Ceritasilat Novel Online

Bloon Cari Jodoh 5

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 5


Macan-putih Beng Lok. Mampukah pemuda itu
mengalahkan mereka. Ah, kemungkinan besar, pemuda itu
tentu akan kehabisan tenaga dan kalah.
"Celaka, kalau kawanan Ngo-hou itu menang tentu sukar
untuk merebut mempelai yang cantik itu," pikirnya.
Akhirnya ia nekad. Selagi orang2 sedang bertempur, ia
hendak mengambil nona mempelai itu.
"Hai, mau kemana engkau!" tiba2 In Hong terkejut
ketika melihat Sun Kian sudah berada di depan kereta.
Sun Kian berpaling dan tertawa, "Ah, hanya sekedar
melihat bagaimana sesungguhnya mempelai dalam kereta
ini. Kalau memang cantik, kita nanti berunding. Tetapi
kalau tidak cantik, perlu apa aku membuang waktu tinggal
di sini?" In Hong berpaling meminta persetujuan engkongnya.
Teapi sementara itu Sun Kian sudah langsung melangkah
maju dan menyingkap tenda dan susupkan kepalanya.
"Ah?"..," ia terlongong-longong ketika nona cantik
yang berada dalam kereta itu tersenyum manis kepadanya.
Sebagai seorang tukang petik bunga yang termasyhur,
Sun Kian banyak pengalaman dengan kaum wanita.
Melihat senyum nona itu, dia tahu artinya. Jelas nona itu
telah memberi hati kepadanya.
Dan semangatnyapun serasa terbang menyaksikan
kecantikan Han Bi Ing yang walaupun tidak dandan tetapi
masih tampak menonjol. "Nona . . . aduh . . . . " tiba2 ia menjerit keras dan
terhuyung-huyung ke belakang seraya mendekap matanya
yang sebelah kiri. In Hong terkejut, "Kenapa dia?" tanyanya kepada Tong
Kui Tek. "Entah," sahut engkongnya, "eh, mengapa tangannya
berlumuran darah?" In Hong juga melihat hal itu. Buru2 dia menghampiri.
Belum sempat dia bertanya, sekonyong-konyong melayang
sebuah benda kecil bulat kearahnya. "Ih ....," In Hong
menghindar. Ia mendesis kaget ketika benda itu jatuh ketanah dan waktu dilihatnya ternyata sebutir biji yang masih berlumuran darah. "O, biji matamu dikorek oleh nona mempelai itu?" ejek In
Hong, "bagus, taci dalam kereta, engkau telah mewakili kami untuk mengambil biji matanya." Sudah sakitnya bukan kepalang, masih diejek lagi,
seketika marahlah Sun Kian. Dengan me nahan sakit, dia
tebarkan kipas besinya dan menampar ke muka In Hong.
In Hong terkejut. Dia tak mengira kalau Sun Kian akan
menyerangnya. Sebelum kipas tiba, angin yang menampar
muka dara itu telah menyebabkan si dara menderita.
Mukanya serasa kaku dan panas. Hal itu menyebabkan ia
agak lamban untuk menghindar.
Tepat pada saat itu kipas besi Sun Kian pun sudah sudah
melayang tiba. Karena tak sempat menangkis maupun
menghindar, In Hong terpaksa pejamkan mata, paserah.
"Jangan mengganggu cucuku!" sekonyong-konyong jago
tua Tong Kui Tek loncat dan lepaskan sebuah pukulan Biatgougciang (pukulan membelah angkasa).
Sun Kian terkejut. Apabila ia lanjutkan kipasnya
menutuk muka si dara, dia tentu akan termakan pukulan
Biat-gong ciang. Namun untuk melepaskan sidara yang
sudah tak berdaya itu, dia merasa sayang.
Dukkkkk .... tangan kiri menjotos dada In Hong dan
tangan kanan Sun Kian dibalikkan untuk menampar
serangan orang dengan kipasnya.!
Darrrr.....terdengar letupan kecil ketika terjadi bentukan
antara tenaga dalam yang dipancarkan pada pukulan Biatgong
ciang dengan tamparan kipas besi.
Sun Kian terpental beberapa langkah. Ia menyadari
kalau tenaga-dalamnya masih kalah sakti dengan jago tua
Tong Kui Tik. Apalagi saat itu dia sedang menderita
kesakitan hebat karena biji matanya sebelah kiri telah
ditusuk dan dikorek keluar oleh nona dalam kereta tadi.
Maka jalan yang paling selamat hanyalah melarikan diri.
Kelak masih ada waktu untuk melakukan pembalasan.
"Tong lotiang, pada suatu hari aku pasti akan mencarimu
untuk menghimpaskan hutangmu hari ini !" serunya seraya
loncat melarikan. Tong Kui Tek lebih penting menolong cucu
kesayangannya daripada mengejar Sun Kian.
"Hong, bagaimana engkau ?" serunya seraya mencekal
dara itu, "Tidak apa2, engkong, hanya napasku sedikit sesak
karena pukulan jahanam itu. Mana dia sekarang ?" tanya In
Hong. "Melarikan diri."
"Oh, mengapa engkong tak menangkapnya?"
"Aku menguatirkan keselamatanmu. Dan lagi diapun
sudah menderita pukulanku Biat-gong-ciang. Paling tidak
dia harus beristirahat selama tiga bulan baru sembuh," kata
Tong Kui Tik. Dia mengeluarkan sebutir pil dan suruh dara
itu minum. "Beristirahatlah untuk memulangkan tenagamu, kata
Tong Kui Tek lalu menggandeng cucu ke bawah sebatang
pohon dan menyuruhnya duduk melakukan pernapasan.
Sementara dia tetap menjaga di sampingnya.
Ketika menempatkan diri memandang ke gelanggang
pertempuran, iapun terkesiap. Saat itu pertempuran telah
mencapai puncak ketegangan, Karena sampai sekian lama
belum mampu mengalahkai Wan-ong Kui, Beng Wan
geram sekali. Hm, kalau tidak kupancing dengan jurus itu
tentu sukar mengalahkannya," pikir Beng Wan.
"Awas !" sekonyong-konyong dia lemparkan gembolan
di tangan kiri keatas dan gembolan itu melayang turun
menimpa kepala Wan-ong Kui.
Wan-ong Kui terkejut dan cepat menabas gembolan itu.
Tetapi diluar dugaan, pada saat dia sedang memperhatikan
gembolan yang hendak menimpa kepalanya itu, tiba2 Beng
Wan ayunkan gembolan di tangan, menghantam dadanya.
"Celaka !" diam2 Tong Kui Tek mengeluh "dia tentu
binasa....." Tetapi belum habis dia berkata, sebutir benda bundar
telah melayang dan menghantam tangkai gembolan
sehingga tersiak ke samping.
"Jangan membunuh orang !" serempak terdengar suara
orang berseru dan sesosok tubuh melayang ke tengah
gelanggang. Keras sekali benda bundar itu menghantam tangkai
gembolan sehingga tangan Beng Wan terasa kesemutan.
Cepat dia salurkan tenaga untuk mencekal tangkai itu erat2.
Sementara Wan-ong Kui, setelah menghalau gembolan
yang mengancam kepalanya, lalu manyurut mundur.
"Siapa engkau !" selekas memperbaiki diri berdiri tegak
Beng Wan segera membentak pada pendatang itu.
Pendatang itu seorang pemuda cakap. Menilik
dandannya yang bagus, dia tentu putera seorang berpangkat
atau paling tidak ayahnya tentu seorang wan-gwe atau
hartawan. "Mengapa engkau hendak membunuh orang?" balas
pemuda itu. "Jangan turut campur urusanku !" bentak Beng Wan.
Pemuda cakap itu berpaling kearah Wan-ong Kui dan
bertanya, "Kongcu, maaf atas kelancanganku. Tetapi
bolehkah aku mendapat tahu, apa sebab kongcu bertempur
dengan dia ?" Melihat pemuda itu seorang yang sopan dan tutur
katanya juga halus, Wan-ong Kui mau mem beri
keterangan, "Dia hendak merampok keretaku."
"Apakah kereta kongcu berisi barang berharga ?"
Wan-ong Kui mengangguk. "Ho, ternyata engkau ini bangsa begal perampok," seru
pemuda itu kepada Beng Wan, "jangan mengharap kalau
aku mau melepaskan engkau !"
"Hm, engkau mau membantunya?" Beng Wan menegas.
"Ya." "Bagus, majulah kalian berdua agar dapat menghemat
waktuku !" "Tidak perlu, cukup aku seorang saja tentu sudah dapat
membekukmu," balas pemuda itu. Ia mencabut pedang dan
berseru pula, "hayo, kita mulai!"
Dia terus menyerang Macan-loreng Beng- Wan. Beng
Wanpun melayani. Tetapi saat itu dial hanya menggunakan
sebuah gembolannya. Dengan cepat pemuda itu dapat mendesak lawan dan
pada suatu kesempatan, pemuda itupun serentak berteriak,
"Kena !" Beng Wan tertusuk ujung pedang lawan yang tepat
mengenai lengan kanannya. Ia menyurut mundur
selangkah. Kesempatan itu tak disia-siakan pemuda itu. Dia
terus maju hendak menusuk lagi.
Tiba2 sebatang senjata rahasia piau melayang kearah
punggung pemuda itu, Tetapi rupanya punggung pemuda
itu seperti bermata. Cepat dia ayunkan pedangnya ke
belakang punggung, tnngng .... dengan tepat sekali dia
dapat menghalau jatuh piau itu. Namun karena ia harus
berbuat begitu, dia tak jadi melanjutkan menyerang Beng
Wan. "Ho, bagus." seru pemuda itu ketika melihat Macanputih
Beng Lok tegak di belakangnya, "kalau menantang,
jangan main curang menyerang dari belakang."
"Aku hanya mencontoh tingkahmu," sahut Macan-putih
Beng Lok, "bukankah tadi engkau juga melontar batu untuk
menyerang secara gelap kepada ji-koko?"
"Tetapi aku hanya bermaksud menghentikannya saja
maka yang kuserang adalah senjatanya. Bukan seperti
engkau yang hendak menyerang secara gelap dari
belakang." "Jangan banyak mulut!" bentak Macan-putih yang sudah
siap dengan senjatanya, sebatang pedang.
"Baik, mari kita bertempur untuk membuktikan siapa
yang lebih sakti ilmu pedangnya," kata Beng Lok. Dia
segera membuka serangan dengan jurus Ki-hong-jui-hay
atau Angin-lesus-meniup-laut.
"Bagus," sambut pemuda cakap itu seraya memutar
pedangnya deras sekali. Tring;"., tring, iring .... terdengar
dering dua buah senjata tajam saling beradu.
Pada lain saat keduanya loncat mundur dan memeriksa
senjata masing2. Setelah mendapatkan senjatanya tak
kurang suatu apa, keduanya lalu maju lagi.
Diantara kelima macan, hanya Macan-tutul Beng Gi
yang belum maju. Melihat Macan-putih Beng Lok sudah
tarung dengan pemuda pendatang yang tak dikenal itu
maka Beng Gi pun segera maju menghampiri Wan-ong
Kui. "Mari aku yang menemani engkau bermain-main,"
serunya. Kelima Macan Lusan itu, masing-masing menggunakan
senjata yang berbeda. Macan-gembong Beng Ho pakai
senjata yang aneh yaitu pipa hun-cwe (pipa dari buluh
bambu yang panjang). Macan-loreng Beng Wan pakai
sepasang gembolan berduri. Macan-hitam pakai golok Kuithauto (golok yang ujungnya berbentuk seperti kepala
setan) Macan tutul Beng Gi pakai rantai yang ujungnya
diberi empat kait baja yang tajam. Sedang Macan-putih
Beng Lok menggunakan pedang.
Agak terkejut Wan-ong Kui melihat senjata yang dipakai
Beng Gi. Selama berkelana keluar, belum pernah dia
bertemu dengan lawan yang menggunakan serjata seaneh
itu. Namun ia tak gentar karena memiliki pedang pusaka
yang dapat menabas segala logam.
Empat kait baja berputar-putar deras seperti burung
camar menyambar. Anginnya sampai terdengar menderuderu.
Wan-ong Kui segera mengeluarkan jurus ilmupedang
yang paling diandalkan untuk pembelaan diri yakni jurus
Peh-hoa-ki-gui atau Seratus-bunga-bermekaran. Seketika
berhamburanlah sinar putih bagaikan bunga-api bertaburan
di udara. Tring, tring, .... Terdengar beberapa kali dering senjata beradu. Dan
sambaran burung camar itu makin lama makin mengecil
dan sampai akhirnya lalu lenyap. Demikian pula dengan
rantai. Makin lama makin pendek.
"Bangsat, terimalah!" terdengar Beng Gi berteriak keras.
Ternyata senjata rantai berkait dari Macan-lutul Beng Gi
telah terpapas menjadi beberapa kutungan oleh pedang
Wan-ong Kui. Bermula kaitnya, lalu rantai. Karena marah
Beng Gi serentak menabur lawan dengan senjata rahasia
paku beracun ( thiat-ting ) . Tetapi paku2 beracun itu tak
kuasa menembus gulungan sinar perak yang seolah
membungkus tubuh Wan-ong Kui.
Setelah dapat menyapu serangan paku beracun, Wanong
Kui terus mau menyerang Beng Gi tetapi pada saat itu
Macan-gembong Beng Ho Iompat menghadangnya.
"Kalau engkau mampu mengalahkan hun cvve ini, aku
dan saudaraku akan pergi dari sini," seru Macan-gembong
Beng Ho. '"Hm, tak perlu jual omong, kalau engkau kalah, engkau
memang harus minggat dari sini. Tetapi entah, apakah
nyawamu yang pergi atau mayatmu," dengus Wan-ong Kui.
"Sombong!"' bentak Macan-gembong Beng Ho seraya


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memutar pipa hun-ewe. Tetapi tepat pada saat itu terdengar
suara orang memekik kaget, "Hai, mana taci cantik itu ... . !
" Beng Ho terkejut karena terpengaruh mendengar
teriakan itu. Ia berhenti dan berpaling ke arah kereta.
Ternyata setelah peredaran darahnya lancar lagi, In
Hong berbangkit dan berkata kepada eng-kongnya,
'"Engkong, aku hendak melihat tici dalam kereta itu."
"Awas, ingat nasib sasterawan pucat tadi, biji matanya
yang kiri telah ditusuk dan dicabut nona itu," Tong Kui Tek
memberi peringatan. "Ah, masakan taci itu marah kepadaku. Tetapi baiklah,
engkong, aku akan berhati-hati," kata In Hong seraya
menghampiri kereta. Memang dia bersikap hati-hati menjaga setiap
kemungkinan yang tak diinginkan. Sejenak berhenti di
depan pintu, diapun segera menyingkap kain tenda dan
serentak menjeritlah dia, dengan kejut besar ketika melihat
nona calon pengantin itu tak berada dalam gerbong kereta.
"Hong, apa yang terjadi ?" seru Tong kui Tek seraya
menghampiri. "Nona itu. hilang, engkong !" seru In Hong pula.
"Hilang ?" Tong Kui Tek juga ikut terkejut.
"Ya, lihatlah," In Hong menyingkap lebar2 tenda kereta.
"Aneh," seru Tong Kui Tek ketika melontar pandang
kedalam kereta, "kemana dia ?"
In Hong teringat pada kusir yang menjaga di kereta itu.
la mencarinya tetapi juga tak bertemu, "Ah, kusirnya juga
menghilang, eng-kong !"
"Oh Tong Kui Tek makin terkejut,
"Apakah dia pergi bersama nona itu."
"Mungkin," sahut In Hong, "mereka tentu pergi pada
saat aku sedang bersemedhi melakukan pernapasan tadi dan
kelima macan itu sedang terlibat dalam pertempuran seru."
"Jika begitu tentu belum lama. Kalau kita kejar tentu
dapat tersusul," kata Tong Kui Tek.
"Benar, engkong, mari kita kejar mereka !" si dara In
Hong terus mengajak engkongnya lari mengejar nona itu.
Ternyata percakapan engkong dengan cucunya itu
terdengar oleh orang2 yang sedang bertempur itu.
Merekapun berhenti. Wan-ong Kui lari menghampiri kereta dar membuka
pintu, "Ah, Bi Ing sudah lari. Tentulah paman Thia
melaksanakan pesanku. Karena mencemaskan diriku
terancam bahaya, dia terus mengajak Bi Ing lari."
Kemudian dia berpikir. Lebih baik segera mencari Bi Ing
dan kusir itu supaya dapat melanjutkan perjalanan. Soal
kereta dan isinya, biarlah ditinggal saja. Nanti dapat
menyewa kereta atau membeli kuda lagi.
"Hai, kawanan perampok," serunya kepada kelima Lusanngo-hou, "kalau mau merampok keretaku, silakan.
Tetapi jangan mengganggu aku lagi !" Dia terus ayunkan
langkah. "Tunggu kongcu," tiba2 pemuda yang mem-bantuya tadi
menghampiri, "mau kemanakah kong cu ini ?"
Wan-ong Kui hentikan langkah. Ia memandang pemuda
itu. Wajahnya memang cakap tetapi matanya kurang baik,
memancarkan sifat yang nakal. Tetapi mengingat dia telah
membantunya,! Wan-ong Kuipun memberi keterangan
kalau dia hendak menyusul sumoaynya.
"Ai, kebetulan sekali, aku juga hendak menuju ke utara,"
kata pemuda itu dengan tertawa, "apa kongcu tak keberatan
kalau kita sama2* seperjalanan ?"
"Mari," Wan-ong Kui sungkan menolak. Keduanya
dengan cepat sudah lenyap dibalik gerumbul.
Macan-putih Beng Lok hendak menyusul tetapi dicegah
Beng Ho, "Tak perlu. Yang penting kita mendapatkan harta
itu." Macan pertama dari Lusan itu segera menghampiri
kereta lalu masuk kedalam gerbong. Dia membuka tutup
peti. Seketika terbelalaklah matanya lebar2.
"Mengapa toako," seru Macan-loreng Beng Wan.
"Kita ditipu oleh bajingan tengik itu!" teriak Beng Ho.
"Ditipu " Bagaimar a kita dapat ditipu ?"
"Lihatlah peti ini. Isinya hanya batu !"
Keempat saudaranya terkejut. Mereka masuk kedalam
kereta dan membongkar tiga peti harta itu. Tetapi mereka
menggeram keras ketika peti-peti itu berisi batu semua.
"Ah, sial dangkal," Beng Lok menggerutu, "uang tidak, si
cantikpun tidak. Hari ini benar-benar kita mati kutu."
"Kita kejar mereka !" seru Macan-hitam baik kita jaga di
sarang sendiri. Kalau memang sudah suatnya mendapat
rejeki, kan ada lain korban lagi yang lewat disini."
Mereka lalu pulang dengan hati kecewa.
Sementara di perjalanan, pemuda itu selalu mengajak
Wan-ong Kui bicara sehingga Wan-ong Kui mendesuh
dalam hati, "Hm, ceriwis sekali orang ini....."
Setelah mendengar nama Wan-ong Kui, pemuda itupun
memperkenal diri dengan nama Su Hong Liang.
"Mengapa Kongcu memakai nama seaneh itu ?"
tanyanya katena heran mendengar nama. Wan-ong Kui.
"Itu nama pemberian orangtuaku,'" sahut Wan-ong Kui.
Kemudian atas pertanyaan Su Hong Liang, karena
merasa telah dibantu terpaksa Wan-ong Kui menceritakan
tentang tujuan perjalannya yalah nengantar nona itu
mencari putera Kim Thian Cong di gunung Lou-bu-san.
"O, kebetulan sekali, aku juga akan ke Siam say," kata Su
Hong Liang gembira. Diam2 Wan-oug Kui mengeluh. Sebenarnya dia tak
senang menempuh perjalanan dengan Su Hong Liang itu.
Diam2 ia memperhatikan bahwa dibalik wajahnya yang
cakap, rupanya Su Hong Liang itu seorang hoa-hoa koncu
atau pemuda yang gemar wanita cantik.
"Aneh," tiba2 Wan-ong Kui bergumam.
"Mengapa ?" tanya Su Hong Liang.
"Kusir itu seharusnya juga menunggu kedatanganku
tetapi mengapa sampai sekian jauh kita berjalan, dia belum
tampak sama sekali ?"
"O, apakah kusir itu membawa sumoaymu?" tanya Su
Hong Liang. "Ya, memang telah kupesan demi untuk menyelamatkan
sumoay." "O, lalu kemana dia sekarang ?"
"Itulah justeru yang kuherankan. Semestinya dia
bersembunyi tak jauh dari tempat pertempuran dan
seharusnya dia menunggu ditempat tersembunyi yang tak
jauh dari jalan besar."
Saat itu sudah menjelang petang dan untunglah mereka
tiba disebuah kota yang cukup ramai yalah kota Teng-ciu.
"Kita terpaksa bermalam di kota ini," kata Su Hong
Liang. Mereka mencari sebuah rumah penginapan yang bersih.
Cui-iok-can demikian nama rumah penginapan yang
mereka masuki. Sebuah rumah penginapan yang terletak
agak tenang di pinggir kota. Arak dan masakan hidangan
rumah makan itu terkenal kezat. tempatnya indah, tak
heran kalau banyak tamu yang suka menginap di rumah,
penginapan itu. "Bung, ada kamar,?" tanya Su Hong Liang ketika
seorang pelayan menyambut kedatangannya.
"Ada tuan," sahut pelayan dengan gopoh dan hormat,
"tuan perlu berapa kamar " Yang besar atau yang kecil "
"Satu yang besar."
"Dua yang kecil," tiba2 War-ong Kui menyelutuk.
"Dua ?" Su Hong Liang terkejut.
"Ah, perlu apa harus dua. Kita kan dapat minta satu
kamar yang berisi dua ranjang."
"Tidak, sebaiknya kita seorang pakai satu kamar." kata
Wan-ong Kui agak tersipu-sipu.
Su Hong Liang agak heran tetapi karena melihat Wanong
Kui berkeras menghendaki dua kamar, apa boleh buat,
diapun menurut saja. Setelah mandi dan ganti pakaian, mereka ke ruang
makan pesan hidangan. Rumah penginapan itu juga sebuah
rumahmakan. Banyak juga para pengunjungnya.
"Tidak, aku tidak biasa minum arak," kata Wan-ong Kui
waktu Su Hong Liang hendak menuangkan arak pada
cawan dihadapannya. "Ah, arak ini harum sekali. Minum sedikit tak jadi apa
Kui-heng," Kata Su Hong Liang.
"Terima kasih, tetapi aku memang benar2 tak pernah
minum," kata Wan-ong Kui.
Su Hong Liang tak berani memaksa. Hanya dalam hati
dia makin heran atas diri Wan-ong Kui. Diajak tidur
sekamar, tak mau. Diberi arak, menolak. Ah, mengapa
seorang anak laki begitu pemalu seperti gadis saja "
"Gadis,?" tanyanya dalam hati, "ya, memang kulihat
orang ini mempunyai beberapa sifat seperti Anak
perempuan. Wajahnya begitu cakap bahkan terlalu cakap
bagi seorang anak laki. Hm, apakah dia seorang banci ?"
Hidanganpun datang dan keduanya segera disantap.
"Kui-heng," kata Su Hong Liang yang menyebut Wanong
Kui dengan panggilan Kui-hang atau saudara Kui,
"apakah engkau sering berkelana ke luar ?"
"Tidak." "Ya, benar," kata Su Hong Liang," kalau melihat sikap
Kui-heng yang serba kikuk ini, rasanya memang baru kali
ini engkau keluar mengembara, bukan ?"
"Hm." "Kui-heng berasal dari kota mana ?"
"Tak perlu kukatakan karena sekarang sudah dirampas
oleh tentara Ceng." "Sekarang di sebelah utara, sisa2 lasykar Tani dari Li Cu
Seng mulai bergerak. Kabarnya pimpinan yang baru
seorang muda yang berkepandaian tinggi. Apakah Kui heng berminat hendak menggabung diri dengan mereka ?"
"Aku belum sempat memikirkan soal lain kecuali
mengantarkan sumoayku ke Lou-hu-san," jawab Wan-ong
Kui, "apakah Su-heng juga hendak bergabung dengan
mereka ?" Su Hong Liang agak gelagapan mendengar pertanyaan
balasan itu. "Sekarang ini dimana-mana timbul gerombolan
yang menamakan diri sebagai lasykar pejuang. Pada hal
mereka hanya bertujuan untuk merampok harta benda
rakyat. Maka selama ini aku masih berhati-hati untuk
menyelidiki suasana."
Tengah mereka bicara masuklah seorang wanita gemuk
setengah tua bersama seorang nona yang cantik. Nona itu
terlalu menyolok dandanannya, Bibirnya dipoles gin-cu
merah sekali, memakai baju tipis. Sepintas kesan, keduanya
itu ibu dan puterinya. Tetamu2 yang berada dalam ruang, terbelalak. Bukan
hanya kesima menyaksikan nona cantik yang berdandan
berani itu, pun heran karena kehadiran mereka. Jarang atau
hampir tak ada kaum wanita yang masuk ke rumah makan.
Semua tamu adalah kaum lelaki.
Tiba-tiba nona cantik yang genit itu berdi dari kursi lalu
menghampiri Su Hong Liang, "Su kongcu, engkau berada
disini ?" Su Hong Liang terkejut. Tetapi sebelum ia sempat
menjawab, nona itu sudah tiba di hadapannya, melirik pan
Wan-ong Kui lalu berkata. "Su kongcu, sejak tentara Ceng
menduduki kota-raja, akupun segera hijrah ke pedalaman
barat dan akhirnya menetap di kota ini. Su kongcu, mari
singgah ke rumahku . ,.. ."
"Siapa engkau, aku tak kenal padamu !" tiba2 Su Hong
Liang membentak. "Ai", Su kongcu ini bagaimana, masakan kong cu lupa
padaku, si Mawar dari. . . ."
Su Hong Liang serentak berbangkit, memberi kicapan
mata lalu pura2 membentak marah, "Ngaco ! Kukatakan
aku tak kenal dengan engkau, pergilah !"
Rupanya nona genit yang menamakan diri dengan nama
Mawar itu dapat menangkap isyarat mata Su Hong Liang.
Dia tahu kalau Su Hong Liang malu kepada sahabatnya,
pemuda cakap Wan-ong Kui, yang duduk disampingnya.
"Ah, kongcu sungguh pelupa sekali. Aku tinggal di villa
Cian-bong (Seribu mimpi) di ujung barat kota ini. Apabila
kongcu teringat kalau sudah pernah kenal aku, harap
kongcu berkunjung kesana. Aku selalu gembira menyambut
kedatangan kongcu ....," nona genit itu dengan langkah
gemulai kembali lagi ke tempat duduknya. Tampak ia
berbisik-bisik dengan wanita gemuk. Keduanya tertawa
mengikik. "Siapakah nona itu, Su-heng ?" tanya Wa ong Kui.
"Entahlah, dia ngawur saja. Pada hal aku tak kenal,"
kata Su Hong Liang tersipu-sipu merah mukanya.
Tiba2 muncul pula sekawanan prajurit terdiri dari lima
orang. Mereka masuk sambil tertawa-tawa keras. Begitu
duduk terus berteriak memanggil pelayan, "Mana
pelayannya, cepat!" Seorang pelayan bergegas menghampiri.
"Lekas bawakan dua kati arak wangi dan daging bakar !"
seru prajurit yang bertubuh tinggi kesar.
"Baik, loya," pelayan gopoh menyediakan, pesanan.
Prajurit2 itu minum sambil bicara dan tertawa keras,
seolah menganggap seperti berada di rumah sendiri.
"Tuh, ada makanan sedap," tiba2 salah orang berkata
sembari menuding kearah meja tempat Mawar dan
perempuan gemuk duduk. 'Ya, besok kita akan dikirim ke medan pertempuran.
Malam ini kita harus puaskan diri."
"Benar, kita yang disuruh menyabung nyawa tetapi
pimpinan enak2 duduk di markas. Tiap hari minum arak
dan main perempuan. Sedangkan kita prajurit kerucuk,
disuruh mati-matian mengadu jiwa."
"Benar, bung," seru orang yang ketiga, "besok berangkat
ke medan perang, malam ini kita harus bersenang-senang
sampai puas !" "Tepat, itu dia !" prajurit pertama yang tinggi besar


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serentak berbangkit terus menghampiri si cantik Mawar,
"ai, nona cantik, mari minum di mejaku saja !" " ia terus
menarik tangan Mawar untuk digelandang ketempat temantemannya.
"Bagus Toa Lim, ini baru hidangan !" seru kawankawannya.
"Sayangnya cuma satu !"
"Ah, masakan Toa Lim habis. Kita kan dapat bagian
nanti!" "Ah, tetapi mana nona sekecil itu mampu ini melayani
kita berlima !" Prajurit tinggi besar duduk dan si Mawar dipangkunya,
dirangkulnya dengan mesra lalu diciumnya. Mawar diam
saja. "Toa Lim, wah engkau menyiksa aku'." seru seorang
prajurit yang mukanya merah. Rupanya ia sudah mabuk.
"Mana tahaannn !" teriak prajurit yang bertubuh kekar
seraya menyambar tangan Mawar dan hendak ditariknya.
"Ho kunyuk, aku belum puas, mengapa engkau berani
mengganggu," prajurit tinggi besar membentak dengan
mata mendelik. "Ah, tetapi aku .... aku tak kuat . . . . ," prajurit bertubuh
kekar itu tersengal-sengal napas.
"Lu ambil saja yang jemuk itu !" seru prajurit yang
memangku Mawar. "Wah, sudah tua," gerutu prajurit tegap itu, "tetapi apa
boleh buat ...." " ia terus lari menghampiri wanita gemuk
itu. Sebenarnya wanita gemuk itu sudah berumur 50-an
tahun, tetapi karena badannya gemuk segar dan
dandanannya masih menyala, orang mengira kalau dia baru
berumur 40-an tahun. Begitu tiba, prajurit tegap itu terus, menyeretnya. Tetapi
karena kasar dan keras wanita gemuk itu kesakitan, "Aduh
.... aduh . . , . "Lekas !" bentak prajurit tegap seraya menariknya keras2.
Brakkkkk .... karena ditarik begitu keras, perempuan itu
sempoyongan, menabrak meja sehingga meja terbalik dan
perempuan gemuk itu jatuh.
"Lau-ma," teriak Mawar seraya meronta dari pelukan
prajurit tinggi besar, terus lari menghampiri perempuan
gemuk yang tak lain adalah induk semangnya.
"Bagus, engkau saja," prajurit tegap lepaskan si gemuk
yang dipanggil Lau-ma itu, terus hendak memeluk Mawar.
Plak .... Mawar menampar muka prajurit itu.
"O, enak sekali tamparanmu, cantik," seru prajurit tegap
seraya maju hendak memeluk Mawar. Mawar menjerit dan
lari ke samping, tepat ke tempat Su Hong Liang dan Wanong
Kui duduk. "Kongcu, tolonglah aku," Mawar merintih gemetar,
Saat itu prajurit tegap sudah maju mengejar. Su Hong
Liang terkejut ketika melihat Wan-ong Kui berdiri. Buru2
dia melonjak dari kursinya, "Kui-heng, biar aku saja yang
menghajarnya !" "Ho anakmuda, engkau mau melindungi si cantik itu, ya
?" "Disini rumahmakan, jangan mengganggu tetamu2 yang
sedang makan," sahut Su Hong Liang.
"Apa pedulimu ?" prajurit itu tetap melangkah maju
seolah tak menghiraukan Su Hong Liang.
Dukkkkkk..... Tinju Su Hong Liang melayang ke dada prajurit itu dan
prajurit itupun sempoyongan ke belakang, menabrak meja
dan jatuh sungsal sum-bal.
Dua prajurit yang lain cepat maju. Yang satu menolong
prajurit tegap, yang satu menghampiri Su Hong Liang, "Eh,
kunyuk, engkau berani melawan prajurit kerajaan !"
"Siapapun yang mengacau keamanan, akan kubasmi!"
"Bangsat !" prajurit itu terus ayunkan tangannya. Tetapi
secepat itu Su Hong Liang menyambar tangannya terus
ditelikung ke belakang punggung," Auhhhhh....., "prajurit
itu menguak kesakitan sekali. Tulang lengannya serasa
putus. Melihat itu prajurit tinggi besar tadi berbangkit dan
menghampiri, "Majulah !" teriak Su Hong Liang seraya
mendorongkan prajurit yang dikuasainya ke muka. Prajurit
itu terhuyung-huyung seperti layang2 putus dan hendak
membentur prajurit tinggi besar. Prajurit tinggi besar
terkejut. Buru2 dia hendak menyambut supaya tubuh
kawannya itu jangan sampai rubuh, uhhhh .... bukannya
berhasil menghentikan laju tubuh kawannya, kebalikannya
dia malah ikut terdorong bersama kawan itu,
brakkkkk.....keduanya membentur meja dan jatuh tumpang
tindih. Ternyata tubuh prajurit yang didorong Su Hong Liang
tadi, walaupun tampaknya sudah kehilangan tenaga, tetapi
waktu disambut oleh prajurit tinggi besar itu tak kuat.
Tubuh kawannya itu serasa didorong oleh arus tenaga yang
terlampau kuat sekali. Rupanya kawanan prajurit itu tahu kalau pemuda cakap
itu memiliki ilmu kepandaian tinggi Mereka segera
melarikan diri. Mawar menghaturkan terima kasih kepada Su Hong
Liang tetapi pemuda itu menjawab dengan dingin, "Lekas
bawa pulang Liu-ma dan jangan berada disini !"
Ciang kui atau pemilik rumahmakan itu juga
menghampiri, " Wih, kawanan prajurit memang suka bikin
onar. Mereka makan minum sepuas-puasnya tetapi tak mau
membayar. Kadang malah membawa pulang beberapa
hidangan." Wan-ong Kui kasihan melihat ciang-kui itu, katanya,
"Jangan kuatir, berapa kerusakan tempat ini, aku yang
mengganti." "O, terima kasih, kongcu, terima kasih," ciang - kui,
gopoh memberi hormat. "Ciang-kui, pasukan manakah yang menduduki kota ini
?" tanya Su Hong Liang.
"Pasukan yang menguasai kota ini dibawah Lou Liang
Co ciangkun." kata ciang-kui.
"Hm," desuh Su Hong Liang lalu mengajak Wan-ong
Kui melanjutkan hidangannya lagi.
Tempat yang porak poranda, telah diatur baik lagi dan
para tetamupun melanjutkan hidangannya masing2.
Tak berapa lama terdengar derap kuda lari yang riuh.
Dan cepat sekali rombongan kuda itu berhenti di depan
rumahmakan. Penunggangnya berbamburan turun dan
terus menyerbu kedalam rumahmakan. Mereka adalah
prajurit2 yang bersenjata lengkap. Pemimpinnya seorang
perwira berkumis lebat. ''Mana mata-mata yang berani menganiaya prajurit
kerajaan itu ?" serunya seraya mengeliarkan pandang
kearah tetamu. Su Hong Liang dan Wan-ong Kui serempak berbangkit,
"Aku!" seru Hong Liang.
"Ho, mengapa engkau berani melukai anak buahku ?"
seru perwira berkumis lebat itu.
"Anakbuahmu bertingkah berandalan, mengganggu dan
memaksa wanita di tempat ini. Terpaksa aku turun tangan
menghajar mereka !" "Tangkap !" perintah perwira itu kepada anakbuahnya.
"Tunggu," seru Su Hong Liang,
"Mau apa engkau ?"
"Siapa jenderal yang memimpin pasukanmu"
"Jenderal Lau Liang Cu."
"Baik, antarlah aku kehadapan Lau ciang-kun," kata Su
Hong Liang. "Su-heng, mengapa engkau menyerah?" Wan-ong Kui
berseru heran, "kita amuk saja kawanan kurcaci itu."
"Sabar, Kui - heng, "kata Su Hong Lian, "nanti
dihadapan jenderal Lau Liang Cu, akan ki beber tingkah
laku prajurit2nya. Jangan kuatir, kudengar jenderal Lau itu
seorang yang keras tapi bijaksana. Dia tentu marah kepada
anakbuahnya. Melihat sikap Su Hong Liang begitu yakin, terpaksa
Wan-ong Kui menurut. Demikian kedua pemuda itu terus
dibawa oleh kawanan prajurit berkuda. Ternyata mereka
adalah pasukan berkuda bagian regu jago panah dari
pasukan jenderal Lau Liang Co.
Tiba di markas, ternyata jenderal Lau sedang keluar
melakukan inspeksi. Kedua pemuda itu di-jebloskan dalam
tahanan. "Jangan kuatir Kui-heng, apabila Liu ciang co pulang,
kita tentu akan dibebaskan," Su Hong Liang menghibur.
"Apa engkau kenal dengan jenderal itu?"
"Tidak, tetapi dia seorang jenderal yang teliti dan jujur."
"Sebenarnya kalau kita mau, kita tentu dapat
mengalahkan pasukan berkuda itu," masih Wan-ong Kui
menyatakan rasa tak puasnya.
"Ah, Kui-heng," kata Su Hong Liang, "hitung2 sebagai
pengalaman masuk sel tahanan ini. Benar, kita memang
dapat mengalahkan mereka. tetapi kurasa tak perlu. Kita
hendak menegakkan hukum dan keamanan, mengapa kita
akan gunakan kekerasan melawan tentara" Bukankah nanti,
kalau sampai terjadi pertempuran, tentu ada korban yang
jatuh" Bukankah kita malah akan dipersalahkan jenderal
Lau?" Wan-ong Kui mengangguk. Diam2 dia dapat menerima
pembelaan Su Hong Liang itu.
Tak berapa lama seorang prajurit datang hendak
mengambil mereka untuk dihadapkan kepad jenderal Lau.
"Baik, tunggu dulu diluar," kata Su Liang lalu mendekati
Wan-ong Kui, "Kui-heng biar aku sendiri saja yang
menghadap. Kui-tunggu disini. Apabila sampai terjadi
sesuatu dengan diriku, berusahalah untuk meloloskan diri."
"Ah, sebaiknya kita berdua sama2 menghadap. Kalau
akan dihukum, biarlah aku juga dihukum."
'"Jangan Kui-heng, percayalah kepadaku. Aku dapat
mengatasi soal ini. Begitu dibebaskan aku tentu akan
menjemput Kui-heng kemari."
Setelah melihat kegagahan pemuda itu dalam membela
wanita yang hendak dipaksa prajurit2 kasar di rumahmakan
tadi, Wan-ong memang makin bertambah percaya kepada
Hong Liang. Dan mendengar alasan Su Hong Liang itu,
iapun percaya saja. "Lho, mengapa hanya engkau seorang?" tegur prajurit
yang menjemput. "Dia sedang sakit, biar aku sendiri saja menghadapi,"
kata Wan-ong Kui dengan pelahan.
Prajurit itu hendak bicara tetapi Su Liang terus melesat
keluar sehingga mereka terpaksa mengikuti.
Tiba di hadapan jenderal Lau Liang Co, jenderal itu
terkejut dan buru2 berdiri dauri kursi lalu menyongsong,
"Oh, Su kongcu, maaf, aku tak tahu."
"Ah, tak apa ciangkun. Memang aku yang bersalah,"
kata Su Hong Liang. Prajurit tinggi besar dan keempat kawannya yang berada
di rumah makan tadi, juga hadir di-situ. Mereka telah
mengadu kepada jenderal Lau Liang Co tentang pemuda Su
Hong Liang yang berani menghajar mereka, "Kemungkinan
pemuda itu tentulah mata2 yang sengaja hendak mengacau
ke daerah kita," kata prajurit tinggi besar itu.
Tetapi alangkah kejut mereka ketika melihat jenderal
Lau malah tersipu-sipu menyambut Su Hong Liang. Dan
lebih terkejut pula ketika setelah mendengar pembicaraan
Su Hang Liang mengenai peristiwa dalam rumahmakan itu,
jenderal Lau terus menuding mereka, "Bangsat kalian ini.
Kalian berani main perempuan di rumahmakan tetapi
malah menuduh Su kongcu ini yang mengacau. Hm, kalian
tahu siapa Su kongcu ini" Su kongcu adalah putera
keponakan dari mentri peng-poh-sing-si Su Go Hwat
tayjin!" Mendengar itu gemetarlah kelima prajurit itu.
"Kho kunsu!" "Siap!" seru seorang prajurit berpangkat kunsu atau
sersan. "Bawa kelima prajurit itu ke lapangan dan penggal
kepalanya!" perintah jenderal Lau.
"Baik, ciangkun."
Tetapi seketika itu Su Hong Liang berseru mencegah,
"Tunggu dulu," kemudian dia berkata kepada jenderal Lau,
"Lau ciangkun, kurasa hukuman penggal kepala terlampau
berat. Cukup asal mereka menyadari kesalahannya dan
berjanji takkan melakukan hal semacam itu lagi."
"Tetapi disiplin prajurit harus ditegakkan, kongcu. Dan
lagi sekarang ini yang berlaku adalah hukum perang," kata
Lau Liang Co. "Benar," sahut Su Hong Liang, "tetapi mereka hanya
mabuk dan main perempuan, tidak sampai membunuh
orang. Biarlah kumintakan keringanan untuk mereka."
"Hai, kamu berlima, mengapa tak lekas menghaturkan
terima kasih kepada Su kongcu yang telah menolong
engkau dari hukuman mati!" teriak jenderal Lau.
Kelima prajurit itu gopoh berlutut di hadapan Su Hong
Liang, minta maaf dan menghaturkan terima kasih.
"Asal kalian benar2 bertobat dan menyadari, bahwa
tindakan kalian itu akan merugikan nama baik pasukan
kerajaan Beng dan menimbulkan kebencian rakyat, aku
sudah gembira." Demikian setelah kawanan prajurit itu disuruh keluar;
barulah Su Hong Liang berhadapan dengan jenderal Lau
Liang Co. Atas pertanyaan jenderal Lau, Su Hong Liang
mengatakan bahwa ia sedang menjalankan perintah dari
pamannya Su Go Hwat untuk meyampaikan surat kepada
para panglima di daerah2.
"O, surat apa sajakah itu ?"
"Kalau tak salah," kata Su Hong Liang, "siokhu (paman)
akan mengadakan pemindahan besar-besaran dalam
menyusun pertahanan menghadapi serangan pasukan
musuh." "O, memang penempatan panglima yang tepat didaerah
yang penting, mutlak sekali dilakukan. Terutama daerah di
garis depan, merupakan Kunci pertahanan yang utama.
Garis depan itu harus diperkuat sedemikian rupa dan harus


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dipimpin oleh panglima yang cakap."
"Ya," sambut Su Hong Liang, "tetapi menurut, pendapat
ciangkun, bagaimana kira2 keadaan pasukan kita dalam
peperangan besar yang panjang ini ?"
Lau Liang Co terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia
membatin, apakan putera keponakan dari mentri
pertahanan ini, sengaja hendak memancing-mancing
sesuatu padanya. Hm, aku harus hati-hati, pikirnya.
"Peperangan ini masih sukar diramalkan bagaimana
kesudahannya," katanya, "memang musuh sudah berhasil
menduduki kotaraja Pakkia dan telah memberi suatu
kegoncangan hebat pada pemerintahan kerajaan sehingga
baginda sampai bunuh diri, mentri dan panglima moratmarit
tak keruan. Tetapi kita masih mempunyai daerah
yang luas. Asal yang mulia mentri pertahanan dapat
menyusun kekuatan yang rapih, rasanya tidak mudah
pasukan Ceng hendak mengalahkan kita."
"Ya," sahut Su Hong Liang, "tetapi bagaimana menurut
pendapat ciangkun cara pertahanan yang baik itu ?"
"Seperti yang kukatakan tadi," kata jenderal Lau,
"menempatkan panglima yang tepat di daerah yang penting.
Memperkuat pertahanan di garis depan."
"Tetapi menurut pendapat siok-hu, tidak demikian,
ciangkun." "O, lalu bagaimana ?"
"Pertahanan yang paling baik itu adalah me nyerang."
"O, ya, ya, benar. Tetapi....."
"Kutahu pikiran ciangkun," cepat Su Hong Liang,
"memang dalam ilmu perang, yang menye rang itu tentu
lebih menguntungkan dari pada yang diserang. Hanya saja,
menyerang itu juga tidak mudah. Menyerang harus
mempunyai perhitungan yang cermat. "Dalam ilmu perang
dikatakan 'Tahu keadaan diri dan kenal kekuatan lawan,
merupakan kunci kemenangan'. Apakah ciangkun
sependapat dengan kata2 kuno itu ?"
"Setuju sekali, kongcu," kata Lau Liang Cu, "ah, ternyata
kongcu memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu
perang." "Hanya sekedar comot sana comot sini saja, ciangkun,"
kata Su Hong Liang, "yang penting se gala ilmu perang itu
harus disesuaikan dengan me dan."
"Benar," sahut Lau Liang Co," lalu kalau menurut
pandangan kongcu, bagaimana harapan kita dalam
menghadapi musuh itu ?"
Su Hong Liang menghela napas, "Ah, aku tak
mempunyai wewenang untuk mengatakan sesuatu yang
resmi, ciangkun. Hanya kalau aku bicara, adalah sebagai
seorang rakyat yang mempunyai kewajiban ikut serta
memikirkan keadaan negara saja."
"Ah, harap kongcu jangan merendah. Belum tentu kita
orang2 tua yang sudah berkecimpung dalam peperangan
itu, selalu benar pandangannya. Bahkan kongcu, sebagai
seorang pemuda dan berdiri diluar garis peperangan, akan
lebih dapat memberi penilaian yang tepat."
Kembali Su Hong Liang menghela napas.
"Berbicara soal urusan negara, aku terpaksa harus
berpaling pada sebuah kata2 yang pernah diucapkan oleh
seorang cendekiawan Cukat Beng Hou dahulu. Beliau
mengatakan 'Bo su cay jin. sen su cay thian'. Artinya,
manusia berdaya, Allah yang menentukan."
Jenderal Lau Liang Co kerutkan dahi. Dia diam jenderal
itu heran mengapa pemuda itu mengucapkan kata2
demikian. Ada hubungan apakah ucapan itu dengan
keadaan negara saat itu "
"Tiada sesuatu di dunia ini yang langgeng. Matahari
terbit dan tenggelam, siang berganti malam, patah dan
tumbuh, hilang dan berganti. Demikian kodrat Tuhan.
Demikian pula dengan kerajaan. Kerajaan Song
ditumbangkan Goan, Goan dihancurkan Beng dan kini
Beng diserang Ceng, tentu akan timbul kekuatan baru lagi
yang akan melenyapkan dan mengganti. Demikian
selanjutnya akan terjadi selama bumi ini masih berputar....."
"Tiada kekuasaan yang mampu membendung matahari
yang akan terbit di waktu pagi. Pun takkan ada kekuasaan
yang betapapun hebatnya akan dapat mencegah matahari
itu akan tenggelam pada waktu senja hari. Timbul dan
tenggelam, sudah merupakan ketentuan takdir. Demikian
pula dengan kerajaan. Siapakah yang mampu
menyelamatkan apabila sebuah kerajaan itu sudah saatnya
akan hacur?" Lau Liang Co makin terkejut. Mengapa pemuda itu
mengatakan demikian" Bukankah hal ini menyatakan
bahwa kerajaan Beng memang sudah ditakdirkan harus
hancur dan diganti dengan kerajaan Ceng" Tetapi bukankah
Su Hong Liang itu putra keponakan dari Su Go Hwat yang
menjabat sebagai mentri pertahanan kerajaan Beng"
Bagaimanapun tak dapat juga jenderal itu menahan isi
hatinya dan bertanyalah dia, "Mengapa kongcu
menampiikan falsafat kodrat hidup itu" Apakah kongcu
hendak maksudkan bahwa kerajaan kita sekarang ini
memang sudah ditakdirkan harus lenyap dan diganti
dengan kerajaan Ceng?"
Su Hong Liang tertawa, "Liu ciangkun seorang yang
tajam penilaian, luas pengetahuan. Berdosalah aku sebagai
rakyat Beng apabila mengatakan demikian. Tetapi lebih
berdosa lagi kalau aku mengingkari diri tanpa melihat
kenyataan. Hatiku tak menginginkan kerajaan Beng akan
lenyap. Tetapi mataku harus menyaksikan tanda2 kearah
itu. Siapakah yang wajib kuturut?"
"Kongcu, aku seorang panglima perang. Dalam
bertindak maupun berkata, aku selalu menggunakan yang
keras dan tegas. Tolonglah engkau berikan keterangan yang
jelas." "Mohon tanya ciangkun," kata Su Hong Liang dengan
nada serius, "mengapa baginda Cong Ceng bunuh diri,
meagapa kotaraja pindah ke Lamkia?"
Lau Liang Co terkesiap namun dia menjawab juga,
"Karena diserang pasukan Ceng."
"Benar, tetapi bukankah kerajaan Beng juga punya
pasukan yang kuat?" "Karena penghianatan Go Sam Kui."
'"Benar," kata Su Hong Liang, "terapi yang penting
penghianatan itu terjadi karena dalam tubuh pemerintah
Beng terdapat penghianat dari mentri2 yang tidak setia.
Yang penting pemerintah Beng sudah rapuh didalamnya
sehingga mudah dikalahkan musuh. Tetapi juga
dikarenakan musuh lebih kuat dari kita."
Lau Liang Co terdiam. "Atau kalau kita berpegang pada hukum kodrat tadi,
memang sudah waktunya kerajaan Beng itu harus hilang . .
. . " "Kongcu ..." "Jangan salah faham, ciangkun," cepat Su Hong Liang
menukas, "telah kukatakan tadi, bahwa hatiku, perasaanku,
jiwaku tak menginginkan hal itu terjadi. Tetapi mataku dan
pikiranku dapat melihat dan menilai keadaan itu. Ciangkun
jika petang hari tiba apakah kita dapat mencegah matahari
akan tenggelam?"' "Ciangkun," Su Hong Liang tak memberi kesempatan
jenderal itu berbicara, "Go Sam Kui dan semua peristiwa
yang menimpa kerajaan Beng hanyalah suatu sarana untuk
menetapi hukum kodrat itu."
"Tetapi peperangan belum selesai, kongcu. Kita masih
mempunyai daerah dan pasukan yang besar untuk
menghadapi musuh." "Apakah ciangkun yakin bahwa perlawanan kita akan
mampu menahan musuh?"
"Tiada yang dapat mengatakan bagaimana kesudahan
peperangan ini. Yang penting kita berusaha untuk
melawan. Bukankah Su tayjin juga berjuang keras untuk
menghimpun kekuatan lagi?"
"Benar ciangkun," sahut Su Hong Liang, "tetapi tahukah
sebabnya mengapa siok hu (paman) ditugaskan biginda
untuk bergerak di daerah2 menyusun kekuatan itu?"
"Tugas itu memang penting "
"Ah, sepintas memang demikian tetapi kenyataannya
lain," kata Su Hong Liang.
"O, lalu apa sebenarnya yang telah terjadi?"
"Siapa yang berkeras mendukung Hok Ong mengganti
duduk di tahta?" "Tay- haksu Ma Su Ing."
"Dan siapakah yang kini memegang kekuasaan di
kotaraja?" ' 'Tay-haksu Ma Su Ing."
"Ah, kiranya ciangkun sudah tahu semua," kata Su Hong
Liang, "adalah karena saran Tay- haksu Ma Su Ing maka
siok-hu telah diutus baginda bertugas keluar untuk
menyusun kekuatan pasukan yang tersebar di sepanjang
barat perairan sungai Hong-ho. Dengan demikian maka tayhaksu
praktis memegang kekuasaan besar di kotaraja."
"Tetapi tidakkah Ma tayjin masih setia ke pada kerajaan
Beng?" Su Hong Liang tersenyum, "ciangkun, tay-haksu atau
penasehat kerajaar, bukan suatu pangkat yang mudah
didapat apabila orang tidak memiliki ilmu pengetahuan
yang luas dan tinggi. Demikian pula Ma tayjin, dia seorang
cendekiawan yang luas pendalaman dan tinggi kepandaian.
Dialah yang mengajukan kepadaku tentang hukum kodrat
setiap kerajaan. Timbulnya sebuah kerajaan baru,
kejayaannya lalu akhirnya kehancurannya."
"O, apakah Ma tayjin juga menganggap bahwa kerajaan
Beng yang sekarang ini sudah menginjak masa-masa
keakhirannya?" Lau Liang Co terkejut.
'"Ciangkun,".jawab Su Hong Liang, "Ma tayjin adalah
seorang cendekiawan dan menjabat tay-haksu, sudah tentu
beliau sangat berhati-hati dalam ucapan. Tetapi dengan
mengajarkan kepadaku tentang hukum kodrat kerajaan itu,
seharusnya kita sudah dapat menduga sendiri bagaimana isi
hatinya." Lau Liang Co mengangguk-angguk.
"Dan Ma tayjin pesan kepadaku supaya menyebarkan
ajaran itu kepada setiap penguasa pasukan maupun pejabat
di daerah2. Kelak pada waktunya, Ma tayjin akan dapat
menolong mereka." "Oh ! . . . , " Lau Liang Co tertegun.
"Ciangkun, kurasa pembicaraanku sudah terlalu
panjang," kata Su Hong Liang, "asal ciang-kun sudah
menghayati hal itu, kiranya sudah cukup. Kelak aku dapat
menyampaikan pesan yang lebih lanjut dari Ma tayjin
kepada ciangkun, demi keselamatan dan kesejahteraan
hidup ciangkun." "O, terima kasih, kongcu," kata Lau Liang Co.
"Ciangkun," kata Su Hong Liang, "sebenarnya
kedatanganku kemari bersama seorang sahabat.
"Ah, mengapa kongcu tak ajak kemari saja?"
Su Hong Liang gelengkan kepala, "Sebenarnya aku baru
saja kenal dengan dia di tengah per jalanan. Menurut
penilaianku, dia seorang yang aneh dan mencurigakan....., "
kemudian dia menceritakan tentang apa yang dialaminya
dengan Wan-ong Kui, terutama ketika menginap rumah
penginapan. "O, lalu bagaimana kehendak kongcu?" tanya jenderal
Lau. "Ah, hanya merepotkan ciangkun sajalah."
"Tak apa kongcu, silakan mengatakan."
Dengan bisik2 Su Hong Liang segera mengatakan apa
yang hendak ia lakukan kepada Wan-ong Kui.
Jenderal Lau mengangguk-angguk, "Baik kongcu, ah, itu
hanya urusan kecil. Nanti kusuruh Kho kunsu
mengerjakannya, tentu beres."
Jenderal Lau lalu memanggil Kho kunsu (sersan ) dan
memberi perintah, "Lekas bawa beberapa prajurit dan
tangkap pemuda yang rnasih berada dalam tahanan itu."
"Baik, ciangkun."
"Kho kunsu," tiba2 Su Hong Liang menyelutuk "cukup
ditangkap saja jangan sampai melukainya."
Kho kunsu mengiakan dan terus membawa dua orang
prajurit menuju tempat Wan-ong Kui ditahan.
Saat itu sudah lewat tengah malam. Tetapi Wan-ong Kui
belum tidur. Ia masih menunggu kedatangan Su Hong
Liang yang tak kunjung datang itu. Tiba2 terdengar derap
langkah beberapa orang. "Ah, itu dia. Tentulah dia yang datang," pikir Wan-ong
Kui yang mengira kalau Su Hong Liang datang.
Tetapi yang muncul adalah Kho kun-su si sersan tinggi
besar dan dua orang prajurit.
"Kami diperintah ciangkun untuk membawamu
menghadap," seru Kho kun-su.
Wan-ong Kui terkejut. Dia tak melihat Su Hong Liang
dan sikap serta nada Kho kun-su itu tampak kasar,
"Mana Su kongcu?"
"Jangan banyak bicara!" bentak Kho kun-su seraya
menyambar tangan Wan ong Kui.
Mendapat perlakuan sekasar itu, timbullah reaksi Wanong
Kui. Dia marah. Seketika ia gerakkan tangan kiri untuk
menusuk rusuk sersan itu, hek .... serempak sersan kasar itu
tegak mematung. Kedua -prajurit itu kaget. Mereka segera menubruk Wanong
Kui. Wan-ong Kui loncat menghindar lalu menerjang.
Yang seorang rubuh termakan tendangannya dan yang
seorang terkulai ke lantai karena tersodok lambungnya.
Peristiwa itu membuatnya sadar bahwa tentu terjadi
sesuatu pada diri Su Hong Liang. Rasanya Su Hong Liang
tentu menderita bahaya. 'Lekas katakan," ia menarik leher baju prajurit yang
rubuh, "dimana Su kongcu!"
"Su konfccu sedang berada di kantor ciangkun bersamasama
minum arak . . . . "
"Ngaco!'" dengan geram Wan-ong Kui menghempaskan
prajurit itu ke lantai lalu dia melonjak bangun hendak


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar. Ia tak percaya sama sekali keterangan prajurit itu.
Tak mungkin Su Hong Liang sedang enak2 menikmati arak
dengan jenderal Lau. Belum sampai dia melangkah ke pintu, tiba2 muncul
seorang lelaki pendek berkulit hitam, rambut merah,
berpakaian seperti seorang imam. Dari di belakangnya
tampak seorang lelaki tegap berpakaian perwira. Ternyata
waktu Wan-ong Kui sedang bertempur menghadapi kedua
prajurit tadi, penjaga tahanan segera lari melapor.
Imam berambut merah itu bergelar Shin To hwatsu dari
kuil Cian-hud-si atau Seribu-arca di gunung Cian-hud-san.
Sedang peiwira itu sebenarnya bekas wi-su atau pengawal
istana raja Cong Ceng. Ketika ibukota pecah maka keadaan
menjadi kalut. Tan Hong demikian nama wi-su istana itu
harus melindungi raja lolos dari istana. Tetapi di tengah
jalan diserang oleh pasukan Ceng sehingga berantakan.
Banyak korban yang jatuh, Tan Hong dengan berganti
pakaian sebagai rakya biasa, dapat lolos dari kepungan
musuh. Akhirnya dia bertemu dengan jenderal Lau Liang
Co dan diangkat sebagai pengawal peribadinya.
"Ho, engkau berani melukai prajurit disini?" seru Shin
To hwatsu. "Mau apa kalian!" bentak Wan-ong Kui seraya
menghunus pedang pusaka. "Jangan banyak tingkah, lekas menyerah agar dapat
kami bawa kehadapan Lau ciangkun," kata Shin To hwatsu.
"Dimana Su kongcu ?"
"Aku hanya mendapat perintah untuk menangkapmu,
tidak disuruh menjawab pertanyaanmu."
"Mengapa aku ditangkap ?"
"Itu perintah jenderal."
"Hm, jangan membohongi aku. Tentulah kongcu sudah
kalian kaniaya dan sekarang kalian hendak menangkap
aku." "Soal itu tanyakan saja pada Lau ciang-kun nanti.
Sekarang baiklah engkau menyerah saja!"
"Aku tidak berani melanggar janji!"
"Janji apa dan kepada siapa ?"
"Janjiku kepada pedang ini. Waktu akan kupakai, dia
pernah mengatakan bahwa dia mau ikut kepadaku asal aku
pantang menyerah pada musuh. Dia tak mau menjadi
senjata dari orang yang takut mati !"
"Ho, tak kira kalau seorang pemuda selemah
anakperempuan seperti engkau ternyata besar sekali
kokoknya. Engkau tahu dengan siapa engkau berhadapan
saat ini ?" "Imam berambut merah, berkulit hitam !"
"Jahanam, engkau berani menghina aku," Shin To hwatsu
terus menerkam. Memang imam itu paling marah kalau
orang berani mengatakan dia berambut merah.
Wan-ong Kui cepat menyongsong dengan sabatan
pedang untuk memapas jari lawan. Tetapi dia terkejut
ketika imam itu menarik tangan dan dengan cepat tangan
kirinya menyambar pergelangan tangan. Wan-ong Kui
menggelincirkan pedang kebawah untuk menebas, tetapi
seperti yang pertama. Selekas imam itu menarik pulang tani
kiri, tangan kanannyapun secepat kilat sudah menusuk
batang pedang Wan-ong Kui, tring. . .!
Walaupun dengan ujung jari tetapi tutukkannya itu
menimbulkan dering yang nyaring dan seketika Wan-ong
Kui rasakan tangannya kesemutan, pedang hampir terlepas
jatuh. Imam itu tertawa mengekeh dan terus hendak
menyambar pergelangan tangan Wan-ong Kui. Tetapi pada
saat itu terdengarlah suara orang membentak, "Lepaskan !"
Shin To hwatsu terkejut ketika merasa sebuah gelombang
angin pukulan yang keras melanda punggungnya. Cepat ia
balikkan tangan kiri menampar ke belakang, sementara
tangan kanan masih melanjut hendak mencengkeram
pergelangan tangan Wan-ong Kui.
Darrrr..... Terdengar letupan keras dan tubuh imam itu terhuyung
kemuka sampai dua langkah. Melihat itu Wan-ong Kui
terus mengirim sebuah tendangan, plok . . , . dan imam
itupun makin menjorok kemuka sampai beberapa langkah.
'"Lekas keluar," seru seorang lelaki tua seraya
melambaikau tangan dan dia sendiri terus melesat keluar.
Wan-ong Kui tahu bahwa lelaki tua itulah yang telah
menolongnya. Dia segera menyusul.
Diluar terdapat dua orang yang sedang bertempur. Si
perwira tadi melawan seorang gadis.
"Engkong, jangan bantu, biarlah aku sendiri yang
menyelesaikan orang ini!" seru sidara,
Wan-ong Kui segera menyadari. Lelaki tua dan dara itu
tak lain adalah yang pernah menghadang keretanya di
hutan kemarin. Aneh, kemarin mereka menghadang tetapi
mengapa sekarang mereka menolong dirinya!"
"Hong, mari kita cepat keluar dari sini!" kakek itu atau
Tong Kui Tik berseru seraya melambaikan tangannya
kearah kedua orang yang sedang bertempur itu.
Tiba2 perwira itu mendesis kaget dan cepat loncat
mundur lalu lari. In Hong hendak mengejar, "Jangan !" seru
engkongnya seraya memberi isyarat kepada Wan-ong Kui
supaya mengikutinya. Cepat sekali mereka bertiga tiba di pagar tembok.
Tembok itu setinggi tiga tombak.
"Engkong, kita bakar saja gedung ini, " seru In Hong.
"Jangan, " "Mengapa ?" "Biarpun jelek, tetapi Lau Liang Co saat ini masih
berperang guna mempertahankan negara kita," kata Tong
Kui Tik. "Wah. kalau kita mau lolos, bagaimana aku mampu
melampaui tembok yang setinggi ini ?" In Hong mengomel.
"Makanya engkau harus rajin berlatih, agar gin-kangmu
cepat maju," engkongnya tertawa.
"Bagaimana kita akan keluar, engkong ?"
"Mudah," kata Tong Kui Tik, "berdirilah tegak. Apabila
kulontarkan ke udara engkau harus gunakan gerak It-hojongthian dan melayanglah kepuncak tembok lalu engkau
boleh loncat turun."
Benar juga setelah Ing Heng berdiri tegak, dia diangkat
lalu dilemparkan oleh engkongnya. Dara itu berjumpalitan
dan melayang hinggap ke puncak tembok.
Wan-ong Kui sebenarnya juga ngeri melihat tingginya
pagar tembok itu. Tetapi dia sungkan kalau harus
diperlakukan seperti In Hong.
"Aku akan loncat sendiri, lopeh," katanya lalu enjot
tubuhnya melambung keatas Tetapi ia terkejut karena
puncak tembok itu masih sepengga tangan tingginya. Ah,
celaka dia tentu akan meluncur kebawah lagi. Tetapi
sekonyong-konyong segulung angin yang berisi tenaga
lunak telah menyorong tubuhnya hingga dia menjulang
naik dan akhirnya dapat mencapai puncak tembok.
"Ah, tentulah kakek itu yang telah membantu aku." ia
tersipu-sipu malu. Ketika ia melongok kebawah, ternyata kakek itu sudah
berdiri disamping In Hong dan berseru, "Mari kita
melayang turun....."
Mereka bertiga menuju kesebuah hutan dan beristirahat
di sebuah gua. "Terima kasih atas pertolongan lopeh," saat itu baru
Wan-ong Kui mendapat kesempatan untuk menghaturkan
terima kasih. "Ah, kita orang persilatan memang harus tolong
menolong. Untuk bantuan yang tak berarti ilu harap siauheng
(engkoh kecil) jangan menganggap apa2, " Tong Kui
Tik tertawa. "Bagaimana lopeh tahu kalau aku sedang ter ancam
dalam ruang tahanan itu?" mulailah Wan-ong Kui meminta
keterangan. "Ketika terjadi ramai2 di rumahmakan, dan Hongpun
kebetulan masuk dan melihat sendiri peristiwa itu. Hong
mengatakan bahwa kemungkinan besar kalian berdua tentu
akan mendapat kesulitan dari Lau Liang Co. Hong
mengajakku supaya malam ini menyelidiki ke tempat
jenderal itu. Ai, ternyata pandangan anak itu benar. Engkau
sedang dikepung oleh kedua jago dari jenderal Lau!" kakek
Tong Kui Tek memberi keterangan.
Sebelum Wan-ong Kui menghaturkan terima kasih, In
Hong atau yang biasa disebut Hong oleh engkongnya itu,
sudah mendahului menyelut "Siapakah kedua orang itu,
engkong?" "Kurasa tentu pengawal dari jenderal Lau."
"Pengawal" Mengapa kepandaiannya hanya begitu saja"
Apakah mereka mampu melindungi keselamatan jenderal
itu?" "Ah, engkau tak tahu Hong," kata Tong Kui Tek, "imam
berambut merah itu hebat kali."
"Hebat" Bukankah sekali pukul saja engkau sudah dapat
membuatnya terhuyung- dua langkah ke muka?"
"Bukan begitu," kata Tong Kui Tek, "pertama, dia tak
tahu siapa aku, maka dia anggap cukup dengan
menamparkan tangan kiri ke belakang dia tentu sudah
dapat menolak angin pukulan. Dan kedua kali, sebagian
perhatian dan tenaga masih dicurahkan untuk menangkap
siau-ko (Wan-ong Kui ). Bahwa dengan tamparan sebelah
tangan yang dilambari dengan separoh bagian tenagadalamnya
dia masih mampu menahan pukulan ku dan
hanya terhuyung dua langkah ke muka, sudah menandakan
betapa hebat kepandaian imam itu. Andaikata dia
berhadapan dan menggunakan seluruh tenaga-dalamnya,
kemungkinan aku kalah."
"Ai, engkong memang suka merendah diri. Siapakah
tokoh dunia persilatan yang sanggup menerima pukulan
sakti Kiu-yang-sin-kang dari engkong?"
"Hong, jangan lancang mulut!" bentak kakek itu dengan
marah tetapi pada lain kejab kemarahannyapun sudah surut
dan berkatalah dia, "Hong, engkau lupa akan pesan
engkong?" "Maaf, engkong," dara itu tersipu-sipu minta maaf, "lain
kali Hong tentu takkan berani melanggar pesan engkong."
"Kutahu, engkau cucuku yang baik, Hong," orangtua itu
tertawa gembira. Tetapi semua pembicaraan itu telah terdengar oleh Wanong
Kui. Disamping ia mengiri akan hubungan yang
sedemikian mesra antara seorang engkong dengan cucunya,
diapun diam2 terkejut mendengar kakek itu memiliki ilmu
pukulan sakti Kiu-yang-sin-kang.
"Terima kasih, lopeh, atas pertolongan lo-peh," buru2
Wan-ong Kui menghaturkan terima kasih.
"Ah, sudahlah siau-ko," kata Tong Kui Tek, "mau
kemanakah engkau sekarang"'"
"Aku hendak menolong kawanku."
"Yang bernama Su kongcu itu?"
"Ya, apakah lopeh tahu bagaimana keadaannya?"
Sebelum Tong Kui Tek menjawab, In Hong sudah
menyelutuk, "Wan-ong-ko, perlu apa engkau memikirkan
dia?" Wan-ong Kui terkejut, "Dia adalah kawanku."
"Sudah berapa lama Wan-ong-ko kenal padanya?" tanya
si dara. "Baru saja, waktu berpapasan di tengah jalan."
"Apakah engkau sudah tahu siapa sebenarnya dia itu?"
Wan-ong Kui gelengkan kepala, "Dia bernama Su Hong
Liang. Aku tak tahu siapa dia itu sebenarnya."
"Engkong, silakan menceritakan apa yang engkong lihat
di gedung jenderal itu,"' kata li Hong.
"Saat itu aku tak tahu engkau sianko. berada di mana.
Kusuruh Hong menunggu di bawah dan aku loncat ke atas
genteng rumah. Setelah mencari beberapa saat, akhirnya
kudengar suara orang bercakap-cakap," kata Tong Kui Tik,
"'kubuka sebuah genteng dan ketika melongok kebawah,
aku terkesiap . . . . "
"Mengapa?" tanya Wan-ong Kui terkejut, "apakah Su
kongcu sedang disiksa jenderal itu?"
Kecemasan Wan-ong Kui buyar seketika waktu melihat
Tong Kui Tik gelengkan kepala, "Aku sendiri hampir tak
percaya pada mataku tetapi apa yang kulihat itu memang
suatu kenyataan. Jenderal Lau Liang Co sedang duduk
berhadapan dengan Su kongcu. Keduanya bercakap-cakap
dengan asyik sembari menghadapi arak di meja"."
"Lopeh!" teriak Wan-ong Kui. Dia benar2 terkejut
karena tak percaya, "apakah lopeh tak salah lihat?"
Tong Kui Tik menatap Wan-ong Kui tajam2 dan
berkata, "Rasanya aku belum sangat tua dan kedua
matakupun masih awas, siauko."
Wan-ong Kui tertegun. Ia teringat akan keterangan
prajurit yang dirubuhkannya dalam sel tahanan itu. Prajurit
itu juga memberi keterangan serupa dengan Tong Kui Tik.
Ah, tetapi mungkinkah hal itu"
"Lopeh, apakah engkau mendengar apa yang mereka
bicarakan?" tanyanya mencari penegasan lebih lanjut.
"Mereka bicara dengan pelahan sekali. Hanya ada
kalanya Su kongcu itu tampak ngotot lalu bicara agak keras.
Dia seperti membicarakan tentang keadaan kerajaan Beng
saat ini. Jenderal Lau tampak mengangguk-angguk.
Akupun tak mau tinggal disitu lebih lama karena perlu
mencari engkau, siauko," kata Tong Kui Tik.
Wan-ong Kui makin bingung. Ia tak tahu apa yang harus
dilakukan. Adakah ia lebih baik melanjutkan perjalanan
untuk mencari Han Bi Ing yang menghilang itu ataukah
perlu menyelidiki bagaimana keadaan Su Hong Liang.
"Siauko," kata Tong Kui Tik yang rupanya tahu akan
kebingungan hati Wan-ong Kui, "menurut kesan yang
kulihat, jelas kawanmu itu tida kurang suatu apa. Kulihat
jenderal Lau Liang begitu hormat dan akrab kepadanya."
"Tetapi mengapa jenderal itu hendak menangkap aku?"
tanya Wan-ong Kui. "Engkau heran?"


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Rupanya engkau baru pertama kali ini terjun ke dunia
persilatan. Ketahuilah anakmuda kata Tong Kui Tik,
"dunia persilatan itu penuh dengan tokoh banyak sekali
peristiwa yang sangat ganjil dan tidak terduga. Begitu pula
hati manusia itu sukar diduga, Wajah, kata2 dan tingkah
laku, bukan ukuran hatinya. Dan ketiga kalinya, engkau
baru saja kenal dengan pemuda itu. Bagaimana engkau tahu
siapa dia itu dan bagaimana sesungguhnya isi hatinya ?"
Mendengar itu Wan-ong Kui tertegun. Memang selama
bersama dengan Su Hong Ling, walaupun pemuda itu
berwajah cakap dan sopan santun, tetapi ia mendapat kesan
kalau Su Hong Liang itu ceriwis dan pandai bermain kata.
"Terima kasih, lopeh," akhirnya ia berkata.
"Wan-ong-ko," seru In Hong, "hendak kemanakah
engkau sekarang ?" "Aku hendak mencari kusir kereta dan su-moayku yang
menghilang itu," cata Wan-ong Kui.
In Hong berpaling kepada engkongnya, "Engkong,
bagaimana kalau kiia bantu engkoh: Wan-ong ini untuk
mencari sumoaynya ?"
Tong Kui Tik mengeluh, "Ah, engkau ini memang budak
perempuan yang suka usil. Bukankah kita masih harus
menempuh perjalanan jauh ?"
"Ayah, engkong, terlambat sehari dua hari kan tak apa2,"
In Hong tetap merengek. Mendengar itu Wan-ong Kui tak enak hati, ,"Nona,
jangan mengganggu urusanmu. Biarlah kucari sendiri
mereka." "Tak apa, Wan- ong-ko," kata In Hong "kita toh sama2
menuju ke utara. Apa engkau keberatan kalau berjalan
bersama kita?" "Ah, tidak, asal jangan mengganggu urusan mu yang
penting." Demikian mereka bertiga segera melanjutkan perjalanan
lagi. Di sepanjang jalan tak henti-hentinya In Hong
mengajak bicara saja. "Celaka, hilang Su Hong Liang sekarang timbul dara ini.
Setali tiga uang," pikir Wan-ong;
Ketika melalui sebuah hutan tiba2 mereka kejutkan oleh
suara senjata beradu dan sambaran angin yang menderuderu.
"Ada orang bertempur!" seru In Hong.
Tong Kui Tik dan Wan-ong Kui terkesiap.
-oodwoo- Jilid: 08 Ketika masuk kedalam hutan, Wan-ong Kui, Tong Kui
Tik dan In Hong terkejut melihat dua orang sedang
bertempur. "Ing-moy!" serentak Wan-ong Kui berteriak kaget ketika
melihat seorang gadis cantik menggeletak dibawah sebatang
pohon. Dia cepat lari menghampiri.
Memang yang menggeletak itu adalah Han Bi Ing. Dia
pingsan. Setelah diberi pertolongan, ia pun dapat siuman.
"Mengapa engkau, ln-moay?"
"Dia . . . dia hendak memperkosaku!" seru Han Bi Ing
seraya menunjuk kearah salah seorang yang sedang
bertempur itu. "Pemuda yang berwajah cakap itu?" Wan-ong Kui
berpaling dan menegas. "Dan siapa pemuda tegap lawannya itu?"
"Entahlah, aku tak kenal."
"Wan-ong-ko, mari kita tangkap bangsat itu," seru In
Hong seraya maju ke gelanggang.
Yang bertempur itu seorang pemuda cakap lawan
seorang pemuda yang berwajah polos. Pada saat Wan-ong
Kui dan In Hong tiba, pemuda berwajah jujur itu sedang
terdesak. Jelas lawannya jauh lebih sakti. Hanya dengan
modal kenekadan sajalah maka pemuda jujur itu dapat
bertahan. Duk ..... bahu pemuda berwajah polos itu termakan tinju
lawan. Dia terhuyung-huyung beberapa langkah. Dan
pemuda cakappun maju hendak menghantam lagi.
"Jangan jual tingkah, bangsat!" serempak Wan-ong Kui
dan In Hong berhamburan menerjang.
"O, kalian juga ikut-ikutan?" pemuda cakap itu mengejek
seraya kebutkan lengan bajunya. Se-gulung tenaga Thiatsiukang menyiak pukulan Wan-ong Kui dan In Hong.
Keduanya terkejut ketika dilanda oleh arus tenaga sakti
yang memaksa mereka terdampar ke samping.
Menyadari kalau berhadapan dengan lawan yang amat
tangguh, Wan-ong Kui serentak mencabut pedang, In Hong
melolos sabuknya. Sekali serang, Wan-ong Kui terus
memainkan jurus Peh-hoa-in-gui atau Seratus-bungabermekaran,
sebuah jurus yang paling dahsyat dari
ilmupedang Peh-hoa-kiam-hwat.
In Hong juga memainkan sabuk pinggangnya dalam
jurus Song-liong-tham-cu atau Sepasang -naga-berebutmustika.
Sabuk pinggang Itu bergeliatan seperti dua ekor
naga yang sedang menyambar-nyambar berebut mustika.
"Bagus, bagus!" seru pemuda cakap itu dengan gembira,
"tetapi sayang ilmupedang Peh-hoa-kiammu belum
mencapai tataran yang tinggi. Tenaga-dalammu masih
belum mampu mengembangkan jurus2 Peh-hoa-kiam-hwat
yang hebat. Dan engkau, dara manis, juga masih jauh
sempurna latihanmu sehingga jurus Song-liong-tham-cu
masih lamban geraknya!"
Wan-ong Kui terkejut, In Hong terbeliak kaget. Mereka
tak mengira kalau lawan dapat mengetahui ilmu
permainannya dan dapat pula menilai tataran yang telah
mereka capai. Dan lebih terkejut pula mereka ketika dengan
gerak yang indah, pemuda cakap itu dapat menghindari
serangan pedang dan sabuk.
"Jangan sombong!" bentak In Hong, "kalau mampu,
kalahkanlah aku!" "Untuk mengalahkan engkau adalah semudah aku
membalikkan telapak tanganku. Tetapi apa hadiahnya
kalau aku dapat merebut sabukmu?" seru pemuda cakap itu.
"Engkau boleh pergi!"
"Ha, ha, hanya begitu" Tak perlu kalau gitu, makin lama
engkau disini, aku makin gembira."
"Setan, engkau menghendaki bagaimana!" teriak In
Hong makin geram. "'Asal engkau mau ikut aku!"
"Cis, siapa sudi menjadi budakmu?"
"Bukan budak, dara manis, tetapi menjadi isteriku . . . . "
"Bangsat!" marah In Hong bukan kepalang. Dia serentak
mainkan sabuknya lebih gencar dalam jurus Tiang ho-lok-jit
atau Matahari-tenggelam-di bengawan-Tiangkiang.
Dalam pada itu pemuda berwajah polos tadi pun dengan
menggenggam pedang maju pula ikut menyerang, "Bangsat,
jangan menghina wanita."
"O, engkau berani maju lagi. Huh, jurus permainan
pedangmu Hoan-thian-to-hay ( Langit tengkurap-lautterbalik
) juga belum sempurna anak tolol!" seru pemuda
cakap itu seraya tertawa mengejek.
Pemuda berwajah polos itu terkejut. Memang dia sedang
menggunakan jurus Hoan-thian-to-hay saat itu.
Wut .... tiba2 pemuda cakap itu melambung keudara.
Tumit kakinya menginjak peda pemuda berwajah polos.
Dan ketika pedang tertekan kebawah, dia terus
berjumpalitan. Waktu kaki diatas kepala dibawah dia
menukik ke bawah untuk menampar sabuk yang meluncur
kearahnya. Ternyata ketiga anakmuda itu menyerang dengan
serempak. Wan-ong Kui dan pemuda berwajah polos
menabas, In Hong melecutkan sabuknya. Karena babatan
pedang pemuda berwajah polos itu dapat diinjak dengan
tumit kaki maka sekarang dia menampar ujung sabuk In
Hong. Pada saat ujung sabuk In Hong melentuk turun,
pedang Wan-ong Kui tepat membabat cret .... ujung sabuk
In Hong yang terbuat dari kain sutera yang lemas tetapi
ulet, terpapas kutung ujungnya.
"Ih . . . . , " In Hong mendesis kejut seraya menyurut
mundur. Dan Wan-ong Kuipun juga loncat mundur.
Sementara pemuda cakap itupun sudah meluncur dan tegak
berdiri lagi dalam lingkar kepungan ketiga lawannya.
Sebenarnya sabuk pinggang In Hong itu juga tahan
tabasan senjata. Tetapi karena pedang Wan-ong Kui itu
sebuah pedang pusaka yang dapat memapas logam seperti
memapas batang pohon pisang, ujung sabuk In Hongpun
menderita terpapas ujungnya.
"Maaf, nona In," seru Wan-ong Kui.
"Engkau tak salah Wan-ong-ko," seru ln Hong seraya
membuang sabuk dan ganti mencabut pedang. Tetapi
ketika dia hendak menyerang lagi, engkongnya berteriak,
"Hong, berhenti!"
Bukan hanya In Hong, pun Wan-ong Kui dan pemuda
berwajah polos juga ikut berhenti mendengar teriakan jago
tua Tong Kui Tik yang penuh wibawa itu.
"Mengapa engkong?" tanya In Hong.
"Dia bukan musuhmu," kata orangtua itu seraya
melangkah maju, "biarlah aku yang menghadapinya."
"Bagus, cindilnya kalah sekarang bandotannya yang
maju," seru pemuda tampan itu dengan tertawa mengejek.
"Siapakah engkau?" seru Tong Kui Tik. Ia menyadari
bahwa pemuda tampan itu bukan tokoh sembarangan. Ia
terkejut ketika menyaksikan kepandaian pemuda itu waktu
menghadapi serangan In Hong bertiga. Pada hal ia tahu
bahwa In Hong itu juga lihay. Kalau hanya jago silat kelas
dua saja tentulah tak mampu menghadapi dara itu. Apalagi
masih dibantu Wan-ong Kui dan pemuda berwajah polos
yang juga cukup tinggi kepandaiannya.
"Buat apa tanya namaku?" sahut pemuda tampan itu.
"Begini," kata Tong Kui Tik dengan nada sabar, "kalau
aku mati, biarlah aku dapat mengetahui siapa yang telah
mengantar aku menghadap Raja Akhirat."
"O, baiklah", pemuda tampan itu tertawa bangga, engkau
tentu pernah mendengar tentang seorang tokoh yang saat
ini sedang menjadi bahan pembicaraan hangat dalam dunia
persilatan. Cobalah engkau ingat2! "
Tong Kui Tik mengerut dahi. Banyak sekali rasanya
tokoh2 yang bermunculan pada masa terakhir ini.
Terutama setelah negara mengalami kekacauan karena
diserang pasukan Ceng, banyak tokoh2 baru yang muncul.
"Ah, aku si orangtua ini memang sudah rusak ingatan
sehingga tak dapat menduga-duga siapa yang engkau
maksudkan." akhirnya ia menyerah.
"Ah, memang banyak tokoh2 yang bermunculan tetapi
siapakah diantara mereka yang paling menonjol sendiri?"
pemuda cakap itu memberi jalan.
"O," tiba-tiba Tong Kui Tik teringat, "aku memang
sudah jarang keluar. Tetapi belakangan ini aku mendengar
orang menyebut-nyebut tentang seorang jago silat yang
menamakan dirinya sebagai Bu Te sin -kun . . . . "
"Ha, ha, ha, akhirnya engkau dapat menemukan juga,"
seru pemuda cakap itu. "Engkau Bu Te sin-kun?" Tong Kui Tik terkejut dan
nyalangkan mata memandang tajam2 ke arah pemuda itu
seperti hendak membuktikan kepercayaannya bahwa
pemuda yang masih semuda itu benar2 Bu Te sin-kun
atau jago tanpa tanding. Matanya yang tajam segera dapat
mengetahui bahwa wajah cakap dari pemuda ini bukan
wajah yang aseli melainkan hanya sebuah kedok yang
terbuat dari kulit tipis yang dibuat sedemikian rupa sehingga
sukar dikenali. "Engkau tak percaya?" tanya pemuda cakap yang
mengaku sebagai Bu Te sin-kun itu.
"Percaya!" "O, apa alasanmu?"
"Engkau sebenarnya bukan engkau saat ini."
"Apa maksudmu?"
"Bukalah kedok mukamu dan tunjukkanlah wajahmu
yang aseli!" Bu Te sin-kun terkejut atas ketajaman mata jago tua itu.
Namun sesaat kemudian dia tertawa nyaring, "Tetapi
kurasa lebih baik begini dari pada engkau melihat wajahku
yang aseli." "Mengapa" Apakah engkau tak berani unjuk muka?"
"Bukan begitu," sahut Bu Te sin-kun, tetapi sudah
menjadi undang-undangku. Bahwa setiap orang yang
melihat wajahku tentu harus mati!'
"O, kebetulan sekali. Aku memang sudah rasa terlalu
lama hidup. Kalau engkau dapat mengantarkan aku
menghadap raja Akhirat, aku merasa beruntung sekali!"
"Ah, sudahlah. Aku tak mau membunuhmu!"
"Pengecut!" tiba2 In Hong memaki.
"Jangan salah faham, nona manis," Bu Te sin-kun
tertawa menyengir, "kalau engkongmu kubunuh, engkau
tentu sedih dan tak mau jadi isteriku."
"Bangsat!" karena tak dapat menguasai diri lagi, In Hong
terus menerjang. Tetapi dengan santai Bu Te sin-kun
menghindar ke samping seraya kebutkan lengan bajunya.
Dari lengan baju itu memancar arus tenaga-dalam yang
mendampar batang pedang In Hong hingga tergetar keras
hampir jatuh. Tenaga-dalam yang dipancarkan dari kebutan
lengan baju itu disebut ilmu Thiat-siu-kang.
"Hong, minggirlah!" teriak Tong Kui Tik seraya loncat
dan menarik tubuh cucunya agar jangan jatuh. Kemudian
dia berpaling kearah Bu Te sin-kun, "Kalau sampai terjadi
apa2 pada anak ini, aku tentu akan mengadu jiwa
denganmu!" serunya geram.
"Jangan kuatir," Bu Te sin-kun tertawa, "masakan aku
tega melukai dara yang kupenuju . . . . "
"Bu Te sin-kun, sebelum kita bertanding aku hendak
meminta keteranganmu. Apa sebab engkau hendak
mengganggu nona itu?" seru Tong Kui Tik seraya menunjuk
pada Han Bi Ing. "Ketahuilah, pak tua," seru Bu Te Bin-kun.
"Bu Te sin-kun itu adalah jago tanpa tanding. Tanpa
tanding bukan melainkan dalam ilmusllat, pun dalam segala
hal termasuk wanita. Sekali Bu Te sin-kun setuju, tak peduli


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia itu puteri raja atau puteri pengemis, puteri tokoh
persilatan sakti atau orang biasa, maupun isterinya siapa
saja pasti akan diambilnya. Nona itu aku suka karena
kecantikannya dan cucumu itupun aku senang karena
manisnya. Kedua-duanya harus kuambil!"
Han Bi Ing, Wan-ong Kui, In Hong dan pemuda
berwajah polos itu menggeram keras. Hampir saja mereka
akan bergerak menyerang apabila Tong Kui Tik tak
melarang dengan isyarat tangannya.
"Bu Te sin-kun, engkau akan memperoleh apa yang kau
kehendaki asal engkau mampu melangkahi mayatku!" seru
Toig Kui Tik dengar nada marah yang tertahan.
"Baik, kalau memang engkau menghendaki syarat itu,
akupun terpaksa menuruti saja!"
Menghadapi musuh yang sakti, Tong Kui Tik berlaku
sangat hati2. Jurus pertama ia buka dengan Kim-peng-tianki
atau Elang- emas-merentang-sayap. Tangan kanan
menampar kepala dan tangan kiri dipersiapkan apabila
lawan bergerak menghindar.
Tetapi di luar dugaan, Bu Te sin-kun menyurut
mundur selangkah berdiri dengan jurus Kim-ke-tok-lip
atau Ayam-emas berdiri-sebelah. Dengan demikian
tamparan Tong Km Tik itupun mengenai angin kosong. Ia
terkejut heran. Mengapa dalam gebrak pertama saja lawan
sudah bersiap dalam jurus Kim-ke-tok-lip.
Untuk menjajagi apa rencana lawan, Tong Kui Tik
ayunkan pukulan lurus ke dada lawan dalam jurus Hekhoucau-sim atau Macan-hitam-menerkam-uluhati.
'"Bagus, bagus, memang di gunung Kun-lun banyak
sekali macan hitam yang suka makan hati orang,*' seru Bu
Te sin-kun demi melihat jurus serangan lawan.
Tong Kui Tik makin terkejut. Sekali lihat lawan sudah
mengetahui dari perguruan manakah dia (Tong Kui Tik)
itu. Dia benar2 heran mengapa tokoh semuda Bu Te sinkun
memiliki pengetahuan yang sedemkian luas. Namun
karena sudah terlanjur menyerang mika Tong Kui Tik pun
lanjutkan serangannya. Rencananya begitu dekat pada dada
orang, dia hendak menebarkan jari tangannya untuk
menutuk jalandarah luan-ki-hiat di uluhati.
Tetapi alangkah kejutnya ketika rencana itu belum
terlaksana, tiba-tiba tubuh Bu Te sin-kun yang masih berdiri
dengan sebelah kaki itu, tampak berputar-putar deras. Dari
gerak putaran itu memancarkan tenaga-dalam yang
menyedot tangan Tong Kui Tik. Jago tua itu terkejut. Ia
salurkan tenaga-dalam lunak pada tinjunya, kemudian
dengan tenaga-dalam keras yang disalurkan kearah tangan
kiri, ia menghantam lawan.
Terdengar letupan pelahan dan Tong Kui Tik berhasil
menyelamatkan tangan kanan dari sel dotan lawan tetapi ia
harus membayar dengan terpental selangkah ke belakang.
"Bagus," seru Bu Te sin-kun, "engkau termasuk salah
seorang yang mampu menghindar dari tenaga sedotanku."
Tong Kui Tik makin, berhati-hati. Serangan selanjutnya
ia lambari dengan tenaga-dalam yang kuat. Namun Bu Te
sin- kun tetap tak mau meladeni. Dia hanya berlincahan
menghindar kian kemari. "Aneh, mengapa dia tak mau menangkis?" pikir Tong
Kui Tik. Akhirnya dalam suatu kesempatan yang baik, dia
dorongkan kedua tangannya kearah lawan. Tangan kiri
memancarkan tenaga-dalam lunak dan tangan kanan
memancarkan tenaga-dalam Kiu-yang-sin-kang yang keras.
Tampaknya Bu Te sin-kun masih memandang rendah
lawan, serunya tertawa, "Ho, sekalipun tenaga-sakti Kiuyangsin-kangmu hebat tetapi masih belum mencapai
tataran yang tertinggi!"
Kembali Tong Kui Tik terkejut karena serangannya
dapat dibaca lawan. Namun diapun gembira karena lawan
tak mengerti siasatnya yang lain. Lawan hanya mengatakan
tenaga Kiu-yang-sin-kang tetapi tak menyebut tentang
tenaga-dalam lunak yang dilancarkan dengan tangan kiri".
"Uh . . . . ," tiba2 Bu Te sin-kun mendesuh kejut ketika
merasa segelombang tenaga-lunak tengah melanda
kepadanya, "Bian-ciang . . . ," pikirnya. Bian-ciang artinya
tenaga selunak kapas. Namun pengetahuan itu sudah terlambat. Ia tak sempat
untuk menghindari arus tenaga-lunak yang sudah tiba di
dadanya. Cepat ia empos semangatnya, memancarkan
tenaga-dalam untuk melindungi dada lalu menghantam
dengan tangan kanan, darrrr ....
Kali ini kesudahannya agak hebat. Tong Kui Tik tersurut
mundur sampai tiga langkah. Wajahnya pucat. Tetapi Bu
Te sin-kun juga tergetar tubuhnya dan menyurut selangkah.
Han Bi Ing, Wan-ong Kui, pemuda berwajah polos
terutama In Hong terkejut menyaksikan keadaan Tong Kui
Tik. Lebih terkejut pula perasaan mereka membayangkan
kalau Bu Te sin-kun akan loncat menerjang orang tua itu.
Serempak bertiga anakmuda itu terus hendak menyerbu
kedalam gelanggang. Tetapi sebelum mereka semua
bergerak, tiba-tiba Bu Te sin-kun loncat ke belakang dan
berseru, "Pak tua, aku masih mempunyai lain urusan
yang penting dan tak dapat melayani engkau. Lain hari
aku pasti akan mencarimu untuk menyelesaikan
pertempuran ini," habis berkata Bu Te sin-kun berputar
tubuh dan loncat pergi. In Hong lebih penting menolong engkongnya. daripada
mengejar Bu Te sin-kun, "Engkong, bagaimana
keadaanmu?" tanyanya cemas.
Tong Kui Tik tak menyahut melainkan geleng2 kepala.
Ia duduk bersemedhi untuk menyaIurkan pernapasannya.
In Hong bertiga mendapat kesan bahwa engkongnya itu
tentu menderita luka dalam yang cukup parah. Mereka tak
berani mengganggu dan hanya tegak menjaga di sekeliling
jago tua itu. Lebih kurang sepeminum teh lamanya, tampak wajah
Tong Kui Tik mulai segar kembali! Kemudian ia berdiri dan
menghela napas, "Ah". kalau dia mau menggunakan
seluruh tenaga-dalamnya aku pasti sudah hancur."
"O, apakah engkau menderita luka?" tanya In Hong.
"Ya, tetapi berbahaya. Tenaga-dalam orang itu memang
luar biasa. Tetapi heran mengapa dia tak mau
menggunakan seluruh tenaga-dalamnya"!"
Tiba2 Han Bi Ing teringat peristiwa dirinya dengan Bu
Te sin-kun, "O, apakah karena hal itu yang telah
menyebabkan dia kehilangan tenaga-saktinya" Tetapi nona
itu tak mau mengatakan hanya wajahnya saja yang bertebar
warna merah. Rupanya perobahan muka Han Bi Ing dapat diketahui
Tong Kui Tik, serunya, "Nona. maaf apakah yang telah
terjadi dengan nona tadi?"
Han Bi Ing menceritakan. Bahwa waktu Wan-ong Kui
sedang bertempur dengan kelima harimau Lusan, tiba-tiba
kusir Thia Kim menghampiri kepadanya, "Nona, Wan- ong
kongcu pesan kepadaku, sebaiknya kita menyingkir dan
tempat ini .... " "Mengapa?" tanya Han Bi Ing.
"Karena kougcu merasa seorang diri harus menghadapi
sekian banyak orang apalagi masih harus memikirkan
keselamatan nona, tentulah pikirannya akan terganggu.
Apabila nona sudah berada di tempat yang aman tentulah
pikirannya akan lebih tenang menghadapi lawan."
Han Bi Ing menganggap hal itu memang benar, tetapi
iapun menguatirkan keselamatan Wan-ong Kui. Apakah ia
akan membiarkan saja Wan-ong Kui mengalami bahaya
seorang diri?" "Nona, setelah kita menyingkir ke tempat yang aman,
akulah yang akan ke luar untuk menemui Win-ong kongcu
lagi," melihat Han Bi Ing bersangsi, Thia Kim
menyusuli keterangan lebih lanjut.
Entah bagaimana Han Bi Ing tiba2 merobah pikirannya.
Ia anggap alasan yang dikemukakanl Thia Kim itu tepat.
Kalau ia sudah menyingkir tentulah Wan-ong Kui dapat
mencurahkan pikirannya dengan tenang. Akhirnya ia
mengikuti Thia Kim menyelinap ke dalam gerumbul dan
terus menerobos ke dalam sebuah hutan kecil. Cukup lama
juga mereka melintas hutan dan lembah dan akhirnya
mendapatkan sebuah tempat yang sesuai untuk sembunyi.
"Tinggalkan aku dan lekas carilah Wan-ong kongcu,"
kata Han Bi Ing. Thia Kimpun menurut perintah. Tetapi sampai lama
belum juga kembali. Pada saat Han Bi Ing terlena tidur, ia
merasa tangannya telah dipegang orang. Begitu ia
membuka mata, alangkah kejutnya saat itu.
"Siapa engkau!" Han Bi Ing meronta dan membentak.
"O, tak perlu takut nona," kata orang itu seorang pemuda
yang tampan dan ramah. "Siapa engkau!" Han Bi Ing yang saat itu sudah berdiri
mengulang pula pertanyaannya.
"Aku she Bu nama Te," kata pemuda tampan itu,
sahabat dari Wan-ong Kui."
"Wan-ong Kui" Bagaimana keadaannya?" Bi Ing
mulai tegang. '"Ah," Bu Te menghela napas sedih, "Walaupun
terlambat tetapi untung aku kebetulan lewat di tempat itu.
Serta melihat Wan-ong Kui sudah kepayahan menghadapi
keroyokan beberapa orang, aku segera membantu. Tetapi
tepat pada saat itu Wan-ong Kui pun rubuh . . . . "
"Ihhhhh," Han Bi Ing menjerit, "apakah dia tewas?"
"Aku berhasil mengundurkan musuh dan terus kubawa
Wan-ong Kui lari ke dalam sebuah hutan. Dia tidak tewas
tetapi menderita luka parah sekali . . . . "
"Oh, mana dia!" teriak Han Bi Ing.
Bu Te mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum.
"Ah, memang pantas kalau Wan-ong Kui begitu
memperhatikan sekali kepadamu. Ternyata engkau juga
sangat memperhatikan keadaannya. Ah, dia lebih
beruntung dari aku . ..."
Han Bi Ing terkesiap. "Apa katamu?"
"Setelah kuberi obat, dia dapat sadar. Dia telah
menderita luka-dalam yang parah dan harus mengasoh
sampai setengah tahun baru pulih kesehatannya."
Han Bi Ing terkejut. "Tetapi jangan kuatir nona," kata Bu Te, "dia minta
tolong kepadaku supaya menghantarkan nona ke Lou-husan.
Sebagai sahabat baik sudah tentu aku wajib membantu
kerepotannya." "Ah, kurasa tak perlu merepotkan engkau," kata Han
Bi Ing, "aku dapat melakukan perjalanan seorang diri."
"Ah, jangan nona," kata Bu Te, "pertama, suasana
sekarang ini tidak aman, dimana-mana timbul
pemberontakan dan kerusuhan. Begal dan perampok
tumbuh seperti jamur dimusim hujan. Nona seorang gadis,
tidakkah akan berbahaya apabila harus menempuh
perjalanan seorang diri."
"Dan lagi," kata Bu Te lebih lanjut, "aku pun tak mau
ingkar janji kepada sahabatku Wan-ong Kui karena aku
sudah berjanji akan mewakilinya mengantar nona. Ah, dia
memang seorang pemuda yang penuh tanggung jawab
terhadap nona." Han Bi Ing tertegun. "Nona, berilah aku kesempatan untuk menghantar nona.
Aku berjanji akan melindungi nona dengan segenap jiwa
ragaku," Bu Te masih menusukkan kata2 yang berbisa.
Dengan kata2 yang manis dan sikap yang sopan,
berhasillah Bu Te mendapat kepercayaan^ Han Bi lug.
Mereka lalu meneruskan perjalanan!
Tetapi di tengah jalan entah karena apa terkenalah Han
Bi Ing pada Wan-ong Kui. Kebaikan. keramahan dan sikap
pemuda itu, berkesan dalam hatinya. Dia minta supaya
diantarkan ke tempat Wan-ong Kui.
"Ah, perlu harus kesana" Dia perlu ketenangan dan tak
mau diganggu orang," kata Bu Te.
"Tidak," kata Han Bi Ing, "biar bagaimana dia telah
melepas budi kebaikan kepadaku selama dalam perjalanan
ini. Aku harus melihat keadaannya. Kalau memang
berbahaya, aku akan merawatnya sampai sembuh."
Bu Te terkejut dalam hati. Sebenarnya dia sudah cukup
merderita menahan nafsu birahinya terhadap gadis cantik
itu. Dalam keadaan terdesak, daripada ketahuan belangnya
apabila harus mecari Wan-ong Kui, lebih baik ia bertindak
saat itu juga. "Tidak, nona manis," katanya, "aku tak berani melanggar
pesan sahabatku." Han Bi Ing terkejut ketika Bu Te berani memanggilnya
dengan kata 'nona manis". Sedang Wan-ong Kui yang
bersamanya dalam perjalanan selama beberapa hari,
jangankan memanggil dengan 'nona manis', bahkan
bertatapan muka saja Wan-ong Kui itu tak berani.
"Jika engkau tak mau mengantarkan kesana aku akan
mencarinya sendiri," Han Bi Ingpun mulai getas.
"Ai, nona cantik," Bu Te tertawa, "mengapa engkau
begitu memperhatikan sekali kepada Wan-ong Kui"
Bukankah sekarang sudah ada penggantinya?"
Han Bi Ing makin mendapat kesan bahwa Bu Te itu
seorang pemuda yang kurang ajar. Masa baru kenal sudah
cengar cengir menyebut nona manis, nona cantik ' segala.
"Itu urusanku, engkau tak perlu ikut campur," Han Bi
Ing makin getas. "Ai, nona cantik," kata Bu Te, "jangan marah.
Ketahuilah, nona manis aku juga seorang lelaki. Sudah
tentu aku merasa iri terhadap Wan-ong Kui. Apanya yang
menarik perhatianmu begitu rupa" Dia memang tampan
tetapi ketampanannya tidak bersifat kepriaan, melainkan
sebagai gadis cantik. Akupun lebih gagah dan lebih sakti
dari dia. Apa yang kurang padaku?"
"Jangan banyak mulut!" bentak Han Bi Ing makin
marah, "silakan engkau melanjutkan perjalananmu sendiri.
Aku tak butuh pengantar."
"Ah, dara cantik, segala-galanya tentu tetap cantik.
Bahkan kalau marah malah tambah cantik, ai . . . . "
Kini jelas sudah bahwa pemuda yang mengaku bernama


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bu Te itu seorang pemuda yang tak baik. Tiba2 Han Bi lng
teringat pada kusir kereta, "mana Thia Kim kusir kereta
itu?" "Mengapa?" "Kalau engkau tak mau mengantarkan aku ketempat
Wan-ong-ko, antarkan aku mencri kusir itu. Aku dapat
melanjutkan peijalanan bersama dia."
"Aiii .... bagaimana engkau ini nona manis. Diantar
seorang pemuda tampan dan gagah seperti aku tidak mau
tetapi minta diantar seorang kusir?"
"Tutup mulutmu!" bentak Han Bi Ing dengan wajah
kemerah-merahan. Namun ia berusaha untuk tidak marah.
"Dan jangan mengharap kusir itu mau kembali lagi."
"Mengapa?" Han Bi Ing terkejut.
"Dia sudah kuberi uang dan kusuruh pulang. Aku
kasihan padanya." Han Bi Ing seorang gadis yang cerdas. Merangkai pada
kata2 itu dengan tingkah laku Bu Te yang kurang ajar,
diam2 ia menjadi tegang. Apakah ada udang dibalik batu
atas kemunculan pemuda yang bernama Bu Te ini"
Pikirnya. Ia mengeluh dalam hati karena mengingat
keadaan dirinya saat itu.
"Siapa yang suruh engkau berbuat begitu?" tegur Han Bi
Ing. "Wan-ong Kui" "Tidak percaya!" teriak Han Bi Ing seraya ayunkan
langkah. "Hai, hendak kemana engkau, nona?" cepat Bu Te loncat
menghadangnya. "Mencari Wan-ong ko."
Wan-ong Kui gelengkan kepala, "Sudahlah, jangan
buang waktu. Terus terang kuberitahu kepadamu bahwa
Wan ong Kui sudah pulang ke rumahnya di Pak-kia?"
"Apa?" Han Bi Ing terbeliak, "dia tinggal di bekas
kotaraja Pak-kia" Bukankah saat ini Pak-kia sudah diduduki
tentara Ceng?" Bu Te mengangkat bahu, "Engkau tahu siapa Wan-ong
Kui itu?" "Tidak." "Hm," dengus Bu Te, "memang tak salah kalau engkau
memilih dia. Kelak engkau tentu hidup mewah."
"Siapa orangtuanya?"
"Walikota Pak-kia yang sekarang berhamba pada
kerajaan Ceng. Nah, tidakkah kelak engkau akan hidup
enak?" "Tidak, aku tak sudi bersahabat dengan puteranya antek
kerajaan Ceng!"' teriak Han Bi Ing
"Bagus, kalau begitu jadilah isteriku saja, serentak Wanong
Kui ulurkan tangan hendak memeluk nona itu.
Han Bi Ing terkejut dan menyurut mundur lalu berputar
tubuh dan lari. "Hai, percuma saja engkau lari, nona cantik," Bu Te
tertawa mengekeh seraya mengejar.
Ketika berpaling ke belakang dan melihat Bu Te berada
tiga empat langkah di belakangnya, Han Bi Ing menyadari
kalau ia sedang berhadapan dengan seorang iblis yang
hendak mengganggu dirinya.
"Daripada tercemar, lebih baik aku mengadu jiwa
dengan bangsat ini. Kalau aku kalah aku akan bunuh diri,"
ia membulatkan tekad. Serentak ia berhenti dan berbalik tubuh menghadapi Bu
Te, "Mau apa engkau !"
"Oh, nona cantik, apakah engkau tak mengerti perasaan
hatiku yang hangus terbakar oleh bara asmaramu?"
Han Bi Ing merah mukanya tetapi dia sudah bersiap-siap.
"Aku sudah menjadi milik orang!"
"Siapa?" "Putera paman Kim Thian Cong ..."
"Si Bloon itu" Ha, ha, ha . . . katak hendak makan buah
teratai, uh .... " "Jangan menghina calon suamiku" bentak Han Bi Ing
tersipu-sipu malu, "biar jelek dia putera seorang pendekar
besar, tentu baik budinya. Tidak seperti engkau, iblis
pengganggu wanita!" "Tidak!" tiba-tiba Bu Te membentak keras, "tidak bisa,
biarpun bagaimana juga takkan kuberikan engkau
diperisteri si Bloon itu!"
"Cis, aneh," dengus Han Bi Ing, "hak apa engkau hendak
melarang aku" Perjodohan itu ayahku yang menentukan!"
"Tidak peduli ayahmu, engkongmu kek, atau raja
sekalipun, aku takkan membiarkan engkau dipersunting si
Blo'on!" "Kurang ajar, apa hakmu berani melarang."
"Cintaku kepadamu, nona, yang memberi hak kepadaku
untuk melarang orang lain menjamah dirimu!"
Merah muka Han Bi Ing. Tetapi dia mual mendengar
ocehan Bu Te. Tiba-tiba Bu Te sin-kun bersenandung;
Banyak bintang di langit tetapi hanya rembulan satu
banyak gadis-gadis cantik
tetapi hanya dikau seorang
pilihanku .... Bu Te tertawa terbahak-bahak, maju selangkah dan
ulurkan tangan hendak memeluk Ha Bi Ing.
Bi Ingpun cepat bergerak dan aduhhh . . , Bu Te menjerit
dan loncat mundur. Ia memandang telapak tangan
kanannya yang berdarah. Seketika marahlah dia.
Apa yang telah terjadi"
Ternyata Han Bi Ing diam2 sudah mencabut tusuk
kundainya. Tusuk kundai itu pernah digunakan untuk
menusuk dan mencukil bola mata Sasterawan -berwajahpucat
Sun Kian. Kali ini dia gunakan untuk menusuk
telapak tangan Bu Te. Di tengah-tengah telapak tangan terdapat sebuah
jalandarah yang disebut jalandarah Lau-kiong-hiat. Apabila
jalandarah itu tertusuk maka tenaga-sakti yang dimiliki
orang tentu akan merana. Demikian rencana Han Bi Ing
dengan tusuk kundai itu. Bu Te sudah mabuk kepayang. Ia tak mengira kalau
gadis itu berani menusuk. Lebih tak mengira kalau tusukan
tusuk kundai itu dengan tepat telah menyusup ke dalam
jalandarah Lau Kiong-hiat. Seketika ia rasakan tangannya
seperti tersentuh dengan aliran listrik yang kuat sehingga
kuasa menggigit jantungnya.
Bu Te tahu artinya tusukan itu. Lengan kanannya hilang
kekuatannya. Dia harus beristirahat beberapa waktu untuk
memulihkan tenaga itu. Bagi Bu Te ilmusilat itu adalah segala-galanya. Wanita
cantik, tidak penting. Setiap saat dia dapat menikmati.
Maka marahnya bukan kepalang. "Engkau, perempuan
hina, berani melukai tanganku ....!"
Han Bi Ing hendak menghindar tetapi tamparan Bu Te
lebih cepat, plak.......untung Han Bi Ing masih sempat
mengisar kepalanya hingga mukanya selamat. Tetapi
lehernya terhajar. Seketika ia terhuyung-huyung rubuh ke
tanah, pakaiannyapun robek terkena duri.
Melihat betis si nona yang begitu putih mulus, seketika
meluaplah nafsu Bu Te. Cepat ia menerkam gadis itu
bagaikan serigala kelaparan.
Han Bi Ing tak berdaya ketika merasa tubuhnya telah
didekap oleh tangan yang kuat. Seketika dia sudah
memutuskan untuk bunuh diri saja. Serentak diapun
mengerahkan tenaga untuk menggigit putus lidahnya.
Pada saat yang genting dimana kehormatan nona itu
terancam hancur dan nona itupun sudi hendak membunuh
diri, tiba2 terdengar sebuah teriakan yang keras. "Bangsat,
jangan main perkosa wanita!"
Bu Te tersentak ke belakang tetapi secepat itu diapun
sudah berbalik diri dan menghantam uh . . . . terdengar
penyerangnya mendesuh kaget ketika mencelat beberapa
langkah ke belakang. "Bajingan, engkau berani mengganggu kesenanganku!"
serentak Bu Te menerjang orang itu.
Penolong itu seorang pemuda berwajah polos yang
mengenakan pakaian serba sederhana. Ia mencabut golok
dan menyongsong serangan Bu te.
Untunglah Bu Tc sudah kehilangan sepan
bagian tenaganya sehingga pemuda berw j h f o los itu
dapat bertahan. Sekalipun beg'tu dia basah kuyup mandi
keringat menghadapi pukulan tangan Bu Te.
Bu Te terkejut juga. Dia tak kenal siapa pemuda itu
tetapi ilmu permainan golok pemuda itu henar2 luar biasa
sekali. Cepat dan gencar seperti hujan deras.
"Hm, budak yang tak kenal diri. Kalau dalam lima jurus
aku tak mampu mengalahkan engkau, aku akan pergi dari
sini," seru Bu Te seraya mulai menghitung, "satu . . . dua . .
. tiga ..." Tring......golok pemuda itu terlepas jatuh dan saat itu
diapun sudah pejamkan mata menanti pukulan maut dari
Bu Te. Untung pada saat yang berbahaya itu muncul Wanong
Kui, In Hong dan engkongnya. Walaupun dia dapat
mengalahkan kedua pemuda Wan-ong Kui dan In Hong
bahkan ditambah pemuda berwajah polos, namun akhirnya
ketika berhadapan dengan Tong Kui Tik, ia merasa
menghadapi lawan yang berat.
Tong Kui Tik memang menderita luka akibat adu
tenaga-sakti dengan Bu Te. Tetapi sebagai seorang tokoh
sakti, Bu Te tahu kalau Tong Kui Tik itu hebat sekali. Ia
kuatir kalau sampai dikeroyok empat, tentulah dia akan
menderita kekalahan. Selama gunung masih hijau, masakan
takut tak ada kayu bakar, pikirnya. Lebih baik dia pergi
dulu, kelak dia masih mempunyai kesempatan untuk
membuat perhitungan dengan Tong Kui Tik. Maka diapun
sebera melarikan diri. "Oh, tentulah akibat tusukan tusuk kundai nona itu yang
menyebabkan tenaga-sakti Bu Te sin-kun menderita," kata
Tong Kui Tik setelah mendengar cerita Han Bi Ing.
"Engkong siapakah Bu Te sin-kun itu?" tanya In Hong.
"Belum lama berselang ini, di dunia persilatan memang
muncul seorang tokoh misterius yang menyebut dirinya
sebagai Bu Te sin-kun. Ilmusilatnya tinggi sekali. Konon
menurut cerita orang, dia memiliki ilmusilat istimewa dari
berbagai perguruan," menerangkan Tong Kui Tik.
"Tetapi dia jelas seorang benggolan hitam yang gemar
merusak wanita," seru In Hong.
"Memang demikianlah, Hong," Tong Kui Tik
menghela napas," itulah bahayanya belajar ilmu sakti.
Jika tak kuat imannya, dia tentu akan berobah menjadi
iblis yang berbahaya. Tetapi kalau dia memang berjiwa
luhur, ilmusilat itu akan mendatangkan rahmat dan faedah
be untuk memberantas kejahatan, menegakkan keadilan
dan kebenaran." Anak2 muda itupun mengangguk-angguk.
"Eh, siapakah nama siauheng?" tiba2 Tong Kui Tik
bertanya kepada pemuda polos. Wan-ong Kui dan In
Hongpun teringat kalau belum kenal dengan pemuda itu.
Mereka memandang kearah pemuda berwajah polos.
"Wan-pwe she Bok nama Kian. Tolong tanya siapakah
nama lo-cianpwe yang mulia?" kata pemuda berwajah polos
itu sembari menjurah memberi hormat.
Timbul kesan baik dalam hati Tong Kui Tik. Walaupun
agak ketolol-tololan tetapi jelas pemuda Bok Kian itu
seorang yang jujur, "Ai, Bok liauheng, aku siorang tua ini
bernama Tong Kui Tik. Dan marilah kuperkenalkan kepada
beberapa anak muda disini . . . . "
In Hong terkejut dalam hati. Jarang sekali engkongnya
bersikap begitu terbuka kepada orang, Engkongnya tentu
memperkenalkan diri dengan nama Ah Tik kepada setiap
orang yang menanyakan namanya. Mengapa terhadap
pemuda itu dia mau memberilahu secara terus terang.
"Inilah cucuku perempuan In Hong yang liar," tiba2
Tong Kui Tik memperkenalkan In Hong.
Sebenarnya In Hong hendak membantah tetapi saat itu
Bok Kian sudah memberi salam perkenalan, "Nona In . . . .
" Terpaksa In Hong balas memberi hormat. Setelah satu
per satu diperkenalkan kepada Bok Kian, ketika tiba
pada Han Bi Ing, nona itu pun menghaturkan terima kasih
atas pertolongannya tadi.
"Ah, harap nona jangan sungkan. Rasanya tak ada orang
waras yang akan membiarkan perbuatan yang tak begitu
senonoh," kata Bok Kian. Mendengar itu Han Bi Ingpun
merah mukanya. "Bok siauheng," kata Tong Kui Tik pula yang rupanya
menaruh perhatian kepada pemuda itu, "bolehkah aku
siorangtua ini mengetahui sedikit tentang tempat tinggal
dan tujuan siauheng sehingga sampai ditempat ini?"
"Ah, aku sedang melakukan tugas yang diberikan oleh
Su tayjin menghadap Li Seng Tong cong-peng (jenderal ) di
Ik-ciu . . . . " "Su tayjin" Siapakah yang siauheng maksudkan dengan
Su tayjin itu?" Bok Kian menyadari kalau kelepasan omong Tetapi
karena dasarnya dia tak dapat berbohong apalagi ia
mendapat kesan bahwa orang2 yang di hadapinya itu orang
baik maka iapun bicara terus terang, "Su Go Hwat mentri
pertahanan kerajaan kita."
"Oh," Tong Kui Tik terkejut, "jika demikian kongcu ini
orang kepercayaan dari Su tayjin bukan?"
Siau-heng artinya engkoh kecil. Digunakan terhadap
pemuda biasa. Kong-cu artinya tuan. Sebutan terhadap
putera orang berpangkat atau hartawan atau ternama.
Sebutan kongcu lebih menghormat daripada siau heng.
"Ah, tidak lo-cianpwe. Aku hanya seorang pegawai
biasa, harap jangan menyebut aku sebagai kongcu,". kata
Bok Kian. "Dan sekarang Bok siauheng hendak menuju kemana?"
tanya Tong Kui Tik pula. "Mencari Su tayjin."


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"O, apakah Su tayjin tidak tinggal di gedung kementerian
pertahanan di Lam-kia?"
Bok Kian gelengkan kepala, "Su tayjin sudah sejak
bebeapa waktu ketika kotaraja pindah ke Lam-kia, bertugas
keluar untuk menyusun kekuatan pasukan kita di daerah2.
Tempat tidak menentu karena harus keliling dari satu ke
lain tempat." "Ah," Tong Kui Tik menghela napas, "siapakah yang
menugaskan Su tayjin?"
"Seri baginda Hok Ong."
"Hm, seri baginda Hok Ong kabarnya banyak
dipengaruhi oleh mentri tay-haksu Ma Su Ing. Su tayjin
seorang mentri jujur. Apabila beliau tak tinggal di kotaraja,
tentulah Ma Su Ing makin leluasa untuk mengendalikan
pemerintahan penurut sekehendak hatinya."
"Memang banyak sekali mentri dorna yang bersembunyi
dalam pemerintah kerajaan Beng sehingga mudah
dikalahkan musuh. Jenderal2 lapuk, anak pasukan kurang
disiplin, Mentri dorna menguasai pemerintahann," tiba2
Wan-ong Kui dengan geram.
Sekalian orang terkesiap mendengar pernyataan yang
berani dari pemuda itu. Terutama Han Bi Ing, dia serentak
teringat, serunya, "Wan-ong ko, apa .... apakah engkau
berniat hendak berhamba pada kerajaan Ceng?"
"Siapa yang bilang!" wajah Wan-ong Ku tampak
memberingas. "Jahanam Bu Te."
"Perlu apa Wan-ong Kui masih hidup begini rupa kalau
mempunyai tujuan untuk berhamba pada penjajah Ceng"
Hanya mereka yang berjiwa budak mau berhamba pada
musuh!" "Bagus, Wan-ong-ko, aku memang tak percaya omongan
si Bu Te itu," tiba2 In Hong juga ikut memuji.
Tong Kui Tik tertawa lebar.
"Engkong, mengapa engkau tertawa?" tegur In Hong.
"Engkau tak tahu Hong," seru jago tua itu "hari ini aku
merasa seperti menjadi muda kembali. Bok siau-heng, Wanong
siau-heng adalah pemuda2 yang berjiwa patriot. Jika
mereka, anak muda yang masih penuh harapan rela
mengorbankan masa muda yang masih penuh harapan dan
mengorbankan masa mudanya untuk berjuang membela
tanah-air, mengapa aku si tua-renta yang sudah mendekati
liang kubur ini, tak ikut berjuang?"
"Lo-cianpwe," kata Bok Kian, "apa yang kita hadapi saat
ini adalah musuh yang hendak menindas seluruh rakyat.
Perjuangan melawan penjajah, bukan hanya kewajiban dari
prajurit saja, pun setiap orang, seluruh rakyat yang merasa
mempunyai tanah-air, wajib berjuang membasmi musuh!"
"Ah," Tong Kui Tik menghela napas, "tetapi aku sudah
tua, masakan mereka mau menerima diriku?"
"Siapa yang lo-cianpwe maksudkan mereka itu?" tanya
Bok Kian. "Barisan pejuang, baik yang berbentuk kesatuan pasukan
kerajaan maupun lasykar rakyat dan barisan kaum
persilatan yang menentang kerajaan Ceng."
"Tidak, lo-cianpwe," seru Bok Kian, "tua, muda, lelaki
perempuan, besar kecil, semua berguna untuk peluangan
membela tanah-air. Apalagi lo-cianpwe seorang yang
memiliki kepandaian tinggi, sudah tentu akan menyambut
dengan gembira kehadiran lo-cianpwe di tengah2 kita."
Tong Kui Tik mengangguk-angguk.
"Lo-cianpwe," kata Bok Kian pula, "jika lo-cianpwe
setuju, marilah kubawa lo-cianpwe menghadap Su tayjin.
Su tayjin pasti gembira sekali menerima kedatangan locianpwe."
"Hong, tuh dengar tidak," seru Tong Kui Tik kepada In
Hong, "apakah engkau setuju ikut Wan-ong-ko?"
In Hong gelengkan kepala, ''Ih, engkong ini bagaimana.
Apakah engkong lupa akan tujuan kita?"
"Ai, engkau ini memang keras kepala, Hong," seru Tong
Kui Tik, kemudian berkata kepada Bok Kian, "terima kasih
Bok siauheng atas perhatianmu. Tetapi cucuku si Hong itu
masih ada urusan penting yang headak diselesaikannya
maka akupun terpaksa tak dapat memenuhi anjuran siauheng.
Tetapi aku yakin, bahwa kita bersama dalam satu
garis perjuangan." "Tak apa, lo cianpwe," Bok Kian tersenyum, "dan aku
terpaksa akan mohon diri untuk melanjutkan perjalanan."
"Bok siau-heng," kata Tong Kui Tik, "sekalipun hanya
dalam waktu yang singkat, tetapi aku gembira sekali atas
pertemuan ini. Saat ini negara sedang dalam suasana
perang. Setiap orang tak tahu bagaimana nasibnya besok
pagi. Aku ingin memberi sesuatu kepadamu sebagai tanda
kenang2an, harap engkau jangan menolak."
"Ah, mengapa lo-cianpwe begitu sungkan2," Bok Kian
gopoh memberi pernyataan.
"Ah, bukan sesuatu barang berharga, tetapi hanya
sekedar untuk kenangan saja," kata Tong Kui Tik seraya
menyerahkan sebuah bungkusan kain kuning. Bok Kian
terpaksa menerima dan setelah menghaturkan terima kasih
lalu mohon pamit kepada sekalian orang.
"Engkong, mengapa engkau begitu suka kepada pemuda
itu ?" beberapa saat kemudian setelah Bok Kian pergi, In
Hong bertanya. "Ah, entah bagaimana, tetapi melihat wajahnya, aku
terkenang pada seseorang," kata Tong Kui Tik.
"Siapa engkong ?"
Tong Kui Tik termenung. Ia agak kaget dan cepat
tersenyum, "Ah, seorang sahabat yang baik."
In Hong heran. Tidak biasanya engkongnya bersikap
begitu kikuk. "Wan-ong kongcu, kalian hendak kemana ?" tanya Tong
Kui Tik mengalihkan pembicaraan.
"Mengantarkan sumoayku ini ke Lou-husan."
"Mengapa, Wan-ong-ko ?" tanya In Hong.
"Mencari putera Kim Thian Cong tayhiap."
Tong Kui Tik terkejut mendengar nama Kim Thian
Cong. "Tetapi bukankah Kim tayhiap sudah meninggal ?"
"Benar, lopeh, tetapi kami akan mencari puteranya,"
kata Wan-ong Kui, "apakah lopeh kenal dengan Kim
tayhiap ?" "Setiap orang persilatan seangkatan dengan aku tentu
kenal nama Kim tayhiap yang termasyhur. Dia adalah
pemimpin dari dunia persilatan. Sayang pada waktu beliau
wafat, aku sedang mengembara ke daerah Tibet sehingga
tak dapat datang." "Lalu apakah lopeh kenal dengan puteranya?"
Tong Kui Tik gelengkan kepala, "Sudah lama aku
mengasingkan diri dari dunia persilatan Banyak sekali
tokoh2 muda yang tak kukenal. Tetapi kalau ayahnya
seorang pendekar besar tentulah puteranya juga pendekar
muda yang hebat." Wan-ong Kui gelengkan kepala, "Tidak, lo peh. Harimau
tentu beranak harimau tetapi kaum manusia belum tentu.
Ayahnya pendekar sakti, puteranya seorang blo'on yang tak
mengerti silat," "Ah, kongcu bergurau," kata Tong Kui Tik.
"Tidak, lopeh. Orang2 mengatakan bahwa putera Kim
tayhiap itu seorang bloon, tak mau belajar silat."
"Lalu kongcu hendak menemuinya untuk apa ?" tanya
Tong Kui Tik. "Sebenarnya hal itu mengenai kepentingan
sumoayku," Wan-ong Kui berpaling kepada Bi Ing yang
berada disampingnya, "sumoay, bolehkah kukatakan
kepada cianpwe ini ?"
Han Bi Ing tidak menyahut melainkan mencubit lengan
Wan-ong Kui. "Begini lopeh." kata Wan-ong Kui yang lalu
menceritakan tentang maksud tujuan Han Bi Ing mencari
putra Kim Thian Cong. "O," seru Tong Kui Tik, "tetapi boleh aku mengetahui
nama ayah nona Bi Ing itu ?"
Wan-ong Kui berpaling memberi anggukan kepada Han
Bi Ing dan nona itupun segera menyahut, "Aku adalah anak
dari Han Bun Long dari Thay-goan-hu."
"Oh," teriak Tong Kui Tik, "aku memang sudah
meragukan hal itu dan ternyata memang benar. Dimanakah
sekarang ayah nona ?"
Dengan berlinang-linang air mata Han Bi Ing
mengatakan bahwa ia belum tahu pasti bagaimana keadaan
ayahnya. Karena waktu pasukan Ceng menduduki kotaraja
Pak-kia lalu mengirim pasukan menduduki Thay-goan
ayahnyapun lalu menyuruhnya ke Lou-hu-san.
"Dan dia sendiri ?" tanya Tong Kui Tik."
"Beliau sudah bertekad untuk melawan pasukan Ceng.
Oleh karena itu lebih dulu ayah telah mengungsikan aku."
"Lalu ibu nona ?"
"Ibu . . . ibu sudah lama meninggal dunia." Tong Kui Tik
menghela napas panjang. "Lopeh, apakah engkau kenal dengan ayah sumoayku ?"
tanya Wan- ong Kui. "Dia sahabatku yang baik." kata Tong Kui Tik, "tetapi
sudah hampir duapuluh tahun kami tak bertemu. Sekarang
tahu2 dia sudah mendahului aku."
"Lo cianpvve," tiba2 Han Bi Ing berkata "mohon tanya
siapakah lo-cianpvve ini " Mengapa ayah tak pernah
menyebut nyebut nama lo-cian pwe kepadaku ?"
Tong Kui Tik menghela napas, "Ya, karena kalian mau
berlaku jujur, akupun harus berterus-terang juga.
Sebenarnya aku ini murid perguruan Go-bi-pay tetapi aku
dituduh telah melakukan kesalahan membunuh Asita
Ihama kepala kuil Mutiara-putih di Tibet, aku dikeluarkan
dari pergu ruan . . . ."
"Ah, kurasa lopeh tentu tak melakukan pembunuhan itu,
bukan?" kata Wan-ong Kui.
"Tidak," sahut Tong Kui Tik, "tetapi bukti tak dapat
disangkal. Aku diketemukan berada samping Asita lhama
yang sudah berlumuran darah tak bernyawa sedang
tanganku masih mencekal pedang . . . ."
"Apakah lopeh tidak mengetahui hal itu?"
"Aku pingsan dan ketika sadar, tahu2 aku sudah
dikepung oleh beratus-ratus lhama."
"Ah, fitnah," seru Wan-ong Kui, "lalu siapakah yang
membunuh Asita lhama itu ?"
"Sejak dikeluarkan dari perguruan aku lalu mengembara
untuk menyelidiki siapa pembunuh yang telah mencelakai
diriku itu. Tetapi tak berhasil. Aku bertemu dengan Han
Bun Liong, ayah nona Bi Ing. Kami bersahabat baik sekali.
Akhirnya kami berdua masuk menjadi prajurit. Kami
beruntung diterima dan dijadikan pengawal dari mentri Go
Sim Kui. Karena melihat mentri itu hendak berhianat
dengan bersekongkol pada raja Ceng, diam2 aku masuk ke
dalam markasnya. Dia hendak kubunuh tetapi gagal karena
keburu dipergoki oleh pasukan pengawal. Aku melarikan
diri dari kotaraja dan sejak itu aku mengasingkan diri dari
dunia persilatan . . . . "
"Dan ayah?" tanya Han Bi Ing.
"Kabarnya ayahmu juga dicurigai oleh Go Sun Kui dan
dikeluarkan. Tetapi bagaimana perisitiwa yang
sesungguhnya aku tak tahu karena dia juga pindah dari
kotaraja. Ternyata dia berdiam di Thay-goan . . . . "
"Bagus!*' sekonyong-konyong terdengar sebuah suara
berhamburan dibawa kesiur angin.
Tong Kui Tik terkejut. Ketika berpaling tampak dua
orang lelaki muncul dari gerumbul pohon. Yang seorang
berdandan seperti seorang sastrawan dan yang satu, seorang
lelaki tua. Mereka berjalan menghampiri ketempat
rombongan Teng Kui Tik. "Loheng," setelah memberi hormat, sastrawan itu
bertanya kepada Teng Kui Tik, "tolong tanya, yang
manakah Han siocia itu ?"
"Siapakah anda ini ?" Tong Kui Tik balik bertanya.
"Aku orang she Ko nama Cay Sing, saya seorang sahabat
dari Han Bun Liong . . ."
Semula Tong Kui Tik curiga. Tetapi setelah mendengar
keterangan orang, dia mengira kalau Ko Cay Sing itu
hendak menyampaikan berita dari ayah Han Bi Ing maka
Sumpah Palapa 16 Siluman Goa Tengkorak Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Dan Naga Siluman 6

Cari Blog Ini