Cap jie Lian hoan ouw untuk sementara waktu adalah niatku. Boe Pang coe, aku tidak langgar aturan kita, aku tidak mendurhaka, maka itu tak dapat Pang coe larang aku keluar masuk disini.
Mana bisa aku berdiam di dalam Hok Sioe Tong seperti
orang yang menunggui dosanya"
Aku tidak bersalah, tak dapat aku berbuat demikian .
Kini Loo Sioe ada bangsa tulang keras, sudah lebih
daripada tiga puluh tahun aku berkelana dalam dunia kang ouw, belum pernah aku berbuat sehina demikian. Boe Pang coe, kau melihat keliru dalam diriku! Adalah biasanya aku bersifat kepala batu, biasanya aku berbuat sesukaku sendiri, apa yang aku kehendaki aku segera lakukan, tidak pernah aku berbalik pikir. Umpama aku keliru, hingga dagingku berubah menjadi darah dan tulang2ku musnah menjadi abu,
tak pernah aku menyesal. Boe Pang coe, aku telah
mengucap kata, sekarang juga aku hendak keluar dari Cap jie Lian hoan ouw! Tabeatku yang aneh ini aku tak dapat ubah, apa mungkin Pang coe ingin mempersulit aku"
Apakah Pangcoe tidak takut nanti para tetamu kita
mentertawai nya?" Kegusarannya Boe Wie Yang telah meluap2.
"Kim Hiocoe!" kata ia dengan dingin. "Kau berkeras
ingin aku tidak mempersulit padamu! Aku kuatir tak nanti kau dapat wujudkan kehendakmu!...."
"Hm!" Kim Loo Sioe perdengarkan ejekannya. "Tak


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perduli kehendakku sekarang dapat diwujudkan atau tidak, tetapi aku akan pergi juga!"
Sekonyong konyong air mukanya Thian lam It Souw
berubah. "Kim Hiocoe, jangan kau keliru mengarti," berkata ia.
"Dihadapan demikian banyak sahabat luar, bagaimana aku dapat tak berlaku baik kepada saudara sendiri dan
sebaliknya hendak mempersulit" Kalau benar demikian,
betul itu akan membuat orang mentertawai kita.
Sebenarnya aku hendak jamu padamu untuk memberi
selamat jalan, siapa tahu, kau tak dapat menunggu, kau benar2 bikin aku berlaku kurang hormat kepadamu. Nah, Kim Hiocoe, silahkan, maafkan Boe Wie Yang, yang ia tak dapat antar kau sampai jauh! Aku doakan, semoga kau
berbahagia dalam perjalananmu!"
Ketika itu semua hiocoe dari Lwee Sam Tong telah pada berbangkit, untuk turun tangan begitu lekas ketua mereka berikan titah.
Kim Cit Loo sendiri perdengarkan suaranya "Baiklah,"
sesudah mana, ia berpaling kearah rombongan See Gak Pay
dan Hoay Yang Pay, untuk memberi hormat. Ia berkata
"Jikalau aku, Kim Loo Sioe, tak dapat keluar dari Cap jie Lian hoan ouw, pada lain jaman sa ja kita orang bertemu pula!...."
Belum jago Ouwpak ini tutup mulutnya atau tubuhnya
sudah loncat mencelat, hingga sekejab saja ia telah sampai di gunung2an. Karena ia telah menggunakan ilmu
mengenteng kan tubuh, Pat pou Kan siam. Ia belompat
beberapa kali, akan akhirnya ia menghilang dari mata
semua hadirin. Semua orang Hong Bwee Pang tercengang, tak mengarti
sikap ketua mereka, hingga mereka mengawasi Liong Tauw Pangcoe itu.
Tiba2 Boe Wie Yang berbangkit, dengan memutar
tubuh, tangannya menyambar kebelakang dimana bertempel pada tembok, terdapat tek hoe dan lengkie. Ia sambar dua potong tek hoe, yang ia terus lempar kelorak, hingga dua2 tek hoe itu terbanting pecah.
"Atas namanya Couwsoe, Boe Wie Yang mengundang
Hiocoe Wie Thian Yoe dan Hiocoe Coei Hong dari Hok
Sioe Tong untuk mendengar perintah!" begitu ia berseru kemudian.
Dengan cepat sekali kedua hiocoe yang disebutkan itu
maju kedepan, untuk memberi hormat sambil menyatakan
bahwa mereka bersedia terima perintah, kemudian mereka jemput tek hoe yang pecah itu setelah keduanya memberi hormat pula pada ketua mereka, mereka terus memutar
tubuh untuk berlompat dengan gerakan "Giok bong hoan
sin," atau "Ular naga kumala jumpalitan." Kapan mereka telah sampai dilorak, mereka menyingkir dari situ dengan gerakan lebih jauh dengan "Ceng teng sam ciauw soei"
(Capung tiga kali menyamber air) dan "Yan coe hoei in
ciong" (Burung walet terbang di udara). Tubuh mereka
bergerak cepat bagaikan terbang.
Suasana menjadi sangat tegang dalam sekejab mata,
orang Kong Bwee Pang masih banyak yang melengak.
Coei Peng saksikan semua itu dengan tenang, kepada
Yan tiauw Siang Hiap ia berbisik "Si setan tua bangka mendapat pembalasannya, tetapi aku tidak ingin dia
terjatuh dalam tangannya rombongan kunyuk ini. Orang
she Wie itu ada sangat telengas! Tak dapat aku urus pula segala apa disini, aku hendak pergi!...."
Pembicaraannya pengemis tetiron ini sangat pelahan,
pun gerakannya yang gesit dilakukan secara diam2, maka sekejab mata saja ia sudah menghilang dari para2 bunga, tanpa ada seorang Hong Bwee Pang dapat melihatnya,
sedang Boe Wie Yang sendiri, seberlalunya Wie Thian Yoe dan Coei Hong, sudah berikan titah lain kepada hiocoe dari Kim Tiauw Tong. Ia panggil Pat pou Leng po Ouw Giok
Seng, setelah hiocoe ini menghadap sambil memberi
hormat, ia perintahkan "Tolong umumkan titahku supaya semua pusat penjagaan air dan darat menahan Kim Loo
Sioe, supaya biar bagaimanapun, dia tak dapat keluar dari Cap jie Lian hoan ouw! Pesan semua congto dari Hoen coei kwan supaya mereka jangan pandang2 lagi persahabatan, siapa
melanggar titah ini akan dipandang
sudah mendurhaka!" Ouw Hiocoe terima perintah, ia memberi hormat pula,
lantas ia berlalu. Boe Wie Yang perdengarkan tertawanya yang dingin,
setelah mana ia menoleh kepada semua tetamunya untuk
memberi hormat. Ia berkata "Tadi aku telah saksikan Yan tiauw Siang Hiap memberikan pengajaran, tetapi aku
percaya bahwa belum semua kepandaiannya telah
dikeluarkan, hingga aku ingin menyaksikannya terlebih jauh. Hanya sayang sekali pertemuan hari ini telah
terganggu yang membikin aku sangat menyesal. Akan
tetapi, walaupun apa yang telah terjadi, aku hendak
berpegang tetap kepada aturan2 kaum kang ouw maka
sedapat2nya aku hendak kendalikan semua orang Hong
Bwee Pang, supaya mereka tidak menyalahi peraturan.
Bukankah kita harus berlaku terus terang datangnya terang, perginya terang juga" Aku ingin dapat penjelasan dari ciongwie, masih ada berapa sahabat lagi yang datang
berkunjung kemari" Sebagai tuan rumah aku ingin
menyambutnya dengan hormat. Kejadian dengan Coei
Soehoe tadi ada hal yang membuat kami mendapat
pelajaran dia datang secara mendadak, perginyapun diam juga. Orang gagah semacam dia sungguh membuat aku Boe Wie Yang putus asa!"
Siangkoan In Tong yang nama nya tersohor di
Liauwtong berhubung dengan senjatanya Lie hoen Coe bo kian, menjadi tidak senang atas sikap mengejek dari ketua Hong Bwee Pang itu. Memang sejak tadi ia sudah
bersenyum tawar dan melihati saja keangkuhannya tuan
rumah. Maka itu ia lantas turut bicara.
"Boe Pangcoe, kau telah berlaku keliru terhadap kedua ciangboenjin dari Hoay Yang dan See Gak Pay!" ia berkata,
"Sepak terjangnya si pengemis tua tadi adalah sama dengan tabeatku Siangkoan In Tong. Biasanya kami melakukan apa yang kami suka. Bagi kami tidak berlaku karcis nama atau surat undangan! Kami anggap seluruh langit bumi adalah gubuk2 kami, empat lautan adalah rumah kami! Kalau
kami menghadapi urusan yang kami suka, lantas kami
campur tangan. Kamipun tak memperdulikan orang besar
siapapun juga. Boe Pangcoe, aku tidak mau berlagak
tolol2an, akupun tak mengharap undangan perjamuanmu.
Lihatlah kini cuaca yang sudah berubah demikian rupa, aku kuatir akan turun hujan lebat yang akan menggagalkan
pertemuan kita ini. Boe Pangcoe, masing2 orang ada punyai masing2 cita2nya sendiri seperti Kim Cit Loo tadi,
bukankah dia tak ada orang yang dapat mencegah nya?"
Hatinya Boe Wie Yang menjadi panas mendengar
perkataan tetamunya, tetapi ia tidak dapat menuruti
panasnya hatinya itu. Maka sedapatnya ia menahan sabar.
Ia berkata "Benar kita harus jalan sendiri masing2.
Memang, dalam urusan kita ini, keputusan mesti dicari dalam pertempuran yang menentukan, siapa kuat siapa
lemah." Dari pihak Lwee Sam Tong, Thian kong chioe Bin Tie,
terbangkit kemurkaannya. "Siangkoan Loosoe," berkata
dia, "karena kau menganggap kami yang tidak sempurna, maka baik tak usah kita bicarakan itu terlebih jauh.
Sekarang aku ingin bertanya, siapa dari pihakmu yang ingin main2 denganku" Dua jurus saja, untuk memberi pelajaran kepadaku."
Bin Tie gusar, tapi juga dipihak tetamu rata2 orang
murka. Beberapa orang segera berbangkit, semuanya ingin men coba2 dengan hiocoe ini. Diantaranya, Kim too souw Khoe Beng tak terkecuali. Tapi akhirnya Siang koan In Tong adalah yang menyambutnya.
"Jikalau Bin Hiocoe mau memberi pengajaran, hal itulah yang aku kehendaki, minta pun sukar terjadi," katanya.
"Aku tidak tahu diri, ingin aku terima pengajaran dari padamu."
Belum sempat In Tong maju atau Sioe Seng yang berdiri dibelakang gurunya mendahuluinya "Soesiok, silahkan
duduk dulu," kata murid pendeta wanita ini. "Tee coe
beramai ingin mendapat pengajaran dari pelbagai soehoe
dari Hong Bwee Pang, karenanya kami mengharap agar
soesiok suka memaafkan nya."
"Siauw soehoe, silahkan," sahut Eng Jiauw Ong, yang
tahu tak dapat ia menolak atau mencegahnya. Ia melainkan mengawasi Coe In Am coe.
Sioe Seng sendiri sudah lantas berkata pada gurunya
"Tee coe beramai terima pelajaran dari soehoe, ingin teecoe berbuat apa untuk kaum kita, karenanya teecoe berlima hendak mohon pengajaran dari Bin Hio coe. Harap soehoe memperkenankannya."
Semua orang Hoay Yang Pay mengawasi Sioe Seng dan
gurunya, mereka ingin mendengar suaranya Coe In Am
coe. Mereka menganggap sungguh Sioe Seng bernyali besar berani menyambut Bin Tie, satu hiocoe, seorang yang
tersohor dengan senjatanya sepasang Jit goat loen yang berupa roda.
Tanpa berayal ayalan, Coe In Am coe lantas menjawab
muridnya "Bin Hiocoe ada eng hiong kenamaan dari Hong Bwee
Pang kita tidak seimbang untuk menjadi tandingannya, apa pula kamu, anak2 muda, bagaimana
besar nyalimu! Apakah kamu tak jerih untuk kemashurannya Bin Hiocoe" Kamu begini tak tahu salatan, sungguh kamu terlalu percaya diri sendiri."
Jawaban ini mengherankan pihak Hoay Yang Pay. Guru
ini menegor muridnya, tetapi dia tidak mencegahnya. Apa mungkin Sioe Seng beramai mempunyai kepandaian yang
istimewa" Sioe Seng, dengan merangkap kedua tangannya, sudah
berkata pula kepada gurunya "Kata2 soehoe benar adanya.
Kalau teecoe berhadapan dengan lain loo soehoe dari Hong Bwee Pang, pasti tee coe tidak berani lancang, tetapi terhadap Bin Hiocoe, adalah lain. Dengan menerima
pengajaran dari Bin Hiocoe, kami tidak kecewa yang kami telah datang di Cap jie Lian hoan ouw ini. Kuil Pek Tiok Am telah dibakar, itu adalah suatu penghinaan besar untuk pihak kita. Pembakarnya adalah orang dari See lou Hoen to dari Hong Bwee Pang, dari cabang Barat yang berada
dibawah pimpinan Bin Hiocoe, maka setelah Bin Hiocoe
begitu menghargai kami, apabila sekarang pihak kami tidak hendak terima pengajaran nya, pasti Bin Hiocoe akan
memandang kita tak ada orangnya! Maka, kami harap
soehoe memberikan ijin kepada teecoe. Dalam hal ini,
walaupun darah teecoe nanti muncrat didalam Ceng Giap San chung ini, teecoe akan merasa puas sekali!"
Menyusul kata2 Sioe Seng, Sioe Yan, Sioe Beng, Sioe
Sian dan Sioe Hoei lantas mendekati soe cie mereka kedua ini, akan berdiri dikedua samping, kemudian menghadapi gurunya, mereka memberi hormat.
Sioe Beng, seperti diketahui, adalah Nona Hong Bwee
gadis nya Yo Boen Hoan. Ia sekarang ini ikut bersama
saudara2 seperguruannya dengan dandan sebagai pendeta, sedang Sioe Hoei, tukang bawa pedang Tin hay Hok po
kiam dari gurunya, lantas angsurkan pedang itu kepada gurunya. Hong Bwee sendiri telah mempunyai pedang,
yang ia dapat pinjam dari salah satu murid Hoay Yang Pay.
Setelah memberi hormat, murid2 ini menyatakan
bersedia akan mengikuti Sioe Seng untuk minta pengajaran dari Bin Tie.
Coe In Am coe tidak gusar Karena sikap murid2nya itu, iapun tidak ter gesa2, sebaliknya dengan sabar ia berkata
"Kamu hendak melindungi nama baik See Gak Pay, bagus, hanya apabila datang bahaya apa2, jangan kamu
menyesal!" Eng Jiauw Ong bingung mendengar jawaban ketua See
Gak Pay kepada murid2nya itu. Ia menganggap, bahwa
guru ini ada sembrono. Sanggupkah murid2 itu menjadi
lawannya Thian kong chioe Bin Tie, hiocoe dari Lwee Sam Tong" Ia tidak percaya bahwa pendeta ini mau
mengorbankan murid2nya itu.
Maka ia juga berniat mencegahnya. Tapi belum sempat
ia membuka mulut, Siangkoan In Tong telah mendahuluinya. "Adalah harus dihargai, dihormati sekali yang
siauwsoehoe beramai hendak membelai nama baik See Gak Pay," berkata Lie hoen Coe bo kian, "maka kenapa
nampaknya Am coe hendak mencegah kegembiraan
mereka" Bukankah ini ada saat yang baik yang sukar
didapat untuk kedua kalinya" Untuk datang saja pada Cap jie Ldan hoan ouw sudah satu kehormatan besar, apalagi akan dapat menerima pengajaran dari pelbagai soehoe
kaum kang ouw yang kenamaan. Ini adalah ketika untuk
menambah pengetahuan yang berharga. Bukankah Bin
Loosoe ada hiocoe yang berkepandaian tinggi dari Ceng Loan Tong, yang kenamaan di Selatan dan Utara sungai
Besar" Ketika sebaik ini tak seharusnya dilewatkan! Maka, Am coe, baiklah biarkan siauwsoehoe beramai mencapai
cita2 nya, supaya sekalian orang dapat menyaksikan ilmu silat dari See Gak Pay! Nah, siauw soehoe beramai hayolah maju, akulah yang mewakilkan gurumu, memperkenankan
kamu!" Eng Jiauw Ong dan lain2nya tak sangka Siangkoan In
Tong berani bicara demikian. Pasti sekali Coe In pun
mengarti, kata2 itu bersifat memuji berbareng "membakar besi." Tapi si pendeta wanita adalah seorang yang sangat berpengalaman, ia tetap tenang, tak kentara kegirangan atau kemurkaannya.
"Jangan memuji, Siangkoan Loosoe," katan ya sambil
bersenyum. "Walaupun sudah menjadi ketua dari Pek Tiok Am, akan tetapi pinnie masih belum menerima warisan
guruku, sedang anak2 ini baharu permulaan dalam
pelajaran saja. Tapi loosoe telah sangat memuji, maka biarlah mereka pertunjukkan keburukannya dihadapan
sekalian soehoe dari Hong Bwee Pang!" Lalu ia tambahkan pada murid nya, yang masih menanti ijin nya yang terakhir
"Kamu tak tahu diri, berani mohon pengajaran dari
loosoehoe kenamaan dari Cap jie Lian hoan houw,
pergilah!" "Terima kasih, soehoe," berkata Sioe Seng, yang
bersama empat saudaranya lantas menjura kepada gurunya.
Mereka senantiasa hormat terhadap guru mereka.
Baharulah setelah itu mereka bertindak dengan tenang
ketengah lapangan kemudian mereka berdiri dengan rapi.
Lima murid pendeta wanita ini mengenakan juba suci
abu, kepala mereka dibungkus pelangi hijau, yang ujungnya dibikin turun dan menutupi pundak mereka, mirip dengan mantel. Leher baju mereka dikelim dengan cita hijau,
sedang ikat pinggangnya berwarna kuning oranye. Dibawah kaos kaki putih yang panjang terlihat sepatu kependetaan mereka yang berwarna hijau dengan dasar lemas, sementara dibebokong mereka ter gendol masing pedangnya.
Dandanannya mereka ini menarik sangat perhatian umum, terutama dari pihak Hong Bwee Pang. Diantara mereka,
Sioe Beng dan Sioe Yan belum mencukur rambut sebagai
pendeta. Sekalipun Bin Tie, ia heran yang ia ditantang oleh
murid2 See Gak Pay. Inilah ia tidak pernah sangka.
Bukankah ia ada satu hiocoe dan namanya tersohor"
Bukankah senjatanya Jit goat loen dan panahnya Coa tauw Boe ie cian yang berkepala ular2an sangat ditakuti oleh
kaum kang ouw" Kenapa lima boca berani menghadapi
padanya" Inilah satu penghinaan yang belum pernah ia
alami. Justeru ia bersangsi dan mendongkol, Sioe Seng berlima sudah memberi hormat kepadanya seraya berkata
"Bin Hiocoe, kami yang masih cetek pelajaran mohon
pengajaran darimu, harap dengan memandang muka
Buddha yang mulia, sukalah Bin Hiocoe tidak membikin
kami hilang pengharapan!"
Itulah ucapan merendah tapi yang mengandung
tantangan. Diam2 Bin Tie kertek gigi karena gusar, tapi pun ia
bersangsi. Kalau ia menang, ia tidak akan dapat nama, sebaliknya kalau kalah, namanya akan runtuh. Akan tetapi ia sudah ditantang, ia tak dapat mundur lagi. Dalam saat
kesangsiannya itu syukur ia dapat pertolongan.
Co siang hoei Ie Tiong, sebawahannya Hiocoe Ouw
Giok Seng. maju mendekati hiocoe ini, sambil memberi
hormat ia menyatakan akan suka melayani murid2 dari See Gak Pay itu.
Bin Tie lantas manggut. "Ie Tocoe hendak belajar kenal dengan siauwsoehoe2
itu, silahkan, tapi harap kau bertujuan bersahabat dan batasnyapuh cuma saling towel saja. Semua siauwsoehoe ada orang2 suci. Ie Tocoe harus berlaku sopan terhadap mereka...."
Ie Tiong menyahuti secara sembarangan saja, lantas ia hunjuk hormatnya kearah Boe Pang coe kemudian tanpa
mengucapkan apa2 lagi ia segera loncat ketengah lapangan, dan berdiri jauhnya enam atau tujuh kaki dari Sioe Seng berlima. Ia terus memberi hormat seraya berkata
"Siauwsoehoe2, maafkan kelancanganku. Maukah siauwsoehoe memberi pengajaran kepadaku?"
"Ie Tocoe hendak memberi pelajaran kepada kami, kami
girang sekali," sahut Sioe Seng, yang sikapnya tetap tenang dan alim.
"Melainkan harap tocoe ketahui, caranya kami bersilat ada berlima berbareng, mirip dengan Pat kwa chung dari delapan loosoehoe dari Hok Sioe Tong."
"Aku mengerti," jawab Ie Tiong.
"Terima kasih, Ie Toocoe. Maafkan kami!"
Sehabis mengucap demikian, Sioe Seng lantas hunus
pedangnya yang segera diturut oleh empat saudaranya,
malah mereka ini segera terus bergerak untuk ambil
tempatnya masing2, hingga Ie Tiong segera terkurung
ditengah. "Dipandang dari mulutnya mereka bersikap manis,
mungkin dalam perbuatan mereka telengas," pikir Ie Tiong.
"Mereka telah kurung aku! Jikalau tidak dikasih rasa, tentu mereka pandang sangat hina kepada orang Hong Bwee
Pang. Sekarang tak dapat aku berlaku sungkan lagi...."
Ia lantas hunus goloknya, yang ia cabut dari belakang pundak nya.
"Siauwsoehoe, silahkan!" ta menantang seraya lantas
rangsek Sioe Seng. Ia membuka jalan dengan tipu bacokan


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ngo hong tiauw yang too" atau "Lima burung hong
menghadapi matahari."
Sikap lima penjuru dari Sioe Seng berlima merupakan
"Bwee hoa sie," yaitu bunga bwee, tetapi setelah diserang, murid yang ke dua ini berkelit sambil lompat ketengah, atas
mana, empat saudaranya turut bergerak pula ke empat
penjuru. Ilmu silatnya Sioe Seng ini adalah yang dinamakan
"Lian hoan See boen Hoei kiam" atau "Ngo hen Lian hoan kiam," ia yang pegang peranan, maka setelah diserang, ia mulai membalas.
"Ie Toocoe, silahkan sambut!" berkata ia, dan ujung
pedangnya lantas menyambar kearah dada lawan.
Ie Tiong menangkis dengan keras sekali. Ia mempunyai
pengalaman dua puluh tahun dengan goloknya, yang
dinamakan Kauw kong Pek coei too, maka ia percaya,
bagaimana juga liehaynya pendeta ini, pedangnya mesti tersampok terpental, terlepas dari cekalan. Akan tetapi ketika kedua senjata hendak beradu, Sioe Seng menggeser kekiri, dengan demikian, pedang itu lolos dari benturan, gerakannya mirip dengan "mega berjalan," atau "air
mengalir." Co siang hoei terperanjat karena bacokannya gagal. Ia lantas insyaf liehaynya nona suci ini. Lekas ia geser kaki kiri kekiri untuk menyusul untuk segera menikam pula. Ia
menggunakan tipu "Chong liong kwie liay," atau "Naga
pulang kelaut," dengan sasaran iga kanan lawan sebelah belakang. Sebab waktu itu Sioe Seng masih belum sempat memutar tubuh.
"Sambut pedang!" tiba Ie Tiong dengar seruan
dibelakang nya, selagi goloknya belum mengenai sasaran.
Ia terkejut, ia urungkan serangannya, lekas ia putar tubuh untuk berkelit.
Kiranya Sioe Hoei, murid ke tujuh, mulai maju
menyerang. Ia tidak mendesak terus, karena segera ia
digantikan oleh Sioe Sian, murid ke tiga, yang berlompat maju.
Juga Sioe Sian tidak memperoleh hasil, karena mana
Sioe Yan alias Liap Cie In, dan Sioe Beng alias Yo Hong Bwee, bergantian
maju menyerang. Maka dengan demikian, mulailah Ie Tiong dikepung berlima. Ia main kan Ngo hong Tiauw yang too dengan sempurna akan tetapi ia tak dapat meloloskan diri dari kurungan.
Syukur baginya, ia mempunyai kepandaian mengentengkan tubuh yang sempurna.
Sioe Seng berlima menyerang saling berganti dan teratur serangannya makin lama makin cepat. Mula2 Ie Tiong bisa melayani dengan baik, tetapi lama kelamaan, ia repot juga dari balas menyerang, akhirnya ia jadi kewalahan
menangkis. Baharu sekarang ia insyaf liehaynya lawan, sia2
ia mencoba pecahkan kurungan.
Lambat laun Co siang hoei mulai bermandikan keringat, tak perduli udara waktu itu ada mendung.
Tiba2 terlihat serombongan burung dara terbang dari
bagian belakang gedung. Ie Tiong tidak memperdulikannya, sebab
ia tak mempunyai kesempatan untuk memperhatikannya. Ia sedang repot.
Belum begitu lama, kembali kelihatan beberapa burung
dara terbang datang. Mula2 tiga ekor, lalu dua ekor, lalu lagi lima ekor. Justeru waktu itu Sioe Yan sedang maju merangsek, akan tetapi sekelebatan, Ie Tiong masih dapat mengenali lima burung dara yang terakhir adalah lepasan dari pusat ke enam dari Soen kang Cap jie to dari Hoen coei kwan bagian luar. Mau atau tidak hatinya bergoncang juga.
Maka ia terperanjat ketika pedangnya Sioe Yan menyambar dalam gerakan "Peh coa touw sin," atau "Ular putih
muntahkan bisa." Dengan susah ia berkelit ke kiri,
goloknya dipakai menangkis.
Selagi ditangkis, Sioe Yan tarik pulang pedangnya,
karena ia tak mau pedangnya terbentur golok musuh dalam menarik pedangnya itu ia teruskan menikam paha kanan
musuhnya. Kembali Ie Tiong terkejut. Iapun sedang terdesak. Ia
berkelit sambil berlompat. Ia cukup gesit tetapi ia kesusu, maka sebagai ganti dagingnya, ujung bajunya kena terobek.
Ketika ia, Sioe Hoei lompat maju untuk gantikan
saudaranya merangsak. Ie Tiong insaf akan bahaya maka sambil meloncat, untuk simpan goloknya, ia berseru "Aku telah belajar kenal
dengan ilmu pedang dari siauw soehoe beramai, aku
menyerah kalah!" Lalu, dengan muka dan kuping kemerah2an, ia ngeloyor
kedalam kalangannnya sendiri.
CXXXI Melihat musuh mundur sendiri nya, Sioe Seng berlima
kembali pada kedudukan mereka masing2. Kemudian,
menghadapi pihak lawan, murid See Gak Pay yang kedua
ini menanya "Ada loo soehoe yang mana lagi yang sudi
memberi pengajaran kepada kami?"
Pihak Hong Bwee Pang sangat mendongkol, panas hati
mereka karena lima pendeta wanita muda berani banyak
tingkah didalam Ceng Giap San chung, akan tetapi mereka dari kalangan tertua, mesti mengendalikan diri, karena mereka malu akan melayani anak2 muda. Dipihak lain,
orang bingung dengan kedatangannya burung2 dara itu,
yang rupanya membawa berita penting saling menyusul.
Boe Wie Yang tidak kecuali menjadi ibuk juga. Malah Ouw
Giok Seng, tanpa tunggu titah dari ketuanya, sudah lantas meninggalkan tempat duduknya, untuk lari kebelakang.
Sioe Seng ulangkan tantangannya sampai tiga kali, masih tidak ada yang menyambutnya. Boe Wie Yang pandang
rombongan nya diantara kalangan muda. Ia berniat
menunjuk pada angkatan muda ketika dari belakangnya
muncul dua orang, yang segera ternyata ada dua boca yang ia paling sayang, yang menjadi pelayannya tukang urus dupa dan lilin, ialah Sim A Eng dan Sim A Hiong.
Sejak membangun pula Cap jie Lian hoan ouw, Boe Wie
Yang sangat perhatikan dua boca ini. Boca yang ketiga adalah Bin Him Jie, keponakannya Hiocoe Bin Tie, serta Kang Kiat, itu boca dari kampung diluar Hoen coei kwan.
Ia bisa lihat bakat yang baik dari keempat boca itu, apabila terlatih baik, mereka bakal jadi jago kang ouw. Hanya sayang, tak dapat ia mendidik sendiri pada Him Jie, dan Kang Kiat terlalu ibuk kepada ibunya. Mengenai bakat, Kang Kiat dan Him Jie menang dari kedua saudara Sim itu.
A Eng baharu berumur lima belas tahun dan A Hiong
empat belas, walaupun demikian, mereka sudah terdidik lima enam tahun oleh Boe Wie Yang, hanya, melihat
mereka hendak hadapi Sioe Seng berlima, Wie Yang kuatir juga. Tapi orang telah majukan diri, terpaksa kedua anak ini tak dapat ia tarik kembali.
Sambil menjura kepada ketuanya, A Eng berdua minta
perkenan akan melayani lawan.
"Kamu ingin maju, itulah baik," kata Boe Wie Yang.
"Tapi apa kamu tidak lihat Ie Tocoe tadi, yang telah
dikalahkan" Apa kamu tak kuatir nanti antarkan jiwamu didalam Ceng Giap San chung ini?"
"Kami telah dilimpahkan budi dan kemurahan hati Pang
coe, untuk balas budi itu, kami tak sayang akan berkorban,"
menyatakan A Eng. "Pula kami dan berlima soehoe itu
tidak bermusuhan, hanya untuk mencoba ilmu silat, dari itu, menang kita tak usah berjumawa, kalah tak usah
merasa terhina. Semua soehoe itu ada orang2 beragama, kami percaya tak nanti mereka sembarang turunkan tangan jahat. Umpama kami terbinasa di ujung pedang mereka, itu pasti bukannya suatu kehormatan bagi mereka. Maka itu jangan
Pangcoe menjadi kuatir, harap Pangcoe perkenankan kami." "Baiklah!" berkata ketua itu, yang tak bersangsi pula.
Maka kedua saudara itu lantas bertindak kelapangan.
Coe In Am coe dengar pembicaraan mereka itu, diam2 ia puji kedua boca yang cerdik itu, tetapi, dilain pihak, ia jemu terhadap kelicikannya ketua Hong Bwee Pang Apabila
kedua anak itu bercelaka, orang bisa kutuk pihak See Gak Pay, yang layani segala boca". Akan tetapi disampingnya itu, ketua See Gak Pay ini ingin saksikan kepandaiannya kedua anak itu.
Dua anak ini mempunyai roman yang bisa membikin
orang sayangi mereka. Mereka bersamaan tingginya,
kulitnya sedikit hitam, air mukanya terang, menandakan kecerdikan mereka. Mereka dandan sebagai budak pelayan, kecuali kepalanya tidak terbungkus. Mereka bertangan
kosong akan tetapi Eng Jiauw Ong duga di pinggang
mereka mesti terlibat rantai lian coe chio atau lain senjata.
Melihat tindakan kakinya, terang mereka mempunyai
kepandaian. Tepat dihadapan Sioe Seng berlima, A Eng dan A Hiong
berhenti bertindak, untuk terus memberi hormat sambil menjura, kemudian
dengan masih rangkap kedua tangannya, sang kanda berkata "Siauw soehoe beramai
mempunyai ilmu silat pedang yang liehay, itu adalah
pembuka mata kami yang baharu mulai belajar silat, sayang sekali apabila ketika sebaik ini dilewatkan, dari itu kami telah mohon ijin Pangcoe akan mohon pengajaran dari
siauwsoehoe beramai. Kami tidak mempunyai kepandaian, andai kata kami tak sanggup melayani, diharap siauw
soehoe menaruh belas kasihan janganlah menurunkan
tangan jahat terhadap kami. Sudikah siauwsoehoe memberi pengajaran kepada kami?"
Sioe Seng berlima ketarik mendengar cara bicaranya
yang rapi dari anak itu, mereka pun lihat, dari sinar matanya, anak2 ini bukannya anak jahat, dari itu,
pandangan mereka menjadi lain. Tapi, taat kepada pesan guru mereka, mereka tetap hendak waspada. Merekapun
berada disarang Hong Bwee Pang, tempat mengerarnnya
orang2 jahat. "Benar, jiewie soehoe, kita pun sedang dalam pertemuan persahabatan," kata Sioe Seng. "Kami juga masih muda, tak dapat kami bicara tentang ilmu kepandaian. Kami
justeru hendak mohon pelajaran dari orang tua. Jiewie hendak
beri pelajaran kepada kami, kami suka menerimanya untuk saling meyakini, maka itu, batasnya baik sampai saling towel saja. Satu hal jadi kebiasaan kami, yaitu kami tak pernah bicara hal ilmu silat kecuali kepada orang yang diketahu she dan namanya serta asal usul
pelajaran silatnya, oleh karena itu, maukah jiewie
memperkenalkan diri dulu?"
A Eng melirik kepada A Hiong, nampaknya mereka
terkejut. Memangnya mereka tak niat menyebutkan diri dan nama gurunya. Tapi mereka cukup cerdik, maka sang
kanda menjawab "Sebenarnya tak ingin kami memberitahukan nama dan nama guru kami, pelajaran
kami rendah dan kami kuatir nanti membuat malu guru
kami, tetapi karena siauwsoehoe menanyakannya, terpaksa
kami memberitahukannya. Kami berdua saudara Sim A
Eng dan Sim A Hiong, pekerjaan kami melayani Pang coe, dengan kemurahan hatinya Pang coe, kami dipelajarkan
ilmu silat permulaan. Maka itu kami mohon siauwsoehoe tak mentertawai kami."
Sioe Seng dan empat saudara nya girang sendirinya.
Mereka percaya kedua boca ini bukan boca sembarangan
dan sekarang ternyata dugaan itu tidak meleset. Syukur mereka taat kepada pesan gurunya, mereka tidak
memandang enteng kedua boca itu. Siapa sangka, dua anak Ini adalah muridnya Boe Wie Yang.
"Kiranya jiewie ada murid2 terpandai dari Liong Tauw
Pangcoe dari Hong Bwee Pang!" berkata Sioe Seng. "Ini adalah suatu kehormatan besar bagi kami berlima saudara.
Berbahagialah kami dengan pertemuan ini! Untuk tidak
men sia2kan ketika yang baik, dan supaya tidak
menggagalkan sekalian cianpwee, silahkan jiewie mulai berikan pengunjukan kepada kami."
Lantas Sioe Seng mundur untuk bersiap, begitupun
empat saudaranya. Mereka tetap menyekal pedang, akan
tetapi mereka sudah memikir, apabila orang bertangan
kosong, mereka tidak hendak bertindak sambarangan.
"Silahkan, jiewie!" Sioe Seng mengundang pula.
A Eng dan A Hiong sudah lantas ambil tempat dengan
saling membelakangi, keduanya memberi hormat kepada
lima lawan. "Siauwsoehoe sekalian silahkan mulai, kami bersedia
untuk menerima pengajaran," kata mereka, yang pun
pandai bicara. Lalu keduanya, dengan gerakan serupa, maju dua tindak, hingga mereka berpisah jarak lima enam kaki, setelah mana mereka masing2 menggeser kaki kanan
kekanan dan kaki kiri dimajukan. keduanya jadi terpisah
lebih jauh, satu keutara, satu keselatan, secara begini, A Eng jadi menghadapi Sioe Seng sedang A Hiong
menghadap kearah gunung2an.
Kedua boca ini bergerak cepat dan berbareng keduanya
merabah kepinggang mereka, akan dilain saat, secara
mendadak masing2 mengeluarkan senjatanya, yang serupa, yalah Kioe ban Kong hoan, gelang berantai sembilan, yang dapat dilibatkan dipinggang. Untuk keluarkan senjata itu, mereka berjumpalitan. Pada waktu dikeluarkannya, kedua senjata memperdengarkan suara nyaring berkontrangan.
Sekejab mata saja mereka sudah berdiri bersiap ditempatnya masing2 dengan sikap "Teng jie pou", beroman paku,
tangan kiri diatasan gelangnya.
"Siauwsoehoe beramai, silahkan!" mereka itu mengundang. Waktu senjata itu dikeluarkan Sioe Seng berlima terkejut, tak terkecuali semua orang pihak Hoay Yang Pay dan See Gak Pay lainnya. Siapa sangka kedua boca itu
bersenjatakan senjata yang asing itu. Jie Hiap Ay Kim Kong sampai melirik kepada Siang koan In Tong, siapa
sebaliknya mengawasi Yan tiauw Siang Hiap sambil
bersenyum2. "Tak usah mengawasi aku, Na Jie Hiap," katanya, "aku
mengerti akan kekuatiranmu. Bukankah kau maksudkan
bahwa aku tak usah menjagoi lagi karena gelangku" Aku suka dua boca cilik itu, akupun gemar terhadap lima buah pedang itu! Apabila tidak dalam suasana begini, ingin aku tanya kedua boca, pikiran siapa menyuruh mereka
menggunakan macam gegaman ini, yang mirip dengan
senjataku, karena aku berkehendak mencoba2 dengannya, untuk mendapatkan kepastian siapa yang kunyuk tulen dan kera palsu, siapa jantan siapa betina! Tidakkah benar demikian, Na Jie Hiap?"
Boe Wie Yang dengar nyata kata2nya Siang Koan In
Tong, ia menjadi mendeluh, hingga ia memperdengarkan
jengekannya "Hm!" Bukankah dengan kata2 itu ia telah
ditantang secara menghina"
Tapi sementara itu kedua saudara Sim sudah mulai
bersilat dengan gelangnya masing2 yang bergerak2 bagaikan naga perak berjoget.
"Boe Pang coe, sungguh aku sayang dua bocamu ini!"
kata Siang koan In Tong pada ketua Hong Bwee Pang itu.
"Demikian muda usianya, tetapi liehay boe geenya! Ada guru yang pandai, ada muridnya yang pandai juga! Hebat si guru, yang bisa mendidiknya! Boe Pang coe, kedua boca ini menghamba kepadamu, pasti kau ketahui siapa guru silat ahli dari kedua murid ini?"
Baharu ia mengucap demikian, atau tanpa tunggu
jawabannya ketua Hong Bwee Pang itu, Siangkoan In Tong sudah berseru "Ah! Lihat Boe Pang coe! Segera akan
terdapat keputusan yang kuat hidup, yang lemah binasa.
Yang tulen utuh, yang palsu musnah!"
Dengan caranya ini, Siangkoan In Tong tak berikan
kesempatan Boe Wie Yang membuka mulut, dilain pihak,
semua hadirin tak ada yang memperhatikan kepadanya,
karena semua mata asyik ditujukan ketengah lapangan
dimana kedua pihak sudah mulai saling menyerang.
Boe Wie Yang tak ingin melayani Lie hoen Coe bo kian
ia hanya memperhatikan pertempuran.
Siangkoan In Tong juga lantas perhatikan pertempuran
itu, terutama kepada kedua boca.
Murid2 dari See Gak Pay mainkan Ngo heng Lian hoan
kiam dan dua saudara Sim bersilat dengan sepasang Kioe lian Kong hoan. Sifatnya kedua boca ini adalah lebih
banyak menyerang, hingga mereka mendatangkan kekaguman khalayak ramai. Umum tidak menyangka,
bahwa boca ini yang masih muda sekali merupakan lawan2
yang tangguh bagi kelima murid wanita dari See Gak Pay.
Sioe Seng lantas insaf cara bertempur lawan ini, yang membuat ia dan kawan2nya terdesak sebagai pihak yang
membela diri saja. Ia mengarti, walaupun ia bukan murid kepala dari See Gak Pay, ia toh tak boleh membikin malu kaumnya. Sesudah bersabar sekian lama dan ia masih
menjadi pihak yang terdesak, akhirnya ia serukan empat saudaranya "Kita terdesak begini, mari kita lindungi nama baik See Gak Pay!"
Sioe Sian, Sioe Beng, Sioe Yan dan Sioe Hoei menjawab kakak seperguruannya itu, mereka menyambut seruan
dengan segera ubah gerakan mereka, malah Sioe Yan alias Cie In segera serang A Hiong. Dilain pihak, pada waktu itu A Eng sedang serang Sioe Seng dengan gerakannya saling menyusul "Ouw liong hie soei" ("Naga hitam memain air") dan "Kim so kim kau" atau "Dengan kunci emas menawan
ular yaga". Mula2 gelang menyambar kearah kepala tapi tiba ditarik pulang, untuk diteruskan kearah pinggang, sangat cepatnya.
Sioe Seng batal menangkis ke atas mengikuti serangan
lawan, ia berkelit kekiri. Ia tidak melainkan meloloskan dirinya tapi sambil berbuat demikian, ia teruskan menabas kearah gelang lawannya.
Justeru waktu itu, dua kali Cie In telah serang A Hiong.
A Hiong berkelit kekiri dan kanan, gelangnya melindungi tubuhnya sesudah itu, dari kanan ia menyambar kebawah, atas mana Cie In berlompat seraya pedangnya membacok
kearah gelang. Pada kedua pihak gerakan masing2
berbareng saatnya. A Eng mencoba melibat pedang Sioe
Seng demikian A Hiong terhadap pedangnya Cie In atau
Sioe Yan. Dua saudara ini hendak rampas atau bikin
terlepas pedang lawannya untuk memperoleh kemenangan, kecuali jika lawan mereka segera menyatakan suka
menyerah. Dalam saat2 yang sangat mengancam itu, mendadak A
Eng dan A Hiong rasakan samberan dari lain jurusan
terhadap mereka.

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itulah benar. Yo Hong Bwee alias Sioe Beng serta soe
moay nya yang ketujuh, Sioe Hoei berbareng maju
menyerang. Pedang mereka ini tidak mengarah tubuhnya
akan tetapi mengarah senjata masing2. Kedua saudara itu kaget, karena mereka insyaf bahaya ancaman untuk
membikin putus rantai gelang mereka.
Sekonyong2 dua orang lompat kedalam kalangan sambil
berseru "Tahan!" Kedua orang itu datangnya dari dua
jurusan dari pihak Hong Bwee Pang dan Hoay Yang Pay.
Mereka adalah Hiocoe Bin Tie dan Tiongcioe Kiam kek
Ciong Gam. Bin Tie lompat lebih dahulu setelah ia beri tanda kepada Boe Wie Yang dan Ciong Gam menyusul.
Tiongcioe Kiam kek sayang dua boca itu ia kuatir
mereka dapat celaka ditangan Sioe Beng dan Sioe Hoei, tetapi dilain pihak, iapun hendak melindungi nama baik See Gak Pay, sebab Coe In Am coe pasti akan merasa kecewa apabila pedangnya Sioe Seng dan Sioe Yan kena terlibat dan terbetot terlepas oleh A Eng dan A Hiong. Bin Tie dilain pihak ingin melindungi dua saudara Sim itu. Maka keduanya bersatu maksud.
Karena datangnya kedua orang itu, pertandingan
berakhir dengan sendirinya.
"Siauwsoehoe2 silahkan mundur dulu," kata Ciong Gam
kepada Sioe Seng berlima. "Biarlah aku mencoba memohon pengajaran dari Bin Hiocoe."
Ciong Gam adalah soetee dari Eng Jiauw Ong Sioe Seng
menghormatinya, maka itu, bersama empat saudaranya, ia berhenti menggerakkan pedangnya.
"Ijinkan teecoe undurkan diri," kata dia dengan hormat, sedang kepada Bin Tie dia teruskan "Bin Hiocoe, kami
sudah menerima pengajaran!" Setelah mana, sambil
manggut mereka undurkan diri.
Bin Tie pun lantas titahkan A Eng dan A Hiong
undurkan diri dengan bentakannya, setelah itu, ia hadapi Ciong Gam. Ia masih mendongkol karena tantangannya
Sioe Seng tadi. "Ciong Loosoe," katanya, "kau adalah orang yang Bin
Tie paling kagumi, maka itu dengan kesempatan yang baik ini aku bisa terima pengajaranmu."
Bukan maksudnya Ciong Gam akan melayani Bin Tie
yang ia tahu liehay sekali, ia maju karena terpaksa. Maka sedang Bin Tie berwajah suram, ia bersenyum tawar.
"Bin Loosoe," katanya, "kau terlalu sungkan. Aku tak
mempunyai kepandaian sebagai yang kau pujikan itu tetapi aku suka menambah pengalaman dibawah senjatamu,
sepasang Jit goan loen yang kesohor."
"Ciong Loosoe sudi memberi pengajaran, aku senang
menerimanya," kata Bin Tie, yang terus memberi tanda
kearah rombongannya, atas mana datang seorang dengan
sepasang senjatanya yang mirip roda. "Jit goat loen" berarti
"roda matahari dan bulan".
Siok beng Sin Ie Ban Lioe Tong ibuk melihat majunya
saudara seperguruannya itu. Ia tahu saudaranya itu liehay tapi ia tahu juga lebih liehaynya Bin Tie, maka itu ia jadi berkuatir sekali.
Ketika itu sudah ada murid Hoay Yang Pay yang
serahkan pedang kepada Ciong Gam.
Setelah saling merendah pula, kedua pihak saling
mundur untuk bersiap. Ciong Gam ambil kedudukan di
Utara, "Silahkan, Ciong Loosoe!" Bin Tie menantang
setelah ia ambil tempatnya, kedua senjatanya dibentangkan kekiri dan kanan.
Kedua pihak lantas bergerak berputaran, akan kemudian berhenti dengan berdiri berhadapan, setelah mana,
mendadak Ciong Gam menyerang dada lawan.
Bin Tie geraki tangan kanannya menyampok pedang
lawan. Kalau kedua senjata bentrok, pasti pedang terpental atau terlepas.
Ciong Gam ketahui ini, ia tidak mau memandang
enteng. Ia tarik pulang pedangnya secara sebat, lalu
tubuhnya memutar, hingga pada lain saat, ujung pedang sudah menyambar pula, sekarang kearah tenggorokan!
Kembali Bin Tie menangkis dengan tangan kirinya,
lantas ia lompat kesamping, untuk menyerang bebokong
lawan dengan tangan kanan.
Ciong Gam majukan tubuh sambil mendek dengan cepat
ia berbalik, lantas sambil maju pula ia menusuk lengan kanan lawannya. Ia bergerak sangat gesit, akan tetapi Bin Tie pun tak kalah gesitnya. Thian kong chioe berhasil menarik pulang tangannya, hingga ia luput dari serangan pedang.
Secara demikian, keduanya bertarung sampai delapan
jurus dengan sangat serunya, sesudah mana, Ciong Gam
jadi sangat penasaran, hingga ia niat berlaku nekat, karena segera ternyata, tak dapat ia serang lawan itu, juga gesit luar
biasa. Setelah ini, ia coba mendesak secara hebat,
senantiasa ia cari lowongan musuh.
Bin Tie tetap dengan serangannya, sebelah rodanya terus didada, yang lain selalu dibawah demikian ketika ia
menyerang untuk kesekian lamanya, ia menyerang
berbareng, dada dan perut lawan.
Dengan gerakan "Oey liong hoan sin," atau "Naga
kuning membalik tubuh", Ciong Gam menyingkir
kesamping dari serangan berbahaya itu, dari sini sambil mendek, ia menyerang bawah musuh.
Bin Tie tidak menyingkir dari tusukan itu, iapun tidak berkelit, sebaliknya dari atas, senjatanya turun kebawah menghajar pedang penyerangnya. Ini adalah gerakan "Kim tiauw pok touw", atau "Garuda emas terkam kelinci".
Ciong Gam tarik pedangnya kekanan, untuk membebaskan senjata itu dari kemplangan, lalu ia kasih naik, untuk dari atas membabat kebawah, kepada jit goat loen. Ia berlaku sebat, tenaganya pun dipusatkan. Sekali ini, tak ampun lagi pedang Liong boen kiam membentur
senjatanya Thian kong chioe Bin Tie, hingga diantara suara nyaring, lelatu api meletik muncrat. Tapi kedua gegaman sama2 terbuat dari baja tulen, tak ada satu antaranya yang kalah.
Tiongcioe Kiam kek hendak menggunai siasat sesudahnya senjatanya beradu, ia mendek untuk memutar tubuh, senjatanya itu ditarik pulang, untuk dipakai
menyerang lebih jauh. Ia mundur.
Bin Hiocoe juga tak hendak berhenti sampai disitu, ia menyusul.
"Ciong Loosoe, jangan pergi, aku hendak minta
pengajaran pedangmu!" ia berseru.
Ciong Gam menduga ia bakal disusul, sangkaannya itu
berbukti. Mendadak ia berhenti berlari, lalu dengan tiba2 juga ia memutar tubuh. Berbareng dengan ini pedangnya, dengan kedua tangan, dipakai menusuk.
Bin Tie menyusul tanpa tak waspada, ia juga kuatir
lawan akan menggunai akal. Ia kuatir musuh menggunai
senjata rahasia, tetapi kapan ia ingat Tiongcioe Kiam kek ada seorang kenamaan, ia buang kekuatirannya itu. Untuk tidak berikan ketika pada lawan, ia merangsek terus.
Dengan sekonyong2 Tiongcioe Kiam kek memutar
tubuh, pedangnyapun mendadak ditikamkan.
Bin Tie terperanjat untuk serangan sebat itu, ia lekas2
miringkan tubuh, hingga ujung pedang lewat didepan
dadanya. Juga Ciong Gam terkejut karena gagalnya tipu
serangannya ia insyaf bahwa ia sedang menghadapi
ancaman, maka dengan lekas ia lompat memutar kekanan.
Bin Tie tidak memberi kesempatan lawan ini dapat
menyingkir, ia loncat memburu sambil jit goat loen kiri menyambar. Sambil menyerang secara demikian, iapun
berseru "Terima kasih yang kau mengalah! Akan tetapi
senjatanya terus mengancam pundaknya lawan.
Tidak ada jalan lagi untuk Ciong Gam berkelit tapi ia tak sudi menyerah mentah2, ia ada seorang dengan ilmu
kepandaian berdasar, maka ia paksa memutar pula
tubuhnya sambil menangkis dengan pedangnya. Apa lacur, ia masih kalah sebat, jit goat loen mendahului mengenai belakang iga kanannya, tidak ampun lagi ia rubuh pingsan, pedangnya terlepas dari cekalannya, darahnya muncrat, sebab senjata musuh berujung tajam.
Bin Tie hendak saksikan apakah orang telah binasa atau tidak, ia maju kedepan, akan tetapi berbareng dengan itu dua orang lompat kearahnya, yang satu segera hampirkan Ciong Gam, yang lain menghalau sambil berseru "Bin Tie, hebat benar sepasang rodamu! Disini Khoe Beng hendak
mohon pengajaran dari kau!"
Bin Tie insyaf, setelah melukai satu orang, pihak Hoay Yang Pay pasti tak akan mau sudah saja, dari itu, ia ambil ketetapan akan melayani terus, maka juga, ia tertawa dingin terhadap penantangnya ini.
"Khoe Loosoe, untuk apa bergusar" katanya. "Adu silat toh ada pekerjaan berbahaya, siapa tak sanggup menangkis, dia mesti terluka! Adu silat toh lain daripada berlatih!
Dengan maju kemari, loosoehoe telah memberi muka
terang kepadaku. Bicara dalam hal ilmu silat, aku terhitung lebih muda daripada kau, perbedaannya masih sangat jauh, akan tetapi karena kau menghendakinya, aku bersedia akan korbankan jiwaku untuk menemani kau!"
Selagi Thian kong chioe bicara, orang yang menghampirkan Ciong Gam, ialah Ban Lioe Tong, sudah
lantas tolongi Tiongcioe Kiam kek, untuk diperiksa lukanya dan diobati, setelah mana, datang dua murid Hoay Yang Pay, yang diperintahkan oleh Eng Jiauw Ong untuk
melongok, maka Lioe Tong perintah kedua murid ini untuk temani saudara seperguruan itu, yang telah sedar dari pingsannya.
"Boe Pang coe," kemudian Siok beng Sin Ie berkata
kepada Boe Wie Yang kepada siapa ia menoleh, "Ciong
Loosoe telah terluka, dia perlu segera dibawa keperahu kami untuk berobat, maka itu mohon kau beri perintah
saudara sebawahanmu untuk mengantarkannya."
"Bin Hiocoe telah kesalahan tangan, hal ini membuat
aku menyesal," menyahut Thian lam It Souw. "Baik, Ban Loosoe, silahkan
Ciong Loosoe pergi beristirahat keperahunya. Apakah luka nya tak berbahaya?"
"Tidak terlalu membahayakan, Boe Pang coe," jawab
Lioe Tong. Boe Wie Yang lantas titahkan satu cittong soe ajak
beberapa orangnya pergi antar Ciong Gam pergi kebarisan perahu Garuda Terbang, untuk mana telah disiapkan
gotongan. Dimedan pertempuran Bin Tie dan Khoe Beng telah
berdiri berhadapan, yang belakangan tidak puas, yang
pertama tidak senang. Khoe Beng pun lantas cekal
goloknya, Kim pwee Kam san too, yang diantarkan oleh
salah satu murid Hoay Yang Pay.
"Bin Hiocoe," berkata Kim loo souw, "Khoe Beng yang
tidak tahu diri ingin minta pengajaran jit goat loen darimu, maka silahkan kau maju!"
Bin Tie tidak mau omong lebih banyak lagi.
"Baik!" ia menyambut seraya memberi hormat.
"Silahkan Khoe loosoe!"
Lantas keduanya mulai bergerak, akan ambil tempatnya
masing2. "Silahkan, Bin Hiocoe!" berkata Khoe Beng yang begitu lekas maju dengan satu gerakan dari ilmu silat golok Ngo houw Toan hoen too atau Lima Harimau Mencegat Pintu.
Selagi Bin Tie bersiap untuk sambut serangan, semua
hadirin di kedua pihak merasa tegang sedirinya, karena mereka masing2 tahu bahwa pertempuran dahsyat segera
akan berlangsung. Benar2 Khoe Beng tidak main2 sungkan lagi, ia
menyerang dengan seru, karena mana, Bin Tie mesti
melayani dengan sungguh2.
Semua hadirin jadi semakin tegang.
Golok berkeredepan berkilau2. Disebelah itu, sepasang jit goat loen digeraki secara sebat sekali, diimbangi kepesatan tubuh dari yang memegangnya. Beberapa kali
ketiga senjata beradu, menerbitkan suara, memuncratkan lelatu api hingga mata jadi kesilauan".
Pertempuran dilakukan cepat sekali, dua puluh jurus
telah lewat. Sampai sebegitu jauh, Khoe Beng tak berhasil merebut kemenangan. Dan Bin Tie juga tidak bisa berbuat banyak dengan sepasang rodanya yang istimewa itu, ia
cuma bisa melayani seimbang.
Dikalangan Hoay Yang Pay, Eng Jiauw Ong berkuatir
untuk Kim too souw, yang maju tanpa perkenannya lagi.
Tetapi inilah soal kecil. Yang hebat adalah cara
berkelahinya. Khoe Beng sudah tua, ia menjadi gusar
karena Ciong Gam terluka, hingga ia jadi tak dapat
mengatasi dirinya lagi, yang amarahnya meluap2. Diapun memang ingin sekali mencoba2 hiocoe yang kenamaan itu.
Setelah berjalan demikian jauh, menuruti penasarannya, Khoe Beng ubah gerakan goloknya. Ia lantas mainkan tipu serangan dari "Pek sian tan too" atau "Sambaran kilat."
Bin Tie sudah lantas merasakan hebatnya serangan itu, karena beberapa kali ia telah mesti luputkan diri dari serangan2 yang membahayakan, maka ia jadi waspada
sekali. Untuk bisa melayani dengan baik, ia menggunakan antero kebisaannya mengentengi tubuh untuk mempergesit gerak geriknya. Kali ini ia berhasil sesudah jurus dikasi lewat lebih jauh. Ia menang gesit.
Khoe Beng tampak liehaynya lawan ini, walaupun
demikian, ia tak bisa berbuat suatu apa untuk mengatasinya, ia sudah keluarkan antero kepandaiannya, namun ia masih belum dapat rebut kemenangan. Ia sudah berusia lanjut lambat laun keringat mulai membasahi
kepalanya. Adalah setelah berlangsung demikian jauh, Bin Tie
memperhebat desakannya. Sebagai orang yang berpengalaman, Khoe Beng insyaf ia bakal rubuh ditangan lawannya ini. Maka ia memikir untuk melakukan serangan yang terakhir, dari ilmu pukulan "Kim too Jie sie sie," atau "Dua puluh empat bacokan." Akan tetapi selagi ia memikir demikian, gerakannya telah menjadi sedikit lambat.
Bin Tie bermata sangat celi, dengan cepat ia mainkan jit goat loen dalam gerakannya Cap jie sie Tin hay Kim loen, atau "Pukulan Roda Emas Dua belas kali."
Baru saja Khoe Beng mulai penyerangannya setelah
merubah siasatnya, dengan ilmu "Kim liong poan giok
coe," atau "Naga emas melilit tihang kumala", justeru BinTie menyambut dengan "To coan kim loen" atau
"Membalik roda emas." Dengan tangan kiri ia menangkis, hingga goloknya Khoe Beng tersampok, dengan tangan
kanan ia menyerang kebawah!
Oleh karena goloknya telah terpental, tak sempat Khoe Beng menarik pulang, maka itu, untuk tolong diri, ia
berlompat mundur sambil memutar tubuh, supaya la bisa melihat kedepan dan gampang untuk memutar diri pula.
Tapi Bin Tie tidak mau mengasi ketika, ia menjejakkan kaki kirinya, kaki kanannya diangkat, untuk menyusul
sambil berseru "Khoe Loo enghiong, jangan pergi!" Selagi menyebut "pergi," tangan kirinya membarengi menyamber.
Khoe Beng bergerak dengan sebat, akan tetapi lawannya terlebih cepat, pula dengan menggunai senjata, maka itu, belum sampai Khoe Beng menginjak tanah, belakang
betisnya yang kanan telah kena terserang, hingga ia
merasakan sangat sakit. Walaupun demikian, ia masih bisa berseru "Bagus!" Ia tidak melainkan berteriak, pun setelah kaki kirinya dapat injak tanah, dengan memutar tubuh
goloknya dikasi melayang secara cepat luar biasa. Ia
kerahkan tenaganya yang terakhir untuk membuat
pembalasan. Bin Tie tak sangka sama sekali gerakan lawan ini, tahu2, ujung golok sudah menyamber dadanya, dalam kagetnya ia mencoba membuang diri, tetapi ujung golok tetapi
mencapai sasarannya, menggurat dada terus kebahu kiri, hingga bajunya robek, kulit dagingnya terluka, iapun
bermandikan darah juga. Dilain pihak goloknya Khoe Beng terlepas dari cekalan, jatuh ketanah, Khoe Beng sendiri telah rubuh pingsan.
Dari pihak Hoay Yang Pay, Yan tiauw Siang Hiap dan
Ban Lioe Tong lompat maju ketengah kalangan, dan
dipihak Hong Bwee Pang berlompat Pat pou Leng po Ouw
Giok Seng hiocoe lari Kim Tiauw Tong dan Hay niauw
Gouw Ceng, Heng tong hiocoe. Kedua pihak segera tolongi pihaknya masing2.
CXXXII Eng Jiauw Ong sangat gusar dengan kesudahannya
pertandingan antara Khoe Beng dan Bin Tie, Ia sangat
menyesal atas terluka nya soehengnya, jika Bin Tie tidak terluka, pasti ia sudah tantang Thian kong chioe. Karena ini, dengan keras ia berkata kepada Boe Wie Yang.
"Boe Pang coe, kita ada orang2 kang ouw, segala apa tak akan lolos dari mata kita. Aku tetap hormati tata tertib kaum kang ouw, karena mana aku telah pesan semua orang dan sahabatku untuk jangan bertindak dengan menuruti
napsu hati saja, supaya mereka bisa mengalah, terutama supaya mereka jangan berlaku kejam. Akan tetapi sekarang buktinya, makin lama suasana menjadi makin hebat, orang seperti mengambil jalan buntu. Hal ini, membuat Ong Too Liong sangat menyesal, maka selanjutnya, aku tak bisa bilang apa2 lagi, biarlah masing2 menggunakan apa yang dia bisa untuk mencari keputusan siapa benar siapa salah!"
Boe Wie Yang bersenyum dingin karena tegoran itu.
"Ong Loosoe, harap kau tidak menegor dengan kata2mu
ini," berkata ia. "Disebelahnya tata tertib kaum kang ouw, persilatan tak bebas dari keinginan untuk merebut
kemenangan, dan dalam pertandingan, sukar orang bebas dari kesalahan tangan melukai lawan. Loosoe adalah satu cian pwee, mustahil Loosoe dapat menentukan akan tak
melukai orang" Bin Shatee dengan jit goat loennya telah melukai Khoe Loo enghiong, itu memang harusnya tak
terjadi, akan tetapi gegaman ada benda yang tak
mempunyai mata. Siapa dapat mencegahnya" Loosoe, kita tak usah rundingkan soal ini, baiklah kedua pihak lekas majukan orang2nya untuk melanjutkan pertempuran, untuk dapatkan keputusan terakhir. Siapa yang menang siapa
yang kalah!" Ong Too Liong pun bersenyum tawar setelah mendengar
ucapan yang tak memakai alasan itu.
"Baiklah!" ia menyambut dengan sikapnya menantang.
"Kini aku telah ketahui isi hatimu sekarang aku peroleh tambahan pengetahuan! Nyatalah sekarang, kalau orang
bertanding silat, orang mesti andalkan saja masing2
kepandaiannya!...." Eng Jiauw Ong masih hendak bicara terus, akan tetapi
waktu itu ada orang yang mencegat padanya.
"Ong Loosoe, maafkan aku memotong pembicaraanmu
berdua!" demikian suaranya Siangkoan In Tong sambil
tertawa dingin. "Meskipun kita sedang mengadakan persilatan persahabatan, kita toh tetap sedang berhitungan, maka persengketaan boleh diselesaikan sebagaimana layaknya saja. Saudara Khoe Beng sudah berusia lanjut tetapi dia hendak andalkan ketuaannya, sekarang dia telah terluka ditangan loo soehoe dari Lwee Sam Tong dari Hong Bwee Pang itu artinya dia cari matinya sendiri. Memang, siapa yang tak mengetahui bahwa para loosoehoe dari Lwee Sam Tong ada ahli2 silat kenamaan dari kalangan Rimba
Persilatan dan orang2 luar biasa dari dunia Sungai Telaga"
Bin Hiocoe juga terluka, itu harus disayangi. Bin Hiocoe sangat dimalui, orang yang berani membuat dia lecet
kelihatannya hanyalah orang Hoay Yang Pay saja. Aku
dengar orang mengatakan bahwa Bin Hiocoe pernah
memasuki Lek Tiok Tong di Ceng hong po waktu itu Khoe Loo enghiong telah hadiahkan sebatang piauw kepadanya, maka sekarang adalah saatnya mereka berdua membuat
perhitungan hutang lama. Maka selanjutnya kita tak perlu bicarakan pula hal mereka itu, agar kita kedua pihak tak dikatakan berpandangan cupet! Tidakkah demikian, Boe
Pangcoe?" Ketika itu Bin Tie dengan ditemani Gouw Ceng telah
balik kerombongan mereka, walapun berlumuran darah, ia telah bawa sikap gagah dan jumawa, tak ingin ia


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dipepayang. Ia dapat dengar perkataannya Siangkoan In Tong, mukanya menjadi merah padam karena jengah. Ia
menghampiri ketuanya, untuk menjura dan berkata "Poen
co telah membuat malu untuk Hong Bwee Pang, harap
Pangcoe memakluminya."
"Bin Hiocoe telah terluka, apakah itu tak ada
halangannya?" sahut Boe Wie Yang dengan menyimpang.
"Pergi lekas kau obati lukamu!"
"Terima kasih atas kebaikan Pang coe," kata pula Bin
Tie sambil ia menjura pula. Kemudian ia menghadapi
Siangkoan In Tong, katanya "Siangkoan Loosoe, kita
sekarang hendak selesaikan urusan kita dengan jalan
persilatan, maka itu, kata2 tajam tak akan menangkan
senjata. Bukankah pribahasa mengatakan, bahwa siapa
yang seumur hidupnya diatas perahu, sukar luput dari
bahaya terpeleset" Aku Bin Tie ingin dandan, setelah itu aku ingin terima pengajaran dari loosoe, maka sekarang aku hendak pergi dulu, sebentar aku akan kembali!"
Tanpa tunggu jawaban lagi hiocoe ini lantas jalan terus.
Siangkoan In Tong tertawa bergelak2.
"Bin Hiocoe, silahkan dandan dengan lekas, aku tunggui kau disini untuk terima pemberian penajaranmu!" katanya.
Bin Tie sudah jalan terus, tetapi Boe Wie Yang yang
dengar ketawa dan kata2 yang tak sedap itu merasa tak enak bukan kepalang.
Sementara itu, Khoe Beng telah ditolong oleh Ban Lioe Tong, lukanya diobati dan dibalut, sedang Coe In Am coe titahkan Sioe Beng bagikan tiga butir Coan tan see, untuk ditelan.
Sehabis itu Lioe Tong menanya Ouw Giok Seng, yang
telah siapkan gotongan, apakah Khoe Beng boleh diangkut segera ke Perahu Garuda atau mesti minta ijin dahulu dari ketua Hong Bwee Pang.
"Harap jangan mengucap demikian, Ban Po coe," jawab
Giok Seng sambil bersenyum. "Khoe Loosoe terluka parah, dia mesti beristirahat, tak usah menanti lagi ijin Pang coe dia boleh segera diantar keperahu Garuda".
"Terima kasih, Ouw Hiocoe," mengucap Ban Lioe Tong.
Ouw Giok Seng lantas titahkan orang2 dari Heng tong
untuk gotong orang yang terluka itu, sedang Eng Jiauw Ong titahkan beberapa muridnya pergi mengantarkan.
Melihat Ban Lioe Tong tak mengikuti, Ouw Giok Seng
berkata kepadanya "Ban Loosoe, kita sudah mengadakan
beberapa pertempuran kedua pihak telah ada yang kalah dan menang karena hawa udara ada demikian buruk,
apabila hujan turun, pasti pertandingan tak dapat
dilangsungkan hingga penyelesaian tetap tertangguh,
bagaimana pikiran loosoe apabila kita berhenti disini saja, supaya pertikaian tak terulur2 lebih jauh?"
"Aku mengerti kau, Ouw Hiocoe," jawab Lioe Tong.
"Memang lebih baik apabila kita menggunai golok
membacok putus benang kusut, supaya tak usah bercape
lelah membereskannya, melainkan aku belum tahu,
bagaimana caranya pemberesan itu?"
Pat pou Leng po segera angkat tangannya dan
menunjuk. "Lihat disana, Ban Po coe!" berkata ia. "Dipara2 bunga itu telah diadakan persiapan untuk permainan ilmu
mengentengkan tubuh. Cara itu, walaupun ada kesalahan tangan, tidak akan menerbitkan luka2, tetapi cukup untuk menetapkan si kuat dan si lemah, guna memutuskan
menang atau kalah. Soehoe mana saja yang mempunyai
kepandaian, silahkan dia maju!"
"Permainan liehay dari kaum Rimba Hijau itu disebut
oleh Hiocoe sebagai hanya permainan mengentengkan
tubuh itu sudah menyatakan keliehayanhya hiocoe",
berkata Lioe Tong sambil bersenyum dingin. "Permainan semacam itu hiocoe pandang sebagai permainan yang
umum hiocoe benar2 ada satu ahli. Hiocoe, tak berani aku agulkan diri, tak berani aku menaikinya, akan tetapi
meskipun demikian, aku suka menerima pengajaran dari
hiocoe untuk menambah pengetahuan untuk tak membikin
sia2 kunjungan kami ke Cap jie Lian hoan ouw ini!"
Diam2 Ouw Giok Seng terkejut dan kagum untuk Siok
beng Sin Ie, yang pandai sekali merendahkan diri tapi pengetahuannya tentang ilmu mengentengkan tubuh ada
luas. "Harap tidak mengucap demikian, Ban Loosoe," ia
berkata. "Tak lain maksudku adalah, untuk mohon loosoe tolong lihat, cocok atau tidak apa yang aku atur itu"."
Lioe Tong menganggukkan kepala, ia tidak menjawab,
tetapi didalam hatinya ia ingin menindih kejumawaan
lawannya. Ouw Giok Seng sudah lantas bertindak ketempat yang ia tunjuk tadi, Siok beng Sin Ie mengikuti untuk melihat dari dekat apa yang dinamakan "Hoei too hoan ciang" atau
"Golok terbang penukar tangan" dan persiapan "Kioe bong Hoen goan kioe" atau "Bola berduri sembilan." Melihat golok itu, Lioe Tong bercekat dalam hatinya.
Sama sekali telah dipasang empat buah golok diantara
delapan tihang, alat penghubungnya adalah dadung, yang diikat hingga jadi malang melintang. Setiap golok beratnya kira lima belas kati, pada gagangnya ada dua buah gelang untuk mengalungkan golok itu kepada dadung. Maka
apabila didorong atau ditarik golok itu bisa bergerak pergi datang, merosot diantara dadung.
Pada dua potong dadung lain digandulkan lebih dari
seratus kelenengan, yang bisa menerbitkan suara berisik hingga suaranya bisa mengacaukan orang2 yang sedang
mengadu silat. Dibawah para2 sekali ada empat buah bola Kioe bong
Hoen goan kioe, yang masing2 sebesar semangka,
dimukanya ada dipasangkan "hidung" besi serta satu
lobang memakai tutup. Itulah lobang untuk mengisi beratnya bola, karena
dalamnya dibikin kosong. Diseputar bola ada dipasangkan secara istimewa sembilan buah golok tajam panjang tiga dim, bagian tajamnya panjang tiga dim juga. Celakalah barang siapa yang kebentur bola2 ini, tak perduli orang mempunyai ilmu kedot Tiat pou san atau "Baju besi." Pun bola ini dipasangnya bergelantungan dan dengan cepat
terpasang rapi. "Ban Loosoe," kata Ouw Giok Seng kemudian, "dengan
bergantian kita nanti main2 dengan dua rupa permainan ini.
Sudikah loosoe memberi pelajaran kepadaku?"
"Tentu saja boleh, Ouw Hiocoe," sahut Ban Lioe Tong
dengan bersenyum tawar. Ia mengarti orang desak ia,
"Malah untuk minta pengajaran daripadamu adalah diluar keberanianku. Baik, sekarang kita main2 dahulu diatas yang mana satu?"
Sebelum Ouw Giok Seng menyahut, dari peseban bagian
Hoay Yang Pay loncat datang satu orang, ialah Ciok Liong Jiang cucu muridnya Yan tiauw Siang Hiap, yang lantas berkata kepada Ban Lioe Tong "Soe ya, ijinkan touw soen sendiri yang main2 dengan Hoei too hoan ciang ini, apabila touwsoen tak berhasil, baharu Soeya yang gantikan."
Lioe Tong tidak sangka, ditempai bersahaya demikian,
ada angkatan muda yang majukan diri. Ia belum tahu
sampai dimana kepandaiannya pemuda ini, tetapi orang
berani maju, maka ia percaya pemuda ini mempunyai
kepandaian. Iapun lihat, Yan tiauw Siang Hiap sendiri tidak mencegahnya.
"Baik, Liong Jiang," kata ia kemudian. "Kau harus
waspada, karena ini ada puncaknya ilmu mengentengkan
tubuh barang siapa alpa jiwanya terancam bahaya. Kau
harus ketahui juga, Ouw Hiocoe ada satu ketua kenamaan, kau bukan tandingannya kau mesti insyaf sendiri."
"Harap jangan kuatir, Soeya, touwsoen mengerti," Liong Jiang berikan kepastian.
Mendengar itu, Lioe Tong lantas berkata kepada Ouw
Giok Seng "Ouw Hiocoe, Ciok Liong Jiang mohon
pengajaran dari kau. Dia tak tahu diri, maka tolong kau pimpin dia. Aku sendiri hendak menonton saja untuk
menambah pengetahuan."
Ouw Giok Seng tak senang hati karena munculnya satu
boca. "Ciok Siauwhiap berani majukan diri, dia tentu telah
mem punyai latihan sempurna mengenai Hoei too Hoan
ciang ini," katanya, "dari itu tak usah Ban Loosoe
berkuatir." Lantas ia menoleh kepada Liong Jiang maksudnya untuk
bicara, tapi belum lagi ia buka mulut, dari pihaknya datang satu orang yang telah mendahului berkata "Hiocoe, tunggu sebentar! Atas perkenan Pang coe, biarlah aku yang main2
dengan Ciok Siauwhiap ini!"
Kapan Giok Seng menoleh, ia kenali Leetong soe Sie
Yong, ketua Ruang Upacara, yang bergelar Sian thian chioe
si Tangan Kilat. Ia lantas minggir dan kata pada pengetua upacara ini "Baik, pergilah kau temani Ciok Siauwhiap main2."
Sie Yong menjura kepada hiocoe itu, lalu ia hadapi
Liong Jiang, sambil memberi hormat dia berkata "Ciok
Siauwhiap, kepandaianku tidak berarti, aku melainkan
gemar akan ilmu mengentengkan tubuh, dari itu mari kita main2 untuk melemaskan uratku yang sudah tua, yang
telah kurang gesit. Harap kau pun suka mengalah...."
"Ah, Sie Loosoe, jangan kau bersungkan terhadapku!"
sahut Liong Jiang sambil tertawa. "Aku telah datang ke Cap jie Lian hoan ouw ini, dan tak dapat aku pulang
dengan tangan kosong, sedikitnya aku mesti minta belajar darimu, supaya kau berikan aku pelbagai penunjukan yang berharga. Harus aku jelaskan, bahwa dalam rombonganku aku adalah yang terendah, paling muda, beda dengan
loosoe sendiri yang telah jadi orang kang ouw kenamaan, hingga untuk loosoe, tak dapat loosoe bertindak keliru sedikit juga, sedang untuk aku yang muda, segala kesalahan tak ada artinya. Ban Soeya, tidakkah benar kata2ku ini?"
Lioe Tong mendelik kepada murid keponakan itu.
"Liong Jiang, sekarang bukan saatnya untuk kau ngoce!"
Ia membentak. "Hayu baik kau layani Sie Loosoe dan
kemudian lekas2 undurkan diri!"
Walaupun ia ditegur. Liong Jiang toh hampirkan tempat pertempuran sambil bersenyum ber seri2.
Sie Yong sangat mendongkol, tetapi ia hargai dirinya
sebagal Cit tong soe ia tidak mau layani boca jail itu.
Hanya, sembari beri hormat kepada Lioe Tong, dia kata,
"Ban loosoe, aku terima titahnya Pang coe tak dapat aku tidak layani Ciok Siauwhiap, maka itu, tolong kau berikan pengunjukan berharga kepadaku".
Siok beng Sin Ie balas bormat itu.
"Harap kau sudi mengalah, Sie Loosoe", katanya.
"Liong Jiang ada satu boca nakal, aku minta kau tak
bersepandangan sebagai dia...."
"Ban loosoe terlalu merendah", kata Sie Yong, yang
lantas bertindak kepara2.
Liong Jiang telah menantikan, disebelah bawah, untuk
berikan tempat atas kepada tuan rumah yang ambil tempat arah selatan.
Mereka sama membelakangi sebatang golok.
"Siauw hiap, silahkan!" Sie Yong mempersilahkan.
"Sie Loosoe, silahkan!" sahut si anak muda.
Setelah itu keduanya sambar golok didepannya masing2
dan tolak itu dengan keras kearah satu dan lainnya, hingga golok2 itu terpental cepat sekali.
Liong Jiang berlompat, kelit kebarat, sedang Sie Yong lompat ketimur.
Kedua golok, yang saling sambar, saling bentur ditengah kalangan, hingga menerbitkan suara nyaring dan berisik.
Sie Yong loncat ketengah, untuk tarik pulang goloknya barusan, tapi justeru itu, dari barat Liong Jiang dorong golok barat, untuk serang padanya, sambil berbuat
demikian, anak muda ini lompat maju juga, akan serang iga kanan lawan sambil ia serukan "Awas, Sie Loosoe!" Ia
menggunakan tangan kiri. Dengan egos tubuh, Sie Yong bikin goloknya lewat
keatasan pundaknya, menangkis serangan kepada iganya, ia tidak berkelit, ia menangkis dengan tangan kanan sambil tangan kirinya dibarengi menyerang lengan lawan itu.
Liong Jiang kelit seraya egos pundaknya kebawah, kalau tidak, diapun bakal terbacok golok yang melesat balik. Ia gesit dan matanya awas, inilah yang membuat ia berani adu silat secara demikian, yang sebenamya asing bagi nya.
Beda daripada lawannya, Sie Yong pernah yakinkan
Hoei too Hoan ciang sampai beberapa tahun ilmu
mengentengkan tubuh yang liehay yang membikin dia
Hina Kelana 13 Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Anak Berandalan 10

Cari Blog Ini