Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bagian 5
Rasa gelisah yang mencekam perasaan Yu Kien makin menjadi-jadi, mendadak dia berseru
dengan suara keras: "Kau benar-benar tolol. menghantar nyawa dengan cara begini bukanlah perbuatan dari
seorang yang pintar."
perkataan tersebut diutarakan dengan nada yang keras.
Kim Thi sia menjadi tertegun, dia heran apa sebabnya gadis yang lemah lembut itu bisa
mengucapkan kata-kata yang begini keras.
Dengan alis mata berkenyit dia segera menyahut dengan suara tak kalah kerasnya.
"Aku Kim Thi sia hanya melaksanakan pesan ayahku dulu lebih baik mati daripada terhina,
kalian kaum perempuan tahu apa" Hayo cepat minggir"
perkataan tersebut diucapkan entah berapa kali lipat lebih nyaring daripada perkataan nona
berbaju hitam itu. Untuk beberapa saat lamanya Yu Kien menjadi tertegun, tapi sesaat kemudian ia sudah
menghela napas panjang dan menundukkan kepalanya kembali dengan lemah.
Nona muda itu merasakan lengannya jadi ngilu. ternyata air mata encinya menetes keluar
membasahi lengannya, cepat-cepat dia menggoyangkan lengan kakaknya serunya berseru:
"Cici...kau menangis?"
Perasaan semakin tak tenang, apalagi gara-gara ulahnya sampai membuat encinya bentrok
dengan pujaan hatinya. Untuk beberapa saat dia tak tahu ada yang mesti diperbuatnya sekarang.
Akhirnya dengan hati yang gelisah bercampur menyesal gadis itu berkata kepada Kim Thi sia:
"Kim Siauhiap. akulah yang telah melakukan kesalahan bersediakah kalian memaafkan diriku?"
Kim Thi sia tetap membungkam tanpa menjawab.
Nona cilik itu makin gelisah lagi, akhirnya sambil menggertak gigi ia meloloskan pedangnya dan
berseru dengan sedih: "Kalau toh kalian semua enggan memaafkan aku biarlah aku mati saja untuk menebus dosa"
Dia menggerakkan pedangnya dan menggorok leher sendiri
Dengan perasaan terkejut Kim Thi sia segera mengayunkan tangannya untuk merontokkan
pedang itu, lalu serunya:
"Apa sangkut pautnya antara urusanku sendiri dengan kalian" mengapa sih justru hendak
mencari gara-gara dengan diriku sendiri?"
Yu Kien sinona berbaju hitam itupun berseru dengan sedih sambil merebut pedang dari
tangannya. "Adikku, encilah yang bersalah, hampir saja kucelakai selembar jiwamu."
selama hidup belum pernah nona kecil itu mengalami rasa sedih sehebat ini, dalam keadaan
demikian dia tak ubahnya seperti anak kecil yang lain sambil menubruk kedalam pelukan kakaknya
nona itu menangis sejadinya.
sebaliknya nona berbaju hitam itu menatap Kim Thi sia tanpa berbicara, dari balik pandangan
mata tersebut terpancar rasa sedih, murung dan gemas yang amat tebal.
Ketika sepasang mata Kim Thi sia saling bertemu dengan pandangan matanya itu,
tiba-tiba saja seluruh tubuh pemuda itu terasa tak sedap. dengan cepat dia menenangkan
hatinya kemudian berkata:
"Aku tak akan menyalahkan kalian, biarlah aku berada disini seorang diri, seperti diketahui aku
adalah seorang jago pedang sebatang kara yang tak akan disebut siapapun."
Pucat pias selembar wajah Yu Kien saking jengkelnya dengan gemas ia membopong adiknya
lalu berlalu dari situ dengan langkag cepat, sikapnya yang gemas seakan-akan melukiskan
perasaan hatinya saat itu, yakni tak ingin berjumpa lagi dengannya sepanjang masa.
Mendadak....... suara tertawa dingin yang amat menyeramkan, begitu dinginnya serasa tak berhawa manusia,
berkumandang datang memecahkan keheningan.
Dengan cepat Kim Thi sia melompat bangun, kemudian bentaknya keras-keras: "Apakah orangorang
keluarga Tong dari szuchuan yang telah datang?"
ketika mendengar teguran tersebut, tanpa terasa nona berbaju hitam itu menghentikan
langkahnya dan memandang kearah Kim Thi sia dengan penuh rasa kuatir, sekejap mata semua
rasa jengkelnya telah hilang, lenyap. sebagai gantinya adalah perhatian dan rasa kuatirnya yang
sangat tebal. Dibawah sinar rembulan, tampak dua sosok bayangan manusia yang amat jangkung,
bagaimanakah burung siang malam melintas diangkasa, dengan cepatnya meluncur kehadapan
Kim Thi sia dengan gerakan sangat ringan dan cepat.
Belum lagi orangnya tiba ditujuannya sudah terdengar suara tertawa dingin yang menggidikkan
hati bergema membelah keheningan.
"Hey orang she Kim rupanya kau telah datang."
Menyusul teguran tersebut, tampak dua orang lelaki setengah umur yang berwajah putih,
bertubuh jangkung dan bersinar mata tajam telah munculkan diri didepan mata. Kim Thi sia
mundur selangkah, kemudian katanya dengan nyaring:
"Diantara kalian dengan diriku sama sekali tak pernah terikat dendam sakit hati apapun
mengapa kalian mencari gara-gara denganku" Hayo cepat utarakan alasan kalian."
Angin malam terasa berhembus kencang membawa udara yang sangat dingin ujung lengan
kanan lelaki setengah umur bertubuh jangkung itu nampak bergoyang tiada hentinya, jelas lengan
kanan mereka telah kutung sama sekali. Terdengar orang itu menjawab dingin:
"orang muda she Kim, menurut berita dunia persilatan, kau adalah manusia yang paling susah
dihadapi. Karena itu kami berdua justru ingin menghadapimu. Akan kami lihat sampai dimana
susahnya menghadapi manusia semacam kau"
"oooh, jadi lantaran didunia persilatan tersiar berita kalau aku susah dihadapi. Lantas kalian
berniat datang mempermalukan aku" Hmmm.....kalau begitu marilah, mau puluhan gebrakan atau
ratusan gebrakan, asalpunya kepandaian, keluarkan saja semuanya." Kedua orang lelaki itu segera
mendengus. "Hmmm, orang persilatan telah meletakkan kepandaianmu yang susah dihadapi jauh diatas
kemampuan jarum mulut harimau dari keluarga Tong kami. Berita tersebut sangat menyakitkan
hati kami, membuat kami tak mampu bersabar terus hey bocah muda she Kim, apabila jarum
mulut harimau keluarga Tong kami benar-benar tak mampu berbuat apa-apa terhadapmu, maka
sejak kini senjata rahasia keluarga Tong akan lenyap dari pendengaran dunia persilatan."
Nona berbaju hitam yang mengikuti pembicaraan tersebut dari tepi arena, segera berteriak
keras setelah mendengar ucapan tersebut. "Kim, hati-hati dengan senjata rahasianya"
Watak keras kepala Kim Thi sia semakin membara oleh teriakan tersebut dia segera tertawa
tergelak. "Haaaahhh, haaaahhh haaaahh, tahu aku sekarang, rupanya kalian marah dan tak puas karena
nama Kim Thi sia diletakkan jauh diatas kemampuan jarum mulut harimau andalan kalian bukan
begitu" jadi kalian menganggap jarum mulut harimau adalah senjata rahasia yang tiada
tandingannya dikolong langit" sayang aku Kim Thi sia justru paling tak percaya dengan segala
macam ilmu sesat, mari, mari. Pinjamkan sebatang jarum mulut harimau yang kalian andalkan itu
kepadaku." Dua orang ahli senjata rahasia dari keluarga Tong ini segera bertukar pandangan sekejap.
Kemudian jengeknya sambil tertawa dingin:
"Hey bocah keparat she Kim, permaianan busuk apa yang sedang kau atur" Hayo utarakan
sana secara blak-blakan, kau jangan mencoba untuk mengulur waktu."
"Benarkah diantara senjata rahasia beracun yang dimiliki keluarga Tong kalian jarum mulut
harimau merupakan senjata rahasia yang paling hebat?" Kedua orang itu segera tertawa dingin.
"Benar, bila seseorang tertusuk jarum mulut harimau, maka tidak sampai lima langkah ia pasti
akan menemui jalannya kenapa bocah muda" kau mulai ketakutan?"
Kim Thi sia segera mengernyitkan alis matanya, kemudian berseru dengan lantang:
"Kim Thi sia tak mengenal apa artinya dari ketakutan. HHmmmm......aku tahu senjata rahasia
kelurga Tong kalian bisa termashur selama banyak tahun dalam dunia persilatan, hal ini pasti
ditunjang dengan suatu kepandaian khusus sehingga membuat orang tak mampu menghindarkan
diri. Daripada membuang tenaga dengan percuma untuk berkelit, lebih baik serahkan saja
sebatang jarum kepadaku untuk kutusukkan sendiri ketubuhku"
Perkataan tersebut diutarakan secara blak-blakan bahkan kelemahan sendiripun diberitahukan
kepada orang lain padahal bila tahu diri tahu pula keadaan lawan maka setiap pertarungan akan
dimenangkan. sinona berbaju hitam yang jauh lebih mengerti soal ini ketimbang Kim Thi sia diam-diam
menjadi bergidik hatinya, dia segera berseru: "Hey, jangan berbicara bodoh, dia akan
mempergunakan kelemahanmu itu......."
Lelaki setengah umur dari keluarga Tong itu segera mendengus.
"Hmmmm, nona cilik, engkau tahu soal apa" orang-orang dari keluarga Tong tidak pernah
melakukan perbuatan yang memalukan, lebih baik jangan banyak berbicara lagi."
Diam-diam nona muda itupun bergidik, katanya kemudian agak tergagap: "Cici. oooh cici,
semua ini adiklah yang bersalah sehingga mencelakai dirinya."
sementara itu Kim Thi sia telah berseru kembali dengan suara keras: "Hey, sudah kalian dengar
perkataanku tadi?" Lelaki setengah umur yang berada disebelah kiri segera merogoh kedalam sakunya dan
mengeluarkan sebatang senjata rahasia, lalu sambil dilemparkan kedepan serunya dengan suara
dingin: "Bocah muda Kim, biarpun kau mempunyai niat busuk atau akal setan, kami dua bersaudara
tak akan memandangnya dihati."
Kim Thi sia segera memungutjarum mulut harimau dan diperhatikan dengan seksama, ternyata
jarum itu panjangnya mencapai tiga inci, dan seluruhnya terbuat dari emas murni. Ujung jarum
terdapat beberapa buah lubang kecil yang berwarna hitam pekat agaknya dibalik lubang inilah
terkandung racun yang jahat. Dengan suara lantang ia segera berseru lagi:
" Kalian berdua tak pernah mengikat tali permusuhan denganku, tapi selalu berusaha mencari
gara-gara denganku. Apa sih yang kalian andalkan" Kalian anggap jarum mulut harimau tersebut
betul-betul sangat hebat" Hmm hari ini aku segan bertarung dengan kalian tapi aku pasti akan
membuktikan kepada kalian berdua bahwa Kim Thi sia adalah manusia yang tidak gampang
dihadapi" Dengan menggenggam gagang jarum mulut harimau dan menggulung ujung bajunya, ia
mengeraskan hati ia tusuk lengan sendiri dengan jarum tersebut.
Darah seggr segera memancar keluar dari mulut lubang tersebut.
Dua bersaudara Yu yang melihat kejadian ini kontan saja menjerit lengking.
"Kim Thi sia, kau......kau kelewat bodoh."
Mungkin saking kagetnya, tiba-tiba nona berbaju hitam itu merasakan pandangan matanya
menjadi gelap kemudian roboh tak sadarkan diri, sambil tertawa nyaring Kim Thi sia segera
berseru: "Dua bersaudara Tong, Kim Thi sia mengerti kalau kepandaian silat yang kumiliki masih cetek.
sehingga sulit rasanya untuk lolos dari sergapan senjata rahasia kalian oleh sebab itulah lebih baik
kalian tak usah membuang tenaga lagi dengan percuma."
Kemudian sambil tertawa terbahak-bahak dia berpaling kearah nona muda yang sedang berdiri
gemetar dengan wajah ketakutan itu sambil katanya:
"Seandainya terjadi sesuatu yang tak diinginkan atas diriku tolong kalian sudi menguburkan
mayatku." Dua bersaudara Tong sama sekali tidak menyangka kalau anak muda tersebut bagitu tega
untuk melukai diri sendiri. Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak mereka, segera bentaknya
keras-keras: "Bocah muda Kim, kau tak perlu menggunakan siasat menyiksa diri untuk memaksa kami dua
bersaudara mendapat nama yang tercemar. Dalam pada itu, Kim Thi sia telah merasakan dadanya
panas sekali seperti dibakar. Kepalanya pusing tujuh keliling dan hatinya yang berdebar terus,
saking sakitnya dia sampai tak mendengar apa yang dikatakan kedua orang tersebut.
Penderitaan yang dialaminya saat itu bukan penderitaan yang bisa ditahan oleh setiap orang.
setelah roboh keatas tanah, Kim Thi sia segera bergulingan diatas tanah sambil merintih kesakitan,
suaranya mengenaskan sekali hingga menggidikkan hati siapapun yang mendengarnya.....
Ditengah keadaannya sadar tak sadar inilah, tiba-tiba saja dia mengerahkan segenap kekuatan
tenaga yang dimilikinya untuk menerjang kearah pusar.
Terjangan darah dan hawa murni yang cepat membuat wajahnya yang semula pucat pias kini
berubah menjadi merah membara seakan-akan terdapat seonggok api yang sedang membara
didalam tubuhnya. Namun rasa sakit yang semual menyiksa badannya kini sudah jauh berkurang, ia merasa rasa
sakit akibat tusukan jarum beracun itu-jauh lebih mendalam daripada hawa darah menembusi
nadi- nadinya. JILID 9 Sambil berteriak seperti suara guntur yang membelah bumi, tiba-tiba Kim Thi sia merangkak
bangun dari atas tanah dan beriarian cepat meninggalkan tempat itu, jeritan-jeritannya yang mirip
tangisan setan membuat hati siapapun menjadi bergidik.
Dua bersaudara Tong menjadi tertegun sejak terjun kedalam dunia persilatan, banyak sudah
pertarungan besar maupun kecil yang mereka alami, namun belum pernah mereka temukan
musuh yang susah dihadapi seperti Kim Thi sia hari ini. Dengan perasaan tegang kedua orang itu
mulai menghitung didalam hati. "Selangkah... dua langkah, tiga langkah, lima langkah, enam
langkah, tujuh langkah."
Lelaki setengah umur yang berdiri disebelah kiri seperti teringat akan sesuatu, mendadak ia
menepuk bahu saudaranya sambil berseru:
"Aduh celaka Loji, kehebatan jarum mulut harimau yang mematikan korbannya dalam lima
langkah telah kehilangan kemanjurannya."^
Padahal lelaki yang disebut Loji pun tak teriuklskan rasa kagetnya waktu itu, segera serunya
pula: "Lotoa, pemuda she Kim itu memang memiliki kemampuan yang luar biasa, selama ini jarum
mulut harimau dari kelurga Tong menjagoi seluruh kolong lamngit, kami tak bisa kehilangan
kedudukan tersebut lantaran dia......."
Tanpa terasa kedua orang itu saling bertular pandangan sekejap^, sekilas rasa sedih dan
murung menghiasi wajah mereka.
sementara itu Kim Thi sia sedang berlarian seperti orang sedang kalap sambil menjerit-jerit
tiada hentinya. Dengan sepenuh tenaga dia mengerahkan hawa murninya untuk mengitari seluruh badan,
dengan peredaran darah yang membalik, dia berusaha mengurangi siksaan dan penderitaan yang
dialaminya akibat daya kerja racun tersebut.
siapa tahu, justri karena perbuatannya itu, tanpa disengaja ia telah berhasil meloloskan diri dari
ancaman bahaya maut yang telah siap merenggut jiwanya.
sebagaimana diketahui, dia pernah mempelajari tenaga dalam yang maha sakti dari malaikat
pedang berbaju perlente. Ketika ia bermaksud mengurangi rasa sakit dengan mengedarkan
darahnya secara terbalik tanpa disangka-sangka hal tersebut justru akan mendesak sari racun
yang berada dalam tubuhnya keluar dari peredaran darah dan akhirnya malah terdesak keluar kulit
badannya. Ia tak sadar bahwa cara yang digunakan tersebut telah membuat keadaannya tak jauh berbeda
dengan orang gila. Entah berapa saat sudah lewat, dengan mengandalkan sedikit titik terang yang masih
dimilikinya dia berusaha menelusuri jalan lebar menuju kedepan.
sebab dengan cara berlari keras dan menyiksa diri seperti ini, rasa sakit yang membuatnya
menderita jadi lebih ringan.
Untung saja sepanjang perjalanan ia tidak bertemu dengan orang lain. Kalau tidak,
perbuatannya itu pasti akan mengejutkan banyak orang.
Dua bersaudara Tong sudah banyak mengalaminya pertarungan besar maupun kecil, selama ini
merekapun selalu beranggapan senjata rahasianya sangat tangguh dan tiada tandingannya
dikolong langit. siapa tahu Kim Thi sia justru berhasil memusnahkan ancaman senjata rahasianya dengan cara
begitu aneh, tentu saja hal semacam ini belum pernah dibayangkan sebelumnya.
Begitulah, bagaikan orang kalap Kim Thi sia berlarian tanpa tujuan entah berapa saat sudah
lewat, meski sepasang kakinya sudah tak mau menuruti perintahnya lagi, namun ia tetap nekad
berlarian terus tanpa berhenti.
Tiba-tiba dari kejauhan sana muncul setitik cahaya api, ternyata ditengah jalan terdapat
seonggokan api unggun empat orang duduk mengelilingi api unggun tersebut, mereka sama sekali
tak bergerak dan entah apa yang sedang dilakukan.
Kim Thi sia yang berada dalam keadaan tak sadar menjadi berang ketika melihatjalan perginya
dihadang orang. Tanpa berpikir panjang lagi sepasang tangannya segera didorong kemuka
melancarkan serangan bentaknya keras-keras. "Minggir"
Baru saja bentakan itu berkumandang salah seorang dari keempat kakek yang duduk mengitari
api unggun itu telah mendengus lalu mengebaskan ujung tangannya kemuka.
seketika itu juga Kim Thi sia merasakan dadanya seperti ditumbuk dengan martil yang berat
sekali, sambil berteriak keras tubuhnya segera roboh terjungkal keatas tanah.
Tapi dengan terjungkalnya pemuda tersebut keatas tanah, ternyata ia menjadi jauh lebih sadar
kembali. Pelan-pelan pemuda itu merangkak bangun, rasa sakit yang semula menyiksa tubuhnya kini
telah jauh berkurang benar kepalanya terasa agak pening, namunjauh lebih segar berapa puluh
kali lipat daripada keadaan semula. Tanpa terasa ia berpikir:
"orang bilang, barang siapa terkena karum mulut harimau maka dia akan tewas dalam lima
langkah padahal sudah sekian lama aku berlari bukan saja tak sampai mampus semua rasa
sakitpun lenyap tak berbekas Jangan-jangan nama besar keluarga Tong hanya nama kosong
belaka........?" Ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, dia makin bimbang dan tak habis mengerti
apalagi setelah melihat tubuhnya penuh dengan abu dan debu buru-buru dia membersihkan
pakaiannya tersebut. Tiba-tiba terendus bau busuk yang amat menusuk hidung memancar keluar dari badannya,
disusul kemudian tangannya yang menyeka badan ternyata berubah menjadi hitam dengan
perasaan curiga ia berpikir lebih jauh:
"Apa yang terjadi" mengapa keringatkupun terendus bau busuk..........?"
Ia tak mengerti bahwa racun jahat darijarum mulut harimau telah berhasil dipaksa keluar dari
tubuhnya tanpa dia sadari dan kini berubah menjadi keringat yang tertinggal diluar kulit itulah
sebabnya keringat yang bercucuran keluar menjadi busuk sekali baunya.
setelah keringat busuk diseka, pemuda itu baru sempat memperhatikan kembali keadaan
disekitar situ. Ternyata keempat kakek itu sedang duduk mengelilingi api unggun itu masih tetap duduk tak
berkutik dan mengawasi kobaran api tanpa berkedip. rambut mereka rata-rata panjang dan terurai
sepanjang dada. sejak salah seorang diantara mereka melepaskan pukulan kearahnya tadi hingga kini ternyata
tak seorangpun yang berbicara.
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keempat orang ini memiliki ketajaman mata yang menggidikkan, usianya telah lanjut dan
penuh berwibawa, sehingga siapapun yang memandang tapi terasa menjadi keder sendiri Timbul
perasaan ingin tahu dalam hati Kim Thi sia, diam-diam pikirnya: "Apa sih bagusnya api" masa
hidup setua ini, belum pernah mereka saksikan api?"
Dengan niat minta maaf dia segera mendekati kembali keempat orang tersebut. Tapi dengan
cepat ia telah menemukan kembali suatu kejadian yang sangat aneh.
Ternyata didepan keempat kakek itu masing-masing berbaring sesosok mayat. Keempat sosok
mayat itu semuanya memakai baju perlente dan berusia sangat muda, selain tampan merekapun
kira-kira kelihatan gagah namun entah mengapa ternyata pemuda itu telah mati dibunuh orang.
Menyaksikan hal tersebut, tanpa terasa Kim Thi sia berseru dalam hati kecilnya: "sungguh
sayang........" sementara itu dibalik wajah keempat kakek yang datar dan dingin itu, lamat-lamat terlintas pula
rasa gusar dan sedih yang amat tebal. jelas ada suatu masalah besar yang sedang membebani
pikiran masing-masing....
Keempat sosok mayat pemuda tampan itu semuanya berada dalam keadaan utuh tanpa cacad
pakaiannya rapi tak kusut dan kematiannya nampak sangat tenang, tak setitik luka yang
mematikanpun dijumpai diseluruh tubuh mereka.
Tiba-tiba Kim Thi sia menyangka keempat pemuda itu dibunuh keempat kakek tersebut, alis
matanya yang tebal itu berkerut baru saja dia hendak membuka suara, kakek yang telah
menghantamnya tadi telah bertanya: "Anak kecil, siapa namamu?"
Kim Thi sia semakin tak senang hati, betapa tidak. ternyata kakek itu menganggap sebagai
seorang bocah yang tak tahu urusan, bagaimana ia tidak menjadi marah" sambil tertawa dingin
segera jawabnya: "Kim Thi sia"
"oooh" kakek itu mengangkat kepalanya dan memandang pemuda itu sekejap. ketika sepasang
mata mereka saling bertemu, tiba-tiba saja Kim Thi sia menjerit kaget dan mundur selangkah. Ia
merasa kakek itu memiliki ketajaman mata yang sanggup menembusi ulu hatinya.
Dengan suara dalam kakek itu berseru:
"Jadi kau adalah jago muda yang belakangan ini menggemparkan dunia persilatan Kim Thi sia?"
Kim Thi sia jadi tercengang, ia tak menyangka baru berapa hari dirinya terjun kedunia
persilatan ternyata namanya sudah terkenal orang. Tak berayal lagi segera jawabnya: " Tepat
sekali perkataanmu itu."
Kakek itu segera manggut-manggut seperti mengandung arti yang lebih mendalam ia berkata
lebih jauh: "Dan tindak tandukmu selanjutnya lebih baik bertindaklah lebih berhati-hati, paling baik lagi
kalau tidak membuat nama sendiri kelewat terkenal tak usah memancing kobaran api yang bakal
membakar diri sendiri sehingga kehilangan nyawa tanpa sebab musabab yang jelas........."
selesai berkata ia segera berpaling dan tidak menggubris anak muda itu lagi.
Untuk beberapa saat lamanya suasana disekleiling tempat itupun dicekam keheningan yang luar
biasa. Hanya suara ranting yang terbakar api masih kedengaran memecahkan keheningan
mendatangkan setitik suasana kehidupan ditempat tersebut.
Terpengaruh oleh ketajaman mata yang melebihi sembilu dari kakek tersebut, untuk berapa
waktu lamanya Kim Thi sia tak mampu berbicara. Tapi akhirnya dia tak sanggup menahan diri dan
segera tanyanya sesudah berhasil menenangkan hatinya.
"Aku tak bisa memahami maksud dari perkataanmu itu, bagiku asal perbuatan tak sampai
melukai hati seseorang, aku yakin tiada persoalan lain yang perlu kurisaukan."
Pelan-pelan kakek itu membuka matanya memandang sekejap sekeliling tempat itu sebelum
akhirnya berhenti diatas wajahnya, ia berkata:
"Anak muda, kalau kau tak mau menuruti nasehatku. Cepat atau lambat kau bakal mampus
dibunuh orang" Kim Thi sia amat terkejut, serunya lagi semakin kebingungan: "Aku masih belum juga
memahami perkataanmu."
Kakek tersebut menjadi mendongkol, tiba-tiba dengan kening berkerut dia membentak.
"Kau memang tak bisa diberi nasehat." sebuah sapuan segera diayunkan kedepan.
segulung tenaga kekuatan seberat ribuan kati segera meluncur kemuka seperti gulungan
ombak ditengah samudra......
Kim Thi sia sama sekali tak menduga kesitu sambil berteriak keras tubuhnya berjumpalitan
sampai empat lima kali kebelakang, begitu keras dia terpental hingga kepalanya terasa amat
penting untuk berapa saat lamanya tak mampus merangkak bangun dari tanah.
Untung saja sikakek tersebut tidak berniat untuk merenggut jiwanya kalau tidak mungkin
semenjak tadi jiwanya sudah melayang meninggalkan raganya.
Kim Thi sia yang diserang tanpa sebab musabab tertentu menjadi amat berang, meski perasaan
tersebut diutarakan lewat kata-kata namun wajahnya kelihatan sangat tidak puas. Dengan suara
keras kembali kakek itu membentak:
"Tidak mengerti" Hmmm, lebih baik kau terjun kesungai melakukan bunuh diri saja"
"Kau tak usah mengurusi diriku" bantah Kim Thi sia. "Bila aku ingin bunuh diri, hal tersebut bisa
kulakukan sendiri, tak perlu kau bersusah payah ikut memikirkannya bagiku" Kakek itu menjadi
tertegun. "Hey bocah, nampaknya kau memang amat susah dihadapi, kalau begitu nama besarmu bukan
cuma nama kosong belaka."
sementara itu ketiga orang kakek lainnya masih tetap membungkam diri dalam seribu bahasa.
Terhadap peristiwa yang terjadi didepan mata selain mereka tidak menggubris, berpalingpun
tidak. sorot mata mereka tertuju semua keatas onggokan api unggun, mukanya sebentar murung
sebentar sedih, entah persoalan apa yang sedang dipikirkan. Kim Thi sia semakin tak senang hati,
teriaknya kemudian keras-keras: "Apakah kau berniat menyusahkan aku"
Kakek itu memandang sekejap kearahnya dengan pandangan dingin, lalu berkata:
"Berbicara dari kepandaian silat yang kau miliki, sepersepuluh dari murid kupun tak mampu kau
lewati, berani betul engkau bersikap kurang ajar kepadaku."
"Dimanakah muridmu sekarang?" seru Kim Thi sia dengan gusar. "Aku pasti akan mengajaknya
untuk beradu kepandaian."
Mendengar ucapan tersebut mendadak kakek itu mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak. suaranya tinggi melengking dan keras sekali hingga menembusi angkasa, begitu
kerasnya suara tersebut hingga seluruh angkasa serasa bergetar keras.
Kim Thi sia menjadi amat terperanjat tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri, hampir
saja dia tak sanggup untuk menahan diri.
selembar muka kakek itu berubah menjadi sedih marah dan mendendam. Perasaannya
bercampur aduk tak karuan, katanya kemudian sambil menunjuk kearah mayat pemuda yang
berada dihadapannya: "satu-satunya murid kesayanganku berada disini. Hey anak kecil, apakah masih ingin bertarung
dengannya." Kim Thi sia adalah seorang pemuda yang sangat perasa biarpun kakek itu belum berbicara
namun dari sikap sedih bercampur gusar yang tampil diwajahnya, segera disadari olehnya bahwa
kakek tersebut telah ditimpa musibah.
Benar juga, ternyata murid kesayangannya telah tewas dibunuh orang, karena itu segera
ujarnya: "Kalau toh muridmu sudah mati akupun tak ingin beradu kepandaian lagi dengannya."
Pelan-pelan paras muak kakek itu putih kembali dalam kehambaran yang luar biasa katanya
lagi: "Kau tahu apa yang menyebabkan dia mati?"
satu ingatan segera melintas dalam benak Kim Thi sia, buru-buru katanya:
"Aku toh bukan dewa atau malaikat tentu saja tidak tahu, apakah kau bersedia
memberitahukan kepadaku empek tua."
sikap permusuhannya hilang lenyap seketika, sekarang dia malah menyebutnya sebagai empek.
"Bukankah sudah kubilang tadi, bila hendak berkelana didalam dunia persilatan lain waktu,
lebih baik bersikaplah lebih berhati-hati. Kalau tidak kau pasti akan mengalami nasib tragis seperti
apa yang dialami muridmu."
" Kenapa?" "sebab kalian sama-sama merupakan jago muda yang makin menonjol peranannya didalam
dunia persilatan-" "Tapi apa sangkut pautnya?"
sekali lagi kakek itu tertawa nyaring. suaranya keras dan sangat memekikkan telinga.
Cepat-cepat Kim Thi sia menutupi telinganya dengan jari tangan, ia saksikan sepasang mata
kakek itu telah berkaca-kaca karena air mata.
"Hanya manusia yang iri hati merupakan manusia jahanam, murid kesayanganku yang telah
kudidik dan kubina dengan susah payah selama belasan tahun akhirnya harus mati dibunuh orang
yang iri hati sementara nama besarnya makin menanjak."
"siapakah orang itu?" tanya Kim Thi sia terperanjat. " Kenapa kau tidak berusaha untuk
membalas dendam sakit hatinya?"
" orang itu mempunyai kepandaian silat yang sangat tinggi, tenaga dalamnya yang amat
sempurna. Kehebatannya seperti gelombang samudra dilaut bebas, untuk menghadapi tenaga
pukulannya yang bisa-bisa membunuh orang tanpa wujudpun, segenap kepandaian silat yang
kumiliki selama puluhan tahun ini masih belum cukup untuk memadahi......"
Kemudian setelah berhenti sejenak. dia berkata lebih jauh:
"Selama ini aku sudah mengembara keuatar maupun selatan sungai besar, baik perbatasan
maupun gurun pasir. selama puluhan tahun terakhir tak sedikit orang pandai yang pernah
kujumpai, tapi sangat menyesal ternyata aku tak mampu untuk menduga jenis pukulan yang telah
dipergunakan pembunuh untuk mencelakai murid kesayanganku ini........"
"Menurut dugaanku, orang yang membunuh muridku ini sudah pasti adalah seorang iblis yang
memiliki tenaga dalam amat sempurna. orang ini memiliki ilmu pukulan yang bisa membunuh
orang tanpa meninggalkan bekas sudah pasti kepandaian semacam ini tak mungkin bisa tercapai
bila tidak dilatih selama puluhan tahun lamanya. Aa aai.....kemunculan orang tersebut dalam dunia
persilatan pasti akan menimbulkan badai pembunuhan yang mengerikan sekali didunia ini.
"Aaaah, begitu hebatkah kepandaian silat yang dimiliki orang itu?" seru Kim Thi sia dengan
perasaan terkejut. "Kalau begitu dia pasti adalah seorang tokoh silat yang bernama besar, tapi apa
sebabnya dia begitu melakukan perbuatan yang terkutuk seperti ini?"
Kakek itu menghela napas panjang.
"Nak. kau tak tahu, orang yang belajar silat dapat dibagi menjadi dua macam, pertama adalah
orang yang belajar silat untuk melakukan baktinya kepada umat persilatan didunia ini, membantu
kaum lemah dan menegakkan keadilan maka jenis kedua adalah mereka yang belajar silat demi
nama dan kedudukan. Untuk mencapai kedudukan yang tertinggi dalam dunia ini, mereka tak
segan-segan akan menyusahkan orang lain dengan berbagai cara yang licik. Ditangan manusia
inilah murid kesayanganku telah terbunuh."
"oleh sebab itu nak, turutilah nasehatku. Berusahalah keras untuk menyembunyikan
kemampuan demi keselamatan jiwa. Kalau tidak....pohon yang besar tentu mudah mengundang
angin- Kau masih muda masa depanmu masih cemerlang, janganlah sampai kehilangan nyawa
sebelum kau berhasil mencapai cita-citamu yang tertinggi."
"Ehmmm, sekarang kau baru paham, orang yang membunuh muridmu itu pasti mempunyai
ambisi untuk menguasai seluruh dunia persilatan, karena kuatir kaum muda yang menonjol ini
menjadi saingan dan penghalangnya dikemudian hari sehingga menggagalkan usahanya untuk
meraih kursi terhormat dalam dunia persilatan. Maka dia tak segan-segan melakukan pembantaian
secara besar-besaran, bukan begitu?"
Kakek itu segera mengangguk.
"Tak nyana meski kau lugu didepan ternyata cermat didalam......."
Kemudian setelah menghela napas panjang, dia berkata lebih jauh:
"Sesungguhnya kami adalah sekelompok manusia yang sudah bosan dengan segala keramaian
dalam dunia persilatan. Hidup kami selama ini ibarat bangau liar yang terbang kemana saja tanpa
ikatan. sungguh tak disangka menjelang saat tua orang tersebut telah membinasakan murid
kesayangan kami yang telah dibina dan dididik dengan susah payah selama banyak tahun.
Aaaai.......kelihatan tenaga dalam yang dimiliki orang itu belum pernah kudengar sebelumnya, aku
yakin......." Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, bentakan keras yang menggelegar diangkasa
segera menggetarkan seluruh jagad .
Dalam waktu singkat keadaannya telah berubah menjadi seseorang yang lain semua rambutnya
berdiri kaku seperti ayam jago yang siap bertarung seperti juga seekor landak yang menghadapi
ancaman dari luar keadaannya yang begitu menyeramkan membuat Kim Thi sia menjadi
terperanjat dan segera mundur tiga langkah kebelakang. Terdengar orang itu berseru lagi dengan
suara yang nyaring seperti bunyi genta.
"Kecuali pihak Tiang pek pay yang memiliki sejenis ilmu pukulan sakti tanpa bayangan yang
bisa membunuh orang tanpa meninggalkan bekas, rasanya tiada manusia kedua didunia ini yang
memiliki ilmu pukulan sehebat itu. Biarpun dunia persilatan didaratan Tionggoan sangat luas
namun manusia yang mampu melawan kemampuan kami hanya beberapa gelintir saja. sebab
kebanyakan jago segan memusuhi kami, hmmmm. Delapan puluh persen perbuatan ini pasti
dilakukan oleh orang-orang Tiang pek pay.........."
"Hmmmm, besar amat bacot orang ini......" diam-diam Kim Thi sia berpikir didalam hati.
Mendadak terdengar salah seorang diantara ketiga kakek lain yang selama ini hanya
membungkam terus berkata:
"samte jangan kelewat yakin dengan dugaan sendiri tak dapat kau bilang kalau didaratan
Tionggoan ini tidak terdapat manusia lain yang bisa membunuh orang tanpa meninggalkan bekas
selain pukulan sakti tanpa bayangan dari Tiang pek pay......."
Jenggot kakek ini paling panjang lagipula sudah banyak yang memutih,jelas usianya sudah
amat lanjut, namun setiap patah kata yang diucapkan justru amat tegas dan bertenaga
Nampaknya kakek pertama tadi masih belum dapat meredakan hawa amarahnya kembali dia
berseru: "Toako, didaratan Tionggoan memangnya bukan cuma dia seorang yang bisa menggunakan
kepandaian tersebut, seperti contohnya si selaksa pukulan ciang sianseng dia menguasai pelbagai
ilmu pukulan yang ada didunia ini dan siapapun tak dapat menandingi kemampuannya tapi ia
adalah seorang yang saleh, berbudi luhur dan dihormati setiap orang. Tentu saja kita tak bisa
mencurigai orang saleh seperti itu sebagai seorang pembunuh. Berbeda sekali dengan pihak pek
pay, sudah lama mereka hidup terpencil diluar perbatasan. Partai tersebutpun bukan sebuah partai
lurus gerak gerik dan tindak tanduk mereka hanya menuruti dorongan hati dand ia sudah lama
mempunyai ambisi untuk menancapkan kaki didaratan Tionggoan oleh sebab itu menurut
pendapat siaute, besar kemungkinan Tiang pek paylah yang menjadi biang keladi dari kematian
murid-murid kita." Kakek yang disebut "Toako" tadi segera menghela napas panjang.
"Losam jangan kelewat emosi, terlepas orang itu adalah jago dari Tiang pek pay atau orang lain
yang pasti orang itu tentu memiliki kepandaian silat yang tidak berada dibawah kemampuan kami,
buktinya dia mampu membunuh keempat murid kita sekaligus. Manusia misterius semacam ini
biasanya amat susah dihadapi." Kakek yang disebut losam segera menyahut:
"Yaa, penjelasan toako memang betul sejak terjun kedalam dunia persilatan, kita empat naga
dari Tionggoan sudah empat puluh tahun berkelana dalam dunia persilatan tetapi orang itu tak
segan-segan memusuhi kita, bahkan bisa membunuh keempat murid kita berarti dia sudah pasti
memiliki sesuatu kemampuan yang bisa diandalkan untuk itu memang ada baiknya kita harus
kembali semua persoalan ini serta menyusun suatu rencana yang matang sebelum mengambil
keputusan lebih jauh."
Kim Thi sia yang sudah tak sabar segera bertanya: "Dimana sih letak Tiang pek pay?"
"Diluar perbatasan."
"Sedang sirasul dari selaksa pukula ..... Ciang sianseng?"
"Di Tionggoan" Ketika menjawab pertanyaan tersebut wajahnya segera memperlihatkan sikap yang sangat
menaruh hormat. "Kalau begitu selamat tinggal, terima kasih banyak atas petunjukmu, aku
merasa berterima kasih sekali."
selesai berkata dia segera membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
"Hey nak, hendak kemana kau?" tegur kakek itu setelah tertegun sejenak.
"Mencari Ciang sianseng."
Kakek itu sgeera menarik wajahnya dan berkata dengan serius: "Kau mencurigai Ciang
sianseng?" "Bukankah sudah kau terangkan tadi, hanya pihak Tiang pek pay dan ciang sianseng yang
memiliki ilmu pukulan untuk membunuh orang tanpa meninggalkan bekas" Tiang pek pay terletak
jauh diluar perbatasan, mustahil aku bisa mendatanginya, sedang ciang sianseng berada di
Tionggoan, maka aku bermaksud menyelidiki persoalan ini dari pihaknya siapa tahu........"
"Bila kau berani bertindak demikian, bukan saja kami akan memandang hina dirimu bahkan
segenap umat persilatan didunia inipun akan memusuhimu secara bersama-sama" hardik sikakek.
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia tertegun" Ciang sianseng adalah seorang tokoh persilatan yang berkedudukan sangat tinggi, seorang
yang salah dan berbudi luhur, banyak jago persilatan yang menaruh hormat kepadanya serta
menganggapnya sebagai malaikat hidup. jika kau berani mengusik hidupnya maka segenap umat
persilatan akan memakimu dan menyumpahi dirimu"
"Kalau begitu biar aku berangkat keluar perbatasan saja."
Padahal dalam hatinya dia telah mengambil keputusan dan tak akan merubah rencananya
semula. "Nah, begitulah baru pandai" kata sikakek kemudian sambil manggut-manggut.
Keempat kakek itu segera bangkit berdiri, masing-masing membopong mayat muridnya dan
berlalu dari situ. Lamat-lamat dari kejauhan sana ia masih mendengar suara kakek itu berseru:
"Nak baik-baiklah menjaga diri sekarang kau sudah menjadi salah satu diantara jago muda
yang menonjol, masa depanmu sudah terbuka tapi ingat baik-baik pesanku.Janganlah bersikap
kelewat menonjolkan diri bila aku sudah menyelidiki duduknya persoalan ini hingga jelas. Kami
pasti akan mewariskan ilmu silat kepadamu sebagai hadiah dari pertemuan kita hari ini........."
Diam-diam Kim Thi sia tertawa geli pikirnya:
"Lucu benar, sejak kapan aku menjadi jago muda yang menonjol" Benar- benar picik
pengetahuanku, masa soal inipun tidak kuketa hui"Jangan-jangan aku menjadi tenar karena tahan
dipukul?" Kemudian diapun berpikir lebih jauh:
"sering kudengar dari ayah yang mengatakan bahwa empat naga dari Tionggoan adalah tokoh
persilatan yang ternama dan merupakan angkatan tua dari dunia persilatan kepandaian silat
mereka sudah mencapai puncak kesempurnaan. Tapi kenyataannya keempat muridnya telah
dibunuh orang, jelas sipembunuh yang iri hati itu berhati jahat dan buas. Ehmmm dalam
tindakanku selanjutnya memang paling baik jika aku menahan diri serta bersikap jangan kelewat
menonjol bila namaku sampai dicantumkan dalam daftar hitamnya. Waaah.......bisa berabe
dengan keselamatan jiwaku."
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesaat kemudian ia berpikir lagi:
"Tapi suhu bilang tenaga dalamku masih cetek dan perlu sering melatih diri kalau tidak maka
kekuatanku selamanya akan cetek dan tak akan peroleh kemajuan apa-apa bila sampai begitu
bukankah aku bakal menyia-nyiakan serta harapan ayah?"
"Keluarga Kim adalah keturunan dari manusia berhati baja dan berkedudukan agung bukankah
ayah sering bilang bila aku tidak mencari kemajuan nama baik leluhur Kim pasti akan rusak......"
Berpikir sampai disini semangatnya makin berkobar, tanpa terasa lagi dia berpekik nyaring dan
melampiaskan keluar semua kekesalan yang mencekam perasaannya selama ini. siapa tahu......
Baru selesai ia berpekik tiba-tiba terdengar suara seseorang mendengus tertahan dengan
penuh penderitaan, disusul kemudian terdengar seseorang berseru dengan suara yang parau:
"Ternyata kau adalah manusia semacam ini"
Nada perkataan itu seperti terkejut dan mengandung perasaan tak terduga terhadap sesuatu.
seakan-akan baru sekarang dia mengerti kalau pandangannya selama ini ternyata keliru karena
kenyataannya berbeda jauh dengan apa yang diketahui selama ini.
oooo0oooo Ketika Kim Thi sia mendengar suara dengusan tersebut berasal dari suatu tempat yang tak jauh
letaknya dari situ rasa ingin tahu segera timbul dalam hatinya, cepat-cepat dia bergerak mendekati
sumber suara tersebut. Sepanjang jalan ia mendengar suara yang rendah dan parau itu bergema lagi, tapi kali ini
diiringi dengan suara gelak tertawa yang amat menyeramkan.
"Haaaahhh.....haaahhh.....haaahhh.....kalau ingin membunuhku bunuhlah, sekalipun sudah
menjadi setan gentayangan aku tetap akan membongkar kedok aslimu dihadapan umat persilatan
didunia ini...haaahhh....haaahh.....silahkan turun tangan kalau kau mengharapkan kotak Hong toh
tersebut" Huuuh......jangan mimpi aku bakal menyerahkan kembali kepadamu."
Kim Thi sia yang mendengar pembicaraan tersebut menjadi lebih terperanjat lagi, segera
pikirnya: "Aaaah.......orang ini menyinggung soal kotak mestika Hong toh, ini berarti dia pasti
mempunyai hubungan dengan terbunuhnya Nyoo lo enghiong, siapa tahu kalau orang inilah yang
telah melakukan pembunuhan tersebut?"
semangatnya segera berkobar dengan menelusuri pepohonan yang lebat untuk
menyembunyikan diri, ia bergerak maju terus mendekati tempat kejadian.
saat itulah, tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan suara yang keras dan tegas:
"Jika kau tak mau menyerahkan lagi.....hmmmmm jangan salahkan kalau aku akan pergunakan
ilmu pembetot otot untuk menyiksamu sampai mati, terus terang saja keberitahukan kepadamu.
Siksaan semacam ini tak mungkin bisa kau hadapi."
Kembali Kim Thi sia merasa terperanjat sebab dari nada pembicaraan orang itu, dia sudah
menangkap kalau sipembicara tersebut memiliki kepandaian silat yang hebat sekali dan tak
terlukiskan lagi dengan kata-kata. Jika dibandingkan dengan keempat naga dari Tionggoan, entah
kepandaiannya itu berapa kali lipat lebih hebat.
"siapakah orang itu?"
sekalipun nyalinya lebih besar setelah mendengar perkataan tersebut tak urung rasa percaya
pada diri sendiri mulai goyah.
sementara dia masih termenung suara yang parau dan berat tadi telah berkumandang lagi.
"Sungguh tak kusangka kau adalah manusia seperti ini jika kau ingin berbuat bagaimana lakukan
saja sekehendak hatimu. sekalipun harus menahan siksaan yang betapapun beratnya tak nanti
akan kuberitahukan tempat penyimpanan kotak mestika Hong toh tersebut kepadamu. Hmmm aku
mengira diriku pintar, tak tahunya sudah salah menilai orang kalau ingin membunuh hayolah
bunuh, terserah kepadamu. Asal aku mengerutkan dahi, anggap saja tak becus menjadi pian pocu
dari jauh propinsi diselatan-"
Perkataan yang terdengar Kim Thi sia segera membuktikan apa yang diduga sebelumnya.
"orang yang dicelakai ini menyebut diri sebagai Pian pocu dari tujuh propinsi, menurut ayah, pian
pocu adalah melambangkan seorang pemimpin persilatan yang mempunyai nama termashur dan
pengaruh yang luar biasa lagipula memiliki ilmu silat yang sangat hebat, tadi nyatanya orang
tersebut mampu membekuknya, sudah pasti kepandaian silat yang dimilikinya sudah mencapai
tingkatan yang luar biasa."
Berpikir demikian, gerak geriknya menjadi jauh lebih berhati-hati lagi.
setelah berjalan lagi sekian waktu, mendadak terdengar orang yang menyebut diri sebagai pian
pocu dari tujuh propinsi itu menjerit kesakitan. suaranya mengerikan sekali bagaikan jeritan iblis.
sangat tak sedap didengar.
Kim Thi sia menjadi amat terkejut, buru-buru dia menyembunyikan diri dibelakang sebuah batu
cadas yang besar. Ketika ia mengintip dari balik batu cadas dari meminjam cahaya rembulan yang redup untuk
memperhatikan keadaan didepan itu, tampaklah tak jauh dari tempatnya dua sosok bayangan
manusia. seorang berada dalam posisi berdiri sementara yang lain berada dalam posisi duduk.
yang sedang duduk jelas merupakan korban dari kejahatan tersebut.
Bayangan manusia yang sedang berdiri itu memiliki perawakan tubuh yang tinggi begitu tinggi
besar dan kekar, mukanya ditutupi dengan kain kerudung hitam. seluruh tubuhnya tertutup oleh
pakaian berwarna hitam tapi berkilauan tajam jelas bahwa pakaian tersebut terbuat dari yang luar
biasa. Terutama sekali sepasang biji matanya yang jeli dan tajam bagaikan sembilu itu benar-benar
menggidikkan hati siapapun yang memandang. Apalagi ketika sinat mata berkelebat lewat Kim Thi
sia merasa seolah-olah tempat persembunyiannya sudah ketahuan.
Tanpa dia mengayunkan lengannya kebawah, orang yang sedang duduk itu segera
memperdengarkan jeritan ngerinya yang menyayat hati suara jeritan yang membelah keheningan
malam itu bergema sampai ketempat yang jauh sekali. Tak bisa dilukiskan suara itu mendadak
penderitaan ataukah rasa ketakutan-Terdengar orang itu berteriak lagi keras-keras:
"Kalau ingin membunuh cepatlah membunuh perbuatanmu semacam ini.......bukan terhitung
perbuatan manusia." Mungkin disebabkan harus menahan penderitaan yang luar biasa, sehingga suara
teriakannyapun kedengaran parau dan tak jelas.
Terdengar manusia berbaju hitam yang tinggi besar itu berkata lagi dengan suara yang
menyeramkan: "Pingin mampus" Hmmm, tak segampang itu,aku justru akan memaksamu untuk mengatakan
dimanakah kotak peta rahasia tersebut kau sembunyikan........"
sang korban yang terduduk segera mendengus dingin-dingin, serunya sambil menggertak gigi
kencang-kencang: "Kau tak usah bermimpi disiang hari bolong. Andaikata semudah itu aku dapat kau taklukan,
percuma saja aku menjadi Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan"
Disatu pihak berusaha menggertak dengan kata-kata yang menakutkan, sebaliknya dipihak lain
tak mau menyerahkan biar sudah dipaksa sekalipun-Jeritan-jeritan ngeri pun berkumandang tiada
hentinya dan membelah keheningan. Diam-diam Kim Thi sia mulai berpikir:
"Entah siapakah orang yang berperawakan tinggi besar ini" Kekejaman hatinya benar-benar tak
pernah kujumpai sebelumnya, mana mungkin pian pocu dari tujuh propinsi diselatan ini sanggup
untuk mempertahankan diri lebih jauh?"
Karena pikirannya bercabang, pemuda itu menjadi bersikap gegabah sehingga mematahkan
sebatang ranting. Begitu ranting tersebut patah orang yang berperawakan tinggi besar itu segera berpaling
dengan sigap. Kemudian dengan suara yang amat keras bagaikan geledek dia membentak.
"siapa disitu?"
Kim Thi sia menjadi sangat terperanjat dan cepat-cepat menutup semua pernapasannya.
Terdengar orang yang terduduk itu mengejek sambil tertawa seram.
"Haaahhh.....haaahhh....haaahhh....kau sudah merasa takut bukan" Kau takut kedok aslimu
terbongkar orang sehingga mereka yang selama ini menghormatimu dan menyanjungmu menjadi
membenci serta menyumpahimu sepanjang masa bukan" Haaahh....haaahh.....haaahh......"
"Tutup mulut" sekali lagi manusia berperawakan tinggi besar itu membentak nyaring.
Ketika ujung bajunya dikebaskan kedepan pian pocu dari tujuh propinsi diwilayah selatan itu
sekali lagi menjerit kesakitan dengan suara yang mengerikan sekali. Terdengar dia berseru dengan
suara terputus-putus. "Bagus....perbuatanmu bagus sekali...... sekarang tulang dadaku sudah patah semua....biar ada
obat yang mujarabpun tak akan menyembuhkan diriku lagi....jangan harap aku akan
memberitahukan rahasia tersebut kepadamu......."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, keritan ngeri yang menyayat hati telah mengakhiri
perkataan yang belum selesai itu.
Kim Thi sia sungguh merasa tidak tega menyaksikan siksaan keji itu, buru-buru ia
menundukkan kepalanya rendah-rendah dan tak berani menonton adengan yang mengerikan itu.
Apa yang terlihat kemudian segera membuat sianak muda itu terkejut bercampur gembira.
Rupanya kotak rahasia Hong toh yang dibungkus dengan kain itu ditemukan berada dibawah
sebuah batu cadas raksasa, cepat-cepat Kim Thi sia mengambilnya dan disembunyikan kebalik
baju dibagian dadanya. Tapi masalah baru kembali melintas dalam benaknya:
"Andaikata Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan ini tak sanggup menahan siksaan sehingga
mengakui tempat penyimpanan kotak rahasia tersebut. Ditinjau dari kebuasan dan kekejaman hati
simanusia berperawakan tinggi besar itu, niscaya diapun akan disiksa dan dihabisi nyawanya."
kendati begitu, diapun tak berani meninggalkan tempat tersebut dengan begitu saja. sebab dia
mengerti, orang berperawakan tinggi besar itu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, ini
berarti diapun memiliki ketajaman mata dan pendengaran yang luar biasa pula. Bila dia beranik
bergerak secara gegabah, niscaya tempat persembunyiannya akan ketahuan.
selang berapa saat kemudian, agaknya manusia berkerudung hitam itu mulai habis
kesabarannya, dengan suara dingin ia segera berseru:
"Aku sudah berusaha untuk bersabar dan bersabar terus, tapi kau tetap berkeras kepala
enggan menjawab. Baiklah, kalau begitu jangan salahkan kalau aku akan bertindak tanpa belas
kasihan." Dengan nada angkuh Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan itu menyahut:
"setelah terjatuh ketanganmu, apalagi yang bisa kukatakan" Boleh saja bila kau berharap agar
aku mengatakan tempat penyimpan kotak mestika itu, tapi kau harus memenggal dulu batok
kepalamu dan persembahkan kepadaku"
Manusia berkerudung hitam itu menjadi teramat gusar, sekilas hawa napsu membunuh yang
amat keji dan mengerikan melintas dari balik matanya tiba-tiba ia mengebaskan jari tangannya
kebawah. Kali ini pian pocu dari tujuh propinsi diselatan ini tidak menjerit kesakitan, namun tubuhnya
bergulingan diatas tanah terlihat jelas bahwa paras mukanya pucat pias seperti mayat.
Menyaksikan hal ini Kim Thi sia segera berpikir:
" Entah siapa manusia berkerudung itu" mengapa ia bertekad untuk mendapatkan kotak
mestika Hong toh tersebut" mungkinkah isi kotak ini benar-benar merupakan benda mestika yang
langka dan tak ternilai harganya?" Tapi ia segera berpikir lebih jauh:
"Aaaah, benar orang ini berusaha keras untuk mendapatkan kotak mestika Hong toh, janganjangan
diapun ingin mempelajari ilmu silat dari sirasul dari selaksa pukulan Ciang sianseng
sehingga bisa menjagoi dunia persilatan....." tapi bukankah dia sudah memiliki ilmu silat yang tak
terkirakan hebatnya, kenapa dia masih tamak dan ingin mempelajari pula ilmu silat dari Ciang
sianseng....." Dengan perasaan tak habis mengerti dia berpaling kembali ketengah area. Waktu itu ternyata
pian pocu dari tujuh propinsi diselatan telah menggeletak tak berkutik lagi diatas tanah, rupanya
dia sudah kehilangan kesadarannya.
Manusia berkerudung itu segera mendengus dingin, tangannya diayunkan kebawah lagi dengan
keras. ^Blaaammmm........."
Seketika itu juga tulang dada Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan itu patah menjadi
beberapa bagian, dan tanpa menimbulkan sedikit suarapun melayanglah selembar jiwanya.
Dengan suara rendah manusia berkerudung itu segera mengumpat dan menyumpah berulang
kali setelah itu tubuhnya melesat sejauh belasan kaki dari tempat semula dengan kecepatan luar
biasa, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya telah lenyap tak berbekas. Diam-diam Kim Thi sia
menjulurkan lidahnya karena ngeri, pikirnya dihati.
"Waaah, aku bisa memiliki ilmu meringankan tubuh sehebat ini pasti akan kumanfaatkan
kepandaian tersebut untuk membantu kaum lemah dan menegakkan keadilan serta kebenaran
bagi umat persilatan."
Ketika ditunggunya sekian waktu tanpa ditemukan suatu kejadian, pelan-pelan pemuda itu baru
munculkan diri dibalik tempat persembunyian- sewaktu lewat disamping mayat pian pocu dari
tujuh propinsi diselatan ini, dia melongok serta memperhatikan sekejap. Terlihat olehnya, dari
tujuh lubang indera mayat itu darah kental mengalir keluar dengan derasnya dibagian bawah sinar
rembulan- wajahnya yang pucat pasi nampak lebih menyeramkan hati.
sambil memejamkan matanya rapat-rapat Kim Thi sia maju dua langkah kedepan, kemudian
baru menghembuskan napas panjang.
Perasaannya yang tujam secara lamat-lamat mulai menduga, bisa jadi manusia berkerudung
yang baru saja beranjak pergi dari situ tak lain adalah manusia iri hati yang maksud empat naga
dari Tionggoan. Dengan suara yang amat lirih berkumandang memecahkan keheningan yang mencekam
disekeliling tempat itu. Kim Thi sia merasa tercekat, ditambah pula hembusan angin bukit yang
dingin dan kicauan burung malam, suasana waktu itu tak ubahnya seperti berada didalam akhirat
saja. Cepat dia berpaling, segera ditemuinya anggoat tubuh mayat yang mengerikan itu mulai
bergerak-gerak. Dengan memberanikan diri Kim Thi sia segera maju mendekat kemudian tegurnya: "Hey,
rupanya kau belum mati?"
Kembali terdengar suara rintihan lirih bergema memenuhi angkasa suaranya lemah dan sangat
pelan- Buru-buru Kim Thi sia berjongkok sambil memeriksa denyut nadi orang tersebut, terasa olehnya
detak jantung orang itu sudah lemah sekali, dan seakan-akan setiap saat dapat berhenti berdetak.
Maka cepat-cepat dia membimbing bangun tubuh orang itu sambil tanyanya pelan: "Hey
siapakah manusia berkerudung tadi"
Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan ini nampak sangat lemah kondisinya, dia sudah tak
mampu lagi untuk berbicara dengan suara yang keras.
Terpaksa Kim Thi sia harus menempelkan telinganya diatas bibir orang itu, dengan begitu
secara lamat-lamat dan suara terputus-putus ia dapat menangkap perkataannya.
"Kotak.....kotak Hong toh....ber.....berada dibawah
baaatu.....beeee....besar...iblisja....jahat....kau manusia munaftk.....kau manuu.....manusia
babi....biar sudah matipun aku.....aku tetap akan mengejar nyawamu......."
"Hey siapak iblis jahat itu?" teriak Kim Thi sia dengan suara keras. "Dia........dia
adalah........adalah......"
sayang sekali perkataan itu tak sampai diselesaikan tiba-tiba kakinya mengejang keras disusul
kepalanya terkulai lemas ternyata dia telah menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Dengan gemas Kim Thi sia segera mendepakkan kakinya berulang kali keatas tanah serunya:
"Benar-benar menjengkelkan kalau engkau bisa mengatakan namanya, aku kan dapat pula
membalaskan dendam bagi kematianmu."
sementara dia masih mendongkol, tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan suara yang
lembut dan ramah: "Nak, apakah dia telah mati?"
Bagaikan burung yang terkena panah, Kim Thi sia segera melompatjauh-jauh dan membalikkan
badan. Entah sejak kapan ternyata disamping mayat Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan itu telah
bertambah dengan seorang kakek berwajah saleh lembut waktu itu sekulum senyuman ramah
menghiasi ujung bibirnya.
Mengetahui kehadiran kakek berwajah saleh ini, Kim Thi sia merasa sangat lega sahutnya
kemudian- "Empek tua, dia telah mati"
Dengan perasaan iba kakek itu memandang mayat itu sekejap lagi, kemudian tanyanya lebih
jauh: "orang ini tewas secara mengenaskan apakah dia adalah sanak saudaramu?"
Kakek ini berwajah saleh lembut dan halus penuh perasaan, bila dibandingkan dengan
kebuasan dan kekejaman manusia berkerudung tadi, pada hakekatnya mereka berdua berbeda
seperti langit dan bumi. Tanpa terasa Kim Thi sia pun memberikan perbandingan yang nyata sekali atas kakek itu,
otomatis rasa was-wasnya juga turut lenyap tak berbekas. Tanpa bermaksud untuk membohong
dia menyahut: "Bukan dia adalah pian pocu dari tujuh propinsi diselatan entah mengapa telah tewas dibunuh
orang, bagaimana kalau kita kubur saja jenasahnya?" Kakek itu tersenyum.
"Baik, baik sekali, mari kita membuat liang serta mengubur mayatnya."
"Ehmmm.....pian pocu dari tujuh propinsi diselatan memang seorang tokoh persilatan yang
gagah berani, sungguh tak disangka dia tewas ditempat ini, kematiannya benar-benar merupakan
suatu kehilangan besar bagi segenap umat persilatan"
Kim Thi sia segera meloloskan gedang mestika Leng gwat kiamnya untuk digunakan menggali
sebuah liang besar, setelah menurunkan jenasah pian pocu dari tujuh propinsi diselatan buru-buru
dia menutup kembali liang tersebut dengan tanah.
"sobat, nampaknya pedangmu adalah sebilah pedang mestika yang luar biasa sekalipun aku tak
mengerti benda mestika, tapi aku tahu benda tersebut pasti merupakan benda yang luar biasa."
Kim Thi sia tertawa. "Pedang itu bernama Leng gwat kiam, warisan dari ayahku almarhum........."
"ooooh......kalau begitu ayahmu tentulah seorang tokoh persilatan yang mempunyai nama
besar dalam dunia persilatan."
Merah jengah selembar wajah Kim Thi sia hatinya gembira sekali. ujarnya dengan
bersemangat. "sayang ayahku sudah meninggal dunia, kalau tidak ia pasti termashur diseluruh
dunia....." Kembali kakek itu tersenyum.
"sobat kecil, aku lihat kau mempunyai bakat istimewa dalam mempelajari ilmu silat bila peroleh
petunjuk dari guru pandai, tak susah bagimu untuk menjadi seorang pendekar yang disanjung dan
dihormati orang di kemudian hari."
" Empek kelewat memuji" dengan perasaan rikuh pemuda itu berseru. "Aku cuma seorang lelaki
bodoh yang takpandai bersilat secara baik. Mana mungkin bis menjadi pendekar hebat dikemudian
hari" bagiku asal tidak dipandang hina orang lain saja, hatiku sudah cukup puas"
Kakek itu segera tertawa terbahak-bahak dan tidak berbicara lagi. sementara itu didalam waktu
yang amat singkat ini, Kim Thi sia telah menaruh kesan baik terhadap kakek itu, kembali dia
bertanya: " Empek. ilmu meringankan tubuhmu sangat bagus tanpa kusadari ternyata kau telah berdiri
disampingku coba kau adalah musuhku niscaya aku tak akan memiliki kesempatan lagi untuk
melancarkan serangan balasan."
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"sobat kecil apakah kau ingin mempelajarinya?" tanya kakek itu sambil tertawa ramah.
Kim Thi sia menjadi sangat gembira, dengan rasa terharu bercampur terima kasih sahutnya:
"Empek, kau sungguh baik, asal kau bersedia mewariskan kepadaku, aku pasti akan
mempelajarinya dengan bersungguh hati"
"Haaaah.......haaaah.......haaaah pasti akan kuwariskan, pasti akan kuwariskan"
Kemudian setelah berhenti sejenak. dia berkata lebih jauh:
"Padahal ilmu meringankan tubuh semacam ini tidak sulit untuk dipelajari. Ilmu tersebut
bernama It wi to kiang, merupakan hasil ciptaan dari Tat mo consu dari siau lim si dimasa lalu,
bagi setiap orang yang kuat, apabila hawa murninya disalurkan menembusi setiap bagian badan,
otomatis akan timbul perasaan mengambang pada dirinya, dan ilmu meringankan tubuh It wi to
koang pun diambil dari inti sarinya dari keadaan tersebut." Kim Thi sia menjadi amat terperanjat
setelah mendengar perkataan ini pikirnya:
"Ayah sering bilang, ilmu meringankan tubuh yang paling hebat dalam dunia persilatan adalah
ilmu meringankan tubuh It wi to kiang ciptaan Tat mo consu konon ilmu tersebut merupakan ilmu
aliran lurus yang dapat mengungguli kepandaian lainnya, dalam kenyataannya empek ini
menguasai ilmu meringankan tubuh It wi to kiang bisa jadi dia adalah seorang tokoh kenamaan
dunia persilatan dewasa ini......."
Berpikir sampai disitu dengan perasaan kaget dia mengawasi kakek itu beberapa kejap tampak
wajahnya cerah bagaikan dewa, meski senyum ramah selalu menghiasi wajahnya namun tidak
menutupi pancaran sinar matanya yang tajam dan berkilat, hal mana semakin membuktikan
kebenaran dari dugaannya. setelah tertawa ramah, kakek itu berkata:
"Anak muda, kau pasti keheranan kenapa aku bisa menguasai ilmu meringankan tubuh It wi to
kiang bukan" sekalipun orang yang menguasai kepandaian tersebut cuma beberapa gelintir
manusia saja, namun yang benar-benar mendalami serta menguasai inti sari dari kepandaian
tersebut sesungguhnya bisa dihitung dengan jari tangan sebelah."
"Apalagi diwaktu belakangan ini, dimana sebagian tokoh silat enggan mewariskan semua
kehebatan ilmu silatnya kepada generasi muda dan lebih banyak yang suka membawa kepandaian
tersebut masuk keliang kubur hal ini menyebabkan orang yang menguasai ilmu meringankan
tubuh It wi to kiang tersebut mungkin cuma diriku seorang, tapi bila kau ingin mempelajarinya
berarti didunia ini bakalada dua orang saja yang mengerti tentang ilmu meringankan tubuh It wi
to kiang tersebut" Kim Thi sia menjadi gembira, segera serunya:
"Empek, kau baik sekali, aku tak tahu bagaimana harus berterima kasih padamu." Kakek itu
menggelengkan kepala berulang kali.
"Tak usah berterima kasih, aku paling senang dengan pemuda berbakat bagus, menurut
penilaianku tidak sampai lima tahun kau pasti sudah dapat menggemparkan seluruh dunia
persilatan..........."
Kim Thi sia segera merasakan semangatnya berkobar-kobar. Rasa gembiraya sekarang tidak
terlukiskan lagi dengan kata-kata.
Dengan sikap yang menghormat dia berlutut dan memberi hormat kepada kakek itu kemudian
baru ujarnya: "Aku yang muda Kim Thi sia tak pernah akan melupakan budi kebaikan empek."
"oooh...jadi kaulah Kim Thi sia?" seru kakek itu sambil memandang kearahnya dengan
perasaan kaget bercampur tercengang.
"Darimana empek bisa tahu?" Kakek itu segera tertawa.
"sungguh tak kusangka ternyata kaulah Kim Thi sia, pertemuan ini semakin menggembirakan
hatiku. Haaaahhhh.....haaahhh.....tahukah kau, berhubung kemampuanmu dalam usia muda yang
berhasil menyambut lima buah pukulan ketua Tay sang pang Khu It cing dengan sepenuh tenaga,
namamu sekarang sudah termasuk dalam deretan jago-jago muda kenamaan....."
"Sudah pasti, memang merekalah yang membuat berita sensasi ini........" ucap Kim Thi sia rasa
rikuh. "Padahal apa yang kupahami hanya sedikit kulit luar saja mana mungkin bisa dideretkan
pada jago-jago muda?"
"Sudahlah kita tak usah membicarakan soal ini dulu, mari kuwariskan dulu ilmu meringankan
tubuh It wi to kiang tersebut kepadamu."
sambil tertawa Kim Thi sia manggut-manggut, baru saja dia hendak mengucapkan kata-kata
terima kasih, mendadak terlihat olehnya kakek itu sedang memperhatikan sesuatu, tampaknya dia
seperti telah menemukan sesuatu buru-buru serunya keheranan:
"Empek. apa yang terjadi?"
"Ada orang datang"
" Kenapa aku tidak melihat?"
"Haaaah.....haaaah......haaaah......tidak sedikit jumlah rombongan yang datang, paling tidak
diatas angka lima. sekarang mereka masih berada seratus kaki dari tempat ini, bagaimana
mungkin kau dapat mengetahuinya?"
"Jadi empek telah mendengarnya?" tanya Kim Thi sia lagi dengan perasaan terkejut.
Kakek itu hanya tertawa dan tidak menjawab selang berapa saat kemudian benar juga dari
kejauhan sana telah muncul lima sosok bayangan tubuh manusia.
setelah melihat kenyataan tersebut mau tak mau Kim Thi sia harus mengagumi juga
kesempurnaan dari tenaga dalam kakek itu, tapi secara diam-diam diapun merasa gembira karena
ia bakal diwarisi ilmu meringankan tubuh It wi to kiang yang sangat hebat itu.
Dalam pada itu kelima sosok bayangan manusia tadi telah berjalan mendekat, makin kedepan
makin mendekat. saat itulah Kim Thi sia mendengar kakek itu berbisik: "Kelima orang itu adalah jago-jago utama
dari Pian pocu tujuh propinsi diselatan bisa jadi mereka sedang mencari pemimpinnya yang telah
hilang. Aa aai......siapa yang menduga kalau pemimpin mereka yang telah meninggal dunia" bila
berita duka ini mereka dengar, entah berapa sedihnya hati mereka."
Kim Thi sia merasa sangat terharu oleh perkataan itu pikirnya tanpa terasa
"Andaikata setiap orang didunia ini mempunyai hati yang tulus dan saleh seperti dia tentu tiada
persengketaan yang bakal terjadi didunia ini."
sementara dia masih termenung, kelima orang itu sudah berjalan mendekat dengan sinar
matanya yang tajam masing-masing memperhatikan sekejap kedua orang itu.
Tapi secara tiba-tiba mereka menjerit kaget bersama-sama menjatuhkan diri berlutut seraya
berseru: "Boanpwee menjumpai rasul selaksa pukulan disamping menyampaikan salam hormat kami
semua." Kim Thi sia yang ikut mendengarkan pembicaraan tersebut menjadi sangat terperanjat, segera
tegurnya: "Empek. jadi kau adalah Ciang sianseng?"
Kakek itu tertawa sambil maju berapa langkah kedepan, kemudian sambil membangunkan
kelima orang itu, ujarnya sambil tertawa ramah:
" Kalian pasti sudah letih sekali, sayang tempat ini jauh dari rumah sehingga tiada sesuatu yang
bisa dihidangkan, hatiku benar-benar tak tenteram."
Dengan wajah amat berterima kasih, kelima orang itu bangkit berdiri kembali dan serunya
bersama-sama: "Boanpwee tak berani merepotkan ciang loya."
Ternyata rasul dari selaksa pukulan ini tidak menjadi angkuh atau jumawa karena
kedudukannya yang sangat terhormat didalam dunia persilatan. Malah sebaliknya dia menyalami
setiap orang dengan ramah dan lembut.
Tak heran kalau kawanan lelaki kasar yang dihari-hari biasa selalu bergelimpangan diujung
golok ini menjadi kaget dan gelagapan setengah mati. otomatis rasa kagum dan hormatnya
terhadap tokoh persilatan inipun semakin bertambah tebal.
sebagai kawanan manusia yang tak pernah mempersoalkan mati hidup sendiri ini kini malah
timbul suatu perasaan rela berkorban demi Ciang sianseng yang dikagumi dan dihormati itu.
serentak mereka menjura bersama-sama dan berseru:
" Ciang sianseng kelewat baik terhadap boanpwee kesemuanya ini membuat boapwee amat
terharu, bila cianpwee membutuhkan tenaga kami, biarpun harus terjun kelautan api mendekati
bukit bergolokpun tak akan kami tampik," Ciang sianseng segera mengelus janggutnya dan
tertawa ramah. "Maksud baik kalian sangat menggembirakan aku merasa cukut bangga karena mendapat
sahabat seperti kalian ini......"
Dengan perasaan kaget dan senang kelima orang itu mengucapkan kata-kata merendah tapi
saking gugupnya malah tak sepatah katapun yang bisa diutarakan secara lancar. Tiba-tiba Ciang
sianseng bertanya: "Jauh-jauh datang kemari, apakah kalian sedang mencari cong pian pocu kalian?"
"Ciapnwee benar-benar sangat hebat, ternyata dalam sepatah kata saja sudah dapat menebak
tujuan kami." Dengan wajah sedih Ciang sianseng menghela napas panjang, ketika kelima orang itu
menanyakan apa yang telah terjadi. Ciang sianseng pun segera menuding kearah Kim Thi sia
seraya berkata: "Sobat cilik, coba kau beritahukan kepada mereka atas semua yang telah kau saksikan."
Dengan sejujurnya Kim Thi sia pun menceritakan kembali apa yang telah disaksikan tadi.
Dalam sedihnya, dengan air mata bercucuran kelima orang itu segera bersumpah akan
menggerakan segenap anak buah mereka yang berada di ketujuh propinsi diselatan sungai besar
untuk mencari serta membunuh manusia berkerudung yang keji dan buas itu. sambil menghela
napas Ciang sianseng berkata pula:
" Entah dikarenakan soal apa, Pian pocu kalian sampai tewas secara mengenaskan ditangan
manusia berkerudung itu?" Dengan berterus terang kelima orang itu berkata:
"Berapa hari berselang Pian pocu mendapat titipan dari seorang sobatnya ditempat jauh untuk
mempersembahkan kotak Hong toh tersebut kepada Ciang sianseng dan memohon ciang sianseng
mau mewariskan ilmu silat kepadanya sesuai dengan perjanjian. siapa tahu, belum lagi Ciang
sianseng dijumpai dia telah mati terbunuh lebih dulu ditangan manusia berkerudung."
JILID 10 Ciang sianseng segera menghela napas panjang.
"Aaaaaai sungguh tak disangka gara-gara urusan pribadiku, Pian pocu kalian harus
mengorbankan jiwanya secara percuma peristiwa ini sungguh membuat hatiku tak tentram." Buruburu
Kim Thi sia bertanya: "Bolehkah aku bertanya kepada kalian, siapakah yang telah menyerahkan kotak mestika Hong
toh tersebut kepada Pian pocu kalian untuk diserahkan kepada ciang sianseng."
Kelima orang itu mengira pemuda kita adalah sanak atau mungkin murid ciang sianseng.
Mendengar pertanyaan tersebut, mereka segera menjawab dengan sejujurnya:
"Dia adalah seorang jago kenamaan dari Kanglam. Pek kut sinkun (Malaikat sakti tulang
putih)......." Setelah mengetahui bahwa Pek kut sinkun adalah seorang yang mengirim kotak mestika Hong
toh Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan, secara diam-diam diapun menyusun rencana untuk
membalaskan dendam bagi kematian Nyoo lo enghiong. Kembali dia bertanya:
"Hebatkah ilmu silat yang dimiliki Pek kut sinkun itu?" Kelima orang itu segera tertawa.
"Berbicara dari wilayah Kanglam, Pek kut sinkun termasuk manusia nomor satu yang paling
disegani orang." Sampai disini, mereka berlimapun segera berlutut didepan kuburan Pian pocu mereka dan
berdoa dengan nada serius.
beristirahatlah Pian pocu dengan tenang selama Kian an ngo hiong masih hidup, dendam sakit
hati kau orang tua pasti akan kami tuntut balas." Dengan nada penuh kebencian Kim Thi sia
segera berseru: "Aku yakin, manusia berkerudung itu tak lain adalah iblis jahat yang berhati culas dan
pembunuh jago-jago muda belakangan ini, bagaimana menurut pendapatmu empek?"
Ciang sianseng termenung sejenak kemudian sahutnya:
"Akupun mendengar kalau belakangan ini telah terjadi serentetan pembunuhan keji terhadap
sekawan jago muda yang baru menonjol namanya. Kalau dilihat kemampuan orang ini yang bisa
membunuh tanpa meninggalkan jejak rasanya peristiwa ini memang amat mencurigakan selama
ini akupun telah melakukan penyelidikan secara diam-diam namun tiada sesuatu hasil yang
kuperoleh padahal hanya berapa orang saja jago persilatan didaratan Tionggoan dewasa ini yang
memiliki kepandaian silat sehebat ini."
" Ciang sianseng bersediakah kau untuk menyebutkan nama-nama dari para tokoh persilatan
itu?" " Kemungkinan besar simalaikat pedang berbaju perlente memiliki kepandaian tersebut, namun
sudah lama ia lenyap dari keramaian dunia persilatan, bahkan menurut kabar yang tersiar, ia telah
meninggal dunia. selain itu terdapat dua orang pendeta agung dari siau lim si yang usianya telah
mencapai seratus tahun lebih, namun kedua orang ini adalah pendeta saleh yang hidup
mengasingkan diri dari keramaian dunia serta dari semua napas dan angkara murka. Mustahil
mereka melakukan perbuatan sekejam ini."
"Ketua Tiang pek pay adalah seorang jagoan yang berada dalam posisi setengah lurus setengah
sesat, meski dia hidup jauh dibukit Tiang pek san, namun dimasa mudanya dulu pernah
melakukan serangkaian pembantaian secara besar-besaran. orang ini paling mencurigakan.
sepuluh tahun berselang aku pernah bertemu dengannya, tapi aku dengar ia telah menutup diri
untuk melatih semacam ilmu khikang yang maha dahsyat." Tergerak perasaan Kim Thi sia sesudah
mendengar perkataan itu, segera ujarnya:
"Ciang sianseng, pasti dia, bukankah pihak Tiang pek pay mempunyai serangkaian sejarah yang
penuh dengan ceceran darah. Kemungkinan besar ilmu khikang tingginya telah berhasil dipelajari
sehingga dia bisa membunuh orang tanpa meninggalkan jejak" Kemudian seperti teringat akan
sesuatu, dia bertanya lagi:
"Ciang sianseng, bagaimana sih bentuk badan ketua dari Tiang pek pay ini" apakah......"
"Dia berperawakan tinggi besar, kekar berbahu lebar, pinggang besar dan bermuka merah,
mudah sekali untuk mengenalnya."
"Yaa, betul. Kalau begitu pasti dla^ teriak Kim Thi sia keras-keras. " orang yang membunuh
Pian pocu dari tujuh propinsi diselatan tadi memang berperawakan tubuh seperti ini. Aku telah
memperhatikannya dengan seksama."
Kianan ngo hiong (lima orang gagah dari Kianan) segera manggut-manggut. Katanya kemudian
sembari menjura. "setelah pianpacu kami mengalami musibah dan tewas ditangan penjahat.Boanpwee sekalian
bersumpah pasti akan mencari pembunuh tersebut sampai ketemu, agar arwah dia orang tua bisa
beristirahat dengan tenteram dialam baka." Ciang sianseng segera tertawa.
"Tapi kalian mesti berhati-hati manusia berkerudung ini sanggup mencelakai jiwa pianpacu
kalian. Berarti ilmu silat yang dimilikinya hebat sekali, kalian tak boleh bertindak kelewat gegabah
sehingga dipecundangi orang."
Kemudian ia merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebuah botol porselen kecil serta
mengambil lima butir pil sebesar buah kelengkeng, sembari diserahkan kepada lima orang gagah
tersebut katanya lagi sambil tertawa.
"Beberapa butir pil ini adalah bikinanku sendiri sekalipun tidak memiliki daya kasiat untuk
menghidupkan kembali orang yang telah mati, namun dapat memupuk tenaga dan merupakan
obat mestika untuk meningkatkan tenaga dalam yang dimiliki seorang pesilat, terimalah pil
tersebut siapa tahu akan bermanfaat bagi kalian semua."
Kian an ngo hiong saling berpandangan sekejap. tiba-tiba mereka menjatuhkan diri berlutut
seraya berseru: "Nama harum cianpwee termashur diseantero jagad, selama inipun sudah banyak melepaskan
budi hitung-hitung boanpwee sekalian telah menambah pengetahuan kami tentang keluhuran budi
cianpwee budi tersebut pasti akan kami balas dikemudian hari, dan sekarang boanpwee sekalian
mohon diri lebih dulu."
sesudha memberi hormat tergesa-gesa mereka beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
selanjutnya tanpa ragu-ragu Ciang sianseng mewariskan pula teori rahasia dari ilmu meringankan
tubuh It wi to koang kepada Kim Thi sia.
Dengan seksama pemuda itu menghapalkan dalam benaknya saja, rasa terima kasihnya kepada
Ciang sianseng semakin berlipat ganda, katanya kemudian:
" Ciang sianseng, aku dengan setiap orang yang bertemu denganmu, baik dia berasal dari
kedudukan rendah atapun terhormat. Berilmu silat tangguh atau lemah, semuanya pernah peroleh
kebaikan darimu, benarkah demikian?" ciang sianseng segera tertawa tergelak.
"Haaaah.....haaaah.....haaaaah....terhitung seberapakah pemberianku itu" aku memang senang
berbuat begini, sebab dengan banyak melakukan amal kebajikan, hidupku pasti akan panjang
usia. Haaaah.....haaaah.....sobat cilik tak usah kau pikirkan persoalan itu didalam hati."
Kemudian sesudah berhenti sejenak. dia berkata kembali:
"sobat kecil, bila dikemudian hari kau menemukan kotak mestika tersebut tolong hantarkan,
aku akan mewariskan semua ilmu pukulan yang kupahami kepadamu. Haaaah......haaaah.....aku
pergi dulu. Tak ada salahnya kau mencari berita secara baik-baik......."
selesai berkata ia segera beranjak pergi dengan langkah lebar. Hampir saja Kim Thi sia
mempersembahkan keluar kotak Hong toh yang disimpan dalam sakunya, tapi ingatan lalu segera
melintas dalam benaknya. "Benda ini milik Nyoo lo eng hiong, sekaipun beliau telah tewas namun orang yang berhak
untuk memperoleh kembali benda tersebut adalah Nyoo Jin Hui, aku tak boleh menyerahkan
kepada Ciang sianseng dengan begitu saja."
Karena diapun segera mengurungkan niatnya. Dengan duduk bersandar diatas dahan pohon, ia
mulai memejamkan mata dan mengulang kembali teori rahasia ilmu meringankan badan yang
baru saja diperolehnya. Kemudian diapun mulai membayangkan kembali semua pengalaman yang dialaminya selama
ini....... ^ Dalam semalaman saja, secara berurutan dia telah berhasil menjumpai tokoh-tokoh silat yang
berilmu tinggi dan susah dijumpai dihari-hari biasa. Kesemuanya ini mendatangkan perasaan
bangga dalam hati kecilnya.
Terutama sekali atas perjumpaannya dengan ciang sianseng dimana ia telah diwarisi ilmu
meringankan tubuh It wi to kiang. Kesemuanya itu membuat dia menjadi gembira dan
semangatnya terasa berkobar-kobar.
Teringat akan kekejaman serta kebuasan hati manusia berkerudung hitam itu, timbul kembali
perasaan geram dan bencinya, diam-diam ia bersumpah:
"Kalau aku berhasil menjumpainya lagi dikemudian hari. Hmmm, pasti tak akan kulepaskan
dirinya dengan begitu saja"
Dia teringat pula dengan Yu Kien si nona berbaju hitam beserta adiknya, mungkinkah mereka
akan mengambil keputusan pendek lantaran tubuhnya terkena jarum racun mulut harimau"
Bagaimana pula dengan nasib Nyoo Jin Hui yang meninggalkan rumahnya untuk mencari
musuh besarnya" Dia merasa kuatir sekali atas keselamatan jiwa dari saudara angkatnya itu.
Matahari baru menyingsing ketika pemuda tersebut mulai mencoba ilmu meringankan tubuh It
wi to kiang yang baru dipelajari sesuai dengan pelajaran ciang sianseng semalam.
Apa yang kemudian terjadi sungguh mengejutkan hatinya ternyata dalam sekali lompatan ia
telah berada dua kaki tingginya dari permukaan tanah.
Kenyataan tersebut bukan saja amat menggirangkan hatinya, diam-diam diapun memuji akan
kehebatan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ciang sianoeng, tapi ketika tubuhnya meluncur
kebawah, Ternyata apa yang terjadi tidak sesuai dengan teorinya. Tak ampun lagi tubuhnya
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera jatuh terjerembab diatas tanah.
"Jangan-jangan ciang sianseng hanya bernama kosong?" Kim Thi sia mulai mencurigai
kemampuan ciang sianseng sebab dalam kenyataannya kehebatan ilmu meringankan tubuh It wi
to kiang tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan semula. Tapi secara tiba-tiba ia teringat
kembali dengan kemampuan Ciang sianseng dimana dalam sekali kelebatan saja tubuhnya sudah
melintas lewat saringan burung, satu ingatan lain segera berkelebat kembali didalam benaknya:
"Jangan-jangan hal ini disebabkan tenaga dalamku tidak sempurna. Ya siapa pula yang mesti
kukalahkan?" setelah keluar dari hutan brangkatlah pemuda itu menuju kekota. setelah dalam
semalaman dia berhasil menjumpai beberapa orang tokoh persilatan, kini pengetahuan dan
pengalamannya telah peroleh banyak kemajuan.
Baru saja dia masuk kota dan bersiap-siap akan mencari sebuah rumah makan, mendadak
terdengar suara cambuk yang nyaring diiringi bertakan keras berkumandang datang dengan cepat
dia memburu kearah mana berasalnya suara tersebut. Ternyata dari balik sebuah jalan raya telah
berjalan mendekat sebuah kereta kencana yang dihela empat kuda.
Kereta tersebut terbuat dari perak dengan kain tirai berwarna merah, empat ekor kuda peng
helanya bertubuh tegap dan berwarna putih bersih, suatu perpaduan warna yang indah sekali.
Disisi kereta tampak dua baris lelaki kekar mengawal kereta tersebut secara ketat. semuanya
berdandan buan dan membawa cambuk kulit.
Ayunan cambuk kian kemari segera menimbulkan suara jeritan mengaduh dari para penduduk
yang kebetulan tak keburu menyingkir, sebaliknya orang yang berada dalam kereta itu sama sekali
tidak menyingkap kain tirainya, seakan-akan kejadian seperti ini sudah lumrah baginya.
Baru saja Kim Thi sia bergerak maju kedepan mendadak terdengar suara desingan angin tajam
menyambar datang dari belakang.
Buru-buru dia menghindar kesamping, siapa tahu gerakan tersebut masih terlambat juga, tak
ampun lagi......... "Taaaaaaarrrr........."
Bahunya kena dicambuk keras-keras sehingga mendatangkan rasa sakit yang luar biasa.
Tampak seorang lelaki bengis bercodet melotot penuh amarah kearahnya sembari mengumpat:
"Anjing kecil, ayoh minggir"
"Sialan orang ini" pikir Kim Thi sia segera. "Mana aku disebutnya anjing kecil" Hmmm aku
sengaja tak mau menyingkir, mau apakahmu........?"
Melihat pemuda itu tak mau menyingkir, lelaki bengis itu semakin berang dengan pandangan
mata memancarkan sinar buas. sekali lagi dia mengayunkan cambuknya untuk menghajar.
Kim Thi sia menjadi semakin berang, tanpa menghindar dia mengayunkan telapak tangannya
sambil melancarkan sebuah bacokan kilat kedepan. Ayunan cambuk dan serangan tangan
mengenai sasaran tepat pada saat yang bersamaan.
Baju dibagian bahu Kim Thi sia segera tercambuk sampai robek sebaliknya lelaki itu tak
mengira akan dipukul. Tubuhnya tak ampun mencelat sejauh berapa kaki dari posisi semula.
Dengan suara keras Kim Thi sia segera berseru:
"Kalau aku sengaja akan melihat isi kereta tersebut mau apa kamu............"
Dia memburu maju kemuka kemudian membuka tirai kereta tersebut secara tiba-tiba.
Ternyata isi kereta itu adalah seorang nona yang berwajah cantik jelita bak bidadari dari
kahyangan. Kim Thi sia menjadi tertegun, satu ingatan dengan cepat melintas didalam benaknya: "Aaaai,
tidak kusangka dalam dunia ini terdapat seorang nona yang begini cantik."
Belum sempat pemuda itu memperhatikan lebih jauh dari sekeliling arena telah bermunculan
berapa orang lelaki kekar yang secara bengis dan kasar mengayunkan cambuknya menghajar
diatas tubuhnya. Dengan penuh kegusaran Kim Thi sia segera membentak keras: "Rupanya kalian ingin mampus
semua" Sepasang telapak tangannya segera didorong berulang kali, diiringi serangkaian jeritan kaget.
Kawanan lelaki yang mengerubut itu roboh bergelimpangan keatas tanah.
setelah berulang kali terjadi pertarungan selama beberapa hari ini, ilmu silatnya telah
memperoleh kemajuan yang pesat sudah barang tentu kawanan lelaki kekar itu bukan
tandingannya . Tatkala Kim Thi sia membuka tirai kereta tersebut untuk kedua kalinya ternyata gadis cantik
bak bidadari dari khayangan itu masih juga tidak memandang sekejappun kearahnya, nona
kelihatan berkerut kening entah apa yang sedang dipikirkan.
Dengan cepat Kim Thi sia menemukan kalau dandanan nona itu sangat aneh. Gaun panjangnya
yang terdiri dari tujuh warna diberi garis benang dari emas hitam rambutnya disanggul tinggi dan
diikat dengan kain panjang berwarna hitam, diatas kain tersebut bersulamkan seekor burung hong
yang nampak sangat hidup. sementara disisi kain merah itu terdapat dua buah gelang kecil
terbuat dari emas yang mengikat rambutnya kencang-kencang.
"Aneh betul dandanan perempuan ini" pemuda tersebut segera berpikir dengan keheranan.
"Rasanya tidak mirip dengan dandadan dari Nyoo soat hong maupun Yu Kien."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, kembali terlihat ada empat lima orang lelaki kekar
yang menyerbu kemuka diiringi suara bentakan keras.
sambil berkerut kening Kim Thi sia segera meloloskan pedang Leng gwat kiamnya, kemudian
menghardik: "Jika kalian masih saja tak tahu diri, jangan salahkan kalau aku akan membunuh orang."
Pedang Leng gwat kiam adalah pedang yang tajam sekali, begitu diloloskan dari sarungnya
segera terbias selapis cahaya hijau yang amat menyilaukan mata.
Keempat lima orang lelaki kekar itu segera merasakan matanya menjadi silau, dengan perasaan
kaget buru-buru mereka mengundurkan diri kebelakang. Memanfaatkan kesempatan inilah Kim Thi
sia melirik kembali kedalam kereta.
Nona itu memang sangat cantik, hidungnya mancung dengan bibir yang kecil mungil, mukanya
bulat telur dan kulitnya putih halus. Dibalik gaunnya yang panjang, lamat-lamat terlihat bentuk
tubuhnya yang mungil dan montok.
sekalipun Kim Thi sia belum mengerti secara pasti soal cinta muda mudi, namun setelah melihat
kecantikan nona tersebut, ia merasa pikiran dan perasaannya menjadi kalut, bimbang dan aneh
sekali. secara beruntun tubuhnya terasa sakit sekali, ia tahu rasa sakit itu merupakan hasil karya dari
kawanan lelaki bengis itu, namun dia tak ambil perduli. sambil menggertak gigi menahan rasa
sakit, dia manfaatkan kesempatan yang ada untuk mengawasi wajah nona itu.
Tiba-tiba gadis yang cantik itu berpaling dan memandang sekejap kearahnya. Matanya yang
besar dan dingin sama sekali tidak nampak kaget atau takut karena tatapan tersebut, malah
sekejap kemudian ia telah melengos kearah lain.
Paras mukanya yang cantik itu selalu nampak dingin dan hambar, rasanya tidak gampang untuk
menebak jalan pemikirannya lewat perubahan mimik wajahnya itu.
Perasaan aneh yang datangnya dengan tiba-tiba dalam hati Kim Thi sia. Dengan cepat dapat
menjadi tenang kembali. Dia jadi teringat pula dengan kata-kata tempo dulu. "Aku tak lebih hanya
seorang jago pedang yang rutin, Empat penjuru tiada sanak keluarga akupun tak akan rindu
kepada siapapun, karena aku cuma seorang lelaki yang tidak disenangi orang"
Mendadak pemuda itu berpikir lagi:
"Yaa benar kenapa aku menaruh perasaan simpati kepadanya"
Mendadak dia menyarungkan kembali pedangnya kemudian membalikkan badan dan beranjak
pergi dari situ. Keempat lima orang lelaki kekar itu tak seorangpun berani menghalangijalan perginya. Mereka
hanya mengumpat dari kejauhan:
"Hey anjing cilik, kalau berani sekali mencampuri urusan kami. Hmmm cepat atau lambat
nyawamu pasti akan hilang."
Tapi setelah mengucapkan kata-kata tersebut, kawanan lelaki itu baru sadar kalau telah salah
berbicara. Cepat-cepat mereka membungkam ditengah jalan.
sebenarnya Kim Thi sia tidak berhasrat mencampuri urusan itu, setelah mendengar perkataan
ini, dia sadar dibalik kejadian tersebut pasti terdengar sebab musabab tertentu.
sebagai pemuda yang teliti, dengan cepat timbul rasa curiga didalam hatinya.
"Kenapa mereka melarangku untuk mencampuri urusan ini" Apakah perbuatan mereka adalah
perbuatan jahat sehingga takut diusik orang lain?"
Berpikir sampai disini cepat-cepat dia menerobos masuk kebalik kerumunan orang banyak.
setelah lolos dari pengawasan kawanan lelaki bengis itu, secara diam-diam ia menguntil dari
belakang kereta. sayang kawanan lelaki kekar itu kelewat ceroboh. Mereka mengira urusan telah berat dengan
begitu saja. Tentu saja tak seorangpun yang menduga kalau jejak mereka sebenarnya sedang
diikuti orang. Pelan-pelan kereta bergerak lagi menuju kemuka. Kawanan lelaki itupUn secara ganas
mengayunkan cambuknya lagi menghajar setiap orang yang tak sempat menyingkir. Mendadak
terdengar ada orang berseru dari balik gerombolan orang banyak.
"Aneh, sungguh aneh. Kereta itukan milik loya peronda dari Kanglam. Kenapa dalam perjalana
kali ini justru dikawal sekelompok lelaki kasar yang buas" Padahal anak buah loya berseragam
lengkap dan rapi. Masa kali ini bisa diiringi kawanan manusia kasar."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba orang itu dicambuk keras sehingga
perkataannyapun terhenti ditengah jalan karena kesakitan. Tapi menyusul kemudian dia telah
berseru lagi sambil merintih.
"sipejabat peronta ini benar-benar manusia bedebah. Tahun pertamanya ia menjabat pangkat
tersebut masih mendingan. sungguh tak disangka makin lama semakin kelihatan belangnya."
Mendadak terdengar suara derap kaki kuda bergema amat keras, ditengah jeritan kaget para
penduduk, tampak empat kuda dilarikan cepat-cepat.
Tampaknya penunggang kuda itu cekatan sekali. Meskipun ditengah lautan manusia, namun
mereka dapat mengendalikan kuda tersebut dengan begitu cepat dan mantap tak seorangpun
yang kena diterjangnya. Para penunggang kuda itu memakai baju kuning dengan ikat pinggang biri. sepasang matanya
bersinar tajam, sewaktu duduk dikuda kelihatan gagah dan perkasa.
Ketika keempat kuda itu hampir tiba dibelakang kereta kuda tersebut tiba-tiba larinya
diperlambat dan mengikuti dibelakang kereta tadi dengan santai seakan-akan mereka memang
bertugas untuk melakukan pengawalan.
Ketika rombongan lelaki kasar itu mengetahui kalau yang datang adalah orang sendiri mereka
segera menyapa kemudian tidak menggubris lagi.
Keempat penunggang kuda itu segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
setelah mendengus tidak berbicara lagi.
Kim Thi sia yang menguntil dari belakang dapat melihat bahwa keempat penunggang kuda itu
memiliki tenaga dalam yang sempurna. sudah jelas bukan manusia sembarangan.
oooo0oooo setelah melewati sebuah pekarangan gedung yang megah, tiba-tiba rombongan itu berhenti
lalu terdengar orang-orang yang berada dikereta berteriak keras: "Buka pintu"
Pintu gerbang terbuka lebar dan muncullah sebuah papan nama didalamnya, berpuluh-puluh
prajurit bersenjata lengkap nampak melakukan penjagaan diseputar sana, suasana terasa angker
dan seram. Keretapun bergerak masuk kedalam, sementara kawan lelaki kekar itu mengikutinya dari
belakang secara tertip. sikap mereka nampak lebih serius.
Melihat hal itu, satu ingatan segera melintas dalam benak Kim Thi sia, dengan cepat dia
mengambil segenggam pasir yang digosokkan diatas wajah sendiri Kemudian dia memburu
kedepan dan mengikuti dibelakang rombongan tersebut memasuki gedung itu.
Pintu gerbang segera ditutup kembali setelah rombongan itu lewat, tiba-tiba terdengar keempat
lelaki berbaju kuning itu berseru lantang:
"saudara-saudara sekalian tentu sudah keletihan, kini pekerjaan telah usai dengan sukses,
pergilah untuk melepaskan lelah." semua orang mengiakan dan membuyarkan diri
Dengan suatu gerakan cepat Kim Thi sia memperhatikan sekejap keadaan disekitar situ.
sementara kereta kuda telah bergerak masuk kedalam gedung mengikuti serombongan lelaki
kekar bersenjata lengkap. Mereka langsung menuju kesebuah gedung berloteng.
Jarak antara tempat ini dengan loteng tersebut paling tidak mencapai puluhan kaki, meski
jaraknya tak seberapa namun pasukan tentara yang melakukan penjagaan justru ketat sekali Jelas
bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk melewatinya.
Agar tidak dicurigai orang, Kim Thi sia pura-pura duduk mengantuk dibawah sebatang pohonPadahal otaknya berputar kencang dan berusaha untuk menemukan cara terbaik untuk melewati
pos-pos penjagaan tersebut.
Dua orang tentara berjalan mendekati, mereka hanya melirik sekejap kearahnya kemudian
beranjak pergi ketempat lain.
Melihat penyaruannya berhasil, Kim Thi sia memandang sekejap kedirinya dengan perasaan
bangga. seluruh badan penuh debu, pakaian kusut, dandanan semacam ini memang mirip sekali
dengan orang yang baru saja menempuh perjalanan jauh. Mendadak terdengar seseorang tertawa
nyaring dari balik suatu ruang gedung.
"Haaaah.....haaaah...haaaahhh.....kau adalah salah seorang diantara sembilan murid simalaikat
pedang berbaju perlente. Cukup mengandalkan nama gurumupun sudah dapat menggetar hati
orang mana mungkin ada orang berani menyulitkan dirimu."
suara seorang pemuda segera menjawab:
"Ko tua kelewat memuji, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya toh jatuh juga. Kita
sebagai orang yang dihargai oleh loya sedikit banyak toh harus menjual tenaga untuknya."
Kim Thi sia yang mendengar tersebut menjadi sangat terkejut, sekilas bayangan gurunya yang
menderita siksaan dan penderitaan hebat menjelang saat ajalnya segera terbayang kembali
didepan mata, hawa amarah dengan cepat pula berkobar dalam dadanya membuat pemuda itu
hilang kendali. setelah memperhatikan sumber suara tadi tiba-tiba berlari kencang memburu kesana.
Bentakan-bentakan nyaring dari para pengawal tidak digubris olehnya, malah sebaliknya dia
berlari semakin cepat lagi.
Dalam waktu singkat ia sudah memasuki sebuah gedung yang diliputi asap dupa wangi.
Bentuknya mirip sekali dengan sebuah kuil pribadi, seorang tua dan seorang muda sedang
berbincang-bincang disitu penuh gelak tertawa.
Yang tua berusia lima puluh tahun, berjubah biru, dan memakai topi bulu, wajahnya cukup
keren. Sedangkan yang muda bermuka putih tampan dan menyoren sebilah pedang kayu. Diantara
senyuman terlihat kilatan matanya yang menggidik hati.
Dalam sekilas pandangan saja Kim Thi sia telah mengenali pemuda tampan tersebut sebagai
dipedang kayu diantara sembilan orang murid gurunya.
Baru saja dia hendak menantangnya untuk berduel, tiga orang tentara bertubuh tinggi besar
telah memburu tiba serta menerjangnya seperti harimau kelaparan.
"Manusia bedebah, kau sudah bosan hidup rupanya" bentakan marah menggema diudara.
Berkilat sepasang mata Kim Thi sia, dia mengigos kesamping sambil menyambar seorang
prajurit yang didorongnya keras-keras kemuka akibat dari dorongan tersebut prajurit itu
kehilangan keseimbangannya sehingga jatuh terjerembab dan mengucurkan darah dari kepalanya.
Dua orang prajurit lainnya menjadi bertambah berang setelah melihat lawannya berani turun
tangan ditempat tersebut sambil meloloskan pedang serentak menyerbu kemuka.
Tua dan muda didalam kuil itu hanya melirik sekejap, kemudian bersikap acuh tak acuh
kembali, mereka tetap melanjutkan pembicaraannya seperti semula.
Dengan geram Kim Thi sia meloloskan pedang Leng gwat kiamnya, cahaya hijau segera
memancar keempat penjuru.
Malaikat itu, kedua orang prajurit tadi segera menghentikan terkamannya kemudian
membentak: "Bajingan cilik. rupanya kau sengaja menyusul kemari untuk membuat gara-gara.
HHmmm....kalau begitu-jangan harap bisa keluar lagi untuk selamanya."
Kim Thi sia sama sekali tidak menggubris dia mendesak maju kemuka, lalu sambil menuding
kearah pemuda berpedang kayu itu, tegurnya keras-keras: "Kau adalah sipedang kayu?"
Pemuda tampan itu tidak berbicara lagi tatapan matanya segera dialihkan keatas pedang Leng
gwat kiam ditangan lawannya kemudian memuji tiada hentinya: "Pedang bagus, rasanya
dibandingkan dnegan pedang lain juga begitu saja."
Ternyata ia tidak menggubris teguran Kim Thi sia, Kakek yang disebut "ko tua" itu melirik
kearah Kim Thi sia, kemudian baru bisiknya kepada pemuda itu: "Gi sauhiap, ada orang bertanya
kepadamu." "oyaaa" pemuda tampan itu pelan-pelan berpaling kearah Kim Thi sia lalu jawabnya:
"Betul, akulah sipedang kayu. Bila dilihat dari wajah anda yang begitu asing rasanya kita tak
pernah bersua sebelumnya."
sementara itu kedua prajurit tadi sudah saling memberi tanda, kemudian menerjang kemuka
bersama-sama. Kim Thi sia mendengus marah, pedangnya langsung dibabat kesekeliling tubuhnya.
"Teaaaaaang, traaaaaaaaang......."
Diiringi dentingan nyaring, tahu-tahu pedang ditangan prajurit itu sudah patah menjadi dua
bagian mereka jadi terkesiap dan segera berdiri bodoh ditempat untuk beberapa saat lamanya tak
seorangpun diantara mereka yang berani berkutik, sambil tersenyum pemuda tadi mengulapkan
tenaganya seraya berkata: " Kalian bertiga boleh mundur dari sini."
Agaknya ketiga orang prajurit itu amat menaruh hormat kepadanya sesudah mendengar
perkataan tersebut, masing-masing segera melotot sekejap kearah Kim Thi sia sebelum beranjak
pergi dari situ. Dengan suara dingin Kim Thi s ia segera berseru:
"Aku adalah murid kesepuluh dari malaikat pedang berbaju perlente, suheng baik-baikkah kau?"
Berubah hebat paras muka sipedang kayu serunya terkejut:
"sejak kapan suhu menerimamu sebagai muridnya" kenapa aku tidak tahu.........?"
Dari nada pembicaraan tersebut, dapat didengar kalau dia tidak percaya bahwa Kim Thi sia
adalah murid terakhir dari simalaikat pedang berbaju perlente.
Agaknya kakek she Ko itupun merasakan ada kejanggalan dalam persoalan itu katanya pula
seraya menggeleng: "setiap umat persilatan hanya tahu kalau malaikat pedang berbaju perlente hanya mempunyai
sembilan orang murid."
"Bagus sekali" seru Kim Thi sia. "Engkau enggan mengakui diriku, belum tentu akupun bersedia
mengakuimi sebagai suhengku. Hmmmm......."
Rasa terkejut dan marah yang menyelimuti wajah sipedang kayu hanya melintas sejenak saja,
dalam waktu singkat dia telah menjadi tenang kembali. Katanya kemudian sambil tertawa:
"Kuakui, kuakui, kuakui. sute, coba kau perlihatkan kebolehanmu sehingga suhengpun bisa
berlega hati." Kim Thi sia segera menggetarkan pedangnya membentuk berkuntum-kuntuk bunga pedang,
inilah jurus "mantap bagaikan bukit karang" dari ilmu pedang panca Buddha.
sipedang kayu tertegun, ia tidak kenal dengan jurus pedang tersebut, namun dilihat dari cara
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kim Thi sia menggunakan pedang jelas memang berasal satu aliran dengannya. Maka sambil
tersenyum dia datang menghampirinya lalu berkata:
"Sute, ilmu pedangmu bagus sekali. Dilihat dari-jurus mu barusan suheng merasa takluk sekali."
"Gi sauhiap" kata sikakek Kopula. " Gurumu memang seorang tokoh yang luar biasa, dari jurus
yang diperlihatkan sutemu barusan aku sudah merasa kagum dan takluk."
Dengan sikap ramah sipedang kayu segera menepuk-nepuk bahunya Kim Thi sia setelah itu
katanya sambil tertawa: "Sute, kau belum memberitahu namamu kepadaku mana suhu" sekarang dia orang tua berada
dimana?" Karena tidak menjumpai sikap permusuhan dari orang itu Kim Thi sia malah menganggapnya
seperti orang sendiri semua rasa gusarnya tak mampu dilampiaskan keluar. Ketika mendegar
perkataan tadi diapun segera menjawab:
"Aku bernama Kim Thi sia. Kim yang berarti emas. Thi adalah besi dan sia berarti kota. Tak
lama setelah suhu menerimaku sebagai muridnya dia telah meninggal dunia."
"oooooh" sipedang kayu seperti teringat sesuatu, dia segera berseru keras:
"Suhu, oooooh suhu. sungguh tak nyana perjumpaan kita dulu merupakan perjumpaan yang
terakhir. Padahal budi kebaikanmu belum sempat tecu bayar. Betapa sedih hatiku."
Dua tetes air mata jatuh berlinang membasahi pipinya, dia sedih sekali.
sedang kakek she Ko itu nampak tertegun sesaat kemudian berseru sambil tertawa keras:
" Harap sauhiap janganlah bersedih hati, ilmu silat gurumu telah menjagoi seluruh kolong
langit, banyak budi kebaikan telah dilimpahkan untuk umat persilatan, sekalipun tubuh kekarnya
telah mati. Namun semangatnya masih berkobar terus dalam hati setiap umat persilatan.
Kematiannya benar-benar menjadi kehilangan besar bagi segenap umat persilatan sungguh
menyedihkan, sungguh menyedihkan........"
sebenarnya Kim Thi sia masih dicekam rasa gusar, dendam dan sedih. Tapi setelah melihat
kesedihan yang mencekam perasaan pemuda tersebut, hatinya menjadi dingin separuh, tanpa
terasa pikirnya: "Dia kelihatan sedih sekali, tadi suhu......."
Diam-diam dia mulai mencurigai suhengnya ini, kembali pikirnya lebih jauh:
"suheng berwajah simpati, bermuka tampan dan berhati mulia, kenapa suhu justru mengatakan
dia sebagai manusia yang berhati binatang.....dimanakah letak kebuasannya?"
selang berapa saat kemudian, sipedang kayu baru menyeka air matanya sambil berkata dengan
sedih: "sute, disaat dia orang tua hendak menghembuskan napas penghabisan, apakah ada pesan
yang ditinggalkan?" "Tentu saja ada" pikir Kim Thi sia didalam hati. "Dia menyuruh aku membunuhmu."
Tentu saja perkataan tersebut tidak sampai diutarakan keluar, sambil menggeleng katanya
kemudian: "Tidak ada, dia orang tua hanya sempat menerimaku selama dua hari sebagai muridnya. Dan
hari ketiga telah wafat."
"Sute, kalau begitu dia orang tua telah mewariskan segenap kepandaian silatnya kepadamu?"
"Tidak sempat lagi, sewaktu menerimaku sebagai murid, kesadarannya sudah menurun.
Dengan susah payah dia hanya sempat mewariskan dua macam kepandaian sakti kepadaku."
"sayang, sungguh sayang" ujar sipedang kayu menghela napas. "Padahal kepandaian silat suhu
telah mencapai tingkatan yang tiada tandingannya lagi." Mendadak ia menutup mulut dan
memandang kakek Ko sekejap. Kakek Ko segera tersenyum dan berkata:
"sauhiap tidak usah sungkan, dalam kenyataan suhumu tiada tandingannya didunia ini."
Kembali sipedang kayu menghela napas.
"Tapi dengan kematiannya banyak sekali ilmu silat maha sakti yang menjadi punah sungguh
menyesal aku orang she Gi meski sudah banyak tahu mengikuti suhu yang berhasil kuperoleh
cuma ilmu kucing kaki tiga belaka. sute, ilmu pukulan dari ilmu pedang apakah yang sempat suhu
wariskan kepadamu?" Kim Thi sia menjawab secara langsung, diam-diam pikirnya dulu:
"Suhu telah berpesan agar aku tidak mengatakan kepada siapapun tentang ilmu ciat khi mi khi
tersebut, sebab kepandaian ini merupakan ilmu sakti yang maha dahsyat. Aku tak boleh
melanggar pesan tersebut." Karenanya dia menjawab:
"Ilmu pukulan itu adalah Tay goan sinkang sedang ilmu pedangnya adalah Ngo hud kiam hoat
selain dua macam kepandaian tersebut yang lain tak sempat diwariskan kepadaku." Mendengar
nama-nama itu kakek Ko segera berseru kaget:
"Ilmu pedang Ngo hud kiam hoat merupakan sejenis ilmu pedang yang tiada taranya didunia
persilatan dewasa ini. Menurut apa yang kuketahui Malaikat pedang berbaju perlente tak pernah
mewariskan ilmu tersebut kepada siapapun. sobat kecil, kau benar-benar mempunyai rejeki besar"
Jelas kedengaran betapa kagumnya orang ini.
sebaliknya sipedang kayu segera bergumam dengan kening berkerut:
"Tay goansinkang...." Tay goansinkang kenapa dia tak pernah memberitahukan soal ini
kepadaku.......?" Mendadak dia berseru: "Sute, apakah kau berhasil menguasai sepenuhnya?"
Nadanya gelisah bercampur tegang.
Dengan cepat Kim Thi sia menggelengkan kepalanya.
"Dasar siauwte bodoh aku cuma mengerti teorinya namun tidak mengerti bagaimana cara
mempergunakannya . "
Berkilat sepasang mata si pedang kayu setelah mendengar perkataan tersebut, serunya segera:
"sayang sungguh sayang....."
Begitu selesai berseru, secepat kilat dia mendesak maju kemuka dan melancarkan sebuah
serangan dahsyat. Kim Thi sia tidak menduga sampai kesitu, tubuhnya segera termakan sebuah pukulan sehingga
mencelat sejauh empat lima langkah lebih segera bentaknya keras-keras: "Kau berani
memukulku?" Dendam lama dan kemarahan, baru bercampur aduk menjadi satu dengan suatu gerakan cepat
dia menerjang kemuka. Dengan cekatan sipedang kayu berkelit kesamping menghindar diri dari serangannya kemudian
sambil menggoyangkan tangannya berulang kali dia berkata:
"Harap siaute jangan marah. Aku hanya menjajal apakah perkataanmu betul atau tidak, kalau
begitu kau benar-benar belum berhasil memahaminya."
Mendengar perkataan tersebut hawa amarah Kim Thi sia pun menjadi rada separuh tapi
dengan nada tak senang hati dia berseru:
"Suheng, kalau toh ingin menyerang, kenapa kau tidak berbicara sama sekali." Diam-diam
pedang kayu menghembus napas lega, katanya kemudian sambil tertawa:
"Diantara kita suheng te masa ada persoalan yang perlu dirahasiakan" Mari, mari, mari kita
baru bersua untuk pertama kalinya biar kusiapkan sebuah perjamuan untuk menambut
kedatanganmu. Moga-moga kau sukses selalu dikemudian hari?"
sesungguhnya Kim Thi sia menaruh kesan baik kepadanya, apalagi setelah mendengar
perkataan itu, dia semakin terharu lagi tanpa terasa pemuda inipun menaruh perasaan akrab
dengannya. Dalam keadaan begini, semua pesan dari gurunya boleh dibilang sudah dilupakan sama sekali.
sambil tertawa nyaring segera katanya:
"suheng, sikapmu yang begitu ramah membuat siaute sangat terharu.........."
sipedang kayu segera tertawa.
"Aaaaah kenapa kau mesti mengucapkan kata-kata begitu" selanjutnya hubungan kita bagaikan
sesama saudara ada rejeki dinikati bersama ada kesusahan ditanggulangi berbareng bukankah
keadaan semacam itu jauh lebih baik?" Kemudian sambil menunjuk kearah kakek berjubah biru itu
dia berkata lagi: "Dia adalah Ki Jin yang disebut orang sebagai Delapan penjuru berjaya. Ilmu pukulan Bwee hoa
ciangnya menggetarkan seluruh dunia persilatan dan tiada tandingannya selama ini, benar-benar
berjaya didelapan penjuru angin. Kau mesti baik-baik berhubungan dengannya. Kau tahu suheng
pun sangat kagum kepadanya."
Walaupun perkataannya menyanjung namun sikapnya sama sekali tidak menunjukkan perasaan
kagumnya. Bahkan maupun nada pembicaraannya bersahaja.
Kim Thi sia melihat keadaan tersebut makin memahami lagi seluk beluk hubungan antara
manusia dia orang yang berkududukan tinggi sebetulnya tak perlu terlalu dihormati.
Pat bin wi hong kekjin sama sekali tidak marah, malah ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhhh......haaaahhhh.......haaaaahhh sobat memiliki kepandaian sakti warisan malaikat
pedang berbaju perlente dikemudian hari kau tentu akan berhasil merebut kedudukan tinggi serta
nama besar didalam dunia persilatan. Aku yakin kesemuanya itu bisa kau raih semudah
membalikkan tangan sendiri."
"Aku dapat berkenalan dengan sobat betul-betul merupakan suatu keberuntungan. Marilah kita
berangkat, kita pergi minum arak."
sepanjang jalan, tiba-tiba dipedang kayu seperti teringat akan suatu persoalan segera
tanyanya: "sute, bagaimana caramu masuk kemari?"
"Aku menyusup masuk" sahut Kim Thi sia dengan wajah tersipu-sipu merah lantaran jengah.
Pedang kayu segera tertawa nyaring.
"sudah kubilang, penjagaan ditempat ini kelewat kendor dan ceroboh. Nah saudara tua Kek.
kali ini kau tentu setuju dengan pandanganku bukan" Kawanan pengalamanmu itu hanya bisa
menggertak rakyat biasa, padahal kenyataannya cuma kawanan gentong tapi andaikata bukan
begitu. Bagaimana mungkin aku bisa peroleh kesempatan untuk bertemu kembali dengan adik
seperguruanku" Kalau dihitung-hitung kita malah mesti berterima kasih kepada mereka."
Dari depan sana muncul tiga, empat orang prajurit kerajaan yang bertombak panjang. Mereka
serentak memberi hormat ketika bertemu dengan Kim Thi sia berapa orang kemudian meneruskan
perjalanannya dengan langkah lebar.
"Apakah tempat ini adalah gedung pembesar?" Kim Thi sia segera bertanya dengan keheranan.
Pedang kayu segera tertawa.
"Disinilah pusat pengawasan seluruh aparat pemerintahan dikawasan Kanglam. Barang siapa
menduduki jabatan pangkat diwilayah Kanglam baik itu pangkatnya tinggi atau rendah, saban
tahun pasti akan berkunjung sekali kemari. Tentu saja kedatangan mereka sekalian membawakan
pelbagai hadiah yang indah, menarik dan berharga. haaaah.......haaaah......haaaah......."
Mendadak Kim Thi sia teringat kembali dengan nona berbaju aneh yang digusur kedalam
gedung tersebut. Tanpa terasa tanyanya lagi dengan nada keheranan:
"suheng, tadi kulihat ada seorang gadis cantik sekali diangkut kemari dengan menggunakan
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 40 Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Eng Djiauw Ong 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama