Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo Bagian 1
PEMBERONTAKAN TAIPENG KHO PING HOO Dua orang penunggang kuda itu amat
gagah dan mengagumkan semua orang
yang kebetulan bersimpang jalan
dengan mereka. Dua ekor kuda
tunggangan mereka juga merupakan
kuda-kuda pilihan, tinggi besar dan kuat.
Kuda-kuda itu berlari congklang ketika
mereka memasuki sebuah dusun.
Laki-laki itu berusia kurang lebih tiga puluh delapan tahun,
bertubuh tinggi besar, wajahnya tampan dan gagah, dan sikapnya
anggun berwibawa seperti sikap yang biasa nampak pada diri
seorang bangsawan tinggi, sikap seseorang yang merasa akan
kebesaran dan kepentingan pribadinya. Mulut dan matanya selalu
nampak tersenyum ramah, namun di balik sinar mata yang ramah
itu kadang-kadang kelihatan sinar mencorong yang aneh. Dia
menunggang kuda berbulu hitam yang nampak ganas dan liar,
namun penurut di bawah kendali kedua tangannya yang kokoh
kuat itu. Adapun wanita yang menunggang kuda berbulu putih di
sampingnya adalah sorang wanita berusia kurang lebih tiga puluh
enam tahun, tubuhnya masih seperti seorang gadis yangbaru
berusia dua puluh tahunan saja, masih padat dengan pinggang
yang ramping. Wajah wanita inipun masih cantik dan manis sekali
dengan setitik tahi lalat di pipinya, dan seperti juga pria itu, ia
1 menunggang kuda dengan tubuh yang tegak dan lemas, sikap
seorang penunggang kuda yang mahir.
Pakaian sepasang suami isteri yang anggun dan gagah ini cukup
mewah, dan keduanya mengenakan sepatu kulit yang mengkilap,
model sepatu boot yang biasa dipakai oleh orang-orang kulit
putih, dan mereka melindungi tubuh dari hawa dingin dengan
mantel tebal yang berkibar di belakang mereka.
Suami isteri itu melewati sebuah kedai arak dan keduanya saling
pandang. "Bagaimana kalau kita beristirahat sebentar sambil minum arak
agar kuda kita tidak terlalu lelah ?" tanya si wanita bertahi lalat itu
kepada suaminya. Sang suami tidak menjawab, melainkan memandang ke arah dua
ekor kuda yang mereka tunggangi. Memang kuda-kuda itu
nampak lelah, penuh keringat karena mereka telah melakukan
perjalanan jauh, sejak pagi adi dan kini sudah lewat tengah hari.
Dia mengangguk dan keduanya lalu turun dari punggung kuda,
menuntun kuda mereka menghampiri kedai arak, mengikat
kendali kuda di depan kedai, lalu memasuki kedai itu, disambut
oleh seorang pelayan yang membungkuk-bungkuk penuh hormat
melihat datangnya dua orang berpakaian mewah itu.
"Selamat siang, tuan dan nyonya !" katanya penuh hormat,
"Silakan duduk dan kami akan menghidangkan masakan yang
paling lezat. Arak kami paling terkenal di seluruh daerah ini !"
2 "Sediakan masakan dan arak yang terbaik untuk kami, dan
sediakan pula air dan rumput yang baik untuk dua ekor kuda
kami." Pelayan itu mengerutkan alisnya, memandang ke arah dua ekor
kuda di luar. "Akan tetapi, tuan ...... kami tidak biasa mencarikan makan minum
untuk kuda ...... " "Carikan saja, kami akan membayar berapa saja yang kau minta
!" kata si wanita dan pelayan itu mengangguk- angguk dan
tersenyum. Kesempatan baik untuk mendapatkan hasil
tambahan, pikirnya. "Baik, nyonya. Silakan duduk ...... !" pelayan itu mengantar
mereka ke sebuah meja di ujung bagian dalam yang menghadap
keluar. Suami isteri itu duduk menghadapi meja, saling
berhadapan, yang pria menghadap keluar sedangkan yang
wanita menghadap ke dalam. dengan demikian, keduanya dapat
meneliti pintu luar dan pintu dalam. Dua buah buntalan yang tadi
mereka turunkan dari punggung kuda dan mereka bawa masuk,
mereka letakkan di atas meja.
Tak lama kemudian mereka melihat seorang pelayan memberi
rumput dan air kepada kuda mereka di luar, dan setelah pelayan
datang membawa hidangan berupa masakan yang masih panas
mengepul dan juga nasi dan arak, mereka lalu makan minum
tanpa banyak cakap. 3 Selagi suami isteri ini makan dan minum di dalam kedai arak ang
tidak berapa besar itu, dan tidak ada tamu lain kecuali mereka di
siang hari itu, tiba-tiba terdengar suara hiruk pikuk dan banyak
orang bergerak di sekeliling rumah makan. Para pelayan kelihatan
ketakutan dan mereka lari keluar dari rumah makan, Hal ini tentu
saja diketahui oleh suami isteri yang sedang makan, akan tetapi
keduanya hanya saling pandang sejenak, kemudian melanjutkan
makan minum seolah-olah mereka tidak tahu akan gerakan
banyak orang yang mengepung rumah makan.
Suasana yang tadinya hiruk pikuk menjadi hening, tanda bahwa
orang-orang yang berada di luar itu telah mengepung dan siap
siaga. Kini muncullah seorang laki-laki bertubuh gendut di
ambang pintu depan, sikapnya berwibawa dan angkuh, dan dia
memandang ke arah suami isteri itu sambil berseru dengan suara
nyaring. "Pemberontak Ong Siu Coan ! Engkau telah dikepung,
menyerahlah untuk kami tangkap !"
Mendengar disebutnya nama ini, orang-orang yang tadinya
nonton di luar rumah makan itu menjadi terkejut dan mereka lari
ketakutan untuk bersembunyi. Juga para tetangga yang tadi
mengintai di balik jendela, terkejut dan tak seorangpun berani
keluar dari pintu rumah. Nama Ong Siu Coan sudah terkenal
sekali di daerah Nan-king itu. Dusun itu berada di sebelah selatan
kota Nan-king dan siapakah yang tidak mengenal nama pemimpin
dari pasukan pemberontak Tai peng itu " Nama Ong Siu Coan
sebagai pimpinan pemberontak Tai Peng amat terkenal sebagai
seorang pejuang yang berusaha menumbangkan pemerintah
4 Mancu, dan terkenal pula sebagai pelindung rakyat jelata. Kini
orang-orang itu bukan takut terhadap Ong Siu Coan, melainkan
mereka takut karena maklum bahwa yang mengepung rumah
makan itu adalah pasukan pemerintah yang berpakaian preman
dan karena yang dikepung adalah Ong Siu Coan, maka tentu
akan terjadi pertempuran yang hebat di tempat itu.
Laki-laki tinggi besar yang gagah dan sedang makan di dalam
kedai arak itu memang benar Ong Siu Coan, pemimpin pasukan
Tai Peng yang tadinya memakai nama perkumpulan Pai Sang-ti
Hwee (Perkumpulan Pemuja Tuhan), semacam perkumpulan
agama yang berdasarkan Agama Kristen namun sudah tidak asli
lagi, bercampur dengan Agama To dan pelajaran Khong Hu Cu.
Perkumpulan itu makin lama menjadi semakin besar dan kuat, lalu
membentuk balatentara yang disebut balatentara Tai Peng
(Perdamaian Besar) yang bertujuan untuk menentang dan
menumbangkan kekuasaan pemerintah penjajah Mancu.
Gerakan yang bersifat perjuangan inilah, bukan agamanya, yang
menarik banyak orang dari rakyat jelata untuk datang bergabung,
terutama sekali kaum petani yang merasa tertindas oleh
pemerintah Mancu. Pria gagah itu adalah pemimpin Tai Peng. Namanya Ong Siu
Coan, bukan hanya terkenal sebagai seorang pemimpin pejuang
yang disegani dan dikagumi rakyat, namun terkenal pula di dunia
persilatan sebagai seorang ahli silat yang pandai.
Dia adalah murid seorang datuk sesat yang terkenal sekali, yaitu
Thian-tok (Racun Langit), seorang di antara Empat Racun Dunia,
tokoh-tokoh sesat yang amat terkenal diwaktu-waktu yang lalu.
5 Adapun wanita cantik bertahi lalat di pipinya itu juga bukan orang
sembarangan. Ia bernama Tang Ki, dan ia adalah puteri tunggal
dari Hai-tok (Racun Lautan), seorang di antara Empat Racun
Dunia pula. Dalam hal imu silat kiranya tingkat kepandaian Tang
Ki ini tidak kalah oleh suaminya, karena selain menerima
gemblengan dari ayahnya sendiri, juga wanita perkasa ini secara
kebetulan telah menemukan sebuah kitab kuno ciptaan Tat Mo
Couwsu yang terisi pelajaran ilmu silat tinggi berdasarkan ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang luar biasa. Sudah kurang
lebih dua belas tahun mereka menjadi suami isteri di luar
kehendak dan pesetujuan Hai-tok dan mereka berhasil
menghimpun kekuatan untuk memberontak terhadap pemerintah
Mancu. (Baca Giok-liong- kiam bagian pertama).
Ong Siu Coan bergasil membangun balatentara besar, bukan saja
karena dia lihai, berilmu tinggi dan agama barunya menarik
perhatian banyak orang, terutama sekali karena dia mempunyai
banyak harta benda untuk membiayai perkumpulannya. Dialah
yang berhasil menemukan harta pusaka yang tersembunyi dalam
rahasia pedang pusaka ini dia berhasil membentuk balatentara
dan sanggup membiayainya.
"Ong Siu Coan, meyerahlah sebelum kami terpaksa
mempergunakan kekerasan !" Kembali perwira gendut yang
berpakaian preman itu membentak. perwira ini dengan anak
buahnya yang kini mengepung restoran, berjumlah kurang lebih
tiga puluh orang, adalah pasukan penyelidik atau mata- mata
pemerintah yang bertugas di sekitar Nan-king. Sejak pagi tadi dia
dan anak buahnya tahu akan munculnya pemimpin Tai-Peng di
tempat umum, maka dia sudah mempersiapkan anak buahnya
6 untuk menghadang di dusun itu. Kebetulan sekali suami isteri itu
berhenti di rumah makan, memudahkan mereka untuk
mengepung dalam usaha menangkap pemberontak itu.
Akan tetapi Ong Siu Coan dan Tang Ki masih enak-enak makan,
melanjutkan makan tanpa menghiraukan si gendut.
7 Melihat sikap suami isteri itu, si gendut menjadi marah. Dia segera
mencabut sebuah pistol yang tersembunyi di ikat pinggangnya,
lalu melangkah maju, diikuti oleh tiga orang perwira pembantu
yang mencabut pedang. Si gendut sambil menodongkan pistolnya
maju menghampiri Ong Siu Coan dan Tang Ki, berseru kepada
anak buahnya yang berada di luar rumah makan.
"Serbu dan tangkap mereka !"
Pada saat itu, Ong Siu Coan dan Tang Ki saling pandang dan pria
perkasa itu berbisik, "Kuambil si gendut, yang lain untukmu !"
Isterinya mengerti dan mengangguk.
Pada saat itu terdengar suara gaduh di luar rumah makan itu dan
ternyata dua puluh orang lebih yang menjadi anak buah si gendut
dan tadi mulai bergerak hendak menyerbu, secara tiba-tiba
diserang oleh belasan orang yang memiliki gerakan yang tangkas
sehingga dalam gebrakan pertama saja beberapa orang
anggauta pasukan itu telah roboh!
Peristiwa itu mengejutkan si gendut dan diapun cepat melangkah
ke depan sambil menodongkan pistolnya kepada Ong Siu Coan,
7 diikuti tiga orang pembantunya yang siap menyerang dengan
pedang mereka. Pada saat itu, mendadak Ong Siu Coan menggerakkan sepasang
sumpit yang tadi dipakai untuk makan dan meluncurlah dua sinar
yang cepat buan main ke arah si gendut. Sebatang sumpit
menancap di tangan yang menggenggam pistol, dan sumpit ke
dua menghunjam ulu hati ! Si gendut sama sekali tidak
menyangka akan datangnya serangan itu, maka diapun terkejut
dan pistol di tangannya meledak, akan tetapi karena pada saat itu
dia sudah berada dalam keadaan sekarat oleh sumpit yang
menembus jantungnya, peluru yang melincur keluar dari pistol itu
hanya menembus langit-langit dan genteng dan tubuhnya lalu
terjengkang dan terbanting lalu berkelojotan.
Sementara itu, nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu Tang
Ki sudah menerjang dan menyambut tiga orang pembantu perwira
yang berpedang. Wanita ini tiak bersenjata, namun gerakannya
sedemikian cepatnya. Walaupun tiga orang perwira berusaha
menyerangnya dengan pedang, namun bayangan tubuh wanita
itu berkelebatan di antara tiga batang pedang dan kedua
tangannya bergerak menampar. Tiga orang itupun menjerit
kesakitan dan roboh terpelanting, tak mampu bangkit kembali
karena Tang Ki telah melakukan tamparan-tamparan maut
dengan kedua tangannya yang ampuh, dan yang dijadikan
sasaran adalah pelipis kepala tiga orang itu !
Pertempuran yang terjadi di luar rumah makan itupun tidak
berlangsung lama. Dua puluh orang lebih perajurit yang
berpakaian preman itu bukanlah lawan seimbang bagi belasan
8 orang yang rata-rata memiliki ilmu silat tinggi itu dan dalam waktu
singkat saja mereka semua telah roboh dan tewas ! Dua orang
pimpinan rombongan yang menyerbu para mata-mata pemerintah
itu menerobos masuk dan memberi hormat kepada Ong Siu Coan
dan Tang Ki. Kiranya mereka adalah anggauta pemberontak yang
tersebar di mana-mana dan yang tadi melihat pimpinan mereka
terancam lalu turun tangan membantu.
Ong Siu Coan mengangguk acuh kepada dua orang itu dan
isterinya yang menghadapi mereka. "Terima kasih atas bantuan
kalian," kata Tang Ki, mewakili suaminya yang kini telah menjadi
seorang pemimpin tinggi sehingga suaminya merasa terlalu tinggi
untuk berwawancara dengan anak buah tingkat rendahan seperti
dua orang pemimpin rombongan pasukan kecil itu. "Cepat
singkirkan semua mayat dari dusun ini, lempar ke dalam hutan
dan ajak semua pria dari dusun ini untuk menggabung agar
mereka terbebas dari hukuman pemerintah."
Dua orang itu mengangguk dan menyatakan mentaati perintah,
lalu mengundurkan diri. Ong Siu Coan dan isterinya lalu
meninggalkan dusun, menunggang kuda mereka melanjutkan
perjalanan dengan cepat keluar dari dusun itu. Para anak buah pejuang itu telah mengumpulkan para penduduk
dan menganjurkan agar para penghuni laki-laki bergabung
dengan mereka karena peristiwa itu tentu akan berekor panjang.
Pemerintah tentu akan mengirim pasukan besar untuk
mengadakan pembersihan di dusun itu di mana perajurit
pemerintah sebanyak kurang lebih tiga puluh orang telah tewas
pada hari itu.
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
9 Ong Siu Coan dan Tang Ki membalapkan kuda menuju ke sebuah
dusun yang berada di luar kota Nan-king, sebuah dusun yang
cukup besar dan mereka langsung menuju ke sebuah rumah yang
nampak bersih dan rapi walaupun sederhana saja.
Kedatangan mereka disambut oleh sepasang suami isteri yang
berpakaian sederhana sepeti para petani, dengan anak mereka,
seorang anak laki-laki berusia kurang lebih sebelas tahun.
Melihat siapa yang datang, suami isteri itu kelihatan terkejut dan
heran, akan tetapi juga girang sekali. "Aihhh, angin apakah yang
meniup kalian datang ke sini" Sungguh merupakan kehormatan
besar sekali bagi keluarga kami yang sederhana menerima
kunjungan pemimpin besar balatentara Tai Peng yang semakin
terkenal itu !" seru tuan rumah dengan wajah berseri dan pandang
mata penuh kagum. Sementara itu, nyonya rumah juga saling
rangkul dengan Tang Ki seperti dua sahabat baik yang sudah
lama tidak saling berjumpa.
"Tan Ci Kong, engkau mengangkatku terlalu tinggi dan
menurunkan dirimu terlalu rendah !" kata Ong Siu Coan sambil
tertawa setelah memberi hormat. kemudian memandang kepada
anak laki-laki itu dan berseru, "Ahh, apakah dia ini puteramu "
Sungguh seorang anak yang berbakat baik sekali !"
"Benar, dia anak tunggal kami. Bun Hong, cepat beri hormat
kepada paman Ong Siu Coan dan bibi Tang Ki. Mereka ini suami
isteri yang amat lihai dan patut kau hormati !"
Anak laki-laki yang bermata tajam itu cepat maju memberi hormat
dan menyebut paman dan bibi. "marilah kita bicara di dalam," kata
10 tuan rumah dan mereka lalu masuk ke dalam rumah sederhana
yang nampak bersih dan rapi itu.
Suami isteri yang menjadi tuan rumah itupun bukan orang-orang
sembarangan. Tan Ci Kong adalah seorang pendekar besar,
seorang tokoh Siauw-lim-pai yang menerima gemblengan
langsung dari Siauw-bin-hud. seorang datuk Siauw-lim-pai yang
selalu bertapa dan mengasingkan diri, bahkan akhir-akhir ini
bertapa sampai meninggal dunia, tak pernah lagi keluar dan
mencampuri urusan dunia.Isterinya bernama Siauw Lian Hong,
juga seorang wania sakti karena ia adalah murid terkasih dari
San-tok (Racun Gunung), seorang di antara Empat Racun Dunia
sehingga tingkat ilmu kepandaiannya seimbang dengan tingkat
Ong Siu Coan dan isterinya. Dua pasang suami isteri ini sudah
saling mengenal karena belasan tahun yang lalu mereka adalah
teman-teman seperjuangan walaupun jalan hidup mereka
bersimpang. Kalau Ong Siu Coan dan isterinya merupakan sepasang suami
isteri perkasa yang bercita-cita besar, bertekad untuk
meggulingkan pemerintah penjajah Mancu, maka Tan Ci Kong
dan Siauw Lian Hong adalah sepasang suami isteri pendekar
yang suka akan hidup sederhana, dan selama belasan tahun
semenjak menikah tidak pernah menonjolkan diri di dunia
persilatan maupun mencampuri urusan perjuangan, melainkan
hidup tenteram di dusun itu mendidik putera mereka, Tan Bun
Hong yang merupakan anak tunggal. Mereka sudah banyak
mendengar akan sepak terjang Ong Siu Coan yang merupakan
ancaman bagi pemerintah Mancu, dan diam-diam mereka berdua
merasa kagum bukan main, oleh karena itu tentu saja mereka
11 terkejut dan heran ketika secara tiba-tiba saja tokoh pimpinan
yang amat terkenal itu muncul mengunjungi mereka.
Empat orang pendekar sakti yang dulu pernah menjadi rekanrekan seperjuangan itu kini duduk di ruangan dalam. Tan Bun
Hong, anak kecil itu oleh ayah ibunya disuruh bermain di luar dan
dilarang untuk masuk ke dalam ruangan pertemuan.
Setelah mereka duduk berhadapan, Ci Kong dan isterinya
memandang dua orang tamunya dengan penuh perhatian,
sebaliknya Ong Siu Coan dengan matanya yang bersinar aneh
dan tajam juga mengamati dua orang bekas rekan seperjuangan
itu penuh selidik. Dalam usinya yang tiga puluh enam tahun, Tan
Ci Kong masih kelihatan muda. Tubuhnya nampak tegap dan
kulitnya agak gelap sebagai tanda bahwa sebagai orang yang
suka bekerja di ladang dia banyak tertimpa sinar matahari.
pakaiannya tetap sederhana dan wajahnya yang jelas
membayangkan kegagahan itu kelihatan penuh kesabaran dan
penuh pengertian. Juga Siauw Lian Hong masih nampak cantik
manis dengan mukanya yang berbentuk bulat dan matanya yang
lebar jernih, lembut dan tajam.
"Ong-toako," kata Ci Kong dengan sikap hormat dan menyebut
toako (kakak) kepada rekan yang lebih tua itu,
"Sudah bertahun-tahun kami mendengar bahwa engkau telah
menjadi seorang panglima dan pemimpin besar balatentara
pejuang yang amat kuat. Kami kagum sekali dan merasa heran
melihat toako berdua datang berkunjung dan merasa yakin bahwa
kunjungan ini tentu mengandung maksud yang amat penting.
12 Ong Siu Coan saling pandang dengan isterinya, kemudian
melayangkan pandang matanya kepada tuan dan nyonya rumah,
lalu menarik napas panjang. "Sungguh menyenangkan sekali
bicara dengan suami isteri yang gagah perkasa dan ucapanmu
tadi langsung menyentuh persoalan yang sebenarnya, saudara
Tan Ci Kong. Memang sesungguhnyalah, kedatangan kami ini
mengandung maksud yang teramat penting yang mempunyai
hubungan erat sekali dengan perjuangan rakyat menumbangkan
kekuasaan penjajah Mancu."
Tentu saja Tan Ci Kong dan Siauw Lian Hong menjadi tertarik
sekali, akan tetapi Ci Kong yang menduga bahwa tentu Ong Siu
Coan datang untuk menarik dia dan isterinya agar suka
membantu gerakannya, mendahuluinya, "Ong-toako, sebelumnya
harap toako ketahui bahwa selama ini kami berdua hidup sebagai
petani dan hidup tenteram di dusun ini, tidak pernah mencampuri
urusan perjuangan bahkan tidak pernah mencampuri urusan
dunia persilatan. Kami berdua ingin mendidik putera yang
merupakan anak tunggal kami dan belum ingin melibatkan diri
dengan perjuangan." Ucapan ini mengandung peringatan bahwa
dia dan isterinya tidak akan mau ikut membantu perjuangan Ong
Siu Coan. Akan tetapi Ong Siu Coan menggeleng kepala. "Membantu
perjuangan dengan menerjunkan diri merupakan keputusan
pribadi. Memang, sesungguhnya kami datang untuk mohon
bantuanmu, saudara Ci Kong. Akan tetapi bukan minta bantuan
tenaga." 13 Lega rasa hati Ci Kong, akan tetapi dia pun heran. Kalau bukan
bantuan tenaga, lalu bantuan apalagi " "Bagaimana kami dapat
membantumu, Ong-toako?"
"Tuhan sendiri yang telah memberi petunjuk kepadaku, saudara
Tan Ci Kong. Tuhan sendiri yang telah memberi penerangan dan
penglihatan kepadaku di waktu aku tidur beberapa hari yang lalu
...... " "Maksudmu ...... engkau mimpi, Ong-toako?" tanya Ci Kong yang
merasa heran dan tidak mengerti.
"Ah, tidak ...... tidak ...... ! Aku berada dalam keadaan sadar dan
aku mendengar sendiri suara Tuhan berbisik-bisik kepadaku,
amat jelas bunyinya dan beginilah bisikan Tuhan itu kepadaku :
Anakku Ong Siu Coan, perjuanganmu akan berhasil kalau engkau
memegang Giok-liong-kiam di tanganmu karena pusaka itulah
lambang kejatuhan kerajaan Mancu. Nah, demikianlah bisikan
Tuhan kepadaku, saudara Ci Kong. Karena itulah, aku dan
isteriku kini datang berkunjung untuk minta pertolongan kalian
berdua, meminjam Giok-liong-kiam
Siauw Lian Hong mengerutkan alisnya. Pedang pusaka Giokliong-kiam pernah dijadikan rebutan di dunia persilatan.
Pedang itu tadinya dicuri oleh seorang pencuri pandai dari gudang
pusaka istana kaisar, kemudian menjadikan rebutan banyak
orang gagah di dunia persilatan. Pedang pusaka itu dahulu
diperebutkan karena pedang itu mengandung rahasia
penyimpanan harta pusaka yang amat besar nilainya. Dan
akhirnya dalam perebutan itu, ialah yang berhasil mendapatkan
14 pedang pusaka Giok-liong-kiam. Akan tetapi usahanya bersama
gurunya untuk memperoleh harta pusaka itu gagal karena setelah
tempat penyimpanan rahasia itu ditemukan, ternyata harta
pusaka itu telah lenyap didahului orang lain. Setelah itu, tentu saja tidak ada lagi orang yang memperebutkan
Giok-liong-kiam, sebatang pedang terbuat dari batu Giok
berbentuk naga yang tidak dapat menjadi senjata yang ampuh
walaupun memang merupakan barang mahal harganya. Giokliong-kiam kini hanya menjadi semacam benda indah atau hiasan
saja, dan ia telah menyerahkan kepada Tan Ci Kong, sebagai
tanda cintanya sebelum mereka menikah dahulu. Bagi ia dan
suaminya, Giok-liong-kiam merupakan tanda jalinan cinta kasih di
antara mereka, maka, mana mungkin memberikannya kepada
orang lain " Akan tetapi karena ia telah menyerahkan pusaka itu
kepada suaminya, tentu saja benda itu telah menjadi hak
suaminya dan hanya dialah yang berhak memutuskan dalam
menghadapi permintaan Ong Siu Coan.
Ci Kong memandang tamunya dengan sinar mata tajam penuh
selidik, kemudian dia menjawab, "Ong-toako, memang benar
bahwa Giok-liong-kiam ada padaku, sebagai hadiah dari isteriku.
Pusaka itu merupakan lambang cinta kasih antara kami dan kami
simpan sebagai pusaka keluarga."
"Bagus sekali kalau begitu !" Ong Siu Coan berteriak girang dan
mengangguk-angguk. "Kalian berdua pejuang- pejuang yang
gagah perkasa, patriot-patriot sejati yang sudah membuktikan
setia baktinya kepada tanah air dengan perjuangan kalian di masa
lalu. Kalau kini lambang cinta kasih antara kalian yang sudah
menjadi suami isteri menjadi lambang perjuangan 15 menumbangkan kekuasaan penjajah laknat yang menekan
rakyat, bukankah pusaka itu menjadi semakin terhormat " Kami
hanya meminjamnya saja, saudara Tan Ci Kong berdua. Kami
hanya meminjam, bukan untuk kepentingan kami, melainkan
untuk perjuangan. Dengan pusaka itu di tangan kami, tentu akan
mendatangkan dukungan dari para pendekar dan mereka akan
lebih suka membantu perjuangan kita. Kalau sudah berhasil
perjuangan kita, pusaka itu akan kami kembalikan kepada kalian,
karena untuk apakah pusaka itu bagi kami pribadi " Kami pribadi
tidak membutuhkannya. dan kamipun datang karena petunjuk
langsung dari Tuhan, saudara Ci Kong. Menolak perintah Tuhan
merupakan dosa yang teramat besar, dan kalau perintah itu tidak
dilaksanakan, tentu kita semua terkena hukumannya yang amat
berat." Ci Kong saling pandang dengan isterinya, dan keduanya merasa
bimbang. Tentu saja pusaka itu sebenarnya tidaklah begitu
penting sekali bagi mereka, hanya menjadi benda peringatan
saja. Dan ucapan Siu Coan tadi terlampau berat menekan batin
mereka, karena dihubungkan dengan perjuangan. Tentu saja di
lubuk hati mereka, suami isteri pendekar ini condong untuk
membantu Siu Coan menentang pemerintah penjajah Mancu
yang mereka benci pula. Agaknya Ong Siu Coan yang pandai
membaca isi hati orang melalui pandang mata dan sikapnya,
maklum bahwa suami isteri itu biarpun masih ragu-ragu, namun
condong membantunya. "Kami harap saudara Ci Kong berdua dapat berpikir dengan adil
dan mengingat akan asal-usul pusaka itu. Pusaka itu dicuri orang
dari gudang pusaka istana, dan sebelum itu, tidak ada
16 hubungannya sama sekali dengan kita semua. Lenyapnya pusaka
itu dari istana merupakan lambang kejatuhan Kerajaan Mancu !
Dan kini tidak diperebutkan orang lagi karena harta pusaka itu
telah lenyap. Kiranya orang yang telah menemukan harta pusaka
itulah yang lebih berjodoh dengan Giok-liong-kiam, tidaklah kalian
berpendapat demikian ?"
Ci Kong dan Lian Hong terpaksa mengangguk karena memang
kenyataannya demikian. Pusaka Giok-liong-kiam berasal dari
istana kaisar dan benda itu keluar dari istana karena dicuri orang,
kemudian diperebutkan oleh tokoh-tokoh kang-ouw. Biarpun kini
Giok-liong-kiam berada di tangan mereka, namun harus diakui
bahwa sebetulnya merekapun tidak berhak, karena benda itu
bukan pusaka yang diturunkan oleh nenek moyang mereka,
melainkan merupakan benda curian ! Dan perebutan berakhir
setelah harta pusaka yang disimpan rahasianya oleh Giok-liongkiam ternyata telah diambil orang lain, maka memang tepatlah
kalau dikatakan bahwa yang berhasil mendapatkan harta pusaka
itu lebih berjodoh dengan Giok-liong-kiam.
"Akan tetapi siapakah yang telah mendapatkan harta pusaka itu
?" tanya Siauw Lian Hong dan Ci Kong mengangguk karena
pertanyaan yang sama mengaduk hatinya.
Sepasang mata Ong Siu Coan bersinar-sinar aneh ketika dia
menatap wajah kedua orang di depannya, dan suaranya
terdengar halus namun penuh wibawa ketika dia bicara.
"Apakah kalian tidak dapat menduganya " Aku telah berhasil
membangun balatentara yang amat besar jumlahnya, tidak
kurang dari seratus ribu orang ! Dari mana aku dapat membiayai
17 semua itu " Dari mana aku dapat memberi makan kepada orang
sebanyak itu, membelikan pakaian, senjata dan sebagainya "
Saudara Ci Kong, bayangkan saja berapa banyak harta yang
harus dipergunakan untuk semua itu, untuk menghimpun ratusan
ribu orang ?" Ci Kong dan Lian Hong saling pandang dan mata mereka
terbelalak penuh keheranan, kekagetan dan juga kekaguman.
"Jadi ...... kau maksudkan ...... engkaulah orangnya yang telah
mengambil harta pusaka Giok-liong-kiam itu ?" tanya Ci Kong.
Siu Coan mengangguk dan tersenyum. "Tidak sepenuhnya.
hanya tinggal seperempat bagian saja, namun cukup besar untuk
dapat membiayai balatentara yang ratusan ribu jumlahnya.
Semua orang memperebutkan harta pusaka itu untuk
kesenangan dan kepentingan pribadi, akan tetapi aku ingin
mendapatkan harta itu bukan untuk kepentingan pribadiku,
melainkan untuk kepentingan perjuangan. Karena itulah, Tuhan
selalu memberi perlindungan dan bimbingan kepadaku sampai
saat ini. Dan kami sungguh mengharapkan agar saudara Ci Kong
berdua membantu pula pelaksanaan perintah dan kehendak
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tuhan. Ci Kong dan Lian Hong kembali saling pandang. Orang ini telah
mengerahkan seluruh tenaga, pikiran dan harta miliknya untuk
perjuangan ! Kalau sekarang, mereka menolak memberi pinjam
Giok-liong-kiam, yang sebetulnya bukan milik mereka melainkan
sebuah benda curian yang setelah perebutan terjatuh ke tangan
mereka, sungguh hal ini amat berlawanan dengan jiwa
kepatriotan mereka ! Akan tetapi, biarpun Giok-liong-kiam itu telah
18 diberikan oleh isterinya kepadanya, menjadi haknya, namun Ci
Kong tidak mau melampaui isterinya, oleh karena itu dia lalu
berkata kepada Ong Siu Coan.
"Ong-toako, perkenankan aku berunding lebih dulu dengan
isteriku di dalam." Tanpa menanti jawaban, Ci Kong lalu bangkit
dan mengajak isterinya meninggalkan ruangan itu untuk
berunding empat mata di dalam kamar mereka. Ong Siu Coan
hanya mengangguk sambil tersenyum.
Setelah berada di dalam kamar, Ci Kong lalu bertanya,
"Bagaimana pendapatmu, Hong-moi ?"
Lian Hong memandang suaminya. "Dan engkau bagaimana?"
Ci Kong yang sudah mengenal baik isterinya maklum bahwa
dengan jawaban itu, isterinya sudah setuju walaupun masih
meragu dan menantikan keputusannya. Kalau isterinya tidak
setuju, tentu langsung saja isterinya mengatakan tidak setuju.
Isterinya setuju, akan tetapi tidak berani lancang karena pusaka
itu telah diberikan kepada suaminya.
"Aku tidak keberatan. Bagaimanapun juga, pusaka itu adalah
benda curian dari kerajaan, dan pula, kalau hanya dipinjam untuk
memeperkuat perjuangan dan menarik lebih banyak orang kuat
membantu perjuangan, apa salahnya ?"
"Akupun berpikir demikian," kata Lian Hong dengan hati lega.
19 "Kalau begitu, kita serahkan pusaka itu sekarang juga." Ci Kog
lalu mengajak isterinya keluar sambil membawa Giok- liong-kiam
yang dibungkus dalam kain kuning.
Ong Siu Coan menyambut mereka dengan wajah berseri.
"Sungguh bijaksana sekali bahwa kalian telah menyetujui dan
suka memenuhi permintaan kami," katanya, seolah-olah dia telah
tahu lebih dulu bahwa suami isteri pendekar itu tentu akan
memenuhi permintaannya. Ci Kong menyerahkan buntalan kain kuning itu dan berkata, "Kami
memang suka sekali menyerahkan pusaka Giok-liong-kiam untuk
kau pinjam, Ong-toako, mengingat bahwa engkau meminjamnya
untuk keperluan perjuangan. Mudah-mudahan saja dengan
adanya Giok-liong-kiam, balatentaramu akan menjadi semakin
besar dan kuat sehingga kekuasaan penjajah Mancu akan dapat
segera dihancurkan."
Ong Siu Coan menerima pusaka sambil tersenyum. "Bukan hanya
itu, juga kami mengharapkan agar kalian berdua sewaktu-waktu
suka datang membantu mengulurkan tangan untuk menghancurkan penjajah yang menyiksa rakyat jelata."
Diapun membuka buntalan dan bersama Tang-ki, dia mengagumi
Giok-liong-kiam yang memang teramat indah itu. Ukiran batu halus sekali berbentuk naga itu indah bukan main,
halus sekali sehingga benda itu merupakan sebuah pusaka yang
tentu amat mahal harganya. Terutama sekali orang kulit putih
yang haus akan benda-benda kuno, tentu akan membayar
pusaka ini dengan harga yang luar biasa tingginya. Setelah
20 mendapat kenyataan bahwa pusaka itu benar Giok-liong-kiam
yang asli Ong Siu Coan membuntalnya lagi dengan kain kuning,
lalu menyelipkannya di ikat pinggangnya.
"Mari kita berdoa mohon berkah Tuhan agar pusaka ini benarbenar akan membawa kita kepada kemenangan atas kaum
penjajah Mancu." Mendengar ini, Kiki lalu merangkap kedua
tangan, menundukkan muka dan meletakkan kedua tangan di
meja, memejamkan kedua matanya. Ong Siu Coan sendiri
bersedekap, menyilangkan kedua lengan di depan dadabdan
menundukkan mata, kemudian terdengar dia berdoa dengan
kata-kata yang bergetar penuh perasaan. Ci Kong dan Lian Hong
hanya saling pandang, tidak tahu harus berbuat apa, hanya
memandang suami isteri yang bersembahyang di depan mereka.
Baru saja Siu Coan selesai bersembahyang, tiba-tiba
terdengar suara bersuit lirih yang terdengar dari depan rumah itu.
mendengar ini, Siu Coan lalu berkata kepada Ci Kong,
"Ada seorang pembantu kami memberi tanda di depan rumah,
harap kau suka mengajaknya masuk, saudara Ci Kong. Tentu dia
membawa berita penting sekali maka berani menggangguku di
sini." Ci Kong bergegas keluar dan benar saja, di luar telah berdiri
seorang laki-laki gagah perkasa yang usianya sekitar empat puluh
tahun, berpakaian seperti petani, serba hitam. melihat Ci Kong,
orang itu menjura dengan hormat.
"Tan-taihiap, bolehkah saya bertemu dan menghadap Ongbengcu (pemimpin rakyat Ong) ?" katanya dengan sikap hormat.
21 Diam-diam Ci Kong kagum. Anak buah Ong Siu Coan ini gagah
dan juga telah mengenalnya.
"Engkau dipanggil untuk menghadapnya di dalam," kata Ci Kong
dan tanpa banyak cakap orang itu lalu ikut bersama Ci Kong
memasuki ruangan dalam rumah itu. begitu melihat Siu Coan,
laki-laki itu memberi hormat dengan berlutut sebelah kaki seperti
perajurit dan berkata dengan suara lantang.
"Lapor kepada bengcu bahwa pasukan besar anjing Mancu telah
datang ke arah dusun ini. Agaknya ada mata-mata yang telah
melaporkan tentang peristiwa di dusun sebelah tadi. Mohon
petunjuk." Ong Siu mereka?" Coan mengerutkan alisnya. "Berapa jumlah "Menurut penyelidik, tidak kurang dari dua ratus orang."
"Dan kekuatan kita yang berada di sini ?"
"Hanya ada dua puluh orang, bengcu. Semua penduduk yang
bergabung dengan kita telah berangkat ke selatan."
"Ah, mereka belum terlatih. Dan dua puluh orang cukup untuk
memancing musuh keluar dari dusun ini. dengar baik- baik. Dua
orang dari kalian menyamar sebagai kami berdua, meggunakan
dua ekor kuda kami dan pancing pasukan itu agar menuju ke
hutan di sebelah timur. Setelah tiba di sana, tentu hari telah
menjadi gelap. Kalian masuk hutan dan berpencar. Kalau mereka
berani mengejar, kalian lanjutkan perjalanan dan meloloskan diri.
22 Kami sendiri akan menggunakan kuda lain, sediakan kuda baru,
dan mengambil jalan lain. Ingat, jangan memaksa suatu
pertempuran dalam keadaan berat sebelah. Nah, laksanakan
perintahku. Ambil kuda kami dan tukar dengan yang baru."
"Baik, bengcu !" Orang itu memberi hormat, juga memberi hormat
kepada Ci Kong dan Lian Hong, lalu cepat keluar dari dalam
rumah itu. "Apakah yang telah terjadi ?" tanya Ci Kong. "Ketika kami menuju
ke sini, di dusun sebelah kami diserbu oleh tiga puluh lebih
pasukan pemerintah. Untung ada anak buahku yang bertugas di
sini, dan kami telah membunuh seluruh pasukan pemerintah yang
tiga puluh orang lebih itu. Mayat-mayat mereka telah dilempar ke
dalam hutan dan semua laki-laki muda di dusun itu telah
meninggalkan dusun dan bergabung dengan kami. Akan tetapi
celakanya, agaknya ada mata-mata musuh yang berhasil lolos
dan memeberi lapoan ke Nan-king dan kini datang pasukan dua
ratus orang lebih dari Nan-king."
"Ah, celaka ! Kalau begitu tentu mereka tahu bahwa kalian telah
datang ke rumah kami, Ong-toako !" kata Ci Kong dan wajahnya
berubah khawatir. Ong Siu Coan mengangguk, wajahnya tetap dingin. "Itu sudah
resiko pejuang, saudara Ci Kong. Maka, kukira sebaiknya kalau
kalian bergabung saja dengan kami dan sekarang juga
meninggalkan rumah ini."
23 "Tapi ...... " Ci Kong teringat akan puteranya. Bagi dia dan
isterinya, tidak ada keberatan apapun kalau ikut berjuang, karena
memang merekapun menghendaki agar tanah air mereka
terbebas dari cengkeraman orang-orang Mancu. Akan tetapi lalu
bagaimana dengan pendidikan putera mereka "
Pada saat itu, Tan Bun Hong datang berlari memasuki ruangan
itu, sepasang matanya yang lebar bening itu terbelalak dan
memandang ayahnya penuh ketegangan. "Ayah, ada pasukan
menyerbu dusun kita, membunuhi orang-orang dusun".
"Ah, begitu cepat mereka tiba !" Ong Siu Coan berseru dan seperti
dikomando saja, mereka berempat, dua pasang suami isteri
perkasa itu sudah berloncatan keluar rumah. Benar saja, di ujung
dusun sebelah utara terdengar suara ribut-ribut dan teriakanteriakan wanita ketakutan. Mereka cepat menyelinap dan melihat
betapa perajurit-perajurit dari Nan-king itu membunuhi orang
seenaknya sendiri, Ci Kong dan Lian Hong sudah siap untuk
mengejar mereka. Akan tetapi Siu Coan mencegah dan berkata
lirih. "Jangan tergesa-gesa. Lihat, tentu anak buahku akan segera
bergerak memancing mereka keluar dari sini."
Benar saja, sepasukan orang lain yang menunggang kuda dan
berpakaian petani secara tiba-tiba menyerbu. Tentu saja pasukan
pemerintah itu menjadi marah dan cepat menyambut serangan
balasan orang itu, yang dipimpin oleh seorang laki- laki dan
seorang wanita yang menunggang dua ekor kuda besar hitam dan
pitih, kuda-kuda tunggangan Ong Siu Coan dan isterinya tadi.
24 bahkan pakaian yang dikenakan dua orang pemimpin pasukan
kecil itupun serupa dengan pakaian yang dipakai Ong Siu Coan
dan isterinya. Melihat dua orang pemimpin pemberontak ini, komandan pasukan
pemerintah berteriak-teriak untuk menangkap mereka yang
dianggapnya adalah pemimpin besar kaum pemberontak Tai
peng dan isterinya. Pertempuran itu terjadi berat sebelah karena
mana mungkin belasan orang pemberontak itu melawan dua ratus
lebih pasukan dari Nan-king.Segera mereka melarikan diri ke
timur, dikejar oleh pasukan karena komandan pasukan bernapsu
sekali untuk menawan dua orang pemimpin besar pemberontak
Tai Peng itu. Sudah terbayang olehnya hadiah yang amat besar
dari istana kalau dia mampu menangkap Ong Siu Coan dan
isterinya ! Setelah pasukan besar itu mengejar belasan orang pemberontak
yang melarikan diri ke timur, Siu Coan lalu keluar dari tempat
prsembunyiannya. Segera dua orang anak buahnya yang tinggal
di situ menghampirinya dan memberi hormat.
"Bujuk para peduduk untuk bergabung dengan kita," pesan Ong
Siu Coan. "Mereka harus cepat dibawa ke selatan agar tidak
keburu dikejar oleh pasukan penj ajah."
Dua orang itu memberi hormat dan mereka segera menemui para
penduduk, dan seperti juga penduduk dusun pertama, kini
peduduk dusun inipun, terutama yang laki-laki dan masih muda,
tidak ragu-ragu lagi untuk bergabung dengan para pejuang Tai
Peng. Tidak ada pilihan lain lagi bagi mereka. Kalau mereka pergi
25 mengungsi begitu saja, akan mengungsi ke mana " Dan tentu
akan dapat dikejar oleh pasukan pemerintah dan mereka tetap
saja akan dibunuh sebagai pemberontak- pemberontak. Satusatunya jalan untuk menyelamatkan diri hanyalah bergabung
dengan pasukan Tai Peng, dan dengan demikian mereka bahkan
dapat membalas dendam kepada pemerintah penjajah yang
selama ini telah menekan keluarga mereka turun-temurun.
Demikian siasat yang dipergunakan oleh Ong Siu Coan, satu di
antara siasat-siasatnya untuk mengumpulkan kekuatan dan
memperbesar jumlah anggauta pasukannya ! Kini diapun
membujuk Ci Kong yang kebingungan. seperti para penghuni
lainnya di dusun itu, Ci Kong juga maklum bahwa tidak mungkin
lagi dia tinggal di dusun itu bersama keluarganya, tentu akan
diancam oleh pasukan pemerintah. Apalagi dia adalah orang yang
dikunjungi oleh pimpinan besar pasukan pemberontak Tai Peng !
Tan Ci Kong cepat mengambil keputusan setelah berunding
dengan isterinya. Dia akan bergabung dengan Ong Siu Coan,
membantu perjuangan sambil melarikan diri dari dusun itu,
sedangkan isterinya akan membawa putera mereka lari
mengungsi ke pegunungan Wu-yi-san, yaitu ke puncak Pek-liongkwi-san (Puncak Iblis Naga Putih), tempat kediaman gurunya,
yaitu San-tok (Racun Gunung). Kepada isterinya Ci Kong berjanji
bahwa dalam waktu setahun dia akan menyusul ke puncak itu.
Dengan tergesa-gesa, keluarga Tan itupun berkemas, membawa
barang-barang yang berharga dan yang perlu saja, kemudian
mereka saling berpisah. Ci Kong menunggang kuda bersama Ong
Siu Coan dan TangKi, meninggalkan dusun itu menuju ke selatan.
Siauw Lian Hong bersama puteranya Tan Bun Hong, juga menuju
26 ke selatan, ke Pegunungan
menunggang kuda pula. Wu-yi-san, berboncengan Berakhirlah sudah kehidupan penuh damai dan ketenteraman
bagi keluarga Tan Ci Kong. Mereka mulai kehidupan baru penuh
kekerasan dan tantangan, dan terpaksa pula suami isteri itu saling
berpisah. Semua ini gara-gara Ong Siu Coan yang datang ke
dusun mereka. Mereka mengira bahwa hal itu terjadi kebetulan
saja, sama sekali tidak mengira bahwa memang Ong Siu Coan
sudah memperhitungkan kemungkinan ini dan mengatur siasat
yang menguntungkan pihaknya dalam segala kesempatan.
Buktinya, peristiwa di kedua dusun itu amat menguntungkan
dirinya, memperkuat pasukan Tai Peng dengan ratusan orang
penduduk dusun, yang terutama sekali, selain memperoleh Giokliong-kiam, juga memperoleh bantuan seorang pendekar yang
boleh diandalkan, yaitu Tan Ci Kong!
Dan perhitungan Ong Siu Coan memang tepat sekali. Setelah dia
melalui orang-orangnya menyiarkan bahwa pusaka Giok-liongkiam kini berada di tangannya dan menjadi lambang kekuatan Tai
Peng juga lambang kehancuran pemerintah penjajah Mancu,
banyak pendekar merasa tertarik. Apalagi ketika mereka
mendengar bahwa pendekar Tan Ci Kong, pendekar Siauw-limpai yang amat terkenal itu, kini bergabung dan bahkan menjadi
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pembantu utama Ong Siu Coan, berbondong-bondong kaum
pendekar datang menggabungkan diri membantu perjuangan
balatentara Tai peng ! Dan Ong Siu Coan-pun mulai bergerak menyerang ke utara.
Tujuannya adalah merebut dan menduduki kota besar Wu-chang,
27 kemudian Nan-king dan setelah menguasai wilayah lembah
Yang-ce sampai ke muara, akan melanjutkan serangan menyerbu
terus ke utara dan menduduki Peking, menggulingkan pusat
pemerintahan Mancu. Demikianlah rencananya. gerakannya
didukung oleh banyak petani dan pimpinan pasukan diserahkan
ke tangan pendekar yang memiliki ilmu silat tinggi.
Bagaimana alasan muluk yang dikemukakan orang yang
kebetulan duduk di tingkat atas untuk membersihkan diri, tidak
dapat disangkal lagi bahwa apa yang dinamakan pemerintah
sesungguhnya hanyalah sekelompok orang yang sedang
berkuasa pada saat itu. Baik buruknya sebuah pemerintahan,
kuat atau lemahnya, tergantung sepenuhnya kepada keadaan
batin sekelompok orang yang sedang berkuasa itu, dan akibat
daripada sebuah pemerintahan itu menyeret keadaan hidup
rakyat banyak yang tunduk kepada pemerintahan itu.
Di dalam sebuah kerajaan, kekuasaan mutlak berada di tangan
kaisar, sehingga kuat lemahnya kerajaan itu yang digantungi
nasib rakyatnya dapat dilihat dari keadaan kaisarnya. Pada waktu
itu, yang menjadi kaisar adalah Kaisar Sian Feng yang naik tahta
dalam usia sembilan belas tahun (1851-1861) Jatuh bangunnya setiap dinasti tidak ada bedanya dengan jatuh
bangunnya setiap orang manusia. Sebab seseorang terjatuh dari
kedudukannya, hal itu disebabkan oleh ulah dirinya sendiri, dan
jatuhnya sebuah negara disebabkan oleh pemimpinnya. Akan
tetapi kalau kita melihat sejarah, seolah-olah ada Kekuasaan
Tertinggi yang sudah menentukan dan mengatur semua itu. Kalau
28 sudah tiba saatnya seorang manusia harus mati, ada saja yang
menjadi sebab-sebabnya pula.
Kerajaan Mancu atau dinasti Ceng yang sepenuhnya menguasai
daratan Cina dimulai dalam tahun 1663 dengan kaisar
pertamanya Kang Si, setelah mengalami masa jayanya yang
gemilang selama kurang lebih dua ratus tahun lamanya, mulailah
menyuram ketika Kaisar Sian Feng dinobatkan menjadi kaisar.
Kaisar muda Sian Feng ini berbeda jauh dibandingkan dengan
kaisar-kaisar Mancu sebelumnya, bahkan amat jauh berbeda dari
kakek buyutnya yaitu Kaisar Kian Liong. Kaisar Sian Feng ini
selalu mengejar kesenangan, terutama sekali kesenangan
mengumbar nafsu berahi, bermain-main dengan wanita-wanita
cantik. Pengejaran kesenangan merupakan suatu penyakit yang akan
menyeret kita ke dalam lingkaran setan yang berakhir dengan
kesengsaraan, bahkan awal dan akhirnyapun sudah berada
dalam keadaan yang sengsara, tak puas, tak dapat menikmati
keadaan hidup. Bukan berarti bahwa kita harus menjauhi
kesenangan, harus menolak dan menghindari kesenangan.
Kesenangan adalah suatu keadaan hati, dan sudah menjadi hak
setiap orang manusia untuk dapat senang. namun, kalau kita
sudah diperbudak, maka kita selalu mengejarnya dan pengejaran
inilah yang jahat ! Pengejaran inilah yang menyeret kita kepada segala macam
perbuatan kemaksiatan dan kejahatan. Pengejaran terdorong
oleh keinginan untuk memperoleh sesuatu yang lebih banyak,
29 lebih baik, dan lebih segalanya daripada keadaan yang sudah
ada. Pengejaran membuat mata kita selalu memandang ke
depan, kepada khayan, kepada suatu keadaan atau kesenangan
yang belum terdapat. Dengan demikian, yang nampak besar,
indah dan menyenangkan hanyalah sesuatu yang kita kejar dan
kita ingin dapatkan itu, dan dengan sendirinya, segala seuatu
yang ada pada kita tidak lagi nampak keindahannya, tidak lagi
menyenangkan ! Dan di dalam pengejaran inilah terdapat bahaya
penyelewengan, karena pengejaran membuat mata kita buta
terhadap baik buruknya tindakan atau langkah kita. Kita terjang
saja segala yang menjadi perintang atau penghalang dalam
pengejaran kita, kita tendang, kita langkahi, kalau perlu kita injak
! Semua demi memperoleh sesuatu yang kita anggap akan
mendatangkan kesenangan dan kepuasan kepada kita.
Dan, sekiranya yang dikejar itu berhasil kita dapatkan, benarkah
kita akan senang dan puas, seperti yang kita idamkan" Memang
senang, memang puas, namun inipun biasanya hanya bertahan
dalam waktu singkat saja. Karena penyakit itu membuat mata kita
mengejar lagi, mengejar sesuatu yang kita anggap lebih baik dan
lebih menyenangkan daripada yang sudah terdapat itu ! Yang
sudah terdapat itu menjadi masa lalu dan kita ingin mendapatkan
sesuatu yang masih berada di masa depan lagi. Hal begini akan
terus menguasai kehidupan kita, menjadi lingkaran setan dari
masa lampau dan masa depan, dan kita tidak pernah benar-benar
hidup karena hidup adalah saat ini, sekarang ini. Masa lalu telah
mati dan tidak perlu dikenang lagi, masa depan hanyalah khayal
yang belum ada. 30 Kaisar Sian Feng hidup berenang didalam lautan kesenangan.
Semenjak muda, dia memang tidak tertarik oleh pemerintahan,
akan tetapi sejak remaja dia sudah mengenal kesenangan
dengan wanita. Dia diangkat menjadi kaisar dalam tahun 1851, di
dalam masa keributan dan di waktu pemerintahan Mancu sedang
kacau, baik menghadapi orang- orang kulit putih yang mulai
menanam kuku-kukunya di daratan Cina, maupun menhadapi
pemberontakan di dalam negeri.
Kaisar Sian Feng tidak menghiraukan semua ini, menganggap
ringan dan menganggap tak mungkin ada kekuatan yang akan
mampu menghancurkan kekuasaannya. bahkan pemberontakan
Tai Peng juga dianggap sepi saja oleh kaisar muda ini. Urusan
pemerintahan tidak ditangani langsung oleh Kaisar Sian Feng,
melainkan diserahkan kepada Pangeran Kung dan para menteri.
Kaisar sendiri sibuk mencari perempuan-perempuan baru,
Berpuluh selir yang muda-muda dan cantik-cantik berada di
sekelilingnya setiap saat, namun dia masih belum juga merasa
cukup atau puas. Kesukaannya mengejar kesenangan membuat
dia menjadi mudah bosan. Dia bergairah dengan kaki kecil
perempuan Han, maka seringkali kaisar muda ini menyamar
dengan pakaian biasa, dengan pengawalan rahasia, mengunjungi
rumah-rumah pelacuran di Peking.
Kelemahan seorang kaisar tentu saja merupakan hal yang amat
penting bagi para pembesar penjilat karena mereka dapat
mempergunakan kelemahan kaisar ini untuk kepentingan diri
sendiri. melihat kesukaan kaisar terhadap wanita-wanita Han ini,
kepala thaikam (orang kebiri) yang menjabat sebagai kepala
Taman Yuan-beng-gwan (Taman Terang Sempurna), yaitu taman
31 musim panas, segera bertindak dengan cerdiknya. Dia menghubungi kaisar dan berjanji akan mencarikan gadisgadis Han yang cantik dari selatan. Tentu saja kaisar merasa
gembira sekali dan menyetujuinya. Oleh karena pada masa itu
terdapat peraturan istana yang melarang wanita bukan Bangsa
Mancu dimasukkan istana maka gadis-gadis Bangsa Han itu
ditaruh di dalam Taman Yuan-beng-gwan.
Oleh pembesar thaikam itu, dicarikanlah gadis-gadis yang muda
belia dan cantik jelita dari daerah Nan-king, Hang-couw dan Sochouw dan dibawalah mereka itu ke dalam taman yang amat
indah itu. Taman Terang Sempurna merupakan istana taman
musim panas yang amat indah berbau bangunan asing karena
taman dan istana ini dibangun oleh seorang pendeta Italia
bernama Castiglione di jaman Kaisar Kian Liong.
Bukan main gembiranya hati kaisar muda itu. Setiap hari dia
berada di taman musim panas, bersenang-senang dengan selirselir baru Bangsa Han yang mengelilinginya dan lupa akan
segala. Para pejabat yang mengelilinginya adalah penjilat-penjilat
yang hanya berusaha menyenangkan hati kaisar agar mereka
memperoleh hadiah atau kenaikan pangkat. Atas petunjuk
mereka, di taman musim panas itu dipelihara lebih dari tiga ratus
ekor menjangan. Ramuan tanduk menjangan dan darah segar
binatang itu menjadi obat kuat bagi sang kaisar.
Darah itu ditaruh dalam mangkok kemala sebagai minuman setiap
hari untuk menjaga kekuatan kaisar muda yang setiap hari
dikeroyok oleh puluhan orang selir itu !
32 Nafsu memang tidak ada puasnya, seperti api yang makin diberi
umpan semakin berkobar. Biarpun sudah mempunyai selir yang
kini menjadi ratusan jumlahnya, masih saja Kaisar Siang Feng
tidak mau melepaskan perempuan-perempuan baru yang belum
pernah disentuhnya. Dayang-dayang istana yang terdiri dari
gadis-gadis cantik, perawan-perawan jelita, banyak yang menjadi
korban keganasan kaisar ini. Kalau melihat seorang dayang
cantik, bisa saja dia timbul gairah dengan tiba- tiba dan langsung
diterkamnya gadis itu. Kaisar yang menjadi budak nafsu ini tidak
segan-segan untuk menggauli seorang dayang di depan selirselirnya, hanya sekedar memamerkan kekuatannya.
Permaisuri kaisar adalah seorang wanita cantik yang baik hati
namun teramat lemah. Melihat keadaan suaminya, mulai timbul
perasaan khawatir di dalam hati permaisuri, apalagi melihat
betapa kaisar mengumpulkan demikian banyak selir berbangsa
Han di Taman Terang Sempurna. Lebih-lebih kalau ia mengingat
bahwa kaisar belum mempunyai keturunan putera yang akan
menjadi pangeran mahkota. Maka ia lalu membujuk kaisar untuk
mengambil gadis-gadis Mancu tercantik untuk dijadikan dayangdayang baru di dalam istana. Kaisar yang mata keranjang itu tak
perlu ditanya kedua kalinya. Tentu saja dia tertawa dan
menyatakan persetujuannya atas usul sang permaisuri.
Ratusan orang perawan remaja didatangkan para petugas. Akan
tetapi setelah dipilih oleh permaisuri, yang diterima sebagai calon
hanya enam puluh empat orang perawan yang disuruh
membersihkan diri, mengenakan pakaian-pakaian baru yang
indah, diajar pula tata cara dan sopan santun istana.
Pendeknya, enam puluh empat orang gadis ini digembeng secara
33 kilat agar menjadi dayang-dayang yang mengenal peraturan dan
menyenangkan. Demikianlah, pada suatu pagi yang cerah, setelah kaisar bangun
tidur dan dilayani para dayang untuk mandi dan bertukar pakaian,
Kaisar menghadapi santapan pagi dengan pertunjukan istimewa
yang sengaja diadakan oleh permaisuri. yaitu pertunjukan lomba
kecantikan yang dilakukan oleh enam puluh empat orang
perawan remaja yang pilihan ! Gadis-gadis Mancu yang cantikcantik itu berbaris melenggang di depan kaisar, dengan
bermacam gaya dan lagak, dan semua adalah wanita-wanita
yang cantik sekali. Kaisar memandangi mereka satu demi satu
dengan mata terbelalak dan mulut menyeringai senang, seperti
seorang anak kecil yang diberi mainan yang banyak dan
menyenangkan hatinya. berulang-ulang keluar pujian dari mulut
kaisar terhadap gadis-gadis itu dan sukarlah baginya untuk
memilih mana yang paling cantik dan siapa di antara mereka yang
akan dipilihnya untukmelayaninya dan menemaninya malam hari
itu. Akan tetapi tiba-tiba pertunjukan yang amat menggembirakan itu
terganggu dengan pelaporan pengawal bahwa Pangeran Kung
dan seorang panglima yang bertugas memimpin pasukan besar
di selatan minta menghadap karena ada urusan penting sekali.
Kaisar menggerakkan tangannya dengan hati tak senang, minta
agar pertunjukan itu dilangsungkan sampai habis. Gadis-gadis itu
terus melangkah satu demi satu, akan tetapi gangguan itu
membuyarkan perhatian kaisar sehingga dia hampir tidak melihat
adanya seorang di antara para perawan itu, seorang gadis yang
memiliki kecantikan yang khas dan pembawaan yang amat
34 menarik. Gadis ini nampak menyolok sekali dan jauh berbeda dari
yang lain. Kalau gadis-gadis lain itu kelihatan takut-takut dan
malu-malu, ia sama sekali tidak demikian. Dengan anggunnya ia
lewat di depan kaisar, bahkan di dalam setiap gerak-geriknya,
lirikan matanya, lenggak-lenggoknya, senyumnya, ada
pengendalian dan kepribadian yang khas. Akan tetapi kaisar
sudah merasa tak senang dengan gangguan tadi sehingga dia
tidak lagi memperhatikan gadis-gadis itu.
Akhirnya, setelah gadis terakhir lewat, Pangeran Kung dan
panglima itu dipersilakan masuk.dengan wajah dingin kaisar
bertanya mengapa sang pangeran itu mengganggunya di waktu
sepagi itu. Pangeran Kung sambil berlutut berkata dengan penuh hormat,
dengan wajah mengandung kegelisahan dan keprihatinan besar.
"Mohon Sribaginda sudi mengampunkan hamba yang berani
mengganggu dengan menghadap tanpa dipanggil. Akan tetapi
hamba membawa laporan berita yang amat buruk, Sribaginda."
Kerut di dahi kaisar makin mendalam. Celaka, pikirnya, sudah
mengganggu kesenangannya, masih membawa berita buruk lagi.
"Hemm, berita apakah " katakan !"
"Panglima Thung ini datang membawa laporan bahwa pasukan
kerajaan yang berjaga di selatan telah dipukul mundur dan kini
pemberontak Tai Peng telah menduduki Nan-king dan Wu-chang.
Kekuatan mereka besar sekali, didukung oleh rakyat setempat
dan dibantu oleh para petani, juga para pendekar."
35 Berita itu tentu akan mengejutkan setiap orang, namun kaisar
yang hanya mementingkan pengejaran kesenangan itu hanya
nampak kaget sebentar saja. "Sungguh menyebalkan !" kata
kaisar tak senang. "Kita sudah membuang banyak harta untuk
membiayai pasukan-pasukan itu, akan tetapi sekarang
menghadapi segerombolan pemberontak saja tidak becus
membasminya !" Panglima Thung mengerutkan alisnya dan mukanya berubah
merah sekali. Sambil berlutut dan memberi hormat dia berkata, "Ampun,
Sribaginda. hamba sekalian, seluruh pasukan yang berjaga di
selatan, sudah mengerahkan tenaga dan mengorbankan banyak
nyawa ketika menghadapi serbuan pemberontak Tai Peng. Akan
tetapi kekuatan mereka amat besar, dan yang lebih menyulitkan
lagi, rakyat membantu mereka, juga para pendekar yang
berkepandaian tinggi. Akan tetapi, kalau hamba mendapatkan
bala bantuan dari kota raja, dengan pasukan-pasukan pilihan dan
perwira-perwira yang berilmu tinggi, hamba akan mencoba untuk
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merebut kembali Wu-chang dan Nan-king."
Kaisar menoleh kepada pendapatmu, pangeran?"
Pangeran Kung. "Bagaimana Hal ini memang sudah diperhitungkan oleh Pangeran Kung.
"Sribaginda, agaknya tidak akan menguntungkan kalau kita
mengerahkan seluruh tenaga untuk menggempur pemberontak
Tai Peng di selatan, karena kita harus pula berjaga-jaga terhadap
pemberontakan dari utara dan barat, juga terhadap gerakan
36 orang-orang kulit putih. Kalau kita mengerahkan tenaga ke
selatan, tentu kedudukan kotaraja menjadi lemah, memudahkan
lawan untuk menyerbu. sebaiknya kini kalau pasukan di selatan
dikerahkan untuk menjada tapal batas saja agar pemberontak
tidak dapat maju dan sementara kita biarkan mereka menduduki
kedua kota itu sampai kita merasa kuat untuk merebutnya
kembali. Hamba akan memerintahkan agar dibentuk pasukanpasukan baru untuk memperkuat pertahanan kita."
Kaisar mengerutkan alisnya dan menggerakkan kedua tangan
dengan tidak sabar lagi. Kepalanya menjadi pening harus
memikirkan urusan pemberontakan itu. "Begitu juga baik, kau
aturlah saja semua itu, pangeran, dan aku hanya menanti berita
yang baik-baik saja darimu. Nah, kalian keluarlah dan laksanakan
tugas sebaiknya." Dua orang pembesar itu tidak berani membantah lagi, keduanya
keluar dan baru setelah mereka tiba di luar, keduanya saling
pandang dan menggeleng kepala. Tanpa bicarapun kedua orang
pembesar ini memiliki pendapat dan pandangan yang sama
terhadap kaisar yang sama sekali tidak menaruh perhatian
terhadap urusan pemerintah, melainkan menenggelamkan diri ke
dalam kesenangan pribadi belaka.
Memang hebat sekali gerakan Tai Peng. Dalam tahun 1853,
setahun saja setelah Ong Siu Coan memperoleh Giok-liong-kiam,
pasukannya yang amat kuat itu menyerbu ke utara dan dengan
kekuatan penuh menduduki Wu-chang dan Nan-king dan
menguasai seluruh daerah sepanjang lembah Yang-ce bagian
timur sampai ke muaranya !
37 Akan tetapi, sudah menjadi ciri hampir seluruh pemimpin di dunia
ini, bahkan menjadi ciri umum manusia, kemenangan selalu
mendatangkan guncangan kepada batin, membuat pertimbangan
menjadi miring dan orang yang merasa menjadi pemenang itu
akan dihinggapi penyakit mabok atau gila kemenangan ! Lupa diri
! Mabok kemenangan ini menimbulkan bermacam-macam sikap
dan perbuatan. Ada yang lalu mengangkat diri setinggi-tingginya,
ada yang memperkuat kedudukannya, ada pula yang berebutan
kekuasaan seperti segerombolan serigala yang memperebutkan
bangkai lembu yang mereka bunuh bersama, ada yang lalu
berfoya-foya untuk berpesta pora atas kemenangannya, secara
berlebihan dan tidak mengenal puas. Ada yang melampiaskan
dendamnya dan dengan kekuasaan yang ada pada dirinya,
membalas dendam dengan cara yang luar biasa kejamnya.
Ong Siu Coan agaknya tidak terkecuali. Bahkan sebagai seorang
pemenang yang berhasil baik, dia bukan hanya mabok, melainkan
sudah menjadi gila dalam arti yang sedalam-dalamnya ! Ong Siu
Coan bahkan mengangkat diri sendiri menjadi Kaisar dari
Kerajaan Sorga yang didirikannya, bahkan dia mengaku secara
resmi bahwa dia adalah putera Tuhan yang kedua, adik dari
Yesus ! Betapapun juga, harus diakui bahwa gerakan Tai Peng
(Perdamaian Besar) yang dipimpin oleh Ong Siu Coan itu
memperoleh sukses yang gemilang. Mula-mula, sepak terjang Tai
Peng mendatangkan rasa suka dan memperoleh dukungan para
pendekar karena gerakan itu membela kepentingan rakyat kecil.
mengusahakan penghapusan kemiskinan para petani,
38 mengangkat derajat kaum wanita dan menghapuskan peraturanperaturan dan tradisi-tradisi yang merendahkan martabat wanita.
Selain Tan Ci Kong yang menjadi orang kepercayaan dan
pembantunya, juga banyak sekali orang-orang pandai dan
pendekar-pendekar perkasa bergabung dengan Ong Siu Coan.
ketika dia mula-mula memberi nama Kerajaan Sorga Tai Peng
kepada balatentaranya, dia sudah dibantu oleh banyak orang
pandai, di antara pemdekar-pendekar itu terdapat nama-nama
besar yang tercatat dalam sejarah seperti Lin Feng Siang, Li Kai
Fang, Si Ta Kai, Wei Chang Hui, Yang Siu Cing, dan terutama
sekali Li Siu Ceng dan Tan Yu Ceng. mereka ini tercatat di dalam
sejarah sebagai tokoh-tokoh yang memperkuat pimpinan Tai
Peng dan menjadi pembantu- pembantu utama dari Ong Siu
Coan. Ong Siu Coan berhasil menduduki Nan-king, lalu menyuruh dua
orang pembantunya, yaitu Lin Feng Siang dan Li Kai Fang untuk
memimpin pasukan menuju ke utara, mempersiapkan
penyerbuan besar-besaran yang tujuannya adalah penyerbuan
ke kotaraja Peking ! Akan tetapi, ada suatu hal yang membuat banyak pendekar
merasa kecewa dengan gerakan tai peng. meraka melihat betapa
Ong Siu Coan membuat pengakuan-pengakuan aneh, seperti
"putera Tuhan" dan "adik Yesus" dan bahwa dia dapat membuat
hubungan langsung dengan Tuhan, menerima petunjuk-petunjuk
yang kesemuanya itu menuju ke arah ketidaknormalan.
39 Yang lebih daripada segalanya adalah melihat betapa Ong Siu
Coan membiarkan anak buah pasukannya melakukan segala
macam perbuatan kejam, bukan hanya membunuhi orang-orang
yang dicurigai tanpa diperiksa, akan tetapi juga merampok dan
memperkosa wanita ! Ong Siu Coan terlalu memanjakan anak buahnya, dan tentu saja
di antara mereka terdapat banyak orang yang memang berwatak
penjahat. Karena perbuatan-perbuatan kejam seperti memperkosa wanita dan merampok itu tidak dijatuhi hukuman,
tentu saja yang lain-lain juga terseret karena perbuatan-perbuatan
jahat yang menguntungkan dan menyenangkan diri sendiri mudah
sekali menular dan dicontoh orang lain.
Melihat kenyataan-kenyataan pahit ini, mulailah para pendekar
mengundurkan diri setelah mereka itu dengan gagah perkasa
membantu penyerbuan Wu-chang dan Nan-king sampai kedua
kota itu berhasil diduduki. Yang mengundurkan diri banyak sekali
termasuk pula Tan Ci Kong.
Akan tetapi karena sudah merasa berhasil dan kekuasaannya
mulai nampak sebagai hasil perjuangannya, Ong Siu Coan tidak
perduli. Masih banyak orang yang suka menjadi pembantunya,
pikirnya, apalagi setelah kini dia mengangkat diri menjadi
pemimpin besar, bahkan raja dari Kerajaan Sorga Tai Peng !
Kalau saja Ong Siu Coan tidak berwatak sombong dan tinggi hati,
kalau saja kesempatan yang amat baik setelah balatentaranya
memperoleh kemenangan itu dia pergunakan sebaiknya dengan
memperkuat pasukan, bersekutu dengan para pemberontak lain
yang pada waktu itu juga bermunculan di utara dan barat, atau
40 kalau saja dia mau bersekutu dan mempergunakan kekuatan
orang-orang kulit putih yang agaknya akan suka membantunya
mengingat bahwa dia mengaku sebagai penyiar Agama Kristen,
agaknya sejarah akan membuat catatan lain dan mugkin sekali
Tai peng ini akan menguasai seluruh daratan dan berhasil pula
menumbangkan kekuasaan penjajah Mancu ! Akan tetapi Ong Siu
Coan terlalu tinggi hati dan mabok kemenangan, merasa bahwa
balatenataranya tidak ada yang akan dapat mengalahkannya
karena dia memperoleh bimbingan dari Tuhan sendiri!
Kemenangan demi kemenangan yang dicapai oleh balatentara
Tai Peng membuat Ong Siu Coan tinggi hati dan lengah sehingga
hampir saja kelengahannya itu menewaskannya pada malam hari
itu. Malam itu gelap dan sunyi. Karena merasa aman dan tidak
mungkin ada orang yang berani mengganggunya, Ong Siu Coan
dan isterinya tidur di dalam istana mereka tanpa pengawalan
pribadi. Mereka mengambil istana di Nan-king yang merupakan
istana tua namun megah menjadi tempat tinggal mereka, hidup
bagaikan seorang raja, megah dan mewah.
Karena tidak ada pasukan pengawal pribadi yang melakukan
penjagaan, ketika suami isteri ini sudah tidur, tidak ada orang
dalam istana itu yang melihat berkelebatnya bayangan orang
bergerak cepat sekali melayang turun dari atas genteng istana
setelah tadi dia berlompatan seperti seekor burung terbang atau
kucing saja. Para pelayan di istana itu terdiri dari orang-orang
yang tidak berkepandaian silat, maka mereka tidak mendengar
atau melihat sesuatu. 41 Bayangan itu menyelinap dan akhirnya mengintai dari jendela
kamar di mana Ong Siu Coan tidur bersama Tang ki, isterinya.
Sebagai seorang yang berasal dari sebuah dusun di Hwa-sian,
propinsi Kuang-tung, yang baru saja mengangkat diri menjadi
kaisar, Ong Siu Coan belum dapat hidup sebagai layaknya
seorang raja atau seorang pembesar tinggi. Dia masih belum
mengerti dan masih hidup sebagai orang biasa, tidur sekamar
dengan isterinya tanpa ada penjagaan ketat seperti yang biasa
bagi seorang raja. Juga dia tidak memiliki selir. Hal ini bukan
hanya karena dia mencinta isterinya, akan tetapi juga karena satu
di antara peraturan agama barunya adalah melarang pria beristeri
lebih dari seorang. Maka, di luar tempat tidurnya itu tidak nampak
adanya pengawal dan hal ini membuat bayangan yang mengintai
di luar kamar, mengeluarkan suara ketawa lirih mengejek.
Bayangan yang dapat bergerak seperti setan itu bertubuh sedang
dan tegap, pakaiannya indah seperti pakaian seorang pelajar,
rambutnya mengkilap terpelihara rapi, akan tetapi mukanya
tertutup saputangan sutera hitam sehingga tidak dapat dikenal,
hanya sepasang matanya saja yang nampak dari dua buah
lubang pada saputangan itu, sepasang mata yang tajam dan
kadang-kadang mencorong !
Pada tubuhnya tidak nampak adanya senjata. Hal ini saja
menunjukkan bahwa dia bukan seorang pencuri biasa, melainkan
seorang yang sudah terlalu percaya kepada diri sendiri, tidak
membutuhkan senjata lagi karena kaki dan tangannya sudah
merupakan senjata yang tidak kalah ampuhnya dengan senjata
dari baja. Atau juga menjadi petunjuk bahwa dia adalah seorang
42 yang sombong dan menganggap kepandaian sendiri terlampau
tinggi sehingga memandang rendah orang lain.
Ketika sepasang mata yang mencorong itu mengamati keadaan
di dalam kamar yang remang-remang karena hanya diterangi
lampu minyak yang dikerudungi kain hijau dan melihat benda
yang dicarinya, sepasang mata itu mengeluarkan sinar berkilat.
Benda itu adalah Giok-liong-kiam yang diletakkan berdiri di atas
sebuah meja, bersandar pada dinding yang dihias indah dan di
atas dinding terdapat gambar Yesus. Ada dua buah lilin kecil bernyala di kedua ujung meja yang diberi
tilam sutera putih yang dipinggirnya berenda. Giok- liong-kiam
seolah-olah menjadi sebah benda keramat, benda pujaan di
bawah gambar Yesus ! Dan memang Ong Siu Coan selalu
menonjolkan Pedang Naga Kemala itu sebagai benda keramat,
sebagai pusaka dan lambang kejayaan Tai Peng.
Senyum simpul agaknya menghias pada mulut yang tertutup
saputangan itu karena matanya juga membayangkan
kegembiraan ketika dia melihat pedang itu. Setelah meneliti
beberapa saat lamanya dan merasa yakin bahwa di sekitar
tempat itu tidak ada orang, dan dari suara pernapasan di dalam
kamar itu dia dapat mengetahui bahwa orang-orang yang tidur di
balik kelambu itu tentu sudah pulas, orang itu lalu menggunakan
kedua tangannya untuk membuka daun jendela. Daun jendela itu terkunci dari dalam dan terbuat dari papan kayu
yang tebal dan terukir indah, karena daun jendela itu dipasang di
kamar induk dari istana itu. Tidak akan mudah orang
membongkarnya dari luar, karena engsel dan kunci jendela
terbuat dari besi, buatannya kokoh bukan main. Akan tetapi,
43 dengan jari-jari tangannya yang amat kuat, orang itu dapat
membuka daun jendela tanpa mengeluarkan banyak suara ! Hal
ini membuktikan bahwa orang berkedok ini memang benar lihai
sekali. Setelah daun jendela terbuka, dia meloncat ke dalam kamar
melalui lubang jendela, gerakannya tiada bedanya dengan
gerakan seekor kucing meloncat, ketika kedua kakinya turun ke
lantai kamar, sama sekali tidak terdengar suara berisik.
Harus diingat bahwa dua orang yang tidur di balik kelambu tempat
tidur itu adalah Ong Siu Coan dan Tang Ki, dua orang yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali, yang telah melatih diri
sedemikian rupa sehingga panca indera mereka demikian
pekanya dan biarpun tertidur nyenyak, kalau ada suara sedikit
saja yang mencurigakan sudah cukup untuk menggugah mereka
! Akan tetapi sekali ini, mereka tidak mendengar sesuatu dan tetap
tidur nyenyak, seperti dapat diketahui oleh orang itu dengan
mendengarkan pernapasan mereka yang panjang dn halus tak
terkendali. Hal ini kembali membuktikan kelihaian orang itu.
Sesaat lamanya dia berdiri saja memandang ke arah kelambu,
sambil mendengarkan pernapasan dan melihat kalau-kalau
kelambu itu bergoyang. Akan tetapi semuanya tetap hening dan
dia menganggu-angguk girang, melihat ke arah dua pasang
sepatu di bawah pembaringan, sepasang sepatu pria dan
sepasang sepatu wanita. Kemudian dia menoleh ke arah meja di
mana terdapat Giok-liong-kiam yang berada dalam sarungnya.
Dia melangkah maju, langkahnya juga lembut tanpa suara, dan
dilain saat dia telah mengambil pedang pusaka itu, mencabutnya
44 dari dalam sarung dan matanya kembali mencorong dan
berkilauan ketika dia melihat bahwa benda itu benar Giok-liongkiam yang dicarinya. Tak disangkanya bahwa benda itu akan
dapat
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia temukan sedemikian mudahnya ! Dia lalu menyelipkan pedang itu ke balik jubahnya, di ikat
pinggangnya, dan kakinya melangkah mendekati jendela. Akan
tetapi, dia berhenti dan menoleh ke arah ranjang, lalu kakinya
bergerak menghampiri. Agaknya timbul suatu keinginan yang
membuatnya menghampiri ranjang, menggunakan tangan kiri
menyingkap kelambu dan dia menjenguk ke dalam.
Ong Siu Coan tidur miring membelakangi isterinya yang tidur
terlentang. Keduanya tidur pulas. Orang itu berdiri memandangi
wajah dan tubuh Tang Ki yang tertutup pakaian tidur yang tipis,
dan sejenak sepasang mata itu mengeluarkan sinar lembut.
Tangan kirinya masih menyingkap kelambu dan kini tangan
kanannya bergerak ke depan, dengan lembut meraba dan
mengusap kaki Tang Ki di bagian paha.
Rabaan halus ini cukup bagi Tang Ki untuk merasakan sesuatu
yang tidak wajar dalam tidurnya. Ia membuka mata dan seketika
ia mengeluarkan teriakan nyaring dan tubuhnya sudah meloncat
dan menerjang ke arah orang berkedok itu !
Tang Ki adalah seorang wanita yang memiliki kepandaian tinggi
sekali, mungkin tidak kalah lihai dibandingkan suaminya. Ia
adalah puteri tunggal Hai-tok, seorang di antara Empat Racun
Dunia, dan selain telah mewarisi ilmu-ilmu silat yang hebat dari
ayahnya, juga ia telah mewarisi ilmu meringankan tubuh yang
istimewa ciptaan Tat Mo Couwsu yang ditemukan di dalam
45 sebuah kitab yang bernama Hui-thian-yan-cu (Burung Walet
terbang ke Angkasa)! Maka, terjangannya tadi, biarpun dilakukan
dalam keadaan baru saja terbangun dari tidur nyenyak, dan dari
keadaan rebah terlentang, berlangsung cepat bukan main dan
tahu-tahu tubuhnya sudah melesat naik, ke depan dan kedua
tangannya telah melancarkan pukulan maut ke arah kepala dan
dada orang berkedok ! Orang itu sudah cepat meloncat ke
belakang dia menghadapi terjangan Tang Ki dengan tenang saja
! Padahal ketika tubuhnya melayang dan memukul, Tang Ki telah
menggunakan Ilmu Pukulan Thai-lek Kim-kong-jiu, ilmu pukulan
warisan dari ayahnya yang mengandung tenaga bagaikan
geledek menyambar. Akan tetapi orang itu menyambutnya
dengan gerakan yang sama sehingga kedua tangannya bertemu
dengan kedua tangan Tang Ki, saling bentur di udara dengan
tenaga yang sama-sama kuat.
"Dessss ...... !" Akibat benturan tenaga dahsyat itu, tubuh Tang Ki
terlempar kembali ke atas pembaringan, sedangkan orang
berkedok itu mengeluarkan suara mengejek menyerupai tawa
tertahan. Sementara itu, Siu Coan sudah terbangun oleh suara
dan gerakan isterinya dan terkejutlah dia melihat seorang
berkedok menyambut pukulan isterinya yang ampuh dan
membuat isterinya terjengkang dan terbanting ke atas
pembaringan. "Maling hina yang sudah bosan hidup !" bentaknya dan diapun
sudah meloncat turun dari atas pembaringan dan langsung
menyerang orang berkedok itu. Karena dia dapat menduga
bahwa orang itu tentu lihai, maka begitu menyerang dia sudah
menggunakan jurus dari ilmu silat yang paling diandalkan di
46 antara ilmu-ilmu silat lain, yaitu Ngo-heng Kuan-hoan-kun yang
dipelajari dari gurunya, yaitu Thian-tok (Racun Langit). Akan
tetapi, dari balik kedok kain sutera itu terdengar suara tawa
mengejek dan orang itu menyambut serangannya dengan ilmu
silat yang sama. Bahkan orang itu membalas serangan Siu Coan
dengan jurus-jurus Ngo-heng Lian-hoan-kun pula ! Demikian
hebat serangan orang itu membuat Siu Coan terpaksa cepat
meloncat ke belakang dengan kaget bukan main. Karena kakinya
tidak bersepatu, maka gerakannya menjadi terganggu. Kaki yang
tidak biasa telanjang itu agak kaku ketika dipakai bersilat.
"Siapa kau ...... !" Dia membentak karena heran melihat betapa
orang itu dapat bersilat dengan Ilmu Ngo-heng Lian- hoan-kun !
Dialah satu-satunya murid Thian-tok sekarang. Kedua orang
saudara seperguruannya, yaitu Koan Jit dan Gan Seng Bu sudah
tewas. Rasanya tidak mungkin gurunya telah diam-diam
mengambil murid lain sebelum gurunya itu mengambil dia sebagai
murid. Akan tetapi orang berkedok itu hanya menjawab dengan suara
ketawa bergelak kemudian sekali melompat, dia sudah
menerobos keluar jendela dan melarikan diri.
"Tangkap penjahat !!" Siu Coan berteriak, juga Tang Ki yang tadi
terkejut oleh kekuatan orang itu, berteriak-teriak. Keduanya tidak
dapat langsung melakukan pengejaran karena harus
mengenakan sepatu yang sebelum tidur mereka lepas, dan
membereskan pakaian. 47 Para pelayan datang berlarian dan di antara mereka ada yang
melihat berkelebatnya orang berkedok itu. mereka menjerit-jerit
dan datanglah perajurit pengawal yang berjaga di luar. Akan tetapi
ketika Siu Coan dan Tang Ki keluar, penjahat itu sudah tidak
nampak lagi bayangannya. barulah Ong Siu Coan sadar bahwa
dia lengah dan malam itu juga dia memerintahkan agar istananya
dijaga ketat, baik di sebelah luar maupun di sebelah dalam.
kemudian dia kembali ke dalam kamar bersama isterinya.
Dapat dibayangkan betapa kaget dan marah hatinya ketika dia
mendapat kenyataan bahwa Giok-liong-kiam telah lenyap dari
atas meja ! Baru dia mengerti apa yang dikehendaki penjahat tadi
memasuki kamarnya. Mencuri Giok-liong-kiam ! Betapa beraninya
! Masuk ke dalam kamarnya mencuri Giok- liong-kiam ! Dan
berhasil pula. Ong Siu Coan mengepal tinju, marah sekali. Akan tetapi diapun
maklum bahwa peristiwa ini tidak boleh tersiar karena tentu akan
mengurangi semangat para pembantunya. Maka, diam-diam dia
lalu menyuruh buat sebatang Giok-liong-kiam palsu, hanya
meniru gagang dan sarungnya saja dan menaruh Giok-liong-kiam
itu di atas meja untuk menggantikan yang hilang.
"Aku tahu siapa maling itu !" kata Tang Ki ketika mereka berdua
membicarakannya. Suaminya memandang "Engkau tahu " Siapa jahanam itu ?"
tajam. 48 "Menurut dugaanku, dia tentulah Lee Song Kim, bekas suhengku
itu !" Memang ayahnya, Hai-tok Tang Kok Bu, mempunyai
seorang murid yang amat disayangnya, yang bernama Lee Song
Kim, seorang yang memiliki kepandaian dan kecerdikan luar
biasa. Bahkan karena Lee Song Kim maka Tang Ki sampai jauh
dari ayahnya. Ayahnya menghendaki agar dia menikah dengan
Song Kim, akan tetapi Tang Ki mencinta Ong Siu Coan dan tidak
suka, bahkan benci kepada Song Kim. Hal ini membuat ayahnya
marah dan ayahnya agaknya lebih suka kepada murid itu
daripada kepada puterinya.
"Lee Song Kim ?" Siu Coan mengerutkan
"Bagaimana engkau dapat menyangka demikian ?"
alisnya. "Ketika aku menyerangnya, dia menangkis dengan gerakan dari
jurus Ilmu Silat Thai-kek Kim-kong-jiu, dan siapa lagi kalau bukan
dia yang pandai melakukan ilmu pukulan itu?"
"Ah, engkau juga ?" Siu Coan berseru kaget. "Akan tetapi ketika
dia menghadapi seranganku, dia juga mempergunakan jurus dari
ilmu silatku, yaitu Ilmu Silat Ngo-heng Lian-hoan-kun ! Tak
mungkin kalau Lee Song Kim dapat memainkan silat perguruanku
itu. Yang dapat melakukannya selain suhu dan aku, juga Gan
Seng Bu dan Koan Jit. Akan tetapi, Gan Seng Bu telah mati dan
suheng Koan Jit ...... ahhh ...... " Tiba-tiba Siu Coan terbelalak,
memandang isterinya seperti orang terkejut dan teringat akan
sesuatu. "Ada apakah ?" tanya Tang Ki, hatinya merasa tidak enak.
"Suheng Koan Jit ...... jangan-jangan dia orangnya ......
49 "Koan Jit ?" Tang Ki bertanya, matanya terbelalak dan wajahnya
berobah. "Akan tetapi, bukankah dia telah tewas tertimpa batu-batu ketika
ledakan itu membuat terowongan runtuh dan menimpa dirinya " Ia
membayangkan peristiwa yang mengerikan itu. Ketika itu, para
pendekar muda, pejuang-pejuang yang menentang pemerintah
Mancu, berusaha membebaskan para pimpinan pejuang dan
tokoh-tokoh tua yang ditawan karena terjebak oleh tipu muslihat
yang diatur Lee Song Kim. Di dalam usaha mereka itu, mereka
tidak berhasil, bahkan mereka sendiri terjebak dan terancam
untuk tertawan, mati atau hidup, dan sudah tidak ada jalan keluar
lagi ketika mereka terjebak dalam terowongan di bawah tanah
yang menghubungkannya dengan tempat para pimpinan yang
ditawan. Dalam keadaan tersudut dan tertodong senapan-senapan para
perajurit kulit putih yang bersekongkol dengan pasukan
pemerintah Mancu, tiba-tiba muncul Koan Jit yang dengan gagah
perkasa menolong mereka dengan jalan menghadapi
para perajurit dengan alat-alat peledak di tangan ! Dan Koan Jit
meledakkan terowongan itu, membuat terowongan tertutup dan
para serdadu tidak dapat mengejar mereka yang berhasil
menyelamatkan diri, lolos bersama para pimpinan pejuang, akan
tetapi Koan Jit sendiri tertimbun batu-batu terowongan yang
runtuh menimpa dirinya. Benarkah Koan Jit teruruk batu-batu itu
" Mereka tidak dapat melihatnya karena ketika ledakan-ledakan
terjadi, debu dan asap menggelapkan tempat itu. Akan tetapi yang
ditemukan hanyalah sebuah sepatu Koan Jit dan agaknya tubuh
50 Koan Jit sudah hancur lebur atau mungkin juga tertimbun
runtuhan batu-batu itu. Bagaimana mungkin sekarang Koan Jit
dapat hidup kembali dan mencuri Giok-liong-kiam "
"Akan tetapi, andaikata benar dia Koan Jit, berapapun lihainya,
bagaimana dia mampu menangkisku dengan Thai-lek Kim-kongjiu?" Tang Ki membantah.
"Itulah yang membingungkan dan meragukan ...... " Siu Coan
menggeleng kepalanya dengan heran.
"Bagaimanapun juga,kita harus mencari
merampasnya kembali," kata Tang Ki.
pusaka itu dan "Tidak mungkin ...... kita berdua mana bisa pergi begitu saja
seperti yang sudah-sudah " Aku adalah seorang raja dan engkau
permaisuriku, tak mungkin pergi merantau untuk mencari pencuri
pedang pusaka." "Kita mempunyai banyak pembantu yang pandai, kita dapat
mengerahkan anak buah, mengerahkan pasukan istimewa untuk
mencarinya sampai dapat."
Ong Siu Coan menggeleng kepala. "Kita harus bertindak cerdik.
Kita tidak membutuhkan Giok-liong-kiam, yang kita perlukan
hanyalah namanya saja. dan sekarang Giok-liong- kiam bahkan
tidak kita perlukan lagi. Bukankah pusaka itu telah berhasil
menarik perhatian dan mengundang orang-orang gagah yang
telah membantu gerakan kita sehingga berhasil " Kini kita tidak
memerlukannya lagi. Biarlah saja ia dibawa pergi orang lain."
51 "Tapi ...... kita meminjamnya dari Ci Kong ! Bagaimana kalau dia
memintanya kembali ?"
"Kalau dia datang memintanya kembali, barulah kepadanya kita
berterus terang bahwa pusaka itu dicuri orang. Akan tetapi kita
mendapatkan banyak pusaka rampasan dan kita boleh
menggantinya dengan pusaka lain atau mengganti kerugian
dengan benda berharga lainnya. Biarlah dia yang akan berusaha
mencari kembali pusaka itu. Kita tidak membutuhkan Giok- liongkiam lagi."
Demikian Ong Siu Coan menyuruh isterinya menyimpan peristiwa
pencurian Giok-liong-kiam itu sebagai suatu rahasia. Dia tidak
ingin semua orang tahu bahwa Giok-liong-kiam yang dipandang
sebagai lambang kejayaan Tai Peng itu dicuri orang! Biarlah
semua orang mengira bahwa Giok-liong-kiam masih berada
dengan aman di dalam istananya. Memang Ong Siu Coan ini amat
cerdik dan selalu bertindak dengan penuh perhitungan demi
keuntungan sendiri. Gadis itu memang cantik sekali, cantik dan manis, dengan bentuk
muka bulat telur, dagu meruncing, sepasang alis yang hitam tebal
panjang seperti juga rambutnya, sepasang mata yang tajam dan
bening, hidung kecil mancung dan mulut yang amat manis dengan
bibir yang selalu merah basah dan menantang. Akan tetapi,
kadang-kadang nampak sifat dingin dan kejam pada mulut itu.
Untuk melengkapi keindahan tubuh gadis itu, bentuk tubuhnya
juga amat menarik, dengan pinggang yang kecil ramping, tinggi
semampai dan lekuk lengkung tubuh yang menggairahkan. Gadis
berusia tujuh belas tahun ini memang amat cantik manis,
52 bagaikan setangkai bunga yang mulai mekar. pembawaannya
lincah jenaka dan segala yang nampak di sekitarnya menjadi
cerah menggembirakan. Dari bentuk pakaiannya mudah diketahui
bahwa ia adalah seorang gadis berbangsa Mancu yang pada saat
itu menjadi dayang istana Terang Sempurna di taman Yuan-bengyuan dan sebagai seorang di antara para dayang yang berada di
situ, ia ditugaskan untuk menjaga dan mengurus sebuah pondok
kecil di sudut taman. Gadis itu bernama Yehonala, sebuah nama Mancu yang berarti
Anggrek Kecil. Ia adalah seorang di antara enam puluh empat
orang perawan Mancu yang didatangkan oleh permaisuri kaisar
untuk menggantikan selir-selir berbangsa Han karena permaisuri
khawatir bahwa kelak suaminya akan mempunyai keturunan
putera dari bangsa Han. Akan tetapi biarpun Yehonala amat
menonjol dalam kecantikan dan sikapnya di antara semua
perawan yang dibawa ke istana, ketika kaisar memeriksa gadisgadis itu, datang berita yang amat tidak menyenangkan mengenai
didudukinya Wu-cang dan Nan-king oleh pasukan pemberontak
Tai Peng. Maka perhatian kaisar yang terpecah dan terganggu
membuat Kaisar Sian feng tidak melihat Yehonala.
Yehonala adalah puteri sulung seorang pejabat menengah
berbangsa Mancu. Gadis ini sudah banyak mengunjungi banyak
tempat, mengikuti ayahnya ketika ayahnya bertugas dan
dipindah-pindahkan ke banyak kota. Hal ini membuat Yehonala
lebih berpengalaman daripada gadis-gadis Mancu yang lain, dan
ia memiliki banyak kelebihan. Bukan hanya kecantikan wajah dan
kepadatan tubuhnya, juga ia pandai merias diri dan pandai pula
menyanyi dengan suara merdu. Ia banyak mengenal lagu-lagu
53 rakyat berbagai daerah dan pandai menyanyikannya dengan
suara yang merdu. Selain itu, juga Yehonala berakal, cerdik dan
pandangan luas dan jauh.
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mula-mula ia memang merasa kecewa karena agaknya kaisar
mengacuhkannya dan tidak memilihnya menjadi selir, bahkan
semenjak ia berada di taman itu, belum pernah satu kalipun kaisar
menaruh perhatian terhadap dirinya. Akan tetapi, ia menekan
kekecewaannya dan kecerdikannya membuat ia berusaha
sedapatnya untuk menarik perhatian kaisar. Mula-mula, selama
berbulan-bulan ia mengecat, menghias dan memperbaiki pondok
kecil yang dijaganya. Ia melukis banyak bunga anggrek, bunga
kesayangannya yang menjadi namanya, dan menggantungkan
lukisan-lukisan itu di dalam pondoknya. Juga dengan uang saku
yang ditabungnya, ia mulai menyuap thaikam (orang kebiri) yang
bertugas menjaga taman dan istana Yuan-beng-yuan sehingga
bersahabat baik dengan mereka.
Dua tahun lamanya Yehonala bersabar dan berusaha.Sementara
itu ia telah menjadi seorang gadis yang masak dan semakin cantik
saja. Hubungannya dengan para thaikam sudah semakin erat dan
para thaikam itu suka membantunya, mencari kesempatan agar
kaisar dapat melihatnya. Kesempatan itu tiba pada suatu sore hari
yang hawanya panas. Pada waktu itu, Kaisar Sian Feng duduk di dalam tandu yang
dipikul oleh delapan orang thaikam. Kaisar sedang dalam
perjalanan mengunjungi seorang selir bangsa Han yang menjadi
kesayangannya. Para thaikam yang sudah mengadakan kontak
dengan Yehonala, sengaja memikul tandu itu dengan berputar,
54 lewat di bawah pohon-pohon wu-tung yang teduh dan melalui
pondok yang didiami Yehonala.
Pada saat itu, sesuai dengan rencana yang sudah diatur oleh
Yehonala, kaisar yang duduk melenggut oleh kantuk karena
panasnya hawa, mendengar suara nyanyian merdu. Tentu saja
dia tertarik sekali dan menyingkap tirai tandu di depannya.
"Berhenti ...... !" kata kaisar, tertarik sekali karena begitu dia
menyingkap tirai, dia melihat sebuah pondok yang dihias amat
indah, dicat baru dan di depan pondok penuh dengan tanaman
bunga beraneka warna. Sungguh merupakan sebuah pondok
yang terbagus di antara pondok yang berada di taman itu.
"Ah, sungguh mungil sekali pondok ini," kata kaisar dan dibantu
oleh para thaikam, diapun turun dari atas tandu, lalu menghampiri
pondok dan karena daun pintu pondok terbuka, kaisar lalu masuk
ke dalam. Setibanya di dalam pondok, kembali dia tertegun. Di
dalam pondok tergantung lukisan- lukisan bunga anggrek
beraneka bentuk dan warna, indah sekali dan perabot pondok
itupun dicat dan diatur penuh dengan kerapian yang nyeni. Kaisar
masih mendengar suara wanita bernyanyi, maka diapun
menjenguk jendela belakang dan ia semakin terpesona. seorang
gadis Mancu dengan baju Mancu sutera merah muda sedang
duduk di dekat kolam ikan kecil di belakang pondok. Gadis itu
sedang mengipasi tubuh yang kegerahan dengan kipas sambil
menyanyikan sebuah lagu rakyat daerah Soo-chouw. Suaranya
merdu sekali dan nyanyian itu adalah nyanyian rakyat tentang
seorang gadis yang sedang menanti datangnya sang kekasih.
Romantis sekali sehingga kaisar merasa terharu, hanyut oleh
55 nyanyian itu dan terpesona oleh kecantikan gadis itu. Heran dia
mengapa selama ini dia tidak pernah melihat dayang yang manis
dan mempesona ini " Setelah Yehonala berhenti bernyanyi, Kaisar Sian Feng lalu
menghampiri gadis itu dari belakang. Tentu saja Yehonala sudah
tahu akan kehadiran kaisar, akan tetapi dengan cerdik ia berpurapura terkejut, membalikkan tubuh dengan sikap semenarik
mungkin. Ia nampak terkejut ketika melihat bahwa yang
memujinya itu adalah kaisar sendiri. cepat ia menjatuhkan diri
berlutut di depan kaki kaisar.
"Mohon paduka sudi mengampuni hamba, karena tidak tahu akan
kunjungan yang mulia Sribaginda, maka hamba tidak menyambut
dengan selayaknya." Suaranya penuh dengan kemerduan,
dengan kata-kata yang teratur dan sopan sehingga kaisar menjadi
girang bukan main. Tak disangkanya di tempat yang indah itu dia
akan bertemu dengan seorang gadis secantik dan sepintar ini. Dia
tertawa bergelak. "Nona manis, angkat mukamu dan biarkan aku melihatnya,"
katanya sambil tertawa. Yehonala tersipu malu sehinga wajahnya yang putih bersih, mulus
dan cantik itu menjadi kemerahan, menambah kemanisan
wajahnya. Dengan malu-malu, senyum dikulum ia mengangkat
mukanya menengadah sambil berlutut dan Kaisar Sian Feng
menjadi girang bukan main. Kini dia dapat melihat wajah itu
dengan jelas dan memang sebuah wajah yang amat
56 menggairahkan hatinya. Dia lalu menglur tangannya, membelai
pipi dan leher yang berkulit halus dan hangat itu.
"Siapakah namamu ?"
Dengan sikap tersipu malu sehingga daya tariknya menjadi kuat,
gadis itu menjawab lirih, "Nama hamba Yehonala ...... sudah dua
tahun hamba mengabdi di .."
"Dua tahun ?" Kaisar Sian Feng terkejut dan memaki
kebodohannya sendiri. Selama dua tahun dia membiarkan
setangkai bunga yang demikian indahnya tanpa pernah
menyentuhnya, apalagi memetiknya, melihatpun belum pernah.
"Yehonala, nama indah, seindah lukisan-likisanmu. Yehonala,
hari amat panas dan aku merasa gerah sekali. Aku ingin mandi di
dalam pondokmu ...... "
Tentu saja Yehonala menjadi girang bukan main. Tidak sia-sia
semua kesabaran selama ini, tidak sia-sia semua rencana yang
telah dilakukannya. dengan girang ia lalu mempersilahkan kaisar
memasuki pondok, ia lalu mempersiapkan air harum untuk mandi
junjungannya itu dan dengan sikap malu-malu seperti layaknya
seorang anak perawan yang belum pernah berdekatan dengan
pria, ia membantu kaisar mandi di sore hari yang panas itu.
Setelah merasa puas mandi, juga puas membelai dan menciumi
dara itu, kaisar mengenakan pakaiannya dan berbisik, "Yehonala,
bersiaplah engkau untuk melayani dan menemaniku malam
nanti." 57 Yehonala berlutut dan menyatakan kesanggupannya dengan
sikap malu-malu, namun di dalam hatinya ia bersorak penuh
kemenangan. Ia harus dapat menundukkan hati junjungannya ini,
ia harus berhasil memenuhi cita-citanya, yaitu menjadi selir
terkasih kaisar, kalau mungkin menjadi ibu dari putera kaisar agar
kelak ia dapat menjadi ibu suri ! Cita-citanya amat besar,
dikandung semenjak ia dipilih untuk dibawa ke istana kaisar.
Karena pertemuannya dengan Yehonala, kaisar tidak jadi
mengunjungi selirnya dan langsung pulang ke istana. Dia telah
menemukan seorang gadis baru yang amat mempesona dan dia
harus mempersiapkan diri untuk bersenang-senang malam nanti
dengan gadis itu. Diminumnya darah segar menjangan yang
dicampur dengan tanduk menjangan dan ramuan lain untuk
memperkuat tubuhnya. Sementara itu, setelah kaisar meninggalkannya, Yehonala
bersenandung dengan gembira, lalu ia pun mempersiapkan diri,
mandi dengan air bunga yang harum, kemudian menggosokgosokkan ramuan yang dapat membuat kulit tubuhnya menjadi
halus lunak, bersih dan segar. ia sudah bersiap siaga ketika pada
malam harinya muncul dua orang thaikam yang diutus kaisar
untuk menjemputnya. Pada jaman itu, terdapat peraturan istana yang luar biasa. Setiap
orang selir atau wanita yang dipilih kaisar untuk melayaninya,
selalu akan dijemput oleh dua orang thaikam dan dibawa kepada
kaisar dalam keadaan telanjang dan digulung selimut, kemudian
dipanggul ke kamar kaisar. Hal ini terutama sekali untuk menjamin
keamanan kaisar karena di jaman dahulu pernah terjadi kaisar
58 dibunuh oleh seorang wanita yang dipaksa menjadi selirnya.
Peraturan ini berlaku bagi semua selir atau dayang yang dipanggil
kaisar, kecuali, tentu saja, Permaisuri yang sudah mendapatkan kepercayaan sepenuhnya
dari kaisar, yang mempunyai kedudukan tinggi sehingga tidak
sepatutnya mengalami perlakuan yang merendahkan itu.
Yehonala juga diharuskan bertelanjang lalu digulung dalam
selimut dan dipanggul oleh dua thaikam, dibawa ke kamar kaisar
dalam istana. Dan pada malam hari itu, Yehonala melayani Kaisar
Sian Feng. Gadis ini memang cerdik bukan main. Walaupun ia
seorang perawan yang selama hidupnya belum pernah
berdekatan dengan pria, namun ambisinya yang besar yang
besar mendatangkan kecerdikan dan ia mampu membuat kaisar
merasa terbuai dalam kenikmatan yang belum pernah dialaminya
sebelum ini. Dia sudah mulai merasa bosan dengan wanitawanita Han yang menjadi selirnya karena wanita Han selalu
bersikap lembut, malu-malu dan pasrah sebagaimana layaknya
seorang wanita yang ingin disebut sopan. Akan tetapi Yehonala
tidak demikan. Dalam usahanya untuk menyenangkan dan memuaskan hati
junjungannya, ia mau dan sanggup melakukan apapun juga ! Ia
bagaikan seekor kuda yang binal dan liar, dan hal ini merupakan
pengalaman baru bagi kaisar.
Apalagi, hal yang amat diharapkannya terjadilah. Ia mulai
mengandung dan yang lebih penting daripada segalanya, setelah
kandungannya terlahir, ternyata seorang bayi laki-laki ! Seorang
putera kaisar, calon putera mahkota ! Tentu saja hal ini bukan
59 hanya amat menggirangkan hati Yehonala, bahkan juga amat
membesarkan hati Kaisar dan para keluarganya. Kelahiran putera ini sekaligus mengangkat derajat Yehonala yang
tadinya hanya seorang dayang dan kemudian menjadi selir, kini
otomatis menjadi seorang permaisuri kedua, dengan kekuasaan
yang di bawah Sang Permaisuri sendiri.
Agaknya sudah menjadi hal yang sukar untuk dibantah lagi bahwa
di dalam cinta asmara antara pria dan wanita, terdapat perbedaan
yang amat besar. Walaupun tidak berani pengarang mengatakan
bahwa kenyataan ini berlaku bagi semua orang, namun
kebanyakan terbukti bahwa cinta seorang pria terhadap seorang
wanita banyak sekali dipengaruhi oleh nafsu berahi, sedangkan
cinta seorang wanita terhadap pria banyak sekali dipengaruhi oleh
kemuliaan harta benda. Karena cinta yang dipengaruhi oleh
keinginan untuk bersenang ini, baik bagi pria melalui kepuasan
berahi, dan wanita melalui kepuasan harta benda, namun jelaslah
bahwa cinta kasih seperti ini hanya akan menimbulkan bermacam
masalah dan pertentangan saja. Kepuasan nafsu berahi dan
kepuasan harta benda erat hubungannya dengan kebosanan dan
kekecewaan, dan kalau sudah demikian maka selalu akan terjadi
pertentangan di mana cinta kasih dapat berbalik sama sekali
menjadi kebencian ! Adakah cinta kasih antara pria dan wanita yang tanpa pamrih
sehingga benar-benar merupakan cinta kasih yang murni tanpa
dikotori keinginan pribadi untuk bersenang-senang " Kalaupun
ada, jarang sekali kita melihatnya dan hal ini sungguh patut
disayangkan. 60 Kaisar Sian Feng terlalu sibuk dengan pengejaran kesenangan,
terutama sekali kesenangan melalui pengumbaran nafsu berahi
sehingga dia hampir tidak perduli sama sekali tentang
pemerintahannya. Padahal, di waktu itu, pemberontakan terjadi di
mana-mana. Bukan hanya pemberontakan-pemberontakan Tai
Peng yang kini sudah menduduki Wu-cang, Nan-king dan lembah
Sungai Yang-ce sampai ke muaranya, juga terdapat
pemberontakan-pemberontakan lain yang cukup besar di sebelah
utara dan barat. Pada waktu pasukan-pasukan pemberontak Tai
Peng menyerbu dan menduduki Nan-king, yaitu pada tahun 1853,
di utara terjadi pemberontakan Nian-fei, sedangkan di Kwei-cow
barat terjadi pemberontakan Suku Bangsa Miau.
Jelas nampak betapa kebesaran dan kejayaan Kerajaan Cengtiauw yang dikendalikan oleh Bangsa Mancu itu mulai menyuram,
dan kelemahan dinasti itu bersumber kepada lemahnya orang
yang menjadi kaisar pada waktu itu. Desakan para pemberontak
yang seolah-olah mengepung Peking, ditambah lagi dengan
makin besarnya kekuasaan ang ditanam oleh orang kulit putih,
benar-benar membuat Kerajaan Ceng terancam keruntuhan, hal
yang diacuhkan saja agaknya oleh Kaisar Sian Feng. Dan pada
jaman itu, para pembesar negeri berlomba untuk membesarkan
perut, masing-masing dengan jalan korupsi, suap menyuap, dan
hanya mementingkan diri sendiri dan kesenangan pribadi belaka,
tentu saja mencontoh langkah yang diambil oleh kaisar mereka.
Bagaikan sebatang pohon, betapapun kokoh kuat dan besarnya
pohon itu, kalau sudah dihinggapi penyakit sejak dari akarnya
sampai ke ujung-ujung daunnya, maka tak lama kemudian pohon
itu tentu akan menjadi rusak dan roboh juga.
61 Di lereng Pegunungan Luliang-san, di lembah Sungai Fen-ho
yang sunyi, terdapat sebuah perkampungan yang tentu akan
menarik perhatian orang yang kebetulan lewat di situ. Sejak dari
pintu gerbang tembok pagar yang mengelilingi perkampungan
itum sampai kepada bangunan rumah-rumah di dalamnya,
nampak kemewahan yang tidak sesuai dengan kedaan di tempat
sunyi terpencil itu. Pantas perkampungan itu berada di kota,
dimiliki oleh orang-orang atau keluarga yang kaya raya.
Sebuah bangunan besar seperti istana berada di tengah
perkampungan, dikelilingi bangunan-bangunan yang lebih kecil
dan di belakang bangunan besar itu terdapat sebuah taman yang
luas dan indah. Di tengah taman terdapat sebuah panggung
beratap kayu yang besar dan luas, tanpa dinding.
Bagi penduduk dusun-dusun di sekitar Pegunungan Luliang-san,
pemilik atau majikan perkampungan itu mereka kenal sebagai
Lee-kongcu atau mereka cukup menyebutnya Kongcu (Tuan
Muda) saja, karena di seluruh pedusunan tidak ada orang lain
yang disebut Kongcu. Orang yang menjadi majikan pekampungan itu adalah seorang
laki-laki yang usianya sudah tiga puluh enam tahun lebih, dan
orang-orang menyebutnya kongcu hanya karena mereka tahu
bahwa dia itu masih perjaka, dalam arti kata masih belum
menikah. Namanya adalah Lee Song Kim ! Orang ini memang
memiliki banyak keunggulan. selain terkenal sebagai majikan
kampung yang kaya raya, juga Lee Song Kim terkenal sebagai
seorang ahli silat yang berilmu tinggi sehingga seluruh penghuni
dusun-dusun di daerah pegunungan itu merasa takut kepadanya,
Pemberontakan Taipeng Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
62 juga segan dan hormat karena Lee Song Kim seringkali
mengulurkan tangan membantu kepada para petani miskin.
Wajahnya tampan pesolek dengan pakaian yang selalu indah dan
mewah seperti seorang pelajar yang kaya raya. Sikapnya selalu periang dan senyum simpul yang selalu
menghias bibirnya itu mengandung ejekan dan pandangan
meremehkan kepada semua orang.
Tidak mengherankan kalau Lee Song Kim tinggi hati dan
meremehkan orang lain karena memang dia seorang yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi ! Lee Song Kim adalah murid
terkasih dari mendiang Hai-tok Tang Kok Bu, seorang di antara
Empat Racun Dunia, ayah kandung dari Tang Ki yang kini menjadi
"permaisuri" dari raja kecil Ong Siu Coan pemimpin pemberontak
Tai Peng. Dari suhunya, Lee Song Kim telah mewarisi seluruh
ilmunya dan hal ini masih belum memuaskan hatinya. Sebagai
seorang murid, juga anak angkat, juga kekasih yang amat dimanja
oleh Hai-tok, Lee Song Kim minta kepada gurunya itu untuk
merampaskan dan mencurikan kitab-kitab pelajaran ilmu silat
tinggi dari aliran-aliran dan perkumpulan-perkumpulan besar,
sehingga ketika gurunya itu berusaha mencuri kitab di kuil Siauwlim-pai, gurunya dikeroyok oleh pendeta-pendeta lihai dan tewas.
Sebagai ahli waris Pulau Naga yang dimiliki Hai-tok, Lee Song
Kim menjadi seorang yang kaya raya. Akan tetapi diapun maklum
bahwa perbuatan gurunya mencuri kitab-kitab dari berbagai aliran
persilatan telah ketahuan, maka diapun lalu menyelamatkan diri
dari Pulau Naga membawa semua harta benda yang ditinggalkan
gurunya, juga semua kitab yang telah dicuri oleh gurunya
untuknya. Dia menyembunyikan diri dan menggembleng diri
63 selama bertahun-tahun dengan ilmu-ilmu dari kitab-kitab curian itu
sehingga tentu saja ilmu kepandaiannya menjadi semakin hebat.
Kini tingkat ilmu kepandaiannya sudah sedemikian majunya
sehingga jelas melampaui tingkat mendiang gurunya sendiri !
Akhirnya, setelah merasa dirinya kuat, Lee Song Kim berani
muncul kembali. Sebagai seorang yang mewarisi harta benda
yang banyak, dia hidup sebagai seorang yang kaya raya,
membangun perkampungan itu dan biarpun dia belum juga
beristeri, namun sebagai seorang pria yang mata keranjang, di
dalam gedungnya terdapat puluhan orang pelayan wanita mudamuda dan cantik-cantik yang selalu siap melayaninya karena
mereka itu menjadi pelayan merangkap selir. Juga untuk
memperkuat diri, Lee Song Kim mengumpulkan orang-orang
muda yang memiliki ilmu silat, bahkan dididiknya, sebanyak tiga
puluh orang lebih yang menjadi anak buahnya dan tinggal di
dalam rumah-rumah yang mengelilingi gedungnya di dalam
perkampungan itu. Lee Song Kim adalah seorang yang memiliki ambisi besar.
Pernah dicobanya belasan tahun yang lalu untuk mencari
kedudukan dan kemuliaan melalui Kerajaan Ceng. Dia bahkan
pernah mengabdikan dirinya kepada penjajah, mengkhianati para
pejuang. Akan tetapi akhirnya ia gagal dan sebaliknya dikejarkejar oleh pemerintah ! Dia tidak sanggup lagi mencari kedudukan
melalui pangkat, maka kini ambisinya mencari cara lain. Dia ingin
menjadi seorang yang akan disebut Thian-he Te-it Bu-hiap
(Pendekar Silat Nomor Satu di Dunia) ! Karena itu, dia
menggembleng diri setiap hari dengan ilmu-ilmu dari semua
aliran. Bahkan kitab-kitab yang telah dicuri gurunya untuk dirinya,
64 dari perkumpulan-perkumpulan besar seperti Bu-tong-pai, Kunlun-pai, Kong-tong-pai dan lain-lainnya, masih belum memuaskan
hatinya. Dia berpikir bahwa untuk dapat menjadi jagoan nomor
satu di dunia, dia harus menguasai semua ilmu silat dari aliran
manapun juga agar dia dapat menghadapi dan menguasai jagojago dari semua aliran silat yang ada ! Dan diapun perlu menguji
ilmu-ilmu yang sudah dipelajari dan dikuasainya itu, untuk
melawan tokoh-tokoh dari aliran-aliran itu sendiri.
Baru setelah dia memiliki secara lengkap ilmu berbagai aliran itu
dan merasa yakin akan mampu mengalahkan semua tokohnya,
dia akan mengumumkan bahwa dialah Thian-he Te-it Bu-hiap !
Dan untuk pengangkatan diri menjadi jagoan nomor satu di dunia
itupun sudah dia dapatkan lambangnya, yaitu Giok-liong-kiam !
Ya, tidak keliru dugaan Tang Ki. Lee Song Kim inilah pencuri Giokliong-kiam ! Setelah dia mendengar berita bahwa Giok-liong-kiam
terjatuh ke tangan Ong Siu Coan sebagai pimpinan pemberontak
Tai Peng, dia lalu mengirim anak buahnya melakukan
penyelidikan tentang Ong Siu Coan. Dan ketika dia mendengar
laporan anak buahnya betapa istana Ong Siu Coan di Nan-king
tidak terjaga dengan ketat, dia lalu turun tangan sendiri, pergi ke
Nan-king dan berhasil mencuri Giok-liong-kiam dengan amat
mudahnya. Akan tetapi dasar mata keranjang dan cabul, setelah berhasil
mencuri pedang pusaka itu, dia tidak segera pergi melainkan
menyingkap kelambu untuk melihat sepasang manusia yang tidur
di balik kelambu. dan melihat wanita yang pernah menjadi
sumoinya, yang pernah dicintanya, tidur terlentang dalam pakaian
65 yang tipis, dia tidak dapat menahan diri dan meraba pahanya
membuat wanita itu terbangun dan menyerangnya, juga
membangunkan Ong Siu Coan yang menyerangnya. Namun,
dengan kepandaiannya yang tinggi, dia mampu meloloskan diri.
Kalau dia menghendaki, tentu saja dia akan mampu membunuh
Ong Siu Coan dan Tang Ki selagi mereka masih tidur. Akan tetapi
dia tidak mau melakukannya. Hal itu tentu akan menimbulkan
geger besar dan kalau sampai dia dimusuhi oleh Tai peng,
celakalah dia ! Dia cukup cerdik untuk menggunakan kedok
sehingga suami isteri yang berhasil menjadi raja kaum Tai peng
itu tidak melihat bukti bahwa dia pencurinya.
Sore hari itu, Lee Song Kim makan minum ditemani tiga orang
pelayan wanita yang paling cantik dan yang menjadi tiga orang
kesayangannya. Tiga orang wanita muda yang cantik- cantik ini
seperti berlomba untuk mengambil hati kongcu mereka, bersikap
manis dan genit, menemaninya makan minum sambil bersenda
gurau. Lee Song Kim minta disediakan masakan-masakan yang
serba istimewa karena dia hendak merayakan keberhasilannya
mencuri Giok-liong-kiam, walaupun hal itu masih dirahasiakannya, baik terhadap anak buahnya sekalipun. Belum
tiba saatnya untuk menyiarkan bahwa dia kini yang memiliki Giokliong-kiam, karena hal itu selain akan memancing datangnya
banyak tokoh yang tidak ditakutinya, namun juga memancing
datangnya Ong Siu Coan dengan pasukannya yang sama sekali
yidak boleh dipandang ringan.
Selama beberapa bulan ini, dia sudah mengalahkan banyak ahli
silat dari berbagai aliran, dengan mempergunakan ilmu silat dari
66 aliran itu sendiri dan hal ini menambah kegembiraan hatinya.
Hanya aliran-aliran silat yang besar-besar saja yang belum dicoba
ilmu silatnya. Setelah merasa kenyang, Lee Song Kim melanjutkan pestanya di
dalam kamarnya, minum arak ditemani tiga orang kekasihnya.
Dua orang memijit-mijit seluruh badannya, memilih otot-otot yang
kalau dipijit dapat melenyapkan rasa lelah, sedangkan seorang
pelayan lain duduk di atas pangkuannya, tertawa-tawa ketika
dibelainya. Tiba-tiba daun pintu diketuk orang dari luar dan terdengar seorang
anak buah minta diterima menghadap karena ada laporan
penting. Pelayan wanita yang duduk di atas pangkuan Lee Song
Kim segera meloncat turun dan atas isyarat majikannya ia
membuka pintu, Lee Song Kim mengerutkan alisnya, memandang
kepada anak buahnya itu dengan hati tak senang karena dia
merasa terganggu selagi bersenang-senang dengan tiga orang
kekasihnya. "Ada urusan penting apakah yang mendorongmu untuk
menemuiku ?" tanyanya, siap untuk marah-marah kalau pemuda
yang bermuka hitam itu tidak memiliki alasan yang kuat.
"Harap kongcu suka memafkan saya," kata pemuda itu.
"Akan tetapi mentaati perintah kongcu, saya melapor bahwa di
kaki bukit ada dua orang tosu tua yang berjalan menuju
perkampungan kita. Melihat sikap dan dandanan mereka, juga
bahwa seorang dari mereka membawa pedang di punggung, saya
67 dapat menduga bahwa mereka bukan tosu-tosu biasa, Karena itu
saya cepat lari untuk melapor kepada kongcu."
Wajah yang tadinya membayangkan kemarahan kini berubah
cerah gembira. 59 "Bagus, aku harus menemui mereka !" katanya dan diapun sudah
meloncat turun dan membereskan sebatang pedang di balik
jubahnya dan berkelebat keluar. Gerakannya cepat sekali seolaholah dia mempergunakan ilmu terbang saja.
Dua orang tosu itu berusia kurang lebih enam puluh tahun.
Seorang di antara mereka bertubuh kurus tinggi dan membiarkan
rambutnya tergerai di kedua bahunya. Di punggungnya nampak
Pangeran Perkasa 6 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Tujuh Pedang Tiga Ruyung 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama