Ceritasilat Novel Online

Bloon Cari Jodoh 20

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 20


segera menjerit karena sebuah biji matanya telah di sumpit
oleh Ah Liong, Dan beberapa prajuritpun menjerit karena hidung atau
telinga mereka berlumuran darah Bahkan dalam
pertempuran yang dahsyat itu masih sempat pula Ah Liong
mempraktekkan keugal-ugalannya. Beberapa prajurit
menjerit kaget dan mendekap pinggang celananya.
Kemudian dengan enak saja Ah Liong mencabut rambut
atau kumis atau bahkan bulu mata mereka sehingga mereka
menjerit-jerit kesakitan.
Hanya tiga manusia nyentrik yang mengamuk tetapi
cukuplah membuat kubu pasukan Ceng gempar tak keruan.
"Hm, engkau setan cilik," sebuah suara yang
menggeledek dan bertiuplah angin yang dahsyat.
Ah Liong berpaling. Ternyata seorang perwira Ceng
yang bertubuh tinggi besar tengah mengayunkan golok
panjang membabatnya. "Celaka !" teriak Ah Liong seraya loncat keatas,
siungggg......golok panjang itu membabat di bawah kakinya,
hanya terpaut beberapa centi.
Perwira Ceng itu adalah pimpinan pasukan yang
mengepung kota Ce-lam dari sebelah barat. Dia bernama
Mohan, bertenaga besar dan pandai memainkan golok
panjang. Tabasannya luput, perwira tinggi pasukan Ceng itu,
menggerung dan menyerang lagi dengan golok panjangnya.
Dalam waktu singkat, Ah Liong telah menjadi bulan-bulan
serangan pemimpin pasukan Ceng itu. Sedemikian gencar
dan dahsyat serangan perwira Mohan sehingga Ah Liong
kelabakan karena tiada kesempatan untuk memperbaiki
diri. Untung dalam ilmu ginkang atau Meringankan-tubuh,
bocah itu telah mencapai tataran yang tinggi, sehingga dia
dapat terhindar dari bahaya maut.
Adalah berkat latihan keras yang diberikan neneknya
waktu dia masih kecil, antara lain tiap pagi harus
memanggul kerbau ke sungai, naik turun gunung mencari
kayu bakar dan air, maka Ah Liong memiliki dasar ilmu
Gin-kang yang kokoh sehingga dia mampu lari secepat
kijang dan loncat setinggi beberapa meter.
Namun karena serangan golok panjang dari pimpinan
pasukan Ceng sedemikian hebat, terpaksa Ah Liong harus
mandi keringat berloncatan dan menghindar kian kemari.
"Matikkkk ....," tiba2 Ah Liong menjerit karena waktu
hendak loncat mundur, kakinya terlanggar sesosok mayat
prajurit Ceng sehingga dia terjatuh, Dan saat itu Mohanpun
sudah ayunkan goloknya.....
"Dukskkk . . .. , aduh.....tiba2 pula Mohan menjerit
kesakitan karena kepalanya ditimpah sesosok tubuh
manusia. Sudah tentu peiwira Ceng itu terhuyung ke muka.
Ternyata yang melemparkan mayat prajurit Ceng itu adalah
kakek Cian-li ji. Dia habis membereskan seorang prajurit
Ceng dan ketika berpaling kesamping, kejutnya bukan alang
kepalang ketika melihat Ah Liong jatuh dan perwira Ceng
hendak ayunkan goloknya. Karena jarak agak jauh dan tak
sempat untuk mencegah maka Cian-li ji terus mengangkat
prajurit Ceng itu dan dilemparkan kearah si perwira.
Melihat perwira Ceng itu jatuh ketempatnya, Ah Liong
terkejut. Dia melenting bangun dan secara reflek, dia
mencengkeram punggung celana si perwira itu, diserempaki
dengan sebuah tendangan, plok.....perwira itu hampir jatuh
tersungkur, tetapi untung dia masih mampu berdiri tegak
walaupun harus gentayangan sampai beberapa langkah.
"Uhhhh," tiba2 mulutnya mendesuh kejut dan cepat2 ia
mendekap pinggang celananya. Wajahnya merah padam. Ia
hendak membalas Ah Liong tetapi tali celana dalamnya
putus. Tepat pada saat itu, pasukan Ceng panik tak keruan.
Mereka menjerit, berteriak dan lari berserabutan. Ternyata
jenderal Ui Tek Kong dengan membawa pasukannya,
menyerbu kubu pasukan Ceng. Sudah tentu keadaan makin
kacau tak keruan. Prajurit2 Ceng hendak melampiaskan kemarahannya
kerena lebih dari setengah bulan dikepung. Mereka
menyerang ganas membunuh setiap prajurit musuh yang
dihadapinya. Mengadapi serangan itu, pasukan Ceng benar2 tak
berdaya. Mereka lari tanpa dapat dikendalikan lagi.
Singkatnya, pasukan jenderal Ui Tek Kong berhasil
menghancurkan pasukan Ceng yang mengepung di pintu
barat. Kemudian jenderal Ui membawa pasukannya
menuju ke gunung Thay-san.
"Ah Liong, paman Cian, lekas ikut aku," seru Huru Hara
waktu menghampiri kedua orang itu.
Mereka bertiga tidak ikut pasukan jenderal Ui,
melainkan kembali ke terowongan.
"Eh, mau kemana nih ?" seru Cian-li-ji.
"Masuk ke kota Ci lam lagi."
"Lho, sudah dapat lolos mengapa masih kembali lagi ?"
Cian Li-ji heran. "Kita bakar mereka."
"Mereka siapa ?"
'"Pasukan Ceng."
"Eh, bukankah pasukan Ceng sudah dapat dihancurkan
?" "Yang dari timur belum," kata Huru Hara.
Paderi Hui Beng juga terkejut ketika melihat Huru Hara
dan kedua kawannya muncul lagi.
"Mengapa sicu kembali kemari ?" tegurnya.
"Aku hendak mohon bantuan siansu. Maukan siansu
membantu ?" "Sudah tentu apa yang pinceng lakukan, pinceng tentu
akan senang membantu sicu.
"Kuminta siansu membuka pintu timur dan
mempersilakan Ceng masuk kota," kata Huru Hara.
Kepala kuil Cian-hud-si itu terkejut, "Tetapi sicu....."
"Pasukan jenderal Ui sudah membukakan diri maka
tiada halangan siansu membukakan pintu kota agar
pasukan Ceng disebelah timur masuk."
Paderi itu tertegun. "Sekali tepuk dua lalat," kata Huru Hara melanjutkan,
"dengan membukakan pintu kota, selamatlah para paderi di
kuil ini dari hukuman mereka, Dan disamping itu,
usahakanlah agar sian su jangan menimbulkan kecurigaan
mereka. Bahkan kalau dapat, siansu supaya bersikap
bersahabat dengan mereka."
"Ah....." "Kami akan bersembunyi dalam terowongan rahasia itu
dan akan mengadakan pengacauan, pada fihak musuh."
Walaupun berat dalam hati tetapi paderi Hian Beng
menyanggupi permintaan Huru Hara. Ia tahu bahwa
pemuda nyentrik itu tentu mempunyai rencana terhadap
pasukan Ceng. Keesokan harinya pagi2 sekali Hian Beng siansu bersama
seluruh paderi kuil Cian-hud-si yang berjumlah duapuluh
orang, berbondong bondong membuka pintu kota sebelah
timur. Kemudian mereka tegak berdiri diambang pintu kota
dengan sikap penuh kedamaian.
Tak berapa lama dari fihak pasukan Ceng, muncul dua
orang perwira penunggang kuda.
"Apalah maksud siansu membuka pintu kota ini ?" tegur
kedua perwira itu. "Omitohud ! Damai di dunia, damailah umat manusia,"
seru Hian Beng siansu, "pasukan kera jaan Beng telah
meninggalkan kota ini maka kamipun memberanikan diri
uatuk membuka pintu kotia menyambut kedatangan
pasukan Ceng kedalam kota Cianlam," seru paderi itu.
Kedua perwira hu tampak terkejut, "Benarkah begitu,
siansu ?" tanya mereka setengah bersangsi."
"Siancay ! Siancay ! Kami orang-orang beragama
pantang berbohong. Silakan sicu memeriksa kedalam kota.
Apabila kami berbohong, kami bersedia menerima
hukuman." Setelah berunding kedua perwira itu menyatakan akan
masuk kedalam kota. Demikian dengan diantar rombongan
paderi itu, kedua perwira lalu masuk kedalam kota.
Apa yang dikatakan Hian Beng siansu memang benar.
Kota sudah kosong dari prajurit Beng. Atas pertanyaan
kedua perwira, Hian Beng siansu mengatakan bahwa
pasukan Beng dibawah pimpinan jenderal Ui Tek Kong
semalam telah menerjang keluar melalui pintu kota sebelah
barat dan sampai saat itu tak kembali lagi, "Kemungkinan
mereka sudah meloloskan diri kearah barat," Hian Beng
siansu menutup keterangannya
Demikian pasukan induk yang dipimpin panglima
Barbak segera menduduki kota Celam. Malam itu diadakan
pesta untuk merayakan kemenangan. Seluruh pasukan yang
mengepung kota Celam dari empat jurusanpun memasuki
kota, kecuali pasukan yang berjaga di pintu barat. Mereka
menderita kerusakan besar karena diobrak-abrik Huru Hara
bertiga dan diserang pasukan jenderal Ui Tek Kong.
"Tiga orang yang dandanannya seperti orang sinting ?"
panglima Barbak terkejut ketika mendapat laporan tentang
tiga manusia aneh yang mengobrak-abrik pasukan Ceng di
pintu barat. Perwira Mohan membenarkan, "Mereka terlalu kurang
ajar sekali, terutama si bocah lelaki kuncung dan kakek
cebol. Bocah itu telah memutus tali celana prajurit2 kita ...."
"Apakah engkau juga dikerjain ?" tukas panglima
Barbak. Mohan tersipu-sipu merah mukanya, "Apabila kelak
bertemu lagi, bangsat kecil itu tentu kucincang."
Panglima Barbak termenung-menung memikir ketiga
manusia aneh yang mengacau pasukan Ceng.
"Siapa gerangan ketiga manusia sinting itu ?" tanyanya
kepada para anakbuahnya. Ada seorang prajurit yang memberi keterangan bahwa
pemuda yang nyentrik itu bernama pendekar Huru Hara.
"Siapakah namanya yang sebenarnya ?"
"Hamba tak tahu. Tetapi konon kabarnya dia pernah
menolong panglima Taras ketika diserang pasukan Beng."
Demikian pembicaraan yang dilakukan panglima Barbak
dengan para anakbuahnya ketika sudah memasuki kota
Celam, Dan untuk menghibur prajuritnya maka Barbak
meluluskan untuk mengadakan perjamuan, merayakan
kemenangan mereka. "Kurang ajar," lengking seorang prajurit kepada kawankawannya,
mengapa kota ini seperti sebuah kota mati "
Penduduknya tak tampak sama sekali. Juga kaum
wanitanya, satupun tak ada."
"Mereka ikut pada pasukan jenderal Ui." kata prajurit
yang lain. "Ah, celaka kalau begitu. Kita kan tak dapat bersenangsenang
dengan wanita." "Ah, lu, memang doyan sekali bermain perempuan.
Setiap kali menduduki kota, pertama-tama engkau tentu
mencari wanita cantik."
"Iya dong," sahut prajurit yang bertubuh kekar itu," perlu
apa kita mengadu jiwa dalam medan peperangan kalau
setiap kali menang tidak dapat menikmati hasil
kemenangan itu. Kapan lagi kita mempunyai kesempatan
untuk mencicipi wanita2 cantik kalau tidak dalam keadaan
perang seperti ini " Ha, ha, salahmu sendiri mengapa
engkau tak mau menikmati kesenangan itu."
Demikian mental para prajurit Ceng. Setiap kali
menduduki kota, mereka tentu memuaskan diri. Ada yang
merampok harta benda rakyat, ada yang merampas isteri
dan anak gadis orang, Adai pula yang memeras dan lain2
tindakan yang menindas rakyat.
Dengan sikap dan ucapan yang tenang dan ramah
dapatlah Hian Beng siansu memperoleh kepercayaan dari
pimpinan pasukan pendudukan Ceng.
Pada hari kedua dari pendudukan tentara Ceng,
terjadilah suatu peristiwa hilangnya empat penjaga pintu
kota barat. Waktu mendapat laporan, panglima Barbak
terkejut. "Ah, mungkin mereka melarikan diri," katanya.
Tetapi ternyata pada malam ketiga, empat penjaga pintu
barat, hilang lagi. Kejadian itu berlangsung, sampai
berturut-turut tiga malam.
Kali ini Barbak tak dapat meremehkan lagi, "Tentu ada
sesuatu yang harus diselidiki. Tak mungkin mereka
melarikan diri. Tentu ada penyebabnya."
Dia mengatur siasat. Penjagaan pintu kota tetap
dilakukan empat orang prajurit. Tetapi diam-diam
memerintahkan sepuluh prajurit bersembunyi di kejauhan
untuk mengintai gerak gerik mereka.
Sampai tengah malam tiada terjadi apa2, Hampir
kesepuluh prajurit yang bersembunyi itu akan merebahkan
diri tidur karena kesal hati atau tiba2 terdengarlah suara
burung hantu berbunyi. Karena merasa seram, rasa kantuk
kesepuluh prajurit-itupun lenyap seketika.
Tiba2 mereka menyaksikan suatu pemandangan cukup
membangkitkan rasa takut sehingga bulu kuduk mereka
berdiri. Entah dari mana datangnya, tahu2 muncullah tiga sosok
mahluk hitam. Dari kepala sampai kaki tertutup oleh kain
hitam. Hanya bagian mata saja yang diberi lubang.
Juga cara ketiga mahluk aneh itu berjalan, memang luar
biasa. Yang bertubuh pendek, berputar-putar tubuh seperti
gangsingan. Yang bertubuh kecil berjalan dengan
berloncatan jungkir balik. Sedang yang bertubuh agak tinggi
berjalan dengan cara loncat maju mundur. Tak hentihentinya
mulut mereka bercuat-cuit seperti setan.
"Setan......," teriak salah seorang penjaga pintu kepada
kawan-kawannya. Ketiga kawan-nyapun tahu dan pucat
seketika. Sebelum mereka sempat berbuat sesuatu, ketiga
mahluk aneh itu sudah melayang ke hadapan mereka dan,
bluk, bluk, bluk.....keempat prajurit penjaga itu rubuh


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjatuhan karena ditempeleng dan ditampar kedua mahluk
aneh itu. Cepat keempat tubuh prajurit penjaga itu dijinjing
dan terus dibawa pergi, Melihat peristiwa itu kesepuluh prajurit yang
bersembunyi dibalik gerumbul segera mengikuti. Ternyata
ketiga mahluk aneh itu melemparkan tubuh2 prajurit
penjaga kedalam sungai. "Setan dari mana berani menggangu orang ini!" seru
kepala prajurit yang memimpin kelompok prajurit itu.
Cuwat-cuwit, demikian suara ketiga mahluk aneh itu dan
merekapun terus menyerbu kawanan prajurit itu.
Karena terpengaruh oleh rasa seram dan ngeri maka
kawanan prajurit itupun sudah runtuh morilnya. Apalagi
menghadapi scrangan ketiga mahluk yang luar biasa
cepatnya. Dalam beberapa menit saja, merekapun sudah
rubuh dan terus dilempar kedalam sungai.
Keesokan harinya bukan main kelabakan panglima
Barbak. Bukan saja keempnt penjaga pintu lenyap, pun
kesepuluh prajurit yang ditugaskan untuk mengawasi
mereka, juga turut hilang tak berbekas.
Barbak penasaran sekali. Malam itu sengaja pintu kota
sebelah dijaga oleh seratus prajurit bersenjata lengkap. Coba
saja apakah mereka juga akan lenyap, pikir Barbak.
Keseratus prajurit itu takut akan perintah Barbak.
Mereka tak berani lengah dan tidur walaupun angin tengah
malam mulai makin terasa dingin dan kantukpun
menyerang hebat. Tiba2 angin berkesiur membawa bau arak yang harum.
Prajurit2 itu mulai ketakutan setengah mati. Hari dingin,
minum arak harum, wah betapa nikmatnya.
''Gila, dari mana bau yang harum ini " Tentulah ada
orang minum arak," kata seorang pinjurit seraya ayunkan
langkah. "Hai, mau kemana tuh ?" tegur kawannya,
"Cari orang itu," sahut si prajurit.
"Eh, lu mau cari anak sendiri ya " Aku ikut,"! seru tiga
kawannya. Tak berapa lama merekapun lenyap dibalik kegelapan
malam. "Hai, mengapa mereka tak kembali ?" seru lain prajurit,"
gila, mungkin mereka berpesta pora minum arak harum.
Hm, mau main korupsi sendiri .....," prajurit itupun terus
ayunkan langkah. "Aku ikut." seru lima orang prajurit yang lain.
Tetapi sampai beberapa lama keenam prajurit yang
menyusul keempat prajurit taai, juga belum kembali.
"Gila," kata seorang prajurit, "mengapa mereka kembali
lagi ?" Dia terus hendak menyusul tetapi dicegah oleh
kepalanya, "Jangan ! Rupanya telah terjadi sesuatu kepada
mereka." Karena berkurang sepuluh prajurit maka pasukan prajurit
Ceng yang menjaga pintu kota itu tinggal sembilan puluh
orang. Pimpinan pasukan mengirim empatpuluh prajurit
untuk mencari kesepuluh prajurit yang tak kembali tadi.
Beberapa saat kemudian kembali angin bertiup. Kali ini
bukan bau arak harum tetapi bau daging bakar yang lezat.
Dalam malam sedingin itu, perut mudah terangsang makan
kalau diserang bau daging bakar atau masakan yang lezat.
"Aku lapar," kata seorang prajurit yang terus ngeloyor
pergi ke arah bau sate bakar itu, Tanpa bilang apa2, empat
orang kawannya segera mengikuti.
Lebih kurang dua ratus langkah dibalik sebuah
gerumbul, mereka melihat seorang, mahluk yang kepala
dan tubuh berkudung kain hitam sedang membakar daging.
Kelima prajurit itu menghunus senjata dan menghampiri,
"Celaka, daging tikus.....!" seru mereka ketika tiba ditempat
mahluk aneh itu. Plok, plok, plok.....tiba2 mahluk aneh itu melontar sate
tikus kearah mereka dan tepat mengenai mukanya. Tikus
bakar itu masih panas. Dan ketika mengenai muka, sudah
tentu panasnya bukan main, "Aduh . .. aduh ...." kelima
prajurit itu berteriak mengaduh dan serempak melepaskan
senjatanya terus mendekap muka masing2.
Plak, plak. plak.....terdengar mahluk aneh itu loncat dan
ayunkan tangannya menampar muka- kelima prajurit itu.
Seketika mereka tak sempat menjerit dan terus roboh. Cepat
sekali mahluk aneh itu bekerja. Dalam beberapa kejap,
kelima prajurit itu sudah diikat jadi satu dan mulutnya
disumpal dengan tikus bakar.
Keempatpuluh lima prajurit yang masih menjaga pintu,
sudah mulai curiga mengapa kelima kawannya tak kembali.
"Wah, jangan2 mereka hilang juga," kata seorang
prajurit. "Semua prajurit tak boleh meninggalkan tempat ini,"
perintah kepala kelompok, "rupanya kita bergahadapan
dengan musuh yang berbahaya."
"Manusia atau setan," tanya beberapa prajurit.
"Kemungkinan besar bangsa manusia."
Demikian sisa prajurit yang masih berjumlah
empatpuluh lima orang itu bersiap-siap. Beberapa waktu
kemudian, sayup2 dari arah tempat yang gelap sekira
duapuluhan tombak jauhnya, muncullah dua mahluk hitam
yang pendek. Keduanya menari-nari dan menyanyi-nyanyi.
Entah apa yang mereka nyanyikan karena yang kedengaran
hanya suara cuwat-cuwit dan tertawa yang mengikik
kadang meloroh. "Setan......" seru beberapa prajurit.
"Hm, kita hajar," kata kepala pasukan seraya maju.
Sepuluh prajurit mengiringinya.
Tetapi mereka heran karena mereka tak pernah
mendekat kedua mahluk itu. Mereka maju, kedua mahluk
itupun mundur sehingga jaraknya tetap terpisah 20-an
tombak. "Kejar !" seru kepala pasukan seraya lari memburu
kemuka. Kedua mahluk itapun juga lari.
Kepala pasukan itu makin penasaran. Dia dan
anakbuahnya makin memburu keras. Tanpa disedari
mereka telah terpancing meninggalkan posnya sampai jauh.
Tiba2 kedua mahluk aneh itu lari kedalam kuil Cian-hudsi.
Serempak kawanan prajurit Ceng menyerbu kuil itu,
sehingga para paderi kuil itu gelagapan bangun.
"Ah, ada keperluan apa maka sicu pada saat begini
malam datang kemari ?" tegur Hian Beng siansu.
Semua prajurit Ceng tahu bahwa para paderi dari kuil
Cian-hud-si itu karena berjasa membuka pintu kota, telah
mendapat perlakuan baik dari panglima Barbak. Prajurit
Ceng dilarang mengganggu paderi dari Cian-hud-si.
"Maaf, siansu," kata kepala prajurit, "kami diganggu oleh
dua mahluk aneh dan ketika kami kejar mereka masuk
kedalam kuil ini." "Ah," Hian Beng terkejut, "masakan mereka berani
berbuat begitu ?" "Benar siansu," seru sekalian prajurit memperkuat
keterangan kepala mereka, "kami semua menyaksikan
sendiri." Hian beng siansu merenung sejenak, "Ah, mungkin
bangsa mahluk gaib penunggu tempat ini."
"Apa ?" seru kepala prajurit terkejut.
"Memang ditempai ini sering muncul mahluk2 aneh
tetapi mereka tak berani mengganggu kami," ujar Hian
Beng siansu, Kepala prajurit kerutkan dahi, "Tetapi kami duga kedua
orang itu tentu bangsa manusia biasa."
"Apakah sicu tak percaya bangsa setan ?"
"Kami memang hanya mendengar orang bercerita
tentang setan tetapi seumur hidup kami tak pernah
melihatnya." "Lalu maksud sicu ?"
"Jika siansu tak keberatan kami hendak melakukan
pemeriksaan kedalam kuil."
"O, sicu hendak menggeledah ?"
"Maaf, siansu, kami tak bermaksud mengotori kuil
siansu tetapi kebalikannya kami hendak membersihkan kuil
ini dari gangguan setan atau manusia jahat yang pura2
menyaru jadi bangsa setan."
Setelah berdiam sejenak kepala kuil Cian-hud-si itu
mengangguk, "Silakan."
Tetapi hasil pemeriksaan mereka ternyata nihil. Kedua
mahluk aneh itu tak ada. Setelah menghaturkan maaf,
merekapun kembali. Sampai ditengah jalan mereka terkejut ketika melihat
sesosok tubuh bertutup kain hitam tegak di tengah jalan.
Merekapun serempak bersiap.
"Siapa engkau !" bentak kepala prajurit. "Aku adalah
penunggu jalan ini," seru mahluk itu.
"Ngaco !" bentak kepala pasukan itu, "di dunia ini tidak
ada setan !" "Siapa bilang" Coba saja engkau buktikan aku ini setan
atau bukan." seru mahluk hitam itu.
"Mengapa engkau muncul disini ?"
"Mintak pajak !"
"Gila ! Minta pajak apa ?"
"Setiap manusia yang lewat dalam ini harus memberi
pajak kepadaku. Jika menolak, akan kubunuh !"
"Uh, enak saja kalau ngomong! Setan jahat semacam
engkau harus diberantas !" seru kepala prajurit seraya
memberi isyarat. Mereka sepuluh prajurit segera
menyerang. Tetapi setan itu bergerak luar biasa cepatnya.
Dalam beberapa kejab lima enam prajurit terlempar jatuh
sampai dua tiga meter. Dan entah dengan gerak apa, tahu2
kepala prajurit itupun sudah dibekuk dan dilempar kedalam
semak berduri. Empat orang prajurit segera lari ketakutan. Tetapi cepat
sekali satu demi satu. mereka sudah diringkus dan dilempar
kedalam semak belukar oleh mahluk aneh itu.
"Hm, untung tidak ada Ah Liong. Kalau anak itu disini
mereka tentu sudah digunduli dan ditelanjangi," seru
mahluk itu. Empatpuluh prajurit yang menjaga di pintu-pintu kota,
kembali bergidik seram ketika mereka melihat kedua
mahluk hitam pendek menyusul lagi.
"Hai, kemana kawan2 dan pimpinan kita ?" seru mereka.
"Celaka, tentulah sudah dikerjai setan itu," kata prajurit
lain. Dan kali ini kedua mahluk hitam pendek itu tidak mau
menari-nari di kejauhan tetapi malah menghampiri
ketempat kawanan prajurit itu.
Tiba2 salah seorang mahluk yang bertubuh kurus
melemparkan dua buah benda kearah kawanan prajurit itu.
Mereka terkejut dan menangkis, brek, brek.....
"Haya. celaka.....," serentak berpuluh-puluh prajurit itu
menjerit keras ketika mereka diserang oleh ratusan ekor
tawon. Juga ada yang menjerit-jerit seperti kerongsokan
setan. Mereka lari sambil mengusap-usap muka, leher dan
tubuh mereka. Ternyata kedua benda yang dilempar oleh mahluk hitam
kurus itu adalah sarang tawon dan sarang semut merah.
Waktu ditangkis, sarang pecah dan tawon serta semutpun
berhamburan mencurah ke arah kawanan prajurit Ceng itu.
"Minta ampuuuuunnnnn....." bubarlah seketika
berpuluh-puluh prajurit Ceng itu. Mereka lari pontang
paming seperti dikejar setan.
"Ha, ha, hi, hi, hi ..... " kedua mahluk aneh itu tertawa
mengakak dan mengikik. Mereka lalu berpelukan dan
menari-nari kegirangan. "Hai, Ah Liong, apa-apaan engkau itu?" tiba2 mahluk
aneh.yang mencegat kawanan prajurit di tengah jalan
tadipun muncul. "Cukup dengan dua macam po-pwe (pusaka) berpuluhpuluh
prajurit Ceng itu sudah kabur tunggang langgang,
engkoh Hok," seru mahluk bertubuh kecil kurus.
"Bagus, mari kita pulang," kata mahluk itu.
Ternyata ketiga mahluk aneh itu tak lain adalah Huru
Hara, Cian-li ji dan Ah Liong. Mereka mempunyai rencana
umuk menyaru sebagai setan, menggoda dan mengacau
penjaga pintu kota. Sudah tentu bukan kepalang marah panglima Barbak
menerima laporan bahwa seratus prajurit yang dikirim
untuk menjaga pintu kota sebelah barat telah lari kocar
kacir karena diserang oleh tiga mahluk aneh.
"Tidak mungkin setan," seru panglima Barbak
menggebrak meja ketika sisa prajurit yang bertugas di pintu
barat pagi itu menghadap untuk melaporkan kejadian
semalam. Barbak perintahkan untuk mencari prajurit" yang lenyap
itu. Yang diketemukan adalah kepala prajurit dan
anakbuahnya yang dilempar kedalam semak berduri oleh
setan penghadang jalan tadi malam. Mereka masih tak
sadarkan diri, tubuh dan pakaian penuh guratan duri.
Karena mereka semua belum dapat memberi keterangan
maka Barbak tak tahu tentang bagaimana mahluk2 aneh itu
menghilang masuk kedalam kuil Ciau-hud-si.
"Nanti malam tambahkan lagi dua ratus prajurit untuk
menjaga pintu barat," kata Barbak, "dan nanti malam aku
sendiri juga akan melakukan ronda."
Begitulah malam itu pintu sebelah barat dijaga ketat
sekali seperti menjaga serangan musuh yang kuat. Dua
ratus prajurit bersenjata lengkap berbaris dengan rapi.
Tetapi malam itu tiada kejadian suatu apa. Merekapun
dengan hati legah menghadap panglima Barbak untuk
memberi laporan. Tetapi alangkah kejut mereka karena
panglima Barbak sedang menerima seorang prajurit yang
melaporkan bahwa empat prajurit di pintu timur telah
bilang. "Jahanam!" teriak Barbak marah sekali, "mereka benar2
hendak mempermainkan kita."
"Siapakah mereka itu ciangkun?" tanya seorang perwira.
Dia seorang perwira bernama Mogli, kakak dari perwira
Mohan yang digunduli Ah Liong tempo hari.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mereka tentulah ketiga manusia nyentrik yang pernah
menyerbu markas kita tempo hari," kata Barbak, "siapkan
penjagaan yang kuat di pintu timur juga. Akan kukeluarkan
perintah untuk menangkap ketiga manusia gila itu. Barangsiapa
dapat menangkap mereka, mati atau hidup, akan
kuberi ganjaran !" Demikian pada malam itu, pintu barat dijaga duaratus
prajurit bersenjata dan pintu timur juga. Dan pada malam
itu panglima Barbak sendiri mengadakan inspeksi,
berkeliling meronda. Malam itu tiada kejadian suatu apa. Barisan prajurit
yang menjaga dikedua pintu itupun pagi harinya melapor ke
markas. Mereka mengira tentu akan mendapat pujian dari
panglima Barbak. Tetapi apa yang dialaminya ketika tiba di
markas, benar2 membuat mereka terlongong-longong
melongo. Keadaan dalam markas yang merupakan sebuah gedung
besar bekas tempat tinggal tihu (residen) tampak porak
poranda. Perabot2 ruangan, meja kursi dan pigura2
dinding, berantakan tak keruan.
"Apakah yang terjadi," kepala pasukan penjaga pintu
kota bertanya kepada seorang prajurit yang bertugas di
markas. "Semalam markas kita telah dikacaukan oleh puluhan
ekor tikus," sahut prajurit itu.
"Tikus" Masakan tikus dapat melakukan penyerangan
sampai begini rupa ?"
"Engkau tak tahu," sahut prajurit dalam markas itu,
"entah dari mana datangnya, tahu2 pada saat itu ketika
hampir mendekati pukul dua malam, ratusan ekor tikus
yang ekornya menyala api, berhamburan jatuh kedalam
ruangan dan terus lari kesegenap penjuru markas. Tikus itu
rupanya kesakitan dan mengamuk. Ekornya yang terbakar
itu, membakar juga kain gordyn sehingga menimbulkan
kebakaran." "O"." "Bukan hanya kegitu saja, pun tikus itu menyerang setiap
orang yang dijumpainya. Bahkan merekapun masuk
kedalam kamar tidur dan menyerang orang yang sedang
tidur. Seluruh prajurit yang berada dalam gedung markas
menjadi panik tak keruan. Mereka lari tunggang langgang
dan diburu oleh kawanan tikus yang marah itu."
"Apakah panglima tak berada dalam markas?"
"Saat itu panglima sedang keluar melakukan inspeksi.
Memang waktu pulang dia terkejut dan marah sekali.
Tetapi dia tak tahu kepada siapa kemarahannya harus
ditumpahkan. "Apakah ketiga manusia gila itu yang melakukannya ?"
Prajurit dari markas gelengkan kepala, "Tak ada orang
yang tahu. Ketiga manusia gila itu tak menampakkan diri."
"Lalu bagaimana tindakan panglima ?"
"Panglima benar2 marah sekali. Besok akan dilakukan
penggeledahan besar-besaran dalam kota. Tiap rumah atau
tempat yang mencurigakan akan dibakar dandimusnahkan.
Ketiga manusia besok itu harus dapat
ditangkap." Memang yang mengacau markas pasukan Ceng itu
adalah Huru Hara bersama Cian-li-ji dan Ah Liong. Huru
Hara teringat akan pengalamanannya waktu membakar sate
tikus di pagoda Suikong-tha atau pagoda Cahaya Indah.
Ia segera mengajak kedua kawannya untuk menangkap
tikus. Huru Hara tak banyak mengalami kesukaran,
demikian pula Ah Liong yang trampil sekali menggunakan
sepasang sumpitnya untuk menangkap tikus. Hanya Cian-liji
yang agak kewalahan. Tetapi orangtua kate itu tak kurang akal. Ia
menggunakan arak harum untuk memancing kedatangan
tikus2, kemudian tikus itupun disemburnya dengan arak
yang berada dalam mulutnya. Dengan cara itu dapatlah ia
memperoleh berpuluh-puluh tikus.
Kemudian ekor tikus itu disiram dengan minyak, setelah
ditempatkan dalam peti kayu, lalu dibawa ke markas.
Empat penjaga pintu markas dibikin tak berdaya lalu
mereka masuk kedalam markas dan melemparkan kotak
yang telah disulut api, membakar ekor tikus2 itu. Karena
kesakitan maka kawanan tikus itu menerjang dan
mengamuk keseluruh sudut gedung markas, menimbulkan
kebakaran dan kepanikan prajurit2.
Sehabis mengacau di markas besar pasukan Ceng, Huru
Hara bertiga lalu pamit pada Hian Beng siansu, "Siansu,
kami hendak meninggalkan kota ini Teruskanlah siasat
siansu untuk pura2 maju bekerja-sama dengan mereka. Lain
waktu aku tentu akan datang kemari lagi," kata Huru Hara.
"Ah, sebenarnya kamipun juga ingin pergi dari kota ini.
Lebih baik tinggal di kuil yang sepi di puncak gunung
daripada harus bercampur dengan orang2 dan prajurit
Ceng," kata Hian Beng.
"Saat ini nasib kerajaan Beng sedang ditentukan oleh
peperangan. Kalau menang, kerajaan Beng tetap akan tegak
berdiri. Tetapi kalau kalah tentu akan dihancurkan orang
Ceng. Oleh karena itu kuminta siansu mengesampingkan
dulu segala perasaan suka tak suka untuk secara diam2
membantu perjuangan para pendekar pencinta tanah-air
yang kini sedang berjuang melawan penjajah Ceng," kata
Huru Hara. Huru Hara lalu mengajak Ah Liong dan Cian-li-ji
mengambil jalan dari terowongan rahasia dikebun belakang
kuil Cian-hud-si. "Engkoh Hok, mengapa kita tinggalkan kota ini "
Bukankah prajurit2 Ceng itu masih belum habis ?" kata Ah
Liong. "Memang sengaja kusisakan."
"Lho, apa tidak dibasahi saja ?"
"Tidak perlu." "Eh, aneh lu Huru Hara," Cian-li-ji menyelutuk,
"mengapa musuh masih disisakan ?"
"Kalau musuh habis, lalu dengan siapa kita akan
bertempur?" enak saja Huru Hara menyahut.
"O, maksudmu supaya kita bisa latihan bertempur ?"
"Ya." "Benar, engkoh Hok," teriak Ah Liong, "selama ini aku
belum mendapat kesempatan untuk mempraktekkan ilmu
kepandaianku. Tadi waktu bertempur dengan prajurit2
Ceng, banyak sekali aku harus menyesuaikan ilmu
kepandaian itu dengan keadaan yang kuhadapi."
"Bagus, Ah Liong," seru Huru Hara, "sempurnanya ilmu
itu kalau sering dipraktekkan."
"Benar engkoh Hok." sahut Ah Lioag, "ilmuku
menerkam ikan, makin hebat,"
"Menerkam ikan ?" Huru Hara terkesiap.
"Ya, dulu waktu di gunung, nenek mengharuskan aku
tiap hari menangkap ikan dengan tangan. Bertahun-tahun
kulakukan perintah itu sehingga aku telah mencapai tingkat
yang hebat. Sekali menerkam kedalam air, ikan yang
sedang meluncur, pun dapat kutangkap."
"Lalu dimana engkau mempraktekkan ilmu itu ?" tanya
Huru Hara. "Bukankah setiap kali aku mencomot, tentu putus tali
celana orang ?" "Ha, ha, ha.....," Cian-li-ji tertawa mengakak.
Huru Hara terpaksa tertawa juga. Tak berapa lama
mereka keluar dari terowongan dan berada diluar tembok
kota. "Kemana kita sekarang ?" tanya Cian-li-ji.
"Memberi laporan pada mentri Su Go Hwat," jawab
Huru Hara. "Lho, apa tidak perlu mencari engkoh Bok Kian itu ?"
tanya Ah Liong. "Ya sambil menuju ke tempat mentri Su Go Hwat,
kitapun mencari Bok Kian."
"Bagaimana dengan jenderal Ui ?" tanya Cian li-ji.
"Untuk sementara biarlah dia mengungsi ke gunung.
Nanti apabila sudah mendapat perintah dari Su Go Hwat,
barulah aku akan ke sana untuk merundingkan rencana
dengan jenderal itu."
"Eh, bagaimana dengan jenderal yang engkau katakan
hendak memberontak itu ?" tanya Cian-li-ji.
"Jenderal Co Liang Giok, maksud paman?"
"Ya, jenderal itu."
"Nanti setelah menghadap Su tayjin, aku memang ingin
meninjau keadaan jenderal yang dituduh memberontak itu."
"Maksudmu ?" "Aku akan mohon kepada Su tayjin supaya meluluskan
aku untuk menangani jenderal itu. Kalau ia memang
memberontak, akan kutangkap. Tetapi kalau tidak, tentu
akan kubantu." "Betul, engkoh Hok, kalau dia berhianat tentu akan
kucomot tali celananya ... ."
"Hus, jangan gila-gilaan engkau I" bentak Huru Hara,"
masa jenderal mau engkau comot tali celananya."
"Hai, Ah Liong, apa engkau tak tahu siapa nama
engkohmu ini ?" tanya Gian-li-ji.
"Tahu." "Mengapa tiap kali engkau memanggilnya engkoh Hok "
Apakah namanya Hok ?"
"Dulu kuanggap dia adalah Ah Hok, engkoh angkatku,
cucu dari mendiang nenek itu. Dan dia memang mengaku
begitu. Maka selanjutnya kuanggap dia adalah Ah Hok dan
kupanggil engkoh Hok."
"Biarlah paman, mau panggil apa saja terserah. Yang
malu bukan aku tetapi dia yang salah panggil, kan ?" seru
Huru Hara. Begitulah mereka melanjutkan perjalanan menuju ke
Yang-ciu mencari mentri Su Go Hwat.
Hari itu mereka melewati perbatasan Shoa-tang dan tiba
di sebuah desa. Ah Liong minta makan karena lapar. Maka
mereka bertigapun segera singgah disebuah rumahmakan.
Rumah makan itu walaupun tidak besar tetapi bersih dan
terkenal masakannya. Maka banyaklah tetamunya.
Memang makanan disitu cukup membuat lidah orang
bergoyang. Tengah ketiga orang itu menikmati hidangan
maka masuklah seorang lelaki setengah tua, sekira berumur
35-an tahun. Dia hanya seorang diri dan mengambil tempat
duduk tak jauh dari meja Huru Hara.
Sebenarnya Huru Hara tak mau mempedulikan tetamu
lain-lainnya tetapi secara kebetulan saja ia sempat
memperhatikan dua orang tetamu yang duduk disudut
ruang. Kedua tetamu itu, yang satu berdandan seperti
paderi dan yang satu seperti orang biasa. Yang menarik
perhatian Huru Hara adalah mata kedua orang itu selalu
berkilat-kilat memandang keerah tetamu yang baru datang
lagi. Dan keduanya lalu bicara kasak kusuk dengan
pelahan-lahan. Tetamu yang baru datang itu tenang2 saja menghabiskan
hidangannya. Setelah selesai makan dan minum dia terus
memanggil pelayan. Tetapi ketika hendak mengeluarkan
uang ia terkejut, wajahnya pucat seketika.
"Ah, uangku....."
"Bagaimana tuan ?" tegur jongos yang kerutkan dahi.
"Uangku telah hilang."
"Dimana ?" "Entahlah, aku tak ingat."
"Apakah tuan ingat kalau membawa uang ?" kata
pelayan. Nadanya sudah mulai mengejek.
"Tentu saja. Aku hendak menempuh perjalanan jauh,
tentu saja membawa bekal. Kalau tak membawa bagaimana
aku berani masuk kedalam rumah makan."
"Memang seharusnya begitu. Tetapi kenyataannya lain .
. .." "Pelayan, engkau berani menghina aku ?" tetamu itu
mulai marah. "Tidak," sahut pelayan, "aku hanya bicara menurut apa
adanya saja." "Panggil pemilik rumahmakan ini," kata tetamu itu.
"Untuk apa ?" "Sudahlah jangan banyak tanya. Aku akan
menyelesaikan urusan ini dengan pemilik rumahmakan
sendiri." Tak berupa lama pemilik rumahmakanpun datang dan
memberi keterangan oleh pelayan.
"Maaf, disini kami menjual makanan secara kontan,"
kata pemilik rumahmakan itu.
"Apakah ciangkui tak percaya. Kalau tidak percaya,
biarlah aku menulis surat bon, "kata orang itu seraya
mengeluarkan secarik kertas dan menulis, kemudian
diserahkan kepada pemilik rumah nakan itu.
Membaca surat itu, pemilih rumah makan kerutkan dahi
dan terus melemparkannya, "Sudah kukatakan, kami hanya
menjual makanan secara kontan."
"Apakah engkau tak percaya ?" kata tetamu itu mulai
tegang. "Aku hanya percaya pada uang, bukan pada segala
surat." "Ho, ciangkui, engkau memang keterlaluan sekali....."
"Apa ?" ciangkui atau pemilik rumah makan itu deliki
mata," engkau berani mengatakan aku keterlaluan. Engkau
barani masuk ke rumah makan dan pesan hidangan tetapi
tak punya uang masih berani mengatakan aku keterlaluan .,
." ciangkui terus hendak mengangkat tangannya memukul.
"Tunggu . . . . ! tiba2 kedua tetamu yang du duk di sudut
ruang tadi berseru dan menghampiri.
Huru Hara sebenarnya juga mau berbangkit tetapi kalah
dulu dengan kedua orang itu. Tadipun dia melihat surat
yang dilemparkan pemilik rumah-makan berhamburan ke
lantai dan dipungut oleh kedua orang itu.
"Tak perlu ribut2, ciangkui," kata salah seorang dari
kedua tetamu itu, "berapa rekeningnya saudara ini akulah
yang membayar." Ciangkui segera menghitung. Tetamu itupun
mengatakan, suruh menghitungkan rekeningnya juga,


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"semua berjumlah berapa dengan rekening makananku,"
katanya. "Hanya tiga tail, tuan," kata ciangkui.
"Baik," kata lelaki itu seraya merogoh saku celananya.
Tetapi seketika dia juga pucat.
"Kenapa?" tegur kawannya si paderi.
"Uangku ....!" "Hilang?" si paderi juga terkejut.
"Jelas tadi kumasukkan dalam kantong celana, mengapa
sekarang hilang?" seru orang itu.
"Wah, celaka, pada hal aku tak pernah membekal uang,"
kata paderi itu. Ciangkui kerutkan dahi, "Apa-apaan ini! Apakah kalian
hendak main sandiwara?" tegurnya dengan tajam.
"Apa?" bentak lelaki itu, "engkau berani menuduh aku
pura2!" "Pokoknya tak usah ramai2, yang penting bayarlah
rekening makanan yang telah kalian makan tadi."
"Tidak bayar, mau apa !" tiba2 paderi itu membentak dan
terus mencengkeram leher baju ciangkui.
"Sabar, suhu," kali ini Haru Hara berbangkit dan
menghampiri, "biarlah aku yang membayari semua
rekening." "Ah, terima kasih saudara," kata lelaki kawan paderi itu,
"lain kali kalau berjumpa tentu akan kukembalikan."
"Jangan memikirkan soal sekecil ini, Sudah lumrah kalau
kita kaum pengembara saling tolong menolong," kata Huru
Hara seraya merogoh kedalam sakunya. Juga Huru Hara
terkejut. "Mengapa engkoh Hok ?" Ah Liong ikut kaget.
"Uangku amblas!" seru Huru Hara.
"Lo-ji," tiba2 ciangkui berseru kepada lo-ji atau pelayan,
"lekas panggil polisi. Laporkan kalau ada beberapa orang
yang sengaja hendak mengacau rumahmakan kita."
Pelayan terus hendak berangkat tetapi tiba2 punggung
celananya ditarik orang, "Tunggu dulu, bung !"
Pelayan itu terkejut dan cepat2 mendekap pinggang
celananya karena talinya putus Dia berpaling, "Kurang ajar,
engkau berani menarik celanaku sampai putus talinya ?"
"Mau kemana engkau "t" seru orang yang menarik itu
yang tak lain adalah Ah-Liong.
"Panggil polisi !"
"Engkohku adalah orang jujur. Dia tadi memang
membawa uang. Entah mengapa sekarang hilang. Urusan
begitu saja masa hurus panggil polisi segala ?"
"Eh, bocah, engkau masih berani buka bacot begitu?"
ciangkui yang tadi kesakitan karena leher bajunya
dicengkeram si paderi, sekarang hendak menumpahkan
kemarahannya kepada Ah-Liong. Dia terus ulurkan tangan
hendak mencekik leher Ah Liong.
Ah Liong menghindar kesamping dan mencomot
pinggang celana ciangkui, uhhhh .... ciangkui terkejut dan
gopoh mendekap celananya.
Melihat ciangkui dan pelayannya sibuk membenahi
celananya yang talinya putus, paderi dan kawannya tadi
tertawa. "Sudahlah, ganti celanamu dulu," seru si paderi seraya
menarik tangan kawannya, "mari kita semua tinggalkan
tempat ini." Belum berapa langkah, dua orang tetamu yang lain
berbangkit dan menghadang, "Jangan kalian seenakmu
sendiri, habis melahap makanan terus mau ngacir pergi
tanpa bayar!" "Lho, engkau mau mencampuri urusan ini ?" seru si
paderi. "Aku bersahabat baik dengan ciangkui di rumah makan
ini. Aku tak senang melihat dia menderita kerugian," kata
kedua lelaki yang bertubuh tinggi besar.
Kawan si paderi berkata, "Harap jangan salah mengerti.
Bukan kami tak mau membayar, tetapi uang yang berada
dalam sakuku benar2 telah hilang."
"Ya, akupun juga begitu," kata Huru Hara, "pada hal
jelas aku masih membekal uang. Kalau tidak masakan aku
berani masuk kedalam rumah makan ini."
"Mengapa uang kalian hilang?"
"Siapa tahu" Kalau tahu apa sebabnya hilang, tentu akan
kuurus," sahut lelaki kawan si paderi.
Lelaki tinggi besar itu kerutkan dahi, "Coba kalian
ingat2. Apakah waktu dalam perjalanan menuju kemari,
kalian bertemu dengan siapa saja?"
"Tidak bertemu dengan siapa2!"
"Engkoh Hok, bukankah tadi engkoh bertemu dengan
seorang pengemis lumpuh yang minta belas kasihan kepada
engkoh?" tiba2 Ah Liong berkata.
Belum Huru Hara menjawab, lelaki kawan si paderi itu
sudah berteriak, "Betul, adik kecil, aku juga bertemu dengan
seorang pengemis lumpuh yang minta belas kasihan."
"Pengemis lumpuh ?" lelaki tinggi besar terterkejut,
"apakah bukan....."
"Mengapa?" tegur lelaki kawan si paderi.
"Orangnya tua?"
"Ya." "Pakaiannya tambalan?"
"Benar," sahut lelaki kawan si paderi.
"Bawa tongkat bambu kuning?"
"Hai! Benar, apakah engkau tahu?"
"Sialan!" seru lelaki tinggi besar itu seraya banting2 kaki,
"dimana dia sekarang?"
Sudah tentu lelaki kawan si paderi itu melongo, serunya,
"Apakah engkau kenal kepadanya?"
"Kenal," seru lelaki tinggi besar itu, "dia adalah Ui-tioksinjiu si Tangan-sakti bambu-kuning yang termasyhur
sebagai pencuri nomor satu dalam dunia persilatan."
"Oh." seru lelaki kawan si paderi, "mengapa engkau
hendak mencarinya?" "Barangku juga dicurinya!" seru lelaki tinggi besar.
"Barang apa?" "Hm, tak perlu tahu," dengus lelaki tinggi besar itu.
"Nah, apakah sekarang engkau percaya kalau uangku
dicuri orang?" "Ciangkui," tidak menjawab pertanyaan itu sebaliknya
lelaki tinggi itu terus berseru kepada pemilik rumahmakan,
"semua rekening aku yang bayar!"
Ia terus mengeluarkan uang dan membayar semua
rekening dan orang2 yang bersangkutan
"Hayjo, bawalah aku ketempat pengemis itu," seru lelaki
tinggi besar. Mereka segera beramai-ramai keluar dan tiba2 lelaki
kawan si paderi berseru, "Hai, aneh, dia tadi disini,
mengapa sekarang menghilang?"
'Ya, benar, dia tadi duduk dibawah pohon itu," seru Ah
Liong. Sekalian orang heran karena pengemis lumpuh itu sudah
tak berada ditempatnya. "Apa ini?" tiba2 pula lelaki kawan si paderi berteriak
seraya menjemput sepotong kayu dan dibacanya. Ternyata
potongan kayu itu bergurat huruf yang berbunyi:
"Maaf, tuan2, aku mau tidur."
"Kurang ajar sekali pengemis lumpuh itu." gumam lelaki
tinggi besar, "dimanakah rumahnya?"
Mereka lalu menanyakan pada penduduk di sekeliling
tempat itu tetapi mereka hanya mengangkat bahu, "Kami
tak tahu dimana rumahnya. Pengemis itu memang aneh.
Kadang muncul kadang sampai beberapa hari tidak
kelihatan." "Jika begitu," kata Huru Hara, "kita lanjutkan perjalanan
kita masing2 sembari mencari tempat tinggal pengemis itu."
Orang2 itupun berpencar, masing2 menempuh jalan
sendiri. Tetapi hanya lelaki dan paderi itu yang mengikuti
perjalanan tetamu yang pertama-tama kehilangan uangnya
tadi. "Terima kasih atas perhatian saudara," kata orang itu
kepada lelaki kawan si paderi. Dia memperkenalkan diri
dengan nama Lim Siong. "Aku bernama Ih Jiang dan ini adalah Gong Goan
taysu," kata lelaki kawah paderi itu mengenalkan diri. Dia
lalu menanyakan hendak kemana Lim Siong menuju.
"Aku hendak ke kotaraja Lam-kia," sahut Li Siang.
'"O, kebetulan, kamipun hendak ke sana," kata Ih Jiang.
Dan Lim Siongpun tak curiga bahkan dia senang karena
mendapat kawan seperjalanan.
Sementara Huru Hara dan kedua kawannya berjalan
pelahan-lahan. Bahkan Huru Hara malah berhenti dan
duduk di tepi jalan. "Kenapa ?" tegur Cian-li-ji.
"Aku masih heran memikirkan kenapa uangku bisa
amblas." "Bukankah dicopet oleh si pengemis lumpuh itu."
"Ya, tetapi heran, mengapa aku tak merasa sama sekali,"
kata Huru Hara. "Dia kan bergelar pencuri nomor satu dalam dunia,
sudah tentu kita tak merasa."
"Tetapi pengemis itu memang aneh," gumam Hu ru
Hara. "St," tiba2 Cian-li-ji memberi isyarat-dcngan jarinya
menutup ke mulut, "aku mendengar suara orang berkelahi."
Huru Hara terkejut. Ia tahu kalau kakek cebol itu
mempunyai keistimewaan dapat mendengar suara dari
jarak satu li. Dia segera berbangkit "Hayo. kita cari mereka
...." Dengan menurutkan suara yang dapat ditangkap telinga
Cian-li-ji, mereka bertiga naik kesebuah bukit dan turun
kedalam sebuah lembah. "Hai, kemana kita ini ?" seru Ah Liong.
"Hus, diam!" bentak Cian-li-lt. Dia lari menuruti lembah
kemudian mendaki keatas sebuah karang tinggi. Dari atas
karang, dia berhenti. "Tuh, lihat!" serunya sembari menuding ke bawah
karang. Ternyata dibawah karang itu merupakan sebuah airterjun.
Sekeliling air-terjun penuh dengan batu2 karang
yang aneh bentuknya. Di tepi kubangan air yang menampung jatuhnya airterjun
tampak seorang lelaki tengah menyerang seorang tua
berpakaian compang-camping. Ada suatu hal yang
membuat Huru Hara bertiga terbelalak. Lelaki itu adalah
kawan si paderi tadi. Sedangkan saat itu si paderi hanya
enak2 duduk diatas batu melihat kawannya bertempur.
Tampak kawannya yang bernama Ih Jiang itu tengah
menyerang kalang kabut kepada sipengemis. Tetapi
pengemis itu sambil duduk, berloncatan kian kemari untuk
menghindar. "Engkoh Hok, apakah itu bukan pengemis lumpuh yang
minta belas kasihan kepada engkoh?" seru Ah Liong.
"Ya." "Kurang ajar, kita ringkus saja dan paksa dia
mengembalikan uang engkoh," kata Ah Liong seraya terus
hendak menuruni karang. Tetapi bahunya dicekal Huru
Hara, "Jangan terburu-buru. Lihat dulu apa sekab mereka
berkelahi." "Kita sendiri dapat berkelahi. Perlu apa melihat orang
berkelahi ?" bantah anak itu.
"Jangan bandel," bentak Huru Hara, "aku ingin tahu
barang apa milik orang itu yang dicomot pengemis lumpuh
itu." "Pengemis lumpuh kembalikan kim - pay (lencana emas)
itu, baru aku mau memberi ampun," seru Ih Jiang.
"Engkau harus mengatakan dulu dari mana engkau
memperoleh lencana emas itu baru nanti kukembalikan.
Kalau tidak, perlu apa kukembalikan " Kan lebih enak
kujual pada toko emas saja."
"Gila," bentak Ih Jiang "engkau minta tebusan berapa,
akan kubayar, tetapi jangan sekali-kali engkau jual kim-pay
itu." "Sudah kukatakan," jawab pengemis lumpuh, "kalau
engkau mau mengatakan dari mana engkau memperoleh
lencana itu, tentu akan kukembalikan. Aku tak minta
tebusan apa2." "Jangan mengurus urusanku."
"Baik," seru pengemis lumpuh, "engkau cukup
menjawab sebuah kata. Apa arti huruf yang tercetak pada
lencana itu ?" Kembali Ih Jiang tertegun.
"Ceng," seru pengemis lumpuh pula, apa artinya huruf
Ceng itu ?" "Itu bukan urusanmu !" bentak Ih Jiang.
"Bukankah ceng itu berarti kerajaan Ceng sekarang ?"
"Tutup mulutmu !"
"Dengan begitu jelas engkau ini adalah kaki tangan
kerajaan Ceng," seru pengemis pula
Walaupun terpisah jauh dan berada di atas tebing karang
yang tinggi tetapi Huru Hara dapat mendengar
pembicaraan mereka. Diam2 dia terkejut. "Hm, kaki tangan
Ceng," gumamnya. Sementara itu tampak In Jiang menghunus pedang,
"Hm, pengemis lumpuh, berani sekali engkau menghina
aku." Diserangnya pengemis lumpuh itu dengan gencar tetapi
pengemis lumpuh itu juga tak kalah gesitnya. Dia
menghindar kian kemari dan ada kalanya melenting ke
udara. Tetapi anehnya, pengemis lumpuh itu tak balas
menyerang. Entah tak mampu atau entah masih menunggu
kesempatan. Ih Jiang makin gelisah. Dihadapan Gong Goan taysu,
dia malu sekali karena tak mampu mengalahkan seorang
pengemis tua yang lumpuh.
"Pengemis ini memang tak kecewa digelari sebagai Rajacopet
di dunia persilatan," diam2 Ih Jiang membatin, wah,
kalau aku tak mampu mengalahkannya, betapalah
maluku....."

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebenarnya dia hendak berseru meminta bantuan si
paderi tetapi mulut rasanya amat berat. Ia dan paderi itu
sama2 diundang Ko Cay Seng dan diangkat sebagai orang
kepercayaan. Kalau dia kalah dengan seorang pengemis
lumpuh saja, bukankah paderi itu akan memandang rendah
kepadanya. Tengah dia gelisah, tiba2 pengemis lumpuh itu berseru,
"O, kalau engkau lelah, panggillah kawanmu. Majulah
kalian berdua sekali,"
"Hai, paderi gemuk," serunya kepada si paderi,"
mengapa engkau diam saja melihat kawanmu kewalahan "
Hayo majulah engkau sekalian !"
Diam2 Ih Jiang girang karena pengemis itu menantang
Gong Goan taysu. Dan ternyata paderi itupun panas
hatinya. "Pengemis lumpuh, engkau sendiri yang minta. Jangan
salahkan aku," seru paderi Gon Goan seraya melangkah
maju. "Bagus," seru pengemis lumpuh gembira, "jangankan
hanya engkau seorang, pun ditambah lagi dengan lima
enam orang asal gemuk seperti engkau, aku pasti masih
sanggup melayani ..."
Dalam berkata-kata itu dia sudah harus menghindari
serangan si paderi yang menggunakan sepasang kepalannya
yang besar. Angin pukulan paderi itu menimbulkan suara menderuderu
yang amat keras. Bum . . . sebuah pukulannya yang
luput telah menghantam segunduk batu karang sehingga
hancur berantakan. Tetapi beberapa waktu kemudian, tampak pengemis
lumpuh itu makin kewalahan. Makin jelas bahwa dia
memiliki ilmu gin-kang yang sempurna tetapi ternyata dia
tak begitu lihay ilmu-silatnya.
Dikerubut dua jago tangguh dari kerajaan Ceng, mau tak
mau pengemis lumpuh itu mulai terdesak juga. Dan pada
suatu kesempatan ketika dia berhasil menghindari sabatan
pedang Ih Jiang, tiba2 tinju si paderi berhasil membentur
bahunya sehingga pengemis itu terhuyung-huyung.
"Mampus engkau setan lumpuh!" teriak Ih Jiang seraya
loncat menyerang. "Hai, jangan main bunuh!" tiba2 terdengar suara orang
berteriak seperti halilintar meletus di udara dan serempak
tampak sesosok tubuh melayang turun dari ketinggian
puluhan tombak. Sedangkan dua orang lagi dengan saling
berpelukan juga ikut loncat turun.
Blungngng .... tepat pada saat terdengar orang itu
berteriak maka si pengemis lumpuh tadipun sudah loncat
kedalam telaga. Tetapi pada lain saat ketika orang pertama
yang melayang turun tadi berdiri tegak di tanah, adalah
kedua kawannya itu meluncur masuk ke . . . dalam kolam
juga. "O, engkau," seru Ih Jiang ketika melihat bahwa yang
berteriak dan sekarang tegak dihadapannya itu tak lain
adalah pendekar Huru Hara. Sedang kedua orang yang
kecemplung kedalam kolam air tempat penampung airterjun
itu adalah kakek Cian-li-ji dan Ah Liong. Kedua
orang itu hendak mengikuti gerak Huru Hara yang
melayang turun tetapi mereka ngeri maka keduanya saling
berpelukan dan meramkan mata. Karena karang tinggi itu
tepat diatas kolam maka keduanyapun tercebur ke
dalamnya. Huru Hara terkejut dan berpaling. Dilihatnya kakek
Cian-li-ji gelagapan terminum air. Untung dia dapat diseret
Ah Liong yang pandai berenang, ke tepi dan naik ke darat.
"Mengapa engkau kemari?" ulang Ih Jiang.
"Engkau terlalu sewenang-wenang terhadap seorang
pengemis lumpuh," sahut Huru Hara.
"Dia tak mau mengembalikan benda milikku yang
dicopetnya, bukankah engkau sendiri juga di copetnya?"
"Ya, tetapi biarlah."
''Kenapa" Engkau merelakan uangmu?"
"Ya," sahut Huru Hara, "karena itu kesalahanku dan
kepandaiannya. Mengapa aku tak mampu menjaga uangku
dan mengapa dia mampu mencopet uang yang berada
dalam sakuku. Dia pantas menerima pujianku dan biarlah
uang itu diambilnya."
Ih Jiang terbeliak, "Aneh sekali omonganmu itu. Ya,
kalau engkau berpendirian begitu, terserah. Tetapi aku lain.
Mengambil benda milik orang itu adalah jahat, harus
dihajar." "Aku tidak menghalangi engkau menghajarnya," jawab
Huru Hara pula, "tetapi caramu bertindak itu keterlaluan
sekali. Masakan engkau sendiri tak becus lalu mengajak
kawanmu si paderi gemuk itu bersama-sama
mengeroyoknya Pengemis lumpuh itu tak pakai senjata,
sedang kalian berdua menyerangnya begitu ganas. Adilkah
itu?" Merah muka Ih Jiang. Sebelum dia menjawab si paderi
Gong Goan sudah membentak, "Hai, pendekar sinting,
jangan ikut campur urusan kami!"
"Ho, babi gemuk, kalau aku mau ikut campur, lalu
bagaimana?" tantang Huru Hara yang tak senang melihat
sikap paderi Gong Goan. "Kalau begitu, inilah bagianmu!" Gong Goan terus
menghantam kepala Huru Hara.
Huru Hara menyurut mundur selangkah sehingga
pukulan paderi itu mengenai angin. Tetapi paderi itu makin
ngotot. Dia loncat dan kali ini gunakan pukulan Lik-biatngogak atau Menghantam- dahsyat-lima-gunung.
Melihat itu Huru Hara tak mau menghindar. Dia
mengangkat tangannya menangkis dan uh . . . terdengar
mulut Gong Goan mendesuh kaget dan tubuhnya terpental
sampai tiga langkah. Huru Hara sudah terlanjur marah. Dia loncat menerkam
dada si paderi, diangkatnya lalu di lempar kedalam kolam.
Blungugng ..... -oo0dw0oo- Jilid 31. Ih Jiang, terkejut menyaksikan kesaktian Huru Hara.
Padahal padri Gong Gon itu terkenal memiliki tenaga gwakang
(luar) yang luar masa. Lik-biat-ngo-gak naerupakan sebuah ilmu pukulan yang
perbawanya sedahsyat ilmu pukulan Kim-kong-ciang dari
perguruan Siau-lim si. Dan Gong Goan telah mencapai
tataran dimana pukulannya Lik-biat-ngo-gak itu mampu
menghancurkan gunduk karang sebesar anak kerbau.
Tetapi Ih Jiang tak sempat melihat keadaan Gong karena
saat rtu Huru Hara sudah menghampiri ketempatnya.
"Wah, engkau hebat sekali," tiba2 Ih Jiang malah berseru
memuji. Dia memang cerdik dan licik, cepat dapat
mengetahui gelagat. "Sayang aku talc butuh pujianmu," sahut Huru Hara.
"Lalu engkau menginginkan apa ?"
"Aku menginginktan supaya engkau bertobat."
"Bertobat " Apakah dosaku ?"
"Setumpuk gunung," sahut .Huru Hara, "engkau telah
mencontreng muka bangsa Han. Engkau ikut mencelakakan
bangsa Han. Apa perlunya ?"
"Aku tak tahu maksudmu."
"Hm, bukankah engkau seorang kaki tangan orang Boan
Ceng ?" Ih Jiang tertegun, kemudian menjawab, "Setiap orang
mempunyai keadaan dan keyakinan sendiri2."
"Bagaimana keadaan dan keyakinanmu ?"
Aku seorang lelaki. Bertahun-tahun aku menuntut
ilmusilat agar kelak dapat menjadi seorang yang terkenal.
Sekarang kesempatan itu telah terbuka luas. Dengan
membantu kerajaan Ceng, aku mempunyai kesempatan
kelak akan menjadi pembesar negeri."
"Hm, ketahuilah," dengus Huru Hara, "bela jar ilmusilat
bukanlah suatu tujuan untuk manjidi orang terkenal dan
mendapat pangkat. Tetapi untuk kesehatan diri, menjaga
diri dan mengembangkan ilmu pusaka dari leluhur kita.
Kalau mau mengawalkan, amalkanlah ilmusilat itu untuk
membantu yang lemah memberantas yang jahat."
"Hm, simpanlah nasehatmu," kata Ih Jiang, "jangan
terlalu muluk2 dengan impian. Yang penting adalah
kenyataan. Orang yang memiliki kepandaian sakti seperti
engkau, pada waktu ini, besar sekali kesempatannya untuk
mendapat pangkat tinggi. Kalau engkau mau, aku dapat
membantu-mu. Hidupmu pasti bahagia kelak."
"Cis," Huru Hara meludah, "lebih baik menjadi cacing
yang bebas di tanah, daripada menjadi anjing peliharaan
orang Boan. Silakan engkau nikmati sendiri falsafah keanjinganmu,
jangan coba cari pengikut."
"Sudahlah, aku akan berurusan dengan pengemis itu
sendiri, jangan ikut campur," akhirnya Ih Jiang
mengalihkan pembicaraan. "Soal benda yang diambilnya?" masih Huru Hara
menyelutuk. "Hm." "Mengingat tadi engkau mau membayar orang yang
sedang mendapat kesukaran, kali ini engkau kubebaskan.
Pergilah!" habis berkata Huru Hara terus menghampiri ke
kolam. "Ah Liong, mana pengemis tadi?" tanyanya kepada Ah
Liong yang masih duduk beristirahat di tepi kolam bersama
Cian-li-ji. "Oh, ya, benar, mengapa pengemis itu tak muncul sejak
dia kecebur dalam kolam," seru Ah Liong.
"Carilah !" Huru Hara menyuruhnya.
Ah Liong segera loncat kedalam kolam. Ko lam itu
cukup luas dan dalam sehingga menyerupai sebuah telaga
kecil. Di1ihatnya sesosok tubuh sedang menggeletak di
dasar kolam, Ah Liong segera menyeretnya keatas dan
dibawa naik ke darat. "Hai, apakah ini bukan Gong Goan taysu?" seru Huru
Hara. Memang korban itu adalah Gong Goan taysu. Tetapi
paderi itu hanya mengenakan celana dalam saja. Jubahnya
sudah hilang. Ah Liong memijak perut paderi itu. Karena
perut dipijak, mulut paderi itu mengalirkan air. Setelah
ditolong Ah Liong yang rupanya faham menolong orang
yang tenggelam dalam air, paderi itupun siuman.
"Kemana pengemis itu ?" tanya Huru Hara.
"Hilang," sahut Ah Liong.
"Hilang ?" "Ya, sudah kucari didasar kolam tetapi tak dapat
kuketemukan, Apa itu tidak hilang namanya ?"
"Aneh benar," seru Hum Hara, "masakan orang bisa
menghilang. "Ya, pengemis lumpuh itu memang luar biasa anehnya.
Dia lumpuh tapi dapat mencopet barang orang. Dia kecebur
dalam telaga, tetapi ia bisa meng hilang ..... "
"Bohong !" Huru Hara terus loncat kedalam air. Dia
meluncur ke dasar telaga. Waktu kecil, diapun suka mandi
di sungai sehingga pandai be renang. Dia tak percaya
pengemis lumpuh dapat menghilang.
Setelah mencari-cari beberapa saat dan talc melihat
pengemis itu, tiba2 dia nellhat sekabing papan besi menutup
di tengah dasar telaga. Timbul kccurigaannya. Dia
hampirinya papan besi itu lalu diangkatnya.
"Ah," ia terkejut ketika papan besi itu terbuka dan
tampak sebuah lubang. Segera ia meluncur masuk dan
papan besi itupun menutup lagi.
Dia terus berenang menyusur sebuah terowongan air
sampai pada akhirnya dia melihat diatas terowongan itu
terdapat sebuah lubang besar. Cepat dia naik keatas lubang
itu dan ah ..... ternyata dia berada didalam sebuah gua.
"0, kebetulan sekali, mari siauhiap, kita minum anak,"
tiba2 ia terkejut mendengar suara orang berkata-kata.
Ketika berpaling, dilihatnya disebelah samping gua itu
terdapat sebuah ruangan. Dalam ruangan itu tampak
seorang tua duduk bersila menghadapi-sebuah meja 'batu.
Diatas meja batu itu terdapat sebuah poci dan cawan arak.
Dan seoiring bermacam-macam buah.
'Siapa engkau?" tegur Huru Hara sera ya menghampiri.
"Ai, apakah siauhiap lupa kepadaku?" orang itu tertawa.
"Apakah engkau pengemis lumpuh itu?"
"Ya, benar, akulah pengemis lumpuh itu."
"Mau apa engkau?" tegur Huru Hara dengan bengis.
"Apakah engkau pengemis lumpuh itu?" "Ya, benar,
akulah pengemis lumpuh itu."
"Mau apa engkau?" tegur Huru Hara dengan bengis.
"Ai, duduklah siauhiap. Jangan tegang. Aku seorang
sahabat sendiri," kata pengemis tua nu.
Kini dia sudah berganti pakaian, tidak lagi menge nakan
pakaian compang camping. Huru Hara tak takut. Diapun duduk. "Siauhiap, silakan
minum arak simpananku," kata pengemis itu seraya
mengangsurkan ca-wan yang sudah diisi arak.
"Huru Hara menyambuti dan terus meneguk. "Terima
kasih," katanya, "siapa engkau ini?"
"Sudah lama aku tak memakai namaku yang aseli. Orang
hanya menyebutku sebagai Ui-tiok-sin-jiu si-Copet-bambukuning."
"0," desuh Huru Hara, "apakah gua ini tempat
tinggalmu?" Ui-tiok-sin jiu mengiakan, "Siauhiap adalah orang yang
pertama dapat mengunjungi tempatku ini. Selama ini belum
pernah orang tahu dan datang kemari."
"Mengapa engkau suka mencopet ?" tegur Huru Hara
langsung. "Siauhiap," kata pengemis tua itu, "apa engkau kira copet
itu suatu pekerjaan hina"
"Tentu saja !" "Ya, itu kalau copet kecil, copet di pasar. Tetapi aku
adalah raja copet. Seorang raja, tentu tak mau sembarangan
mencopet barang sepele."
"0, apakah yang engkau copet itu barang pilihan ?"
"Tentu, tentu," sahut raja copet itu, "aku tentu memilih


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang dan barang yang bernilai seperti ini............ ," dia
terus berbangkit dan merogoh kedalam sebuah lubang.
"Hai, kurang ajar, engkau tidak lumpuh ?" teriak Huru
Hara terkejut ketika melihat pengemis itu dapat berdiri dan
berjatan. "Lho, engkau ini bagaimana siauhiap ?" seru raja copet
itu," masakan engkau senang melihat orang yang lumpuh.
Seharusnya engkau gembira melihat aku tidak lumpuh."
"Ah, engkau memang aneh. Engkau seorang pengemis
lumpuh tetapi ternyata engkau dapat berjalan. Engkau
seorang pencopet tetapi tidak mencopet barang dan orang
sembarangan." Raja copet itu tertawa, memang begitulah dunia ini
penuh dengan manusia2 yang aneh.
Seperti dirimu sendiri. Kalau melihat wajahmu, aku
terkenang pada seseorang. Tetapi kalau melihat engkau
begitu aneh, akupun heran."
"Ah, aku juga heran kepadamu. Sekarang engkau juga
heran kepadaku. Sekarang satu-satu dulu. Engkau atau aku
yang mendapat jawaban dulu."
"Engkau saja siauhiap. Aku orang tua .,,harus mengalah.
Silahkan tanya apa yang menjadi keherananmu," kata raja
copet. "Aku ingin tahu bagaimana dan siapakah sebenarnya
dirimu. Mengapa engkau melakukan pekerjaan copet"
Apakah di dunia ini tak ada pekerjaan yang lebih baik dari
mencopet?" Huru Hara mulai mengajukan pertanyaan.
Pengemis lumpuh itu ini menghela napas, "Dulu aku
berasal dari keluarga she Bin. Kemudian aku merantau dan
bertemu dengan seorang copet yang mengajarkan aku ilmu
copet. Sejak itu aku menjadi pencopet. Karena banyak yang
mengagumi kepandaianku maka aku digelari sebagai raja
copet. Ada peristiwa yang menggelikan. Setiap aku datang
ke sebuah kota, apabila orang tahu aku, entah bagaimana
tahu2 ada orang datang membawa ang- pau ( bungkusan
hadiah uang ) kepadaku dan minta supaya aku jangan
melakukan operasi di kota itu. Karena setiap kali begitu,
akhirnya aku nganggur tetapi mendapat pensiun dari
orang." "Siapa yang memberi ang-pau itu?"
"Kukira kalau pembesar negeri tetapi ternyata bukan.
"Tentu para pedagang yang ketakutan kalau barangnya
engkau gasak," seru Huru Hara.
"Juga bukan." "Lalu siapa?" "Perhimpunan kaum copet di kota itu. Mereka takut
kalau aku mengoperasi habis-habisan kota itu sehingga
mereka kehabisan rejeki. Maka mereka rela memberi angpau
agar aku jangan melakukan praktek di kotanya."
"Hm, aneh juga," kata Huru Hara.
"Lama2 aku bosan juga hidup nganggur tetapi terima
hadiah buta. Aku lalu beroperasi lagi. Tetapi aku memilih
calon korbanku. Pembesar rakus, hartawan kejam,
pmghianat dan manusia yang kuanggap busuk, tentu
kugasak. Nah, lihatlah ini .....
Huru Hara terkejut ketika melihat pengemis itu menuang
sebuah kantong dan isinya ternyata benda2 emas.
"Apakah itu?" tanyanya.
"Ini adalah kim-pay ( lencana emas ), bin-tang jasa yang
diberikan kerajaan Ceng kepada orang2 Han yang bekerja
dan berjasa kepada mereka. Kugasak semua lencana dan
bintang jasa mereka. Mereka benar2 kerupukan sekali."
"Lalu buat apa benda2 itu?"
"Nanti sauhiap akan tahu sendiri."
"Hm kalau begitu engkau anggap aku ini juga seorang
manusia busuk !" seru Huru Hara.
"Ah, tidak," pengemis lumpuh itu tertawa, "aku kan
hanya main2 saja dengan sauhiap_ Nih, uang sauhiap
kukembalikan, Sepeserpun tak hilang," ia serahkan sebuah
bungkusan kepada Huru Hara.
"Lalu perlu apa engkau mengambilnya ?"
"Pertama, untuk memberi peringatan kepada sauhiap
supaya sauhiap lebih berhati-hati. Dalam dunia persilatan
itu, penuh dengan orang sakti dan aneh. Kedua kalinya,
supaya sauhiap kenal dengan aku."
"Mengapa engkau kepingin kenal dengan aku"; tanya
Huru Hara. "Wajah sauhiap membuat aku terkenang pada seseorang.
Akupun tertarik akan peribadi sauhiap yang nyentrik.
Tanbul keinginanku untuk mengenal siapa sauhiap ini. Dan
aku juga senang melihat kemurahan hati sauttiap terhadap
diriku sebagai seorang pangemis lumpuh."
"0 " desuh Huru Hata yang mulai mendapat kesan baik
terhadap orang itu, "jadi engkau ini sebenarnya tidak
lumpuh ?" "Melihat keperluan," sahut pengemis itu, "kalau perlu
aku bisa menjadi orang lumpuh kalau perlu aku dapat
berjalan seperti orang sehat."
Huru Hara mengangguk-angguk,
"Sauhiap," kata Ui-tiok-sin-jiu," ada sebuah benda lagi
yang engkau tentu akan terkejut sekali !"
"Apa itu ?" Huru Hama tertegun ketika pengemis lumpuh
menyerahkan sebuah bungkusan kulit kepadanya. Diapun
segera menyambuti dan membukanya. Ternyata sepucuk
surat dinas yang ditutup dengan lak merah.
"Buka sajalah !" seru Ui-tiok-sin-jiu.
"Tapi segel merahnya tentu rusak."
"Nanti aku yang memperbaiki lagi."
Huru Hara menurut. Setelah segelnya dibuka pun
membaca surat itu. Wajahnya amat tegang.
"Mengapa?" seru Ui tiok-sin- jiu.
"Surat dari mentri Su Go Hwat kepada tay hak-su Ma Su
Ing di kotaraja. "Ya, kuduga memang begitu," kata Ui-tiok- sin-jiu,
"tetapi bagaimana bunyiuya ?"
Huru Hara membacakan: Ancaman tentara Ceng dari utara lebih berbahaya. Harus
segera di badapi maka mohon bala bantuan un tuk
mempertahankan daerah Kangpak.
Su Go Hwat. "Ini surat panting sekali," seru Huru Hara, "mengapa
engkau curi ?" Panama lumpuh tersenyum. "Engau ingat akan seorang tetamu yang datang seorang
diri ke dalam rumah makan itu ?" tanyanya.
"O, apakah bukan orang yang kehilangan uangnya itu?"
"Mungkin juga, karena uangnyapun ikut terambil dengan
surat ini." "Jadi orang itukah yang membawa surat ini ?" Huru Hara
menegas. "Ya." "Mengapa engkau ambil ?"
"Untuk mengamankannya."
Huru Hara tertegun, "Bagaimana maksudmu?"
"Aku menyangsikan kejujuran orang itu," kata Ui tioksinjiu. "Apa engkau sudah kenal ?"
"Belum," sahut Ui- tiok- sin- jiu, "tetapi engkau tentu
sempat memperhatikan lain tetamu yang mengunjungi
rumahmakan itu." "Maksudmu paderi dan kawannya itu ?"
"Bukan." "0, kedua lelaki tinggi besar itu ?"
"Ya," kata Ui-tiok-sin-jiu," dia adalah jago dari istana
kerajaan Beng." "Lho, kalau begitu dia kan kawan sendiri."
"Bukan," sahut Ui-tiok-sin-jiu," dia orangnya Ma Su Ing."
"Bagaimana engkau tahu ?" Huru Hara terkejut.
"Dalam perjalanan mereka bercakap - cakap cara
bagaimana untuk bertemu-dengan orang yang diutus mentri
Su Go Hwat. Mereka terkejut ketika melihat aku duduk
ditepi jalan - Hai, apa engkau mendengar pembicaraanku
tadi " - salah seorang menegur aku. Kukatakan tidak. Dan
mereka pun lalu memberi uang kepadaku ..... "
"Bagaimana engkau dapat memastikan kalau kedua
lelaki tinggi besar itu ponggawa istana raja Beng ?"
"Lagi2 karena ilmu copetku," ia menyerahkan kepada
Huru Hara dua buah lencana. Dan ketika Huru Hara
memeriksa ternyata lencana itu bertulis huruf Wi.
"Apa artinya ?" tanyanya.
"Wi artinya melindungi atau jaga. Tanda dari seorang wisu
atau bhayangkara yang menjaga istana," Ui-tiok-sin-jiu
menerangkan. "Hm, apakah dia hendak menemui utusan dari mentri Su
Go Hwat ?" "Kurasa belum saling kenal maka kedua orang itupun
mencari kesempatan untuk mengawasi orang yang
sekiranya diduga sebagai utusan."
Huru Hara merenung. Dia hendak mencari pikiran
bagaimana menghadapi persoalan itu. "Bagaimana
pendapatmu ?" tanyanya.
Ui-tiok-sin-jiu juga garuk2 kepala, "Paling2 kita
selamatkan surat mentri Su tayjin dan serahkan pada Ma Su
Ing." "Mengapa tidak diserahkan saja kepada kedua wi-su itu
?" "Aku kuatir kedua wi-su itu tidak bermaksud baik.
Kemungkinan dia disuruh orang untuk merampas surat itu
agar jangan sampai pada Ma Su Ing"
"Tetapi mengapa begitu " Bukankah ini urusan
pertahanan negara yang amat penting ?"
"Ah, dalam negara yang sudah kacau seperti saat ini,
banyak orang mengail di air keruh. Mereka mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya."
Huru Hara mengangguk dan merenung, lagi. Beberapa
saat kemudian tiba2 dia berseru, "Aku ada akal tatapi
sanggupkah engkau melakukannya?"
"Tentu," sahut Ui-tiok-sin-jiu dengan tegas.
"Begini," kata Huru Hara, "kita lakukan siasat, engkau
pura2 kutangkap dan surat itu akan kuserahkan kepada
utusan mentri Su Go Hwat.
"Bagaimana kalau dia benar bersekongkol dengan kedua
wi- su itu ?" "Jangan kuatir. Kita buat lagi surat yang palsu. Yang
aseli kita bawa. Tetapi sanggupkah engkau memalsu surat
itu ?" "Memalsu tulisan termasuk dalam mata pelajaran ilmu
copet yang kupelajari," kata Ui-tiok sin-jiu, "baik, akan
kusiapkan surat palsu itu."
Ui-tiok-sin-jiu terus mengambil peralatan tulis dan
membuat sebuah surat. Dia memang ahli dalam meniru
tulisan. "Tunnggu," seru Huru Hara, "tambahkan sedikit
perkataan di akhir tulisan. Katakan, kalau Ma Su Ing tak
mau mengirim bala bantuan, mentri Su akan menarik
mundur pasukannya dari utara."
"Tepat," seru Ui-tiok-sin-jiu. Dalam beberapa saat
kemudian selesailah surat itu dan diberikan kepada Huru
Hara. "Engkau akan kuhawa untuk mencari utusan mentri Su
Go Hwat. Surat palsu itu akan kuserahkan kepadanya. Dan
aku terus akan menuju ke Lam-kia menghadap Ma Su Ing.
Sedang engkau harus memata-matai utusan mentri Su itu."
Demikian keduanya segera keluar dari gua. Huru Hara
hendak kembali mengambil jalan dari terowongan yang
tembus di dasar telaga tetapi dicegah Ui-tiok-sin-jiu.
"Tak perlu," kata pencopet itu, "kita ambil jalan dari
gunung itu dan menuju ke air-terjun." Ketika mereka tiba di
air- terjun ternyata Ah Liong dan Cian-li ji tak berada disitu lagi. "Hai,
kemanakah mereka," seru Huru Hara. Setelah mencari ke
sekeliling tempat tetap tak menjumpai kedua orang itu.
"Wah, mereka tentu juga bingung dan mencari engkau,"
kata Ui-tiok-sin-jiu. "Hm." "Lalu bagaimana kita sekarang?"
"Tetapi mengejar jejak utusan mentri Su tayjin," kata
Huru Hara. Pikirnya, Cian- li ji pernah bilang karena
ditawan pasukan Suka Rela tetapi akhirnya dapat lolos.
Tentulah sekarang kedua orang itu akan dapat menjaga diri.
"Lalu bagaimana dengan kedua kawanmu itu?"
"Urusan negara lebih penting. Aku harus cepat2
menghadap Ma Su Ing agar segera dapat mengirim bala
bantuan ke utara," kata Huru-Hara.
Keduanya segera melanjutkan perjalanan ke selatan.
Diam2 Huru Hara heran atas keihayan ilmu lari cepat dari
Ui-tiok-sin- jiu. Beberapa saat kemudian mereka sudah mencapai
sepuluhan li dan saat itu tiba di sebuah tempat yang sepi di
lereag gunung. Mereka tetkejut ketika di sebelah muka
tampak debu mengepul dan terdengar suara bentakan
orang. Cepat mereka menghampiri ke tempat itu.
Ternyata hiruk pikuk berasal dari orang yang sedang
berkelahi. Huru Hara terkejut karena mengenali salah
seorang yang sedang berhadapan dengan tiga orang lawan
itu bukan lain adalah lelaki yang menjadi utusan mentri Su
Go Hwat. "Hai, berhenti," seru Huru Hara. Orang yang menjadi
utusan mentri Su hendak menurut tetapi tiba2 dia diringkus
oleh salah seorang dari kctiga nengeroyoknya.
Huru Hara marah. Dia loncat dan menyambar orang
yang meringkus utusan mentri Su lalu dihentakkan ke
belakang, uhhhh............ orang itu terpelanting mencelat
sampai baberapa langkah. Dan pertempuran itupun
berhenti. "Mengapa saudara berkelahi dengan ketika orang itu "'
tegur Huru Hara,. "Aku tak kenal dengan mereka. Tahu2 mereka muncul
dan memaksa aku harus menyerahkan surat. Pada hal aku
tidak membawa surat apa2," kata urusan mentri Su.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengapa kalian hendak maminta surat kepadanya "
Surat apa yang kalian inginkan?" tegur Huru Hara kepada
kedua pengeroyok itu. "Dia adalah utusan dari mentri Su Go Hwat. Akan kami
minta surat itu. Huru Hara tidak terkejut. Diam2 dia hanya mengakui
bahwa keterangan Ui-tiok-sin-jiu ternyata benar.
"Setan alas," damprat Huru Hara,. "mentri Su adalah
mentri besar dari kerajaan Beng. Mengapa kalian hendak
merampas suratnya?" "Itu bukan urusanmu!" bentak kedua orang itu.
"Hm, kalian kalau belum dihajar tentu belum kapok,"
Huru Hara terus maju memukul. Tetapi kedua orang itu
cepat menghunus senjata dan memapas tangan Huru Hara.
Huru Hara loncat ke udara dan berjumpalitan tiba di
belakang mereka. Sebelum mereka sempat berbalik tubuh,
dengan gerak secepat kilat, Huru Hara sudah
mencengkeram tengkuk mereka dan terus dilempar ke
muka, blunt, blum ..... kedua orang itu jatuh ke dalam
semak2 berduri. "Apakah engkau benar utusan dari mentri Su tayjin?"
katanya kepada orang itu.
Karena sudah ketahuan dan apalagi mendapat
pertolongan dari Huru Hara maka orang itu-pun mengaku
siapa dia sebenarnya. "Mana surat itu?" tegur Huru Hara
Entah bagaimana tiba2 orang itu pucat wajahnya.
"Mengapa tak mau menjawab?" ulang Huru Hara. Diam2
Huru Hara curiga atas sikap orang. Dia tak mau
menerangkan soal surat yang dicopet Ui-tiok- sin-jiu.
"Hilang dicuri orang .... ." akhirnya orang itu menjawab.
Huru Hara tak keget karena dia sudah menduga begitu,
Ia mengeluarkan sampul yang dilak (tutup) cikeng merah
dan diberikan kepada orang itu, "Apakah bukan ini ?"
Orang itu tersenyum, "Ya, itulah Dari mana engkau
memperolehnya ?" "Orang inilah yang mencopetnya," kata Huru Hara
sembari menunjuk pada Ui-tiok-sin-jiu.
"0, terima kasih tuan," kata utusan itu.
"Surat itu jelas dari mentri Su Go Hwat tayjin, lekaslah
serahkan kepada tay-haksu Ma Su Ing. Mengapa engkau
tak hati2 menjaganya ?" tegur Huru Hara.
"Sebenarnya sudah kusimpan dengan rapat tetapi entah
bagaimana, tahu2 surat itu hilang." Demikian setelah
mengucapkan terima kasih utusan itupun segera
melanjutkan perjalanan. "Ah, ternyata dia memang bekerja dengan setia," kata
Huru Hara kepada Ui- tiok-sin-jiu. Raja copet itu hanya
garuk2 kepalanya. "Bagaimana kalau aku ikut kepada
sauhiap. Apakah sauhiap meluluskan ?" tanya Raja copet.
"Perlu apa engkau mau ikut aku ?"
"Aku juga tak punya sanak kadang dan gemar
mengembara," kata Raja copet. "dan aku seperti mendapat
firasat bahwa surat So Go Hwat tay-jin yang dibawa orang
itu akan berbuntut panjang."
"Apa maksudmu ?"
"Bukankah ketiga orang tadi telah mencepat perjalanan
utusan itu " Mengapa soal mentri Su Go Hwat mengirim
surat kepada Ma Su Ing telah menimbulkan perhatian orang
" Tidakkah ada fthak tertentu yang menginginkan agar surat
itu jangan sampai tiba di tangan Ma Su Ing ?"
"Hm, peristiwa itu tentu ada orang yang sengaja
membocorkan," kata Huru Hara.
"Benar sauhiap." kata Ui-tiok-sin-jiu, oleh karena itu
akupun kuatir bahwa perjalanan utusan itu tentu akan
mengalami beberapa kesulitan. Dan lagi sauhiap, jelas
kudengar kedua wi-su istana itu juga akan mencari utusan
mentri Su tayjin, Aku tertarik dengan peristiwa ini. Maka
apabila sauhiap tak keberatan, aku hendak ikut pada
sauhiap. " Setelah berpikir sebentar, Huru Hara menyatakan tak
keberatan. Ia pikir, orang itu mempunyai ilmu kepandaian
mencopet yang istimewa. Siapa tahu nanti akan ada
gunanya. Demikian keduanya lalu melanjutkan perjalanan. Huru
Hara menyatakan dia hendak mengikuti perjalanan utusan
pembawa surat itu secara diam2.
Pada. hari itu mereka tiba disebuah kota dan menginap
disebuah rumah penginapan. Sengaja Huru Hara dan Uitioksin-jiu mengambil kamar yang tak jauh dari kamar
utusan mentri Su. Malam hari ketika suasana sudah sepi, Huru Hara. dan
Ui-tiok-sin-jiu duduk bersemedhi. Lewat tengah malam,
mereka mendengar suara seperti daun kering berhamburan
jatuh ke tanah. "St, ada orang lihay datang ke rumah penginapan ini,"
bisik Ui-tiok-sin-jiu. Huru Hara hanya meugangguk. Dia memang menangkap
juga suara halus itu. Dia lanjutkan semedhinya dan bahkan
mempertajam indera pen dengarannya.
Krit, krit ..... terdengar daun jendela di gurit dengan
ujung pisau yang tajam dan tak berapa lama terdengar
sebuah benda yang loncat masuk kedalam kamar.
Huru Hara terkejut dan saat Itu Ui-tiok-sin-jittpun
menggamit kaki Huru Hara, Keduanya dengan pelahanlahan
membuka pintu dan terus menuju ke arah kamar yang
dimasuki penjahat itu. Apa yang diduga keduanya memang tepat. Ternyata
penjahat malam itu masuk ke kamar urusan mentri Su.
Huru Hara dengan tenaga-saktinya Ji-ih-sin kang dapat
melakukan gin-kang yang hebat. Gerak tubuhnya Iaksana
daun kering yang gugur ke tanah. Pun Ui-tiok-sin-jiu si
Raja-copet juga. memiliki ilmu gin-kang yang luar biasa.
Keduanya dengan berindap-indap menghampiri ke kamar
utusan mentri Su. Diluar bawah jendela keduanya berhenti
untuk mendengarkan apa yang terjadi dalam ruang.
Lampu dalam kamar yang sudah padam ternyata
menyala kembali. Diam2 Huru para membatin, penjahat itu
memang bernyali besar sekali berani menyatakan lampu.
"Ah, setan alas , ," tiba2 terdengar suara oraug mendesuh
kaget, "ini surat palsu. Tanda tangan mentri Su bukan
begini." Huru Hara dan Ui-tiok-sin-jiu terkejut. Ternyata penjahat
itu telah menggeratak surat penting dari mentri Su Go
Hwat. Huru Hara hendak menerobos masuk untuk
membekuk penjahat itu tetapi cepat dihalangi Ui-tiok-sin-jiu
yang memberi isyarat supaya dia suka bersabar dulu,
Tak lama terdengar suara orang mengulang dan napas
yang memburu keras, "Hai, mana surat yang aseli itu !"
"Surat .... yang mana ?"
"Surat dari mentri Su Go Hwat kepada Ma Su Ing."
"Siapa eng .. ; . engkau!"
"Jangan banyak mulut. Lekas bilang, dimana surat itu
atau kuhancurkan urat jantungmu," kata si penjahat.
"Apa yang harus_kukatakan?" kata utusan
mentri Su. "Dimana surat yang aseli itu!"
"Suratnya ya itu. Aku tak bawa surat lain lagi."
Penjahat itu tertawa scram, Hm, jangan engkau coba2
untuk berbohong. Engkau dapat mengelabuhi orang lain
tetapi jangan harap mampu menyelomoti aku. Aku kenal
baik dengan tulisan mentri Su."
"Tetapi aku tak punya ............. "
"Hm, kalau belum merasakan tanganku, engkau memang
masih bandel," dengus si penjahat. Tak berapa lama
terdengar suara merintih-rintih yang ngeri dari utusan
mentri Su. Rupanya dia tak tahan menderita siksaan
penjahat itu. Kembali Huru Hara hendak bertindak tetapi
Ui-tiok-sin-jiu masih menahannya dan minta supaya dia
bersabar sebentar waktu lagi.
"Ya, ya, aku mau .. . mengatakan ............. jangan
menyiksa begini ..... " akhirnya utusan mentri Su itu
menyerah. "Dimana surat yang aseli itu?" kembali si penjahat
mengulang pertanyaannya. "Surat itu....... surat itu ..... "
"I.ekas katakan !" bentak si penjahat.
"Surat itu telah di ... ambil............ . ambil ...."
"Cepat !" bentak si penjahat yang makin gemas.
"Dua orang . ,............ wisu istana ."
"Wi-su istana raja Beng ?"
"Ya . ..." "Mengapa engkau berikan ?"
"Mereka telah memaksa aku harus menyerahkan surat
itu." "Siapakah yang memerintah kedua wi-su untuk
merampas surat itu ?"
"Entah, aku tak tahu."
"Tetapi mengapa engkau menyimpan surat palsu ini ?"
"Aku memang sengaja membuat dua surat. Yang satu
aseli dan yang lain palsu. Hal itu dikarenakan aku harus
menjaga segala kemungkinan yang tidak diharapkan dalam
perjalanan. Di tengah jaIan aku telah kecopetan dan yang
dicopet kebetulan surat yang palsu itu . ..."
"Ngaco !" bentak penjahat itu, "bagaimana mungkin surat
yang sudah dicopet, dapat kembali lagi kepadamu ?"
"Ada seorang pemuda yang membawa seorang pengemis
tua kepadaku. Dia mengatakan bahwa yang mencopet surat
itu adalah pengemis tua itu dan kebetulan dia dapat
menangkapnya. Surat itu dikembalikan lagi kepadaku."
"Hm, dapatkah omonganmu itu kupercaya ?"
"Hohan, aku bersumpah, kalau sampai keteranganku. ini
ada sepatah saja yang bohong, biarlah aku mati disambar
geledeg ............. aduh............ "tiba2 terderigar utusan
mentri Su itu menjerit dan tak terdengar bersuara lagi.
Huru Hara serentak berbangkit. Dia tak dapat menahan
kesabarannya lebih lama lagi. Tetapi sebelum dia sempat
bergerak, tahu2 dari dalam ruangan telah melesat keluar
penjahat itu menerobos jendela. Gerak penjahat itu
memang hebat sekali. "Hai, mau lari kemana engkau bangsat !" sebelum Huru
Hara bertindak, Ui-tiok-sin-jiu sudah loncat hendak
menerkam.' "Huh, siapa engkau .... ! cepat sekali penjahat yang
mukanya ditutup dengan topeng hitam ayunkan tangannya
menghantam. "Uhhhhh ............. ." Ui-tiok-sin-jiu menlompat beberapa
langkah ke belakang dan berdiri tegak. Hantaman penjahat
itu menggunakan tenaga-dalam yang sakti sehingga Ui-tioksinjiu sesak napasnya dan terpaksa harus berhenti untuk
menenangkan diri. Dia menyadari kalau dirinya menderita
luka. "Besar sekali nyalimu, penjahat !" Huru Hara pun
mengejarnya. Penjahat itu Iari keluar kota. Ketika tiba di sebuah hutan,
dia berhenti. "Hm, mau apa engkau mengejar aku?" tegurnya nya
dengan nada bengis. "Menangkapmu," enak saja Huru Hara menjawab.
Penjahat bertopeng itupun tertawa mengukuk. Nadanya
bagai burung hantu menangis di tengah kuburan.
"Engkau menangkap aku" Sebelumnya, jawablah," seru
penjahat bertopeng itu dengan congkak, "mampukah
engkau menangkap angin" Nah, kalau engkau sudah
mampu menangkap angin barulah engkau boleh bicara
hendak menangkap aku!' "Mengapa tidak mampu?" seru Huru Hara, "mau lihat
buktinya kalau aku dapat menangial angin, nib, tuuuuuttttt .
. . . " Dengan menahan napas dan kerahkan tenaga-dalam
maka Huru Hara berkentut sekeras-kerasnya.
Sudah tentu penjahat bertopeng itu merasa terhina,
"Bangsat, engkau menghina aku?"
"Kalau kusuruh engkau makan kentut itu sih masih
ringan. Seharusnya engkau kusuruh makan ampas
kentutku!" "Bangsat, mampus engkau!" tiba2 penjahat bertopeng itu
melontarkan sebuah hantaman yang dahsyat. Hantaman itu
disebut Biat- gong- ciang atau ilmu pukulan Membelahangkasa.
Suatu ilmu pukulan tenaga--dalam yang dahsyat.
Huru Hara songsongkan tangannya kemuka untuk
menyambut. Dia terdorong selangkah kebelakang tetapi
penjahat bertopeng itupun gemetar tubuhnya. Keringat
bercucuran membasahi kepalanya.
Dia.terkejut sekali ketika mendapatkan bahwa tenagadalam
yang dipancarkan dalam pukulan Biat-gang-ciang itu
telah tertolak balik dan menggempur dirinya sendiri. Dia
pun berjuang sekuat tenaga untuk bertahan diri. Itulah
sebabnya dia sampai gemetar dan bercucuran keringat.
"Aneh sekali," katanya- dalam hati, "siapakah orang ini "
Kalau melihat wajahnya dia seperti si Bloon dulu. Tetapi
masakan Blo'on memiliki Ilmu tenaga-sakti yang aneh
seperti itu." "Bagaimana, bung ?" suru Huru Hara, "apa masih ingin
adu pukulan lagi ?" "Siapa engkau !" seru penjahat bertopeng. "Aku Huru
Hara !" "Bohong !" teriak penjahat bertopeng, "siapa namamu
yang sesungguhnya ?"
"Apa perlunya engkau bertanya namaku ?"
"Karena aku teringat akan scseorang."
"Siapa ?" "Blo`on anak dari Kim Thian Cong "
Huru Hara terkejut, "Siapa engkau !" bentak Huru Hara.
"Ha, jelas engkau tentu si Blo"on," seru penjahat
bertopeng." "Ngaco!" "Kalau bukan Bloon mengapa engkau gugup dan kaget?"
"Aku tak kenal siapa Blo"on. Yang didepanmu dan akan
menangkapmu adalah si Huru Hara. Hayo kita bertempur


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi!" Penjahat bertopeag tertawa seram. Pelahan-lahan ia
merogoh ke dalam saku bajunya dan berseru, "Huru Hara,
aku sudah mencoba tenaga pukulanmu. Sekarang aku ingin
mengetahui sampai dimana kepandaianmu menyambuti
senjata-rahasia ku ini! Bersiaplah .. .. "
"Balk!" Penjahat bertopeng melontarkan sebuah benda berbentuk
seperu burung walet kertas. Senjata rahasia itu disebut Yancuwi mau ekor burung sriti.
Serentak di udara terdengar bunyi mendesing keras dan
seperti burung hidup maka senjata Ya cu-wi itupun terbang
berputar-putar di udara. Penjahat bertopeng menyusuli lagi dengan sebuah Yancuwi.. Yan-cu-wi kedua itu tepat membentur Yan-cu-wi
kesatu lalu keduanya beriring terbang mengitari tempat itu.
Kembali penjahat bertopeng melepaskan Ya cu-wi lagi.
Yan- cu-wi membentur ekor Yan-cu-wi yang kedua dan
melekat. Dengan demikian ketiga Yan-cu-wi itu saling
melekat berurut- urutan. Dengan datangnya Yan-cu-wi
ketiga maka Yancu-wi kesatu dan kedua mulai tambah
tenaga lagi. Ketiga benda itu terbang melayang-layang
mengelilingi diatas kepala Huru Hara.
Tak berapa lama waktu ketiga Yan-cu-wi agak lambat
layangnya, penjahat bertopeng melepaskan Yan-cu-wi
keempat. Yan-cu- wi itupun melekat pada ekor Yan-cu-wi
yang ketiga dan keempat Yan-cu-wi itupun terbang deras
lagi. Huru Hara melihat kesemuanya itu dengan terkejut.
Namun ia tak berani lengah.
Beberapa saat kemudian penjahat bertopeng melepaskan
Yan-cu-wi yang kelima. Tetapi kali ini Yan-cu-wi , itu tidak
melekat pada ekor Yancu-wi yang keempat melainkan
membentur di tengah keempat Yan- cu-wi, tringng .....
Terdengar benturan logam yang nyaring dan benar2
menakjubkan sekali. Keempat Yan-cu-wi itu, yang dua
melayang ke kanan dan yang dua melayang ke kini. Mereka
melayang berlawanan arah. Sedang Yan- cu- wi yang
kelima itu sehabis membentur terus melambung keatas.
Sepasang Yan- cu- wi yang berlawanan arah itu saling
bertemu, setelah berbentur mereka lalu berjajar empat dan
melayang ke tengah, tepat diatas kepala Huru Hara.
Tiba2 Yan-cu-wi kelima yang melambung keudara tadi,
meluncur turun dan membentut keempat Yan-cu-wi.
Tringng ..... lima Yan-cu-wi serempak berhamburan
menyerang Huru Hara. Cepatnya seperti angin, dahsyatnya bukan kepalang.
Huru Hara terkejut. Tak mungkin dia menghindar dan
serangan kelima Yan-cu-wi yang menabur dari lima arab.
Dalam detik2 yang berbahaya itu tiba2 dia teringat akan
pedang Thatcek-kiam yang berada dalam kerangka tanduk
kerbau putih. Cepat dia mencabut dan memutarnya . . . . .
Cret, cret, cret . , . . . terdengar suara benda saling
melekat beberapa kali dan tahu2 kelima Yang- cu- wi itu
hilang. "Gila .... !" penjahat bertopeng bukan main kagetnya
ketika mehhat kelima senjata rahasia Yan- cu-wi melekat
pada batang pedang Huru Hata. Pada hal begitu yan-ca-wi
itu membentur tubuh orang, tentu akan meletus dan
menghambutkan cairan lima jenis racun. Tetapt ternyata
pada waktu melekat pada pedang Huru Hara. Yan-cu-wi itu
tak sempat meletus. "Engkau setan atau manusia !" teriak penjabat bertopeng
dengan mata terbelalak. "Setan kek, manusia kek, apa bedanya" Beda manusia
dengan setan adalah kerena sifat manusia itu baik dan setan
itu jabat. Kalau manusia juga jahat seperti engkau,
bukankah sama dengan setan?" sahut Huru Hara dengan
sinis. "Balk, karena engkau mampu menghadapi taburan
senjata rahasia tadi, maka engkau congkak setengah mati.
Tetapi jangan anggap engkau sudah menang, bung!"
"Aku mengejar engkau bukan untuk mencari
kemenangan tetapi hendak menangkapmu untuk
mempertanggung jawabkan perbuatanmu menganiaya
utusan dari mentri Su Go Hwat tadi."
"Uh, itu kan urusanku sendiri. Apa engkau orang
bawahan mentri Su Go Hwat?"
"Aku rakyat kerajaan Beng maka aku harus mengakui dia
sebagai mentri kerajaan Beng yang saat ini sedang
menghadapi tugas berat melawan pasukan Ceng. Aku wajib
membela dan melindungi kepentingan mentri Su tayjin!"
"Wah, wah, besar sekali omonganmu, seolah engkau
sudah berhak mengatur semua orang. Mari kita lanjutkau
pertempuran lagi dengan tangan kosong. Kalau engkau
mampu mengalahkan aku, aku akan enyah dari sini."
Enak saja," sahut Huru Hara, "siapa yang mau
membebaskan engkau?"
"Engkau mau menangkap aku" Apa salahku.
"Engkau membunuh utusan mentri Su."
"Tidak! Dia hanya kututuk jalandarabnya sehingga tak
dapat berkutik. Beberapa waktu lagi dia akan sembuh
sendiri." "Engkau hendak merampas Surat mentri Su.
"Surat itu telah dipalsu orang. Yang asli telah diserahkan
kepada dua wi-su istana Beng."
"Hm, benarkah itu?"
"Mengapa aku harus berbohong" Cobala engkau periksa
orang itu. Mungkin saat ini dia sudah siuman."
Huru Hara tertegun. "Engkau masih mau melanjutkan hendak menangkap aku
atau tidak?" kembali penjahat bertopang itu berseru.
"Hal itu tergantung pada omonganmu. Kalau engkau tak
bohong, akupun takkan menangkapmu. Tetapi kalau
engkau bohong, tentu akan kutangkap."
"Lalu maksudmu sekarang?"
"Untuk sementara engkau kubebaskan dulu. Kalau
engkau bohong, kelak apabila bertemu lagi, tentu akan
kutangkap," habis berkata Huru Hara terus berputar tubuh
dan lari. "Hai, bung, mengapa engkau tak mau tanya namaku?"
teriak penjahat bertopeng.
"Perlu apa . . . , " sahut Huru Hara yang lanjutkan
larinya. "Aku adalah Bu Te sin-kun ...."
Huru Hara menghentikan larinya dengan mendadak.
Lalu berputar "Apa" Engkau Bu Te sin-kun?" serunya keras.
Tetapi tak ada jawaban. Huru Hara lari balik ketempat
Bu Te sin-kun tetapi penjahat bertopeng yang mengaku Bu
Te sin-kun itu sudah tak tampak bayangannya lagi.
"Ah, bodoh sekali aku," gumam Huru Hara, "mengapa
tak kutanya namanya" Kalau tahu dia itu Bu Te sin-kun,
tentu tak kulepaskan. nanti yang merampas Giok-say dari
jenderal Ko Kiat. Pada hal Giok-say ( singa kutnala ) itu
berisi peta simpanan harta karun raja Beng yang pertama."
Apa boleh buat karena Bu Te sin-kun sudah lenyap,
diapun hendak kembali ke rumah penginapan lagi.
Dia terkejut karena tak mendapatkan Ui-tiok-sin-jiu
berada di kamarnya. Diatas meja dia melihat secarik kertas
yang bertuliskan beberapa huruf, berbunyi
Aku hendak mengejar kedua
wi-su itu. Urusan mentri Su
tayjin memang bersekongkol
dengan mereka. Huru Hara mencari utusan mentri di kamarnya tetapi
orang itupun sudah pergi. Saat itu sudah menjelang pagi.
Dia meninggalkan uang meja kamarnya sebagai
pembayaran sewa kamar lalu berangkat menyusul Ui-tioksinjiu atau Pengemis Bambu Kuning.
Tetapi dia tak berhasil bertemu, baik dengan si Bambu
Kuning maupun dengan kedua wi-su. Terpaksa dia
lanjutkan perjalanan menuju ke kotaraja Lam-kia untuk
menghadap mentri tay-haksu Ma Su Ing.
Utusan mentri Su Go Hwat itu ternyata memang.
Sebelumnya dia sudah mempersiapkan duplikat atau
salinan dari surat mentri yang aseli. Kebetulan yang
dicomot pengemis copet Bambu Kuning adalah salinan
surat itu. Kemudian raja copet membuatkan turunan yang
palsu dan diberi kan kepada utusan mentri lagi. Dengan
demikian, raja copet Bambu Kuning memalsu surat yang
palsu. Surat mentri yang aseli telah diberikan kepada kedua
wi-su istana. Entah apa maksudnya.
Sebenarnya Huru Hara hendak membuang Surat palsu
yang dibawanya itu. Tetapi akhirnya ia memutuskan.
Daripada menghadap tanpa membawa apa2, biarlah surat
yang dibuat oleh Ui-tiok-sin-jiu itu yang akan dihaturkan
kepada mentri Ma Su Ing. Ma Su Ing yang berpangkat tay-haksu, merupakan mentri
yang paling berkuasa dalam pemerintahan kerajaan Beng.
Baginda Hok Ong hampir tak pernah mengurus urusan
negara. Tiap hari dia hanya dihibur dengan wanita2 cantik
dan minuman. Segala surat2 dan keputusan penting yang
menyangkut negara, berada di tangan Ma Su Ing semua.
Paling-paling apabila perlu, mentri Ma Su Ing meminta
tanda tangan baginda. Ma Su Ing tahu bahwa dalam kerajaan Beng hanya
tinggal seorang saingan yang paling berat yani mentri Su
Go Hwat yang menjabat sebagai mentri pertahanan.
Su Go Hwat seorang mentri yang setya dan jujur. Ma Su
lag dengan akalnya yang cerdik dapat mempengaruhi
baginda Hok Ong agar menugaskan mentri Su Go Hwat
keluar untuk mengatur dan menyusun pasukan dalam
menghadapi serangan pasukan Ceng. Pasukan kerajaan,
berada dibawah pimpinan para jenderal yang terbesar di
wilayah kekuasaan kerajaan Beng.
Dengan tiadanya Su Go Hwat di kotaraja, maka
kekuasaan Ma Su Ing makin kuat. Dia seorang mentri yang
licik dan hianat. Dia menyadari bahwa kerajaan Ceng'
mempunyai pasukan yang kuat dan dipimpin oleh jenderal
jenderal yang setya dan pandai. Sebaliknya jenderaljenderal
kerajaan Beng, banyak yang tidak becus. Mereka
haus kekuasaan, rakus dan kcrup. Mereka saling berebut
daerah kekuasaan dan saling cakar cakaran sendiri.
Jelas bahwa kerajaan Beng tak dapat diharapkan lagi,
pikir Ma Su Ing. Diam2 ia sudah merencanakan untuk
mengadakan hubungan dengan fihak Ceng. Sudah tentu dia
harus merahasiakan rencana itu dan harus berhati-hati
melaksanakannya. Tiba di kota raja, Huru Hara terkejut. Mengapa kota raja
itu tidak menunjukkan suasana kesiap-siagaan" Bukankah
kerajaan Beng sudah lari pindah ke Lam-kia dan saat itu
pasukan Ceng sudah mulai melancarkan serangan lagi"
Berada di kotaraja Lam- kia, Huru Hara seperti
merasakan suasana yang lain. Kehidupan di kota itu sama
sekali tak mengunjukkan sedang perang. Toko2, rumah
makan, pasar dan rakyat masih hidup dalam suasana biasa.
"Gila, apakah maksudnya ini?" tanya Huru Hara dalam
hati, "mengapa kerajaan tidak tampak mengadakan
persiapin suatu apa" Mengapa tak ada gerakan untuk
menambah pembentukan pasukan lagi?"
Karena hari masih pagi. Huru Hara singgah di sebuah
rumahmakan. Selain untuk benstirahat, sekalian dia hendak
mencari keterangan dimana tempat tinggal Ma Su Ing.
Diantara tetamu yang berkunjung di rumahmakan itu,
terdapat beberapa orang yang sedang bercakap-cakap.
"Wah, kalau terus menerus begini, mana kita tahan?"
kata seorang lelaki yang berpakaian seperti seorang dagang.
"Apanya yang tak tahan?" tanya seorang tetamu yang
duduk berhadapan dengan pedagang itu.
"Apanya lagi kalau bukan soal pajak," keluh pedagang
itu, "bukankah baru2 ini tay haksu Ma Su Ing telah
mengeluarkan pengumuman menaikkan pajak" Celaka,
kawan, masakan pajak bagi kaum pedagang begitu tinggi?"
"Berapa sih yang engkau anggap tinggi itu?"
"Duapuluh lima persen. Apa tidak mencekik Ieher"
Bayangkan saja, berapa keuntungan kita" Taruh kata sekitar
25 sampai 31 persen. apakah kita tidak mengeluarkan
ongkos2 untuk membayar pegawai dan lain2" Lalu apakah
kita bisa untung lagi?"
"Mengapa pajak dagang sampai begitu tinggi?" tanya
kawannya. "Katanya diminta kerelaan dan kesadaran dari para
pedagang untuk membantu pembiayaan pasukan perang
yang sedang berperang melawan pasukan Ceng."
"Hm, memang rakyat wajib membantu negara yang
sedang perang," kata kawannya.
"Membantu sih membantu," gumam si padagang, "tetapi
kalau membantu diluar kekuatan bukankah akhirnya kita
akan ambruk sendiri. Aku sudah pikir2 untuk menutup
tokoku dan beralih pada lain bidang saja."
"Bidang apa yang engkau inginkan?"
"Tani, beternak atau perusahaan industri apa saja, masih
banyak yang menguntungkan. Pajaknya tentu tIdak sebesar
kaum dagang." Kawannya geleng2 kepala. "Siapa bilang pajaknya ringan?" tiba2 terdengar suara lain
tamu yang duduk di sebelah meja lain, "aku membuka
perusahaan sepatu. Pajaknya juga berat hampir setaraf
dengan orang dagang. Aku pikir juga akan beralih menjadi
orang tani saja. Tenteram dan tidak besar pajaknya."
"Salah," seru seorang tetamu lain, "kalia kira tenang2 saja
kehidupan orang tani sekarang. Huh, memang pajaknya
tidak sebesar pedagang tetapi kami diharuskan menjual
pada pemerintah dengan harga yang ditetapkan oleh
pemerintah.l Sama dalihnya bahwa kaum petani juga
diminta kesadaran dan kerelaannya untuk membantu
negara dalam peperangan ini. Padi dan gandum akan
diperuntukkan rangsum para prajurit kerajaan Ben yang
berjuang di medan perang. Yaah, itu memang alasan tepat
asal memang benar2 digunakan


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lho, apa engkau kira tidak digunakan dengan tepat?"
tanya seorang tetamu. "Engkau tidak tahu, akupun tidak tahu, dia dan mereka,
kita semua tak tahu. Hanya Thian yang maha tahu kemana
gerangan padi yang diserahkan para petani itu larinya."
"Tetapi kawan," kata tetamu yang lain tadi, "fitnah itu
lebih kejam dari pembunuhan. Dari mana engkau
mengatakan kalau persediaan beras itu tidak digunakan
dengan tepat?" "Kawan," jawab orang yang ditanya, "cobalah engkau
menjawab pertanyaanku ini. Apakah engkau merasa bahwa
keadaan di kotaraja ini menyerupai suasana negara yang
sedang berperang." Orang itu terbelalak, "Aku juga baru datang dari lain
daerah. Memang kurasakan kehidupan di kotaraja ini tetap
seperti biasa. Tiada tanda2 kearah suasana negara dalam
perang." "Nah, dari situ saja kiranya cukup sudah untuk menarik
kesimpulan bagaimana keadaan pemerintahan kerajaan
Beng saat ini. " "Betul kawan," seru si pedagang, "pajak dagang
dinaikkan begitu tinggi. Tetapi nyatanya jenderal2 yang
memimpin pasukan di berbagai wilayah negara kita, tidak
mendapat dana bantuan. Mereka diharuskan berdikari
memenuhi kebutuhannya sendiri."
"Lho, dari mana mereka akan memperoleh dana untuk
mencukupi kebutuhannya?"
"Dari mana lagi kalau bukan dari rakyat setempat, rakyat
dari daerah yang mereka kuasa harus memberi dana dan
menyerahkan bahan makanan untuk ransum prajurit . . . . "
Tiba2 pembicaraan mereka terhenti seketik manakala
saat itu beberapa prajurit kerajaan melangkah masuk
kedalam rumahmakan itu. "Huh, mengapa kalian ini!" bentak salah seorang prajurit
yang bertubuh kekar, berkumis lebat. Rupanya dia merasa
kalau mata beberapa tetamu sama mencurah kepada
rombongannya. "Ah, maaf, loya. Kami tak apa2," kata seopedagang tadi.
"Mengapa kalian memandang rombongank begitu lekat!"
"Tidak apa2, loya, kami hanya terkejut." "Apa terkejut?"
"Karena biasanya prajurit itu jarang sekali yang masuk ke
rumahmakan . . . " "Apa" Engkau berani menghina aku tak punya uang?"
teriak prajurit berkumis lebat dengan mata melotot.
"Ah, tidak loya. Harap jangan salah faham," kata si
pedagang, "kami maksudkan para prajurit itu sudah
mendapat jaminan gajih dan bahan makanan yang baik."
"Hai, mengapa engkau tahu?"
"Aku seorang pedagang. Baru2 ini pajak dagang
dinaikkan lagi dengan dalih untuk menjamin dana prajurit yang membela negara."
"Siapa bilang jaminan prajurit dinaikkan?" seru prajurit
berkumis lebat dengan gemas, "gaji dan jaminan bahan
makanan yang kita terima tetap sama saja. Paling2 kami
hanya mendapat kelonggaran."
"Kelonggaran apa?" desak si pedagang.
"Eh, jangan ceriwis saja, ya" Mangapa engkau bertanya
begitu melilit" Hm, rupanya engkau tintu seorang matamata
. . "." "Tidak loya, tidak," seru si pedagang kaget, "aku bukan
mata-mata. Aku seorang pedagang dari luar kota.
Tetapi prajurit berkumis lebat itu tetap menghampiri dan
menggertak, "Bohong, engkau tentu mata-mata. Lekas
serahkan dirimu atau terpaksa kau kutangkap dengan
kekerasan," prajurit itu
tarus menghunus pedangnya.
Si pedagang gemetar, "Ampun loya, aku benar-benar
rakyat baik, bukan mata-mata."
"Ah, nonsens. Lekas serahkan dirimu!"
Rupanya pedagang itu sudah berpengalaman. Segera dia
mengeluarkan sebuah pundi2 uang dan diserahkan kepada
prajurit yang berkumis lebat, "Inilah loya, tanda bakti kami
kepada prajurit2 yang membela negara dan melindungi
rakyat ..... " Sinar mata prajurit itu berobah seketika waktu melihat
pundi2 yang berisi uang perak. Cepat ia menyambuti dan
berkata, "Ya, baiklah, tetapi apakah engkau benar2 rela dan
ikhlas?" "Tentu saja rela, loya."
"Apa engkau hendak menyuap aku?"
"Ah, tidak loya. Itu bukan uang snap melainkan suatu
tanda penghargaan aku sebagai rakyat yang merasa telah
mendapat perlindungan kepada loya."
"Hm, kalau begitu terpaksa kuterima. Hanya kunasehati.
Jangan kami sembarangan bicara d tempat umum. Itu
berbahaya. Untung engkau berjumpa dengan prajurit yang
sadar seperti aku. Coba dengan prajurit yang bengis, engkau
tentu sudah ditangkap dan dihukum."
Pedagang itu kembali menghaturkan terima kasih.
Rombongan prajurit itu terdiri dari lima orang. Mereka
mengambil duduk tak jauh dari tempat Huru Hara. Pelayan
bergegas menghampiri dan memberi hormat, "Loya
sekalian mau pesan hidangan dan minuman apa?"
Prajurit berkumis lebat berkata, "Kasih arak. yang baik
dan 'hidangan yang- paling 1ezat.
Tak lama kemudian pelayanpun membawa pesanan
mereka. Mereka makan dengan gembira-ria macam orang
berpesta pora, Tak berapaa lama, entah dari mana maka masuklah
seorang lelaki tua yang berjalan dengan membawa tongkat
bambu. Rupanya diapun hendak makan di rumahmakan
itu. Ketika lewat disamping meja rombongan prajurit, entah
bagaimana tiba2 orang tua itu terjatuh tepat di kaki prajurit
berkumis lebat tadi. "Hai, apa-apaan itu!" tanpa disadari prajuit berkumis
lebat itupun membungkukkan tubuh untuk mengangkat
orangtua itu. "Ah, terima kasih loya," kata orangtua itu sambil
memberi hormat, "aku si orangtua agak pusing dan lemas
kakiku sehingga terjatuh."
"Hm," prajurit berkumis lebat hanya mendengus dan tak
menghiraukan orang. Dia melanjukan makan dan minum
sampai puas. "Terima kasih loya," rupanya orangtua itu tak tadi
duduk. Dia keluar lagi. Waktu lewat di meja rombongan
prajurit, kembali dia menghaturkan terima kasih kepada
prajurit berkumis. Namun prajurit berkumis itu acuh tak
acuh. Selesai makan dengan sikap seperti tuan besar prajurit
berkumis itu segera memanggil pelayan, 'berapa
rekeningnya?" Pelayan terkejut. Biasanya prajurit2 kerajaan yang makan
di rumahmakan tentu tak mau membayar.
"Baik, loya, harap tunggu sebentar akan kumintakan
rekeningnya kepada ciangkui," pelayan itu gopoh menuju
ke tempat kassir. Tak berapa lama dia kembali dengan
membawa bon, "Lo semua sepuluh tail tetapi ciangkui
hanya menu separoh saja."
"Mengapa?" "Karena ciangkui menghargai loya sekali yang membela
negara dari serbuan musuh," k pelayan.
"0, bagus, bagus," prajurit berkumis lebat segera
mengambil pundi2 dari dalam sakunya. Tetapi seketika itu
juga dia menjerit, "Hai . . . !
"Kenapa?" tanya kawannya.
"Pundi2 uang tadi lenyap!" teriak prajurit berkumis
seraya sibuk merogoh-rogoh kantong celana dan bajunya.
"Mungkin jatuh," kata kawannya. Dan merekapun sibuk
mencari kian kemari dibawah kolong meja. Tetapi tak
menemukan suatu apa. "Jelas kumasukkan dalam kantong celana dan pada hal
aku tak pernah beranjak dari tempat duduk, mengapa
pundi-pundi itu lenyap. Prajurit berkumis itu berteriakteriak
seperti orang kebakaran jenggot.
"Aku jelas tak pergi kemana-mana mengapa pundi2 itu
bisa lenyap?" masih ia berkaok-kaok penasaran."
"Tetapi tadi engkau kan menolong seorang tua yang jatuh
di kakimu?" tiba2 salah seorang kawannya
memperingatkan. Prajurit berkumis lebat itu tertegun. Ia seperti mengingatingat
peristiwa tadi. Kemudian berkata, "Ya, benar. Tetapi
aku hanya mengangkatnya bangun. Masakan dia yang
mencomot pundi-pundi itu?"
"Ya, ya, benar," kata prajurit yang lain. "jalan saja sudah
geluyuran jatuh masakan dapat merogoh pundi2 yang
berada dalam saku celanamu. Tak mungkin orangtua itu
yang mengambil." "Lalu kemana pundi2 itu?" seru prajurit ben kumis lebat.
Kawan-kawannyapun bingung tak dapat menjawab.
Sekalian tetamupun heran. Mereka menyaksikan peristiwa
prajurit berkumis lebat memeras si pedagang. Merekapun
tahu kalau pedagang yang ketakutan itu terpaksa
menyerahkan pundi2 uangnya. Tetapi mereka tak tahu
benar2, kemana le-. nyapnya pundi2 itu.
"Hai, hendak kemana engkau" Tunggu dulu tiba2
seorang prajurit berbangkit dan berteriak seraya menuding
seorang tetamu yang hendak meninggalkan ruang. Ternyata
tetamu itu adalah si pedagang yang sial tadi.
Prajurit berkumis lebat terkejut juga, tanya "Mengapa
engkau tahan dia?" "Banyak orang dagang memelihara setan. Setan itu
disuruh mengambil uang yang dibayarkai kepada orang.
Aku pernah tahu sendiri penistiwa itu. Seorang yang baru
menjual barangnya kepada seorang pedagang, waktu pulang
ke rumahnya, uangnya hilang. Itu tetanggaku sendiri jadi
aku tahu jelas." "Hm, benar juga," prajurit berkumis lebat itu segera
menghampiri si pedagang. "Kurang ajar engkau!" ia menuding muka pedagang itu,
"mengapa engkau suruh setan piaraanmu mengambil lagi
pundi2 uang yang engkau berikan kepadaku tadi?"
"Tidak, loya, aku tak memelihara setan," seru pedagang
itu terkejut sekali. "Ah, tidak," bentak prajurit berkumis lebat, engkaulah
yang suruh setanmu itu mengambil kembali pundi2 uang
dalam saku celanaku."
"Sungguh mati, loya, aku talc piara setan dan tak
mengambil pundi2 itu."
"Diam!" bentak prajurit berkumis lebat dengan bengis,
"angkat kedua tanganmu keatas dan jangan bergerak!"
Pedagang itu dengan ketakutan melakukan perintah.
Prajurit berkumis ternyata menggeledah badan pedagang
itu. "Ha, apa ini?" tiba2 dia mengeluarkan segenggam
kepingan perak dari baju pedagang itu.
"Itu sisa uangku, loya," kata si pedagang, untuk bekal
pulang." "Tidak, tentu ini uang dalam pundi2 tadi. jumlahnya
masih 20 tail perak. Awas, jangan suruh setan piaraanmu
mengambilnya lagi," tanpa berkata lebih lanjut, uang itu
terus dimasukkan ledalam kantongnya dan lalu
menghampirt si pelayan. "Loya, itu uangku yang masih tersisa," kata prdagang
itu," uang dalam pundi2 tadi sedianya akan kubelikan emas
di kota ini tetapi sudah kuhaturkan kepada loya."
"Apa?" prajurit berkumis lebat itu deliki mata, "tidak
kutangkap saja engkau sudah untung. Apa engkau minta
kutangkap." "Tetapi apa salahku loya?"
"Engkau seorang mata2. Dan berani mempermainkan
prajurit kerajaan. Memberi uang tetapi engkau suruh setan
mengambilnya lagil" "Tidak loyal" Plak ..... tiba-tiba prajurit berkumis lebat itu menampar
muka si pedagang. Pedagang mengaduh kesakitan dan
mendekap pipinya yang bengap.
Rupanya prajurit itu masih belum puas. Dengan garang
dia ayunkan tangannya lagi.
"Jangan sewenang-wenang terhadap rakyat bung," tiba2
terdengar sebuah suara dan tahu prajurit berkumis lebat itu
terlempar sampai beberapa langkah ke belakang.
Bukan kepalang kejut prajurit berkumis lebit. Ketika
berdiri tegak, diiihatnya Huru Hara yang berada
dihadapannya. "Engkau berani melempar aku?" seru prajurit berkumis
lebat seraya maju dan terus menjotos.
Huru Hara hanya mengangkat tangan untuk menerima
jotosan si prajurit, plak ..... tahu2 prajurit berkumis itu
terlempar ke belakang dan membentur kawan-kawannya.
Kelima prajurit serempak maju menyerbu Huru Hara.
Tetapi mereka menjerit kaget dan kesakitan ketika beradu
dengan tangan Huru Hara. "Pemberontak!" teriak prajurit berkumis lebat seraya
menghunus pedang. "Siapa pemberontak?"
"Engkau berani melawan prajurit kerajaan."
"Tidak." "Tidak" Mengapa engkau melempar tubuh kami?"
"Aku hanya melindungi diriku dari bantaman kalian"
Salahkah aku?" "Tentu! Siapa yang berani melawan prajurit kerajaan
harus ditangkap!" "Aku tidak berani melawan kepada prajurit kerajaan
tetapi terhadap perbuatan kalian yang sewenang-wenang
itu. Masa pedagang itu sudah engkau porot uangnya, masih
engkau tuduh yang bukan2 dan sisa uangnya engkau
rampas lagi. Apakah itu bukan sewenang-wenang
namanya?" "Tutup mulutmu, bangsat!" prajurit berkumis rus


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membacok. Brakkkk . . . . Huru Hara menghindar dan meja
makanpun terbelah oleh pedang prajurit berkumis itu.
Keempat kawannya segera hendak menerjang tapi
dengan sigap Huru Hara sudah mencengrram tengkuk
Pendekar Pemetik Harpa 1 Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Sumpah Palapa 18

Cari Blog Ini