Ceritasilat Novel Online

Si Bayangan Iblis 6

Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


yang hanya dikenal dengan sebutan Si Bayangan Iblis. Betapa
kemudian dia minta bantuan Hek-liong-li untuk melakukan
penyelidikan di dalam istana.
356 "Atas prakarsanya, kami berhasil menyelundupkaan Lie li-hiap ke
dalam istana sebagai seorang dayang dari Permaisuri, setelah lihiap menduga bahwa tentu rahasia itu berpusat dalam istana.
Akan tetapi, kami mendengar berita mengejutkan dari istana,
Hong-houw (Permaisuri) demikian cerdiknya sehingga mengetahui rahasia penyamaran Lie li-hiap."
Dia berhenti sebentar dan tiga orang pendengarnya menahan
napas saking tegangnya. Mereka semua sudah mendengar
bahwa Hong-houw adalah seorang wanita luar biasa yang amat
cerdik, bahkan kini menjadi orang yang paling berkuasa di
kerajaan karena Sribaginda Kaisar sendiri seperti boneka lilin di
tangannya. "Bagaimana selanjutnya?" tanya Pek-liong, sikapnya masih
tenang biarpun hatinya dicekam kekhawatiran.
Dia percaya sepenuhnya kepada Liong-li dan yakin akan
kemampuan wanita yang paling dipujanya di seluruh dunia itu.
Akan tetapi sekarang Liong-li berada di dalam istana! Betapapun
lihainya seseorang, kalau berada di dalam istana bagaikan
berada di dalam benteng baja yang kokoh dan kuat dan di dalam
istana terdapat banyak sekali orang-orang yang cerdik pandai
dan orang-orang yang berilmu tinggi, jagoan-jagoan yang amat
lihai. "Entah bagaimana, dan entah akal apa yang dipergunakan oleh lihiap, akan tetapi menurut keterangan penyelidik yang kutugaskan
di sana, li-hiap tidak dihukum oleh Permaisuri, bahkan oleh
357 Permaisuri ia diberikan kepada Pangeran Souw Han sebagai
seorang selir." "Hemm, dan apa artinya peristiwa itu?" tanya Pek-liong yang
sama sekali tidak mengenal keadaan di dalam istana kaisar.
"Peristiwa itu menarik sekali untuk diselidiki," kata Cian Hui,
"Banyak kejanggalan terjadi di sini. Pertama, semua orang tahu
bahwa tidak ada orang yang akan dapat lolos dari hukuman mati
apabila Hong-houw memusuhinya atau menganggapnya berdosa.
Kenyataannya bahwa li-hiap tidak dihukum membuktikan bahwa
Permaisuri tentu tidak memusuhinya walaupun penyelundupannya diketahui.
"Dan kedua, li-hiap diserahkan kepada Pangeran Souw Han
sebagai selir, pada hal pangeran muda itu terkenal sebagai
seorang yang alim, yang sama sekali tidak pernah bergaul
dengan wanita seperti para pangeran lain. Kini tiba-tiba saja dia
mau menerima seorang selir!"
Kembali Cian Ciang-kun berhenti dan pandang matanya
mengamati wajah Pek-liong. Akan tetapi pendekar ini tidak
menunjukkan sesuatu pada wajahnya.
"Dan menurut Ciang-kun, apa artinya kejanggalan-kejanggalan
itu?" "Kalau Hong-houw tidak menghukumnya, hal itu berarti bahwa
ada kerja sama antara li-hiap dan Hong-houw, atau lebih tepat
lagi Hong-houw, memanfaatkan kehadiran li-hiap di istana untuk
mengerjakan sesuatu. Agaknya, Hong-houw yang sengaja
358 menyelundupkan li-hiap ke dalam istana bagian pria dengan cara
menghadiahkannya kepada Pangeran Souw Han."
"Kenapa kepada Pangeran Sauw Han?"
"Karena pangeran itu merupakan seorang yang paling disuka dan
paling dapat dipercaya, yang bersih dari pada persaingan yang
terjadi di istana. Selain itu, juga dia terkenal tidak suka bergaul
dengan wanita, dan hal ini yang membuat li-hiap suka
dihadiahkan sebagai selir. Tentu hanya luarnya saja demikian,
Pangeran Souw Han tidak akan mau mengganggunya, sehingga
li-hiap dapat leluasa mengadakan penyelidikan dengan sembunyi
di kamar pangeran itu sebagai selir, tidak menimbulkan
kecurigaan." Pek-liong mengangguk-angguk dan merasa kagum. Benar
dugaannya, orang she Cian ini memang cerdik sekali.
"Kalau begitu, kita boleh menghapus nama Permaisuri sebagai
orang yang boleh dicurigai memimpin komplotan Si Bayangan
Iblis?" tanyanya. "Tentu saja! Sejak dulu akupun yakin bahwa Si Bayangan Iblis itu
bukan dikendalikan oleh Hong-houw. Beliau memegang tampuk
kekuasaan. Untuk melenyapkan orang yang tidak disukainya,
beliau tinggal menuding saja dan orang itu akan ditangkap dan
dibunuh. Tidak perlu beliau mempergunakan pembunuh gelap
seperti Si Bayangan Iblis, karena hal itu hanya akan merugikan
beliau sendiri." 359 "Sekarang katakan mengapa engkau menyerahkan surat Liong-li
kepadaku, Ciang-kun" Bahaya apakah yang mengancam diri
Liong-li?" "Inilah yang mencemaskan hatiku, tai-hiap. Dari penyelidik yang
kutugaskan di sana, aku mendapat kabar mengejutkan kemarin.
Menurut penyelidik itu, Liong li-hiap ditangkap oleh Pangeran
Souw Cun dan diberi hukuman cambuk. Pangeran Souw Han
datang menyelamatkannya dan agaknya terjadi ketegangan
antara kedua orang pangeran itu. Kabar yang disampaikan
penyelidik itu hanya mengatakan bahwa li-hiap mengalami lukaluka di punggung karena lima kali cambukan, akan tetapi kini
telah diajak kembali oleh Pangeran Souw Han."
"Ahhh......!" Sui In berseru khawatir.
AKAN tetapi Pek-liong menerima berita ini dengan tenang-tenang
saja. Kalau hanya hukuman cambuk lima kali, tidak ada artinya
bagi Liong-li, dan kalau sampai punggungnya berdarah, hal itu
tentu disengaja oleh Liong-li yang hendak menyembunyikan
kepandaiannya. Dia tahu benar kecerdikan rekannya itu.
"Siapakah Pangeran Souw Cun itu?"
Cian Ciang-kun mengerutkan alisnya. "Hemm, bukan seorang
pemuda yang baik, tai-hiap. Bahkan tidak akan heran aku kalau
kemudian ternyata bahwa dia yang menjadi majikan dari para
pembunuh itu. Dia memang bisa berbahaya sekali."
360 "Hemmm..... tahukah engkau kenapa dia menangkap dan
mencambuki Liong-li yang sudah menjadi selir Pangeran Souw
Han?" Perwira itu menggeleng kepala. "Tidak ada, yang mengetahui apa
yang sebenarnya telah terjadi. Tahu-tahu li-hiap ditangkap
Pangeran Souw Cun sendiri yang datang bersama pengawalnya
selagi Pangeran Souw Han tidur dan li-hiap berada di ruangan
para dayang, lalu li-hiap dibawa ke kamar Pangeran Souw Cun.
Yang berada di sana hanya pangeran itu bersama pengawalnya
dan Bouw Sian-seng sehingga penyelidikku tidak dapat tahu apa
yang terjadi. Lalu Pangeran Souw Han datang dan membawa lihiap kembali ke tempat tinggalnya dalam keadaan luka-luka dari
pencambukan itu." "Kalau begitu, berarti bahaya sudah lewat. Liong-li tidak terancam
bahaya lagi." "Kurasa tidak demikian, tai-hiap. Hek-liong-lihiap memang
memesan kepadaku untuk menyerahkan surat itu kepada tai-hiap
kalau ia terancam bahaya dan aku melihat bahaya besar
mengancamnya, bukan hanya karena pencambukan itu,
melainkan akibatnya. "Akibat dari peristiwa itu dapat hebat dan amat berbahaya, taihiap. Jelas bahwa Pangeran Souw Cun mencurigai li-hiap dan
karena li-hiap secara resmi telah menjadi selir Pangeran Souw
Han, maka perbuatan Pangeran Souw Cun itu berarti penghinaan
terhadap Pangeran Souw Han. Hal ini dapat memancing
permusuhan secara terbuka.
361 "Mengingat bahwa Pangeran Souw Han adalah seorang
pangeran yang bersih dari persaingan di istana dan beliau tidak
mempunyai pengawal atau jagoan, sebaliknya Pangeran Souw
Cun amat kuat kedudukannya, maka tentu saja amat berbahaya
bagi li-hiap." Pek-liong mengerutkan alisnya. Dia sudah membuat perhitungan,
lalu tiba-tiba bertanya, "Cian Ciang-kun, dapatkah engkau
menyelundupkan aku ke istana, hari ini juga" Memang mungkin
sekali Liong-li membutuhkan bantuanku."
"Hemm!"Cian Ciang-kun meraba-raba jenggotnya yang rapi,
alisnya berkerut. "Kurasa dapat, tai-hiap. Akan tetapi agar tidak
terlalu menyolok, tai-hiap dapat kuselundupkan sebagai seorang
tukang kuda yang bekerja di istal kuda istana yang letaknya di
bagian belakang kompleks istana bagian pria."
"Bagus! Tolong buatkan gambar atau peta mengenai keadaan di
istana, di mana adanya istal itu dan di mana pula tempat tinggal
para pangeran, agar mudah bagiku untuk melakukan
penyelidikan." Sui In lalu cepat mengambilkan alat tulis dan tak lama kemudian,
Cian Hui sudah membuatkan peta untuk Pek-liong. Peta itu tidak
dibawa Pek-liong, melainkan dipelajari dan dihafalkan.
"Akupun ingin membantu," kata Sui In. "Sungguh tidak enak
menunggu di rumah, sedangkan Hek-liong-lihiap dan Tan Taihiap bekerja berat dan menghadapi bahaya di istana. Cian Ciangkun, dapatkah ciang-kun memberi saran bagaimana aku dapat
362 memasuki istana dan mengunjungi Lie li-hiap" Aku dapat
mengaku sebagai saudara sepupu!"
Cian Hui memandang dan dia melihat betapa wanita itu
bersungguh-sungguh. Mata yang bening itu memandang
kepadanya dengan penuh harapan. Ia dapat menjenguk isi hati
wanita ini. Sebagai isteri seorang korban pembunuhan misterius itu, tentu
saja ia ingin membalas kematian suaminya dan sedapat mungkin
membantu agar pembunuh itu dapat tertangkap. Dan dia
mendengar bahwa Cu Sui In adalah seorang murid Kun-lun-pai
yang lihai sehingga tenaganya memang boleh diandalkan untuk
membantu Hek-liong-li. "Sui In, apakah tidak akan terlalu berbahaya untukmu?" Ciok Taijin yang sejak tadi hanya menjadi pendengar saja, kini bertanya
dengan nada suara khawatir.
Dia tidak hanya mengkhawatirkan keselamatan keponakan
isterinya itu, akan tetapi juga keselamatan keluarganya sendiri.
Kalau sampai Sui In terlibat dalam keributan di istana, kemudian
ketahuan bahwa ia masih keponakannya, bukan tidak mungkin
seluruh keluarganya akan terlibat.
Agaknya Sui In dapat menjenguk isi hati pamannya. "Harap
paman tidak khawatir. Saya tidak akan menyebut nama paman,
juga tidak akan mengaku sebagai anggauta keluarga paman.
Saya akan mengaku sebagai seorang saudara sepupu dari Lie lihiap...... ah, siapa tadi nama samarannya Cian Ciang-kun?"
363 "Ketika kuselundupkan sebagai dayang, namanya Akim, akan
tetapi setelah menjadi selir Pangeran Souw Han, ia diberi nama
Siauw Cu oleh Permaisuri."
"Siauw Cu....... hemm, siapakah lebih tua antara kami, Ciangkun" Berapa usianya?"
Cian Hui tersenyum. "Aku sendiri tidak tahu berapa usianya.
Sungguh tidak mudah menaksir usia wanita, apa lagi Lie li-hiap."
"Usianya duapuluh lima tahun," kata Pek-liong.
"Dan aku duapuluh enam tahun. Biarlah aku akan mencari adik
Siauw Cu saudara sepupuku. Tentu saja harus ada surat
pengantarnya dan kuharap Cian Ciang-kun suka membantuku."
Cian Ciang-kun memandang kepada Pek-liong seolah minta
pertimbangan pendekar itu.
Pek-liong mengerti dan diapun berkata, "Tingkat kepandaian adik
Cu Sui In cukup tinggi sehingga diharapkan ia akan mampu
menjaga diri sendiri, juga mungkin saja dapat membantu Liong-li."
"Bagus kalau begitu! Baiklah, nona Cu, akan kuusahakan agar
engkau dapat memasuki istana sabagai tamu dari Lie li-hiap.
Sebetulnya hal ini bahkan baik sekali karena Lie li-hiap dan Tan
tai-hiap dapat berhubungan dengan aku yang di luar istana
melaluimu. 364 "Tan tai-hiap, jangan lupa untuk segera memberi kabar kepadaku
tentang keadaan di sana. Kalau ada bahaya, cepat kabarkan
sehingga aku dapat mengusahakan bantuan."
"Hemm, kalau kami terancam bahaya, siapa yang akan dapat
membantu kami, Ciang-kun?" Pek-liong ingin tahu.
"Hanya ada satu orang yang akan dapat membantumu, yaitu
Sribaginda Kaisar sendiri! Kalau memang kalian dapat
mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan bahwa Si Bayangan
Iblis berada di istana, maka aku dapat menghadap Sribaginda
Kaisar yang tentu akan mengerahkan pasukan untuk
mengadakan pembersihan di istana!"
"Baik sekali. Memang itu satu-satunya jalan. Baiklah, Ciang-kun,
mari kita membuat persiapan karena aku harus berada di istana
hari atau malam ini juga agar jangan sampai terlambat."
"Aku juga ingin cepat-cepat mengunjungi adik Siauw Cu," kata Cu
Sui In sambil memandang ke arah Pek-liong.
Pendekar yang amat dikaguminya itu siap menempuh bahaya.
Mengapa ia tidak berani" Bukan saja untuk membalas kematian
suaminya, akan tetapi juga dan ini terutama sekali, agar dia dapat
bekerja sama dengan Pek-liong!
"Y" Pek-liong berhasil dimasukkan ke istana oleh Cian Hui dan
diterima oleh kepala bagian pemeliharaan kuda istana, seorang
pejabat istana yang menjadi sahabat Cian Ciang-kun, sebagai
365 seorang tukang memelihara kuda. Pek-liong menggunakan nama
A-cin dan dengan penyamarannya yang sempurna, dia membuat
mukanya yang tampan berubah menjadi penuh bopeng yaitu
totol-totol hitam seperti bekas penyakit cacar. Dan A-cin segera
diterima dengan baik oleh para pekerja di situ karena dia begitu
datang pada siang hari itu terus bekerja dengan rajinnya,
tenaganya kuat dan diapun cepat akrab dengan kuda-kuda yang
dipelihara di situ, tanda bahwa dia memang sudah biasa merawat
kuda. Ketika makan sore, diapun makan hanya sedikit. Orang yang
sederhana, tidak banyak bicara, tidak banyak makan, akan tetapi
banyak bekerja seperti inilah yang disukai kawan-kawan
sekerjanya. Diapun pendiam sekali, tidak bicara kalau tidak ditanya. Karena
itu, dia tidak menimbulkan kecurigaan sama sekali. Siapa yang
akan curigai seorang laki-laki bermuka bopeng, sederhana dan
rajin bekerja seperti itu"
Ketika malam tiba, diapun lebih suka tidur di kandang kuda, di
atas rumput-rumput kering, dengan alasan bahwa dia tidak biasa
tidur di pembaringan yang lunak, apa lagi bersama orang lain.


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tentu saja kesederhanaannya itu ditertawakan orang, akan tetapi
mereka sama sekali tidak menaruh keberatan, bahkan girang
karena kuda-kuda itu ada yang menjaganya sehingga para
pekerja yang lain boleh enak tidur tanpa terganggu.
Biasanya, kalau ada kuda meringkik tidak wajar, mereka terpaksa
bangun untuk memerikaa kandang kuda. Sekarang, ada A-cin
366 tidur di istal, mereka tidak perlu bangun lagi kalau ada keperluan
di kandang itu. Setelah malam sunyi dan semua pekerja pulas, A-cin berubah
menjadi sesosok bayangan yang berkelebat cepat. Pek-liong
selalu berpakaian serba putih, akan tetapi karena sekarang dia
sedang menyamar dan melakukan penyelidikan, dia menutupi
pakaian putih itu dengan jubah dan celana hitam, bahkan
menutupi hidung dan mulutnya dengan saputangan hitam pula.
Dengan beberapa loncatan saja diapun berkelebat lenyap dari
situ, ia mengambil jalan yang sudah dihafalnya dari peta yang
dibuat Cian Hui sebelum mereka memasuki istana tadi.
Dia sudah mempelajari semua keadaan keluarga Kaisar dari Cian
Hui. Dia tahu bahwa Sribaginda Kaisar Tang Kao Cung yang
usianya kurang lebih limapuluh tahun itu adalah seorang kaisar
yang lemah karena seolah-olah menjadi boneka di tangan
isterinya, Permaisuri Bu Cek Thian!
Biarpun kaisarnya masih Kaisar Tang Kao Cung, namun sudah
menjadi rahasia umum bagi para pejabat bahwa segala
keputusan keluar dari mulut Permaisuri melalui Kaisar. Juga
Putera Mahkota, Tiong Cung, putera kandung Bu Cek Thian,
tidak berbeda dari ayahnya, merupakan boneka yang dimainkan
oleh ibunya sehingga dia terkenal sebagai seorang pangeran
yang manja, malas dan tidak mempunyai semangat, tidak
memiliki prakarsa. Segala keputusan penting yang diambil Kaisar tentu lebih dulu
melalui penyaringan Permaisuri. Karena itu, kekuasaan Bu Cek
367 Thian amat besarnya dan semua orang takut kepadanya. Dan
permaisuri ini terkenal keras dan kejam terhadap lawanlawannya, yaitu mereka yang menentang kekuasaannya, juga ia
memelihara banyak jagoan yang lihai.
Namun, di samping itu semua, Bu Cek Thian terkenal amat
cerdik. Satu di antara kecerdikannya yang membuat ia berhasil
dalam ambisinya adalah cara ia mendekati para panglima perang.
Ia teramat royal bahkan memanjakan para panglima sehingga
dapat dibilang semua panglima merasa berhutang budi dan suka
kepadanya, hal yang menimbulkan kesetiaan, dan sekali para
panglima mendukungnya, maka kekuasaan mutlak berada di
tangannya tanpa ada yang berani mengganggu gugat.
Di samping Pangeran Tiong Cung yang menjadi Putera Mahkota
dan yang menjadi seperti boneka di tangan ibunya, ada lagi
Pangeran Li Tan.Pangeran ini juga putera kandung Bu Cek
Thian, baru berusia tigabelas tahun. Pangeran ini lebih
bersemangat dari pada kakaknya, namun karena ia kehilangan
perhatian dari ibu kandungnya, ia menjadi nakal walaupun cerdik.
Pangeran Souw Cun adalah pangeran yang paling berbahaya di
antara semua pangeran, demikian Pek-liong mendengar dari Cian
Hui. Pangeran Souw Cun ini terkenal petualang dan mata
keranjang, bukan saja suka berkeliaran di luar istana dan
mendatangi tempat-tempat pelacuran, akan tetapi juga suka
berburu, berjudi dan mabok-mabokan. Akan tetapi diapun suka
belajar ilmu silat dan bergaul di antara orang-orang dari dunia
persilatan. Maka, pangeran itu patut diawasi dan diamati gerak
368 geriknya karena orang seperti dia besar sekali kemungkinannya
bersekongkol dengan tokoh-tokoh sesat.
Sebaliknya, Pangeran Souw Han terkenal sebagai pangeran yang
lembut dan baik, jujur dan disuka karena tidak memusuhi siapa
pun, tidak berambisi dan tidak ikut bersaing memperebutkan
kekuasaan. Tokoh ini amat penting dan menarik bagi Pek-liong,
terutama sekali karena kepada pangeran inilah Liong-li diberikan
sebagai selir! Dia dapat menduga bahwa tidak mungkin Liong-li
menjadi selir benar-benar. Tentu hal itu hanya merupakan siasat
saja dari Permaisuri untuk menyelundupkan Liong-li ke dalam
istana bagian pria dan hendak dijadikan mata-mata atau
penyelidik demi kepentingan Permaisuri sendiri tentunya.
Di antara banyak pangeran lain yang tidak begitu penting, ada
lagi seorang pangeran yang patut diperhatikan menurut
keterangan Cian Hui, yaitu Pangeran Kim Ngo Him, mantu dari
Sribaginda Kaisar. Menurut Cian Ciang-kun, pangeran yang
menjadi mantu kaisar inipun berambisi dan dia juga mempunyai
jagoan-jagoan. Hanya mereka itulah yang perlu mendapatkan
perhatian utama dari Pek-liong.
Malam itu, Pek-liong berlompatan sambil menyelinap di antara
wuwungan bangunan istana yang luas, menuju ke tempat tinggal
Pangeran Kim Ngo Him yang berada di pinggir. Sebagai seorang
mantu kaisar, tentu saja kedudukannya agak lebih rendah
dibandingkan dengan pangeran putera kaisar.
Tiba-tiba dengan cepat sekali dia mendekam di balik wuwungan
karena dia melihat berkelebatnya bayangan hitam dari arah kiri.
369 Bayangan itu ringan sekali gerakannya dan kakinya tidak
mengeluarkan suara sedikitpun ketika menginjak genteng. Hal ini
saja membuktikan bahwa bayangan itu memiliki gin-kang (ilmu
meringankan tubuh) yang hebat. Dan bayangan itupun tiba-tiba
berhenti, membalik dan begitu tangannya bergerak, nampak
benda-benda hitam kecil meluncur ke arah tubuh Pek-liong!
Pendekar ini cepat mengelak dengan loncatan ke kanan, dan
terdengar suara berkelentingan ketika paku-paku itu jatuh ke atas
genteng. Dan sebelum Pek-liong sempat melarikan diri, bayangan
itu seperti terbang saja sudah meloncat dan menyerangnya
bagaikan seekor burung rajawali menyambar mangsanya! Kedua
tangannnya dijulurkan ke depan, menyerang ke arah kepala Pekliong.
Ketika ada angin menyambar membawa hawa panas, Pek-liong
maklum bahwa lawannya tidak boleh dipandang ringan. Diapun
mengerahkan tenaga sin-kang menyambut dengan kedua tangan
terbuka. "Dessss......!!" Dua pasang telapak tangan bertemu di udara dan
akibatnya, bayangan hitam itu terdorong dan terlempar ke atas
sedangkan Pek-liong sendiri harus mempertahankan diri untuk
tidak terhuyung jatuh. Dia merasa betapa tenaga lawan itu amat kuatnya, dan andaikata
mereka berdua sama-sama berpijak di atas tanah, belum tentu
dia akan menang tenaga. Orang itu terpental karena tubuhnya
masih berada di udara. Dan hebatnya orang yang terpental ke
370 atas itu berjungkir balik beberapa kali dan tubuhnya melayang ke
bawah. Ketika Pek-liong mengejar ke bawah, bayangan itu sudah lenyap.
Melihat keadaan sekelilingnya, Pek-liong merasa yakin bahwa
orang itu tentu menyelinap masuk ke dalam bangunan itu, tempat
tinggal Pangeran Kim Ngo Him, mantu kaisar!
Tentu saja Pek-liong menjadi heran dan curiga. Tentu ada
hubungan antara si bayangan tadi, entah dia itu Si Bayangan Iblis
atau bukan, dengan Pangeran Kim Ngo Him. Kalau tidak begitu,
bagaimana mungkin orang tadi dapat bersembunyi di rumah itu.
Diapun menyelinap masuk pekarangan lalu memasuki taman di
sebelah rumah, dengan cepat namun hati-hati dia mendekati
jendela rumah yang berada di samping.
"Tolong......! Ada penjahat..........!!"
Tadinya Pek-liong terkejut dan mengira bahwa dia yang diteriaki,
maka dia sudah siap siaga kalau-kalau ada yang akan
menyerang atau mengeroyoknya. Akan tetapi tidak ada bayangan
orang, dan di dalam rumah itu terjadi keributan. Diapun meloncat
ke atas genteng dan melakukan pengintaian.
Di ruangan belakang dia melihat seorang nenek yang usianya
sudah enampuluh lima tahun lebih, kurus kering, sedang berdiri
gemetaran dan seorang pemuda tampan yang berpakaian
bangsawan bersama enam orang pengawal berdiri di depan
nenek itu. Pangeran itu agaknya marah kepada si nenek yang
nampak ketakutan. 371 "Lo-ma, engkau membikin kaget saja! Mana ada penjahat"
Kenapa engkau berteriak-teriak membangunkan seisi rumah
dengan teriakan penjahat?" tanya bangsawan muda yang bukan
lain adalah Pangeran Kim Ngo Him seperti yang sudah diduga
oleh Pek-liong itu. Nenek kurus kering itu lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki
pangeran. "Aduh, ampunkan hamba yang sudah tua ini,
pangeran. Bagaimana hamba berani mengacau dan membikin
ribut" Hamba berani bersumpah bahwa baru saja memang ada
penjahat masukke sini. Hamba terkejut melihat bayangan hitam
itu meloncat ke sini. Agaknya diapun tidak menduga bahwa
hamba belum tidur dan berada di sini, maka dia meloncat lagi dan
lenyap. Hamba lalu menjerit saking kaget dan takut. Ampunkan
hamba......" "Sudahlah, Kui Lo-ma, jangan ribut lagi. Hayo kalian cepat
melakukan perondaan dan pemeriksaan!" kata pangeran itu
kepada para pengawalnya. Mendengar ini, Pek-liong sudah mendahului meloncat pergi
meninggalkan tempat itu. Dia kini merasa yakin bahwa memang
ada penjahat yang lihai sekali berkeliaran di istana, dan agaknya
penjahat itu tidak mempunyai hubungan apapun dengan Kim Ngo
Him. Namun hal ini bukan berarti bahwa nama Kim Ngo Him sudah
semestinya dihapus dari daftar orang-orang yang dia dicurigai.
Tidak, dia akan tetap mengamati pangeran mantu kaisar ini. Dia
lalu melakukan penyelidikan ke bagian lain, kini hendak
372 menyelidiki keadaan tempat tinggal Pangeran Souw Cun. Karena
Cian Ciang-kun sudah memperingatkan bahwa di antara para
pangeran, Pangeran Souw Cun ini yang paling berbahaya, dan
dia memiliki banyak jagoan lihai, maka Pek-liong bersikap hatihati sekali.
Sementara itu, sejak sore tadi, Liong-li sudah sadar dari keadaan
mabok madu asmara sehari penuh ia dan Pangeran Souw Han
berenang dalam lautan madu asmara yang penuh kemesraan.
Biarpun ia sudah banyak bergaul dengan pria, harus diakuinya
bahwa baru pertama kali itu selama hidupnya ia merasakan
kemesraan yang penuh kelembutan sehingga amat mengharukan
hati. Mendekap pangeran itu dalam pelukan rasanya seperti
mendekap seorang bayi yang mulus dan murni.
Hal ini tidak mengherankan karena Pangeran Souw Han juga
selamanya baru sekali itu berdekatan penuh mesra dengan
seorang wanita. Dia mencurahkan semua perasaan cintanya
kepada Liong-li sehingga keduanya terbuai dan lupa diri, tak
pernah meninggalkan pembaringan, bahkan lupa makan!
Baru setelah keadaan cuaca di kamar itu gelap karena matahari
tidak lagi meneroboskan cahayanya ke situ, dan Pangeran Souw
Han menyalakan lampu penerangan, mereka seakan terseret
kembali ke dunia sadar. Keduanya baru mendengar keruyuk
perut mereka yang lapar. "Aih, laparnya perutku!" Liong-li tertawa dan Pangeran Souw Han
merangkul perut yang kempes itu.
"Kasihan perutmu, enci Cu," katanya sambil membelai.
373 Liong-li menggelinjang dan melompat turun dari pembaringan,
menyambar pakaiannya. "Cukup, Pangeran. Jangan kaujamah lagi aku, tak kuat lagi
aku......" Pangeran Souw Han juga tertawa. "Sehari kita tidak makan, enci
Cu. Mari kita makan!"
Setelah mereka berpakaian rapi, baru Pangeran Souw Han
membuka daun pintu dan bertepuk tangan memanggil para
dayangnya. Lima orang dayang itu datang menghadap dan
mereka saling pandang dengan sinar mata penuh pengertian
ketika mereka melihat betapa kusutnya kedua orang majikan
mereka itu, dan betapa wajah pangeran yang tampan itu agak
pucat, sedangkan wajah Liong-li kemerahan.
"Kami lapar, hidangkan makanan yang paling lezat!" perintah
Pangeran Souw Han. Memang para dayang itu sudah sejak tadi mempersiapkan
makanan. Mereka menanti dengan hati gembira bercampur
tegang, karena pangeran dengan selirnya itu tidak pernah keluar
dari dalam kamar selama sehari penuh!
"Bagaimana dengan punggungmu, sayang?" tanya Pangeran
Souw Han sambil memegang kedua tangan Liong-li.
Liong-li tersenyum. "Sudah sembuh, pangeran. Ternyata belaian
tanganmu yang penuh kasih lebih manjur dari pada obatku."
374 Kembali keduanya tersenyum dan Pangeran Souw Han
merangkul dan mencium wanita yang merupakan wanita pertama
dalam hidupnya itu. Akan tetapi, ciumannya tidak dapat
dipertahankan lama karena terdengar langkah kaki para dayang
yang memasuki kamar membawa hidangan yang mereka atur di
atas meja. Tak lama kemudian, Liong-li dan Pangeran Souw Han sudah
makan minum dengan gembiranya. Sehari berenang di lautan
madu asmara membuat mereka merasa letih, lemas dan lapar
sekali. Lauk pauk yang paling lezat adalah hati senang, badan
sehat dan perut lapar! Apa lagi hidangan yang dibawa para
dayang itu merupakan hidangan yang serba lezat. Tidak aneh
kalau kedua orang itu makan dengan gembulnya.
Setelah malam tiba, Liong-li berkemas, berganti pakaian hitam,
siap untuk melaksanakan tugasnya. Melihat wanita yang
dikasihinya itu, yang kini seolah sudah melekat di hatinya dan di
dagingnya, Pangeran Souw Han merangkulnya.
"Tidak, enci Cu! Tidak! Engkau tidak boleh pergi. Engkau baru
saja menderita cambukan, dan sekarang hendak menghadapi
bahaya" Engkau sudah dicurigai, tentu mereka itu lebih waspada
dan selalu akan mengintai semua gerak gerikmu!"
Liong-li merasa betapa lembutnya rangkulan itu, betapa penuh
perasaan kasih sayang, betapa mesranya dan hatinya terharu.
Akan tetapi ia bukan seorang wanita lemah. Ia mengusir
keharuannya dengan senyum, senyum bahagia. Ia merasa
berbahagia sekali bahwa dirinya, seorang wanita kang-ouw yang
375 bahkan pernah dipaksa menjadi pelacur, seorang wanita dengan
tubuh yang sudah ternoda, kini bisa mendapatkan kasih sayang
yang demikian besarnya dari Pangeran Souw Han yang budiman
dan bijaksana ini. Kenyataan itu saja adalah merupakan karunia yang amat besar
baginya, yang membuatnya bangga menjadi manusia! Akan
tetapi ia tidak mau membiarkan .dirinya tenggelam ke dalam
kebahagiaan dan kenikmatan hidup itu. Ia tidak ingin menyeret


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pangeran yang demikian berbudi ke dalam jalan hidupnya yang
penuh kekerasan, penuh bahaya dan petualangan.
Dengan lembut iapun melepaskan diri dari rangkulan pangeran itu
dan melangkah mundur. Ia membereskan ikat pinggangnya,
menyelipkan pedang Hek-liong-kiam di balik jubahnya,
memperkuat ikatan rambutnya dan tersenyum memandang
kepada pangeran itu. "Pangeran, ingatlah akan semua peringatan saya pagi tadi. Kita
memang telah minum anggur asmara bersama dan harus kuakui
bahwa saya sendiri hampir mabok, pangeran. Belum pernah saya
merasakan kebahagiaan yang demikian besar seperti tadi."
"Itulah sebabnya mengapa kita tidak boleh berpisah lagi, enci Cu.
Engkau harus menjadi isteriku, hidup bersamaku selamanya......"
kata pangeran itu penuh semangat.
Senyum Liong-li melebar, akan tetapi ia menggeleng kepala.
"Ingat ucapan saya tadi, Pangeran. Saya, tidak mungkin dapat
menjadi isterimu, bahkan selirmu pun tidak, walaupun saya akan
376 berbohong kalau mengatakan
menginginkan hal itu. bahwa hati saya tidak "Hidup selamanya di sampingmu, betapa akan indahnya! Akan
tetapi tidak mungkin. Saya seorang tokoh kang-ouw, seorang
petualang yang terbiasa hidup bebas, hidup tanpa kekangan,
terbiasa menghadapi bahaya-bahaya maut, bermusuhan dengan
tokoh-tokoh sesat yang lihai dan berbahaya.
"Nah, saya harap paduka dapat menginsafi hal ini. Nanti apa bila
pengaruh anggur asmara tadi sudah agak mereda, tentu paduka
akan dapat melihat kebenaran pendapat saya, Betapapun juga,
Bumi dan Langit menjadi saksi bahwa selama hidup saya, saya
tidak akan dapat melupakan keindahan yang kita nikmati sehari
tadi, Pangeran. Nah, saya pergi, pangeran."
Sekali berkelebat, Liong-li sudah lenyap dari depan pangeran itu
yang seketika merasa lemas dan dia pun menjatuhkan diri di atas
pembaringan yang masih kusut itu. Dipeluknya bantal yang masih
mencium bau badan yang khas dari Liong-li dan sejenak
pangeran itu seperti tertidur. Akan tetapi, akhirnya dia menarik
napas panjang dan bangkit duduk, termenung.
Semua ucapan wanita itu terngiang di telinganya dan beberapa
kali diapun mengangguk-angguk. Dia dapat menyelami
perasaaan wanita kang-ouw itu. Bagaikan seekor burung hutan,
yang akan mati lemas dan penuh duka kalau dikurung, walaupun
dalam kurungan emas, demikian pula Liong-li akan merana kalau
harus hidup sebagai seorang puteri di istana. Bunga mawar rimba
377 yang liar, mungkin bahkan akan menjadi kurus kalau dipindahkan
ke dalam taman yang indah terpelihara baik-baik.
Dia mengeluh. Dia merasa ragu apakah dia akan pernah dapat
jatuh cinta kepada wanita lain. Agaknya tidak mungkin di dunia ini
dia akan dapat menemukan Liong-li kedua yang bersedia menjadi
isterinya atau selirnya. Dan sejak saat itu, Pangeran Souw Han
merasa kehilangan sekali, bahkan merasa betapa hidup ini akan
menjadi sunyi dan tak berarti tanpa adanya Liong-li di
sampingnya. Sementara itu, Liong-li keluar dari rumah Pangeran Souw Han
dengan hati-hati sekali. Sebelum ia memperlihatkan diri di tempat
terbuka di luar rumah, lebih dulu ia mengintai dan setelah merasa
yakin bahwa tidak ada orang yang mengetahuinya, baru ia
melompat keluar melalui taman bunga di belakang rumah. Ia
menyusup-nyusup di antara pohon dalam taman itu, kemudian
melompati pagar tembok di belakang dan baru ia berani
melompat ke atas genteng bangunan di luar kompleks
perumahan Pangeran Souw Han.
Sisa-sisa kemesraan yang masih melekat di perasaannya
ditanggalkannya setelah ia berada di udara terbuka, setelah
tubuhnya diterpa hawa dingin malam itu dan iapun sudah mampu
sama sekali melupakan bayangan Pangeran Souw Han, dan
sepenuhnya seluruh perhatiannya dicurahkan untuk pelaksanaan
tugasnya. Malam ini ia harus berhasil meringkus Kwi-eng-cu, Si
Bayangan Iblis! 378 Malam ini ia akan menyelidiki tempat tinggal Pangeran Kim Ngo
Him, mantu kaisar itu. Ada pula bayangan menghilang di rumah
ini ketika ia melakukan penyelidikan yang lalu.
Untuk sementara ini agaknya Pangeran Souw Cun tidak akan
berani melakukan tindakan, setelah apa yang terjadi pagi tadi.
Kemarahan Pangeran Souw Han kepadanya, ancaman Pangeran
Souw Han untuk melapor kepada Kaisar dan Permaisuri, tentu
akan membuat Pangeran Souw Cun tidak berani banyak
membuat ulah untuk sementara ini. Maka, yang paling tepat untuk
diselidiki adalah Pangeran Kim Ngo Him.
Ketika ia tiba di dekat tembok pekarangan rumah tinggal
Pangeran Kim Ngo Him, ia melihat sesosok bayangan hitam
muncul dari dalam. Dengan gerakan lincah, bayangan itu
meloncat dari dalam ke atas wuwungan rumah itu, berdiri tegak
memandang ke sekeliling. Bayangan itu mengenakan pakaian serba hitam dan kepalanya
dibungkus kain hitam pula. Ada dua ujung kain itu mencuat ke
atas sehingga nampaknya seperti tanduk. Bayangan itu memiliki
bentuk tubuh yang kurus agak jangkung.
Dengan jantung berdebar tegang Liong-li menahan diri untuk
tidak segera muncul turun tangan. Ia tidak ingin gagal kali ini,
tidak akan tergesa-gesa. Kalau ia muncul menyerang dan
bayangan itu lari lagi ke dalam gedung tempat tinggal Pangeran
Kim Ngo Him, tentu ia tidak akan melakukan pengejaran. Terlalu
berbahaya, karena selain sukar mencarinya di di dalam gedung
yang tidak dikenalnya, juga mungkin malah rahasianya akan
379 terbuka. Ia harus menanti saat yang baik dan akan membayangi
dulu. Bayangan itu memandang ke sekeliling beberapa saat lamanya,
kemudian tubuhnya melayang turun dari atas genteng dengan
cepat bagaikan seekor burung saja. Liong-li kagum dan iapun
cepat melayang turun dari samping rumah yang berlawanan,
kemudian ia menyusup-nyusup dan menyelinap di antara pohonpohon dan bangunan ketika melihat bayangan itu keluar dari
pagar gedung Pangeran Kim Ngo Him lalu lari menuju ke bagian
belakang kompleks istana.
Bayangan itu terus berlari cepat menuju ke bagian paling
belakang dari kompleks istana di mana terdapat sebuah bukit
kecil. Di atas bukit ini terdapat sebuah hutan buatan di mana
dipelihara binatang-binatang hutan yang jinak seperti kijang,
kelinci dan sebagainya. Juga di puncaknya terdapat kuil istana.
Keluarga kaisar suka berpesiar di dalam hutan yang indah dan
tidak berbahaya ini dan kuil itu merupakan tempat sembahyang
dan pemujaan dari para anggauta keluarga kaisar.
Ketika tiba di tepi hutan, Liong-li yang tidak ingin kehilangan
orang yang dikejarnya itu, mempercepat larinya agar jaraknya
tidak terlampau jauh. Sejak tadi ia sudah kagum karena orang itu
harus diakuinya memiliki ilmu berlari cepat yang hebat. Ia harus
mengerahkan tenaganya untuk dapat membayangi terus orang itu
dan hal ini saja sudah memberi peringatan kepadanya bahwa ia
menghadapi lawan yang lihai.
380 Tiba-tiba bayangan itu membalikkan tubuhnya dan kedua
tangannya bergerak. Terdengar bunyi berdesingan dan Liong-li
cepat mengelak dengan loncatan-loncatan ke kanan kiri karena
ada paku-paku yang menyambar-nyambar ke arahnya secara
berturut-turut. Sungguh berbahaya sekali penyerangan itu. Paku pertama
menyambar dan ketika ia mengelak ke kiri, paku kedua
menyambar ke tempat ia mengelak. Ketika ia mengelak dari
sambaran paku kedua, paku ketiga mengejarnya! Sampai
berturut-turut ada tujuh buah paku menyambar dan tentu saja,
penyerangan ini amat berbahaya bagi orang yang tidak memiliki
kelincahan gerakan seperti Liong-li.
Orang itu telah melihatnya. Inilah saatnya untuk turun tangan
menangkapnya, pikir Liong-li, maka elakan yang terakhir dari
paku ketujuh dilakukan dengan melayang ke depan dan langsung
tubuhnya meluncur bagaikan seekor naga melayang di angkasa
dan menubruk ke arah penyerangnya!
"Ehhh......!" Orang itu mengeluarkan seruan kaget dan agaknya
bayangan itu tidak mengira bahwa orang yang membayanginya
demikian lihainya, bukan saja mampu menghindarkan diri dari
tujuh batang pakunya, akan tetapi bahkan berbalik menyerang
sedahsyat itu! Akan tetapi, tepat seperti yang diduga oleh Liong-li, bayangan itu
lihai sekali. Biarpun penyerangan Liong-li yang dilakukan dengan
tubuh melayang seperti itu amat berbahaya, namun orang itu
dengan lincahnya telah dapat menyingkir dengan loncatan ke
381 kanan dan begitu tubuh Liong-li turun ke atas tanah, dia malah
menyerang dengan dahsyat, kedua tangannya bergerak
mencengkeram, yang kiri mencengkeram kepala, yang kanan
mencengkeram ke arah dada!
Liong-li menggerakkan kedua tangannya menangkis dari samping
dengan kedua lengan diputar melingkar ke atas dan bawah
sambil mengerahkan tenaga karena ia hendak mengukur
kekuatan lawan. Jelas bahwa lawan memiliki gin-kang yang hebat
dan hanya sedikit di bawah tingkatnya sendiri. Kini ia ingin
mengukur tenaga lawan. "Dukkkk!" Dua pasang lengan ini bertemu dan akibatnya sungguh
mengejutkan kedua pihak. Liong-li terdorong mundur dua langkah, akan tetapi orang itupun
terjengkang dan terhuyung. Kiranya dalam hal tenaga sinkang
merekapun seimbang dan hal ini tentu saja membuat Liong-li
amat berhati-hati. Tentu Kwi-eng-cu (Si Bayangan Iblis) itu,
melihat akan kelihaiannya. Iapun mendesak dengan seranganserangan kilat yang nampaknya lemah lembut namun amat
berbahaya karena ia telah memainkan ilmu silat Bi-jin-kun (Silat
Wanita Cantik) yang nampaknya seperti orang menari-nari indah
saja namun setiap tamparan tangan atau tendangan kaki
merupakan serangan maut yang amat berbahaya bagi lawan.
Namun lawan itu lihai dan selain dapat menghindarkan semua
serangan Liong-li, juga mampu membalas dengan serangan
balasan yang takkalah ampuhnya, bahkan ketika tangannya
382 menyambar, Liong-li dapat mencium bau amis, tanda bahwa
tangan orang itu mengandung hawa beracun!
"Plakk! Plakk!" Kembali tangan mereka bertemu dan orang itu
mengeluarkan seruan kaget dan melangkah mundur.
Liong-li tersenyum di balik kedoknya. Tentu orang itu terkejut
karena merasa betapa telapak tangannya menjadi panas bertemu
dengan tangannya. Ia tadi telah mengerahkan tenaga Hiat-tokciang (Tangan Darah Beracun)! Akan tetapi agaknya orang itu
mampu menolak pengaruh hawa beracun dari tangannya.
Buktinya orang itu tidak mundur, bahwa kini mencabut sebatang
pedang yang berkilauan dan mengamuk, menyerangnya bertubitubi.
Liong-li belum mau mencabut Hek-liong-kiam. Ia tahu bahwa
sekali mencabutnya, tidak mungkin lagi ia menyembunyikan
keadaan dirinya. Wajahnya dapat ditutupi kedok, akan tetapi Hekliong-kiam pasti akan dikenal orang dan di dunia ini tidak ada dua
Hek-liong-kiam. Satu-satunya yang berada di tangan Hek-liong-li!
Maka, iapun hanya melindungi diri dengan ilmu Liu-seng-pouw
(langkah Ajaib Bintang Cemara). Dengan ilmu ini, sambaran
pedang lawan selalu dapat ia elakkan dengan geseran-geseran
kaki yang melangkah secara aneh.
Sudah ada tigapuluh jurus lebih mereka berkelahi dan tiba-tiba
bayangan yang lihai itu meloncat ke dalam hutan setelah
terdengar suitan lirih dari dalam hutan. Liong-li tidak berani
mengejar. Bukan saja karena hutan itu gelap dan mengejar orang
berbahaya dan lihai di dalam hutan yang gelap amatlah
383 berbahaya. Ia dapat dibokong dan dijebak, juga suara suitan tadi
membuktikan bahwa orang yang lihai itu masih mempunyai
kawan di dalam hutan! Tiba-tiba wajah Liong-li berubah pucat. Orang tadi jangan-jangan
hanya memancing agar ia pergi lama meninggalkan Pangeran
Souw Han! Teringat ia akan peristiwa di pagi hari tadi. Pangeran
Souw Han telah mengeluarkan ancaman kepada Pangeran Souw
Cun, berarti bahwa pangeran yang disayangnya itu terancam
bahaya. Ia tidak akan ingat tentang hal ini kalau saja ia tidak melihat sikap
bayangan yang mencurigakan tadi. Bayangan itu tidak
melanjutkan perkelahian dengannya, pada hal bayangan itu
belum kalah, bahkan di dalam hutan masih ada kawannya. Dan
suitan tadi, bukankah itu merupakan isyarat agar bayangan yang
melawannya itu pergi meninggalkannya" Agaknya ia sengaja
dipancing dengan akal "memancing harimau meninggalkan
sarang", tentu untuk mengambil atau mengganggu anak harimau.
Pangeran Souw Han! Teringat ini, Liong-li meloncat,
meninggalkan tepi hutan itu dan kembali ke gedung tempat
tinggal Pangeran Souw Han. Jantungnya berdebar penuh
ketegangan ketika ia tiba di atas genteng rumah Pangeran Souw
Han. Dengan ringan tubuhnya lalu meluncur turun dan ia
memasuki rumah melalui pintu samping.
Ketika ia tiba di depan pintu kamar sang pangeran, hatinya lega
karena nampaknya tidak ada terjadi sesuatu dan sunyi saja di
situ. Tentu pangeran telah pulas, juga lima orang pelayan di
384 belakang. Kasihan sang pangeran, pikirnya sambil tersenyum.
Terlalu lelah dia sehari tadi sehingga kini tentu sedang pulas dan
bermimpi indah tentang pengalamannya siang tadi.
Ia tidak tega untuk mengetuk pintu menggugahnya, maka ia lalu
mengambil jalan memutar ke samping, dan mencoba untuk
membuka jendela dengan dorongan. Akan tetapi, daun jendela itu
terbuka dengan mudah. Tidak dikunci! Betapa sembrononya sang
pangeran, dan juga para pelayan dayang itu. Jendela dibiarkan
tidak dikunci dari dalam! Ia membuka jendela dan melompat ke
dalam. Gelap di dalam. Ia lalu menyalakan lilin dan ketika memandang
ke arah pembaringan, tubuh pangeran nampak tidur miring
menghadap ke dinding. Kelambunya tertutup dan sepasang
sepatu pangeran itu berjajar rapi di bawah pembaringan.
Melihat tubuh pangeran itu rebah miring, bergolak pula darah di
tubuh Liong-li. Tidak, ia tidak akan menuruti nafsu berahinya.
Akan tetapi ia harus menjenguk sang pangeran, melihat bahwa
dia selamat dan setelah yakin, baru ia akan pergi lagi.
Dihampirinya pembaringan. Disingkapnya kelambu dan...... ia
terbelalak, mukanya berubah pucat sekali.
"Pangeran.......!" Ia menjerit lirih sambil menubruk. Akan tetapi, ia


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkulai lemas dan di lain saat ia telah merebahkan mukanya di
dada yang sudah tidak lagi berdetak atau bernapas itu. Pangeran
Souw Han telah tewas! "Ya Tuhan.......! Pangeran Souw Han......!"
385 Liong-li menggigit bibirnya sendiri, menahan sekuatnya untuk
tidak menjerit dan menangis. Beberapa menit kemudian, setelah
ia merebahkan kepalanya di dada yang tak bernapas lagi itu, ia
bangkit, mengusap kedua mata yang sempat basah, lalu
memeriksa. Sebentar saja ia menemukan sebab kematian pria
itu. Pelipis kirinya retak oleh pukulan yang amat kuat dan dia
tentu tewas seketika tanpa mampu berteriak lagi. Dia telah
dibunuh secara kejam! Ia bangkit berdiri, menatap wajah yang tampan itu, wajah yang
kini nampak lebih tenang dari pada biasanya, dan bibir itupun
mengembangkan senyum mati. "Pangeran, maafkan saya......
engkau mati karena terlibat penyelidikan saya. Tenangkan dirimu,
pangeran. Aku bersumpah untuk membalas kematianmu, akan
kubunuh orang yang telah menewaskanmu!" Setelah berkata
demikian, ia menyelimuti tubuh pangeran itu sampai ke lehernya,
kemudian ia mulai menyelidik.
Kamar itu jelas dimasuki orang dan nampak barang berserakan.
Terutama sekali lemari pakaian. Pakaian yang biasa ia pakai
terutama berserakan di luar lemari. Kemudian ia lari ke bagian
belakang dan makin gemaslah ia ketika melihat betapa lima
orang dayang pelayan itupun telah mati semua! Juga mati karena
pukulan pada kepala mereka!
"Jahanam Pangeran Souw Cun!" Liong-li mengepal tinju. Ia
merasa pasti bahwa tentu pangeran jahanam itu yang telah
membunuh Pangeran Souw Han dan enam orang dayang
pelayannya. Siapa lagi kalau bukan Pangeran Souw Cun itu"
386 Pagi tadi mereka bertengkar. Pangeran Souw Han telah
mengeluarkan kata-kata ancaman. Dan untuk menjaga agar tidak
ada saksi bahwa dia pernah menculik selir Pangeran Souw Han,
maka lima orang dayang pelayan itupun dibunuh! Kalau ia berada
di kamar itu, tentu akan dibunuh pula. Dan kini, melihat bahwa ia
tidak berada di kamar, tentu Pangeran Souw Cun semakin curiga
dan tahu bahwa ia adalah seorang penyelundup dan penyelidik
yang menyamar selir Pangeran Souw Han.
"Keparat engkau Pangeran Souw Cun! Akan kubasmi engkau dan
semua antek-antekmu!" katanya dengan suara mendesis.
Biasanya Liong-li merupakan seorang yang dapat menguasai
perasaannya dan tidak mudah terseret oleh nafsu amarah. Akan
tetapi sekali ini, ia merasa demikian sedih dan marah sehingga ia
seperti lupa diri. Kedua matanya yang mencorong itu
mengeluarkan sinar berapi-api dan mata itu masih selalu basah
air mata yang ditahan-tahannya sehingga tidak sempat mengalir.
Cuping hidungnya kembang kempis dan bibirnya bergerak-gerak,
dagunya mengeras. Ia saat itu berubah menjadi Dewi Maut
sendiri! Tengah malam telah lama lewat ketika bayangan Liong-li yang
dibakar kemarahan itu berkelebat di atas wuwungan rumah
pangeran Souw Cun. Seorang ahli silat yang mempunyai banyak
musuh, yang hidupnya selalu dibayangi bahaya, haruslah selalu
waspada. Dan perasaan duka dan marah mengurangi
kewaspadaan itu. 387 Demikianlah pula dengan Liong-li. Karena hatinya dibakar
dendam kemarahan, ia lupa akan keadaan dirinya, lupa bahwa ia
sedang dalam penyamaran, sedang melakukan tugas
penyelidikan. Yang memenuhi ingatannya hanyalah bahwa
pangeran yang disayangnya telah dibunuh secara kejam dan ia
harus membalas dendam terhadap pembunuhnya!
Hal ini mengurangi kewaspadaannya sehingga ia tidak tahu sama
sekali bahwa ia seperti masuk dalam perangkap yang dipasang
orang-orang yang amat cerdik dan lihai. Tidak ada lagi
kecurigaan penuh kewaspadaan yang selalu menyertai dirinya,
dan ia menjadi semberono. Begitu saja ia melompat ke atas
wuwungan rumah, kemudian dengan penuh keberanian karena
marah ia melayang turun ke pekarangan samping gedung tempat
tinggal Pangeran Souw Cun.
Begitu kedua kakinya turun menginjak tanah, tiba-tiba terdengar
bentakan-bentakan nyaring dari sekelilingnya dan bermunculan
banyak sekali orang, ada belasan orang jumlahnya.
"Tangkap Kwi-eng-cu (Si Bayangan Iblis)!"
"Dia telah membunuh Pangeran Souw Han!"
"Tangkap penjahat!"
"Bunuh Si Bayangan Iblis!"
Liong-li yang tadinya marah sekali, kini terkejut bukan main
mendengar teriakan-terikan ini. Ia disangka Si Bayangan Iblis!
Bukan itu saja, ia malah dituduh pembunuh Pangeran Souw Han!
388 Ini merupakan perangkap yang berbahaya sekali! Jelas bahwa
mereka sudah tahu akan kematian Pangeran Souw Han dan ini
membuktikan bahwa pembunuhnya adalah Pangeran Souw Cun
dan antek-anteknya. Akan tetapi ia tidak sempat banyak berpikir tentang ini karena
pada saat itu dirinya sudah dikepung. Ketika ia hendak meloncat
kembali naik ke atas wuwungan, ia melihat di atas genteng telah
berdiri beberapa bayangan orang pula. Ia telah terkepung di
sekelilingnya, bahkan di atasnya! Dan pada saat itu, beberapa
orang sudah mulai menyerangnya dengan senjata tajam dan
melihat gerakan mereka, ia tahu bahwa mereka adalah orangorang yang lihai.
Pakaian mereka menunjukkan bahwa mereka adalah pengawalpengawal dan jagoan- jagoan peliharaan Pangeran Souw Cun, Di
antara mereka terdapat pula dua orang yang pagi tadi
menangkapnya, bahkan kemudian mencambuknya. Masih
nampak jalur-jalur merah di muka mereka ketika Pangeran Souw
Han membalas dengan mencambuki mereka itu. Ingatan ini saja
mendatangkan kembali kenangan manis betapa Pangeran Souw
Han membelanya dan menyayangnya. Timbullah kemarahannya
lagi. "Jahanam-jahanam busuk!" bentaknya dan sekali tangannya
bergerak, nampak sinar hitam berkelebat, disusul sinar itu
bergulung-gulung dan dua orang yang pagi tadi mencambukinya
itu mengeluarkan teriakan kesakitan dan mereka pun jatuh
bergulingan, sengaja menggulingkan tubuh menjauh sambil
mengaduh-aduh karena lengan kanan yang memegang pedang
389 telah terbabat sinar hitam dan putus! Tentu saja hal ini
mengejutkan semua orang yang mengeroyoknya.
"Aha! Kiranya Hek-liong-li......!"
Liong-li membalik dan melihat siapa yang berseru itu. Sesosok
bayangan tinggi kurus agak bongkok melayang turun dari atas
genteng dan ketika bayangan itu tiba di depannya, ia
mengenalnya sebagai Bouw Sian-seng, guru sastra yang nampak
lemah dan tolol itu, yang pagi tadi juga telah menyiksanya!
Karena agaknya para pengawal terkejut dan gentar mendengar
disebutnya Hek-liong-li, apa lagi melihat betapa dua orang kawan
mereka kehilangan lengan kanan dalam segebrakan saja begitu
Hek-liong-li menggerakkan pedangnya, kini mereka menahan
serangan dan hanya memandang dengan penuh perhatian
kepada wanita yang mengenakan pakaian serba hitam,
bertopeng saputangan sutera hitam dan memegang sebatang
pedang hitam yang memiliki sinar mengiriskan itu.
"Dan kiranya engkau yang menyamar sebagai guru tolol yang
menjadi pemimpin para penjahat di istana!" Liong-li berseru.
"Ha-ha! Yang menjadi Si Bayangan Iblis ternyata Hek-liong-li.
Kepung! Tangkap atau bunuh!" Bouw Sian-seng dengan
suaranya yang parau berteriak dan dia sendiri sudah melolos
sebatang rantai baja yang tadinya dijadikan sabuk, lalu memutar
rantai baja itu, menyerang dengan gerakan yang cepat dan kuat
sekali. 390 Liong-li sudah menjadi marah bukan main. Ia datang untuk
membalas kematian Pangeran Souw Han kepada Pangeran
Souw Cun dan kaki tangannya, akan tetapi kini ia malah dituduh
sebagai pembunuh Pangeran Souw Han, dan juga dituduh
sebagai Kwi-eng-cu! "Keparat!" bentak Liong-li dan iapun menggerakkan pedang Hekliong-kiam untuk menangkis, mengerahkan tenaga agar rantai
baja terbabat putus. "Tranggg......!!" Bunga api berpijar dan Liong-li terkejut sekali.
Rantai baja itu tidak putus, membuktikan bahwa rantai itu terbuat
dari baja pilihan yang dapat menahan Hek-liong-kiam, juga ia
merasa betapa lengan kanannya tergetar.
Kiranya si kurus agak bongkok yang kelihatan sebagai seorang
sasterawan lemah ini memiliki sin-kang yang hebat,
mengingatkan ia akan bayangan hitam yang pernah dilawannya
dan yang menyerangnya dengan paku! Jelas bahwa bayangan
hitam yang tadi bertubuh kurus pendek, tidak jangkung seperti ini.
Akan tetapi, Bouw Sian-seng ini ternyata lihai sekali dan kini
rantai baja itu sudah menyambar-nyambar dengan ganas dan
dahsyatnya. Iapun memutar pedangnya menangkis dan balas
menyerang. Anak buah Bouw Sian-seng yang datang mengeroyok rata-rata
memiliki kepandaian yang tinggi dan karena tingkat kepandaian
Bouw Sian-seng seimbang dengannya, maka dikeroyok belasan
orang lihai itu, Liong-li mulai terdesak. Akan tetapi begitu ia
menggerakkan pedangnya dan memainkan Sin-liong Kiam-sut
391 (Ilmu Pedang Naga Sakti), belasan orang pengeroyok itu terkejut
karena kembali ada dua orang pengeroyok yang terluka oleh
sambaran sinar pedang. Ilmu pedang ini memang hebat sekali, apa lagi kalau dimainkan
bersama Pek-liong karena ilmu ini adalah hasil rekaan Liong-li
dan Pek-liong yang mengambil inti sari dari ilmu pedang masingmasing, mengambil yang kuat membuang atau menutupi yang
lemah dan menggabungkannya menjadi ilmu pedang itu.
"Kepung ketat, jangan sampai lolos!" Bouw Sian-seng berseru
dengan marah sekali dan diapun mempercepat putaran rantai
bajanya, menyerang dengan marah. Para pembantunya
mendesak pula dan kepungan mereka semakin rapat sehingga
kembali Liong-li sibuk sekali karena datangnya serangan seperti
hujan membuat ia hampir tidak ada kesempatan sama sekali
untuk membalas. "Trang-trang-tranggg.......!" Pedang pusaka Naga Hitam
menangkisi banyak senjata para pengeroyok dan dua batang
golok patah-patah ketika bertemu dengan Hek-liong-kiam. Akan
tetapi karena terpaksa menangkis banyak senjata, Liong-li tidak
sempat lagi mengelak dengan baik ketika rantai yang bergulunggulung itu menghantam dengan totokan maut ke arah dadanya. Ia
hanya mampu merendahkan tubuh dan miring sedikit, namun ini
tidak cukup dan ujung rantai masih mengenai pangkal lengan
kirinya bagian luar sehingga bajunya terobek dan kulitnya terluka
mengucurkan darah. 392 Liong-li terkejut dan mengelebatkan pedangnya ke arah leher
Bouw Sian-seng yang ternyata lihai sekali itu. Bouw Sian-seng
terpaksa harus mundur karena sambaran pedang itu dapat
memenggal lehernya dan dari belakang sebuah tendangan
menyambar keras dan biarpun sudah dielakkan tetap saja
mengenai paha kanan Liong-li bagian belakang.
Pendekar wanita itu terhuyung dan untung ia masih sempat
memutar pedangnya menghalau rantai yang kembali sudah
menyambar dahsyat. Akan tetapi, luka di pangkal lengannya
terasa nyeri dan juga bekas tendangan tadi cukup keras
membuat ia tidak leluasa lagi memainkan Liu-seng-pouw
sehingga gerakannya tidaklah selincah tadi. Ia dalam bahaya!
Melihat ini, Bouw Sian-seng tertawa, "Ha-ha-ha, Hek-liong-li,
sekali ini engkau tidak akan dapat lolos dari tanganku! Engkau
telah berani menjadi Kwi-eng-cu yang mengacaukan istana,
bahkan berani membunuh Pangeran Souw Han!"
Teriakan ini cukup lantang dan terdengarlah para pengawal itu
berteriak-teriak. "Basmi Kwi-eng-cu!"
"Tangkap pembunuh Pangeran Souw Han!"
"Bunuh saja siluman ini!"
Gawat keadaannya, pikir Liong-li. Ia berada di situ untuk
menyelidiki Kwi-eng-cu, dan iapun hendak membalas dendam
atas kematian Pangeran Souw Han. Akan tetapi sebaliknya ia
393 malah dituduh membunuh Pangeran Souw Han dan disangka
Kwi-eng-cu. Sikap Bouw Sian-seng dan para anak buahnya itu,
pembantu-pembantu Pangeran Souw Cun, sungguh membuat ia
menjadi bingung. Sikap mereka itu menunjukkan bahwa mereka
tidak membunuh Pangeran Souw Han, juga Bouw Sian-seng
bukan Kwi-eng-cu. Ataukah semua itu hanya sandiwara belaka!
Pikirannya tidak dapat bekerja banyak, karena seluruh
perhatiannya harus ia curahkan kepada gerakan tubuhnya untuk
menyelamatkan diri dari pengepungan yang demikian ketatnya.
Tiba-tiba nampak sesosok bayangan hitam lain menyambar turun
dari atas genteng dan begitu bayangan ini meluncur turun
ketengah-tengah medan perkelahian, bagaikan seekor naga
menyambar turun dari angkasa, dua orang pengeroyok berseru
kaget dan merekapun roboh terpelanting ke kanan kiri oleh
tamparan tangan orang itu. Kemudian, orang itu sudah mencabut
sebatang pedang, memutarnya dan nampaklah gulungan sinar
putih membantu sinar hitam pedang Hek-liong-kiam. Melihat ini,
Bouw Sian-seng terkejut bukan main.
"Pek-liong-eng (Pendekar Naga Putih)......!"
Mendengar ucapan ini, semua pengeroyok kembali terkejut.
Tentu saja mereka pernah mendengar nama besar Pek-liong-eng
yang merupakan pasangan dari Hek-liong-li!
Akan tetapi hanya sebentar saja Bouw Sian-seng terkejut. Kini
terdengar lagi suaranya, dan suara itu terdengar gembira
bercampur tegang, seperti pemburu yang melihat masuknya dua
ekor harimau ke dalam perangkap.
394 "Kurung mereka, jangan sampai lolos! Cepat pukul tanda bahaya
umum. Cepat......!" Dan Bouw Sian-seng sendiri menyerang Pekliong dengan rantai bajanya. Gerakannya memang dahsyat sekali
dan melihat ini, Pek-liong menangkis dengan pedangnya.
"Tranggg......!" Bunga api berpijar menyilaukan mata dan Bouw
Sian-seng meloncat ke belakang, kaget karena lengannya yang
memegang rantai tergetar hebat. Juga Pek-liong maklum akan
kekuatan lawan, maka menggunakan kesempatan selagi lawan
mundur, dia mendekati Liong-li yang sudah mengamuk dan
merobohkan dua orang pengeroyok lagi itu.
"Mari kita pergi dari sini!"
Liong-li tadi tentu saja gembira bukan main melihat munculnya
orang yang paling dipercaya di dunia ini. Biarpun Pek-liong
mengenakan pakaian serba hitam dan, menutupi muka dengan
sapu tangan, pada hal biasanya dia selalu berpakaian putih,


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

namun belum juga pedang Pek-liong-kiam dicabut, baru melihat
gerakannya meluncur turun saja ia sudah menduga siapa
orangnya. Tentu saja hatinya menjadi besar. Dengan Pek-liong di
sampingnya, ia berani menantang dan menentang siapapun juga!
Hatinya menjadi besar dan dengan bantuan Pek-liong, ia merasa
yakin akan mampu membasmi Pangeran Souw Cun dengan
semua kaki tangannya untuk membalaskan kematian Pangeran
Souw Han. "Tidak! Bantu aku membasmi Pangeran Souw Cun dan semua
anteknya! Aku harus membalaskan kematian Pangeran Souw
395 Han!" serunya dan Pek-liong terkejut dan heran sekali mendengar
suara dan melihat sikap rekannya itu. Baru sekarang ini dia
melihat rekannya itu kehilangan ketenangannya, kehilangan
keseimbangannya dan dipengaruhi perasaan dendam dan marah
yang hebat! "Heiiiii! Apa yang membuat engkau menjadi lemah" Jangan
tenggelam ke dalam perasaan, bangunlah dari mimpi dan lihat
bahwa kalau sampai tanda bahaya umum dipukul, kita berdua
takkan mampu menyelesaikan tugas dengan baik!"
Ucapan Pek-liong ini langsung menembus jantung Liong-li. Kalau
ia diingatkan akan ancaman bahaya, belum tentu ia akan menjadi
sadar. Akan tetapi, diingatkan bahwa ia menjadi lemah oleh
perasaannya, dan bahwa tugasnya belum selesai, Liong-li
merasa seperti kepalanya disiram air es! Ia segera menyadari
kebodohannya yang timbul karena emosi karena dendam dan
amarah. "Engkau benar, mari kita pergi!" katanya pendek dan mereka
berdua menggabungkan sinar pedang hitam dan putih.
Begitu dua gulungan sinar pedang ini menyambar-nyambar,
Bouw Sian-seng dan para pembantunya terkejut dan mundur.
Ada kekuatan dahsyat dari dua gulungan sinar pedang yang
bergabung itu sehingga empat orang yang mencoba untuk
menerjangnya terlempar dan terbanting pingsan. Liong-li dan
Pek-liong melompat dan menghilang ke dalam kegelapan yang
masih bersisa. 396 "Kejar! Jangan sampai lolos!" Bouw Sian-seng berseru dan
memimpin anak buahnya untuk mengejar. Akan tetapi ia tidak
berani mendahului anak buahnya, karena kalau dia hanya
seorang diri saja menghadapi Liong-li dan Pek-liong, dia merasa
gentar. Dan pada saat itu, tanda bahaya umum berupa canang yang
dipukul terdengar gencar, menggegerkan seluruh kompleks
istana di pagi buta itu. Para jagoan dari semua pangeran keluar, juga pengawal dan
jagoan dari kaisar sehingga ramailah kompleks istana pada saat
itu. Akan tetapi mereka tidak melihat bayangan penjahat, tidak
melihat Si Bayangan Iblis walaupun semua orang menjadi geger
ketika mendengar bahwa yang menjadi Kwi-eng-cu atau Si
Bayangan Iblis adalah pasangan pendekar yang amat terkenal di
dunia persilatan, yaitu Hek-liong-li (Dewi Naga Hitam) dan Pekliong-eng (Pendekar Naga Putih)!
Dan lebih gager lagi keadaan di dalam istana ketika terdengar
berita bahwa Pangeran Souw Han dan lima orang dayangdayangnya telah dibunuh orang, juga bahwa wanita cantik yang
baru saja dijadikan selir pangeran itu telah lenyap.
Berita bersimpang siur dan kacau balau, akan tetapi mereka
mendengar bahwa selir itu bukan lain adalah Hek-liong-li atau
juga seorang dari Bayangas Iblis! Tentu saja keadaan menjadi
gempar. "Y" 397 Karena tidak mungkin kembali ke rumah Pangeran Souw Han
setelah kini diketahui rahasianya bahwa ia adalah Hek-liong-li,
bahkan ia dituduh membunuh pangeran itu di samping tuduhan
bahwa ia adalah Si Bayangan Iblis, juga tidak mungkin melarikan
diri ke luar dari kompleks istana karena tanda bahaya umum,
sudah dicanangkan dan semua jagoan istana sudah keluar, maka
terpaksa Liong-li menurut saja ketika Pek-liong mengajaknya
bersembunyi di bagian pemeliharaan kuda yang luas itu.
Di tempat itu dipelihara puluhan ekor kuda, tempatnya luas sekali
dan agak jauh dari istana karena baunya yang tentu akan
mengganggu para bangsawan.
Untung bahwa di tempat itu, para pekerja masih belum bangun.
Hari masih terlampau pagi. Liong-li diajak bersembunyi ke dalam
gudang ransum kuda di mana terdapat tumpukan jerami kering
dan banyak bahan makanan kuda. Setelah menutupkan daun
pintu gudang itu, Pek-liong baru mengajak Liong-li bercakapcakap dengan berbisik, sambil duduk di atas jerami.
Sejenak mereka duduk berhadapan dan saling berpandangan di
bawah sinar lampu yang masuk dari luar melalui lubang-lubang di
atas pintu. Kemudian Pek-liong, mengeluarkan seguci arak,
menuangkan dalam dua cawan dan mereka minum sedikit arak
untuk menghangatkan badan.
"Engkau luka?" dengan singkat Pek-liong bertanya.
"Luka kecil, tidak berarti. Pangkal lengan kiriku lecet dan paha
belakang yang kanan kena tendang."
398 "Biar kuperiksa sebentar," kata Pek-liong dan dua orang yang
sudah demikian akrab hubungan mereka secara batiniah itu
memang tidak pernah banyak bicara. Dari pandang mata dan
gerak gerik saja mereka seperti dapat mengetahui kehendak
masing-masing. Liong-li menghabiskan arak dalam cawannya, lalu rebah
menelungkup, Pek-liong memeriksa luka di pangkal lengan kiri
melalui baju yang robek. Kulit pangkal lengan yang putih mulus
itu tersobek sepanjang satu jari, akan tetapi untung tidak begitu
dalam lukanya. Pek-liong menggunakan obat bubuk untuk luka, ditaburkan lukaluka itu sampai tertutup semua dan menekannya sedikit, lalu
membalut lengan itu dengan kain putih bersih setelah merobek
baju yang memang sudah robek bagian lengan itu. Ia
mengeluarkan sebuah baju hitam lain dan Liong-li segera
bertukar baju, lalu menelungkup kembali setelah melepaskan ikat
pinggangnya. Tanpa raga-ragu sedikitpun nampak di antara keduanya, Pekliong menurunkan celana panjang dari pinggang yang ramping
itu. Biarpun kini pinggul dan paha nampak, sedikitpun Pek-liong
tidak memperhatikan, penglihatan yang pada umumnya amat
menarik hati pria itu. Dia bahkan seperti tidak melihat pinggul itu
dan yang kelihatan hanyalah luka di belakang paha kanan.
Memang telah terjalin hubungan yang amat aneh dan luar biasa
antara kedua orang muda ini. Mereka ita saling mencinta, saling
menyayang, saling mengagumi dan menghormati. Bagi Pek-liong
399 tidak ada wanita di dunia ini yang lebih disayangnya dari pada
Liong-li, dan demikian sebaliknya. Akan tetapi, di dalam kasih
sayang ini, sedikitpun tidak pernah mereka membiarkan gairah
nafsu berahi memasukinya!
Bahkan mereka seperti telah merasa yakin bahwa sekali mereka
membiarkan gairah itu masuk dalam kasih sayang mereka, sekali
mereka saling mencinta seperti dua orang kekasih dan
menumpahkan perasaan mereka dalam hubungan asmara, maka
ikatan batin yang kokoh kuat itu akan putus atau goyah! Karena
itu, keduanya tidak pernah terjerumus. Lebih baik mereka
mencari pasangan lain untuk memenuhi kebutuhan gairah
mereka, dari pada mencemari hubungan mereka yang lebih dekat
dari pada suami isteri, lebih dekat dari pada saudara, lebih dekat
dari pada sahabat itu. Aneh memang! Karena itulah, maka kini biarpun nampak pinggul
telanjang Liong-li, sedikitpun Pek-liong tidak tergerak gairahnya,
tidak terangsang, bahkan hebatnya, tidak melihatnya!
Diapun memeriksa luka memar itu. Kulit yang putih mulus di paha
belakang itu nampak dihiasi tanda membiru bekas tendangan.
Dia cepat menggunakan jari-jari tangannya yang ahli untuk
memijat sana-sini, mengurut sana-sini di sekitar tempat yang
tertendang, memperlancar jalan darah sehingga darah segar
dapat membanjiri daerah yang tertendang dan dalam waktu
singkat saja paha itupun pulih kembali, rasa nyeripun hilang.
"Terima kasih," kata Liong-li singkat sambil membetulkan kembali
pakaiannya. "Sekarang ceritakan bagaimana engkau dapat
400 muncul di sini. Apakah Cian Ciang-kun yang menyampaikan
suratku?" Pek-liong mengangguk. "Baru pagi kemarin aku diselundupkan
masuk oleh Cian Ciang-kun sebagai pekerja di bagian
pemeliharaan kuda. Malam tadi aku melakukan penyelidikan dan
bertemu dengan bayangan hitam yang kemudian lari menyelinap
ke dalam bangunan Pangeran Kim Ngo Him." Dengan singkat
Pek-liong menceritakan pengalaman malam tadi.
"Ketika aku hendak kembali ke istal, tadi aku melihat engkau
dikeroyok. Keadaan tadi berbahaya sekali dan terpaksa sehari ini
engkau harus bersembunyi di sini."
Liong-li mengangguk dan menundukkan mukanya, menghela
napas panjang untuk menekan perasaan duka yang timbul ketika
ia teringat akan Pangeran Souw Han.
Pek-liong kembali mengerutkan alisnya. Belum pernah dia
melihat wanita yang dikaguminya ini, wanita yang diakuinya
bahkan lebih cerdik dari padanya, mungkin lebih berani dan
tabah, menghela napas seperti itu.
"Liong-li, engkau tadi bicara tentang kematian Pangeran Souw
Han......?" Liong-li mengangkat mukanya dan benar saja. Melalui sinar yang
masuk ke gudang itu, Pek-liong melihat betapa sepasang mata
yang biasanya penuh semangat itu, kini nampak sayu!
401 Ini hanya berarti bahwa kematian pangeran itu amat mendukakan
hati Liong-li, berarti pula bahwa wanita luar biasa ini telah jatuh
cinta kepada Pangeran Souw Han! Sungguh hebat tentunya
pangeran itu, yang telah dapat menjatuhkan hati seorang wanita
seperti Liong-li! "Dia terbunuh, Pek-liong. Pangeran itu...... ah, dia sama sekali
bersih, tidak berdosa seperti anak bayi, tidak ikut memperebutkan
kekuasaan, bahkan tidak perduli dan tidak berat sebelah, tidak
memihak, dia begitu baik budi, bijaksana dan lembut. Dan orang
tega membunuhnya, bersama lima orang pelayannya!" Liong-li
mengepal tinju tanda bahwa hatinya masih merasa nyeri sekali.
"Pangeran Souw Cun yang melakukannya?"
"Tadinya kusangka demikian. Kini aku ragu-ragu. Mereka itu tadi
mengenalku melalui pedang dan menuduh akulah Kwi-eng-cu
dan aku pula pembunuh Pangeran Souw Han." Wanita itu
menggeleng kepala. "Memang ada dua kemungkinan! Mereka sama sekali tidak ada
sangkut pautnya dengan kematian Pangeran Souw Han atau
mereka itu pura-pura tidak tahu?"
Liong-li mengangguk. Begitu menyenangkan kalau ada Pek-liong
di dekatnya. Tidak perlu bicara berbelit-belit. Pria ini mampu
menangkap semua isi hatinya tanpa kata sekalipun!
"Akan tetapi aku condong dugaan kedua. Kematian Pangeran
Souw Han baru kuketahui sendiri. Semua penghuni rumah itu
tewas dan tidak ada orang lain yang tahu. Dan begitu mereka
402 mengeroyokku, ada yang meneriakkan bahwa aku
membunuh Pangeran Souw Han. Mereka telah tahu!"
telah Pek-liong meraba-raba dagunya dan Liong-li tahu bahwa gerakan
itu menunjukkan bahwa rekannya ini sedang berpikir keras. Iapun
membiarkan dia berpikir mengasah otak dan ia terus saja
mengalirkan keterangan-keterangan yang diperolehnya selama ia
melakukan penyelidikan. Tentang Permaisuri Bu Cek Thian,
tentang Pangeran Souw Han, tentang Pangeran Souw Cun, dan
tentang Pangeran Kim Ngo Him.
"Jadi kalau menurut pendapatmu, yang patut dicurigai menjadi
dalang semua kekacauan yang ditimbulkan Kwi-eng-cu, semua
pembunuhan, juga pembunuhan terhadap Pangeran Souw Han,
adalah dua orang, yaitu Pangeran Souw Cun atau Pangeran Kim
Ngo Him?" "Tepat. Tadinya juga aku mencurigai Permaisuri, akan tetapi
setelah melihat dari dekat, aku tidak yakin bahwa ia terlibat. Jelas
bahwa ia menentang Kwi-eng-cu yang menggelisahkan hatinya
pula. Itulah sebabnya ia mempergunakan aku untuk menyelidik
dan menyerahkan aku kepada Pangeran Souw Han."
"Atau ada kemungkinan ke tiga!"
Liong-li menatap wajah yang tampan gagah itu dengan penuh
selidik. Sinar matahari mulai muncul dan cuaca dalam gudang itu
semakin cerah. Melihat wajah pria ini saja sudah menimbulkan
ketenangan di hatinya dan mengingatkannya bahwa ia sedang
berada di tengah kancah pelaksanaan tugas yang berbahaya
403 sehingga tidak ada waktu untuk membiarkan diri terseret arus
perasaan. "Pihak dari luar istana yang menyusup ke dalam?" tanyanya.
Pek-liong mengangguk. "Keadaan di istana, menurut cerita Cian
Ciang-kun sedang keruh. Menguntungkan sekali bagi mereka
yang suka mengail di air keruh."
Liong-li mengangguk-angguk. "Engkau mempunyai alasan untuk
mencurigai sesuatu?"
"Nanti dulu. Coba jelaskan siapa orang tinggi kurus yang
memimpin pengeroyokkan terhadap dirimu tadi?"
"Yang bersenjata rantai baja?"
"Benar, dia lihai sekali."
"Di hari-hari biasa, dia menyamar sebagai guru sastera dari
Pangeran Souw Cun. Namanya atau nama panggilannya Bouw
Sian-seng." "Jelas dia bukan orang biasa, bukan pula tokoh biasa dalam
dunia persilatan. Ilmu silatnya tinggi, tenaga sin-kangnya juga
amat kuat. Dia tentu seorang tokoh besar, seorang datuk! Coba,
kuingat-ingat. Siapa orang tua tinggi kurus yang agak bongkok,
bersenjata rantai baja dan..... pandai sastera......" Hemm, aku
ingat sekarang!" 404 Pendekar itu menatap wajah Liong-li penuh selidik sehingga
Liong-li merasa seolah-olah sinar mata itu menjenguk ke dalam
dadanya dan mengaduk-aduk di sana mencari sesuatu.
"Liong-li, katakan, apakah engkau mengenal suaranya" Katakan
dari mana kiranya dia berasal, kalau didengar dari logat
bicaranya?" "Nanti dulu........" Liong-li mengerutkan alisnya dan tangan kirinya
menggosok, mengelus dan menggosok batang hidungnya yang
mancung, tanda bahwa ia sedang tenggelam ke dalam pemikiran
mendalam. "Kalimatnya yang terpanjang hanya ketika tadi memerintahkan
anak buahnya mengepung ketat, tidak membiarkan aku lolos, dan


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk memukul tanda bahaya umum. Dalam keadaan tegang itu
tentu dia tidak dapat menyembunyikan logat bicaranya yang aseli.
Ya, aku ingat! Dia tentu datang dari selatan, jelas ketika tadi ia
menyebut kata "kepung" dengan kata "kurung". Itu kebiasaan
bahasa orang dari selatan!"
"Tepat dugaanku! Wah, Liong-li, kalau tidak keliru perhitunganku,
kita berhadapan dengan musuh besar. Pantas dia berusaha matimatian
untuk membunuhmu. Keadaannya, senjatanya, kelihaiannya, dan logat bicaranya mengingatkan aku akan Lamhai Mo-ong (Raja Iblis Laut Selatan)!"
Liong-li tertegun. "Aihhh! Seorang di antara Kiu Lo-mo (Sembilan
Iblis Tua)?" 405 Tentu saja wanita perkasa ini terkejut bukan main mendengar
dugaan Pek-liong bahwa Bouw Sian-seng itu mungkin sekali
Lam-hai Mo-ong Pada waktu itu, sejak beberapa tahun yang lalu
di dunia kang-ouw muncul Kiu Lo-mo yang menggemparkan
dunia persilatan. Mereka adalah sembilan orang datuk sesat yang selama
duapuluh tahun lebih menghilang dari dunia persilatan. Akan
tetapi, selama beberapa tahun ini mereka turun gunung dan
menjadi datuk-datuk sesat. Selama ini, Pek-liong dan Liong-li
pernah bertentangan dengan dua orang di antara mereka, yaitu
pertama dengan Hek Sim Lo-mo (Baca Sepasang Naga Penakluk
Iblis) dan Siauw-bin Ciu-kwi (Baca Rahasia Patung Emas).
Masih ada tujuh orang lagi yang sewaktu-waktu dapat saja
muncul untuk memusuhi mereka karena tentu mereka itu tidak
akan tinggal diam saja mendengar bahwa Hek Sim Lo-mo dan
Siauw-bin Ciu-kwi, dua orang di antara mereka tewas di tangan
Pek-liong dan Liong-li. Dan kini, tiba-tiba saja dalam menyelidiki
Kwi-eng-cu, mereka dihadapkan kepada seorang di antara Kiu
Lo-mo. Walaupun ini baru dugaan saja dari Pek-liong, namun
kalau pendekar ini menduga, maka dugaan itu bukan hanya
ngawur belaka dan biasanya tentu tidak keliru.
Tiba-tiba pendengaran mereka yang tajam menangkap langkah
kaki di depan gudang. Pek-liong hendak memberi isyarat kepada
Liong-ji, namun wanita itu sudah tahu pula apa yang harus ia
lakukan dan tubuhnya bergerak cepat menyusup ke dalam
tumpukan jerami kering. Juga ia sudah menyambar dua batang
pedang Pek-liong-kiam dan Hek-liong-kiam yang tadi diletakkan
406 di atas lantai, juga pakaian hitam yang tadi dipakai Pek-liong,
dibawa masuk ke dalam tumpukan jerami.
"A-cin! Haii, A-cin, di mana kamu?" terdengar teriakan orang di
luar gudang itu. Pek-liong tadi sudah menyambar sebatang garpu bergagang
panjang yang biasa dipergunakan untuk mengumpulkan dan
mengatur jerami kering. "Aku di sini......!" jawabnya sambil menuju ke arah pintu gudang,
lalu membukanya dengan tangan kanan masih memegang
gagang garpu. Kiranya orang itu adalah seorang mandor di bagian pemeliharaan
kuda itu, tubuhnya gendut dan matanya sipit, seperti mata babi.
Dengan mata sipitnya dia memeriksa keadaan dalam gudang itu,
lalu mengangguk-angguk. Mulutnya yang tadinya cemberut kini
menyeringai senang. Kini sikapnya seperti orang yang penuh
ketegangan akan tetapi juga kegembiraan bahwa dia datang
membawa berita yang mengejutkan.
"Kukira engkau masih tidur di gudang ini, A-cin. Kiranya sepagi ini
engkau telah menggarpu jerami!"
"Toako, kalau ingin maju orang harus kerja keras," kata Pek-liong
dengan muka yang bodoh dan lugu. Untung dia tidak pernah
melepaskan penyamarannya sebagai seorang dusun yang
bodoh, dengan kulit badan yang kini berubah kecoklatan tanda
sering terbakar sinar matahari.
407 "Engkau benar dan aku girang memperoleh seorang pembantu
seperti engkau. Nah, hari ini kita menghadapi pekerjaan yang
banyak! Kita harus kerja keras, pagi-pagi ini harus
mempersiapkan kuda, memberi makan dan membersihkan bulu
mereka, mempersiapkan pelananya karena setiap waktu kudakuda itu akan dipakai."
"Eh" Apakah yang terjadi, toako" Apakah istana hendak
mengadakan pesta" Atau perburuan" Aku sering mendengar
bahwa kalau para bangsawan hendak pergi berburu, maka
hampir semua kuda di sini dipergunakan."
"Pesta" Berburu" Ha-ha, memang ada benarnya. Apa bedanya
upacara kematian dengan upacara kelahiran atau pernikahan dan
yang lain" Ramai-ramai, makan-makan, perayaan dan upacara.
Dan memang ada perburuan besar, A-cin, bukan binatang buas
yang diburu, melainkan mahluk yang lebih menyeramkan lagi,
mahluk pembunuh yang......" Si gendut itu menghentikan katakatanya dan menengok keluar seperti orang yang tiba-tiba
teringat dan menjadi ketakutan.
"Eh, kenapa toako" Siapa yang mati" Siapa pula yang diburu?"
"Sudahlah, A-cin. Aku tidak berani banyak bercerita. Janganjangan kepalaku ini yang akan dipenggal kalau banyak
mengobrol. Akan tetapi, engkau orang baru dan tidak banyak
tahu, maka perlu kauketahui bahwa semalam, Pangeran Souw
Han dibunuh orang, dan sekarang seluruh jagoan dan pengawal
istana akan mencari pembunuh itu yang diduga masih
408 bersembunyi di dalam kompleks istana. Nanti dilakukan upacara
penguburan, maka banyak kuda akan dipakai."
"Toako, siapakah itu Pangeran Souw Han; dan mengapa dia
dibunuh orang" Siapa pembunuhnya?" Dengan lagak yang bodoh
dan jujur, Pek-liong memancing.
"Pangeran Souw Han adalah pangeran yang paling baik di
seluruh istana. Dia tampan sekali, halus budi pekertinya,
dermawan. Bahkan terhadap pekerja-pekerja kasar seperti
kitapun dia bersikap ramah dan halus, sering memberi hadiah.
Entah kenapa ada orang yang tega membunuhnya. Kabarnya
yang membunuhnya adalah...... eh, Kwi- eng-cu yang diketahui
adalah seorang wanita cantik."
"Ehhh.......?" "Wanita itu kabarnya berjuluk Hek-liong-li, dan ia telah menyusup
ke dalam istana, bahkan menjadi seorang selir Pangeran Souw
Han yang selamanya belum pernah berdekatan dengan wanita.
Heran, sungguh heran, bagaimana seorang wanita tega
membunuhnya....... eh, sudahlah, A-cin, engkau banyak bertanya
saja. Nah bekerjalah dengan baik. Setelah selesai membersihkan
gudang, cepat engkau bantu aku mempersiapkan kuda-kuda itu
bersama para pembantuku yang lain. Kita akan kekurangan
tenaga!" Setelah berkata demikian, si gendut meninggalkan Pekliong.
Pek-liong menutupkan lagi pintu gudang, lalu menghampiri Liongli yang sudah keluar dari tumpukan jerami. "Engkau sudah
mendengar semua tadi?"
409 Liong-li mengangguk sambil membersihkan pakaiannya dari
jerami yang menempel. "Tentu berita tentang aku menjadi Kwieng-cu dan membunuh Pangeran Souw Han sudah mereka
sebar-sebarkan secara luas. Anehnya namamu tidak disebut,
pada hal mereka sudah mengenalmu pula dari pedangmu, Pekliong."
"Mungkin juga si gendut itu tidak mendengarnya. Bagaimanapun
juga, untuk sementara ini engkau tidak boleh memperlihatkan diri,
Liong-li. Semua jagoan istana mencarimu. Di sini engkau aman
dan malam nanti kita lanjutkan penyelidikan kita. Kita menyelidiki
Bouw Sian-seng. Kalau benar dugaanku bahwa dia itu Lam-hai
Mo-ong, kita harus memperingatkan Pangeran Souw Cun, karena
mungkin saja dia sengaja diperalat oleh iblis tua itu."
Liong-li mengangguk-angguk. "Dia diperalat atau memperalat. Itu
saja pilihannya. Betapapun juga, aku yakin bahwa yang
membunub pangeran Souw Han tentulah tidak ada bedanya
dengan pelaku pembunuhan yang terjadi selama ini."
"Kwi-eng-cu?" "Mungkin itu hanya nama palsu belaka. Bayangan Iblis tidak
pernah mengaku dengan nama itu. Nama itu hanya pemberian
mereka di kota raja saja. Siapa tahu dugaanmu benar" Lam-hai
Mo-ong menyamar sebagai Bouw Sian-seng di waktu siang,
sedangkan malamnya dia menjadi Si bayangan Iblis. Mungkin
diperalat Pangeran Souw Cun, mungkin juga dia memperalat
pangeran itu untuk menimbulkan kekacauan di istana."
410 "Hemmm, memang bisa saja Pangeran Souw Cun ingin
menjatuhkan para saingannya. Akan tetapi juga amat mungkin
Lam-hai Mo-ong menimbulkan kekacauan dan kekeruhan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi."
"Bagaimanapun juga, kita harus membongkar rahasia Si
Bayangan Iblis ini!" kata Liong-li mengepal tinju karena ia teringat
lagi kepada Pangeran Souw Han yang menjadi korban.
"Engkau sehari ini bersembunyi saja di gudang ini. Kalau ada
orang masuk, engkau menyusup ke dalam tumpukan jerami.
Bawa pula pedangku, dan nanti kukirimkan makanan. Aku masih
menanti berita dari Cian Ciang-kun, dan juga dari Cu Sui In."
"Siapa ia" Engkau belum menceritakan."
Dengan singkat Pek-liong menceritakan tentang keponakan isteri
Ciok Tai-jin itu, yang suaminya juga menjadi korban pembunuhan
Si Bayangan Iblis. "Ia akan menyelundup ke dalam istana pula, menyamar sebagai
adik misanmu dan mencarimu, tadinya ia yang akan bertugas
menjadi perantara dari kita dan Cian Ciang-kun. Ia murid Kun-lunpai. Ilmu kepandaiannya lumayan, boleh diandalkan."
"Bagus! Kalau begitu, kita menanti berita dari mereka sebelum
kita turun tangan. Malam nanti kita hanya melakukan penyelidikan
saja." "Aku juga ingin mencari, apakah di antara para jagoan di istana
ada Pek-mau-kwi Ciong Hu yang membunuh Giam Sun, paman
411 Cu Sui In itu. Dialah yang dapat menunjukkan siapa adanya Si
Bayangan Iblis karena sebelum mati, Giam Sun menuliskan dua
nama, yaitu Pek-mau-kwi dan Kwi-eng-cu. Nah, sekarang aku
mau bekerja di luar membantu si gendut agar jangan
menimbulkan kecurigaan."
Liong-li mengangguk, akan tetapi ketika Pek-liong hendak pergi,
ia memanggil lirih. Pek-liong menoleh.
"Pek-liong, kalau nanti kebetulan engkau dapat melihat peti
jenazah...... Pangeran Souw Han, tolong engkau bersembahyang
dalam hati untukku, katakan bahwa aku merasa menyesal dan
mohon maaf bahwa dia telah menjadi korban karena aku."
Pek-liong memandang serius dan mengangguk, di dalam hatinya
merasa kasihan sekali kepada wanita yang paling disayang dan
dihormatinya itu. Diapun pergi dan Liong-li menyelinap di balik
tumpukan jerami, siap untuk sewaktu-waktu menyusup masuk ke
dalam tumpukan jerami itu kalau ada orang lain masuk gudang.
"Y" Cian Hui dan Cu Sui In diterima oleh Kaisar sendiri yang
didampingi Permaisuri Bu Cek Thian di dalam sebuah ruangan
khusus. Kaisar Tang Kao Cung dan Permaisuri Bu Cek Thian
duduk berdampingan di atas kursi gading berselaput emas dan
tidak ada seorang pun ponggawa diperkenankan hadir.
Hanya ada selosin pengawal pribadi Kaisar yang merupakan
orang-orang kepercayaan kaisar, lihai namun tuli dan gagu dan
yang tugasnya hanyalah menjaga keselamatan kaisar dan
412 menerima perintah melalui gerakan tangan, dan dua orang
pengawal pribadi Bu Cek Thian, yaitu gadis kembar Bi Cu dan Bi
Hwa. Hanya mereka ini yang hadir, berdiri di belakang kaisar dan
permaisuri. Kaisar nampak marah. Alisnya berkerut dan mukanya merah,
sedangkan Cian Hui dan Cu Sui In berlutut sambil menundukkan
mukanya. "Sekali lagi kami tekankan, Cian Hui!" kata Kaisar. "Kalau sekali
ini engkau tidak mampu menangkap iblis yang disebut Kwi-engcu itu, tidak dapat menangkap pembunuh Pangeran Souw Han,
kami akan memberi hukuman berat kepadamu! Kami beri waktu
sampai tiga hari dan selama tiga hari kami beri wewenang
kepadamu untuk melakukan penggeledahan dan penangkapan di
komplek istana. "CIAN CIANG-KUN," kata pula permaisuri itu yang sejak tadi
mendengarkan saja. "Tindakan Kwi-eng-cu memang sudah
keterlaluan. Bahkan, usahamu menyelundupkan Hek-liong-li
nampaknya sia-sia belaka. Karena Hek-liong-li menyusup
sebagai selir Pangeran Souw Han, malah hal ini membuat Souw
Han menjadi korhan dan kini Hek- liong-li entah berada di mana.
Engkau harus membongkar semua rahasia ini!"
"Mohon yang mulia Hong-siang (Kaisar) dan Hong-houw
(Permaisuri) sudi melimpahkan pengampunan kepada hamba.
Hamba akan mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuan
hamba untuk membikin terang perkara ini. Hamba telah
menyelundupkan Hek-liong-li, bahkan Pek-liong-eng, dan hamba
413 mengandalkan kemampuan mereka untuk membantu hamba
menangkap Kwi-eng-cu. "Di sini hamba menyertakan nona Cu Sui In untuk membantu
hamba. Biar ia yang akan mencari Hek-liong-li dan mengaku
sebagai saudara misan Liong-li yang menyamar sebagai Siauw
Cu. Sedangkan hamba sendiri bersama Pek-liong-eng akan
melakukan penyelidikan dengan seksama. Dan terima kasih atas
kepercayaan yang diberikan oleh paduka, mohon hamba diberi
wewenang untuk semua pasukan pengawal kalau saatnya tiba."
"Permintaanmu kami kabulkan. Kamu akan kami beri tek-pai
(bambu bertulis tanda kekuasaan) dan dengan tanda wewenang
itu engkau boleh menghubungi para komandan pasukan
pengawal yang tentu akan melakukan semua perintahmu. Nah,
laksanakanlah!" "Biarkan Sui In bersamaku. Ia dapat menyelundup ke bagian
putera bersama para dayang yang kuperintahkan untuk
membantu pengurusan upacara pemakaman jenazah Pangeran
Souw Han agar tidak kentara. Ia dapat menyamar sebagai
seorang di antara para dayangku," kata sang permaisuri.
Setelah diperkenankan keluar, Cian Hui segera menghubungi
para komandan pasukan pengawal, memperlihatkan tek-pai itu
dan semua komandan menyambutnya dengan hormat sebagai
wakil kaisar sendiri. Bersama mereka, Cian Hui mengatur siasat.
Dia memerintahkan mereka membuat barisan tersembunyi, tidak
bergerak sebelum ada perintah khusus dan selanjutnya bersiap
siaga agar setiap saat dia dapat mengharapkan bantuan mereka.
414 Sementara itu, Cu Sui In diajak oleh permaisuri ke bagian puteri
dan setelah serombongan dayang ia perintahkan pergi ke tempat
tinggal Pangeran Souw Han untuk membantu segala pekerjaan
dalam upacara pemakaman jenazah pangeran itu, Sui In diikut
sertakan dengan nama baru Siauw In.
Biarpun tigabelas orang ini hanya merupakan dayang, yaitu
gadis-gadis pelayan, namun semua orang yang sedang sibuk


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bekerja di rumah mendiang Pangeran Souw Han bersikap
hormat. Biarpun dayang-dayang, mereka adalah dayang yang
dikirim oleh permaisuri, maka tak seorangpun berani memandang
rendah apa lagi menghina kepada mereka. Demikian besar
kekuasaan dan pengaruh Permaisuri Bu Cek Thian sehingga
para pangeranpun tidak berani bermain gila terhadap para
dayang ini, takut kalau sampai terdengar oleh sang permaisuri
dan mendapat marah. Mula-mula memang Sui In membantu para dayang itu, ada yang
membuatkan rangkaian bunga, melipati kertas perak dan kertas
emas untuk korban sembahyang dan sebagainya. Akan tetapi
setelah mendapatkan kesempatan, dengan dalih membersihkan
rumah bekas tempat tinggal Pangeran Souw Han, ia memasuki
kamar pangeran itu dan sambil menyapu dan membersihkan
semua perabotan. Ia melakukan pemeriksaan dengan teliti,
mencari kalau-kalau ada petunjuk tentang pembunuhan itu atau
tentang hilangnya Hek-liong-li yang menyamar sebagai Siauw Cu,
selir mendiang Pangeran Souw Han.
Ketika ia membersihkan tempat tidur, tanpa disengaja ia
menemukan sebuah kipas di bawah bantal dan di permukaan
415 kipas ini terdapat tulisan yang masih baru. Huruf-hurufnya amat
indah dan rapi. "Enci Cu kekasihku aku akan selalu biar dalam kehidupan kita tak dapat hidup dalam kehidupan aku menjadi anjingmu setia."
tercinta berdoa ini bersama mendatang Sui In cepat menyimpan kipas itu ke dalam balik bajunya dan
hatinya merasa terharu sekali. Ia dapat menduga bahwa tentu
kipas ini milik mendiang Pangeran Souw Han dan tulisan inipun
tulisannya karena pangeran itu terkenal seorang sastrawan yang
pandai. Dan iapun mendengar bahwa Hek-liong-li menyamar
sebagai selirnya dengan nama Siauw Cu.
Kepada siapa lagi sajak itu ditujukan kalau tidak kepadanya"
Agaknya pangeran itu menyebut Liong-li sebagai "enci Cu" dan
kalau benar demikian ia menduga bahwa tentu sang pangeran
amat mencinta wanita itu!
Ketika ia membersihkan dalam almari pakaian, ia menemukan
sebuah gulungan kain dan ketika ia membuka gulungan itu,
ternyata itu merupakan sebuah peta yang lengkap dari kompleks
istana! Cepat ia mempelajarinya dan yang amat menarik
perhatiannya adalah gambaran sebuah bukit kecil penuh hutan di
bagian belakang kompleks itu di mana terdapat sebuah kuil. Kuil
istana! Tempatnya di puncak bukit kecil yang penuh hutan.
416 Menarik sekali. Tentu kalau ia menjadi Hek-liong-li, ia akan
tertarik untuk menyelidiki tempat itu. Sebuah tempat yang amat
baik untuk menjadi persembunyian orang-orang yang tidak ingin
kehadirannya diketahui orang lain. Seperti misalnya Si Bayangan
Iblis dan anak buahnya! Atau, seperti halnya Hek-liong-li sendiri
yang sekarang dituduh menjadi Si Bayangan Iblis dan membunuh
Pangeran Souw Han. Ia tidak percaya bahwa Hek-liong-li yang membunuh Pangeran
Souw Han. Dan tentang Si Bayangan Iblis, penjahat itu sudah
lama mengacau di kota raja sebelum Hek-liong-li dan Pek-liongeng mencampuri urusan itu!
Matahari telah condong ke barat ketika Sui In berhasil menyelinap
ke luar dari rumah Pangeran Souw Han. Sebagai seorang dayang
yang dikirim permaisuri, ia tidak pernah dicurigai orang dan
dengan leluasa ia dapat menyelinap keluar. Ia harus cepat
mencari Hek-liong-li seperti yang telah menjadi tugasnya.
Dan ia tidak takut karena ia merasa bahwa yang menyuruhnya
adalah Cian Ciang-kun, dan bahwa di belakangnya selain
terdapat Pek-liong-eng yang lebih dahulu menyelundup ke istana,
juga ia telah mendapat restu atau ijin dari Sribaginda Kaisar dan
Permaisuri sendiri! Siapa yang akan berani mengganggunya" Apa lagi Permaisuri
yang cerdik itu sudah membekalinya sebuah tanda kebesaran
berupa cincin yang menurut permaisuri itu akan dikenal oleh
semua petugas keamanan di istana dan semua orang akan tidak
417 berani mengganggunya, bahkan akan membantu dan mentaati
perintahnya! Setelah tadi mempelajari peta yang didapatkannya di lemari
pakaian di kamar Pangeran Souw Han, kini dengan mudah Sui In
dapat menemukan bukit yang dimaksudkan. Ketika ia tiba di luar
hutan di bukit itu, tiba-tiba saja dari kanan kiri bermunculan lima
orang perajurit pengawal yang agaknya melakukan perondaan
sampai di situ. "Berhenti!" bentak mereka dan lima orang itu telah berdiri tegak di
depan Sui In. Mereka saling pandang ketika mengenal gadis ini
berpakaian dayang, bahkan kemudian mengenal bentuk sanggul
dan hiasan rambutnya sebagai dayang dari Permaisuri. Sikap
mereka berubah. Kalau tadinya mereka senyum-senyum nakal,
kini mereka bersikap hormat, lalu seorang di antara mereka yang
berkumis tipis berkata dengan hormat.
"Bukankah nona seorang dayang dari Yang Mulia Permaisuri
yang diperbantukan di rumah mendiang Pangeran Souw Han?"
"Benar sekali," jawab Sui In, sikapnya angkuh, sesuai dengan
sikap dayang Sang Permaisuri yang merasa mempunyai
kedudukan dan kehormatan.
"Kalau begitu, maafkan kami. Kenapa nona berada di sini bukan
di rumah mendiang Pangeran Souw Han" Hendaknya nona
ketahui bahwa di mana-mana pasukan pengawal sedang sibuk
mencari penjahat. Tempat seperti ini amat berbahaya bagi nona,
karena sepi dan terdapat banyak hutan."
418 Sui In maklum bahwa ia menghadapi kesulitan, maka iapun
mengeluarkan cincin itu dari saku bajunya, memperlihatkannya
kepada mereka sambil berkata, "Aku membawa tugas dari Yang
Mulia Permaisuri!" Melihat cincin itu, lima orang perajurit Pengawal itu cepat
memberi hormat dan melangkah mundur dengan sikap segan.
"Kami menanti perintah paduka!"
Cu Sui In adalah keponakan seorang bangsawan tinggi, Ciok Taijin. Pamannya adalah Pembantu Menteri Pajak, dan mendiang
suaminya juga seorang pejabat, maka ia tidak asing dengan
kebiasaan ini, ketaatan orang-orang bawahan kepada atasan.
Akan tetapi biarpun demikian, melihat sikap lima orang ini, diamdiam ia merasa girang sekali. Cincin itu sungguh merupakan
pelindung yang ampuh sekali!
"Aku tidak memerlukan bantuan. Minggirlah, biarkan aku lewat
dan jangan kalian ceritakan kepada siapa pun tentang
kehadiranku di sini!"
Lima orang itu lalu bergerak minggir dan memberi jalan. Sui In
melewati mereka, lalu teringat akan sesuatu dan berkata lagi
kepada mereka sambil menahan langkahnya. "Oya, kalian tentu
mengenal Cian Ciang-kun, bukan?"
"Nona maksudkan perwira Cian Hui" Tentu kami mengenalnya.
Bahkan dia yang kini menjadi atasan kami."
419 "Bagus. Kalau bertemu dengan dia, katakan bahwa nona Siauw
In, dayang Yang Mulia Permaisuri, sore hari ini hendak
menyelidiki ke kuil di puncak bukit. Mengerti?"
Mereka memberi hormat, "Baik, nona!"
Dengan hati lapang dan bangga Sui In melanjutkan
perjalanannya, memasuki hutan itu dan mendaki bukit. Ada
sebuah jalan menuju ke puncak, jalan yang memang dibuat untuk
para keluarga Kaisar yang pesiar. Jalan itu indah dan di kanan kiri
jalan terdapat tanaman berbagai bunga, indah sekali. Juga
pohon-pohon di hutan itu terpelihara.
Di sepanjang perjalanan, Sui In melihat beberapa ekor kijang
berkelompok dan beberapa ekor kelinci berlarian menyelinap ke
balik semak-semak ketika melihatnya. Tempat ini begini indah,
begini tenang dan penuh damai, mendatangkan perasaan
tenteram. Ia sudah mulai merasa kecewa dan menyesal. Betapa bodohnya
mencurigai tempat senyaman ini! Tempat termasuk hutan buatan,
penuh taman dan pohon yang terpelihara indah, juga di sana sini
tentu terdapat perajurit pengawal yang melakukan perondaan.
Tidak mungkin menjadi tempat persembunyian penjahat. Palingpaling hanya menjadi tempat persembunyian muda-mudi istana
yang mengadakan pertemuan rahasia yang penuh kemesraan!
Akan tetapi ia sudah tiba di situ, harus dilanjutkan sampai ke
puncak. Ia ingin melihat bagaimana macamnya kuil istana yang
sudah banyak didengarnya itu, sebagai kuil yang indah dan dihuni
oleh pendeta-pendeta yang alim dan pandai.
420 Kabarnya di luar istana, kuil ini manjur sekali, dapat memberi obat
yang mujarab bagi yang sakit, dan dapat meramalkan nasib
dengan tepat dan baik sekali. Orang luar istana tidak
diperkenankan masuk. Sekarang, setelah ia berada di situ,
merupakan kesempatan baik untuk mengunjungi kuil itu, di
samping tugas penyelidikannya. Ia sudah pernah mendengar
bahwa kepala pendeta di kuil itu yang bernama Gwat Kong
Hosiang adalah seorang hwesio yang selain alim dan pandai,
juga lihai ilmu silatnya karena dia datang dari kuil Siauw-lim-si.
Ketika ia tiba di kuil itu, ia disambut oleh beberapa orang hwesio
yang memandang heran walaupun mereka itu segera menyambut
dengan sikap hormat karena tahu bahwa mereka berhadapan
dengan seorang dayang dari Permaisuri. Kekuasaan dan
pengaruh Permaisuri Bu Cek Thian bahkan sudah sampai ke kuil
itu. Kuil itu sunyi, tidak ada pengunjung datang bersembahyang,
dan banyak di antara para hwesio kini sibuk pula di rumah
Pangeran Souw Han untuk melakukan sembahyang.
"Selamat datang, nona. Bantuan apakah yang dapat kami berikan
kepada nona?" tanya seorang di antara mereka dengan sikap
hormat. "Aku ingin berjumpa dengan Gwat Kong Hosiang, ketua kuil ini,"
jawab Cu Sui In. Empat orang hwesio itu saling pandang, kemudian pembicara tadi
menjawab, "Omituhud, toa-suhu Gwat Kong Hosiang tidak dapat
ditemui nona karena dia sedang sakit. Dan wakilnya, yaitu suhu
421 Kwan Seng Hwesio kini sedang bersiap-siap untuk pergi ke
tempat kematian." "Kalau begitu biarkan aku berjumpa dengan Kwan Seng Hwesio,"
kata pula Sui In. "Tapi, nona. Kwan-suhu sedang sibuk dan pula..... dengan
adanya peristiwa kematian itu, semua orang akan berada di sana.
Kenapa nona bahkan datang berkunjung dan......"
Hwesio itu berhenti bicara ketika melihat Sui In mengeluarkan
cincin wasiatnya, pemberian Permaisuri. Melihat cincin itu, para
hwesio itu membungkuk dalam-dalam dan penuh hormat.
"Antarkan aku kepada Kwan Seng Hwesio sekarang juga," kata
Sui In dan sekali ini, para hwesio tidak ada yang berani
membantah. Mereka memberi jalan dan mempersilakan wanita
cantik itu masuk. Dengan sikap hormat seorang hwesio lalu
mengantarkan Sui In memasuki ruangan dalam dan mengetuk
pintu ruangan itu. Hwesio wakil kepala kuil itu Kwan Seng Hwesio yang berusia
limapuluhan tahun, bertubuh tinggi kurus dan bermuka gelap
kehitaman, namun sepasang matanya lembut, sedang berkemas
karena dia akan segera pergi ke rumah kematian untuk
memimpin sembahyangan pada waktunya nanti.
Tentu saja dia terbelalak heran ketika membuka pintu dan melihat
hwesio penjaga pintu depan mengantar seorang wanita muda
yang cantik. Akan tetapi, diapun mengenal dayang Permaisuri,
422 maka biarpun alisnya berkerut, dia bangkit dan merangkap kedua
tangan di depan dada. "Omitohud...... semoga nona selalu berada dalam lindungan Yang
Maha Kuasa. Ada keperluan apakah nona berkunjung dan
mengapa kepada pinceng" Bukankah di luar sudah banyak para
murid yang dapat melayani keperluan nona?"
Sui In segera mengeluarkan cincinnya dan melihat benda itu,
Kwan Seng Hwesio cepat memberi hormat dengan membungkuk
sampai dalam. Kini mengertilah dia mengapa para hwesio
membiarkan wanita ini masuk menemuinya. Kiranya dayang ini
membawa tanda kekuasaan dari Sang Permaisuri!
"Omitohud! Apakah yang dapat pinceng lakukan untuk nona?"
"Kwan Seng Hwesio, aku ingin bertemu dan bicara dengan Gwat
Kong Hosiang." Hwesio tinggi kurus itu nampak terkejut, lalu menoleh kepada
hwesio penerima tamu dan berkata, "Cepat keluar dan beri kabar
bahwa pinceng sedang menerima tamu dari istana, katakan
bahwa sebentar lagi pinceng harus pergi ke rumah kematian!"
Hwesio itu memberi hormat dan keluar, menutupkan kembali
pintu ruangan itu yang tadi terbuka. Kwan Seng Hwesio
mempersilakan Sui In duduk, kemudian diapun bertanya, "Ada
keperluan apakah nona ingin bertemu dan bicara dengan suheng
Gwat Kong Hosiang?" 423 "Aku membawa tugas dari Yang Mulia Permaisuri untuk bicara
dengan ketua kuil ini," kata Sui In dengan singkat.
Kwan Seng Hwesio mengembangkan kedua lengannya. "Akan
tetapi, Yang Mulia Permaisuri sendiri juga tahu bahwa suheng
sedang menderita sakit sejak lama dan tidak dapat menerima
tamu! Nona, kalau ada urusan mengenai kuil, semua merupakan
tanggung jawab pinceng yang mewakili, suheng! Bahkan Yang
Mulia Sribaginda Kaisar sendiri sudah mengetahui akan hal itu."
"Begini, losuhu. Aku mendapat tugas dari Yang Mulia Permaisuri
untuk melakukan pelacakan
dan penyelidikan, untuk membongkar rahasia pembunuhan yang dilakukan si Bayangan


Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Iblis. Dan aku ingin memeriksa semua tempat, termasuk kuil ini,
maka, aku minta persetujuan losuhu untuk membiarkan aku
melakukan pemeriksaan di seluruh pelosok di bukit ini."
Kwan Seng Hwesio terbelalak memandang kepada gadis itu.
"Akan tetapi, nona. Tempat ini adalah tempat suci! Tidak ada
yang perlu diperiksa. Kuil ini diurus oleh suheng, pinceng dan
para hwesio. Sama sekali tidak mungkin ada penjahat
bersembunyi di tempat seperti ini!
"Bagaimanapun juga, aku harus melakukan penggeledahan dulu,
baru aku dapat percaya dan dapat melapor kepada Yang Mulia
Permaisuri dengan penuh keyakinan."
"Tapi, apakah nona tidak percaya kepada kami" Sedangkan
Yang Mulia Sribaginda Kaisar sendiri percaya kepada kami!"
424 "Maaf, losuhu. Tugas adalah tugas, tidak ada sangkut pautnya
dengan percaya atau tidak."
Hwesio itu bangkit berdiri, wajahnya yang biasanya tenang itu kini
nampak gelisah. "Omitohud......, nona sungguh memaksa
pinceng, sungguh memaksa. Baiklah, mari pinceng antar nona
mengunjungi suheng Gwat Kong Hosiang yang sedang menderita
sakit." Hwesio itu lalu membuka daun pintu ruangan itu dan melangkah
keluar, diikuti oleh Sui In. Wanita ini memang merasa caaggung
dan sungkan juga telah memaksakan kehendaknya kepada
seorang pendeta yang suci! Akan tetapi apa boleh buat. Ia harus
mencari Hek-liong-li, harus mencari jejak yang dapat membantu
Cian Ciang-kun, atau lebih tepat lagi membantu Pek-liong,
pendekar yang dikaguminya itu.
Juga ia terdorong oleh perasaan dendamnya kepada Si
Bayangan Iblis yang bukan saja telah membunuh suaminya, akan
tetapi juga nyaris membunuh pamannya. Ia juga didorong
perasaannya sebagai seorang murid Kun-lun-pai, seorang
pendekar yang harus menentang perbuatan jahat dan kejam
seperti telah dilakukan oleh Si Bayangan Iblis. Maka iapun
membuang semua perasaan sungkannya telah mengganggu
wakil kepala kuil ini. Ia mengikuti hwesio tinggi kurus itu menuju ke bagian belakang
kuil itu yang ternyata luas sekali. Dan di ruangan belakang yang
terdapat banyak kamar yang daun pintunya tertutup, Kwan Seng
Hwesio berhenti di depan sebuah pintu kamar.
425 "Di sinilah suheng Gwat Kong Hosiang beristirahat, akan tetapi
sungguh amat tidak enak mengganggu dia yang sedang
menderita sakit. Dia amat lemah dan sungguh tidak baik bagi
kesehatannya kalau diajak bicara."
"Biarkan aku melihatnya saja sebentar, losuhu."
Kwan Seng Hwesio membuka daun pintu dan Sui In melihat
seorang hwesio tua yang bertubuh gemuk rebah telentang di atas
sebuah pembaringan dan hwesio tua itu nampak tertidur. Setelah
melihatnya sebentar, ia membiarkan Kwan Seng Hwesio
menutupkan kembali daun pintu itu dan Sui In sudah
menghampiri sebuah pintu lain yang menuju ke belakang dan
hendak membukanya. "Nona, harap jangan buka pinta itu!" tiba-tiba Kwan Seng Hwesio
berkata, nada suaranya tegas sehingga Sui In menjadi terkejut.
"Eh" Kenapa" Rahasia apa yang tersembunyi di balik pintu ini,
losuhu?" "Tidak ada rahasia! Hanya itu merupakan tempat pribadi yang
tidak boleh dibuka sembarangan orang!"
"Akan tetapi aku bukan sembarangan orang, losuhu. Ingat, aku ini
utusan Yang Mulia Permaisuri yang telah diberi kekuasaan, dan
aku berhak untuk memeriksa apa dan siapapun juga."
Sui In sudah memegang daun pintu itu, akan tetapi tiba-tiba daun
pintu terbuka dan nampak seorang laki-laki meloncat keluar dari
dalam kamar itu. Dan Sui In terbelalak kaget.
426 Laki-laki itu berusia limapuluh tahun, rambutnya putih semua dan
wajahnya masih nampak muda, tubuhnya jangkung dan tangan
kanannya memegang sebatang pedang. Dia menyeringai lebar.
"Heh-heh, kiranya engkau lagi, nona. Sekali ini engkau tidak akan
mampu lolos!" "Pek-mau-kwi.......! Engkau......! Di sini" Bagaimana ini" Ahhh,
tahu sekarang aku! Engkau pembantu Si Bayangan Iblis dan kuil
ini menjadi tempat persembunyian kalian! Bagus, Kwan Seng
Hwesio. Kiranya engkau seorang pengkhianat!"
"Omitohud......!" Kwan Seng Hwesio berseru bingung dan Pekmau-kwi Ciong Hu sudah menyerang Sui In dengan pedangnya.
Sui In cepat meloncat ke belakang dan iapun mencabut pedang
yang ia sembunyikan di balik bajunya dan balas menyerang.
Terjadilah perkelahian yang seru di tempat itu.
Sui In menyerang dengan gemas karena ia teringat akan
susioknya, Giam Sun yang ketika tewas meninggalkan dua buah
nama, yaitu Pek-mau-kwi ini dan Kwi-eng-cu Si Bayangan Iblis. Ia
tahu bahwa tentu Pek-mau-kwi ini dan pembantu-pembantunya,
yaitu Huang-ho Siang-houw yang telah membunuh susioknya,
atas perintah seorang tokoh rahasia yang dijuluki Si Bayangan
Iblis. Maka, dengan hati penuh dendam ia memainkan ilmu
pedang Kun-lun Kiam-sut dan menyerang dengan dahsyat.
Akan tetapi pria berambut putih itu memang lihai. Kalau dulu Sui
In terlepas dari tangannya adalah karena muncul Pek-liong. Akan
tetapi kini ia harus melawan sendiri dan biarpun ia mampu
menandingi ilmu pedang Pek-mau-kwi, akan tetapi iapun tidak
427 mampu mendesaknya dan pertandingan dengan pedang itu
semakin seru dan mati-matian.
Tiba-tiba terdengar suara wanita terkekeh dan muncullah seorang
wanita tua yang usianya tidak kurang dari enampuluh lima tahun,
bertubuh kurus kering dan matanya mencorong seperti mata
kucing! "Heh-heh-heh, Pek-mau-kwi. Tidak malukah engkau, sejak tadi
tidak mampu merobohkan seorang wanita muda" Dan engkau,
Kwan Seng Hwesio, kenapa diam menonton saja seperti patung
dan tidak membantu Pek-mau-kwi?"
"Omituhud......, maafkan pinceng...... kita sudah berjanji bahwa
pinceng tidak akan melibatkan diri dalam perkelahian......,
Omituhud!" Nenek itu kembali terkekeh dan ia meloncat ke dalam medan
perkelahian dan sekali tangannya menyambar, ada angin pukulan
dahsyat sekali menyambar ke arah muka Sui In! Wanita ini
terkejut. Tamparan tangan ke arah mukanya itu kuat dan cepat
bukan main. Ia lalu mengelebatkan pedangnya untuk menyambut
tangan yang menampar, menangkis dan sekaligus menyerang
untuk membikin buntung tangan yang menyerangnya itu.
"Dukkk!" Pedang itu terpental lepas dari pegangan Sui In dan
sebelum wanita ini tahu apa yang terjadi, tangan nenek itu sudah
menampar ke arah dada kanannya, di bawah pundak.
Istana Kumala Putih 10 Kisah Si Pedang Kilat Karya Kho Ping Hoo Kuda Binal Kasmaran 4

Cari Blog Ini