Ceritasilat Novel Online

Pedang Pelangi 10

Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok Bagian 10


"Baik, baiklah, aku tak akan membuat gara gara lagi" seru Ban Hui jin kemudian-Lalu dengan kening berkerut ia berpaling sambil tanyanya lagi:
"Huan toako, bersediakah kau menemani aku berpesiar di telaga Mo cu oh sore nanti?"
Diajak berkencan oleh seorang gadis di hadapan begini banyak orang, Huan cu im jadi tersipu sipu dibuatnya, dengan wajah memerah ia segera berseru: "Aku sendiripun tidak tahu dimanakah letak telaga Mo cu oh tersebut ?"
"Kalau tak tahu, masa tak bisa bertanya" Kita berangkat dulu ke Hi hoa tay, disitu baru bertanya jalan, aku yakin tempat tersebut tentu menyenangkan sekali" Kemudian sambil menunjukkan jari tangannya dia berkata lebih lanjut :
"Kita masih mempunyai waktu sehari setengah, sore nanti kita berpesiar ketelaga mo cu oh, besok pergi ketela gai Hian bu oh, kemudian kita masih dapat pula melihat sumur Yan Ci keng..."
Berbicara sampai disini tiba tiba dia berseru tertahan lalu bertanya lagi^
"Aaah, betul, Huan toako, apakah kau akan menghadiri juga pertemuan puncak dibukit Hong san?"
"Tentang soal ini..."
Sambil tersenyum Seng Bian tong segera menimbrung:
"Pemilihan Bengcu hanya diselenggarakan sekali dalam setiap sepuluh tahun, pertemuan puncak semacam ini garang sekali dapat dijumpai, Huan hiantit sebagai anggota persilatan tentu saja harus pergi menghadirinya, apalagi bukankah tujuan Huan hiantit yang terutama adalah mencari ayahmu?"
"Dalam pertemuan puncak dibukit Hong san nanti, pelbagai jago dari berbagai partai dan perguruan akan menghadirinya bersama, siapa tahu kalau disitu aku akan mendapatkan kabar berita tentang ayahmu" Aku rasa Huan hiantit harus ikut kami untuk menghadirinya, inilah kesempatan terbaik bagimu, Aaah
" Saking gembiranya Ban Hui jin segera melompat lompat seperti anak kecil layaknya, selembar wajahnya yang memerah pun diliputi oleh kegembiraan yang meluap. serunya sambil tertawa :
"Selain menghadiri pertemuan puncak di bukit Hong san akupun dapat menemanimu untuk berpesiar keseluruh bukit tersebut, sampai saatnya kau tak usah bertanya jalan kepada orang lain"
"Nona Ban-" Sang Ceng hoa segera menggoda sambil tertawa, "kau hanyalah bertanya kepada saudara Huan seorang, mengapa tidak bertanya juga kepadaku apakah mau ikut tidak, apakah kau tidak senang mengundangku turut serta
?" Atas perkataan itu selembar wajah Ban Hui jin segera berubah menjadi merah padam, cepat cepat serunya ^
"Tentu saja akupun akan menyambut dengan gembira bila Seng toako ikut hadir"
"Tentunya sambutanmu tidak sehangat sambutanmu atas kedatangan saudara Huan bukan ?" kembali Seng Ceng hoa menduga dan tertawa.
Huan cu im yang mendengar godaan tersebut ikut merasakan pipinya menjadi panas sekali, cepat cepat dia berseru : "Aaah, aku rasa juga sama saja"
"Tentu saja tak sama" protes Seng ceng hoa sambil tertawa, "nona Ban kan-.."
Ban Hui jin tidak memberi kesempatan kepadanya untuk menyelesaikan kata katanya, mendadak dia melompat bangun sambil menukas.
"Huan toako, jangan berbicara dengannya lagi, ayoh berangkat, kita berpesiar ketelaga mo chu oh saja"
selesai berkata dengan kepala tertunduk ia segera beranjak pergi lebih dulu.
Terpaksa dengan wajah memerah karena jengah Huan cu im berpamitan kepada Siang Han hui, kemudian tergesa gesa mengikuti di belakang nona itu.
Sepeninggal mereka, Seng ceng hoa baru berpaling kearah Ban Sian ceng dan berseru sambil tertawa^
"Saudara Ban, nampaknya secawan arak kegirangan ini pasti akan kucicipi "
Telaga Mo chu oh terletak diluar pintu Sui say bun, jaraknya hanya dua li. Konon pada jaman cun cu dulu ada seorang gadis cantik bernama Mo ciu yang gemar menyanyi berdiam ditepi telaga tersebut, kemudian orang pun menyebut telaga itu sebagai telaga Mo ciu.
Sore ini udara sangat cerah, Huan cu im dan Ban Hui jin berjalan berdampingan menelusuri tepi telaga Mo ciu oh yang berpemandangan alam sangat indah.
Dalam suasana yang begini cerah, sudah barang tentu orang yang berpesiar disekitar telaga itupun banyak sekali, muda mudi dengan pakaian yang beraneka ragam berjalan hilir mudik disana sini, karena diantara kaum pelancong banyak yang berpasangan seperti Huan Cu im dan Ban Hui jin-Namun ketampanan dan kecantikan kedua orang itu dengan cepat menarik perhatian banyak orang.
Ketika Ban Hui jin menjumpai sorot mata semua orang sama sama tertuju kearah mereka berdua, meski dalam hati merasa gembira toh sebagai anak gadis ia merasa rikuh juga, maka bisiknya kemudian .
"Huan toako, aku dengar orang berkata ditepi telaga Mo ciu oh terdapat kuil Hoi guan didalam kuil tersebut terdapat sebuah loteng yang disebut Seng ki lo konon kaisar Beng tay cu pernah bermain catur dengan Si Tat dibawah loteng itu, tapi kemudian Beng Tay cu kalah sehingga telaga mo ciu oh diserahkan kepada Si Tat, tempat itu amat termasyur, bagaimana kita berkunjung kesana ?"
"Kau tau dimanakah letak kuil Hoan gan an tersebut ?"
"Tidak." Ban Hui jin menggeleng, "tapi aku tahu kalau letaknya ditepi telaga. mari kita mencarinya pelan pelan, aku yakin akhirnya pasti akan ditemukan"
Sementara masih berbincang tiba tiba terasa ada segulung angin berhembus lewat dan membawa semacam bau harum bunga yang tebal, dibalik harum itu terselip juga bau harum yang manis menyegarkan-Tanpa terasa Huan cu im menghentikan langkahnya sambil berseru tertahan-"Ehmm, harum nian"
Baru saja perkataan itu diutarakan, kebetulan sekali dari arah depan muncul dua orang gadis yang berparas cantik.
Nona yang berada disebelah kiri mengenakan gaun hijau dengan didepan dadanya bersulamkan sebatang b wee hijau, usianya antara delapan sembilan belas tahunan, berwajah cantik dan agak genit.
Sedangkan gadis disebelah kanan memakai gaun merah dengan sulaman sebiji buah tho merah didadanya, ia berusia enam tujuh belasan tahun bermata besar dan gerak geriknya lebih genit.
Mereka berdua sedang berjalan sambil berbincang bincang, bau harum tersebut ternyata tak lain berasal dari tubuh kedua orang gadis tersebut.
Disaat Huan cu im mengutarakan kata "harum nian" tadi, kebetulan kedua orang gadis itu berada disampingnya, tentu saja ucapan tersebut terdengar juga oleh mereka.
Pada mulanya nona bergaun hijau itu mengira orang yang mengucapkan perkataan tersebut adalah seorang lelaki hidung bangor, dia segera mengerling kearah Huan cu im.
Kemudian setelah menyaksikan Huan cu im berada bersama Ban Hui jin, ia baru tahu kalau orang lain berbicara tanpa sengaja.
Sementara itu si nona bergaun merah pun sudah memandang kearah Huan cu im, sorot matanya yang jeli dan bening segera mengerling pemuda itu dalam dalam sambil melempar sekulum senyuman yang renyah.
Huan cu im sendiri sebenarnya merasa sangat menyesal karena ucapannya tersebut, apalagi setelah mengetahui bau harum itu berasal dari tubuh kedua orang gadis tersebut, ia semakin rikuh dibuatnya, mukanya jadi merah padam lantaran jengah.
Maka sewaktu melihat orang lain tersenyum kepadanya, sebagai sopan santun dia pun mau tak mau tersenyum sambil menganggukkan pula kepalanya.
Sebenarnya peristiwa ini terjadi hanya sekejap mata dalam berpapasan muka saja, tentu saja persoalan pun lewat dengan begitu saja.
Terdengar nona berbaju merah itu sempat berbisik kepada nona bergaun hijau itu dengan lirih:
"Tampaknya orang ini sangat menarik hati"
Sambil berkata dia sengaja berpaling dan diam diam mengerling kembali ke wajah Huan Cu im.
Sekalipun bisikan itu amat lirih namun suaranya merdu dan enak didengar, lagipula kedua belah pihak belum berselisih terlalu jauh, hal ini berarti Huan cu im dan Ban Hui jin pun dapat mendengar pula suara berisikan tersebut.
Ban Hui jin segera mendengus dingin, lalu sambil mempercepat langkahnya dia beranjak pergi lebih dahulu.
Cepat cepat Huan Cu im memburu dari belakang sambil serunya: "Adik Jin mengapa sih kau harus berjalan begitu cepat?"
Ban Hui jin sama sekali tidak menggubris, dia tetap meneruskan langkahnya dengan cepat.
"Eeh, kenapa kau membungkam terus?" kembali Huan cu im menegur lembut.
Ban Hui jin masih juga belum menjawab. dia malah membalikkan badan meninggalkan tepi telaga dan berjalan ketempat semula.
Huan cu im tahu kalau gadis itu sedang marah, maka sambil mengikuti di belakangnya dia berkata lagi:
"Adik Jin, bukankah kau hendak pergi ke kuil Boa gan an,jalanan ini menuju ke rumah, kau telah salah jalan"
OooodwoooO Jilid: 20 "Aku mau pulang, buat apa kau mengikuti aku?" tiba tiba Ban Huijin menghentikan langkahnya dan menegur secara ketus.
"Bukankah kau hendak mengunjungi ke loteng Sin ki lo"
Kenapa secara tiba tiba ingin pulang kerumah?"
"Aku senang," Ban Huijin memandang sekejap kearahnya dengan dingin kemudian melanjutkan, "bukankah orang lain bilang ada maksud padamu" Mengapa kau tak mengikuti orang lain saja?"
Selesai berkata dia segera balikkan badan dan beranjak pergi lagi. Huan cu im cepat cepat mengejarnya dari belakang sambil seru kembali : "Adik Jin, kau salah paham, "
"Aku tak mau mendengarkan perkataanmu lagi" Ban Huijin berjalan semakin cepat dan berteriak lengking "bukankah kau senang dengan bau harum orang" Kalau suka pergilah mendengusnya terus, aku mau pulang kerumah, apa urusannya denganmu?"
"Aaai." Huan cu im mengikuti terus di belakangnya, "Adik Jin, bagaimana kalau kau jangan terlalu menuruti perasaan sendiri"jalanlah agak pelan, mari kita berjalan pulang bersama pula, bila kau pulang seorang diri, orang lain pasti akan mentertawakanmu"
"Aku justru mau berjalan cepat, biar orang lain mentertawakan dirimu, Hmm... Bukankah orang lain sudah tertawa kepadamu dan menaruh minta khusus kepadamu, rupanya kau sudah mempunyai hubungan dengan mereka maka kau baru menganggukkan kepala: Bila aku tidak segera angkat kaki, bukankah hal ini berarti tidak tahu diri?"
Tampaknya semakin berkata dia merasa semakin mendongkol, langkah yang sebenarnya sudah jelas kini semakin cepat lagi bahkan tidak ambil perduli apakah berada disiang hari atau banyak orang disekitar sana, tiba tiba dia menjejakkan kakinya dan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berkelebat kemuka dengan kecepatan luar biasa sekali.
Huan cu im merasa kurang baik untuk mengejarnya dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh sebab hal ini dapat menarik perhatian para pelancong lainnya, maka sambil memandang bayangan punggung sinona yang menjauh, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali terpaksa diapun mengikuti dibelakangnya menuju kerumah.
Belum jauh ia berjalan, dari arah depan muncul seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan, orang itu berjalan sangat tergesa gesa sehingga hampir saja bertumbukan dengan Huan cu im.
Baru saja Huan cu im hendak menghindar kesamping orang itu segera menghentikan langkahnya setelah melihat diri pemuda tersebut, sambil memberi hormat katanya kemudian:
"Huan sauhiap hamba memang sedang mencarimu"
Huan cu im sama sekali tidak kenal dengan orang ini, tapi dia berhenti juga sambil mengamatinya dengan seksama, lalu tanyanya : "Saudara adalah..."
"Hamba berasal dari kantor cabang Kay pang untuk kota Kim leng, sekarang mendapat perintah dari Lian toucu untuk mencari Huan sauhiap. sewaktu Huan sauhiap berkunjung kekuil san sin bio tengah hari tadi, hamba telah menjumpaimu, mungkin sauhiap tidak memperhatikan diri hamba."
Oleh karena apa yang diucapkan lelaki itu memang benar, terpaksa Huan cu im menjura sambil minta maaf :
"Apakah Lian toucu yang loko maksudkan adalah Lian tianglo...?" Sambil tertawa paksa sahut orang itu
"Yang hamba maksudkan sebagai Lian toucu datang mencariku...?"
"Mungkin atas perintah dari Lian tianglo, tapi hamba sih mendapat perintah dari Lian toucu untuk keluar mencari sauhiap. tadi hamba telah pergi ke seng kipiauklok menurut petugas di perusahaan tersebut, Huan sauhiap sedang pergi ketelaga mo ciu oh, oleh karena itu hambapun menyusul kemari."
Tak heran kalau napasnya tersengkal seperti kerbau yang kehabisan tenaga.
"Tahukah loko ada urusan apa Lian tianglo mencariku?"
tanya Huan cu im kemudian. sekali lagi orang tersebut tertawa paksa :
"Hamba cuma seorang anggota biasa dari kantor cabang Kim leng yang mendapat perintah untuk mengundang Huan sauhiap. bila atasan tak menerangkan, tentu saja hamba pun tidak tahu"
"Baik harap loko sudi membawa jalan kita berangkat sekarang juga..."
"Harap Huan sauhiap mengikuti hamba" ucap orang itu kemudian.
Selesai berkata dia segera beranjak pergi lebih dulu dengan langkah cepat.
Huan cu im sendiripun tidak banyak bicara lagi, dia segera mengikuti dibelakangnya.
Tak selang berapa saat kemudian mereka sudah melalui beberapa buah jalan raya.
Mendadak orang itu membelok lagi kedalam sebuah lorong yang sepi dan terpencil.
Huan cu im yang menyaksikan kejadian itu menjadi sangat keheranan, tak tahan lagi dia bertanya
"Apakah markas kalian tidak berada di kuil San sin bio?"
"Saat ini kuil San sin bio sedang dipakai untuk mengurusi layon pang cu, tapi Lian tianglo dan Lian toucu berada disini semua."
Dalam pembicaraan tersebut dia sudah sampai dimuka sebuah pintu gerbang yang tinggi besar dan berwarna hitam pekat. sambil menghentikan langkahnya dan tertawa paksa katanya
"Sudah sampai" Dia segera maju ke depan untuk menggoyangkan gelang pintu.
Dari balik pintu terdengar orang berjalan mendekat lalu pintu dibuka lebar, seorang lelaki berbaju hitam telah berdiri di depan pintu sambil bertanya : "Apakah Huan sauhiap telah datang?"
"sudah" "cepat undang dia masuk ke dalam" cepat cepat lelaki berbaju hitam itu memberi hormat.
orang itu segera berpaling dan mengangkat tangannya ke arah Huan cu im sambil berkata
"Silahkan masuk Huan sauhiap"
Begitu Huan cu im melangkah masuk ke dalam ruangan, lelaki berbaju hitam itu segera menutup kembali pintu gerbangnya rapat rapat... cepat cepat orang itu berjalan menuju ke depan sambil katanya: "Harap Huan sauhiap suka mengikuti hamba. "
Dia mengajak Huan cu im memasuki ruangan melalui pintu kedua disisi kiri.
Tempat itu merupakan sebuah beranda yang panjang, Huan cu im berjalan mengikuti dibelakangnya melalui dua lapis bangunan dan tiba disebuah halaman yang sepi dan terpencil. disekitarnya berderet ruangan yang saling berhubungan satu sama lainnya suasana begitu sepi, sehingga tak kedengaran suara sedikitpun.
orang itu mengajak Huan cu im berjalan sampai didepan undak undakan, kemudian baru menghentikan langkahnya sambil berseru keras "Huan sauhiap telah datang"
Dari ruangan sebelah tengah segera berjalan keluar seorang lelaki berbaju hitam, sambil menjura kearah Huan cu im katanya pelan: "Silahkan masuk Huan sauhiap"
Huan cu im segera melangkah naik ke atas undak undakan batu itu dan masuk ke dalam ruangan dimana matanya melayang nampak ruangan itu sangat bersih dan rapih namun tak nampak bayangan tubuh dari Lian Sam sin ataupun Lian Sam goan- hal ini membuatnya merasa keheranan-Bocah berbaju hitam itu ikut masuk pula kedalam ruangan tersebut, kemudian berkata dengan hormat:
"Silahkan duduk Huan sauhiap"
"Mana Lian tianglo?" tak tahan Huan cu im bertanya.
"Lian tianglo dan Lian toucu telah keluar bersama, namun Lian toucu telah berpesan, apabila Huan sauhiap telah datang, maka dipersilahkan untuk menunggu sebentar disini, dengan cepat mereka akan kembali lagi. Sekarang biar hamba sediakan air teh dulu untuk sauhiap"
Huan cu im yang mendengar bahwa engkoh tuanya bersama Liansam goan sedang keluar dan akan kembali terpaksa ia harus menunggu disitu, dan mengambil tempat duduk.
Tak selang berapa saat kemudian, bocah berbaju hitam itu sudah muncul kembali dengan membawa sebuah cawan, setelah meletakkan cawan teh itu ke meja, katanya dengan hormat: "Huan sauhiap. silahkan minum teh"
"Terima kasih" sahut Huan cu im, kemudian tanyanya pula
"engkoh cilik, dimanakan sekarang kita berada?"
"Tempat ini adalah kantor cabang perkumpulan kami untuk kota Kimleng"
"Bukankah kantor cabang kota Kim leng terletak di kuil San sin bio..?"
"Huan sauhiap. kau tidak tahu kantor cabang kami tak pernah disiarkan kepada umat persilatan secara bebas, tapi setelah pangcu tiba di Kim leng dan mungkin juga ada rekan rekannya yang akan berkunjung sehingga kurang leluasa untuk menermimanya disini terpaksa kami mempergunakan San sin bio untuk sementara waktu"
"oh, kiranya begitu"
Tidak sampai pemuda itu melanjutkan pertanyaannya lagi, bocah berbaju hitam itu segera memberi hormat dan segera mengundurkan diri dari situ.
Huan cu im duduk seorang diri dengan santai karena menganggur maka dia pun mengangkat cawannya dan menghirup air teh itu pelan pelan.
Siapa tahu tunggu punya tunggu, lambat laun hari pun menjadi bertambah gelap. tapi belum nampak juga bayangan tubuh dari Lian Sam sin dan Lian Sam goan, sementara secawan air teh pun sudah habis diteguk.
Dalam keadaan begini, timbul rasa curiga didalam hatinya, apalagijika dibayangkan kembali semua peristiwa tersebut, ia merasa persoalannya makin mencurigakan
Baru saja dia hendak bangkit berdiri untuk menanyakan persoalan ini kepada bocah berbaju hitam itu, mendadak kepalanya terasa amat pening, semua pemandangan yang dijumpainya seakan akan turut berputar kencang tanpa sadar ia segera berpekik "Aduh celaka"
Akhirnya pemuda itu tak sanggup menahan diri lagi dan segera roboh terjengkang ke atas tanah.
Saat ini sudah menjelang saat memasang lentera.
Pada halaman sebelah kiri pada halaman kedua perusahaan Seng ki piauklok terletak kamar baca dari Seng bian tong.
Seng loya cu sudah hampir tiga tahun tak pernah mencampuri urusan perusahaan, biasanya membaca buku dia suka akan ketenangan biasanya dia tidak memperkenankan siapapun untuk mengganggu ketenangannya dikamar baca.
Tapi beberapa hari belakangan ini keadaannya justru berobah terutama sekali sejak tibanya ketua partai mereka Siang Han hui dikota Kim leng, kamar baca itu sudah disulap menjadi kamar tidur ciang bunjin.
Semenjak Ban Sian ceng kakak beradik dan Huan cu im tiba disitu sedang kamar baCapun paling leluasa sebagai tempat untuk berbincang bincang, maka sehari tiga kali bersantap.
semuanya diselenggarakan didalam kamar baca, sebab disaat sedang bersantap seringkali mereka pergunakan pula untuk merundingkan suatu masalah.
Saat ini cahaya lenterapun sudah menyinari ruangan tamu didalam kamar baca tersebut, diatas sebuah meja besar telah disiapkan pula masakan yang lezat, inilah saatnya bersantap malam.
Didalam kamar baca duduk Siang Han hui, Seng Bian tong dan Ban Sian ceng bertiga mereka sedang berbincang bincang dengan suara rendah. siang ciang bunjin sebagai orang yang terpelajar, selalu bicara dengan suara pelan seorang dayang muncul didepan pintu dan berkata sambil memberi hormat: "Loya cu, apakah perjamuan boleh dimulai?"
"Apakah Huan kongcu dan nona Ban telah pulang?" tanya Seng Bian tong sambil berpaling.
"Lapor Loya cu, baru saja budak telah naik loteng nona Ban telah pulang, ia menutup kamarnya tidak menyahut, sedangkan Huan kongcu agaknya belum pulang"
"Bukankah mereka pergi berpesiar ketelaga Mo ciu oh kenapa hanya nona Ban seorang yang pulang?"
"Budak sendiri pun kurang tahu, budak telah mengundang nona Ban untuk bersantap pintu sudah kuketuk berapa kali, namun nona Ban sama sekali tidak menyahut, Budak yakin orangnya sudah kembali"
"Ah, masa ada kejadian begini ?"
Ban Sian ceng segera bangkit berdiri sambil berkata :
"Kalau begitu biar keponakan saja yang pergi menengoknya"
Seng Bian tong sebagai seorang jago yang berpengalaman segera menduga apa yang terjadi, dia mempermainkan sepasang peluru bajanya dan manggut manggut : "Ya, memang lebih baik saudara Ban saja yang menengoknya"
Ia menduga diantara sepasang muda mudi ini pasti sudah terjadi cekcok kecil, kalau tidak mustahil mereka yang pergi bersama ternyata yang satu pulang duluan sambil mengunci didalam kamar.
Ban Sian ceng pun tentu sudah mengetahui bagaimanakan watak adiknya yang manja, siapa tahu ia lagi marah, maka setelah bangkit berdiri, cepat cepat dia menuju ke atas loteng.
Ketika tiba didepan kamar adiknya ia mendorongnya namun pintu dikunci dari dalam, maka diapun mengetuk pintu sambil berseru keras:
"Adikku kau sudah pulang bukan" Ayoh cepat keluar, sudah waktunya bersantap malam". Tiada jawaban dari dalam ruangan.
Sekali lagi Ban Sian ceng mengetuk pintu berapa kali kemudian berseru dengan suara lebih keras :
"Adikku sudah kau dengar teriakanku ini?"
"Sudah," jawaban dari Ban Huijin kedengaran sangat terpaksa, "aku tak ingin bersantap. kalian tak usah menantikan diriku lagi"
"Bukankah pintu kamar, aku hendak membicarakan sesuatu denganmu..."
"Aku tak mau makan, kalian tak usah mengurusi aku lagi"
Ban Sian ceng dapat mendengar kalau adiknya sedang mengambek. maka ia berseru kembali :
"Adikku, kau sedang bertamu ditempat ini sebagai seorang tamu yang sopan. kau tak boleh ngambek ayoh cepat buka pintu dan turun bersamaku, Seng lopek dan Siang ciang bunjin masih menantimu dikamar baca"
"orang toh tak mau makan-.." Ban Huijin membuka pintu dengan terpaksa, kemudian berjalan kembali kesisi pembaringan, "masa tidak makan pun tak boleh?" Dengan dibukanya pintu, berarti boleh mengajukan pertanyaan kepadanya. Ban Sian ceng segera melangkah masuk kedalam sambil ujarnya kembali.
"Aku mau tau, bukankah kau berpesiar ke telaga Mo ciu oh bersama saudara Huan" mengapa kau sudah pulang, sedang saudara Huan belum juga nampak ?"
Mendengar Huan cu im belum pulang, diam2 Ban Huijin berpikir kembali:
"Bagus sekali, setelah aku pulang, ternyata dia justru pergi mencari dua orang perempuan siluman itu "
Berpikir sampai disini, hatinya merasa semakin mendongkol sambil mencibirkan bibirnya dia berkata dingin"Kaki toh tumbuh ditubuh orang, kalau orang tak kepingin pulang, dari maka aku bisa tahu?"
"Apakah kau sedang cekcok dengannya?" tanya Ban Sian ceng agak gusar.
"Buat apa aku mesti cekcok dengannya. Dia tidak pantas untuk cekcok denganku"
"Aku melarangmu berkata demikian" dengan cepat Ban sian ceng berseru kembali, "bukankah kau pergi bersama sama saudara HUan sudah seharusnya kalau pulangpun bersama sama, sekarang Seng lopek menanyakan, bagaimana kau akan menjawab ?"
"Apa sih susahnya untuk menjawab" Aku mau pulang maka akupun pulang duluan, sedang dia tak mau pulang, maka dia pun tidak pulang"
"Ayoh jalan, kau harus berbicara sendiri kepada Seng lopek"
"Jalan yaa jalan" Ban Huijin semakin marah-"kau anggap aku tak mampu mengucapkan kata kata tersebut?"
Ban Sian ceng tidak menyangka kalau nona itu berani berbicara sendiri, cepat cepat dia menariknya sambil berpesan
^ "Adikku tunggu dulu, setelah bertemu dengan Seng lopek nanti kau mesti berbicara agak lembut, jangan sampai kehilangan hormat dan adat kesopanan, mengerti?"
"Toako, apakah kau anggap aku adalah seorang bocah yang berusia tiga tahun sehingga berbicarapun tidak mampu?"
Dengan cepat kedua orang itu turun dari loteng dan melangkah masuk ke dalam kamar baca, Seng ceng hoa segera ikut masuk pula kedalam ruangan
Sementara itu diatas meja perjamuan telah siap beraneka macam hidangan yang lezat, baru saja Seng Bian tong dan Siang Han hui mengambil tempat duduk mereka sudah melihat dua orang itu masuk kedalam ruangan, maka tegurnya segera :
"Ban sauheng, nona Ban cepat duduk"
Ban Sian ceng dan Ban Huijin segera mengambil tempat duduk.
Kembali Seng Bian tong berkata :
"ceng hoa, kau pun duduk juga dan bersantap disini"
"Ananda sudah bersantap diluar tadi" kata Seng ceng hoa segera.
Pelan pelan Seng Bian tong mengalihkan sorot matanya ka wajah Ban Huijin, kemudian ujarnya sambil tersenyum.
"Nona Ban, bukankah kau bersama Huan hiantit bersama sama pergi berpesiar mengapa sampai sekarang Huan hiantit belum juga kembali" Tahukah kau dia telah pergi ke mana?"
"Aku mau pulang sedang dia tak mau pulang siapa yang tahu dia telah pergi ke mana ?"
Seng Bian tong segera mengelus jenggotnya yang panjang dan tersenyum, katanya: "Apakah Huan hiantit telah melakukan suatu kesalahan terhadap diri nona ?"
"Tidak" "Sampai sekarang dia belum kembali aku sih tidak menguatirkan terjadi sesuatu atas dirinya cuma saja berhubung malam berselang Lengcu emas telah memerintahkan kepada Huan hiantit yang ternyata tidak dilaksanakan olehnya, sudah pasti dia bermaksud untuk menegur Huan hiantit bila ia sampai tersesat karena tak tahu jalanan dikota Kim leng dan terjadi..."
Bagaimanapun juga dia memang seorang jagoan jago kawakan yang sangat berpengalaman, ternyata ia sama sekali tidak bertanya soal perselisihan diantara mereka berdua, bahkan menyinggung pun tidak tapi beberapa patah kata tersebut justru memberikan kemanjuran yang lebih jitu.
Sekalipun Ban Huijin pulang dengan membawa perasaan mendongkol, maklum, kaum wanita memang suka mengambek dan marah marah sekalipun diluarnya tidak menggubris padahal dalam hatinya selalu berharap agar dia ikut pulang dibelakangnya kemudian minta maaf atau mengucapkan kata kata yang manis kepadanya, maka dia pun akan menghilangkan rasa mendongkol itu dan menunjukkan kembali senyumnya.
Tapi didalam kenyataan setelah ia pergi dengan perasaan mendongkol ternyata Huan cu im sama sekali tidak menyusulnya, akibatnya dia merasa semangkin bersedih dan murung, oleh sebab itu sekembalinya dari perusahaan, dia segera menutup pintu kamarnya dan menjatuhkan diri keatas pembaringan, hampir saja dia menangis saking mendongkolnya.
Tapi sekarang, setelah mendengar perkataan dari seng Bian tong dan terbayang hingga sekarang pun Huan cu im belum juga kembali, dia mulai menguatirkan keselamatan pemuda tersebut, jangan jangan memang sudah terjadi sesuatu atas dirinya. Dalam keadaan cemas, tak tahan lagi ia segera bertanya: "Lantas bagaimana baiknya?"
"Hal ini harus ditanyakan kepadamu, kau telah berpisah dengan saudara Huan dimana lalu sepanjang jalan telah berjumpa dengan siapa saja yang mencurigakan?"
Mendadak Ban Huijin teringat kembali dengan dua orang gadis yang cantik lagi genit itu, sehingga tanpa terasa ia bergumam dengan suara lirih: "Ehmmm, bau harum mereka memang sedikit agak mengherankan."
"Apa kau bilang" Bau yang mengherankan?" tanya Ban Sian ceng segera.
Merah padam selembar wajah Ban Huijin katanya kemudian:
"Aaah, tidak. kami hanya bertemu dengan dua orang gadis berdandan genit di tepi telaga Mo ciu oh, sewaktu melintas dari tubuh mereka menyiarkan bau harum yang tebal dan manis, setelah kau menyinggung soal manusia yang mencurigakan, aku baru teringat bahwa kedua orang gadis itu memang sedikit agak mencurigakan"
"Apakah diatas pakaian mereka berdua bersulamkan sekuntum bunga?" tiba tiba Seng Bian tong bertanya.
"Yaa betul, tahukah Seng lopek siapakah mereka berdua?"
tanya Ban Huijin sambil manggut manggut.
Seng Bian tong tidak menjawab dia bertanya lebih jauh:
"Bagaimana ceritanya sampai kalian dapat berjumpa dengan kedua Nona itu?"
Terpaksa Ban Huijin menceritakan keadaan yang dialaminya tadi secara garis besarnya, tentu saja ia tidak menerangkan kalau dia pulang karena mendongkol dan cemburu.
Selesai mendengar penuturan tersebut, seng Bian tong segera berseru dengan wajah terkesiap:
"Aaah, ternyata memang benar mereka."
"Ayah, siapakah mereka itu?" tanya seng ceng hoa segera.
Seng Bian tong memandang sekejap ke arah Siang ciang bunjin, kemudian pelan pelan ujarnya:
"sudah pasti orang orang Pek hoa pang"
"Pek hoa pang?" Seng ceng hoa berseru keheranan,
"mengapa ananda belum pernah mendengar tentang perkumpulan seratus bunga ini?"
"Perkumpulan Pek hoa pang muncul semanjak tiga puluhan tahun berselang, semua anggota perkumpulannya adalah gadis gadis yang berparas cantik lagipula ilmu silat yang mereka miliki sangat hebat, tak sampai setahun nama perkumpulan mereka sudah termashur di seluruh dunia persilatan sehingga daya pengaruh dari sembilan partai besar waktu itu pun kena tertindih.
Tapi bukan saja gerak gerik mereka serba misterius selain itupun selama orang lain tidak mengganggunya diapun tak akan mengganggu orang, itulah sebabnya suasana dunia persilatan tetap tenang dan damai tetapi jikalau ada orang telah melanggar pantangan mereka, maka pembalasan yang mereka lakukan akan jauh lebih kejam dan buas daripada siapapun.
"oleh sebab itulah orang persilatan memandang perkumpulan Pek hoa pang bagaikan ular atau kalajengking beracun, namun perkumpulan Pek hoa pang pun hanya muncul selama tujuh delapan tahun saja dalam dunia persilatan untuk kemudian hilang lenyap dengan sendirinya.
semenjak itu tak pernah kedengaran iagi kabar berita tentang mereka. Ada orang mengatakan pasukan wanita ini sudah pada kawin tapi bagaimanakah kenyataan yang sebetulnya tak diketahui oleh siapapun-.."
Sian Han hui segera bergumampula dengan kening berkerut kencang :
"Sungguh tak disangka orang orang Pek hoa pang kembali munculkan diri didalam dunia persilatan-.."
"Ayah" Seng ceng hoa segera berseru. "Sampai sekarang saudara Huan belum kembali juga jangan jangan-.."
Tidak sempat Seng ceng hoa menyelesaikan kata katanya, sambil mendengus Ban Huijin telah menimbrung :
"Kalua dia tak ingin pulang sudah dapat dipastikan dia tentu sudah terpikat oleh dua orang wanita siluman itu"
"Adikku, kau jangan sembarangan berbicara..." Ban Sian cing segera membentak keras.
"Memangnya perkataanku itu salah" Seandainya dia tidak terpikat oleh kecantikan dua orang perempuan siluman itu, mengapa aku sudah pulang namun dia belum juga kembali ?"
Dari nada pembicaraan gadis tersebut, Seng Bian tong segera dapat menduga apa gerangan yang telah terjadi tampaknya sewaktu mereka sedang berpesiar ditepi telaga secara kebetulan telah berjumpa dengan anggota Pek hoa pang tersebut.
Mungkin dalam kesempatan itu Huan cu im menengok berapa kejap ke arah nona nona muda itu, maklum sebagai lelaki, siapa pun pasti akan memperhatikan nona yang berparas cantik maka akibatnya ia menjadi cemburu dan lari pulang lebih duluan. Menduga sampai ke situ, Seng Bian tong segera mengelus jenggotnya sambil berkata.
"ceng hoa, coba kau utus berapa orang siang cujiu untuk mencari jejaknya, mungkin saja Huan hiantit sudah tersesat dijalanan"
Seng ceng hoa mengiakan dan terburu beranjak menuju keluar ruangan
Sementara itu Ban Huijin menjadi amat masgul, gelisah dan tak tenang pikirannya terutama bila terbayang olehnya kemungkinan besar Huan cu im telah tertimpa musibah...
ooodowooo Kain putih tanda berkabung telah di depan kuil San sin blo, para anggota kay pang sedang sibuk mempersiapkan upacara penguburan bagi ketua mereka.
Pada bagian belakang kuil San sin bio sebenarnya merupakan sebuah kamar gudang, dapur dan tempat menyimpan kayu bakar, semuanya terdiri dari lima enam ruangan tapi sekarang hanya dua diantaranya yang masih tetap utuh dan sebuah lagi dipakai sebagai dapur umum.
Selain itu terdapat pula sebuah kamar untuk menyimpan kayu bakar yang kini pintunya tertutup rapat, ada empat orang anggota Kay pang dari tingkatan berkarung delapan melakukan penjagaan yang ketat diluar pintu.
Rupanya kamar penyimpanan kayu bakar itu telah dirubah fungsinya sebagai kamar untuk menahan orang.
Tongcu bagian hukum Song Jin bin telah turun tangan sendiri untuk memeriksa Leng kang to yang dituduh melakukan pembunuhan terhadap guru sendiri, tapi sejak pagi sampai malam, selain meraung maung penasaran, Leng Kang to sama sekali tidak memberikan pengakuannya barang sekejap.
Saat itu waktu untuk bersantap malam telah tiba, pejabat ketua si pengemis penakluk naga Kwa Tiang tay segera mengutus orang untuk menundang Song Jin bin agar bersantap bersama karena ada persoalan penting yang hendak dirundingkan-Itulah sebabnya di depan pintu ruang tahanan itu hanya dijaga oleh empat orang anggota berkarung delapan-Tempat itu merupakan kantor cabang kay pang untuk kota Kim leng, dihari hari biasa pun tak ada yang berani datang mencari gara gara apa lagi saat ini berkumpul berapa orang tianglo yang semuanya memiliki kepandaian silat sangat tinggi, sudah barang tentu semakin tiada orang yang berani mencari gara gara.
Tapi apa yang terjadi didalam dunia persilatan kadang kala memang jauh diluar dugaan orang apa yang dianggap sesuatu yang tak mungkin terjadi justru kadang kala terjadi juga.
Belum lama Song Jin bin meninggalkan tahanan mendadak dari depan ruangan tersebut tanpa sebab telah berhembus lewat segulung angin lembut.
Keempat anggota kaypang itu hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu tahu dihadapan mereka telah bertambah dengan tiga manusia baju hitam yang berkerudung kain hitam, hampir bersamaan waktunya mereka berseru tertahan, namun belum sempat menjerit, jalan darah mereka sudah bertotok semua.
Sebagai pemimpn dari rombongan manusia berbaju hitam itu adalah seorang lelaki yang berperawakan besar dia segera memberi tanda kedua orang rekannya yang secepat kilat menerjang masuk kedalam kamar tahanan.
Kebetulan sekali pada waktu itu muncul seorang anggota Kaypang lain yang membawa keranjang makanan, ketika menyaksikan kejadian tersebut ia segera berteriak keras :
"Ada mata mata"
Ditengah malam yang sepi, teriakan itu segera menyebar sampai ketempat yang jauh sekali.
Antara ruang belakang dengan ruang kedua hanya dipisahkan sebuah pintu saat itulah diruang tengah halaman kedua pejabat ketua Kwa Tiang tay sedang bersantap bersama Lian Sam sin Ong Tin hay dan Song jin bin sambil membicarakan suatu masalah.
Diantara keempat orang ini, Kwa Tiang tay yang duduk dikursi utama merupakan jago berilmu paling tinggi dan reaksi paling cepat, begitu mendengar ada orang berteriak "mata mata" dia segera berputar kencang lalu melejit keudara seperti seekor burung elang dan langsung menerjang keruang belakang.
Lian Sam sin, Ong Tin hay dan Song Jin bin serentak bangkit berdiri dan menyusul pula dibelakangnya, namun bagaimana pun jua gerakan mereka masih kalah selangkah daripada Kwa Tiang tay.
Pada saat Kwa Tiang tay menerjang masuk kehalaman belakang inilah, lelaki berkerudung hitam yang berada diluar kamar tahu tahu berseru keras : "Angin kencang "
Dua orang manusia berkerudung yang berada didalam kamar tahanan itu segera mengundurkan diri dengan cepat, tiga sosok bayangan manusia serentak meluncur kearah dinding pekarangan"Mau lari kemana?" bentak Kwa Tiang tay sambil tertawa terbahak bahak.
Dia menjejakkan kakinya keatas tanah dan melejit keudara untuk melancarkan terkaman-Gerakan tubuhnya benar benar dapat dan tak malu disebut pengemis penakluk naga, ketika tubuhnya menerjang keatas dinding pekarangan, tangan kanannya telah melepaskan sebuah totokan kilat. "Bluukkk..."
Seorang manusia berkerudung hitam segera tertotok dan roboh terjengkang keatas tanah.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam sekejap mata, menanti Lian Sam sin sekalian menyusul kesitu, bayangan musuh sudah berada ditempat yang amat jauh.
Song Jin bin segera melompat kedepan keempat orang anggota Kay pang berkurang delapan itu kemudian membantu mereka untuk membebaskan pengaruh totokan ditubuh masing masing.
Kwa Tiang tay juga tidak mengejar lebih jauh, dia segera melayang tutun kembali ke tanah.
Lian Sam sin segera memburu kedepan sambil tegurnya:
"Saudara Kwa, siapakah pihak lawan?"
"Pihak musuh diri dengan cepat sekali sebelum kami bersua muka, namun siaute berhasil menahan seorang diantara mereka" kata Kwa Tiang tay.
Sementara itu para penjaga yang berada dihalaman kedua telah meluruk masuk bersama sama, dua diantara mereka segera menghampiri manusia berbaju hitam itu , menelikung tangannya dengan otot kerbau.
Setelah membebaskan jalan darah keempat anak buahnya yang tertotok. dengan cepat Song Jin bin menerjang masuk ke dalam gudang kayu bakar, dia jumpai tali yang membelenggu sepasang tangan Leng Kang to sudah dipotong orang dengan pisau, namun berhubung terburu buru, tali yang membelenggu kakinya belum selesai dipotong, sehingga orangnyapun belum sampai tertolong. Sambil mendengus gusar Song Jin bin membentak.
"Manusia durhaka, kau mengatakan terfitnah, bukankah komplotanmu telah berusaha menolongmu" "
"Harap tongcu memaklumi, tecu sama sekali tidak kenal dengan mereka, sekalipun mereka bebaskan tecu pun, tidak nanti tecu akan ikuti mereka untuk kabur dari sini" kata Leng Kang to dengan air mata bercucuran.
Sementara berbicara, Kwa Tiang tay Lian Sam sin dan Ong Tin hay telah muncul secara beruntun disitu, menyusul kemudian empat orang anggota Kay pang membelenggu seorang manusia berkerudung hitam turut masuk pula kedalam. Kwa Tiang tay segera mengulapkan tangannya sambil berkata:


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"coba kalian lepas kalin kerudung hitam yang menutupi wajah orang ini, coba kalian lihat siapakah orang ini"
Seorang anggota Kay pang segera mengiakan lalu merobek kain kerudung hitam yang menutupi wajah orang itu.
Melihat wajah orang tersebut, tak tahan lagi Kwa Tiang tay tertawa dingin, lalu serunya sambil berpaling:
"Lian tianglo, bukankah orang ini adalah saudara Huan yang baru saja kau kenal?"
Dia memang tak lain adalah Huan cu im hanya saja jalan darahnya tertotok. matanya terpejam dan berada dalam keadaan tidak sadar. Lian Sam sin menjadi tertegun, lalu bisiknya agak keheranan: "Mana mungkin bisa dia... mana mungkin hal ini bisa terjadi...?"
"Apakah Lian tiang lo kenal dengan orang ini?" tongcu bagian hukum Song Jin bin segera bertanya.
Sambil tertawa dingin Kwa Tiang tay segera menyela:
"orang ini adalah saudara cilik Lian tiang lo yang bernama Huan cu im."
Ucapan tersebut benar benar suatu tuduhan yang sangat keji dan tidak berperasaan-Dengan wajah serius Lian Sam sin segera berkata:
"Benar, dia adalah saudara cilikku, namun aku she Lian yakin kalau dia tak mungkin menjadi komplotan dari Leng Kang to, lebih tak mungkin lagi datang kemari untuk menyelamatkan Leng Kang to, aku curiga kalau dibalik kesemuanya ini masih terdapat hal hal yang tidak beres"
"Kenyataan sudah didepan mata dan kita semua telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, memangnya dianggap aku sengaja hendak melimpahkan tuduhan kepadanya?"
"Terus terang saja, aku merasa amat curiga dengan peristiwa kematian pangcu, aku pun tidak yakin Leng Kiang lo yang telah mencelakai pangcu" Kwa Tiang tay segera tertawa terbahak bahak:
"Haah... haah... haah... Lian tianglo, prinsip hidup kita sebagai orang Kay pang adalah mengutamakan kesetiaan kawan dan kebenaran, dalam setiap masalah yang penting harus ada bukti yang nyata, kita tak pernah memfitnah seorang apalagi terhadap anggota perkumpulan sendiri, tapi sekarang Lian heng menyatakan menaruh curiga, mumpung kita empat tianglo berkumpul semua disini, mengapa saudara Lian tidak manfaatkan kesempatan ini untuk melakukan penyelidikan sejelas jelasnya?"
"Siaute memang bermaksud demikian"
Kwa Tiang tay segera berjalan menuju ke hadapan Huan cu im dan secara beruntun menepuk bebas tiga buah jalan darah ditubuhnya kemudian katanya seraya berpaling: "Sekarang saudara Lian boleh mengajukan pertanyaan kepadanya..."
Sesudah jalan darahnya dibebaskan, Huan cu im merasakan tubuhnya menjadi kendor dan enteng kembali, dia segera membuka matanya dan mengerdipkan berapa kali, baru setelah mau bergerak. dia menjumpai kalau tubuhnya telah dibelenggu dengan otot kerbau.
Menyaksikan orang yang berdiri dihadapannya adalah Kwa tianglo dari Kay pang, engkoh tua nya serta dua orang pengemis tua yang tidak dikenal, diam diam ia merasa semakin keheranan, sesudah berseru tertahan tanyanya:
"Engkoh tua, mengapa tanpa sebab musabab kau telah membelenggu siaute ?"
Sementara itu Lian Sam sin sedang menaruh curiga yang amat sangat setelah melihat Kwa Tiang tay melepaskan tiga buah totokan diatas tubuh Huan cu im yang berarti ada tiga buah jalan darah yang tertotok. padahal sewaktu Kwa Tiang tay menerjang ke udara tadi, sudah jelas dia hanya melepaskan sebuah totokan belaka. Mendengar itu dia pun berkata dengan suara dalam.
"Kau memang saudara cilik ku, tapi apa yang telah kau lakukan tentunya kau lebih jelas daripada ku bukan?"
Lewat berapa saat kemudian Huan cu im baru dapat menenangkan pikirannya kembali, dia segera balik bertanya:
"Apa sih yang telah kulakukan" Harap Lian tianglo sudi menjelaskan kepadaku"
Dia tidak lagi menyebut "engkoh tua", hal ini menunjukkan kalau pemuda tersebut merasa marah dan mendongkol karena sepasang tangannya telah dibelenggu mereka.
Sambil mendesis sinis Kwa Tiang tay berkata^
"Huan sauhiap. tak ada salahnya kalau ceritakan bagaimana kejadian sampai kau bisa tiba disini, apa kau merasa ada sesuatu yang terpaksa, maka sesuai pemeriksaan nanti, kami tentu akan membebaskan kau"
"Betul," sambung Lian Sam sin cepat, "coba kau ceritakan, mau apa kau datang kemari?"
"Sebenarnya aku bersama nona Ban sedang berpesiar ditelaga Mo cho oh, kemudian dalam perjalanan pulang telah bertemu dengan seorang saudara dari kantor cabang perkumpulan kalian untuk kota Kim leng yang mengatakan baru saja datang dari Seng kipiau klok khusus untuk mencariku ketika aku bertanya ada urusan apa, dia bilang mendapat perintah dari Lian huntocu (ketua kantor cabang) untuk mengundangku, konon Lian tianglo pun sedang menungguku di kantor cabang..."
"Waah, itu mah tidak benar, ketua kantor cabang kota Kim leng kami berasal dari marga Lian"
"Soal itu mah aku kurang tahu, aku hanya mendengar orang itu berkata bahwa ketua kantor cabang Kim leng adalah Lian Sam goan"
"Selama ini Lian Sam goan selalu mengikuti aku sipengemis tua, dia bukan seorang ketua kantor cabang"
Menyusul kemudian Lian Sam sin bertanya lebih jauh,
"Apakah kau bertanya kepadanya siapakah namanya ?"
"Tidak" Agaknya Kwa Tiang tay merasa tidak senang hati karena Lian Sam sin menukas berulang kali dengan suara dalam ia segera berseru
"Huan sauhiap. teruskan saja ceritamu, bagaimana kemudian?"
"Kemudian diapun mengajak aku datang ke kantor cabang perkumpulan kalian-."
"Tunggu dulu," kembali Lian Sam sin menukas, "tempat yang didatangi kalian tentunya bukan kuil Sam sin bio ini bukan?"
"Bukan, tempat ini merupakan gedung besar yang terletak disebuah lorong terpencil didalam kota"
"Tengah hari tadi bukankah engkoh tua sudah memberi tahukan kepadamu kuil San sin bio adalah kantor cabang perkumpulan kami untuk kota Kim leng ?"
"Aku masih ingat dengan jelas, itulah sebabnya akupun bertanya kepadanya, menurut orang itu kantor cabang perkumpulannya tak pernah diumumkan kepada umat persilatan, tapi berhubung pangcu kalian sudah tiba di kim leng dan mungkin akan merdatangan banyak umat persilatan untuk melakukan kunjungan, dan lagi mengingat tak leluasa untuk menerimanya dikantor cabang maka untuk sementara waktu digunakan kuil San sin bio tersebut sebagai tempat penerima tamu"
"Kurangajar, dia berani mengemukakan alasan palsu seperti ini " umpat Lian Sam sin dengan gusar.
"Di tengah jalan diapun berkata kalau Lian tianglo dan Lian hu toucu sedang menungguku dikantor cabang, tapi setelah masuk didalam gedung tersebut, sama sekali tidak kujumpai bayangan tubuh Lian tianglo maupun Lian hu toucu."
"Tapi menurut seorang bocah berbaju hitam yang berada dalam gedung tersebut, Lian hun toucu sedang keluar bersama, namun katanya Lian Hun toucu telah berpesan agar aku tetap menunggu dikantor cabang..."
"Haaahh... haaahh... haah..." Kwa Tiang tay segera tertawa terbahak bahak dengan suara parau, "tampaknya benar benar ada orang hendak merebut kursi pangcu, sehingga kantor cabang untuk kota Kim leng pun telah dipersiapkan jauh hari sebelumnya..."
Maksud dari perkataan tersebut sudah jelas sekali, yaitu menuduh Lian Sam sin ikut serta pula dalam komplotan pemberontakan tersebut, kalua tidak Lian sam goan sebagai orang kepercayaannya mengapa bisa menjabat sebagai ketua kantor cabang kota Kim leng"
Berkilat sepasang mata Lian Sam sin setelah mendengar perkataan itu, dengan suara dalam segera tegurnya:
"Kwa tianglo, apa maksudmu dengan perkataan itu?" Kwa Tiang tay segera tertawa seram:
"Heeehhh... heee... heeeh... siaute bilang ternyata dalam usaha pembunuhan terhadap pangcu bukan dilakukan oleh Leng Kang to seorang, agaknya dibelakangnya masih ada orang yang bersedia menjadi tulang punggungnya."
"Kwa tianglo" bentak Lian Sam sin dengan muka gusar.
"kau harus menjelaskan lebih mendetil siapa yang kau maksudkan sebagai tulang punggung Leng Kang to ?"
"Hemmm... kenyataan sudah berada di depan mata, apa yang mesti siaute katakan lagi ?"
Tianglo pewaris ilmu silat Ong Tin hay cepat cepat melerai setelah melihat situasi bertambah tegang :
"Harap kalian berdua jangan salah paham Huan sauhiap belum selesai menerangkan duduk persoalan, mari kita dengarkan dulu penuturannya sebelum melakukan perbincangan lebih lanjut"
"Yaaa, betul" dukung Song Jin bin, tongcu bagian hukum,
"perkataan Ong tianglo memang benar, harap kalian berdua jangan bertengkar sendiri, mari kita dengarkan dulu bagaimana penjelasan selanjutnya dari Huan sauhiap?" Pelan pelan Huan cu im melanjutkan kembali kata katanya,
"Lama sekali aku menunggu sambil meneguk air teh yang disuguhkan bocah berbaju hitam itu, kemudian kepala ku pun terasa amat pening sehingga akhirnya jatuh tak sadarkan diri, sampai Kwa tianglo membebaskan jalan darahku tadi aku baru sadar kembali" Mendengar sampai disini Lian Sam sin segera berpikir:
"Kalau didengar dari pembicaraannya sih tampaknya benar, kalau begitu dibalik kesemuanya ini pasti masih terdapat rencana busuk lainnya..."
Sementara itu Kwa Tiang tay berseru sambil tertawa kering^ "Hmm, enak amat kau hendak cuci tangan dari persoalan ini..."
"Dalam hal mana aku hendak mencuci tangan?" tanya Huan cu im sambil menahan rasa mendongkolnya .
"Atas petunjuk siapa kau datang ke kuil San sin bio ini untuk menolong Leng Kang to" Siapa pula komplotan yang datang bersamamu" Bagaimana pun juga kau harus menjelaskan semuanya ini?"
"Menolong Leng Kang to?" Huan cu im merasa amat terkejut, "dengan Leng Kang to pribadi pun aku baru bersua satu kali, mengapa aku harus datang menolongnya?"
Kwa Tiang tay segera tertawa seram:
"Soal ini mah mesti ditanyakan kepadamu, atas petunjuk siapa kau datang kemari" Lebih baik berbicaralah terus terang, memandang diatas wajah Lian tianglo aku masih bersedia memberi sebuah jalan hidup untukmu, tapi bila kau berani berbohong sepatah kata saja, hukuman dari pihak Kay pang tentu tak enak untuk dirasakan..."
"Semua pengalaman yang kualami sudah kuutarakan semua, apa lagi yang mesti kusampaikan" "
"Benar benar seorang bocah keparat yang tak tahu diri"
bentak Kwa Tiang tay dengan sorot mata berkilat, "Song tongcu, beri siksaan yang cukup untuknya, aku tak percaya kalau ia tak mau mengaku terus terang..."
"Tunggu dulu " Lian sam sin segera mengulapkan tangannya, "Huan cu im adalah saudara cilikku, bagaimanakah watak serta tindak tanduknya aku she Lian tahu dengan jelas, dia tak nanti akan melakukan perbuatan jahat seperti ini, dan lagi aku she Lian percaya kalau apa yang dituturkan olehnya merupakan kenyataan, oleh sebab itu aku orang she Lian merasa kita wajib melakukan penyelidikan lebih dulu sebelum ambil keputusan"
Dengan suara ketus Kwa Tiang tay segera berseru :
"Ditengah malam buta dia berkunjung ke kantor cabang kita untuk menculik Leng Kang to, dan usaha ini berhasil kuhalangi, apakah kejadian semacam ini bukan merupakan kenyataan?"
------ Ada yang Hilang---Dengan cekatan nona berbaju merah itu menyelinap kedepan menghadang gadis berbaju hijau itu kemudian katanya
"Enci Bwee, aku seorangpun sudah mampu untuk menghadapi kedua orang itu, kau tak usah repot untuk turun tangan sendiri "
"Hey, kalian orang orang Kay pang sebenarnya tahu aturan tidak" Kami toh cuma datang untuk menjenguk pesakit, apakah kalian hendak mengandalkan jumlah yang banyak untuk menganiaya kami dua orang kakak beradik ?"
Kwa Tiang tay sama sekali tak menggubris ucapan nona nona cantik itu, kembali bentaknya
"Tangkap kedua orang itu mengapa kalian masih belum juga turun tangan ?"
Kedua orang anggota Kay pang itu segera menyahut, lalu mereka maju bersama sama untuk menangkap nona berbaju merah itu.
Si nona berbaju merah itu mengerling nakal, kemudian bentaknya keras keras. "Siapa diantara kalian yang berani menyentuh aku ?"
Sebetulnya dua orang anggota Kay pang itu sudah turun tangan siap menangkap lawannya, namun mereka segera dibuat tertegun setelah melihat kegenitan lawan, sehingga akibatnya untuk sesaat mereka jadi lupa untuk menangkapnya.
Nona berbaju merah itu segera merentangkan sepasang amtanya, dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat telapak tangannya menyambar pergelangan tangan kedua orang itu.
Pada hakekatnya dua orang anggota Kay pang itu sama sekali tidak berkemampuan untuk menghindarkan diri, sekalipun kebasan tersebut dilancarkan dengan sangat ringan, namun separuh badan mereka seperti tersambar oleh aliran listrik bertegangan tinggi, sama sekali tak mampu berkutik lagi.
"Hmm, Lan hoa hud hiatjiu (ilmu totokan jalan darah bunga anggrek)..." dengus Kwa Tiang tay hambar, "tak nyana kau si bocah perempuan mempunyai kepandaian juga, tapi bila ingin membuat keonaran di Kay pang, kalian masih ketinggalan sangat jauh"
Dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong Tin hay, maksudnya agar rekannya ini yang turun tangan untuk membekuk nona berbaju merah itu.
Saat ini, orang yang hadir dalam gudang kayu bakar ini selain keempat tianglo, hanya empat penjaga kamar saja yang hadir, sebenarnya masih ada empat orang anggota dari ruang hukum yang berjaga diluar pintu, namun kenyataannya dua orang nona itu bisa masuk tanpa ada yang menghadang hal ini membuktikan kalau mereka sudah dirobohkan lawan-Sedangkan dari empat orang yang menjaga tawanan, dua orang memegangi Leng Kang to dan Huan cu im, sedangkan dua orang yang lain telah ditotok jalan darahnya oleh nona berbaju merah itu dengan ilmu Lan hoa hud hui hiatjiu nya.
Sebaliknya dari empat tianglo yang hadir, Kwa Tiang tay adalah pejabat pangcu, Lian Sam sin adalah tianglo kanan, kedudukan mereka tinggi sekali, sedangkan Song Jin bin adalah tianglo bagian hukum, maka setelah hitung punya hitung, tentu saja hanya Ong Tin hay yang pantas untuk turun tangan-Perlu diketahui tianglo pewaris ilmu silat merupakan guru yang bertanggung jawab mengajarkan ilmu silat kepada segenap anggota Kay pang, sudah barang tentu kepandaian silatnya luar biasa...
Bila berada dihari hari biasa dimana jago dari Kay pang banyak sekali jumlahnya, dia tak perlu turun tangan sendiri, tapi keadaan saat ini sama sekali berbeda.
ong Tin hay dengan perawakan tubuh yang tinggi besar segera maju kehadapan kedua orang itu, kemudian dengan mempergunakan telapak tangannya yang besar bagaikan kipas dia menepuk satu kali keatas bahu aang dan Apiau.
Begitu kedua orang itu sudah bebas dari pengaruh jalan darah, Ong Tin hay segera membentak: "Mundur"
Dua orang jago itu segera memberi hormat dan mengundurkan diri dari situ.
Ong Tin hay segera memandang sekejap ke arah gadis berbaju merah itu kemudian katanya.
"Nona cilik, mari aku hendak mencoba kepandaian silat yang kau miliki"
Nona berbaju merah itu segera mundur selangkah, kemudian berkata dengan muka cemberut,
"Tidak mau ah, kau kan sudah tua, masa mau berkelahi dengan aku" Malu..." Dengan jari tangannya yang lentik dan putih dia segera meledek pengemis tersebut.
Ketika sorot mata Ong Tin hay saling beradu dengan sorot mata lawan yang jeli itu, tiba tiba saja dia merasa tertegun dan melongo, tiba tiba saja timbul suatu perasaan aneh dalam hati kecilnya, ia merasa tidak pantas untuk turun tangan terhadap seorang nona cilik yang cantik jelita semacam dia.
Tapi peristiwa tersebut hanya berlangsung dalam waktu singkat, setelah tertegun sejenak, Ong tianglo segera membentak keras, tubuhnya yang tinggi besar itu segera bergerak kemuka, tangan kanannya yang besar dengan jari tangan yang kekar dan ditekuk seperti kaitan langsung mencengkeram bahu nona berbaju merah itu.
cengkeraman tersebut dilancarkan dengan mengerahkan tenaga besar, lima gulung desingan angin serangan yang tajam dan mengerikan segera menyapu kemuka.
Si nona berbaju hijau yang semenjak masuk kedalam ruangan selalu membungkam diri dalam seribu bahasa, kini berubah wajahnya setelah melihat datangnya serangan dari Ong Tin hay yang sangat kuat dan dahsyat itu, segera bentaknya^ "Hati hati "
"Aku mah tak akan takut" seru nona berbaju merah itu sambil mencibirkan bibirnya.
Sembari berkata tubuhnya segera berkelit kesisi kiri dengan suatu gerakan yang manis dan lembut.
Gagal dengan cengkeraman mautnya Ong Tin hay segera tertawa dengan suara dalam, kaki kirinya maju kemuka sementara badannya berputar kencang, pergelangan tangan kirinya ikut digetarkan, segulung desingan angin jari yang sangat kuat langsung menyergap jalan darah penting didepan dada nona berbaju merah itu.
cepat cepat nona berbaju merah itu menarik badannya kebelakang kemudian menghindar kearah kanan, dengan demikian serangan jari tangan dari Ong Tin hay kembali mengenai sasaran yang kosong.
Atas kejadian tersebut bergeloralah hawa amarah Ong Tin hay, wajahnya yang lebar segera berubah menjadi hijau membesi, bentaknya keras keras
"Bocah perempuan, kau sendiri yang mencari mempus, jangan salahkan bila aku akan melancarkan serangan keji yang mematikan"
Hal ini memang tak bisa disalahkan, ia sebagai tongcu pewaris ilmu silat perkumpulan Kay pang berarti bertanggung jawab terhadap semua ilmu silat yang dimiliki anggota Kay pang, namun kenyataannya dalam pertarungan kali ini, dua serangan beruntun yang dilancarkan ternyata tidak berhasil menyentuh ujung baju seorang nona kecil, bila kejadian ini sampai tersiar kedunia persilatan, akan ditaruh kemanakah wajahnya itu"
0oodwoo0 Jilid: 21 Ia segera membentak keras, tiba tiba tubuhnya bergetar sehingga seluruh tulang belulangnya bergemerutuk keras, kemudian sepasang lengannya direntangkan dengan sepasang telapak tangannya yang lebar bagaikan kipas dia melepaskan sebuah pukulan yang amat dahsyat seperti hembusan angin puyuh.
Melihat datangnya serangan amat dahsyat dan kuat, cepat cepat nona berbaju merah itu berkelit kesamping untuk menghindarkan diri.
Ong Tin hay mendesis dengan suara dalam dan berat kelima jari tangan kirinya dipentangkan lebar lebar lalu mengejar kedepan lebih jauh sambil mencengkeram dada lawan.
Nona berbaju merah menjadi gugup, cepat cepat dia melompat mundur kebelakang segulung desingan angin pukulan yang kuat segera menyambar lewat dari atas bahunya yang menimbulkan rasa sakit dan peri.
Hal ini membuat hatinya kaget bercampur gusar, segera jeritannya keras keras-"Kau situa bangka yang tak tahu malu, kau anggap aku takut kepadamu."
Disaat ia sedang mengumpat Ong Tin hay secara beruntun telah melancarkan tiga buah serangan lagi, dimana setiap serangannya selalu berhasil dihindari nona berbaju merah itu secara tepat.
Sesungguhnya kalau berbicara soal ilmu silat, sinona berbaju merah yang baru berusia enam tujuh belas tahunan itu sudah barang tentu tak dapat mendampingi kelihayan dari Ong Tin hay, si tiang lo pewaris ilmu silat, karena itu dia selalu mengandaikan kelincahan tubuhnya untuk menghindar kekiri dan berkelit kekanan secara genit dan lincah.
Siapa tahu disaan keadaan sinona berbaju merah itu semakin kritis dan Ong Tin hay hampir berhasil dengan serangannya itulah mendadak langkahnya menjadi gontai lalu badannya miring kesamping dan...
Bluuum Tahu tahu tubuhnya yang tinggi besar seperti bukit karang itu sudah roboh terjengkang keatas tanah Kwa Tiang tay, Lian Sam sin dan Song jin bin yang menyaksikan peristiwa itu kontan saja dibuat sangat terkejut.
Dengan suara lantang Kwa Tiang tay segera membentak:
"Bocah perempuan, mengapa kau lukai Ong tiang lo?"
Tangan kanannya segera diayunkan kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat, angin serangan yang sangat kuat segera mendesak nona berbaju merah itu untuk menghindar kesamping.
Mengambil kesempatan tersebut Song Jin bin segera menerobos maju kemuka dan membangunkan Ong Tin hay, namun rekannya memejamkan mata rapat rapat dan berada dalam keadaan tak sadar.
Song Jin bin sebagai tongcu bagian hukum dari Kay pang tentu saja memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sangat luas dalam sekilas pandangan saja ia sudah tahu kalau Ong Tin hay sudah terkena obat pemabuk lawan hal ini membuat amarahnya kontan saja meledak.
"Budak cilik" bentaknya keras keras, "Kau berani mempergunakan obat pemabuk untuk menghadapi Kay pang?"
"Siapa sih yang menggunakan obat pemabuk?" tanya nona berbaju merah itu tercengang, "oooh... dia masih terhitung seorang tianglo dari Kay pang begitu cabul dan tak tahu malu?"
"Seandainya kau tidak mempergunakan obat pemabuk.
mengapa Ong tianglo bisa roboh tak sadarkan diri?"
Nona berbaju merah itu segera tertawa cekikikan :
"Hal ini disebabkan pakaian kami telah diberi sari harum dari seratus bunga sehingga bau harumnya amat tebal, mungkin lantaran mengendus kelewat banyak maka kepalanya menjadi pening lantas masa aku yang disalahkan?"
Tiba tiba satu ingatan melintas dalam benak Lian Sam sini setelah mendengar ucapan tersebut, segera tegurnya :
"Nona berdua apakah berasal dari perkumpulan seratus bunga ?"
Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan setiap anggota perkumpulan seratus bunga selalu mengenakan pakaian khusus yang telah diberi bahan wewangian yang amat tebal, bila orang itu bertarung melawan musuh maka bau harum itu segera akan terpancar ke mana mana akibatnya lawan yang mengendus bau itu kelewat banyak segera akan jatuh tak sadarkan diri karena mabuk.
Hanya saja perkumpulan seratus bunga sudah hampir dua puluh tahunan lamanya tak pernah muncul didalam dunia persilatan, mengapa mereka bisa muncul di kota Kim leng sekarang "
Ditatapnya kedua orang nona itu lekat lekat, sementara dalam hatinya timbul perasaan heran dan tak habis mengerti, pikirnya:
"Mungkinkah mereka berasal satu komplotan dengan Lengcu emas?"
Tampaknya nona berbaju hijau itu enggan untuk mengungkapkan identitas mereka tidak sampai nona berbaju merah itu menjawab, buru buru dia sudah berseru: "Ngo moy mari kita pergi saja"
"Kalian masih ingin pergi dari sini?" jeng ek Kwa Tiang tay sambil tertawa. Dia segera berkelebat ke depan dan menghadang jalan pergi mereka berdua.
"Enci Bwee, orang ini benar benar tak tahu adat" seru nona berbaju merah itu segera.
"Tak usah kita gubris" sahut nona berbaju hijau itu dingin.
Dia segera mengebaskan ujung bajunya lalu dari sakunya meluncur setitik cahaya hitam yang meluncur keluar pintu.
Menurut hukum alam, angin selalu menembus dari beranda mengembusi pintu baru masuk kedalam ruangan entah angin macam apapun, hukum ini selalu berlaku.
Maka dari itu ketika nona berbaju hijau tadi mengayunkan sesuatu kedepan pintu, dari sana segera berhembus masuk segulung asap yang amat tebal
Asap tebal itu tentu saja masuk karena terhembus angin tapi tak seorangpun tau dari manakah datangnya asap tebal tersebut...
Asap itu bukan cuma tebal, seperti segumpal kabut hitam, lagi pula berkembang dengan cepatnya menyambar kemana mana.
Dalam waktu singkat, hampir seluruh ruangan gudang kayu bakar itu sudah tercekam oleh kabut tebal Dimana kabut tersebut menyusup, suasana segera berubah menjadi gelap gulita sehingga sukar untuk melihat kelima jari tangan sendiri...
Dengan menebalnya asap otomatis menyesakkan pula napas namun dibalik asal tebal itu justru mengandung bau harumnya bunga yang sangat tebal
Tapi bukan berarti lantaran asal tebal itu mengandung bau bunga maka berakibat tidak menyesakkan napas, sebaliknya justru karena mengandung bau bunga yang tebal maka baunya. semakin menusuk hidung serta tenggorokan membuat orang orang yang berada disitu menjadi sesak napas sampai mencucurkan air mata
Nona berbaju hijau dan nona berbaju merah yang berdiri tak jauh dari pintu tahu tahu saja sudah lenyap tak berbekas, sampai Leng Kang to yang masih dibelenggu di kursinya serta Huan cu impun tahu tahu sudah lenyap tak berbekas Justru karena asap tebal berkembang terlalu cepat sehingga pada hakekatnya sama sekali tidak memberi waktu bagimu untuk berpikir lebih jauh, akibatnya meski dihadapan mereka memberi empat orang tianglo dari Kay pang (Ong Tin hay masih belum sadar") nyatanya mereka tak sempat memberikan pertolongan-Dengan suara dalam Lian Sam sin segera membentak keras: "Saudara Kwa, saudara Song, cepat mundur, aku lihat asap tebal ini rada aneh"
Sambil berseru tangan kirinya segera menyambar tubuh Ong Tin hay sementara tangan kanannya melepaskan sebuah pukulan yang sangat kuat ketengah udara lalu dengan gerakan cepat dia melompat mundur kebelakang.
Namun berhubung pintu keluar sudah tertutup oleh asap tebal, terpaksa ia mundur kembali keruang dalam.
Kwa Tiang tay dan Song Jin bin pun sudah melihat kalau keadaan tidak beres apalagi dengan kekuatan tenaga dalam yang dimiliki Ong Tin hay pun segera roboh tak sadarkan diri setelah terendus bau harum yang memancar keluar dari pakaian lawan, otomatis merekapun menaruh kewaspadaan yang tinggi terhadap kedua orang gadis tersebut.
Kini setelah melihat datangnya asap tebal begitu cepat, lagipula dibalik asap terendus bau harum bunga yang tebal.
tentu saja mereka semakin tak berani gegabah, masing masing segera menutup pernapasan dan mundur kebelakang sementara sepasang telapak tangan diayunkan berulang kali melepaskan serangkaian pukulan yang kuat.
Bayangkan saja betapa sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki ketiga orang tianglo tersebut serangan gabungan yang mereka lepaskan itu benar benar sangat kuat seperti hembusan angin puyuh, kekuatannya sangat mengerikan hati.
Semestinya, dengan tenaga gabungan dari ketiga orang jago lihay itu kabut tebal tadi niscaya akan tersapu lenyap atau paling tidak terdorong keluar dari pintu ruangan-Siapa tahu kabut tebal itu seakan akan selembar kain hitam yang digantungkan dalam ruangan saja, betapapun dahsyatnya tenaga pukulan yang dipancarkan, paling banter hanya menyebabkan kabut itu bergelombang sedikit, sama sekali tidak berhasil membuyarkannya sama sekali.
Sedangkan pukulan demi pukulan yang mereka lancarkan itu justru tertelan lenyap dengan begitu saja setelah menembusi kabut tebal tadi dan hilang dengan begitu saja Malahan runyamnya, semakin keras kabut tebal itu bergetar karena angin pukulan, semakin cepat pula kabut tadi menyebar kemana mana
Selangkah demi selangkah ketiga orang jago lihay dari Kay pang itu mundur terus hingga akhirnya sampai disudut ruangan mereka benar benar sudah berada dijalan buntu.
Asap yang tebal bau yang menyengat membuat napas mereka semakin sesak dan air mata mengucur keluar tiada hentinya, bukan cuma mata mereka tak mau dibuka, bahkan kepalapun terasa pusing dan sakit seperti mau meledak.
Kwa Tiang tay yang menyaksikan mereka bertiga sudah terdesak sampai kesudut ruangan oleh kabut tebal itu sehingga tak mungkin untuk mundur lebih jauh terpaksa dia lepaskan sebuah pukulan dahsyat ke atas dinding ruangan itu.
Blam Diiringi suara benturan yang sangat keras, dinding ruangan itu segera roboh berantakan dan mereka bertiga segera menerobos keluar melalui lubang itu Sesampainya diluar ruangan mereka baru dapat menghembuskan napas panjang.
Dengan jebolnya dinding maka kabut yang menyelimuti ruangan itu pun lambat laun semakin menipis sebelum hilang Menanti kabut itu benar benar sudah lenyap. kedua orang nona dari perkumpulan seratus bunga itu sudah tidak nampak lagi batang hidungnya bahkan Leng Kang to dan Huan cu im berdua pun turut lenyap tak berbekas
Dengan kening berkerut Kwa Tiang tay segera berseru penuh kegusaran
"Kurang ajar, dua orang perempuan siluman itu berani benar bermusuhan dengan Kay pang, Song tianglo, kau segera memberi kabar kepada semua kantor cabang kita agar menyelidiki jejak dari kedua orang perempuan siluman itu bilamana perlu kejar kembali murid durhaka pembunuh ketua kita dan jatuhi hukuman sesuai dengan peraturan, bilamana ia berani memberikan perlawanan bunuh saja tanpa ampun"
"Saudara Kwa coba dengarkan dulu sepatah kataku" Lian Sam sin segera mengulapkan tangannya.
"Lian tianglo, sampai keadaan seperti ini, apakah kau masih berusaha untuk membelai murid durhaka itu?"
"Peristiwa ini sudah melibatkan perkumpulan seratus bunga, apakah kau anggap anggota perkumpulan kita sanggup untuk menghadapi mereka" Apabila saudara Kwa menurunkan perintah tersebut, entah berapa banyak anggota kita yang akan kehilangan nyawanya, berbicara bagi Kay pang kita, bukankah hal ini akan menciptakan suatu kerugian yang besar sekali ?"
"Lantas bagaimanakah menurut pendapatmu?"
"Menurut pendapatku, kalau toh perkumpulan seratus bunga sudah muncul kembali d idalam dunia persilatan, sudah pasti mereka mempunyai pimpinan, dengan sendirinya pihak perkumpulan seratus bungapun pasti akan memberikan alasannya mengapa sampai menculik tertuduh yang dicurigai sebagai pembunuh pangcu, berbicara soal dunia persilatan, pihak merekalah yang melanggar peraturan lebih dulu, maka aku pikir lebih baik kita selesaikan secara baik baik saja sebelum menggunakan kekerasan, toh penyelesaian secara damai lebih baik..."
"Apakah Lian tianglo dapat bertemu dengan pemimpin mereka?" tegas Kwa Tiang tay.
"Dalam menghadapi persoalan ini, kita tak boleh terlalu terburu napsu, tak ada salahnya bila kau serahkan saja persoalan ini kepada siaute untuk diselesaikan"
"Baiklah," Kwa Tiang tay segera manggut manggut,
"dewasa ini pertemuan puncak di bukit Hong san sudah semakin dekat, siautepun harus segera berangkat kebukit Hoa san, maka persoalan ini kuserahkan penyelesaiannya kepada saudara Lian cuma kita pihak Kaypang sudah kehilangan muka, kuanjurkan kepadamu agar tidak kelewat melihatkan kelemahan, paling tidak saudara Lian harus memberikan ancar ancar waktunya berapa lama yang dibutuhkan selewatnya batas waktu tersebut, kami akan memandang pihak Pek hoa pang secara terbuka, sebab berbicara yang sebenarnya, kita memang tak usah bersikap sungkan sungkan terhadap mereka"
"Kalau begitu berilah waktu satu bulan kepada siaute untuk menyelesaikan persoalan ini dengan mereka, kalau bisa diselesaikan secara damai tentu saja lebih baik, sebaliknya kalau sampai terjadi perselisihan tak ada salahnya kalau kita minta keadilan dari Bengcu yang bakal terpilih nanti"
"Baik begitu pun ada baiknya juga" kata Kwa Tiang tay kemudian.
Malam sangat kelam, kabut tebal menyelimuti tanah perbukitan yang sepi dan terpencil.
Tiba tiba terdengar langkah kaki manusia yang terburu buru dibalik kabut, meski tak nampak orangnya namun dapat terdengar suara pembicaraan manusia terdengar seorang perempuan dengan suara yang merdu sedang berseru keras:
"Mengapa kalian belum juga mau pergi?"
Suara itu lembut lagi manis, sedikit mengandung nada menggerutu, namun setengahnya manja.
Kemudian terdengar pula seorang lelaki yang kasar bertanya: "sebenarnya siapakah kalian" Aku harus pergi kemana?"
"Kau tak usah mengurusi soal itu, yang penting berjalanlah agak cepatan sedikit"
"Aku tidak mau jalan-" seru lelaki itu gusar. "kalian bukan lagi menolongku, sebaliknya justru mencelakai aku bila aku pergi maka selama hidup dosa ini tak akan bisa dicuci dari tubuhku"
"Perkataan saudara Leng memang benar dia memang tidak boleh pergi" kata seorang lelaki yang lain dengan suara nyaring "bila tidak pergi berarti fitnahan tersebut masih bisa dicuci bersih, tapi dengan kaburnya dia dari situ berarti tuduhan sebagai pembunuh gurunya tak akan bisa dicuci bersih lagi bahkan aku pun..."
"Kau pun membantunya berbicara" seorang nona lain dengan suara yang merdu segera menukas pula, "hm tidak mau pergi dari situ jika tidak segera angkat kaki lagi maka beberapa orang pengemis tua yang bau itu pasti akan mencincang tubuh kalian berkeping keping, jika sampai begitu, kalian mau menuntut hal ini kepada siapa lagi" Apakah kepada raja akhirat ?"
"Demi keselamatan jiwanya maka enci Bwee telah turun tangan menolongnya, dan kau, telah difitnah dan diculik orang tanpa kau sadari apa yang telah terjadi kalau tidak membawamu kabur dari situ, siapa yang bisa membayangkan apa yang terjadi denganmu" Hm, benar benar manusia yang tak tahu diri "
Ternyata mereka adalah nona berbaju hijau dan nona berbaju merah yang baru saja berhasil membawa lari Leng Kang to dan Huan cu im dari tangan orang Kay pang.
Nona berbaju hijau itu tidak begitu suka berbicara sedang suara pembicaraan yang merdu lagi nyaring itu berasal dari nona berbaju merah... Huan cu im segera berkata:
"Atas bantuan dari nona berdua sudah barang tentu aku merasa berterima kasih sekali, cuma saja dengan kejadian ini maka pihak Kay ang tentu tak akan berdiam diri saja." Nona berbaju merah itu segera tertawa cekikikan :
"Perduli amat dengan mereka, kawanan pengemis busuk itu tak seorang pun yang baik, orang mereka sendiri yang memberontak. justru kesalahannya ditimpakan kepada orang lain, justru kami merasa tak senang menyaksikan tingkahnya orang orang itu maka kami baru turun tangan membantu"
"Ngo moay, tak usah berbicara lagi" tukas nona berbaju hijau itu segera, "tempat ini masih dekat letaknya dari kota Kim leng andaikata malam ini tak berkabut, niscaya orang orang Kay pang sudah menyusul sampai disini lebih baik kita segera pergi saja dari sini"
"Apa gunanya kau mendesakku terus menerus bila orang lain enggan pergi?"
"Sebenarnya kalian hendak membawaku pergi kemana?"
tanya Leng Kang to kemudian "aku adalah anggota Kay pang, kini guruku sudah dibunuh orang, dendam sakit hati belum terbalas, fitnahanpun belum bisa tercuci bersih sekalipun kalian membawaku sampai keujung langitpun tak ada gunanya, sebab disitupun pasti terdapat anggota Kaypang, mana mungkin aku bisa lolos dari cengkeraman mereka?"
"Leng sauhiap. apabila kau tidak pergi bagaimana mungkin dendam sakit hati terbunuhnya gurumu bisa dituntut balas?"
kata nona berbaju hijau itu dengan suara lembut, "sekalipun kau rela mengorbankan jiwamu, namun relakah kau membiarkan dendam sakit hati gurumu tak ada yang membalaskan?"
"Perkataan nona memang benar" Huan cu im segera mendukung.
"Kalau memang benar, ayoh kita segera berangkat" kata nona berbaju merah itu sambil tertawa cekikikan Sementara berbicara, dengan tangan yang halus dan lembut ia segera menarik Huan cu im untuk diajak berangkat sambi berlarian kedepan ia berpaling dan serunya:
"Enci Bwee, kau tak usah banyak berbicara lagi dengannya mengapa tidak kau tarik saja orang itu untuk meneruskan perjalanan?" Suara tersebut lambat laun semakin jauh.
Dengan perasaan gelisah nona berbaju hijau itu segera berseru: "Ngo moay, kalian tak usah terburu napsu, kabut tebal jangan sampai salah arah" Kemudian dengan suara pelan dia berkata lagi: "Leng sauhiap. kita harus segera menyusul mereka"
Sekalipun dia lebih tenang dan lembut, namun dalam gelisahnya, tanpa memperdulikan hal yang lain lagi ia segera menarik tangan Leng Kang to dan diajak berlalu dari situ.
Setelah berada dalam keadaan demikian, terpaksa Leng Kang to membiarkan tangannya ditarik nona itu untuk diajak pergi, katanya:
"Nona, akulah yang telah merepotkan dirimu"
"Leng sauhiap tak usah kuatir, aku sudah mempunyai perhitunganku sendiri" kata nona berbaju hijau itu dengan suara lembut
Setelah berlarian sekian waktu kabut tebal semakin menyelimuti angkasa sehingga sulit untuk membedakan arah mata angin bahkan bayangan manusia pun sama sekali tak terlihat, sudah barang tentu merekapun tak berhasil menyusul dua orang yang berada didepan.
Dengan perasaan gelisah nona berbaju hijau itu segera berkata^
"Budak kelima memang paling nakal dan tak sabaran, entah kemana dia telah pergi. IHuuh, sungguh membuat hati orang merasa amat gelisah"
"Mungkin kabur terlalu tebal sehingga tak terlihat bayangan tubuh mereka, aku rasa mereka tak akan pergi terlalu jauh"
Kembali mereka berdua meneruskan perjalanannya kedepan, lambat laun Leng Kang to mulai mengendus bau harum bunga yang aneh, seketika itu juga dia merasakan semangatn berkobar kembali.
Semakin kedepan mereka berjalan, bau bungapun semakin lama semakin bertambah tebal.
Pada mulanya dia mengira bau harum semerbak itu berasal dari tubuh sinona berbaju hijau itu, karena dari tubuh nona itu memang tersiar pula bau harumnya bunga yang tebal, namun lambat laun dia merasakan sesuatu yang tak beres.
Nona berbaju hijau itu sedang menariknya untuk menempuh perjalanan, seandainya bau harum itu berasal dari tubuhnya, maka bau itu seharusnya terendus dari arah depan, namun bau harum yang terendus sekarang justru menyebar diseluruh angkasa dimana pun terdapat bau itu, kenyataan tersebut tentu saja membuat hatinya keheranan, sehingga akhirnya tak tahan lagi dia segera bertanya:
"Nona, tempat apakah ini mengapa terendus bau bunga yang begini harum?"
Nona berbaju hijau itu agak tertegun, mendadak dia menghentikan langkahnya dan mengendus ke empat penjuru, setelah itu baru katanya dengan suara lirih:
"Jangan bersuara dulu, kita telah salah jalan, lebih baik meninggalkan tempat ini secepatnya"
Selesai berkata cepat cepat dia menarik Leng Kang to dan diajak berlalu dari. kalau didengar dari nada pembicaraannya, agaknya dia merasa terkejut bercampur takut.
Leng Kang to yang menyaksikan kejadian tersebut diam diam menjadi sangat keheranan, pikirnya kemudian:
"sewaktu mereka berdua memasuki San sin bio sebagai tempat yang sangat rawan bagi perkumpulan kami sikapnya nampak sangat tenang seakan akan sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap keempat tianglo, mengapa setelah mengendus bau harum bunga mereka justru kelihatan takut sekali" Benar benar suatu kejadian yang sangat aneh..."
Sementara dalam hati kecilnya berpikir demikian, langkah kakinya masih mengikuti terus dibelakang nona tersebut Kabut semakin tebal dan suasana amat gelap sehingga pada hakekatnya amat sukar untuk mencari jalan, ketika sudah berjalan berapa lamanya, mereka jumpai jalanan bukit itu semakin lama semakin berbukit, batuan berserakan dimana mana, medan yang tidak merata membuat perjalanan terasa sulit untuk dilanjutkan-Pada dasarnya nona berbaju hijau itu memang tidak begitu suka berbicara apa lagi setelah kewaspadaannya ditingkatkan, dia semakin tak berbicara lagi, sambil menggandeng tangan pemuda itu perjalanan ditempuh lebih cepat lagi.
Dengan perjalanan yang begitu cepat dalam waktu singkat dua puluh li semestinya sudah ditempuh namun sepanjang perjalanan Leng Kang to masih saja mengendus bau harum bunga malahan bau tersebut semakin tebal seakan akan melayang sampai dimana mana Kejadian ini membuat hatinya sangat keheranan, baru saja dia hendak berbicara...
Mendadak dari sisi sebelah kiri mereka mendengar suara sinona berbaju merah sedang berbicara:
"Hey apa gerangan yang telah terjadi" Malam ini kita benar benar sudah ketemu setan, kita sudah tiga kali melewati tempat ini..."
"Benar" Huan cu im kedengarannya menyahut, "kenapa kita bisa kembali lagi ketempat semula" Mungkin tanah perbukitan disini berbentuk bulat sehingga menyerupai tong setan"
Nona berbaju hijau mendengar pembicaraan mana cepat cepat berseru gelisah, "Ngo moay, kau jangan sembarangan berbicara"
"Aaah" nona berbaju merah itu berseru tertahan "enci Bwee rupanya kalian sudah datang semua, tempat ini benar benar sangat aneh..."
"Aku suruh jangan sembarangan berbicara" bentak nona berbaju hijau itu cepat.
Si nona berbaju merah itu segera menarik Huan cu im untuk datang bergabung, kemudian katanya^
"enci Bwee, mengapa sih kau ini?"
"Apakah kau lupa suhu berkata bahwa di luar kota Kim leng berdiam seorang cianpwee dari perguruan kita dan melarang kita pergi mengusik ketenangannya?"
"Aaah..." Nona berbaju merah itu hanya berseru tertahan sampai setengah jalan saja kemudian membungkam diri dalam seribu bahasa seandainya saat itu tiada kabut tebal yang menyelimuti angkasa, mungkin semua orang dapat melihat kalau wajahnya yang semula bersemu merah kini telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
"sebenarnya tempat apakah ini?" tanya Huan cu im dengan suara yang lirih
Nona berbaju merah itu segera menempelkan jari tangannya keatas bibir sendiri dan berbisik lirih : "Ssst.."
Sedangkan nona berbaju hijau itu berkata pula: "Mari kita segera pergi dari sini."
"Kami sudah tiga kali berputar disekitar tempat ini, agaknya tak mungkin bisa lolos lagi dari sini" bisik nona berbaju merah itu dengan cepat
Nona berbaju hijau itu tak berbicara lagi dia segera memimpin yang lainnya untuk beranjak lebih dulu meninggalkan tempat tersebut...
Kabut yang tebal dan malam yang kelam membuat suasana di sekitar tempat itu sangat gelap. dengan tidak terlihatnya suasana disekitar situ otomatis sulit juga buat mereka untuk mencarijalan keluar.
Tapi mereka berempat dengan dipimpin nona berbaju hijau itu segera meneruskan perjalanan dengan penuh kewaspadaan
Sepertanak nasi sudah lewat tanpa terasa. Leng Kang to sebagai satu satunya ahli waris ketua Kay pang dengan sendirinya memiliki pengetahuan yang amat luas dan pengalaman yang lebih matang dari kebanyakan orang, sepanjang perjalanan dia selalu merasa bahwa di sekeliling tempat itu masih tetap diliputi bau harum bunga yang amat tebal.
Itu berarti sekalipun mereka berempat sudah menempuh perjalanan setengah hari lamanya namun masih belum juga berhasil lolos dari lingkaran wilayah tempat tinggal locianpwee dari Pek hoa pang yang dimaksudkan nona berbaju hijau itu.
"Jangan-jangan disekitar tempat tinggal orang itu telah diatur barisan Pat kwa tin atau sebangsanya" Sehingga kami berempat yang terjebak kedalam barisan ini tak berhasil lolos lagi?"
Berpikir sampai disini tanpa terasa dia menghentikan langkahnya seraya berkata: "Nona berdua, kita tak usah meneruskan perjalanan lagi"
"Mengapa?" tanya nona berbaju merah itu
"Sebab kita sudah terkurung sekarang, biarpun berjalan sehari semalam lagi pun kita hanya berputar putar terus ditempat yang sama, jangan harap kita dapat lolos dari sini bila tidak menemukan kunci dari barisan tersebut."
"Kalau begitu, kita benar benar sudah memasuki wilayah Sian hoa gay" enci Bwee bagaimana baiknya sekarang?" seru nona berbaju merah itu gelisah.
Ia berbicara dengan suara gemetar bahkan hampir saja menangis saking gelisahnya.
"Ngo moay, tak ada gunanya kita gelisah" bujuk nona berbaju hijau itu dengan lembut, "kita kan tak sengaja tersesat sampai disini, sebentar bila kita berjumpa dengan supek, dia orang tua pasti dapat memaklumi kita dan tak akan menyusahkan kita sebagai angkatan muda..."
Sekalipun dia sedang membujuk dan menghibur nona berbaju merah itu, namun kedengaran jelas kalau nada suaranyapun terkandung perasaan takut dan gugup. Huan cu im yang mendengar pembicaraan itu, dalam hati kecilnya segera berpikir "Entah siapakah orang ini, sehingga mereka kakak beradik pun dibuat sangat ketakutan?"
Sementara itu nona berbaju merah itu sudah bertanya lagi:
"Bagaimana dengan mereka berdua?"
"Mereka berdua adalah orang luar, yang sama sekali tidak mengetahui tentang peraturan yang ditetapkan supek. sudah barang tentu supek tak akan menyusahkan kita berdua"
Kemudian dengan suara lirih katanya lagi:
"Leng sauhiap bila sudah sampai didalam lembah nanti, kejadian apapun yang kalian jumpai harus dihadapi dengan sabar dan pikiran dingin sekalipun harus mengalami hal hal yang diluar dugaan, janganlah dihadapi secara kasar, aku harap soal ini bisa kalian ingat secara baik baik"
"Mengapa demikian" Apakah tuan rumahnya tak tahu aturan" Kita kan tersesat jalan karena kabut malam yang tebal, siapakah suruh dia memasang barisan diluar daerah kediamanya" Kalau dia adalah seorang yang tahu diri, semestinya segera mengirim orang untuk mengajak orang keluar dari barisan ini"


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nona berbaju merah ini menjadi amat gelisah sekali, cepat cepat ia menututpi mulut pemuda itu sambil katanya "Huan sauhiap kau tak boleh berkata begitu..."
Belum selesai dia berkata tiba tiba dari atas kepala mereka terdengar seseorang mendengus dingin
Dengusan dingin itu tidak terlalu keras suaranya, namun amat menusuk pendengaran suara itu seakan akan berasal dari atas kepala mereka, tapi seakan akan pula berasal dari tempat yang jauh, membuat orang tak bisa merabanya secara pasti
Nona berbaju hijau dan nona berbaju merah itu menjadi amat terperanjat tanpa terasa mereka segera bertekuk lutut dan menyembah keatas tanah serunya bersama^
"Tecu sekalian tersesat karena kabut malam amat tebal, apabila salah memasuki daerah terlarang, harap supek sudi memaafkan"
Huan cu im yang menyaksikan kejadian tersebut diam diam segera berpikir^
"Aneh sekali, mungkinkah semua pembicaraan yang dilakukan kami semua disini dapat didengar dengan jelas oleh orang yang berdiam d idalam lembah bukit itu?"
Dalam pada itu terdengar suara teguran yang dingin ketus tapi merdu itu kembali bergema:
"Apakah Hoa Tin tin juga turut datang?"
Sekalipun orang itu berbicara dari tempat yang jauh sekali, namun seakan akan seperti orang yang berbicara dari hadapan muka mereka saja.
cepat cepat nona berbaju hijau itu memberi hormat seraya menjawab:
"Jawab supek suhu sama sekali tidak datang, sedangkan tecu dan sumoay tersesat sampai didaerah terlarang supek karena menjumpai kabut malam yang amat tebal hingga tersesat jalan"
"Tak usah berbicara lagi" tukas suara yang dingin tapi merdu itu sambil mendengus, "kalian boleh menjumpai aku di pagoda yong kek..."
"Tecu terima perintah" buru buru nona berbaju hijau membungkukkan badannya memberi hormat.
Selanjutnya suasana menjadi sangat hening dan suara itupun tak kedengaran lagi, saat itu nona berbaju hijau itu baru berani meluruskan badannya kembali.
"enci Bwee dimana sih letak pagoda Hu yong kek itu?"
tanya sinona berbaju merah itu kemudian
"Aku sendiripun tidak tahu, namun setelah supek berkata demikian, sudah pasti kita akan menemukannya secara mudah."
Belum selesai dia berkata, tiba tiba dari kejauhan sana, entah sedari kapan tahu tahu sudah muncul setitik cahaya lentera merah dari balik kabut tebal yang gelap. cahaya tersebut bergerak amat pelan-Kejut dan girang nona berbaju merah itu segera berseru:
"enci Bwee, coba lihat, disana ada lentera merah"
"Mari kita segera berangkat, sudah pasti supek yang mengirim orang untuk memberi petunjuk jalan buat kita"
Lalu sambil berpaling kearah Leng Kang to dan Huan cu im kembali bisiknya:
"Harap kalian berdua mengikuti dibelakang kami berdua, setibanya dipagoda IHu yong kek nanti seperti apa yang kukatakan tadi harap kalian berdua suka mengingatnya baik baik"
Selesai berkata, dia menarik tangan nona berbaju merah itu dan beranjak lebih dulu dari situ.
"Saudara Huan" Leng Kang to segera berbisik. "tampaknya kita harus mengikuti mereka" Huan cu im manggut manggut:
"Ya a, perkataan saudara Leng benar, lebih baik kita turut melihat keadaan-"
Dengan mengikuti dibelakang kedua orang gadis tersebut berangkatlah mereka bersama sama menuju kedepan.
Lentera merah yang berjalan dimuka itu bergerak sebentar keatas sebentar kebawah seakan akan terbang dengan menempel di atas permukaan tanah, bergerak cepat sekali.
Berhubung kabut yang menyelimuti angkasa amat tebal keempat orang yang berada dibelakangnya tak berani berayal terpaksa mereka harus mempercepat langkah mereka masing masing untuk mengejar dari belakang.
Terasa keadaan medan yang dilalui semakin keatas sementara bau harumnya bunga pun kian lama kian bertambah tebal sayangnya pemandangan disekeliling situpun tertutup oleh kabut sehingga tak dapat terlihat dengan jelas.
Tak lama kemudian, lentera merah yang bergerak didepan itu semakin melamban, lamat lamat terlihat sebuah bangunan berloteng muncul dihadapan mata, didepan bangunan berloteng itulah lentera merah itu berhenti.
Dipimpin oleh nona berbaju hijau itu, mereka berempat segera lari mendekat, ternyata orang yang membawa lentera merah itu adalah seorang nona berbaju kembang yang baru berusia tiga empat belas tahunan-Waktu itu dia masih membalikkan badan dan mengawasi keempat orang itu dengan sepasang matanya yang jeli dan indah, kemudian baru katanya: "Silahkan kalian masuk kedalam"
Nada suaranya dingin, kaku dan hambar.
"Terima kasih" sahut nona berbaju hijau itu singkat Huan cu im yang kebetulan berdiri di belakangnya dapat mendengar kalau nada suaranya agak gemetar, seakan akan merasa takut sekali untuk bersua dengan supeknya. Tanpa terasa ia berpikir lagi:
"Macam apa sih supeknya itu" Sampai di mana sih hebatnya sehingga membuat kedua orang ini begitu ketakutan?"
Sementara dalam hati kecilnya berpikir, dia sudah mengikuti dibelakang mereka untuk menaiki anak tangga batu.
Diatas undak undakan batu itu merupakan sederet serambi panjang yang bertonggak merah, seorang dayang baju hijau yang menyoren pedang berdiri didepan ruangan Begitu bertemu dengan orang orang itu, dia segera berkata dengan suara dingin- "Ayoh ikut aku"
Dia segera membalikkan badan dan menelusuri serambi panjang menuju kesisi kiri. Diujung serambi panjang itu adalah sebuah pintu berbentuk bulat setelah memasuki pintu bulat kembali tampak sebuah serambi lain yang panjang sekali setiap jarak satu kaki tergantung sebuah lentera keraton berbentuk segi enam suasana disitu terang benderang bagaikan disiang hari saja.
Langkah kaki dayang berbaju hijau itu cepat sekali, tiba diujung serambi dia belok lagi kekanan dan masuk kesebuah halaman gedung yang lain, dihadapan mereka nampak tiga buah bangunan yang berjajar, namun suasana sepi sekali.
Dayang berbaju hijau itu segera berjalan mendekati tirai dimuka pintu dan berseru sambil memberi hormat:
"Lapor majikan, keempat anggota Pek hoa pang sudah digusur kemari"
Kata "digusur" tersebut kedengarannya amat menusuk pendengaran dan tak sedap didengar.
Dari balik tirai bambu itu segera berkumandang kembali suara yang dingin tapi merdu seperti apa yang mereka dengar sebelumnya^ "Bawa mereka masuk kedalam"
"Siap" sahut dayang berbaju hijau itu.
Dia segera membalikkan badan dan berkata dengan suara dingin:
"Ayoh ikuti aku masuk kedalam"
Ia menyingkap tirai dan segera masuk.
Nona berbaju hijau itu tak berani banyak berbicara, mereka segera ikut masuk kedalam ruangan itu.
Kiranya tempat itu merupakan sebuah pesanggrahan, namun berhubung malam sudah gelap.
maka sekeliling tempat itu sudah tertutup oleh tirai bambu, sedangkan pada empat sudutnya tergantung empat buah lentera yang memancarkan sinar amat lembut.
Dibagian tengah terdapat sebuah tempat duduk beralas kasur yang mewah, dan disitu duduklah seorang perempuan cantik berdandan model keraton-Perempuan cantik itu mempunyai rambut yang berwarna perak. kalau dilihat dari warna rambutnya, seharusnya dia sudah berusia tujuh delapan puluh tahun, namun kalau dilihat dari wajahnya yang cantik jelita, matanya yang bening dan kulit mukanya seperti bunga itu, maka kecantikannya mirip gadis yang berusia tujuh delapan belas tahunan.
Dibelakang perempuan berdandan keraton itu berdiri tiga orang dayang baju hijau yang menyoren pedang, usia mereka serasi namun wajah mereka justru dingin seperti es dan keren sekali, berikut nona berbaju hijau yang menjadi petunjuk jalan itu, jumlah mereka persis empat orang.
Setelah memasuki ruangan tersebut, nona berbaju hijau dan nona berbaju merah itu hampir boleh dibilang tak berani angkat kepalanya, dengan langkah yang sangat berhati hati mereka maju beberapa langkah ke muka kemudianjatuhkan diri berlutut di hadapan perempuan cantik itu sambil katanya^
"Anak murid perguruan seratus bunga Leng Bwee oh dan Ay Ang tho menjumpai supek"
Ternyata nona berbaju hijau itu bernama Leng Bwee oh, sedangkan nona berbaju merah itu bernama Ay Ang tho,jelas semua anggota perkumpulan seratus bunga menggunakan nama bunga sebagai namanya.
Kalau mereka berdua segera berlutut sambil menyembah, maka Leng Kang to dan Huan cu im justru hanya berdiri tegak ditempat semula tanpa melakukan sesuatu gerakan pun Perempuan cantik berambut perak itu segera mengangkat kepalanya dan mengawasi kedua orang itu lekat lekat, kemudian ujarnya dengan suara dingin: "Setelah berjumpa denganku, mengapa kalian tidak berlutut?"
Ketika sorot matanya saling membentur dengan mereka berdua, tanpa terasa kedua orang pemuda itu merasakan hatinya bergetar keras. Leng Kang to segera menjura seraya berkata ,
"Aku dan saudara Huan bukan anggota perkumpulan Pek hoa pang, berhubung kabut tebal sehingga akhirnya tersesat disini, untuk itu harap hujin sudi memaafkan"
"Kurang ajar" Gadis berbaju hijau yang jadi petunjuk jalan mereka tadi segera membentak keras setelah mendengar sebutan hujin itu, terdengar ia berseru lagi: "Sesudah bertemu dengan majikan kami, kalian harus memanggilnya sebagai dewi" Leng Kang to nampak tertegun, lalu sekali lagi dia menjura seraya berkata: "Aku tidak mengetahui bagaimana menyebutmu, harap siancu (dewi) sudi memaafkan"
"Hemm, kalian berasal dari perguruan mana?" dengus perempuan cantik berambut perak itu.
sekali lagi Leng Kang to menjura seraya berkata: "Aku Leng Kang to berasal dari Kay pang"
"Dan kau ?" tanya perempuan cantik berambut perak itu sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah Huan cu im.
"Aku Huan cu im, tak punya perguruan" kata Huan cu im kemudian sambil menjura.
Perempuan cantik berambut perak itu memandang sekejap pedang pelangi hijau yang berada dipinggang pemuda itu, kemudian tanyanya lagi. "Lantas siapakah gurumu?"
"Hmm, belum pernah kudengar namanya"
Melihat perempuan itu bermaksud memandang hina gurunya, Huan cu im menjadi sangat mendongkol, segera ujarnya dengan suara lantang
"Guruku amat hambar soal nama dan kedudukan, selama inipun jarang sekali berkelana didalam dunia persilatan, tentu saja siancu tak pernah mendengarnya padahal aku sendiripun belum pernah orang lain menyinggung soal nama besar siancu." Paras muka perempuan cantik berambut perak itu segera berubah sangat hebat. Seorang dayang berbaju hijau yang berdiri disisinya segera membentak keras:
"Berani amat kau berbicara kasar dihadapan majikan, heem, nampaknya kau sudah bosan hidup?"
Huan cu im segera berpaling dan memandang sekejap kearah dayang berbaju hijau itu, lalu katanya sambil tertawa hambar.
"Aku sedang berbicara dengan siancu, namun nona justru mengganggu dengan bentakan tak sopan, beginikah caramu menerima tamu?"
Dayang berbaju hijau itu menjadi gusar sekali, paras mukanya segera berubah jadi hijau membesi, sambil meraba gagang pedangnya dia membentak. "Kau..."
"Besar amat nyalimu"
"Siancu terlalu memuji, biarpun aku masih berpengalaman cetek karena baru terjun ke dalam dunia persilatan dan tidak mengetahui asal usul siancu, namun semenjak memasuki pagoda Hu yong kek, aku sudah merasa kalau siancu mempunyai kewibawaan yang luar biasa dan tentu bukan manusia sembarangan paling tidak kau tentu seorang Bu lim cianpwee. sebagai seorang yang berpengetahuan luas dan berjiwa besar, aku yakin siancu pun pasti tak akan menegur seseorang yang berbicara secara blak blakan. itulah sebabnya aku tak perlu merasa takut takut"
Dengan wajah yang agak lembut perempuan cantik berambut perak itu manggut manggut katanya kemudian,
"Kau memang pandai sekali berbicara"
Sementara itu Leng Bwee oh dan Ay Ang tho masih berlutut diatas tanah, oleh karena perempuan cantik berambut perak itu tidak menyuruh mereka bangkit berdiri sudah barang tentu merekapuntak berani berdiri, ketika mereka berdua mendengar pembicaaan dari Huan cu im itu, tanpa terasa keringat dingin jatuh bercucuran karena kagetnya, dengan tubuh gemetar mereka hanya berlutut terus tanpa berani megnangkat kepalanya kembali.
Hingga saat itulah perempuan cantik berambut perak itu baru berkata kepada mereka berdua sambil mendengus dingin:
"Hmm, pernahkah guru kalian menyinggung tentang peraturan yang berlaku ditempat kediamanku ini?"
"Suhu kerap kali menyinggung soal ini kepada tecu supek adalah kakak kandung suhu, juga seorang angkatan tua dari perguruan kami..." ucap Leng Bwee oh segera.
"Ngaco belo" bentak perempuan cantik berambut perak itu gusar, "apakah dalam pandangan mata gurumu masih terdapat aku sebagai kakak kandungnya" Yang ingin kutanyakan adalah peraturan ditempatku ini, apakah yang akan dilimpahkan kepada setiap anggota Pek hoa pang yang memasuki tebing Sian hoa gay ini?"
Meskipun nada ucapan tersebut sangat dingin dan kaku, namun suaranya justru sangat merdu, hanya beberapa patah kata yang terakhir inilah diucapkan suara sangat keras dan tandas.
Sambil tetap mendekam diatas tanah, Leng Bwee oh segera berkata dengan suara gemetar:
"Setiap anggota Pek hoa bun yang berani memasuki tebing Sian hoa gay akan dimusnahkan ilmu silatnya..."
"Asal kau tahu saja, ini lebih bagus" kembali perempuan cantik itu berkata, "lantas bagaimana kalau sampai membawa orang luar memasuki tebing sian hoa gay?"
"Dipotong sepasang kakinya" Perempuan cantik itu segera mendengus:
"IHmm, apakah kalian berdua sudah melanggar kedua hal tersebut pada malam ini?" Leng Bwee oh segera menyembah berulang kali sambil ujarnya.
"Harap supek sudi mengampuni kami, sewaktu masih dikaki bukit tadi tecu telah melapor kepada supek bahwa tecu berdua bersama Leng sauhiap dan Huan sauhiap tersesat sampai didaerah terlarang ini karena kabut yang tebal..."
"Aku tak ambil perduli terhadap persoalan itu" tukas perempuan cantik itu dingin, "apa peraturan itupun ditetapkan oleh suhu kalian sendiri, kalian tak usah menyalahkan aku lagi"
Berbicara sampai disini, dia segera berpaling kearah dayang yang berada dibelakangnya sambil membentak:
"Kalian gusur pergi dulu kedua orang itu, dan laksanakan hukuman sesuai dengan perintah"
Dua orang dayang berbaju yang berada di belakang perempuan cantik itu segera menyahut dan tampil kedepan dengan langkah lebar, katanya dingin: "sekarang kalian berdua segera berdiri dan ikut kami keluar dari sini"
"supek, ampuni kami..." rengek Ay Ang tho sambil menangis tersedu.
"Seret dia keluar" bentak perempuan cantik itu Huan cu im yang menyaksikan cara berbicara maupun tindakan yang diambil perempuan cantik itu sama sekali tak pakai aturan, lagipula bagaimana pun juga mereka bisa tersesat sampai didaerah terlarang ditebing Sian hoa gay ini lantaran harus menyelamatkan dirinya berdua dari pihak Kay pang, sudah barang tentu pemuda itu tak bisa berpeluk tangan belaka.
Api amarahnya segera berkobar, tak tahan lagi dia berteriak keras"Tunggu dulu" Perempuan cantik itu segera mendengus
"Hmm, kau berani menghalangi aku untuk bertindak?"
"Peristia ini bisa terjadi gara gara kami berdua, karena itu aku minta siancu sudi mendengar sepatah dua patah kata dariku"
"Katakan" "Sebenarnya kami berdua sama sekali tidak kenal dengan kedua orang nona itu, justru terdorong oleh kebenaran dan keadilan saja mereka telah menyelamatkan aku dan saudara Leng dari pihak Kay pang. Tapi pada waktu itu udara sangat gelap dan lagi kabut pun sangat tebal, sehingga akhirnya kami tersesat memasuki daerah terlarang dari siancu, andaikata tidak disebabkan menolong orang, kedua orang nona itu pun tak akan sampai mendatangi daerah terlarang siancu, apalagi siantu toh masih terhitung angkatan tua dari nona itu."
"Tutup mulut " bentak perempuan cantik itu keras,
"diantara aku dan guru mereka sudah tidak terikat hubungan apa apa lagi, termasuk juga hubungan perguruan"
Huan cu im jadi termanug, dia tak tahu perselisihan apakah yang terjalin diantara kakak beradik dua orang itu, namun kembali katanya:
"Sekalipun siancu tak sudi disebut angkatan tua dari perguruan mereka, paling tidak kedua orang nona ini kan bukan secara sengaja memasuki daerah terlarang siancu, bagi seorang yang belajar ilmu silat, memunahkan kepandaian silatnya merupakan suatu kejadian yang amat menyiksa perasaan apalagi jika sepasang kakinya dikutungi, bukankah siksaan ini terasa jauh lebih berat daripada dibunuh" oleh sebab itu dengan memberanikan diri diminta kepada siancu agar mau melepaskan mereka berdua, bukan saja hal ini akan membuat nona berdua merasa berhutang budi kepada siancu, sekalipun aku dan saudara Leng pun pasti akan merasa berterima kasih pula kepadamu"
"Jadi kau sedang mintakan ampun buat mereka berdua?"
jengek perempuan cantik itu sambil tertawa dingin.
"Aku hanya memohon kebijaksanaan siancu dalam persoalan ini..."
Sekali lagi perempuan cantik berambut perak itu mendengus berat berat, kemudian baru katanya:
"Aku tak lebih hanya menghukum anggota Pek hoa bun saja, sedangkan kalian berdua yang telah memasuki daerah Sian hoa gay pun sama saja akan dijatuhi hukuman"
"Sian hoa gay adalah tempat kenamaan di Kim leng, memangnya pesiar tak boleh masuk kemari?" tanya Leng Kang to.
"Keculali gedung tempat kediamanku ini, setiap orang diperbolehkan mengunjungi sian hoa gay ini, tapi bagi umat persilatan yang membawa senjata, mereka harus mengikuti peraturan yang telah kutentukan"
"Aku ingin mendengar bagaimanakah peraturan dari siancu itu?"
Perempuan cantik berambut perak itu memandang sekejap kearah kedua orang itu, lalu katanya.
"Hemm, dengan mengangalkan kalian berdua... baiklah Sau hoa beritahu kepada mereka."
Dayang yang dinamakan Sau hoa (menyapu bunga) adalah dayang berdiri disudut kiri di belakang tubuhnya, ia segera menyahut dengan hormat, "Budak menerima perintah."
Dengan langkah yang pelan dia muncul ke depan, lalu katanya dengan wajah dingin. "Kalian dengarkan baik baik"
Leng Kang to yang menyakslkan usianya tidak begitu besar namun sengaja menirukan gaya yang dingin, hatinya benar benar merasa tak sabar, segera katanya ketus. "Kami toh sudah mendengarkan"
Sau hoa mendengus dingin, kemudian baru ujarnya^
"Setiap anggota Bu lim yang berani memasuki sian hoa gay dengan membawa senjata, dia akan dipunahkan ilmu silatnya dan diusir dari Sian hoa gay, tapi bagi mereka yang sebelumnya tak tahu akan peraturan tersebut maka hukumannya agak ringan asalkan dia sanggup menghadapi satu diantara keempat dayang dari tempat ini sebanyak tiga jurus, maka ia bisa dibebaskan dari hukuman dipunahkannya ilmu silat mereka, namun sebagai gantinya dia harus berbakti selama satu bulan disini, setelah batas waktunya lewat baru dia akan dibebaskan, sebaliknya bagi mereka yang bisa bertahan sebanyak lima jurus, maka dia akan dibebaskan dari tugas berbakti itu dan boleh pergi dengan bebas. Nah sekarang kalian boleh mencoba mengukur kemampuan sendiri"
"Aku masih ingin mengajukan satu pertanyaan lagi kepada nona" Huan cu im segera menjura.
Sau hoa memandang sekejap kearahnya, lalu dengan wajah agak lembut katanya: "Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Nona hanya mengatakan bila ada orang sanggup menerima tiga jurus atau lima jurus dari satu diantara keempat dayang, tapi bagaimana bila keempat dayang tersebut justru tak mampu menerima tiga jurus atau lima jurus serangan lawan?"
Paras muka Sau Hoa segera berubah membesi setelah mendengar perkataan itu, dia mendengus dingini
"Hemm, berapa besar sih kemampuan yang kau miliki, berani amat berbicara besar?" Sebaliknya perempuan cantik berambut perak itu segera berkata^
"Bilamana kalian berempat sanggup menerima tiga atau lima jurus seranganku, maka kedua orang dayang ini boleh kau bawa pergi dari sini"
"Sungguhkah perkataan dari siancu itu?"
"Setiap perkataanku berat seperti bukit, apa yang telah diutarakan tak pernah akan disesalkan lagi"
"Bagus sekali kalau begitu, silahkan siancu memerintahkan kepada keempat dayangmu agar segera tampilkan diri"
"Hmm, kau tak usah tekebur dulu" jengek Sau hoa sambil tertawa dingin, "yang penting coba dulu lima jurus seranganku sebelum berbicara lebih jauh"
"Baiklah, kalau begitu silahkan nona untuk melancarkan serangan-.."
"Saudara Huan..." Leng Kang to segera berseru. Huan cu im segera mengulapkan tangannya sambil menukas^
"Saudara Leng, biar siaute yang mencoba lebih dulu, bila siaute tak sanggup itu berarti urusanku sendiri, saudara Leng masih dapat berbuat menurut peraturan mereka, sebaliknya bisa siaute beruntung dan berhasil meraih kemenangan, maka kedua orang nona inipun bisa tertolong juga, bukankah hal ini jauh lebih baik lagi?"
Leng Kang to tidak mengetahui sampai di manakah kemampuan ilmu silat yang dimiliki Huan cu im, dengan agak kuatir serunya
"Tapi..." "Leng heng tak usah banyak berbicara lagi, "silahkan kau mundur berapa langkah, keputusan siaute sudah bulat dan terpaksa harus dicoba dengan menyerempet bahaya"
Kemudian sambil menjura kepada Sau hoa, katanya lagi^
"Silahkan nona"
Sementara itu Leng Bwee oh dan Ay Ang tho sudah bangkit berdiri dan mundur ke samping, melihat Huan cu im berani sesumber bahkan menantang keempat dayang untuk maju bersama, diam diam hatinya merasa amat gelisah.
Tapi Ay Ang tho dapat merasakan juga kegembiraannya, dengan sepasang mata yang bening dan jeli diawasinya Huan cu imi dengan pandangan penuh cinta kasih.
Sau Hoa sebenarnya menaruh kesan baik terhadap Huan cu im karena menyaksikan dia lemah lembut seperti seorang anak sekolahan, tapi sekarang hatinya menjadi sangat mendongkol setelah mendengar kata katanya yang sesumbar dengan wajah dingin seperti es serunya.
"Kalau begitu berhati hatilah kau"
"Silahkan nona melancarkan seranganmu" sahut Huan cu im sambil tertawa.
Belum selesai dia berkata, Sau hoa sudah menyorot maju kehadapannya dimana sepasang tangannya segera bergerak bersama, kesepuluh jari tangannya yang lentik dengan kuku berwarna merah dipentangkan lebar lebar seperti kaitan, satu mencengkeram pergelangan tangan kanan sementara yang lain mencengkeram bahu kiri, semuanya dilakukan dengan kecepatan bagalkan sambaran kilat.
Ay Ang -ho yang melihat datangnya ancaman tersebut menjadi gelisah sekali, tak tahan dia berseru keras-"Hati hati"
Huan cu im mempunyai perhitungan sendiri dalam hati kecilnya, dia berpendapat bahwa kemampuan yang dimilikinya sudah cukup untuk menghadapi lawan, atau paling tidak apabila keadaan terdesak. dia bisa mengeluarkan jurus serangan yang manapun dari ilmu IHweetin pat ciang untuk membebaskan diri dari ancaman, seperti apa yang pernah dialaminya tatkala bertarung melawan si pengemis penakluk harimau Lian Sam sin tempo hari.
Waktu itu, engkoh tuanya yang begitu lihay pun berhasil didesak mundur, itulah sebabnya dia percaya bahwa kepandaian silat yang dimilikinya masih mampu untuk meraih kemenangan dari keempat dayang tersebut.
Dengan bekal ini, maka dia dapat bertarung dengan tenang dan lebih mantap bahkan sewaktu mendengar Ay Ang tho berseru tadi, dia sengaja tidak memandang sebelah matapun terhadap Sau hoa, melainkan malah berpaling dan menyahut kearah Ay Ang tho.
Padahal disaat dia sedang berpaling itulah tangannya telah melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Hwee sin pat ciang sesuai dengan namanya, maka setiap kali hendak melepaskan serangan, dia harus memutar lebih dulu sebelum melepaskan serangan-Dalam pada itu Sau hoa telah melancarkan serangan dengan sepasang tangannya, sedia hendak memberi sedikit pelajaran kepada Huan cu im, tapi ketika dilihatnya pemuda itu justru berpaling untuk berbicara dengan Ay Ang tho, dia semakin mendongkol lagi dibuatnya, sebuah cengkeraman maut segera dilepaskan kembali.
Siapa tahu pada saat itulah dia merasakan datangnya segulung angin berpusing dari sisi tubuhnya, boleh dibilang dia tak sempat melihat dengan jelas bagaimana Huan cu im melepaskan serangannya, tahu tahu saja dia merasakan tubuhnya bergetar keras dan keseimbangan badannya segera punah termakan oleh dorongan segulung kekuatan yang amat besar.
Bagaikan tersapu oleh angin puyuh yang maha dahsyat saja, badannya segera terpental sejauh delapan sembilan depa lebih, meski masih dapat berdiri, namun tubuhnya terhuyung kembali sejauh empat lima langkah dengan sempoyongan, sementara pakaian yang dipakai berkibar kencang terhembus angin-Peristiwa ini segera saja membuat paras muka perempuan cantik itu berubah, demikian juga dengan ketiga orang dayang lainnya. sedangkan Leng Bwee oh dan Leng Kang to diam diam merasa terkejut, hanya Ay Ang tho seorang yang masih tetap berseri.
Pedang Kayu Harum 21 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pedang Asmara 7

Cari Blog Ini